Karya Tulis Arsitektur_Architecture in Feeds: Ruang yang Terbingkai Media Sosial

Page 1

1

Media sosial berbasis foto dan video merupakan salah satu media sosial yang sangat digemari oleh pengguna di dunia, dan diantaranya yang paling banyak digunakan adalah Instagram. Kemudahan untuk menggunakan aplikasi ini untuk mengunggah foto secara digital dan membagikannya ke orang lain menarik setidaknya mencapai 1 miliar pengguna. 99,1 juta pengguna Instagram sendiri berasal dari Indonesia. Motif penggunaan Instagram yang awalnya untuk membagikan memori dengan orang orang yang dikenal, kini mulai bergeser sebagai bentuk eksistensi diri dan selfbranding. Adanya fitur suka (like) memberikan kesempatan untuk pengguna mendapatkan apresiasi dari orang orang yang dikenalnya (pengikut/followers).

15218011 Hasna Rahma Putri, 15218027 Aulin Zahra Adani Pendahuluan

AR4231KritikArsitektur2022

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terbukti memiliki dampak pada kehidupan dan karakteristik sosial masyarakat di masa kini. Salah satu kemajuan teknologi di bidang ini yang berpengaruh besar pada kehidupan sosial masyarakat adalah media sosial. Media sosial kini tidak hanya digunakan sebagai wadah atau platform untuk orang saling bertukar kabar dan pesan, tapi fungsinya kini meluas sebagai sumber informasi kabar terbaru, berbisnis, media politik, edukasi, dan lainnya.

Architecture in Feeds: Ruang yang Terbingkai Media Sosial

Kemunculan gawai (handphone) dan fitur kamera yang semakin canggih di tiap perkembangannya memunculkan fenomena perilaku swafoto pada masyarakat, dari lintas generasi, sosial budaya, hingga strata ekonomi (Agustina dan Angkawijaya, 2019). Beberapa studi menunjukkan bahwa swafoto memiliki peran dalam bukti kehadiran sosial (social presence), pembentukan identitas dan konsep diri. Swafoto merupakan salah satu konten terbanyak yang dibagikan di Instagram bersama dengan makanan, barang yang dibeli, barang yang dijual, foto atau video dari anggota keluarga, acara khusus, tempat yang dikunjungi, hewan peliharaan, foto alam terbuka atau video berwisata, quotes

Akibat fenomena ini, tempat wisata, bangunan komersial maupun nonkomersial yang estetik untuk dijadikan tempat berfoto akan ramai dikunjungi. “Tempat Instagramable di Kota X” akan menjadi salah satu artikel teratas ketika kita mencari tempat wisata yang wajib dikunjungi saat merencanakan berwisata atau travel. Secara tidak langsung, instagram mendikte penggunanya untuk berkunjung ke suatu tempat dengan karakter tertentu yang dianggap ‘instagramable”. Sama halnya ketika ingin mengunjungi sebuah restoran atau kafe, tak jarang di samping mencari tinjauan tentang rasa makanan yang

Tempat-tempat yang estetika visualnya dianggap baik menjadi tempat yang populer sebagai latar tempat membuat konten foto maupun video. Andre Jansson, seorang ahli komunikasi dari Universitas Garlstad bahkan mengatakan bahwa tempat apapun bisa menjadi objek wisata selama di tempat itu orang bisa merekamnya.

AR4231KritikArsitektur2022

Motif penggunaan media sosial khususnya Instagram sebagai media eksistensi diri mengakibatkan kebanyakan orang berlomba lomba untuk membagikan konten untuk dibagikan dan diapresiasi. Fenomena ini secara tidak langsung membuat seseorang menunjukkan citranya lebih dominan melalui visual dan secara perlahan mempengaruhi kehausan akan atensi. Membagikan foto atau video di media sosial yang secara estetika baik dan memuaskan mata yang populer disebut aesthetic atau estetik seakan menjadi keharusan. Penggunaan filter dan kemudahan menyunting foto atau video sebelum dibagikan dapat menciptakan sebuah realita semu akan kehidupan yang sempurna.

