Majalah instaqwa Edisi Perdana

Page 1

01

Instaqwa Majalah Online

15 Sept 16

Inspirasi dalam Ketaqwaan

REMAJA TANPA GALAU

@instaqwa


DAFTAR

ISI

3

PENGANTAR REDAKSI

5 11

MR JOSS - BERKURBAN SEMUDAH MEMBELI AL QUR'AN

14 17

UST. FELIX SIAU - PACARAN?

UST. AZIS MUCHTAR- KISAH KERANJANG AIR

20 20

UST. HENDRA- STRUKTUR NAMA BAHASA ARAB

PROF. FAHMI AMHAR - ANAK ANAK GENERASI EMAS

27 31

KAK SYAF - PEMUDA, PEMBANGUN PERADABAn

UST. IWAN - KETIKA ANAK ANAK BUTA AL QUR'AN

BANG SYAIHA - BERDOSAKAH MENOLAK LELAKI SHOLEH

2


Assalamualaikum Wr. Wb. Sobat Taqwa, segala puji dan syukur marilah kita sama­sama panjatkan kepada Dzat yang masih memberikan umur pada kita. Semoga sisa umur yang kita miliki bisa kita manfaatkan sebaik­ baiknya dalam ketaqwaan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah bagi uswah dan tauladan umat manusia, Nabi Muhammad SAW. Semoga kelak diakhirat kita bias mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin. Sobat Taqwa, Instaqwa (@instaqwa) adalah sebuah akun instagram dakwah islam yang mulai kami rancang sejak tanggal 19 Juli 2016. Instaqwa sendiri merupakan sebuah akronim dari Majelis Insan Taqwa. Dengan tagline “Inspirasi bagi Insan Bertaqwa”, kami berharap akun Instaqwa bisa menjadi wadah dakwah dan inspirasi. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan masukan terhadap berbagai postingan dari akun @instaqwa. Kami senantiasa berharap, sobat taqwa senantiasa untuk bisa memberikan masukan untuk perkembangan dakwah islam ini.

Pengantar Redaksi "Karena Dakwah Butuh Inovasi"

Disisi lain kami merasa bahwa inovasi dalam dakwah harus senantiasa dilakukan. Oleh karena itu tim dakwah kami terus berusaha untuk mengembangkan dakwah ini. Salah satu perkembangan yang kami lakukan adalah melebarkan sayap dakwah @instaqwa menjadi sebuah majalah online remaja islam. Karena keterbatasan sumberdaya, saat ini majalah Instaqwa baru dapat kami terbitkan setiap satu bulan sekali yaitu setiap tanggal 15 setiap bulannya. Sobat Taqwa, tentunya majalah Instaqwa saat ini masih banyak kekurangan. Berbagai masukan dan saran kami akan tampung sebagai perbaikan kedepan. Bagi sobat taqwa yang ingin berkontribusi dalam dakwah ini, silahkan berbagi tulisan inspiratifnya ke email redaksi. Akhir kata kami ucapkan terima kasih banyak atas support sobat taqwa terhadap kami. Hanya Allah yang dapat membalas semua kebaikan sobat taqwa. Wassalam.

Akh. Dindin Komarudin Founder Instaqwa

3


pini Remaja adalah masa kita menginjakan langkah pertama utk dimasa depan, yang nanti akan menjadi penentu utk 1000 langkah selanjutnya @andryannara

Remaja adalah masa mempersiapkan banyak hal @zheez17

Remaja adalah agent of change di setiap perubahan zaman (Tito­Guru)

Remaja adalah masa pencarian jati diri @dendirusta ndi46

Remaja adalah masa dimna tujuan hidup d masa depan harus dbentuk @nilamts

Mereka Bicara Remaja Remaja adalah masa mulai berpikir gimana bikin kedua orangtua saya bahagia ,selalu menjaga kehormatan orangtua @eni_galuh

Remaja adalah masa memantapkan diri dan masa untuk memaksimalkan dakwah @Rochmat_abdul_furq on

Remaja adalah masa dimana manusia menentukan masa depannya, sukses atau gagal, taat atau maksiyat @aramlihati


Kak Syaf

SAHABAT REMAJA

Pendiri www.sahabatremaja.id, Penulis 48 Buku

"PEMUDA, PEMBANGUN PERADABAN" Apa yang terlintas dalam benak dan terpikir dalam pikiran kita ketika disebut kata remaja dan pemuda? Mungkin banyak di antara kita yang berpikir bahwa remaja dan pemuda adalah masa­masa labil dan bergejolak, masanya mencari jati diri. Benarkah demikian? Celakanya, kita, orang dewasa, membenarkan hal itu tanpa mengkajinya lebih mendalam. Sehingga, kita memaklumi jika remaja dan pemuda melakukan tindakan­tindakan yang tidak produktif, bahkan bertentangan dengan nilai­nilai agama. Kita menolelir jika remaja dan pemuda ibadahnya tidak bagus dan akhlaknya tidak baik. Salah satu faktor yang menyebabkan kita bersikap seperti itu bisa jadi karena teori yang kita jadikan rujukan. Kita banyak merujuk teori­ teori dari Psikologi Barat tanpa membandingkannnya dengan teori dalam Psikologi Islam, bahkan lebih tegas lagi dengan Al­Qur’an dan Hadis. Data dari Barat memang menunjukkan hal itu bahwa remaja dan pemuda di Barat memang kacau; hedonis dan permisif. Hidupnya banyak hura­hura dan aktifitas yang tidak bermanfaat. Orang­orang Barat menolelirnya sebagai masa pencarian jati diri.

Pertanyaannya adalah apakah kita mau ikut­ikutan pola pikir mereka? Konyol sekali ‘kan? Akankah kita menjadikan anak­anak dan murid­ murid kita (baca: remaja) hari ini menjadi korban pendidikan ala Barat? Saya tidak menafikan ada hal­hal positif dari Barat. Tetapi, poin yang ingin saya sampaikan adalah mari kita memfilternya dengan pedoman hidup kita, Al­Qur’an dan Hadis. Jangan menelan mentah­mentah teori dari Barat dan dianggap sebagai aksioma. Jika baik, kita ambil. Namun, jika buruk, tentu saja kita tolak. Kita sudah sama­sama mengetahui bahwa pemuda memiliki peran strategis bagi kelangsungan sebuah peradaban. Karena itulah, Yahudi dan Barat berusaha menghancurkan peradaban Islam dengan menghancurkan pemudanya. Mereka masuk lewat konsep­konsep pendidikan dan psikologi agar kita mengekor teori mereka. Mereka rusak pemuda Islam dengan gaya hidup hedonis dan pola pikir permisif.

