Siapkah saya menjadi guru sd revolusioner?

Page 1


Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang RI No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1.

2.

3.

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Dilarang keras mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa seizin penerbit dan penulis.


SIAPKAH SAYA MENJADI GURU SD REVOLUSIONER? Guru SD; Guruku, Gurumu, Guru Kita

Hamidulloh Ibda Dian Marta Wijayanti


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Ibda, Hamidulloh, Wijayanti, Dian Marta Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? Guru SD; Guruku, Gurumu, Guru Kita ISBN: 978-602-97319-9-6 Cetakan Pertama, 25 November 2014 Cetakan Kedua, 25 November 2015 Tebal 109 Halaman Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved Penulis: Hamidulloh Ibda dan Dian Marta Wijayanti Editor: Achmad Hasyim Foto dan Desain Sampul: Syaikhu Luthfi Diterbitkan: Kalam Nusantara Jl. Pemuda, Perum Depok Lama Alam Permai Blok. F.7 Depok, Jawa Barat, 16431 Telp: +622192677714. Fax: +62217773825 www.kalamnusantara.com / nusantaracom@yahoo.com Dicetak: Formaci Press Jl. Karonsih Timur Raya IV No. 208 Rt 6/5 Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah, 50181 formacipress@gmail.com


Persembahan Untuk yang percaya, bahwa guru SD revolusioner menjadi kunci masa depan pendidikan Indonesia. Buku ini kami persembahkan untuk semua mahasiswa PGSD, PGMI dan PG PAUD/PGTK/PGRA. Buku ini kami tulis juga untuk sajian renyah guru SD dan MI se Indonesia. Semoga hadirnya buku ini menjadi bahan refleksi dan sarana berbuat baik lebih banyak lagi lewat pendidikan dasar. Kepada semua kawan, sahabat, sohib, teman dan semua kolega hidup, kami ucapkan ribuan terima kasih. Kepada semua teman PGSD Unnes angkatan 2009 dan PGMI IAIN Walisongo 2008, serta semua teman Prodi Pendidikan Dasar (Pend. Bahasa Indonesia) PPs Unnes 2013, terima kasih atas spiritnya. Kepada guru-guru SD dan MI se Indonesia, mari berjuang bersama memajukan pendidikan dasar.

v


PENGANTAR PENULIS “Pendidikan dasar bukan segalanya, namun segalanya bisa berawal dari sana.” Menjadi guru itu bisa mudah, bisa sulit. Mudah jika ada keseriusan tinggi, modal ilmu, motivasi kuat, semangat berjuang dan tidak “salah jurusan” ketika kuliah. Guru wajib hukumnya berpendidikan ilmu pendidikan, keguruan atau tarbiyah. Saat ini kualifikasi akademik sangat diutamakan dalam pendidikan. Jangan muncul “guru abal-abal” yang meresahkan dunia pendidikan. Menjadi guru akan sulit jika tidak berlatarbelakang keguruan, ketiadaan niat mengabdi pada bangsa dan sekadar mengejar “recehan”. Guru sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah profil guru penuh cinta, kasih sayang, senyum dan keceriaan. Tiada sedih dan “galau” bagi mereka, karena tiap hari mengajarkan kegembiraan dan keceriaan kepada siswa-siswi di sekolah. Dengan alasan apa pun, guru tetap profesi mulia dan terhormat. Tanpa guru, pendidikan menjadi sunyi, jika manusia tidak berpendidikan, maka dunia berhenti, peradaban stagnan bahkan mati. Di atas segalanya, guru menjadi mercusuar yang selalu menggeliatkan harapan masa depan. Pendidikan dasar harus didesain dengan maksimal, bermutu, bernas dan mempunyai misi revolusioner. Dari berbagai penelitian, ternyata poros utama kemajuan pendidikan adalah “guru”. Sebagus apapun kurikulum, sistem, sarana pendidikan, namun jika guru tidak bermutu tentu pendidikan akan pincang. Perubahan kurikulum hanya salah satu dinamika pendidikan, namun inti dari semua itu ada di tangan guru. Jika awal pendidikan dasar gagal dan tidak bermutu, maka untuk jenjang selanjutnya, baik tingkat SMP, SMA sampai perguruan tinggi akan mengalami kepincangan dalam melangkahkan kaki akademik.

vi


Dunia global menuntut guru pendidikan dasar berkualitas, bahkan minimal lulusan sarjana (S1). Guru SD harus berijazah PGSD, begitu pula dengan MI yang harus lulusan PGMI. Hal itu sesuai Permendikbud Nomor 62/2013 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan untuk Penataan Guru. Upaya pemerintah tentang hal itu harus direspon positif semua kalangan, terutama guru pendidikan dasar yang belum memenuhi kualifikasi akademik. Artinya, menjadi keniscayaan bagi semua guru pendidikan dasar berkualitas, revolusioner, berpendidikan tinggi, berpengalaman dan mampu menjawab tantangan zaman. Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain sangat jauh, seperti contoh Finlandia. Guru SD di Finlandia minimal harus berpendidikan magister (S2). Melihat kondisi riil SD saat ini yang masih jauh dari harapan ideal, guru harus selalu meningkatkan kualitas diri, mengikuti pelatihan, seminar, berdiskusi dan menulis karya ilmiah maupun buku. Hal itu demi terwujudnya harapan pendidikan dasar. Dengan rajin menulis, maka gagasan, ide dan impian guru terhadap pendidikan akan tersalurkan, karena banyak ide segar yang keluar dari mereka. Selain meningkatkan kualitas guru, yang paling penting bagi calon guru SD adalah mempersiapkan diri lahir dan batin. Menjadi guru harus revolusioner, ikhlas, memiliki etos juang dan etos kerja tinggi untuk mencerdaskan bangsa. Fakta di lapangan membuktikan bahwa menjadi guru pendidikan dasar jauh lebih sulit daripada menjadi guru SMP atau SMA. Banyak orang beranggapan guru SD sangat “remeh� dan mudah. Namun ketika mereka dihadapkan dengan pendidikan dasar, mereka baru bisa mengakui bahwa mendidik, mengajar dan memajukan pendidikan dasar sangat sulit dan tidak semua orang bisa melakukannya. Guru SD adalah guru penuh perjuangan dan rintangan. Semua orang tidak bisa menjadi guru SD. Di era modern seperti ini, guru juga dihadapkan dengan problem materi dan hal itu harus disikapi dengan tidak melalaikan tugasnya sebagai pendidik. Saat ini hampir semua guru ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Apakah semua guru harus menjadi PNS? Tentu tidak. Menjadi

vii


PNS atau tidak bukan masalah substansial, yang penting mereka harus berjuang demi terwujudnya kemajuan pendidikan dan mencari kemuliaan di hadapan Tuhan dan manusia. Bagi calon guru SD/MI, tantangan selain hal materi adalah masalah kejelasan program studi/jurusan PGSD maupun PGMI yang belum terakreditasi. Hal ini menjadi problem yang harus dicari solusinya, karena alih-alih menjadi PNS, fakta di lapangan banyak sarjana PGSD/PGMI ditolak sekolah ketika melamar menjadi guru karena jurusan yang meluluskannya belum terakreditasi. Semua permasalahan di atas hanya sebagian kecil yang harus dicari formulanya. Jangan sampai masa depan pendidikan dasar menjadi suram karena kendala sistemik maupun teknis. Hal utama yang harus dibenahi adalah sistem, kebijakan dan kualitas guru sebagai alat untuk memajukan pendidikan. Guru SD wajib hukumnya bermutu tinggi, berwawasan luas serta melek teknologi. Jangan sampai ada guru SD tidak bisa komputer dan “buta internet�. Sangat ironis jika guru tidak melek teknologi, karena saat ini hampir semua sistem dan pelaksanaan pendidikan berbasis digital. Guru di Indonesia harus sehat dan bebas penyakit. Para guru di era digital seperti ini tidak boleh mengidap penyakit-penyakit seperti Asal masuk kelas (Asma), Asal Sampaikan Materi Urutan Kurang Akurat (Asam Urat), Di Kelas Anak-anak Diremehkan (Diare), Gaji Nihil Jarang Aktif dan Terlambat (Ginjal), Kurang Disiplin (Kudis), Kurang Strategi (Kusta), Kurang Terampil (Kram), Lemah Sumber (Lesu), Mutu Amat Lemah (Mual), Tidak Punya Selera (Tipus) dan Tidak Bisa Computer (TBC). Penyakit-penyakit tersebut diyakini bukan saja menghambat kemajuan, tetapi juga menjauhkan apresiasi dan interes masyarakat terhadap guru dan pendidikan. Semua calon guru SD/MI atau bagi guru-guru SD/MI sejak saat ini harus introspeksi atau berobat ke dokter akademik. Meskipun secara jasmani sehat, namun secara “edukatif rohaniah� masih banyak guru pendidikan dasar yang mendera penyakit-penyakit di atas.

viii


Bagi calon guru harus mencegah penyakit di atas dan bagi guru yang sudah terlanjur mengajar di sekolah harus segara mengobati penyakit tersebut jika mengidapnya. Hal ini menjadi penting karena “belajar dari guru pendidikan dasar yang sehat, ibarat seperti minum es jus segar�. Belajar dari guru yang mengidap penyakit ibarat minum air comberan. Sehat lahir, batin dan sehat edukatif menjadi keniscayaan bagi guru atau calon guru. Jika peserta didik sakit, apakah Anda akan memberi air comberan kepada mereka? Tentu hal itu sama saja meracuninya. Sebelum terjangkiti penyakit-penyakit di atas, semua insan guru harus meningkatkan kualitas menjadi guru profesional dan revolusioner sesuai rukun iman dalam pendidikan yang sudah ditentukan pemerintah. Secara akademik, buku ini belum tuntas dan komprehensif, karena studi dan tema guru SD sebenarnya sangat luas dan dalam. Maka penulis menghimpun referensi dan data dari buku, jurnal, karya ilmiah dan beberapa artikel media massa. Buku renyah ini berisi 3 bab yang menjelaskan fondasi pendidikan dasar, tipe dan karakter guru SD revolusioner, masa depan pendidikan dasar, kesiapan menjadi guru SD, serta kewajiban guru masa kini yang dituntut bisa menjawab tantangan zaman. Mari kita tegaskan, siapkah saya menjadi guru SD revolusioner? Kita sendiri yang tahu jawabannya. Semarang, 25 November 2014 Penulis

ix


DAFTAR ISI Persembahan - v Pengantar Penulis - vi Daftar Isi - x BAB I Fondasi Pendidikan Dasar - 1 A. PGSD; Embrio Guru SD - 6 B. Kondisi Pendidikan Dasar di Indonesia - 12 C. Mengapa Harus dari SD? - 18 BAB II Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? - 21 A. Syarat Mutlak Guru SD - 28 B. Meluruskan Niat Guru - 38 C. Revolusi Mental Guru - 42 D. Profil Guru Penuh Cinta - 47 E. Guru SD Dilarang Killer - 54 F. Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? - 60 BAB III Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan - 67 A. Tuntutan Guru SD - 71 B. Mencetak Guru Digital - 73 C. Dicari, Guru Penulis dan Peneliti - 79 D. Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan - 88 Daftar Pustaka - 95 Profil Penulis - 103

x


BAB I FONDASI PENDIDIKAN DASAR “Jenjang pendidikan menengah, atas dan tinggi tidak bisa sukses tanpa pendidikan dasar yang tangguh dan revolusioner.� Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah jenjang pendidikan dasar yang menjadi penentu masa depan anak. Mengapa? Setelah jenjang ini, anak akan menuju pendidikan menengah, atas dan tinggi. Pendidikan dasar menjadi penentu baik-buruk, benar-salah, sukses dan tidaknya pembangunan intelektual dan moral anak. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan menengah. Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun. SD adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia (Kemdikbud, 2012). Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah, yakni sekolah dasar atau sederajat 6 tahun dan sekolah menengah pertama atau sederajat 3 tahun. SD diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, SDN merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota. Dalam Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar, yaitu (1)

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 1


pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, (2) pendidikan dasar berbentuk SD dan MI atau yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau sederajat (Kemdikbud, 2012). Zaman Belanda di Indonesia dulu belum ada SD. Masa penjajahan Belanda, sekolah menengah tingkat atas disebut Europeesche Lagere School (ELS). ELS merupakan adalah SD pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. ELS atau Sekolah Rendah Eropa itu diperuntukkan keturunan Eropa (keturunan timur asing /pribumi dari tokoh terkemuka). ELS pertama didirikan pada tahun 1817 dengan lama sekolah 7 tahun. Setelahnya, pada masa penjajahan Jepang disebut Sekolah Rakyat (SR). Setelah Indonesia merdeka dan tanggal 13 Maret 1946 SR berubah menjadi SD (Hotman J Lumban Gaol, 2013). Seto Mulyadi (2006) menjelaskan anak adalah anak. Ia bukan manusia dewasa mini. Maka dari itu, metode pembelajaran terhadap anak harus disesuaikan perkembangannya. Dunia anak adalah dunia bermain dan belajar. Pada dasarnya anak senang belajar, asal dilakukan dengan cara bermain menyenangkan. Anak-anak senantiasa tumbuh dan berkembang. Mereka menampilkan ciri-ciri fisik dan psikologis berbeda untuk tiap tahap perkembangannya. Masa anak-anak merupakan puncak kreativitasnya dan kreativitas mereka perlu terus dijaga dan dikembangkan dengan menciptakan lingkungan yang menghargai kreativitas, yaitu melalui bermain dan belajar. Pendidikan pada anak SD yang menekankan bermain sambil belajar dapat mendorong mereka mengeluarkan semua daya kreativitasnya. Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami

2 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


suasana penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai kekerasan, sehingga mereka dapat bermain dengan gembira. Pendidikan dasar menjadi fondasi pembentukan intelektual dan mental anak. Di SD, rata-rata mereka berusia 7-14 tahun dari kelas 1-6. UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan anak berada pada masa emas atau golden age yaitu insan manusia yang berusia 0-6 tahun. Febrika Nutrisiani (2010) menyatakan golden age anak berada pada usia 0-5 tahun, di mana pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan pesat. Meskipun sebagian pakar menyebut anak balita adalah anak dalam rentang usia 0-8 tahun dan ada beberapa pendapat golden age, namun pada usia 714 merupakan penyemaian intelektual dan mental anak. Guru SD harus menjadi teman pengembaraan moral dan intelektual anak. Pada usia 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Masa itu merupakan perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak mulai terbentuk. Ketika anak-anak menginjakkan kaki di SD, guru harus memanfaatkan momentum itu untuk menyemai anak menjadi generasi intelektual dan berkarakter. Badrul Munir (2014: 6) menjelaskan usia 7-12 tahun, menurut ilmu Neurobehavior adalah periode emas, di mana dasar sebuah perilaku manusia sedang terbentuk. Ternyata perilaku manusia sangat bergantung pada kerja sekelompok otak di bagian otak yang disebut lobus frontalis dan parietalis (otak bagian depan dan ubun-ubun). Perilaku didasari sistem memori yang terekam dalam otak manusia. Bila memori terekam baik, perilaku akan bersifat baik. Begitu juga sebaliknya. Jika memori yang terekam jelek, perilaku anak cenderung jelek. Kegiatan belajar efektif pada anak harus dilakukan melalui cara-cara bermain aktif menyenangkan dan interaksi pedagogis Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 3


yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik yang “bertele-tele” dan menjenuhkan. Dengan landasan ini, SD harus mampu menyerap pesan bahwa fondasi pendidikan dasar sangat penting untuk masa depan anak. SD menjadi “sawah edukatif” yang menyemai semua potensi anak sesuai tujuan pendidikan nasional. Menyemai Hati Selain akal, mengapa hati perlu disemai? Quraish Shihab (2012) menyatakan pada umumnya lembaga pendidikan saat ini hanya menanam pohon intelektual dan keterampilan, namun lupa menanam pohon hati (Dandan Supratman, 2014: 2). Hal itu harus dimulai dari SD dan MI, di sini lah tempat anak-anak mendapat penanam nilai karakter dan moral. SD menjadi fondasi moral bagi anak-anak dalam menghadapi tantangan zaman. Sujiono (2009) menjelaskan dengan gamblang pembelajaran anak usia dini harus menggunakan konsep belajar sambil bermain (learning by playing), belajar sambil berbuat (learning by doing) dan belajar melalui stimulasi (learning by stimulating). Hal itu juga sangat cocok diterapkan di SD, karena kebutuhan dasar anak adalah bermain sekaligus belajar. Selama ini SD dipandang sebelah mata. Salahnya lagi di sana anak-anak hanya mendapatkan ilmu saja. Guru belum memahami 100 persen bahwa SD menjadi tempat penanaman moral bagi anak-anak. Pandangan masyarakat terhadap SD selama ini masih “biasa-biasa saja”, padahal jenjang ini menjadi penentu kesuksesan pendidikan anak. Maka tidak heran jika banyak muncul lembaga pendidikan dasar dengan berbagai penawaran sistem pembelajaran dan program unggulan. Pandangan masyarakat terhadap sekolah swasta pun berubah. Orang tua tidak lagi membedakan sekolah negeri dan swasta, yang penting adalah kualitasnya. 4 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


Bagi orang tua saat ini, yang paling penting adalah mutu dari sekolah tersebut. Saat ini orang tua di perkotaan cenderung memercayakan anaknya di SD/MI swasta yang favorit. Seperti contoh di Kota Semarang, menurut penelitian penulis banyak SD terkenal, seperti SD Nasima, SD Islam Al-azhar, SD Hj. Isriati, SD Labschool Unnes, SD Marsudirini Pemuda/BSB, SD Don Bosko, SD Nasional Nusaputera, SD Stamford International Community School, SD SEMESTA Bilingual School dan sebagainya. Mereka berlomba-lomba mendesain sistem pembelajaran terpadu, berbasis kebutuhan anak yang ditawarkan kepada masyarakat dengan keunggulannya masing-masing. Jenjang pendidikan anak dapat dikategorikan menjadi prasekolah, pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Posisi pendidikan dasar menjadi penentu masa depan pendidikan anak. Meskipun anak sudah mendapatkan bekal pra-sekolah dari keluarga atau dari PAUD, namun pengetahuan yang didapat anak hanya berasal dari orang tua pasti masih kurang. Jika anak belajar di sekolah, anak lebih banyak berinteraksi alamiah yang bermanfaat bagi perkembangan intelektual maupun moral. Banyak orang dewasa merasa masa kecilnya kurang bahagia dalam hal jenjang pendidikan yang didapatkan. Ketika dulu belum ada PAUD, anak langsung diminta belajar di tingkat SD. Anak harus dihadapkan pada pembelajaran konvensional dengan pengajaran kedisiplinan berbau fisik yang membuat anak tidak menikmati masa awal belajarnya. Padahal prinsip belajar anakanak adalah bermain sambil belajar (Dian Marta Wijayanti, “Wajib Belajar TK�. Suara Merdeka. 2013: 19). Maka sejak dini, anak-anak harus mendapat kesempatan belajar di SD dengan baik karena jenjang ini menjadi fondasi bagi masa depan pendidikan anak. Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 5


SD harus direkonsiliasi dalam segala hal. Semua SD negeri maupun swasta harus berkualitas dan menjadi “surga� bagi siswanya. Hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan kurikulum unggulan, sesuai instruksi kurikulum 2013. Selanjutnya program pendidikan unggulan, muatan lokal, ekstrakurikuler, tenaga kependidikan kompeten dan sebagainya. Mengapa? Fondasi pendidikan dasar adalah awal berkembangnya intelektual dan moral anak. A. PGSD, Embrio Guru SD

Pendidikan Guru Sekolah Dasar atau PGSD merupakah salah satu jurusan/program studi yang dibuka perguruan tinggi atau Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) yang disiapkan menjadi guru kelas SD. Ahman (2012) menjelasan Program Studi (Prodi) PGSD dilahirkan tahun 1990/1991 bertujuan menyiapkan guru-guru SD bertingkat perguruan tinggi yang memiliki professional di dalam merancang, melaksanakan, mengevaluasi dan mengembangkan proses dan sistem pembelajaran di SD. Sejak tahun 2000/2001 dibuka program S1 bagi guru yang telah lulus D2 PGSD dan telah menjadi PNS. Mulai tahun 2006/2007, PGSD menyelenggarakan kualifikasi S1 PGSD (Dual Modes) yang diperuntukkan bagi guru-guru SD yang telah mengajar. Dulu, guru SD cukup berpendidikan DII PGSD, namun sejak terbitnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD), guru SD minimal harus berpendidikan S1. Sebelum dibuka S1 PGSD, awalnya sudah ada program D2 PGSD pada tahun 1992 dengan SK No. 400B/DIKTI/Kep/1992. Kemudian dibuka program S1 dimulai tahun 2002 dengan izin operasional No. 914/D/T/2002. Pada saat ini telah dibuka pula program Pascasarjana/S2 Program Pendidikan Dasar. Sejak terbitnya 6 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


UUGD tahun 2005, maka tahun 2006/2007 banyak muncul PGSD di berbagai LPTK. Sebagai embrio guru SD, PGSD di berbagai kampus di Indonesia terus melakukan peningkatan mutu relevansi produkproduk akademiknya, pengembangan staf, modernisasi prasarana dan sarana pendidikan. Dikembangkan juga infrastruktur teknologi informasi, efektifitas dan efisiensi manajemen, pengembangan suasana akademik dan kepedulian pada kualitas dalam komunitas kampus. Salah satu tujuan diselenggarakannya PGSD adalah agar menghasilkan guru SD baik sebagai guru kelas rendah maupun guru kelas tinggi yang profesional. Mereka dididik untuk mampu mengembangkan program pendidikan ke-SD-an sesuai dengan tuntutan masyarakat meliputi pengembangan konsep pembelajaran ke-SD-an, pengembangan karir dalam bidang pembelajaran, melakukan penelitian ke-SD-an secara terpadu dan mengembangkan program kerja kolaboratif ke-SD-an dengan pihak yang terkait (Dirjen Dikti Kemdikbud, 2013). PGSD menjadi laboratorium penggemblengan calon guru SD profesional dan diharapkan mampu menjawab tantangan zaman. Cita-cita ideal tersebut akan menjadi bumerang jika terlalu banyak lulusan PGSD namun tidak diimbangi perbaikan sistem dan usaha kampus serta pengembangan kualitas para lulusan. Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2013 mencatat di Indonesia terdapat sekitar 2.647 perguruan tinggi (PT) dalam bentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Dari jumlah tersebut 212 di antaranya merupakan perguruan tinggi negeri (PTN), sedangkan perguruan tinggi swasta (PTS) berjumlah 2.435. Jika kita mengamati sejarah, profil dan tujuan diselenggarakannya PGSD di beberapa LPTK, tidak lain adalah Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 7


untuk mencetak tenaga profesional di pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta. Maka tidak heran jika sejak 2006/2007 sampai sekarang, PGSD maupun PGMI diburu mahasiswa karena jaminan kerja dan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Banyak lulusan SMA memburu PGSD sebagai jurusannya dalam kuliah. Masa Depan PGSD Dulu, masyarakat memandang sebelah mata guru SD dan MI. Namun sekarang, magnet kesejahteraan guru SD dan MI mulai diminati semua kalangan. Hal ini terbukti ketika banyak lulusan SMA tergoda mendaftar jurusan/prodi PGSD jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Begitu pula PGMI sekarang juga memiliki daya tarik tinggi di kalangan lulusan SMA. Pendaftar di prodi pendidikan, terutama PGSD terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan, tahun 2014 PGSD menduduki posisi empat besar terfavorit, setelah manajemen, akuntansi dan sistem informasi. Meroketnya jumlah pendaftar di jurusan pendidikan guru merupakan sebuah fenomena positif. Kondisi ini harus dimanfaatkan pemerintah dengan baik untuk memaksimalkan proses seleksi calon-calon guru yang lebih berkualitas. Pemerintah harus memperbaiki kualitas LPTK sebagai lembaga yang memiliki tugas menyaring bibit-bibit pendidik yang baik tersebut dengan selektif. LPTK harus memilih calon pendidik dengan cara yang benar dan berkualitas. Pada SNMPTN 2014, prodi PGSD merangkak naik tinggi. Di antara puluhan prodi di PTN, PGSD masuk deretan 10 jurusan paling diminati. PGSD menempati peringkat keempat jurusan paling diminati dengan 81.181 pendaftar. Dari 10 jurusan itu, PGSD menempati “peringkat tertinggi� jika dibandingkan dengan jurusan pendidikan guru lainnya. 8 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


