1
2
TeMpuliNG
i
3
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 12 Tahun 1982 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan /atau denda paling banyak Rp.100.000.000,(seratus juta rupiah). 2. Barang siapa sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama (5) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
iv
4
TeMpuliNG Sebuah kumpulan sajak
RidaKLiamsi
Yayasan Sagang Pekanbaru 2005
v
5
TeMpuliNG Sebuah kumpulan sajak Rida K Liamsi Penerbit : Yayasan Sagang Pekanbaru Pelaksana penerbitan, Ilustrasi, dan kulit : Armawi. KH Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Cetakan Pertama : Juni 2002 Cetakan Kedua : Maret 2005 Perpustakaan Nasional : Katalok Dalam Terbitan (KDT) LIAMSI, Rida K Tempuling Pekanbaru: Yayasan Sagang, 2002 Xxiii+94 jam ; 14x21 cm ISBN:
vi
6
Untukisteridananak-anakku, Sertamerekayangselamaini Menjadi samudera cinta daninspirasiku
vii
7
viii
8
SebuahPengantar
D
ua orang penyair Indonesia, Taufik Ismail dan Hamid Jabbar menarik garis perpuisian Indo nesia yang bermula dari Hamzah Fansuri empat abad yang lalu dan (untuk sementara) berakhir dengan nama Eliza Fitri Handayani yang lahir di Jakarta pada 23 Julu 1982 sebagaimana mereka katakana dalam Horison Sastra Indonesia – Kitab Puisi (Horison Kakilangit The Ford Foundation, Jakarta, 2002). Di antara garis mula dan garis akhir (sekali lagi untuk sementara) inilah penyair Rida K Liamsi berada karena ia salah seorang dari rangkaian penyair Indonesia. Bukanlah suatu kebetulan nama Hamzah Fansuri mengawali gerak perpuisian Indonesia karena penyair yang hidup di Aceh ini menulis Syair Perahu yang termasyhur itu. Seorang peneliti Perancis, Denys Lombard, pernah menulis dalam majalah kebudayaan Archipel No. 2011980 sebuah tulisan yang berjudul “Le theme de la mer dans les literatures et mentakites d’archipel insulindien” yaitu Tema Laut dalam Kesusasteraan dan Mentalitas Orang Kepulauan Nusantara yang antara lain menyatakan bahwa Hamzah Fansuri lebih dulu satu abad di depan sastrawan dan filsuf Perancis yang bernama Blaise Pascal dalam membuat tamsil tentang perahu tentang hidup manusia dalam karya sastra. Juga dalam tulisan itu digambarkan kebesaran Syair Perahu dengan terjemahannya dalam bahasa Perancis. Garis mula dan akhir perpuisian Indonesia kalau ditarik secara tematis akan menjadi Hamzah Fansuri di titik awal
ix
9
dan semua penyair Indonesia yang menghasilkan karya bertema laut sebagai titik penyudah. Dalam garis di antara dua titik ini karya Rida K Liamsi Tempuling seyogianya diletakkan. Mengapa? Karena dalam kumpulan sajak ini penghayat sastra yang peka dapat mendengar debur dan oleh gelombang, dapat merasakan terpa angin, dan asin lautan di bibir. Tak lagi tersisa kata untuk menyatakannya selain menghayati sendiri karya ini. Di seluruh dunia sangat banyak penyair yang mendendangkan laut, yang mengangkat tema laut dalam sajak-sajaknya. Laut memikat bukan saja orang-orang tinggal dekat laut sehingga langsung bergelut dengan laut, tapi juga, menjadi garapan mereka yang tidak tinggal dekat laut. Bagi mereka yang disebut terakhir ini laut menjadi gambar angan yang redani untuk dirindu dan digapai. Berdasarkan hal ini kumpulan sajak Tempuling pastilah mendapat tempat yang sentral dari lukisan besar mural laut yang terpampang di sepanjang garis pantai perpuisian. Martin Heidegger (1889-1976), filsuf eksistentialis yang dalam gelanggang kesusasteraan dikenal sebagai seorang kritikus yang secara sangat mendalam menganalisis sajak-sajak karya Geoge Trakl dan Friedrich Holderlin sampai pada satu kesimpulan yang mengatakan bahwa puisi ialah sebuah institusi dalam kata-kata yang mewujud. Ia juga mengatakan bahwa tugas seorang penyair ialah memberi nama sesuatu yang suci. Memberi nama sesuatu yang suci pada semua benda dan peristiwa yang sebenarnya biasa-biasa saja ialah salah satu tugas kepenyairan yang paling berat. Tempuling ialah suatu benda yang biasa-biasa saja dalam kehidupan para nelayan, misalnya di perairan sekitar Pulau Singkep atau di mana
x
10
