PERAN TERAPI NEUROLEPTIKA DALAM KESEMBUHAN SKIZOFRENIA Karya Tulis Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas Dalam menyelesaikan program SMA
Oleh: FATHINAH ANIS BALWEEL
No. Induk
: 07.4109
Kelas
: XII. IPA-1
SMA LABSCHOOL JAKARTA 2009/2010
LEMBAR PENGESAHAN Karya tulis ini telah dibaca dan disetujui oleh :
Guru Pembimbing
Ika Maharani, S.Pd.
Guru Penguji 1
Ulva Soraya, M.Si.
Guru Penguji 2
H. Soekasto, S.Pd
Mengetahui,
Wali Kelas XII IPA-1
Drs. Mustafal Bakri
Kata Pengantar
Segala puji syukur saya panjatkan atas segala rahmat dan ridho yang telah Allah berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat kelulusan dalam melengkapi nilai praktik pelajaran Bahasa Indonesia, sehingga ternilai sangat
penting
mengucapkan
untuk
terima
diajukan. kasih
Oleh
kepada
karena
pihak
yang
itu, terkait
penulis pada
pembuatannya, yaitu: 1. Bapak Kepala Sekolah, Drs. M. Fakhruddin, M.Si. 2. Wali kelas XII IPA 1, Bapak Mustafal Bakri. 3. Ibu Ika Maharani, guru pembimbing karya tulis. 4. Keluarga penulis, yang telah mendukung penulis dengan bantuan dan kesabarannya. 5. Serta teman-teman yang telah memberikan semangat dan inspirasinya dalam pembuatan karya tulis ini. Akhir kata, penulis dengan senang hati terbuka menerima kritik yang sifatnya membangun karena karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ini dapat diterima, berguna, dan dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca. Jakarta, 1 Agustus 2009 Penulis
Daftar Isi
Lembar pengesahan
ii
Kata pengantar
iii
Daftar isi
iv
Bab I Pendahuluan
1
1.1 Latar Belakang
2
1.2 Perumusan Masalah
2
1.3 Tujuan dan Manfaat
3
1.4 Cara Pengumpulan Data
3
Bab II Pengertian Skizofrenia
4
2.1 Definisi Skizofrenia
4
2.2 Gejala Skizofrenia
6
Bab III Tipe – Tipe Skizofrenia dan Ilustrasinya
9
3.1 Skizofrenia Hebefrenik
9
3.2 Skizofrenia Sederhana / Simpleks
10
3.3 Skizofrenia Katatonik
11
3.4 Skizofrenia Paraniod
12
3.5 Skizofrenia Akut
13
Bab IV Penyebab Skizofrenia
15
4.1 Faktor Genetika
15
4.2 Ketidakseimbangan Unsur Kimia
16
4.3 Struktur Otak yang Tidak Normal
17
4.4 Faktor Sebelum dan Selama Proses Kelahiran
18
4.5 Stress
19
Bab V Penyembuhan Skizofrenia dengan Terapi Neuroleptika
20
5.1 Terapi Neuroleptika dan Teknis Penyembuhannya 5.2 Obat-obatan yang Digunakan Bab VI Penutup
21 22 25
6.1 Kesimpulan
25
6.2 Saran
28
Daftar Pustaka
30
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada zaman lalu lintas teknologi ini, kita dituntut untuk menguasai sekitar kita agar dapat bersaing dengan jutaan manusia lainnya
untuk
dapat
mengejar
kesuksesan
guna
mencukupi
kebutuhan, baik primer, sekunder, sampai tersier. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menyebabkan kondisi kesehatan kita menurun, baik kesehatan fisik maupun mental. Kaitannya dengan kondisi mental adalah tertekannya jiwa yang mengakibatkan stress dan apabila stress itu terus berlanjut maka akan dapat menimbulkan berbagai tekanan jiwa salah satunya yaitu skizofrenia. Istilah skizofrenia hanya terdengar di kalangan para pendalam ilmu pengetahuan kedokteran atau psikologi, dan sangat jarang terdengar di sekitar orang-orang awam pada umumnya, maka dari itulah makna skizofrenia sering dkonotasikan dengat arti ‘gila’. Arti dari Skizofrenia itu sendiri adalah gangguan jiwa yang serius karena mengganggu
cara
pikir
sehingga
penderita
tidak
lagi
melihat
kenyataan dengan tepat sebab pikiran penderita dipenuhi dengan alam
khayal
yang
sedemikian
rupa
dan
membuat
ia
mencampuradukkan antara alam khayal dan realitas atau kenyataan. (http://c3i.sabda.org) Penulis mengangkat tema ini karena terinspirasi oleh beberapa film dan novel yang menyangkut tentang skizofrenia. Di samping itu, ketertarikan akan dunia kejiwaan dan cita-cita penulis untuk menjadi seorang dokter jiwa atau psikiater adalah salah satu alasan besar yang mendorong penulis mengangkat tema skizofrenia ini. Selain mengangkat tentang pengertian dasar dan jenis-jenis Skizofenia,
penulis
menghubungkan
hal
ini
dengan
cara
penyembuhannya yaitu terapi Neuroleptika yang artinya kumpulan dari obat-obatan psikoaktif yang pada umumnya digunakan untuk menyembuhkan penyakit psikosis khususnya Skizofrenia. Neuroleptik juga bisa digunakan sebagai istilah dari efek obat-obatan antipsikotik pada pasien, terutama dari segi kognitif dan perilaku penderita. (MedTerms.com)
1.2
Perumusan Masalah
Apakah pengertian dari Skizofrenia dan bagaimanakah penyembuhan Skizofrenia dengan terapi Neuroleptika ?
