NGODO’ NANI HAMI duduk bersama kami
KKN-PPM UGM 2015
Editorial
1
Daftar Isi editorial 1
prakata 2
legenda suku komodo 3
Kiling Hami
Pusi ko Hami desa kami 6 kehidupan 16 kami
Ncoki Hami kesulitan kami 30 Ngedeng ko Hami harapan kami 42
2
3
Hami wana sikio..
Helo!
Dua bulan tinggal di desa membuat kami merasakan menjadi masyarakat asli Pulau Komodo. Hidup di lingkungan Taman Nasional dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menggelitik jemari untuk menuliskan cerita yang tertangkap lensa kamera, terekam dalam emosi permasalahan, hingga terduduk dalam suasana perpisahan yang membuat kami berkaca-kaca sampai menitikkan air mata. Dua bulan memang waktu yang singkat namun sangat mengesankan. Menjadi bagian dari kesederhanaan masyarakat pesisir, menikmati pesona alam yang sangat menyejukkan, merasakan matahari yang panas menyengat, membaur dengan masyarakat, dan bermain dengan anak-anak adalah lembaran baru dalam kehidupan kami. Kesulitan mendapatkan air bersih, jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk mandi dan mencuci, susahnya menemukan sayur dan buah, terbatasnya listrik hingga langkanya sinyal adalah lika-liku kehidupan selama enam puluh hari di sini. Melalui lembaran dalam buku ini, kami ingin berbagi sedikit kisah hidup mereka kepada dunia. Banyak hal yang masih perlu disoroti tentang seluk beluk desa Komodo, bukan hanya satwanya maupun keindahan alamnya namun juga masyarakatnya. Semoga dengan buku ini, banyak mata terbuka dan tangan tergerak untuk membangun desa. Tim Penulis
Legenda Kampung Komodo Pada zaman dahulu hiduplah sekelompok orang di puncak Gunung Najo yang disebut suku Najo. Suku Najo sehari-harinya hidup sebagai pemburu. Mereka hidup dengan damai. Sementara itu, di Lautan timur Pulau Komodo terdapat empat orang Atawela yang sedang berlayar tanpa tahu arah dan tujuan. Mereka terdiri dari 3 orang laki-laki yang bernama Dato, Raja, Lasa dan 1 orang perempuan, anak dari Dato yang bernama Putri. Selain 4 orang itu, mereka juga membawa hewan-hewan seperti kuda, monyet, dan sebagainya. Oleh karena tidak tahu arah dan tujuan, mereka hanya mengikuti arah angin. Namun pada suatu ketika, kemudi mereka patah dan mereka terombang-ambing di tengah lautan. Tiba-tiba muncul ikan hiu berenang ke arah mereka membantu mendorong kapal mereka ke arah darat. Mereka sangat berterima kasih kepada ikan hiu dan berjanji tidak akan memakan dagingnya. Setelah mencapai daratan, jangkar mereka terputus sehingga kapal mereka pecah. Pecahan kapal ini selanjutnya dikenal sebagai Wangka Wreck. Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan melalui daratan sampai akhirnya mereka melihat kepulan asap di balik gunung. Mereka meyakini ada kehidupan di sana. Dalam perjalanan menuju ke gunung tersebut, mereka bertemu Umpu Najo, salah seorang penduduk di kampung Najo. Umpu Najo pun mengajak mereka hidup bersama di kampung tersebut. Singkat cerita, Umpu Najo dan Putri menikah. Mereka akhirnya memimpin Kampung Najo. Di Kampung Najo, terdapat suatu tradisi di mana setiap ibu yang melahirkan akan dibelah perutnya. Sehingga muncul lagu Pusi pusi anakne mati mati inane. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk semakin sedikit.
4
Hingga pada suatu hari, istri Umpu Najo mengandung. Seluruh penduduk Najo sangat sedih. Di tengah kesedihan itu, datanglah anak buah kapal dari Sumba menuju ke Sape. Mereka singgah di Pulau Komodo untuk mencari air. Umpu Najo pun menceritakan kesedihannya. Orang Sumba tersebut kaget dan mengatakan mereka mengajak seorang nenek dukun beranak. Umpu Najo kemudian mengajak mereka ke kampung. Ketika Nenek Sumba membantu kelahiran istri Umpu Najo, Umpu Najo diajak berburu oleh rakyatnya. Hal ini bertujuan agar sang suami tidak melihat kematian istrinya. Namun ternyata, nenek Sumba memberikan kehidupan baru bagi Najo. Dengan bantuan tempurung kelapa yang diletakkan di bokong ibu hamil, Istri Umpu Najo melahirkan dengan selamat. Anak laki-laki yang lahir itu diberi nama Hamid. Sejak saat itu, penduduk di Kampung Najo mulai berkembang. Setelah beberapa waktu, Hamid menikah denganEpa. Seperti keluarga pada umumnya. Epa pun mengandung dan melahirkan. Tak disangka, kelahiran ini dikaruniai hal yang sangat luar biasa. Lahirlah seorang pria yang diberi nama One dan seekor kadal raksasa yang diberi nama Ora (Sebae). Semakin beranjak dewasa, sang ibu mulai kesulitan mengurus makanan Ora (Sebae) yang harus makan daging. Sampai akhirnya Ora (Sebae) sadar dan berpamitan dengan keluarganya untuk hidup di hutan. Ora (Sebae), si Kadal raksasa, saat ini dikenal sebagai Komodo. Sejak saat itu, Komodo dan manusia hidup berdampingan di Pulau Komodo.
