suara desa edisi VII

Page 1

SUARA DESA MAJALAH BULANAN

EDISI 07 15 AGUSTUS - 15 SEPTEMBER 2012

Desa Sejahtera, Negara Berjaya

Dua Kades Duel di Pilkada Nganjuk Waduk Makin Kritis RUU Desa di Ujung Penantian AKDI, dari Jatim untuk Indonesia

Kades Bersatu Negara Pasti Maju

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

1


PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT.

2

Potensi Bumi Power Potensi Bumi Nusa Potensi Bumi Binkara Potensi Bumi Jaya Potensi Bumi Perkasa Potensi Bumi Maju Potensi Bumi Mandiri Potensi Bumi Makmur Potensi Bumi International Potensi Bumi Nanggroe Potensi Lombok Power Potensi Lombok Energi Potensi Lombok Sakti Potensi Lombok Nusa Potensi Lombok Binkara Potensi Lombok Jaya Potensi Lombok Perkasa Potensi Lombok Maju Potensi Lombok Mandiri Potensi Lombok Makmur Potensi Lombok International Potensi Entebe Power

SUARA DESA

PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT.

Potensi Entebe Energi Potensi Entebe Sakti Potensi Entebe Nusa Potensi Entebe Binkara Potensi Entebe Jaya Potensi Entebe Perkasa Potensi Entebe Maju Potensi Entebe Mandiri Potensi Entebe Makmur Potensi Entebe International Potensi Alam Entebe Potensi Alam Nanggroe Potensi Alam Lombok Potensi Alam Nusa Potensi Alam International Potensi Bumi Lombok Power Potensi Bumi Lombok Energi Potensi Bumi Lombok Sakti Potensi Bumi Lombok Nusa Potensi Bumi Lombok Binkara Potensi Bumi Lombok Jaya Potensi Bumi Lombok Perkasa Potensi Bumi Lombok Maju Potensi Bumi Lombok Mandiri

www.suaradesa.com

PT. Potensi Bumi Lombok Makmur PT. Potensi Bumi Lombok International PT. Potensi Bumi Entebe Power PT. Potensi Bumi Entebe Energi PT. Potensi Bumi Entebe Sakti PT. Potensi Bumi Entebe Nusa PT. Potensi Bumi Entebe Binkara PT. Potensi Bumi Entebe Jaya PT. Potensi Bumi Entebe Perkasa PT. Potensi Bumi Entebe Maju PT. Potensi Bumi Entebe Mandiri PT. Potensi Bumi Entebe Makmur PT. Potensi Bumi Entebe International PT. Asia Leads PT. Asia Kelolartha Eramaju

PT. Potensi Bumi Energi PT. Potensi Bumi Sakti

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


6-14

INDEKS

FOKUS

* Kades Bersatu, Negara Maju * AKD, dari Jatim untuk Indonesia * Rapatkan Barisan, Galang Dukungan * Makmurkan Desa, Perkokoh NKRI

15-18 SUARA IJEN * * * *

Selamat Datang di Desa Kambing! Desa Berbantal Limbah Ijen Era Baru Pertanian Organik Menuju Desa Wisata Kambing Etawa

19-24 SUARA SEMERU * * * * *

Gagal Cegah TKI Ilegal Jalibar Malang Dari Batu Berburu Rumput ke Kediri Wonokerto Menggeliat Berkat Jamur Krupuk Lele Tinggi Kalsium di Yosowilangun

25-30 SUARA BRANTAS

* FKPD Blitar Bangun Kekuatan Desa * Bawang Merah Stabil, Petani Belum Untung * Waspada, Jika Melalui Trenggalek-Pacitan

34-39 SUARA WILIS

* Waduk Mulai Kritis * Jauh Mengayuh untuk “Mematri” Kehidupan Keluarga * Harga Tembakau di Ngawi Turun * Perempuan Penambang Pasir Sungai Grindulu

40-43 SUARA PANTURA

* Dipicu Kalimireng, Pantura Jadi Kawasan Emas * Calon Bupati yang Sukses Bangun Desa * Ekonomi Siding Tak Pernah Genting

44-48 SUARA AREK

* Dua Kades Berebut Jadi Penguasa Kota Angin * Ditemukan, Saluran Air Peninggalan Kerajaan

* Musim Hujan, Diperkirakan November * Warga Simogirang Girang Prestasi Desa * Sejahtera di Tengah Gunung Sampah

49-53 SUARA MADURA

* Egalitirianisme Bebek Madura Yang Panas * Desa Penghasil Ikan Terbesar * Desa Poreh Pusat Tikar Rakara

56-59 SOROTAN Penggalian situs sejarah di Desa Pagu, Kecamatan Wates Kabupaten Kediri.

* * *

RUU Desa di Ujung Penantian Otonom Kelola Anggaran Mencontoh Desa Brasil dan China

SaSa...Santai Saja Kades bersatu, negara maju Bersatu untuk tidak korupsi

AKD, dari Jatim untuk Indonesia Jadilah pioneer, bukan follower RUU Desa di Ujung Penantian Ayo, siap-siap kepung DPR Desa Kelola Anggaran Negara Biar terlambat, asal selamat !

Satu halaman

:

Setengah halaman

:

Seperempat halaman

:

Harga eceran Langganan satu tahun

: :

www.suaradesa.com

Pembina /Penasehat : R.H. Dwi Putranto Sulaksono Pemimpin Umum : Samari (Ketua AKD Jatim) Pemimpin Redaksi : Budi Harminto Dewan Redaksi : R.H. Dwi Putranto Sulaksono, Samari, Moch. Moezamil, Tulus Setyo Utomo, Sugeng Budiyono, Budi Harminto, Nur Fakih, M. F. Tony, G.S. Sutanto Redaktur Pelaksana : Nur Fakih, MF. Tony, GS. Santo Reporter : T. Huda (Banyuwangi), Fatur Hadi (Situbondo), Syamsu Sahal (Bondowoso), M. Hasan (Jember), R Ziqi (Malang), Ali Machmudi (Lumajang), Fathoni (Pasuruan), Achmad Faiz (Probolinggo), Sujiwo (Kediri), Hendra Yunantoro (Blitar), Sugiono (Nganjuk), Sakti Prawira (Tulungagung), Handrawan (Trenggalek), S. Prawiro (Madiun), Maksum Chairi (Magetan), Sumarsono (Ponorogo), Arie Wahyu (Pacitan), Achmad Zahni (Ngawi), Dodik Hendra (Gresik), G Susanto (Sidoarjo), Irfan Bachmid (Mojokerto), Nurul (Jombang), Abdul “Willy” Barry (Tuban), M. Mustika (Lamongan), Zaenal C.M. (Bojonegoro), Fatkul Amin (Bangkalan), Aminullah (Pamekasan ), Kasiono (Sampang), Alan Nuari (Sumenep). Kontributor : M. Jazuli (Pacitan), N Suseno (Ponorogo), Jaelono (Madiun), Kusnindar (Ngawi), Sono Keling (Magetan), Rebo (Trenggalek), Ashrori (Tulungagung), Madini (Kediri), Pitoyo (Blitar), Edi Santoso (Nganjuk), Robiul Usman (Jombang), Madra’i (Mojokerto), Anang Suhari (Sidoarjo), Elok Dwi Cahyono (Pasuruan), Saifullah Mahdi (Gresik), Nugroho LA (Lamongan), Sudiono (Bojonegoro), Mashyuri (Tuban), Didik GS (Malang), Hernanto S (Batu), Poniran (Probolinggo), Sanan (Lumajang), Umami (Situbondo), Hanafi (Bondowoso), Sugeng Budiyono (Jember), Agus Tarmidi (Banyuwangi). Rofik (Bangkalan), Ahmad (Sampang), Saiful (Pamekasan), Moh. Farqi (Sumenep). Pemimpin Perusahaan : Budi Harminto

DPR studi banding desa ke Brasil Yang benar belajar sepakbola ke Brasil

TARIF IKLAN

SUARA DESA

DESA SEJAHTERA, NEGARA BERJAYA

Sekretaris Redaksi : GS. Santo, Reza Pahlevi Pracetak : Tatik AS, S. Rini

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

5.000.000 3.000.000 3.000.000 2.000.000 2.000.000 1.000.000

(berwarna) (hitam putih) (berwarna) (hitam putih) (berwarna) (hitam putih)

Dua kepala desa duel di Pemilukada Nganjuk, H. Saiful Anam, Kades Sidoharjo, Kec. Tanjunganom (sebelah kiri) dan H. Yusmanto, Kades Selorejo, Kec. Bagor.

Rp 15.000/eksemplar Rp 150.000 (termasuk ongkos kirim)

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Alamat Redaksi: Kantor AKD Jatim Komplek Pasar Wisata Juanda Blok D-1 Desa Pabean Sedati, Sidoarjo. Telp. 031-8679999 Email:editor@suaradesa.com www.suaradesa.com www.akdjatim.com Diterbitkan oleh: Asosiasi Kepala Desa Jawa Timur SUARA DESA

3


UNEG Beda Suara Desa dan Derap Desa

BEBERAPA waktu lalu, saya berkunjung ke rumah teman kepala desa. Saya melihat ada dua majalah yang mengastanamakan “DESA”, yakni Suara Desa dan Derap Desa. Kata kepala desa, keduanya sama-sama dibagikan secara gratis. Setelah saya baca sekilas, ada perbedaan yang mencolok. Suara Desa lebih banyak menampilkan profil dan persoalan desa di masing-masing kabupaten di Jawa Timur. Sedangkan Derap Desa lebih dominan berita kegiatan pecitraan Gubernur Jatim Soekarwo, Ketua PKK Jatim Nina Soekarwo, dan beberapa dinas di Pemerintahan Provinsi Jatim. Sebagai orang desa, saya lebih sreg dengan Suara Desa karena desa banget gitu loh. Sebenarnya banyak yang ingin saya tanyakan, terutama menyangkut pendanaan, apakah dari APBD atau bukan. Tapi sudahlah ......, maju terus saja Suara Desa. Jangan pernah berhenti menyuarakan aspirasi Wong Deso. Teruslah suarakan hati nurani Wong Cilik. Merdeka ! Minto, Ds Pepe Sedati, Sidoarjo

perlengkapan pengaspalan sudah siap di tempat. Semoga nantinya dapat menambah manfaat bagi warganya. Rusaknya jalan selama ini 85% karena mobil penganggkut sirtu (pasir batu) atau galian C dari penambangan ilegal yang saat ini masih aktif dan tidak ada kontribusi/pajak penambangan terhadap negara. Mohon ada tindakan dari penegak hukum dan kami mohon yang menangani kasus penambangan kalau bisa serahkan ke POLRES jangan POLSEK , karena dari tahun ke tahun tidak ada penyelesaian dan amanaman saja karena POLSEK yangg menangani, ini bukan rahasia lagi bagi masyarakat. Cepat atau lambat, meski diperbaiki berulang kali, jalan yang sudah dihotmix akan rusak lagi, jika terus menerus dilewati truk sirtu. Terima kasih Hendro Sasongko, Ds Toyomarto, Singosari, Malang

UNEG Lebih Jujurlah Banyuwangi SELAMA mudik di Banyuwangi yang menjadi pusat perhatian saya adalah begitu banyaknya ucapan terima kasih warga di setiap desa dan kecamatan terhadap perbaikan jalan kepada Bupati Banyuwangi yang selama ini jarang terjadi. Memang tidak ada salahnya, namun hal itu seharusnya perbaikan dilaksanakan terlaksana lebih dulu baru disampaikan ucapan terima kasih. Hal ini berkaitan dengan belum diperbaikinya jalan Akhmad bin Hasan sebagai penghubung jalan raya Banyuwangi ke Licin dengan jalan Jelun Banjar yang keduanya amat sangat parah keadaannya dan tidak jarang motor terjatuh celaka karenanya. Lebih parah lagi jalan masuk Paspan ke Derek. Oleh karena itu melalui pengaduan ini, agar menjadi koreksi bagi pemberi dan penerima ucapan dimaksud untuk menyampaikan hal yang nyata dan tidak ditutup-tutupi. Besar kemungkinan dengan fasilitas jalan di tempat lainnya di Kabupaten Banyuwangi. Semoga tulisan ini membawa manfaat. Zulfiadi Suprayitno, Prabumulih, Sumsel 31114

Redaksi : Suara Desa diterbitkan oleh AKD Jatim, dan sepenuhnya didanai Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono. Suara Desa didedikasikan sebagai media yang menyalurkan aspirasi kepala desa dan rakyat di desa, serta menyampaikan persoalan di desa.

Terancam Hancur Lagi

DI DESA kami, Desa Ardimulyo dan Desa Toyomarto akan di aspal/hotmix . Seluruh

4

SUARA DESA

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Salam dari Desa

Bersatulah Pak Kades ! Salam Sejahteralah Desaku ! “Kades bersatu, tak bisa dikalahkan.” Begitulah ungkapan beberapa kepala desa (Kades), menyambut penuh semangat gagasan berdirinya Asosiasi Kepala Desa Indonesia (AKDI). Kepala desa bersatu menjadi impian dan obsesi mereka. Sejarah pergerakan bangsa ini mengajarkan, hanya dengan persatuan dan kesatuan, maka perjuangan lebih ringan dilakukan. “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Mereka pun berharap, bersatunya para kades dalam satu wadah profesional akan menyamakan visi, luruskan hati, dan satukan langkah. Potensi dan posisi strategis kepala desa baik dalam sistem pemerintahan maupun komunitas politik dapat dipahami dengan baik dan benar. Tentu untuk tujuan yang sama, yakni keberdayaan kepala desa sendiri dan kemajuan masyarakat desa. Ya, kepala desa selain sebagai subjek otonom yang langsung bertanggung jawab kepada rakyatnya dalam proses pemerintahan desa, sekaligus sebagai entitas politis dalam arti secara komunal. Kelompok kepala desa adalah kelompok politis yang memiliki posisi tawar yang sangat kuat dalam rangka check and balancing dalam tatanan pemerintahan. Juga sebagai kekuatan tandingan dari kekuatan-kekuatan politik yang ada. Menurut Ketua AKD Jatim Drs. H. Samari, MM, posisi pemerintahan desa yang otonom merupakan satu modal dasar politik yang besar bagi para kepala desa untuk membangun satu kemandirin politik. Kepala desa sebagai jabatan yang didapat dari satu arena politik tentu secara konstan memiliki potensi politik yang konstan pula. Meleburnya identitas parpol dan atribut-atribut golongan yang melekat menjadi personifikasi diri kepala desa merupakan satu bentuk personifikasi dukungan politik yang potensial. Pada diri kepala desalah identitas personal politik yang mandiri berada. Sebab kepala desa tidak dicalonkan oleh partai politik. Konteks tersebut memperkuat posisi kepala desa sebagai kekuatan politik yang otonom. Demikian juga hubungan pemerintahan desa dengan jenjang pemerintahan di atasnya terjalin secara interdependen. Artinya sangat temporal tapi tidak bisa intervensi. Pemerintahan desa benar-benar mandiri sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah. Posisi tersebut sangat strategis karena pemerintahan yang berada di atasnya tidak bisa melakukan intervensi langsung pada keberlangsungan sistem pemerintahan di desa. Dari segi politik, kepala desa sebagai kelompok politis memiliki posisi tawar yang sangat kuat jika dihadapkan dengan kekuatan politik manapun, terutama kekuatan infrastruktur politik yang ada pada level pemerintahan di atasnya. Satu potensi politis yang selama ini tidak pernah dipergunakan sebagaimana proporsinya. Mentalitas atasbawah masih saja menjadi pola pikir para kepala desa www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

selama ini. “Keputusan apapun yang tidak didukung oleh komunitas kepala desa tentu tidak akan bisa operasional. Satu posisi tawar yang sangat kuat namun sayang tidak pernah dimanfaatkan,”kata Castono. Asumsi tersebut benar. Latar belakang kepala desa yang beragam menjadi tantangan tersendiri bagi terbentuknya kesepemahaman terhadap berbagai persoalan politik maupun pemerintahan. Demikian pula kondisi politik dan pemerintahan di sebuah wilayah (kabupaten) kerap sekali berpengaruh, bahkan mewarnai terhadap psikologi politik para kepala desa. Seperti di sejumlah kabupaten di Jawa Timur, keberadaan wadah maupun organisasi kepala desa tidak

mendapatkan sambutan positif dari bupati. Bahkan secara diametral bupati menciptakan perbedaan dan sikap yang berseberangan dengan para kepala desa. Lalu para kepala desa masuk dan dipecah dalam kotak-kotak yang melemahkan secara politik. Lalu ? Mau tidak mau harus dibangun satu kesadaran bersama dalam kelompok kepala desa tentang posisi tawar mereka dalam arena politik. Kesadaran ini akan memupus kesadaran nalar atas-bawah yang sudah sedemikian rupa “dilembagakan”. Opini publik yang perlu dikembangkan, yakni memberi kesempatan kepala desa dan pemerintahan desa untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawal proses pemberdayaan dan pemajuan desa. Kepala desa dan pemerintahan desa harus selalu didengarkan suaranya, dilindingi martabatnya, dan diberikan hak-haknya. Lebih kongkrit lagi, “orang desa” harus dipercaya dan diberi kesempatan untuk menjalankan tata kelola pemerintahan dan “kenegaraan” dalam skala lebih kecil. Memang harus disadari, pencapaian seperti itu tidak semudah kita membalik tangan. Perlu perjuangan berat, memeras keringat dan mengerahkan tenaga ekstra. Namun segalanya akan lebih ringan dan cepat terwujud, jika para kepala desa dan wong deso bersatu menjadi satu kekuatan yang massif, terstruktur, dan sistematis. Ya, kepala desa bersatu, tak dapat dikalahkan. *** budi harminto

SUARA DESA

5


Kades Bersatu, Negara Maju D iakui atau tidak, kepala desa adalah ujung tombak sistem pemerintahan di Indonesia. Hampir seluruh program dan kegiatan pemerintahan bermuara di desa, seperti urusan KTP, penyaluran bantuan hibah, distribusi pupuk, jual beli tanah, orang menikah/bercerai, bagi warisan, keluarga berencana, ibu hamil bayi sehat, hingga surat keterangan miskin. Sedikitnya ada “18 departeman” yang harus dikerjakan kepala desa. Semuanya digerakkan oleh kepala desa. Ironisnya, perlakuan terhadap tugas dan peran pemerintahan desa (kepala desa) tidak jelas. Secara formal diperlakukan sebagai subordinasi pemerintahan di atasnya, namun tidak dibarengi dengan dukungan anggaran yang memadai sebagaimana pemerintahan kabupaten/kota, provinsi, dan pemerintahan pusat. Perlakuan terhadap pemerintahan desa juga selegenje alias tidak sama di setiap kabupaten. Misalnya, soal TPAPD (tunjangan penghasilan aparat pemerintahan desa), alokasi dana desa, masa jabatan kepala desa, dan sebagainya. Di satu sisi, kondisi dan latar belakang kepala desa yang beragam tidak mendapat dukungan secara politik agar mereka berdaya bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa di negeri ini. Kepala desa dibiarkan “di luar pagar” sistem pemerintahan. Akibatnya, kepala desa seperti pihak yang menjadi ajang “tombo butuh” untuk segala kegiatan pemerintahan maupun sosial politik lainnya, terutama pemilihan umum langsung seperti pemilihan legislatif, bupati, gubernur hingga pemilihan presiden. Dengan latar belakang seperti itulah, perlu adanya organisasi yang menyatukan kepala desa secara nasional. Tujuannya agar kepala desa berdaya baik secara profesional, independen, dan amanah bagi kemajuan desa maupun masyarakat desa. Gagasan Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono untuk menyatukan kepala desa dan perangkat desa dalam satu wadah secara nasional perlu kiranya mendapatkan dukungan dan sudah seharusnya dilakukan. Pembentukan organisasi kepala desa secara nasional

6

sudah merupakan keniscayaan. Hal itu sekaligus kebutuhan dan hak kepala desa untuk meningkatkan kapasitas dirinya, tentu saja agar berharga dan bermanfaat bagi kelangsungan proses pembangunan di tanah air. Tidak dapat dipungkiri, setelah berjalan 67 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, ada satu langkah yang masih tertatih-tatih mewujudkan citacita proklamasi itu. Yakni, belum meratanya pembangunan di Indonesia. Desa yang notabene sebagai sokoguru sebuah negara masih banyak yang terbelakang. Ini tentunya tidak lepas dari political will yang baik dan benar dari pemerintah dan elit politik Indonesia bagi kemajuan desa. Harus ada paradigma baru dalam membantu percepatan pembangunan di desa. Selain dibutuhkan “anggaran khusus” untuk desa, maka kepala desa sebagai motor penggerak pemerintahan di desa harus memiliki pemikiran yang sama terhadap arah pembangunan dan pemajuan Indonesia. Tidak ada jalan lain, para kepala desa harus berhimpun menjadi satu kekuatan sosial yang politik dan dapat menjadi mitra bagi pemerintah. Ya, Asosiasi Kepala Desa Indonesia (AKDI) adalah wadah bagi perjuangan dan penyaluran aspirasi tersebut. Maka, kepala desa bersatu, negara pasti maju. Desa berdaya, negara pasti berjaya. (*)

PENGURUS AKD Jatim melakukan demo di depan Gedung DPR-RI menuntut disahkannya RUU Desa.

PENGURUS AKD Jatim melakukan audiensi dengan anggota Pansus RUU Desa dan pimpinan DPR.

SUARA DESA

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


AKD, dari Jatim untuk Indonesia Keberhasilan Asosiasi Kepala Desa (AKD) Jawa Timur dalam mengawal program pro-desa membuat sejumlah kalangan meminta organisasi ini diperluas cakupannya menjadi nasional. Namanya AKD Indonesia. Para kepala desa pun merespon positif kelahiran AKDI yang akan dideklarasikan pada Oktober atau Desember 2012 mendatang.

W

ajah Kepala Desa Klampis Barat, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan, Madura, Husni Zaim, tampak sumringah begitu disampaikan rencana AKD Jatim melebarkan kepak sayap perjuangannya menjadi berskala nasional. Sebab, selama ini peran AKD dalam mengawal program pro-warga desa sudah sangat dirasakan rakyat. Bukan hanya memberi manfaat kepada kades. “Memang sudah saatnya (jadi AKDI)!” kata Husni Zaim kepada Suara Desa. Sebagai alat perjuangan, AKD akan lebih “power full” bila lingkupnya lebih luas berskala nasional menjadi AKDI. Tentu saja bila organisasi ini solid, pasti mampu mengayomi semua kepala desa di negeri ini sekaligus mengayomi semua warga desa di Indonesia. “Kelak AKD Indonesia harus mempunyai figure yang mampu mengayomi dan mengemban semua aspirasi kepala desa,” kata Husni Zaim. Pria ini berharap asosiasi itu secepatnya terbentuk. Selanjutnya diharapkan ada figur kharismatik yang bisa menjalankan roda organisasi dengan baik sehingga program-program di desa yang saat ini mandek akan bisa berjalan lagi.

www.suaradesa.com

LAPORAN: Budi Harminta, GS Santo, Nurfakih, Fathoni. M. Amin, Aminullah Elza, Chipnal, Ali, Wahono

“Kalau asosiasi ini (AKD Indonesia, Red.) terbentuk, maka masalah perkembangan di desa, seperti struktur desa, pasti akan tercover,” tutur Husni Zaim. Sebab, imbuhnya, selama ini di pemerintahan tingkat desa hanya kelurahan saja strukturnya yang tersusun dengan rapi, sementara untuk struktur di desa selalu monoton dan tidak tersusun dengan baik. “Susunan di pemerintahan desa selama ini selalu amburadul, itu berbeda dengan susunan pemerintahan di kelurahan,” tukasnya. Oleh sebab itu, kata dia, dengan terbentuknya AKD Indonesia, para kepala desa akan mempunyai payung hukum. Mereka pun senang sebab ada jalur koordinasi dari atas ke bawah pararel dengan sistem birokrasi. “Kami sangat mengharapkan dengan berdirinya AKD Indonesia ini nantinya bisa mengayomi para kepala desa,” katanya. Selain itu, kata Husni Zaim, dengan terbentuknya AKD Indonesia, para pengurus AKD Indonesia nantinya juga bisa memperjuangkan UU Desa untuk segera disahkan. Dia lebih bersyukur bila ada klausul AKDI dalam UU Desa. “Kalau UU desa disahkan seluruh kepala desa se-Indonesia pasti ada kebersamaan, karena visi dan misinya sama,” paparnya. Tak hanya Husni Zaim yang me-

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

FOKUS

nyambut positif berdirinya AKD Indonesia. Beberapa kepala desa dari seantero Jawa Timur. Diantaranya Ketua AKD Jember Sugeng Budiyono, yang menilai adanya AKD Indonesia dapat memberi banyak manfaat. Selain menjadi forum silahturahmi, juga sebagai wahana kepentingan bersama. “AKDI jangan sampai berseberangan dan menjadi bemper atau alat perjuangan semata AKDI harusnya lebih dari itu,”kata Sugeng tanpa memerinci lebih jauh. Menurut Sugeng, AKDI harus menjadi kekuatan politik yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran di desa. Selain itu, AKDI juga harus menjelma menjadi kekuatan pemberdayaan kepala desa maupun perangkat desa dalam kerangka system pemerintahan di Indonesia. Menurut Wakil ketua AKD Jatim ini, sudah saatnya desa dan masyarakat desa menjadi fokus pembangunan. Selama ini pemerintahan desa bersama masyarakat desa selalu terpinggirkan dan dianggap bodoh. Padahal pemerintahan desa itu ujung tombak bagi perbaikan di negeri ini. Demikian saat ini sudah banyak kepala desa yang pintarpintar dan berpendidikan tinggi. “Sekarang bukan jamannya lagi memandang desa dengan sebelah mata. Kalau Indonesia ingin menjadi Negara yang kuat, maka desa harus diberdayakan dan dimakmurkan lebih dulu,” ujar Sugeng, yang juga Kades

SUARA DESA

7


FOKUS Tanjungrejo, Kec. Wuluhan ini. Ketua Persatuan Kepala Desa Pamekasan (Perkasa) HM. Saiful juga merespon positif rencana AKD Jatim “bertiwikrama” menjadi AKDI. Hal itu karena manfaat organisasi para kades ini sudah dirasakan masyarakat secara luas. Apalagi perjuangan AKD Jatim mengawal UU Desa juga dirasakan secara nasional. “Beberapa tahun terakhir peran Perkasa (nama AKD di Pamekasan, Red.) amat dirasakan, baik oleh masyarakat ataupun pemerintah desa di Pamekasan. Organisasi ini mampu menjadi media penyalur aspirasi kepentingan desa kepada pemerintah ataupun para legislatif di Kabupaten Pamekasan,” katanya. Saiful menggambarkan Perkasa ibarat jembatan. Untuk itu Perkasa diharapkan bisa menggolkan keinginan yang lahir dari bawah dan harus berada di atas kepentingan masyarakat pedesaan. Dan selama ini, telah terbukti manfaat dari berdirinya

Keberadaan AKDI, kata dia, secara kelembagaan juga bisa membuat struktur lembaga ini menjadi semakin jelas. Mulai tingkat pusat hingga tingkat daerah. “Karena itu kami sangat mendukung agar AKDI berdiri sebelum RUU Desa ditetapkan. Ini supaya pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan keberadaan AKDI dan juga agar tertuang dalam RUU Desa itu, bahwa ada AKDI. Pokoknya yang pro-desa kita dukung,” kata Saiful, tegas. Sedangkan Ketua AKD Lumajang Sanan mengakui sukses AKD Jatim memang bisa dijadikan contoh bagi embrio pembentukan AKD Indonesia. Soal ini Sanan setuju saja. Hanya dia mengingatkan bahwa di setiap propinsi sudah ada asosiasi masing-masing yang menjadi wadah para kepala desa. “Kalau menjadi AKD Indonesia saya kira kurang pas, selain tiap propinsi sudah ada asosiasi masing-masing, di tingkat nasional juga sudah ada organisasi kepala desa,” ujar Sanan. Sanan khawatir adanya AKD Indonesia bisa memecah asosiasi di provinsi lain yang selama ini KETUA AKD sudah bersama-sama memperjuJatim Drs. Samari angkan nasib kepala desa di tingmemimpin demo para kat pusat. Kades di Jakarta. Sedangkan dari Madiun, Karji, Kades Kaligunting, Kecamatan Mejayan menyambut baik adanya AKD Indonesial. Harapannya, dengan AKD Indonesia perjuangan kepala desa lebih kuat dan lebih besar. Harapannya, kalau AKD menjadi AKDI mampun memperjuangkan nasib rakyat desa secara nasional. Demikian juga tentang masa jabatan pencalonan Kepala Desa dapat ditinjau ulang melalui UU Desa. “Banyak Kepala Desa saat ini sudah tidak dapat lagi menjabat hanya karena kalah dengan politik uang, meski sangat dikehendaki warga desa.”ujar Karji. Sementara Kepala Desa Banyu Sangkah Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan, Abd. Syukur mengungkapkan, figur yang memimpin AKD Inorganisasi para klebun ini. “Dibanding dulu, badonesia nanti harus kuat. Selain itu harus pula nyak hal yang sudah bisa kita lakukan berkat Perbetul-betul mampu memayungi dan mengemban kasa ini mas,” ungkapnya. aspirasi para kepala desa di seluruh Indonesia Meski masih banyak kelemahan, seperti terbadi tingkat nasional. “Ya figur AKD Indonesia itu tasnya dana, tingkat SDM kepala desa yang “beharus amanah,” kata Abd. Syukur. lum maksimal”, dan belum berjalannya fungsi Di samping itu, kata dia, figur yang akan mekelembagaan dengan baik, tapi dia tetap optimis mimpin AKD Indonesia nanti juga bisa memikirkan Perkasa ke depan akan berkembang jika para kekesejahteraan para kepala desa. Paling tidak calon pala desa kompak dan bersungguh-sungguh dalam Ketua AKD Indonesia bisa menaikkan honor para mengelola Perkasa. kades sebab kades tugas-tugasnya sangat berat “Sukses Perkasa di Pamekasan, dan sukses tapi honornya sangat kecil. AKD Jatim, seharusnya dijadikan acuan untuk “Ini penting sebab kades juga manusia,” kata suksesnya membangun desa di seluruh Indonesia Syukur, sedikit berkelakar. (*) dengan membentuk AKDI,” kata Kades Kadur ini.

8

SUARA DESA

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


AKD Jatim akan menjadi embrio AKD Indonesia sebagai organisasi yang professional. independen, dan amanah.

Rapatkan Barisan, Galang Dukungan

S

ebagai embrio AKD Indonesia, AKD Jatim siap menjadi pelopor dan terus merapatkan barisan untuk menggalang dukungan organisasi kepala desa itu lebih menasional. Targetnya, minimal akhir tahun ini AKD Indonesia sudah terbentuk dan akan menjadi awal perjuangan kepala desa untuk mewujudkan kemajuan dan kemakmuran desa. “AKD Jatim akan menjadi embrio AKD Indonesia sebagai organisasi yang professional. independen, dan amanah,”ujar Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono, sekaligus inisiator AKD Indonesia. Menurut R.H. Dwi Putranto Sulaksono, tujuan AKD Indonesia sematamata untuk wadah kepala desa dan perangkat desa untuk berkomunikasi dan menyalurkan aspirasi dalam skala nasional. AKD Indonesia akan menjadi motor dari upaya mewujudkan kemakmuran di negeri ini, sekaligus memperkuat dan memperkokoh NKRI (baca lebih jauh Wawancara Khusus 11-14). Pembina AKD Jatim di hlm 11-14) Gagasan pendirian AKD Indonesia mendapat dukungan sepenuhnya Ketua AKD Jatim Samari. Bahkan segenap fungsionaris AKD Jatim siap menjadi pelopor untuk mewujudkan

PEMBINA AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono bersama Gubernur Jatim Soekarwo menghadiri Musyawarah Daerah AKD Jatim di Hotel Utami.

