Ptah! Zine Vol. 1
Menemukan Jurus-Jurus MenulisBelajar dari Penulis Dunia
Menemukan Jurus-Jurus MenulisBelajar dari Penulis Dunia Mencari atau Memunculkan Ide? Permasalahan terbesar yang paling sering dialamai penulis mungkin adalah kekurangan ide. Kerap kali seseorang ingin menulis, namun ide kadang tak datang-datang. Jika seorang penulis kerap mematung di depan layar komputernya, bisa jadi ia kehabisan ide. Atau jika penulis tak kunjung merampungkan tulisannya, bisa jadi juga ia kehabisan ide. Lalu, dari mana sesungguhnya sumber ide itu? Saya jawab, dari mana saja!
Ide biasanya tak perlu dicari, sebab ide itu adalah amunisi si penulis itu sendiri. Maksudnya, seorang penulis tidak boleh tidak punya ide. Ide itu mutlak dimiliki. Ide bisa didapatkan dari membaca, menonton film, mendengarkan musik, atau mungkin juga joke-joke unik dan lucu antara teman sepergaulan. Maka jangan takut kehabisan ide. Ide itu ada di manamana. Gratis, tidak perlu beli ide. Karena memang tak ada penjual ide. Ada saat-saat genting, di mana seorang penulis memerlukan sumber pasti untuk menemukan ide dengan cepat. Mereka yang rajin mengikuti lomba menulis tentu paham hal ini. Atau di lain waktu, dorongan menulis demikian kuat namun kita bingung hendak menulis apa? Bagaimanapun, ide adalah modal dasar dari menulis. Bahkan mdal dasar dari nyaris segala aktivitas. Tapi saya tetap tak punya ide, bagaimana donk? Baiklah, kalau memang Anda memaksa, saya punya jawaban pastinya. Saya punya 6 sumber ide: Kitab-Kitab Agama Kitab-kitab agama menyediakan ide tak terbatas. Keuntungannya, Anda tak perlu bersusah payah mencari moral cerita (unsur yang biasanya dikejar seorang penulis ketika menulis untuk pembacanya). Bukankah kitab agama memang ditulis dalam rangka itu. Sumber ini adalah sumber yang paling cepat didapatkan. Sejak kecil mungkin kita sudah banyak mendengar dongeng dalam kitab suci. Maka cerita inilah yang menjadi sumbernya. Atau pesan-pesan kebaikan inilah yang bisa kita explore lagi untuk menjadi sebuah tulisan. Kitab-kitab agama banyak mengisahkan cerita yang lengkap. Unsurunsur pembangun cerita seperti plot, karakter, konflik, setting dan resolusi telah tersedia dalam kisah-kisah tersebut. Tentu saja kita tak harus menyalin penuh. Anda hanya perlu sedikit waktu dan kreativitas untuk memodifikasinya. Misalnya: (1) Ganti latar masa lalu dengan masa kini. (2) Ubah alur maju menjadi flashback (atau sebaliknya). (3) Ubah sumber konflik. Dan sebagainya.
Dongeng/Cerita Rakyat Metodenya sama persis dengan poin di atas. Anda hanya butuh usaha sedikit keras untuk menemukan sumber-sumber cerita yang orisinil. Banyak folkfore atau dongeng yang belum dipublikasikan secara tertulis. Kakek nenek adalah rujukan terbaik. Anda cukup menangkap plot dan moral ceritanya, selebihnya akan diurus oleh kreativitas alami Anda sebagai penulis. Lirik Lagu Bagi Anda yang menyukai lirik lagu. Sumber ini bisa jadi rujukan yang bagus. Lagu kadang tak hanya memainkan musik, tapi juga membuat sebuah cerita. Dari cerita yang ada di lirik lagu tersebutlah Anda bisa mengembangkannya dan menjadikannya karangan. Bayangkan jika Anda adalah tokoh yang tersakiti misalnya, atau tokoh yang dijahati dalam sebuah lagu. Lalu kembangkanlah menjadi ide karangan. Film Film mungkin akan banyak membantu imajinasi seorang penulis. Dan film adalah salah satu sumber ide yang tergolong cepat. Anda hanya menatap layar tv satu atau dua jam dan menikmati suguhan cerita yang seru, lucu atau menyentuh. Bagi penulis, film tentu saja bukan hanya hiburan. Tapi juga bahan bakar ide. Anda bisa mengubah setting filmnya, misalnya di Afrika menjadi di Jogja, atau mengganti tokohnya dengan teman Anda, ayah Anda. Otomatis karakternya berubah dan banyak usnsur cerita lainnya yang nanti akan berubah sendiri. Karya Lama/Bacaan Lain Setiap tulisan adalah gabungan dari banyak tulisan yang lainnya. Anda mungkin pernah mendengar kata-kata itu. Tidak ada yang orisinil di dunia ini. Kebanyakan adalah gabungan dari pengalaman si pembuatnya.
