Gedung Radius Prawiro Lt. 12 Jl Dr Wahidin No. 1, JAKARTA 10710 Telepon (021)3511505, Facsimile (021)3511486
PINJAMAN DAERAH
2011©
SUB POKOK BAHASAN
Pengertian Pinjaman Daerah;
PP 30/2011 ttentang t Pi Pinjaman j D Daerah; h
Batas Maksimal Defisit APBD dan Pinjaman Daerah;
Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Daerah melalui Sanksi Pemotongan DAU dan/atau DBH;
Obligasi Daerah.
1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 tentang STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
CONTOH USULAN PINJAMAN DAERAH No.
Nama Kegiatan
Nama Pemda
1. Jakarta Emergency Dredging Initiatives Project (JEDI Project)
Prop. DKI Jakarta
2. ∙ RSUD ∙ Rumah Susun ∙ Terminal Bus ∙ Pengelolaan Air Limbah 3. ∙ Jalan Kabupaten
Prop. DKI Jakarta
∙ Keramba Jaring Apung ∙ Pembangkit Listrik ∙ Terminal ∙ Pabrik Minyak Kelapa Sawit ∙ Pasar Modern ∙ Pasar Modern ∙ RSUD ∙ RSUD & Jalan Prov · Infrastruktur
∙ RSUD ∙ RSUD ∙ RSUD
Kab. Paser Kab. Bireuen Kota Palembang Kota Gorontalo Kab. Simeulue Kab. Konawe Selatan Kab. Kolaka Utara Kab. Buton Utara Prop. Sulawesi Tenggara Kab. Kab. Kab. Kota
BolMong Timur Manggarai Barat Mukomuko Surakarta
Jumlah Pinjaman
Sumber Dana
USD 69.34 Juta
Pemerintah Pusat (SLA)
Rp 185 M Obligasi Daerah Rp 500 M Rp 757 M Rp 253 M Rp703,741 M Pemerintah Pusat (PIP) Rp52 M Rp152,546 M Rp56,935 M Rp47,898 M Rp35 M Rp32 M Rp52 M Rp233 M Rp275 M Rp150 M Rp70 M Rp41 M
2
SUMBER PINJAMAN DAERAH
Pemerintah Pusat; 1. Penerusan
Pinjaman j Luar Negeri; g ;
2. Penerusan
Pinjaman Dalam Negeri;
3. Pusat
Investasi Pemerintah.
Pemerintah Daerah Lain;
Lembaga Keuangan Bank;
Lembaga Keuangan Bukan Bank;
Masyarakat, dalam bentuk Obligasi Daerah.
JENIS DAN PENGGUNAAN PINJAMAN DAERAH Pinjaman Jangka Pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan g satu tahun anggaran gg dan kewajiban j pembayaran p y kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran bersangkutan. Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman Jangka Menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan. Pinjaman jangka menengah digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan.
3
JENIS DAN PENGGUNAAN PINJAMAN DAERAH Pinjaman Jangka Panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman jangka panjang digunakan untuk mendanai Kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang : a. Menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut; b. Menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila Kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau c. Memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
PERSYARATAN PINJAMAN DAERAH Jumlah sisa pinjaman daerah + jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya Memenuhi M hi rasio i k kemampuan keuangan k daerah d h untuk t k mengembalikan pinjaman (DSCR) yang ditetapkan oleh Pemerintah
DSCR = {PAD + DAU + (DBH-DBHDR)} – BW > 2,5 Pokok + Bunga + Biaya Lain Persyaratan y lain y yang g ditetapkan p oleh calon p pemberi p pinjaman j Tidak mempunyai tunggakan Pinjaman kepada Pemerintah, apabila Pinjaman Daerah yang akan diajukan bersumber dari Pemerintah, Mendapat persetujuan DPRD untuk pinjaman Jangka Menengah dan Panjang.
4
MATERI PERUBAHAN PP PINJAMAN DAERAH Matriks Perubahan Substansi Perubahan/Penyempurnaan
PP No. 54/2005
PP No.30/2011
1. Peningkatan Fleksibilitas Penggunaan Pinjaman Daerah
Pasal 7
Pasal 14
2. Penegasan Prinsip Umum Pinjaman Daerah
‐
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 7
3. Jenis dan Sumber Pinjaman Daerah
Pasal 5, Pasal 8
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14
4. Persyaratan Pinjaman Daerah Pasal 12
Pasal 15, Pasal 16
55. Penegasan Peran Menteri g ‐ Keuangan Selaku BUN yang Mempunyai Kewenangan untuk Memberikan Pinjaman Pemerintah kepada Pemda
Pasal 17 7
6. Prosedur Pemberian Pasal 13, Pasal 15 Pinjaman Pemerintah kepada Pemda
Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21
MATERI PERUBAHAN PP PINJAMAN DAERAH Matriks Perubahan Substansi Perubahan/Penyempurnaan 7. Perjanjian Pinjaman Daerah
PP No. 54/2005 Pasal 14
PP No.30/2011 Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27
8. Penganggaran, Penatausahaan, Pasal 9 Pemantauan Evaluasi, dan Pelaporan
Pasal 28, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57
9. Mekanisme Penarikan/ Penyaluran Pinjaman Daerah
‐
Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32
10. Prosedur Pinjaman Daerah selain dari Pemerintah
Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19
Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36
11. Pengadaan Barang dan Jasa Terkait dengan Pinjaman Daerah
‐
Pasal 50
5
PENEGASAN PRINSIP UMUM PINJAMAN DAERAH PP 54/2005 Tidak diatur
PP 30/2011 Pasal 2 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah. (2) Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup: a. defisit APBD; b. pengeluaran pembiayaan; dan/atau c kekurangan arus kas c. kas. (4) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. (5) Pemerintah Daerah dapat meneruskan Pinjaman Daerah sebagai pinjaman, hibah, dan/atau penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintahan Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah.
