12 minute read

Essay Competition

Next Article
All Winner

All Winner

ESSAYESSAYESSAY COMPETITIONCOMPETITIONCOMPETITION

Advertisement

SELECTED WORKS

PEMULIHAN EKONOMI PASCAPANDEMI MELALUI PENDIRIAN SANGGAR DAN SOCIALPRENEUR SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN

Nur Azizah - SMA 9 Surabaya

Peristiwa pandemi Covid-19 menjadi kasus yang paling kompleks karena hampir melanda di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan beberapa perubahan pola kehidupan masyarakat mulai dari berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga perubahan sistem kebijakan publik. Tak hanya itu, pandemi ini juga menuntut beberapa tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, tempat wisata, atau sentra makanan harus ditutup sementara sampai keadaan cukup membaik. Akibatnya kini masyarakat banyak yang mengalami pengangguran dan beberapa pekerja harus dirumahkan untuk sementara.

Dilansir dari Kompas.com, Minggu (19/12/2021), kondisi peningkatan angka kemiskinan merupakan akibat dari pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menurunkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga memengaruhi pendapatan masyarakat. Otomatis krisis ekonomi ini juga berhubungan dengan kondisi kesehatan masyarakat yang semakin menurun. Sebagai contoh dalam hal konsumsi makanan sehat. Dikarena pendapatan masyarakat menurun maka supply makanan bergizi dan vitamin juga akan terhambat. Terlebih lagi untuk masyarakat dari klaster ekonomi menengah kebawah yang notabennya tidak memiliki tempat tinggal menetap, maka mereka akan memilih untuk tinggal di daerah-daerah permukiman kumuh yang seharusnya hal tersebut bukan menjadi sebuah pilihan.

Pada waktu yang sama, pengoptimalan progres maupun regulasi terkait pemulihan kota-kota pascapandemi sangat tepat dilakukan, sehingga nanti akan menuju era new normal dengan keadaan ekonomi yang stabil pula. Angka kemiskinan pun juga menjadi relatif kecil. Penulis secara khusus memilih subtema pengentasan kemiskinan, dengan fokus pendirian sanggar dan socialpreneur pascapandemi agar bisa memberikan gambaran komprehensif mengenai penanggulangan kemiskinan di Indonesia khususnya di kota-kota metropolitan, mulai dari tersedianya lapangan pekerjaan baru, fasilitas publik, mentoring skill, bimbingan usaha, pengondisian moral, kesetaraan hak asasi manusia bagi semua kalangan seperti hak atas kesehatan dan air, hingga sosialisasi keluarga berencana (KB).

PEMULIHAN EKONOMI PASCAPANDEMI MELALUI PENDIRIAN SANGGAR DAN SOCIALPRENEUR SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN Nur Azizah - SMA 9 Surabaya

Mengenai latar belakang pendirian sanggar dan socialpreneur pascapandemi ini tentunya tidak lepas dari peristiwa fenomena sosial, baik secara langsung maupun lewat media massa yang menunjukkan peningkatan kemiskinan di Indonesia, terlebih lagi saat pandemi Covid-19 ada banyak pekerja yang diberhentikan, akhirnya jumlah pengangguran di Indonesia pun meningkat. Argumen tersebut didukung berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa jumlah persentase kemiskinan penduduk bulan Maret Tahun 2020 mencapai 9,78 persen, terjadi peningkatan kemiskinan 0,56 persen dibandingkan pada bulan September Tahun 2019, serta terjadi peningkatan sebesar 0,37 persen untuk bulan Maret Tahun 2019 (Ramadhani :2020). Peningkatan kemiskinan ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu banyaknya pengangguran akibat pengurangan pekerja saat terjadi pandemi, kurangnya pemahaman masyarakat mengenai keluarga berencana (KB), dan lemahnya sumber daya manusia (SDM) sehingga tidak dapat bersaing di era global ini. Akibatnya, fenomena kemiskinan ini juga berpengaruh dengan kesehatan masyarakat, kualitas pendidikan keluarga, hingga terjadi beberapa ketimpangan sosial dan ketidaksetaraan hak asasi manusia (HAM).