saja. Akan tetapi hanya seorang penyair sejati yang dapat mengangkat dan mempermandikan benda itu dengan air kesusastraan sampai ia menjadi sesuatu yang suci. Lebih dari yang terlihat di permukaan, “tempuling� dan “kemejan� di kalangan para nelayan di kawasan yang digeluti sang penyair memiliki kekuatan mitos yang dapat menggerakkan rasa dan nafas kehidupan dengan denyut dan debar yang menggetarkan. Kemejan atau jenis hiu tertentu yang dilukai dengan tempuling boat pertama kali dapat ditandai akan mati tepat pada tempat ikan itu pertama kali menerima luka. Bukan tema besarkah yang diberikan oleh kehidupan yang apabila dikembalikan ke tempat asalnya hanyalah hal yang biasa-biasa saja ini? Bagi saya, yang memang mengenal sosok diri sang penyair, orang ini telah memilih wartawan sebagai profesi yang telah dijalaninya dengan mantap, tapi ia sejak dulu sampai kini (dan nanti?) terus dan tetap berupaya menempatkan dirinya sebagai penyair, suatu cita-cita yang tak pernah berujung. Kegelisahan yang menjadi ciri universal seorang penyair terang bagai siang melekat pada Rida K Liamsi. Kegelisahan kreatif ini dapat disaksikan dari banyak coretan yang berarti mengganti kata-kata yang telah dipakai terdahulu dan diganti dengan, kata-kata yang telah menjadi, itupun masih terus dipertimbangkan selagi tersedia waktu sebelum pilihan terakhir ditentukan. Tentulah sikap kepenyairan seperti ini akan menjadi siksaan bagi seorang yang berprofesi sebagai wartawan. Saya masih sangat ingat bagaimana Rida K Liamsi sangat kesakitan seperti seorang ibu yang melahirkan anak ketika membuat editorial tentang seorang nahkoda , kapal motor yang teraniaya. Ia betul-betul xi
11
menulis dengan airmata. Mengapa? Karena simpati kepada orang yang dizalimi telah masuk ke kawasan kesusastraan, dan ia harus memeras dan memilih setiap kata yang pas untuk dipadankan dalam editorial tersebut. Jadilah editorial tersebut sebuah karya jurnalistik sastra yang meninggalkan kesan yang lama dan mendalam pada diri pembaca. Last but not certainly not least, kegelisahan itu juga tergambar dalam tipografi sajak yang terus dicari sosok definitifnya, tak puas-puas dengan pencarian yang memakan energi dan usia, kalau dengan menyadap pendapat orangorang yang bergelut di bidang senirupa meskipun Rida K Liamsi sendiri juga sedikit banyak-pernah menggeliat di lapangan ini. Bertungkus lumus sebagai penyair dapat pula dipandang sebagai suatu upaya untuk diingat pada masa yang panjang di depan. Selagi orang masih mengingat karya dan pencipta karya ini, ia belum lagi mati. Inilah yang dikatakan para orang bijak dengan pertempuran antara lupa melawan ingat yang berlangsung paling dahsyat gema, dan bahananya dikalangan orang-orang yang beralatkan kata-kata. Menciptakan sajak, dan karya sastra pada umumnya, ialah upaya untuk mengalahkan sang lupa. Dan itu juga berarti untuk berupaya untuk tidak mati. Di Tanjungpinang pada dasawarsa 1970-an yang merupakan periode paling hiruk-pikuk dengan kegiatan berkesusastraan di antara teman-teman, termasuk Rida K Liamsi dan saya sehingga mencetuskan suatu kegiatan unik yang seyogianya dicatat sebagai suatu aktivitas kultural yang menarik. Di antara temanteman sekota terjadi saling berkirim surat-surat panjang yang berisi pandangan tentang kesusastraan yang tak pernah dipublikasi . Surat-surat kebudayaan itu berisi pandangan tentang kesusastraan yang xii
12
sangat orisinil yang mula-mula tersiar di antara dua orang tapi meluas ke teman-teman yang lain. Mereka seperti mengulang kembali peredaran surat-surat antara Raja Ali Haji dan Haji Ibrahim dengan Hermann von de Wall lebih satu abad yang lalu. Surat-surat biasa di tulis di kedai kopi itu akan lebih mengentalkan bandingan dengan para budayawan masa lalu tersebut yang juga pernah menulis surat-suratnya di kedai kopi di kota yang sama. Saya sama sekali bukan hendak mengatakan l’histoire se repete atau sejarah berulang kembali, tapi hendak menegaskan bahwa apa-apa yang ada dalam sejarah sangatlah sah untuk diulang dengan semangat dan realitas yang sesuai dengan semangat zaman. Dalam arsip saya yang berasal dari tahun 1970an ada kertas-kertas kuning apak yang sudah dimakan rayap berisi coret-coret sajak Iskandar Leo (namanama penyair ini semasa periode suburnya sebagai penyair di Tanjungpinang) yang antara lain memuat sebuah sajak mungil seperti ini: pancang nibung di tengah arus entah berapa camar pernah bertengger di puncaknya dapat disandingkan karena kejituan imajinya dengan sebuah sajak anonim yang merupakan nyanyian puak Hausa di Niger Afrika yang saya jumpai dalam pengembaraan maya siber baru-baru ini yang berbunyi sebagai berikut: kolam kecil tak berair banyak lelaki tenggelam didalamnya Disinilah istilah elementer Gedanken yang sering dipakai
xiii
13
dikalangan ilmu antropologi memperlihatkan kebenarannya, seperti halnya perahu bercadik di Eskimo dan di Pasifik muncul karena pemikiran yang universal. Akhirnya, setelah serangkaian puisi lumat dikunyah, akrab dan bersahabat dengan si penikmatnya, Sebuah Pengantar seperti yang segera berakhir ini akan terasa alangkah tiada berguna. Puisi itu telah kembali pada hakikatnya yang sejati yaitu berdiri sendiri. Hasan Junus
xiv
14
RidaKLiamsi, lahirdiDaboSingkep,Riau,pada17Juli1943 seorangguru,seorangpenyair,jurnalis, dankinijugasebagaipengusaha
DariPenulis
D