Pembatasan ruang lingkupnya adalah : a.) Pengertian Skizofrenia b.) Jenis-jenis Skizofrenia c.) Penyembuhan Skizofrenia dengan terapi Neuroleptika
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan karya tulis ini agar pembaca dapat memahami apakah arti dari skizofrenia dan jenis-jenis skizforenia melalui karya tulis ini. Tujuan lainnya adalah sebagai pengetahuan agar kelak penyakit jiwa yang tergolong sangat minim dipahami oleh orangorang pada umumnya ini dapat segera dideteksi dan ditanggulangi. Penulis mengusulkan penanggulanganan penyakit ini dengan menggunakan terapi Neuroleptika seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Diharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca Maupun pihak-pihak lain yang tertarik terhadap penyakit tersebut.
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data / materi penulis mengunakan metode literature atau deskriptif yaitu membaca dan memahami buku-buku
yang berkaitan dengan tema, juga berkonsultasi dengan guru pembimbing yang ahli dalam bidangnya.
BAB II Pengertian Skizofrenia
2.1 Definisi Skizofrenia
Menurut
The
Oxford
English
Dictionary
(1989)
kata
schizophrenia (skizofrenia) merupakan adaptasi dari kata dalam Bahasa Jerman schizophrenie. Kata ini diciptakan oleh Eugen Bleuler (1857-1939) dalam bukunya Psychiatrisch-Neurol. Wochenschr. Kata dalam Bahasa Jerman itu sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu schizein yang artinya 'belah, pisah' (to split) dan phren yang artinya 'pikiran' (mind) . Eugen
Bleuler
memperkenalkan
istilah
skizofrenia
karena
penyakit ini mengakibatkan terpecahnya antara pikiran, emosi dan perilaku. Jadi, Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang serius karena mengganggu
cara
pikir
sehingga
penderita
tidak
lagi
melihat
kenyataan dengan tepat sebab pikiran pemderita dipenuhi dengan
alam
khayal
yang
sedemikian
rupa
dan
membuat
ia
mencampuradukkan antara alam khayal dan realitas atau kenyataan. Penyakit Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Sedangkan di Indonesia, penderita Skizofenia berkisar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu
fase
prodromal,
fase
aktif
dan
fase
residual.
Berikut
penjelasannya; 1.
Fase Prodromal Timbul gejala non spesifik yang bertahan dalam hitungan minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum gejala psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : rendahnya fungsi
pekerjaan,
sosial,
penggunaan
waktu
luang
dan
perawatan diri. Perubahan ini akan mengganggu individu serta meresahkan
keluarga
dan
teman
sehingga
mereka
akan
mengatakan, “orang ini tidak seperti yang dulu�. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. 2.
Fase Aktif Gejala psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik (kelainan motorik), inkoherensi atau ketidakpaduan berbicara, waham/delusi, dan halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
3.
Fase Residual Gejalanya
sama
dengan
fase
prodromal
tetapi
gejala
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala - gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami
gangguan
kognitif
berupa
gangguan
berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial). (ForumSains.com)
2.2 Gejala Skizofrenia
Skizofrenia
adalah
penyakit
yang
kompleks,
maka
dipergunakanlah teknik untuk memeriksa penyakit ini secara medis sehingga penderita dapat dipelajari dengan cara yang objektif. Salah satu pendekatan untuk menyederhanakan gejala-gejala skizofrenia adalah para peneliti membaginya menjadi gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang berlebih dari fungsi normal, sedangkan gejala negatif dapat didefinisikan sebagai fungsi yang kurang atau hilang bila dibandingkan dengan fungsi normal. Gejala positif meliputi waham, halusinasi, kekacauan wicara dan kekacauan perilaku seperti mendengar sesuatu yang tidak didengar oleh orang lain dan memakai pakaian yang tidak cocok dengan suasana. Gejala-gejala positif terdiri dari : 1.
Perubahan Presepsi akan Kenyataan : Yaitu penderita memiliki presepsi tentang kenyataan yang jelas berbeda daripada kenyataan yang dilihat oleh orang pada umumnya.
Hidup
dalam
kenyataan
yang
berbeda
itu
menjadikan ia menjalani hidupnya dengan perasaan takut, cemas dan kebingungan.
2.
Halusinasi dan Ilusi :
Halusinasi
adalah
gangguan
presepsi
dimana
penderita
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Sedangkan ilusi yaitu salah tafsiran dari tangkapan atau pengamatan pancaindera
yang
menyimpang.
Sebagai
contoh
adalah
sebagian besar penderita Skizofrenia berkata bahwa mereka dapat mendengar suara-suara dari luar yang berbisik mengenai dirinya dan memerintahkan dirinya untuk melakukan suatu hal, atau melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat orang lain. 3.
Delusi : Delusi merupakan suatu keyakinan yang keliru, yang tidak dapat diubah dengan penalaran atau dengan jalan penyajian fakta. Misalnya, penderita menganggap dirinya kaya dengan memakai perhiasan di tubuhnya, tetapi sebenarnya ia miskin dan memakai perhiasan dari buah-buahan bukan dari emas permata.
4.
Pikiran yang Kacau : Artinya penderita tidak dapat berkonsentrasi dengan lama terhadap suatu pemikiran sehingga mudah sekali terpencar dikarenakan pikirannya yang tidak dapat fokus.
