Rahasia kotor procter & gamble

Page 1

Rahasia Kotor Procter & Gamble Media briefing mengenai investigasi Greenpeace Internasional tentang bagaimana para pemasok minyak sawit P&G mendorong harimau dan orangutan Sumatra mendekati kepunahan

Februari 2014 __________________________________________________________________

Procter & Gamble membeli minyak kelapa sawit dari beberapa pemroses minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Hasil dari perusakan hutan hujan oleh pemasok Procter & Gamble, merek terkenal yang mengandung minyak kelapa sawit, seperti shampo Head & Shoulders dan gel cukur Gillette, berkontribusi terhadap perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati tropis penting dan tekanan sosial. Investigasi Greenpeace Internasional menunjukkan bagaimana Procter & Gamble dan sejumlah perusahaan lain - melalui perdagangan minyak sawit - membantu dan bersekongkol membuka hutan hujan yang merupakan habitat orang utan Kalimantan dan harimau Sumatra yang bahkan lebih langka dan terancam punah. Mereka juga telah terlibat dalam perusakan lahan gambut dan merampas tanah dan mata pencaharian mereka. Procter & Gamble dan merek terkenal lainnya harus mengakui biaya sebenarnya dari produksi minyak kelapa sawit yang tidak bertanggung jawab. Mereka perlu memastikan bahwa pasokan minyak kelapa sawit mereka membuat kontribusi nyata terhadap pembangunan Indonesia, dan bukan menghancurkan masa depan bagi rakyatnya, satwa liar dan iklim global di mana kita semua tergantung. Procter & Gamble harus bergabung dengan pemain industri terkemuka lainnya dalam segera berkomitmen sesaat untuk menerapkan Kebijakan Nol Deforestasi.


2

GAMBARAN UMUM SEKTOR MINYAK KELAPA SAWIT

Kamera jarak jauh menangkap gambart harimau Sumatra berburu. ©Winter/National Geographic/Getty Images Procter & Gamble’s dirty secret Palm oil sector overview


3

PROFIL: Sektor dan perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia Minyak kelapa sawit: komoditas global utama Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling penting di dunia, yang merupakan hampir 40% dari produksi minyak nabati global pada 2012-13.1 Selain penting sebagai minyak goreng, minyak sawit merupakan bahan utama dalam banyak makanan olahan. Bahan kimia yang berasal dari minyak sawit dan minyak inti sawit (berasal dari buah yang sama) digunakan secara ekstensif dalam kosmetik dan produk-produk seperti sabun, shampo dan deterjen. Semakin lama, minyak sawit juga sedang disempurnakan menjadi biodiesel, terhitung sekitar 10% dari penggunaan global 2013.2 Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia minyak sawit mentah, dengan selama hampir setengah dari output global pada tahun 20123.

Minyak kelapa sawit: pendorong deforestasi Indonesia Minyak sawit memiliki banyak kegunaan dan manfaat, dan Greenpeace mengakui hal ini, tetapi produksi minyak sawit juga menghasilkan biaya yang tidak dapat dibenarkan. Sektor minyak kelapa sawit saat ini adalah satu-satunya pendorong terbesar deforestasi di Indonesia, terhitung sekitar seperempat dari seluruh hilangnya hutan - sekitar 150.000ha setiap tahunnya. 4 Biaya produksi minyak sawit yang tidak bertanggung jawab dan tidak diatur termasuk perusakan hutan hujan dan lahan gambut kaya karbon yang merupakan sumber kehidupan satwa langka seperti harimau Sumatra dan Kalimantan dan orangutan Sumatra. Saat ini, harimau Sumatra yang digolongkan sebagai 'terancam punah' oleh IUCN.5 Sedikitnya 400 ekor harimau diperkirakan tetap berada di hutan hujan Sumatra,6 yang menghilang pada tingkat yang mengejutkan - seperempat juta hektar setiap tahun. 7 Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan bubur kertas bertanggung jawab untuk hampir duapertiga dari penghancuran habitat harimau antara pertengahan 2009 dan pertengahan 2011.8 Kedua spesies orangutan yang terancam punah.9 Lima tahun yang lalu diperkirakan hanya ada sekitar 6.500 orangutan Sumatra dan 55.000 orangutan Kalimantan di alam liar, 40.000 di antaranya berada di Kalimantan. 10 International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengakui hilangnya habitat dan fragmentasi, dimana ekspansi perkebunan kelapa sawit adalah ancaman utama bagi kelangsungan hidup mereka. 11 Di Kalimantan, 141.000ha hutan habitat orangutan hutan ditebangi habis antara pertengahan 2009 dan pertengahan 2011, periode terakhir dimana data resmi pemerintah Indonesia tersedia, lebih dari sepertiga izin ini adalah untuk perkebunan kelapa sawit.12

Sektor di ambang transformasi: produksi, perdagangan dan penggunaan yang bertanggung jawab Pemimpin industri di sektor minyak kelapa sawit menyadari kebutuhan untuk bergerak lebih dari standar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk menghapus deforestasi, penghancuran lahan gambut dan konflik sosial dari rantai pasokan mereka. Setelah komitmen oleh Golden Agri-Resources (GAR) pada tahun 2011, peluncuran Palm Oil Innovation Group (POIG) 13 pada bulan November 2013 dan keberhasilan skema petani kecil Dosan di Riau,14 momentum transformasi benar-benar mulai terbangun pada Desember 2013 ketika grup agribisnis Wilmar internasional, yang menguasai lebih dari sepertiga dari perdagangan minyak sawit global, membuat komitmen publik untuk menerapkan Kebijakan Nol Deforestasi. Perusahaan konsumen yang bertanggung jawab telah tertarik untuk mendukung pergeseran ini, dengan komitmen Nol Deforestasi datang dari L’OrÊal, Unilever,15 Ferrero16 and NestlÊ17 dan pengumuman baru-baru ini yang dibuat oleh produsen makanan Kellogg yang berbasis di AS dan Delhaize dari Belgia. Mereka dan pengguna yang bertanggung jawab lainnya mendukung produsen yang bertanggung jawab dan menempatkan mekanisme untuk melacak asal-usul minyak sawit yang masuk ke dalam produk mereka. Procter & Gamble’s dirty secret Palm oil sector overview


4 Ini semua adalah indikator kuat bahwa ada sesuatu yang berubah dalam industri minyak sawit, dan akhirnya industri dapat menjauh dari reputasi buruk yang dipicu oleh kerusakan hutan selama puluhan tahun. Namun demikian, reaksi dari anggota industri lainnya bagi mereka yang memulai perubahan adalah memprihatinkan. Produsen Indonesia menyambut kemajuan yang ditunjukkan oleh GAR dan Wilmar dengan diam. Sebaliknya, industri Malaysia secara aktif mendorong kembali di pers. Mereka mengklaim bahwa komitmen baru Wilmar akan merusak industri. Produsen minyak sawit besar seperti Sime Darby, Musim Mas dan IOI harus menunjukkan pendapat mereka yang sebenarnya dan membuat komitmen publik untuk melaksanakan Kebijakan Nol Deforestasi .

WAKTU UNTUK MENTRANSFORMASI SEKTOR MINYAK KELAPA SAWIT Daripada menghancurkan masa depan orang-orang Indonesia, satwa liar dan iklim di mana kita semua menggantungkan hidup, Procter & Gamble, perusahaan konsumen lainnya dan pemasok mereka harus menggunakan posisi mereka sebagai perusahaan global terkemuka dan pengguna minyak sawit atau pedagang yang signifikan untuk membuat kontribusi sejati untuk pembangunan Indonesia. Langkah pertama adalah komitmen bagi sumber kelapa sawit yang terlacak, bertanggung jawab dan bebas dari deforestasi. Secara khusus, Greenpeace menuntut agar perusahaan global termasuk Procter & Gamble untuk membebaskan merek mereka dari minyak sawit kotor dari perusahaan yang terlibat dalam bencana yang sedang berlangsung yang menimpa harimau dan orangutan Indonesia. Kami menantang produsen dan pedagang untuk sama-sama mengikuti jejak yang diambil Wilmar dan mengakhiri perdagangan minyak sawit kotor ke pasar global.

TUNTUTAN Semua pemangku kepentingan di industri minyak sawit Indonesia perlu mengambil tindakan sekarang untuk menghentikan industri yang menghancurkan hutan hujan yang berharga, membahayakan masa depan satwa liar yang terancam punah, menghalau masyarakat lokal dan memicu perubahan iklim. Investigasi Greenpeace menunjukkan berbagai studi kasus dari dampak yang harus ditinggalkan industri. Pemangku kepentingan lainnya, dari pemerintah sampai pengguna akhir, harus menunjukkan bahwa mereka tidak akan lagi mentolerir kerusakan semacam ini. Sebagai produsen terkemuka dunia, Indonesia harus merebut kesempatan untuk memainkan peran utama dalam mengubah sektor ini. Greenpeace menyerukan kepada para pemangku kepentingan dalam industri kelapa sawit, pulp dan komoditas global lainnya untuk mengambil langkah-langkah mendesak berikut untuk mengakhiri deforestasi dan meningkatkan tata kelola dan transparansi: 1. Sektor perkebunan: berhenti merusak hutan hujan Indonesia, termasuk habitat satwa liar. •

•

Segera memberlakukan moratorium pembangunan perkebunan di semua konsesi di mana perusahaan memiliki kepentingan sampai hutan dan lahan gambut diidentifikasi dan dilindungi melalui Kebijakan Konservasi Hutan, yang termasuk penghormatan terhadap hakhak masyarakat lokal.18 Dukung tindakan tingkat lanskap untuk melindungi dan meningkatkan situs yang penting secara ekologis, termasuk habitat harimau, orangutan dan satwa langka lainnya.

2. Pedagang: jangan berurusan dengan produsen kotor; dukung perusahaan progresif dan produksi petani yang bertanggung jawab. •

Tunda perdagangan dengan produsen yang terlibat dalam penggundulan hutan, pembukaan lahan gambut atau pelanggaran hak asasi manusia.

Procter & Gamble’s dirty secret Palm oil sector overview


5 •

Dukung produsen dengan kebijakan nol-deforestasi yang jelas seperti yang diadopsi oleh anggota Palm Oil Innovation Group (POIG).19

3. Konsumen Korporat: pastikan rantai pasokan perusahaan ramah harimau dan orangutan. • •

Berkomitmen untuk memastikan bahwa pasokan komoditas perusahaan termasuk minyak sawit, kertas dan kemasan bebas deforestasi. Mulai dengan memastikan keterlacakan penuh dalam rantai pasokan dan dukung perusahaan yang berkomitmen pada kebijakan nol-deforestasi yang jelas seperti yang diadopsi oleh anggota POIG.

4. Sektor Keuangan: jangan biayai deforestasi. •

Tolak untuk memberikan dukungan atau layanan keuangan bagi perusahaan kelapa sawit dan komoditas lainnya dengan kaitan ke deforestasi.

5. Pemerintah Indonesia: memberikan kekuatan untuk perlindungan habitat. Memastikan tata kelola yang kuat, memprioritaskan perlindungan hutan dan menghargai kepemimpinan industri. •

Menegakkan moratorium dan memastikan perkebunan kelapa sawit, pulp dan lainnya dikembangkan pada lahan rendah karbon.

Menetapkan hukum dan kebijakan tambahan untuk menjamin perlindungan penuh untuk semua hutan dan lahan gambut, termasuk yang berada dalam batas-batas konsesi.

Tinjau ijin konsesi yang ada. Tindak ilegalitas, termasuk kegagalan untuk mematuhi proses hukum dalam pemberian izin dan kegagalan untuk menghormati peraturan atau larangan pembakaran lahan gambut. Mencabut konsesi pelanggar berulang serta izin yang diperoleh dengan melanggar undang-undang. Kembangkan dan terapkan rencana pemerintah untuk perlindungan dan rehabilitasi hutan dan lahan gambut serta koridor satwa liar. Buat daftar umum nasional dari semua jenis konsesi - termasuk kelapa sawit, pulp dan batubara - dan publikasi One Map.20 Kembangkan sistem pemantauan deforestasi nasional yang independen untuk proses yang lebih transparan, memastikan pengawasan dan penegakan hukum yang efektif, dan memberdayakan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini akan memungkinkan para pemangku kepentingan untuk memantau dampak operasi, mengekspos dan membuat meminta pertanggungjawaban mereka yang melakukan kerusakan lingkungan seperti kebakaran, serta meningkatkan tata kelola dengan meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran. Mengembangkan database lahan terdegradasi21 untuk memungkinkan proses pertukaran lahan yang efektif, memungkinkan konsesi hukum di kawasan hutan dan lahan gambut untuk ditukar dengan konsesi di daerah dengan nilai karbon rendah dan tidak terbebani dengan masalah sosial, lingkungan dan ekonomi. Hargai kepemimpinan industri. Beri insentif pada peningkatan produktivitas perkebunan yang ada (misalnya, melalui insentif pajak).

• •

Procter & Gamble’s dirty secret Palm oil sector overview


6

TINJAUAN UMUM PROCTER & GAMBLE

Rahasia kotor Procter & Gamble Profil Procter & Gamble


7

PROFIL KONSUMEN KORPORAT: Procter & Gamble Basis: AS Keanggotaan: CGF, RSPO

Ringkasan Investigasi Greenpeace mengaitkan Procter & Gamble (P&G) dengan perusahaan yang terlibat dalam deforestasi, termasuk pembukaan habitat harimau dan orangutan, perusakan lahan gambut, kebakaran dan konflik sosial. Pemasoknya memiliki basis di daerah-daerah berisiko tinggi di Indonesia termasuk Riau, Kalimantan Barat dan Tengah, dan Papua, serta Sarawak di Malaysia. Makin lama operasi mereka meluas ke daerah berisiko tinggi lainnya, termasuk Papua Nugini (PNG) dan Afrika.

Tinjauan umum Procter & Gamble adalah salah satu produsen terbesar di dunia kosmetik, produk perawatan pribadi dan deterjen. Produk-produk Procter & Gamble tersedia di lebih dari 180 negara, dan perusahaan mengklaim melayani 4,8 miliar pelanggan di seluruh dunia.22 India dan Cina merupakan pasar yang semakin penting bagi P&G. Pada tahun 2012 dilaporkan akan dibangun pabrik manufaktur terbesar di Mahbubnagar, Hyderabad, di India yang akan mulai beroperasi pada tahun 2014 untuk memproduksi produk-produk mencuci, perawatan pribadi dan perawatan bayi.23 Menurut respon perusahaan dalam kuesioner BBC pada tahun 2010, 'turunan dan produk minyak sawit ditemukan dalam berbagai produk kecantikan dan perawatan rumah tangga kami seperti deterjen, shampo, pembersih tubuh dan tangan, sabun dan produk kosmetik berwarna'.24

Penggunaan minyak sawit Konsumsi minyak sawit: Procter & Gamble menggunakan total 462.000t produk minyak kelapa sawit pada tahun 2012-13 (352.000t minyak inti sawit [PKO], 20.000t minyak sawit mentah [CPO] dan 90.000t turunan kelapa sawit lainnya), dimana kurang dari 10% (38.000t) bersumber dari Mass Balance atau Book and Claim (GreenPalm).25 Produk menggunakan minyak kelapa sawit: produk-produk Procter & Gamble yang diketahui mengandung turunan minyak sawit di Eropa dan Amerika Utara termasuk produk meliputi produk Pampers; deterjen seperti Ariel, Dash, Lenor, Ace, Tide, Dawn dan Gain; produk rambut Wella dan Head & Shoulders; dan gel cukur Gillette dan Mach 3.

