4 minute read

Akankah 2021 Dikuasai Pandemi

Walau kemunculan pandemi sudah diprediksi oleh para pemikir dan analis ulung, tak urung, tak seorang yang siap dicengkeram pandemi Covid-19 di awal tahun. Melihat seluruh dunia memusatkan pikiran, uang, dan tenaga untuk menciptakan senjata andalan bernama vaksin selama setahun penuh, harapan untuk kembali “hidup normal” muncul kembali. Benarkah tahun ini kita menang melawan Covid-19?

Setahun sudah, dunia digempur sampai babak belur oleh virus Covid-19. Siapapun mungkin tidak pernah menyangka, 2020 akan menjadi tahun yang demikian berat bagi umat manusia di seluruh dunia. Nyaris tak ada tempat yang tidak terinfeksi. Semua bermula kala sebuah virus bernama corona virus diseases (Covid-19) tetiba muncul dan mengamuk, menjangkiti lebih dari 79 juta orang di lebih dari 200 negara di dunia. Sontak, 2020 pun menjadi tahun yang suram. Korban berjatuhan, tenaga medis berguguran, sekolah dan kerja dirumahkan, ekonomi banyak negara bertumbangan. Lantas, akankah semua ini menemui akhirnya di 2021?

Advertisement

Alih-alih mengiyakan, para ahli hanya bisa berspekulasi. Ya, ada kemungkinan dunia akan kembali ke keadaan normal pada 2021, tapi dengan catatan, vaksin sudah tersedia secara menyeluruh dan lockdown ketat tetap diberlakukan. Pasalnya, tak sedikit orang yang berasumsi bahwa pandemi segera menemui akhirnya, hanya karena lockdown yang mereda di banyak negara. Padahal, seperti diungkapkan Yonatan Grad, ahli epidemiologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard T. H. Chan di Boston, Massachusetts, inilah yang berpotensi menghambat penyembuhan dunia dari Covid-19.

Proyeksi Para Ahli Epidemiologi

Saat ini, ahli epidemiologi di seluruh dunia sedang menyusun proyeksi jangka pendek dan panjang sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran dan dampak Covid-19. Meskipun perkiraan yang datang bervariasi, tapi semuanya sepakat bahwa virus ini akan tetap ada di masa depan, seperti halnya flu.

Menurut CIDRAP (Center for Infectious Disease Research and Policy), berdasarkan tren dari delapan pandemi influenza global, aktivitas Covid-19 akan signifikan setidaknya selama 18-24 bulan ke depan, Tapi tentu saja skenario itu tetap hanya prediksi, mengingat sejauh ini pandemi Covid-19 belum mengikuti pola pandemi flu.

Senada dengan CIDRAP, Flavio Toxvaerd, dosen fakultas ekonomi Universitas Cambridge yang mengkhususkan diri dalam ekonomi penyakit menular dan epidemiologi ekonomi, dikutip dari Japan Times, mengatakan bahwa pertanyaan tentang berapa banyak gelombang yang masih dihadapi dunia bergantung pada berbagai faktor. Ini termasuk perubahan musiman dalam pola kontak serta seberapa baik penyakit ini ditangani melalui kombinasi jarak sosial dan vaksin.

Sementara itu, beberapa ahli mengaku masih tidak bisa memprediksi ‘pergerakan’ Covid-19 di 2021. Rosalind Eggo, ahli penyakit menular di London School of Hygiene & Tropical Medicine seperti dikutip dari Nature, misalnya, mengaku belum benar-benar tahu apa yang akan terjadi.

Joseph Wu, ahli penyakit di Universitas Hong Kong, menyebut bahwa masa depan akan sangat bergantung pada seberapa banyak pencampuran sosial berlanjut, dan jenis pencegahan yang dilakukan. “Model dan bukti terbaru dari lockdown yang berhasil menunjukkan bahwa perubahan perilaku dapat mengurangi penyebaran COVID-19 jika dipatuhi, tetapi belum tentu semua orang mematuhinya,” katanya.

Vaksin Saja Tidak Cukup

Bagaimana pun, dunia harus bertahan, sampai vaksin itu benarbenar datang. Kapan? Tak seorang pun bisa benar-benar menjawabnya. Tapi satu hal yang pasti, adalah tidak mungkin untuk memvaksinasi seluruh dunia hanya dalam hitungan bulan. “Bahkan jika beberapa vaksin tersedia, vaksin saja tidak akan cukup untuk kembali normal,” kata Anne-Claude Cremieux, pakar penyakit menular di rumah sakit Saint-Louis Paris.

Jerome Kim, Direktur Jenderal Institut Vaksin Internasional di Seoul, Korea Selatan mengatakan akses tepat waktu ke teknologi vaksin bisa menjadi warisan penting dari perang melawan Covid-19.

“Upaya besar-besaran untuk mengembangkan vaksin telah mencapai puncaknya dengan pengumuman empat (atau lima) vaksin yang mencegah infeksi Covid-19, lebih banyak lagi akan menyusul di dua bulan ke depan,” katanya dikutip dari South China Morning Post.

Untuk bisa bertahan dari Covid-19, Moncef Slaoui, kepala ilmuwan program vaksinasi Operation Warp Speed AS, kepada CNN, mengungkapkan, untuk mencapai herd immunity sekitar 70 persen populasi harus divaksinasi. Sayangnya, level ini tidak mungkin dicapai sebelum Mei 2021.

Hal yang sama diungkapkan Arnaud Fontanet, ahli epidemiologi di Institut Pasteur. Ia setuju bahwa normalitas dapat pulih setidaknya pada gusim gugur 2021, hanya jika 80 - 90 persen populasi divaksinasi. Bahkan, jika pun vaksin berhasil, Fontanet mengatakan masih butuh upaya besar-besaran untuk mengatasi sentimen anti-vaksin di seluruh dunia. Terlebih, ada beberapa negara yang memperdebatkan kewajiban vaksinasi Covid-19.

Pasalnya, Fontanet sendiri mengatakan bahwa sebenarnya vaksin yang paling efektif pun tidak dapat menjadi jaminan perlindungan. Ada anggapan lain bahwa dalam hal ini, bahkan tanpa vaksin, ada kemungkinan bahwa setelah wabah yang melanda dunia, virus itu dapat musnah dan menghilang pada tahun 2021. Dengan catatan, jika anggapan antibodi pasien sembuh bersifat permanen. Jika sementara, kata peneliti Harvard, akan tampak seolah-olah virus telah menghilang, tetapi dapat melonjak kembali hingga akhir 2024.

Meski demikian, dengan berpikir sedikit optimis, 2021 juga diharapkan sebagai tahun pemenuhan janji akan kinerja vaksin Covid-19 yang digembar-gemborkan dalam dua bulan terakhir. Harapan, bagaimana pun selalu terbentang di depan.

Masker Masih Jadi Keharusan

Tahun 2020 telah mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia, dari mencuci tangan, menjaga jarak sosial, hingga penggunaan masker dalam keseharian. Para ahli menyebut, perilaku ini tidak akan berakhir di 2020 saja, karena tindakan perlindungan masih diperlukan sampai semua orang keluar dari pandemi. Itu artinya, tahun 2021 masker masih akan menjadi bagian vital dalam keseharian kita. [IM]

This article is from: