http://www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/toolkit/wsmtoolkit-air

Page 1

Metode PANDUAN PERLINDUNGAN Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan SUMBERDAYA AIR

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan



PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan



i

Kata Pengantar Foreword

Komponen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan konservasi keanekaragaman hayati ESP memberikan berkontribusi dan peran dalam upaya stabilisasi dan peningkatan penyediaan air di wilayah perkotaan dan semi-perkotaan di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. ESP mengangkat pendekatan berbasis alam untuk meningkatkan pemeliharaan lahan dengan menggabungkan konservasi hutan alam dan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi; perbaikan dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, dan pemanfaatan lahan pertanian berkelanjutan. Selain itu dilakukan juga upaya-upaya yang mendukung peningkatan akses terhadap lahan antara lain dukungan peraturan kepemilikan lahan untuk penanganan hutan berbasis masyarakat yang bertanggungjawab, serta pilihan-pilihan pendanaan kegiatan kelompok masyarakat di kawasan hulu DAS yang telah membantu pemeliharaan lingkungan bagi tersedianya air baku bagi warga di kawasan hilir. Proses Pendekatan utama ESP untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Konservasi Keanekaragaman hayati diawali dengan pemilihan lokasi yang dilakukan melalui proses analisis berbasis GIS (Geographical Information System). Lokasi dipilih dengan mempertimbangkan keseimbangan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah-wilayah yang berhubungan dengan penyediaan air Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

ESP’s Watershed Management and Biodiversity Conservation Component contributes to stabilizing and improving the supply of water to urban and periurban population centers in West Java, Central Java, East Java, North Sumatra and Nanggroe Aceh Darussalam. This is achieved through promoting a landscape approach to improved land stewardship that integrates conservation of natural forests with high biodiversity value; restoration and rehabilitation of degraded forests and critical land, especially in areas adjacent to water recharge zones; and sustainable utilization of agricultural land. Enabling conditions for improved land stewardship include policy support for land tenure necessary for responsible community-based forest management, as well as financing options to reward upper-watershed communities for activities that contribute to conserving a stable supply of raw water for their down-stream neighbors. ESP’s main approach to Watershed Management and Biodiversity Conservation starts with site selection through a GIS (Geographical Information System)-based analytical process that ensures sites balance opportunities for biodiversity conservation and critical land rehabilitation in areas clearly linked to the supply of water to urban and peri-urban areas. This is followed by a series of integrated field activities that include community-based Field Schools; field days for bringing together


ii bagi wilayah perkotaan dan non perkotaan. Proses ini diikuti dengan serangkaian kegiatan lapangan yang terintegrasi misalnya sekolah lapangan berbasis masyarakat; hari lapangan untuk mempresentasikan hasil-hasil sekolah lapangan kepada komunitas di sub-DAS yang lebih luas, dan pengembangan dan pelaksanaan rencana aksi multipihak untuk meningkatkan fungsi-fungsi ekologis daerah sub DAS. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk memastikan rencana-rencana aksi yang dilakukan memiliki dampak dan pengaruh positif pada kualitas air serta meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan kritis dan konservasi keanekaragaman hayati. Hal yang tak kalah penting adalah tersedianya sistem untuk program-program komunikasi kesehatan dan kebersihan serta dukungan kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih berbasis masyarakat, sanitasi dan penanganan sampah. Dalam rangka meningkatkan jangkauan hasil pencapaian kerja di wilayah Sub DAS pada skala yang lebih luas, ESP berkejasama dengan mitra-mitra di lapangan yaitu masyarakat setempat, badan pemerintahan, perusahaan air daerah dan sektor swasta. Hal ini juga mendukung upaya pendalaman dan perluasan kegiatan pada wilayah sub-DAS yang sudah termasuk dalam wilayah kerja ESP sebelumnya. Selain itu upaya kerjasama yang mengutamakan penguatan jejaring ini juga dilakukan dalam rangka perluasan kegiatan ke wilayah Indonesia lainnya melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk inisiatifinisiatif Pemerintah Pusat serta dukungan kebijakan yang memungkinkan peningkatan skala kegiatan. Pada tiga tahun pertama pelaksanaan program, ESP berfokus pada baseline kondisi lapangan dan rancangan kegiatan-kegiatan lapangan yang efektif dan membangun

results of community Field Schools in a broader sub-catchment context, multistakeholder Action Plan development and implementation to improve sub-catchment ecological functions, and monitoring and evaluation to ensure Action Plans are making an impact on factors including but not limited to water quality, critical land rehabilitation and biodiversity conservation. Importantly, health and hygiene communications as well as service delivery support in community-based clean water, sanitation and solid waste management systems are also provided. ESP works with field-based partners from local communities, government agencies, municipal water companies and the private sector to leverage the results of subcatchment achievements to a broader scale. This includes deepening and expanding activities in existing watersheds of ESP work sites as well as expanding to new areas across Indonesia through training and capacity building for national government initiatives as well as policy support to provide enabling conditions for scaling-up. During the first three years of the program, ESP focused on establishing effective field activities and building strong networks of community, government and civil society partners. During the final two years of the program, ESP increased its emphasis on leveraging of partners to expand and sustain this work, and to ensure a legacy of impact is sustained into the future through strengthening local and national leadership. This five-series toolkit is based on the inputs of ESP staff and stakeholders and draws from nearly five years of field experience. The toolkit includes a broad range of best practices and lessons learned intended to PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


iii jejaring yang kuat di kalangan masyarakat dan pemerintah. Sedangkan pada dua tahun terakhir pelaksanaan program, ESP menekankan pada usaha-usaha perluasan hasil kegiatan sehingga jejak keberhasilan dapat diteruskan di masa depan melalui penguatan kepemimpinan lokal dan nasional.

supplement already existing government guidelines. It is expected that users of this toolkit can adapt and apply these practices to fit their unique opportunities and achieve more successful and effective watershed management. The five volumes include:

Rangkaian buku panduan yang terdiri dari lima buku ini memuat saran dan usulan seluruh staf, dan mitra kerja ESP berdasarkan pengalaman bekerja selama lima tahun di lapangan. Panduan ini merupakan pelengkap dari beberapa pedoman terkait yang ada yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan diharapkan dapat diadaptasi oleh pembacanya untuk pengelolaan daerah aliran sungai yang lebih berhasil dan efektif. Kelima buku tersebut adalah:

1. Satu Kelola Satu Rasa Satu Aksi Terpadu Sejuta Manfaat: Sebuah Panduan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Skala Kecil (One Management, One Approach, One Action are Integrated to Become a Million Benefits: Small-scale Watershed Management Manual) Introduces effective small-scale watershed management, including methods for local action and collaborative management.

1. Satu Kelola Satu Rasa Satu Aksi Terpadu Sejuta Manfaat: Sebuah Panduan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Skala Kecil Sebuah pengantar pengelolaan DAS skala kecil yang efektif, termasuk metode kegiatan lokal dan pengelolaan bersama. 2. Panduan Perlindungan Sumberdaya Air Buku ini memuat panduan kegiatan perlindungan sumber air termasuk perencanaan perlindungan sumber air, pembuatan batas-batas daerah tangkapan air dan monitoring dan evaluasi. 3. Pemilihan Lokasi Partisipatif Buku ini berisi aspek-aspek teknis dan sosial selama kegiatan fasilitasi pemilihan lahan untuk pengelolaan DAS yang efektif. 4. Sekolah Lapangan ESP Membangun Kemandirian Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Buku Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

2. Panduan Perlindungan Sumberdaya Air (Spring Resource Protection) Presents a guide for developing water resource protection activities, including water resource protection planning, boundary delineation of recharge zones, and monitoring and evaluation. 3. Pemilihan Lokasi Partisipatif (Participatory Site Selection) Explores the technical and social aspects of facilitating a technically rigorous and socially supported site selection process for effective watershed management. 4. Sekolah Lapangan ESP Membangun Kemandirian Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air (ESP Field Schools Build Community Independence in Water Resource Management) Highlights the many ways communities work to improve


iv ini berisi beragam kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kondisi DAS dan mencapai ketahanan lingkungan hidup, sosial dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. 5. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan ESP Buku ini mengeksplorasi pendekatan “sekolah tanpa dinding” untuk pengelolaan DAS, berfokus pada pendekatan berbasis ekologi air ESP untuk pembangunan perikehidupan yang berkelanjutan. Penghargaan perlu kami berikan kepada seluruh pihak di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta mitra kerja lainnya yang terlibat dalam penyusunan buku panduan ini. Solusi yang berkesinambungan dari pengelolaan DAS tidak akan tercapai tanpa kerjasama yang saling menguntungkan dan dukungan semua pihak yang terlibat tersebut. Besar harapan kami materi panduan dapat diaplikasikan di wilayah lain di Indonesia.

watersheds and achieve environmental, social and economic resilience and sustainability. 5. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan ESP (Facilitation of ESP Field Schools) Explores the “school without walls” approach to watershed management, focusing on ESP’s water ecology-based approach to sustainable livelihoods development. Appreciation goes to both National and Local government agencies as well as other colleagues, friends, and partners that have played a role in the development of this toolkit. Sustainable solutions to watershed management would not be attainable without their mutual collaboration and dedicated support. It is our sincere hope that the resources in this toolkit are applied to sustain on-going work and to expand this work into new areas across Indonesia.

Alfred Nakatsuma Director Environment Office USAID

Ir. Basah Hernowo, MA Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Reed Merrill Watershed Management Advisor, ESP

Dr. Ir. Silver Hutabarat, M.Si Direktur Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Departmen Kehutanan PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


v

Ringkasan Eksekutif Executive Summary

Buku Panduan Perlindungan Sumberdaya Air/Mata air ini merupakan salah satu hasil pengalaman ESP dalam melakukan kegiatan perlindungan sumberdaya air/mata air dengan metode deliniasi untuk menentukan batas-batas daerah resapan dan penentuan zona-zona guna menentukan jenis kegiatan konservasi dalam suatu wilayah tertentu. Bab satu dalam buku ini menguraikan tentang latar belakang terjadinya degradasi sumberdaya air permukaan dan air tanah/ mata air yang diakibatkan terjadinya perubahan tata guna lahan dari kawasan daerah resapannya. Juga diuraikan mengenai beberapa upaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Bab dua diceritakan secara singkat tentang konsep siklus sumberdaya air di alam, serta gambaran singkat berbagai kegiatan yang berpotensi akan mempengaruhi siklus air. Pada bab tiga buku ini diuraikan tentang berbagai upaya perlindungan sumberdaya air yang telah dilakukan oleh ESP di beberapa daerah. Diuraikan juga beberapa aspek penting yang dapat menentukan keberhasilan upaya perlindungan tersebut, terutama peranan masyarakat dan anggota pemangku kepentingan lainnya, serta konsep sekolah lapangan tematik yang menjadi

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

This Spring Resource Conservation Manual represents lessons learned by ESP while conducting water resource/spring conservation activities. Conservation efforts include the delineation method for determining the limits of water catchment areas and designating zones for determining the types of conservation activities in a given area. Chapter 1 of this book describes the effects of degradation on the quality and quantity of spring water as a result of unsustainable upstream land use conversion practices. The chapter also explores some localized land recovery activities initiated by local stakeholders. Chapter 2 introduces the hydrology and discusses how particular activities can potentially impact the quality and quantity of spring water resources. Chapter 3 focuses on the techniques and methods of water resource protection that have been applied in ESP sites and specific factors that determine the success of protection efforts. “Thematic Field School� activities are presented as a medium for increasing public awareness regarding spring resource conservation activities.