ua puluh tahun lalu, ketika Yayasan Puisi Nusantara yang dipimpin penyair Ibrahim Satta (alm) mengundang saya untuk melakukan pembacaan puisi tunggal di Pekanbaru, saya coba menghimpun sejumlah puisi karya saya yang akan saya bacakan kedalam sebuah buku kecil yang saya beri judul Ode X (yang saya ambil dari salah satu judul puisi dan pernah dimuat majalah sastra Horison) dan sejak itulah ada dorongan kuat untuk menerbitkan sebuah kumpulan puisi. Tapi sampai bertahun-tahun kemudian obsesi tak pernah terwujud. Ternyata kerja sebagai wartawan tidak memberi cukup waktu kepada saya untuk melakukan kontemplasi dan menulis sajaksajak baru yang lebih baik. Ada beberapa sajak baru yang sempat ditulis di tengah rasa sepi, rasa jenuh terhadap kerja dan xv
15
berbagai masalah hidup, tetapi kebanyakan masih dalam bentuk konsep, masih dalam coretan dan sketsa-sketsa. Dorongan untuk menerbitkan sebuah kumpulan puisi, memang terus muncul dalam berbagai kesempatan, terlebih kalau saya kebetulan dapat menghadiri acaraacara pertemuan sastra, baik di Malaysia dan Singapura misalnya. Atau ada kumpulan puisi baru yang terbit yang sempat diperoleh di toko-toko buku (kebanyakan di Bandara), tetapi rutinitas kerja kembali membunuh intuisi kepenyairan saya. Tapi kumpulan puisi Mas Goen (begitu saya selalu memanggil Goenawan Muhammad) yang dihimpun Ayu Utami dan Sitok Sringenge dalam Goenawan Muhammad, Sajak-sajak Lengkap 1961-2001 (Metafor Publishing,2001), membangkitkan kembali obsesi yang nyaris terkubur itu. ‘Wi, aku mau menerbitkan kumpulan puisiku, dan kaulah yang bantu merancang wajah dan artistiknya’, kata saya kepada Armawi KH, ketika kami makan siang di kantin Mak Nyak (sebuah kantin di belakang kompleks perkantoran Riau Pos Grup). Armawi KH salah seorang teman baik saya yang juga seorang seniman (penyair dan perupa) dan menjabat Manajer Percetakan. ‘Wah, kejutan itu. Apa serius’, Armawi KH menggugat, karena tahu mimpi saya punya kumpulan puisi itu sudah terlontar, tapi selalu hanyut lagi. “Sekali ini serius. Sejumlah sajak sudah saya siapkan sejak tiga bulan lalu dan aku kepingin punya kado khusus pada usia 59”, saya meyakinkan. Kumpulan sajak Mas Goen memang telah membangkitkan kembali inspirasi saya. Saya telah kembali menyeleksi sajak-sajak yang tersimpang, menghubungi beberapa teman yang menyimpang arsip sajak-sajak lama saya dan saya menyelesaikan beberapa sajak yang terbengkalai. Mas Goen memang selalu menjadi sumber inspirasi saya. xvi
16
Saya menyenangi sajak-sajaknya sejak awal. Kwatrinkwatrinnya sangat mempengaruhi saya. Juga sajak-sajak sublimnya. Karena itu, selalu sehabis membaca sajaksajaknya saya mendapat roh baru untuk menulis puisi atau menyelesaikan sajak-sajak yang terbengkalai. Ternyata tak mudah saya menghimpun kembali sajak-sajak yang pernah ditulis dan diterbitkan untuk sebuah kumpulan. Meskipun cukup banyak dalam rentang waktu hampir separuh usia saya, tetapi tak cukup banyak yang cukup baik untuk diterbitkan kembali. Bahkan terhadap sajak yang sudah pernah ditulis ulang, disempurnakan atau diaktualisasikan (ada sejumlah sajak yang sama, tiga kali direvisi). Sajak-sajak yang akhirnya diputuskan untuk diterbitkan pun tak terlepas dari kekurangan-kekurangan itu. Saya menyadari rentang waktu yang terlalu lama dalam proses kreativitas yang panjang, menyebabkan munculnya inkonsistensi dalam pengucapan, dalam sikap dan pandangan yang mewarnai sajak-sajak ini. Alur waktu dan tempaan hidup ternyata menjadi urat nadi, di dalam warna darah yang mengalir tak seluruh berwarna satu. Darah kehidupan, darah masa lampau dan darah mimpimimpi serta rasa gelisah yang tak pernah putus. Semula, beberapa tahun lalu, kumpulan ini akan diberi Ombak Sekanak , salah satu judul puisi dalam kumpulan ini, sebagai simbol dalam perjalanan hidup, pengembaraan dan percikan-percikan mimpi. Tetapi kemudian saya memutuskan mengambil nama itu untuk buku otobiografi saya, yang mungkin lebih pas. Pilihan selanjutnya seperti yang sudah sempat diceritakan pada teman-teman adalah Kemejan (juga dari salah satu puisi dalam kumpulan puisi ini), sebagai lambang dari perjalanan nasib dan pergulatan hidup, namun terasa sangat pasrah, dan bertentangan dengan filosofi hidup saya yang sejak lama memahami arti sikap optimisme dalam x v ix ix ii
17
