12 Agenda Besar Festival Tahunan

Page 1

Bangka Barat






KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, buku tentang “12 Agenda Besar Festival Tahunan Bangka Barat� ini dapat terbit. Buku ini berisikan penjelasan tentang perayaan-perayaan besar yang ada di Kabupaten Bangka Barat. Begitu banyak perayaan-perayaan pesta adat dan festival yang ada di Bangka Barat, namun dalam buku ini kami hanya menyajikan 12 pesta adat dan festival saja dimana pertimbangan kami adalah kemeriahan, penyajian acara dan nilai sejarah yang melatarbelakanginya. Disamping itu juga pesta adat dan festival besar ini telah menjadi agenda dan andalan Bangka Barat. Tak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan buku ini. Oleh karena itu kami sangat membutuhkan saran serta kritik agar dimasa yang akan datang dapat menjadikannya lebih baik dari sekarang. Semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Dalam pelaksanaannya diharapkan untuk memahami kebudayaan lokal yang ada di Bangka Barat dan memperkokoh kesatuan dan ketahanan budaya bangsa. Selamat membaca. Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan Dan Informatika

Drs. Rozali


PREFACE Thanks and praise to God the Almighty for all The mercy and grace the book about “12 Big Agenda Annual Feasts of West Bangka� eventually could be published. This book consists of some information about various kinds of most colossal festivals which are celebrated in West Bangka Regency. There are lots of traditional celebrations and festivals found in this regency. However, in this book we simply put forward as many twelve major traditional parties and festivals considering their glamorous events and historical values which we feel in them. Besides, these fests have become annum agenda and priority for West Bangka regency. No tusks no cracks, we realize that there are weaknesses in publishing this book. Thus we deeply impressed with being suggested and criticized so that the writer can make it better in the near future. May this book can be used as a guidance to enrich the readers' knowledge. During the process, it is hopefully that readers are able to be familiar with West Bangka local cultures and to strengthen the unity of Indonesia cultures. Have a nice read The head of Connection, Tourism, Culture and Information Department

Drs. Rozali


PANEN RAYA DESA TUIK GREAT HARVEST OF TUIK


Panen raya ini merupakan perayaan atas hasil petani padi di Desa Tuik, Kecamatan Kelapa. Perayaan ini biasanya dilaksanakan antara Bulan Desember dan Januari setiap tahunnya. Panen raya ini mulai pertama kali diselenggarakan pada tahun 2009 dan didukung oleh Pemerintah Kabupaten Bangka Barat. Acara panen raya ini dimulai dengan acara Nganggung yang berada di atas pematang sawah Desa Tuik. Panen raya padi secara simbolis dilakukan oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Bupati Bangka Barat dan didampingi para forum pemimpin daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kabupaten Bangka Barat.

This great harvest is a celebration for paddy crops of Tuik village famers in Kelapa district. This feast is usually celebrated between in December and January each year. The event for the first time was held in 2009 and was supported by West Bangka Government. This feast is begun with nganggung or carrying various kinds of traditional foods and meals to Tuik village rice fields. This great harvest is symbolically done by the Governor of Bangka Belitung archipelago, West Bangka Regent also accompanied by local chieftains' forum from Bangka Belitung Archipelago and West Bangka regency.


Desa Tuik memiliki lahan penanaman padi yang terluas di wilayah Bangka Barat dengan lahan yang mencapai 250 ha. Dalam tahun-tahun kedepan, lahan padi ini akan terus diperluas dan ditambah melalui program pemerintah daerah. Desa ini sedang dalam pengembangan sentra penghasil tanaman padi sebagai upaya mewujudkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sekaligus meningkatkan produksi beras lokal dan mendukung upaya swasembada pangan nasional. Perayaan Panen Raya ini juga bertujuan dapat memotivasi masyarakat Desa Tuik untuk terus mengembangkan tanaman pangan itu dan menjadikan desa itu salah satu lumbung pangan di Kabupaten Bangka Barat.


Tuik Village has the largest rice-fields area in West Bangka reaches to approximately 250 hectares. In the near future, these rice fields will be expanded and grown larger through the local authority programs. This village is in the process of developing as the main paddy supplier as the effort of fulfilling farmlands conservation simultaneously also to improve local rice production and to support national staples commodity. This great harvest celebration also aims to motivate Tuik farmers to keep improving their crops and making the village as one of West Bangka regency's paddy granaries.


CAP GO MEH CAP GO MEH


Cap Go Meh secara harfiah berarti melambangkan hari ke-15

Literally means the 15th day as well as the last day of Chinese

dan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi

new year all over the world. These words are derived from

komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Istilah ini berasal dari

Hokkian - a Chinese ethnic language mean the 15th day of the

bahasa Hokkian yang berarti hari kelima belas bulan pertama

first month of the year. (Cap means ten, Go means five, and

(Cap = Sepuluh, Go = Lima, Meh = Malam). Hal ini dipercaya oleh masyarakat keturunan Tionghoa sebagai masa perayaan Tahun Baru Imlek yang berlangsung selama 15 hari.

Meh means night) Chinese calls this as Imlek new year has lasted for fifteen days.


Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama, umat Kong Fu Cu melakukan sembahyang penutupan tahun baru pada saat antara Shien Si (jam 15:00-17:00) dan Cu Si (jam 23:00-01:00). Upacara sembahyang dengan menggunakan Thiam hio atau upacara besar ini disebut Sembahyang Gwan Siau atau Yuan Xiao Jie. Sehabis hari Cap Go Meh, maka berakhirlah seluruh perayaan Tahun Baru Imlek.

On Cap Go Meh day, the 15th after Chinese new year, exactly on the full moon night, Kongfucu religion prays for closing the new year between shien si – three to five o'clock in the afternoon, and cu si - between eleven pm to one am. This praying ceremony done by using Thiam Hio and else this great event is also called Gwan Siau or Yuan Xiao Jie praying. As soon as this is done, thus marks the end of all Imlek new year's celebrations.


Acara ini berlangsung mulai siang hari hingga malam. Pada siang hari diisi dengan arak-arakan barongsai dan perlengkapan sembahyang yang dibawa mengelilingi jalan-jalan utama dan berakhir di pusat persembahyangan. Malamnya dilanjutkan dengan acara sembahyang bagi umat Konghucu dan hiburan musik untuk memeriahkan suasana Cap Go meh.

This ritual lasts during the day till evening. During the day there are dragons attractions well known as barongsai carnivals and praying equipments which are carried along the main streets as processions and ended at the main temple. In the evening it is continued with praying rituals for Kongfucu and live music to brighten this Cap Go Meh


DODOL BERGEMA DODOL PARTY


Berbagai tradisi untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan diselenggarakan di berbagai tempat di Kabupaten Bangka Barat. Salah satu yang unik dan khas adalah Dodol Bergema Desa Penyampak. Acara ini merupakan sebuah perayaan sekaligus sedekah penyambutan Bulan Ramadhan yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Penyampak. Sebuah tradisi Desa Penyampak yang diikuti oleh para laki-laki dengan membuat dan memasak dodol yang dilakukan dilapangan terbuka dan disaksikan oleh orang-orang. There are many traditional rituals to welcome holy month of Ramadhan or fasting month held in many places in West Bangka regency. One of these unique and peculiar rituals is dodol party in Penyampak village. This ritual is a celebration as well as a handout to welcome Ramadhan or Moslem's fasting month celebrated by Penyampak villagers each year. A Penyampak village tradition followed by men by making and cooking dodol in the open air and viewed by villagers.


Dodol yang dibuat ini memiliki rasa khas yang berbeda dari dodol dari Pulau Jawa pada umumnya. Perayaan tahunan ini salah satu tradisi turun temurun yang tetap dipertahankan oleh masyarakat Desa Penyampak. Seluruh wakil dari keluarga di Desa Penyampak diwajibkan untuk meramaikan dan berpartisipasi dalam acara ini. Perayaan ini telah menjadi agenda tahunan dalam kalender iven pariwisata Pemerintah Kabupaten Bangka Barat.

This dodol has a peculiar taste and different from those which are found in Java island. This annual fest is a hereditary tradition which is still preserved until now by Penyampak Villagers. A member of each family there must participate in this feast. This festival has been put into annual tourism agenda in West Bangka regency.


Inti acara Dodol Bergema ini adalah untuk memperkokoh persaudaraan masyarakat Desa Penyampak khususnya dan Bangka Barat pada umumnya, dalam momen sedekah ruah menyambut Bulan Ramadhan.

The main purpose of this festival is to strengthen the brotherhood among Penyampak society and West Bangka people. This is the moment for people to share charity for welcoming Ramadhan – Moslem fasting month.


