http://www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/toolkit/wsmtoolkit-slb

Page 1

PANDUAN PELAKSANAAN

Sekolah Lapangan ESP



PANDUAN PELAKSANAAN Sekolah Lapangan ESP



i

Kata Pengantar Foreword

Komponen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan konservasi keanekaragaman hayati ESP memberikan berkontribusi dan peran dalam upaya stabilisasi dan peningkatan penyediaan air di wilayah perkotaan dan semi-perkotaan di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. ESP mengangkat pendekatan berbasis alam untuk meningkatkan pemeliharaan lahan dengan menggabungkan konservasi hutan alam dan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi; perbaikan dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, dan pemanfaatan lahan pertanian berkelanjutan. Selain itu dilakukan juga upaya-upaya yang mendukung peningkatan akses terhadap lahan antara lain dukungan peraturan kepemilikan lahan untuk penanganan hutan berbasis masyarakat yang bertanggungjawab, serta pilihan-pilihan pendanaan kegiatan kelompok masyarakat di kawasan hulu DAS yang telah membantu pemeliharaan lingkungan bagi tersedianya air baku bagi warga di kawasan hilir. Proses Pendekatan utama ESP untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Konservasi Keanekaragaman hayati diawali dengan pemilihan lokasi yang dilakukan melalui proses analisis berbasis GIS (Geographical Information System). Lokasi dipilih dengan mempertimbangkan keseimbangan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah-wilayah yang berhubungan dengan penyediaan air Sekolah Lapangan ESP

ESP’s Watershed Management and Biodiversity Conservation Component contributes to stabilizing and improving the supply of water to urban and periurban population centers in West Java, Central Java, East Java, North Sumatra and Nanggroe Aceh Darussalam. This is achieved through promoting a landscape approach to improved land stewardship that integrates conservation of natural forests with high biodiversity value; restoration and rehabilitation of degraded forests and critical land, especially in areas adjacent to water recharge zones; and sustainable utilization of agricultural land. Enabling conditions for improved land stewardship include policy support for land tenure necessary for responsible community-based forest management, as well as financing options to reward upper-watershed communities for activities that contribute to conserving a stable supply of raw water for their down-stream neighbors. ESP’s main approach to Watershed Management and Biodiversity Conservation starts with site selection through a GIS (Geographical Information System)-based analytical process that ensures sites balance opportunities for biodiversity conservation and critical land rehabilitation in areas clearly linked to the supply of water to urban and peri-urban areas. This is followed by a series of integrated field activities that include community-based Field Schools; field days for bringing together


ii bagi wilayah perkotaan dan non perkotaan. Proses ini diikuti dengan serangkaian kegiatan lapangan yang terintegrasi misalnya sekolah lapangan berbasis masyarakat; hari lapangan untuk mempresentasikan hasil-hasil sekolah lapangan kepada komunitas di sub-DAS yang lebih luas, dan pengembangan dan pelaksanaan rencana aksi multipihak untuk meningkatkan fungsi-fungsi ekologis daerah sub DAS. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk memastikan rencana-rencana aksi yang dilakukan memiliki dampak dan pengaruh positif pada kualitas air serta meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan kritis dan konservasi keanekaragaman hayati. Hal yang tak kalah penting adalah tersedianya sistem untuk program-program komunikasi kesehatan dan kebersihan serta dukungan kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih berbasis masyarakat, sanitasi dan penanganan sampah. Dalam rangka meningkatkan jangkauan hasil pencapaian kerja di wilayah Sub DAS pada skala yang lebih luas, ESP berkejasama dengan mitra-mitra di lapangan yaitu masyarakat setempat, badan pemerintahan, perusahaan air daerah dan sektor swasta. Hal ini juga mendukung upaya pendalaman dan perluasan kegiatan pada wilayah sub-DAS yang sudah termasuk dalam wilayah kerja ESP sebelumnya. Selain itu upaya kerjasama yang mengutamakan penguatan jejaring ini juga dilakukan dalam rangka perluasan kegiatan ke wilayah Indonesia lainnya melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk inisiatifinisiatif Pemerintah Pusat serta dukungan kebijakan yang memungkinkan peningkatan skala kegiatan. Pada tiga tahun pertama pelaksanaan program, ESP berfokus pada baseline kondisi lapangan dan rancangan kegiatan-kegiatan lapangan yang efektif dan membangun

results of community Field Schools in a broader sub-catchment context, multistakeholder Action Plan development and implementation to improve sub-catchment ecological functions, and monitoring and evaluation to ensure Action Plans are making an impact on factors including but not limited to water quality, critical land rehabilitation and biodiversity conservation. Importantly, health and hygiene communications as well as service delivery support in community-based clean water, sanitation and solid waste management systems are also provided. ESP works with field-based partners from local communities, government agencies, municipal water companies and the private sector to leverage the results of subcatchment achievements to a broader scale. This includes deepening and expanding activities in existing watersheds of ESP work sites as well as expanding to new areas across Indonesia through training and capacity building for national government initiatives as well as policy support to provide enabling conditions for scaling-up. During the first three years of the program, ESP focused on establishing effective field activities and building strong networks of community, government and civil society partners. During the final two years of the program, ESP increased its emphasis on leveraging of partners to expand and sustain this work, and to ensure a legacy of impact is sustained into the future through strengthening local and national leadership. This five-series toolkit is based on the inputs of ESP staff and stakeholders and draws from nearly five years of field experience. The toolkit includes a broad range of best practices and lessons learned intended to PANDUAN PELAKSANAAN


iii jejaring yang kuat di kalangan masyarakat dan pemerintah. Sedangkan pada dua tahun terakhir pelaksanaan program, ESP menekankan pada usaha-usaha perluasan hasil kegiatan sehingga jejak keberhasilan dapat diteruskan di masa depan melalui penguatan kepemimpinan lokal dan nasional.

supplement already existing government guidelines. It is expected that users of this toolkit can adapt and apply these practices to fit their unique opportunities and achieve more successful and effective watershed management. The five volumes include:

Rangkaian buku panduan yang terdiri dari lima buku ini memuat saran dan usulan seluruh staf, dan mitra kerja ESP berdasarkan pengalaman bekerja selama lima tahun di lapangan. Panduan ini merupakan pelengkap dari beberapa pedoman terkait yang ada yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan diharapkan dapat diadaptasi oleh pembacanya untuk pengelolaan daerah aliran sungai yang lebih berhasil dan efektif. Kelima buku tersebut adalah:

1. Satu Kelola Satu Rasa Satu Aksi Terpadu Sejuta Manfaat: Sebuah Panduan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Skala Kecil (One Management, One Approach, One Action are Integrated to Become a Million Benefits: Small-scale Watershed Management Manual) Introduces effective small-scale watershed management, including methods for local action and collaborative management.

1. Satu Kelola Satu Rasa Satu Aksi Terpadu Sejuta Manfaat: Sebuah Panduan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Skala Kecil Sebuah pengantar pengelolaan DAS skala kecil yang efektif, termasuk metode kegiatan lokal dan pengelolaan bersama. 2. Panduan Perlindungan Sumberdaya Air Buku ini memuat panduan kegiatan perlindungan sumber air termasuk perencanaan perlindungan sumber air, pembuatan batas-batas daerah tangkapan air dan monitoring dan evaluasi. 3. Pemilihan Lokasi Partisipatif Buku ini berisi aspek-aspek teknis dan sosial selama kegiatan fasilitasi pemilihan lahan untuk pengelolaan DAS yang efektif. 4. Sekolah Lapangan ESP Membangun Kemandirian Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Buku Sekolah Lapangan ESP

2. Panduan Perlindungan Sumberdaya Air (Spring Resource Protection) Presents a guide for developing water resource protection activities, including water resource protection planning, boundary delineation of recharge zones, and monitoring and evaluation. 3. Pemilihan Lokasi Partisipatif (Participatory Site Selection) Explores the technical and social aspects of facilitating a technically rigorous and socially supported site selection process for effective watershed management. 4. Sekolah Lapangan ESP Membangun Kemandirian Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air (ESP Field Schools Build Community Independence in Water Resource Management) Highlights the many ways communities work to improve


iv ini berisi beragam kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kondisi DAS dan mencapai ketahanan lingkungan hidup, sosial dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. 5. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan ESP Buku ini mengeksplorasi pendekatan “sekolah tanpa dinding” untuk pengelolaan DAS, berfokus pada pendekatan berbasis ekologi air ESP untuk pembangunan perikehidupan yang berkelanjutan. Penghargaan perlu kami berikan kepada seluruh pihak di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta mitra kerja lainnya yang terlibat dalam penyusunan buku panduan ini. Solusi yang berkesinambungan dari pengelolaan DAS tidak akan tercapai tanpa kerjasama yang saling menguntungkan dan dukungan semua pihak yang terlibat tersebut. Besar harapan kami materi panduan dapat diaplikasikan di wilayah lain di Indonesia.

watersheds and achieve environmental, social and economic resilience and sustainability. 5. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan ESP (Facilitation of ESP Field Schools) Explores the “school without walls” approach to watershed management, focusing on ESP’s water ecology-based approach to sustainable livelihoods development. Appreciation goes to both National and Local government agencies as well as other colleagues, friends, and partners that have played a role in the development of this toolkit. Sustainable solutions to watershed management would not be attainable without their mutual collaboration and dedicated support. It is our sincere hope that the resources in this toolkit are applied to sustain on-going work and to expand this work into new areas across Indonesia.

Alfred Nakatsuma Director Environment Office USAID

Ir. Basah Hernowo, MA Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Reed Merrill Watershed Management Advisor, ESP

Dr. Ir. Silver Hutabarat, M.Si Direktur Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Departmen Kehutanan PANDUAN PELAKSANAAN


v

Ringkasan Eksekutif Executive Summary

Sekolah Lapangan ESP yang dikenal dengan sekolah “tanpa dinding” merupakan pendekatan pendidikan yang menggunakan metode ilmiah melalui penggalian daya kritis masyarakat untuk mengungkapkan persoalan yang dihadapi terkait dengan penghidupannya. Pendekatan inovatif SL ESP ini menggunakan metode partisipatif dan warga belajar sebagai subyek dimana msyarakat langsung mempelajari kondisi ekologi dan sosial dari lingkungan di sekitarnya. Persoalan yang dikaji ini meliputi pengelolaan sumber daya air dan peningkatan fasilitas air bersih dan sanitasi yang sangat terkait dengan penghidupan masyarakat. Peserta SL belkerja bersamasama melakukan analisa terhadap kondisi sosial, ekonomi, sumber daya alam, sarana dan prasarana, sumber daya manusia; serta menyusun rencana aksi yang realistis dan mampu dilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah mereka. Buku oanduan ini terdiri dari 7 bab: Bab 1 menjelaskan siapa pemandu Sekolah Lapangan dan proses pelatihan yang dilakukan untuk menyiapkan seseorang menjadi pemandu SL ESP. Bab 2 menguraikan pendekatan seleksi pemandu desa SL ESP yang akan bekerja bersama0sama dengan Pemandu Lapangan SL ESP.

Sekolah Lapangan ESP

The Field School approach cannot be described as a typical classroom experience. Known as the “school without walls”, the Field School approach relies on field-based participatory experiential learning methods. This innovative approach promotes ESP objectives by working directly with communities to enhance their critical thinking skills, confidence, and capacity for assessing issues related to their watershed, clean water access, and sanitation. In a handson fashion, participants work together to assess the strengths and weaknesses of their community’s conditions, as related to five sustainable livelihoods categories: (1) natural resources, (2) infrastructure, (3) human capacity, (4) social fabric and (5) the local economy. The toolkit consist of seven chapters: Chapter 1 introduces the Field School facilitators and the training process which prepares them to successfully facilitate the Field School process. Chapter 2 discusses the geographically specific approach towards selecting the village facilitator, responsible for working with the ESP Field School Facilitators within each Field School group. Chapter 3 describes a detailed account of activities pertaining to the ESP Field


vi Bab 3 menjelaskan secara rinci proses dan kegiatan pada tahap persiapan SL ESP. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain pemilihan lokasi, pertemuan orientasi, persiapan sosial SL ESP, pertemuan persiapan dan kontrak belajar serta pengenalan konsep gender. Bab 4 berisi tentang kegiatan SL ESP pada tahap Kajian dan Pembelajaran. Pada bab ini, pembaca akan mendapatkan informasi rinci tentang pendekatan Sustainable Livelihood Assessment. Bab 5 lebih difokuskan untuk menguraikan langkah-langkah yang dilakukan pada tahap penyusunan rencana aksi dan pelaksanaan aksi rintisan yang langsung dilakukan masyarakat dengan menggunakan dukungan lokal yang mereka miliki. Bab 6 menjelaskan proses kegiatan Field Day dimana peserta SL ESP akan mempromosikan rencana aksi mereka kepada masyarakat yang lebih luas serta para pihak yang akan memberikan dukungan terhadap rencana aksi SL ESP. Bab 7, sebagai bab terakhir, menjelaskan beberapa SL tematik yang telah dikembangkan selama empat tahun terakhir yang merupakan tindak lanjut pengembangan SL ESP yang sudah dilakukan. Buku panduan ini cocok digunakan oleh para pendamping kelompok masyarakat khususnya untuk proses perencanaan kegiatan kelompok. Melalui kegiatan ini masyarakat akan mengalami proses belajar untuk memahami kondisi wilayahnya yang akan mempermudah masyarakat melakukan pengorganisasian kelompok.

School’s preparation stage. This includes site selection, orientation and introductory meetings, including ‘social preparation’ and ‘learning contract’ of the Field School, as well as introduction to the concept of gender. Chapter 4 details Field School activities at the assessment stage. In this chapter, readers will gain insight into the Sustainable Livelihood Assessment approach. Chapter 5 focuses on steps taken during the phase after the assessment process, including the development and implementation of Action Plans, by utilizing local resources, to improve water resource conditions and water and sanitation facilities. Chapter 6 describes the process by which Field School participants promote their Action Plans to wider audiences, involving local stakeholder support. Chapter 7, as the last chapter, presents several thematic Field Schools developed over the last four years of the ESP program period. Thematic Field Schools represent the follow-up to regular Field School implementation, illustrating methods for continuing the Field School program by utilizing local resources. This book is fit for community facilitators particularly interested in the development of community organizing and facilitation of community Action Plans. We sincerely hope that it will offer communities a larger opportunity to engage in solving geographically specific watershed issues, and to promote improved environmental and livelihood conditions.

PANDUAN PELAKSANAAN


vii

Penulis

Penulis Utama: Alifah Sri Lestari Tim Penulis:

Widyastama Cahyana Aditiajaya Nanang Budiyanto Arief Lukman Hakim

Chief Editor:

Reed Merrill

Tim Editor:

Field Assistant (FA) ESP dari provinsi NAD, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur

Editor Bahasa:

Ardita Caesari

Ilustrator:

Triyanto Purnama Adi

Tata Letak:

Stanley Ardityabrata Irfan Toni Herlambang Pryatin Mulyo Santoso

Sekolah Lapangan ESP


viii

PANDUAN PELAKSANAAN


ix

Daftar isi

Kata Pengantar

i

Ringkasan Eksekutif

v

Penulis

vii

Daftar isi

ix

Panduan Penyelenggaraan Penyiapan Pemandu Lapangan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 1.1. Pengertian Pemandu Lapangan SL ESP 1.2. Pelatihan Pemandu Lapangan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP)

1 1 2

Panduan Penyelenggaraan Penyiapan Pemandu Desa Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 2.1. Pengertian Pemandu Desa SL ESP 2.2. Pemilihan Pemandu Desa SL ESP 2.3. Pelatihan Pemandu Desa Sekolah Lapangan ESP (SL ESP)

5 5 6 7

Panduan Penyelenggaraan Persiapan Awal Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 3.1. Pemilihan Lokasi Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Partisipatif 3.2. Pertemuan Orientasi Tim Monitoring dan Evaluasi Sekolah lapangan ESP (SL ESP) 3.3. Persiapan Sosial Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 3.4. Pertemuan Pendahuluan dan Kontrak Belajar Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 3.5. Pengenalan Konsep Gender

11 12 15 16 19 22

Panduan PenyelenggaraanProses Penjajagan Partisipatif SL ESP melalui Metode Sustainable 4.1. Kesepakatan Tema Kegiatan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 4.2. Pemetaan Kawasan 4.3. Penelusuran Kawasan (Transect) 4.4. Analisa Foto 4.5. Analisa Kecenderungan

27 27 33 34 36 39

Sekolah Lapangan ESP


x

4.6. Analisa Kalender 4.7. Analisa Pola Hubungan Antar Lembaga (Diagram Venn) 4.8. Identifikasi dan Penggolongan Lima Modal Perikehidupan 4.9. Kajian Lima Modal Perikehidpuan

41 43 45 48

Panduan Penyelenggaraan Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Aksi Sekolah Lapangan ESP 5.1. Analisa Strategi 5.2. Penyusunan Rencana Aksi Desa 5.3. Pelaksanaan Aksi Rintisan SL ESP

51 51 53 54

Panduan Penyelenggaraan Hari Temu Lapangan 6.1. Penyusunan Profil Desa 6.2. Persiapan Hari Temu Lapangan 6.3. Pelaksanaan Hari Temu Lapangan

57 57 58 61

Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan Tematik sebagai Tindak Lanjut Sekolah Lapangan ESP 7.1. Sekolah Lapangan Pengelolaan Wengkon (Desa Penyangga Hutan) 7.2. Sekolah Lapangan Lebah Madu 7.3. Sekolah Lapangan Pengelolaan Bambu 7.4. Sekolah Lapangan Pengelolaan Sampah 7.5. Sekolah Lapangan Tabungan Air 7.6. Sekolah Lapang Pembibitan Berbasis Masyarakat (Community Nursery)

63 63 77 86 95 103 115

Daftar Singkatan

131

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Penyiapan Pemandu Lapangan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP)

1.1. Pengertian Pemandu Lapangan SL ESP Dalam rancangan Program Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) terdapat peran Pemandu Lapangan SL ESP. Pemandu Lapangan adalah staf lapangan ESP yang khusus bekerja di baris depan pelaksanaan program-program di tingkat lapangan bersama masyarakat. Program Sekolah Lapangan ESP adalah salah satu program utama bersama masyarakat. Peran dan tugas Pemandu Lapangan ESP pada awal pelaksanaan program adalah memandu kegiatan Sekolah Lapangan ESP. Dengan berjalannya waktu, maka peran dan tugas Pemandu Lapangan ESP menjadi lebih luas yaitu melakukan dukungan dan pendampingan untuk kelompok masyarakat dalam rangka pelaksanaan tindak lanjut Sekolah Lapangan. Tim Pemandu Lapangan ESP sekaligus menjadi mediator antara kelompok masyarakat dengan para pihak yang terkait. Persyaratan untuk menjadi Pemandu Lapangan ESP adalah: r

Pendidikan S-1 atau D-3 sederajat di bidang pertanian, kehutanan dan biologi, maupun jurusan lain tetapi memiliki pengalaman dalam hal pendampingan masyarakat di pedesaan;

r

Berdomisili dari daerah setempat dan sekitarnya;

r

Bersedia ditempatkan di lapangan/pedesaan dengan jam kerja yang tidak terikat;

r

Bersedia mengikuti pelatihan sebagai pemandu lapangan ESP;

r

Laki-laki dan perempuan.

Sekolah Lapangan ESP


2 Sebelum menjalankan tugas di lapangan, Pemandu Lapangan mendapatkan pelatihan intensif selama 11 minggu dalam rangka membekali diri untuk bekerja bersama masyarakat. Pada pelatihan ini ESP juga melatih staf lapangan mitra ESP yang bekerja di wilayah yang sama dengan ESP. Dengan harapan, mitra ESP dapat menggunakan pendekatan Sekolah Lapangan ESP ini untuk memperkuat pelaksanaan programprogram di organisasi mitra ESP tersebut. Tim Pemandu Lapangan ini dapat disetarakan dengan staf lapangan organisasi yang tugas-tugasnya mendampingi dan bekerja bersama masyarakat. Mereka akan memainkan peran penting dalam mendorong pihak lain untuk mengadopsi pendekatan Sekolah Lapangan ESP ketika program ini telah selesai dilaksanakan. Staf lapangan ini disarankan untuk mendapatkan pelatihan tentang pendekatan Sekolah Lapangan ESP untuk memperkuat pemahamannya tentang proses dan metode Sekolah Lapangan ESP. Dalam hal ini pelaksanaan pelatihan tidak harus dalam durasi 11 minggu tetapi dapat dipecah menjadi beberapa proses pelatihan. Pelatihan untuk staf teknis yang pertama bisa dilakukan selama tujuh hari intensif yang kemudian dilanjutkan dengan lokakaryalokakarya teknis selama proses Sekolah Lapangan berjalan. Tujuan pelaksanaan lokakarya teknis ini adalah untuk memperkuat pemahaman staf lapangan dalam hal materi teknis dan proses pendampingan masyarakat. Proses penyelenggaraan dan panduan lapangan untuk materi pelatihan staf lapangan selama 11 minggu dapat dilihat di laporan ESP yang berjudul “Petunjuk Lapangan Materi Pelatihan Pemandu Sekolah Lapangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ESP.� Laporan ini dapat diakses di website ESP di bagian publication (http://www.esp.or.id/ index.php/publications/). Jadual panduan penyelenggaraan Pelatihan Staf Lapangan untuk tujuh hari ini diuraikan di bawah ini. Penyelenggaraan kegiatan ini menggunakan panduan lapangan yang ada di bab-bab selanjutnya dari buku ini.

1.2. Pelatihan Pemandu Lapangan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Pelatihan Pemandu Lapangan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) tidak hanya bertujuan agar peserta mendapatkan keahlian dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan DAS, tetapi juga diharapkan akan mampu memberikan dukungan dalam pelaksanaan program lapangan di masing-masing wilayahnya. Ada tiga materi pokok yang akan dipelajari selama pelaksanaan pelatihan untuk pemandu lapangan, yaitu: 1. Kepemanduan yang didasarkan pada Pendidikan Orang Dewasa dan Belajar dari Pengalaman; 2. Prinsip teknis untuk Pengelolaan DAS, wana tani/agroforestry, system pengelolaan sanitasi yang berbasis masyarakat, kesehatan dan higinitas; serta 3. Proses pelaksanaan Sekolah Lapangan.

PANDUAN PELAKSANAAN


3 Ketiga materi utama tersebut dapat diuraikan dalam kerangka jadual pelaksanaan pelatihan di bawah ini.

Waktu

Hari -1

Hari 1

Hari 2

Hari 3

08.00 – 10.00

• Apa itu SL ESP? • Apa pentingnya SL ESP bagi masyarakat?

Pemahaman tentang Ekosistem Daerah Praktek mengambil Aliran Air (DAA) foto di desa – lanjutan

10.30 – 12.30

• Citra pemandu • Prinsip-prinsip kepemanduan

Pemetaan DAA (kondisi saat ini)

14.00 – 15.30 Peserta datang

• Tiga pendekatan Ada apa dengan pendidikan DAA kita • Perilaku Pemandu • Apa yang perlu untuk Pendidikan dipotret Orang Dewasa

Maksud dan Makna Foto

• Pengantar pelatihan 16.00 – 17.30 • Harapan peserta & Kontrak belajar

Pemahaman tentang Ekosistem Daerah Aliran Air (DAA)

Ada apa dengan DAA kita • Pengantar dan praktek penggunaan kamera

Analisa foto: menghubungkan realitas foto dengan ekosistem DAA dan peta DAA

Waktu

Hari 4

08.00 – 10.00 Transect

10.30 – 12.30 Transect

14.00 – 15.30

Analisa hasil Transect

Analisa hasil 16.00 – 17.30 Transect

Sekolah Lapangan ESP

Hari 5

Hari 6

Praktek mengambil foto di desa

Hari 7

Analisa Trend

• Penggerak Masyarakat • Pemetaan sosiologis

Penyusunan rencana aksi kegiatan penjajagan di tingkat desa

Kalender Musiman

• Analisa hubungan masyarakat • Identifikasi dan analisa isu

Penyusunan rencana aksi kegiatan penjajagan di tingkat desa

Daerah Aliran Air Impian

Penyusunan Penyusunan rencana rencana aksi aksi kegiatan kegiatan penjajagan di tingkat penjajagan di desa tingkat desa

Penyusunan rencana aksi kelompok

Penyusunan rencana aksi kegiatan • Penutupan penjajagan di tingkat • Peserta pulang desa


4

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Penyiapan Pemandu Desa Sekolah Lapangan ESP (SL ESP)

2.1. Pengertian Pemandu Desa SL ESP Peran Pemandu Desa sangatlah penting dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan program Sekolah Lapangan ESP (SL ESP). Pemandu Desa SL ESP ini dipilih dari warga setempat. Pada awal periode pelaksanaan SL ESP, Pemandu Desa ini berperan membantu proses pengorganisasian anggota kelompok SL ESP. Pemandu Desa membantu fasilitator lapangan dalam proses pelaksanaan SL ESP. Seiring dengan berjalannya waktu, setelah satu tahapan pelaksanaan SL ESP dilakukan, peran Pemandu Desa seringkali bergeser menjadi pemandu kelompok yang sesungguhnya. Peran Pemandu Desa paska tahapan Penyusunan Rencana Aksi ini adalah memandu proses-proses pelatihan lanjutan selain tetap sebagai pengorganisir kelompok. Biasanya sebelum menjadi pemandu pelatihan, Pemandu Desa akan mendapatkan pelatihan bagaimana menjadi fasilitator kelompok. Setelah tahapan ini peran Pemandu Desa akan makin meningkat dan mereka dapat mengambil-alih peran Tim ESP. Panduan penyelenggaraan ini akan diuraikan berdasarkan proses dan peran lahirnya Pemandu Desa dalam mendukung SL ESP. Setiap modifikasi yang muncul akan disesuaikan dengan kondisi dan situasi di setiap wilayah kerja ESP.

Sekolah Lapangan ESP


6

2.2. Pemilihan Pemandu Desa SL ESP Latar Belakang Untuk mendukung keberlanjutan pelaksanaan SL ESP, peran Pemandu Desa dalam kegiatan SL ESP sangatlah penting. . Proses pemilihan Pemandu Desa diawali dengan pertemuan dengan aparat desa untuk mendapatkan daftar anggota masyarakat yang berpotensi menjadi Pemandu Desa. Selanjutnya proses seleksi yang lebih rinci dilakukan di desa bersamaan dengan survai lokasi untuk pengumpulan data awal. Pemandu Lapangan SL ESP melakukan wawancara personal dengan calon Pemandu Desa untuk mendapatkan komitmen mereka untuk terlibat dalam pelaksanaan SL ESP. Jumlah Pemandu Desa untuk setiap kelompok SL ESP biasanya antara 2 – 3 orang. Tujuan 1. Untuk memilih calon-calon Pemandu Desa yang akan menjadi fasilitator, organisator dan motivator bagi kelompok SL ESP. 2. Untuk mendiskusikan beberapa hal penting yang terkait dengan peran Pemandu Desa dalam pelaksanaan kegiatan SL ESP. Pokok Bahasan: Identifikasi dan Pemilihan calon Pemandu Desa SL ESP. Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas, kertas HVS dan pulpen. Metode: wawancara dengan calon Pemandu Desa. Waktu: 2 – 3 hari survei bersamaan dengan pengumpulan data sekunder dari lokasi terpilih. Langkah-langkah 1. Bersamaan dengan kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data sekunder, Pemandu Lapangan SL ESP mendatangi calon-calon Pemandu Desa sesuai dengan saran yang diberikan oleh aparat desa setempat dan tokoh masyarakat yang telah ditemui sebelumnya. Mempertimbangkan usulan dari aparat desa atau tokoh masyarakat ini merupakan bagian dari upaya mendapatkan komitmen dan dukungan mereka terhadap pelaksanaan Program SL ESP. 2. Wawancara dengan calon Pemandu Desa SL ESP diawali dengan menyampaikan PANDUAN PELAKSANAAN


7 rangkaian kegiatan program SL ESP serta menanyakan kesanggupan calon Pemandu Desa untuk mengikuti pelatihan Pemandu Desa dan terlibat aktif dalam proses pengorganisasian kegiatan kelompok SL ESP. Jika nama- nama yang diusulkan oleh aparat desa atau tokoh masyarakat ternyata masih belum memenuhi kriteria yang ditetapkan, maka Tim Pemandu Lapangan dapat melakukan survei singkat di desa untuk mengidentifikasi beberapa calon Pemandu Desa lainnya yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Identifikasi ini bisa dilakukan melalui wawancara langsung dengan masyarakat setempat. Hasil identifikasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses seleksi Pemandu Desa. 3. Setelah adanya kesepakatan dan kesanggupan menjadi Pemandu Desa SL ESP, Tim Pemandu Lapangan SL ESP menyampaikan jadual tentatif pelaksanaan pelatihan Pemandu Desa.

2.3. Pelatihan Pemandu Desa Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Latar Belakang Setelah memilih seluruh Pemandu Desa di masing-masing desa, kemudian dilakukan Pelatihan Pemandu Desa SL ESP. Pelatihan Pemandu Desa ini biasanya dilakukan di tingkat kabupaten atau sub-DAS tergantung dari jumlah peserta. Pelatihan ini biasanya difasilitasi oleh Tim ESP dengan melibatkan beberapa narasumber sesuai dengan topik yang telah ditentukan. Topik utama dalam pelatihan ini adalah teknik kepemanduan, pengenalan materi teknis terkait dengan isu ESP dan proses penyelenggaraan SL ESP. Pelatihan Pemandu Desa diselenggarakan selama 5-7 hari efektif dengan 10 jam belajar setiap harinya. Manajeman pelatihan dirancang secara terbuka untuk menjadi bagian dari proses pelatihan itu sendiri. Dalam hal ini, peserta ditempatkan sebagai subyek dan secara sistimatis dilibatkan dalam pengelolaan pelatihan. Kontrak belajar yang berisi pembagian waktu, pembagian peran dan kelompok diskusi, aturan main dan pengorganisasian pelatihan dibahas dan disepakati bersama pada awal pelatihan. Untuk menjaga kualitas pelatihan, pelaksana pelatihan hendaknya mempersiapkan secara detail lima unsur pelatihan yaitu; (1) Penyusunan materi pelatihan atau kurikulum secara terpadu, (2) Penetapan metode sebagai alat yang menjalankan proses belajar, (3) Pembagian tugas dan peran fasilitator/narasumber, (4) Penyediaan sarana pelatihan termasuk lahan praktek, dan (5) Pengelolaan pelatihan termasuk akomodasi dan Sekolah Lapangan ESP


8 konsumsi. Keberhasilan pelatihan ini dalam mencapai tujuannya sangat dipengaruhi oleh kelima aspek tersebut di atas. Oleh karena itu, perencanaan dan persiapan pelatihan perlu melibatkan secara bersama semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan SL ESP sebagaimana yang telah disebutkan bagian awal dari paragraf ini. Berdasarkan pengalaman yang terjadi di beberapa lokasi ESP, pelaksanaan kegiatan Pelatihan Pemandu Desa bisa dilakukan setelah satu proses dalam Tahap Pembelajaran SL ESP selesai dilakukan. Materi Pelatihan Pemandu Desa akan difokuskan untuk menyiapkan Pemandu Desa sebagai pemandu untuk pelaksanaan kegiatan di Tahap Penerapan Aksi Rintisan dan Tahap Tindak Lanjut. Peran Pemandu Desa pada model ini lebih difokuskan dalam membantu proses pengembangan dan penguatan kelompok masyarakat. Keuntungan dari pengembangan model ini adalah selama Tahap Pembelajaran SL ESP kita bisa melakukan proses seleksi calon Pemandu Desa dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa orang yang berpotensi sebagai Pemandu Desa.

Tujuan: Pelatihan ini bertujuan untuk membangun dan menyiapkan para Pemandu Desa yang akan berperan sebagai pengelola masyarakat (community organizer) dan fasilitator pendamping Sekolah Lapangan. Secara rinci tujuan pelatihan adalah: 1. Mengembangkan pola pikir peserta tentang sumber daya air dan pengelolaannya melalui proses pembelajaran dan penilaian perikehidupan, penyusunan rencana dan pengorganisasian kegiatan; 2. Meningkatnya kapasitas pemandu desa dalam berkomunikasi, menumbuhkan motivasi dan partisipasi masyarakat serta memfasilitasi proses belajar partisipatif; 3. Memberikan kesempatan pada masyarakat hulu dan hilir untuk berkomunikasi dan belajar bersama sebagai upaya memperoleh kesepahaman dan kesepakatan serta menumbuhkan rasa bersaudara sebagai keluarga besar daerah aliran air; 4. Menyusun rencana kegiatan secara detail untuk menjalankan dan mengembangkan sekolah lapangan di masing-masing desa. Pokok Bahasan: Materi pelatihan dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu; 1. Analisa Perikehidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood Assessment/SLA) sebagai proses penyusunan rencana aksi masyarakat 2. Teknik Kepemanduan sebagai proses penguatan peran kepemanduan dan organiser masyarakat 3. Topik Tematik sebagai proses pemahaman norma dan tema yang terkait dalam program ESP Panduan Lapangan untuk topik-topik Analisa Perikehidupan Berkelenajutan (Sustainable Livelihood Assessment/SLA) akan diuraikan lebih rinci pada Bab Panduan PANDUAN PELAKSANAAN


9 Penyelenggaraan Proses Penjajagan Partisipatif SL ESP melalui Metode Sustainable Livelihood Assessment (SLA) buku ini. Untuk panduan lapangan teknik kepemanduan dan topik tematik lainnya dapat dilihat pada Buku Panduan yang pernah diterbitkan oleh ESP (terpisah dari buku ini yang berjudul “Petunjuk Lapangan - Materi Pelatihan Pemandu Sekolah Lapangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ESP”. Alat dan Bahan: Peralaatan yang dibutuhkan untuk pelatihan ini disesuaikan dengan pelaksanaan topiktopik yang diajarkan selama dalam periode pelatihan. Secara rinci kebutuhan alat dan bahannya dapat dilihat pada panduan lapangan topik-topik tersebut di atas. Metode: diskusi kelompok, diskusi pleno, dan praktek lapangan. Waktu: 5 – 7 hari pelatihan untuk Pemandu Desa SL ESP terpilih. Jadual pelatihan di bawah ini.

Materi Pelatihan Hari

1

2

3

4

5

6

SLA (08:00-12:00)

Kepemanduan (14:00-16:30)

Topik Tematik (19:00-21:00)

• Pembukaan Pelatihan dan Kontrak • Metode Pendidikan Belajar, termasuk pembentuk Orang Dewasa suasana • Siklus Belajar Belajar • Daerah Aliran Air Berdasar Pengalaman. • Konsep Bersih dan Profil Konservasi.