Begitu juga dengan tulisan. Bisa jadi tulisan adalah gabungan dari banyak tulisan yang pernah dibaca penulisnya. Atau film juga adalah gabungan banyak bagian yang disatukan untuk menjadi film baru. Tapi berhatihatilah jika mengadaptasi. Jika menjiplak, Anda bisa kena kutukan dan dijuluki plagiator. Mereproduksi karya lama punya kelebihan tersendiri. Apalagi karya legendaris. Selain gampang, penulis tidak perlu lagi berpanjang lebar menjelaskan latar belakang cerita. Pembaca telah punya bayangan atas cerita tersebut. Hal sangat menguntungkan bagi penulis. Pada poin ide ini, Anda hanya perlu memodifikasi. Penafsiran ulang atas cerita pun sah-sah saja. ‘Manipulasi’ pengetahuan pembaca atas cerita bersangkutan dengan cara; Memutarbalikkan plot, mereposisi karakter (antagonis menjadi protagonis) dan atau mengubah versi ending cerita. Humor Teman Ngobrol Di Indonesia, humor adalah hal yang biasa. Sangat biasa bahkan. Di mana-mana kita dapat menjumpai orang tertawa dan saling bercerita. Bukankah ini berarti kita banyak mendengar ide berkeliaran? Jangan diam saja, jika Anda ingin tekun menulis, ambil cerita itu, modifikasi dan jadilah cerita. Saya berani mengatakan bahwa 6 sumber di atas adalah cara paling praktis menemukan ide untuk menulis. Sebab segala unsur pembangun cerita umumnya telah disediakan oleh sumber dimaksud. Plot, karakter, setting, konflik dan resolusi sudah tersedia. Boleh dibilang kita hanya perlu menuliskannya ulang. Tentu bukan hanya 6 poin ini saja sumber ide yang bisa dipakai. Ada banyak sumber ide lain, misalnya curhat teman, sinetron, berita kriminal, perceraian artis, pertengkaran tetangga atau apa saja. Bisa juga pengalaman pribadi. 6 poin ini sengaja saya buat agar memudahkan Anda saat kehabisan ide. Jika sedang miskin ide, setidaknya 6 rujukan ini bisa jadi contoh lapak ide yang menarik untuk didatangi.
Tips Menulis Fiksi Ernest Hemingway Dalam satu tahun, hanya ada satu orang yang akan mendapatkan penghargaan nobel. Pada tahun 1954, manusia itu bernama Ernest Miller Hemingway (1899-1961). Atas kehebatan dan mutu karya-karyanya, Erza Pound menjulukinya sebagai ‘Penulis prosa dengan gaya terbaik di dunia’. Secara khusus, Hemingway adalah peletak standar fiksi Amerika, dan secara umum sukses meninggalkan pengaruh luar biasa bagi fiksi dunia. Apa rahasia di balik pencapaian sukses Hemingway? Jawabnya, kesederhanaan!
Menulis Sederhana Bagi saya sederhana itu jenius! Lihat saja produk-produk teknologi terbaru penemuan manusia. Semuanya diciptakan untuk menyederhanakan dan mengeluarkan manusia dari kerumitan hidup. Apa sebutan bagi para penemu itu? Si Jenius. Panggilan jenius ini juga berlaku bagi penulis dengan produk kerajinan kata-kata. Cerpen bukan puisi, tapi kalimat puitis acapkali tampil di sekujur tulisan. Cerpen sejatinya prosa naratif fiktif. Kata prosa sendiri berasal dari bahasa latin ‘prosa’, yang artinya ‘terus terang’. Saya menemukan banyak karya prosa berfokus pada keindahan kalimat. Alih-alih pada cerita dan pada pesan yang hendak disampaikan. Kalimat yang seyogyanya hanya media bercerita berbalik memegang kendali. Barisan diksi merajai tulisan, meski bukan itu tujuan utama menulis prosa. Penulis sering lupa, kalimat bertugas sebagai penyampai pesan. Sehingga kalimat yang seharusnya penjelas bagi pembaca pun berubah menjadi rumit dan bias. Bagi Hemmingway, menulis adalah fokus pada pesan yang ingin disampaikan. Dengan fokus maka gagasan akan cepat sampai ke pembaca. Sebaliknya, jika kalimat bertele-tele justru akan membingungkan pembaca. Bagi Hemingway, tulisan yang tak banyak memberi maksud bagi cerita adalah kotoran, dan kotoran harus dibersihkan agar terlihat rapi dan bagus.