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

FOKUS hal tersebut. AKD Jatim akan terus merapatkan barisan, sekaligus menggalang dukungan dari provinsi lain. “Ini adalah momentum yang tepat. AKD Indonesia akan mendorong desa sebagai paradigma pembangunan di tanah air,”ujar Samari. Dalam pandangan Samari, bahwa desa sebagai sokoguru kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini diabaikan, serta tidak diurus dengan baik dan benar. Akibatnya, Indonesia terus terpuruk dalam banyak masalah, karena mengabaikan pembangunan di desa. Sebab desa merupakan pangkal kemakmuran sebuah negara. Jika desa sejahtera, maka negara akan berjaya. Terkait hal itu, AKD Jatim sejak awal sudah mengusulkan gagasan untuk memajukan desa. Diantaranya soal Sekdes menjadi PNS, yang diharapkan mampu mengawal tata kelola adminitratif dalam pemerintahan desa. Demikian juga pada awal pendirian AKD Jatim pada tahun 2004 telah digaungkan wacana “satu desa satu miliar”. Selain itu, juga tunjangan atau insentif bagi kades maupun perangkat desa. “Hal itu bukti para kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa Jawa Timur gigih memperjuangkan kesejahteraan kades, perangkat desa, dan warga desa,” ujar Samari, yang juga Kades Jrebeng, Kecamatan Dukun, Gresik ini. Padahal sebelumnya tak pernah ada pemikiran sekdes bisa jadi PNS dan adanya insentif bagi perangkat desa maupun kepala desa. Demikian juga keberadaan AKD Jatim sangat membantu mewujudkan aspirasi wong deso maupun kepala desa. Juga membantu proses keberlangsungan pemerintahan desa dan kesejahteraan desa. “Sebelum ada AKD tidak pernah ada semua itu. ADD pun yang sebelumnya sangat kecil, tapi sekarang sudah Rp 100 juta lebih tiap desa Itu perjuangan kami se-

SUARA DESA

9


FOKUS mua di AKD Jatim,” kata Sanan, Ketua AKD Lumajang. Sarkawi (45), Kepala Desa Lembung Kecamatan Galis, yang juga menjabat sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) Madura AKD Jatim, juga menjelaskan pentingnya lembaga seperti AKD ataupun Perkasa di Pamekasan. Selain sebagai wadah para kades, Perkasa juga berperan sebagai mobilisator pembangunan di tingkat desa. Tanpa organisasi ini beberapa desa di Pamekasan belum tentu bisa maju seperti saat ini, sebab aspirasi warga tak akan tersampaikan ke pemerintah. “Itulah tugas AKD atau Perkasa,” katanya saat ditemui Suara Desa. Namun menurut Kades dengan tiga anak ini, awalnya peran Perkasa dalam hal kenaikan Tunjangan Perangkat Aparatur Desa (TPAD) dan kenaikan Alokasi Dana Desa (ADD) sedikit menghadapi masalah sebab tersendat akibat rumitnya birokrasi. Perkasa seringkali tidak dilibatkan saat pembahasan nasib para perangkat desa dan pembangunan desa, misalnya terkait dua program itu. Hal itu, kata dia, karena Pemkab Pamekasan kurang serius dalam mengawal kesejahteraan perangkat desa dan peningkatan pembangunan di tingkat desa. Namun pihaknya terus berjuang hingga akhirnya suara desa didengar dalam pembahasan RAPBD. “Kita tidak tahu pasti lembaga eksekutif atau legislatif yang sudah mengurangi kapasitas kepala desa yang terhimpun dalam Perkasa sehingga kita jarang dilibatkan saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tingkat kabupaten. Kami tak tahu sebabnya tapi kami terus mendesak agar dilibatkan” ujarnya. Maka, pada tahun 2011, aspirasi Perkasa agar Pemkab menaikkan TPAD, misalnya, akhirnya bisa dikabulkan. Salah satu harapan perangkat desa agar kesejahteraannya ditingkatkan juga terwujud berkat usaha-usaha yang dilakukan para kepala desa yang bernaung di bawah Perkasa. Berdasarkan penuturan Sarkawi, TPAD yang sebelumnya hanya Rp 625.000 untuk perangkat dan Rp 750.000 bagi kepala desa, sejak 2011 TPAD dinaikkan menjadi Rp 750.000 bagi perangkat dan Rp 1.000.000 untuk kepala desa. Ini sungguh melegakan. “Alhamdulillah ADD juga sama mas, mengalami peningkatan. Ya tentunya semua ini hasil jerih payah kepala desa di Pamekasan yang dari dulu memperjuangkan kesejahteraan

10

SUARA DESA

dan pembangunan desanya,” kata Sarkawi, sambil tersenyum. Namun lain bila menyangkut Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Sejatinya, Musrenbang dilakukan secara berjenjang dari tingkat dusun, desa, kecamatan sampai ke kabupaten, di mana masyarakat dan kepala desa seharus pula dilibatkan secara aktif. Tapi di Pamekasan dan sejumlah daerah lain hal itu tidak berjalan dengan semestinya. “Pengalaman kami, keterlibatan kepala desa dalam kegiatan Musrenbang hanya sampai di tingkat kecamatan saja, di tingkat kabupaten kita selalu ditinggalkan oleh para pemangku kebijakan,” kata Kades Sarkawi yang wilayahnya dipenuhi dengan tambak garam ini. Fakta ini menyimpang dari tujuan diadakannya Musrenbang. Padahal sebenarnya Musrenbang bertujuan menampung dan menetapkan kegiatan prioritas sesuai kebutuhan masyarakat yang diperoleh dari musyawarah perencanaan sesuai kebutuhan utama masyarakat dan pembangunan di tingkat dusun. Pengurangan hak masyarakat atau kepala desa dalam forum Musrenbang kabupaten itu berarti juga telah menghilangkan prinsip partisipatif. Sebab keikutsertaan masyarakat dalam pembahasan pembangunan sangat menentukan suksesnya program pembangunan yang akan diberikan Pemerintah kepada desa. Karena itu sangat disayangkan jika peran serta masyarakat itu diputus hanya sampai tingkat kecamatan. Menanggapi hal itu, Sarkawi berharap melalui Perkasa agar ke depan hal yang merugikan ini tidak kembali terulang. “Kita semua ingin membangun desa, makanya ikutkan kepala desa dalam Musrenbang hingga Mu-

www.suaradesa.com

srenbang kabupaten,” pintanya. Bukan hanya tingkat kabupaten. Bendahara AKD Jatim, Tulus Setyo Utomo, yang juga Kades Bandungrejo, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, mengatakan, di tingkat provinsi juga sama. Dalam proses Musrenbang sudah seharusnya para kepala desa dilibatkan untuk menyusun langkah-langkah strategis. Pasalnya kades adalah pemimpin pemerintahan yang paling bersentuhan langsung dengan masyarakat. “Sebab kades paling tahu apa yang dibutuhkan masyarakatnya,” katanya. Tapi dalam Musrenbang Provinsi, ternyata AKD Jatim tidak pernah diundang. Ini sangat disayangkan. Meski AKD sudah lama terbentuk tapi tidak sekali pun dilibatkan untuk mengusulkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat desa. “Padahal, kami yang tahu kondisi desa dan warga desa,” katanya. Harapanya AKD Jatim, agar Gubernur Jatim Soekarwo mengundang kepala desa yang tergabung dalam AKD untuk ikut dalam Musrenbang. AKD Jatim mestinya diundang dan dilibatkan. Alasannya yang tahu persis kebutuhan masyarakat secara nyata, yang ada di desa adalah kades. “Mulai tentang pembangunan, ekonomi mikro dan lain-lain yang tahu persis ya kamikami ini. Maka sudah seharusnya Gubernur Jatim mengundang atau melibatkan pengurus AKD Jatim dalam proses penyusunan program. Untuk itu kami akan mendesakkannya,” katanya. Begitu pula di tingkat nasional. Kelak bila sudah ada AKDI, para kades yang tergabung di dalamnya juga harus ikut terlibat aktif dalam proses penyusunan program pembangunan secara nasional. “Di sinilah letak pentingnya asosiasi ini di tingkat nasional. Namanya ya AKDI,” kata Tulus Setyo Utomo. (*)

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


WAWANCARA R.H. Dwi Putranto Sulaksono soal Pendirian AKDI

Makmurkan Desa, Perkokoh NKRI

P

AKD Jatim harus menjadi motor bagi terbentuknya organisasi kepala desa yang lebih besar. AKD Jatim harus menjadi embrio bagi terbentuknya Asosiasi Kepala Desa Indonesia (AKDI). Selanjutnya AKDI diharapkan mampu menyosong era baru pembangunan Indonesia yang berbasis desa. Semuanya dari desa, maka harus diawali dari desa, serta untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa. Maka, sebuah keniscayaan bahwa kemajuan desa menjadi tolok ukur kemajuan negara. Masyarakat desa sejahtera, bangsa Indonesia juga sejahtera. Desa berdaya, negara pasti berjaya. Kepala desa bersatu, negara pasti maju. Berikut ini kembali wawancara khusus Suara Desa dengan Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono, terkait gagasan dan ide-idenya membentuk AKDI, di Malang, 15 Agustus 2012.

ak Dwi susah payah mendirikan AKD Jatim dan sudah miliaran rupiah dikeluarkan, malah sekarang akan mendirikan AKD Indonesia. Tujuan dan motivasi apa yang melandasi keinginan itu ? Tujuan dan motivasi saya mendirikan AKD dan apa yang sudah dilakukan, adalah agar para kepala desa memiliki visi yang sama terhadap proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepala desa dengan latar belakang yang beragam harus mampu menjadi bagian dalam upaya pembangunan Indonesia. Sudah bukan jamannya lagi menjadikan kepala desa dan masyarakat desa sebagai obyek, tapi mereka harus menjadi subyek bagi pembangunan di Indonesia. AKD Jawa Timur yang sudah berdiri lebih dulu merupakan embrio dari pemberdayaan pemerintahan desa. Konsep awal pembentukan AKD Jatim pada tahun 2004 adalah bagaimana kita mengedepankan peran pemerintahan desa sebagai pilar pendukung pemerintahan Indonesia secara nasional. Karena selama ini desa dikesampingkan, dianaktirikan bahkan diperalat sebagai

www.suaradesa.com

kepentingan pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah di atasnya. Tidak ada niatan yang serius bagi pemerintah untuk memakmurkan desa. Pada tahap itu, maka harus mengedepankan peran pemerintahan desa untuk kemakmuran dalam skala besar. Ini akan mengubah paradigma pembangunan untuk kembali memikirkan desa. Sebelumnya, masyarakat desa tidak punya suara, dan pemerintah tidak punya atensi sedikitpun pada kemaslahatan rakyat desa. Sehingga rakyat di desa merasa terpinggirkan, mereka ramai-ramai ke kota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Ini saya kira buah simalakama yang harus dihadapi pemerintah. Kalau memajukan desa pasti tenaga kerja di kota akan berkurang karena mereka sudah merasa cukup kemampuannya. Kemudian pencapaian yang diinginkan bisa terpenuhi semua. Jadi itu bisa menjadi sebuah balance antara rakyat di desa dan rakyat di kota. Itu pemikiran awal saya. Dan ketika AKD Jatim ini lahir tumbuh dan berkembang secara pesat sehingga mampu mewarnai peta per-

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

politikan, termasuk dalam perebutan kekuasaan. Siapapun yang maju sebagai bupati, gubernur, wakil bupati, wakil gubernur, dan sebagainya sampai pilpres pun, para kepala desa ikut berperan. Akhirnya mereka menganggap tidak saatnya lagi mengandalkan partai, tidak mengandalkan bupati, bahkan gubernur sekalipun. Ternyata kepala desa mampu mempengaruhi pilihan yang nantinya akan mengarah pada seseorang kandidat. Nah ini artinya AKD sudah mempunyai nilai dan potensi yang dianggap sangat strategis, bagi siapapun yang punya kepentingan di daerah maupun di skala nasional. Lalu visi dan misi apa yang akan dibawa atau diemban AKD Indonesia di masa mendatang ? Visi dan misi apa yang akan dibawa dan diemban AKD Indonesia, saya kira hampir sama dengan AKD Jawa Timur, bahwa misi dan visinya adalah mengedepankan pemberdayaan masyarakat di desa dan mengutamakan kesejahteraan rakyat di desa, mengefektifkan pemerintahan di desa. Dengan adanya AKD Indonesia, maka mereka akan bekerja sama menjadi

SUARA DESA

11


WAWANCARA sebuah pilar bersama yang mempunyai networking erat dari Sabang sampai Merauke yang akan memperkuat integrasi di Indonesia, antar provinsi, kota, suku, agama, ras, yang ada di Indonesia. Mereka akan punya visi dan misi yang sama, yaitu memperkokoh NKRI menjadi satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan. Tidak mungkin dicerai beraikan oleh kepentingan yang berbeda atau pertikaian antar kepentingan dan sebagainya. Bahkan diadu kepentingan pihak asing sekalipun. Ini murni untuk persatuan dan kesatuan negara ini. Itu visi dan misinya. Kemudian apa kepentingannya? AKD Indonesia harus dilahirkan

Jawa Timur maupun AKD Indonesia ini karena posisi hidup saya sudah level satu. Pencapaian saya bukan pencapaian mencari pekerjaan, atau saya merasa belum cukup secara lahir batin, juga secara material orientasi saya belum cukup. Alhamdulillah saya bersyukur kepada Allah SWT, karena apapun yang saya dapatkan, Allah SWT sangat sayang sama saya. Lalu ada yang bertanya, nah ini saya mau apa ? Saya jawab, mengedepankan peran kepala desa untuk memajukan desa dan memakmurkan desanya. Ini otomatis akan memakmurkan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Nah kalau dari Jawa Timur su-

Indonesia ini. Jadi kalau awalnya bukan partai politik ya jangan partai politik. Namanya saja sudah Asosiasi Kepala Desa Indonesia, masak jadi partai politik itu sudah nggak bener. Kecuali Partai Kepala Desa Indonesia, itu lain. Kalau namanya Asosiasi Kepala Desa jadi partai politik, itu nggak bener. Termasuk Parade Nusantara, sejak awal saya kurang sependapat bahwa Parade Nusantara akan menjadi partai, saya yakin tidak akan bisa ditata. Karena apa, ini kelompok profesi kok menjadi kelompok kepentingan, itu nggak bisa. Misalnya, Partai Bidan Indonesia, mana bisa? R.H. Dwi Putranto Sulaksono saat diwawacarai wartawan terkait rencana pendirian AKD Indonesia.

atau pun dimunculkan, sekarang ini orang sudah sulit sekali membedakan bagaimana nasionalisme. Bahkan era sekarang dengan era dulu itu beda. Dulu mengangkat bambu runcing saja mungkin sudah bisa menjadi simbolik bahwa mereka sudah mempunyai jiwa nasionalisme. Nah sekarang, patriotik adalah membangun desa, mensejahterakan desa, memajukan desa dan mempersatukan desa di Republik Indonesia agar menjadi sebuah kesatuan negara yang kokoh secara ekonomi, sosial, politik dan budaya. Apakah nantinya AKD Indonesia akan berubah menjadi partai politik, seperti beberapa organisasi lainnya yang awalnya hanya organisasi kemasyarakatan lalu berubah menjadi partai politik? Ya enggak lah, kalau berubah menjadi partai politik nanti jadi seperti Parade Nusantara, dan sebagainya. Gini lho, saya ini memajukan AKD

12

SUARA DESA

dah bagus, lalu melebar menjadi se Indonesia, maka akan menjadi perkuatan yang kokoh yang tidak bisa digoyahkan dari manapun, dari eksternal maupun internal. Baik paham dari ekonomi, sosial, budaya tidak akan bisa. Disinilah kekuatan yang sebenarnya ketahanan nasional yang ada di Indonesia. Nah ini, jarang ada orang yang sangat paham, bahwa mereka rata-rata bertanya demi kepentingan, berbicara untuk kepentingan, dan berpikir untuk kepentingan. Ini yang repot. Kalau saya berpikir ya bagaimana apa adanya, apa yang saya yakini, ya apa yang saya anut. Jadi saya selalu percaya bahwa apa yang kau pikirkan dan apa yang kau lakukan harus sama. Paling penting lagi, apa yang anda niatkan pada hatimu, harus singkron. Kalau ini jadi satu, pasti otomatis akan menjadi sebuah gerakan yang bagus. Itulah nawaitu saya mendirikan AKD

Partai Tukang Bakso Indonesia, tidak bisa. Ini kan profesi, anda profesinya apa, kepala desa atau partai tukang becak Indonesia, ya nggak bisa.

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Bagaimana kalau ada pemikiran, bahwa AKD Indonesia nantinya akan menjadi infrastruktur politik bagi Pak Dwi menjelang Pemilu Presiden 2014? Hal ini seperti yang dilakukan para tokoh nasional, seperti Wiranto dengan mendirikan Hanura-nya, Prabowo Subianto dengan Gerindra-nya, dan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Demokrat-nya. Ya, enggaklah. Saya bukan Pak Wiranto, Pak Prabowo atau Pak Susilo Bambang Yudhoyono, yang dari awal mereka ingin menjadi pemimpin nasional. Saya adalah orang yang sangat menghargai apapun yang diberikan Allah SWT kepada saya. Saat ini saya harus bisa menyikapi segala sesuatu sebagai pemberian


WAWANCARA Allah SWT ini dengan rasa syukur. Dan rasa syukur saya adalah berbagi dengan orang lain apa yang saya punya, apa yang saya nikmati. Dan itu tidak harus saya menjadi pejabat atau seseorang yang mempunyai jabatan struktural formal di Republik Indonesia. Tapi, paling tidak saya bisa mewarnai bangsa Indonesia ini dengan membuka lapangan pekerjaan kepada orang lain. Kemudian memberikan pencerahan dengan ilmu, termasuk memberikan bantuan bantuan moral dan material kepada orang-orang yang memerlukan di manapun mereka berada. Misalnya kalau ada kasus kejadian luar biasa seperti bencana nasional, kelaparan, atau peristiwa lainnya, saya pasti akan tampil di situ. Nah, kemudian menjelang Pemilu Presiden 2014, sah-sah saja orang menilai seperti apapun saya, saya tidak pernah membantah dan tidak pernah mengiyakan. Saya membebaskan orang mempunyai interpretasi masingmasing. Pada prinsipnya manusia adalah manusia yang merdeka dalam berpikir, tidak bisa dikekang. Karena itu adalah sudah hak dari manusia itu sendiri yang diberikan Allah yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun, kemudian ingin menjadi

infrastruktur politik, bagi saya insya Allah tidak, karena saya dari awal bukan orang politik. Saya bukan orang yang tidak paham politik dan bukan orang yang sangat menggandrungi permainan politik. Namun saya tahu politik, saya paham politik dan saya sangat mafhum dalam politik dalam kehidupan saya secara pribadi untuk kemajuan masyarakat. Jujur saja ketertarikan saya terhadap bidang politik itu lebih bersifat aplikatif yang terstruktur untuk rakyat. Banyak contohnya, bagaimana saya mendapatkan kesempatan untuk menggunakan kekuatan politik saya untuk memberikan percepatan pencapaian kemajuan masyarakat. Contohnya pemerataan pembangunan, pemerataan kesejahteraan, pemberdayaan masyarakat di desa. Dengan kekuatan polititk itulah, saya bisa mempunyai sebuah nilai untuk memberikan peran lebih banyak kepada rakyat Indonesia, sebab tanpa power tidak bisa. Nah politik disini adalah power, dan tanpa power kita tidak bisa berbuat lebih banyak, lebih efektif, lebih efisien, tidak bisa mencapainya lebih cepat. Jadi harus begitu, karena politik hanya sebagai alat saja untuk kita dalami sebagai sebuah penjiwaan kehidupan sehari-hari maupun selamanya. Politik hanya sebagai alat saja untuk berbuat lebih baik dan sebagainya. Itu perlu tanpa harus jadi tokoh politik ya. Maaf, secara teknis pendirian organisasi secara nasional membutuhkan banyak pengorbanan dan pendanaan yang besar. Apakah hal ini akan Bapak lakukan sebagaimana panjenengan membidani lahirnya AKD Jatim delapan tahun lalu ? Insya Allah sama, mirip. Saya selalu berpikir begini, dari kepala desa, oleh kepala desa dan untuk kepala desa, yang mengarah kepada satu untuk semua dan semua untuk satu. Apa satu itu? Yaitu rakyat adil makmur dan sejahtera di desa. Otomatis bila di desa adil makmur dan sejahtera, maka negara pun akan demikian. Nggak ada yang paling pinter, nggak ada yang paling bodoh. Nggak ada yang paling kaya dan nggak ada yang paling miskin , nggak ada yang paling hebat,

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

nggak ada yang paling goblok. Jadi artinya, pemerataan di segala bidang, di segala lini, untuk kesejahteraa Indonesia tanpa harus tersekat-sekat ... Jawa, Kalimantan, barat dan timur, atau manapun. Semua pemerataan. Bagaimana gambaran Bapak mengenai organisasi AKD Indonesia ini nantinya berperan dan berproses dengan elemen anak bangsa yang lain, seperti Parpol dan LSM seperti Parade Nusantara ? Sudah dari awal tadi saya sampaikan, bahwa AKD ini akan menjadi salah satu pilar pemersatu bangsa, pilar penyeimbang beberapa LSM ataupun organisasi lain, seperti Parade Nusantara ataupun Parpol manapun. Karena ini adalah persatuan dari orang-orang yang mempunyai profesi yang sama, yang mempunyai tugas, kewajiban dan pemahaman berbangsa dan bernegara yang sama. Demikian juga dengan asosiasi apapun yang lain, tetapi yang penting, kalau kepala desa adalah merupakan pilar pemerintahan yang paling dasar, paling terdepan, dan paling bawah yaitu di desa. Kalau itu bersatu, mereka melembaga dalam suatu kesatuan yang utuh dan kokoh, maka akan menjadi pilar yang kuat, dan bisa mewarnai setiap lini elemen bangsa manapun akan menjadi apapun yang diinginkan. Karena tidak ada orang yang paling hebat, semua teamwork. Jadi AKD ini akan bergabung dengan LSM, parpol atau apapun ketika berbicara mengenai nasionalisme. Kepentingan rakyat banyak diatas segalanya. Tidak menyangkut area mereka hidup dan tinggal, dari mana, daerahnya mana, kemudian sukunya apa, agamanya apa, nggak ada itu. Semua sama. Makanya mengapa negara kita ini bhineka tunggal ika itu karena kita memang berbeda-beda, baik suku, agama, ras, serta asal-muasal, tetapi kita tetap satu. Satu apa, satu semangat. Bahwa kita merasa satu bangsa, satu bahasa, satu negara, yaitu Indonesia. Apakah dalam pandangan Pak Dwi, organisasi kepala desa dan perangkat desa yang ada saat ini sudah mampu mewarnai kehidupan sosial politik di masyarakat? Saya bilang, 30% 70%. Tiga puluh dulu lah. Karena untuk mencapai tiga puluh, itu kelihatan slow ya, tetapi kalau kita lihat kacamata

SUARA DESA

13


WAWANCARA apa, dari RT mana, .... ya nggak usah jadi pemimpin semua, cukup ketua kelompok atau ketua geng saja.

tujuan dan tekad bahwa bangsa kita akan menjadi bangsa yang besar. Nah termasuk kenapa beda nggak kepala desa antara di Jawa dan luar Jawa, saya bilang sama saja, tetap kepala desa, membawahi desa, mempunyai rakyat. Cuma, wilayahnya beda, rakyatnya beda, hanya itu. Tapi, kepentingan dan kewajibanya sama, memakmurkan desa, mengurusi proses nikah dan cerai, mengurus surat kelakuan baik, mengurus akta kelahiran, mengurus pernikahan. Ini tugas yang sama. Kalau mengkotak-kotakan, karena beda area, beda wilayah, no problem. Tinggal disamakan, kalau mereka tugasnya di sana seperti itu, nah bagaimana kita menyebutnya, .... tidak ada lain, ya mereka tidak ada kendala untuk dibeda-bedakan. Tapi mereka satu. One for all, all for one. Dari mereka, oleh mereka, untuk mereka.

perbedaan ya nggak masalah. Jadi kalau kita tarik garis lurusnya adalah bagaimana cara berkomuniaksi dengan baik, kemudian pemahaman permasalahan. Memahami persoalan itu harus sama titik atau garisnya. Misalnya saya bilang begini : ini pisang, di Jawa bilang ini gedang. Nah, gedang di Sunda berarti pepaya. Ya kan? Ya nggak bisa. Jadi pada prinsipnya, semua tergantung pada bagaimana kita berkomunikasi, bagaimana kita menyikapi secara tulus, kalau kita tidak pandai membaca perbedaan itu, kita akan menjadikan itu sebuah masalah. Kalau perbedaan itu menjadikan sebuah potensi kekayaan, keberagaman antara semua suku yang ada di Indonesia, itu menuju suatu

lingkungan, keselarasan ekosistem, pertanian, peternakan, perikanan, dan sebagainya. Bahkan persoalan kemanusiaan itu sendiri juga dimulai dari desa, seperti kemiskinan, pendidikan, pengangguran, kesehatan ibu-anak, kekurangan gizi, dan keterbelakangan, pangan, papan, sarana dan prasarana, juga menumpuk di desa. Saya sangat yakin, jika masalahmasalah di desa dapat ditangani dengan baik, maka masalah bangsa dan negara ini juga akan dapat diatasi dengan baik. Karena itu, terhadap orangorang desa maupun para kepala desa beserta perangkat pemerintahan desa, saya berpegangan pada sebuah filosofi, bahwa dengarkan suaranya, jagalah martabatnya, dan berikanlah haknya. Tidak ada jalan lain ! (*)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

pencapaian, Alhamdulillah sudah kita syukuri, kita sudah mencetak beberapa proses yang ada di republik Apakah organisasi kepala desa yang ini, mewarnai proses undang-undang, sudah ada mampu mempengaruhi arah proses untuk pemberdayaan aparat kebijakan pemerintah, mulai dari kabudi desa dan pemerintah di atasnya. paten, provinsi hingga pemerintah pusat? Banyak produk yang tidak bisa saya Secara signifikan belum, tapi sudah sebutkan satu-persatu, tetapi itu sumengarah kesana. Karena dalam bebedah dicatat dalam sejarah. Dan saya rapa proses penyelenggaraan negara selalu tekankan kepada anggota AKD Indonesia ini sudah mampu ditengarai Jawa Timur, bahwa jadilah pencetak ada pengaruh-pengaruh dari apa yang sejarah, jangan jadi saksi sejarah. pernah kita usulkan, kita pernah tuntut Apalagi pelaku. Kalau pencetak kan bahkan yang kita pernah usulkan, dan pasti pelaku dan pasti menjadi saksi. itu sudah pernah terjadi. Kalau pelaku belum tentu pencetak, tapi dia pasti saksi. Kalau saksi saja Ada seorang profesor mengingatkan, ya bukan pelaku dan bukan pencetak. kondisi kepala desa antara di Jawa dan Jadilah yang mencetak sejarah. di luar Jawa itu beda. Ini akan menjadi Karena hidup ini kan tidak tahu persoalan bagi AKD nanti. Nah bagaimana kapan akan berakhir, yang akan dikenang adalah orang itu selama Jangan jadi saksi sejarah. Apalagi pelaku. Kalau hidupnya melakukan Ini pertanyaan terakapa, berbuat apa, pencetak kan pasti pelaku dan pasti menjadi hir, mengapa Pak Dwi menghasilkan apa, saksi. Kalau pelaku belum tentu pencetak, tapi kok getol sekali nguberperan sebagai apa rusi kepala desa dan dalam kehidupan secara dia pasti saksi. Kalau saksi saja ya bukan pelaku pemberdayaan masyaglobal. Lingkungannya, dan bukan pencetak. Jadilah rakat desa ? Apakah keluarganya, dan lain ada hal yang esensi dari yang mencetak sejarah. sebagainya. Dan itu dari semua itu ? hal yang kecil sampai Begini lho Mas, cara yang besar. Dari RT,RW, berpikir saya, dan apa sampai lingkungan kelurahan, kecakata hati saya, bahwa kita ini sebagai menghadapi keberagaman ini. matan, kabupaten, provinsi, sampai manusia merupakan khalifah di muka Lho, sekarang saya mau tanya, anda ke negara. Jadi korelasinya adalah bumi. Kita diberi kekuasaan oleh Allah orang Jawa kan. Bisa bahasa Jawa apa manfaatnya bagi orang banyak. SWT untuk menjaga keseimbangan di kan, bisa bahasa Indonesia kan. Nah Dan itu yang paling penting. Disisi muka bumi, demi kebaikan manusia sama dengan itu, nggak ada dikotomi agama pun kita diajari, orang yang itu sendiri. Tolong diingat Mas, keJawa dan non Jawa. Kenapa nggak paling beruntung adalah orang yang hidupan manusia itu diawali dari debilang, Indonesia dan non-Indonesia banyak gunanya bagi orang lain dan sa. Banyak persoalan sumbernya di gitu. Kalau masih semangatnya plural, berbuat kebajikan dan kebaikan. desa. Mulai dari persoalan sanitasi semangatnya kebersamaan dalam Apakah juga sudah mampu menjadi mitra birokrasi pemerintahan dalam proses pembangunan di tanah air ? Bisa iya bisa tidak, tergantung jika bupati atau gubernur mau menyikapi peran AKD sendiri, apakah dia merasa waktu pencalonan juga didukung oleh oknum-oknum atau anggota-anggota kita, atau tidak. Atau bahkan merasa head to head, berhadapan. Disitu faktor kedewasaan seorang pemimpin akan diuji. Nah kalau dia nggak dewasa akan balas dendam. Harusnya dirangkul baik yang mendukung maupun yang tidak mendukung. Akhirnya setelah jadi pemimpin, itu bukan pemimpin golongan atau partai, nggak ada. Jika saya atau anda jadi bupati, terus anda selalu memikirkan dari suku

14

SUARA DESA


Suara

Selamat Datang

di Desa Kambing

S

etiap menjelang Idul Adha bisnis kambing selalu marak. Banyak orang berjualan kambing di jalan-jalan. Termasuk di lapangan desa. Salah satu kambingkambing itu didatangkan dari Desa Tlemung, Kalipuro, di ujung barat Banyuwangi. Nama desa ini tenar berkat kambing. Padahal desa ini terbilang terpencil. Namun, berkat kerja keras masyarakatnya nama desa yang berada di lereng gunung ini terpatri di tingkat nasional. Ratusan keluarga penduduk desa di lereng gunung ini menggantungkan hidupnya pada usaha peternakan kambing. Ada beberapa pemicu suburnya peternakan di sini secara turun-temurun. Salah satunya letak wilayahnya dekat areal perkebunan sehingga warga mudah mendapatkan makanan ternak dalam jumlah besar. Selain beternak, warga di sini menggatungkan hidup pa da kebun kopi rakyat. Sebagian lagi menjadi buruh perkebunan milik pemerintah. Peternakan kambing tumbuh subur sejak Perhutani mengajak warga untuk bekerja sama. Mereka diizinkan mengambil daun-daun pohon penyangga di hutan. Syaratnya, peternak wajib menjaga kawasan hutan dan tidak mengganggu tanaman inti seperti jati dan pinus. Peternak tidak lagi sulit mencari pakan. Jumlah kambing yang dipelihara kian bertambah. Usaha peternakan pun berkembang. Tahun 2003, warga mulai melirik jenis kambing etawa untuk digemukkan. Bibitnya dibeli di Kaligesing, Jawa Tengah. Kambing jenis ini memiliki banyak keunggulan dibanding kambing biasa. Selain harga jualnya mahal, perawatannya relatif lebih mudah. Perkembangan ini mendorong warga membentuk kelompok peternak. Warga membentuk dua kelompok besar yakni Kelompok Ternak Harapan Kita dan Agung Tani. Bisnis peternakan kambing ini akhirnya mendapat perwww.suaradesa.com

!

hatian Pemkab Banyuwangi. Desa Tlemung lalu dijadikan pusat peternakan kambing. Tahun 2005, Pemkab memberikan bantuan berupa 75 ekor bibit kambing etawa. Bibit ini diserahkan ke dua kelompok peternak tersebut. Peternak pun makin bersemangat. Pertengahan tahun 2007, Desa Tlemung meraih juara II tingkat nasional berkat budi daya peternakan kambing. “Ternyata kerja keras kami membuahkan hasil,� kata H. Mustofa, Ketua Kelompok Ternak Harapan Kita. Desa Tlemung menyabet jua ra nasional karena berhasil me ngembangkan kambing etawa dengan baik secara alami. Peternak tak hanya sukses dalam penggemukan daging. Dalam perkembangannya mereka mampu mengolah susu kambing menjadi minuman dengan harga jual tinggi. Dari bibit 75 ekor, dalam dua tahun peternak mampu mengembangkannya menjadi 780 ekor. Ini belum termasuk kambing yang dimiliki secara pribadi oleh warga. Pesatnya peternakan ini dipicu melimpahnya bahan pakan. Kambing etawa tergolong ternak tahan penyakit. Tidak terlalu banyak makan, namun tubuhnya banyak daging. Ini yang membuat kambing etawa memiliki daya jual tinggi. Harga kambing yang baru berumur satu tahun bisa Rp 1,5 juta lebih. Jika digemukkan dua tahun saja harganya bisa mencapai Rp 3 - 4 juta. Harga ini makin melambung jika kambingnya makin gemuk dan tampak besar. Normalnya, kambing etawa hanya kawin 3 bulan sekali. Bahkan ada yang tiap 6 bulan baru minta kawin. Jika tidak sedang da lam waktunya kawin, kambing e tawa enggan berdekatan dengan lawan jenis. Ini beda jauh dengan

