Pembudidayaan Ikan Nila

Page 1

ANNUAL REVIEW

2016

MEMBERDAYAKAN PEMBUDIDAYA, MENINGKATKAN KUALITAS PEMBUDIDAYAAN IKAN NILA LAPORAN PROGRAM PEMBELAJARAN PENERAPAN ASC TILAPIA DI DANAU TOBA NOVEMBER, 2016 © WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution



Laporan Program AIP Tilapia di Danau Toba 2010 – 2015

Editor Kontributor

: Wahju Subachri : Dwi Aryo Tjiptohandono, Candhika Yusuf, Edy Aman Saragih, Koden Siadari, Napitu, Said Rahmad Anessva, Zainuddin Syahputra

Penerbit Credit

: WWF-Indonesia : WWF-Indonesia

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

1



KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penyusunan Buku Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila, Laporan Program Pembelajaran Penerapan ASC Tilapia Di Danau Toba. Buku ini intisari dari kegiatan yang dilakukan di Danau Toba untuk mempengaruhi para pembudidaya menerapkan cara-cara budi daya yang ramah lingkungan. Penyusunan buku ini telah melalui beberapa proses yaitu pengumpulan data lapangan, wawancara langsung dengan tim perikanan budi daya WWF-Indonesia. Buku ini merupakan dokument yang bisa digunakan untuk memahami dinamika melakukan kegiatan untuk transformasi para pembudidaya dalam menerapkan standar yang ramah lingkungan khususnya ASC Tilapia Standard. Ucapan terima kasih yang tulus dari kami atas bantuan, kerja sama, masukan dan koreksi pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan Buku ini yaitu DKP Simalungun, BKPEKDT. DKP Sumatera Utara, BBI Kerasaan, Pak Edy Aman Saragih, Pak Koden Siadari, PT. Aquafarm Nusantara dan PT. Suri Tani Pemuka. Kami senantiasa terbuka kepada semua pihak atas segala masukan yang konstruktif demi penyempurnaan laporan ini, serta permintaan maaf yang dalam juga dari kami jika terdapat kesalahan dan kekurangan pada proses penyusunan dan isi dari buku ini.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

3


© WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution


DAFTAR ISI Kata Pengantar

3

Daftar Isi

5

Daftar Istilah

6

I.

Budi Daya Ikan Nila di Danau Toba

9

II.

Standar Internasional dan Panduan Budi Daya Nila

13

III.

Pemilihan Lokasi Uji Coba AIP

19

IV. Program Perikanan Budi Daya yang Berkelanjutan dan Bertanggungjawab Seafood Savers

23

V.

Aktivitas Pendampingan Program AIP WWF-Indonesia

27

VI.

Hasil pendampingan program AIP WWF-Indonesia

37

VII. Profil Pembudidaya Ikan Nila

41

VIII. Permasalahan dan Isu Penting di Lapangan

47

IX.

51

Pembelajaran Dari Program Pendampingan AIP

X. Rekomendasi

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

53

5


DAFTAR ISTILAH AD/ART : Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga AIP : Aquaculture Improvement Program, program peningkatan budi daya air tawar ASC : Aquaculture Stewardship Council ASI : Accreditation Services International, layanan akreditasi internasional BKPEKDT : Badan Koordinasi Pengelola Ekosistem Kawasan Danau Toba BP4K

: Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

BMP : Better Management Practices, praktik manajemen yang lebih baik CBIB

: Cara Budi Daya Ikan yang Baik

FCR : Feed Consumption Ratio, rasio konsumsi pakan ISEAL : The International Social and Environmental Accreditation and Labeling Alliance, asosiasi internasional untuk akreditasi dan pelabelan sosial dan lingkungan 6

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


ISRTA : International Standards for Responsible Tilapia Aquaculture, standar internasional untuk budi daya tilapia yang bertanggung jawab KJA

: Karamba Jaring Apung

KSN

: Kawasan Strategis Nasional

MSC : Marine Stewardship Council PMA

: Perusahaan modal asing

SR : Survival Rate, nilai untuk mengukur tingkat kelangsungan hidup

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

7



Danau Toba di Sumatera Utara merupakan salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Dengan luas 1.145 km persegi, danau yang terbentuk dari letusan super volcano sekitar 73.000 75.000 tahun lalu ini memiliki pemandangan indah dan menawan bagi wisatawan.

Š WWF-Indonesia / Muhammad Yusuf

I. BUDI DAYA IKAN NILA DI DANAU TOBA


Tidak hanya potensi wisata, danau terbesar kedua setelah Danau Victoria di Afrika dan danau terdalam di dunia ini, berpotensi menjadi tempat budi daya ikan. Salah satunya adalah budi daya ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan sistem Karamba Jaring Apung (KJA), yang telah dimulai sejak tahun 1990. Hal itu menjadikan Danau Toba merupakan salah satu sentra produksi ikan nila (tilapia) terbesar di Indonesia. Dengan rerata produksi sebesar kurang lebih 120.000 ton per tahun atau 20% dari produksi nasional, aktivitas budi daya ikan nila di wilayah Danau Toba dilakukan oleh paling tidak dua buah perusahaan besar untuk tujuan pasar ekspor, serta lebih dari 6.000 unit usaha skala kecil untuk pemasaran domestik. Dibalik angka produksi yang tinggi serta kontribusi ekonomi yang signifikan dari sektor perikanan budi daya ikan nila, terdapat berbagai dampak negatif yang dapat mengancam kelestarian ekosistem alami Danau Toba apabila aktivitas tersebut tidak dilaksanakan dengan caracara yang bertanggung jawab.

“Untuk terus menjaga kualitas ekosistem Danau Toba, maka budi daya yang dilakukan harus dengan cara bertanggung jawab dan memperhatikan aspek daya dukung lingkungan�

Masalah daya dukung lingkungan, legalitas usaha dan penempatan unit usaha di lokasi yang sesuai, penurunan kualitas air yang diduga karena kelebihan pakan, serta konflik sosial merupakan sebagian dari kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh sektor perikanan budi daya di Danau Toba. 10

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


Salah satu permasalahan yang pada saat ini banyak menarik perhatian adalah keberadaan limbah yang terbuang ke perairan danau seperti limbah kegiatan pertanian, limbah rumah tangga, limbah minyak dari kegiatan transportasi air dan limbah kegiatan budi daya perikanan berupa keramba jaring apung (KJA). Untuk terus menjaga kualitas ekosistem Danau Toba, maka budi daya yang dilakukan harus dengan cara bertanggung jawab dan memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

11



WWF-Indonesia semenjak tahun 2010 memperkenalkan cara praktik budi daya ikan nila yang lebih bertanggung jawab dengan mengacu kepada standar Aquaculture Stewardship Council/ ASC (www.asc-aqua.org).