5


Kita pun sama­sama memahami bahwa masa muda adalah masa yang (semestinya) paling produktif. Karena, tenaga sedang prima­primanya, pikiran sedang aktif­aktifnya, dan semangat pun tengah menggebu­gebunya. Maka, jika para pemuda sebuah negeri baik, maka besarlah kebermanfaatan yang akan terwujud. Sebaliknya, jika para pemuda sebuah negeri buruk, maka besar pula keburukan yang akan terjadi. Karena itu, mari kita telaah Al­Qur’an dan sejarah Islam untuk membantah anggapan masa muda adalah masa labil dan pencarian jati diri Pertama, Ibrahim as ketika melawan tirani Raja Namrud dan menghancurkan berhala­berhala sesembahan rakyat Babylonia masih diusia sangat muda. Hal ini tegas dari kata “fata” yang digunakan Al­Qur’an untuk menyebut Ibrahim as (QS. Al­ Anbiya [21]: 60). Bahkan, kata fata itu lebih muda daripada kata syabab (pemuda). Artinya, Ibrahim as ketika itu sangat muda sekali, belia. Kedua, Yusuf as menunjukkan keimanan yang kokoh saat dijebak dan digoda oleh oknum istri pejabat Mesir juga berusia sangat muda ketika itu. Kita bisa bayangkan Yusuf hanya berdua dengan perempuan cantik jelita itu di dalam sebuah kamar. Tetapi, Yusuf dapat mempertahankan keimanannya dan menolak ajakan oknum isri pejabat Mesir itu untuk berbuat maksiat (QS. Yusuf [12]: 23 – 24). Jangan menelan mentah-mentah teori dari Barat dan dianggap sebagai aksioma. Jika baik, kita ambil. Namun, jika buruk, tentu saja kita tolak.

Ketiga, Daud as ketika ikut berperang melawan Jalut dan berhasil membunuhnya juga masih dalam usia sangat belia. Kita bisa membayangkan bagaimana Daud pada usia yang sangat belia memiliki keberanian sebesar itu menghadapi Jalut, seorang raja yang bengis (QS. Al­Baqarah [2]: 251). Keempat, para pemuda Ashabul Kahfi yang tegas mempertahankan akidahnya meski harus mengasingkan diri. Mereka juga berusia sangat belia. Al­Qur’an menggunakan kata “fityah” (jama’ dari fata) untuk menyebut mereka (QS. Al­Kahfi [18]: 13). Lihat pula kisah Isma’il as, Yahya as, dan kisah Yusya, seorang yang menemani Nabi Musa as untuk menemui Nabi Khidir as. Yusya diusia yang masih belia telah menjadi seorang ahli ilmu di bawah bimbingan Nabi Musa as. Lihatlah, betapa para pelaku sejarah itu, orang­orang besar itu telah mendemonstrasikan kekokohan akidah dan imannya, serta keteguhan sikapnya sebagai seorang pemuda. Maka, salah besar jika masa muda dianggap sebagai masa labil dan pencarian jati diri.

6


Mari kita telaah lebih dalam lagi dengan mengkaji sejarah para pemuda yang mengelilingi dakwah Rasulullah saw. Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Al­Kahfi yang mengisahkan tentang para pemuda Ashabul Kahfi menerangkan, “Demikianlah dakwah Rasulullah saw juga dikelilingi oleh para pemuda.” Dari sepuluh orang sahabat Rasulullah saw generasi awal yang dijamin masuk surga hanya tiga orang yang usianya kepala tiga, yakni Sayidina Abu Bakar, Sayidina Usman bin Affan, dan Abdurrahman bin Auf, dua orang usianya kepala dua, bahkan lima orang di antara mereka usianya di bawah dua puluh tahun. Jelas sekali betapa anak­anak muda ini telah matang emosional dan spiritualnya. Tidak ada galau dan pencarian jati diri pada usia mudanya. Mari kita telaah lebih dekat, siapa sebenarnya aktor dibalik pembukaan Madinah sebagai pusat dakwah Islam? Merekalah enam pemuda belia. Rasulullah menemui enam pemuda ini ketika musim haji di Mekah. Seperti biasa, Rasulullah memanfaatkan musim haji untuk berdakwah mengunjungi satu tenda ke tenda lain. Hingga sampailah ke tenda enam pemuda ini yang berasal dari Madinah. Terjadilah dialog antara Rasulullah dan enam pemuda ini. Singkat cerita, enam pemuda ini tertarik dengan Islam dan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Kemudian, enam pemuda ini bertekad, “Ya Rasulullah, tahun depan di tempat yang sama dan waktu yang sama, kami akan datang kembali kepadamu dengan pemuda yang lebih banyak dari sekarang.”

Satu tahun kemudian, enam pemuda ini menepati janjinya. Mereka datang dengan membawa tujuh pemuda lain untuk mengingkarkan dua kalimah syahadat. Saat itulah, terjadi Bai’at Aqabah I. Dari sini saja bisa dibayangkan betapa hebatnya peran pemuda dalam dakwah. Enam orang berhasil mengajak tujuh orang. Keberhasilannya seratus persen lebih. Mari kita telisik lebih dekat lagi. Kemudian, 13 pemuda ini kembali ke Madinah dan melanjutkan dakwahnya. Untuk mengawal dan mempercepat proses dakwah di Madinah, Rasulullah mengutus Mus’ab bin Umair untuk menyertai 13 pemuda ini. Siapakah Mus’ab bin Umair? Ya, ia tak lain seorang pemuda belia. Setahun kemudian, 13 pemuda ini berhasil mengajak 75 orang untuk menemui Rasulullah pada musim haji dan terjadilah Bai’at Aqabah II. Cermati percepatannya, pada tahun pertama enam pemuda berhasil mendakwahi tujuh orang. Pada tahun kedua 13 pemuda berhasil mendakwahi 75 orang. Berapa persen peningkatannya?

7


Namun, kiprah para pemuda ini belum usai. Mereka menyusun strategi dakwah bersama Mus’ab bin Umair. Mereka merancang pertemuan Mus’ab dengan para pemimpin suku­suku di Madinah. Sampai akhirnya, Mus’ab bertemu dengan pemimpin besar suku­suku Madinah, Sa’ad bin Mu’adz. Terjadi dialog dan diskusi antara Sa’ad bin Mu’adz dan Mus’ab bin Umair. Sekali lagi cermati bagaimana Mus’ab, seorang pemuda belia, mampu menaklukkan Sa’ad bin Mu’adz, seorang pemimpin besar Madinah? Seperti apa kualitas diri Mus’ab bin Umair? Pada akhirnya, Sa’ad bin Mu’adz memperoleh hidayah dan masuk Islam. Masuk Islamnya Sa’ad diikuti oleh masuk Islamnya suku­suku di bawah pimpinan Sa’ad bin Mu’adz. Cermati bagaimana strategi dakwah para pemuda ini. Mereka tentu tidak punya kekuatan dan bukan pemegang kekuasaan untuk memaksa warga Madinah memeluk Islam. Tapi, saksamailah bagaimana para pemuda ini mengatur pertemuan dengan para pemimpin Madinah dan mempengaruhi mereka. Dari sinilah peristiwa hijrah yang monumental itu bermula. Tonggak awal perjuangan dakwah Islam memasuki babak baru, fase Madinah. Ternyata ada peran besar para pemuda dibaliknya. Para pemuda didikan Rasulullah saw. Para pemuda hebat yang kokoh akidahnya dan teguh keimanannya.

