IMBAL JASA LINGKUNGAN
DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
JULY 2009
This publication was produced by Development Alternatives, Inc. for review by the United States Agency for International Development under Contract No. 497-M-00-05-00005-00
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Title
: Imbal Jasa Lingkungan di Beberapa Daerah Aliran Sungai
Program, activity, or project number
: Environmental Services Program,
DAI Project Number
: 5300201.
Strategic objective number
: SO No. 2, Higher Quality Basic Human Services Utilized (BHS).
Sponsoring USAID office and contract number
: USAID/Indonesia, 497-M-00-05-00005-00.
Contractor name
: DAI.
Date of Publication
: July 2009
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
ii
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
v
RINGKASAN 1. LATAR BELAKANG 1.1. KONSEP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (PES) 1.1.1. Pengertian 1.1.2. Manfaat dan Penilaian Jasa Lingkungan 1.1.3. Karakteristik PES 1.1.4. Skema PES 1.1.5. Manfaat PES dalam Kerangka Pengelolaan SDA dan DAS
vii 1 2 2 4 6 7 9
1.2. ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM (ESP) 1.2.1. Tujuan 1.2.2. Program/Komponen
9 10 10
2. KERJASAMA KEGIATAN KONSERVASI MAGELANG
13
13 16 19 19 21 22 24
2.1. GAMBARAN UMUM LOKASI 2.2. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP 2.3. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) 2.4. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) 2.5. MEKANISME IMBAL JASA LINGKUNGAN DI KABUPATEN MAGELANG 2.6. PERKEMBANGAN KEGIATAN 2.7. PEMBELAJARAN
3. INISIATIF IMBAL JASA LINGKUNGAN DI SUB DAS HULU BERANTAS
29
29 30 33 34 35 35 37
3.1. LATAR BELAKANG 3.2. GAMBARAN UMUM LOKASI 3.3. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP 3.4. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) 3.5. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) 3.6. MEKANISME PES 3.7. PEMBELAJARAN
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
iii
iv
4. KEMITRAAN SWASTA PENGGUNA AIR DALAM MENDUKUNG KONSERVASI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (TNGGP)
41
4.1. LATAR BELAKANG
41
4.2. KONDISI UMUM TNGGP 4.2.1. Potensi Jasa Lingkungan 4.2.2. Interaksi Masyarakat Hutan
42 42 43
4.3. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP
43
4.4. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) 4.4.1. Potensi Masyarakat Desa Konservasi
44 46
4.5. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER)
47
4.6. MEKANISME IMBAL JASA LINGKUNGAN 4.6.1. Forpela Sebagai Kemitraan Pengguna Jasa Lingkungan Air 4.6.2. Membangun Kesepakatan Bersama Pengguna Air
48 48 48
4.7. KEMAJUAN HINGGA SAAT INI
51
4.8. PEMBELAJARAN
51
5. HUTAN ASUH TRUST FUND (HATF) PASURUAN
59
59 59 60 61 61 62 63 64 64
5.1. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.2. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP 5.3. KONSEP HUTAN ASUH 5.4. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) 5.5. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) 5.6. HUTAN ASUH TRUST FUND (HATF) 5.7. MEKANISME PES 5.8. KEMAJUAN HINGGA SAAT INI 5.9. PEMBELAJARAN
6. KESIMPULAN
69
LAMPIRAN
71
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1: MATA AIR LEBAK, KECAMATAN GRABAG, KABUPATEN MAGELANG GAMBAR 2: SKEMA PES - MAGELANG GAMBAR 3: SKEMA KERJASAMA HULU HILIR ANTARA PIHAK PENYEDIA DAN PENERIMA MANFAAT JASA LINGKUNGAN DI SUB DAS HULU BERANTAS. GAMBAR 4: SKEMA PENDANAAN (PEMBAYARAN IURAN KEANGGOTAAN) GAMBAR 5: SEBAGIAN PESERTA KOKAKARYA BERSAMA BPK.MUZAMIL SH, ( DI TENGAH BERBAJU PUTIH) WAKIL BUPATI PASURUAN SAAT SETELAH BERDIALOG TENTANG UPAYA PELESTARIAN DAN KONSERVASI HUTAN RAYA R.SOERYO. GAMBAR 6: PENGELOMPOKAN KEGIATAN UTAMA HATF GAMBAR 7: SKEMA PES HATF - PASURUAN
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
16 21 35 47 56 59 59
v
vi
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
RINGKASAN PENGERTIAN PES Paymant Environmental Services (PES) didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa (service provider) dibayar oleh penerima jasa lingkungan (service users). The Regional Forum on Payment Scheme for Environmental Services in Watershed, The third latin American Congress on Watersheed Management, 2003, mendefinisikan PES sebagai sebuah transaksi sukarela (voulantary) yang melibatkan paling tidak satu penjual, satu pembeli dan jasa lingkungan yang terdefinisi dengan baik. Dalam transaksi ini berlaku prinsip-prinsip bisnis “hanya membayar bila jasa telah diterima”.
KEGIATAN ESP ESP mendorong adanya pengelolaan dan kebijakan daerah aliran sungai (DAS) dan menggalang pembiayaan alternative untuk konservasi daerah aliran sungai. ESP juga telah membantu dan mengawali terbentuknya pola hubungan antara bagian hulu sebagai penyedia jasa lingkungan dan bagian hilir sebagai penggunanya walaupun hubungan tersebut masih dalam skala local. Daerah-daerah yang telah mengembangkan pola hubungan PES itu adalah : • Taman Nasional Gunung Pangrango – Jawa Barat • Kabupaten Magelang – Jawa Tengah • Bumi Aji Malang – Jawa Timur • Hutan Asuh Trust Fund, Pasuruan – Jawa Timur
• Imbal Jasa Lingkungan – Taman Nasional Gunung Pangarango
Pihak penyedia jasa lingkungan adalah masyarakat desa penyangga kawasan konservasi disekitar kawasan Taman Nasional Gunung Pangrango. Sedangkan pihak pengguna adalah perusahaan dan industry yang berada di sekitar TNGP. Sebagai pihak perantara yang berperan dalam terjadinya hubungan antara penyedia dan pengguna adalah Forum Peduli Air (Forpela) TNGP.
• Imbal Jasa Lingkungan – Magelang
Pihak penyedia jasa lingkungan adalah daerah-daerah sebagai area pengisian mata air dan pengguna jasa lingkungan adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Magelang. Dalam hubungan dengan kerjasama ini dibentuk Tim Multipihak yang terdiri dari Dinas-dinas dalam lingkungan Pemda Kabupaten Magelang terkait dengan konservasi dan PDAM sendiri.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
vii
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
• Imbal Jasa Lingkungan – Pasuruan Pihak yang didefinisikan sebagai penyedia jasa lingkungan adalah lingkungan petani dikawasan Taman Hutan Rakyat R. Soerjo. Mereka tergabung dalam Paguyuban Kelompok Tani Tahura yang terdiri dari Kelompok Tani di 9 (Sembilan) desa. Sedangkan pengguna jasa lingkungan hingga saat ini adalah Perusahaan Rokok Sampoena, PT. Coca Cola, dan PT. Aqua.
Hubungan kerjasama antara pengguna dan penyedia difasilitasi oleh pihak-pihak lain seperti Unibraw, PERS, Pemda Pasuruan, Perhutani dan Tahura serta ESP. Selain itu sebagai lembaga perantara dibentuk juga Hutan Asuh Trust Fund yang keanggotaannya terdiri dari Yayasan Kaliandra dan organisasi local lainnya seperti Kelompok Tani Tahura (KTT) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
• Imbal Jasa Lingkungan – Malang
viii
Pihak penyedia jasa lingkungan terdiri dari beberapa institusi diantaranya adalah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Kelompok Tani Bumijaya II Bumiaji, Kelompok Masyarakat Dusun Payan. Sedangkan pengguna dari jasa lingkungan lebih dari satu pengguna diantaranya adalah Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (HIPPAM), Perum Jasa Tirta I dan PT. Pembangkit Jawa Bali (PJB).
Untuk membangun kesepahaman pengertian antara penyedia dan pengguna dibentuk mediator yang saling melengkapi dalam membangun PES di Bumi Aji. Mediator tersebut adalah Fokal Mesra yang merupakan forum koordinasi komponen organisasi masyarakat yang meliputi LMDH, KTT, IPPHTI, PKK. Kecamatan Bumi Aji sebagai unit pemerintahan yang sah. Pusaka sebagai lembaga swadaya masyarakat yang memainkan peranan tidak terlalu formal di tingkat masyarakat namun cukup bisa diterima dikalangan pemerintah.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
1 LATAR BELAKANG Manusia pada dasarnya mendapat anugerah sumber daya alam yang berlimpah, baik tanah yang subur, hutan alam, maupun barang tambang dan air. Namun cara manusia memanfaatkan sumber daya tersebut secara berlebihan telah menimbulkan kerusakan hingga ambang batas mengancam kehidupan mahluk hidup. Ketika bencana alam beruntun melanda Indonesia, seperti banjir bandang dan longsor, banyak pihak menyoroti kondisi hutan dan pengelolaannya sebagai penyebab bencana tersebut. Masyarakat hulu seringkali dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab karena aktivitasnya yang dikategorikan perambah hutan. Penebangan liar dengan pelaku masyarakat lokal dan dukungan pihak luar sebagai pemodal seringkali melengkapi tuduhan tersebut. Masyarakat hilir yang menjadi korban bencana tersebut seringkali menuduh masyarakat hulu sebagai penyulut bencana. Pihak yang ditunjuk sebagai pengelola hutan maupun daerah aliran sungai seringkali berkelit dari tanggung jawab atas bencana tersebut. Pemerintah daerah seringkali mengeluh dengan kesibukan mereka menangani bencana dan kemudian meminta semua pihak untuk melakukan koordinasi. Kasus ini juga terjadi di banyak negara di dunia. Kondisi di atas telah menimbulkan kekhawatiran global dan mendorong lahirnya kesepakatanglobal yang diprakarsai Perserikatan Bangsa-Bangsa, antara lain Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro (1992) dan KTT di Johannesburg (2002) beserta langkahlangkah aksi yang dihasilkannya. Kedua KTT ini mendorong penyelenggaraan Pembangunan Berkelanjutan yang ditopang oleh tiga pilar yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial. Pasar global pun semakin menghargai jasa lingkungan ekosistem hutan walaupun masih dalam serba keterbatasan. Di dunia saat ini telah muncul kesediaan pasar untuk membayar beberapa jasa lingkungan hutan seperti: pengaturan tata air, keindahan bentang alam, keanekaragaman hayati dan karbon. Indonesia yang memiliki luas hutan terbesar ke tiga dan keanekaragaman hayati terkaya ke dua dunia memiliki potensi yang sangat besar yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan. Dari berbagai laporan kegiatan, di Indonesia sendiri telah banyak inisiatif untuk menghargai jasa lingkungan ekosistem hutan, baik melalui kerja sama lembaga-lembaga domestik maupun dengan dorongan dan bantuan lembaga internasional.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
1
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
1.1. KONSEP PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN (PES) 1.1.1. PENGERTIAN Degradasi sumber daya alam (SDA) dan lingkungan telah sedemikian tinggi. Hal ini berdampak pada penurunan daya dukung ekosistem dan sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup manusia. Untuk menghambat laju degradasi tersebut sudah banyak kebijakan pengelolaan SDA dan lingkungan yang dikembangkan. Kebijakan-kebijakan ini umumnya menggunakan pendekatan perangkat peraturan sistem komando dan kendali (command and control approach – CAC) daripada pengembangan sistem insentif ekonomi (economic incentive based approach – EIB). CAC adalah kebijakan pengelolaan SDA atau lingkungan dengan menggunakan berbagai standar dan mengontrolnya dengan peraturan hukum yang disertai sangsi (Turner, Perace dan Bateman, 1994)1. Sedangkan EIB adalah pendekatan pengelolaan lingkungan melalui penciptaan nilai atau harga bagi lingkungan yang lebih baik, sehingga lingkungan bukan merupakan barang gratis (Field, 1994)2. Dalam berbagai kasus, mekanisme CAC kurang mampu mengatasi masalah. Untuk itu para ahli mencoba mengatasinya dengan mempromosikan mekanisme EIB. Pendekatan EIB dalam pengelolaan SDA dan lingkungan menggunakan prinsip yang mengharuskan penghasil polutan untuk membayar (kompensasi) bagi korban atau penerima polutan (polluter pays principle). Pengelolaan SDA dan lingkungan yang baik memiliki sejumlah manfaat positif bagi ekosistem, misalnya pengelolaan sumber daya hutan (SDH) yang baik akan memperbaiki iklim skala mikro, penyerapan CO2, menghasilkan O2, menghambat laju erosi, sedimentasi dan menyimpan/mengendalikan tata air, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan hasil dari upaya-upaya suatu pihak (individu, kelompok, organisasi) yang dinikmati pihak lain. Dengan memperhatikan proses yang saling memberi manfaat seperti ini, maka seharusnya berlaku pula prinsip penerima manfaat harus membayar (kompensasi) kepada penyedia manfaat (user pays principle). Untuk mendorong upaya-upaya perbaikan dan pelestarian lingkungan, selain himbauan moral, perlu pula mengembangkan instrumen insentif yang memadai. Insentif didefinisikan sebagai cara atau mekanisme penyediaan instrumen yang mampu memberikan motivasi kepada seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu sesuai keinginan masyarakat luas (collective needs) (Maskin, 2001) 3. Pemberian insentif ini sangat diperlukan, terutama berkaitan dengan upaya-upaya konservasi dalam pengelolaan SDA dan lingkungan yang lebih baik. Hal ini terutama didasarkan pada kenyataan bahwa dalam banyak kasus, manfaat pribadi atau kelompok (private benefits) dari upaya konservasi ternyata lebih rendah daripada manfaat umum (public benefits)
1 Turner R.K., Pearce, D. and Bateman, I. 1994. Environmental Economics. Harvester Wheatheaf. London. 2 Field, barry. C. 1994. Environmental Economics. Mc Graw Hill, Inc. USA 3 Maskin, E.S. 2001. Roy Radner and incentive theory, Review of economic Design 6, 311- 324. Springer-Verlag.
2
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
(Comerford and Binney, 2004) 4. Sebagai contoh, upaya konservasi tanah oleh masyarakat (petani) di hulu akan sangat menguntungkan masyarakat hilir. Masyarakat hilir akan mendapat manfaat berupa pengendalian erosi, sedimentasi, fluktuasi ekstrim debit air dan dapat memberikan kualitas air yang lebih baik. Walaupun upayatersebut memberi manfaat bagi petani di hulu berupa hasil pertanian yang lebih baik (private benefits), namun manfaat bagi masyarakat hilir (public benefits) akan lebih besar dari manfaat pribadi tersebut. Masyarakat hilir, dengan demikian, sudah sewajarnya memberi insentif bagi masyarakat hulu, agar masyarakat hulu tetap memiliki motivasi dan kesediaan untuk tetap melakukan (dan bahkan meningkatkan) upaya-upaya konservasi tanahnya. Dengan merujuk pada kerangka pemikiran seperti diuraikan di atas, dewasa ini banyak negaranegara maju dan beberapa negara berkembang telah menawarkan konsep pembayaran jasa lingkungan atau Payment for Environmental Services (PES). Konsep ini terutama didasarkan pada pemberian skema-skema kompensasi untuk menghargai upaya masyarakat dalam mengelola ekosistem untuk menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang lebih baik. Konsep ini menganut premis bahwa insentif yang diberikan tersebut dapat memperbaiki praktek-praktek pemanfaatan/pengelolaan lahan (Rosa et. Al., 2003)5. Secara umum PES didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa (service provider) dibayar oleh penerima jasa (service users) (The Regional Forum on Payment Schemes for Environmental Services in Watersheds, The Third Latin American Congress on Watershed Management, 2003). Wunder (2005) , mendefinisikan PES sebagai sebuah transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdifinisi dengan baik (well-defined environmental service). Dalam transaksi ini berlaku prinsip-prinsip bisnis “hanya membayar bila jasa telah diterima”. Konsep PES tersebut dapat diterapkan pada pengelolaan DAS, konservasi keanekaragaman hayati (kehati) dan penyerap karbon (Rosa et. Al., 2003). Wunder (2005)6 mengidentifikasi empat tipe jasa lingkungan yang saat ini mengemuka yaitu penyerap dan penyimpan karbon, perlindungan kehati, perlindungan DAS dan pelestarian keindahan bentang alam. Khusus untuk pengelolaan DAS, PES didefinisikan sebagai perwujudan mekanisme pasar untuk memberi kompensasi bagi pemilik lahan di hulu dalam rangka memelihara atau mengubah suatu penggunaan lahan yang dapat mempengaruhi ketersediaan dan atau mutu sumber daya air di hilir (The Regional Forum on Payment Schemes for Environmental Services in Watershed, The Third latin American Congress on Watershed Management, 2003).