PESTA ADAT KUNDI BERSATU KUNDI UNITED TRADITIONAL PARTY


Pesta Adat Kundi Bersatu juga semarak diselenggarakan oleh

Kundi united traditional party is celebrated by the society of

masyarakat Desa Kundi dan sekitarnya. Pelaksanaan perayaan

Kundi and surroundings. This party is decided upon the provision

ini ditentukan oleh kesepakatan tokoh masyarakat Desa Kundi

of Kundi's chieftains. Generally, this party is held by the end of

itu sendiri. Biasanya acara ini dilaksanakan menjelang akhir

each year. Kundi villagers warmly welcome visitors and serve

tahun. Warga Kundi menerima tamu dan menyuguhkan

them with foods and drinks also, of course, with special menu

makanan dengan menu khas dodol kepada para tamu yang

dodol as the symbol of reinforcing brotherhood among

datang sebagai lambang atau simbol mempererat

themselves. The visitors intentionally come to Kundi to

silahturahim. Para pengunjung sengaja datang ke Desa Kundi

strengthen friendship just like in Lebaran days.

untuk bersilahturahmi lazimnya seperti suasana lebaran.


Selain itu acara Pesta Adat Kundi Bersatu juga terdapat hiburan musik rakyat, pawai khataman Qur'an, atraksi tari dan pencak silat serta sunatan massal. Acara ini juga diwarnai dengan ritual adat yang dilakukan dukun darat dan dukun laut yang dipercaya dapat memberikan keselamatan dan kemakmuran warga di daerah itu. Pelaksanaan Pesta Adat Kundi ini merupakan hal yang menarik, dimana dulunya sebelum dimekarkan menjadi tiga desa, wilayah itu dulu hanya ada satu desa saja, yaitu Desa Kundi. Setelah pemekaran menjadi tiga desa, yaitu Desa Kundi, Bukit Terak dan Air Menduyung. Bersamaan dengan itu, nama pesta adat itupun menjadi Pesta Adat Kundi Bersatu.


Besides, in this celebration, there we find also kinds of public entertainment such as, Qoran reading, dancing, pencak silat attraction, and there's always public circumcise. This feast is also accompanied with custom rituals done by land and sea witch-doctors that is believed be able to bring safety, lucky and prosperity for the local villagers. The feast is a very spectacular event. Once before being enlarged into three villages, Kundi used to be one village. But after being divided into three territories, namely; Kundi, Bukit Terak, and Air Menduyung the feast called as Kundi United Traditional Party.


PERANG KETUPAT

STEAMED-RICE WAR


Perang Ketupat yang merupakan salah satu ritual upacara kebanggaan masyarakat Tempilang ini telah berlangsung sejak dahulu turun temurun. Menurut sumber masyarakat setempat, tradisi ini sudah ada semasa orang Bangka belum mengenal agama. Upacara adat ini dilaksanakan bertepatan dengan sedekah ruah dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Masyarakat Tempilang merayakan acara ini layaknya sebuah hari raya. Upacara ini memakan waktu selama dua hari. Hari pertama, upacara dimulai dengan Upacara Taber Kampung. Acara yang dimulai pada malam hari ini menampilkan beberapa tarian tradisional mengiringi sesaji untuk makhluk halus yang diletakkan di atas penimbong atau rumah-rumahan yang dibuat dari kayu pohon Menangor. Para dukun kemudian memulai upacara.

Perang Ketupat or Steamed – rice 'war' is one of the proud rituals of Tempilang community. This has been going on since old time hereditarily. According to the local sourcers, this tradition has been there before Bangka people had religion.The traditional ceremony is held in the eighth of Moslem month for charity in order to welcome Ramadhan. Tempilang community celebrate this event like a real feast. This ceremony takes two days. On the first day the ceremony begun with ritual taber Kampung. The event begins at night showing some traditional dances accompanied by the offerings for spirits and placed on the penimbong or toy house made from mentangor wood. The shamans then begin the ceremony.


Hari kedua, sebelum dimulainya upacara Perang Ketupat, terlebih dahulu masyarakat Tempilang menyelenggarakan acara Nganggung di Masjid Jami' Tempilang. Selanjutnya Upacara Perang Ketupat dilakukan di Pantai Pasir Kuning, Tempilang, diawali dengan menampilkan Tari Serimbang. Dukun laut dan dukun darat bersanding membacakan mantra-mantra di depan ketupat yang berjumlah 40 buah. Setelah itu, ketupat disusun rapi di atas tikar pandan. Pemuda berjumlah 20 pun diatur berdiri berhadaphadapan. Mereka saling berebut dan saling lempar ketupat. Setelah suasana kacau, salah seorang dukun meniup peluit tanda perang ketupat tahap pertama selesai. Setelah itu dilanjutkan perang ketupat tahap kedua dengan proses yang sama. On the second day, before the commencement of perang Ketupat ceremony, Tempilang society first organizes Nganggung ritual at Tempilang Jami' mosque. Furthermore, Perang Ketupat ceremony conducted in Pasir Kuning Beach begins with featuring Serimbang dances. Sea and lan shamans together recite their magic incantations in front of 40 pieces of diamond shape packed ketupat arranged neatly on a screwpine mat. Youngsters as many 20 men are set up to stand eyes to eyes. They will fight against one another aqnd throw the diamonds shape steamed rice. After a chaotic atmosphere a shaman blows a whistle shows that the first phase of rhombus war is completed. Soon the second phase of the same thing conducted with the similar process.


Keistimewaan upacara ini tampak pada kemasan acara yang penuh dengan tarian tradisional, diantaranya tari Campak, tari Serimpang, tari Kedidi, tari Seramo, dan tari Kamei. Dalam upacara ini pengunjung seakan diajak masuk ke alam mistis ketika secara tiba-tiba empat dukun secara bergantian tidak sadar (trance). Dukun yang satu “disadarkan�, dukun satunya lagi tidak sadar hingga semua dukun mengalami trance. Upacara Perang Ketupat itu kemudian diakhiri dengan upacara Nganyot Perae, yaitu upacara menghanyutkan perahu mainan dari kayu ke laut sebagai tanda mengantar para makhluk halus pulang agar tidak mengganggu masyarakat Tempilang. Perang Ketupat dimulai pukul 09.00 hingga selesai dan disaksikan puluhan ribu pasang mata.

The specialty of this ceremony appears on the performances of this show full of traditional dances. Among them are Campak dance, Serimping dance, Kedidi dance, Seramo dance, and Kamei dance. In this ceremony the visitors seemed to be invited into the spirit world when suddenly four shamans in turn unknowingly get in trance. After one shaman is awakened another one gets in trance as well till all of them experience the same thing. This rhombus war then finally closed with a ceremony called Nganyot Parae means floating a wooden toy boat to the sea as the sign of driving home spirits so as not to disturb the people of Tempilang. This Perang Ketupat or rhombus shaped steamed rice war begins at 09 am till the end of the process. And it is always viewed by thousands pairs of eyes.


MALAM 7 LIKUR SEVENTH LIKUR NIGHT


Festival Malam 7 Likur dilaksanakan di Desa Mancung, Kecamatan Kelapa pada bulan Ramadhan mulai tanggal 21 atau 10 akhir Ramadhan hingga menjelang malam takbiran Hari Raya Idul Fitri. Kata Likur ini berasal dari bahasa Melayu yang diartikan sebagai suatu kata untuk menyatakan bilangan antara 20 dan 30. Di negara Jiran kata Likur biasanya digunakan untuk mengatakan waktu malam 21 sampai 29 Ramadhan. Tradisi Tujuh Likur yang memang identik dengan etnis melayu ini juga terdapat di Lampung, Banjarmasin, Riau, Jambi, dan Bengkulu.

Seventh Likur night festival is conducted in Mancung village, Kelapa district in Ramadhan or fasting month begins on the 21st or the last ten days of the month until Eid fest' eve. The word Likur is derived from Malayan language means between 20th to 30th. But in some nearby counties this word is usually used to mark the 21st up to 29th of a fasting month. This tradition is truly identical with Malayan ethnic. This feast can be also found in Lampung, South Kalimantan, Riau, Jambi, and Bengkulu provinces.


Pada malam itu setiap rumah memasang lampu berbahan bakar minyak tanah menggunakan wadah kaleng atau botol bekas minuman atau menggunakan buluh bambu dengan diberi sumbu. Pelita-pelita itu dipasang berjejeran di depan rumah dan sepanjang jalan. Di setiap perbatasan antara desa dibangun gerbang yang dihiasi pelita dan ukiran-ukiran kaligrafi Islami. Berbagai bentuk miniatur bangunan dan seni bernuansa Islami juga dibangun sepanjang jalan untuk menyemarakkan malam-malam akhir dari Ramadhan. Festival Malam 7 Likur di Mancung ini sudah dimasukkan kedalam agenda wisata Kabupaten Bangka Barat. Untuk menambah semaraknya festival ini, kreasi lampu likur yang telah dibuat ini juga diperlombakan. Gebyar acara puncaknya diisi dengan tausiah, festival rebana, dan tabuh beduk. Acaranya dimulai setelah sholat tarawih yang sebelumnya dimulai dengan berbuka bersama dengan tradisi Nganggung.


