INSPIRASI
1
“Tuhan, aku bersyukur sekali pada-Mu karena Kau tak pernah lupa memberi kebahagiaan bagi hamba-Mu. Termasuk aku.� Hari ini telah terselesaikan satu buah booklet kumpulan tulisan selama beberapa tahun ke belakang. Booklet ini berisi coreat-coretan di blog simfoninegeri.com berlabel Inspirasi. Aku sangat sadar bahwa tulisan ini sangatlah tidak sempurna dan jauh dari kata bagus. Namun kupikir aku telah menciptanya dengan sepenuh hati. Kendati sisi subjektivitas yang masih membumbung, semoga pembaca senantiasa berkenan untuk membuka satu per satu lembaran booklet ini. Atas nama cinta, kubersyukur.
2
3
Ada Kolaborasi dari Juru Penyeberangan Siang tadi, aku pulang dari kampus naik angkot. Seperti biasa, aku memilih duduk di kursi paling belakang. Harapanku bisa mengamati jalan raya. Bagiku mengamati adalah hal yang menyenangkan karena bisa mendapat banyak hal baru dan pemahaman yang baru pula. Benar saja. Ketika melewati pertigaan Wisma Hotel Dago, aku mendapat sedikit pencerahan. Aku menyaksikan dua orang tukang penyeberang di pertigaan itu. Sekilas memang terlihat biasa. Hanya saja aku terpikirkan akan sesuatu yang ganjil dan aneh. Seperti yang kita tahu kalau tukang parkir adalah profesi yang dianggap sebelah mata oleh kebanyakan orang. Aku menjumpai sesuatu yang agung di dalam profesi ini. Kolaborasi. Bayangkan saja, mereka bekerja tidak resmi. Tapi karena ketidakresmian ini, mereka mau bekerja sama demi mendapat sejumput receh. Jalan ini adalah jalan protokol kendati tidak terlalu lebar ukurannya tapi tetap saja berbahaya. Mereka berdua berdiri di tengah jalan sembari memberi komando kepada kendaraan yaan akan menyeberang. Aku melihat adanya kekompakan di sini. Satu orang mengatur arus yang datang dari Selatan. Satunya lagi dari Utara. Kalau dipikir-pikir sebenarnya mereka bisa saja saling merugikan dengan mengambil jatah penyeberangan kendaraan satu sama lain. Nyatanya tidak. Mereka lebih memeilih fokus pada jalur mereka masingmasing. Aku bisa membayangkan akan seberapa macet jika tidak ada para juru penyeberangan ini.
Sungguh mulia profesi yang satu ini. Tidak ada jas, pangkat, jabatan, uang banyak. Yang ada hanya tangan, senyum, dan kiri-kiri, kanan-kanan, stop, jalan. Mereka bahkan bisa menyamai kemampuan
4
seorang Polisi lalu lintas. Plus, mereka bisa memberi pelajaran bagi orang-orang yang berpikir. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2016/01/ada-kolaborasidari-juru-penyeberangan.html
5
Aku Anti-sosial (?) Apa sebenarnya definisi antisosial? Apakah orang-orang yang pendiam? Ataukah orang-orang yang tidak peduli dengan yang lain? Ataukah orang-orang yang pendiam dan tidak peduli dengan orang lain? Dari sini aku mencoba menulis dan sedikit menurunkan pengertianpengertian tersebut. Dalam ilmu psikologi, ada dua bagian besar dari sifat manusia. Ekstrovert dan introvert. Ekstrovert adalah orang-orang yang cenderung mau dan mampu bergaul dan bersosialisasi dengan orang banyak. Aku katakan di sini perlu dua faktor “mampu” dan “mau” karena dua faktor ini saling melengkapi dan membuat orang tersbut nyaman. Introvert merupakan sebutan bagi mereka yang bisa dibilang pendiam atau tidak suka bergaul dengan banyak orang, baik dia mampu ataupun tidak. Orang-orang seperti ini tidak bisa disalahkan atas keadaan mereka sendiri. Memang bawaan dari lahir seperti itu, kecuali ada faktor yang membuat mereka berubah menjadi ekstrovert seperti adanya kekasih atau karena faktor lain. Nah, kebanyakan dari kita menganggap bahwa orang-orang introvert dan pendiam seperti ini adalah manusia-manusia antisosial. Padahal makna antisosial itu sendiri sangat berbeda dengan pendiam. Orang dikatakan antisosial ketika jelas-jelas ada tulisan “DILARANG MEROKOK”, tapi orang tersebut dengan seenak hati tetap menyalakan puntung rokoknya. Pun sama halnya ketika di kendaraan umum ada orang tua atau orang kesusahan, kita justru membiarkannya. Antisosial kekinian disalahartikan, khususnya di kalangan mahasiswa. Bagi mereka yang tidak mau dan tidak mampu turun ke jalan, ikut organisasi, ikut kegiatan, adalah mereka yang dianggap antisosial. Ada banyak sekali alasan mereka tidak bisa ikut kegiatan yang suatu organisasi adakan. Bisa jadi ada masalah akademik, keluarga, keuangan, atau masalah pribadi lainnya. Tidak semua orang “pendiam” punya nasionalisme rendah. Bisa jadi mereka memang
6
punya nasionalisme jauh lebih tinggi daripada para aktivis, hanya saja implementasi nasionalisme tersebut berbeda. Mereka para “pendiam” memiliki pandangan yang jauh ke depan. Mereka sudah tidak lagi menganggap bahwa aksi-aksi adalah langkah jitu membangun negeri. Mereka bisa jadi sedang menyusun strategi yang jauh lebih matang daripada aksi-aksi sesaat. Mereka bekerja dalam diam. Otot tak lagi dikedepankan. Kebanyakan orang menganggap bahwa pohon yang lurus memiliki “sisi kehidupan” yang itu-itu saja dibandingkan pohon yang bercabang. Analogi ini senada dengan para “pendiam”. Pohon yang lurus justru lebih susah untuk dipanjat dibandingkan pohon bercabang. Orang yang “pendiam” justru tidak mudah ditebak jalan hidupnya dibandingkan orang yang banyak “gaya”.
Jadi, berhenti melakukan stereotype terhadap orang “pendiam” adalah langkah yang bijak dan mari bersama-sama memikirkan cara yang efektif untuk membangun bangsa. Mungkin saat ini aksi tidak lagi relevan karena pemerintah mau guling atau tidak, keadaan ya tetap begini-begini saja. Demi masa depan bangsa, sebagai pelajar kita perlu menimba ilmu secara mumpuni dan berhenti mengikuti keinginan dan hawa nafsu sesaat. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/11/aku-anti-sosial.html
7
Alam Lain? Apakah alam lain itu ada? Benarnkah masih ada dimensi lain yang saat ini belum diketahui manusia? Apakah makhluk lain selain makhluk bumi itu ada? Bisakah fenomena ini dijelaskan dengan sains? Saya pernah menyimak sebuah pemaparan dari seorang dosen fisika yang menyebutkan bahwa alam lain di saat yang sama dengan saat ini ternyata ada. Alam semesta yang kita huni ini memiliki 4 dimensi, sebut saja dimensi x, y, z, dan t. Dimensi x, y, dan z adalah dimensi ruang, sedangkan t adalah dimensi waktu. Ada sebuah fomulasi yang menyebutkan bahwa perubahan energi terhadap waktu sama dengan nol. Artinya, di alam semesta ini, tidak ada energi yang berkurang atau bertambah. Pernyataan ini biasa diketahui sebagai hukum kekelan energi. Beliau menambahkan bahwa formulasi itu bisa jadi tidak selamanya benar. Bisa jadi perubahan energi terhadap waktu tidak sama dengan nol. Artinya energi itu dapat diciptakan. Nah, fenomena ini yang marak diisukan bahwa ada alam lain selain alam semesta. Dosen saya tersebut mengamini hal yang sama. Beliau percaya, masih ada dimensi lain selain ruang dan waktu yang di dalam dimensi itu energi tercipta. Ada alam lain yang bisa jadi sebagai pusat produksi energi yang sebenarnya. BJ Habibie, Presiden ke-3 RI dan orang Indonesia yang sangat cerdas, pernah membuat suatu hipotesis mengenai alam lain yang dimuat kisahnya oleh Andi Makmur Makka dalam buku Total Habibie. Dugaan ini beliau buat karena beliau percaya bahwa Ibu Ainun, istrinya yang telah meninggal, tidak benar-benar meninggal melainkan hanya berpindah ke alam lain karena BJ Habibie masih bisa “berkomunikasi� dengan Ibu Ainun. Dengan pendekatan keilmuan yang beliau miliki dan mengintegrasikan dimensi-dimensi yang ada, beliau membuat hipotesis ini. Namun, ini hanya hipotesis dan belum tentu benar adanya. Percaya atau tidak? Wallahu alam.
8
Di sini, saya hanya ingin menuliskan bahwa kekuasaan Tuhan itu sangat luar biasa. Kita bisa mengenal Tuhan lebih dekat dengan bertafakur dengan alam semesta. Seharusnya, semakin tinggi tingkat kecerdasan kita, semakin cintalah kita dengan Tuhan. Bukan sebaliknya yang dengan pongahnya menyebutkan bahwa Tuhan itu tidak ada dan medewakan ilmu pengetahuan. Itu salah besar. Issac Newton pernah mengungkapkan quote yang kurang-lebih seperti ini. Cukup dengan satu jempol saja, itu sudah menandakan bawhwa Tuhan itu ada. Ini berarti kekuasaan Tuhan ada di mana-mana. Mulai dari hal-hal mikro hingga makro. Allahu akbar! Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/05/alam-lain.html
9
Anak-Anak Milenium Masa kecil adalah waktu paling tepat untuk berbuat hal-hal bodoh. Tidak ada yang melarang apapun. Kerjanya hanya bermain. Kita bisa mengeksplorasi apapun sesuka hati. Kalau kata iklan, berani kotor itu baik. Masa kecil memberikan kita ruang untuk mengenal lebih jauh apa itu dunia. Aku sangat ingat dulu saat usiaku masih menginjak sekolah dasar. Sore hari setiap pekan diadakan pengajian anak-anak tiga kali. Di situ, aku benar-benar merasakan nikmatnya masa kecil. Meskipun di tempat sangat sederhana, bahkan bukan masjid, aku dan beberapa temanku mengaji dengan riang gembira, bukan lagi dengan khusuk. Suasanya desa di kala sore membuat keceriaan itu semakin komplit. Ditemani hembusan angin dan birunya langit, keceriaanku semakin menjadi. Apalagi ketika mengaji di Sabtu sore. Ketika selesai, aku dan kawankawan sengaja bermain di jalan kampung sembari menunggu maghrib untuk bersama-sama pergi ke surau. Malam mingguku diisi dengan berbagai permainan praktis seperti petak umpet. Dengan hanya ditemani temaran cahaya bulan dan lampu bohlam 5 watt, permainan ini begitu gurih dan menggairahkan. Sampai-sampai membuatku kepanasan. Karena saking semangatnya, aku sampai bukan baju. Pagi harinya aku masuk angin dan muntahmuntah. Belum lagi ketika musim panen dan layang-layang tiba. Aku dan kawan-kawanku berbondong-bondong pergi ke belakang rumah. Di sana sudah ada tumpukan jerami padi bekas panen. Tidak tanggungtanggung aku rebahkan tubuhku di atasnya. Tanpa peduli sesudah itu tubuhku memerah gatal. Pernah pula kami membuat bunker di bawah tanah persawahan yang tidak dipakai. Sungguh bunker ini sangat keren. Dengan kedalaman 5 meter dan panjang di bawah tanah sekitar 4 meter, kami menggunakannya sebagai benteng pertahanan “perang�. Sesekali aku membayangkan bagaimana dulu para pahlawan melawan kompeni. Bunker ini begitu dingin. Aku baru tahu
10
kalau di bawah tanah rasanya seperti itu. Agak menakutkan, sekaligus menakjubkan. Aku juga tidak akan pernah lupa ketika rumahku yang dulu ketika ada hujan besar, pasti seng akan terbang. Alhasil rumahku kebanjiran. Untung saja ada plafon dari anyaman bambu yang mencegah air hujan masuk semua. Pun saat aku dimarahi habis-habisan karena dari siang bermain ke sawah tidak izin dulu. Ketika pulang hampir maghrib ibuku sudah menyiapkan “amunisi�. Aku yang memang baru saja mandi di kali bersama kameradku hanya menunduk. Menangislah aku. Sungguh aku begitu cengeng dulu. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sekarang. Sungguh, masa kecil selalu menyimpan kenangan yang tidak pernah akan dilupakan. Buktinya banyak orang dewasa yang ingin memutar waktu dan kembali ke masa kecil. Sayangnya tidak bisa. Waktu akan tetap berlalu. Tinggal kita yang perlu mendidik generasi mendatang dengan pemahaman-pemahaman benar tentang waktu dan kesempatan. Tapi bukan itu intisari tulisan ini. Aku pikir, setiap orang memiliki masa kecil yang berbeda-beda. Setiap satu dasawarsa biasanya masa ini akan berubah dan bertransisi sesuai dengan perkembangan zaman. Bagi orang yang lahir tahun 80an punya kenangan di generasinya. Juga sama halnya dengan orang yang lahir tahun 90an sepertiku, punya waktu dan kenangan tersendiri. Lain lagi dengan yang lahir di era milenium 2000an. Mereka akan memiliki kehidupan lebih baik, fasilitas pendidikan lebih baik, dan kemampuan finansial lebih dari cukup. Ditambah lagi aneka teknologi yang akan menemani masa kecilnya. Bagi mereka (kelahiran 2000an), mengisi masa kecil dengan bermain gobak sodor, gambaran, petak umpet, lompat tali, dan sejenisnya sudah bukan zamannya. Mungkin memang benar mereka lebih pas ditemani gadget-gadget mungil birisi puluhan aplikasi edukatif yang dapat merangsang perkembangan intelegensia, karena bisa jadi anak yang tidak pegang gadget akan ketinggalan banyak informasi.