Berikut ini adalah tiga jurus rahasia yang sering dipakai Hemingway dalam menulis cerita.
Tiga Rahasia Menulis Fiksi Hemingway 1. Kalimat Singkat Penulis yang baik berusaha memudahkan pembaca menangkap pesan ceritanya. Untuk itu Hemingway menyarankan memakai kalimatkalimat pendek. Memakai kalimat panjang berarti Anda memakai tanda koma terlalu banyak. Kalimat pendek rata-rata berjumlah 10 kata atau kurang. Pangkaslah kata sifat dan kata keterangan yang tidak ekonomis. Biasakan memilih kata ‘dan’ ketimbang tanda ‘koma’. Contoh sederhana kalimat pendek umumnya berpola S-P-O. Mengapa kalimat pendek? Sebab otak manusia punya keterbatasan dalam mencerna kalimat panjang dan lebih mudah menyerap informasi dalam bentuk kalimat pendek. Kalimat majemuk menunjukkan kesulitan penulis merumuskan gagasannya. Pembaca tidak peduli seberapa kaya kosakata Anda. Pembaca akan berhenti bila merasa tidak bisa terhubung dengan tulisan yang Anda buat. Cukurlah ‘jambang dan kumis’ kalimat untuk menampakkan ‘wajah’ cerita sebenarnya. 2. Paragraf Pendek Paragraf ideal adalah paragraph yang berisi satu ide pokok. Cara ini membantu pembaca mencerna informasi. Otak manusia menerima informasi yang lebih baik ketika info dipecah menjadi potonganpotongan kecil. Paragraf pendek tercipta dengan sendirinya bila kita menulis dengan jelas dan mudah dimengerti. Sementara paragraf panjang disebabkan penulis tergoda menunjukkan kepada pembaca, betapa luas pengetahuan yang ia miliki. Tulisan-tulisan Hemingway terlihat memotong dengan cepat dari satu adegan ke adegan yang lain (sinematik). Hal ini membuat deskripsi
dan narasi minim jatah dalam karya fiksi Hemingway. Peraih nobel ini menghindar memberitahu segala hal yang dia tahu kepada pembaca. Ia memberi tahu kurang dari yang sebenarnya dia tahu. Hemingway menggambarkan teknik paragraf pendek ini dalam teori ‘gunung es’: 1/8 fakta-fakta keras melayang di atas air. Sementara 7/8 bagian cerita berupa struktur pendukung, simbolisme, metafora, dan sebagainya berada jauh di kedalaman. Hemingway pada dasarnya menceritakan apa yang tokoh-tokohnya lakukan (adegan) dan katakan (dialog). Bukan apa yang mereka pikir dan rasakan. Dengan kata lain, penulis memberitahu pembaca tanpa benar-benar memberi tahu mereka. Ia menunjukkan, tapi tidak menjelaskan. 3. Kalimat Positif/Kalimat Aktif Kalimat aktif dan positif mudah dicerna. Dengan kalimat ini, penulis mengatakan tentang sesuatu hal dengan langsung dari pada memilih mengatakannya dengan cara berlawanan. Contohnya: Kalimat positif/aktif: Ratusan penjual bakso menolak kenaikan harga daging sapi. Kalimat negatif: Kenaikan harga daging sapi tidak diterima oleh ratusan pedagang bakso. Dua kalimat di atas mengandung makna yang sama, tapi percayalah, pembaca lebih senang dan lebih cepat paham kalimat pertama. Kalimat kedua, selain susah dicerna juga menjadi lebih panjang. Tiga jurus Hemingway ini tentu saja bukan jurus wajib. Gaya menulis nanti akan tergantung pada Anda masing-masing. Tapi 3 jurus andalan Hemingway ini telah sukses membawanya menjadi penulis besar. Bukan hanya di Amerika, tetapi juga di seluruh dunia.
**Sebenarnya jurus Hemingway lebih dari tiga. Tapi saya meringkasnya agar mudah dipahami. Adapun lima jurus lengkap tersebut seperti yang ditulisnya di sebuah buku pengantar jurnalistik adalah: (1) penggunaan kalimat-kalimat yang pendek, (2) penggunaan bahasa biasa yang mudah dipahami orang lain, dengan menghindari penggunaan kalimat majemuk yang terlalu panjang, (3) penggunaan kalimat aktif, bukan kalimat pasif, (4) penggunaan bahasa yang padat dan kuat, dan (5) penggunaan bahasa yang positif.