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Banyuwangi

kambing biasa yang hampir seminggu sekali minta kawin. Untuk merangsang agar mau kawin, peternak biasanya mencampur etawa betina dengan kambing jantan biasa. Kambing jantan biasa cenderung suka mendekati betina. Kondisi ini yang memicu terjadinya perkawinan. Pengembangbiakan kambing etawa lebih banyak menggunakan cara tradisional. Caranya, menempatkan seekor pejantan dalam tiap 20 ekor kambing betina. Pejantan etawa bergilir me layani kambing-kambing betina secara alami. Seiring perkembangan teknologi, peternak mulai menerapkan sistem kawin suntik. Sejak tahun 2007, peternak tergiur pada modifikasi keturunan cara ini. Hasilnya jauh lebih berkualitas. Ini langsung diikuti naiknya harga bibit kambing. Bibit kambing yang kepalanya hitam memiliki harga jual tinggi. Dibanding warna biasa, harganya bisa selisih Rp 200 ribu per ekor. Dalam merawat kesehatan ternaknya, warga menggunakan ramuan khusus tradisional. Jika ternak sakit, peternak tidak langsung memanggil mantri hewan. “Jika penyakitnya parah baru memanggil petugas,� tutur Mustofa. Ramuan yang digunakan terbuat dari bahan-bahan alami dicampur sedikit obat. Sejak namanya terpatri di tingkat nasional, daerah ini banyak dilirik sebagai ajang bisnis dan penelitian. Kambing asal Tlemung banyak diburu peternak dari luar Banyuwangi, seperti Jember dan Situbondo. Permintaan meningkat menjelang hari raya Idul Adha. Budi daya susu sedang dikembangkan serius. Sayang, baru beberapa orang peternak yang serius menggarapnya. (gus)

SUARA DESA

15


Suara

S

Situbondo

Desa Berbantal Limbah Ijen

ungai selama ini menjadi sumber kehidupan. Tapi Sungai Banyuputih bagi warga Desa Bantal Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo malah diamdiam menggerogoti hidup. Air yang de ras mengalir dari Gunung Ijen sangat asam, nyaris seperti air aki, hingga mengancam hidup mereka. Namun, kemiskinan menyebabkan warga terpaksa menggunakan air itu selama bertahun-tahun. Bahkan, pada musim kemarau panjang tahun ini, warga Desa Bantal sudah lama mengalami kekeringan. Dan paling awal mendapat bantuan air bersih. Tini (30) yang ditemui sedang duduk di amben bambu bersama suami, Slamet Haryadi (30), dan anak tunggalnya, Nihari (11), mengaku hidup dari air Sungai Banyuputih. Lokasi sungai sangat dekat dari rumah gedeknya. Anak-anak hingga orang tua mandi, menggosok gigi, mencuci beras, atau mengambil air su ngai untuk keperluan di rumah. Banyuputih artinya air putih. Ini karena pada musim kemarau, warna air menjadi putih kehijauan dan berbuih. Sebagian besar warga desa ini ternyata mengalami masalah kesehatan terkait dengan Sungai Banyuputih. Mulai gigi keropos hingga ginjal. Tini tidak ingat kapan gigi-gigi mereka menjadi coklat tua, keropos, dan terkikis hingga bergerigi. Mereka pun tak merasa aneh dengan gigi coklat itu karena semua tetangga mereka juga bergigi sama. Namun, gigi-gigi itu sebenarnya ha nya etalase yang mengabarkan ten tang perusakan tubuh karena menggunakan air yang memiliki kadar kea saman (pH) 3-4 (kadar pH air layak minum sekitar 7) dan bisa lebih asam lagi saat kemarau. Berbagai macam penyakit dalam, seperti ginjal, menghantui warga. Awalnya, warga Desa Bantal tak pernah menyangka air Sungai Banyuputih yang membelah desa itulah yang merusak gigi. Hingga sejak 1997, nyaris seluruh tanaman padi di desa itu tiba-tiba mati. Sri Sumarti, peneliti dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Ke gunungapian Yogyakarta, mengatakan,

16

SUARA DESA

SELAMET Hariyadi dan Tini terpaksa minum air limbah dari Kawah Ijen.

masyarakat desa awalnya mengira tanaman padi itu mati karena limbah pabrik tebu. ”Waktu kami teliti, ternyata itu disebabkan air asam dari Banyuputih,” kata Sri yang meneliti Ijen dan Banyuputih sejak 1996. ”Banyuputih mendapat pasokan air dari Sungai Banyupahit yang berhulu di Kawah Ijen,” ungkapnya. Sri menemukan, selama ratusan tahun, Kawah Ijen bocor dan mencemari Sungai Banyupahit yang merupakan hulu dari Sungai Banyuputih. Saat diukur, kadar keasaman Sungai Banyupahit bisa mencapai 0,8. Saat curah hujan kurang, tingkat keasaman di Kawah Ijen meningkat, demikian juga sungai-sungai yang mendapat pasokan airnya. Keasaman itu terbentuk lantaran tingginya kandungan asam sulfat, klorin, dan fosfor. Sejak semula, pemerintah kolonial Belanda sebenarnya telah menyadari air asam ini saat membangun Dam Banyuputih pada 1911. Mereka menggunakan air Banyuputih hanya untuk mengairi tanaman tebu yang tahan air asam. Dam itu bisa mengairi lahan seluas 3.590 hektare. Namun, sejak Indonesia merdeka, per kebunan itu perlahan berubah menjadi sawah. Warga juga mulai tinggal di sana, salah satunya keluarga Tini, generasi kedua yang tinggal di tem pat itu. ”Sapi saja hanya mau mandi di sini, tidak mau meminum www.suaradesa.com

air ini, tetapi warga dulu selama bertahun-tahun memakainya untuk minum,” ujar Sri. Setelah kematian massal padi tahun 1997, warga akhirnya menyadari bahaya Banyuputih. Sejak itu, sebagian warga membuat sumur gali. Namun, hanya sedikit orang yang mampu membuat sumur. Jangankan sumur, sebagian besar warga tak memiliki jamban. Sebanyak 45 persen atau 830 keluarga di desa itu merupakan buruh tani yang miskin. Termasuk keluarga Tini yang membayar Rp 10.000 per bulan kepada Sapto, tetangganya yang memiliki sumur. Uang itu untuk jatah dua ember air sehari. ”Untuk sikat gigi, mandi, cuci piring, cuci sayur, terpaksa masih pakai air sungai,” kata Tini. Namun, air sumur pun sebenarnya tercemar. ”Tahun 2000-an kami mengambil 55 sampel air sumur warga dan hasilnya kebanyakan terkontaminasi air asam,” ujar Sri. Pengujian yang dilakukan Puskesmas Asembagus di sumur warga pada Maret 2011 juga menunjukkan tingginya kadar fosfor. Surahman, petugas sanitasi dari Puskesmas Asembagus, mengatakan, kandungan fosfor dalam air sumur warga di sekitar Sungai Banyuputih mencapai 1.680 part per million (ppm). Jumlah itu melebihi ambang batas aman 1.500 ppm. Bahkan, pada Juni, ditemukan sumur warga mengandung fosfor 1.930 ppm. (kcm) Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

Era Baru Pertanian Organik

Bondowoso

D

esa Mangli, Kecamatan Pujer, Kabupaten Bondowoso, beruntung punya warga yang istiqomah hidup bertani. Nur Kholik petani padi hibrida, cabe dan tomat, yang lahir di Bondowoso tanggal 10 Mei 1979, kini sukses mengembangkan usaha taninya meski dia bukan sarjana pertanian. Dia memilih pekerjaan sebagai petani sejak tahun 1999 dengan 3 komoditas pertanian yaitu padi, cabe dan tomat. Lahan usaha taninya 2 hektare, untuk padi 1 hektare, cabe 0,5 hektare dan tomat 0,5 hektare. Di samping berusaha memajukan usaha taninya, Nur Kholik aktif pula memajukan usaha petani lain. Hal ini terbukti dengan aktifnya dia sebagai Ketua Kelompok Tani Sukatani dan sebagai Ketua Gapoktan Mitra Tani. Berkat pelatihan yang diperolehnya dari Balai Pelatihan Pertanian Balonggebang Jawa Timur, Nur Kholik bersama kelompok taninya berhasil mengembangkan pembuatan Pupuk Organik Cair, MOL (Mikro Organisme Lokal) Ares Pisang dan MOL Rumen Sapi, serta pestisida nabati. Usaha pembuatan pupuk organik cair ini memanfaatkan urine sapi petani setempat dan menghasilkan pupuk organik cair sebesar 300 liter/ bulan. Harga per liter Rp 10.000 dan biaya produksi sebesar Rp. 1.200.000 sehingga pendapatan per bulan sebesar Rp 1.800.000. Keuntungan yang didapat dari usaha kelompok dibagi rata kepada anggota. Selain mengembangkan pembuatan agensia hayati, pestisida nabati dan pupuk organik cair, Nur Kholik juga mengembangkan tanaman padi dengan metode System of Rice Intensification (SRI) yang didapatnya dari Sekolah Lapang -SRI. Varietas padi yang ditanam adalah padi hibrida Intani-2 dengan produktivitas 10 ton GKP/ hektare dan dipasarkan dengan harga jual Rp 2,7 juta/ton GKP. Dari usaha tani padi hibrida ini Nur Kholik dapat memperoleh keuntungan bersih sekitar 16 juta/ hektare. Ini merupakan suatu pendapatan yang

www.suaradesa.com

BUPATI beserta istri Didampingi Kepala Dinas Pertanian Wahyudi Tri Atmadji saat panen cabe hasil pertanian organik.

cukup besar. Berkat usaha yang keras dan respon yang baik terhadap inovasi teknologi sehingga usaha taninya maju. Hal ini mengantarkannya memperoleh prestasi sehingga menjadi Pemenang Lomba Petani Berprestasi dalam rangka Hari Krida Pertanian ke XXXVII se-Kabupaten Bondowoso. Soal tanaman organik sendiri merupakan program Bupati Bondowoso Amin Said Husni yang terus mengkampanyekan Pertanian Organik dengan Slogan Bondowoso Sebagai Pusat Pertanian Organik (Botanik). Program ini dicanangkan sejak tahun 2008 lalu, kini sudah membuahkan hasil yang cukup maksimal. Karena, pasar terhadap hasil produksi pertanian organik terus terbuka lebar. Bahkan, sampai saat ini, permintaan pasar terhadap produk-produk pertanian organik belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh petani. “Hal itu perlu campur tangan pemerintah agar percepatan pertanian organik bisa segera digenjot,” kata Deputi Pemimpin Bank Indonesia (BI) Jember Bidang Ekonomi Moneter, Dwi Suslamanto, saat seminar Upaya Pengentasan Kemiskinan Melalui Pertanian Organik terpadu di Aula Bappekab Bondowoso kemarin. Dia mengungkapkan sejumlah fakta besarnya permintaan pasar terhadap produksi pertanain organik. Bahkan menurutnya,

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

permintaan pasar tersebut sampai saat ini belum terpenuhi. Dia mencontohkan cluster pertanian organik dengan komoditas padi di Banyuwangi sampai saat ini belum mampu untuk memenuhi permintaan pasar. Bahkan untuk kebutuhan pasar lokal saja belum memenuhi. Artinya, kata dia, pasar hasil produksi pertanian organik sampai saat ini cukup terbuka lebar. Dwi menambahkan, ada satu kendala yang sampai saat ini masih harus diatasi. Yaitu resiko pencemaran terhadap pertanian organik. “Pertanian organik rawan risiko pencemaran dari lahan sekitarnya yang tidak mengelola pertanian secara organik. Sehingga tantangannya adalah bagaimana hasil produksinya tetap organik,” ungkapnya. Menurutnya, langkah strategis untuk mendorong percepatan pertanian organik di masyarakat adalah dengan melibatkan banyak pihak. Misalnya melalui peng-clusteran pertanian organik untuk berbagai komoditas. Menurutnya, sampai saat ini Bank Indonesia (BI) Jember sudah melakukan itu, mulai cluster kopi di Bondowoso, Jember, Situbondo dan Banyuwangi. Selain itu, pemerintah daerah juga bisa mengambil peran melalui regulasi percepatan pertanian organik. “Pemerintah daerah bisa mengeluarkan Perda misalnya tentang perlindungan kawasan pertanian organik,” ujarnya. (gus)

SUARA DESA

17


Suara

Jember

W

arga Jember mulai gemar budidaya kambing etawa. Padahal sebelumnya jarang yang beternak kambing jenis ini. Namun setelah tahu harga jualnya tergolong tinggi warga pun mulai melirik ternak etawa. Selain itu bentuk fisik kambing etawa jauh lebih besar jika dibandingkan kambing pada umumnya. Yakni besarnya bisa mencapai 2 hingga 3 kali lipat dari kambing biasa, sehingga membuat warga senang memeliharanya. Kepala Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Kabupaten Jember, Marjono, mengatakan, perlakuan untuk hewan ternak ini juga berbeda mengingat kambing etawa bisa memproduksi susu. Untuk mendapatkan susu yang baik dan maksimal, para peternak kambing etawa harus merawat dengan baik. Misalnya memandikan hewan ternaknya ini dengan air hangat setiap hari. Hal itu dilakukan agar hasil susu yang diperah bisa maksimal serta mengurangi bau keringat pada hewan ternak. Selain itu, pakan yang diberikan juga berbeda dengan kambing pada umumnya. Untuk kambing jenis ini biasanya peternak memberi pakan daun-daunan seperti sengon, lamtoro dan lainnya. Daun-daun itu baik untuk meningkatkan produksi susunya. Setiap hari peternak bisa memerah susu kambing etawa 1 hingga 3 liter setiap ekor kambing, tergantung bagaimana perlakuan peternak terhadap kambing tersebut. Jika perlakuannya

Menuju Desa Wisata

Kambing Etawa bagus, maka susu yang dihasilkan bisa maksimal, dan begitu juga sebaliknya. “Jika perlakuannya kurang baik maka susu yang dihasilkan sedikit, atau sekitar 50% saja,” ujar Marjono. Harga susu yang dihasilkan kambing etawa bisa mencapai dua kali lipat dari harga susu sapi. Hal ini karena manfaat dan kandungan gizinya lebih banyak dari susu sapi. Untuk per liternya harga susu kambing etawa berkisar Rp 30.000 hingga Rp 34.000. “Kalau yang sudah melalui produksi pa brik bisa mencapai Rp 30.000 hingga Rp34.000, sedangkan untuk konsumsi masyarakat yang ada di Desa Sidumolyo, karena masih belum diproduksi pabrik, maksudnya hanya dibungkus dengan plastik biasa, harga perliternya Rp 20.000 hingga Rp

PETUGAS Dinas Peternakan memeriksa kambing milik warga.

18

SUARA DESA

www.suaradesa.com

25.000,” ujarnya. Marjono juga menjelaskan susu kambing etawa yang ada di Desa Sidomulyo juga rentan terhadap perubahan iklim. Kalau cara memasaknya kurang benar, misalnya terlalu masak atau ku rang masak, maka berpengaruh pada kandungan gizinya. “Artinya kondisi semacam itu, untuk susu yang dikonsumsi masyarakat sekitar ini tidak dimasak, hanya disimpan dalam lemari pendingin saja, agar bisa bertahan lebih lama, antara 15 hari hingga 1 bulan, dengan kualitas yang masih baik,” ujarnya. Marjono menambahkan, produksi hewan ternak jenis etawa di Desa Sidomulyo meskipun sudah mencapai 70 ekor, menurutnya perlu dikembangkan lagi, sehingga ekonomi masyarakat desa bisa terangkat secara signifikan. Untuk harga bibitan kambing etawa, perekornya bisa mencapai Rp 800.000 hingga Rp 1.000.000, sedangkan untuk pejantannya bisa mencapai Rp 4.000.000 hingga Rp 5.000.000. Masih ada upaya lain guna memasarkan susu kambing etawa yang terus dilakukan oleh Marjono selaku Kades Sidomulyo. Misalnya dengan cara memperkenalkan ke instansi-instansi yang ada agar lebih dikenal sehingga mempermudah sistem pemasarannya. “Untuk ke depannya, saya berharap agar potensi tersebut bisa menjadi booming dan Desa Sidomulyo nantinya dapat dijadikan sebagai desa wisata,” harapnya. (ali) Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


SUARA SEMERU

S

Gagal Cegah TKI Ilegal

alah satu dari lima orang yang ditembak oleh Polisi Diraja Malaysia bernama Ahmad Romli, warga Dusun Klakah, Desa Andung Biru, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Jenazahnya diberangkatkan dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Bandara Juanda, Surabaya, dan tiba di rumah duka, Sabtu (15/9). Camat Tiris, Didik Haromain, mengatakan, keluarga Romli tampaknya telah ikhlas menerima kematian Ahmad Romli. Yang menarik Romli sendiri bukanlah TKI resmi. Informasi dari Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Probolinggo, Santiono, Romli tidak tercatat sebagai TKI melalui jalur resmi. Karenanya, pihaknya tak bisa berbuat banyak kecuali hanya memberikan saran kepada keluarga korban. Tahun 2011, kata Santiono, TKI yang resmi berjumlah 17 orang. “Lebih banyak yang ilegal dari pada yang resmi,” ungkapnya. Almarhum Ahmad Romli dikenal sebagai orang baik oleh warga Dusun Krajan, Desa Andong Biru, Kecamatan Tiris. Sebelum menjadi TKI tiga tahun lalu, Romli adalah seorang petani kopi dan jagung di desa yang berada di dataran tinggi di lereng Gunung Gambir, perbatasan sebelah Timur Kabupaten Probolinggo dan Jember. “Dia orang baik. Bagi warga, dia seorang pengayom masyarakat,” kata Ro’i, kerabat Romli saat ditemui di rumah duka di Desa Andong Biru, Jumat 14 September 2012. Keberadaan Romli di desa sebelum berangkat ke Malaysia menjadi TKI, dirasakan warga telah membuat warga merasa aman dan nyaman. Bahkan, setelah pulang dari Malaysia, rencananya Romli akan dijadikan sebagai carik di desanya oleh kepala desa. Kisah tragis Romli bukan kasus pertama. Juni 2012 lalu 2 TKI warga Lumajang juga ditembak mati di Ne-

www.suaradesa.com

geri Jiran. Keduanya tercatat atas nama Hasbullah (25), warga Dusun Krajan, Desa Sumberpetung, Kecamatan Ranuyoso dan Sumardiono (35), warga Dusun Krajan, Desa Grobogan Kecamatan Kedungjajang. Lagi-lagi keduanya TKI ilegal. Dan lagi-lagi dituduh sebagai pelaku kriminal. Kasus lain menyangkut TKI ilegal terjadi di Malang. Pada tanggal 18 Pebruari 2011, Paguyuban Paseban yang terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang, kedatangan keluarga TKI yang meninggal di Malaysia. Keluarga menceritakan kronologi permasalahannya. Saat itu Mustofa -- kakak TKI -- menyampaikan bahwa TKI itu meninggal bukan karena kecelakaan atau hal yang lain yang ada kaitannya dengan majikan. TKI satu anak itu meninggal karena penyakit darah beku yang menyebar ke saraf otak. Karena adiknya di Malaysia berstatus ilegal, Mustofa meminta saran kepada pihak paguyuban tersebut bagaimana bisa memulangkan jenazahnya. Saat itu jugak advokasi Mekarwangi menghubungi saudara sepupu dan istri TKI itu di Malaysia hingga mendapatkan Informasi bahwa Zubaidi alias

Hasan Bisri meninggal karena sakit di Rumah sakit Sungai Bulu Selangor Malaysia. Setelah mendapatkan informasi dari istri dan saudaranya yang sama-sama bekerja di Malaysia, nama yang tercantum di Pasport ternyata bukan Zubaidi melainkan Hasan Bisri. Setelah itu tim Mekarwangi menghubungi pihak Muspika Pagelaran karena ini pemberangkatan TKI secara ilegal dengan cara memanipulasi dokumen. Mereka lalu melibatkan aparat kepolisian, Camat Pagelaran dan Perangkat Desa Brongkal mendatangi Rumah Duka meminta penjelasan ke pihak keluarga. Setelas berdiskusi selama satu jam lebih dengan pihak keluarga, dari pihak kepolisian sepakat mendatangkan tim dokter asal Kabupaten Malang untuk melakukan otopsi guna memastikan apakah benar Hasan Bisri betul-betul keluarga Mustofa. Setelah mendapatkan penjelasan, baru proses pemulangan dilakukan, dengan melibatkan UPT3TKI di Jawa Timur dan BP2TKI agar mengkondisikan pemulangan Jenazah Zubaidi mengingat dia TKI ilegal. Jenazah akhirnya bisa diterbangkan dengan Malaysia Airline ke rumah duka. (gus)

PARA TKI yang dipulangkan dari Malaysia tiba di tanah air.

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

19


Suara

Malang

Jalibar Malang

S

ejumlah pengendara senang dengan pengoperasian jalan lintas barat (Jalibar) yang menghubungkan antara Kecamatan Kepanjen-Ngajum Kabupaten Malang. Uji coba pengoperasian Jalibar diperpanjang hingga akhir September 2012 lalu. Padahal rencana semula hanya hingga H+7 Lebaran lalu. “Enak, lebih cepat sebab tak terjebak macet di Kepanjen. Jalan alternatif ini sangat membantu. Tapi sayang kalau malam masih gelap sebab masih belum ada lampu npenerangan jalannya,” kata M. Sulthoni, warga Malang, yang baru saja pulang dari mengunjungi neneknya di Blitar, kemarin. Sulthoni tahu Jalibar hanya dibuka untuk ujicoba. Namun dia berharap bisa dilakukan sistem buka tutup saat dilakukan pengerjaan pembenahan lanjutan jalan ini hingga tahun 2013 mendatang. “Jadi, jangan ditutup total,” katanya. M. Anwar, Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Malang, Minggu (9/9) lalu membenarkan kalau ujicoba diperpanjang sampai akhir September. “Ya, sekalian juga untuk uji coba jalan. Nanti kalau kami mulai pengerjaan median jalan, Jalibar akan kami tutup lagi demi keamanan pengerjaan,” katanya. Dengan adanya jalibar ini, pengendara cukup diuntungkan. Sebab jika ingin ke arah Blitar, cukup lewat jalan tembus ini dan tidak perlu masuk ke Kota Kepanjen yang ka-

20

SUARA DESA

Masih Gelap dang padat lalu lintasnya. Menurut An war, pemasangan median jalan diperkirakan akan dimulai pada awal Oktober hingga Desember 2012. Selain itu, jalannya juga masih perlu satu kali overlay (dilapisi) aspal. “Jalan ini akan dioperasikan secara resmi pada tahun depan,” papar Anwar. Sebelumnya warga mengeluhkan fa silitas penerangan jalan umum (PJU) yang belum tersedia di Jalibar Malang. Saat itu menghadapi jalur mu dik Lebaran, Kapolres Malang telah memerintahkan anggotanya untuk berjaga 24 jam penuh di Jalibar sepanjang 5,3 km itu. “Kalau tidak ada PJU, tiap malam pasti rawan di daerah sana. Jadi selama difungsikan, nanti anggota Polres Malang akan melakukan penjagaan dan patroli di sana selama 24 jam penuh,” tegas AKBP Rinto Djatmono, Kapolres Malang. Rinto mengakui difungsikannya Jalibar ini bisa mengurangi tingkat kepadatan lalu lintas di Kepanjen, termasuk selama musim mudik Lebaran lalu. Arus mudik dari arah kota Malang menuju Blitar jelas meningkatkan kepadatan lalu lintas yang melewati kawasan Kabupaten Malang. “Saat kepadatan tinggi, petugas di lapangan memberi pengarahan agar pengguna jalan lewat jalan alternatif ini,” katanya. Sebelumnya Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Malang me-

nga jukan anggaran sebesar Rp1,9 miliar guna memenuhi kelengkapan Jalibar. Kepala Dishubkominfo Kabupaten Malang, Nazarudin Selian H.T., mengatakan pembangunan Jalibar tersebut berada di tiga desa dua di antaranya berada wilayah Kecamatan Kepanjen, serta satu berada di Kecamatan Ngajum. Jalibar tersebut, ujarnya, merupakan jalan alternatif yang menghubungkan Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar sepanjang 5 km. “Namun sampai saat ini Pemkab Malang belum mengalokasikan anggaran untuk memenuhi perlengkapan untuk Jalibar tersebut. Sementara sebagai jalan alternatif keberadaan Jalibar kurang beberapa persen lagi untuk segera bisa dilalui kendaraan,” kata Nazarudin di Malang. Karena itu, sebelum dibuka untuk jalan umum, Dishubkominfo mengajukan anggaran ke Pemkab sebesar Rp1,9 miliar. Dana itu digunakan un tuk membuat Rambu Petunjuk Penggunaan Jalan (RPPJ), warning light, dan marka jalan sepanjang 5 km. “Kelengkapan itu merupakan standar yang harus dipenuhi untuk jalan raya. Sehingga sebelum jalan dibuka untuk umum, perlengkapan jalan harus sudah terpasang,” katanya. Jika rambu lalu-lintas belum terpa sang, dikhawatirkan terjadi kecelakaan mengingat jalan al terna tif itu difungsikan untuk meme cah kemacetan di pusat Kota Kepanjen. “Sehingga sebagai upaya mengantisipasi kecelakaan ramburambu lalu-lintas dan fasilitas lainnya sudah harus terpasang,” katanya. Pada anggaran tahun 2011, jelasnya, belum ada anggaran dana untuk memenuhi kelengkapan Jalibar tersebut dari Pemkab Malang baik melalui APBD maupun Perubahan Anggaran Keuangan (PAK). Sehingga pihaknya pada tahun depan akan mengajukan anggaran guna memenuhi perlengakapan jalan Jalibar tersebut. (gus)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

Batu

Dari Batu Berburu Rumput ke Kediri Ratusan peternak sapi perah di Batu saat ini sedang mengalami beban berat. Sebab, saat musim kemarau panjang seperti sekarang mereka sulit mencari rumput untuk pakan ternak. Tidak tanggungtanggung, mereka harus keluar kota untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak itu.

S

ejak seminggu terakhir ini, peternak sapi perah tidak bisa santai. Hal itu seperti diceritakan Khusnul Yakin (40), peternak sapi di Dusun Srebet Kidul, Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu. Dia mengungkapkan, usai salat Subuh seperti biasa dia harus masuk kandang, merawat sapi dilanjutkan dengan memerah susu sapi. Kemudian setor ke pos penampungan susu terdekat. Nah, kalau biasanya usai setor susu bisa santai sejenak di rumah, namun kini tidak bisa dilakukan. Sebab dia harus beraksi pagi-pagi agar segera mendapatkan rumput karena rumput yang dicari lokasinya cukup jauh. Padahal siang hari harus sudah ada di kandang lagi untuk memberikan pakan ternak. Termasuk memerah susu sapi. “Ya, terpaksa pagi-pagi sudah keluar rumah agar dapat rumput. Kemarin ke Jombang, besok mungkin ke Pasuruan,” katanya. Dia melanjutkan, kemarau saat ini ter-

bilang panjang. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumput, segala cara ditempuh. Bisa jadi ke Jombang, Kediri, Pasuruan, harus dia dijalani untuk memenuhi kebutuhan rumput tersebut. Biasanya, kalau mencari rumput berombongan dengan mengendarai mobil pikap bak terbuka. Satu mobil biasanya sampai 2-3 peternak sapi. “Sudah sekitar 10 hari ini terpaksa harus keluar kota untuk dapat rumput. Ini kita lakukan karena rumput di seputaran Batu sudah habis,” katanya, kemarin. Peternak yang memiliki 4 ekor sapi perah ini menambahkan agar sapi-sapinya tetap bertahan produksinya, rumput yang diberikan harus tetap seperti biasanya. “Kondisi seperti sekarang yang penting sapi-sapi ini tetap kenyang,” katanya. Daerah pencarian rumput itu dicari di persawahan. Di sana bisa mendapatkan jerami. “Kalau kondisi seperti sekarang jerami tetap kita berikan, ditunjang dengan makanan tambahan lain,” katanya. Dengan pola itu, kata dia, produksi susu sapi akan tetap stabil. Kalau biasanya seekor sapi bisa hasilkan 15 liter per hari, dia berusaha bisa tetap seperti itu. Menurut dia, kondisi seperti ini biaya produksi membengkak luar biasa. Kalau biasanya hanya untuk beli tambahan makanan suplemen, kini tidak hanya itu. Menambah biaya transportasi mencari rumput termasuk tambahan beli rumput atau tebon (daun jagung muda). Kini, ratusan peternak itu hanya berharap musim kemarau ini segera berakhir. “Ya kini hanya bisa berharap agar mudah lagi dapat rumput,” pungkasnya. (juned)

KHUSNUL YAKIN dengan ternak sapi perahnya.

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

21


Suara

Pasuruan

Puluhan ekor ikan hiu tutul nyambangi warga Pasuruan dengan menampakkan diri di perairan Laut Pasuruan. Penampakan ikan raksasa yang banyak dijumpai di perairan Australia Laut Pasuruan menjadikan berkah tersendiri bagi nelayan sekitar. Hal itu dibuktikan dengan perhatian warga sekitar membanjiri pantai Pasuruan. Banyak diantaranya yang kemudian menyewa perahu nelayan sekadar untuk melihat lebih dekat raja lautan tersebut.

PULUHAN ekor ikan hiu tutul muncul di perairan Laut Pasuruan, tepatnya pada satu mil Desa Jatirejo Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan beberapa waktu.