11
Aku amati, dengan adanya pertumbuhan teknologi yang begitu pesat, memang tidak salah anak-anak dibekali dengan piranti ini untuk mempercepat daya pikir. Masa kecilku dulu tidak lebih pintar dari anakanak kekinian yang punya wawasan luas. Hanya saja kupikir masa kecilku mempunyai kegembiraan sesungguhnya sebagai seorang anak dan memiliki pemahaman yang benar tentang masa kecil. Tulisanku ini berusaha mengambil jalan tengah tentang segala problematika. Aku tidak mau mengagung-agungkan masa kecilku sebagai anak kelahiran 90an dibandingkan anak-anak milenium ini. Kita punya sisi yang berbeda-beda. Aku pikir tidak ada salahnya generasi tua sepertiku memahami perkara yang dialami anak-anak milenium ini. Kita tidak dapat memaksa apapun untuk menjadi seperti kita. biarkan mereka bermain dengan gadget, teknologi, dan ilmu pengetahuan yang luas. Tugas kita sesungguhnya bukan menyinyir karena mereka sama sekali tidak mengalami masa-masa kecil kecil seperti kita, melainkan mengawasi agar dampak dari segala aktivitas yang berhubungan dengan gadget tidak mengubah mental dan sikap sosialnya. Kita tahu sendiri, dengan kita kurang berinteraksi dengan satu sama lain akan membuat diri sendiri menjadi apatis. Seyogyanya kitalah yang membimbing dan memberikan pengertian kepada para anak milenium ini bahwa bermain di luar itu asyik, berinteraksi dan berteman dengan banyak orang itu menyenangkan, dan berbagai aktivitas verbal. Jangan sampai gegara gadget, mereka menciderai kecerdasan verbalnya sendiri. Harus diimbangi. Pun sama halnya dengan kita yang telah mengalami kegembiraan masa kecil tidak perlu sungkan belajar teknologi dari yang lebih muda. Toh ilmu bisa didapat dari mana saja dan dari siapa saja. Keseimbangan ini dicontohkan oleh anak CEO Apple saat ini. Dia dilarang menggunakan Apple sebagai gadgetnya karena sang ayah khawatir itu akan mengganggu aktivitas belajar dan bermain.
Dari itu semua, aku masih bisa bersyukur karena di kompleks kontrakan di Bandung ini, anak-anak masih banyak yang bermain di
12
luar, berlarian, dan teriak-teriak tidak jelas seperti masa kecilku dulu. Pun masih ada pengajian anak-anak. Senang melihatnya. Artinya, tidak semua anak-anak milenium selalu berkutat dengan gadget. Mari bersama-sama membentuk dunia dengan pemahaman lebih baik tentang apa itu mendidik. Sumber: milenium.html
http://www.simfoninegeri.com/2016/03/anak-anak-
13
Antiposmodernisme Saya pernah mendengar bahwa salah satu penyebab Indonesia tidak kunjung naik tingkat dari gelarya sebagai negara berkembang adalah masyarakat yang postmodernisme. Postmodernisme sendiri kurang-lebih artinya tidak menjunjung tinggi kebenaran. Masyarakat Indonesia cenderung mau untuk dipengaruhi orang lain. Inginnya terima jadi. Contohnya saja ketika kita sekolah. Kita cenderung menganggukangguk saja kepada guru atau dosen kita tanpa mau berpikir lebih jauh apakah itu benar atau tidak. Selama otak kita mau menerima, ya sudah. Pun sama halnya yang terjadi di dunia. Amerika sendiri, orangorangnya sudah tidak lagi berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Inilah sebabnya, saat ini jarang ada ilmuwan-ilmuwan baru yang luar biasa seperti Einsten dan Issac Newton. Berpikir kritis sama sekali tidak melanggar aturan Tuhan. Namun, sebaliknya, berpikir kirits terhadap kebenaran suatu masalah adalah sebuah anjuran Tuhan. Dalam rangka mensyukuri nikmat berupa akal, hendaknya kita rajin merawatnya dengan cara terus memacu agar tetap bekerja. Otak harus tetap bekerja karena sekali berhenti, akan susah untuk menstimulasikan kembali, kecuali bagi orang-orang yang memang diberi anugerah lebih atas otak yang cemerlang. Hal ini tidak menutup kemungkinan, orang yang otaknya biasabiasa saja akan menjadi seseorang yang luar biasa dengan memunculkan cara berpikir yang tidak biasa. Tidak masalah kita bodoh atau pintar. Masalahnya adalah berusaha atau tidak. Memangnya Tuhan menyuruh kita agar bisa memastikan hasilnya baik? kan tidak. Manusia hanya disuruh untuk berusaha semaksimal mungkin. Hasil itu hak prerogatif Tuhan.
14
Dengan tulisan ini, saya mengajak para pembaca untuk bisa lebih berpikir kritis. Pun terhadap media-media yang mulai tidak jelas. Kita memang harus pandai menyortir dan memilah mana berita yang benar dan yang tidak. Kemampuan seperti inilah yang sedang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Saya pun masih agak malas-malasan untuk memikirkan suatu hal yang tidak nyampe di otak saya. Namun, setidaknya saya sadar bahwa hal ini agaknya keliru. Mari bersama-sama memiliki semangat antiposmodernisme. Jangan mau dicucuk hidungnya oleh zaman. Kita memang tetap mengikuti arus, tapi ikutilah dengan cara yang berbeda, dengan gaya kita masing-masing. Be the best. But if you cannot be the best, be the only one. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/05/antiposmodernisme.html
15
Apakah Aku Seorang Aktivis? Menjadi aktivis adalah sebuah pilihan. Tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi orang lain untuk mengambil jalan hidupnya. Selayaknya pilihan, pastilah ada konsekuensi dari memilih apa yang dirasa pantas untuknya. Pun sama halnya dengan memilih prinsip hidup. Aktivis adalah sebutan bagi orang-orang yang menyukai kegiatan organisasi. Istilah ini sangatlah populer di kalangan mahasiswa. Saya mengenal istilah ini ketika duduk di bangku SMA. Untuk disebut aktivis, saya rasa masih sangat berlebihan. Saya hanya mengikuti oraganisasi yang menarik minat. Itu juga diniatkan untuk membentuk kemampuan nonformal atau yang jarang didapat di dalam kelas. Kini saya sudah memasuki dunia akademisi yang lebih canggih. Perguruan tinggi. Segalanya sangat berbeda di sini. Istilah aktivis pun ditafsirkan dengan lebih luas dan kopleks. Dulu, aktivis memang banyak suka-citanya. Kalaupun ada yang menyebalkan, itu tidak seberapa dan bisa ditanggapi dengan kalem. Lain halnya di dunia kampus. Sebenarnya, saya ingin meneruskan keaktivisan saya semasa SMA. Tida diduga, suatu hal terjadi. Satu tahun pertama duduk di bangku kuliah dengan orientasi yang tidak terlalu berbeda dengan SMA yaitu masih lebih banyak aktivitas di luar akademik. Hal inilah yang menggeser paradigma tentang aktivis. Saya mengalami disorientasi. Saya salah dalam mengambil pemahaman. Di bangku perguruan tinggi, aktivis sangat berbeda dengan pemahaman yang saya dapat sebelumnya. Aktivis tidak selalu berkutat dengan organisasi, gerakan, demonstrasi, orasi, dsb. Akan tetapi, makna aktivis yang lebih mulia tidak hanya sekadar itu. Aktivis adalah sebutan bagi orang-orang yang sedang mencari pemahaman hidup yang benar.