5
Kiling Hami Desa kami
Mai ri Lale Kiling Modo!
Perjalanan panjang mengapung di lautan selama lebih kurang empat jam terbayar sudah. Mata dimanjakan oleh indahnya perpaduan langit, laut dan pulaupulau yang kering di musim kemarau. Terumbu karang indah terlihat dari permukaan air, ikan berwarna-warni menari-nari cantik, lumba-lumba pemalu serta burung-burung yang mencoba peruntungan menangkap ikan lengah menjadi drama tanpa koma bagi para penikmat laut. Sepanjang lautan yang dilalui, sepanjang itu pula decak kagum, puji syukur serta bangga hati menjadi bagian dari perjalanan besar menyusuri salah satu kepingan terindah dari Indonesia. Deburan ombak akhirnya mengalun lembut menggiring perahu ke tepian dermaga kayu Pulau Komodo. Beberapa orang berkulit kecokelatan menanti di ujung dermaga, melambaikan tangan kegirangan. Tanpa perlu basa basi mereka menyambut riang, senyum lebar serta kesigapan menerima barang bawaan menyempurnakan kehangatan senja dikala langit mulai memerah hangat.
7
8
Dermaga kayu sepanjang dua ratus meter mengantarkan kaki menuju gapura kecil bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Wisata Komodo�. Suasana semakin menghangat ketika anak-anak mulai datangn berlarian dengan senyum polosnya. Singaramu? Lalebe? Ata abou? Ata abahete? Bahasa 'aneh' yang kami yakini sebagai bahasa Komodo bergumul di kepala. Inilah desa Komodo. Terletak di Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Desa kecil yang terdiri dari lima ratus rumah panggung yang berjejer di tepi timur pulau. Terhampar luas di antara sekumpulan pulau indah di kepulauan Nusa Tenggara, terkenal seantero dunia karena Varanus komodoensis, spesies langka yang menjadikan pulau ini salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
10
Lebih dari seribu tujuh ratus jiwa yang bermukim di Desa Komodo ini tersebar dalam empat dusun yang masing-masing terdiri dari dua rukun tetangga. Satusatunya desa di Pulau Komodo ini memiliki luas 7000m2 ,hanya menempati seperlima dari luas Pulau Komodo. Terdapat dua dermaga yang bisa dijadikan pilihan untuk berlabuh. Dermaga satu terletak di Kampung Lama sementara Dermaga 2 terletak di Kampung Baru. Kampung Lama adalah lokasi awal kampung Komodo terbentuk. Kampung ini terbentang dari RT 1 sampai 4. Sementara Kampung Baru, dulunya adalah kebun. Konon, sejak diresmikan menjadi Taman Nasional, tahun 1980an, jumlah rumah Kampung Komodo dibatasi maksimal 200 rumah.Meskipun jumlah penduduk bertambah, jumlah rumah tidak boleh bertambah, yang dapat diubah hanyalah luas rumah. Namun, seiring perkembangan zaman, keputusan ini tidak dapa tditerapkanlagi.
“Melangkahkan kaki di Desa Komodo�
Langit barat sudah mulai menghangat ketika kaki berpijak di tanah Komodo. Pemandangan senja ini adalah pemandangan yang selalu disaksikan masyarakat pulau sembari menikmati secangkir teh atau kopi hangat. Berkumpul bersama kerabat sambil bercengkrama. Matahari memang tenggelam di balik bukit. Namun langit kemerahan selalu menyambut para pekerja yang pulang, badan-badan yang lelah dari bekerja menuju ketenangan malam di pulau itu.
9
Malam adalah saat mata dimanjakan oleh lautan bintang beserta kelap-kelip lampu kapal di tepi dermaga. Kadang air pasang, kadang surut. Ketika air pasang, saatnya para nelayan menangkap cumi-cumi dengan bekal cahaya lampu dari kapalnya.