At that night every house kindles kerosene lamps using cans or bottles and even bamboos set with a wick. The torches are set side by side in front of the houses and along the main street sides. In every village border people establish special gates decorated with colorful lights and Islamic calligraphic prints. Various imitative frames and Islamic arts are also built along the street to adorn the last night of Ramadhan.

This annual feast has been a routine tourism agenda in West Bangka regency. To make this fest seems more glamorous, local authority hold competition for lights creativity. The final session of this festival is usually closed with religious sermons, tambourines attraction and mosque – drum beating. This started after Terawih pray which is preceded with doing fast break together by Nganggung a tradition of carrying food and meals.


NAPAK TILAS BUNG KARNO SOEKARNO STEPS TRACING


Acara ini dilaksanakan rutin setiap tahun. Acara yang bersifat pawai ini dimulai pada pagi hari dari Pesanggrahan Muntok, melewati jalan-jalan bersejarah dan menyusuri tepi pantai dan berakhir di Pantai Tanjung Kalian Muntok. Acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bangka Barat ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan semangat nasionalisme masyarakat sekaligus mengenang perjalanan Bung Karno beserta para tokoh kemerdekaan lainnya pada masa pengasingan di Kota Muntok. Napak Tilas ini juga merupakan salah satu agenda atraksi wisata yang disuguhkan oleh Pemkab Bangka Barat.

This parade is conducted routinely every year. Starting in the morning from Muntok Pesanggrahan or inn through historical streets, walk along the seashore and ends at Tanjung Kalian beach. West Bangka Government organizes this parade in the purpose of arousing nationalism spirit and to commemorate Soekarno and other independence figures' journey during their isolation in Muntok. This also becomes one of West Bangka annum tourism agenda.


Kegiatan tersebut dibuka untuk umum dengan minimal anggota setiap regu berjumlah sepuluh orang. Terdapat penilaian terhadap setiap regunya, seperti perlengkapan, penampilan, tata rias, tingkah laku, bekal makanan yang dibawa, semangat dan membawa bendera Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI). Pertanyaan-pertanyaan seputar sejarah Bung Karno juga akan diajukan kepada setiap regu. Untuk memberikan kemeriahan dan semangat, setiap regu juga menyanyikan beberapa lagu perjuangan seperti Maju Tak Gentar, Padamu Negeri, Garuda Pancasila, Halo-Halo Bandung, sepanjang perjalanan.


This parade is open for public with at least consists of ten members for each group. There will be discretions to each group based on their equipment, performances, decoration, behavior, food supplies, patriotism and a flag of Indonesia Sports Association (PORI). Questions about Soekarno histories are also asked to each group. To make the parade looks more enthusiastic, each group has to sing some patriotic songs such as; Maju Tak Gentar, Padamu Negeri, Garuda Pancasila, and Halo Halo Bandung all their way long.


Pada perkembangan penjajahan Belanda terhadap Indonesia dalam agresi militer Belanda ke-II, Pemerintah Belanda menangkap dan mengasingkan tokoh-tokoh kemerdekaan NKRI ke Muntok. Tepatnya pada hari Rabu tanggal 22 Desember 1948, Belanda membawa Drs. Mohamad Hatta, Mr. Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Mr. Assa'at, dan Komodor Soerjadi Soerjadarma. Dua hari kemudian, pada Jum'at tanggal 24 Desember 1948, Belanda menerbangkan kembali dua tokoh untuk diasingkan ke Muntok. Mereka adalah Mr. Ali Sastroamidjoyo dan Mr. Mohamad Roem untuk bergabung dengan rombongan sebelumnya. Pada tanggal 6 Februari 1949, Ir. Sukarno dan H. Agus Salim dipindahkan ke Muntok yang sebelumnya diasingkan di Prapat, Sumatera Utara. Pada tanggal 5 Juli 1949, diumumkan bahwa pusat pemerintahan NKRI kembali ke Yogyakarta. Sehari sesudahnya, tanggal 6 Juli 1949, Bung Karno beserta rombongan meninggalkan Pulau Bangka untuk kembali ke Yogyakarta.


During the Dutch colonialism in Indonesia on the second military aggression, the Dutch arrested and isolated some Indonesia independence heroes to Muntok. Precisely on 22 December 1948, the Dutch took Drs. M. Hatta, Mr. Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Mr Assa'at, and Commodore Soerjadi Soerjadarma. Two days later, on Friday 24 December 1948, the Dutch sent another two heroes; Mr. Ali Sastroamidjoyo and Mr. Mohammad Roem to Muntok to join the previous POW. On 6 February 1949, Ir. Soekarno and H. Agus Salim were sent to Muntok after their isolation in Parapat, North Sumatera. On 5 July 1949, it was reported that the central government was removed to Yogyakarta. A day later, on 7 July 1949, Ir. Soekarno and other prisoners left Bangka for Yogyakarta.