16
Ternyata, kemampuan saya dalam menafsirkan kata aktivis masih terlalu naif dan emosional. Dalam tulisan ini saya mengakui bahwa keinginan menjadi aktivis karena memang ingin diakui oleh banyak orang. Diakui keberadaan, kedudukan, kemampuan, dsb. Namun, setelah saya pikir-pikir, niat saya memang salah. Dengan belajar giat, kita bisa menjadi aktivis untuk nantinya bisa menjadi seorang ahli dan bisa berguna bagi masyarakat sekitar. Memang, ada orang-orang yang dengan segala kemampuan yang dimiliki, bisa menggerakkan dua dunia yang berbeda, akademis dan nonakademis. Sayangnya tidak semua orang bisa. Ada yang hanya bisa bergerak dalam akademis. Dengan mencapai nilai yang tinggi dan cara yang benar, dia merasa menjadi orang yang berguna. Ada pula yang memang dengan berorganisasi, idealitasnya bisa terjaga dan tersalurkan dengan baik. Bagi saya yang menyandang gelar „penerima uang rakyatâ€&#x; rasanya ingin sekali mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri saya. Namun, sekali lagi sayang, apa daya, bukan untuk menyerah, tapi lebih untuk mengintrospeksi diri karena saya harus lulus tepat waktu. Terakhir saya berpesan. Kalau memang ingin menjadi aktivis, maka rangkailah pengertian aktivis dengan benar terlebih dahulu. Setelah benar paham, maka silakan terjun dan maksimalkan di situ. Bagi saya, aktivis bukan sekadar ikut gerakan, tapi lebih kepada menggerakan diri sendiri agar bisa menjadi teladan bagi yang lain. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/07/apakah-akuseorang-aktivis.html
17
Apakah Cinta Itu? Bagi usia remaja hingga dewasa, topik pembicaraan ini selalu menarik. Cinta adah satu obrolan, meski hanya ciee.. ciee... tidak jelas, itu cukup membuktikan bahwa kita normal, tidak homo, lesbi, gay, ataupun transgender. Sebenarnya apa yang membuat cinta itu menjadi topik yang bahkan tiga hari tiga malam diobrolkan tidak akan selesai? Bisa jadi karena kita belum tahu sesuatu di balik cinta itu seperti apa. Mayoritas remaja tanggung menafsirkan cinta hanya sebatas pacaran. Namun, bagi seorang pencinta sejati, definisi cinta yang seperti itu kiranya terlalu sempit. Apa enaknya pacaran? Ya mungkin enak karena kita bisa terus berinteraksi dengan orang yang kita suka. Sebenarnya karena perasaan suka, bukan? Tidak lebih dan tidak kurang. Misal, kita suka kamar kita karena di dalamnya nyaman, temboknya berwarna cerah, ada meja belajar yang enak, ada lemari penuh pakaian bagus, bisa main komputer sesuka hati. Dengan hal-hal seperti ini, maukah kita meninggalkan kamar kita? meski hanya sebentar, saya rasa tidak mau. Sama halnya dengan pacaran. Pecaran cenderung hanya menikmati yang enak saja. Sebenarnya apapun saya rasa juga demikian, ingin menikmati enaknya saja. Masalahnya, pacara itu sama sekali bukan ikatan resmi yang harus dengan kekuatan penuh untuk memutuskannya. Orang pacaran bisa saja putus kapanpun mereka mau dan nyambung lagi kapanpun juga. Dengan hubungan yang fluktuatif ini, dikhawatirkan menjadikan cinta tak lagi memiliki rasa yang istimewa karena sudah diputus-nyambungkan seenaknya. Agar cinta itu terjaga keistimewaanya, hanya ada satu cara. Menikah. Dengan menikah, kita tidak bisa seenak jidat untuk memutuskan atau menceraikan pasangan kita, bukan? Hanya pernikahanlah yang memiliki ikatan paling kuat karena hanya takdir dan perceraian yang bisa memisahkan. Pernikahan yang keren itu bisa
18
berakhir sampai keduanya meninggal. Cinta yang romantis itu bukan hanya di dunia, tapi bisa lestari hingga ke akhirat sana. Nah, lalu kalau kita jatuh cinta, apa yang harus dilakukan? Jawabannya tidak ada. Tidak ada yang perlu dilakukan. Biarkan cinta itu megalir. Membiarkan waktu yang membuktikan apakah cinta itu memang benar cinta atau hanya rasa suka dan kagum yang hinggap sementara. Langkah terbaik agar cinta ini terjaga adalah dengan terus memperbaiki diri. Simpanlah cinta serapat mungkin. Ungkapkan bila kita sudah benar-benar siap segala konsekuensi yang dihadapi. Kapan saat kesiapan itu datang? Saat usia kita sudah matang. Cinta masa muda, khususnya laki-laki itu bisa berganti-ganti. Orang menyebutnya sebagai cinta monyet. Cinta monyet tidak akan mengubah kita menjadi rajin belajar. Kalaupun bisa, itu hanya awalan untuk akhiran kemalasan yang berkepanjangan karena putus cinta dan patah hati. Ada alasan lain mengapa kita tidak perlu pacaran yaitu karena mencintai jauh lebih mudah daripada melupakan. Sekarang, hitung saja berapa wanita atau pria yang sudah kita sukai. Jika kita sudah pernah memilki pacar, apakah kita mudah melupakan mantan? Jangan dulu mantan. Apakah kita mudah melupakan sosok yang kita sukai dan kagumi kendati belum pernah pacaran? Susah, bukan? Jadi, sebelum waktunya tiba, mari memelihara cinta dengan baik. cukup satu orang saja yang kita sukai untuk seterusnya. Namun, kalau sudah terlanjur banyak, ya sudah tidak apa-apa. Menyibukkan diri dengan hal-hal lain yang postif semoga bisa melupakan orang yang kita sukai.
Dengan berbekal pemahaman yang benar tentang cinta, semoga kita bisa lebih bijaksana dalam menyikapi cinta yang datang dan pergi sebelum waktunya. Saya khawatir kebiasaan menyukai seseorang dengan seenaknya akan terbawa hingga masa tua. Semoga saja tidak. Sekian. Selamat mencintai. Sumber: itu.html
http://www.simfoninegeri.com/2015/07/apakah-cinta-
19
BEGO! Bergerak Engkau Gunakan Otakmu Dunia ini sudah gila. Ada 2 penyebab utama kegilaan itu. Postmodernisme dan globalisasi. Postmodernisme membuat banyak orang terutama di Indonesia menjadi tidak menjunjung tinggi kebenaran. Dalam artian, kebenara sudah dianggap sebagai hal yang relatif. Padahal jelas bukan. Kebenaran adalah satu hal yang mutlak, bukan relatif. Jika kita menganggap bahwa teori fisika modern milik Albert Einsten sebagai kebenar yang relatif, maka itu salah besar. Justru Einsten sedang menunjukkan bahwa kebenaran itu satu dan mutlak. Postmodernisme ini pula yang menyebabkan orang-orang di dunia tidak bernafsu lagi untuk menggali arti kebenaran. Mencari terus hakikat ilmu pengetahuan. Ini dibuktikan dengan tidak adanya lagi penemuan fenomenal di abad terakhir. Semua implikasi ini sudah terjadi di Indonesia terutama ketika banyak orang minta didengar, tetapi mereka tidak mau mendengar, tidak mau belajar. Akibatnya, mindset orang banyak menjadi close-minded. Satu hal lagi yang membuat dunia ini menjadi gila adalah globalisasi. Ketika tidak globalisasi saja Indonesia sudah susah, apalagi globalisasi. Belum lagi ditambah dengan akan diadakannya ASEAN Economic Community atau masyarakat ekonomi ASEAN. Ketika ini terjadi, Indonesia adalah lahan empuk untuk dieksploitasi. Orang-orang dari negara-negara ASEAN berbondong-bondong mencuri lapangan pekerjaan di Indonesia. Mau ditaruh di mana kaum produktif negeri ini? Maka dari itu, jangan mau kalah dengan tetangga sebelah. Mari giat belajar dan berkarya. Mengapa saya terus menyalahkan Indonesia? karena saya cinta Indonesia. Saya ingin mengungkapkan fakta di lapangan dan saya ingin memperbaikinya. Namun, kata “ingin� saja tidak cukup. Kita butuh bersinergi.
20
Sudah cukup Indonesia mengandalkan kekayaan alam. Menurut Rester Turo (1968—1990) bahwa pengurangan kekayaan suatu negara bisa mencapai 60% setiap tahun bila hanya mengandalkan sumber daya alam. Apakah teman-teman tahu perusahaan Shell? Shell adalah perusahan minyak paling kaya di dunia. Pemiliknya siapa? Amerika? Arab? Asia? Bukan! Pemiliknya adalah orang Belanda yang bahkan tanahnya bisa sewaktu-waktu hilang tersapu banjir. Mengapa mereka bisa seperti itu? Kuncinya ada di sumber daya manusia bukan sumber daya alam. Rasanya percuma kalau punya kekayaan alam melimpah tapi penduduknya masih miskin. Apa yang harus kita lakukan? Sebagai kaum muda yang katanya aktivis, kita jangan hanya gembar-gembor, demo sana-sani, dan katanya mau unjuk rasa menyalurkan aspirasi rakyat tapi malah titip absen sama teman. Kita harus sedikit smart. Jadilah aktivis yang keren. Bekerja dengan otak. Sekarang yang paling penting adalah terus berkarya, mengembangkan penelitian, melakukan pengabdian masyarakat, dan belajar dengan sungguh-sungguh. Ada beberapa tips yang bisa kita lakukan agar tidak terjebak pada arus postmodernisme dan globalisasi. Tips-tipsnya adalah dengan takut akan Tuhan (jangan jadi atheis), skeptis (jangan langsung percaya), pelajari bahasa tubuh yang benar untuk komunikasi, openminded, gunakan pikiran dan hati, dan kendalikan diri kita. Ada banyak sekali orang besar yang usianya masih sangat muda. Issac Newton, Bapak Fisika Klasik kita, pertama kali bukan menemukan perumusan gaya gravitasi, tetapi menemukan optik dengan membuktikan teori hamburan cahaya pada cahaya putih. Setelah itu menemukan Kalkulus. Nah, Kalkulus inilah yang digunakan untuk merumuskan penemuan ketiganya yaitu menentukan persamaan gravitasi. Tidak lama setelah melakukan penemuan itu, Issac Newton berulang tahun yang ke-22. Gila, masih sangat muda. Di usia ke-22, kamu sudah menemukan apa? Ada lagi Nicolas Tesla atau biasa dijuluki The God of Thunder. Dia juga yang menemukan cara perubahan energi yang tidak terbatas atau infinity energy. Ada pula Alan Turing. Ketika masih muda, dia sering di-bully teman-temannya karena kerjaannya hanya membuat kode-
21
kode. Namun, karena hal ini, dia menjadi luar biasa. Alan adalah orang Inggris. Ketika sedang perang dengan Jerman, dialah pencipta Universal Turing Machine, alat untuk memecahkan kode dari mesin canggih bernama Enigma buatan Jerman. Lalu, kita juga mengenal Malala Yousfani. Dia adalah gadis 17 tahun asal Pakistan peraih nobel bidang kemanusiaan untuk baktinya dalam memperjuangkan hak kaum hawa untuk meraih pendidikan di tengah konflik berkepanjangan di negeranya. Malala hampira saja mati tertembak karena konlfik itu. Nah, itulah sedikit tulisan saya. Semoga kita bisa berkarya seperti mereka dan semoga Indonesia segera bangkit dan berlari menyusul teman-temannya yang sudah start terlebih dahulu. Merdeka! Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/05/bego-bergerakengkau-gunakan-otakmu.html
22
BJ Habibie “Sang Profesor Cinta” Mungkin, kisah cinta paling romantis di negeri kita tercinta adalah kisah antara BJ Habibie (BJH) dan Ibu Ainun yang tertulis dalam novel Habibie & Ainun dan diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Bagaimana tidak? Kisah cinta sejoli ini bukan kisah murahan yang banyak di tivi-tivi atau seperti kelakuan anak muda zaman sekarang. Awal kisah cinta mereka dimulai dalam diam. Mereka sama-sama mencintai tapi tidak mau mengungkapkan. Mereka malu. Kisah dimulai ketika BJ Habibie bersekolah di SMAK Bandung. BJH entah mengapa, sengaja atau tidak saya tidak tahu, tiba-tiba mendatangi Ainun muda sambil mengatakan, “Ainun, kamu itu gendut dan item”. Inilah kata-kata pamungkas yang membuat mereka disatukan Tuhan dalam ikatan yang suci. Tidak menggombal dan merayu sana-sini. Strategi BJH dengan menerapkan serangan kilat pun sangat ampuh. Hanya dalam waktu 3 bulan masa liburan kuliah di Jerman, BJH berhasil ke pelaminan dengan Ainun muda. Salah satu resep keromtisan BJH dan Ibu Ainun menurut buku Total Habibie yang ditulis oleh kawan BJH, Andi Makmur Makka, adalah bahwa Ibu Ainun selalu mengatakan kepada BJH “Jangan lupa minum obat”. Setiap malam Ibu Ainun mengingatkan hal tersebut, ketika Ibu Ainun tepat akan tidur dan BJH masih sibuk bekerja. Ibu Ainun selalu memberi perhatian yang luar biasa terhadap kesehatan BJH. Pun sebaliknya, BJH rela mati-matian demi kesehatan Ibu Ainun tercinta. Sungguh romantis. BJH dan Ibu Ainun sudah manunggal. BJH hidup untuk Ibu Ainun dan Ibu Ainun hidup untuk BJH. Ketika BJH ditinggal pergi Ibu Ainun untuk selama-lamanya, betapa terpukulnya hati BJH. BJH telah benarbenar kehilangan separuh hidupnya. Ini tidak berlebihan. Bisa dibayangkan, sekitar 48 tahun 10 hari, Ibu Ainun bukan hanya menjadi istri BJH, tapi menjadi partner, guru spiritual, kawan berjuang, penasihat,
