http://www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/toolkit/wsmtoolkit-wsm

Page 1

Sebuah Panduan SATU KELOLA Pengelolaan DAS SATU RASA Skala Kecil SATU AKSI SEJUTA MANFAAT



SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil



i

Kata Pengantar Foreword

Komponen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan konservasi keanekaragaman hayati ESP memberikan berkontribusi dan peran dalam upaya stabilisasi dan peningkatan penyediaan air di wilayah perkotaan dan semi-perkotaan di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. ESP mengangkat pendekatan berbasis alam untuk meningkatkan pemeliharaan lahan dengan menggabungkan konservasi hutan alam dan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi; perbaikan dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, dan pemanfaatan lahan pertanian berkelanjutan. Selain itu dilakukan juga upaya-upaya yang mendukung peningkatan akses terhadap lahan antara lain dukungan peraturan kepemilikan lahan untuk penanganan hutan berbasis masyarakat yang bertanggungjawab, serta pilihan-pilihan pendanaan kegiatan kelompok masyarakat di kawasan hulu DAS yang telah membantu pemeliharaan lingkungan bagi tersedianya air baku bagi warga di kawasan hilir. Proses Pendekatan utama ESP untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Konservasi Keanekaragaman hayati diawali dengan pemilihan lokasi yang dilakukan melalui proses analisis berbasis GIS (Geographical Information System). Lokasi dipilih dengan mempertimbangkan keseimbangan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah-wilayah yang berhubungan dengan penyediaan air Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

ESP’s Watershed Management and Biodiversity Conservation Component contributes to stabilizing and improving the supply of water to urban and periurban population centers in West Java, Central Java, East Java, North Sumatra and Nanggroe Aceh Darussalam. This is achieved through promoting a landscape approach to improved land stewardship that integrates conservation of natural forests with high biodiversity value; restoration and rehabilitation of degraded forests and critical land, especially in areas adjacent to water recharge zones; and sustainable utilization of agricultural land. Enabling conditions for improved land stewardship include policy support for land tenure necessary for responsible community-based forest management, as well as financing options to reward upper-watershed communities for activities that contribute to conserving a stable supply of raw water for their down-stream neighbors. ESP’s main approach to Watershed Management and Biodiversity Conservation starts with site selection through a GIS (Geographical Information System)-based analytical process that ensures sites balance opportunities for biodiversity conservation and critical land rehabilitation in areas clearly linked to the supply of water to urban and peri-urban areas. This is followed by a series of integrated field activities that include community-based Field Schools; field days for bringing together


ii bagi wilayah perkotaan dan non perkotaan. Proses ini diikuti dengan serangkaian kegiatan lapangan yang terintegrasi misalnya sekolah lapangan berbasis masyarakat; hari lapangan untuk mempresentasikan hasil-hasil sekolah lapangan kepada komunitas di sub-DAS yang lebih luas, dan pengembangan dan pelaksanaan rencana aksi multipihak untuk meningkatkan fungsi-fungsi ekologis daerah sub DAS. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk memastikan rencana-rencana aksi yang dilakukan memiliki dampak dan pengaruh positif pada kualitas air serta meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan kritis dan konservasi keanekaragaman hayati. Hal yang tak kalah penting adalah tersedianya sistem untuk program-program komunikasi kesehatan dan kebersihan serta dukungan kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih berbasis masyarakat, sanitasi dan penanganan sampah. Dalam rangka meningkatkan jangkauan hasil pencapaian kerja di wilayah Sub DAS pada skala yang lebih luas, ESP berkejasama dengan mitra-mitra di lapangan yaitu masyarakat setempat, badan pemerintahan, perusahaan air daerah dan sektor swasta. Hal ini juga mendukung upaya pendalaman dan perluasan kegiatan pada wilayah sub-DAS yang sudah termasuk dalam wilayah kerja ESP sebelumnya. Selain itu upaya kerjasama yang mengutamakan penguatan jejaring ini juga dilakukan dalam rangka perluasan kegiatan ke wilayah Indonesia lainnya melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk inisiatifinisiatif Pemerintah Pusat serta dukungan kebijakan yang memungkinkan peningkatan skala kegiatan. Pada tiga tahun pertama pelaksanaan program, ESP berfokus pada baseline kondisi lapangan dan rancangan kegiatan-kegiatan lapangan yang efektif dan membangun

results of community Field Schools in a broader sub-catchment context, multistakeholder Action Plan development and implementation to improve sub-catchment ecological functions, and monitoring and evaluation to ensure Action Plans are making an impact on factors including but not limited to water quality, critical land rehabilitation and biodiversity conservation. Importantly, health and hygiene communications as well as service delivery support in community-based clean water, sanitation and solid waste management systems are also provided. ESP works with field-based partners from local communities, government agencies, municipal water companies and the private sector to leverage the results of subcatchment achievements to a broader scale. This includes deepening and expanding activities in existing watersheds of ESP work sites as well as expanding to new areas across Indonesia through training and capacity building for national government initiatives as well as policy support to provide enabling conditions for scaling-up. During the first three years of the program, ESP focused on establishing effective field activities and building strong networks of community, government and civil society partners. During the final two years of the program, ESP increased its emphasis on leveraging of partners to expand and sustain this work, and to ensure a legacy of impact is sustained into the future through strengthening local and national leadership. This five-series toolkit is based on the inputs of ESP staff and stakeholders and draws from nearly five years of field experience. The toolkit includes a broad range of best practices and lessons learned intended to SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


iii jejaring yang kuat di kalangan masyarakat dan pemerintah. Sedangkan pada dua tahun terakhir pelaksanaan program, ESP menekankan pada usaha-usaha perluasan hasil kegiatan sehingga jejak keberhasilan dapat diteruskan di masa depan melalui penguatan kepemimpinan lokal dan nasional.

supplement already existing government guidelines. It is expected that users of this toolkit can adapt and apply these practices to fit their unique opportunities and achieve more successful and effective watershed management. The five volumes include:

Rangkaian buku panduan yang terdiri dari lima buku ini memuat saran dan usulan seluruh staf, dan mitra kerja ESP berdasarkan pengalaman bekerja selama lima tahun di lapangan. Panduan ini merupakan pelengkap dari beberapa pedoman terkait yang ada yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan diharapkan dapat diadaptasi oleh pembacanya untuk pengelolaan daerah aliran sungai yang lebih berhasil dan efektif. Kelima buku tersebut adalah:

1. Satu Kelola Satu Rasa Satu Aksi Terpadu Sejuta Manfaat: Sebuah Panduan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Skala Kecil (One Management, One Approach, One Action are Integrated to Become a Million Benefits: Small-scale Watershed Management Manual) Introduces effective small-scale watershed management, including methods for local action and collaborative management.

1. Satu Kelola Satu Rasa Satu Aksi Terpadu Sejuta Manfaat: Sebuah Panduan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Skala Kecil Sebuah pengantar pengelolaan DAS skala kecil yang efektif, termasuk metode kegiatan lokal dan pengelolaan bersama. 2. Panduan Perlindungan Sumberdaya Air Buku ini memuat panduan kegiatan perlindungan sumber air termasuk perencanaan perlindungan sumber air, pembuatan batas-batas daerah tangkapan air dan monitoring dan evaluasi. 3. Pemilihan Lokasi Partisipatif Buku ini berisi aspek-aspek teknis dan sosial selama kegiatan fasilitasi pemilihan lahan untuk pengelolaan DAS yang efektif. 4. Sekolah Lapangan ESP Membangun Kemandirian Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Buku Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

2. Panduan Perlindungan Sumberdaya Air (Spring Resource Protection) Presents a guide for developing water resource protection activities, including water resource protection planning, boundary delineation of recharge zones, and monitoring and evaluation. 3. Pemilihan Lokasi Partisipatif (Participatory Site Selection) Explores the technical and social aspects of facilitating a technically rigorous and socially supported site selection process for effective watershed management. 4. Sekolah Lapangan ESP Membangun Kemandirian Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air (ESP Field Schools Build Community Independence in Water Resource Management) Highlights the many ways communities work to improve


iv ini berisi beragam kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kondisi DAS dan mencapai ketahanan lingkungan hidup, sosial dan lingkungan hidup yang berkesinambungan. 5. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan ESP Buku ini mengeksplorasi pendekatan “sekolah tanpa dinding” untuk pengelolaan DAS, berfokus pada pendekatan berbasis ekologi air ESP untuk pembangunan perikehidupan yang berkelanjutan. Penghargaan perlu kami berikan kepada seluruh pihak di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta mitra kerja lainnya yang terlibat dalam penyusunan buku panduan ini. Solusi yang berkesinambungan dari pengelolaan DAS tidak akan tercapai tanpa kerjasama yang saling menguntungkan dan dukungan semua pihak yang terlibat tersebut. Besar harapan kami materi panduan dapat diaplikasikan di wilayah lain di Indonesia.

watersheds and achieve environmental, social and economic resilience and sustainability. 5. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Lapangan ESP (Facilitation of ESP Field Schools) Explores the “school without walls” approach to watershed management, focusing on ESP’s water ecology-based approach to sustainable livelihoods development. Appreciation goes to both National and Local government agencies as well as other colleagues, friends, and partners that have played a role in the development of this toolkit. Sustainable solutions to watershed management would not be attainable without their mutual collaboration and dedicated support. It is our sincere hope that the resources in this toolkit are applied to sustain on-going work and to expand this work into new areas across Indonesia.

Alfred Nakatsuma Director Environment Office USAID

Ir. Basah Hernowo, MA Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Reed Merrill Watershed Management Advisor, ESP

Dr. Ir. Silver Hutabarat, M.Si Direktur Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Departmen Kehutanan SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


v

Ringkasan Eksekutif Executive Summary

Buku ini dibuat untuk para pemangku kepentingan, khususnya para perencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia, yang menjadikan peran dan partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan lain faktor penting dalam pengelolaan DAS. Buku ini dibuat untuk membantu para pengambil keputusan dan praktisi di tingkat manajemen baik di pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun tokoh masyarakat, LSM, bahkan swasta dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengelolaan DAS. Bagian awal buku ini menggambarkan kondisi DAS di Indonesia secara umum, serta konsep pemikiran ESP sehingga merekomendasikan DAS sebagai bagian penting pengelolaan ekosistem untuk menyelamatkan sumber daya alam, terutama air bagi kelangsungan hidup manusia. Pada bab dua, dijelaskan cara-cara pemilihan DAS/Sub DAS kritis yang berdasarkan lokasi wilayah kerja melalui proses partisipatif untuk penanganan pengelolaan DAS integratif. Pada bab tiga dijelaskan hal-hal seperti penguatan kerja sama pengelolaan DAS melalui identifikasi pemangku kepentingan, perluasan jejaring, peningkatan kapasitas dan berbagai prinsip dan serta langkah menuju penanganan DAS kolaboratif. Sedangkan bab empat dan lima membahas pembentukan kelompok-kelompok kecil di daerah prioritas terpilih menyusun WSM

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

This book is written for all stakeholders interested in Watershed Management, ranging from management-level decision makers and practitioners at the central and local governments to community leaders, non-government organizations, and the private sector. Based on experience and lessons learned from ESP’s experience in five main provinces throughout Sumatra and Java, this manual is a rich source of information regarding effective approaches to Watershed Management. Chapter 1 introduces readers to the general conditions of watersheds throughout Indonesia. It further discusses the significance behind recognizing the important role watersheds play within ecosystems, and the natural resource conservation management attention they require. Chapter 2 describes the participatory process used for selecting critical watersheds and sub-watersheds based on operational areas, to achieve an integrated approach to Watershed Management. Chapter 3 discusses matters regarding improved cooperation and coordination of Watershed Management by emphasizing stakeholder identification and participation, network expansion, capacity building and various principles and measures that ensure a collaborative management approach.


vi serta usaha mereka membuat rencana kerja dan proses implementasi rencana tersebut di salah satu wilayah kerja ESP di sub-DAS Ambang Lesti, Malang, Jawa Timur. Bab terakhir membahas pentingnya pengembangan dan penyebarluasan bagi setiap pihak yang sudah mendapatkan pembelajaran dan melewati proses monitoring dan evaluasi. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Buku ini jauh dari sempurna, isi dan materi yang ada di dalamnya tidak dimaksudkan untuk mengkritik pihak manapun, melainkan tapi lebih memberi gambaran kerja ESP di lapangan. Buku ini tidak akan ada ini jika tidak ada pekerjaan kami di lapangan. Karena itu, apreasiasi dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh stakholders, kontributor, fasilitator dan tim teknis pendukung. Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu praktis pengelolaan DAS di Indonesia.

Chapters 4 and 5 discuss the establishment of small groups in selected priority regions and their efforts for preparing Work Plans and facilitating the implementation process of effective watershed management in ESP operational areas, including Ambang Lesti sub-river basin, Malang, East Java. The final chapter, Chapter 6, focuses on the importance of facilitating the monitoring and evaluation process and developing, disseminating, and discussing lessons learned with all parties involved. We would like to express our sincere appreciation to all stakeholders, contributor, facilitators and technical teams who laid the foundation for this toolkit. We hope this book will help expand and improve practical knowledge and approaches towards successful future Watershed Management.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


vii

Penulis

Penulis:

Monique Sumampouw Idham Arsyad Syafrizaldi Sih Yuniati Sigit Widodo Wahyu Sutisna

Kontributor:

PDAM, Direktorat PDAS, RLPS – Dephut, PHKA Dephut, LSM lokal, masyarakat, kelompok Tani, Field Assistant ESP, Pemerintah Daerah setempat, PBNU, Khaerul

Chief Editor:

Reed Merrill

Editor Bahasa:

Ardita R. Caesari

Tata Letak/Layout: Stanley Ardityabrata Irfan Toni Herlambang Pryatin Mulyo Santoso Kredit Foto:

Arief Lukman Hakim, Wahyu Sutisna, Monique Sumampouw, dll.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


viii

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


ix

Daftar isi

Kata Pengantar

I

Executive Summary

V

Penulis

Vi

Daftar Isi

Ix

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Daerah Aliran Sungai: Mengalir Air dari Hulu Hingga Hilir 1.3 Satu Kelola DAS, Satu Rasa, Satu Aksi Sejuta Manfaat 1.4 Landasan Hukum 1.5 Menjawab Masa Depan Pengelolaan DAS

1 1 2 3 4 6

Penentuan DAS Prioritas Kritis 2.1 Wilayah Kelola Prioritas Berbasis DAS 2.2 Alur Pengelolaan DAS Prioritas Kritis Skala Kecil 2.3 Proses Pemilihan DAS Prioritas Kritis 2.4 Manfat Pemilihan DAS Prioritas Kelola

9 9 10 11 15

Menguatkan Pengelolaan Kolaboratif 3.1 Mengapa Perlu Pengelolaan Kolaboratif 3.2 Identifikasi Pengguna DAS Skala Kecil dan Pemangku Kepentingannya 3.2.1 Siapa di Hulu Siapa di Hilir? 3.2.2 Siapakah yang Berkepentingan? 3.3 Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Kolaboratif 3.3.1 Model dan Bentuk Kerja Sama Lokal 3.3.2 Tahapan/Proses Penguatan Kolaboratif 3.4 Instrumen Penting Pengembangan Kerja Sama Pengelolaan DAS Skala Kecil 3.5 Prinsip-prinsip Bekerja Sama 3.5.1 Partisipasi dan Tanggung Renteng 3.5.2 Kesetaraan dan Keterbukaan

19 19 19 19 20 21 21 21

Proses Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Sub DAS dan Sub-Sub DAS 4.1 Pentingnya Rencana Aksi

27 27

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

23 24 24


x

4.2 Langkah-langkah Proses Penyusunan Rencana Aksi 4.3 Proses skoring data

27 31

Implementasi Pengelolaan Sub DAS Ambang Lesti “Menurut Mereka� 5.1 Dokumen Hidup, Menjaga Bara Tetap Menyala 5.2 Berencana Sambil Beraksi 5.3 Tripartite, Program Berjamaah 5.4 Oleh-oleh Kreatif dari Lapangan

35 35 36 41 42

Pengembangan Adalah Kewajiban 6.1 Mengembangkan Satu Kelola DAS, Satu Rasa dan Satu Aksi 6.2 Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS Skala Kecil 6.3 Pentingnya Monitoring dan Evaluasi Partisipatif 6.4 Menentukan Alat Ukur Monitoring dan Evaluasi 6.5 Siklus Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Sub-sub DAS 6.6 Penyebarluasan

51 51 53 54 56 58 60

Daftar Pustaka Daftar Singkatan dan Istilah

41 67

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki bentang alam yang penuh dengan gunung berapi, yang membujur dari barat hingga ke wilayah timur. Dengan letak geografis yang strategis seperti ini, Indonesia memiliki ekosistem yang kaya akan sumber daya alam. Salah satu kekayaan yang terbesar itu adalah air yang merupakan sumber daya terbarukan (renewable resources). Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah ekosistem tempat air mengalir dari hulu hingga hilir. Keberadaannya sangat penting untuk menopang kehidupan di atas dan di sekitarnya. Karena itu manusia perlu mempertahankan, mengelola dan menggunakan ekosistem air ini untuk memenuhi kebutuhan manusia sesuai dengan daya dukungnya. Indonesia saat ini memiliki lebih dari 400 DAS yang dikelola oleh masing-masing pemerintah daerah beserta jajaran terkait. Dengan jumlah DAS yang relatif besar ini, Indonesia menanggung beban pengelolaan DAS yang juga tinggi. Bandingkan dengan negara-negara tetangga di mana satu DAS besar seperti DAS Mekong dikelola secara bersama oleh enam negara. Sebagai akibat tidak optimalnya pengelolaan, banyak DAS yang kritis dan membutuhkan pengelolaan yang terintegrasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dalam 20 tahun terakhir, jumlah DAS kritis di Indonesia meningkat dari 22 menjadi 60. Kondisi kritis ini ditandai dengan menurunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air. Dampaknya adalah banjir dan longsor pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Peningkatan jumlah DAS kritis ini tentu menimbulkan kerugian materi dan jiwa. Kejadian banjir di perkotaan maupun di desa, kekurangan air pada lahan pertanian, kebun, serta tidak adanya akses air bersih di pemukiman adalah akibat dari kerusakan lingkungan. Dengan seluruh kejadian ini alam seolah tengah mengirimkan pesan kepada kita semua bahwa ada yang salah dalam cara manusia mengelola lingkungan selama ini. Berbagai kejadian ini adalah kondisi peringatan dini yang dikenal dengan nama �environmental early warning system�.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


2 Ketersediaan air menjadi persoalan setiap tahun. Lihatlah indikasinya. Di Indonesia saat ini hampir tidak ada sungai yang mempunyai debit yang stabil. Dengan menggunakan beberapa parameter fisik seperti sedimentasi, kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air sepanjang tahunnya, kita dapat menyimpulkan bahwa DAS kritis telah menjadi persoalan umum di Indonesia dan penyelesaian terhadap masalah DAS kritis ini belum menunjukkan kecenderungan membaik dari tahun ke tahun.