• Prinsip dan Teknis Pengelolaan Konservasi

• Transek dan Potret Wilayah • Pengkayaan Peta dengan hasil transek dan foto

• Prinsip Kepemanduan dan Sikap Pemandu • Peran pemandu dan Organizer Masyarakat

• Rehabilitasi lahan dan hutan • Model Kebun Campur

• Analisa Kecenderungan • Analisa Kalender • Analisa Gender

• Teknik Menumbuhkan Motivasi • Prinsip-prinsip komunikasi dua arah

• Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (Siklus Peredaran Kuman Diare) • Pengelolaan Air Bersih

• Analisa Kelembagaan (Diagram Posisi) • Analisa Masalah (Pohon Masalah)

• Pentingnya perencanaan • Pengelolaan Sanitasi • Prinsip Perencanaan (Sampah padat dan cair)

• Analisa Modal Perikehidupan • Analisa Strategi

• Prinsip Kerjasama • Nilai-nilai kelembagaan

• Penyusunan Profil Desa dan Rencana Aksi Masyarakat

• Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (Rencana detail sekolah lapangan) • Penutupan Pelatihan

Catatan: Jadwal pelatihan ini bersifat terbuka dan dinamis sehingga dapat berubah sesuai kesepakatan peserta, fasilitator, narasumber dan pengelola pelatihan.

Sekolah Lapangan ESP


10

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Persiapan Awal Sekolah Lapangan ESP (SL ESP)

Dari beberapa pengalaman di wilayah kerja ESP, berikut ini adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh seluruh Tim ESP di seluruh wilayah kerja yang ada. Namun demikian, ada beberapa tim yang sekaligus ingin menyiapkan Pemandu Desa SL ESP dan membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi (wakil para pihak) di awal program. Untuk pengalaman seperti ini proses penyiapan Pemandu Desa dilakukan dengan mengikuti proses yang diuraikan di bab sebelumnya.

Sekolah Lapangan ESP

11


12

3.1. Pemilihan Lokasi Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Partisipatif Dalam rencana pengelolaan suatu daerah aliran sungai (DAS), pemilihan lokasi kerja merupakan proses pertama dan utama yang perlu dilakukan, namun pada kenyataannya proses ini lebih sering diwarnai dengan subyektifitas dari setiap institusi atau kelompok pihak yang berkepentingan didalamnya. Untuk mengurangi faktor-faktor subyektifitas dalam proses tersebut, ESP mengembangkan konsep pemilihan lokasi kerja yang dilakukan secara partisipatif. Konsep ini merupakan penentuan prioritas lokasi kerja dengan menggunakan data geo-spasial dan data tabular. Untuk selanjutnya konsep ini dinamakan konsep “Pemilihan Lokasi Partisipatif”. Konsep Pemilihan Lokasi Partisipatif (PLP) adalah adaptasi dari konsep “Development Pathways” yang dikembangkan oleh DAI, dengan memodifikasi untuk kepentingan dan kondisi setempat serta disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Konsep pemilihan lokasi ini bersifat partisipatif dimana multipihak didorong untuk berperan aktif dalam berbagi informasi sehingga didapatkan parameter dan kriteria yang cukup dalam pemilihan wilayah kerja berikut rencana tata ruangnya. Pengembangan parameter dan kriteria dimulai dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan informasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat secara umum, baik yang merupakan pemikiran, ide-ide, rancangan-rancangan maupun kegiatan yang sudah atau sedang berlangsung. Selain dari masyarakat, informasi juga digali dari institusi-institusi pemerintah maupun LSM tentang rencana pengembangan wilayah, potensi, kondisi sosial budaya dan ekonomi. PLP merupakan bagian dari kerangka besar perencanaan wilayah yang dapat disusun pada berbagai luasan wilayah kerja tertentu, tergantung pada kedetilan yang dibutuhkan. Luasan wilayah kerja dapat berupa suatu cakupan wilayah yang luas (DAS/ PANDUAN PELAKSANAAN


13 Propinsi/ Kabupaten) ataupun cakupan wilayah yang kecil dan detil (sub DAS/ desa/ dusun). Hubungan antara pemilihan lokasi partisipatif dengan perencanaan tata ruang wilayah dapat dilihat pada contoh skema rencana tata ruang di bawah ini.

Contoh skema tata ruang

Seperti skema di atas, konsep pemilihan lokasi partisipatif menganalisa kriteria-kriteria bidang teknik tentang bio-fisik dan pengelolaan kawasan serta bidang sosial-ekonomi masyarakat. Selanjutnya berbagai hal tersebut menjadi masukan bagi sistem informasi geografis (GIS), yang yang mengemas berbagai informasi tersebut dalam wujud peta lokasi wilayah kegiatan. Sistem informasi geografis memudahkan pengelolaan tata ruang dan tata wilayah. Pengelolaan tata ruang dan tata wilayah akan lebih tepat sasaran jika melibatkan para pemangku kepentingan setempat seperti masyarakat, pemerintah lokal, sektor industri dan lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, pemilihan lokasi yang bersifat partisipatif juga akan membantu pencapaian sasaran pengelolaan tata ruang dan wilayah. Kegiatan pemilihan lokasi hendaknya memperhatikan berbagai kriteria dan data yang telah disepakati para pemangku kepentingan di atas. Pada proses pemilihan lokasi ini, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi bobot suatu lokasi: 1. Faktor bio-fisik wilayah dan nilai-nilai lingkungan 2. Faktor pengelolaan wilayah, pemanfaatan sumber daya air dan prasarana bernilai tinggi 3. Faktor sosial-ekonomi Sekolah Lapangan ESP


14 Tabel di bawah adalah contoh-contoh kriteria yang sering digunakan dalam proses pemilihan lokasi partisipatif. Faktor bio-fisik kawasan dan nilai-nilai lingkungan • Lahan Kritis • Kawasan konservasi/ hutan lindung dan hutan rakyat • Kawasan bahaya gunung berapi • Curah Hujan • Geologi/ Soil • Habitat Flora yang dilindungi • Habitat Fauna yang dilindungi • Mata Air • Jumlah Desa • Posisi Sub DAS • Banyaknya anak/cabang sungai • Luas Sub DAS

Faktor pengelolaan kawasan, pemanfaatan sumber daya air dan prasarana bernilai Tinggi • Rencana Pengelolaan SDA berbasis masyarakat • Pengelolaan limbah padat dan atau limbah cair • Tambang Pasir atau Batu • Sawah beririgasi • Intake PDAM • Jumlah Intake PDAM • Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat • Adanya PLTA • Bencana Longsor • Bencana Banjir • Kawasan Pemukiman / Kota • Industri

Tataguna Lahan Populasi Kematian/ diare K. Konservasi Administrasi

Faktor sosial-ekonomi • Jumlah Penduduk • Kepadatan Penduduk • Keluarga Petani • Wabah Diare/ Muntaber • Penebangan Liar • Kelompok masyarakat

Selanjutnya, sistem informasi geografis menggunakan analisa tumpang susun (overlay) untuk memproses berbagai informasi yang berasal dari kriteriakriteria yang telah disepakati di atas. Analisa tumpang susun membantu proses penilaian secara kuantitatif bagi setiap calon wilayah kegiatan, yang ditampilkan dalam bentuk skor matriks dan urutan prioritas. Sebuah lokasi atau wilayah yang memiliki priotas tertinggi akan dipilih menjadi lokasi kegiatan. Selain itu, peta lokasi pilihan tersebut akan dikemas menjadi sebuah peta kawasan atau peta DAS/sub DAS.

PANDUAN PELAKSANAAN


15 Peserta kegiatan dapat memberikan rekomendasi umum tentang kegiatan yang dapat mereka lakukan pada kawasan tersebut, seperti: rehabilitasi lahan, konservasi tanah, perlindungan mata air, dan perlindungan kawasan hutan. Pada akhirnya, peserta Sekolah Lapangan akan menggunakan peta kawasan atau peta DAS/sub DAS serta rekomendasi kegiatan di atas untuk menyusun rencana tata ruang di wilayah kerja mereka.

3.2. Pertemuan Orientasi Tim Monitoring dan Evaluasi Sekolah lapangan ESP (SL ESP) Latar Belakang Kegiatan pertemuan orientasi Program SL ESP menyertakan aparat setempat, forum masyarakat dan LSM. Pelaksanaan kegiatan ini biasanya disatukan dengan pelaksanaan Pelatihan Pemandu Desa. Salah satu hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah pembentukan Tim Monitoring SL ESP yang akan mengawasi pelaksanaan SL ESP. Tim monitoring ini, setelah melakukan kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan SL ESP, diharapkan ikut mendukung kegiatan-kegiatan SL ESP. Pertemuan ini tidak hanya mengharapkan munculnya komitmen dukungan terhadap kegiatan SL ESP, melainkan juga adanya tukar informasi dan peluang kerjasama hulu-hilir. Tim ini juga akan memberikan masukan tentang materi yang sesuai dengan karakter sosial dan biofisik lokal. Tujuan: Untuk membangun pemahaman dan komitmen para pihak dalam rangka memberikan dukungan terhadap pelaksanaan SL ESP. Pokok Bahasan 1. Penjelasan Program ESP secara umum 2. Penjelasan kegiatan SL ESP yang akan dilakukan 3. Tukar informasi tentang kegiatan dari organisasi yang hadir (instansi pemerintah, forum masyarakat dan LSM) 4. Kesepakatan peran dan fungsi Tim Monitoring 5. Penyusunan rencana kerja Tim Monitoring

Sekolah Lapangan ESP


16 Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas, kertas HVS dan pulpen. Metode: Diskusi Umum dan curah pendapat Waktu: 4 – 6 jam pertemuan Langkah-langkah 1. Acara dibuka oleh Tim ESP dengan perkenalan Tim ESP dan wakil-wakil organisasi yang hadir. 2. Pemandu pertemuan kemudian menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan orientasi dan memperkenalkan program ESP. 3. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi Apa itu Kegiatan Sekolah Lapangan ESP 4. Pemandu pertemuan kemudian meminta wakil dari masing-masing organisasi yang hadir untuk menyampaikan program kegiatan yang ada di organisasinya yang terkait dengan isu dan topik ESP. 5. Pemandu pertemuan kemudian memaparkan gagasan tentang Tim Monitoring dan Evaluasi SL yang merupakan sinergi dari pelaksanaan kegiatan di organisasinya masing-masing. 6. Kemudian Pemandu pertemuan mengajak peserta mendiskusikan tugas dan fungsi Tim Monitoring dan Evaluasi. 7. Pemandu pertemuan mengajak Tim Monitoring dan Evaluasi untuk menyusun rencana kerjanya.

3.3. Persiapan Sosial Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Latar Belakang Kegiatan persiapan SL ESP merupakan suatu tahapan kegiatan yang sangat penting dan perlu dilakukan secara sistematis, terencana dan terorganisir oleh para Pemandu Lapangan. Tahapan ini penting untuk memperlancar proses penyelenggaraan sekaligus

PANDUAN PELAKSANAAN


17 menjaga keberlanjutan pelaksanaan SL ESP. Dalam persiapan SL ESP ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan antara lain koordinasi dengan aparat setempat (pemerintah kecamatan dan desa), tokoh-tokoh dan masyarakat, pemilihan calon Pemandu Desa dan peserta SL ESP serta dialog dengan masyarakat setempat. Tujuan 1. Untuk mensosialisasikan kegiatan Sekolah Lapangan kepada aparat setempat, tokoh dan masyarakat 2. Untuk menyampaikan hasil seleksi lokasi terpilih 3. Untuk menyepakati proses pemilihan calon pemandu desa dan peserta SL ESP Pokok Bahasan 1. Koordinasi dan diskusi dengan aparat terkait tentang program Sekolah Lapangan ESP 2. Wawancara langsung dengan masyarakat di desa terpilih 3. Kriteria Pemandu Desa dan Peserta SL ESP 4. Pengumpulan data sekunder dari lokasi terpilih sebagai data awal Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas, kertas HVS dan pulpen. Metode: Diskusi dengan aparat setempat (kecamatan dan desa), wawancara langsung dengan masyarakat setempat dan survai lapangan untuk pengumpulan data sekunder desa sebagai data awal. Waktu: Sekurang-kurangnya dua jam untuk diskusi dengan aparat setempat (kecamatan dan desa) dan diperlukan paling tidak lima kali survai ke desa terpilih untuk pengumpulan data awal dan wawancara langsung dengan masyarakat. Langkah-langkah Diskusi dengan aparat Setempat dan Tokoh Masyarakat 1. Tim Pemandu Lapangan SL ESP memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan program SL ESP serta keseluruhan proses pelaksanaannya. 2. Tim Pemandu Lapangan SL ESP mendiskusikan beberapa hal penting terkait persiapan pelaksanaan SL ESP, yaitu pemilihan calon Pemandu Desa dan peserta SL ESP. Tim Pemandu Lapangan menjelaskan kriteria pemilihan Pemandu Desa dan peserta SL ESP. 3. Tim Pemandu Lapangan SL ESP meminta dukungan aparat setempat dan tokoh masyarakat di tingkat kecamatan dan desa terhadap pelaksanaan SL ESP.

Sekolah Lapangan ESP


18 Pegangan untuk Pemandu Lapangan SL ESP Kriteria Calon Pemandu Desa SL ESP: 1. Berdomisili di desa tersebut 2. Sebagai anggota masyarakat biasa, bukan aparat desa atau tokoh masyarakat 3. Bisa baca tulis 4. Bersedia mengikuti pelatihan Pemandu Desa dan sanggup menjadi fasilitator masyarakat di desanya 5. Laki-laki dan perempuan 6. Punya waktu dan komitmen untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan terkait SL ESP dan mendapatkan ijin dari keluarga (khususnya calon pemandu perempuan) 7. Aktif dalam kegiatan di tingkat masyarakat, misalnya kelompok tani atau posyandu Kriteria Peserta SL ESP: 1. Berdomisili di desa tersebut dan mempunyai kepentingan yang sama terhadap pengelolaan sumber daya air 2. Sebagai anggota masyarakat biasa, bukan aparat desa atau tokoh masyarakat 3. Peserta laki-laki dan perempuan 4. Bersedia mengikuti keseluruhan tahapan kegiatan SL ESP 5. Bisa baca tulis 6. Bersifat sukarela (tidak mendapat upah/dibayar)

Dialog dengan Masyarakat 1. Tim Pemandu Lapangan SL ESP melakukan survai lapangan sekaligus melakukan dialog secara langsung dengan beberapa wakil masyarakat untuk mendapatkan gambaran awal tentang persoalan seputar pengelolaan sumber daya air di kawasan tersebut. 2. Tim Pemandu Lapangan SL ESP melakukan dialog langsung dengan sekitar lima wakil masyarakat di desa tersebut. Dialog bisa dilakukan di rumah atau di kebun jika Tim Pemandu Lapangan ingin mengetahui isu aktual yang terkait dengan hal-hal teknis seperti pengelolaan kebun, hutan maupun sumber air. Dialog yang dilakukan di rumah lebih difokuskan untuk mengidentifikasi isu aktual terkait halhal sosial kemasyarakatan. Tim Pemandu dapat menggunakan Lima Modal Masyarakat sebagai acuan dalam mengindentifikasi isu aktual dari persoalan teknis di atas serta isu aktual seputar sosial kemasyarakatan. 3. Hal-hal yang didiskusikan selama dialog dengan wakil masyarakat antara lain: •• Situasi dari isu-isu yang terkait dengan konteks program yaitu aspek teknis dan sosial, seperti misalnya: pengelolaan sumber daya air, sumber daya hutan, mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan, persoalan kesehatan terkait dengan air bersih, dll; PANDUAN PELAKSANAAN


19 •• Proses kegiatan SL ESP sebagai sarana belajar tentang isu-isu terkait konteks program di atas; •• Kegiatan serupa yang pernah ada di desa tersebut.

Catatan: Pada tahap ini juga bisa ditambahkan dengan kegiatan lokakarya satu hari yang dihadiri oleh wakil-wakil pemerintah daerah dan para pihak terkait, khususnya pihak-pihak yang berada di lokasi terpilih. Wakil pemerintah daerah dan pihak terkait yang diutamakan hadir dalam lokakarya ini adalah mereka yang berada di tingkat kecamatan atau desa terpilih. Tujuan lokakarya ini adalah untuk menjelaskan visi dan misi pelaksanaan Program SL ESP. Dengan demikian diharapkan akan mengurangi kesalahpahaman tentang pelaksanaan Program SL ESP di lokasi tersebut.

3.4. Pertemuan Pendahuluan dan Kontrak Belajar Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Latar Belakang Kegiatan pertemuan pendahuluan dan kontrak belajar kegiatan terakhir dari Tahap Persiapan. Kegiatan ini dihadiri oleh anggota masyarakat yang merupakan calon peserta SL ESP. Biasanya pertemuan ini dihadiri sekitar 40 orang yang berasal dari satu desa ataudusun, atau wakil-wakil dari desa atau dusun. Dari jumlah peserta ini kemudian dilakukan seleksi peserta SL ESP hingga berjumlah sekitar 20-30 orang per kelompok Sekolah Lapangan ESP


20 SL ESP. Pemandu Lapangan SL ESP yang dibantu oleh Pemandu Desa mengawali pertemuan ini dengan menjelaskan proses pelaksanaan SL ESP dan melakukan diskusi dengan calon peserta SL ESP untuk menjelaskan beberapa hal penting terkait proses pelaksanaan program SL ESP. Melalui sebuah kesepakatan bersama, kemudian dilakukan proses pemilihan peserta SL ESP. Para peserta SL ESP kemudian melakukan kontrak belajar, yang berisi kesepakatan tentang tempat, waktu, hak dan kewajiban serta proses penyelenggaraan SL ESP. Tujuan 1. Untuk menentukan peserta SL ESP yang akan dilaksanakan di desa tersebut 2. Untuk membuat kesepakatan kontrak belajar SL ESP. Pokok Bahasan 1. Perkenalan Pemandu SL ESP 2. Penjelasan Program ESP secara umum 3. Penjelasan kegiatan SL ESP yang akan dilakukan 4. Proses Seleksi Peserta SL ESP 5. Pembuatan kontrak belajar Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas, kertas HVS dan pulpen, hasil survai data sekunder. Metode: Diskusi Umum Waktu: 3 – 4 jam pertemuan Langkah-langkah 1. Pemandu Lapangan SL ESP membuka pertemuan dengan memperkenalkan tim pemandu (termasuk Pemandu Desa). 2. Pemandu Lapangan SL ESP memperkenalkan program ESP kepada calon peserta SL ESP, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang proses SL ESP yang akan dilakukan. 3. Pemandu Lapangan SL ESP melanjutkan acara untuk melakukan seleksi peserta SL ESP. Proses seleksi diawali dengan menjelaskan kriteria peserta SL dan jumlah peserta SL yang sesuai dengan proses belajar yang akan diterapkan (maksimum 30 orang). Kemudian pemandu meminta kesediaan calon peserta untuk penjadi peserta SL ESP. 4. Setelah peserta SL ESP terpilih kemudian dilanjutkan dengan melakukan kontrak belajar dengan menentukan beberapa hal, yaitu: • Jadwal kegiatan • Tempat pertemuan • Hak dan kewajiban peserta • Proses penyelenggaraan SL ESP: para peserta terpilih mendiskusikan usulan

PANDUAN PELAKSANAAN


21 materi yang ingin dipelajari selama kegiatan SL ESP. Dengan demikian, materimateri yang akan dipelajari akan sesuai dengan kebutuhan peserta SL ESP. 5. Setelah peserta paham dan setuju, Pemandu Lapangan menutup pertemuan dengan membacakan ulang beberapa hasil kesimpulan khususnya hasil kontrak belajar.

Pegangan untuk Pemandu Lapangan SL ESP Kriteria Peserta SL ESP: 1. Berdomisili di desa tersebut dan mempunyai kepentingan yang sama terhadap pengelolaan sumber daya air 2. Sebagai anggota masyarakat biasa, bukan aparat desa atau tokoh masyarakat 3. Peserta laki-laki dan perempuan 4. Bersedia mengikuti keseluruhan tahapan kegiatan SL ESP 5. Bisa baca tulis 6. Bersifat sukarela (tidak mendapat upah/dibayar)

Catatan Tambahan untuk Kegiatan Persiapan Sosial Sekolah Lapangan ESP Sebagaimana diuraikan di depan bahwa di beberapa lokasi ESP terdapat variasi pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan Persiapan Sosial Sekolah Lapangan ESP. Variasi pengalaman yang terjadi adalah: ••

Pemandu Desa dan Tim Monitoring SL ESP yang telah terlibat sejak Tahap Persiapan SL ESP mendorong pelaksanaan kegiatan berikut sebagai bagian dariTahap Persiapan, yaitu: 1. Pemandu Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 2. Pelatihan Pemandu Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) 3. Pertemuan Orientasi Tim Monitoring dan Evaluasi Sekolah Lapangan ESP (SL ESP)

••

Jika kegiatan SL ESP diawali dengan TOT dan proses kegiatan SL ESP langsung difasilitasi oleh Pemandu Desa, maka proses seleksi peserta SL ESP dapat langsung dilakukan oleh Pemandu Desa terpilih.

Sekolah Lapangan ESP


22

2.5. Pengenalan Konsep Gender Latar Belakang Istilah gender seringkali diartikan sebagai perempuan. Ketidakjelasan pemahaman tentang istilah gender dapat menimbulkan persoalan baru baik di tingkat keluarga maupun di tingkat masyarakat. Pemahaman tentang gender ini tidak hanya menyangkut pemahaman sebuah definisi teori namun pemahaman gender ini harus menjadi satu perilaku yang melekat pada individu yang terlibat dalam program ESP. Biasanya perilaku ini akan tercermin dari sikap dan tindakan individu tersebut dalam membangun hubungan antara laki-laki dan perempuan. Seringkali tatanan budaya dan adat yang ada di sebagian masyarakat kita masih belum memberikan peluang bagi perempuan untuk lebih aktif berperan dalam kegiatan kemasyarakatan. Atau jika mereka aktif berperan, hal ini akan memberikan tambahan beban buat kaum perempuan. Padahal, kaum perempuan juga memegang peranan penting tidak hanya untuk kegiatan rumah tangga, namun juga dalam kegiatan bermasyarakat. Di sisi lain, ada anggapan bahwa seiring kuatnya peran perempuan dalam suatu komunitas, maka terbuka peluang untuk munculnya penindasan terhadap kaum laki-laki. Keadaan ini bisa menjadi bumerang jika laki-laki tidak akan memberikan dukungan terhadap perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Ketidakadilan inilah yang perlu diidentifikasi dan dipahami sehingga kita bisa merancang pendekatan yang kuat agar sasaran kegiatan ESP dapat bermanfaat bagi seluruh anggota masyarakat baik laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak. Sesi ini dilakukan di awal pelaksanaan Sekolah Lapangan ESP dengan harapan akan meningkatkan pemahaman peserta SL ESP terhadap gender, sehingga dalam menjalankan kegiatan SL ESP, peserta menjadi lebih peka terhadap kegiatanPANDUAN PELAKSANAAN


23 kegiatan yang terkait dengan gender. Buku ini menyajikan satu rangkaian penuh proses pemahaman gender, namun dalam pelaksanaannya Pemandu SL ESP dapat menyesuaikannya dengan kondisi dan ketersediaan waktu yang ada. Tujuan 1. Peserta memahami arti dasar gender dan praktek-praktek ketidakadilan gender dalam kehidupan sehari-hari. 2. Peserta memahami perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sehari-hari khususnya dalam perilaku yang terkait dengan isu terkait program ESP. 3. Peserta memahami adanya bentuk-bentuk ketidakadilan gender. 4. Peserta mulai memikirkan penerapan pemahaman gender dalam mendukung kegiatan program ESP. Topik Bahasan 1. Pengertian Gender 2. Pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sehari-hari (domestik maupun terkait mata pencaarian) 3. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender 4. Penerapan pemahaman gender dalam pelaksanaan kegiatan ESP Alat dan Bahan: Spidol, kertas plano, lakban kertas, dan komik terkait isu gender Waktu: 3 jam Langkah-langkah: Tahap I: Pemahaman Arti Gender (30 menit) 1. Pemandu membuka sesi dengan menanyakan keadaan dan perasan peserta hari ini? Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tujuan sesi. 2. Pemandu menanyakan kepada peserta , “Apakah pernah mendengar kata-kata Gender?� Kalau ya, coba jelaskan apa itu Gender?� Pendapat ditulis di kertas Koran. Baik pemandu maupun peserta tidak perlu membantah pendapat tersebut. 3. Kemudian pemandu memberikan pertanyaan tambahan jika yang muncul hanya perempuan, tanyakan apa lawannya? Kemudian minta penjelasan ciri-ciri laki-laki dan perempuan? Pemandu mencatat semua jawaban peserta dalam kertas plano tanpa dibantah. Gali terus sampai ciri-ciri biologis dan sosial muncul sebagai jawaban peserta. 4. Dari daftar ungkapan pendapat tersebut pemandu mengajak peserta untuk melihat dan mendiskusikan apakah ciri-ciri laki-laki bisa ditukarkan menjadi ciri-ciri perempuan, dan sebaliknya dengan menukarkan ciri-ciri perempuan dengan ciri-ciri laki-laki. Kemudian menentukan mana yang tidak bisa dirubah dan mana yang bisa? 5. Dari hasil kesimpulan sesi curah pendapat tersebut, pemandu mengajak peserta berdiskusi tentang perbedaan SIFAT BIOLOGIS dan SIFAT GENDER. Sekolah Lapangan ESP


24 Catatan: a) Seks adalah ciri/sifat/kebiasaan laki dan perempuan yang tidak diubah/ditukar, bawaan sejak lahir yang ditentukan oleh Tuhan atau disebut biologis, dan tidak tergantung pada adat/ budaya/suku/agama/waktu/tempat. b) Gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang dibentuk (dikonstruksikan) oleh manusia dan tergantung pada adat, suku, budaya, struktur sosial, agama, waktu, dan tempat.

Tahap II: Identifikasi Peran Antara Perempuan dan Laki-laki (1 jam) 1. Pemandu membagi peserta dalam beberapa kelompok kecil (kelompok perempuan dan laki-laki yang terpisah) 2. Minta masing-masing kelompok untuk merinci kegiatan harian seseorang yang tinggal di desa/kampung selama 24 jam. “Seseorang” ini adalah laki-laki dewasa, perempuan dewasa, anak laki-laki dan anak perempuan. Minta peserta menuangkan rincian kegiatan ini dalam sebuah lingkaran. 3. Minta masing-masing peserta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan meminta kelompok lain untuk mengklarifikasi hal-hal yang masih belum jelas. 4. Setelah semua peserta mempresentasikan hasilnya, pemandu mengajak peserta membuat kesimpulan dengan membandingkan peran-peran laki-laki dan perempuan, baik dewasa dan anak-anak, dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah ada perbedaan peran antara laki-laki dewasa dan perempuan dewasa? Mengapa? b. Apakah ada perbedaan peran antara anak laki-laki dan anak perempuan? Mengapa? c. Kalau diibaratkan ketiga lingkaran ini adalah satu keluarga, siapa yang mempunyai beban lebih banyak? Kegiatan siapa saja yang menghasilkan uang? Kegiatan siapa yang tidak menghasilkan uang? d. Bagaimana pendapat kita terhadap hasil diskusi ini? Pemandu mencatat poin-poin yang disetujui oleh peserta dan poin-poin tidak disetujui oleh peserta. Tahap III: Ketidakadilan Gender (1 jam) 1. Pemandu membagi peserta menjadi enam kelompok kecil secara acak. 2. Pemandu membagikan komik kepada setiap kelompok kecil dan minta masingmasing kelompok kecil untuk mendiskusikan komik yang dilihatnya, dengan panduan pertanyaan sebagai berikut: •• Menurut Anda, komik itu tentang apa? •• Apakah ada peran laki-laki dalam gambar komik? •• Apakah ada peran perempuan dalam komik? •• Apakah ada kejadian yang tidak adil dalam gambar komik tersebut? Yang mana? PANDUAN PELAKSANAAN


25 3. Setelah diskusi kelompok selesai dilakukan, pemandu meminta peserta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. 4. Setiap satu kelompok kecil selesai mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, pemandu meminta kelompok lain menanyakan hal-hal yang kurang jelas atau yang ingin diklarifikasi. 5. Setelah semua kelompok mempresentasikan hasilnya, pemandu melanjutkan sesi dengan curah pendapat untuk mendiskusikan beberapa hal, yaitu: a. Mengidentifikasikan peran kaum laki-laki dan perempuan dalam kegiatan yang dikerjakan dalam rumah tangga dan dalam kegiatan kemasyarakatan. b. Menggali penilaian peserta terhadap kegiatan yang dirinci, apa yang adil dan apa yang tidak adil? Mengapa? c. Mendiskusikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender dalam kegiatan sehari-hari. Di akhir sesi ini pemandu mengajak peserta untuk melihat beberap kategori ‘ketidakadilan gender’, yaitu:

• Beban ganda

• Penomorduaan

• Cap negatif

• Pemiskinan ekonomi

• Kekerasan

Tahap IV: Penerapan Pemahaman Gender Terkait dengan Kegiatan ESP (30 menit) 1. Pemandu membuka sesi dengan mengajak peserta melihat kembali hasil diskusi tahap II dan III.Pemandu mengajak peserta untuk mendiskusikan bagaimana pemahaman gender ini akan diintegrasikan dalam kegiatan ESP. Panduan pertanyaan yang dipakai adalah: a. Apakah perlu perempuan dalam masyarakat di desa dilibatkan dalam kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan SL ESP? Mengapa? b. Apakah perlu laki-laki dalam masyarakat di desa dilibatkan dalam kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan SL ESP? Mengapa? c. Hal-hal penting apa saja yang perlu kita perhatikan agar keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam kegiatan program tidak menyebabkan munculnya ketidakadilan gender? d. Kapan sebaiknya kita mengintegrasikan hal-hal penting ini ke dalam setiap kegiatan kita terkait dengan pelaksanaan SL ESP? e. Terkait dengan pelaksanaan kegiatan SL ESP, hal-hal apa saja yang menyebabkan kaum perempuan tidak nyaman? f. Terkait dengan pelaksanaan kegiatan SL ESP, hal-hal apa saja yang menyebabkan kaum laki-laki tidak nyaman? g. Apa yang perlu kita sepakati bersama agar hal-hal yang membuat kaum perempuan dan laki-laki tidak nyaman menjadi nyaman selama mengikuti proses SL ESP? Sekolah Lapangan ESP


26 2. Di akhir sesi, pemandu menyimpulkan keseluruhan topik bahasan Gender menjadi satu kerangka sekaligus dalam penerapannya, mulai dari pelaksaan kegiatan SL ESP sampai pada tingkat penerapan kegiatan tindak lanjut SL ESP di desa.

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Proses Penjajagan Partisipatif SL ESP melalui Metode Sustainable

4.1. Kesepakatan Tema Kegiatan Sekolah Lapangan ESP (SL ESP) Tema dari kegiatan ini sebenarnya adalah kegiatan yang menjadi “pintu masuk” untuk proses pembelajaran SL ESP. Selama ini Program ESP telah melakukan kegiatan SL ESP di dua jenis area yaitu wilayah hulu (pedesaan) dan wilayah hilir (perkotaan). Kegiatan “pintu masuk” ini berbeda antara SL yang dilakukan di hulu dan hilir. Untuk di wilayah hulu/pedesaan, dilakukan melalui Analisa Aliran Air sedangkan di wilayah hilir/perkotaan dilakukan melalui kegiatan Jalur Perpindahan Kuman. Sekolah Lapangan ESP

27


28

Analisa Aliran Air Latar Belakang Sebelum proses perencanaan dimulai, peserta membuat kesepakatan tema kegiatan sesuai dengan bidang kerja program (ESP). Hal ini perlu dilakukan di awal agar ruang lingkup pembahasan masyarakat tidak terlalu luas, sehingga bisa memiliki fokus yang jelas. Pemahaman daerah aliran air dengan analisa potensi dan permasalahannya dibahas untuk menggiring masyarakat pada tema air sebagai acuan pembahasan. Siklus peredaran air terjadi dalam mekanisme alamiah yang berlangsung sejak dunia ini diciptakan. Dalam hal kuantitas (jumlahnya), air mempunyai hukum kekekalan, yaitu jumlah air tidak pernah berkurang. Permasalahannya adalah kualitas, keberadaan dan peredaran air yang terus berubah menuju kondisi yang kurang mendukung kehidupan manusia. Sebenarnya, kondisi peredaran air saat ini merupakan hasil dari aktivitas dan rekayasa hidup manusia. Oleh karena itu masalah ketersediaan air adalah masalah manusia termasuk aktivitas kehidupannya. Sumber daya air meliputi; (1) Sumber air dan peredarannya, (2) Pendayagunaan air, dan (3) Daya rusak air. Kawasan dan obyek belajar tentang air sangatlah luas, mencakup kawasan hulu sebagai daerah tangkapan air dan mata air, sampai kawasan tengah dan hilir yang merupakan daerah pendayagunaan air. Hubungan ketiga kawasan tersebut sangat erat meskipun masingmasing kawasan mempunyai perbedaan biofisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat, serta politik kebijakan yang berbeda-beda. Saling ketergantungan kawasan tengah dan hilir dalam soal penyediaan air inimemerlukan sebuah sistem imbal jasa lingkungan yang akan memastikan kerjasama kedua kawasan untuk melestarikan lingkungan sekitarnya. Konsep imbal jasa lingkungan merupakan sebuah konsep yang didasarkan pada pemberian skema-skema kompensasi untuk menghargai upaya masyarakat dalam mengelola ekosistem untuk menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang lebih baik. Konsep ini menganut premis bahwa insentif yang diberikan tersebut dapat memperbaiki praktek-praktek pemanfaatan/ pengelolaan lahan. Secara umum juga dapat dijelaskan bahwa sistem imbal jasa lingkungan ini merupakan sebuah mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa (service provider) dibayar oleh penerima jasa (service users). Di dalam sistem ini merupakan sebuah transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdifinisi dengan baik (well-defined environmental service). Dalam transaksi ini berlaku prinsip-prinsip bisnis “hanya membayar bila jasa telah diterima�. Daerah tangkapan air merupakan salah satu pokok bahasan dalam SL karena hal tersebut sangat berpengaruh pada ketersediaan dan peredaran air. Pokok bahasan lain adalah hal-hal yang berhubungan dengan pendayagunaan air oleh masyarakat yang berpengaruh pada peredaran dan kualitas air. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat akan diikuti dengan semakin meningkatnya kebutuhan air dan meningkatnya pencemaran air. Persediaan air yang terjaga baik kuantitas maupun kualitasnya sangat tergantung pada aktivitas kehidupan masyarakat hulu. Kerusakan lahan yang terjadi di kawasan ini secara jelas berdampak langsung pada persediaan air. Oleh karena itu, sistem perlindungan sumber air meski dikembangkan dengan keterlibatan aktif dari para pemangku kepentingan.