Sebagai solusi dari permasalahan sosial tersebut, guna untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Indonesia, maka pendirian sanggar dan socialpreneur pascapandemi menjadi bentuk penyelesaian yang tepat. Nantinya, didirikan sebuah sanggar di setiap daerah yang meliputi sanggar pelatihan skill, seperti skill berkomunikasi dan berbahasa, skill menulis, sampai skill mendesain untuk anak-anak atau usia remaja sebagai bekal di masa depan supaya memiliki taraf kehidupan yang lebih baik. Kemudian untuk usia dewasa ataupun pelaku UMKM dari klaster ekonomi menengah kebawah sebelum menjalankan socialpreneur akan dibekali sejumlah skill tentang marketing, packing, pengenalan produk, sampai tata cara memasarkan produk ke luar negeri (ekspor). Di dalam sanggar ini juga difasilitasi toko sebagai perwujudan socialpreneur yang menjual kuliner khas daerah. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan penghasilan tambahan dan tersedianya lapangan pekerjaan baru. Para tourist pun juga bisa membeli oleh-oleh disini saat berkunjung di sanggar dan sekitarnya.

PEMULIHAN EKONOMI PASCAPANDEMI MELALUI PENDIRIAN SANGGAR DAN SOCIALPRENEUR SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN Nur Azizah - SMA 9 Surabaya

Di sanggar ini juga menyediakan sanggar budaya sebagai fasilitas publik untuk umum. Disini, akan diajarkan cara bernyanyi daerah, membatik, bermain alat musik tradisional, sampai bimbingan melukis. Selain untuk melestarikan dan mengenalkan budaya asli Indonesia, tujuan sanggar budaya ini untuk menarik perhatian masyarakat dalam negeri sampai mancanegara, sebagai contoh saat terdapat perlombaan nasional ataupun internasional, anggota dari sanggar budaya akan ikut berpartisipasi, otomatis akan sekaligus mengenalkan keberadaan sanggar ini, jika dalam perlombaan tersebut berhasil dimenangkan maka dana yang diperoleh bisa untuk pengoptimalan fasilitas di sanggar. Selain itu setiap dua bulan sekali, di sanggar akan ada sosialisasi tentang kesehatan dan pemeriksaan yang dibantu puskesmas terdekat serta penyuluhan tentang KB dan ajakan untuk melakukannya, mengingat salah satu faktor kemiskinan adalah meluapnya jumlah penduduk. Untuk dana dan akomodasi sanggar ini rencananya akan meminta bantuan pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat.

Berdasarkan pemaparan diatas, diketahui bahwa kemiskinan di Indonesia ini akibat dari banyaknya pengangguran tetapi minimnya lapangan pekerjaan, mindset yang terbelakang, tingkat pendidikan atau SDM yang rendah, hingga meluapnya jumlah penduduk. Hal ini juga akan memengaruhi kondisi beberapa aspek kehidupan, salah satunya aspek kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan pendirian sanggar dan socialpreneur pascapandemi ini sebagai pengentasan kemiskinan dan pemulihan ekonomi di Indoneisa. Dengan direalisasikannya konsep solusi tersebut, otomatis pendapatan yang diperoleh masyarakat akan bertambah serta kualitas diri dan mindset masyarakat juga berkembang, maka masyarakat akan berpindah untuk tinggal di permukiman yang lebih layak, permasalahan tentang permukiman kumuh pun juga bisa teratasi.

References: Didu, Saharuddin, dan Ferri Fauzi. 2016. Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Kabupaten Lebak. Jurnal Ekonomi-Qu, 6(1), 102-115.

Lathifah, Nurul, dan Silfia Herlina. 2021. Pemulihan Ekonomi Di Masa Pandemi Melalui Pemberdayaan Kampung Produktif Dengan Pendekatan Socialpreneur. Jurnal Online UM Jember, 180-187.

Jatmiko, Bambang. P. 2021. LPEM UI: Pandemi Sebabkan Kemiskinan dan Pengangguran Meningkat. https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2021/08/13/185634526/lpem-ui-pandemi-sebabkan-kemiskinan-danpengangguran-meningkat (diakses tanggal 19 Desember 2021)

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERBASIS URBAN DESIGN FOR HEALTH SEBAGAI INOVASI PENATAAN LANSKAP PERKOTAAN PASCA PANDEMI

Nurul Maulidia - Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Implikasi penyebaran COVID-19 sebagai isu terkemuka dunia saat ini ikut mempengaruhi pengembangan penataan fisik kota yang harus berevolusi menjadi lebih tangguh dan siaga terhadap bencana non alam seperti pandemi. Hal ini dikarenakan kota merupakan ruang inti yang menopang aktivitas kehidupan manusia sehingga sangat sensitif terhadap bencana seperti pandemi yang dapat menyebar melalui transmisi permukaan, tidak terkecuali pada ruang terbuka publik dan fasilitas kota yang telah terkontaminasi.