vi media dalam upaya melakukan perlindungan Chapter 4 describes a specific technique sumberdaya air tersebut. in the protecting springs, beginning with delineation and zonation mapping Dalam bab empat diuraikan salah satu of catchment areas (including river, lake konsep teknis dalam upaya perlindungan and water spring) and recommendations sumberdaya air, mulai dari tahapan for increasing land catchment capacity penentuan metode deliniasi dan zonasi through the construction of land suatu daerah resapan sumberdaya air (baik catchment wells. Some case studies sungai, danau, mata air, dll) serta rekomendasi from ESP sites illustrated in this chapter kegiatan pembangunan sumur resapan include North Sumatra Province, West untuk meningkatkan daya resap air kedalam Java Province, Central Java/D.I. Yogyakarta tanah. Ditampilkan pula beberapa studi kasus Provinces, and East Java Province, whereby kegiatan perlindungan sumberdaya air yang 8 spring locations represent 1,329 telah dilakukan di Sumatera Utara, Jawa Barat, recommendations for the construction of Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan total 8 water catchment wells. buah mata air dengan usulan lebih dari 1329 sumur resapan. Chapter 5 describes the process of analyzing data, whereby primary and Selanjutnya, di dalam bab lima diuraikan secondary data are required for delineation mengenai berbagai data baik primer maupun and zonation methods utilizing GIS. This sekunder dan informasi yang dibutuhkan process is followed by recommendations dalam menentukan batasan deliniasi dan toward the development of catchment zonasi di daerah resapan. Penggunaan GIS wells and vegetation cover. dalam menentukan deliniasi dan zonasi disini sangat penting dan membantu analisa data The last chapter discusses the importance kegiatan tersebut agar mencapai hasil yang of quantitative and qualitative monitoring lebih baik. of water quality to assess the effect of conservation activities. Parameters and Pada bab terakhir, diuraikan upaya kegiatan indicators are utilized to compare before pengukuran dan pemantauan yang harus and after data. dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan dari semua upaya kegiatan perlindungan It is expected that the production of this sumberdaya air. manual will help transfer knowledge and experience to encourage future activities Buku Panduan Perlindungan ini diharapkan are implemented sustainably by all dapat dijadikan sebagai salah satu bahan stakeholders, including government, NGOs, acuan dalam kegiatan perlindungan institutions, and the general public. We sumberdaya air dan mata air bagi pihak would like to share our appreciation and terkait. Kami mengucapkan terima kasih give thanks to all stakeholders that have dan penghargaan setinggi-tingginya worked together in strengthening the kepada pemangku kepentingan yang telah experienced and knowledge towards the bekerja bersama-sama dalam memperkuat protection of water resources. pengalaman ESP dan pembelajaran dalam konservasi sumberdaya air/mata air selama ini.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


vii

Penulis

Penulis:

Asep Mulyana

Kontributor:

Sabdo Martono Abdul Rochman Aditiajaya

Chief Editor

Reed Merrill

Editor Ahli:

Monique Sumampouw

Editor Bahasa:

Ardita R. Caesari

Ilustrator:

Triyanto Purnama Adi

Tata Letak/ Layout: Stanley Ardityabrata Irfan Toni Herlambang Pryatin Mulyo Santoso Kredit Foto:

Sabdo Martono M. Khairul Rizal

Kredit Peta:

Sabdo Martono

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


viii

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


ix

Daftar isi

Kata Pengantar

i

Ringkasan Eksekutif

v

Penulis

vii

Daftar Isi

ix

Latar Belakang 1.1 Sumberdaya Air: Dahulu dan Sekarang 1.2 Konsep Deliniasi dan Zonasi Daerah Resapan

1 1 2

Siklus Air dan Kondisi Sumberdaya Air 2.1 Daur Alami Sumberdaya Air 2.2 Permasalahan Sumberdaya Air 2.2.1 Banjir dan Kekeringan 2.2.2 Pencemaran Sumberdaya Air 2.3 Sumberdaya Air dan Kehidupan Manusia

5 6 8 8 9 10

Perlindungan Sumberdaya Air dan Mata Air 3.1. Pentingnya Partisipasi dan Peranan Masyarakat 3.2. Aspek Penting Dalam Perlindungan SDA 3.2.1. Aspek Sosial dan Ekonomi 3.2.2. Aspek Legalitas 3.3. Kendala Upaya Perlindungan SDA (lessons learned) 3.4. Kesinambungan Program Lanjutan (Leveraging)

11 11 13 13 13 14 15

Konsep Konservasi Mata Air dengan Deliniasi - Zonasi dan Sumur Resapan 4.1. Konsep Deliniasi (Penentuan Batas Daerah Resapan) 4.2. Permodelan Zonasi Kawasan 4.2.1. Zona I 4.2.2. Zona II 4.2.3. Zona III 4.3. Permodelan Sumur Resapan

17 17 18 19 19 20 20

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


x Data yang Dibutuhkan 5.1. Data Primer 5.1.1. Data Kualitas dan Kuantitas Sumberdaya Air 5.1.2. Data Kondisi Tata Guna Lahan Kawasan Daerah Resapan 5.1.3. Data Geologi dan Hidrogeologi 5.1.4. Data Peta Rupa Bumi 5.1.5. Data Hidrologi 5.1.6. Data Lokasi Sumber Polutan dan Lokasi Penting lainnya 5.2. Data Sekunder 5.2.1. Data dan Peta Lahan Kritis, Kelerengan 5.2.2. Data Kepemilikan lahan, Kondisi Sosial-Ekonomi dan Kependudukan 5.2.3. Data Tingkat Erodibilitas Tanah

23 23 23 24 24 25 26 27 27 27 28 28

Analisa Deliniasi dan Zonasi 6.1. Tahapan Analisa Deliniasi : Penentuan Batas Daerah Resapan 6.2. Tahapan Analisa Zonasi Daerah Resapan 6.3. Tahapan Analisa Rekomendasi Kegiatan 6.4. Tahapan Verifikasi Lapangan 6.5. Rancang Bangun Sumur Resapan 6.6. Perhitungan Tambahan dengan Sumur Resapan

29 29 31 32 34 35 37

Pemantauan dan Evaluasi 7.1. Pemantauan 7.1.1. Kualitas air 7.1.2. Kuantitas air 7.2. Evaluasi

39 39 39 39 40

Daftar Pustaka

41

Daftar Istilah dan Singkatan

43

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


1

Latar Belakang

1.1 Sumberdaya Air: Dahulu dan Sekarang Laju pertambahan penduduk dan percepatan pembangunan di berbagai kawasan di Indonesia tidak berbanding lurus dengan ketersediaan sumberdaya air, terutama air bersih, yang sering dikesampingkan namun berperan penting dalam menopang kehidupan sehari-hari. Ketersediaan sumberdaya air tak hanya persoalan berkurangnya pasokan, namun juga karena distribusi sumberdaya air yang tidak merata terhadap persebaran dan jumlah penduduk. Di sisi lain, berbagai aktivitas manusia dan alam turut mencemari dan memperburuk kualitas sumberdaya air, sehingga manusia tidak dapat langsung memanfaatkannya sebagai air bersih. Bumi memiliki kawasan khusus yang meresapkan dan menyimpan air secara alami sebagai sumberdaya air tanah. Saat hujan, kawasan tersebut meresapkan air dan mengeluarkannya ke permukaan saat kemarau sebagai sumberdaya mata air yang kemudian mengalir menjadi sumberdaya air sungai. Kedua sumberdaya air tersebut, baik mata air maupun air sungai berperan penting menunjang berbagai kegiatan manusia. Namun, saat ini banyak kawasan resapan beralih peran, tak lagi menahan dan meresapkan sumberdaya air. Akibatnya, jumlah potensi air tanah menyusut dan mengurangi aliran mata air yang akan mengalir ke sungai saat musim kemarau. Situasi kekeringan seperti itu pun tak lagi jadi aneh. Sebagai contoh, di Jawa Barat perubahan peruntukan kawasan resapan air menjadi kawasan lain yang mendorong kekeringan telah terjadi di daerah Lembang, Puncak, Cianjur, Bogor dan Sukabumi.Pada awal 1990, PDAM Kota Bandung mencatat 39 mata air di sekitar kota Lembang, namun data terbaru menyatakan hanya 17 mata air yang masih mengeluarkan air dengan debit yang makin kecil. Peninjauan lapangan membuktikan bahwa hilangnya mata air tersebut terkait erat dengan perubahan peruntukan kawasan resapan di sekitar Lembang menjadi kawasan pemukiman dan budidaya tanaman semusim atau sayur mayur.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


2 Secara makro, dampak lain dari perubahan fungsi tata guna daerah resapan atau kawasan tangkapan hujan adalam pergeseran pola sifat dan karakter musim hujan dan kemarau di Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini, pola cuaca di Indonesia cenderung berubah. Musim hujan yang dulu mulai pada awal September dan berlangsung hingga Desember kemudian berlanjut dengan musim peralihan pada Januari hingga April dan disambung dengan musim kemarau pada Mei hingga Agustus; saat bergeser menjadi musim hujan pada awal November hingga April, berlanjut dengan musim peralihan pada Mei hingga Juli dan disambung musim kemarau pada Agustus hingga Oktober. Akibat dari pergeseran pola musim hujan adalah berubahnya pola tanam padi dan pola tanam komoditas pertanian lain, yang membutuhkan sejumlah besar sumberdaya air pada saat penanaman dimulai. Penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air mendorong banyak pihak berupaya melestarikan dan melindungi sumberdaya air melalui berbagai metode dan kegiatan. �berbagai metode dan kegiatan pelestarian dan perlindungan sumberdaya air yang selama ini telah dikerjakan oleh berbagai pihak, misalnya dengan metode revegetasi sebagai contoh adalah kegiatan reboisasi pada lahan-lahan gundul (kritis) dan dengan metode sipil teknis yaitu dengan membuat terasering, guludan pada lahan-lahan olahan dan bangunan lorak, embung dan sumur resapan serta bendungan berjenjang pada kawasan hutan produksi atau perladangan. Namun hingga saat ini, beragam upaya tersebut belum terasa optimal dan belum pula menjawab berbagai masalah yang mengakibatkan berkurangnya sumberdaya air. Masih banyak kasus kekeringan yang terjadi serta ketimpangan antara kebutuhan dengan ketersediaan sumberdaya. Salah satu masalah adalah penyakit yang diakibatkan oleh air tercemar dan terbatas, seperti diare, penyakit kulit dan lain-lain. Secara teknis, berbagai upaya tersebut sudah benar, namun berbagai kegiatan tersebut belum saling berkoordinasi dengan berbagai lembaga atau sektor lain, sehingga dampaknya tidak berumur panjang.

1.2 Konsep Deliniasi dan Zonasi Daerah Resapan Belajar dari pengalaman tersebut maka ESP bekerjasama dengan berbagai pihak dan masyarakat berkomitmen melestarikan dan melindungi sumberdaya air tersebut menerapkan konsep deliniasi dan zonasi daerah resapan dalam menentukan jenis kegiatan dan pembuatan sumur resapan dalam upaya konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air. Pembuatan deliniasi dan zonasi bertujuan menentukan kawasan yang dapat berpengaruh langsung kepada kondisi sumberdaya air, baik kawasan dari mata air PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


3 atau kawasan hulu sungai. Penentuan sebuah kawasan atau zona akan membantu memaksimalkan dampak upaya perlindungan sumberdaya air guna menambah daya serap tanah terhadap sumberdaya air yang akan dilindungi. Berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai pihak dan masyarakat serta hasil pengamatan ESP di berbagai wilayah, masalaha utama yang menimbulkan berkurangnya sumberdaya air adalah menurunnya kemampuan daerah resapan (baik sungai maupun mata air) dalam menahan dan meresapkan air hujan dan air permukaan ke dalam tanah, sehingga terjadi penurunan volume air pada sumur gali dan sumur pompa yang dipakai oleh masyarakat, serta keringnya mata air dan sungai. Untuk memperbaiki kemampuan daya tahan dan daya serap daerah resapan tersebut, ESP menerapkan teknik pembuatan sumur resapan untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya air/mata air. Sumur resapan dapat langsung menampung, menahan dan meresapkan air hujan/air larian ke dalam tanah dalam volume besar dalam waktu yang singkat serta dalam luasan lahan yang sempit. Sumur resapan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terjadi saat ini, yaitu perubahan fungsi lahan dan cara meningkatkan daya serap tanah terhadap air. Untuk mewujudkan upaya tersebut, ESP bekerjasama dengan berbagai pihak yang berkomitmen dan berkepentingan dengan perlindungan sumberdaya mata air, antara lain : Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis lingkungan, lembaga pemerintah baik di tingkat kabupaten hingga nasional, Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kantor Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) di tingkat kabupaten dan propinsi, beberapa kalangan industri dan swasta serta pihak-pihak lainnya.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


4

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


Siklus Air dan Kondisi Sumberdaya Air

Sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang dapat terbarukan (renewable resources), dengan volume yang sama atau tetap. Secara teoritis volume sumberdaya air di bumi ini memang tidak berubah, dan mengalami siklus yang tertutup atau berkesinambungan. Namun dinamika kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sedikit demi sedikit mempengaruhi siklus air tersebut. Perubahan yang dapat langsung dirasakan adalah distribusi dan kualitas sumberdaya air yang dipakai oleh manusiauntuk kehidupannya. Para ahli menyakini, secara kuantitas sumberdaya air di muka bumi ini adalah tetap, yang berbeda adalah masalah distribusi dan kualitas air saja. Fetter C.W. “Applied Hydrogeology�, (2001), seorang ahli hidrologi yang meneliti sumberdaya air di Bumi menyimpulkan bahwa jumlah sumberdaya air adalah tetap, namun distribusi dan fasanya berbeda, dengan kesimpulan berikut : Hampir dua pertiga permukaan bumi ini ditempati oleh air, dengan komposisi perbandingan lokasi dan fasa air sebagai berikut : -

97,2 % merupakan air laut yang bersifat asin sebagai akibat terlarutnya berbagai jenis garam dan mineral lainnya;

-

2,14 % sebagai es dan gletser yang membeku/fasa padat yang berada di puncakpuncak gunung yang sangat tinggi (Puncak Jayawijaya di Indonesia);

-

0,16 sebagai air tanah yang berada di bawah permukaan tanah, berupa air tanah dalam dan dangkal;

-

0,009 % sebagai air permukaan yang menempati sungai, danau, situ, kolam, sawah, bendungan, dan lain-lain;

-

0,005 % sebagai uap air yang berada dalam ruang antar butir tanah pucuk (top soil) yang dapat mendukung perakaran dan pertumbuhan tanaman;

-

0,001 % sebagai uap air dan hujan yang berada di udara bebas.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

5


6 Memperhatikan data umum perbandingan dan distribusi tersebut diatas, terlihat bahwa jumlah volume air tawar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia di muka bumi ini sangat terbatas (total sekitar 2,309 % saja), apalagi saat ini kegiatan manusia telah menimbulkan berbagai bahan pencemar yang mencemari sumberdaya air tawar tersebut, sehingga jumlah air tawar yang dapat digunakan oleh manusia semakin kecil dan terbatas.