Jumlah peminat PGSD melampaui peserta ujian untuk jurusan terkait teknologi. Semua prodi berbau teknologi tak masuk daftar 10 besar peminat terbanyak, kecuali teknik informasi. Dari data SNMPTN, ada 10 besar jurusan kuliah dengan peminat terbanyak. Jurusan itu terdiri dari Manajemen 144.374 peminat, Akuntansi 110.851 peminat, Teknik Informatika/Ilmu Komputer/ Teknologi Informasi/Sistem Informasi, 97.775, PGSD 81.181 peminat, Hukum/ Ilmu Hukum 70.310 peminat, Pendidikan Dokter, 60.870 peminat, Psikologi/Ilmu Psikologi 59.133 peminat, Ilmu Komunikasi 54.743 peminat, Farmasi 49.598 peminat dan Ilmu Kesehatan Masyarakat 48.162 peminat. Meningkatnya peminat di jurusan pendidikan guru terutama PGSD karena nasib guru semakin dianggap sejahtera dan menjanjikan. Selain itu, dari tahun ke tahun banyak lowongan dan formasi calon pegawai negeri sipil (CPNS) guru SD di tiap kota/kabupaten, khususnya di Jawa Tengah. Rata-rata kuota CPNS jalur umum/K2 tertinggi adalah guru SD, mengingat di tiap kelurahan/desa pasti ada SD. Selain CPNS jalur seleksi umum, untuk tenaga honorer (K2) paling banyak yang diangkat jadi CPNS juga formasi guru SD. Atas dasar ini, banyak lulusan SMA tertarik mendaftar jurusan PGSD dibandingkan jurusan pendidikan guru lainnya. Hal ini memberikan sinyal positif bagi LPTK, namun harus diimbangi dengan pengingkatan kualitas dan pemeritah juga harus memperhatikan nasib LTPK. Perbaikan Kualitas LPTK LPTK berkualitas tentu akan melahirkan guru berkualitas pula. Hal itu sudah hukum pasti dalam jagad akademik. Sayangnya, kondisi LPTK di Indonesia masih “dianaktirikan� oleh pemerintah dibandingkan kampus-kampus yang memiliki Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 9


jurusan non-kependidikan. Dari sisi anggaran, misalnya, dana untuk LPTK sangat kecil dibandingkan kampus lainnya. Hal itu LPTK negeri, apalagi LPTK swasta, nasibnya lebih mengenaskan. Ada beberapa formula yang bisa dilakukan. Pertama; Kemdikbud harus serius memperhatikan nasib LPTK, baik dari segi anggaran maupun kualitas pendidiknya. Kedua; Kemdikbud harus memfasilitasi pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dengan memberi peluang beasiswa S2 maupun S3, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Semakin banyak dosen lulusan doktor, maka kualitas lulusan juga menjadi bermutu. Ketiga; status LPTK harus jelas akreditasinya, baik yang berstatus negeri maupun swasta. Pasalnya, selama ini banyak “prodi abal-abal” muncul dan hal itu justru menjadi bumerang bagi lulusannya. Jika prodi tidak jelas, maka lebih baik dihentikan sementara (Hamidulloh Ibda, “Mencegah Kemunculan Kampus Abal-abal”, Suara Merdeka. 2012:19). Di Kota Semarang saja, banyak PGSD bermunculan sejak 2006/2007 sampai sekarang. Seperti contoh PGSD Unnes, PGSD UPGRIS, PGSD Unissula, PGSD Undaris, PGSD Universita Terbuka dan sebagainya. Selain PGSD, banyak pula prodi PGMI bermunculan, seperti PGMI IAIN Walisongo, PGMI Unwahas dan sebagainya. Selain di Semarang, banyak PGSD dan PGMI terus bersaing seperti PGSD UMS, PGSD UKSW, PGSD UMK, PGMI STAIN Kudus, PGMI STAIN Salatiga, PGMI Stain Pekalongan dan sebagainya (Hamidulloh Ibda, “Harapan Baru PGSD”, Koran Muria. 2014:23). Prodi-prodi itu harus jelas akreditasinya dan selalu mendesain pembelajaran sesuai perkembangan zaman. Prodi juga harus memberi pembekalan soft skill dan memberi kesempatan show up kepada mahasiswa agar khazanah ilmu makin luas dan

10 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


mendalam. Pasalnya, banyak potensi mahasiswa tidak berkembang karena tidak difasilitasi dan didukung kampus. Keempat; naiknya pendaftar jurusan pendidikan guru tiap tahun harus direspons positif pemerintah, terutama agar momen ini dapat dimanfaatkan membangun sistem pemetaan kebutuhan guru yang lebih baik dan terarah. Selama ini masih ada keluhan kekurangan guru di daerah-daerah tertentu. Kelima; calon guru tidak sekadar menguasai kompetensi pedagogi, kepribadian dan sosial dan menguasai 8 keterampilan mengajar. Guru juga tidak hanya dituntut bisa ngrancang (merancang), mulang (mengajar). Namun guru juga harus “mendidik” dan menjadi orang tua kedua di sekolah. Selama ini masih banyak guru yang masih “mengajar”, belum sepenuhnya “mendidik”. Guru juga harus selalu meningkatkan kualitas lewat kuliah tambahan, seminar, diklat, rajin mengikuti penelitian, lomba karya tulis ilmiah dan sebagainya. Jika itu terlaksana, guru sebagai mercusuar pendidikan tidak sekadar menjadi mitos. Keenam; menjadi guru memang bukan profesi untuk menjadi orang kaya. Namun jika ingin mencetak orang kaya, maka jadilah guru. Artinya, sebelum menjadi guru, para mahasiswa harus meluruskan niat untuk berjuang dan mencerdaskan bangsa. Jangan sampai mendaftar di jurusan pendidikan guru hanya untuk berorintasi uang. Para mahasiswa harus menata pola pikirnya. Artinya secara hakikat, “guru tidak mengejar uang, namun uang lah yang sebenarnya mengejar guru”. Mahasiswa harus meluruskan niat bahwa kuliah bukan sekadar mencari ilmu, gelar dan harta sebanyaknya. Hakikat kuliah adalah menata cara berpikir, mengubah perilaku dan meningkatkan kualitas hidup. Menjadi guru SD juga bukan sekadar mencari recehan dan sertifikasi, namun harus menjadi alat untuk berbuat baik lebih banyak lagi dan mencari kemuliaan di Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 11


hadapan Tuhan dan manusia. Guru SD bukan segalanya, namun segalanya bisa berasal dari sana. Sesuai UUGD, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UUGD, 2005: 1-2). Dalam konteks ini, guru SD secara tegas harus berpendidikan S1 PGSD. Dandan Supratman (2014) menjelaskan guru SD petugas awal menanamkan karakter, etika dan moral. Guru SD berpendidikan S1 saja tidak cukup, karena hal itu hanya berkaitan dengan kualifikasi akademik sesuai UUGD. Dengan kesadaran berjuang, semua mahasiswa PGSD harus mampu mencari formula untuk menjadi guru yang profesional dan revolusioner di bidang intelektual dan moral. B. Kondisi Pendidikan Dasar di Indonesia Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk memajukan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu, maju atau mundurnya peradaban negara ditentukan baik atau buruknya kualitas pendidikan masyarakat di negara tersebut. Lalu, bagaimana kualitas pendidikan dasar di Indonesia? Secara geografis, permasalahan terbesar adalah pemerataan guru di daerah-daerah terpencil. Parahnya lagi meskipun pemerintah menyebutkan bahwa banyak guru yang sudah diangkat menjadi PNS, tapi masih banyak pula guru yang belum terangkat menjadi PNS, ditambah banyaknya guru honorer yang mendapatkan gaji hanya rata-rata +Rp. 500.000,- sebulan (khusus Kota Semarang). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mengalokasikan 20% untuk pendidikan, namun 12 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


pendidikan dasar masih didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dana BOS. Besar dana pendidikan dalam APBD amatlah terbatas, kecuali DKI Jakarta. Semua APBD masih mengandalkan dana perimbangan dari Pemerintah Pusat. Akibatnya fasilitas pendidikan dasar hanya SD di DKI Jakarta saja yang dapat dikatakan memadai, meskipun masih jauh dari standar internasional (Kemdikbud, 2012). Pada tahun 1997, kualitas pendidikan Indonesia menempati peringkat ke 39 dari 49 negara yang disurvei. Satu dekade kemudian (tahun 2007) kualitas pendidikan Indonesia merosot menjadi peringkat ke 53 dari 55 negara yang disurvei. Padahal anggaran pendidikan sudah meningkat selama masa Reformasi karena dipatok sebesar 20% dari APBN, namun mengapa kualitas pendidikan bangsa ini tak kunjung membaik? Dari hasil survei yang dilakukan berdasarkan publikasi ilmiah (1996-2009) posisi Indonesia juga tidak beranjak (Scimago Journal & Country Rank, 2011). Pada tahun 2010, Indonesia berada di posisi 64, dan tahun berikutnya tetap di posisi 64 dari 70 negara. Negara-negara lain bisa maju, seperti Malaysia pada tahun 2011 di posisi 44 dan pada tahun 2010 di posisi 48. Ada pun Banglades lebih unggul dari Indonesia di posisi 62. Thailand dan Singapura juga lebih unggul dari Indonesia. UNESCO lewat Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011 merillis indeks pembangunan pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke69 dari 127 negara (Ester Lince Napitupulu dan Try Harijono, 2013: 14). Sementara untuk kawasan ASEAN, Indonesia belum mampu menembus dominasi Singapura, Malaysia dan Thailand dalam berbagai penilaian mutu pendidikan. Misalnya, dalam Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 13


pengukuran kemampuan Sains, Matematika, dan membaca lewat Program for International Student Assessment ataupun TIMS untuk siswa berusia 15 tahun, Indonesia berada di urutan bawah (Atika Nafridayanti, 2014: 2). Tantangan demi tantangan juga menanti Indonesia. Mari kita bermimpi dan berhitung. Pikiran kita sekarang harus melampaui rata-rata pemikiran manusia pada umumnya. Salah satunya adalah kita harus memiliki visi 2030 bahkan 2050. Selama ini pendidikan diakui sebagai “jembatan� untuk menuju kesuksesan. Musuh besar bangsa ini adalah pengangguran dan kemiskinan. Jika visi pendidikan ini mampu menjawab tantangan abad milenium (Millenium Development Goals/MGD), maka di tahun 2015 nanti semua anak di Indonesia bisa menikmati sekolah dasar (Tim Penyusun, 2007: 97). Indonesia juga akan dihadapkan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang pelaksanaannya akan dimulai pada tanggal 31 Desember 2015. MEA akan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dengan transformasi kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi, sekaligus menjadikan kawasan ASEAN yang lebih dinamis dan kompetitif. Pemberlakuan MEA dapat pula dimaknai sebagai harapan akan prospek dan peluang bagi kerjasama ekonomi antar kawasan dalam skala yang lebih luas, melalui integrasi ekonomi regional kawasan Asia Tenggara, yang ditandai dengan terjadinya arus bebas (free flow) barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal termasuk pula pendidikan (Eddy Cahyono, 2014). Masalah-masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang harus dicari solusinya, sehinga mutu pendidikan di negeri ini dari waktu ke waktu harus lebih baik. Hal itu tak hanya masalah profesionelisme guru, namun berkaitan juga dengan sistem, kurikulum dan standar 14 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


nasional pendidikan, sarana dan sebagainya. Solusinya bisa secara konseptual dan teknis, mendasar dan sampai ke akar, salah satunya membenahi SD. Perbaikan secara terus-menerus telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pada 2013 Kemendikbud juga mengeluarkan kurikulum 2013 yang merepresentasikan perubahan pendidikan. SNP sangat penting dan menjadi perangkat lunak kemajuan pendidikan. SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berfungsi sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Hayat dan Yusuf, 2009: 16). Dari beberapa hasil penelitian, kunci dari kondisi SD di era digital ada pada guru. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu negara menjadi negara maju dan mampu mengatasi permasalahan yang timbul adalah kualitas berpikir masyarakat. Kualitas berpikir yang baik dan terstruktur hanya dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Salah satu cara meningkatkan kualitas pendidikan adalah peningkatan kualitas guru, karena guru memiliki peranan sentral dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru sebagai motivator dan mediator bagi siswa untuk dapat belajar secara efektif dan efisien. Guru harus berperan mendorong siswa untuk belajar. Guru dituntut menjadi profesional dalam penguasaan materi dan pembelajaran. Namun kenyataannya dalam proses belajar mengajar masih banyak guru yang menekankan pada prosedur “pokoknya� dan belum mengajak siswa untuk berpikir dengan menekankan pada Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 15


“mengapa” dan “bagaimana” bisa terjadi (Subandi dan Isnandar, 2010: 1). Untuk menunjang hal itu, agar bisa mewujudkan Indonesia bebas pengangguran dan kemiskinan, maka diperlukan adanya perbaikan dan sistem berkualitas lulusan PGSD/PGMI. Pendidikan dasar secara kualitatif menjadi jawaban atas problematika bangsa. Hal itu lewat formula memperbaiki gurunya. Banyak guru hidup dengan tak berkecukupan. Hal ini merupakan suatu proporsi yang menuntut pembuktian melalui penelitian (Agus Salim, 2006: 53). Artinya prospek guru SD/MI ke depan harus cerah dan sejahtera. Dalam hal ini, semua jurusan PGSD/PGMI harus rajin melakukan penelitian dan pengembangan mutu akademik agar lulusannya nanti mampu bersaing dan sejahtera. Jangan sampai jurusan PGSD/PGMI hanya mengejar materi daripada mengutamakan kualitas dan masa depan lulusannya. Kondisi Guru Secara kuantitas, PGSD sangat berpeluang kerja tinggi dibanding juruan lainnya. Seperti contoh rasio guru SD di Jawa Tengah yakni 1:30, sedangkan secara nasional 1:22. Kondisi ini berkebalikan dengan jumlah guru SMP dan SMA yang justru berlebihan di mata pelajaran tertentu. Apalagi sejak diberlakukannya SKB 5 Menteri mengenai penataan guru, di mana pendidik diwajibkan mengajar 24 jam perminggu. Guru SD yang PNS sangat kecil jumlahnya, sehingga dipastikan tanpa guru honorer atau wiyata bakti pasti lumpuh. Sebab, idealnya guru SD membutuhkan 9 guru, yaitu 6 guru kelas, 1 kepala sekolah, 1 guru olahraga dan 1 guru agama. Selain guru, idealnya ditambah penjaga sekolah, tata usaha dan penjaga perpustakaan.

16 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


Penyebab lain kekurangan guru SD di daerah karena jumlah guru SD pensiun sangat banyak. Di Jawa Tengah saja setiap tahunnya mencapai 6 ribu sampai 7 ribu guru tiap tahun yang pensiun. Belum lagi guru mutasi, keluar dan meninggal dunia. Jadi, kesempatan menjadi guru SD sangat besar daripada guru SMP/SMA. Dalam kurun waktu 2011-2012, provinsi Jawa Tengah tercatat kekurangan guru SD negeri sebanyak 17.236 orang. Sampai 2012, tercatat 700 guru SD belum berpendidikan S1, padahal program pemerintah pada 2015 semua guru minimal sarjana (Muhdi, 2012: 13). Di tahun 2013-2016, banyak guru SD/MI yang pensiun dan semua guru SD/MI harus berpendidikan minimal sarjana. Jumlah guru yang sesuai dengan kualifikasi saat ini dinilai masih belum merata di daerah. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad, tahun 2013 banyak SD di Indonesia kekurangan tenaga guru. Jumlahnya diperkirakan mencapai 112 ribu guru (USAID, 2013). Data terbaru yang dirillis PGRI menyebutkan bahwa Indonesia pada 30 September 2014 masih membutuhkan 400.000 guru SD (Kompas, 2014: 5). Sedangkan untuk SMP dan SMA relatif cukup. Kebutuhan guru SD itu hampir merata di seluruh provinsi, kabupaten/kota, terutama di daerah tertinggal. Selain secara kuantitas, kualitas guru SD juga dipertanyakan. Sebab, pada masa lalu, keperluan tenaga pengajar di SD masih lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) setingkat dengan SLTA. Sejak terbitnya peraturan UUGD tahun 2005, geliat untuk kuliah S1 PGSD sangat sedikit. Jika mereka kuliah juga hanya ingin memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi dan mengejar sertifikasi. Data di PGRI juga menyebutkan untuk guru di Papua juga kekurangan. Terdapat 23.000 guru hanya 5.000 yang Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 17


berpendidikan S1 (Kompas, 2014: 5). Data ini salah satu contoh bukti kesenjangan di Indonesia. Banyak jurusan PGSD di Jawa, namun sangat sedikit para lulusan yang ingin hijrah ke sana. Maka dari itu, PTN maupun PTS harus selalu meningkatkan kualitas akademiknya untuk menyiapkan guru-guru andal dan revolusioner yang mampu menjawab tantangan zaman. Bagi kampus yang menyelenggarakan PGSD/PGMI harus memacu kualitas akademik untuk mendesain lulusan siap mengajar SD/MI. C. Mengapa Harus dari SD? Ibarat rumah, SD adalah fondasi yang paling menentukan. Pendidikan dasar menjadi penentu masa depan bangsa. Bagaimana tidak, sebelum beranjak ke SMP, SMA dan perguruan tinggi, pelajar harus mendapat “modal� awal di SD, baik ilmu pengetahuan maupun karakter. Hal itu tidak lain adalah dari spirit guru. Intinya guru SD harus berubah, baik dipaksa atau dari lubuk hati sendiri. Salah satu indikator suksesnya pendidikan adalah moral pelajar yang baik serta cerdas dalam intelektual. Ini tidak bisa dicapai tanpa menggembleng anak sejak di SD. Anak-anak merupakan sosok manusia ciptaan Tuhan memang sangat mengagumkan. Keunikan dalam setiap diri setiap manusia antara lain adanya fenomena beda tetapi sama. Profilnya berbeda, tapi ada ciri kesamaan yang berlaku pada seluruh manusia (Hajudin Alwi, 2013: 42). Jika tidak dididik sebagaimana mestinya, anak SD tersesat di jalan salah. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya SD bagi masa depan pendidikan di Indonesia. Sebagai kawah penyemai karakter, yang paling penting dan utama adalah guru SD. Menurut S. Sandt (2007) perilaku guru sangat mempengaruhi perilaku siswa. Dalam hal ini perilaku guru dipengaruhi 3 hal: (1) teachers attitude, (2) teacher 18 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


knowledge dan (3) teacher views and beliefs. Perilaku guru perlu diubah dari “pemberi materi” ke arah memfasilitasi siswa untuk belajar dan “pembentuk karakter”. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan paradigma pendidikan dari behaviorism ke constructivism, perubahan pandangan yang semula siswa sebagai objek pembelajaran menjadi subjek pembelajaran dan perubahan pandangan dari teacher centered ke learner centered. Semua guru di negeri ini harus professional dan revolusioner. Hukumnya wajib. Jika tidak profesional, bagaimana dengan kondisi pendidikan di negeri ini? Pasti semrawut. Pasal 8 Undang-Undang No. 14 tahun 2005 berbunyi “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Diperjelas lagi dengan Permendiknas RI No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru menegaskan bahwa “Guru harus memiliki 4 kompetensi yang disyaratkan, yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional. Salah satu keprofesionalan guru SD/MI adalah mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif dengan indikator kompetensi yaitu mampu melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus-menerus, memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka keprofesionalan, melakukan penelitian tindakan kelas dan mengikuti kemajuan kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber”. Deskripsi di atas sangat jelas bahwa guru SD harus selalu mengikuti zaman, menemukan hal baru dan mampu menjawab tantangan global. Fakta di lapangan berbeda dengan harapan, jangankan profesional, masih banyak guru tidak melek teknologi, gaptek, kuno, tidak mau berubah, buta dengan PTK, RPP dan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 19


modul pembelajaran. Hal ini sangat ironis. Jika pendidikanya saja tidak profesional dan revolusioner, dipastikan kemajuan pendidikan akan terhambat. Memiliki jiwa revolusioner merupakan bukti keseriusan guru dalam menjadi pendidik. Hanya guru profesional yang pekerjaannya sepenuh hati dan serius. Figur seperti ini lah yang dinantikan semua pelajar. Selain rajin, figur guru SD/MI juga harus mampu menjawab tantangan zaman dengan beberapa kemampuan untuk memajukan pendidikan.

20 ‖ Fondasi Pendidikan Dasar


BAB II SIAPKAH SAYA MENJADI GURU SD REVOLUSIONER?