4 Comerford, E. and Binney, J. 2004. Choosing between incentive mechanisms for natural resource management : a practical guide for regional NRM bodies. Queensland Department of Natural Resources and Mines. Australia Government. 5 Rosa, H., Barry, D., Kandel, S., and Dimas, L. 2003. Compensation for Environmental Services and Rural Communities : Lessons from Americas. International Conference on Natural Assets, Tagaytay City, Philippines, January 2003. 6 Wunder, S. 2005. Payments for Environmental Services : Some nuts and bolts. CIFOR Occasional Paper No. 42. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
3
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
JASA LINGKUNGAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS SUB DAS (DAS MIKRO)
AREA RESAPAN MATA AIR MATA AIR Waduk, Sungai, Situ, laut
Check Das
Terjaminnya Ketersediaan Air pada musim kemarau
Hulu
Tengah
Hilir
IMBAL JASA LINGKUNGAN
1.1.2. MANFAAT DAN PENILAIAN JASA LINGKUNGAN Field (1994) mengartikan manfaat sebagai segala sesuatu yang dapat membuat seseorang atau sekelompok orang mendapat keuntungan. Bila orang diberi sesuatu dan pemberian tersebut meningkatkan kesejahteraannya, maka orang tersebut telah mendapat keuntungan. Orang tersebut akan merasa dirugikan apabila sejumlah manfaat diambil darinya. Barang dan jasa uang yang dihasilkan oleh sumber daya secara garis besar dapat digolongkan menjadi barang dan jasa yang memiliki pasar (market goods and services – MGS) dan umumnya memiliki nilai atau harga pasar (priced goods and services – PGS) dan yang tidak tersedia pasarnya (non market goods – NMGS) dan umumnya tidak memiliki harga pasar (unpriced goods and services – UPGS). MGS dicirikan oleh karakteristik barang dan jasa yang memiliki informasi lengkap sehingga harga dapat digunakan sebagai pembimbing untuk mengambil keputusan konsumsinya. Sedangkan NMGS, karakteristiknya bisa jelas tetapi tidak memiliki harga sehingga keputusan konsumsinya tidak didasarkan pada harga, tetapi oleh preferensi (willingness to pay – WTP) seseorang. Umumnya barang dan jasa lingkungan merupakan NMGS. Contoh yang baik untuk menggambarkan penjelasan tersebut di atas adalah sumber daya hutan (SDH). Wunder (2005) menyimpulkan bahwa dewasa ini perhatian yang meningkat terhadap PES umumnya difokuskan pada SDH.
4
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Dengan dasar pemikiran seperti diuraikan di atas, maka manfaat barang dan jasa yang dihasilkan oleh SDH dapat dijabarkan sebagai berikut : • Kelompok manfaat dari MGS : 1. Hasil hutan berupa kayu dan 2. Hasil hutan non kayu, 3. Penyedia pakan ternak, 4. Penyedia pangan bagi masyarakat sekitar hutan dan 5. Rekreasi/pariwisata. •
Kelompok manfaat dari NMGS : 1. Kemampuan pohon untuk menyerap CO2 dan menghasilkan O2, 2. Tempat berlindung dan berkembang biak (habitat) satwa liar, 3. Perlindungan tanah dan air, 4. Pemandangan, 5. Perlindungan keanekaragaman hayati, 6. Sumber plasma nutfah, 7. Sekat bakar, 8. Budaya atau sejarah, 9. Pendidikan atau pelatihan, 10. Nilai keberadaan hutan, dan 11. Areal ritual keagamaan atau spiritual.
Pengelompokan jasa lingkungan SDH seperti diuraikan di atas akan berpengaruh pada cara peng-hitungan nilai ekonomi SDH. Menurut Nugroho (2004)1 , nilai ekonomi SDH dapat diartikan sebagai karakteristik (kualitas) dari SDH yang membuat sumber daya tersebut dapat dipertukarkan dengan sumber daya lain, dengan tujuan utama menentukan nilai secara komprehensif dan holistik dari SDH tersebut. Nilai ekonomi SDH tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghitung : 1. Kerugian dari dampak suatu kegiatan, 2. Biaya pencegahan dampak, 3. Tarif retribusi, 4. Tarif masuk taman nasional, 5. Tarif pajak sumber daya, 6. Kompensasi yang harus dibayar oleh pembuat kerusakan lingkungan, 7. Alokasi investasi (asset) untuk tujuan pengelolaan dan 8. Analisis biaya manfaat suatu proyek. Nilai ekonomi sumber daya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu use-value (UV) dan non use-value (NUV). Use value diartikan sebagai nilai yang dapat 1 Nugroho, B. 2004. Paper pada “Capacity building for Decentralized Natural Resource Management” di Kabupaten Bolaang Mangondow (Propinsi Sulawesi Utara), Kabupaten Kutai Kertanegara (Propinsi Kalaimantan Timur), Kabupaten Tanah Laut (Propinsi Kalimantan Selatan), Kabupaten Pesisir Selatan (Propinsi Sumatera Barat) dan Kabupaten Wonosobo- Banjarnegara- Temanggung (Propinsi Jawa Tengah) antara 7 – 25 April 2004.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
5
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
diciptakan oleh kegunaan saat ini, baik yang bersifat langsung (direct use value – DUV) maupun tidak langsung (indirect use value – IUV). Non-use value diartikan sebagai nilai yang diciptakan oleh keinginan orang untuk mendapatkan manfaat di masa datang atas sumber daya yang dimaksud.
1.1.3. KARAKTERISTIK PES Perhatian terhadap PES mulai berkembang pada satu dekade terakhir, khususnya oleh negaranegara maju. Saat ini sejumlah negara berkembang yang dipelopori oleh negara-negara di Amerika Latin juga sedang mengenalkan dan mencoba melaksanaan kegiatan PES. Bahkan negara seperti Kosta Rika telah mengawali PES sejak tahun 1996 dengan menerapkan hasil Amandemen Undang-Undang Kehutanan (Ley Forestal No. 7575) yang memberikan subsidi langsung kepada sektor kehutanan (Rosa et. Al., 2003). Payung hukum dan adanya dukungan dari aparat yang berwenang akan menjadikan PES dapat berjalan efektif, walaupun pada dasarnya inisiatif PES menggunakan azas sukarela. Wunder (2005) menyebutkan bahwa di negara maju, dukungan peraturan dan aparat penegak hukum memungkinkan terjadinya skema PES dengan pembayaran untuk memperoleh manfaat berkelanjutan di masa depan. Di negara berkembang, dukungan peraturan seperti di atas sangatlah kurang. Akibatnya, kontrak seputar masalah PES umumnya dibuat secara periodik dan memerlukan pengawasan yang ketat. Pada kasus di atas, pembeli jasa harus mempunyai peluang untuk mengakhiri kontraknya bila mereka tidak menerima jasa lingkungan yang dibayarnya. Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan terdahulu, paling tidak ada empat karakteristik skema PES, yaitu: 1. PES dikembangkan berdasarkan azas sukarela dan berdasarkan negosiasi-negosiasi para pemangku kepentingan (stakeholders); 2. Mekanisme transaksi dan jasa yang ditransaksikan dapat dijabarkan secara jelas dan terukur; 3. Transaksi melibatkan paling tidak satu pihak penyedia jasa sebagai penjual jasa lingkungan dan satu pihak sebagai penerima manfaat sebagai pembeli jasa lingkungan; 4. Skema kontrak harus mampu menjamin keberlanjutan program dan aliran manfaat dalam waktu yang dijanjikan. Konsep PES relatif baru, sehingga tidak semua skema kontrak PES yang berkembang telah memiliki kesempurnaan dan siap diperbanyak untuk daerah lain. Dalam Kongres Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Negara-negara Amerika Latin 2003, Forum on Payment Schemes for Environmental Serivices in Watershed mengindentifikasi pembelajaran yang diperoleh dari pengalaman pengembangan skema PES di Amerika Latin, yaitu bahwa: • Hingga sekarang skema PES pada pengelolaan DAS yang dikembangkan masih sangat beragam dengan tahapan kemajuan yang berbeda-beda dan untuk berbagai tujuan mulai dari tingkatan mikro dengan fokus yang sangat spesifik hingga tingkatan nasional yang dikontrol oleh negara;
6
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
• • • • • • •
Namun banyak pula skema PES yang beroperasi tanpa kerangka peraturan yang spesifik; Penerapan skema PES di negara-negara America Latin tergolong sudah maju di antara negara-negara berkembang lainnya, namun belum semua penerapan skema PES tersebut terinventarisasi secara baik dan masih memerlukan kajian-kajian sosial ekonomi dan kaitannya terhadap lingkungan; Masih adanya ketidakpastian hubungan sebab akibat yang siginifikan antara penggunaan lahan dan jasa-jasa yang dihasilkan; Pada banyak kejadian, penyedia jasa tertarik dengan skema PES sebagai instrumen mekanisme informal untuk penguatan hak kepemilikan (property rights) atas lahan; Peran pemerintah dalam pengembangan skema PES dalam kerangka pengelolaan DAS masih sangat bervariasi; Di beberapa kasus, institusi publik yang terlibat kebanyakan adalah institusi lokal dibandingkan dengan institusi yang berskala nasional; Penerapan skema PES yang berkembang secara potensial dapat direplikasi ke berbagai wilayah, namum memerlukan penyesuaian dengan kondisi-kondisi setempat.
1.1.4. SKEMA PES Berdasarkan skala cakupan wilayah geografisnya skema PES dapat digolongkan ke dalam dua golongan besar, yaitu : 1. Jenis skema PES yang berskala global yang umumnya melibatkan pihak-pihak penerima manfaat (services user) yang sangat luas cakupan wilayah geografisnya. Golongan ini biasanya mencakup skema PES untuk konservasi kehati, Penyerap dan penyimpan karbon dan pelestarian keindahan bentang dan pemandangan alam. 2. Jenis skema PES yang berskala lebih sempit yaitu lokal dan regional yang umumnya melibatkan penerima manfaat dan penyedia jasa yang terbatas cakupan wilayah geografisnya. Pada jenis ini, instrumen pasar yang dikembangkan terutama ditujukan untuk memberikan kompensasi dari penerima manfaat kepada penyedia jasa. Skema PES untuk pengelolaan DAS umumnya termasuk dalam golongan ke dua. Dibandingkan dengan golongan pertama, golongan ke dua nampaknya lebih efektif. Dengan terbatasnya wilayah geografis, transaksi akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu biaya transaksi hubungan penyedia – penerima – pengelola dapat lebih diminimalkan, informasi keragaan kinerja baik dalam konteks fisik maupun finansial lebih mudah disepadankan, biaya-biaya monitoring dan evaluasi dapat lebih ditekan dan mekanisme penyelesaian konflik (bila terjadi) akan lebih mudah diselesaikan. Penilaian kinerja skema PES memerlukan kriteria penjajakan yang sifatnya khusus. The Regional Forum on Payment Schemes for Environmental Services in Watershed pada 2003 telah menyusun kriteria penjajakan skema PES dalam kerangka pengelolaan DAS, yang meliputi : 1. Konteks, terdiri dari: • Peraturan/perundangan yang dijadikan landasan pengembangan skema PES; • Status PES dalam kebijakan pengelolaan DAS; • Pandangan produsen dan konsumen terhadap keberadaan air;
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
7
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
• •
Peraturan untuk melindung hutan dan perubahan tata guna lahan; Tujuan skema PES.
2. Pelaku, terdiri dari: • Sumber dana (buyer); • Kolektor dana; • Pengelola dana; • Perantara dan peranannya; • Kepada siapa dana tersebut disalurkan dan untuk keperluan apa; • Jumlah dan lokasi produsen, perantara dan pengguna (konsumen). 3. Pembayaran dan sistem pembayaran, terdiri dari: • Nilai kesepakatan pembayaran PES; • Prosedur penetapan kompensasi oleh penyedia manfaat (willingness to accept – WTA); • Prosedur penetapan kompensasi oleh penerima manfaat (willingness to pay – WTP); • Mekanisme dan biaya membangun kesepakatan; • Pandangan pelaku terhadap kesinambungan kesepakatan; • Aturan tentang penyelesaian atas perselisihan; • Payung hukum. 4. Pelaksanaan, terdiri dari: • Perencanaan pengelolaan jasa air; • Pengalaman mengelola ekosistem; • Jumlah air yang dijanjikan; • Lama perjanjian; • Pelibatan partisipasi masyarakat dalam menentukan skema; • Pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam pengelolaan skema; • Kepuasan para pihak terhadap skema; • Hak kepemilikan yang mendominasi areal di sekitar mata air dan pengaruhnya terhadap kelestarian sumber daya; • Keperluan skema dijalankan; • Dana-dana untuk penguatan kelembagaan; • Faktor-faktor eksternal dan internal kegagalan skema; • Mekanisme untuk menampung perubahan-perubahan skema. 5. Monitoring dan evaluasi, terdiri dari: • Mekanisme pengawasan dan penilaian; • Aspek yang dimonitor dan dievaluasi; • Dokumentasi hasil-hasil pengawasan dan penilaian serta kegunaannya.
8
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
1.1.5. MANFAAT PES DALAM KERANGKA PENGELOLAAN SDA DAN DAS Secara umum skema PES memiliki beberapa manfaat dalam kaitannya dengan kerangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Manfaat-manfaat tersebut meliputi : 1. Membangun kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang lebih baik; 2. Membantu penyelesaian konflik dan membangun kesepakatan di antara para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan;Meningkatkan rasionalisasi (efisiensi) dalam pemanfaatan barang dan jasa lingkungan (ekosistem) melalui penciptaan nilai atas barang dan jasa tersebut menurut karakteristiknya, sebagian besar di antaranya merupakan barang dan jasa yang tidak tersedia pasarnya;Menciptakan sumber pendanaan alternatif bagi upaya-upaya konservasi, rehabilitasi dan pengelolaan sumber daya alam;Menciptakan peluang untuk mentransfer sumber daya dari penerima manfaat kepada penyedia jasa yang terpinggirkan. Khusus dalam pengelolaan DAS, skema PES yang dikembangkan memiliki potensi untuk pengelolaan sumber daya air dalam hal: 1. Pengembangan dana alternatif untuk pembiayaan perlindungan ekosistem DAS; 2. Instrumen pengendali perilaku tidak efisien dalam pemanfaatan sumber daya air; 3. Perlindungan sektor-sektor publik yang berorientasi pada konservasi; 4. Konflik hulu–hilir melalui mekanisme kompensasi. Namun kompensasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan: • Konflik akan kembali muncul, ketika kompensasi kehilangan nilai ekonomis; • Privatisasi dana kolektif (publik) dan dapat memberikan insentif buruk; • Rentan disalahgunakan untuk kepentingan sesaat. 5. Peluang untuk mengalirkan sumber daya pada pihak-pihak penyedia barang atau jasa lingkungan (air) di hulu secara sosial dan ekonomi.