Karena itu, sebuah kesalahan besar jika dalam pembangunan peradaban, kita mengabaikan pemuda. Perlu ditegaskan bahwa bukan menafikan peran para orangtua. Tidak sama sekali. Para orangtua memiliki tempat tersendiri di hati para pemuda. Merekalah para pembimbing, penasehat, dan guru bagi para pemuda. Sebagai penutup bagian prolog, mari kita resapi kisah indah antara Usamah bin Zaid (17 tahun) dan Khalifah Abu Bakar (60 tahun). Kisah ini bermula dari keputusan Rasulullah saw mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima perang. Menjelang wafatnya, Rasulullah saw mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima perang pasukan muslim untuk diberangkatkan ke Romawi Timur. Saat itu, ada beberapa sahabat yang sempat mempertanyakan. Rasulullah menjawab, “Demi Allah, Usamah pantas menjadi pemimpin.”

8


Usamah berangkat memimpin pasukannya. Namun, baru beberapa mil, Usamah mendengar kabar kewafatan Rasulullah saw. Usamah memutuskan kembali ke Madinah. Usai Sayidina Abu Bakar dipilih menjadi Khalifah menggantikan Rasulullah saw dalam tugas memimpin negara, Khalifah Abu Bakar tetap mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima perang dan memerintahkan Usamah untuk segera berangkat. Khalifah Abu Bakar meminta Usamah naik ke atas kuda. Kemudian, Khalifah Abu Bakar menuntun kuda Usamah dan bermaksud mengantarnya sampai gerbang kota Madinah. “Jangan perlakukan aku seperti itu, wahai khalifah,” ujar Usamah dan dengan sigap turun dari kudanya. Usamah meminta Khalifah Abu Bakar yang naik ke atas kuda dan ia yang akan menuntun kuda tersebut. Namun, Khalifah Abu Bakar menolak. Usamah pun menolak untuk naik ke atas kuda. Hingga akhirnya, Khalifah Abu Bakar mengucapkan kata­kata pamungkas, “Wahai Usamah, engkau akan pergi berjihad. Maka, izinkan aku mengotori kakiku dengan debu­debu jihad.”

Lihatlah, Usamah sebagai anak muda memiliki adab menghormati Khalifah Abu Bakar. Namun, Khalifah Abu Bakar sebagai orangtua pun tahu menempatkan pemuda (Usamah) sebagai pemimpin. Indah sekali. Bangkitlah para pemuda. Ambillah peran dan tanggung jawabmu untuk kejayaan Islam. Demi tegaknya agama Allah di bumi ini. Energimu masih besar. Semangatmu masih membara. Kobarkan dan pekikkan Allaahu Akbar! “Tiada bergerak satu langkah pun seorang di antara kamu hingga kau ditanya empat hal, salah satunya, ‘Masa mudamu, untuk apa kau habiskan?…’”, demikian wasiat Rasulullah saw. [Kak Syaf]

9



Mr. Joss

MOTIVBISNIS

(Motivator, Wakil Rektor Umar Usman)

Berkurban Semudah Membeli Al-Qur'an Semua pada terperangah saat tahu bahwasannya setiap muslim bisa berkurban. Iya beneran. "Kalau Anda punya smartphone bagus, itu artinya Anda juga bisa beli kambing yang bagus." "Masak beli pulsa sebulan 200ribu bisa, giliran kurban ndak bisa? Khan kalau ditabung pulsa, setahun sudah terkumpul tuh 2,4juta untuk beli kambing super?" "Hati­hati, kalau belum­belum merasa nggak mampu, nanti dibikin Allah beneran nggak mampu setahun lho!" Itulah salah satu teguran dan tamparan keras seorang pembicara kepada peserta seminarnya untuk memotivasi berkurban.

Bukan karena nggak mampu terus nggak berkurban. Tapi yang ada adalah nggak mampu niat. Padahal kalau niat super kuat, mau usaha super giat, insyaallah Allah akan kasih rezeki super hebat. Ini hanya masalah keyakinan. Tepatnya masalah IMAN. Kalau belum­belum merasa miskin dan kere, maka akan gitu terus selamanya. Masih inget cerita nenek pemulung di Tebet, Jakarta yang anterin kurban kambingnya ke suatu masjid. "Nek, ini kurban atas nama siapa?" kata takmir masjid. "Ini hasil tabungan saya bertahun­ tahun biar seumur hidup bisa sekali saja bisa berkurban," jawab nenek pemulung ini lirih.

11


Padahal seluruh barang kebutuhan aja dibeli dan sok mampu. Bayar kontrakan, cicilan mobil, asuransi, KPR dll. Tapi giliran disuruh beli kambing, langsung ngaku nggak mampu. Khan lucu. Setelah diblow up media, akhirnya nenek itu terkenal. Bahkan dikasih rumah, tanah dan dinaikin haji oleh Menteri Sosial saat itu. Itulah keajaibannya. Mau kurban nggak kurban, Allah tetap kaya. Dan Allah nggak butuh kurban kita. Kitalah yang butuh kurban itu sebagai bukti cinta sebagai hambaNya yang selalu banyak meminta. Makanya ganjarannya akan berlimpah. Kalau ngaku­ngaku miskin dan nggak punya, maka demikianlah adanya sampai setahun depan. Mau begini beneran?

Yuk kurban. Silahkan dimana aja boleh. Yang penting kurban. Biasanya sekali bisa kurban, bertahun­tahun nantinya juga bisa, mudah, rela, dan menanti­nanti datangnya kurban. Beneran kok, berkurban semudah beli Qur'an. Coba niat dulu yang kuat, bayar DP, dan banyak doa supaya rezeki berlipat... Insyaallah akan ada keajaiban mendekat. [Mr. Joss]

Untung perintah kurban setahun sekali, coba kalau tiap bulan? Pasti banyak yang protes keras. Maka Allah Maha Tahu akan pelitnya diri kita ini. Sudah setahun sekali, masih nggak mau juga. Kebangetan sekali ya.

12


Temukan Instaqwa di : Facebook Instagram

Twitter

Pinterest

www.issuu.com/instaqwa


TWEETAQWA

Ust. Felix Siau Islamic Inspirator, Founder #YukNgaji

?