23
pemberi ketenangan, dan penyejuk jiwa bagi BJH. Selama sekitar 40 hari pascawafatnya Ibu Ainun, BJH merasa dirundung kesedihan yang teramat sangat dalam. Kata tim dokter, ada 3 cara untuk mengatasi kesedihan mendalam ini agar tidak menimbulkan depresi yaitu melakukan curhat kepada sejumlah teman dan sahabat, menjalani terapi psikiatri, dan melakukan kegiatan yang melibatkan secara intensif pikiran maupun emosional salah satunya dengan menulis. Alhasil BJH pun menulis novel Habibie & Ainun sebagai terapi. BJH menulis novel in dengan sepenuh hati dan linangan air mata. Menurut BJH, Ibu Ainun tidak pergi ke mana pun. BJH pernah membuat suatu hipotesis dengan pendekatan keilmuan eksak yang dia miliki dengan mengintegrasikan dimensi-dimensi yang diketahui dan hasilnya BJH percaya bahwa Ibu Ainun hanya berpindah ke dimensi lain yang tidak ada seorang manusia pun mengetahuinya. BJH mengakui bahwa pusara Ibu Ainun adalah koordinat terdekat antara BJH dan Ibu Ainun. Hingga saat ini BJH masih merasa ada keterkaitan jiwa antara dirinya dan Ibu Ainun. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/05/bj-habibie-sangprofesor-cinta.html
24
Berdiri Lagi Saat ini aku tengah berada dalam keremang-remangan suatu shelter di samping Comlabs kampusku. Biasanya di sini digunakan mahasiswa untuk berselancar internet. Pun sama halnya denganku. Niatku mencari film. Salah satu temanku memberitahu sebuah website ciamik bikinan anak ARC. Web ini mirip FTP, isinya filim cukup banyak. Aku mulai duduk di sini tadi sore. Pagi hari ada seminar Healthy, Safety, and Security Environment. Seminar ini dibawakan oleh IATMI Seksi Mahasiswa kampusku bekerjasama dengan IATPI. Tapi itu tidak penting siapa yang mengadakan. Di sini kami dibukakan pintu untuk melihat lebih dalam mengenai K3L di SKK Migas dan Pertamina EP. Keduanya adalah perusahaan kawakan bidan industri hulu migas. Siang tadi selepas seminar, aku rehat sejenak. Aku makan siang di warung nasi uduk Nusantara samping Masjid Salman. Kata para mahasiswa sini, nasi uduk di sini tergolong favorit. Hanya saja sambalnya terlalu pedas. Waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB. Aku bergegas berjalan ke kampus menuju ruang 9008 di gedung jurusanku. Kebetulan saja, hari ini ada Kongres Nasional Ikatan Alumni kampusku. Ada banyak sekali stand produk inovasi dan UKM, termasuk milik temanku dari SBM. Ada pula panggung utama. Lagu-lagu lawas dan keren dimainkan di sini. Kongres ini tujuan utamanya adalah memilih ketua ikatan alumni. Ada empat calon yang aku sendiri tidak tahu sama sekali dengan mereka. Aku sampai di depan 9008. Pintu terbuka lebar. Aku datang dari Selatan. Kepala kulongokkan ke dalam. Masih sepi. Terlihat sebagian besar kakak tingkatku. Aku masuk. Kusapu pandanganku ke semua mata angin. Kutemukan dua sosok temanku yang duduk diam menunggu kepastian. Kepastian waktu mulai seminar. Bukan kepastian datangnya jodoh. Aku memilih duduk agak depan. Pun saat kuliah, aku sudah mulai mengubah kebiasaan dari duduk di belakng turun ke depan. Sisi belakang banyak sekali distraksinya. Apalagi banyak lawan jenis di sini. Sering tidak fokus. “Eh, fokus, mas!�
25
Aku duduk di sini untuk mengikuti kelas fotografi. Kelas ini sengaja diadakan oleh himpunan jurusanku. Sasaran utamanya adalah anggota Medkominfo. Namun, karena aku tertarik, aku ikut sajalah. Pembicaranya ternyata dari sekre sebelah, LFM. Namanya Abdull. Ia seorang mahasiswa tingkat akhir SBM. Selain tengah mengurus Tugas Akhir, ia juag bekerja freelance. Kerjanya tidak jauh-jauh dengan fotografi. Pernah menjual karyanya ke Google juga. Ilmu fotografinya sangat mempuni. Ia bisa menjelaskan dengan gamblang mulai dari sejarah fotografi hingga teknik-teknik mantap menjepret objek. Web miliknya abdullfikri.com mengantarku pada bayangan kesuksesannya.
Hari ini nampaknya adalah sebuah momentum. Aku menelis tanpa dasar apa-apa. Hanya ingin melemaskan jemari. Sudah beberapa bulan pasif menulis. Entah malas, tugas kuliah, atau tidak ada insprasi. Aku selalu berharap semua tulisanku bermanfaat. Aku sebaik-baiknya menulis kurang dari satu lembar kuarto agar enak dibaca. Namun, ini sudah lebih. Semoga saja kalian memafkan. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2016/01/berdiri-lagi.html
26
Bersahabat dengan Waktu Waktu ialah hal sangat berharga. Beberapa hari yang lalu saya menulis tentang pentingnya manajemen waktu, selain manajemen uang. Waktu merupakan pisau bermata dua. Sama-sama tajam, hanya saja bisa melukai kita atau orang lain. Al Quran telah menyebutkan pentingnya waktu. Tuhan membuat peringatan khusus dengan menamai salah satu surat sebagai Al Asr, demi waktu. Tuhan selalu menggaris bawahi hal-hal penting dalam hidup ini dengan kata-kata demi. Carilah dalam kita suci itu kalimat yang mengandung kata “demi�. Kata apa saja yang mengiringi kata demi adalah sebuah muatan-muatan penting yang harus manusia perhatikan. Misal tadi demi waktu. Ada lagi demi fajr, demi langit dan bumi, dan demi-demi lainnya. Tuhan sengaja melakukannya agar kita sadar bahwa waktu adalah salah satu hal harus disahabati. Kadang kala, ketika kita terpepet oleh deadline atau hal-hal mendesak lainnya, otak kita bisa bekerja secara optimal. Aku cukup sering melakukannya. Hanya saja tidak semuanya berhasil. Dalam hal ini waktu menjadi sebuah dorongan. Contohnya saja tadi pagi. Aku ada jadwal ujian jam 7 pagi. Aku duduk di depan. Ada salah seorang sahabatku duduk persis di belakangku. Katanya dia belum belajar. Ada satu materi yang memang menjadi momok di mata kuliah ini. Materi itu adalah tentang diagram log konsentrasi terhadap pH senyawa. Dilihat dari judulnya saja sudah serem. Di hari sebelumnya banyak temanku yang rela belajar mati-matian di himpunan jurusan dari sore sampai tengah malam gegara materi ini. Nah, sahabatku tadi tidak ikut belajar, maka pagi tadi dia tanya. Aku jelaskan secara ekspres. Untung ada cara membuat diagram tersebut dengan teknik yang berbeda, lebih mudah. Waktuku menjelaskan hanya satu menit sebelum ujian dimulai. Dan ternyata dalam ujian benar-benar dikueluarkan pertanyaan cara membuat
27
diagram ini. Setelah ujain selesai sahabatku bilang, “Dil, tadi satu menit yang luar biasa�. Inilah kekuatan waktu. Satu menit bisa membuat orang tidak lulus mata kuliah dan mendorong mahasiswanya untuk tahu. Hehe. Karena begitu pentingnya waktu, aku melakukan list daftar kegiatan yang harus aku lakukan selama seminggu. Urusan itu mau ada perubahan, yang penting sudah ada daftarnya biar tidak skip atau lupa. Salah satu kakak tingkatku juga demikian. Jadwalnya begitu padat. Dia sangat mengandalkan notebook (catatan kecil) untuk membuat to do list. Ketika catatan ini hilang, dia uring-uringan dan tak berdaya. Sebagai pemuda, menyia-nyiakan waktu adalah hal paling membuat kita terbunuh secara pelan-pelan. Hidup menjadi deadliner tidak selamanya bisa menjamin. Kadang kita perlu memimpin orang lain. Ketika sifat deadliner terus dipelihara, khawatirnya tidak setiap saat bisa berhasil. Alih-alih menjadi luar biasa, justru diri kita sendiri yang tumbang. Oleh karena itu, marilah kita belajar memahami rupa menyianyiakan waktu. 1. Terlalu banyak bermain gadget. Seperti tulisanku tentang Nomophobia, ponsel merupakan salah satu hal yang membuat diri kita tidak produktif. Apalagi ponsel yang sudah pintar. Banyak sekali aplikasi yang menggiurkan dan riwayat chat yang ingin dibalas. Terkadang jumlah chat yang belum dibaca menunjukan angka 999+. Luar biasa banyak. Mungkin ketika membukannya satu per satu, kuota 1 GB langsung habis. Agar bisa mereduksi sindrom Nomophobia ini, silakan klik di sini. 2. Tidak bisa berdamai dengan masa lalu. Lagi-lagi ada sangkutpautnya dengan waktu. Memang tidak semua masa lalu dapat membuat kita tidak produktif. Contohnya saja masa lalu yang menyakitkan karena dianggap remeh, bodoh, dan tidak bisa melakukan apa-apa. Di satu sisi memang sangat menyayat hati, tapi di sisi lain dapat menjadi pembakar semangat untuk mengalahkan orang yang telah menjelek-jelekkan kita. Hanya saja, semangat dendam seperti ini harus dikendalikan, jangan sampai meracuni hati kita. Masa
28
lalu di sini maksudku adalah tidak bisa move on. Misal dari kekasih hati. Setiap saat stalking. Kepo apa yang sedang dilakukan doi hari ini. Ingin tahu kabarnya. Dan segala bentuk modus-modus lain. 3. Terlalu khawatir dengan masa depan. Aku mengagris bawahi kata “terlalu�. Boleh khawatir, asal tidak berlebihan. Terlalu khawatir maksudku kita tidak berani melakukan hal-hal baru. Kita terus berkutat dengan probabilitas yang tidak pasti dan sungguh meresapi apa kata orang tentang ini dan itu. Mengambil pengalaman dari orang lain memang akan sangat berharga, agar kita tidak jatuh ke lubang yang sama. Tapi bukan untuk membuat kita menjadi pengecut untuk melakukannya dengan cara yang lain. Modifikasi adalah salah satunya. Itulah gunanya Tuhan membuat akal kepada manusia. Selagi masih muda, usia baru kepala dua, dan belum ada yang harus kita beri makan. Lakukanlah semua yang kita ingin lakukan, jadilah manusia yang curious dan tetaplah lakukan yang terbaik untuk kedua orang tua kita. buatlah mereka bangga. Tapi selalu ingat, jangan berlebihan. Itu adalah beberapa hal yang dapat menyia-nyiakan waktu dan membuat diri ini tidak produktif. Kalau ditarik benang merah, maka ditemukan bahwa masalah itu datang dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Masa lalu dan masa depan sama sekali tidak dapat digapai. Kita hanya dapat mengubah masa sekarang. Ubahlah atau tidak sama sekali! Untuk itu, kita perlu hal-hal yang membuat waktu kita menjadi produktif. Mari disimak. 1. Buatlah to do list. Seperti yang sudah aku tulis sebelumnya, merencanakan hal-hal kecil seperti ini ternyata sangat menyenangkan. Bagi orang-orang yang mengandalkan kemampuan otaknya untuk mengingat, cobalah sesekali hal ini karena melakukannya bukan bertujuan mereduksi kemampuan mengingat, melainkan melatih manajerial. Soal mengingat bisa dilakukan dengan banyak cara. 2. Menulislah di pagi hari. Mungkin banyak yang menganggap kalau menulis adalah hal yang susah dan membosankan. Aku pikir menulis di pagi hari menjadi sebuah pemanasan bagi otak kita untuk berpikir. Menulis itu menuangkan perasaan, gagasan, konsep, ide, alur berpikir, dan segala hal disampur menjadi satu. Awalnya memang agak
29
susah karena masih bingung mau menulis ada dan terlalu banyak ide sehingga antara pikiran dan tangan belum nyambung. Namun, lamakelamaan agak menyenangkan. Cobalah meluangkan waktu satu jam setelah subuh untuk melakukannya. Biasanya salat subuh sampai pukul 5 pagi. Kita menulis hingga pukul 6. Rasakan bedanya. Aku memang mengakui ini susah. Aku juga sedang membiasakan untuk menulis setiap hari agar diriku tidak “mati�. 3. Setelah menulis, sekarang membaca. Banyak sekali literatur dari mana saja, internet, berita, korang, majalah, yang menyebutkan urgensi membaca. Bagiku, membaca adalah melatih berpikir cepat, memahami masalah dari sumber yang sama sekali belum diketahui, dan memanfaatkan waktu. Ketiga hal ini dapat dirangkum menjadi satu kegiatan. Membacalah buku, kalau bisa yang bentuk off line, bukan on line karena enak di mata dan tidak ada efek radiasi. Memang merepotkan tapi aku lebih menyukainya. Mulailah membaca buku yang ringan seperti narasi, cerpen, hingga novel. Mulailah dari yang tipis hingga yang ratusan lembar. Lama-kelamaan akan terbiasa membaca buku teks materi perkuliahan. Implikasinya nilai kuliah meningkat. Uwoo.