PENEGASAN PRINSIP UMUM PINJAMAN DAERAH PP 54/2005 Tidak diatur
PP 30/2011 Pasal 3 Pengelolaan Pinjaman Daerah harus memenuhi prinsip: a taat pada peraturan perundang-undangan; a. perundang undangan; b. transparan; c. akuntabel; d. efisien dan efektif;dan e. kehati-hatian. Pasal 6 (1) Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman. (2) Gubernur, Bupati, Walikota, atau pejabat yang diberi kewenangan oleh Gubernur, Bupati, Walikota untuk menandatangani perjanjian pinjaman bertindak atas nama Pemerintah Daerah. (3) Perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan berakhirnya masa perjanjian pinjaman.
6
JENIS DAN SUMBER PINJAMAN DAERAH PP 54/2005
PP 30/2011
Pasal 5
Pasal 14
(4) Pinjaman Jangka Panjang sebagaimana b i di dimaksud k d pada d ayat (1) huruf c merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
(4) Pinjaman Jangka Panjang yang bersumber dari P Pemerintah, i t h P Pemerintah i t hD Daerah h llain, i llembaga b keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang: a. menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana tersebut; b. menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan terhadap belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila Kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau c. memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Pasal 7 (3) Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk mebiayai Proyek investasi yang menghasilkan penerimaan
(5) Pinjaman Jangka Panjang yang bersumber dari masyarakat digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut.
PROSEDUR PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH PP 30/2011
PP 54/2005 Pasal 13
Pasal 18
(1) Usulan kegiatan yang akan dibiayai dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari pinjaman luar negeri harus tercantum dalam Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
(1) Usulan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diajukan oleh gubernur, bupati, atau walikota kepada Menteri.
(2) Pemerintah Daerah menyampaikan rencana Pinjaman Daerah untuk membiayai usulan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan dengan sekurang-kurangnya melampirkan: a. realisasi APBD selama 3 tahun terakhir berturutturut; b. APBD tahun bersangkutan; c. perhitungan tentang kemampuan Daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR); d. rencana keuangan (financing plan) pinjaman yang akan diusulkan; dan e. surat persetujuan DPRD.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa Penerusan Pinjaman Dalam Negeri merupakan usulan yang sudah tercantum dalam daftar kegiatan prioritas yang dapat dibiayai dari Pinjaman Dalam Negeri. (3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa Penerusan Pinjaman Luar Negeri merupakan usulan yang sudah tercantum dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah. ((4)) Usulan sebagaimana g dimaksud p pada ayat y ((1)) harus melampirkan paling sedikit dokumen: a. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir; b. APBD tahun berkenaan; c. perhitungan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman; d. rencana penarikan pinjaman; dan e. persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7
PROSEDUR PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH KEPADA PEMERINTAH DAERAH PP 30/2011
PP 54/2005 Pasal 13
Pasal 18
(3) Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan ti b d darii M Menteri t iD Dalam l N Negerii menetapkan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5)
Dalam hal usulan berasal dari peneruspinjaman Pi j Pinjaman L Luar N Negeri,i selain l i melampirkan l ik d dokumen k sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah harus juga melampirkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(6)
Kegiatan yang akan dibiayai dari Pinjaman Daerah harus sesuai dengan dokumen perencanaan daerah.
(7)
Pemerintah Daerah bertanggung jawab sepenuhnya atas kegiatan yang diusulkan kepada Menteri.
(4) Penetapan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sebelum pelaksanaan negosiasi dengan calon pemberi pinjaman luar negeri, dengan berdasarkan: a. Daftar Rencana Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; b. alokasi pinjaman pemerintah menurut sumber dan persyaratannya; c. kemampuan membayar kembali; dan d kapasitas d. k it fiskal fi k l d daerah. h (5) Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya berasal dari luar negeri dilakukan melalui perjanjian penerusan pinjaman. (6) Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.
Pasal 19 (1) Menteri melakukan penilaian atas usulan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan memperhatikan: a. kapasitas fiskal daerah yang ditetapkan secara berkala oleh Menteri; b. kebutuhan riil pinjaman Pemerintah Daerah; c. kemampuan membayar kembali; dan d. batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah. (2)
Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan instansi terkait.
PENGANGGARAN, PENATAUSAHAAN,PEMANTAUAN EVALUASI DAN PELAPORAN PP 30/2011
PP 54/2005 Pasal 9
Pasal 55
Menteri Keuangan g mengelola g Pinjaman j Daerah yang bersumber dari Pemerintah
(1) Menteri melakukan penatausahaan Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah atas: a. penarikan dan/atau penyaluran Pinjaman Daerah; dan b. penerimaan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Daerah. (2) Gubernur, Bupati, atau Walikota melakukan penatausahaan Pinjaman Daerah atas: a. penerimaan dan penggunaan Pinjaman Daerah; dan b. kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Daerah. (3) Gubernur, Bupati, atau Walikota melakukan penatausahaan atas: a. penerimaan dan penggunaan dana atas penerbitan Obligasi Daerah; b. penerimaan dan penggunaan dana atas kegiatan yang dibiayai dari penerbitan Obligasi Daerah; dan c. pembayaran kewajiban atas penerbitan Obligasi Daerah.