LINTAS ALAM MENUMBING MENUMBING CROSS COUNTRY


Cross Country ini merupakan kegiatan lintas alam menaiki Bukit Menumbing. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun sejak 2013 oleh Pemerintah Kabupaten Bangka. Kegiatan ini cocok untuk pecinta wisata alam dan melatih kerjasama tim.

This event is an activity to climb up the Menumbing hill. It is conducted routinely every year by West Bangka government since 2013. The activity is suite for nature lovers and good to train teamwork.


Peserta diwajibkan menempuh rute menjajaki Bukit Menumbing dengan rute sepanjang kurang lebih 16 Km. Mulai dari kaki bukit menyusuri bagian dalam hutan sampai ke puncak Bukit Menumbing. Selanjutnya peserta menuruni bukit melalui jalan aspal dan berakhir di lokasi awal keberangkatan. Grup peserta terdiri atas lima orang anggota, lengkap membawa peralatan diantaranya kompas penunjuk arah dan juga peta rute perjalanan.Kegiatan ini ditujukan untuk mengajak orang-orang mengenal lebih dekat manfaat hutan hujan Bukit Menumbing dan turut berpartisipasi menjaga kelestarian hutan Bukit Menumbing.


The participants must cover the route fathoming Menumbing hill with the distance of about 16 kilometers. Begin from the hill foot walking through the forest to the peak of the hill. Then the participants have to climb down again through the main road and finishes at the same spot from where they first depart. Each group consists of five members completed with supporting equipment like compass, GPS, route map, etc. This event aims to invite people to know more about the usefulness of Menumbing rainforest and also participate in protecting the Menumbing hill conservation.


DO'A DAN ZIARAH MAKAM KUTE SERIBU KUTE SERIBU CEMETERY PILGRIMAGE AND PRAYER


Acara Do'a dan Ziarah Makam Kute Seribu ini dilaksanakan di area pemakaman tua Kota Seribu di Muntok. Penyelenggaraan acara ini dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah, tepatnya hari ketiga setelah Hari Raya Idul Adha. Do'a dan Ziarah Arwah Kota Seribu ini bertujuan untuk mendoรกkan arwah para pendiri dan pendahulu Kota Muntok, para auliya dan temenggung-temenggung Kota Muntok terdahulu.

This procession is conducted surrounding Kute Seribu old cemetery in Muntok. The organizing of this event is conducted three days after Pilgrim Eid Feast. This ritual aims to pray for the deaths who founded Muntok in the past.


Acara ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2010 yang diikuti oleh jamaah-jamaah dari Kota Muntok, Palembang dan kota-kota lain yang ada di Pulau Bangka. Acara ini dimulai dengan pembacaan Qasidah Burdah pada pagi hari di Surau Tanjung, Muntok, dilanjutkan dengan arak-arakan menuju lokasi Pemakaman Keramat Kute Seribu dan acara puncaknya adalah Tausiyah dan Do'a Arwah Kute Seribu.

The ritual firstly is done in 2010 attended by congregation from Muntok, Palembang, and other towns in Bangka Island. This ritual begins with reading Qasidah Burda in the morning takes place at Tanjung mosque continued with a procession towards sacred and hallowed graveyard of Kute Seribu and the main process is delivering sermons and praying for the souls of Kute Seribu.



SEMBAHYANG REBUT SEIZED WORSHIP PRAYER


Upacara ini biasa dinamakan Hari

This ceremony is normally called as

Sembayang Rebutan atau

'Snatchin' Worship Day or public spirit

Sembayang Arwah Umum yang jatuh

pray that happens on the 15th of Chit

pada tanggal lima belas Bulan Tujuh

Ngiat Pan (the 7th month of Chinese

Tahun Imlek (Chit Ngiat Pan). Upacara yang diselenggarakan ini ditujukan kepada arwah-arwah yang tidak disembayangi oleh keluarganya pada Upacara Sembahyang Kepada Leluhur pada tanggal 29 Bulan 12

year). This ceremony is for the dead souls which haven't been prayed by their family when they make ancestors worship on 29 of the 12th Chinese year and Ceng Beng on 5 April each year.