© WWF-Indonesia / Rahmanurohim

II. STANDAR INTERNASIONAL DAN PANDUAN BUDI DAYA DAYA NILA


ASC merupakan organisasi nirlaba independen yang didirikan pada 2010 oleh WWF dan The Sustainable Trade Initiative (IDH). ASC bertujuan mempromosikan praktik terbaik dalam budi daya perikanan secara global, sehingga memberi pilihan bagi konsumen untuk mengkonsumsi hasil budi daya. ASC ini menerapkan program sertifikasi yang terbaik untuk industri akuakultur. Kriteria sertifikasi telah dikembangkan bersama oleh lebih dari 2000 pihak terkait, seperti pembudidaya ikan, masyarakat pesisir, ilmuwan, kelompok konservasi lingkungan dan perusahaan pengolah makanan. Standar ASC ini dikembangkan sesuai kriteria ISEAL (The International Social and Environmental Accreditation and Labeling Alliance) yang difokuskan pada dampak lingkungan dan sosial budi daya, dengan 7 prinsip lingkungan yaitu: kepatuhan kepada hukum; pengelolaan lahan budidaya untuk melindungi habitat alami dan keanekaragamanhayati; konservasi sumberdaya air; perlindungan keanekaragaman spesies dan populasi alam; penggunaan sumberdaya yang bertanggung jawab; pengelolaan kesehatan ikan dengan ramah lingkungan; dan tanggung jawab sosial�. Standar ASC ini berbasis ilmiah, kinerja dan ukuran budi daya, berlaku secara global untuk sistem produksi budi daya, mencakup berbagai jenis, lokasi dan skala operasi budi daya.

“ASC merupakan program sertifikasi yang terbaik untuk industri akuakultur�

14

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


Penilaian pemenuhan standar ASC oleh pembudidaya, dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yaitu lembaga dan organisasi yang terakreditasi. Ada 12 jenis spesies yang dipilih untuk masuk sertifikasi ASC, karena potensi dampak budidayanya pada lingkungan dan masyarakat, nilai pasar dan diperdagangkan secara internasional atau potensinya untuk diperdagangkan. Ke-12 jenis tersebut yaitu ikan salmon, udang, nila, patin, ikan forel, tiram, remis, kerang, kerang scallops, abalone, seriola (amberjack) dan cobia. Bagi pembudidaya yang memenuhi standar ASC akan memperoleh keuntungan yaitu kondisi perairan dan dasar perairan yang bersih, sehingga akan menghasilkan produk yang lebih sehat.

Š WWF-Indonesia

Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

15


Khusus untuk pengelolaan budi daya ikan nila, hasil rumusan standar ASC tersebut kemudian dijadikan standar internasional budi daya tilapia yang bertanggung jawab atau ISRTA (International Standards for Responsible Tilapia Aquaculture) yang sekarang lebih dikenal sebagai ASC Tilapia Standard. Untuk membantu pembudidaya dalam melakukan praktik budi daya yang bertanggung jawab sehingga memenuhi standar ASC Tilapia maka dibangun panduan budi daya, dengan istilah yang digunakan WWF adalah BMP (Better Management Practices). Diharapkan dengan terpenuhinya kriteria standar ASC yang ada di BMP, pembudidaya dapat lebih mudah memperoleh sertifikasi ASC. BMP mempunyai prinsip yaitu (1) Pembentukan, Penguatan, dan Legalitas Kelompok / Unit Usaha Budi daya, (2) Panduan Teknis Budi daya yang Bertanggung jawab, (3) Pengelolaan Lingkungan Sekitar Area Budi daya, (4) Pencatatan Aktivitas Budi daya, dan (5) Analisa Usaha Budi daya Pembentukan dan Legalitas Kelompok dilakukan dengan pemenuhan AD/ART berupa adanya pengurus kelompok, kepemilikan izin dari dinas terkait dan izin usaha perikanan Sedangkan panduan teknis budi daya meliputi persiapan lahan, kalender budi daya, pemilihan benih, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, pengendalian penyakit, panen, dan pasca panen. Untuk pengelolaan lingkungan sekitar area budi daya, mencakup aspek monitoring kualitas air buangan dan memperhatikan satwa yang dilindungi, melakukan penanaman mangrove sesuai Ramsar, tidak menggunakan bahan berbahaya baik di dalam maupun di luar lingkungan budi daya. Prinsip BMP untuk pencatatan aktivitas budi daya meliputi pencatatan asal usul benih, mencatat masalah yang timbul baik teknik mapun sosial, memahami masalah yang timbul per siklus dan mencari pemecahannya. Sementara prinsip analisa usaha budi daya, meliputi modal kerja, memiliki modal yang sesuai dengan skala budi daya yang dipilih dan mengetahui tingkat pendapatan per siklus. 16

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


“Pelaksanaan AIP itu untuk membuktikan bahwa para pembudidaya skala kecil mampu menerapkan standar internasional budi daya ikan nila�

Penerapan BMP untuk memperoleh standar ASC bagi pembudidaya nila dilakukan dengan pelaksanaan program perbaikan perikanan budi daya atau AIP (Aquaculture Improvement Program). Program AIP mengujicobakan standar ASC tersebut ke pembudidaya skala kecil di Danau Toba. Harapan terbesar dari dilaksanakannya AIP tersebut adalah untuk membuktikan bahwa para pembudidaya skala kecil mampu menerapkan standar internasional budi daya ikan nila.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

17



Wilayah Danau Toba yang terletak di pegunungan Bukit Barisan Provinsi Sumatera Utara, terbagi tujuh kabupaten yaitu: (1) Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Kabupaten Humbang Hasundutan, (3) Kabupaten Toba Samosir, (4) Kabupaten Samosir, (5) Kabupaten Simalungun, (6) Kabupaten Karo, dan (7) Kabupaten Dairi.

