Draft juknis spkd pdf

Page 1

Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) ISU KEMISKINAN Kemiskinan telah menjadi isu prioritas baik di tingkat global, nasional, maupun lokal (daerah), oleh karena itu kemiskinan semestinya menjadi salah satu agenda prioritas dalam rencana strategis pembangunan nasional maupun pembangunan daerah. Sebuah cara yang tepat dalam merumuskan masalah kemiskinan diperlukan untuk menjadikan kemiskinan sebagai agenda utama kebijakan . Rumusan masalah itu selanjutnya dapat diacu dalam penyusunan dokumen strategis kebijakan di daerah. Buku Petunjuk Teknis Analisis Kebijakan untuk Penyusunan SPKD yang berada di tangan pembaca ini, merupakan salah satu upaya untuk membantu meningkatkan kapasitas daerah dalam merumuskan isu-isu strategis kemiskinan di daerah. Secara nasional penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu isu strategis yang tertuang dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), kemudian dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2010 disusun 4 strategi dan 4 program percepatan penanggulangan kemiskinan. Dalam Perpres tersebut, strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan: 1. 2. 3. 4.

mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil; mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari: 1. Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. 2. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. 3. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. 4. Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Dalam era otonomi daerah peran pemerintah daerah sangat penting dalam menentukan prioritas kebijakan di daerah masing-masing, termasuk kebijakan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu isu kemiskinan juga harus secara sistematis dan terencana masuk ke dalam perencanaan strategis daerah (RPJMD) sampai menjadi prioritas dalam rencana kerja tahunan daerah (RKPD) dan rencana kerja SKPD (Renja SKPD). Dalam rangka itulah dibutuhkan suatu dokumen yang dapat menggambarkan profil kemiskinan daerah, prioritas masalah-masalah kemiskinan daerah, isu strategis dan rencana aksinya, sehingga dalam penyusunan rencana strategis pembangunan daerah jangka menengah (5 tahunan) atau RPJMD sudah ada acuan isu strategis mana Lembar | 1


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dalam penanggulangan kemiskinan yang perlu dimuat dalam RPJMD. Dokumen inilah yang disebut Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). APA ITU SPKD ? Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 42 Tahun 2010, SPKD adalah dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah yang selanjutnya digunakan sebagai rancangan kebijakan pembangunan daerah di bidang penanggulangan kemiskinan dalam proses penyusunan RPJMD MENGAPA PERLU SPKD ? • Secara konseptual, kemiskinan memiliki dimensi yang sangat kompleks. Kemiskinan tidak sekedar terkait kemampuan ekonomi (pendapatan) tetapi menyangkut status kehidupan sosial dalam makna yang luas. SPKD diperlukan untuk menetapkan konsep, pemahaman dan ruang lingkup intervensi kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan. • Secara kontekstual, masalah kemiskinan di suatu daerah dibentuk oleh kombinasi antara karakteristik wilayah (makro), komunitas (meso) dan rumah-tangga (mikro) di daerah yang bersangkutan. SPKD diperlukan untuk menjabarkan strategi dasar ke dalam konteks masalah lokal. • Prioritas permasalahan di tiap daerah akan berbeda-beda sesuai dengan tipikal daerah tersebut. SPKD perlu untuk memastikan indikator itu menjadi prioritas dalam rencana intervensi. BAGAIMANA SPKD MEMBANTU DALAM PERENCANAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN ? SPKD akan membantu pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya konkrit yang perlu dilakukan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain dalam menanggulangi kemiskinan. Hal ini disebabkan dalam penyusunan SPKD akan dilakukan : 1. Identifikasi masalah-masalah kemiskinan multidimensi di daerah 2. Identifikasi faktor-faktor multidimensi yang berpengaruh atau menjadi determinan dari masalah-masalah yang ditemukan 3. Menilai relevansi dan efektifitas anggaran terhadap upaya penanggulangan kemiskinan 4. Melakukan pemetaan terhadap program-program penanggulangan kemiskinan yang selama ini berjalan baik yang berasal dari pusat maupun inisiatif daerah 5. Menentukan isu strategis dan rencana aksi daerah untuk penanggulangan kemiskinan 6. Menetapkan sistem pemantauan dan evaluasi terhadap program-program penanggulangan kemiskinan di daerah SIAPA YANG MENYUSUN SPKD? Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 42 Tahun 2010, Penyusunan SPKD di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang pengkoordinasian penyusunannya menjadi tugas dan fungsi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). KAPAN WAKTU YANG TEPAT UNTUK MENYUSUN SPKD ? SPKD merupakan dokumen jangka menengah untuk periode 5 tahun yang idealnya disusun sebelum atau setidaknya paralel dengan RPJMD. SPKD diharapkan menjadi arus-utama dalam rencana aksi yang bersifat menengah.

Lembar | 2


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Jika RPJMD sudah ada terlebih dahulu, SPKD dapat digunakan untuk mewarnai RKPD dan RKA-SKPD dalam masa pemerintahan yang berjalan. Pada masa pemerintahan berikutnya SPKD dapat diintegrasikan secara penuh dalam RPJMD TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SPKD Buku ini berjudul ” Menanggulangi Kemiskinan di Daerah: Petunjuk Teknis Analisis Kebijakan untuk Penyusunan SPKD”, merupakan buku yang tidak terpisahkan dari Pedoman Penyusunan SPKD yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri. Buku ini merupakan bagian dari Pedoman Penyusunan SPKD yang menguraikan secara lebih detail teknis analisis kemiskinan di daerah yang baru disinggung secara sepintas dan umum dalam BAB IV Pedoman tersebut. Buku ini dimaksudkan untuk mengisi kebutuhan dalam upaya peningkatan kapasitas teknis TKPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang salah satunya adalah mengkoordinasikan penyusunan SPKD. Upaya yang sudah dilakukan sebelumnya adalah pelatihan analisis kondisi kemiskinan daerah, oleh karena pelatihan itu dilaksanakan cukup singkat dengan materi yang padat, maka dibutuhkan penjabaran isi dan materi pelatihan dalam suatu dokumen tertulis sehingga dapat digunakan sebagai rujukan setiap saat. Buku ini berisi substansi analisis kemiskinan di daerah yang diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan dasar yang muncul dalam penyusunan kebijakan, terutama dalam perumusan masalah kebijakan penanggulangan kemiskinan di daerah. Kemiskinan merupakan masalah prioritas yang akan ditanggulangi di daerah, jika akan diacu dalam RPJMD: • Isu-isu utama apa yang paling strategis dalam bidang kemiskinan yang ada di daerah? • Apa dasar penentuan isu strategis itu? • Bagaimana isu itu ditentukan atau dipilih? • Data-data apa yang digunakan sebagai dasar penentuan isu kemiskinan di daerah? • Indikator-indikator apa yang dapat menggambarkan kemiskinan di daerah yang mungkin diambil dari data-data tersebut? • Dengan cara seperti apa indikator-indikator itu dianalisis? Dalam petunjuk teknis ini, akan diuraikan didalamnya analisis mulai dari perumusan masalah kemiskinan di daerah, sampai penentuan isu strategis dan rencana aksi daerahnya serta bagaimana rencana aksi itu akan dimonitor dan dievaluasi. TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat membentuk tim yang bekerja dalam menyusun SPKD. Kepala Daerah dapat hadir dalam pembentukan tim penyusun SPKD untuk menguatkan legitimasi dokumen SPKD. Selanjutnya tim penyusun SPKD mendaftar pelaku (agen) lintas SKPD dan lintas pemangku kepentingan agar terlibat sejak awal dalam penyusunan SPKD. A. Dokumen SPKD memuat topik-topik sebagai berikut: I. Pendahuluan Penjelasan tentang mengapa kemiskinan menjadi topik yang harus menjadi perhatian permerintah daerah, dan perlunya SPKD sebagai dokumen acuan penyusunan rencana pembangunan daerah. Pendahuluan

Lembar | 3


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

II.

juga harus memuat acuan kebijakan yang digunakan sebagai landasan kekuatan hukum keberadaan SPKD. Perumusan Masalah Tantangan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Merupakan bagian yang mengidentifikasi faktor-faktor secara internal maupun eksternal yang menjadi masalah kemiskinan melalui: 1. Analisis terhadap profil daerah secara umum (demografis, geografis, dll) dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kondisi kemiskinan di daerah, 2. Analisis terhadap profil kemiskinan daerah (persentase penduduk miskin, jumlah penduduk miskin, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan) 3. Analisis terhadap penyebab kemiskinan daerah dengan melihat determinan kemiskinan (pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, ketenagakerjaan, dan ketahanan pangan) untuk menentukan prioritas intervensi kebijakan) 4. Analisis terhadap relevansi dan efektifitas APBD untuk melihat apakah struktur anggaran pendapatan dan anggaran belanja relevan dengan permasalahan kemiskinan yang ada. 5. Analisis dan pemetaan terhadap program-program penanggulangan kemiskinan dan kebijakankebijakan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah daerah., PENYEBAB ATAU DETERMINANNYA DAN PELUANG PENANGANAN ATAU INTERVENSINYA

III.

Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah Bagian ini merupakan perumusan terhadap isu-isu pokok yang dihasilkan setelah perumusan masalah dilakukan yang hasilnya berupa isu-isu strategis yang menjadi prioritas dalam penanggulangan kemiskinan. Isu-isu strategis ini kemudian di turunkan dalam bentuk rencana aksi daerah yang akan menjadi isi dari RKPD maupun Renja SKPD

IV.

Rencana Sistem Monitoring dan Evaluasi Merupakan bagian yang menjelaskan tentang rencana sistem monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan dalam memantau pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di daerah.

Lembar | 4


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Tabel 1. Kerangka Pikir SPKD • • •

Dasar Hukum / Acuan Kebijakan Maksud (pentingnya SPKD) dan Tujuan Sistematika

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MENJADI MASALAH KEMISKINAN, PENYEBAB ATAU DETERMINANNYA DAN PELUANG PENANGANAN ATAU INTERVENSINYA : 1. Analisis Profil Daerah 2. Analisis Profil Kemiskinan Daerah 3. Analisis Terhadap Penyebab Kemiskinan Daerah 4. Analisis relevansi dan efektifitas APBD 5. Analisis terhadap program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan di daerah

Konteks masalah sebagai masalah khas wilayah Masalah utama kemiskinan setempat Masalah dalam dimensi-dimensi penyebab kemiskinan (5 bidang) serta peluang intervensinya (prioritas jenis dan lokasinya) Masalah dalam penganggaran dalam konteks penanggulangan kemiskinan. Masalah dalam kebijakan yang sudah ada serta kelembagaan koordinasi dan pengendalian kebijakan

MERUMUSKAN ISU-ISU POKOK / PRIORITAS KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN BREAKDOWN RENCANA PENANGANANNYA DALAM SETTING 5 TAHUNAN

PENDAHULUAN

MENJELASKAN TENTANG SPKD

PERUMUSAN MASALAH

ISU STRATEGIS DAN RAD

• •

• •

• MONITORING DAN EVALUASI

MERANCANG SISTEM MONITORING DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN OLEH TKPK

• •

SUMBER DATA Daerah Dalam Angka, BPS Susenas, Agregar PPLS 2011, PODES,Data Sektoral, FGD dengan pemangku kepentingan, RPJMDES, Dokumen LRA (time series 3 tahun), Laporan SKPD, Laporan Satker Pogram

Daftar isu strategis dalam penanggulangan kemiskinan secara umum dan menurut dimensinya Target-target perbaikan dalam 5 tahun ke depan Matriks Rencana Aksi Daerah

Menggambarkan cara kebijakan penanggulangan kemiskinan dimonitoring dan dievaluasi. Instrumen monitoring dan evaluasi. Pemanfaatan hasil monitoring dan evaluasi.

Jika dituangkan dalam sistematika penulisan, maka secara garis besar, dokumen SPKD memiliki struktur seperti dibawah ini: I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII.

Pendahuluan Kondisi Umum Daerah Profil Kemiskinan Daerah Prioritas Intervensi Kebijakan Relevansi dan Efektivitas APBD Kajiulang Kebijakan dan Kelembagaan Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah Rencana Sistem Monitoring Lembar | 5


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) B. Keterkaitan SPKD dalam Tahapan dan Penyusunan RPJMD

Dalam bagan ini, dokumen SPKD dapat digunakan dalam tahapan-tahapan penyusunan RPJMD sejak persiapan penyusunan RPJMD hingga musrenbang RPJMD. Dalam persiapan penyusunan RPJMD, dokumen SPKD dapat dimanfaatkan dalam proses antara lain : 1. Pengolahan data dan informasi 2. Analisis gambaran umum kondisi daerah dan pengelolaan keuangan daerah 3. Analisis isu-isu strategis dan perumusan masalah pembangunan daerah 4. Perumusan penjelasan visi dan misi serta tujuan dan sasaran. 5. Perumusan strategi dan arah kebijakan umum dan program pembangunan daerah C. Integrasi SPKD dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Renstra SKPD. Dokumen SPKD diintegrasikan terhadap tiap bagian dokumen RPJMD khusus isu percepatan penanggulangan kemisikinan daerah dalam bentuk sebagai berikut :

Lembar | 6


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) SISTEMATIKA DOKUMEN RPJMD

BAB I Pendahuluan BAB II Gambaran Daerah

INTEGRASI SISTEMATIKA DAN MUATAN YANG TERKANDUNG DIDALAM DOKUMEN SPKD TERHADAP DOKUMEN RPJMD KHUSUS ISU PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH BAB 1 Pendahuluan : kemisikinan

Umum Kondisi

Konsep dan strategi penanggulangan

BAB 2 Kondisi Umum Daerah : Data demografi, jumlah penduduk, dll BAB 3 Profil Kemiskinan Daerah : Berisi informasi tentang data statistik kemiskinan daerah (Makro dan Mikro), analisis perbandingan antar waktu dan antar wilayah serta prioritas bidang (pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, ketahanan pangan, ketenagakerjaan/kewirausahaan)

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah & Kerangka Pendanaan

BAB 5 Relevansi dan Efektifitas APBD : Melihat relevansi proporsi dan belanja terhadap masalah prioritas per bidang. Melihat efektivitas perkembangan anggaran bidang/program dengan capaian indikator utama prioritas

BAB IV Analisis Isu–isu Strategis

BAB 4 Prioritas intervensi kebijakan : Memanfaatkan hasil analisis perbandingan antar waktu dan antar wilayah, analisis relevansi dan efektifitas, analisis penentuan prioritas bidang, dan analisis penentuan wilayah prioritas. Selain itu dapat memanfaatkan hasil kajian prioritas intervensi kebijakan sebagai bahan perumusan Isu-isu stretegis terkait Isu percepatan penanggulangan kemiskinan daerah BAB 7 Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah : memanfaatkan definisi/konsep kemiskinan, data dan indikator yang akan digunakan. Analisis P0, Jumlah Penduduk Miskin P1, P2 dan masalah pokok kemiskinan di daerah. Selain itu dapat memanfaatakan hasil analisis terhadap 5 bidang (kesehatan, pendidikan, infrastruktur dasar, ketahanan pangan, Ketenagakerjaan dan kewirausahaan), prioritas intervensi (indikator pendukung) dan prioritas wilayah.

BAB V Visi dan Misi, Tujuan & Sasaran

BAB 7 Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah : memanfaatkan hasil analisis, isu strategis dan permasalahan/determinan tentang penanggulangan kemiskinan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran yang terkait dengan isu percepatan penanggulang kemiskinan

Lembar | 7


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) BAB VI Strategi & Arah Kebijakan

BAB 7 Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah Memanfaatkan hasil kajiulang kebijakan dan kelembagaan : melihat kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan (reguler/khusus / kluster) baik program nasional maupun provinsi, Mengatasi tantangan dalam kinerja kelembagaan penanggulangan kemiskinan dalam hal koordinasi dan pengendalian.

BAB VII Kebijakan Umum & Program Pembangunan Daerah

BAB 6 Kajiulang Kebijakan dan Kelembagaan : Melihat kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan (reguler/khusus / kluster) baik program nasional maupun provinsi, melihat kinerja kelembagaan penanggulangan kemiskinandalam hal koordinasi dan pengendalian. BAB 7 Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah : Memanfaatakan hasil analisis terhadap 5 bidang (kesehatan, pendidikan, infrastruktur dasar, ketahanan pangan, Ketenagakerjaan dan kewirausahaan), prioritas intervensi (indikator pendukung) dan prioritas wilayah.

BAB VII Indikasi Program Prioritas & Pendanaan

BAB 7 Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah : Menggunakan Rencana Aksi Daerah yang terdiri dari program dan kegiatan prioritas untuk percepatan penanggulangan kemiskinan daerah kedalam program dan kegiatan RPJMD/Renstra.

BAB IX Penetapan Indikator Kinerja Daerah

BAB 7 Isu Strategis dan Rencana Aksi Daerah : Menjadikan Rencana Aksi Daerah yang terdiri dari program dan kegiatan prioritas yang telah memuat indikator kinerja (output dan outcome) sebagi bagian dari Indikator Kinerja Daerah BAB 8 Rencana Sistem Monitoring dan Evaluasi : Memasukan Rencana Sistem Monitoring yang berisikan indikator kinerja dari setiap program (outcome) dan kegiatan (output) didalam SPKD sebagai bagian dari penetapan indikator kinerja daerah untuk percepatan penanggulangan kemiskinan daerah

BAB X Kaidah Pelaksanan

BAB 9 Penutup : menjabarkan kaidah pelaksanaan yang sesusai dengan RPJMD

Lembar | 8


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 1 TEKNIS PENYUSUNAN

PENDAHULUAN

Lembar | 9


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini memuat informasi mengenai latar belakang SPKD, isu kemiskinan secara global dan nasional, dan manfaat dokumen SPKD dalam perencanaan pembangunan daerah

1.1 Latar Belakang Latar belakang dalam SPKD berisi tentang penjelasan kepada pembacanya tentang mengapa SPKD diperlukan dalam konteks penanggulangan kemiskinan nasional maupun daerah. Latar belakang berisi informasi mengenai isu terkini kemiskinan secara global, nasional dan daerah secara umum. Informasi didalam pendahuluan harus cukup memberi penjelasan tentang mengapa masalah percepatan penanggulangan kemiskinan perlu menjadi fokus utama pembangunan daerah. 1.2 Tujuan dan Manfaat Bagian ini menginformasikan tentang bagaimana pemanfaatan dokumen SPKD. Dokumen SPKD dapat dimanfaatkan untuk hal-hal berikut : a. Sebagai referensi dalam memberikan arah dan pedoman bagi pemerintah daerah untuk menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai arus utama (mainstreaming) dalam penyusunan program kerja di daerah. b. Sebagai pedoman bagi setiap satuan kerja pelaksana dalam menyusun perencanaan kerja yang pro proor, pro growth dan pro job yang mempercepat penanggulangan kemiskinan, c. Sebagai pedoman dalam menentukan target yang harus dicapai pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan d. Mengkordinasikan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di tiap satuan kerja 1.3 Acuan Kebijakan Penyusunan SPKD merupakan amanat dari UU No. 17 / 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang kemudian dituangkan ke dalam Perpres No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang kemudian diturunkan lebih lanjut melalui Perpres nomor 15/2010 dan Permendagri nomor 42/2010. SPKD dengan demikian wajib dibuat oleh setiap daerah, baik pada tingkat provinsi, kabupaten maupun kota, dengan dikoordinasikan penyusunannya oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) pada tiap daerah tersebut. Kewajiban bagi daerah bagi daerah untuk menyusun SPKD, didasarkan pada regulasi-regulasi sebagai berikut: • UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. • UU 25/2004 tentang SPPN. • UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembar | 10


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) • • • • • • • • • •

UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. UU 11/2005 tentang pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. UU 17/2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025. UU 13/2011 tentang Fakir Miskin Perpres 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014. Perpres 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Inpres 3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Kepres 10/2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat. Permendagri 42/2010 tentang TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota. Permendagri 13/2006 tentang Keuangan Daerah dan Perubahan Permendagri 21/2011

Lembar | 11


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 2 TEKNIS PENYUSUNAN

KONDISI UMUM DAERAH

Lembar | 12


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini memuat informasi kondisi geografi dan demografi wilayah, administrasi wilayah, struktur dan pertumbuhan ekonomi wilayah, inflasi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kondisi kemiskinan yang ada di daerah.

Bagian kedua SPKD adalah informasi mengenai kondisi umum di daerah. Informasi ini berguna untuk memberikan konteks dimana kemiskinan itu terjadi. Beberapa komponen utama yang diamati dalam memberikan penjelasan tentang kondisi umum di daerah adalah : 2.1 GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI WILAYAH Kondisi geografis dan demografis yang dimiliki daerah biasanya bersifat deskriptif. Dalam dokumen SPKD, kondisi geografis dan demografis ini akan ditelaah dan dikaitkan dengan kenyataan kemiskinan yang ada disuatu daerah. Kondisi geografi dan demografi suatu daerah akan mempengaruhi tingkat mobilitas sumberdaya, akses pada pelayanan publik, peluang pengembangan ekonomi daerah, risiko bencana alam, keamanan, konflik sosial, dsb. Hal-hal ini akan mempengaruhi kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Contoh: daerah dengan risiko bencana alam yang tinggi rentan dengan peningkatan jumlah masyarakat miskin ketika terjadi bencana alam, daerah yang didominasi nelayan akan rentan dengan peningkatan jumlah masyarakat miskin saat musim angin kencang karena nelayan tidak bisa melaut. Faktor demografi juga merupakan aspek yang memiliki keterkaitan erat dengan kemiskinan. Hal yang lazim dikaitkan dengan kemiskinan antara lain: jumlah anggota rumah tangga, wanita sebagai kepala rumah tangga, dan rata-rata usia kepala rumahtangga. Jumlah anggota rumah tangga misalnya, menurut rata-rata jumlah anggota rumah tangga rumah tangga miskin lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin (4,64 orang dibanding 3,79 orang). Hal ini diyakini karena rumah tangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi. Kenyataan bahwa rumah tangga miskin umumnya memiliki keterbatasan akses terhadap pendapatan dan kesehatan yang dapat mengakibatkan kurangnya pemenuhan gizi anak-anak rumah tangga miskin, jumlah anggota rumah tangga yang besar pada gilirannya dapat menghambat peningkatan sumberdaya manusia di masa depan yang dalam hal ini adalah anak-anak. Jika hal ini terjadi maka mereka akan mewarisi kemiskinan (tetap hidup dalam kemiskinan) di masa mendatang. Analisis kondisi geografis dan demografis daerah yang tajam akan sangat membantu dalam memahami kondisi kemiskinan di daerah secara spesifik. Dengan demikian, strategi yang dipilih akan spesifik sesuai dengan kondisi setempat. 2.2 ADMINISTRASI WILAYAH

Lembar | 13


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Bagian ini memberikan informasi tentang seberapa banyak dan seberapa luas sebaran wilayah administratif dalam sebuah kabupaten. Informasi yang dapat dicantumkan antara lain; data jumlah kecamatan dan desa, jarak wilayah terjauh dan terpencil dari pusat kota, jumlah penduduk yang tinggal di wilayah-wilayah tersebut. Secara umum dapat pula digambarkan bagaimana pelayanan publik di seluruh wilayah kabupaten, dengan fokus pada daerah-daerah (kecamatan) yang jauh dan sulit. Bagian ini juga merupakan pemetaan tentang bagaimana kapasitas kontrol terhadap pelayanan publik terutama pendidikan dan kesehatan serta kontrol terhadap pelaksanaan program. Pemetaan dan penggambaran sebaran wilayah administratif akan menjelaskan tantangan-tantangan yang dihadapi daerah dalam melakukan pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Hal ini juga akan memberikan informasi mengenai ketersediaan infrastruktur dasar, aksesibilitas antar wilayah dan penyelenggaraan programprogram. Penjelasan administrasi wilayah juga dapat membantu menggambarkan kapasitas kontrol dari penyelenggara pemerintah seperti camat, kepala desa dan aparat pemerintah lain dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat di seluruh wilayah. Hal ini akan memudahkan melihat mengapa suatu daerah lebih miskin dan menjadi kantong-kantong kemiskinan, atau capaiannya masih buruk dalam beberapa indikator yang disebabkan karena lemahnya kapasitas kontrol dan aksesibilitas ke wilayah tersebut.

2.3 STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH Bagian ini memberikan informasi mengenai struktur dan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dan kaitannya dengan kemiskinan secara umum di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi sebagai indikator makro pembangunan ekonomi di suatu wilayah perlu dianalisis untuk melihat peluang perbaikan pertumbuhan terhadap penanggulangan kemiskinan. Bagian ini akan melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu dan strukturnya. Sektor apa (sektoral), wilayah mana (spasial), dan kelompok masyarakat mana (sosial) yang berkontribusi terbesar terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Gambaran ini dapat disandingkan dengan perkembangan penduduk miskin dan sektor paling dominan yang menjadi sumber penghidupan mayoritas penduduk miskin. Analisis terhadap struktur dan pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah akan membantu menggambarkan hubungan kondisi makro ekonomi wilayah terhadap kemiskinan dan indikator-indikator lain yang terkait seperti ketenagakerjaan, investasi, pendapatan daerah. 2.4 INFLASI Seperti halnya pertumbuhan ekonomi, inflasi sebagai indikator makro ekonomi suatu wilayah perlu dianalisis. Namun analisis terhadap inflasi lebih digunakan untuk melihat perkembangan garis kemiskinan, yang pada akhirnya berkaitan dengan perkembangan beban pengeluaran masyarakat khususnya masyarakat miskin. Dengan menganalisis inflasi, kita dapat melihat perkembangan harga beberapa komoditas pokok, termasuk komoditas makanan maupun komoditas yang berhubungan dengan kebutuhan non makanan. Sehingga perkembangan garis kemiskinan juga dapat dianalisis dan disandingkan dengan perkembangan inflasi. Lembar | 14


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Perkembangan tersebut dalam analisis ini akhirnya harus dilihat dari perubahan beban pengeluaran terutama masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan. Karena data dan informasi tentang inflasi tidak selalu ada di seluruh kabupaten/kota, maka perkembangan inflasi yang dianalisis oleh kabupaten/kota adalah analisis inflasi yang terjadi secara nasional dan provinsi dimana kabupaten/kota itu berada, dan dampak perkembangan inflasi tersebut terhadap kondisi kemiskinan di kabupaten/kota masing-masing. Analisis tren inflasi disuatu wilayah akan memberikan informasi mengenai perkembangan inflasi yang terjadi disuatu wilayan dan dampaknya terhadap garis kemiskinan dan beban pengeluaran masyarakat miskin. Analisis perkembangan inflasi akan melengkapi analisis pertumbuhan ekonomi dan dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana garis kemiskinan berubah dan beban pengeluaran masyarakat miskin juga berubah. Dengan melihat perkembangan harga-harga komoditas yang ada dalam perkembangan inflasi, maka dapat diketahui apakah perubahan beban pengeluaran masyarakat lebih besar terjadi dari sisi komoditas makanan ataukah non makanan.Dengan demikian dapat dilihat relevansi perubahan beban masyarakat miskin tersebut dengan programprogram perlindungan sosial yang dipilih sebagai program penanggulangan kemiskinan.

