Ekspedisi "Gama Mahabaya" Baribis 2019

Page 1


DAFTAR ISI 3 Sesar Aktif

Apa itu sesar aktif? Apakah Sesar Baribis termasuk sesar aktif?

7 Geologi Regional

Geografi, fisiografi, stratigrafi, dan struktur geologi.

17 Traverse

Mengintip batuan di sepanjang jalur ekspedisi.

35 Kondisi Geologi Daerah Ekspedisi

Mengenal kondisi geologi daerah ekspedisi di Subang dan Majalengka.

Mendalami Seluk Beluk Subang & Majalengka 75 Mengarungi kehidupan masyarakat di wilayah Subang dan Majalengka

Petualangan di Negeri Angin 89

Perjalanan di Kota Angin berdasarkan perspektif ekspeditor.

Berkelana di atas Ribuan Riam 105 Melihat eloknya Subang dari sisi ekspeditor.

CLARA/GEA, 2019


Prakata I Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan sampainya buku ini ke tangan para pembaca, saya sebagai perwakilan Program Studi Teknik Geologi - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) - ITB menyampaikan salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa walaupun dalam masa pandemik COVID-19 dimana kita semua harus selalu menjaga jarak (physical distancing) dalam waktu yang lama, buku Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis ini bisa tetap terbit dan bisa dibaca oleh kita semua. Buku ini adalah sebuah pemaparan yang dibuat oleh GEA (Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi – ITB) sebagai hasil dari ekspedisi untuk menyingkap penyebaran, bukti-bukti serta berbagai aspek lain yang berkaitan dengan Sesar Baribis di Jawa Barat. Dalam buku ini juga terdapat catatan perjalanan para ekspeditor gea dan foto-foto eksklusif yang diambil langsung di lapangan selama ekspedisi. Diharapkan dengan terbitnya Buku Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis ini, bisa mendorong riset lebih lanjut dari mahasiswa, akademisi, dan para ahli dari berbagai bidang ilmu untuk dapat meneliti potensi bahaya Sesar Baribis. Dari hasil penelitian nanti tentu datanya sangat diperlukan untuk dapat memastikan apakah Sesar Baribis aktif atau tidak, dan apakah terdiri dari beberapa segmen sesar atau berdiri sebagai satu sesar besar. Dengan hadirnya Buku Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis ini juga semoga bisa menjadi sumber inspirasi bagi segenap anggota HMTG “GEA” ITB, alumni, dan masyarakat. Dalam hal ini juga diharapkan HMTG “GEA” ITB bisa semakin dekat dengan masyarakat khususnya dalam hal penerapan keilmuan, sehingga menjadi organisasi yang berperan positif bagi masyarakat dalam berbagai bidang (selain Geohumanism, sosialisasi bencana, bakti sosial, sekarang bisa juga untuk memulai pengabdian riset seperti ekspedisi). Harapan lain bagi para pembaca adalah agar dapat memahami pentingnya keilmuan geologi terhadap mitigasi bencana dan pemberdayaan masyarakat serta potensi alam khususnya di Jawa Barat. Akhir kata dengan hadirnya buku ini ke tangan para pembaca, saya ingin menyampaikan apresiasi kepada para ekspeditor. Para ekspeditor yang terlibat tentunya sudah mengorbankan waktu dan tenaganya untuk belajar keilmuan geologi yang lebih melalui setiap pelatihan, dan menerapkannya untuk Ekspedisi Gama Mahabaya Baribis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah mengusahakan dari awal sampai akhirnya buku ini dapat terbit. Bandung, Mei 2020 Ketua Program Studi Teknik Geologi – FITB – ITB Dr. Aswan, S.T., M.T.


Prakata II Assalamualaikum wr. wb Salam sejahtera, Terima kasih telah menambahkan buku baru ini pada bahan bacaan anda berikutnya. Buku ini adalah kumpulan catatan perjalanan Ekspedisi Gama Mahabaya Baribis yang dikemas dalam sebuah cerita tentang rekaman peristiwa geologi, keindahan alam dan interaksi para mahasiswa dengan orangorang yang hidup di sekitarnya. Sesar Baribis merupakan salah satu fenomena geologi yang penting di Pulau Jawa karena sesar yang berpotensi menghasilkan gempa ini melewati sejumlah kota berpenduduk banyak di Jawa Barat. Oleh karena itu, penelitian tentang Sesar Baribis sangat strategis untuk dilakukan. Buku ini merupakan karya penting mahasiswa hari ini, cerminan jatidiri mereka, kumpulan keberanian dan kesanggupan mengambil keputusan. Di sela-sela kehidupan mereka yang berisi tugas, kuliah, urusan rumah tangga, waktu yang tersisa tinggal sedikit. Dengan sisa waktu yang ada mereka berhasil bekerja sama untuk menghasilkan sebuah karya. Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi ‘GEA’ ITB sadar bahwa kita akan mewariskan bumi ini pada anak-cucu kita. Jatidiri mereka sebagai mahasiswa kebumian mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang berguna untuk masa depan. Dengan kaki-kaki mereka yang kuat, tangan-tangan mereka yang menjabat erat serta pikiran mereka yang penuh tekad, mereka berhasil mengumpulkan keberanian untuk pergi meninggalkan kenyamanan tempat kos, penyejuk ruangan di cafĂŠ atau bahkan hangatnya pelukan orang tua untuk menyelesaikan apa yang sudah mereka rintis sejak lama. Anak-anak muda ini sadar bahwa untuk hidup sepenuhnya dan terhubung dengan dalam dimensi ruang dan waktu seorang geologiwan harus berinteraksi dengan alam dengan penuh kesadaran. Hasil ekspedisi mereka memberikan bukti bahwa dengan merangkul ketidaksempurnaan, para ekspeditor dan HMTG GEA ITB berhasil merubah ketakutan menjadi tantangan dan berhasil mengembangkan diri mereka secara pribadi, komunitas dan masyarakat. Buku Ekspedisi Gama Mahabaya Baribis ini diharapkan menjadi jembatan untuk lebih mendekatkan keilmuan geologi pada masyarakat, memberikan pengertian mengenai pentingnya ilmu geologi dalam mengkaji bencana geologi, dan pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya geologi. Semoga buku ini juga menunjukkan bahwa pergerakan, sesedikit apapun, akan memberikan riak yang akhirnya akan menjadi gelombang besar ekspedisi dan penelitian tentang objek geologi di sekitar kita. Selamat membaca, viva Geologi Indonesia! Bandung, Mei 2020 Alfend Rudyawan, S.T., M.Sc., Ph.D. Pembina Kemahasiswaan Prodik Teknik Geologi ITB


Prakata III Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Empat belas pendekar bumi telah berhasil meneroka alam Baribis. Bertujuan untuk menyebarkan manfaat tentang bahaya gempa bumi dan keindahan alam di dalamnya, mereka telah berjuang keras untuk menggali bukti geologi terkait sesar baribis. Ulasan bukti dan gambaran keagungan baribis telah diabadikan dalam pusaka ini. Semoga dengan lahirnya pusaka ini, ketajaman kami sebagai geologiwan akan semakin terasah sehingga dapat selalu berguna untuk nusa dan bangsa. Akhir kata, terimakasih kepada seluruh anggota tim yang terlibat. Semoga pusaka ini dapat menajamkan pengetahuan masyarakat akan bahaya gempa yang mengancam yang dibalut keagungan alam. Bandung, Mei 2020 M. Rizaldi Utomo Ketua BPH HMTG “GEA� ITB 2019


Prakata IV Assalamualaikum Wr. Wb. Sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada sejumlah pihak yang telah membantu kami dalam mewujudkan keberjalanan Ekspedisi Gama Mahabaya Baribis ini: kepada dosen-dosen Teknik Geologi ITB terutama Mas Alfend dan Mas Tiko yang telah memberikan banyak ide dan masukan, kepada Firdaus El Afghani selaku Kepala Departemen Karya dan Ketua Ekspedisi sebagai pengarah ekspedisi, kepada tim perencana ekspedisi sebagai perancang perjalanan, kepada seluruh pemateri pendidikan dan pelatihan selaku pemberi materi serta ide untuk para ekspeditor, kepada para ekspeditor sebagai garda terdepan dan eksekutor yang telah menjalankan ekspedisi dengan baik, serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Saya harap dengan lahirnya buku ini dapat menjadi inspirasi dan pemantik kepada pihak-pihak yang membaca, bahwasanya alam Indonesia khususnya daerah Jawa Barat masih perlu dieksplor untuk diangkat menjadi suatu cerita yang bisa dibagikan kepada masyarakat. Saya pun berharap dengan telah dilaksanakannya Ekspedisi Gama Mahabaya Baribis ini bisa menjadi pemantik untuk menghasilkan ekspedisi-ekspedisi yang lebih jauh dan lebih baik lagi, khususnya untuk HMTG “GEA� ITB. Untuk para ekspeditor, saya yakin ilmu yang kalian dapatkan di kelas dan di lapangan dapat menjadi modal awal dan bekal yang baik untuk kehidupan kalian kedepannya serta perlu dibagikan kepada teman-teman dan masyarakat sekitar, khususnya dalam bidang geologi. Saya pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam ekspedisi yang telah dijalankan dan saya harap hal ini bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk kedepannya. Panjang umur perjuangan! Demikian kata-kata yang bisa saya sampaikan, mohon maaf apabila ada salah kata. Bandung, Mei 2020

Naufal Muhammad Adzkia Kepala Bidang Implementasi BPH HMTG “GEA� ITB 2019


Prakata V V Puja syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga buku Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis dapat terbit. Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis berupaya dengan sekuat tenaga mengaplikasikan segala ilmu yang telah didapat selama di perkuliahan agar bermanfaat untuk masyarakat. Tidak banyak kegiatan yang kami lakukan pada ekspedisi kali ini, namun besar harapan kami agar buku yang kami tulis ini memberikan dampang yang baik bagi seluruh pembacanya. Terima kasih saya ucapkan kepada Mas Alfend dan Mas Tiko yang tak henti-hentinya memberikan bimbingan pada kegiatan ini, seluruh tim ekspedisi yang telah bekerja keras demi terlaksananya segala rangkaian kegiatan, para pemberi materi selama diklat ekspedisi, Big Adventure Indo yang memberikan dukungan penuh terhadap acara ini, anggota biasa HMTG “GEA” ITB atas segala dukungan moril maupun materiil, dan seluruh pihak yang turut serta berperan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Cerita geologi, kehidupan masyarakat, mitos-mitos yang berkembang, cerita perjalanan, wiisata di daerah Subang dan Majalengka sangat menarik untuk disimak. Kehadiran buku ini diharapkan pula memberikan hal baru yang bermanfaat bagi seluruh pembacanya. Dengan terbitnya buku ini saya berharap menjada karya nyata mahasiswa bagi masyarakat sebagai perwujudan Tridharma Perguruan Tinggi. Akhir kata, saya mengajak pembaca untuk terus belajar, berkarya, dan bermanfaat bagi sekitar.

Bandung, Mei 2020

Firdaus El Afghani Ketua Tim Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis


Sekilas Tentang Hikayat Ini Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis hadir dari kekhawatiran akan potensi bahaya Sesar Baribis dimana belum banyak penelitian dilakukan terhadap sesar tersebut. Aktifnya sesar tersebut dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi. Adapula keindahan yang tersimpan di alam sekitar Sesar Baribis yang bisa menjadi potensi wisata untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Nilai cerita dan mitos menarik yang beredar masyarakat menarik untuk diungkap seperti ungkapan Wangsit Siliwangi yaitu “Jatigede dikeueum bakal ngahudangkeun Keuyeup Bodas anu bakal ngabobol bendungan...”. Dalam bahasa indonesia ungkapan tersebut berarti Jatigede tergenang maka akan membangunkan kepiting putih yang akan menjebol bendungan. Data geologi yang ada mengonfirmasi bahwa bendungan Jatigede dilewati oleh struktur Sesar Baribis yang jika sewaktu-waktu bergerak maka bendungan akan jebol.

Misi Utama

Menguak kondisi geologi, wisata, dan sosial masyarakat di daerah Subang dan Majalengka yang dilalui oleh Sesar Baribis

AMI/GEA, 2019


Daerah Ekspedisi Tim Subang

Sungai Ciasem dan Sungai Cibanjaran Desa Cirangkong Kabupaten Subang Jawa Barat

Tim Majalengka Sungai Cimaningtim Desa Baribis Kabupaten Majalengka

AMI/GEA, 2019

2


SESAR AKTIF Sesar secara sederhana dapat dikatakan sebagai rekahan yang terjadi pada batuan yang mengalami pergerakan (Gambar 1). Lalu apa itu sesar aktif? Berdasarkan USGS (United States Geological Survey), sesar aktif adalah sesar yang berpotensi untuk menimbulkan gempa bumi pada waktu yang akan datang. Sesar aktif biasanya menunjukkan pergerakan setidaknya pada 10.000 tahun terakhir. Dengan kata lain, sesar ini berumur sama dengan atau lebih muda dari 10.000 tahun. Sesar aktif dapat diketahui melalui berbagai cara diantaranya observasi secara langsung di lapangan, pengamatan pergerakan batuan di suatu daerah melalui Global Positioning System (GPS), dan studi seismologi. Potensi bencana yang ditimbulkan oleh sesar aktif tidak dapat dianggap remeh.

Gempa bumi dangkal dan berpusat di darat seringkali ditimbulkan oleh sesar aktif. Besar gempa bumi yang dihasilkan akibat pergerakan sesar dapat mencapai 7,5 Momen Magnitudo seperti yang terjadi di Iran (National Research Council, and Geophysics Study Committee, 1986). Gempa bumi sebesar itu jelas saja dapat menimbulkan kerusakan yang sangat serius diantaranya kerusakan bangunan yang cukup parah, dapat menyebabkan furnitur di suatu rumah menjadi terbalik, dan retakan besar pada jalan. Efek sekunder yang terjadi patut diperhatikan seperti likuifaksi, tanah longsor, dan tsunami membuat bencana menjadi lebih parah. Pengetahuan terhadap sesar aktif tentunya menjadi sangat penting mengingat Indonesia berada pada wilayah yang memiliki aktivitas tektonik sehingga jumlah sesar aktif diperkirakan cukup banyak.

Gambar 1. Ilustrasi sesar naik memperlihatkan pergerakan batuan yang tertekan sehingga lapisan batuan berada pada posisi yang lebih tinggi daripada lapisan batuan yang lain (Sumber: nps.gov)

3

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


METODE PENYELIDIKAN SESAR AKTIF Studi Geomorfologi

Seismologi

Analisis Citra Satelit

Penyelidikan sesar aktif dapat dikenali melalui kenampakan morfologi. Beberapa metode yang umum digunakan yaitu analisis morfotektonik dan studi kegempaan yang terjadi sebelumnya. Studi tersebut dapat dilakukan dengan bantuan analisis citra satelit, pengamatan lapangan, Global Positioning System (GPS), dan seismologi. Metode yang dipakai dalam ekspedisi kali ini adalah observasi dan pengambilan data lapangan. Observasi lapangan bertujuan untuk mencari endapan aluvial berumur Kuarter yang terpotong oleh Sesar Baribis.

4


“Berkenalan dengan Sesar Baribis”

CLARA/ GEA, 2019 5

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Apa itu Sesar Baribis? Sesar Baribis adalah sesar naik yang berkembang di daerah Jawa Barat membentang pada arah relatif barat laut-timur tenggara (Gambar 2). Nama Baribis berasal dari Perbukitan Baribis di daerah Kabupaten, Majalengka. Sesar Baribis merupakan salah satu sesar aktif di Jawa Barat selain Sesar Cimandiri dan Sesar Lembang. Pembentukan sesar ini erat kaitannya dengan aktivitas tektonik antara Lempeng Australia yang menunjam ke arah utara pada Lempeng Eurasia pada kala Pliosen hingga Plistosen (Martodjojo, 1984). Sesar ini diperkirakan mencapai hingga wilayah Jakarta dan membentang dari Subang hingga Majalengka. Dari arah barat laut Sesar Baribis dimulai dari Subang dan menerus hingga ke arah tenggara menuju Majalengka sekitar Desa Baribis. Sesar ini tergolong sesar aktif karena menunjukkan pergerakan

dalam kurun waktu 10.000 tahun dan diikuti oleh gempa dangkal di sekitar Majalengka pada 15 tahun terakhir berdasarkan katalog kegempaan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Bahaya Sesar Baribis patut menjadi perhatian mengingat Jawa Barat sebagai provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia tentu akan menimbulkan berbagai kerusakan yang merugikan bagi masyarakat. Sesar Baribis terbagi menjadi beberapa segmen yang menunjukkan beberapa jenis pergerakan yang berbeda. Segmen Tampomas memiliki mekanisme sesar normal, segmen Ciremai memiliki mekanisme sesar geser, dan pada segmen yang lain banyak didominasi oleh mekanisme sesar naik seperti segmen Subang, Cirebon, dan Brebes (Brilian, 2019).

Gambar 2. Distribusi kegempaan dan persebaran sesar aktif di Jawa Barat (Supendi dkk, 2018). 66


GEOLOGI REGIONAL: SUBANG & MAJALENGKA

Geografi Fisiografi

AMI/GEA, 2019 7

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Stratigrafi Struktur Geologi

8


SUBANG Kabupaten Subang terletak di provinsi Jawa Barat yang dibatasi oleh Laut Jawa di utara, Kabupaten Indramayu di timur, Kabupaten Bandung Barat di selatan, dan Kabupaten Karawang di Barat. Kabupaten Subang memiliki luas 2.051,76 km2 dan dihuni oleh total 1.529.388 jiwa. Bahasa Sunda merupakan bahasa daerah yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Gunungapi Tangkuban Perahu dan pemandian air panas Ciater yang terletak di bagian selatan dari Kabupaten Subang merupakan destinasi wisata yang dikunjungi dan menawarkan panorama yang elok dan tempat relaksasi yang menenangkan. Dataran berbukit dan pegunungan mendominasi bentuk topografi daerah Subang. Daerah dataran dan perbukitan seringkali digunakan untuk akvitas pertanian dan peternakan oleh masyarakat.

AMI/GEA, 2019

9

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019

GEOGRAFI


MAJALENGKA Kabupaten Majalengka terletak di Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 108° 03’ - 108° 19 BT di sebelah barat, 108° 12’ - 108° 25’ BT di sebelah timur, 6° 36’ - 6° 58’ LS di sebelah utara, dan 6° 43’ - 7° 03’ LS di sebelah selatan. Kabupaten Majalengka dihuni oleh 1.169.337 orang dengan kepadatan penduduk sebesar 971 orang/ km2 dilansir dari laman pemerintah jawa barat (jabarprov.go.id). Pada bagian utara Kabupaten Majalengka dibatasi oleh Kabupaten Indramayu, bagian selatan dibatasi oleh Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamas, bagian barat dibatasi oleh Kabupaten Sumedang, serta bagian timur dibatasi oleh Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Secara umum, morfologi di Kabupaten Majalengka terdiri dari dataran rendah dan perbukitan bergelombang hingga terjal. Bahasa Sunda merupakan bahasa daerah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kabupaten Majalengka.

10


FISIOGRAFI Menurut Van Bemmelen (1949), Subang termasuk dalam zona antiklinorium Bogor (Gambar 3). Zona Bogor berbatasan dengan dataran aluvial utara jawa barat di bagian utara dan gunungapi kuarter di bagian selatan seperti Gunungapi Tangkuban Perahu. Zona ini terdiri dari batuan sedimen yang terlipat berumur Miosen-Pleistosen dengan arah seumbu relatif barat lauttenggara. Antiklonirium Bogor membentang dari arah timur hingga ke barat.Kabupaten Majalengka tergolong dalam zona fisiografi yang sama dengan Kabupaten Subang yaitu Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Pada daerah Majalengka sendiri perlipatan banyak ditemukan dengan sumbu lipatan membentang pada arah relatif barat laut-tenggara.

Gambar 3. Fisiografi regional Jawa Barat (Van Bemmelen 1949 dalam Azmandika, 2019) .

11

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


12


PETA GEOLOGI REGIONAL DAERAH MAJALENGKA (DALAM LEMBAR ARJAWINANGUN)

1:150.000 (Sumber: Silitonga, 1973) KETERANGAN Mhu

Mhl

Omtu

Omtl

13

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019

FORMASI HALANG-ANGGOTA ATAS Batupasir tufa, lempung, konglomerat. Batupasir merupakan bagian yang utama. FORMASI HALANG-ANGGOTA BAWAH Breksi gunungapi yang bersifat andesit dan basalt. Disamping itu ditemukan juga tufa dan lempung serta kongmolerat: morfologi berupa questa. FORMASI CINAMBO-ANGGOTA SERPIH Batulempung dengan selingan batupasir fsn gamping, pasir gampingan, pasir tufaan (400-500 m). FORMASI CINAMBO-ANGGOTA BATUPASIR (GRAYWACKE) Graywacke dengan timbulan tinggi, batupasir gampingan, tufa, lempung, lanau. Graywacke disini mempunyai ciri perlapisan tebal, dengan sisipan serpih dan lempung tipis yang padat berwarna kehitam-hitaman.


PETA GEOLOGI REGIONAL DAERAH SUBANG (DALAM LEMBAR BANDUNG)

1:150.000 (Sumber: Djuri, 1973) KETERANGAN Qa

Msc

ALUVIUM Lempung, lanau pasir, kerikil. Terutama endapan sungai sekarang.

Qyu

HASIL GUNUNGAPI MUDA TAK TERURAIKAN Pasir tufaan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian berasal dari G. Tangkubanperahu dan sebagian dari G. Tampomas. Antara Sumedang dan Bandung batuan ini membentuk dataran-dataran kecil atau bagian-bagian rata dan bukit-bukit rendah yang tertutup oleh tanah yang berwarna abu-abu kuning dan kemerah-merahan.

Qos

BATUPASIR TUFAAN, LEMPUNG DAN KONGLOMERAT Batupasir tufa, kadang-kadang mengandung batuapung lempung mengandung sisa-sisa tumbuhan, konglomerat, breksi dan pasir halus. Berlapis-lapis mendatar dan membentuk dataran (hampir datar) disebelah utara lembar peta.

Pt

FORMASI CITALANG (500-600 m) Lapisan-lapisan napal tufaan, diselingi oleh batupasir tufaan dan konglomerat.

Pk

FORMASI KALIWANGU (600 m) Batupasir tufa, konglomerat, batulempung, dan kadangkadang lapisan-lapisan batupasir gampingan dan batugamping. Selain itu terdapat juga lapisan-lapisan tipis gambut (peat) dan lignit. Pada batupasir dan konglomerat sering terdapat banyak fosil moluska.

FORMASI SUBANG ANGGOTA BATULEMPUNG Batulempung, kadang-kadang mengandung lapisan-lapisan batugamping napalan yang keras, napal dan lapisan-lapisan batugamping abu-abu tua. Juga ada kadang-kadang sisipan batupasir glaukonit hijau. Mengandung fosil foraminifera. Menurut Tjia (1963) tebal dari anggota batulempung ini 2900 m.

14


STRATIGRAFI SUBANG Silitonga (1973) pada Peta Geologi Lembar Bandung membagi wilayah subang menjadi enam satuan batuan yaitu: • Formasi Subang (Msc) Formasi Subang yang berumur Miosen Akhir terdiri dari litologi batulempung dominan dengan setempat ditemukan sisipan batugamping dan napal. Formasi ini memiliki ketebalan 2900 m menurut Tjia (1963). • Formasi Kaliwangu (Pk) Formasi Kaliwangu berumur Miosen AkhirPliosen tersusun atas litologi berupa batupasir tufa, konglomerat, batulempung, dan setempat ditemukan lapisan batupasir gampingan dan batu gamping. Tjia (1963) menyebutkan bahwa ketebalan formasi ini sekitar 600 m. • Formasi Tjitalang (Pt) Formasi Tjitalang terdiri dari litologi berupa napal tufaan dan batugamping masif. •Batupasir Tufaan, Lempung, dan Konglomerat (Qos) Batupasir tufa, kadang mengandung batuapung lempung dengan sisa-sisa tumbuhan, konglomerat, breksi, dan pasir halus. • Batuan Hasil Gunungapi Lebih Tua (Qob) Batuan Hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan memiliki umur Kuarter dengan ketebalan sekitar 600 m tersusun atas breksi, lahar, dan batupasir tufa berlapis dengan kemiringan landai (Silitonga, 1973). • Batuan Hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan (Qyu) Batuan Hasil Gunungapi Lebih Tua berumur Kuarter terdiri atas pasir tufaan, lapili, breksi, lava, dan agglomerat yang sebagian besar produk dari Gunungapi Tangkuban Perahu. 15

• Aluvium tersusun atas lempung, lanau, pasir, kerikil.

MAJALENGKA Stratigrafi yang berkembang di daerah Majalengka dari tua ke muda berdasarkan Djuri (1973) dalam Peta Geologi Lembar Arjawinangun yaitu: • Formasi Cinambo (Omtl & Omtu) Formasi Cinambo terdiri dari dua anggota yaitu anggota batupasir dan anggota serpih. Anggota batupasir disusun oleh greywacke, batupasir gampingan, tufa, lempung, dan lanau. Greywacke mempunyai ciri perlapisan tebal, dengan sisipan serpih dan lempung. Anggota serpih terdiri dari batulempung dengan selingan batupasir dengan ketebalan 400-500 m. • Batugamping Kompleks Kromong (Ml) Batugamping Kompleks Kromong terdiri dari batugamping terumbu yang ditunjukkan oleh bukit berbentuk kubah dengan topografi kasar. • Formasi Halang (Mhu, Mhl) Formasi Halang terdiri dari anggota atas dan bawah dengan litologi breksi gunungapi, batupasir tufa, lempung, dan konglomerat. • Formasi Subang (Msc) Formasi Subang dengan anggota batulempung dengan ciri batulempung yang mengandung lapisan batugamping abu-abu tua. Setempat ditemukan sisipan batupasir glaukonit hijau. • Formasi Kaliwangu (Pk) Formasi Kaliwangu disusun oleh litologi berupa batulempung dengan sisipan batupasir tufaan, konglomerat, setempat ditemukan lapisanlapisan batupasir gampingan dan batugamping.

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


• Formasi Citalang (Pt) Formasi Citalang terdiri dari batupasir tufaan, lempung tufaan, konglomerat, setempat ditemukan lensa batupasir gampingan. • Endapan Kuarter Endapan kuarter terdiri dari aluvial (Qa), hasil gunungapi muda-lava (Qyl), hasil gunungapi muda tak berurai (Qyu), dan hasil gunungapi tua-lava (Qvl).

Gambar 4. Penampang stratigrafi utara-selatan Jawa Barat (Modifikasi Martodjodjo, 2003)

16 16


STRUKTUR Berdasarkan Pulunggono dan Martodjojo (1994) dalam Azmandika (2019), pola struktur regional yang berkembang di Jawa Barat (Gambar 5) yaitu: • Pola Meratus berarah baratdaya-timurlaut, diwakili Sesar Cimadiri di Jawa Barat, yang dapat diikuti ke timurlaut sampai batar timur Cekungan Zaitun dan Cekungan Biliton. • Pola Sunda berarah utara-selatan, diwakili sesarsesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. • Pola Jawa berarah barat-timur, diwakili sesarsesar naik seperti Sesar Baribis, serta sesar-sesar naik di dalam Zona Bogor pada zona fisiografi van Bemmelen (1949).

Gambar 5. Pola struktur regional Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)

17

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019

18 18


TRAVERSE TRAVERSE TRAVERSE

CLARA/GEA, 2019 19

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Traverse (Lintasan) yang dilalui oleh Tim Subang berada di sepanjang Sungai Ciasem & Sungai Cibanjaran. Perkiraan lokasi singkapan dilakukan terlebih dahulu melalui citra satelit dan peta geologi. Total lintasan yang dilalui oleh Tim Subang hingga mencapai 6 km. Selain itu, terdapat beberapa rangkaian curug di Subang yang menarik untuk dikunjungi dari mulai Curug Mandala, Curug Sadim, Curug Karembong, dan Curug Goa Badak. Tim Majalengka melalui Sungai Cilutung dengan panjang lintasan 7,2 km dalam observasi lapangan dan pengambilan data geologi. Kegiatan berkemah dilakukan di daerah sekitar Sungai Cilutung selama beberapa hari

Salah satu rencana lintasan dari Tim Subang untuk mengunjungi rangkaian curug yang terdapat di wilayah ekspedisi Subang.

20


Mengintip Batuan di Sepanjang Jalur Ekspedisi

CLARA/GEA, 2019

21

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Tim Subang - Sungai Ciasem

AMI/GEA, 2019 Singkapan yang pertama ditemui oleh Tim Subang berada di sepanjang Sungai Ciasem, memanjang pada arah NE-SW, tinggi singkapan 5.5 m, lebar singkapan 7 m, terdiri dari batuan sedimen berlapis berupa batupasir hingga batupasir kerikilan dan endapan aluvial pada bagian teratas,dan terdapat juga struktur shear fracture.

22


AMI/GEA, 2019

Singkapan ini kami temui pada hari pertama yang berada di sebelah timur sungai, memanjang pada utara-selatan, tinggi singkapan 2 m, lebar singkapan 3.5 m, yang terdiri dari batuan sedimen yang berlapis tipis. Batuan sedimen tersebut terdiri dari batupasir hingga batupasir kerikilan. Deformasi yang terjadi menyebabkan lapisan ini terlihat miring. Observasi dan deksripsi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para ekspeditor dan juga sebagai salah satu pengaplikasian ilmu di lapangan.

23

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Tim Subang - Sungai Ciasem Pengukuran kedudukan batuan menggunakan kompas geologi. Salah satu ekspeditor Tim Subang yaitu Nauzik sedang melakukan pengambilan data geologi. Penggunaan tali dan alat pengaman kali ini diperlukan demi keamanan ekspeditor karena singkapan berada di seberang sungai dengan dinding atau lereng yang cukup terjal.

AMI/GEA, 2019

24


AMI/GEA, 2019

Singkapan ini salah satu singkapan yang cukup sulit untuk diamati. Bukan karena batuannya sulit diidentifikasi, namun untuk mendekat dan mengambil sampel batuan harus dilakukan penyeberangan pada sungai dengan kedalaman setinggi dada. Dua orang ekspeditor Tim Subang yaitu Lukman dan Nauzik terlihat sedang tergopoh-gopoh berenang untuk menguak informasi yang tersimpan dalam singkapan. Singkapan ini terdiri dari konglomerat dan batupasir dengan lebar singkapan mencapai 15 meter. 25

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Tim Subang - Sungai Ciasem

AMI/GEA, 2019

AMI/GEA, 2019 Singkapan memperlihatkan perlapisan batuan sedimen batulempung hingga batupasir dengan bagian teratas berupa endapan aluvial. Proses erosi yang berjalan pada Sungai Ciasem menyebabkan batuan dapat tersingkap dan terlihat jelas. Dari titik ini kami berharap dapat menemui endapan aluvial yang terpotong oleh suatu sesar. Namun, nasib berkata lain, bukti sesar aktif yang kami cari tidak dapat ditemukan.

26


Tim Subang - Sungai Cibanjaran

AMI/GEA, 2019

27

Tidak banyak singkapan yang kami temukan pada Sungai Cibanjaran. Lintasan kali ini berada pada zona lembahan dengan bagian sisi sungai masih menunjukkan bukit yang cukup tinggi menaandakan bahwa tingkat erosi di sungai ini belum mencapai tahap dewasa seperti di Sungai Ciasem. Di sungai ini banyak ditemukan longsoran-longsoran batuan hasil gunung api. Namun, EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019 dapat ditemukan pula batupasir berlapis di bagian sungai yang lain.


Bukti kehadiran sesar di lapangan salah satunya dicirikan oleh kehadiran slickenside atau gores garis hasil dari pergerakan sesar. Gores garis yang hadir pada batuan terbentuk akibat adanya pergerakan yang menimbulkan gesekan antara dua blok batuan. Namun seringkali sesar aktif jarang memperlihatkan struktur tersebut dan tersingkap di lapangan. Sayang sekali slickenside pada Sungai Cibanjaran ditemukan dalam bongkah pada hasil longsoran. AMI/GEA, 2019

AMI/GEA, 2019

Suasana semakin gelap akibat rimbunnya pepohonan di sekitar lembahan diikuti oleh bersiapnya matahari untuk terbenam. Ekspeditor bergegas melakukan pengambilan data sebelum larut menghampiri

28


Tim Majalengka melalui Sungai Cilutung dengan panjang lintasan 7,2 km dalam observasi lapangan dan pengambilan data geologi. Kegiatan berkemah dilakukan di daerah sekitar Sungai Cilutung selama beberapa hari. Singkapan di Sungai Cilutung di samping memperlihatkan kenampakan yang terbaik. Perlapisan batuan dengan jelas dapat diamati dan struktur geologi terdapat pada hampir seluruh singkapan yang kami temui. Pada singkapan tersebut terdiri dari perlapisan batulempung dan batupasir yang memperlihatkan gejala deformasi berupa perlipatan dan sesar.

29

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Tim Majalengka - Sungai Cilutung

CLARA/GEA, 2019

30


CLARA/GEA, 2019 Singkapan batuan sedimen, layaknya kue lapis yang terdiri dari beberapa lapisan. Analogi ini kami dapatkan di perkuliahan dan akhirnya kenampakan di lapangan membuktikan segala teori yang telah dipelajari. Litologi atau batuan tersusun atas batupasir halus hingga batupasir kasar.

CLARA/GEA, 2019

31

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Tim Majalengka - Sungai Cilutung

CLARA/GEA, 2019 Struktur perlipatan sering kami jumpai pada singkapan-singkapan di Sungai Cilutung. Mulai dari skala yang kecil hingga skala yang menurut kami cukup besar pada singkapan berikut. Orientasi sumbu lipatan pada umumnya berarah Barat-Timur yang menandakan bahwa tegasan utama pembentuk lipatan ini adalah Utara-Selatan yang dapat dikaitkan dengan proses subduksi di Pulau Jawa.

32


Tim Majalengka - Sungai Cilutung

CLARA/GEA, 2019

Aktivitas organisme dahulu kala dapat kita amati hari ini melalui fosil jejak yang ditemukan pada batuan seperti bekas galian dan lubang yang dibuat oleh makhluk hidup. The present is the key to the past. Begitu orang geologi menyebutnya, yang pada akhirnya kami paham maknanya ketika menemui singkapan ini.

33

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019 Kekaguman terhadap singkapan yang ada di Sungai Cilutung nampaknya tidak dapat berakhir. Dengan jelasnya sungai ini memperlihatkan singkapan dengan dimensi yang cukup besar dan kaya akan struktur geologi. Erosi yang sudah cukup intensif pada sungai ini diperlihatkan aliran sungai yang bermeander. Pada Sungai Cilutung, erosi horizontal lebih dominan terjadi dibandingkan erosi vertikal. Ada satu hal yang perlu diperhatikan. Kedalaman sungai sungguh tak main-main, hingga dapat menenggelamkan tubuh orang dewasa.

CLARA/GEA, 2019

34


KONDISI GEOLOGI DAERAH EKSPEDISI

35

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019

36


Geologi di Sekitar Sungai Ciasem & Cibanjaran, Kabupaten Subang Sesar Baribis: Aktif atau Tidak?