2.1. Daur Alami Sumberdaya Air Secara alami apabila tidak mengalami gangguan daur atau siklus sumberdaya air dapat melalui perubahan bentuk, fasa dan distribusinya secara berkesinambungan tanpa terputus sehingga proses ini akan berulang secara pasti. Tetapi proses siklus tersebut suatu saat akan berinteraksi dengan bagian alam yang kondisinya dipengaruhi berbagai kegiatan manusia, terutama bagian alam yang berada di permukaan bumi. Sehingga proses daur atau siklus air tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh dinamika manusia. Seluruh sumberdaya air di muka bumi ini dengan berbagai awal mula fasa siklus air tidak dapat ditentukan secara pasti, hanya saja untuk mempermudah dalam memahami siklus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat skema siklus air di bawah ini) : • Sebagai akibat terjadinya pemanasan oleh sinar matahari maka akan terjadi proses penguapan dari sumberdaya air di permukaan bumi (baik itu sumberdaya air laut, sungai, bahkan yang berasal dari tumbuhan) menjadi uap air ke udara.

Siklus daur ulang air

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


7 • Air dalam fasa uap di udara akan terakumulasi membentuk massa uap air dalam bentuk awan. Kemudian akibat pemampatan (kondensasi) dan penurunan suhu akibat naiknya uap air ke udara, maka uap air tersebut berubah menjadi butiran air yang jatuh ke permukaan bumi sebagai air hujan, salju atau es; • Selama proses hujan, sebagian kecil air hujan tersebut menguap kembali ke udara dan sebagian besar jatuh ke bumi (termasuk ke tumbuhan); • Air hujan tersebut tertahan dan diserap tumbuhan untuk digunakan dalam proses pertumbuhannya. Dalam tahap ini tumbuhan akan menguapkan sebagian air melalui daun dalam proses fotosintesa; • Sebagian besar air hujan yang jatuh ke permukaan tanah tersebut bergabung membentuk aliran air permukaan (air larian) yang kemudian membentuk sistem sungai di permukaan. Sebagian air hujan dan air larian tersebut dengan bantuan humus dan tanah pucuk (top soil) akan tertahan dan punya kesempatan meresap ke dalam tanah menjadi air tanah (dangkal, dalam dan mata air); • Sebagian besar air larian (run off) tersebut akan mengalir ke permukaan bumi menuju daerah yang lebih rendah di hilir untuk membentuk aliran air permukaan yang disebut sungai. Ketika mengalir di permukaan tanah, air larian punya sedikit kesempatan untuk meresap dan mengerosi lapisan tanah yang gembur serta zatzat kimia yang ada dalam tanah tersebut, lalu membawanya ke dalam aliran sungai, sehingga air sungai menjadi keruh dan dicemari berbagai zat kimia dan zat organik. Saat sungai mengalir dari hulu ke hilir, sumberdaya air tersebut sebagian menguap menjadi uap air dan berada di udara untuk kembali mengikuti siklus air; • Berikutnya, air sungai mencapai laut dan dengan pemanasan sinar mata hari, air akanmenguap secara besar-besaran dari air laut menjadi uap air yang didorong oleh angin membentuk gumpalan awan di udara. Kondensasi dan penurunan suhu mendorong awan untuk turun menjadi hujan ke permukaan bumi; • Siklus sumberdaya air tersebut berlangsung berulang-ulang dalam kurun periode tertentu. Periode dengan banyak kejadian hujan disebut musim hujan dan periode sebaliknya dinamakan musim kemarau. Seperti yang telah disinggung di atas, siklus air bersinggungan dengan kegiatan manusia, terutama pada saat air jatuh ke permukaan bumi sebagai air hujan. Segala kegiatan manusia di permukaan bumi dan kondisi media yang dilewati air dalam menjalani daur tersebut akan mengubah daur, meski perubahan yang terjadi lebih kecil dibandingkan daur alaminya. Sebagai contoh, penebangan tumbuhan di permukaan tanah akan mengurangi jumlah air hujan yangmenjadi air tanah, sehingga jumlah air tanah juga berkurang. Secara kualitas, air hujan tersebut telah mengalami pencemaranoleh tanah pucuk dan terlarutnya berbagai jenis bahan, baik yang kimiawi maupun organik ke dalam air. Hal ini nampak pada warna air yang menjadi keruh, cokelat dan berbau. Air hujan atau air larian menimbulkan bahaya ketika keduanya mengalir bersamaan secara kuat dan dalam waktu Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


8 singkat ke hilir; menyapu dan menghancurkan segala benda dan material lain yang ada di jalurnya, sehingga menimbulkan banjir di hilir.

2.2. Permasalahan Sumberdaya Air Kuantitas sumberdaya air di muka bumi bersifat tetap, demikian juga siklus air. Berbagai masalah yang berkaitan dengan sumberdaya air di muka bumi selalu menyangkut dua aspek, yaitu kualitas dan kuantitas sumberdaya air tersebut.

2.2.1. Banjir dan Kekeringan Banjir di musim hujan adalah masalah klasik yang berulang kali terjadi terkait kuantitas sumberdaya air. Bencana ini menimbulkan kerugian harta, benda serta menghilangkan jiwa. Selain itu, kekeringan pada musim kemarau juga mengurangi kualitas hidup manusia. Bencana banjir terjadi karena air hujan yang masuk ke sebuah wilayah daerah aliran sungai (DAS) tidak dapat ditampung dan ditahan oleh tanah pada daerah resapan. Perubahan peruntukan dan fungsi lahan resapan menjadi lahan yang kurang mampu menahan air, membuat air hujan dan air larian dalam jumlah besar dan waktu singkat mengalir masuk ke sungai tanpa sempat tertampung oleh sungai tersebut. Volume air sungai akan meningkat drastis dan mengalir dengan deras, lalu menyapu dan menggenangi daerah-daerah yang dilaluinya. Kondisi sebaliknya terjadi pada musim kemarau. Karena daerah resapan tidak dapat menampung dan menahan air hujan/air larian pada saat musim hujan, pada saat musim kemarau tidak ada lagi simpanan air yang dikeluarkan dalam bentuk air mata air dan sungai sebagai aliran air permukaan. Sebagian besar volume air pada mata air dan sungai menyusut bahkan kering. Sementara itu, kebutuhan masyarakat akan air bersifat tetap sehingga terjadi ketimpangan antara kebutuhan dengan ketersediaan sumberdaya air.

Banjir rutin di Jakarta akibat buruknya pengelolaan dan peruntukan lahan DAS di sekitar wilayah Jakarta.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


9 Untuk memenuhi kebutuhan air, masyarakat akhirnya memakai sumberdaya air yang terbatas dan tercemar, sehingga mendorong terjangkitnya berbagai penyakit yang berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya air seperti penyakit diare, kulit dan lain-lain.

2.2.2. Pencemaran Sumberdaya Air Secara alami kualitas air hujan yang belum bersentuhan dengan permukaan tanah memiliki kualitas yang baik dan dapat digolongkan sebagai air bersih. Namun proses pencemaran baik yang alami maupun akibat kegiatan manusia dimulai ketika air hujan tersebut menyentuh permukaan tanah. Proses pencemaran sumberdaya air menjadi semakin intensif ketika air mengalir sebagai air permukaan/sungai yang melewati berbagai kawasan seperti pertanian, industri, pemukiman dan perkotaan. Setiap kawasan tersebut menghasilkan berbagai materi dan sisa hasil kegiatan manusia baik cair, padat, organik dan non organik yang menjadi polutan bagi sumberdaya air. Pada akhirnya, beragam polutan tersebut mengurangi kualitas sumberdaya air. Berbagai bahan sisa aktifitas manusia tersebut adalah polutan yang mencemari sumberdaya air. Polutan tersebut bersifat merugikan atau bahkan membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia apabila air yang mengandung bahan tersebut digunakan manusia. Bukti pencemaran sumberdaya air adalah kasus keracunan pada manusia dan makhluk hidup lain di air (biota air) serta berbagai penyakit pada manusia seperti diare, penyakit kulit dan lain-lain.

Penyusutan dan pencemaran sumberdaya air sungai oleh limbah padat domestik

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


10

Berbagai kegiatan yang akan mengotori dan menurunkan kualitas sumberdaya air dari hulu ke hilir (Photo : sumber pencemar airm, Kredit photo : Forkami

2.3. Sumberdaya Air dan Kehidupan Manusia Air merupakan salah satu zat yang paling dibutuhkan oleh manusia dalam proses kehidupannya selain udara. Tanpa air, manusia akan sulit menjalankan hidup. Air yang dimaksud dalam konteks ini adalah air tawar dengan kualitas yang baik; yaitu air yang bebas dari kandungan zat yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Kondisi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan air bersih. Masyarakat yang mudah mendapat air bersih cenderung hidup lebih sehat, dan dapat melakukan kegiatan perekonomian dengan baik, sehingga kualitas kehidupannya meningkat. Mengingat peranan air yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia, maka sumberdaya air harus dikelola dan dilindungi agar kuantitasnya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, sedangkan kualitasnya layak untuk hidup yang lebih sehat. PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


Perlindungan Sumberdaya Air dan Mata Air

3.1. Pentingnya Partisipasi dan Peranan Masyarakat Kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air adalah rangkaian kegiatan yang membutuhkan waktu lama dan melibatan semua pemangku kepentingan, baik lembaga pemerintah, organisasi non profit, kalangan industri dan swasta, pemerhati lingkungan dan masyarakat umum. Dalam melakukan berbagai upaya konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air, ESP selalu melibatkan semua pihak yang berkomitmen dalam soalan di atas. Hal lain yang menjadi pertimbangan ESP dalam melibatan semua pemangku kepentingan adalah proses upaya konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air harus berjalan berkesinambungan sehingga memerlukan rencana bersama para pemangku kepentingan tersebut untuk melanjutkan berbagai upaya dan kegiatan yang telah dirintis oleh ESP tersebut. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan juga menjamin proses alih pengalaman dan peningkatan pemahaman mereka terhadap persoalan seputar sumberdaya air. Di lokasi kerja ESP di Jawa Barat, masyarakat turut membangun berbagai sumur resapan di beberapa lokasi mata air.