Lembar | 15


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 3 TEKNIS PENYUSUNAN

PROFIL KEMISKINAN DAERAH

Lembar | 16


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini berisi informasi mengenai konsep kemiskinan dan kondisi umum kemiskinan di daerah. Indikator utama yang dianalisis antara lain: Persentase Penduduk Miskin (P0), Jumlah Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Analisis terhadap indikator-indikator tersebut dilakukan berdasarkan perspektif relatifitas, antar waktu, efektivitas, relevansi dan keterkaitan 3.1 Konsep Kemiskinan Konsep kemiskinan memuat pengertian atau definisi kemiskinan yang diacu dalam dokumen SPKD. Definisi dan ukuran kemiskinan yang baik dan handal sangat diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, penentuan sasaran, dan penilaian efektivitas program. Konsep dan definisi kemiskinan dapat dilihat dengan satu dimensi (misal: dimensi konsumsi, pendapatan, atau pengeluaran), maupun multidimensi (misal: kemiskinan dalam dimensi pendidikan, kemiskinan dalam dimensi kesehatan, dll.). Pendekatan konsep kemiskinan yang digunakan akan menentukan definisi, ukuran, data dan analisis yang digunakan dan selanjutnya menentukan intervensi yang dilakukan. Dengan pendekatan konsumsi misalnya, definisi yang digunakan dalam menentukan siapa yang miskin sangat ditentukan oleh batas konsumsi minimum tertentu. Dengan demikian, ukurannya adalah ukuran konsumsi (pengeluaran) dan data yang dihasilkan adalah data konsumsi rumah tangga maupun konsumsi individu. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam hal ini mendefiniskan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan konsumsi (satu dimensi). Dengan pendekatan ini, ditentukan ukuran konsumsi standar kehidupan yang “layak� dengan melihat kebutuhan dasar (basic need approach) yang menghasilkan Garis Kemiskinan (makanan dan bukan makanan). Garis Kemiskinan merupakan gabungan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan nonMakanan (GKBM). GKM adalah nilai rupiah pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan ini diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak lemak, dll Sedangkan GKBM adalah nilai rupiah pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum non makanan yaitu papan, sandang, sekolah, trasportasi serta kebutuhan individu dan rumah tangga dasar lainnya. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi (kelompok pengeluaran) di perkotaan dan 47 jenis komoditi (kelompok pengeluaran di pedesaan). Garis Kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori perkapita per hari dan kebutuhan pokok non makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan, dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Lembar | 17


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Dengan pendekatan konsumsi ini, maka BPS mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu situasi dimana suatu standar kehidupan yang “layak� tidak tercapai. Dalam menentukan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan penduduk miskin. Cara penentuan penduduk miskin semacam ini disebut penentuan kemiskinan absolut. Tidak tercapainya standar hidup yang layak oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sifatnya multidimensi seperti tidak mencukupinya kualitas SDM, kurangnya kesempatan produktif dan tidak mencukupinya perlindungan sosial. Rendahnya kualitas SDM dipengaruhi oleh akses terhadap pendidikan, kesehatan dan pelayanan lainnya yang diselenggarakan pemerintah. Sementara kurangnya kesempatan produktif dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan dan iklim wirausaha khususnya bagi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Sementara perlindungan sosial yang cukup akan melindungi masyarakat dari guncangan sosial yang dapat menyebabkan seseorang jatuh kedalam kemiskinan ketika terjadi bencana, sakit ataupun krisis ekonomi. Perpres No 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menyatakan bahwa program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Dengan demikian percepatan penanggulangan kemiskinan secara nasional dilakukan dengan strategi : 1. Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; 2. Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; 3. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil; 4. Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Operasionalisasi strategi tersebut dilakukan dalam bentuk instrumen penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan klaster 1,klaster 2, klaster 3 dan klaster 4 dengan rincian: Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Rumah Tangga atau Keluarga (Klaster I) Kelompok pertama adalah program – program penanggulangan kemiskinan yang sasarannya adalah rumah tangga/keluarga. Program tersebut antara lain : Program Keluarga Harapan, (PKH – conditional cash transfer), bantuan langsung tunai tanpa syarat (unconditional cash transfer), bantuan langsung dalam bentuk inkind, misalnya pemberian beras bagi masyarakat miskin (raskin), serta himbauan bagi kelompok masyarakat rentan seperti mereka yang cacat, lansia, yatim/piatu dan sebagainya. Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Komunitas (Klaster II) Kelompok kedua adalah program-program penanggulangan kemiskinan yang sasarannya adalah komunitas. Program penanggulangan kemiskinan bersasaran komunitas dalam pelaksanaannya menggunakan prinsip pemberdayaan masyarakat (Community Driven Development). Contoh program ini adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Usaha Mikro dan Kecil (Klaster III) Kelompok program ketiga adalah program penanggulangan kemiskinan yang sasarannya adalah usaha mikro dan kecil. Tujuan program ini adalah memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Lembar | 18


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat (Klaster IV) Kelompok program keempat adalah kelompok program penanggulangan kemiskinan yang bertujuan untuk meningkatkan askes terhadap ketersediaan pelayanan dasar dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Program-program dalam kelompok ini adalah program kemiskinan lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin Dengan memberikan pengertian tentang kemiskinan, ruang lingkup definisi, dan pendekatan yang digunakan dalam strategi percepatan penanggulangan kemiskinan, SPKD akan memberikan pemahaman mendasar mengenai definisi/perngertian tentang kemiskinan dan mengapa pendekatan berdasarkan empat klaster yang digunakan dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Selain itu, SPKD juga harus memiliki definisi kemiskinan yang sesuai dengan pengukuran kemiskinan dan penyusunan kebijakan mengenai kemiskinan di Indonesia 3.2 KONDISI UMUM KEMISKINAN DAERAH : DATA KEMISKINAN Kondisi umum kemiskinan daerah adalah dasar untuk melihat indikator-indikator utama kemiskinan di suatu daerah yang dilakukan dengan menggunakan data makro. Indikator utama yang digunakan untuk melakukan analisis awal kemiskinan adalah : •

• •

•

Persentase Penduduk Miskin (P0) yaitu persentase penduduk miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Angka ini menunjukan proporsi penduduk miskin di suatu wilayah. Persentase penduduk miskin yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan disuatu wilayah juga tinggi Jumlah Penduduk Miskin adalah jumlah penduduk yang hidup dibawah Garis Kemiskinan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) atau Poverty Gap Index merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan. Nilai agregat dari poverty gap index menunjukkan biaya mengentaskan kemiskinan dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap penduduk miskin dalam hal tidak adanya biaya transaksi dan faktor penghambat. Semakin kecil nilai poverty gap index, semakin besar potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga untuk target sasaran bantuan dan program. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) atau Poverty Severity Index adalah Indeks yang memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin

Data Makro, adalah data agregat tentang jumlah dan persentase penduduk miskin dan variabel kemiskinan lainnya pada tingkat nasional dan wilayah (provinsi dan kabupaten/kota) dengan sumber data utama adalah Susenas BPS.

Lembar | 19


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

3.3 Analisis Kondisi Umum Kemiskinan Daerah Untuk memperoleh informasi mengenai kondisi umum kemiskinan daerah, ada 4 (empat) perspektif analisis yang digunakan dalam melihat kondisi kemiskinan daerah secara makro yaitu : •

Posisi relatif capaian indikator : • Posisi relatif capaian indikator berguna untuk membantu kita melihat seberapa jauh atau seberapa dekat capaian indikator yang kita miliki terhadap rata-rata capaian. Sebagai contoh, angka kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dibandingkan dengan rata-rata angka kemiskinan nasional tahun 2012. Kita dapat melihat apakah Provinsi Sumatera Utara memiliki angka kemiskinan di atas atau dibawah angka nasional. • Dengan demikian kita dapat menilai apakah capaian suatu indikator di tahun terakhir lebih baik, sama atau lebih buruk jika dibandingkan dengan pencapaian di tingkat provinsi dan nasional. • Analisa prosisi relatif juga melihat apakah pencapaian terakhir suatu indikator lebih baik, sama atau lebih buruk jika dibandingkan dengan indikator kinerja/target RPJMD di daerah tersebut. Gambar.1 Contoh analisa posisi relatif

Perkembangan antar-waktu capaian indikator • Analisa perkembangan antar waktu akan membantu kita untuk melihat apakah pencapaian suatu indikator di tahun terakhir lebih baik, sama atau lebih buruk daripada pencapaian tahun-tahun Lembar | 20


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

sebelumnya, terutama dalam tiga hingga lima tahun terakhir. Contoh : angka kemiskinan Provinsi Sumatera Utara selama 2008-2013 secara konsisten menunjukan penurunan. Kita juga dapat menilai apakah pencapaian indikator tersebut dari tahun ke tahun selama periode yang dimaksud mengalami fluktuasi atau konsisten membaik, sama atau memburuk.

Gambar 2. Contoh Analisa Antar Waktu

Analisis efektivitas capaian indikator • Analisis efektifitas berguna untuk membantu melihat apakah perubahan capaian indikator secara keseluruhan dalam periode yang dianalisis menunjukkan perbaikan, sama, atau justru memburuk. • Analisis ini juga membantu melihat apakah perubahan capaian indikator antar-tahun dalam periode yang dimaksud mengalami percepatan, tetap, atau perlambatan. • Analisis efektifitas juga akan membantu kita untuk melihat apakah upaya-upaya pembangunan yang dilakukan selama ini secara umum bisa menurunkan tingkat kemiskinan dengan melihat kecenderungan trend line angka kemiskinan. Gambar.3 Contoh Analisa Antar Waktu

Lembar | 21


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

•

Analisis relevansi capaian indikator • Analisis relevansi digunakan untuk melihat apakah kecenderungan perubahan capaian indikator yang terjadi di tingkat kabupaten/kota juga terjadi di tingkat provinsi/nasional. Dengan demikian kita bisa menilai apakah capaian indikator yang kita alami sejalan dengan capaian provinsi dan nasional secara keseluruhan.Contoh : Selama tahun 2008-2013 laju penurunan kemiskinan di Sumatera Utara secara kumulatif terjadi seiring dengan menurunnya tingkat kemiskinan secara nasional. Pada tahun 2008-2009 terjadi penurunan angka kemiskinan yang lebih besar di Sumatera Utara dibandingkan nasional, namun pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan angka kemiskinan di provinsi pada saat angka kemiskinan di nasional menurun.untuk selanjutnya secara kumulatif penurunan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sejalan dengan penurunan kemiskinan secara nasional. Gambar 4. Contoh Analisa Relevansi

Dengan melakukan analisis terhadap indikator-indikator utama kemiskinan, pencapaian terhadap indikator, dan perkembangannya dari waktu ke waktu , kita akan memperoleh kondisi dan pola kemiskinan secara umum di suatu wilayah. Hasil akhir setelah kita melakukan analisis ini adalah informasi mengenai kondisi umum kemiskinan daerah di lihat dari empat perspektif tersebut.

Lembar | 22


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Analisis terhadap kondisi umum kemiskinan akan menjadi titik awal sebelum menentukan isu-isu strategis (masalah pokok) kemiskinan di wilayah tersebut, dan kemudian dapat dijadikan sebagai acuan target utama penanggulangan kemiskinan selama periode tertentu (3, 5, atau 25 tahun ke depan). Rekap analisis Posisi Relatif, Perkembangan Antar Waktu, dan Efektifitas dapat disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini.

Kabupaten :

PERSPEKTIF Posisi Relatif Tahun Terakhir

Perkembangan Antar-Waktu

Efektivitas

Relevansi

INDIKATOR

Persentase Penduduk Miskin (%)

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (%)

Indeks Keparahan Kemiskinan (%)

Lembar | 23


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 4 TEKNIS PENYUSUNAN

PRIORITAS INTERVENSI KEBIJAKAN

Lembar | 24


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini berisi informasi tentang prioritas intervensi kebijakan yang dihasilan dari analisis terhadap determinan kemiskinan. Determinan kemiskinan yang dianalisis meliputi bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur (prasarana) dasar, ketenagakerjaan dan kewirausahaan, dan ketahanan pangan. Analisis dilakukan dengan perspektif posisi relatif, perkembangan antar waktu, efektifitas dan relevansi setiap indikator. Dalam tahap ini juga diskusi dengan SKPD terkait harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab masalah melalui indikator pendukung yang ada

4.1 Menentukan Prioritas Masalah Pada Bidang Setelah memiliki informasi tentang kondisi umum kemiskinan daerah, selanjutnya dilakukan prioritisasi intervensi kebijakan dengan menganalisis bidang-bidang yang terkait dengan terjadinya kemiskinan disuatu wilayah atau disebut juga sebagai determinan kemiskinan. Banyak studi menunjukkan bahwa secara umum kemiskinan di Indonesia berkaitan erat dengan tidak meratanya akses terhadap pendidikan, kesehatan, tidak terpenuhinya akses terhadap infrastruktur (prasarana) dasar, rendahnya tingkat investasi swasta, ketenagakerjaan dan kewirausahaan, dan bidang ketahanan pangan. Kinerja dan pencapaian bidang-bidang ini memiliki intensitas dan variasi yang beragam di tiap daerah. Dengan demikian analisis terhadap determinan kemiskinan dapat dilakukan terhadap bidang-bidang tersebut dengan pengelompokkan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.

Bidang pendidikan. Bidang kesehatan. Bidang infrastruktur (prasarana) dasar. Bidang ketenagakerjaan dan kewirausahaan. Bidang ketahanan pangan.

Analisis prioritas intervensi bidang dapat dilakukan dengan cara melihat posisi relatif tiap indikator terhadap nasional dan terhadap provinsi (lihat Bagian 4 Kemiskinan Daerah). Tujuan dari bagian ini adalah untuk mendapatkan indikator-indikator prioritas yang masih menjadi masalah di setiap bidang dan menganalisis akar masalah pada indikator prioritas tersebut. Dengan analisa yang tajam terhadap akar masalah, intervensi kebijakan akan dapat dirumuskan dengan lebih akurat untuk memperbaiki capaian indikator tersebut.

Lembar | 25


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Gambar 6. Contoh Analisa Posisi Relatif Bidang Pendidikan Kab. Brebes Provinsi Jawa Tengah

Analisis Posisi Relatif dipakai untuk dapat menjelaskan: • •

Apakah pencapaian suatu indikator di tahun terakhir lebih baik, sama atau lebih buruk jika dibandingkan dengan pencapaian di tingkat provinsi dan nasional? Apakah pencapaian terakhir suatu indikator lebih baik, sama atau lebih buruk jika dibandingkan dengan indikator kinerja/target RPJMD?