Daerah Aliran Sungai Kritis di Indonesia Kategori

Jumlah

Prioritas 1

60

Prioritas 2

222

Prioritas 3

176

Departemen Kehutanan (1999)

Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2007 mencatat ada 60 DAS kritis yang menduduki prioritas utama. Sebuah DAS disebut kritis dan masuk kategori prioritas utama bila seluruh parameter penilaian memperlihatkan hasil di bawah standar. Salah satu parameternya adalah tutupan lahan di sekitar DAS. Singkatnya, setiap tahun jumlah DAS kritis terus bertambah.

Daerah aliran sungai kritis di Indonesia

Berdasarkan data Badan Planologi Departemen Kehutanan, lahan kritis di Jawa saat ini sudah mencapai lebih dari 2,5 juta hektar, sedangkan lahan yang tertutup pohon hanya tersisa 4%. Laju degradasi kawasan hutan tahun 2000-2003 di seluruh Indonesia mencapai 2,8 juta hektar per tahun. Luas areal kritis di 282 DAS mencapai 6,9 juta hektar, sedangkan areal yang sangat kritis mencapai 23,3 juta hektar. (Kerangka Kerja DAS, Dephut 2008)

1.2 Daerah Aliran Sungai: Mengalir Air dari Hulu Hingga Hilir Daerah Aliran Sungai adalah satu kesatuan ekosistem wilayah tangkapan air mulai dari hulu sampai ke hilir yang merupakan satu kesatuan tata air sebagai penyangga kehidupan yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam, tanah air, tumbuhan serta sumber daya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumber daya alam tersebut. (Dephut, 2003 disempurnakan 2008) Tujuan pengelolaan Daerah Aliran Sungai pada dasarnya untuk mempertahankan kondisi fisik wilayah tangkapan air mulai dari hulu hingga hilir. Pengelolaan itu meliputi dua hal utama: 1. Pengelolaan ruang atas lahan. Tujuannya mempertahankan tutupan lahan dan tidak merusak peruntukan lahan sebagaimana yang sudah ditetapkan. 2. Pengelolaan sumber daya air. Tujuannya mempertahankan keseimbangan alam dan perlindungan daerah SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


3 aliran sungai agar dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi masyarakat dan pengguna dan manfaat tersebut berkelanjutan dalam jangka panjang tanpa menghasilkan bencana dan kerusakan yang merugikan manusia.

Salah satu air terjun dan sungai di Indonesia

Siklus daur ulang air

1.3 Satu Kelola DAS, Satu Rasa, Satu Aksi Sejuta Manfaat Penanganan permasalahan DAS kritis tidak cukup dengan melakukan kegiatan yang berfokus pada sungai saja. Daya dukung dan daya tampung sungai tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan satu ekosistem. Selain sungai, DAS harus menjadi titik pusat kegiatan karena DAS adalah satu kesatuan ekosistem yang membutuhkan pengelolaan secara terpadu, integratif, dan partisipatif. Pengelolaan DAS membutuhkan satu program terpadu yang melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. Permasalahan pengelolaan DAS bersifat multisektor, multipihak dan multidimensi. Prinsip pengelolaan DAS, dengan demikian, hendaknya tidak saja mengacu pada kaidah “satu DAS, satu rencana, dan satu pengelolaan� melainkan juga mengacu pada hasil pembelajaran kegiatan sejenis. Pengalaman ESP membuktikan bahwa isu bersama, kepentingan bersama dan skala luasan juga menjadi faktor-faktor penting dalam pengelolaan DAS. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


4 “Satu Kelola DAS, Satu Rasa, Satu Aksi Dengan Sejuta Manfaat� adalah semboyan yang menggambarkan pengelolaan satuan kelola DAS pada kerja ESP di lapangan. Satu Kelola DAS, Satu Rasa dan Satu Aksi dapat diartikan sebagai berikut: Satu Kelola DAS: suatu area pengelolaan daerah aliran sungai skala kecil yang ditentukan berdasarkan karakter bentang alam. Satu Rasa: bahwa pemilihan pengelolaan suatu area satu kelola DAS skala kecil didasarkan pada munculnya isu bersama, kepentingan bersama, kedekatan budaya, dan tema bersama (contoh tema konservasi, hijau bersih sehat, perlindungan sumber air dan lain-lain). Satu Aksi: adalah suatu rencana aksi pengelolaan bersama dan terpadu yang merupakan hasil dari proses partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap pentingnya satu kelola DAS yang diwujudkan dalam bentuk aksi nyata. Sejuta Manfaat dapat diartikan sebagai berikut: Bahwa pengelolaan DAS membawa berbagai hasil serta dampak positif bagi kehidupan manusia secara utuh, terutama yang menyangkut hubungan manusia dengan alamnya.

1.4 Landasan Hukum Pengelolaan DAS memiliki sejumlah landasan hukum, antara lain: 1. Undang - Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria; 2. Undang - Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 3. Undang - Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 4. Undang - Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan; 5. Undang - Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air; 6. Undang - Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 7. Undang - Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 8. Undang - Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 9. Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan aturan perundangan lain yang mengikuti di bawahnya. Berbagai peraturan ini pada dasarnya mendukung perlindungan sumber daya alam, konservasi, pengelolaan sumber daya air, penataan ruang, hingga sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Semuanya bersinggungan dengan SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


5 bagaimana negara berupaya mempertahankan kualitas sumber daya alam dan kondisi lingkungan alamnya. ESP sebagai program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di wilayah aliran sungai ingin memperkaya praktek-praktek dari turunan kebijakan dan aturan-aturan yang ada. Program ESP berusaha mendorong optimalisasi pemanfaatan lahan yang sesuai daya dukung sungai, community organisation, moderator dan mediasi masyarakat, upaya-upaya konservasi lokal, perencanaan desa hingga ke tingkat pusat, model-model agroforestry yang kreatif, serta peluang dan potensi peningkatan pendapatan yang terkait dengan upaya pengelolaan DAS.

Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu, Sebuah Amanat Presiden Untuk mengurangi bencana banjir, longsor dan kebakaran hutan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) 05 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi. Salah satu programnya adalah menyusun Kerangka kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Kerangka kerja ini menjadi payung arahan kebijakan dalam mengambil langkah-langkah strategis guna meningkatkan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai guna menjaga kelestarian sumber daya air yang berkelanjutan. Landasan-landasan hukum yang ada selama ini mulai dari UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air masih berkisar pada ‘sungai’ nya itu sendiri dan ‘air’ yang ada didalamnya. Aturanaturan ini belum menyinggung optimalisasi pemanfaatan lahan (land use) sesuai daya dukungnya sehingga produktivitas hutan terjaga secara lestari. Kondisi ini akan memberikan dampak positif lebih tinggi terhadap kondisi hidrologis sehingga menjamin penggunaan sumber daya air bagi masyarakat serta dapat mengendalikan bencana banjir, longsor dan kekeringan. Visi pengelolaan DAS untuk 20 tahun ke depan adalah menjadikan DAS yang lebih sehat, bebas dari degradasi lahan dan kerusakan lingkungan lainnya; menjamin distribusi air yang stabil dan cukup baik kuantitas maupun kualitasnya; serta mendukung kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


6

1.5 Menjawab Masa Depan Pengelolaan DAS Dengan melihat tingkat kekritisan dan kerentanan daerah aliran sungai di Indonesia, maka penanganan pengelolaan DAS yang terpadu haruslah menjadi suatu kepentingan yang sangat mendesak. ESP bersama masyarakat akan berbagi pengalaman tentang metode-metode kreatif serta konsep pengelolaan dan pemikiran tentang pentingnya penanganan pengelolaan DAS bersama dengan masyarakat dan pemangku kepentingan utamanya. ESP sudah melakukan praktek ini selama lima tahun terakhir. Keterbatasan air sebagai sumber penghidupan petani untuk bercocok tanam, serta kebutuhan domestik dan industri lainnya telah menciptakan hubungan yang saling terkait dan tak terpisahkan antara masyarakat dengan daerah aliran sungai di atasnya. Data-data kerusakan sosial dan ekonomi menunjukkan alam telah memperingatkan manusia, bahwa kerusakan lingkungan dapat merugikan manusia. Bencana alam yang sering terjadi merupakan peringatan dini. Apabila alam sudah memberikan tanda awal bahwa sumber daya air tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia, maka kita perlu memikirkan upaya-upaya perlindungan sumber daya air melalui pengelolaan DAS yang terpadu. Upaya perlindungan saja tentu tak akan cukup. Meningkatnya ancaman pemanasan global pada sektor kehutanan dan pertanian juga dapat mengurangi cadangan air masyarakat. Untuk itu pola tanam yang mengandalkan adaptasi perubahan iklim perlu diupayakan. Langkah lanjutan yang perlu diambil adalah mengembangkan upaya “proteksi” dan “adaptasi” dalam pengelolaan daerah aliran sungai yang sifatnya lebih pada bentuk penanganan. Bentuk aktivitas adaptasi bisa bermacam-macam tergantung kondisi dan situasi suatu daerah aliran sungai/ sub DAS ataupun desa. Hal berikut yang menjadi dasar pemikiran adalah “Sustainable Resources Use Management” atau Pengelolaan Sumber Daya yang Berkelanjutan. Artinya, setiap upaya perlindungan, rehabilitasi, dan adaptasi yang dilakukan, hendaknya dapat dilembagakan dalam bentuk organisasi masyarakat (community organization). Bentuk ini sudah mulai muncul dalam wujud forum-forum DAS dan terbentuknya kelompok masyarakat yang bertindak langsung melakukan perlindungan dan rehabilitasi lahan daerah aliran sungai. Selain itu, berbagai pendekatan pengelolaan sumber daya perlu mempertimbangkan beragam pengalaman lapangan yang telah ada sebelumnya. Prinsip penting dari Pengelolaan Sumber Daya yang Berkelanjutan adalah: • Pentingnya Modal Sosial (social capital), dalam bentuk pendanaan mandiri ataupun pendanaan bersama antara publik dengan pemerintah; • Modal Organisasi Masyarakat (modality in community organization) dalam bentuk pengorganisasian masyarakat yang mandiri; • Adanya alih pengetahuan (transfer of knowledge) dari pelaku-pelaku yang

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


7

memiliki cerita sukses dan kreatif dalam penanganan satuan kelola daerah aliran sungai;

• Pentingnya kehendak politik (political will) dari pemerintah daerah serta lintas sektoral yang tidak lagi didasarkan atas pertimbangan batas wilayah melainkan lebih bertumpu pada pertimbangan batas ekosistem. Keempat prinsip di atas sejalan dengan implementasi ESP bersama dengan pemangku kepentingannya dalam melakukan pengelolaan daerah aliran sungai yang berkelanjutan, antara lain dengan melakukan: 1. Perubahan perilaku melalui sekolah lapangan, untuk menguatkan transfer of knowledge; 2. Penguatan kelembagaan masyarakat melalui simpul-simpul, forum dan jaringan, yaitu berupa pengaturan dan pengorganisasian dalam bentuk community organization; 3. Penguatan pembiayaan dan fasilitasi sumber-sumber biaya potensial lainnya, sebagai bentuk nyata dari social capital dan kemampuan pendanaan mandiri; 4. Melakukan inisiasi melalui peraturan dan kebijakan, sebagai bentuk nyata dari political will. Turunan dari konsep-konsep pemikiran dalam upaya menjawab tantangan pengelolaan DAS di atas dapat dilihat dalam proses di bawah ini. Penjelasan yang lebih rinci akan diuraikan pada bab-bab berikutnya.

Siklus implementasi program Pengelolaan Sub-sub DAS ESP bersama pemangku kepentingan

ESP bersama dengan para pemangku kepentingan telah mempraktekkan pengelolaan daerah aliran sungai dalam skala kecil dengan mengikuti siklus di atas. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


8 Langkah pertama adalah pemilihan lokasi pengelolaan dengan mempertimbangkan indikator kunci berdasarkan data yang ada, masukan masyarakat, isu tematis tertentu seperti perlindungan sumber air, pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, rehabilitasi lahan, pengelolaan hutan rakyat, pertanian ekologis, pengelolaan kawasan ekowisata, keanekaragaman hayati, pengelolaan desa berbasis konservasi, penguatan tata ruang mikro dan jasa lingkungan. Setelah penentuan lokasi pengelolaan sub-sub DAS, langkah selanjutnya adalah mengindentifikasi pemangku kepentingan dan mencari bentuk-bentuk kerja sama lokal yang dapat dimanfaatkan untuk menyusun Rencana Aksi Pengelolaan DAS. Kerjasama yang sudah terbentuk itu kemudian disusun menjadi “Rencana Aksi Pengelolaan DAS�, antara lain melalui sekolah lapangan (SL). Selanjutnya, hasil yang telah dituangkan dalam rencana strategis dijalankan sesuai dengan kapasitas pemangku kepentingan dan dilakukan bersama. Pada akhirnya, hal ini dapat membuka peluang bagi lembaga lain untuk mendukung kegiatan pengelolaan pada skala yang lebih luas. Untuk menjamin keberhasilan kegiatan, pengelola perlu melakukan monitoring, evaluasi dan penyempurnaan terhadap program pengelolaan sub-sub DAS tersebut dengan menggunakan metode-metode yang mudah dimengerti, mudah dijalankan dan membuka peluang bagi wilayah kelola lainnya untuk dapat mengadopsi aksi pengelolaan yang baik tersebut.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


9

Penentuan DAS Prioritas Kritis

2.1 Wilayah Kelola Prioritas Berbasis DAS Upaya rehabilitasi kondisi lingkungan melalui program konservasi dan rehabilitasi akan dapat terlaksana dengan baik jika informasi obyektif kondisi wilayah dapat teridentifikasi secara menyeluruh. Penentuan DAS prioritas kritis sangat memerlukan penyediaan data dan informasi terutama dalam menunjang formulasi strategi yang baik. Perolehan acuan dalam pengalokasian sumber daya secara proporsional akan menciptakan daya dukung sumber daya hutan dan lahan yang optimal dan lestari bagi kesejahteraan manusia. Salah satu sebab tidak tepatnya penentuan DAS prioritas kritis adalah kurang memadainya dukungan data dan informasi lahan kritis. Departemen Kehutanan memang menyediakan data lahan kritis dan dalam beberapa kesempatan menyampaikan data tersebut kepada berbagai pihak dan masyarakat. Namun data tersebut masih merupakan data atribut sehingga distribusinya secara spasial belum dapat diketahui. Dengan data yang ada, masih sulit melakukan sinkronisasi program konservasi dan rehabilitasi yang bersifat multisektor, mengingat analisa spasial merupakan salah satu alat utama dalam sinkronisasi program multisektor. Data dan informasi spasial yang tidak memadai tersebut juga membawa implikasi terhadap penilaian mengenai validitas data atribut lahan kritis. Proses inventarisasi dan analisis lahan kritis masih dilakukan secara manual sehingga besar kemungkinan timbulnya kesalahan dalam pemrosesan (human error). Disamping itu proses analisis secara manual dan uji lapangan (full ground check) dari segi biaya relatif sangat mahal. Itulah sebabnya Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat berguna untuk mengatasi permasalahan ini. Pengelolaan air semakin membutuhkan pendekatan terpadu sebagai kunci bagi pemecahan terhadap berbagai tantangan untuk mengamankan air, makanan, melindungi lingkungan dan mata pencaharian. Kebutuhan untuk memilih wilayah kelola prioritas berbasis DAS semakin mendesak. Hasil penentuan prioritas terhadap DAS kritis menjadi alat perencanaan dan pengelolaan DAS dalam rangka menyusun rencana pengelolaan yang berkesinambungan. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


10 Tujuan penentuan DAS kritis prioritas adalah untuk menentukan lokasi kegiatan pengelolaan DAS berdasarkan data spasial lahan yang akurat dan informatif. Data ini menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan kegiatan pengelolaan DAS. Selain itu, juga dilakukan seri pertemuan dengan pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS untuk memberikan masukan yang lebih kongkret berdasarkan kondisi dan kebutuhan setempat. Dengan penentuan DAS kritis prioritas yang tepat, maka wilayah kelola dapat tepat sesuai dengan tujuan. Proses penentuan yang melibatkan banyak pihak akan memunculkan rasa memiliki dan tingkat partisipasi yang tinggi dalam prosesproses berikutnya. Peran serta instansi dan masyarakat setempat yang mempunyai kebutuhan yang sama memungkinkan akses terhadap alternatif pendanaan dan pengembangan kegiatan. Lebih lanjut, pemilihan tema yang berkarakter kuat dan perencanaan aksi secara partisipatif akan memberi dampak yang luas dan berkelanjutan pada pengelolaan DAS.

2.2 Alur Pengelolaan DAS Prioritas Kritis Skala Kecil ESP bersama mitra menyusun dokumen perencanaan aksi pengelolaan sub DAS skala kecil secara partisipatif bersama perwakilan masyarakat, tokoh masyarakat, dinas dan instansi terkait setempat. Proses identifikasi perencanaan berdasarkan kondisi DAS dilakukan mulai dari bawah atau tingkat masyarakat yang diwakili oleh beberapa desa atau kelompok dalam wilayah tersebut. Langkah berikutnya adalah mengkomunikasikan dokumen profil wilayah dan rencana aksi tersebut dengan berbagai pihak untuk mendapatkan masukan dan dukungan serta adaptasi untuk menjaga keterpaduan, keberlanjutan dan rasa memiliki dalam proses implementasi dan evaluasi. Rencana aksi pengelolaan mempunyai target tertentu berdasarkan wilayah pengelolaan atau berdasarkan tema tertentu. Proses identifikasi masalah dan klarifikasi dengan segenap pemangku kepentingan akan menentukan prioritas sasaran dan tujuan rencana pengelolaan. Contoh sasaran dan tujuan berdasarkan wilayah pengelolaan adalah rencana pengelolaan untuk satu DAS, satu Sub DAS atau satu Sub-sub DAS tertentu. Selanjutnya adalah merumuskan sasaran dan tujuan berdasarkan tema tertentu misalnya rencana pengelolaan untuk kepentingan perlindungan sumber air, pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, rehabilitasi lahan, pengelolaan hutan rakyat, pertanian ekologis, pengelolaan kawasan ekowisata, keanekaragaman hayati, pengelolaan DAS skala kecil, pengelolaan desa berbasis konservasi, penguatan tata ruang mikro dan jasa lingkungan. Diagram di bawah ini menggambarkan konsep perencanaan aksi pengelolaan DAS terpadu yang menjadi model pengelolaan DAS skala kecil selama ini. Konsep perencanaan aksi pengelolaan DAS terpadu merupakan model pengelolaan DAS skala kecil dapat dilihat pada diagram berikut: SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


11

Keterpaduan Instansi dan Keterpaduan Sumber daya dalam Perencanaan Pengelolaan DAS

Sebelum melakukan kegiatan di atas, pengelola terlebih dahulu menentukan DAS prioritas skala kecil. Proses penentuannya akan dibahas pada bagian berikut.