Posisi lingkungan (kekuatan dan kelemahan) Menurut laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2012, Procter & Gamble telah berkomitmen dalam janji Consumer Goods Forum untuk mencapai nol deforestasi bersih dalam bisnis mereka pada tahun 2020. Untuk membantu mencapai hal ini, mereka memasang target tahun 2015 untuk membeli semua minyak sawit 'dari sumber yang bertanggung jawab dan berkelanjutan' (seperti yang direkomendasikan oleh RSPO).26 Dokumen tersebut tidak menentukan sumber-sumber pasokan mana yang dianggap memenuhi kriteria tersebut. Laporan perusahaan kepada RSPO - termasuk laporan Komunikasi Kemajuan Tahunan RSPO (ACOP) 2012 - yang minim informasi dan menambahkan hanya sedikit pada pemahaman komitmen dan target, kecuali bahwa laporan ACOP menyebutkan target interim untuk 'membeli 60Kt turunan minyak kelapa sawit bersertifikat pada Juni 2013' dan niat untuk terus menekan pemasok untuk menggunakan oleokimia bersertifikat dan untuk membeli lebih banyak Book and Claim (GreenPalm) sertifikat pada 2012-13.27 Perusahaan gagal mencapai tujuan ini, tidak membeli CPO bersertifikat dan hanya 38.000t PKO bersertifikat – atau kurang dari 10% dari konsumsi secara keseluruhan - pada periode pelaporan 2012-13.28

Rahasia kotor Procter & Gamble Profil Procter & Gamble


8

Rantai pasokan bermasalah Masalah yang melibat perusahaan Procter & Gamble diketahui membeli minyak sawit dan produk minyak sawit dari sejumlah pemasok besar yang terkait langsung atau melalui pemasok pihak ketiga pada pembukaan hutan, perusakan habitat harimau atau orangutan, pembangunan di lahan gambut atau penggunaan api untuk membersihkan lahan, dan konflik sosial. Kaitan dengan wilayah berisiko tinggi Para pemasok Procter & Gamble berbasis di daerah-daerah berisiko tinggi di Indonesia termasuk Riau, Kalimantan Barat dan Tengah, dan Papua. Semakin hari, operasi mereka diperluas ke daerah berisiko tinggi lainnya, termasuk PNG dan Afrika. Kaitan perdagangan hulu dan hilir dengan pemasok kotor lainnya Produsen dan pedagang bermasalah dalam rantai pasokan Procter & Gamble termasuk, antara lain, BW Plantations,29 Kuala Lumpur Kepong Berhad (KLK)30 dan Musim Mas.31 Investigasi Greenpeace mengidentifikasi deforestasi atau isu-isu bermasalah lain berkaitan dengan para pemasok ini baik secara langsung maupun melalui pemasok pihak ketiga.

Rahasia kotor Procter & Gamble Profil Procter & Gamble


9

TINJAUAN PRODUSEN MINYAK KELAPA SAWIT KOTOR

Juni 2013 1°9'57.46"N 100°49'33.19"E Lidah api pada cabang-cabang pohon kering di daerah yang baru-baru ini mengalami deforestasi lahan gambut di konsesi kelapa sawit PT Rokan Adiraya Plantation di Riau. ©Ifansasti/Greenpeace Rahasia kotor Procter & Gamble Tinjauan umum produsen minyak kelapa sawit kotor


10

PROFIL PERUSAHAAN 1: BW Plantation Perusahaan: PT BW Plantation Tbk Kantor Pusat: Indonesia Saham terdaftar: Bursa Efek Indonesia Keanggotaan RSPO: Ya

Ringkasan Investigasi Greenpeace menghubungkan pembukaan lahan yang dilakukan BW Plantation terbaru di habitat orangutan. Salah satu operasinya juga terkait dengan penyelidikan polisi dari kematian dan pemakaman banyak orangutan berbatasan dengan Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.

Tinjauan umum PT BW Plantation Tbk yang berkantor pusat di Jakarta didirikan pada tahun 2000.32 BW Plantation dikendalikan oleh keluarga Widodo, yang memegang hampir 40% sahamnya, dan sisanya dimiliki oleh investor institusi dan swasta.33 Perusahaan ini telah menjadi anggota RSPO sejak tahun 2008.34 Menurut laporan Kemajuan ACOP 2013, BW Plantation beroperasi di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Perusahaan ini memiliki delapan anak perusahaan perkebunan dan mengoperasikan tiga pabrik. Simpanan lahannya mencakup 83.410ha, dimana 59.677ha ditanami dan 26.570ha usia panen, dengan tambahan 6.726ha perkebunan rakyat dengan skema plasma.35

Keluaran sektor minyak kelapa sawit Operasi perkebunan (kelapa sawit) dan pemrosesan tandan buah segar (TBS).36 Menurut Laporan Kemajuan Perusahaan ACOP 2013, produksi tahunan total pada tahun 2012 adalah 125.196 ton CPO dan 21.645 ton inti sawit: Laporan Kemajuan ACOP 2013 tidak memberikan informasi tentang berapa banyak CPO/PKO bersertifikat, meskipun BW mengaku menjual produkproduk bersertifikat RSPO melalui Book and Claim.37 110.711 ton CPO diproduksi pada tahun 201112, tidak ada yang bersertifikat.38

Posisi lingkungan (kekuatan dan kelemahan) Menurut entri BW Plantation di situs RSPO, mereka ‘ingin diakui sebagai produsen minyak sawit berkelanjutan' dan 'telah menerapkan praktik terbaik dan tanggung jawab lingkungan yang akan meningkatkan nilai alam dan keanekaragaman hayati', termasuk 'kebijakan tanpa membakar’.39 Selain mengkonfirmasi adanya kebijakan tanpa bakar dan kebijakan untuk meminimalkan penggunaan pestisida,40 laporan tahunan perusahaan terbaru tidak memberikan informasi spesifik tentang kebijakan lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan perkebunan perusahaan. BW Plantation mengusulkan untuk mengembangkan dan menerapkan pengelolaan nilai konservasi tinggi (HCV) pada 2012-13 untuk salah satu konsesinya.41

Kemajuan menuju kepastian minyak sawit ramah harimau dan hutan (indikator) Perlindungan hutan Menurut Laporan Kemajuan ACOP 2013 perusahaan ini, BW Plantation bertujuan untuk 'membangun pemantauan rutin di wilayah HCV',42 meskipun tidak ada konsesi yang bersertifikat, atau telah Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


11 membuat penilaian HCV mereka tersedia untuk umum. Tampaknya tidak memiliki kebijakan yang berkaitan dengan deforestasi atau pembukaan lahan gambut. Pasokan yang dapat dilacak Tidak ada, karena belum ada perkebunan bersertifikat. Jadwal target Menurut Laporan Kemajuan ACOP 2013 perusahaan ini, BW Plantation menargetkan perkebunan dan pabrik pertama bersertifikat RSPO pada tahun 2014 dan untuk mencapai sertifikasi semua perkebunan dan pabrik pada tahun 2018. Mereka bertujuan untuk mencapai sertifikasi RSPO 100% untuk semua petani terkait dan petani plasma, dan membeli TBS secara independen, pada tahun 2020.43 Transparansi BW Plantation menyampaikan dua laporan RSPO ACOP terakhir mereka, tetapi beberapa informasi kunci jelas kurang, misalnya mengenai pasokan TBS dari pihak ketiga (lihat di bawah). Peta konsesi yang tidak tampak telah dibuat tersedia untuk umum.

Rantai pasokan bermasalah Masalah yang melibatkan perusahaan Sejak Maret 2013, mayat beberapa orangutan telah didokumentasikan oleh Orangutan Foundation International (OFI) dan Friends of Taman Nasional Foundation (FNPF) di lokasi yang berbeda di sepanjang perbatasan antara Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah dan konsesi kelapa sawit milik BW Plantation, serta konsesi lain yang dimiliki oleh perusahaan Bumitama Group.44 Pada bulan Agustus 2013, penyelidikan Greenpeace Internasional dengan FNPF mendokumentasikan tengkorak orangutan dalam sebuah kuburan dangkal hanya beberapa meter dari tepi konsesi BW dan di dalam suatu wilayah yang dialokasikan untuk Bumitama.45 Lebih banyak mayat orangutan telah ditemukan dalam wilayah BW Plantation baru-baru ini pada November 2013.46 Insiden ini masih dalam penyelidikan oleh polisi provinsi, dan tidak ada kesimpulan dapat ditarik mengenai siapa yang bertanggung jawab sampai yang berwenang mengumumkan kesimpulan mereka. Namun demikian, cukup mengkhawatirkan bahwa BW Plantation tidak membuat pernyataan keprihatinan secara publik. Greenpeace menulis kepada BW Plantation pada Oktober 2013 dengan bukti yang ada saat itu dan meminta klarifikasi, tetapi perusahaan belum menanggapi. Kaitan dengan wilayah berisiko tinggi Kelompok ini beroperasi di Kalimantan Tengah. Kaitan perdagangan hulu dan hilir dengan pemasok kotor lainnya Meskipun BW Plantation menyatakan dalam Laporan Kemajuan ACOP 2013 mereka bahwa perusahaan bertujuan untuk memiliki 100% TBS yang dibeli secara independen (bukan dari petani terkait atau petani plasma) yang bersertifikat RSPO pada tahun 2020, di bagian lain dalam laporan (pertanyaan 7) mereka tidak mengakui membeli TBS dari pihak ketiga sama sekali.47 BW Plantation memasok Asian Agri, bagian dari kelompok RGE, melalui PT Asian Agro Agung Jaya48 (pelanggan terbesar kedua) dan Wilmar.49 Kelompok RGE sendiri adalah pemasok Cargill.50 Wilmar menyumbang lebih dari 30% dari penjualan bersih BW Plantation di semester pertama 2013.51 Melalui koneksi ini, BW Plantation adalah pemasok tidak langsung dari Procter & Gamble.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


12 Pemodal JPMorgan Chase Bank NA Re Non-Treaty Clients memiliki saham 5,57% di BW Plantation.52

STUDI KASUS 1: Adhyaksa Dharma Satya Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Wilayah konsesi: 5.466ha53 Keanggotaan RSPO: Ya

Ringkasan PT Adhyaksa Dharma Satya (PT ADS) terkait dengan deforestasi habitat orangutan secara besarbesaran.

Penilaian dampak Penilaian HCV Tidak tersedia. Analisis perpetaan Hampir seluruh konsesi PT ADS dipetakan sebagai habitat orangutan. Namun, karena BW Plantation memperoleh daerah ini pada tahun 2007, daerah yang cukup besar (4.330ha, sebagian besar habitat orangutan) telah ditebangi habis. Analisis pemetaan menunjukkan bahwa pembukaan hutan lebih lanjut dari lebih dari 40ha habitat orangutan terjadi antara Juni dan November 2013, meskipun karena tutupan awan luas sebenarnya sulit untuk ditentukan. Saat ini, kurang dari 200ha hutan tersisa.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


13 Investigasi lapangan: habitat orangutan berisiko Sebuah investigasi Greenpeace pada Juni 2013 mendokumentasikan pembukaan lahan baru skala besar di konsesi ini, bersebelahan dengan daerah perusahaan ditebangi habis pada saat antara Juni dan November 2013. Menurut staf, di salah satu daerah terpencil dimana terdapat hutan yang tersisa (DAS Sabira) , orangutan sering terlihat. Kaitan dengan studi kasus perusahaan sejenis Investigasi Greenpeace ke BW Plantation juga telah mendokumentasikan kasus di PT Bumi Langgeng Perdanatrada dan PT Wana Catur Jaya Utama (keduanya di Kalimantan Tengah).

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


14

STUDI KASUS 2: PT Bumi Langgeng Perdanatrada Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 8.877ha54 Keanggotaan RSPO: Ya, melalui BW Plantation

Ringkasan PT Bumi Langgeng Perdanatrada (PT BLP) terkait dengan ‘kuburan’ orangutan,55 dengan beberapa mayat orangutan ditemukan di tepi perkebunan kelapa sawit mereka pada November 2013.56

Penilaian dampak Penilaian HCV Tidak tersedia.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


15

Agustus 2013: Penemuan mayat orangutan oleh BKSDA di samping BW Plantation PT BLP dekat Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah. ŠBasuki / Friends of the National Park Foundation (FNPF)

Investigasi lapangan: perusakan habitat dan kematian orangutan Pada Agustus 2013, penyelidikan Greenpeace Internasional dengan Friends of Taman Nasional Foundation membuka lokasi kejadian di daerah yang bersebelahan dengan PT BLP dan di daerah yang dialokasikan untuk PT Andalan Sukses Makmur, anak perusahaan Bumitama. Di tempat yang sangat dekat dengan batas Taman Nasional Tanjung Putting, para investigator mendokumentasikan sebuah tengkorak orangutan yang telah dikuburkan dalam sebuah kuburan dangkal.57 Sejak Maret 2013, mayat beberapa orangutan telah didokumentasikan oleh Orangutan Foundation International (OFI) dan FNPF di lokasi yang berbeda di sepanjang perbatasan antara kedua konsesi kelapa sawit. Dalam sebuah surat kepada pemerintah yang mendesak intervensi, organisasiorganisasi ini menggambarkan daerah tersebut sebagai 'kuburan' orangutan.58 Pada bulan Agustus 2013, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menemukan beberapa mayat orangutan dan menyerahkannya kepada polisi untuk diselidiki.59 Pada akhir Oktober, Greenpeace kembali ke daerah tersebut dan menemukan lebih banyak mayat. Investigasi polisi sekarang dalam proses, dan terserah kepada mereka untuk menentukan bagaimana orangutan tersebut mati dan siapa yang bertanggung jawab. Namun, LSM lokal yang awalnya membuka keberadaan kuburan ini mengutip laporan masyarakat setempat bahwa orangutan yang dimakamkan di sana telah 'dibunuh'.60 Meskipun tidak ada kesimpulan yang bisa ditarik sampai pihak berwenang mencapai kesimpulan, tetap mengganggu bahwa terungkapnya insiden mengerikan tersebut yang terjadi di dalam atau berdekatan dengan konsesi dari dua anggota RSPO - BW Plantation dan Bumitama - tanpa membuat perusahaan-perusahaan tersebut membuat pernyataan keprihatinan secara publik. Permintaan Greenpeace dan wartawan baru-baru ini akan informasi tentang status penyelidikan polisi gagal mendapatkan jawaban yang memuaskan dari para pejabat berwenang.61 Greenpeace menulis kepada BW Plantation pada Oktober 2013 dengan bukti yang tersedia saat itu dan meminta klarifikasi. Perusahaan ini belum menanggapi.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


16 Kaitan dengan studi kasus perusahaan sejenis Investigasi Greenpeace ke BW Plantation juga telah mendokumentasikan kasus-kasus ini di PT Adhyaksa Dharma Satya dan PT Wana Catur Jaya Utama.

24 Juni 2013 02°46'28.8"S 111°50'30.7"E Investigasi Greenpeace dengan FNPI mendokumentasi tengkorak orangutan di samping perkebunan kelapa sawit milik PT Bumi Langgeng Perdanatrada, anak perusahaan BW Plantation Group, dekat Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah. ©Greenpeace

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


17

STUDI KASUS 3: Wana Catur Jaya Utama Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 9.490ha62 Keanggotaan RSPO: Ya, melalui BW Plantation

Ringkasan PT Wana Catur Jaya Utama (PT WCJU) terkait dengan deforestasi habitat orangutan besar-besaran.

Penilaian dampak Penilaian HCV Tidak tersedia. Analisis perpetaan Konsesi PT WCJU yang berhutan lebat hampir seluruhnya dipetakan sebagai habitat orangutan. Namun sejak BW Plantation memperoleh wilayah ini (2007 atau sebelumnya63), wilayah cukup luas telah ditebangi habis. Analisis pemetaan menunjukkan penebangan habis sejak 2011, dengan total sekitar 1.400ha hutan yang telah dibuka sampai September 2013. Sebagian besar tampaknya telah dibuka pada tahun 2013, meskipun karena tutupan awan jadwal dan luas yang tepat sulit untuk ditentukan. Saat ini, sekitar 5.900ha hutan tersisa, sebagian besar habitat orangutan.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


18

Februari 2014 01°11'12.87''S 114°11'18.56''E Lahan yang baru-baru ini dibuka dan ditanami dalam konsesi kelapa sawit PT WCJU, BW Plantation. ŠGreenpeace

Investigasi lapangan: habitat orangutan berisiko Investigasi Greenpeace pada Februari 2014 mendokumentasikan pembukaan hutan yang berlangsung dalam konsesi ini. Kaitan dengan studi kasus perusahaan sejenis Investigasi Greenpeace dalam BW Plantation juga mendokumentasikan kasus-kasus di PT ADS dan PT BLP.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor BW Plantation


19

PROFIL PERUSAHAAN 2: Kuala Lumpur Kepong Berhad Kelompok: Kuala Lumpur Kepong Berhad Basis: Malaysia Keanggotaan RSPO: Ya

Ringkasan Investigasi Greenpeace telah mengaitkan KLK dengan deforestasi, perdagangan dari daerah berisiko tinggi termasuk Riau, Kalimantan dan Papua, dan ekspansi ke PNG dan Afrika.