8
MEKANISME PENARIKAN DAN/ATAU PENYALURAN PINJAMAN DAERAH PP 30/2011
PP 54/2005 Tidak diatur
Pasal 31 P Penarikan ik d dan/atau / t penyaluran l pinjaman i j Pemerintah kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilakukan melalui: a. pembayaran langsung; b. rekening khusus; c. pemindahbukuan ke Rekening Kas Umum Daerah; d. Letter of Credit (L/C); atau e. pembiayaan pendahuluan. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran dalam APBN, penarikan, dan penyaluran Pinjaman Daerah diatur dengan Peraturan Menteri.
PROSEDUR PINJAMAN DAERAH SELAIN DARI PEMERINTAH PP 30/2011
PP 54/2005 Pasal 19
Pasal 35
1. Pemerintah Daerah wajib melaporkan rencana pinjaman yang bersumber selain dari Pemerintah kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pertimbangan, dengan menyampaikan sekurang-kurangnya dokumen sebagai berikut: a. kerangka acuan Proyek; b. APBD tahun bersangkutan; c. perhitungan tentang kemampuan Daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman (proyeksi DSCR); d. rencana keuangan (financing plan) pinjaman yang akan diusulkan; e. surat persetujuan DPRD.
(1)
2. Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemantauan defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah.
(2)
(3)
3. Dalam hal Menteri Dalam Negeri telah memberikan pertimbangan, Pemerintah Daerah mengajukan usulan Pinjaman Daerah kepada calon pemberi pinjaman sesuai dengan pertimbangan Menteri Dalam Negeri tersebut. 4. Pemerintah daerah mengajukan usulan pinjaman daerah kepada calon pemberi pinjaman sesuai dengan peraturan perundangundangan. 5. Calon pemberi Pinjaman Daerah melakukan penilaian atas usulan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 6. Pinjaman Daerah yang bersumber selain dari Pemerintah dituangkan dalam perjanjian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pemberi pinjaman. 7. Perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
(4)
Sebelum mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada calon pemberi pinjaman, Gubernur harus menyampaikan rencana Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapat pertimbangan. Sebelum mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada calon pemberi pinjaman, Bupati atau Walikota harus menyampaikan rencana Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka Panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pertimbangan dan tembusannya disampaikan kepada Gubernur. Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit melampirkan: a. Persetujuan DPRD; b. Salinan berita acara pelantikan gubernur, bupati, atau walikota; c. Pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah; d. Kerangka acuan kegiatan; e. Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman; f. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir; g. Rancangan APBD tahun berkenaan; h. Perbandingan sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan i. rencana keuangan pinjaman. Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati, atau walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setelah berkoordinasi dengan Menteri.
9
PENGADAAN BARANG DAN JASA TERKAIT PINJAMAN DAERAH PP 30/2011
PP 54/2005 Tidak diatur
Pasal 50 Pengadaan barang dan jasa untuk kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa.
BATAS MAKSIMAL DEFISIT APBD DAN BATAS MAKSIMAL PINJAMAN DAERAH Prinsip Dasar • •
•
APBN
APBD disusun sesuai kebutuhan penyelenggaran pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah
Pendapatan
Prinsip pengelolaan fiskal yang hati-hati dan berkesinambungan menghendaki adanya keseimbangan fiskal
Belanja
APBD suatu daerah dapat defisit dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
Defisit
Peraturan perundangan UU 17/2003, UU 33/2004, UU 32/2004, PP 23/2003, 23/2003 PP 58/2005
Menteri Keuangan
– =
APBD Pendapatan
– Belanja
= Defisit
Jumlah Kumulatif Defisit Max 3% PDB
Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD dan Pinjaman Daerah
PMK 45/2006
Batas maksimal jumlah kumulatif Defisit APBN & APBD, Batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah & batas maksimal kumulatif pinjaman daerah
PMK 95/2007 PMK 123/2008 PMK 138/2009
Batas maksimal Defisit APBD & Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah
PMK 149/2010
10
PMK No. 149/PMK.07/2010 tentang Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah TA 2011 Pasal 2 (1) Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD Tahun Anggaran 2011 ditetapkan sebesar 0,3% dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2011. ((2)) Defisit sebagaimana g dimaksud ppada ayat y ((1)) adalah defisit yyangg dibiayai y oleh Pinjaman j Daerah. (3) PDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2011. Pasal 3 (1) Batas Maksimal Defisit APBD masing-masing Daerah ditetapkan sebesar 4,5% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2011. (2) Defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan defisit setelah memperhitungkan Pengeluaran Pembiayaan. (3) Defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan defisit yang dibiayai dari Pinjaman Daerah. Daerah Pasal 5 (1) Daerah dapat melebihi Batas Maksimal Defisit APBD setelah mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dengan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Pasal 8 Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah yang masih menjadi kewajiban Daerah sampai dengan Tahun Anggaran 2011 ditetapkan sebesar 0,35% dari proyeksi PDB Tahun Anggaran 2011.