11
Siluet kapal selalu menghiasi pagi di dermaga. Langkah ayu matahari keluar dari peraduannya membuat setiap mata yang memandangnya berucap syukur atas kehidupan baru hari ini. Kehangatan yang terpancar dari merahnya sang surya seolah memeluk semua jiwa yang mulai bersiap memulai aktivitas pagi hari. Dari mencari ikan, berjualan ikan, menjemur ikan, membuat kue, anak-anak pergi ke sekolah, bahkan kambingpun mulai berkeliaran mencari makan.
12
Komodo di pagi hari selalu dihiasi dengan kepulan asap yang berasal dari pembakaran ikan diselingi dengan aroma ikan asin yang mulai bersiap dijemur. Sering kali tercium aroma ikan segar oleh mereka yang baru pulang melaut. Ibu-ibu menjadi tokoh utama di pagi hari. Tampak mereka sangat sigap berjalan menuju sumur demi mencuci baju dan mencukupi kebutuhan air keluarganya. Mereka dengan anggunnya berjalan tegak menyangga beban berat di kepalanya. Bapak-bapak sebagian memiliki aktivitas di pagi hari dengan membuat batang kayu menjadi patung bernilai seni tinggi. Sebagiannya lagi memilih istirahat sebagai pengganti aktivitas melaut malam harinya. Anak-anak berlarian kesumur sebelum bersiap ke sekolah. Beberapa langsung menceburkan dirinya kelaut sebelum memakai seragam sekolahnya. Tak pernah ketinggalan, mereka setiap pagi mengambil air laut dan memasukkannya ke dalam botol demi menyiram lapangan sekolah yang sangat berdebu.
13
14
Pesona Wisata Pulau-pulau berbukit yang menyembul dari lautan membawa aura purba yang mempesona. Batuan karang yang menjadi pulau dan ditumbuhi rumput kering menjadi ciri khas yang unik dari daerah ini. Savana dimana-mana, diatas bukit, ditkelilingi lautan membuat pesona wilayah ini semakin diminati para wisatawan. Jumlah wisatawan yang datang di Taman Nasional ini cukup tinggi baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Wisatawan manca biasanya datang untuk menikmati spesies langka, komodo, sedangkan wisatawan lokal justru lebih banyak mengeksplor daerah-daerah wisata seperti pantai dan pulau-pulau dengan pemandangan eksotisnya untuk berburu foto.
Tempat yang menjadi tujuan favorit para wisatawan seperti Gili Lawa, Pulau Padar, Pink Beach, Pantai Namu, Loh Liang dan Loh Buaya untuk melihat komodo, Manta point, Pulau Rinca, Pulau Lasa dan yang paling baru taman ubur-ubur di Karang Sembilan.
Masing-masing tempat wisata berbeda cara pencapaiannya. Rata-rata menggunakan kapal ewa yang didapat dari Labuan Bajo atau Pulau Komodo sendiri. Wisata yang paling dekat dengan desa adalah Loh Liang yang dapat dicapai 15 menit oleh kapal dan 40 menit berjalan kaki menyusuri pantai. Pink beach masih berada di Pulau Komodo juga dapat dicapai selama 30 menit dari Desa Komodo. Pulau Lasa di depan desa juga aslah satu pantai yang indah dan belum terkontaminasi manusia. Pasir lembut serta batu-batu karang putih menghiasi bibir pantai. Warna biru toska air juga menjadi daya tarik sendiri.
15
Pusi ko Hami Kehidupan kami
“
Bahagia dan bebas tanpa beban adalah yang dirasakan si bocah yang melompat ke laut dari busa terapung. Memang bahagia sesederhana itu baginya.
17
18 Anak-anak sekolah dasar di desa ini berbeda dengan di kota. Kelas satu belum bisa membaca, belum bisa berbahasa Indonesia pula sehingga guru mengajar dengan Bahasa Komodo. Lebih miris lagi, kelas enam pun masih ada yang belum lancar membaca. Keterbatasan yang dimiliki siswa belum sepenuhnya bisa difasilitasi oleh guru sekolah. Tidak setiap hari guru bisa datang mengajar. Banyak sekali jam kosong ketika guru harus pergi ke Labuan Bajo untuk kuliah atau mengurus administrasi. Tenaga pengajar dan buku-buku masih sangat dibutuhkan untuk mencerdaskan siswasiswi yang penuh semangat ini. Ya, sebenarnya semangat belajar mereka tinggi. Fasilitas pendidikan di sini sangat minim. Hanya gedung Sekolah Dasar saja yang dibilang cukup memadai. Gedung SMP hanya ada 3 ruang kelas sedangkan seharusnya ada 4 ruang, sehingga satu kelas secara bergiliran belajar di bawah pohon depan sekolah.