AMI/GEA, 2019 Longsoran di Sungai Cibanjaran dimana terdapat bongkahan slickenside

L

itologi di Sungai Ciasem terdiri dari batulempung, perselingan batupasirbatulempung, batulempung, konglomerat, dan endapan aluvial sedangkan litologi di Sungai Cibanjaran terdiri dari batulempung, batupasir, dan breksi vulkanik. Perselingan batupasir-batulempung dan konglomerat termasuk dalam Formasi Citalang sedangkan batulempung termasuk ke dalam Formasi Subang-Anggota Batulempung (Silitonga,

37

1973). Breksi vulkanik yang ditemukan di Sungai Cibanjaran merupakan batuan hasil gunungapi yang berumur Kuarter. Berdasarkan observasi lapangan, tidak ditemukan adanya bukti sesar aktif berupa terpotongnya endapan aluvial oleh Sesar Baribis. Pada umumnya sesar aktif tidak memperlihatkan bukti secara langsung di lapangan. Longsoran dan hancuran batuan pada Sungai Cibanjaran dapat diinterpretasikan sebagai hasil aktivitas sesar atau murni

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


AMI/GEA, 2019 Bongkahan slickenside yang ditemukan pada longsoran di sekitar Sungai Cibanjaran proses longsor akibat kegagalan lereng mempertahankan kestabilannya. Penampang geologi menunjukkan adanya konglomerat yang ikut terlipat dan tersesarkan (dapat dilihat di halaman selanjutnya). Pembentukan konglomerat diperkirakan merupakan hasil dari aktivitas Sesar Baribis yang mengerosi batuan yang terlebih dahulu terbentuk. Seiring dengan berjalannya aktivitas tektonik, konglomerat mulai terlipat dan sesar terus bergerak. Longsoran-longsoran yang kami temui sepanjangan Sungai Cibanjaran dicurigai sebagai hasil dari pergerakan Sesar Baribis karena sempat kami temukan bongkahan slicken side dari longsoran tersebut. Namun, interpretasi tersebut perlu dibuktikan lebih lanjut dengan metode pengamatan sesar aktif yang lain seperti Global Positioning System (GPS). Pengamatan melalui GPS dari waktu

ke waktu diperlukan untuk membuktikan bahwa daerah penelitian tersebut mengalami pergerakan sehingga akan memperkuat interpretasi berdasarkan penampang geologi yang ada dan memastikan bahwa longsoran yang terjadi di Sungai Cibanjaran merupakan akibat aktivitas sesar. Peta lintasan dan rekonstruksi penampang dapat dilihat pada halaman selanjutnya. “Tidak ditemukan bukti lapangan berupa endapan aluvial yang terpotong oleh Sesar Baribis yang menandakan sesar tersebut aktif. Namun, segmen Sesar Baribis di wilayah ekspedisi Subang belum dapat dikatakan tidak aktif. Perlu studi lebih lanjut untuk membuktikan keaktifan Sesar Baribis di wilayah ekspedisi Subang seperti pemantauan posisi berkala dengan GPS, seismologi, atau studi morfologi lebih lanjut.�

38


39

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


40


Geologi di Sekitar Sungai Cilutung, Kabupaten Majalengka Menyingkap Tektonisme di Kota Angin

CLARA/GEA, 2019 Lapisan batuan yang terlihat miring akibat terjadinya deformasi di masa lampau

L

itologi di Sungai CIlutung terdiri dari perselingan batupasir-batulempung, batulempung, breksi vulkanik, dan batupasir tufa. Berdasarkan Djuri (1973), perselingan batupasir-batulempung dan bautlempung termasuk dalam Formasi Cinambo, breksi vulkanik termasuk dalam Formasi Halang-Anggota Bawah, dan batupasir tufa termasuk dalam Formasi Halang-Anggota Atas. Rekonstruksi penampang yang dapat dilihat pada halaman

41

selanjutnya menunjukkan banyaknya gejala deformasi seperti kehadiran perlipatan, sesar geser, dan sesar naik. Sesar-sesar yang hadir disini kemungkinan besar tidak aktif, karena bukti lapangan menunjukkan ketidakhadiran endapan aluvial yang terpotong oleh sesar tersebut. Sesar geser dan sesar naik ditemukan pada litologi perselingan batupasirbatulempung dan batulempung. Selain itu perselingan batupasir-batulempung, breksi vulkanik, dan batupasir tufa menunjukkan

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Model yang menunjukkan salah satu skenario yang mungkin menandakan kehadiran sesar aktif di bawah permukaan (Lamarche et al, 2008) (Peta Lintasan dan Penampang dapat dilihat pada halaman selanjutnya) struktur perlipatan pada Penampang A-B. permukaan dan tidak nampak sama sekali Orientasi jurus (strike) sesar naik yang buktinya di permukaan. ditemukan pada Sungai Cilutung relatif pada arah barat-timur yang terbentuk akibat tegasan utama berarah utara-selatan akibat subduksi di Selatan Jawa. “Sesar aktif seringkali tidak terlihat buktinya secara langsung di permukaan. Rekonstruksi Walaupun Sesar Baribis tidak aktif pada Segmen kondisi bawah permukaan dapat menunjukkan Sungai Ciasem dan Cilutung (berdasarkan bahwa Sesar Baribis pada segmen Sungai CIlutung Majalengka bisa saja aktif jika disesuaikan dengan observasi lapangan), namun rekontruksi model bawah permukaan dari sesar aktif yang penampang dapat menuntun kita menuju telah dibuat oleh para peneliti sebelumnya� informasi yang kita inginkan. Berdasarkan model yang dibuat oleh Lamarche dkk(2008), wilayah ekspedisi termasuk ke dalam thrust fault system yang berada pada zona subduksi. Jika model tersebut disesuaikan dengan penampang C-D pada Sungai Cilutung di Majalengka, dapat terlihat bahwa bagian sesar yang aktif berada di dekat kumpulan sesar yang tidak aktif. Terkadang observasi sesar aktif di lapangan bisa saja tidak menunjukkan buktinya. Sesar aktif dapat berada di bawah 42


43

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


“It takes an earthquake to remind us that we walk on the crust of an unfinished planet” - Charler Kurait

CLARA/GEA, 2019

44


BAGAIMANA BATUAN TERBENTUK, TERLIPAT, DAN TERSESARKAN Dalam ilmu geologi, pembentukan batuan sedimen dilandasi oleh Hukum Steno. Hukum tersebut menyatakan bahwa pada awalnya batuan diendapkan secara horizontal. Ilustrasi di samping memperlihatkan beberapa lapisan batuan yang masih horizontal. Lalu bagaimana lipatan dan sesar dapat terjadi? Hukum Steno yang mengatakan bahwa kondisi awal pengendapan batuan adalah horizontal. (Sumber: geology.isu.edu) Aktivitas tektonik dapat menyebabkan suatu batuan mengalami perubahan bentuk atau deformasi. Contohnya adalah subduksi yang hingga sekarang berlangsung antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia di selatan Jawa. Fenomena dapat menyebabkan berbagai hal diantaranya pembentukan gunungapi, gempa bumi, dan termasuk deformasi batuan. Pulau Jawa dapat menerima tekanan dari lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah. Akibatnya akan terbentuk perlipatan atau sesar pada batuan. Munculnya perlipatan maupun sesar nantinya akan dikontrol oleh kekuatan batuan itu sendiri dalam mengakomodir tekanan yang diterima.

Subduksi antara lempeng Eurasia dengan Indo-Australia di selatan Jawa. (Sumber: earthjay.com)

Batuan terkena gaya atau tekanan dari luar menyebabkan terjadinya proses deformasi salah satunya sesar yang ditunjukkan pada ilustrasi tersebut (Sumber: emvc.geol.ucsb.edu) 45

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


ASAL MUASAL BATUAN DI WILAYAH EKSPEDISI Litologi yang ada di wilayah ekspedisi Majalengka terdiri dari perselingan batupasirbatulempung (setara Formasi Cinambo Anggota Batupasir), batulempung (setara Formasi Cinambo Anggota Serpih), breksi (setara Formasi Halang Anggota Bawah), dan batupasir tufaan (setara Formasi Halang Anggota Bawah). Pembentukan batuan di wilayah ekspedisi Majalengka diawali oleh pengendapan perselingan berulang batupasirbatulempung yang berupa endapan turbidit mekanisme aliran massa gravitasi pada lingkungan kipas laut dalam (Philetas dkk., 2019). Hal ini dicirikan struktur sedimen pada daerah penelitian berupa laminasi sejajar dan laminasi bersilang dalam sekuen bouma TbTc. Selanjutnya pengendapan, batulempung terjadi pada lingkungan laut dalam dengan turbidit (Djuhaeni dan Martodjodjo, 1998 dalam Philetas dkk., 2019) yang didukung oleh

kehadiran struktur sedimen laminasi sejajar dan laminasi bersilang dalam sekuen bouma Tb-Tc pula. Secara selaras diendapkan breksi diatas batulempung pada Miosen Tengah. Menurut Philetas dkk. (2019), terjadi perubahan mekanisme pengendapan menjadi debris flow yang terendapkan pada lingkungan batial atas (kedalaman 150-300 m). Pada Miosen Akhir, terjadi pengendapan batupasir tufaan selaras di atas breksi dengan lingkungan laut pengendapan zona batial atas pula (Philetas dkk., 2019). Aktivitas tektonik dengan rezim kompresional pada Pliosen-Pleistosen dengan arah tegasan relatif N-S menghasilkan struktur geologi di daerah penelitian ditandai dengan kehadiran sesar naik, sesar geser, dan perlipatan (Martodjojo, 1984). Hal yang sama terjadi pula di Subang dimana aktivitas tektonik pada Pliosen-Pleistosen yang menyebabkan pembentukan sesar dan lipatan.

A

B

(A) Ilustrasi pembentukan batuan pada wilayah ekspedisi Majalengka dan (B) proses deformasi pada Pliosen-Pleistosen yang menyebabkan adanya perlipatan dan sesar (Philetas dkk., 2019). 46


CLARA/GEA, 2019

SINTESIS GEOLOGI: Pembentukan Struktur Geologi Pulau Jawa dan Sesar Baribis 47

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Skema sederhana tatanan tektonik pada zona subduksi dalam pembentukan cekungan dan gunung api (Britannica.com) Secara tatanan tektonik Pulau Jawa merupakan batas kontinen aktif yang menjadi tempat subduksi yang merupakan interaksi antara Lempeng Eurasia dan Lempeng IndoAustralia. Pulau Jawa merupakan gabungan Sundaland (Jawa Barat dan Jawa Tengah) dan kepingan Lempeng Indo-Australia yakni Mikrokontinen Jawa Timur. Komposisi kerak yang menyusun Pulau Jawa sendiri adalah kerak kontinen (Hall, 2012). Bagian kerak samudera dari Lempeng Indo-Australia dengan densitas yang lebih berat kemudian menunjam ke bawah Lempeng Eurasia dan membentuk rangkaian gunungapi sepanjang pulau Jawa. Sehingga selain sebagai batas kontinen aktif, Pulau Jawa turut merupakan sebagai busur kepulauan (island arc) yang terdiri dari rangkaian gunungapi dengan afinitas batuan kalk-alkalin hingga shoshonitik serta adanya magma adakitik di kerak Jawa Timur (Setijadji dkk., 2006). Tatanan tektonik Pulau Jawa yang hadir sebagai batas kontinen aktif bermanifestasikan

gempa dan gunungapi. Kedua hal tersebut memang berdampak pada timbulnya bencana geologi, namun tatanan tektonik Jawa demikian turut membawa berkah berupa potensi geowisata, tanah endapan vulkanik yang subur, hingga pembentukan cekungan sedimen busur depan (fore-arc basin) seperti Cekungan Jawa Barat Selatan serta cekungan sedimen busur belakang (back-arc basin) seperti Cekungan Jawa Barat Utara, Cekungan Jawa Tengah Utara, dan Cekungan Jawa Timur Utara yang dalam beberapa studi memiliki nilai ekonomis sebagai penghasil hidrokarbon berupa minyak bumi dan gas. Kini, bahkan reservoir batuan volkanik seperti Formasi Jatibarang sedang dipelajari sebagai potensi akumulasi hidrokarbon dibandingkan dengan batuan sedimen yang selama ini dikembangkan. Pulau Jawa mengalami evolusi tektonik yang berlangsung sejak Zaman Kapur hingga Resen (Asikin, 1974; Harsolumakso dkk., 2006). Pulau Jawa. Menurut Pullongono & Martodjojo (1994), Pulau Jawa pernah mengalami tiga 48


pola struktur utama yang berbeda-beda, yakni: Pola Meratus pada Umur Kapur – Paleosen (berarah NE-SW), Pola Sunda pada Umur Eosen Akhir – Oligosen Akhir (berarah N-S), dan Pola Jawa pada Umur Oligosen Akhir Resen (berarah E-W). Produk dari pola struktur yang pernah dialami Pulau Jawa tersebut salah satunya adalah sesar-sesar, zona rendahan / depresi, atau zona tinggian. Khusus di Jawa Barat, produk tersebut ditunjukkan pada Sesar

Cimandiri yang merupakan jejak struktur Pola Meratus, kemudian Sesar Baribis dan Sesar Lembang yang menjadi sesar-sesar pembatas satuan fisiografi Zona Bogor. Perubahan pola struktur Pulau Jawa dapat disebabkan oleh berbagai proses tektonik, salah satu yang paling signifikan adalah tumbukan mikrokontinen Jawa Timur pada Eosen Akhir (Smyth dkk., 2003; Sribudijani dkk., 2006) dan rollback subduksi busur Sunda (Hall dkk., 2011).

Penampang interpretatif peristiwa tektonik Pulau Jawa pada Umur Kapur – Paleosen (modifikasi dari Smyth dkk., 2005)

Penampang interpretatif peristiwa tektonik Pulau Jawa pada Umur Eosen – Oligosen pasca rollback subduksi dan tumbukan Mikrokontinen Jawa Timur (modifikasi dari Smyth dkk., 2005)

49

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Berdasarkan evolusi tektonik Pulau Jawa yang telah dipaparkan, perubahan pola struktur di Pulau Jawa disebabkan karena adanya perubahan arah tegasan. Setiap tegasan yang dialami Pulau Jawa akan menimbulkan deformasi. Deformasi inilah yang kemudian membentuk bidang lemah berupa struktur kompresional (tegasan) seperti sesar naik, sesar geser, lipatan, dan kekar gunting serta struktur ekstensional (regangan) seperti urat dan sesar normal. Selain struktur geologi, bidang lemah tersebut dapat menjadi aliran air di permukaan / sungai. Ketika sesar bergerak, permukaan bumi akan merasakan getaran yang disebut gempa tektonik. Gempa bumi secara tektonik dapat menyebabkan bidang lemah lainnya ikut bergerak, misalnya sesar yang sudah tidak aktif dapat tereaktivasi kembali serta gunungapi yang sedang tenang dapat terpicu menjadi lebih aktif karena gempa bumi tektonik.

Hubungan arah tegasan terhadap struktur yang berkembang pada konsep simple shear (Harding, 1973).

Hubungan arah tegasan terhadap struktur yang terbentuk pada skala eksperimen (geologylearn.blogspot.com).

Kendati dari skala yang sangat besar trend zona subduksi di selatan Pulau Jawa tidak sepenuhnya tegak lurus terhadap struktur yang berkembang di Jawa (pola struktur ortogonal) yang lebih memungkinkan deformasi pure shear, namun peristiwa rollback subduksi dan tumbukan mikrokontinen memungkinkan Jawa dapat mengalami deformasi simple shear pada skala tertentu Perubahan arah tegasan yang dialami Pulau Jawa merupakan indikasi bahwa Pulau Jawa mengalami deformasi simple shear. Berdasarkan konsep simple shear yang dikembangkan oleh Harding (1973), struktur Pulau Jawa telah mengalami rotasi seiring waktu ke waktu.

50


Lokasi observasi berada di bidang sesar serta damage zone dari Sesar Baribis. Sesar Baribis merupakan salah satu jejak dari Pola Struktur Jawa dengan arah barat-timur. Pengukuran 178 data struktur berupa kekar gerus, urat, cermin sesar, bidang sesar, dan kedudukan lapisan dilakukan di lintasan Subang dan lintasan Majalengka. Pengolahan data berupa analisis kinematik dan dinamik struktur geologi dilakukan untuk mengetahui pergerakan sesar dan memperkirakan arah tegasan utama dari sesar yang ditemukan di daerah penelitian. Pengukuran dan analisis struktur di Majalengka menemukan sesar dengan pergerakan mengiri normal dengan arah tegasan utama relatif utaraselatan. Sesar mengiri normal (Rickard, 1972) ini diduga bukan merupakan bidang utama

Sesar Baribis yang memiliki pergerakan naik menganan, namun sesar yang ditemukan pada observasi lapangan lintasan Majalengka diduga merupakan konjugat atau struktur penyerta dari Sesar Baribis. Pengukuran kekar gunting di lintasan Majalengka turut dirangkum dalam sebuah diagram mawar (rossette) dan kamb contouring (Ilustrasi A dan B). Tidak hanya Pola Jawa, diagram mawar turut menunjukkan adanya jejak rekam struktur Pola Meratus dan Sunda yang ditandai dengan arah dominan timur laut-barat daya, utara-selatan, barattimur, dan barat laut-tenggara. Arah tegasan relatif utara-selatan menunjukkan bahwa sesar mengiri normal ini dapat terbentuk bersamaan dengan Pola Jawa pada umumnya (Ilustrasi C dan D)

(A)

(B)

Diagram mawar (A) dan net shear (B) dari kamb contouring kekar gunting di lintasan Majalengka. (C)

(D)

Analisis kinematik (C) dan dinamik (D) sesar yang ditemukan di lintasan Majalengka 51

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Selain struktur geologi berupa sesar, observasi lapangan di lintasan Majalengka turut menemukan lipatan. Lipatan merupakan struktur kontraksional dari tegasan regional yang konon mendeformasi daerah observasi menjadi memendek. Lipatan pada umumnya lebih memungkinkan terjadi pada batuan sedimen karena tingkat kegetasannya yang lebih rendah dibandingkan dengan batuan beku. Namun batuan beku dapat terlipat ketika kegetasannya jauh berkurang di bawah kondisi metamorfisme menjadi batuan metamorf karena peningkatan suhu dan tekanan yang tinggi. Hal ini dapat dicapai ketika batuan beku berada di

kedalaman kerak bumi yang dalam (Âą15 km di bawah permukaan). Lipatan yang ditemukan di lintasan Majalengka berarah barat-timur. Sayap lipatan relatif secara umum ditemukan memiliki kemiringan berarah utara dan selatan, sehingga bidang sumbu lipatan di lintasan Majalengka memanjang barat-timur (Gambar Ilustrasi E, F, dan G). Kedudukan bidang dan sumbu lipatan di lintasan Majalengka menunjukkan bahwa lipatan merupakan steeply inclined, moderately plunging fault (berdasarkan klasifikasi Fleuty, 1964 dan Rickard, 1971)

(E)

(F)

(G)

Analisis kinematik lipatan (atas) dan plot kedudukan lipatan (bawah) di lintasan Majalengka.