hidup. Memahami arti kerja keras dan kesungguhan dalam membangun jati diri. Membangkitkan etos untuk mengatakan,�Menjadi apa dan menjadi apa dan menjadi siapa aku ini?� Lalu saya memilih Tempuling (juga judul salah sajak dalam kumpulan ini), karena pada nama itu, pada kilatan dan tajamnya mata tempuling itu, tersimpan kekuatan makna kehidupan. Ada semacam energi dari dalam diri yang bangkit dan memancang visinya. Di tangan hati yang arif, di lengan pikiran yang jernih dan di sukma yang tawadduk, sebatang tempuling adalah semangat, adalah tekad, adalah roh akan menentukan ke mana hidup ini akan pergi, memberi makna, dan meninggalkan jejak. Tempuling adalah sebuah pilihan sikap. Akhirnya, jika kumpulan ini terwujud, tentu saja ini bukan hasil kerja saya sendiri. Karena ini saya dengan tulus ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya kumpulan ini, seperti saudara Husnu Abadi yang telah berkenan meminjamkan kumpulan puisi saya Ode X yang tersimpan dengan baik dalam dokumentasinya. Kepada Hasan Junus yang membuat catatan pengantar kumpulan ini, seorang teman yang sangat banyak memberi wawasan kebudayaan kepada saya dan membantu saya menjelajahi dunia sastra melalui keluasan pengetahuan dan kemampuannya. Dan secara khusus tentu saja kepada saudara Armawi KH yang telah membuat kumpulan ini begitu indah, melalui sentuhan artistiknya, sehingga sentuhan yang ujud dalam berbagai ilustrasi itu telah menjadi puisipuisi lain, yang mengisi kumpulan ini. Saya merasakan sangat dan sungguh, semua kebersamaan itu, sebagai sebuah persahabatan yang indah dan selalu dikenang.nnn Pekanbaru, 15 April 2002 xviii
18
DaftarIsi Sebuah Pengantar ............................................... ix Dari Penulis ......................................................... xv Daftar Isi ............................................................. xix Pada Hari Itu (kepada Asmini) ............................. 1 Elegi (I) ................................................................. 2 Ode X ................................................................... 3 Biarkan Dukacita Itu ............................................. 5 Bulang Cahaya ..................................................... 7 Hai Rasa Kepingin yang Lelah ........................... 12 Elegi (II) .............................................................. 16 Pada Jam Dua Puluh Lima ................................ 19 Rose (I) .............................................................. 21 Rose (II) ............................................................. 25 Laut .................................................................... 29 Tempuling ........................................................... 31 Kemejan ............................................................. 34 Pancang Nibung (I) ............................................ 37 Pancang Nibung (II) ........................................... 40 Ombak Sekanak ................................................. 41 Suatu Pagi di Sebuah Beranda .......................... 47 Tangan (kepada Melayu) .................................... 50 Episode (I) .......................................................... 53 Rembang Petang ............................................... 63 Episode (II) ......................................................... 69 Di Borobudur ...................................................... 73 xix
19
Ranting Pauh ................................................ Ah .................................................................. Secangkir Sake, Sejentik Tari ....................... Suatu Siang Penghujung Abad ..................... Di Stockholm ................................................. Di Seberang Gedung Putih ........................... Jebat .............................................................
xx
20
75 76 77 78 83 87 93
xxi
21
xxii
22
PADA HARI ITU KEPADA ASMINI
Padahariitu disungaiseputihsusu angin peraman menghunjam pusar mengguncang tebing dan rumpun ilalang butir-butir embun menyaput cadas yang pucat yangkusut Dirahinsiangyangkerapgelisah mataharibangkitkembali membakar lembah dan puncak bukit bencah-bencahbeningmelebihitebing yang merah yangrekah Sementaraanginmengemassisa-sisapanas kedalamlipatansepi
1970
1
23
ELEGI (I) Mammaaaaaaaaaa mamam ma mamam mam ma mam maaa mamaaam mammmmaaa mam ma m m m m . . . . mammaam 1972
2
24
ODE X Ada seribu mawar seribumerah seribupagi basah
3 x v ii x i x
25
Tapi aku mau pergi darisatukelainmalam Luluhkan sukma dalam gaung gaib guaresahku Karenaseribubungalayu dalam genggam ku Karenaakutakbisaberikanselamatpagiku pada kupu-kupu Mawar merah pagiyangbasah Jangan berikan selama pagi mu :Padabumi yang cemburu kupu-kupu berikan bau peluh mu
1975
4
26
BIARKAN DUKACITA ITU Telahadamsalibkaniadikakigunungpercintaan Telahadamlogamkaniapadakaratsebilahpedang Dan kita pun menerima nya sesempurnanya
5
27
:Sayang ku Biarkanbulandisitumencurahkanrindu Biarkan mentari di sana mendedahkan luka Biarkankitadisini dicerminkacau dijurangwaktu :Sayang ku Biarkandukacitaitujadiseteru
[1974-2001]
6
28
