Puisi
Mabuk Irfan Purnama
Cerita Pertama
Mula cerita, semua datang dari satu mimpi, Angan-angan yang merayu birahiku Untuk merdeka di tengah padang, mengalir bersama arus kedamaian disini aku mulai, dengan apa yang kupegang 1
baru dimulai! Aku sempat bungkam, diam selama yang kumau Asal kau turut menggangguk dan setuju, Mari mulai, yang akan kita gumam Cuma untuk satu asa, impian yang pasti pergi Dicuci udara dan sekelebat sinar kebenaran tanpa tuan. Kini langit diatasku dikunci sayap-sayap kelak dibawahnya lahirkan tawa, tapi setelah dimulai, Harus tetap seperti ini, sedikit senyap Terluap tumpah pada secarik kertas berisi janji kesurupan Sudah, Diam! nikmati saja dulu kisahnya FEB/14/JKT 2
Penunggang Asa Telah ku jadikan satu Kepalan dan harapan Ujung hati yang bertumbuh duri Membelai erat secuil jiwa Dan kehormatan di setengah dada Telah ku belah dua Dalam dua telaga warna Kuharap tanpa kecewa Terpenjara kaca-kaca Yang penting pernah dilantang Cukup pernah saja Biar waktu yang urus semuanya Ini hidup, Kawan Urus dulu udara yang singgah di dada Hingga isi perutmu Nanti kalau fajar tiba Menghamburkan sahajanya Itu baru ruang barumu Melantang, menghasut pertiwinya NOV/2013
3
Drama Ini tentang kaki-kaki, Hulu cerita, hingga klimaksnya Urat tema yang sudah tersunat pada plot-plot yang sempat kosong dan dialog yang disuarakan sendirian Tumbuk peran dalam satu lambung Maju mundur berbatas naluri Tidak perlu rencana lagi Tidak perlu latar indah dibelakangnya Ini tentang apa yang kau dapat Kau lihat dan saksikan, dengarkan, dan jangan berikan apapun untuk perbaikan Keseharian setengah nerakanya.. Jadi makian, jadi hinaan Ini keterberantakan. Sebuah keterserahan Kalimat pembunuh pujangga Kalimat penyalib suara Kerdil, dangkal dan sesumbar Feb/13/ JKT
4
Cuma Hijau Pernah aku katakan, Hijau itu cuma salah satu bias udara Jangan jatuh hati padanya Nanti susah lagi jual jantung yang lain Sudah, bangun.. cuci mukamu Tanah yang dipijak butuh jerih payahmu Bawa sapu ijuk emak, banyak kotoran yang mesti dibersihkan
FEB/14/JKT
5
Kenapa Merah? Dalam Merah ada ruang Ada kerah dan ketajaman Ada bias pada sudut udara kebebasan Kepentingan berantai, penyetaraan impian Dalam Merah ada tulang, Kerangka kesatuan, maklumat kejayaan Dalam Merah ada borok Percik kebencian, kesempurnaan yang tamak Dalam Merah ada Tuhan Petunjuk untuk benar dan membenarkan Dalam Merah ada barang Kongsi dalam kebersamaan, tunduk dalam tirai Ilusi ini akan masuk cawan Biar bentang datar bumi tetap mencatatnya Nanti angin akan tiba mengabarkan Pelangi telah patah karenanya Kenapa harus Merah? Pertanyaan dari kaki langit Sebuah pengharapan hidup Sebuah pencarian jati diri
April/13/JKT
6
Kenapa harus Themis Kenapa harus dibutakan? Kenapa harus ditimbang? Kenapa harus berpedang? Kenapa harus wanita? Kenapa begitu buta? Kenapa begitu berat sebelahnya? Kenapa tumpul pedangnya? Kenapa harus Themis?
Nov/2013
7
Doa yang kotor
bagi mereka yang berdiri diatas lemak kotornya
tersumpal lembaran penutup mulut
maka matilah lebih dalam dari jahanam semoga arwahmu damai ditelan bumi
8
Celana dalam republik
Wangi-wanginya menerbangkan Isi-isinya mengelabui Rasanya tinggal raba-raba Kalau dapat bisa nikmat Kalau silap bisa kualat Ada apa dibaliknya? Dibawahnya? Lipatan penutupnya? Haruskah kita tanya? Ketika ada seuatu yang menjulur keluar dari penutupnya Ketika terlihat bercak aksi yang tertinggal padanya? Sudah terkoyak sebagian Tak penuh melindungi isinya lagi
NOV/2013
9
Saat di depan wajahmu “Boleh saya minta izin? Ada pelangi terpancar di bola matamu. Tapi dibelakangnya ada api,biar saya padamkan apinya.Hanya sebentar, tidak akan lama..tunggu ya.” “Nah, selesai sudah..kamu bisa tenang memandang sekarang. Tepuk saja punggung saya kalau api itu datang lagi, nanti saya siram dengan air yang sama.” “Sini, biar saya tiup asap hitam yang masih mengumpul itu. Biar bola matamu bersih kembali. Saya takut kalau tidak ditiup, matamu nanti akan perih.”