2.3 Proses Pemilihan DAS prioritas kritis Prinsip pemilihan wilayah pengelolaan ini bersifat partisipatif. Segenap pemangku kepentingan didorong untuk berperan aktif dalam berbagi informasi, sehingga mendapat parameter dan kriteria yang cukup dalam pemilihan wilayah pengelolaan berikut rencana data tata ruangnya. Pengembangan parameter dan kriteria dimulai dengan melakukan Focus Group Discussions (FGD) untuk mendapatkan informasi Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


12 kebutuhan masyarakat secara umum, baik berupa pemikiran, ide-ide, rancanganrancangan maupun kegiatan yang sudah atau sedang berlangsung. Selain menggali informasi dari masyarakat, perlu juga mendapatkan informasi dari institusi-institusi pemerintah maupun LSM tentang rencana pengembangan wilayah, potensi, kondisi sosial budaya dan ekonomi. Pemilihan lokasi secara partisipatif merupakan bagian dari proses perencanaan pengelolaan DAS yang meliputi tahapan perencanaan skala umum hingga skala detail pada berbagai luasan wilayah pengelolaan tertentu, tergantung pada detail yang dibutuhkan. Luasan wilayah pengelolaan dapat berupa suatu cakupan wilayah yang luas (DAS/Propinsi/Kabupaten) ataupun cakupan wilayah yang kecil dan detail (Sub DAS/Sub-sub DAS/ Kecamatan/Desa). Konsep pemilihan lokasi secara partisipatif secara umum dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Konsep Pemilihan Lokasi Secara Partisipatif

Dalam diagram di atas, konsep pemilihan lokasi partisipatif mengambil berbagai kriteria dari para pemangku kepentingan. Kriteria pemilihan yang beragam mengerucut menjadi beberapa bidang dan selanjutnya menjadi masukan dalam proses analisis

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


13 dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hal ini merupakan pendekatan yang fleksibel, transparan dan berorientasi tujuan untuk merencanakan intervensi pengelolaan DAS, serta memilih lokasi kegiatan yang ditampilkan dalam bentuk peta lokasi wilayah kegiatan untuk tujuan spesifik pengelolaan. Agar lebih fokus dan tepat sasaran, pelaksanaan program kerja pengelolaan tata ruang wilayah perlu melibatkan para pihak yang berkepentingan pada wilayah tersebut, yang terdiri dari masyarakat, sektor industri, pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam penerapannya, pemilihan lokasi secara partisipatif mengutamakan kriteria pemilihan yang merupakan hasil rumusan bersama pihakpihak yang terlibat. Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan menjadi tiga faktor yang berbeda: 1. Biofisik kawasan dan nilai-nilai lingkungan; 2. Pengelolaan kawasan, pemanfaatan sumber daya air dan prasarana bernilai tinggi; 3. Sosial ekonomi agar bisa diberikan nilai pembobotan yang didasarkan pada tujuan pengelolaan. Penjelasan lebih rinci mengenai faktor-faktor tersebut sebagai berikut: 1. Faktor biofisik kawasan dan nilai-nilai Lingkungan Faktor-faktor dalam kelompok ini berisi kondisi fisik dan biologis kawasan yang dipilih. No

Kriteria

Deskripsi

1.

Lahan kritis

Lahan kritis umumnya adalah lahan yang mempunyai tutupan lahan kurang dari 25% dan berada pada lereng yang memiliki kecuraman 45째 atau lebih.

2.

Kawasan konservasi/hutan lindung

Kawasan konservasi, diantaranya adalah kawasan taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, hutan lindung, dll.

3.

Kawasan bahaya gunung berapi

Kawasan bahaya gunung berapi adalah kawasan yang dapat terkena dampak langsung aktifitas letusan gunung, misalnya kawasan aliran lahar panas, lahan dingin dan aliran awan panas.

4.

Curah hujan

Curah hujan umumnya diklasifikasikan menjadi 3 yaitu; curah hujan rendah, dengan rata-rata kurang dari 2000 mm/tahun; curah hujan sedang, rata-rata 2000 s/d 3000 mm/tahun dan curah hujan tinggi dengan rata-rata lebih dari 3000 mm/tahun.

5.

Geologi/Soil

Sifat geologi/soil dapat diklasifikasikan dalam dua kelas yaitu mudah tererosi dan tidak mudah tererosi .

6.

Habitat flora atau fauna yang dilindungi

Sub-sub DAS terdapat habitat flora dan fauna yang dilindungi.

7.

Mata air

Terdapat mata air penting yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan PDAM.

8.

Jumlah desa

Jumlah Desa dalam Sub-sub DAS.

9.

Posisi Sub DAS

Posisi Sub-sub DAS dalam Sub DAS terbagi menjadi 3 bagian yaitu hulu, tengah dan hilir.

10.

Banyaknya anak/cabang sungai

Banyaknya anak/cabang sungai dalam Sub DAS.

11.

Luas Sub DAS

Luas wilayah Sub DAS dalam hektar.

Kriteria Kondisi Fisik dan Biologis Kawasan Terpilih

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


14 2. Faktor Pengelolaan Kawasan, Pemanfaatan Sumber Daya Air dan Prasarana Bernilai Tinggi Faktor-faktor dalam kelompok ini berisi inisiatif yang telah dilakukan berbagai pemangku kepentingan selaku pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada di kawasan tersebut. Kriteria dalam faktor ini bersifat lokal, bisa berbeda antar kawasan dan terbuka terhadap indikator lain yang sesuai dengan kondisi setempat. No

Kriteria

Deskripsi

1

Rencana pengelolaan SDA berbasis masyarakat

Sudah adanya perencanaan pengelolaan SDA berbasis masyarakat.

2

Pengelolaan limbah padat dan atau limbah cair

Sudah adanya pengelolaan limbah padat dan atau cair berbasis masyarakat.

3

Tambang pasir atau batu

Adanya kegiatan pertambangan pasir dan atau batu dalam Sub-sub DAS.

4

Sawah beririgasi

Sawah beririgasi sangat membutuhkan air perlu dipertimbangkan karena semakin luas areal persawahan akan semakin tinggi kebutuhan air yang harus tersedia.

5

Intake PDAM

Adanya intake PDAM di dalam wilayah Sub DAS.

6

Jumlah Intake PDAM

Jumlah intake PDAM di dalam wilayah Sub DAS.

7

Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat

Adanya pengelolaan air bersih berbasis masyarakat.

8

Adanya PLTA

Adanya PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) yang memerlukan kontinuitas ketersediaan air sepanjang tahun di dalam wilayah Sub DAS.

9

Bencana longsor

Adanya bencana longsor.

10

Bencana banjir

Terjadi bencana banjir di hilir dan banjir bandang di badan sungai.

11

Kawasan pemukiman/kota

Adanya kawasan pemukiman atau wilayah perkotaan di bagian hilir Sub-sub DAS.

12

Industri

Adanya industri yang memanfaatkan air secara intensif.

Kriteria lokal sesuai kondisi setempat

3. Faktor Sosial-Ekonomi Faktor-faktor dalam kelompok ini berisi kondisi sosial ekonomi kawasan tersebut serta data tematis tentang sumber daya alam dan manusia yang masih terkait dengan tema pemilihan lokasi dari aspek sosial ekonomi.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


15 No

Kriteria

Deskripsi

1.

Jumlah penduduk

Jumlah penduduk dalam Sub DAS

2.

Kepadatan penduduk

Rata-rata jumlah penduduk setiap hektar luas

3.

Keluarga petani

Jumlah keluarga yang berprofesi sebagai petani

4.

Wabah diare/ muntaber

Jumlah warga yang meninggal karena wabah diare/ muntaber, salah satu wabah penyakit yang berhubungan dengan air bersih

5.

Penebangan liar

Adanya kegiatan penebangan liar oleh masyarakat

Kriteria Sosial Ekonomi

Data dari ketiga faktor di atas adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga resmi yang berwenang untuk mengeluarkan data tersebut. Jika data tidak tersedia, pengelola dapat mengambil data primer atau survei di lapangan. Teknologi SIG dapat digunakan untuk memproses analisa tumpang susun (overlay) beberapa data geo-spasial berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disepakati dalam proses pemilihan. Hasilnya adalah nilai-nilai kuantitatif wilayah yang disajikan dalam bentuk skor matriks dan urutan wilayah prioritas, disertai peta wilayah terpilih dengan urutan prioritas tertinggi. Proses skoring dilakukan untuk memberi skor pada masing-masing faktor dan komponennya. Kemudian dilakukan penghitungan dan penjumlahan sehingga diperoleh DAS skala kecil prioritas berdasarkan ketiga faktor tersebut. Lokasi terpilih dapat digunakan sebagai acuan perencanaan dan mendukung pelaksanaan aktivitas program aksi pengelolaan DAS. Setelah proses penentuan wilayah kerja, langkah selanjutnya adalah membuat peta kawasan untuk wilayah kerja tersebut baik dalam bentuk DAS/sub DAS atau suatu kawasan tertentu. Seluruh pemangku kepentingan akan membahas peta kawasan tersebut untuk melakukan validasi dan sinkronisasi dengan kepentingan dan prioritas lokal. Pemangku kepentingan juga memberikan rekomendasi umum tentang kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan tersebut, seperti perlindungan sumber air, pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, rehabilitasi lahan, pengelolaan hutan rakyat, pertanian ekologis, pengelolaan kawasan ekowisata, keanekaragaman hayati, pengelolaan DAS skala kecil, pengelolaan desa berbasis konservasi, penguatan tata ruang mikro dan jasa lingkungan.

2.4 Manfaat Pemilihan DAS Prioritas Kelola Pemilihan DAS prioritas kelola akan memberi beberapa manfaat, diantaranya: •

Lokasi kegiatan lebih tepat Pemilihan lokasi yang tepat membuat kegiatan lebih terarah dan tepat sasaran pada lokasi yang lebih membutuhkan. Hal ini berdasarkan pada penggunaan data sekunder yang valid dan jika perlu pengambilan data primer serta verifikasi dengan survei lapangan.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


16 •

Partisipatif Semua pihak (masyarakat, tokoh masyarakat, LSM, instansi pemerintah) mempunyaii kesempatan untuk mengusulkan lokasi disertai alasan dan data pendukung yang diperlukan.

• Dari dan untuk masyarakat Seluruh komponen masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses perencanaan. • Rasa memiliki Setiap pihak yang terlibat dalam proses perencanaan atau penentuan lokasi tentu lebih mempunyai rasa memiliki terhadap kegiatan tersebut. •

Mengurangi konflik sosial dan lahan Pemahaman masyarakat setempat terhadap kondisi sosial dan pertanahan berperan penting dalam pemilihan lokasi kegiatan. Dengan demikin potensi konflik berkurang atau paling tidak sudah terdapat informasi awal tentang potensi konflik tersebut.

Satu rasa Terdapat sebuah perasaan yang sama bagi pemangku kepentingan yang tinggal maupun berkegiatan di kawasan tersebut. Hal ini sangat membantu dalam melanjutkan proses dari satu tahap ke tahap berikutnya.

Perencanaan Proses pemilihan lokasi dapat dilakukan bersamaan dengan proses perencanaan periodik yang melibakan instansi pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Sehingga kegiatan dapat dilakukan bersama untuk mendapatkan hasil dan dampak yang lebih besar.

Pendanaan (termasuk budgeting dan jasa lingkungan) Hampir sama dengan perencanaan, pendanaan yang direncanakan dapat dibagi dengan berbagai pihak sesuai dengan kewenangan dan kemampuan masing- masing.

Aksi konkret Tindakan nyata di lokasi tertentu yang tepat dan berdasarkan data yang akurat dapat berdampak pada penanggulangan bencana, rehabilitasi lahan, dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Keberlanjutan Kegiatan tidak akan berhenti setelah program selesai tetapi terdapat keberlanjutan program ke beberapa pihak yang mempunyai program dan tujuan yang sama.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


17 Di mana Prioritas Kita Bekerja?

Prioritas desa terpilih yang menjadi daerah pengelolaan

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


18

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


Menguatkan Pengelolaan Kolaboratif

3.1 Mengapa Perlu Pengelolaan Kolaboratif Pemerintah pusat maupun daerah memiliki keterbatasan kemampuan dalam menjangkau pengelolaan DAS di lapangan, baik dari segi tenaga, waktu, maupun biaya. Di sisi lain, ada pihak luar yang berusaha mendapatkan keuntungan ekonomi jangka pendek dengan mengeksploitasi daerah aliran sungai yang berpotensi merusak pengelolaan DAS. Dalam situasi seperti ini masyarakat yang berinteraksi langsung secara intensif, tinggal dan hidup di wilayah yang paling dekat dengan DAS haruslah berperan aktif dan meninggalkan sikap pasif. Masyarakat tidak bisa lagi hanya menunggu tindakan dari pemerintah ataupun pihak lain untuk mempertahankan kondisi daerah aliran sungainya. Oleh sebab itu, masyarakat dan pemangku kepentingan perlu melakukan pengaturan bersama untuk dapat melaksanakan pengelolaan kolaboratif di DAS skala kecil terpilih. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip sustainable resource management, atau pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Salah satu faktornya adalah mengedepankan pengorganisasian dan kelembagaan masyarakat. Keberadaan dan peran pemangku kepentingan di suatu DAS menjadi penting dalam mengembalikan fungsi ekosistem DAS dan mempertahankan kondisi DAS supaya tidak lebih terdegradasi akibat tekanan-tekanan kehidupan manusia di sekitarnya.

3.2 Identifikasi Pengguna DAS Skala Kecil dan Pemangku Kepentingannya 3.2.1 Siapa di Hulu Siapa di Hilir? Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi kehidupan masyarakat, baik untuk pertanian, perkebunan, sawah, maupun pemukiman. Tidak hanya bagi manusia, bagi tanaman dan hewan pun air adalah faktor penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Sebagaimana prinsip air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah, air sungai juga mengalir dari pegunungan tempat tinggi atau hulu ke daratan rendah sebagai hilir. Semua makhluk hidup yang tinggal di sepanjang jalur hulu hingga hilir secara bersama-sama memanfaatkan air sungai serta bergantung pada Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

19


20 sumber daya air. Di antaranya adalah: 1. Flora Fauna pada kawasan konservasi, cagar alam, hutan lindung, tempat pegunungan menyimpan sumber data air; 2. Perkebunan tanaman keras; 3. Perkebunan tanaman sayuran dan buah-buahan; 4. Pertanian (sawah, ladang); 5. Peternakan (sapi, ayam); 6. Pemukiman pedesaan/ perkotaan; 7. Perindustrian baik skala besar maupun kecil; 8. Pemukiman pesisir sebagai penghuni paling hilir dari sebuah sungai. Semakin ke hilir, mutu air, kontinuitas, kualitas dan debit akan semakin berkurang kualitasnya dibandingkan dengan di hulu. Hal ini terjadi karena badan air di hulu tercemari oleh kegiatan-kegiatan baik domestik maupun industri. sehingga badan air di hilir mengalami kondisi dan kualitas yang kurang baik

3.2.2 Siapakah Yang Berkepentingan? Melihat jenis-jenis peruntukan di atas, mulai dari hulu sungai hingga hilir, maka kita dapat mengetahui dengan jelas pihak-pihak mana saja yang berkepentingan. Penentuan mereka yang berkepentingan tentunya tak lepas dari besaran dan skala pengelolaan daerah aliran sungai, baik sebagai sub DAS, sub DAS yang lebih luas atau suatu DAS.

Masyarakat memanfaatkan sumber-sumber mata air untuk aktivitas mandi dan mencuci

skala kecil. Para pemangku kepentingan di DAS skala kecil pada umumnya adalah: 1. Petani; 2. Pekebun; 3. Peternak; 4. Tokoh masyarakat seperti: aktivis pesantren, pecinta alam, LSM lokal, SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT

Monique Sumampouw

Meskipun ESP juga bekerja pada tingkat DAS, namun ESP akan menyampaikan contoh pemangku kepentingan yang berada pada satu pengelolaan sub-sub DAS atau DAS


21

3.3 Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Kolaboratif Prisip pengelolaan kolaboratif dapat menggunakan sejumlah cara dan pendekatan. Namun perlu diingat bahwa tidak ada satu rumus baku yang dapat digunakan di semua tempat. Pasalnya, terdapat perbedaan dan kekhasan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Meski demikian, pada umumnya pembentukan kelompok/simpul/jaringan adalah salah satu prinsip utama setelah masyarakat setempat memiliki kesadaran bersama untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Berikut model, bentuk, tahapan proses serta prinsip-prinsip utama yang mendasari pengelolaan kolaboratif yang paling banyak dipakai bersama masyarakat.

3.3.1 Model dan Bentuk Bentuk Kerja Sama Lokal Untuk mewadahi pola kerjasama secara lokal, perlu membentuk simpul kegiatan sebagai wadah yang menggerakan setiap inisiatif yang muncul. Keberadaan simpul kegiatan ini sangat membantu dalam menentukan arah sekaligus menjaga keberlanjutan setiap aksi. Beberapa contoh simpul sebagai kerja sama lokal yang telah dirintis dan dikembangkan: •

Forum pemilik peran dalam wilayah DAS skala kecil yang terdiri dari institusi yang memiliki kepentingan dengan pengelolaan, perlindungan hutan, dan kelangsungan sumber air baku, memberi kontribusi untuk melindungi kepentingannya secara terpadu. Komitmen dan aksinya telah memicu peran serta masyarakat menjadi pemain utama dalam berbagai kegiatan.

•

Jaringan kerjasama antara masyarakat dan sektor swasta dalam merekonstruksi kawasan dan sosial masyarakat lewat program pengembangan Jasa Lingkungan (Jasling) merupakan embrio forum yang lebih besar dan holistik. Kesediaan berbagai pihak swasta untuk membentuk langkah nyata visioner pengelolaan wilayah DAS telah berhasil melahirkan aksi-aksi yang sangat relevan dengan konsep satu DAS, satu rasa, satu aksi dan sejuta manfaat.