5.
Pengekspresian Emosional yang Tidak Sesuai :
Yaitu penderita tidak dapat mengekspresikan emosinya dengan baik. Berbicara dengan nada yang monoton, tidak melakukan kontak mata atau fisik ketika berbicara, atau ekspresi wajah yang kosong merupakan contoh dari pengekspresian emosional yang tidak sesuai. Selain itu, pembagian menurut gejala negatif meliputi : · Perasaan yang datar (ekspresi emosi yang terbatas). · Alogia (keterbatasan pembicaraan dan pikiran, dalam hal · kelancaran dan produktivitas). · Avolition (keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan). · Anhedonia (berkurangnya
minat
dan
menarik
diri
dari
seluruh aktivitas yang menyenangkan yang semula biasa dilakukan oleh penderita). · Gangguan perhatian (berkurangnya konsentrasi terhadap sesuatu hal). · Kesulitan dalam berpikir secara abstrak dan memiliki · pikiran yang khas (stereotipik). · Kurangnya spontanitas. ·
Perawatan diri dan fungsi sosial yang menurun. (Benhard
Rudyanto Sinaga. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. 2007).
BAB III Tipe - Tipe Skizofrenia dan Ilustrasinya
3.1 Skizofrenia Hebefrenik
Kelainan Hebefrenik adalah kelainan yang sengkarut / kacau dengan ciri perilaku yang kacau, rusak, dan kekanak-kanakan. Kelainan jenis ini biasa ditemukan pada usia remaja yaitu antara umur 15 - 25 tahun. Karakteristiknya adalah kekacauan atau tidak logisnya pembicaraan si penderita, delusi dan halusinasi yang berlebihan. Ilustrasi contoh kasus :
“Joe adalah siswa yang baik, ramah dan populer di SMA-nya. Ia anggota tim futbol dan juara di kelasnya. Menjelang akhir semester pertama di kuliahnya, semuanya mulai berubah. Joe tidak lagi makan bersama kawan-kawannya, pada kenyataannya ia mulai berkurung diri di dalam
kamarnya. Ia mulai mengabaikan kesehatan pribadinya dan berhenti menghadiri kuliah. Joe mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan harus membaca kalimat yang sama secara berulang-ulang. Ia mulai percaya bahwa kata-kata dalam naskah bukunya memiliki makna yang khusus baginya dan dengan sesuatu cara memberitahukannya sebuah pesan untuk menjalankan sebuah misi rahasia. Joe mulai menyangka bahwa
kawan
sekamarnya
bersekongkol
dengan
telepon
dan
komputernya untuk mengawasi kegiatannya. Joe menjadi takut jika kawan sekamarnya tahu akan pesan dalam naskah bukunya dan kini mencoba untuk menipunya. Joe mulai percaya teman sekamarnya dapat membaca pikirannya, pada kenyataannya siapapun yang ia lewati di aula atau di jalanan dapat mengatakan apapun yang ia pikirkan. Saat Joe sedang sendirian di kamarnya, ia dapat mendengar bisikan mereka yang ia percayai sedang mengawasinya. Ia tak dapat memastikan apa yang mereka katakan tapi ia yakin bahwa mereka membicarakannya.�
3.2 Skizofrenia Sederhana / Simpleks
Pada Skizofrenia Simpleks, penderita memiliki ciri – ciri bersikap apatis, tidak peduli terhadap lingkungan, menarik diri dari pergaulan sosial, dan sama sekali tak peduli terhadap dunia sekitarnya. Pada kelainan ini penderita yang umumnya berusia 15-30 tahun ini tidak
berhalusinasi dan berperilaku kacau. Ilustrasinya dapat dilihat melalui contoh kasus dibawah :
“Edward menghabiskan waktunya sendirian di tempat tidur, jika ia bisa. Sebelum ia sakit, ia menikmati waktunya bersama keluarganya atau bekerja. Kadangkala ia berpikir masalah pekerjaan, dan kadang-kadang ia membuat rencana, namun ia nampaknya tak pernah mencapai tahap wawancara atau kontrak kerja. Saat ia mengunjungi orang tuanya mereka mencoba membujuknya untuk berbicara tentang masalah keluarga atau politik. Edward tak banyak berkata-kata. Walaupun ia menolak dikatakan depresi, dan ia mengungkapkan harapannya akan masa depan, ia hampirhampir tak pernah tersenyum dan benci untuk membereskan piring sisa makan atau membereskan tempat tidurnya. Psikiater telah menanyainya tentang suara-suara, akan tetapi Edward bersikukuh bahwa ia tak pernah mendengarnya. Saat ia dirawat di rumah sakit untuk pertama kalinya, ia ingat, ia kesulitan untuk mempertahankan jalan pikirannya, dan ia tahu ia bertingkah aneh karena polisi menangkapnya saat ia keluyuran di jalanan ketika mengenakan pakaian menyelam. Tapi Edward tak dapat mengingat kenapa dan nampaknya hal itu bukan lagi merupakan masalah baginya.�
3.3 Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia Katatonik biasa terjadi pada usia 15 - 30 tahun. Dapat ditandai dengan mutisme atau kebisuan, kegemparan emosi / stress emosional (marah dan gelisah secara tiba-tiba), serta perilaku yang klise dan berulang-ulang. Ilustrasi digambarkan dalam bentuk wawancara berikut ini :
Dokter : “Apa kabar, Tuan?” Pasien : “Saya berkelahi, Dok. Melawan setan dan dosa.” Dokter : “Setan dan dosa?” Pasien : “Betul, setan dan dosa. Kau tahu apa itu dosa dan setan, dan kau harus berlutut bersamaku demi keselamatanmu. Tuhan tahu jawabannya, ia tahu sedangkan yang lain kebingungan. Ia adalah pahlawan satu-satunya.” Dokter : ”Dan apakah kamu merasa tahu jawabannya?” Pasien : “Saya sedang melayan, Dok. Para setan itu sedang mencoba untuk membingungkanmu, sedangkan aku sedang melawan mereka. Mengapa orang harus meninggal, Dok? Mengapa ibu saya harus meninggal? Itu adalah titik krusialnya. Bagaimana kau menandingi setan dan dosa, bagaimana kau menjaganya dari moral dan kehilangan? Tuhan memiliki semua jawabannya!”