1.2. ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM (ESP) ESP adalah program lima tahun yang dikembangkan oleh USAID/Indonesia sebagai tanggapan atas inisiatif presiden pada tahun 2002 untuk memperbaiki manajemen sumber daya air yang berkelanjutan. Inisiatif ini mendukung kegiatan di tiga bidang utama berikut: • Akses kepada air bersih dan layanan sanitasi; • Manajemen daerah aliran sungai yang lebih baik; • Meningkatkan produktifitas air. ESP menyediakan bantuan teknis dan layanan terkait untuk mencapai tujuan strategis pelayanan kebutuhan dasar manusia (Basic Human Services – BHS). BHS berpusat pada keterkaitan bidang kesehatan dan lingkungan serta dampaknya pada status kesehatan. Untuk mencapai tujuan ini, USAID akan meningkatkan akses dan penggunaan layanan kesehatan dan lingkungan terpenting, khususnya untuk masyarakat kurang mampu.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
9
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
1.2.1. TUJUAN ESP bekerja dengan Pemerintah Indonesia, sektor swasta, Organisasi Non Pemerintah, kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk memperkuat manajemen daerah aliran sungai dan layanan lingkungan melalui empat tujuan proyek yang saling terkait: • Untuk memperkuat kapasitas komunitas, pemerintah, sektor swasta, institusi lokal dan organisasi non pemerintah untuk melakukan advokasi pada meluasnya cakupan layanan jasa lingkungan yang penting melalui sumber daya air yang lebih baik dan pengelolaan daerah lindung; • Untuk membuka kesempatan bagi masyarakat, organisasi non pemerintah, sektor swasta dan universitas agar berpartisipasi secara lebih efektif dalam pengelolaan sumber daya air ditingkat lokal dan penyaluran layanan lingkungan yang penting; • Untuk memperkuat pelestarian keanekaragaman hayati melalui perbaikan pemahaman dan penghargaan pada hubungan antara daerah lindung dan daerah hutan dan penyaluran layanan lingkungan yang penting; • Untuk memperbaiki kesehatan dan mata pencaharian masyarakat Indonesia melalui akses yang lebih baik dan lebih luas terhadap layanan lingkungan yang penting (air, sanitasi, sampah) melalui penggunaan teknologi yang tepat, pembiayaan inovatif, praktek terbaik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta kegiatan yang berorientasi pasar.
1.2.2. PROGRAM/KOMPONEN 1. Watershed Management (WSM) Sub Program Di Indonesia tiap tahun diperkirakan 100.000 balita meninggal akibat kasus yang berkaitan dengan diare. Karena hampir satu per tiga rakyat Indonesia tidak mendapatkan akses terhadap air minum yang aman dan terjangkau, sebagian besar dari kasus kematian ini adalah akibat air yang terkontaminasi. Kurangnya akses terhadap air minum yang aman semakin diperburuk dengan kenyataan bahwa daerah hulu aliran sungai di banyak wilayah berada dalam kondisi yang parah. Pengelolaan yang buruk mengakibatkan berbagai bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tim Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ESP akan membantu mengatasi jenis-jenis masalah ini. Sasaran dasar dari Tim Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah menstabilkan dan memperbaiki pasokan air baku atau belum diolah ke pusat-pusat populasi perkotaan dan sekitar perkotaan dengan cara mendorong pemakaian lahan yang lestari berkesinambungan sekaligus juga melakukan konservasi pada wilayah-wilayah terlindung yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. ESP menyadari bahwa memastikan ketersediaan air bersih untuk generasi-generasi mendatang berarti melindungi sumbersumber yang rentan di wilayah hulu dan juga bekerja dengan para penyalur di wilayah hilir.
10
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Tim Pengelola Daerah Aliran Sungai memberikan solusi terpadu terhadap masalah air melalui: • Mengembangkan rencana pengelolaan daerah aliran sungai; • Rehabilitasi tanah dan hutan; • Mengelola konservasi hutan dan wilayah-wilayah lindung; • Mendorong dukungan kebijakan untuk pengelolaan daerah aliran sungai; • Proyek pengelolaan daerah aliran sungai dan rehabilitasi wilayah pantai berbasis masyarakat di Aceh. 2. Service Delivery (SD) Sub Program Komponen ini bertujuan untuk memperbaiki penyediaan jasa lingkungan seperti pasokan air, pengolahan air limbah dan sampah di wilayah padat penduduk di daerah hilir. Kegiatan komponen ini melibatkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan pemerintah lokal, serta menyediakan program bantuan teknis yang dirancang khusus sesuai kebutuhan mitra ESP. Tugas utama komponen ini adalah: • Memperbaiki kapasitas teknis, operasional dan finansial dari PDAM ; • Mengurangi beban biaya PDAM dan meningkatkan penghasilannya; • Meningkatkan akses ke pasokan air bersih dengan cara membantu PDAM memperluas jaringan dan meningkatkan kapasitas produksinya; • Bekerja dengan pemerintah lokal untuk meningkatkan akses kepada sisitem sanitasi yang lebih baik; • Mendorong pilihan-pilihan bagi sistem sanitasi berbasis masyarakat; • Mencapai perubahan perilaku kesehatan dan sanitasi melalui kampanye penyadaran. 3. Environmental Finance (EFN) Sub Program Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis air dan sanitasi perkotaan. Investasi yang dilakukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) amat tidak memadai dibandingkan dengan laju pertumbuhan populasi. Salah satu tujuan ESP adalah mengupayakan perbaikan-perbaikan nyata dalam bidang ini dengan membantu pemerintah lokal dan Perusahaan Daerah Air Minum memperoleh akses terhadap pembiayaan komersial untuk memperbaiki dan memperluas ketersediaan pasokan air melalui jaringan pipa dan fasilitas-fasilitas sanitasi. Untuk mencapai tujuan ini, ESP akan menggunakan pendekatanpendekatan tradisional dan inovatif agar dapat mendorong investasi baru dalam infrastruktur lingkungan. Tugas-tugas pokok dari Tim Municipal Finance adalah: • Menilai dan meningkatkan kesediaan masyarakat untuk membayar tarif air pada tingkat pemulihan biaya penuh (full cost recovery); • Menggalang pembiayaan korporasi untuk pemerintah daerah dan perusahaan daerah air minum;
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
11
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
•
Menggalang pembiayaan alternatif untuk konservasi daerah aliran sungai dan keanekaragaman hayati.
Kegiatan pembayaran jasa lingkungan (Payment for Environmental Services) di ESP menjadi bagian penting dari sub program WSM dan MFN, hubungan keduanya sangatlah erat karena dalam tugas-tugas pokok komponen dalam ESP salah satunya adalah mendorong adanya pengelolaan dan kebijakan daerah aliran sungai (WSM) dan menggalang pembiayaan alternatif untuk konservasi daerah aliran sungai (MFN). ESP akan mendorong terbentuknya jenis skema PES yang berskala lebih sempit yaitu lokal dan regional yang umumnya melibatkan penerima manfaat dan penyedia jasa yang terbatas cakupan wilayah geografisnya. ESP telah membantu dan mengawali terbentuknya pola hubungan antara bagian hulu sebagai penyedia jasa lingkungan dan bagian hilir sebagai penggunanya, walaupun hubungan tersebut masih dalam skala lokal. Daerah-daerah yang telah mengembangkan pola hubungan PES itu adalah: • Kabupaten Magelang – Jawa Tengah; • Bumi Aji, Malang – Jawa Timur; • Taman Nasional Gunung Pangarango – Jawa Barat; • Hutan Asuh Pasuruan – Jawa Timur Penjelasan lengkap dari masing-masing daerah tersebut diuraikan pada bagian selanjutnya.
12
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
2
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
KERJASAMA KEGIATAN KONSERVASI MAGELANG 2.1. GAMBARAN UMUM LOKASI Kabupaten Magelang terletak di bagian hulu DAS Progo (Sub DAS Progo Hulu). Lebih ke hulu terdapat Kabupaten Temanggung. Pada sisi yang lebih hilir terletak sebagian wilayah Kabupaten Sleman, sebagian Kabupaten Kulon Progo dan sebagian Kota Yogyakarta. Kali Progo di Kabupaten Magelang bercabang dua, menjadi Kali Progo dan Kali Elo. Kali Progo terbagi lagi menjadi beberapa anak sungai yaitu, Kali Tangsi, Kanci, Semawang dan beberapa anak sungai lagi sehingga membentuk banyak Sub Sub DAS antara lain: Tangsi, Kanci, Blongkeng dan seterusnya. Sedangkan Kali Elo membentuk Sub Sub DAS Elo kemudian terbagi lagi menjadi anak-anak Kali Elo. Berikut ini adalah bagan dari DAS Progo.
Gunung Merbabu Gunung Sumbing ELO
Gunung Merapi PROGO SUB DAS PROGO HULU DI KABUPATEN MAGELANG
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
13
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
14
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
Kuning
Larangan
Loning
Muneng
Pabelan
Pereng
Pule
Selogriyo
Batang
Blongkeng
Cekel
Clapar
Garung
Kanci
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
Klegung
Krasak
Tangsi
Sindon
Sileng
Sibangkong
Setro
Semawang
Sub Sub Sub DAS
DAS Progo
Sub DAS Progo Hulu
Legono Mangu
Elo Hulu Gandu
Kudal
Beji
Kuningan
Katang
Balong Bolong
Grabag
Anggas
Soti
Sono
Sinan
Sarangan
Pure Elo
Parangan
Sub Sub Sub DAS
Sub Sub DAS Elo Sub DAS Progo Hulu
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
15
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Bidang Pengairan DPU Kabupaten Magelang mendata 188 titik mata air besar dan kecil. Dari jumlah tersebut terdapat 57 titik mata air yang dianggap potensial untuk dimanfaatkan oleh PDAM Kabupaten Magelang sebagai sumber air baku. PDAM Kabupaten Magelang hingga saat ini baru mengelola atau memanfaatkan 17 titik mata air sebagai sumber air baku. Berdasarkan catatan PDAM Kabupaten Magelang, seluruh 17 titik mata air tersebut mengalami penurunan debit. Mata air Jigur dan Tulung di Kecamatan Pakis bahkan sudah kering sejak 2006. Sedangkan mata air Sidandang dan Tuksongo saat ini hanya menghasilkan satu liter per detik dari data resmi tiga liter per detik.
Gambar 1: Mata air Lebak, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
2.2. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP Sebelum adanya mekanisme kerja sama yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No. 17/2005 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air Permukaan, PDAM sebenarnya telah melakukan beberapa pembayaran sebagai berikut: 1. Retribusi penggunaan air bawah tanah dan permukaan; 2. Kontribusi pada daerah-daerah (desa-desa yang memiliki) sumber air. Pembayaran ke Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang tersebut di atas berkaitan dengan pengambilan air baku, proteksi terhadap mata air yang ada dan kegiatan konservasi. Akan tetapi pembayaran tersebut tidak dapat diawasi penggunaannya dan tidak menunjukkan hubungan yang berarti dengan kegiatan konservasi. ESP kemudian memfasilitasi para pihak yang berkepentingan di Pemda Kabupaten Magelang untuk menyamakan konsep atau pandangan tentang konservasi dan pemanfaatan jasa lingkungan serta melakukan koordinasi fasilitasi antar dinas terkait untuk kegiatan konservasi. Langkah-langkah yang dilakukan oleh ESP dalam melakukan inisiasi pembayaran jasa lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi pemangku kepentingan dan wilayah. Identifikasi dilakukan dengan pemetaan wilayah dan kajian terhadap peta hidrogeologi geologis sebagai bahan dasar untuk menentukan daerah daerah tangkapan air sebuah mata air.
16
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
2. Identifikasi “Penyedia” dan “Pemakai”. Setelah pemetaan wilayah, identifikasi dilanjutkan untuk menentukan pihak yang akan berperan sebagai penyedia dan sebagai pengguna jasa lingkungan (air baku). Kajian hidrogeologi daerah tangkapan air akan membantu identifikasi pihak penyedia jasa lingkungan. Dengan mengamati aliran geologis dan daerah aliran sungai, kita dapat mengetahui pihak pengguna jasa lingkungan tersebut, serta lokasi tempat tinggal mereka. Hal ini penting untuk mengetahui lokasi pemukiman yang berada di kawasan tangkapan air. Pemerintah Kabupaten Magelang mewakili masyarakat di daerah tangkapan air (hulu) selaku penyedia, sedangkan PDAM Kabupaten Magelang mewakili masyarakat hilir selaku pemakai. 3. Identifikasi skema Imbal Jasa Lingkungan. Secara sederhana skema hubungan antara penyedia dan pengguna adalah antara dua pihak yaitu penyedia dan pengguna jasa lingkungan. Demi membangun kepercayaan para pemangku kepentingan, maka dapat dibentuk institusi baru yang melakukan pengawasan dan koordinasi kegiatan konservasi. Anggota tim monitoring adalah perwakilan dari pengguna dan penyedia serta pihak pemerintah daerah. 4. Komitmen awal. Berdasarkan pengalaman memulai kegiatan imbal jasa lingkungan, tahapan membangun komitmen awal memerlukan waktu yang cukup lama. Tahapan ini akan mempertemukan keinginan dari penyedia dan kesanggupan dari pemakai. Sifat imbalan terhadap jasa lingkungan adalah sukarela, yang menuntut komitmen masing-masing pihak. Akan tetapi jika melihat Perda 17/2005 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air Permukaan maka sifatnya bukan sukarela karena Perda telah menentukan besarnya imbal jasa lingkungan. 5. Draf kesepakatan/kontrak. Hasil kesepakatan awal kemudian dituangkan dalam draf kesepakatan. ESP bersama Tim Monitoring dan Evaluasi yang dikordinir oleh Bappeda Kabupaten Magelang memfasilitasi pertemuan-pertemuan dalam pembuatan kesepakatan maupun penyusnan komitmen awal. Dalam tahap ini terbit Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor 188.45/382/KEP/25/2008 tentang Tim Koordinasi Perencanaan Pemanfaatan Dana untuk Konservasi Sumber Daya Air Kabupaten Magelang. 6. Sosialisasi kesepakatan/kontrak. Draf kesepakatan yang disetujui kemudian disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Pemda ,termasuk instansi-instansi yang terkait dan pihak-pihak yang bersepakat. Dalam draf akan diuraikan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Sosialisasi ini juga digunakan sebagai upaya memperoleh dukungan atau masukan dari pihak lain. Dukungan bisa berupa lahirnya kebijakan-kebijakan Pemda yang mendukung kegiatan seperti Perda, Perdes.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
17
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
7. Finalisasi kesepakatan/kontrak. Tahapan ini adalah upaya menyempurnakan draf kesepakatan setelah mendapat masukan dari berbagai pihak. 8. Transaksi awal. Tahapan ini sebagai langkah awal dari pelaksanaan kesepakatan. Transaksi awal ditunjukan dengan pembayaran dari pengguna jasa lingkungan dan digunakan untuk kegiatan konservasi yang telah disepakati bersama. 9. Perbaikan pengelolaan kualitas lingkungan. Dengan terjadinya transaksi awal diharapkan terjadi perubahan dalam pengelolaan kualitas lingkungan. Pihak pengguna akan lebih nyaman terhadap resiko perusakan lingkungan di daerah tangkapan air. Pihak penyedia jasa lingkungan melakukan upaya-upaya proteksi dengan dana yang tersedia. 10. Monitoring dan evaluasi serta perencanaan tindak lanjut. Dalam sebuah kegiatan, tentu saja dibutuhkan tahapan monitoring dan evaluasi. Hal ini diperlukan sebagai upaya menilai pelaksanaan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Evaluasi juga perlu untuk menyusun langkah-langkah perencanaan berikut dari hasil kajian pelaksanaan kegiatan sebelumnya. Sehingga diharapkan setiap tahun ada perbaikan dan kemajuan dalam kualitas lingkungan. Beberapa hasil monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan adalah: • Penambahan anggota tim dari instansi terkait (misalnya Balai Pengelolaan Daerah aliran Sungai BP DAS Serayu Opak Progo, Balai Taman Nasional Gunung Merapi dan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu) serta perwakilan masyarakat yang diwakili oleh forum masyarakat (misalnya Paguyuban Rintisan Konservasi Merapi – Sub DAS Blongkeng, Penggagas Perlindungan Alam Lestari – Sub DAS Soti, Menuju Telomoyo Andong Lestari – Sub DAS Bolong); • Diusulkan untuk memperluas identifikasi potensi pemakai jasa lingkungan dengan menambahkan PDAM selain PDAM Kabupaten Magelang yang juga memanfaatkan sumber air di kawasan Kabupaten Magelang serta sektor swasta yang mempunyai program dan kepedulian untuk konservasi sumber air.