PACARAN

1. "emang pacaran dalam Islam nggak boleh ya?" | iya, Rasul melarang segala jenis khalwat (berdua­ duaan) yg bukan mahram, termasuk pacaran 2. "walaupun beda negara? LDR gitu" | mau beda negara, mau beda alam, mau beda dunia, mau LDR mau tetangga, tetep aja haram 3. "kan pacarannya nggak ngapa­ngapain?" | nggak ngapa­ngapain aja dapet dosa, rugi kan? mendingan nggak usahlah 4. "tapi kan kita punya perasaan" | so? punya perasaan nggak buat kamu boleh melanggar hukum Allah yang kasi kamu perasaan 5. "kalo pacarannya bikin positif?" | positif hamil maksudnya? 6. "hehe.. jangan suudzann, maksudnya bersamanya bikin rajin shalat geto" | shalatmu untuk Allah atau untuk pacar? pernah denger ikhlas?

7. "nggak, maksudnya kita, dia kan ber­amar ma'ruf.." | halah, dusta, mana ada kema'rufan dalam membangkang aturan Allah :) 8. "kalo orangtua udah restui?" | mau orangtua restui, mau orangutan, tetep aja pacaran maksiat 9. "katanya ridha Allah bersama ridha ortu?" | wkwk.. ngawur, dalam taat pada Allah iya, dalam maksiat? masak ortu lebih tau dari Allah? 10. "jadi nggak boleh nih? kl dikit aja gimana?" | eee.. nawar, emang ini toko besi kulakan? 11. "terus solusinya gimana? kan Allah ciptakan rasa cinta?" | nikah, itu solusi dan baru namanya serius

14


12. "yaa.. saya kan masih belum cukup umur" | sudah tau belum niat nikah, kenapa malah mulai pacaran? 13. "pacaran kan enak, nikmat" | iya, nikmat bagi lelaki, bagimu penyesalan penuh airmata nanti 14. "pacar saya udah bilang dia serius sih, 6 tahun lagi baru dia lamar saya" | itu mah nggak serius, sama aja teken kontrak unt sengsara

22. "iya, sy udah putusin pacar, dia mau bunuh diri katanya" | tuh, tau kan mental lelaki pacaran, suruh nguras laut aja lelaki begitu 23. hal terserius yang bisa dilakukan yg belum siap adalah memantaskan diri | bukan justru mengobral diri

15. "pacar sy bilang nunggu sampe punya rumah baru lamar" | itu agen properti atau calon suami? nggak serius banget

24. pahami agama, kaji Islam, perjuangkan Islam sebagai persiapan, itu baru serius | agar pantas dirimu jadi pasangan dan ortu yg baik

16. "pacar sy bilang nikahnya nanti kalo udah cukup duit" | alasan klise, itulah yg cowok katakan untuk tunjukkin betapa nggak komit dia

25. cinta ada masanya, pantaskan diri untuknya | bukan dengan pacaran, baku syahwat pake badan

17. "pacar sy bilang mau nikah tapi tunggu saudaranya nikah dulu" | ya tunda aja hubungannya sampe saudaranya nikah

26. kl siap walau nikahnya harus besok, barulah ta'aruf | karena ta'aruf bukan mainan bagi yg belum siap

18. "pacar sy bilang dia siap, tapi nunggu lulus" | alasan yang paling menunjukkan ketidakseriusan, nggak siap tu namanya 19. "pacar sy siap ketemu ortu sy sekarang juga, tapi sy yg belum siap" | cape deeh (=_=);

27. jadi serius bagi yg sudah siap adl dengan nikah | sementara serius bagi yg belum siap adl mendekat dan taat pada Allah | kelir?!

20. "ya udah, kakak­adik aja ya?" | wkwk.. maksa banget sih mau maksiat? giliran suruh shalat aja banyak alasan 21. "terus yang serius itu yang gimana?" | yang berani datangi wali­mu, dan dapet restu wali­mu dan menikahimu segera

15



CINTA BAHASA ARAB

Ust. Azis

Founder CInta bahasa Arab

KERANJANG AIR

-

'

& BACA

AL QUR AN BERSAMA BAHASA ARAB

Ada seorang remaja bertanya kepada kakeknya: “ Kakek, apa gunanya aku membaca Al­Qu​ r’an, sementara aku tidak mengerti arti dan maksud dari Al­Qur’an yg kubaca “.

Dia berkata kepada kakeknya: “Tidak mungkin bisa membawa sekeranjang air. Aku ingin ​ menggantinya dg ember ya?“​ ​ “ Aku ingin sekeranjang air, bukan dg ember “ Jawab kakek. ​

Lalu si kakek menjawabnya dengan ​ tenang: “ Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku ​ sekeranjang air. “

Si anak kembali mencoba, dan berlari l​ ebih cepat lagi. Namun tetap gagal ​ juga. Air tetap habis sebelum ia sampai ​ di rumah. Keranjang itu tetap kosong.​

Anak itu mengerjakan seperti yg diperintahkan kakeknya, tapi semua air yang dibawanya habis sebelum ia sampai di rumah.​ Kakeknya berkata : “Kamu harus berusaha lebih cepat “ Kakek meminta cucunya kembali ke ​ sungai. Kali ini anak itu berlari lebih ​ cepat, tapi lagi2 keranjangnya ​ kosong (tanpa air) sebelum sampai di ​ rumah.​

"Kakek…ini tidak ada gunanya. Sia2​ saja. Air pasti akan habis di jalan ​ sebelum sampai di rumah “ Kakek menjawab, "​ Mengapa kamu berpikir ini tidak ada ​ gunanya? Coba lihat dan perhatikan ​ baik­ baik apa yg terjadi dengan keranjang itu “

17


Anak itu memperhatikan keranjangnya, ​ dan ia baru menyadari bahwa ​ keranjangnya yg tadinya kotor berubah menjadi sebuah keranjang yang​ BERSIH, luar dan dalam. Cucuku, apa yg terjadi ketika kamu membaca Al Qur’an? Boleh jadi kamu ​ ​ tidak mengerti sama sekali. Tapi ketika ​ kamu membacanya, tanpa kamu sadari kamu akan berubah, luar dan dalam. Itulah kasih sayang Allah dalam mengubah kehidupanmu.. ​ Kakek: selain keranjang menjadi bersih luar dalam, apakah engkau perhatikan jalan yg kau lewati setiap kali membawa air dari sungai ke rumah? Cucu: enggak kek, emang ada apa dengan jalan itu..? Kakek: lihatlah disekitar jalan itu, karena air bocor di sepanjang jalan, maka sekarang di kanan kiri jalan itu tumbuh pohon dengan bunga yang indah. Itu karena tanpa sengaja engkau menyirami benih­benih yang ada disitu.