Tinjauan umum Perusahaan perkebunan Malaysia terbesar ketiga yang terdaftar di bursa,64 KLK ‘Dimulai sebagai perusahaan perkebunan lebih dari 100 tahun yang lalu, [dan] perkebunan (kelapa sawit dan karet) masih memimpin sebagai bisnis inti KLK. Melalui berbagai akuisisi strategis dan manajemen yang baik, lahan simpanan perkebunan kelompok ini sekarang seluas hampir 250.000ha yang tersebar di Malaysia (Semenanjung dan Sabah) dan Indonesia (Pulau Belitung, Sumatra, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur). Grup ini juga telah membuat terobosan ke Papua New Guinea dan Liberia dengan rencana untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.’65 Menurut Laporan Tahunan perusahaan 2013, lebih dari 50% dari total areal perkebunan KLK hampir 200.000ha di Indonesia. Angka yang diberikan dalam Laporan Kemajuan ACOP RSPO 2013 perusahaan ini menunjukkan jumlah lahan simpanan yang telah memiliki izin adalah 251.326ha, dimana 216.141ha adalah untuk budidaya kelapa sawit dan 10.114ha untuk konservasi. Dari daerah ini, 197.310 ha dikatakan ditanam dan 160.559ha siap panen.66 KLK juga memiliki anak perusahaan oleokimia bersertifikat RSPO, KLK Oleo.67 Menurut website perusahaan, KLK mengoperasikan dua kilang pemurnian CPO, menjadi minyak kelapa sawit, olein dan stearin, dan asam lemak sawit distilat (PFAD) yang refined, bleached and deodorised (RBD).68

Keluaran sektor minyak kelapa sawit Perkebunan, manufaktur (termasuk oleokimia dan produk perawatan pribadi), ritel dan pembangunan properti. 69 Menurut Laporan Kemajuan ACOP 2013, keluaran 2012-13 CPO dari KLK adalah 933.463ton, 437.600 ton di antaranya bersertifikat RSPO70 - naik dari 690.233 ton dan 271.445 ton masingmasing pada tahun 2011-12. 71 Output inti sawit adalah 203.193 ton (70.173ton bersertifikat) dan PKO adalah 91.436 ton (31.577 ton bersertifikat).72 Anak perusahaan KLK, KL Kepong Oleomas yang berbasis di Malaysia merupakan pemasok rutin oleokimia untuk Procter & Gamble AS.73

Posisi lingkungan (kekuatan dan kelemahan) Selain niat yang dinyatakan untuk mengurangi jejak karbon dari pabrik mereka, KLK tampaknya tidak memiliki komitmen lingkungan terkait minyak kelapa sawit selain berusaha menuju sertifikasi RSPO.74

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


20

Kemajuan ke arah memastikan minyak kelapa sawit ramah harimau dan hutan (indikator) Perlindungan hutan Tidak ada informasi. Pasokan yang dapat dilacak Menurut Laporan Kemajuan ACOP RSPO 2013 perusahaan ini, dari total wilayah 197.310 ha yang telah ditanami, seluas 86.513 ha telah bersertifikat RSPO, demikian pula 37 dari 72 unit pengelolaan, 9 dari 22 pabrik CPO dan salah satu dari dua pabrik pemeras PKO.75 Unit usaha bersertifikat kemungkinan besar berada di Malaysia, sesuai dengan situs web perusahaan 'seluruh operasi KLK di Malaysia telah disertifikasi pada tahun 2013'.76 Hanya sekitar 10% dari sejumlah besar TBS yang dibeli dari sumber-sumber pihak ketiga (yaitu tidak termasuk skema Plasma petani kecil atau petani plasma) pada 2012-13 bersertifikat: 100.395 dari 920.732 ton.77 Menurut laporan ACOP 2013 kurang lebih setengah output CPO perusahaan tahun 2012-13 (437.600 dari 933.463 ton) telah bersertifikat, bersama dengan proporsi lebih rendah dari inti sawit dan PKO (lihat di atas);78 namun, website perusahaan mengklaim sertifikasi penuh operasi mereka di Malaysia pada tahun 2013 sebagai ‘menyediakan hampir 575.000 mt minyak sawit berkelanjutan bersertifikat di pasar’79 - mungkin ini adalah proyeksi untuk tahun berikutnya. Menurut laporan ACOP mereka, KLK menggunakan kesemua empat pilihan rantai pasokan RSPO,80 tetapi dengan tidak adanya informasi tentang proporsi relatif tidak mungkin untuk mengatakan berapa banyak output yang dapat dilacak. Jadwal target KLK bertujuan untuk mencapai sertifikasi dari semua pabrik, perkebunan dan pemasok pihak ketiga pada tahun 2015.81 Laporan ACOP 2013 tidak memberikan target waktu untuk sertifikasi pemasok pihak ketiga. Transparansi KLK telah mengajukan laporan ACOP RSPO selama beberapa tahun, memasok proporsi wajar dari informasi yang diminta. Namun, pandangan umum perusahaan mengenai transparansi agak mengecewakan: ‘Pengungkapan yang tidak diminta dapat disalahartikan oleh pihak yang membenarkan diri untuk menghukum kita dari niat baik yang dimaksudkan dan bukan memberikan penghargaan.’82 Perusahaan tidak membuat batas konsesi tersedia untuk umum, kecuali untuk dua konsesi yang dinilai berdasarkan kriteria RSPO.83

Rantai pasokan bermasalah Masalah yang dikaitkan dengan perusahaan Pada Juli 2013, Polri menyatakan PT Adei milik KLK di antara beberapa konsesi lain yang diduga dengan sengaja menyulut kebakaran hutan.84 Pada Desember 2013, polisi Riau menahan seorang 'petinggi PT Adei Plantation’.85 Menurut Majalah Tempo, kasus pidana terhadap PT Adei Plantation adalah dengan Kepolisian Daerah Riau dan Pengadilan Negeri Pekanbaru dan kasus perdata adalah dengan Kementerian Lingkungan Hidup.86 Analisis pemetaan Greenpeace dalam konsesi KLK di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah menunjukkan deforestasi pada tahun 2013, termasuk deforestasi habitat orangutan. Di PNG, KLK terlibat dalam konflik serius dengan masyarakat yang menjadi subjek keluhan formal kepada RSPO,87 dan ada juga sengketa masyarakat yang sedang berlangsung mengenai perkebunan di Liberia yang baru-baru ini saham mayoritasnya diakuisisi KLK.88 Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


21 Kaitan dengan wilayah berisiko tinggi Kelompok ini menjual minyak kelapa sawit dari Riau. Mereka juga beroperasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Melalui pemasok pihak ketiga, mereka terkait dengan ekspansi ke Papua. Mereka juga berekspansi ke PNG dan Afrika. Kaitan perdagangan hulu dan hilir dengan pemasok kotor lainnya KLK memasok Procter & Gamble dan perusahaan konsumen lainnya secara langsung dan tidak langsung.89 Kerjasama (joint venture) Menurut website KLK, ‘operasi perusahaan telah diperluas melalui joint-venture dan akuisisi di Malaysia, Republik Rakyat Cina dan Eropa, yang memungkinkan divisi oleokimia (yaitu KLK OLEO) untuk membuka usaha hilir menjadi produk seperti metil ester sulfonat, amina, biodiesel, bahan kimia murni dan surfaktan’.90 KLK juga mengembangkan joint venture (JV) perkebunan kelapa sawit di Liberia.91 Bank/pemegang saham/kaitan JV Bank Utama bagi KLK adalah Malayan Banking Berhad, HSBC Bank Malaysia Berhad, CIMB Bank Berhad dan OCBC Bank (Malaysia) Berhad.92 Dana kekayaan kedaulatan Norwegia menjual investasi kepada 23 produsen kelapa sawit, termasuk KLK, pada kuartal pertama 2012, memicu kekhawatiran mengenai deforestasi.93

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


22

STUDI KASUS 4: Karya Makur Abadi Estate II Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 13.127ha94 Keanggotaan RSPO: Ya, melalui KLK

Ringkasan PT Karya Makur Abadi II (PT KMA II) terkait dengan deforestasi

Penilaian dampak Penilaian HCV Tidak tersedia. Analisis perpetaan PT KMA II membuka hingga 21ha pada 2013. Karena tutupan awan, luas sebenarnya sulit untuk ditentukan; saat ini, hanya 45ha hutan tersisa dalam konsesi. Hampir 1.000ha dibuka selama dua tahun sebelumnya.

. Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


23 Observasi lapangan Sebuah investigasi Greenpeace ke PT KMA II pada Januari 2014 mendokumentasikan pembukaan hutan aktif di sekitar batas langsung dari habitat orangutan yang dipetakan.

Februari 2014 1°59'29.62"S 112°28'23.91"E Pembukaan hutan aktif dan persiapan perkebunan kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit KLK, PT KMA II di Kalimantan Tengah. ©Greenpeace

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


24

STUDI KASUS 5: PT Jabontara Eka Karsa Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 14.086ha95 Keanggotaan RSPO: Ya, melalui KLK

Ringkasan Investigasi Greenpeace mengaitkan PT Jabontara Eka Karsa (PT JEK) dengan deforestasi.

Penilaian dampak Penilaian HCV Tidak tersedia.

Analisis perpetaan PT JEK membuka hingga 246ha pada 2013. Karena tutupan awan, luas sebenarnya sulit untuk ditentukan. Hanya kurang lebih 3.500 ha hutan tersisa dalam konsesi. Hampir 8.500 ha dibuka selama dua tahun sebelumnya. Beberapa wilayah yang dibuka, termasuk habitat orangutan, berada di luar batas konsesi yang dipetakan; namun jelas merupakan bagian dari pembangunan industri yang sama. KLK telah memperoleh semua izin yang diperlukan untuk mengembangkan konsesi baru seluas 3.700 ha, PT Anugrah Surya Mandiri (PT ASM), yang berbatasan dengan PT JEK ke selatan.96 Hampir seluruh areal konsesi PT ASM telah diklasifikasikan berhutan dalam peta Kementerian Kehutanan 2011, dengan bagian ini dipetakan sebagai habitat orangutan. Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


25 Sumber: PT ASM (2011) ‘Ringkasan Laporan SEIA dan Penilaian HCV dari PT Anugrah Surya Mandiri’, laporan untuk RSPO

Observasi lapangan Investigasi lapangan Greenpeace pada PT JEK bulan Februari 2014 mendokumentasikan pembukaan hutan baru.

Januari 2014 1°14'58.65''N 118°13'29.79E Pembukaan baru dari habitat orangutan yang telah dipetakan dalam perkebunan kelapa sawit KLK, Rahasia kotor Procter & Gamble PT JEK di Kalimantan Timur. ©Greenpeace Produsen minyak kelapa sawit kotor KLK


26

PROFIL PERUSAHAAN 3: Musim Mas Perusahaan: PT Musim Mas / PT Agrowiratama / PT Intibenua Perkasatama / PT Wira Inno Mas / PT Indokarya Internusa / PT Megasurya Mas Kelompok: Musim Mas Group Basis: Indonesia Keanggotaan RSPO: Ya, secara individu

Ringkasan Investigasi Greenpeace mengaitkan Musim Mas dengan deforestasi, termasuk perusakan habitat orangutan, beroperasi dan melakukan perdagangan dari wilayah berisiko tinggi termasuk Riau dan Kalimantan, dan ekspansi ke Papua.

Tinjauan umum Musim Mas adalah perusahaan minyak sawit terintegrasi dan mengklaim memiliki kilang minyak sawit terbesar di dunia, serta salah satu penyuling minyak nabati dan produsen sabun terbesar di Indonesia.97 Melalui PT Musim Mas, kelompok ini telah menjadi anggota RSPO sejak tahun 2004.98 Menurut Laporan Kemajuan ACOP 2013 untuk dua perusahaan perkebunan, PT Musim Mas dan PT Agrowiratama, kelompok ini memiliki simpanan lahan dengan total 134.433 ha di Sumatra dan Kalimantan, yang 68.187 ha ditunjuk untuk budidaya kelapa sawit dan 13.319 ha untuk konservasi.

Keluaran sektor minyak kelapa sawit Bisnis inti Musim Mas adalah budidaya dan pengolahan kelapa sawit: mereka bertujuan untuk menjadi bisnis kelapa sawit yang terintegrasi dan memiliki perkebunan, pabrik dan pabrik penggilingan buah sawit, kilang, serta pabrik sabun, margarin dan oleokimia, serta fasilitas penyimpanan dan armada transportasi darat dan laut.99 Menurut Laporan Kemajuan ACOP 2013 perusahaan ini, produksi CPO tahunan kelompok ini pada 2012-13 adalah 618.750 ton, 404.381 ton yang diantaranya bersertifikat RSPO. Angka untuk minyak inti sawit adalah 61.560 ton (49.846 ton bersertifikat) dan output TBS adalah 2,25 juta ton.100 Kilang kelompok ini101 memroses total 1,44 juta ton minyak kelapa sawit mentah dan tambahan 290.000 ton minyak inti sawit.102

Posisi lingkungan (kekuatan dan kelemahan) Dalam dokumen 2007, Musim Mas mengklaim memberlakukan ‘teknik tanpa membakar’ untuk penyiapan lahan, penggunaan pestisida minimal, dan penanganan limbah.103 Perusahaan ini memberlakukan kebijakan untuk mengakhiri pengembangan lahan gambut pada tahun 2010.104

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


27

Kemajuan ke arah memastikan minyak sawit ramah harimau dan hutan (indikator) Perlindungan hutan Musim Mas mengklaim telah berkontribusi kepada Tesso Nilo Elephant Flying Squad yang dipimpin WWF, yang berpatroli pada pemukiman di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Sumatra, dan Proyek Konservasi Harimau dari Zoological Society of London.105 Pasokan yang dapat dilacak Menurut Laporan Kemajuan ACOP 2013 perusahaan ini, semua area konsesi PT Musim Mas yang telah ditanam (termasuk perkebunan skema Plasma), termasuk pabrik CPO dan pabrik pemeras inti sawit satu-satunya yang bersertifikat RSPO.106 Lebih dari setengah dari hasil CPO dan PKO kelompok Musim Mas yang dinyatakan perusahaan ini dalam Laporan Kemajuan ACOP 2013 juga dikatakan telah disertifikasi (lihat di atas); tetapi karena perusahaan menggunakan keempat pilihan rantai pasokan RSPO,107 dan tidak ada informasi tersedia untuk proporsi relatif dari empat pilihan ini, mustahil untuk mengatakan berapa banyak CPO atau PKO bersertifikat saat ini yang terlacak. Jadwal target Semua perkebunan Musim Mas bersertifikasi.

Rantai pasokan bermasalah Masalah yang terkait dengan perusahaan ini Deforestasi habitat orangutan. Kaitan dengan wilayah berisiko tinggi Musim Mas diketahui telah memperoleh izin untuk dua konsesi di bagian utara Provinsi Papua108 dan dalam proses untuk mendapatkan izin untuk dua konsesi lagi di dekatnya di Kabupaten Sarmi.109 Daerah gabungan meliputi lebih dari 100.000 ha. Semua area konsesi berhutan lebat, terutama dengan hutan primer. Kaitan perdagangan hulu dan hilir dengan pemasok kotor lainnya Musim Mas memasok Procter & Gamble secara langsung.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


28

STUDI KASUS 6: GAP II Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 10.770ha Keanggotaan RSPO: Ya, melalui Musim Mas

Ringkasan PT Globalindo Alam Perkasa Estate II (PT GAP II) terkait dengan perusakan habitat orangutan.

