PANDANGAN GREENPEACE INDONESIA Terhadap Visi, Misi dan Agenda Politik Pasangan Capres/Cawapres
Joko Widodo – Jusuf Kalla
Pandangan Greenpeace Indonesia Terhadap Visi, Misi dan Agenda Politik Pasangan Capres-‐Cawapres Joko Widodo – Jusuf Kalla
Perlindungan Iklim dan Energi Terbarukan Salah satu yang tertuang jelas dalam visi-‐misi pasangan Jokowi-‐JK adalah mewujudkan kedaulatan energi. Kedaulatan energi dapat tercapai apabila kita dapat secara mandiri mengamankan pasokan sumber energi Indonesia jangka panjang sehingga tidak lagi terpengaruh dan tergantung pada pasokan sumber energi dunia juga fluktuasi harga yang diakibatkan oleh faktor eksternal yang melemahkan sektor fiskal dan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rumitnya persoalan subsidi energi yang telah membelit negara kita selama bertahun-‐tahun. Pada tahun fiskal 2013 Pemerintah Indonesia mengalokasikan Rp199,9 triliun (US$18,0 miliar) dari anggaran pemerintah untuk subsidi produk minyak bumi dan Rp100,0 triliun (US$9,0 miliar) untuk subsidi listrik. Hal ini membuat sebesar Rp299,8 triliun (US$27,0 miliar) dari anggaran diperuntukkan untuk subsidi energi, yang mana setara dengan sekitar 2,5% PDB dan 25% dari anggaran total.1 Sangat bertentangan apabila kedaulatan energi yang dicanangkan justru diperoleh dengan meningkatkan sumber energi yang berasal dari fosil seperti batubara, minyak bumi ataupun gas alam. Sumber energi fosil suatu saat akan menjadi langka dan habis, sehingga kita harus mencari jalan keluar lain untuk beralih pada sumber energi yang terbarukan. Tetapi langkah peralihan itu harus menjadi target utama Pemerintahan kedepan, karena apabila tidak maka akan terlalu terlambat dan Indonesia akan menghadapi masa krisis kehabisan sumber daya alam karena eksploitasi besar-‐besaran yang meninggalkan jejak kerusakan yang sangat buruk bagi lingkungan. Pasangan Jokowi-‐JK masih melihat batubara sebagai solusi energi di Indonesia dengan meningkatkan jumlah produksi batubara secara signifikan dan menempatkan batubara sebagai skala prioritas pengembangan. Batubara sebagai sumber energi terkotor di dunia memiliki tingkat emisi karbon tertinggi dibanding minyak dan gas, secara global emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim yang terlepas dari pembakaran batubara di PLTU Batubara adalah 64%. Artinya batubara merupakan kontributor terbesar dari emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Limbah pembakaran batubara sangat beracun, dan membahayakan kesehatan masyarakat, tembaga, | 2
1
http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_indonesia_review_i1v1_bahasa.pdf
www.100persenindoensia.org
cadmium dan arsenic adalah sebagian dari zat toksik yang dihasilkan dari limbah tersebut, yang masing-‐masing memicu keracunan, gagal ginjal, dan kanker. Jejak kerusakan yang ditinggalkan oleh batubara tidak berhenti pada saat pembakarannya. Di ujung rantai produksinya, terdapat pertambangan batubara yang ditinggalkan setelah dieksploitasi habis, limbah pembakaran batubara, dan hamparan alam yang rusak tanpa pernah akan bisa kembali seperti sediakala. Penambangan batubara mengakibatkan meluasnya penggundulan hutan, erosi tanah, kehilangan sumber air, polusi udara, dan rusaknya keutuhan sosial masyarakat yang tinggal di dekat lokasi pertambangan. Penambangan batubara besar-‐besaran mengikis habis tanah, menurunkan tingkat permukaan air, dan menghasilkan jutaan ton limbah beracun, serta menggusur