Lembar | 26


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Dengan begitu capaian indikator utama selanjutnya dapat direkap seperti pada tabel dibawah ini:

Gambar 7.Contoh Tabel Rekap Capaian Indikator Bidang Pendidikan

INDIKATOR

Angka Partisipasi Kasar SD/MI Angka Partisipasi Kasar SMP/MTs Angka Partisipasi Kasar SMA/MA Angka Partisipasi Murni SD/MI Angka Partisipasi Murni SMP/MTs Angka Partisipasi Murni SMA/MA Angka Putus Sekolah Usia 7-12 Thn Angka Putus Sekolah Usia 13-15 Thn Angka Putus Sekolah Usia 16-18 Thn

POSISI REALATIF TERHADAP CAPAIAN TINGKAT PROVINSI DAN NASIONAL 101.53 91.00 51.10 92.31 73.57 41.28 1.43 16.27 52.81

POSISI RELATIF TERHADAP INDIKATOR KINERJA/TARGET LOKAL (RPJMD)

Dari tabel rekap di atas dapat dilihat bahwa terdapat enam indikator utama yang secara capaian masih buruk bila dibandingkan dengan capaian provinsi dan nasional, sehingga perlu diprioritaskan untuk diperbaiki. Harapannya, perbaikan capaian keenam indikator ini dapat membantu penurunan kemiskinan di kabupaten Brebes provinsi Jawa Tengah. Analisis Posisi Relatif ini juga harus dilakukan pada bidang lain untuk dapat menemukan apa yang menjadi prioritas masalah penyebab kemiskinan daerah. 4.2 Menemukan Akar Masalah Per Bidang Setelah menemukan capaian indikator yang bermasalah ditiap bidang, langkah selanjutnya adalah menemukan akar masalah yang menjadi penyebab tidak tercapainya indikator utama tersebut. Ditahapan ini, dibutuhkan kordinasi dengan SKPD terkait bidang-bidang tersebut untuk memperoleh data sektoral yang lebih akurat baik data kuantitatif maupun kualitatif. Dengan memanfaatkan data sektoral, daerah akan memiliki informasi yang lebih akurat mengenai kondisi pencapaian indikator bidang-bidang terkait serta kondisi yang menjadi penyebab tidak tercapainya target indikator di bidang yang bersangkutan. Untuk dapat menemukan akar masalah dapat digunakan Pohon Masalah atau Analisa Tulang Ikan seperti contoh dibawah ini.

Lembar | 27


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Gambar 8. Contoh Analisis Pohon Masalah

Dalam menemukan akar masalah, analisa dapat dilihat dari sudut pandang pemerintah selaku penyedia jasa layanan masyarakat (supply) maupun dari sudut pandang masyarakat sebagai pengguna jasa layanan (demand). Akar masalah tidak selalu bersumber dari kurangnya fasilitas layanan publik yang disediakan pemerintah. Namun, hal ini juga dapat bersumber dari persepsi yang berkembang di masyarakat tentang layanan pemerintah maupun budaya dan kondisi sosial ekonomi yang menjadi hambatan bagi masyarakat. Sebagai contoh, Angka Partisipasi Murni SMP yang rendah di suatu kabupaten, bisa jadi tidak hanya diakibatkan kurangnya sarana dan prasarana sekolah. Namun, bisa juga disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat dimana saat seorang anak lepas dari Sekolah Dasar, dia diharapkan bisa membantu perekonomian keluarga. Contoh analisa untuk menemukan akar masalah dari sisi supply dan demand bisa dilihat seperti tabel dibawah ini : Gambar 9. Analisa ketersediaan (supply) dan pemanfaatan (demand)

Lembar | 28


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bila akan menemukan akar masalah dari renahnya capaian indikator Angka partisipasi Murni SMA/MA pada bidang pendidikan di kabupaten Brebes provinsi Jawa Tengah dapat menggunakan Analisis Keterkaitan seperti yang tampak pada gambar berikut: Gambar 10. Analisa Keterkaitan antara Indikator Utama dengan Indikator Pendukung

Indikator Utama

Indikator Pendukung 2: SPM 32 Siswa

Indikator Pendukung 1: SPM ≤ 6

Indikator Pendukung 3: SPM 2

Dari hasil analisis keterkaitan dengan memanfaatkan data kuantitatif di atas, penyebab masih rendahnya capaian Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/MA di kabupaten Brebes bila dibandingkan dengan capaian provinsi Jawa Tengah dan Nasional dapat ditelusuri dengan melihat apakah terdapat permasalahan Jarak Sekolah, Rasio Siswa/kelas, Rasio Guru/kelas menjadi faktor yang menjadi penyebab masih rendahnya capian APM SMA/MA. Indikator-indikator ini dapat dilihat untuk memastikan apakah sudah memenuhi SPM (Standar Pelayanan Minimum) yang berlaku atau belum. Selain melihat pada indikator pendukung, akar masalah kemudian ditelusuri dengan melihat faktor lain seperti budaya dan persepsi masyarakat terhadap pendidikan.

Dengan demikian, keluaran dari proses analisa ini antara lain : 1. Adanya informasi mengenai pencapaian indikator utama di bidang yang menjadi determinan kemiskinan didaerah (pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, ketenagakerjaan dan kewirausahaan, infrastruktur dasar) 2. Ditemukannya indikator-indikator capaian yang masih bermasalah di tiap bidang, baik diatas maupuan dibawah rata-rata provinsi atau nasional. 3. Adanya informasi mengenai capaian indikator-indikator pendukung pencapaian indikator makro 4. Adanya informasi mengenai keterkaitan antara pencapaian indikator utama dengan indikator pendukung 5. Ditemukannya akar masalah yang menghambat pencapaian indikator utama yang dibuktikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif Lembar | 29


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

4.3 Analisis Prioritas Intervensi Wilayah: Setelah menemukan prioritas bidang prioritas intervensi, langkah selanjutnya adalah menemukan dimana wilayah yang akan di intervensi. Menemukan wilayah (kecamatan) dimana permasalahan itu terjadi akan membuat intervensi yang akan dilakukan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran. Untuk ini kita bisa menggunakan data yang sifatnya lebih mikro seperti data PPLS 2011. Dalam menemukan prioritas wilayah salah satu yang menjadi pijakan adalah persentase masyarakat miskin di wilayah tersebut. Wilayah dengan persentase penduduk Desil1,2,3 yang besar akan menjadi prioritas sasaran dalam intervensi di bidang yang bermasalah. Temuan ini kemudia di uji silang dengan indikator capaian yang bermasalah. Dengan demikian kita akan mendapati wilayah dengan persentase penduduk miskin terbanyak dengan capaian indikator yang masih bermasalah. Gambar 11.Contoh analisa prioritas intervensi wilayah

Hasil analisis prioritas intervensi wilayah di atas menunjukkan bahwa terdapat enam kecamatan di kabupaten Brebes provinsi Jawa Tengah yang menjadi prioritas dalam meningkatkan capaian indikator Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/MA, Antara lain Kec. Tanjung, Kec. Ketanggungan, Kec. Bulakamba, Kec. Somggom, Kec. Wanasari dan Kec. Losari. Dimana pada keenam kecamatan ini masih banyak terdapat masyarakat dengan status kesejahteraan yang rendah dan anak usia SMA/MA (16-18 tahun) dengan status kesejahteraan rendah tidak bersekolah.

Lembar | 30


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Data Mikro, adalah data yang lebih operasional yang menyajikan informasi tentang siapa orang miskin itu, dimana mereka berada, dan apa yang mereka lakukan; yang direkap dalam unit administrasi terendah (RT/ RW atau desa/ kelurahan). Sumber data ini adalah hasil PPLS – BPS dan Data Sektoral (SKPD). Contoh data mikro antara lain : • Distribusi rumah-tangga/individu Desil 1, Desil 2 dan Desil 3 menurut kecamatan  kantong kemiskinan di daerah. • Distribusi kepala rumah tangga perempuan dalam rumah-tangga Desil 1-3 menurut kecamatan  Kerentanan ekonomi rumah-tangga/keluarga. • Distribusi usia kepala rumah-tangga dalam rumah-tangga Desil 1-3 menurut kecamatan  Kerentanan ekonomi rumah-tangga/keluarga. • dsb.

Lembar | 31


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 5 TEKNIS PENYUSUNAN

RELEVANSI DAN EFEKTIFITAS APBD

Lembar | 32


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini berisi informasi hasil analisis relevansi dan efektifitas APBD selama ini terhadap strategi penanggulangan kemiskinan di daerah dengan melihat dari sisi pendapatan dan sisi belanja daerah

Evaluasi terhadap APBD dilakukan untuk menganalisis relevansi dan efektivitas APBD dalam penanggulangan kemiskinan selama ini. Evaluasi terhadap anggaran dari sisi pendapatan akan membantu kita menilai apakah upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang selama ini dilakukan tidak menambah beban pengeluaran masyarakat miskin. Sementara analisa terhadap anggaran belanja akan membantu kita untuk melihat apakah selama ini kita telah membelanjakan anggaran dengan prioritas yang tepat, sesuai dengan masalah yang menjadi prioritas. Sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah dokumen Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 3 tahun terakhir. 5.1 EVALUASI APBD Analisis terhadap struktur APBD berguna untuk melihat perkembangan pendapatan dan belanja suatu daerah dari tahun ke tahun, serta komposisi komponen pendapatan maupun belanja tersebut. Struktur anggaran suatu daerah disebut efektif jika memiliki relevansi terhadap prioritas intervensi dan prioritas wilayah yang sudah dilakukan sebelumnya, juga relevansi terhadap penerima manfaat program. Artinya, anggaran daerah tersebut memprioritaskan bidang yang tepat, dilakukan di wilayah yang tepat dengan penerima sasaran yang tepat. Evaluasi APBD dalam SPKD dilakukan terhadap : A. Kemampuan Daerah dalam Membiayai Pengeluaran Daerah. Dalam hal ini ada 2 sisi yang harus dilihat, yaitu : • Derajat otonomi fiskal • Ruang Fiskal B. Relevansi Alokasi Anggaran dengan melihat dari sisi: • Pendapatan • Belanja Dari analisis ini, secara garis besar kita dapat melihat bagaimana kemampuan suatu daerah membiayai program dan kegiatannya dan bagaimana suatu daerah memilih atau “tidak dapat memilih” kebijakan belanjanya. Secara khusus dapat dilihat kebijakan anggaran tersebut dalam perspektif penanggulangan kemiskinan (seperti berapa persen yang dialokasikan untuk belanja Bansos, belanja investasi untuk sektor-sektor pelayanan dasar, serta belanja subsidi untuk kepentingan masyarakat sosial ekonomi terendah).

5.2 Analisis Kemampuan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran Daerah 5.2.1 Derajat Otonomi Fiskal Lembar | 33


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Derajat Otonomi Fiskal (DOF) adalah tingkat kemampuan suatu pemerintah daerah untuk membiayai sendiri kegiatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber diperlukan daerah. DOF merupakan indikator kemandirian keuangan suatu daerah. Indikator ini juga diistilahkan dengan Rasio Kemandirian. Dengan menganalisa seberapa besar DoF suatu daerah, kita dapat menilai seberapa mandiri daerah dalam membiayai kegiatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Semakin mandiri, mestinya semakin berkualitas dan semakin luas cakupan pelayanan yang dapat diselenggarakan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah berisi informasi antara lain : -

Ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provensi) semakin tinggi rasio kemandirian menunjukkan semakin rendahya ketergantungan dengan pihak lain, dan sebaliknya.

-

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejatraan masyarakat.

Untuk mengukur kemampuan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah ini dapat dilihat dari sisi Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaa daerah dan penerimaan lain-lain dibandingkan dengan sumber pendapatan seluruhnya, baik dana dari pemerintah pusat, provinsi maupun pihak lain. đ?‘Ťđ?’†đ?’“đ?’‚đ?’‹đ?’‚đ?’• đ?‘śđ?’•đ?’?đ?’?đ?’?đ?’Žđ?’Š đ?‘­đ?’Šđ?’”đ?’Œđ?’‚đ?’? =

đ?‘ˇđ?’†đ?’?đ?’…đ?’‚đ?’‘đ?’•đ?’‚đ?’? đ?‘¨đ?’”đ?’?đ?’Š đ?‘Ťđ?’‚đ?’†đ?’“đ?’‚đ?’‰ đ?‘ťđ?’?đ?’•đ?’‚đ?’? đ?‘ˇđ?’†đ?’?đ?’…đ?’‚đ?’‘đ?’‚đ?’•đ?’‚đ?’?