“Revolusi pendidikan menjadi jalan revolusi Indonesia.” “Menjadi guru itu mudah dan murah, namun tidak semua orang bisa menjadi guru revolusioner.” Sebelum mendekonstruksi makna, karakter dan ciri guru SD revolusioner, mari kita lacak akar revolusi di dunia, seperti Fatkhu Makkah, Aufklarung, Renaissance, Revolusi Perancis, gagasan Rausyanfikr sampai revolusi nasional Indonesia. Revolusi itu tak lain untuk mengubah dunia secara menyeluruh-mendasar. Dalam hal ini guru revolusioner menjadi jawaban atas kondisi Indonesia. Fathu Makkah (pembebasan Mekah) merupakan peristiwa tahun 630, tepatnya 10 Ramadan 8H. Saat itu Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekah dan kemudian menguasai Mekah secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikitpun, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Kabah (Muhammad Husain Haekal, 1980). Aufklarung adalah kata Jerman yang berpadanan dengan kata Inggris anlightenment yang berarti pencerahan atau penerangan (Hassan Sadily, dkk, 1982). Aufklarung berhubungan dengan situasi budaya dan sumbangan-sumbangan dari abad ke18 terutama di Jerman, Perancis, Inggris dan Amerika. Murray P (1963: 9) menjelaskan Renaissance merupakan gerakan budaya yang sangat mempengaruhi kehidupan intelektual Eropa pada periode modern awal. Mulai di Italia dan menyebar ke seluruh Eropa abad ke-16. Pengaruhnya dirasakan dalam sastra, filsafat, seni, musik, politik, ilmu pengetahuan, agama, pendidikan

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 21


dan aspek lain dari penyelidikan intelektual. Renaissance dapat dipandang sebagai upaya secara intelektual untuk belajar dan meningkatkan bentuk sekuler dan duniawi, baik melalui kebangkitan ide dari zaman dahulu dan melalui pendekatan baru untuk berpikir. Revolusi Perancis (Perancis: Revolution francaise) terjadi pada 1789-1799 adalah suatu periode sosial radikal dan pergolakan politik di Perancis yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Perancis dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan (Donald Greer, 1935). Revolusi ini melahirkan perubahan mendasar di Perancis yang dirasakan sampai sekarang. Di Indonesia sendiri, praktis belum ada “era revolusi” selain revolusi nasional Indonesia yang terjadi pada 1945. Amry Vandenbosch (1931) menjelaskan revolusi nasional Indonesia merupakan sebuah konflik bersenjata dan pertentangan diplomasi antara Republik Indonesia yang baru lahir melawan Kerajaan Belanda yang dibantu pihak Sekutu, diwakili Inggris. Rangkaian peristiwa ini terjadi mulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945) hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Kerajaan Belanda pada 29 Desember 1949. Gerakan revolusi itu sebenarnya telah dimulai tahun 1908, yang saat ini diperingati sebagai tahun dimulainya kebangkitan nasional Indonesia. Dari beberapa revolusi di atas, sebenarnya gagasan revolusi, pencerahan lewat intelektualisme juga dimulai Ali Syariati (19331977). Ia memberikan gambaran mengapa orang harus menjadi pencerah dan revolusioer lewat gagasan Rausyanfikr. M. Dawam Raharjo (1988) menjelaskan Rausyanfikr merupakan kata Persia yang artinya “pemikir yang tercerahkan”. Sejak abad ke-19, di Iran muncul idiom Rausyanfikr sebagai era pencerahan. Dalam terjemahan Inggris disebut intellectual atau enlightened thinkers. Rausyanfikr berbeda dengan ilmuwan. 22 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Mengapa? Ilmuwan menemukan kenyataan, seorang Rausyanfikr menemukan kebenaran. Ilmuwan hanya menampilkan fakta sebagaimana adanya, Rausyanfikr memberikan penilaian sebagaimana seharusnya. Jadi sudah saatnya revolusi di Indonesia ditegakkan dan dimulai lewat pendidikan. Banyak kampus berdiri, jutaan sekolah dibangun, sarjana lulus tiap tahun, penelitian didanai tiap bulan, namun belum ada perubahan mendasar terjadi. Penulis yakin dan optimis, revolusi itu akan terjadi dalam pendidikan lewat guru. Gagasan guru revolusioner sudah dicontohkan Abdul Karim Amrullah (1879-1945) dan Dewi Sartika (1884-1947), disemangati Ki Hajar Dewantara (1889-1959), KH Hasyim Asyari (1875 -1947), KH Ahmad Dahlan (1868-1923), RA Kartini (18791904) dan Tan Malaka (1897-1949). Mereka hanya sebagian kecil pejuang pendidikan dan kebangsaan. Maka jangan sampai warisan revolusioner mereka tidak kita teruskan, terutama dalam pendidikan. Revolusioner Kritis Semua kalangan pendidikan pasti mendukung gagasan pendidikan kritis yang muaranya pada revolusi, terutama sebagai wahana mencetak guru revolusioner. Namun jika melihat gagasan Paulo Fraire, inti dari pendidikan adalah “membebaskan” dan menjadi bahan revolusi menuju masyarakat yang tercerahkan. Menurut Paulo Fraire sistem pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini dapat diandaikan sebagai sebuah “bank” (banking concept of education) di mana pelajar diberi ilmu pengetahuan agar ia kelak dapat mendatangkan hasil dengan lipat ganda. Jadi, anak didik adalah objek investasi dan sumber deposito petensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditi ekonomis lainnya yang lazim dikenal.

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 23


Depositor atau investornya adalah para guru yang mewakili lembaga-lembaga kemasyarakatan mapan dan berkuasa, sementara depositonya adalah berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Freire percaya bahwa tugas utama pendidikan sistematis adalah reproduksi ideologi kelas dominan, reproduksi kondisi-kondisi untuk memelihara kekuasaan mereka, namun tepatnya karena hubungan antara pendidikan sistematis, sebagai suatu subsistem dengan sistem sosial, merupakan hubungan pertentangan dan kontradiksi timbal balik. Anak didik pun lantas diperlakukan sebagai ”bejana kosong” yang akan diisi, sebagai sarana tabungan atau penanaman “modal ilmu pengetahuan” yang akan dipetik hasilnya kelak. Jadi guru adalah subjek aktif, sedang anak didik adalah objek pasif yang penurut, dan diperlakukan tidak berbeda atau menjadi bagian dari realitas dunia yang diajarkan kepada mereka, sebagai objek ilmu pengetahuan teoretis yang tidak berkesadaran. Pendidikan akhirnya bersifat negatif di mana guru memberi informasi yang harus ditelan murid, yang wajib diingat dan dihafalkan (Kahar Muamalsyah, 2012). Paulo Fraire (1921–1997) secara sederhana menyusun daftar antagonisme pendidikan “gaya bank” itu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Guru mengajar, murid belajar Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa Guru berpikir, murid dipikirkan Guru bicara, murid mendengarkan Guru mengatur, murid diatur Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti 7. Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya

24 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


8. Guru memilih apa yang diajarkan, murid menyesuaikan diri 9. Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionlismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid 10. Guru adalah subjek proses belajar, murid objeknya. Jika demikian, lumrah saja jika murid-murid kemudian mengidentifikasikan diri seperti gurunya sebagai prototipe manusia ideal yang harus “digudu” dan “ditiru” yang harus diteladani dalam semua hal. Freire menyebut pendidikan semacam itu menciptakan “nekrofili”, bukan melahirkan “biofili”. Implikasinya lebih jauh adalah bahwa pada saatnya nanti muridmurid akan benar-benar menjadikan diri mereka sebagai duplikasi guru mereka dulu. Pada saat itulah akan lahir lagi generasi baru manusia-manusia penindas. Jika di antara mereka ada yang menjadi guru atau pendidik, daur penindasan segera dimulai dalam dunia pendidikan, dan demikian terjadi seterusnya. Sistem pendidikan menjadi sarana terbaik untuk memelihara keberlangsungan status-quo sepanjang masa, bukan menjadi kekuatan penggugah (subversive force) ke arah perubahan dan pembaruan. Bagi Freire, sistem pendidikan justru harus menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia. Sistem pendidikan mapan selama ini telah menjadikan anak didik sebagai manusia-manusia yang terasing dan tercerabut (disinherited masses) dari realitas dirinya sendiri dan realitas dunia sekitarnya, karena ia telah mendidik mereka menjadi ada dalam arti menjadi seperti orang lain, bukan dirinya sendiri. Pola pendidikan seperti itu paling jauh hanya akan mampu merubah “penafsiran” seseorang terhadap situasi yang dihadapinya, namun tidak akan mampu merubah “realitas” dirinya sendiri. Manusia menjadi penonton dan peniru, bukan pencipta, Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 25


sehingga mudah dipahami mengapa suatu revolusi yang paling revolusioner sekalipun pada awal mulanya, tetapi digerakkan orang-orang yang dihasilkan sistem pendidikan mapan seperti itu. Pada akhirnya, hanya menggantikan simbol-simbol dan mitosmitos lama dengan simbol-simbol dan mitos-mitos baru yang sebenarnya setali tiga uang alias sama saja, bahkan terkadang jauh lebih buruk. Upaya menggerakkan kesadaran ini bisa menggeser dinamika dari pendidikan kritis menuju pendidikan yang revolusioner. Keduanya berasal dari rahim pemikiran Freire juga. Menurutnya, “pendidikan revolusioner” adalah sistem kesadaran untuk melawan sistem borjuis karena tugas utama pendidikan (selama ini) adalah mereproduksi ideologi borjuis. Artinya, pendidikan telah menjadi kekuatan kaum borjuis untuk menjadi saluran kepentingannya. Maka, revolusi yang nanti berkuasa akan membalikkan tugas pendidikan yang pada awalnya telah dikuasai oleh kaum borjuis kini menjadi jalan untuk menciptakan ideologi baru dengan terlebih dahulu membentuk “masyarakat baru”. Masyarakat baru adalah tatanan struktur sosial yang tak berkelas dengan memberikan ruang kebebasan penuh atas masyarakat. Pendidikan pembebasan akan dicapai dengan menumbangkan realitas penindasan, yaitu mengisi konsep pedagogis yang memberikan kekuatan pembebasan yang baru. Di sini kita perlu memperbincangkan soal kurikulum pendidikan dan guru revolusioner yang membebaskan. Namun terlebih dulu kita perlu mengritik konsep pengetahuan selama ini. Sebenarnya pengetahuan yang ingin didorong Freire adalah pengetahuan melalui transformasi dan subversi terhadap pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang “didepositokan” dalam buku-buku teks, sehingga apa yang dihasilkan dari pola

26 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


pendidikan dan pengetahuan ini akan terpisah dengan realitas kontekstual. Pendidikan revolusioner menurut Paulo Fraire (2000:11) adalah membebaskan manusia dari kondisi-kondisi penindasan yang telah membawa kehidupan manusia pada sikap “tidak manusiawi�, baik itu korban penindasan maupun pelaku penindasan. Freire menganggap bahwa situasi penindasan bukan keharusan sejarah, tetapi lebih karena diciptakan, maka pendidikan berfungsi untuk mengubah itu semua. Dalam melawan segala situasi penindasan ini, terlebih dahulu manusia harus memiliki kesadaran bahwa telah terjadi penindasan dan memiliki perasaan bahwa ia mampu untuk merubah itu semua. Freire menggolongkan kesadaran manusia menjadi kesadaran magis (magical consciousness), kesadaran naif (naival consciousness) dan kesadaran kritis (critical consciousness). 1. Kesadaran magis yakni suatu kesadaran masyarakat yang tidak mampu melihat kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya masyarakat miskin yang tidak mampu melihat kaitan antara kemiskinan mereka dengan sistem politik dan kebudayaan. Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun supranatural) sebagai penyebab dan ketidakberdayaan. 2. Kesadaran naif, keadaan yang dikatagorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat aspek manusia menjadi akar penyebab masalah masyarakat. 3. Kesadaran kritis, kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktural menghindari “blaming the victims� dan lebih menganalisis. Untuk secara kritis menyadari struktur dan

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 27


sistem sosial, politik, ekonomi budaya dan akibatnya pada keadaan masyarakat. Untuk membangun kesadaran ini, metode pendidikan tidak bisa dilakukan secara searah, harus dilakukan secara dua arah. Artinya, guru dan murid harus berada dalam kondisi sejajar agar murid tidak berperan sebagai objek yang hanya berperan sebagai wadah yang harus diisi ilmu pengetahuan yang hanya berasal dari sang guru. Substansinya, guru dan murid harus bisa berperan ganda, sang guru bisa menjadi murid, murid pun bisa menjadi guru. Konsep revolusioner sudah didentumkan oleh Freire jauhjauh hari. Di era seperti ini, guru yang mengajar di SD harus mampu merealisasikan amanat pendiri bangsa. Revolusioner tersebut harus tercermin dengan membebaskan anak dari belenggu kebodohan dan tidak dikotomi seperti yang dicontohkan Freire di atas. A. Syarat Mutlak Guru SD

Sebagai profesi, guru memiliki syarat mutlak yang wajib dipenuhi calon guru atau mahasiswa. Guru merupakan jabatan profesional yang memberikan layanan ahli dan menuntut kemampuan akademik dan pedagogi yang memadai. Sesuai Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik.

28 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Guru sebagai jabatan profesional harus disiapkan melalui program pendidikan yang relatif lama dan dirancang berdasarkan standar kompetensi guru. Oleh sebab itu diperlukan waktu dan keahlian untuk membekali para lulusannya dengan berbagai kompetensi dari penguasaan bidang studi, landasan keilmuan, kegiatan mendidik, sampai strategi menerapkannya secara profesional di lapangan (Supriadi Rustad, dkk, 2012: 1). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 membahas tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru di mana disebutkan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualitas akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional, juga bahwa guru-guru yang belum memenuhi kualifikasi sarjana akan diatur dengan peraturan menteri tersendiri. Kualifikasi Akademik Di dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 telah dijelaskan ada 2 kualifikasi akademik guru yaitu kualifikasi guru melalui pendidikan formal dan kualifikasi guru melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Hal itu dijelaskan dengan kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidangbidang khusus. Hal itu sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di kampus dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan perguruan tinggi yang diberi wewenang melaksanakannya. Kualifikasi akademik guru melalui pendidikan formal adalah kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan anak usia dini/taman kanak-kanak/raudatul atfal (PAUD/TK/RA), guru Sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTS), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 29


dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), sebagai berikut: Satuan Pendidikan Kualifikasi Akademik Guru Guru pada PAUD/TK/RA harus PAUD/TK/RA memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang SD/MI sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain SMP/MTS yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain SMA/MA yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Guru pada SDLB/SMPLB/ SMALB, SDLB/SMPLB/ atau bentuk lain yang sederajat, harus 30 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


SMALB

SMK/MAK

memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D IV) atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Guru pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Standar Kompetensi Guru Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama (kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional). Keempat kompetensi itu terintegrasi dalam kinerja guru. Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK (Permendiknas Nomor 16, 2007). Guru mutlak memiliki 4 kompetensi pendidik, yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional. Semua hal itu harus dimiliki guru maupun calon guru sebagai bukti keabsahan kualifikasi akademiknya linier (Kunandar, 2007: 57). Dari 4 kompetensi guru profesional tersebut harus dimiliki guru melalui pendidikan profesi selama satu tahun. Berikut ini adalah penjelasannya 4 kompetensi guru profesional: 1. Kompetensi Pedagogis Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 31


Kompetensi ini menyangkut kemampuan guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki murid melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid. 2. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik. 3. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki guru yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. 4. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Jika keempat kompetensi di atas dimiliki dan dikuasai guru, diharapkan pembelajaran di kelas menjadi menyenangkan. Guru juga berperan sebagai fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator dan evaluator (Sugiyanto, 2009: 1-2).

32 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Selain itu guru juga wajib menguasai dan mahir beberapa keterampilan mengajar, yaitu; 1. Keterampilan Bertanya Ada yang mengatakan bahwa “berpikir itu sendiri adalah bertanya”. Bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang. Respon yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting, sebab pertanyaan tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yaitu:  Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajarmengajar  Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang dihadai atau dibicarakan  Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berfikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya  Menuntun proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik  Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas Keterampilan dan kelancaran bertanya dari calon guru maupun dari guru itu perlu dilatih dan ditingkatkan, baik isi pertanyaannya maupun teknik bertanya. 2. Keterampilan Memberikan Penguatan Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan memberikan informasi atau umpan balik Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 33


(feedback) bagi penerima atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tujuan pemberian penguatan yaitu mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa. Tujuannya, meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif. 3. Keterampilan Mengadakan Variasi Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam situasi belajar mengajar, siswa senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi. 4. Keterampilan Menjelaskan Keterampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan lainnya. Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. 5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran Membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek positif terhadap kegiatan belajar. Sedangkan menutup pelajaran (closure) ialah kegiatan guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar. 34 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Usaha menutup pelajaran itu dimaksudkan memberi gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar. Komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan melalui berbagai usaha dan membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai siswa. Komponen keterampilan menutup pelajaran meliputi meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, dan mengevaluasi. 6. Keterampilam Membimbing Diskusi Kelompok Kecil Diskusi kelompok adalah suatu proses teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya keterampilan berbahasa. 7. Keterampilan Mengelola Kelas Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar, misalnya penghentian tingkah laku siswa yang Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 35


menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif. Suatu kondisi belajar optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam usaha mengelola kelas secara efektif ada sejumlah kekeliruan yang harus dihindari guru. Pertama, campur tangan yang berlebihan (teachers instruction). Kedua, kesenyapan (fade away). Ketiga, ketidaktepatan memulai dan mengakhiri kegiatan (stop and stars). Keempat, penyimpangan (digression). Kelima, bertele-tele (overdwelling). 8. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3-8 orang untuk kelompok kecil dan seorang untuk perseorangan. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan lebih akrab antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa (M Uzer Usman, 2010: 7475). Komponen keterampilan yang digunakan adalah keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, mengorganisasi, membimbing, memudahkan belajar dan keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Diharapkan setelah menguasai delapan keterampilan mengajar yang telah dijelaskan di atas dapat bermanfaat mahasiswa calon guru SD/MI, sehingga dapat membina dan mengembangkan keterampilan-keterampilan tertentu mahasiswa calon guru dalam mengajar. Keterampilan mengajar yang esensial secara terkontrol dapat dilatihkan, diperoleh balikan (feedback) yang cepat dan 36 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


tepat, penguasaan komponen keterampilan mengajar secara lebih baik, dapat memusatkan perhatian secara khusus kepada komponen keterampilan yang objektif dan dikembangkannya pola observasi yang sistematis dan objektif. Selain hal itu, yang paling penting bagi guru adalah memahami dan mampu menerapkan pendekatan, model, strategi dan metode pembelajaran. Pada setiap kali pertemuan, guru posisinya harus diperjelas, sebagai “pengajar” atau “pembelajar”, apakah hanya sekadar menjelaskan ataukah belajar bersama? Ini yang harus dipahami guru SD/MI. Kompetensi profesional guru SD terdiri atas beberapa kemampuan: a. mengenal secara mendalam peserta didik SD yang hendak dilayani; b. menguasai bidang ilmu sumber bahan ajaran lima mata pelajaran di SD, baik dari segi (i) substansi dan metodologi bidang ilmu (disciplinary content knowledge), maupun (ii) pengemasan bidang ilmu menjadi bahan ajar dalam kurikulum SD (pedogigal content knowledge); c. menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik yang mencakup (i) perancangan program pembelajaran berdasarkan serentetan keputusan situasional, (ii) implementasi program pembelajaran termasuk penyesuaian sambil jalan (mid-course adjustments) berdasarkan on-going transactional decisions berhubungan dengan reaksi unik (ideosyncratic response) dari peserta didik terhadap tindakan guru, (iii) mengases proses dan hasil pembelajaran, (iv) menggunakan hasil asesmen terhadap proses dan hasil pembelajaran dalam rangka perbaikan pengelolaan pembelajaran secara berkelanjutan, kesemuanya itu

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 37


dengan selalu merujuk kepada ketercapaian tujuan utuh pendidikan sebagai rujukan normatif; d. mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Kompetensi akademik dan kompetensi profesional seorang guru merupakan dua aspek yang terintegrasi, sehingga pembentukannya tidak dapat dipisahkan sebagaimana tersurat dalam ayat 1 dan 2 pasal 7 UU No. 14 tahun 2005, serta pasal 29 PP No. 19/2005. Sehubungan dengan itu, maka keempat kompetensi yang telah diuraikan di atas, yaitu: a. kemampuan mengenal secara mendalam peserta didik SD yang hendak dilayani; b. penguasaan bidang ilmu sumber bahan ajaran lima bidang studi di SD, baik dari segi disciplinary content knowledge, maupun dari segi pedagogical content knowledge; c. kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik dan mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan, merupakan kompetensi akademik dari seorang guru SD. Selanjutnya, kompetensi profesional guru SD akan terbentuk melalui latihan penerapan kompetensi akademik tersebut dalam konteks otentik di SD melalui program pengalaman lapangan yang sistematis dan intensif (Suyoto, 2008: 245-244). B. Meluruskan Niat Guru Hamka (1997) menjelaskan niat sebagai fondasi utama dalam ibadah. Tanpa niat, maka semua ibadah akan sia-sia. Kita bisa memaknai bahwa menjadi guru adalah sarana beribadah. Mendidik anak-anak di kelas merupakan ibadah yang pahalanya sangat besar.