“Bahagia adalah ketika guru selalu datang untuk mengajar kami.�
SMA di Pulau Komodo baru berdiri dua tahun. Gedung sekolah SMA masih menumpang di gedung SD, tentunya setelah jam belajar SD usai. Siswa SMA mulai sekolah di siang hari. Pada jam-jam matahari tepat di ubun-ubun. Mimpi siswa-siswi SMA adalah mendapatkan fasilitas gedung sekolah yang layak. Mereka juga berharap agar pemerintah dan yayasan segera membangun gedung sekolah mereka di Desa Komodo.
“Inginnya sih, pemerintah mau membangun gedung sekolah kami.� 19
20
Tidak seperti di kota, mereka berjalan kaki ke sekolah hanya dengan membawa sebuah buku dan sebuah bolpoin. Jarang yang membawa tas ke sekolah. Buku pelajaran? Jangan ditanya. Buku pelajaran hanya ada di sekolah, tepatnya di ruang guru. Tidak ada perpustakaan sekolah, apalagi laboratorium. Bahkan mereka tidak tahu apa itu laboratorium. Mereka terheranheran ketika mendengar cerita tentang perpustakaan yang menyimpan banyak buku pelajaran. Terisolasinya mereka disini membatasi mimpi-mimpi mereka untuk terbang lebih tinggi.
“Awas kena!�
Jumlah anak di desa cukup banyak karena angka kelahiran tinggi. Banyak permainan yang mereka mainkan dari pagi siang hingga sore. Wajah-wajah polos menghiasi seisi desa dengan teriakan dan nyanyian dari suara kecil mereka.
21
Jumlah usia anak-anak yang tingi adalah akibat dari angka kelahiran yang tinggi pula. Di manamana bisa kita jumpai anak-anak. Tawa dan tangis mereka memecah keheningan desa yang dikelilingi laut ini. Berbeda dengan anak di kota yang suka bermain di dalam rumah, anak-anak disini sangat senang dengan segala permainan tradisional yang dimainkan di luar rumah. Tidak ada yang tidak mainkan, bahkan kulit ban pun bisa menjadi suatu yang menarik untuk bermain bagi mereka. Lebih menarik lagi di saat hujan, semua anak-anak keluar rumah berlarian di lapangan, memulaskan tanah yang basah ke wajah mereka sembari berteriak “Topeng!!!�. 22
Sore hari bermain golon di dermaga bersama kawan-kawan adalah hal yang menyenangkan. Menggelindingkan bola sambil berlari serta menjaga agar bola itu tetap lurus adalah suatu tantangan bagi mereka. Untuk anak perempuan, bermain baco tak kalah menyenangkan. Tiga atau empat orang berkerubung dengan lima buah batu ditangan, kemudian permainan mirip bola bekel pun dimulai. permainan ini sama seperti bola bekel tapi bahan yang digunakan berbeda. tidak ada biji dan bola yang ada hanyalah batu. Batu yang dilempar kemudian empat buah batu lain sebagai biji yang diambili satu persatu.
23
24
a
“Anak Komodo harus pintar berenang!�
Byur! Selepas bermain di darat, tak asyik rasanya bila tak mandi air laut melepas gerah. Ya, mandi air laut sejak tengah hari hingga sore hari adalah salah satu rutinitas yang mereka gemari. Seperti hidup di dua dunia, anak-anak di desa Komodo sangat lihai mengapung di lautan.
“Sore adalah waktu bermain bola dengan kawan.� Tentu saja ketika matahari mulai condong ke barat adalah waktu bermain yang menyenangkan. Permainan lapangan seperti takraw, voli dan bola kaki menjadi olahraga andalan di desa. Hampir semua orang bisa bermain vol, dari kalangan anak-anak, remaja, ibuibu dan bapak-bapak. Jangan anggap sepele, ibu-ibu dengan kerudung dan rok panjang di desa sangat pandai bermain voli! Ada dua lapangan besar di desa, yaitu lapangan di depan sekolah di Kampung Lama serta lapangan Api-api di dekat kebun di Kampung Baru. Keduanya menjadi pusat keramaian setelah adzan asar berkumandang, sekitar pukul setengah empat sore.
25
Kehidupan di Desa Komodo, seperti masyarakat pesisir pada umumnya, didominasi oleh para nelayan. Namun, semenjak dinobatkan menjadi salah satu Keajaiban Dunia Baru oleh UNESCO, mata pencaharian penduduk mulai bergeser menjadi pmandu wisata, ranger komodo di taman nasional , pemahat patung, dan penjual souvenir. Ada juga beberapa warga menjadikan rumah mereka sebagai homestay sederhana bagi wisatawan. Tak banyak jumlahnya, hanya ada lima sampai sepuluh bangunan homestay yang ada disini. Harapannya akan lebih banyak dan lebih baik lagi masyarakat yang mampu menyediakan jasa homestay demi tercapainya desa ekowisata.