4 Jurus Menulis Cerpen Legenda Rekreasi penting bagi siapa saja. Bagi penulis juga penting. Mungkin Anda kerap kehilangan ide, sehingga jemari bergeming dia tas keyboard. Istilah kerennya writers block. Saat-saat seperti iniah waktu yang tepat untuk berekreasi. Di dunia nyata, orang-orang gemar berekreasi ke situs-situs warisan masa lampau, menilasi mahakarya generasi sebelum mereka, dan mencoba membawa inovasi itu ke masa yang kini. Seorang penulis cerpen bisa menirunya dengan membaca kembali karya para penulis terdahulu. Tentu ada alasan, mengapa cerpen-cerpen mereka bisa tetap hidup di saat penulisnya sudah tidak ada. Di balik sebuah cerpen, pasti ada cara atau teknik yang melatarbelakangi proses penciptaannya. Salah satu manfaat rekreasi adalah kesempatan mempelajari teknik tersebut. Saya sendiri membaca cerpen tak bisa sekali. (terlebih jika cerpen itu bagus) Membaca pertama adalah sebagai pembaca biasa. Menikmati jalan cerita, plot dan menjadikannya hiburan. Membaca kedua saya lakukan dalam posisi sebagai penulis. Bila saya tertarik membacanya, hampir pasti saya pun tertarik untuk bisa menulis cerpen seperti itu. Saya menelusuri kembali kata demi kata, kalimat, paragraf, dalam cerpen bersangkutan, mencoba menemukan pola-pola tertentu yang menyusun struktur ceritanya. Biasanya dengan memberi garis, atau tanda stabilo pada beberapa bagian penting. Cat In The Rain (Kucing Kehujanan) Ernest Hemingway (1898 – 1961); Lady with Little Dog karya Anton Chekov (1860 -1904); God Sees The Truth, But Waits karya leo Tolstoy, Black Cat karya Edgar Allan Poe adalah beberap contoh cerpen yang memukau. Dalam cerpen ini mereka menebar banyak sekali kilasan-kilasan dahsyat yang menari dipelajari bahkan ditiru penulis lain.
Setidaknya ada 4 jurus menulis dasar yang dipakai pada banyak karya tersebut: 1. Pesan dan Kesan Cerpen Ada dua ide cerita: Karakter dan Plot. Karakter mengeksplorasi tokoh, sementara plot mengeksplorasi alur cerita. Biasanya penulis termotivasi menulis cerita karena menemukan sosok tokoh yang menarik untuk diceritakan, lalu merangkai sebuah plot bagi tokoh tersebut. Atau
sebaliknya: sebuah plot cerita tiba-tiba muncul dalam kepala, kemudian penulis menciptakan sederet karakter untuk memerankan jalannya cerita. Pembaca tidak bisa menebak, lagipula tidak penting bagi mereka, dari mana penulis memulai menyusun sebuah cerita. Lalu apa yang menyebabkan karya-karya cerpenis legendaris di atas tetap popular hingga sekarang? Bagi saya, jawabnya adalah cerita mereka mampu menyampaikan PESAN juga KESAN yang kuat kepada pembaca. Saya menebak-nebak, jangan-jangan penulis kawakan ini selalu memulai menulis cerita dengan pertanyaan; Pesan apa yang ingin saya sampaikan? Apakah moral, religiusitas, sosial, politik atau kebudayaan. Kesan apa yang ingin saya munculkan? Lucu, haru, atau perasaan bersalah? Kita ambil contoh Cat In The Rain (sekali lagi kita pakai contoh Hemingway) berisi pesan tentang cinta setelah perkawinan hanya bisa diwujudkan melalui tindakan. Lady with Little Dog karya Anton Chekov member kesan muram, sedih dan hampa. Sementara Black Cat−Edgar Allan Poe−memberi kesan menakutkan dan horor, dan pesan bahwa setiap kejahatan bisa dibalas kapan saja. Dengan cara apa saja. Hanya saja, memasukkan pesan ke dalam cerita adalah hal lain. Butuh keterampilan dan gaya berbeda bagi tiap penulis. Dengan belajar dan banyak membaca karya mereka, kita bisa tahu cara tersebut. Contoh buruk penyampaian pesan moral cerita bisa dilihat pada tayangan sinetron religi: seorang pemuka agama bersorban, muncul membaca ayat suci di hadapan karakter antagonis yang lansung bertobat setelah mendengar nasihat itu. Bagi saya pribadi, pesan dan kesan dalam sebuah cerita bukan dialog (ucapan tokoh) yang berisi ayat-ayat suci, atau nasihat-nasihat kebajikan. Pesan cerita tidak harfiah, atau muncul tersurat berbentuk teks dalam cerita. Pesan cerita adalah kesimpulan yang ditarik dalam