38 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Bekerja sebagai guru merupakan rahmat Tuhan. Jika Anda menjadi mahasiswa/guru SD/MI harus menyukurinya. Bekerja tulus ikhlas akan membuat Anda bukan hanya sekadar mendapat gaji untuk menyediakan kebutuhan sandang-pangan bagi keluarga, lebih dari itu mendapat kesempatan bergaul lebih luas serta meningkatkan kualitas diri lebih tinggi. Dalam pekerjaan sebagai guru, seluruh talenta diri dapat dikembangkan maksimal. Selain itu, sebagai guru akan mendapat identitas diri, pengakuan dari masyarakat dan komunitas. Lebih jauh mari kita simak kalimat pada lagu Bagimu Negeri ciptaan Kusbini (1950) berikut ini: Padamu negeri kami berjanji/Padamu negeri kami berbakti/Padamu negeri kami mengabdi/Bagimu negeri jiwa raga kami. Atas dasar ketulusan dan keikhlasan bekerja, maka yang perlu kita maknai dalam hidup tentunya bekerja adalah amanah, panggilan, aktualisasi, ibadah, seni, kehormatan dan pelayanan kepada masyarakat. Amanah melahirkan sikap tanggung jawab, dengan demikian tanggung jawab harus ditunaikan baik bukan sekadar formalitas. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang didelegasikan kepada guru SD/MI akan menumbuhkan kehendak kuat melaksanakan tugas sesuai job descsription untuk mencapai target yang ditetapkan. Bekerja dengan hati dan ikhlas berjuang untuk memajukan SD/MI harus tertanam di benak semua guru SD/MI. Dalam konteks pekerjaan, panggilan umum memiliki arti bahwa apa saja yang dikerjakan guru SD/MI hendaknya memenuhi tuntutan profesi. Agar panggilan dapat diselesaikan hingga tuntas maka diperlukan integritas yang kuat karena dengan memegang teguh integritas maka kita dapat bekerja dengan sepenuh hati. Bekerja sebagai guru SD/MI, bagi penulis dapat mengaktualisasikan diri sebagai makhluk individu sekaligus Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 39


sebagai makhluk sosial. Sebagai manusia membutuhkan ruang yang memberi kesempatan berada dalam diri sendiri, menjadi diri sendiri, mempunyai privasi sendiri yang tidak terintervensi orang lain. Pada bagian lain, manusia sebagai makhuk sosial membutuhkan berinteraksi, berkomunikasi dengan orang. Individu membutuhkan menjadi bagian dari orang lain, dan membutuhkan untuk memberi, membantu orang lain, untuk diterima, diberi perhatian disayangi menyayangi, dan membutuhkan memberi, membantu orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki rasa ingin tahu terhadap lingkungannya, sehingga mendorong manusia untuk berkomunikasi. Sebab itu visi hidup dan kehidupan kita sebagai guru adalah berprestasi, berbudaya, dan beriptek serta dilandasi iman dan takwa (imtak). Ada beberapa misi yang dapat dikembangkan mencapai visi tersebut. Pertama, meningkatkan mutu pengajaran SD/MI guna mengantisipasi masa depan anak bangsa yang penuh tantangan dan dinamika. Kedua, meningkatkan sarana dan fasilitas pendidikan guna mengantisipasi perkembangan zaman. Ketiga, meningkatkan prestasi anak didik. Keempat, meningkatkan kualitas diri dalam ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi guna mengantisipasi perkembangan kemajuan dan perkembangan zaman. Kelima, menumbuhkan rasa saling hormat menghormati di antara sesama guru, siswa dan orangtua serta masyarakat. Keenam, menciptakan lingkungan sekolah kondusif yang berwawasan lingkungan. Ketujuh, meningkatkan iman dan takwa tehadap Tuhan. Buku ini merupakan sebuah bentuk evaluasi terhadap diri dan pekerjaan sebagai guru SD/MI. Menjadi guru merupakan citacita sejak kecil. Maka, jika Anda ingin menjadi pendidik, maka Anda harus menjadi guru SD/MI yang digugu dan ditiru dan dapat 40 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


menjadi inspirasi bagi anak didik. Menjadi cahaya penerang dalam sendi kehidupan, menjadi penyejuk dalam kehausan. Semua hal yang telah dilakukan dan segala hal yang akan dilaksanakan menunjukkan kepercayaan diri yang besar bahwa menjadi guru adalah sebuah pengabdian dan berprestasi adalah suatu kebanggaan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sekarang ini sangat sulit mencari sosok guru SD/MI yang sungguh terpanggil sebagai seorang pendidik. Banyak alumni kampus/fakultas keguruan jurusn PGSD/PGMI yang punya impian sangat dangkal. Sarjana, kemudian melamar jadi PNS. Siapkan uang sekian puluh (atau bahkan) ratusan juta, lalu cari calo yang bisa menjamin. Itulah rata-rata yang terjadi selama ini, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Di mana niat tulus perjuangan guru SD/MI jika fakta di lapangan demikian? Ironis sekali. Sayangnya, orangtua dan keluarga saat ini mengaminkan hal tersebut menjadi kenyataan. Bahkan tak jarang orangtua sekarang yang lebih gencar untuk memaksa anaknya yang sarjana pendidikan itu agar jadi guru PNS yang instan. Menurut mereka, PNS itu terjamin hidupnya. Menyetor uang ratusan juta itu ibarat sedang berinvestasi masa depan (Dian Marta Wijayanti, “Apakah Guru Harus PNS?�, Barometer. 2013: 6). Akankah Anda akan menjadi guru SD/MI yang berorientasi pada recehan dan menjadi PNS abal-abal? Sangat ironis jika hal ini menjadi pemikiran utama para mahasiswa PGSD/PGMI. Jika lolos menjadi guru SD/MI, penulis yakin mereka menjadi guru yang tidak punya visi untuk mencerdaskan anak bangsa, sebaliknya membodohkan aset bangsa ini. Mengapa? Karena yang ada dalam pikiran mereka bukan bagaimana mengusahakan metode terbaik dalam mengajar, atau bagaimana memotivasi Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 41


siswa agar semangat belajar, melainkan bagaimana caranya untuk mengembalikan modal mereka yang sudah terkucur habis. Jika anak-anak SD/MI dididik guru seperti ini, maka rusaklah dunia. Mereka pasti akan menjadi “guru killer� yang “sangar� dan ditakuti siswa karena kerjaannya di kelas hanya marah-marah dan memukuli siswa atas nama pendisiplinan. Alangkah kelamnya pendidikan di tangan guru-guru yang demikian. Bagi guru-guru SD/MI seperti ini harus berbenah diri. Perlu ditekankan kembali, siapkah Saya menjadi guru SD/MI? C. Revolusi Mental Guru Yudhie Haryono (2014) menyatakan manusia di Indonesia rata-rata masih mengidap mental kolonial, seperti inlander, miopik, melupa dan pemalas. Mental itu tak hanya di kalangan pejabat, namun juga guru di Indonesia. Mental guru maupun calon guru di negeri ini harus direvolusi. Itu menjadi penting ketika kita melihat realita pendidikan saat ini. Jika dikaitkan dengan konsep revolusi mental yang didentumkan Jokowi, maka konsep revolusi mental menjadi salah satu formula mencetak guru berkualitas dan menggeliatkan harapan bangsa. Mengapa harus mental guru? Karena guru menjadi poros utama memajukan pendidikan Indonesia. Dalam rumus internal Islam, guru menjadi penentu masa depan bangsa. Maka dari itu revolusi mental guru sangat urgen dilakukan. Hal itu tentu berkaitan dengan karakter, moral, cara berpikir dan logika bertindak guru. Seperti kita ketahui, masyarakat kita saat ini cenderung malas dan kurang disiplin. Dalam kasus libur Lebaran, misalnya, tak hanya PNS, guru, pegawai swasta pun banyak yang suka membolos meski masa cutinya telah berakhir. Mereka kerap kali 42 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


menuntut hak tanpa sadar akan fungsi dan tanggung jawabnya. Revolusi mental yang dicanangkan Jokowi harus dimulai dari diri sendiri, terutama bagi pendidik di negeri ini. Sebab, guru menjadi contoh bagi semua pelajar di negeri ini. Jika guru baik, maka pelajar akan baik, begitu pula sebaliknya. Mentalitas malas harus dibuang jauh-jauh jika kita ingin menjadi bangsa yang maju. Begitu juga dengan kedisiplinan. Itu harus dilakukan di segala bidang, mulai dari disiplin bekerja, berkendara dan sebagainya. Idul Fitri seharusnya bisa menjadi momen untuk merevolusi diri. Bukan hanya bagi umat muslim, tapi juga bagi bangsa ini secara keseluruhan. Itu sebabnya revolusi mental yang diusung Jokowi menemui korelasinya. Tentu hal itu harus berlaku untuk semua warga negara, mulai dari guru, pelajar, mahasiswa, pegawai negeri, polisi, tentara, jaksa, hakim, seniman, petani, sopir, hingga nelayan. Kita harus membuang jauh-jauh mentalitas yang menghambat kemajuan, baik bagi diri sendiri maupun untuk bangsa ini secara keseluruhan. Mental Guru Ada puluhan karakter pemimpin dan pendidik di negeri dari warisan kolonial yang harus direvolusi. Beberapa karakter tersebut meliputi inlander, melupa, miopik (rabun), instan, pragmatis dan sebagainya (Beyond Colonialism, 2014). Jika karakter ini masih dimiliki manusia Indonesia terutama guru, maka Indonesia hanya mengalami kemerdekaan secara de jure dan tidak pernah de facto 100 persen. Kita tahu, guru saat ini rata-rata berorientasi pada “recehan� belaka dan bukan pada spirit berjuang dan mencerdaskan bangsa. Padahal, tindakan yang dikerjakan karena dorongan “mencari untung� seringkali menyebabkan amoralisme dan disharmoni sosial. Tindakan angka-angka akan melenyapkan nilai-nilai. Lenyapnya nilai-nilai berakibat pada kapitalisme dan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 43


imperialisme (mencari untung sebanyak-banyaknya dengan membuat bangsa lain sengsara). Kolonialisme adalah hilir dari tindakan-tindakan mencari untung saja. Hulunya adalah keserakahan dan angka-angka yang mencetak manusia kaku dan hanya bergantung pada suplemen-suplemen semu. Penyakit Mental Guru Guru-guru di Indonesia masih mendera penyakit mental. Para guru di era digital seperti ini mengidap penyakit-penyakit seperti asal masuk kelas (Asma), asal sampaikan materi urutan kurang akurat (Asam Urat), di kelas anak-anak remehkan (Diare), gaji nihil jarang aktif dan terlambat (Ginjal), kurang disiplin (Kudis), kurang strategi (Kusta), kurang terampil (Kram), lemah sumber (Lesu), mutu amat lemah (Mual), tidak punya selera (Tipus), tidak bisa computer (TBC) dan sebagainya. Penyakit-penyakit tersebut bukan saja menghambat kemajuan pendidikan, tetapi juga menjauhkan apresiasi dan interes masyarakat terhadap guru dan pendidikan. Semua guru dan calon guru sejak dini harus introspeksi atau berobat ke dokter akademik. Artinya, meskipun secara jasmani sehat, namun secara edukatif rohaniah masih banyak guru mendera penyakit-penyakit di atas. Karakter dan penyakit di atas bukan karakter asli bangsa Indonesia. Sebab, menurut riset Mc Cain dan Mark Salter (2009) karakter asli manusia Indonesia adalah kejujuran, memiliki rasa hormat, autentisitas, kesetiaan, kerja sama, keberanian, berbudi luhur, kepatuhan, tanggung jawab, kendali diri, kepercayaan, kepatuhan, kelenturan, kerja keras, optimis, iman, cinta kasih, toleransi, unggul, ikhlas dan kepuasan hidup. Karakter tersebut tentu harus dimiliki guru, karena guru adalah sumber ilmu pengetahuan dan pijakan moral.

44 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Revolusi Mental Revolusi mental guru urgen dilakukan. Hal itu bisa dilakukan dengan beberapa formula. Pertama, revolusi mental yang diusung Jokowi-JK juga bisa menjadi salah satu formula membangun sistem pendidikan. Mental manusia Indonesia harus direvolusi, namun yang paling utama adalah “guru dan pemimpin�. Revolusi mental guru juga harus memprioritaskan pembentukan karakter. Artinya, tidak hanya menjadi jalan penyaluran ilmu pengetahuan duniawi, tapi juga penanaman nilainilai keagamaan, kebangsaan, dan budi pekerti. Apalagi, dalam konsep revolusi mental terdapat pendidikan yang dikembangkan dengan memuat nilai keagamaan moderat, inklusif, dan toleran. Kedua, konsep revolusi mental bisa menjadi jalan meredam masuknya paham radikal ke Indonesia, salah satunya melalui perbaikan sistem pendidikan. Revolusi mental yang menjadi konsepsi presiden terpilih Jokowi akan menjadi jalan meredam paham radikal yang masuk ke Indonesia. Faham radikal harus ditangani secara komprehensif lewat perbaikan sistem pendidikan karena pendidikan merupakan fondasi utama pembentukan mental manusia. Ketiga, lewat revolusi mental guru, inti permasalahan pendidikan akan terurai. Revolusi mental guru adalah cara yang paling efektif bagi Indonesia menyalip kemajuan Singapura dan Malaysia. Sebab, revolusi mental bukan hanya demi memajukan pendidikan tetapi juga memperkuat karakter anak bangsa. Revolusi Mental adalah solusi mengakar atas rendahnya SDM Indonesia sehingga dengan mudah Indonesia tertinggal jauh dari Malaysia dan Singapura. Revolusi mental guru adalah membangun manusia yang berkepribadian Indonesia: Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 45


berperikemanusiaan; memilliki tradisi musyawarah mufakat; bergotong royong dan selalu memperjuangkan terwujudnya keadilan sosial. Revolusi mental adalah menyiapkan manusia Indonesia yg berkarakter, sehat, cerdas dan berdaya guna untuk kepentingan bangsanya. Tentu hal itu diproduksi lewat pendidikan dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Bentuk konkret revolusi mental adalah menempatkan guru sebagai salah satu tiang negara. Guru yang mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan kualitas didiknya karena tugas mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pada saat bersamaan kesejahteraannya juga harus ditingkatkan. Dengan begitu, revolusi mental diciptakan melalui pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Banyak hal yang perlu direvolusi, namun yang paling utama adalah mental guru. Karena guru adalah sumber ilmu dan pengetahuan, tanpa dua hal itu maka kemajuan hanya impian. Jadi, kemajuan pendidikan menjadi awal kemajuan bangsa dan hal itu harus dilakukan lewat revolusi mental guru. Revolusi bukan segalanya, namun segalanya bisa berawal dari sana (Hamidulloh Ibda, “Revolusi Mental Guru�, Koran Muria. 2014: 23). Guru memang harus berbenah. Resep penyembuhan mental itu bisa dengan cara meningkatkan mutu pendidikan secara konsisten, berkesinambungan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, guru sebagai pelaksana teknis di lapangan dan juga masyarakat. Perhatain terhadap pendidikan tidak harus fokus pada jenjang pendidikan lanjut, namun yang paling penting adalah PAUD dan SD sebagai fondasi untuk pendidikan berikutnya (Ahmad Sanusi, 1991:45). Guru SD sangat mulia. Bahkan ketika penulis kuliah di Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Prof Dr Rustono, Direktur PPs Unnes mengatakan orang yang pertama kali masuk 46 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


surga adalah guru. Namun bagi penulis, hal itu bila guru sungguhan dan revolusioner, tapi jika sebaliknya, maka ia juga akan masuk neraka pertama kali. Maka yang paling urgen dibenahi adalah gurunya, mulai dari kualitas dan peningkatan kualifikasi akademiknya. Guru SD/MI adalah guru kelas, yang harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Secara umum syarat mutlak guru SD/MI hampir sama dengan guru lain. D. Profil Guru Penuh Cinta Bagaimana profil guru SD? Jawabannya tidak sekadar guru penuh kecerdasan dan bergelar sarjana pendidikan, namun guru SD adalah profil guru bermoral, berkarakter dan penuh cinta dan kasih sayang. Pemaknaan itu tergantung konteks, point of view dan angle yang digunakan. Namun pada hakikatnya guru tidak sekadar menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, tetapi guru harus menjadi manusia berbudaya, menyenangkan, penuh canda, menguasai konsep pembelajaran, tata letak ruang kelas, memberikan teladan, menjadi motivator, menjadi idola, selalu menciptakan kegembiraan bagi siswanya dan sebagainya. Guru SD/MI juga dituntut menjadi manusia ideal, karena guru super adalah dambaan peserta didik. Jangan sampai ada sosok guru SD/MI yang killer selalu menakutkan bagi siswanya. Guru ideal adalah sosok yang mampu menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau keteladanan baik bagi pelajar. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya, karena mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Banyak yang menyatakan bahwa guru baik adalah guru yang memiliki selera humor tinggi. Ada pula yang mengatakan bahwa guru baik adalah bekerja keras dan disiplin tinggi. Namun Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 47


setidaknya guru harus memiliki tiga hal, yaitu menguasai bahan belajar, keterampilan pembelajaran dab evaluasi pembelajaran (Chatarina Tri Anni, dkk, 2007:15). Profil guru SD/MI sebenarnya tidak terlalu neko-neko dan ribet. Artinya, asalkan memenuhi kriteria guru dan menjadi pendidik yang mampu mengubah hutan rimbanya Tuhan menjadi taman indah yang bisa dinikmati siswa, maka mereka layak disebut guru hebat. Kecerdasan Guru Guru ideal adalah yang memiliki lima kecerdasan (kecerdasan intelektual, moral, sosial, kecerdasan emosional dan motorik). Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari, baik ketika mengajar, atau dalam hidup di tengah-tengah masyarakat. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral. Mengapa? Jika kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan daripada proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apa saja. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki guru ideal agar tidak egois dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung dan melecehkan orang lain, guru harus memiliki sifat penyabar dan pemaaf. Guru harus ideal di mata peserta didik, guru, masyarakat dan ideal di hadapan Tuhan. Semakin banyak guru ideal, maka sudah dapat dipastikan akan

48 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa untuk memiliki budi pekerti luhur. Guru SD/MI yang ideal pasti mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan para leluhur bangsa dan sekaligus mampu mengubah nasib bangsa ini. Semua ini akan bermakna jika guru SD/MI dapat memahami dirinya sebagai orang yang ditiru atau digugu maka akan dapat mengubah nasib bangsa ini. Namun karakter orangtua dan masyarakat sangat berpengaruh mengubah nasib bangsa. Guru harus berpengaruh dalam kesuksesan belajar siswa. Georgi Lozanov (1979) menyatakan bahwa tindakan hebat paling ampuh yang dapat dilakukan guru adalah memberi teladan tentang makna menjadi pelajar. Keteladanan, ketulusan, kongruensi, kesiapsiagaan guru menjadi penting dalam pembelajaran di kelas. Apakah Anda seorang guru SD/MI hebat? Pertanyaan seperti ini sering muncul dan harus dijawab dengan prestasi, bukan sekadar jawaban di mulut. Setidaknya, guru SD/MI harus menjadi quantum teacher. Ciri-ciri tersebut menurut Bobbi Deporter (2012; 156-157) meliputi: 1. Antusias; menampilkan semangat untuk hidup 2. Berwibawa; menggerakkan orang 3. Positif; melihat peluang setiap saat 4. Supel; mudah menjalin hubungan dengan semua siswa 5. Humoris; berhati lapang untuk menerima kesalahan 6. Luwes; menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil 7. Menerima; mencari di balik tindakan dan penampilan untuk menemukan nilai-nilai inti 8. Fasih; berkomunikasi dengan jelas, ringkas dan jujur 9. Tulus; memiliki niat dan motivasi positif 10. Spontan; dapat mengikuti irama dan tetap menjaga Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 49


hasil 11. Menarik dan tertarik; mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa 12. Mengangap siswa “mampu�; percaya akan dan mengorkestrasi kesuksesan siswa 13. Menetapkan dan memelihari harapan tinggi; membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu siswa untuk berusaha sebaik mungkin. Sebenarnya masih banyak inovasi, kreativitas guru yang bisa dimunculkan. Dalam hal ini yang paling penting adalah spirit guru untuk menjadi guru hebat dan teladan bagi siswa-siswa SD/MI. Guru SD/MI harus mampu melaksanakan pembinaan akhlak sebagai (salah satu) orientasi pendidikan Islam di era globalisasi ini adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab eksis tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak masyarakatnya (Ahmad Tantowi, 2009: 104). Maka peningkatan kualitas guru sangat penting untuk menciptakan generasi cerdas dan bermoral. Penuh Cinta Guru merupakan profesi mulia dan menjadi kebanggaan tersendiri, sebab guru mengemban peran strategis dan menjadi tumpuan pengubah nasib bangsa. Peran terbesar guru adalah transformer sosial, perumus dan artikulator bagi problematika kehidupan kebangsaan, bahkan kemanusiaan universal. Guru SD/MI harus selalu menciptakan suasana gembira dan riang pada siswa-siswinya. Kebahagiaan adalah prinsip dalam pendidikan. Kunci melahirkan kebahagiaan itu lewat guru SD yang memiliki profil cinta dan kasih sayang. Maka fungsi melayani, mengajar, menginspirasi anak 50 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


muridnya menjadi hal yang diprioritaskan. Gramsci (1971) menyampaikan bahwa penentu apakah seorang layak dikatakan guru atau tidak, terletak pada seberapa besar dia memaksimalkan fungsi sosialnya di lingkungan sekolah dan masyarakat luas. Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2005, dijelaskan bahwa salah satu syarat guru profesional adalah harus memiliki kompetensi sosial. Maka peran guru menjadi sangat berat, sampaisampai lahir ungkapan “guru kencing berdiri murid kencing berlari�. Ini hanya pameo yang tak hanya ditiru anak didiknya, tapi teladan bagi seluruh elemen masyarakat. Lalu muncul pertanyaan, apakah saat ini guru masih menjadi sosok yang digugu dan ditiru murid-murid dan masyarakat? Bagaimana dengan keadaan bangsa kita, yang beberapa tahun terakhir banyak terjerat kasus korupsi? Hipotesisnya, ada harapan bangsa ini bebas dari korupsi, bila guru-guru sudah memberikan keteladanan yang benar kepada anak didiknya. Apalagi guru SD/MI menjadi pendidik dalam pendidikan dasar yang harus menanamkan cinta, kasih sayang, kejujuran dan karakter kepada siswanya. Benarkah dewasa ini semakin banyak orang menggarong uang negara, juga karena gurunya dulu biasa membawa kapur tulis/spidol pulang ke rumah secara diam-diam? Anggapan ini bisa saja benar, namun juga bisa salah. Dengan teknologi yang semakin canggih, guru bisa saja duduk manis di bangku tugasnya. Alat-alat seperti laptop, power point dan sebagainya akan memudahkan tugas guru sebagai pendidik. Tapi hal itu tak berlaku dalam transfer nilai-nilai dan etika yang mutlak memerlukan keteladanan. Guru akan digugu dan ditiru apabila melakukan apa dikatakannya (walk the talk). Guru tak berteriak memperjuangkan rakyat miskin, sebelum dia sendiri terbebas dari belenggu hedonisme, dia pun tak sekadar memekikkan berantas korupsi Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 51


sementara tiap gerak langkah perjuangannya adalah gerakan pragmatisme dan kepentingan individual. Guru juga harus mengajarkan peserta didiknya akan besarnya arti sebuah proses, bukan terburu-buru mencapai hasil dan mendewakan nilai di atas kertas. Hal ini dilakukan untuk melepaskan murid-muridnya dari belenggu paradigma dan budaya dunia yang serba instan. Guru laksana petani yang sedang merawat tanamannya. Dia mengondisikan agar tanah garapan disiapkan berupa pembelajaran. Setiap benih (anak didik) dapat berkembang mulai dengan satu daun, dua daun, tiga daun, sampai rimbun. Akhirnya berbuah manis. Semua itu harus dilakukan guru dengan retorika baik, santun dan penuh kasih sayang. Ilmu yang terpancar dari guru sejati, seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Ruh kejujuran harus ditiupkan dalam proses pendidikan. Mencari orang jujur saat ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Maka untuk mencetak insan-insan terdidik yang memiliki kredibilitas dan integritas tinggi, guru berusaha keras menciptakan suasana pembelajaran yang melatih kejujuran pada semua siswa-siswa SD/MI. Seperti larangan keras menyontek dan sebagainya. Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified, dan mismatch, sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif 52 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


(Musthofa Rembangy, 2010: 38). Guru sebagai bagian kaum intelektual semestinya kritis dengan keadaan sosial. Kecerdasannya adalah senjata untuk melawan siapa saja mengusik persaudaran (brotherhood) dan perdamaian. Kesederhanaannya dalam hidup juga akan berdampak pada terciptanya kesetaraan (equality). Keberanian dan ketegasannya akan membuat semua berlaku adil (social justice). Kekerasan atas nama perbedaan terus terjadi dalam kehidupan manusia. Semua itu harus dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Sejak dini guru harus mengajarkan perdamaian, toleransi dan kebersamaan pada siswa-siswi SD/MI. Apalagi, perdamaian masih mimpi belaka. Masyarakat kita masih sangat gampang didera kekerasan dan konflik, termasuk konflik berlabel agama. Seolah-olah negeri ini seperti lahan subur mekarnya kekerasan. Ini menunjukkan betapa keringnya solidaritas, kebersamaan dan ikatan kekeluargaan di antara anak bangsa. Dalam menciptakan persaudaraan universal, guru bisa membiuskan paradigma inklusif dan cakrawala berpikir keagamaan komprehensif, maka hanya dengan itu dia akan mampu mengubah wajah pendidikan dan bangsa intoleran menjadi toleran. Dalam hal ini keberanian guru SD untuk meneriakkan keadilan sangatlah dinantikan. Bahkan tindakan nyata, seperti membuka sendiri sekolah bagi anak-anak jalanan, ini cukup membuka borok pemerintah. Peran guru dalam kehidupan harus kelihatan, jika masih ingin menjaga eksistensinya sebagai sosok yang “digugu” dan “ditiru” murid-murid dan seluruh masyarakat. Sebagai guru yang memiliki profil cinta, semua guru SD harus selalu menanamkan kasih sayang dan mengajarkan jiwa kritis terhadap fenomena sosial. Anak-anak SD merupakan calon Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 53


dan penentu masa depan bangsa, hal itu menjadi tugas berat guru SD. E. Guru SD Dilarang Killer Menjadi guru tidak bisa “main-main” dan “asal-asalan”. Meskipun guru les, privat dan tutor di bimbel, mereka juga tidak boleh sembarangan. Selama ini masih banyak guru “setengah hati” dan posisi tersebut hanya menjadi “pelarian” ketika tidak mendapat pekerjaan. Akibatnya, karena perekrutan asal-asalan dan tidak selektif sesuai kualifikasi akademik, maka lahirlah guru killer dan sering disebut guru “abal-abal”. Guru killer rata-rata tidak memiliki “dialektika pembelajaran” yang baik dan benar. Padahal, rata-rata guru saat ini berstatus sarjana, bahkan sudah banyak bergelar magister. Meskipun sarjana, namun tidak berlatar belakang kependidikan/keguruan, maka mereka miskin spirit mendidik dan akhirnya berdampak buruk bagi pelajar. Jika galak, maka akan melahirkan siswa yang kasar, angkuh dan tak heran jika muncul kekerasan antarsiswa tak lama ini. Guru yang baik selalu menciptakan kegembiraan bagi siswanya. Mereka disayang, terbuka, menjadi teladan dan selalu dirindukan kedatangannya. Inilah sosok guru ideal yang harus ada di alam pendidikan Indonesia. Dandan Supratman (2014) menyatakan dalam teori pendidikan klasik dan modern juga masih menempatkan guru sebagai faktor utama dan mercusuar kemajuan pendidikan. Guru Killer Istilah killer saat ini tidak hanya melekat pada dosen, namun bagi guru galak juga disebut killer. Mereka selalu memberikan tugas sekolah melebihi kemampuan siswa, susah diajak curhat, mengajar tanpa hati dan pelit memberikan nilai. 54 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


Guru killer artinya menyembelih kesempatan anak-anak untuk berkembang. Guru seperti inilah, cara mengajarnya merusak mental pelajar. Selain pemarah, mereka sering memaki, tidak murah senyum dan selalu menyalahkan siswa. Atmosfer pembelajaran guru killer selalu tegang, siswa panik dan tak nyaman belajar. Padahal, ibarat mobil, guru adalah sopirnya, sedangkan siswa penumpangnya. Jadi, mau dibawa ke mana siswa tersebut ada di genggaman guru. Guru merupakan kunci kemajuan pendidikan. Tanpa adanya guru cerdas, mampu menciptakan kegembiraan, maka rusaklah mental siswa dan hancurlah pendidikan kita. Setiap saat, guru harus menyenangkan dan “dilarang membosankan”. Subyantoro (2014) menyatakan ketika murid nyaman, maka ia akan berada pada puncak emas, saat itulah spirit belajarnya tumbuh. Sel-sel otak yang awalnya stagnan akan bangkit jika dalam pembelajaran siswa selalu nyaman dan bahagia. Bahkan siswa tidak normal bisa kembali normal seperti siswa lain jika gurunya menyenangkan dan memberikan cinta. Guru harus cerdas, jika tidak cerdas dan ideal, maka “tidak pantas” dinamakan guru. Jika guru killer, kaku, kejam dan galak, mereka tidak lagi “digugu” dan “ditiru”, melainkan menjadi “wagu” dan “saru” di mata siswa bahkan masyarakat. Sebagai sopir di dalam kelas, guru killer sangat ditakuti, menjadikan siswa rajin bolos, tugas sekolah diabaikan dan kehadirannya tidak diinginkan siswa. Bahkan mendengar suara sepatunya saja, para siswa sudah ketakutan. Guru seperti ini tidak mungkin bisa mengantarkan siswa kepada tujuan pendidikan, bahkan hanya menjadi “perusak” mental siswa dan menghambat kemajuan pendidikan. Di dalam kamus pendidikan, pembunuhan mental/karakter lebih kejam daripada menghilangkan nyawa manusia. Guru Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 55


seperti ini justru sangat berbahaya jika mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK). Jangankan mengajar ABK, mengajar siswa normal saja tidak bisa. Hal itu merupakan gambaran guru killer yang merusak mental siswa sekaligus memperlambat kemajuan pendidikan. Maka embrio guru killer harus diputus, ke depan harus ada perbaikan sistem dari sekolah sampai ke tingkat kementerian. Karena guru killer merupakan musuh pendidikan. Guru Menyenangkan Guru wajib meningkatkan dan mengembangkan kualitas mengajarnya. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk mengamati, bertanya, mengasosiasi dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan menghendaki kesabaran guru dalam mendidik peserta didik, sehingga menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang sudah mereka pelajari di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya (Miftahul Huda, 2011: 90). Sesungguhnya, baik buruknya nasib pendidikan kita menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Rohinah M. Noor (2011) menjelaskan yang paling penting dalam pendidikan adalah guru, artinya guru harus cerdas dan mampu menyukseskan pendidikan lewat pembelajaran di kelas. Apalagi guru SD/MI adalah guru kelas yang di dalam pembelajarannya harus menyenangkan dan menciptakan kegembiraan bagi siswanya. Apalagi, pembelarajan di SD/MI terdiri dua macam, yaitu tematik dan non-tematik untuk kelas yang belum diterapkan kurikulum 2013. Jika guru tidak paham detail konsep dan blueprint pembelajaran menyenangkan bagi anak SD/MI, maka kondisi kelas pasti kacau. Dalam pembelajaran SD/MI tingkat pemahama siswa sangat 56 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


beragam. Maka guru SD/MI harus pandai menangkap tipologi gaya belajar siswa. Menurut model Gagne (1985) dapat dikelompokkan menjadi delapan tipe belajar: 1. Belajar isyarat 2. Stimulus-respon 3. Rangkaian gerak 4. Membedakan 5. Pembentukan konsep 6. Pembentukan aturan 7. Pemecahan masalah (problem solving). Dilihat dari urutan belajar, pemecahan masalah adalah tipe belajar paling tinggi karena lebih kompleks. Namun pakar pendidikan berpendapat bahwa guru bisa melakukan model, tipe, strategi apa saja dalam pembelajaran agar siswa memahami materi pelajaran (Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 2010: 5). Belajar merupakan proses sosial, terutama di SD/MI harus berbasis belajar bersama teman se kelas untuk memecahkan masalah bersama. Maka dari itu, pembelajaran harus menyenangkan, kondusif dan guru SD harus menguasai ribuan model, strategi, pendekatan dan metode pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Pembelajaran menyenangkan di SD mengandung makna pembelajaran yang dirancang harus mengaktifkan anak, mengembangkan inovasi dan kreativitas sehingga efektif dan menyenangkan. Selain itu juga diharapkan menciptakan lingkungan belajar kondusif/bermakna dan mampu memberikan siswa SD keterampilan pengetahuan dan sikap untuk hidup lebih baik lagi. Pembelajaran menyenangkan memiliki ciri menggunakan multimetode, multimedia, melibatkan semua indera, dengan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 57


praktik dan bekerja tim, memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Pembelajaran tersebut juga melibatkan multiaspek yaitu logika, kinestika, estetika dan etika. Dengan kata lain, pembelajaran perlu mengaktifkan siswa dan guru, membuat kratif pembelajarannya, hasilnya efektif dan tentu saja semua berlangsung dengan menyenangkan. Ada beberapa komponen utama pembelajaran menyenangkan: 1. Kurikulum dan perangkatnya 2. Sarana dan prasarana yang diperlukan 3. SDM, yaitu guru dan tenaga kependidikan lainnya 4. Manajemen yang tertib, teratur, transparan dan akuntabel 5. Didukung penilaian berkelanjutan Semua itu perlu diarahkan pada standardisasi mutu pendidikan secara berkelanjutan dalam menghadapi tuntutan lokal, nasional dan global juga perlu dukungan berbagai pihak. Namun yang paling penting adalah pembelajaran di kelas yang harus didesain guru dengan baik (Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII Unnes, 2011: 1-2). Dalam buku ini tidak disebutkan secara detail macammacam strategi pembelajaran aktif, namun setidaknya guru harus menguasai strategi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Kompetensi paling dasar guru SD/MI adalah memiliki 4 kompetensi pendidik dan menguasai 8 keterampilan mengajar. Guru SD/MI setidaknya menguasai strategi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Misalnya, seperti pembelajaran kooperatif (cooperative learning), kontektual (contextual teaching and learning), pembelajaran realistis, pembelarajan berbasis masalah (problem based learning), problem posing-problem promting, pembelajaran 58 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


bersiklus (cycle learning), team games tournament (TGT) dan sebagainya. Semua strategi tersebut harus disesuaikan mata pelajaran, kondisi siswa dan sarana prasana dan kompenen inti pembelajaran menyenangkan. Guru SD juga perlu memahami teori pembelajaran aktif. Hal itu agar pemahaman siswa bisa lancar dan tercapai maksiaml. Hartono (2013) menjelaskan sebagaimana yang diungkapkan Konfucius: Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya paham Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran. Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu : Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 59


pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan (Win Wenger, 2003: 39). Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. F. Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? Idiom revolusioner hampir sama dengan Raunsyafikr, ulul albab, ahsan takwim, manusia super dan sebagainya. Namun yang paling tepat adalah Rausyanfikr. Jalaludin Rakhmad (1992) menjelaskan tidak semua yang tercerahkan adalah intelektual, dan tidak semua intelektual peraih gelar akademis adalah orang yang tercerahkan. Maksud “tercerahkan atau Rausyanfikr” adalah orang yang sadar akan “keadaan kemanusiaan” (human condition) di masanya, serta setting kesejarahan dan kemasyarakatannya yang memberinya rasa tanggung jawab sosial. Mereka adalah individuindividu yang sadar dan bertanggung jawab, yang tujuan dan tangung jawab utamanya adalah membangkitkan karunia Tuhan yang mulia, yaitu “kesadaran diri” dari rakyat jelata. Mengapa demikian? Karena hanya kesadaran dirilah yang mampu mengubah rakyat yang statis dan bodoh menjadi kekuatan yang dinamis dan kreatif. Peranan yang dimainkan Rausyanfikr berbeda dengan peranan filosof. Seorang filosof, Aristoteles misalnya, tidak memiliki tipe kesadaran dan keyakinan seperti di atas. Aristoteles bukan seorang Rausyanfikr, karena ia tidak memprakarsai gerakan sosial atau revolusi satupun di masyarakatnya, di samping tidak pernah membangkitkan 60 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


kesadaran massa yang menderita terhadap fakta-fakta masyarakat mereka. Lalu, bagaimanakah dengan guru SD revolusioner? Ciri Guru Revolusioner Menjadi guru SD revolusioner adalah suatu kebanggaan. Mengapa revolusioner? Karena yang dibutuhkan saat ini bukan guru biasa-biasa saja, melainkan yang revolusioner. Revolusioner bukan idiom yang “lebay� atau berlebihan, namun itu adalah harapan kuat demi kemajuan pendidikan dasar. Dandan Supratman (2014) menyatakan guru bisa dikatakan revolusioner ketika sudah mendidik 100 persen, bukan sekadar mengajar. Ia menamakan pohon hati dan moral, bukan sekadar trsanfer ilmu. Secara umum, guru revolusioner bisa diartikan sebagai intelektual pencerah yang memiliki dialektika, kritis dan membebaskan pendidikan dari zona nyaman dan aman. Guru revolusioner mengajar penuh motivasi tinggi dengan spirit memajukan pendidikan Indonesia. Guru revolusioner memiliki beberapa ciri. Pertama, mereka selalu ikhlas mengajar tanpa pamrih. Artinya, dia tetap butuh kesejahteraan, tapi bukan itu tujuannya. Mengapa? Karena menjadi guru bukanlah tujuan, karena posisi guru hanyalah alat untuk berbuat baik lebih banyak lagi dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia yang masih jauh dari harapan. Kedua, memiliki jiwa heroik tinggi. Jika guru yang lain berangkat ke sekolah jam 7 pagi, maka dia datang di awal, bahkan sebelum para guru datang ke sekolah. Ketiga, selalu menjadi dambaan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa agar semangat dalam mencari ilmu, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Keempat, mampu mengajarkan kepada siswa, bahwa hidup tak sekadar menjadi manusia berilmu, tapi juga beriman dan beramal untuk bangsa. Kelima, selalu mengajarkan kepada siswa Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 61


bahwa hidup bukan sekadar “menjadi apa” (to be), tapi yang terpenting adalah “berbuat apa” (to do). Inilah yang harus ditanamkan di hati para siswa. Dengan demikian, wajah pendidikan kita akan semakin berseri-seri, jika para gurunya sejati dan revolusioner, bukan abal-abal. Maka dari itu, jadilah guru sejati dan revolusioner, bukan abal-abal (Dian Marta Wijayanti, “Mencegah Kemunculan Guru Abal-abal”, Suara Merdeka, 2013: 19). Pembeda guru dengan profesi lain adalah niat atau motivasinya, dedikasinya, idealismenya, kompetensinya, profesionalismenya dan prestasinya. Jika hanya biasa-biasa saja, hal itu belum menjadi syarat “guru revolusioner”. Prestasi tidak bisa didapatkan dari sebuah pendidikan formal saja. Prestasi adalah catatan baik seorang guru karena ia bekerja keras. Perlu muncul kebanggaan pada guru karena ia telah bekerja dengan baik. Penghargaan sebagai aplikasi teori behaviorisme dapat menjadi jurus ampuh membuat guru memberikan apresiasi tinggi akan profesinya. Guru SD seharusnya adalah orang-orang hebat, maka mereka perlu menyandang prestasi dan dedikasi. Guru SD perlu memiliki cahaya (kecerdasan) dan energi (kompetensi) untuk menerobos kebodohan. Guru adalah orang yang selalu menjaga kualitas bangsa, yaitu selalu membangun peradaban. Guru SD juga punya peran yaitu sebagai sumber inspirasi bagi kehidupan generasi muda. Guru SD harus selalu menambah wawasan dan khasanah bidang kependidikan pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan profesi diri untuk dapat diterapkan dalam pekerjaan sebagai guru. Guru adalah suatu pekerjaan dinamis yang menuntut kreativitas dan aktivitas sesuai tuntutan pekerjaan. Begitu mulia

62 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


dan beratnya menjadi SD. Siapkah Saya menjadi guru SD? Mari kita bertanya pada diri sendiri. Apakah guru cukup menjadi teladan? Menurut penulis tidak. Mengapa? Karena guru harus sejati dan revolusioner. Artinya, yang perlu disoroti di sini juga spirit dan ruh guru dalam menjalankan tugas pendidikannya. Apalagi guru SD/MI yang tugas berat dan menanggung bebas moral terhadapa orangtua siswa dan masyarakat jika gagal mencerdaskan siswa-siswi di sekolah. Secara implisit, kita bisa menyimpulkan bahwa ada “guru sejati” dan “guru abal-abal”. Guru sejati adalah mereka yang mengajar dengan penuh keikhlasan dan semangat revolusioner mendidik bangsa ini. Sedangkan guru abal-abal adalah mereka yang hanya berorientasi pada “recehan” belaka, mengajar tanpa mendidik, serta hanya memenuhi presensi tanpa menjadi motivator sejati bangi siswa di sekolah dan sebagainya. Era global menuntut guru untuk hidup layak. A. Qodry Azizi menyebut bahwa era globalisasi berarti terjadinya pertemuan dan gesekan nilai-nilai budaya dan agama diseluruh dunia yang memanfaatkan jasa komunikasi, transformasi, dan informasi yang merupakan hasil modernisasi di bidang teknologi. Proses global ini pada hakikatnya bukan sekedar banjir barang, melainkan akan melibatkan aspek yang lebih luas, mulai dari keuangan, pemilikan modal, pasar, teknologi, daya hidup, bentuk pemerintahan, sampai kepada bentuk-bentuk kesadaran manusia (Ahmad Sanusi, 1991: 45). Guru butuh kesejahteraan dan kemakmuran. Hal itu salah satunya didapat dari gaji atau honor yang diperolah dari lembaga pendidikan. Munculnya kebijakan sertifikasi menjadikan guru semakin salah niat dalam mengajar. Padahal seharusnya kebijakan itu menjadikan semangat untuk mencerdaskan bangsa, bukan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 63


justru mengejar recehannya saja. Karena itu, hal ini harus segera diluruskan, karena guru bukan “budak intelektual� yang hanya memburu recehan. Kemurnian Profesi Guru Guru adalah profesi yang mampu mengantarkan seseorang menuju puncak keemasannya. Guru zaman dulu dan sekarang memiliki perbedaan signifikan. Jika dulu guru hanya dipandang sebelah mata, namun sekarang profesi guru seakan mampu menjadi impian semau orang. Hampir setiap orang ingin menjadi guru, baik itu guru SD, SMP, SMA, maupun gurunya calon guru alias dosen. Namun sudahkah semuanya memahami apa makna guru sejati? Ungkapan dalam bahasa Jawa bahwa guru itu harus bisa digugu lan ditiru seakan sudah banyak dilupakan. Apalagi ditambah kata-kata bijak Ki Hajar Dewantara Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Dapat dikatakan saat ini profesi guru hanya dianggap sebagai tujuan bukan alat. Ketika guru hanya dianggap sebagai tujuan, maka setelah menjadi guru, pasti hanya status itu didapatkan. Namun jika guru dianggap sebagai alat, maka perilaku untuk melakukan pekerjaan baik lebih banyak akan terwujud. Di masyarakat, saat ini terlihat kemurnian profesi guru luntur. Masih adakah guru murni, sejati dan berkualitas? Guru harus ideal, berkualitas dan murni dalam menjalankan tugas pendidikannya. Menjadi guru tidak cukup hanya menguasai empat kompetensi pendidik dan delapan keterampilan mengajar. Tapi juga harus mampu membuat siswa merasa nyaman dan rindu akan ilmu pengetahuan. Kenyamanan siswa terhadap guru akan menunjukkan bahwa guru tersebut telah mampu menjadi guru dirindukan. Ketika siswa sudah rindu terhadap gurunya, dapat dipastikan mereka akan dengan senang menerima materi yang 64 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


diberikan guru. Kenyamanan seorang siswa tentu membuat siswa lebih mudah memahami daripada baru mendengar nama gurunya saja sudah merasa takut. Guru sejati akan mendidik dengan hati. Kemurnian seorang guru memang tidak mudah terlihat. Namun secara umum dapat diketahui dalam sikap guru-guru dalam menjalankan tugasnya. Guru mendidik dengan hati tidak akan menghabiskan durasi baginya untuk memberikan materi dan soal-soal latihan saja. Guru cerdas akan mengajarkan siswa bagaimana cara menghidupkan keinginan untuk aktif berprestasi. Apalagi, setiap anak memiliki hak untuk tumbuh menjadi orang besar dan sukses. Tugas guru di sini adalah membantu mereka untuk menemukan jalan termudah sesuai aturan yang ada. Bukan malah membuat siswa merasa sekolah itu hanya formalitas yang di dalamnya tersimpan kesulitan-kesulitan dunia, kesulitan mengerjakan PR, tugas-tugas sekolah, tes, praktikum, dan lainnya. Guru sejati menjadi teladan bagi siswanya. Cara pandang siswa terhadap guru yang mengajar tentu banyak makna. Guru yang dicintai siswanya akan dinanti-nantikan kehadirannya di dalam kelas. Sedangkan guru yang tidak diinginkan siswa biasanya hanya dianggap pajangan di ruang belajar. Bukan berarti siswa itu tidak sopan. Tapi hal tersebut merupakan respon langsung siswa terhadap gurunya. Siswa memiliki hak untuk menilai karena bagaimanapun mereka lah yang merasakan dampak pembelajaran dari guru. Pada dasarnya siswa menyukai pembelajaran serius tapi santai. Melalui pembelajaran menyenangkan, siswa akan lebih banyak mendapatkan pengalaman bermakna. Dewasa ini banyak ditemukan “guru abal-abal� di lingkungan pendidikan. Bagaimana tidak dikatakan sebagai guru abal-abal, setiap hari Senin mereka datang ke sekolah dengan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 65


gagah berbaju keren. Setiap awal bulan mereka mendapatkan gaji cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan ketika menilik para guru yang sudah mendapatkan sertifikasi, pergi ke sekolah dengan mengendarai mobil sudah menjadi hal biasa. Jika dikalkulasi, sepasang suami istri dengan profesi sebagai seorang guru memiliki gaji pokok 2.800.000 per bulan. Jika keduanya sudah bersertifikasi, maka dapat diketahui dalam waktu sebulan gaji diterima pasangan tersebut kurang lebih 11.200.000. Sangat mudah bagi mereka untuk berganti kendaraan bermotor dalam dua bulan sekali. Namun sudah sesuaikah dengan keterampilan dimiliki? Semoga para guru sadar untuk selalu menjadi guru murni, berkualitas dan mencerdaskan Indonesia dengan spirit heroik bukan pecundang (Dian Marta Wijayanti, “Mengembalikan Kermurnian Profesi Guru�, Barometer, 2013:6). Ketika Jepang luluh lantak atas pemboman Sekutu di Hirosima dan Nagasaki, yang pertama ditanyakan Kaisar Hirohito adalah berapa jumlah guru yang tersisa, hal ini menandakan untuk membangun bangsa Jepang ke depan berada di tangan guru. Memang, guru sering dikaitkan dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa, pendekar lentera ilmu, penakluk rahasia alam, penyelamat generasi bangsa. Julukan ini tentu sangat beralasan karena ditangan gurulah terletak masa depan suatu bangsa. Mengingat besarnya jasa guru terhadap masa depan bangsa, tentunya tidak berlebihan apabila Pemerintahan SBY pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, mengeluarkan kebijakan untuk memberikan tunjangan profesi atau sertifikasi kepada guru. Sertifikasi guru merupakan bentuk pengakuan terhadap profesi guru sebagai tenaga pendidik yang merupakan salah satu wujud implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

66 ‖ Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner?