Gambar 12. Contoh analisa posisi relatif derajat otonomi fiskal menurut kabupaten/kota

Lembar | 34


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Sumber : DJPK Kemenkeu, diolah

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki persentase DOF paling tinggi di Kalimantan Tengah, namun kecenderungan menurun sejak tahun 2010 sampai dengan 2012. Sementara Kabupaten Pulang Pisau dengan posisi DOF yang sangat rendah, tetapi kecenderungan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Mestinya dengan DOF yang tinggi, Kotawaringin Timur dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang lebih baik dibandingkan dengan kabupaten dengan DOF yang lebih rendah. 5.2.2 Ruang Fiskal Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki pemerintah dalam mengalokasikan APBD bagi kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan. Semakin besar ruang fiskal yang tersedia, semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah untuk meningkatkan alokasi belanja negara pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas seperti pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Ruang fiskal diperoleh dengan cara mengurangi total Pendapatan Daerah dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya mengikat seperti Belanja Pegawai dan Belanja Bunga. Ruang Fiskal = Belanja Bunga )

Total Pendapatan - ( DAK+Pendapatan Hibah+Dana Penyesuaian ) - ( Belanja Pegawai +

Gambar 13. Contoh analisa posisi relatif ruang fiskal menurut kabupaten/kota

Sumber : DJPK-Kemenkeu, diolah

Lembar | 35


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

5.3 RELEVANSI ALOKASI ANGGARAN 5.3.1 PENDAPATAN Prinsip Efektifitas dan Relevansi Anggaran Pendapatan • Anggaran pendapatan tidak boleh menambah beban pengeluaran masyarakat miskin

Analisa selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari kegiatan ekonomi daerah itu sendiri dan sebagai salah satu pilar kemandirian suatu daerah. Kontribusi yang dicapai dari pendapatan asli daerah dapat terlihat dari seberapa besar pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai salah satu dari komponen Pendapatan Asli Daerah Tujuan identifikasi ini adalah untuk memastikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan PAD yang secara umum terdiri dari pajak dan retribusi, tidak menambah beban pengeluaran masyarakat miskin. Evaluasi APBD dari sisi pendapatan dalam konteks penanggulangan kemiskinan bertujuan untuk menganalisis komponen pendapatan asli daerah (PAD) dari segi besaran, proporsi dan potensinya. Dengan demikian didapat informasi apakah PAD berpotensi dalam membiayai penanggulangan kemiskinan atau justru dapat menghambat upayaupaya penanggulangan kemiskinan baik langsung maupun tidak langsung. Analisis pendapatan daerah juga digunakan untuk melihat bagaimana cara PAD didapatkan di daerah. Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, analisis juga dilakukan untuk melihat apakah pendapatan daerah terutama retribusi dan pajak daerah, berpotens ( langsung maupun tidak langsung) menambah beban masyarakat miskin, menghambat peningkatan pendapatan masyarakat terumata masyarakat miskin, investasi swasta dan pengembangan kewirausahaan terutama UMK. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sumber pendapatan daerah terdiri dari 1) Pendapatan Asli Daerah, 2) Dana Perimbangan, 3) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah. .

Lembar | 36


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Gambar 14. Analisa Porsi Pendapatan Daerah

Sumber : DJPK – Kemenkeu, diolah Analisa porsi pendapatan daerah di atas menunjukkan bahwa porsi PAD menurut kabupaten di Provinsi Bengkulu masih menunjukkan porsi yang rendah. Analisa PAD kemudian dilakukan terhadap Pendapatan Daerah Kota Bengkulu dan didapatkan hasil bahwa pajak daerah berkontribusi sebesar 4,18% sementara retribusi sebesar 2,62%. Selanjutnya dilakukan analisa lebih mendalam mengenai pajak apa saja berkontribusi dalam menambah pendapatan daerah seperti dijelaskan dalam bagian selanjutnya.

5.3.1.1 PAJAK Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang utama dan sangat penting bagi pemerintah daerah. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena sifatnya yang memaksa, maka pemberlakuan penerimaan pajak daerah diharapkan tidak berpotensi (langsung maupun tidak langsung) menambah beban masyarakat miskin, menghambat peningkatan pendapatan masyarakat terutmaa masyarakat miskin, investasi swasta dan pengembangan kewirausahaan terutama UMK. Gambar 15. Analisa Porsi Pajak Daerah

Lembar | 37


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Sumber : LRA Kabupten Situbondo Tahun 2012

5.3.1.2 RETRIBUSI Selain pajak daerah, terdapat retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Seperti halnya pajak daerah, pemberlakuan peraturan pungutan retribusi daerah semestinya tidak membebani masyarakat miskin. Retribusi juga harus disesuaikan dengan kontribusi jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah yang layak untuk dikenakan retribusi. Dengan adanya retribusi diharapkan tingkat layanan kepada masyarakat menjadi lebih baik. Gambar 16.Porsi Komponen Retribusi

Sumber : LRA Kabupten Situbondo Tahun 2012

Lembar | 38


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

5.3.2

BELANJA Prinsip Efektifitas dan Relevansi Anggaran Belanja •

Anggaran belanja harus mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin

•

Anggaran belanja harus mendukung peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin

•

Anggaran belanja harus mendukung pengembangan dan penjaminan keberlanjutan UMK

Analisis anggaran belanja dilakukan untuk melihat komposisi belanja dan perkembangannya dari waktu ke waktu. Dengan demikian kita dapat menganalisa apakah belanja yang dilakukan relevan dan efektif dalam memperbaiki capaian indikator utama di bidang yang bermasalah selama 3-5 tahun terakhir. Yang dimaksud dengan Belanja Daerah adalah semua pengeluaran yang digunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas terkait dengan program penanggulangan kemiskinan berdasarkan program dan kegiatan pada setiap urusan terutama yang langsung terkait dengan program penanggulangan kemiskinan. Analisis terhadap struktur anggaran belanja berguna untuk melihat apakah anggaran daerah telah digunakan secara efektif. Hal ini dilakukan dengan menganalisa proporsi belanja APBD berdasarkan prioritas nasional maupun daerah, antar penyelenggara layanan (urusan), program dan antara kelompok belanja langsung dan tidak langsung. Gambar 17. Realisasi Belanja Daerah

Lembar | 39


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Sumber : LRA Kabupten Situbondo Tahun 2012

Prinsip Efektifitas dan Relevansi Anggaran Belanja •

Anggaran belanja harus mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin

•

Anggaran belanja harus mendukung peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin

•

Anggaran belanja harus mendukung pengembangan dan penjaminan keberlanjutan UMK

5.4 PENYELENGGARA LAYANAN Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD adalah penyelenggara layanan publik yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. Kewenangan SKPD mengkoordinasikan dan mengkonsultasikan penyusunan dan perumusan standar pelayanan minimal (SPM) sesuai bidang yang ditangani, karena SPM akan menjadi tolok ukur kinerja. SKPD harus terus memperhatikan dan memenuhi berbagai ketentuan dan persyaratan yang dibutuhkan untuk peningkatan pelayanan administrasi pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam program penanggulangan kemiskinan. Dalam analisa ini harus dilihat apakah porsi belanja antar penyelenggara layanan sudah sesuai dengan prioritas daerah ataupun nasional. 5.5 KELOMPOK BELANJA Merasionalkan belanja sangat penting agar belanja yang dikeluarkan dapat efektif dan efisien. Oleh karena itu formulasi kebijakan umum anggaran belanja daerah diarahkan pada program prioritas, yaitu pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonorni masyarakat yang didukung dengan pembangunan infrastruktur wilayah untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Analisa belanja dilakukan dengan melihat komposisi belanja langsung dan tidak langsung beserta masing-masing komponennya, dalam analisis antar waktu dengan melihat perkembangan belanjanya. Hal yang harus diperhatikan adalah berapa (nominal dan proporsi) dan untuk apa belanja pegawai, belanja modal, belanja bansos, dan belanja subsidi. Belanja daerah sendiri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu; Belanja Rutin (Belanja Tidak Langsung) dan Belanja Pembangunan (Belanja Langsung). Belanja daerah dapat disebut efektif dan efisien ketika memperhatikan keseimbangan antara belanja rutin (operasional) dan belanja untuk pembangunan (modal). Belanja Rutin diprioritaskan untuk mengoptimalkan fungsi dan tugas rutin perangkat daerah. Salah satu yang harus menjadi perhatian adalah perlunya upaya penghematan untuk Belanja Rutin non Pegawai dengan cara memprioritaskan pembiayaan belanja yang benar-benar dibutuhkan dan mendesak baik dalam bentuk bantuan sosial maupun hibah dan subsidi dengan tujuan untuk meringankan beban pengeluaran masyarakat miskin. Belanja untuk pembangunan (modal) disusun atas dasar kebutuhan masyarakat sesuai dengan tuntutan dan dinamika yang berkembang. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.

Lembar | 40


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) 5.6 KELOMPOK PROGRAM Program kerja merupakan penerjemahan upaya mencapai sasaran dalam bentuk kegiatan. Pelaksanaan program/kegiatan kerja akan akan membawa pengaruh terhadap pencapaian tujuan maupun misi dan visi yang ingin dicapai. Program kerja yang disusun pemerintah daerah seharusnya dapat meningkatkan kualitas layanan publik sehingga menjadi layanan yang prima. Layanan yang prima akan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan kebijakan layanan publik. Penganggaran belanja program hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas serta permasalahan dari masing-masing urusan / satuan kerja khususnya dalam program penanggulangan kemiskinan. Dalam analisis kelompok program harus diperhatikan komposisi anggaran belanja pada program-program operasional terhadap program yang langsung kepada masyarakat. Hal ini untuk memastikan anggaran program yang dialokasikan sudah sesuai dengan permasalah pada setiap daerah. Contoh analisis terhadap belanja langsung menurut program dapat dilihat pada Gambar.18. Gambar 18. Realisasi belanja Langsung

Lembar | 41


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 6 TEKNIS PENYUSUNAN

KAJIULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN

Lembar | 42


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini berisi informasi mengenai pemetaan program-program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan daerah dari segi besaran bantuan, cakupan dan sasaran dengan program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat

6.1 PEMETAAN PROGRAM Penanggulangan kemiskinan merupakan hasil kumulatif dari seluruh proses pembangunan. Setiap upaya pembangunan seperti pembangunan jalan, jembatan, investasi sektor swasta, bahkan pengangkatan pegawai hasilnya akan berkontribusi terhadap upaya penanggulangan kemiskinan baik langsung maupung tidak langsung. Namun dengan semakin kompleksnya permasalahan kemiskinan, program-program yang ditujukan langsung secara khusus kepada penduduk miskin semakin diperlukan. Program ini dikategorikan sebagai program penanggulangan kemiskinan yang afirmatif, artinya program-program tersebut memang secara khusus dirancang dan dijalankan untuk menjawab persoalan kemiskinan secara langsung kepada sasaran penduduk miskin secara individu, keluarga maupun rumah tangga, sasaran melalui komunitasnya maupun sasaran melalui sumber penghidupannya. Dalam pendekatan percepatan penanggulangan kemiskinan nasional, program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan berdasarkan penerima manfaat : 1. Kluster 1 dengan sasaran individu, keluarga dan rumah tangga contohnya program perlindungan sosial PKH (Program Keluarga Harapan) 2. Kluster 2 dengan sasaran komunitas dengan model pemberdayaan contohnya berbagai macam program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) 3. Kluster 3 dengan sasaran sumber penghidupan adalah program-program yang bertujuan mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil (UMK) Bagian ini ditujukan untuk memetakan program-program Kluster 1,2 dan 3, yang ada di suatu daerah baik program nasional maupun program daerah itu sendiri, sehingga dapat diidentifikasi berapa banyak program-program khusus penanggulangan kemiskinan, siapa dan apa saja sasarannya, berapa jumlah pemanfaatnya, berapa jumlah sumberdaya/anggaran yang dialokasikan, serta siapa pelaksana programnya. Pemetaan program ini akan membantu dalam mereview kebijakan dengan melihat program-program kemiskinan yang bersasaran (targeted) yang sudah dijalankan di suatu daerah, bagaimana program itu berjalan, apa manfaat dan dampak program tersebut bagi perlindungan sosial dan perbaikan kualitas hidup serta penghidupan penduduk miskin.

Lembar | 43


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Gambar 19 . Pemetaan Program-program Kluster 3 di daerah JENIS TRANSFER

PROGRAM

SASARAN

JUMLAH PENERIMA MANFAAT

JUMLAH BANTUAN

LEMBAGA PELAKSANA

Kemenhut

N a s i o n a l

1.

KUR Perkebunan

2.

Pengembangan Tanaman Karet 250 Ha

Petani dengan luas lahan <0,5 hektare

250 org

1.294.475.000

3.

Pembuatan Kebun Bibit Rakyat

Petani tanpa lahan

1250 orang

1.250.000.000

D a e r a h

1.

Fasilitasi peningkatan kemitraan usaha bagi UKM

Pelaku usaha dan pihak perbankan

200 UMK

57.884.000

2.

Pemantauan pengelolaan dana pemerintah bagi UMKM

Pelaku usaha

100 UMK

70.716.000

3.

Fasilitasi dan pelatihan dasar bagi pengrajin tanah liat

Pengrajin batik

30 orang

94.245.000

Dinas Koperindag dan UMKM

6.2 KAJIULANG KEBIJAKAN MENURUT BIDANG / SEKTOR Kajiulang kebijakan menurut bidang/sektor merupakan gap analysis antara kebijakan yang seharusnya dijalankan (mengacu pada prioritas kebijakan dan intervensinya yang dihasilkan dari analisis data kemiskinan), dengan kebijakan yang ada selama ini. Kaji ulang kebijakan akan melihat kesesuaian baik dari sisi program dan kegiatannya, relevansi dan efektivitas anggarannya, maupun regulasi yang ada. Kaji ulang dilakukan berdasarkan bidang/sektor sesuai dengan 5 sektor dalam analisis kemiskinan, yaitu bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang infrastruktur (prasarana) dasar, bidang ketenagakerjaan dan kewirausahaan, serta bidang ketahanan pangan. Dengan melakukan analisis ini, akan diperoleh informasi mengenai apa yang menjadi prioritas penanggulangan kemiskinan pada setiap bidang. Kita kemudian dapat membandingkannya dengan hasil analisis kondisi kemiskinan,

Lembar | 44


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) kemudian melihat gap antara prioritas tersebut. Mana kebijakan “yang seharusnya� ada dengan kebijakan yang “yang ada�. Hasil kajiulang kebijakan akan membantu TKPK dalam menemukan isu-isu strategis dalam penanggulangan kemiskinan di daerah, baik secara umum maupun menurut bidang/sektor (5 sektor).