BULANG CAHAYA Elangputih berekorpanjang mengigalberahi diujungtanjung mengirimisyarat kesemuapintu: Terimalahcintaku cinta takberkeris cinta takbersuku cintayangtaktersurat dalamlagu-lagu
7
29
Anginberkisar perahuberlayar kudengar sendumu diujungsitar: layang-layang bertalibenang putusbenang talibelati cintakulepas,cintakukenang cintasejati,kubiarpergi hatikukusut rindu ku hanyut berahikuluput
8
30
Ombak gemuruh mengobar dendam membakar hari mengubur mimpi mengirimrindu kesemuapintu: Inilahcintaku kudulangjaditimah kupahatjadipatung ku rendam jadi rempah kugulaibagairebung ku simpan duka ku sampaikeujung
9
31
Kemarau menderau padangkerontang sedih pedih dendam rindu sangkak pantang sumpah seranah jadibarah jadiluka sejarah
10
32
Elangputih berekorpanjang mengigalsendiri diujungpetang mengirimrindu kesemuapintu: Kinicintaku jadisembilu
[1975/2001]
11
33
HAI RASA KEPINGIN YANG LELAH Hairasakepinginyanglelah kau telah sampai pada akhir semua cawan mu kembali pada gua nasib mu
12
34
Istirahatlah sambil minumkan sisa anggur luka mu dansekatkandiridariumbaimimpisiamu janganbilang sia sia nangiskanrasa dirasayangtaknangis sedihkansiapa yangtaksedih
13
35
Kan sudah di luar hitungan waktu disisihkandarihalamanbuku-buku siapa menyapa mu selainsajakyangkautulis ataskening yangsuratkanrahasia dalam rahim mu selainpuisiyangkautikam diuluhati selain kata pertama yang kau pungut dirumput yangkautakutsebut
14
36
Hairasakepinginyanglelah kau sudah masuk dalam perangkap yang adam pun khilaf Istirahatlah! Sambil minumkan sisa anggur luka mu kau sebut nama mu yang kau adalah siapa yang pernah kauhalau lewatseribupintu yang deram langkau kau menghimbau dariselaksajangkau
[1977/2001]
15
37
ELEGI (II) (MENGENANG MISHIMA)
Elangkurik dipuncakhari Pandang Tertukik Ke Rantingmati Bulu Bergidik Melenjit Tinggi Banzaiii! Cakar Terbidik Ke Uluhati Banzaiiiiiii! [1977/2001]
16
38
17
39
18
40
PADA JAM DUA PULUH LIMA Bulan Tiarap Dingin Merayap Gerimis Amis Langit Menggigit Angin Letih Sedih Tuhan Jam Terdiam Aku Tersendak Ya Tidak Yaaa a a a . . . 19
41
Tidaaak ak ak ak . . . Jam Berdering ng ng ng ng ng . . . Tuhan Aku Terkencing
[1978/2002]
20
42
ROSE (I) Rasa rinduku padamu ROSE adalahkuda dipadangterbuka takhentilari taksiangtak malam takpanastakhujan takperihtakluka taksatutakdua tak tak tak taknyerah takkalah tak nyimpan pedang tak gantung kapak takkemastali tak kubur mimpi taksebelumrinduku tenggelamdalamkalbu tidur dalam nadi mu
21
43
Rasa rindu ku padamu ROSE adalahkembara dipadangterbuka lupabatas luruh waktu takpagi takpetang takmanis takpahit tak tak tak takhaus taklapar takkira beribulie beribusungai beribujam beribuhari beriburibumimpi harap dan dendam terpendam
22
44
Rasa rinduku pada mu ROSE adalahpanah yangmelesatmelintascakrawala takputusasa memburu demidetik deminapas demilelap demisirapdenyutnadiku menunggu menerkam tiaplangkah tiapjangkau tiapcekam tiapjemari tuliskancinta tikamkansembilu rinduku
23
45
Rasa rindu ku pada mu ROSE adalahpahit dipadanganggur bagaicuka bagairacun bagaimaut
kutabung tiaptetes tiaphirup tiaphelanapas ketikamulutkukatup menyebut rinduku membunuh cintaku pada mu
[1977/2000]
24
46
ROSE (II) Rasa rinduku padamu adalahragi rapuhkan ranting ragaku adalahracun lecuhkanuratrabuku adalahrayap runtuhkan ruang rahasiaku Ngapakaujadiriak takjadirakit Seberangkanrasarinduku Ngapa kau jadi resam Takjadirotan Anyamkan tali rindu ku
25
47
Rasa rindu ku pada mu adalahrusa dipadang terbuka biarkauadalahbayanghari yangkeraplindapdansendiri aku mau luluh dalam harum rumput mu Rasa rinduku pada mu adalahpancang dilauttaksepi biarkauadalahpalungwaktu yang aku tak tahu ujung lubuk mu aku mau luluh dalam pusar arus mu
ROSE
[1979/2000]
26
48
27
49
28
50
LAUT Sepertimerekasediakala akupunberdiriditebingmu dengansebatangtempuling Tikam! Maka ku tikam jejak riak mu yang kutahu tak siapapun tahu di mana tubir mu
Sentak! Maka kusentak tancap harap ku Yang kutahu tak siapapun tahu di mana palung mu Sepertimerekasediakala akupun tak pernah menyerah padakeluasan padakebiruan padauntungnasib yanghanyutdaritelukketeluk yang terombang ambing di pundak ombakmu 29
51
Sepertimerekasediakala Akupun senantiasa Tikam! Sentak! Tikam! Sentak! Tikaaaaaammm! Sentaaaakkkk! ! ! ! ! Tempuling ku Asin mu Hanya musim yang bermain [1982/2000]
30
52
TEMPULING Sebatangtempulingtersadaidigigipantai sehabisbadai Seorang bocah menemukannya sehabissekolah : Tuhan Siapalagiyangkinitelahmenyerah! Takterlihattanda-tanda Takterciumanyirnasib Tak tercatat luka musim Kecualitangisombak Pekikelang yangjauhdanngilu diantaracuaca dan gemuruh karang Sebatangtempulingtersadaidigigipantai sehabisbadai Seorang bocah menatapnya penuhgelisah :Tuhan Diakahkiniyangtelahmenyerah? telahkalah?