persepsi pembaca begitu selesai membaca. Sementara kesan cerita adalah rasa yang ditimbulkan dari fenomena-fenomena yang hadir dalam bangunan cerita. 2. Cerpen itu Terus Terang Cerpen dikategorikan sebagai prosa, tepatnya prosa naratif fiktif. Cat In The Rain karya Hemingway contohnya, Mustahil menemukan kalimat puitis atau multitafsir di dalamnya. Kalimatnya mengalir lugas, sederhana, dan tidak bertendensi menyembunyikan makna lain di luar arti leksikalnya. Sebagai pembaca, kita ingin membaca cerita, yang meski fiktif, tidak beda jauh dengan kenyataan yang kita temui. Fiktif tapi bisa dipercaya. Atau fiktif tapi adalah fenomena di sekitar kita. Pembaca ingin fokus pada alur cerita, tidak mau direpotkan lagi dengan keharusan menafsirkan makna tersembunyi di balik teks. Jadi, pakailah bahasa terus terang yang umum dipahami orang. 3. Porsi Dialog Harus Lebih Banyak Jika dirumuskan, porsi dialog berbanding narasi dalam cerpen-cerpen rujukan di atas berkisar 70-80 % : 20 %. Pembaca cerita, kebanyakan menyukai tokoh berdialog dengan tokoh lain. Sebab dengan jalan itu pembaca merasa dilibatkan dalam cerita. Cerita lebih hidup dengan dialog. Membaca menjadi pengalaman yang mirip dengan menonton filem atau mendengar percakapan orang. Apakah ada pembaca yang tahan membaca deskripsi desa yang indah sepanjang 4 halaman? Narasi bisa diselipkan sekadar pengantar transisi antaradegan. Jangan biarkan pembaca merasa pasif dan bodoh dengan menulis banyak sekali narasi. Penulis yang baik harus ikut masuk bersama pembaca, bukan memberi suguhan bacaan. Biarlah nanti tokoh berinteraksi dengan pembaca lewat dialog.
4. Twist Ending Penjahat yang tertangkap dan mati laiknya film Bolliwood adalah satu dari contoh ending yang memuakkan. Sementara anak jahat dikutuk ibunya lalu disambar gledek adalah contoh ending film Indonesia yang jauh lebih memalukan. Dan penulis yang keren, jangan sampai meniru adegan tersebut. Buat Twist Ending. Inilah resep menulis yang tak pernah basi. Sebuah kejutan, akhir yang tak terduga. Coba Anda ingatingat kembali cerpen yang pernah Anda baca. Dua cerpen yang paling digemari pasti diakhiri kejutan. Black Cat adalah contoh yang sempurna bagaimana kejutan mengakhiri sebuah cerpen. Atau ending novel Dan Brown dan Aghata Cristie juga adalah formula mengakhiri cerita yang dahsyat. Pembaca bisa saja menduga-duga, tapi penulis tak harus memberi akhir cerita yang diinginkan pembaca. Buatlah akhir cerita yang memukau, membalik fakta yang ada atau membalik karakter antagonis sesungguhnya. Rumus ini biasanya laris dan banyak dipakai penulis ternama. Tentu saja jangan membuat kejutan yang tak masuk akal, klise, apalagi mengada-ada. Pembaca akan menyesal setia membaca karya Anda sejak awal.
Mempublikasikan Tulisan Setelah menulis, penulis tentu saja harus mempublikasikan tulisannya. Ada banyak pilihan ketika kita selesai menulis. Mengirimnya ke media, mempublikasikannya ke blog atau website pribadi, atau menerbitkannya menjadi buku. Untuk memempublikasikan ke media, biasanya penulis mengirim ke koran, majalah, jurnal atau media apa saja. Untuk cerpen dan puisi bisanya dikirim koran atau majalah. Skenario dikirim ke Production House dan novel dikrim ke penerbit. Dari sanalah sumber penghasilan para penulis. Honor di koran pun bervariasi. Koran lokal membayar Rp.300000600000, sementara koran nasional membayar lebih dari itu. Bahkan angkanya bisa menembus Rp. 1.200.000. Majalah tentu membayar lebih dari itu. Sementara jika menulis novel, penulis biasanya dibayar dengan royalti. Royalti dihitung dari harga jual buku dan dibayarkan berkala, sebulan, tiga bulan ataun enam bulanan, tergantung kontrak. Namun selain itu, banyak juga penulis yang mengupayakan sendiri menerbitkan karyanya. Mereka biasanya mendesain, mengedit dan mencetak lalu menyebarkan bukunya sendiri atau bersama tim. Sekadar contoh, tentu Anda pernah dengar bahwa buku ESQ terjual lebih dari 250.000 eksemplar, kita juga ingat cetakan awal Supernova karya Dewi Lestari dicetak berulang-ulang, mereka adalah sebagian contoh penulis yang menerbitkan bukunya sendiri. Dunia semakin cepat berkembang, jika kita lambat menyikapi fenomena perkembangan tersebut, maka bersiap-siaplah tergilas dan hanya menjadi penonton. Di dunia film dan musik misalnya, hampir setiap hari kita menyaksikan kemunculan album musik dan film baru. Makin banyak bermunculan orang-orang yang bergelut di dunia itu: aktor, sutradara, penyanyi, band dan beberapa pelaku lainnya. Tentu saja dengan produk mereka masing-masing baik berupa film atau album musik.