Penilaian dampak Penilaian HCV Tidak ada yang tersedia untuk konsesi ini. Analisis perpetaan Analisis Landsat menunjukkan bahwa PT GAP II membuka hingga 83ha pada tahun 2013; karena tutupan awan, luas sebenarnya sulit untuk ditentukan. Hampir 2.600 ha hutan tampaknya telah dibuka dalam dua tahun sebelumnya, dengan sesedikitnya sekitar 500ha yang tersisa pada bulan Desember 2013.

Observasi lapangan Investigasi Greenpeace di PT GAP II pada Januari 2014 mendokumentasikan pembukaan baru. Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


29 Kaitan dengan studi kasus perusahaan sejenis Investigasi Greenpeace di Musim Mas juga mendokumentasikan kasus di PT Multipersada Gatramegah di Kalimantan Tengah dan operasi lainnya di utara Papua.

Januari 2014 2°37'22.82"S 112°43'45.50"E Pembukaan baru dan pengembangan perkebunan kelapa sawit di konsesi kelapa sawit Musim Mas, PT GAP II di Kalimantan Tengah. ŠGreenpeace

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


30

STUDI KASUS 7: PT Multipersada Gatramegah Lokasi konsesi: Kalimantan Tengah Luas konsesi: 9.278ha110 Keanggotaan RSPO: Ya, melalui Musim Mas

Ringkasan PT Multipersada Gatramegah (PT MPG) terkait dengan perusakan habitat orangutan.

Penilaian dampak Penilaian HCV Penilaian HCV untuk PT MPG menemukan ‘keberadaan satwa langka antara lain: Trenggiling (Manis javanica), Owa-owa (Hylobates muelleri), Orangutan (Pongo pygmaeus)’ dan koridor satwa liar penting. Luas total HCV diidentifikasi meliputi 1.240 ha, hampir 15% dari total wilayah berlisensi (HGU) untuk konsesi ini.111 Analisis perpetaan Analisis Landsat menunjukkan bahwa PT MPG membuka setidaknya 62ha hutan pada tahun 2013,112 termasuk habitat orangutan. Bagian dari area yang diidentifikasi HCV juga tampaknya telah dibuka dalam periode ini. Karena tutupan awan, luas sebenarnya dari deforestasi pada tahun 2013 sulit untuk ditentukan; pada saat ini, sekitar 2.870ha hutan tetap dalam konsesi. Hampir 700ha tampaknya telah dibuka dalam dua tahun sebelumnya, termasuk wilayah HCV sungai yang dipetakan pada awal 2012. Perlunya peningkatan manajemen HCV sungai juga telah ditandai dalam laporan RSPO konsesi ini yang diajukan pada akhir 2012.113

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


31

Februari 2014 00º45ʹ′45.42ʺ″S 114º41ʹ′23.93ʺ″ E Pembukaan aktif dan pembangunan jalan dalam konsesi kelapa sawit Musim Mas, PT MPG di Kalimantan Tengah. ©Greenpeace

Observasi lapangan Investigasi Greenpeace di PT MPG pada Februari 2014 mendokumentasikan kegiatan pembukaan hutan yang masih berlangsung. Kaitan dengan studi kasus perusahaan sejenis Investigasi Greenpeace di Musim Mas juga mendokumentasikan kasus-kasus di PT GAP II di Kalimantan Tengah dan operasi lain di Papua.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


32

STUDI KASUS 8: Papua Lokasi konsesi: kabupaten Sarmi dan Kaureh di Papua Luas konsesi: dengan total 106.000ha Keanggotaan RSPO: Ya, melalui Musim Mas

Ringkasan Musim Mas berekspansi ke wilayah yang berhutan lebat di Papua. Mereka telah menerima izin lokasi untuk dua konsesi di kabupaten Sarmi: PT Musim Mas (33.409ha) dan PT Daya Indah Nusantara (29.910ha). Di kabupaten Kaureh, mereka telah mendapatkan semua izin yang diperlukan untuk dua konsesi: PT Siringo Ringo (PT SR, 29.278ha) dan PT Megasurya Mas (PT MSM, 13.389ha).

Penilaian dampak Transparansi (penilaian HCV dan dokumentasi lain tersedia) Laporan-laporan penilaian RSPO mengungkapkan lokasi PT MSM dan PT SR, konsesi di kabupaten Kaureh. Lokasi dari konsesi di Sarmi tidak tersedia saat ini. Penilaian HCV PT MSM dan PT SR berbatasan dengan kawasan konservasi satwa liar Mamberamo Foja. Survei HCV untuk PT MSM dan PT SR menemukan spesies terancam punah kanguru pohon bermantel emas (Dendrolagus pulcherrimus), kura-kura tempurung lunak raksasa Cantor yang terancam punah (Pelochelys cantorii) dan kakatua palem (Probosciger aterrimus), yang merupakan spesies CITES Apendiks 1. Spesies yang rentan lainnya termasuk kanguru pohon lain, Kasuari Utara, Elang Papua, Victoria Crowned Pigeon dan Betet Pesquet.114 Survei juga mengidentifikasi lahan gambut dalam konsesi, sesuai dengan temuan dalam peta Wetlands International. Tidak ada penilaian HCV atau informasi lain yang tersedia untuk dua konsesi di Sarmi. Analisis perpetaan Analisis pemetaan berdasarkan peta tutupan lahan Kementerian Kehutanan 2011 menunjukkan bahwa PT MSM dan PT SR berhutan lebat, dan tumpang tindih cukup luas dengan hutan primer. Batas-batas konsesi untuk dua konsesi di Sarmi tidak tersedia untuk umum. Namun, kabupaten ini hampir sepenuhnya berhutan - sebagian besar adalah hutan primer. Moratorium presiden, berlaku sejak 2011, melarang alokasi konsesi baru di hutan primer. Standar RSPO melarang anggota dari mengembangkan hutan primer. Kaitan dengan studi kasus perusahaan sejenis Investigasi Greenpeace di Musim Mas juga mendokumentasikan kasus-kasus di PT GAP II dan PT MPG di Kalimantan Tengah.

Rahasia kotor Procter & Gamble Produsen minyak kelapa sawit kotor Musim Mas


33

PROFIL WILAYAH 1: Riau Ringkasan Riau memiliki 40 % karbon dari lahan gambut di Indonesia, dan sekitar seperlima dari sisa hutan habitat harimau Sumatra.115 Wilayah ini adalah provinsi produsen minyak sawit terbesat di Indonesia. Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang sedang berlangsung menyebabkan emisi karbon dan kerusakan lingkungan besar-besaran. Lebih dari 40% minyak sawit Indonesia diperdagangkan melalui pelabuhan Dumai di Riau.116 Kalaupun ada produsen atau pedagang yang beroperasi di provinsi ini, sangat sedikit yang menegakkan secara ketat kebijakan Nol Deforestasi di seluruh rantai pasokan mereka, termasuk pemasok pihak ketiga; hanya satu pedagang yaitu Wilmar yang telah membuat komitmen untuk memastikan keterlacakan penuh rantai pasokan minyak kelapa sawit, yang harus berarti keterlacakan sampai ke tingkat perkebunan. Dengan demikian, perusahaan yang membeli minyak sawit yang tak bisa dilacak balik melalui pelabuhan Dumai mendukung produsen yang kegiatannya mendorong perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


34

Apa yang dipertaruhkan: hutan, lahan gambut dan habitat harimau Sejak 2009, Riau memiliki 2,4ha hutan,117 termasuk 1,9ha hutan habitat harimau Sumatra - sekitar seperlima dari total yang tersisa.118 Harimau Sumatra sangat terancam punah,119 dengan sesedikit 400 yang diperkirakan tetap berada di alam liar.120 Lahan gambut adalah salah satu penyimpan karbon terkaya di dunia. Riau diperkirakan memiliki 40% simpanan karbon di lahan gambut Indonesia,121 setara dengan senilai lebih dari satu tahun dari emisi gas rumah kaca global,122 dengan lapisan gambut mencapai kedalaman 14 meter atau lebih di beberapa lokasi.123

Peran sektor minyak kelapa sawit Riau adalah provinsi produsen minyak sawit terbesar di Indonesia, terhitung sekitar seperlima dari wilayah perkebunan kelapa sawit nasional124 dan dua perlima ekspor pada tahun 2012.125 Pelabuhan Dumai di Riau adalah pusat utama perdagangan minyak sawit internasional di Indonesia. Sejak tahun 2011, lebih dari separuh hutan habitat harimau Riau yang tersisa berada di kawasan hutan konversi dan produksi,126 yang tersedia untuk perkebunan kelapa sawit dan bubur kertas: sebagian besar dari wilayah ini telah dialokasikan. Lahan gambut dalam perkebunan dikeringkan untuk memberikan kondisi yang cocok untuk pohon kelapa sawit (atau akasia). Hal ini menyebabkan emisi karbon yang signifikan – baik perlahan-lahan melalui dekomposisi atau dengan cepat, karena gambut kering menjadi rentan terhadap kebakaran yang disengaja atau tidak disengaja. 85% dari emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari kegiatan penggunaan lahan, sekitar setengah dari jumlah ini di lahan gambut.127

Penilaian dampak Analisis perpetaan Menurut peta resmi Kementerian Kehutanan, Riau kehilangan 230.000 ha hutan dalam periode pertengahan 2009 sampai pertengahan 2011.128 Hanya lebih dari seperlima dari deforestasi berlangsung pada konsesi kelapa sawit yang dipetakan;129 angka ini tidak termasuk pembukaan yang luas oleh petani skala kecil yang independen, yang mencakup 40% dari luas perkebunan kelapa sawit di negara itu.130 Dalam periode dua tahun yang sama, 10% dari hutan habitat harimau di Riau hancur. Habitat dalam konsesi kelapa sawit terutama yang paling menderita, hampir 90% dari semua hutan yang dibuka di konsesi kelapa sawit di Riau antara tahun 2009 dan 2011 adalah habitat harimau.131 Sebagian besar deforestasi terjadi di lahan gambut; pada tahun 2011, hanya sepertiga dari 4 juta ha lahan gambut Riau yang masih berhutan.132 Kebakaran Kebakaran meluas di Riau pada Juni 2013 menyebabkan kabut asap mencapai sejauh Thailand, adalah tanda yang paling dramatis dan terlihat dari emisi karbon dari perusakan lahan gambut di Indonesia. Riau menyumbang tiga perempat titik panas (hotspot) yang terekam di Indonesia pada semester pertama tahun 2013,133 90% di antaranya berada di lahan gambut. Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


35 Analisis CIFOR mengenai kebakaran pada Juni 2013 menunjukkan bahwa 80% kebakaran terjadi pada kepemilikan perkebunan kecil dan menengah.134 Petani menguasai 40% dari areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia,135 dan khususnya di Riau.136 Mereka adalah pemasok penting pedagang internasional melalui agen, pabrik kelapa sawit dan pabrik independen yang melekat pada perkebunan industri besar. Sektor ini harus mengatasi tantangan dengan memastikan bahwa pasokan independen berasal dari perkebunan legal dan dikelola secara bertanggung jawab. Dumai Pelabuhan Dumai di Riau adalah pusat utama perdagangan minyak sawit internasional. Pada tahun 2012, Dumai mengekspor 9,6 juta ton minyak sawit mentah dan produk-produknya,137 lebih dari 40% dari total ekspor Indonesia.138 Sementara sebagian besar dari minyak sawit yang diekspor dari Dumai tumbuh di Sumatra, pelabuhan juga mengapalkan kembali sejumlah kecil minyak sawit dari Kalimantan dan daerah lainnya, karena banyak pelabuhan di sana tidak bisa menangani kapal bulk carrier internasional yang besar.139 Pedagang terkait dengan operasi di wilayah ini Banyak pedagang beroperasi dari pelabuhan utama Dumai. Termasuk Asian Agri,140 Cargill, GAR, KLK dan Musim Mas. Wilmar beroperasi dari fasilitas pelabuhan sendiri di Dumai-Pelintung.141 Semua pedagang ini dikenal memasok Procter & Gamble, langsung atau tidak langsung. Procter & Gamble juga diketahui mengirim langsung minyak kelapa sawit dari Dumai melalui agen Kalmart Sistem dan Tradewich International.

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


36

Juni 2013 Truk bermuatan TBS berjalan menembus kabut asap di Kabupaten Rokan Hilir. ©Ifansasti/Greenpeace Juni 2013 1°9'57.42"N 100°51'13.14"E Pohon kelapa sawit terbakar di PT Rokan Adiraya Plantation. ©Ifansasti/Greenpeace

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


37

STUDI KASUS 9: PT Rokan Adi Raya Lokasi konsesi: Riau Luas konsesi: 10.500ha Keanggotaan RSPO: Tidak

Ringkasan Konsesi PT Rokan Adi Raya (PT RAR) termasuk gambut dalam berhutan dan habitat harimau, tetapi telah mengalami pembukaan hutan besar-besaran dan kebakaran tak terkendali pada tahun 2013. Ada juga konflik lama antara perusahaan dan operator lain, serta masyarakat setempat.

Posisi lingkungan (kekuatan dan kelemahan) Kemajuan dalam memastikan kelapa sawit ramah harimau dan hutan (indikator) Penilaian HCV Tidak ada yang tersedia. Transparansi (penilaian HCV dan dokumen lainnya tersedia) Tidak ada informasi kepemilikan perusahaan atau batas-batas konsesi HGU final yang tersedia untuk publik.

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


38 Penilaian dampak Analisis perpetaan Konsesi PT RAR berada dalam bentang alam konservasi harimau (TCL) - daerah ekosistem yang diidentifikasi berkepentingan internasional yang harus menyediakan habitat harimau bernilai tinggi.142 Dalam konsesi terdapat hutan habitat harimau yang luas di lahan gambut. Penanaman di lahan gambut dalam lebih dari 3 meter adalah ilegal, tetapi peta menunjukkan bahwa di beberapa tempat gambut dapat mencapai kedalaman hingga 4 meter.143 Lebih dari setengah dari 4.400 ha hutan habitat harimau di dalam konsesi pada tahun 2009 telah dibuka pada tahun 2011.144 Analisis pemetaan Landsat menunjukkan bahwa 1.825 ha dibuka tahun 2013, dan pada akhir Desember 2013 hanya tersisa 419ha. Kebakaran Pada bulan Juni 2013, 151 titik panas terekam dalam konsesi.145 Analisis satelit CIFOR146 menunjukkan bekas wilayah bakar yang luas meliputi banyak daerah yang masih berhutan di konsesi PT RAR sejak tahun 2011; data FORMA menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang terbakar ditebangi antara 2011-2013, dan analisis CIFOR menghubungkan daerah-daerah untuk pembangunan industri. Investigasi lapangan Greenpeace pada Juni 2013 mendokumentasikan alat berat melanjutkan pembangunan saluran drainase di lahan gambut dalam konsesi bahkan ketika api mengamuk di sekitarnya. Rantai pasokan bermasalah Perkebunan kelapa sawit di konsesi ini baru dimulai dalam beberapa tahun terakhir. Greenpeace belum mengidentifikasi perdagangan dari konsesi ini ke pabrik CPO. Konsesi ini merupakan indikasi masalah yang dihadapi sektor, termasuk pedagang yang beroperasi dari Dumai yang sangat bergantung pada pasokan pihak ketiga yang mungkin termasuk panen dari operasi semacam ini.

Juni 2013 1°10'8.4"N 100°50'54.83"E Asap dari api yang membara mengaburkan terlihatnya sebuah alat berat yang menggali saluran di lahan gambut di perkebunan PT Rokan Adiraya dekat desa Sontang di Rokan Hulu.

