8385 koran militan januari 2013 web

Page 1

Rp. 2.000

Edisi XIII / Januari 2013

Buruh, Pencipta Kekayaan Sesungguhnya ______________ Pandu Jakasurya

A Dari Perjuangan Reformis ke Perebutan Kekuasaan ___________ Yohana Ilyasa Gelombang pemogokan yang dilakukan oleh buruh untuk menuntut penghapusan outsourcing dan kenaikan upah secara terus menerus mengisi headline koran-koran nasional dan lokal. Tidak tanggung, buruh sedikitnya telah menggelar beberapa kali demontrasi besar dengan massa yang tidak sedikit di beberapa kota dan terus berlangsung dalam beberapa hari ke depan. Di Jawa Timur misalnya, Komite Buruh Mahasiswa Bergerak (Kobar) Jatim yang terdiri dari beberapa federasi serikat buruh dan organisasi mahasiswa, telah menurunkan setidaknya 50 ribu anggota yang terkonsentasi di kantor Gubernur Jatim untuk mendesak tuntutan 2,2 juta UMK 2013. Di Jakarta, setidaknya 70 ribu buruh turun ke jalan dan mengepung kantor DPR dan Istana Negara. Kawasan industri Bekasi juga

tidak sepi dari aksi-aksi serupa. Sejatinya, perjuangan buruh untuk menuntut hak-hak normatifnya mempunyai dua watak, reformis atau revolusioner. Kedua karakter ini dilandasi oleh perspektif yang berbeda dalam memposisikan kapitalisme. Mengapa demikian? Mari telaah lebih dalam. Bernstein, yang cukup dikenal sebagai bapak reformisme, mempopulerkan pandangannya bahwa kapitalisme tidak akan menuju pada kehancuran di dalam dirinya karena kontradiksi internalnya, karena kapitalisme mempunyai karakter menyesuaikan diri dengan sarana adaptasi – kartel, sistem kredit, alat komunikasi, perbaikan kondisi kelas pekerja. Namun, karena Bernstein ini masih memiliki mimpi besar tentang membangun sosialisme, mari sedikit kita ... Bersambung ke halaman 3

da sebuah mitos yang diciptakan oleh kaum kapitalis. Mitos itu digembar-gemborkannya melalui para pakar ekonomi dan media massa “arus utama.” Mitos itu, sudah barang tentu, adalah mitos tentang keutamaan para “pengusaha.” O ya, “pengusaha”, adalah ungkapan sopan dalam bahasa Indonesia untuk “kapitalis.” Ya, ungkapan sopan, yang di satu sisi menyiratkan kemuliaan kaum kapitalis, dan di sisi lain menyelubungi kenyataan penghisapan dan penindasan yang dilakukannya kepada kaum buruh dari waktu ke waktu. Baiklah. Inilah inti mitos itu: para pengusaha adalah pencipta-pencipta kekayaan. Tanpa mereka, mana ada investasi dan lapangan kerja! Perekonomian pun runtuh! Demikian bunyinya. Benarkah mitos ini? Mari kita periksa kenyataannya. Alat-alat produksi atau alat-alat penciptaan kekayaan ada dalam penguasaan segelintir orang. Mereka adalah kaum kapitalis, kelas burjuis, atau para “pengusaha,” yang sebetulnya merupakan segelintir orang saja dalam masyarakat. Mereka memiliki alat-alat produksi dan mengontrolnya: pabrik-pabrik dengan mesin-mesin dan kantor-kantornya, jalan-jalan tol, pertambangan-pertambangan, perkebunan-perkebunan, dan sebagainya. Mereka memegang kendali atas pembuatan keputusan-keputusan yang menyangkut proses produksi dan distribusi. Di samping kaum kapitalis alias kelas burjuis, ada juga lapisan sosial ... Bersambung ke halaman 4

1


EDITORIAL

Menutup Tahun 2012, Tahun Penuh Perjuangan

H

ari ini kita akan menutup tahun 2012 dan menyongsong tahun baru 2013. Kita akan coba melihat ke belakang sebentar apa-apa saja yang telah kita capai. Walau tidak ada statistik solid yang dapat membacking pernyataan ini, kita-kita yang ada di dalam gerakan buruh dapat mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa tahun ini adalah tahun dimana jumlah pemogokan – dan juga jumlah buruh yang terlibat dalamnya – tidak diragukan lagi adalah yang paling besar sejak runtuhnya rejim Soeharto. Bahkan tidak mustahil kalau melebihi total 10 tahun terakhir, kalau bukan 5 tahun terakhir. Tidak hanya jumlahnya saja, tetapi juga kualitasnya, karena gerakan buruh sudah mulai keluar dari batasan gerbang pabriknya saja dan mulai memperjuangkan tuntutantuntutan kesejahteraan rakyat luas. Untuk pertama kalinya kaum buruh menunjukkan dirinya sebagai sebuah kelas di hadapan seluruh bangsa. Tidak heran kalau para kapitalis kelabakan. Tahun ini mungkin adalah tahun dimana Sofjan Wanandi paling sering dikutip oleh media massa. Kita dapat mengatakan, bahwa ada rumus matematika dimana kemunculan Sofjan Wanandi di media massa berbanding lurus dengan tumbuhnya gerakan buruh di Indonesia. Kaum buruh Indonesia boleh berbangga kalau tahun ini adalah tahunnya mereka. Pencapaian demi pencapaian telah diraihnya, bukan hanya dalam bentuk perubahan-perubahan normatif (status kerja, kenaikan upah, dll.) tetapi di atas segalanya adalah kepercayaan diri. Setelah kepercayaan diri ini dikebiri selama 32 tahun di bawah Soeharto, buruh Indonesia mulai menemukan kembali kepercayaan dirinya. Segala upaya harus dilakukan untuk terus memupuk kepercayaan diri ini, untuk menghancurkan ilusi terburuk di dalam sejarahnya, yakni ilusi bergantung pada orang

2

lain. Seperti halnya buruh membangun organisasi serikat buruhnya untuk berjuang dan tidak mengharapkan pamrih dari para majikan, demikian juga buruh harus membangun kemandirian politiknya. Momentum ini tidak boleh disiasiakan. Ini teramat penting terutama menyongsong tahun 2013, yakni dimana partai-partai politik akan mulai memburu suara untuk pemilu 2014. Buruh yang mulai menjadi kekuatan politik besar, yang mulai terorganisir dalam jumlah jutaan, akan menjadi rebutan partai-partai politik kapitalis dari berbagai warna, dari yang nasionalis, demokrat, Islam, liberal, dsbnya. Mari kita katakan dengan jelas: tidak ada satupun partai politik hari ini yang layak mendapat dukungan dari kaum buruh! Apa ini berarti kita diam saja berpangku tangan? Tidak! Buruh harus membangun partai politiknya sendiri. Kalau buruh bisa mengorganisir pemogokan umum nasional dan vergadering-vergadering raksasa, lantas apa yang mencegahnya untuk dapat membangun partai politiknya sendiri. Setiap manuver mendukung partai kapitalis ini atau itu, tokoh populis ini atau itu, hanya menjadi alasan untuk terus menunda apa yang seharusnya sudah mulai dilakukan oleh buruh dan serikat-serikatnya hari ini: memulai pembangunan partai buruh. Apa partai buruh ini bisa dibangun dalam semalam saja? Tidak! Ia harus melalui sebuah proses, tetapi proses ini harus dimulai sekarang dan tidak ditunda lagi. Tahun 2012 ini memberi satu pelajaran penting juga, bahwa pencapaianpencapaian terbesar dan terbanyak justru datang dari tangan buruh sendiri. Tidak ada satupun kontrak politik antara buruh dan parpol-parpol dalam 10 tahun terakhir yang membawa satupun kemenangan serius untuk buruh. Buruh menang

dengan usahanya sendiri, dengan serikat buruhnya sendiri; bayangkan kalau ia punya partainya sendiri. Kalau memang ada satu dua politisi yang lalu menyuarakan dukungannya kepada aksi-aksi buruh – dan oleh karenanya memberi sedikit bantuan, seperti ekspose di media, suara di parlemen, dan sebagainya – ini hanya karena buruh sendiri sudah bergerak dan dukungan tersebut bersifat sekunder. Tanpanya gerakan buruh tahun ini tetap akan menang. Bahkan suara-suara dukungan dari para elit politik ini tidak konsisten. Katakanlah Prabowo dengan Gerindranya. Saat Getok Monas, ia mengeluarkan pernyatan mendukung tuntutan buruh. Tetapi tidak lama kemudian, ketika gelombang pemogokan terus berlanjut dan semakin radikal, sang pemimpin Gerindra ini lalu meminta agar buruh jangan menuntut gaji terlalu tinggi. Satu-satunya suara dukungan yang dapat diandalkan oleh buruh adalah suara dukungan dari dalam hatinya sendiri dan dari kawan-kawan buruhnya. Akan tetapi, dengan semakin tajamnya perjuangan, semakin tajam juga aksi balasan dari kaum kapitalis. Buruh tidak boleh lengah. Akan menjadi kemalangan bagi buruh kalau ia tidak siap menghadapi pukulan balik ini. Menyusul Getok Monas, para pemilik modal mengerahkan massa bayaran. Hanya kelengahan serikat-serikat buruh yang memberikan peluang bagi massa reaksioner ini. Ketika buruh langsung mengorganisir perlawanan, massa bayaran ini pun mundur seribu langkah. Apindo pun mengancam akan melakukan lockout nasional dan juga mengancam akan memecat 1 juta buruh pada awal tahun 2013 karena UMK yang terlalu tinggi. Untuk setiap pabrik yang dilockout, buruh harus menjawab dengan mogok 100 pabrik. Untuk setiap buruh yang dipecat dengan alasan UMK terlalu tinggi, 100


buruh akan mogok. Inilah satu-satunya jawaban yang harus kita berikan. Akhir kata, radikalisasi buruh Indonesia tahun ini berlangsung dengan latar belakang sistem kapitalisme yang mulai goyah. Kita tinggal menengok ke lembar-lembar koran berita mengenai ekonomi Eropa dan Amerika Serikat. Tidak ada lagi optimisme di antara para pemilik modal. Krisis di AS dan Eropa, pusat kapitalisme dunia, semakin dalam dan tak terselesaikan. Negeri-negeri ini mengalami defisit anggaran yang begitu

besar – karena membailout perusahaanperusahaan dan bank-bank kapitalis – sehingga satu-satunya cara untuk menanggulangi defisit adalah melakukan pemotongan besar-besaran terhadap anggaran sosial rakyat pekerja (pendidikan, kesehatan, dll.), dana pensiun buruh, dan gaji-gaji pekerja. Namun solusi ini menemui perlawanan dari kaum buruh Eropa. Setiap usaha untuk menyelesaikan kontradiksi ekonomi hanya melahirkan kontradiksi sosial yang baru. Hanya perebutan kekuasaan oleh buruh yang

Kirimkan saran dan komentar Anda ke: militanindonesia@yahoo.com

... Perjuangan Reformis (dari hal. 1) jabarkan bagaimana jalan yang digagas olehnya demi mewujudkan mimpinya tersebut. “Kapasitas kapitalisme untuk beradaptasi itu, kata Bersntein, termanisfestasikan pertama-tama dalam sirnanya krisis-krisis umum yang disebabkan oleh berkembangnya sistem kredit, organisasi-organisasi majikan, sarana komunikasi yang lebih luas, dan jasa informasi. Kedua, kapasitas kapitalisme untuk beradaptasi terbukti dalam keuletan kelas menengah yang berasal dari diferensiasi

www.militanindonesia.org

gun sosialisme melalui kontrol social dan membangun prinsip kerjasama secara bertahap. Konsesi-konsesi akan lahir dari perjuangan normatif, dan perbaikan kondisi kelas pekerja akan lahir dari perjuangan normatif tersebut. Sosialisme lahir bukan atas krisis sosial dan politik! Secara sederhana Bernstein ingin mengatakan kepada kita bahwa, perjuangan upah – yang reformis ini – tidak perlu ditingkatkan ke level perjuangan politik. Di lain pihak, bagi kita yang percaya bahwa hanya sosialisme-lah yang dapat mengakhiri kesengsaraan, kemiskinan

Agenda-agenda politik buruh tidak bisa stagnan pada tuntuntan normatif saja, melainkan harus dijembatani menuju penumbangan kapitalisme

yang meningkat dalam cabang-cabang produksi dan naiknya lapisan luas proletariat ke level kelas menengah. Dan hal ini lebih lanjut dibuktikan menurut argumen Bernstein, dengan adanya perbaikan situasi ekonomi dan politik sebagai hasil dari aktivitas serikat buruh proletariat” (Rosa Luxemburg, Reformasi atau Revolusi, 1900) Kesimpulan dari gagasan Berstein ini adalah, tugas para aktivis buruh dalam aktivitas sehari-hari bukanlah ber-agitasi dan propaganda untuk penaklukan kekuasaan politik, karena kapitalisme tidak akan mengalami kontradiksi internal, apalagi menuju pada kehancuran. Yang perlu dilakukan adalah memban-

bisa menyelesaikan kegilaan masyarakat kapitalis. Hari ini sudah bukan saatnya lagi ragu akan kekuatan revolusioner buruh dan tugas historis yang menantinya. Semua usaha harus dilakukan untuk menghubungkan perjuangan ekonomi dengan perjuangan politik, perjuangan sehari-hari dengan perspektif perebutan kekuasaan politik dan ekonomi. Tahun 2013 harus dibuka dengan komitmen ini, dan dengan ini kita akan melangkah lebih dekat ke realisasi slogan “Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera”. [ ]

dan penindasan dari kapitalisme, telah mendorong perspektif kita jauh ke depan. Agenda-agenda politik buruh tidak bisa stagnan pada tuntutan normatif saja, melainkan harus dijembatani dari tuntutan normatif menuju pada agenda politik yang lebih besar, yakni penumbangan kapitalisme dan mendirikan negara sosialis yang akan menjawab semua problem masyarakat dan merekonstruksi bangsa di bawah kepemimpinannya. Tugas serikat buruh sebagai organisasi tradisional buruh, maka dari itu mesti membangun titik pijak lebih jauh dari tuntutan normatif ini menjadi berwatak revolusioner dan bergerak ke tuntutan politik.

Kepercayaan kita akan keharusan perebuatan politik secara revolusioner datang dari kenyataan yang hari ini kembali mencuat, bahwa kapitalisme tidak dapat beradaptasi untuk menyelesaikan kontradiksi internalnya tanpa krisis akut ekonomi dan politik. Krisis finansial 2008 yang sampai hari ini masih berlangsung adalah saksi nyata. Perspektif Bernstein sekali lagi terbantahkan oleh realitas. Trotsky mengatakan: “…kekuasaan akan beralih ke tangan kelas pekerja tergantung bukan secara langsung pada level kekuatan produksi, tetapi tergantung pada relasi kekuatankekuatan sosial di dalam perjuangan kelas, pada situasi internasional, dan pada akhirnya, tergantung pada beberapa faktor subyektif: tradisi, inisiatif, dan kesiapan kaum pekerja untuk berjuang”. (Trotsky, Revolusi Permanen) Dalam hal perjuangan peningkatan upah dan perjuangan penghapusan outsourcing, meskipun tidak dapat menyelesaikan persoalan ketidakadilan dan ketimpangan, namun kemenangan dari reforma-reforma ini akan memberikan kepercayaan diri pada kekuatan buruh dan organisasi tradisionalnya. Maka dari itu, kemenangan dalam meningkatkan upah dan penghapusan outsourcing dapat lebih jauh dimaknai jika digunakan untuk meningkatkan lagi level kemampuan politik organisasi dan anggotanya, untuk menyiapkan faktor subyektif perjuangan buruh seperti yang dikatakan oleh Trostky di atas demi tujuan akhir: perebutan kekuasaan politik. [ ]

3


... Pencipta Kekayaan (dari hal. 1) yang terdiri orang-orang yang memiliki perkakas-perkakas sekadarnya untuk hidup. Mereka adalah para petani kecil, pemilik toko kelontong, dan pengrajin mandiri. Mereka lazim disebut kaum burjuis kecil. Sebagian kecil di antara mereka memperoleh pendapatan yang baik. Namun kebanyakan dari mereka membanting tulang dan memeras keringat dengan jam-jam yang panjang, dengan hasil yang tidak lebih tinggi dari upah rata-rata kaum buruh. Tak jarang mereka “tergelincir”, menjadi buruh, menjadi anggota kelas buruh alias proletariat. Ada kelas burjuis, ada lapisan burjuis kecil. Tapi kelas yang secara hakiki memiliki kepentingan obyektif yang bertentangan dengan kelas burjuis adalah Merakit sepeda motor di Kerawang. Buruh, pencipta kekayaan sesungguhnya. kelas buruh. Buruh hanya bisa beroleh nafkah bila bekerja untuk kaum borjuis. Tahir (Mayapada), Hary Tanoesoedi- hadapi gelombang perlawanan buruh Kaum buruh menjual kemampuan kerja bjo (Bhakti Investama, MNC), Garib- demi memperjuangkan tuntutan ekonmereka kepada kaum kapitalis. Untuk aldi Thohir (Adaro), Theodore Rachmat omis-normatif, para pengusaha berani itu mereka menerima upah atau gaji. (Adaro), dan Djoko Susanto (Alfamart)! mengancam buruh dengan PHK, memDengan bekerja untuk kaum kapitalis, Kaum buruhlah yang membuat orang- beli mesin-mesin yang dioperasikan kaum buruh nyata-nyata menjadi pen- orang itu menjadi tycoon, menjadi kaya oleh lebih sedikit orang, dan sesumbar cipta-pencipta kekayaan. Betapa tidak! dan bertambah kaya! memindahkan kapital ke negeri lain. Kaum buruhlah yang memproduksi hamEksploitasi. Ya, eksploitasi. Kaum bu- Seakan-akan merekalah yang memberi pir semua barang dan jasa yang dibutuh- ruh menghasilkan barang dan jasa den- makan buruh dan bukan sebaliknya! kan masyarakat! Mereka melakukannya gan nilai tertentu, komoditas bernilai tuTapi marilah bernalar sebentar. Kapidi tempat-tempat kerja yang bukan milik kar atau bernilai jual. Nilai tersebut tidak tal para pengusaha tidak akan berkemmereka dan tidak berada di bawah kon- dikembalikan kepada mereka yang telah bang tanpa kerja buruh. Alat-alat produktrol mereka! Mereka bekerja di bawah membuatnya. Pengusaha atau kapitalis si akan nglokro tanpa kerja buruh. Fixed boss-boss yang tidak mereka pilih. Me- mengambil sebagian dari nilai itu seba- capital (alat-alat produksi) tidak akan reka hanya memperoleh sekadar untuk gai profit. Kita menyebutnya surplus val- artinya tanpa variable capital (buruh untuk menyambung hidup dan bekerja ue atau nilai lebih. Setelah pengambilan dengan kemampuan kerjanya). Menutup bagi kaum kapitalis bulan demi bulan. surplus value, kapitalis akan memberi- pabrik di suatu daerah dan memindahKita pasti paham, bahwa menjadi pen- kan sisa nilai hasil kerja buruh. Itulah kan kapital ke daerah lain secara hakicipta kekayaan tidak membuat kita kaya. yang kita namakan gaji atau upah, yang ki adalah pemindahan eksploitasi dari Barang dan jasa yang diproduksi kaum telah diperhitungkan oleh pengusaha cu- tempat yang lebih sukar ke tempat yang buruh toh bukan milik mereka, tetapi kup untuk “mereproduksi kemampuan lebih mudah. Sangat mungkin itu akan milik boss-boss mereka. Logikanya kerja” buruh sehingga buruh bisa bekerja berhasil bila kapitalisme sedang mengajelas: dengan memproduksi barang dan lagi untuk menciptakan kekayaan lebih lami booming di mana-mana. Tapi situjasa, dalam proses memproduksi barang besar lagi untuk si pengusaha! Pengam- asi ekonomi sekarang sedang berubah. dan jasa, kaum buruh menciptakan ke- bilan surplus value itulah eksploitasi Dimulai dari Barat, saat ini kapitalisme kayaan bagi kaum kapitalis. Kaum bu- alias penghisapan. Ya. Exploitation de terjangkiti krisis yang secara historis ruh memperkaya para pengusaha! l’homme par l’homme atau penghisapan lebih parah daripada Depresi Besar daPara buruh Djarum tidak sekadar manusia oleh manusia. Semakin giat bu- sawarsa 1930-an. Memindahkan kapital memproduksi rokok, tetapi juga mencip- ruh bekerja, semakin kaya dan semakin ke tempat lain sekarang tidaklah semutakan kekayaan bagi Budi Hartono dan berkuasa kaum kapitalis, para penghisap dah membalik telapak tangan. Apalagi Michael Hartono, dua orang terkaya di mereka! bila kelas buruh di mana-mana tempat Indonesia saat ini. Tidak terkecuali busudah tergugah kesadaran kelasnya dan Tapi… ruh-buruh yang bekerja di perusahaanMemang, para pengusahalah pemi- terbangun solidaritas internasionalisperusahaan milik Low Tuck Kwong lik alat-alat produksi atau alat-alat pen- nya! (Bayan Resources), Martua Sitorus ciptaan kekayaan. Mereka adalah pemiSepertinya, kepemilikan, akses, dan (Wilmar International), Sukanto Tanoto lik kapital. Mereka sanggup membuka kontrol atas alat-alat produksi adalah (Raja Garuda Mas), Peter Sondakh (Ra- lapangan kerja, menyerap tenaga kerja, kekuatan kaum kapitalis. Dengan itu jawali Group), Achmad Hamami & ke- dan mengurangi pengangguran – dan kaum kapitalis bisa menghisap kaum buluarga, Sri Prakash Lohia (Indorama), dengan begitu katanya mengurangi ruh dan berkuasa atasnya. Tapi persis di “Anak Singkong” Chairul Tanjung (CT beban negara (padahal negara dengan sinilah titik Achilles kaum kapitalis: titik Group), Kiki Barki (Harum Energy), segenap aparatusnya adalah lembaga kekuatan sekaligus titik kelemahannya. Murdaya Poo (Central Cipta Murdaya), perpanjangan tangan kelas burjuis). Ka- Dengan bangkitnya kesadaran kelas, Edwin Soeryadjaya (Saratoga, Adaro), rena itu, rasanya “wajar” ketika meng- kaum buruh bisa menghentikan produk-