6.3 KELEMBAGAAN Bagian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kebutuhan akan adanya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), sebagai Lembaga Koordinasi yang memiliki peranan dan fungsi kunci dalam mensinergikan Program Penanggulangan Kemiskinan. Dengan mencantumkan kelembagaan TKPK sebagai bagian strategi penanggulangan kemiskinan, akan memberikan gambaran tentang kebutuhan akan sinergi program melalui sebuah kelembagaan dan tata kelola program yang baik. Salah satu tantangan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia adalah isu integrasi dan koordinasi beragam program kemiskinan yang ada. Untuk mengoptimalkan berbagai strategi penanggulangan kemiskinan yang ada, maka diperlukan suatu kelembagaan yang dibentuk sebagai wadah untuk memaksimalkan koordinasi lintas sektoral dan lintas pemangku kepentingan. Ditingkat nasional dibentuklah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebagai wadah kordinasi sementara di tingkat provinsi dibentuklah Tim Kordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang dibentuk untuk melakukan sinkronisasi dan kordinasi dalam upaya percepatan pengurangan jumlah penduduk miskin diwilayahnya. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka dibentuklah Kelembagaan TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas dan fungsi utama dalam mendukung Pemerintah Daerah dalam Mengkoordinasikan, dan Mengendalikan Kebijakan dan Program dalam rangka Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Pembentukan/penyempurnaan kelembagaan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemsikinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota -, yang disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) serta menyesuaikan dengan Peraturan/Dasar Hukum yang berlaku. Di dalam SK tersebut juga harus memuat struktur keanggotaan TKPK. Mengingat struktur TKPK banyak diisi oleh kepala dinas/badan dan lembaga serta kepala bidang, dapat juga di bentuk tim teknis yang perannya antara lain memfasilitasi kordinasi antara TKPK dengan satuan kerja lainnya di daerah. Penguatan kapasitas internal perlu dilakukan bagi tim teknis yang bersangkutan.

Lembar | 45


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Tugas dan fungsi utama TKPK adalah koordinasi dan pengendalian program-program penanggulangan kemiskinan di daerah. TKPK merupakan bagian dari strategi penanggulangan kemiskinan yang menggerakkan strategi yang lain melalui instrument koordinasi dan pengendalian agar kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan dan bersifat lintas sektor berjalan secara sinergisPenyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). TKPK dapat mengkoordinasikan penyusunan SPKD dengan lintas sektor yang lain untuk pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan dalam RPJMD. 1. Mengkoordinasikan penajaman perencanaan dalam Renstra SKPD, Renja SKPD dan perancangan RKPD. 2. Rapat koordinasi. 3. Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan di daerah. 4. Penyusunan laporan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan di daerah. 5. Pengelolaan pengaduan masyarakat.

6.4 Sistem Koordinasi dan Pengendalian Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 memposisikan TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota agar berperan dalam supervisi, pemantauan dan evaluasi terpadu (integrated monev) terhadap kinerja seluruh Tim Koordinasi yang menangani berbagai program penanggulangan kemiskinan di daerah. TKPK melakukan koordinasi berdasarkan fungsinya, antara lain: a. Mengkoordinasikan penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai dasar penyusunan RPJMD Provinsi dan Kabupaten/Kota di bidang penanggulangan kemiskinan; b. Mengkoordinasikan forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau forum gabungan SKPD bidang penanggulangan kemiskinan dalam hal penyusunan rencana strategis SKPD; c. Mengkoordinasikan forum SKPD atau forum gabungan SKPD bidang penanggulangan kemiskinan dalam hal penyusunan rancangan RKPD; d. Mengkoordinasikan forum SKPD atau forum gabungan SKPD bidang penanggulangan kemiskinan dalam hal penyusunan rencana kerja SKPD; a) TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan rapat koordinasi paling sedikit 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun. Mengkoordinasikan penajaman perencanaan dalam Renstra SKPD, Renja SKPD dan perancangan RKPD. Adapun ruang lingkup Koordinasi dalam pendekatan kelembagaan adalah Sinkronisasi, Harmonisasi dan Integrasi Penanggulangan Kemiskinan Lintas Sektor dan Lintas Pemangku Kepentingan. b) Dalam konteks penyusunan SPKD, Rapat Koordinasi TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat dilaksanakan pada 3 (tiga) tahapan ringkas yaitu: kordinasi dalam persiapan penyusunan, kordinasi dalam proses penyusunan dan kordinasi dalam finalisasi SPKD.TKPK yang berisi berbagai SKPD dapat juga memiliki tim teknis yang bertanggung jawab dalam mengkordinasikan kegiatan operasional TKPK.

Lembar | 46


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) e. Evaluasi pelaksanaan perumusan dokumen rencana pembangunan daerah bidang penanggulangan kemiskinan; Rapat kordinasi ini dapat dipimpin langsung oleh ketua TKPK dalam hal ini Wakil Gubernur, Wakil Bupati/Wakil Walikota dengan melibatkan seluruh SKPD dan stakeholder lainnya seperti DPR, LSM, perguruan tinggi

Pencantuman kebutuhan akan adanya kelembagaan koordinasi dan pengendalian penanggulangan kemiskinan dalam dokumen SPKD sangat penting dalam mengoperasionalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui sistem birokrasi yang ada. Dengan adanya informasi mengenai kebutuhan kelembagaan dalam SPKD akan memudahkan TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mengimplementasi kebijakan dan program serta pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah. Dalam SPKD dapat dicantumkan kebutuhan anggaran bagi kegiatan operasional TKPK dengan indikator kinerja yang jelas dan target yang akan dicapai pada periode berikutnya. Anggaran operasional dibutuhkan untuk kegiatan perencanaan, kordinasi, pengawasan dan pengendalian program. Dalam melakukan kegiatannya, TKPK memiliki sekretariat yang berkedudukan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Karena itu secara khusus kelembagaan TKPK dengan peran dan fungsinya, struktur yang menyangkut kelompok kerja dan kelompok kebijakannya, perlu dicantumkan dalam SPKD sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi Instrumen koordinasi dan pengendalian yang dapat dijalankan oleh TKPK antara lain: penanggulangan kemiskinan.

Struktur TKPK

Lembar | 47


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

6.5

Penguatan Kelompok Kerja TKPK

Kelompok Kerja di dalam struktur TKPK berfungsi membantu kelancaran pelaksanaan tugas Sekretariat TKPK. Kelompok kerja meliputi area kerja (a) Kelompok Kerja Pendataan dan Sistem Informasi; (b) Kelompok Kerja Pengembangan Kemitraan; dan (c) Kelompok Kerja Pengaduan Masyarakat. Masing-masing Pokja (Kelompok Kerja) berperan penting karena informasi kebijakan yang dihasilkan dari implementasi oleh tiap program penanggulangan kemiskinan akan menjadi penguat fungsi kordinasi TKPK. Tiap-tiap kelompok kerja terdiri dari lintas SKPD yang memiliki tugas pokok dan fungsi terkait dengan kelompok kerja. Kelompok kerja pendataan dan sistem informasi dapat berfokus pada penyediaan data untuk penargetan programprogram penanggulangan kemiskinan. Salah satunya dengan pemanfaatan Basis Data terpadu yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran sasaran program-program perlindungan sosial. Kelompok kerja pengembangan kemitraan dapat berperan dalam memperkuat kerjasama lintas sektor dalam penanggulangan kemiskinan, antara lain dengan melibatkan dunia usaha melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Kelompok kerja pengaduan masyarakat memiliki tugas menanggapi dan mengendalikan pengaduan masyarakat untuk program-program penanggulangan kemiskinan.

Lembar | 48


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 7 TEKNIS PENYUSUNAN

ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

Lembar | 49


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini berisi informasi mengenai isu strategis yang menjadi prioritas daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Isu strategis di hasilkan dari perumusan masalah, prioritas intervensi, analisis relevansi APBD, dan hasil kaji ulang terhadap kebijakan yang ada.

3.2 ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI Isu strategis merupakan isu-isu (kondisi atau hal) yang dianggap paling prioritas (penting, mendasar, mendesak) untuk ditangani. Satu isu strategis dapat memuat beberapa indikator utama dalam suatu bidang, isu-isu strategis tersebut menjadi arah atau tujuan dari hal yang akan dicapai bersama oleh beberapa program. Isu strategis dipilih dari banyak isu yang dihasilkan dari hasil analisis kemiskinan dan determinan kemiskinan pada setiap bidang, hasil evaluasi anggaran, serta kajiulang kebijakan dan kelembagaan. Isu-isu terpilih ini kemudian dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya atau dianalisis faktor pendorong dan penghambatnya (tim dapat menggunakan analisis SWOT dan sejenisnya). Dari analisis inilah isu strategis dapat dirumuskan. Rumusan isu strategis dapat terdiri dari: 1. Pernyataan isu (substansi) 2. Penjelasan atau penjabaran atas isu tersebut (proses) 3. Kondisionalitas yang mendasari isu tersebut atau kondisionalitas yang harus ada jika isu tersebut akan diatasi (konteks)

Gambar 20. Rumusan isu strategis

Proses

Masalah

Lingkungan

Contoh pernyataan isu strategis : •

Meningkatkan kualitas pendidikan dasar (substansi) melalui peningkatan sarana dan prasarana dan tenaga pendidik (proses) dengan memprioritaskan pada daerah pesisir (konteks) Lembar | 50


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) •

Menurunkan angka kematian ibu (substansi) melalui peningkatan pelayanan puskesmas dan tenaga kesehatan (proses) dengan mempertimbangkan keterjangkauan pelayanan kesehatan pada daerah yang sulit (konteks)

Sementara rencana aksi merupakan detail dari bagaimana isu strategis tersebut akan diatasi melalui kebijakan, program dan kegiatan, dimana kegiatan tersebut akan dijalankan, siapa penanggungjawab pelaksana kegiatan, dan berapa anggaran yang dibutuhkan dalam waktu berapa tahun? (dalam hal ini disarankan untuk waktu 5 tahun). Perumusan isu strategis daerah dalam penanggulangan kemiskinan ini menjadi pokok dari sebuah SPKD, karena isu strategis ini merupakan hasil akhir dari analisis yang dilakukan dalam dokumen ini, dan menjadi arah yang akan dituju oleh kebijakan, program dan kegiatan yang direncanakan secara lebih detail dalam rencana aksi. CONTOH ISU STRATEGIS (contoh RPJMD DKI Jakarta):  PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN (substansi), melalui peningkatan kelembagaan sumberdaya manusia dan tatalaksana yang meliputi penyediaan prasarana dan sarana, peningkatan kualitas tenaga pendidik, pengelolaan sistem pendidikan yang berkualitas serta biaya pendidikan (proses)  PENINGKATAN KUALITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN (substansi), melalui peningkatan kulaitas kelembagaan, sumberdaya manusia, dan tatakelola meliputi antara lain peningkatan kualitas prasarana dan sarana kesehatan, kualitas tenaga medis dan paramedis, perbaikan sistem pelayanan (proses) dengan memperhatikan keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan untuk seluruh masyarakat Jakarta termasuk masyarakat miskin dan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus (konteks).  PENGELOLAAN KEPENDUDUKAN YANG BERKUALITAS (substansi), melalui peningkatan kelembagaan sumberdaya manusia dan tatalaksana, serta peningkatan sistem informasi dan penegakan hukum (proses) dalam menurunkan pertumbuhan alami dan urbanisasi (konteks).

3.3 RENCANA AKSI DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN Rencana Aksi Daerah (RAD) merupakan penjabaran dari isu strategis. RAD menjelaskan program dan kegiatan, lokasi kegiatan, penanggungjawab kegiatan dan besaran anggaran dalam pelaksanaan kegiatan. Renacana Aksi Daerah dioperasionalkan dalam Matriks Rencana Aksi Daerah yang berisikan kebijakan unggulan, program, kegiatan, lokasi, SKPD pengelola, dan pagu indikatif. Tujuan dari bagian ini adalah menyusun Rencana Aksi Daerah yang merupakan penjabaran dari isu strategis dalam Matriks Rencana Aksi Daerah yang berisikan kebijakan unggulan, program, kegiatan, lokasi, SKPD pengelola, dan pagu indikatif. Lembar | 51


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Rencana Aksi Daerah dalam penanggulangan kemiskinan yang dituangkan dengan penjabaran berupa penentuan tujuan dan sasaran dari isu strategis dan perumusan kebijakan untuk operasionalisasi isu strategis. Kebijakan kemudian diturunkan menjadi program dan kegiatan untuk dengan pendanaan indikatif (pagu) yang sesuai dengan Analisis Standar Biaya (ASB). Jika pagu indikatif telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan SKPD yang akan bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan. Isian ini akan berbentuk matrik yang sudah sesuai dengan format RPJMD. Dengan demikian, akan memudahkan pengintegrasian program penanggulangan kemiskinan dalam RPJMD bidang penanggulangan kemiskinan dan memudahkan SKPD menerjemahkan program dan kegiatan yang berorientasi kepada penanggulangan kemiskinan dalam rencana kerja dan anggaran SKPD terkait. Gambar 21. Ilustrasi Keterkaitan Isu Strategis, Tujuan dan Sasaran, Kebijakan, Program dan Kegiatan serta Pendanaan Indikatif

Lembar | 52


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Gambar 21. Contoh Keterkaitan Isu Strategis, Tujuan dan Sasaran, Kebijakan, Program dan Kegiatan serta Pendanaan Indikatif

No

Isu Strategis

Tujuan

Sasaran

Kebijakan

1.Meningkatnya APM SD/MI dari 70% pada tahun 2013 menjadi 95 % pada tahun 2017.

1. Peningkatan Akses pendidikan pada jenjang SD/MI.

Program

Kegiatan

Pendanaan

Lokasi

URUSAN WAJIB BIDANG PENDIDIKAN

1

1. Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan diseluruh jenjang pendidikan

1. Meningkatkan Pemerataan dan Perluasana Akses Pendidikan pada jenjang SD-MI

Program 1: Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

Total Seluruh Biaya Program

Indikator Program (Outcome): Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI

Kegiatan 1: Pembangunan Gedung Sekolah Indikator Kegiatan (Output):

Total Seluruh Biaya perkegiatan 1

Program: Sebutkan lokasinya: bisa seluruh sekolah SD/MI, Kecamatan, atau Desa.