Jadi selain membersihkan diri sendiri, membaca al quran secara perlahan akan memberikan dampak positif bagi orang­orang disekitar kita sehingga tercipta suasana masyarakat yg indah.... KERANJANG AIR DAN BACA AL QUR'AN​ BERSAMA BAHASA ARAB Sobat Taqwa yang di cintai Allah dan ​ Rasulnya Sangat mulia sobat sejati yang dapat membaca Al­Quran dan memahami makna nya.. Yuk kita mengenal Cinta Bahasa Arab lebih dekat sambil menyelami Al­Quran dengan rasa Haru. “Ya Allah rahmatilah hidup kami dengan Al­Qur'an, dan jadikanlah Al­Qur'an itu imam, cahaya & hidayah ​ untuk kami dan keluarga bersama para pemuda kami.. Mudah­mudahan bermanfaat & dapat kita amalkan.. Aamiin [Ust. Azis]

18



Ust. Hendra

LISAN MULIA

Pengasuh Program SAJADAH

Struktur dan Formasi Nama dalam Bahasa Arab

Memiliki anak tentunya adalah anugerah yang tiada taranya bagi orang tua. Dan pemberian nama adalah salah satu hal terbaik yang diberikan oleh orang tua. Nama­nama Islami tentunya terkandung di dalamnya bahasa Arab. Berikut ini kami sajikan beberapa struktur dan formasi nama dalam bahasa Arab: 1. Formasi Kata Tunggal a. Berbentuk Isim: Seperti Ka’ab, Malik, Imran, Husayn, dll b. Berbentuk Fi’il: Seperti Yazid, Yushlih, dll 2. Berbentuk Idhafah (gabungan kata: Majemuk), seperti: Abdullah, Abdul Malik, Zaenul Abidin, dll

4. Berbentuk Mubtada dan Khabar: Qurthubi Ahsan, Ahmad Abduh, dll *Mubtada adalah Kata Utama (kata pertama). Khabar adalah Keterangan bagi Mubtada’ 5. Format Badal: As Sayyidah Fatimah, Al Musthafa Abbas, Abu Fida Ismail, Al Ustadz Hamid, dll *Badal adalah Nama lain. Jadi, misalnya, Ismail adalah nama lain dari Abu Fida. Kalau ada orang yang konsultasi pada Anda dan meminta nama Islami, maka rekomendasikanlah nama sesuai salah satu dari lima format di atas. ==========

3. Berbentuk Man’ut dan Na’at: Amir Mahmud, Muhammad al Fatih, Umar al Faruq, Mujahid Muslim, dll *Na’at adalah kata SIFAT (kata kedua). Man’ut adalah kata yang disifati

Bahasa Arab Bahasa Mulia Lisan Arab Lisan Mulia Pingin bisa bahasa Arab dalam 3 bulan dapat PFB, Sertifikat dan digabungkan dalam grup besutan native speaker orang Arab. Ketik INFO #SAJADAH dan kirim pesan WA/Telegram k 08563996487

20



SAINS DAN ISLAM

Prof. Fahmi A. Professor for Spatial Information System

-

Anak anak Generasi Emas

Para ahli kependudukan mengatakan bahwa Indonesia akan mendapatkan “bonus demografi” pada tahun 2025. Itu tatkala jumlah penduduk usia produktif pada posisi optimum, dibandingkan jumlah lansia atau anak­anak. Tentu saja, bonus tersebut hanya dapat diraih jika mereka yang saat ini masih usia anak­anak itu dapat diformat menjadi generasi emas, generasi yang bertakwa, sehat, cerdas, gemar bekerja keras dan dapat bersinergi. Dulu khilafah Islam dalam kurun waktu yang tidak sampai satu generasi telah menjadi produsen generasi emas yang kemudian berjaya berabad­abad. Pertanyaannya, bagaimana cara orang tua di masa itu mempersiapkan generasi­generasi cemerlang? Lalu kalau kita refleksikan, seberapa besar peran orang tua di masa kini bisa memberikan suri teladan bagi anak­ anaknya baik secara akhlak, moral, minat hingga kecondongan anak­anak untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki?

Bagaimana Islam memberikan peranan serta arahan bagi para keluarga khususnya di bidang sains mengingat saat ini banyak event­event internasional di bidang sains yang dimenangi oleh tim dari Indonesia, namun ironisnya, hampir sebagian besar, didominasi oleh kalangan non­ Muslim. Di semua peradaban yang masih sederhana, keluarga selalu jadi sekolah pertama bagi anak­anaknya. Maka kualitas orang tua sangat berpengaruh pada kualitas anak­anak tersebut. Mereka yang hidup dengan berburu, pasti mengajari anak­anaknya bagaimana hidup di hutan, mencari hewan buruan, menjebak atau menjinakkannya. Mereka yang hidup dengan bertani, pasti mengajari anak­ anaknya bagaimana bercocok tanam, menemukan tanah yang sesuai tanamannya, kapan saat yang tepat untuk memupuk, menyingkirkan gulma hingga memanen.

22


Dan mereka yang hidup dengan berdagang, pasti sejak dini mengajak anak­anaknya mengenal bisnis. Pendidikan seperti itu tetap diteruskan di zaman Nabi. Namun Nabi menambahkannya dengan dua hal: Pertama, menambahkan bahwa manusia diberi peran lebih oleh Allah, yaitu untuk beribadah dan untuk menyebarkan rahmat ke seluruh alam. Ini suatu misi manusia di dunia yang tidak begitu saja muncul secara naluriah, dan harus diajarkan. Maka generasi sahabat mulai menanamkan kesadaran misi Islam itu pada anak­ anaknya. Kedua, menanamkan bahwa umat Islam harus menjadi umat terbaik di tengah manusia. Maka mereka harus menjadi manusia­manusia pembelajar. Maka Rasul juga membuka dunia belajar seluas­luasnya, meminta tawanan Perang Badar mengajar anak­anak Muslim tulis­baca, menyuruh beberapa sahabat belajar bahasa asing, bahkan mengirimkannya ke Barat dan ke Timur, hingga sampai ke Cina.