31
53
: Tuhan Diamemangtelahberbisik Pindahkan pancang sebelumpasang Hatikumemangtelahterusik ketikasehelaiwaru guru lesap lewattingkap tersuruk diantaratungku menunggu gelap Sebatangtempulingtersadaidibibirpantai sehabisbadai Seorang bocah merasakan pelupuk nya telahbasah
32
54
: Tuhan Bawalah seorang menemukan nya menguburkan nya di antara pantai memberikan nya satu tanda danjanganbiarkanarus membawanya jauh ke lubuk dalam yang akupun tak tahu dimanaakankutuliskan rinduku
[1982/1996/2000]
33
55
KEMEJAN Ke lubuk paling ceruk manakah kau akan menyuruk ke palung paling ujung manakah kau akanberselindung Akansampaijugajejaktempuling menghentak punggung membiarkan engkau melepas dendam zaman kepuncaklaut
Apa lagi rahasia mu memenangkan pertarungan ini? Ada pada mu ombak tapitakberbadai Ada pada mu arus tapitakberangin Ada pada mu taring tapitakbergeming
34
56
Apalagirahasiamu... Kecualilubuk ke mana sebelum menyerah kauakankembali Kecualinasib kepadasiapakau akan berdamai Kecualidendam ketikakaumengibaskan ekor mu ketikakauhitungdetakdetik jejaklangkahmu di antara amis musim diantarangiluwaktu diantaratikam dankilattempuling
35
57
Kecualipekikpedihmu : Tuhan Inikahnasibku InikahcintaMu
[1982/1996/2000]
36
58
PANCANG NIBUNG (I) Pancang nibung disudutberdengung teritipngelembung di musim bersambung sudahberibuperahu tambat beribukail redam beribu umpan lesap beribupagut luput
beribuharap lepas beributunggu lalu
37
59
Tapi cuma ombak cabararus cuma arus gempur perahu cuma perahu goyang pancang cuma pancang koyakjejak cumajejak menjejak redam tapicumabisu bilakemejanakan di mana kemejan akan ke mana kemejan akan
38
60
tapicumacari beributahan menunggu kemejan beributangan mengedan kemejan beribubisik membujuk kemejan
Pancang nibung disurutberdengung teritipngelembung di musimbersabung Cuma waktu mencabut mu dariterumbu
[1998/1990/2000]
39
61
PANCANG NIBUNG (II) Pancang nibung dilautberdengung Entah berapa camar yang pernah hinggap Tinggalkanjejak dipuncak tunggu mu
[1988/2002]
40
62
OMBAK SEKANAK O, ombak sekanak Anginbarat gelombangbarat Laut Sekanak ombak Sekanak Kemana kita akan pergi Pergi Sepertisepotongsabut terombang ambing terkapung kapung di pucuk ombak dipucukbuih dipucukangin dirasaingin dirasadingin dirasasansai dirasalepai
41
63
Dimana kita akan sampai Sampai sepertisepotongsabut yang hanyut yangtersangkut yangterlempar yang terdampar dibibirpantai dicelahkarang ditiangjermal dikakitebing dipelukteluk
42
64
Kitasepertisebuahperahu berlayar berlayarkertas berlayarkain berlayarmimpi berlayar dianginbarat digelombangbarat dilautsekanak diombaksekanak
43
65
Kitasepertisebuahlaut lautyang taksemuasurut ombak yang tak semua reda badai yang tak semua Kitasepertisebuahgapai yang harus sampai sampaikepantai melepassansai melabuh sauh menambat sungguh O, ombak sekanak
44
66
45
67
46
68
SUATU PAGI DI SEBUAH BERANDA Suatupagidisebuahberanda angingemetarpadagordin nadiberdebar dan dingin menyambar Dicermin takutbermain menepisangin
47
69
Rasa Adayangtaklagibalik padamu ku sesiapa Ada yang mengkristal di cawan kopi larutdalamku mu sesiapa Adayangterlepasdaripertemuanitu ngilu mengiriswaktuku mu sesiapa
48
70
Suatupagidisebuahberanda adayangsudahjadilain barangkaliKu Mu SESIAPA barangkalicumaangin bermain menyisakan sentuhannya yangbacin
[1980/2000]
49
71
TANGAN (Kepada Melayu) Jangan bilang punya Tangan kalaucumabisatadah cumabisagaruk cumabisaraba cumabisakocok sebab tangan barulah Tangan kalau bisa jadi TANGAN bisatangkap bisatepis bisasepak bisatumbuh bisatampar
50
72
Sebab tangan barulah Tangan kalautidakbisajadit-a-n-g-a-n sebabtanganbarulahtangan kalau malu pada Tuhan sebabTuhantaktegah
Tangan jadi parang asaltaksembarangtetak jadipedang asaltaksembarangtikam jadibesi asaltaksembarangkeras
51
73
SebabTuhansudahbilangPhuah! Sebab Tuhan sudah bilang Nah! Sebab Tangan adalah Anugerah! maka jangan sembarang Ah!