Telah banyak orang yang menempuh jalur indie. Musik indie berkembang karena semakin banyaknya studio musik yang dapat membantu merekam lagu, mixing dan proses lainnya sehingga menjadi sebuah lagu atau album yang utuh. Juga semakin gampangnya penggandaan keping cd audio tersebut. Selain itu penjualnya pun makin mudah dengan adanya bentuk penjualan online, RBT, Ring Tone dan lain sebagainya. Film indie semakin marak dan banyak diproduksi karena makin banyaknya tersedia kamera dengan harga murah dan peralatan lain yang bisa mendukung pembuatan film. Tentu saja selain proyek idealis, misalnya karena tema yang diangkat atau aliran dan lain sebagainya. Tapi toh kita tak bisa mengabaikan bahwa semakin kompleksnya faktor pendukung ikut mendorong hal tesebut untuk semakin berkembang. Bagaimana dengan dunia buku? Sebenarnya dunia buku indie sudah sangat lama berkembang dan dipakai banyak orang. Hanya saja, di Indonesia hal ini belum sepopular seperti film atau musik. Di banyak negara, praktik self-publishing atau penerbitan buku secara indie berkembang cukup pesat. Milis self-publishing semakin dipenuhi oleh anggota baru setiap harinya. Makin banyak penulis baru muncul dan makin beragam pula jenis buku yang meluncur ke pasar. Di dalam negeri beberapa penulis menerbitkan bukunya secara mandiri. Banyak alasan mengapa mereka memilih menjauh dari penerbit konvensional dan memilih menerbitkan buku sendiri. Ada yang beralasan bahwa penerbit konvensional cerewet dan mau menang sendiri dengan menekan royalti penulis pemula hingga 10%. Ada juga penulis yang memiliki keyakinan berbeda dengan penerbit. Penerbit tidak percaya bahwa buku sang penulis marketable, sementara sang penulis sangat yakin bukunya bakal best seller. Karena itu ada penulis yang bertekad menerbitkan sendiri bukunya baik karena sudah tidak sepaham dengan penerbit konvensional, atau ada pula yang mengambil tekad tersebut karena memang mau demikian bukunya diterbitkan. Pilihannya tergantung pada penulis.
Kucing Kehujanan Cat In The Rain – Ernest Hemingway Sepasang suamiistri Amerika singgah di hotel itu. Mereka tidak mengenal orangorang yang lalulalang dan berpapasan sepanjang tangga yang mereka lewati pulangpergi ke kamar mereka. Kamar mereka terletak di lantai kedua menghadap laut. Juga menghadap ke taman rakyat dan monumen perang. Ada pohon palm besarbesar dan pepohonan hijau lainnya di taman rakyat itu. Dalam cuaca yang baik biasanya ada seorang pelukis bersama papan lukisnya. Para pelukis menyukai pepohonan palm itu dan warnawarna cerah dari hotelhotel yang menghadap ke tamantaman dan laut. Di depan monumen perang tampak iringiringan wisatawan Italia membentuk barisan membujur untuk menyaksikan monumen itu. Monumen yang tampak kemerahan dan berkilauan di bawah guyuran hujan. Saat itu sedang hujan. Air hujan menetes dari pohonpohon palm tadi. Air berkumpul membentuk genangan di jalan berkerikil. Ombak bergulunggulung membuat garis panjang dan memecah di tepi pantai. Beberapa sepeda motor keluar dari halaman monumen. Di seberang halaman, pada pintu masuk sebuah kedai minum, berdiri seorang pelayan memandang ke halaman yang kini kosong.