18
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
2.3. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) Berdasarkan atas hasil identifikasi yang dilakukan dengan cara pemetaan wilayah dan kajian terhadap peta hidrogeologi geologis maka daerah yang disebutkandibawah disebut sebagai area pengisian mata air. Table 1: AREA PENGISIAN MATA AIR
AREA PENGISIAN (RE CHARGE) MATA AIR Bangsri
Girirejo
Kenalan
Muneng Warangan
Pesidi
Sukomakmur
Banjarejo
Giriwarno
Ketangi
Munggang Sari
Podosuko
Sukomulyo
Banjaretno
Gondowangi
Ketep
Mungkid
Pucungsari
Sumberrejo
Banjarsari
Gumelem
Kleteran
Ngablak
Pocongsroto
Sutopati
Banyuroto
Jambewangi
Krinjing
Ngawonggo
Sambak
Tampir Wetan
Bateh
Jati
Krogowanan
Ngendrokilo
Sambungrejo
Temanggung
Beseran
Jogoyasan
Krumpakan
Pabelan
Sawangan
Tirto
Bojong
Kajangkoso
Lebak
Pagergunung
Selomoyo
Tirtosari
Bumirejo
Kaliangrik
Maduretno
Pagersari
Seloprojo
Tlogorejo
Butuh
Kaponan
Magersari
Pandean
Sengi
Wadas
Citrosono
Kapuhan
Mangli
Paremono
Sewukan
Wonolelo
Daleman Kidul
Kebonlegi
Mangunrejo
Paten
Sidosari
Wulung Gunung
Gantang
Keditan
Mangunsoka
Pengarengan
Soronalan
Genikan
Kejagan
Munang
Pesidi
Sugihmas
2.4. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) Potensi pengguna jasa lingkungan dalam jangka panjang akan diusahakan untuk terus bertambah karena potensinya memang besar dan banyak perusahaan-perusahaan swasta ada di wilayah Kabupaten Magelang. Tetapi untuk jangka pendek ini hanya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Magelang sebagai pengguna jasa lingkungan. PDAM Kabupaten Magelang yang mengambil manfaat air baku yang bersumber dari mata air di Kabupaten Magelang. PDAM Kabupaten Magelang mengandalkan mata air sebagai sumber air bakunya. Untuk menjaga kelangsungan ketersediaan air baku tersebut dan demi menjaga kelestarian lingkungan di sekitar mata air, PDAM Kabupaten Magelang berkepentingan untuk bekerja sama dengan desa dan masyarakat di sekitar mata air. PDAM Kabupaten Magelang hingga saat ini telah mengeluarkan biaya-biaya untuk pemeliharaan daerah konservasi dan pemanfaatan air baku, dengan rincian sebagai berikut: 1. Retribusi penggunaan air bawah tanah dan permukaan; 2. Kontribusi pada daerah-daerah (desa-desa yang memiliki) sumber air;
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
19
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
3. Kontribusi untuk konservasi berdasarkan Perda Kabupaten Magelang No. 17/2005 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air Permukaan. Berdasarkan point 1 di atas, pembayaran retribusi penggunaan air bawah tanah dan permukaan masuk ke dalam kas daerah. Namun penggunaannya bagi kegiatan konservasi belum dapat diawasi. Berikutnya dalam point 2, pada implementasinya PDAM membayar kontribusi dana bagi daerah yang memiliki sumber air kepada Pemerintah Daerah. Dana tersebut masuk ke dalam kas kecamatan/sub distrik. Dana ini dicadangkan untuk kegiatan konservasi. Sedangkan dalam point 3, implementasinya adalah PDAM Kabupaten Magelang membayar kontribusi untuk konservasi. Dana ini dibayarkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mangelang dan masuk ke dalam kas daerah, serta penggunaannya diawasi oleh Tim Koordinasi yang dibentuk melalui Peraturan Daerah No. 17/2005. Dengan demikian, adanya Peraturan Daerah Kabupaten Magelang no. 17/2005 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Permukaan, penggunaan dana yang dibayarkan oleh PDAM diawasi oleh Tim Koordinasi yang terbentuk oleh Perda tersebut. Manfaat nyata dari hasil kegiatan konservasi, yaitu penambahan debit air baku belum dapat dirasakan. Kegiatan konservasi membutuhkan proses yang cukup lama dan hasilnya memang tidak bisa dirasakan seketika. Namun kegiatan ini telah memberikan manfaat lain berupa munculnya kesadaran masyarakat untuk menjaga daerah di sekitar sumber air. Dengan kerja sama ini maka penurunan kuantitas air tanah dapat dicegah. Berkenaan dengan komitmen terhadap pengeluaran biaya-biaya tersebut, PDAM Kabupaten Magelang menyatakan bahwa sifatnya kondisional terhadap kondisi keuangan perusahaan. Kesanggupan pengeluaran tersebut akan bergantung pada pendapatan yang diterima oleh PDAM. Jika tidak ada penyesuaian tarif dan pada saat yang sama biaya operasional meningkat, maka pengeluaran untuk konservasi akan menambah beban keuangan PDAM. PDAM berharap pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini dinas terkait dan pemerintah daerah memahami kondisi keuangan perusahaan. Penambahan beban operasional perusahaan akan berujung pada penambahan beban biaya pada pelanggan. Guna menghindari peningkatan beban pada PDAM maupun pelanggan, perlu ada kerja sama yang baik antara dinas-dinas untuk dapat berbagi peran dalam kegiatan konservasi. Pada dasarnya, PDAM Kabupaten Magelang akan mengalokasikan biaya untuk konservasi daerah tangkapan air sepanjang kondisi keuangan perusahaan memungkinkan.
20
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
2.5. MEKANISME IMBAL JASA LINGKUNGAN DI KABUPATEN MAGELANG Diagram Mekanisme Imbal Jasa Lingkungan antara pengguna jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan untuk Magelang adalah sebagai berikut :
PENGGUNA
PENGHASIL
PDAM Kabupaten Magelang
Daerah konservasi
TIM MULTI PIHAK
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG Melalui mekanisme APBD Gambar 2 : Skema PES - Magelang
Daerah Konservasi : Seperti disebutkan pada bagian terdahulu Tim Multipihak : 1. Dinas Lingkungan Hidup; 2. Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM; 3. Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan; 4. Dinas Peternakan dan Perikanan; 5. BPPKP; 6. BP DAS Serayu Opak Progo; 7. PDAM; 8. KBKPH Perhutani Magelang; 9. Yayasan Kuncup Mekar; 10. Lembaga Pengkajian dan Pendampingan Pembangunan Desa (LP3D); 11. Taman Nasional Gunung Merapi; 12. Taman Nasional Gunung Merbabu; 13. ESP.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
21
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Penjelasan mekanisme yang digambarkan diatas adalah : • •
•
PDAM selaku pengguna jasa lingkungan —khususnya air baku— sepakat untuk mengalokasikan sejumlah dana yang ditujukan untuk kegiatan konservasi di daerah tangkapan air. Dana tersebut dibayarkan kepada kas Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang; Pemerintah Daerah Magelang kemudian akan menyalurkan dana tersebut untuk kegiatan konservasi pada daerah-daerah tangkapan air. Untuk melegitimasi penggunaan dana tersebut maka Pemda Magelang akan mencantumkan nilai serta kegiatan konservasinya dalam Rencana Anggaran Pendapatan Daerah (RAPBD); Tim Multipihak adalah institusi yang bertindak sebagai perencana, pengawas, sekaligus melakukan monitoring serta sinkronisasi kegiatan konservasi antara dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang.
2.6. PERKEMBANGAN KEGIATAN Kegiatan pembayaran jasa lingkungan di wilayah Kabupaten Magelang yang dilakukan oleh ESP menghasilkan beberapa hal sebagai berikut: •
Kebijakan atau kesepakatan. - Perda Kabupaten Magelang No. 17/2005 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air Permukaan • Ps 22 (1) pengenaan biaya konservasi; • Ps 22 (2) besaran biaya konservasi; • Air minum: 5% x harga dasar x volume terjual. -
SK Bupati Magelang No. 188.45/382/KEP/25/2008 tentang Tim Koordinasi Perencanaan Pemanfaatan Dana untuk Konservasi Sumber Daya Air Tugas Tim Koordinasi ini adalah: 1. Mengkoordinasikan pelaksanaan program konservasi sumber daya air; 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kegiatan konservasi sumber daya air; 3. Memfasilitasi proses perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan konservasi sumber daya air; 4. Memantau proses pelaksanaan proyek di lapangan; 5. Memantau dan mengkoordinasikan dinas-dinas dalam implementasi proyek (kemajuan, pelaporan dan penganggaran). Tim Koordinasi bertanggung jawab kepada bupati dan semua biaya yang berhubungan dengan keputusan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Magelang.
-
22
PDAM menyetorkan ke Kas Daerah, tahun 2007 jumlah yang dibayarkan adalah Rp 800 juta.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
•
Jenis kegiatan konservasi seperti yang tercantum dalam Rencana Kegiatan Konservasi 2009 - Pengembangan Usaha Tani Konservasi Lahan Terpadu (PUKLT); - Penyelamatan & Pengendalian Kawasan Mata air; - Penghijauan / rehab lahan kritis (hamparan) dengan tanaman thn, terasering, gully plug, dan lain-lain; - Studi hidrogeologis dan sumur resapan; - Rehabilitasi jaringan irigasi; - Koordinasi, monitoring, evaluasi; - Pendampingan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa; Berikut ini adalah gambar yang menunjukan kegiatan pembangunan sumur resapan dan penghijauan.
PDAM mengalokasikan Rp. 800 juta pada 2007 untuk program 2008. Program 2008 ini berfokus di 35 desa wilayah tangkapan air di Sub DAS Tangsi dan Sub DAS Elo, berdasarkan peta hidrogeologi dan cek lapangan. Tim multipihak yang terdiri dari enam instansi Pemda Kabupaten Magelang dan forum masyarakat melakukan implementasi program konservasi pada 2008. PDAM akan mengalokasikan Rp 1,3 milyar pada 2008 untuk program 2009. Program 2009 akan menindaklanjuti program konservasi di Sub DAS Tangsi, Elo dan Bolong. Tim multipihak yang beranggotakan 25 orang secara berkala melakukan pertemuan pertemuan untuk membahas dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kontrak yang telah disepakati. Dalam pertemuan ini juga akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
23
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
sinkronisasi kegiatan konservasi antara masing-masing dinas terkait di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang. Gambar di bawah ini menampilkan suasana pertemuan anggota Tim Multipihak.
2.7. PEMBELAJARAN Beberapa hal yang dapat digarisbawahi sebagai hal penting dari kerja sama imbal jasa lingkungan di Kabupaten Magelang adalah: • • • •
24
Komitmen terhadap konservasi sangat baik dari masyarakat sekitar mata air dan PDAM sebagai pengguna; Peran serta Pemda untuk terwujudnya kerja sama dan terjadinya transaksi diperlukan pada awal pembentukan; Kelangsungan hubungan kerja antara penyedia dan pengguna jasa lingkungan ini cenderung kuat karena adanya dukungan keuangan dari PDAM selaku pengguna jasa lingkungan. Kerja sama dan dukungan Pemda guna keberlangsungan kerja sama ini sangat diperlukan mengingat kenyataan bahwa PDAM sangat tergantung pada kondisi kas, dan kondisi kas sangat dipengaruhi (salah satunya) oleh kebijakan penyesuaian tarif (penyesuaian tarif sangat tergantung persetujuan Pemda dan bersifat politis).
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
25
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
26
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
27
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
28
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
3
INISIATIF IMBAL JASA LINGKUNGAN DI SUB DAS HULU BERANTAS 3.1. LATAR BELAKANG Skema imbal jasa lingkungan yang dikembangkan di sub DAS hulu Berantas merupakan skala kecil dari skema Payment for Environmental Services (PES) DAS Berantas. Disebut kecil karena mempunyai ruang lingkup lokal pada level Kecamatan, yaitu Kecamatan Bumiaji (kecamatan terluas di Kota Batu). Kota Batu merupakan salah satu kawasan dataran tinggi yang mempunyai potensi sumber daya cukup besar. Wilayah Bumiaji merupakan kawasan hutan konservasi, hutan produksi dan perkebunan apel yang merupakan daerah resapan air penting bagi daerah hilirnya. Kota Batu memiliki sekitar 107 mata air yang sebagian besar tersebar di Kecamatan Bumiaji yang dimanfaatkan antara lain oleh rumah tangga melalui Hippam (Himpunan penduduk pemakai air minum) dan PDAM. Sebagian sumber daya airnya juga dimanfaatkan untuk konsumsi industri dan perhotelan, untuk pertanian melalui Hippa (himpunan petani pemakai air) dan pemanfaatan air di badan air oleh Jasa Tirta, Pembangkit Listrik Jawa Bali dan PDAM serta industri di hilir. Masalah pokok penggunaan air adalah adanya anggapan bahwa air merupakan suatu barang bebas yang disediakan oleh alam, sehingga setiap orang bebas menggunakannya tanpa adanya kompensasi jasa lingkungan. Kecuali pada pemanfaatan air permukaan maupun air dalam tanah yang dilakukan melalui ijin, membayar pungutan iuran jasa pemanfaatan air yang menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah). Kawasan resapan ini mengalami tekanan akibat perubahan fungsi lahan, aktivitas pertanian yang tidak ramah lingkungan dan perambahan kawasan hutan. Pada awal tahun 2004 terjadi banjir besar dan tanah longsor di wilayah ini. Di sisi lain terjadi perubahan iklim mikro yang berakibat pada penurunan produksi kebun apel, meningkatnya serangan hama dan kecendrungan semakin naiknya kebun apel ke dataran yang lebih tinggi. Kondisi ini telah menimbulkan kesadaran kolektif di antara petani apel di Kota Batu untuk merekonstruksi kebun apel mereka dengan menambah tanaman hutan pada kebun apel mereka. Selain itu, juga ada keinginan untuk melakukan kegiatan konservasi di kawasan Tahura yang mengalami degradasi. Para petani apel ini juga ingin memperbaiki iklim mikro yang berdampak pada produksi apel. Para pengelola/pengguna air baik Hippam, Hippa, PDAM, Jasa Tirta dan PJB juga terdorong untuk melakukan kegiatan restorasi kawasan hulu sebagai daerah sumber air baku mereka. Restorasi yang dilakukan oleh berbagai pihak di wilayah ini pada awalnya awalnya diinisiasi oleh keinginan beberapa kelompok masyarakat untuk memperbaiki
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
29
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
kondisi lingkungannya terutama daerah hulu dan kawasan hutan yang sudah terdegradasi. Sekolah Lapangan pembibitan dilakukan mulai awal 2006. Melalui kegiatan Sekolah Lapangan ini, kelompok masyarakat di Bumi Aji sudah melakukan penanaman di sekitar mata air dan kebun apel dengan jumlah 60 ribu batang (tahun 2007/2008) dan 50 ribu batang (tahun 2008/2009). Upaya yang lebih luas memerlukan adanya sinergi, mengingat, (1) upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang telah ada belum intensif dilakukan oleh pemangku kepentingan, dan terjadi kontroversi kepentingan ekonomi dan ekologis, (2) lemahnya penegakan hukum, (3) belum adanya Peraturan Desa (Perdes) untuk mengamankan ekologi hutan dan lahan. Beberapa upaya pengamanan wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo juga telah dibentuk Forum Kepala Desa dan Kelompok Tani Tahura. Pada Oktober 2005, wakil dari komunitas Batu sepakat membentuk Forum Kajian Air dan Lingkungan menuju Selaras Alam (FOKAL Mesra). Kerjasama para pihak yang melakukan kegiatan-kegiatan perbaikan daerah hulu atau resapan air, antara kelompok masyarakat yang diwakili oleh Kelompok Tani Tahura, LMDH, serikat petani hulu, Fokal mesra, Perhutani, Balai Tahura, dengan pihak-pihak pemanfaat seperti Hippam, hippa, PJT, PJB, perusahaan komersil, perhotelan perlu dibangun dalam satu kesepakatan bersama. Upaya inilah yang menjadi dasar pertimbangan dari kegiatan PES di Bumiaji.