BAB III GURU REVOLUSIONER, KUNCI PENDIDIKAN

“Di era digital seperti ini, hanya guru berjiwa revolusioner yang mampu menjawab tantangan globalisasi.” Banyak istilah tentang, seperti guru impian, ideal, guru unik, melek IT, guru gaul bahkan revolusioner. Namun yang paling substansial di era digital seperti ini adalah guru revolusioner yang “gaul” teknologi dan selalu menerima perubahan dan melakukan revolusi (perubahan menyeluruh dan mendasar). Revolusioner adalah karakter guru yang memiliki jiwa dan cita-cita tinggi kemajuan pendidikan Indonesia. Jiwa dan raganya 100 persen untuk pendidikan. Lalu adakah guru seperti itu? Belakangan ini, kita disibukkan pembicaraan soal kurikulum 2013, tetapi jarang membicarakan bagaimana sikap guru terutama guru SD. Banyak cara yang bisa diterapkan guru dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Namun demikian, apa saja cara yang dipakai, satu hal yang harus dipastikan adalah bahwa materi yang disampaikan tersebut bisa diterima dan dimengerti peserta didik dengan baik, tidak membuat mereka kehilangan semangat belajar, mengantuk atau kehilangan tujuan pembelajarannya. Dalam hal ini guru SD harus bisa memetakan kecerdasan anak. Mereka harus mampu meningkatkan perkembangan kepribadian anak intelligence quotient (IQ) dan kecerdasan emosial anak emotional quotient (EQ). Menurut Lawrence Shapiro (1997) kecerdasan emosional anak dapat dilihat dari keuletan, motivasi diri dan antusiasme. Sedangkan IQ bukan diukur dari kepintaran anak, melainkan pada kepribadian atau

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 67


karakter anak (Hamzah B. Uno, 2009: 67). Konsep ini harus diterapkan guru SD agar bisa mengembangkan kecerdasan anak. Oleh sebab itu, cara mengajar tersebut harus menimbulkan motivasi dan minat yang tinggi dari peserta didik. Guru SD revolusioner sangat dituntut menjadi motivator menyenangkan, mengembirakan, menghibur, bisa mengendalikan dan melarutkan emosi peserta didik dalam materi yang disampaikannya. Menjadi guru revolusioner adalah motivator bagi para peserta didik. Tiap peserta didik adalah motivator pula, maka selanjutnya guru harus mengembangkan itu, karena sekolah hakikatnya juga membuat semangat menjalani kehidupan dan menatap masa depan. Berikut adalah hal-hal yang bisa diterapkan guru SD sebagai motivator bagi peserta didiknya. Pertama, perhatikan penampilan. Guru sebaiknya menyesuaikan penampilannya. Mengapa? Sebagai motivator bagi para peserta didik, menempatkan penampilan yang sesuai adalah sebuah keharusan guru. Penampilan yang tepat akan menunjang keyakinan para peserta didik terhadap materi yang disampaikan. Bukankah kesan pertama yang menggoda dari seorang guru didapatkan peserta didik dari penampilan guru tersebut? Akan sangat sulit bagi anak menerima suatu input dari guru SD yang penampilannya tidak meyakinkan, sekalipun input itu sesungguhnya sangat berharga. Lebih jauh, sebelum memulai pembelajaran, guru seharusnya juga harus bisa dikenal dan disukai peserta didik melalui penampilannya. Apalagi anak-anak SD sangat sensitif, dan hampir semua perilaku, ucapan dan gaya guru ditiru mereka. Maka guru SD harus berhati-hati. Mengacu pada konteks public relations, ada tiga tipe peserta didik yang ditemui guru dalam kegiatan belajar mengajarnya, yaitu peserta didik yang kenal guru dan menyukai guru tersebut; 68 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


peserta didik yang kenal guru tapi tidak menyukai guru tersebut dan peserta didik yang tidak kenal guru sehingga tidak peduli dengan guru tersebut. Oleh sebab itu, dalam waktu yang singkat, di awal pembelajaran, guru sebaiknya membuat motivasi atau ice breaking yang bisa menyatukan dirinya dengan peserta didik dan membuat mereka semua suka kepada dirinya. Jangan pernah berharap peserta didik akan bisa termotivasi belajar dengan guru yang tidak disukai atau yang tidak dipedulikan. Oleh sebab itu, permainan-permainan komunikatif atau cerita-cerita motivasi berikut brain storming yang diarahkan penekananannya pada materi yang akan diajarkan, adalah langkah-langkah ice breaking yang bisa dilakukan guru untuk menonjolkan performance-nya buat dikenal dan disukai peserta didik. Selanjutnya teknik berkomunikasi. Komunikasi adalah sarana yang dipakai guru dalam menyampaikan materi pengajarannya kepada peserta didik. Semua orang bisa berkomunikasi tapi tidak semua orang bisa berkomunikasi efektif sehingga bisa diterima lawan bicaranya. Sebagai orang yang akan menyampaikan materi pembelajaran, guru SD sebaiknya memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif agar mampu menemukan persamaan makna dengan anak, yaitu memastikan bahwa apa yang disampaikannya bisa dengan gamblang dan mudah untuk diterima dan dimengerti. Sebelum menyampaikan materi pembelajaran, guru SD sebaiknya terlebih dahulu mengatasi faktor-faktor hambatan yang bisa mengganggu komunikasi efektifnya dengan peserta didik. Faktor hambatan tersebut diantaranya adalah usia. Bila yang belajar usianya anak-anak, sebaiknya guru SD menggunakan komunikasi dengan kosa kata dan intonasi yang mengayomi dan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 69


menyayangi. Bila usia peserta didik sebaya dengan guru, gunakanlah kosa kata dan intonasi yang saling menghargai. Selanjutnya, bila peserta didik usianya lebih tua dari guru, gunakanlah kosa kata dan intonasi yang saling menghormati. Jika ini bisa dilakukan, tentu komunikasi efektif akan mudah dicapai. Hambatan lain dalam berkomunikasi efektif adalah faktor budaya. Guru perlu mengenal budaya peserta didik, karena berkomunikasi dengan peserta didik dari budaya/etnis A tentu akan berbeda dengan peserta didik dari budaya/etnis B. Kemauan guru untuk mempelajari latar belakang budaya/etnis tertentu akan memudahkannya berkomunikasi efektif dengan peserta didik. Faktor hambatan yang terakhir adalah waktu. Sebaiknya guru SD memperhatikan waktu ketika terjadinya komunikasi. Di pagi hari yang masih segar tentu akan berbeda cara berkomunikasinya dengan di siang hari yang bernuansa lapar dan mengantuk. Saat itu, peserta didik sebaiknya lebih banyak disegarkan dengan kegiatan-kegiatan aplikatif dan komunikatif daripada mendengarkan ceramah. Berbagai macam tantangan tersebut menuntut para penglola lembaga pendidikan, terutama lembaga pendidikan harus melakukan perenungan dan penelitian kembali apa yang harus diperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-model pendidikan seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan harus mampu mencegah dan atau mengatasi tantangan tersebut. Guru perlu melakukan perenungan atau menguji dan memeriksanya secara cermat serta mendalam, serta melakukan perubahan pandangan (cara pandang) dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihat sesuatu, termasuk di dalamnya adalah berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana kerja yang telah dibuat dari berbagai perspektif guna 70 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


mengantisipasi masa depan yang lebih baik (Muhaimin, 2006: 8689). Guru adalah jabatan dan pekerja profesional. Kalimat itu sering dan mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan. Profesionalisme guru bukan hanya terletak pada pengembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki, melain pada kemampuannya untuk mendesain pembelajaran menarik dan bermakna bagi siswa. Sebagai motivator, guru SD harus mengedepankan kemauan (bukan kemampuan) untuk menularkan materi yang diajarkannya kepada peserta didik sehingga apa dan bagaimanapun kondisi peserta didik yang dihadapi. A. Tuntutan Guru SD Sebagaimana dikatakan Malik Fajar (2005), lembaga pendidikan, khusunya sekolah dan perguruan tinggi, tidak hanya bertugas memelihara dan meneruskan tradisi yang berlaku di masyarakat. Sebab, mengelola pendidikan pada hakikatnya mengelola masa depan. Mengelola SD, berarti mengelola pendidikan selanjutnya untuk tingkat menengah dan atas bahkan pendidikan tinggi. Ali bin Abi Thalib (599-661H) pernah berkata “Didik dan persiapkan anak-anakmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu, sebab mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu.� Pesan sama juga diungkapkan futurolog Alvin Toffler (1970), pendidikan harus selalu mengacu pada masa depan. Potret masa depan, juga dikatakan Snow (1999) menjelaskan masa depan pendidikan sangat bergantung pada kebijakan-kebijakan, termasuk pendidikan yang dibuat pada masa kini. Hal ini mengandung konsekuensi logis bahwa pendidikan tidak seharusnya dijalankan berdasarkan pada fakta hari ini, Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 71


melainkan juga pada kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di kemudian hari. Sebelum melakukan perencanaan agenda pendidikan, terlebih dahulu berupaya memotret fakta-fakta yang akan terjadi di masa depan. Dengan begitu, pendidikan tidak hanya berperan sebagai penonton atau penggembira realitas hari ini, tetapi juga mampu membentuk dan menentukan realitas di masa depan. Hal ini perlu menjadi renungan para guru SD bahwa betapa perubahan-perubahan yang terjadi berjalan begitu cepat. Dengan kekuatan teknologi informasi, semua bisa berubah dalam hitungan detik. Perkembangan teknologi canggih juga mengalami kemajuan cukup singkat dan cepat. Apa yang dipelajari ayah dan ibu kita sudah jauh berbeda tantangannya dengan masa sekarang. Hari ini tentu jauh beda tantangannya dengan tahun selanjutnya. Landasan itu harus menjadi pertimbangan dalam menyelenggarakan pendidikan, khususnya pendidikan tingkat SD. Dalam proses pelaksanakan proses pendidikan sebagai pengembangan human investment, sosok guru SD menempati posisi sangat vital. Tanpa mengabaikan peran orang tua dan masyarakat, peran guru SD mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kualitas SDM. Umumnya, proses pendidikan anak lebih banyak didapatkan di sekolah daripada di luar sekolah. Sebab, lingkungan luar sekolah seringkali dijadikan sebagai waktu bermain dengan teman sebaya, pindah tempat, belajar, mengerjakan PR dan istirahat. Maka dalam hal ini guru SD memiliki peluang besar membekali pengetahuan dan pengalaman, bimbingan moral, dan nilai-nilai spiritual sebagai bekal anak di masa depan. Menjadi guru sebenarnya memang ribet dan banyak tugas. Selain teknis pembelajaran, guru SD dituntut mengerjakan tugasnya sebagai agen of social change. Guru SD memiliki 72 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


proyek masa depan memajukan pendidikan. Maka tidak cukup jika hanya guru SD biasa-biasa saja, perlu guru berjiwa revolusioner yang menatap masa depan, membangun pendidikan lewat pendidikan dasar. B. Mencetak Guru Digital Era digital seperti saat ini mewajibkan guru SD harus pandai mengoperasikan, memanfaatkan dan mengolah ilmu menjadi sarana memajukan bangsa berbasis digital. Maka haram hukumnya jika ada guru gagap teknologi atau “gaptek�. Guru harus mampu menyesuaikan kemampuan dengan kondisi zaman. Guru yang baik adalah yang mampu berijtihad di dalam wilayah intelektual (Emha Ainun Najib, 2013). Hal itu tidak mungkin bisa dilakukan tanpa melek IT. Saat ini hampir semua pelaksanaan pendidikan berbasis digital. Maka guru yang buta digital pasti ketinggalan zaman dan ditelan badai teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut semua pihak untuk melakukan inovasi dan penemuan baru dalam berbagai disiplin ilmu. Inovasi yang dapat membawa pendidikan ke arah yang lebih baik (Ambar Saka, 2008:1). Guru SD wajib hukumnya berijtihad menguak hal-hal baru melalui gagasan revolusioner dengan tujuan memajukan pendidikan. Dalam pendidikan tidak dikenal suatu resep pasti, karena yang paling utama dalam pendidikan adalah kepribadian dan kreativitas pendidikan. Hal ini juga dikemukanan Sikun Pribadi yang menjelaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan bukan sekadar resepnya saja, melainkan kreativitas pendidik itu sendiri (Achmad Munib; 2007:25). Guru SD juga bertanggung jawab mengupayakan bantuan dalam menyediakan dan memberikan layanan pendidikan pada semua anak tanpa terkecuali dari otoritas sekolah, masyarakat, Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 73


keluarga, lembaga pendidikan, pemimpin masyarakat dan sebagainya (Susilowati, 2013: 29). Banyak dampak di dunia pendidikan jika guru SD gaptek. Selain mengurangi kualitas pendidikan, suasana dan kualitas pembelajaran di kelas juga akan sunyi dan sepi jika guru gaptek dalam berbagai hal, salah satunya guru tidak mampu membuat pelajaran menjadi menyenangkan dan membuat anak bisa bermain sambil belajar. Apalagi anakanak usia SD lebih cenderung nyaman diajak bermain sambil belajar. Selain berdampak pada sekolah dan guru, kegaptekan guru SD membawa dampak buruk pada siswa, karena guru tidak mampu mendesain pembelajaran menyenangkan dan berbasis digital. Belajar akan menjadi menyenangkan ketika guru menguasai ribuan macam-macam game. Secara kacamata pendidikan, permainan itu sangat penting dan berefek besar dalam pembelajaran di SD. Karakter permainan memang sebatas “mainmain�, tidak berfungsi signifikan, namun membawa dampak besar. Boleh jadi dunia pendidikan tidak bisa terlepas dari strategi permainan edukatif, dan bisa dipastikan bahwa pribadi anak akan selalu senang terhadap permaian edukatif dalam kehidupannya (Raisatun Nisak, 2007:5). Permaian dalam pendidikan harus mengutamakan unsur materi pembelajaran, menyenangkan dan edukatif. Pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) harus menjadi alat pembantu pendidik sebagai penyampai pesan dan informasi. Pembelajaran dalam pendidikan tidak lagi menjadi alat satu-satunya, namun sangat membutuhkan teknologi dan informasi. Kemampuan guru dalam menggunakan teknologi juga harus disesuaikan dalam mata pelajaran. Perkembangan dan kompetensi 74 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


yang akan dicapai juga harus diperhatikan. Untuk mendongrak pembelajaran peserta didik, ada beberapa hal yang bisa dilakukan: 1. Memilih alat-alat dan pedagogi teknologi informasi sesuai mata pelajaran. 2. Menekankan muatan inovasi dan produk peserta didik. 3. Merencakan kapan dan bagaimana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan digunakan dengan terbaik dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru menggunakan TIK dalam proses pembelajaran harus digenjot secara konsisten lewat pengembangan dan pelatihan, baik kursus, training, seminar, lokakarya tentang aplikasi khusus yang digunakan dalam mata pelajaran (Muhktar, Iskandar, 2011: 331). Hal ini harus ditangkap guru SD bahwa jika mampu mengoperasikan media digital, maka guru tidak perlu susah-susah menggunakan media konvensional, karena era sekarang adalah era digital. Guru-guru gaptek dalam bidang pendidikan harus segera dididik menjadi guru digital, karena hanya guru berjiwa digital yang mampu menjawab tantangan globalisasi. Setidaknya, guru SD harus memiliki “jiwa digital” yang mampu menciptakan inovasi, revolusi, pembaharuan dan strategi baru memajukan pendidikan dasar di negeri ini. Kompetensi Digital Guru SD tidak boleh sekadar paham detail masalah TIK saja. Ada hal substansial harus dikaji mendalam dan perlu dilegalkan pemerintah, salah satunya adalah memasukkan “kompetensi digital” sebagai syarat wajib menjadi guru, karena selama ini syarat menjadi guru sangat mudah dan banyak “dipolitisasi” pihak sekolah dan calon guru. TIK merupakan masalah klasik yang selalu menjadikan guru “mengeluh” dan sering menggunakan jalan pintas. Seperti contoh, pada saat membuat RPP masih banyak guru menggunakan jasa Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 75


rental komputer. Padahal membuat RPP adalah kewajiban paling dasar pada semua guru. Jadi sangat lucu dan ironis jika mereka menggunakan komputer saja tidak bisa. Bahkan saat ini banyak anak usia SD sudah bisa mengoperasikan komputer, jika guru tidak bisa, hal itu sangat memalukan. Tugas guru adalah membuat RPP, bukan mengunduh RPP dari internet. Guru baik adalah yang dinamis, kreatif, progresif, bisa menyesuaikan zaman dan selalu menciptakan inovasi dalam pendidikan. Guru revolusioner seperti ini yang mampu menjawab tantangan zaman. Mengapa demikian? Guru menjadi penentu kemajuan pendidikan. Jika guru gaptek, ndeso dan tak mampu menjawab tantangan zaman, maka pendidikan Indonesia pasti tertinggal, stagnah bahkan hancur. Pendidikan di Indonesia akan tertinggal jika guru masih menggunakan metode LCD/langsung cangkeme dewe atau metode CTL/catet tinggal lungo, itulah yang terjadi jika guru tak mampu menjawab tantangan zaman. Semua serba kuno, konvensional dan manual. Padahal, era digital menuntut pendidik menjadi “guru digital� yang peka, inovatif, dan pandai mengoperasikan teknologi, bahkan menciptakan teknologi baru dalam pembelajaran. Guru digital sangat urgen untuk memajukan pendidikan. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan. Pertama, hanya guru digital yang mampu menyesuaikan diri dengan era digital dan perkembangan zaman. Jika guru di negeri ini masih konvensional, pasti mereka mengajar tanpa media yang cocok dengan materi. Jika demikian yang terjadi adalah guru penyakitan. Kedua, guru digital selalu aktif dan up date isu, berita, dan materi pendidikan. Jika guru tak mampu menggunakan internet, pasti bahan ajarnya “itu-itu saja� dan tidak baru sesuai perkembangan zaman, karena yang diajarkan kepada siswa hanya 76 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


bersumber dari buku. Guru seperti ini adalah guru Lesu (lemah sumber). Padahal, sumber lain dari internet sangat melimpah dan sangat membantu siswa mengetahui perkembangan zaman. Jika guru masih manual, efeknya pasti pada siswa karena “terseokseok� mengikuti zaman. Ketiga, guru digital sangat peka dan mampu memberikan spirit kemajuan/revolusioner. Artinya, perkembangan zaman di dunia ini sangat cepat. Jika siswa tak mampu menyikapi dengan arif, maka sangat berbahaya. Seperti contoh berkembangan facebook, twitter, blue film di internet, dan sebagainya. Jika guru tidak tahu tentang hal itu, bagaimana bisa mengajarkan siswa untuk menyikapi facebook dengan bijak dan edukatif? Hal ini tentu menjadi problem. Hanya guru digital yang mampu menjelaskan dan mengajak siswa menyikapi facebook dengan bijaksana. Inilah pentingnya guru ditigal. Keempat, guru digital sangat cekatan dan sigap dalam menyusun segala administrasi, termasuk RPP dan membuat laporan pembelajaran. Guru seperti ini selalu siap meneliti, menulis artikel, jurnal, modul bahkan buku pendidikan, karena pandai menggunakan komputer serta menyelesaikan administrasi pembelajaran tepat waktu. Berbeda dengan guru manual, jangankan menulis artikel dan jurnal, membuat RPP saja mereka harus datang ke rental komputer. Masa depan bangsa ini terletak dipundak anak-anak sekarang dan anak-anak sekarang terletak hitam putihnya ditangan para guru. Mau dicetak menjadi apa mereka, semua di tangan guru. Apakah kita mau masa depan negeri ini suram hanya karena keegoisan guru tidak mau berubah, berinovasi dan meningkatkan kompetensi? Andai itu terjadi sungguh besar dosa para guru. Penguasaan TIK bagi guru profesional adalah syarat mutlak. Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 77


memerintahkan agar guru meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni [Pasal 20 (b)]. Dari regulasi di atas, guru yang sudah menyandang predikat profesional dituntut untuk terus mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan pembelajaran di kelas dan mengembangkan diri. Seringkali yang menjadi keluhan guru dalam penggunaan TIK dalam pembelajaran adalah merasa tidak bisa. Guru menganggap hal yang sulit. Kondisi ini disebabkan pada waktu belajar di perguruan tinggi belum familier dan tidak ada mata kuliah TIK. Karenanya, saat menjadi guru, ia tidak memanfaatkkannya dalam pembelajaran. Selain itu, faktor usia juga menjadi masalah penggunaan TIK. Sebenarnya penggunaan TIK itu mudah. Kuncinya adalah ada kemauan untuk belajar. Kemauan di sini tidak mengenal apakah hal tersebut sudah pernah dipelajari atau belum, termasuk usia lanjut atau muda. Ibarat mengendarai motor, kalau tidak ada kemauan yang kuat, maka seseorang tidak akan bisa mengendarainya (Hery Nugroho, 2013: 19). Dalam hal ini, yang terpenting ada kesadaran para guru untuk meningkatkan kualitas digital. Guru harus rajin latihan komputer, internet, dan aktif dalam kegiatan digital di mana saja. Guru digital menjadi keniscayaan dalam pendidikan dan menjadi penting untuk menjawab tantangan zaman. Saatnya semua pengajar di negeri ini menjadi guru digital. Jika tidak sekarang, kapan lagi? C. Dicari, Guru Penulis dan Peneliti Upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru� dan tenaga kependidikan lainnya baik yang 78 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


menyangkut kualitas profesionalnya maupun kesejahteraan dalam satu menajemen pendidikan yang profesional. Sejalan dengan pendapat Louis V, Gerstmer, Jr. dkk (1995), dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Dalam menghadapi tantangan desentralisasi pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, kreativitas dan kemandirian guru sangat diperlukan agar mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan (Suyoto, 2008: 245). Dalam penelitian Rustono W.S (2009) menjelaskan pada saat mahasiswa PGSD belum lulus pun dituntut memiliki kompetensi. Kompetensi itu pada dasarnya menunjukan kepada kecakapan definisi atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kompetensi pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan), pengetahuan dan sebagainya untuk mengerjakan apa yang diperlukan (Rustono W.S, 2009: 3). Suyoto (2008:2) dalam penelitiannya juga menyatakan pentingnya optimalisasi pforesionalitas guru lewat beberapa kegiatan. Bedasarkan uraian di atas, dunia pendidikan perlu terusmenerus disempurnakan mutunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK. Melalui dunia pendidikan Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 79


akan terwujud peletakan landasan bagi pembentukan SDM tangguh yang mampu bersaing baik di tingkat regional, nasional, maupun global. Untuk mencapai sasaran tersebut, salah satu upaya yang sangat mendesak dilakukan adalah peningkatan mutu guru melalui profesionalisme guru. Guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan sangat strategis dalam pembangunan nasional, khususnya dalam bidang pendidikan nasional. Mustofa (2007: 2) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: 1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21. 2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia. 3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan. Salah satu kompetensi dan usaha mengembangkan profesionalitas guru adalah lewat menulis dan meneliti. Imam al Ghazali (450-505H) menyatakan “jika kamu bukan anak raja dan anak ulama besar, maka menulislah�. Kalimat tersebut sangat tepat dijadikan motivasi kaum pendidik untuk rajin menulis. Guru hebat tak sekadar memiliki gelar tinggi dan sukses melahirkan generasi berkualitas. Guru berkualitas adalah rajin menulis, baik artikel, karya ilmiah dan buku, serta menularkan spirit dan budaya menulis pada pelajar. Menulis bagi guru atau kaum akademis adalah “keniscayaan�. Apalagi, hampir setiap hari guru dihadapkan pada 80 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


tulisan-tulisan. Sangat aneh jika guru tidak bisa menulis. Maka, guru wajib menciptakan tulisan, baik hasil penelitian, pengabdian, modul, buku, artikel di media massa maupun online. Tulisan guru seharusnya bukan hanya berbentuk administrasi kerja, apalagi sekadar SMS dan tulisan di jejaring sosial. Guru menulis dan melek teknologi sangat diharapkan pemerintah. Namun, sangat lucu jika yang dikuasai hanya facebook, twitter dan jejaring sosial lainnya. Menulis di jejaring sosial sangat tidak bermanfaat di dunia pendidikan. Bahkan, jika tulisan di jejaring itu dihimpun jadi buku, pasti tulisan satu minggu saja sudah menjadi satu buku. Ironisnya, saat ini guru tak rajin menulis karya ilmiah, namun justru “rajin menulis di jejaring sosial.” Padahal, orientasi mereka hanya “ajang narsis”, eksistensi dan “membual belaka”. Narsisme guru tak cukup di dunia maya, namun lebih bermanfaat jika menulis karya di dunia pendidikan. Keniscayaan Selain membaca, mengajar, rapat dan diskusi, publikasi tulisan di media massa juga menjadi kewajiban bagi guru. Guru yang menulis berarti rajin membaca dan yang rajin membaca tentu berwawasan luas. Hanya guru pemikir dan berwawasan luas yang bisa memajukan pendidikan. Menulis menjadi keniscayaan, karena mereka menjadi “mercuar pembangunan” pendidikan. Apalagi, saat ini banyak media massa memberikan ruang khusus bagi guru penulis untuk meludahkan idenya. Jika guru tak bisa menulis, dunia pendidikan menjadi stagnan, gelap, lalu mati. Rata-rata guru di Indonesia berpendidikan minimal S1. Tentunya, mereka mengenal tugas akhir (TA), skripsi atau tesis. Sayangnya, budaya menulis di kampus hanya berakhir di toga wisuda. Setelah mendapat gelar dan ijazah, mereka malas belajar Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 81


dan menulis. Padahal, jika guru menulis, banyak potensi kemajuan dicapai, baik manfaat pribadi maupun sumbangsih pada sekolah dan bangsa. Menulis merupakan pekerjaan mudah dan murah, karena saat ini banyak fasilitas pendukung seperti modem, laptop dan media lainnya. Namun, masih banyak guru “buta tulisan”. Padahal untuk kenaikan pangkat, guru harus membuat penelitian yang hasilnya dipublikasikan di jurnal ilmiah. Artinya, hampir semua syarat kesejahteraan guru dititikberatkan pada tulisan. Selain itu, guru yang berhasil menyusun modul juga medapat poin tersendiri. Kenyataan di lapangan, banyak guru senior “kebingungan” ketika dihadapkan pada tulis-menulis. Bukan karena mereka tak memiliki ide/gagasan, namun tak terbiasa menulis adalah faktor utama, sehingga mereka kesulitan dalam menyusun huruf, kata, kalimat dan tulisan. Menulis harus diwajibkan untuk memacu geliat belajar lebih banyak lagi. Menulis seharusnya menjadi kewajiban akademik, bukan sekadar syarat administratif, mengejar recehan serta ajang gengsi. Namun, guru menulis harus mengutamakan kualitas akademik, sarana berdakwah dan mengabadikan budaya ilmiah. Mengapa? Tidak ada ilmuan dikenang tanpa tulisan, begitu pula guru. Jika guru tak bisa menulis, maka sama saja mereka menjadi “intelektual menara gading” yang tak mau mengamalkan ilmu lewat tulisan dan menyumbangkan ide untuk umat. Menulis itu Ibadah Ali bin Abi Thalib (599-661 H) pernah berkata “Tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti”. Artinya, semua guru pasti mati dan hanya ide, pemikiran serta karya yang menjadi abadi sepanjang masa, karena dibaca dan diamalkan manusia. Sebenarnya menulis adalah ibadah, karena dengan tulisan, ide dan ilmu bisa mencerahkan manusia. 82 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