Hiu Tutul Nyambangi Pantai Pasuruan

D

engan kemunculan ikan hiu tutul itu para nelayan menyakini, akan membawa keberuntungan bagi para nelayan setempat yakni akan mendapatkan tangkapan ikan yang melimpah. “Alhamdulillah, sejak adanya ikan hiu di Perairan Pasuruan ini membawa berkah tersendiri, sekarang perahunya disewakan kepada pengunjung. Untuk menonton ikan ini dari jarak dekat, pengunjung cukup membayar Rp5.000 per orang,� terang Suparman, nelayan Lekok, Kabupaten

22

SUARA DESA

Pasuruan. Puluhan hiu tutul tersebut sejak akhir pekan Agustus mulai nampak di perairan laut Pasuruan, tepatnya satu mil dari Desa Jatirejo Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan. Meski tidak terlihat dari bibir pantai, namun banyak warga yang penasaran. Sehingga mereka pun menyewa

perahu nelayan untuk bisa melihat lebih dekat. Ikan yang berukuran cukup besar ini memang terlihat menakjubkan. Mereka tampak asyik berenang dan tidak merasa terganggu dengan kehadiran warga yang mendekat dengan perahu nelayan. Kawanan hiu tutul ini pun tidak agresif dan terlihat jinak tidak seperti jenis hiu lainnya yang biasanya ganas. Bahkan ikan dengan kulit hitam bintik-bintik putih ini mendekat beberapa kali ke perahu nelayan. �Saya penasaran sekali melihat ikan hiu dekat karena ikannya cukup besar, sekitar empat meteran. Dilihat dari dekat asyik juga. mereka juga bersahabat dengan manusia,� kata Bagus Setiawan, warga Grati, Kabupaten Pasuruan. (bh, tni)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

Probolinggo

Wonokerto Menggeliat Berkat Jamur

D

esa Wonokerto, Kabupaten Probolinggo, tampak semakin menggeliat dengan adanya budi daya jamur yang dilakukan warganya. Salah satunya Sudarusman (42). Pria ini setiap pagi harus mencermati jamur-jamur yang dibudidayakannya di sebuah bangunan berdinding gedek yang ada di sebelah rumahnya. Sebab, lengah sedikit saja, jamur-jamur itu akan mati atau tumbuh kurang sehat. “Jika tidak diamati hasilnya kurang bagus,” ujar Sudarusman ketika ditemui usai melihat kondisi jamur yang dibudidakannya dalam bangunan berukuran 3x6 meter itu. Budi daya jamur yang dilakukan warga di wilayah itu merupakan salah satu upaya membangkitkan kembali ekonomi warga, setelah terjadi erupsi Bromo yang mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu. Menurutnya, mayoritas lahan pertanian di Desa Wonokerto rusak akibat erupsi pada tahun 2010, sehingga tidak bisa dimanfaatkan ka rena banyaknya pasir akibat letusan gunung. “Sejak saat itulah, warga mulai melakukan budi daya jamur sebagai pengganti lahan pertanian yang rusak akibat erupsi,” tuturnya. Sudarusman optimistis budi daya jamur jenis kancing atau “champignon” yang dilakukan warga memiliki prospek cerah sebab potensi pasarnya cukup besar. Hal itu terbukti warga desa sempat mendapatkan permintaan jamur mencapai 300 ton per tahun. Namun mereka baru sanggup memenuhi 1 ton jamur per tahunnya. “Budi daya jamur ini adalah alternatif yang bisa dilakukan warga, sebab selain pasarnya bagus, juga tidak terlalu menghabiskan banyak lahan,” ucapnya. Warga lain, Totok, mengaku, budi daya jamur yang dikembangkan warga desa secara perlahan-lahan mampu menggeliatkan ekonomi warga setelah adanya bencana erupsi beberapa waktu lalu. Warga Desa Wonokerto yang mengandalkan lahan pertanian dalam menggerakkan ekonomi keluarga tidak bisa tinggal diam setelah terjadinya erupsi, sebab kebutuhan ekonomi keluarga harus terus berjalan. Dikatakan, budi daya jamur sangat

www.suaradesa.com

BUDIDAYA jamur semakin digemari warga Wonokerto.

menguntungkan, sebab dalam jangka waktu tiga bulan, jamur yang ditanam su dah dapat dipanen berkali-kali dengan harga 1 kwintal mencapai Rp12 ribu untuk jenis yang bagus, sedangkan jenis yang tidak bagus harganya mencapai Rp8 ribu. Hal ini berbeda dengan tanaman lain seperti kentang yang sebelumnya ditanam warga, yang masa panennya sekali dalam tiga bulan. “Melakukan budi daya jamur dibutuhkan kesabaran dan aktif memantau kondisi jamur, sehingga bisa didapat hasil maksimal selama tiga bulan berturut-turut,” tukasnya. Desa Wisata Jamur Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudparta) Probolinggo, Tutuk Edi Utomo mengaku senang dengan budi daya jamur yang dilakukan warga itu. Sebab hal itu dapat menjadi salah satu alternatif wisata di ka wasan Gunung Bromo, selain men jual keindahan pemandangan gunung. Dikatakan, setelah terjadi bencana erupsi beberapa waktu lalu Pemkab Probolinggo terus berupaya menonjolkan sejumlah produk unggulan di setiap desa, termasuk membuka potensi wisata lain di wilayah sekitar Gunung Bromo. “Kita harap dengan adanya budi daya jamur, pendapatan masyarakat di Desa Wonokerto, Kecamatan Sukapura

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

ini bisa meningkat,” ujarnya. Ide awal budi daya jamur, kata dia, datang dari kalangan akademisi dan sejumlah jurnalis ketika melihat tidak berfungsinya kembali secara cepat lahan di sekitar Bromo pascaerupsi. Ide itu memanfaatkan potensi iklim yang dingin dan mendukung kelembapan udara di wilayah itu untuk berkembang biaknya jamur. “Sekitar bulan November dan Desember 2011 muncul ide itu, kemudian menawarkan konsep budi daya jamur kepada Kadin, dan disambut positif,” paparnya. Bahkan, kata Edi, Bank Indonsia juga telah membina petani jamur melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta memberikan bantuan untuk petani mulai dari pengadaan bibit, sarana dan prasarana produksi, serta penjualan. Edi berharap, dengan adanya budi daya jamur ini dapat dijadikan tonggak bangkitnya kembali ekonomi warga Tengger pasca-erupsi. Dan bagi wisatawan yang berkunjung ke Bromo dapat memiliki alternatif pilihan ketika berkunjung ke gunung yang terletak di empat wilayah itu, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. “Adanya budi daya jamur yang dilakukan oleh warga ini, terbukti dapat membangkitkan sektor pariwisata dalam beberapa tahun terakhir,” tuturnya. (bd)

SUARA DESA

23


Suara

Lumajang

K

rupuk biasanya hanya dikenal berbahan ikan laut atau udang. Jarang pakai ikan lele. Nah warga Desa Yosowilangun Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang mengenalkan krupuk ikan lele. Dan hasilnya ternyata banyak diminati oleh masyarakat. Hal itu terlihat saat berlangsungnya pameran teknologi di Mataram NTB beberapa waktu lalu. Meski masih dianggap asing ternyata kehadiran krupuk lele mampu membuat pengunjung pameran tersebut penasaran. Maka, dalam waktu sekejap krupuk lele itu amblas diborong pembeli. Apalagi krupuk lele selain rasanya enak dan kandungan gizinya sangat tinggi, pembuatannya pun tidak terlalu rumit dan cukup menggunakan peralatan tradisional. Diharapkan krupuk lele itu nantinya bisa menggeser popularitas krupuk udang yang lebih dikenal sejak dulu oleh masyarakat. Sebab, selain harganya lebih murah, juga karena ketersediaan bahan dasar kru puk tersebut yakni lele sangat melimpah di Desa Yosowilangun me-

24

SUARA DESA

Krupuk Lele

Tinggi Kalsium di Yosowilangun ngingat sengaja dibudidayakan oleh warga. Menurut Kotijah, salah satu pemilik home industry krupuk lele di Desa Yosowilangun, pembuatan krupuk lele sudah berlangsung sejak satu tahun lalu. Saat itu dilakukan hanya untuk mengatasi kebosanan masyarakat terhadap pecel lele. Dari situlah timbul keinginan untuk mencoba membuat krupuk lele. Dan begitu krupuk lele dengan harga terjangkau dilempar ke luar dugaan pasaran, ternyata di sa ngat diminati oleh masyarakat. “Permintaan pesan an krupuk le le terus meningkat, namun karena ke terbatasan peralatan menyebabkan permintaan tersebut

sulit dipenuhi,” ujarnya. Proses pembuatan krupuk ini juga tidak ada bedanya dengan krupuk udang. Terlebih dulu lele dibersihkan bagian organ dalamnya sebelum diolah menjadi krupuk. Selanjutnya lele dari bagian kepala dimasak dalam panci pre sto, sehingga tidak ada bagian yang terbuang. Lalu dicampur bumbu se bagai penyedap, diaduk dengan adonan tepung tapioka, setelah melalui proses layaknya pembuatan krupuk pada umumnya, lantas krupuk itu diirisiris, dan selanjutnya dijemur. Dalam satu minggu Kotijah bisa menghasilkan krupuk lele mentah sebanyak 20 kg, harga 1 kg krupuk lele mentah Rp 25.000. “Kalau harga 1 kg krupuk lele goreng sedikit lebih mahal yakni Rp 45.000,” ujarnya. Sementara itu Sutinah yang juga pembuat krupuk lele, menjelaskan, agar krupuk lele ini bisa lebih dikenal oleh masyarakat ada ki at jitu yang sudah dilakukanya. Dia mengedarkan krupuk lele di lingkungan masyarakat sekitar. “Saat ini kami juga tengah berupaya agar krupuk lele itu bisa dijadikan oleh-oleh khas Lumajang, sehingga bisa menembus pasar swalayan atau pusat perbelanjaan di kota,” ujarnya. Selain itu Sutinah berharap proses pengolahan krupuk lele nantinya tidak lagi menggunakan peralatan tradisional, karena itu dirinya berharap ada bantuan peralatan canggih khususnya dari Pemkab Lumajang untuk proses pembuatan krupuk lele. “Krupuk lele itu bisa menambah kebutuhan kalsium bagi para manula,” pungkasnya. (ali)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


SUARA BRANTAS

Dua Kades Berebut Jadi Penguasa Kota Angin

D

ua kepala desa di Kabupaten Nganjuk, berebut menjadi penguasa kota angin, Anjukladang. Mereka adalah H. Yusmanto SH, Kepala Desa Selorejo, Kec. Bagor dan H. Syaiful Anam SPd MSi, Kepala Desa Sidorejo, Kec. Tanjunganom. Keduanya, macung dalam pemilukada yang akan digelar 12 Desember tahun ini, menantang incumbent H. Taufikurrahman. Yusmanto akan dapuk menjadi calon orang nomor satu di Nganjuk berpasangan dengan Gatot Nursalim. Sedangkan Kades Sidorejo, Mbah Anam, panggilan H. Syaiful Anam, akan mendampingi Cabup Nyono Joyoastro. Uniknya, keduanya tidak mengBiodata : gunakan kendaraan Calon Bupati Nganjuk partai, tapi berangkat melalui jalur indepenNama : H. Yusmanto SH den. Mereka pun sudah TTG : Nganjuk, 02 Oktober 1957 Istri : Hj. Yetty Sisworini, SE MM mendaftar ke KPU Kab. Putra : Yogi Dirgantara SH Nganjuk dalam pesta Pendidikan : SDN Selorejo I, tamat 1970 demokrasi Desember SMP Negeri 1 Nganjuk, tamat 1973 nanti. SMA Negeri 2 Nganjuk taman 1976 FH Universitas Negeri Jember lulus tahun 1982 Kedua mbah lurah ini Pekerjaan : Kepala Desa Selorejo ‘nekad’ macung, karena Periode I 1985 - 1992 merasa prihatin dengan Periode II 1993 - 2001 Periode III 2003 - 2013 pemerintahan Nganjuk saat ini. Mereka menilai, Partai pengusung: Independen penguasa Nganjuk saat ini kurang tentukan dan didesain dari atas dan Biodata memperhatikan aspirasi desa tinggal menerima paket matengan Calon Wakil Bupati Nganjuk masyarakat desa. Pedari pemda. Itupun desa sering tidak Nama : H. Syaiful Anam SPd, MSi merintahan desa, termengetahui program macam apa yang TTG : Nganjuk, 17 Juli 1967 utama kepala desa, diditurunkan ke desa. Istri : Hj. Nurul Hidayati perlakukan seperti anak Anak : 1. Alvina Afifatul Maulida Saif (12) “Memang ada musrenbang keca2. Aziziyah Hidayahra Maulida Saif (7) kecil, yang hanya boleh matan, musrenbang kabupaten. Tapi Pendidikan : SDN Warujayeng IV menetek ibunya. semua itu hanya formalitas. SubstanSMP Darussalam, Ngrempyang, WaruSementara desa, tisinya tidak ada sama sekali dengan jayeng dak diberi keleluasaan MA Darussalam, Ngrempyang, Warujayeng program yang diusulkan desa. Semua Sarjana (S1) STIT Paciran, Lamongan untuk mengatur rumah sudah dipatok dari atas. Kita disuruh Sarjana (S2) Wijaya Putra tanggannya sendiri. Semenerima apa adanya dan tinggal Pekerjaan : Kepala Desa Sidorejo, Kec. Tanjunganom mua program sudah diPartai pengusung : Independen menjalankan. Jadi selama ini desa di-

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

25


Suara

Nganjuk

perlakukan seperti anak kecil,“ kata Pak Yus, sapaan Yusmanto. Ia juga mengungkapkan ketidakadilan pemerintah daerah memperlakukan antara desa satu dengan lainnya. Menurutnya, pemerintah daerah dibawah penguasa sekarang hanya untuk memuaskan orang-orangnya. Program pembangunan sama sekali tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat desa. “Kalau ingin masyarakat Kabupaten Nganjuk sejahtera, ya desa harus lebih diperhatikan dan diberdayakan. Jangan seperti sekarang, masyarakat desa hanya dijawil kalau mau ada butuhnya. Malah ada desa yang nyaris tidak terurus, tapi sebaliknya ada desa yang terus menerus mendapat program,“ sindir Pak Yus, seraya membeberkan perlakuan tidak adil pemerintah daerah terhadap desa satu dengan desa lainnya. Karena itu ke depan, tambah bapak satu anak ini, praktek pemerintahan seperti ini harus segera diakhiri. Ia berjanji, jika terpilih menjadi orang nomor satu di Kab. Nganjuk, dirinya akan lebih memperhatikan masyarakat desa dengan melibatkan pemerintahan desa sebagai ujung tombaknya. Sehingga pada gilirannya masyarakat desa bisa lebih sejahtera. Menurutnya, beberapa program yang akan menjadi fokus pemerintahannya nanti antara lain bidang pertanian dan pemberdayaan UMKM. Bidang pertanian menjadi fokus garapan, karena mayoritas warga Nganjuk adalah petani. Sedangkan sektor riil UMKM, diharapkan mampu membuka lapangan kerja sebanyakbanyaknya, sehingga membangkitkan ekonomi kerakyatan. Nada hampir sama disampaikan Kades Sidorejo, Syaiful Anam, yang mencalonkan diri menjadi calon wakil bupati berpasangan dengan Nyo-

no Joyoastro. Menurutnya, pemerintahan Nganjuk saat ini sudah harus direformasi total. Sebab, banyak prilaku oknum pemerintahan yang melenceng dengan semangat reformasi. Terbukti sampai sekarang masih banyak pungutan dalam setiap berurusan dengan layanan di pemerintah. Juga dugaan praktek jual beli jabatan di birokrasi, sekarang ini sudah seperti bukan rahasia lagi. Belum lagi urusan dengan proyek-proyek pemerintah, pungutan seperti sudah lazim. Karena itu, tidak ada cara lain untuk mereformasi pemerintahan di Kab. Nganjuk, kecuali dengan mengganti bupati dan wakilnya dalam pemilukada Desember nanti. “Kalau masyarakat ingin maju, ingin sejahtera, tidak ada kata lain, selain penguasa sekarang ya harus diganti,“ katanya dengan nada tinggi. Dalam hal pemerintahan, tandas Mbah Anam, penguasa Ngajuk sekarang ini cenderung mengabaikan peran pemerintah desa. Pemerintah desa seperti tidak punya kuasa apa-apa. Semua serba sentralistik dibawah kekuasaan bupati. “Makanya jangan heran kalau ada desa yang setiap tahun dapat proyek dari pemerintah kabupaten, tapi sebaliknya ada desa yang sama sekali tidak pernah tersentuh program pemerintah. Mereka yang mau mendekat ya otomatis sering dapat, tapi kalau tidak mau mendekat, ya jangan harap mendapat bantuan,“ tandas bapak dua anak ini seraya menyerukan ma-

syarakat Nganjuk untuk melakukan perubahan bersama. Terlepas bagaimana hasilnya Pilkada nanti, keberanian kedua kades macung bupati Nganjuk itu memang patut mendapat apresiasi. Terlebih keduanya maju melalui jalur independen, bukan melalui partai politik. Sehingga kebutuhan logistik dan sistem dukungan yang harus dilalui saat pencalonan jauh lebih rumit dibanding melalui partai. Mereka harus berjuang untuk mendapat dukungan dari orang per orang. Karena itu, semangat kedua kepala desa di Nganjuk ini patut menjadi contoh kades lainnya di Jawa Timur. Siapapun orangnya, tak terkecuali para kepala desa, di era demokrasi terbuka seperti sekarang ini, mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk meraih kekuasan yang lebih tinggi. Dan, M. Amin, Bupati Ponorogo yang sekarang adalah salah satu bukti kepala desa pemberani yang tak takut memanfaatkan peluang. Ia, yang mantan Kepala Desa Tonasan, Kecamatan Kauman ini, kini menjadi orang nomor satu di kota reog melalui pilihan langsung rakyat. Nah, siapa kades yang mau menyusul jejak M. Amin ? (*)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Pendopo Kabupaten Nganjuk.

26

SUARA DESA


Suara

S

elama sepekan ini beberapa arkeolog dari balai pelestarian peninggalan purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto, melakukan ekskavasi situs di Desa Pagu, Kecamatan Wates, Kediri, Jawa Timur. Penggalian yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari 13 orang itu menemukan struktur bangunan yang mirip saluran air peninggalan zaman kerajaan. Struktur yang terbangun dari susunan batu bata merah tersebut mempunyai tinggi 150 cm dan terkubur dalam tanah sedalam 3 hingga 4 meter. Petugas melakukan penggalian sporadis hingga sebanyak 9 titik dengan radius 1 kilometer untuk mendapatkan alur

ringin besar. Namun sayang, para arkeolog masih belum terpuaskan karena belum menemukan muara salurannya. Penelusuran hingga 1 kilometer itu hanya menemukan struktur saluran air. “Asumsi saya pasti ada kolamnya. Tapi di mana, ini yang masih terus kita cari,� imbuh Danang. Selain itu juga belum diketahui pasti dari zaman kerajaan apakah saluran itu dibangun. Selama penggalian, petugas tidak menemukan adanya penemuan benda yang spesifik dan simbolis yang dapat menguatkan ciri-ciri sebuah benda dibuat pada masa tertentu, seperti gerabah ataupun keramik. Petugas hanya menemukan struktur batu atau pendapa,

Ditemukan, Saluran Air Peninggalan Kerajaan

Kediri

dan korelasinya dengan saluran air itu juga belum diungkap. Penelitian terhadap batu bata sebagai material yang digunakan dalam struktur bangunan juga memerlukan proses uji laboratorium sehingga memakan waktu cukup panjang. Batu bata tersebut terdiri dari dua ukuran. Ukuran pertama dengan panjang 42 cm, tinggi 8 cm, dan lebar 20 cm. Ukuran kedua dengan panjang 38 cm, tinggi 7 cm, dan lebar 20 cm. Penggalian perdana yang dilakukan di areal pekarangan warga dan aliran sungai tersebut difokuskan pada pembersihan dan pemetaan situs. Ke depannya, ekskavasi lanjutan akan dilakukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang bentuk maupun fungsi bangunan tersebut. (kc,tni)

saluran air tersebut. “Fungsi utamanya belum jelas karena kita belum dapat gambaran detailnya. Namun, kita asumsikan struktur ini merupakan saluran air karena mempunyai kemiripan dengan saluran air yang ditemukan di Magetan, Ponorogo, maupun Pasuruan,� kata Danang Wahyu Utomo, salah seorang arkeolog, saat ditemui di lokasi penggalian situs, Minggu (9/9/2012). Saluran air tersebut terhubung dari sumber mata air di desa tersebut, yang terdapat pohon be-

worldpres.com

TIM Arkeologi saat menggali peninggalan di salah satu titik di Desa Pagu, Kecamatan Wates Kabupaten Kediri (foto atas). Salah satu saluran air yang berada di tepi sungai Desa Pagu.

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

27


Suara

Blitar

FKPD Blitar Bangun Kekuatan Desa

S

etiap kepala desa (kades) dituntut mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Untuk itu kades harus punya basic kekuatan. Salah satu caranya dengan membangun organisasi yang kuat guna meningkatkan kapasitas diri sang kades sebagai posisi tawar dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Dalam konteks inilah keberadaan organisasi yang menaungi kades dan perangkat desa menjadi sangat penting perannya. Karena itu, sebagai Ketua Forum Komunikasi Perangkat Desa (FKPD) Kabupaten Blitar, M. Fakihudin, pun berusaha agar organisasi berbasis desa ini bisa memiliki power yang diperhitungkan oleh pemerintah kabupaten. Bagi Fakihudin, keberadaan organisasi yang menyatukan para perangkat desa tersebut bukan hanya sebuah kebutuhan. Namun sudah merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh para perangkat desa untuk menyeimbangkan kekuatan antara desa dengan pemerintah. Sebab, diakui atau tidak, keberadaan forum tersebut memberikan angin segar yang dapat meningkatkan berbagai kapasitas desa dalam mengembangkan dan memajukan desa - desa, khususnya yang ada di wilayah Kabupaten Blitar. Keberadaan FKPD pun merupakan bagian yang sangat penting dan harus ada di setiap desa. “Sebab dengan begitu maka keberadaan FKPD mampu

28

SUARA DESA

menjadi bagian dalam meningkatkan kesejahteraan desa,” terangnya kepada Suara Desa. Fakih menjelaskan, keberadaan organisasi milik desa ini secara nyata telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan desa. Salah satunya terlihat dari peningkatan dalam TPAPD yang diberikan oleh pemerintah pada desa. Di sisi lain keberadaan forum ini juga diharapkan mampu melakukan pengawalan pada setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk desa. Untuk itu dia mencontohkan saat ini FKPD Kabupaten Blitar tengah mengawal keberadaan peraturan daerah (Perda) tentang pembentukan pasar desa. “Saat ini salah satu tugas forum adalah kami melakukan pengawalan terhadap pembentukan perda tentang pasar desa yang tengah dibahas di gedung DPRD,” tuturnya. Diharapkan dengan terbentuknya perda pasar desa keberadaan desa akan dapat mandiri dengan mendapatkan PAD dari kebijakan pasar desa. Sehingga upaya melakukan peningkatan PAD desa dengan sendirinya dapat tercapai. “Tapi tidak hanya pasar desa yang menjadi tujuan kami. Masih banyak lagi upaya melakukan peningkatan kesejahteraan desa yang harus kami lakukan melalui keberadaan FKPD ini,” ungkapnya. Dia menambahkan selain melakukan pengawalan terhadap keberadaan pasar desa saat ini pihaknya juga

tengah mendorong upaya pelimpahan kewenangan dari pemerintah kabupaten Blitar pada desa. Pelimpahan kewenangan tersebut diharapkan pula dengan dibuatkan perda yang mengatur mengenai mekanismenya. “Kami berharap keberadaan FKPD akan dapat melakukan berbagai upaya dan langkah nyata untuk terus melakukan pendampingan dalam mengawal kebijakan pemerintah kabupaten. Semua itu hanya bisa kita lakukan secara bersama - sama dalam wadah forum FKPD),” tukasnya. (hyuan)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

FAKIHUDIN Ketua FKPD Kabupaten Blitar


Waspada, Jika Melalui Trenggalek-Pacitan

B

JLS yang melintasi Panggul, Dongko, Suruh, Karangan dan masuk Kota Trenggalek.

agi para pengguna jalan raya jalur lintas selatan (JLS), terutama jurusan TrenggalekPacitan harus ekstra hatihati. Pasalnya, di sepanjang jalur tersebut masih jalan banyak yang rusak dan hanya dilakukan “tambal sulam” akibat aspal yang mengelupas ataupun rusak. Padahal, jalan tersebut baru berumur sekitar dua tahun. Jalan yang mengalami “tambal sulam” aspal pada badan jalan itu terbentang pada jalan sepanjang lima kilo meter. Permukaan JLS yang merupakan proyek nasional tersebut ditambal sulam karena banyak yang bolong tergerus air. Selain itu, akibat tambal sulam tersebut permukaan jalur lintas selatan yang menghubungkan dua wilayah pesisir di ujung barat Provinsi Jawa Timur itu tidak lagi rata. Jalan terlihat bergelombang. Kondisi jalan semacam itu bisa menyebabkan kendaraan tidak bisa melaju dengan tenang dan nyaman. “Mungkin karena kontur tanahnya labil atau mungkin juga karena kualitas aspal yang jelek. Kerusakan su-

www.suaradesa.com

dah terjadi sejak setahun lalu,” tutur Asikin, sopir angkutan dari Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek. Selain dua faktor itu, warga sekitar menyebut guyuran serta gerusan air selama musim penghujan ikut andil terjadinya kerusakan badan jalan nasional tersebut. Sebab, jalan beraspal jika kena air dan dilalui kendaraan berat bisa menyebabkan tergerus dan rusak, lalu bolong. Indikasi itu setidaknya terlihat dari permukaan aspal yang kini lebih kasar dibandingkan dengan kondisi saat baru dibangun. Banyak permukaan jalan yang mengalami tambal sulam. Bahkan, ada beberapa bolongan yang masih belum sempat ditambal sulam. Menanggapi hal itu, Kepala TU Balai Besar Jalan Nasional Jatim-Jateng untuk wilayah Kabupaten Treng-

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Trenggalek galek, Lasmianto, tidak membantah. Dia membenarkan bila memang dilakukan penambalan terhadap sejumlah ruas/badan jalan di jalur TrenggalekPacitan itu. Ia mengatakan perawatan rutin tersebut dilakukan sejak sebulanan lalu. Menurut dia, itu dilakukan untuk mengantisipasi arus mudik maupun balik pada musim lebaran kemarin. Alasannya, memang banyak jalan yang sudah mengalami bolong-bolong. Meski begitu, Lasmianto tak menyinggung sama sekali masalah kerusakan sebagian badan JLS yang berada di wilayahnya maupun di Kabupaten Pacitan. Alasannya, karena perbaikan lebih dikonsentrasikan di jalur antara perbatasan Panggul-Dongko hingga Kecamatan Karangan. “Perbaikan bersifat sementara di jalur Dongko-Trenggalek, karena setelah Lebaran direncanakan untuk melakukan perbaikan total. Bahkan, juga akan dilakukan pelebaran dari lima meter menjadi tujuh meter di sepanjang jalan tersebut,” jelasnya. Karena itu, dia pun mengimbau agar masyarakat yang melintas di jalur tersebut diminta berhati-hati dan waspada bila melewati jalur alternatif JLS itu. Sebab, kondisi jalannya memang banyak yang mengalami tambal sulam. (an,tni)

SUARA DESA

29


Suara

Tulungagung

Pengrajin Krupuk Rambak Kekurangan Kulit Kerbau

D

aerah terjepit bukit berbatuan lalu menjadikannya miskin? Contohlah Tulungagung. Kabupaten di bibir laut Selatan ini, memiliki potensi alam yang besar, namun justru karena sumber daya manusianya yang unggul, Tulungagung tampil sebagai daerah yang kaya dengan home industry. Di setiap daerah memiliki potensi yang tumbuh berbeda dengan daerah lainnya. Desa pengrajin konveksi, desa batik, desa produsen peralatan dan asesoris TNI/Polri dan desa krupuk rambak semua tetap bertahan meskipun sering digoyang pesaing dari dalam negri dan luar negri. Pengusaha konveksi misalnya, sejak diserbu baju-baju model terbaru berharga murah dari China, ozet penjualannya turun drastis kalah bersaing. Pengusaha konveksi pun harus berputar otak untuk bisa berkembang menghadapi serbuan pasar. Ini berbeda dengan krupuk rambak. Meskipun belum disaingi produk luar negri, krupuk rambak juga mengalami penurunan produk akibat kekurangan bahan baku, terutama krupuk rambak dari kulit kerbau.”Saat ini sudah semakin seret bahan baku rambak dari kulit kerbau,” kata Arifin pengusaha krupuk rambak dari Desa Sembung, Tulungagung. Kulit kerbau menurut pengrajin rumah tangga telah menjadi produk unggulan desa. Rasanya lebih renyah dan lebih gurih dibanding dengan krupuk berbahan baku dari kulit sapi. Harga krupuk rambak kulit kerbau juga lebih tinggi, sehingga keuntungannya juga lebih bagus. Namun akibat jumlah persediaan kulit kerbau terbatas, padahal jumlah permintaan terus meningkat akhirnya banyak warga yang mendatangkan kulit kerbau dari luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Timur dan

30

SUARA DESA

Kalimantan.”Kalau kulit sapi, kami tidak mengalami kesulitan, bahkan stoknya melimpah, tetapi kalau kulit kerbau sulit didapat,” ujar Arifin. Zaenab pengusah krupuk di Desa Sembung mengakui setiap dua minggu sekali dirinya mendatangka kulit kerbau dari NTT melalui mitra kerjanya di sana.”Rata-rata dalam seminggu kami mendatangkan kulit kerbau sebanyak 2 kwintal,” kata pemilik usaha krupuk rambak “Lestari” ini. Karena lebih banyak diminati pasar dan bahan bakunya lebih sulit, secara otomatis, harga krupuk rambak dari kulit kerbau jauh lebih mahal dari kulit sapi. Harga satu bungkus krupuk rambak kulit kerbau mencapai Rp95.000 per bungkus, sedangkan krupuk rambak sapi hanya Rp75.000 per bungkus. “Faktornya ya itu tadi, bahan sulit dan peminat lebih banyak dibanding krupuk rambak dari kulit sapi,” kata Djaenab. Desa Sembung merupakan salah satu sentra krupuk rambak di Kecamatan Kota Tulungagung. Hampir semua rumah tangga di desa ini memproduksi krupuk yang terbuat dari kulit sapi dan kerbau.Industri rumah tangga jenis ini, menurut Djaenab, merupakan usaha turun temurun warga di Desa Sembung. Kedua orang tuanya juga produsen krupuk rambak. Kisah sukses bisnis krupuk rambak juga dinikmati Slamet Mujito pewaris dari Mbah Tawi yang memulai usahanya sejak 1945. Menurut Slamet, “Awalnya saya tidak tertarik untuk meneruskan usaha krupuk rambak. Karena selain sulit membuat, menjualnya juga sulit. Namun berkat semangat dan dorongan sang istri yang dinikahi tahun 1997, dengan senang hati ia meneruskan usaha orang tuanya itu. Tahun 2000 penjualan krupuk masih menggunakan sepeda onthel. Roda kehidupan mulai berubah pola

penjualannya menggunakan sepeda motor, kemudia pada tahun 2007 Slamet menggunakan mobil pickup dengan jangkauan pemasaran wilayah kota Tulungagung, Blitar, Malang, Batu, Trenggalek, Kediri, Kertosono, Jombang dan Surabaya. Saat ini krupuk rambak merk UD Harapan Jaya miliknya telah mencapai omset 2,5 juta rupiah per hari. Ia dibantu 7 karyawan perempuan dan 5 karyawan laki-laki yang diberi upah kerja rata-rata 25 ribu rupiah per hari. Untuk memperbesar volume usaha, Hartini Slamet bulan Juni 2011 membeli mesin oven berkapasitas 60 kg sehingga dalam 1 hari dapat memproses 120 kg (2 kali pengolahan). Selain itu Hartini juga membuka kios di depan stasiun Tulungagung dan menambah aneka macam camilan, seperti krupuk ceker ayam, krupuk kuku macan, krupuk bawang, kripik ubi ungu, kripik gadung, sous kering dan kripik tempe. “Usaha kita seperti ini setelah jatuh bangun diterpa perlbagai masalah seperti karyawan yang sudah ahli pindah tempat kerja, persaingan antar pengusaha krupuk rambak maupun kekurangal modal usaha,” katanya. (nf)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

RAMBAK kerbau matang ini mudah didapatkan di aneka toko yang menyediakan camilan oleh-oleh khas Tulungagung di deretan toko sekitar stasiun KA.


PELUANG USAHA

Meracik Kopi (Agar)

T

idak selalu usaha itu dimulai dengan modal besar dan konsep modern. Dewi Kumbiati yang suka menyajikan minuman kopi bagi tamunya ini mendapat ide untuk membuat hidangan kopi rempah. Pahitnya kopi yang panas tersamarkan oleh rasa cengkeh, kapulaga, jahe, dan kayu manis yang memberi efek hangat pada tubuh. Kombinasi bahan tersebut ternyata cocok untuk hawa dingin di area Jombang yang berdekatan dengan area Wonosalam. ”Salah satu tamu suka dan dia menganjurkan supaya kopi rempah buatan saya didaftarkan ke Disperindag Kabupaten Jombang,” tutur perempuan 47 tahun ini.Iapun mengantongi sertifikat P-IRT atau industri rumah tangga karena awal usahanya mulai dibuat di rumahnya sendiri. Waktu itu, kemasan kopi rempah bermerek Dewi Kumbiati masih berupa plastik dan kertas HVS. Belum sebagus sekarang yang sudah memperhatikan desain dan bentuk kemasan berbahan aluminium foil dan kertas karton. ”Disperindag Jombang mengikutsertakan saya ke diklat pembuatan kemasan. Jadi, saya lebih memahaminya,” kata perempuan asli Bangil ini. Setelah itu, dia mengedarkan kopi buatannya. Dari modal awal sebesar Rp 150.000, selama tiga bulan Dewi Kumbiati mampu menerima pendapatan Rp 3 juta. Produk minuman instan ini bisa ditemui di toko makanan minuman di depan Stadion Jombang. Jenis kopi yang digunakan adalah robusta dan excelsa. Kedua jenis itudiperoleh dari gudang pasar di sekitar Jombang saja. Kopi-kopi itu berasal dari perkebunan Wonosalam, Jombang. Bahan temulawak juga didapat dari area Jombang, tetapi karena tidak sebanyak kopi dan jahe, maka kebutuhannya selama tiga bulan ini masih 25 kg. “Jahe merah saya beli dari Ponorogo. Untuk Juni hingga Agustus 2012 saya sudah stok dua kuintal,” paparnya. Beberapa kali, Dewi Kumbiati turut serta dalam pameran makanan dan minuman di berbagai kota. Misalnya Pekan Raya Jakarta pada Juni 2012 lalu. Pameran ini juga membuka pintu jaringan usaha, pesanan banyak berdatangan. Kopi

www.suaradesa.com

Lebih Bergengsi

Merebaknya kafe minuman kopi instan dengan ragam campuran rasa dan bahan, kian menggeser sajian kopi murni khas. Dewi Titik Ratna Kumbiati mencoba meracik kopi dengan bumbu rempah dan dikemas menarik.

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

rempah buatannya juga banyak disukai orang Malaysia, Belanda, dan Jepang. Satu kemasan kopi rempah seberat 100 gram harganya Rp 15.000, serta minuman temulawak dan jahe Rp 10.000 per kemasan. ”Ide ini muncul karena memang saya suka kopi dan menghidangkannya untuk tamu,” ucap Dewi Kumbiati. Selain itu, aktivitas bisnis seperti ini dapat mengisi waktunya yang kebanyakan kosong. Sempat ia tidak yakin bahwa usahanya akan laku dan disukai orang. Namun, kehidupan yang membosankan di desa membuatnya berubah pikiran. ”Lha, saya terus mau ngurusi apa di desa? Akhirnya saya mencoba mencari kegiatan lain yang menguntungkan,” terangnya. Sebelumnya, Dewi Kumbiati bekerja di bidang bimbingan dan konseling di sebuah perusahaan. Sekarang dia hanya menerima tawaran konseling freelance yang bisa disambi menyelesaikan usaha kopi rempahnya di rumah Jombang. (so, tni) DEWI KUMBIATI dengan produk kopi rempahnya.

SUARA DESA

31


LENSA DESA Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono menunjukkan Suara Desa kepada Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid, Jumat 30 September 2012. Juga memberikan penjelasan mengenai berbagai isi Suara Desa kepada mantan Bupati Aceh Besar, NAD, Dr. Bukhari Daud di Kantor Dwiyuna Jaya Foundation, di Banda Aceh.

Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono bersama beberapa pengurus harian membahas usulan perubahan RUU Desa bersama salah lawyer terkenal di Jakarta Farhat Abas dan Wakil Bendahara Partai Hanura Silvi S Haiz di Jakarta. Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono memberikan pengarahan kepada pengurus harian AKD Jatim dalam acara buka puasa bersama, di Malang, 15 Agustus 2012.

Dua petani Desa Klotok, Plumpang Tuban saat memanen benih untuk selanjutnya ditanaman di lahanlahan yang telah disediakan.