Š WWF-Indonesia / Nur R Fajar

III. PEMILIHAN LOKASI UJI COBA AIP


Usaha perikanan budi daya KJA, pertama kali dicoba pada 1988 di Kecamatan Girsang Simpangan Bolom, Kabupaten Simalungun (Dharma, 1988). Saat ini perkembangannya sangat intensif di seluruh bagian Danau Toba. Pada 1999, jumlah KJA telah mencapai 2.400 unit, dan direncanakan akan dikembangkan menjadi 55.375 unit (Arifin, 2004). Tercatat 50 desa/dusun yang memiliki KJA, yang terdiri dari 5.158 unit milik masyarakat, 4 lokasi dengan KJA berukuran besar milik perusahaan modal asing (PMA) dan satu lokasi dengan 72 unit KJA berukuran kecil (Lukman, 2014). Program perbaikan budi daya nila sesuai ISRTA atau AIP ini, dimulai pada bulan Maret 2011 dengan mengidentifikasi daerah mana yang paling banyak pembudidaya skala kecil atau dikelola oleh perorangan yang memanfaatkan Danau Toba sebagai media pemeliharaan ikan.

Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

WWF-Indonesia memutuskan untuk melaksanakan kegiatan AIP di Kabupaten Simalungun dengan melakukan survei yang membandingkan standar ASC Tilapia dengan kondisi budi daya di Desa Haranggaol, Desa Tigaras, Desa Dalbe dan Desa Sibaganding yaitu di Dusun Salbe. Dari hasil penilaian tersebut diketahui bahwa pembudidaya tilapia telah mempunyai pola budi daya yang baik tetapi belum mengacu pada aturan baku seperti CBIB atau BMP ikan nila. 20

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


Lokasi yang menjadi tempat untuk mengadakan perlakuan adalah Desa Sualan Kecamatan Simpangan Bolon dan Desa Salbe Kecamatan Dolok Pardamean. Kesemuanya di Kabupaten Simalungun. Kedua lokasi itu dipilih karena mempunyai hubungan yang baik dengan PT. Aquafarm Nusantara (AFN) dimana nantinya dalam uji coba perlakuan akan menggunakan benih dari perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan salah satu syarat dari ASC Tilapia yaitu ketelusuran benih yang hanya bisa dilakukan oleh PT. AFN. Sedangkan pertumbuhan benih dari balai milik pemerintah dan unit pembenihan rakyat, dirasa kurang. Program ini juga disinergikan dengan program Seafood Savers, sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan ikan yang bertanggung jawab. Berdiri pada tahun 2009, Seafood Savers ditujukan menjadi landasan relasi antarusaha (business-to-business platform) yang di dalamnya produsen perikanan, ritel dan kelompok institusi keuangan bersama-sama berupaya menggalakkan bisnis dan praktik perikanan yang ramah lingkungan. Salah satu anggota binaan WWF-Indonesia yaitu Edy Aman Saragih yang berada di Desa Salbe Kecamatan Dolok Pardamean, Simalungun merupakan salah satu supplier dari anggota Seafood Savers, maka KJA milik Edy Aman Saragih di Desa Salbe dan KJA milik Koden Siadari di Desa Sualan sebagai lokasi proyek percontohan AIP budi daya ikan nila.

Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

21



Prinsip berkelanjutan dan bertanggungjawab dalam praktek perikanan budi daya mulai dikampanyekan WWF-Indonesia pada 2008. Prinsip tersebut menjadi sangat penting untuk memperbaiki pola pengembangan perikanan budi daya yang sudah berkembang di Indonesia pada tahun tersebut.

Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

IV. PROGRAM PERIKANAN BUDI DAYA YANG BERKELANJUTAN DAN BERTANGGUNG JAWAB SEAFOOD SAVERS


WWF-Indonesia melihat, dengan masifnya perkembangan perikanan budi daya di tingkat nasional, perlu ada pendampingan pada pembudidaya perikanan dengan skala kecil. Dengan harapan, pola perikanan budi daya bisa diperbaiki di tingkat kecil. Tujuan tersebut juga berlaku untuk perikanan budi daya skala besar yang pada tahun tersebut juga berkembang masif di Tanah Air. Karena itu, program WWF-Indonesia yang bernama Seafood Savers tersebut, seperti menjadi jawaban atas permasalahan yang terjadi dalam dunia perikanan budi daya kala tersebut yang produksinya terus menerus meningkat. Pada 2010, atau dua tahun setelah WWF-Indonesia meluncurkan program Seafood Savers, Lembaga Pangan PBB (FAO) merilis data terbaru yang menyebut bahwa sumber daya ikan telah dimanfaatkan secara maksimal (fully expoloited) mencapai 53 persen. Data tersebut kemudian diperkuat dengan data lain yang disebut oleh FAO bahwa sumber daya ikan sudah dimanfaatkan berlebih (over exploited) dan itu mencapai 28 persen. Kemudian, FAO menyebut ada 3 persen (depleted) dan 1 persen dalam pemulihan sumber daya ikan di masa tersebut. Kesimpulannya : perikanan budi daya ikut menyumbang angka eksploitasi sumber daya ikan, selain perikanan tangkap. Faktor-faktor tersebut melatarbelakangi Seafood Savers digulirkan pada 2009. Sejak pertama kali dibentuk, WWF Indonesia memiliki tujuan jelas bahwa Seafood Savers itu harus menjadi landasan relasi antarusaha yang mencakup di dalamnya produsen perikanan, dan ritel serta kelompok institusi keuangan. Dua nama yang disebut terakhir, diharapkan bisa bersama untuk bekerja dan mempraktikkan bisnis perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan prinsip seperti itu, WWF-Indonesia sangat yakin bahwa Seafood Savers merupakan solusi bagus bisnis perikanan yang saat itu berkembang sangat cepat di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, WWF-Indonesia memandu para pengusaha ikan untuk selalu mengacu pada dua sertifikasi perikanan berkelanjutan

24

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


dan sekaligus bertanggung jawab. Keduanya, adalah Marine Stewardship Council (MSC) untuk perikanan tangkap dan ASC untuk perikanan budi daya. Dalam kaitannya dengan itu, Seafood Savers akan berperan sebagai fasilitator dalam hal pengadaan produk makanan laut yang bertanggung jawab, mendorong terwujudnya kebijakan nasional yang mendukung industri perikanan berkelanjutan, dan memandu para konsumen untuk memilih produk seafood yang bertanggung jawab.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

25



Selama WWF-Indonesia melakukan pendampingan program AIP pada kurun November 2010 - Desember 2015, terdapat beberapa capaian dari setiap kegiatan yang dilakukan untuk mendukung perbaikan cara budi daya ikan nila sistem KJA di Danau Toba Kabupaten Simalungun.