•

Simpul lokal masyarakat yang memiliki kesamaan latar belakang, visi ataupun tujuan sebagai dasar kesatuan untuk melakukan aksi bersama. Contohnya kesamaan budaya lokal, kesamaan status pekerjaan, kesatuan adat, kepentingan lokal seperti mitigasi bencana, perlindungan sumber air, hutan, kawasan religius dan isu-isu lainnya.

3.3.2 Tahapan/Proses Penguatan Kolaboratif Pelaksanaan pengelolaan kolaboratif pada umumnya mengikuti tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan Para Pihak Persiapan Para Pihak bertujuan untuk menilai kebutuhan dan kelayakan, melalui kegiatan: • Inventarisasi dan identifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat dan potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan;

• Identifikasi dan analisis kelompok yang relevan;

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


22 • Penilaian ketersediaan sumber daya finansial dan sumber daya manusia untuk implementasi;

• Menetapkan tim inisiator;

• Fasilitasi kegiatan oleh kelompok yang berkepentingan;

• Kajian ulang interaksi dan ketergantungan para pihak dan masyarakat terhadap lokasi yang dipilih;

• Melancarkan dan memelihara inisiatif komunikasi sosial dengan para pihak;

• Menyelenggarakan penilaian sosio biofisik secara partisipatif;

• Membantu para pihak kepentingan untuk mengorganisasikan dirinya, mengidentifikasikan perwakilan kelompok, dan mengembangkan konsensus internal. 2. Pelaksanaan Rencana dan Kesepakatan Bersama Para Pihak

• Menetapkan fasilitator independen yang disepakati para pihak;

• Menyelenggarakan pertemuan awal untuk menetapkan dan mensahkan aturan main dan prosedur negosiasi para pihak ;

• Menyepakati kelembagaan pelaksanaan pengelolaan kolaboratif;

• Menyelenggarakan konsultasi dan pertemuan perencanaan antara pihak berkepentingan untuk menselaraskan kegiatan dengan visi yang telah disepakati bersama;

• Menyepakai misi dan strategi untuk mencapai visi bersama;

Mengkaji ulang kondisi sosial, ekonomi, ekologi dan kecenderungan perubahan-perubahan yang akan terjadi, serta mengidentifikasikan faktor-faktor kunci yang berdampak pada sumber daya alam dan menciptakan/ mencoba peluang-peluang yang inovatif;

• Menegosiasikan dan menyepakati rencana pelaksanaan pengelolaan kolaboratif dan kesepakatan-kesepakatan dari setiap komponen strategi yang dipilih. 3. Pengembangan Pelaksanaan Pengelolaan Kolaboratif • Menyusun dan mengimplementasikan rencana kerja bersama pelaksanaan pengelolaan kolaboratif; • Mengumpulkan data dan informasi yang terkandung dalam kesepakatan tindak lanjut; •

Evaluasi pelaksanaan kolaboratif, kesepakatan-kesepakatan dan organisasi multipihak bersama kelompok kepentingan sebagai bahan untuk merubah dan menyusun kembali rencana dan kesepakatan-kesepakatan baru pelaksanaan pengelolaan kolaboratif;

• Pengorganisasian dan kelembagaan termasuk di dalamnya mengembangkan insisiator, fasilitator dan peluang-peluang pendanaan.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


23

3.4 Instrumen Penting Pengembangan Kerja Sama Pengelolaan DAS Skala Kecil Proses aksi kolaboratif secara sederhana dapat dipahami sebagai model kerja sama tanggung renteng sebagai aksi nyata yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk mendukung proses ini, perlu menggali berbagai instrumen sosial dalam kehidupan masyarakat yang sesuai. Ada beberapa langkah penting yang perlu dilakukan sebelum sebuah rencana aksi pengelolaan DAS Skala Kecil dapat dinyatakan dalam sebuah rencana aksi pengelolaan bersama. •

Identifikasi masalah yang lebih detail, baik penyebab maupun kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan DAS. Masyarakat dan pemangku kepentingan setempat lebih dapat melihat realitas yang nampak sebagai sumber kerusakan baik menyangkut teknis maupun perilaku sosial setempat.

Identifikasi model dan cara intervensi yang cocok secara lokal. Kerja sama lokal juga lebih dapat menjamin semua intervensi yang dirangkum dalam rencana aksi pengelolaan menjadi lebih tajam. Diharapkan pemangku kepentingan bersama masyarakat lebih dekat dengan masalah, lebih memahami faktor penyebab dan mampu mengidentifikasi hal praktis sebagai solusi yang paling kreatif dalam skala lokal.

Setiap pemangku kepentingan dapat memetakan kepentingannya masing- masing dengan lebih obyektif. Kepentingan itulah yang menjadi sasaran kegiatan bersama. Walaupun setiap intervensi memiliki resiko dan dampak satu dengan lainnya, namun mekanisme tata kelola dapat dirumuskan bersama. Dengan demikian, intervensi bersifat akomodatif dan kepentingan sektoral akan lebur ke dalam kesamaan visi dan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya.

Fokus skala dan isu lokal merupakan bagian yang penting dalam kolaborasi pengelolaan DAS, namun sangat sulit jika itu dilakukan dalam skala DAS yang besar. Oleh karena itu menata bentuk kolaborasi antar pemangku kepentingan (institusi) dan masyarakat lokal bisa menjadi pilihan utama. Disamping jangkauan wilayah yang tidak terlalu besar, masyarakat setempat memiliki beberapa ikatan kepentingan yang menjadi pengikat antar satu wilayah dengan yang lainnya.

Konflik kepentingan terhadap sumber lokal bisa menjadi pemicu ketidakharmonisan. Namun apabila ditata dengan kreatif, isu ini bisa menjadi pengikat yang kuat sebuah kerja sama antar masyarakat yang memiliki kepentingan bersama. Bencana misalnya bisa menjadi alasan bagi perlunya sebuah kerja sama penataan yang bisa mengurangi resiko kerugian bersama. Demikian juga halnya kearifan lokal yang masih dipegang teguh dapat memberi keuntungan bagi masyarakatnya.

Kerangka kearifan lokal dapat terus dipertahankan melalui tata cara penyelamatan lingkungan, hutan, mata air, dan sungai, lewat ritual lokal dan persembahan materi, dimana semuanya menyampaikan pesan moral dalam menjaga keharmonisan hidup antara manusia dan alamnya.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


24 •

Edukasi yang bermanfaat untuk jangka panjang dapat dilakukan melalui Training of Trainer (TOT ) bagi pemandu desa dan Sekolah Lapangan (SL). Pengembangan Forum DAS lokal adalah instrumen dasar menuju rehabilitasi pengelolaan DAS skala kecil. Lewat instrumen ini pemangku kepentingan di lokasi pengelolaan merumuskan dan melaksanakan berbagai rencana aksi.

3.5 Prinsip-prinsip Bekerja sama 3.5.1 Partisipasi dan Tanggung Renteng Tanggung renteng dipahami sebagai sebuah kerja sama saling memberi dan menerima antara pemangku kepentingan dengan masyarakat lokal. Berdasarkan pengalaman lapangan, upaya tanggung renteng merupakan modal sosial yang ampuh untuk menangani kompleksitas pengelolaan DAS Skala Kecil. Kegiatan berbagi pemikiran, peran, aksi dan dukungan sumber daya dapat dimulai dan diharapkan rehabilitasi bisa terjadi secara perlahan namun pasti. Pilihan aksi satu rasa melalui tanggung renteng ini ternyata memberi keuntungan secara lokal jika dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Beberapa hal penting yang merupakan nilai inti kerja sama ini bisa ditentukan dalam skala kecil dan memberikan keuntungan antara lain: • Mampu menentukan nilai dan norma kerjasama dalam visi kewilayahan dengan lebih mudah dan jelas sehingga dukungan lebih terarah dan dapat diterapkan pada aksi nyata; • Aturan sebagai pijakan teknis rencana aksi pengelolaan dari setiap pemangku kepentingan secara langsung bisa diuraikan lebih praktis dan dapat dimodifikasi menjadi aksi lokal tanpa mengubah kaidah dan tujuan dari aturan itu sendiri; • Peran setiap pemangku kepentingan dan masyarakat dapat lebih dirinci sesuai dengan kondisi pengelolaan, kedekatan sosial, kesamaan budaya, kearifan lokal dan sumber daya yang ada; • Memudahkan penilaian terhadap sebuah perencanaan aksi; • Fleksibel dalam menentukan intervensi teknis dan sosial dengan membuka akses informasi dan data yang luas terhadap kebutuhan masyarakat.

3.5.2 Kesetaraan dan Keterbukaan Dalam konteks ini semua pihak menjadi subyek dari sebuah kegiatan. Hal ini menjamin para pelaku kegiatan memiliki posisi yang sama, dengan adanya kesetaraan antara pemangku kepentingan sebagai pilar rujukan teknis pengelolaan wilayah dengan masyarakat pelaku. Masyarakat adalah pelaku utama sehingga harus terlibat sejak tahap perencanaan. Mereka paling mengetahui kondisi lokal, kondisi wilayah, menjadi pihak yang langsung terkena dampak bencana, serta tahu apa yang seharusnya dilakukan. Oleh

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


25 karena itu, salah satu kunci keberhasilan adalah merancang mekanisme rehabilitasi wilayah dengan mekanisme kerjasama pemangku kepentingan, prinsip setara dan seimbang. Uraian pada bab berikut ini akan memperlihakan bagaimana kolaborasi pemangku kepentingan ini kemudian menuangkan hasil karya mereka ke dalam Rencana Aksi Pengelolaan DAS.

500 Hektar Cukuplah... Cerita dari Sumatera Utara mengenai pentingnya kolaborasi dalam pengelolaan DAS Skala kecil di hilir dengan isu konservasi oleh BKSDA “500 hektar kawasan suaka (Marga Satwa Langkat Timur Laut) kami kelola bersama dengan BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) dan Mangrove Action Project. Cukuplah untuk menyelamatkan sumber daya mangrove yang tersisa,” kata Rustam, Ketua Ikatan Pemuda dan Pelajar Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara disela ritual adat jamu laut – tolak bala – 5 Juni 2007. Menurut Rustam, penyelamatan kawasan suaka seluas 15.000 hektar lebih itu perlu langkah awal. “MoU pengelolaan kolaborasi sudah ada sejak 2006. Sekarang saatnya kami beraks,i” tandas Rustam. “MoU pengelolaan bersama Kawasan Suaka Marga Satwa Langkat Timur Laut berisi tentang aspek-aspek pengembangan ekonomi dan pendapatan masyarakat, rehabilitasi lahan, pendidikan lingkungan serta monitoring dan evaluas,i” papar Ir. Agung Siswoyo, staff BBKSDA Sumatera Utara.

Kembalikan Citra Bukit Lawang Cerita dari Sumatera Utara mengenai pengelolaan DAS terkait dengan kawasan hutan konservasi di hulu serta proses penyusunan rencana aksi pengelolaan DAS skala kecil Panut Hadisiswoyo, Founding Director Orangutan Information Center (OIC) menyatakan standarisasi pemandu wisata penting untuk memperbaiki citra kawasan ekowisata Bukit Lawang Sumatera Utara. “Kawasan ekowisata Bukit Lawang harus bangkit seperti dulu sebelum diterjang banjir bandang,” tandas Panut pada pembukaan rangkaian pelatihan untuk pemandu ekowisata Taman nasional Gunung Leuser di Bohorok (23/2). 30 pemandu ekowisata terlibat dalam rangkaian pelatihan yang berlangsung hingga juni 2009.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


26 Menurut Panut, pencitraan kawasan ekowisata Bukit Lawang juga sangat tergantung pada kelihaian para pihak dalam perlindungan keanekaragaman hayati dan habitat orangutan Sumatra (pongo abelii), resolusi konflik satwa dan manusia, rehabilitasi aturan keruangan, rehabilitasi kondisi sosial ekonomi masyarakat dan penselarasan aksi-aksi konservasi para pihak. “Kami sudah menyusun kerangka rencana aksi bersama para pihak sejak april 2008,� tandas Ir. Hendra Wijaya, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser Wilayah V Bukit Lawang.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


Proses Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Sub DAS dan Sub-Sub DAS

27

4.1 Pentingnya Rencana Aksi Rencana aksi pengelolaan DAS adalah kesepakatan para pihak baik pemerintah, masyarakat, mitra swasta dan LSM untuk melakukan kegiatan rehabilitasi daerah aliran sungai dalam periode waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah dokumen.

Contoh-contoh Dokumen Pengelolaan Rencana Aksi ESP secara Partisipatif

Rencana aksi ini dibuat dengan tujuan memberikan panduan bagi para pihak yang telah berkomitmen dalam pengelolaan DAS dalam implementasi kegiatan mereka. Rencana aksi ini pula yang menjadi salah satu output yang dihasilkan dari proses kolaborasi, proses mengenali masalah serta perencanaaan pengelolaan DAS Skala Kecil.

4.2 Langkah-langkah Proses Penyusunan Rencana Aksi Metode penyusunan rencana aksi dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu :

r 5BIBQ QFSUBNB QFNBQBSBO QFSNBTBMBIBO ZBOH EJIBEBQJ NFNCBXB

SebuahPanduan Sebuah PanduanPengelolaan Pengelolaan DASDAS Skala Skala KecilKecil


28

para pihak pada inti permasalahan agar mempunyai kesepahaman mengenai persoalan yang dihadapi termasuk upaya mendapatkan kerja sama yang baik untuk mempermudah proses diskusi pada tahap kedua.

• Tahap kedua mendiskusikan penyusunan rencana aksi, beserta pilihan-pilihan alternatif penanganan permasalahan yang dihadapi. Proses penyusunan rencana aksi dilakukan dengan mengikuti 6 langkah berikut: Langkah 1: Analisa Situasi dan Kemampuan Analisa situasi dan kemampuan merupakan tahapan pertama untuk mengawali proses penyusunan rencana pengelolaan sub-sub DAS. Ada sejumlah kegiatan yang dapat Tahapan Kegiatan

Bentuk Kegiatan

Keluaran Teknis (contoh)

1. Analisa Situasi

Rakor Lokakarya Seminar

Identifikasi ancaman Identifikasi sumber ancaman Target pengelolaan

2. Penyiapan sumber daya manusia/ fasilitator

ToT SLA Sustainable livelyhood assesment (kajian perikehidupan berkelanjutan) PRA

• Tenaga Pendamping • Failitator

3. Aksi Rintisan

Sekolah Lapangan Rehabilitasi lahan kritis

4. Expose multipihak

Field day

5. Rencana Aksi Pengelolaan

Lokakarya Multipihak

Rencana aksi Monitoring dan evaluasi

Model pengembangan teknologi

PES (tematik) Teknologi energi alternatif Perlindungan sumber daya mata air Model Desa Konservasi PHBM MDM Desimenasi

6. Pengembangan

Konservasi kawasaan • Perlindungan sumber daya air • satwa

digunakan untuk melakukan analisa situasi ini, antara lain rapat koordinasi, lokakarya, serta seminar yang melibatkan berbagai pihak. Dari analisa situasi diharapkan akan muncul;

a. Identifikasi sumber ancaman Analisa ini dilakukan terhadap ancaman yang paling serius (misalnya beberapa ancaman utama). Kegiatan ini bertujuan mencari penyebab pokok/utama dari ancaman-ancaman serius tersebut yang bisa/mungkin diatasi. Dengan memahami penyebab dari ancaman ini, para pemangku kepentingan dapat merumuskan solusi guna mengurangi sumber ancaman tersebut.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


29 Para pihak secara bersama melakukan identifikasi. Dari informasi yang telah tersedia, tujuan pengelolaan sub-sub DAS disepakati berupa hal-hal yang terkait dengan lahan, air, biodiversity, dan sosial ekonomi masyarakat. Penjabaran dari target pengelolaan tersebut dapat berupa kawasan tertentu seperti taman nasional, hutan desa, lahan kritis, spesies endemik, sungai, mata air, danau, kegiatan perkebunan, pertanian dan kegiatan ekonomi masyarakat lainnya. Tujuan konservasi perlu dijaga agar target pengelolaan lebih terfokus dan tidak meluas pada daftar yang terlalu banyak.

b. Analisis model solusi menurunkan ancaman. Langkah ini berisi model-model intervensi yang cocok berdasarkan sumber ancaman yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Analisa para pihak Langkah ini penting untuk mengidentifikasi lembaga/instansi yang dapat berpartisipasi dalam seluruh tahapan perencanaan aksi. Langkah ini juga penting untuk menguatkan kembali proses kolaborasi yang sudah terbangun sebelumnya. Para pemangku kepentingan pengelolaan sub-sub das bisa terdiri dari wakil-wakil: - Pemerintah, - Simpul masyarakat, - Tokoh masyarakat, - LSM, - Media massa, - Swasta

d. Analisis target kegiatan Analisis target kegiatan ini bertujuan menetapkan apa yang ingin dilakukan, dimana lokasi dan kapan serta siapa yang akan berperan. Berikut contoh-contoh target kegiatan yang dapat menjadi alternatif.