ŠIfansasti/Greenpeace

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


39

STUDI KASUS 10: Tesso Nilo Ringkasan Perambahan oleh perkebunan kelapa sawit ke dalam bentang alam konservasi harimau dan kawasan lindung terus berlanjut, dan sangat membahayakan kesehatan hutan dalam jangka panjang. Dengan pengecualian yang sangat terbatas, perambahan adalah ilegal, namun panen dari perkebunan ini memasuki perdagangan minyak sawit internasional. Tesso Nilo menunjukkan risiko yang ditimbulkan kepada pembeli minyak kelapa sawit internasional yang gagal menuntut keterlacakan penuh rantai pasokan sampai ke tingkat perkebunan. Ini menunjukkan bahwa bahkan pabrik bersertifikat RSPO telah menerima pasokan TBS dari pihak ketiga yang berasal dari operasi yang sangat merusak – dalam hal ini, penebangan ilegal taman nasional dan habitat harimau yang kritis.

Tinjauan umum Bentang alam konservasi harimau Tesso Nilo adalah prioritas TCL jangka panjang147 meliputi sekitar 233.000 ha.148 Pada inti TCL ini adalah kompleks hutan Tesso Nilo,149 yang terdiri dari Taman Nasional Tesso Nilo dan dua konsesi HPH, bersama-sama meliputi sekitar 170.000 ha. Kementerian Kehutanan Indonesia mendirikan Taman Nasional Tesso Nilo pada tahun 2004 dan diperluas pada tahun 2009 karena nilai keanekaragaman hayatinya.150 Kompleks hutan151 ini tercatat memiliki salah satu keragaman tertinggi jenis tanaman di dunia152 dan mendukung populasi gajah dan harimau Sumatra yang sangat langka. Sebagian besar hutan alam di sekitar TCL Tesso Nilo telah digantikan oleh perkebunan industri pulp dan kelapa sawit, dan TCL sendiri adalah dalam kondisi buruk.153 Sejak 2011, kompleks hutan ini telah kehilangan hampir setengah dari tutupan hutan yang tersisa;154 pada Juni 2013, hanya 39.000ha hutan alam tersisa – hanya seperempat dari luas wilayah kompleks hutan. Pada Juni 2013, 446 titik panas tercatat dalam kompleks hutan, terutama di daerah-daerah yang telah dibuka selama periode 2011-2013. Analisis Landsat dari Agustus 2013 menunjukkan 7.600ha ditutupi oleh bekas kebakaran, mulai dari ukuran beberapa hektar untuk beberapa ratus hektar, dengan sebagian besar bekas kebakaran yang lebih besar di dalam taman nasional itu sendiri. Gambar-gambar menunjukkan pola bekas kebakaran di lahan baru dibuka sekitar oasis-oasis hutan yang makin menyusut.155 Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


40 Hilangnya hutan yang pesat ini akan memiliki dampak yang buruk pada harimau dan satwa liar lainnya. Tesso Nilo diperkirakan memiliki populasi sekitar 1,2 harimau per 100km2 (10.000 ha).156 Kedua wilayah hutan terbesar yang tersisa di kompleks hutan Tesso Nilo adalah 23.000ha dan 5.000ha,157 yang berarti hutan ini sekarang menjadi marjinal untuk mendukung harimau.158 Sedikitnya jumlah harimau yang dapat bertahan di sini dalam jangka panjang tidak mewakili populasi pembiakan berkelanjutan:159 mereka akan bergantung pada migrasi jarak jauh ke area lain dari habitat harimau hutan untuk mempertahankan populasi. Koridor habitat harimau yang memungkinkan untuk menjangkau daerah-daerah lain diri mereka di bawah ancaman. Perambahan manusia di Tesso Nilo kemungkinan akan disertai dengan perburuan harimau dan perburuan spesies mangsa harimau seperti rusa dan babi liar, dan semakin menantang kelangsungan hidup harimau di wilayah ini. Menurut survei lapangan World Wildlife Fund (WWF) lebih dari 50.000ha wilayah perambahan di dalam kompleks hutan Tesso Nilo pada tahun 2011, 70% (sekitar 36.000ha) lahan yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.160 Pengembangan perkebunan kelapa sawit di dalam kompleks hutan Tesso Nilo adalah ilegal. Semua lahan di dalam kompleks dikategorikan sebagai 'Kawasan Hutan' di bawah hukum nasional, yang tidak memperbolehkan pengembangan komoditas pertanian seperti perkebunan kelapa sawit. Transaksi tandan buah segar kelapa sawit yang berasal dari kompleks hutan Tesso Nilo harus dianggap ilegal, dengan pengecualian khusus untuk 'hutan adat' (kepemilikan lahan adat). Namun, investigasi WWF menemukan bahwa ukuran perkebunan rata-rata per individu adalah 50 hektar,161 jauh di atas ukuran wajar untuk petani,162 menunjukkan ketersediaan modal yang signifikan. Survei lapangan menemukan bahwa lebih dari 95% dari perambah menetap di dalam taman nasional datang dari luar daerah, dengan mayoritas dari luar Riau,163yang berarti hak-hak adat tidak akan berlaku. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Kuntoro Mangkusubroto, berkunjung ke Tesso Nilo pada bulan September 2013 dan menyaksikan kerusakan. Dalam wawancaranya dengan majalah Tempo, ia berkomentar, ‘Saya kira akar masalahnya adalah ketidakmampuan kita menjaga kawasan supaya tidak dirampas, ketidakmampuan kita untuk menahan perambah […]Bagaimana mungkin sebuah taman nasional dijaga hanya oleh beberapa orang yang tanpa perlengkapan? Mobil operasional Balai Taman Nasional Tesso Nilo itu cuma satu. Kantor seksinya hanya ada dua. Itu pun tidak ada orangnya. Ada ketidaksungguhan pemerintah menjaga kawasan itu.’164 Sejumlah pabrik minyak kelapa sawit mentah (CPO) beroperasi di sekitar kompleks hutan Tesso Nilo, banyak diantaranya menerima TBS dari pihak ketiga selain memproses TBS mereka sendiri. Beberapa pabrik tidak memiliki perkebunan mereka sendiri dan sama sekali bergantung pada TBS dari perkebunan independen. Investigasi WWF tahun 2011–2012165 mengungkapkan bagaimana dua pedagang minyak kelapa sawit internasional – Asian Agri and Wilmar – terlibat dalam perdagangan kelapa sawit dari perusakan ilegal kompleks taman nasional Tesso Nilo. Beberapa pabrik dari perusahaan ini, termasuk pabrik Asian Agri yang disertifikasi RSPO pada tahun 2011,166 membeli TBS yang ditanam secara ilegal dalam kompleks hutan.167 Selanjutnya, beberapa kelompok produsen didanai anggota RSPO Asian Agri atau didukung Wilmar yang juga merupakan anggota RSPO.168 CPO dari pabrik-pabrik ini dijual melalui Pelabuhan Dumai,169 pusat ekspor minyak kelapa sawit Riau, dan dari sana dikirim ke 130 negara di seluruh dunia, termasuk Belanda, Cina dan India yang merupakan importir terbesar.170 Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ mengatakan bahwa Indonesia ‘tidak usah menutup mata bahwa ada perusahaan kelapa sawit, seperti Wilmar, yang membuka pintu pabriknya untuk sawit-sawit yang diambil dari dalam Taman Nasional Tesso Nilo … Mengapa perusahaan sebesar Wilmar mau menerima tandan sawit yang tidak jelas asalnya?’171 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menjawab temuan WWF dengan menekankan peraturan yang mengatakan bahwa pabrik minyak kelapa sawit harus ‘mencatat asal dari pihak ketiga yang memasok Tandan Buah Segar… [Prinsip dan Kriteria RSPO revisi 2013] memungkinkan kendali transparan yang menyeluruh dan lengkap sejak dari lapangan sampai pabrik.’172

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


41 RSPO mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan ini bekerjasama dan akan menghentikan pembelian tandan buah segar dari lahan yang ditebangi secara ilegal. Dengan asumsi perusahaan ini akan terus bekerjasama, kata RSPO, tidak ada komplain resmi yang dilayangkan kepada perusahaan tersebut saat ini.173 Pada bulan Juli 2013, Wilmar menginformasikan kepada Greenpeace bahwa mereka ‘berkomitmen untuk tidak membeli tandan buah segar (TBS) yang diperoleh dari wilayah rambahan hutan dengan status lahan tidak jelas; dan sebagai tindak lanjut dari komitmen ini, kami telah menghentikan pembelian kelapa sawit dari kompleks Tesso Nilo dan wilayah sekitarnya.’174 Namun pada bulan September-Oktober 2013, Greenpeace mendokumentasikan terus berlangsungnya perdagangan TBS dari dalam taman nasional ke dalam rantai pasokan minyak sawit Indonesia; pelacakan tujuan terkendala pengiriman TBS dari daerah ini pada malam hari. Pada bulan Oktober 2013, Greenpeace menginformasikan perusahaan mengenai temuan-temuan ini. Wilmar merespon dengan menyatakan bahwa mereka ‘tidak bisa secara tegas menjamin bahwa tidak ada kemungkinan tercampurnya bahan baku kelapa sawit atau terkontaminasi dari sumber-sumber kontroversial dari para pemasok kami’175 dan mengakui bahwa mereka berusaha menerapkan sebuah sistem pelacakan penuh melalui pengurangan volume pasokan yang diterima melalui agen. Langkah Wilmar ini penting, mengingat bahwa penyelidikan mengungkapkan sejauh mana pabrik utama mengandalkan TBS yang diberikan oleh agen dan CPO dipasok oleh pabrik lainnya. Hal ini juga jelas bahwa pedagang telah memiliki sedikit pengetahuan tentang pemasok untuk pabrik tersebut yang berisiko tinggi membeli TBS dari sumber kontroversial atau ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang ada dan pengawasan manajemen perusahaan akan rantai pasokan TBS – baik untuk pabrik mereka sendiri dan ke pabrik pihak ketiga yang membentuk sebagian besar pedagang pasokan CPO – tetap tidak memadai .

September 2013 0°15'02.4"S; 101°47'52.9"E Investigasi Greenpeace mendokumentasikan TBS dimuat ke truk dalam Taman Nasional Tesso Nilo sebelum ke tempat pemrosesan. ©Greenpeace

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


42

LAMPIRAN

Oktober 2013 0°10'58.20"S; 101°58'9.01"E Investigator Greenpeace mengukur jejak kaki harimau Sumatra dalam Taman Nasional Tesso Nilo. ©Rante/Greenpeace Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


43

LAMPIRAN 1: RSPO – gagal untuk memutuskan hubungan antara kelapa sawit dan pengrusakan hutan The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dibentuk pada tahun 2004 untuk mempromosikan penggunaan minyak kelapa sawit berkelanjutan melalui standar global yang kredibel dan melibatkan para pemangku kepentingan.176 RSPO adalah asosiasi sukarela termasuk produsen minyak kelapa sawit, pengolah dan pedagang, produsen barang-barang konsumen dan beberapa organisasi nonpemerintah, dan merupakan organisasi 'keberlanjutan' terbesar dalam sektor kelapa sawit. Namun, walaupun memiliki 'keberlanjutan' sebagai bagian dari namanya, organisasi ini gagal untuk memutuskan hubungan antara minyak kelapa sawit dan pengrusakan hutan. Perusahaan konsumen yang mengandalkan sertifikasi RSPO untuk memenuhi komitmen keberlanjutan mereka menipu diri mereka sendiri dan pelanggan mereka; pada kenyataannya - kecuali mereka bisa melacak semua minyak kelapa sawit kembali ke produsen yang bertanggung jawab - penggunaan minyak kelapa sawit mereka dapat berkontribusi terhadap perusakan hutan hujan Indonesia dan kontribusi yang tidak seimbang negara ini177 terhadap perubahan iklim. Secara kritis, standar RSPO tidak melarang deforestasi untuk perkebunan atau pembersihan lahan gambut kaya karbon. Sebagai terus diungkapkan investigasi Greenpeace, banyak anggota RSPO ternama terlibat dalam penghancuran habitat orangutan dan harimau, termasuk konversi lahan gambut, dan terlibat dalam bencana kebakaran Sumatra bulan Juni 2013.178 Anggota RSPO mencapai sekitar 40% dari produksi minyak kelapa sawit global,179 namun, pada akhir 2012, delapan tahun setelah berdirinya organisasi ini, kurang dari setengah dari minyak kelapa sawit yang benar-benar mereka produksi (15% dari produksi global ) bersertifikat RSPO.180 Dari empat opsi rantai pasokan yang didukung RSPO, sejauh ini yang paling populer (mencakup 72 % dari minyak kelapa sawit bersertifikat RSPO yang diperdagangkan pada tahun 2012181) adalah skema 'Book and Claim' GreenPalm dimana produsen bersertifikat RSPO menerima sertifikat untuk setiap ton minyak kelapa sawit bersertifikat yang mereka produksi dan menjual sertifikat ini untuk premi kecil bagi pengguna akhir minyak kelapa sawit seperti produsen makanan, yang kemudian dapat mengklaim untuk 'mendukung minyak kelapa sawit lestari'.182 Minyak kelapa sawit yang sebenarnya dalam produk pengguna akhir dibeli di pasar terbuka, dan mungkin saja berasal dari perkebunan - bersertifikat RSPO atau tidak - yang terlibat dalam pengrusakan hutan. Pilihan paling populer berikutnya dikenal sebagai 'Mass Balance'. Di sini, jumlah minyak kelapa sawit bersertifikat melewati rute rantai pasokan tertentu dilacak, tapi bukan minyaknya secara fisik: misalnya pedagang yang telah membeli 100 ton minyak bersertifikat dapat mencampur minyak tersebut dengan kiriman tidak bersertifikat lain dan menjual 100 ton minyak 'bersertifikat', meskipun itu bukan minyak yang sama. Ini lagi berarti bahwa pengguna akhir tidak tahu dari mana sebenarnya datangnya minyak dalam produk mereka. Untuk membeli minyak sawit bersertifikat yang sebenarnya, pengguna akhir harus berdagang baik melalui rantai pasokan ‘Segregated', dimana minyak bersertifikat yang mungkin berasal dari sumber yang berbeda disimpan dan diangkut secara terpisah dari minyak yang tidak bersertifikat, atau rute ‘Identity Preserved’, dimana setiap konsinyasi secara unik dapat dilacak ke perkebunan asalnya. Penjualan oleh rute-rute ini saat ini sangat kecil.183 Jadi, bahkan di antara anggota RSPO sendiri, minyak sawit kotor tetap dipertukarkan. Standar RSPO tidak memadai, kurang ditegakkan dan tidak menawarkan konsumen minyak kelapa sawit jaminan bahwa minyak yang mereka beli telah diproduksi secara bertanggung jawab.

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


44

Rainforest and Peatland

RSPO Certified plantations

Deforestation and forest fires, loss of orang-utan and tiger habitat to create palm oil plantations

RSPO Certified plantations

Mill

Mill

Mill Fresh fruit bunches also sold to mills from uncertified 3rd party plantations

10 tonnes

850 tonnes 150 tonnes

Refinery

Refinery

10 tonnes

50 tonnes

“SEGREGATED SUPPLY” system

“MASS BALANCE” system

Trader

Trader

10 tonnes certified oil sold as certified

50 tonnes mixed oil sold as certified Mass Balance

PRODUCT CLAIM: contains RSPO Certified Sustainable Palm Oil

PRODUCT CLAIM: supports the production of RSPO Certified Sustainable Palm Oil equivelant to 15%

950 tonnes

Trader 100 tonnes mixed uncertified 850 tonnes mixed oil uncertified

NO PRODUCT CLAIM

“BOOK and CLAIM” system

GreenPalm Anonymous online certificate trading platform End user buys 100 green certs

PRODUCT CLAIM: supports the production of RSPO Certified Sustainable Palm Oil

CAN THESE PRODUCTS BE GUARANTEED DEFORESTATION FREE? NO

NO

NO

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau

NO


45

LAMPIRAN 2: The Consumer Goods Forum – gagal bertindak segera The Consumer Goods Forum perlu mengubah kebijakannya The Consumer Goods Forum (CGF) adalah jaringan industri global termasuk lebih dari 400 peritel, manufaktur dan perusahaan lainnya. 184 Pada tahun 2010, CGF memberlakukan resolusi meminta janji agar industri berusaha menuju deforestasi nila pada tahun 2020 dalam rantai pasokan komoditas anggotanya, termasuk untuk minyak kelapa sawit.185 Janji ini memiliki beberapa kegagalan, termasuk: •

• •

Tidak adanya urgensi dengan batas waktu tahun 2020 - pada laju deforestasi saat ini, Indonesia sendiri akan kehilangan lebih dari 4 juta ha selama enam tahun ke depan hingga 2020, dengan konversi untuk minyak kelapa sawit sebagai penyebab tunggal terbesar dari hilangnya hutan.186 Hutan lainnya, terutama hutan hujan Afrika Tengah dan Barat, juga terancam dari perkebunan kelapa sawit atau perkebunan lainnya. Saat ini CGF bergantung pada RSPO untuk memenuhi komitmen ini.187 CGF telah membuat berkomitmen untuk deforestasi NET, yang artinya pembukaan hutan masih bisa berlangsung.