Š WWF-Indonesia - Rahmanurohim

V. AKTIVITAS PENDAMPINGAN PROGRAM AIP WWF-INDONESIA


Berikut aktivitas program AIP yang dilakukan WWF-Indonesia selama lima tahun : A. Aktivitas AIP pada 2011 No.

Bulan

Aktivitas

1

Januari dan Februari

A. Melakukan identifikasi wilayah yang akan di jadikan proyek percontohan, dengan hasil 4 desa, yaitu Desa Sualan, Desa Sibaganding, Desa Salbe dan Haranggaol. B. Melakukan gap assesment terhadap 1 pembudidaya di masing-masing desa tersebut yaitu: 1) Robin di desa Haranggaol, 2) Fransiscus di Desa Salbe, 3) Roy di Desa Sibaganding dan Koden Siadari di Desa Soalan

2

Maret

A. Melakukan proyek percontohan penerapan BMP ikan nila, melalui penebaran pada lokasi yang telah ditentukan yaitu di 5 unit karamba percontohan milik Koden Siadari di Desa Sualan. Dan 5 unit karamba milik Edy Aman Saragih di Desa Salbe. Penebaran berjumlah 10.000 ekor per keramba ukuran 5m x 4m x 4m. Lama pemeliharaan selama 9 bulan dengan target berat rata-rata 800 gram dengan SR rata-rata 70%. B. Setiap bulan dilakukan pengontrolan kualitas air yang meliputi pH air, suhu air, kadar amonium, kadar posphat dan jumlah pakan yang digunakan atau diberikan setiap hari. C. Dilakukan pelatihan kepada staff pembudidaya di desa Salbe untuk 5 orang pekerja dengan materi utama pengukuran kualitas air serta bagaimana melakukan pencatatan termasuk pengambilan ikan yang mati.

3

April

Dilakukan pelatihan penggunaan alat pengukuran air di keramba Koden Siadari di desa Soalan dengan 3 orang pekerja.

4

Desember

Melakukan pertemuan dan pemaparan hasil kegiatan proyek percontohan yang dilakukan di aula kantor Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Simalungun yang diikuti oleh pembudidaya, perusahaan pakan ikan, penyuluh dari BP3k Simalungun serta tim WWF-Indonesia

28

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


B. Aktivitas AIP pada 2012 No.

Bulan

Aktivitas

1

Februari - November

Melakukan pendampingan ke karamba milik Koden Siadari di Desa Soalan dan keramba milik Edy Aman Saragih di Desa salbe.

2

Maret

Mendampingi team newtrees untuk audiensi dengan Bupati Samosir

3

Maret

Pertemuan koordinasi dengan Badan Kordinasi Pelestarian Ekosistem Danau Toba (BKPEDT) dan peneliti dari LIPI

4

Februari - November

Fasilitator lokal melakukan pengecekan rutin pada karamba uji coba, yaitu pengecekan kualitas suhu air, oksigen terlarut didalam air dan pakan di semua keramba. Juga mengecek kandungan fospat dan ammonia yang terkandung didalam air

C. Aktivitas AIP pada 2013 No.

Bulan

Aktivitas

1

Januari

A. Melakukan identifikasi kelompok pembudidaya ikan nila yang ada di Desa Panahatan. B. Melakukan pemantauan pencatatan dan pengecekan kualitas air di Desa Salbe di keramba Edy Aman Saragih C. Menjalin hubungan dan komunikasi dengan instansi serta dinas terkait yang berada di Kab.Simalungun. D. Mencari dan mengumpulkan data mengenai management PT. ALM yang sudah mulai mengadakan aktivitas budi daya perikanan nila di Danau Toba.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

29


2

Februari

A. Meyakinkan Edy Aman Saragih melalui Effendi agar bersedia dilakukan audit internal oleh WWF-Indonesia untuk mengukur sejauh mana penerapan BMP yang telah dijalankan dalam melakukan proses budidayanya. B. Mencari alternatif pembibitan benih ikan nila selain PT. AFN untuk membantu memenuhi permintaan bibit yang berkualitas kepada pembudidaya tradisional yang ada di Danau Toba. C. Menjalin hubungan dan komunikasi yang lebih serius dengan beberapa DKP yang ada agar lebih memahami tujuan dari pentingnya sosialisasi BMP.

3

Maret

Melakukan assessment keramba Edy Aman Saragih, melalui kosultan yang ditunjuk oleh WWF-Indonesia sebagai pihak ketiga dalam melakukan proses audit untuk mengukur keberhasilan proses budi daya keramba Edy Aman Saragih dalam menerapkan BMP.

4

Desember

A. Menjadi penghubung antara pembudidaya dengan dinas perikanan yang mengelola perikanan yang ada di sekeliling Danau Toba untuk menyatukan pemahaman mengenai budi daya di Danau Toba. B. Mempelajari dan menggali informasi mengenai peraturan apa saja yang berlaku dan akan diberlakukan khususnya yang berhubungan dengan kegiatan budi daya perikanan di perairan Danau Toba.

5

Mei

Mengajak dinas-dinas terkait untuk mengadakan pertemuan dengan pembudidaya, untuk membahas permasalahan dan kesulitan apa saja yang dihadapi oleh pembudidaya sekaligus mencoba mensosialisasikan BMP.

6

Juni

A. Menggandeng Pak Lukman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI dalam menetapkan titik-titik (zonasi) yang tepat dan sesuai yang nantinya hasil dari penelitian tersebut akan ditawarkan ke pemerintah setempat yang memiliki otorita agar dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan terhadap pembagian lokasi wisata dan budi daya ikan yang dibolehkan dan tidak diperbolehkan di lokasi perairan Danau Toba B. Merencanakan pembentukan kelompok-kelompok pembudidaya ikan di tiap-tiap lokasi budi daya agar kelembagaanya lebih kuat dan terorganisir yang acuannya sesuai dengan panduan BMP.

30

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


7

Desember

Fasilitator lokal datang ke KJA Edy Aman Saragih, untuk melihat data pengecekan kualitas budi daya dan permasalahan dalam pengelolaan budidayanya sesuai BMP. Salah satu masalah adalah harga jual ikan yang kurang menguntungkan pembudidaya.