Kegiatan: Sebutkan lokasinya: Mis: SDN 01, SDN 08, SDN 12

Jumlah Sekolah Terbangun Kegiatan 2: Pembangunan Rumah Dinas Kepala Sekolah, Guru, Penjaga Sekolah

Total Seluruh Biaya perkegiatan 2

Kegiatan: Sebutkan lokasinya: Mis: SDN 01, SDN 08, SDN 12

Indikator Kegiatan

Lembar | 53


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) (Output): Jumlah Rumah Dinas Kepala Sekolah, Guru, Penjaga Sekolah Kegiatan 3: Penambahan Ruang Kelas Baru Sekolah

Total Seluruh Biaya perkegiatan 3

Indikator Kegiatan (Output):

Kegiatan: Sebutkan lokasinya: Mis: SDN 01, SDN 08, SDN 12

Jumlah Ruang Kelas Sekolah Program 2: Pendidikan Menengah Indikator Program (Outcome): Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTsn dan SMA/MA

Kegiatan 1: Pembangunan Gedung Sekolah Indikator Kegiatan (Output): Jumlah Sekolah Terbangun

Total Seluruh Biaya Program

Program: Sebutkan lokasinya: bisa seluruh sekolah SD/MI, Kecamatan, atau Desa.

Total Seluruh Biaya perkegiatan 1

Kegiatan: Sebutkan lokasinya: Mis: SMPN 01, SMPN 08, SMPN 12, SMAN 01, SMAN 08, SMAN 12, SMKN 01, SMKN 08, SMKN 12, MTSn 01, MTSn 08, MTSn 12,

Lembar | 54


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kegiatan 2: Penambahan Ruang Kelas Baru Sekolah Indikator Kegiatan (Output): Jumlah Ruang Kelas Sekolah

Total Seluruh Biaya perkegiatan 2

Kegiatan: Sebutkan lokasinya: Mis: SMPN 01, SMPN 08, SMPN 12, SMAN 01, SMAN 08, SMAN 12, SMKN 01, SMKN 08, SMKN 12, MTSn 01, MTSn 08, MTSn 12,

Lembar | 55


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

BAGIAN 8 TEKNIS PENYUSUNAN

RENCANA SISTEM MONITORING DAN EVALUASI

Lembar | 56


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagian ini memuat pentingnya rancangan sistem monitoring terhadap rencana Aksi Daerah (RAD) yang dibuat. Sistem monitoring dan evaluasi berguna untuk memastikan bahwa program dan kegiatan yang disusun mempunyai sistem kendali dan hasil yang dapat diukur. 8.1 Apa dan Mengapa Sistem Monitoring dan Evaluasi Sistem monitoring dan evaluasi dalam penanggulangan kemiskinan diperlukan dalam rangka mengetahui informasi kemajuan dan kualitas pelaksanaan program, mengidentifikasi masalah dan potensi masalah dalam pelaksanaan program, memberikan penilaian keberhasilan program dari sisi keluaran, kegunaan dan dampaknya. Monitoring dan evaluasi juga berguna untuk menjelaskan keberhasilan, hambatan atau kegagalan sebuah program/kebijakan. Adanya rencana sistem monitoring dan evaluasi akan membantu menyediakan bukti-bukti empiris yang menunjukkan efektif tidaknya pelayanan dan program yang dijalankan, baik dari segi biaya maupun dampak. Monitoring dan evaluasi juga akan membantu dalam memutuskan apakah kebijakan dan program yang ada layak dikembangkan. Selain itu juga membantu mengidentifikasi masalah dan kesulitan dalam pelaksanaan program kerja. Manfaat lain dari pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan menunjukkan bukti bagaimana pemerintah mengelola sumber daya publik. Dengan demikian, pada dasarnya kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan bagian dari advokasi kebijakan berbasis bukti. Monitoring dan evaluasi dalam hal ini adalah kegiatan mengumpulkan bukti empiris untuk kemudian dianalisis. Hasil analisis ini dapat digunakan dalam mengadvokasi kebijakan untuk perubahan yang diinginkan bagi masyarakat. 3 Elemen utama Advokasi Kebijakan Berbasis Bukti : • • •

Bukti Empiris : kemampuan mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengembangkan informasi yang tersedia (kuntitatif dan kualitatif). Analisis : kemampuan menggunakan bukti empiris yang tersedia dalam rangka evaluasi kualitas implementasi kebijakan Advokasi kebijakan : menggunakan bukti empiris dan analisis untuk perencanaan pembangunan

Kegiatan monitoring dan evaluasi masing-masing memiliki fokus dan keluaran informasi yang berbeda. Monitoring berfokus pada proses dengan mengamati tahapan perencanaan (input) , kegiatan pelaksanaan program (activity) sementara evaluasi berfokus pada keluaran (Output) , hasil (outcome) dan dampak (impact). Secara lebih jelas, monitoring dan evaluasi dapat dibedakan dalam tabel dibawah ini : Lembar | 57


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Gamba 22. Perbedaan Monitoring dengan Evaluasi Monitoring • Fokus pada proses: membandingkan pelaksanaan dengan rencana/prosedur. • Informasi yang dihasilkan digunakan untuk mengendalikan program. • Dilaksanakan oleh pengelola program atau pemangku kepentingan lainnya.

Evaluasi • Fokus pada keluaran, hasil dan dampak: mengacu pada tujuan, membandingkan dengan kondisi sebelum program, menggunakan kelompok kontrol. • Informasi yang dihasilkan digunakan untuk menilai keberhasilan dan masa depan program. • Pelaksana biasanya adalah lembaga nonpemerintah.

8.2 Fokus Monitoring dan Evaluasi Dalam setiap tahapan kegiatan monitoring dan evaluasi terdapat fokus pengamatan dengan indikator yang berbeda-beda. Sebagai contoh, dalam tahapan perencanaan, fokus pengamatan adalah masukan (input) program dengan indikator yang mencakup anggaran, sumberdaya manusia dan rencana kerja. Dalam tahapan pelaksanaan, fokus pengamatan adalah proses (kegiatan, program) dengan indikator seperti pencapaian sasaran, penerapan prosedur dan regulasi. Sedangkan dalam tahap paska pelaksanaan, fokus pengamatan adalah hasil program dan dampak program, dengan indikator hasil keluaran (output) dan dampak (impact) program. Dengan demikian, proses monitoring dan evaluasi akan mengamati pencapaian indikator program dan kegiatan dalam tahapan sebagai berikut : a. b. c. d. e.

Masukan (input) Kegiatan (process) Keluaran (output) Hasil (outcome) Dampak (impact)

Contoh monitoring dan evaluasi terhadap tahapan perencanaan dengan indikator yang digunakan dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar 24. Contoh monitoring dan evaluasi pada pelaksanaan Program PKH (Program Keluarga Harapan)

Lembar | 58


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Tingkatan

Target

Indikator

Dampak

Perbaiakan Kesejahteraan

Berkurangnya Mal-Nutrisi anak dan berkurangnya Ibu Meninggal saat melahirkan

Outcome

Pencapaian Program dan Perubahan Perilaku

Meningkatnya kunjungan Ibu hamil ke Faskes

Output

Pencapaian Program

Jumlah RT Miskin menerima Program PKH secara penuh tanpa pinalti

Aktivitas Program

Pelaksanaan Program

Sosialisasi, Verifikasi, Pembayaran tepat waktu

Input

Sumber Daya yang cukup dan berjalan efektif

Kesiapan anggaran, SDM, Infrastruktur (Kesehatan dan Pendidikan)

8.3 Siapa yang melakukan monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh Pokja Pengaduan Masyarakat dalam TKPK bersama dengan SKPD terkait yang menjadi Satuan Kerja (Satker) pelaksana dari setiap Program dan kegiatan tersebut. Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, monitoring dan evaluasi akan dilakukan terhadap: 1. Monitoring terhadap pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di tiap bidang SKPD 2. Monitoring terhadap program-program penanggulangan kemiskinan bersasaran 3. Evaluasi terhadap output program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di tiap bidang SKPD 4. Evaluasi terhadap capaian indikator-indikator (outcome) kemiskinan TKPK dapat memanfaatkan instrumen dan tools yang biasa digunakan dalam proses evaluasi program dan kegiatan reguler. Hal ini sangat dimungkinkan, mengingat RAD-SPKD merupakan dokumen yang berisikan rencana program dan kegiatan beserta target kinerjanya untuk masa 5 (lima) tahun kedepan, atau sesuai dengan masa kepemimpinan daerah. Keterkaitan dengan proses evaluasi RAD-SPKD dengan Perencanaan pembangunan daerah regular dapat memanfaatkan instrument evaluasi tahunan yang terkait dengan Indikator input (masukan), pelaksanaan (aktifitas), dan output (keluaran), maupun evaluasi multi-tahun (5 tahunan), baik kaitan dengan RPJMD maupun Renstra-SKPD dengan indikator outcome (Hasil), Impact (Dampak) maupun Indikator Utama lainnya.

Lembar | 59


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Bagimana kita menilai keberhasilah sebuah Program? Gunakan pertanyaan dibawah ini untuk membantu menilai keberhasilan tersebut: 1. Apakah program benar memberikan dan menghasilkan hal yang dibutuhkan? (–misalnya; penanganan Demam berdarah: obat atau kelambu?) 2. Untuk setiap Rp. 1 yang dikeluarkan, berapa besar kemajuan yang dicapai? (–Penurunan angka kemiskinan, peningkatan partisipasi sekolah, penurunan angka kematian bayi, dll.) 3. Bagaimana jika dibandingkan dengan program lain? (– Apakah ada cara lain yang juga memberikan hasil sama dengan biaya lebih murah?) 4. Bagaimana dampak tidak langsung atau sampingan? (–Kepuasan masyarakat? Korupsi?) 8.4 Metode Monitoring dan Evaluasi Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan monitoring dan evaluasi antara lain : a. Survey : mengumpulkan informasi yang relevan dari responden yang diperoleh dari sampel yang representatif b. Metode Partisipatif : Mendapatkan informasi dengan cara pelibatan secara intensif dan observasi langsung dalam kurun waktu tertentu c. Analisis Anggaran : Menganalisis item-item pengeluaran program dan membandingkan dengan rencana awal d. Kunjungan Lapangan(Spot Check/Rapid Appraisal) : Perolehan informasi secara cepat dari penerima program dan pemangku kepentingan lainnya.

8.5 Tahapan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi untuk program dan kegiatan yang direncanakan didalam RADSPKD dapat dibagi menjadi dua tahapan. Tahapan pertama adalah tahap monitoring dan evaluasi terhadap proses pelaksanaan dengan menilai indikator input (masukan) dan juga indikator pelaksanaan kegiatan (aktifitas). Tahapan kedua adalah tahap Evaluasi, dimana proses yang dilakukan adalah mengevaluasi pencapaian Output (Keluaran) dari kegiatan yang telah dilakukan, outcome (hasil) dari output yang dihasilkan, dan juga Impact (Dampak) yang ditimbulkan dari outcome (hasil).

Gambar 25. Keterkaitan Proses Monitoring dan Evaluasi terhadap pencapaian Indikator Kinerja

Lembar | 60


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Dampak (Impact) Keluaran/ Hasil/Dampak

Hasil (Outcome) Keluaran (Output) Aktifitas

Implementasi

Evaluasi

Monitoring dan Evaluasi

Masukan (Input)

Tahapan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi dalam Rencana Aksi Daerah sebagai bentuk implementasi tahapan diatas dapat dilihat dalam bagan alir dibawah ini : Gambar 26. Tahapan pelaksanaan monitoring dan evaluasi RAD

Perencanaan

Paska Pelaksanaan

Pelaksanaan

√ Lanjut √ Revisi√ Ekspansi√ Replikasi-

1. 2. 3.

Analisis Kerangka Logis Analisis Input Perencanaan Berbasis Data

Sumber: Disain Program (RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, Renja SKPD), Dokumen Anggaran

1. 2. 3.

Analisis Data Pelaksanaan Kunjungan Lapangan Evaluasi Proses

Sumber: SIM, Pengaduan, Laporan Lapangan

1. 2. 3.

Laporan Program Evaluasi Dampak Kajian Efektivitas

√ Exit

Sumber: SIM, Survey, Eksperimen, Persepsi

Pemantauan

Evaluasi

Lembar | 61


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Contoh: Pelaksanaan Pemantauan Umum P4S dan Peran TKPK Pelaksanaan pemantauan dikoordinasi oleh TNP2K dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan P4S termasuk Kementerian/Lembaga (K/L) di tingkat pusat, TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota, serta lembaga penelitian/ universitas yang ditunjuk. Pemantauan P4S akan dilaksanakan selama program P4S berlangsung. Kegiatan pemantauan dapat menggunakan berbagai pendekatan: 1. 2. 3. 4. 5.

Uji petik Pemanfaatan data administrasi program Pemanfaatan data sekunder hasil survei BPS Pemantauan media massa (surat kabar harian setempat) Pengumpulan data primer lapangan bekerjasama dengan akademisi dari Universitas dan tim dari TKPK Daerah

Adapun aspek-aspek yang akan dilihat dalam pemantauan adalah sebagai berikut: 1.

Terkait distribusi KPS, antara lain : a. Memantau kualitas distribusi KPS dan koodinasi para pemangku kepentingan b. Memantau proses rekapitulasi KPS, dari tingkat desa hingga tingkat kementerian. c. Memantau proses pengembalian perubahan RTS-PM dan KPS yang kembali (retur). 2. Terkait pembayaran, antara lain : a. Memantau kualitas proses pencairan bantuan dan klasifikasi kepesertaan masing-masing program. b. Memantau efektivitas koordinasi para pemangku kepentingan terkait dengan P4S dan BLSM pada saat pencairan c. Mengindentifikasi permasalahan yang timbul selama proses pencairan manfaat P4S 3. Terkait pelaksanaan kegiatan dan pemutakhiran data, antara lain :

a. Memantau efektivitas koordinasi para pemangku kepentingan terkait pemutakhiran data. b. Memantau perbedaan/perubahan dari Daftar Penerima Manfaat awal dan Daftar Penerima Manfaat perubahan c. Memantau kualitas mekanisme pemutakhiran dan keberadaan Posko Pengaduan, Musdes/Muskel dan Muscam di lapangan. d. d. Memantau dan mendokumentasikan dinamika lokal terkait dengan pemutakhiran kepesertaan masing-masing program

Hal-hal yang perlu dikaji oleh Koordinator Pemantauan P4S tingkat Kabupaten/Kota antara lain adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kualitas distribusi KPS dari PT. POS Indonesia; Koordinasi dengan aparat desa/kelurahan dan kecamatan; Kualitas rekapitulisasi KPS dari TKSK dan aparat desa; Kualitas rekapitulisasi KPS yang terkait dengan pendaftaran sekolah; Kualitas pelayanan kesehatan untuk penerima KPS; Kualitas distribusi Raskin; dan Kualitas pembayaran BLSM dan Manfaat KPS lainnya

Lembar | 62


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Contoh Format atau Template Monitoring/Pemantauan

MONITORING CEPAT KPS 2013 DIISI OLEH PELAKSANA PEMATAUAN TINGKAT KECAMATAN

NAMA PROVINSI

KODE: └─┴─┘

NAMA KABUPATEN

KODE: └─┴─┘

NAMA KECAMATAN

KODE: └─┴─┴─┘

ALAMAT KECAMATAN NAMA PETUGAS JABATAN PETUGAS TELEPON/HP

01. Berapa banyak Desa/kelurahan di kecamatan ini? 02. Berapa Desa/Kelurahan yang dikunjungi TKSK? 03. Apakah Kecamatan sudah menerima lembar sosialisasi KPS?

1.Ya

3. Belum

07. Apakah TKSK sudah menerima Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SK-RTM) dari PT. POS ?

1.Ya

3. Belum

08. Apakah TKSK menerima SKRTM sejumlah rekap KPS yang retur plus KPS yang yang dikembalikan? 09. Apakah ada Posko Pengaduan KPS di kecamatan ini?

1.Ya

3. Tidak

1.Ya

3. Tidak

04. Berapa Desa/Kelurahan yang mendapatkan rekap KPS yang retur (rekap didapat dari petugas POS)? 05. Berapa Desa/Kelurahan yang melakukan Musyawarah desa (Musdes) / Musyawarah kelurahan (Muskel)? 06. Berapa Desa/Kelurahan yang melakukan penarikan KPS ?

Lembar | 63


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Prosedur: Pelaksana Pemantauan Tingkat Kecamatan akan mengisi jawaban dari pertanyaan di atas dan mengirimkan jawaban tersebut melalui sms dengan format dan no yang sudah ditentukan. Selain melalui sms, bisa juga melalui website dengan program yang sudah disediakan dalam website tersebut.

Lembar | 64


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

PEMANTAUAN P4S DAN KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL 2013 OLEH TKPK KABUPATEN/KOTA BAGIAN I. INFORMASI UMUM A.

INFORMASI DASAR

A01. PROPINSI

A02. KABUPATEN/KOTA

A03. NAMA RESPONDEN

A04. JABATAN

A05. E-MAIL

A06. NO TELEPON

B.

DISTRIBUSI KARTU P4S DAN KELUHAN SOAL KEPERSERTAAN (Jelaskan lebih detil di laporan)

B01. Apakah ada laporan terkait protes/keluhan di desa terkait Kartu P4S?

1. Ya

B01a. Di berapa desa terjadi protes/keluhan terkait Kartu P4S?

_ _ _ desa

2. Tidak  lanjut ke pertanyaan C01

Lembar | 65


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) B02. Jika Ya, hal-hal apa saja yang menyebabkan protes/keluhan? (Lingkari semua yang benar)

A. Ada rumah tangga yang menerima KPS/ SKRTM tidak miskin B. Ada rumah tangga yang miskin namun tidak menerima KPS/SKRTM. C. Ada pendapat bahwa semua rumah tangga di desa/kelurahan ini seharusnya mendapat KPS D. Proses penentuan rumah tangga pengganti KPS dalam musdes/muskel tidak transparan E. Lainnya___________________________

B03. Jelaskan apa saja bentuk penyampaian protes/keluhan yang dilakukan? (Lingkari semua yang benar)

A. B. C. D. E. F.

B04. Apakah ada laporan bahwa protes/pengaduan keluhan menyebabkan kerusakan fisik, bentrokan atau semacamnya?

1. Ya (Di laporan, jelaskan kapan dan di mana terjadi)

Pengaduan ke Posko Pengaduan Pengaduan ke Kantor Desa/Lurah Pengaduan ke Kantor Camat Pengaduan ke Kantor Bupati Demonstrasi/aksi massa Lainnya, sebutkan _____________________________ 2. Tidak

PEMANTAUAN P4S DAN KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL 2013 OLEH TKPK KABUPATEN/KOTA BAGIAN II. REKAPITULASI PENERIMA KPS DI TINGKAT DESA (Cetak kuesioner tabel sebanyak jumlah desa/kelurahan)

C01 NAMA KECAMATAN: C02

C03

C04

C05

C06

C07

C08

C09

C10 Lembar | 66


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) No

Nama Desa

Apakah Desa sudah menerima KPS?

Jumlah RT Penerima KPS

Jumlah KPS retur (data dari PT Pos)

Desa sudah melakukan Musdes/ Muskel?

Apakah ada penggantian nama RTM penerima KPS?

Jika ada, berapa RTM yang: Dikeluarkan dari daftar

Dimasukkan ke daftar

Apakah Desa/Kel sudah menerima SKRTM?

1

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

2

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

3

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

4

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

5

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

6

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

7

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

8

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

9

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

10

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

11

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

12

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

13

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

14

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

1. Ya 2. Tidak

Lembar | 67


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) 15 TOTAL

1. Ya 2. Tidak

Desa

1. Ya 2. Tidak

RT

RT

Desa

1. Ya 2. Tidak

Desa

1. Ya 2. Tidak

RT

RT

Desa

Lembar | 68


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

PEMANTAUAN P4S DAN KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL 2013 OLEH TKPK KABUPATEN/KOTA

BAGIAN III. LAPORAN PENYALURAN BLSM (Observasi di beberapa desa/kelurahan, cetak kuesioner sebanyak jumlah observasi)

A01. PROPINSI

A02. KABUPATEN/KOTA

A03. NAMA RESPONDEN

A04. JABATAN

A05. E-MAIL

A06. NO TELEPON

A07. KECAMATAN

A08. DESA/KELURAHAN

D. SITUASI LOKASI D01. Tanggal penyaluran D04. Lokasi penyaluran:

D02. Waktu mulai 1. Di dalam Kantor Pos

2. Di halaman Kantor Pos

D03. Waktu selesai 3. Di sekitar Kantor Pos, jelaskan:

4. Di lokasi selain Kantor Pos, jelaskan:

D05. Apakah tersedia fasilitas yang cukup memadai untuk melayani penerima BLSM (meja, kursi)?

1. Ya

2. Tidak

D06. Apakah PT. POS menyediakan fasilitas tambahan khusus untuk penyaluran BLSM (misalnya: tenda, tali)?

1. Ya

2. Tidak

Lembar | 69


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) D07. Apakah PT. POS menyediakan petugas yang cukup untuk melayani penerima BLSM?

1. Ya Jumlah: orang

2. Tidak

D08. Apakah ada petugas tambahan dari pemerintahan setempat (Desa/RW/RT) yang membantu?

1. Ya Jumlah: orang

2. Tidak

D09. Apakah petugas kepolisian terlihat membantu pengamanan/penyaluran BLSM?

1. Ya Jumlah: orang

2. Tidak

D10. Apakah PT. POS masih tetap memberikan layanan umum di saat penyaluran BLSM?

1. Ya

2. Tidak

D11. Seberapa meter panjang antrean penerima BLSM (kira-kira)?

meter

D12. Berapa menit seorang pengunjung mengantre hingga akhirnya dilayani (kira-kira)?

menit

E. INSIDEN – APAKAH TERJADI HAL-HAL BERIKUT SELAMA PENYALURAN BLSM? E01. Pengantre pingsan kelelahan?

1. Ya

2. Tidak

E02. Pengantre tidak tertib/berdesakan/saling serobot tapi tidak menimbulkan cedera/kecelakaan?

1. Ya

2. Tidak

E03. Pengantre tidak tertib/berdesakan/saling serobot hingga menimbulkan cedera/kecelakaan?

1. Ya

2. Tidak

E04. Pengunjung tanpa kartu/SKRTM memaksa untuk dilayani?

1. Ya

2. Tidak

Lembar | 70


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) E05. Petugas melayani pengunjung tanpa kartu/SKRTM?

1. Ya

2. Tidak

E05. Protes dari pengantre/pengunjung lain dengan menimbulkan kegaduhan (misalnya: berteriakteriak)?

1. Ya

2. Tidak

E06. Ancaman/intimidasi dari pengantre atau pengunjung terhadap petugas?

1. Ya

2. Tidak

E07. Bentrokan fisik antara pengantre/pengunjung lain?

1. Ya

2. Tidak

E08. Kekerasan fisik (terhadap pengantre/pengunjung atau terhadap petugas)

1. Ya

2. Tidak

E09. Perusakan/kerusakan fasilitas?

1. Ya

2. Tidak

E10. Uang tunai yang disediakan tidak cukup?

1. Ya

2. Tidak

E11. Penyaluran BLSM hari itu dihentikan karena salah satu atau beberapa hal di E01-E10?

1. Ya

2. Tidak

E12. Penyaluran BLSM hari itu dihentikan karena sudah terlalu larut dan masih ada pengantre belum terlayani?

1. Ya

2. Tidak

F. CATATAN LAIN DARI OBSERVASI

Note: Untuk lebih jelasnya dapat melihat Buku Pedoman Pemantauan TKPK dan juga Pedoman Pengaduan Masyarakat yang menjadi bagian dari Juknis ini

Lembar | 71


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Lembar Fakta Kemiskinan

Lembar | 72


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Lembar | 73


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)

Sebelum krisis ekonomi 1997, Indonesia berhasil menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan, yakni dari 40,1% (1976) menjadi 11,3% (1996), atau turun sebesar 1,44% per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil pada periode tersebut memberikan kontribusi besar bagi penurunan jumlah penduduk miskin. Indonesia mengalami episode “pertumbuhan dengan keberpihakan pada masyarakat miskin” yang terbesar dalam sejarah perekonomian dibandingkan dengan negara mana pun karena berhasil mengurangi angka kemiskinan lebih dari separuhnya. Pada periode krisis ekonomi 1997–1999, jumlah penduduk miskin meningkat cukup tajam (23,4% pada 1999). Pascakrisis sampai sekarang (2012), pertumbuhan ekonomi hanya mampu menurunkan jumlah penduduk miskin rata-rata 0,55% per tahun. Per Maret 2012, tingkat kemiskinan mencapai 12%. Dari seluruh penduduk miskin di Indonesia, 57% tinggal di Jawa dan Bali, dan 11% tinggal di Indonesia Timur. Namun, proporsi penduduk miskin di kawasan Indonesia Timur rata-rata lebih tinggi daripada kawasan Indonesia lainnya. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan kesejahteraan penduduk yang besar antarwilayah. Lebih dari 60% penduduk miskin tinggal di perdesaan. Meskipun demikian, proporsi penduduk miskin perdesaan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yakni dari 81,55% (1976) menjadi 63,39% (2009). Sebaliknya, pada saat yang sama proporsi penduduk miskin perkotaan meningkat dua kali lipat, yakni dari 18,45% (1976) menjadi 36,61% (2009). Perubahan tersebut terjadi, antara lain, karena tingginya laju urbanisasi dan perkembangan daerah perdesaan menjadi perkotaan. Tingkat kerentanan masih tinggi. Pada 2009–2010, misalnya, terdapat 17,2 juta penduduk miskin yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan, namun pada periode yang sama, sebanyak 15,7 juta penduduk (yang pada 2009 tergolong bukan miskin) jatuh ke dalam kemiskinan. Sejumlah 95% lebih dari kelompok ini tergolong penduduk yang nyaris miskin. Penyebab utama mereka jatuh miskin adalah, antara lain, sakit, pemutusan hubungan kerja (PHK), krisis ekonomi, dan pengaruh alam (gagal panen karena banjir, kekeringan, dan lain-lain). Selain itu, hal-hal berikut ini perlu mendapat perhatian khusus. Banyaknya kelompok yang mengalami kerentanan dalam aspek lainnya. Kelompok rentan adalah kelompok yang karena umur, identitas, kepercayaan, pekerjaan atau kondisi lainnya memiliki resiko yang lebih tinggi untuk jatuh ke dalam kemiskinan, mengalami diskriminasi atau kekerasan dan dalam posisi yang sulit untuk mendapatkan akses pelayanan dasar. Beberapa kelompok yang termasuk kelompok rentan, antara lain : anak-anak, kelompok difabel, perempuan kepala keluarga, orang lanjut usia, pekerja seks komersial, pekerja migran, penderita penyakit tertentu (HIV/AIDS,dll), pengungsi dan korban bencana, penduduk informal, kelompok transgender dan penganut kepercayaan minoritas Kondisi multidimensi kemiskinan perdesaan lebih buruk. Data Susenas 2009 menunjukkan bahwa penduduk miskin perdesaan mengalami kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan kondisi penduduk miskin perkotaan dalam berbagai aspek kemiskinan multidimensi, seperti sanitasi, akses terhadap air bersih, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, dan lain-lain. Ketimpangan kesejahteraan makin tinggi. Indonesia saat ini mengalami kondisi ketimpangan tertinggi dalam sejarah. Indeks Gini mencapai 0,41 dan merupakan kenaikan tertinggi kedua di dunia Melebarnya kesenjangan terjadi karena tenaga kerja yang banyak diserap adalah mereka yang berpendidikan tinggi sehingga masyarakat miskin yang umumnya berpendidikan rendah tersingkirkan dan makin tertinggal. Studi oleh Suryadarma et al. (2010) menunjukkan bahwa laju Lembar | 74


Petunjuk Teknis Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) pengurangan kemiskinan yang paling maksimal terjadi ketika tingkat ketimpangan di dalam masyarakat rendah. Oleh karena itu, pengurangan ketimpangan harus menjadi salah satu fokus upaya penanggulangan kemiskinan dan kerentanan. PPKK & Upaya Pengurangan Kemiskinan & Kerentanan di Indonesia

Lembar | 75


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.