52


Lipatan yang ditemukan di lintasan Majalengka secra umum terbentuk dari arah tegasan relatif utara, timur laut-selatan, baratdaya (NNE-SSW). Hal ini menunjukkan bahwa lipatan yang ditemukan merupakan manifestasi dari jejak Pola Jawa di lintasan Majalengka dan terbentuk bersamaan dengan sesar mengiri normal. Lipatan mungkin dapat berasosiasi dengan Sesar Baribis yang memiliki pergerakan naik menganan. Pencarian jejak Sesar Baribis turut dilakukan di lintasan Subang. Observasi lapangan di lintasan Subang menemukan sesar berarah relatif barat, baratdaya – timur, timur laut

(WSW -NNE). Analisis kinematik (Ilustrasi G) dan pengamatan langsung dilapangan pada cermin sesar menunjukkan bahwa sesar yang ditemukan memiliki pergerakan naik menganan (Rickard, 1951). Sesar ini terbentuk dari arah tegasan relatif utara, barat laut – selatan, tenggara (NNW-SSE). Arah tegasan relatif dan kedudukan sesar demikian memberi tanda bahwa sesar yang ditemukan merupakan jejak dari Pola Jawa, sehingga diduga sesar ini merupakan bagian dari Sesar Baribis atau dapat hadir sebagai struktur penyerta dari Sesar Baribis sendiri.

(G)

Analisis kinematik sesar yang ditemukan di lintasan Majalengka

53

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


“Demikian observasi lapangan di kedua lintasan dalam mencari jejak rekam evolusi tektonik Pulau Jawa dan kehadiran Sesar Baribis yang digemborkan berpotensi aktif. Pola struktur Jawa masih aktif hingga saat ini dengan tegasannya, subduksi di selatan Jawa adalah aktor utama tegasan regional yang menimbulkan deformasi di Pulau Jawa yang bermanifestasikan erupsi gunung api dan gempa bumi, salah satunya dari pergerakan Sesar Baribis�

CLARA/GEA, 2019 54


55

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019

56


Harta di Antara Kebun Teh Subang MENYELAMI BENTANG ALAM DI SUBANG

S

ubang, merupakan sebuah daerah di provinsi Jawa Barat yang terletak kurang lebih 55 kilometer dari Kota Kembang, Bandung. Lebih tepatnya kabupaten ini terletak di sebelah barat laut dari Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Subang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Indramayu di timur, Kabupaten Sumedang di tenggara, Kabupaten

57

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019

Bandung Barat di selatan, serta Kabupaten Purwakarta di sebelah barat. Kabupaten yang terkenal akan produksi buah tropikal nanas ini, ternyata juga menyimpan keindahan alam tersendiri. Daerah ini menyimpan empat buah curug di salah satu sudut wilayahnya. Keempatnya merupakan curug yang terbentuk secara alamiah dari proses geologi yang terjadi di wilayah Jawa Barat.


Proses Geologi di Wilayah Subang

Secara geologi, berdasarkan fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949), Subang berada di Zona Bogor yang membentang dari barat ke timur di sebelah selatan Dataran Rendah Pantai Jakarta. Zona Bogor ini merupakan daerah antiklinorium dengan arah sumbu lipatan barat-timur. Inti dari antiklinorium ini terdiri dari lapisan-lapisan berumur Miocene, dan sayapnya ditempati batuan yang lebih muda berumur Pliosen-Pleistosen. Pembentukan antiklinorium diakibatkan intensitas perlipatan yang sangat kuat dari perlapisan-perlapisan pada masa Neogene, dengan beberapa intrusi hypabyssal volcanic neck, stocks, serta bosses. Secara umum, morfologi Zona Bogor berupa perbukitan, van Bemmelen (1949) menamakan morfologi perbukitan tersebut sebagai antiklinorium kuat yang disertai pensesaran. Pola struktur yang berkembang di wilayah Jawa Barat merupakan pola Meratus yang

terwakili oleh sesar Cimandiri berarah NESW. Sesar-sesar yang memiliki pola Meratus ini berumur sekitar Kapur. Pola Sunda yang berarah N-S. Umumnya berkembang di wilayah Jawa Barat. Pola ini mulai terbentuk pada umur Pliocene (Eosen-Oligosen Akhir). Kemudian pola Jawa yang berkembang diwakili oleh sesarsesar naik berarah W-E. Pola ini mulai terbentuk pada Oligense Akhir-Miosen Akhir. Sesar Baribis sendiri merupakan salah satu sesar naik yang berkembang di wilayah Jawa Barat. Sesar Baribis terbentuk pada periode tektonik Plio-Pleistosen, di mana pada kala itu terjadi proses perlipatan dan pensesaran akibat gaya-gaya yang mengarah ke utara. Batuan yang berada di selatan, tapatnya bagian utara zona Bandung, bergerak secara lateral ke utara dan menekan, kemudian secara bersamaan terbentuk sesar naik (Sesar Baribis). Zona yang tertekan tersebut merupakan Zona Bogor membentuk Fold Thrust Belt (Baribis

AMI/GEA, 2019

58


Thrust) yang memanjang dari Subang hingga ke perbukitan Baribis, Majalengka, di sebelah barat Gunung Ciremai. Menurut Martodjojo (2003) daerah Jawa Barat terbagi menjadi tiga mandala sedimentasi, yaitu Mandala Paparan Kontinen, Mandala Cekungan Bogor, dan Mandala Banten. Berdasarkan pembagian mandala sedimentasi Subang terletak pada Mandala Cekungan Bogor. Mandala sedimentasi Cekungan Bogor sendiri meliputi zona fisiografi van Bemmelen (1949), yaitu Zona Bogor, Zona Bandung dan Pegunungan Selatan. Mandala ini dicirikan oleh endapan aliran gravitasi (Gravity Mass-Flow deposits), yang umumnya berupa fragmen batuan beku dan sedimen, seperti andesit, basalt, tufa, serta batugamping.

Mandala Cekungan Bogor mengalami perubahan dari waktu ke waktu sepanjang Tersier-Kuarter. Mandala ini terdiri dari tiga siklus pengendapan, diawali dari pengendapan sedimen laut dalam hasil mekanisme aliran gravitasi dari arah selatan menuju utara. Kemudian pada Miosen Awa, terendapkan endapan gunung api yang berasal dari selatan Pulau Jawa yang bersifat basalt-andesit. Lalu dilanjutkan dengan pendangkalan Cekungan Bogor ke arah utara dimulai pada Miosen menghasilkan Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu yang menunjukkan lingkungan pengendapan paparan dan transisi. Kemudian, pada Miosen Akhir diendapkan fasies turbidit lokal karena terdapat lereng terjal di sebelah selatan cekungan.

AMI/GEA, 2019 Curug Mandala yang terbentuk akibat proses geologi berupa pengangkatan menjadi awal perjalanan Tim Ekspedisi Subang untuk menelusuri rangkaian curug lainnya.

59

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


PANORAMA YANG MENAWAN DI PELOSOK SUBANG Dari berbagai proses geologi tersebutlah, lahir tempat-tempat indah yang memanjakan mata. Tempat tersebut adalah curug, dalam bahasa sunda curug berarti air terjun. Curug-curug ini berjumlah empat, yang berada pada satu aliran sungai yang sama. Keempat curug ini adalah Mandala, Sadim, Karembong, dan Goa Badak. Lokasi keempat curug ini berada pada bagian selatan Kabupaten Subang, tepat di utara kaki gunung Tangkuban Parahu, karena itu keempat curug ini dikelilingi batuan hasil pembekuan lava gunung api. Struktur yang terbentuk dari batuan tersebut semakin menambah keindahannya. Hamparan luas kebun teh menyembunyikan keindahan dan cerita-cerita menarik yang tersimpan di tempat-tempat tersebut. Kurang lebih terpaut jarak 29 kilometer dari pusat kota Subang, tepatnya di Kampung Panaruban, terdapat sebuah curug yang bernama Curug Mandala. Curug Mandala merupakan salah satu curug dari aliran Sungai Cimuja yang lebih ke arah hulu. Keunikan dari Curug Mandala adalah curug ini memiliki air terjun bertingkat, terdapat empat tingkatan air terjun.

AMI/GEA, 2019 60


Salah satu aliran air terjun kecil dari Curug Mandala di sore hari. Kala itu Tim Ekspedisi Subang menghabiskan malam dengan berkemah di sekitar Curug Mandala (AMI, GEA/2019)

Curug Mandala adalah aliran air terjun yang paling tinggi menjulang dan berada di lantai paling bawah. Namun di atas Curug Mandala ini terdapat beberapa undakan aliran air yang terjun yang lebih kecil. Namun, jalan menuju curug cenderung tidak rata dikarenakan terdapat banyak batu di sepanjang jalan, dan jalanan tersebut juga sempit. Jarak jalan tersebut terpaut kurang lebih satu kilometer dari jalan utama terutama jalan menuju dua tingkatan curug berikutnya. Hal ini disebabkan oleh belum dibukanya jalan dengan keadaan yang lebih baik serta lerengnya curam. Pada curug ini terdapat dataran yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkemah. Suasana yang disajikan begitu teduh. Tempat ini telah dikelolah oleh PTPN VIII, sehingga

61

telah terdapat beberapa fasilitas yang dapat dinikmati oleh para pengunjung, di antaranya adalah lahan parkir kendaraan roda dua, toilet, mushola, serta beberapa taman dan saung bambu untuk beristirahat. Tak jauh dari Curug Mandala, kurang lebih 2 kilometer dari titik Curug Mandala menuju hilir dari Sungai Cimuja, terdapat sebuah curug yang masih satu aliran dengan Sungai Cimuja, terdapat Curug Sadim. Jalanan menuju Curug sadim melewati kebun teh yang menyejukkan dan menyegarkan pandangan dengan Gunung Tangkuban Perahu sebagai latar belakangnya. Jarak dari jalan utama menuju curug yaitu 500 m. Mata akan dimanjakan dengan hamparan kebun teh dan jajaran pohon pinus yang mengelilingi curug ini.

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Kebun teh tersebut juga dikelola oleh PTPN VIII. Jalanan dapat dilewati mobil maupun motor, namun kondisi jalanan sedikit tidak rata dan berbatu. Mungkin kondisi jalanan yang kurang menyenangkan tersebut bisa langsung terbayarkan oleh keindahan dari Curug Sadim. Ditambah lagi suasana asri yang bisa didapatkan dari taman kecil yang ada di sana. Banyak fasilitas yang disediakan dari pengelola curug ini. Terdapat musala, pendopo yang dapat digunakan untuk bersantai seusai menikmati keindahan Curug Sadim dan juga bisa mengisi baterai gawai. Terdapat arena berkemah juga. Curug ini begitu unik. Selain terdapat gua kecil di sebelah curug, air di curug ini begitu jernih dan bening. Tebing dari penyangga curug ini memiliki bentuk batu yang unik menyerupai tumpukan batu yang disusun

dari bawah ke atas. Tebingnya pun juga unik dan bisa dijadikan sebagai latar untuk berfoto ditambah dengan udaranya yang sejuk, terutama di pagi hari, karena Kawasan ini dikelilingi oleh vegetasi yang rimbun. Terpaut jarak 1,2 kilometer dari Curug Sadim, kita bisa menemukan curug lagi yang masih satu aliran dari Sungai Cimuja. Kedua curug tersebut adalah Curug Karembong dan Goa Badak saat ini telah diambil alih oleh Capolaga Adventure Camp untuk dijadikan destinasi wisata. Jarak antar curug tersebut adalah berkisar 900 meter sampai 1 kilometer. Curug Karembong berada lebih atas daripada Curug Goa Badak. Curug Karembong dengan ketinggian 20 meter ini memiliki keunikan karena bentuknya yang menyerupai karembong (selendang) yang “dikebutkan�. Derai airnya

Suasana sejuk dan tenang di Curug Sadim (AMI, GEA/2019) 62


juga khas sehingga sering dimanfaatkan untuk water therapy. Untuk Curug Goa Badak, yang merupakan curug terakhir dari jajaran curug lainnya, memiliki ketinggian kurang lebih delapan meter. Curug Goa Badak dinamai seperti itu karena disekitar curug terdapat goa yang berukuran cukup besar yang dinamai Goa Badag namun entah mengapa seiring berjalannya waktu, nama curug yang semula Curug Goa Badag menjadi Curug Goa Badak. Air yang sangat jernih, sejuk, sangat menantang untuk mandi. Aliran dari curug kemudian membentuk sungai kecil yang cukup jernih. Lingkungan sekitar curug sudah ditata sedemikian rupa dengan mempertahankan keaslian alamnya. Bagian limpahan air dari curug dengan airnya yang jernih segar ditambah dengan batuan ukuran sedang sangat enak untuk memasukkan kaki ke dalam dan berjalan-jalan di tempat tersebut. Di area sekitar Curug Badak cocok untuk tempat berkemah, Di tempat ini selain dapat menikmati keindahan curug setinggi delapan meter, juga kolam untuk berenang dan goa dengan posisinya yang berada tepat di sebelah air terjun. Goa ini cukup menarik karena tebing – tebingnya mengeluarkan tetesan air. Terdapat banyak fasilitas yang disediakan oleh pihak pengelola, seperti tangga menuju lokasi curug dan jalanan yang rata (disemen), toilet namun airnya menyala kecil, musala. Untuk menuju curug hanya perlu jalan kaki saja. Kendaraan diparkir di pintu masuk. Secara keseluruhan, lokasi dari kedua curug ini sudah terawat.

63

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Curug Goa Badak dinamai karena adanya Goa Badag (Besar) di belakang air terjunnya. (AMI, GEA/2019) 64


Searah jarum jam dari kiri atas: Curug Mandala, Curug Sadim, Curug Goa Badak, Curug Karembong (AMI/GEA, 2019)

65

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Setiap tempat memiliki masing-masing rona, warna, dan keindahannya. Tidak ada tempat yang paling indah, dan tidak ada pula yang paling hina. Begitu juga dengan curug-curug tersebut yang memiliki ciri khas dan cerita yang berbeda-beda. Alam diciptakan oleh Sang Pencipta dengan bebasnya, bahkan eloknya hamparan perbukitan teh nan hijau pun masih

tersimpan harta air terjun yang memikat dan smemanjakan mata. Lewat berbagai peristiwa geologi, Tuhan melukiskan alamnya dengan amat sangat memesona. Tinggallah kita merenung sejenak untuk bersyukur, dan mencari makna dari setiap apa yang terkandung di dalamnya.

AMI/GEA, 2019

Tim Ekspedisi Subang berfoto di Curug Karembong setelah menikmati segarnya rentetan curug di Subang. Tubuh rasanya kembali segar setelah berendam dan bermain dengan segarnya air terjun.

66


MELEPAS LELAH DI KOTA ANGIN Muara Jaya Si Curug Bertingkat Di balik julukannya sebagai kota angin ternyata Majalengka menyimpan potensi wisata bagi daerah tentunya. Secara geologis Kabupaten Majalengka termasuk ke dalam 2 zona yaitu Perpanjangan Zona Antiklin Bogor dan Zona Pegunungan Api Kuarter dan Batas Zona Bandung. Dampak dari kondisi tersebut adalah banyak kenampakan morfologi yang sangat beragam dan indah. Banyak sekali kenampakan geologi yang potensial sebagai objek wisata dan masih belum terjamah. Curug Muara Jaya Majalengka biasa juga dikenal sebagai Curug Apuy berada pada aliran Sungai Muara Jaya, tepat di lereng Gunung Ciremai. Adanya curug ini, menandakan bahwa terdapat struktur sesar di sekitar objek wisata ini. curug yang terdapat di sekitar objek wisata ini. Curug ini tergolong air terjun bertingkat atau cascade dengan tinggi terjunan air keseluruhan mencapai sekitar 73 meter.

Potret Curug Muara Jaya dari kejauhan

67

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019 68


Tingkatan kedua dari Curug Muara Jaya berupa air terjun kecil Curug Muara Jaya Berjarak kurang lebih 23 km km arah tenggara ibu kota Kabupaten Majalengka serta bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat hingga dekat lokasi. Bila mengambil jalur dari kota Majalengka terlebih dulu berkunjung di Maja Dari sana lalu dilanjutkan menuju desa Argalingga. Keadaan jalan menuju desa ini sempit, sangatlah susah untuk dua kendaraan empat berpapasan, menanjak serta berkelok. Tiket masuk Curug Muara Jaya sebesar 15000 rupiah. Jarak Curug dari tempat parkir tersendiri 69

sekitar 300 meter dengan menaiki kurang lebih 400 anak tangga. Fasilitas – fasilitas yang ada di curug ini antara lain tempat bermain anakanak, balai pertemuan, toilet, warung dan camping ground. Terdapat dua tingkat air terjun di sana. Tingkat yang pertama merupakan air terjun utama yang jatuh air tersebut dari ketinggian mencapai sekitar 60 meter di dinding tebing berbatu. Sementara tingkat yang kedua merupakan air terjun yang lebih pendek jaraknya hanya setinggi sekitar 13 meteran.

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019 Curug indah ini memiliki debit air terjun yang sangat deras yang membentuk sebuah kolam dibawahnya. Air dari curug ini juga sangatlah dingin yang terasa sampai menembus tulang. Kawasan sekeliling Curug Muara Jaya memiliki udara yang sejuk karena berada pada daerah pegunungan. Setiap tahun, di obyek wisata ini digelar upacara Pareresan yang biasa dilakukan masyarakat setempat setelah melakukan panen raya. Upacara pareresan disebut juga upacara ngalaksa, hal ini disebabkan adanya

riwayat aktivitas leluhur yaitu konon katanya putri Eyang Suniantaka yang bernama Nyai Runday Kasih dipersunting oleh seorang perjaka dari kahiangan dan pada saat sedang melaksanakan kebahagiaannya mereka berdua menghilang (ngahiang) begitu saja. Dan konon, tempat menghilangnya Nyai Runday berada di balonggede yang lokasinya tak jauh dari curug muara jaya.

70


GUNUNG KARANG Gunung Batu Karang terletak di Blok Pancurendang Landeuh, Kelurahan Babakanjawa, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. . Lokasinya berada sekitar 5 kilometer ke sebelah selatan dari pusat kota Di Gunung Karang terdapat banyak batuan beku dan sedimen bertumpuk dengan ukuran besar seolah batuan tersebut sengaja ditata. Selain itu, terdapat juga gua di bawah bebatuan yang cukup besar. Pengelola menyediakan tempat beristirahat berupa bangku-bangku yang terbuat dari kayu dan bisa menikmati makanan di meja yang juga terbuat dari papan. Ada pula gubuk yang cukup nyaman. Juga sudah tersedia warung jajanan makanan ringan serta minuman. Tiket masuknya sebesar 10000 rupiah. Di puncak gunung karang bisa dinikmati pemandangan empat sudut mata angin, sekaligus sebagai latar belakang foto yang bervariasi. terlihat aliran sungai yang mengalir dari timur ke barat dan juga terlihat

71

kenampakan dari Gunung Ciremai. Goa – goa gunung karang berada tepat di bawah batubatu besar itu. Disebut seribu goa, mengacu pada banyaknya ruang yang terbentuk dari tumpukan batu-batu tersebut. Namun tidak semua goa bisa dimasuki, hanya beberapa saja yang dibuka untuk umum. Konon, Gunung karang ada kaitannya dengan legenda sangkuriang. Disebut gunung dan gua karang karena banyak ditemukan batubatu karang yang sangat besar. Terkait dengan legenda Sangkuriang. Sangkuriang ditugaskan membendung sungai dalam waktu semalam sebagai syarat dari Dayang Sumbi untuk menikahinya. Dengan bantuan bala tentara mahluk halus dikumpulkannya batuan besar untuk membendung sungai, namun akhirnya bendungan yang rencananya untuk berlayar bersama perahu tidak bisa diwujudkan. sisa batuan besar untuk membendung sungai itu masih ada sampai sekarang.