Loyalitas guru hakikatnya tak hanya dalam kemampuan mengajar, namun kemampuan menulis dan pengembangan potensi diri juga menjadi loyalitas peningkatan pendidikan. Jika menulis itu ibadah, maka menulis adalah alat bagi guru beribadah dan berbuat baik lebih banyak lagi untuk mendorong kemajuan pendidikan. Secara gen, manusia tidak sekadar “homo sapiens� atau makhluk berpikir. Menurut Ernst Cassirer (1874-1945) manusia adalah animal symbolicum atau makhluk yang menggunakan simbol bahasa dalam kehidupan. Guru sebagai kaum terdidik harus mampu mengatur simbol-simbol secara sistematis untuk membuat tulisan bermanfaat. Tulisan itu tidak harus dalam bentuk jurnal, penelitian, atau buku, namun menulis artikel di media massa merupakan alternatif nyata pengembangan kemampuan akademik guru. Budaya menulis di kalangan guru harus diwajibkan dan ditingkatkan. Ada beberapa hal perlu dilakukan. Pertama, pemerintah perlu mempertegas regulasi penulisan karya ilmiah. Mengapa? Pasalnya, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 20 ayat 2 (UUGD) selama ini substansinya belum maksimal. Padahal amanat UU itu mewajibkan menulis buku dan memublikasikan karya ilmiah. UUGD juga mengharuskan seluruh tenaga pendidik bersertifikat demi menjamin kualitas pendidikan. Sertifikasi guru merupakan standardisasi kompetensi dan salah satu syarat mengikuti sertifikasi, salah satunya membuat karya ilmiah. Jadi, sangat logis jika guru wajib menulis. Dalam hal ini, guru bisa menulis pengalaman mengajar. Jika satu guru menulis satu halaman folio setiap Minggu, maka satu tahun satu guru bisa menghimpun 48 halaman. Jika di dalam sekolah ada sepuluh guru, maka terkumpul 480 halaman. Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 83


Kedua, guru perlu memproduksi karya melalui organisasi profesi seperti kelompok kerja guru (KKG) dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Keberadaan organisasi ini sangat mendukung guru menulis, baik bentuk modul, LKS maupun buku. Ketiga, pemerintah harus memfasilitasi tulisan guru. Fasilitas tak harus dalam bentuk laptop atau komputer, karena sekarang hampir semua guru memiliki alat itu. Setidaknya, pemerintah membuat wadah penampung tulisan-tulisan guru. Seperti majalah edukasi, tabloid pendidikan, koran guru, lombalomba menulis atau jika perlu membuat penerbitan khusus guru. Guru harus menulis agar menjadi teladan. Yang lama bukan waktu untuk menulis, tapi memutuskan menulis saat ini atau tak menulis selamanya. Sudah saatnya guru menulis, karena hanya dengan menulis, guru menjadi pendidik yang kaffah dan abadi (Dian Marta Wijayanti, “Keniscayaan Guru Menulis”, Koran Muria, 2014: 23). Menulis menjadi alternatif nyata bagi guru untuk mengeluarkan gagasan revolusionernya. Banyak guru SD yang memiliki sejuta ide segar, benar dan revolusioner, namun mereka kadang tidak mau dan mampu menulis. Akhirnya, ide yang segar itu hanya hilang ditelan waktu. Guru Peneliti Selain menjadi persyaratan kenaikan pangkat guru, penelitian memegang posisi urgen dalam pendidikan. Tanpa penelitian, dunia pendidikan akan stagnan dan sunyi tanpa pembaharuan. Penelitian itu “murah dan mudah”. Asalkan ada keseriusan dan ketekunan, semua guru pasti bisa meneliti. Sebagai artis, guru memiliki nilai lebih di depan siswa. Nilai lebih tersebut tidak akan bertahan lama jika guru tidak berinovasi melalui penelitian. Namun saat ini banyak guru masih tabu dan “tidak melek” dengan penelitian. Di benak mereka, penelitian 84 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


menghabiskan banyak waktu, uang dan tenaga. Padahal penelitian tidak serumit yang ditakutkan para guru. Sampai saat ini penelitian masih dianggap momok menakutkan di dunia pendidikan. Dalam pandangan guru, penelitian masih dianggap “horor” untuk direncakan apalagi dilakukan, sehingga sangat sedikit guru melakukan penelitian. Penelitian ibarat “monster” menyeramkan bagi guru yang tidak melek penelitian. Semua itu menjadi “belenggu” dan menjadikan guru stagnan tanpa memberanikan diri meneliti. Keniscayaan Meneliti Guru memang bukan dosen yang memiliki tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi “pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, pengabdian kepada masyarakat”. Namun penelitan bagi guru untuk meningkatkan kualitas diri adalah keniscayaan. Keraguan yang membelenggu guru untuk melaksanakan penelitian harus diakhiri. Pasalnya, selama ini banyak kenaikan pangkat/golongan guru terjegal karena tidak melakukan penelitian. Selain berdampak pada guru, hasil penelitian tentu memberikan manfaat bagi orang lain dan dunia pendidikan. Dengan meneliti, guru bisa membuat “rumusan perbaikan” untuk pendidikan agar menjadi lebih baik. Mulai dari hal teknis seperti media/metode pembelajaran hingga perbaikan sistem seperti perubahan kurikulum dan kebijakan pendidikan. Semakin intens guru meneliti, maka semakin banyak kontribusi untuk perbaikan pendidikan. Maka, gerakan meneliti harus segera direalisasikan sejak dini di semua jenjang, baik guru SD/MI, SMP/MTS dan SMA/SMK/MA. Banyak penelitian yang bisa dilakukan guru, salah satunya penelitian tindakan kelas (PTK). Dari mata kuliah metodologi penelitian atau penelitian pendidikan, guru maupun calon guru Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 85


telah belajar prosedur pelaksanaan PTK. Penelitian ini cukup mudah dilakukan karena tidak membutuhkan waktu lama dan dapat dilaksanakan sambil mengajar. PTK adalah alternatif solusi bagi guru kreatif, karena guru kreatif pasti peka terhadap permasalahan yang terjadi di kelas. Khususnya untuk masalah yang berhubungan dengan pembelajaran dapat diatasi melalui PTK. Ketidakjelasan guru tentang PTK bukan alasan untuk tidak melakukan penelitian. Guru dapat bertanya kepada teman sejawat maupun buku yang berhubungan dengan PTK. Apalagi di era global ini, cara mendapatkan informasi sangat mudah. Guru juga dapat mencari informasi melalui internet dan belajar dari laporan PTK yang sudah ada. Apakah cukup PTK? Tentu tidak. PTK hanya standar terbawah, sedangkan untuk yang tinggi, guru bisa melakukan penelitian pengembangan dan bagi kepala sekolah bisa melakukan penelitian tindakan sekolah (PTS). Saatnya Guru Meneliti Sebenarnya keresahan guru tidak terletak pada pelaksanaan penelitian, namun pada format laporan penelitian. Dalam pelaksanaannya, banyak guru sudah mahir, hanya saja jika pada hari-hari biasanya tidak perlu instrumen dan dokumentasi khusus. Saat PTK, guru harus menyiapkan instrumen dan dokumentasi khusus. Sedangkan untuk hal-hal berhubungan dengan format laporan, guru dapat berkolaborasi dengan orang lain. Banyak alternatif yang bisa digalakkan untuk penelitian guru. Pertama, gerakan kepala sekolah meneliti. Sebagai pemimpin, kepala sekolah merupakan teladan bagi guru-guru lain. Pemimpin bijak tentu tidak hanya “Jarkoni� (bisa mengajar tapi tidak bisa melaksanakan). Tapi kepala sekolah teladan harus

86 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


memberikan contoh kepada guru-guru untuk rajin meneliti. Selain PTK, kepala sekolah juga harus melakukan PTS. Dengan mengajak guru-guru berkolaborasi, maka motivasi guru untuk berpikir maju dan meneliti semakin tinggi. Melalui supervisi akademik, kepala sekolah juga dapat memotivasi guru membuat identifikasi masalah di masing-masing kelas. Kedua, berkreasi dalam organisasi profesi. Guru sudah mengenal organisasi KKG dan MGMP dalam menjalankan tugasnya. Melalui wadah tersebut, guru dapat berkomunikasi dengan guru lain untuk membahas berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang dibahas seharusnya tidak hanya terkait materi pelajaran. Akan tetapi pengembangan diri guru pun perlu menjadi bahan pembahasan. Bersama guru dari sekolah lain, pendidik dapat berkolaborasi melakukan penelitian. Guru yang sudah pernah atau mahir meneliti dapat dijadikan tutor sebaya. Sehingga guru lebih percaya diri saat melakukan penelitian begitupun dalam penyusunan laporannya. Ketiga, pelatihan terbimbing dan konsisten dari dinas pendidikan. Pelatihan penulisan laporan penelitian hendaknya tidak hanya momentum. Namun guru didampingi sampai penulisan laporan penelitian selesai. Guru juga diberi refleksi terhadap penelitian yang telah dilakukan sehingga mereka tahu letak kekurangannya. Jangan sampai guru merasa pengumpulan laporan penelitian dalam wadah diklat hanya sebatas formalitas untuk mendapatkan sertifikat. Keempat, pelaksanaan lomba penulisan laporan penelitian. Ajang kompetisi sangat lebih baik jika dijadikan program tahunan. Dengan begitu guru akan mempersiapkan lebih baik hasil yang adakan diikutsertakan lomba. Penghargaan bagi guru berprestasi akan memotivasi guru melakukan penelitian.

Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 87


Banyak manfaat akan diperoleh jika gerakan guru meneliti ini dapat diimplementasikan. Guru semakin kreatif dan kontribusi untuk mengatasi masalah pendidikan pun berkurang. Guru adalah pioner perubahan. Maka lebih cepat mencarikan solusi pendidikan melalui pendidikan tentu lebih baik dibandingkan menunggu solusi dari orang lain. Guru kreatif adalah guru yang rajin meneliti. Saatnya guru meneliti (Dian Marta Wijayanti, “Galau Guru dalam Penelitian”, Suara Merdeka. 2013: 7). Meneliti dan menulis ibarat dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Substansi menulis adalah meneliti, hakikat meneliti adalah menulis. Hal itu harus dilakukan guru sebagai kader revolusioner. D. Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan Guru revolusioer adalah guru yang komplit. Ia selain mendidik, juga menjadi penulis, peneliti, melek IT dan tidak gaptek, orientasi utama memajukan bangsa dan menyerahkan jiwa raganya untuk pendidikan. Syarat revolusioner tidak hanya lulus S1 PGSD, namun jiwa raga 100 persen untuk pendidikan. Guru revolusioner pekerjaannya tidak sekadar “mengajar” tetapi “mendidik” siswanya. Meskipun mereka bukan bapak/ibu biologis bagi siswa, namun mereka mampu menjadi “orang tua ideologis” bagi siswa. Guru revolusioner merupakan kebalikan dari guru killer dan tidak gaul teknologi. Profil pendidik seperti ini mengajar dengan hati, bukan sekadar dengan emosi. Guru revolusioner mampu menata pola pikir siswa, bukan sekadar meraup ilmu sebanyaknya. Munif Chatib (2011) menjelaskan guru adalah pendidik, pengajar dan fasilitator bagi para murid. Guru menjadi sangat urgen dalam dunia pendidikan. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan ditentukan guru. Namun, saat ini rata-rata guru hanya 88 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


menjadi “pengajar” dan belum sepenuhnya menjadi “pendidik”. Pendidik dan pengajar sangat berbeda jauh, jika hanya mengajar, yang lahir hanya generasi cerdas tak bermoral. Namun jika guru menjadi pendidik sepenuhnya, maka akan lahir generasi cerdas dan bermoral. Itulah yang diharapkan dari kurikulum 2013 yang memiliki empat poin. Meliputi kompetensi inti 1 (KI 1) yang berisi tentang nilai religius, KI 2 memiliki nilai sosial kemanusian, KI 3 berisi pengetahuan dan KI 4 berisi proses pembelajaran. Guru revolusioner pasti selalu up date pembaharuan, menggali ide dan mencari solusi dari isu-isu pendidikan. Jangankan memahami dan mahir menjalankan substansi kurikulum 2013, tentang perbedaan metode, model, pendekatan, strategi pembelajaran saja tidak tahu jika guru itu abal-abal dan tidak revolusioner. Melahirkan Guru Revolusioner Untuk melahirkan dan menciptakan guru revolusioner perlu solusi jangka panjang dan pendek. Pertama; pemerintah/Kemendikbud harus membuat regulasi jelas perekrutan guru. Hal ini sudah tercermin pada kebijakan baru yaitu “gelar Gr” (guru profesional) yang tak lama ini diwacanakan. Artinya, meskipun sudah sarjana, semua calon guru harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). Namun bagi sekolah swasta, mereka harus memperketat perekrutannya, jangan sampai ada guru tidak linier, seperti sarjana ekonomi mengajar bilogi, lulusan PGSD mengajar SMA dan sebagainya. Kedua; sesuai UU No 14 tahun 2005 (UUGD) Pasal 69 (ayat 2), disebutkan empat kompetensi yang wajib dimiliki guru, yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional. Saat ini banyak guru sudah memenuhi 4 kompetensi tersebut dan menguasai 8 keterampilan mengajar, namun dalam Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 89


praktiknya mereka masih “kuno” dan tidak “modern” dalam mengajar. Ketiga; guru revolusioner adalah mereka yang mengajar dengan cinta dan tidak sekadar “menyampaikan materi”, namun mereka selalu mendidik, membimbing dan mengarahkan siswa ke arah perbaikan. Inilah prinsip pedagogi yang sudah diajarkan sejak dulu. Jika guru saat ini tidak memahami prinsip tersebut, maka sama saja guru-guru itu “kembali” pada zaman dulu. Keempat; guru harus selalu memberikan motivasi, perhatian dan hadiah kepada guru. Tiga prinsip untuk terlaksananya perilaku secara psikologis terbagi 3. Pertama, peranan hadiah ini bisa sebagai pemuas. Kedua, hukuman sebagai pengganggu. Ketiga, peranan latihan untuk refleksi perubahan. Kelima; guru revolusioner memiliki cara untuk mengetahui dan memprediksi hasil belajar siswa, meskipun pembelajaran baru berjalan 1 kali pertemuan. Guru ideal juga mendidik sekaligus memberikan perhatian dan motivasi kepada peserta didik. Karena dalam kehidupan, tidak ada manusia yang kuat hidup “tanpa perhatian”. Keenam; untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru harus mampu memanajemen stimulus dan respon. Artinya, jika guru tidak mampu menyeimbangkan stimulus dan respon di dalam kelas, maka siswa pasti “asal-asalan” dan kondisi kelas pasti gaduh dan tujuan pembelajaran tidak tercapai. John B Watson (1878-1958) dalam kajian behaviorisme menyatakan bahwa kesuksesan belajar sangat dipengaruhi proses stimulus respon yang baik. Ketujuh, solusi yang mendasar adalah menegakkan konstitusi sesuai UUGD. Artinya, bagi calon guru harus menjalankan prosedur dan syarat menjadi guru. Bagi yang sudah terlanjur menjadi guru, mereka harus senantiasa meningkatkan 90 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


kualitas lewat berbagai pelatihan. Karena hakikatnya, menjadi guru itu juga menjadi siswa yang harus belajar setiap waktu. Untuk mencetak guru revolusioner, lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) harus bangkit dan memperbarui sistem. LPTK harus menjadi “agen pembaharuan� dan persemaian tokoh-tokoh masa depan. Perlu diterapkannya model perkuliahan selayaknya berbasis filsafat pendidikan mutakhir menggunakan pendekatan konstuktivistik. Artinya, dengan dua hal itu akan membangun kemandirian, kreativitas, citra dan cinta dengan menerapkan strategi tuntas dan model-model pembelajaran inovatif. Visi dan misi pendidikan di semua jenjang harus berorientasi pada membangun sumber daya terdidik dan bermoral, bukan sekadar mengejar nilai-nilai kognitif. Jika mengutamakan nilai kognitif, maka sama saja mencetak generasi cerdas tapi miskin moral. Sudah saatnya pendidikan mencetak generasi cerdas dan bermoral. Saatnya Bangkit Pendidikan kita belum berhasil mencerdaskan bangsa. Buktinya, ketika banjir melanda kota-kota, yang disalahkan musim hujan. Ketika kekeringan datang, yang disalahkan justru musim kemarau. Ketika pejabat korupsi, yang disalahkan mereka miskin. Ketika banyak kekerasan dan pelecehan seksual, yang disalahkan karena mereka kekurangan pemenuhan biologis. Selain itu, peningkatan jumlah penganggur juga menjadi indikasi kegagalan pendidikan. Sekolah saat ini rata-rata menghasilkan penganggur dan setengah penganggur. Bahkan, premanisme, tawuran dan kejahatan seksual makin tak terkendali. Penyalahgunaan narkoba merajalela. Korupsi, kolusi dan nepotisme makin menjamur yang menghancurkan masa depan bangsa. Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 91


Semua itu merupakan karena pendidikan moral, akhlak dan iman serta karakter yang dipinggirkan. Saat ini pendidikan nilai karakter disepelekan. Asas-asas moral dalam keilmuwan di perguruan tinggi juga dilupakan. Rata-rata akademisi hanya mengejar nilai kognitif, materi dan gelar tanpa diimbangi mencari kemuliaan dan perbaikan bangsa. Kita ingat, ketika Amerika kalah dalam lomba hegemoni antariksa mempertanyakan “What wrong with our class room?� Ini menjadi bahan renungan. Apa yang salah dalam pendidikan kita? Terbiasa para ilmuwan bertanya, apakah, mengapa, bagaimana dan untuk apa pendidikan di negeri ini? Demikian pula terhadap kondisi pendidikan saat ini, makin hari seharusnya tidak makin hancur, tapi harus bangkit. Tanpa kebangkitan, pendidikan hanya menjadi tempat gersang bagi akademisi. Jika demikian, pendidikan akan mengarah pada kemunduran bahkan kehancuran. Tanda-tanda Kehancuran Thomas Lickona (Sutawi, 2010) menjelaskan ada 10 tandatanda kehancuran bangsa. Pertama, meningkatnya kekerasan pada remaja. Kedua, penggunaan kata-kata yang buruk. Ketiga, pengaruh berbagai mafia yang kuat dalam tindak kekerasan. Keempat, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. Kelima, kaburnya batasan moral baik-buruk. Keenam, menurunnya etos kerja. Ketujuh, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. Kedelapan, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara. Kesembilan, membudayanya ketidakjujuran. Kesepuluh, adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama. Hal itu terlihat jelas pada musim Pemilu, banyak kampanye hitam dan saling menjatuhkan citra dan lawan politik. Emha Ainun Nadjib (2013) menjelaskan bahwa kehancuran di Indonesia sudah melanda di berbagai aspek. Mulai dari 92 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


kehancuran intelektual, moral, bahkan Indonesia saat ini sudah berada pada titik kegelapan dan menuju kiamat. Kebangkitan pendidikan nasional bisa berawal dari misi pendidikan nasional. Meskipun kurikulum sering berganti, namun pendidikan nasional harus mampu membangun SDM terdidik itu sendiri. Mereka harus memiliki kecerdasan komprehensif, kompetitif, mandiri, amanah dan produktif. Selanjutnya, setiap misi bidang kajian harus diaplikasikan dalam pengembangan SDM. Oleh karena itu, bidang kajian keilmuan perlu dilakukan secara terpadu untuk mencapai kompetensi komprehensif, intelektual, sosial, moral dan iman. Seharusnya semua sistem pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi berjalan demikian. Pasalnya, pendidikan itu mengembangkan ilmu dan membangun peradaban. Tanpa pendidikan, peradaban manusia tidak berbeda dengan peradaban hewan. Darmaningtyas (2012) juga menjelaskan bahwa kinerja pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan itu perlu didasari komitmen terhadap nilai-nilai moral. Jika tidak, pendidikan akan rusak dan hancur. Di sisi lain, untuk keluar dari 10 petaka yang dijelaskan Thomas Lickona di atas ternyata semua bergantung “siapa pendidiknya�. Pendidik di sini artinya guru, dosen, ustaz dan mentor di lembaga pendidikan, baik formal, informal maupun non formal. Namun, guru bukan berarti guru di kelas saja, melainkan yang “digugu dan ditiru�, baik dia guru, orang tua, pejabat maupun tukang ojek. Kebangkitan pendidikan nasional harus diawali dari lingkup kecil, salah satunya memperbaiki kualitas pendidiknya. Jika pendidiknya berkualitas dan menjadi sang pencerah, maka misi dan tujuan pendidikan nasional akan tercapai, begitu pula Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? ‖ 93


sebaliknya. Sekolah dan kampus seharusnya juga mengajarkan kepada pelajar untuk berbuat apa (to do) bukan sekadar menjadi apa (to be). Selama ini nilai karakter sudah darurat, banyak pendidik masih menjadi pengajar dan sekadar transfer ilmu. Sudah saatnya pendidikan nasional bangkit dari ketertinggalan, keterpurukan dan kejumudan. Kebangkitan pendidikan nasional bukan segalanya, namun segalanya bisa berawal dari sana. Akar permasalahan keterpurukan bangsa sangat komplek. Namun yang paling inti ialah karena mutu SDM pendidiknya payah dan lemah dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, moral dan iman (Hamidulloh Ibda, “Hari Kebangkitan Pendidikan Nasional�, Solopos. 2014: 4). Guru revolusioner dilarang kerdil. Guru menjadi sopir dalam pendidikan. Sebagus apa pun kurikulum, silabus, RPP, bahan ajar, sistem, sekolah, sarana, media pembelajaran, jika gurunya tidak revolusioner, maka pendidikan pasti stagnan. Poros utama memajukan pendidikan adalah lewat gurunya. Apakah Anda tidak mau menjadi guru SD revolusioner? Jika bisa menjadi guru revolusioner, mengapa menjadi guru SD biasa-biasa saja?