4


si, yang bisa membangkrutkan pengusaha. Dengan menguatnya kesadaran kelas, kaum buruh bisa menduduki pabrikpabrik bahkan mengambilalihnya dari tangan kapitalis. Dengan solidnya kesadaran kelas, kaum buruh bisa membuat perencanaan produksi yang demokratis: perencanaan produksi dengan melibatkan kaum buruh yang berhimpun dalam komite-komite pabrik dengan tujuan “produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”, bukan “produksi demi profit.” Dengan berkobarnya solidaritas internasionalis, kelas buruh dapat mengalahkan kelas kapitalis! Di Sini dan Kini Saat ini, kelas buruh sudah jauh lebih besar daripada saat Marx dan Engels menerbitkan Manifesto Komunis pada 1848. Kala itu kelas buruh juga masih terkonsentrasi di beberapa negeri Eropa Barat. Tapi sekarang, lebih dari 160 tahun setelah Manifesto Komunis, kelas buruh sudah terbentuk di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia! Kelas buruh saat ini bisa lebih powerful daripada kelas buruh di zaman Marx dan Engels, bahkan daripada kelas buruh di Rusianya Lenin dan Trotsky. Ya, powerful untuk mengalahkan kaum kapitalis. Tapi tidak hanya itu! Kelas buruh masa kini, termasuk di Indonesia, bisa lebih powerful untuk mengakhiri suatu sistem penghisapan manusia oleh manusia, dan menggantikannya dengan suatu sistem yang demokratis, partisipatoris, adil, dan manusiawi. Kelas buruh masa kini secara potensial lebih dari sanggup untuk menamatkan riwayat kapitalisme dan membangun sosialisme! Marxis revolusioner meyakini bahwa pembebasan kelas buruh harus dilakukan oleh kelas buruh itu sendiri. Sosialisme hanya bisa dibangun dalam kepemimpinan kelas buruh atas kelas dan lapisan-lapisan tertindas lainnya. Untuk itu kelas buruh sendiri harus memiliki kesadaran kelas dan kesadaran revolusioner, terorganisir dengan baik, bersemangat solidaritas internasionalis, serta mempunyai politik dengan teori, program, dan strategi yang tepat. Siapakah pencipta kekayaan yang sesungguhnya? Kelas buruh! Siapakah yang sanggup mengalahkan kelas yang merampas kekayaan itu untuk memperkaya diri kelas penghisap itu? Kelas buruh! Siapakah yang sanggup membuat kekayaan itu menjadi kemaslahatan bagi segenap masyarakat? Kelas buruh! Tidak ada alasan untuk minder, merasa tak berdaya, atau takut bagi kaum buruh! Buruh berkuasa, rakyat sejahtera! [ ]

TEORI

Logika Proses Kapital _________ J.S. Anam

G

ertakan Apindo untuk mengganti tenaga buruh dengan mesin merupakan cara pandang ekonomik yang sangat tidak logis. Logika umum paling sederhana saja bisa mengkritisi cara pandang ini dan sekaligus mampu menjelaskan bagaimana kapital berproses. Ya, kapital (modal) yang berproses untuk menjadi barang dan jasa—dengan tujuan akumulasi kapital—mensyaratkan adanya konsumen dari barang dan jasa tersebut. Jika tenaga manusia diganti dengan mesin -- tanpa pengurangan jam kerja dan/atau kenaikan upah -- tentu ini akan menghadirkan tumpukan pengangguran dan menimbulkan instabilitas ekonomi dan sosial. Jutaan tenaga buruh yang menganggur, yang populasinya adalah bagian signifikan dalam aktifitas konsumsi, tidak akan lagi memiliki daya beli atas barang-barang konsumsi dan mulai terlepas dalam sistem produksi-konsumsi. Akhirnya, logikanya, banyak barang produksi yang tidak terjual dan, sudah barang tentu, aktifitas produksi akan mati satu per satu. Di atas adalah logika paling sederhana dari proses kapital. Jika dipertajam analisisnya, maka bisa dikatakan bahwa pergantian dari tenaga kerja manusia ke mesin, memang, akan meningkatkan produktifitas kerja produksi—dan mengurangi pengeluaran upah dalam bentuk uang. Namun, di sisi lain, produktifitas yang cepat karena adanya pergantian sistem tenaga kerja akan mengharuskan penciptaan cabang-cabang baru dalam aktifitas produksi sebagai konsekuensi tak terelakkan dari kecepatan dalam produksi. Tapi, kemudian, fakta “progresif” tersebut akan menemui masalah besar, di mana jumlah produksi barang-barang dan jasa tidak sebanding dengan daya beli populasi—akibat pergantian sistem kerja manufaktur dari tenaga kerja manusia ke mesin yang berdampak pada menumpuknya pengangguran dalam skala besar. Pada analisis terakhir, mau tak mau, para pemilik kapital harus memilih salah satu dari dua pilihan: mengembalikan daya beli sebagian besar populasi dengan menaikkan gaji, atau tetap kokoh bertahan sambil menunggu kehancuran. Tetapi situasi seperti ini tidak serta-merta membaik secara mekanis. Hal ini akan tergantung pada interaksi dialektis dari efek ganda dalam akumulasi kapital atas nilai tenaga kerja. Cara pandang yang keliru dari para pemilik modal yang direpresentasikan oleh Apindo adalah cara pandangnya mengenai aksi buruh yang akhir-akhir ini gencar menuntut kenaikan upah. Tuntutan para buruh tersebut dianggap sebagai tuntutan yang tidak wajar. Menurut ketua Apindo, Sofjan Wanandi, bahwa jika usulan dari dewan pengupahan sebesar 2,2 juta untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta disetujui, maka pihak yang paling dirugikan adalah para pengusaha. Lebih jauh

5


TEORI juga dikatakan oleh ketua Apindo DKI Jakarta, Soeprayitno, dengan pernyataan yang jauh lebih buruk, yang menyangsikan bahwa buruh tidak menuntut kenaikan upah lagi di tahun depan: “Siapa yang akan menjamin buruh akan meminta kenaikan lagi tahun depan?” Logika ekonomik di atas sangat tidak logis. Tuntutan kenaikan upah adalah tuntutan yang sangat wajar—bahkan tuntutan paling normatif dari perjuangan buruh. Buruh akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan normal paling dasar agar tetap bisa mempertahankan produktifitasnya, yang setiap waktu bisa berubah-ubah. Perspektif ekonomik Apindo merupakan cara pandang yang irasional dalam logika ekonomi. Irasionalitas perspektif Apindo tersirat, setidaknya, pada tiga hal: pertama, tuntutan upah oleh buruh dianggap sebagai tuntutan yang tidak wajar dan merepotkan; kedua, ketetapan UMP harus menjadi ketetapan yang permanen dan memastikan buruh tidak akan menuntut lagi; ketiga, menganggap penggantian tenaga kerja manusia oleh mesin sebagai solusi dalam kerja produksi. Tuntutan buruh atas upah, jelas, merupakan tuntutan yang rasional— tuntutan paling normatif terkait dengan perubahan harga-harga kebutuhan hidup yang fluktuatif. Kedua, ketetapan permanen atas nilai upah akan menghambat produktifitas buruh ketika mereka tidak mampu mengikuti dinamika dari fluktuasi harga-harga kebutuhan hidup. Sebab, daya beli buruh yang rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup akan menyebabkan daya kerja yang rendah pula di dalam aktifitas produksi dan berujung pada kerugian di pihak pemilik modal. Untuk logika dari hal ketiga, sudah dijelaskan di paragraf pertama dan kedua. Penentuan upah—dalam batasan terendah—seharusnya tidak hanya ditentukan semata-mata oleh nilai kebutuhan yang bersifat fisik. Nilai kebutuhan yang bersifat sosial juga menjadi variabel penting untuk bisa disebut sebagai upah layak minimum. Ini memberi pengertian bahwa kebutuhan buruh tidak hanya tempat tinggal, pakaian dan pangan, tetapi juga kesehatan, pendidikan, aktifitas ritual, kebutuhan untuk berkomunikasi dan performa-performa lain yang dituntut, secara historis, oleh situasi sosial di mana mereka berada. Upah untuk buruh di Bali, misalnya, dengan acara ritual yang padat, harus bisa meng-cover kebutuhan sosial, setidaknya, paling

6

kebutuhan minimum tersebut, dan secara obyektif pula, gejolak kontradiktif yang terjadi antara buruh dan pengusaha relatif kecil. Argumentasi di atas merupakan penegasan tentang logika dari proses kapital dan sekaligus kritik terhadap cara pandang ekonomik Apindo yang emosional. Penegasan dan kritik yang bisa dimunculkan di sini adalah, bahwa, jika para pemilik kapital ingin tetap bisa mempertahankan aktifitas produksinya, dan ingin tetap bisa mengakumulasi kapitalnya, maka tuntutan-tuntutan normatif upah buruh harus dipahami sebagai dialektika nilai tenaga kerja dalam proses kerja kapital. Ya, pemilik kapital harus mampu memahami bahwa upah adalah

Kecenderungan umum dari produksi kapitalis adalah untuk tidak menaikkan upah pada tingkat rata-rata, tetapi untuk menurunkannya - Karl Marx minimal. Jadi, yang disebut dengan upah layak minimum seharusnya adalah upah yang memenuhi standar hidup baik secara fisik maupun sosial. Tuntutan upah layak yang dianggap sudah tidak wajar oleh para pemilik modal (bahkan) belum meng-cover kebutuhan buruh yang bersifat sosial tersebut. Di sini, logika berpikir Apindo tidak hanya keliru, tetapi sudah irasional secara ekonomik. Apindo mengasumsikan bahwa tuntutan kenaikan upah yang marak akhir-akhir ini bisa membuat para pengusaha bangkrut. Padahal, sejatinya, tuntutan buruh tersebut belum masuk pada ketegori pemenuhan kebutuhan sosial—masih pada pemenuhan kebutuhan fisik minimum. Kenapa di negara-negara kapitalis maju, seperti di Eropa dan di Amerika, gejolak kontradiktif antara buruh dan pengusaha relatif kecil dibanding dengan gejolak yang terjadi di Indonesia? Ini pertanyaan yang akan membawa pada penjelasan mengenai hubungan antara upah layak minimum—yang memenuhi standar kebutuhan hidup secara fisik dan sosial—dengan stabilitas produksi. Ya, pemenuhan yang layak atas kebutuhan fisik akan menciptakan stabilitas daya kerja fisik; demikian juga dengan kebutuhan sosial, pemenuhannya secara layak akan menciptakan stabilitas sosial. Dan stabilitas dari seluruh kerja produksi membutuhkan dua stabilitas penting ini. Kapitalis di Eropa dan Amerika, secara obyektif, mampu memenuhi dua

nilai tenaga kerja yang bergerak secara dialektis di dalam proses kapital. Dan kemampuan untuk menganalisa dialektika upah ini, setidaknya, akan memperlambat kehancuran proses kapital. Artinya pula, akan memperlambat keruntuhan kapitalisme—meskipun, pada akhirnya, kemenangan perjuangan politik buruh akan mengambil semua alat produksi. Konsepsi mengenai dialektika upah telah dirumuskan oleh Marx dan menjadi dasar teorinya mengenai upah. Marx mengembangkan teori ini secara sistematis dalam Value, Price and Profit. Di sini Marx, secara eksplisit, menulis: “Nilai tenaga kerja dibentuk oleh dua elemen, yang pertama elemen yang hanya bersifat fisik, yang lainnya bersifat historis dan sosial. Garis terakhirnya ditentukan oleh elemen fisik .... Selain elemen yang semata-mata bersifat fisik ini, nilai tenaga kerja di tiap-tiap negara ditentukan oleh standar hidup menurut tradisi. Ini tidak hanya menyangkut kehidupan yang bersifat fisik, tetapi menyangkut kepuasan dari keinginan tertentu yang bersumber dari suatu kondisi sosial di mana suatu masyarakat bertempat tinggal dan dibesarkan....” Batasan terendah mengenai upah, secara historis, selalu ditentukan. Tetapi karena batasan terendah atas upah selalu ditentukan, maka batasan terendah tersebut, secara historis pula, tidak absolut. Nilai batasan terendahnya bisa men-


TEORI ingkat setiap saat (terutama yang pernah terjadi di negara-negara kapitalis maju) dan bisa juga, sebagaimana pernah ditunjukkan oleh Marx dengan sangat hati-hati, turun setiap saat. Dan batasan minimum atas upah ini merupakan area paling ekstrem untuk memenuhi kebutuhan layak buruh. Adapun penentuan batasan maksimum atas upah, secara historis, tidak pernah terjadi. Dalam batasan paling minimum saja, dalam area paling ekstrem bagi buruh untuk tetap bisa bertahan hidup, sering melanggar standar kebutuhan fisik dan sosial yang dibutuhkan oleh buruh. Penentuan batasan maksimum upah, meskipun secara historis belum pernah ditentukan, namun di sini bisa diartikan sebagai titik di mana upah maksimum tersebut membuat para pemilik modal tidak mampu lagi melanjutkan alat-alat produksinya secara privat. Dengan kata lain, aktifitas produksi sudah menjadi milik kolektif buruh yang hasilnya menjadi hasil milik kolektif pula. Lalu siapa sebenarnya yang menentukan batasan minimum dan maksimum upah? Di sinilah peran dari serikat buruh kembali dimunculkan. Dua batasan atas upah tersebut, pemenuhan nilai upah minimum yang layak, juga pencapaiannya pada upah maksimum yang membebaskan buruh dari eksploitasi, ditentukan oleh situasi perjuangan kelas buruh, dan adalah hasil dari relasi kekuatan-kekuatan yang sedang eksis antara buruh dan pemilik modal. Inilah konsepsi Marxis mengenai fungsi serikat buruh. Dalam perspektif

Marxis, organisasi buruh tidak hanya dipersiapkan untuk tujuan revolusi, tetapi harus juga berperan untuk menentukan upah riil yang layak (secara fisik dan sosial) serta aktual. Karena jika serikat buruh tidak terus-menerus memperjuangkan upah layak, tulis Marx, kelas buruh akan “merendahkan dirinya menjadi bukan siapa-siapa kecuali massa yang terhina dan tertindas di antara makhluk yang lapar.” Namun relasi kekuatan-kekuatan antara dua kelas yang saling berkontradiksi, yakni kelas buruh dan kapitalis, tidak tergantung hanya pada tingkat kesadaran dan organisasi yang mereka miliki. Faktor obyektif-ekonomik juga sangat menentukan, yaitu pergerakan dari penawaran dan permintaan untuk tenaga kerja, dan pada gilirannya tergantung, terutama sekali, pada laju dan kondisi akumulasi. Dalam Theories of Surplus Value Marx menulis: “Kecenderungan umum dari produksi kapitalis adalah untuk tidak menaikkan upah pada tingkat rata-rata, tetapi untuk menurunkannya.” Namun, dengan class action yang kuat kelas buruh bisa mencegah kerusakan jangka panjang upah riil. Selama periode dari akumulasi tidak terhenti, buruh bisa meningkatkan nilai upah riil; mereka bisa mendapatkan keuntungan tinggi dari kerja produktifnya, bisa mendapatkan upah yang sebanding dengan kebutuhan hidup—baik secara fisik maupun sosial. Tetapi, lagi-lagi, situasi di atas, jika terwujud, hanya akan bersifat sementara. Situasi yang akan memberikan ruang

bagi kelas buruh untuk mengkonsolidasi kekuatan yang lebih besar. Karena pada selanjutnya, situasinya bisa tidak menentu. Bahkan kondisi sosial kelas buruh bisa makin memburuk. Ya, inilah yang disebut dengan proses pemiskinan relatif—terhadap kelas buruh—yang sudah menjadi sifat tetap dalam proses akumulasi kapital. “Situasi dari kelas buruh akan terus memburuk,” demikian tulis Marx, “seberapapun upahnya, entah tinggi atau rendah.” Paragraf di atas memberikan kesimpulan yang jelas, bahwa kondisi apapun yang diterima oleh kelas buruh dalam sistem produksi kapitalis akan tetap menyengsarakan kelas buruh. Karena sifat eksploitatif dalam sistem produksi kapitalis adalah sifat yang sudah inheren. Kemenangan perjuangan kelas buruh dalam tuntutan-tuntutan normatif hanya sekedar menyediakan ruang untuk bernafas yang bersifat sementara. Namun ruang bernafas yang sementara ini sangat berguna bagi buruh untuk mengkonsolidasikan diri demi capaian besar di masa mendatang, yakni revo-lusi sosialis. Pada akhirnya, seberapapun keberhasilan kapitalisme dalam menggerakkan ritme kontradiksi antara kelas buruh dan kapitalis, yakni melalui peningkatan upah dan pemberian kenyamanan bagi buruh seperti yang terjadi di negaranegara kapitalis maju, tetap saja akan runtuh. Kenapa demikian? Karena watak yang inheren dalam sistem produksi kapitalis adalah watak yang anarkis dan destruktif. Tak ada jawaban lain, revolusi sosialis adalah sebuah keharusan! [ ]

Tentang Militan Militan adalah sebuah organisasi yang berhaluan revolusioner dengan satu tujuan utama: menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke bumi Indonesia dan seluruh dunia. Untuk mencapai ini, Militan mendasarkan dirinya pada kelas buruh karena hanya kelas buruhlah – dengan posisi sosial dan poliƟknya di dalam sistem kapitalisme – yang mampu memimpin pembebasan kaum-kaum yang terƟndas dan membawa masyarakat yang baru. Militan dibentuk karena kami sadar bahwa perjuangan rakyat pekerja membutuhkan organisasi yang mampu menyatukan kehendak jutaan rakyat menjadi satu ekspresi bersama yang terorganisir. Tanpa sebuah organisasi yang mampu menyalurkan tenaga revolusioner rakyat ke tujuan sosialisme, gerakan rakyat akan mudah dipatahkan oleh kekuatan kapitalisme. Oleh karena itu, Militan dibentuk untuk menyatukan semua kaum muda dan buruh yang militan ke dalam satu organisasi yang disiplin, bergerak sebagai satu kesatuan, dan tertempa dalam ideologi kelas pekerja: sosialisme. Bergabunglah dengan kami untuk membangun sosialisme di bumi Indonesia dan seluruh dunia. Untuk Bergabung, hubungi militanindonesia@yahoo.com 7


Pengusaha yang Tak Kunjung Kabur _______ Roeslan

K

isah perjuangan buruh itu layaknya sinetron dengan narasi yang mudah ditebak. Para pemirsa sudah tahu kira-kira apa peran dari tiap-tiap aktor, apa yang akan mereka lakukan dan katakan. Dan mungkin pengulangan ini yang membuat sinetron begitu memukau, karena memang hidup kita terkukung dalam pengulangan-pengulangan. Begitu juga perjuangan buruh, yang selama ratusan tahun skenarionya secara fundamental tidak pernah berubah. Ini karena memang buruh terkukung dalam penindasan yang juga belum berubah sejak kapitalis pertama membangun pabriknya yang pertama dan menggaji buruhnya yang pertama. Dengan belajar sejarah, tidak hanya sejarah perjuangan di Indonesia tetapi di seluruh dunia, dengan mudah buruh akan menemukan benang merah ini, yakni sebuah narasi “besar” yang aktor-aktor utamanya tidak pernah berubah. Sehingga tidak mengejutkan kalau pengusaha selalu mengancam akan minggat kalau buruh menuntut upah layak, setidaknya tidak mengejutkan bagi mereka-mereka yang sudah sering menonton “sinetron” perjuangan kelas. Bagi buruhburuh yang pertama kali berjuang, sering kali ancaman ini memang meresahkan, membuat mereka tidak yakin akan kebenaran perjuangan mereka, tidak yakin pada kekuatan mereka sendiri. Karena pada akhirnya inilah penindasan buruh yang sesungguhnya, yakni ancaman kelaparan kalau dipecat karena bukanlah mereka yang punya pabrik, bukanlah mereka yang punya modal. Sang pemilik modal, hanya dengan fakta bahwa dia lah yang punya modal, sudah menindas buruh di setiap detik keberadaannya. Ia mengendalikan nasib buruh hanya dengan kepemilikan modalnya. Ancaman ini menjadi nyata hanya kalau buruh sendiri membuatnya menjadi nyata dengan rasa takutnya. Sejarah perjuangan – narasi “sinetron” buruhkapital – membuktikan kalau keberanian dan persatuan buruh akan membuat ancaman minggat itu sekedar bualan kosong. Sementara, keberanian hanya akan datang kalau buruh paham ekonomi, paham politik, paham sejarah. Dengan pengetahuan datanglah keberanian. Mengenai ancaman pengusaha yang akan lari – ancaman yang sering kita

8

dengar dari Sofjan Wanandi dan Anton Supit – mungkin akan lebih baik kalau kita biarkan ahli ekonomi dari sebuah bank raksana yang menjawabnya. Kalau pemimpin buruh yang menjawabnya, nanti akan dikira bertendensius dan “berkepentingan”.

Kisah perjuangan buruh itu layaknya sinetron dengan narasi yang mudah ditebak, yang selama ratusan tahun skenario fundamentalnya tidak pernah berubah.

Seorang ekonom dari sebuah bank raksasa asal Inggris, Standard Chartered Bank, Eric Sugandi, mengatakan bahwa “pengusaha tidak akan kabur meski upah buruh naik”. (Merdeka.com “4 Alasan yang bikin pengusaha tidak lari dari Indonesia”, 5/12/12) Belum lama ini, Kadin pun membantah pernyataan Sofyan Wanandi kalau banyak investor yang sudah kabur karena “ulah” buruh. Eric Sugandi mengatakan ada empat faktor yang membuat investor tidak kabur: Pertama, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan mata uang asing lainnya yang masih terjaga. Yang dimaksud adalah nilai rupiah “masih terjaga” rendah, sehingga ekspor Indonesia itu murah dan diminati. Kedua, pengusaha yang sudah lama berinvestasi di Indonesia telah menguasai transportasi dan distribusi. Saya tambahkan, ia juga telah melakukan banyak investasi untuk infrastruktur lainnya. Artinya, pengusaha tidak bisa seenaknya pindah lokasi karena ini memakan biaya besar. Ketiga, “dia [pemilik modal] sudah menguasai pangsa pasar di Indonesia,” lanjut Sugandi. Melakukan relokasi pabrik bisa berarti kehilangan pasar, terutama pasar Indonesia yang besar. Keempat, tingkat upah di Indonesia masih rendah. Ini sebenarnya adalah

kenyataan yang menyedihkan. Akan lebih baik kalau para pengusaha ingin meninggalkan Indonesia karena upah Indonesia adalah yang tertinggi di Asia. Bukankah begitu? Kalau boleh saya tambahkan, faktor kelima adalah situasi ekonomi dunia hari ini. Eropa dan AS sedang mengalami krisis, sehingga para pemilik modal sedang mencari-cari tempat dimana bisa mengekspor kapital mereka. Indonesia yang tumbuh 6%, sementara negaranegara Barat dan banyak negara lainnya mengalami kemandegan, adalah tujuan investasi yang menggiurkan. Pada kuartal kedua tahun ini, investasi asing naik 30 persen dibandingkan tahun lalu. Lalu pada kuartal ketiga, naik 22 persen. Kita bisa bandingkan dengan India juga. Pada kuartal kedua 2012, investasi asing ke Indonesia adalah sebesar 5.9 milyar dolar AS. Di India pada periode yang sama, investasi asing hanya sebesar 4.4 milar dolar AS, padahal India populasinya 5 kali lipat dari Indonesia dan ekonomi 2 kali lebih besar. (Reuters. “Direct foreign investment pours into Indonesia despite worries”, 22/10/12) Inilah mengapa pengusaha tak kunjung kabur. Ancaman Apindo itu hanya gertakan untuk membuat buruh resah dan ragu, dan gertakan ini sudah dijawab oleh kawannya sendiri. Gerakan buruh satu tahun belakangan ini menguat karena faktor-faktor ekonomi (faktor objektif) di atas, dan akan semakin menguat kalau semakin banyak buruh (yakni faktor subjektif) yang tahu akan kebenaran-kebenaran di atas, yang akan membuatnya semakin tegas dalam perjuangan. Kisah perjuangan buruh belum berubah sama sekali. Ia terus terulangulang, yang sebenarnya menyedihkan karena ini berarti buruh masih tertindas. Kalau kaum buruh berhenti sejenak untuk mengamati sekelilingnya dengan cermat, ia akan dapat memahami kisah ini. Dan kalau ia memahaminya dengan sangat baik, ia tidak akan lagi menjadi aktor tak berdaya di dalam kisah perjuangan ini. Ia akan menjadi aktor utama. Dan bahkan lebih dari itu, ia dapat menjadi sutradara dari kisah perjuangan ini, dan mengakhiri kisah ini dengan kemenangan mutlak kaum buruh atas seluruh ekonomi dan politik dan menjadi tuan dari nasibnya sendiri. [ ]


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.