1 2 3

1

2

3

4

5

Sumber air

Lahan

Flora dan Fauna Terancam Punah

Hutan

Tempat Wisata

mata air sungai dan air tanah

4 5 6

pertanian perkebunan lahan kritis

7 8 9 10 11

owa Jawa elang Jawa macan kumbang bamboo Tali kantung semar

12 13 14 15 16

hutan konservasi hutan produksi hutan lindung hutan rakyat waduk Cirata

17 18 19 20 21

Lima Target Fokus Perencanaan

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

Kebun raya cibodas TWA Jember TWA Curug Cibereum telaga warna cadas Malang


30 Langkah 2: Penyiapan Sumber Daya Manusia Langkah kedua ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola pengorganisasian masyarakat. Disamping itu juga untuk memotret secara langsung keadaan dan kondisi desa/DAS skala kecil terkait dengan rancangan program termasuk sosial, ekonomi, budaya, identifikasi target pengelolaan, inisiatif yang ada serta peluang yang akan dikembangkan. Bentuk-bentuk kegiatan pada langkah ini dapat berupa ToT, SLA dan PRA. Keluaran dari langkah ini adalah: • Menyediakan fasilitator-fasilitator yang tangguh dan handal dalam memfasilitasi proses penguatan masyarakat, pengorganisasian jaringan dan melakukan komunikasi intensif dengan pihak-pihak di daerah pengelolaan terpilih; • Mengidentifikasi potensi dan isu lingkungan pada DAS skala kecil; • Membentuk kelompok/forum/simpul/ jaringan masyarakat di daerah pengelolaan DAS skala kecil. Langkah 3: Aksi Rintisan Langkah aksi rintisan ini bertujuan untuk merintis beberapa kegiatan pendahuluan sesuai dengan capaian-capaian program yang teridentifikasi sebelumnya, berdasarkan prioritas kepentingan. Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan tentang materi teknik dalam merancang usaha pengelolaan DAS skala kecil yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Lebih jauh jika aksi terpilih menjadi prioritas bersama, maka akan terbangun komitmen kelompok masyarakat terhadap pengelolaan sub-sub DAS. Bentuk kegiatan yang dapat dikembangkan pada tahap ini antara lain: - sekolah lapangan - Sustainable Lifelihood Assesment (SLA) - Kebun bibit desa - Perlindungan sumber daya air, - Sekolah bersih hijau sehat, dll Keluaran dari tahapan ini juga diharapkan antara lain: • Kualitas sumber daya manusia pada kelompok meningkat; • Adanya pusat pembelajaran masyarakat desa/ DAS skala kecil terpilih; • Munculnya aksi-aksi rintisan sebagaimana dibutuhkan oleh DAS skala kecil tersebut, sebagai contoh adanya aksi tanam pada lahan kritis yang diinisiatif oleh kelompok masyarakat itu sendiri. Mengingat kekhasan setiap daerah serta kondisi yang berbeda-beda untuk masingmasing daerah, maka langkah 1 sampai dengan 3 di atas juga dapat dilakukan melalui proses Sekolah Lapangan.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


31 Langkah 4: Expose Multipihak Langkah ini sering disebut dengan lokakarya perencanaan. Kegiatan umumnya dalam bentuk Field day atau Road Show, atau Temu Kelompok Tani. Pada dasarnya tujuan langkah ini adalah untuk mensosialisasikan hasil dari langkah 1 sampai dengan langkah 3 di atas kepada para pemangku kepentingan pengelolaan DAS Skala Kecil. Langkah 5: Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Sub-sub DAS Langkah ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah dokumen rencana aksi pengelolaaan DAS skala kecil secara partisipatif. Dokumen ini berisi profil wilayah dan model kegiatan. Dapat juga berisi formulasi dari dokumen-dokumen yang sudah ada sebelumnya disertai dengan analisis rencana kegiatan, kegiatan ataupun hasil evaluasi kegiatan. Rencana Aksi Pengelolaan DAS Skala Kecil ini kemudian menjadi acuan untuk pelaksanaan aksi pengelolaan bersama para pemangku kepentingan. Bentukbentuk kegiatan dalam mencapai tujuan pada langkah ini dapat berupa serial diskusi ataupun lokakarya. Berikut salah satu contoh tabel rencana aksi: Program

Tujuan

Lokasi Aksi

Mitra & Penanggung Jawab(*)

a. Pelestarian sumber air b. Pengolahan air (limbah dan tanah) c. Rehabilitasi daerah sempadan sungai d. Efesiensi penggunaan air

1. Peningkatan Kuantitas dan kualitas air

2. Pencegahan terjadinya alih fungsi hutan menjadi non hutan

Rencana Aksi

Kuantitas dan kualitas air meningkat

3. Penebangan yang sesuai dengan daya dukung alam 4. Pencegahan terjadinya galian C yang tidak ramah lingkungan

a. Pemberdayaan ekonomi hulu hilir b. Pemberian izin pembangunan sesuai tataruang a. Penegakan hukum b. Penyadaran masyarakat

1. Rehabilitasi daerah sempadan sungai

Program umum pengelolaan sumber air, tujuan, rencana aksi, lokasi dan mitra

Langkah 6: Pengembangan dan Replikasi Bertujuan untuk menjangkau pemangku kepentingan yang lebih luas dengan isu yang lebih luas pula. Selain itu juga untuk mendapatkan dukungan sektor yang lebih luas. Upaya ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan dan mengimplementasikan recana aksi dengan lebih baik. Langkah ini juga dapat berisi kegiatan pengembangan teknologi kreatif seperti Kompensasi Jasa Lingkungan, Teknologi Energi Alternatif, Perlindungan Sumber daya Mata Air, Model Desa Konservasi, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, Model DAS Mikro, Pengelolaan Lahan dan Air, Pengelolaan Kawasan Wisata Alam, Konservasi Keanekaragaman Hayati, Rehabilitasi Lahan, pengembangan usaha ekonomi altenatif

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


32

Mulai dari Masyarakat dan Sekolah Lapangan untuk Melahirkan kerjasama Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung Sebuah contoh dari Jawa Barat mengenai kolaborasi Multipihak dalam Sekolah Lapangan dan penyusunan rencana Aksi Sub-DAS Cikapundung merupakan salah satu drainase utama yang melintasi Cekungan Bandung yang kondisinya saat ini sangat mengkhawatirkan. Beberapa masalah aktual di Sub-DAS Cikapundung diantaranya yaitu tingginya tingkat pencemaran, laju sedimentasi yang kian besar dan debit maksimum-minimum air sepanjang tahun yang cenderung semakin tidak menentu. Dari beberapa sungai yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Sungai Cikapundung menduduki peringat pertama yang memiliki tingkat pencemaran paling tinggi. Kemudian disusul oleh Sungai Cirasea, Cisangkuy, Citarik, Cikeruh, dan Ciwidey. PT Indonesia Power (PT. IP.) sudah sejak lama melakukan kegiatan rehabilitasi lingkungan di DAS Citarum bersama masyarakat, khususnya di Sub DAS Cikapundung. Dengan kesamaan visi ini, ESP dan PT. IP. membangun kemitraan untuk memperkuat dan memperluas dampak kegiatan Sekolah Lapangan di DAS Citarum yang menjadi wilayah prioritas PT IP. Kemitraan ini selaras dengan strategi ESP untuk rehabilitasi pengelolaan sumber daya air di wilayah Sub-DAS Cikapundung. General Manager UBP Saguling, Sudibyanto, dalam sambutan pembukaan TOT menyatakan, “Program kerjasama ini merupakan salah satu bentuk komitmen perusahaan dalam pemberdayaan masyarakat di bidang lingkungan. Melalui kemitraan ini diharapkan rehabilitasi lingkungan khususnya sumber daya air akan terwujud sehingga memberikan sumbangan kepada kesejahateraan masyarakat. Masyarakat akan mendapatkan akses air bersih serta terpenuhinya kebutuhan listrik untuk mendukung kehidupan sehari-hari�. ESP, PT. IP dan jaringan masyarakat Cikapundung menyelenggarakan sekolah lapangan di lima desa di kawasan hulu Sungai Cikapundung. Kelima desa tersebut adalah Pagerwangi, Langensari, Cikole, Cibogo, dan Jayagiri. Kelima sekolah lapangan tersebut dipandu oleh masyarakat yang telah selesai mengikuti TOT Saguling yang dilakukan oleh PT. IP dan ESP. Seluruh rangkaian kegiatan ini merupakan salah satu tindak lanjut dari rencana aksi.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


33 berbasis konservasi, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Pendidikan Lingkungan, Pengelolaan Konservasi di Kawasan Hilir (pesisir), dll. Rencana aksi pengelolaan DAS skala kecil sebaiknya disusun detail dengan rencana kegiatan, lokasi dan siapa yang melakukan serta siapa mitra pelaksana yang dapat mendukung atau berkomitmen dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS yang sudah direncanakan. Dalam bab selanjutnya dapat dilihat contoh pelaksanaan rencana aksi untuk perlindungan dan rehabilitasi sub DAS Ambang-Lesti di DAS Berantas Kabupaten Malang, termasuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat yang berhubungan dengan upaya-upaya rehabilitasi daerah aliran sungai.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


34

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


Implementasi Pengelolaan Sub DAS Ambang Lesti �menurut mereka�

5.1 Dokumen Hidup, Menjaga Bara Tetap Menyala Pada dapur-dapur di desa pinggiran hutan, biasanya masyarakat menggunakan tungku untuk memasak. Bila bahan bakar tersedia, maka tungku menyala, beras dapat ditanak, air dapat direbus, lauk-pauk pun dapat dimasak. Namun bila bahan bakar tiada, alamat memakan makanan mentah. Tidak matang atau setengah jadi. Ilustrasi tersebut cocok digunakan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan berbasis partisipasi. Dapur yang didalamnya terdapat berbagai peralatan, ibarat arena komunikasi antar pihak. Bahan bakar adalah komitmen dan bahan dasar makanan merupakan ikhtiar untuk melaksanakan komitmen bersama itu. Bila salah satu unsur hilang, ibarat jauh panggang dari api. Lain pemahaman, lain pula implementasi. Pilar komunikasi pemangku kepentingan, komitmen dan ikhtiar bersama merupakan basis pendekatan selama program ESP berlangsung. Hal ini pula yang menjadi dasar kekuatan dalam implementasi rencana aksi pengelolaan sub-sub DAS. Seperti telah diuraikan sebelumnya, pengelolaan DAS bermula dengan melakukan proses perumusan dokumen perencanaan bersama melalui tahapan proses identifikasi target pengelolaan dan ancaman, analisa situasi, pilihan solusi serta analisa para pihak. Dokumen ini menggambarkan secara terperinci tentang profil, hasil analisa serta proses yang harus dilalui dalam pengelolaan DAS. ESP telah bekerja bersama para pihak pada 16 DAS/Sub DAS/Sub-sub DAS di wilayah Sumatera dan Jawa. Layaknya sebuah proses, perencanaan pengelolaan DAS tidak dapat berhenti semata pada saat dokumen itu dihasilkan. Lebih jauh dari itu, dokumen rencana aksi pengelolaan sub-sub DAS merupakan sebuah dokumen hidup yang dapat diperbaharui dengan mengadopsi fakta-fakta lapangan. Dengan demikian, bara komitmen, komunikasi dan ikhtiar dapat terus menyala. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

35


36

5.2. Berencana Sambil Beraksi Cerita dibawah ini menggambarkan sebuah contoh proses implementasi pengelolaan DAS dengan pendekatan integrated program dimulai dari penentuan DAS prioritasmengadakan SL -penyusunan rencana aksi dengan berbagai pihak berkepentinganimplementasi aksi rintisan di Malang Jawa Timur. Sub DAS Ambang Lesti di Malang, Jawa Timur dipilih sebagai salah satu contoh penerapan aksi-aksi lapangan rencana pengelolaan DAS, tanpa mengecilkan arti aksiaksi lapangan di wilayah lain. Sub DAS Ambang – Lesti merupakan salah satu Sub DAS dengan perencanaan pada level desa, hingga satuan ekosistem DAS oleh para pihak. Proses perencanaannya sendiri merupakan serangkaian proses yang terpadu, bertumpu pada kepentingan sosial ekonomi masyarakat serta mengakomodasi kepentingan konservasi, ketersediaan sumber air, dan aspek pengelolaan hutan berkelanjutan. Di wilayah ini, ESP memfasilitasi 9 desa yang meliputi: Desa Gading Kembar, Argosari dan Pandansari Lor di Kecamatan Jabung, Desa Benjor, Duwet Krajan dan Duwet Kedampul di Kecamatan Tumpang, Desa Wringin Anom dan Pandan Sari di Kecamatan Poncokusumo serta Desa Patokpicis di Kecamatan Wajak. Berdasarkan sumber mata pencarian, masyarakat di desa-desa tersebut pada umumnya bertani dengan mengandalkan sumber daya hutan sebagai sandaran hidup. Setiap waktu, masyarakat memiliki kebutuhan energi yang didapatkan dari kayu yang berasal dari hutan di sekitarnya. Karena itu, areal kerja Perhutani KPH (Kawasan Pemilikan Hutan) Malang menjadi target sasaran. Selain itu, perdagangan flora dan satwa marak dilakukan. Di satu sisi, berbagai jenis anggrek hutan diperjual-belikan tanpa melewati proses budidaya yang baik. Disisi lain, satwa langka yang dilindungi juga tidak luput dari incaran. Kondisi ini menambah ancaman bagi kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Secara fisik desa-desa tersebut memiliki sumber-sumber air utama untuk kepentingan PDAM dan kebutuhan masyarakat secara umum. Sebagai daerah pensuplai air, pengelolaan sumber daya air di wilayah ini sesungguhnya masih belum sepenuhnya memenuhi aspek konservasi. Dengan demikian memang diperlukan sebuah upaya bersama yang sungguh-sungguh antar para pihak dalam memperbaikinya. Sebelum program ESP melakukan fasilitasi kegiatan diwilayah ini, sudah ada kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak termasuk TNBTS, Perhutani, Lembaga Swadaya masyarakat Paramitra, Dinas-dinas teknis di tingkat kabupaten, Universitas Brawijaya, PDAM Kabupaten Malang dan lainnya. Lembaga-lembaga ini memiliki plat form kegiatan penguatan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini menjadi modal dasar SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


37

utama pengelolaan kolaboratif yang partisipatif dan kuat untuk pengelolaan DAS Skala Kecil yang berkelanjutan. Melalui proses di sekolah lapangan, kelompok membahas dan belajar tentang segala permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat. Kegiatan sekolah lapangan berlangsung selama 3 bulan. Tahapannya terdiri dari proses penjaringan pemandu lokal dan peserta, identifikasi para pihak, identifikasi isu lingkungan, penentuan lokasi belajar, pembuktian isu, penggalangan dukungan dan melaksanakan aksi-aksi rintisan. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


38 Sekolah lapangan merupakan sebuah pintu masuk yang menjamin peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan DAS. Kegiatan ini juga menjadi rangkaian proses untuk mendorong pembelajaran bagi para pihak mengenai pentingnya pendekatan partisipatif dalam melaksanakan program pengelolaan DAS di lapangan. Dari sebuah proses sekolah lapangan di Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang di tahun 2008, kelompok sekolah lapangan telah secara dalam menganalisa persoalan-persoalan limbah ternak, pencemaran sumber air, rendahnya tingkat kesehatan dan sanitasi, pemborosan energi dan maraknya pencurian kayu, minimnya tingkat pendapatan masyarakat, penyusutan debit dan jumlah mata air, pencurian plasma nutfah, penerapan pertanian konvensional yang mengandalkan penggunaan bahan kimia serta berbagai ragam program dengan ragam pendekatan yang dilaksanakan banyak pihak. Kelompok sekolah lapangan mengkategorikan kegiatannya kedalam beberapa bidang. Setiap bidang memiliki sub kegiatan dan setiap sub kegiatan diurut berdasarkan prioritas pada rentang waktu tertentu dengan tujuan agar kegiatan lebih terfokus dan mudah dilacak perkembangannya. Dengan berbagai pertimbangan, No

Bidang

Kegiatan

Target terhadap tahun kegiatan

Pertanian :

- Pemanfaatan lahan kering dan pekarangan - Pengembangan pertanian organik - Pengembangan dan penguatan kelompok tani dan koperasi pertanian

2008

1

2

Ekologi Hutan dan Mata Air :

- Rehabilitasi hutan dan lahan -Perlindungan Sumber Air

3

Pemukiman dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat :

Sosial :

4

2009 2009 2009

2010 2010 2010

2011

2008 2008

2009 2009

2010 2010

2011 2011

- Rehabilitasi pengelolaan air bersih - Pengembangan ternak sapi perah - Pengembangan biogas sebagai energi alternatif energi - Rehabilitasi sanitasi lingkungan

2008 2008 2008

2009 2009 2009

2010 2010 2010

2011 2011

2008

2009

2010

- Penguatan LKDPH - Perdes perlindungan sumber air - Perdes pengelolaan air bersih

2008 2008 2008

2009 2009 2009

2010

2011

prioritas kegiatan kelompok Sekolah Lapangan pertahun 2008 - 2011

maka prioritas kegiatan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1 Rencana aksi ini berdimensi luas dalam wilayah desa, karena kelompok sekolah lapangan memperkenalkannya kedalam perencanaan desa. Berbagai pertemuan desa bersama masyarakat serta pemerintahan desa pun dilakukan. Melalui upaya ini, rencana aksi kelompok didorong menjadi rencana aksi desa. Dalam perjalanannya, kelompok sekolah lapangan ditambah dengan anggota masyarakat lain mengkristal menjadi sebuah kelompok tani. Mereka menamakan diri Kelompok Tani Usaha Maju. Kelompok inilah yang menjadi kekuatan untuk pelaksanaan rencana aksi desa. 1 Sumber: Rencana Wilayah Pengelolaan Sub DAS Ambang – Lesti (ESP, 2008)

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


39 Seiring waktu, masyarakat juga merasa penting untuk membentuk kelompok yang bertugas melakukan upaya-upaya perlindungan sumber air dan pengelolaan air bersih. HIPPAM, Himpunan Pengelola dan Pemakai Air Minum terbentuk untuk menjawab kepentingan tersebut. Vetiver: Tanam dan Biarkan Alam Merawat (Pengelolaan sub-sub DAS melalui tehnik rehabilitasi lahan dan air dengan memilih jenis tanaman yang tepat disesuaikan dengan kelerengannya) Siapa sangka rumput vetiver pada tiga bulan pertama setelah ditanam mampu menumbuhkan akar 1 sentimeter setiap harinya. Setelah ditanam, vetiver tidak perlu dirawat intensif karena alam akan merawatnya. Kemampuan jenis rumput ini menarik perhatian 25 orang petani Desa Taji Kecamatan Jabung Kabupaten Malang untuk mempelajari lebih dalam. Hasil pembelajaran para petani dalam sekolah lapangan rehabilitasi lahan di desa tersebut menunjukkan, akar serabut vetiver yang ditanam pada kemiringan 45% tumbuh cepat seperti jaring dan menembus jauh ke dalaman tanah. Kemampuan inilah yang membuat vetiver mampu menahan erosi permukaan dan menstabilkan lereng. Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan, LKDPH, lahir sebagai wujud komitmen Perhutani bersama masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan sejak tahun 2001. Perhutani sebagai pengelola hutan memperbesar akses masyarakat melalui penerapan Pola Kemitraan Pengelolaan Hutan (PKPH). Lembaga serupa juga berkembang di desa-desa lainnya. Rencana aksi desa lahir beriringan dengan kelompok-kelompok yang semakin kuat dan sudah ada ditengahtengah masyarakat ataupun kelompok-kelompok baru yang dibentuk berdasarkan kepentingan bersama. Dalam kondisi ini, kelompok-kelompok masyarakat desa telah mulai melaksanakan aksi-aksi rintisan dengan dukungan modal yang mereka miliki sendiri. Modal tersebut meliputi modal sumber daya alam, sumber daya manusia, fisik, sosial, dan finansial. Beberapa contoh diantaranya: •

Rehabilitasi lahan desa melalui penanaman pohon. Masyarakat tidak perlu menunggu sumbangan bibit, biaya penanaman dan biaya perawatan pohon dari pihak lain. Bibit pohon diperoleh dari pembibitan yang dikembangkan sendiri oleh masyarakat (modal fisik dan sumber daya alam). Mereka juga sudah menguasai teknologi pembibitan dan cara penanaman pohon (modal sumber daya manusia). Sedangkan biaya penanaman pohon dan perawatannya dilakukan secara urunan serta gotong royong (modal finansial dan sosial).