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PELAMPAUAN BATAS MAKSIMAL DEFISIT APBD TA 2011
Pemda Persetujuan/Penolakan
(Kepala Daerah)
(25 hari kerja setelah diterima surat surat permohonan dari Pemerintah Daerah dengan persyaratan lengkap)
DPRD Persetujuan Raperda APBD
Surat Permohonan (alasan dan rencana pinjaman)
M k Menkeu c.q. Dirjen PK
Pertimbangan (10 hari kerja setelah diterima surat permintaan pertimbangan dari DJPK)
Mendagri c.q. Dirjen KD
Persetujuan/penolakan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD tidak menjadi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
11
SANKSI PEMOTONGAN DAU DAN/ATAU DBH PMK No. 47/PMK.07/2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinjaman Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah Melalui Sanksi Pemotongan DAU dan/atau DBH
Ketentuan
Bentuk Pelanggaran
Bentuk Sanksi
• Pasal 64 UU 33/2004
Pemda tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah
Memperhitungkan kewajiban tersebut dengan DAU dan/atau DBH bagian Daerah
• Pasal 41 PP 54/2005
Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah
Pemotongan DAU dan/atau DBH
• Pasal 64 PP 30/2011
Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah
Memperhitungkan kewajiban tersebut dengan DAU dan/atau DBH yang menjadi hak Daerah tersebut
LINGKUP PEMOTONGAN DAU DAN/ATAU DBH Hanya dikenakan terhadap Pemda yang memiliki Tunggakan atas Kewajiban Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah. Pinjaman Pemda yang bersumber dari Pemerintah berasal dari: dana yang dialokasikan dalam APBN, termasuk pula dana investasi Pemerintah yang dikelola Pusat Investasi Pemerintah, penerusan pinjaman dalam negeri, penerusan pinjaman luar negeri. Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah yang telah direstrukturisasi. Sanksi pemotongan pemotongan DAU dan/atau DBH hanya dapat dikenakan terhadap Pinjaman Pemda yang naskah perjanjian pinjaman atau perubahannya mencantumkan ketentuan mengenai sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH.
12
BESARAN SANKSI PEMOTONGAN DAU DAN/ATAU DBH Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH dihitung sebesar jumlah Tunggakan (pokok, bunga, denda, dan biaya lainnya). Besaran pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun tidak melebihi besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun yang dihitung dengan mempertimbangkan Kapasitas Fiskal Daerah bersangkutan. Dalam hal besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun yang dihitung berdasarkan formula dimaksud lebih kecil dari jumlah Tunggakan, pemotongan DAU dan/atau DBH akan dilakukan pada beberapa tahun hingga pembayaran Tunggakan selesai dilakukan. dilakukan Dalam hal pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan lebih dari satu tahun, besaran maksimum pemotongan DAU dan/atau DBH per tahun akan dihitung kembali dengan menggunakan data kapasitas fiskal dan jumlah DAU dan DBH yang dialokasikan untuk Pemda bersangkutan pada tahun anggaran berkenaan.
BESARAN MAKSIMUM SANKSI PEMOTONGAN DAU/DBH PER TAHUN SEBAGAI PENYELESAIAN TUNGGAKAN PINJAMAN Kapasitas Fiskal Pemda
Indeks Kapasitas Fiskal (IKF)* IKF ≥ 2
Besaran Maksimum Pemotongan DAU dan/atau DBH** 20% (DAU + DBH)
1 ≤ IKF < 2
20% (DAU + DBH)
Sedang
0 5 < IKF < 1 0,5
15% (DAU + DBH)
Rendah
IKF ≤ 0,5
10% (DAU + DBH)
Sangat Tinggi Tinggi
*) Peraturan Menteri Keuangan No. 245/PMK.07/2010 tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah. **) Besaran DAU dan DBH yang dialokasikan pada tahun anggaran berkenaan.
13
LANDASAN HUKUM OBLIGASI DAERAH UU. No. 33/2004
Pasal 57 Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal domestik; Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat; Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan 55 serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
PMK No. 147/PMK.07/2006 tentang Tata cara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah
PRINSIP OBLIGASI DAERAH Pasal 57 UU No.33/2004 (1) Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah di pasar modal domestik domestik. (2) Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan. (3) Penerbitan Obligasi Daerah wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan Pasal 55 serta mengikuti peraturan perundangundangan di bidang pasar modal. (4) Hasil penjualan Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. (5) Penerimaan dari investasi sektor publik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok Obligasi Daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas Daerah.
14
JAMINAN OBLIGASI DAERAH
Pasal 55 Ayat (3) UU No.33/2004 Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. Pasal 59 UU No.33/2004 Pemerintah tidak menjamin Obligasi Daerah. Ketentuan ini menegaskan bahwa segala risiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitan Obligasi Daerah tidak dijamin dan/atau ditanggung oleh Pemerintah.
BEBERAPA PROYEK YANG DAPAT DIBIAYAI OBLIGASI DAERAH
Proyek/Kegiatan
Menghasilkan penerimaan
• Pelayanan air minum; • Pelayanan limbah dan persampahan; • Jalan dan jembatan; • Rumah sakit; • Pasar tradisional; • Tempat perbelanjaan; • Wilayah wisata dan pelestarian alam; • Terminal dan sub terminal; • Pelabuhan lokal dan regional.