Realitas tidak terbantah bahwa bencana pandemi COVID-19 menjadi pembelajaran berharga untuk mengubah paradigma perencanaan kota yang membutuhkan tata kelola yang lebih cermat dan bijaksana. Secara umum, eksisiting kota-kota di dunia belum memiliki kesiapan yang kokoh dalam menyelami bencana biologis, khususnya seperti yang terjadi di Indonesia. Hal ini dapat ditinjau dari prestasi gelap dan miris bahwasanya Indonesia pernah menjadi salah satu negara dengan kasus positif COVID-19 tertinggi di Asia pada bulan Juli 2021 dan bahkan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia (Worldometers, 15 Juli 2021).

Menurut Suharso (2020), umumnya kota di Indonesia hanya memiliki kesiapan dan pertahanan terhadap bencana alam, namun tidak dengan bencana non alam seperti pandemi. Selain itu, menurut Adjie Pamungkas, Ketua Satgas COVID-19 ITS (sindonews.com, 2020) menyatakan bahwa kota di Indonesia harus berbenah dengan mempertimbangkan risiko terjadinya bencana non alam seperti pandemi dalam merumuskan setiap perencanaan perkotaan. Contohnya ialah seperti menciptakan standarisasi desain terhadap penataan spasial kota yang memiliki sanitasi yang baik dan mengutamakan kesehatan masyarakat.

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERBASIS URBAN DESIGN FOR HEALTH SEBAGAI INOVASI PENATAAN LANSKAP PERKOTAAN PASCA PANDEMI Nurul Maulidia - Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan persiapan perencanaan secara terpadu dalam mendukung pemulihan kota pasca pandemi untuk mewujudkan lingkungan perkotaan yang mengutamakan kesehatan masyarakat dan lingkungan serta mampu mencapai indikasi kota berkelanjutan. Dalam hal ini, pendekatan konsep perencanaan dan perancangan kota yang berbasis Healthy City (Kota Sehat) merupakan langkah strategis yang dapat diimplementasikan dalam pemulihan kota pasca pandemi di Indonesia. Healthy City tersebut adalah konsep perencanaan kota partisipatif yang digagas oleh WHO (World Health Organization) sebagai upaya untuk merespon isu-isu kesehatan yang muncul dan berpotensi mengancam lingkungan perkotaan.

Dalam tulisan ini, penulis secara khusus memilih sub tema Penataan Fisik Perkotaan. Landasan yang membuat peneliti memilih sub tema tersebut ialah karena ingin menunjukkan bahwa penataan fisik kota memiliki peran fundamental dalam mendukung pemulihan kota pasca pandemi. Hal ini dikarenakan pada dasarnya ruang kota berfungsi sebagai pusat aktivitas manusia, sehingga membutuhkan penataan fisik yang harus mengutamakan aspek kesehatan.

Selain itu, sub tema Penataan Fisik Perkotaan dalam tulisan ini akan berfokus terhadap penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam konsep Urban Design For Health, yaitu desain perkotaan untuk mewujudkan Kota Sehat. Penulis memilih berfokus terhadap inovasi tersebut dikarenakan dalam terminologi Healthy City, ruang terbuka hijau merupakan salah satu elemen lingkungan binaan yang berperan penting dalam kesehatan kota serta memuat interaksi antara manusia, sehingga harus direncanakan dan dikelola secara bijaksana (Jackson, 2003). Oleh sebab itu, tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai inovasi perencanaan dan/atau penataan fisik RTH yang berbasis Urban Design For Health sebagai lanskap perkotaan yang sehat bagi kota-kota di Indonesia sehingga dapat mendukung pemulihan kota pasca pandemi.