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


40 •

Kampanye hidup bersih dan sehat juga dapat dijadikan contoh lain dalam aksi- aksi rintisan yang dilakukan masyarakat. Mereka merumuskan bahan-bahan kampanye dari materi-materi yang mereka pelajari dalam sekolah lapangan. Target kampanye adalah warga desa. Dengan demikian, saluran komunikasi yang perlu dibuat dapat berupa penyampaian langsung maupun dengan alat-alat seperti poster dan himbauan. Demikian juga halnya dengan kampanye konservasi keragaman hayati dan rehabilitasi lahan. Kampanye Multi Level, Multi Dimensi (Sebuah contoh penyadaran pengelolaan daerah aliran sungai yang melibatkan berbagai pihak termasuk anak-anak) Ratusan orang memadati sebuah lapangan di Dusun Bendrong Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Lapangan itu sesungguhnya hanya halaman rumah warga yang cukup luas. Kursi-kursi tersusun rapi dan sebuah pentas lengkap dengan tendanya sudah didirikan. Pria dan wanita dari semua tingkatan umur tampak serius mendengarkan seorang ulama yang berkhotbah di pentas. Hari itu, 11 April 2008, di tengah pentas terpasang sebuah spanduk besar. Pada baris pertama tertulis ”Maulid Nabi Muhammad SAW” dan baris kedua ”Meningkatkan Semangat Konservasi dan Kecintaan Pada Kelestarian Alam” Acara malam itu merupakan lanjutan dari kempanye konservasi kerjasama antara kelompok sekolah lapangan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Paramitra. Lembar dakwah dibagikan kepada warga. Termasuk pembagian hadiah lomba menggambar lingkungan yang telah diselenggarakan sebelumnya. Lomba diikuti oleh 30 anak usia 7 – 10 tahun.

Sementara itu, untuk melaksanakan aksi-aksi yang memerlukan sumber daya lebih besar, masyarakat berupaya mendapatkan dukungan dari pihak lain termasuk pemerintah dan swasta. ESP kemudian membantu memperkuat inisiatif masyarakat dengan melakukan lokakarya, road show serta temu lapang. Ajang pertemuan dengan para pihak tersebut dimanfaatkan untuk menarik sebanyak-banyaknya dukungan. Berbagai lembaga di tingkat masyarakat menyampaikan hasil-hasil yang sudah mereka capai selama proses berkegiatan, rencana aksi dan agenda-agenda mendesak yang segera mendapatkan penanganan serius.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


41

5.3. Tripartite, Program Berjamaah Di bawah ini sekilas gambaran mengenai kerjasama antara PDAM Kabupaten Malang, Balai taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Perhutani yang telah memiliki kesepakatan pengelolaan sub DAS secara bersama lengkap dengan pembagian peran Dana Untuk Mengasuh Hutan (Jatim-Pasuruan: Keterlibatan pihak swasta dalam Pengelolaan sub-sub DAS dan dengan melakukan aksi nyata) Corporate Forum For Community Development (CFCD) – forum perusahaan swasta di Pasuruan, Jawa Timur – berkomitmen mengucurkan dana mengasuh hutan di kawasan hulu DAS Brantas di Gunung Arjuna – Welirang. Dana kucuran ini digunakan untuk memperbaiki kualitas sungai Brantas melalui kampanye dan advokasi, peningkatan kualitas hidup masyarakat serta rehabilitasi hutan. Sekitar 83.000 hektar lahan irigasi, 15.000 hektar tambak dan13,7 juta jiwa tergantung pada Sungai Brantas. Kebutuhan air domestik 206 juta meter kubik dan 129 juta meter kubik tiap tahunnya. Hal ini menguatkan komitmen CFCD. Utamanya, niat CFCD sangat dipengaruhi karena ketergantungan perusahaan-perusahaan anggota forum ini pada Sungai Brantas. Dana kucuran akan dikelola oleh Hutan Asuh Trust Fund (HATF). HATF merupakan lembaga yang perwakilan para pihak yang memiliki kepedulian penyelamatan kawasan hutan Gunung Arjuna – Welirang dan masyarakat sekitarnya. HATF terdiri dari Yayasan Kaliandra Sejati, Paguyuban Kelompok Tani Tahura dan Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan Lawang Barat. PDAM Kabupaten Malang, BBTNBTS dan Perhutani secara serius memberikan perhatian terhadap rencana aksi yang telah dilakukan oleh masyarakat. Melalui fasilitasi ESP, ketiga lembaga tersebut mendiskusikan keterlibatan mereka dalam memfasilitasi aksi masyarakat. Kemudian lembaga-lembaga ini merumuskan upaya rekonstruksi dan konservasi sumber air Jengglong, Pelus dan Kajar di Kabupaten Malang Jawa Timur. Inisiatif menuju pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015 ini kemudian dikenal dengan program tripartite yang ditandatangani bersama pada 18 September 2008. Pada saat bersamaan, ketiga lembaga diatas melakukan upaya penggalangan pemangku kepentingan lain terutama swasta dalam upaya memperbesar dukungan atas pembiayaan lingkungan. Dukungan pembiayaan ini dipergunakan untuk mempercepat proses rehabilitasi dan konservasi lahan serta rehabilitasi kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Inisiatif ini terus diupayakan Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


42 untuk bersinergi dengan program tripartite yang mengacu pada konsep konservasi, rehabilitasi sekaligus memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berkelanjutan. Kelompok kerja telah pula merumuskan rambu-rambu pokok kegiatan, diantaranya: 1. Memperbaiki, mempertahankan debit air pada sumber air setempat, baik yang digunakan oleh PDAM Kabupaten Malang maupun masyarakat; 2. Memperbaiki, mengamankan, memfungsikan kawasan tempat kegiatan sesuai dengan peruntukannya apabila dilakukan di lahan wengkon2 Perhutani atau sekitar TNBTS; 3. Memperbaiki pendapatan masyarakat pelaku kegiatan, sehingga memberi nilai ekonomi lebih;

4. Mudah dilaksanakan oleh masyarakat dan tidak memerlukan tambahan modal;

5. Merupakan kesepakatan bersama antara masyarakat dengan para pihak penggagas. Bentuk kegiatan yang dikembangkan di lapangan dikategorikan berdasarkan tabel di bawah ini 3. No

Kegiatan

Pelaku

Tujuan

Hasil

1.

Sekolah Lapangan Tematik

Pesanggem 4

Memperbaiki wengkon

Wengkon dikelola sesuai peruntukan, menambah kerapatan tegakan dengan pohon serba guna, rehabilitasi lantai hutan dengan tanaman bernilai ekonomi

2.

Pengembangan Kader Desa Konservasi

Pesanggem

Mengamankan wilayah hutan konservasi TNBTS

Tekanan masyarakat ke dalam hutan konservasi menurun, terjaganya ekosistim hutan dan keanekaragaman hayati

3.

Perlindungan Sumber Air

Pesanggem dan bukan pesanggem

Mengamankan area sekitar mata air

Memperbaiki kualitas air, menjaga instalasi PDAM

4.

Rehabilitasi Sipil Teknis Sekitar Mata Air PDAM

Masyarakat dan PDAM

Memperbaiki dan mempertahankan debit air

Debit air tidak fluktiatif dengan kualitas yang terjaga

Macam dan bentuk kegiatan di lapangan wilayah sub DAS Ambang Lesti Jawa Timur

5.4. Oleh-oleh Kreatif dari Lapangan Program tripartite menjadi payung bagi kegiatan di lapangan, terutama sebagai payung dari rencana aksi desa. Para pihak yang terlibat dalam program tersebut berupaya mengembangkan kegiatan bersama, diantaranya: perlindungan sumber air, pengembangan model desa konservasi, rehabilitasi lahan dan pengembangan biogas sebagaimana cerita berikut ini: 2 Wengkon adalah lahan (kawasan hutan) dilingkup pengelolaan Perhutani yang dikerjasamakan pengelolaannya kepada masyarakat

desa setempat 3 Dokumen Upaya Rekonstruksi Dan Konservasi Sumber Air Jengglong, Pelus Dan kajar Kabupaten Malang Jawa Timur (ESP, BBTNBTS, Perhutani KPH Malang, PDAM Kabupaten Malang, 2008) 4 Pesanggem adalah petani pengelola wengkon

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


43

Model Desa Konservasi (MDK), Kemitraan Dengan Masyarakat

Dokumentasi ESP

Sebuah contoh Pengelolan DAS kasus di hulu yang harus menjawab kebutuhan konservasi dan peningkatan sosial ekonomi Masyarakat,

Kawasan TN. Gunung Bromo Tengger Semeru – Jawa Timur

“MDK ada karena kita ingin bermitra dengan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi,” kata Ir. Emy Endah Suwarni, Msc, Kepala Bidang Teknis Konservasi BBTNBTS, (2009). TNBTS berbatasan dengan 68 desa di 4 kabupaten di Jawa Timur. Sembilan desa yang difasilitasi ESP di Sub DAS Ambang – Lesti telah disepakati sebagai desa konservasi. Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang merupakan salah satu desa pengembangan kegiatan ini. Emy menjelaskan, kegiatan yang dikembangkan adalah kegiatan-kegiatan yang bernilai konservasi dan ekonomi. Konservasi dan peningkatan ekonomi masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan pada kawasankawasan konservasi. Karena itu, keduanya harus berjalan beriringan untuk menjaga agar kawasan tetap lestari tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi masyarakat. “Kegiatan konservasi dan ekonomi mengambil bentuk budidaya anggrek, budidaya strawberry, kampanye penyadaran konservasi, pengembangan pembibitan dan pengembangan biogas,” papar Emy. Menurutnya, potensi anggrek yang diminati berbagai kalangan tersedia di wilayah ini. Di desa ini juga sudah ada warga masyarakat yang paham mengenai budidaya anggrek. Oleh karena itu, pengembangan anggrek menjadi salah satu kegiatan yang didukung oleh BBTNBTS.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


44 Emy mengatakan, “Pengembangan kapasitas bagi para pembudidaya anggrek sudah pernah dilakukan sebelumnya. Sekarang tugas kami memperkuat hal tersebut dengan pelatihan teknis budidaya yang baik.” “Paling tidak ada sekitar 10 orang yang telah terlatih membudidayakan anggrek, dan 20 orang lainnya menjadi bakul anggrek. Bakul anggrek adalah para penjual anggrek keliling. Biasanya bakul anggrek melakukan pekerjaannya dari desa sampai ke kota. Bahkan tak jarang mereka menitipkan angrek-anggreknya di toko-toko bunga yang berada di Malang atau Surabaya,” kata Samat, Kepala Desa Argosari menimpali. Dengan potensi sumber daya manusia ini, Samat berharap agar budidaya anggrek menjadi unit usaha yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. BBTNBTS sedang berupaya melakukan penjajakan untuk pengembangan dan budidaya strawberry. “Mungkin saja kedepan potensi bambu juga menjadi salah satu yang dikembangkan,” imbuh Emy. Secara nasional, kegiatan pengembangan desa konservasi berada di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan. Di daerah, program ini didukung oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT ) seperti Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur.

Wengkon: Ekologis, Sosial – Ekonomis Sebuah contoh Pengelolaan DAS yang harus menjawab persoalan “ land tenure” dimana esensi yang paling rendah adalah pada tingkat pemanfaatan lahan yaitu di mana atau di kawasan mana kegiatan rehabilitasi dilakukan. Untuk kasus ini adalah di lahan wengkon. “Kami mau mengelola wengkon dengan pendekatan ekologis yang memberikan keuntungan secara ekonomis,” ujar Sri Mulyono, 35 tahun, warga Desa Benjor Kecamatan Tumpang Kabupaten malang. Ia dan kelompoknya di desa itu mulai mengelola wengkon sejak 2001. Inisiatif ini muncul setelah sebelumnya terjadi penjarahan besar-besaran terhadap kawasan hutan yang dikelola Perhutani itu. “Pada 1997 sampai 1999, banyak warga yang menyerobot lahan dan menebangi kayu,” ujarnya. Sejak awal 2000-an, Perhutani dan Masyarakat bersepakat untuk mengelola wengkon secara bersama-sama. Syaratnya, pengelolaan lahan mesti dengan pendekatan yang lebih ekologis tanpa mengesampingkan manfaat ekonomis.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


45 Mulyono menjelaskan, pendekatan ekologis dilakukan dengan merawat tegakan hutan yang sudah ada dan menambahkan tegakan baru. Tegakan baru dapat ditanam di sela-sela pohon. Komoditas yang ditanam adalah berbagai jenis buah termasuk durian, alpukat dan nangka. Pada lajur lahan wengkon yang masih tersisa dapat pula ditanam komoditas lainnya seperti kopi. “Dengan demikian, tutupan vegetasi menjadi lebih luas” imbuhnya. Di desa Benjor, lebih dari 500 kepala keluarga mengelola wengkon di kawasan Perhutani. Namun menurut Mulyono, pengelolaannya hanya dilakukan dengan menanam tanaman muda berumur pendek dengan perakaran yang tidak kuat. “Berbasis perencanaan desa hasil sekolah lapangan, saya dan kawan-kawan merasa perlu mempelajari lebih dalam tentang konservasi. Oleh karena itu, pada sekolah lapangan kali ini, temanya adalah konservasi,” papar Mulyono. Menurut Mulyono, 20 keluarga pesanggem terlibat dalam sekolah lapangan konservasi. Kelompok ini hanyalah pintu masuk untuk memberikan penyebarluasan pesan konservasi dan ekonomi dalam pengelolaan wengkon. “Di desa ini sudah terbentuk Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan, LKDPH, sejak 2001. Tapi inisiatif pengelolaan yang berdimensi ekologis baru muncul setahun belakangan,” kata Mulyono. LKDPH merupakan lembaga masyarakat yang didirikan bersama Perhutani untuk menjawab tantangan pengelolaan hutan lestari. Di tempat lain, lembaga serupa dinamakan Lembaga Masyarakat Desa Hutan, LMDH.

Satu-satunya Peraturan Sejak 2007 Sebuah contoh Pengelolaan DAS dengan peraturan yang mengikat akan memberikan kejelasan tentang sistem dan prosedurnya. Di tingkat desa berupa Perdes, dengan memperhatikan berbagai dimensi kebutuhan air termasuk kebutuhan pegembangan sosial ekonomi, kesehatan dll “Peraturan desa tentang pengelolaan air merupakan satu-satunya peraturan yang kami hasilkan sejak saya menjabat tahun 2007,” kata Imam Munir, SH, Kepala Desa Benjor Kecamatan Jabung Kabupaten Malang (2/4). Menurutnya, peraturan ini penting sebagai acuan bersama bagi warga desa dalam mengelola air. Di dalamnya berisi tentang perawatan sumber air, hak dan kewajiban pemakai air, lembaga pengelola, sanksi serta tata cara pengambilan keputusan. Peraturan yang disahkan sejak Mei 2008 tersebut juga menjawab tantangan distribusi air. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


46 Imam menjelaskan, di desanya terdapat 15 unit usaha ternak ayam, 5 unit usaha tani sayur, 300 rumah yang memiliki bak penampungan air dan sisa 140 rumah lagi yang tidak memiliki bak penampungan air. “Masing-masing dikenakan iuran berbeda,” imbuhnya. Usaha ternak ayam dan pertanian sayuran memberikan kontribusi Rp5.000 per bulan, rumah dengan bak air Rp3.000 per bulan dan yang tanpa bak air dikenakan biaya Rp2.000 setiap bulannya. “Keputusan ini dicapai dengan musyawarah untuk mufakat,” kata Imam. Iuran digunakan untuk memperbaiki jaringan air dan sumber air, termasuk penguatan kelembagaan pengelola dan kas desa. Untuk sementara waktu, dana pengelolaan air bersih bersumber dari Alokasi Dana Desa serta iuran. Kedepan, Imam dan HIPPAM tengah menyiapkan usulan kepada Pemerintah Kabupaten Malang melalui program kemitraan sanitasi. Secara teknis, jaringan pipa air dan bak penampungan di desa ini telah dibangun sebelumnya melalui program Water and Sanitation For Low Income Community (WSLIC). “Namun kami masih terkendala dengan pola pengelolaan,” keluh Imam. Ia menambahkan, Himpunan Pengelola dan pemakai Air Minum (HIPPAM) terdiri dari komponen Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Bidang Kesehatan. Pengurus dipilih oleh warga desa secara aklamasi. HIPPAM diharapkan mampu memberikan sumbangan berarti bagi kesehatan warga desa, sebab kesehatan sangat berhubungan dengan ketersediaan air bersih. Kedepan, penting menguatkan administrasi, keuangan serta revitalisasi peran lembaga ini. Dalam perencanaan desanya, pengelolaan air menjadi salah satu item kegiatan yang penting. Hal ini muncul setelah kelompok sekolah lapangan memulai kegiatannya. Dalam sekolah lapangan dilakukan identifikasi persoalan kesehatan, survei lokasi-lokasi penting untuk pengelolaan air, peningatan kesadaran tentang pengelolaan air, serta merumuskan strategi sebagai pemecahan masalah pengelolaan air desa. Di desa ini ada 641 kepala keluarga yang kehidupannya tergantung pada air. “Bila tidak dikelola dengan baik, maka kami tidak mungkin bisa bertahan hidup,” ujar Imam. Selain Desa Benjor, delapan desa lainnya yang difasilitasi ESP juga menghadapi persoalan yang hampir sama, pengelolaan air. Peraturan Desa serupa dan HIPPAM juga telah direplikasi di desa-desa lainnya.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


47

PDAM Kabupaten Malang Beruntung Salah satu komponen dalam pengelolaan DAS adalah melakukan perlindungan sumber air, salah satunya dengan penanaman pohon. Pendekatan Multipihak dengan konsep win-win solution adalah salah satu cara yang baik. “PDAM itu user, karenanya kami sangat beruntung dengan program bersama tripartite untuk rekonstruksi dan konservasi sumber air Jengglong, Pelus dan Kajar,” ucap Mahfud, S.Sos, Kepala Bagian Produksi PDAM Kabupaten Malang, Jawa Timur (2009). Menurut Mahfud, pesanggem yang mengelola wengkon terlibat aktif dalam perlindungan sumber air Pelus di Desa Duwet Krajan Kecamatan Tumpang. Bersama PDAM masyarakat melakukan penanaman pohon. Pada periode November hingga Desember 2008, 500 batang mahoni telah ditanam. “Di sumber air Jenglong di Desa Duwet Krajan bahkan sumber air mengalami peningkatan debit 25% dari debit biasanya yang hanya mengalir 160 liter setiap detiknya. Kami yakin kawasan TNBTS yang terjaga baik sebagai daerah tangkapan air menyumbang cukup besar atas peningkatan debit,” jelas Mahfud. Sementara itu, di Desa Jati Sari Kecamatan Pakis Haji, sudah berfungsi 4 unit sumur resapan dan penanaman 200 meter larikan vetiver oleh kelompok sekolah lapangan. PDAM Kabupaten Malang hanya memanfaatkan 14 liter setiap detiknya dari 25 liter perdetik debit air dari sumber tersebut. “Kegiatan itu dilakukan di lahan milik PDAM seluas 1,3 hektar,” katanya lagi. Sejak 2003, PDAM Kabupaten Malang bekerja sendiri melakukan perlindungan sumber air. Batas wilayah yang tidak jelas menjadi kendala selain minimnya keterlibatan masyarakat. “Tapi sekarang kendala tersebut mulai berkurang,” tandas Mahfud.