“Dermaga menghubungkan mereka dengan dunia luar.�
26
Perubahan arah mata pencaharian penduduk membuat pola kehidupan masyarakat di desa ini juga berubah. Jika nelayan lebih banyak menghabiskan waktunya pada malam hari di laut untuk bekerja dan beristirahat di siang hari, pengrajin dan penjual souvenir lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah untuk bekerja, hanya sesekali mereka ke luar pulau Jumlah pemahat patung di desa kurang lebih 60 orang. Satu patung kecil bisa dihargai lima puluh hingga seratus ribu rupiah. Sedangkan untuk patung-patung besar bisa mereja jual sampai dua juta rupiah. Sayangnya, belum ada souvenir shop di desa ini untuk secara langsung mengumpulkan produk dan menjual kepada wisatawan secara langsung. Biasanya mereka membawa kerajinan mereka ke Loh Liang. 27
Profesi utama masyarakat desa masih sebagai nelayan. Hasil tangkapan biasa mereka jual ke Labuan Bajo, Bima, Sape dan pulau-pulau lain. Potensi utama adalah kerang mata tujuh. Biasanya kerang ini di sajikan di restoran besar. Masyarakat biasa menjualnya ke Bali, Surabaya hingga Jakarta. Sebagian lagi mereka jual ke desa. Untuk menjaga agar tidak busuk, mereka juga biasa menggarami ikan dan cumi lalu di jemur agar bisa dijual dalam keadaaan
Harga Ikan
Ikan ketamba kering Ikan ketamba basah Cumi basah Cumi kering Teri
30.000/kg 15.000/kg 20.000/kg 50.000/kg 35.000/kg
28
Mengupas Asam
Asam adalah salah satu potensi hutan. Mengambil .buah asam di hutan menjadi salah satu pekerjaan bagi para lelaki. Sedangkan biasanya istri mereka mengupas asam untuk kemudian di jemur lalu dijual ke Labuan Bajo, Bima, atau Sape. Satu kilogram asam dengan kulitnya dijual dua puluh lima ribu per karung dan sepuluh hingga lima belas ribu rupiah untuk asam kupas.
29
NcokiKesulitan Hami Kami
Air merupakan kebutuhan utama manusia. Kebutuhan air bersih setiap orang minimal 60 liter sehari untuk mandi dua kali, buang air kecil dan besar serta minum dan memasak. Sementara pemenuhan kebutuhan air di desa Komodo masih sangat jauh dari standar. Sebuah sumur dengan kedalaman sepuluh meter terpaksa harus bekerja keras mengalirkan airnya ke lima ratus rumah di desa. Distribusi air yang tersendat serta tidak merata ini terjadi karena jumlah sumur, pompa dan reservoir yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan desa. Air mengaliri rumah-rumah setiap empat hari sekali. Mereka menampungnya dalam bak besar atau jerigen-jerigen yang berbaris di depan keran umum. Tampungan air ini hanya cukup digunakan untuk minum dan memasak. Kebutuhan mencuci dan mandi masih harus pergi ke sumur. 31
Sumur, di siang hari, penuh dengan tawa canda khas ibu-ibu maupun remaja putri yang sedang asyik menyikat bajunya. Dengan berlapiskan kain setinggi dada, mereka dengan lincah mengambil air di sumur, menyikat, membilas sekaligus mengguyur badan mereka. Suara air yang jatuh di tanah atau di badan terdengar begitu menyegarkan. Di desa Komodo, kaum perempuan rata-rata berambut panjang. Mereka merawat rambut mereka dengan menggunakan parutan kelapa sebagai pembersihnya. Ini adalah cara yang sangat tradisional untuk merawat rambut. 32
Pembagian air bersih tidak merata. Kadang warga harus pergi ke sumur untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Hari saat mendapatkan jatah air adalah hari yang paling membahagiakan sekaligus paling melelahkan dalam satu minggu. Setelah menunggu jerigen terisi penuh dengan sabar, otot-otot lengan akan bekerja keras memindahkan banyak jerigen ukuran 20 liter ke atas gerobak untuk dibawa pulang. Pergi cuci dan pergi mandi ke sumur adalah rutinitas yang dilakukan oleh remaja putri desa Komodo sepulang sekolah. Hal ini lazim dilakukan pada keluarga yang memiliki anak perempuan yang sudah akil balik. Jika tidak atau belum ada, ibu adalah tokoh utama yang akan bergerak menuju sumur. Di siang yang sangat terik mereka dengan tegaknya menjunjung ember besar yang penuh dengan cucian.