Estetika visual yang dikejar para pengguna instagram memunculkan sebuah fenomena ‘instagramable’, yakni suatu tempat yang dianggap fotogenik, memiliki keunikan visual, dan mengundang untuk mengabadikan pengalaman berkunjung dan membagikannya ke media sosial (Anom dan Kusuma, 2019).

atau meme serta foto atau video yang dapat ditemukan secara daring (Angella, 2020).

Fenomena tempat ‘instagramable’ ini memberi dampak yang besar bagaimana imej suatu kota dipandang oleh masyarakat. Masyarakat kini lebih peka, sadar, atau ‘melek’ terhadap nilai estetika suatu tempat atau ruang atau bangunan. Pengaruhnya pada wajah kota dan arsitektur bahkan melahirkan suatu istilah arsitektur sosial media atau arsitektur instagram. Algoritma Instagram memungkinkan untuk menyaring konten yang ‘instagramable’ sehingga memunculkan karakter umum dari tempat tempat yang disebut ‘instagramable’. Menurut Wainwright (2018), beberapa studio arsitek bahkan mengakui bahwa menghadirkan ruang yang layak untuk dipotret dan dibagikan di media sosial menjadi salah satu hal yang penting dalam proses perancangannya.

2

3

AR4231KritikArsitektur2022

disajikan, pengunjung juga mencari tahu lebih dahulu konten instagram di tempat tersebut untuk menentukan apakah restoran kafe tersebut layak dikunjungi.

Menurut Shuqi dan Yan (2021), elemen kunci yang dapat menjadikan suatu tempat menjadi ‘instagramable’ adalah penggunaan dekorasi yang berlebihan, tren terkini, dan fotogenik. Elemen ini sebenarnya tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan bentuk baru dari elemen yang sudah ada secara historis. Penggunaan dekorasi yang berlebihan misalnya, identik dengan arsitektur barok dekoratif dan dramatis. Tempat tempat yang fotogenik juga pernah populer pada abad 17 18 ketika picturesque yang dikenalkan William Gilpin menjadi standar estetika dan memiliki pengaruh pada hubungan antara arsitektur dan lansekapnya.

Sebagai contoh, M BLOC Space yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menjadi viral dan hingga kini masih populer sebagai tempat untuk berfoto dan tempat berkumpul, khususnya pemuda, sejak pertama kali dibuka pada tahun 2019. Awalnya merupakan sebuah bangunan tempat tinggal, bangunan ini dirancang kembali dan diubah fungsinya menjadi tempat yang menaungi toko kopi, restoran, tenan komersial, dan amfiteater. Beberapa titik bahkan memang dirancang untuk dijadikan tempat berfoto. Dengan tetap mempertahankan langgam bangunan aslinya-arsitektur jengki-memberikan kesan vintage jika difoto sehingga menjadi daya tarik yang kuat bagi pengunjung. Selain itu, instalasi seni dan tampilan visual juga menarik pengunjung untuk berfoto.

Gambar 1. Postingan Instagram yang berlokasi di M Bloc Space sumber:instagram.com

Konten yang banyak dibagikan ke pengguna dan mempengaruhi pengguna lain untuk datang ke lokasi yang menjadi latar konten (viral) membuka peluang bagi pebisnis untuk meraup keuntungan finansial. Banyak tempat dan bangunan komersial yang kini menjual dengan embel embel ‘instagramable’ untuk menarik pengunjung. Salah satu studio arsitek yang terang terangan mengakui pentingnya desain yang instagramable adalah Valé Architects, sebuah biro arsitektur asal Australia. Valé Architects bahkan mengeluarkan dan menjual panduan merancang ruang yang berbasis media sosial, “Instagram Design Guide”. Di dalamnya, mereka menyarankan pelaku bisnis untuk mengubah bangunan komersial mereka menjadi tempat yang layak dibagikan di Instagram melalui beberapa strategi.