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERBASIS URBAN DESIGN FOR HEALTH SEBAGAI INOVASI PENATAAN LANSKAP PERKOTAAN PASCA PANDEMI Nurul Maulidia - Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Fenomena penyebaran COVID-19 (Corona Virus Disease) yang resmi ditetapkan sebagai pandemi sejak akhir tahun 2019 silam menjadi tantangan utama dunia tak terkecuali berbagai kota di Indonesia. Keberadaannya membuka mata dunia bahwa kesehatan manusia adalah harta paling berharga yang harus dijaga keberlanjutannya. Pandemi tersebut juga berimplikasi terhadap ranah perencanaan perkotaan, dimana kota berfungsi sebagai ruang pusat paling esensial bagi aktivitas masyarakat. Oleh sebab itu, kota menjadi rentan terhadap pandemi. Selain itu, juga terdapat beberapa faktor dalam ruang kota yang berpotensi mempengaruhi penularan pandemi menjadi lebih cepat, di antaranya ialah kepadatan penduduk (Hardianto, 2020), infrastruktur, fasilitas kesehatan, maupun fasilitas sosial yang menjadi wadah bagi masyarakat kota untuk berkumpul seperti ruang terbuka publik atau tempat bermain yang tidak steril atau telah terkontaminasi.

Bencana pandemi COVID-19 seolah menjadi kaca untuk merefleksikan diri sebagai pembelajaran bagi penataan kota di Indonesia yang secara umum belum menitikberatkan keutamaan faktor kesehatan dalam pengembangan kawasan perkotaannya. Salah satu elemen lingkungan binaan kota memilik peran esensial dalam pengembangan kota sehingga penataan fisiknya perlu dikelola secara terpadu dan bijaksana ialah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH merupakan lanskap hijau perkotaan atau dapat disebut juga sebagai jaringan infrastruktur hijau yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang interaksi bagi masyarakat, sehingga penataan fisiknya membutuhkan inovasi yang cermat dan dapat mendukung pemulihan kota pasca pandemi.

Menurut Sundari, 2010 yang juga berkaitan dengan terminologi Urban Design For Health yaitu perancangan kota berbasis kesehatan (Lampiran1), perencana kota harus memiliki pemahaman terpadu mengenai bagaimana merumuskan arahan perencanaan tata fisik lingkungan yang mengalami perubahan cepat dengan tetap melindungi keberlanjutan ekologi. Secara filosofis, RTH tidak hanya berfungsi sebagai pelindung ekologi kota, namun juga memiliki relasi terhadap kesehatan fisik dan mental manusia (Lampiran2).

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERBASIS URBAN DESIGN FOR HEALTH SEBAGAI INOVASI PENATAAN LANSKAP PERKOTAAN PASCA PANDEMI Nurul Maulidia - Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Perencanaan lanskap perkotaan atau RTH akan memuat interaksi antara tiga sistem yang dapat berguna untuk mendukung pemulihan kota pasca pandemi, yaitu meliputi Ecosystem Service, Ecosystem Health, dan Human Physical and Psychological Health. Adapun berikut adalah rincian inovasi perencanaan penataan fisik kota RTH berbasis Urban Design For Health yang dapat diimplementasikan oleh kota-kota di Indonesia.

Physical Distancing Design dalam taman kota, yaitu desain ruang publik yang memiliki jarak atau radius aman untuk berinteraksi, yakni berkisar 2 meter (Lampiran 3) dengan catatan bahwa pengguna ruang publik juga memperhatikan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker. Konsep penataan ini juga dapat diimplementasikan pada street furniture yang juga didesain memiliki jarak aman ketika masyarakat sedang berinteraksi (Lampiran4). Selain itu, juga diterapkan pada fasilitas wastafel yang memiliki pembatas ruang dengan desain yang juga mempertimbangkan sirkulasi udara (Lampiran5 ), serta wastafel tersebut dilengkapi faucet dengan bantuan sensor sehingga dapat meminimalisir penyebaran virus.

Dalam hal ini, inovasi yang dilakukan bukanlah pembatasan interaksi sosial ataupun isolasi yang menghambat aktivitas masyarakat, melainkan menerapkan Physical Distancing sehingga interaksi sosial tetap dapat dilakukan;

Penyediaan Green Roof berkonsep urban farming dan edible landscape sebagai ruang terbuka hijau yang dapat dikelola langsung oleh masyarakat (Lampiran6). Hal ini akan bermanfaat pula untuk menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan kesehatan masyarakat, karena vegetasi yang dibutuhkan dikelola secara privat dan higenis.