masyarakat adat dari tempat hidupnya dari generasi ke generasi sepanjang puluhan tahun bahkan ratusan tahun.2 Tertuang langkah yang sangat jelas dalam visi misi Jokowi-‐JK untuk pemanfaatan gas alam Indonesia menjadi lebih maksimal. Gas alam selain merupakan sumber energi tidak terbarukan yang suatu saat akan habis, juga harus dibayar dengan jejak kerusakan lingkungan yang cukup mahal. Beberapa studi menjelaskan bahwa eksplorasi gas alam dengan beberapa metode menimbulkan resiko lingkungan yang jug cukup besar. Metode “shale gas” kurang lebih mengambil air 10.000 – 30.000 m3 tergantung dari faktor geologi dan kedalamannya.3 Belum lagi permasalahan limbah pembuangan cair yang membutuhkan kebijakan dan pengawasan ketat dari pihak pemerintah. Beberapa bahan kimia yang terindikasi terkandung dalam limbah cair hasil eksplorasi gas alam adalah klorida, bromide, kalsium, barium, strontium, radium, dan besi yang cukup beresiko untuk kesehatan manusia dan juga lingkungan.4 Potensi penggunaan bahan kimia dalam proses eksplorasi dapat memungkinkan terjadinya pencemaran air tanah. Belum lagi resiko terjadinya getaran bumi yang diakibatkan oleh proses eksplorasi “fracking”.5 Mengatasi perubahan iklim global menjadi salah satu poin penting yang telah dituliskan dalam visi misi Jokowi-‐JK. Hal yang harus dipahami adalah sumbangsih Indonesia dalam hal perubahan iklim dunia, apa yang menjadi penyebab-‐penyebab utama dari peningkatan emisi karbon? Dua hal yang menempati peringkat teratas adalah deforestasi dan penggunaan bahan bakar fosil di sektor energi yang kian hari kian meningkat persentasenya. Dalam laporan Greenpeace berjudul Point of No Return, dilaporkan bahwa industri batubara Indonesia yang saat ini merupakan pengekspor batubara terbesar di dunia menempati peringkat ke-‐ 2
http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-‐iklim-‐global/Energi-‐Batu-‐Bara-‐yang-‐Kotor/
3
http://pubs.rsc.org/en/content/articlepdf/2014/em/c4em00018h?page=search http://pubs.rsc.org/en/content/articlepdf/2014/em/c4em00018h?page=search | 3 5 http://pubs.rsc.org/en/journals/articlecollectionlanding?sercode=em&themeid=8150d325-‐c305-‐4587-‐a426-‐ 9c1127d29a9e 4
www.100persenindoensia.org
4 yang menghasilkan emisi karbon terbesar di dunia. Apabila industri-‐industri energi fosil terbesar di dunia ini tidak dihentikan ekspansinya, akan sangat sulit menyelamatkan bumi kita dari kenaikan temperatur global dibawah 2o C.6 Komitmen Indonesia untuk terlibat aktif dalam penanggulangan perubahan iklim haruslah diwujudkan dalam langkah-‐langkah nyata pencegahan penyebab utama dari penyumbang terbesar emisi karbon, yaitu deforestasi dan batubara yang menjadi sumber energi terkotor dunia. Pasangan Jokowi-‐JK haruslah mempunyai komitmen yang jelas untuk menurunkan emisi karbon Indonesia dengan langkah-‐langkah implementasi yang terukur jangka waktunya. Energi terbarukan telah masuk dalam salah satu target pengembangan dari pasangan Jokowi-‐ JK, tetapi yang harus diperhatikan adalah bagaimana memecahkan seluruh masalah yang menyebabkan implementasi di lapangan menjadi terhambat. Seluruh regulasi yang terkait pengembangan energi terbarukan tidak hanya semata-‐mata permasalahan harga, tetapi menyangkut mengenai perijinan, termasuk penjaminan keamanan investasi dan insentif sebagai bentuk stimulasi awal, juga kontrak pembelian jangka panjang yang dengan mudah bisa terkoneksi dengan sistem on-‐grid sehingga mempermudah akses masyarakat.