15
ALUR PROSES PENERBITAN OBLIGASI DAERAH (PMK 147/PMK.07/2006 Tentang Tata Cara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah)
PERSIAPAN DI DAERAH
1)
Kepala Daerah membentuk Tim Persiapan
2)
Tim Persiapan menyiapkan dokumen -dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penerbitan obligasi daerah
PERSETUJUAN MENTERI KEUANGAN
1)
2)
3) 3)
Kepala Daerah meminta persetujuan DPRD
Kepala Daerah mengajukan Surat Usulan penerbitan obligasi daerah kepada Menteri Keuangan c.q . DJPK DJPK melakukan penilaian administrasi & keuangan DJPK memberikan persetujuan setelah mendapatkan pertimbangan Mendagri
PRA -REGISTRASI & REGISTRASI
1)
Pemberian mandat kepada penjamin emisi efek
2)
Penunjukkan lembaga & profesi Penunjang
3)
Due Diligence
4)
Pemeringkatan
5)
Penetapan struktur obligasi daerah
6)
Persiapan dokumen, pembuatan perjanjian pendahuluan dengan BEI & KSEI serta pengajuan pernyataan pendaftaran
7)
Pemasaran obligasi & penentuan tingkat bunga
8)
Pembentukan
9)
Pernyataan
PENAWARAN UMUM
1)
Pencetakan & pendistribusian prospektus & formulir
2)
Penawaran penjatahan
3)
Pembelian & pendistribusian obligasi daerah
4)
Laporan pasar perdana & pencatatan di bursa efek
5)
Laporan Keterbukaan
&
Sindikasi efektif
Gedung Radius Prawiro Lt. 12 Jl Dr Wahidin No. 1, JAKARTA 10710 Telepon (021)3511505, Facsimile (021)3511486
16
7/17/2011
Kementerian PPN/B PPN/BAPPENAS APPENAS
Prosedur P Per ereencan anaan aan Kegiatan yang Dibiayai Pinjaman Luar Negeri dan Dalam Negeri (Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan)
Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan 1 Februari 2010
1 Lombok 14 Juli 2011, Kementerian KeuanganRI
2
Materi Paparan p Latar Belakang Landasan Hukum : Perubahan dari PP2/2006 Peraturan Pemerintah Nomor10/2011 Peraeturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 Peraeturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2008
1
7/17/2011
Latar Belakangg
3
Landasan Prioritas Pinjaman Luar Negeri
Sumber Pembiayaan
Arah Kebijakan Pinjaman Luar Negeri Kedepan
LANDASAN PRIORITAS PINJAMAN LUAR NEGERI 4
Sasaran Utama Pembangunan Nasional 2010-2014
Pertumbuhan Ekonomi rata-rata 6,3 – 6,8 Inflasi rata-rata 4 - 6 persen pertahun Tingkat Pengangguran (terbuka) 5 – 6 persen pada akhir tahun 2014 Tingkat Kemiskinan 8 - 10 persen pada akhir tahun 2014 Bidang Kesejahteraan Rakyat Prioritas Nasional 2010‐2014 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pendidikan Kesehatan Penanggulangan Kemiskinan Ketahanan Pangan
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pascakonflik Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi
Bidang Kesejahteraan Rakyat
Infrastruktur Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Bidang Perekonomian
Energi
2
7/17/2011
Sumber Pembiayaan Pembangunan 5 SUMBER‐SUMBER PENDANAAN PEMBANGUNAN
SWASTA (NON APBN)
PEMERINTAH (APBN)
Pajak & Non Pajak
Hibah Dalam/ Luar Negeri
• •
Pinjaman Dalam Negeri
Pinjaman Luar Negeri
SBN/ SBSN
Lembaga Keuangan Bank
Lembaga Keuangan Non‐Bank
Badan Usaha (Domestik/ Multinasional)
Sumber‐ sumber lainnya
SKEMA PENDANAAN PEMBANGUNAN: KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA (KPS)/PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP), CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Arah Kebijakan Pinjaman Luar Negeri Kedepan 6
Nilai total pinjaman berpedoman pada: RPJMN 2010-2014, debt to GDP ratio menjadi 24 % diakhir tahun 2014
dengan perkiraan disbursement pinjaman rata-rata 4.150 juta USD pertahun Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2011 tentang Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) 2010-2014 dengan perkiraan komitmen pinjaman sebesar rata-rata 3.600 – 4.500 juta USD pertahun Pemanfaatan pinjaman luar negeri: Saat ini untuk pembiayaan seluruh prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 (11 prioritas nasional + 3 bidang prioritas) Kedepan akan dilakukan melalui kajian pembiayaan kegiatan yang lebih strategis Instansi pelaksana kegiatan berdasarkan PP 10 tahun 2011 adalah Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN.