Contoh tempat lainnya yang populer dijadikan sebagai latar untuk foto adalah Museum of Jakarta atau biasa disebut MOJA Museum yang terletak di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta Pusat. MOJA Museum merupakan museum seni yang menghadirkan karya seni yang interaktif dalam ruang ruang tematik untuk berfoto. Konsep menikmati seni menggunakan sepatu roda menjadi hal yang unik dan berbeda, memunculkan cara baru untuk berfoto di dalam museum seni.

Doktrin media sosial yang memberikan estetika visual terhadap suatu bangunan juga mempengaruhi bangunan bangunan komersil. Cafe, restoran, mall, dan area komersial lainnya dirancang berdasarkan tren media sosial yang dapat menarik pengunjung untuk datang ke tempat tersebut. Hal ini membuat

Gambar 2. Postingan Instagram yang berlokasi di MOJA Museum sumber:instagram.com

AR4231KritikArsitektur2022

4

Pembahasan

Dago Bakery Punclut merupakan cafe yang didirikan pada tahun 2017 di daerah Punclut, Kota Bandung. Cafe ini berada pada area lereng dan terdiri dari tiga lantai. Terdapat area indoor pada lantai 1 dan 3, serta area outdoor pada lantai 2 dan 3. Cafe yang mengklaim dirinya bergaya Eropa ini menjadi salah satu tempat yang viral diakibatkan oleh media sosial. Bangunan berwarna gelap dengan dekorasi yang dibuat mirip kastil mengingatkan kita pada latar tempat pada film Harry Potter. Mungkin hal inilah yang menjadi sebab terkenalnya tempat ini, khususnya di kalangan pengguna media sosial.

Gambar 3. Dago Bakery Cafe di Punclut, Kota Bandung sumber:instagram.com

Daya tarik utama yang menjadi spot favorit pengunjung untuk berfoto yaitu jembatan dengan latar belakang bangunan kastil berwarna gelap. Tidak dapat dimasuki dan tidak ada fungsi lain, kastil tersebut berdiri hanya sebagai dekorasi dan latar belakang berfoto bagi pengunjung yang terletak di perbatasan antara jembatan dan area makan outdoor.

semakin menjamurnya area area komersial dengan embel embel ‘instagramable’. Perancangan area komersil kemudian dilakukan dengan berorientasi kepada aspek visual yang bertujuan memenuhi kebutuhan pengunjung akan kepentingan media sosial. Hal ini mengakibatkan banyaknya area komersil yang viral lewat foto-foto yang ada di instagram. Hal ini tentunya dirasa menguntungkan bagi pengelola. Namun sebenarnya apakah cukup suatu tempat komersil hanya berorientasi pada aspek visual saja?

AR4231KritikArsitektur2022

5

Banyak ulasan yang diberikan oleh pengunjung yang menyatakan kekecewaannya terhadap pelayanan dari pihak pengelola. Viralnya tempat tersebut dan padatnya pengunjung yang ingin berfoto kemudian mengganggu kenyamanan pengunjung lain yang memang datang untuk makan. Terdapat pula pengunjung yang datang hanya untuk berfoto sehingga membuat tempat ini over crowded. Kapasitas area indoor juga seakan kurang diperhatikan sehingga banyak pengunjung yang mengeluh kurangnya tempat pada saat hujan.

2 V n m n m a p g m , b i c

6

Gambar 4. Postingan Instagram yang berlokasi di Dago Bakery Cafe sumber:instagram.com

“Good for ggan yang menggamba i bangunan sesuai deng disematkan pada bangu seharusnya juga menjadi hal penting dalam perancangan seakan diacuhkan demi estetika visual. Keberhasilan suatu bangunan kemudian seakan dinilai dari keviralannya melalui foto ketimbang dari kesesuaian antara kebutuhan dan fungsi.