Pemandangan Kemarau. Sejumlah kendaraan melintas di kawasan hutan jati di Desa Dander, Kecamatan Dander, Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (14/9). Kawasan hutan yang meranggas daunnya itu, selain pengaruh musim kemarau, sebagian lainnya ada yang di “teres� (kulitnya dipotong) agar pohon jati menjadi kering dan mati, sebelum ditebang.

32

SUARA DESA

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Bersama beberapa pengurus harian AKD Jatim berdialog dengan Pembina AKD Jatim RH Dwi Putranto Sulaksono usai salat Isya’ di masjid di kawasan Slipi Jakarta.

AKD Jatim berdialog dengan staf ahli Ketua Pansus RUU Desa DPR RI Andi Rusnadi di Jakarta.

Ketuablewah/garbis AKD Jatim H Samari MUSIM kemarau di Bulan Ramadhan menjadi berkah para petani di Dusun didampingi Robiul Usman (kedua Pagar, Desa Sawotratap, Kec. Gedangan, Kab. Sidoarjo. Betapa tidak, dengan harga dari kanan) dan4-5 Pitoyo mencapai Rp 6.000 per kilogram para petani mampu untung bersih kali (paling lipat dari dengan Nyono modal awal. Salah satunya, Cak No. Bermodal Rp 8kanan) juta diberdialog lahan sekitar satu hektar Suharli calon Bupati Jombang mampu menangguk hasil sekitar Rp 40 juta. (kedua dari kiri).

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

33


SUARA WILIS

P

Penjaga Mataraman

ondok pesantren Tegalsari, Jetis, Ponorogo penjaga Mataraman yang kokoh sepanjang masa. Meski kejayaannya telah hampir punah, warisan ponpes yang didirikan Kyi Ageng Hasan Besari pada 1742 ini, telah menyebarkan virus keberagaman yang kuat di kawasan Mataraman. Berkat ajaran Kyia Hasan Besari, para santrinya banyak menempati posisi penting dalam pelbagai profesi. Sunan Paku Buwono II atau lebih dikenal Sunan Kumbul, Bagus Burhan yang dikenal sebagai Raden Ngabei Ronggo Warsito adalah seorang filosuf dan pujangga jawa yang masyur, Bagus Harun atau yang lebih dikenal dengan Kyai Ageng Basyariyah dari Sewulan, HOS Cokroaminoto tokoh pergerakan nasional yang juga menjadi guru Soekarno sekaligus mertuanya, serta kiai besar lainnya. Santri besarnya adalah Bagus Darso yang dikenal dengan sebutan KH Abdul Manan yang mendirikan Pondok Pesantren Termas, Pacitan pada 1830. Kebesaran pondok ini selain sampai

ini masih berdiri di Ujung Selatan Jawa Timur dengan ribuan santrinya, alumninya juga menjadi orang-orang penting di negeri ini, sebut saja misalnya Prof. DR H Mukti Ali, MA, mantan Mentri Agama di era orde baru. Para kiai besar yang pernah mengenyam di PP Termas bisa disebutkan antara lain, Kyai Maksum Lasem Rembang, Kyai Abdul Hamid Pasuruan, Kyai Muslih Mranggen Demak, dan Kyai Muhammad Munawwir Krapyak serta Kyai Arwani Kudus. Selain itu juga ada Kyai Faqih Gresik, Kyai Ali Maksum, Krapyak Yogyakarta, Kyai Makhrus Ali Kediri, Kyai Inayat Banten, Kyai Adnan Trenggalek, dan Kyai Masduki, Cirebon, Jendral Sarbini Jakarta serta Jedral Abdul Mannan, Surabaya, Masih banyak lagi kyai besar lainnya yang juga memiliki ponpes besar dan semuanya telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang kelak mewarnai keberagamaan di negeri nusantara ini. Sebut saja misalnya Kyai Ahmad Sahal pendiri ponpes Gontor Ponorogo yang juga turut menjaga bumi Mataraman yang mampu menc-

etak generasi Islam yang unggul di kancah internasional. ”Lahirnya kiai-kiai besar itu jika diurut bersumber dari Kyai Ageng Hasan Besari pendiri Ponpes Tegalsari, Ponorogo,” jelas Habib Suwarno (keturunan kesembilan dari Kyai Ageng Hasan Besari ) kepada Suara Desa. Namun kebesaran pondok yang berdiri di Desa Tegal Sari, kecamatan Jetis, ini kini hanya menyisakan artefak-artefak dan banbgunan heritage yang masih berdiri merana. Masjid kuno peninggalan Kyai Besari tempat para santri tidur dan belajar ilmu agama ini pada 1977 direhab tanpa memperhatikan nilai-nilai sejarah, sehingga banyak sudut bangunan yang tidak asli lagi, padahal dari masjid ini Kyai Besari berhasil mengislamkan masyarakat Ponorogo dan kawasan Gunung Lawu. ”Meski pada tahun berikutnya direhab dan diusahakan kembali pada bangunan aslinya masih tetap tidak bisa,” katanya. Masjid tua ini tampak megah dengan 36 tiangnya yang menggambarkan jumlah wali songo (3 + 6 = 9.) Tata letak pintu dan jendela masjid juga tiang - tiang terbuat dari kayu jati tanpa menggunakan pasak menyerupai arsitektur Masjid Agung Demak. Di Ponpes Tegalsari ini juga tersimpan kitab berusia 400 tahun yang ditulis oleh Ronggo Warsito santri Kyai Hasan Besari. Komplek Masjid terdiri dari 3 bagian; Dalem gede dulunya merupakan pusat pemerintahan. 2. Masjid. 3. Komplek makam Kyai Ageng Hasan Besari beserta keturunanya. “Dan kesederhanaan bisa dilihat dari simbol kubah diatas masjid yang hanya terbuat dari gentong tanah berukuran kecil. Yang pasti, seluruh bangunan khususnya tiang-tiang masjid, meski sudah berumur ratusan tahun, hingga saat ini masih utuh seperti ketika dulu dibangun oleh Kiai Ageng Besari,” katanya. (mar)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

BANGUNAN tua Masjid Tegalsari, Jetis Ponorogo.

34

SUARA DESA


Suara

BU SETU (kiri) pemilik warung ayam panggang Nggandu bersama karyawannya.

Aneka Ayam Panggang Bu Setu Menggoda Selera

A

yam panggang Nggandu, ya begitulah kebanyakan orang mengenalnya centra masakan ayam panggang ini. Warung ayam Nggandu yang selalu ramai pembeli itu terletak sekitar 2 kilometer arah utara pabrik gula Purwodadi, Kecamatan Karangrejo, Magetan. Setiap hari, warung ayam panggang yang dikelola Bu Setu ini nyaris tidak pernah sepi. Karena itu, tidak ada salahnya, jika anda berkunjung ke Magetan atau tengah melewati Nggandu, jangan lupa untuk mencoba kenikmatan ayam panggang Nggandu. Di warung yang dikelola Bu Setu ini, beraneka menu olahan ayam panggang ada di sini. Yang istimewa lagi, ayam panggang di sini dijamin asli ayam kampung. Untuk urusan menu, di warung Bu Setu ini anda bisa merasakan nikmatnya aneka masakan khas ayam panggang Magetan. Ada ayam panggang urap, ayam panggang botok pelas, ayam panggang sambel korek, ayam panggang bumbu rujak, ayam panggang bumbu lodho dan

www.suaradesa.com

Magetan

nya Rp 60.000, anda sudah mendapatkan satu ayam panggang dengan menu yang beraneka jenis, di tambah minuman segar sebagai penghantarnya. Saat ini dengan tenaga pembantu 30 orang, Bu Setu setiap hari biasa memanggang 20 sampai 50 ekor ayam. Sedangkan pada musim liburan atau musim-musim tertentu, seperti hajatan, kesibukan warung Bu Setu semakin betambah. Ia bisa sampai menghabiskan ayam hingga 1.000 ekor. “Saya sudah lama menjadi pelanggan warung Bu Setu ini. Apalagi kalau pas lebaran atau ada acara-acara tertentu, saya pasti pesan di sini. Maklum, rasanya sudah menyatu dengan lidah kita. Rasa ayam olahan Bu Setu ini sangat khas, berbeda dengan ayam panggang di warung lainnya,� terang Marmi, salah satu penggemar ayam panggang Bu Setu mengomentari.(maksum)

lain-lainnya. Anda tinggal pilih sesuai dengan selera. Dengan racikan bumbu khas Bu Setu, akan membuat lidah kita serasa ingin terus menikmatinya. Yang membedakan dengan ayam panggang lainnya adalah rasa bumbunya yang begitu meresap, seakan menyatu dengan daging ayam. Kenikmatan ayam panggang Bu Setu itu semakin terasa dengan sambalnya yang khas, sehingga menambah selera makan kita. “ Bumbu ayam saya sebetulnya tidak ada rahasianya, semuanya sama dengan bumbu panggang dimana-mana tempat, terdiri dari bawang merah, bawang putih, kemiri, kunyit, dan bumbu- bumbu lainnya sama. Kalau sampai sekarang banyak orang tertarik makan di sini, itu semata-mata karena kami bisa mempertahankan mutu dan banyak sedikitnya bumbu yang diberikan,� jelas Bu Setu merendah. Soal harga makanan, ayam panggang Bu Setu untuk ukuran Magetan tidak terlalu mahal, sebanding dengan kepuasaan yang diperoleh konsumen. Dengan ha-

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

35


Suara

Madiun Sebuah perahu dibiarkan oleh pemilikinya di atas lumpur yang kering merekah di Waduk Dawuhan, Desa Plumpungrejo, Kec. Wonoasri, Kab. Madiun.

Waduk Makin Kritis

K

ondisi sejumlah waduk dan irigasi di berbagai daerah di JawaTimur dan Jawa Tengah mulai kritis. Itu dipicu pasokan air yang menyusut tajam, terancam mengering, serta diperparah tingginya sedimentasi di dasar waduk. Kondisi ini mengancam kelangsungan ribuan hektar sawah. Di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, waduk-waduk itu yakni Waduk Dawuhan yang terletak di Kecamatan Wonoasri, Waduk Notopuro di Kecamatan Pilangkenceng, dan Waduk Kedungbrubus di Kecamatan Pilangkenceng, serta Waduk Bening di Kecamatan Saradan.Waduk Dawuhan, Wonoasri, yang kapasitas maksimalnya 5,180 juta meter kubikini airnya tersisa sekitar 800.000 meter kubikatau 15 persen dari daya tampung. Dengan kondisi itu diperkirakan Waduk Dawuhan hanya mampu bertahan maksimal 50 hari. �Apabila terjadi kemarau panjang, artinya tidak ada hujan dalam 50 hari mendatang, dipastikan Waduk Dawuhan benar-benar kering. Padahal, waduk ini diandalkan untuk mengairi 1.273 hektar sawah di Kecamatan Wonoasri,� kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Madiun Budi Tjahjono, Selasa (6/9), di Madiun. Berdasarkan pantauan di lapangan, kondisi waduk tampak mengering. Warga setempat memanfaatkan sedimentasi dan surutnya air dengan membuka ladang pertanian di sekitar dasar waduk. Mereka menanam berbagai jenis tanaman palawija dan sayur-sayuran.

36

SUARA DESA

Kondisi serupa terjadi di Waduk Notopuro. Dari daya tampung maksimal 2,4 juta meter kubik air, kini tersisa 680.000 meter kubik atau sekitar 28 persen. Padahal, waduk ini diandalkan untuk mengairi 2.433 hektar sawah. Waduk Kedungbrubus dengan kapasitas maksimal 2,3 juta meter kubik mengairi 521 hektar sawah juga belum berfungsi karena belum dibangunnya saluran irigasi. Air yang ada di waduk ini akhirnya dialirkan untuk mengisi Waduk Notopuro supaya tidak sampai kering. Saluran irigasi pertanian di sejumlah daerah di Provinsi Jawa Tengah juga hingga saat ini rusak dan terganggu. Kondisi ini menyebabkan produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Kendal, Grobogan, dan

Jepara menurun. Di Kabupaten Kendal, misalnya, irigasi primer yang mengairi 110 hektar sawah di Desa Boja, Kecamatan Boja, juga rusak. Irigasi yang bersumber pada cek dam Sungai Blorong jebol sepanjang 50 meter akibat terjangan banjir bandang pada Januari dan April 2011. Slamet (54), warga Dusun Pilang, Boja, mengatakan, dua kali petani memperbaiki irigasi yang rusak dari dana yang dikumpulkan swadaya sebesar Rp 15 juta. Mereka memasang bronjong dan tiang penyangga saluran dengan anyaman bambu berisi batu. Adapun saluran irigasi dibuat dengan sambungan drum-drum yang dipotong menjad dua. Sebelum irigasi diperbaiki secara swadaya, petani menyedot air dari Sungai Blorongkarena area persawahan lebih tinggi dari sungai. Total biaya tersebut meliputi Rp 90.000 untuk bensin dan Rp 150.000 untuk operator pompa. (kp,tni)

WARGA memanfaatkan lahan waduk untuk bercocok tanam.

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

Ponorogo

Jauh Mengayuh untuk “Mematri” Kehidupan Keluarga Soal tanggung jawab pada keluarga, pria 72 tahun ini layak dijadikan panutan. Usia senja tak menghalangi Sumijan yang hidup di bawah garis kemiskinan untuk terus menghidupi keluarganya. Bahkan setiap hari dia harus mengayuh sepeda ontelnya berputar-putar puluhan kilometer, Jalur Ponorogo- Madiun dia selesaikan dengan kayuhannya dengan membawa peralatan matri seberat 20 kg, dia berusaha mematri kelangsungan hidupnya.

L

elaki tua ini tinggal bersama keluarganya di Desa Pohijo, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo, perbatasan Ponorogo-Wonogiri Jawa Tengah. Dengan menggendong semangat yang sepertinya tidak ikut menua seperti usianya, pria asal Kota Trenggalek ini menawarkan jasa patri di sepanjang Jl Raya Ponorogo-Madiun. “Mau kerja apa lagi dengan umur segini? Mau jadi sopir, penglihatan saya sudah berkurang. Anakanak saya masih sekolah semua. Kalau nggak begini, keluarga saya mau makan apa? Yang jelas, saya tetap bersyukur, karena tidak pernah sakit,” kata Sumijan yang mengaku pernah ikut berjuang melawan Belanda di daerah Semarang, Jawa Tengah itu, Sabtu (8/6). Mendapatkan uang antara Rp 30 ribu-50 ribu dalam sehari adalah rezeki yang terhitung luar biasa untuk Sumijan. Karena tak jarang dia pulang dengan tangan hampa. Tak jarang aktivitas kelilingannya itu berakhir tanpa hasil. Ketika tidak ada pemasukan, “Saya langsung berfikir, haricini pasti tidak makan lagi. mungkin hanya ngopi dan merokok,“ kata Sumijan. Biasanya, sekali patri kompor atau panci, dia hanya mendapat upah antara Rp 5 ribu -10 ribu. Dengan angka rendah itu, kadang-kadang konsumennya masih menawar. Berhubung dia juga butuh uang, daripada transaksi harus batal, dia manut juga menurunkan harga jasanya. Sumijan mengaku, sejak berhenti bekerja sebagai sopir bus karena faktor usia, tahun 2001 lalu, kondisi keuangan keluarganya jadi serba cingkrang. Tapi dia mengaku tetap bersyukur karena istri dan anak-anaknya bisa memahami dan menerima keadaan sekarang. “Dulu saat saya masih menjadi sopir, rezeki ada saja. Tapi, setelah berhenti bekerja karena usia, saya baru merasakan hidup ini terasa sulit. Lebih-lebih lagi saat anak-anak naik kelas masuk ajaran baru di sekolah,”jelasnya. Bagi Sumijan, sepeda onthelnya itu ibarat istrinya yang kedua. Ke mana pun dia pergi, sepeda itulah yang setia menemani, baik dalam keadaan susah maupun senang dalam melakoni profesinya. Sepedanya tidak pernah menyusahkan dirinya. Berbagai medan, baik saat jalan rusak maupun becek, sepeda itu tidak pernah ngadat. “Suatu hari saya pernah mendapat uang lumayan, www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

eh tiba-tiba sepeda saya rusak. Tapi kalau saya sedang kesusahan tidak pernah ngadat,” jelas Sumijan. Sepeda itu dibelinya sepuluh tahun lalu, dari uang hasil pesangon. Harganya Rp 200 ribu. Sulaiman mengaku, sebenarnya dia ingin sekali pulang kampung. Karena kondisi keuangan yang serba ngepres, keinginan itupun dikubur dalam-dalam. Dia lebih mengutamakan uang untuk “mematri” kelangsungan hidup keluarganya. (mar)

SUMIJAN dengan sepeda onthelnya saat menjalankan aktivitas mematri.

SUARA DESA

37


Suara

Ngawi

Harga Tembakau di Ngawi Turun

H

arga daun tembakau petikan di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, pada musim panen kali ini turun signifikan akibat stok yang melimpah. Setu (65), petani tembakau di Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi, Selasa mengatakan, saat ini harga tembakau hanya mencapai Rp10.000 per kilogram. Padahal pada musim panen tahun lalu, harga masih berkisar antara Rp15.000 hingga Rp18.000 per kilogram. “Selama ini harga tembakau ditentukan pabrikan dan petani tidak mampu mempengaruhi harga yang ditetapkan pabrikan itu. Sehingga, selalu petani yang menjadi korban,” ujarnya. Ia menilai harga di pasaran sering dijadikan permainan oleh kalangan tertentu akibat tidak adanya harga pembelian dari pemerintah. Dengan tidak adanya pagu harga dari pemerintah tersebut, nasib petani tembakau semakin terpuruk. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) setempat juga tidak maksimal dalam memfalisitasi kebutuhan petani dengan pemerintah guna mengatasi anjloknya harga tembakau ini. Bahkan, turunnya Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau (DBHCT) juga tidak pernah sampai ke tangan petani tembakau. “Bantuan dari pemerintah selama ini hanya pisau rajang yang harganya tidak seberapa. Itupun bantuan pada tahun 2011 lalu,” te-

rangnya. Selain itu, para petani juga terpaksa panen awal. Yakni pada usia tanaman sekitar 70 sampai 80 hari. Padahal, idealnya masa petik pertama tembakau itu berusia 90 hari. “Kami terpaksa memanen lebih awal karena memang kondisi pasar tidak menguntungkan kami. Jika tidak demikian kami akan semakin rugi,” tambahnya. Ketua APTI Ngawi Waskito membenarkan jika harga tembakau di wilayahnya saat ini anjlok. Turunnya harga tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal. Di antaranya adalah hasil produksi yang melimpah dan mencuatnya wacana pemerintah terkait RPP tembakau. “Stok di pasaran yang melimpah dan wacana RPP tembakau ikut berperan dalam turunnya harga saat ini. Tahun ini Kabupaten Ngawi mengalami peningkatan produksi sekitar 20 hingga 30 persen jika dibanding tahun lalu,” ujar Waskito. Peningkatan produksi tersebut seiring dengan bertambahnya luasan lahan tembakau di Ngawi. Dimana pada tahun 2011 luas lahan tembakau mencapai 1.200 hektare dan saat ini menjadi 1.600 hektare. (an, tni)

PETANI di Ngawi mengeluh harga tembakau di wilayahnya saat anjlok.

38

SUARA DESA

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Perempuan Penambang Pasir Sungai Grindulu

Suara

Pacitan

S

ungai Grindulu, Pacitan banyak membawa manfaat bagi warga sekitar. Selain batu kali, pasir, dan berbagai jenis ikan, Sungai Grindulu juga dikenal dengan keindahan pemandangannya. Perbukitan di Desa Gedangan, Kec. Tegalombo yang menghijau dengan jalanan aspal yang meliuk liuk membentang layaknya ular, dipadukan dengan gemericik air Sungai Grindulu semakin menambah indah panoramanya. Di balik perbukitan menghijau dan batu–batuan khas Sungai Grindulu ditambah arus kali yang deras di sekitar Desa Gedangan, terdapat nafas kehidupan lain. ”Ada nafas kehidupan para penambang pasir sungai. Pekerjaan yang pada umumnya dilakukan para kaum lelaki di Sungai Grindulu, Gedangan dilakukan para wanita. Mereka memanfaatkan pasir sungai untuk mencari nafkah kesehariannya,” Kata Muji warga desa. Dengan berbekal ban pelampung, di atasnya diberi andangan yang disambung satu dengan yang lain deretan sampan penambang pasir itu menelusuri sungai bagaikan naga berenang diatas air. Sesampainy di lokasi penambangan, Kasmiati turun ke dasar sungai menggali pasir dengan skop dan diangkatnya ke pera.”Saya mulai mengambil pasir dengan skop sambil berendam. kalau jarak pengambilannya lebih dekat dari lokasi penimbunan saya dapat menghasilkan pasir lebih banyak,”jelas Kasmiati. Sedikit demi sedikit akhinya pasir menggunung memadati perahu kecil dan saat itu juga para wanita itu mendayungnya mendekati tepian sungai untuk memindahkan pasir ke atas daratan. Butuh tenaga ekstra untuk menekuni sebagai penambang pasir, tetapi berkat tuntutan hidup, semuanya dijalani Kasmiati dengan ringan. ”Habis mau kerja apalagi. Lahan pertanian kami tidak punya, sementara kami membutuhkan uang

www.suaradesa.com

untuk membiayai sekolah anak dan kebutuhan hidup sehari hari, sementara kebutuhan bahan pokok semakin naik,” kata Kasmiati sambil berendam mengambil pasir. Sudah satu tahun dia menjalani profesi ini. Setiap hari Kasmiati dan kawan-kawannya sesama perempuan desa berangkat pagi dan pulang sore. Dinginnya air dan panasnya terik matahari tidak dirasakan sebagai beban derita, sebab yang dipentingkan bagi ibu rumah tanga itu adalah mendapatkan lembaran rupiah dari penjualan pasirnya. Kasmiati menceritakan, pola penambangan pasir sebelum menggunakan pelampung dari rakitan ban bekas, dirinya menggendong pasir itu dengan cara naik turun ke sungai untuk menggali pasir dan mengangkatnya ke atas daratan. Hasilnya kurang maksimal dan banyak mengeluarkan tenaga.”Bekerja selama tiga hari baru dapat satu rit, sekarang dengan cara ban terapung dan direnteng kemudian ditarik diatas air dapat menghasilkan pasir lebih cepat, dalam satu hari bisa mengumpulkan sebanyak satu truk pasir berukuran sedang,” tuturnya. Setiap satu truk pasir dihargai Rp 60 ribu. Hasil penjualan ini kemudian dibagi berdua, sebab setiap satu sampan membutuhkan dua orang pekerja, satu orang mengambil pasir dari sungai dan lainnya di atas perahu. Dengan demikian, masing-masing penambang bisa mengantongi upah Rp 30 ribu/hari, cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup esok harinya. Namun derita bagi perempuan penambang pasir itu, jika musim kemarau tiba. Inilah masa paceklik

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

bagi kaum wanita desa ini. Sungai mengering, pasir sulit didapat dan pola penambangannya lebih berat karena pasir harus diangkut manual tanpa menggunakan rakitan ban bekas. Untuk memenuhi pesanan pasir sebanyak satu truk berukuran sedang saja, mereka dapat memenuhinya dalam waktu seminggu. Disaat-saat seperti inilah, mereka harus pandai menyiasati hidup, mengatur pengeluaran sebijak mungkin.”Untungnya dapat jatah beras raskin, sehingga bisa mengurangi beban ekonomi keluarga di saat pemasukan dari pasir berkurang,”kata kasmiati. Kian hari pasir Sungai Gedangan makin menyusut dan dalam, namun itu tak menyurutkan semangat Kasmiati dan penambang pasir lainnya untuk terus menggali dan menggali dengan peralatan sederhana. Banjir yang biasanya ditakuti banyak orang, justru diharapkan oleh para penambang pasir di Sungai Gedangan karena dalam kondisi seperti itu, pasir melimpah dan itu berarti pemasukan yang besar bagi mereka. Waktu terus berjalan, namun Kasmiati tak pernah lupa memperbaiki nasib hidupnya. Ia hanya punya satu cara, dengan berdoa dan kerja keras serta ketulusan menghidupi keluarga serta memberikan pendidikan yang terbaik bagi sang anak. Kasmiati sadar betul, hidup memang keras, karena itu butuh perjuangan untuk mempertahankannya, tanpa harus menjadi beban bagi orang lain. “Setiap hari uang hasil penjualan pasir disisihkan untuk ditabung. Dengan cara inilah, saya dapat menyekolahkan anak,” ujar Kasmiati. (awi)

SUARA DESA

39


SUARA PANTURA

Dipicu Kalimireng,

Pantura Jadi Kawasan Emas

K

KAWASAN Desa Manyar, Gresik bakal ramai dengan dibangunnya Pelabuhan Internasional Kalimireng.

awasan Pantura Gresik-Tuban akan menjadi daerah pendulang emas paling subur di abad ini. Pelabuhan internasional Kalimireng di Manyar, Gresik bakal menjadi pematiknya. Kapal dagang dalam dan luar negeri akan menjadikannya sebagai tujuan utama, apalagi dalam perencanaannya, kawasan indutsri dan fasilitas pendukung lainnya turut dibangun untuk memperkuat daya tarik Pelabuhan Kalimireng. Dengan Desa Manyar kelak menjadi kota pelabuhan yang memiliki fasilitas paling lengkap. Hal ini sekaligus sebagai penegasan bahwa Gresik adalah kota pelabuhan dan perdagangan sebagaimana pada masa kejayaannya yang dialaminya pada abad XII. Pada saat itu, pelabuhan Gresik menjadi pendaratan paling utama bagi kapalkapal dagang dari dalam negeri maupun luar negeri, setelah pelabuhan Tuban mati. Kehadiran para tajir dari Gujarat yang bertujuan ganda; berdagang dan berdakwa, memanfaatkan pelabuhan Gresik sebagai tempat bersandar. “Jadi sejak lama Gresik ini menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan. Kehadiran banyak suku bangsa di daerah ini menambah identitas Gresik sebagai kota internasional,” ujar pakar sejarah Dra. Hj Wanda Mentini. Pembangunan pelabuhan Kalimireng dirintis sejak 10 tahun lalu. Proses perizinan yang panjang ditunjang konflik kepentingan pelbagai pihak mengakibatkan rencana pembangunan Kalimireng macet. Pada saat jedah itu, Pemkab Lamongan memberanikan diri

SUARA DESA 40 DESA 40 SUARA DESA 40 SUARA

untuk menjadikan kawasan panturanya sebagai pelabuhan internasional menggantikan posisi Kalimireng. Penataan tata ruang di kawasan Pantura Gresik tertuang dalam Perda No 8/2011. Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut juga telah disetujui pemerintah propinsi. Untuk mewujudkannya, saat ini telah disiapkan lahan seluas 3 ribu hektar yang akan dimanfaatkan untuk kawasan industri dan pergudangan sebagai pendukung rencana pembangunan Pelabuhan Kalimireng. Lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Kalimireng sendiri disiapkan seluas 8 ratus hektar. Pilihan lokasi di Manyar dinilai tepat, karena kedalaman pantainya menurut Ketua Kadinda Jatim Ir Muchayat sangat baik dibanding Surabaya maupun kabupaten lainnya. Itu sebabnya mengapa banyak perusahaan yang tertarik untuk memiliki pelabuhan sendiri di Gresik, seperti PT Semen Gresik, PT Smelting, PLTGU, PT Maspion, PT Petro Kimia dan lainnya.”Dibanding pantai lainnya, Gresik memiliki lokasi yang sangat tepat pembangunan pelabuhan,” ujarnya. Beberapa warga Manyar menuturkan pelabuhan Kalimireng adalah rencana lama yang diisukan sebagai pelabuhan internasional. Beberapa investor luar negri beberapa kali berkunjung ke Manyar, tetapi pulang dan tidak kembali lagi. Hal itu juga dilakukan pemodal lokal yang mencoba untuk merebut proyek raksasa ini, tetapi sampai saat ini belum juga kembali bertemu dengan

warga. “Namun anehnya, meski isu itu menggelinding dan tidak jelas arahnya, penguasaan lahan di sekitar Manyar oleh investor dalam dan luar negri terus berlangsung,” kata H. Masykur tokoh masyarakat Manyar. Para pemburu tanah juga tidak pernah berhenti blusukan ke kampung-kampung untuk mencari warga yang akan menjual lahannya. “Hampir setiap hari para tengkulak tanah merayu warga agar menjual tanahnya. Ada warga yang sudah terlanjur menjual dan masih banyak yang mempertahankanya,” kata Masykur. Mengenai harga, semua kepala desa di kawasan Manyar, Bunga, Ujung Pangkah dan Panceng sudah diminta agar tidak ikut menjadi spekulan tanah. Hal ini diharapkan sebagai langkah penting untuk mencegah agar harga tanah tidak dimainkan para pemilik modal yang tujuannya untuk mengeruk untung lebih awal dari proyek besar ini.”Kita semua sudah diminta untuk menjaga agar harga tanah tetap stabil tidak melonjak naik, sebab jika harga tanah meninggi jelas proyek pelabuhan internasional ini akan mengalami hambatan,” ujar seorang kades di Manyar. Pantauan Suara Desa, tanah-tanah di bibir pantai sampai di pinggir jalan sepanjang pantura saat ini sudah banyak yang dilirik investor. Beberapa tanah tambak di pinggiran jalan sudah menjadi daratan dan hak kepemilikannya sudah berpindah tangan ke pemilik modal besar.”Coba tunjukkan di mana ada tanah kosong di sepanjang Manyar yang bukan milik orang luar Gresik,”katanya. Akankah Pelabuhan Kalimireng akan gagal lagi, atau justru dengan kehadiran spekulan tanah itu justru mempercepat pemerintah untuk segera menguasai lahan langsung dari petani.”Jika lahan sudah dikuasai proyek cepat terealisasi, sebaliknya jika lahan sudah dikuasai spekulan tentu deal-dealnya membutuhkan waktu lama selain harganya juga akan melambung tinggi,” jelas Nizar pemburu tanah Manyar.(nf)

www.suaradesa.com Edisi 07Edisi 15Edisi Agustus - 15Juni www.suaradesa.com 15 - 15 Juli 2012 www.suaradesa.com 06 05 15 Juli - September 15 Agustus 2012


Suara

Bojonegoro

Calon Bupati yang

Sukses Bangun Desa

H

H. MOH. CHOIRI SH MSi

Moh. Choiri SH MSi, mantan Kepala Desa Plesungan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, sudah teruji membangun masyarakat desa. Kini pengusaha sukses ini ingin melebarkan sayap pengabdian membangun wilayah Bumi Malowopatih dengan maju mencalonkan diri sebagai calon Bupati Bojonegoro pada Pemilukada yang digelar pada November mendatang. Bagi Moh. Choiri kata kuncinya adalah kepemimpinan sebab pola kepemimpinan merupakan salah satu faktor terpenting dalam menjalankan roda pemerintahan. Karena karakter dan pemikiran sang pemimpin-lah yang akan mempengaruhi kesuksesan dalam proses pemerintahan tersebut. Untuk itu, Moh. Choiri, Kepala Desa Plesungan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro yang mengundurkan diri dari jabatannya beberapa waktu lalu itu memiliki cara tersendiri saat memajukan desanya. Menurut dia, dalam pemerintahan desa banyak aspek yang perlu diperhatikan oleh seorang kades, di antaranya peningkatan SDM, sosial dan budaya, hingga kesejahteraan masyarakat. Lalu administrasi pemerintahan hingga pemberdayaan pemuda. Semua harus diperhatikan serius sehingga bisa mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkembang. Mas Ambik--panggilan akrab H. Moh. Choiri—mengatakan, bahwa dirinya dalam menjalankan ke p emimpinan memiliki slogan www.suaradesa.com

“Manusia Wajib Berusaha tapi Jangan Menuntut Hasil. Karena Allah SWT yang Menentukan Hasilnya”. Dengan filosofi itu dia berhasil membangun desanya. Dan dengan filosofi itu pula dia yakin bisa membawa masyarakat Bojonegoro lebih sejahtera lagi. Dia memberi contoh masalah budaya, sosial, dan keagamaan. Desa Plesungan hingga saat ini masih ada adat istiadat yang tetap dipertahankan masyarakat yakni menggelar acara syukuran di sebuah tempat yang dikeramatkan. Hal ini butuh pendekatan tersendiri. Bila tidak mendapat perhatian serius bagi masyarakat muslim tentu akan menjadi syirik. Di sisi lain jika salah menentukan sikap kepada masyarakat juga akan menjadi persoalan konflik sosial antara masyarakat dengan pemerintah desa. Karena itu langkah yang ditempuh suami dari Hj Masita ini tetap membiarkan tradisi itu tapi secara perlahan memberikan pemahaman, bahwa yang dilakukan tersebut hanyalah sebagai menjaga budaya bangsa. Tempat tetap di situ tapi niatnya diperbaiki. “Kita ada karena ada leluhur, melakukan syukuran di mana pun tempatnya boleh. Yang penting niat kita tidak boleh salah,” ungkapnya. Dalam bidang peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat,

mantan Kades yang juga bakal calon Bupati Bojonegoro yang diusung Nahdlatul Ulama (NU) dan sejumlah parpol ini memiliki alat ukur yang ti dak terbantahkan. Yakni jumlah he wan kurban saat hari raya Idul Adha tahun 2008 sebanyak 10 kambing dan 1 sapi. Lalu tahun 2011 meningkat menjadi 9 sapi serta 58 kambing. “Ini tentu pertanda baik ba gi kondisi masyarakat. Selain adanya peningkatan kesejahteraan, juga adanya kesadaran masyarakat yang meningkat. Sehingga tiap tahun selalu mengalami peningkatan jumlah hewan kurban,” jelasnya. Soal peningkatan kesadaran masyarakat juga bisa dilihat dari menurunnya tingkat tindak pidana yang dilakukan masyarakat Desa Plesungan. Saat pengusaha sukses yang lahir di Bojonegoro, 4 Mei 1965 ini menjabat sebagai Kades pada tahun 2008 silam, sebanyak 21 tindak pidana dan menjadi tertinggi di Kecamatan Kapas. Sedangkan pada tahun 2001 hanya 4 kejadian tindak pidana. Ada penurunan sangat drastis. Sementara itu faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin adalah memupuk sikap dermawan kepada sesama. Karena dalam satu desa sudah tentu ada sejumlah warga yang tergolong mampu secara ekonomi dan ada pula yang belum beruntung. (cipnal)

CALON bupati H. Moh. Choiri SH MSi berpose bersama tim suksesnya setelah melakukan pendaftaran di KPU Bojonegoro.