“Itu air matamu kok menetes? Mungkin karena asap tadi. Biar ku usap dengan sapu tangan ini. Aku takut bedakmu luntur kalao kena air mata.” “Sekarang rambutmu jadi berantakan, pasti karena terlalu banyak angin. Biar saya sisirkan sedikit, rambut wangimu harus selalu terlihat rapih.” “Rautmu kini berubah marah, apa ada yang salah dengan diriku? Katakan saja, mungkin aku bisa menghiburmu.”
Juli/JKT/ 2013 Gambar dari : http://becuo.com/
10
11
Usaha menujumu
Malam Itu dengan tegak kutelusuri, lengkungan dan sisi-sisinya menujunya penuh lelah mengantarkan pada celah dan himpitan ruangnya ini aku diserambi dagingmu, bukalah dengan kepantasan
12
100 Emak, sudah 100 hari emak disana Dalam hari kami, sama saja tersiksa kesepian Kalau saja Tuhan beri Emak pena dan kertas Pasti Emak kirimi aku sajak rindu. Sama seperti kami disini ,mak Dalam tunggu, jerat penuh rindu Hanya saja pak pos tak mau pergi ke pusaramu Karena dia tak mengerti sajak, mak JAN/14/JKT
13
Kretek Jahanam 1 batang terbilang Selusin tersebar, bekas abunya Sebungkus kubilang Satu setengah bungkus kau bilang Abu-abu yang gentayangan tinggal bungkusnya terbuang sajak ini telah patah batangnya ujung lipatannya, hingga ramuan tembakaunya belum pada asap kugerutui kala fajar cengkehnya usai JAN/14/JKT
14
15
TERCAGAK Kelopak melati menundukan bunganya. Bukan untuk membunuh wanginya, Hanya untuk menyambut bunga yang baru. Andai jatuh, tanah dengan riang menyambutnya... Sesilau raut mentari, nanti petang daun berpulang Bercerita tentang angin yang menggelitik Angkuhnya batang yang tegar menjulang Masih dipojokan serambi rumah tanpa nenek Sebuah taman mungil penanda hikayat.
Cerita Ku (Nyuk) Pak, Kunyuk minta makan Pak, Kunyuk minta istirahat Untuk satu siang Bukan setelah senja Pak, mana makannya Pak, mana kasurnya Untuk satu malam Bukan setelah fajar Rantai dibuka Nanti disemat kembali Gigi roda Digebuk arit dalam pedati Kunyuk mati Kunyuk pergi Hari mati roda jalan lagi Kira pawang dari hati Nanti banyak kunyuk dicari
16 1 Mei 2013, memperingati MAYDAY
LEGAM! kata-katanya sudah mati dibawa janji pagi melarikan diri tinggal luka dalam hati bersembunyi diantara duri jejak nya samar ditelan setengah bumi biar nanti biar nanti... katanya
17
Cuma hujan‌ Jatuh lagi serbuan titik air Basah dan memenuhi bidangnya Tajam kebawah Terkumpul disana Menghalangi pijakan Menutupi jalan Menggenang, menguasai Menarik angin disekitarnya Mengantarkan arahnya Menerpa ruangnya Jatuh dan terus jatuh Sebanyaknya Sebisanya Cuma hujan, biarkan saja Pohon pasti sedang jingkrak Menari meledakkan tawa Telah sirna dahaganya Cuma hujan, biarkan saja Airnya berkumpul, Hilir mudik menghampiri Sebanyaknya Sebisanya
NOV/2013
18
Sendu Tertiup berita pada raja senja Tentang apa itu merindu, dalam hening dan ratapan dingin jemari angin menyentuh menyapa lembut permukaan hatiku kelembaban terasa disekujurnya memperingati ragu-ragu yang menyelimuti baru saja ku patahkan setengah kretek tanda duka yang mendalam dari lamunan akan kerumunan yang membakar pelita kesendirian malam ini harus makan lagi setengah rasa yang sudah kau lukai sisakan sedikit untuk fajar setengahnya untuk dikenang kelam asa dibayang ketika datang dijemput gemulai kabut malam menukar bahagia... sesaat pada waktu yang akan terkenang
19
Saat datang tanpa nama