D. Aktivitas AIP pada 2014 No.

Bulan

Aktivitas

1

Januari

A. Koordinasi dengan PT STP mengenai kemungkinan untuk penyediaan benih yang baik kualitasnya untuk pembudidaya binaan serta pembudidaya lain yang ingin bergabung dengan kegiatan WWF-Indonesia. Update tentang proses sertifikasi ASC yang sedang dilakukan PT. STP untuk masalah sosial yaitu menunggu auditor yang berasal dari Nepal. B. Sosialisasi BMP terhadap beberapa pembudidaya di Desa Sualan yang diikuti oleh 10 orang pembudiaya. Salah satu peserta yang aktif dan tertarik dengan budi daya BMP adalah Tambunan. C. Mengikuti seminar budi daya ikan air tawar secara lestari di Danau Toba.yang diselenggarakan oleh PT AFN bersama PT. Cargil dengan nara sumber dari LIPI dan peneliti dari IPB . Pada pertemuan ini dibahas mengenai teknis budi daya sekaligus pemberian pakan yang baik di keramba jaring apung. Setelah diskusi seluruh undangan yang hadir diajak berkeliling dan melihat proses budi daya nila PT. AFN di Simalombu, perusahaan budi daya nila yang sudah disertifikasi ASC.

2

Februari

A. Koordinasi dengan pembudidaya nila, Aritonang di Desa Sualan, mengenai rencana sosialisasi BMP Tilapia. Sosialisasi bakal mengundang beberapa pembibit ikan yang teridentifikasi di Simalungun. Aritonang berharap WWF-Indonesia membantu mereka sehingga kualitas benih ikan yang ada di Simalungun menjadi lebih baik lagi, mendekati kualitas benih yang dimiliki PT. AFN. B. Koordinasi dengan Koden Siadari di Desa Sualan mengenai pelaksanaan ASC/BMP khususnya mengenai benih ikan.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

31


3

Maret

Berkoordinasi dan komunikasi Balai Pembenihan Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Sumut mengenai keluhan yang pembudidaya KJA di Desa Sualan, dengan harapan pembenihan di Pematang Bandar dapat memberikan solusi mengenai bibit berkualitas di Kabupten Simalungun.

4

April

Pertemuan sosialisasi ASC/BMP dan pemecahan solusi bersama mengenai keterbatasan stok dan peningkatan mutu kualitas bibit ikan nila di Hotel Parapat View, diikuti oleh perwakilan Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Sumut, UPT BBI Kerasan, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Simalungun dan BKPEDT.

5

Mei

Pengambilan titik koordinat KJA di lokasi budi daya dan mengumpulkan data kegiatan budi daya di Desa Salbe (KJA Edy Aman saragih), Desa Tiga Rasdan (PT.STP), Haranggaol (Sinaga), Tongging (PT. Malindo), Tobasa dan Tapanuli Utara.

6

Juni

Mengirim 150 kg ikan sebagai percontohan untuk kegiatan fish and blues ikan yang sudah dipanen dan ditimbang di keramba milik Aritonang dibawa Hotel Aryaduta Medan

E. Aktivitas AIP pada 2015 No.

Bulan

Aktivitas

1

Juni

Koordinasi dengan BKPEKDT mengenai: a.) Kepres 81 tahun 2014 mengenai KSN Danau Toba, b.) introduce spesies yang masuk danau Toba, serta c.) Permasalahan mangrove di Desa Kuala Kertang Kecamatan Pangkalan Susu, Langkat.

2

September

Koordinasi dengan Ibu Nelta Staff DKP Kab. Simalungun menginformasikan tentang implementasi program dari DKP belum berjalan terutama mengenai sosialisasi BMP di kawasan Haranggaol. Selain itu perlu adanya sinkronisasi Kegiatan dengan DKP Simalungun tentang aktivitas budi daya nila di Desa Salbe karena WWF tidak akan bekerja lagi di Danau Toba pada 2016

3

Juni-Desember

Melakukan monitoring perkembangan kegiatan di Danau Toba

32

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


F. Para Pemangku Kepentingan Dalam pelaksanaan AIP di Danau Toba, WWF-Indonesia mendapat dukungan serta melibatkan berbagai pihak, yaitu : No.

Nama Stakeholders

Jenis Stakeholders

Peran Stakeholders dalam AIP

1

Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Simalungun

Pemerintah

A. Memberi dukungan berupa izin pelaksanaan AIP di Kab. Simalungun. Serta dukungan penuh untuk mengembangkan budi daya yang ramah lingkungan. B. Menjadi pemateri pada kegiatan WWF-Indonesia. C. Menyediakan data-data (produksi, bantuan, dan kerjasama, dokumen penting lainnya) yang dibutuhkan oleh staff akuakultur WWF-Indonesia Indonesia Indonesia

2

Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumatera Utara

Pemerintah

A. Memberi dukungan berupa izin pelaksanaan AIP di Kab. Simalungun. Serta dukungan penuh untuk mengembangkan budi daya yang ramah lingkungan. B. Menjadi pemateri pada kegiatan WWF-Indonesia. C. Menyediakan data-data (produksi, bantuan, dan kerjasama, dokumen-dokumen penting lainnya) yang dibutuhkan oleh staff akuakultur WWF-Indonesia.

3

Badan Koordinasi Pengembangan Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT)

Pemerintah

Memberi dukungan berupa izin pelaksanaan AIP di Danau Toba. Serta dukungan penuh untuk mengembangkan budi daya yang ramah lingkungan.

4

PT. Aquafarm Nusantara (AFN)

Swasta

Menjadi pemateri pada kegiatan WWF-Indonesia. Menyediakan akses benih yang unggul untuk pilot project.

5

Universitas Sumatera Utara (USU)/MIPA

Akademisi

Menjadikan sumber info tentang kondisi Danau Toba dan juga pengukuran kualitas air

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

33


6

PT. Charoen Phokphand

Industri Pakan

Menjadi sumber info mengenai ketelusuran bahan baku dan juga rencana pendampingan bersama

7

PT. Coomfeed

Industri Pakan

Menjadi sumber info mengenai ketelusan bah an baku dan juga rencana pendampingan bersama

G. Kegiatan Peningkatan Kapasitas WWF-Indonesia mengadakan kegiatan untuk peningkatan kapasitas SDM tentang BMP ikan nila kepada staff pemerintah serta pembudidaya di Kabupaten Simalungun: No.

Jenis Capacity Building

Output Capacity Building

Jumlah peserta

Keterangan lain

1

Sosialisasi BMP Tilapia pada pembudidaya di Kabupaten Simalungun dilakukan di Parapat pada 28 Maret 2014

Para pembudiaya memahami BMP tilapia dan ASC tilapia sebagai panduan budi daya

Sebanyak 32 pembudidaya dari Desa Haranggaol, Salbe, Sualan dan Tigaras.