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

SUARA DESA

41


Suara

Tuban

Ekonomi Siding Tak Pernah Genting

S

atu desa datangkan puluhan potensi holtikultura. Itulah Desa Siding, Kec. Bancar, Tuban. Di desa yang berbatasan dengan Jateng ini, memiliki potensi ekonomi yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan warga. Tanaman cabe misalnya tumbuh su bur di lahan milik warga desa. Pe tani menggantungkan hidupnya dari tanaman yang harganya sering menggegerkan pundipundi ibu rumah tangga. ”Naik turunnya cabe bagi petani masih me nguntungkan. Ketika harga turun, pet a n i m a s i h u n t u ng mes ki kecil dan saat harganya naik drastis ke untungannya juga bertambah besar,” kata Kades Siding, Imam Puri. Menurut dia, yang lebih menakutkan bagi petani adalah se rangan hama. Tanaman menjadi rusak, daunnya penuh penyakit berwarna putih, buah cabenya pun menjadi ompong tidak bisa dijual. Ada juga ca be mendadak mati, padahal siap dipanen ada juga setelah dipelihara selama sebulan tanaman tiba-tiba layu dan kering kemudian mati. Serangan virus pada cabe di Desa Si ding itu, menurut Imam pernah terjadi beruntun pada tahun 2008 disusul kemudian pada tahun 2009. Selama dua tahun itu, semua cabe milik petani diserang penyakit yang mengakibatkan cabe hasil panennya jelek karena kulitnya berkerut sehingga harganya menjadi mengekerut juga.”Kalau sudah begini, apa yang bisa diharapkan, mes kipun harga cabe melambung tinggi, petani tetap tidak bisa menjual hasil panennya,” katanya. Bagi warga desa, cabe menjadikan tanaman utama. Menurut Imam lahan pertanian untuk padi nyaris tidak ada, karena tidak banyak warga yang memiliki lahan sawah yang luas, sehingga dengan lahan pertanian yang

42

SUARA DESA

PETANI cabe saat mengecek tanaman cabenya yang rawan terserang hama.

sempit harus dimanfaatkan untuk tanaman holtikultura yang hemat lahan seperti cabe. “Lihat saja, saat harga cabe melambung tinggi, banyak warga yang memiliki lahan sempit memanfaatkannya untuk budidaya cabe,”ujarnya. Tanaman cabe yang semakin populer itu mendorong warga Desa Siding untuk tetap menanam cabe. Kini warga melakukan pembibitan. Bibitnya diambilkan dari kupasan cabe terakhir, biasanya sebanyak 1-2 kaleng. Ada areal yang sekali didederi (ditaburi) benih, bisa langsung tumbuh. Tapi, ada juga yang tiga kali dideder, malah gagal hidup. Desa Siding dihuni warga yang kreatif. Kades Imam Puri selalu memberi contoh bagaimana mengatasi kesulitan, termasuk saat gagal panen cabe. Dia memberi contoh dengan me n datangkan bibit jagung putih di tengah ramai-ramainya petani menanam jagung kuning.”Saat itu harga bibitnya sangat murah tetapi hasilnya sangat tinggi, sehingga warga meninggalkan jagung kuning berganti dengan jagung putih,” tuturnya. Namun diakui, setiap bibit baru

selalu beresiko gagal, sehingga saat jagung putih sudah diserang hama, warga desa kembali menanam jagung kuning yang saat itu harganya juga mulai naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000. Dengan banyak ragam jenis tanaman produktif ini, petani selalu sedia payung agar saat hujan penyakit. ekonomi warga tetap hidup. Ketela gendruwo juga menjadi tanaman pendamping yang memiliki ni lai jual cukuo mahal. Cara tanamnya yang mudah, ditunjang perawatannya yang cendrung ringan menggeret minat petani desa untuk memanfaatkan lahan sempitn ya agar mengeluarkan keuntungan sebesarbesarnya.”Pembelinya dari Rembang dan Pati, selain membeli hasil panen para tengkulak itu juga menawarkan bibit murah, sehingga warga desa pun menanamnya. Dan alhamdulillah dengan beragam jenis tanaman ini warga selalu untung,”tuturnya. Meski banyak tanaman, Desa Siding menurut Imam juga menghasilkan legen dari pohon siwalan. Setiap pagi dan sore pohon itu mengeluarkan air legen yang bisa dijadikan untuk minuman sehat dan juga bisa difermentasi menjadi tuak yang memabukkan, bahkan dengan cara sederhana air legen itu bisa diubah menjadi gula aren.”Jadi ekonomi warga tetap aman, meski situasinya agak genting karena satu tanaman gagal panen misalnya,” ujar Imam.(nf)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

Berburu Air di Musim Kemarau

W

arga Dusun Dugo, Desa Kedungsari, Kec. Kembangbau Lamongan sudah terbiasa dengan derita musim kemarau panjang. Kekurangan air yang dideritanya setiap tahun diatasi dengan berburu air dari sumber air di bebera desa tetangga yang jarak tempuhnya kadang mencapai 15 sampai 20 kilometer. Menurut seorang warga, jarak tempuh jauh itu pada saat ini bisa diringankan dengan adanya sepeda motor, sebab pada 15 tahun lalu, warga harus memikulnya sendiri selain menggunakan sepeda roda dua.”Tidak jarang sesampai di rumah, air dalam jirigen kosong karena tumpah di jalan,” ujar Sujito. Lebih menyedihkan lagi, kata dia, saat itu jalan desa masih berbatuan yang menyulitkan bagi warga untuk memenuhi kebutuhan air bagi keluarganya secara cepat. “Tidak jarang, siang berangkat sore baru tiba. Itu pun hanya dapat sekitar 4 jirigen air,” tuturnya. Kondisi seperti itu, terus berlangsung sampai era reformasi ini. Kebutuhan air warga tetap dipenuhi dari air tandon yang tertampung dalam waduk kecil di belakang rumah. Setiap rumah di dusun ini selalu dilengkapi waduk penampungan sebagai persediaan terhadap kebutuhan air baik untuk mandi, cuci, minum dan memasak.

www.suaradesa.com

Pemerintah, kata dia, pernah membangun jaringan pipa PDAM untuk menyediakan kebutuhan air bersih. “Dengan pipa PDAM itu, warga sedikit tersenyum karena sudah tidak lagi pergi jauh-jauh untuk mencari air. Pada musim kemarau air sering macet tetapi masih kami maklumi dibanding beberapa tahun lalu harus berebut air di desa-desa sumber air,” tuturnya. Namun, saat ini, pipa PDAM itu hanya tinggal kenangan. Air bersih yang biasanya mancur itu macet dan tidak pernah bisa dimanfaatkan lagi. Warga akhirnya harus menjalani hidup tanpa air bersih dan hanya dipenuhi dari bak penampungan yang kadang sudah keruh bercampur lumpur tetap digunakan untuk memenuhi pelbagai kebutuhan air. Begitu pula, kata |Nur Hadi, Kasun Dugo, pada musim kemarau ini warga harus mengulang kehidupan lamanya, yaitu mencari air dari desa-desa yang memiliki waduk besar. Susahnya, setelah berjalan cukup jauh dan akan mengambil air, warga desa melarang warga desa lain untuk mengambil air karena persediaan airnya sudah menipis. “Dengan demikian harus pergi ke tempat lain lagi agar bisa dapat air. Untungnya saat ini sudah banyak kendaraan untuk mengangkut air,” ujarnya. Pada musim kemarau tahun ini, sudah banyak warga desa di Lamongn menjerit akibat kekurangan air. Dalam

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Lamongan

catatan Pemkab Lamongan krisis air bersih akibat kemarau di Lamongan meluas dari tujuh kecamatan menjadi 13 kecamatan. Menurut data Badan Penanggulan Bencana Daerah Lamongan, sebanyak 69 desa di 13 kecamatan kini mengalami krisis air bersih. Kecamatan yang mengalami kekeringan adalah Kecamatan Deket, Turi, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Sarirejo, Kembangbau, Karang Binangun, Tikung, Kedungpring, Sambeng, Modo dan Glagah. Akibat kekurangan air bersih, warga menggunakan air telaga yang kotor untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebab, sumur-sumur mereka telah mengering akibat tidak ada hujan lebih dua bulan terakhir. Dampak lainnya dari kekeringan ini adalah sawah penduduk sebagian besar mangkrak tidak bisa ditanami bahkan sawah yang sudah ditanami padi semuanya dinyatakan puso. Meski kekeringan ters meluas, beberapa warga desa masih bisa memanen jagung dan kedelai. Kekeringan areal pertanian di Lamongan diperparah dengan mengeringnya Waduk Prijetan di Kecamatan Kedungpring dan menyusutnya waduk Gondang di Kecamatan Sugio. Kapasitas normal waduk Prijetan 9 juta meter kubik (m3) tetapi kini kering kerontang tanah waduk pun merekah belah. Kapasitas waduk Gondang 23 juta m3 tinggal sekitar 15 persen. Akibatnya, lahan pertanian di wilayah Gondang, Sugio, Lamongan, Turi, Kedungpring, Kembangbahu, Mantup, Sugio, dan Babat Selatan kesulitan air. Menurut Nur Hadi, droping air bersih dari pemerintah kurang merata, sehingga warga desa tetap saja dengan caranya sendiri memenuhi kebutuhan air.”Kalau memang terpaksa harus memanfaatkan air galon untuk keperluan selain untuk minum dan masak,|” ujarnya.(nf)

SUARA DESA

43


SUARA AREK

Musim Hujan,

Diperkirakan November

M

usim hujan kali ini diperkirakan tidak ada perbedaan dibanding dengan musim hujan sebelumnya. Dari perkiraan BMKG Juanda, untuk musim hujan di Jawa Timur bervariatif dan dimulai sekitar Oktober dasarian (10 hari) kedua. “Musim hujan tergantung dae-

44

SUARA DESA

rahnya yang mana. Waktu musim hujan ini tidak ada perbedaan dan hampir sama dengan sebelumnya,” ujar Prakirawan BMKG Juanda, Taufiq Hermawan beberapa waktu lalu. Ia menerangkan, untuk daerah Surabaya dan Sidoarjo, musim hujan diperkirakan masuk pada November. Sedangkan untuk daerah Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, juga bervariatif. “Ada yang masuk Desember dasarian pertama, ada Desember dasarian ketiga juga ada November dasarian ketiga variatif,” tuturnya. Sementara untuk daerah Jember, Bondowoso, Lumajang, musim hujannya diperkirakan akhir Oktober atau pertengahan November. “Kalau Jember diperkirakan Oktober dasarian ketiga. Bondowoso November dasarian kedua dan Lumajang hampir sama dengan

Bondowoso,” katanya. Untuk wilayah Malang dan sekitarnya seperti Batu maupun Kota Malang, diperkirakan terjadi pada November dasarian pertama. Sementara wilayah Gresik, Lamongan, Bojonegoro dan Tuban, diperkirakan masuk musim hujan pada November minggu ketiga. Mojokerto, Jombang, Nganjuk juga diperkirakan sama terjadi pada November dasarian kedua. “Madiun diperkirakan pada November dasarian kedua. Magetan sama dengan Madiun. Ngawi pada Oktober dasarian kedua, agak awal dibandingkan dengan daerah pantura atau daerah lainnya,” terangnya. Ia mengatakan, musim hujan di Indonesia atau daerah Jawa Timur, bukan disebabkan karena dampak dari badai. Namun, faktornya lebih banyak dipengaruhi oleh pergerakan angin dan gerak semu Matahari. “Untuk musim, di Indonesia berbeda dibandingkan dengan negara lain, karena Indonesia masuk di ekuator atau di zona khatulistiwa,” ujarnya. Ketika ditanya lebih lanjut mengenai kekeringan yang terjadi di beberapa daerah di Jatim, Taufiq menegaskan, musim kemarau masih normal dan BMKG tidak memberikan warning soal kekeringan. “Masalah kekeringan sebenarnya tergantung pada daerah masingmasing. Artinya, BMKG hanya memberikan prakiraan musimnya saja. Tapi untuk kekeringan sendiri, tergantung geografis daerah masingmasing. Misalnya daerah Bojonegoro kan tidak sama dengan Malang,” jelasnya.(tni)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

Gresik

Kunir Wedoro Kualitas Dunia

D

esa Wedoroanom, Kec. Driyorejo, Gresik sudah lama dikenal tandus, tanahnya kering dan kurang air. Namun desa yang berdampingan dengan kawasan Surabaya ini, kini sudah mendunia karena kunir sejenis tanaman empon-empon yang diproduksinya diburu banyak pedagang untuk pelbagai kepentingan terutama untuk pembuatan jamu atau obat-obatan herbal. KunirDesa Wedoroanom memiliki warna yang khas, aroma yang dikeluarkannya juga jauh lebih sedap dibanding kunir dari desa lain di Jatim.”Itu sebabnya, kunir kawasan Gresik Selatan ini diburu banyak pedagang karena kualitasnya yang sangat bagus dan bisa jadi sejenis kunir terbaik di dunia,” kata Budin (45) seorang tengkulak Gresik. Budidaya tanam empon-empon ini dimulai sejak tahun 2000-an. Lahan yang luas membentang sejauh mata memandang dibiarkan mangkrak oleh pemiliknya. Selain tadus, sulit berharap mendatangkan untung dari bercocok tanam di lahan kering ini. Hal ini menyebabkan, banyak warga desa memilih mata pencaharian lain seperti menjadi karyawan pabrik atau bekerja di sektor informal lainnya. Di balik tanah tandus itu, justru tanahnya mengandaung unsur yang paling digemari tanamn kunir. Warna tanahnya yang kehitaman dan berpasir serta terjafdi bongkahan pada musim kemarau adalah sejenis tanah yang paling cocok untuk dijadikan www.suaradesa.com www.suaradesa.com

budidaya tanaman kunir. Sifat organik tanah seperti itu terhampar luas di kawasan Desa Wedoroanom dan sekitarnya, sehingga warga desa beramai-ramai menggarap lahan kosong, apalagi setelah beberapa petani sukses menjadi petani kunir. Menurut Anwar Ketua RT di Desa Wedoroanom, pada awal musim panen harga kunisnya mencapai Rp 3.500/Kg dan harganya terus menaik pada saat jumlah stok di rumah penduduk mulai menipis. |”Kalau sudah tidak ada stok itu para tengkulak siap memberi haga tinggi, bahkan dengan harga Rp 5 ribu/ Kg akan dibeli, tetapi banyak petani tidak menjualnya, karena persediaan yan ada dipakai untuk pembibitan,”ujarnya. Anwar termasuk petani sukses, selama dua tahun ini, keuangan rumah tangganya dicukupi dari kunir termasuk untuk membeli beberapa kendaraan roda dua dan membayai pendidikan putra-putrinya. Padahal, kata dia, lahan yang ditanaminya itu tidak terlalu luas hanya sekitar 2500 metr persegi tetapi bisa menghasilkan puluhan ton kunir dan jika ditambah dengan lahan orang lain yang juga dtanaminya setiap tahun dia bisa meraup laba lebih dari Rp 30 juta.

Edisi Edisi 07 07 15 15 Agustus Agustus -- 15 15 September September 2012 2012

“Kunir memang lagi ngetrend di kawasan sini. Cara tanamnya gampang, tidak banyak penyakit, tidak banyak butuh air, sedikit pupuk tetapi jualnya cukup gampang. Setiap musim panen tiba desa ini menjadi ramai dengan tengkulak yang datang dari pelbagai daerah,”tuturnya. Car tanam kunir cukup sederhana. Lahan dipersiapkan dengan mencangkul tanah dan ditaburi pupuk kandang. Setelah beberapa hari, bibit kunir ditanam dengan jarak 30 cm. Setiap titik tanam bisa diisi 2 sampai 4 bibit dengan harapan pada saat panen jumlahnya melimpah. Bibit yang ditanam dipilih dari kunir yang sudah tua dan memiliki ruas banyak. Menurut Anwar pada awal tanam dibutuhkan air yang cukup, namun setelah itu petani hanya membersihkan tanaman liar yang tumbuh di sekitar. Pada masa pertumbuhan kunir cepat membusuk jika terlalu banyak air yang menggenanginya, sehingga setiap ada air yang masuk ke lahan pertanian harus segera dialirkan. “Pada usia sekitar 3 bulan, perlu diberi pupuk pabrik untuk mempercepat pertumbuhan sekaligus agar tanaman tumbuh lebih subur,”katanya. Dengan pola tanam seperti ini, petani kunir memiliki waktu kosong yang cukup banyak dan dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan produktif lainnya, seperti menjadi tenaga pendidik, kuli bangunan, pedagang kaki lima maupun pekerjaan di luar kota. Nilai tambah dari usaha budidaya kunir ini bagi petani bisa meningkatkan pendapatannya.”Warga yang belum dapat pekerjaan bisa menggantungkan hdupnya dari kunir sementara warga yang sudah bekerja akan memiliki pendapatan ganda,”| ujarnya. Dijelaskan, harga kunir sampai saat ini stabil selalu di atas angka Rp 2500/ Kg dan harganya terus naik di saat menjelang musim tanam yang diawali sekitar Bulan Oktober ini harganya bisa mencapai Rp 5 ribu/Kg. Dengan masa tanam selama 8 bulan, kunir sudah bisa dipanen. (nf)

SUARA DESA

45


Suara

Sidoarjo

Warga Simogirang

Girang Prestasi Desa

S

etelah meraih sederet prestasi diraih, Desa Simogirang kini ditetapkan menjadi laboratorium desa percontohan. Usaha memajukan desa, muncul dari seorang Kades Mul yaningsiti Dwi Rusrini, S. Pd yang selalu meniatkan hasil karyanya un-tuk ibadah. Desa berpenduduk 3,9 ribu jiwa itu semula memiliki infrastruktur serba terbatas. Itu sebabnya, saat dia macung kepala desa bertekad memajukan desanya dengan kerja keras. Buktinya, setelah dia terpilih menjadi pemimpin desa, banyak pembangunan infrastruktur yang direalisasi. Jembatan, misalnya, yang dulu terbuat dari bambu atau sesek, kini sudah menjadi jembatan beton. Arus lalu lintas yang melewati jembatan baru itu menjadi lancar dan banyak warga yang memancfaatkannya untuk banyak keperluan. Dicontohkan lagi, dahulu jalan de sa nol paving, kini setelah era ke pemimpinannya hampir semua wilayahnya sudah terpasang paving sehingga jalanan tidak lagi terlihat kumuh. Banyak bantuan mengalir ke desanya, baik dari program pemerintah maupun swasta. Selain pembangunan fisik, kades juga berhasil meningkatkan prestasi desa dan warganya mulai tingkat kabupaten sampai Jatim. Diantara prestasi itu adalah bidang PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan), BKAD Gemilang menyabet juara II tingkat Provinsi Jawa Timur, dan dalam lomba balita sehat se-Kabupaten Sidoarjo wakil desa atas nama Falisah (51 bulan) mendapat juara III. Selain itu, Simogirang juga menganatarkan pe-

46

SUARA DESA

mudanya menjadi juara III Pemuda Pelopor Juara III se-Kabupaten Sidoarjo begitu pula lomba Bidan Desa Teladan, desanya berhasil mengantarkan Bidang Titik Winarti merebut juara III se-Kabupaten Sidoarjo. Kemudian Simogirang menjadi desa terpilih untuk padat karya bagi ga kin (keluarga miskin) melalui

IBU-ibu PKK berpose di depan Balai Desa Simogirang.

pembangunan infrastruktur, dengan komposisi 5 jam kerja dengan honorarium sebesar Rp 40 ribu per hari. Selain itu, Simogirang ju ga di jadikan laboratorium desa percon tohan. Prestasinya bertambah lengkap setelah menerima bantuan ko lam ikan dari Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, ketika mengadakan kunjungan di kabupaten Sidoarjo. Deretan prestasi itu berkat kerja keras Kades Mulyaningsiti Dwi Rusrini, S. Pd yang selalu siap membantu warga dalam segala bidang. Kedua mobilnya diserahkan untuk ambulan de sa agar bisa dipakai warganya yang butuh angkutan secara cepat,

nyaman ke rumah sakit. Hal ini dilakukan mengingat pengalaman sebelumnya, ketika itu ikut membantu sa lah satu warganya yang masuk rumah sakit. “Kebetulan warganya tergolong tidak mampu membayar biaya rumah sakit, atau membayar biaya ambulan, sampai BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) pun saya jadikan jaminan ke rumah sakit,� ujarnya. Mengingat pengalaman seperti itu, Rini tergerak untuk menyediakan mobil pribadi yang dibutuhkan bagi warganya yang tidak mampu. Bahkan sopir dan bensin pun gratis. Per nah sesekali mobil satu masih dipakai dan belum datang, mobil lainnya juga belum datang, akhirnya mobil ketiganya disiapkan jika dibutuhkan untuk membantu warga yang mengalami masalah kesehatan. Bahkan, pernah juga salah satu warganya meninggal dunia kecebur sungai, dia turun tangan langsung membantu mengurus jenazahnya. “Kadang yang membuat saya sedih adalah ketika mendapat bantuan tetapi bantuan tersebut saat dibagikan ke warga ternyata tidak merata,� jelasnya. Bidang pendidikan, Mulyaningsiti D wi Rusrini mantan guru PAUD 1988-207 memiliki kepedulian tinggi terhadap pendidikan anak-anak. Di sekitar balai desanya yang berdiri TK dijadikannya sebagai media komunikasi dengan warga desanya yang ikut mengantarkan anak-anaknya sekolah. (Wahono)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Mulyaningsiti Dwi Rusrini, S. Pd


Suara

Sejahtera di Tengah Gunung Sampah

D

esa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, termasuk unik. Sebagian besar warga desa ini bangga menjadi pengepul barang bekas. Maklum mereka termasuk golongan pengusaha. Bahkan, Kepala Desa Kejagan, Hariyono, tak ragu memamerkan potensi desanya di hadapan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa (MKP), yang melaksanakan kegiatan sambang desa di Balai Desa Kejagan, Selasa (11/9) lalu. Hariyono menyampaikan , luas wilayah Desa Kejagan 263 hektare yang

duduk Desa Kejagan hanya 5.300 jiwa. “Oleh karena itu saya berharap dengan kedatangan Bapak Bupati dapat memberikan bantuan-bantuan berupa mesin penggiling plastik, demi peningkatan pembangunan di Desa Kejagan,” harapnya. Ya, sebagian daerah menganggap sampah menjadi masalah. Bahkan, sampah juga bisa mengakibatkan konflik. Namun, di Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, sampah bisa menjadi sumber penghidupan mayoritas warga. Rumah-rumah bertingkat dengan

BUPATI Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa sambang desa ke Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Selasa (11/9).

terbagai menjadi 5 dusun yaitu Dusun Kejagan, Wonoasri, Sidomulyo, Tumenggungan, dan Muteran. Dengan jumlah penduduk 5.300 jiwa, sebagian besar masyarakat mata pencahariannya sebagai pemulung. “Dari seluruh jumlah penduduk sepertiganya adalah sebagai pengusaha, sehingga seluruh masyarakat tidak ada yang pengangguran, semua bekerja kecuali yang sakit dan pemalas,” kata Hariyono. Selain itu Desa Kejagan mampu menyerap tenaga kerja dari luar daerah, dalam sehari jumlahnya mencapai 10.000 pekerja. Padahal jumlah penwww.suaradesa.com

tumpukan sampah yang tinggi terlihat jelas di sepanjang jalan menuju Desa Kejagan. Aktivitas membongkar sampah di atas truk kerapkali terlihat di sepanjang jalan menuju desa ini. Wajar bila desa ini menjadi jujukan pekerja dari desa lain. Lihat saja di salah satu rumah permanen, puluhan orang tampak terlihat sibuk membawa tumpukan karung berisi sampah-sampah kering ke atas sebuah truk. Tubuh laki-laki berbadan kekar dengan mengenakan kaos singlet berwarna putih ini tidak sedikit pun merasa lelah apalagi jijik. Padahal, mereka tahu yang diangkutnya ke atas

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Mojokerto

truk adalah sampah-sampah. ’’Ya dari mengangkut sampah inilah saya bisa mendapatkan uang, lumayan daripada menganggur di rumah,’’ terang Sugito (23), pemuda desa setempat. Sugito adalah salah satu pemuda di Desa Kejagan yang bisa mencari uang dengan sampah. Tidak jauh dari aktivitas Sugito dan teman-temannya, pasangan suami istri, Ponawi dan Sumarni, tampak serius pula melepas tutup gelas plastik sisa air kemasan. Satu per satu dengan cekatan keduanya melepas dan membersihkan gelas air kemasan tersebut. Ponawi yang sudah berusia 53 tahun mengaku sudah tujuh tahun mencari nafkah dengan menjual sampah-sampah plastik. ’’Kalau sampah plastik ini didatangkan dari Pasuruan, nantinya dijual lagi ke pabrik-pabrik di Surabaya ataupun di Sidoarjo,’’ terang kakek dari empat cucu ini. Hal senada juga dikatakan oleh Sumarni. ’’Selain sampah plastik, kami juga menerima sampah sandal bahkan tulang sapi,’’ ujarnya. Nenek berusia 50 tahun ini mengaku, dia membeli sampah-sampah ini seharga Rp 2.500 per kilogram dan dijual lagi seharga Rp 4.000 per kilogram. ’’Belinya ya dari pemulung yang datang di sini, mereka juga kebanyakan warga di sekitar sini,’’ terangnya. Aktivitas jual beli sampah memang selalu terjadi di desa yang terkenal dengan sebutan desa pengumpul sampah ini. Kebanyakan, mereka melakukan pekerjaan ini sejak turun temurun. Bahkan, ada sebagian mewarisi usaha orang tua mereka. ’’Saya membeli sampah-sampah awalnya juga dari orang tua, ya alhamdulillah bisa menjadi besar,’’ terang Utami, salah seorang pengepul. Selain pengepul sampah, di desa ini juga ada yang disebut penambang sampah. Salah satunya adalah Imam (29). Mendapatkan hasil yang menjanjikan dan bekerja dengan santai, tanpa ada paksaan ini, kata Imam, membuat teman-temannya sesama penambang sampah ingin bekerja hingga malam hari. Bahkan, ada juga penambang sampah yang belum menikah sampai malas untuk pulang ke rumah. ’’Semua ini karena bekerja di sini (mencari sampah) tidak ada paksaan dan target. Dan juga tidak ada jam kerja. Jadi, kapan saja kami boleh bekerja. Ini membuat saya senang kerja di sini,’’ kata Imam, pekerja yang masih bujangan. (gus)

SUARA DESA

47


Suara

Jombang

Kemarau,

Harga Tembakau Malah Jatuh

T

eriknya matahari dimusim kemarau saat ini seperti tak dihiraukan Sunarto warga Desa Mandurogesing Kabuh Jombang. Dengan berbekal topi dan balutan kain kaos, petani yang sudah bergelut dengan daun tembakau puluhan tahun ini memetik daun-daun Emas yang pernah membuat petani di kawasan Utara Brantas Jombang ini berjaya dan dikenal sebagai daerah penghasil tembakau. Harapan untuk bisa bangkit dari tanaman tembakau seperti beberapa tahun lalu ini nampaknya akan pupus. Pasalnya, harga daun tembakau pada musim panen tahun ini jauh dari keuntungan. Meski kemarau panjang dengan terik panas yang menyengat, harga daun tembakau malah terjun payung.” Harga tembakau yang awalnya 4.000 rupiah perkil ogram kali ini merosot menjadi 1.500 rupiah per kilogram,”ujar Narto seraya mengusap keringat yang membasahi raut wajah keriputnya saat ditemui di areal persawahan miliknya. Padahal, lanjut lelaki yang mengaku

48

SUARA DESA

IBU-ibu memilah-milah daun tembakau.

memiliki lahan seluas 2 hektar ini mengatakan, tembakau pada musim kemarau kali ini menjadi tumpuhan petani. “ Harga tembakau normal, seharusnya berkisar antara Rp 2.500 hingga Rp 3.000 perkilogram. Akibat turunnya harga tembakau kerugian yang harus ditanggung petani mencapai 70 persen,”tandasnya seraya mengatakan pada tahun 2011 lalu, harga tembakau mampu menembu sangka Rp 4000 hingga Rp 4500 perkilogram. Anjloknya harga daun emas yang pernah membuat petani Utara Brantas Jombang berjaya ini juga dirasakan Muslimin petani tembakau di Desa Katemas Kecamatan Kudu. Anjloknya harga tembakau pada musim panen kali ini membuat para petani terancam rugi. Mereka terancam tidak balik modal padahal kini mereka butuh modal yang tidak sedikit agar bisa kembali menanam.” Selain harganya rendah, saat ini juga sulit mencari pembeli. Jadinya banyak tembakau yang tetap dibiarkan mengering di batang meski sudah waktunya panen,’’ kata Muslimin mengatakan. Saat ini, tembakau kering hanya dihargai Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram. Padahal normalnya bisa sampai Rp 30 ribu per kilogram. ’’Harga itu masih bisa turun lagi jika terus tidak ada pembeli,’’ paparnya seraya mengatakan, selain belum ada pembeli, warga tidak memanen tembakaunya juga karena tak punya biaya panen. Sebab saat ini, upah kuli angkut dari sawah ke truk sudah

Rp 20 ribu per enam jamnya. Meskihargatembakaujatuh, baik Narto maupun Muslimin mengaku terpaksa menjual hasil panennya lantaran membutuhkan uang sebagai ganti biaya produksi. ”Kalau tidak dijual, kita malah merugi banyak, terpaksa dijual meski merugi,”ujar Narto terlihat pasrah. Menyikapi hal ini, Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian NU (LPPNU) M Subhan mendesak agar Pemkab segera melakukan intervensi untuk membantu petani tembakau. ’’Caranya adalah dengan menggunakan dana bagi hasil cukai yang mencapai Rp 11 miliar yang diterima Jombang itu untuk membantu petani tembakau Jombang,’’ jelasnya. Sebab sesuai ketentuan, dana itu juga harus dialokasikan untuk penguatan petani tembakau baik saat maupun pasca panen. ’’Caranya gampang, dari dana itu beri alokasi bantuan modal ke petani melalui kelompok tani,’’ ungkapnya. Bantuan modal itu nantinya bisa digunakan untuk memanen, menyimpan tembakaunya di rumah hingga kering, serta mulai kembali menanam lagi tanpa harus tergesa-gesa menjual tembakaunya. Nah, setelah harga kembali normal, baru petani menjual tembakau kering yang sudah disimpannya itu. ’’Sebab rendahnya harga tembakau sekarang ini adalah akibat permainan tengkulak, makanya kalau pemerintah tidak mau membantu sudah pasti petani kita akan hancur,’’ tandasnya. (bh,tni)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


SUARA MADURA

Egalitirianisme Bebek Madura yang Panas

U

wek...uwek...uwek. Itu suara bebek saat hidup, tetapi setelah bebek dipotong dan dimasak dengan ramuan bumbu khas Madura, rasanya tak tertandingi; gurih, pedas bercampur kecut yang berasal dari mangga muda. Saat itu juga, keringat penggemar kuliner mengucur deras diiringi mulut mendesis-desis terserang rasa pedas. Itulah dahsyatnya masakan bebek Madura. Nikmatnya tidak hilang secepat perputaran waktu, terkenang sampai pulang. Bebek turut mengibarkan Madura sebagai daerah panas, pertempuran beragam bumbu yang bercampur aduk dalam potongan daging menawarkan rasa seorang pemberani. ”Keberanian merasakan panasnya sambal bebek Madura membuat setiap orang ketagihan untuk menikmati terus hawa panas Madura lewat masakan bebeknya,” kata seorang penggemar bebek Madura M Basuki asal Gresik. Lihatlah mislanya di warung bebek Sinjay, di Desa Ketengan, Burneh, Bangkalan. Pembeli datang silih berganti mengantri untuk menikmati kekhasan masakan asli orang Madura. Buka setiap hari, tetapi sedikit terlambat semua menu yang disajikan telah habis diserbu para penggemar kuliner yang kadang datang ke Madura hanya untuk menikmati bebek Sinjay. Warung bebek Sinjay awalnya dibangun sederhana di pinggir jalan raya Bangkalan-Sampang. Berkat masakannnya yang sensasional membuat lidah bergoyang, apalagi daging bebeknya yang empuk nan gurih ditambah sambalnya yang pedas bercampur dengan irisan buang mangga www.suaradesa.com

KONGRES swasembada garam di Bangkalan ikuti para petani garam se-Indonesia.