Si istri Amerika tadi berdiri di depan jendela memandang ke luar. Di sebelah kanan luar jendela mereka ada seekor kucing yang sedang meringkuk di bawah tetesan air yang jatuh dari sebuah meja hijau. Kucing tadi berusaha menggulung tubuhnya rapatrapat agar tidak ketetesan air. “Aku akan turun ke bawah dan mengambil kucing itu,” ujar si istri. “Biar aku yang melakukannya untukmu,” kata suaminya dari tempat tidur. “Tidak, biar aku saja yang mengambilnya. Kucing malang itu berusaha mengeringkan tubuhnya di bawah sebuah meja.” Si suami meneruskan bacaannya sambil berbaring bertelekan di atas dua buah bantal pada kaki ranjang. “Jangan berbasahbasah,” ia memperingatkan. Si istri turun ke bawah dan si pemilik hotel segera berdiri memberi hormat kepadanya begitu wanita tadi melewati kantornya. Mejanya terletak jauh di ujung kantor. Ia seorang lakilaki tua dan sangat tinggi. “Il piove,” ujar si istri. Ia menyukai pemilik hotel itu. “Si, si, Signora, brutto tempo. Cuaca sangat buruk.” Ia berdiri di belakang mejanya yang jauh di ujung ruangan suram itu. Si istri menyukai pria itu. Ia suka caranya dalam memberi perhatian kepada para tamu. Ia suka pada penampilan dan sikapnya. Ia suka cara pria tadi dalam melayaninya. Ia suka bagaimana pria itu menetapi profesinya sebagai seorang pemilik hotel. Ia pun menyukai ketuaannya, wajahnya yang keras, dan kedua belah tangannya yang besarbesar. Dengan memendam perasaan suka kepada pria itu di dalam hatinya, si istri membuka pintu dan menengok ke luar. Saat itu hujan semakin deras. Seorang lakilaki yang memakai mantel karet tanpa lengan menyeberang melewati halaman kosong tadi menuju ke kedai minum. Kucing itu mestinya ada di sebelah kanan. Mungkin binatang tadi berjalan di bawah atapatap. Ketika si istri masih termangu di pintu masuk sebuah payung terbuka di belakangnya.Ternyata orang itu adalah pelayan wanita yang mengurusi kamar mereka. “Anda jangan berbasahbasah,” wanita itu tersenyum, berbicara dalam
bahasa Itali. Tentu pemilik hotel tadi yang menyuruhnya. Bersama pelayan wanita yang memayunginya si istri berjalan menyusuri jalan berkerikil sampai akhirnya ia berada di bawah jendela kamar mereka. Meja itu terletak di sana, tercuci hijau cerah oleh air hujan, tapi kucing tadi sudah lenyap. Tibatiba ia merasa kecewa. Si pelayan wanita memandanginya. “Ha perduto qualque cosa, Signora?” “Tadi ada seekor kucing,” jawab si istri. “Seekor kucing?” “Si, il gatto.” “Seekor kucing?” Pelayan wanita tadi tertawa. “Seekor kucing di bawah guyuran hujan?” “Ya,” jawabnya, “di bawah meja itu”. Lalu, “Oh, aku sangat menginginkannya. Aku ingin memiliki seekor kucing.” Ketika ia berbicara dalam bahasa Inggris wajah si pelayan menegang. “Mari, signora,” katanya. “Kita harus segera kembali ke dalam. Anda akan basah nanti.” “Mungkin juga,” jawab wanita Amerika itu. Mereka kembali melewati jalan berkerikil dan masuk melalui pintu. Si pelayan berdiri di luar untuk menutup payung. Begitu si istri lewat di depan kantor, pemilik hotel memberi hormat dari mejanya.Ada semacam perasaan sangat kecil dalam diri wanita itu. Pria tadi membuatnya menjadi sangat kecil dan pada saat yang sama juga membuatnya merasa menjadi sangat penting. Untuk saat itu si istri merasakan bahwa seolaholah dirinya menjadi begitu pentingnya. Ia menaiki tangga. Lalu membuka pintu kamar. George masih asyik membaca di atas ranjang. “Apakah kau dapatkan kucing itu?” tanyanya sambil meletakkan buku. “Ia lenyap.” “Kirakira tahu ke mana perginya?” tanya si suami sambil memejamkan mata.