Narasumber : A. Ardhi Kusno dari BKPEKDT B. Zonny Waldi dari BBI Keraksaan C. Edwin Girsang dari Dinas Peternakan dan Perikanan Pemkab Simalungun

2

Pelatihan BMP Tilapia untuk Penyuluh Perikanan di 7 kabupaten di Danau Toba pada 23- 24 April 2014 di Hotel Wisata Bahari Danau Toba, Simalungun

Para penyuluh memahami BMP Tilapia dan ASC tilapia sebagai panduan dalam mendampingi pembudidaya di derah masing-masing.

Sebanyak 14 peserta dari 7 kabupaten di sekitar Danau Toba.

Narasumber : A. Wahju Subachri (WWF-Indonesia) B. Ir.Napitu (Kabid Produksi Dinas Peternakan dan perikanan Kab. Simalungun)

34

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


© WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution



© WWF-Indonesia - Arifsyah Nasution

VI. HASIL PENDAMPINGAN PROGRAM AIP WWF-INDONESIA


A. Hasil percobaan penerapan BMP ikan nila selama pendampingan, terlihat dari pemanenan ikan nila pertama kali di bulan September dengan ukuran 500 gram sedangkan yang lain dilakukan setelah umur pemeliharan ikan mencapai 7 bulan dengan berat rata-rata 700-800 gram. Seperti yang tertera pada tabel berikut :

Petakan

Jumlah ikan tebar

%SR

FCR

Jumlah Pakan hingga panen (kg)

Berat rata-rata individu pada saat panen (kg)

Total berat panen (kg)

No. 25 Salbe

7

61,9

1,35

5,11

0,87

3,771

No. 12 Salbe

5

68,3

1,41

4,193

0,87

2,973

No.3 Sualan

8

71

1,65

4,699

0,5

2,84

B. Salah satu penerapan cara budi daya sesuai BMP adalah penggunaan bibit ikan yang baik dan dapat ditelusuri asal induknya dan juga pencatatan sangat membantu pembudidaya dalam menganalisa hasil budi daya yang dilakukan dalam musim budi daya yang bersangkutan. C. Masalah yang timbul adalah pemasaran setelah ikan mencapai ukuran 700 gram keatas karena hanya bisa dijual untuk konsumsi tertentu saja. Misalnya pada bulan Agustus hingga Januari adalah masa pernikahan untuk etnis tiongkok dan mereka perlu ikan ukuran gram 700 lebih agar bisa disajikan di meja makan. D. Tingkat kepatuhan budi daya terhadap ISRTA untuk pada akhir masa uji coba sebesar 67% dari hasil assesment yang 59%.

38

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


E. Melakukan survei kapasitas Danau Toba serta membuat contoh model cluster yang bisa diterapkan di Danau Toba oleh konsultan. F. Tingkat kepatuhan terhadap ASC pada tahun 2012 dan 2013 berkisar di 70%, tetapi pada tahun 2014 tingkat kepatuhan menurun menjadi 60% karena terjadi perubahan managemen di farm yang dimiliki oleh Edy Aman Saragih.

Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

39



© WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

VII. PROFIL PEMBUDIDAYA IKAN NILA


Frans, begitu biasanya orang-orang memanggil pria yang bernama lengkap Fransiscus Sitio. Pria 30 tahun asli Desa Salbe, Dolok Pardeman, Simalungun, Sumatera Utara ini adalah salah satu pembudidaya ikan nila di Danau Toba yang mendapat pendampingan teknis dari WWF-Indonesia untuk menerapkan praktik budi daya ikan nila dengan konsep BMP. Sebagaimana pembudidaya lainnya di Danau Toba, Frans membudidayakan ikan nila dengan sistem Karamba Jaring Apung (KJA). Pada awalnya dia mengelola KJA sebanyak dua belas kotak milik Edy Aman Saragih yang merupakan saudaranya. Dalam perjalanan usaha, banyak kendala yang dia temui baik dari jumlah ikan maupun keterbukaan usaha dengan pemilik KJA sebagai pemodal utama. Alih-alih menghambat usahanya, kendala itu justru menjadi pelajaran bagi Frans untuk memulai usaha sendiri pada tahun 2007. Pada saat awal usaha, Frans menebar 85 ribu ekor bibit ikan nila dalam KJA miliknya, dengan kepadatan sekitar 7.000 - 7.500 ekor pada setiap kotak KJA. Bersama satu orang pegawainya, Frans turun tangan mengerjakan sendiri aktivitas budi daya, mulai dari memberi pakan, membersihkan jaring hingga membuang ikan yang mati di keramba. Pada saat panen saja dia baru dibantu beberapa orang tenaga kerja. Hingga 10 bulan kemudian, Frans melakukan panen perdana dan menghasilkan 21 ton ikan nila. Hasilnya dia jual ke pengepul yang datang dari Medan, Balige dan Pematang Siantar. Tiap kilogram ikan nila miliknya dihargai Rp17.000. Demikian Frans lakukan selama hampir empat tahun. Meski sudah berpengalaman dalam membudidayakan ikan nila, Frans masih merasa ada yang kurang dengan praktik pembudidayaan yang selama ini dia lakukan. Frans, merasa akhir-akhir ini kualitas perairan Danau Toba menjadi buruk karena aktivitas budi daya ikan nila yang kurang memperhatikan lingkungan. Hal itu menjadi keresahan tersendiri bagi Frans karena menurutnya kualitas lingkungan yang buruk dapat mengancam keberlanjutan usahanya. Karena itu ketika pada bulan Oktober 2010 Wahju Subachri, officer WWF-Indonesia memperkenalkan cara budi daya ikan nila yang lebih ramah lingkungan dan lebih sesuai dengan standar internasional, Frans langsung menyambut baik dan menerima tawaran dari WWF-Indonesia untuk menjadi proyek percontohan. Frans setuju untuk 42

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


membudidayakan ikan nila dengan konsep BMP pada lima buah KJA miliknya. Dengan pendampingan teknis dari Wahju, Frans lakukan konsep BMP itu melalui perbaikan pengelolaan budi daya atau AIP yang lebih sesuai dengan standar internasional. Mulai dari persiapan lahan, kalender budi daya, pemilihan benih, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, pengendalian penyakit hingga perlakuan saat panen dan pasca panen.