Biogas: Mandiri Energi, Kesehatan dan Konservasi

Monique Sumampouw

Kemandirian masyarakat yang dibangun dengan bermitra dengan pihak lain yang terkait mampu menjawab kebutuhan nyata akan energi, kesehatan dan ekonomi, sekaligus mengurangi tekanan pada daerah aliran sungai.

Dari kotoran sapi menjadi bahan bakar untuk memasak di dapur

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


48 ”Sebagai desa konservasi, kami sedang menuju kemandirian energi, kesehatan dan konservasi,” cetus Muhammad Slamet Daroini, Ketua Kelompok Tani Usaha Maju Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Caranya adalah dengan mengembangkan biogas skala rumah tangga. Dengan biogas pencurian kayu, limbah ternak, kebersihan lingkungan dapat teratasi. ”Dalam jangka panjang, tentulah dapat memperbaiki kualitas lingkungan dan ekonomi masyarakat,” imbuh Slamet Tungku Kayu Menjadi Bak Sampah (Salah satu contoh dari Malang-Jawa timur akan Jatim – Malang: pengelolaan WSM dapat menjawab pemecahan masalah kebutuhan energi masyarakat) Surahman, 29 tahun, warga Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang tak mampu menyembunyikan kebahagiaan, ketika satu unit instalasi biogas dipasang di rumahnya yang berlantai tanah. ”Tungku kayu saya sudah berubah menjadi tempat sampah,” katanya tersenyum. Kini Ia tak lagi mencari kayu bakar ke hutan. Waktunya lebih produktif dengan mengelola wengkon dan merawat sapi. Surahman adalah satu dari tiga orang pertama yang menerima arisan biogas sejak digulirkan November 2008. 64 KK terlibat dalam arisan ini. Walau hanya 21 KK yang aktif membayar iuran bulanan, sisanya membayar setiap kali panen. Melalui bantuan Kelompok Tani Usaha Maju, Surahman hanya mengeluarkan Rp.75.000 tiap bulan. ”Mudah-mudahan Juni 2010 istalasi ini benar-benar sudah milik saya” imbuhnya. ”Selama setahun, biogas menyumbang tabungan kepada setiap kepala keluarga sebesar 1,8 juta rupiah. Dari survei yang kami lakukan, rata-rata setiap keluarga membutuhkan 90 pikul kayu bakar setiap tahun, setiap pikulnya dihargai Rp.20.000. belum lagi kebutuhan minyak tanah,” papar Slamet. Ia menjelaskan, biaya untuk 1 unit biogas sebesar 1,5 sampai 2 juta rupiah terlalu mahal bagi masyarakat di desanya. ”Sejak November 2008 sudah terbangun 3 unit biogas dari hasil arisan biogas sesama anggota kelompok tani,” katanya. ”Limbah kotoran sapi menggangu kesehatan, karena 80% dari 470 kepala keluarga memiliki ternak sapi. Tapi sekarang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Kalau dulu, selokan desa penuh dengan tai (kotoran padat) sapi, baunya membuat susah bernafas dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik, ” ungkap Samat, Kepala Desa Argosari.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


49 Kontrak dengan Dinas Peternakan Berkat Biogas (Salah satu contoh pengelolaan kreatif yang mampu menyelesaikan persoalan sanitasi sekaligus meingkatkan pendapatan masyarakat) ”Sejak akhir 2008 saya menjadi pegawai kontrak di Dinas Peternakan Kabupaten Malang. Mereka meminta saya membangun instalasi biogas. Saya sudah membangun sebanyak 9 unit instalasi biogas di desa Mendit, Cakalan, Kemiri, Boro, Sukolilo dan Pasir, semuanya di seputaran Taman nasional Bromo Tengger Semeru,” kata Muhammad Rais, 34 tahun, warga Desa Argosari Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. ”Satu unit instalasi permanen 6 meter persegi bisa saya kerjakan selama seminggu dengan bantuan 4 orang. Biaya per unitnya tidak lebih dari 3 juta rupiah,” paparnya. Sehari-harinya Rais mempelajari instalasi biogas, baik yang permanen maupun yang non permanen. Bersama Kelompok Tani Usaha Maju, ia bahu-membahu mengembangkan instalasi biogas untuk menyelesaikan persoalan sanitasi dan konservasi lingkungan Di Desa Argosari sudah terbangun 7 unit biogas, 3 dari arisan dan sisanya merupakan dukungan dari pihak lain. Dua unit bantuan berasal dari program Kemitraan Sanitasi yang dikelola oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten malang, 2 unit sisanya dukungan percontohan awal dari ESP.

Wahyu Sutisna

”Dengan biogas, masyarakat juga tidak perlu lagi mengambil kayu dari kawasan hutan Perhutani dan TNBTS. Bahkan, sekarang masyarakat terlibat dalam pengelolaan wengkon, pengembangan anggrek dan air bersih,” kata pak Kades.

Salah satu instalasi biogas

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil

Biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi penerangan maupun memasak


Wahyu Sutisna

Arief Lukman Hakim

50

Biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi penerangan maupun memasak

Masyarakat menanam rumput Vetifer

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


51

Pengembangan adalah Kewajiban

6.1 Mengembangkan Satu Kelola DAS, Satu Rasa dan Satu Aksi. Langkah lanjutan dari sebuah proses pengelolaan DAS Skala Kecil (sebagaimana dijelaskan pada bab 4 sebelumnya) adalah pengembangan dan replikasi. Untuk sampai ke tahap ini, pelaku program perlu melakukan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan Monev selain bermanfaat untuk memperbaiki dan menyempurnakan jalannya pelaksanaan rencana aksi pengelolaan DAS/Sub DAS, juga bermanfaat bagi pengembangan dan penyebarluasan pengelolaan DAS/Sub DAS di kawasan lain. Kegiatan penting pada tahap I adalah komunikasi serta mediasi dengan pemangku kepentingan, penyampaian laporan hasil monitoring dan evaluasi, penyebaran hasil Monev, serta sosialisasi. Strategi ini dipilih agar masyarakat luas dapat memahami pengelolaan DAS dan mampu mewujudkan komitmen para pemangku kepentingan serta menggalang dukungan mereka untuk mengurangi jumlah sub-sub DAS kritis. Penyebarluasan konsep pengelolaan DAS mikro/Sub DAS sudah terwujud dengan diadopsinya pendekatan tersebut ke dalam program sejenis yang diinisiasi oleh instansi seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perum Perhutani, Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa Bali, PBNU dan sebagainya. Salah satu pengembangan dan adopsi dari rencana aksi berbasis DAS Skala Kecil adalah proses perencanaan pembangunan berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini sangat efektif terutama untuk daerah yang mempunyai karakteristik bentang alam yang mewakili karakteristik hulu dan hilir. Bentang alam terdiri dari dari 3 elemen, yaitu (Bappeda Kabupaten Magelang, 2008) : 1. bentang fisik; berupa faktor alam dan faktor buatan 2. bentang sosial; berupa tindakan, kebiasaan dan karakter 3. bentang budaya; berupa pikiran, perasaan, dan moral.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


52

Bappeda Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Sebagai contoh, berikut ini adalah diagram yang dipergunakan oleh Pemerintah Kabupaten Magelang dalam perencanaan pembangunan berbasis DAS skala kecil, termasuk dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan kegiatan perencanaan tematik lainnya.

Perencanaan Pembangunan Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS)

Deskrispi perencanaan pembangunan berbasis DAS lebih lanjut dapat dilihat dalam gambar penampang berikut yang menjelaskan penampang kawasan mulai dari hulu, tengah dan hilir beserta beberapa contoh pemanfaatan dan pemangku kepentingan. Diagram tersebut memperlihatkan adanya kaitan erat antara kawasan hulu, tengah dan hilir dalam berkegiatan dan peran masing-masing terhadap lingkungan

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


53 sekitarnya. Kawasan hulu merupakan kawasan yang menyediakan jasa lingkungan berupa oksigen dan air karena berupa daerah tangkapan air dan hutan. Kawasan tengah selain menjadi penyedia jasa lingkungan juga sudah terdapat kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan. Sedangkan kawasan hilir sebagian besar merupakan kawasan pengguna atau pemanfaat jasa lingkungan.

Bappeda Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Pengembangan rencana pengelolaan berbasis DAS dapat menunjukkan kaitan erat antara hulu dan hilir serta pentingnya mempertimbangkan kaitan bentang alam tersebut dalam proses perencanaan.

Penampang Kawasan Hulu, Tengah dan Hilir dalam Perencanaan Pembangunan Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS)

6.2 Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Das Skala Kecil Rencana umum pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dibuat berdasarkan penggalian informasi kondisi DAS. Selanjutnya adalah menyusun rencana aksi yang lebih fokus serta yang dapat dilaksanakan di tingkat desa maupun beberapa desa dengan dukungan maupun arahan dari pemangku kepentingan. Rencana pengelolaan DAS/Sub DAS tersebut juga mengacu pada tingkat prioritas yang telah disepakati bersama dan dilaksanakan melalui aksi nyata bersama masyarakat. Apakah aksi yang dilakukan sesuai dengan rencana? Bagaimana dengan hasil dan proses aksi yang dijalankan? Apakah bisa melakukan hal yang belum tercapai? Bagaimana menilai kegiatan yang sudah berjalan? Apa saja yang harus diperbaiki? Upaya menjawab berbagai pertanyaan inilah yang dinamakan monitoring dan evaluasi. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


54 Monitoring dan Evaluasi sebenarnya dapat dikerjakan bersama-sama. Meski demikian, ada perbedaan antara kegiatan monitoring dan evaluasi. Secara umum perbedaannya adalah sebagai berikut: Kegiatan Monitoring. Kegiatan ini diperlukan untuk mencatat perkembangan program, memantau proses dan kemajuan dari pelaksanaan kebijakan secara terus menerus, mengidentifikasi masalah dan penyimpangan yang muncul, merumuskan pemecahan masalah dan membuat laporan kemajuan secara rutin dalam kurun waktu yang pendek. Kegiatan monitoring dilakukan untuk mengkaji relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak suatu kegiatan atau program sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan monitoring dilakukan secara rutin dan terus menerus,. Kegiatan Evaluasi. Adalah studi mendalam yang dilakukan pada saat tertentu selama kegiatan atau program berlangsung. Evaluasi dengan kata lain berarti bagaimana menggunakan hasil monitoring dan informasi yang dikumpulkan untuk membuat penilaian tentang program/proyek yang dikerjakan sekaligus untuk membuat rehabilitasi dan perubahan5. Kegiatan pengelolaan DAS menganut filosofi �partisipatif�. Dengan filosofi seperti ini, dalam pengelolaan DAS tidak hanya melihat proses atau alat manajemen program, tetapi juga melihat proses atau alat pembelajaran (sharing, refleksi) dan pengambilan keputusan bersama. Konsekuensi dari pendekatan partisipatif terhadap sistem perencanaan dan monitoring dan evaluasi adalah masyarakat ikut menentukan perkembangan program apa yang penting untuk dipantau dan apa saja indikator capaian program yang akan dievaluasi pada suatu jangka waktu tertentu.

dokumentasi ESP

6.3 Pentingnya monitoring dan evaluasi Partisipatif

Kegiatan Monitoring air secara partisipatif di Krueng Mountala – Aceh

Monitoring dan evaluasi partisipatif yang melibatkan masyarakat juga dapat berperan sebagai forum pengambilan keputusan bersama mengenai hal-hal yang ingin dan 5 Strategi Penanggulangan Kemiskinan, Bab VII: Konsep Monitoring dan evaluasi

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


55 akan dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengelolaan DAS skala kecil. Berikut ini prinsip-prinsip dalam melakukan Monitoring dan evaluasi Partisipatif6: 1. Partisipatif, melibatkan banyak pihak mulai perencanaan hingga evaluasi. 2. Terbuka, pertanggungjawaban dilaporkan secara terbuka. 3. Tanggung gugat, pengambilan keputusan dan penggunaan sumber daya bisa ditanggung gugat di depan masyarakat luas. 4. Kesetaraan, semua pihak yang terlibat mempunyai hak dan kedudukan setara. 5. Kejujuran, pelaporan dilakukan dengan jujur dan sesuai dengan kondisi lapangan. 6. Berjiwa besar, berjiwa besar menerima dan memberikan kritik dan saran. 7. Keterpaduan, dilakukan melihat semua arah secara terpadu dan menyeluruh. 8. Fleksibel, tidak kaku, sesuai dengan keadaan waktu dan tempat. 9. Kesepakatan, pelaksanaan didasarkan pada kesepakatan semua pihak.

Monitoring dan evaluasi partisipatif memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat pengelola DAS, diantaranya adalah: 1. Tumbuhnya rasa percaya diri masyarakat untuk mengartikulasikan masalah- masalah di sekitarnya kepada kalangan yang lebih luas; 2. Terbangunnya upaya pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan bersama untuk mencapai tujuan bersama antar komponen masyarakat; 3. Tumbuhnya rasa memiliki terhadap program maupun kegiatan karena pengawasan dilakukan oleh mereka; 4.

Meningkatnya pemahaman akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pengawasan pembangunan atau kebijakan. Melalui proses monitoring partisipatif ini, masyarakat yang sebagian acuh terhadap kebijakan di sekitarnya, mulai merasa penting untuk mencari informasi untuk penyempurnaan kebijakan;

5. Merangsang tumbuhnya inovasi baru masyarakat dalam meningkatkan kemampuan berjejaring dengan pihak-pihak lain untuk memenuhi kebutuhan maupun mengatasi persoalan yang mereka hadapi. Secara proses, monitoring dan evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan atau aksi masyarakat. Sejak rencana pengelolaan DAS atau Sub DAS disusun, masyarakat perlu merumuskan rencana monitoring dan evaluasi termasuk kapan, apa dan bagaimana monitor dan evaluasi akan dilakukan. Monitoring dan evaluasi yang benar harus dilakukan secara sungguh-sungguh, terus menerus dan berkala dengan melihat dan memikirkan kembali perkembangan dari kegiatan atau program yang dikerjakan. Hasil monitoring dan evaluasi dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi pengembangan dan replikasi pengelolaan DAS skala kecil.

6 Monitoring & Evaluasi: Sebagai Madia Belajar. DFID 2001

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


56

6.4 Menentukan Alat Ukur Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi harus menjadi bagian dari perencanaan awal program pengelolaan DAS. Dalam mekanismenya, sejak awal perlu mengumpulkan informasi mengenai kinerja yang berhubungan dengan target yang ingin dicapai. Sebagai contoh adalah melakukan rencana aksi bersama masyarakat melalui kegiatan belajar dengan menggunakan beberapa tema belajar seperti: kebun campur (Agro Forestry), kelola kawasan konservasi, rehabilitasi lahan, pengembangan usaha produksi, penguatan lembaga masyarakat, perlindungan sumber air, pengelolaan sampah, pengelolaan air bersih dan sebagainya. Beberapa pengalaman menunjukan bahwa tidak semua rencana aksi/rintisan masyarakat dapat dengan mudah diukur. Pengalaman menunjukkan jauh lebih mudah mengukur perkembangan fisik dibandingkan dengan mengukur aspek sosial-budaya masyarakat. Dengan demikian pada tahap perencanaan ataupun aksi rintisan pengelolaan DAS/Sub DAS harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai alat ukur dan parameter/ indikator apa yang paling tepat guna mendapatkan informasi yang diinginkan dalam monitoring dan evaluasi. Penyusunan parameter/indikator keberhasilan mengacu pada tujuan kegiatan. Parameter/indikator keberhasilan ditentukan sebagai basis untuk mengevaluasi rencana aksi, dan akan digunakan sebagai alat mengkaji ulang efektivitas pendekatan yang dilakukan sehingga ditemukan rehabilitasi yang tepat. Penetapan alat ukur/ parameter/indikator juga bermanfaat dalam menjaga kualitas aksi/kegiatan masyarakat dan mengukur capaian keluaran kegiatan. Secara umum ada dua perubahan yang diukur untuk menilai kemajuan/keberhasilan, yaitu (1) Perubahan Fisik dan (2) Perubahan Non-Fisik. Tabel di bawah ini menyajikan beberapa parameter monitoring dan evaluasi yang sederhana yang disari dari pengalaman pengelolaan Sub-Sub DAS Bolong di Sub DAS Elo. Parameter Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program Perlindungan Sumber Air – Kawasan Bolong (Lereng Gunung Telomoyo - Andong) No

Parameter

Ukuran Keberhasilan Adanya perjanjian bersama antara masyarakat dengan Perhutani dalam perlindungan kawasan

Alat Bukti

1

Berkembangnya sistem perlindungan setempat oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengendalian kerusakan hutan dan lahan.

2

Meningkatnya tutupan vegetasi yang diikuti dengan rehabilitasi tata peredaran air sehingga mampu menurunkan resiko bencana alam.