Perlindungan Air dari Bahan Kimia Beracun dan Berbahaya Dalam bagian pendahuluan dokumen visi misi Pasangan Capres-‐Cawapres ini disebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum, dan kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan ketidakkuasaan negara dalam memberi jaminan kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi warganya sebagai bagian dari Tiga Problem Pokok Bangsa. Penegakan hukum dari undang-‐undang dan regulasi yang berlaku sekarang yang begitu lemah, eksploitasi sumber daya alam khususnya sumber daya air yang berlebihan adalah salah satu faktor yang dapat mengancam bangsa kita dari pencemaran bahan kimia berbahaya. Namun di sisi lain, regulasi Indonesia sampai saat ini baru mengatur (memperbolehkan, membatasi dan melarang penggunaan) 264 bahan kimia berbahaya.7 Bila dibandingkan dengan lebih dari 100.000 bahan kimia yang telah beredar dan tambahan 1.500 bahan kimia baru pertahunnya, tentu ini sangat mengkhawatirkan, khususnya dalam konteks ketidakkuasaan negara dalam memberikan jaminan kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi warganya. Dalam SEMBILAN AGENDA PRIORITAS pasangan Capres-‐Cawapres ini tersebut beberapa sektor industri yang akan dikembangkan, diantaranya industri pertahanan, manufaktur, pangan, migas, dan batubara, termasuk rencana untuk membangun 10 kawasan industri baru. 6
http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-‐reports/Climate-‐Reports/Point-‐of-‐No-‐ Return/ | 4 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
www.100persenindoensia.org
Sektor industri tersebut adalah sektor industri yang intens dalam penggunaan/ eksploitasi sumber daya air, intens menghasilkan polusi, intens dalam penggunaan bahan kimia berbahaya atau berpotensi melepaskan bahan kimia berbahaya dari prosesnya, baik itu ke air/ sungai, udara dan tanah dan berpotensi mencemari air bawah tanah juga. Sebagai contoh, uji terhadap air bawah tanah dan tanah yang dilakukan oleh Otorita Air Israel membuktikan bahwa setelah lebih dari 30 tahun penutupan pabrik indutri militer Israel, polusi yang dihasilkan masih mengancam persediaan air bawah tanah di daerah tersebut dan mengancam kesehatan masyarakat. Pabrik tersebut menggunakan sulfuric acid dan chlorinated-‐based solvent pada proses industri nya dan limbah yang dihasilkan mengalir ke sumur/ lubang pengumpulan, dan kemudian mengalir ke sistem drainase dan ke selokan. Bagaimanapun, buangan pabrik tersebut merembes ke daratan dan mencapai air bawah tanah.8 Meskipun dalam dokumen visi misi pasangan Capres-‐Cawapres ini telah dilakukan pembatasan terhadap ekspansi industri dalam konteks mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-‐sektor strategis ekonomi domestik, yaitu penghentian konversi lahan produktif untuk usaha lain, seperti industri, perumahan dan pertambangan. Namun karakteristik bahan kimia berbahaya beracun seperti sifat persisten, bioakumulatif, sifat racun dan dapat terangkut melalui air, udara dan spesies berpindah serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tidak otomatis menghilangkan ancamannya. Rencana langkah pemulihan kualitas kesuburan lahan yang air irigasinya tercemar khususnya oleh limbah industri pun, seharusnya memberikan insight bahwa hanya bersandar pada pendekatan reaktif (atur dan awasi dan penegakan hukum) bukanlah jalan keluar dari ancaman bahan kimia berbahaya beracun. Apabila pemerintah tidak mampu membuktikan siapa industri yang bertanggungjawab melakukan pencemaran terhadap misalnya dalam kasus ini air irigasi dan lahan pertanian, dan ini adalah kasus yang seringkali ditemui di Indonesia9, maka uang pembayar pajaklah yang akan digunakan untuk membersihkannya, dan biaya pemulihan-‐pembersihan tidaklah kecil ditambah lagi dekontaminasi total mendekati mustahil. Ini belum termasuk biaya-‐biaya kesehatan, lingkungan, ekonomi lokal dan sosial yang seringkali tidak diperhitungkan. Beberapa pendekatan yang dapat menjadi pintu jalan keluar dari ancaman bahan kimia berbahaya diungkapkan dalam dokumen visi misi ini, walaupun sayangnya visi akan nol pembuangan bahan kimia berbahaya beracun belum menjadi tujuan (komitmen politik) pendekatan-‐pendekatan tersebut, sehingga belum bisa dikatakan bahwa visi misi pasangan Capres-‐Cawapres ini dapat membawa Indonesia menuju masa depan yang bebas bahan kimia berbahaya: 8