“Bagi Fransiscus Sitio dan Koden Siadari, penerapan budi daya ikan nila sesuai BMP adalah lebih baik karena mampu meningkatkan perekonomian, menjamin keberlanjutan usahanya dengan penerapan praktik budi daya yang lebih ramah lingkungan.�

Pada tahap pemilihan bibit, perbaikan pengelolaan yang Frans lakukan adalah dengan membeli 50.000 ekor bibit ikan dari PT Aquafarm Nusantara untuk menjamin kejelasan asal-usul bibit ikan yang dibudidayakan. Bibit nila yang dibeli tersebut dari Strain Gypsi yang mempunyai keunggulan antara lain dapat ditelusuri asal usulnya, merupakan persilangan antara Oreocromis aereus dan Oreocromis niloticus sehingga diperoleh anakan jantan ikan tilapia diatas 80% tanpa menggunakan hormon untuk menyeragamkan jenis kelamin dari ikan menjadi jantan semua. Perlakuan bibit mulai dari pengangkutan hingga penebaran di keramba disesuaikan dengan standar ISRTA, standar internasional untuk budi daya ikan nila yang berwawasan lingkungan dan sosial. Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam menerapkan AIP selalu dicatat dalam sebuah buku kecil, mulai dari jumlah ikan, kondisi, jumlah pakan hingga kematian bibit di tiap keramba. Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

43


Hingga 7 bulan pemeliharaan, banyak sekali pengetahuan baru didapat Frans dari officer WWF-Indonesia tentang cara budi daya nila yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pria pendek gempal ini sangat bersemangat dalam mempraktikkannya. Hasilnya juga setimpal, terbukti dari hasil panen perdana pilot project ini didapatkan ikan seberat 2,5 ton/kotak KJA. Besarnya Feed Consumption Ratio (FCR) juga dapat ditekan dari 1,6 - 1,8 menjadi 1,3 - 1,5 ; sedangkan Survival Rate (SR) meningkat sekitar 20 %. Bila hasil panen KJA sebelumnya hanya 1,7 ton per KJA, hasil panen KJA yang mendapat perlakuan sesuai standar ISRTA mengalami peningkatan kuantitas sebesar 47%. Š WWF-Indonesia / Nur R Fajar

Bukan hanya Frans yang setuju untuk menerapkan praktik pembudidayaan nila yang berkelanjutan. Koden Siadari, seorang pembudidaya nila dari Desa Sualan juga menerima pendampingan teknis dari WWF-Indonesia untuk menerapkan pembudidayaan nila yang lebih ramah lingkungan. Pria yang lebih sering dipanggil Pak Elsa sesuai dengan nama anak pertamanya ini, setuju untuk mengambil 5 dari 40 buah KJA yang dimilikinya untuk digunakan sebagai pilot project penerapan praktik budi daya sesuai dengan konsep BMP dari WWF-Indonesia. 44

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


Sebelum menerima pendampingan, praktik budi daya yang Koden Siadari lakukan sebatas mengikuti pengalaman yang diperolehnya tanpa tahu ada standar praktik yang lebih ramah lingkungan. Koden Siadari tidak merasa perlu melakukan pencatatan untuk setiap tindakan pada aktivitas budidaya yang dia lakukan. Pada saat mengikuti pendampingan dari Officer WWF-Indonesia, dia kemudian menerapkan sesuai panduan teknis BMP secara konsisten. Panen perdana ikan nila hasil penerapan budi daya yang ramah lingkungan cukup memuaskan bagi Frans dan Koden Siadari meski masih banyak yang harus diperbaiki sehingga memenuhi standar internasional. Termasuk dalam hal ini adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan daerah. Menurut Koden Siadari, selain hasil panen yang lebih baik, yang cukup penting bagi dia adalah hasil panennya memiliki kesempatan untuk masuk ke pasar ekspor karena sudah memenuhi standar praktik budi daya secara internasional. “Perjalanan masih panjang jika ingin maju, paling tidak sekarang saya bisa menambah ilmu, pengetahuan dan pengalaman baru dalam budi daya nila. Kalau tidak saya yang memulai, siapa lagi yang akan melakukan budi daya nila berkelanjutan di Danau Toba ini. Saya harap masih ada pendampingan seperti yang dilakukan WWF ini di Danau Toba agar para pembudidaya dapat meningkatkan kualitas produk ikannya dan mendapat sertifikat standar internasional seperti PT Aquafarm Nusantara. Terima kasih buat Pak Wahju yang sudah membantu kami selama ini, semoga masih mau berada di sini lebih lama,â€? demikian harapan Frans. Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

45



Secara umum, pelaksanaan AIP di Kabupaten Simalungun berjalan lancar, karena selalu berkoordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan, BP4K (penyuluh perikanan budi daya), termasuk dari pemerintah Desa di Sualan dan Desa Salbe.

Š WWF-Indonesia / Arifsyah Nasution

VIII. PERMASALAHAN DAN ISU PENTING DI LAPANGAN


Meskipun begitu, ada beberapa masalah utama yang dihadapi dalam menjalankan AIP bagi pembudidaya, antara lain : A. Adanya pemahaman masyarakat asli yang mendiami pesisir danau bahwa di depan rumah mereka adalah wilayah mereka sehingga dengan mudah melakukan budi daya sistem KJA tanpa menghiraukan peraturan yang ada maupun kesesuaiannya sebagai lahan budidaya. B. Tingginya tingkat persaingan usaha sehingga masing-masing pengusaha keramba merasa pembudidaya yang lain hanya sebagai musuh sehingga tidak bisa berkelompok dengan baik. C. Belum adanya peraturan yang mengikat kegiatan di Danau Toba karena dalam RTRW Kabupaten Simalungun pengelolaan perairan Danau Toba wilayah Simalungun hanya berkaitan dengan kegiatan tangkap. D. Keramba dianggap sebagai pencemar baik terhadap kualitas air maupun pemandangan di Danau Toba. Dari hasil pengamatan ikan asli tapi introduksi dari Maninjau (ikan bilih atau dikenal sebagai pora-pora yang asli Danau Toba) memanfaatkan sisa makanan yang tidak terkomsumsi sehingga buangan dari sisa pakan bisa dianggap mendekati nol. Selain itu, terdapat permasalahan dan isu penting terkait pengelolaan Danau Toba dan budi daya ikan nila, yaitu : A. Badan Koordinasi Pengelola Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT) tidak mempunyai program yang jelas dan lebih berperan sebagai wadah untuk menyampaikan informasi. Hal ini menyebabkan perbedaan persepsi dari 7 kabupaten di sekitar Danau Toba, sehingga daerah tersebut menolak kebijakan dari BKPEDT, maka tidak bisa di jalankan serta tidak ada sanksi. B. Perusahaan yang bergerak di bidang perikanan tidak memberikan kontribusi terhadap perbaikan kualitas air terutama oleh perusahaan pakan yang menjual pakan bebas ke pembudidaya.