3
7/17/2011
7
Landasan Hukum
Perubahan dari PP 2/1006
Peraturan Pemerintah Nomor 10/2011
Peraturan Pemerintah Nomor 30/2011
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008
Perubahan dari PP2/2006 … (1) 8
PP 2/2006
Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
REVISI untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah
PP 10/2011
Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah
4
7/17/2011
Perubahan dari PP2/2006 …
(2)
9
Pemisahan pengaturan Pinjaman dan Hibah Penyempurnaan Kebijakan PHLN
Pemisahan dokumen perencanaan PHLN
Pinjaman: Jangka Menengah : Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Tahunan : DRPPLN (Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri) Hibah Jangka Menengah : RPH ( Rencana Pemanfaatan Hibah) Tahunan : DRKH (Daftar Rencana Kegiatan Hibah)
Penyempurnaan pemenuhan Readiness Criteria Pengaturan pengadaan barang jasa untuk kegiatan Pinjaman LN Hibah Trust Fund Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
10
Menteri Keuangan : menetapkan Batas Maksimal Pinjaman (BMP) Menteri Perencanaan menetapkan : Pinjaman : Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN) Hibah : Rencana Pemanfaatan Hibah (RPH)
Kementerian Keuangan : realisasi penyerapan Bappenas : kinerja pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
5
7/17/2011
Batang Tubuh 11
Bab I. Bab II. Bab III. Bab IV. Bab V. Bab VI.
Bab VII. Bab VIII. VIII Bab IX. Bab X. Bab XI.
Ketentuan Umum Pinjaman Luar Negeri Hibah Penatausahaan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah Pengadaan Barang dan Jasa Pemantauan, Evaluasi, Pelaporan, dan Pengawasan Pinjaman Luar Negeri dan Hibah Publikasi Pertanggungjawaban Pajak dan Bea Masuk Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup
Prinsip-prinsip Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah 12
a. transparan b. akuntabel k b l c. efisien dan efektif d. kehati-hatian e. tidak disertai ikatan politik, dan f.f
tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan Negara
6
7/17/2011
Ketentuan Umum 13
Menteri Keuangan berwenang melakukan Pinjaman Luar Negeri dan/atau menerima Hibah yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri
Pinjaman Luar Negeri dapat :
14
diteruspinjamkan dan/atau
dihibahkan
Hibah dapat :
diterushibahkan dan/atau
dipinjamkan
K/L, Pemda, dan BUMN dilarang melakukan perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman j Luar Negeri g
Bentuk, Jenis, dan Sumber PLN
Penggunaan PLN
Perencanaan PLN
Penerusan PLN
Perundingan
7
7/17/2011
Jenis & Penggunaan 15
Pinjaman Tunai
• membiayai defisit APBN • mengelola portofolio utang
Pinjaman Kegiatan
• • • •
membiayai y kegiatan g prioritas p K/L diteruspinjamkan kepada Pemda diteruspinjamkan kepada BUMN dihibahkan kepada Pemda
Sumber 16
Kreditor Multilateral
Kreditor Bilateral
• lembaga keuangan internasional yang beranggotakan beberapa negara yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah negara, • pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah negara asing atau lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah
Kreditor Swasta Asing
• lembaga keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non keuangan g asingg yang y g berdomisili dan melakukan kegiatan g usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan pinjaman kepada Pemerintah berdasarkan perjanjian pinjaman tanpa jaminan dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor
• lembaga yang ditunjuk negara asing untuk memberikan jaminan, asuransi, pinjaman langsung, subsidi bunga, dan bantuan keuangan untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau bagian terbesar dari dana tersebut dipergunakan untuk membeli barang/jasa dari negara bersangkutan yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia
8
7/17/2011
Perencanaan Pinjaman Luar Negeri Dokumen Perencanaan 17
RPPLN
• disusun dengan berpedoman pada RPJM dan memperhatikan rencana batas maksimal • memuat indikasi kebutuhan dan rencana penggunaan Pinjaman Luar Negeri dalam jangka menengah • disusun oleh Menteri PPN
DRPLN JM
• daftar rencana kegiatan yang layak dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk periode jangka menengah • disusun berpedoman pada RPJM dan RPPLN • disusun oleh Menteri PPN
DRPPLN
• daftar rencana kegiatan yang telah memiliki indikasi pendanaan dan siap dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri untuk jangka tahunan • disusun oleh Menteri PPN
Daftar Kegiatan
• rencana kegiatan yang telah tercantum di dalam DRPPLN dan siap untuk diusulkan kepada dan/atau dirundingkan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri • disusun oleh Menteri PPN • disampaikan oleh Menteri PPN kepada Menteri Keuangan
K/L/Pemda/BUMN
Menteri PPN RPJMN PENYUSUNAN RPPLN
Menkeu
PENYUSUNAN BMP
RPPLN
PP10/11
Kelayakan
Usulan Kegiatan
DRPLN JM DRPLN-JM
Usulan Penerusan Pinjaman Luar Negeri
Setelah mendapat Pertimbangan Menteri Dalam Negeri
*) Penetapan Penerusan Pinjaman Luar Negeri (Psl 22 ayat 1)
RPJMN Renstra K/L RKPDN Usulan Keg PDN
Evaluasi K l k Kelayakan
PP54/08 Daftar Kegiatan PDN
Penilaian Kesiapan Pelaksanaan
Peningkatan Kesiapan Keg PDN
Daftar Kegiatan Prioritas PDN
Usulan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri
*) PersetujuanPenerusan Pinjaman Dalam Negeri (Psl 12 ayat 1 dan 2)
*) Pengaturan Lebih Lanjut dalam PP 30/2011
9
7/17/2011
Alur Perencanaan Pinjaman Kegiatan Luar Neger Menkeu
Menteri PPN RPJMN
Calon PPHLN
PENYUSUNAN RPPLN
K/L/Pemda/BUMN