33
Jumlah sumur yang aktif di desa ada 6 buah. Satu sumur digunakan untuk distribusi air bersih ke seluruh desa. Sedangkan sumur yang digunakan untuk mencuci dan pemandian umum ada 3 buah. Sistem distribusi air bersih ini menggunakan pompa kecil untuk menarik air dari sumur. Dari situ air difiltrasi sebelum ditampung ke dalam bak reservoir 1 yang kemudian difiltrasi yang kedua kali untuk ke reservoir 2 untuk kemudian dialirkan melalui pipa ke kran umum air di seluruh dusun secara bergiliran. Ada tiga jalur untuk mengalirkan air ke masingmasing dusun. Setiap jalur memiliki jadwal distribusi yang berbeda-beda. Sekarang aliran air dapat dirasakan warga dalam waktu empat hari sekali. Harapannya air dapat mengalir ke setiap desa setiap harinya atau mengalir ke rumah-rumah setiap hari untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang standar.
34
“Malam adalah batas.� Seluruh aktivitas yang menggunakan listrik hanya bisa dilakukan dari pukul 18.00 sampai 23.00. Setelah listrik padam, cahaya digantikan oleh lampu emergency atau teplok. Tak ada lagi yang bisa dilakukan selain beristirahat, menunggu esok untuk memulai aktivitas baru.
35
Kehidupan listrik di desa Komodo disokong oleh sebuah generator yang dimiliki oleh salah seorang warga. setiap rumah harus membayar Rp 4.000 per hari untuk menyalakan lampu tanpa televisi. jika ingin menyalakan TV, maka harus menambah Rp 2.000 lagi per harinya. Biaya ini sangat mahal jika dibandingkan dengan tarif yang ditetapkan oleh perusahaan listrik nasional. Tempat umum, seperti dermaga dan jalan depan puskesmas pembantu diterangi oleh lampu bertenaga surya bantuan salah satu yayasan sosial. Di sepanjang jalanan, tiang listrik sudah terpasang, kabel-kabel sudah membentang menghubungkan tiang-tiang. Namun, rangkaian listrik dari perusahaan listrik nasional masih belum terealisasikan sejak tahun 2013. Tidak adanya listrik di siang hari membuat masyarakat, utamanya anak-anak, sangat tertinggal tentang informasi umum dunia luar. Harus diakui, televisi dan radio merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat baik. 36
Sampah di Desa Komodo merupakan permasalahan yang mendesak untuk segera diatasi
1. Masyarakat tidak dibiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya 2. Sudah ada 3 TPA, 4 TPS dan beberapa peralatan pengangkut sampah di desa Komodo 3. Meskipun begitu kurangnya kesadaran masyarakat mengenai kebersihan membuat permasalahan ini sulit teratasi 4. Selain sampah hasil konsumsi dan produksi rumah tangga, terdapat banyak kambing masyarakat yang dibiarkan berkeliaran, sehingga mengakibatkan kotoran kambing berserakan di banyak tempat.
37
Isu sampah merupakan permasalahan yang mempunyai berbagai faktor penyebab yang berbeda-beda. Perbedaan masalah sampah di perkotaan dan desa tentu berbeda, hal tersebut berlaku pula untuk Desa Komodo. Permasalahan sampah di Desa Komodo tentu mendapatkan tantangan berbeda terutama karena desa berada di wilayah kepulauan, yang mengakibatkan desa mempunyai keterbatasan akses transportasi. Keterbatasan akses transportasi berdampak langsung terhadap pemenuhan berbagai macam kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan menjaga kebersihan lingkungan. Berbicara mengenai menjaga kebersihan tentu tak bisa dilepaskan dengan pengelolaan sampah. Desa Komodo sendiri sesungguhnya telah mempunyai fasilitas kebersihan yang memadai lengkap dengan sistem pengelolaannya, hanya saja kurangnya kesadaran masyarakat membuat pengelolaan sampah tidak berjalan sesuai dengan harapan.
38
Jumlah kambing di desa hampir 300 ekor dan dibiarkan berkeliaran.