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019

CLARA/GEA, 2019


CLARA/GEA, 2019 Panorama Bumi Priangan yang di potret dari Gunung Karang, Majalengka Keberadaan bebatuan dan kondisi alam di Babakanjawa, ternyata sudah lama menjadi perhatian sejumlah pakar geologi. Bukit-bukit batu yang memanjang berbentuk setengah lingkaran, tampak seperti mengepung kota Majalengka. Lokasinya ada di sebelah utara, barat, dan selatan dari pusat kota tersebut. Kawasan Babakanjawa adalah salah satu di dalamnya. Para ahli geologi menyebut formasi ini sebagai “Struktur Majalengka�. Pada tahun

2011 guru besar geologi R.P. Koesoemadinata, menyebutkan, Struktur Majalengka merupakan kompleks kawah hasil tumbukan meteorit yang terjadi sekitar empat juta tahun lalu. Di seluruh permukaan bumi tercatat ada 178 struktur melingkar yang disebabkan tumbukan batu angkasa. Bentuk struktur berupa lengkungan tertutup sulit dijelaskan sebagai hasil dari aktivitas tektonik sehingga hipotesis tersebut muncul.

72


Segarnya Air di Curug Muara Jaya membuat kami tak henti-hentinya mengucap syukur pada Yang Maha Kuasa -Tim Ekspedisi Majalengka 73

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019 74


Mendalami Seluk Beluk Subang dan Majalengka

75

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Hamparan sawah dan ladang di Desa Cirangkong, Kabupaten Subang. Kebanyakan massyarakat desa melakukan aktivitas pertanian sebagai mata pencahariannya. AMI/GEA, 2019 76


Bermasyarakat di Desa Cirangkong, Kabupaten Subang

Desa Cirangkong terletak di Kecamatan Cijambe tepatnya di kaki Gunung Banjar. Desa ini merupakan salah satu desa di Subang yang dikenal sebagai Desa Wisata Religi. Hal ini tak lepas dari adanya maqom keramat Nyimas Ratu Siliwangi yang terletak di puncak Gunung Cikadu. Menurut Pak Asep, Kepala Desa Cirangkong, asal muasal Subang berada di Desa Cirangkong dan Cikadu. Konon Prabu Siliwangi memperistri Putri Subanglarang (Ratu SIliwangi) yang namanya kini menjadi cikal bakal nama dari Kota Subang. Mulanya Desa Cirangkong ini merupakan kawasan

77

perkebunan teh milik PNT (Pamanukan N Tjiasem). Seiring berjalannya waktu, tanah ini perlahan dibebaskan sehingga berpindah kepemilikan menjadi tanah warga yang berisi rumah dan area perkebunan. Perkebunan nanas dan naga cukup berkembang di desa ini. Nanas yang biasanya panen 6 bulan sekali akan diproduksi sebagai selai oleh salah satu mitra dagang Desa Cirangkong. Tak heran hal ini membuat Desa Cirangkong pada dua tahun belakangan disebut sebagai Desa Agrowisata. Tentunya hal ini tak lepas dari keikutsertaan sumber daya manusia yang ada di Desa

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


AMI/GEA, 2019 Cirangkong. Hampir seluruh masyarakat bahu membahu untuk membangun perekonomian menjadi lebih baik. Saat ini, di Desa Cirangkong telah dibangun 3 peternakan ayam yang masing – masing peternakannya terdapat kurang lebih 80 ribu ayam. Tak hanya itu, kotoran ayamnya pun akan diolah menjadi pupuk yang akan dijual ke daerah luar Cirangkong. Pendapatannya pun cukup besar. Proyek ini diurus oleh Karang Taruna yang diketuai oleh Pak Jamaluddin. Mata pencaharian masyarakat Desa Cirangkong 80%-nya adalah bertani. Komoditas utamanya yaitu kencur dan singkong. Saat

musim hujan tiba tentu komoditas utama ini akan menghasilkan keuntungan yang melimpah bagi masyarakat Cirangkong. Pendidikan di Desa Cirangkong ternyata cukup berkembang pesat. Terdapat 2 bangunan Sekolah Dasar yaitu SDN Banjarsari, SDN CIrangkong, Sekolah Menengah Pertama , dan Sekolah Menengah Kejurusan. Setelah selesai SMK, pemerintah Subang menawarkan beasiswa pendidikan ke Jepang untuk 350 orang beruntung seKabupaten Subang. Hal ini sangat didukung oleh kepala desa Cirangkong, Pak Asep.

78


AMI/GEA, 2019 Salah satu peternakan ayam di Desa Cirangkong Subang yang berisi 80 ribu ekor ayam. Peternakan menjadi salah satu sektor perokonomian yang diandalkan oleh masyarakat Desa Cirangkong.

AMI/GEA, 2019

79

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


KEBUDAYAAN Ada beberapa syukuran yang masih serinng dilakukan oleh masyarakat Desa Cirangkong, salah satunya yaitu Ruwatan. Ruwatan merupakan agenda rutin yang dilaksanakan pada Bulan Muharram dan sebagai bentuk syukur para petani akan panennya yang melimpah. Kegiatan ini dilaksanakan di RW 1, 2, 3, 4, dan 5. Selain itu, terdapat kesenian lainnya seperti Benjang dan Tarawangsa. Tarian Benjang dan Tarawangsa dilakukan dalam agenda syukuran panen. Namun, Tarian Benjang tidak setiap tahun dilaksanakan karena pengaruhnya bisa membuat orang kesurupan. Sedangkan Kesenian Tarawangsa masih dilakukan meskipun jarang. Kesenian Tarawangsa menggunakan kecapi, gendang, dan alat musik mirip rebana.

Berlatih memainkan alat musik kendang dan gong yang dilakukan oleh para pemuda.

CLARA/GEA, 2019

Nanas sebagai salah satu komoditi yang di hasilkan oleh masyarakat Desa Cirangkong.

AMI/GEA, 2019

80


AMI/GEA, 2019

AMI/GEA, 2019

AMI/GEA, 2019

Tim Subang berkesempatan untuk mengunjungi situs Makom Nyimas Ratu Siliwangi di Gunung Cikadu, Desa Cirangkong.

81

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


AMI/GEA, 2019 Tim Ekspedisi “Gama Mahabaya� Baribis wilayah Subang bermain dan berinteraksi dengan anak-anak di Desa Cirangkong. Penyuluhan terkait mitigasi bencana diberikan agar anak-anak memiliki kewaspadaan sejak dini.

AMI/GEA, 2019 82


Menguak Asal Nama “Baribis”

83

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019

CLARA/GEA, 2019


Asal Usul Nama Baribis Adakah hubungan Desa Baribis dengan Sesar Baribis? Kabupaten Majalengka adalah sebuah kabupaten di Tatar Pasundan Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sebuah wilayah yang terkenal akan julukan “kota angin�. Betul saja, ketika kami berada disana, angin yang kencang selalu berhembus dan tidak bergantung pada waktu dan musim. Tim Ekspedisi Majalengka berkesempatan untuk mewawancarai Bapak Bupati Majalengka tentang sejarah dan kondisi sosial masyarakat kabupaten majalengka. Majalengka sendiri terkenal akan industri gentengnya. Mayoritas mata pencaharian penduduk majalengka Majalengka berasal dari bahasa Cirebon yaitu dari kata Majae dan Langka, kata "Maja-e" artinya Buah Maja-nya, sedangkan kata "Langka" artinya Hilang atau tidak ada. Cerita asal-usul nama Majalengka berkaitan dengan seorang ratu yang bernama Nyi Rambutkasih. Pangeran Muhammad beserta istrinya yang bernama Nyi Siti Armilah berangkat ke Kerajaan Sindangkasih yang memiliki ratu bernama Nyi Rambutkasih. Mereka berdua diberi tugas Sunan Gunung Jati untuk mencari pohon maja karena pada waktu itu banyak penduduk Cirebon yang sakit demam. Selain itu, kedua utusan tersebut diperintahkan juga untuk mengislamkan Kerajaan Sindangkasih. Tujuan pertama dari kedua utusan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena pohon maja yang banyak tumbuh di Kerajaan Sindangkasih telah disembunyikan Nyi Rambutkasih. Pangeran Muhammad terus mencari pohon maja dan menyuruh Nyi Siti Armilah untuk mencari Nyi Rambutkasih dengan maksud mengislamkan dirinya. Pada akhirnya, Nyi Siti Armilah berhasil bertemu dengan Nyi Rambutkasih sehingga

terjadi perdebatan di antara keduanya. Ketika Nyi Siti Armilah mengingatkan Nyi Rambutkasih tentang kematian, Nyi Rambutkasih berkata bahwa dirinya tidak akan pernah mati. Bersamaan dengan itu, ngahiang-lah Ratu Sindangkasih itu di Sungai Cilutung. Nyi Siti Armila kemudian menetap di Sindangkasih dan berhasil mengislamkan daerah tersebut. Konon, pohon maja terakhir yang tersisa adalah pohon maja yang berada di halaman belakang kantor bupati majalengka Dan terdapat kamar yang sudah berpuluhan tahun tidak digunakan karena kamar tersebut konon katanya sangan berkaitan dengan arwah Nyi Rambutkasih. Kami berkesempatan untuk melihat pohon maja tersebut dan masuk kamar tersebut. Tim ekspedisi Gama Mahabaya sendiri selama tahap social mapping tinggal di Desa Baribis. Desa yang berada di kecamatan Majalengka dan berada tak jauh dari pusat kota Majalengka. Mayoritas penduduk Desa Baribis bermata pencaharian petani dan buruh pabrik. Desa Baribis juga punya sejarah tersendiri. Pada zaman Kesultanan Cirebon dan orang yang berkuasa saat itu Sunan Gunung Jati, mengutus para abdi dalemnya untuk menyebarkan Agama Islam dan memperluas pemerintahan Kesultanan Cirebon, termasuk Raden Djaya Wisaya sebagai pendiri Dukuh Asem yang kemudian diganti namanya menjadi Desa Baribis. Pada waktu itu Dukuh Asem masih berupa hutan yang sangat luas, dan disana banyak sekali kijang dan binatang liar lainnya, sehingga Dukuh Asem sangat digemari oleh para pemburu termasuk diantaranya Raden Djaya Wisaya. Selanjutnya Raden Djaya Wisaya dan istrinya bernama Nyi Antisari Manik yang 84


CLARA/GEA, 2019

kedua-duanya berasal dari Berebes (sekarang Kabupaten Brebes) tertarik dan merasa betah di tempat itu dan memutuskan untuk menetap di Dukuh Asem sambal menyebarkan ajaran Islamdan memperluas daerah kekuasaan. Mereka pun membangun pemerintahan disana. Pangeran Djaya Wisaya dan istrinya adalah orang-orang yang sangat tinggi ilmunya, baik ilmu Agama, ilmu kanugrahannya, dan ilmu pemerintahan. Salah satunya Raden djaya Wisaya pernah Miragi Witu atau berubah wujud, serta istrinya Nyi Antisari Manik mempunyai jimatyaitu Cupu Manik yang sangat hebat. Pada 1302 M Kutamangu, Babakan Manjeti, Batu Jaya dan Baribis itu sendiri masih satu desa dukuh asem dan jumlah penduduknya yang masih sedikit. Seiring bertambahnya

85

penduduk, dukuh asem terpecah dan terbagi ke dalam beberapa desa termasuk diantaranya Desa Baribis. Desa Baribis sendiri berasal dari kata Berebes , yaitu daerah asal Raden Djaya Wisaya dan Nyi Antisari Manik. Dan dinamakan Dukuh Asem sendiri karena zaman dahulu wilayah tersebut banyak ditumbuhi pohon asem. Sesar baribis konon katanya, sangat erat kaitannya dengan legenda yang berkembang di daerah majalengka dan sumedang yaitu legenda keyeup bodas. Tim ekspedisi majalengka berkesempatan untuk mewawancari salah satu budayawan majalengka yaitu Momon Lentuk untuk dimintai keterangan mengenai legenda tersebut.

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


CLARA/GEA, 2019 Tim Ekspedisi wilayah Majalengka memberikan penyuluhan mengenai bahaya gempa bumi dan mitigasinya (atas). Kesempatan besar yang didapat oleh ekspeditor untuk bertemu dengan Bupati Majalengka, Bapak Dr. Karna Sobahi untuk mengetahui lebih dalam mengenai seluk beluk daerah Majalengka (bawah).

CLARA/GEA, 2019 86


SERBA SERBI LEGENDA KEUYEUP BODAS Dahulu kala terdapat buaya putih yang hidup di Sungai Cilutung. Buaya putih merupakan makhluk yang telah hidup lama di sungai tersebut yang bertindak sebagai penguasa. Entah darimana asalnya, tibalah keuyeup bodas (kepiting putih) yang singgah dan ingin tinggal bersama di Sungai Cilutung. Buaya putih merasa kehadiran keuyeup bodas membawa pengaruh buruk dan mempunyai niat jahat yang akan merusak kehidupan di Sungai Cilutung. Konflik pun terjadi, perang tak dapat dihindarkan antara kedua makhluk hidup tersebut. Perang berlangsung belarut-larut dan terjadi beberapa kali. Secara fisik dan kemampuan bertarung keuyeup bodas sudah pasti kalah telak melawan buaya putih. Perang pun selalu dimenangkan oleh Sang Buaya. Akibat perang tersebut bendungan di sekitar sungai pun hancur dan jebol. Ketika perang terakhir terjadi, keuyeup bodas kembali kalah melawan buaya dan ia pun pergi ke ke dalam bumi dan mengubur diri akibat kekalahannya. Namun, hal yang ditakutkan oleh buaya putih dari awal kehadiran keuyeup bodas pun terjadi. Ada satu hal yang keuyep bodas janjikan dan pasti akan terjadi sebelum ia pergi. Suatu saat dia akan kembali lagi dan meluluhlantahkan sungai dengan menghancurkan bendungan salah satunya Bendungan Jatigede di Sumedang. Keuyeup bodas ini diibaratkan sebagai Sesar Baribis yang siap bergerak kapan saja untuk merusak Bendungan Jatigede. Segmen Sesar Baribis di bendungan memang telah terbukti aktif dilihat dari bukti lapangan berupa terpotongnya endapan aluvial oleh sesar tersebut. Kapan keuyeup bodas tersebut kembali ke permukaan tidak dapat diketahui dengan pasti. Yang hanya bisa kita lakukan adalah berhati-hati dan waspada karena Sesar Baribis dapat bergerak kapan saja.

87

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Fosil di Sungai Ciasem, Subang

AMI/GEA, 2019 Fosil Verenidae yang ditemukan di singkapan pada Sungai Ciasem menjadi salah satu bukti bagaimana kehidupan di masa jutaan tahun yang lalu. Fosil dengan famili Verenidae cukup banyak ditemukan di singkapan sepanjang Sungai Ciasem. Verenidae merupakan salah satu famili untuk moluska laut. Morfologi fosil layaknya kerang dengan cangkang yang cenderung konsentris atau radial dan beberapa spesies terkadang menunjukkan duri (spine). Verenidae umumnya berukuran hingga 170 mm. Fosil ini juga mempunyai dua cangkang yang berukuran sama besar dan simetri bilateral. Cangkang dari Verenidae tersusun dari aragonit (CaCO3). Fosil ini dapat ditemukan dari mulai

Kapur hingga Resen. Tetapi, Verenidae yang ditemukan di singkapan batuan pada Sungai Ciasem berumur sekitar Plistosen. Veneridae mencari makan dari suspensi yang ada di air. Sebagian besar spesies dalam famili ini bersifat mobile dan dangkal, hidup di dalam estuari atau sedimen laut yang lunak, tetapi sebagian dapat hidup secara melekat pada substrat atau di dalam batuan, karang, atau substrat keras lainnya. Veneridae dapat ditemukan di seluruh dunia, sebagian besar di lintang sedang hingga tropis.

88


89

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


90


Kutipan diatas merupakan pengantar kami untuk melakukan perjalanan. Perjalanan kami tak jauh. Belum sampai tahap menjadikan kami musafir. Namun, yang kami tahu perjalanan bukan tentang jarak, melainkan pelajaran yang kau dapat. Kembali mengulang hal yang aku lakukan saat simulasi. Kami tak berusaha menuliskan pengalamanku saat di lapangan. Biar terjadi sealami mungkin agar tak menghilangkan keseruan dari perjalanan itu sendiri, tanpa terbeban pikiran apa yang harus ditulis. Karena yang akan kami tulis adalah hal-hal berkesan yang menetap dalam memori. 9 hari yang dilalui di kota asing sungguh menjadi sebuah pengalaman yang bisa dibilang tidak akan terlupakan. Meskipun hari demi hari terasa cukup berat untuk dijalani, namun segalanya akhirnya behasil untuk dilewati. Jalan yang kami lalui memang tak semulus ekspektasi, walaupun pada awalnya dijalani dengan setengah hati, pada akhirnya rintangan-rintangan tersebut bisa kami lalui. 91

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Dimulai dengan 5 hari pertama yang kami jalani di lapangan. Sepanjang 14 kilometer Sungai Cilutung harus kami susuri. Panas matahari Majalengka yang menyengat senantiasa menemani hari-hari kami. Singkapan demi singkapan kami singgahi, deskripsi, dan teliti. Berdiskusi dengan kemampuan yang bisa terbilang minim membuat perbincangan terasa cukup alot. Masih banyak hal-hal sepele yang kami perdebatkan, namun tak kunjung mendapatkan titik terang. Sembari berharap semoga tiba-tiba kami mendapat ilham, kami pun tetap melanjutkan perjalanan kami.