Sistem Pertanian yang tidak ramah lingkungan
3.2. GAMBARAN UMUM LOKASI Kondisi Daerah Aliran Sungai (SUB DAS) Sumber Brantas didominasi oleh endapan produk gunung api Anjasmoro Welirang, Arjuno dan Kawi. Endapan ini menghasilkan tanah yang subur yang sangat potensial untuk lahan pertanian. Di kawasan tersebut pada 1991-2000 terjadi peralihan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian tanaman semusim (sayuran). Penutupan lahan hutan di SUB DAS Sumber Brantas dilakukan karena areal hutan ini
30
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
merupakan areal kawasan resapan sumber air utama yang ada di Kota Batu. Penggundulan hutan terjadi di kawasan hutan lindung “Taman Hutan Raya Raden Suryo” dan kawasan hutan lindung dan hutan produksi di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Penutupan hutan ini disinyalir mengurangi fungsi kawasan resapan dan menurunnya debit beberapa mata air. Dampak yang lain adalah meningkatnya debit puncak aliran sungai, tingginya muatan sedimen yang mengakibatkan adanya titik potensi rawan banjir dan menurunnya aliran dasar sungai di musim kemarau. Masyarakat Bumiaji dengan 37 Kepala Dusun berkeinginan melestarikan eksistensi dusun yang hijau. Upaya ini dilakukan melalui program Jum’at Bersih yang dicanangkan walikota, yang kemudian diintegrasikan dengan program dusun asri yang sejuk , bersih dan indah. Luas Kecamatan Bumiaji meliputi 64,28% dari luas Kota Batu dan 60% berupa lahan hutan. Tidak mengherankan apabila Bumiaji sering berinteraksi dengan Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Perum Perhutani dan PJT (Perum Jasa Tirta). Di Bumiaji terdapat hutan yang gundul seluas 5.900 Ha yang berada di Desa Sumber Brantas, Dusun Kekep Desa Tulungrejo, Kungkuk Punten, Gunungsari dan Giripurno. Kegiatan konservasi di wilayah Tahura R. Soerjo dan pengembalian fungsi hutan di wilayah hutan yang terdegradasi kawasan Perum Perhutani maupun di wilayah lahan hak milik di kawasan resapan air tidak terlepas dari upaya penyelamatan mata air yang tersebar di Kota Batu. Mata air ini selain dimanfaatkan oleh HIPPAM dan HIPPA juga oleh tiga PDAM di Malang raya. Walaupun Kota Batu banyak memiliki sumber air, namun masih ada sebagian penduduk yang belum mendapatkan akses air bersih. HIPPAM yang merupakan wadah penyedia air bagi masyarakat pedesaan hingga saat ini masih memiliki kemampuan teknis dan finasial yang terbatas untuk mengembangkan usahanya. Untuk melakukan rehabilitasi, diperlukan dukungan komunikasi sosial-ekonomi-politik dengan masyarakat sekitar hutan dan dukungan koordinasi dengan Pemerintah Kota Batu yang sedang mengimplementasikan otonomi daerah. Saat ini, masyarakat cenderung memanfaatkan lahan hutan untuk tanaman sayuran dan tanaman semusim dalam rangka mempertahankan perekonomian masyarakat.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
31
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
32
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
3.3. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengembangkan skema kerjasama hulu-hilir dalam perbaikan DAS Hulu Berantas didasarkan pada muncul kesadaran kolektif setelah bencana banjir bandang yang terjadi pada awal tahun 2004 dan terus merosotnya produksi unggulan yaitu apel. Langkah-langkah tersebut adalah : 1. Memetakan wilayah DAS, pemangku kepentingan dan strategi intervensi Berangkat dari persoalan diatas maka dilakukan pemetaan wilayah dan strategi intervensi guna melakukan perbaikan kondisi DAS. Dari hasil pemetaan wilayah dan focus group discussion bersama pemangku kepentingan diperoleh tiga issue utama yaitu : o Kerusakan kawasan hulu dan Tahura telah mengakibatkan perubahan suhu mikro sehingga usaha perkebunan apel turun produksinya. Upaya intervensi yang perlu dilakukan adalah melakukan penanaman kembali lahan-lahan kritis pada daerah hulu dan kebun apel yang ada. o Terdapatnya 111 titik mata air yang merupakan sumber air bagi 12 kabupaten dan kota di Jawa Timur yang sebagian besar telah mati dan debitnya turun 50%. o Kepedulian masyarakat akan upaya rehabiltasi guna mencegah erosi, longsong dan banjir. 2. Identifikasi penyedia dan pemakai Berdasarkan pemetaan wilayah DAS, identifikasi kepentingan dan strategi intervensi maka dapat teridentifkasi pihak-pihak yang dapat menjadi calon penyedia dan pemakai jasa lingkungan dari DAS hulu Berantas. Kegiatan dilakukan dalam dua tahap yaitu : o Lokakarya Kepala Dusun dan Pengurus HIPPA-HIPPAM se Kecamatan Bumiaji dalam rangka pelestarian alam dan keindahan lingkungan serta pelayanan publik untuk pembudayaan Sapta Pesona; o Lokakarya temu aktor antara penyedia jasa lingkungan (LMDH, Kepala Dusun, IPPHTI, Kelompok Petani, KTT, Perhutani, Balai Tahura R. Soerjo) dengan pengguna air (HIPPAM, HIPPA, PDAM, Dinas Sumber Daya Air, APHI, Jasa Tirta, Industri Pertanian Setempat, Pembangkitan Listrik Jawa Bali. 3. Membangun kepedulian bersama dan komitmen awal Upaya perbaikan lingkungan DAS hulu Berantas yang sedang dilakukan bersama perlu terus didukung oleh para pihak yang menerima manfaat jasa lingkungan sehingga tersedia air yang lebih stabil dan bersih. Peran pemerintah daerah sangat penting untuk menjembatani pihak hulu dan hilir sehingga kerja sama di antara mereka dapat terealisasi dan berkesinambungan. Pemerintah Kota Batu melalui pihak Kecamatan Bumiaji memulai kegiatan rehabilitasi di DAS Hulu Brantas. Kegiatan ini sejalan dengan gerakan Indonesia menanam yang digalakan oleh Pemkot Batu melalui program Batu Hijau Lestari. Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang ada di desa-desa yang berbatasan dengan hutan untuk melakukan rehabilitasi hutan dan penyelamatan sumber air. Kegiatan di Kecamatan Bumiaji kemudian berkembang melalui kegiatan Gerakan Intensifikasi Rehabilitasi Alam Bumiaji (GIRAB). Kegiatan ini mendapatkan dukungan penuh dari Pemkot Kota Batu dan Perum Perhutani.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
33
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
3.4. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) LMDH Lembaga Masyarakat Desa Hutan. LMDH adalah pelaku utama dalam menerapkan Pembangunan Hutan bersama Masyarakat (PHBM) berdasarkan Surat Keputusan Bersama antara Wali Kota Batu dan Perum Perhutani KPH Malang No:180/1403/422.013/2004. LMDH kemudian, melalui fasilitasi ESP, menyusun Rencana Pengelolaan Kawasan dalam mendukung Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dalam Surat Keputusan tersebut, LMDH Kota Batu dengan jumlah anggota 6.300 kepala keluarga memiliki wilayah pengelolaan hutan (wengkon) hutan produksi seluas 2.769 ha dan hutan lindung seluas 2.673 ha. Di Kota Batu terdapat 11 LMDH di 11 desa yang melakukan kegiatan pengelolaan hutan perhutani melalui pola PHBM. Kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan antara lain pembibitan tanaman hutan. Tidak kurang dari 200.000 bibit dari dua unit pembibitan Oro-oro Ombo dan Tulung Rejo sudah didistribusikan dan ditanam.
Kelompok Tani Bumijaya II Bumiaji Penurunan produksi kebun apel; meningkatnya serangan hama; dan kecendrungan semakin naiknya kebun apel ke dataran yang lebih tinggi telah menimbulkan kesadaran kolektif diantara petani apel di Kota Batu untuk merekonstruksi kebun apel mereka. Dengan tujuan untuk memperbaiki iklim mikro, meningkatkan keanekaragaman hayati termasuk musuh alami, meningkatkan kesuburan tanah dengan menekan laju erosi permukaan top soil maka kelompok tani Bumi Jaya II melakukan pembibitan tanaman keras. Pada musim tanam 20072008 sekitar 60.000 bibit tanaman keras ditanam disepanjang jalan kebun apel. Sedangkan pada tahun tanam 2008-2009 sejumlah 50.000 batang telah ditanam dengan sasaran sekitar mata air penting.
Kelompok Masyarakat Dusun Payan Sementara untuk sasaran sosial masyarakat dipusatkan pada kelompok masyarakat yang tinggal disekitar bantaran Sungai Brantas. Pada kawasan non hutan kegiatan pengembangan ekonomi dan rehabilitasi difokuskan pada Desa Punten utamanya di Dusun Payan. Pihak Kecamatan Bumiaji mendapat mitra kerja yakni Perum Jasa Tirta I (PJT I) yang memberikan kredit lunak pada dusun Payan. PJT I meminta pendampingan dari pihak Kecamatan sebagai jaminan.
34
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
3.5. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) HIPPAM HIPPAM adalah Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum yang merupakan organisasi swakelola dari masyarakat dalam hal penyediaan air bersih. HIPPAM melayani kawasan yang belum terjangkau oleh PDAM. Di Bumiaji terdapat 50 unit HIPPAM dengan struktur pengorganisasian yang sangat beragam mulai dari pengelolaan berbasis keluarga sampai dengan organisasi berbadan hukum di bawah manajemen desa dalam bentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Perum Jasa Tirta I Perum Jasa Tirta I merupakan badan otoritas yang mengelola air permukaan dan bangunan air sepanjang daerah aliran sungai Brantas. Perum Jasa Tirta bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan kontinuitas air bagi penggunaan industri, domestik dan pertanian.
PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Perseroan Terbatas Pembangkitan Jawa Bali merupakan pemilik pembangkit listrik yang berada pada kawasan relatif hilir dari Sub Das Sumber Brantas hulu. Inilah yang membuat PJB memiliki kaitan dengan kegiatan PES di Kecamatan Bumiaji. PJB bekerjasama dengan kelompok LMDH melakukan konservasi DAS hulu Berantas dengan kegiatan penanaman pohon.
3.6. MEKANISME PES Dalam pelaksanaannya, para pihak di hulu yang melakukan upaya rehabilitasi dan konservasi (provider) dengan penerima manfaat yang berada di hilir (user) sulit bertemu secara langsung dan mencapai kata sepakat. Penyebabnya adalah adanya perbedaan bahasa teknis, terminologi dan pendekatan. Dalam situasi seperti ini, mereka perlu membangun saling pengertian di antara mereka. Untuk mencapai hal ini diperlukan adanya mediator yang mengerti gaya kerja, bahasa dan pendekatan dua belah pihak. Komponen ke tiga yang merupakan perantara memainkan peranan di dalam membangun kesepahaman yang didasarkan pada alasan dasar PES. Tiga contoh mediator yang saling melengkapi dalam membangun PES di Bumiaji adalah sbb: •
•
FOKAL MESRA merupakan forum koordinasi komponen organsisasi kemasyarakat yang telah ada di Kota Batu sebelumnya yang meliputi organisasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Kelompok Tani Tahura (KTT), IPPHTI, PKK, Yayasan Pusaka, SPGB, dan HIPPAM. FOKAL MESRA memandang bahwa masyarakat Kota Batu perlu meninjau ulang akan pentingnya tata guna penggunaan lahan kembali sesuai dengan fungsinya di kawasan SUB DAS Sumber Brantas; Kecamatan Bumiaji. Sebagai unit pemerintahan yang sah, Kecamatan Bumiaji memainkan peranan yang penting selaku mediator. Landasan hukum kegiatan dan payung pemerintah menjadi sangat kuat sehingga dapat menjembatani perbedaan pendapat diantara provider dan user;
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
35
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
•
Pusaka merupakan lembaga swadaya masyarakat yang mengerti celah antara masyarakat dan pemerintah. Pusaka memainkan peranan tidak terlalu formal di tingkat masyarakat namun cukup bisa diterima di kalangan pemerintah.
Perkembangan proses implementasi imbal jasa lingkungan hulu – hilir yang dikembangkan sebagai berikut: • Kecamatan Bumiaji (Pemkot Batu) mencanangkan GIRAB (Gerakan Intensifikasi dan Rehabilitasi Alam Bumiaji) dengan fokus kegiatan rehabilitasi sempadan sungai, lahan kritis dan kiri kanan jalan. Salah satu dukungan kegiatan diperoleh dari Perum Jasa Tirta II untuk penanaman bambu di sempadan sungai berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak untuk kegiatan rehabilitasi di kecamatan Bumiaji. GIRAB telah melakukan 19 kali gerakan massal penanaman dengan tidak kurang dari 600 Ha lahan sudah dikonservasi. • Inisiatif kecamatan Bumiaji ini selanjutnya ditindaklanjuti oleh satu LSM yaitu Yayasan Pusaka yang melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat meliputi kegiatan usaha kecil menengah bidang pertanian, peternakan, pengrajin, tanaman hias dan pedagang. Kesepakatan kerja sama antara Yayasan Pusaka dan Perum Jasa tirta I 2007 – 2009 dituangkan dalam bentuk MOU; • Perjanjian kerja sama antara Kecamatan Bumiaji dengan Perum Jasa Tirta untuk melakukan kegiatan penghijauan dan pendampingan kepada masyarakat setempat berkaitan dengan upaya pelestarian sumber daya air; • PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) bekerjasama dengan LMDH Wono Lestari Tulung Rejo Bumiaji mengadakan kerjasama dalam bentuk rehabilitasi lahan kritis di Desa Tulung Rejo sebagai bentuk komitmen dari PT PJB dalam menjaga pasokan air bagi pembangkit listriknya; • Kesepakatan HIPPAM dengan LMDH difasilitasi oleh Fokal Mesra untuk melakukan kegiatan penanaman di daerah mata air masing-masing.
Penanaman Massal GIRAB
36
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Kualitas dan kuantitas air lebih baik rumah tangga, irigasi, hotel dan industri.
Rehabilitasi, restorasi, praktek pertanian ramah lingkungan
Pemilik/pengelola lahan/Tahura, LMDH, Desa, KTT, Fokal Mesra
PJB, PDAM, Hotel (APHI), HIPAM, Jasa Tirta
dukungan pembiayaan program & CSR
Hubungan diatur dalam MoU/ agreement
Kegiatan : kepastian hak kelola masyarakat, pelatihan, pelayanan kesehatan, pendidikan, kampanye, patroli, industri rumah tangga
administrasi bantuan teknis
GIRAB Batu Hijau Lestari keuangan M&E
Gambar 3: Skema Kerjasama Hulu Hilir antara Pihak Penyedia dan Penerima Manfaat Jasa Lingkungan di Sub Das Hulu Berantas.