Kualitas orang tua sangat berpengaruh pada kualitas anak­ anak

Orang­orang tua pada masa itu berusaha keras mengikuti pendidikan cara Nabi tersebut. Mereka yang menyadari dirinya memiliki keterbatasan, menitipkan anak­ anaknya ke para sahabat yang terdekat dengan Nabi, atau bahkan ke Nabi sendiri, seperti misalnya terjadi pada Anas bin Malik yang dititipkan orang tuanya agar mengabdi pada Nabi, sekaligus belajar banyak hal tentang kehidupan. Hal ini berlanjut terus di masa khilafah selanjutnya. Orang­orang tua yang sangat peduli pendidikan, membawa anaknya untuk nyantri di kalangan para ulama dan ilmuwan. Ada yang diserahkan Imam Malik, dan akhirnya juga menjadi imam seperti Imam Syafi’i. Dan ada yang menjadi santri dari astronom Yahya bin Abi Mansur, seperti tiga anak yatim dari Musa bin Syakir. Tiga anak yatim yang dikenal dengan Banu Musa ini kemudian menjadi ilmuwan­ilmuwan hebat di bidang astronomi, matematika dan mekanika. Oleh orang tuanya, anak­anak cemerlang itu dibiasakan sejak kecil hidup dalam suasana shalih, jujur, selalu memilih yang halal, juga gemar bekerja keras dan menghargai ilmu. Syafi’i kecil atau Ibnu Sina, dan ribuan ulama dan ilmuwan lainnya, sudah hafal Alquran sebelum usia 10 tahun.

23


Didikan orang tua itu menambah efektif suasana lingkungan yang dibentuk oleh Negara Khilafah. Negara bertanggung jawab agar “noise” atau gangguan yang muncul di luar rumah ada di titik minimum. Tidak ada perzinaan atau pornografi, tidak ada miras dan narkoba, juga tidak ada aktivitas­aktivitas sia­sia lainnya. Lingkungan yang ada adalah suasana ilmu, kerja keras, dakwah dan jihad. Di rumah tentu saja orang tua menghadapi tantangan bahwa mereka harus jadi contoh yang baik, terutama masalah integritas. Umar bin Khattab pernah tersentuh ketika mendengar seorang anak gadis yang tidak mau mengikuti perintah ibunya untuk mencampur susu dengan air. Ibunya, sang penjual susu mengatakan, toh Khalifah tidak tahu. Tetapi anaknya membantah, sekalipun Khalifah tidak tahu, tetapi Allah tahu. Umar segera menyuruh Ashim putranya melamar anak gadis itu. Atsar ini menunjukkan, bahwa sekalipun orang tua kadang tergoda untuk bermaksiat, tetapi suasana umum yang shalih pada waktu itu, bisa membuat seorang anak tetap shalih.

Kapan peradaban Islam mencapai zaman keemasannya memang tergantung ukuran yang kita pakai. Kalau ukurannya adalah jumlah muttaqin atau mujahidin per kapita, mungkin zaman paling emas adalah zaman Rasul. Tetapi kalau ukurannya adalah luasnya kekuasaan, kuatnya pengaruh dan banyaknya karya ilmu, teknologi dan seni, maka itu tercapai di abad­2 H, atau di abad pertama dinasti Abbasiyah. Pada saat itulah kombinasi dan sinergi antara hasil dakwah dan jihad selama abad pertama, stabilitas politik dan keamanan, pembangunan fasilitas pendidikan oleh negara, wakaf para aghniya di bidang ilmiah dan tentu saja ketekunan para keluarga untuk memberikan bibit terbaik yang akan memasuki majelis ilmu, sangat berperan di dalamnya. Metode terbaik dalam membuat orang tua memberikan perhatian besar pada anak­anaknya adalah menanamkan kesadaran bahwa mereka sedang membentuk calon pemimpin masa depan, generasi penakluk Konstantinopel dan Roma yang dirindukan Rasulullah sebagai orang­ orang terbaik yang tidak pernah dilihat para sahabat.

24


Orang­orang tua Muslim di masa itu, dan juga negara khilafah di masa itu tidak mendikotomikan antara ilmu agama dengan sains. Jelas bahwa ada hal­hal mendasar yang harus ditanamkan pada setiap anak sejak dini, seperti pengetahuan dasar keislaman dan menghafalkan alquran, minat terus belajar, juga ketrampilan fisik seperti berenang, berkuda dan memanah. Tetapi sejak menjelang mereka baligh, mereka sudah dapat menekuni berbagai jenis ilmu sesuai minatnya. Maka kita lihat, sebagan besar intelektual di masa itu adalah polymath, yakni mereka yang menguasai minimal tiga bidang ilmu secara mendalam, misalnya ilmu syariah, ilmu sejarah dan matematika, atau bahkan juga ditambah geografi, kedokteran dan astronomi.

Kita tentu berharap, bahwa dengan terlibat dalam dakwah ideologis, kita memiliki energi spiritual untuk berbuat lebih terhadap anak­anak kita, sehingga mereka menjadi shaleh, dan juga menjadi generasi emas yang unggul dalam teknologi. Islam tanpa teknologi akan terjajah. Teknologi tanpa Islam akan menjajah. Dan Islam yang menginspirasi dan memandu teknologi, akan membebaskan manusia dari penjajahan. [Prof. Fahmi Amhar]­ www.fahmiamhar.com

Allah sebenarnya mendistribusikan kecerdasan itu merata di seluruh anak­anak yang lahir di muka bumi. Hanya saja tidak semua beruntung mendapatkan mentor. Sama seperti ketika Rasul mengatakan, “semua anak lahir dalam keadaan suci, orang tuanya yang menjadikan mereka yahudi, Nasrani atau Majusi”. Maka juga “semua anak lahir dalam keadaan cerdas, kritis dan kreatif, orang tuanyalah yang menjadikan mereka bego, tumpul, dan suka mencontek”.

25



PARENTING

Ust. Iwan Januar Islamic Super Parenting

-

Ketika Anak anak kita

-

'

Buta Al Qur an

Apa perasaan orang tua bila melihat anak mereka menghina al­Qur’an? Orang tua yang sehat akalnya pasti akan marah dan berusaha mencegahnya. Soal pelecehan al­ Qur’an oleh remaja terjadi di tanah air, di dua kota berbeda, Tulung Agung, Jawa Timur dan Pasaman Barat, Sumatera Barat. Seperti sebuah tren, dua kejadian itu terjadi dalam waktu yang berdekatan. Ada dua adegan yang terjadi, bergaya menginjak al­ Quran dan menjadikan al­Quran sebagai bantal. Kejadian itu mereka abadikan dengan kamera lalu diupload ke media sosial. Ironinya hal itu terjadi di bulan Ramadhan, bulan agung, bulan turunnya al­ Qur’an. Kita bertanya­tanya, bagaimana bisa orang beragama Islam tapi berani melakukan tindakan konyol terhadap kitab suci agamanya sendiri? Bukankah setiap muslim, termasuk anak­anak dan remaja, tahu kalau al­Quran adalah kitab suci?

Memegangnya saja harus berwudlu, lalu bagaimana bisa ada remaja yang beramai­ramai melakukan pelecehan terhadap al­Qur’an, apalagi dengan bergaya menginjaknya? Jawabannya simpel, hari ini banyak anak­anak kaum muslimin yang tumbuh dewasa dalam lingkup keluarga dan lingkungan yang jauh dari Islam. Di tengah keluarga, banyak orang tua yang tidak menanamkan keislaman, termasuk menumbuhkan rasa cinta anak pada al­Qur’an. Coba, berapa banyak orang tua yang tidak resah ketika anaknya belum lancar membaca al­ Qur’an jelang baligh? Banyak. Tidak seresah hati mereka jika anak tidak bisa masuk sekolah favorit yang biayanya belasan hingga puluhan juta rupiah.