Itulah tiga hal yang membuat kita produktif. Lalu mengapa semuanya berbau dengan literasi, karena aku ingin membudayakan baca tulis. Aku ingin para pemuda negeri ini mau mengungkapkan segala gagasan cemerlangnya dalam sebuah tulisan. Kalau saat ini tidak berguna, siapa tahu anak-cucu kita nanti membacanya, memodifikasi ide, dan menciptakannya. Kita pencetus ide pertama tersebut. Meskipun kita sudah tidak di dunia ini, tapi gagasan dan tulisan kita tetap abadi. Meskipun hanya tiga tips, kalau dilakukan pelan-pelan, terus-menerus, dan kontinu, insya Allah bisa terasa manfaatnya. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2016/03/bersahabat dengan-waktu.html
30
Cinta dan Biologi Apakah bisa sesuatu yang abstrak dikaitkan dengan sesuatu yang eksak? Boleh jadi bisa. Lalu apa korelasi antara cinta dan biologi? Ada seseorang yang pernah mengatakan kalau sebenarnya rasa cinta itu muncul akibat salah stau hormon, yang saya lupa namanya, itu bereaksi. Layaknya hormon lain, hormon ini tidak bisa diatur jadwal keluarnya. Tiba-tiba saja muncul. Maka inilah yang menyebabkan rasa cinta itu tiba-tiba muncul. Hormon ini bisa menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit fisik yang sungguhan, bukan rasa sakit hati. Ibarat saja hormon yang keluar saat wanita haid, tentu wanita pernah mengalami sakit saat haid, bukan? Hormon ini biasanya aktif ketika kita sedang berada dekat dengan orang yang kita cintai. Terkadang kemunculan hormon ini menyebalkan karena menyebabkan gugup, berkeringat, jantung beredak lebih cepat, dan aneka masalah nervous lainnya. Pernahkan kita memperhatikan pasangan yang sudah lama menikah dan sangat akrab serta romantis? Apa yang bisa kita amati? Ternyata kondisi fisik mereka hampir sama terutama wajah. Bisa jadi hidungnya, matanya, pipinya, bibirnya, atau apapun itu sangat mirip padahal sebelum menikah mereka sama sekali tidak pilih-pilih pasangan yang memiliki kesamaan fisik. Percaya atau tidak, secara ilmiah hormon adalah penyebab kesamaan ini. Ketika mereka melakukan hubungan yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri, mereka akan saling menukar hormon dan gen sehingga semakin lama usia pernikahan membuat kebahagiaan dan kondisi fisik mereka sama. Wallahualam. Perlu dilakukan riset lebih lanjut. Selain hormon, cinta juga memengaruhi memori. Itulah sebabnya rasa cinta terhadap kekasih yang telah tiada masih tetap besar, lengkap, dan utuh. Boleh saja hormon yang keluar sudah berbeda, tetapi memori yang ada masih sama persis. Contoh saja BJ Habibie dan
31
almarhumah Ibu Ainun. Rasa cinta Pak Habibie terhadap kekasihnya ini boleh dibilang masih sama seperti masa muda dulu. Maka, sungguh indah bagi orang-orang yang mau mendalami cinta dengan bijaksana. Akan banyak muncul keajaiban di dalam sana. Semoga kita salah satu yang menemukannya. Sumber: biologi.html
http://www.simfoninegeri.com/2015/07/cinta-dan-
32
Dosa Akademis Salahkah bila kita tidak bisa berprestasi di sekolah? Salahkah bila kita tidak bisa bersaing dengan teman-teman kita? Bodohkah kita karena tidak bisa melakukan semua itu? Ya, mungkin kebanyakan orang menganggap kita bodoh, menganggap diri kita tidak bisa survive. Mindset mainstream masyarakat selalu memojokkan orang yang dianggap “lain” daripada yang lain. Kaum seperti mereka selalu termarjinalkan, terpinggirkan, dan tidak ada yang mau “melirik”. Namun, sadarkah bahwa Tuhan tidak pernah pilih kasih dalam memberikan karunia-Nya? Tuhan sama sekali tidak pernah memberi sesuatu yang “cacat” karena Tuhan Mahasempurna. Kita tidak pernah tahu sesuatu di belakang semua cerita kehidupan ini. Tidak ada manusia bodoh, yang ada hanya manusia yang tidak pada tempatnya. Manusia selalu memiliki “ciri khusus” yang tidak dimiliki satu sama lain. Publik menyebutnya dengan potensi dan bakat. Ketika potensi tersebut tidak ada yang bisa melihat, kebanyakan orang akan salah menilai mereka. Padahal, sejatinya kita hanya butuh waktu untuk menggali lebih dalam agar potensi itu mencuat. Nah, dalam menggali potensi itu, kita perlu melakukan banyak hal dan terus mencoba hingga kita menemukan titik nyaman dalam belajar dan bekerja. Akankah kita berdosa bila kita berpaling kepada ilmu lain bila kita memang tidak menyukai ilmu itu? Dosakah kita bila kita menghabiskan waktu untuk menemukan diri kita sesungguhnya? Saya kira dosa itu hanya jika kita menghabiskan waktu dengan siasia bahkan untuk bermaksiat, bukan untuk menemukan comfort point ‟titik nyaman‟ pada diri. Jika kita telah menemukan titik nyaman, maka mau selama dan sesulit apapun, insya Allah semua bisa teratasi. Bila kita melirik bangsa-bangsa maju, mereka menghabiskan seluruh hidupnya untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai dan sesuai dengan passion.
33
Mungkin inilah salah satu penyebab negeri ini tak kunjung bangkit, manusia di dalamnya tidak mau mencari diri mereka sesungguhnya. Pun kalau ada anak yang dianggap bodoh, jangan asal menilai. Bisa jadi mereka adalah anak-anak jenius di bidang lain. Hal yang kita butuhkan sebenarnya hanyalah kesabaran untuk melatih dan menemukan potensi dan bakat mereka sesungguhnya. [] Sumber: akademis.html
http://www.simfoninegeri.com/2015/05/dosa-
34
Dosen Kambing Aku baru tahu kalau belajar dengan sekolah itu ternyata berbeda. Konsep intelektualitas kekinian memang mengajarkan begitu. Kita bersekolah untuk mendapatkan gelar, bekerja, mendapat banyak uang. Kalau belajar yang sebenarnya adalah mencari sebuah kebenaran. Kebenaran yang seperti apa? Kebenaran yang apa adanya. Kita lama-lama bersekolah hanya untuk mengikuti apa kata guru kita, mengikuti apa kata dosen kita. Ibaratnya, dosen kita kambing, kita harus mengembik, mbheee, kalau kita meong, kita tidak akan lulus. Kita memang harus memahami ini. Tak perlu disikapi, hanya dipahami agar kita mengerti bahwa mekanisme dunia seperti itu. Kalau kita mau mendapat ilmu yang sesungguhnya ya baca dari buku dan tidak perlu sekolah. Ilmu pengetahuan itu berubah-ubah. Jangan sampai terperangkap di dalamnya. Kebanyakan orang-orang itu pintar tapi bodoh. Ibaratnya, mereka tahu gunting untuk memotong, gergaji untuk menggergaji, cangkul untuk mencangkul. Namun, tiba giliran untuk menyembelih dan yang tersedia hanya cangkul, mereka bingung. Kalau orang yang benar-benar cerdas pasting menggunakan cangkul itu untuk menyembelih. Sayangnya, aku tak bisa mengkhianati fakta ini. Aku harus mengikuti alur yang sedang dimainkan. Kendati aku tahu fakta-fakta itu, tidak sepenuhnya aku harus mempercayainya. Aku hanya perlu memahami untuk tidak terjebak dalam penyesalan. Aku hidup dalam sebuah penantian. Penantian banyak orang agar aku lulus tepat waktu. Tidak cukup itu, nilaiku perlu memuaskan agar mereka tidak sia-sia menyekolahkanku. Siapa yang menyekolahkanku? Seluruh rakyat negeri ini. Aku sekolah dari uang kalian. Aku terima uang ini tunai setengah tahun sekali. Ibarat bekerja, aku sudah mendapat gaji bulanan. Kerjaku
35
sesungguhnya hanyalah membuat orang-orang yang membayarku, para rakyat, bahagia. Dengan bersekolah baik, maka nantinya aku bisa ikut mengatasi keruwetan dan kenjlimetan problematika sang pertiwi.