39
Meskipun nama desa diambil dari salah satu hewan langka di dunia, nyatanya desa Komodo mempunyai fauna dominan lain yang berada di hampir setiap sudut kampung, yakni kambing. Keberadaan kambing sebagai ternak di desa Komodo merupakan salah satu kearifan lokal yang sudah ada sejak dahulu. Ternak kambing menjadi salah satu jaminan ekonomi masyarakat desa ketika membutuhkan dana cepat. Berternak kambing memberikan rasa aman bagi masyarakat ketika hasil laut sedang tidak bersahabat. Sayangnya, definisi berternak menurut masyarakat desa diartikan hanya sebatas status kepemilikan, namun tidak diikuti dengan merawat sebagaimana mestinya. Hal tersebut terlihat jelas ketika kambing di Desa Komodo dibiarkan saja berkeliaran di wilayah kampung. Kambing tidak dikandang dan tidur di sembarang tempat. Dampaknya terlihat jelas, kebersihan lingkungan menjadi sulit tercapai terutama karena kotoran kambing. Adanya kambing berkeliaran di kampung juga menjadikan masyarakat sesungguhnya merugi, dari segi pariwisata misalnya, kepariwisataan di desa akan sulit untuk berkembang ketika tidak adanya kebersihan di sepanjang lingkungan kampung. Kotoran kambing juga berpotensi mengakibatkan berbagai permasalahan kesehatan terutama diare. Permasalahan mengenai keberadaan kambing di Desa Komodo tidak bisa dianggap remeh, sebagian besar masyarakat percaya bahwa selama tidak ada pengelolaan kambing yang jelas maka selama itu pula desa tidak akan pernah berkembang menjadi desa ekowisata bertaraf internasional. Faktanya 1. Kambing dipercaya sebagai pengalih agar komodo tak menyerang anak manusia. 2. Biasanya warga menjual kambingnya kepada TNK untuk keperluan feeding dan shooting. Harga seekor kambing sekitar satu juta rupiah. 3. Jumlah kambing di desa hampir 300 ekor dan akan terus bertambah. 4. Kambing di desa hidup bebas berkeliaran tanpa kandang 4. Kambing di desa menjadi omnivora karena rumput kemarau tidak cukup untuk dimakan. 5. Kotoran kambing berserakan di sepanjang jalan setapak dan kolong rumah.
40
“Ketika makan ikan menjadi hal yang biasa, dan makan sayur menjadi yang tak biasa.� Tidaklah mudah bagi warga Desa Komodo untuk mengonsumsi sayur. Keringnya tanah Komodo membuat berbagai tumbuhan tidak dapat tumbuh. Dari 15 petak kebun yang tersebar dari RT 4 hingga RT 8, hanyalah satu petak kebun yang masih subur. Jenis sayuran yang bisa didapat pun tidak beragam. Di kebanyakan waktu, hanya daun singkong dan cabai yang bisa diambil. Jika beruntung, terkadang dapat ditemukan kacang panjang atau bayam. Bahkan di musim kemarau yang panjang akan mengakibatkan tidak ada sayuran yang bisa diambil dari kebun. Oleh karena itulah, warga rutin membeli sayuran dari Labuan Bajo. Jika datang titipan pesanan sayuran dari kapal ojek Labuan Bajo, warga akan segera berbaris dengan antusias tinggi demi mendapatkan asupan sayuran dan atau buah.
41
Ngedeng ko Hami Harapan kami
Pulau Komodo menyimpan seribu satu kisah yang tak henti diceritakan. Hidup lima puluh lima hari bersama mereka menyimpan sejuta pengalaman baru yang tak mungkin didapat di lain tempat. Kami menyelami, mendalami dan mencoba memposisikan diri menjadi mereka. Hidup terlalu nyaman dan santai disini. Pemandangan yang indah dan potensi alam mempesona memanjakan mata dan jiwa. Ikan melimpah menjadi sumber makanan di desa yang sangat mudah didapat. Lempar umpan, ikan didapat. Semudah itulah hidup. Semboyan santai seperti dipantai mencerminkan keadaan masyarakat yang selalu santai menghadapi hari demi harinya. Bukan berarti hal itu menjadi tolak ukur kesuksesan masyarakat dan desa . Justru dari hal itu banyak hal-hal yang menjadikanya bermunculan masalah baru. Desa Komodo seharusnya bisa menjadi potensi wisata yang luar biasa. Bagaimana dunia mampu melihat masyarakat yang hidup berdampingan dengan satwa liar komodo. Bagaimana Desa Komodo ini menjadi daya tarik wisatawan dengan menyuguhkan keunikan budaya, kuliner, souvenir, keramah tamahan, dan kesan yang menyenangkan. Kekayaan alam yang melimpah seharusnya tidak menjadikan masyarakat desa terbuai sendiri, Justru karena itu adalah potensi wisata yang sangat besar, masyarakat harus mampu mengelola dan meningkatkan mutu pariwisata itu. Dalam hal ini untuk menjadi sebuah tujuan ekowisata, banyak hal yang perlu diperbaiki dari sisi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, sosial, dan budaya untuk menjadikan desa yang lebih baik. Menjadikan desa Komodo sebagai bagian dari New Seven Wonder of Nature. Desa Komodo yang lebih baik tentu menjadi harapan semua orang. Di benak warga, desa Komodo impian sudah tergambar jelas dalam pikiran mereka. Harapan, cita-cita dan doa tertuang dalam tulisan dan kata-kata yang indah. Terlihat jelas mata mereka berbinar dan senyum mereka mengembang saat membayangkan desa Komodo impian mereka. “Tuhan, kami mohon, kabulkanlah permintaan mereka.� 43
Karya: Rifaldi (rifaldiisman@gmail.com)
44
Karya: Ayu Safitri
45
Kepada Yth. Bapak Joko Widodo Di Jakarta Dengan hormat, Bersama surat ini saya atas nama Justiani selaku siswi SMA Muhammadiyah Pulau Komodo ingin menyampaikan beberapa harapan sekaligus menghimbau kepada bapak tentang infrastruktur yang sangat-sangat berkurang di desa kami, salah satunya adalah Gedung sekolah yang selama ini. Kami selaku pelajar SMA Muhammadiyah P. Komodo masih menumpang pada gedung sekolah SDN P Komodo. Sehubungan dengan ini saya juga sangat mengharapkan penambahan beberapa fasilitas yang kami butuhkan seperti papan tulis, meja, bangku, kursi dan beberapa peralatan olahraga. Sehubungan dengan ini saya juga ajukan untuk merenovasi pustu karena pustu di desa kami sudah tidak bertahan lama lagi. Karena dinding temboknya udah retak-retak begitupun dengan lantainya sudah rusak sana-sini, dan saya juga sangat untuk beberapa fasilitas untuk kebutuhan pasien. Karena fasilitas pustu di desa kami masih sangat minim sekali oleh karena itu saya menghimbau kepada bapak agar apa yang saya ajukan dapat di terima Sekian dan terima kasih. Tertanda, siswi SMA Muhammadiyah Pulau Komodo Justiani
46
47
Sedikit kata dari Tokoh Masyarakat
Suara langkah puluhan pasang kaki di dermaga kayu disertai roda-roda koper yang bergulir membuat pagi yang syahdu menjadi sibuk. Langkah kaki kecil anak-anak berlarian di antara puluhan tas yang akan diangkut ke dalam kapal. Bapak-bapak dan ibu-ibu pun turut serta meriuhkan dermaga. Tidak ada yang mampu menggambarkan suasana pagi itu. Lima puluh lima hari duduk bersama mereka membuat kami merasakan hidup yang sangat berbeda. Perjalanan hidup yang menyenangkan, menegangkan, menyakitkan, melelahkan dan mengharukan menjadi cerita yang tak akan pernah habis untuk dibagikan kepada dunia. Melihat desa Komodo dari kacamata wisatawan memang indah, namun melihatnya dari kacamata warga lokal jauh lebih menyenangkan. Banyak cerita kehidupan yang patut direnungkan. Banyak permasalahan pelik yang dapat dijadikan pelajaran. Masih segar dalam ingatan rasa kaki pertama kali berpijak di desa ini. Rasa yang menggebu-gebu pada awal kedatangan kemudian sempat meleleh terpapar sengatan matahari dan mencuat lagi setelah diguyur hujan dan angin. Akhirnya sampailah pada lembaran terakhir di buku ini. Lembaran yang akan menutup cerita perjalanan kami saat ini. Lembaran yang akan menjadi pengantar cerita-cerita baru yang tak kalah seru dari Pulau Komodo. Lembaran yang akan menemani kami pulang ke kampung halaman dengan sebuah kebanggaan tersendiri dapat mengabdi sebentar di pulau yang tersohor di seluruh penjuru dunia ini. Sebagai penutup, kami berharap Desa Komodo yang kami sayangi menjadi desa wisata berbasis lingkungan yang maju, bebas dari kemiskinan, bebas dari sampah, bebas dari segala keterbatasan kebutuhan dasar hidup. Tetaplah menjadi desa yang ramah, yang penuh gairah olahraga, yang sangat kekeluargaan, dan penuh kasih sayang. Tetaplah menjadi Desa Komodo yang kami kenal!
Lau ma hami! 48
Ketika dunia di bagian barat telah bergerak secepat kilat, Terang menyilaukan setiap insan Gemercik air seperti buaian Membuat terlena karena terlalu nyaman Sementara di dunia bagian timur masih tergopoh-gopoh Mengejar ketertinggalan Pekatnya malam adalah teman Tetesan air adalah anugerah Ya, hidup yang masih serba susah Duduklah bersama kami agar mengerti Lihatlah lebih dekat Seperti inilah desa, hidup, dan harapan kami Kini masa deepan cerah bukan lagi hanya mimpi Setitik nusa di bagian tengah Indonesia haruslah diperjuangkan Agar pesonanya tersebar hingga ke ujung dunia
49
TIM KKN UGM 2015 WILAYAH NTT-01 KECAMATAN KOMODO
“Jangan Tanyakan Apa yang Sudah Negara Berikan Pada Anda Tapi Tanyakan Apa yang Sudah Anda Berikan Pada Negara” -John F Kennedy-
Saeful Buku ini bercerita tentang hasil tangkapan kamera dan cerita selama lima puluh lima hari tim KKN terjun mengabdi di Desa Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Banyak cerita didalamnya termasuk kehidupan masyarakat serta masalah-masalah pelik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Komodo. Dari masalah listrik, airm, sampah hingga kotoran kambing.
KKN-PPM UGM 2015 KOMODO NTT-01