http://www.haaretz.com/news/national/weapons-‐plant-‐still-‐polluting-‐tel-‐aviv-‐soil-‐30-‐years-‐after-‐ closure.premium-‐1.519630 9 http://www.mongabay.co.id/2012/10/09/kala-‐sungai-‐sumur-‐dan-‐ribuan-‐hektare-‐sawah-‐di-‐bandung-‐ tercemar-‐limbah-‐tekstil/
| 5
www.100persenindoensia.org
•
Dalam konteks menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa
dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, disebutkan bahwa peran Indonesia dalam kerjasama global-‐regional akan diperkuat, salah satunya untuk mengatasi masalah-‐ masalah global yang mengancam umat manusia à bahan kimia berbahaya beracun adalah masalah dan ancaman global. •
Dalam konteks membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
Pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, disebutkan bahwa instansi pemerintah pusat dan daerah akan diwajibkan untuk membuat laporan kinerja serta membuka akses informasi publik seperti diatur dalam UU No. 12 Tahun 2008, serta membuka ruang partsipasi publik melalui citizen charter dalam UU Kontrak Layanan Publik. Mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan publik dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik à bahan kimia berbahaya beracun merupakan ancaman bagi publik secara luas dan oleh karena itu akses terhadap informasi penggunaan dan pembuangan oleh industri secara individual haruslah dibuka kepada publik dengan akses yang mudah dan partisipasi publik dalam menentukan kebijakan terkait haruslah dibuka ruangnya. •
Dalam konteks meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional, disebutkan bahwa anggaran riset untuk mendorong inovasi teknologi akan ditingkatkan à mendorong inovasi penghapusan penggunaan bahan-‐bahan kimia berbahaya dan substitusi dengan bahan yang aman merupakan salah satu jalan keluar dari ancaman bahan kimia berbahaya. Diperlukan investasi pada pengembangan inovasi green chemistry dan produksi bersih. Regulasi kandungan bahan kimia berbahaya dalam produk (ekspor) di dunia semakin menjadi pertimbangan dan semakin diperkuat. •
Dalam konteks mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-‐
sektor strategis ekonomi domestik, disebutkan bahwa akan dilakukan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional (Kerjasama Swasta-‐Pemerintah-‐Perguruan Tinggi) khususnya untuk sektor pertanian dan industri serta riset dan pengembangan dasar didukung dengan dana pemerintah. à Mendorong inovasi penghapuskan penggunaan bahan-‐ bahan kimia berbahaya dan substitusi dengan bahan yang aman merupakan salah satu jalan keluar dari ancaman bahan kimia berbahaya. Diperlukan investasi pada inovasi green chemistry dan produksi bersih. Salah satu faktor yang menyebabkan kelangkaan air (water scarcity) adalah pencemaran limbah bahan kimia berbahaya industri dan eksploitasi sumber daya air secara besar-‐besaran dan tidak bertanggungjawab oleh industri. Sehingga pemecahan masalah pencemaran bahan kimia | 6
www.100persenindoensia.org