Tapi sekali lagi, kawan, ilmu yang hakiki bukan didapat dari bangku sekolah. Ilmu itu datang membawa pemahaman hidup yang benar, patokan agar benar melangkah. Boleh saja mengikuti sistem ini. Mau mengubahpun silakan. Hanya saja, kita harus lebih baik daripada para dosen kambing itu. Sumber: kambing.html
http://www.simfoninegeri.com/2016/02/dosen-
36
Dualisme Intelektualitas Sekolah. Apa tujuan sebenarnya? Menimba ilmu. Apakah benar? Kita sekolah agar lulus. Setelah lulus kita punya gelar. Dengan gelar itu kita bisa melamar pekerjaan. Pekerjaan akan menghasilkan uang untuk kita. Uang inilah yang akan membantu menopang kehidupan seharihari, makanan, tempat tinggal, kesejaheraan. Itukan tujuan sekolah sejujurnya? Mendapatkan uang. Ya, memang begitulah adanya. Dimanapun, kita didoktrin untuk sekolah setinggi-tingginya agar bisa mendapat banyak uang, hidup layak, dst. Namun, lupakah kita bahwa kehidupan semata-mata tidak terlalu ditentukan dengan uang? Sekarang, mari kita merenung sejenak. Hal utama apakah yang sangat dibutuhkan manusia untuk melangsungkan hidup? Air? Salah. Jawabannya, udara. Benar, kan? Lalu, dengan keadaan normal, apakah udara didapakan dengan membayar? Tidak, kan? Udara gratis dan bisa didapatkan di mana saja, kecuali di lingkungan ekstrem. Baru setelah itu air dan makanan boleh jadi harus didapatkan dengan uang. Pertanyannya, mengapa kita tidak mencoba mensyukuri dan melatih diri untuk menghargai udara? Kita kini justru berlomba-lomba mendapatkan uang hingga melupakan sesuatu yang sangat kecil tapi sangat vital. Nah, bagaimana dengan belajar? Belajar itu berbeda dengan sekolah. Kalau sekolah tadi difokuskan unuk mendapatkan uang, sedangkan tujuan utama belajar adalah untuk mendapatkan kebijaksanaan hidup, untuk memperolah kebahagiaan sesungguhnya, guna mendapatkan kedamaian jiwa. Wajarlah, bagi orang yang memang benar-benar ingin mendapakan ilmu, dia tidak terlalu memikirkan tempat dia bersekolah dan cenderung tidak peduli dengan uang. Maka, intisari hidup adalah bila kita sudah mengetahui hakikat dan tujuan sesungungguhnya hidup ini. Intisari ini hanya bisa didapat dengan belajar, sekolah hanyalah perantara. Bagi orang yang tidak kuat bila tidak memiliki banyak uang, maka sekolahlah dan jangan terlalu memikirkan belajar dan cara mendapatkan jawaban ketika ujian. Kebijaksanaan nilainya selalu lebih tinggi daripada kepandaian. [] Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/06/dualismeintelektualitas.html
37
Duel Spiritualitas dan Rasionalitas Banyak orang menganggap orang alim itu tidak pintar. Pun sama halnya dengan orang yang sangat cerdas itu tidak bertuhan. Lantas mana yang benar? Ketika dulu kita menyimak para sahabat dan kaum cendekia muslim adalah orang-orang yang taat beragama. Namun, mereka juga sangat cerdas. Bagaimana tidak? Di zaman ketika seluruh dunia gelap gulita oleh kebodohan, kaum Baghdad justru memimpin peradaban dengan segala kemajuan sains dan teknologi yang ada. Lalu, bagaimana dengan sekarang? Apakah masa lalu itu bohong. Apakah cendekiawan muslim yang sempat menguasai dunia sebenarnya tidak ada? Apakah itu semua dongeng? Dunia kini justru sebaliknya. Orang-orang tak bertuhan adalah calon penguasa dunia. Mereka dengan ambisinya terus menerus menjajah bangsa-bangsa asing dengan ideologi, teknologi, dan segala kemewahan dunia. Bisa diakui, mereka memang memiliki otak yang sangat brilian dan jenius. Lalu, kesalahannya dimana? Apakah logika dan agama tidak bisa disatukan? Sampai batas apa kita bisa melogikakan agama? Menurut saya yang seorang muslim, pondasi pertama yang perlu dibangun adalah keimanan. Keimana inilah yang akan membentuk dasar yang kuat agar kelak ketika kita hendak menguasai ilmu pengetahuan yang notabene bagi kaum awam merupakan hal tidak logis, kita bisa mengintegrasikan dan memahaminya dengan benar. Dengan penanaman keimanan yang teguh sejak kecil kiranya membuat kita tidak terlalu was-was di masa mendatang kalau-kalau menjadi atheis karena mau bagaimanapun semua akan merujuk pada kekuatan Tuhan.
38
Sama halnya dengan Albert Einstein yang seorang Kristiani kalau tidak salah, dia adalah pemuluk agama dan mencintai Tuhan dengan benar. Teori Relativitas yang dia ciptakan justru menunjukkan eksistensi Tuhan meski dengan pendekatan yang sangat rumit. Alhasil, dia meyakini benar bahwa Tuhan itu ada, kekuasaan-Nya ada di manamana meski tidak bisa kita rasakan keberadaannya dengan perasaan biasa. Kita harus mendekati Tuhan dengan dimensi yang berbeda karena bisa jadi keberadaan Tuhan bisa dirasakan dalam dimensi ke sekian. Kalaupun itu sangat susah, itu tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada. Tuhan selalu ada. Kita jangan terlalu mendekati perkara yang gaib dengan pendekatan rasional. Misalnya rasa bahagia. Bagaimana kita melukiskan bentuk kebahagiaan? Persegi panjang, bulat, kurva? Rumit, bukan? Tapi kita meyakini bahagia itu ada meski tidak nampak. Caranya ya dengan dirasakan. Nah, pertanyaannya bagaimaa merasakan adanya Tuhan? Ya dengan keimanan. Keimanan yang bagaimana? Keimanan dengan perasaan yang apa adanya, pasrah, melepaskan. Tidak melebih-lebihkan, pun tidak mengurang-kurangkan. Biarakan Tuhan “mengalir� di dalam perasaan kita.
Nah, jika spiritualitas dan rasionalitas itu susah disatukan, maka biarkanlah mereka berpisah. Kalau masih saja ingin membuktikan dua hal ini bisa bersatu, maka kuatkan pondasi keimanan terlebih dahulu. Alhasil, kalau kita paham konsep ini, mau dibilang dengan apapun kalau Tuhan tidak ada, kita tetap bisa yakin kalau Tuhan itu ada. Selama bereksperimen. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/07/duel-spiritualitasdan-rasionalitas.html
39
Esensi Disiplin Kehidupan kemahasiswaan adalah kehidupan yang penuh dinamika. Setiap saat kondisi bisa berubah tiba-tiba, baik dalam pergerakan maupun dalam isu-isu lain. Tidak hanya menyangkut kehidupan berkemahasiswaan, dinamisasi juga dilakukan dalam keseharian. Agar kita tidak kaget dalam menghadapi dinamika tersebut, maka dibutuhkan kedisiplinan. Makna disiplin ada bermacam-macam. Mulai dari disiplin dalam bersikap, bertindak, juga dalam berpikir. Disiplin akan membantu kita dalam membuat alur berjalan. Dalam artian, disiplin itu sangat berkorelasi dengan visi dan tujuan. Ketika kita sudah bisa mencanangkan visi kita ke depan, maka langkah selanjutnya adalah disiplin dalam melakukannya. Disiplin adalah rasa kesadaran untuk melakukan sesuatu pada waktunya, benar, dan tetap berlanjut. Kalau dalam filosofi Islam, disiplin adalah istiqomah. Penerapan kedisiplinan tidak melulu harus dengan kekerasan. Hanya saja, untuk membiasakan di awal memang dibutuhkan usaha lebih keras. Baru setelah beberapa tahap, kedisiplinan tersebut diharapkan bisa otomatis berjalan di dalam diri kita. Dengan disiplin, kita akan terbantu untuk tetap berjalan meskipun banyak rintangan di depan. Maksudnya, disiplin membuat kita tidak terlalu banyak mengkhawatirkan sesuatu. Semakin disiplin kita, maka akan semakin banyak hal yang dilakukan. Otomatis juga akan banyak kesalahan yang dihadapi. Dengan kesalahan ini manusia bisa cepat belajar untuk memperbaikinya. Semakin cepat semakin baik. Ada satu kata pepatah yang berbunyi “Habiskan kesalahanmu selagi muda�. Hal ini seyogyanya bisa diamalkan oleh kaum muda. Untuk mengamalkan kata manikam ini, perlu dibutuhkan satu hal yang sangat penting yaitu kedisiplinan. Tidak hanya itu, disiplin akan
40
membuat kita menghargai waktu. Dorongan yang kuat untuk bertindak akan mencegah kita diam dalam satu kondisi tertentu. Bagi kaum muda, bergerak adalah salah satu hal penting yang wajib dilakukan. Sebenaranya tidak hanya untuk kaum muda, semua manusia juga membutuhkan. Maksudnya bergerak dalam arti yang sebenarnya dan kiasan. Bergerak dalam arti sebenarnya adalah aktivitas kita sehari-hari. Dengan beraktivitas, maka kita akan terhindar dari melamun. Melamun ini yang akan membuat pikiran kita tidak terkontrol. Bergerak dalam arti kiasan adalah melakukan suatu perubahan terhadap objek atau sistem. Perubahan itu bisa dalam waktu cepat atau lambat. Kedua makna ini sama-sama membutuhkan kedisiplinan karena manusia memang dituntut untuk selalu menjadi lebih baik setiap waktu. Dengan penggunaan waktu yang efektif dan efisien, maka produktivitas akan meningkat pula. Kita sekarang telah banyak melihat kaum muda yang tidak produktif. Mereka hanya duduk-duduk tidak jelas di pinggir jalan sembari bermain ponsel dan bergalau ria. Maka menanamkan rasa disiplin untuk belajar diharapkan akan membuat para pemuda ini sadar bahwa saat ini nasib negara ada di tangan mereka. Bayangkan saja bila paling tidak 50% dari mereka yang hanya duduk-duduk tidak jelas menjadi tersadarkan, maka akan berapa banyak “roda� pembangunan dan kesejahteraan yang mati akan berputar kembali. Tidak perlu gengsi mau belajar dan bekerja apa, selama halal semua oke. Nah, untuk membiasakan diri dari sikap statis menjadi dinamis ini dibutuhkan kedisiplinan paling tidak satu bulan. Susah memang, tapi pelan-pelan akan berdampak masif.
Semoga dengan lebih berdisiplin, benang-benang permasalahan kita sehari-hari bisa segera terurai.
kusut
Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/09/esensi-disiplin.html
41
Evolusi Teknologi Mereka sudah menginvasi kita. Mereka sudah merebut lahan-lahan pekerjaan kita. Mereka berhasil meloloskan diri dalam himpitan indsutri. Mereka telah memenangkan babak pertama pertarungan. Mereka dengan beringas memukul mundur warga pribumi. Mereka adalah saingan kita dalam ASEAN Economic Community. Mereka adalah orang-orang dari negara tetangga yang berhasil bekerja di negeri kita dengan upah yang lebih rendah daripada UMR, tapi dengan etos kerja luar biasa. Inilah tantangan kita. Mencari solusi agara pribumi tidak dijajah lagi. Di sana, di jantung negeri, warga asing sudah mulai mendominasi menjadi karyawan-karyawan indrustri. Baik itu industri nasional, maupun multinasional. Mereka dengan bangganya menyedot rupiah untuk mereka kirimkan ke negara mereka masing-masing. Sedangkan kita? Masih gigit jari sambil merampingkan birokrasi yang tak kunjung singset. Bangsa Indonesia terlalu sering membesar-besarkan hal sepele dan menganggap tidak penting hal-hal kecil yang krusial. Partai politik digaji milyaran, sedangkan anak-anak di luar pulau sana masih bertarung nyawa hanya demi menikmati bangku sekolah. Nenek tua nyolong bibit pohon saja divonis mati-matian. Sebaliknya, orang-orang perlente pemilik rekening kotor masih bisa berlenggang bebas ke sana ke mari. Daripada mengurusi hal-hal amburadul di luar sana, lebih baik kita memantaskan diri agar kita bisa menggantikan mereka dan membersihkan para bedebah itu. Nah, bagaimana caranya? Kalau kata B. J. Habibie, Indonesia bisa maju jika memegang salah satu kunci pusaka ini. Teknologi. Ya, mari kembangkan teknologi. Maka dari itu, marilah mengenal bagaimana teknologi itu berevolusi. Oh iya, perlu diingat, ketika kita bicara teknologi, jangan hanya ditafsirkan sebagai sesuatu yang canggih. Hal-hala sederhana di sekitar kehidupan kita juga bisa disebut teknologi jika meringankan pekerjaan manusia.