Tiba dia menyapa, aku terpagu Waktu telah membohongi, kupikir Membelakangi akal, sadar dan nyatanya Mengiris serbuk–serbuk tanda tanya Meniupkannya kesegala arah Busur kebingungan lepaskan panahnya jatuh di tanah tanpa gembala kosong tanpa tuan dan namanya gulana kabut kini ditepi sangka siapakah dia itu? 20
21
Ini busuk kakimu, Bungkus‌ dan cium sendiri! Semilir, dibawa angin lewat, yang sempat menyapa Ada kecewa yang mati, setengah geram, karena terinjak sebagian Ada peluh yang dikubur, tersimpan, lekat pada belaian yg baru lewat Penuhi ruang, saat busuknya terbit memuai. Juni/13/JKT
1 Menit sebelum santap
Pernah kukirim serantang doa makan Untuk dinikmati, dimiliki. Terurai pada butir-butir nasi Sebuah karunia yang tersyukuri FEB/14/JKT
22
Riuh dan tergigit gaduh Saat senja menjemput peraduannya Mengajak pulang candu-candu harapan Kunang-kunang yang menderu, mengisi tiap-tiap ruang alir Menuju kesenyapan yang berkabut gelap Aku masih saja terjebak, ditengah pongah Dalm sadar, dalam kesunyian yang malu-malu Mengharap fajar membuka celah gerbang penuh janji Ini hidup bukan dongeng Banyak tumpah lendir kepalsuan, Ruang-ruang kotak, Serta persetubuhan Sudah-suratan namanya, Kerancuan yang abadi, Dan pesona ketamakan yang mengunyah keteraturan.
23
Petuah Dari Si Juru tulis (palsu) Ketika sajak itu terbaca : Mengapa tidak judul dulu kau tulis, Mengepalai badan dan bentuknya Baru kerangka, hingga rongga nafasnya— Ketiak dan akhirnya kulit luarnya Tidak usah isi daging dalamnya Ini Cuma sementara, nanti mati lagi Koyak alur jadi dua bagian Seduh, biar aroma temanya tercium Bergetayangan sampai akhir lantas kubilang: Apa tuan pikir itu kata? Apa tuan pikir ini prosa? Dengan bentuk wujud yang tuan urai? Lekuk cerita yang menikam makna Rendah, dangkal dan tak berpenyedap rasa? ini bukan apapun untuk dinikmati, Cuma tombol-tombol aksara dan aku yang tahu Sedang Tuhan pun hanya mengintipnya sebagian. Jadi apa harus seperti ini, Itu? Maaf bawa pergi sajak tuan, saya makan huruf-huruf ini nanti NOV/2013
24
25
2 matahariku 2 purnamaku 2 harapan kebahagiaan 2 penyejuk hati 2 pujaan 2 kebanggaan Dunia tanpa kalian adalah kubur
Sayangilah anakmu seperti Tuhan menyayangi mereka
Kuala Bangkai Monyong-monyong yang lantang, mata-mata dibelakang meja. Pelan - pelan dan hikmat menghabisi dupa kebenaran, hingga jauh abu-abu terbuang. Menyisihkan tali kemudi, menyisakan omong kosong. Masih berjalan ditempat, sendirian. Menginjak bayangannya sendiri Revolusinya impoten, tak bisa lagi tahtai malam.
Menari mesra, diiringi nyanyian, Mari beronani dan puaskan diri. Pada hijau-hijaunya rerimbunan, kantong kata ini dirajut. Masih di lokalisasi yang sama, Pada kota-kota yang hampir tenggelam FEB/14/JKT
26
Lintas
Telah ku gulung-gulung bayangan selepas Dzuhur Dibuntal, dipompong pelan-pelan Ku tinggalkan nota di bekas tapaknya “Aku simpan dulu sementara, Nanti kalau lahar kebingungan padam. ku bentangkan kembali dengan megah Di pinggir Ciliwung, kala arus menyapa riang.� 27
28
29
Dialog Kecil
Aku katakan pada malam, “ Dimana dirimu tadi siang?” “Jika itu bisa kujawab, apa takdirku?” tanyanya balik. “Kau serang lagi aku seperti kemarin! Kapan kau jawab gundah itu?’” Ku balik bertanya. “Tanya pada Mataharimu saja, dia mengejar mimpiku saat itu.” jawabnya, dengan raut perihnya.
FEB/14/JKT
30
2014