[1981/1997/2000]
52
74
EPISODE (I) awang dede dedeoi bingkislahawang bingkislah
53
75
kawanan mokeh menghijaulangit menabur pekik menukik sunyi bumi bernyanyi anjungkansidayang kepuncakara gelitikperi kilaikanberahi himbausibujang menjejakhendak kegetahcempedak
54
76
awang dede dedeoi bergegaslahawing bergegaslah
55
77
janganbiarangin membuai ingin janganbiarmimpi mengayun harap sebab suntingsiapadiujungjari disuntingsiapamenghitunghari sebab suntingsiapadiujungkening disuntingsiapamelukisangin sebab kemana rindu mu kesiaparindumu akan sampai sesampai mokeh memkik rasa serasabayanmengilaiadhuhai
56
78
Awing dede dedeoi berjalanlahawang berjalanlah
57
79
ke mentari bangun menangkap kecapung kementarirebah menangkap kelembak ke malam rindu menyunting dayang dayang senandung senandungnasib senandungluka senandung angin membakar ingin senandung sampai tak sampai langkahaduhai
58
80
awang dede dedeoi berkemaslah awang berkemaslah
59
81
Sebab mimpi yang berlayar diayun takkanpernahmelintaskurun sebab inginyangbermaindiangin tak kan pernah meraih champin
[1982/1988/2002]
60
82
61
83
62
84
REMBANG PETANG Adakah kita memang telah siap ketikasebuahrembangdatang rembang petang dan kita harus menyapanya dengan sukma yang tenang?
63
85
Kitaternyatamasihseringterkesiap ketika menangkap gemersik dedaunan ketikabunyitokekmengusik ketikasebuahiring-iringanlewat meski hanya sebuah arakan pengantin sebuah sunatan kanak-kanak sebuah unjuk rasa para tunawisma
64
86
Kita memang masih sering renyah ketika sukma bersentuh dengan remah-remah ketikaharusberkemasdipekarangan menyisihkansisadedaunanyangluruh sesudahhujan sesudahpanas menggalilubang membakar dan menatap asap layap menuju lanskap
65
87
Kita memang masih sering resah ketikamelewatkansaatrehat saatmenegukkopi menyetelkasset atau membelai pundak Blacky saattiba-tibamerasa : hidupseperti sebatangakasia disudutjalan membangun bayang-bayang panjangdanlengang ketikatibarembang rembang petang
66
88
Kitamemangmasihseringterkesiap ketikamenatapkalender mengingathari menyeteltelevisi dan bergumam : kematianseperti sehelaidaun luruhketikarembang terpurukdisudutjalan dikubur bayang-bayang
67
89
Apakah kita memang telah siap ketikatibasebuahrembang rembang petang Dan menyapanya dengan sukma yangtenang?
[1988/2000]
68
90
EPISODE (II) Guntur yang kelindan menikam siang Sayup Perih Tertindihdiantaramega
Tiba-tibagerimis tiba-tibapanas MENGERAS!
Sebarispelangi lingkup dan menyusun beribuhuruf Tiba-tibasunyi tiba-tibangilu MEMBATU!
69
91
: Tuhan Dibendulpintu Seorangnenek tersedu memandang burung petang terbang semakinjauh kelabu
: Tuhan JejakMukahitu menancap dipucuk jantungku
[1988/2001]
70
92
71
93
72
94
DI BOROBUDUR Dibatureliefakumembacasebuahperjalanan kekeabadian ditengahkeheningan dibawahketeduhan diantarakealpaan diantarahuruhara
Tetapiwajahyangarifituseakanmemberitahu perjalanan memang takkan pernah sudah takkan pernah sampai dan kita memang tak tahu dimanakahkeabadianitu
73
95
Di depan stupa, aku menyaksikan kemurkaan cuaca yangmengikisjejaksejarah yangsekeratdemisekerat meluncur ke kesunyian waktu
Adakahlagisesuatu yangterpahatdisitu mengingatkan zaman tentangkenisbian?
[1977]
74
96
RANTING PAUH ketika sepa yang luruh p a u h sang kaki Ranting menyentuhdisuatusubuh,takpernahmengeluh. Karenatahu,sebuahperjalananjauhtelahmeletakkan bebannya yang lusuh penuh, dibalik jubahnya yang [1998]
75
97
AH! Di Sehelaisajjadah di hadapan Kaabah aku menyerah rasadipunggah resadidedah resahdiluah Allah akubersalah AH!