AR4231KritikArsitektur2022

Mercusuar Cafe adalah salah satu cafe yang juga ada di area Lembang, Kota Bandung. Mengangkat konsep bangunan Eropa, cafe ini terkenal di instagram karena background kastil yang menjadi spot foto favorit pengunjung. Apakah terasa familiar? Konsep dan latar foto yang sama seperti Dago Bakery Punclut di lokasi yang berbeda. Tidakkah terlihat akibat fenomena trend di media sosial ini?

7

Mindset berupa “mengikuti trend yang ada” seakan menghilangkan potensi inovatif dan imajinatif perancang dalam mendesain bangunan. Terbukti dengan banyaknya juga tempat-tempat yang hanya menjiplak desain bangunan lain yang telah ada karena ketenarannya di dunia media sosial.

Gambar 5. Ulasan ketidakpuasan pengunjung terhadap Dago Bakery Cafe

Gambar 6. Mercusuar Cafe dan Dago Bakery Cafe yang terlihat mirip sumber:instagram.com

Mercusuar cafe yang viral pada awalnya kemudian diikuti oleh tempat lain. Hal ini menimbulkan homogenitas pada perancangan, karena kurangnya inovasi. Tidak ada orisinalitas, karena yang terpenting layak menjadi backgroundfoto di media sosial. Homogenitas dalam estetika visual tanpa disadari mengekang kebebasan desainer, khususnya arsitektur dalam berkreasi. Hal lain yang ditemukan pada Dago Cafe adalah salah satu area yang menyerupai Supertree Groves di Singapura dengan versi yang lebih kecil, bertengger di bagian pembatas railing. Hal ini menimbulkan pertanyaan untuk apa keberadaan dua Supertree Groves tersebut disana? Fungsi media tanam pada Supertree Grove yang asli juga tidak diterapkan. Itu hanya seperti dua tiang baja yang sengaja dipasang sebagai bingkai bagi orang yang ingin berfoto. Konsep awal gaya Eropa yang awalnya diusung menjadi tidak jelas akan dibawa kemana. Kastil Eropa di bagian rooftop bangunan berstruktur baja yang memiliki miniatur Supertree Grove? Perancang seakan hanya asal asalan ‘menjiplak’ sesuatu yang telah terkenal untuk kepentingan media sosial tanpa mempertimbangkan keselarasan, kebaruan, dan fungsionalitasnya. Maka, apakah ini akan menjadi sesuatu yang umum dilakukan demi membuat suatu tempat ramai dan terkenal? Jika hal ini terjadi kemungkinan tugas arsitek akan berubah menjadi perancang latar belakang yang sempurna untuk estetika media sosial semata.

AR4231KritikArsitektur2022

8

Gambar 7. Tiruan Supertree Grove di Dago Bakery Cafe sumber:instagram.com

AR4231KritikArsitektur2022

Edwin Heathcote, pendiri Reading Design dan FT kolumnis mengungkapkan hal tersebut akan menjadi sikap yang dapat menghancurkan identitas diri suatu profesi, dalam hal ini profesi arsitektur. Masalah tersebut bukan mengenai sense of architecture, bukan pula tentang fotogenisitas yang membantu arsitektur berkembang, namun permasalahannya adalah kurangnya kedalaman makna terhadap desain yang dirancang. “Ikon” dari karya arsitektur seakan sebatas skenario dari sebuah konten yang bagus untuk disebarluaskan.

9

Kepentingan visual yang membidik ‘instagram worthy’ memiliki potensi menggeser kepentingan aspek rancangan yang lain dan pengelolaan bisnis. Meski estetika visual merupakan hal yang penting sejak lama, media sosial secara tidak langsung mengurangi nilai arsitektur menjadi sebatas tempat yang fotogenik. Hal ini harus direspon dengan baik dan optimal oleh semua kelompok desainer; dari arsitektur, interior, grafis hingga produk, untuk dapat memberikan rancangan yang tidak hanya menarik secara visual, namun juga mampu memberikan pemahaman budaya, lingkungan, dan estetika yang benar kepada masyarakat. Fenomena ini seharusnya dimanfaatkan oleh desainer dan arsitek untuk berani menghadirkan kreasi kreasi yang unik dan baru sehingga menarik pengunjung dan menciptakan tren, bukan malah sebaliknya.