92


Zaki (Ekspeditor Tim Majalengka) sedang menjelaskan pemahamannya terkait singkapan yang ditemukan pertama kali oleh Tim Majalengka kepada rekan satu tmnya. 93

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Episode 1 - Keteguhan Kami Diuji Hari itu hari keberangkatan kami ke Majalengka. Yang kutahu aku dan beberapa temanku tak sepenuhnya siap, pikiran seperti ’kenapa gue disini sih?’ masih melekat. Namun, siap atau tidak, pilihan yang sudah dibuat harus dijalankan. Diatas mobil pick-up melintasi punggungan bukit-bukit yang kebanyakan tandus sudah menandakan perjalanan ini akan penuh dengan hal-hal menakjubkan. Hari pertama kami berlalu sangat singkat, mendeskripsi batuan menjadi tantangan tersendiri bagiku, butuh waktu lama, masih ragu. Wajar, cerita tentang dasar pijakan kaki kami akan terekam seutuhnya pada benda fana tersebut. Berdebat didepan singkapan sangat sering terjadi pada kami, namun kami tahu perbedaan ini merupakan embrio positif bagi keprofesian kami sebagai calon geologis. Tak ayal, pertama kali kami melihat dan menemukan lipatan sebesar itu... benakku berdecak kagum. Malamnya kami tidur ditenda yang dibangun di pinggir sungai. Melihat langit yang berbeda, lebih gelap, bintang-bintang lebih jelas ditatap mata. Untuk pertama kalinya kami melihat bintang jatuh disela-sela pembicaraan diatas ponco, sambil membayangkan kagumnya kami terhadap dinamika tektonik yang kami siang tadi. Hari pertama, kami masih harus menyesuaikan diri dengan alam yang terasa sangat asing bagi kami. Sejauh mata memandang, hanya ada sungai yang mengalir dengan tenang, dan bongkah-bongkah batu besar yang cukup sulit untuk dilalui. Sambil berpegangan tangan, kami menerjang aliran sungai demi mendapat citra singkapan yang lebih jelas. Kencangnya angin tak menghalangi kami untuk tetap duduk diatas bongkahan batu seraya mendeskripsikan segala kenampakan yang terlihat. Perjalanan terus dilakukan hingga sang senja akhirnya menyambut. Lelah dan penat mulai terasa. Berada jauh dari peradaban cukup menguji ketahanan iman kami sebagai manusia milenial. Gawai yang sehari-hari menjadi teman kami pun kini hanya tergeletak di sudut tenda, tak berfungsi, tak tersentuh. Tangguhnya alam yang kami temukan hari itu menjadi saksi bisu betapa arus kehidupan telah bergulir dari kemandirian menjadi ketergantungan fana, semoga menjadi perenungan tersendiri bagi kami menyambut hari ke depan. 94


Tio (Ekspeditor Tim Majalengka) melakukan observasi dan pembuatan sketsa singkapan.

Episode 2 - Langkah Pertama yang Mengawali Perjalanan Jauh Petualangan hari kedua kami awali dengan penyebrangan sungai. Palu, komparator, HCl menjadi kawan yang selalu diandalkan, begitu akrab pada genggaman kami. Kaki kami melangkah demi langkah, selaras atau tidak dengan mata kami, namun kami harus menemukan titik-titik singkapan, dan tidak jarang kami harus memutar, karena sungai logistik yang erat menempel pada tubuh kami penyebrangan sungai selebar 5-7 meter dengan kedalaman 1,5 m merupakan sebuah kemustahilan. Langkah kami menerobos kebun-kebun dan akhirnya kami menapakkan kaki di jalan utama bersama dengan rasa lega, rekan kami Dziki memperkirakan kemungkinan durasi 45 menit untuk sampai di tujuan kami, oke kami sepakat untuk jalan. 95

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Jalan yang kami tapakki tidak menunjukkan keramahan dan konsistensinya, mulanya kami berjalan datar, lalu landai, lebih jauh kami menemukan kontur jalan menjadi curam seiring kami hampir sampai ke Gunung Batu. Matahari terik yang berlebihan menemani kami di atas ketinggian dengan panas yang tak bisa dipungkirinya sendiri. Beberapa momen kami luangkan untuk istirahat, sambil tenggelam dalam perenungan kami masingmasing, memikirkan bagaimana sampai ke atas dengan cara termudah. Alhasil, gelimang saraf otak kami memutuskan kami melanjutkan perjalanan sebisa mungkin dengan pertimbangan fisik anggota. Lagi-lagi tentang Dziki, yang matanya melihat mobil pick-up dirumah samping jalan yang kami lewati. Ia dan Yudis turun kebawah untuk memastikan. Kami menunggu sambil berdoa semoga betul mobil tersebut ada. Deru mesin mobil membuat kami girang, kemunculan mobil dan melihat Dziki dan Yudis diatasnya membuat kami seketika meloncat, berteriak senang dan tertawa, tak ayal pun dengan Blek, yang bergegas mencium tangan sang Bapak pembawa mobil. Mungkin ini adalah ilustrasi sederhana ketika seseorang menemukan apa yang sedang berada di angannya. Mobil pick-up tersebut menghantarkan kami ke Desa Cimanintin. Kantor desa dan masjid di desa tersebut menjadi perhentian sementara kami. Setelah tiba, kami berbenah diri lalu turun ke sungai hingga magrib. Malamnya kami tinggal di kantor desa.

96


“Tak disangka ia tersungkur dan hanyut ke dalam sungai hingga lehernya tak terlihat� Episode 3 - Raga yang Terhanyut Hari ketiga pun tak berbeda halnya dengan 2 hari pertama. Kejadian tak terduga kerap kami hadapi di hari-hari terakhir. Kini, traverse kami lakukan dengan carrier yang kami tinggalkan, namun air minum, bekal makan siang, dan peralatan tetap berada pada genggaman kami. Traverse kami mulai dari Desa Cimanintin, dari balai desa menuju lembah. Sama seperti hari kedua, kaki kami lebih familiar dengan arus sungai yang kami sebrangi. Satu hal kembali membuat kami bersyukur, yaitu mapping kami berjalan lancer sesuai perencanaan, sesuai waktu, kendati ditemani matahari yang enggan memikirkan siapa yang keberatan oleh panasnya. Entah pertanda apa bagi perjalanan kami, kami menemukan dua bangkai kambing yang kami temukan di perjalanan, maka terungkap sudah bau yang mengganggu perjalanan kami. Sungai tak bisa kami lewati sehingga kami harus memutar langkah kami lewat darat sejauh 7 kilometer dengan tanjakan yang curam. Namun pada akhirnya kami memutuskan untuk naik mobil pick up karena tanjakan yang terlalu berbahaya bagi perjalanan kami ke depan. Hari ini cukup berkesan, Tio nyaris hanyut oleh arus sungai yang kencang, serta Zaki dan Della yang terluka saat sedang bergurau

97

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Tunggu.. biarkan sejenak kami berbagi cerita tentang Tio yang terhanyut di sungai.Kala itu menjelang maghrib, kami semua berjalan dipinggir sungai bersamaan. Tio memimpin di depan dan melesat cukup cepat hingga kami kehilangan jejaknya. Jalan yang ia pilih ternyata salah, saat itu kita berada pada posisi yang berseberangan di Sungai Cilutung. Langit berubah menjadi gelap, Tio bergegas mengenakan headlampnya. Ia mulai melintasi sungai dengan santainya. Tak disangka ia tersungkur dan hanyut ke dalam sungai hingga lehernya tak terlihat. Air semakin naik ketika malah hari dan arus sungai ternyata makin kencang. Tio tergopoh-tergopoh mencari pegangan hingga ia tersangkut di batu yang cukup besar. Dirinya hanya bisa memasrahkan diri, terombang-ambing pada arus yang deras. Sadar bahwa Tio tidak bisa berenang membuat kami semua panik. Dari kejauhan, Zaki melihat Tio seperti kain putih yang mengambang di sungai sehingga membuat kami tidak sadar bahwa Tio sedang dalam kesulitan. Entah mengapa, Tio berhasil meraih batu dengan sisa tenaganya saat itu. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Namun, kami bersyukur tidak terjadi luka apa-apa pada dirinya. Kejadian-kejadian itu menjadi bumbu bagi perjalanan kami. Meskipun kejadiankejadian tersebut bukan kejadian yang menyenangkan, namun mengundangk gelak tawa pada saat kami mengenangnya. Tepat saat adzan maghrib berkumandang, sampailah kami di Desa Cimanintin. Malamnya, sama seperti biasa, kami memasak dan membahas mengenai traverse tadi, lalu kami tidur.

Blek dengan berhati-hati, berusaha menyusuri sungai. Teriknya panas tidak menyurutkan langkahnya untuk mengamati batuan yang ada. 98


Episode 4 - Perjalanan dengan Kolbak Hari keempat membekas sangat dalam bagi perjalanan kami. Kesan berbeda begitu kami rasakan dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Hari-hari sebelumnya kami selalu memulai traverse dengan berjalan kaki, namun hari ini kami segera menyewa mobil kolbak yang mengantar kami ke desa selanjutnya. Tebing yang curam terlalu sombong menampakkan dirinya dan kami tahu kami harus menghindarinya. Tak lupa budi pekerti kami tanamkan, kami berpamitan dan mengucapkan terima kasih sebelum perjalanan kami mulai. Setelah carrier terikat erat di punggung kami, kami pun memulai perjalanan. Selama perjalanan sawah dan tebing curam tak henti-hentinya muncul di pandangan kami. Mobil kolbak sempat selip saat menanjak, namun Pak Sopir terlalu tangguh untuk menangani masalah ini. Formasi di tempat ini tampak berbeda, ukuran batuan yang besar, ujung-ujungnya hampir menyudut, demikian kami menyebutnya breksi. Kami tahu betul dari kandungan yang dibawa breksi ini, breksi ini terbentuk dari aktivitas vulkanik, demikian geologis sering mengatakan breksi vulkanik. Selain breksi vulkanik, alam seolah menceritakan pada kami bahwa daerah ini telah terpapar aktivitas vulkanik yang intensif sehingga batuan piroklastik dan batupasir dengan mineral berukuran besar kami temukan. Batupasir tersebut menimbulkan kebingungan bagi kami, ditambah dengan urat / vein yang berisi kuarsa, sontak terbersit pada benak kami bahwa terjadi deformasi dan terdapat fluida magmatik yang pernah mengalir intensif di tempat ini. Entah terbayang atau tidak, jejak kaki yang kami tapakki sekarang entah berada di kedalaman berapa ketika dulu batubatu ini terbentuk, demikian imajinasi kami bergerak liar dinamis. Della dengan tugas memasaknya selalu ditemani dengan speaker yang memutarkan lagu Amin Paling Serius, sontak kami terbayang-bayang selalu di pikiran kami lagu tersebut karena dengan jahilnya kami memutar dengan mode on repeat. Mungkin kami sengaja untuk itu, mungkin kami tak punya pilihan lain. Namun entah kenapa kala itu, nasi yang kami olah tak kunjung terlalu baik untuk dimakan. Blek terlihat memakan nasi sambil minum air, mungkin pertama atau jumlah jarinya masih lebih banyak untuk kesekian kalinya dia memakan nasi sambil minum air. Setelah sholat ashar Della dan Dzikra lagi ngobrol, tiba-tiba badan Della melayang diangkat Zaki, teriak-teriakan terdengar, alhasil badan Della terantuk batu, kepalanya benjol, rasanya sakit di setengah kepala. Mungkin terlihat tidak menyenangkan, namun rasa sakit sepertinya terbayar dengan kesan yang membekas hingga hari ini.

“Mobil kolbak sempat slip saat menanjak ...� 99

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Senter yang membelalak pada malam hari menemani kami dalam kegelapan malam sembari obrolan dan tawa di pinggir sungai. Botol kami telah semakin nyaring ketika diketuk, tetes air semakin sedikit, permukaannya semakin kering karena telah habis dipakai semuanya. Tertanam dalam prioritas kami, kami harus membeli air ketika hari besok telah tiba. Angin malam terasa disini lebih kencang dari angin di tempat tempat sebelumnya, jelas kami maklum, demikian tenda ini kami dirikan di lembahan.

100


“Hal tersebut sempat membuat kami goyah. Mempertanyakan diri apakah kami akan bertahan sampai hari ini berakhir?� Episode 5 - Kembali ke Peradaban Tak terasa, hari terakhir di lapangan pun tiba. Jujur saja, rasa penat semakin menggerayangi pikiran. Ingin sekali kami segera menyentuh kembali peradaban, perkotaan yang sudah hampir sepekan kami tinggalkan. Perbekalan kian menipis, makanan yang hampir habis, dan air yang sudah tak bersisa sampai harus mensterilkan air sungai. Hal tersebut sempat membuat kami goyah. Mempertanyakan diri apakah kami akan bertahan sampai hari ini berakhir? Pagi-pagi sekali kami berangkat matahari masih ramah dengan kulit dan rambut kami, dengan harapan hari terakhir ini akan berjalan lancar dan segala misi yang belum terselesaikan dapat rampung dengan cepat. Meskipun dengan perbekalan yang sudah sangat minim, kami tetap melanjutkan perjalanan. Nampaknya mata dan sense lapangan kami lebih familiar, terbukti kami lebih mampu membedakan beberapa batuan di lapangan dari kenampakan yang ada. Ternyata deskripsi tak membutuhkan waktu sebanyak di hari pertama. Untuk pertama kalinya aku mendengar perbedaan bunyi batuan beku dan batuan sedimen ketika dipukul dengan palu. Memang sebeda itu bunyi hentakan palu pada tubuh batuan, kekerasan batuan akan menjawab. Mungkin sense kami sebagai seorang geolog mulai muncul. Sebelum adzan dzuhur berkumandang, kami semua menapakkan langkah kami pada pemukiman warga dengan selamat. Rasa senang, puas, dan bangga bercampur menjadi satu. Apapun yang terjadi, kami merasa telah melakukan yang kami bisa di lapangan, dan yang terpenting adalah keselamatan itu sendiri. Kesulitan yang mengganggu perasaan kami sontak berubah menjadi kenangan manis, namun sepertinya enggan kami ulang.

Menikmati indahnya Majalengka dari Gunung Karang selepas puas menyusuri Sungai Cilutung 101 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019

(foto oleh Clara GEA 2017)


Kami akhirnya bergegas dari sungai menuju desa diatas. Kami singgah di warung sembari menunggu yang laki-laki sholat jumat, dan Pak Raya menjemput kami. Kembalinya dari shalat jumat, kami langsung bersiap dan menaiki kolbak untuk kembali ke kota, kami sadar, telah berjalan sangat jauh, karena perjalanan kembali ke kota sangat lama. Di akhir perjalanan ini kami tergugah dengan kejutan, kami pun tak tahu apa yang terjadi di hari kemarin, bahwa desa yang kami kunjungi lekas hilang begitu saja, jejaknya terlihat seperti terjadi longsor. Kami berhenti dulu di rumah Pak Raya untuk mengambil motor Khoirul dan Yudhis. Setelah Rak Raya datang kami memilih langsung ke Gunung Karang sebelum ke Desa Baribis. Di Gunung Karang kami melihat potensi geowisata yang bisa dikembangkan. Gunung Karang memiliki potensi geowisata yang sangat mumpuni, lansekap yang terbentang 360 ĚŠ. Perbukitan, sungai, dan sawah semua menyapa mata kami yang selama ini dominan akrab dengan keramaian metropolitan. Satu hal menjadi keberuntungan tersendiri, yaitu singgah di beberapa hari sebelum perayaan kemerdekaan. Bendera merah putih.tertancap dan begitu bebas tertiup sepoi angin, entah kapan lagi kami akan menemukan kenampakan demikian, pikir kami. Malamnya kami membeli makan. Pada malam itu banyak bapak-bapak yang ingin bertemu kami di balai desa, kami disana bercerita mengenai tujuan kami ekspedisi dan cerita saat melakukan travers di Sungai Cilutung. Selamat tinggal Sungai Cilutung, kami akan merindukanmu, berbahagialah dalam keramahanmu, entah kapan kami akan kembali dan entah memori kami menyimpan lansekapmu hari ini, samakah engkau dulu dan besok. 102


Episode 6, 7, 8, 9 - Berkenalan dengan Desa Baribis Tugas kami tak kunjung selesai. Kami masih harus mencapai Desa Baribis untuk menyelesaikan misi terakhir kami. Misi sosial dimana kami harus berbaur dengan masyarakat sekitar dalam rangka mitigasi bencana. Terus terang, semangat kami sudah telah jauh luntur. Rasa untuk ingin segera kembali ke Bandung begitu besar. Namun begitu melihat wajah-wajah antusias dari anak-anak SD disana, serta warga-warga yang begitu terbuka akan kehadiran kami, seketika semangat kami kembali muncul. Di sana kami merasakan paradoksitas kami bergemang, misi yang seharusnya dikejakan malah terganggu oleh kondisi fisik dan mental yang tertarik magnet metropolis yang manja. Kami tidak manja, kami telah mengalami hari kemarin, namun inilah paradoksitas yang kami rasakan. Selama 4 hari di Desa Baribis kami melakukan observasi pada kehidupan disana. Namun, poin yang kami inginkan belum terjawab. Khaerul menawarkan untuk bertemu dengan petinggi di Majalengka, serta ahli budaya yang ada. Kami pun setuju dengan ide tersebut. Entah mengapa kami diberi kesempatan untuk berjumpa dengan Bupati Majalengka, dan berhasil mewawancarai beliau. Suatu kehormatan yang sangat besar bagi kami saat diajak berkeliling ke rumah dinas beliau yang bisa dibilang sangat megah. Beliau juga dengan senang hati menceritakan apa saja yang beliau ketahui tentang Majalengka, mulai dari kisah-kisah legenda, hingga ke peran beliau dalam mitigasi bencana di Majalengka itu sendiri. Legenda adanya Keyeup Bodas yang suatu saat mungkin bangun dan meluluhlantahkan desa, membuat kami berpikir mungkin ini ada kaitannya dengan Sesar Baribis yang sewaktu-waktu bergerak dan menghancurkan kehidupan yang fana. Terasa begitu berbeda bagaimana kami harus berhadapan dengan kelas birokrat yang melabeli dirinya pelayan masyarakat, dengan masyarakat marginal yang akan menuntut semangat pelayanan tersebut. Banyak hal yang kami pelajari saat bermasyarakat disana. Wargawarga yang begitu ramah menyambut kami, memberi kami banyak hal-hal baru yang mungkin tidak akan kami jumpai di Bandung, dan masih banyak lagi. Majalengka, kota angin dengan beragam ceritanya telah berhasil membuat kami menyadari bahwa pelajaran tidak melulu harus didapat di kelas.