PENYUSUNAN BMP
RPPLN Usulan Kegiatan K i
Kelayakan
DRPLN-JM
Koordinasi, komunikasi, dan konsultasi INDIKASI PENDANAAN
Peningkatan Kriteria Kesiapan
Penilaian Kesiapan
DRPPLN
Daftar Kegiatan
Siap dirundingkan
Pemenuhan Kriteria Kesiapan Pengusulan ke Mitra Pembangunan Perundingan
Perjanjian
PELAKSANAAN KEGIATAN
Diagram Alur Proses Perencanaan Pinjaman Dalam Negeri â&#x20AC;&#x201C; Usulan Alur Perencanaan Pinjaman Dalam Neger i Kementerian/Lembaga K/L/Pemda/BUMN
Menteri Perencanaan
Menteri Keuangan
PPDN
RPJMN Renstra K/L RKPDN
Usulan Keg PDN
Evaluasi Kelayakan Daftar Kegiatan PDN
Peningkatan Kesiapan Keg PDN
Rencana Batas Maksimum PDN
Penilaian Kesiapan p Pelaksanaan
Manajemen Resiko
Pencarian Sumber PDN
Negosiasi dan NPPDN Daftar Kegiatan Prioritas PDN
RKP
RAPBN
20
10
7/17/2011
TERIMA KASIH Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan, Kementerian PPN/B PPN/BAPPENAS APPENAS Jl. Taman Suropati Nomor 2 JakartaJakarta-10310 021--3910 486 021
21
11
7/17/2011
Sosialisasi PP no 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah Mataram, 14 Juli 2011 Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Stop buang air besar sembarangan Peningkatan akses masyarakat ke sistem pengolahan air limbah P li d Perlindungan b d air dari badan i d i pencemaran buangan b rumah h tangga Pengurangan sampah dari sumber sampah Pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir sampah Pengurangan kawasan genangan air /banjir Kegiatan Pembangunan: Sanitasi S it i setempat t t (IPAL (IPAL dan pipa pengumpul komunal
IPAL dan IPAL dan pipa pengumpul skala kota
TPA dan TPA dan TS
Pengumpulan dan pemanfaatan sampah komunal (3R)
Sistem Drainase kota
Kegiatan pendukung
1
7/17/2011
Cakupan pelayanan dan ketersediaan sarana pengolahan air limbah, persampahan dan dsistem drainase masih sangat rendah, baru mencapai rata‐rata 10% dari kebutuhan yang ada. Pembangunan infrastruktur membutuhkan pendanaan yang relatif besar, Investasi : min Rp I t i TPA kota TPA k t besar b i R 200 milyar 200 il Kendaraan angkutan sampah : min Rp 40 milyar/ kota (100 unit @ Rp 400jt) Prasarana pengolah air limbah : min Rp 300 milyar Sistem Jaringan pipa air limbah : min Rp 200 milyar Sistem drainase kota : min Rp 500 milyar Dana pemerintah pusat difokuskan untuk program kemiskinan; Dana Pembangunan untuk infrastruktur melalui Pusat terbatas untuk komponen Pembangunan untuk utama ,lintas propinsi atau pilot projects Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan kewajiban dalam pembengunan infrastruktur masing‐masing namun kemampuan dana terbatas Kemampuan SDM dalam mengelola dana pembangunan masih terbatas (dalam perencanaan dan pelaksanaan)
Skala komunal Skala komunal
Skala komunal
Stasiun pompa
A
Skala komunal
B IPAL
Effluent
2
7/17/2011
B A
Sumber sampah
Sumber sampah
Sumber sampah
TPA
Saluran sekunder
Saluran sekunder
Laut
B A
3
7/17/2011
Pemerintah Pusat membiayai Kegiatan A / Dana APBN/Loan Pusat Pemerintah Daerah membiayai Kegiatan B Dana APBD/ Sub Loan / Pinjaman daerah
Kegiatan dengan nilai investasi > Rp 250 mil untuk skala kota besar / metropolitan Kegiatan dengan tingkat kesulitan relatif tinggi Pembangunan TPA Regional >100 Ha dengan sistem transportasi sampah untuk kota besar /metropolitan Pembangunan Sistem drainase kota besar/ Pembangunan Sistem besar/ metropolitan Pembangunan sistem pengolahan air limbah skala kota besar/ metropolitan
4
7/17/2011
Jakarta: Peningkatan sistem pengelolaan sampah kota Jakarta (TPA baru, Sarana baru Sarana angkutan sampah dan transfer depo) transfer depo) Peningkatan sistem pengelolaan air limbah kota Peningkatan Sistem penanganan banjir dan genangan skala kota Bandung metropolitan: P i k t sistem Peningkatan it pengelolaan l l sampah h (TPA dan (TPA d alat l t angkut sampah termasuk stasiun antara) Peningkatan sistem pengelolaan air limbah kota Peningkatan dan perluasan jaringan drainase kota
Di Jawa : Tangerang, Bekasi, Bogor, Depok , Surabaya, belum semua wilayah terjangkau memiliki sistem pengolahan air limbah Di Sumatera : Banda Aceh, Medan, Padang, Lampung, Pekan baru, Batam, belum memiliki sistem pengolahan air limbah Di Kota‐kota Di Kota kota besar lainnya : Belum : Belum ada sarana pengolah air limbah dan sampah yang memadai dan aman bagi lingkungan dan masyarakat
5
7/17/2011
Di Jawa : Tangerang, Bekasi, Bogor, Depok , Semarang, Surakarta, Jogja, Surabaya, belum tersedia TPA dan alat l t angkut k t yang memadai d i dan d aman bagi b i lingkungan li k dan masyarakat Di Sumatera : Banda Aceh, Medan, Padang, Lampung, Pekan baru, Batam, belum memiliki TPA dan sarana anngkutan sampah yang memadai dan aman bagi lingkungan dan masyarakat Di Kota‐kota besar lainnya : Mayoritas TPA masih open dumping dan tidak tersedia alat angkut sampah yang memadai
Jar pipa distribusi
IPA Jar pipa distribusi
Laut
Pinjaman Propinsi
6
7/17/2011
Kementerian Keuangan
Propinsi
Kabupaten/kota
Kabupaten/kota
Kabupaten/kota
Kabupaten/kota
Sekian Terima kasih Ir. Rina A Indriani, MURP Kasubdit Perencanaan Teknik, Dit Pengembangan PLP, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU 0816868187; rina37962@yahoo.com
7
7/17/2011
MATARAM 14 JULI 2011
Gambaran Umum Visi Misi Dasar Hukum Sumber Dana
Peran PIP sebagai Katalis dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Bidang Investasi Lingkup Investasi Mitra Kerja
1
7/17/2011
Menjadi lembaga investasi pemerintah kelas dunia yang mengedepankan kepentingan nasional.
M Menstimulasi pertumbuhan ekonomi nasional i l i b h k i i l melalui investasi di berbagai sektor strategis yang memberikan imbal hasil optimal dengan risiko yang terukur.
2
7/17/2011
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Pasal 41) “Pemerintah Pemerintah dapat melakukan Investasi Jangka Panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.”
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah PP Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
3
7/17/2011
4
7/17/2011
Peran PIP diharapkan mampu menjadi katalis dalam keterlibatan pihak swasta bersama pemerintah daerah dalam percepatan pemerintah daerah dalam percepatan pembangunan infrastruktur yang memberikan manfaat sosial ekonomi kepada masyarakat (pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment).
5
7/17/2011
6
7/17/2011
7
7/17/2011
Jumlah sisa pinjaman dan jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah Penerimaan Umum (PU) APBD tahun sebelumnya; tahun sebelumnya; (DSCR) adalah kemampuan daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman minimal 2,5 kali dari jumlah proyeksi penjumlahan angsuran pokok, bunga, dan biaya lain yang jatuh tempo setiap tahunnya selama jangka waktu pinjaman yang akan ditarik; Tidak memiliki tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah Pusat; berasal dari Pemerintah Pusat; Menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) minimal 3 (tiga) tahun terakhir; Defisit Anggaran tidak melebihi 4,5% dari APBD kecuali ada izin pelampauan defisit dari Menteri Keuangan.
1. Peraturan Daerah yang menyatakan bahwa selama masa pinjaman seluruh kewajiban (pokok, bunga, dan apabila ada kewajiban lainnya) yang jatuh tempo, wajib dialokasikan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan; 2. Surat Persetujuan Ketua DPRD atas rencana pinjaman Pemerintah Daerah; 3. Surat Pernyataan Kepala Daerah bahwa bersedia dipotong DAU dan/atau DBH apabila Pemda mengalami gagal bayar atas kewajibannya ke PIP; 4. Surat Kuasa Kepala Daerah kepada Dirjen Perimbangan Keuangan untuk melakukan pemotongan DAU dan/atau DBH apabila Pemda mengalami g g gagal bayar atas kewajibannya ke PIP; y j y ; 5. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari Kepala Daerah atas pencairan pinjaman; 6. Legal Opinion dari Kepala Bagian/Biro Hukum Pemerintah Daerah; 7. Pemerintah Daerah telah memenuhi kewajiban pembayaran biaya‐biaya pinjaman.
8
7/17/2011
Pembangunan RSUD Type B dengan biaya Rp 350 milyar (dasar hitungan tahun ke‐1)
Pembangunan RSUD Type B dengan biaya Rp 350 milyar (dasar hitungan tahun ke‐1) Sumber dari Pinjaman PIP Diselesaikan dalam waktu 2 tahun APBD menyediakan : Rp50 miliar Pinjaman PIP : Rp300 miliar Asumsi Persyaratan : Suku bunga 9%, jangka waktu pinjaman 10 tahun dan masa tenggang angsuran pokok pinjaman selama 2 tahun Jumlah Biaya (Pinjaman+Bunga+APBD) = Rp487,250 miliar
9
7/17/2011
Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) Dasar Hukum: Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan U h dalam Usaha d l P Penyediaan di I f Infrastruktur; k Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Kerjasama dengan Mitra Luar Negeri • Melalui skema co‐financing dan penyertaan modal. • Saat ini PIP sedang mengembangkan project pipeline di sektor ramah lingkungan dengan mitra luar negeri. Diharapkan PIP dapat menjadi katalis pengembangan proyek‐proyek energi terbarukan di daerah‐daerah yang rasio elektrifikasinya masih relatif rendah dan dapat mendukung terciptanya daerah‐daerah yang memiliki kemandirian energi.
10
7/17/2011
11