PANDUAN PELAKSANAAN


29

Contoh Gambar Siklus Air

Tujuan 1. Memperluas wawasan berpikir peserta tentang sumber daya air melalui proses pemahaman konsep ekosistem air, unsur-unsur, peran/fungsi, dan hubungan antar komponen dalam membentuk sistem lingkungan. 2. Meningkatkan pemahaman peserta tentang keberadaan air dan lingkungan sekitarnya. Pokok Bahasan 1. Ekosistem daerah tangkapan air termasuk kawasan pendayagunaannya 2. Unsur-unsur ekosistem dan fungsi-fungsinya 3. Peranan manusia dalam ekosistem daerah aliran air terkait dengan perikehidupannya Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, segelas air putih, dan gambar dasar “siklus dan ekosistem air� (bila diperlukan) Metode: Curah pendapat dan diskusi kelompok. Waktu: 3 jam.

Sekolah Lapangan ESP


30 Catatan untuk Pemandu Pertanyaan untuk Diskusi: •• Apa yang dimaksud dengan ekosistem daerah aliran air? •• Apa saja unsur-unsur pembentuknya, dan apa peranan/fungsi unsur-unsur tersebut? •• Apa yang terjadi jika salah satu komponen hilang? •• Apa peranan manusia dalam ekosistem daerah aliran air terkait dengan perikehidupannya? •• Dari mana Anda tahu tentang informasi ini? •• Faktor-faktor apa saja yang mempercepat dan menghambat aliran air? •• Bagaimana dengan kemiringan tanah, lahan terbuka, jenis tanah (berat atau ringan) dan bentuk fisik sungai? Sebagai penutup, pemandu bisa mengajak peserta untuk menyanyikan sebuah lagu yang terkait dengan “air”.

Langkah-langkah 1. Tanyakan kepada peserta dari mana segelas air yang ada di depan kita? (tentang air dari mana ke mana). Catatlah semua jawaban peserta. 2. Diskusikan tentang proses bagaimana air dari tempat asalnya hingga dapat digunakan. 3. Mintalah peserta untuk berbagi dalam 4 kelompok kecil secara acak. Mintalah masing-masing kelompok kecil menggambar pada kertas plano tentang unsur- unsur, peran/fungsi, hubungan dan interaksinya. Setelah selesai, mintalah wakil kelompok untuk mempresentasikannya. 4. Selama peserta mempresentasikan hasil diskusi, pemandu dapat melontarkan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman peserta. Contoh pertanyaanpertanyaan dapat dilihat pada catatan untuk Pemandu di bawah ini. 5. Setelah semua peserta mempresentasikan hasilnya, ajaklah peserta untuk menyimpulkan semua hasil presentasi dan diskusi tersebut. Jika gambar dari peserta tidak lengkap, pasanglah gambar “siklus dan ekosistem air” yang telah dibuat sebelumnya. Ajaklah peserta untuk menghubungkan dengan gambar hasil diskusi mereka Ajaklah mereka melengkapi gambarnya apabila kurang lengkap.

Jalur Perpindahan Kuman Latar Belakang Konsep tentang hidup bersih, sehat dan hijau, yang membantu kita memotong mata rantai perpindahan kuman, membuat lingkungan tempat tinggal semakin sehat dan hijau. Konsep ini digali dari pemahaman masyarakat terhadap pengetahuan yang sudah ada berdasarkan pengalaman. Bersih hijau dan sehat adalah rangkaian kegiatan yang mendorong perubahan perilaku perorangan, keluarga dan masyarakat agar menjadi lebih bersih dan sehat. Masyarakat yang bersih, sehat dan hijau adalah masyarakat yang sadar PANDUAN PELAKSANAAN


31 mencuci tangan pakai sabun pada lima waktu penting dengan cara yang benar, memilah sampah di rumah menjadi sampah organik dan non organik, buang air besar di tempat yang benar, serta menjaga agar sumber air tidak tercemar tinja dan menjaga agar lingkungannya hijau melalui pohon dan bunga. Materi ini walaupun menjadi materi “pembuka” pada kegiatan SL ESP untuk perkotaan, juga dapat menjadi materi tambahan bagi SL ESP di daerah pedesaan dengan tujuan untuk mempertajam pengamatan dan pemahaman masyarakat seputar isu higinitas, kesehatan dan ekosistem air. Materi tambahan ini bisa dilakukan sebelum pelaksanaan penelusuran wilayah (transect). Tujuan 1. Membantu peserta memahami perjalanan kuman dan bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungannya. 2. Memperkenalkan faktor-faktor yang mendukung untuk memahami konsep bersih, yang dimulai dari lingkungan di sekitarnya. 3. Memahami perpindahan mikro organisme dari kotoran manusia ke mulut dan perut. 4. Memahami perilaku bersih untuk memutus mata rantai transmisi kuman. 5. Memahami pentingnya perilaku bersih terhadap kesehatan diri, keluarga dan masyarakat. Pokok Bahasan 1. Jalur perpindahan kuman melalui air, tanah, lalat, dan tangan. Berikut penjelasan tentang bagaimana caranya memotong jalur perpindahan kuman tersebut. 2. Hal-hal apa saja yang dapat membantu atau menghambat seseorang untuk memahami ”konsep bersih” ini kepada dirinya, keluarga, maupun lingkungan sekitarnya – membahas pengalaman pengamatan diri dan lingkungan. 3. Bagaimana menemukan cara-cara yang sederhana untuk menjelaskan ’konsep bersih’ bagi diri sendiri maupun orang lain Alat dan Bahan: Gambar Transmisi Fecal – Oral, flip chart board, Sticky tack, Kertas flip chart, Diagram F tools, Spidol, lakban, meta plan

Sekolah Lapangan ESP


32 Metode: Curah pendapat dan diskusi kelompok. Waktu: 1 jam. Langkah-langkah 1. Pemandu menjelaskan tujuan kegiatan. 2. Pemandu memperlihatkan gambar-gambar yang terdapat dalam poster Jalur Perpindahan Kuman. Pemandu mengajak peserta untuk menyepakati setiap gambar yang ada. Pada proses ini pemandu meminta peserta untuk menyebutkan apa yang dimaksud oleh masing-masing gambar. Pemandu mencatat semua jawaban peserta tanpa didebat. 3. Pemandu kemudian mengajak peserta untuk mendiskusikan setiap gambar dan mengambil satu kesimpulan pada setiap gambar. Catatan: gambar harus diinterpretasi sebagai gambar: tinja, air, tanah, lalat, jari/tangan, makanan, orang/keluarga yang mengkonsumsi. 4. Bantu dengan tulisan bila perlu, setelah kata kunci disepakati. 5. Pemandu membagi peserta menjadi 4 kelompok kecil. 6. Pemandu membagikan satu set gambar untuk masing-masing kelompok. Satu set ini merupakan satu jalur dimana di dalamnya hanya terdapat satu vektor transmisi penyakit. Dengan demikian ada 4 kelompok dengan vektor transmisi penyakit yang berbeda. 7. Minta setiap kelompok untuk mulai membuat hubungan sebab-akibat dari gambargambar tersebut. 8. Temani setiap kelompok dalam menghubungkan gambar, terutama untuk menentukan “biang kerok“ dari transmisi. 9. Fasilitator membimbing dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan �Mana dari gambar ini yang menurut peserta menjadi penyebab utama permasalahan/penyakit?� 10. Pemandu meminta masyarakat mengatur gambar sesuai logika sebab-akibat. 11. Apapun gambar yang dihasilkan kelompok, terima gambar tersebut dan tempelkan hasilnya untuk dipresentasikan oleh perwakilan kelompok untuk menjelaskan alur sebab-akibat yang telah mereka susun. Catatan: Pemandu sebaiknya tidak menyalahkan susunan yang dihasilkan oleh setiap kelompok.

12. Lakukan perbaikan bersama setelah presentasi dari setiap kelompok selesai dilakukan. Jika ada yang benar, jadikan sebagai referensi 13. Jika satu kelompok hanya membuat satu jalur, saat penjelasan akhir ini, semua gambar disatukan sebagai diagram lengkap. 14. Pemandu kemudian memperjelas gambar yang telah digabungkan (4 jalur) dan minta salah satu kelompok untuk mempresentasikannya kembali.

PANDUAN PELAKSANAAN


33 15. Minta masyarakat untuk memberi nama gambar yang sudah didiskusikan sesuai dengan kata-kata yang mudah mereka pahami. 16. Tarik kesimpulan bahwa faktor bahaya utama adalah tinja dan kemudian kuman inimenyebar melalui 4 jalur. 17. Pemandu kemudian mengajak peserta untuk menentukan upaya-upaya apasaja yang dapat memutus siklus perpindahan kuman ini. 18. Jelaskan bahwa selama Sekolah Lapangan ini permasalahan yang akan dibahas adalah terkait komponen dalam diagram Jalur Perpindahan Kuman ini

4.2. Pemetaan Kawasan Latar Belakang Peta secara sederhana diartikan sebagai gambar wilayah yang informasinya diletakkan dalam bentuk simbol-simbol. Sebagai media informasi, peta bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan. Peta yang akan dibuat oleh masyarakat lebih merupakan sarana untuk membantu proses diskusi pemahaman kondisi wilayah. Dengan demikian, peta bukan sekedar merupakan hasil dari diskusi tetapi lebih dari itu yaitu bagian dari proses diskusi. Tujuan 1. Peserta lebih memahami kondisi nyata tentang ekosistem air melalui fakta dan input informasi dari masyarakat lokal tentang interaksi dari unsur unsur dalam kawasan ekosistem tertentu mulai dari hulu sampai hilir. 2. Melalui proses pembuatan peta ini peserta dapat lebih memahami kondisi desa dan dapat menentukan di mana mereka dan akan melakukan sesuatu kegiatan. Pokok Bahasan: Penilaian realitas desa dalam bentuk peta Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, dan contoh peta tematik (bila diperlukan). Metode: Diskusi kelompok, pengamatan lapangan (survei) Waktu: 4 jam Sekolah Lapangan ESP


34 Langkah-langkah: 1. Jelaskan tujuan kegiatan ini (mengapa membuat peta, apa fungsi peta) dan catatan membuat peta tematik. Peta ini menjelaskan pembagian wilayah hutan, kebun, pemukiman, lahan pertanian, dan sungai yang terdapat di wilayah desa mereka dan kawasan perlindungan yang ada di sekitar desa mereka. 2. Berikan contoh peta tematik yang akan dibuat dengan mengacu pada gambar “siklus dan ekosistem air� yang telah dibuat oleh kelompok pada sesi sebelumnya. 3. Diskusikan proses bagaimana membuat peta tematik di lapangan dan kesepakatan tentang arah, posisi, simbol, legenda (keterangan). 4. Ajaklah peserta untuk membentuk kelompok kecil. Jika diperlukan, siapkan narasumber lokal untuk mendampingi peserta dalam melakukan survai di lapangan. 5. Setiap Kelompok diminta membuat peta desa/dusun yang dapat memberi informasi tentang batas wilayah, tata guna lahan, pemukiman, sungai dan jalan, serta bangunan fisik yang sangat berpengaruh pada aktivitas masyarakat. Peta ini bisa dilengkapi lagi setelah peserta SL melakukan penelusuran lapangan (transek). 6. Setelah selesai presentasi, ajaklah peserta lain mengklarifikasi untuk memperjelas hal-hal yang dipresentasikan terkait dengan unsur-unsur, fungsi/peran, hubungan dan interaksinya.

4.3. Penelusuran Kawasan (Transect) Latar Belakang Setelah peserta membuat peta kawasan, langkah selanjutnya adalah memastikan apakah peta tersebut sesuai dengan realitas sesungguhnya di lapangan. Realitas ini perlu dicermati lebih dalam agar peserta SL ESP mendapatkan gambaran kondisi yang jelas dan pasti. Penelusuran kawasan adalah kegiatan untuk membuktikan realitas yang benarbenar terjadi. Pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan lapangan pada titik-titik tertentu dari kawasan masyarakat untuk melengkapi informasi yang didapatkan di peta. Sebelum melakukan penelusuran lapangan, peserta akan menentukan hal-hal apa saja yang akan diamati dan hasilnya akan dituangkan dalam bentuk matrik. Selama dalam penelusuran kegiatan, peserta akan mengambil foto-foto yang menurut peserta menggambarkan kondisi nyata dari kawasannya. Selain itu, peserta juga akan melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat setempat untuk mendapatkan informasi penunjang lain. Tujuan: Peserta lebih memahami kondisi nyata tentang ekosistem air melalui fakta dan input informasi dari masyarakat lokal tentang interaksi dari unsur dan kawasan ekosistem. PANDUAN PELAKSANAAN


35 Alat dan Bahan: Kamera, matrik pengamatan, serta buku catatan. Metode: Kunjungan lapangan (survai), diskusi kelompok kecil, dan pleno Waktu: 7 jam Langkah-langkah: a. Persiapan 1. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok kecil (5-6 orang per kelompok), dan jelaskan proses yang akan dilakukan selama dalam penelusuran lapangan (mengacu pada hasil diskusi sesi-sesi sebelumnya). 2. Mintalah peserta untuk menentukan hal-hal yang akan diamati selama dalam penelusuran lapangan, misalnya: •• •• •• ••

Jenis tanaman dan hewan Kondisi kesuburan tanah Kondisi lahan (kemiringan, penggunaan, bentang alam, dll.) Masalah yang ada dan penyebab masalah, dll.

3. Pemandu meminta masing-masing kelompok untuk membuat rencana penelusuran lapangan yang meliputi rute, peralatan yang dibawa, dan lain-lain. b. Pelaksanaan Penelusuran Lapangan Peserta melakukan perjalanan dan mengamati keadaan di sepanjang perjalanan. Perjalanan dilakukan ke lokasi untuk mengambil data tentang empat unsur ekosistem air (hutan, pemukiman, lahan pertanian dan sungai). Di setiap titik lokasi yang telah disepakati oleh kelompok, peserta menyebar ke daerah sekitar lokasi untuk mengambil data yang dianggap penting. Peserta membuat catatan-catatan tentang informasi yang diperoleh dan hasil diskusi di setiap lokasi. Contoh-contoh jenis informasi yang perlu dikumpulkan selama transek: Hutan: •• Jenis-jenis makhluk hidup (tanaman dan hewan), termasuk usia tanaman dan kepadatannya •• Sumber-sumber air •• Kondisi hutan (pemanfaatan sumberdaya hutan.) •• Tutupan Lahan (prosentase tingkat kelebatan vegetasi (pohon, perdu, rumput) •• Kasus-kasus yang terjadi di areal hutan Pemukiman: •• Jenis-jenis fasilitas umum (pemukiman, sekolah, balai desa, pasar.) •• Jenis-jenis sarana dan prasarana yang terkait dengan air (MCK, saluran air, parit, sumur, pancuran, mata air, sarana air bersih, sarana air kotor, Sarana limbah padat.)

Sekolah Lapangan ESP


36 Lahan Pertanian: •• Jenis-jenis makhluk hidup (tanaman dan hewan), termasuk usia tanaman •• Sumber-sumber air pertanian •• Jenis usaha pertanian •• Penggunaan input kimia (pupuk, pestisida.) •• Limbah pertanian Sungai: •• Jenis-jenis makhluk hidup di sungai (hewan dan tanaman di dalam dan sekitar sungai) •• Keadaan sungai (warna, kekeruhan, bau, pendangkalan/sedimentasi, pencemaran sungai dari limbah industri, pertanian, domestik.), dan tumpukan sampah di sekitar sungai •• Pemanfaat sungai, air sungai dan area sungai c. Setelah Perjalanan 1. Mintalah peserta membuat bagan hasil penelusuran lapangan di setiap bagian lokasi yang sudah ditelusuri. Mintalah mereka menyepakati lambang atau simbol-simbol yang akan dipergunakan untuk menggambar bagan penelusuran lapangan. Catat simbol-simbol tersebut berserta artinya di sudut kertas. Pergunakan spidol berwarna agar jelas dan menarik. 2. Ajaklah peserta lain untuk mengklarifikasi hal-hal yang belum jelas dari masingmasing kawasan. 3. Ajaklah pula peserta untuk membuat kesimpulan dengan mendiskusikan beberapa hal, yaitu: apa saja yang terjadi di setiap lokasi dan dugaan-dugaan penyebab keadaan tersebut, apakah ada hubungan antar kawasan? 4. Setelah selesai, mintalah setiap kelompok mempresentasikan hasil bagan penelusuran lapangan kepada kelompok lain.

4.4. Analisa Foto Latar Belakang Selama kegiatan penelusuran kawasan, peserta memotret suatu tempat, aktivitas, atau kejadian yang menurut mereka dapat menggambarkan kondisi desanya. Sebelumnya mereka dibekali dengan pemahaman apa itu foto dan manfaatnya sebagai sarana diskusi termasuk ketrampilan mengoperasionalkan kamera dan menentukan sudut pandang. Setelah memilih foto-foto yang dianggap PANDUAN PELAKSANAAN


37 mewakili realitas desa, para peserta kemudian memaparkan cerita dari hasil pemotretan tersebut. Selanjutnya, foto-foto akan dianalisa untuk makin memperdalam pemahaman peserta SL tentang lokasi desanya. Hasil analisa foto ini dapat digunakan untuk melengkapi peta desa. Gabungan informasi yang dituangkan dalam peta, data transek, dan foto menjadi sarana diskusi pengambilan keputusan serta bahan dasar untuk menyusun profil desa dan rencana aksi desa. Tujuan: 1. Menggali subyektifitas peserta terhadap hal-hal yang terkait dengan air. 2. Peserta mampu memandu materi ini di masyarakat di desanya. Alat dan Bahan: Kamera biasa, baterai, film, kertas koran, spidol, lakban kertas, alat tulis, formulir untuk mencatat urutan foto. Metode: Praktek di kelas, terjun ke lapangan untuk pengambilan foto, diskusi kelompok dan pleno. Waktu: 7 jam Langkah-langkah: a. Pengantar (1 jam) 1. Diskusikan dengan peserta apakah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, mereka mempunyai hal-hal yang terkait dengan air? Tak perlu dijawab dengan kata-kata. Mintalah peserta menjawabnya melalui foto yang bisa menggambarkan hal-hal yang dianggap penting secara pribadi. 2. Bagilah peserta menjadi lima kelompok kecil secara acak, kemudian berikan satu kamera kepada setiap kelompok. 3. Mintalah mereka membagi urutan pengambilan foto, enam foto per peserta. Masing-masing peserta diberikan formulir untuk mencatat urutan foto. 4. Beri kesempatan peserta mempelajari cara kerja kamera, kalau perlu peragakan terlebih dahulu. Pastikan setiap peserta menguasai cara kerja kamera tersebut. b. Pengambilan foto (4 jam) 1. Mintalah peserta ke lapangan untuk mengambil foto, secara bergiliran setiapanggota kelompok kecil diberi kesempatan mengambil foto enam kali (kelompok 30-36 foto). 2. Apabila pengambilan foto sudah selesai, mintalah peserta untuk segera kembali ke kelas untuk menyerahkan kamera dan filmnya. 3. Cetaklah film-film tersebut sesegera mungkin dengan ukuran 4-R. Sedapat mungkin cari studio foto yang bisa mencetak dengan cepat. Catatan: Kegiatan pengambilan foto bisa dilakukan bersamaan dengan penelusuran kawasan.

Sekolah Lapangan ESP


38

Presentasi foto (1,5 jam) 4. Setelah foto-foto dicetak, serahkan foto-foto itu kepada masing-masing kelompok. Mintalah peserta mengambil foto-fotonya sesuai dengan urutan pengambilan foto di lapangan. 5. Kemudian, mintalah setiap peserta untuk memilih satu foto yang dianggap paling menarik untuk dipresentasikan kepada peserta yang lain. Secara bergiliran, mintalah masing-masing peserta menjelaskan makna dari foto yang dipilih dalam forum pleno. Berikan masing-masing peserta waktu lebih kurang dua menit untuk menjelaskan fotonya. Pertanyaan kunci untuk penjelasan foto, adalah:

- Foto tersebut tentang apa?

- Terjadi dimana?

- Mengapa foto itu diambil?

- Berapa banyak kondisi atau kejadian seperti itu di wilayah yang dikunjungi?

Catatan: foto-foto beserta catatannya yang telah dipresentasikan kemudian ditempelkan di Peta Kawasan yang telah dibuat sebelumnya untuk memberikan gambaran yang lebih nyata lagi tentang kondisi lingkungan di desa mereka.

c. Analisa foto (1,5 jam) 1. Dalam kelompok kecil, mintalah setiap peserta untuk memberikan penjelasan tentang makna dari enam foto yang diambil. 2. Setelah memberikan penjelasan, mintalah masing-masing kelompok kecil untuk menggolong-golongkan foto-foto yang telah diberi penjelasan ke dalam penggolongan sebagai berikut:

- Terkait dengan kehidupan rumah tangga

- Terkait dengan pekerjaannya/mata pencaharian

- Terkait dengan kondisi lingkungan.

3. Mintalah masing-masing kelompok kecil untuk menempelkan hasil pengelompokan foto-foto di dinding. 4. Ajaklah peserta menganalisa foto-foto tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: - Apa yang menjadi penyebab dari permasalahn tersebut? - Apa akibatnya bagi kehidupan? (kesehatan, kesuburan tanah, keragaman hayati (tanaman dan hewan), dll 5. Tampunglah semua jawaban peserta dan tuliskan di kertas. Jika ada pernyataan yang berbeda, dianggap sebagai pengkayaan. Namun, jika ada pernyataan yang berlawanan, pemandu tetap mencatat hal tersebut sebagai hal-hal yang perlu diteliti lebih lanjut.

PANDUAN PELAKSANAAN


39

4.5. Analisa Kecenderungan Latar Belakang Dalam perjalanan kehidupan sebuah masyarakat, pasti terdapat perubahan yang berarti atau berpengaruh pada kondisi perikehidupan mereka. Perubahan tersebut mungkin sangat dipengaruhi oleh suatu kejadian tertentu yang memberi kesan khusus kepada masyarakat. Proses menggugah kembali ingatan peserta pada perubahan-perubahan yang terjadi dibantu dengan pembagian rentang waktu berdasarkan suatu kejadian tertentu. Momen atau kejadian seperti bencana alam, wabah penyakit, pergantian era seperti Orde Lama ke Orde Baru, Orde Baru ke reformasi, atau perubahan pemimpin daerah, dapat mengubah perikehidupan masyarakat secara nyata. Proses kaji urai akan perubahan yang nyata tersebut dapat membantu menilai seberapa besar elastisitas masyarakat dalam menanggapi sebuah peristiwa. Kajian kecenderungan kondisi desa saat ini dinilai berdasarkan rangkaian sejarah kejadiannya untuk mengetahui kenderungan yang terjadi. Perubahan modal perikehidupan seperti kondisi alam, perilaku masyarakat, sifat-sifat sosial, dan fasilitas yang ada sering mempunyai latar belakang yang khusus. Dalam perubahan kondisi, ada yang cenderung bersifat positif, tapi juga tidak jarang bersifat negatif. Oleh karena itu, selain menilai sifat kecenderungan sebuah perubahan, dalam proses diskusi ini peserta juga merumuskan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan. Hasil diskusi ini akan digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan aktivitas yang dirancang. Tingkat elastisitas masyarakat dalam merespon sebuah kejadian akan sangat besar pengaruhnya terhadap potensi mereka menjalankan kegiatan tertentu. Rumusan faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan sekaligus modal untuk menentukan program yang cocok dikembangkan masyarakat. Sekolah Lapangan ESP


40 Tujuan 1. Peserta memahami kecenderungan perubahan lingkungan dan perilaku terkait dengan sumber daya air dan kehidupan masyarakat. 2. Peserta mampu memandu materi ini di masyarakat di desanya. Alat dan Bahan: Kertas koran, spidol, krayon/spidol warna, dan lakban kertas Metode: Diskusi kelompok kecil dan pleno Waktu: 2 jam Langkah-langkah: 1. Diskusikan dengan peserta mengenai tujuan dan informasi singkat tentang analisa tren/kecenderungan, termasuk memahami istilah trend atau kecenderungan. Dalam rangka memahami kecenderungan tersebut, kerangka waktu menjadi hal yang penting untuk dipahami. Untuk itu, ajaklah peserta untuk memahami bahwa ada kerangka waktu (berdasarkan peristiwa besar, berpengaruh) untuk disepakati peserta. 2. Kemudian, ajaklah peserta untuk menentukan contoh hal-hal apa saja yang menjadi isu penting yang terkait sumber daya air dan kehidupan manusia yang akan dianalisa berdasarkan contoh kerangka waktu yang telah ditentukan. Poin-poin ini kemudian dimasukkan ke dalam tabel analisa kecenderungan. Informasi yang muncul dari analisa ini digambarkan dalam bentuk simbol-simbol. 3. etelah selesai, mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya kepada kelompok yang lain. Ajaklah peserta untuk mengklarifikasi hal-hal yang bisa memperjelas hasil diskusi. 4. Selama peserta mempresentasikan hasil diskusi, pemandu dapat melontarkan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman peserta, seperti: - Apa yang harus diperhatikan dalam pembuatan analisa kecenderungan?

- Apa manfaat yang didapatkan dari analisa kecenderungan ini?

- Jenis-jenis informasi apa saja yang bisa digali dari analisa kecenderungan ini?

5. Proses untuk mendapatkan analisa kecenderungan (langkah-langkah, siapa yang terlibat, bentuk kegiatan untuk menghasilkan analisa kecenderungan yang sesuai dengan yang program masing-masing).

PANDUAN PELAKSANAAN


41

4.6. Analisa Kalender Latar Belakang Aktivitas masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti cuaca, aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Aktivitas ini seperti terpola karena dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Khususnya dalam kegiatan lingkungan termasuk bercocok tanam, masyarakat sangat tergantung kondisi iklim. Kesepakatan atau keputusan yang dilakukan pada waktu yang lalu juga berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakat. Proses pengkajian aktivtas masyarakat dalam bentuk kalender dilakukan untuk memahami pola kegiatan perikehidupan selama satu tahun. Pembagian waktu dilakukan dengan pendekatan kebiasaan masyarakat. Kalender masehi memang lebih familiar di banyak masyarakat, tetapi ada beberapa masyarakat yang lebih familiar dengan tahun jawa atau kalender Islam. Aktivitas kaum perempuan dan kaum laki-laki akan lebih baik dipisahkan, agar dalam proses diskusi dapat dilakukan secara detail dan mendalam. Hasil dari proses kaji urai dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penyusunan rencana, khususnya pada penentuan kisaran waktu. Aktivitas yang terkait dengan lima modal perikehidupan sebelumnya diidentifikasi untuk merumuskan unsur apa saja yang akan dikaji pola aktivitasnya. Apakah ada hubungan langsung antara pola aktivitas masyarakat secara pribadi dan sosial dengan perubahan yang terjadi di lingkungan alam. Bagaimana keterkaitan antara aktivitas yang berhubungan dengan pembangunan fisik dan finansial dengan aktivitas individu maupun sosial. Hasil analisa ini menjadi bahan pertimbangan, kapan sebaiknya melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat. Persoalan sosial juga sering berdampak pada pola aktivitas. Oleh karena itu dalam menentukan solusi untuk mengatasi persoalan tersebut harus Sekolah Lapangan ESP


42 dikembalikan pada pola sebelumnya. Hasil analisis ini juga dapat dipergunakan untuk mengaji lebih mendalam pembagian peran, khususnya antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Tujuan 1. Peserta paham pola kebiasaan masyarakat terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan air dan kehidupan serta melihat hubungan sebab akibat antara pola tersebut dengan keadaan dan perubahan yang terjadi. 2. Peserta mampu memandu materi ini di masyarakat di desanya. Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon, dan lakban kertas Metode: Diskusi kelompok dan pleno Waktu: 2 jam Langkah-langkah 1. Jelaskan kepada peserta tujuan dan informasi singkat tentang kalender musim. 2. Ajaklah peserta untuk praktek membuat kalender musim dengan langkah-langkah sebagai berikut: •• Pemandu minta peserta untuk menentukan hal-hal apa saja yang menjadi isu penting yang terkait dengan permasalahan air dan kehidupan. •• Poin-poin ini kemudian dimasukkan ke dalam kalender dan digambarkan ke dalam tabel kalender untuk dilihat kapan terjadinya (pada bulan apa) dan seberapa besar kejadian itu. Isian dalam tabel kalender digambarkan dengan simbol-simbol. 3. Mintalah masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya kepada kelompok yang lain dan kemudian mengajak peserta untuk mengklarifikasi hal-hal yang bisa memperjelas hasil diskusi. 4. Selama peserta mempresentasikan hasil diskusi, pemandu dapat melontarkan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman peserta, seperti: •• Melihat apakah ada keterkaitan dan hubungan sebab akibat antar kebiasaan masyarakat yang muncul di kalender. •• Waktu-waktu strategis untuk melakukan kegiatan terkait persoalan air dan kehidupan. •• Apa yang harus diperhatikan dalam pembuatan kalender musim? •• Apa manfaat yang didapatkan dari kalender musim ini? •• Jenis-jenis informasi apa saja yang bisa digali dari kalender musim ini? •• Proses untuk mendapatkan kalender musim (langkah-langkah, siapa yang terlibat, bentuk kegiatan untuk menghasilkan kalender musiman yang sesuai dengan yang program masing-masing).

PANDUAN PELAKSANAAN


43

4.7. Analisa Pola Hubungan Antar Lembaga (Diagram Venn) Latar Belakang Dalam lingkungan kehidupan masyarakat terdapat banyak lembaga, baik lembaga yang terstruktur/formal maupun lembaga sosial yang tidak formal. Masyarakat secara aktif maupun pasif akan berhubungan dengan lembaga-lembaga tersebut. Sebaliknya, lembaga-lembaga tersebut akan sangat berpengaruh pada aktivitas perikehidupan masyarakat. Lembaga formal yang dibentuk untuk melayani masyarakat seperti BRI, KUD, POSYANDU, SEKOLAH sering kurang berpengaruh terhadap masyarakat. Sebaliknya, lembaga sosial non formal seperti pertemuan rutin masyarakat, pertemuan keagamaan, pertemuan profesi, dan atau arisan lebih berpengaruh. Keberadaan lembaga dan respon masyarakat sangat dinamis dan hubungan kedekatannya dipengaruhi olah banyak faktor. Kelembagaan yang dibangun masyarakat sering menjadi jembatan penghubung antara masyarakat dengan lembaga pelayanan yang ada. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan masyarakat menjadi sangat penting untuk membangun jaringan kerja sama masyarakat dengan pemerintah dan para pelaku usaha. Proses penguatan kelembagaan masyarakat akan sangat efektif jika sebelumnya sudah diketahui bagaimana pola hubungan yang ada sebelumnya. Proses analisa posisi masyarakat dalam berhubungan dengan lembaga yang ada dilakukan untuk membahas di mana letak masyarakat dan seberapa besar pengaruh setiap lembaga yang ada terhadap perikehidupan masyarakat. Di dalamnya juga dibahas seberapa sering masyarakat berhubungan dengan setiap lembaga. Hasil proses kaji urai posisi lembaga di masyarakat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana masyarakat, khususnya dalam hal keterlibatan dan dukungan lembaga yang akan dipilih untuk diajak berkolaborasi dengan pelaksanaan aktivitas masyarakat. Sekolah Lapangan ESP


44 Tujuan: 1. Peserta dapat mengetahui, memahami hubungan masyarakat desa dengan lembaga-lembaga yang ada di sekelilingnya. 2. Peserta dapat melakukan dan menfasilitasi masyarakat dalam menyusun diagram ven. Waktu: 120 menit Alat dan Bahan: Kertas karton, kertas plano, spidol, kertas HVS, lakban, gunting dan pisau cutter Langkah-langkah: 1. Jelaskan pengertian dan manfaat dari bagan kelembagaan diagram ven. 2. Buatlah daftar lembaga, kelompok, atau pihak lain yang selama ini telah dikenal atau berperan penting dan berhubungan dengan masyarakat. 3. Susunlah bagan hubungan dengan cara sebagai berikut: •• Tempatkan lingkaran masyarakat di tengah-tengah, sementara itu lembaga lain diletakkan di sekeliling lingkaran masyarakat. •• Besar/kecilnya ukuran lingkaran menunjukkan manfaat lembaga tersebut terhadap masyarakat. Untuk memudahkan dapat disepakati tiga macam ukuran seperti kecil, sedang, dan besar. •• Jauh/dekat lingkaran menunjukkan keakraban hubungan antara lembaga dan lembaga dengan masyarakat. 4. Dalam proses penyusunan bagan sebaiknya menggunakan bahan yang masih dapat diubah susunannya, yaitu menggunakan lingkaran-lingkaran yang digunting dari kertas, batu-batu, daun-daunan , dengan ukuran yang berbeda-beda. 5. Kalau hasil sudah dianggap lengkap, maka buatlah gambar diagram ven pada kertas plano. 6. Setelah bagan diagram ven sudah tersusun dan digambar pada kertas plano, diskusikan hasilnya dan bahaslah bentuk atau pola hubungan yang seharusnya (menurut harapan masyarakat). 7. Selama peserta mempresentasikan hasil diskusi, pemandu dapat melontarkan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman peserta, seperti: •• Mengapa lembaga tertentu letaknya jauh dari masyarakat? Mengapa lembaga tertentu lingkarannya lebih besar dari lembaga lainnya? •• Bagaimana lembaga pelayanan masyarakat menjalankan pekerjaannya? •• Apakah lembaga yang dibangun masyarakat dapat berjalan secara berkelanjutan? •• Bagaimana membangun kerja sama dengan lembaga yang ada di desa? Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi? •• Apa manfaat yang didapatkan dari diagram ven terkait hubungan masyarakat dengan lembaga yang ada di desa? PANDUAN PELAKSANAAN


45

4.8. Identifikasi dan Penggolongan Lima Modal Perikehidupan Latar Belakang Aset atau Modal Perikehidupan merupakan dasar pijakan masyarakat untuk melakukan aktivitas. Banyak rumusan dan pengelompokan dari aneka modal perikehidupan. Akan tetapi secara umum dan sederhana modal perikehidupan dikelompokkan menjadi lima, yaitu: 1. Modal Sumber Daya Manusia; Kepadatan dan komposisi penduduk,keahlian profesi, ketrampilan masyarakat, dan visi individu. 2. Modal Sumber Daya Alam; Sumber daya air, hutan, pertanian, pantai, laut, dan kalender aktivitas masyarakat. 3. Modal Fisik; Infrastruktur umum, instalasi air bersih, drainase, sanitasi, sarana pengelolaan sampah, dan infrastruktur khusus. 4. Modal Sosial; kelembagaan masyarakat, hubungan sosial masyarakat, kelembagaan formal, dan visi masyarakat. Modal berupa peraturan tingkat desa juga perlu dimasukkan sebagai bagian dari modal sosial. Beberapa kegiatan selanjutnya terkadang tak lepas dari isu bagaimana membuat Perdes, mengidentifikasi kearifan lokal. 5. Modal Finansial; Mata pencaharian, hubungan dengan investor, pembagian pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran masyarakat, dan pengaturan keuangan rumah tangga. Proses ini lebih pada kegiatan kompilasi, klasifikasi, dan klarifikasi dari kondisi wilayah atau modal yang dimiliki suatu wilayah. Kajian modal perikehidupan yang berkelanjutan ini bersifat luwes dan dinamis, karena kepastian sebuah kondisi adalah tidak mungkin. Proses ini menjadi bagian awal dan akhir dari rangkaian metode yang akan digunakan untuk kajian perikehidupan berkelanjutan. Di beberapa lokasi ESP, sesi ini diperkenalkan di awal tahapan setelah mendiskusikan siklus air dan sebelum melakukan pemetaan kawasan. Dalam kasus sesi ini diletakkan di awal tahapan, Pemandu perlu memperjelas bahwa identifikasi lima modal ini tidak membatasi proses diskusi selanjutnya tetapi diharapkan akan lebih membantu peserta SL memahami modal-modal yang dimiliki oleh kelompok. Untuk sesi yang dilakukan di akhir tahapan, maka sesi ini akan menjadi sesi pembuka sebelum masuk kepada proses Analisa Lima Modal yang akan menganalisis informasi-informasi yang didapatkan dari beberapa kegiatan di tahapan ini. Sekolah Lapangan ESP


46 Tujuan 1. Peserta memahami aset atau modal perikehidupan termasuk klasifikasinya dan mampu merumuskan informasi yang telah didapatkan. 2. Peserta memberi penilaian kondisi desanya dan mengelompokkan sesuai lima modal perikehidupan Pokok Bahasan: identifikasi kondisi desa berdasar klasifikasi lima modal perikehidupan (Sumber daya alam, Manusia, Sosial, Fisik, Finansial) Alat dan Bahan: Kertas koran, spidol, krayon/spidol warna, dan lakban kertas. Metode: Diskusi kelompok kecil dan pleno. Waktu: 3 jam. Langkah-langkah 1. Pemandu membuka diskusi dengan menyampaikan begitu banyaknyadata dan informasi yang ada di sekitar kita, baik yang ada di RT, RW, dusun, desa, sampai ke tingkat kabupaten. Kemudian pemandu menanyakan, “Data-data yang ada itu mau diapakan?”, “Bagaimana kita akan membaca dan menyimpulkan data-data ini?”, “Bagaimana supaya data-data ini bermanfaat sesuai dengan pentingnya kebutuhan program kita?” Melalui pertanyaan ini diharapkan akan membawa peserta kepada kebutuhan untuk menganalisa masalah. 2. Dengan curah pendapat, pemandu mengajak peserta untuk mendaftar alat-alat analisa yang bisa digunakan sebagaimana pengalaman mereka. 3. Kemudian pemandu memperkenalkan salah satu alat yang bisa di- gunakan untuk melengkapi alat analisa yang sudah ada yaitu dengan dengan menggunakan “Kerangka Peri-kehidupan yang Berkelanjutan”. Jika ada cukup waktu pemandu mengajak peserta untuk lebih memahami makna dari “peri-kehidupan” dan “berkelanjutan”. Dalam kerangka ini difokuskan untuk melihat “modal” yang dimiliki oleh sebuah masyarakat agar peri-kehidupan masyarakat dapat berkelanjutan. 4. Berikutnya, pemandu mengajak peserta untuk lebih memahami arti “modal” dengan memberikan pertanyaan, “Apa yang dimaksud dengan modal?”, Berikan contohcontoh modal! 5. Dari ungkapan-ungkapan yang muncul, pemandu akan mencoba mengajak peserta untuk menggolong-golongkan modal tersebut menjadi lima yaitu modal isik, alam, manusia, sosial dan finansial. Kemudian modal-modal ini di-masukkan dalam sebuah kerangka yang disebut “Kerangka Segi lima Perikehidupan yang Berkelanjutan”. 6. Pemandu kemudian mengajak peserta untuk lebih memahami kerangka ini dengan mengkaitkan kerangka ini dengan isu kesejahteraan masyarakat dan bagaimana kerangka ini bisa dipakai untuk melihat sejauh mana kondisi kesejahteraan sebuah masyarakat.