103 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


“Majalengka, Kota Angin dengan beragam ceritanya telah berhasil membuat kami menyadari bawah pelajaran tidak melulu harus didapat di kelas Majalengka, dengan segala potensi geowisata nya yang mungkin masih banyak yang belum mengetahuinya. Majalengka, saksi kunci dari salah satu peristiwa geologi terbesar di Indonesia. Pada hari kedua perjalanan, kami mulai berpikir tentang kutipan Phinisi Nusantara. Kami memilih jalan memutar yang jauh daripada menyebrang sungai. Kami memilih surut melangkah daripada mati tenggelam. Namun kami salah, kami tak bisa mengartikan dengan sebagian kata saja, maknanya akan berubah. Dari kutipan Ekspedisi Phinisi Nusantara tersebut bermakna saat tekadmu sudah bulat dan siap menerjang, maka mereka akan terus maju, lebih baik mati tetapi telah berusaha daripada diam dan tak melakukan apa-apa. Yang kami lakukan memang suruh melangkah dalam arti sebenarnya, jalan panjang, curam, dan terik. Namun kami tidak menyerah, kami hanya memilih jalan lain untuk sampai di tujuan.

“Masyarakat adalah tempat pulang bagi kami.� (foto oleh Clara GEA 2017)

Berbaur dengan masyarakat salah satu media kami melepas lelah setelah berbagai kegiatan lapangan yang melelahkan 104 104


105 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


106


107 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


108


“Ambisi, lindungan Tuhan, dan lansekap Lembang telah menciptakan keniscayaan bagi kami” Episode 1 - Keputusan yang Keliru

Hari itu, 29 Juli 2019, tujuh orang penjelajah bergerak menembus cakrawala bersama dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Jalanan terlalu menanjak, kelokan terlalu tajam, mereka terlalu merepotkan motor kami yang harus bekerja keras di hari pertama ini. Ambisi, lindungan Tuhan, dan lansekap Lembang telah menciptakan keniscayaan bagi kami untuk sampai ke Desa Margasari. Lembang, Tangkuban Perahu, Ciater, hamparan kebun teh, mereka terlalu ramah untuk menyambut tekad kami di hari itu, meskipun kami hanya menyapanya melalui kaca helm. Sejenak jalan berbatu mengalasi gesekan ban sepeda motor kami hingga Masjid Sagalaherang sebelum kami sampai di desa. Pak Isa, sosok pertama yang kami ajak berinteraksi. Beliau terlampau baik dan ramah, kami diizinkan beristirahat di rumahnya. Keramahan masyarakat Desa Margasari bersama Bapak kepala desa, seolah menutupi keluhan kami terhadap hawa panas kala itu. Satu kebingungan terbersit dalam pikiran kami, bahwa keramahan dan kesederhanaan mereka mampu menghibur dan menutupi tantangan mereka mengatasi kekeringan, kekurangan air, dan hawa panas yang mengisi kesulitan hari-hari mereka. Suatu kehormatan, dan kami tahu tak pantas menerima anugerah ini kalau bukan Tuhan mengizinkan, bagaimana warga setempat begitu simpatik pada kami menyambut hasrat kami untuk menyingkap segmen Subang sepanjang Sesar Baribis. Rumah Kepala Desa Margasari menjadi perhentian kami selama tiga hari ke depan. Tampak di samping rumah sebuah sekolah dasar anak-anak setempat, berdiri teguh dengan asa

109 EKSPEDISI“GAMA “GAMAMAHABAYA” MAHABAYA”BARIBIS BARIBIS-- --2019 2019 109 EKSPEDISI

Persiapan keberangkatan Tim Ekspedisi Subang di Sekretariat Himpunan.


semampunya. Tas carrier kami sengaja tinggalkan di rumah kepala desa, lalu kami beranjak ke Sungai Ciasem. Setibanya di Sungai Ciasem, kami memperhatikan aspek morfologi dan proses eksogen yang bekerja di sungai ini. Permukaan sungai ini relatif datar, menader-meander terbentuk dari hasil erosi dan sedimentasi diikuti dengan channel bar pada thalweg. Terbukti arus Sungai Ciasem menyebabkan erosi lateral dominan dibandingkan dengan erosi vertikal. Bukti-bukti morfologi dan proses eksogen mengilhami kami bahwa Sungai Ciasem sedang pada stadia / tahap tua. Tidak sampai di situ, rasa penasaran menghantui kami dan memaksa kami melangkahi lahan pertanian warga dan turun ke sungai. Kami berhasil menjejakkan kaki di dasar sungai, namun setengah badan kami basah jadinya. Selepas observasi di sungai, kami naik ke atas dan kaki kami merasakan panas matahari pada batu yang kami pijak. Kami arahkan perjalanan kami pada titik 22 yang kami plot pada peta dan alat navigasi. Entah mengapa hari ini seolah memberi pelajaran bagi kami untuk lebih sigap dan efektif di lapangan, kekeliruan kami memulai observasi di titik 22 merepotkan perjalanan kami. Waktu yang terasa singkat, aktivitas 30 menit kami lakukan selama dua jam, hari ini seolah memberi pelajaran bagi kami agar lebih bergerak cepat untuk hari selanjutnya. Beragam struktur geologi menemani kami di sepanjang perjalanan, memang sebuah daerah yang mengalami deformasi kompleks, pikir kami demikian menutup hari pertama. 110


“Tidak berhenti hingga di sana, seekor ular berukuran sedang tiba-tiba melintas dan menyisakan rasa panik di antara kami.� Episode 2 - Tawa pada Lumpur Hisap dan Antiklin yang Hilang Matahari yang kami nantikan sejak malam muncul dari ufuk timur, segera kami bergegas untuk memulai perjalanan hari ke dua. Bayang-bayang kekeliruan di hari kemarin terus menghantui kami sehingga memaksa kami untuk efektif di segi operasional dan waktu. Kami tiba di tepian sungai kecil yang menjalar dekat Sungai Ciasem. Pematang sawah terasa sangat basah, kami berusaha melangkah dengan hati-hati, dirundung rasa khawatir jalur irigasi di sawah akan jebol. Lukman, Komandan Operasi tim kami, sukses melangkah dengan keseimbangan dan fokus yang terjaga. Nasib sebaliknya terjadi pada Ana, yang melewati tepian bermodal sepatu boots dan ranting pohon. Modal tersebut tidak membuatnya selamat dari pijakan lumpur lembek. Lumpur lembek tersebut cukup menutupnya tinggi, segera kami berbegas menolongnya, begitu juga Lukman yang sudah turun. Di balik pertolongan yang kami lakukan, tawa kami berada di balik keikhlasan pertolongan tersebut. Selepas melewati pematang sawah, kami melanjutkan hari dengan berjalan menuruni lereng ke bawah. Ketiadaan jalan setapak tidak membuat kami mengurungkan niat turun ke bawah. Golok yang dimiliki Enggal dikeluarkan untuk membuka semak dan alangalang lebat yang menghalangi jalan. Kembali lumpur hisap kami temukan di pinggir sungai dengan arusnya yang tenang. Entah apa yang menjadi obsesinya pada lumpur, Ana kembali terperosok di lumpur hisap. Tawa semua anggota kelompok mendahului pertolongan kami kepada Ana. Di seberang sungai yang kami perkirakan akan dalam dan berarus tenang, terlihat singkapan pertama. Lukman dan Nauzik bergegas turun dan berenang menyeberanginya untuk melaksanakan tugasnya. Tidak berhenti hingga di sana, seekor ular berukuran sedang tiba-tiba melintas dan menyisakan rasa panik di antara kami, tetapi lagi-lagi ular tidak menghentikan misi perjalanan kami. Kami pun tidak paham demikian adanya, selalu ada yang membuat angan kami lebih kuat ketika di lapangan kala itu, sesungguhnya tiada yang membuat kami lebih rajin selain dari kesungguhan yang timbul di antara kami entah dari mana. Langkah demi langkah kemudian berlanjut, tak jauh berjalan kira-kira 200 meter dari tepian kami menemukan singkapan dengan perlapisan yang cukup menarik, kemiringannya nyaris vertikal. Kami memutuskan untuk berkenalan dengan singkapan ini. Berbeda dengan hari kemarin, Nina mengeluarkan timer dan menyalakan waktunya selama 10 menit. 111

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Sengaja demikian kami lakukan, agar kami selalu merasa dikejar dan sadar bahwa perjalanan kami jauh. Alhasil, syukur kami berhasil mengevaluasi diri dari kejadian hari kemarin. Berdasar pada peta regional, terdapat puncak antiklin di jalur perjalanan kami hari ini. Segera puncak antiklin tersebut kami plot pada peta dan segera menimbulkan keingintahuan tersendiri bagi kami. Maka perjalanan jauh berani kami tempuh untuk menemukannya. Batupasir, batulempung, dan batulanau sangat sering kami temukan dalam perjalanan hari ini, terbersit dalam benak kami apakah ini endapan turbidit atau bukan, namun bukan tujuan utama kami di hari ini. Ana menyahut dan memanggil. Ternyata, Ana menemukan sebuah batu yang di dalamnya ada jejak-jejak kehidupan masa lampau, yaitu fosil. Tentu fosil ini sangat berguna untuk interpretasi di mana lingkungan pengendapan batuan yang kami amati selama ini ketika masa lampau, lalu mungkin dapat kami perkirakan berapa umur relatif Sesar Baribis ini, karena tentu semestinya sesar tersebut memotong lapisan yang berumur fosil tersebut, sehingga lebih muda. Banyak pertanyaan tak terjawab ihwal misteri geologi ini, membuat kami perlu melanjutkan perjalanan lebih jauh. Kami mengakhiri hari dengan menemukan bukti sesar berupa slickenside / cermin sesar litologi pasir halus berwarna abu-abu. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, kami berjalan kembali ke basecamp kami dengan mencari jalur tercepat yang ditunjukan oleh salah satu petani yang sangat ramah. Beliau menunjukan jalan pada kami menuju Desa Margasari yang bisa kami tempuh hanya dengan waktu 1 jam. Rasa lega keluar disini karena traverse pada hari ini cukup menegangkan. Pukul 4 kami sampai di basecamp dengan selamat, rasa syukur bertebaran menutup hari panjang ini. 112


Singkapan berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan endapan aluvial yang berada di bagian atasnya. Berharap menemukan endapan aluvial yang terpotong oleh sesar.

“Perjalanan hari ini dimulai dari titik start yang berbeda dari sebelum-sebelumnya� Episode 3 - Terbentur, Terbentuk, Terjatuh Seperti biasa, entah alarm siapa yang membangunkan kami pagi itu. Lirik-lirik jepang yang tak dapat dimengerti mendengung dan membuat kami segera bergegas untuk melanjutkan traverse di sungai Ciasem. Hari ketiga, kami mulai menampilkan jati diri kami masing-masing, kesulitan yang dihadapi harus terus diselesaikan, perjalanan hari ini dimulai dari titik start yang berbeda dari sebelum-sebelumnya, perlu menempuh jarak sekitar 5 km untuk sampai ke titik start sungai pada hari ini. Target hari ini yang tentu saja untuk menyelesaikan keseluruhan rute di sungai Ciasem. Gorengan yang kami beli di depan sekolah dasar Margasari menjadi santapan kami di pagi itu. Doa kami panjatkan sebelum kami memulai perjalanan, lalu kami tutup dengan salam terbaik GEA. Di tempat tersebut kami mencari jalur baru untuk mencari ujung atau finish dari traverse kami. Tak disangka kondisi jalan yang kami lalui sangat jelek berbatu dan 113

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


berpasir yang membuat kondisi ban mudah untuk selip. Sekitar satu sampai dua kilo kami melalui jalan bebatuan ini. Akhirnya kami berhenti dan menitipkan motor kami pada salah satu rumah warga, lalu kami melanjutkan traverse sesuai rencana, kurang lebih ada tiga singkapan lagi yang dapat kami cari hari ini. Kami plot lokasi perhentian perjalanan kami pada Avenza. Avenza adalah aplikasi di smartphone berbasis spasial, mirip dengan GPS tetapi ini dapat digunakan ketika kondisi offline. Di pinggiran sungai kami berjalan. Ana, Nina, dan Ami selalu bergandengan tangan menjaga satu sama lain agar tidak terjatuh sembari berjalan. Tak diduga! Nina terpeleset dan kepalanya terbentur cukup keras. Posisinya agak tertelungkup dan sejenak ia diam tak bergerak. Sontak kami semua terkejut dan ketakutan menjalar di selutuh tubuh kami. Sesaat kemudian Nina terbangun. Kami bersyukur tidak berdampak parah padanya sehingga ekspedisi dapat dilanjutkan. Tentu hal ini menjadi pelajaran tersendiri bagi kami untuk lebih sigap dalam perjalanan. Hari ini dapat kami selesaikan lebih cepat dari hari sebeumnya. Kami selesai pukul 2 dan sampai di basecamp pukul 4. Kami tutup hari ini dengan evaluasi terhadap data yang kami peroleh dari hari pertama hingga hari ke tiga. 114


Enggal, beristirahat sejenak sembari mengamati longsoran dimana ditemukan bongkaha slickenside

115

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Episode 4 - Lembah Tak Terjamah Sungai Ciasem dan Desa Margasari sudah cukup memberikan kesan berharga bagi lubuk kami. Ekspedisi ini masih menyisakan seberkas tuntutan yang harus selesai. Tak lupa pamit dan terima kasih kami sampaikan kepada keluarga Pak Isa yang menyediakan pondoknya bagi perjalanan kami. Kami tahu di depan masih ada dua tempat yang menanti kami. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi, kami bergegas menuju Desa Cirangkong yang terpisah 20 km dari Desa Margasari. Kaki kami menginjak tanah di Desa Cirangkong pukul 10 pagi. Desa Cirangkong memberi kesan tersendiri dengan perbukitan indahnya dan kelokan jalan yang merumitkan mobilisasi kami. Sambutan ramah kami terima dari Kepala Desa dan jajarannya, tersirat pesan dari mereka pada kami, katanya mahasiswa perlu berperan lebih aktif lagi dalam pembangunan desa tersebut. Pak Uwo, sosok ramah yang kembali menyediakan pondoknya bagi kami, menjadi tempat peristirahatan kami selama di desa ini. Satu hal yang tak kami duga mengenai perjalanan kami di desa ini, bahwa ternyata kami tinggal di villa milik warga setempat. Kami tak menyangka perhentian kami akan sebersih dan sebagus demikian, hingga kini kami pun masih bingung ihwal latar belakang Pak Uwo sebagai pengelola villa tersebut. Kami melepas penat seselesainya perjalanan jauh dan lama selama satu jam, lalu kami bergegas lanjut ke sungai. Sungai Cibanjaran kami singgahi pukul satu siang untuk memulai traverse. Kuningnya siang itu terdengar seperti melodi indah nan mengalun mengisyaratkan tantangan yang akan dihadapi oleh ekspeditor. Menggunakan perlengkapan seperti biasa, para ekspeditor kembali berkutat dengan sungai, batu, dan struktur seperti biasa yang dilakukan di sungai ciasem. Sungai yang ditelusuri kali ini bernama Cibanjaran menurut peta yang telah disediakan. Pengamatan morfologi dan debit sungai seolah bercerita pada kami bahwa sungai ini berumur muda dari bentuk V-nya pada lembahan yang diapit lereng curam. Debit air tidak deras seperti yang kami temui di Sungai Ciasem. Batu-batu besar bertebaran di sepanjang aliran sungai, sontak kami menduganya dari longsoran lereng di sekitarnya. Batubatu ini membuat kami enggan turun ke bawah untuk berenang seperti yang kami lakukan di Sungai Ciasem. Memang demikian, Sungai Cibanjaran memiliki akses yang sulit untuk dicapai, sehingga kami harus lebih hati. Kami selalu ditantang oleh kontur terjal dan hutan lebat. Namun tantangan tersebut tak cukup menghentikan kami membawa kesimpulan bahwa sungai ini berumur relatif muda dari Sungai Ciasem, dan timbul kecurigaan pada benak kami bahwa sesar pengikut dari Sesar Baribis mengontrol pembentukan sesar ini. Dua ratus meter dari titik start kami menemukan jejak longsoran yang kami duga bekas terjadinya gerakan sesar di daerah ini. Penampilan singkapan di lapangan menyisakan rasa penasaran bagi kami, karena singkapan ini kami berasumsi bahwa terdapat sesar di daerah tersebut. Benar saja setelah didekati Ana, ditemukan bukti sesar yang bagus dimana terdapat breksiasi dan slickenside didalamnya. 116


“Kami berhasil memecahkan kekakuan mereka, yang awalnya malu-malu menjadi ekspresif.”