Greenpeace telah menghubungi lebih dari 250 perusahaan konsumen minyak kelapa sawit – banyak di antaranya anggota CGF – menanyakan bagaimana mereka berniat untuk memastikan rantai pasokan mereka tidak terkait dengan deforestasi. Sedikit dari perusahaan responden mempunyai komitmen berbatas waktu untuk menerapkan keterlacakan atau menghilangkan deforestasi dari rantai pasokan mereka. Sebagian besar bergantung pada sertifikasi RSPO untuk memenuhi komitmen keberlanjutan mereka – kegagalan standar RSPO untuk melarang deforestasi dan konversi lahan gambut dijelaskan di atas. Para pemasok minyak sawit yang telah diselidiki Greenpeace, hampir semuanya adalah anggota RSPO, dan pemasok minyak sawit kunci untuk banyak anggota CGF, termasuk Colgate Palmolive,188 Mondelēz International (sebelumnya Kraft Foods Inc,189 Procter & Gamble190 dan Reckitt Benckiser.191 Jelas bahwa CGF, anggotanya dan pengguna minyak kelapa sawit utama lainnya perlu melampaui standar RSPO saat ini untuk mengakhiri deforestasi dan memastikan bahwa operasi mereka tidak mendukung penghancuran habitat yang tersisa untuk spesies yang terancam punah seperti harimau Sumatra dan orangutan Kalimantan dan Sumatra. Selain perusahaan CGF, beberapa pengguna minyak kelapa sawit utama lainnya berdagang dengan perusahaan-perusahaan ini. Ini termasuk Neste Oil,192 salah satu produsen terbesar di dunia dari biodiesel, dan perusahaan-perusahaan besar di Cina dan India - pasar terbesar di dunia untuk minyak sawit - termasuk Liby dari Guangzhou 193 dan Nice dari Zhejiang194 di Cina dan Godrej195 di India. Sementara beberapa perusahaan CGF menunjukkan inisiatif untuk mengatasi deforestasi dalam rantai pasokan mereka dan kepemimpinan dengan mengumumkan komitmen yang melampaui prinsip-prinsip dan kriteria RSPO (lihat di atas), sangat penting bagi perusahaan lain untuk mengambil langkah yang sama untuk memastikan bahwa minyak sawit mereka gunakan bebas deforestasi. Hal ini penting tidak hanya bagi para pelanggan mereka, yang ingin memastikan bahwa produk yang mereka gunakan ramah harimau, tetapi juga secara global mendukung transisi dari sektor kelapa sawit di Indonesia.

Rahasia kotor Procter & Gamble Wilayah produsen minyak kelapa sawit kotor Riau


46

CATATAN AKHIR 1 US Department of Agriculture ‘PSD online’. The estimated figures were 53.8 million tonnes of palm oil and 6.2 million tonnes of palm kernel oil. Soya oil was in second place with 27% (43.2 million tonnes). 2

Pashley (2013), Mielke (2013)

3

Mielke (2013)

4

300,000ha (~25%) over the mid-2009–mid-2011 period (Greenpeace analysis of Ministry of Forestry landcover maps).

5

Linkie et al (2008)

6

Estimating tiger populations in dense forest and inaccessible landscapes is extremely difficult. The figure of 400 is based on Linkie et al (2008), citing GoI (2007). It is possible that initial tiger numbers are higher than this, but the population decline resulting from habitat loss and other issues outlined in this report is acute. 7

Greenpeace mapping analysis.

8

233,000ha (61%): 15% (58,000ha) palm oil concessions, 46% (175,000ha) pulp and paper. Source: Greenpeace mapping analysis. This analysis is likely to be incomplete: there is no central registry for palm oil concessions. Lack of transparency makes it difficult to establish precise concession boundaries and group-level ownership of concessions: the area covered by palm oil concessions is likely to be underestimated since it includes only known concessions and some concession information may be out of date. This means the true impact of the plantation sectors on tiger habitat is likely to be even larger. One of the two large pulp and paper plantation groups operating in Indonesia, consisting of companies associated with Asia Pulp & Paper (APP) and Sinarmas Forestry (SMF), introduced a forest conservation policy in February 2013 that included an immediate end to the clearance of rainforests throughout its supply chain in Indonesia, meaning the threat from this sector should have receded since 2011 (see APP website ‘Sustainability’). However, the next-largest pulp and paper group, APRIL, stands out as a key threat. 9

Ancrenaz et al (2008), Singleton et al (2008)

10

Based on Indonesian populations only. Source: Wich et al (2008).

11

Ancrenaz et al (2008), Singleton et al (2008)

12

Greenpeace analysis of Ministry of Forestry landcover maps.

13

The final POIG charter was launched in November 2013 (see POIG (2013)). The POIG charter covers protection of local community land, sets limits on greenhouse gas emissions and bans development on peatlands. Members include Agropalma, New Britain Palm Oil Ltd and DAABON, and it is supported by Golden Agri-Resources. This initiative by progressive palm oil companies together with NGOs hopes to build upon the foundations laid by the RSPO by setting additional requirements for the industry. POIG aims to stop deforestation through the conservation of not only high conservation value (HCV) lands but also high carbon stock (HCS) forests, including secondary forest.

14

Smallholder community schemes are also a critical part of ensuring that palm oil benefits local people. The Dosan cooperative scheme in Riau has become a model for integrating a thriving local economy with environmentally sound plantation management. See Greenpeace International website ‘Good oil: A solution to destructive industrial-scale oil palm plantations’. 15

Unilever (2013)

16

Ferrero website ‘Ferrero Palm Oil Charter’

17

Nestlé (2012)

18

Such a policy would ensure forest and peatland protection in company and supplier concession areas. It would include the following elements: assessment and protection of high conservation value and high carbon stock lands; free, prior and informed consent of all affected local communities for all new development; development and implementation of conservation plans that take account of the surrounding landscape; responsible plantation management; and transparent reporting of the policy’s implementation. Both Golden Agri-Resources and Asia Pulp & Paper are working toward the implementation of such policies. 19

See POIG (2013).

20

One Map is a mapping system that standardises disparate accounts of forest cover, land use and administrative boundaries used by various ministries and local governments – see Anderson (2013). 21

An appropriate HCS approach that is additional to a robust HCV assessment can be used as a proxy for identifying degraded land that was previously forest. Criteria for identifying degraded lands should include the identification and exclusion of HCS forests and peatland. HCS forest is above the level between naturally regenerating secondary forest and degraded lands that have the vegetation of young scrub or grassland. The HCS approach effectively combines both biodiversity and carbon conservation through the goal of conserving ecologically viable areas of natural forest. See Golden Agri-Resources website ‘High carbon stock forest conservation’ and Greenpeace International (2013a).

22

P&G fact sheet ‘Where we operate’


47

23

Amirapu & Malviya (2012)

24

P&G (2010)

25

P&G (2013b)

26

P&G (2013a): 30

27

RSPO (2012b): 275

28

P&G (2013b)

29

As a supplier to Wilmar and Asian Agri; see PT BW Plantation Tbk (2013b)

30

US customs data

31

US customs data

32

Under the name of PT Bumi Perdana Prima International. See PT BW Plantation Tbk (2013a): 36.

33

PT BW Plantation Tbk (2013a): 11

34

RSPO website ‘PT BW Plantation Tbk’

35

PT BW Plantation Tbk (2013c): 1, 3-4

36

PT BW Plantation Tbk (2013c): 2

37

PT BW Plantation Tbk (2013c): 5

38

RSPO (2012c): 170

39

RSPO website ‘PT BW Plantation Tbk’

40

PT BW Plantation Tbk (2013a): 115

41

RSPO (2012c): 171

42

PT BW Plantation Tbk (2013c): 6

43

PT BW Plantation Tbk (2013c): 5-6

44

FNPF (2013)

45

Coordinates 02°46'28.8"S 11°50'30.7"E

46

Greenpeace investigations

47

PT BW Plantation Tbk (2013c): 4, 6

48

See eg http://ckazab.blogspot.de/2011/07/lowongan-pt-asianagro-agungjaya-asian.html for a link to Asian Agri. Other sources link this company with APICAL, another (recently set up) entity of the RGE group 49

PT BW Plantation Tbk (2013b)

50

US customs data

51

PT BW Plantation Tbk (2013b)

52

PT BW Plantation Tbk (2013a): 12

53

PT BW Plantation Tbk (2013a): 38

54

PT BW Plantations Tbk (2013a)

55

FNPF (2013)

56

Greenpeace investigations

57

Coordinates 02°46'28.8"S 11°50'30.7"E

58

FNPF (2013)

59

Personal communication with staff of BKSDA Central Kalimantan in August 2013

60

FNPF (2013)

61

Information sought 12 September 2012 from both the BKSDA and the police involved

62

PT BW Plantation Tbk (2013a)

63

PT BW Plantation Tbk (2013b). The report gives no exact details on when this concession became part of the group, but it is mentioned as a subsidiary since 2007. 64

Reuters (2013)


48

65

KLK (2014): 1

66

KLK (2013b): 2

67

RSPO (2012a)

68

KLK website ‘Sector Overview - Plantations’

69

RSPO website ‘Kuala Lumpur Kepong Berhad’

70

KLK (2013b)

71

RSPO (2012c): 77

72

KLK (2013b): 4

73

US customs data for 2013, via Trade Mining

74

KLK website ‘Sector Overview - Plantations’

75

KLK (2013b): 2, 4

76

KLK website ‘Sector Overview - Plantations’

77

KLK (2013b): 3

78

KLK (2013b): 4

79

KLK website ‘Sector Overview - Plantations’

80

KLK (2013b): 4

81

RSPO (2012c): 78

82

KLK (2013b): 6

83

PT ADEI Plantation & PT Anugrah Surya Mandiri; see www.rspo.org.

84

Perdani & Harahap (2013)

85

Antara News (2013)

86

Tempo (2014): 42

87

RSPO (2013b)

88

See eg Global Witness (2013)

89

US customs data

90

KLK website ‘Company Profile’

91

KLK (2013c,d)

92

KLK website ‘Corporate Information’

93

Yun et al (2013)

94

PT Mutuagung Lestari (2012)

95

KLK (2013a)

96

PT Anugrah Surya Mandiri (2011)

97

RSPO website ‘PT Musim Mas’

98

RSPO website ‘PT Musim Mas’

99

RSPO website ‘PT Musim Mas’

100

PT Agrowiratama (2013): 4, PT Musim Mas (2013a): 4

101

PT Wira Inno Mas, PT Megasurya Mas, PT Intibenua Perkasatama and PT Interkarya Internusa

102

See 2012/2103 ACOPs to the RSPO submitted by each subsidiary individually.

103

PT Musim Mas (2007): 5, 6, 9

104

PT Agrowiratama (2011)

105

PT Musim Mas (2013a): 5

106

PT Musim Mas (2013a): 2-4

107

PT Musim Mas (2013a): 4


49

108

http://www.rspo.org/blog/topic/137/pt_megasurya_mas; http://www.rspo.org/blog/topic/132/pt_siringo_ringo

109

Disbun (2013)

110

PT Musim Mas (2012)

111

PT Musim Mas (2012): 19-20

112

Period analysed covers April to December 2013.

113

PT Musim Mas (2012): 22

114

PT Musim Mas (2013b,c)

115

Greenpeace mapping analysis

116

Ministry of Agriculture (2013b)

117

Greenpeace mapping analysis

118

1.9m ha of 10.5m ha. Source: Greenpeace mapping analysis.

119

Linkie et al (2008)

120

Estimating tiger populations in dense forest and inaccessible landscapes is extremely difficult. The figure of 400 is based on Linkie et al (2008), citing GoI (2007). It is possible that initial tiger numbers are higher than this, but the population decline resulting from habitat loss and other issues outlined in this report is acute.

121

14.6Gt of carbon. Source: Wahyunto & Subagjo (2003): 34.

122

World Resources Institute CAIT 2.0, total emissions for 2010

123

Delft Hydraulics (2008): 18

124

Ministry of Agriculture (2013a)

125

Ministry of Agriculture (2013b)

126

730,000ha in production forest and 176,000ha in convertible production forest. Source: Greenpeace mapping analysis.

127

National Council on Climate Change (2010b): 5

128

Greenpeace mapping analysis.

129

49,000ha. Source: Greenpeace mapping analysis.

130

Ministry of Agriculture (2009)

131

43,000ha of 49,000ha. Source: Greenpeace mapping analysis.

132

Greenpeace mapping analysis shows 1.36 million ha of forested peatland in 2011. See also Wahyunto & Subagjo (2003): 34.

133

2,040 of 2,738. Source: Greenpeace mapping analysis.

134

Gaveau & Salim (2013a)

135

Ministry of Agriculture (2009)

136

Data compiled by WWF Indonesia (2013): 6. Data sources: Statistics of Riau Plantation Service 2009 and June 2011, Plantation Service and Environment Agency of Kampar District, Rokan Hulu District, Pelalawan District, Indragiri Hulu District, Kuantan Singingi District, Bengkalis District, Rokan Hilir District, Dumai City, Siak District, Indragiri Hilir District and Pekanbaru City 2011. As WWF Indonesia notes in footnote 14, of the 1.56 million ha of private concessions identified by the Riau Forestry Service (2006), the Ministry of Forestry (2010) only mapped 1.18 million ha as holding definitive licenses (HGU and IUP), ie having been granted all necessary permits to operate. 137

Yulisman (2013)

138

Ministry of Agriculture (2013b)

139

USDA FAS (2012)

140

PT Data Consult (2011)

141

PT Data Consult (2011)

142

Global Tiger Initiative (2010): 1

143

Presidential Decree Keppres no. 32/1990 (GoI (1990)) and Indonesian Government Regulation no. 26/2008 (GoI (2008))

144

2,800ha. Source: Greenpeace mapping analysis. Link to mapping refs

145

Sizer et al (2013)

146

Gaveau & Salim (2013b)


50

147 Wibisono & Pusparini (2010). A Class 3 TCL is a landscape of long-term priority with ‘questionable persistence of tiger populations over the long term’ (source: Panthera website, ‘Priority tiger conservation landscapes’). 148

Dinerstein et al (2006)

149

WWF Indonesia (2013)

150

WWF Indonesia (2013): 4

151

The Tesso Nilo forest complex consists of Tesso Nilo National Park and the PT Hutani Sola Lestari and PT Siak Timber Raya logging concessions.

152

WWF Indonesia (2013): 4 citing Gillison (2001)

153

Within the TCL as a whole, less than 80,000ha of forest remained in 2011.

154

32,000ha. Source: Greenpeace mapping analysis.

155

Greenpeace mapping analysis

156

Sunarto et al (2013)

157

Greenpeace mapping analysis

158

Griffith (1994)

159

A minimum of 25 breeding females, according to Global Tiger Initiative (2012).

