ACT OF GOD SEBAGAI DEFENCE OF TORT DALAM KLAIM PUBLIC LIABILITY Sebuah perusahaan siaran televisi lokal mengasuransikan asset berupa bangunan tower dan utilitas yang digunakan sebagai alat pemancar siaran di sebuah kota di Indonesia. Jenis polis yang dimiliki perusahaan tersebut adalah kebakaran + 4.3A dan public liability. Pada suatu dini hari, di sekitar premises muncul pusaran angin cukup kencang ketika terjadi hujan yang sangat lebat. Gulungan angin yang berputar-putar menyapu sejumlah atap rumah warga yang kemudian “melilit” bangunan tower yang menjulang di sekitar kompleks tersebut. Karena kecepatan dan kekuatan angin sangat besar, pada akhirnya tower tidak mampu menahan “gempuran” angin tersebut sehingga roboh dan menimpa rumah warga di sekitarnya. Menurut berita yang diperoleh dari kantor BMKG setempat, terjangan angin berkecepatan tinggi itu termasuk dalam kategori cuaca ekstrim dengan kecepatan mencapai 20-30 knot/jam pada saat hujan turun dengan derasnya. Dari hasil berita acara kepolisian pun disebutkan bahwa runtuhnya bangunan tower disebabkan oleh ketidakmampuan konstruksi tower menerima beban angin topan di luar batas kewajaran. Klaim Public Liability Selain mengajukan klaim atas kerusakan fisik tower milik sendiri, perusahaan siaran tersebut juga melayangkan klaim public liability kepada penanggung. Namun kemudian muncul perselisihan klaim public liability manakala perusahaan asuransi menyatakan bahwa tidak ada tanggung gugat yang diakui hukum atas tuntutan warga sekitar dengan alasan bahwa peristiwa yang menyebabkan kerugian bersumber dari kejadian bencana alam (Act of God). Dalam recital clause wording polis public liability disebutkan “the Company will indemnify which the Insured shall become legally liable to pay as damages...”. Sedangkan mengacu pada aturan hukum di Indonesia Pasal 1367 KUHPer disebutkan di paragraf akhir, “tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab.” Analisa Teoritikal Polis liability atau tanggung gugat hanya akan berjalan manakala ditemukan unsur “pelanggaran hukum” yang menyebabkan pihak lain mengalami kerugian. Hal ini sesuai dengan Pasal 1365 KUHPer yang menyatakan “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Dengan demikian, langkah awal yang harus ditempuh pemegang polis adalah upaya untuk melakukan defence atau pembelaan atas tuntutan dari pihak ketiga. Ada polis asuransi atau pun tidak, langkah ini harus ditempuh di tahap awal. Tertanggung tidak boleh menerima atau mengakui begitu saja adanya tanggung jawab kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari penanggung. Selanjutnya penanggung akan memberikan advise termasuk pendampingan pembelaan hukum apabila kasusnya masuk ke ranah pengadilan. Biaya-biaya perkara yang muncul merupakan bagian dari limit pertanggungan yang disebutkan dalam schedule polis. Di sinilah akan diketahui apakah secara hukum terdapat tanggung gugat yang harus dipikul oleh pihak yang dituduh bersalah. Jadi kata kuncinya ada pada terpenuhi tidaknya unsur “legally liable” sebagaimana tercantum pada wording polis public liability. Sementara pembelaan atau defence atas tuntutan dari penggugat (pihak ketiga dimana warga sekitar dirugikan akibat rumahnya tertimpa bangunan tower runtuh) akan dibeberkan di pengadilan dengan menggandeng sejumlah saksi. Jika hakim pengadilan menyatakan bahwa pemegang polis memang melakukan “pelanggaran hukum” yang menyebabkan pihak lain mengalami kerugian maka wajib bagi pemegang polis mengganti kerugian yang muncul. Masalahnya adalah bukti mana yang menyatakan bahwa runtuhnya tower tersebut diakibatkan oleh kelalaian perusahaan siaran dimaksud ?. Peristiwa angin kencang adalah sebuah kejadian yang luar biasa dan berada di luar kendali manusia. Pada saat tersebut juga belum ada teknologi konstruksi yang mampu membendung angin sekencang itu agar bangunan dapat dipastikan kokoh. Ini adalah kehendak Tuhan (Act of God) yang semua manusia tidak memiliki kemampuan apa pun untuk menghentikannya. Kecuali ditemukan adanya kelalaian dari pemilik tower dalam hal maintenance misalnya, maka hakim pengadilan bisa saja memutus perkara dengan menyatakan bahwa unsur perbuatan “melanggar hukum” telah terpenuhi sehingga pihak tergugat harus membayar sejumlah kerugian yang dialami penggugat. Dari sinlah baru kemudian
penanggung akan memproses klaim public liability ke tahap berikutnya. Act of God as Defence of Tort “Act of God” adalah “defence” terhadap “absolute/strict liability” sebagai akibat bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, badai, banjir, dsb yang berada diluar kontrol manusia. Jenis defence ini hampir sama seperti inevitable accident. Perbedaannya adalah bahwa dalam Act of God tidak melibatkan unsur manusia sedangkan dalam inevitable accident, unsur manusia ikut dilibatkan. Contoh kasus : Nichols vs Marsland (1876), tergugat memiliki danau buatan di areal tanah yang dia miliki. Suatu ketika terjadi hujan yang sangat lebat sehingga air hujan yang tertampung menjebol danau buatan dan meluap secara deras ke areal sekitarnya serta meruntuhkan 4 buah jembatan milik pemerintah daerah setempat. Tuntutan dilakukan oleh pemerintah setempat namun diputuskan bahwa tuntutan tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan karena secara akal sehat, akibat banjir yang terlalu besar, tergugat tidak dapat melakukan pencegahan atau antisipasi.
Penutup Dalam kasus-kasus klaim liability sudah seharusnya tertanggung tidak bekerja sendiri atau memberi janji kepada pihak ketiga bahwa perusahaannya telah memiliki polis yang dapat menuntaskan tuntutan tersebut. Tertanggung harus melakukan upaya pembelaan diri dan mengambil langkah-langkah pencegahan sewajarnya guna meminimalisasi munculnya potensi kerugian. Selanjutnya perusahaan asuransi bersama-sama dengan tertanggung berupaya menghadapi tuntutan dari penggugat sampai muncul keputusan yang mengikat dari pengadilan negeri setempat. Segala biaya perkara dan bantuan hukum menjadi bagian dari nilai klaim dengan batas maksimum nilai limit pertanggungan yang tercantum dalam schedule polis.