WARUNG bebek Sinjay, di Desa Ketengan, Burneh, Bangkalan yang selalu ramai pengunjung.

muda membuat air liur mengalir deras. Itu sebabnya, konsumennya pun setiap hari membludak apalagi pada hari libur, parkir mobil semrawut berebut tempat agar dengan segera bisa menikmati sajian bebek Sinjay. Dengan mengeluarkan uang berkisar Rp 20 ribu sudah mendapatkan menu komplit dan istimewa dan setiap pengunjung yang datang sebagian besar pulang menenteng bungkusan nasi bebek Sinjay. Ledakan jumlah pengunjung itu

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

turut meledakkan jumlah bebek yang harus dipotong setiap harinya yang mencapai 700 sampai 800 ekor. Ini sebuah angka cukup tinggi, sebab jika dihitung setiap hari warung bebek sinjay mampu mengantongi lebih dari Rp 25 juta/hari.”Nikamati semua pemberian Allah swt dan diniatkan semua usahanya untuk ibadah,” kata Muslihah pemilik warung Bebek Sinjay. Sebagai warung yang sudah terkenal dan memiliki penggemar dari pelbagai profesi, dia enggan membeberkan kunci rahasia masakannya. Pengunjung hanya bisa melihat bagaimana bebek disajikan dan cara penyajiannya. ”Anehnya, meskipun layanannya semrawut warung bebek ini tetap diserbu dan siapa pun tetap sabar ngantri cukup lama,” kata seorang pebisnis asal Surabaya.(nf)

SUARA DESA

49


Suara

Bangkalan

Desa Penghasil Ikan Terbesar

D

esa Banyu Sangkah Kecamatan Tanjung Bumi, merupakan satu-satunya desa penghasil ikan terbesar di Kabupaten Bangkalan. Desa dengan jumlah penduduk sebanyak 4 ribu jiwa ini 95 persen warganya berprofesi sebagai nelayan. Setiap hari terlihat aktivitas nelayan hilir mudik menyiapkan diri melaut. Sekujur pantai dipenuhi warga yang memanen rezeki ikan. Selain itu para wanita juga melakukan aktivitas menjual hasil tangkapan di pasar desa. Perekonomian desa ini menggeliat dengan banyaknya transaksi ikan-ikan tersebut. “Ibu-bunya menjual ikan di pasar, sementara para bapak pergi ke laut mencari ikan. Pokoknya 95 persen penduduk kami ini nelayan,” terang Kepala Desa Banyu Sangkah, Abd. Syukur. Dan karena dikenal sebagai penghasil ikan terbesar, Desa Banyu Sangkah juga merupakan satu satunya desa yang ikut memberikan kontribusi terhadap peningkatan PAD. “Ya kontribusi desa kami itu sebesar Rp 35 juta setiap tahunnya,” tutur Abd. Syukur. Kades Banyu Sangkah mengharapkan agar pemerintah memberikan perhatian khusus kepada desa ini dengan memberikan perhatian kepada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dibagun sejak tahun 80-an tapi hingga saat ini kondisinya tidak beru-

50

SUARA DESA

PARA isteri nelayan di kecamatan Tanjung Bumi saat menjual hasil tangkapan suaminya.

bah. Padahal kondisi lingkungan dan nelayannya sendiri berubah. Jumlah nelayan pun semakin banyak. “Saya harap satu-satunya TPI di Bangkalan ini diperhatikan, masak sudah puluhan tahun kondisinya tetap dibiarkan,” katanya berharap. Meski namanya ngetop sebagai penghasil ikan terbesar di Kabupaten Bangkalan, namun pada musim kemarau panjang akibat cuaca ekstrem yang terjadi beberapa bulan terakhir ini membuat masyarakat nelayan di Kecamatan Tanjung Bumi kesulitan untuk menangkap ikan besar pada saat melaut. Meskipun sulit mendapat tangkapan ikan besar tapi hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap penghasilan para nelayan di desa tersebut. Dari pantauandi pasar tradisional Kecamatan Tanjung Bumi penjulan ikan yang dilakukan isteri nelayan tampak normal. Walaupun hasil tangkapannya terbilang lumayan bagus, namun satu hal yang mungkin membedakan pada saat musim kemarau seperti sekarang ini, hasil tangkapan ikan besar sudah mulai langka. Maemunah, istri nelayan yang menjual hasil tangkapan ikan hasil melaut suaminya, mengatakan, mu-

sim kemarau panjang ini tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan. “Hasil tangkapan ikan nelayan di sini memang tidak terlalu terpengaruh dengan musim kemarau belakangan ini. Hasil tangkapan tetap banyak,” tutur Maemunah. Dikatakan dia, yang membedakan dengan tahun sebelumnya adalah jenis dan ukuran ikannya yang ditangkap saat ini hanya berukuran antara 15 cm- 25 cm. Sedangkan untuk tangkapan ikan besar semakin langka. Meskipun dapat, jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan. Hal senada juga diungkapkan oleh Kiptiyeh. Menurutnya, ikan besar merupakan salah satu andalan nelayan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sejak bulan puasa seakan- akan ikan besar di perairan Bangkalan menghilang dan sulit didapat. “Apa mungkin karena tidak tahan dengan iklim kemarau sehingga ikan besar melakukan migrasi ke daerah lain, saya kurang tahu mas,” ujarnya. (min)

DESA Banyu Sangkah, Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan.

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Suara

PETANI tembakau di Sampang saat menjual segala bentuk perhiasan untuk modal perawatan tanaman tembakaunya. PENGUSAHA alat dapur di pecanggan sampang.

J

Dari Karyawan Menjadi Juragan

iwa pengusaha tidak kenal tempat dan waktu. Semangat berusaha tanpa putus asa harus dinomorsatukan agar meraih sukses seperti yang dilakoni Musakkar warga Desa Pecanggaan, Kec. Torjun, Sampang pemilik UD Gajah Tunggal Jaya produses peralatan dapur. Usaha pembuatan alat-alat dapur seperti dandang, langseng dan open yang dikerjakan Musakkar dengan dibantu dua karyawannya berkembang cepat. Awalnya hanya memproduksi sekitar 30 dandang/ hari dan cara penjualannya pun sangat manual dengan cara menawarkan door to door ke rumah. Modalnya saat awal meirintis usaha pada tahun 2000-an hanya sebesar Rp 50 juta dan dibantu 2 orang kayawan. Tetapi berkat keuletan dan semangat kerjanya yang tinggi, mantan karyawan home industry di Surabaya ini berhasil meningatkan produksinya sebanyak 4000 unit setiap bulan. Hal itu menunjukkan, kualitas produknya tergolong bagus disukai konsumen, sehingga meningkatkan jumlah permintaan. Selain itu, saat ini, pihaknya juga berhasil memperluas jaringan pemasarannya. Kawasan Madura

www.suaradesa.com

(Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep) sudah dipenuhi produk bermerk Gajah Tunggal Jaya begitu pula dengan Surabaya dan kota besar lainnya di Jatim.”Alhamdulillah jumlah permintaan terus bertambah,” ujar Musakkar. Dia bercerita, meski hanya mengenyam pendidikan setingkat SMA, dirinya optimistis bisa menjadi besar berkat semangat kerja tinggi pantang putus asa. Teknik pembuatan dandang, open dan lainnya dipelajari secara otodidak, begitu pula cara penjualannya harus dilakukan sendiri, setiap ada pesanan langsung barang diantarkan sendiri ke alamat rumah sehingga semua konsumen merasa mendapat pelayanan yang bagus. “Kita harus jemput bola, aktif menawarkan ke pembeli agar tahu secara langsung apa yang dikehendaki konsumen,”tuturnya. Dari disain dandang yang dibuatny memiliki ukuran bervariasi mulai ukuran 1/5 kg, 1 kg, 2 kg hingga yang paling besar 30 kg. Setelah diteliti dari hasil penjualan ternyata dandang berukran 10 Kg ke bawah yang paling diminati. Ini berarti, setiap memproduksi barang harus mengutamakan ukuran yang laris dijual sementara lainnya tetap diproduksi

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Sampang

dalam jumlah terbatas. Angka produksinya semakin meningkat memaksa dirinya menambah karyawan menjadi 45 orang. Seluruh pekerjanya berasal dari Desa Pecanggaan, sehingga kehadiran usaha home industry ini turut membantu menurunkan angka pengangguran dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan warga desa. Dijelaskan, sebagai orang desa, para pekerja itu harus diberi teori singkat cara pembuatan barang-barang kebutuhan dapur ini dan selanjutnya langsung dipraktikkan. Berkat ketrampilannya, setiap karyawan bisa mengerjakan lebih cepat, lebih bagus dan tentunya penghasilannya lebih besar. Sistem penggajiannya dihitung berdasarkan borongan yang dihitung dari jumlah lembar plat aluminium yang digarap. Artinya semakin banyak plat aluminium yang digarap maka semakin besar pendapatannya. Dengan demikian, dalam perhitungannya, pendapatan karyawannya setiap minggu bisa mencapai Rp 800 ribu/bulan. ”Jika dikalikan selama 4 minggu, setiap karyawan bisa membawah pulang sekitar Rp 3,2 juta,” ujar Musakkar. Itu juga diikuti dengan bahan baku aluminium yang harus bertambah. Setiap bulannya, dibutuhkan sekitar 3 ton aluminum yang dibeli di Surabaya, agar semua permintaan pelanggan bisa terpenuhi, apalagi jika musim panen tembakau dan Bulan Maulud jumlah produksinya meningkat berkali lipat. Menurut Musakkar, sisa alumunium yang tidak terpakai disimpan karena memiliki nilai tinggi yaitu sebesar Rp 20 ribu/Kg. Dalam satu bulan, pemilik tiga stand di Pasar Sampang ini dapat menjual 150 sampai 200 Kg sisa alumunium. “Semua sisa plat aluminium ini tidak ada yang terbuang sia-sia, karena dapat mendatangkan rupiah untuk menambah modal,” katanya. Apalagi saat ini, pihaknya selalu berharap agar pemerintah aktif membina kelompok usaha kecil ini dengan mengadakan pelatihan, membuka peluang pasar.”Tetapi yang lebih penting perlu ada kucuran dana,” harapnya.(nf, ratu ibu)

SUARA DESA

51


Suara

Pamekasan

Biaya belinya tidak ada karena buat saya harganya mahal mas” ujarnya sambil menunjukkan sapinya. Masa penggemukan yang dibutuhkan peternak sapi Pamekasan antara satu hingga dua tahun. Masa penggemukan yang panjang ini dimaksudkan agar hasil ternak sapinya gemuk dan bisa terjual mahal karena bobotnya meningkat.

”Tentunya, pemeliharaan sapi berbeda dengan pemeliharaan hewan ternak lainnya, memerlukan perawatan maksimal setiap harinya,” kata Jamaludin. Bagi kebanyakan orang, beternak sapi merupakan kebutuhan hidup. Di tengah sulitnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat pedesaan, pilihan terakhir selain bertani adalah beternak sapi untuk mendapatkan keuntungan besar. “Kalau cuma mengandalkan hasil pertanian, tidak cukup untuk dimakan satu bulan, Mas. Makanya harapan satu-satunya dengan beternak sapi agar keluarga kami punya tabungan penghasilan,” ungkap Sukriyanto warga Batubintang Kecamatan Batumarmar. Ya, memang betul. Beternak sapi bisa bernilai ekonomis dan kaya manfaat. Tidak hanya untuk konsumsi, tenaga sapi juga bisa dijadikan alat membajak sawah. Meskipun tergolong tradisional, para petani tetap menggunakan tenaga sapi guna mengola lahan sawahnya ketika musim tanam tiba. Menurut penuturan Jamaludin, warga Sokalelah, ongkos yang harus dibayarkan kepada tukang bajak sawah antara 40.000 sampai 45.000 rupiah persetengah hari. Bukan hanya untuk dipekerjakan dan dipajang saja, daging sapi bernilai gizi tinggi. Karena itulah, omset penjualan sapi pada periode tiga bulan ke depan akan mengalami peningkatan. Seperti yang terjadi di Pasar Keppo Desa Polagan Kecamatan Galis, sebuah pasar hewan paling besar yang sudah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke APBD Pamekasan ini transaksi jual beli sapi meningkat tajam. Pasar Keppo yang memiliki hari pasaran pada setiap Sabtu dan Selasa ini mampu menampung ratusan sapi. Walaupun harga sapi meningkat mahal, tidak mengurangi permintaan konsumen baik untuk dipelihara ataupun untuk dipotong guna dijual dagingnya. “Selama 3 bulan ke depan harga sapi tetap mahal, Mas, karena selain perayaan Idul Fitri, nanti masih ada Hari Raya Idul Adha” ungkap Mahmud, pedang sapi saat ditemui Suara Desa. Sementara itu, untuk penjualan khusus daging sapi, kondisinya sama. Mahalnya harga sapi berpengaruh kepada harga daging sapi di rumah pemotongan hewan atau di pasar. Menurut Hadiri, pemilik rumah potong hewan asal Desa Banyupelle Kecamatan Palengaan harga daging saat ini mencapai Rp 55.000 hingga Rp 60.000/Kg. “Semenjak Bulan Puasa hingga Hari Raya Idul Adha harga daging sapi cukup tinggi,” ujarnya. (amin)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Musim Kemarau,

Harga Sapi Memukau

K

emarau panjang yang melanda Kabupaten Pamekasan berdampak buruk pada beberapa sektor kehidupan dan kebutuhan masyarakat. Dari 10 kecamatan sebagian wilayah mengalami kekeringan yang cukup parah, seperti di Desa Bujur Timur Kecamatan Batumarmar. Di desa ini, kebutuhan konsumsi air bersih, masyarakat harus rela antri di satu sumur berjam-jam untuk mendapatkan air. “Kami satu bulan terakhir sudah terbiasa antri di sumur ini bersama masyarakat yang lain. Wilayah kami kekeringan, sehingga sulit buat minum dan mandi” ungkap Subairy (29), warga Bujur Timur saat ditemui Suara Desa saat menimba air.

syarakat Pamekasan berprofesi sebagai petani dan peternak. Komoditas ternak yang bisa dikembangkan di daerah tropis seperti Pamekasan adalah sapi, kambing dan ayam. Khusus penggemukan komoditas sapi, masyarakat menggantungkan pada tumbuh-tumbuhan dan dedauan sebagai pakan utama. Ketersediaan pakan dari tanaman hijau ini sangat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan sapi pedaging. Jamaludin, peternak asal Desa Sokalelah Kecamtan Kadur menuturkan bahwa selama ini pakan sapi yang diberikan pada hewan peliharaannya hanya rumput dan daun, tanpa diberi pakan konsentrat. “Pakan sapi kami hanya berasal dari alam tanpa dibantu pakan buatan.

PARA pedagang melakukan jual beli di Pasar Sapi Pamekasan.

Selain krisis air, dampak lain yang terjadi akibat kemarau panjang adalah mengeringnya lahan pertanian yang sulit ditanami pelbagai jenis tanaman produktif. Rumput hijau untuk pakan ternak juga turut mengering, warga harus berburu rumputan ke daerah lain yang masih ditumbuhi rumput tersebut. Untuk diketahui, kebanyakan ma-

52

SUARA DESA


Suara

Desa Poreh

Pusat Tikar Rakara

S

iapa yang tidak akan kenal akan Desa Poreh, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, bahwa Desa tersebut adalah sebagai sentra tikar yang terbuat dari daun pohon siwalan. Bahkan 90% dari penduduknya berprofesi sabagai pengrajin membuat tikar rakara. Lalu bagaimana aktifitas keseharian dan cara memproduknya? Jika kita melintasi atau masuk ke Desa Poreh Kecamatan Lenteng, maka kita akan menemui suatu keguyuban aktifitas warganya. Bahkan jika kita telisik lebih jauh lagi atau dengan jeli memperhatikan sepertinya di setiap warga mempunyai pohon siwalan yang dikenal sebagai bahan membuat gula merah. Ternyata pohon yang dikenal cukup kuat untuk bahan bangunan itu, daunnya jika dianyam menjadi tikar. Manfaat tikar daun lontar ini, biasanya dibuat pembungkus tembakau yang bakal disimpan dalam gudang. Itu sebabnya, tikar daun lontar tersebut sangat terkenal terutama bagi kalangan petani tembakau. Kebutuhan terhadap tikar bertambah besar jika musim panen tembakau tiba, sehingga para pengrajin tikar optimistis produknya tetap diminati karena mempunyai pasar yang cukup cerah. Hal ini membuat warga desa menggantungkan hidupnya dari anyaman daun lontar. Pendapatan yang diterimanya cukup tinggi yang menjadikan kehidupan warga tetap survife

www.suaradesa.com

dalam kondisi apapun. Wajar saja jika dusun itu d i se but sebagai dusun tikar daun siwalan atau orang menyebutnya tikar rakara. Hal itu bisa dilihat dari keseharian war ga –yang bia sanya kaum hawa aktifitasnya membuat tikar rakara. Bahkan 90% dari penduduknya berprofesi sebagai pengrajin tikar rakara. Untuk membuat tikar rakara warga cukup mengambil bahan tikar di sebelah rumah saja, karena memang setipa rumah sudah berdiri pohon siwalan yang siap melayani para kaum ibu. Untuk menjadikan sebuah tikar yang siap pakai atau siap jual memang tidak terlalu sulit atau tidak akan memakan waktu lama. Artinya sangat mudah dan gampang lebih-lebih bagi mereka yang sudah trampil. Adapun cara membuatnya, pertama mereka mengumpulkan daun siwalan secukupnya lalu dikeringkan cukup

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

Sumenep

di jemur satu hari saja sudah siap dianyam pada malam harinya. Bagi yang sudah trampil biasanya mereka menghasilkan 4 hingga 5 lembar tikar dalam seharinya. Itu kalau dikerjakan tidak ngoyo, tapi jika bekerja dengan sedikit ngoyo mereka bisa memproduksi 8 hingga 9 lembar tikar rakara dalam sehari. “Untuk menjadikan sa tu lembar tikar bagi kami yang cukup makan waktu 1 jam menganyam sudah pekerjaan sehari-hari,� aku salah seorang warga saat diwawancari Suara Desa beberapa minggu yang lalu. Saking larisnya tikar rakara yang di buat oleh warga yang umumnya kaum hawa itu, belum

ja dipun sudah ada yang ngorder. Artinya jika ingin borong ya inden dulu pada pengrajin, karena jika tidak jangan harap dapat barang. Jadi mereka para pengrajin itu tidak memasarkan sendiri, sebab, para pembeli datang sendiri ke sentra-sentra. “Mereka para pembeli datang sendiri kesini. Sebab jika tidak ya tidak bakal dapat barang,� terang Sukiye yang memang kesehariaanya menganyam tikar sejak masih anakanak. Lalu harganya? Harga perlembar tikar hanya Rp 8 ribu. (alan)

SUARADESA DESA 53 53 SUARA


PAMONG KITA Suparlik, Kades Tanjungan, Mojokerto

Tularkan Bikin Kerajinan Clay

M

araknya kerajinan clay, membuat Suparlik, Kades Tanjungan, an, Kecamatan Kemlagi, Mojokerto, getol menularkannya kepada ibu-ibu PKK dan karang taruna di desanya. Selain itu mengisi waktu, juga untuk tambahan menutup kebutuhan dapur. “Hasil kerajinan tersebut dapat dijual mulai harga Rp1.500 sampai dengan Rp20 ribu,”kata Suparlik, sambil menunjukkan karyanya. Kerajinan clay berasal dari bahan tepung beras, tepung maizena, bensoat, dan lem sebagai perekat ini. Dari bahan-bahan itu dapat dibuat berbagai jenis kerajinan tangan, seperti gantungan kunci, tempat pensil, bros, jepit dan pigura. Menurut Suparlik, pembuatannya dilakukan secara berkelompok maupun perorangan, bisa dikerjakan di balai desa atau dibawa pulang ke rumah.

Hasil kerajinan kita jual melalui pameran baik di Mojokerto maupun di luar wilayah Mojokerto. Jika ada pesanan banyak maka akan dibuat bersama-sama. Namun jiga tidak ada, cukup menitipkan hasil kerajinan ke koperasi,” kata Suparlik, beberapa waktu lalu. Menurutnya, pembuatan kerajinan clay sangat mudah. Selain semua bahan mudah dicari juga mudah membuatnya dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Semua bahan dicampur kemudian dibentuk sesuai keinginan dan diberi warna. Kemudian hasilnya dikeringkan dengan cara diangin-angin selama dua jam. “Setelah kering, kemudian dipernis agar hasilnya bagus dan terhindar dari jamur. Satu jenis hasil kerajinan tidak membutuhkan waktu hingga satu hari cukup beberapa jam saja, hanya menunggu kering saja yang lama. Untuk jenis dan bentuk, dari kreasi kita sendiri. Biasanya kita cari dari gambar-gambar yang ada di sekitar,” kata Kades yang murah senyum ini. Desa Tanjungan terletak di wilayah Utara Sungai Brantas dan dikenal memiliki obyek wisata Waduk Tanjungan. Selain menjadi kepala desa, ia aktif membina ibu-ibu tim pengerak PPK dan remaja Karang Taruna di desanya. Pembuatan kerajinan clay dilakukan sejak tahun 2009 lalu. (bdh)

Wadiyem, Kades Ngendut, Ponorogo

Didukung Suami, Ngendut Harus Maju

K

iprah seorang kepala desa untuk membangun desa agar lebih maju, tentu sangat diharapkan warga. Maka Wadiyem yang terpilih menjadi Kades Ngendut, Kecamatan Balong periode 2012-2018 akan mendisain program kerja yang terbaik bagi desa, sehingga apa yang dicita-citakan seluruh warganya bisa diwujudkan dalam enam tahun mendatang. Perencanaan yang tinggi, baik bagi Wadiyem tidak akan bermakna jika seorang pemimpin tidak mampu melaksanakannya dalam pelbagai bentuk kegiatan nyata. ”Warga desa itu hanya butuh kerja nyata. Itu sebabnya dengan segala kemampuan yang saya miliki akan saya kerahkan demi pembangunan di desa,”ujarnya. Menjadi sosok kades perempuan, mengalahkan bumbung kosong dalam pertarungan pilkades beberapa waktu lalu, baginya

54

SUARA DESA

menjadi hal baru. Dukungan penuh sang suami yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Desa Ngendut satu periode sebelumnya menjadikannya bertekat bulat melaksanakan program kerja untuk terciptanya kemajuan lebih di Desa Ngendut. Pengalaman sang suami, Damun, diyakininya menjadi tambahan pengalaman dan spirit untuk dirinya berkiprah memimpin lebih baik lagi. “Alhamdulillah. Dukungan penuh suami dalam mengemban tugas memimpin Desa Ngendut tentu memiliki arti yang besar. Setidaknya pengalaman suami menjadi modal saya bisa menjalankan tugas secara maksimal,” kata Wadiyem, Kamis (15/3). Wanita kelahiran Ponorogo 29 Maret 1979, Resmi menjadi Kades Ngendut usai dilantik Bupati Amin di Pendopo Kabupaten. Bahkan ia saat ini mengaku sudah mulai ambil start mempersiapkan sejumlah program kerja di desanya. Diantaranya yakni program penataan lembaga desa dan system mekanisme pembangunan demi terciptanya percepatan pembangunan bagi fisik maupun non fisik. “Saya memiliki misi bisa terjalinnya kebersamaan antara semua lembaga desa dan masyarakat Desa Ngendut lebih maju. Dan tentunya saya mengharapkan dukungan dari semua pihak dalam menjalankan amanah memajukan Desa Ngendut secara lebih maksimal,” harapnya. (rno)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Kiprah

Perempuan

Julita Joylita Wahyu Mumpuni

Perangi KDRT Lewat Kreasi Enceng Gondok Di tangan perempuanlah jatuh dan bangunnya sebuah bangsa. Bagaimana bangsa bisa maju bersaing dengan lainnya, jika setiap hari kerja kaum perempuan hanya membuang waktu untuk menjaga rumah tanpa ada kegiatan produkitf.

J

ulita Joylita Wahyu Mumpuni (43) mencermati, setelah suami berangkat kerja dan anak-anak pergi sekolah, sebagian besar ibu rumah tangga itu menganggur sejak pukul 09.00. Ide kreatifnya muncul setelah menyaksikan eceng gondok tumbuh liar di waduk kecil belakang rumahnya di Kebraon, Surabaya. Setelah diiijinkan untuk mengambil eceng gondok, Julita tidak tahu untuk apa tumbuhan gulma itu. Maka dibiarkanlah tanaman itu tergeletak di lantai sampai beberapa hari kemudian mengering. “Di saat itu mengering terlihat tekstur batang enceng gondok yang indah dan semakin bernilai seni jika dijadikan lilitan tampar,”ujarnya. Perempuan yang lama hidup di Malang ini merangkai enceng gondok itu menjadi sebuah sarung bantal. Produk pertamanya itu ternyata menarik minat seorang temannya yang bersemangat untuk memasarkan ke Jepang.”Tak disangka, orang Jepang yang ditawari teman saya langsung memesan 10.000 unit kreasi eceng gondok,” kata Julita. Kaget dan hampir tidak percaya, www.suaradesa.com

tetapi peluang emas itu harus segera ditangkap secepatnya. Dia mencari orang yang mau membantu memenuhi order tersebut. Ibu-ibu rumah tangga yang mau diajari untuk membuat kerajinan dari eceng gondok diajak untuk membangun bisnis baru dari tanaman yang sering memacetkan air sungai itu. Dari sanalah kemudian kreasi eceng gondok mulai berkembang di Surabaya. Tak hanya sarung bantal, kini produknya pun semakin semakin beragam. Mulai tas perempuan, wallpaper, tikar eceng gondok, bahkan sampai kursi eceng gondok. Jumlah permintaan kreasi Julita semakin meningkat, sehingga dia harus membentuk kerja jaringan dengan membuka sistem waralaba. Ibu rumah tangga yang berminat masuk jaringannya, akan diajari merancang beragam kreasi berbahan baku eceng gondok.”Banyak yang menyebut saya bodoh, tetapi saya meyakini bahwa rizki itu dari Tuhan, semakin banyak yang menikmati hasil karya saya semakin banyak pula yang akana saya dapat,” tuturnya. Melalui waralaba itu, setiap Julita menerima order selalu diberikan ke-

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

pada ibu rumah tangga yang menjadi mitra kerjanya yang berjumlah lebih dari 300 orang. Bahkan, menurut Julita, mitra kerjanya itu juga sudah banyak mewariskan ilmunya kepada ibu rumah tannga yang lain, sehingga kerja jejaring itu telah membuka peluang usaha baru bagi kaum perempuan.”Artinya semakin banyak jaringan yang terbentuk semakin banyak pula wanita yang berdayaguna,”ujarnya. Para mitra binaan pun tak terikat harus bekerja untuk Julita. Mereka bisa memproduksi kerajinan eceng gondok sendiri, dengan merek sendiri, dan dijual sendiri. “Saya bangga karena binaannya kini telah menjadi pengusaha sukuses tanpa ada yang terganggu. Buktinya usaha saya ini sudah mampu menembus pasar dunia seperti Amerika, Brunai dan Prancis,” katanya. Selain melalang buana ke berbagai negara, berkat eceng gondok pula Julita berhasil meraih berbagai penghargaan. Tahun 2001 ia menerima penghargaan “Clean up the world” dari United Nation Enviroment Program (UNEP) badan PBB yang bergerak di bidang lingkungan. Kemudian pada tahun 2004, Julita juga menerima penghargaan Kalpataru dari Presiden Megawati. Ada pula penghargaan dari World Bank pada 2005 karena membantu menanggulangi kemiskinan dengan mengajak perempuan membuat kerajinan, untuk menambah penghasilan keluarga. Lewat pengembangan ekonomi itu, kaum perempuan lebih mandiri secara finansial. Dari catatan KDRT, banyak kaum perempuan yang menderita secara lahir dan fisik karena faktor ekonomi. Untuk memerangi kekerasan dalam rumah tangga itu, maka istri harus produktif. “Suami sering emosional dan ringan tangan karena sering dimintai uang. Namun setelah ibu rumah tangga itu sudah mandiri secara finansial dan mempunyai penghasilan sendiri, jumlah KDRT bisa turun,”ujarnya.(nf)

SUARA DESA

55


Pelan tapi pasti, pembahasan RUU Desa menapaki ujung target waktu akhir tahun 2012. Impian AKD Jatim tentang ‘satu miliar satu desa’ mendapat sambutan positif baik dari pemerintah maupun anggota DPR. Namun usulan perpanjangan masa jabatan dari 6 menjadi 8 tahun dan penghapusan periodisasi jabatan tampaknya masih harus diperjuangkan lebih keras lagi. Karena itulah, beberapa pengurus harian AKD Jatim mencari kepastian tentang dua hal tersebut di DPR RI, Jakarta, 17-19 September 2012.

RUU Desa

di Ujung Penantian

“R

ancangan UU tentang Desa (RUU Desa) akan disahkan menjadi UU Desa pada Oktober-November 2012 ini.” Demikian berita yang tersiar lewat media maupun dari mulut ke mulut, yang akhirnya berkembang di kalangan kepala desa dan pemerintahan desa. Penasaran dengan berita itu, sejumlah pengurus harian AKD Jatim, kembali mendatangi DPR RI pada 17-19 September 2012. Intinya, menanyakan kembali “nasib” pembahasan RUU Desa. Hasilnya, baik UU Desa maupun UU Pemda akan disahkah, paling cepat Oktober atau November tahun ini. Walidi, staf sekretariat Komisi II DPR menyebutkan, berdasarkan agenda yang dibuat Pansus RUU Desa dan RUU Pemda, pada September hingga Oktober adalah pengisian DIM (daftar inventarisasi masalah) dari fraksi-fraksi, yang kemudian disusul pembahasan DIM bersama peme-

rintah pada bulan November. Proses ini biasanya berlangsung tiga bulan, dan diharapkan sebelum reses pada Desember 2012 ini, sudah disahkan dalam paripurna. Bahkan kalau RUU Desa dan RUU Pemda tidak selesai pada akhir tahun 2012, Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso terpaksa menyalahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini karena aparat desa mengancam tidak akan membantu pemerintah sehingga akan melumpuhkan birokrasi. “Ini menunjukkan Presiden SBY sebagai kepala pemerintahan tidak berpihak kepada pembangunan desa,” tegas Priyo. Tak hanya Priyo Budi Santoso, beberapa anggota DPR lainnya juga sepakat bahwa RUU Desa harus tuntas tahun ini. Diantaranya, Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowam, dengan tegas mengungkapkan UU Desa harus segera disahkan. Demikian wakil Ketua Pansus Budiman Sujatmiko menegaskan, sudah

PENGURUS AKD Jatim menemui Ketua Pansus RUU Desa DPR-RI Ahmad Muqowam (kiri).