Kegiatan diskusi lapangan peserta SL tentang konsep perlindungan mata air Batukarut, Kabupaten Sukabumi dg fasilitator ESP. Kredit photo : Asep Mulyana

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

11


12 Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan sangat memahami kondisi nyata di lapangan dan berperan penting dalam pengumpulan data, informasi dan memberikan masukan yang benar dan tepat. Hal ini sangat penting untuk menjamin proses analisa data yang akurat, sehingga metode dan jenis kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air akan lebih tepat sasaran. Selain itu, kedua pihak tersebut juga berperan aktif di lapangan dalam kegiatan survai lapangan, diskusi dengan sesama masyarakat dan pemangku kepentingan serta dalam melaksanakan kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air. Mereka juga tidak bisa diabaikan ketika kegiatan memasuki tahap evaluasi, pemeliharaan dan kesinambungan kegiatan di masa datang. Dalam upaya menggalang dan menghimpun potensi, komitmen,keterlibatan masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, ESP menjalankan kegiatan Sekolah Lapangan (SL). Misi Sekolah Lapangan adalah: - Membangun pemahaman bersama antara pemangku kepentingan dalam memandang permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya air berdasarkan potensi para anggotanya; - Menjalin saling pengertian, membangun sistem diskusi dan komunikasi di antara anggota masyarakat tentang peranan masing-masing dalam kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air, baik bagi pemangku kepentingan yang berada di hulu, tengah dan hilir dari sebuah daerah resapan; - Membangun kesadaran bersama bahwa sumberdaya air/mata air perlu dikelola dan dijaga sebaik-baiknya melalui berbagai kegiatan yang dituangkan dalam rencana bersama (rencana aksi); di dalamnya memuat pembagian peran setiap anggota pemangku kepentingan dalam pelaksanaan kegiatan kelak; - Secara teknis para pemangku kepentingan dapat saling mengisi dan berbagi pengalaman, pengetahuan dan pemahaman seputar perlindungan sumberdaya air/ mata air yang baik dan benar; - Berbagi informasi lain yang berhubungan dengan permasalahan perlindungan sumberdaya air/mata air.

Kegiatan peninjauan lapangan di mata air Cikareo yang merupakan bagian dari lokakarya yang dihadiri masyarakat, PDAM, pemerintah daerah (kecamatan/desa/kelurahan) dan media.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


13 Menyadari pentingnya ikatan, peranan dan komitmen bersama di antara para pemangku kepentingan untuk dapat menjalankan kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air tersebut, maka ESP mendukung berbagai kegiatan diskusi dan lokakarya yang hasilnya dituangkan dalam dokumen rencana aksi dan nota kesepahaman (memorandum of understanding - MOU) di antara para pemangku kepentingan. Beberapa pemangku kepentingan yang selama ini menjadi mitra ESP dalam menyusun dan menjalankan kegiatan perlindungan sumberdaya air/mata air, antara lain : - Berbagai lembaga pemerintah tingkat pusat dan daerah, seperti Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan, Dinas pekerjaan Umum, Dinas Pertambangan, Bapedalda, Bappeda, lembaga pemerintahan tingkat Kecamatan, Desa danKelurahan;. - PDAM, kalangan industri, swasta dan pengusaha;. - Organisasi non pemerintah dan para pemerhati lingkungan; - Kalangan media cetak dan siar; - Pemuka agama; - Masyarakat umum dan lain-lain.

3.2. Aspek Penting Dalam Perlindungan SDA 3.2.1. Aspek Sosial dan Ekonomi

Agar proses dan upaya perlindungan sumberdaya air/mata air dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat umum, maka penyusunan rencana kegiatannya harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan resapan yang akan dilindungi. Aspek sosial yang perlu disampaikan secara terbuka adalah hak dan tanggungjawab yang sama dari seluruh pemangku kepentingan terhadap potensi sumberdaya air, sehingga mereka terpacu untuk memberikan kontribusinya dalam upaya perlindungan sumberdaya air/mata air. Selain itu, pemangku kepentingan dan masyarakat juga harus memahami hubungan antar berbagai masalah dan potensi sumberdaya air bagi perekonomian mereka. Sebagai contoh, sumberdaya air/mata air yang makin berkurang membuat masyarakat harus membeli air bersih atau mengambil air dari tempat lain yang lebih jauh.

3.2.2. Aspek Legalitas Agar semua upaya rencana dan kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air/ mata air ini dapat berjalan secara berkesinambungan hingga di waktu yang akan datang, sangat penting untuk menuangkan rencana serta komitmen dari semua pemangku tersebut dalam bentuk formal atau legal. Upaya melegalkan komitmen para pemangku kepentingan dituangkan dalam wadah berupa forum atau ikatan dengan dasar

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


14 hukum yang jelas disertai AD dan ART (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga). Selanjutnya, berbagai kesepakatan dan komitmen para pemangku kepentingan tersebut perlu dituangkan dalam dokumen yang legal dan formal, yaitu nota kesepahaman (MoU) sehingga dokumen tersebut akan menjadi ikrar yang mengikat komitmen mereka. Hal lain yang sangat membantu menjamin pelaksanaan kegiatan pelestarian dan perlindungan sumberdaya air/mata air adalah dukungan legal dari pemerintah baik di tingkat terendah seperti desa/kelurahan sampai ke tingkat nasional. Bentuk dukungan legal dari pemerintah lokal dan pusat adalah meningkatkan kesepakatan atau komitmen pemangku kepentingan menjadi sebuah peraturan, seperti peraturan desa (Perdes) atau peraturan daerah (Perda), sehingga kesepakatan tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dukungan lembaga pemerintah berupa formulasi kebijakan atau peraturan yang akan mendorong seluruh pihak untuk menjalankan dan mentaatinya akan lebih memantapkan upaya pelestarian dan perlindungan sumberdaya air/mata air oleh semua pihak.

3.3. Kendala Upaya Perlindungan SDA (lessons learned) Proses pelestarian dan perlindungan sumberdaya air/mata air lebih banyak berkutat pada aspek non teknis, salah satunya adalah upaya menjalin komunikasi demi mencapai kesamaan pandangan dan pemahaman tentang sumberdaya air/mata air. Kendala dan tantangan non teknis: - Perbedaan sudut pandang terhadap peranan, hak dan tanggung jawab dari setiap pemangku kepentingan sumberdaya air/mata air; - Perbedaan kepentingan dari para pemangku kepentingan terhadap sumberdaya air dengan berbagai masalah dan potensinya; - Kurangnya komunikasi antara para pemangku kepentingan, sehingga menimbulkan suasana yang tidak harmonis ketika menjalankan upaya perlindungan sumberdaya air/mata air; - Status dan posisi yang berbeda dari para pemangku kepentingan, terutama menyangkut status kepemilikan lahan yang berada di daerah yang akan dilestarikan dan dilindungi. Kendala dan tantangan teknis: - Kurangnya informasi dan pemahaman tentang proses dan kondisi potensi sumberdaya air/mata air ; - Kurangnya penjelasan dan informasi tentang kegiatan rutin dari para pemangku kepentingan dan kondisi potensi sumberdaya air/mata air ; - Salah paham dan salah informasi tentang berbagai proses terkait potensi sumberdaya air/mata air. PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


15

3.4. Kesinambungan Program Lanjutan (Leveraging) Proses pelestarian, perbaikan dan perlindungan sumberdaya air/mata air memerlukan waktu yang panjang. Untuk menghasilkan dampak yang positif diperlukan kegiatan yang berkelanjutan dan sinergi dari semua komponen para pemangku kepentingan terhadap sumberdaya air/mata air. Ketika ESP tidak lagi aktif di lokasi kerjanya, ESP berharap ada kegiatan lanjutan yang dilaksanakan para pemangku kepentingan, baik lembaga pemerintah pusat maupun daerah, organisasi non pemerintah (lokal hingga internasiona), para pemerhati lingkungan dan sumberdaya air, industri dan lembaga usaha lainnya serta seluruh masyarakat. Buku Panduan Perlindungan Sumberdaya Air/Mata Air ini disusun berdasarkan hasil pengalaman ESP dalam menjalankan berbagai upaya pelestarian dan perlindungan sumberdaya air/mata. ESP berharap buku ini dapat menjadi alat bantu untuk mendukung upaya pelestarian dan perlindungan sumberdaya air/mata air yang kelak akan dilakukan oleh para pemangku kepentingan.

ESP memberikan fasilitasi terhadap diskusi antara para pemangku kepentingan sumberdaya air demi membangun komitmen dan keberlanjutan kegiatan perlindungan sumberdaya mata air. Kredit photo : Asep Mulyana

Pengalaman ESP ketika melakukan berbagai diskusi dan kerjasama seputar sumberdaya air/mata air dengan beragam pemangku kepentingan mencatat banyaknya ketertarikan, minat dan komitmen yang kuat, antara lain dari pihak-pihak di bawah ini : - PDAM Kota Bandung, saat ini bekerjasama dengan masyarakat Cikareo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Telah membangun enam sumur resapan dalam upaya meningkatkan debit mata air Cikareo. PDAM juga telah menyediakan bibit tanaman keras yang ditanam dalam zona I dan II dari mata air Cikareo tersebut, serta telah memasukan rencana perlindungan sumberdaya air/mata air tersebut ke dalam rencana kerja tahunannya (corporate plan) ; - PDAM Kota Sukabumi : telah banyak membantu penyediaan berbagai jenis bibit tanaman keras dan bekerjasama dengan masyarakat di Batukarut dalam proses Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


16 penanaman di daerah resapan mata air Batukarut, Kabupaten Sukabumi, serta telah memasukan rencana perlindungan sumberdaya air/mata air tersebut kedalam rencana kerja tahunannya (corporate plan) ; - Masyarakat Cikareo di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat : secara swadaya telah membangun satu sumur resapan sebagai wujud nyata upaya perlindungan sumberdaya air/mata air Cikareo ; - Pemerintah Daerah Magelang melalui Kantor BAPPEDA telah mengalokasikan dana dalam APBD untuk mendukung pelaksanan perlindungan beberapa sumberdaya air/mata air yang ada di wilayah Kabupaten Magelang yang juga menjadi sumber air baku bagi PDAM ; - Serta beberapa komitmen yang telah diberikan oleh beberapa pemangku kepentingan lainnya di setiap lokasi sumberdaya air/mata air yang akan dilindungi.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


Konsep Konservasi Mata Air dengan Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

4.1. Konsep Deliniasi (Penentuan Batas Daerah Resapan) Deliniasi dalam konsep perlindungan mata air bertujuan menentukan batas-batas alami suatu kawasan daerah resapan (recharge area) sebuah mata air. Segala kegiatan dan peruntukan lahan di dalam kawasan ini akan langsung atau tidak langsung mempengaruhi kuantitas dan kualitas sumberdaya mata air tersebut. Konsep deliniasi bukanlah hal baru dan banyak diterapkan para ahli dan pelaku perlindungan sumberdaya air, khususnya dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya mata air. Konsep deliniasi ini juga dapat diterapkan pada upaya pelestarian sumberdaya air permukaan, seperti hulu sungai, danau, waduk dan lain-lain. Namun parameter dan kriterianya berbeda dengan penggunaan konsep deliniasi untuk mata air. Penentuan batas-batas alami tersebut dapat mempermudah dan membantu menentukan metode dan jenis pelestarian dan rehabilitasi yang hendak dilakukan secara cepat dan tepat. Pemilihan jenis kegiatan pelestarian yang cepat pada lokasi yang tepat, akan memaksimalkan hasil dan dampak dari usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya mata air. Berdasarkan pengalaman ESP dalam melakukan perlindungan sumberdaya mata air di beberapa lokasi pada lokasi kerjanya, konsep deliniasi sangat membantu dan berguna bagi para pemangku kepentingan dan anggota masyarakat setempat dalam melakukan berbagai kegiatan pelestarian lahan dan air. Contohnya pada saat menentukan lokasi penanaman pohon, penempatan bangunan sipil teknis seperti sumur resapan, biopori dan lain-lain. Dalam menerapkan konsep deliniasi, ESP selalu bertukar pendapat dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat setempat. Tujuannya, agar mereka memahami data yang diperlukan saat proses deliniasi berlangsung sehingga kelak mereka dapat melakukannya sendiri.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan

17


18

4.2. Permodelan Zonasi Kawasan Setelah melakukan deliniasi dalam upaya perlindungan sumberdaya air atau mata air, berikutnya perlu dilakukan penentuan zonasi dari kawasan daerah resapan yang telah ditentukan batas-batas alaminya (deliniasi).