3.7. PEMBELAJARAN Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari PES Bumi Aji adalah : • Perbedaan bahasa teknis, terminology dan pendekatan yang digunakan antara Pihak Penyedia dan Pihak Pengguna Jasa Lingkungan mengakibatkan sulitnya mencapai kata sepakat antara pihak. • Diperlukan komponen pihak ketiga, yang merupakan perantara yang memainkan peranan di dalam membangun kesepahaman. Pihak ketiga sebagai mediator adalah pihak yang mengerti gaya mereka, bahasa dan pendekatan kedua belah pihak. • Mediator yang berperan tidak dibatasi hanya 1 bahkan bisa 3 mediator dengan peran yang saling melengkapi.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
37
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
38
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
39
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
40
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
4
KEMITRAAN SWASTA PENGGUNA AIR DALAM MENDUKUNG KONSERVASI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (TNGGP) 4.1. LATAR BELAKANG Taman Nasional adalah kawasan konservasi dengan fungsi paling lengkap, yaitu melindungi sistem penyangga kehidupan, mengawetkan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta memanfaatkan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Tujuan pengelolaan Taman Nasional adalah menjamin dan memelihara keutuhan kawasan dan ekosistem; potensi Taman Nasional dan nilai-nilai keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas dan ekosistemnya; serta memanfaatkan kawasan secara optimal, lestari dan bijaksana untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan budaya dan pariwisata alam bagi kesejahteraan masyarakat. Hutan berperan strategis dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Hutan menghasilkan beragam manfaat berupa jasa dan barangyang berguna untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya, dan jasa lingkungan. Beragam jasa dan barang tersebut keluar dari satu kompleks ekosistem hutan yang di dalamnya terdapat unsurhayati dan non-hayati yang saling berinteraksi dalam membentuk ekosistem. Adanya ketergantungan antar unsur-unsur pembentuk ekosistem hutan mengharuskan hutan dikelola secara komprehensif, sistematik, interdisiplin, dan berkelanjutan. Oleh karenanya, pembangunan kehutanan berkelanjutan (sustainable forest management) dalam prakteknya harus memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Konversi lahan hutan oleh manusia untuk berbagai keperluan dalam jumlah besar yang menyebabkan lahan hutan semakin terbuka dan turunnya permukaan air tanah dan, keringnya mata air. Oleh karena itu upaya penilaian manfaat hidrologis diharapkan dapat meningkatkan apresiasi pengguna air terhadap besarnya nilai manfaat hutan sebagai sistem penyangga kehidupan. Dengan demikian kegiatan konservasi hutan sebagai penyedia air dan pengatur tata hidrologis kawasan menjadi bagian dari tanggung-jawab pengguna air yang memanfaatkan air sebagai jasa lingkungan hutan. Air menjadi salah satu produk jasa lingkungan terpenting di hutan. Di Indonesia sebagian besar dari air yang mengalir di sungai-sungai berasal dari daerah aliran sungai yang berhutan. Dengan demikian ketersedian air, baik kuantitas dan kualitasnya, secara langsung berkaitan dengan kualitas ekosistem hutan. Pembukaan daerah-daerah aliran sungai berhutan secara tidak terkendali menyebabkan biaya yang harus ditanggung kawasan hilir sungai dalam bentuk erosi, pencemaran, kerusakan akibat banjir, mungkin jauh melebihi nilai kayu yang ditebangnya.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
41
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Produk jasa lingkungan hutan atau kawasan konservasi umumnya dibagi dalam empat katagori berupa: 1. Penyerap dan penyimpan karbon (Carbon sequestration and storage); 2. Perlindungan keanekaragaman hayati (Biodiversity protection); 3. Perlindungan daerah aliran sungai (Watershed protection); 4. Keindahan bentang alam (Landscape beauty).
4.2. KONDISI UMUM TNGGP 4.2.1. POTENSI JASA LINGKUNGAN Kawasan TNGGP ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO pada 1977 dan sebagai Taman Nasional pertama kali pada 1980. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) berada di bawah tiga administrasi pemerintahan kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Dalam rencana pengelolaan 1995-2020, TNGGP berketetapan untuk mempertahankan fungsi hidrologi, keseimbangan ekologi, kesuburan tanah, kestabilan iklim mikro, mempertahankan keanekaragaman hayati asli TNGGP, meningkatkan upaya penelitian sumberdaya alam, meningkatkan upaya pendidikan konservasi alam, meningkatkan peran dalam menunjang budidaya, meningkatkan peran TNGGP dalam pengembangan pariwisata dan rekreasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan TNGGP. TNGGP menjalankan tiga fungsi utama kawasannya melalui upaya perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Hutan di kawasan TNGGP memiliki manfaat yang kompleks dengan berbagai macam flora dan fauna di dalamnya. Ekosistem TNGGP melindungi kehati asli kawasannya, berperan sebagai daerah tangkapan air yang penting bagi Cianjur, Sukabumi, Bogor dan DKI Jakarta, penyerap dan penyimpan karbon, penyeimbang iklim mikro, pengatur tata air, wisata alam serta sebagai wahana penelitian dan pendidikan lingkungan. Dari sudut pandang PES, selama ini, kawasan TNGGP memberikan jasa ekosistem secara gratis dan terus menerus untuk menopang kehidupan manusia dan pembangunan. Sebagian masyarakat sadar akan pentingnya keberadaan TNGGP sebagai sumber air, namun mereka belum memberikan kontribusi dana bagi konservasi TNGGP. Seringkali jasa-jasa ini di nilai terlalu rendah, padahal banyak kegiatan ekonomi yang sangat bergantung pada kawasan tersebut. Sesuai perhitungan nilai ekonomi potensi air, semestinya bisa dijadikan masukan untuk menghitung harga air yang harus dibayar oleh pengguna air secara komersial kepada negara dan perlu dikembalikan ke dalam anggaran pengelolaan kawasan. 42
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
4.2.2. INTERAKSI MASYARAKAT HUTAN Ketiga fungsi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango akan dapat berperan optimal apabila masyarakat di sekitar kawasan tersebut ikut berperan serta untuk mengelolanya. Masyarakat memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap hasil hutan, antara lain kayu bakar. Masyarakat sekitar hutan masih menggunakan kayu bakar untuk kebutuhan memasak dengan alasan minyak tanah yang mahal. Kayu bakar masih dianggap dapat diperoleh dengan mudah dari kebun atau hutan terdekat. Sebelumnya, masyarakat setempat mendapatkan kayu bakar dari kebun sendiri. Namun persediaannya semakin lama semakin kecil dan habis, masyarakat kemudian mencari kayu bakar ke hutan terdekat. Selain lahan milik sendiri, sumber kayu bagi masyarakat adalah kebun campur milik orang lain, pohon di tanah milik umum atau milik desa, pohon di lahan perkebunan yang terlantar seperti lahan HGU, hutan produksi, hutan lindung dan hutan TNGGP. Intensitas pengambilan kayu bakar dalam hutan berhubungan dengan jumlah masyarakat pengguna kayu bakar, ketersediaan kayu di tempat selain hutan dan jarak pemukiman dengan hutan itu sendiri. Petani penggarap areal perluasan kawasan sebelumnya merupakan mitra Perum Perhutani dalam sistem tumpang sari. Namun sejak 2003 areal tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Penetapan kawasan konservasi ini bagi para penggarap yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin menjadi masalah besar karena lahan garapan tersebut merupakan satu-satunya sumber kehidupan yang mereka miliki. Hampir semua petani penggarap lahan eks Perhutani tampaknya belum siap melepas lahan tersebut karena mereka tidak mempunyai lahan garapan lain sehingga sangat sulit sekali untuk memperoleh pekerjaan di luar bercocok tanam.
4.3. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP Proses yang dilakukan dalam membangun skema pembayaran jasa lingkunan di TNGGP sebagai berikut : 1. Melakukan pemetaan wilayah dan identifikasi pengguna air Hingga awal 2005 tercatat di TNGGP terdapat banyak perusahaan yang memanfaat air secara langsung dari kawasan TNGGP. Pemanfaatan ini belum diatur dalam kesepakatan kerjasama antara Balai TNGGP dan perusahaan tersebut. Pada pertengahan tahun 2005, ESP bersama Balai TNGGP melakukan pemetaan terhadap perusahaan-perusahaan yang berada disekitar kawasan TNGGP dan memetakan pola pemanfaatan air mereka, hingga pada akhirnya terdata ada 36 perusahaan dan 11 desa yang mempunyai jaringan air langsung dari kawasan TNGGP. 2. Membangun inisiatif kemitraan Melalui beberapa tahap pertemuan ditingkat kabupaten dan propinsi maka pada akhirnya disepakati untuk membentuk sebuah forum bagi pengguna air dari kawasan TNGGP yang
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
43
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
berupa Forum Peduli Air Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Forpela TNGGP). 3. Membangun kesepakatan bersama pengguna air TNGGP Pada tahap ini, Forpela menyusun anggan dasar dan anggaran rumah tangga termasuk dasar hukum pendirian Forpela berupa akte notaris. Kesepakatan AD/ART didalamnya termasuk kesepakatan akan iuran pokok dan iuran wajib dari masing-masing anggota Forpela yang dananya akan digunakan bagi pembiayaan kegiatan konservasi TNGGP bersama kelompokkelompok masyarakat. 4. Membangun kesepakatan antara Balai Besar TNGGP dan Forpela TNGGP Mengingat kawasan TNGGP pengelolaannya merupakan kewenangan Balai Besar TNGGP maka dalam pengelolaan jasa lingkungan dikawasan TNGGP perlu ada kesepakatan antara Balai Besar TNGGP dan Forpela TNGGP dimana diatur tentang pemanfaatan jasa lingkungan air akan dilakukan oleh Forpela TNGGP melalui skema kemitraan antara Balai Besar TNGGP dan Forpela TNGGP. 5. Implementasi kesepakatan Dalam implementasi kesepakatan ini maka Forpela melakukan beberapa hal yaitu : o Memungut iuran terhadap perusahaan-perusahaan pengguna air di TNGGP dan menyusun o Menyusun rencana kerja tahunan dan melaksanakan rencana kerja tersebut setelah berkonsultasi dengan Balai Besar TNGGP, termasuk melakukan kesepakatan pengembangan model desa konservasi terhadap 6 desa unggulan di Bogor, Sukabumi dan Cianjur. 6. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kesepakatan dilakukan oleh Balai Besar TNGGP. Setiap tiga bulan Forpela melakukan pertemuan dengan Balai Besar TNGGP untuk mengevaluasi perkembangan dan kendala dalam implementasi kesepakatan tersebut.
4.4. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) Kawasan TNGGP memberikan jasa lingkungan berupa: perbaikan kualitas air dengan mengurangi sedimentasi dan erosi; pengaturan aliran dan pasokan pasokan air melalui penyerapan; mengisi air bawah tanah dan menyimpannya; mencegah dan mengurangi bencana banjir; serta menahan air hujan pada akar tanaman selama musim hujan dan secara perlahan melepaskan air selama musim kemarau. Ada puluhan sungai yang berhulu di kawasan TNGGP, terutama tiga DAS yang dilindungi yaitu: DAS Citarum (Kabupaten Cianjur) dengan 15% sungai induk, DAS Ciliwung (Kabupaten Bogor) dengan 33% sungai induk dan DAS Cimandiri (Kabupaten Sukabumi) dengan 52% sungai induk. Masyarakat sangat bergantung pada air sungai yang berhulu di kawasan TNGGP untuk berbagai keperluan. Air yang dihasilkan dari sungai-sungai ini mengairi 10.998 ha sawah, yang dimanfaatkan oleh 184.000 KK, yang terdiri dari 920.065 jiwa yang tersebar di 149 desa, serta turut dimanfaatkan oleh hotel dan restoran yang tumbuh di sekitar Puncak.
44
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Gambaran kondisi hidrologis kawasan TNGGP, dalam rangka menjamin terpeliharanya fungsi hidrologi, keseimbangan ekologi, kesuburan tanah dan kestabilan iklim mikro dan regional adalah: • 1.075 anak sungai ( orde-1 dan orde-2 ); •
Bermuara pada 58 (orde 3) sungai induk (melintas batas kawasan TNGGP);
•
Mengalirkan air per tahun ± 8 milyar liter; setara rp 12 trilyun;
•
Secara geofisik kawasan tnggp berada di bagian tertinggi maka dalam konteks
pengelolaan DAS merupakan daerah hulu (menara air) pada das terkait.
Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan air di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango bersifat mendesak karena alasan berikut: a. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di sekitar taman nasional dan bagian hilirnya membutuhkan air dalam volume yang lebih banyak dengan kualitas yang sesuai untuk air minum. Kecenderungan permintaan air yang lebih banyak ini berdampak bagi kelestarian ekosistem hutan sebagai sumber airnya; b. Kebijakan Departemen Kehutanan serta visi dan misi Direktorat Jenderal PHKA terkait pemanfaatan lestari hutan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat; c. Pengurangan ketergantungan sektor kehutanan pada produk kayu dengan mengembangkan potensi hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan hutan, seperti jasa lingkungan air, pariwisata alam, dan karbon; d. Perkembangan di lingkup nasional sejalan dengan proses desentralisasi, yang mempertajam isu antara daerah hulu dan hilir tempat terjadinya konflik kepentingan; e. Perlunya mobilisasi dana pada berbagai tingkatan pengelolaan untuk mendukung upaya pelestarian hutan. Dalam hal ini pengguna jasa lingkungan hutan memiliki tanggungjawab secara finansial untuk membantu kegiatan pelestarian hutan yang selama ini memberikan jasa lingkungan air yang digunakannya. Pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGGP menerapkan prinsip kelestarian, efisiensi dan keadilan. Prinsip kelestarian menekankan bahwa pemanfaatan harus dapat mendorong terwujudnya kelestarian lingkungan, bukan justru merusak lingkungan. Prinsip efisiensi menekankan pada peningkatan efisiensi ekonomi secara keseluruhan, dengan memperhitungkan nilai jasa lingkungan dalam kegiatan ekonomi melalui pembayaran jasa lingkungan. Sedangkan prinsip keadilan dicapai melalui adanya kontribusi manfaat dan biaya pemanfaatan jasa lingkungan secara adil, melalui penerapan sistem imbal jasa dari penerima manfaat kepada penyedia jasa lingkungan dan juga dari pencemar kepada penyedia jasa lingkungan. Kawasan hutan sebagai penyedia jasa lingkungan air (water providers) perlu mendapatkan imbal jasa dari pengguna air (water users) yang berada di wilayah hilirnya. Konflik sering terjadi antara pengelola, masyarakat dan pemerintah daerah. Pengelola taman nasional berorientasi pada kelestarian hutan dan fungsi ekologis, sedangkan masyarakat yang biasanya memiliki akses ke dalam tanaman nasional untuk pemenuhan kebutuhan hidup merasa terbatasi dengan adanya taman nasional. Bagi pemerintah daerah, keberadaan taman nasional seringkali
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
45
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
dipandang sebagai beban karena hilangnya kewenangan pengaturan dan hilangnya pendapatan asli daerah (PAD). Konflik tersebut dapat ditekan melalui peningkatan distribusi manfaat dan biaya jasa lingkungan antara ketiganya. Pemanfaatan jasa lingkungan air di TNGGP diharapkan dapat memberikan manfaat positif terhadap kegiatan masyarakat, baik dalam pemenuhan air untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, pertanian, pariwisata, industri, dan kegiatan perekonomian lainnya. Jasa lingkungan air merupakan hasil hidrologis dari kawasan konservasi yang secara matematis merupakan fungsi dari penggunaan lahan dan karakteristik bio-fisik lainnya, sehingga akan berdampak terhadap output hidrologisnya. Untuk mewujudkan pemanfaatan jasa lingkungan hutan (air) secara berkelanjutan, perlu upaya membangun kemitraan dengan para pemanfaat atau pengguna jasa lingkungan hutan tersebut guna mendukung upaya konservasi kawasan hutan secara terpadu dan berkelanjutan melalui peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan masyarakat, sehingga akan membantu pengawasan, evaluasi dan kendali dalam pemanfaatan jasa lingkungan hutan.
4.4.1. POTENSI MASYARAKAT DESA KONSERVASI Pengelolaan kawasan hutan konservasi tidak dapat dilakukan sendiri. Upaya itu perlu mendapat dukungan nyata dari masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan. Masyarakat yang hidup di sekitar kawasan konservasi sebenarnya mempunyai potensi dan kearifan tradisional dalam memanfaatkan sumber daya alam secara lestari. Namun desakan kebutuhan ekonomi mendorong mereka untuk masuk dan merambah ke dalam kawasan hutan, sehingga hutan makin rusak. Masyarakat yang tinggal di daerah penyangga kawasan konservasi relatif menggantungkan hidupnya pada hutan. Mereka pada umumnya adalah petani yang memerlukanlahan. Kenyataan ini mendorong masyarakat memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk dijadikan sebagai lahan pertanian, sehingga banyak menimbulkan masalah yang mengancam kelestarian kawasan konservasi itu sendiri. Hutan memenuhi banyak kebutuhan masyarakat, mulai dari pangan, obat, hingga materi untuk membangun rumah. Masyarakat menganggap hutan adalah sumber mata pencaharian alternatif, seperti mencari kayu bakar, buah-buahan, serta jenis tumbuhan satwa yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu hutan juga merupakan sumber lahan atau cadangan lahan di masa depan. Oleh karena ini, perlu ada langkah-langkah strategis untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah penyangga, sehingga mereka mengalihkan ketergantungannya terhadap hasil hutan kayu dan non kayu, perambahan lahan dan kegiatan lain yang kurang mendukung konservasi. Upaya melibatkan masyarakat dalam melestarikan sumber daya hutan hendaknya mengarah kepada pengembangan potensi yang ada guna membuka akses lapangan kerja yang tidak melulu bergantung pada pemanfaatan lahan konservasi.
46
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Untuk mangatasi permasalahan tersebut diperlukan penciptaan kondisi yang dapat merangsang perekonomian masyarakat dan partisipasi para pihak dalam pembangunan perekonomian. Distribusi manfaat hanya dapat terjadi apabila masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dan diberdayakan dalam proses pembangunan. Dengan demikian manfaat sumber daya alam hayati harus benar-benar dinikmati oleh masyarakat luas dan tidak hanya mendapatkan manfaat yang minimal dalam kegiatan pengelolaan/eksploitasi sumber daya alam hayati hutan di daerahnya dengan peran yang sangat marginal. Masyarakat sekitar tidak boleh hanya menjadi penonton. Jika kondisi ini tetap dibiarkan, maka masyarakat akan sangat rentan terhadap pengaruh dari luar dan mudah terprovokasi. Ada tiga prinsip dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu: (1) Penciptaan suasa/iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi masyarakat, (2) Memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat, (3) Melindungi masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat untuk mencegah persaingan yang tidak sehat. Untuk membangun dan menerapkan ketiga prinsip tersebut agar keberdayaan dan potensi dapat tumbuh dan berkembang, maka perlu dilakukan tahapan kegiatan “Pengembangan Masyarakat/PM� Kondisi masyarakat desa penyangga kawasan konservasi umumnya adalah: 1. Desa yang letaknya berdekatan dengan kawasan konservasi dan masyarakatnya mempunyai interaksi langsung; 2. Desa yang masyarakatnya mempunyai kepedulian terhadap pelestarian kawasan konservasi; 3. Desa yang mempunyai sumber daya alam yang bisa dikembangkan; 4. Desa yang secara umum mempunyai permasalahan yang sama dengan desa-desa lainnya di sekitar kawasan konservasi.
4.5. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) Perusahaan dan industri yang berada di sekitar TNGGP sebagai pihak yang menerima manfaat jasa lingkungan sering tidak menyadari peran pentingkawasan ini sebagai penopang keberlanjutan usaha mereka. Akibatnya, mereka kurang memiliki kemauan untuk melakukan upaya konservasi kawasan dan berperan dalam memperbaiki kondisi masyarkat yang hidup di sekitar kawasan taman nasional ini. Skema kompensasi antara kawasan hulu yang perlu dijaga dan diperbaiki dengan swasta/ industri yang menerima manfaat ekologis perlu dilakukan. Bagi pengguna air yang berada di bagian hilir, nilai kontribusi terhadap kawasan konservasi tersebut merupakan bentuk dari kontribusi hilir untuk melestarikan kawasan sumber air di bagian hulu. Sumber dana kegiatan konservasi saat ini umumnya masih mengandalkan dari pemerintah yang berasal dari berbagai sumber pendapatan, misalnya dari pajak umum, dan tidak didasarkan atas nilai aktual jasa (hidrologis) yang disediakan oleh kawasan tersebut. Kelemahan pola pendanaan konservasi ini adalah apabila sistem pajak tidak efektif dan terjadi krisis ekonomi, dana untuk konservasi pun akan mengalami penurunan.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
47
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
4.6. MEKANISME IMBAL JASA LINGKUNGAN 4.6.1. FORPELA SEBAGAI KEMITRAAN PENGGUNA JASA LINGKUNGAN AIR MEMBANGUN INISIATIF KEMITRAAN Agar dapat terus memberikan manfaat, kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango perlu dijaga dan dipelihara. Masyarakat yang hidup disekitar kawasan harus turut serta dalam upaya menjaga dan memeliharanya. Kegiatan-kegiatan yang akan mengancam keutuhan dan kelestariannya harus dikurangi dengan cara upaya penegakan hukum, rehabilitasi atau restorasi kawasan, alternatif mata pencaharian masyarakat sekitar hutan, teknologi pertanian ramah lingkungan, perbaikan kesehatan masyarakat dan peningkatan pendidikan dan ketrampilan masyarakat. Kegiatan ini menjadi insentif atau kompensasi bagi masyarakat yang turut menjaga, memelihara dan memperbaiki fungsi ekologis hutan. Insentif inilah yang biasa disebut imbal jasa lingkungan. Untuk membangun inisiatif pengembangan jasa lingkungan (air) dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian kawasan konservasi, memang diperlukan adanya peran serta para pemangku kepentingan (stakeholders). Para pemangku kepentingan ini akhirnya sepakat membentuk wadah bersama berupa Forum Peduli Air Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Forpela TNGGP). Partisipasi FORPELA TNGGP meliputi akses pemberdayaan dibidang pemanfaatan jasa lingkungan air termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, penegakan supermasi hukum dan HAM. FORPELA TNGGP sangat peduli, bahwa masyarakat harus diberdayakan sehingga tidak lagi menjadi obyek pembangunan, tetapi sudah saatnya menjadi pelaku aktif pembangunan. Masyarakat perlu diberdayakan melalui penguatan peran serta agar partisipasinya tidak melulu reaktif , khususnya menyangkut kebijakan pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan. Dengan berbagai program pemberdayaan kemasyarakatannya, FORPELA TNGGP berupaya menciptakan peluang dan terobosan baru, khususnya dalam menciptakan keseimbangan baru dalam sistem ekonomi pedesaan yang kondusif bagi tumbuhnya usaha mikro, kecil dan menengah yang mandiri.
4.6.2. MEMBANGUN KESEPAKATAN BERSAMA PENGGUNA AIR Untuk menunjang pengembangan jasa lingkungan air di kawasan TNGGP, pihak pengguna perlu mendapat informasi yang jelas soal ketentuan atau kebijakan, mekanisme, regulasi dan pengaturan kelembagaan yang akan menerapkan rencana pengelolaan jasa lingkungan yang partisipatif dan kolaboratif. Para pengguna air menyadari bahwa selama ini mereka belum pernah memberikan sumbangan nyata bagi pelestarian ekosistem Taman Nasional. Sektor swasta merupakan salah satu pihak yang memperoleh manfaat langsung dari keberadaan daerah tangkapan air Taman Nasional Gede Pangrango. Proses fasilitasi dilakukan
48
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
dalam membangun kesepahaman dan kemitraan sektor swasta untuk mendukung konservasi Taman Nasional Gede Pangrango. Hasil dari proses fasilitasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu pilar dalam kemitraan multipihak pengelolaan TNGGP dan menunjang bentuk kerjasama yang kolaboratif. Adapun rangkaian proses sosialisasi yang cukup panjang dengan kegiatan yang sangat intensif antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Tahap I berupa inventarisasi para pemanfaat/pengguna jasa lingkungan air. Tahap II berupa pertemuan para pemanfaat jasa lingkungan air di tiga wilayah. Tahap III berupa pembentukan kelompok kerja wilayah. Tahap IV berupa pembentukan pengurus eksekutif. Tahap V berupa penyusunan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) dan program kerja. 6. Tahap VI berupa penandatanganan / pengesahan AD/ART. Proses membangun kesepakatan kerja sama pengguna air tersebut memang didasari visi yang sama, yaitu; membangun bentuk kemitraan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mendukung program multipihak dalam melakukan pengelolaan pemanfaat jasa lingkungan (air) dengan tetap melindungi dan selalu memperhatikan aspek konservasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Untuk merealisasikan misi, maka secara tegas misi FORPELA TNGP adalah: • Meningkatkan Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; • Memelihara kawasan TNGP menjadi kawasan biosfer; • Meningkatkan pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan; • Menciptakan lapangan kerja baru; • Meningkatkan kesejahtraan masyarakat; • Menegakan hukum dan HAM; • Meningkatkan sumberdaya manusia dalam pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan dan konservasi; • Melindungi golongan minoritas. Menyadari potensi jasa lingkungan air dari kawasan TNGGP, serta untuk mengatasi gangguan dan ancaman terhadap kawasan konservasi saat ini, maka Forum Peduli Air TNGP (FORPELA) dan pemerintah daerah/kabupaten serta lembaga swadaya masyarakat (LSM lokal) mencoba mengembangkan dan mengimplementasikan pendekatan PES secara menyeluruh yang sesuai untuk imbal jasa lingkungan (Payment for Environmental Services-PES) dan menekankan pada keseimbangan upaya pengentasan kemiskinan dengan konservasi, serta mempertimbangkan keadilan sosial dan kesetaraan. Forpela TNGGP memiliki skema PES yang berbeda, yaitu skema yang melakukan upaya konservasi Taman Nasional serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat daerah penyangga melalui pengembangan potensi lokalnya dengan menekankan adanya manfaat berkelanjutan yang diperoleh masyarakat desa penyangga. Salah satu cara adalah dengan membangun pusat pembibitan tanaman atau usaha produktif unggulan yang bisa menunjang peningkatan
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
49
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
perekonomian masyarakat dengan harapan kedepan masyarakat sejahtera dan hutan tetap lestari. Kegiatan imbal jasa lingkungan di atas dapat diberikan secara langsung melalui pemberdayaan atau penguatan masyarakat , keamanan kepemilikan tanah (land tenure security), dan konservasi ekosistem alam tempat masyarakat miskin di daerah penyangga bergantung.
DEWAN EKSEKUTIF
IURAN POKOK IURAN WAJIB
KOORDINATOR WILAYAH
IURAN WAJIB
PENGGUNAAN KOMERSIAL (PERUSAHAAN)
PROGRAM KERJA
PENGGUNAAN NON KOMERSIAL (MASYARAKAT)
KEGIATAN REHABILITASI & KONSERVASI
KOLABORASI PROGRAM
KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Gambar 4 : Skema Pendanaan (Pembayaran Iuran Keanggotaan)
Besaran Iuran Pokok dan Iuran Wajib Anggota Forpela berdasarkan klasifikasi komersil dan nonkomersil sebagai berikut :
Iuran Pokok
Iuran Wajib
Komersil
Rp 500.000 - 5.000.000,-
Rp 50.000 - 200.000,-/bulan
Non-Komersil
Rp 50.000 – 200.000,-
Rp 20.000 – 100.000/bulan
Iuran wajib dan iuran pokok dikoleksi oleh dewan eksekutif. Dana yang terkumpul akan digunakan sebagian untuk membiayai rencana aksi tahunan yang sudah disepakati bersama.
50
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
4.7. KEMAJUAN HINGGA SAAT INI Sejak terbentuknya FORPELA TNGP tahun 2006 hingga tahun 2009, jumlah pengguna air yang memiliki kesadaran untuk memberikan sumbangan terhadap kawasan konservasi makin meningkat. Berdasarkan hasil rapat revitalisasi FORPELA TNGGP selama 2008 lalu, tercatat jumlah para pengguna air dari kawasan yang bergabung menjadi anggota semakin bertambah menjadi 103, meliputi; Wilayah
Komersial
Non Komersial
Jumlah (2006)
Komersial
Non Komersial
Jumlah (2009)
Bogor
13
4
17
30
9
39
Cianjur
18
5
23
44
9
53
Sukabumi
5
2
7
19
2
21
36
11
47
83
20
103
Total =
Penerimaan iuran keanggotaan dalam rangka pendanaan konservasi dan upaya pemberdayaan masyarakat juga mengalami kenaikan. Ketika terbentuk dan berdasarkan pasal 6 Anggaran Rumah Tangga FORPELA TNGGP, prediksi penerimaan iuran hanya sebesar Rp 30.000.000 juta pertahun. Hasil rumusan bersama dan kerangka revitalisasi FORPELA TNGGP 2009-2012 mencatat jumlah prediksi penerimaan iuran kesadaran anggota sebesar Rp 186.000.000/tahun untuk iuran pokok dan iuran kewajiban bulanan sebesar Rp 104.000.000/tahun. Melihat prediksi penerimaan tersebut, seharusnya FORPELA TNGGP dapat menjalankan program kerja dan menjalankan rencana aksinya secara swadaya, tanpa melibatkan para pihak lainnya. Namun berbagai kendala operasional dalam pelaksanaan kepengurusan dan mekanisme penagihan iuran keanggotaan masih menjadi tantangan. Efektifitas komunikasi antara pengurus dengan para anggotanya juga perlu dipecahkan.
4.8. PEMBELAJARAN Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai bentuk pembelajaran dari skema kerjasama imbal jasa lingkungan TNGP adalah : • Fungsi TNGP yaitu melindungi sistem penyangga kehidupan, mengawetkan ke anekareagaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta memanfaatkan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat optimal apabila masyarakat di sekitar kawasan tersebut ikut berperan serta untuk mengelolanya. • Kesadaran pemangku kepentingan terhadap kelestarian kawasan konservasi mendorong terbentuknya Forpela TNGP • Forpela TNGP fokus dalam menciptakan peluang dan terobosan baru, khususnya dalam menciptakan keseimbangan baru dalam sistem ekonomi pedesaan yang kondusif bagi tumbuhnya usaha mikro, kecil dan menengah yang mandiri. • Membangun pusat pembibitan tanaman atau usaha produktif unggulan merupakan salah satu cara yang dikembangkan oleh Forpela ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
51
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
52
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
53
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
54
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
55
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
56
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
57
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
58
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
5
HUTAN ASUH TRUST FUND (HATF) PASURUAN 5.1. GAMBARAN UMUM LOKASI Lokasi yang menjadi tempat kegiatan adalah daerah hulu hingga hilir di Gunung Arjuno dan Gunung Welirang di Jawa Timur.
5.2. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN ESP Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh ESP dalam membantu terjalinnya kerja sama antara pihak yang berperan sebagai penyedia jasa lingkungan dan pihak yang berperan sebagai pengguna jasa lingkungan adalah: • Memfasilitasi kampanye tentang kesadaran hutan dan desa hutan. Kampanye dilakukan di beberapa wilayah dan diikuti dengan serangkaian lokakarya hingga terbentuknya kelompok-kelompok atau paguyuban;
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
59
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
• • • • • • •
Melakukan Sekolah Lapangan di 9 desa di sekitar Gunung Arjuno yang berbatasan dengan Tahura R. Soerjo; Memperkuat organisasi lokal seperti Kelompok Tani Tahura (KTT) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH); Memfasilitasi hubungan dengan pihak-pihak terkait dalam hal ini lingkungan lembaga pemerintah terkait untuk mendapatkan dukungan dalam pengembangannya; Memfasilitasi pertemuan dan lokakarya para pemangku kepentingan untuk merumuskan pola kerjasama; Identifikasi kawasan biofisik dan perbaikan sosial masyarakat; Penyediaan peta-peta terkait dengan identifikasi kawasan biofisik dan sosial masyarakat sebagai dasar pembicaraan dengan pihak-pihak perusahaan; Membangun dasar argumentasi dalam perumusan kerja sama imbal jasa lingkungan melalui identifikasi peta biofisik dan sosial masyarakat.
Gambar 5: Sebagian peserta kokakarya bersama Bpk.Muzamil SH, ( di tengah berbaju putih) Wakil Bupati Pasuruan saat setelah berdialog tentang upaya pelestarian dan konservasi Hutan Raya R.Soeryo.
5.3. KONSEP HUTAN ASUH Konsep hutan asuh mendorong masyarakat pengguna jasa lingkungan untuk peduli terhadap kelestarian hutan dengan cara membagi hutan menjadi beberapa kawasan biofisik dan selanjutnya perusahaan-perusahaan sebagai pengguna jasa lingkungan bertanggung jawab terhadap konservasi kawasan yang ditunjuk. Berdasarkan identifikasi oleh ESP maka terdapat delapan kawasan dengan luas total 779 Ha seperti digambarkan pada peta di atas. Selain kawasan fisik, ESP juga telah mengidentifikasi kawasan sosial masyarakat yang berjumlah 66 orang. Dalam peta di atas ditunjukkan dengan gambar lingkaran kecil hijau. Tanggung jawab dari perusahaan berupa kontribusi pendanaan terhadap kegiatan konservasi 60
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
di kawasan yang telah ditunjuk. Kontribusi pendanaan dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan konservasi, antara lain pengadaan bibit tanaman, penanaman pohon, dan pemeliharaan hingga umur tanaman mencapai lima tahun. Dengan konsep kerjasama antara Penyedia dan Pengguna Jasa Lingkungan melalui pendekatan Hutan Asuh, diharapkan dana konservasi lebih terarah penggunaannya dan masyarakat mempunyai mata pencaharian pengganti yang lebih menguntungkan dibanding mata pencaharian terdahulu yaitu menebang pohon dan mencari satwa hutan untuk dijual. Dengan pola kerja sama ini diharapkan hutan yang ada terlindungi (tidak ada lagi penebangan pohon) dan ada perubahan kondisi hutan kritis menjadi lebih baik. Keberlangsungan kerja sama ini akan lebih baik dan berlangsung lama bila disertai dengan adanya kesepahaman bersama dan pembagian peran yang berimbang antara pengguna dan penyedia jasa lingkungan.
5.4. PIHAK PENYEDIA JASA LINGKUNGAN (PROVIDER) Pihak yang diidentifikasikan sebagai penyedia jasa lingkungan adalah lingkungan petani di kawasan Taman Hutan Rakyat R. Soerjo. Mereka tergabung dalam Paguyuban Kelompok Tani Tahura yang terdiri dari Kelompok Tani dari sembilan desa. Dari sembilan desa tersebut hanya empat desa yang secara peta geologis berhubungan langsung. Empat desa tersebut adalah Desa Dayurejo, Desa Jatiarjo, Desa Leduk dan desa Pecarukan. Kelompok petani ini diidentifikasi sebagai penyedia jasa lingkungan karena para petani tersebut adalah pihak yang mengambil hasil hutan seperti kayu bakar dan satwa untuk dijual. Saat ini daerah yang dijarah belum sampai wilayah Tahura, akan tetapi beberapa wilayah Perhutani yang berada di bawah wilayah Tahura mengalami kondisi kritis akibat penebangan liar. Sebelum kerusakan ini berlanjut, pihak-pihak yang berada di kawasan penghasil jasa lingkungan ini harus disadarkan dan diajak bekerja sama, dan pada saat yang sama perlu dipikirkan solusi untuk memutus mata rantai perusakan hutan.
5.5. PIHAK PENGGUNA JASA LINGKUNGAN (USER) Pihak yang diidentifikasi sebagai pengguna jasa lingkungan untuk kawasan ini adalah perusahaan-perusahan yang berdasarkan atas peta pemetaan hidrologis menunjukan bahwa mereka memanfaatkan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hulu Gunung Arjuno dan Gunung Welirang. Perusahaan-perusahaan tersebut diantaranya adalah Perusahaan Rokok Sampoerna, PT Coca Cola, PT Aqua dan lain-lain. Berikut adalah peta yang menunjukan identifikasi potensi pengguna jasa lingkungan.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
61
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
5.6. HUTAN ASUH TRUST FUND (HATF) Hutan Asuh Trust Fund dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator atau lembaga perantara . Keanggotaan HATF ini terdiri dari Yayasan Kaliandra dan organisasi lokal lainnya seperti KTT dan LMDH. Yayasan Kaliandra adalah organisasi lokal yang telah lama bergerak dalam bidang pengabdian kepada masyarakat di lingkungannya. Kegiatan yang dilakukan meliputi: pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan kewirausahaan, seni dan budaya, penyuluhan pendidikan serta kesehatan. Yayasan ini juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya kepedulian terhadap kelestarian hutan. Hasil pengamatan yang dilakukan Yayasan Kaliandra menyimpulkan kerusakan hutan yang terjadi sudah cukup mengkhawatirkan. Petani-petani mengambil hasil-hasil hutan sebagai sumber pendapatan yang relatif cepat bagi mereka. Petani menebang pohon dan ranting serta mengambil satwa-satwa yang ada untuk kemudian dijual. Kerusakan hutan ini dikhawatirkan akan berlanjut pada daerah di atasnya yaitu Taman Hutan Rakyat (Tahura). Saat ini pengambilan sumber daya alam oleh petani terjadi pada hutan Perhutani. Beberapa usaha seperti pelatihan kewirausahaan, pendidikan, kesehatan dan seni budaya dilakukan untuk merangkul dan memperoleh kepercayaan masyarakat. Kewirausahaan mengajarkan para petani untuk mulai mengandalkan mata pencaharian lain dan tidak lagi bergantung pada penebangan hutan. Hal lainnya adalah mengusulkan perubahan status hutan produksi menjadi rimba campur. Status hutan produksi tidak memungkinkan masyarakat di sekitar hutan untuk memanfaatkan potensi hutan yang ada. Sebaliknya, dengan status rimba campur masyarakat diijinkan untuk menanam tanaman sayuran dan buah di sela-sela pohon pinus. Hal ini membawa dampak positif karena masyarakat mempunyai komoditas yang bisa dijual sebagai pengganti penebangan pohon. Secara perlahan Yayasan Kaliandra melakukan pemberdayaan masyarakat untuk peduli terhadap kelestarian hutan. Hingga saat ini Yayasan Kaliandra telah melakukan pelestarian hutan dengan luasan 10 Ha. Dalam perjalanannya ESP kemudian mengusulkan suatu kegiatan berkaitan dengan konservasi hutan dengan sebutan Pola Hutan Asuh. Keanggotaannya terdiri dari Yayasan Kaliandra dan beberapa organisasi lokal seperti Kelompok Tani Tahura (KTT) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Umumnya, ESP mengambil peran mendorong terbentuknya HATF. Namun dalam kasus ini, ESP tidak berperan aktif, sebab anggota HATF antara lain Yayasan Kaliandra, KTT dan LMDH telah menjalankan fungsinya secara baik. ESP hanya memfasilitasi pertemuan dan lokakaryaagar terjadi kesepahaman antara anggota dalam HATF. Dengan tidak mengambil peran aktif, ESP ingin memberdayakan potensi-potensi lokal dan menjaga keberlangsungan organisasi dan kegiatan ini. Kegiatan HATF, dengan demikian, tidak lagi tergantung dari keberadaan dan inisiatif ESP.
62
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Secara umum kegiatan utama dari HATF dapat dikelompokan sebagai berikut: HUTAN ASUH
KAMPANYE DAN ADVOKASI
PENINGKATAN KUALITAS HIDUP RAKYAT
Maksud : Membangkitkan rasa bangga akan konservasi, corporate image dan mendorong kebijakan lokal yang mendukung program
REHABILITASI HUTAN
Maksud : Meningkatkan SDM perekonomian dan sarana penunjang
Maksud : Serangkaian kegiatan berbasis masyarakat untuk memulihkan fungsi hidrologis kawasan lindung dalam upaya mengurangi dampak pemanasan global
Aktifitas : Pemberdayaan masyarakat, pengembangan usaha sipil teknis konservasi air/lahan
Aktifitas: Promosi program, kerjasama dengan komunitas jurnalis dan kepentingan akuntabilitas publik, serta penggunaan media lokal sebagai tools raising awareness pelaku konservasi
Lokal : Kawasan Konservasi Gunung Arjuno (Ledug dan Pecalukan)
Lokasi : 2 Desa penyangga Taman Hutan Raya
Luas : 50 Ha, Lahan kritis, berdampak pada iklim mikro dan hidrologi daerah tangkapan air melalui pengelolaan terjangkau oleh masyarakat
Gambar 6 : Pengelompokan Kegiatan Utama HATF
5.7. MEKANISME PES Mekanisme hubungan antara penyedia dan pengguna jasa lingkungan yang akan diusulkan adalah sebagai berikut:
ESP UNIBRAW PERS
PETANI
FASILITATOR
PENGUSAHA
PERHUTANI TAHURA PEMDA PASURUAN
Gambar 7: Skema PES HATF - Pasuruan
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
63
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
Penjelasan mekanisme PES • • • • • •
•
Fasilitator akan berkomunikasi dengan petani dalam penyusunan program kegiatan yang akan dilaksanakan; Fasilitator kemudian melakukan pendekatan pada pengusaha untuk menghimpun dana dalam kegiatan konservasi maupun kegiatan yang berhubungan dengan kewirausahaan; Usulan program kegiatan ini kemudian oleh fasilitator disampaikan kepada pengusaha untuk mendapatkan persetujuan pendanaan; Setelah mendapat persetujuan dari pengusaha, maka pengusaha akan memberikan dana tersebut kepada fasilitator untuk dikelola berdasarkan usulan program yang disampaikan; Fasilitator akan menyalurkan dana yang diperoleh dan mengawasi kegiatannya; Fasilitator dalam hal ini Hutan Asuh Trust Fund akan memberikan pelatihan untuk peningkatan kemampuan di tingkat petani dalam berbagai hal, contohnya bidang kewirausahaan, pemahaman tentang konservasi, perubahan perilaku petani untuk menebang pohon. Pendekatan kegiatan tidak hanya pada kegiatan teknis konservasi hutan tetapi juga sosial masyarakat; Pihak-pihak lain seperti ESP, Unibraw, PERS, Pemda Pasuruan, Perhutani dan Tahura adalah institusi yang ikut memberikan konstribusi terhadap pelaksanaan mekanisme ini.
5.8. KEMAJUAN HINGGA SAAT INI Kemajuan kegiatan proses pengembangan imbal jasa lingkungan di Pasuruan hingga saat ini adalah: • Pertemuan dan workshop dengan pihak petani, pengusaha dan fasilitator (KTT dan LMDH); • Terbentuknya lembaga Hutan Asuh Trust Fund (HATF) yang berbadan hukum; • Draf kontrak kerjasama dalam persiapan untuk disosialisasikan. Target yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah persetujuan kontrak kerja sama antara pengusaha dan petani dan kemudian diikuti dengan terjadinya transaksi oleh pengusaha.
5.9. PEMBELAJARAN Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari pola hubungan penyedia dan pengguna jasa lingkungan di Pasuruan adalah: •
•
64
Pendekatan pertama untuk kelancaran kerja sama ini dimulai dari penyedia jasa lingkungan. Dengan memberikan pemahaman yang jelas kepada petani tentang usaha untuk melindungi atau melaksanakan konservasi maka proses selanjutnya menjadi lebih lancar; Pendekatan kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan jasa lingkungan relatif lebih mudah karena mereka menyadari kebutuhan akan sumber daya dan jasa lingkungan tersebut;
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
• • •
Perlu ada lembaga sukarela yang mulai mendekati para pemangku kepentingan dan dipercaya oleh mereka; Kepercayaan para pemangku kepentingan (penyedia dan pengguna) terhadap kredibilitas fasilitator merupakan kunci utama keberhasilan kerja sama ini; ESP berperan hanya sebagai fasilitator dengan tujuan memperkokoh eksistensi fasilitator lokal dengan tujuan agar keberlangsungan dapat dipertahankan nantinya.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
65
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
66
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
67
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
68
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
6
6
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
KESIMPULAN
Berdasarkan atas kegiatan PES yang telah dilaksanakan oleh ESP sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, maka kesimpulan yang di peroleh adalah : a. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendorong terbentuknya pola kerjasama imbal jasa lingkungan secara bertahap adalah:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Identifikasi pemangku kepentingan dan wilayah. Identifikasi “Penyedia” dan “Pemakai”. Identifikasi skema Imbal Jasa Lingkungan. Komitmen awal. Draf kesepakatan rencana kerja. Sosialisasi kesepakatan rencana kerja. Finalisasi kesepakatan rencana kerja. Transaksi awal. Perbaikan pengelolaan kualitas lingkungan. Monitoring dan evaluasi serta perencanaan tindak lanjut.
b. Penggagas Inisiatif kesadaran untuk perlindungan daerah konservasi ada yang merupakan inisiatif dari masyarakat sekitar yang telah sadar akan bahaya dari kerusakan hutan dan ada yang merupakan peran lembaga swadaya masyarakat. c. Skema imbal jasa lingkungan Berdasarkan atas skema kerjasama dalam imbal jasa lingkungan maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kerjasama antara pengguna dan penyedia jasa lingkungan dapat terjadi dengan adanya peran pihak-pihak luar yang peduli terhadap kegiatan konservasi. Pihak-pihak tersebut terlibat langsung dalam mendorong terjadinya kesepakatan antara pengguna dan penyedia. Kedudukan pihak-pihak luar tersebut adalah sebagai fasilitator yang mempertemukan pengguna dan penyedia sehingga terjadi kesepahaman dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan dan pengelolaannya.
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
69
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
d. Bentuk-bentuk skema imbal jasa lingkungan Bentuk-bentuk skema imbal jasa lingkungan dari berbagai lokasi menunjukkan bahwa adanya variasi dari masing-masing lokasi. Variasi tersebut berkenaan dengan pihak-pihak yang terlibat dan hubungan kerja antara para pihak. Pihak-pihak diluar dari penyedia dan pengguna jasa lingkungan yang terlibat jumlah dan bentuknya beragam tergantung kondisi masyarakat dan lingkungannya. e. Monitoring & Evaluasi ESP mendukung agar keberlangsungan skema ini berjalan terus nantinya, hal yang mendasari agar keberlangsungan terjadi adalah keyakinan pihak pengguna terhadap penggunaan dan dampak dari imbal jasa lingkungan yang telah diberikan. Untuk itu, ESP sangat mendorong agar proses monitoring dan evaluasi dapat segera berjalan. Monitoring dan evaluasi hendaknya mencakup tidak hanya terhadap kegiatan dari penggunaan dana yang diberikan oleh pihak pengguna akan tetapi juga mencakup dampaknya terhadap kualitas dan kuantitas jasa lingkungan dalam jangka panjang.
Hingga saat ini monitoring masih terbatas pada kegiatan penggunaan dana imbal jasa lingkungan, hal tersebut karena skema ini baru berjalan. Untuk monitoring terhadap dampak dari imbal jasa lingkungan, ESP menyarankan sebagai tahap awal adalah mulai dengan membuat �baseline� dari masing-masing parameter yaitu kualitas dan kuantitas jasa lingkungan dalam hal ini air. Baseline ini nantinya sebagai alat ukur keberhasilan dari kegiatan jasa lingkungan.
Sebagai contoh imbal jasa lingkungan di Magelang dengan pengguna adalah PDAM Kabupaten Magelang maka pihak penyedia hendaknya dapat meyakinkan dalam jangka panjang bahwa dengan adanya imbal jasa lingkungan ini debit air yang digunakan oleh PDAM Kabupaten Magelang dalam jangka panjang secara kualitas dan kuantitas akan terjamin.
70
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
LAMPIRAN
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
71
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
72
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
73
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
74
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
75
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
76
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
77
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
78
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
79
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
80
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
81
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
82
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
83
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
84
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
85
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
86
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
87
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
88
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
89
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
90
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
91
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
92
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
93
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
94
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
95
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
96
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
97
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
98
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
99
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
100
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
101
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
102
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
103
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
104
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
105
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
106
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
IMBAL JASA LINGKUNGAN – DI BEBERAPA DAERAH ALIRAN SUNGAI
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM WWW.ESP.OR.ID
107
ENVIRONMENTAL SERVICES PROGRAM Ratu Plaza Building, 17th. Fl. Jl. Jend. Sudirman No. 9 Jakarta 10270 Indonesia Tel. +62-21-720-9594 Fax. +62-21-720-4546 www.esp.or.id