3.4 Skizofrenia Paranoid
Ciri dari Skizofrenia paranoid tidak banyak, yaitu mempunyai perasaan yang takut akan ancaman dan hukuman. Usia rata-rata penderita sekitar 20 – 40 tahun. Berikut ilustrasinya melalui suatu kisah :
“Roger adalah pria berusia 36 tahun yang memiliki riwayat panjang mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk melukai diri sendiri dan orang lain. Ia telah menuruti suara-suara itu di masa yang lalu dan akibatnya ia harus menjalani pemenjaraan karena telah mengancam seseorang dengan sebilah pisau. Ia juga takut dilukai oleh musuhmusuhnya dan hal itu mengakibatkannya tidak tidur dengan tujuan untuk melindungi dirinya sendiri. Roger secara aktif menggunakan alkohol, ganja dan kokain untuk mengatasi gejala- gejalanya. Roger telah lama berhenti minum
obat
dari
dokternya
karena
pengalamannya
akan
ketidaknyamanan efek sampingnya. Ia melaporkan bahwa ia merasa letih dan tidak dapat berhenti melangkah. Ia pada mulanya mengalami pemulihan saat pertama kali menggunakan narkoba dan alkohol. Tapi segera
setelah
itu
ia
gejala-gejalanya
kembali
menjadi
parah.
Kekhawatiran Roger akan melukai orang lain dan ketakutan akan dilukai telah mengakibatkan dirinya menemukan bahwa semakin banyak ia menggunakan narkoba dan alkohol semakin paranoid dan menjadi semakin waspada ia jadinya dan memiliki rencana untuk bunuh diri. Ia tak
mampu untuk mengetahui kaitan antara obat dari dokternya dan narkoba dengan pengendalian gejala dan pemburukan penyakitnya. Roger juga harus berjuang melawan diabetes dan ketidakmapanan gula darah karena kurang gizi dan penggunaan alkohol.�
3.5 Skizofrenia Akut
Jenis Skizofrenia akut merupakan Skizofrenia yang gejalanya timbul secara mendadak dan penderita seperti dalam keadaan mimpi, kesadarannya mungkin berkabut serta timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya berubah, tetapi prognosanya cenderung baik. Skizofrenia akut dapat terjadi pada remaja sampai orang tua sekalipun. Berikut adalah ilustrasi penderita Skizofrenia tingkat akut yang diangkat dari potongan novel kisah nyata, �The Voices Of Demons� (Lori Schiller & Amanda Benne.):
Aku tidak tahu mengapa para pasien didekatku merasa nyaman dengan suara-suara yang mereka dengar. Sementara, bagiku suara mereka adalah sebuah pertanda yang akan menjebloskanku ke neraka, satusatunya bagian dari mereka yang bisa aku ajak biacara hanya si Juru Bicara. Ia selalu mengomentari gerak-gerikku dengan kata-kata yang kasar. “Dia sekarang berjalan menuju pintu, membersihkan kakinya pada karpet dijalan masuk. Dia berjalan menuju dapur. Ha! Ha! Ha! Ha! Kau
tampak sedih. Tampangmu kacau sekali. Kau memang kacau. Sekarang, dia berjalan ke ruang serbaguna. Dia akan menghidupkan televisi. Mati sajalah kau berengsek. Ha! Ha! Ha!�. Walaupun komentar-komentar seperti ini diucapkannya ratusan kali dalam sehari, aku tidak merasa terganggu. Karena yang paling aku takutkan dari mereka semua adalah suara lelaki yang berbicara padaku tentang neraka.
Si suara neraka
bergabung dengan yang lain. Mereka mulai bertengkar. Saling memaki, berkelahian di atas takdirku. Nasibku bergantung atas belas kasihan mereka. Apapun yang mereka perintahkan, pasti akan terjadi. Aku tak berdaya berada di tengah-tengah kemarahan mereka. Teriakan dan pekikan marah mengelilingiku: Suara 1
:
Dia harus pergi ke neraka.
Suara 2
:
Dia akan dihukum.
Suara 1
:
Dia harus dihukum.
Suara 2
:
Dia akan dihukum, dasar wanita pelacur .
Suara 1
:
Dia harus dihukum di neraka.
Suara 2
:
Ha!
Ha!
Ha!
Ke neraka!
Ke neraka!
Pergilah ke
Neraka, Jalang! Suara 1
:
Jangan
menagnis,
Jalang!
Neraka
akan
datang
menjemputmu. Suara 2
:
Neraka tidak akan datang
Suara 1
:
Neraka akan datang.
