4 minute read
Kampung Sukabumi Ilir -Kampung Satu Abad-
Workshop coordinator:
-Dr. Evawani Ellisa -Dr. Kengo Hayashi
Advertisement
Workshop Assistant:
-Friska Lirenzsa -Dic Fla Vidya Kris Tanny -Inten Gumilang
List of Participants:
- Abdul Aziz - Asyraf Muhammad - Galuh Anisa - Radita Bestari - Retno Wulandari - Rosalinar Maya - Wardah Lutfiah - Tsuguta Yamashita - Zhao Qi - Yu Takahara - Miki Taguchi - Suguru Oba - Yoshiko Takubo
Kampung Sukabumi Ilir
Kampung Sukabumi Ilir yang terletak di bagian barat kota Jakarta, telah berdiri sejak zaman kolonial. Sejak dulu, kampung ini terkenal sebagai pusat pasar tanaman, terutama bunga anggrek dan pohon cemara. Tidak hanya itu, Kampung Sukabumi Ilir merupakan salah satu kampung komunitas Betawi lama yang bertahan hingga saat ini. Cerita Si Pitung dari Betawi pun berasal dari kampung ini. Konon, Kampung Sukabumi Ilir merupakan daerah asal Si Pitung yang menjadi tokoh legenda Betawi.
Transformasi Rumah dan Lahan Betawi
Kolonial
Keberadaan rumah tradisional Betawi menjadi identitas utama dari sebuah kawasan orang Betawi, yang dapat dicirikan melalui bentuk dan bahan bangunannya. Rumah asli Betawi hanya memiliki 1 lantai. Bahan utama yang dipakai dalam pembuatan rumah asli Betawi adalah dari kayu pohon nangka, yang juga tampak pada ukiran-ukiran rumah. Adanya teras dan beranda juga merupakan ciri khas rumah Betawi asli, dikarenakan masih banyak luas tanah yang belum terbangun. Jarak antar rumah Betawi pada zaman dulu juga masih berjauhan dan memungkinkan untuk terjadinya teknik gotong ketika memindahkan rumah. Saat ini hanya tersisa dua rumah Betawi asli yang dapat ditemukan di Rawa Belong.
plan
Section
1970's
Pada tahun 1970-an, rumah komunitas Betawi mulai memiliki batas yang semakin jelas antar rumah penduduk, seperti penggunaan pagar kayu. Selain itu, rumah Betawi mulai menggunakan batu bata dan beton, tidak lagi memakai kayu pohon nangka. Lahan yang tidak lagi luas menyebabkan ketidakadaan beranda pada depan rumah, begitu pula dengan pohon-pohon yang mulai digantikan dengan tanaman pada pot.
2019
Saat ini, rumah-rumah penduduk umumnya disusun secara vertikal dengan 2 lantai. Rumah-rumah dua lantai ini muncul secara klaster atau berkelompok, dan lebih mendominasi rumah-rumah berlantai satu sebelumnya. Berkurangnya lahan juga menyebabkan jarak antar rumah hampir tidak memiliki jarak satu sama lain. Penggunaan pagar pun meninggi dan semakin menutupi rumah, dengan menggunakan bahan-bahan kaku seperti besi.
Pasar Bunga Rawabelong
Pasar Bunga Rawa Belong terletak di titik akses yang menghubungkan Tanah Abang dan Kebayoran Lama. Pasar ini mulai dibangun pada tahun 1970an beriringan dengan proyek MHT yang diinisiasi oleh Ali Sadikin. Kini, Pasar Bunga Rawa Belong menjual berbagai kebutuhan, seperti bunga kering, bunga palsu, rangkaian buket bunga asli, hingga dekorasi untuk acara-acara besar di seluruh Indonesia. Acara-acara tersebut bersifat seremonial bagi kehidupan masyarakat, seperti pernikahan, keagamaan, kematian, syukuran, dan sebagainya.
Pedagang Tanaman Rawa Belong
Usaha tanaman juga ditemukan di setiap sisi jalan arteri Rawa Belong. Adapun Pasar Bunga Rawa Belong dengan pedagang tanaman memiliki pangsa pasar yang berbeda. Para pedagang tanaman di jalan arteri menjual dan menanam tanaman pohon dan tanaman obat. Sebagian besar pedagang tanaman tersebut merupakan masyarakat Betawi asli. Tanaman yang mereka jual seringkali dikirim ke kantor-kantor besar untuk disewakan atau dijual sebagai bagian dekorasi interior kantor. Pupuk yang digunakan oleh para pedagang di pinggir Jalan Rawa Belong berasal dari peternakan, baik peternakan luar daerah, maupun di sekitar Jakarta, seperti Kemanggisan.
Transformasi Lahan Betawi
1910's
Pada tahun 1910 di zaman kolonial, masyarakat di Kampung Sukabumi Ilir memiliki tanah yang luas. Di atas lahan tersebut, dibangun rumah yang tidak memiliki pagar. Pagar secara simbolis dimunculkan dengan keberadaan daun / tanaman kemuning. Rumah-rumah di saat itu dibangun menggunakan papan kayu dari pohon nangka karena memiliki daya tahan yang tinggi. Selain itu, rumah juga dibangun menggunakan gaya Betawi tradisional. Meski lahan yang dimiliki cukup besar, keberadaan jalan sebagai akses masih menggunakan tanah dan setapak.
1970's
Pada sekitar tahun 1970 dimulai sebuah peradaban baru bagi Kampung Sukabumi Ilir dengan adanya Proyek MHT oleh Ali Sadikin. Akses yang menghubungkan satu titik ke titik lainnya, diperlebar dan diaspal. Hal tersebut menimbulkan kehadiran pendatang baru yang mendatangi Kampung Sukabumi Ilir. Para pendatang tersebut berasal dari berbagai latar belakang, salah satunya akibat penggusuran di Tanah Abang, Grogol, dan sekitarnya. Hal ini selaras dengan munculnya fenomena penjualan tanah bagi para pendatang dan berpindahnya masyarakat Betawi yang dulu bermukim di Kampung Sukabumi Ilir, ke daerah luar Jakarta, seperti Depok, Cakung, Condet, dll.
2019
Di tahun 2019 lahan di Kampung Sukabumi Ilir sudah tidak lagi didominasi etnis Betawi dan di atasnya mulai banyak didirikan rumah-rumah oleh kelompok pendatang. Meskipun demikian, tetap ditemukan beberapa kavling tanah milik satu keluarga besar yang sudah terbagi jumlahnya sesuai anggota keluarga. Karakter usaha bercocok tanam dan menjual tanaman sudah tidak mendominasi Kampung Sukabumi Ilir. Adapun kebudayaan Betawi masih giat dilestarikan oleh Kampung Sukabumi Ilir dengan adanya Sanggar Si Pitung dan acara-acara kebudayaan lainnya.