48

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


C. Munculnya Perpres No.81/2014 tentang pengelolaan Kawasan Danau Toba yang sesuai dengan untuk menjaga kelestariannya serta menjadikan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Hal ini semakin membuat perikanan terdesak karena pencetus awal adalah dari Kementerian Pekerjaan Umum yang lebih mementingkan pengelolaan danau untuk pariwisata. D. Masing-masing kabupaten membuat peraturan sendiri mengenai pemanfaatan wilayah perairan Danau Toba sehingga tidak ada satu pemahaman untuk pemanfaatan Danau Toba sebagai satu kesatuan danau. Kajian Daya Dukung Lingkungan (Carrying Capacity) telah dilakukan oleh berbagai pihak, namun belum belum dipahami secara lebih komprehensif dimana budi daya ikan merupakan salah satu faktor pencemar (bukan satu-satunya) terhadap Danau Toba. Hasil kajian ini juga belum ditindaklanjuti dengan tindakan rencana aksi bersama masyarakat sehingga dapat mengurangi risiko/ancaman keberlanjutan lingkungan, sekaligus dapat menjamin keberlangsungan ekonomi masyarakat.

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

49



Dalam pelaksanaan AIP, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pembelajaran yang diperoleh yang akan mendukung keberlanjutan pelaksanaan AIP di Kabupaten Simalungun, yaitu :

Š WWF-Indonesia / Nur R Fajar

VIII. PERMASALAHAN DAN ISU PENTING DI LAPANGAN


A. Satu hal yang sulit untuk menemukan lokasi uji coba AIP Tilapia dengan pembudidaya yang mau mengeluarkan ongkos sendiri dan memperbaiki cara berbudidaya. Hal tersebut dikarenakan mereka sudah nyaman dengan kondisinya, meski tingkat keuntungannya belum optimal. B. Sulit menemukan kelompok masyarakat pembudidaya yang lebih mengedepankan kebersamaan tanpa mengharapkan dukungan terutama dukungan pendanaan. C. Adanya perusahaan besar yang bisa menjadi bapak angkat untuk pembudidaya dengan syarat harus mengikuti BMP atau SOP perusahaan sehingga bisa meningkatkan pendapatan pembudidaya dan perusahaan serta menjaga kelestarian Danau Toba. Selain itu, terdapat permasalahan penting terkait pengelolaan Danau Toba sebagai kawasan strategis nasional, yaitu adanya Perpres No.81 tahun 2014 yang dapat menjadi salah satu jalan untuk membangun Danau Toba yang lebih lestari. Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah: A. Membuat BKPEKDT menjadi lebih berpengaruh atau menjadikan cikal bakal terbentuknya badan otorita. Sedangkan untuk Sungai Asahan sendiri sudah mempunyai badan otorita yang mengurus sungai asahan hingga ke hilirnya. B. Kelompok pembudidaya yang ada di Haranggaol telah membentuk persatuan pembudidaya dan hanya mengerjakan isu yang terkait budi daya di Haranggaol. Persatuan pembudidaya ini bisa ditingkatkan untuk mengakomodasi kebutuhan dari para pembudidaya yamg berada di perairan Danau Toba yang melingkupi 7 wilayah kabupaten. C. Adanya zonasi yang disetujui oleh 7 pemerintah kabupaten di sekeliling Danau Toba, khususnya untuk KJA dan berapa maksimal yang diperbolehkan dengan memperhatikan daya dukung optimum Danau Toba terhadap semua kegiatan yang dilakukan baik oleh perikanan, pertanian dan sektor lainnya.

52

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila


IX. REKOMENDASI

Secara umum, pelaksanaan AIP sepanjang 2010 – 2015 di Kabupaten Simalungun berjalan lancar, karena selalu berkoordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan, BP4K (penyuluh perikanan budi daya), termasuk dari pemerintah Desa di Sualan dan Desa Salbe. Terdapat beberapa kendala umum yang dihadapi dalam menjalankan program pendampingan budi daya nila di Danau Toba oleh WWF-Indonesia, yaitu: A. Pendampingan di lokasi uji coba AIP, karena sulitnya mendapatkan fasilitator lokal yang memiliki kemampuan teknis yang baik dan kurangnya waktu untuk menyelesaikan masalah yang ada. B. Masalah sosial yang menjadi kendala utama karena setiap pembudidaya terutama yang kerambanya banyak lebih cenderung curiga untuk mengetahui kekayaan mereka atau sebagai bahan untuk menjatuhkan mereka. Lebih lanjut, pemberdayaan masyarakat agar dapat berbudidaya nila yang ramah terhadap lingkungan serta berkelanjutan, dapat dilakukan dengan: A. Peningkatan kemampuan dari pembudidaya dengan pelatihan yang sesuai serta pendampingan yang terus menurus dari instansi terkait. B. Adanya persatuan yang kokoh dari pembudidaya tilapia di Toba sehingga mempunyai daya tawar yang tinggi terhadap penyedia saprotan dan perbankan. C. Dengan mencatat semua kejadian dalam proses budi daya maka pembudidaya dapat memahami masalah yang timbul selama budi daya dan mencari pemecahannya untuk siklus berikutnya serta

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila

53


berkonsultasi dengan petugas lapangan. Serta sebagai media bagi perbankan untuk mengetahui usaha ini layak untuk diberi pendanaan atau tidak.

Š WWF-Indonesia - Arifsyah Nasution

D. Penerapan standar ISRTA dari ASC ataupun standar internasional lainnya dengan benar dan menanggung secara bersama (kelompok) biaya yang timbul dalam pembuatan standar tersebut.

54

Memberdayakan Pembudidaya, Meningkatkan Kualitas Pembudidayaan Ikan Nila



WWF-INDONESIA Gedung Graha Simatupang Tower 2 Unit C, Lantai 7 Jalan Letjen TB Simatupang Kav. 38, Jakarta Selatan 12540 Phone +62 21 7829461

Misi WWF

Untuk menghentikan terjadinya degradasi lingkungan dan membangun masa depan dimana manusia hidup berharmoni dengan alam www.wwf.or.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.