Pembagian dan banyaknya zona sebuah daerah reasapan mata air sangat tergantung pada sifat dan karakteristik kawasan daerah resapan itu sendiri. Hal-hal yang menentukan pembagian zona adalah jenis dan karakteristik batuan penyusun kawasan, penggunaan dan peruntukkan lahan di daerah resapan, kondisi topografi, lokasi-lokasi pusat bahan polutan, dan lain-lain. Di Indonesia dan khususnya di kalangan PDAM, dikenal pembagian zonasi kawasan daerah resapan dalam tiga zona, yaitu Zona I, Zona II dan Zona III. Pembagian tersebut lebih mempertimbangkan aspek mobilitas dan daya tahan hidup bakteri dalam aliran air tanah (air bawah permukaan). Asumsinya, bakteri dapat bertahan hidup di dalam tanah dalam aliran air selama sekitar 30 hari, dengan kecepatan aliran air tanah sekitar 2 meter per hari. Artinya, diperlukan jarak sekitar 60 meter sejak bakteri masuk pertama kali ke dalam tanah dan diharapkan bakteri akan mati pada saat keluar terbawa oleh air mata air setelah melewati jarak 60 meter di dalam tanah., Dengan demikian, PADM membuat pedoman batasan Zona I adalah sekitar 60 hingga 70 meter dari lokasi mata air keluar dari tanah.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


19 Secara teknis pembagian zona (zonasi) dapat dibagi menjadi beberapa zona yang disesuaikan dengan kompleksitas dan kondisi nyata di lapangan serta dengan tujuan pembagian zona. Berdasarkan kompilasi kondisi, data di lapangan serta hasil diskusi dan kesepakatan dengan masyarakat yang terlibat dalam proses pembuatan model zonasi, maka semua pihak yang terlibat dalam kegiatan zonasi membagi kawasan resapan menjadi tiga zona, yaitu:

4.2.1. Zona I Kawasan yang berada di bagian hulu dari lokasi keluarnya mata air atau kolam penampungan alami. Tidak ada batasan luasan area dan jarak mendatar. Penentuan batasan di lapangan sangat tergantung pada kondisi topografi dan geologi/jenis batuan serta penggunaan lahan. Zona I ini berada dan berbatasan langsung dengan kolam penampungan alami dari suatu mata air. Zona ini hanya boleh dimanfaatkan sebagai kawasan pelestarian dan kawasan lindung, yaitu hutan. Tidak boleh ada kegiatan pengolahan dan penggunaan lahan, pemukiman, kandang ternak, lokasi penimbunan sampah dan potensi polutan lainnya. Pada Zona I ini tidak boleh ada aliran air permukaan (runoff) yang dapat masuk ke dalam kolam penampungan alami, untuk menghindari adanya berbagai material polutan yang terbawa aliran air permukaan sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya air. Pada umumnya PDAM membangun kolam dan penampungan sumberdaya air yang keluar dari mata air.

4.2.2. Zona II Kawasan yang berada lebih ke arah hulu dan berbatasan langsung dengan Zona I, tetapi tidak ada batasan jarak secara mendatar dan batasan luasan. Beberapa parameter untuk menentukan jarak mendatar dan luasan Zona II ini adalah penggunaan dan peruntukan lahan, jenis batuan dan geologinya, kondisi topografi dan kemiringan lereng. Pada Zona II mengizinkan kegiatan pengolahan lahan secara sangat terbatas. Kegiatan pada Zona II tidak akan secara langsung mempengaruhi kualitas sumberdaya air, akan tetapi masih sangat berpengaruh pada potensi sumberdaya air mata air. Area ini ini melarang kegiatan pemukiman, penimbunan sampah atau tempat pembuangan sampah sementara atau akhir (TPS/TPA), lokasi penimbunan bahan kimia, kandang ternak dan peternakan, serta kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran. Akan tetapi Zona II ini masih mengizinkan beberapa kegiatan budidaya pertanian kering, seperti ladang, kebun dengan tanaman keras dan tumpangsari serta pertanian dengan menggunakan pupuk organik.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


20 4.2.3. Zona III Kawasan yang berada pada bagian hulu setelah kawasan Zona II, tidak terdapat batasan jarak mendatar dan besarnya luasan. Penentuan batasan Zona III sangat ditentukan oleh kondisi di lapangan sehingga proses analisa dan penentuan zonasi memerlukan data primer yang dapat langsung diamati di lapangan serta verifikasi data pada saat penentuan batas zonasi. Beberapa aspek yang mempengaruhi zona III ini adalah aspek topografi dan kemiringan lereng, tata guna dan peruntukan lahan serta geologi dan jenis batuan. Zona III ini mulai mengizinkan beberapa kegiatan pengolahan dan kegiatan masyarakat, antara lain pertanian terpadu dengan penggunaan pupuk, pemukiman penduduk skala kecil namun bukan kompleks perumahan yang besar, lokasi pembuangan sampai skala kecil yang sangat tergantung pada jenis dan sifat batuan penyusun daerah tersebut dan lain-lain. “zona I adalah kawasan resapan yang berada paling dekat dengan mata air, zona II adalah daerah resapan diatas Zona I (artinya daerah yang lebih ke arah hulu dari zona I), sehingga zona III adalah daerah resapan yang paling hulu dibandingkan posisi zona I dan II (artinya daerah paling jauh dari mata air). Tempat sumber mata air mengeluarkan air dianggap sebagai hilir dan daerah resapannya disebut sebagai bagian hulu.

4.3. Permodelan Sumur Resapan Menurunnya debit dan keringnya mata air disebabkan oleh ketidakseimbangan volume air yang masuk ke dalam tanah dengan yang keluar dari dalam tanah (berupa mata air), sehingga posisi muka air tanah terus menurun dan cadangan juga menurun. Akibatnya, beberapa mata air di bagian hulu telah kering. Pendekatan konservasi dengan menggunakan metode sipil teknis akan membantu mengembalikan keseimbangan volume air yang masuk ke dalam tanah dan menambah daya resap tanah tanpa menganggu tata guna lahan dan peruntukan lahan. Metode sipil teknis adalah pembuatan sarana yang dapat membantu meningkatkan volume air yang masuk ke dalam tanah pada luasan wilayah yang relatif sempit. Sarana yang dipandang dapat memberikan hasil positif dalam waktu relatif cepat adalah sumur resapan. Sumur resapan berfungsi untuk menahan dan menampung air hujan dan air larian ketika berada pada kawasan daerah resapan suatu mata air. Dengan demikian, air hujan akan memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah menjadi cadangan air tanah di daerah tersebut. Berdasarkan volume air yang dapat di resapkan ke dalam tanah, satu sumur dapat menggantikan fungsi kawasan resapan dengan luasan yang sangat besar. Contoh besaran volume air yang dapat diresapkan ke dalam tanah terdapat dalam sub bab 5.6. PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


21

Sebenarnya pembangunan sumur resapan telah banyak dilakukan dan dipraktekkan sebagai upaya konservasi sumberdaya air/mata air dalam skala nasional maupun internasional. Selama ini ESP telah banyak mengembangkan dan melaksanakan pembangunan sumur resapan dalam upaya pelestarian sumberdaya mata air di beberapa lokasi berikut: 1. Propinsi Sumatera Utara. Kegiatan perlindungan sumberdaya air sampai pada tahap penentuan batas-batas dan zonasi daerah resapan Mata Air Sibolangit dan 182 lokasi rencana sumur resapan yang berada di Zona II. Mata air Sibolangit adalah salah satu penyuplai utama sumberdaya air PDAM Tirtanadi guna mencukupi kebutuhan masyarakat Kota Medan dan sekitarnya. Perlindungan mata air ini mutlak harus dilaksanakan demi menjamin kesinambungan suplai air bersih bagi masyarakat. 2. Propinsi Jawa Barat. Melakukan perlindungan mata air di Mata Air Batukarut dan Cikareo: - Mata Air Batukarut, Kabupaten Sukabumi. Menentukan batas-batas dan zonasi daerah resapannya serta menentukan 176 lokasi rencana pembangunan sumur resapan. ESP telah membangun 20 sumur resapan. PDAM Kota Sukabumi akanakan segera membanguntujuh sumur resapan. - Mata air Cikareo, Kabupaten Bandung Barat, Menentukan batas-batas dan zonasi daerah resapannya serta menentukan 167 lokasi rencana pembangunan sumur resapan. PDAM Kota Bandung hingga saat ini telah membangun enam sumur resapan. Selain itu, masyarakat setempat secara swadaya telah membangun satu sumur resapan. 3. Propinsi Jawa Tengah/D.I. Yogyakarta. ESP bekerjasama dengan pemerintah daerah melalui beberapa dinas terkait di Kabupaten Magelang, PDAM dan kelompok masyarakat lainnya telah menentukan batas-batas dan zonasi di dua mata air, yaitu : - Mata Air Gedad, Kabupaten Magelang. ESP dan para mitra kerjanya telah menetapkan batas dan zonasi resapannya serta telah menentukan 225 lokasi rencana sumur resapan. Sekitar 14 sumur resapan telah selesai dibangun. - Mata Air Tlegorejo, Kabupaten Magelang. ESP dan para mitra kerjanya telah menentukan batas dan zonasi daerah resapan mata air ini, serta telah menetapkan lokasi 57 sumur resapan. ESP telah membangun enam sumur resapan hingga saat ini. 4. Propinsi Jawa Timur. ESP dan para mitra kerjanya telah melakukan upaya perlindungan pada tiga lokasi mata air, yaitu : - Mata Air Pelus, Kabupaten Malang. ESP dan para mitra kerjanya telah menentukan batas dan zonasi daerah resapannya, serta menentukan lokasi Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


22 pembangunan 294 sumur resapan. - Mata Air Kajar dan Mata Air Jengglong, Kabupaten Malang. ESP bekerjasama dengan instansi pemerintah daerah, PDAM serta masyarakat sekitar telah menentukan batas-batas dan zonasi daerah resapan, juga telah menentukan sekitar 228 lokasi sumur resapan. Hingga saat ini ESP telah membangun empat sumur resapan sebagai contoh.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


23

Data yang Dibutuhkan

Peta deliniasi dan zonasi yang akurat memerlukan data dan informasi yang tepat dan lengkap untuk dianalisa. Data dan informasi tersebut dapat berupa hasil pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan maupun data yang sudah tersedia seperti hasil penelitan, pengukuran dan pengamatan dari para pemangku kepentingan.

5.1. Data Primer Data primer atau data utama adalah semua data dan informasi yang mutlak diperlukan dalam proses deliniasi dan zonasi. Data primer berasal dari hasil pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan terhadap sumberdaya air dan kondisi teknis di lapangan. Selain itu, data ini juga bisa bersumber dari hasil pengamatan lembaga lainnya yang berasal dari hasil pengamatan langsung. Pengambilan data dan informasi primer tersebut harus dilakukan secara benar dan tepat karena akan sangat menentukan kualitas informasi dan analisa yang akurat. Beberapa data primer yang dibutuhkan dalam melakukan analisa deliniasi dan penentuan zonasi adalah data kualitas dan kuantitas sumberdaya air, kondisi tata guna lahan kawasan daerah resapan, data geologi dan hidrogeologi, peta rupa bumi, data hidrologi, lokasi sumber polutan dan lokasi penting lain

5.1.1. Data Kualitas dan Kuantitas Sumberdaya Air Data kualitas dan kuantitas sumberdaya air/mata air ini dapat langsung diukur pada kolam alami tempat mata air tersebut keluar. Sebagai data tambahan, dapat juga diukur kualitas dan posisi muka air tanah pada beberapa sumur gali masyarakat disekitar lokasi mata air tersebut berada, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Kegiatan pengukuran data kualitas dan kuantitas sumberdaya mata air atau debit mata air harus dilakukan sebelum membangun sumur resapan. Data tersebut akan menjadi data rona awal (base line data) pada saat membangun sumur resapan dan setelah pembangunan sumur resapan selesai. Kegiatan pengukuran harus dilakukan secara Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


24 berkala dengan interval waktu sesuai kebutuhan, sekitar dua minggu sekali, sebulan sekali dan seterusnya. Data primer yang terkumpul dapat digunakan sebagai data untuk menganalisa kondisi dan potensi sumberdaya air ketika melakukan deliniasi dan zonasi. Selain itu, data primer juga berfungsi sebagai data pembanding untuk melihat tingkat keberhasilan dari semua kegiatan konservasi yang telah dilakukan. Sumber data kualitas dan kuantitas air dapat diperoleh langsung melalui pengukuran di lapangan dan dari kantor PDAM selaku pengelola mata air tertentu , Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Jasa Tirta dan lainnya.

5.1.2. Data Kondisi Tata Guna Lahan Kawasan Daerah Resapan Data dan informasi kondisi penggunaan dan peruntukan lahan merupakan data primer lain yang mutlak dimiliki untuk menganalisa dan menentukan dilineasi dan zonasi daerah resapan suatu mata air. Informasi kegiatan penggunaan lahan sangat menentukan tingkat daya tahan dan daya serap daerah resapan terhadap sumberdaya air permukaan dan air larian. Setelah memahami daya tahan dan daya serap daerah resapan, maka kita dapat menentukan kondisi kualitas dan kuantitas air bawah tanah pada wilayah tersebut. Kegunaan lain dari data dan informasi tata guna lahan adalah untuk menentukan jenis dan metode kegiatan koservasi yang akan dilakukan serta mempertimbangkan tingkat konflik yang mungkin timbul akibat pembangunan sumur resapan . Untuk melihat kondisi tata guna lahan, hal-hal yang perlu diamati dan diukur di lapangan adalah: jenis peruntukan lahan dan luasannya (hutan, ladang, pemukiman, tegalan, lokasi fasilitas umum dan lainnya), kawasan peternakan, kepemilikan lahan, rencana pembangunan, kondisi topografi dan kelerengan lahan, tingkat kesuburan dan daya erosi lahan, dan informasi lain seputar aktivitas masyarakat di kawasan resapan tersebut. Sumber data dan informasi di atas juga dapat diperoleh di Kantor Bappeda setempat, Kantor Dinas Pekerjaan Umum setempat, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) dan lembaga lainnya.

5.1.3. Data Geologi dan Hidrogeologi Tingkat daya serap tanah dan batuan terhadap air hujan atau air larian memerlukan pemahaman akan sifat, karakteristik serta jenis tanah dan batuan yang menyusun daerah resapan suatu mata air. Pengukuran danpengamatan langsung aspek geologi tersebut menjadi sangat penting Beberapa data yang perlu diambil di lapangan adalah : - jenis batuan dan tanah, - ketebalan lapisan tanah, - tingkat kekompakan batuan dan tanah, PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


25 - - - - -

sebaran batuan dan tanah, kondisi tekstur dan struktur batuan dan tanah, keseragaman batuan dan tanah (sortasi) gerakan tanah/longsoran Serta berbagai data lainnya yang berkaitan dengan aspek batuan dan tanah

Selain untuk mengetahui daya serap dan daya aliran air tanah, data dan informasi geologi ini mutlak diperlukan untuk menentukan lokasi batas daerah resapan (deliniasi) dan zonasi, penentuan rencana lokasi sumur resapan, tingkat kestabilan lereng dan lahan, rancangan dan konstruksi serta dimensi sumur resapan yang akan dibuat, kemudian perhitungan perkiraan volume air dan kecepatan resapan dan aliran air dalam sumur resapan, serta rencana pemeliharaan sumur resapan dan lain sebagainya. Sumber data data dari informasi ini adalah Dinas Pertambangan setempat, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, BPPT, BAKOSURTANAL dan lembaga lainnya.

Peta 1. Contoh Peta Hidrogeologi Lembar Semarang, sebagai salah satu data primer yang dibutuhkan dalam proses analisa. Kredit peta : Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Departemen ESDM.

5.1.4. Data Peta Rupa Bumi Peta rupa bumi atau peta topografi bermanfaat untuk melihat dan memahami bentuk wajah bumi, terutama kelerengan suatu wilayah, batas-batas alami pola mengalirnya air dan pola sebaran air. Informasi lain yang dapat dilihat pada peta ini adalah tata guna lahan dan fasilitas umum lain pada sebuah daerah resapan. Walaupun informasi yang tercantum dalam peta ini merupakan data dan informasi lama, namun peta rupa bumi mutlak diperlukan dalam proses analisa dan implementasi kegiatan konservasi. Kadang data dan informasi yang tersaji dalam peta rupa bumi Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


26

Peta 2. Contoh Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta Topografi) Lembar Pujon sebagai salah satu data primer yang dibutuhkan dalam proses analisa. Kredit peta : BAKOSURTANAL

diambil beberapa tahun sebelumnya, tapi data dasar tersebut dapat diperiksa ulang di lapangan untuk membuktikan akurasinya. BAKOSURTANAL, Dinas Pertambangan setempat, BPPT, dan lembaga lainnya memiliki data peta rupa bumi.

5.1.5. Data Hidrologi Data hidrologi yang diperlukan adalah semua data yang berhubungan dengan aspek potensi air permukaan, tingkat curah hujan, banyaknya hari hujan dan intensitas curah hujan tahunan, serta pola penyebaran aliran sungai di permukaan tanah (drainage pattern). Data hidrologi yang dapat langsung diamati di lapangan adalah pola dan bentuk serta stadia sungai, lokasi-lokasi rembesan air tanah, dan lain-lain. Data hidrologi yang tidak diamati langsung di lapangan dapat diperoleh di Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Departemen Pertanian, antara lain : - - - - -

Tingkat curah hujan; Intensitas hujan; Banyaknya hari hujan; Kecepatan dan arah angin; Data lain seputar kondisi tata air.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


27 5.1.6. Data Lokasi Sumber Polutan dan Lokasi Penting lainnya Data primer lain yang tidak kalah penting adalah berbagai data tentang lokasi yang berpotensi sebagai sumber pencemar yang mengancam kualitas sumberdaya air, antara lain: - Tempat pembuangan sampah akhir/sementara (TPA/TPS); - Pabrik/kawasan industri; - Penimbunan bahan bakar minyak (BBM); - Penimbunan bahan beracun dan berbahaya (B3), dan lain-lain. Selain itu, data lokasi fasilitas publik lain juga diperlukan, antara lain : - - - -

Jaringan jalan dan fasilitas transportasi; Mesjid, pemukiman/perumahan, sekolah; Bendungan/dam dan bangunan penampungan air; Lembaga jaringan listrik, jaringan pipa gas/BBM dan lain sebagainya.

Informasi tentang fasilitas umum di atas penting adanya agar tempat-tempat tersebut tidak menghambat kegiatan konservasi. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh di Kantor Bapedalda setempat, BAKOSURTANAL, Kantor Bappeda setempat, dan instansi lainnya.

5.2. Data Sekunder Data sekunder atau data pendukung adalah semua data dan informasi yang berguna sebagai data pendukung yang menguatkan data primer dalam proses deliniasi dan zonasi. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh dari hasil pengukuran dan pengamatan terdahulu, bersifat regional yang berkaitan dengan aspek sumberdaya air dan kondisi teknis di lapangan. Beberapa data sekunder yang membantu analisa deliniasi dan penentuan zonasi konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air adalah data dan peta lahan kritis serta kelerengan, data kepemilikan lahan, kondisi sosial ekonomi dan kependudukan, serta data tingkat erosi tanah,

5.2.1. Data dan Peta Lahan Kritis, Kelerengan Data dan peta lahan kritis, kelerengan berguna untuk menentukan tingkat erodibilitas (kepekaan tanah terhadap erosi), daya tampung dan daya resap tanah serta batuan terhadap air hujan atau air larian, sehingga membantu menetapkan jenis dan metode konservasi yang tepat. Sumber data informasi ini tersedia di Kantor Dishutbun setempat, Departemen Kehutanan, dan lembaga lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kehutanan.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


28 5.2.2. Data Kepemilikan lahan, Kondisi Sosial-Ekonomi dan Kependudukan Data ini penting sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jenis dan metode konservasi yang tepat sehingga akan mendapat dukungan dan tanggapan baik dari masyarakat setempat. Selain itu, data ini juga membantu mengetahui skala dan jenis usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber data bagi informasi sekunder ini dapat diperoleh di kantor Lurah/Desa setempat, Kantor Dinas Sosial dan Kependudukan setempat, Kantor BAPPEDA setempat dan institusi lainnya.

5.2.3. Data Tingkat Erodibilitas Tanah Data tentang tingkat erodibilitas tanah sangat penting untuk mengetahui tingkat erosi tanah dalam daerah resapan, karena tingkat erosi tersebut akan menentukan bentuk rancang bangun dan pemeliharaan sumur resapan yang akan dibangun. Semakin tinggi tingkat erosi, semakin rutin pemeliharaan sumur resapan agar proses peresapan air ke dalam tanah dapat berlangsung dengan baik. Lembaga yang dapat menyediakan data ini adalah Dinas Kehutanan dan Pertanian setempat, Departemen Kehutanan, dan lembaga lain yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya tanah dan air.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


29

Analisa Deliniasi dan Zonasi

Proses penentuan batas-batas daerah resapan atau deliniasi dan penentuan zonasi serta pembuatan rekomendasi jenis konservasi dan perlindungan sumberdaya air/mata air memerlukan beberapa tahapan analisa, baik secara manual maupun melalui bantuan komputer dengan program GIS.

Bagan Alir 1. Bagan alir proses analisa data dalam melakukan konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air. Kredit Gambar : Sabdo Sumartono.

6.1. Tahapan Analisa Deliniasi : Penentuan Batas Daerah Resapan Dalam analisa ini data primer utama yang dibutuhkan adalah koordinat lokasi mata air yang menjadi prioritas. Proses tumpang susun secara manual maupun dengan bantuan program GIS melalui data geologi regional maupun lokal, diharapkan dapat mengungkap kesinambungan jenis batuan dan karakteristiknya. Dengan demikian, kita dapat mengetahui tingkat daya tahan batuan/tanah terhadap sumberdaya air. Hal ini juga perlu Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


30 untuk mengetahui adanya kontrol struktur geologi yang akan mempengaruhi kejadian dari mata air tersebut. Proses selanjutnya dengan menambahkan dengan data kondisi rupa bumi (topografi) dari lokasi mata air . Data lain yang juga penting diperhatikan adalah pola konfigurasi kontur yang sangat menentukan keadaan lereng didalam kawasan daerah resapan tersebut, serta bentuk dan pola sistim pengaliran atau bentuk aliran sungai.

Peta 3. Contoh Peta Deliniasi hasil analisa data untuk kegiatan konservasi dan perlindungan mata air Cikareo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kredit Gambar : Sabdo Sumartono.

Berdasarkan kompilasi berbagai data yang telah disebutkan diatas, tahapan proses ini akan menghasilkan data Peta Deliniasi atau batas-batas daerah resapan. Analisa tersebut akan mengungkapkan beberapa informasi dan batasan-batasan dari kondisi permukaan bumi dalam sebuah daerah resapan atau daerah tangkapan hujan, contohnya seperti berikut: - Tata letak batas-batas daerah resapan dari sebuah mata air; - Kondisi perbedaan kelerengan dan konfigurasi kontur dalam sebuah daerah resapan (datar, miring, curam, terjal);

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


31 - Luasan sebuah daerah resapan; - Daerah-daerah terekploitasi atau telah terpakai untuk pemukiman, ladang, dan lainnya; - Daerah lahan kritis atau yang memerlukan rehabilitasi; - Lokasi-lokasi sumber material yang berpotensi mencemari sumberdaya air; - Berbagai fasilitas umum lainnya (jalan, danau, rel kereta, jalur pipa dan lainnya).

6.2. Tahapan Analisa Zonasi Daerah Resapan Proses berikutnya adalah melakukan tumpang susun peta dilineasi yang telah siap dengan beberapa data dan informasi primer dan sekunder lainnya. Data utama yang harus dianalisa adalah data seputar kondisi hidrologi dan hidrogelogi daerah resapan secara lokal maupun regional. Data dan informasi hidrologi tersebut mengungkapkan jumlah curah hujan, intensitas curah hujan, banyaknya hari hujan dan berbagai informasi iklim lain di daerah resapan tersebut. Data dan informasi kondisi hidrogeologi memberikan gambaran tentang kondisi bawah permukaan tanah yang menyangkut sifat dan karakteristik serta sistim aliran air di dalam tanah atau batuan di daerah reasapan, terutama seputar sifat porositas (tingkat kesarangan batuan dan tanah) serta sifat permeabilitas batuan dan tanah tersebut (tingkat kelulusan batuan terhadap cairan atau air) yang ada di daerah resapan. Berdasarkan kompilasi data di atas kita dapat mengetahui tingkat daya tampung dan daya serap batuan serta tanah terhadap sumberdaya air serta karakteristik aliran air di bawah tanah pada daerah resapan tersebut. Beberapa data dan informasi yang berhubungan dengan aspek hidrologi dan hidrogeologi daerah resapan, antara lain : - Banyaknya curah hujan, intensitasnya; - Banyaknya hari hujan dalam satu tahun pada daerah resapan mata air, yang berpeluang dapat meresap ke dalam tanah; - Data tentang perkiraan jumlah air hujan yang dapat diharapkan menjadi air tanah; - Pola aliran sungai permukaan yang berpeluang meresapkan airnya menjadi air tanah; - Kondisi dan daya erosi air terhadap tanah atau batuan; - Sifat dan karakteristik serta kemampuan batuan penyusun dalam menahan, menyerap dan meluluskan sumberdaya air permukaan/hujan; - Luasan dan sebaran batuannya sehingga dapat mengungkap potensi volume sumberdaya air yang dapat diserap menjadi sumberdaya air tanah dalam akuifer batuan, baik akuifer dangkal maupun akuifer dalam; - Sifat dan jenis aliran air tanah, baik aliran air antar butir atau aliran air dalam celah (rekahan) serta aliran campuran dari keduanya, - Kontrol struktur geologi dalam pembentukan sistem mata air. Dapat mengungkap Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


32 hubungan sesar (patahan) dengan mata air yang terbentuk, kemungkinan kebocoran sumberdaya air tanah sehingga mengurangi volume air yang keluar, dan kondisi geologi lain yang berpengaruh terhadap mata air. Peta yang dihasilkan dari tahapan proses ini adalah Peta Zonasi Daerah Resapan suatu Mata Air.