56 SUARADESA DESA 56 SUARA

www.suaradesa.com www.suaradesa.com Edisi Edisi07 07 15 15Agustus Agustus- -15 15September September2012 2012


kepala desa dan perangkat desa untuk bersatu,”ujar Samari, Kades Jrebeng, Kec. Dukun, Gresik ini. Hal senada juga disampaikan drg. Anang Suheri, Kades Kepatihan, Tulangan, Sidoarjo, bahwa kepala desa harus berani ngluruk ke Jakarta lagi, jika RUU Desa tidak segera disahkan dan menjadi landasan berbijak bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. “Jika terasa ada pembiaran terhadap nasib pengesahan RUU Desa, saya sudah sepakat dengan teman-teman di Sidoarjo, kami akan serbu Jakarta,”ujar kades muda yang energik ini. Meskipun masih akan menempuh cara pengerahan massa, menurut wakil sekretaris AKD Jatim Robiul Usman, AKD Jatim tetap akan mengedepankan dialog dan lobi-lobi hingga detik-detik terakhir. Baginya aksi pengerahan massa merupakan senjata pamungkas. Sebab unjuk rasa mudah disusupi massa tak dikenal, sehingga akan merugikan imej AKD Jatim sendiri. Bersama Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono, pengurus AKD Jatim menemui

Farhat Abbas, yang dikenal sebagai praktisi hukum dan lawyer beberapa partai di DPR untuk melakukan percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Desa, bersama Wakil Bendahara Partai Hanura Silvi S Haiz. Baik Farhat maupun Silvi diharapkan memberikan masukan kepada beberapa partai, bahwa usulan AKD Jatim merupakan usaha mensejahterakan masyarakat desa, sekaligus untuk memenuhi hak dan kebutuhan mendasar bagi kemajuan desa agar dimasukkan dalam UU Desa. Menurut Samari, kebutuhan dasar itu antara lain percepatan pembangunan di desa melalui anggaran satu miliar satu desa. Selain itu, masa jabatan kades delapan tahun, penghapusan periodesasi, dibolehkannya kades dalam kepengurusan partai politik, dan pengangkatan perangkat menjadi PNS. Baik Farhat maupun Silvi setuju tentang percepatan kemajuan dan pembangunan desa. Menurut mereka, selama ini memang terjadi ketimpangan yang sangat tajam di desa. Kemajuan sebuah negara dapat diukur dari kemakmuran dan kesejahteraan di desa. (*)

saatnya Indonesia memiliki UU Desa sebagai payung hukum bagi pembangunan di desa. Diakui atau tidak, pembangunan desa menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah negara. Sedangkan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan sangat mendukung sepenuhnya perjuangan kepala desa dan perangkat desa agar rancangan undang-undang (RUU) desa disahkan menjadi undangundang (UU). Bahkan pimpinan DPR lainnya, seperti Marzuki Alie dan Anis Mata, serta semua fraksi di DPR sangat mendukung disahkannya UU Desa. Memperjuangkan desa bukan atas nama fraksi, tapi atas nama merah putih. Desa adalah intisari pembangunan. “Kesejahteraan desa adalah tolok ukur keberhasilan reformasi. Kita ingatkan pemerintah tidak hanya banyak bicara, tapi harus ada bukti kalau benar-benar peduli terhadap rakyat kecil, terutama yang ada di desa,” kata Taufik. Untuk mewujudkan keinginan para kepala desa tidaklah sulit dan perlu biaya besar. Sebab alokasi anggaran untuk desa sudah ada dalam APBN, tinggal melakukan penekanan saja. Masalah pembangunan ekonomi desa, alokasi sampai dengan inovasinya dikoordinasi oleh kepala desa. Ketua AKD Jatim Drs. H. Samari, MM pun mengancam, jika hingga akhir tahun ini tidak ada tanda-tanda akan disahkan, pihaknya akan melakukan demo, seperti yang pernah dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2010. Bahkan AKD Jatim juga mengancam menduduki atau mengepung Gedung DPR RI sampai RUU Desa disahkan. “Kita ingin perjuangan yang sudah dilakukan sejak PENGURUS AKD Jatim didampingi pembina Pembina AKD Jatim R.H. Dwi Putranto Sulaksono (kiri) 2004 ini harus ada ujungnya. menyerahkan usulan kepada Farhat Abbas (kedua dari kanan), praktisi hukum dan lawyer beberapa Ini momentum baik bagi partai di DPR RI www.suaradesa.com www.suaradesa.com Edisi Edisi0707 1515Agustus Agustus- 15 - 15September September2012 2012

SUARA SUARADESA DESA 57 57


PENGURUS AKD Jatim berdialog dengan staf ahli Komisi II DPR RI di ruang Sekretariat.

Otonom Kelola Anggaran

D

iakui atau tidak, selama hampir 67 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, posisi dan cara pandang terhadap desa tidak ada perubahan signifikan. Semua pihak belum ada yang berpikir membangun perubahan desa melalui paradigma baru. Wajar, kalau banyak yang menilai, bahwa desa tidak mendapatkan perhatian serius sebagai bagian yang mendasar dalam pembangunan Indonesia. Kini yang tertanam di benak masyarakat ataupun elite bangsa tentang desa adalah tidak adanya perhatian dari pemerintah. Hal itu dapat ditunjukkan anggaran yang masuk desa masih sangat sedikit, kurang dari 100 juta per tahun per desa. Malah, desa-desa di Pulau Jawa hanya sekitar Rp 70 juta per desa dalam setahun. Karena itulah, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Desa (Pansus RUU Desa) menegaskan pembangunan nasional harus bertumpu pada desa. Karena itu, paradigmanya harus diubah agar prosesnya lebih baik dan merata. Kalau tak dibuat paradigma baru tentang pembangunan desa maka tidak akan ada perubahan. Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowam pun menegaskan, paradigma perubahan pembangunan desa itu bisa dilakukan melalui aturan. Dalam hal ini, RUU Desa harus memuat konsep dan paradigma ideal membangun desa. Menurutnya, Indonesia harus belajar dari China yang berhasil menempatkan desa sebagai sendi utama kemajuan negara. “Di China itu, membangun desa dilakukan dengan komitmen yang kuat. Mereka tak pakai UU, tapi komitmennya tegas dilaksanakan karena mereka memang membangun negara dari desa,”ujar politisi PPP kelahiran Desa Warujayeng, Nganjuk ini. Ketentuan hukum tentang desa yang selama ini diatur dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah akan dipecah menjadi tiga. Yakni Undang-undang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, dan Undang-undang tentang Desa. “Pemecahan” itu diharapkan sebagai landasan konstitusi bagi pembangunan di desa. Diantaranya usulan agar ada pemberian kewenangan atau otonomi pengelolaan anggaran dalam draf RUU Desa. Besarannya diharapkan mencapai Rp 1 miliar untuk satu

58 SUARA DESA

desa. Dengan begitu UU Desa nantinya akan membuat desa semakin kuat. Karena desa akan punya wewenang sendiri. UU Desa untuk penguatan desa dan melindungi hak-hak desa. Hak atas tanah, air, dan lain sebagainya. “Pemerintah ingin ada penguatan desa dengan pemberian peraturan kewenangan mengelola anggaran,”kata Mendagri Gamawan Fauzi. Hanya, besarannya akan disesuaikan dengan kemampuan postur APBN. Selain itu, pemerintah juga mengarahkan agar provinsi ikut memperhatikan dana pembangunan desa. Kalau dulu hanya kabupaten, sekarang provinsi harus mengalokasikan dana kepada desa. Apalagi dalam penilaian Gamawan, sejumlah 60 persen pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) di Indonesia melanggar aturan. Perbedaan pemahaman bupati/walikota mengenai pendanaan tersebut dinilai menjadi penyebabnya. Kemendagri menemukan sebagian besar Pembagian ADD belum sesuai dengan petunjuk dari pusat. Perbedaan pemahaman kepala daerah kabupaten/kota mengenai pendanaan desa dinilai menjadi penyebabnya. Dimana hanya 40 persen bupati/walikota melaksanakan pendanaan desa berdasarkan peraturan pemerintah No 72 tahun 2005 tentang pendanaan desa. Selebihnya, daerah mengeluarkan aturan berupa Perda untuk mengatur hal tersebut. Hal itu nantinya akan dikoreksi dalam UU Desa untuk perubahan UU 32 tahun 2004. Dimana pendanaan desa harus terlebih dahulu dianggarkan dalam draft rencana anggaran dan pendapatan desa selama setahun. Sehingga tidak ada lagi pengalokasian dana pada pertengahan tahun. Ini akan menyulitkan pengawasan dan rawan diselewengkan. Meski ada penguatan,pemerintah tetap menjaga tradisi dan lokalitas desa. Hal itu dilakukan dengan mempertahankan nama yang berbeda-beda, seperti desa, nagari, kampung. Kemudian juga mempertahankan segala sesuatu di dalam desa, seperti irigasi desa,pasar desa, dan jalan desa. Untuk mempertahankan keaslian desa, perangkat desa tidak boleh dijadikan PNS karena tidak mempresentasikan desa lagi, tetapi sebuah negara. (*)

www.suaradesa.com www.suaradesa.com

Edisi Edisi 07 07 15 15 Agustus Agustus -- 15 15 September September 2012 2012


Mencontoh Desa Brasil dan China

C

hina dan Brasil dua negara yang memiliki sistem penyelenggaraan pemerintahan desa yang berbeda, tetapi desa di kedua negara ini menjadi tulang punggung pembanguan negera paling penting. China membangun desa tanpa didukung aturan perundang-undangan, sebab semuanya, terutama pemerintah, memiliki komitemen tinggi untuk menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan. Hal ini berbeda dengan di Brasil yang tidak mengenal struktur pemerintahan desa secara formal, sebab kegiatannya disentralisasikan ke pemerintahan tingkat kabupaten. Tetapi masyarakat didorong memiliki kemandirian tinggi untuk merencanakan, mengusulkan anggaran dan menggunakannya secara bottom up, sehingga desa di Brasil memiliki kemandirian yang tinggi. “yang patut dicontoh dari Brasil adalah pemberdayaan mayarakat lokal yang bersifat non formal dengan tokoh masyarakat sebagai kekuatan utama untuk memandirikannya. Tetapi peran pemerintah sangat signifikan dalam mengatur tata kelola keuangan,” kata Subyakto anggota Pansur dari FPDIP Brasil menerapkan po-

PETANI desa di Cina.

la penganggaran yang bersifat bottom up dan transparan. Diawali dengan usulan masyarakat lokal yang diberikan kepada pemerintah yang kemudian dikirim ke pusat untuk ditindaklanjuti. Semua rancangan ini dibuat secara informal, oleh tokoh masyarakat. Menariknya lagi, kerja kolektif masyarakat Brasil yang memproduksi hasil pertanian secar bersama, begitu pula kemampuannya mengakses pasar, sehingga produk pertanian Brasil bisa menembus pasar luar negeri. Dengan pengelolaan produksi bersama, membuat badan-badan usaha bersama di Brasil, semua kesulitan yang dihadapi petani bisa diatasi. “Brasil adalah negara yang menerapkan proses Participatory Budgeting. Di mana dalam penyusunan anggaran untuk pemenuhan infrastruktur, semua tokoh dari berbagai organisasi dilibatkan,” Budiman Sudjatmiko Sistem pemberdayaan desa di China berbeda

Pertanian di Brasil

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

lagi. Negeri tirai bambu ini benar-benar memprosisikan desa sebagai pilar utama pembangunan negara.“Di China itu, membangun desa dilakukan dengan komitmen yang kuat. Mereka tak pakai UU, tapi komitmennya tegas dilaksanakan karena mereka memang membangun negara dari desa,” ungkapnya. Komitemen itu diwujudkan keseriusan pemerintah China dengan menugaskan wakil perdana menteri yang dibantu 20 menteri untuk mengurus 40.400 desa. Pembangunan desa, lanjut Muqowam, diikuti dengan pendelegasian kewenangan yang dikuatkan dengan pemberian dana dalam melaksanakan program. “Sebanyak 40.400 desa di China didukung kewenangan dan dana yang kuat. Dengan sistem dan komitmen yang sudah ada, China berani menganggarkan dana 20% APBNnya untuk pembangunan desa,” terangnya. Lebih jauh Muqowam mengatakan, pendelegasian dan penguatan dengan pemberian dana APBN itu sangat penting. Dana tanpa kewenangan tak akan ada hasil, dan kewenangan tanpa dukungan dana juga tak akan ada hasil. Kombinasi dua ini kemudian dipertanggungjawabkan ke tiga pintu, yakni kepada masyarakat desa, birokrasi,dan partai politik. “Jabatan lima atau delapan tahun tak masalah. Dana 10% APBN untuk dana desa juga terlalu kecil. Saya sudah usul 20%,”terangnya. Wakil Ketua Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko membangun desa harus memberi ruang seluas-luasnya kepada generasi desa untuk berinisiatif, sehingga tidak selalu meggantungkan UU untuk bisa bergerak dinamis. “UU akan efektif kalau ada agensi sosialnya jalan. Kalau mengandalkan birokrasi tak akan jalan,”terangnya.(nf)

SUARA DESA

59


Ueeenak

Rek...

Sego Romo

Nikmatnya Sulit Diucapkan pakah Krawu makanan khas Gresik? Jawabnya bukan. Krawu hasil masakan warga pendatang dari Madura. Masakan khas Gresik bernama sego romo. Tidak semua orang, termasuk warga Gresik sendiri akrab dengan sego romo yang hanya dijual pada pagi dan sore hari saja dan tempat penjualannya pun tidak semarak nasi krawu, sebab bakulnya hanya menggelar dagangannya di sekitar pasar lama. Disebut sego romo karena awalnya dibuat warga Desa Romo, Manyar. Saat itu, ada seorang pe rempuan mondar-mandir kebingungan un tuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Lalu datanglah seorang waliyullah yang menasehatinya agar menjual desanya yang bernama Romo. Tanpa didukung penafsiran mendalam terhadap nasehat waliyullah, perempuan itu langsung pulang ke rumah mengambil bahan-bahan yang ada mulai tepung beras, lombok, bawang dan lainnya. Bahan-bahan itu dimasak dan jadilah bubur untuk melumeri nasi. Dia menjajakannya sam-

60

SUARA DESA

bil berteriak Sego Romo. Masakannya laris manis dan perempuan itu hidup mapan sejahtera. Sego Romo sampai saat ini tetap dijual dengan menjajakan dari satu tempat ke tempat lain berkeliling kampung di kota dan ada juga menjualnya dengan duduk menetap di sekitar Kali Tutup di samping Pasar Lama, Gresik. “Tidak ada Sego Romo yang dijual di warungwarung maupun depot. Penggemar kuliner juga tidak akan menemukan depot atau warung sego romo,” kata pecinta kuliner Gresik Syaikhu. Melihat Sego Romo kali pertama, pasti teringat bubur sum. Sebab, yang tampil secara fisik adalah pincukan daun pisang berisi nasi atau lontong yang dilumeri bubur berwarna coklat dengan tambahan kremesan krupuk rambak yang dihancurkan. Untuk menikmatinya sego disajikan dalam pincuk daun pisang, sehingga terlihat segar membikin lidah menari-nari saat mengkonsumsinya apalagi jika ditambah sambal pedas yang dicampuri kremesan udang untuk menambah rasa khasnya. Tumpukan sego, sayur kucuk yaitu sejenis sayur kangkung yang tumbuh subur di tambak, krupuk ikan itu dilumpuri bubur romo yang berwarna oranye kemerahan ditambah dengan ditambah dengan sambal dan koya yang terbuat dari kelapa yang disangrai.”Di sinilah kekhasan rasanya, gurih, pedas bercampur jadi satu sehingga menimbulkan rasa yang sulit diucapkan, karena di dalamnya ada bahan yang tidak biasa digunakan pada makanan yang umum,” ujarnya. Mbah Dewi yang biasa menggelar dagangannya di Jl Abdul Karim mengatakan, bubur romo terbuat dari tepung beras, lombok yang mneyebabkan warnanya yang oranye kemerahan,santan, dan bawang putih. Tak seperti bubur biasa yang sedikit kasar, romo memiliki tekstur yang lembut karena terbuat dari tepung beras. “Bila memakan sego romo, rasa gurih dan lembut berasal dari buburnya yang khas. Rasa krupuk ikan yang dilabur dengan bubur bersanding dengan rasa sayuran. menggunakan lontong ataupun nasi sama enaknya, tergantung pembeli,” kata penjual Sego Romo yang sudah 20 tahun menekuni usahanya ini. Mbah Waroh (75) atau biasa dipanggil Wak Roh biasa mangkal di Jl Abdul Karim, tetapi jika tidak habis, dengan badan yang sudah renta ini berkeliling menjajakan sego romo berkeliling sampai habis.“Ya memang dari dulu saya seperti ini. Kalau ndak habis ya saya ider keliling kampung. Biasanya jam 1 atau 2 siang habis,” katanya. Memasak sego romo selalu dimulai pada jam 12 malam setelah pada siang harinya berbelanja membeli tepung beras, bumbu dan kelapa. Menurut dia, memasak bubur romo tidak boleh ditinggal, karena harus sering diaduk biar hasilnya rata dan tidak menggumpal. Tetapi sebagian pembeli kadang minta kerak atau intipnya karena rasanya lebih gurih. Kalau ingin berpetualang dengan rasa nasi romo, boleh mencicipinya sambil duduk di atas dingklik kecil di pagi hari.(nf)

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Segar

10 Makanan Ternyata Beracun

 Jamur

Jamur yang tersedia di supermarket seharusnya aman untuk dikonsumsi, tetapi para penggemar jamur perlu berhatihati karena banyak spesies dapat sangat berbahaya bahkan mematikan. Sekitar 100 spesies jamur dikabarkan berbahaya bagi manusia, dengan gejala mulai dari sakit kepala hingga kejang bahkan kematian. Pada tahun 2010 sejumlah kecil jamur yang disebut Little White dianggap bertanggungjawab atas kematian sekitar 400 orang di Cina.  Cabai

Cabai terkenal karena pedasnya, yang membuatnya sangat terkenal. Kendati begitu, ternyata kepedasan tersebut dihasilkan dari senyawa kimia (capsaicin) yang dapat menyebabkan efek keracunan seperti sakit perut, gatal-gatal, dan dalam kasus paling parah, dapat berujung pada kematian. Bagi kebanyakan orang, mengonsumsi cabai hanya sedikit berbahaya, namun capsaicin memang paling baik dibatasi dalam konsumsinya, jadi pastikan untuk tidak terlalu banyak memakannya dan hindari kompetisi makan makanan pedas!

Minyak rapeseed Ada banyak kontroversi tentang minyak yang tampak alami dan tidak berbahaya ini, namun anggapan umum menyatakan bahwa minyak rapeseed memiliki banyak efek negatif pada kesehatan. Laporan menyatakan bahwa tumbuhan rape, yang merupakan sumber dari minyak tersebut, sangat beracun, dan efek samping mengonsumsi minyaknya antara lain adalah masalah pernapasan dan kebutaan. 

Beras Tidak diragukan lagi, beras memiliki banyak manfaat kesehatan. Kendati begitu, sebuah penelitian mengungkapkan, satu dari lima kemasan beras panjang Amerika mengandung zat beracun dengan tingkat berbahaya, sementara penelitian lainnya menemukan terdapat kadar arsenik dalam susu beras dan beras bayi. Meskipun semangkuk nasi berisiko relatif kecil dalam menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, konsumsi arsenik dengan kadar tinggi erat kaitannya dengan kanker. 

 Biji pala

Meskipun biji pala memiliki manfaat kesehatan, namun juga dapat sangat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah besar. Biji pala mengandung zat beracun yang disebut

www.suaradesa.com

Ketika dikonsumsi sedikit, makanan berikut ini memang tidak mengganggu kesehatan Anda. Tetapi dalam jumlah besar, mereka bisa memberi dampak yang lebih merugikan dari yang Anda kira. myristicin, porsi sedang dari biji pala dapat menyebabkan halusinasi, sementara dalam jumlah besar biji pala dapat menyebabkan kejang, berdebar-debar, mual, dehidrasi, dan kematian.  Apel non-organik

Karena apel rawan menjadi tempat berkembang biak serangga, para petani sering melapisi buah dengan bahan kimia pestisida dan fungisida, beberapa di antaranya akan menyerap ke dalam dagingnya. Untuk meminimalkan risiko kesehatan, cobalah untuk membeli apel organik kapan pun Anda bisa, atau setidaknya kupas kulitnya sebelum makan.  Salmon ternak

Sebuah penelitian menemukan, 13 racun berbeda — antara lain PCB, yang diklasifikasikan sebagai sebuah kemungkinan karsinogen manusia oleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) — berada pada tingkat yang lebih tinggi dalam salmon yang dibesarkan di peternakan daripada yang terdapat dalam salmon liar. Karena kemungkinan bahaya kesehatan akibat mengonsumsi racun tersebut, dianjurkan untuk mengurangi porsi dari salmon ternak (petunjuknya adalah dengan mengurangi setengah porsi per bulan, bergantung dari mana salmon tersebut berasal) atau beralih mengonsumsi salmon liar.

 Popcorn microwave

Meskipun makan popcorn microwave tidak diyakini berbahaya bagi kesehatan, namun ditemukan bahwa popcorn dengan bumbu mentega mengandung bahan kimia berbahaya (diacetyl) dalam bumbu tersebut yang melepaskan gas beracun ketika dimasukkan ke dalam microwave. Meskipun sejauh ini hal tersebut sebagian besar hanya dialami oleh pekerja pabrik — dengan banyak timbulnya penyakit paru-paru yang disebut sebagai “paru-paru popcorn” — seorang konsumen kini diketahui juga mengidap gangguan paru-paru akibat racun tersebut. Namun, ini jelas tidak dapat menjadi patokan, karena penderita tersebut mengaku bahwa ia mengonsumsi popcorn microwave setidaknya dua kali sehari selama 10 hingga 12 tahun. Jika Anda makan dalam jumlah sedikit, mungkin paling aman untuk mengonsumsinya di rumah, hanya berhati-hatilah untuk menghindari gas ketika membuka kemasan popcorn tersebut.

 Kentang

Kentang mungkin terlihat cukup aman, tapi apakah Anda tahu bahwa kentang sebenarnya berasal dari keluarga yang sama dari tanaman beracun Solanaceae? Kentang memiliki risiko tertentu untuk kesehatan kita karena mengandung senyawa beracun yang dikenal dengan glycoalkaloids, yang paling mengkhawatir-

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

kan adalah solanin yang memengaruhi saraf dan sistem pencernaan, menyebabkan sakit kepala, lemas, limbung, diare dan muntah dan lain-lain. Keracunan kentang sangat jarang terjadi, tapi hindarilah kentang yang sudah berkecambah — yang cenderung memiliki konsentrasi glycoalkaloids yang lebih tinggi — dan kentang yang telah berubah hijau. Meski warna hijau dalam kentang sendiri tidak berbahaya, hal tersebut menunjukkan bahwa kentang telah terpapar cahaya matahari, yang dapat juga mendorong tingkat solanin untuk naik di atas kadar yang aman.  Kacang

Kacang tidak hanya menjadi salah satu penyebab alergi makanan yang paling umum, tetapi juga dapat berbahaya bagi orang-orang yang tidak menderita alergi. Kacang lebih baik dihindari oleh orangorang yang mempunyai masalah dengan ginjal atau kantung empedu karena mengandung oxalates yang dapat mengkristal dan menyebabkan batu pada ginjal dan kantung empedu. Namun, bahkan bagi kita semua, kacang dapat beracun oleh karena kerentanan kacang terhadap jamur dan aflatoksin (karsinogen yang sangat beracun) yang dihasilkan oleh jamur yang disebut Aspergillus flavus yang menyerang kacang. Jika Anda tidak bisa menolak untuk mengemil kacang, cobalah untuk membeli kacang yang diproduksi di daerah-daerah kering, karena risiko aflatoxins lebih rendah. (dc,tni)

Surdes Siap ke Desa Anda Komitmen Suara Desa (Surdes) adalah menyalurkan dan menyuarakan aspirasi maupun prestasi Wong nDeso. Maka, segenap wartawan Surdes siap mendengarkan dan melaporkan situasikondisi di desa Anda. Tak peduli harus menyeberangi lautan, mendaki gunung, dan merambah hutan sekalipun , Surdes siap dan dengan senang hati datang ke desa Anda. Jangan khawatir ! Dijamin gratis ... tis ... tis .... ! Tanpa dipungut biaya sepeser pun !

Silakan hubungi atau sms: Reza Pahlevi 031-8669999, 08970491419 Nur Fakih 031-70877819, 081234646403

SUARA DESA

61


Teknologi Tepat Guna

Budidaya Lele dengan Kolam Terpal

B

udidaya lele adalah salah satu bisnis yang cukup menjanjikan. Betapa tidak permintaan pasar akan ketersediaan ikan lele semakin besar dari tahun ke tahun. Dalam hal ini ikan lele yang paling mudah dibudidayakan adalah ikan lele dumbo. Selain memiliki tekstur daging yang renyah sehingga diminati banyak orang, ikan lele dumbo juga merupakan jenis lele yang cepat besar, dan dalam perawatannya juga sangat mudah dilakukan. Meski kondisi air tempat memelihara ikan lele dumbo tidak terlalu bersih, tetapi ikan ini terbukti dapat bertahan hidup dan berkembang dengan baik. Salah satunya yang sekarang lagi ngetren adalah memelihara ikan lele di kolam terpal. Dengan membudidayakan iklan lele melalui terpal, maka salah satu keuntungan yang bisa didapatkan adalah usaha ini dapat dijalankan meski modal yang tersedia tidak terlalu besar. Dalam budidaya ikan lele di kolam terpal dapat dijalani dengan dua tujuan, yaitu sebagai pembibitan dan juga sebagai konsumsi. Bila kita memilih budidaya ikan lele sebagai pembibitan juga merupakan pilihan yang sangat tepat, sebab kebutuhkan akan bibit ikan lele juga selalu semakin meningkat setiap saat. Selain itu budidaya ikan lele dengan tujuan konsumsi juga merupakan pilihan yang tidak salah, sebab kebutuhan akan ikan lele untuk bahan konsumsi juga semakin hari semakin meningkat pula.

usia penetasan sudah mencapai sebulan. Umumnya pemeliharaan bibit dilakukan di kolom berlumpur atau sawah yang memerlukan lahan yang relatif lebih luas. Tetapi pemeliharaan bibit ikan lele juga sebenarnya bisa dilakukan di kolam terpal, meski hal ini tidak bisa dilukan dalam jumlah polulasi bibit yang terlalu besar. Agar bibit ikan lele cepat besar ketika memiliharanya pada kolam terpal, maka hal yang harus dilakukan adalah memberikan makanan berupa pelet yang cukup setiap harinya. Untuk menjadikan bibit ikan lele hingga ukuran 5-7 cm, maka perlu waktu hingga 2 bulan. Setelah bibit mencapai ukuran ini, maka sejatinya sudah bisa dijual sebagai bibit yang mendatangkan profit bagi peternak.

Budidaya Ikan Lele untuk Konsumsi LELE untuk keperluan konsumsi dapat dipelihara ketika mencapai ukuran 5-7 cm. Ukuran bibit yang lebih besar, akan lebih baik pula untuk dibudidayakan. Agar panen berlangsung dengan cepat, yaitu sekitar 3-4 bulan masa budidaya, maka ikan harus diberi makanan ekstra dan optimal. Budidaya ikan lele untuk konsumsi dinilai cukup mudah, sebab ikan dengan ukuran lebih besar akan lebih tahan terhadap penyakit.

Persiapan Pembuatan Kolam Terpal HAL yang paling utama dilakukan ketika ingin membudidayakan ikan lele untuk tujuan konsumsi adalah mempersiapakan tempat budidaya. Dalam hal ini dilakukan di kolam terpal, sehingga pembuatan kolam terpal adalah hal yang paling penting untuk dilakukan. Dalam persiapan kolam terpal dibutuhkan material berupa terpal dan persiapan perangkat pendukung lainnya. Untuk 100 ekor ikan lele, maka kolam yang harus dipersiapkan adalah dengan ukuran 2 x 1x 0.6 meter. Pembuatan kolam bisa dilakukan dengan menggali tanah dan kemudian diberi terpal atau dengan membuat rangka dari kayu dan kemudian diberi terpal. Cara menggali tanah diberi terpal paling tepat karena membuat kondisi terpal tahan lama. Kolam terpal yang sudah tersedia, kemudian diisi dengan air yang tidak terlalu dalam terlebih dahulu. Untuk bibit ikan lele yang berukuran 5-7 cm bisi diisi dengan air 40 cm. Hal ini dilakukan agar anakan ikan tidak merasa capek naik turun dari dasar kolam untuk mengambil oksigen. (tn)

Budidaya Iklan Lele untuk Pembibitan HAL yang perlu diketahui bila ingin membudidayakan ikan lele, khusus pada bidang pembibitan adalah saat pemijahan dan penetesan telur lele. Setelah menetas bibit ikan lele dapat dijual kepada peternak lain untuk dibesarkan atau dipelihari kembali hingga besar. Karena bibit lele langsung bisa dijual ketika menetas, sehingga merupakan salah satu peluang usaha yang cukup menjanjikan. Penyediaan bibit ikan lele dengan ukuran 2-3 cm dapat tercapai ketika

62 62

SUARA SUARA DESA DESA

www.suaradesa.com www.suaradesa.com

Edisi Edisi 07 07 15 15 Agustus Agustus -- 15 15 September September 2012 2012


Pesona Pantai Berpagar Cemara Udang

B

erwisata ke Pantai Lombang, Kabupaten Sumenep, sungguh menyenangkan. Lokasi wisata ini memiliki panorama nan indah. Sebuah pantai dengan hamparan pasir putih sepanjang kurang lebih 12 km, ditumbuhi cemara udang sebagai tanaman khas dan langka, yang hanya ada di Indonesia dan China. Secara geografis, Pantai Lombang terletak sekitar 30 km arah timur laut Sumenep, tepatnya di Desa Lombang, Kecamatan Batang-Batang. Letaknya yang berada di kawasan laut utara Jawa memungkinkan para wisatawan melihat keindahan matahari terbit dan deburan ombak. Untuk menuju ke Pantai Lombang, sarana transportasinya cukup memadai, meski untuk beberapa rute masih kurang tersedia jasa angkutan. Perjalanan ke Pantai Lombang dapat ditempuh pula menggunakan angkutan pedesaan dari Bangkalan ke Desa Legung, kemudian dilanjutkan menggunakan ojek menuju lokasi. Para turis yang berkunjung bukan hanya wisatawan nusantara tapi juga mancanegara. Namun para wisatawan akan lebih antusias bila ada pesta rakyat ketupatan yang digelar satu minggu setelah Idul Fitri, sebab di pantai ini banyak atraksi budaya. Misalnya pentas musik dan pentas kesenian tradisional yang ditampilkan selama satu minggu penuh oleh warga sekitar. Dalam perayaan Lebaran Idul Fitri 1433 Hijriyah beberapa waktu lalu misalnya. Ribuan wisatawan yang sebagian besar menggunakan mobil dengan pelat nopol luar kota mengunjungi Pantai Lombang. Khususnya saat hari raya ketupat. Jumlah pengunjung ke Pantai Lombang sejak Minggu (19/8) hingga Rabu, sekitar 2.200 orang. “Namun, jumlah riilnya bisa di atas angka itu, karena sebagian pengunjung

www.suaradesa.com

masuk ke Pantai Lombang melalui jalur alternatif atau di luar pintu utama yang dijaga oleh kami,” kata Sekretaris Majelis Silaturrahmi Selendang Hitam, MH Baijuri, di Sumenep. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pantai Lombang, di Kecamatan Batang Batang, dikelola oleh pihak ketiga, yang pada tahun ini dipercayakan pada Majelis Silaturrahmi Selendang Hitam. Khususnya selama pelaksanaan pesta ketupat atau rangkaian acara pada masa Lebaran. “Sesuai perjanjian dengan pimpinan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Sumenep, kami mengelola Pantai Lombang selama sebelas hari sejak Minggu hingga Rabu (29/8),” katanya. Dia mengatakan, pihaknya menyuguhkan aneka hiburan rakyat kepada pengunjung pada Sabtu (25/8) dan Minggu (26/8) yang menjadi puncak kunjungan pada masa pesta ketupat di Pantai Lombang. Sebagian besar pengunjung yang datang ke Pantai Lombang pada Minggu hingga Rabu menggunakan mobil dengan pelat nopol luar kota. “Kami menduga mereka perantau asal Sumenep yang pulang kampung pada Lebaran dan menyempatkan berkunjung ke Pantai Lombang,”

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012

ucapnya. Baijuri juga mengemukakan, saat itu jumlah pengunjung pada Sabtu dan Minggu, sekitar lima ribu orang. Sesuai pengalaman tahuntahun sebelumnya, pengunjung yang datang ke Pantai Lombang pada puncak masa pesta ketupat adalah warga Sumenep dan sekitarnya. “Ya tiga kabupaten lainnya di Pulau Madura,” katanya. Selama masa pesta ketupat, tiket masuk ke Pantai Lombang ditetapkan sebesar Rp5.000 per orang, dari biasanya Rp2.000 per orang. Hal itu sudah terjadi setiap tahun, karena pengelola harus menyuguhkan aneka hiburan rakyat kepada para pengunjung. Di pantai ini pula kita menjumpai hamparan pasir putih bersih yang dipagari cemara udang yang menambah sejuk dan indahnya suasana pantai. Apalagi ketika momen matahari akan tenggelam sehingga tidak jarang banyak anak muda memilih berkemah di sekitar pantai ini. Selain untuk dinikmati keindahannya, tempat wisata ini juga cocok untuk berenang, snorkeling atau olahraga lain. Apalagi, saat ini berbagai fasilitas juga sudah tersedia untuk keperluan berkemah, walaupun masih butuh pembenahan dan peningkatan pelayanan. Pada libur tahun baru, pengunjung Pantai Lombang didominasi pasangan muda-mudi yang mengendarai motor melalui pintu masuk resmi. Perlu Anda ketahui, pantai ini merupakan salah satu objek wisata terbaik di Kabupaten Sumenep. Tak heran, wisatawan mancanegara (wisman) pun banyak yang terpikat pada keindahan pantai dan cemara udangnya itu. Ini mungkin karenan cemara udang merupakan tanaman khas dan langka di dunia. Pohon cemara ini tidak tegak seperti pohon-pohon cemara umumnya, melainkan sedikit membungkuk, menyerupai udang. Yang juga tergolong unik karena di pantai ini tidak ada sama sekali pohon kelapa yang lazim tumbuh di sepanjang pantai. (* ara)

SUARA DESA

63


Berbakti untuk bangsa dan negara, serta loyal kepada pemimpin. Senantiasa membersihkan hati untuk meluruskan niat dan langkah, serta membulatkan tekad menjaga amanah, demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di desa. Desa sejahtera, negara berjaya. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin kuat dan kokoh.

64

SUARA DESA

www.suaradesa.com

Edisi 07 15 Agustus - 15 September 2012


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.