berbahaya haruslah juga menjadi fokus dalam rangka pemecahan masalah kelangkaan air secara keseluruhan. Komitmen untuk menegakan Hukum lingkungan secara konsekuen tanpa pandang bulu dan tanpa kekhawatiran akan kehilangan investor yang akan melakukan investasi di negeri ini adalah sebuah keharusan dan harus secara konsisten terus menerus dilakukan, namun belumlah cukup untuk menciptakan masa depan Indonesia yang bebas bahan kimia berbahaya beracun. Hal ini disebabkan keterbatasan sistem dan regulasi mengenai manajemen bahan kimia berbahaya yang kita punyai kini yang terbukti gagal dan tidak efektif mencegah pelepasan bahan kimia berbahaya beracun kedalam lingkungan kita. Diperlukan sebuah komitmen politik untuk menuju nol pembuangan (zero discharge) semua bahan kimia berbahaya beracun yang berdasarkan prinsip kehati-‐hatian (precautionary principle) dan pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam manajemen bahan kimia berbahaya. Diperlukan komitmen kuat yang menekankan prinsip substitusi dan meliputi pertanggungjawaban produsen agar dapat mendorong inovasi, serta mengeliminasi penggunaan materi toksik. Demikian pula keterbukaan informasi publik, komitmen untuk membangun Politik Legislasi yang jelas, terbuka dan berpihak pada perlindungan lingkungan hidup dan reformasi lembaga penegak hukum. Semuanya ini pada akhirnya dapat membawa Indonesia menuju masa depan yang bebas bahan kimia berbahaya. Hampir seluruh sungai utama di Indonesia terus mengalami penurunan kualitas air, salah satu penyebab yang paling berbahaya adalah pencemaran bahan kimia berbahaya industri, sehingga air sungai tidak dapat digunakan langsung sebagai sumber air bersih, padahal masyarakat yang belum mempunyai akses kepada air bersih masih sangat besar, sekitar 119 juta orang. Pencemaran terhadap air permukaan (sungai) dan air tanah pada umumya berasal dari kegiatan industri, pertanian (dalam dokumen ini telah ditargetkan untuk memacu pembangunan pertanian yang berkelanjutan yang berbasis bio-‐eco-‐region dengan pola pengembangan pertanian organik maupun pertanian yang hemat lahan dan air) dan rumah tangga. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dikenali oleh visi misi pasangan Capres-‐Cawapres ini, bahwa Ekonomi Indonesia berdiri di atas fondasi yang rapuh salah satunya akibat keterbatasan akses terhadap air bersih. Salah satu industri yang dapat menjadi ancaman terhadap sumber daya air adalah industri tambang. Industri tambang tergolong dalam industri yang paling intens dalam mengeksploitasi sumber daya air. Kegiatan ekstraksi dan juga kegiatan peleburan (smelting) sebagai bagian dari hilirasasi berpotensi menghasilkan polusi berbagai bahan kimia berbahaya yang begitu besar, lewat pembuangan tailing ke sungai atau ke laut atau lewat polusi udara dan air dari proses peleburan.
| 7
www.100persenindoensia.org
Indikasi ekspansi masif dari sektor ini dan juga ekspansi dari industri kimia sebagai salah satu bahan yang selama ini di import tentulah sangat mengkhawatirkan, apalagi ditambah tidak adanya komitmen menuju nol pembuangan semua bahan kimia berbahaya dan penerapan prinsip kehati-‐ hatian (precautionary principle) dan pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam dokumen visi misi ini. Hal ini tentu dapat menjadi hal yang bertolak belakang dengan konsideran-‐konsideran dan lebih jauh lagi pencapaian visi dan misi pasangan Capres-‐Cawapres ini. Sebagai salah satu alternatif agar ekspansi sektor yang sangat merusak dan polutif ini dapat diminimalisasi adalah dengan mengembangkan sektor recycling. Ini dapat juga menjadi salah satu poin dalam edukasi konsumen untuk memahami dan mempraktekkan gaya hidup yang ramah lingkungan. Namun jauh lebih penting lagi adalah mendorong pertanggungjawaban industri yang diperluas (extended producer responsibility), salah satunya dalam pertanggungjawaban dalam mengelola sisa/ limbah produk dan pemasaran yang bertanggung jawab.