160

WWF Indonesia (2013): 3

161

WWF Indonesia (2013): 3

162

The average smallholding is 2ha, according to Ministry of Agriculture (2013a). Legally, smallholders are defined as plantations with less than 25ha (source: Ministry of Agriculture (1996)). 163

WWF Indonesia (2013): 8

164

Tempo (2013): 68

165

WWF Indonesia (2013)

166

RSPO website, ‘PT Inti Indosawit Subur Ukui’

167 For instance, WWF documents three mills owned by PT Citra Riau Sarana (Wilmar Group) near the Tesso Nilo forest complex receiving FFB grown illegally inside the forest complex, including within the park itself; from there the CPO was traded to Wilmar’s Nabati Indonesia facility in Dumai. Source: WWF Indonesia (2013): 16-20. These Wilmar Group mills were scheduled to be certified by the RSPO in 2013 (source: RSPO (2013d): 9-10) but it is not known whether this has gone ahead. 168

WWF Indonesia (2013): 10

169

WWF Indonesia (2013)

170

Pusdatin (2013)

171

Tempo (2013): 68

172

RSPO (2013c)

173

RSPO (2013c)

174

Wilmar (2013a)

175

Wilmar (2013b)

176

RSPO website ‘Who is RSPO’

177

Indonesia has been and likely remains one of the world’s top five emitters. According to countries’ own declarations:

No 1: USA 6.2GtCO2e in 2005. Source: EPA (2010): 14. No 2: China 5.6GtCO2e in 2004. Source: Government of China (2007). No 3: Brazil 2.2GtCO2e in 2005: Source: Brazilian Ministry of Science and Technology (2009): 19. No 4: Indonesia 2.06GtCO2e in 2005. Source: National Council on Climate Change (2010b): 4. No 5: Russia 2.0 GtCO2e in 2005. Source: UNFCCC (2009): 1. No 6: India 1.6GtCO2e. Source: Ministry of Environment and Forests (2009): 53. Data compiled by the World Resources Institute show similar rankings. 2005 is the most recent year for which figures including emissions from land-use change are available.


51

According to Indonesia’s National Council on Climate Change (DNPI), land use change is responsible for 85% of the country’s extraordinarily high greenhouse gas (GHG) emissions. The land use emissions are said to be almost entirely from deforestation and degradation (1,006MtCO2 gross, 760MtCO2 net) and peatland degradation and fire (850MtCO2). Source: National Council on Climate Change (2010b). 178

See also Greenpeace International (2013b,c).

179

RSPO website ‘Why RSPO certification’

180

RSPO website ‘RSPO Worldwide Impact’

181

RSPO (2013a): 2. Sales of CSPO: Segregated + Mass Balance = 984,138t, Book and Claim = 2,495,277t.

182

GreenPalm (2013)

183

The RSPO does not currently report separate figures for segregated or IP sales volumes. Personal communications from industry stakeholders to Greenpeace in 2013 reported the lack of segregated trade for many palm oil fractions or oleochemicals. Available segregated supplies mainly consist of crude palm oil. 184

See eg CGF (2013)

185

CGF (2010)

186

Greenpeace mapping analysis based on Ministry of Forestry data for 2009 and 2011 shows deforestation is equivalent to 620,000ha per year.

187

See CGF website ‘Palm Oil’

188

Martin (2013)

189 Several non-US Wilmar subsidiaries or palm oil customers claim to supply Kraft (see eg http://www.goldensea.cn/yihai/en/main.html, http://www.rspo.org/en/member/876, http://www.deltawilmar.com/events); confidential information, copy held by Greenpeace. 190 Wilmar is reported to supply Procter & Gamble globally with soap noodles, and as of November 2012 Adani Wilmar was setting up a plant to supply them to Procter & Gamble (and Unilever) within India (source: Anand (2012)). Greenpeace has identified a number of specific instances of RBD palm stearin being supplied to Procter & Gamble US via the port of San Francisco in 2012–13 by Wilmar’s Indonesian subsidiary PT Multi Nabati Sulawesi (source: US customs data, via Trade Mining, accessed 25 February 2013). 191

Confidential information, copy held by Greenpeace

192

Neste Oil (2013)

193

Oleoline.com (2012), Wilmar (2012)

194

Wilmar (2012), NBD (2012)

195

Godrej Industries (2013)


52

BIBLIOGRAPHY Acronyms Annual Communication of Progress (ACOP) Asia Pulp & Paper (APP) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) carbon dioxide (CO2) Center for International Forestry Research (CIFOR) Consumer Goods Forum (CGF) Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) crude palm oil (CPO) Forest Monitoring for Action (FORMA) fresh fruit bunches (FFB) Friends of National Parks Foundation (FNPF) gigatonne (Gt) Golden Agri-Resources (GAR) greenhouse gas (GHG) hectare (ha) high carbon stock (HCS) high conservation value (HCV) International Union for Conservation of Nature (IUCN) joint venture (JV) kilotonne (Kt) Kuala Lumpur Kepong Berhad (KLK) megatonne (Mt) million (m) non-governmental organisation (NGO) Orangutan Foundation International (OFI) palm fatty acid distillate (PFAD) palm kernel oil (PKO) Palm Oil Innovation Group (POIG) Papua New Guinea (PNG) Procter & Gamble (P&G) PT Adhyaksa Dharma Satya (PT ADS) PT Anugrah Surya Mandiri (PT ASM) PT Bumi Langgeng Perdanatrada (PT BLP) PT Globalindo Alam Perkasa Estate II (PT GAP II) PT Jabontara Eka Karsa (PT JEK) PT Karya Makur Abadi II (PT KMA II) PT Megasurya Mas (PT MSM) PT Multipersada Gatramegah (PT MPG) PT Rokan Adi Raya (PT RAR)


53

PT Siringo Ringo (PT SR) PT Wana Catur Jaya Utama (PT WCJU) Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Sinarmas Forestry (SMF) tiger conservation landscape (TCL) tonne (t) World Wildlife Fund (WWF)

Data used in Greenpeace mapping analysis: Forest cover: Ministry of Forestry (2013a) Ministry of Forestry (2013b) Ministry of Forestry (2009) Ministry of Forestry (2005)

Land-use planning maps: Ministry of Forestry (2013c)

Peatlands: Wahyunto & Subagjo (2003)

2013 fires: NASA (2013)

HTI concessions: Ministry of Forestry (2010a)

Palm oil concessions: Ministry of Forestry (2010a)

Tiger habitat: WWF (2008)

Tiger conservation landscapes: Dinerstein et al (2006)

Orang-utan habitat: Wich et al (2008)


54

References Amirapu D & Malviya S (2012) ‘P&G to build largest Indian plant in Hyderabad’ The Economic Times 20 April 2012 http://articles.economictimes.indiatimes.com/2012-04-20/news/31374066_1_p-g-india-procter-gamble-health-unlisted-arm Anand N (2012) ‘Adani to bring Wilmar products to India’ Daily News & Analysis 23 November 2012 http://www.dnaindia.com/money/report_adani-to-bring-wilmar-products-to-india_1768311-all Ancrenaz M, Marshall A, Goossens B, van Schaik C, Sugardjito J, Gumal M & Wich S (2008) ‘Pongo pygmaeus’ in IUCN (2013) http://www.iucnredlist.org/details/17975/0 viewed 24 September 2013 Anderson J (2013) ‘A Conversation With Nirarta “Koni” Samadhi On Indonesia’s Forests’ WRI Insights 7 May 2013 http://insights.wri.org/news/2013/05/conversation-nirarta-koni-samadhi-indonesias-forests#sthash.dh95bKFM.dpuf Antara News (2013) ‘Police detain Malaysian for starting forest fire in Indonesia's Riau’ 14 December 2013 http://www.antaranews.com/en/news/91785/police-detain-malaysian-for-starting-forest-fire-in-indonesias-riau Asia Pulp & Paper (APP) website ‘Sustainability’ http://www.asiapulppaper.com/sustainability/vision-2020/targets-andcomponents viewed 5 September 2013 Brazilian Ministry of Science and Technology (2009) ‘Inventário Brasileiro das emissões e remoções antrópicas de gases de efeito estufa, Informações gerais e valores preliminares (30 novembro de 2009)’ 30 November 2009 www.mct.gov.br/upd_blob/0207/207624.pdf Consumer Goods Forum (CGF) (2010) ‘Board resolutions on deforestation and refrigeration’ http://sustainability.mycgforum.com/images/sustainability-pic/board_resolutions_on_deforestation_and_refrigeration.pdf CGF (2013) ‘The Consumer Goods Forum Launches New Corporate Website’ 14 January 2014 http://www.theconsumergoodsforum.com/PDF/PressReleases/2013-01-14-NewCorporateWebsite.pdf CGF website ‘Palm Oil’ http://sustainability.mycgforum.com/deforestation/palm-oil.html Delft Hydraulics (2008) ‘Kampar Peninsula Science Based Management Support Project Summary Interim Report, AprilDecember 2007 Introduction to the SBMS Project and preliminary results to date’ Hooijer A (ed) April 2008 Dinerstein E, Loucks C, Heydlauff A, Wikramanayake E, Bryja G, Forrest J, Ginsberg J, Klenzendorf S, Leimgruber P, O’Brien T, Sanderson E, Seidensticker J & Songer M (2006) ‘Setting priorities for the conservation and recovery of wild tigers: 2005– 2015. A user’s guide.’ WWF, WCS, Smithsonian and NFWF-STF http://www.panthera.org/node/1406 Disbun (2013) ‘Perusahaan Perkebunan Besar Berminat Berinvestasi di Kabupaten Sarmi’, Dinas Perkebunan, Kabupaten Sarmi, 26 March 2013 US Environmental Protection Agency (EPA) (2010) ‘Inventory of U.S. Greenhouse Emissions and Sinks: 1990–2008’, U.S. EPA # 430-R-10-006, April 2010 http://www.epa.gov/climatechange/ghgemissions/usinventoryreport/archive.html Ferrero website ‘Ferrero Palm Oil Charter’ http://www.ferrero.com/group-news/Ferrero-Palm-Oil-Charter Friends of National Parks Foundation (FNPF) (2013) Letter to the BKSDA Kalteng ref 001/FNPF/HQ/Bali/IV/13 1 April 2013 Gaveau D & Salim MA (2013a) ‘Nearly a quarter of June fires in Indonesia occurred in industrial plantations’ Centre for International Forestry Research (CIFOR), 30 July 2013 http://blog.cifor.org/18218/research-nearly-a-quarter-of-june-fires-inindonesia-occurred-in-industrial-plantations/#.UfkEC2TVyaE Gaveau D & Salim MA (2013b) ‘Area affected by fire in Riau: CIFOR Analysis’ interactive map, CIFOR http://www.cifor.org/map/fire/ viewed 24 September 2013 Gillison AN (2001) ‘Vegetation survey and habitat assessment of the Tesso Nilo Forest Complex’ report prepared for WWF-US http://www.savesumatra.org/app/webroot/upload/report/TessoNiloBiodiversity1.pdf Global Tiger Initiative (2010) ‘Global Tiger Recovery Program’ http://www.globaltigerinitiative.org/download/St_Petersburg/GTRP_latest.pdf Global Tiger Initiative (2012) ‘Managing tiger conservation landscapes and habitat connectivity: Threats and possible solutions’ World Bank, Washington DC, October 2012 http://globaltigerinitiative2013.org/site/wpcontent/uploads/2013/05/GTI_Habitat_Report_Layout_1015.pdf Global Witness (2013) ‘UK’s Equatorial Palm Oil accused of human rights abuses in Liberia’ 20 December 2013 http://www.globalwitness.org/Liberia/EPO Godrej Industries (2013) Annual Report 2012–2013 http://www.godrej.com/godrej/GodrejIndustries/pdf/Godrej_Ind_AR_2013.pdf Golden Agri-Resources website ‘High carbon stock forest conservation’ http://www.goldenagri.com.sg/sustainable_hcs.php viewed 26 September 2013


55

Government of China (2007) ‘Press conference on climate change program’, Government of China’s official web portal http://english.gov.cn/2007-06/04/content_636052.htm Government of Indonesia (GoI) (1990) Presidential Decree No. 32/1990 on ‘Management of Protected Areas’, 25 July 1990 GoI (2007) ‘Conservation strategy and action plan for the Sumatran tiger (Panthera Tigris Sumatrae) Indonesia 2007 – 2017’ http://globaltigerinitiative.org/site/wp-content/uploads/2013/04/Indonesia.pdf GoI (2008) Government Regulation No. 26/2008 regarding National Territorial Layout Plan, established 10 March 2008 and last updated 12 September 2012 http://www.bkprn.org/v2/peraturan/file/PP_26_Tahun_2008.pdf (text in English available at http://faolex.fao.org/docs/pdf/ins87048.pdf) GreenPalm (2013) ‘GreenPalm means claiming support – not sustainable palm oil content’ 28 March 2013 http://greenpalm.org/en/blog-press/blog/greenpalm-means-claiming-support-not-sustainable-palm-oil-content Greenpeace International (2013a) ‘Identifying High Carbon Stock (HCS) forest for protection’ March 2013 http://www.greenpeace.org/international/Global/international/briefings/forests/2013/HCS-Briefing-2013.pdf Greenpeace International (2013b) ‘Certifying Destruction: Why consumer companies need to go beyond the RSPO to stop forest destruction’ 3 September 2013 http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/ForestsReports/Certifying-Destruction/ Greenpeace International (2013c) ‘Licence to Kill: How deforestation for palm oil is driving Sumatran tigers toward extinction’ 22 October 2013 http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Licence-to-kill/ Greenpeace International website ‘Good oil: A solution to destructive industrial-scale oil palm plantations’ http://www.greenpeace.org/usa/Global/international/code/2012/Forest_Solutions_2/goodoil.html Griffith M (1994) ‘Population density of the Sumatran tigers in GLNP’, in Tilson RL, Soemarna K, Ramono WS, Lusli S, TraylorHolzer K & Seal US (1994) Sumatran Tiger Populations and Habitat Viability Analysis, Indonesian Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation and IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group, pp. 93–102 Kuala Lumpur Kepong Berhad (KLK) (2013a) ‘Annual Report 2012’ http://www.klk.com.my/ar/klk_ar2012.pdf KLK (2013b) ‘ACOP 2013 Progress Report’ http://www.rspo.org/file/acop2013/submissions/KUALA%20LUMPUR%20KEPONG%20BERHAD.pdf, viewed 12 February 2014 KLK (2013c) ‘Kuala Lumpur Kepong Berhad ("KLK" or "THE COMPANY") Proposed Acquisition of Shares in Liberian Palm Developments Ltd ("LPD") and Equatorial Palm Oil PLC ("EPO")’ Announcement to the Bursa Malaysia, 7 November 2013 http://announcements.bursamalaysia.com/EDMS%5Cedmswebh.nsf/LsvAllByID/3FD4A7415607B0C848257C33005D8142?O penDocument KLK (2013d) ‘Mandatory Cash Offer by KL-Kepong International Limited ("KLKI") for the entire issued ordinary share capital of Equatorial Palm Oil plc’ 29 November 2013 http://www.klk.com.my/wp-content/uploads/2013/11/Offer-Doc-29.11.13final1.pdf KLK (2014) ‘Annual Report 2013’ January 2014 http://www.klk.com.my/ar/klk_ar2013.pdf KLK website ‘Company Profile’ http://www.klk.com.my/corporate-information/corporate-profile/, viewed 12 February 2014 KLK website ‘Corporate Information’ http://www.klk.com.my/corporate-information/, viewed 12 February 2014 KLK website ‘Sector Overview - Plantations’ http://www.klk.com.my/business/plantations/sector-overview/, viewed 12 February 2014 Linkie M, Wibisono HT, Martyr DJ & Sunarto S (2008) ‘Panthera tigris ssp. sumatrae’ in IUCN (2013) http://www.iucnredlist.org/details/15966/0 viewed 20 September 2013 Martin R (2013) E-mail from Ron Martin, VP Global Sustainability & Social Responsibility, Colgate-Palmolive, to Greenpeace International, 22 June 2013 Mielke (2013) ISTA Mielke GmbH, ‘Oil World Statistics Update June 2013’ http://www.oilworld.biz Ministry of Agriculture (1996) Keputusan Menteri Pertanian / Decree of the Minister of Agriculture NOMOR.786/Kpts/KB.120/10/96 Ministry of Agriculture (2009) ‘Statistik Perkebunan 2008-2010 / Tree Crop Estate Statistics 2008–2010’ Direktorat Jenderal Perkebunan, Ministry of Agriculture, Jakarta, Indonesia Ministry of Agriculture (2013a) ‘Buku Statistik Perkebunan Tahun / Plantation Statistic Year Book 2008–2012’ Direktorat Jenderal Perkebunan / Directorate General of Estate Crops, Ministry of Agriculture Indonesia http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/Produksi-KelapaSawit.pdf Ministry of Agriculture (2013b) Export data 2012, Data and Information Center, http://pusdatin.deptan.go.id accessed 23 August 2013 Ministry of Environment and Forests (2009) Ministry of Forestry (2005) ‘Landcover Indonesia 2003’ Forestry Planning Agency of the Ministry of Forestry, 2005