27


Itu baru persoalan membaca. Sementara al­ Qur’an bukan sekedar bacaan, tapi juga penghayatan dan pengamalan. Kalau kita telusuri lagi berapa banyak orang tua yang mendidik anak­anaknya tanpa aturan al­ Qur’an, maka jawabannya lebih banyak lagi. Anak mereka tidak diajarkan tata cara bersuci, dikenalkan pada halal dan haram, menjaga aurat, dsb. Tapi anak­anak mereka begitu akrab dengan kecanggihan iptek, hiruk pikuk dunia selebriti dalam dan luar negeri, hafal lagu­ lagu asing, dll. Tapi di antara mereka bahkan ada yang tidak tahu cara mandi junub. Inilah kelengahan kita sebagai orang tua. Pada saat orang tua menikah dan berencana memiliki anak tapi tidak mempersiapkan diri menjadi orang tua yang salih, maka bagaimana bisa anak­anak mereka akan tumbuh dan berkembang sebagai generasi yang salih. Semua berawal dari motivasi pernikahan mereka sekedar cinta, bukan untuk meningkatkan nilai takwa di hadapan Allah SWT.

di antara mereka bahkan ada yang tidak tahu cara mandi junub.

Saat Allah SWT. memerintahkan orang tua dengan firmanNya “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”(TQS. at­Tahrim: 6), bukankah itu berarti kedua orang tuanya harus terlebih dahulu paham apa saja yang dapat membuat seorang muslim dibakar api neraka? Bukankah kita bisa menjauhkan anak dari makanan beracun jika kita sudah tahu apa saja yang termasuk makanan beracun? Bila tidak, maka kemungkinan besar anak­anak akan terpapar makanan beracun. Orang tua begitu teliti memilihkan makanan yang sehat dan bergizi untuk anak­anak. Saat mereka belum lahir sudah dipersiapkan kamar anak dan segala kebutuhan anak selengkap mungkin. Kalau bisa membeli yang baru dan terbaik, tapi jarang yang sudah membuat konsep pendidikan anak secara Islami di dalam rumah. Bila sudah demikian, wajarlah bila bermunculan anak­anak kaum muslimin yang tidak paham agama mereka sendiri, tidak tahu kitab suci mereka, malah menganggap agama dan kitab suci adalah mainan yang bisa mereka jadikan joke sesuka mereka. Sungguh sedih menyaksikan peristiwa ini terjadi.

28


Meski begitu kesalahan tidak sepenuhnya berada di pundak orang tua. Terasingnya Islam dari dunia anak­anak kita bukanlah terjadi secara alami, tapi berjalan karena sebuah proses kesengajaan. Indonesia, negeri yang mayoritas muslim telah lama menjalankan kebijakan sekulerisasi di semua bidang, termasuk pendidikan. Hasilnya pendidikan agama minim di semua jenjang pendidikan. Kontennya juga amat terbatas, dan tidak jarang tenaga pengajarnya pun minim kualitasnya. Ditambah lagi metode pengajarannya yang tidak down to earth, dapat diterima oleh dunia anak­anak dan remaja. Pelajaran agama cenderung monoton, membosankan, akhirnya tidak dicintai oleh anak­anak dan pelajar. Bahkan tidak jarang dijadikan lelucon di antara para pelajar. Ini adalah tugas besar bagi kita, orang tua dan para guru agama mengubah potret buram ini. Di dalam rumah, kedua orang tua harus bekerja keras menjadikan agama sebagai habit atau bi’ah, alias kebiasaan dalam kehidupan sehari­hari. Tumbuhkan budaya shalat tepat waktu, berjamaah ke mesjid, membaca dan menghafal al­Qur’an, dan belajar memahami serta mengamalkan isi al­ Qur’an. Untuk itu orang tua wajib untuk meningkatkan kualitas diri agar lebih dulu paham Islam sebelum anak­anak mereka.

Bila itu dilakukan, maka dalam hati anak­anak kaum muslimin akan tumbuh rasa cinta yang luar biasa kepada agama mereka. Jangankan melecehkan, mereka malah siap membela kemuliaan agama. Persis seperti riwayat dua orang remaja di medan Perang Badar, Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhuma, yang sengaja berperang untuk menyingkirkan Abu Jahal. Hal itu menjadi obsesi mereka karena sering mendengar kisah kalau Abu Jahal sering menyakiti Rasulullah yang mereka cintai. Cita­cita mereka pun terkabul, keduanya bisa bertarung melawan Abu Jahal dan membuatnya terluka parah. Untuk lingkungan masyarakat dan sekolah, harus ada sebuah perubahan masif untuk menghapuskan pola pikir dan budaya sekulerisme. Ini memang sebuah perjalanan yang bisa jadi panjang dan membutuhkan kerja keras dari setiap muslim. Tapi bila kita tidak memulainya dari sekarang, kapan negeri ini akan berubah? Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk istiqomah di dalam melakukan perjuangan yang mulia ini. [Ust. Iwan]­www.iwajanuar.com

29



DIBALIK HIKMAH

Bang Syaiha Guru, Penulis Buku dan Novel

Berdosakah Menolak

?

Lelaki Sholeh

Suatu kali, sebuah pesan singkat masuk ke fan page saya, dari seseorang yang ternyata sering membaca status­status saya disana. Isinya: “Assalamu’alaikum wr.wb. Bang Syaiha.. Bolehkan jika saya mengajukan pertanyaan, belajar, dan sekaligus meminta saran? Saya merupakan salah satu orang yang suka sekali membaca status­status Bang Syaiha, terutama yang tentang pernikahan. Isinya menarik dan disampaikan dengan bahasa yang sederhana.” Saya membaca pesan itu pelan­pelan. “Beberapa waktu lalu, Bang Syaiha pernah menulis tentang pentingnya keyakinan dalam memutuskan akan menikah dengan siapa. Nah, ini persis sekali dengan yang saya alami saat ini, Bang. Saya sedang didekati oleh seorang lelaki. Ia baik dan sholih. Tapi entahlah mengapa, saya tak bisa menyukainya. Saya tak bisa menerimanya. Intinya, saya tak menemukan keyakinan untuk melangkah lebih jauh.”