PANDUAN PELAKSANAAN


47 7. Langkah selanjutnya, peserta diminta untuk berdiskusi dalam kelompok kecil untuk membahas lebih rinci tentang klasifikasi lima modal perikehidupan berdasarkan hasil proses kaji urai sebelumnya. 8. Selama proses diskusi, pemandu dapat mengajukan beberapa pertanyaan untuk memperdalam dan klarifikasi informasi. Pengembangan informasi dapat di lakukan dalam proses diskusi tetapi harus didukung dengan data kuantitatif. 9. Setiap kelompok menjelaskan hasil penilaian mereka terhadap lima modal perikehidupan desa.

Catatan untuk Pemandu: Untuk memancing pemahaman peserta tentang lima modal perikehidupan, pemandu dapat menggunakan studi kasus seperti terlampir. Pemandu membagi tulisan studi kasus ini pada kelompok kecil dan meminta mereka mendiskusikannya untuk menjawab pertanyaan faktor apa yang menyebabkan kegagalan menjual hasil panen. Berdasarkan jawaban peserta, pemandu menggolongkanna ke dalam lima modal perikehidupan.

Contoh Lima Modal Perikehidupan LINGKUNGAN

MANUSIA

SOSIAL

FISIK

FINANSIAL

Sumber Air

Jumlah Penduduk

Forum Masyarakat

Jalan

Mata Pencaharian

Hutan

Jumlah KK

Pertemuan Sosial

Jembatan

Lembaga Keuangan

Lahan Sawah

Usia Produktif

Gotong royong

Bendungan

Pegadaian

Tegal

Pendidikan

Merti Desa

Balai Desa

Perkreditan

Pekarangan

Keahlian / Profesi

PKK / Dasa Wisma

Balai Pertemuan

KUD

Jenis tanah

Ketrampilan masyarakat

Kelompok Tani

Kantor Pemerintah

Koperasi

Topografi

Kelompok Olahraga

Tempat ibadah

Bank

Sungai

Kelompok Kesenian

Sekolah

Arisan

Vegetasi

Arisan

Rumah

Simpan pinjam

Tanaman lokal

Pengajian

Puskesmas/RSU

Tengkulak

Kawasan pasir

Siskamling

Pasar

Sekolah Lapangan ESP


48

4.9. Kajian Lima Modal Perikehidpuan Latar Belakang: Dalam kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat, seringkali kekayaan atau modal yang selama ini melekat dalam lingkungan masyarakat kurang mengedepan sehingga ada kecenderungan bahwa modal berarti kekayaan secara finansial atau dalam bentuk uang. Di sisi lain, secara umum modal dapat diartikan sebagai berbagai sumber yang jika dioptimalkan penggunaannya dapat membantu masyarakat memperbaiki kondisi hidupnya. Aset atau modal yang dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat berupa sarana, finansial, lingkungan, dan sumber daya manusia. Semua hal ini adalah kumpulan sumber yang apabila dikelola secara tepat bisa digunakan untuk melaksanakan program. Seringkali modal-modal ini memiliki masalah-masalah yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya sehingga manfaatnya terhadap masyarakat menjadi tidak maksimal. Hal terpenting yang harus diingat pada sesi ini adalah keterkaitan antara berbagai sesi sebelumnya, yaitu pemetaan kawasan, penelusuran kawasan, analisa foto, analisa kalender, analisa kecenderungan, dan analisa hubungan antar lembaga, dengan sesi proses kajian Lima Modal Perikehidupan. Proses kajian Lima Modal Perikehidupan akan menghantarkan peserta SL kepada diskusi tentang penyusunan rencana aksi kelompok yang didasarkan pada hasil belajar kelompok terhadap wilayahnya. Tujuan: 1. Mengetahui masalah-masalah aset yang dimiliki oleh masyarakat. 2. Mengetahui keterkaitan atau hubungan masalah antara aset dengan aset lainnya. 3. Setelah sesi ini peserta dapat menfasilitasi masyarakat dalam menganalisa masalah-masalah aset yang dimiliki masyarakat. Waktu: 120 menit PANDUAN PELAKSANAAN


49 Alat dan Bahan: Laporan pelaksanaan kegiatan Kaji Urai Perikehidupan Berkelanjutan (SLA), kertas plano, spidol, kertas HVS, dan lakban. Langkah-langkah: 1. Pemandu menyampaikan maksud dan tujuan sesi 2. Pemandu mengajak peserta untuk mengenal apa itu ’modal’ yang ada dan dimiliki oleh masyarakat 3. Lalu pemandu mengajak peserta untuk mengelompokkan aneka modal yang ada ke dalam lima modal perikehidupan, yang meliputi : a. Sumber Daya Alam (SDA), meliputi : Hutan, Pasir, Batu, Kebun, Sawah, Air, Sungai b. Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi : Pendidikan, Keahlian, Jumlah penduduk, Kemauan/berjuang, Kelahiran/KB c. Sosial, meliputi : Kesehatan, Kebersamaan/gotongroyong, kelembagaan formal, Toleransi / tenggangrasa/ hubungan sosial masyarakat, visi masyarakat d. Fisik, meliputi : Sarana dan prasarana fisik/infrastruktur, Pemukiman, Transportasi, Tempat usaha, Rekreasi, Sarana TPS, Gedung pertemuan, Perkantoran, Tempat pendidikan e. Finansial, meliputi : Pekerjaan, Pendapatan, Keuntungan, Koperasi, Kegiatan/mata pencaharian, pengeluaran masyarakat. 4. Peserta dibagi dalam kelompok kecil berdasarkan lima modal yang ada. 5. Laporan hasil pelaksanaan SLA dibagikan kepada setiap kelompok sebagai bahan untuk membuat daftar aset dan masalahnya. 6. Buatlah daftar aset yang dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat desa. 7. Mintalah peserta untuk melakukan analisa terhadap masalah yang ada pada aset yang dimiliki masyarakat. 8. Mintalah peserta menghubungkan keterkaitan antara masalah aset yang dengan lainnya.

satu

9. Presentasikan dan tarik suatu kesimpulan. Bahan Diskusi: 1. Masalah apa saja yang ada pada aset yang dimiliki masyarakat? 2. Menurut Anda apakah masalah itu dapat mempengaruhi kemanfaatan aset tersebut? 3. Apakah masalah yang ada pada aset masyarakat, saling berkaitan antara satu dengan lainnya? Jelaskan! 4. Apa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?

Sekolah Lapangan ESP


50

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana Aksi Sekolah Lapangan ESP

5.1. Analisa Strategi Latar Belakang: Kegiatan kedua pada Tahap Penyusunan Rencana Aksi adalah melakukan analisa strategi untuk digunakan dalam penyusunan rencana aksi desa. Proses analisa strategi dilakukan dengan menggunakan metode �Jembatan Bambu�. Melalui metode ini peserta SL ESP menggambarkan kondisi saat ini yang merupakan hasil dari Tahap Kajian dan Pembelajaran. Kemudian, peserta juga menggambarkan kondisi idaman yang mereka inginkan di masa depan. Dari kedua gambaran ini, peserta kemudian menentukan urutan prioritas kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Urutan langkah-langkah ini digambarkan sebagai ruas-ruas bambu dalam bangunan jembatan bambu. Dengan melihat urutan kegiatan dari ruas-ruas bambu akan dapat ditentukan skala prioritas kegiatan yang akan dilakukan. Sekolah Lapangan ESP

51


52 Untuk penggambaran kondisi saat ini akan menggunakan hasil analisa Lima Modal yang telah dilakukan sebelumnya sebagai rangkuman hasil kajian. Kemudian hasil analisis ini akan dibandingkan dengan kondisi idaman yang diinginkan warga masyarakat terhadap kondisi kawasannya. Perbedaan kondisi inilah akan menjadi bagian utama pada hal-hal yang akan diperbaiki dan diwujudkan dalam rangka mewujudkan kondisi ideal yang diinginkan. Setelah mengidentifikasi hal-hal yang akan dilakukan, peserta kemudian melakukan pemilihan prioritas kegiatan dan urutan kegiatannya digambarkan sebagai ruas-ruas bambu pada jembatan bambu. Dengan demikian, hal-hal yang akan dilakukan masyarakat telah disesuaikan dengan hasil kajian yang dilakukan masyarakat melalui analisa Lima Modal. Tujuan: 1. Untuk menggambarkan kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan. 2. Untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai kondisi yang diinginkan. 3. Untuk menentukan skala prioritas kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai kondisi yang diinginkan. Pokok Bahasan: analisis strategi untuk perencanaan kegiatan yang didasarkan pada kondisi saat ini dan dalam rangak mencapai kondisi yang diinginkan di masa depan. Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, data sekunder, foto-foto tentang obyek penting desa dan informasi hasil kajian. Metode: diskusi kelompok dan diskusi umum Waktu: 4 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu membuka sesi ini dengan menjelaskan tujuan dan proses kegiatan ”jembatan bambu”. 2. Pemandu menjelaskan bahwa peserta akan menggambarkan keadaan/kondisi desa sekarang dan keadaan desa yang mereka idamkan dalam bentuk gambar yang disertai uraian penjelasan. Boleh juga menggunakan foto-foto yang ada untuk lebih menggambarkan keadaan desa tersebut. Pemandu kemudian mengajak peserta untuk mengidentifikasi permasalahan dan keinginan masyarakat. Informasi ini didapatkan dari hasil kegiatan sebelumnya. Hasil identifikasi masalah dan hal-hal yang ingin dikembangkan dijadikan dalam bentuk pohon masalah dan diuraikan dengan metode sebab akibat (“jika… maka….”). Dari informasi ini kemudian ditemukan urutan kegiatan dan prioritas kegiatan yang paling mendasar berdasarkan impian yang ingin di capai. a. Setelah kondisi saat ini dan kondisi idaman sudah ditentukan, pemandu mangajak peserta untuk menentukan langkah-langkah apa saja (kegiatan) yang PANDUAN PELAKSANAAN


53 diperlukan agar kondisi yang diinginkan dapat diwujudkan. Dalam penentuan langkah-langkah, pemandu meminta peserta untuk sekaligus menentukan skala prioritas kegiatan. b. Pemandu meminta peserta untuk menggambarkan seluruh diskusi ini dalam gambar Jembatan Bambu. Bagian sebelah kiri jembatan merupakan kondisi saat ini dan sebelah kanan adalah gambaran kondisi yang diinginkan. Langkahlangkah kegiatan untuk mencapai kondisi yang diinginkan digambarkan dengan ruas-ruas bambu dari jembatan yang digambarkan. c. Setelah selesai mendiskusikan topik ini, pemandu meminta peserta untuk mempresentasikan hasil gambarannya. d. Selama presentasi dapat juga dilakukan perbaikan-perbaikan dengan menambahkan informasi untuk melengkapi gambar Jembatan Bambu.

5.2. Penyusunan Rencana Aksi Desa Latar Belakang: Kegiatan terakhir pada Tahap Penyusunan Rencana Aksi adalah penyusunan rencana aksi desa. Rencana aksi ini merupakan hasil kesepakatan peserta SL ESP. Paparan rencana aksi desa ini ditulis dalam satu dokumen yang menyertakan profil desa, hasil analisa strategi dan matrik kegiatan yang akan direncanakan. Dokumentasi rencana aksi desa ini dapat berbentuk proposal kegiatan yang akan dipresentasikan kepada organisasi setempat untuk mendapatkan dukungan lebih lanjut. Adakalanya sebelum rencana aksi tersusun, peserta sudah mengusulkan beberapa kegiatan yang diperlukan untuk menjawab permasalahan mereka, misalnya pelatihan membuat kompos. Sebaiknya usulan kegiatan seperti ini seyogyanya dilakukan bersama peserta SL untuk memperkuat kelompok dan membangun rasa kepercayaan kelompok masyarakat. Selain itu kegiatan awal semacam ini akan memberikan motivasi untuk terus mengembangkan rencana-rencana aksi desanya. Tujuan: Untuk mendokumentasikan rencana aksi desa Pokok Bahasan: pendokumentasian hasil rencana aksi desa. Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, data sekunder, foto-foto tentang obyek penting desa dan informasi hasil analisa strategi dan profil desa.

Sekolah Lapangan ESP


54 Metode: Penulisan dokumen rencana aksi desa Waktu: 4 – 8 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu membuka sesi ini dengan menjelaskan tujuan dan proses kegiatan yang sebenarnya merupakan lanjutan dari hasil analisa strategi yang menggunakan metode �jembatan bambu�. 2. Pemandu mengajak peserta untuk melihat kembali hasil Jembatan Bambu, kemudian mengajak peserta untuk melakukan diskusi dalam kelompok kecil untuk membuat rencana program berdasarkan uraian kegiatan yang dihasilkan dari “jembatan bambu�. Format rencana aksi ini berupa matrik dengan kolom isian: nomor, kegiatan, langkah-langkah, kebutuhan, sumber dana. 3. Setelah diskusi kelompok selesai dilakukan, pemandu meminta masing-masing kelompok kecil untuk mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian mengajak peserta melakukan diskusi pengkritisan tentang proses memandu sesi ini. 4. Pemandu kemudian meminta peserta untuk menggabungkan hasil dari ketiga kegiatan yaitu profil desa, hasil analisa strategi dan matrik kegiatan untuk menjadi satu dokumen dengan dilengkapi beberapa bab umum seperti latar belakang, tujuan, keluaran, lokasi dan waktu pelaksanaan kegiatan.

5.3. Pelaksanaan Aksi Rintisan SL ESP Setelah Tahap Penyusunan Rencana Aksi telah selesai dilakukan oleh kelompok masyarakat, maka kelompok masyarakat kemudian mulai melakukan rencana aksi yang telah disusun. Pada tahap ini kelompok masyarakat akan mulai melakukan aksi rintisan dengan mengambil kegiatan yang dianggap paling prioritas. Kegiatan prioritas ini biasanya ditentukan berdasarkan kemudahan mereka untuk melakukan kegiatan ini serta sumber daya yang sudah tersedia, sehingga tanpa memerlukan bantuan penuh dari luar, maka kegiatan aksi rintisan sudah dapat dilakukan sendiri oleh kelompok masyarakat. Kegiatan aksi rintisan ini biasanya dilakukan dalam kurun waktu yang relatif singkat (biasanya sampai dengan 4 bulan).

PANDUAN PELAKSANAAN


55 Pelaksanaan aksi rintisan ini juga merupakan satu proses belajar bersama yang dilakukan sambil bekerja. Sehingga melalui kegiatan ini masyarakat akan mendapatkan kesempatan untuk menggali pengalaman dalam mengelola kegiatan untuk kelompok mereka sendiri. Peran Pemandu Desa pada fase ini sangat penting karena Pemandu Desa akan menjadi fasilitator untuk kelompoknya, mulai hingga upaya mengorganisasi masyarakat hingga pelatihan-pelatihan teknis yang diperlukan. Dengan demikian mereka akan siap untuk menjadi manajer pengembangan program untuk kelompoknya. Proses belajar sambil bekerja ini difokuskan untuk memperkuat kegiatan pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan perikehidupannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam fase ini sangat ditentukan oleh kondisi, potensi, masalah dan dinamika masyarakat setempat. Seringkali kegiatan belajar sambil bekerja ini dilaksanakan dalam bentuk “Sekolah Lapangan Tematik”. Pada Buku Pertama yang berjudul ”Sekolah Lapangan ESP, Membangun Kemandirian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Sumber daya Air”, telah diuraikan bahwa secara umum ada lima jenis Sekolah Lapangan berdasar potensi lingkungannya. Setiap jenis Sekolah Lapangan tersebut mempunyai aneka tema belajar yang didasarkan pada teknis pengelolaan atau komoditas tertentu. Jenis dan tema sekolah lapangan adalah sebagai berikut: No.

Jenis Sekolah Lapangan

Tema Sekolah Lapangan

1.

Sekolah Lapangan Pengelolaan Kebun Campur

2.

Sekolah Lapangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Sekolah Lapangan Pengelolaan Lahan dan Hutan

• • • • • • • • • • • • • • • • •

3.

4.

Sekolah Lapangan Pengelolaan Air Baku

5.

Sekolah Lapangan Pengelolaan Sanitasi

SL. Tanaman Perkebunan SL. Tanaman Campur (Tahunan dan Musiman) SL. Pengelolaan Bambu SL. Tanaman Bawah Tegakan SL. Desa Konservasi SL. Pengelolaan Daerah Penyangga SL. Rehabilitasi Lahan SL. Pertanian Ekologis / Konservasi SL. Pertanian Terpadu di Kawasan Hulu SL. Antisipasi Perubahan Iklim SL. Lembaga Masyarakat Desa Hutan SL. Perlindungan Sumber Air SL. Tabungan Air SL. Panen Air SL. Pengelolaan Sampah SL. Pengelolaan Air Limbah SL. Pengelolaan Air Bersih

Meskipun jenis dan tema sekolah lapangan bermacam-macam, akan tetapi pola proses belajarnya selalu sama. Pola dasar dari proses belajar yang diterapkan adalah analisa ekosistem untuk mengambil keputusan tindakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas pengelolaan. Pengamatan lapangan, pengungkapan dan penuangan hasil pengamatan untuk diskusi analisa dan pengambilan keputusan bersama merupakan rangkaian kegiatan yang selalu dilakukan pada setiap jenis Sekolah Lapangan. Sekolah Lapangan ESP


56

Setiap jenis Sekolah Lapangan yang dilaksanakan memiliki fase aksi rintisan. Pada setiap pokok bahasan tentang Sekolah Lapangan akan diuraikan tentang pengertian Sekolah Lapangan yang dimaksud, kurikulum yang disusun serta contoh salah satu panduan penyelenggaraan topik-topik yang dilaksanakan. Bagian ini tidak menguraikan keseluruhan topik dan materi yang akan dibahas karena diharapkan para pembaca akan mengembangkan topik dan materi Sekolah Lapangan yang disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerahnya. Selain itu pada setiap paparan tentang setiap jenis Sekolah Lapangan akan ditambahkan sekilas hasil dan cerita yang muncul dari pelaksanaan Sekolah Lapangan ini. Pada tahap ini Pemandu Lapangan SL ESP perlu mulai memikirkan bagaimana kegiatankegiatan di tahap awal ini bisa berjalan. Para Pemandu Lapangan SL ESP bisa membantu mencarikan sumber daya yang dibutuhkan kelompok SL ESP untuk menjalankan kegiatan aksi rintisan awal ini, baik melalui ESP maupun pihak lain. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja program SL ESP, sehingga di kemudian hari akan dihasilkan suatu kegiatan yang lebih besar dan lebih nyata di tingkat masyarakat.

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Hari Temu Lapangan

6.1. Penyusunan Profil Desa Latar Belakang: Langkah pertama dari Tahap Penyusunan Rencana Aksi adalah melakukan penyusunan profil desa. Profil desa ini merupakan sebuah tulisan yang sistematis yang didasarkan pada realitas aktual yang ditemukan selama proses kajian. Selain informasi hasil kajian, profil desa ini juga dapat berisiinformasi data sekunder untuk melengkapi informasi lain. Penyajian profil desa ini dilengkapi dengan peta dan foto obyek tertentu yang dapat menggambarkan kondisi desa tersebut. Tujuan: Untuk menyiapkan profil desa yang akan digunakan sebagai salah satu dokumen rencana aksi kelompok. Sekolah Lapangan ESP

57


58 Pokok Bahasan: penulisan profil desa Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, foto-foto tentang obyek penting desa, peta, data sekunder, dan informasi hasil kajian. Metode: diskusi kelompok dan penulisan profil desa Waktu: 8 jam yang dibagi dalam 2 kali pertemuan Langkah-langkah: 1. Pemandu mengajak peserta untuk kilas balik proses dan hasil kajian dengan melihat masing-masing kegiatan yang telah dilakukan. 2. Untuk setiap kegiatan, pemandu mengajak peserta untuk mencari informasi penting yang akan dimasukkan ke dalam profil desa. Selain itu pemandu dan peserta juga membentangkan foto-foto yang pernah diambil untuk dipilih hanya beberapa foto untuk ditambahkan di profil desa. 3. Pemandu kemudian mengajak peserta mendiskusikan kerangka penulisan profil desa kemudian menyepakati pembagian siapa akan menulis bagian yang mana. 4. Setelah adanya kesepakatan siapa akan menulis apa, kemudian disepakati pertemuan berikutnya untuk memadukan hasil tulisan dan menyelesaikan profil desa.

6.2. Persiapan Hari Temu Lapangan Latar Belakang: Hari Temu Lapangan adalah salah satu bagian penting dalam pelaksanaan Sekolah Lapangan ESP. Untuk itu diperlukan satu kegiatan persiapan yang bagus agar apa yang menjadi tujuan masyarakat melalui kegiatan ini dapat diwujudkan. Persiapan Hari Temu Lapangan biasanya dilakukan beberapa minggu sebelum pelaksanaan kegiatan Hari Temu Lapangan. Tujuan: Untuk menyiapkan bahanbahan pameran yang akan dipresentasikan di kegiatan Hari temu Lapangan serta menyiapkan informasi yang akan dibagikan kepada peserta Hari Temu Lapangan. Pokok Bahasan: penulisan bahan pameran dan bahan-bahan yang akan dibagikan kepada peserta Hari Temu Lapangan PANDUAN PELAKSANAAN


59 Alat dan Bahan: Kertas plano, kertas berwarna, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, foto-foto tentang hasil kegiatan belajar Sekolah Lapangan ESP, peta, data sekunder, bahan dan alat lain yang diperlukan untuk pameran. Metode: bekerja bersama dengan seluruh anggota kelompok untuk menyiapkan bahan pameran dan bahan-bahan yang akan dibagikan kepada peserta Hari Temu Lapangan termasuk profil desa yang sudah disusun sebelumnya. Waktu: 2 – 3 kali pertemuan tergantung ketersediaan informasi untuk menyiapkan bahan pameran dan dan bahan-bahan yang akan dibagikan kepada peserta Hari temu Lapangan Kegiatan yang Dilakukan: Penyiapan Bahan Pameran: 1. Pemandu SL ESP bersama-sama anggota kelompok masyarakat menyiapkan bahan pameran yang terdiri dari hasil-hasil kegiatan Sekolah Lapangan ESP yang nantinya akan dipresentasikan pada Hari Temu Lapangan. Hasil in merupakan rangkuman dari hasil diskusi kelompok pada seluruh proses pada tahap pembelajaran, tahap penyusunan rencana aksi dan penerapan aksi rintisan. Kelompok SL ESP bisa mengambil salah satu dari hasil diskusi kelompok atau menyatukan beberapa hasil diskusi untuk disajikan bersama-sama. 2. Hasil SL ESP yang disiapkan untuk dipresentasikan antara lain: •• Analisa Daerah Aliran Air •• Pemetaan Kawasan •• Penelusuran Kawasan •• Analisa Foto •• Analisa kecenderungan •• Analisa Kalender •• Analisa Pola Hubungan Antar Lembaga •• Hasil Analisa Lima Modal •• Rencana Aksi Kelompok 3. Bahan-bahan informasi kelompok yang akan dibagikan terdiri dari: •• Profil desa •• Kumpulan hasil rencana kelompok Penyiapan Logistik Kegiatan: Untuk mendukung persiapan logistik pelaksanaan kegiatan hari Temu Lapangan, akan dilakukan beberapa kegiatan, yaitu: 1. Penentuan lokasi Hari Temu Lapangan Biasanya kegiatan Temu Lapangan dilakukan pada tingkat Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS) yang akan diikuti oleh beberapa kelompok dari beberapa desa. Untuk itu

Sekolah Lapangan ESP


60 perlu ditentukan di mana kegiatan Hari Temu Lapangan akan dilaksanakan. Untuk lokasi Hari Temu Lapangan biasanya dipilih desa yang berada di tengah-tengah desa-desa yang ada, sehingga mudah dijangkau oleh kelompok dari desa-desa yang lain. Desa yang terpilih hendaknya memiliki tempat yang cukup uas (lapangan atau balai pertemuan masyarakat) yang bisa menampung seluruh undangan serta hasil presentasi dan pameran setiap kelompok SL. Tempat ini juga diharapkan mudah dijangkau oleh peserta dari daerah atau desa lain. 2. Penyusunan kepanitiaan Mengingat bahwa kegiatan Hari Temu Lapangan ini dilakukan di tingkat Sub-DAS yang melibatkan seluruh kelompok SL yang berada di Sub-DAS tersebut, maka perlu disusun sebuah kepanitiaan untuk mensukseskan pelaksanaan Hari Temu Lapangan. Kepanitian ini terdiri dari wakil-wakil kelompok SL dari beberapa desa yang sedang melakukan kegiatan SL ESP. Pekerjaan bersama yang dilakukan oleh wakil-wakil kelompok SL ini akan menjadi pengalaman berharga untuk menjalin kerja sama antar kelompok. Ini juga bisa menjadi landasan yang kuat untuk membangun jaringan masyarakat. 3. Penentuan Tema dan Agenda Hari Temu Lapangan Tema yang akan diusung dalam pelaksanaan Hari Temu Lapangan ini sangatlah penting dalam rangka menggalang dukungan dari pihak terkait. Tema ini bisa disesuaikan dengan rencana aksi yang telah disusun oleh masyarakat. Tema kegiatan Hari Temu Lapangan juga dapat dikaitkan dengan peringatan hari- hari tertentu yang waktunya berdekatan dengan pelaksanaan Hari Temu Lapangan. Setelah tema ditentukan, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan agenda Hari Temu Lapangan ini. Penyusunan agenda ini sangat strategis, khususnya untuk menempatkan presentasi masyarakat tentang rencana aksi menjadi fokus dari kegiatan ini. Dialog antara masyarakat dan para pihak yang hadir di acara ini juga menjadi fokus yang tidak kalah pentingnya. 4. Koordinasi dengan aparat terkait Setelah menentukan lokasi Hari Temu Lapangan, panitia kemudian melakukan koordinasi dengan aparat baik di tingkat desa maupun kecamatan tempat Hari Temu Lapangan akan dilaksanakan. Kegiatan koordinasi tersebut meliputi perijinan kegiatan dan koordinasi untuk dukungan pelaksanaan. Kegiatan koordinasi ini sangat penting mengingat desa yang bersangkutan akan menerima tamu dari berbagai desa yang lain serta kemungkinan pejabat penting dari tingkat kecamatan dan kabupaten. Jika pimpinan wilayah di tingkat kabupaten akan hadir, misalnya bupati atau walikota, Ketua DPRD, atau pimpinan yang lain, maka koordinasi dengan pemerintah desa tempat Hari Temu Lapangan dilakukan harus dilakukan karena para pimpinan wilayah ini secara otomatis akan menjadi tamu aparat pemerintahan desa. 5. Kunjungan kepada Pihak Terkait dan Diskusi Awal Rencana Aksi SL ESP Penentuan undangan yang akan menghadiri Hari Temu Lapangan akan menentukan kesuksesan pelaksanaan kegiatan ini. Kehadiran para pihak tersebut menjadi penting karena mereka dapat memberikan dukungan terhadap pelaksanaan aksi tindak lanjut masyarakat yang telah disusun dalam rencana aksi Sekolah Lapangan. Ketika mengirimkan undangan kepada para pemangku kepentingan, hendaknya juga PANDUAN PELAKSANAAN


61 melakukan kunjungan awal kepada pihak terkait. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mulai mempromosikan hasil rencana aksi masyarakat. Dari komunikasi awal ini diharapkan para pihak memiliki ketertarikan untuk mendukung rencana aksi masyarakat. Dengan demikian para pihak akan menyiapkan waktu mereka untuk menghadiri kegiatan Hari Temu Lapangan ini. Pada pelaksanaan Hari Temu Lapangan, setelah para pihak mendengarkan dan melihat presentasi masyarakat diharapkan mereka akan memberikan komitmen yang kuat untuk mendukung pelaksanaan aksi tindak lanjut Sekolah Lapangan ESP yang sudah disusun oleh kelompok masyarakat.

6.3. Pelaksanaan Hari Temu Lapangan Latar Belakang: Kegiatan Hari Temu Lapangan merupakan bagian akhir dari satu siklus pelaksanaan kegiatan Sekolah Lapangan ESP sebelum kegiatan tindak lanjut dilakukan oleh masingmasing kelompok. Kegiatan Hari Temu Lapangan ini merupakan ajang promosi untuk proses dan hasil SL ESP. Selain itu kegiatan ini menjadi saat yang tepat untuk mempromosikan rencana tindak lanjut SL ESP oleh masing-masing kelompok. Hari Temu Lapangan sering dilaksanakan dalam lingkup Sub-DAS. Kegiatan ini akan menjadi forum berbagi pengalaman dan cerita antar kelompok masyarakat. Pemaparan proses, hasil dan rencana tindak lanjut SL ESP dilakukan dalam bentuk pameran maupun presentasi. Hari Temu Lapangan dapat diibaratkan sebagai pasar bagi masyarakat untuk menawarkan rencana aksinya kepada para pihak baik wakil pemerintah daerah maupun pihak swasta. Dukungan yang diharapkan dari para pemangku kepentingan pada Sekolah Lapangan ESP


62 umumnya berupa penyediaan dana kegiatan. Diharapkan selama Hari Temu Lapangan, akan muncul dan terjalin beberapa kemitraan antara kelompok masyarakat dengan pemangku kepentingan yang hadir. Kemitraan tersebut diharapkan dapat melancarkan keberlanjutan pelaksanaan program yang dirintis oleh masyarakat, demi mewujudkan kawasan ideal yang diimpikan. Pada umumnya, kegiatan Hari Temu Lapangan juga menjadi pertemuan forum multipihak dan mendeklarasikan terbentuknya forum masyarakat pengelola kawasan. Tujuan: Untuk mempresentasikan proses, hasil dan rencana aksi kelompok masyarakat yang telah dihasilkan selama proses kegiatan Sekolah Lapangan ESP. Pokok Bahasan: presentasi kelompok masyarakat tentang proses, hasil dan rencana aksi Sekolah Lapangan ESP Alat dan Bahan: Bahan presentasi dan bahan yang dibagikan untuk peserta Hari Temu Lapangan (sebagaimana yang telah diuraikan di atas). Waktu: satu hari kegiatan. Lihat contoh acara di bawah ini Agenda Kegiatan: Agenda kegiatan Hari Temu Lapangan sangat ditentukan oleh kepentingan kelompok masyarakat yang akan mempromosikan program-program untuk rencana aksi SL ESP mereka. Agenda kegiatan juga ditentukan oleh hasil komunikasi dengan para pihak atau Forum Multipihak yang sudah terbentuk di kawasan mereka (sub-DAS). Pelaksanaan Hari Temu Lapangan ini juga dapat dibarengkan dengan aksi-aksi seremonial lainnya seperti aksi tanam pohon, aksi pemungutan sampah, kampanye cuci tangan pakai sabun. Terkadang peringatan hari-hari penting yang terkait dengan isu ESP, seperti misalnya Hari Air Sedunia, Hari Lingkungan Hidup, hari Bumi, dapat diselenggarakan bersamaan dengan kegiatan Hari Temu Lapangan ini. Berikut satu contoh agenda Hari Temu Lapangan.

AGENDA HARI TEMU LAPANGAN JAM

KEGIATAN

KETERANGAN

08.30 – 10.00

Kunjungan Pameran

10.00 – 10.30

Aksi Tanam Pohon

10.30 – 10.45 10.45 – 11.00 11.00 – 11.30

Pembukaan Sarasehan Pemaparan program tindak lanjut Tanggapan Pemerintah daerah

11.30 – 12.30 12.30 – 13.30 13.30 – 14.30

Diskusi Umum Makan Siang Deklarasi

Diskusi terbuka dengan peserta SL Perwakilan Peserta Field Day Pengantar diskusi Program kelompok basis dan kelompok jaringan Pejabat perwakilan instansi teknis Narasumber peserta SL Ramah Tamah Forum

PANDUAN PELAKSANAAN


Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan Tematik sebagai Tindak Lanjut Sekolah Lapangan ESP

7.1. Sekolah Lapangan Pengelolaan Wengkon (Desa Penyangga Hutan) Informasi Penyelenggaraan Sekolah Lapangan tematik ini disajikan contoh dari Sekolah Lapangan Pengelolaan Wengkon (Desa Penyangga Hutan) yang telah dilaksanakan di Jawa Timur Pola Kemitraan Pengelolaan Hutan (PKPH) memang sudah disepakati oleh pemerintah kabupaten Malang dengan pihak Perhutani, tetapi kenyataannya kondisi hutan masih jauh dari ideal. “Wengkon” atau masyarakat lebih akrab menyebunya “Komplangan” (lahan perhutani yang di kelola oleh/bersama masyarakat), semakin lama kondisinya semakin Sekolah Lapangan ESP

63


64 terbuka, bahkan beberapa wengkon sudah menyerupai ladang. Masyarakat lebih memilih ‘mengganggu’ pertumbuhan tanaman tegakan (hutan) agar tidak menaungi tanaman budidayanya yang sebagian besar jagung. Bahkan beberapa orang berani menebang tegakan yang masih kecil sehingga semakin lama semakin habis. Ini dilakukan untuk menghindari penurunan produksi jagung akibat semakin banyaknya naungan jika tegakan sudah tinggi. Berdasarkan kondisi seperti diatas, ESP Jawa Timur berkoordinasi dengan Perhutani KPH Malang dan Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan (LKDPH) di sembilan desa penyangga hutan di wilayah sub DAS Ambang-Lesti menyelenggarakan kegiatan Sekolah Lapangan pengelolaan wengkon menuju pola kemitraan pengelolaan hutan yang ideal. Sebuah kegiatan yang dirancang untuk mengelola lahan wengkon mulai dari perencanaan pengelolaan hingga analisa hasil, baik secara ekologi, ekonomi dan sosial, sehingga terwujud sebuah sistem pengelolaan hutan wengkon yang bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat dengan tetap memperhatikan keberlanjutan fungsi ekologi hutan. Sekolah Lapangan pengelolaan wengkon di lakukan mulai awal Maret hingga April 2009 di sembilan desa wilayah sub DAS Ambang-Lesti kabupaten Malang. Kegiatan Sekolah Lapangan wengkon didahului dengan Training of Trainer (TOT) yang melibatkan dua orang dari masing-masing desa sebagai calon pemandu desa. Sedangkan Sekolah Lapangan sendiri dilakukan di masing-masing desa diikuti oleh Âą20 orang pesanggem dan dipandu oleh 2 orang pemandu desanya. Pemandu desa sengaja mengatur peserta Sekolah Lapangan adalah keluarga pesanggem yang terdiri dari suami dan istri. Selama ini kaum ibu seringkali tidak dilibatkan dalam merancang usaha tani yang dilakukan di lahan wengkon, padahal justru kaum ibu yang seringkali lebih mengetahui kebutuhan konsumsi keluarga. Sekolah Lapangan pengelolaan wengkon menghasilkan rancangan pengelolaan wengkon yang ideal dari masing-masing pesanggem yang sudah dianalisa bersama baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial masyarakat. Selanjutnya, rancangan pengelolaan wengkon masing-masing pesanggem akan diwujudkan di lapangan melalui kegiatan aksi rintisan yang akan dilakukan mulai awal April 2009. Kegiatan ini tidak menutup kemungkinan adanya peran serta dari pihak lain seperti Perhutani yang selama ini sudah berdiskusi dengan masyarakat.

Merancang Wengkon Impian Langsung di Lahan Wajah-wajah penuh semangat tergambar di wajah peserta Sekolah Lapangan pengelolaan wengkon desa Argosari ketika mereka diajak ke lapangan untuk mengidentifikasi lahan wengkonnya. Sambil sesekali diskusi, sepuluh pasangan suami istri berpencar menuju lahannya masing-masing untuk menganalisa apa saja yang ada di wengkon mereka, mulai dari jenis dan pola tanam sampai hasil panen dan dampaknya bagi lingkungan.

PANDUAN PELAKSANAAN


65 Kegiatan ini dilakukan di pertemuan ke-2 Sekolah Lapangan pengelolaan wengkon untuk mengajak peserta menganalisa kondisi lahan wengkon masing-masing pada saat ini. Mereka dipandu untuk mendata tanaman milik mereka dan menganalisa pola tanam mereka baik untuk kepentingan ekonomi (hasil panen) maupun dampaknya bagi lahan. Dalam proses ini, banyak terjadi diskusi-diskusi dan pernyataan menarik dari peserta. Misalnya diskusi yang terjadi antara pak Buwono dan istrinya, “Lho... gak bisa pak, kalo mau tanam tomat untuk kebutuhan sendiri ya di pekarangan saja, biar mudah ambilnya.” kata istri pak Buwono. Atau komentar polos bu Nisa, “Baru kali ini saya datang ke komplangan (wengkon) untuk merancang apa yang akan saya tanam.” Belum lagi pernyataan pak Kamid yang selama ini hanya jagung untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarganya tanpa menghitung apakah dia untung atau rugi. “Saya tidak pernah berpikir bagaimana merancang komplangan agar bisa lebih menghasilkan tanpa harus merusak hutan.” Setelah hampir 2 jam mereka berdiskusi dan menggambar denah wengkon, mereka selanjutnya merancang wengkon yang baik secara ekologi dan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Hasil rancangan ini kemudian di diskusikan dengan peserta yang lain dalam forum sehingga menghasilkan rancangan wengkon yang bervariasi baik dari jenis tanaman maupun pola tanamnya.

Kurikulum Sekolah Lapangan Pengelolaan Wengkon •• Wengkon dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan (Ekologi, Ekonomi, dan Sosial) •• Analisa kebutuhan konsumsi bulanan penggarap lahan wengkon •• Analisa kebutuhan sarana pruduksi pesanggem dalam satu musim. •• Inventarisasi pemetaan wengkon •• Analisa kanopi •• Analisa hasil panen musiman dan tahunan •• Analisa pendapatan pesanggem •• Analisa risiko •• Analisa wengkon masing-masing peserta secara ekologi dan ekonomi (berdasarkan materi-materi sebelumnya) •• Sosialisasi PKPH untuk memperdalam pemahaman masyarakat tentang Pola •• Kemitraan Pengelolaan Hutan sebelum merancang kegiatan pengelolaan wengkon. •• Merancang wengkon ideal •• Membuat rencana aksi Sekolah Lapangan ESP


66

Panduan Lapangan Sekolah Lapangan Pengelolaan Wengkon (Desa penyangga Hutan) Wengkon dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan (Ekologi, Ekonomi dan Sosial)

Latar Belakang: Dalam kegiatan pengelolaan lahan di kawasan wengkon hutan, seringkali masyarakat atau kelompok pesanggem hanya mementingkan aspek ekonomi saja tanpa memperdulikan segi ekologi dan faktor sosialnya. Masyarakat pesanggem hanya berlomba-lomba mengejar keuntungan semata, tanpa melihat keberlanjutan lahan dan dampaknya bagi lingkungan dan kehidupan. Di sisi lain Perum Perhutani sebagai pemegang hak pengelolaan hutan melalui Pola Kemitraan Pengelolaan Hutan (PKPH) menghendaki pengelolaan lahan wengkon dilakukan dengan jiwa bersama, berdaya dan berimbang antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial dengan memanfaatkan lahan/ruang, waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Tujuan: 1. Mengetahui pandangan peserta terhadap wengkon hutan dan dampaknya bagi kehidupan baik dari sektor ekologi, ekonomi dan sosial. 2. Mengetahui keterkaitan hubungan di antara sektor ekologi, ekonomi dan sosial dalam pengelolaan wengkon hutan. 3. Setelah sesi ini, peserta dapat menfasilitasi pesanggem di desanya dalam pengelolaan lahan di wengkon dengan memanfaatkan lahan/ruang, waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Pokok Bahasan: memahami pengertian wengkon dan kaitannya dengan aspek ekologi, ekonomi dan sosial Alat dan Bahan: Kertas plano, kertas metaplan, spidol, kertas HVS, dan lakban. Metode: Curah Pendapat Waktu: 45 menit Langkah-langkah: 1. Pemandu menyampaikan maksud dan tujuan materi ini. 2. Peserta diajak mengutarakan pendapatnya tentang pengertian lahan wengkon dalam kertas metaplan. 3. Pemandu mengelompokkan jawaban peserta ke dalam aspek ekologi, ekonomi dan sosial PANDUAN PELAKSANAAN


67 4. Peserta diajak untuk membahas semua jawaban sehingga dapat ditarik kesimpulan pengertian lahan wengkon. 5. Selanjutnya peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan pengelolaan lahan di wilayah hutan wengkon masing-masing. a. Kondisi biofisik/apa saja yang ada di lahan wengkon b. Dampaknya bagi lingkungan (secara ekonomi, ekologi dan sosial) c. Potensi dan permasalahan pengelolaan lahan di wilayah wengkon. 6. Minta perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasildiskusinya. 7. Setelah presentasi selesai, ajak peserta untuk diskusi pleno tentang apa saja unsurunsur dalam lahan wengkon dan apa pengaruhnya bagi lingkungan (secara ekologi, ekonomi dan sosial) sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.

Analisa Kebutuhan Konsumsi Bulanan Penggarap Lahan Wengkon

Latar Belakang: Semua aktivitas yang dilakukan oleh pesanggem di lahan wilayah hutan wengkon pada umumnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sehingga hampir semua pesanggem melakukan pengelolaan lahan dengan tanaman semusim. Pada umumnya pesanggem dalam pengelolaan lahan wengkon hanya menanam satu jenis tanaman, padahal masih terbuka ruang lain di lahan wengkon untuk bisa di tanami dengan tanaman yang bisa menunjang pemenuhan kebutuhan konsumsi bulanan. Tujuan: 1. Mengetahui jenis kebutuhan konsumsi pesanggem untuk tiap bulannya. 2. Mengetahui jumlah, sumber/asal dan potensi kebutuhannya. 3. Setelah sesi ini, peserta dapat menfasilitasi pesanggem di desanya dalam menganalisa kebutuhannya selama satu bulan. Pokon Bahasan: Analisa potensi sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bulanan Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, kertas HVS, dan lakban. Metode: curah pendapat dan diskusi pleno Waktu: 60 menit Langkah-langkah: 1. Pemandu menyampaikan maksud dan tujuan sesi ini. 2. Ajak peserta menganalisa sendiri kebutuhan selama satu bulan, dan mencatatnya di kertas plano mulai dari : Sekolah Lapangan ESP


68 •• •• •• •• •• ••

Jenis kebutuhannya Jumlah konsumsi per bulan Siapa penyediaannya Dari mana sumbernya Bagaimana potensinya di lihat dari SDA dan SDM Permasalahan dalam pemenuhan konsumsi

3. Presentasikan dan tarik suatu kesimpulan. 4. Minta setiap peserta untuk mengisi formulir yang telah disediakan untuk mengetahui kebutuhan bulanan masing-masing keluarga dalam kelompok pesanggem.

Pertanyaan untuk Diskusi 1. 2. 3. 4.

Kebutuhan konsumsi apa saja yang dibutuhkan pesanggem dalam satu bulannya. Bagaimana cara pesanggem dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya? Apakah ada permasalahan pada pesanggem dalam pemenuhan konsumsinya? Apa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?

DATA TINGKAT KEBUTUHAN KONSUMSI

Nama

ANGGOTA / PENGGARAP

Alamat :

NO

KEBUTUHAN

KONSUMSI PER BULAN / KG

PENYEDIAAN SENDIRI

LUAR

:

SUMBER

POTENSI SDA

MASALAH

SDM

PANDUAN PELAKSANAAN


69 Analisis Kebutuhan Sarana Produksi Pengarap Lahan Wengkon

Latar Belakang: Dalam setiap pengelolaan lahan baik di wilayah hutan wengkon atau di persawahan, seringkali masyarakat atau pesanggem tidak memperhitungkan tingkat kebutuhan sarana dan prasarana produksi. Praktek yang biasa terjadi adalah saat itu mengelola dan saat itu pula kebutuhannya disediakan. Sementara kebutuhan lain yang mendukung baik untuk perawatan maupun pemeliharaan diabaikan. Akibatnya, saat dibutuhkan petani sulit untuk menyediakannya. Persiapan sarana prasarana produksi sangatlah penting untuk dilakukan oleh pesanggem agar mereka dapat memperkirakan hasil ataupun keuntungan upaya pengelolaan lahan wengkonnya. Tujuan: 1. Mengetahui tingkat kebutuhan sarana prasarana produksi petani/pesanggem dalam aktivitas pertanian. 2. Peserta dapat memfasilitasi pesanggem dalam menganalisa kebutuhan pertanian. Waktu: 60 menit Pokok Bahasan: analisis kebutuhan sarana produksi untuk menggarap lahan wengkon Alat dan Bahan: kertas plano, spidol, kertas HVS, dan lakban. Langkah-langkah: 1. Pemandu menyampaikan maksud dan tujuan sesi ini. 2. Setiap peserta menganalisa kegiatan pertanian di lahan wengkonnya dalam satu kali musim dan mencatatnya di kertas plano mulai dari: a. Kebutuhan sarana dan prasarana produksi apa saja yang diperlukan selama kegiatan pertanian, b. Jumlah sarana dan prasaarana produksi yang harus disediakan, c. Sumber penyediaan sarana dan prasarana produksi, d. Potensi sarana dan prasarana produksi, e. Permasalahan dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi. 3. Presentasikan dan tarik suatu kesimpulan. Bahan Diskusi: 1. Mengapa pesanggem harus menganalisa kebutuhan sarana dan prasarana produksi dalam aktivitas pengelolaan lahan pertanian? 2. Bagaimana cara pesanggem dalam memenuhi kebutuhan sarana dan produksi? 3. Apakah ada permasalahan pada pesanggem dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan produksi? 4. Apa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut? Sekolah Lapangan ESP


70 DATA TINGKAT KEBUTUHAN SAPRODI

Nama

ANGGOTA / PENGGARAP

Alamat :

NO

KEBUTUHAN

KONSUMSI PER BULAN / KG

PENYEDIAAN SENDIRI

LUAR

:

SUMBER

POTENSI SDA

MASALAH

SDM

Pemetaan Wengkon Pesanggem

Latar Belakang: Peta secara sederhana diterjemahkan sebagai gambar wilayah dengan informasi yang diletakkan dalam bentuk simbol-simbol. Sebagai media informasi, peta dimanfaatkan untuk membantu pengambilan keputusan. Peta yang dibuat oleh pesanggem merupakan sarana untuk membantu pesanggem dalam menganalisa apa saja yang ada di dalam suatu kawasan/wilayah. Peta ini juga berguna untuk mengetahui posisi tanaman atau aktivitas yang dilakukan dalam wilayah tersebut. Jadi peta dapat membantu pesanggem dalam memahami kondisi wilayah wengkonnya masing-masing. Tujuan: 1. Peserta paham kondisi nyata (tata letak) tentang sistem pengelolaan lahan wengkon yang dikerjakannya.

PANDUAN PELAKSANAAN


71 2. Peserta mengetahui posisi biofisik semua yang ada di wilayah wengkon yang dikerjakannya. 3. Peserta mampu memandu materi ini kepada masyarakat di desanya. Pokok Bahasan: Analisa wilayah wengkon terkait posisi tanaman dan aktivitas. Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas. Metode: Pengamatan lapangan (survei) . Waktu: 5 jam Langkah-langkah: 1. Jelaskan tujuan kegiatan ini (mengapa membuat peta, apa itu fungsi peta) 2. Diskusikan proses bagaimana membuat peta tematik di lapangan dan kesepakatan tentang arah, posisi, simbol, legenda (keterangan). 3. Ajaklah peserta untuk ke luar kelas menuju lokasi yang telah ditentukan sebelumnya untuk membuat peta tematik. Mintalah peserta untuk mencatat dan menggambar sketsa petanya dalam kertas A4 selama perjalanan: • Kondisi lahan/kemiringan lahan

• Tanaman yang ada di wengkon setiap peserta

• Jumlah tanaman (Kayu kehutanan/MPTS)

• Model penanamannya

• Jarak antar tanam

• Usia tegakkan

4. Setelah kembali dari lapangan, mintalah masing-masing kelompok menyalin peta ke kertas yang lebih besar. 5. Setelah melihat gambaran dan kondisi wilayah mereka, pemandu mengajak peserta untuk menentukan apa yang dicita-citakan untuk desa mereka di masa mendatang, khususnya yang terkait dengan pengelolaan lahan yang di kehendakinya. 6. Presentasikan hasil pemetaan dan tarik kesimpulannya.

Tugas Pemandu: 1. Apa pendapat peserta tentang materi belajar ini dan apa saja yang perlu diperbaiki? 2. Catatan peserta untuk mempersiapkan diri sebagai pemandu?

Sekolah Lapangan ESP


72 Pemetaan Kanopi

Latar Belakang: Kanopi menjadi salah satu bagian penting dalam penanaman di daerah wengkon. Penanaman tanaman yang bernilai ekonomis di lahan wengkon biasanya merupakan tanaman di bawah tegakan. Hal ini memerlukan pengamatan yang cermat agar penanaman di lahan wengkon dapat memberikan hasil yang maksimal Tujuan: 1. Peserta dapat memahami pengaruh kanopi terhadap lahan dan hasil panen yang diperoleh oleh pesanggem. 2. Peserta dapat memikirkan upaya pengelolaan lahan yang sama-sama menguntungkan baik dari segi ekologi maupun ekonomi. 3. Peserta mampu memfasilitasi kelompok masyarakat melakukan kegiatan ini. Pokok Bahasan: Penyusunan strategi pemetaan kanopi Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas Metode: survei lapangan dan diskusi kelompok Waktu: 4 jam Langkah-langkah: 1. Jelaskan tujuan kegiatan pemetaan kanopi. 2. Ajaklah peserta untuk ke luar kelas menuju lokasi yang telah ditentukan sebelumnya untuk memetakan kanopi. 3. Mintalah peserta untuk mencatat dan menggambar kanopinya yang ada di lahan wengkon dan menganalisa apa yang akan terjadi dengan keadaan lahan wengkon yang ditemuinya. 4. Minta peserta untuk menganalisa pengaruh kanopi terhadap lahan dan pendapatan pesanggem. 5. Setelah kembali dari lapangan, mintalah masing-masing kelompok menyalin hasil perjalannanya ke kertas yang lebih besar untuk dipresentasikan. 6. Setelah selesai presentasi, ajaklah peserta lain mengklarifikasi untuk memperjelas hal-hal yang dipresentasikan terkait dengan konopi dan manfaatnya.

Tugas Pemandu: 1. Apa pendapat peserta tentang materi belajar ini dan apa saja yang perlu diperbaiki? 2. Catatan peserta untuk mempersiapkan diri sebagai pemandu?

PANDUAN PELAKSANAAN


73 Analisa Hasil Panen

Latar Belakang: Penanaman di lahang wengkon diharapkan bisa lebih berkelanjutan, baik karena alasan ekologis maupun ekonomis. Hasil yang diharapkan setiap tahunnya perlu mempertimbangkan alasan ekologisnya. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang bagaimana pola hasil panen yang menguntungkan dari segi ekonomi dan ekologis. Tujuan: 1. Mengetahui hasil apa saja yang akan diperoleh pesanggem dalam tahun pertama, tahun kedua dan tahun ketiga. 2. Peserta dapat menentukan tindakan-tindakan dalam pengelolaan lahan agar mendapatkan hasil yang diinginkan. 3. Peserta mampu memfasilitasi kelompok masyarakat melakukan kegiatan ini. Pokok Bahasan: Melakukan analisa hasil panen yang dapat memberikan keuntungan terhadap aspek ekologis dan ekonomis. Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas Metoda: diskusi kelompok Waktu: 4 jam Langkah-langkah: 1. Sampaikan kepada peserta tentang maksud dan tujuan mereka belajar materi ini. 2. Ajaklah peserta untuk merancang model penanaman yang dapat menghasilkan dalam waktu semusim (3 Bulan), yang menghasilakn dalam waktu 3 tahun dan yang bisa menghasilkan dalam waktu 7 tahun. 3. Mintalah setiap peserta untuk mempresentasikannya. 4. Setelah selesai presentasi, ajaklah peserta lain untuk menyimpulkan hasil materi ini.

Tugas Pemandu: 1. Apa pendapat peserta tentang materi belajar ini dan apa saja yang perlu diperbaiki? 2. Catatan peserta untuk mempersiapkan diri sebagai pemandu?

Sekolah Lapangan ESP


74 Analisa Hasil Tahunan

Latar Belakang: Setelah melakukan analisa hasil panen, peserta kemudian melakukan analisa tahunan terhadap hasil panen, guna mendapat satu gambaran tentang keberlangsungan program penanaman di lahan wengkon ini. Pola penanaman tahunan ini diharapkan akan dapat dipergunakan kembali di tahun-tahun berikutnya sekaligus untuk memperbaiki pola penanaman di lahan wengkon. Tujuan: 1. Mengetahui hasil apa saja yang akan diperoleh pesanggem dalam tahun pertama, tahun kedua dan tahun ketiga. 2. Peserta dapat menentukan tindakan-tindakan dalam pengelolaan lahan agar mendapatkan hasil yang diinginkan. 3. Peserta mampu memfasilitasi kelompok masyarakat melakukan kegiatan ini. Pokok Bahasan: Analisa rancangan model penanaman tahunan di lahan wengkon Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas Metode: diskusi kelompok dan pleno Waktu: 1 jam Langkah-langkah: 1. Sampaikan kepada peserta tentang maksud dan tujuan mereka belajar materi ini. 2. Ajaklah peserta untuk merancang model penanaman yang dapat diambil hasilnya dalam waktu satu tahun, waktu dua tahun dan waktu tiga tahun. Lihat tabel di bawah ini untuk diisi dalam diskusi kelompok. 3. Mintalah agar setiap peserta menyalin hasil analisanya untuk dipresentasikan . 4. Setelah selesai presentasi, ajaklah peserta lain untuk menyimpulkan hasil materi ini. ANALISA HASIL TAHUNAN No

Tahun

Jenis Tanaman

Hasil

Keterangan

Pertama

Kedua

Ketiga

PANDUAN PELAKSANAAN


75 Analisa Sumber Pendapatan Pesanggem Wengkon

Latar Belakang: Untuk memperkuat pola penanaman di lahan wengkon, perlu dilakukan analisa sumber pendapatan bagi para pesanggem wengkon. Melalui diskusi ini diharapkan para pesanggem akan melakukan analisa keuntungan dari segi ekonomi yang dapat dijadikan dasar untuk mendapatkan gambaran pendapatan para pesanggem baik secara musiman maupun tahunan. Hal ini juga menjadi salah satu unsur penting dalam pengelolaan lahan wengkon. Tujuan: 1. Mengetahui sumber pendapatan para pesanggem dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. 2. Peserta mampu memandu materi ini di desanya. Pokok Bahasan: Analisa sumber-sumber pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas. Metode: diskusi kelompok dan pleno Waktu: 4 jam Langkah-langkah: 1. Sampaikan kepada peserta tentang maksud dan tujuan mereka belajar materi ini. 2. Ajaklah peserta untuk menganalisa sumber-sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 3. Mintalah setiap peserta menyalin hasil analisanya untuk dipresentasikan. 4. Setelah selesai presentasi, ajaklah peserta lain untuk menyimpulkan hasil materi ini.

Tugas Pemandu: 1. Apa pendapat peserta tentang materi belajar ini dan apa saja yang perlu diperbaiki? 2. Catatan peserta untuk mempersiapkan diri sebagai pemandu?

Tabel Analisa Pendapatan No

Sumber Pendapatan

Sekolah Lapangan ESP

Lokasi

Jumlah Rupiah

Keterangan


76 Analisa Resiko Pengelolaan Lahan Wengkon

Latar Belakang: Sebagian besar masyarakat pesanggem dalam mengelola lahan di wengkonnya tidak memperhatikan apa yang akan terjadi selama pengelolaan lahan, selama masa persiapan hingga masa penanaman. Kebutuhan yang diperlukan kebanyakan dipenuhi secara mendadak. Di sisi lain harga panen di pasaran tidak stabil, turun naik atau tidak menentu. Para pesanggem jarang memprediksi kondisi ini. Akibatnya, banyak pesanggem yang tidak puas dengan hasil panennya. Tujuan: 1. Mengetahui risiko yang akan terjadi selama pengelolaan lahan di wengkon 2. Menganalisa kejadian selama kegiatan pengelolaan lahan wengkon 3. Peserta mampu memandu materi ini di masyarakat di desanya. Pokok Bahasan: Analisa risiko untuk pengelolaan lahan wengkon Alat dan Bahan: Kertas plano, spidol, lakban kertas. Metode: diskusi kelompok dan pleno Waktu: 5 jam Langkah-langkah: 1. Jelaskan tujuan kegiatan ini (mengapa menganalisa risiko dalam aktivitas pengelolaan lahan). 2. Ajaklah peserta untuk merancang suatu model pengelolaan lahan dan menganalisa risiko yang akan dihadapinya semenjak persiapannya, perawatannya dan hasilnya seperti apa dan menganalisa dampaknya bagi lahan wengkonnya. 3. Mintalah setiap peserta untuk mempresentasikannya. 4. Setelah selesai presentasi, ajaklah peserta lain mengklarifikasi untuk memperjelas halhal yang dipresentasikan terkait dengan risiko dalam pengelolaan lahan wengkon. Tabel Analisa Resiko

( Dalam satu andil tiap pesanggem ) Jenis Tanaman

Waktu Panen (Bulan)

Pembiayaan Persiapan

Perawatan

Hasil Tidak Menentu

Tetap

Semakin menurun

Semakin tinggi

Dampak terhadap lahan

keterangan

PANDUAN PELAKSANAAN


77

7.2. Sekolah Lapangan Lebah Madu Informasi Penyelenggaraan Sekolah Lapangan tematik ini disajikan contoh dari Sekolah Lapangan Lebah Madu yang telah dilaksanakan di Jawa Timur

Menanam untuk Lebah, Lebah untuk Kekayaan Kelompok Budidaya lebah bukan hal baru di Sumberrejo, Pasuruan. Namun, seiring dengan berkurangnya jumlah pepohonan di seputaran Taman Hutan Raya R. Soerjo (Tahura), budidaya lebah seakan menjadi langka. Maraknya penebangan dan kebakaran hutan membuat lebah memilih kabur. Tentu untuk menemukan sumber makanan dalam habitat barunya. Kini, upaya pemulihan kondisi hutan telah digarap banyak pihak. Warga Sumberrejo yang tergabung dalam alumni Sekolah Lapangan (SL) ESP pun tak ingin ketinggalan. Mereka mencoba melakukan hal berbeda. Ya, merayu lebah untuk kembali ke desa mereka. Mereka mengawalinya dengan menanam 25 hektar kopi di sela-sela tanaman randu dan kaliandra 2008 lalu.

37 Koloni lebah yang hasilnya akan mengisi kas kelompok SL Sumberrejo

Sejak saat itu, alumni SL kian bersemangat mengelola rencana mereka untuk mendatangkan kembali lebah ke desanya. Perum Perhutani KPH Pasuruan yang pernah melakukan pelatihan budidaya lebah bersedia mendampingi rencana tersebut. Hingga rangkaian pertemuan untuk mengingatkan kembali seni mengelola lebah dilakukan bersama alumni SL itu. Pemetaan sumber serbuk sari bagi lebah, identifikasi perilaku dan kebiasaan lebah, hingga strategi memancing koloni baru lebah. Itulah antara lain beberap agenda pertemuan yang dilakukan bersama peserta Sekolah Lapangan dan difasilitasi oleh ESP. Hasil pembahasan agenda-agenda itu pun ditindaklanjuti. Tanaman kopi di sela randu dan kaliandra adalah bidikan pertama. Di lokasi inilah dilakukan pemancingan lebah. Tepat di saat bunga randu sedang diburu lebah. Dan hasilnya, dari 37 stup lebah (rumah sarang lebah) yang menjadi umpan, hampir semuanya telah diisi koloni baru. Budidaya lebah itu memang baru berjalan sejak bulan Mei 2008 lalu. Dikelola oleh tiga orang saja. Meski lebah yang dibudidayakan adalah lebah lokal Apis cerana javana,

Sekolah Lapangan ESP


78 namun alumni SL Sumberrejo menjadikan budidaya lebah ini sebagai bisnis kelompok. Dari hasil panen madu dan produk lebah lainnya, 70 persen diantaranya akan menjadi kekayaan kelompok SL. Sementara sisanya untuk si pengelola. Selain untuk kas kelompok, hasil bisnis kelompok SL ini akan dipakai untuk biaya pertemuan rutin kelompok, bahkan menjadi pancingan bagi mereka yang ingin membangun instalasi biogas baru. Begitu setidaknya alasan menjadikan budidaya lebah sebagai usaha kelompok. Meski baru 37 stup saat ini, namun kelompok SL ini sudah ancang-ancang untuk menambah stup baru di kebun lain.

Panduaan Lapangan Sekolah Lapangan Lebah Madu Penelusuran Potensi Pakan Lebah

Latar Belakang: Pengetahuan mengenai pakan lebah sangat penting dalam mengembangkan lebah madu. Sumber pakan ini bisa berasal dari tanaman maupun pohon. Untuk menjamin kelangsungan hidup lebah, sumber pakan ini harus terjaga kontinuitasnya. Ada dua jenis pakan lebah yaitu nektar dan polen/tepungsari. Nektar merupakan sumber karbohidrat yang berupa cairan. Sedangkan polen berupa padatan yang dibutuhkan lebah untuk berkembang biak. Pemetaan jenis tanaman dan pohon di sekitar lokasi pengembangan lebah akan menentukan cukup tidaknya ketersediaan nektar dan tepungsari. Ada jenisjenis tanaman dan pohon yang mampu menyediakan keduanya seperti Randu (Ceiba petandra). Serta ada jenis yang hanya mampu menyediakan salah satu. Pemetaan waktu berbunga juga sangat penting. Hal ini karena pada umumnya masa berbunga tiap tanaman berbeda dan hanya berlangsung singkat. Untuk menjamin nektar dan tepungsari tersedia sepanjang tahun maka harus merencanakan jenis tanaman maupun pohon yang akan ditanam. Kesalahan pemilihan jenis tanaman dan pohon akan menyebabkan ketersediaan sumber pakan tidak stabil yang pada akhirnya menyebabkan budidaya lebah tidak berhasil. Tujuan: 1. Peserta memetakan jenis sumber pakan lebah yang tersedia di sekitar lokasi pengembangan lebah. 2. Peserta memetakan waktu berbunga dari sumber pakan lebah yang ada. Keluaran: 1. Peta potensi jenis sumber pakan lebah 2. Bagan waktu berbunga selama satu tahun 3. Rekomendasi jenis tanaman atau pohon yang mampu menunjang ketersediaan pakan lebah sepanjang tahun

PANDUAN PELAKSANAAN


79 Pokok bahasan: 1. Identifikasi tanaman dan pohon sumber pakan lebah yang ada di sekitar lokasi pengembangan lebah madu 2. Waktu berbunga masing-masing tanaman dan pohon 3. Kesinambungan ketersediaan pakan lebah Alat dan bahan: 1. Kamera 2. Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Waktu: 2 kali pertemuan, @ 3.5 jam (penelusuran wilayah dan diskusi) Metode: survai lapangan, diskusi kelompok dan pleno Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini. 2. Peserta diajak menentukan rute perjalanan. 3. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang). 4. Setiap kelompok kecil melakukan pengamatan tanaman dan pohon sumber pakan lebah di sekitar lokasi pengembangan lebah madu. Hal yang diamati adalah: nama tanaman dan pohon, waktu berbunga, menghasilkan nektar, polen atau keduanya. 5. Setiap kelompok mendiskusikan hasil penelusurannya dan menuangkan dalam bentuk peta potensi pakan lebah dan bagan waktu berbunga masing-masing tanaman dan pohon. 6. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya). 7. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersamasama menarik kesimpulan. Pertanyaan untuk diskusi: 1. Apakah tanaman dan pohon yang sudah ada termasuk penghasil nektar, polen atau keduanya? 2. Seperti apa gambaran musim berbunga masing-masing tanaman penghasil nektar dalam setahun? 3. Apakah potensi yang ada sudah menunjang ketersediaan pakan sepanjang tahun ataukah perlu menanam tanaman atau pohon lain?

Sekolah Lapangan ESP


80 Identifikasi Perilaku Lebah Madu Salah satu materi yang dibahas dalam Sekolah Lapangan Pengembangan Lebah Madu adalah identifikasi perilaku lebah. Materi ini mutlak harus dipelajari mengingat lebah itu kaya akan kearifan. Kearifan itu pun bergantung kepada syarat hidup si lebah. Melalui Sekolah lapangan itu, terungkap bahwa salah satu hal penting dalam mengelola lebah adalah pengaturan kelembaban sarang lebah. Tidak hanya itu, suhu sarang yang harus mencapai 35 derajat celcius delama sepuluh bulan pada tahun tersebut. Untuk menjaga kelembaban sarang, ada kelompok lebah yang memiliki tugas menjaga pertukaran lebah. Jika hari panas, pasti akan ada yang berjajar di pintu sarang. Bahkan sekelompok lagi yang di dalam sarang ada yang mendorong udara ke semua sudut sarang. Tak hanya itu, lebah juga selalu bekerja bersama untuk mencegah benda asing masuk ke sarang termasuk serangga. Begitu sekilas materi yang berhasil membuka sedikit wawasan tentang kearifan lebah. Disamping itu, decak kagum peserta Sekolah Lapangan juga tampak jelas ketika fasilitator bercerita tentang ratu lebah dan lebah pekerja. Kekaguman itu pun berbuah rasa penasaran yang membuat mereka kian bersemangat untuk membudidayakan lebah.

Pengenalan Macam Lebah

Latar Belakang: Lebah merupakan salah satu jenis binatang yang yang dimanfaatkan hasilnya oleh manusia untuk menunjang perekonomian. Manusia sejak dahulu sudah mengembangkan lebah madu. Selain diambil madunya, lebah juga bermanfaat sebagai penyerbuk. Lebah dalam satu koloni terdiri atas ratu, pejantan dan pekerja. Masingmasing mempunyai fungsi yang spesifik dan saling menunjang satu dengan lainnya. Pengetahuan dan pemahaman mengenai masing-masing lebah akan sangat penting dalam usaha pengembangan lebah madu. Tujuan: • Peserta dapat mengenali macam lebah (ratu, pejantan dan pekerja) • Peserta dapat memahami mekanisme yang terjadi dalam koloni lebah madu Keluaran: Gambar ratu, pejantan dan pekerja beserta ciri-ciri fisiknya Pokok bahasan: PANDUAN PELAKSANAAN


81 • Macam-macam lebah madu • Ciri-ciri lebah madu • Hubungan fungsional antar lebah madu Alat dan bahan: • Koloni lebah yang terdiri atas ratu, pejantan dan pekerja • Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Metode: pegamatan langsung di lapangan, diskusi kelompok dan pleno. Waktu: Satu kali pertemuan selama 3 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini. 2. Peserta diajak ke koloni lebah madu. 3. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang). 4. Setiap kelompok kecil melakukan pengamatan lebah madu. Hal yang diamati adalah: ciri-ciri fisik lebah madu (ratu, pejantan, dan pekerja) kemudian menuangkannya dalam bentuk gambar yang diberi keterangan. 5. Setiap kelompok mendiskusikan hubungan fungsional antara ratu, pejantan dan pekerja. 6. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya). 7. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersama- sama menarik kesimpulan. Pertanyaan untuk diskusi: • Bagaimana membedakan ratu, pejantan dan pekerja secara kasat mata? • Apa fungsi/peran ratu, pejantan dan pekerja?

Pemahaman Stup Ideal

Latar Belakang: Gelodog merupakan tempat tinggal koloni lebah. Secara alami koloni lebah akan menempati rongga-rongga batang pohon yang terlindungi dari sinar matahari langsung. Namun bentuk gelodog yang tidak seragam kerap menyulitkan pada saat pemanenan madu. Untuk memudahkan panen, koloni lebah diternakkan dalam gelodog yang dibuat dengan kriteria tertentu yang disebut stup. Membuat stup harus diusahakan mendekati kondisi alami di alam. Pengetahuan dan pemahaman stup akan membuat koloni lebah kerasan dan bisa berkembang biak. Sekolah Lapangan ESP


82 Tujuan: • Peserta memahami kriteria stup untuk tempat tinggal ideal bagi koloni lebah. • Peserta mampu membuat stup sendiri. Keluaran: • Kriteria stup yang ideal bagi tempat tinggal koloni lebah Pokok bahasan: • Syarat minimal yang harus dimiliki sebuah stup • Jenis bahan stup • Warna stup Alat dan bahan: • Stup dan Gelodog • Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Metode: diskusi kelompok kecil Waktu: satu kali pertemuan selama 3 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini. 2. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang). 3. Setiap kelompok kecil melakukan diskusi kondisi stup atau gelodog yang ada. Hal yang diamati adalah: jenis kayu, warna, ukuran, kondisi koloni di dalamnya. 4. Setiap kelompok mendiskusikan hasil pengamatan dan menuangkan dalam sketsa stup dan keterangan tentang kondisi stup. 5. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya). 6. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersama- sama menarik kesimpulan. Pertanyaan untuk diskusi: • Ukuran ideal stup (terutama terkait dengan penggembalaan lebah pada saat paceklik makanan). • Jenis kayu untuk bahan stup beserta warna stup.

PANDUAN PELAKSANAAN


83 Pemisahan Dan Pemindahan Lebah Madu

Latar Belakang: Pemisahan dan pemindahan seringkali harus dilakukan demi menjaga kelangsungan koloni lebah. Ada beberapa hal yang menjadi sebab perlunya memisahkan dan memindahkan koloni lebah. Peternak lebah harus memahami syarat-syarat pemisahan dan pemindahan lebah agar diperoleh koloni-koloni lebah yang sehat. Keterlambatan maupun kesalahan akan menyebabkan koloni lebah terganggu pekembangannya bahkan habis. Tujuan: • Peserta memahami langkah-langkah pemisahan dan pemindahan koloni madu. • Peserta memahami syarat-syarat pemisahan dan pemindahan koloni lebah madu. Keluaran: • Panduan pemisahan dan pemindahan koloni lebah madu Pokok bahasan: • Langkah-langkah pemisahan dan pemindahan koloni lebah madu • Syarat-syarat pemisahan dan pemindahan koloni lebah madu Alat dan bahan: • Gelodog yang berisi lebah yang siap dipindahkan • Stup kosong • Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Metode: diskusi kelompok dan pleno Waktu: satu kali pertemuan selama 4 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini. 2. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang). 3. Setiap kelompok mendiskusikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalammemisahkan dan memindahkan koloni lebah madu (termasuk ciri-ciri, syarat-syarat, waktu yang tepat dsb). 4. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya). 5. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersama- sama menarik kesimpulan.

Sekolah Lapangan ESP


84 Pertanyaan untuk diskusi: • Mengapa dilakukan pemisahan dan pemindahan koloni? • Apa saja yang harus dilakukan agar proses pemisahan dan pemindahan berhasil?

Pemanenan Berbagai Produk Lebah

Latar Belakang: Produk dari peternakan lebah tidak hanya madu. Sekarang ini banyak jenis produk lebah non madu seperti Royal Jelly, Polen, Propolis, dsb. Pemanfaatan produk-produk ini masih kurang optimal karena peternak lebah tidak tahu serta kurang memahamiteknik panen madu yang tepat. Tehnik pemanenan yang benar dan tepat akan menghasilkan produk bermutu tinggi yang akan menaikkan harga jual produk. Pemahaman pemanenan yang tepat untuk tiap jenis produk lebah akan menunjang keberhasilan usaha budidaya lebah madu Tujuan: • Peserta memahami langkah-langkah pemanenan yang tepat. • Peserta mampu melakukan pemanenan yang tepat sehingga mampu menghasilkan produk berkualitas baik. • Peserta mengetahui jenis-jenis produk lebah selain madu. Keluaran: Panduan pemanenan produk-produk lebah madu Pokok bahasan: • Langkah-langkah pemanenan produk lebah berdasarkan pada jenis produknya • Syarat-syarat produk lebah sudah siap dipanen Alat dan bahan: • Alat dan bahan untuk panen produk lebah madu • Contoh-contoh produk lebah (Royal Jelly, Madu, Lilin, Propolis, Polen, dll) • Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Metode: diskusi kelompok dan pleno Waktu: 2 kali pertemuan @ 4 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini. 2. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang). 3. Setiap kelompok mendiskusikan produk lebah yang sudah siap panen serta angkahlangkah yang diperlukan agar memperoleh panenan yang bermutu tinggi.

PANDUAN PELAKSANAAN


85 4. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya). 5. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersamasama menarik kesimpulan. Pertanyaan untuk diskusi: • Apa saja produk yang bisa dipanen dari lebah? • Seperti apa teknik pemanenan yang tepat?

Perawatan Koloni Lebah Madu

Latar Belakang: Perawatan merupakan hal yang sangat penting dalam budidaya lebah madu. Pemeriksaan rutin akan membantu peternak untuk mengetahui kondisi koloni lebah setiap waktu. Jika terjadi sesuatu yang membahayakan kelangsungan hidup koloni maka akan segera diketahui. Lebah merupakan jenis ternak yang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan, sehingga pengetahuan dan pemahaman bagaimana merawat lebah madu akan sangat bermanfaat bagi peternak lebah madu. Tujuan: • Peserta memahami langkah-langkah yang diperlukan untuk merawat koloni lebah madu Keluaran: • Panduan perawatan koloni lebah madu Pokok bahasan: • Point-poin perawatan koloni lebah madu • Frekuensi waktu pelaksanaan perawatan Alat dan bahan: • Bahan dan alat untuk perawatan koloni lebah madu • Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Metode: diskusi kelompok kecil Waktu: satu kali pertemuan selama 4 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini 2. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang)

Sekolah Lapangan ESP


86 3. Setiap kelompok mendiskusikan hal-hal yang termasuk dalam perawatan koloni lebah madu dan menuangkannya dalam tabel waktu perawatan 4. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya) 5. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersama- sama menarik kesimpulan Pertanyaan untuk diskusi: • Pentingnya perawatan koloni lebah madu • Apa saja yang harus dilakukan dalam perawatan koloni lebah madu • Frekuensi pelaksanaan perawatan.

Pemahaman & Penanganan Hama Penyakit Lebah

Latar Belakang: Pemeliharaan lebah madu tidak akan lepas dari gangguan hama dan penyakit. Hama dan penyakit ini perlu diidentifikasi sehingga penanganan yang tepat bisa dilakukan. Penanganan yang tidak tepat bisa mengakibatkan matinya lebah madu dalam satu koloni bahkan bisa menyebar ke koloni lainnya. Pengetahuan dan pemahaman ciri-ciri dan penanganan hama penyakit lebah mutlak dimiliki seorang peternak lebah madu Tujuan: • Peserta memahami ciri-ciri setiap serangan hama dan penyakit lebah • Peserta mampu menangani serangan hama penyakit pada ternak lebah Keluaran: Panduan ciri-ciri dan penanganan serangan hama dan penyakit lebah Pokok bahasan: • Jenis hama dan penyakit lebah • Ciri-ciri masing-masing serangan hama dan penyakit lebah • Penanganan serangan hama dan penyakit lebah • Kondisi yang bisa memicu timbulnya serangan hama dan penyakit lebah Alat dan bahan: • Koloni yang terserang berbagai hama penyakit lebah • Bahan dan alat untuk menangani serangan hama dan penyakit lebah • Alat tulis: kertas plano, spidol, krayon, lakban, potongan tripleks seukuran kertas plano untuk alas menulis dan menggambar di lapangan. Metode: pengamatan, diskusi kelompok dan pleno Waktu: satu kali pertemuan selama 4 jam PANDUAN PELAKSANAAN


87 Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan pengantar sesi ini. 2. Peserta membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil (@ sekitar 5 orang). 3. Setiap kelompok kecil melakukan pengamatan kondisi koloni lebah. Hal yang diamati adalah: ciri-ciri yang tampak, kondisi lebah (warna, sayap), kondisi sisir, kondisi stup, dll. 4. Setiap kelompok mendiskusikan hasil pengamatan dan menuangkan dalam tabel ciri-ciri serangan hama penyakit lebah. 5. Setiap kelompok kemudian mempresentasikan temuan dan analisanya, sementara kelompok yang lain menanggapi. (mempertanyakan, meminta klarifikasi ataupun memberikan masukan berdasarkan analisa kelompoknya). 6. Setelah selesai presentasi dan diskusi pleno, peserta bersama pemandu bersama- sama menarik kesimpulan. Pertanyaan untuk diskusi: • Apa penyebab timbulnya serangan hama penyakit lebah? • Bagaimana ciri-ciri masing-masing serangan hama penyakit lebah? • Bagaimana penanganan dari masing-masing serangan hama dan penyakit lebah?

7.3. Sekolah Lapangan Pengelolaan Bambu Informasi Penyelenggaraan Sekolah Lapangan tematik ini disajikan contoh dari Sekolah Lapangan Pengelolaan Bambu yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah

Citra Bambu untuk Meningkatkan Nilai Manfaat

Ibu Nuryati, peserta SL Pengelolaan Bambu di Desa Citrosono mencatat semua informasi dari temannya saat pengamatan ekosistem lahan

Sekolah Lapangan ESP

Bambu mempunyai peranan yang sangat besar dalam perikehidupan masyarakat. Keseimbangan fungsi ekologis, ekonomis dan sosial dari tanaman bambu relatif lebih baik dibanding tanaman lain. Masyarakat sudah terbiasa memanfaatkan bambu untuk keperluan hidup sehari-hari, misalnya untuk konstruksi rumah dan peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Secara ekologis, bambu yang tergolong rumput-rumputan ini sangat menguntungkan bagi lingkungan karena menghasilkan biomassa tujuh kali lipat dibanding pohon. Selain itu rumpun bambu berperan dalam mencegah erosi karena dapat memperkuat ikatan partikel tanah dan menahan limpasan air.


88 Sayangnya, multi-manfaat bambu tidak sebanding dengan nilai bambu itu sendiri. Bambu belum menjadi prioritas pengembangan karena selama ini bambu dianggap sebagai bahan milik orang miskin atau bahan darurat. Padahal, jika dikelola dengan baik, bambu menjadi pilihan usaha tani untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Apalagi kebutuhan bahan bangunan akan semakin meningkat sementara luasan Topik belajar Sekolah Lapangan hutan sebagai sumber kayu semakin Pengelolaan Bambu: menyempit. Bambu juga merupakan bahan baku yang berkelanjutan 1. Analisa potensi bambu dan persoalan dibandingkan dengan kayu karena bambu ekologi, ekonomi, dan sosial. dapat dipanen secara terus menerus. 2. Perbanyakan tanaman bambu dan teknis Potensi dan kedekatan bambu dengan perikehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan menjadi alasan menyelenggarakan Sekolah Lapangan Pengelolaan Bambu. Enam Sekolah Lapangan ESP yang dijalankan di Kabupaten Magelang, menetapkan SL Pengelolaan Bambu menjadi salah satu kegiatan pada tahap tindak lanjut. Selain untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola rumpun bambu, Sekolah Lapangan ini juga memberikan ketrampilan teknis pemanfaatan bambu menjadi aneka produk.

pembibitan 3. Pemetaan lahan untuk usaha budidaya bambu 4. Ekologi tanah dan kondisi tanah untuk pertumbuhan bambu 5. Teknis pengelolaan tanah seperti pupuk organik, penggemburan, pembumbunan, dan pemberian mulsa organik 6. Pengelolaan rebung 7. Pengendalian hama terpadu tanaman bambu 8. Panen berkelanjutan 9. Potensi tanaman bambu untuk pengelolaan kebun campur 10. Analisa Hasil Akhir Studi Lapangan

Selama satu musim, peserta Sekolah Lapangan ini mempelajari seluk beluk pengelolaan bambu dari sektor hulu sampai hilir. Materi belajarnya dikelompokkan menjadi empat aspek agronomi yaitu: 1. Peningkatan Kekohan RumpunBambu; Memanen bambu yang terlalu tua dan menyempurnakan jarak antar batang agar pertumbuhan bambu bisa optimal. 2. Peningkatan Kesehatan Bambu; Perawatan dan pemeliharaan ekologi tanah, penggemburan, penimbunan, pemberian mulsa organic, dan pemupukan organik. 3. Pengendalian Hama Dan Penyakit; hama yang sering menyerang bambu adalah parasit, benalu, cinglung, kelelawar, landak. Sedangkan Jamur adalah penyakit yang sering menyerang bambu. 4. Pemanenan Berkelanjutan; Pengaturan panen dengan mempertimbangankan intensitas dan waktu panen, umur batang, cara dan alat yang digunakan.

PANDUAN PELAKSANAAN


89 Untuk menggali pengalaman peserta sekaligus menguji teknis bercocok tanam bambu, peserta Sekolah Lapangan yang terbagi dalam kelompok diskusi melakukan studi lapangan, antara lain: • Studi Penggemburan Tanah; membandingkan tingkat kegemburan tanah dengan perlakuan khusus pengaruhnya terhadap pertumbuhan akan dan anakan. • Studi jarak antar batang; Membandingkan pertumbuhan rebung, kekokohan rumpun dan kualitas bambu dengan perbedaan jarak antar batang. • Studi Pengelolaan Hara Tanaman; Pengaruh pemberian pupuk organik terhadapkesehatan rumpun bambu. Sekolah Lapangan ini diselenggarakan kerjasama dengan CV. Sahabat Bambu, Yogyakarta dan Indo Bamboo Foundation Bali. Kedua lembaga ini selain bergerak dalam usaha pengawetan dan kontruksi bangunan bambu, juga mempunyai visi dalam konservasi lingkungan berbasis bambu. Gagasan untuk pendidikan masyarakat tentang bambu meskipun sudah ada sejak sepuluh tahun terakhir akan tetapi praktek secara sistematis Studi Lapangan Pengelolaan Tanah pengaruhnya terhadap baru dimulai di kawasan sungai Soti dan kesehatan bambu dilakukan oleh masyarakat Desa Seloprojo untuk Bolong, Kabupaten Magelang. ”ESP sangat lebih memahami pertumbuhan bambu cerdas mengambil sisi yang menarik untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan konservasi daerah tangkapan sumber air. Sekolah Lapangan Pengelolaan bambu di desa saya mampu menggugah minat masyarakat untuk memanfaatkan setiap kekayaan lingkungannya secara lestari,” ungkap Kepala Desa Seloprojo, dalam lokakarya evaluasi Sekolah Lapangan Pengelolaan Bambu.

Panduaan Lapangan Sekolah Lapangan Pengelolaan Bambu Analisa Potensi dan Persoalan Bambu Latar Belakang Potensi bambu dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan sosial masyarakat sangat besar. Bambu menjadi bagian penting dari perikehidupan pedesaan. Fungsi rumpun bambu dipandang dari aspek ekologis, ekonomis dan sosial relatif lebih baik dibanding tanaman lain. Secara ekologis, bambu yang tergolong rumput-rumputan ini sangat menguntungkan bagi lingkungan karena menghasilkan biomassa tujuh kali lipat dibanding pohon. Selain itu rumpun bambu berperan dalam mencegah erosi karena dapat memperkuat ikatan partikel tanah dan menahan limpasan air.

Sekolah Lapangan ESP


90 Secara sosial, kebiasaaan masyarakat dalam memanfaatkan bambu untuk keperluan hidup sehari-hari telah berjalan dari generasi ke generasi. Konstruksi rumah dan peralatan rumah tangga, peralatan pertanian berbahan baku bambu dapat kita jumpai di pedesaan. Perkembangan pemanfaatan bambu sebagai produk kerajinan, alat musik, dan makanan juga semakin pesat. Keharmonisan bambu dengan alam dan sosial masyarakat Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia sudah terbukti dengan ketahanan bambu dibanding pohon lain. Sayangnya, multi-manfaat bambu tidak sebanding dengan nilai bambu itu sendiri. Bambu belum menjadi prioritas pengembangan karena selama ini bambu dianggap sebagai bahan milik orang miskin atau bahan darurat. Padahal, jika dikelola dengan baik, bambu menjadi pilihan usahatani untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Apalagi kebutuhan bahan bangunan akan semakin meningkat sementara luasan hutan sebagai sumber kayu semakin menyempit. Bambu juga merupakan bahan baku yang berkelanjutan dibandingkan dengan kayu karena bambu dapat dipanen secara terus menerus. Tujuan 1. Peserta memahami potensi dan persoalan bambu terkait dengan pengelolaan lahan, usaha tani dan kelestarian budaya. 2. Peserta mampu memberi penilaian pada fungsi bambu dari aspek ekologis, ekonomis, dan sosial budaya sehingga mampu memanfaatkannya untuk peningkatan perikehidupan desa. 3. Peserta mampu mempertimbangkan asa manfaat bambu sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaannya. Keluaran: Rumusan potensi dan persoalan bambu dari aspek ekologis, ekonomis, dan sosial. Pokok Bahasan: Analisis permasalahan dan potensi Bambu Alat dan bahan: Kertas koran, spidol, krayon/spidol warna, dan lakban kertas Metode: Wawancara dengan masyarakat, pengamatan ekosistem bambu dan diskusi kelompok Waktu: 3 Jam Langkah-langkah: Pengantar Pemandu membuka diskusi dengan memberikan contoh produk-produk bambu dan beberapa foto ekosistem hutan bambu. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, pemandu mengajak diskusi untuk menjawab pertanyaan; Mengapa bambu sering diabaikan dan hanya dipanen ketika kita membutuhkannya? Apakah bambu dapat dikelola secara baik sehingga dapat meningkatkan nilai manfaatnya? PANDUAN PELAKSANAAN


91 Pengamatan Pengamatan pada rumpun bambu dan wawancara dengan masyarakat yang berumur lebih dari 50 tahun tentang pemanfaatan bambu. Diskusi 1. Peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi untuk membahas empat topik yang berbeda, yaitu: 2. Kelompok 1: Pemetaan rumpun bambu di desa dan kecenderungan keberadaannya. 3. Kelompok 2: Rantai pemanfaatan dan perdagangan bambu yang dilakukanmasyarakat. 4. Kelompok 3: Persoalan terkait pengelolaan bambu sehingga masyarakat kurang berminat untuk melakukan pengelolaan secara benar. 5. Kelompok 4: penilaian potensi bambu dipandang dari aspek ekologis, ekonomis, dan sosial budaya Presentasi Setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi mereka dan dilakukan perumusan bersama tentang potensi dan persoalan bambu.

Catatan Pemandu: Untuk mempercepat proses diskusi pemandu dapat menyiapkan format atau tabel untuk masing-masing materi diskusi.

Teknik Pengelolaan Tanah di Ekosistem Bambu

Latar Belakang Pertumbuhan tanaman bambu sangat dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan sekitar. Saat ini hampir sebagian besar tanaman bambu tidak dikelola oleh masyarakat. Pengelolaan tanaman bambu hanya dilakukan pada waktu panen, baik panen bambu muda (rebung) maupun bambu tua. Pada jaman dulu sudah ada beberapa aturan saat melakukan pemanenan, Namun saat ini aturan-aturan itu kurang begitu diperhatikan lagi. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bambu tidak maksimal. Sebagai tempat atau sumber bahan makanan bagi berbagai macam jenis tumbuhan, tanah sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman tidak terkecuali tanaman bambu. Meskipun bambu dapat tumbuh pada lapisan tanah yang tipis namun tetap membutuhkan tanah sebagai sumber makanan. Pengelolaan tanah baik pemberian tambahan bahan organik, perbaikan aerasi dan drainase tanah sangat membantu pertumbuhan tanaman. Sekolah Lapangan ESP


92 Seperti halnya tanaman yang lain, bambu juga memerlukan pemupukan, penggemburan tanah dan pembumbunan. Namun hal tersebut sudah tidak dilakukan oleh masyarakat. Saat ini tidak ada perlakukan khusus untuk hal tersebut. Sehingga nutrisi untuk tanaman bambu hanya diperoleh dari sisa daun-daunan bambu yang jatuh dan membusuk di sekitar rumpun bambu. Pengelolaan tanah di sekitar rumpun bambu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman bambu, kesehatan tanaman dan memudahkan perawatan tanaman. Tujuan 1. Peserta memahami manfaat pengelolaan tanah bagi pertumbuhan tanaman bambu. 2. Peserta mampu melakukan pemupukan, penggemburan, pembumbunan dan pemberian mulsa organik pada tanaman bambu. 3. Peserta mampu mengetahui perbedaan antara tanaman bambu yang ada pengelolaan tanahnya dan yang tidak ada pengelolaan tanah. Keluaran: Petunjuk teknis pengelolaan tanah pada tanaman bambu Metode: Pengamatan ekosistem bambu, praktek pengelolaan tanah dan diskusi kelompok Alat dan bahan: Kertas koran, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, cangkul, sabit, ember dan pupuk organik Waktu: 3 Jam Langkah-langkah: Pengantar Pemandu membuka diskusi dengan memberikan contoh pengelolaan tanah secara umum. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, pemandu mengajak diskusi untuk menjawab pertanyaan; apa fungsi pengelolaan tanah bagi tanaman? Bagaimana pengelolaan tanah pada bambu yang selama ini telah dilakukan? Pengamatan Pengamatan pada rumpun bambu dan wawancara dengan masyarakat yang berumur lebih dari 50 tahun tentang kondisi dan pengelolaan tanah pada tanaman bambu selama ini. Diskusi Peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi untuk membahas empat topik yang berbeda, yaitu: • Kelompok 1: Pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan tanaman bambu. • Kelompok 2: Pengaruh penggemburan tanah disekitar rumpun bambu terhadap pertumbuhan tanaman bambu. • Kelompok 3: Pengaruh pembumbunan pada rumpun (dapuran) bambu terhadap PANDUAN PELAKSANAAN


93 pertumbuhan tanaman bambu. • Kelompok 4: Pengaruh pemberian mulsa organik (daun bambu) pada rumpun bambu terhadap pertumbuhan tanaman bambu. Presentasi Setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi mereka dan kemudian merumuskan secara bersama pengaruh pengelolaan tanah terhadap pertumbuhan tanaman bambu. Praktek: Peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi untuk melakukan praktek perlakuan terhadap tanah pada rumpun bambu dengan tema, yaitu: • Kelompok 1: pemberian pupuk organik pada rumpun bambu. • Kelompok 2: penggemburan tanah disekitar rumpun bambu. • Kelompok 3: pembumbunan pada rumpun (dapuran) bambu. • Kelompok 4: pemberian mulsa organik (daun bambu) pada rumpun bambum terhadap pertumbuhan tanaman bambu.

Catatan Pemandu: Untuk mempercepat proses diskusi pemandu dapat menyiapkan format atau tabel untuk masing-masing materi diskusi.

Perbanyakan Tanaman Bambu dan Teknik Pembibitan

Latar Belakang Selama ini kecenderungan orang untuk memperbanyak bambu sudah berkurang. Semakin lama jumlah tanaman bambu semakin sedikit. Kebanyakan tanaman bambu saat ini tumbuh di pinggir sungai dan di lahan-lahan miring. Tanaman bambu biasa tumbuh dalam satu rumpun. Bentuk dan luas per rumpun biasanya berbeda-beda tergantung pada kondisi tanahnya. Untuk daerah tanah yang miring, rumpunnya berbentuk oval yang memanjang, namun untuk daerah datar biasanya berbentuk bulat. Perbanyakan tanaman bambu umumnya melalui peranakan dari akar rumpunnya. Namun ada beberapa jenis tanaman bambu yang mudah tumbuh dengan cara stek. Melihat potensi bambu yang begitu besar, perlu ada pengelolaan dan pemanfaatan bambu sebagai tumbuhan konservasi. Untuk pengembangan atau perluasan areal tanaman bambu dalam menjaga erosi, meningkatkan daya simpan air dan lainnya diperlukan bibit-bibit baru yang siap tanam sesuai dengan jenis bambu yang diinginkan masyarakat. Sekolah Lapangan ESP


94 Tujuan 1. Peserta memahami sistim perkembangbiakan tanaman bambu. 2. Peserta memahami beberapa cara melakukan perbanyakan tanaman bambu. 3. Peserta mampu melakukan perbanyakan tanaman bambu dan perawatannya sampai siap tanam Keluaran: Bibit bambu dari beberapa metode perbanyakan tanaman bambu Metode: Pengamatan ekosistem bambu, diskusi kelompok dan praktek perbanyakan tanaman bambu Alat dan bahan: Kertas koran, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, gergaji, cangkul, sabit dan pisau. Langkah-langkah: Pengantar Pemandu membuka diskusi dengan memberikan contoh cara bambu tumbuh dan di mana dia tumbuh. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, pemandu mengajak diskusi untuk menjawab pertanyaan; Bagaimana bambu berkembang biak? Faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan anakan/bibit bambu? Pengamatan Pengamatan pada rumpun bambu dan wawancara dengan masyarakat tentang perbanyakan tanaman bambu. Diskusi Peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi untuk membahas empat topik yang berbeda, yaitu: •• Kelompok 1: perbanyakan bambu dengan anakan. •• Kelompok 2: perbanyakan bambu dengan stek. •• Kelompok 3: perbanyakan bambu dengan akar rimpang (akar rumpunnya). •• Kelompok 4: perbanyakan bambu dengan potongan pangkal pohon. Presentasi Setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi mereka dan dilakukan perumusan bersama tentang perbanyakan tanaman bambu. Praktek Peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi untuk melakukan praktek perbanyakan tanaman bambu dengan 4 cara, yaitu: ••

Kelompok 1: perbanyakan bambu dengan anakan.

••

Kelompok 2: perbanyakan bambu dengan stek.

PANDUAN PELAKSANAAN


95 ••

Kelompok 3: perbanyakan bambu dengan akar rimpang (akar rumpunnya).

••

Kelompok 4: perbanyakan bambu dengan potongan pangkal pohon.

Catatan Pemandu: 1. Untuk mempercepat proses diskusi pemandu dapat menyiapkan format atau tabel kelebihan dan kelemahan metode-metode tersebut. 2. Perlu disiapkan beberapa jenis bambu yang akan diperbanyak, serta form pengamatan untuk mengamati proses pertumbuhan bibit bambu tersebut.

7.4. Sekolah Lapangan Pengelolaan Sampah Informasi Penyelenggaraan Sekolah Lapangan tematik ini disajikan contoh dari Sekolah Lapangan Pengelolaan Sampah yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah

Mengubah Sampah Menjadi Berkah Tema Sekolah Lapangan biasanya terkait dengan pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat. Kepentingan individu sering menjadi modal untuk membangun minat dan partisipasi peserta. Namun untuk persoalan sampah pertimbangannya lebih pada kepentingan sosial meskipun masalah individu menjadi sumbernya. Mengajak masyarakat apalagi aktif berpartisipasi dalam proses belajar tentang pengelolaan sampah, membutuhkan energi khusus. Oleh karena itu, Sekolah Lapangan dengan tema ini membutuhkan kemampuan pemandu dalam menjembatani kesadaran atau perilaku peserta dengan kepentingan sosial atau kampung. Sekolah Lapangan ini merumuskan materi belajar pengelolaan sampah dari analog kata SAMPAH yaitu; Sisa Aktivitas Manusia Potensial Ada Harganya. Peserta terlibat dalam proses analisa kondisi seperti analisa sisa dan kemasan produk, analisa kecenderungan aktivitas manusia dan kaitannya dengan sampah yang dihasilkan. Tiga prinsip pengolahan sampah seperti mengurangi penggunaan (reduce), menggunakan ulang (reuse), dan daur ulang (recycle) diterjemahkan dengan kegiatan praktis yang mudah dilakukan masyarakat. Proses belajar di Sekolah Lapangan pengelolaan sampah terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu; tahap pemahaman, tahap ketrampilan, dan tahap pengelolaan sistem. Tiga pertemuan pertama, peserta Sekolah Lapangan belajar tentang dampak atau resiko yang meski ditanggung jika sampah berserakan, perjalanan sampah dan pengaruh samping, serta klasifikasi sampah. Empat pertemuan selanjutnya membahas teknologi pengelolaan sampah. Sedangkan dalam tiga pertemuan terakhir, peserta merancang sistem pengelolaan sampah di kampungnya. Sekolah Lapangan ESP


96 Komponen sistem pengelolaan sampah dibahas secara tuntas dan aplikatif. Pengorganisasian masyarakat diproseskan secara bertahap seperti membangun komitmen dan mengambil keputusan, menentukan aturan main, penetapan jalur sampah dan sistem iuran untuk jasa pengelolaan sampah. Teknologi sederhana pengolahan sampah dipraktekkan langsung oleh peserta seperti pengomposan sampah organik, perlakuan sampah untuk digunakan kembali, dan membuat aneka produk kerajinan berbahan baku sampah. Komponen sarana dirancang sendiri oleh masyarakat dengan menggunakan bahan yang tersedia dan biaya pembuatan yang murah. Sekolah Lapangan pengelolaan sampah juga membahas tentang teknik komunikasi dalam kampanye perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Dalam setiap pertemuan, peserta mempraktekkan perilaku bersih dan sehat untuk memberi pengalaman yang berulang-ulang. Pemahaman dan perubahan perilaku pada kebiasaan cuci tangan pakai sabun, pengelolaan limbah cair, pengelolaan dan penyimpanan makanan dan air minum serta penghijauan lahan, juga menjadi target lainnya. Perubahan perilaku yang terjadi pada dirinya sendiri akan menjadi modal peserta Sekolah Lapangan untuk menjadi agen perubahan untuk orang di sekitarnya (tetangganya).

Ibu Daryati dari Kampung Gondolayu, Kota Yogyakarta sedang praktek pengolahan sampah organik dari dapur rumah tangganya untuk dikomposkan pada wadah yang sering disebut Takakura. Di belakangnya tergantung kantong sampah yang sudah dipilah-pilah.

Topik belajar SL Pengelolaan Sampah 1. Efek negatif sampah bagi diri dan lingkungan 2. Siklus sampah 3. Klasifikasi sampah 4. Potensi sampah 5. Prinsip Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 6. Pengelolaan sampah organik 7. Pengelolaan sampah plastik 8. Pengelolaan sampah kertas 9. Manajemen sampah rumah tangga 10. Manajemen sampah lingkungan

Catatan Pemandu: Pemandu harus melakukan identifikasi lebih dahulu tempat-tempat di mana masyarakat membuang sampah dan membuat pola jalur peredaran sampah yang selama ini dilakukan masyarakat.

PANDUAN PELAKSANAAN


97

Panduaan Lapangan Sekolah Lapangan Pengelolaan Sampah Jalur Perpindahan Sampah

Latar Belakang Persoalan utama sampah adalah alur peredaran sampah, mulai dari kegiatan pembuangan oleh pemilik sampah sampai ke tempat penampungan akhir (TPA). Masyarakat perkotaan yang tidak memiliki ruang terbuka di pekarangannya mempunyai persoalan besar dalam memindahkan sampah dari rumahnya. Masyarakat kemudian mengambil jalan pintas untuk memecahkan masalah ini dengan membuang sampah di tempat umum seperti sungai, pinggir jalan atau lahan tidur (tidak dikelola). Pengelolaan sampah yang selama ini mendapat fasilitas dari pemerintah daerah lebih ditujukan pada perpindahan sampah dari rumah ke TPA. Kapasitas TPA dan truk pengangkut sampah menjadi sarana utama sekaligus andalan sistem ini. Saat ini, proses perpindahan sampah menghadapai persoalan yang sangat serius. Daya tampung TPA yang semakin berkurang dan pembangunan TPA baru yang kesulitan mendapat tempat menjadi masalah utamanya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan produksi sampah yang semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat. Prinsip perpindahan dalam pengelolaan sampah mesti dibarengi dengan prinsip pengurangan yang dilakukan mulai dari awal adanya sampah. Tujuan 1. Peserta memahami jalur perpindahan sampah dari rumah sampai tempat pembuangan akhir. Dan berdasar pemahaman ini, peserta dapat membangun jalur perpindahan sampah yang menerapkan prinsip pengurangan sejak dini. 2. Peserta dapat mengambil keputusan bersama dalam pengorganisasian pengelolaan sampah rumah tangga. Sekolah Lapangan ESP


98 Keluaran: Rumusan pola jalur perpindahan sampah dari rumah tangga ke TPA dan upaya masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah yang dibawa ke TPA Alat dan bahan: Kertas koran, spidol, krayon/spidol warna, dan lakban kertas Metode: pengamatan Lapangan dan Diskusi kelompok Waktu: 3 Jam Langkah-langkah: Pengantar Pemandu membuka diskusi dengan menanyakan bagaimana kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah. Apakah sekarang sudah semakin sulit untuk membuang sampah? Apakah sudah terpikir untuk mengatasinya? Pengamatan Pengamatan pada tempat tertentu termasuk tempat pembuangan sementara di mana masyarakat biasa membuang sampah. Diskusi Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, peserta diminta untuk mendiskusikan topik sampah ini dalam kelompok kecil. Untuk mengembangkan pokok bahasan, sebaiknya peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi yang membahas empat topik berbeda, yaitu: •• Kelompok 1: Pemetaan kebiasaan masyarakat membuang sampah rumah tangga (mulai dari rumah sampai tempat pembuangan akhir). ••

Kelompok 2: Dampak yang dirasakan di sekitar lokasi di mana masyarakat membuang sampah termasuk dampak membuang di tempat umum seperti sungai, jalan atau lahan tidur.

•• Kelompok 3: Analisa kecenderungan aktivitas masyarakat terkait dengan produk sampah (jumlah dan jenis sampah). •• Kelompok 4: Membuat pola jalur perpindahan sampah yang ideal dengan upaya pengurangan jumlah yang dibawa ke TPA. Presentasi Setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi mereka dan dilakukan perumusan bersama tentang jalur peredaran sampah yang ideal.

Catatan Pemandu: Pemandu harus melakukan identifikasi lebih dahulu tempat-tempat di mana masyarakat membuang sampah dan membuat pola jalur peredaran sampah yang selama ini dilakukan masyarakat.

PANDUAN PELAKSANAAN


99 Klasifikasi Sampah

Latar Belakang Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang/material yang digunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas dari ‘pengelolaan’ gaya hidup masyarakat. Secara umum, sampah dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu; a. Sampah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable-waste); sampah yang dapat mengalami dekomposisi/pembusukan oleh bakteri seperti; sampah dapur, sisa makanan, daun-daunan. Sampah jenis ini lebih dikenal sebagai ’Sampah Organik/Sampah Basah’. b. Sampah yang tidak atau sangat lambat sekali mengalami perubahan secara alami (non-degradable waste), seperti; kertas, plastik, kaca, kaleng, baterai, jarum suntik bekas, aki bekas, aluminium bekas yang disebut sampah Anorganik c. Klasifikasi jenis sampah ini sangat penting sebagai dasar pemilahan dan teknik pengelolaannya. Kesalahan pembuangan dan pembakaran sampah tanpa dilakukan pemilahan dapat berakibat fatal bagi manusia dan lingkungan. Tujuan 1. Memahami klasifikasi jenis sampah berdasarkan beberapa aspek seperti bahan baku, tingkat bahaya dan tingkat dekomposisi. 2. Memahami pentingnya pemilahan sampah untuk mempermudah upaya pengelolaannya. 3. Mendorong peran masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri; 4. pemilahan, dan 3 M; Memakai ulang (Re-use), Mengolah kembali (recycle), Mengurangi (reduce). Keluaran Masyarakat merencanakan pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga, yang meliputi; • Sistem pewadahan untuk pemilahan sampah organik dan anorganik di Rumah • Sistem pengomposan di rumah dan komunal (Dasa Wisma) • Sistem penyaluran sampah anorganik di kelompok (Dasa Wisma)

Sekolah Lapangan ESP


100 Metode: Survei lapangan, diskusi kelompok, diskusi pleno Alat dan bahan: Kertas plano, spidol, krayon/spidol warna, lakban kertas, dan gambar dasar �Macam-macam Sampahku�, foto macam-macam sampah (bila diperlukan) Waktu: 3 Jam Langkah-langkah: Pengantar 1. Pemandu memberikan contoh berbagai jenis sampah yang tercampur termasuk lampu listrik, lalu menanyakan apa yang terjadi jika tumpukan sampah ini dibakar. 2. Peserta diminta mengidentifikasi barang apa saja yang ada dirumah dan akan menjadi sampah. Pengamatan Peserta dibagi menjadi tiga kelompok kemudian survei lapangan ke rumah penduduk untuk mengamati sampah (sampah dan lokasi pembuangan sampah) di beberapa rumah penduduk. Diskusi 1. Praktek mengklasifikasi jenis sampah. 2. Menentukan tingkat bahaya dan cara pengelolaannya. 3. Menakar nilai ekonomi sampah jika dikelola. 4. Menentukan praktek pemilahan sampah secara individu dan dalam kelompok masyarakat. Presentasi Setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi mereka dan dilakukan perumusan bersama tentang pengelolaan dan penanganan sampah.

Catatan Pemandu: Mempersiapkan alat bantu belajar aneka jenis sampah dan contoh foto.

PANDUAN PELAKSANAAN


101

Pengelolaan Sampah Organik

Latar Belakang Sampah organik rumah tangga, seperti sisa memasak dan sisa makanan, selalu ada setiap hari. Kita sering membuang sampah tersebut bercampur dengan sampah lain tanpa memperhatikan bahayanya proses pembusukan di sekitar rumah dan potensi berharganya sampah tersebut. Jika sampah rumah tangga dapat diolah menjadi kompos dan dimanfaatkan sebagai media tanam di pekarangan dan pot, kita akan mendapat keuntungan yang berlipat. Selain sumber gizi dan berkhasiat obat, budidaya tanaman di pekarangan juga meningkatkan nilai estetika rumah dan status sosial pemiliknya. Teknik mengolah sampah dalam keranjang dekomposer pada awalnya dikenal dengan istilah “Takakura�, dan model ini terus berkembang dengan berbagai modifikasi sesuai potensi masyarakat. Teknik ini biasanya mengundang minat dan lebih banyak diterapkan oleh masyarakat di perkotaan yang tidak mempunyai lahan pekarangan. Pekerjaan mengolah sampah organik rumah tangga memang mudah dan sederhana. Akan tetapi jika tidak diikuti dengan niat, minat dan ketekunan, niscaya pekerjaan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan: 1. Peserta memahami potensi dan persoalan sampah organik yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga. 2. Peserta mampu mengolah sampah organik dengan proses pengomposan secara sederhana yang mudah dan murah untuk diterapkan.

Sekolah Lapangan ESP


102 3. Peserta mampu merancang sistem kerjasama dan pengorganisasian masyarakat dalam mengolah sampah organik di kampung. Keluaran: Percontohan teknik pengelolaan sampah organik Metode: Praktek mengolah sampah organik dan diskusi Alat dan bahan: Sampah organik, bahan membuat keranjang sampah, bahan membuat dekomposer, pisau, gunting, alat semprot kecil Waktu: 3 Jam Langkah-langkah: Pengantar Pemandu membuka diskusi dengan memberikan contoh sampah organik yang berbau busuk, lalu menanyakan mengapa sampah ini berbau busuk. Apa akibatnya atau bahayanya sampah yang membusuk tersebut? Praktek Lapangan •• Pemilahan Sampah: Pilah-pilah sampah sesuai dengan bahannya seperti, sampah organik, kertas, platik, dan kaca. Tempatkan masing-masing jenis sampah pada tempat berbeda. Khusus untuk sampah organik harus segera diolah dalam tempat khusus atau keranjang dekomposer. •• Keranjang Dekomposer; Siapkan keranjang dari plastik atau bahan lain dengan ukuran menampung sekitar 25-50 kg sampah. Pada dinding keranjang bagian dalam dilapisi dengan karton bekas kemasan produk untuk menyerap cairan kompos. Sedangkan pada bagian bawah dan atas dipasang bantal yang berisi sekam bakar. •• Cairan Dekomposer: Siapkan cairan yang berisi biang kompos pada alat semprot ukuran satu liter. Biang kompos dapat dibuat lebih dahulu dengan melakukan fermentasi buah nanas dan gula (lihat bab membuat biang kompos). •• Peranjangan Sampah: Sebelum dimasukkan ke dalam keranjang dekomposer sampah organik harus dipotong-potong lebih dahulu supaya ukurannya menjadi lebih kecil. Setelah sampah dimasukkan ke dalam keranjang, semprot dengan biang kompos sampai basah (jangan terlalu berair). Tutup dengan bantal sekam bakar dan diberi beban. Jika kita mempunyai sampah lagi, kita tinggal membuka bantal sekam dan mengaduk-aduk sampah baru ditambahkan potongan sampah baru. (Proses ini selalu dilakukan ketika kita mempunyai sampah organik). •• Pembusukan sampah: proses pembusukan (dekomposisi) sampah berlangsung secara semi aerob (butuh oksigen dalam jumlah kecil) dan membutuhkan waktu 3040 hari. Jika sampah terlalu becek dan berbau busuk, segera sebarkan arang sekam di atasnya setebal 1 cm. Diskusi: Persoalan pada saat mengolah sampah organik

PANDUAN PELAKSANAAN


103

7.5. Sekolah Lapangan Tabungan Air Informasi Penyelenggaraan Sekolah Lapangan tematik ini disajikan contoh dari Sekolah Lapangan Tabungan Air yang telah dilaksanakan di Sumatra Utara

Menabung Air, Menabung Kehidupan Daerah tangkapan air Sibolangit merupakan sumber air sekaligus sumber perikehidupan masyarakat. Kawasan berketinggian 500-900 meter dpl yang terletak 30-50 km sebelah selatan kota Medan ini memiliki banyak mata air, beberapa diantaranya dimanfaatkan oleh PDAM Tirtanadi untuk memasok air baku bagi zona air minum prima. Disamping itu, kawasan ini juga menjadi sumber pangan. Berbagai tanaman agroforestry seperti durian, kakao, manggis, petai, kemiri, pinang dan aren, aneka tanaman pertanian seperti padi dan sayuran, serta beragam tanaman obat banyak dijumpai di daerah ini Dengan kekayaan sungai yang jernih, udara yang sejuk dan panorama yang indah, Sibolangit juga dijadikan salah satu tujuan wisata bagi masyarakat kota Medan dan sekitarnya. Berangkat dari pemahaman bersama akan pentingnya fungsi daerah tangkapan air Sibolangit sebagai sumber kehidupan inilah beberapa pihak yang berkepentingan, yaitu WSM Forum FORMASI (Forum Masyarakat Sibolangit), PDAM Tirtanadi serta BPDAS Wampu – Sei Ular, dengan difasilitasi oleh ESP, melakukan kerja bersama untuk melestarikan daerah tangkapan air Sibolangit. Bentuk kegiatan yang dipilih adalah Sekolah Lapangan Tabungan Air, dimana kelompok-kelompok masyarakat belajar untuk memahami karakteristik siklus air dan daerah tangkapan air setempat, kemudian merancang dan mengorganisir aksi pelestarian daerah tangkapannya. Kurikulum SL Tabungan Air dibangun bersama oleh Petani Pemandu anggota FORMASI Sibolangit, melalui rangkaian TOT SL Tabungan Air dan Lokakarya Persiapan SL Tabungan Air. Pada prinsipnya, ada 4 hal utama yang dipelajari dan dilakukan dalam SL Tabungan air, yaitu: 1. Pemahaman tentang kosistem daerah tangkapan air di kawasan Sibolangit (ada 4 ekosistem, yaitu: hutan, kebun campur, sungai dan pemukiman) 2. Pemahaman tentang siklus air, baik konsep global maupun realitas kawasan Sibolangit 3. Pemahaman tentang iklim dan cuaca, baik konsep global maupun realitas kawasan Sibolangit 4. Perencanaan aksi konservasi tanah dan air di desa-desa lokasi SL di kawasan Sibolangit

Sekolah Lapangan ESP


104 Menabung air pada prinsipnya adalah memperbaiki dan merawat daerah tangkapan air sehingga curahan air hujan dapat diserap dengan baik, dan pada gilirannya air yang terserap kemudian akan dilepas perlahan dalam bentuk mata air. Dari segi kesehatan lahan, ketika air terserap dengan baik dan tidak melimpas, maka kelembaban, kekokohan serta kesuburan lahan dapat lebih terawat. Dengan demikian, ketika masyarakat Sibolangit melakukan aksi menabung air, pada dasarnya mereka sedang menabung kehidupan. Saat ini SL Tabungan Air sedang dirintis di 4 kelompok di Kecamatan Sibolangit, yaitu di Dusun Durin Serugun dan Derek (Desa Durin Serugun), Dusun Raja Berneh (Desa Puang Aja), serta Desa Suka Makmur. Kegiatan dimulai dengan TOT untuk Petani Pemandu SL Tabungan Air, pada bulan Desember 2008, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan SL di 4 lokasi yang hingga saat ini masih berjalan, dan direncakanan akan berlangsung selama 5 bulan. Selama Sekolah Lapangan, para peserta juga akan mulai merancang dan menguji-cobakan beberapa aksi konservasi untuk “menabung air” sebagai bagian dari proses pembelajaran. Berbagai gagasan aksi seperti pembuatan sumur resapan, biopori, pembuatan teras di lahan miring, penggunaan kompos untuk meningkatkan daya serap lahan dsb dimungkinkan untuk muncul dan diuji-coba dalam SL ini. Di akhir SL, akan dilaksanakan FIELD DAY dimana kelompok-kelompok SL akan berdiskusi dengan masyarakat lainn serta para pihak untuk mengupayakan aksi konservasi tanah dan air yang lebih besar di kawasan Sibolangit.

Kurikulum SL Tabungan Air Pemahaman Ekosistem Daerah Tangkapan Air: 1. Pengantar tentang ekosistem Daerah Tangkapan Air (DTA) di kawasan kita 2. Pengamatan terhadap bagian-bagian ekosistem DTA (4 ekosistem DTA) melalui kunjungan lapangan: •• Kebun campur •• Hutan •• Sungai •• Pemukiman 3. Pengamatan lebih mendalam melalui perancangan dan pelaksanaan percobaan lapangan: run-off, erosi, peresapan, penguapan air dari tanah dan penguapan melalui tanaman (evaporasi dan transpirasi) di ke-4 ekosistem DTA. 4. Penggalian gagasan-gagasan konservasi tanah dan air di masing-masing ekosistem 5. Uji-coba aksi konservasi tanah dan air di masing-masing ekosistem 6. Monitoring dan Evaluasi uji-coba aksi konservasi tanah dan air sepanjang musim Sekolah Lapangan Pemahaman Tentang Siklus Air: 1. Pengantar tentang siklus air 2. Pemahaman tentang realitas siklus air di kawasan kita (setempat) di 4 ekosistem DTA 3. Hubungan antara siklus air dengan iklim PANDUAN PELAKSANAAN


105 Pemahaman Tentang Iklim dan Cuaca 1. Pengantar tentang iklim dan cuaca 2. Pemahaman tentang unsur-unsur pembangun iklim dan cuaca (suhu, kelembaban, curah hujan, angin, sinar matahari dsb) 3. Pemahaman tentang realitas iklim dan cuaca di kawasan kita (setempat) 4. Kaitan antara iklim, cuaca dan siklus air 5. Kaitan antara perubahan iklim dengan siklus air di 4 ekosistem DTA Perencanaan Aksi Konservasi Tanah dan Air 1. Pengantar tentang perencanaan aksi konservasi tanah dan air di tingkat desa 2. Penyusunan rencana aksi konservasi di ke-4 ekosistem DTA (berdasarkan hasil uji-coba aksi konservasi) di tingkat desa 3. Penyempurnaan rencana aksi konservasi desa 4. Komunikasi rencana aksi konservasi kepada masyarakat desa

Panduan Lapangan SL Tabungan Air Pengantar Sekolah Lapangan Tabungan Air (SL-TA) Di banyak tempat di belahan bumi kita ini pemanenan air hujan yang dijadikan tabungan air telah lama dilakukan. Pemanenan air hujan dilakukan secara sengaja oleh manusia misalnya dengan cara menampung air hujan yang jatuh di atap, menampung air hujan di halaman dengan sumur resapan, ataupun terjadi secara alami misalnya melalui penyerapan air hujan ke dalam tanah di hutan, kebun dsb. Sekolah Lapangan ESP


106 Menabung air pada prinsipnya adalah mengelola air hujan yang jatuh ke permukan bumi agar dapat masuk meresap ke dalam tanah, tidak lari dalam bentuk aliran permukaan. Menabung air bisa dilakukan di beberapa ekosistem misalnya ekosistem kebun, ekosistem hutan, ekosistem sungai dan ekosistem pemukiman. Ketika kita menabung air, semua akan mendapat manfaat mulai dari manusia, hewan dan tumbuhan yang ada di sekitar kita. Menabung air berarti mempertahankan kualitas dan kuantitas air untuk keberlanjutan kehidupan. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah akan mengalami berbagai proses perjalanan. Air hujan tersebut akan masuk ke dalam tanah dan membuat tanah menjadi lembab (menjadi air infiltrasi), tersimpan dalam cekungan-cekungan di permukaan tanah, dan sebagian lainnya hilang dalam bentuk evaporasi. Ada juga air yang mengalir dalam bentuk aliran limpasan permukaan. Aliran limpasan permukaan tanah ini harus dikelola sedemikian rupa agar meresap ke dalam tanah. Sebab apabila aliran limpasan permukaan tanah dibiarkan, bisa jadi akan menyebabkan erosi pada lokasi-lokasi tertentu. Apalagi daerah miring sangat rentan terjadinya erosi. Sebaliknya, jika air hujan meresap masuk kedalam tanah maka air tersebut akan menjadi air tanah. Air tanah meresap melalui pori-pori tanah, menuju bagian yang lebih rendah dan berkumpul menjadi aliran air tanah. Dalam perjalanannya menuju tempat yang lebih rendah, aliran ini akan bertemu dengan beberapa patahan muka bumi. Jika tinggi permukaan patahan muka bumi ini lebih rendah dari tinggi permukaan aliran air tanah, maka aliran air akan keluar dalam bentuk mata air. Air yang keluar dalam bentuk mata air, disebut air permukaan. Bila air tidak lagi meresap ke dalam tanah, maka air akan menjadi aliran-aliran air permukaan. Aliran air permukaan ini akan menyatu ke aliran yang lebih besar seperti tali air, parit, sungai dan akhirnya bermuara ke laut. Hal diatas perlu dipahami oleh masyarakat di daerah tangkapan air. Untuk itu mereka akan mempelajarinya di dalam rangkaian pertemuan di SL Tabungan Air. Namun demikian, sejak awal pertemuan SL, para peserta perlu mengidentifikasi terlebih dahulu mengapa mereka belajar dalam SL Tabungan Air, apa manfaatnya dan bagaimana alur belajarnya. Tujuan 1. Memahami latar belakang dan tujuan SL-TA 2. Mengidentifikasi manfaat yang dapat diperoleh dari SL-TA 3. Menyepakati kerangka/alur proses belajar dalam SLTA

PANDUAN PELAKSANAAN


107 Keluaran 1. Adanya hasil curah pendapat tentang tujuan SL-TA. 2. Daftar manfaat SL-TA. 3. Diagram/gambar kerangka proses belajar SL-TA. 4. Kesepakatan belajar kelompok SL. Alat dan Bahan Kertas plano, spidol, krayon warna, lakban kertas Waktu : 2 jam Langkah-langkah 1. Curah Pendapat tentang: Apa itu tabungan? Apa itu tabungan air? Air apa yang ditabung? Untuk apa menabung air? Alat apa yang dipakai untuk menabung? Mengapa melalui Sekolah Lapangan? 2. Pemandu mengajak peserta untuk: •• Mendiskusikan manfaat apa yang akan diperoleh ketika mempelajari hal tsb melalui SL-TA. •• Mendaftar topik-topik yang perlu dipelajari selama SL, kemudian menatanya bersama menjadi alur proses belajar •• Menyepakati aturan main dalam belajar 3. Pemandu membantu menata hasil diskusi pleno tersebut, kemudian disepakati bersama oleh peserta Pertanyaan untuk diskusi 1. Apa yang dimaksud dengan menabung? 2. Apa itu tabungan air? 3. Air apa yang ditabung? 4. Mengapa mesti ditabung? 5. Dimana air ditabung? 6. Kemana saja air berpindah? (siklus air global) 7. Bagaimana proses perpindahannya? 8. Apa manfaatnya hal ini dipelajari? 9. Mengapa belajarnya melalui sekolah lapangan?

Sekolah Lapangan ESP


108 Pengantar Ekosistim Daerah Tangkapan Air

Latar Belakang Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah sebuah wilayah yang bentang lahannya memiliki sifat dan karakter menampung serta menyimpan curah air hujan. Kawasan ini berada di bagian punggung gunung/bukit. Bentuk permukaan wilayahnya berbukit, berlembah dan sebagian mendatar.

Sebuah kawasan DTA memiliki beberapa ekosistim, yaitu; ekosistim Hutan, ekosistim Sungai, ekosistim Kebun dan ekosistim Pemukiman. Keempat ekosistim ini meski karakter yang berbeda, namun ada fungsi yang sama, yakni sebagai daerah yang sifatnya menangkap dan menyimpan air. Tujuan 1. Memahami tentang daerah tangkapan air. 2. Mengetahui tentang empat ekosistim didalam kawasan DTA (ekosistim hutan, ekosistim sungai, ekosistim kebun, ekosistim pemukiman). 3. Memahami sifat dan karakter masing-masing ekosistim. Keluaran 1. Adanya hasil curah pendapat tentang pengertian daerah tangkapan air. 2. Sketsa/gambar empat ekosistim dalam sebuah kawasan DTA. 3. Daftar sifat dan karakter masing-masing ekosistim. Alat dan Bahan Kertas plano, spidol, krayon warna, lakban kertas. Waktu: 2 jam Langkah-langkah: 1. Curah Pendapat tentang: Apa yang dimaksud dengan �tangkapan air�? Apa pula yang dimaksud dengan daerah tangkapan air? Bagaimana sebuah daerah bisa dikatakan sebagai daerah tangkapan air? 2. Diskusi Kelompok: Apa saja ciri-ciri daerah tangkapan air? Gambarkan ekosistimekosistim daerah tangkapan air, dan bagaimana cara kerjanya? 3. Diskusi pleno: Bagaimana masing-masing ekosistim menjalankan perannya sebagai daerah tangkapan air dengan fungsi dan karakter yang berbeda? Pertanyaan untuk diskusi 1. Apa yang dimaksud dengan tangkapan air? 2. Apa pula yang dimaksud dengan daerah tangkapan air? 3. Bagaimana sifat dan karakter daerah tangkapan air?

PANDUAN PELAKSANAAN


109 4. Ekosistim apa saja yang ada pada sebuah daerah tangkapan air? 5. Bagaimana cara kerja ekosistim tersebut dalam menangkap air? 6. Selain menangkap air, apa saja fungsi-fungsi lain dari ekosistem-ekosistem tersebut? Apa yang terjadi pada ekosistem-ekosistem tersebut ketika air tertangkap dan ketika air tidak / kurang tertangkap? 7. Bisakah sebuah DTA kehilangan fungsinya sebagai penangkap air? Mengapa? 8. Apa yang terjadi jika sebuah DTA kehilangan fungsinya?

Mengamati Bagian-bagian Ekosistem Daerah Tangkapan Air

Latar Belakang Ekosistim Daerah Tangkapan Air (DTA) terbagi atas empat kelompok; ekosistim hutan, ekosistim sungai, ekosistim kebun dan ekosistim pemukiman. Masing-masing ekosistim memiliki sifat dan karakter yang berbeda, namun fungsinya tetap sama, yakni sebagai daerah penangkap dan penyimpan air. Dalam satu ekosistim terdapat banyak �pemainpemain� yang memiliki kesalingtergantungan antara yang satu dengan lainnya. Setiap pemain punya peran dan fungsi masing-masing. Meski berbeda namun merupakan sebuah jalinan yang saling melengkapi. Tidak berfungsinya peran satu pemain akan mempengaruhi fungsi pemain-pemain yang lainnya. Pengamatan pada bagian-bagian ekosistim adalah untuk mengetahui apa dan bagaimana hubungan setiap pemain dalam ekosistim tersebut. Dari pemahaman ini, diharapkan nantinya peserta SL dapat memikirkan bagaimana merawat dan mendayagunakan pemain-pemain ekosistem agar fungsi-fungsi ekosistemnya dapat terjaga (termasuk diantaranya fungsi sebagai penangkap air). Tujuan 1. Mengetahui dan memahami peran dan fungsi setiap pemain pada empat ekosistim DTA (ekosistim hutan, ekosistim sungai, ekosistim kebun, ekosistim pemukiman). 2. Memahami hubungan antar pemain di setiap ekosistim dalam mempertahankan fungsi-fungsinya. Keluaran 1. Daftar para pemain disetiap ekosistim DTA beserta peran dan fungsinya. 2. Sketsa/gambar para pemain dari keempat ekosistim dengan siklus hubungannya. Alat dan Bahan Buku catatan, pulpen, kertas plano, spidol, krayon warna, lakban kertas. Waktu: 2 jam Langkah-langkah 1. Curah Pendapat tentang: Bagaimana sifat dan karakter ekosistim hutan, sungai, kebun dan pemukiman? Apa dan siapa saja pemain dalam masing-masing ekosistim?

Sekolah Lapangan ESP


110 Bagaimana hubungan yang terbentuk diantara para pemain tersebut? 2. Bagilah peserta belajar menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok mewakili satu ekosistim. Lakukan pengamatan langsung pada setiap ekosistim. Amati dan catat apa dan siapa saja para pemain pada ekosistim tersebut? 3. Diskusi Kelompok: Setiap kelompok mendiskusikan hasil pengamatan lapangannya. Kemudian hasil diskusi tersebut dituangkan dalam bentuk sketsa/gambar, daftar dan analisa. Lalu dipresentasikan. 4. Diskusi pleno: Bagaimana peran dan fungsi masing-masing pemain dalam setiap ekosistim berpengaruh terhadap keberadaan pemain lainnya? Bentuk hubungan saling bergantung antara para pemain itu yang menjadikan ekosistim tersebut tetap berfungsi sebagai daerah tangkapan air. 5. Diskusi pleno: apa yang perlu kita lakukan agar fungsi ekosistem tetap terjaga? Pertanyaan untuk diskusi: 1. Apa ciri-ciri ekosistim hutan, sungai, kebun dan pemukiman? 2. Apa dan siapa saja pemain dalam keempat ekosistim tersebut? 3. Bagaimana bentuk hubungan antar pemain? 4. Bagaimana hubungan tersebut bisa terjalin diantara para pemain? 5. Bagaimana jika peran dan fungsi salah satu pemain hilang? Mengapa demikian? 6. Apa yang terjadi jika salah satu ekosistim pada DTA kehilangan fungsinya? Bisakah dibenahi? Bagaimana caranya? 7. Apa yang perlu kita lakukan agar fungsi ekosistem tetap terjaga?

Percobaan untuk Lebih Memahami Ekosistem Daerah Tangkapan Air dalam Kaitannya dengan Curahan Air Hujan

Contoh Percobaan 1: Memahami Run-Off dan Erosi pada Lahan Miring di Ekosistem Hutan Latar Belakang Di ekosistem hutan banyak terdapat lahan miring. Kondisi lahan miring tersebut berbeda-beda, ada yang ditumbuhi pohon besar, ada pula yang terbuka, baik gundul sama sekali maupun ditumbuhi rumput. Ketika air hujan tercurah ke hutan, maka run-off, erosi maupun peresapan air ke tanah yang terjadi pun berbeda. Untuk itu, hal tersebut perlu dipahami oleh peserta SL Tabungan Air, sehingga bisa menentukan teknik konservasi yang tepat untuk ekosistem hutan. PANDUAN PELAKSANAAN


111 Tujuan: 1. Memahami terjadinya run-off dan erosi pada lahan miring di ekosistem hutan 2. Menggali ide dan merancang aksi konservasi yang sesuai untuk lahan miring di ekosistem hutan Keluaran: 1. Adanya pemahaman tentang run-off dan erosi pada lahan miring di ekosistem hutan (berupa data hasil percobaan, gambar dll). 2. Gagasan dan rancangan aksi konservasi yang sesuai untuk lahan miring di ekosistem hutan Bahan dan alat: •• Lahan miring di hutan dengan berbagai kondisi: ditumbuhi pohon, gundul sama sekali, gundul dan ditumbuhi rumput •• Gembor •• Air •• Lembaran plastik untuk menampung air yang disiramkan dari gembor. •• Alat penakar cairan (gelas ukur) •• Alat tulis Waktu: 3 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu menyampaikan pengantar sesi ini kepada peserta 2. Peserta membagi diri ke dalam kelompok-kelompok kecil 3. Kemudian setiap kelompok kecil berangkat menuju lapangan tempat percobaan (di lahan miring di ekosistem hutan) 4. Setiap kelompok kecil melakukan percobaan sebagai berikut: •• Menyiapkan 3 tempat di lahan miring di hutan dengan luasan sekitar 1.5 m panjang x 1 m lebar (dengan kemiringan yang relatif sama) yaitu: 1) lahan miring yang ditumbuhi pohon, 2)lahan miring gundul yang ditumbuhi rumput, dan 3) lahan miring yang gundul sama sekali •• Di setiap bagian bawah lahan miring tersebut dibuat lubang seukuran panjang 1 m x lebar 20 cm, kedalaman sekitar 20 cm, membentuk semacam parit melintang. •• Di parit tersebut diletakkan lembaran plastik, sedemikian rupa sehingga jika ada air ataupun lumpur yang mengalir dari atas akan tertampung dengan baik di lembaran plastik tersebut •• Menyiramkan air pada masing-masing perlakuan (masing-masing dengan gembor untuk meniru curahan hujan, dengan volume air yang sama). •• Menampung dan menakar air maupun lumpur yang tertampung pada lembaran plastik di parit di bawah lahan percobaan Sekolah Lapangan ESP


112 5. Pemandu mengajak peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang terjadi berdasarkan percobaan tersebut 6. Pemandu mengajak peserta untuk menggali ide dan merancang aksi konservasi yang bisa dilakukan berdasarkan hasil percobaan Pertanyaan untuk diskusi: •• Apa yang terjadi pada air dan tanah di masing-masing perlakuan ? •• Perlakuan mana yang airnya banyak tertampung ke dalam plastik penampung? •• Perlakuan mana yang lumpurnya banyak terbawa air dan tertampung dalam plastik penampung? •• Apa arti dari percobaan ini? •• Berdasarkan hasil percobaan ini, tindakan apa sajakah yang bisa kita lakukan untuk mengkonservasi tanah dan air di ekosistem hutan, khususnya yang berlahan miring? Contoh Percobaan 2: Memahami Peresapan Air oleh Tanah di Pemukiman Latar Belakang: Ketika hujan turun, air mengguyur berbagai tempat di ekosistem Daerah Tangkapan Air, termasuk diantaranya pemukiman. Air yang tercurah dapat diserap oleh tanah di pemukiman ataupun mengalir sebagai limpasan / run-off. Ada dugaan ketika di tanah pemukiman dibuat lubang, maka air dapat meresap lebih cepat. Untuk memahami hal tersebut, perlu diadakan percobaan tentang peresapan air di tanah pemukiman. Dari sini peserta SL Tabungan Air diharapkan dapat merancang aksi konservasi yang sesuai untuk ekosistem pemukiman. Tujuan: 1. Memahami dan membandingkan peresapan air di tanah pemukiman pada kondisi tanpa lubang maupun dengan lubang seperti bio-pori 2. Menggali ide dan merancang aksi konservasi terkait dengan percobaan sesi ini

PANDUAN PELAKSANAAN


113 Keluaran: 1. Adanya pemahaman dan perbandingan tentang peresapan air di tanah pemukiman pada kondisi tanpa lubang maupun dengan lubang seperti bio-pori (berupa data, gambar dll sebagai hasil percobaan) 2. Gagasan dan rancangan aksi konservasi di ekosistem pemukiman Alat dan Bahan: 1. Lahan terbuka di pemukiman (dekat tempat jatuhan air hujan dari atap) 2. Pipa dengan diameter sekitar 7 cm sepanjang 20 cm (2 buah per kelompok). 3. Wadah air 4. Air 5. Parang atau cangkul kecil untuk melubangi tanah 6. Arloji / penunjuk waktu 7. Alat tulis untuk mencatat Waktu: 3 jam Langkah-langkah: 1. Pemandu menyampaikan pengantar sesi ini kepada peserta 2. Peserta membagi diri ke dalam kelompok-kelompok kecil 3. Kemudian setiap kelompok kecil berangkat menuju lapangan tempat percobaan (di pemukiman) 4. Setiap kelompok kecil melakukan percobaan sebagai berikut: •• Menyiapkan 3 perlakuan di lahan yaitu: •• Membuat 1 lubang di tanah dengan ukuran diameter lubang 7 cm dan kedalaman 20 cm •• Membuat 1 lubang serupa dengan perlakuan 1, kemudian memasang pipa dengan ukuran diameter 7 cm dan panjang 20 cm ke dalam lubang tersebut •• Memasang pipa berdiameter 7 cm dan panjang 20 cm berdiri tegak di permukaan tanah •• Menyiramkan air pada masing-masing perlakuan (masing-masing dengan volume air yang sama). 5. Mencatat waktu yang dibutuhkan oleh air di masing-masing perlakuan untuk meresap ke dalam tanah 6. Pemandu mengajak peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang terjadi berdasarkan percobaan tersebut 7. Pemandu mengajak peserta untuk menggali ide dan merancang aksi konservasi yang bisa dilakukan berdasarkan hasil percobaan

Sekolah Lapangan ESP


114 Pertanyaan untuk diskusi: 1. Apa yang terjadi pada air di masing-masing perlakuan ? 2. Perlakuan mana yang airnya lebih cepat meresap? 3. Apa artinya? 4. Berdasarkan hasil percobaan ini, tindakan apa sajakah yang bisa kita lakukan untuk mengkonservasi tanah dan air di ekosistem pemukiman? Catatan: ••

Kedua panduan percobaan ini hanyalah contoh. Dalam pelaksanaan SL Tabungan Air yang sesungguhnya, Kelompok SL dapat merancang berbagai percobaan lainnya untuk melihat penguapan (evaporasi dan transpirasi), pemampatan tanah akibat curahan air hujan secara langsung dsb di 4 ekosistem.

••

Dari percobaan-percobaan tersebut, kelompok dapat menggali berbagai ide yang realistis untuk aksi konservasi di ke 4 ekosistem. Gagasan aksi konservasi tersebut bisa berupa sumur resapan, biopori, pembuatan teras, penanaman pohon dsb., yang dipandang sesuai untuk kondisi setempat.

Penyempurnaan Rencana Aksi Konservasi Desa

Latar Belakang Dari berbagai percobaan tentang hubungan antara curahan air hujan dengan run-off, peresapan, erosi, penguapan dsb. yang dilakukan di 4 ekosistem (hutan, kebun campur, sungai dan pemukiman), kelompok SL telah mendaftar gagasan dan rancangan kasar tentang aksi konservasi yang perlu dan bisa dilakukan di ke 4 ekosistem. Rancangan tersebut kemudian perlu dimatangkan untuk konteks desa. Dalam penyempurnaan rancangan aksi konservasi ini, pihak Pemerintahan Desa dilibatkan, agar ke depan dapat memberikan dukungan serta memadukannya dengan program desa. Tujuan: 1. Menyempurnakan rencana aksi konservasi yang dihasilkan dari percobaan di 4 ekosistem ke dalam konteks desa 2. Menggali dukungan dari pihak pemerintahan desa Keluaran: 1. Adanya rencana aksi konservasi tanah dan air yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi desa 2. Adanya dukungan dari pihak pemerintahan desa Alat dan Bahan: 1. Peta desa (atau sketsa desa) 2. Alat tulis (kertas plano, spidol, crayon, lakban) Waktu: 3 jam PANDUAN PELAKSANAAN


115 Langkah-langkah: 1. Kelompok SL mengundang pemerintahan desa (Kades, Kadus, BPD dll) 2. Kelompok SL mempresentasikan tentang kegiatan SL Tabungan Air dan hasil percobaan di 4 ekosistem kepada pemerintahan desa. 3. Melakukan pemetaan (menggunakan peta desa yang sudah dipersiapkan) untuk menggambarkan: ”aksi konservasi apa – dilakukan di mana” 4. Membuat perencanaan lebih detil yang mencakup setidanya: •• aksi konservasi apa saja yang akan dilakukan •• dilakukan di mana (merujuk pada peta) •• alat & bahan yang diperlukan berikut sumbernya (kontribusi dari masyarakat, pihak desa, pihak lain dsb) •• penanggung jawab 5. Rencana kerja tersebut dipresentasikan dan dikritisi kembali, dan nantinya akan menjadi bahan diskusi dengan masyarakat desa.

7.6. Sekolah Lapang Pembibitan Berbasis Masyarakat (Community Nursery) Kegiatan ini merupakan respon dukungan ESP terhadap rencana aksi terkait rehabilitasi hutan dan lahan yang dihasilkan dari tahap penjajakan secara partisipatif dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. SL Pembibitan Tanaman Keras menggunakan pola daur belajar dari pengalaman untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan tentang bagaimana memperbanyak tanaman yang mendukung konservaasi hutan dan lahan untuk memenuhi kebutuhan rehabilitasi lahan setempat.

Sekolah Lapangan ESP


116 Tujuan 1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal perbanyakan tanaman meliputi: a. Pemilihan, pengujian, perlakuan benih untuk berkecambah b. Persyaratan dan pembuatan pembibitan c. Persiapan media persemaian/pembibitan d. Pengelolaan persemaian e. Pengelolaan bibit pasca persemaian f. Pengetahuan okulasi, sambung, sisip, cangkok, penyusuan dan stek g. Perencanaan pertanaman 2. Produksi bibit tanaman untuk memenuhi target lahan yang akan direhabilitasi 3. Meningkatkan komunikasi dan kerjasama kelompok dalam hal penyediaan benih untuk kegiatan pengembangan agro-forestry Prinsip-prinsip Sekolah Lapangan Pembibitan Berbasis Masyarakat 1. Lahan Persemaian Sarana Utama Belajar 2. Kurikulum SL di susun bersama antara peserta dan pemandu 3. Metode : Belajar dari Pengalaman 4. Waktu belajar selama umur persemaian Pendekatan Sekolah Lapangan Pembibitan Berbasis Masyarakat 1. Proses Analisa Lingkungan Pembibitan a. Pengamatan mingguan di lapangan dan pengumpulan data lapangan b. Diskusi dan analisa data lapangan hasil pengamatan c. Presentasi dan penentuan keputusan tindakan yang harus dilakukan terhadap lahan pembibitan agar pertumbuhannya baik dan sehat. 2. Proses Belajar Menemukan Sendiri Secara Partisipatif dalam kegiatan 3. Melakukan pembibitan dengan cara: a. Generatif: benih/biji b. Vegetatif: okulasi, sambung, sisip, cangkok, penyusuan dan stek 4. Kegiatan Dinamika Kelompok: Permainan untuk “Ice-breaking” dan “energizing”

Konsep Pembibitan Tanaman Berbasis Masyarakat Hilangnya rasa kreatif dan inovasi di masyarakat dalam pananganan rehabilitasi lahan mungkin salah satunya adalah masyarakat tidak diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk memperbanyak sendiri bibit tanaman. Membuat dan mem”bumbun” (memasukkan benik ke media pembibitan/polybag) benih adalah kebiasaan kegiatan masyarakat sejak nenek moyang dulu. PANDUAN PELAKSANAAN


117 Kepedulian pemerintah dalam soal ini merupakan hal yang penting, sertifikasi bibit atas kegiatan persemaian kelompok akan menambah daya dukung warga dalam soal berusaha melakukan pembibitan berbasis masyarakat. Membuat persemaian adalah merupakan kegiatan kesehariannya warga petani seperti menaburkan benih cabe, tomat di halaman rumahnya. Hal itu adalah merupakan contoh kebiasaan yang sejak dulu ada. Untuk mendukung ketersedian bibit di masyarakat sehingga apa yang menjadi kekhawatiran tentang kerusakan hutan di desa bisa dan mampu tertanggulangi oleh warga setempat dengan dikembangkannya pembibitan berbasis masyarakat. Tujuan: 1. Agar peserta mampu merumuskan konsep pembibitan berbasis masyarakat 2. Menggali kemampuan maupun keterampilan peserta dalam hal pembibitan tanaman 3. Meningkatkan dan menambah wawasan bagi para peserta 4. Ketersedian benih bakal tanaman untuk memenuhi kebutuhan bibit pohon kelompok 5. Peserta mampu memfasilitasi kelompok masyarakat melakukan kegiatan ini Waktu: 90 menit. Bahan dan Alat-alat: kertas koran/plano, spidol, dan lakban. Langkah-langkah: 1. Pemandu menjelaskan tujuan sesi. 2. Pemandu menuliskan judul ’Perbedaan Pembibitan Biasa dengan Pembibitan Berbasis Masyarakat’. 3. Pemandu membuat 3 kolom dan menuliskan judul kolom pertama, kedua dan ketiga dengan ’Unsur’, ’Pembibitan Biasa’ dan ’Pembibitan Berbasis Masyarakat’. 4. Tanyakan kepada peserta dalam hal apa saja pembibitan biasa berbeda dengan pembibitan berbasis masyarakat, tuliskan jawaban peserta di dalam kolom, demikian seterusnya sampai peserta merasa cukup. 5. Ajak peserta melihat keseluruhan perbedaan tersebut untuk memahami apa itu pembibitan berbasis masyarakat.

Sekolah Lapangan ESP


118 Contoh: Perbedaan Pembibitan Biasa Dengan Yang Berbasis Masyarakat Unsur

Pembibitan Biasa

Pembibitan Berbasis Masyarakat

Kepentingan siapa?

Pribadi

Masyarakat

Pengelolaan

Sendiri/individu

Kelompok

Tujuan

Menyediakan bibit

Penganekaragaman tanaman

Perawatan

Menggaji karyawan

Kelompok berbagi peran

Pembagian hasil

Untuk sendiri

Bagi sama-sama

Hasil

Bibit saja

Bibit, tanaman dan hasil tanaman

Pemilihan Lokasi Persemaian Dan Penyiapan Media Tumbuh Latar Belakang Lokasi persemaian sangat menentukan keberhasilan kegiatan untuk memperbanyak bibit tanaman yang akan dilakukan. Berbagai pengalaman yang diketahui peserta dalam sessi ini dapat diungkap untuk dianalisa dan menemukan ketentuan pemilihan lokasi persemaian sebagai media tumbuh yang cocok dengan situasi lokasi yang ada. Tujuan: 1. Peserta dapat menentukan lokasi persemaian yang sesuai kriteria persemaian yang sesuai dengan persyaratan 2. Peserta dapat menentukan perencanaan dan tata letak persemaian Waktu: 1 Jam Alat bahan : Lahan kebun, spidol, kertas koran/plano plano dan lakban Langkah-langkah: 1. Pemandu membuka acara dengan mengucapkan salam, kemudian menyampaikan tujuan materi yang akan dibahas 2. Selanjutnya pemandu mengajukan beberapa pertanyaan: •• Apakah yang dimaksud dengan persemaian? •• Mengapa kita perlu persemaian? •• Kriteria lokasi persemaian yang baik seperti apa? Catatan: Pemandu menuliskan jawaban-jawaban peserta dalam kertas koran/plano, untuk dijadikan sebagai bahan praktek

PANDUAN PELAKSANAAN


119 3. Setelah peserta selesai mendiskusikan pertanyaan diatas, kemudian pemandu mengajak peserta ke lahan kebun untuk mempraktek pemilihan lokasi persemaian yang sesuai dengan kriteria. 4. Kemudian setelah menemukan kriteria yang cocok maka dilakukan penetapan lokasi persemaian yang disepakati oleh seluruh peserta SL. 5. Langkah selanjutnya dillokasi persemaian yang terpilih, pemandu mengajak peserta mendiskusikan: Perencanaan dan Tata Letak Persemaian. Selanjutnya pemandu menuliskan jawabn-jawaban peserta pada kertas koran plano, untuk dijadikan bahan praktek perencanan dan tata letak pesemaian. 6. Diakhir sessi, kemudian pemandu mengajak peserta untuk menyimpulkan hasil diskusi dan berikutnya menetapkan rencana kegiatan terkait lokasi (tata letak), pembagian tugas serta waktu pelaksanaan.

Catatan Pemandu: Kreteria persemaian yang baik: 1. Lokasi sebaiknya terpusat 2. Mudah di jangkau/dekat jalan 3. Luasnya sesuai dengan kebutuhan bibit ( dan dapat diperluas) 4. Ada/dekat sumber air 5. Media semai mudah diperoleh (tanah dan vegetasi tidak jauh berbeda dengan tempat pertanamannya 6. Tenaga kerja cukup 7. Lahan datar, dan drainase baik 8. Teduh dan terlindung dari ternak Perencanaan tata letak persemaian: 1. Tata letak persemaian perlu direncanakan dengan baik sehingga pengelolaannya menjadi lebih baik, beberapa kegiatan perencanaan tata letak antara lain pemancangan batas persemaian, 2. Pemagaran, 3. Pengaturan letak bagian-bagian persemaian: •• gubuk kerja/ saung penyimpanan barang-barang •• tempat penabuaran benih/ bedengan tabur •• bedengan sapih/bedengan tabur •• tempat penyimpanan benih •• tempat perlakuan benih

Sekolah Lapangan ESP


120

Tes pH Tanah untuk Persemaian dan Media Tumbuh Tujuan: 1. Peserta memahami kesesuaian pH tanah yang dibutuhkan untuk media semai dan media tumbuh persemaian 2. Peserta dapat melakukan perbaikan pH pada lahan persemaian dan media tumbuh tanaman Waktu: 1 Jam Alat bahan: Tanah lokasi persemaian yang terpilih, kertas lakmus dan indikator warna untuk pH, kertas koran, spidol, lakban, botol-botol kecil atau gelas air kemasan dan air Langkah-langkah: 1. Pemandu memulai materi ini dengan mengucapkan salam dan mulailah menyampaikan tujuan kegiatan ini. 2. Selanjutnya pemandu menanyakan beberapa pertanyaan sebagai berikut: r

"QB ZBOH EJNBLTVE EFOHBO Q) UBOBI

r

"QB QFOUJOHOZB LJUB NFNBIBNJ Q) UBOBI

r

"QBLBI TFNVB UBOBNBO NFNFSMVLBO Q) ZBOH TBNB

r

Berapa kebutuhan pH tanah yang cocok untuk persemaian EBO NFEJB UVNCVI

pH

Lime T/ha

4.0 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5.0 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6.0

10.24 9.76 9.28 8.82 8.34 7.87 7.39 6.91 6.45 5.98 5.49 5.02 4.54 4.08 3.60 3.12 2.65 2.17 1.69 1.23 0.75

Keterangan: 1. Kebutuhan pH yang baik untuk persemaian adalah pH 5,5 – 6,5 2. Kebutuhan kapur untuk memperbaiki pH tanah

Catatan: Pemandu mencatat jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta, selanjutnya jika peserta mengalami kesulitan pemandu dapat memberikan gambaran apa yang dimaksud dengan pH

3. Setelah peserta mendiskusikan pertanyaan diatas kemudian pemandu membagi peserta kedalam kelompok kecil, kemudian mempraktek tes pH tanah, langkahlangkah tes pH sebagai berikut: r

Setiap kelompok mengambil tanah dari 5 tempat yang berbeda, tanah diambil dari lapisan olah tanah, kemudian tanah tersebut masukan dalam gelas aqua yang berbeda dan masing-masing tambahkan air ’aqua’ (air mineral), kemudian tanah di kocok sampai larut dan biarkan sampai air kelihatan jenih.

r

Selanjutnya setelah air dalam gelas jernih celupkan bagian kertas lakmus yang bertada ke dalam air di gelas aqua, satu gelas aqua atau kertas lakmus, pencelupan dilakukan sesaat saja.

r

Kemudian setelah kertas lakmus dicelupkan pada air tanah bagian kertas lakmus yang berwarna akan berubah warnanya, kemudian cocokan warna tersebut PANDUAN PELAKSANAAN


121

4. 5.

dengan indikator warna dan mulailah menentukan pH, kemudian bandingkanlah seluruh warna dan lihatlah kecenderungan menunjukanke pH berapa. Kegiatan selanjutnya adalah mengajak peserta menyimpulkan tanah yang akan dipakai persemaian pH nya berapa Setelah itu jika pH nya kurang dari kebutuhan pH untuk lahan persemaian maka mulailah melakukan perbaikan pH, salah satunya dengan pengapuran.

Penyiapan Media Persemaian/pembibitan Tujuan: Peserta memahami media berfungsi sebagai tempat pertumbuhan benih, menopang sistem perakaran, dan memberi makanan bagi tnaman sebelum dipindahkan ke lapangan. Waktu: 2 jam Alat dan Bahan: Lokasi persemaian, Polybag, Pot Plastik, Botol Aqua, Bambu, Cangkul, dll. Langkah-langkah: 1. Pemandu membuka acara dimulai dengan menyampaikan tujuan dari materi ini. 2. Pemandu mengjukan beberapa pertanyaan kepada peserta sebagai berikut: •• Syarat-syarat media yang baik untuk digunakan untuk persemaian apa saja? •• Ada berapa jenis media untuk persemaian? Catatan: Selanjutnya peserta mendiskusikan pertanyaan diatas dan pemandu mencatat setiap jawab peserta pada kertas koran plano.

3. langkah selanjutnya adalah pemandu mengajak peserta untuk melakukan praktek penyiapan media tumbuh, yaitu: •• Media semai •• Pengumpulan bahan-bahan media •• Pengayakan •• Pencampuran •• Pengisian wadah •• Penempatan wadah 4. Setelah selesai melakukan praktek penyiapan media semai dan pembibitan kemudian pemandu mengajak merefleksi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui apa saja yang telah difahami peserta dan menentukan rencana tindakan berikutnya. Sekolah Lapangan ESP


122 Keterangan: 1. Jenis wadah yang biasa digunakan anatara lain : Polybag, Pot plastik, Botol air kemasan, Bambu 2. Beberapa syarat media yang baik digunakan untuk persemaian yaitu : •• Cukup sarang •• Cukup menahan air •• Cukup hara •• Tersedia di sekitar lokasi •• Mudah diusahakan dan murah •• Tidak beracun •• Bebas gulma dan mikro-organisme perusak •• pH cukup baik •• Ringan 3. Jenis Media : Tanah, Pasir, Kompos hutan, Sekam, Sabut kelapa dan Gambut 4. Persiapan media: a. Pengumpulan: •• Top soil yang baik dapat dikumpulkan sampai kedalaman 15 – 30 Cm, paling tidak bila dkumpulkan dibawah tegakan hujan •• Tanah dengan pH 5,5 – 6,5 paling baik untuk media semai, bila pH tanah rendah, bisa netralisir dengan pemberian kapur •• Tanah sebaiknya dikumpulkan dari sekitar lokasi persemaian •• Pasir dapat dikumpulkan dari sekitar lokasi persemaian •• Pasir dapat dikumpulkan dari sungai yang dekat lokasi atau dibeli •• Kompos atau pupuk kandang dapat dikumpulkan dari sekitar lokasi dan dipastikan kompos/pupuk kandang sudah cukup matang b. Pengayakan: Pengayakan dilakukan untuk pemisahan kotoran, butiran yang besar dari tanah yang akan digunakan sebagai media c. Pencampuran: Pasir, tanah, dan bahan organik dicampur dengan perbandingan tertentu sesuai dengan jenis tanah, setiap jenis tanaman mempunyai sifat yang berbeda sehingga menghendaki perbandinga/komposisi media yang berbeda dalam pencampuran. Untuk mendapatkan perbandingan terbaik dapat dilakukan percobaan sederhana, misalnya: Jenis Tanah

Perbandingan Tanah

Pasir

Bahan Organik

Tanah Lempung (berat)

1

2

2

Tanah Lempung (sedang)

1

1

1

Tanah Pasir (ringan)

1

0

1

PANDUAN PELAKSANAAN


123 d. Pengisian Wadah •• Isilah wadah dengan media •• Wadah diketukan ke tanah agar media turun dan cukup pada ( tetapi) jangan terlalu padat) •• Tambahkan media untuk memenuhi wadah, tetapi jangan terlalu padat •• Tambahkanlah media untuk memenuhi wadah, tetapi jangan terlalu penuh •• Siramlah media sebelum ditanami dengan semai e. Penempatan Wadah •• Wadah ditempatkan dengan posisi tegak, pinggir wadah saling bersinggungan, wadah yang miring akan mengganggu pertumbuhan akan dan batang •• Wadah jangan sampai berdesakan/tertekan dan jangan terlalu jarang.

Perbanyakan Tanaman Tujuan: 1. Peserta mengetahui beberapa cara perbanyakatan dengan cara vegetatif 2. Peserta memahami keuntungan dan kelemahan cara perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif Waktu : 45 Jam Alat bahan: kertes koran, spidol dan lakban Langkah-langkah: 1. Pemandu membuka acara kemudian menyampaikan tujuan dari materi ini 2. selanjutnya pemandu mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta: •• Cara perbanyakan tanaman dapat digolongkan menjadi berapa bagian? •• Apa keuntungan dari masing-masing cara tersebut? •• Untuk cara perbanyakan vegetatif ada berapa macam? Catatan: Pemandu menuliskan seluruh jawaban peserta jika peserta kebingungan karena belum mempunyai pengalaman cara perbanyakan tanaman, maka pemandu memberikan bantuan informasi lewat beberapa pertanyaan atau dengan meinformasikan pada peserta.

3. Setelah selesai mendiskusikaan cara perbanyakan tanaman kemudian peserta diajak mempersiapkan bahan-bahan untuk mempraktekan cara perbanyakan vegetatif.

Sekolah Lapangan ESP


124 Bahan Informasi untuk Pemandu: •• Cara perbanyakan tanaman ada 2 golongan yaitu cara Generatif dan vegetatif •• Cara perbanyakan vegetatif meliputi: Perbanyakan dengan cara stek, perbanyakan dengan cara cangkok, Perbanyakan dengan cara okulasi, Perbanyakan dengan cara sambungan. •• Keuntungan cara perbanyakan Generatif dan Vegetatif

Cara Perbanyakan

Keuntungan

Kelemahan

GENERATIF

1. Sistem perakaran lebih kuat 2. lebih mudah diperbanyak 3. jangka waktu berbuah lebih panjang

1. Waktu untuk mulai berbuah lebih lama 2. Sifat turunan tidak sama dengan induk

VEGETATIF

1. Lebih cepat berbuah 2. Sifat turunan sesuai dengan induk 3. Dapat digabung sifat-sifat yang diinginkan

1. Perakaran kurang baik 2. Lebih sulit dikerjakan 3. Jangka waktu berbuah lebih pendek

Teknik Okulasi Tujuan: peserta mampu memperbanyak bibit dengan cara okulasi. Waktu: 2 jam Bahan dan alat: batang bawah, batang atas, pisau, tali rafia. Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan penjelasan tentang perbanyakan dengan teknik okulasi secara singkat. 2. Pemandu memperagakan teknik perbanyakan okulasi. 3. Pemandu mengajak peserta untuk mempraktekkan teknik okulasi. 4. Pemandu menjelaskan dan memperagakan cara menseleksi bibit. 5. Pemandu mengambil batang atas. 6. Pemandu melakukan pengupasan batang bawah. 7. Pemandu melakukan penempelan. 8. Kemudian melakukan pengikatan. 9. Pemandu memisahkan bibit yang telah diokulasi.

PANDUAN PELAKSANAAN


125 Bahan Informasi untuk Pemandu: Langkah-langkah perbanyakan tanaman dengan cara okulasi : •• Pilihlah pohon induk sebagai sumber tunas (batang atas) dan tanaman sebagai batang bawah sesuai dengan sifat-sifat yang dikehendaki •• Kupaslah kulit batang bawah selebar 5 – 10 cm diatas permukaan tanah, sesuai dengan ukuran mata tunas dari batang atas •• Kupaslah mata tunas dari batang atas dan tempelkan pada batang yang telah di kupas secepatnya •• Ikatlah tempelan mata tunas pada bagian atas dan bawah dengan tali plastik es mambo yang telah dibelah menjadi tali (seperti tali rafia) agar mata tunas dengan baik •• Biarkanlah kira-kira 2 -3 minggu sampai mata tunas menjadi hijau •• Bukalah ikatan bila mata tunas sudah menjadi hijau •• Potong batang bawah diatas tempelan dan rundukuan bila sudah muncul 2 – 3 daun •• Potonglah batang bawah yang dirundukan bila tunas sudah kokoh •• Bila batang bawah terdapat di bedengan, maka hasil okulasi harus dipindahkan ke polybag dan menunggu waktu yang tepat untuk dipindahkan ke lapangan, tetapi bila batang bawah terdapat di polybag, maka hanya perlu menunggu sampai hasil okulasi cukup kuat di pindah ke lapangan. Kriteria pemilihan batang atas dan batang bawah: Keuntungan perbanyakan secara vegetatif adalah sifat turunannya sama dengan sifat induknya. Pada perbanyakan dengan cara stek dan cara cangkokan tidak terdapat pemilihan batang atas dan batang bawah, pemilihan pohon induk sebagai sumber stek dan cangkokan sama kriterianya dengan pemilihan batang atas pada cara okulasi dan sambungan. Batang ataslah yang akan memberikan hasil sesuai dengan sifat induk yang diinginkan. Batang bawah hanyalah sebagai tempat untuk tumbuh dan mengambil makanan dari dalam tanah, oleh sebaba itu kriteria pemiulihan batang atas dan batang bawah berbeda. Perbanyakan dengan cara sambungan dan okulasi akan menghasilkan tanaman dengan gabungan sifat yang baik pada batang atas dan batang bawah. Cara perbanyakan ini sangat umum untuk buah-buahan Kriteri batang atas: •• Kriteria batang atas yang digunakan sebagai sumber mata tunas dan batang atas (sama dengan kriteria pemilihan pohon induk sumber stek dan cabang untuk cangkokan) adalah: 1. Cukup tua 2. Buah lebat 3. Buah manis 4. Buah enak 5. Buah besar 6. Sehat 7. Tahan terhadap hama dan penyakit •• Kriteri batang bawah: 1. Sistem perakaran kuat 2. Tahan terhadap hama dan penyakit 3. Sesuai dengan kondidi tanah dan iklim setempat

Sekolah Lapangan ESP


126

Teknik Sambungan Tujuan: peserta mampu melakukan teknik perbanyakan sambung. Waktu: 2 jam. Bahan dan alat: batang bawah, batang atas, pisau, tali rafia, dan kantong plastik. Langkah-langkah: 1. Pemandu memberikan penjelasan tentang perbanyakan dengan teknik sambung secara singkat. 2. Pemandu memperagakan teknik perbanyakan dengan teknik sambung. 3. Pemandu mengajak peserta untuk memperagakan teknik sambung. 4. Pemandu menjelaskan dan memperagakan cara menseleksi bibit. 5. Pemandu menjelaskan dan memperagakan cara mempersiapkan batang bawah dan batang atas. 6. Pemandu melakukan penyungkupan pada bibit yang telah disambung. 7. Pemandu memisahkan bibit yang telah disambung.

Bahan Informasi Untuk Pemandu: Langkah-langkah perbanyakan tanaman dengan cara sambungan: •• Pilihlah tanaman untuk batang bawah dan pohon induk sebagai sumber batang atas dengan sifat-sifat yang dikehendaki •• Potonglah pucuk untuk batang atas dari pohon induk yang telah terpilih dan buanglah daunnya sehingga tersisa sepasang daun •• Runcungkan bagian bawah batang atas •• Potonglah batang bawah pada ketinggian 25 cm diatas permukaan tanah, dan dibelah di bagian atasnya selebar 2 – 3 Cm •• Masukan batang atas ke dalam belahan batang bawah •• Ikatlah sambungan pada bagian atas dan dibungkus dengan plastik •• Periksalah sambungan sampai 2-3 minggu, bila batang atas masih segar sambungan berhasil.

Teknik Cangkok Tujuan: agar peserta mampu melakukan teknik perbanyakan cangkok. Waktu: 2 jam. Bahan dan alat: pisau, sabut kelapa, tali rafia/plastik es mambo. PANDUAN PELAKSANAAN


127 Langkah-langkah: 1. Pemandu memilih batang yang akan dicangkok. 2. Pemandu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pencangkokan. 3. Pemandu melakukan pencangkokan yang kemudian diperlihatkan kepada peserta. 4. Pemandu melakukan pengelupasan kulit batang yang akan dicangkok. 5. Pemandu melakukan pengerikan pada batang yang telah dikupas kulitnya. 6. Pemandu melakukan pembubuhan tanah pada batang yang sudah dikerik tadi. 7. Pemandu melakukan pembungkusan dengan plastik, sabut kelapa, atau mos. 8. Pemandu melakukan pengikatan batang yang sudah dibungkus. 9. Pembubuhan tabel hari dan tanggal.

Teknik Penyusuan Tujuan: agar peserta mampu melakukan teknik penyusuan. Waktu: 2 jam. Alat dan bahan: batang bawah, batang atas, pisau, tali rafia. Langkah-langkah: 1. Pemandu melakukan penyeleksian bibit yang akan disusukan. 2. Pemandu melakukan pemotongan batang bawah yang akan disusukan ke batang yang lain. 3. Pemandu melakukan penyusuan. 4. Pemandu melakukan pengikatan. 5. Pemandu memisahkan bibit yang telah disusukan.

Teknik Stek Tujuan: Agar peserta mampu melakukan teknik stek. Waktu: 2 jam. Bahan dan alat: pisau, kayu penopang. Langkah-langkah: 1. Pemandu menjelaskan teknik stek secara singkat. 2. Pemandu mengambil batang yang akan distek. 3. Pemandu melakukan penyetekan. 4. Pemandu melakukan penancapan batang yang sudah distek. 5. Pemandu membuat penopang pada batang stek yang sudah ditancapkan. Sekolah Lapangan ESP


128

Teknik Penyisipan Tujuan: Agar peserta mampu melakukan teknik penyisipan. Waktu: 2 jam. Bahan dan alat: batang bawah dan batang atas, pisau, tali rafia, plastik penyungkup. Langkah-langkah: 1. Pemandu menjelaskan teknik penyisipan secara singkat. 2. Pemandu mengambil batang bawah dan atas yang akan disisipkan. 3. Pemandu menjelaskan dan memperagakan cara penyisipan. 4. Pemandu mengajak peserta melakukan praktek penyisipan. 5. Pemandu menjelaskan dan memperagakan cara pengikatan dan penyungkupan. 6. Pemandu memisahkan pemisahan bibit yang sudah disisip tadi.

Pengamatan Mingguan Lingkungan Pembibitan Tujuan Peserta dapat mengetahui perkembangan pertumbuhan hasil-hasil kegiatan perbanyakan generatif dan vegetatif, kemudian mereka mencoba menganalisis keterkaitan unsur-unsur yang mendukung pertumbuhan bibit Waktu : 1 Jam Bahan-bahan: Lahan persemaian, Kertas koran/plano, spidol, lakban, gunting Langkah-langkah: 1. Pemandu mengajak peserta SL (yang telah dibagi menjadi untuk mengamati hasil hasil-hasil kegiatan perbanyakan generatif dan vegetatif, kemudian mereka mencoba menganalisis keterkaitan unsur-unsur yang mendukung pertumbuhan bibit 2. Setiap kelompok mengamati lingkungan persemaian, hal-hal yang diamati dan mendiskusikan beberapa hal, adalah sebagai berikut: •• Sinar Matahari (apakah terang atau redup?) juga hubungannya dengan naungan apakah terlalu rapat atau terlalu jarang? •• Pertumbuhan tanaman: apakah biji-biji tanaman sudah mulai tumbuh, tinggi tanaman ..... Cm, jumlah daun dan tunas, •• Apakah entres/mata tempel sudah tumbuh atau mati? jika mati kenapa, coba ingat-ingat lagi apakah ada kesalahan dalam melakukan penempelan entres mata tempel •• Tanah/media tumbuh apakah kering atau lembab?, jika kering apakah perlu penambahan air? mengapa? PANDUAN PELAKSANAAN


129 •• Hama dan penyakit tanaman, apakah ada serangan hama dan penyakit tanaman? jika ada hama dan penyakit tanaman bagaimana cara mengendalikannya? •• Apakah ada gulma/rumput liar yang tumbuh? 3. Setelah selesai pengamatan setiap kelompok mencoba mendiskusikan dalam kelompok kecil dan kemudian melakukan presentasi pada kelompok lainnya, dengan cara saling mengunjungi tempat pengamatan masing-masing. 4. Selanjutnya setelah selesai presentasi secara bersama menentukan langkah-langkah kegiatan pengelolaan persemaian, kemudian pemandu mencatat hasil-hasil keputusan pengelolaan sebagai bahan penyusunan rencana kegiatan kelompok.

Daftar pertanyaan Pemandu yang bisa dikembangkan: 1. Mengapa tanaman penting membentuk tunas dan daun-daun baru? Tuliskan ungkapan peserta pada kertas plano. 2. Apakah ada gejala penyakit atau kekurangan unsur hara pada tanaman? 3. Apakah ada kerusakan? Mengapa? 4. Apakah pengaruh cuaca pada pertumbuhan tanaman? 5. Bagaiaman kondisi tanah? Apakah ditumbuhi gulma? 6. Bagaimana kesuburan tanah? 7. Bagaimana pertumbuhan tanaman? Sehatkah? Mengapa? 8. Jenis serangga apa saya yang ditemui? Berapa jumlah hama? Berapa jumlah musuh alami yang dapat dihitung? 9. Hama serangga utama apakah yang terlihat? 10. Sehubungan dengan kepadatan serangga musuh alami dan hama, apakah perlu digunakan insektisida? Mengapa ya? Mengapa tidak? 11. Bagaimana keadaan persemaian sekarang dibandingkan dengan pada pertemuan sebelumnya? 12. Apa rencana pengelolaan/tindakan terhadap persemaian kita berikutnya?

Sekolah Lapangan ESP


Nama Anggota: 1. 2. 3. 4. 5.

6. 7. 8. 9. ………

……………………………………….

Nama Kelompok Pengamatan:

Kecamatan: ………………………….

Desa: …………………………………

Tempat: ……………………………..

Lokasi:

Tanggal: ……………………………...

Hari: ……………………………...

Waktu Pengamatan:

Jenis Tanaman

Tinggi Tanaman (Cm.) Daun

Batang

GAMBAR AGROEKOSISTEM

Jumlah Daun

Kondisi Tanaman (adakah kerusakan? Warna daun, dll.) Cuaca Hama

Musuh Alami

Jumlah Serangga (ekor)

Keadaan Tanah & Kesuburan (Kering/Basah/ Tumbuh Gulma) Pertumbuhan Tanaman

LEMBAR PENGAMATAN PERSEMAIAN TANAMAN KERAS Gagasan Tindakan yg Harus Dilakukan terhadap Lahan Persemaian sebagai bahan untuk Pengambilan Keputusan Kelompok

130

PANDUAN PELAKSANAAN


131

Daftar Singkatan

ESP Environmental Services Program USAID United States Agency International Development SL Sekolah Lapangan DAS Daerah Aliran Sungai DAA Daerah Aliran Air SLA Sustainable Livelihood Assessment PLP Pemilihan Lokasi Partisipatif FGD Focus Group Discussion LSM Lembaga Swadaya Masyarakat GIS Geographic Information System SDA Sumber Daya Alam PDAM Perusahaan Daerah Air Minum PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air TOT Training of Trainer MCK Mandi, Cuci, Kakus BRI Bank Rakyat Indonesia KUD Koperasi Unit Desa 104:"/%6 1PT 1FMBZBOBO 5FSQBEV KK Kepala Keluarga PKK Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat RSU Rumah Sakit Umum Siskamling Sistem Keamanan Lingkungan SDM Sumber Daya manusia KB Keluarga Berencana TPS Tempat Pemungutan Suara DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah PKPH Pola Kemitraan Pengelolaan Hutan KPH Kesatuan Pengelolaan Hutan LKDPH Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan MPTS Multi Purpose Trees Species Tahura Taman Hutan Raya TPA Tempat Penampungan Akhir 3M Memakai, Mengolah, Mengurangi Sekolah Lapangan ESP


132

PANDUAN PELAKSANAAN


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.