Suara 2
:
Dia lebih buruk daripada neraka. Ada nerakanya neraka. Dia akan membawa kita kesana.
Suara 1
:
Dia harus MATI dan kita akan membawa pelacur itu ke neraka bersama kita. Dia sampah.
Suara 2
:
Kenapa secepat itu. Dia harus lebih menderita. Dia harus merasakankeberadaan kita.
Suara 1
:
Dia harus mati. Ha! Ha! Ha!
Suara 2
:
Ke neraka sekarang! Kemarilah. Kemari, Jalang busuk!
Suara 1
:
Ha! Ha! Ha! Dasar pelacur. Kau akan dihukum dan kau akan masuk neraka.
BAB IV Penyebab Skizofrenia
Penyebab Skizofrenia dapat beraneka ragam dan kompleks, banyak peneliti percaya bahwa skizofrenia adalah kelainan biologi yang disebabkan oleh faktor genetika, ketidakseimbangan unsur kimia di dalam otak dan struktur dari otak itu sendiri yang tidak normal,
serta
melahirkan.
ketidaknormalan
lingkungan
/
keadaan
saat
4.1
Faktor Genetika
Banyak
keluarga
mudah
terjangkit
penyakit
Skizofrenia
dikarenakan faktor genetika dalam perkembangannya. Tetapi para peneliti yang telah melakukan penelitian klasik awal skizofrenia tentang
keterkaitan
genetika
pada
tahun
1930-an
lalu,
tidak
mendapatkan hasil apapun. Saat ini, pemikiran bahwa beberapa kombinasi gen memungkinkan banyak orang lebih mudah terserang oleh penyakit ini, tetapi bukan berarti mereka mudah merasakan gejala-gejalanya. Dan walaupun ada bukti yang menunjukan bahwa orang-orang yang memiliki orang tua yang mengidap penyakit ini akan lebih mudah menurunkan penyakitnya, ini tidak selalu menjadi kasus dan mayoritas orang-orang yang terdiagnosa tidak memiliki sejarah
penyakit
Skizofrenia
di
dalam
keluarganya.
Jadi,
kesimpulannya adalah seseorang kemungkinan menderita skizofrenia apabila ada anggota keluarganya yang juga menderita skizofrenia.
4.2
Ketidakseimbangan Unsur Kimia
Salah satu teori yang menjelaskan mekasnisme terjadinya skoizofrenia adalah teori ketidakseimbangan unsur kimia. Hal ini terjadi karena stimulasi berlebihan dari beberapa neurotransmitter
otak dengan kompensasi degradasi yang tidak sempurna. Sampai saat ini diketahui bahwa neurotransmitter jenis dopamine (salah satu sel kimia dalam otak) adalah neurotransmitter yang paling berperan dalam penjelasan patofisiologis terjadinya skizofrenia. Stimulasi dopamine yang berlebihan di dalam pathway / jalurnya yang spesifik (dalam hal ini mesolimbik, dan mesocortivcal pathway) ini yang dianggap berperan dalam menimbulkan gejala-gejala yang positif dan negative seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, teori ini juga menjadi dasar penelitian dari cara kerja obat-obatan
skizofrenia
yang
lebih
dikenal
dengan
golongan
antipsikosis. Mekanisme kerja obat dalam penyembuhan skizofrenia ini adalah dengan menghambat impuls berlebihan dari dopamine itu sendiri atau menstimulasi degradasi dari dopamine tersebut.
4.3
Struktur Otak yang Tidak Normal
Menurut situs resmi www.schizophrenia.com, Skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia. Selain itu, menurut teknik pencitraan otak, seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging and Positron-emission Tomography) yaitu alat yang telah digunakan untuk meneliti dan menemukan kelainan struktural di dalam otak dari penderita. Salah satu contoh
kelainannya
adalah
penderita
pada
umumnya
mempunyai
pembesaran pada ventrikel otak (kantung pada otak yang berisi cairan serebrospinal). Selain itu penderita juga memiliki volume jaringan otak yang lebih kecil secara keseluruhan dibandingkan dengan
orang
normal.
Sebagian
lain
dari
penderita
yang
menunjukan kelainan penurunan aktivitas pada lobus frontal dari otak, yang terlibat dalam proses berfikir, berencana, dan menilai. Penelitian telah mengenali juga adanya kelainan pada beberapa bagian otak lainnya termasuk pada lobus temporal, basal ganglia, thalamus, impokamupus, dan girus supriortemporal. Kecacatan atau kelainan ini bisa menjelaskan secara parsial kelainan
cara
berfikir,
presepsi,
dan
kelainan-kelainan
yang
merupaka karakter Skizofrenia.
MRI menunjukan perbedaan struktur otak antara otak manusia normal (kiri) dan otak penderita Skizofrenia (kanan). Otak penderita
Skizofrenia mengalami perbesaran ventrikel (kantung berisi cairan), yang ditunjukkan pada warna biru muda di tengah. Kemudian, dapat dilihat pada gambar bahwa ukuran otak penderita Skizofrenia jelas lebih kecil dibandingkan ukuran otak manusia normal. Tetapi, yang perlu
ditekankan
adalah
tidak
semua
penderita
Skizofrenia
menunjukan kelainan-kelainan ini.