42
Era pertama kali teknologi diciptakan adalah sebagai perpanjangan manusia seperti gunting adalah perpanjangan tangan, kaca mata perpanjangan mata, sepeda perpanjangan kaki, dan sebagianya. Setelah itu, teknologi naik tingkat. Manusia mulai menciptakan teknologi yang kompleksitas atau kerumitannya tinggi seperti menggabungkan beberapa instrumentasi menjadi satu. Setelah beberapa generasi berlalu, teknologi menjadi semakin keren dengan adanya otomatisasi atau artificial intelegence. Teknologi ini bisa beroperasi sendiri tanpa dikendalikan dengan spontan oleh manusia. Nah, yang terakhir ini adalah kunci teknologi saat ini yaitu environmental friendly atau ramah lingkungan. Kalau teman-teman ingin mengembangkan teknologi, maka ciptakan teknologi yang ramah lingkungan. Mengingat bumi kita juga semakin tua. Jadi, bersahabatlah dengan teknologi dan alam. Semoga dengan kita memahami masalah ini, kita bisa berangsur memperbaiki negeri ini. Walau pelan, tapi pasti. Sumber: teknologi.html
http://www.simfoninegeri.com/2015/05/evolusi-
43
From Nothing To be Something ` Dewasa ini, permasalahan sampah kian pelik dan susah diatasi. Tidak hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, dan Surabaya, di kampung dan desa-desa pun sama. Budaya senang membeli dan asal pakai menjamur dan menjadi tren masyarakat luas. Di Bandung saja, konsumsi sampah per hari bisa mencapai 1.800 ton dan 30% merupakan sampah nonorganik (Londo: 2013). Tak heran jika julukan Bandung Lautan Api kini bertransformasi menjadi Bandung Lautan Sampah. Penanganan sampah yang tidak benar bukan hanya mencemari lingkungan, tetapi juga bisa menimbulkan bencana seperti tragedi longsornya “bukit sampah� di Leuwigajah, Cimahi pada tanggal 21 Februari 2005 yang menewaskan 143 orang dan menimbun 137 rumah (Londo: 2013). Masalah persampahan ini bisa diatasi dengan langkah-langkah kecil yang berkelanjutan seperti diadakannya gerakan pungut sampah. Sebagai salah satu kewajiban insan akademik dalam menjalankan peran Tri Dharma Perguruan Tinggi, mahasiswa Bidikmisi yang berdomisili di Asrama Kidang Pananjung—sebagai salah satu bagian parsial dari UPT Asrama ITB—pernah mengadakan KPPL atau Kidang Pananjung Peduli Lingkungan. Kegiatan ini berintegrasi dengan program Walikota Bandung, Ridwan Kamil, berupa gerakan kebersihan kota dengan bebersih sampah di sepanjang ruas Jalan Dago ketika Car Free Day dengans tajuk #GerakanPungutSampah. Kita bisa membayangkan kalau satu orang saja bisa mengumpulkan sampah sebanyak satu kantong plasitik dengan berat kira-kira 5 ons, maka dalam satu kali gerakan, sampah yang dikumpulkan bisa mencapai 75 kg (150 orang x 5 ons). Sampah ini bisa kita pilah untuk dilakukan proses lebih lanjut. Sampah organik bisa dijadikan pupuk kompos, sedangkan nonorganik bisa kita sumbangkan ke Bank Sampah atau bisa diolah menjadi kerajinan tangan. Di Jepang, sampah botol plasik dijadikan campuran polimer dalam pembuatan
44
sampah. Dengan geometri potongan tertentu, sampah botol ini bisa menghasilkan aspal yang bisa tahan selama 15—20 tahun (Prijamboedi: 2015). Gerakan Pungut Sampah dan bentuk kepedulian lain terhadap lingkungan semata-mata bukan hanya usaha merawat hal-hal yang berada di luar diri kita, melainkan lebih kepada seberapa kita mencintai diri kita sendiri. Ketika kita sudah melakukan hal-hal terbaik terhadap lingkungan kita, maka akan muncul rasa bahagia karena paling tidak kita bisa menjaga kelestarian alam untuk generasi kita mendatang. Menjaga lingkungan juga bisa melatih kepekaan sosial kita di samping kita melatih kemampuan otak karena hidup tidak akan berjalan seimbang jika salah satu dari aspek kecerdasan yang kita miliki tidak berjalan semestinya. Kecerdasan intelejen tidak akan berjalan sempurna tanpa kecerdasan sosial, emosional, dan spiritual. Gerakan Pungut Sampah memang sebuah gerakan kecil, tapi bukan gerakan sepele. Gerakan kecil seperti inilah yang bila dilaksanakan secara berkelanjutan justru akan menjadi senjata ampuh dalam mengatasi masalah sampah dengan nilai tambah mengasah hati dan kepekaan sosial. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/05/from-nothing-tobe-something.html
45
Hubungan yang Natural Aku baru memikirkan satu hal. Aku merasakan untuk mendapatkan sahabat atau paling tidak kawan akhir-akhir ini tergolong susah. Tidak seperti dulu. Zaman SMP ataupun SMA. Tadi terpikirkan sesuatu. Ketika aku sedang membuka sebuah grup mata kuliah di Line. Semester ini kebetulan ada beberapa mahasiswa pre-req S2 di jurusanku. Pre-req ini adalah syarat agar bisa mengambil mata kuliah S2 di ITB. Ada seorang mahasiswa S2 tanya tempat dan waktu kuliah esok hari. Aku pun menjawabnya. Akku sebenarnya ingin mengakrabkan diri dengannya. Hanya saja jariku tiba-tiba terhenti. Pikirku melayang pada kekhawatiran dicap sok asik. Setelah masuk kuliah, banyak mahasiswa lain yang tipe bergaulnya kadang berbeda denganku. Cukup banyak yang jaga image. Alhasil ketika ada orang sepertiku ingin mengakrabi menjadi kesusahan. Perasaan membendung segalanya. Prasangka mengjadi penghalang. Tidak seperti ketika waktu SMA dulu. Sama sekali tidak ingin membandingkan. Aku hanya ingin bernostalgia dengan perkawanan tanpa adanya jejaring sosial. Nah, aku pikir masalahnya di sini. Jejaring sosial. Kendati sudah satu semester masuk jurusan yang sama, rasa bonding itu masih susah ditemukan. Alasan saya karena kami jarang sekali berkumpul bersama, mengobrol tanpa ada formalitas. Aku merasa kini komunikasi kami kebanyakan dikuasai oleh jejaring sosial. Kendati memang akan mengefektifkan waktu, tapi tidak ada soul dalam sebuah hubungan. Pertalian-pertalian ini sama sekali belum asli dan natural. Aku pikir, meninggalkan sejenak jejaring sosial dan bermain di luar tanpa ada interupsi dari teknologi akan membuat hidup kita berwarna, bahagia, dan luar biasa. Kadang, sering bahkan aku merasa masa lalu berkelebat. Masa-masa dimana kehidupanku begitu gembira. Bermain dengan siapapun. Melakukan apapun dengan menyenangkan.
46
Aku pikir, semua itu sudah tidak bisa dikemballikan lagi. Hanya ada beberapa cara agar memori kita tidak kembali ke masa lalu. Menjalin hubungan yang benar, sewajarnya manusia. Bukan robot. Initisari kehidupan manusia terletak pada jiwanya. Meski fisik terasa bertemu, jiwa terasa sangat jauh bahka hingga tak nampak. Itulah yang aku rasakan akhir-akhir ini. Rasa pada sebuah perkawanan yang agak sulit diperbaiki. Sumber: natural.html
http://www.simfoninegeri.com/2016/01/hubungan-yang-
47
Kamu Mahasiswa? Bagi kamu yang mengaku sudah nangkring di kampus alias jadi mahasiswa, apakah kamu sudah benar-benar menjadi mahasiswa? Memangnya apa yang sudah kamu lakukan untuk bangsa ini selama menajdi mahasiswa? Nah, di sini akan sedikit dibahas seputar kemahasiswaan yang bisa jadi jarang ada yang tahu. Mahasiswa memiliki empat tipe dan kesemuanya itu benar, tidak ada yang salah. Jika ada yang masih menganggap bahwa salah satu dari tipe ini salah, maka kita harus segera meninjau pemahaman mengenai kemahasiswaan. Tipe pertama adalah demonstran. Tipe ini adalah orang-orang yang selalu turun ke jalan untuk mengrikitisi kebijakan pemerintah dan mengawal keberjalanan roda politik negeri. Mereka adalah perpanjangan lidah masyarakat yang selalu berpeluh keringat pada jas almamater mereka. Mereka adalah orang-orang kuat yang selalu membela rakyat dengan TOA di tangan kanan dan bendera di tangan kiri. Tipe kedua adalah mahasiswa yang selalu mengikuti lomba. Mereka rela lulus lama hanya demi sebuah kemenangan membela almamternya. Mereka yang dengan gigih membuat inovasi guna memajukan negeri ini dalam kompetisi-kompetisi dunia. Orang-orang tipe ini memiliki daya juang yang tinggi dan antimager plus antigabut. Haram bagi mereka kata-kata kekalahan, meskipun hasil akhir bukan segalanya. Merekalah para mahasiswa yang menghargai indahnya sebuah proses. Mereka adalah orang-orang yang selalu percaya katakata “Kemenangan adalah sebuah konsekuensi logis dari proses yang baik”. Tipe ketiga adalah mahasiswa yang selalu melakukan pengabdian masyarakat. Di pikiran mereka, menjadi berguna bagi orang lain adalah segalanya. Mereka selalu memikirkan orang lain terutama masyarakat kecil. Bagi mereka, konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah nomor wahid. Mahasiswa tipe ini paham mengapa salah satu isi konsep ini adalah “Pengabdian masyarakat” bukan “Pengabdian negara”.