4

Berjalannya manajemen pengelolaan hutan

Berjalannya Program kerja LMDH

Laporan kegiatan LMDH

5

Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi yang diikuti dengan aktivitas lapangan yang nyata

Keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi

Kontak masyarakat sabagai penghubung dengan Perhutani

Aksi tanam pohon bersama Pengelolaan Hutan Rakyat

Surat Perjanjian, Peraturan Desa

Jumlah dan letak pohon yang ditanam dan terpelihara

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


57 6

Meningkatnya keuntungan masyarakat dalam memanfaatkan kawasan sehingga tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak hutan

Kegiatan yang dapat memberi pendapatan alternatif bagi masyarakat

Laporan kegiatan yang dilakukan masyarakat

7

Terbangunnya strategi komunikasi bangga konservasi yang melibatkan semua pihak sebagai fungsi pendidikan

Kegiatan pendidikan konservasi yang didukung oleh para pihak

Kegiatan-kegiatan kampanye atau pendidikan konservasi

Tabel 10: Parameter Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program Perlindungan Air Kawasan Bolong

Contoh lain adalah parameter keberhasilan program yang lebih detail yang ditentukan atas pendekatan yang dilakukan. Penetapan parameter tersebut diambil dari pengalaman pengelolaan Sub DAS Welang, DAS Brantas, yang didalamnya termasuk kawasan Hutan Arjuno di Kabupaten Pasuruan. Pendekatan yang dilakukan adalah Pemberdayaan Mayarakat sekitar Hutan, Pelestarian Keanekaragaman hayati serta Penguatan Kapasitas Paguyuban Kelompok Tani Tahura. Berikut adalah contoh parameter/indikator dari intervensi kegiatan pemberdayaan masayarakat: Kegiatan

Indikator keberhasilan

Lokasi kegiatan

Volume selama tahun

Alat pembuktian yang diperlukan

Asumsi penting

2008

2009

2010

Identifikasi lokasi wana wisata dan situs purbakala

Sedikitnya 5 lokasi wisata alam di ketahui potensinya

Seluruh desa penyangga

2 unit

2 unit

2 unit

Ada daftar lokasi tempat berbagai jenis wisata yang potensial

Balai Tahura, masyarakat adat, dan Pemerintah desa menyetujui

Identifikasi jenis kegiatan yang cocok

Dokumentasi jenis wisata alam yang cocok untuk tiap lokasi

Seluruh desa penyangga

2 model

2 model

2 model

Ada draft berbagai bentuk pengembangan wisata alam

Apabila lokasi yang direncanakan tidak berubah fungsi atau rusak

Pelatihan pemandu wisata

Peserta yang dilatih mampu memandu wisatawan dengan baik

Seluruh desa penyangga

2 orang

2 orang

2 orang

Dokumen kegiatan latihan dan jasilnya

Pemandu tidak ganti posisi

Pelatihan pemasaran wana wisata

Retribusi bertambah, pendapatan naik

Seluruh desa penyangga

2 orang

2 orang

2 orang

Jumlah wisatawan bertambah tiap bulan

Petugas jujur, ada dokumentasi pendapatan

Pelatihan budidaya Agriflora

Sedikitnya jumlah penjual flora langka hasil budidaya meningkat 5 orang tiap 3 bulan, dan pencurian di hutan berkurang

Seluruh desa penyangga

5 orang

5 orang

5 orang

Ada dokumentasi yang jelas dan tercatat dalam system administrasi PKTT

Bila secara ekonomis menguntungkan, secara teknis memungkinkan dan secara sosial diterima masyarakat

Tabel 11: Contoh Rencana Kegiatan dan Implementasi Pemberdayaan Masyarakat

Sama halnya dengan praktek kegiatan monitoring dan evaluasi pada kegiatan lain, monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS skala kecil dapat mencapai tujuannya apabila pemilihan metode yang digunakan tepat. Pemilihan metode ini sangat tergantung pada tujuan kegiatan, pengetahuan dan ketrampilan masing-masing orang yang terlibat dalam monitoring dan evaluasi, budaya yang ada dalam masyarakat, norma-norma serta kelembagaan kelompok. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Forum Group Discussion (FGD),

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


58 wawancara, pengamatan, temu lapang, pengamatan dan sebagainya. Penggunaan metode FGD dapat dilakukan dengan memanfaatkan rapat desa, pertemuan kelompok dan sebagainya.

6.5 Siklus Monitoring dan evaluasi Pengelolaan sub-sub DAS Disamping pemahaman tentang mekanisme dan prosedur monitoring dan evaluasi, ada satu yang hal penting untuk menjawab bagaimana hasil monitoring dan evaluasi dapat dimanfaatkan untuk diaplikasikan maupun disebarluaskan. Untuk kebutuhan tersebut, secara sederhana disampaikan rangkaian siklus dari monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS/Sub DAS yang dapat dilihat dalam diagram berikut ini:

Dari diagram tersebut di atas, terlihat bahwa ketiga komponen, mulai dari pengumpulan data sampai penyebarluasan, merupakan suatu rangkaian siklus yang saling terkait satu dengan lainnya. Kegiatan monitoring dan evaluasi berawal dari pengumpulan data, penyusunan laporan dan penyebarluasan hasil laporan tersebut. Hasil positif dari penyebarluasan tersebut adalah pengembangan atau penerapan kegiatan/program serupa di tempat lain. Terhadap kegiatan baru tersebut kembali dilakukan monitoring dan evaluasi dengan proses yang sama, mulai dari pengumpulan data hingga penyebarluasan. Demikian seterusnya. Monitoring dan evaluasi uraian dari komponen tersebut disampaikan dibawah ini:

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


59 Α. Pengumpulan Data Data dan informasi yang mendukung terhadap indikator sukses dan hasil akhir. Contoh data yang diperlukan dalam pengelolaan DAS/Sub DAS berupa hal-hal yang berkaitan dengan: 1.

Dampak ekologis pengelolaan DAS/Sub DAS, seperti perubahan terhadap ketersediaan sumber air, kualitas dan kuantitas air termasuk sungai, pengurangan lahan kritis/rehabilitasi lahan, terjaganya flora dan fauna langka serta kawasan konservasi (peningkatan pengelolaan kawasan konservasi), dan sebagainya.

2.

Dampak terhadap lingkungan sosial, termasuk ekonomi yang berkaitan dengan produksi barang serta jasa. Penilaian terhadap indikator ini terkait dengan konsep kesejahteraan masyarakat. Konsep ini meliputi aspek ekonomi, sosial dan budaya dalam kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh pengelolaan DAS/Sub DAS.

Hal-hal yang berpengaruh terhadap lingkungan sosial dan kesejahteraan meliputi:

a. Keamanan dan kecukupan akses terhadap sumber daya alam dan lainnya;

b. Peluang ekonomi, yakni kegiatan yang terkait dengan pengelolaan DAS/Sub DAS harus mampu mempertahankan atau meningkatkan berbagai peluang mata pencaharian masyarakat; c. Keadilan, yakni ada pemecahan konflik serta pembagian keuntungan, hak dan tanggung jawab serta insentif secara adil, berhak dalam pengambilan keputusan sistem pengelolaan DAS/Sub DAS di wilayahnya; d. Keamanan dan kesehatan, Pengelolaan DAS/Sub DAS tidak boleh mengancam keamanan dan kesehatan masyarakat (secara fisik maupun mental); e.

Warisan dan identitas, hak-hak masyarakat terhadap nilai kebudayaan mereka, kebiasan, penggunaan lahan dan materi terkait dengan upaya pengelolaan DAS/ Sub DAS harus dihormati, baik untuk kepentingan saat ini maupun dalam konteks mempertahankan kesinambungan budaya bagi generasi muda.

3. Hal-hal yang sebagian besar berada di luar pengaruh Unit Pengelolaan DAS/ Sub DAS, seperti: kerangka kerja kebijakan, perencanaan, peraturan serta perundang-undangan. Î’. Pelaporan Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasi dan disajikan dalam laporan. Dokumentasi atau laporan hasil Monitoring dan evaluasi disajikan dalam bahasa yang sederhana yang memuat: 1. Penjelasan dari kegiatan/program termasuk hasil yang diharapkan; 2. Apa yang terjadi saat pelaksanaan program; 3. Ketidaksesuaian dan perbedaan antara rencana dengan pelaksanaan; 4. Alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut; Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


60 5. Menemukan dan mengenali permasalahan berikutnya untuk diberi tindakan rehabilitasi; 6. Mempertahankan keberhasilan dengan pemeliharaan proses. Penyajian laporan bisa tertulis atau tidak tertulis. Laporan dalam bentuk tidak tertulis dapat disajikan berupa gambar dan photo, film, simbol, presentasi lisan dalam pertemuan kelompok, dialog dalam media kelompok, seperti radio komunitas dan sebagainya. Pihak-pihak terkait perlu mendiskusikan secara bersama hasil monitoring dan evaluasi tersebut sehingga pemanfaatannya lebih optimal.

6.6 Penyebarluasan Hasil monitoring dan evaluasi selanjutnya disebarluaskan sebagai bahan pembelajaran baik bagi pihak-pihak yang terlibat maupun mitra lainnya dalam pengelolaan DAS yang bersangkutan, maupun untuk diaplikasikan di tempat/ di kawasan DAS yang lain. Penyebarluasan hasil monitoring dan evaluasi ditujukan kepada para pengambil kebijakan dan pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat, masyarakat, media masa, LSM, Swasta, Perguruan Tinggi dan sebagainya. Penyebarluasan dapat dilakukan melalui berbagai saluran informasi seperti media cetak, media elektronik, media komunikasi lain yang mudah diakses oleh publik. Hasil temuan monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS/Sub DAS dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti: a. Memberikan umpan balik bagi rehabilitasi kebijakan dan program atau kegiatan pengelolaan DAS/Sub DAS; b. Melakukan sinkronisasi maupun integrasi dengan program atau kegiatan lain yang mengusung pendekatan atau isu-isu sejenis dengan pengelolaan DAS/ Sub DAS yang partisipatif; c. Meningkatkan keterbukaan dan pertanggungjawab publik terhadap pelaksanaan kebijakan dan program atau kegiatan pengelolaan DAS/Sub DAS yang partisipatif.

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


61 Pengalaman Sub DAS Kanci dan Tangsi, Kab Magelang - adopsi Pengelolaan Rencana Aksi dalam RPJM desa. Kegiatan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa di Kabupaten Magelang telah diawali di Sub DAS Tangsi sebagai tindak lanjut penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Sub DAS Tangsi dan Kanci yang berada di lereng Selatan dan Tenggara Gunung Sumbing. Peningkatan kapasitas para aktor ini sangat penting sebagai salah satu cara untuk implementasi proses pengelolaan lingkungan yang didokumentasikan dalam dokumen resmi desa. Sehingga siapa pun yang menjadi pemimpin dan pelaku pembangunan di desa tersebut senantiasa tetap mengacu pada dokumen yang berjiwa konservasi tersebut. Peningkatan kapasitas terasa penting karena dalam prosesnya terdapat 3 proses pembelajaran yaitu (1) lebih memahami dan menjiwai prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di desanya masing-masing, (2) legal drafting dan (3) kemampuan teknis untuk implementasi. Dalam penyusunan RPJM Desa para pemangku kepentingan bersama-sama mengevaluasi dokumen rencana aksi dan memformulasikan dalam format RPJM Desa, serta turut dalam gerakan perlindungan sumber air di Kabupaten Magelang. Dinas terkait yang menjadi bagian dari Tim Koordinasi Perencanaan Pemanfaatan Dana untuk Konservasi Sumber Daya Air dan para fasilitator juga melebur dalam proses sampai menjadi Peraturan Desa setempat serta kegiatan teknis yang didukung oleh tim tersebut. Sampai saat ini sudah terdapat 32 desa yang secara bertahap menyusun RPJM Desa dengan prioritas di daerah tangkapan air utama yang berada di kawasan hulu tiap Sub DAS. Dari proses ini terdapat peningkatan kapasitas dalam teknis konservasi secara vegetatif ataupun mekanis, kemampuan bernegosiasi, koordinasi antar pihak dan instansi, serta kemampuan memfasilitasi proses.

Pendanaan Pengelolaan DAS dengan Tim Koordinasi Perencanaan Pemanfaatan Dana untuk Konservasi Sumber Daya Air Masyarakat Magelang, Jawa Tengah, boleh optimis terhadap masa depan lingkungan hidup dan alam di wilayah mereka. Melalui Surat Keputusan Bupati No. 188.45/382/KEP/25/2008, Pemerintah Kabupaten Magelang membentuk Tim Koordinasi Perencanaan Pemanfaatan Dana untuk Konservasi Sumber Daya Air yang bertugas memanfaatkan dana konservasi dari PDAM Kabupaten Magelang untuk kegiatan konservasi sumber daya air. Hal ini sebelumnya sudah diatur dalam Peraturan Daerah No. 17/2005 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air Permukaan. Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


62 Tahun 2007, PDAM Kabupaten Magelang mengucurkan dana Rp800 juta untuk program konservasi tahun 2008 difokuskan di Sub DAS Tangsi yang merupakan. Tahun 2008, PDAM Kabupaten Magelang menyiapkan dana Rp1,3 miliar untuk kegiatan tahun 2009 dengan mengembangkan usaha tani konservasi lahan terpadu, penyelamatan dan pengendalian kawasan mata air, penghijauan lahan kritis dengan tanaman tahunan, studi hidrogeologis dan sumur resapan serta rehabilitasi jaringan irigasi. Selain itu, dana juga digunakan untuk pendampingan pelaksanaan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa yang berpihak pada konservasi sunber daya air. Dari hasil monitoring dan evaluasi, ke depan diupayakan agar sumber dana juga berasal dari PDAM daerah lain yang memanfaatakan air dari wilayah Kabupaten Magelang serta pihak swasta yang peduli lingkungan. Selain itu juga sedang ditingkatkan akses dan peran forum atau kelompok masyarakat dalam kegiatan ini dengan fokus pada desa dan kawasan sekitarnya. Inisiatif jasa lingkungan di Kabupaten Magelang ini dijadikan model oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Bappeda dan Dinas Kehutanan untuk direplikasi oleh Kabupaten / Kota lain.

Kemitraan dan Leveraging dengan GNKL PBNU di Cikidang Kabupaten Sukabumi Melalui Pendekatan MDK Berbasis Pesantren Rehabilitasi Lingkungan kawasan bukan hanya tanggungjawab salah satu pihak saja melainkan tanggungjawab seluruh pemangku kepentingan. Salah satu contoh rehabilitasi lingkungan adalah melalui pendekatan Model Desa Konservasi (MDK) berbasis Pesantren di Cikidang Kabupaten Sukabumi. Pada program rehabilitasi lingkungan dengan pendekatan MDK berbasis Pesantren ini menggunakan strategi peningkatan kontribusi berbagai pihak seperti kelompok masyarakat yang tergabung di pesantren-pesantren di bawah naungan PBNU, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan PERHUTANI untuk bekerjasama dalam pengelolaan lingkungan di wilayah Cikidang dan sekitarnya. Khususnya di lahan-lahan milik PERHUTANI dan lahan milik masyarakat lokal. Proses program rehabilitasi lingkungan tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan antara lain, survei lokasi, kajian lingkungan, pemahaman masyarakat tetang pentingnya lingkungan, pelatihan fasilitator lokal bagi santri senior, Sekolah Lapang Persemaian, peningkatan peran dan kontribusi dari berbagai pihak terhadap kegiatan rehabilitasi lingkungan, penyusunan rencana kerja bersama untuk rehabilitasi lingkungan. Dari proses ini diperoleh kesepakatan antara Masyarakat, PBNU dan PERHUTANI untuk bekerja sama dalam rehabilitasi lingkungan di Cikidang Kabupaten Sukabumi. Hasil program rehabilitasi lingkungan melalui pendekatan MDK berbasis Pesantren

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


63 di Cikidang Kabupaten Sukabumi sampai saat ini masih berlangsung. Capaian dari kegiatan ini antara lain 1. Terbangunnya 3 kelompok masyarakat yang tergabung di dalam 3 pesantren yang sepakat melakukan rehabilitasi lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. 2. Tersedianya 15 santri senior yang siap untuk memfasilitasi masyarakat dalam rehabilitasi lingkungan. 3. Kesepakatan kerjasama antara PBNU dan PERHUTANI sebagai pendamping masyarakat. 4. Kesepakatan PERHUTANI menyediakan lahannya untuk dikerjasamakan dengan masyarakat. 5. Tersedianya 15. 000 bibit tanaman dari kelompok masyarakat pesantren.

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


64

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


65

Daftar Pustaka

1. Pengelolaan Kolaboratif, peraturan Menteri Kehutanan Np. P.19/Menhut II/2004 2. Lahan Kritis Per BP DAS Tahun 2007, Dir. Pengelolaan DAS, Ditjen RLPS Dephut. 1. Kompas, Selasa, 26 September 2007 2. http://www.inawater.com/news/wmview.php?ArtID=444 3. http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2004/07/09/brk,20040709-32,id.html 4. Bisnis Indonesia Senin, 23 Februari 2009 5. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Sebuah Pendekatan Negosiasi, 2005 6. The Watershed Project Management Guide, 2003

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


66

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


Daftar Singkatan dan Istilah

BAPLAN BBTNBTS BMG CFCD DAS Dephut FGD GNKLPBNU

: : : : : : : :

HATF HIPPAM HPH Jasling KPH LKDPH LMDH LSM MDGs MDK PBNU PDAM PHKA PKPH PLTA PRA PT. IP RPJM RTRW SIG SL SLA

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Badan Planologi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Badan Meteorologi dan Geofisika Corporate Forum for Community Development Daerah Aliran Sungai Departemen Kehutanan Focus Group Discussions Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan Hidup Pengurus Besar Nahdatul Ulama Hutan Asuh Trust Fund Himpunan Pengelola dan Pemakai Air Minum Hak Pengusahaan Hutan Jasa Lingkungan Kawasan Pemilikan Hutan Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Lembaga Swadaya Masyarakat Millenium Development Goals Model Desa Konservasi Pengurus Besar Nahdatul Ulama Perusahaan Daerah Air Minum Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Pola Kemitraan Pengelolaan Hutan Pembangkit Listrik Tenaga Air Participation Rural appraisal Perseroan Terbatas Indonesia Power Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rencana Tata Ruang Wilayah Sistem Infomasi Geografis Sekolah Lapangan Sustainable Livelihood Assessment

Sebuah Panduan Pengelolaan DAS Skala Kecil


68 SLHI Tahura TNBTS TOT UPT WSLIC WSM

: : : : : : :

Status Lingkungan Hidup Indonesia Taman Hutan Raya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Training of Trainer Unit Pelaksana Teknis Water and Sanitation for Law Income Community Watershed Management

SATU KELOLA SATU RASA SATU AKSI SEJUTA MANFAAT


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.