Saya semakin serius membacanya. “Kalau di tulisan yang Bang Syaiha buat, dikatakan bahwa jika tidak ada keyakinan, maka proses ta’aruf ini tak perlu dilanjutkan. Yang jadi pertanyaan, apakah nggak berdosa jika saya menolak lelaki yang baik agamanya? Padahal Nabi pernah bilang, terimalah lelaki yang agamanya baik lagi sholih.” Pelik sekali. Ini sungguh berat. Bagaimana saya harus menjawabnya jika diri sendiri juga masih fakir ilmu, kurang bijaksana, dan kadang sembrono dalam bertindak. Takutnya, apa yang saya sampaikan malah tak sesuai dengan syariat yang diajarkan. Takutnya, bukannya mencerahkan, eh malah menyesatkan. Saya sempat tak hendak menjawabnya. Tapi malah kepikiran sepanjang malam, pagi, dan siang. Akhirnya, saya pun memberanikan diri menulis postingan ini. Ijinkan saya memaparkan apa yang saya ketahui. Jika ada yang salah, sudilah kiranya ada yang memperbaiki.

31


Pertama, tentang keyakinan. Bagi saya, ini penting sekali untuk orang­orang yang ingin menikah. Jika kamu yakin akan bahagia dengannya, yakin bahwa ia bisa menjadi imam yang baik –atau istri yang baik, yakin bahwa sisa hidupmu akan lebih berkualitas dengannya, maka menikahlah. Jangan menunda­nunda, segerakan saja.

Jadi, salah juga jika belum melakukan istikharah, belum menggali informasi yang banyak tapi sudah berani bilang, “Saya nggak yakin, Bang.” Takutnya, itu justru hanya sebuah keputusan yang tak bijak, atau hanya bisikan setan saja, yang ingin meniupkan rasa was­was kepada umat manusia.

Dan masalahnya, keyakinan ini tidak datang begitu saja, tidak simsalabim ada. Ia harus diusahakan. Caranya? Bisa dengan shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah, Tuhan yang mengerti rahasia langit dan bumi, Tuhan yang mengetahui segala­ galanya, termasuk tentang si lelaki yang sedang mendekati. Mintalah keyakinan. Minta diberikan petunjuk, berdoa, “Jika ia baik untuk masa depanku, maka mudahkan ya Allah. Tapi jika ia tak bisa membawaku lebih dekat dengan­Mu, maka jauhkanlah ia.”

Kedua, tentang apakah berdosa jika menolak seorang lelaki yang datang meminang, padahal ia baik dan sholih? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita mengingat kembali sebuah kisah cintanya Fatimah dan Ali. Ini adalah sebuah kisah yang luar biasa hebat. Tentang cinta yang dijaga dalam diam. Tentang cinta yang berujung bahagia.

Selain istikharah, keyakinan juga bisa diikhtiarkan dengan menggali informasi sebanyak mungkin tentangnya, tentang shalatnya, tentang amalan yaumiyahnya, atau tentang apa saja yang kamu butuhkan. Hal ini bisa dilakukan dengan bertanya kepada teman­teman, atau memperhatikan siapa sahabat karibnya, atau mengamati dari jauh tentang kebiasaan sehari­harinya

Kita mengetahui, bahwa sebelum Ali datang ke rumah Rasulullah untuk meminang Fatimah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, bahkan sudah terlebih dahulu melakukan –meminang Fatimah. Tapi apa yang terjadi? Semuanya ditolak oleh Fatimah. Yang jadi pertanyaan, apakah Abu Bakar bukan orang yang sholeh? Tidak mungkin! Abu Bakar pasti orang shalih. Karena Rasulullah bahkan sampai berkata, “Seandainya iman semua manusia yang ada di bumi ditimbang di satu sisi, dan iman Abu Bakar di sisi yang lain, maka iman Abu Bakar masih jauh lebih berat timbangannya.”

32


Tapi Fatimah menolak –tak menerima pinangan lelaki sesholih Abu Bakar. Selanjutnya datang Umar bin Khattab, lelaki yang bahkan rela menukarkan nyawanya demi kejayaan Islam. Lelaki berani dan beriman. Tetapi apa? Lagi­lagi Fatimah menolak. Datang berikutnya, Utsman bin Affan, seorang lelaki yang tidak hanya sholih dan bertakwa, tapi juga kaya raya. Dermawannya luar biasa. Akhlaknya bahkan tak perlu ditanya. Tapi apa? Fatimah pun tetap menolaknya. Tak sholih kah mereka? Bukan! Terakhir, datang Ali bin Abi Thalib. Sahabat Nabi yang walau keimanan dan ketakwaannya mempesona, Tapi kita mengenalnya sebagai sahabat yang fakir harta. Kalah jauh dibandingkan ketiganya –Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Malu­malu –juga ragu­ragu, Ali datang meminang Fatimah. Tapi, karena Rasulullah tahu perasaan Fatimah –juga mengerti perasaan Ali, maka sang nabi berkata kepada Ali, singkat saja, “Ahlan wa sahlan wahai Ali.” Pinangannya diterima. Dan kita semua tahu, Fatimah dan Ali hidup berbahagia.

Manusia memiliki jiwa, akal, dan rasa, maka gunakan juga ketiganya untuk memilih jodoh yang baik.

Dari kejadian ini, kita bisa bilang bahwa hadist yang mengatakan “Jika ada seorang lelaki shalih dan baik agamanya datang meminang, maka terimalah.” tidak serta merta harus kita maknai sesuai teks yang tertulis. Manusia memiliki jiwa, akal, dan rasa, maka gunakan juga ketiganya untuk memilih jodoh yang baik. Suatu kali, Asy­Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah ketika ditanya oleh seorang wanita tentang hal di atas, beliau menjawab, “Apabila engkau TIDAK BERHASRAT untuk menikah dengan seseorang, maka engkau TIDAKLAH BERDOSA untuk menolak pinangannya, walaupun ia seorang laki­laki sholih. Karena pernikahan dibangun di atas pilihan untuk mencari pendamping hidup yang sholih dan DISERTAI DENGAN KECENDERUNGAN HATI terhadapnya.” Jadi, jelaslah bahwa ketika ada lelaki sholih datang meminang, maka lakukan istikharah, cari informasi sebanyak­ banyaknya tentang dia, juga minta pendapat orang tua. Setelah itu, jika muncul keyakinan padanya –juga ada kecenderungan atau ketertarikan (walau kecil), maka menikahlah. Tapi jika tak yakin, juga tak ada kecenderungan sama sekali, maka tak mengapa jika menolaknya dengan cara yang baik. Demikian. [Bang Syaiha] www.bangsyaiha.com

33



SPECIAL THANKS TO

#WOW ISLAM

# I N D O N E S I A B E R T A Q W A

www.motivasihati.com | www.iwanjanuar.com www.fahmiamhar.com | www.lisanmulia.com www.bangsyaiha.com CINTA BAHASA ARAB COMMUNITY


Instaqwa Flip - Like - Share


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.