4.4
Faktor Sebelum dan Selama Proses Kelahiran
Bukti–bukti
yang
ada
berpendapat
bahwa
faktor–faktor
lingkungan dalam kandungan dan selama proses kelahiran dapat meningkatkan
resiko
menjadi
seorang
skizofrenik
(penderita
Skizofrenia). Peristiwa ini dipercaya karena efek dari perkembangan otak pada fetus selama masa–masa yang kritis. Contohnya adalah wanita hamil yang dulunya terpapar oleh virus influenza atau mendapat asupan nutrisi yang buruk dapat meningkatkan resiko melahirkan
bayi
yang
nantinya
berkembang
menjadi
seorang
skizofrenik. Sebagai tambahan, kelainan obstetrik (kelainan saat proses melahirkan) dapat meningkatkan peluang bagi bayi untuk menjadi seorang skizofrenik. Contohnya adalah melahirkan dengan bantuan forsep (alat berupa pencapit untuk menarik kepala bayi).
4.5
Stress
Walaupun para ilmuwan banyak meneliti penyebab skizofrenia dari sisi biologis, tingkat dan kadar stress lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab Skizofrenia. Kehidupan yang kadar stressnya tinggi, seperti besar dan hidup di tempat kumuh, ditingali oleh orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan penting / putus cinta, serta ketegangan suasana rumah yang terus menerus berlangsung dapat meningkatkan resiko Skizofrenia pada orang yang secara biologisnya sudah memiliki bakat untuk itu. Kemudian, kejadian–kejadian yang membuat stress dapat memicu kambuhnya dari gejala–gejala bagi orang yang sudah memiliki penyakit ini. Individu yang memiliki keahlian yang efektif untuk mengatasi stress mungkin menurunkan dugaan munculnya gejala negatif. Pemulihan/rehabilitasi psikologi dan sosial bisa membantu pasien-pasien
mengembangkan
mengatasi stress.
lebih
banyak
keahlian
untuk
BAB V Penyembuhan Skizofenia dengan Terapi Neuroleptika
Perkembangan penemuan adalah
dunia
farmasi
menyebabkan
banyaknya
baru dalam menghadapi penyakit jiwa. Salah satunya
obat-obatan
antipsikotik
yaitu
neuroleptika
yang
biasa
digunakan untuk menurunkan/menstabilkan penderita Skizofrenia. Definisi dari neuroleptika itu sendiri telah dijelaskan pada lembar sebelumnya yaitu kumpulan dari obat-obatan psikoaktif yang pada umumnya digunakan untuk menyembuhkan penyakit jiwa khususnya skizofrenia. Biasanya, obat-obatan ini digunakan sebagai kombinasi dari ragam pengobatan psikososial untuk menurunkan kekambuhan, mengkompensasi keahlian pasien dalam beraktifitas yang mulai
terganggu
serta
meningkatkan
kedisiplinan
pasien
untuk
mengkonsumsi obat-obatan. Neuroleptik juga bisa digunakan sebagai istilah dari efek obatobatan antipsikotik pada pasien, terutama dari segi kognitif dan perilaku penderita. (MedTerms.com)
5.1
Terapi Neuroleptika dan Teknis Penyembuhannya
Berbagai penelitian berpendapat lebih dari ratusan tahun bahwa skizofrenia membutuhkan berbagai macam intervensi biologis. Pada tahun 1950 mulai ditemukan dan diperkenalkan berbagai obat yang dipercaya dapat meredakan gejala dari penderita. Kumpulan obat ini disebut dengan neuroleptik (pengontrol syaraf). Jenis obatobatan ini merupakan pertolongan pertama yg tersedia untuk membantu penderita. Saat ini pengobatan berfungsi dengan efektif dan dapat membantu pasien untuk berfikir lebih jernih serta meredakan atau bahkan menghilangkan gejala halusinasi atau delusi. Sasaran obat ini adalah gejala positif dari pasien (delusi, halusinasi, dan
agitasi-kecendrungan
berkepanjangannya
gejala
interaksi sosial penderita.
hiperaktif) negatif
serta
untuk
khususnya
mengurangi
masalah
dalam
Pada umumnya sangat mungkin masing-masing obat hanya berfungsi pada sebagian orang, tidak dengan yang lainnya. Para ahli kesehatan
dan
para
pasien
harus
melewati
berbagai
proses
percobaan untuk menemukan pengobatan yg paling efektif dan mungkin pada sebagian orang bahkan tidak mendapatkan efek sama sekali dari obat-obatan tersebut. Obat neuroleptika yang pertama kali muncul disebut antipsikosis konvesional/tipikal (golongan penemuan umum/biasa), mereka memilki keberhasilan mendekati
60% pada
semua orang yang pernah mencobanya (APA.1997). Bagaimanapun banyak orang justru tidak terbantu dengan obat antipsikosis ini atau bahkan mendapatkan efek samping obat yang memperburuk
keadaaan.
Untungnya
beberapa
orang
kini
bisa
merespon dengan baik terhadap obat-obatan antipsikosis yang terbaru yakni clozapine dan risperidone. Kedua obat yang tergolong pada antipsikosis atipikal (golongan penemuan yg tidak biasa) tersebut pertama kali dipasarkan pada 1990, clozapine kini telah
digunakan secara luas sedangkan
risperidone serta berbagai obat terbaru lainnya telah menjanjikan dalam membantu pasien yang sebelumnya tidak responsif terhadap obat-obatan ini. Kelebihan dari obat-obatan ini adalah mereka cenderung memiliki efek samping serius yang lebih sedikit daripada antipsikosis konvensional. (Umbricht & Kane. 1996)
5.2
Obat-obatan yang Digunakan
Awalnya obat-obatan yang digunakan dalam penyembuhan skizofrenia adalah golongan neuroleptik konvensional/tipikal yang memiliki efek tertentu dalam penggunaanya. Contohnya adalah klorpromazine dan thioridazine, kedua obat tesebut merupakan obatobatan
yang
pertama
kali
digunakan
dalam
penyembuhan
Skizofrenia. Tetapi kedua obat itu memiliki efek samping pada pengguna
yaitu
alergi
matahari
(photosensitivity)
pada
chlorpromazine dan orthostatic hipotensi (hipontensi yg diakibatkan oleh perubahan posisi mendadak) pada thioridazine. Setelah itu ditemukanlah obat lain yang memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan dengan klorpromazine dan thioridazine. Obat-obatan ini masih termasuk golongan neuroleptika konvensional. Yang pertama adalah, haloperidol efek sampingnya berupa getaran yang mengarah pada kelumpuhan syaraf yang biasa disebut dengan parkinson atau gejala ekstrapiramidal. Kemudian, yang kedua yaitu pericyazine. Obat ini memiliki efek samping berupa rasa kantuk, pusing, dan kaburnya pengelihatan pengguna. Yang ketiga adalah obat trifluoperazine yang memiliki efek
kantuk, pusing, dan
membuat kulit pengguna menjadi sangat sensitif terhadap matahari. (Lihat tabel)
Meningkatnya sarana dan kemampuan para peneliti terbukti sangat
mempengaruhi
menyembuhkan
penemuan
Skizofrenia.
obat-obatan
Obat-obatan
berikut
yang
dapat
memiliki
efek
samping berbeda-beda yang nantinya tentu disesuaikan dengan laporan
dari
sejarah
medis
penderita.
Yang
pertama
adalah
clozapine,obat ini diakui obat yang paling efektif dan memberi dampak positif yang sangat penting yaitu mengurangi keinginan penderita untuk bunuh diri. Hanya saja clozapine memiliki efek samping berupa blood dyscrasias (ketidaknormalan darah). Setelah clozapine, munculah
rhisperidone. Kandungan unsur kimia dalam
rhisperidone tidak jauh berbeda dengan clozapine hanya saja efek samping berupa blood dyscrasias lebih minim pada rhisperidone,
walaupun begitu clozapine tetap lebih efektif dibandingkan dengan rhisperidone. Berikutnya adalah olanzapine, obat ini memiliki efek samping menaikan berat badan sehingga banyak digunakan pada penderita yang
cenderung
quetiapine
dan
kurus/membutuhkan. ziprasidone
yang
Berbeda
halnya
mempengaruhi
dengan
peningkatan
prolaktin (kelenjar susu) serta sedikit mempengaruhi kenaikan berat badan. Yang terakhir adalah arpipiprazole, obat ini memiliki efek samping sedikit terhadap prolaktin dan berat badan, tetapi obat ini tetap memiliki efek samping yaitu berupa perasaan cemas, mual, dan insomnia. (Lihat tabel)
Bab VI Penutup 6.1
Kesimpulan
Dari seluruh analisa yang dilakukan oleh penulis melalui banyak sumber deskriptif berupa buku-buku kedokteran, psikologi, serta buku khusus penyakit Skizofrenia dan beberapa situs internet, penulis dapat menyimpulkan bahwa Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang serius dan mengganggu cara pikir penderita sehingga ia tidak lagi melihat kenyataan dengan tepat sebab pikirannya dipenuhi dengan alam khayal yang membuat ia mencampuradukkan antara alam khayal dan realitas atau kenyataan.
The
Oxford
English
Dictionary
(1989)
menyatakan
kata
schizophrenia (skizofrenia) berasal dari Bahasa Yunani yaitu schizein (belah/pisah, to split) dan phren (pikiran, mind). Rangkaian kata itu akhirnya diadaptasikan ke bahasa Jerman menjadi schizophrenie yang diciptakan oleh Eugen Bleuler (1857-1939) dalam bukunya yakni Psychiatrisch-Neurol.Wochenschr. Skizofrenia merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja. Dan data American Psychiatric Association (APA) menyatakan penyakit ini menjangkit 1% dari populasi dunia dengan 75% penderita mengidapnya pada usia 16 - 25 tahun. Terdapat bermacam-maca tipe dari Skizofenia, yang pertama adalah Skizofrenia Hebefrenik yaitu dialami oleh penderita remaja berusia 15 - 25 tahun. Pada umumnya penderita bersifat kekanak-kanakan sehingga pikirannya terpencar dan menyebabkan tidak logisnya pembicaraan akibat dari halusinasi dan delusi yang berlebihan. Yang kedua adalah tipe Skizofrenia Katatonik yaitu kelainan yang menyebabkan pederita cenderung mutisme (diam) atau kegemparan emosi secara tiba-tiba. Kelainan tipe ini dapat terjadi pada usia 15 – 30 tahun. Yang ketiga adalah Skizforenia SImpleks, ciri-ciri penderita
cenderung
apatis
dan
tidak
bersosialisasi
dengan
sekitarnya. Penderita yang berumur sekitar 15 - 30 tahun ini tidak berhalusinasi
dan
berperilaku
kacau.
Yang
keempat
adalah
Skizofrenia Paranoiod, pada kelainan ini ciri penderita tidak banyak, hanya saja ia mempunyai perasaan yang takut akan ancaman dan hukuman yang datang dari halusinasi dan presepsi akan ‘dunia’-nya. Sedangkan yang terakhir adalah Skizofrenia yang sangat kompleks dan tidak terkontrol yaitu Skizofrenia Akut, pada kasus ini penderita mengalami gejala yang timbul secara mendadak dan akibat kesadarannya yang berkabut. Ia merasa seakan-akan dunia luar dan dirinya telah berubah sehingga hidupnya bagaikan di alam mimpi. Data yang penulis dapat menyimpulkan bahwa ada 5 penyebab Skizofrenia, yaitu
faktor genetika yang memungkinan penderita
terserang Skizofrenia apabila ada anggota keluarganya yang juga menderita skizofrenia. Kemudian, ketidakseimbangan unsur kimia juga
merupakan
faktor
yang
banyak
menyebabkan
penderita
terjangkit Skizofrenia yaitu menignkatnya jumlah neurotransmitter dopamine di celah sinaps yang penyembuhannya dapat dilakukan dengan menghambat impuls berlebihan dari dopamine itu sendiri. Faktor lain
berupa struktur otak yang tidak normal pada
penderita skizofrenia sangat berpengaruh yakni penderita memiliki ukuran otak yang lebih kecil dengan ventrikel otak yang lebih besar dibandingakn struktur otak manusia normal yang sebenarnya. Selain itu,
faktor
sebelum
dan
selama
proses
kelahiran
juga
mempengaruhi terjadinya Skizofrenia, yaitu buruknya asupan gizi serta
faktor
lingkungan
dalam
kandungan
yang
menghambat
perkembangan otak pada fetus (janin). Penyebab lainnya yakni kelainan obstetrik (kelainan saat proses melahirkan) yang terjadi akibat mengunakan alat bantu saat melahirkan, contohnya yaitu forsep (alat capit utnuk menarik kepala bayi). Stress adalah faktor yang
umumnya
menyebabkan
timbul/kambuhnya
penyakit
skizofrenia dalam diri seseorang, seperti lingkungan yang kadar stressnya tinggi, masalah berat dalam kehidupan, dan hancurnya perasaan seseorang. Akhirnya semua berujung pada penyembuhan yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu penyembuhan dengan terapi neuroleptika. Pada awal abad ke-19, Emil Kraepelin menyatakan bahwa pendekatan yang dapat menyembuhkan penyakit skizofrenia dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, “kesabaran yang baik, penyesuaian
diri
yang
tepat,
dan
pengontrolan
diri�.
Tapi
penyembuhan melalui terapi singkat itu tidak berlangsung lama sehingga tidak dapat diterima. Kemudian barulah muncul penemuan intervensi biologis yang berguna untuk menemukan pengobatan yg paling
efektif
dan
menimbulkan
efek
negatif
paling
sedikit.
Antipsikosis konvesional/tipikal adalah jenis terapi biologis yang pertama kali ditemukan. Walaupun Antipsikosis konvesional mencapai
tingkat
keberhasilan
60%
pada
semua
orang
yang
pernah
mencobanya, beberapa orang justru tidak terbantu dengan obat antipsikosis ini atau bahkan mendapatkan efek samping obat yang memperburuk keadaaan. Dan yang terbaru adalah melalui obatobatan terbaru yaitu clozapine dan risperidone yang tergolong pada Antipsikosis atipikal, yakni cara kerjanya sama dengan antipsikosis tipikal hanya saja antipsikosis atipikal memiliki efek samping negatif lebih sedikit dibandingkan dengan antipsikosis tipikal.
6.2
Saran
Menurut penulis, walaupun banyak intervensi yang dapat dilakukan
dalam
penyembuhan
Skizofrenia,
kedisiplinan
dan
kemauan penderita untuk sembuh merupakan faktor yang utama dalam penyembuhan Skizofrenia. Selain itu, kerjasama antara pihak keluarga dan tim medis juga merupakan faktor pendukung dalam kelangsungan
penyembuhannya.
Kemudian,
pendekatan
secara
psikologi oleh pihak yang berpengalaman seperti psikiater khusus juga sangat dibutuhkan untuk memantau perkembangan penderita. Sarannya adalah ada baiknya kita jangan meremehkan suatu kelainan
atau
perubahan-perubahan
sifat/perilaku
pada
diri
seseorang karena hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa orang itu terkena penyakit Skizofrenia. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa 1 % penduduk Indonesia merupakan Skizofrenik, maka 2.3 juta dari penduduk Indonesia merupakan penderita Skizofrenia. Selain
itu
diharapkan
kita
sebagai
orang
awam
lebih
meningkatkan keperdulian akan pengetahuannya tentang penyakit jiwa karena berbagai macam hal seperti stress, keturunan, serta faktor lainnya dapat mempengaruhi kondisi jiwa seseorang.
Daftar Pustaka
Hauser, Stephen L, dkk. 2006.
Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: McGraw-Hill.
Wlof, Klaus, dkk. 2005. Clinical Dermatolog. Vienna: McGraw-Hill.
Maj, Mario dan Norman Sartorius. 2003. Schizophrenia. United States: Wiley.
Schiller, Lori dan Amanda Bennet. 1994. The Voices of Demons. Jakarta: Qanita. www.schizophrenia.com
http://drozhacantiq.blogspot.com/2009/04/skizofrenia.html
Para
kontributor
Wikipedia.
“Skizofrenia”
Wikipedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Skizofrenia (diakses pada 22 Juli 2009.
www.MedTerms.com www.forumsains.com