Perlidungan Hutan dan Gambut Melemahnya sendi-‐sendi perekonomian bangsa sebagai akibat dari ekploitasi sumberdaya alam yang berlebihan dan berujung pada kerusakan lingkungan hidup adalah salah satu dari tiga persoalan pokok bangsa yang diangkat oleh pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla dalam pembukaan visi dan misi dalam memimpin Indonesia kedepan. Hal tersebut dapat juga dilihat pada bagian Sembilan agenda prioritas point ke-‐empat yang akan memprioritaskan pemberantasan penebangan liar, pemberantasan korupsi, serta pemberantasan tindak kejahatan perbankan. Ketiga prioritas tersebut tampak baik, akan tetapi hanya berfokus pada pemberantasan pembalakan liar saja tidak akan menghentikan praktek pengrusakan hutan (deforestasi) di Indonesia, dan tidak akan menyelesaikan berbagai persoalan tenurial yang terjadi selama ini. Penebangan liar identik dengan aktifitas penebangan hutan oleh masyarakat dengan tidak menggunakan ijin. Bagaimana dengan penebangan (konversi) hutan skala besar dengan menggunakan ijin yang dilakukan oleh korporasi , bukankah hal tersebut juga merusak?10 Data dari Direktorat Jendral PHKA Kemenhut menunjukan terdapat dugaan 8.510.001,1 Ha lahan di kawasan hutan yang digunakan untuk perkebunan secara ilegal dan 8.855.111, 96 Ha lahan di kawasan hutan telah digunakan untuk pertambangan secara illegal.11 Hal ini diperkuat dengan temuan CIFOR yang mencatat setidaknya 4 juta hektar perkebunan sawit yang masih produktif
10
Pasal 11 ayat (1) UU No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) membatasi perbuatan yang dikualifikasikan perbuatan perusakan hutan adalah kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan yang dilakukan secara terorganisir. 11 Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Volume 01 Issue 01, Januari 2014. ICEL
| 8
www.100persenindoensia.org
dibangun melalui deforestasi.12 Bahkan perusahaan-‐perusahaan yan tergabung dalam RSPO telah merusak 20.000 hektar lahan gambut kaya karbon pada tahun 2009.13 Di sektor kehutanan Jokowi dan Jusuf Kalla juga menitikberatkan pengelolaan sumberdaya alam (baca: yang salah satunya adalah hutan) oleh desa, dan membebaskan desa di kantong-‐ kantong hutan dan perkebunan, sebagai upaya untuk mendongkrak kemakmuran rakyat. Tentu saja tanpa ketersediaan data yang akurat yang dapat diakses oleh semua pihak upaya tersebut di atas menjadi tidak maksimal. Untuk itulah penting adanya komitmen yang kuat untuk memastikan keberlanjutan program-‐program yang dinilai sudah cukup baik untuk memperbaiki tata kelola kehutanan seperti, inisiatif satu peta, sistem informasi perijinan, moratorium, dan perlindungan gambut. Sayangnya komitmen tersebut tidak terlihat di dalam visi dan misi yang ada. Hal lainnya yang perlu mendapat klarifikasi adalah komitmen Pelestarian dan perlindungan 20,63 juta ha sisa areal yang masih berhutan, dan rehabilitasi 100,70 juta Ha areal tidak berhutan, hutan tidak produktif dan lahan kritis, Pemanfaatan 1,99 juta Ha areal hutan yang belum terdata, serta tentang pemenuhan kebutuhan hasil hutan kayu dalam negeri sebesar 46,3 meter kubik per tahun. Darimanakah sumber data tersebut dan di mana lokasinya? tanpa kejelasan kedua hal tersebut, hal ini bisa berpotensi konflik. Sebagai perbandingan data resmi dari Kemenhut dalam Buku Basis Data Spasial Kehutanan tahun 2013, hanya menyebutkan luas angka lahan kritis di Indonesia tahun 2011 yaitu seluas 27,30 juta hektar. Sementara luas Hutan yang tersisa sampai dengan tahun 2012 hanya 94,34 juta hektar. Untuk memperkuat perlindungan hutan dan gambut yang tersisa, hal yang sangat penting juga dilakukan namun belum tercantum pada visi dan misi adalah mengkaji ulang seluruh agenda pembangunan yang masih beriorentasi pada konversi hutan dan gambut, mengkaji ulang kebijakan yang berpotensi merusak hutan dan gambut, serta memperkuat komitmen perlindungan hutan dan gambut yang sudah ada seperti, moratorium hutan yang akan berakhir pada Mei 2015, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan gambut, serta perlindungan gambut secara menyeluruh tanpa pengecualian. Hal ini juga dimaksudkan agar komitmen dalam perlindungan lingkungan hidup dapat lebih bermakna dalam mewujudkan agenda berdikari dalam bidang ekonomi.