[1999]
76
98
SECANGKIR SAKE, SEJENTIK TARI Secangkirsake,sejentiktari,Kiyokosan Angin sungai, dan suara gendang, menerobos bedakmu Aku menghirup rupa, menghirup wangi, menghirup tradisi Menangkap makna dibalik kelebat payung jingga mu Mencarisuara-suaraabadidibalikkimonomu Kau kah itu Kiyoko san dibalikgemuruh playstation dan keletahSincan ketika aku mabuk dan kikikmu tertahan [1999]
77
99
SUATU SIANG PENGHUJUNG ABAD Suatusiang,penghujungabad Bahana melinia menyentuh gerbang Terbangkanberatus,gagak, derukanberibudingin Tuhan, aku saksikan zelzah gemetar menatap angin na ng kap me g e m e t a r ingin dan aku
78
100
Berapa sampaikah desah harapku berapasudahkahderaplangkahku sementara hariku menderu di busur waktu
DiNorthbridge,penghujungabad Tonil kekanak menyambar rindu Tarikanderaipantai nyanyikan keletah ombak senandungkanderitatebing Tuhan, aku bayangkan Bakong gemetar menatap angin dan aku gemetar menangkap ingin
79
101
Berapa sampaikah benang mimpi ku Berapasudahkanjahitjubahjiwaku Sementara hariku menderu di busur waktu DiNorthbridge,penghujungabad Gemuruh concorde menyibak dingin dan kalender terlepas menuju malam Tuhan, aku saksikan Zelzah gemetar menahan musim dan aku gamang menentang angin [1999/2000]
80
102
81
103
82
104
DI STOCKHOLM KEPADA : DI DarisebuahtamandiStockholm,suatupetang kita menyaksikan monumen sebuah jangkar diantarapelabuhandantiang-tiangperahu dankauberkata: Seberapajauhkitaberlayar kitaharussampai harus melabuh sauh dan turun ke pelabuhan tapijanganmenolehkebelakang sebabdibelakangadalahlaut sebablautadalahmisteri yang menyimpan rindu yang mengeram takut yangmenuliscinta yang memendam benci
83
105
DarisebuahtamandiStockholm,suatupetang kita memandang cuaca dan gemerisik angin dankauberkata: Seberapajauhkitaberlayar kita harus menyimak cuaca kitaharusmenghitungangin tapijanganmenolehkebelakang sebabdibelakangadalahsepi sebabsepiadalahmisteri yang menyimpang dendam yang membunuh mimpi
[2000]
84
106
85
107
86
108
DISEBERANG GEDUNG PUTIH Bill, Adaberatus-ratusorang diseberangtaman membangun tenda memasang pamplet menghadapkan muka mendedahkan dada meneriakkanberibukata
87
109
Adakah kau di sana mendengarnya? tapipintupagarmu menelan suara Akujugadisitu di depan gerbang mu mengunjukpuisiku membacakanpetisiku: Indonesiatanahairku tanah tumpah darah ku disanalahakuberdiri jadipanduibuku
Mungkinkaudisitu mengambil tahu tapipintupagarmu menatapbisu
88
110
Bill, Adaberatus-ratusorang diseberangtaman melambaikan tangan mengucap salam menunggu jawaban dari dalam meskipun kau tetap diam meskipun kami percaya sekalisekalakausibakjendela menangkap perubahan cuaca sambilberkata: Mereka harus mendengar Amerika!
89
111
Danakujugadisitu di depan gerbang mu menangkap harum bunga dan apak rumput mendengarcicittupai dan daun maple mencium bauk arak dan sendawa pemabuk sambilmenambahalineapetisiku: Indonesiatanahairbeta Negerikaya,Zamrudkhatulistiwa Disanalahkamiterlena [2001]
90
112
91
113
92
114
JEBAT Telahkauhunuskeris telahkautusukdendam telahkaubunuhdengki tetapi,siapakahyangtelahmengalahkanmu
93
115
Kami hanya menyaksikan luluh rasa murka mu celup cuka cemburu mu kuburrasacintamu di bayang-bayang hari mu Kami hanya menyaksikan waktu menghapus jejak darah mu angin menerbangkan setanggi mimpimu ombak menelan jejak nisan mu di balik cadar mimpi-mimpi mu Kami semua telah mengasah keris telah menusuk dendam membunuh dengki meruntuhkantirani Tapi siapa yang telah mengalahkan kami Menumbuhkan khianat melumatkan sesahabat mempusarakan sesaudara Kami hanya menyaksikan waktu yang berhenti bertanya sejarahyangberhentiditulis dan kita hanya membangun sebuah arca [2002]
94
116
Ternyata tak mudah Menghimpun kembali sajaksajak yang pernah di tulis, dan diterbitkan untuk sbuah kumpulan. Meskipun cukup banyak dalam rentang waktu hampir separuh usia saya, tetapi tak cukup banyak yang cukup baik untuk diterbitkan kembali. Bahkan terhadap sajak yang sudah pernah ditulis ulang, disempurnakan atau diaktualisasikan (ada sejumlah sajak yang sama itu tiga kali direvisi). Sajak-sajak yang akhirnya diputuskan untuk diterbitkan pun tak terlepas dari kekurangan-kekurangan itu. Saya menyadari rentang waktu yang terlalu lama dalam proses kreativitas yang panjang, menyebabkan munculnya inkonsistensi dalam pengucapan, dalam sikap dan pandangan yang mewarnai sajak-sajak ini. Alur waktu dan tempaan hidup ternyata menjadi urat nadi, di dalamnya warna darah yang mengalir tak seluruh berwarna satu. Darah kehidupan, darah masa lampau dan darah mimpimimpi serta rasa gelisah yang tak pernah putus ...
117
118
119