Si istri duduk di atas ranjang. “Aku sangat menginginkannya,” ujarnya. “Aku tidak tahu mengapa aku begitu menginginkannya. Aku ingin kucing malang itu. Sungguh tidak enak menjadi seekor kucing yang malang dan kehujanan di luar sana.” George meneruskan membaca. Si istri beranjak dan duduk di muka cermin pada meja hias, memandangi dirinya dengan sebuah cermin lain di tangannya. Ia menelusuri raut wajahnya, dari satu bagian ke bagian lain. Kemudian ia menelusuri kepala bagian belakang sampai ke lehernya. “Menurutmu bagaimana kalau rambutku dibiarkan panjang?” tanyanya sambil menelusuri raut wajahnya kembali. George mendongak dan memandang kuduk istrinya dari belakang, rambutnya terpotong pendek seperti lakilaki. “Aku suka seperti itu.” “Aku sudah bosan begini,” kata si istri. “Aku bosan kelihatan seperti lakilaki.” George menaikkan tubuhnya. Ia terus memandangi istrinya semenjak wanita itu mulai berbicara tadi. “Kau cantik dan bertambah manis,” pujinya. Si istri meletakkan cermin kecil dari tangannya dan berjalan menuju jendela, memandang ke luar. Hari mulai gelap. “Aku ingin rambutku tebal dan panjang agar bisa dikepang,” katanya. “Aku ingin seekor kucing duduk dalam pangkuanku dan mengeong waktu kubelai.” “Yeah?” komentar George dari ranjangnya. “Dan aku ingin makan di atas meja dengan piring perakku sendiri dan ada lilinlilin. Kemudian aku ingin mengurai rambutku lalu menyisirnya di muka cermin, dan aku ingin seekor kucing, dan aku ingin bajubaju baru.”
“Ah, sudahlah. Ambillah bacaan,” tukas George. Lalu ia meneruskan membaca lagi. Istrinya memandang ke luar lewat jendela. Semakin gelap sekarang dan dari pohonpohon palm masih jatuh tetesantetesan air. “Baiklah, aku ingin seekor kucing,” ujar istrinya, “aku ingin seekor kucing. Saat ini aku ingin seekor kucing. Seandainya aku tidak bisa memiliki rambut yang panjang atau kesenangan lainnya, aku punya seekor kucing.” George tak peduli. Ia membaca bukunya. Si istri memandang ke luar lewat jendela di mana lampu telah menyala di halaman. Seseorang mengetuk pintu. “Avanti,” kata George. Ia mendongak. Di pintu masuk berdiri seorang pelayan wanita. Ia membawa sebuah boneka kucing dari kulit kurakura darat dan menyerahkannya ke depan. “Permisi,” sapanya, “pemilik hotel ini mengutus saya menyerahkan boneka ini kepada Nyonya.”[EH] SUMBER: http://www.english.uiuc.edu/ Alih bahasa Syafruddin HASANI. _______________________ IrwanBajang saat ini menjadi pemimpin redaksi di @IndieBookCorner. Menulis novel, puisi dan cerpen, esai juga catatan perjalanan. Terlibat di beberapa penulisan dan riset sejarah serta antropologi. Sehari-hari ngeblog dan bersenang-senang di blog pribadi www.irwanbajang.com. Buku terbarunya #KepulanganKelima (2013). Tahun ini akan menerbitkan 1 Novel dan 1 Kumcer.
Alamat Redaksi Koran dan Majalah: epublika sekretariat@republika.co.id Kompas opini@kompas.com, opini@kompas. co.id Koran Tempo ktminggu@tempo.co.id Jawa Pos sastra@jawapos.co.id Suara Merdeka swarasastra@gmail.com Suara Pembaruan koransp@suarapembaruan.com Suara Karya amiherman@yahoo.com Jurnal Nasional tamba@jurnas.com Jurnal Bogor donyph@jurnas.com Seputar Indonesia donatus@seputar-indonesia.com Pikiran Rakyat khazanah@pikiran-rakyat.com Kedaulatan Rakyat redaksi@kr.co.id Sinar Harapan redaksi@sinarharapan.co.id Tribun Jabar cerpen@tribunjabar.co.id The Jakarta Post (English) editorial@thejakartapost.com Surabaya Post redaksi@surabayapost.info Lampung Post lampostminggu@yahoo.com
Bangka Pos redaksi@bangkapos.co.id Riau Pos redaksi@riauposonline.com, habeka33@yahoo.com Sumut Pos redaksi@hariansumutpos.com Global Medan tejapurnama@yahoo.com Berita Pagi huberitapagi@yahoo.com Padang Ekspres redaksi@padangekspres.co.id Jurnal Cerpen jurnalcerpen@yahoo.com Majalah Horison horisoncerpen@centrin.net. id, horisonpuisi@centrin.net.id, horisonesai@centrin.net.id dan kakilangit@centrin.net.id (khusus memuat karya-karya pelajar setingkat SMA) Majalah Sabili elkasabili@yahoo.co.id Majalah Ummi kru_ummi@yahoo.com Majalah Femina kontak@femina-online.com, kontak@femina.co.id Majalah Story story_magazine@yahoo.com Tabloid Nova nova@gramedia-majalah.com