94 ‖ Guru Revolusioner, Kunci Pendidikan


Daftar Pustaka Ali, Hasmiyati Gani. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Quantum Teaching Ciputat Press Group. Alwi, Hajudin. 2013. “Menyelami Diri Sendiri”. Majalah Derap Guru, Edisi 167/Th.XIII/Desember 2013. Semarang: PGRI Jawa Tengah. Anni, Chatarina Tri, dkk. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press. Aqib, Zainal. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia. Brotosedjati, Soebagyo. 2011. “PGRI Berjuang Agar Guru Merasa Tenang dan Nyaman dalam Menjalankan Profesinya”. Majalah Derap Guru, Edisi 142/Th. X/November 2011. Semarang: PGRI Jawa Tengah. Cahyono, Edi. 2014. Peningkatan Daya Saing Ekonomi danPeranBirokrasi.http://setkab.go.id/peningkatan-dayasaing-ekonomi-dan-peran-birokrasi/ (diakses 27 September 2014). Deporter, Bobbi, dkk. 2012. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: PT Mizan Pustaka. Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. 2010. Pembelajaran Berbasis PAIKAM (CTL, Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik). Jakarta: Kemdikbud. Ekosiswoyo, Rasdi dan Rachman, Maman. 2000. Manajemen Kelas Sesuai dengan Kurikulum D II PGSD. Semarang: IKIP Semarang Press. E, Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES. Greer, Donald . 1935. The Incidence of the Terror during the French Revolution: A Statistical Interpretation. Haekal, Muhammad Husain. 1980. Sejarah Hidup Muhammad. 95


Cetakan Kelima. Jakarta: Penerbit Pustaka Jaya. Hartono. 2013. “Model-model Pembelajaran Aktif”. Makalah. UIN Sultan Syarif Kasim. Riau, 3 Maret 2013. Haryono, Yudhie. 2014. Beyond Colonialism. Depok: Kalam Nusantara. Hasibuan, J.J. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hayat, Bahrul dan Suhendra Yusuf. 2010. Mutu Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning, Metode, Teknik, Struktur dan Model Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ibda, Hamidulloh. 2012. “Mencegah Munculnya Kampus Abalabal”. Suara Merdeka. 22 September 2012. Tahun 63. Hal. 19. _______________. 2012. “UU PT dan Tanggung Jawab Pemerintah”. Wawasan. 16 Juli 2012. Tahun 27. Hal. 4. _______________. 2012. “Revitalisasi Pendidikan Karakter”. Radar Bangka. 13 Oktober 2012. Hal.6. _______________. 2013. “Solusi Pengangguran Terdidik”. Barometer. 14 Desember 2013. Hal. 6. _______________. 2013. “Guru Ideal Vs Guru Killer”. Wawasan. No. 47. Tahun 29. 7 Mei 2014. Hal.4. _______________. 2014. “Revolusi Mental Guru”. Koran Muria. No. 424. Tahun II. 1 September 2014. Hal. 23. _______________. 2014. “Revolusi Mental PNS”. Koran Muria. No. 409. Tahun II. 18 Agustus 2014. Hal. 23. _______________. 2014. “Harapan Baru Kuliah PGSD”. Koran Muria. 1 Agustus 2014. No. 392. Tahun II. Hal. 23. _______________. 2014. “Kebangkitan Pendidikan Nasional”. Solopos. 20 Mei 2014. Tahun XVII/No. 233. Hal. 4. Isjoni. 2012. Pembelajaran Kooperatif, Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Iskandarwassid, Sunendar, Dadang. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI dan PT

96


Remaja Rosdakarya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Kemdikbud. Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses Sertifikasi Guru. Jakara: Raja Grafindo Persada. Maarif, Syamsul. 2009. Selamatkan Pendidikan Dasar Kita. Semarang: Need’s Press. Maruli, Sahat. 2012. “Pembelajaran Guru”. 22 November 2012. Tribun Bangka. Hal. 6. Muamalsyah, Kahar. 2012. Paulo Freire Pendidikan untukPembebasan.http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/2 3/paulo-freire-pendidikan-untuk-pembebasan-437729.html (diakses 12 September 2014). Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Muhktar, Iskandar. 2011. Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung Persada Press. Muhdi. 2011. “Keberadaan Guru Tak Tergantikan”. Majalah Derap Guru, Edisi 141/Th, XI/Oktober 2011. Semarang: PGRI Jawa Tengah. ______. 2012. “Nasib Guru Masa Kini”. Majalah Derap Guru, Edisi 147/Th. XII/April 2012. Semarang: PGRI Jawa Tengah. Munir, Badrul. 2014. “Anak Sekolah Anarkistis, Siapa Yang Salah?”. Jawa Pos, 16 Oktober 2014. Hlm.6. Mustiko, Priyo. 2010. “Profesi Guru Tempo Dulu, Masa Kini dan Era Globalisasi”. Majalah Derap Guru, Edisi 129/Th. X/Oktober 2010. Semarang: PGRI Jawa Tengah. Mulyadi, Seto. 2006. Membantu Anak Mengelola Amarahnya. Jakarta: Erlangga. Nafridayanti, Atika. 2014. “Peran Pemerintah Terhadap Anggaran

97


Pendidikan untuk Kualitas Sekolah di Indonesia Melalui Dana APBN.” Makalah. Universitas Gunadarma. Depok, 20 Mei 2014. Napitupulu, Ester Lince dan Harijono, Try. 2013. “Besarnya Anggaran Tak Sesuai Kemajuan.” Kompas. 23 Mei 2013. Niam, A. 2006. Membangun Profesionalitas Guru. Cetakan ke-1. Jakarta: eLSAS. Nisak, Raisatun. 2007. Lebih Dari 50 Game Kreatif Untuk Aktivitas Belajar-Mengajar. Jogjakarta: Diva Pers. Noor, Rohinah M.. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, Solusi Pendidikan Moral yang Efektif. Jogjakarta: Ar-ruzz Media. Nugroho, Hery. 2013. “Guru PAI Juga Dituntut Melek TIK”. Suara Merdeka. 26 Oktober 2013. Tahun 64. Hal. 19. Nutrisiani, Febrika. 2010. “Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) pada anak usia 0-24 bulan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan.” Skripsi. Surakarta. UMS. P, Murray. 1963. The Art of the Renaissance. London: Thames & Hudson. Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII Unnes. 2011. Sertifikasi Guru Sekolah Dasar, Sertifikasi Guru Sekolah Dasar, Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Semarang: Unnes. Perry, M. Humanities in the Western Tradition. http://college.cengage.com/humanities/perry/humanities/1e/ students/summaries/ch13.html (diakses 23 September 2014). Prasetyono, Dwi Sunar. 2008. Biarkan Anakmu Bermain. Jogjakarta: Diva Press. Raharjo, M. Dawam. 1988. Ali Syari ’ati; Mujtahid-Intelektual, dalam Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya. Bandung: Mizan. Rahmat, Jalaluddin. 1992. Ali Syari ’ati: Panggilan untuk Ulil

98


Albab dalam Ideologi Kaum Intelektual Suatu Wawasan Islam. Bandung: Mizan. Rembangy, Musthofa. 2010. Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi. Yogyakarta: Teras. Robbins, Stephen P. 2007. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh Transaled by Molan, B. 2007. Indonesia: PT Macanan Jaya Cemerlang. Rustad, Supriadi, dkk. 2012. Pedoman Rintisan Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi Berkewenangan Tambahan (PPGT). Jakarta: Kemdikbud. Sadily, Hassan, dkk. 1982. Ensiklopedi Indonesia. Jilid ke-1. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Saka, Ambar. 2008. Ilmu Pengetahuan Dasar Pendidikan Lintas Bidang. Jakarta: Ganeca Exact. Salim, Agus. 2006. Bangunan Teori: Metodologi Penelitian untuk Bidang Sosial, Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sandt, S. 2007. “Research Framework on Mathematics Teacher Behaviour: Koehler and Grouws’ Framework Revisited”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, (34), 343-350. Sanusi, Ahmad. 1991. Studi Pengembangan Pendidikan Professional Tenaga Kependidikan. Bandung: IKIP. Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. Sujiono, Yuliani Nuraini. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks. Silberman, Mel. 2004. Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif (terjemahan Sarjuli et al.) Yogyakarta: Yappendis. Supratman, Dandan. 2014. Pendidikan Moral Berbasis Pendidikan Bahasa dengan Strategi Portofolio. Semarang: Unnes Press. Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru.

99


Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Surya, Mohamad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang: CV Aneka Ilmu. Susilowati. 2013. “Refleksi Sekolah Inkluasi”. Majalah Derap Guru, Edisi 165/Th. XIII/Oktober 2013. Semarang: PGRI Jawa Tengah. Suyoto, dkk. 2008. “Optimalisasi sumber daya guru dalam rangka Meningkatkan profesionalisme guru sd di kabupaten Banyumas”. Jurnal Media Penelitian Pendidikan, Volume 2 Nomor 2 Desember 2008. Semarang: IKIP PGRI. Syamsuri, Muhammad. 2013. Tidak Semua Sarjana Bisa JadiGuru.http://www.academia.edu/3730532/Tidak_Semua _Sarjana_Bisa_Jadi_Guru (diunduh 2 September 2014). Tantowi, Ahmad. 2009. Pendidikan Islam di Era Transformasi Global. Semarang : Pustaka Rizki Putra. Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional: Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Penerbit Tera Indonesia. Tim Penyusun. 2007. Kurikulum yang Mencerdaskan, Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Tim Penyusun. 2013. Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini dan Dasar SPS UPI, Menyongsong Generasi Emas 2045. Bandung: Program Studi Pendidikan Dasar Sekolah Pascasarjana UPI. Tim Penyusun. 2012. “Guru dan Pendidikan”. Jurnal, Volume 1 Nomor 1 November 2012. Semarang: PGRI Provinsi Jawa Tengah. Tim Penyusun. 2013. “Media Pengembangan Profesi dan Tenaga Kependidikan.” Jurnal Pendidikan, Widya Tama, Volume 10 edisi Hardiknas. Semarang: LPMP Jawa Tengah. Tim Penyusun. 2010. “Derap Guru”. Majalah, Edisi 129/Th.X/Oktober 2010. Semarang: PGRI Jawa Tengah. Uno, Hamzah B. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Usman, M. Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT

100


Remaja Rosdakarya. Vandenbosch, Amry. 1931. Nationalism in Netherlands East India. Columbia: University of British Columbia. W.S, Rustono. 2009. “Kesiapan Mahasiswa S1 PGSD Pra Jabatan dan Dalam Jabatan UPI Kampus Tasikmalaya Untuk Melaksanakan Program Latihan Profesi Kependidikan (PLPK)”. Jurnal Pendidikan. Bandung: UPI. Wijayanti, Dian Marta. 2013. “Wajib Belajar TK”. Suara Merdeka. Tahun 64 Hal. 19. __________________. 2013. “Ibu, Guru Revolusioner bagi ABK”. Barometer. 16 Desember 2013. Hal.6. __________________. 2013. “Solusi Polemik Status GTT”. Suara Merdeka. 12 Desember 2013. Tahun 64. Hal. 7. _________________.2013.“Mengembalikan Kemurnian Profesi Guru”. Barometer. 31 Oktober 2013. Hal.6. __________________. 2013. “Mencegah Kemunculan Guru Abal-abal”. Suara Merdeka. 19 Oktober 2013. Tahun 64. Hal. 19. __________________. 2014. “Galau Guru dalam Penelitian”. Suara Merdeka. 5 Februari 2014. Tahun 65. Hal 7. __________________. 2014. “Ijtihad Guru untuk K13”. Suara Merdeka. 14 Agustus 2014. Tahun 65. No. 176 Hal. 7. Win, Wenger. 2003. Beyond Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning (Terjemahan Ria Sirait dan Purwanto). Bandung: Nuansa. Yamin, Martinis. 2003. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. Sumber lain Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Data Statistik Pengangguran Kementerian Tenaga Kerja 2013. Jurnal Education Leadership edisi Maret 1993. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007. Permendikbud Nomor 62/2013 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan untuk Penataan Guru. Peraturan Menteri Agama No 16 Tahun 2010.

101


Pedoman Sertifikasi Kompetensi Pendidik 2004. Republika. 18 Maret 2013. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 2006. Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta Jaya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003.

102


Profil Penulis HAMIDULLOH IBDA, lahir di Pati Bumi Mina Tani, 17 Juni 1990. Menyelesaikan pendidikan dasar di MI Himmatul Muta’allimin Pati (2003), MTs Himmatul Muta’allimin (2005) dan MA Madarijul Huda Pati (2008). Gelar sarjana didapat dari Jurusan PGMI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang (sekarang UIN Walisongo) pada 2013. Pada tahun 2013-2015 ia mengikuti kuliah magister Prodi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Penulis adalah aktivis sekaligus penulis aktif di media massa. Selain aktif di dunia pers dan jurnalistik, penulis selalu berjuang di bidang pendidikan. Tahun 2010-2011 mendirikan lembaga bimbel Insan Kamil, dan tahun 2013 juga menggagas Smarta School sebagai wahana menularkan ilmu dan spirit memajukan pendidikan. Ibda juga pernah menjadi koordinator utama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) PGMI Fakultas Tarbiyah (sekarang FITK) IAIN Walisongo Semarang pada tahun 2011. Sebelum wisuda, penulis mendapat penghargaan dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi FITK IAIN Walisongo sebagai Mahasiswa Teladan nominasi “Penulis Mahasiswa Terproduktif”. Ratusan bahkan ribuan tulisan Ibda terserak di media massa, baik cetak, online, nasional dan lokal, baik artikel, opini, gagasan, wacana, perspektif, kolom, resensi, laporan, debat, fiksi dan nonfiksi. Koran ternama seperti Kompas, Sinar Harapan, Suara Karya, Republika, Media Indonesia, Jurnal Nasional, Koran Jakarta, Suara Pembaharuan pernah memuat tulisannya. 103


Di Jawa, ia juga menjadi kolumnis di Suara Merdeka, Koran Pagi Wawasan, Solopos, Harian Semarang, Radar Tegal, Barometer, Koran Muria, Malang Post, Harian Bhirawa Surabaya dan sebagainya. Media luar Jawa seperti Lampung Post, Waspada Medan, Jurnal Medan, Radar Bangka, Radar Lampung, Pikiran Merdeka, Metro Siantar, Harian Singgalang, Harian Tabengan, Harian Vokal, Haluan Kepri, Padang Ekspres, Riau Pos dan sebagainya juga sering memuat tulisannya. Banyak juga tulisannya dipublikasikan di media online, seperti Okezone, NU Online, Rimanews, Lintasgayo, Koranfakta, Atjehlink, HMINews, GP Anshor Online, Kompi, Newsindonesia, Cdisnews, Islamcendekia, Harianjateng dan media lain yang tak terlacak. Tulisan lulusan IAIN Walisongo ini pernah meramaikan media kampus dan mahasiswa. Seperti Majalah Tuntas, Tabloid SKM Amanat, Buletin Insani, Rausyanfikr dan sebagainya. Selain menulis di media massa, tahun 2012 Ibda menulis buku berjamaah berjudul “Pendidikan Agama Islam Berbasis Local Wisdom” yang diterbitkan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Ibda juga menulis buku “Demokrasi Setengah Hati” (Kalam Nusantara; 2013), mengedit buku “Gagasan Kepemimpinan, Refleksi Ke-Indonesiaan dan KeIslaman” (Buku Litera; 2013), mengedit buku “Pelabuhan Perikanan” (Badan Penerbitan Undip; 2013). Pada Januari 2014, buku “Stop Pacaran, Ayo Nikah!” (Lintang Rasi Aksara Books; 2014) ia tulis sekaligus menjadi mahar pernikahannya. Saat ini masih aktif menulis artikel, karya tulis ilmiah dan beberapa buku bertema pendidikan, sosial dan keagamaan. Direktur Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng ini juga menggagas sejumlah portal berita online bersama rekan-rekannya. Ia pernah menjadi wartawan di Harian Pelita, Jateng Ekspres dan kontributor NU Online. Pria yang hobi membaca ini juga pernah 104


bekerja menjadi staf bidang media KPU Jawa Tengah dan sejak Mei 2015, ia bekerja menjadi staf fraksi DPRD Kota Semarang. Selain menulis, pemuda kelahiran Pati ini juga aktif di kegiatan diskusi dan seminar. Ia aktif mengisi ceramah jurnalistik di organisasi mahasiswa, seperti di UKM Kampus, IPNU-IPPNU, PMII dan di sekolah-sekolah dan sejumlah kampus seperti UIN Walisongo, Unnes, Unissula, Unwahas, Unisfat Demak, STAI Pati, Undip dan lainnya. Tahun 2013, ia pernah menjadi guru jurnalistik di MTs Al-anwar Mranggen, Demak. Sejak 2014, Ibda juga aktif dan menjadi pembicara acara Lentera Budaya dan Dialog Merah Putih di Cakra Semarang TV yang mengangkat tema pendidikan, budaya dan kebangsaan. Profil bisa dilihat di Facebook Hamidulloh Ibda, Twitter @HamidullohHI atau lewat email h.ibdaganteng@gmail.com.

105


Profil Penulis DIAN MARTA WIJAYANTI, lahir di Blora Kota Mustika pada 1 Januari 1992. SD Negeri Tambahrejo 1 Blora (2003) menjadi sekolah formal pertamanya, kemudian SMP Negeri 1 Blora (2006), SMA Negeri 1 Blora (2009) dan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FIP Universitas Negeri Semarang (2013). Saat ini Dian menjadi guru SD Negeri Sampangan 01 dan PNS Kota Semarang. Saat menjadi mahasiswa S1, penulis aktif di beberapa organisasi kampus. Menjadi Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa PGSD FIP Unnes (2010), Pendiri dan Wakil Ketua Warung Komunikasi dan Diskusi Karya Ilmiah PGSD FIP Unnes (2011), Staf Departemen Riset dan Teknologi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes (2011) dan Education and Training Department UKM Penelitian Unnes (2012-2013). Menulis dan meneliti menjadi hobi perempuan kelahiran Blora ini sejak SMA. Saat SMA, ia menjadi delegasi Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Jawa Tengah di Unissula. Beberapa penelitiannya didanai lembaga di dalam dan luar kampus. Penelitian Institusional FIP Unnes (2010-2012), Program Penelitian Mahasiswa oleh LP2M Unnes (2011-2012), Penelitian Fasilitasi Jawa Tengah (2011) dan pernah mendapatkan hibah pengabdian masyarakat oleh LP2M Unnes (2011). Beberapa penghargaan telah didapatkan perempuan berhidung mancung ini. Di antaranya lolos Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (2010-2011), Juara Harapan 1 Penulisan Artikel oleh Budi Santosa Foundation (2010), Juara Harapan 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa PGSD se-Jawa (2011), Juara 3 LKTI Pekan Ilmiah Biologi Terpadu Jateng-DIY (2011). Tahun 2012 penulis mendapat Penghargaan Juara 2 dalam Ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Mapres) FIP Unnes,

106


Juara Harapan 3 Mapres Unnes (2012) dan Juara 1 Mapres PGSD Unnes (2012). Pada April 2013, Dian menjadi Wisudawan Terbaik PGSD FIP Unnes. Penulis juga aktif sebagai tenaga pengajar di beberapa sekolah. Pada 2013, ia pernah mengajar di SD Labschool Unnes dan menjadi guru Homeschooling di Yayasan Nusa Bangsa Indonesia. Pada tahun yang sama, Dian didaulat menjadi mentor bahasa Inggris di Forum Muda Cendekia (Formaci) Jateng pada 2013. Dian juga pernah menjadi guru Karya Ilmiah Remaja (KIR) di SMP Nasima Semarang pada 2013 dan sejak 24 Desember 2013 sampai sekarang, ia menjadi PNS Kota Semarang dan mengajar di SD Negeri Sampangan 01 Kota Semarang. Sebagai guru muda yang memiliki banyak prestasi, pada penerapan kurikulum 2013 (K13), Dian ditunjuk Dinas Pendidikan setempat sebagai Guru Pendamping K13 yang bertugas mendampingi guru-guru SD dalam menerapkan kurikulum tersebut. Selain aktif menulis karya ilmiah, guru muda ini juga rajin menulis di media massa. Beberapa karyanya menembus media massa seperti Koran Jakarta, Suara Karya, Suara Merdeka, Koran Barometer, Radar Tegal, Koran Muria, Harian Bhirawa Surabaya dan sebagainya. Sebagai bentuk partisipasinya dalam pendidikan, penulis aktif sebagai Tim Asessor Early Grade Reading Assessment USAID Prioritas Jawa Tengah pada 2012-sekarang. Selain mengajar SD, sebagai bumbu dalam aktivitas sehari-hari, penulis masih berkecimpung di kegiatan-kegiatan pendidikan. Ia pernah mengisi diskusi pendidikan di El Shinta Fm yang mengkaji pendidikan Homeschooling. Dian juga aktif di televisi dan pernah menjadi pemateri acara Dialog Merah Putih di Cakra Semarang TV dengan mengangkat tema pendidikan. Selain aktif mengisi acara di seminar dan diskusi pendidikan, sebagai wahana merekonsiliasi pendidikan, lulusan terbaik PGSD Unnes ini menjadi Direktur Utama Smarta School

107


sejak September 2013-sekarang. Profil penulis dapat dilihat di facebook Dian Marta Wijayanti, twitter @Marta742, atau e-mail girlsmarta@gmail.com dan karyanya bisa klik di http://dianmarta.blogspot.com.

108


Lengkapi Koleksi Buku Anda Judul: Demokrasi Setengah Hat Penulis: Hamidulloh Ibda Cetakan: Pertama, April 2013 Penerbit: Kalam Nusantara ISBN: 978-602-97319-6-5 Tebal: 293 Halaman Harga: Rp. 50.000,-

Judul: Stop Pacaran, Ayo Nikah! Penulis: Hamidulloh Ibda Cetakan: Pertama, 2014 Penerbit: Lintang Rasi Aksara Books dan Lentera Aksara ISBN: 978-602-7802-18-6 Tebal: xxiii+115 Halaman Harga: Rp. 25.000,-

Informasi lebih lanjut, hubungi penerbit atau distributor: 082240052998

109


110


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.