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa perencanaan fisik RTH berbasis Urban Design For Health merupakan inovasi lanskap perkotaan yang sangat tepat untuk diimplementasikan sebagai paradigma baru untuk mendukung pemulihan kota pasca pandemi di Indonesia.

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERBASIS URBAN DESIGN FOR HEALTH SEBAGAI INOVASI PENATAAN LANSKAP PERKOTAAN PASCA PANDEMI Nurul Maulidia - Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

DAFTAR PUSTAKA

Umum, K. P., & Rakyat, P. (2017). Panduan Praktis Implementasi Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda): Pengantar Agenda Baru Perkotaan. Ikatan Arsitek Lanskap Perkotaan Indonesia (IALI). Urgensi Implementasi Infrastruktur Hijau untuk Masyarakat dan Lingkungan yang Resiliensi terhadap Pandemi, diakses dari: http://iali.or.id/2020/09/09/ide-penataan-dan-pengelolaan-lanskap-perkotaan-dalam-pemulihan-pandemi-covid-19/ pada tanggal 25 November 2021.

Ikatan Arsitek Lanskap Perkotaan Indonesia (IALI). Ide Penataan dan Pengelolaan Lanskap Perkotaan Dalam Proses Pemulihan Kota Pasca Pandemi, diakses dari: http://iali.or.id/2020/09/10/ide-penataan-dan-pengelolaan-lanskap-perkotaan-dalam-proses-pemulihan-pandemi-covid-19/ pada tanggal 25 November 2021.

Hadi, Suprayoga.2020. Perencanaan Pembangunan Di Masa Pandemi: Tantangan dan Peluang. Kuliah Umum Perkumpulan Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2020. Diakses pada laman http://umy.ac.id pada tanggal 21 Desember 2021. Soedirham, O. (2012). Kota Sehat Sebagai Bentuk Best Practice Sustainable Communities.

Lestari, A. P. U. P., & Mahardika, I. K. (2021, April). RUANG TERBUKA KOTA TANGGAP COVID-19. In SENADA (Seminar Nasional Desain Dan Arsitektur) (Vol. 4, pp. 416-422).

Bayuadi, M. W. Pengembangan Taman Kota dengan Outdoor Coworking Space Pasca Pandemi Covid-19. ARSITEKTURA, 18(2), 303-314.

Wahyuni, D. N. (2021). Pengaruh Kepadatan Penduduk Terhadap Jumlah KasusMingguan Covid-19 Di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Jurnal Geografi, Edukasi Dan Lingkungan (JGEL), 5(1), 46-51.

Jayani, D. (2021). Bertambah 54,5 Ribu, Kasus Baru Covid-19 Indonesia Tertinggi Kedua di Dunia, diakses dari: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/15/bertambah-545- ribu-kasus-baru-covid-19-indonesia-tertinggi-kedua-di-dunia pada tanggal 28 November 2021.

Rosalina, M. (2021). Perkembangan Kota dan Penyebaran Covid-19, diakses dari: https://www.kompas.id/baca/riset/2021/01/23/perkembangankota-dan-penyebaran-covid-19 pada tanggal 28 November 2021.

Lowe, M., Whitzman, C., Badland, H., Davern, M., Hes, D., Aye, L., Butterworth, L. & Giles-Corti, W. (2013). Liveable, healthy, sustainable: What are the key indicators for Melbourne neighbourhoods?. Department of Health and Human Services.

World Health Organization. (2015). Healthy cities: good health is good politics: toolkit for local governments to support healthy urban development. Manila: WHO Regional Office for the Western Pacific.

Soedirham, O. (2012). Kota Sehat sebagai Bentuk Sustainable Communities Best Practice. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 7(2), 51-55.

Willson, S. (2018, February 2). Canada

' s Designing Healthy Living Report -implications for mental health. UD/MH: The Centre For Urban Design and Mental Health. https://www.urbandesignmentalhealth.com/blog/canadas-designing-healthy-living-report-implications-for-mental-health

Ratodi, M. (2016). Pendekatan Perencanaan Perkotaan Dalam Konteks Kesehatan Perkotaan. EMARA Indonesian Journal of Architecture, 2(1), 35-41.

This article is from: