VVIP
DR. SALUT MUHIDIN ADA GULA ADA SEMUT, MARI BELAJAR (SEDIKIT) TENTANG DEMOGRAFI DENGAN PROFESOR SALUT! Nun, di benua Kangguru ini, ada seorang profesor Indonesia yang mengajar dan meneliti di sebuah universitas terpandang di NSW. Beliau seorang dosen dan begitu bangga akan Indonesia. Apa katanya soal keistimewaan Indonesia dan prinsip Ada Gula Ada Semut? Yuk, belajar soal Demografi! Membaca profil singkat Dr Muhidin di laman Macquarie University membuat saya cukup terhenyak. Salahudin Muhidin mulai bergabung di Macquarie University di bulan Januari 2011 sebagai seorang dosen Demography di Fakultas Bisnis dan Ekonomi. Sebelumnya, beliau sibuk sebagai Postdoctoral dan ResTeach Fellows di Queensland Centre for Population Research, University of Queensland, mengajar dan meneliti di Department of Human Geography selama lima tahun. Dr Salut, demikian akrabnya, masih menurut laman ini, datang ke Australia berbekal pengalaman internasional yang sangat luas, termasuk penempatannya di belahan utara Amerika (Brown University dan University de Montreal), Eropa (Groningen University dan IIASAAustria), dan tentu saja Asia (Universitas Indonesia). Melihat domisilinya yang menclok sana dan sini, tak heran jika suami dari Anni E. Ratnaningsih ini memiliki tiga putri yang lahir di tiga negara berbeda. Nadya lahir di Jakarta, Jasmin lahir di Kanada, dan Sasha lahir di Australia. Riset Dr Muhidin yang kelahiran Jakarta, 10 September ini memberikan sumbangsih pada UNDP (United Nations Development Programme) berupa Human Development Reports di tahun 2009. Selain itu, anak ke-6 dari 8 bersaudara ini berpartisipasi di banyak forum ilmiah, termasuk di Australian Population Association (APA), the Population Association of America (PAA), dan International Population Geography.
32
| www.indomedia.com.au
Wah... Ternyata, masalah kependudukan ini penting banget, ya. Sepenting apa? Marilah kita simak wawancara INDOMEDIA dengan DR Salut yang punya hobi jalan-jalan dan berenang!
Bagaimana Anda mengenang masa kecil Anda? Masa kecil yang bersahabat dengan alam. Di saat yang sama pula saya mulai berkenalan dengan mainan modern.
Apa cita-cita Anda semasa kecil dan remaja? Sewaktu kecil maunya jadi pilot, setelah remaja ganti jadi konsultan.
Siapakah pahlawan Anda dulu dan saat ini? Bapak Presiden B.J. Habibie. Beliau terkesan cerdas, pintar, open-minded, dan banyak pengalaman internasional.
Makanan kesukaan Anda? Pempek, mendoan, dan sate padang.
Nah, sekarang kita masuk pertanyaan serius, ya, Prof. Anda adalah seorang demographer. Bisa ceritakan apa, sih, yang sebenarnya yang dilakukan oleh demographer? Demographer adalah sebuah profesi yang berkaitan erat dengan bidang keilmuannya, yaitu demografi. Ilmu ini berhubungan dengan masalah kependudukan. Cakupannya memang agak luas, mulai dari persoalan dinamika kependudukan di suatu wilayah/negara sampai pada persoalan perilaku penduduknya sendiri. Misalnya, perilaku perpindahan penduduk atau migrasi dan perilaku kesehatan masyarakat, baik itu anak kecil, remaja atau orang tua. Persoalan penduduk menua juga menjadi perhatian seorang demographer. Halhal seperti itu, yang berkaitan dengan kependudukan akan dikaitkan dengan beberapa keilmuan lain. Seperti saat ini saya mengajar di Macquarie Business
School, maka saya mengaitkannya dengan peluang dan tantangan bisnis dari aspek demografi.
Dalam aplikasinya, apa peran sentral seorang demographer? Selain bisa sebagai pengajar, seorang demographer bisa kerja di bidang apa saja? Karena sifatnya yang sangat luas, demographer dapat bekerja dalam banyak bidang. Beberapa teman saya yang kuliah bareng saat sekolah, ada dari mereka yang juga menjadi dosen dan juga konsultan di beberapa perusahaan, ada juga di marketing, properti, investasi, bank, dan bahkan di beberapa lembaga internasional, seperti WHO, UN/PBB, atau ASEAN. Bahkan ada juga yang mendirikan usaha dalam bidang survei dan riset.
Masyarakat awam nyaris tak pernah tahu profesi ini, apalagi dicita-citakan seorang anak kecil. Tepatnya, kapan Anda memutuskan untuk menjadi seorang demographer dan mengapa? Minat saya menjadi demographer terbentuk sejak saya bergabung dengan Lembaga Demografi di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia pada tahun 1995-an. Saat itu, saya belum lulus kuliah dan diajak oleh teman saya dari FEUI. Saat itu saya bertemu dengan Profesor Aris Ananta, seorang pakar ekonomi UI yang juga ahli dalam bidang ekonomi kependudukan. Dari beliaulah saya dan beberapa kawan lainnya yang baru mendapat nasihat-kami bilangnya “rayuan”--untuk mendalami ilmu ini. Betul, sebagian
besar kami tahu ada ilmu demografi ya baru saat itu. Sebelumnya, asing. Berkat dorongan beliau, kami sampai akhirnya belajar ke luar negeri untuk bidang yang ada kaitannya dengan kependudukan. Saat itu, belum ada program demografi tingkat S-3 di Indonesia. UI saja baru sampai jenjang S-2. Saya pergi belajar S-3 di Belanda, Universitas Groningen. Sementara teman-teman saya ada yang pergi ke Inggris, Amerika Serikat, dan Perancis pada tahun 1998 sampai 2002. Pada awalnya, saya melihat ilmu ini sangat kering. Tapi, setelah belajar dan mengenal lebih jauh, ternyata ilmu ini sangat berkaitan dengan banyak disiplin ilmu lain. Hal itu membuat saya semakin jatuh cinta. Bayangkan, ketika kita ingin mengetahui pola perilaku penduduk, kita mau tidak mau harus belajar atau tahu juga soal sosiologi, filsafat, budaya, dan sejarah penduduk setempat. Sementara itu, ketika kita ingin mengetahui profil atau estimasi jumlah penduduk, kita harus mengerti juga statistik. Intinya, ilmu bervariasi dan tidak membosankan, jadi saya bisa banyak belajar. Apalagi ketika dikaitkan dengan bisnis. Ya, paling tidak kita juga harus belajar soal manajemen dan bisnis.
Anda belajar demografi sampai ke tingkat doktoral dan mendedikasikan diri sebagai pengajar. Apakah Anda memang suka dunia pendidikan? Pada awalnya saya tidak memulainya sebagai pengajar, tetapi sebagai peneliti karena sifat pengerjaannya