6.3. Tahapan Analisa Rekomendasi Kegiatan

Peta 4.Contoh Peta Zonasi Daerah Resapan hasil analisa Mata Air Cikareo, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kredit Gambar : Sabdo Sumartono

Langkah berikutnya adalah melakukan kompilasi peta zonasi daerah resapan dengan berbagai data dan informasi pendukung lainnya, seperti data kelerengan, data tataguna lahan, data tutupan lahan, data kepemilikan lahan, data RT dan RW, data jaringan jalan, data lokasi fasilitas umum dan lain sebagainya. Hasil kompilasi data dan peta membantu mengetahui kondisi dan situasi setiap zona daerah resapan.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


33 Kondisi kelerengan dan jenis tanah menentukan jenis kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air di setiap zonasi. Pilihan kegiatan terbaik adalah penanaman pohon (revegetasi) atau pembangunan sumur resapan. Dalam tahap ini data dan informasi yang berperan penting adalah data kelerengan (kestabilan lereng) dan data status kepemilikan lahan. Kedua data tersebut menentukan jenis kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya air. Sebagai contoh, jika suatu lahan memiliki kelerengan antara 0-25 % (lereng stabil) maka pembuatan sumur resapan sangat dianjurkan. Namun bila pemilik lahan keberatan, maka penanaman pohon menjadi pilihan berikutnya. Jika tingkat kestabilan lereng adalah rendah ( kelerengan lebih besar dari 45 %) maka penanaman pohon (revegetasi) menjadi pilihan utama. Hasil dari tahapan analisa ini adalah Peta Zonasi dengan Draft Rekomendasi Kegiatan Konservasi. Contoh Tabel Rekomendasi Kegiatan Konservasi di setiap Zona

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


34

6.4. Tahapan Verifikasi Lapangan Dalam tahap ini, semua data dan informasi yang telah dikumpulkan akan disesuaikan, diperiksa dan dibandingan dengan kondisi nyata di lapangan. Hal ini mutlak untuk memastikan dan menjamin kesesuaian hasil analisa, rekomendasi dan kelayakan pelaksanaan kegiatan dan lokasinya di lapangan. Tahap berikutnya, jika terdapat perbedaan antara hasil analisa di atas kertas dengan kenyataan di lapangan, lakukanlah perbaikan terhadap hasil analisa.

Peta 5. Contoh Peta Zonasi Perlindungan Mata Air Cikareo dan Rencana Lokasi Sumur Resapan di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Kredit Gambar : Sabdo Sumartono.

Kegiatan ini menghasilkan Peta Zonasi Perlindungan Sumberdaya Mata Air dan Rencana Lokasi Sumur Resapan yang berisi berbagai informasi seputar kegiatan konservasi, terutama lokasi rencana pembuatan sumur resapan dan lokasi rencana kegiatan penanaman pohon.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


35

6.5. Rancang Bangun Sumur Resapan Pembuatan sumur resapan adalah merupakan pilihan tepat untuk kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air dalam waktu relatif cepat pada lahan yang sempit ± 2 meter

± .25 meter

Penutup Sumur

± 2 meter Lapisan tanah/Soil Tanah lapukan Breksi Air Sumur yang Akan diresapkan

± 0.3 meter Rembesar Air ke dalam Tanah

Lapisan Ijuk Penyaring

± 0.25 meter

Lapisan kerikil/ Kerakal

Aliran air dari Sumur Resapan

Batuan Dasar/ Breksi

Gambar 3. Rancang bangun sederhana (tanpa skala) sumur resapan yang dikembangkan ESP berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman dalam melakukan konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air. Kredit Gambar : Asep Mulyana.

ESP memiliki rancangan bangunan sumur resapan yang dapat dikembangkan menjadi lebih rinci sesuai karakteristik lokasi. Parameter rancangan sumur resapan ESP berdasarkan data, informasi dan pengalaman di lapangan pada lokasi kegiatan ESP: - Volume air sumur memiliki debit sekitar 4-5 m3 akan meresap ke dalam tanah dalam jangka waktu 5-10 jam setelah hujan berhenti; - Kondisi kekeruhan air sumur sangat tinggi akibat tingkat erosi tanah oleh aliran air permukaan atau air hujan; - Ukuran kolam pengendap harus relatif besar sehingga dapat menampung dan mengendapkan sementara material yang terbawa aliran air; - Lokasi kolam pengendap hendaknya berjarak cukup jauh (sekitar lima meter) dari sumur resapan agar limpasan kolam pengendap tidak langsung masuk ke dalam sumur resapan; Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


36 - Dasar kolam pengendap dan saluran penghubung ke sumur resapan harus dibangun secara permanen dengan disemen material agar tahan terhadap gerusan (erosi) kecepatan aliran air permukaan. Hal ini penting agar materi bangunan tidak menambah endapat di dalam sumur resapan. Rancang bangun sumur resapan ESP, beserta paparan ukuran dan dimensinya: 1. Dimensi sumur adalah sekitar 2 meter x 2 meter x 2 meter, sehingga mampu menampung air hujan sebanyakkurang lebih 8 m3. 2. Bagian dasar sumur resapan diisi batuan lepas berukuran kerikil setebal kurang lebih 0,25 meter, lalu di atasnya diberi lapisan ijuk dengan ketebalan sama. Kedua bahan ini berfungsi sebagai penyaring air sebelum meresap ke tanah; 3. Bagian atas dikuatkan dengan tembok sebagai dudukan penutup sumur resapan. Dudukan ini menguatkan bibir sumur resapan sehingga tidak mudah longsor, terutama pada tanah gembur. Dinding sumur resapan tidak memerlukan penguatan dengan tembok karena lapisan tanah di bawahnya cukup kuat, serta untuk mempercepat proses peresapan air ke tanah; 4. Buatlah penutup sumur resapan untuk mencegah manusia atau binatang terjerumus ke dalamnya. Sehingga kualitas air yang diresapkan memiliki kualitas yang baik. Penutup hendaknya dilengkapi dengan lubang kontrol untuk membantu upaya pemeliharaan dan pengukuran daya resap air; 5. Agar fungsi dan bangunan sumur resapan dapat bertahan lama, lengkapilah dengan sumur pengendap yang berfungsi mengendapkan semua materi. Selain itu, buatlah juga pintu pelimpasan (spill way) agar bila sumur penuh, air dapat mengalir ke tempat tertentu atau ke sumur lain yang terdekat; 6. Sumberdaya air yang meresap ke tanah akan membantu menjaga kondisi permukaan air tanah di sekitar lokasi sumur resapan. Hal ini menjaga dan meningkatkan potensi sumur gali masyarakat di sekitar lokasi sumur resapan tersebut, beberapa sumur gali masyarakat membuktikan peningkatan permukaan air sumur tersebut sehingga penduduk menimba semakin mudah selain meningkatkan volume sumberdaya mata air; 7. Sumur resapan juga bermanfaat melindungi sumberdaya tanah yang kaya unsur hara. Dengan menahan dan meresapkan air permukaan/air hujan, maka air larian akan sedikit menggerus lapisan tanah pucuk (top soil); 8. Sebagai upaya pemeliharaan sumur resapan, jika proses peresapan mulai melambat, angkat dan cucilah lapisan ijuk penyaring untuk menghilangkan endapan tanah. Keuntungan pembuatan sumur resapan dalam upaya konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air, antara lain : - Meningkatkan potensi sumberdaya air tanah, termasuk sumur gali dan sumur pompa penduduk di daerah tersebut. Selain itu, air yang telah meresap ke tanah akan mengalir keluar menjadi mata air, yang kemudian menjadi sumber air dari sungai yang mengalir ke bagian hilir daerah resapan; - Menjaga kualitas sumberdaya dan tingkat kesuburan lahan pertanian. Volume PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


37 air larian akan berkurang karena tertampung sumur resapan. Daya erosinya terhadap lapisan tanah subur juga akan berkurang. Material yang terbawa air larian tertampung oleh kolam pengendap dan sumur resapan sehingga material tersebut dapat dikembalikan menjadi material subur lahan pertanian. - Mengurangi terjadinya banjir di hilir sungai. Karena air larian yang tertampung sumur resapan mengurangi volume air larian yang masuk ke sungai secara tiba- tiba. Hal ini mengurangi peningkatan volume air sungai yang dapat menimbulkan banjir pada daerah yang rendah di sepanjang aliran sungai, terutama di bagian hilirnya; - Menjaga kualitas air sungai dan kondisi ekosistem sungai. Air larian yang membawa material erosi tertampung dalam sumur resapan sehingga mengurangi volume air larian yang membawa material erosi ke dalam sungai. Air sungai menjadi lebih jernih, dan pengendapan pengendapan pada dasar sungai berkurang. Dengan sendirinya, kondisi ekosistem dan biota air di sungai akan lebih berkualitas; - Membantu perekonomian masyarakat yang memanfaatkan air sungai. Air sungai yang lebih jernih memudahkan masyarakat untuk memanfaatkannya, contohnya sebagai tempat budidaya ikan tawar. Sementara bagi PDAM, kondisi air yang jernih akan mempermudah dan menekan biaya proses pengolahan air karena mengurangi biaya produksinya. Beberapa persyaratan lainnya dalam menentukan lokasi pembangunan sumur resapan: 1. Bangunlah sumur resapan pada lahan dengan kemiringan yang landai dan stabil, memiliki tingkat porositas dan permeabilitas yang baik; 2. Jangan membangun sumur resapan pada lapisan tanah liat; 3. Jangan membangun sumur resapan pada lereng muka suatulahandengan lereng yang curam; 4. Hendaknya kedalaman sumur resapan mencapai lapisan tanah atau batuan yang relatif stabil (tidak mudah luluh atau longsor); 5. Konstruski dan bentuk dan dimensi sumur resapan dapat disesuaikan dengan kondisi lokasi masing-masing wilayah; 6. Kedalaman sumur resapan tidak boleh mencapai posisi muka air tanah; 7. Tutuplah lubang sumur resapan untuk menjaga keamanan dan keselamatan; 8. Sumur resapan dapat juga dibangun di kawasan hilir atau dataran rendah tergantung pada maksud dan tujuannya.

6.6. Perhitungan Tambahan dengan Sumur Resapan Konsep sumur resapan sebagai bagian dari kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air dapat membantu menghitung asumsi volume air hujan dan air larian yang berpotensi menjadi air tanah. Namun rumus perhitungan ini tidak menggunaan penelitian yang rumit dan hanya berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman di lapangan. Dengan demikian, angka perhitungan yang diajukan hanya merupakah angka asumsi dan angka pendekatan.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


38 Berikut ilustrasi perhitungan air hujan atau air larian yang berpotensi meresap ke tanah, berdasarkan hasil pengamatan pada beberapa sumur resapan di mata air Batukarut, Kabupaten Sukabumi: - Pada sumur resapan dengan volume sekitar 8 m3, air akan meresap ke tanah paling cepat dalam waktu 5-10 jam dan paling lambat dalam waktu satu minggu. - Banyaknya hari hujan yang dapat mengisi penuh sumur resapan dalam setahun adalah hanya empat bulan atau 16 minggu saja dalam setahunnya. Sehingga proses peresapan untuk setiap sumur resapan dalam satu tahun hanya sebanyak 16 kali kejadian saja; - Jumlah sumur resapan yang dianjurkan untuk daerah resapan mata air Batukarut dengan luas sekitar 515,5 Ha tersebut, baik zona I, II dan III adalah seanyak 176 buah sumur resapan; - Jumlah curah hujan regional untuk daerah tersebut adalah 3.500-4.500 mm per tahun. Perhitungan proses peresapan sebanyak 16 kali tersebut dianggap sudah memadai. Sehingga berdasarkan perhitungan asumsi tersebut diharapkan jumlah sumberdaya air hujan yang dapat meresap ke tanah yang akan meningkatkan sumberdaya mata Air Batukarut adalah sekitar: 8 m3 x 16 kali x 176 sumur resapan = 22.528 m3 per tahun atau setara dengan = 0,7 liter per detik.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


39

Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan secara berkala penting untuk memastikan dan mengamati tingkat keberhasilan dan dampak positif kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air. Pengukuran dan pemantauan tidak hanya dilakukan pada lokasi mata air, namun juga pada lokasi sumur gali dan sumur bor penduduk di sekitar sumur resapan. Sebuah peta lokasi pemantauan dan pengukuran menjadi perlu untuk mempermudah proses pemantauan dan pengukuran.

7.1. Pemantauan 7.1.1. Kualitas air

Parameter kualitas sumberdaya air dapat berfungsi sebagai indikator bertambahnya volume resapan air permukaan (air larian) secara nyata adalah tingkat kekeruhan (Total Suspended Solid). Air larian yang meresap mengandung banyak material erosiyang terbawa menjadi air tanah yang keluar di mata air, terutama jika sistem aliran air tanah dikendalikan sistem aliran air dalam rekahan sehingga material halus dari permukaan dapat terbawa ke bawah tanah. Beberapa parameter lainnya yang mungkin dapat dipantau jika memungkinkan adalah tingkat kelarutan zat padat (Total Dissolve Solid), tingkat keasaman air (pH), kandungan unsur besi (Fe), serta parameter tingkat kelarutan oksigen dalam air (Dissolve Oxygen). Parameter di atas penting untuk membandingkan dan membedakan kualitas air sebelum dan sesudah kegiatan konservasi dan perlindungan.

7.1.2. Kuantitas air Tujuan utama kegiatan konservasi perlindungan sumberdaya mata air adalah untuk meningkatkan debit. Indikator utama kegiatan pemantauan dan pengukuran adalah parameter debit air dari suatu mata air. Mengetahui debit air mata air sebelum dan sesudah kegiatan konservasi dan perlindungan air akan mempermudah mengukur dan membandingkan keberhasilan upaya yang telah dilakukan.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


40 Proses pemantauan dan pengukuran ini harus dilakukan secara berkala dan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga berbagai karakter dan keberhasilan kegiatan perlindungan ini dapat diketahui dan dijadikan model keberhasilan pada suatu kawasan.

7.2. Evaluasi Evaluasi bertujuan untuk melihat seluruh rangkaian proses kegiatan konservasi dan perlindungan sumberdaya mata air. Evaluasi membantu memunculkan dan mengetahui berbagai hal yang perlu diperbaiki dan disempurnakan agar upaya konservasi dan perlindungan ini dapat berjalan secara optimal dan menjadi lebih berhasil.

Grafik 1. Grafik produksi penurunan debit mata air Batukarut antara tahun 2003 s/d 2007, Kabupaten Sukabumi. Kredit grafik : PDAM Kota Sukabumi (2008)

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


41

Daftar Pustaka

1. Ashman M.R. and Puri, G,. 2002. Essential Soil Science, a Clear and Concise Introduction to Soil Science, Blackwell Publishing, USA. 2. Asdak, C., 2001. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press, Bandung. 3. Dougal Dixon and Raymond L. Bernor,. 1992. The Practical Geologist. A Fireside Book, New York, USA. 4. Kartasapoetra, A.G. Ir,. Dkk, 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Rineka Cipta, Jakarta. 5. Mustofa, H.A., Drs,. 2005. Kamus Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta. 6. Mulyanto, HR,. 2008. Efek Kondervasi dari Sistem Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk, Graha Ilmu, Yogyakarta. 7. Mulyanto, HR,. 2007. Pengembangan Sumberdaya Air Terpadu, Graha Ilmu, Yogyakarta. 8. Perdana Ginting, MS. Ir,. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, Yarama Widya, Bandung. 9. Rainwater, DR (Makoto Murase. Ph.D.) (President Kelompok Raindrops), 2009. Air Hujan dan Kita, Panduan Praktis Pemanfaatan Air Hujan. The Tokyo International Rainwater Utilization Conference, Tokyo, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


42

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


43

Daftar Singkatan dan Istilah

DAFTAR SINGKATAN SL : WSM : DAS : ESP : USAID : BAKOSURTANAL : DAFTAR ISTILAH Peta geologi

Peta rupa bumi

Peta hidrogeologi

Mata air

Air larian (run off ) Sumberdaya air

Deliniasi

Sekolah lapangan Watershed management atau pengelolaan daerah aliran sungai Daerah Aliran Sungai Environmental Services Program United States Agency for International Development Badan Koordinasi Survai dan Pemetaan Nasional

: Peta bersistem yang berisi berbagai data dan informasi geologi suatu daerah, antara lain data jenis batuan, struktur, stratigrafi, dan legenda peta yang berisi berbagai informasi dan keterangan peta lainnya. : Peta bersistem yang berisi berbagai data dan informasi kondisi muka bumi, tata guna lahan, ketinggian, garis kontur dan legenda peta yang berisi informasi dan keterangan peta lainnya. : Peta geologi bersistem yang berisi data dan informasi kondisi peta potensi air bawah tanah serta berbagai informasi aspek hidrologi lainnya. Peta ini sudah memfokuskan informasi dan keterangan potensi sumberdaya air tanah suatu daerah berdasarkan jenis dan kondisi batuan atau aspek geologinya. : Lokasi keluarnya air tanah di permukaan bumi sebagai akibat terpotongnya permukaan air tanah oleh permukaan bumi. Pada lokasi ini sumberdaya air tanah berubah menjadi sumberdaya air permukaan. : Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah tetapi tidak meresap ke dalam tanah dan hanya mengalir di permukaan tanah. : Semua potensi (baik yang positif maupun negatif ) yang terdapat dalam air (air tanah maupun air permukaan) yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. : Penentuan batas suatu wilayah daerah resapan sebuah mata air berdasarkan beberapa kriteria teknis dan non-teknis dengan memanfaatkan teknik tumpangsusun peta atau pendekatan

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


44 Daerah resapan

Sumur resapan

Kontur

Skala peta Legenda peta Zonasi

Posositas Permeabilitas Batuan Tanah Kelerengan Curah Hujan (intensitas hujan) Hari hujan Infiltrasi Akuifer air Akuifer bebas

Akuifer tertekan

development pathway. : Kawasan yang menjadi daerah tangkapan air hujan yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sumberdaya air permukaan dan air tanah suatu mata air atau sungai. : Lubang buatan yang digali pada permukaan tanah dengan fungsi untuk menampung dan meresapkan sumberdaya air permukaan (run off) ke dalam tanah untuk menjadi sumberdaya air bawah tanah/air tanah. : Garis khayal pada permukaan tanah/bumi yang menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama diatas permukaan air laut. : Perbandingan antara jarak mendatar pada peta dibandingkan dengan jarak sebenarnya di permukaan tanah di lapangan. : Berbagai penjelasan berkaitan dengan keterangan, tanda dan informasi yang berada dalam peta. : Pembagian wilayah sebuah kawasan daerah resapan dari sebuah mata air berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap potensi sumberdaya air mata air tersebut. : Tingkat kesarangan atau jumlah pori-pori yang dimiliki oleh batuan dalam 1 cm3. : Tingkat kelulusan atau aliran yang dimiliki oleh suatu batuan. : Gabungan berbagai kristal mineral sebagai bahan penyusun kerak bumi. : Hasil pelapukan atau perubahan baik secara fisik dan kimia dari batuan dasar. : Perbandingan antara jarak mendatar dan jarak vertikal yang disajikan dalam derajat atau persen. : Banyaknya jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi pada suatu kawasan tertentu dalam periode waktu tertentu. : Banyaknya jumlah hari hujan dalam suatu kawasan tertentu dalam periode satu tahun/musim. : Meresapnya suatu bahan cair/air ke dalam tanah atau batuan. : Lapisan batuan/tanah yang dapat menyimpan dan meluluskan air di bawah permukaan bumi. : Lapisan batuan/tanah yang dialasi oleh lapisan kedap air (impermeable) dan mengandung sumberdaya air tanah yang memiliki tekanan udara yang sama dengan di permukaan tanah. : Lapisan batuan/tanah yang mengandung air tanah dan diapit oleh dua lapisan yang kedap air (impermeable) dan memiliki tekanan udara lebih besar daripada tekanan udara di permukaan bumi/tanah.

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


45 Tata guna lahan Broncapturing

Aliran air tanah dalam ruang antar butir

: Kondisi peruntukan dan penggunaan suatu daerah resapan mata air pada saat ini untuk berbagai keperluan. : Bangunan yang dibuat pada sekitar kolam mata air (baik tertutup maupun terbuka) yang berfungsi untuk menampung dan melindungi sumberdaya mata air sebelum disalurkan ke hilir.

: Proses aliran fluida atau air tanah didalam akuifer yang melewati ruang antar butir atau pori-pori.

Aliran air tanah di antara rekahan

: Proses aliran fluida atau air tanah di dalam akuifer yang melewati rekahan dalam batuan atau tanah. Batuan volkanik : Berbagai jenis batuan yang terbentuk oleh hasil letusan dan endapan gunung berapi yang umumnya terdiri dari batuan hasil pembekuan magmatis. Batuan sedimen : Batuan yang terbentuk dan tersusun oleh proses sedimentasi baik oleh angin, salju dan air. Pelapukan batuan : Proses berubahnya sifat fisik dan komposisi batuan sebagai akibat proses kimiawi dan fisik. Erosi : Proses tercucinya atau terbawanya lapisan tanah pucuk oleh media angin, salju dan air sebagai akibat hilangnya pelindung tanah di permukaan tanah. Sedimentasi : Proses pengendapan berbagai bahan material di daerah hilir yang terbawa oleh media angin, salju dan air sebagai hasil proses erosi di hulu. Revegetasi : Proses penanaman kembali (reboisasi) daerah yang telah mengalami kehilangan tanaman pelindung tanah/permukaan tanah. Sipil teknis : Pemakaian dan penggunaan berbagai bangunan sipil/teknik dengan tujuan tertentu. Kolam pengendap : Kolam yang dibangun untuk mengendapkan material yang terbawa oleh aliran air permukaan (run off) sebelum air permukaan tersebut masuk ke dalam sumur resapan. Sumberdaya air permukaan : Semua jenis air yang berada di permukaan tanah, baik yang berada di alut, danau, kolam, sungai dan lainnya, termasuk air hujan yang turun dari angkasa dan dalam bentuk awan. Sumberdaya air tanah : Semua jenis air yang berada di bawah permukaan tanah (dalam bumi) yang berada dalam batuan, baik yang bertekanan maupun yang tidak bertekanan. Permukaan air tanah : Posisi permukaan air tanah di dalam sebuah batuan/akuifer di bawah permukaan tanah/bumi.

Metode Deliniasi-Zonasi dan Sumur Resapan


46 Sumur gali Sumur bor Kualitas air Debit air Sekolah lapangan

Lapisan kerikil

Lapisan ijuk

Data primer

Data sekunder Kompas geologi

GPS

: Galian yang dibuat pada lapisan tanah atau batuan yang berfungsi untuk mendapatkan sumberdaya air tanah. : Pembuatan lubang bor pada lapisan tanah atau batuan yang berfungsi untuk mendapatkan sumberdaya air tanah. : Kondisi dan karakteristik sumberdaya air yang terbagi dalam aspek kimia, biologis/bakteriologi dan aspek fisiknya. : Jumlah volume sumberdaya air. : Proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan sekelompok masyarakat dalam keahlian tertentu dengan mengkombinasikan aspek teori dan praktek langsung di lapangan. : Lapisan paling bawah dari sumur resapan yang terdiri dari bahan-bahan batuan dengan ukuran kerikil yang berfungsi untuk menyaring/menapis air sebelum meresap ke dalam tanah/ batuan. : Lapisan kedua (diatas lapisan kerikil) dari sumur resapan yang terbuat dari bahan ijuk atau bahan lainnya yang berfungsiuntuk menyaring sumberdaya air yang berada dalam sumur resapan sebelum meresap ke dalam tanah atau batuan. : Semua data dan informasi sebenarnya yang dikumpulkan berdasarkan hasil pengukuran atau pengamatan langsung di lapangan. : Semua data dan informasi yang dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan terdahulu. : Alat survai lapangan yang berfungsi menunjukan arah mata angin, mengukur tingkat kemiringan lereng dan kedudukan batuan. : Alat yang menunjukan posisi geografis suatu lokasi di permukaan bumi dengan memakai fasilitas satelit.

Tingkat kekeruhan (Total Suspended Solid) : Jumlah material yang melayang dalam satu liter air. Pemantauan kualitas air (Water Quality Monitoring) : Proses kegiatan pemantauan dan pengukuran berbagai parameter kualitas air, baik sumberdaya air permukaan maupun air tanah, untuk tujuan tertentu. Erodibilitas : Tingkat resistensi dari batuan terhadap gerusan air hujan yang dinyatakan dalam satuan berat per satuan luasan (misal: ton per hektar ).

PANDUAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA AIR


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.