Imlek dan Cing Bing pada tanggal 5

According to Chinese beliefs that the

April. Bulan tujuh menurut

seventh month is considered as

penanggalan Imlek dianggap bulan

unlucky month, because of the

yang tidak baik. Karena posisi Yin dan

position of Yin and Yan far from each

Yang saling menjauhi. Pada bulan itu

other. During this month many dead

banyak roh-roh yang bergentayangan

souls wander as they haven't been

karena tidak disembayangi oleh

prayed. It is believed that doors of

keluarganya. Pintu akherat terbuka

hereafter world are widely opened

lebar dimana arwah-arwah yang berada di dalamnya keluar dan bergentayangan.

that brings the dead souls come out and wander to the earth.


Arwah-arwah tersebut turun ke dunia dengan keadaan terlantar dan tidak terawat, sehingga para manusia akan menyiapkan ritual khusus dengan berbagai jamuan sesaji kepada arwah-arwah berupa makanan, minuman dan buah-buahan. Selain itu juga disediakan rumah-rumahan yang terbuat dari kertas, uang dari kertas dan baju-baju dari kertas pula yang memang diperuntukkan bagi para arwah. Disamping itu juga terdapat patung Dewa Akherat, Thai Se Ja yang dibuat dalam ukuran besar, sosok raksasa yang sedang duduk dengan mata melotot dimana di tangan kanannya memegang alat tulis dan tangan kiri memegang buku. Thai Se Ja merupakan Dewa Akherat yang akan membawa para arwah kembali ke dunia Akherat, sumber lain mengatakan bahwa Thai Se Ja adalah simbol ketamakan dan kerakusan manusia. Berbagai patung lainnya juga terbuat dari kertas seperti patung berbentuk binatang, kapal, gedung dan bermacam bentuk lainnya. Acara ritual yang juga sering disebut Chiong Si Ku ini dilaksanakan di kuil-kuil dan kelenteng-kelenteng utama yang ada di Bangka Barat. Puncak acara terjadi pada menjelang tengah malam, jamuan-jamuan yang dihidangkan sudah dirasa cukup dinikmati oleh para arwah, sehingga prosesi ritual dilanjutkan dengan upacara rebutan sesaji yang berada di atas altar persembahan.


They come down to the world with so poor condition that human are going to prepare special rituals with various worships like foods, drinks, and fruits. Then people also make paper toy house, paper bank notes, paper clothes for those souls. Besides all these things, there is a huge statue of eternity God, Thai Se Ja, a giant figure sitting with dangling eyes holding a writing utensil on the right hand and a book on the other. Thai Se Ja is an eternity God which will carry the dead souls back to the heaven. Another version said that Thai Se Ja is a symbol of greediness. Various other statues are also made of paper sculpture shaped like animals, ships, buildings and various other forms. This ritual is also called Chion Si Ku and conducted at main temples in West Bangka. The final of this ceremony happens by midnight. After all meals served to the dead souls have been considered eaten up, the ritual process is continued with snatch and grab to all the meals on the altar.


Acara sembayang rebut ini dapat diikuti oleh seluruh pengunjung yang sebelumnya diberikan aba-aba terlebih dahulu sebagai tanda saling rebutan sesaji dimulai. Ada kepercayaan bahwa para peserta yang ikut rebutan akan mendapatkan musibah apabila tidak mendapatkan apa-apa saat rebutan. Maka dari itu, biasanya peserta akan mengambil apapun yang masih ada agar tehindar dari bala, disinilah keunikan yang utama dari ritual ini. Acara puncak ini dilanjutkan dengan pembakaran patung Thai Se Ja. Pada saat pembakaran patung Thai Se Ja, uanguang kertas, baju-baju dari kertas dan miniatur dari kertas juga ikut dibakar bersamaan dengan patung Thai Se ja. Dengan dibakarnya Thai Se Ja, maka diharapkan sifat tamak, rakus, dan kasar manusia itu ikut terbakar dan menguap bersama asap di langit malam.

Acara puncak ini juga menandakan bahwa arwah-arwah telah dibawa kembali oleh Thai Se Ja kembali ke dunia akherat, sehingga para manusia dapat melanjutkan kembali aktivitas mereka seperti biasa tanpa harus takut diganggu oleh para arwah gentayangan. Pada hakekatnya, ritual acara sembahyang rebut tersebut di atas menurut adat kepercayaan warga Tionghoa bertujuan untuk saling membantu satu sama lain.


This ceremony can be followed by any spectators. After the signs are given they all struggle to grab and snatch the meals. There is a belief that any participants who join this process will face bad luck if they do not get anything to grab, that's why everyone will do anything they can to avoid getting such unlucky things. This process is the most unique of the ritual.