117

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Tim Ekspedisi Subang memberikan sedikit informasi berkenaan dengan mitigasi dan bencana geologi kepada anakanak di Desa Cirangkong

Episode 5 - Sharing is Caring Jumat pagi di hari ke lima, kami teringat oleh janji kami untuk SDN Banjaran. Sekolah kecil, yang menjadi asa bagi insan-insan Desa Cirangkong kami janjikan untuk dibawakan materi mitigasi gempabumi. Warga Desa Cirangkong telah sibuk dengan pekerjaannya, kami pun bergegas ke sekolah dan bertemu dengan kepala sekolah. Pada mulanya, anak-anak yang sedang belajar baris-berbaris meninggalkan fokusnya dan berpaling kepada kami. Kami adalah orang-orang asing bagi mereka, dan kami mengerti itu, kami sengaja bertegur sapa dengan anak-anak. Alhasil, kami berhasil memecahkan kekakuan mereka, mereka yang awalnya malu-malu menjadi ekspresif. Keceriaan anak-anak Desa Cirangkong menemani kami pagi itu, kami pun ikut tenggelam dalam keceriaannya. Entah apa arti sosialisasi kami bagi mereka, tertanam harapan kami pada sekolah ini bahwa mereka paham dan aman selalu apapun yang terjadi ketika kami tidak lagi di sini. Rasa senang kami timbul ketika melihat antusiasme anak-anak SDN Banjarsari mendengarkan materi, kami pun turut semangat dengan kesan kebahagiaan mereka. Waktu yang singkat menyisakan kesan mendalam bagi kami, hal yang sama kami harapkan terjadi pada hati mereka. Kami menutup kegiatan kami di sekolah ini dengan ibadah shalat jumat. Selepas shalat jumat, segera kami bergegas untuk mengambil data di Sungai Cibanjaran. Kami berhenti di zona hancuran yang kemarin kami temukan. Harapan tinggi kembali terpatri pada semangat tinggi para ekspeditor. Titik pencarian data kami mulai dari Desa Cikadu yang merupakan titik finish dari Sungai Cibanjaran. Batu-batu besar yang merintangi aliran sungai berumur muda kami temui dan menantang kami untuk menghentikan perjalanan. Alhasil, perjalanan kami tidak sia-sia. Rintangan kami terbayar oleh keberadaan cermin sesar / slickenside pada zona longsoran. Kami melanjutkan perjalanan ke zona hancuran yang ke tiga, namun tak ada singkapan berarti dalam pencarian tersebut. Begitulah hari ini kami tutup dengan segala lelah dan kesan bahagia di awal hari ini. 118


“Sesederhana itu namun sosoknya menjadi bagian dari keingintahuan kami di ekspedisi ini.� Episode 6 - Hiruk Pikuk Kehidupan

Sejak matahari terbit dari ufuknya, kami sudah tahu akan merancang agenda yang berbeda dibanding hari-hari sebelumnya. Pagi hari yang hangat menemani kami sebelum memulai hari kami. Pak Uwo memberi percakapan hangat pada kami, sejak saat itu mulai kami tahu bahwa dirinya bukan penduduk asli Desa Cirangkong, kini kami mengerti tentang beliau. Sesederhana itu namun sosoknya menjadi bagian dari keingintahuan kami di ekspedisi ini. Beliau paham betul akan apa yang menjadi kesulitan Desa Cirangkong. Kami sekarang paham, bahwa sektor pertanian di desa ini belum sepenuhnya merangkul warga setempat. Kendati demikian, perekonomian desa ini begitu bergantung pada sektor pertanian dan peternakan. Selepas istirahat sejenak, kami menjejakkan langkah kami untuk melakukan pemetaan sosial. Pukul satu siang, kami pergi ke warung membeli makanan dan mengobrol dengan warga. Tiba-tiba kami bertemu sosok yang tak asing, ternyata mereka adalah anak-anak SDN Banjaran yang kemarin bertemu dengan kami. Mereka adalah Raka dan Riki, kami memang belum mengenalnya ketika mereka bersama teman-temannya kemarin. Sontak kami dirundung kesedihan ketika kami bertanya lebih dalam tentang mereka, mereka berdua 119

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


kembar, lalu entah kami menyesalinya telah menanyakan tentang orang tuanya atau tidak. Kami sedih mendengar ceritanya, dan memang kami tahu kami bisa membantunya lewat doa sejak kami menulis tulisan ini. Siapa sangka kedua insan yang terlihat bahagia itu ditinggal ibunya menjadi TKW di luar negeri ketika ayahnya yang telah bercerai bekerja ke luar kota dan menikah lagi. Kesedihan mereka sementara ini tertutup oleh saudara mereka yang mau menerima mereka, dan kami tahu pasti Raka dan Riki bekerja keras untuk menghadapi perasaan demikian. Kami sadar bahwa di hari ini, Tuhan menitipkan pelajaran berharga mengenai kehidupan di desa, dan bagaimana orangtua kami, melalui kedua anak kembar yang berjuang menutupi kesedihannya. Rasa haru ini berbuahkan syukur dan terima kasih bagi kami, hal sederhana yang bisa dilakukan bagi kedua orang tua kami. Ketika dalam perjalanan pulang membeli makan kami bertemu dengan Pak Kades, Kamipun akhirnya berbincang-bincang dengan Pak Kades membahas tentang makam yang berada di Desa Cikadu yang katanya merupakan makam permaisuri Prabu Siliwangi. Hari ini adalah hari terakhir kami di desa Cirangkong dan kegiatan melapang kami sudah selasai. Bertepatan di bulan Agustus, masyarakat disini berbondong membuat hiasan-hiasan untuk memperindah desanya, ditambah dengan adanya kegiatan lomba voli antar RT yang ikut memeriahkan bulan agustus ini. Kendati hari ini hari terakhir, kami segera bergegas pergi karena tuntutan kami belum berhenti mengisi pikiran kami. Malam disini memang indah tapi bukan hanya tentang lampu, tapi kondisi langit yang cukup indah dengan bintangnya membuatkan kembali terpaku. Bukan perihal rasi bintang scorpio yang terlihat di langit malam. Tapi suasana ini memang membuat perasaan lebih tentram, sangat susah kami jelaskan. 120


“Curug Mandala, Curug Sadim, Curug Karembong, dan Curug Goa Badak menanti kami di tujuan.� Episode 7 - Menelisik Deretan Riam Embun pagi ini menetes seakan menangisi kepergian kami dari Desa Cirangkong ini, suara burung pagi bahkan tidak terdengar seperti biasanya seakan tahu bahwa hari ini kami akan mengakhiri perjalanan disini dan melanjutkan ekspedisi ke tempat ketiga yaitu di daerah Panaruban dan Cicadas. Pagi itu kami bersiap-siap untuk pergi ke tempat selanjutnya yaitu empat curug sebagai objek geowisata dalam ekspedisi kali ini. Pemadaman listrik oleh PLN sempat membuat kami bingung untuk mengambil uang sebagai persiapan dalam mengambil data di curug. Banyak hal yang menghambat kami berjalan dengan cepat, pada perjalanan kami harus banyak berhenti dan tidak dapat berjalan terus-menerus. Curug Mandala, Curug Sadim, Curug karembong, dan Curug Goa Badak menanti kami di tujuan. Curug ini berada berderatan dan tidak terlalu lampau jauh. Tepat pukul 15.15 kami tiba menjejakkan langkah di pintu masuk Curug Mandala. Jalanan berbatu keras benar-benar merintangi niat kami untuk berkunjung, kami pun tak jarang menjadi geram karena motor kami sangat kesulitan berjalan mulus di atasnya. Tepat jam 16.00, kami tiba di Curug Mandala, curug pertama yang akan kami tinjau mengenai aspek geowisata. Suara kelelawar menghiasi malam hari kali ini, untuk pertama kalinya akhirnya kami tidur menggunakan tenda di sepanjang perjalanan.Hari ini semua tampak berbeda, biasanya kami tidur di rumah beralaskan lantai, kini beralaskan matras tenda di alam bebas. Suasana nan hangat serta sunyi mampu membuat kami berinteraksi lebih dekat dan dalam. Dinginnya daerah Subang memang tiada duanya, keluar tenda saja perlu mengenakan sleeping bag. Hari itu kami tutup dengan istirahat menyambut esok hari.

121

EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA� BARIBIS -- 2019


Perjalanan menuju curug setelah mendatangi makam permaisuri Prabu Siliwangi

122 122


“Semoga Tuhan pun berbangga atas apa yang kami lakukan dengan itikad polos kami melakukan apa yang kami dapat di perkuliahan.” Episode 8 - Bukan Akhir dari Pengembaraan Suhu 150 C yang tercatat di smartphone kami membuat kami bangga, entah mengapa rasanya, seperti kami sukses melewati malam dingin di daerah Curug Mandala. Kami memulai hari dengan berbenah diri dan makan pagi, kemudian kami beranjak melakukan pengamatan geowisata kembali melanjutkan di hari kemarin. Sekilas mata kami memandang terdapat lima tingkatan pada curug ini, batuan beku vulkanik membuat Curug Mandala memiliki nilai estetika yang luar biasa. Waktu menunjukkan pukul sembilan, perjalanan kami segera dilanjutkan menuju Curug Sadim. Curug Sadim memiliki estetika tersendiri dan berbeda

123 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


dibandingkan dengan Curug Mandala, perkebunan teh menyingkap sebuah lansekap berharga di sekitar curug ini dan sekilas benak kami berpikir, bahwa Curug ini relatif lebih siap untuk dikembangkan menjadi lokasi geowisata. Sama seperti di curug sebelumnya, kami berfoto dan menyempatkan diri melihat pemandangan di tempat demikian. Papan reklame bertuliskan Capolaga merupakan tujuan terakhir kami dalam ekspedisi kali ini, didalam capolaga ini kami berusaha untuk mengamati potensi geowisata lainnya yaitu Curug Karembong dan Curug Goa Batuan volkanik menempati daerah ini secara menyeluruh. Kami tenggelam dalam euforia dan keindahan Curug Karembong, kami menutup aktivitas kami di siang hari terakhir di ekspedisi kami dengan berfoto dan mandi di curug tersebut. Suatu kebangaan bagi kami dan ekspresi bahagia terasa keluar dari raut kami masing-masing, kami merasa sukses telah menjelajahi Segmen Subang sepanjang Sesar Baribis. Keberadaan Curug sebenarnya memunculkan bisikan bagi kami bahwa daerah yang kami pijak sekarang merupakan zona sesar. Inilah perjalanan kami, inilah kesenangan kami, semoga Tuhan pun berbangga atas apa yang kami lakukan dengan itikad polos kami melakukan apa yang kami dapat di perkuliahan. Subang, desa, perkebunan teh, curug, lumpur, semua sukses membuat kesan mendalam bagi kami, yang entah kapan, atau mungkin mustahil, kami lupakan kapanpun kami melanjutkan kehidupan ini. Menghabiskan hari terakhir ekspedisi dengan menikmati indahnya Curug Karembong.

124


PERLENGKAPAN OUTDOOR #Ala Ekspeditor

125 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Topi, perlindungan dari teriknya matahari.

Palu geologi, untuk sampling batuan. Jaket Lapangan, perlindungan dari cuaca, hewan, dan menyimpan barang kecil.

Celana Lapangan, perlindungan diri dan menyimpan barang

Tas Carrier, menyimpan peralatan dan perbekalan.

Sepatu Lapangan, Alat Perlindungan Diri

126


Tenda BIG ADVENTURE Toba 4

127 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


bERKEMAH & menghayati indahnya ALAM #Ala Ekspeditor

128


Ucapan Terima Kasih Ucapkan terima kasih kami haturkan kepada seluruh pihak dan rekan-rekan yang telah turut serta membantu terlaksananya segala rangkaian kegiatan ekspedisi: Bapak Aswan, Bapak Alfend Rudyawan, Mas Tyko, Muhammad Rizaldi Utomo, Lukman Hakim, Enggal Estuaji, Ana Nurul Hidayati, Muhammad Naufal Zikri, Faturrahmi, Farhan Zain Burhanuddin, Karenina Priyanka, Zaki Ahmad Rabbani, Anditya Bayu Murti, Farhan Rizqy Gunawan, Clara Ayu Damianto, Fadhilah Ambarwati Puspanegara, Dziki Hilmawan, Dzikra Zhafira, Teman-teman Unsoed (Khaerul M. Abdillah, Yudhistira Idham), Sayyid Abdullah Marzuqi, Endry Rizky Ramadhan, Nisrina Bahiyah Kesuma, Aditya Syaputra, Devito Pradipta, Regaska Pudawara, Namaskara Bagus Sani, Isbram Ginanjar Hikmy, Muhammad Algadri Nafian, Achmad Mawardi Nur El-fayed, PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI ITB, AMP FK UNPAD, BIG ADVENTURE INDO, PELITA MUDA, WANADRI, LFM ITB.


DAFTAR PUSTAKA Asikin, S., 1974. Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya,

Rickard, M. J, 1971. A Classification Diagram for Fold

Ditinjau dari Segi Teori Tektonik-Dunia yang Baru.

Orientations. Geological Magazine. Vol. 108 (1). pp.

Disertasi Departemen Teknik Geologi ITB.

23-26.

Azmandika, R. 2019. Geologi dan Hidrogeologi Daerah Talagasari

Rickard, M. J., 1972. Fault Classification : Discussion.

dan Sekitarnya, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten

Geological Society of America Bulletin. Vol. 83.

Subang, Jawa Barat. Skripsi.

pp. 2545 – 2546

Brilian, C.H. 2019. Analisis Morfotektonik dan Bahaya Gempabumi

Setijadji, L. D., Kajino, S., Imai, A., dan Watanabe, K., 2006.

Sesar Baribis di Daerah Ujungjaya dan Sekitarnya,

Cenozoic Island Arc Magmatism in Java Island

Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

(Sunda Arc, Indonesia): Clues on Relationships

Djuri. 1973. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa, skala

between Geodynamics of Volcanic Centers

1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan

and Ore Mineralization. Resource Geology.

Geologi.

Vol. 56 (3). pp. 267-292

Fleuty, M. J., 1964. The Description of Folds. Proceedings of The

Silitonga. 1973. Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa,

Geologist Association. Vol. 75 (4), pp. 461-492.

skala 1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan

Graveleau, F., Strak, V., Dominguez, S., Malavieille, J., Chatton, M.,

Pengembangan Geologi.

Manighetti, I., & Petit, C. 2015. Experimental modelling of

Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., dan Kinny, P., 2003. Volcanic

tectonics–erosion–sedimentation interactions.

Origin of Quartz-Rich Sediments in East Java.

in compressional, extensional, and strike–slip settings.

Proceedings Indonesian Petroleum Association

Geomorphology, 244, 146-168.

29th Annual Convention and Exhibition Jakarta.

Hall, R., Cottam, M. A., Wilson, M. E. J., 2011. The SE Asian

Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., and Kinny, P., 2005, East Java:

Gateway: History and Tectonics of Australia-Asia Collision.

London : Geological Society of London.

basement, Proceedings Indonesian Petroleum

Cenozoic basins, volcanoes, and ancient

Harding, T. P., 1973. Newport-Inglewood trend, California an

Association 30th Annual Convention

example of wrench style deformation: American

and Exhibition Jakarta.

Association of Petroleum Geologists Bulletin. Vol. 57 (1).

Sribudiyani, Prasetya, I., Muchsin, N., Sapiie, B., Ryacudu, R.,

pp. 97-116.

Asikin, S., Kunto, T., Harsolumakso, A. H., Astono, P.,

Harsolumakso, A. H., Prasetyadi, C., Sapiie, B., Suparka, M. E.,

Yulianto, I., 2003. The Collision of East Java

2006. The Luk-Ulo Karangsambung Complex of Central

Microplate and Its Implication for Hydrocarbon

Java, Indonesia; From Subduction to Collision Tectonics.

Occurences in The East Java Basin.

Proceedings Persidangan Bersama UKM ITB.

Proceedings Indonesian Petroleum Association 29th

Lamarche, G., Barnes, P. M., Bialas, J., Henrys, S., Pecher, I.,

Annual Convention and Exhibition Jakarta.

Netzeband, G., ... & Crutchley, G. 2008. Tectonic variations

Supartoyo, 2015. Mengenal Sesar Aktif. Supendi, P., Nugraha,

along the Hikurangi Subduction Margin, New Zealand, and

A. D., Puspito, N. T., Widiyantoro, S., & Daryono, D.

relationships to fluid flow and cold seep sites. In AGU Fall

(2018). Identification of active faults in West Java,

Meeting Abstracts.

Indonesia, based on earthquake hypocenter determination,

Martodjojo, S. 1984. Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat. Bandung:

relocation, and focal mechanism analysis. Geoscience

Letters, 5(1), 31.

Penerbit ITB.

National Research Council, & Geophysics Study Committee. 1986.

Tjia, H., D. 1962. Geology and geomorphology on topographic

Active Tectonics: Impact on Society. National Academies

maps, Java, Indonesia. Bandung: Inst. Tech., Dep.

Press.

Geology.

Philetas, Y., Sutriyono., E., Nalendra., S. 2019. Geologi Neogen-

van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia. Government

Kuarter di Sub Cekungan Majalengka, Jawa Barat. Seminar

Printing Office, Nijhoff, The Hague.

Nasional AVoER XI 2019.

Pulunggono, A., & Martodjojo, S. 1994. Perubahan tektonik

http://geomagz.geologi.esdm.go.id/mengenal-sesar-aktif/, (diakses

paleogen-neogen merupakan peristiwa tektonik

terpenting di Jawa. Proc. Geologi dan Geoteknik

https://neogeneatlas.net/families/veneridae/ (Diakses pada tanggal

Pulau Jawa, Yogyakarta, h, 37-49.

pada 12 November 2019). 28 Oktober 2019, pukul 22.00 WIB).


PROFIL EKSPEDITOR Lukman Hakim 12017049 Bandung, 4 Februari 1999 Komandan Operasi Wilayah Subang

Muhammad Naufal Zikri 12017069 Sei Nilo, 13 April 1999 Perbekalan & Medik

Ana Nurul Hidayati 12017060 Banyuwangi, 18 September 1998 Materi & Metode

Enggal Estuaji 12017010 Tangerang, 7 Desember 1998 Peralatan


TIM SUBANG Faturrahmi 12017009 Pariaman, 10 Desember 1999 Dokumentasi

Farhan Zain Burhanuddin 12017080 Jakarta, 26 Maret 1999 Akomodasi & Transportasi

Karenina Priyanka 12017002 Jakarta, 25 September 1998 Komunikasi & Perizinan


PROFIL EKSPEDITOR Zaki Ahmad Rabbani 12017042 Bandung, 20 Februari 1999 Komandan Operasi Wilayah Majalengka

Farhan Rizqy Gunawan 12017032 Tangerang, 1 Juli 1999 Perbekalan & Medik

Anditya Bayu Murti 12017048 Malang, 21 September 1999 Materi & Metode

Fadhilah Ambarwati Puspanegara 12017007 Bekasi, 22 Juni 1999 Peralatan


TIM MAJALENGKA Clara Ayu Damianto 12017021 Jakarta, 18 Mei 1999 Dokumentasi

Dziki Hilmawan 12017064 Pemalang, 8 Juni 1999 Akomodasi & Transportasi

Dzikra Zhafira 12017017 Jakarta, 1 Februari 1999 Komunikasi & Perizinan


TIM MANAJERIAL Aditya Syaputra 12016009 Sekretaris & Bendahara

Endry Rizky Ramadhan 12016043 Sponsorship

Namaskara Bagus Sani 12016074 Traverse

Nisrina Bahiyah Kesuma 12016001 Materi & Metode

135 EKSPEDISI “GAMA MAHABAYA” BARIBIS -- 2019


Regaska Pudawara 12016046 Layout

Sayyid Abdullah Marzuqi 12016044 Kepala Sekolah Diklat Ekspedisi “Gama Mahabaya” Baribis

EDITOR Devito Pradipta Edly Tsara Nabilah

136


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.