56

Ministry of Forestry (2009) ‘Landcover Indonesia 2006’ Forestry Planning Agency of the Ministry of Forestry, 2009 Ministry of Forestry (2010a) HTI concession maps, provided by the Planning Department of the Ministry of Forestry, Indonesia (Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia) http://appgis.dephut.go.id/appgis/kml.aspx downloaded September 2010. Updated using 1) Ministry of Forestry (2010b) Pemanfaatan Hutan, Data dan Informasi, Tahun 2010, Ministry of Forestry Indonesia, November 2010 http://www.dephut.go.id/files/Buku_pemanfaatan_2010.pdf and 2) Ministry of Forestry (2011), online WebGis Kehutanan, online interactive map http://webgis.dephut.go.id/ditplanjs/index.html accessed 12 May 2011 Ministry of Forestry (2013a) ‘Peta Penutupan Lahan / Landcover map 2009’ Direktorat Jenderal Planologi KehutananKementerian Kehutanan Republik Indonesia/Directorate General of Forest Planning, Ministry of Forestry, 2013. Provided by the Ministry to Greenpeace Southeast Asia in May 2013. Ministry of Forestry (2013b) ‘Peta Penutupan Lahan / Landcover map 2011’ Direktorat Jenderal Planologi KehutananKementerian Kehutanan Republik Indonesia/Directorate General of Forest Planning, Ministry of Forestry, 2013. Provided by the Ministry to Greenpeace Southeast Asia in April 2013. Ministry of Forestry (2013c) Landuse Planning Map, Directorate General of Forest Planning, Ministry of Forestry; downloaded from http://appgis.dephut.go.id/appgis/kml.aspx September 2013 NASA (2013) ‘Fire Information for Resource Management System’ (FIRMS), NASA https://earthdata.nasa.gov/data/near-realtime-data/firms National Council on Climate Change (2010a) ‘Indonesia’s greenhouse gas abatement cost curve’ 15 August 2010 http://forestclimatecenter.org/files/2010-08%20Indonesia-s%20Greenhouse%20Gas%20Abatement%20Cost%20Curve.pdf National Council on Climate Change (2010b) ‘Setting a course for Indonesia’s green growth’ Press conference presentation 6 September 2010 http://forestclimatecenter.org/files/2010-09-06%20Setting%20a%20Course%20for%20Indonesias%20Green%20Growth%20-%20DNPI%20Press%20Conference%20Presentation.pdf NBD (2012) ‘Kerry extends its business to personal hygiene products by trial production of liquid detergents’ 5 December 2012 http://www.nbd.com.cn/articles/2012-12-05/698877.html Neste Oil (2013) Presentation by Simo Honkanen, Senior Vice President of Sustainability at Neste Oil, at their annual general meeting in Helsinki, Finland, 4 April 2013 Nestlé (2012) ‘Responsible Sourcing Guidelines: Framework for Forest-based Materials’ 29 October 2012 http://www.nestle.com/asset-library/Documents/Media/Statements/2012October/Nestl%C3%A9%20Responsible%20Sourcing%20Guidelines%20for%20Forestbased%20Materials%20October%202012.pdf Oleoline.com (2012) ‘Survey of Fatty Acid (DFA) Plants in China’ December 2012 http://www.oleoline.com/wpcontent/uploads/products/reports/DFA_China_Dec2012_339661.pdf Palm Oil Innovation Group (POIG) (2013) ‘Palm Oil Innovations Group Charter’ 13 November 2013 http://www.greenpeace.org/international/Global/international/photos/forests/2013/Indonesia%20Forests/POIG%20Charter%2 013%20November%202013.pdf Panthera website ‘Priority tiger conservation landscapes’ http://www.panthera.org/node/1406 viewed 19 September 2013 Pashley A (2013) ‘Biodiesel Output Seen by Oil World Rising to 24.7 Million Tons’ Bloomberg 3 September 2013 http://www.bloomberg.com/news/2013-09-03/biodiesel-output-seen-by-oil-world-rising-to-24-7-million-tons.html Perdani Y & Harahap R (2013) ‘Malaysian firm named suspect in Riau forest fires’ The Jakarta Post, 12 July 2013 http://www.thejakartapost.com/news/2013/07/12/malaysian-firm-named-suspect-riau-forest-fires.html Procter & Gamble (P&G) (2010) P&G response to BBC questionnaire, 22 February 2010 http://news.bbc.co.uk/nol/shared/bsp/hi/pdfs/panorama_pringles.pdf P&G (2013a) ‘2012 Sustainability Report’ http://www.pg.com/en_US/downloads/sustainability/reports/PG_2012_Sustainability_Report.pdf P&G (2013b) Annual Communication on Progress (ACOP) to the RSPO (2012/2013) http://www.rspo.org/file/acop2013/submissions/P&G.pdf P&G fact sheet ‘Where we operate’ https://www.pg.com/en_US/downloads/media/Fact_Sheets_Operate.pdf PT Agrowiratama (2011) ‘RSPO New Planting Procedures Assessment Report’ January 2011 http://www.rspo.org/sites/default/files/4.3_PTAgrowiratam_RSPO_NPP_public_summary_Jan_2011%5B2%5D.pdf PT Agrowiratama (2013) ‘ACOP 2013 Progress Report’ http://www.rspo.org/file/acop2013/submissions/PT%20AGROWIRATAMA.pdf, viewed 11 February 2014 PT Anugrah Surya Mandiri (2011) ‘Summary Report of SEIA and HCV Assessments of PT Anugrah Surya Mandiri’, report to the RSPO http://www.rspo.org/file/Summary%20Report%20of%20SEIA%20&%20HCV%20Assessment.pdf PT BW Plantation Tbk (2013a) ‘Annual Report 2012’ http://www.bwplantation.com/images/BW%20Plantation_AR%202012_web.pdf


57

PT BW Plantation Tbk (2013b) ‘PT BW Plantation Tbk and Its Subsidiaries, Notes to Consolidated Financial Statements, as of June 30, 2013 and December 31, 2012, and for the Six Month Periods Ended June 30, 2013 and 2012’ PT BW Plantation Tbk (2013c) ‘ACOP 2013 Progress Report’ http://www.rspo.org/file/acop2013/submissions/PT_BW_PLANTATION_TBK.pdf, viewed 11 February 2014 PT Data Consult (2011) ‘Indonesian Commercial Newsletter – Monthly Report’ 1 July 2011 http://www.datacon.co.id/PalmOil2011List.html PT Musim Mas (2007) ‘Musim Mas Best Management Practices (BMPs) in Oil Palm Cultivation & Processing’ 23 July 2007 www.musimmas.com/images/PDF/Musim_Mas_Best_Management_Practices_(BMPs)23rdJuly2007.pdf PT Musim Mas (2012) ‘Summary Report of SEIA and HCV Assessments PT Multipersada Gatramegah’, report to the RSPO, http://www.rspo.org/file/Summary%20Report%20of%20SEIA%20and%20HCV%20Assessments%20PT%20MPG.pdf PT Musim Mas (2013a) ‘ACOP 2013 Progress Report’ http://www.rspo.org/file/acop2013/submissions/PT%20MUSIM%20MAS.pdf, viewed 11 February 2014 PT Musim Mas (2013b) ‘Summary Report of SEIA and HCV Assessments PT Siringo Ringo’, report to the RSPO, http://www.rspo.org/file/Summary%20Report%20of%20SEIA%20and%20HCV%20Assessments%20PTSRR.pdf PT Musim Mas (2013c) ‘Summary Report of SEIA and HCV Assessments PT Megasurya Mas’, report to the RSPO, http://www.rspo.org/file/Summary%20Report%20of%20SEIA%20and%20HCV%20Assessments%20PT%20Megasurya%20 Mas(1).pdf PT Mutuagung Lestari (2012) ‘RSPO Assessment Report: PT ADEI Plantation’ 15 October 2012 http://www.rspo.org/sites/default/files/PT_Adei_Plantation_RSPO_Assessment_Report__Final2_-8.pdf Pusdatin (2013) ‘Palm oil exports, 2012’ Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian’ downloaded August 2013 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) (2012a) ‘Certificate SGS-RSPO/SC-00869, Kuala Lumpur Kepong Berhad / KLK Oleo’ 2 February 2012 http://www.rspo.org/sites/default/files/KLK_Oleo_certificate_RSPO_SC_00869_-53.pdf, accessed 12 February 2014 RSPO (2012b) ‘A Compilation: 2011/2012 Annual Communications of Progress Reports by Sector: Consumer Goods Manufacturers’ 22 October 2012 http://www.rspo.org/file/ACOP2012-OM_CGM%20Submitters_final_30thMay2013.pdf RSPO (2012c) ‘A Compilation: 2011/2012 Annual Communications of Progress Reports by Sector: Growers’ 22 October 2012 http://www.rspo.org/file/ACOP2012-OM_GRW%20Submitters%288%29.pdf RSPO (2013a) ‘CSPO Uptake & Production Feb 2013’ http://www.rspo.org/file/FEB%20Market%20Performance.pdf RSPO (2013b) ‘Complaint on Collingwood Plantation Private Ltd / Kuala Lumpur Kepong Bhd’ 24 April 2013 http://www.rspo.org/en/status_of_complaint&cpid=33 RSPO (2013c) ‘Statement from the RSPO on the importance of transparent and responsible sourcing of fresh fruit bunches’ 31 July 2013 http://www.rspo.org/news_details.php?nid=181 RSPO (2013d) ‘Annual Surveillance Audit: PT Mustika Sembuluh’ http://www.rspo.org/sites/default/files/Mustika_Sembuluh1stASA_report_TUVR_23052012doc-82.pdf RSPO website ‘Kuala Lumpur Kepong Berhad’ http://www.rspo.org/en/member/13/kuala-lumpur-kepong-berhad, viewed 12 February 2014 RSPO website ‘PT BW Plantation Tbk’ http://ww.rspo.org/en/member/225/pt-bw-plantation-tbk, viewed 12 February 2014 RSPO website ‘PT Inti Indosawit Subur Ukui’ http://www.rspo.org/backup/ca/2778 viewed 12 February 2014 RSPO website ‘PT Musim Mas’ http://www.rspo.org/en/member/78/pt-musim-mas, viewed 12 February 2014 RSPO website ‘RSPO Worldwide Impact’ http://www.rspo.org/en/RSPO_Worldwide_Impact viewed 18 July 2013 RSPO website ‘Who is RSPO’ http://www.rspo.org/en/who_is_rspo viewed 18 July 2013 RSPO website ‘Why RSPO certification’ http://www.rspo.org/en/why_rspo_certification viewed 18 July 2013 Reuters (2013) ‘Malaysia’s KL Kepong acquires Liberian palm oil operations’ 7 November 2013 http://www.reuters.com/article/2013/11/07/klk-africa-idUSL3N0IS3P520131107 Singleton I, Wich SA & Griffiths M (2008) ‘Pongo abelii’ in IUCN (2013) http://www.iucnredlist.org/details/39780/0 viewed 24 September 2013 Sizer N, Stolle F & Minnemeyer S (2013) ‘Peering through the haze: What data can tell us about the fires in Indonesia’ WRI Insights blog 21 June 2013 http://insights.wri.org/news/2013/06/peering-through-haze-what-data-can-tell-us-about-firesindonesia viewed 17 August 2013 Sunarto, Kelly MJ, Klenzendorf S, Vaughan MR, Zulfahmi, M B Hutajulu & Parakkasi K (2013) ‘Threatened predator on the equator: multi-point abundance estimates of the tiger Panthera tigris in central Sumatra’ Oryx 47(2): 211–220 Tempo (2013) ‘Interview: Kuntoro Mangkusubroto’ English Ed 1356, 16-22 September 2013


58

Tempo (2014) English Ed 1374, 20-26 January 2014 UNFCCC (2009) ‘Summary of GHG Emissions for Russian Federation’, GHG emissions (with Land Use Land Use Change and Forestry, LULUCF) http://unfccc.int/files/ghg_emissions_data/application/pdf/rus_ghg_profile.pdf Unilever (2013) ‘Sustainable Palm Oil Sourcing Policy’ November 2013 http://www.unilever.com/images/Unilever_Sustainable_Palm_Oil_Sourcing_Policy_Nov_2013_tcm13-376435.pdf US Department of Agriculture ‘PSD online’ http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdquery.aspx accessed 14 March 2013 US Dept. of Agriculture Foreign Agricultural Service (USDA FAS) (2012) ‘GAIN Report: Indonesia oilseeds and products update’ 28 February 2012 http://www.thefarmsite.com/reports/contents/indonoilmarch12.pdf Wahyunto SR & Subagjo H (2003) ‘Peta luas sebaran lahan gambut dan kandungan karbon di pulau Sumatera / Maps of area of peatland distribution and carbon content in Sumatera, 1990 – 2002’ Wetlands International – Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC) http://www.wetlands.or.id/PDF/buku/Atlas%20Sebaran%20Gambut%20Sumatera.pdf Wibisono HT & Pusparini W (2010) ‘Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae): A review of conservation status’ Integrative Zoology 5(4): 313-23 Wich SA et al (2008) ‘Distribution and conservation status of the orang-utan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: How many remain?’ 2008 Fauna & Flora International, Oryx 42(3), 329–339 doi:10.1017/S003060530800197X, with updates by Wich, Singleton and Utami Wilmar (2012) Promotional video http://v.dayoo.com/afterMediaFileAction.do?method=getPlayMedia&fileId=59326 Wilmar (2013a) ‘Wilmar International fact sheet’ http://www.wilmar-international.com/wp-content/uploads/2013/08/WilmarFact-Sheet-30-Jun-2013.pdf Wilmar (2013b) Letter to Bustar Maitar, Greenpeace, from Khoon Hong Kuok, 10 October 2013 World Resources Institute CAIT 2.0 http://cait2.wri.org/wri viewed 19 September 2013 WWF (2008) Tiger habitat map http://www.savesumatra.org/index.php/newspublications/map/0/Species%20Distribution%20Map downloaded May 2010 WWF Indonesia (2013) ‘Palming off a national park: Tracking illegal oil palm fruit in Riau, Sumatra’ http://wwf.panda.org/?209261/REPORT-Palming-off-a-National-Park-Tracking-Illegal-Palm-Oil-Fruit-in-Riau-Sumatra Yulisman L (2013) ‘Palm oil producers want more ports to solve inefficiency’ The Jakarta Post, 11 July 2013 http://www.thejakartapost.com/news/2013/07/11/palm-oil-producers-want-more-ports-solve-inefficiency.html Yun M, Pakiam R & Listiyorini E (2013) ‘Wilmar to Cut Off Palm Suppliers Caught Burning in Indonesia (1)’ Bloomberg News, 30 June 2013, http://www.businessweek.com/news/2013-06-30/wilmar-to-cut-off-palm-oil-suppliers-caught-burning-inindonesia

! For more information, contact: pressdesk.int@greenpeace.org

Greenpeace International Ottho Heldringstraat 5 1066 AZ Amsterdam The Netherlands Tel: +31 20 7182000

greenpeace.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.