Kesimpulan

Fenomena media sosial berbasis foto dan video seperti Instagram tidak terelakkan pengaruhnya pada dunia arsitektur. Kecenderungan pengguna media sosial yang menjadikan media sosial sebagai tempat untuk unjuk diri menciptakan realita semu yang dibuat sempurna oleh penggunanya melalui estetika visual konten konten yang dibuat dan dibagikannya. Akibatnya, masyarakat menjadi lebih peka dan sensitif terhadap nilai estetika tempat tempat di sekitarnya. Kebutuhan akan estetika seharusnya menjadi ladang bagi para desainer dan arsitek untuk unjuk keahliannya dalam merancang sebuah tempat yang secara estetika baik dan berpotensi ramai dikunjungi.

10

AR4231KritikArsitektur2022

AR4231KritikArsitektur2022

11

Referensi

Aprilian, R.D., dan Widiastuti, I. (2020). The Story of Adaptive Reuse in Jakarta’s Old Building Under the ‘Instagrammable’ Era. AdvancesinSocial Science, Education and Humanities Research, Proceedings of the ARTEPOLIS 8 - the 8th Biannual International Conference (ARTEPOLIS2020), 172-179. doi.org/10.2991/assehr.k.211126.019

Anom, A. S., & Revias Purwa Kusuma, M. (2019). Pengungkapan Estetika Fotografi “Instagramable” Di Era Pariwisata Destinasi Digital. Mudra Jurnal Seni Budaya, 34(3).

Elmira, P. (2020). Dago bakery punclut : Restoran bergaya eropa yang tawarkan menu tradisional. https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4025682/dago bakery punclut re storan-bergaya-eropa-yang-tawarkan-menu-tradisional. Diakses pada 9 Mei 2022.

Pistone, G. dan Fiocco, F. (2019). Good Content vs Good Architecture: Where Does ‘Instagrammability’ Take Us?. Strelka Mag. https://strelkamag.com/en/article/good-content-vs-good-architecture.

Agustina, I., Angkawijaya, Y. (2019). Fenomena Swafoto dan Pengaruhnya Terhadap Budaya Visual pada Estetika Interior Ruang Komersial. Jurnal Desain Interior, 4(1), 37 48.

Angella, Bianca Rachel. (2020). Fenomena Hiperrealitas Makanan Oleh Pengguna Instagram di Kalangan Mahasiswa (Studi Pada 5 Mahasiswa Universitas Andalas). Padang: Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas.

Comberg, E. (2018). A new guide by architects explains what makes a space “instagramable”. https://www.archdaily.com/896444/a new guide by architects explains w hat makes a space instagrammable.

Ramadhian, N. (2022). Mercusuar cafe dan resto di bandung, ada kastil tema abad pertengahan. https://travel.kompas.com/read/2020/09/09/191900927/mercusuar-caferesto di bandung ada kastil tema abad pertengahan?page=all. Diakses pada 9 Mei 2022.

Randy, F. (2019). M Bloc dari Gudang Kosong Jadi Tempat Nongkrong. Historia. https://historia.id/galeri/articles/m bloc dari gudang kosong jadi tempat nongkrong 6ljwo/page/1. Diakses pada 9 Mei 2022.

12

Traldi, L. (2020). Is there an instagram architecture? https://www.designatlarge.it/instagram architecture/?lang=en. Diakses pada 9 Mei 2022.

Wainwright, Oliver. (2018). Snapping point: how the world’s leading architects fell under the Instagram spell. The Guardian. https://www.theguardian.com/artanddesign/2018/nov/23/snapping point how the worlds leading architects fell under the instagram spell. Diakses pada 9 Mei 2022.

AR4231KritikArsitektur2022

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.