The final part of this ritual is continued by burning Thai Se Ja statue and all toys that have been prepared before. After burning those things with it all greediness and rudeness get burnt too and flow away with smoke to the sky. These marks all the dead souls are taken home to their place in another world by Thai Se Ja, so that human beings will be able to continue doing their activities as usual without being afraid of troubling from those ghosts anymore. Essentially to this ritual, according to Buddhists is that people must help one to another.


PESTA ADAT SUKU KETAPIK KETAPIK TRADITIONAL PARTY


Acara pesta adat ini diselenggarakan di Desa Kacung, Kecamatan Kelapa. Pesta adat ini merupakan warisan budaya nenek moyang Suku Ketapik yang mendiami wilayah Desa Kacung dan sekitarnya. Acara ini dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah, tepatnya lima hari setelah Hari Raya Idul Adha.

This traditional ceremony is conducted in Kacung village district of Kelapa. This tradition is a cultural heritage from Ketapik ethnic ancestors whi lived in Kacung and its surroundings. This ceremony is held in the 12th Moslem's month – Djulhijjah – precisely five days after the Pilgrim Eid Feast.


Pesta adat yang bernuansa agama Islam ini menjadi agenda tahunan di Bangka Barat. Perayaan pesta adat ini merupakan salah satu kemeriahan besar bagi masyarakat Desa Kacung. Pada Perayaan pesta adat ini diisi dengan berbagai acara, mulai dari Ceriak Dukun, persembahan tari Campak, pergelaran seni budaya, sampai pawai arak-arakan sepeda hias keliling desa dan diakhiri dengan khataman massal Al Qur'an di masjid.


The traditional party of Islamic featured has become an annual event in West Bangka. This traditional celebration is one of great excitement for the villagers Kacung.This celebration shows some attractions begin with shaman's forecasts, performing Campak dance, arts and cultures exhibition and decorated bicycles parade which encircle the whole village and closed with Qoran reading at mosques.


HUT KOTA MUNTOK MUNTOK ANNIVERSARY


Perayaan Hari Jadi Kota Muntok ini dikenal dengan nama Festival Menumbing. Peringatan yang jatuh pada tanggal 7 September setiap tahun ini diisi dengan berbagai acara. Mulai dari seminar dan diskusi Kota Sejarah Muntok, pentas seni, perlombaan permainan rakyat, pameran hasil produk ekonomi kreatif Bangka Barat, sampai kreatifitas komunitas seni lukis, fotografi, dan cinematografi.

Muntok birthday celebration is better known as Menumbing Festivals. This event takes place on 7 September. Every year there are always many programs shown here; like seminar and discussion about Muntok history, arts show, public traditional games competitions, displaying creative economical products of West Bangka community, photography and cinematography.


Festival peringatan HUT Kota Muntok ini kali pertama dilaksanakan pada tahun 2010. Festival ini diselenggarakan untuk menumbuhkan rasa kesatuan dan kekompakan antara masyarakat kota Muntok pada khususnya dan masyarakat Bangka Barat pada umumnya. Acara ini juga diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan serta rasa memiliki terhadap Kota Muntok yang penuh akan sejarah dan budaya. Hari Jadi Kota Muntok ini ditetapkan tanggal 7 September 1734 Masehi. Pertimbangan ini didasarkan pada perintah Sultan Mahmud Badaruddin I kepada Wan Akup pada akhir September tahun 1733 untuk bermukim di Bangka dan selanjutnya diperintahkan membangun 7 (tujuh) bubung rumah di daratan sebuah tanjung yang terletak di kaki Menumbing, yaitu Muntok sekarang. Tujuh bubung rumah tersebut sekaligus ditetapkan sebagai angka untuk tanggal hari jadi Kota Muntok.


Muntok birthday is celebrated for the first time in 2010 in order to grow the unity and togetherness especially among Muntok citizens as well as West Bangka residents. This event aims that it can strengthen the brotherhood senses for all Muntok people and feel responsible for Muntok and its history and cultures.

Muntok birthday was declared on 7 September 1734 considering Sultan Mahmud Badarudin I orders to Wan Akup by the end of September 1733 to live in Bangka and then he was asked to build seven houses in the promontory located on Menumbing hill foot, it becomes Muntok at present. Seven houses is stated as a date for Muntok Birthday.






ub

rh

ata, Kebu d

aya

an

,d

a rm

Pe

r iw is

fo

atik

as

Pa

In

a

Din

n,

n

u

a ng


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.