48
Mereka paham bahwa membangun komunitas dan masyarakat akan lebih efektif karena masyarakat merupakan anatomi sebuah negara. Mereka selalu percaya bahwa membangun dari unsur mikro akan lebih berguna. Tipe terakhir adalah mahasiswa yang selalu belajar. Buku selalu di tangan. Kuliah langsung pulang. Kelas tidak pernah absen. Mindset mereka sudah terbangun “mumpung masih muda harus terus belajar banyak�. Bagi mereka suma-cumlaude adalah obsesi matang dan lulus cepat akan mengurangi beban orang tua. Mereka selalu menjunjung tinggi asas profesionalitas. Bagi mahasiswa tipe ini, menjadi perfectionist adalah hal mutlak karena mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu terbuang percuma tanpa menjadi orang yang lebih baik. Semau tipe mahasiswa ini memiliki peran masing-masing dan tidak ada yang salah dari mereka. Potensi dan bakat mereka berbeda-beda. Satu hal yang penting adalah mau apapun yang kita lakukan baik salah satu dari keempat tipe tersebut atau bahkan di luar tipe ini, kita wajib, mutlak, harus untuk melakukannya dengan full tilt. Kita harus melakukan dengan totalitas. Sekarang ya sekarang. Besok yang besok. Kita harus melakukan sebaik mungkin usaha karena jika totalitas sudah dipegang, maka kesuksesan adalah sebuah keniscayaan. Jadi, tetaplah semangat dan jadilah dirimu sendiri. Salam mahasiswa. [] Tulisan ini disarikan dari Kaderisasi Wilayah FTSL dalam sesi Inspiration Day, 23 Mei 2015, bersama Choirul (Teknik Sipil 2011) yang merupakan Ketua Kongres KM -ITB Periode 2014/2015. Sumber: mahasiswa.html
http://www.simfoninegeri.com/2015/05/kamu-
49
Indonesia Gelisah Saya gelisah. Gelisah apa? Geli dan mendesah? Bukan! Saya gelisah dengan masa depan saya. Banyak sekali fenomena dalam masyarakat yang bisa dikatakan sudah tidak beres. Dimanakah mentalitas bangsa Indonesia? Terbang dibawa uang? Negeri ini sudah kacau. Bukan perkara KPK-Polri. Ini lebih parah. Pembodohan massal. Menyoroti video-video yang diunggah di media sosial yang tidak pantas. Teman-teman tahu goyang drible? Wah, parah sekali video itu. Video itu mempertontonkan dua gadis lipsing menyanyi sambil menggoyang-goyangkan, maaf, buah dadanya seperti mendribble bola basket. Gila, itu sudah kelewatan. Kreativitas yang merusak. Kalau yang menontonnya anak kecil bagaimana? Inilah yang perlahan tapi pasti menghancurkan bangsa Indonesia. Masyarakat mudah diracuni dengan hal-hal semacam ini. Saat ini, masyakarat sudah tidak peduli untuk memikirkan mana sesuatu hal yang pantas masuk media dan mana yang seharusnya tidak dipublikasikan. Karena hal-hal inilah, Indonesia mudah sekali disulut konflik untuk perkara-perkara remeh, kecil, dan tidak penting. Sedikit menyinggungg pula tentang konflik KPK-Polri. Ketika masyarakat fokus pada hal ini, tidak ada yang menyadari bahwa pemerintah di saat yang sama juga sedang menandatangani perpanjangan kontrak dengan PT Freeport McMorran di Papua. Mungkin Amerika sedang semangat untuk menghabiskan harta karun Indonesia. sementara Indonesia sedang ketawa-ketiwi sambil nonton serial percintaan murahan. Indonesia kacau-balau. Masalah mentalitas, sumber daya alam, pemerintahan, politik. Indonesia memang surganya masalah. Namun, yang menjadi perhatian adalah masalah mentalitas dan sumber daya manusia. Dari sekitar 200 juta orang, berapa orang coba yang benarbenar ingin membangun negerinya? Pikiran dan hati masyarakat sudah diracuni oleh saudaranya sendiri. Lihatlah acara-acara TV saat ini. Adakah yang mendidik? Ya masih banyak. Namun, tidak sedikit pula
50
yang menyebar dampak buruk terutama kepada anak-anak. Masih kecil sudah diajari pacaran. Masih SD sudah pacaran. SMP pegangpegangan. SMA hamil di luar nikah, aborsi di kebon belakang sekolah. Bangsa ini memang sudah rusak moralnya. Kapan kita mau berubah? Mengapa saya semangat sekali menyalahkan pihak lain? Tidak. Saya sedang menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa berbuat apaapa untuk negeri ini. Saya hanya bisa menulis tanpa bisa menyentuh langsung permasalahan-permaslahan yang ada. Saya hanya bisa ngomong. Talk more do less. Ini kegelisahan saya. Sumber: gelisah.html
http://www.simfoninegeri.com/2015/05/indonesia-
51
Kebenaran vs Pembenaran Apa yang akan kita lakukan bila kita salah dan disalahkan orang lain? Marah, sedih, diam, menerima? Kebanyakan dari kita pasti membela diri. Meski itu memang salah kita. Ini terjadi karena pada dasarnya, manusia itu memang suka membela dirinya sendiri. Begitu pula saya. Saya pasti akan membela habis-habisan apa yang menurut saya benar. Manusia tidak mau dirinya terpojok dalam kesalahan. Mereka akan memberontak berusaha keluar. Nah, masalah yang muncul dalam hal perdebatan seperti ini adalah pembenaran siapa yang paling logis. Bukan kebenaran siapa. Jadi, manusia cenderung subjektif dalam memilih sudut pandang dari suatu permasalahan. Ini pulalah yang terjadi di Indonesia. Kebanyakan orang-orang negeri ini tetep kekeh dengan apa yang mereka anggap benar. Dengan kata lain, mereka membela pikirannya sendiri tanpa mau membukanya dan memutar sedikit sudut pandangnya. Padahal esensi dalam perbedaan yang sebenarnya adalah menjunjung tinggi kebenaran, bukan siapa yang benar. Kalau toh memang di antara pihak-pihak tersebut memang benar-benar tidak ada yang benar, paling tidak yang mendekati kebenaran dari semua sudut pandang. Bukan dari salah satu sudut pandang. Analoginya seperti ini. Ada seorang petani cabai. Mereka mengeluh harga cabai turun karena berbagai alasan. Namun, bukankah ini justru hal yang postif bagi para konsumen. Mereka beramai-ramai memborong cabai? Pun sebaliknya. Contohnya ketika harga angkot naik, pasti kebanyakan penumpang yang hanya menilai dari sudut pandang mereka sendiri akan marah-marah, nggrundel panjang lebar tentang kenaikan harga angkot ini. Sebaliknya, para sopir angkot justru bahagia karena ada pendapatan lebih.
52
Manusia sering memandang masalah dari sudut pandang diri mereka sendiri. Termasuk saya. Termasuk pula ketika kita ramai menyalahkan pemerintah tentang masalah ini dan itu tanpa ada saran dan solusi yang bisa kita berikan. Kita juga hanya bisa menyalahkan tanpa bukti yang valid. Nah, salah satu alternatif solusi yang bisa dilakukan bila kita belum bisa menjunjung tinggi kebenaran, maka berlapang dada atas perbedaan yang ada itu lebih baik. Rela atas hal yang tidak sesuai dengan diri kita itu lebih menenagkan. Kalau ingin menyampaikan ketidaksetujuannya, ya pelan-pelan disampaikan. Susah memang. Namun, ini bisa menjaga kerukunan dan mencegah adanya ketersinggungan perasaan satu sama lain. Pernah sakit hati, kan? Kalau begitu, jangan buat orang lain sakit hati. Kalau kita yang disakiti, ikhlaskan saja. Itu lebih baik. Marilah, kita sama-sama membela kebenaran bukan pembenaran. Seperti kesatria baja hitam yang selalu membela kebenaran. Wkwkwk. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2015/05/kebenaran-vspembenaran.html
53
Kecerdasan Bawaan atau Capaian? Dari dulu aku masih bingung, sebenarnya kecerdasan itu diturunkan atau tidak. Maukah kalian aku tunjukan fakta? Tapi sedikti sara dan menyinggung hal-hal sentimentil. Pernah aku baca sebuah percakapan komentar salah satu dosen saya tentang hadiah nobel. Waktu itu, ada dosenku yang menulis status tentang komparasi kualitas pendidikan negeri ini dengan negara lain. Dalam komentaranya, dosen-dosen lain ikut nimbrung. Komentarnya keren-keren dan sudut pandangnya epic. Ada dosen yang menganggap Finlandia adalah pemilik sistem pendidikan terbaik di dunia, ada juga yang komentar bahwa penilaian tersebut tidak memiliki parameter yang jelas. Satu hal yang paling menarik adalah ketika salah satu dosen fisika yang dulu pernah mengajarku menulis bahwa peraih nobel kebanyakan dari Amerika Serikat, maka dari itu menurutya AS adalah negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Ditambah lagi, 80% peraih nobel di dunia adalah orang Yahudi. Kalian tahu kenapa aku bilang ini pembahasan yang sensitif. Karena ini menyangkut ras dan golongan. Aku pernah mendengar cerita dari kakak tingkatku tentang kecerdasan kaum Yahudi. Dari dulu memang kaum yang satu ini memiliki kecerdasan luar biasa. Hanya saja jarang orang tahu. Kaum Yahudi ini sangat mumpuni berstrategi dan sangat menjaga darah dan keturunannya. Orang Yahudi hanya boleh menikah dengan sesama Yahudi. Hal ini dilakukan untuk menjaga DNA dalam tubuh. Mereka sangat bangga menjadi keturunan Yahudi. Dulu di zaman Nabi, kaum Yahudi pernah menantang sang Nabi untuk menurunkan makanan dari langit. Allah mengabulkannya. Kaum Yahudi memakannya. Lalu Allah tarik lagi makanan itu. Nah, dari sinilah semua berasal. Kecerdasan berasal dari otak. Semakin banyak neuron
54
yang terhubung, maka kemampuan berpikir dan menganilisis menguat. Untuk menghubungkan neuron-neuron ini diperlukan asupan gizi yang memadai. Kamu Yahudi pernah memakan makanan langit. Makanan langit ini adalah makanan yang bergizi sempurna. Maka dari itu, kaum Yahudi sangat menjaga agar darah makanan langit tidak hilang. Ditambah lagi ketika masih bayi, mereka mendidik anak-anaknya untuk belajar sedini mungkin. Tidak diragukan lagi ketika dewasa mereka menguasai semua sektor kehidupan manusia. Mereka dengan lihai membuat strategi agar dapat menguasai dunia. Maka tulisan saya berakhir dengan pertanyaan, apakah kecerdasan diturunkan atau tidak? Ketika kecerdasan diturunkan maka tidak akan ada yang bisa mengalahkan kaum Yahudi. Jika sebaliknya, maka kita bisa membalikkan kedudukan dan mungkin dapat meredam gejolak dunia. Sumber: http://www.simfoninegeri.com/2016/03/kecerdasanbawaan-atau-capaian.html
55
Malam Tanpa Rembulan Selain hujan, aku suka sekali memandang bintang. Pernah suatu kali, beberapa tahun yang lalu aku menyaksikan galaksi bintang secara langsung dengan mata telanjang. Saat itu mati lampu. Ini di kampungku. Kebetulan langit malam nampak cerah. Kendati tak ada sinar bulan menerangi. Hamparan pasir bintang di langit sangat cukup untuk membuat wajahku meremang. Saat itu, aku tak ingin menunduk ke bumi. Rasanya ingin terus menatap langit. Menatap keagungan Tuhan. Tapi kepalaku mulai sakit. Setelah turun beristirahat, aku tak sabar mendongak lagi menggapai gemintang. Sungguh indah. Ketika aku memandang langit malam aku selalu meras bahagia. Apalagi bila langit penuh gemerlap bintang. Rasanya sungguh tenang. Aku merasa seperti bukan di bumi. Rasana Tuhan dekat sekali bersamaku. Pikiranku mengawang melayang ke mana-mana. Mungkin itulah yang menyebabkan aku kini senang memikirkan hal yang acak dan bermacam-macam. Aneh sekali. Hanya itu momen yang sungguh menakjubkan. Lainnya hanya menjumpai banyak bintang tapi tak sampai terlihat gugus debu galaksi. Sayang sekali, di kota ini tidak terlalu nampak gegap gempita di langit sana. Atau karena sudah terkalahkan dengan bintang-gemintang yang ada di bumu. Gedung pencakar langit. Tempat-tempat hiburan dan pernuh gemerlap. Hal ini kemudian aku sebut sebagai polusi cahaya. Satu hal yang sangat unik dalam mengurangi polusi cahaya adalah dengan memasang kap lampu mengarah ke bawah. Jangan sampai cahaya lampu mengarah ke lagit atas. Mungkin dulu jika aku masuk asrtonomi akan keren. Aku juga senang dalam mengikuti aktivitas perbintangan. Senang menggunakan
56
Stellarium. Suka pergi ke Bosscha. Betah berlama-lama mendongak ke langit malam. Aku ingin bersama menatap gemintang bersama si cinta kelak. Aku ingin menularkan kedamaian saat melihat jutaan bintang menyinar bumi.
Mungkin aku suka melihat langit malam gegara dulu saat kecil sering menonton video Harun Yahya tentang keagungan ciptaan Allah berupa alam semesta. Tak henti-hentinya aku berdecak kagum dengan ini. Kalau mencari gambar-gambar bintang di langit, aku sangat semangat. Semoga bintang-bintang itu tak bosan menyinari malam tanpa rembulan. Sumber: rembulan.html
http://www.simfoninegeri.com/2016/02/malam-tanpa-
57