Pemulihan dan Perlindungan Laut Pasangan Jokowi-‐JK belum sepenuhnya menunjukkan komitmen utuh untuk mewujudkan laut Indonesia yang sehat dan terlindungi, pulih dari krisis.14 Greenpeace Indonesia mengapresiasi 12
Krystof Obidzinski. 2013, Berkas Fakta – Indonesia Pimpin Produksi Minyak Sawit Dunia. CIFOR, Indonesia. http://blog.cifor.org/17819/berkas-‐fakta-‐indonesia-‐pimpin-‐produksi-‐minyak-‐sawit-‐dunia#.UlTqe9Jmim4 | 9 13 Laporan Greenpeace yang berjudul Certifying Destruction, Why Consumer Companies need to go Beyond the RSPO to Stop Forest Destruction
www.100persenindoensia.org
komitmen pasangan ini terkait dengan upaya peningkatan pengamanan wilayah laut guna pencegahan dan penegakan hukum terkait IUU fishing serta pengelolaan kawasan konservasi pesisir dan laut secara berkelanjutan, juga menyatakan keprihatinan bahwa Jokowi-‐JK turut mengandalkan ekspansi dan hilirisasi industri pertambangan. Greenpeace Indonesia memandang upaya Jokowi-‐JK mendorong hilirisasi industri tambang semakin meningkatkan risiko dan ancaman kerusakan serta pencemaran ekosistem pesisir dan laut bahkan rawan menimbulkan konflik sosial. Jokowi-‐JK seharusnya mengutamakan senses of crisis dengan lebih memprioritaskan agenda pencegahan dan pemulihan kerusakan lingkungan akibat tambang termasuk pembenahan tata-‐ kelola, penertiban izin bermasalah dan penegakan hukum. Kementerian ESDM menyebutkan dari total 10.922 IUP yang sudah menyandang izin yang tidak bermasalah atau clean and clear (CNC) hanya 6.042 IUP (55,31 persen)15. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada 2013 lalu menyebutkan jumlah konflik (akibat tambang) yang terjadi meningkat tajam daripada tahun-‐tahun sebelumnya. Sepanjang 2013, terjadi 369 kasus dengan luasan wilayah konflik mencapai 1.281.660,09 hektar yang melibatkan 139.874 kepala keluarga (KK). Jauh meningkat tajam pada tahun sebelumnya, di 2012 jumlah konflik terjadi sebanyak 198 kasus atau naik 86,36%. Dan kurun 6 tahun terakhir, tercatat 13 orang meninggal, 125 orang luka-‐luka dan 234 orang ditahan karena konflik pertambangan.16 Sejarah dan catatan kelam konflik pertambangan diatas jelas menjadi potret nyata bahwa masyarakat korban tambang terpecah-‐belah dan tidak berdaulat, mengalami ketidakadilan dan kehilangan martabat, kemandirian dan rasa kebersamaan. Kondisi ini tidak sejalan dengan visi yang ditegaskan oleh Jokowi-‐JK, yaitu: terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, berkepribadian dan berlandaskan gotong-‐royong. Jokowi-‐JK harus lebih berani berkomitmen untuk memprioritaskan langkah nyata dalam menghentikan kerusakan lingkungan akibat industri pertambangan mineral di Indonesia diantaranya dengan memastikan pengaturan yang sangat ketat serta keterpaduan dan keselarasan pengelolaan berbagai aktivitas ekstraktif non-‐perikanan yang berdampak penting terhadap kelestarian laut dan sumberdaya ikan berdasarkan pendekatan ekosistem dan prinsip keberhati-‐hatian. Kesadaran Jokowi-‐JK bahwa Negara ini berada pada titik kritis bahaya kemanusiaan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan hidup, serta komitmennya untuk membangun politik legislasi yang jelas, terbuka dan berpihak pada pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup dan reformasi lembaga penegak hukum, termasuk penegakan hukum lingkungan secara konsekuen harus menjadi ruh, kerangka-‐fikir utama dan dan prioritas tindakan dari “jalan 14
http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/533771/Laut%20Indonesia%20dalam%20Krisis.pdf http://economy.okezone.com/read/2014/04/11/19/968994/46-‐izin-‐usaha-‐tambang-‐masih-‐bermasalah 16 http://www.jatam.org/saung-‐pers/siaran-‐pers/448-‐tak-‐ada-‐ruang-‐bagi-‐penjahat-‐tambang-‐di-‐pemilu-‐ 2014.html 15
| 10
www.100persenindoensia.org
perubahan untuk Indoensia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian,” yaitu turut mewujudkan laut sehat dan terlindungi untuk terus dinikmati secara adil dan bertanggungjawab oleh generasi sekarang dan akan datang (lihat Visi Bersama Kelautan Indonesia 202517).[selesai] Informasi lebih lanjut hubungi: Greenpeace Indonesia I Mega Plaza Building 5th Floor | Jl. HR. Rasuna Said Kav. C3 | Jakarta 12920 Phone: +62 21 521 2552 (hunting) | Fax: +62 21 521 2553 | Website: www.greenpeace.or.id
| 11
17
http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/reports/Visi-‐Bersama-‐Kelautan-‐Indonesia-‐2025/
www.100persenindoensia.org