Prosiding Paper ISSC 2017

Page 1


PROSIDING INDONESIAN SCIENCE STUDENT CONFERENCE (ISSC) 2017 Yogyakarta, 27-29 Oktober 2017

PROSIDING INDONESIAN SCIENCE STUDENT CONFERENCE (ISSC) 2017 27 OKTOBER 2017 JUDUL BUKU: PROSIDING ISSC 2017: ”Kontribusi Inovatif dan Solutif dalam Optimalisasi Energi, Pangan, dan Lingkungan sebagai Perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030”

TIM PENYUSUN Cover : Rafif Ryan Raditya Tata Letak : Rahmat Hidayat Muhammad Al Thariqsyah Penyunting : Rahmat Hidayat Muhammad Al Thariqsyah

Penerbit: Lingkar Studi Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada

i


KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, maka Indonesian Science Student Conference (ISSC) 2017 dapat berjalan dengan baik dan dapat menghasilkan Prosiding Paper Indonesian Science Student Conference (ISSC) 2017: Kontribusi Inovatif dan Solutif dalam Optimalisasi Energi, Pangan, dan Lingkungan sebagai Perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Tujuan dari penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk menghimpun dan merumuskan ide-ide dari akademisi sebagai persiapan untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di tahun 2030 mendatang. Peningkatan penduduk menjadi salah satu faktor pemicu dari adanya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dimana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan diagendakan untuk menjawab tuntutan kepemimpinan dunia dalam mengatasi masalah-masalah dunia dalam bentuk aksi nyata. Konsep ini lahir pada Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB, Rio+20 pada 2012. Dalam proposal pengajuannya, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memiliki 17 tujuan yang meliputi penghapusan kemiskinan, penghapusan kelaparan, penjaminan kesehatan, penyediaan pendidikan berkualitas, penjaminan kesetaraan gender, penyediaan air bersih dan sanitasi, penyediaan energi bersih yang terjangkau, penyediaan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industri, inovasi dan infrastruktur, pengurangan kesenjangan, pembangunan kota dan komunitas berkelanjutan, penjaminan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, penanganan perubahan iklim, perlindungan ekosistem laut, perlindungan ekosistem daratan, pendorongan perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh dan penjalinan kemitraan global untuk mencapai tujuan. Indonesian Science Student Conference “Kontribusi Inovatif dan Solutif dalam Optimalisasi Energi, Pangan, dan Lingkungan sebagai Perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030� yang diselenggarakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada berupaya untuk memberi wahana untuk komunikasi dan penyebaran informasi, pengetahuan dan teknologi hasil penelitian yang berfokus di Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Akhir kata, kami berharap agar acara ini dapat dilaksanakan secara rutin demi mempersiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi masalah-masalah yang akan muncul di masa depan.

Yogyakarta, November 2017

Panitia

ii


SAMBUTAN KETUA PANITIA

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan nikmat dan karuniaNya, sehingga serangkaian acara Indonesian Science Student Conference dapat terwujud. Indonesian Science Student Conference atau ISSC merupakan kegiatan konferensi tahunan dengan basis penelitian bertaraf nasional, dimana kegiatan ini ditujukan kepada siswa, mahasiswa, dan profesional sains yang berada di negara Indonesia. Kegiatan ini merupakan revolusi dari International Conference for ASEAN Science and Technology Student (ICASTS) 2014 dan 2015 yang dilaksanakan bersama ASOSTyN UGM-Council dan PESTAGAMA 2016. Dan sujud syukur, acara ini dapat terlaksana dengan baik atas rahmat dan hidayah-Nya. Tentu saja, tak lupa pula kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung suksesnya acara ini. ISSC 2017 diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang terdiri dari berbagai kalangan akademisi dan umum dari berbagai provinsi di Indonesia. Adapun hasil penelitian para peserta kami rangkum dalam prosiding ini demi perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata, kami berharap agar prosiding yang tersaji dapat bermanfaat untuk peserta, dan tidak tertutup pula untuk masyarakat umum.

Yogyakarta, 27 Oktober 2017

Ketua Panitia

iii


DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................i KATA PENGANTAR ..............................................................................................................................ii SAMBUTAN KETUA PANITIA.............................................................................................................iii DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iv

PEMANFAATAN

BIOTERNATIVE

LECTURER

(BIOGAS

AS

ALTERNATIVE

OF

ELECTRICAL SUPPLY FOR LIVESTOCK CARRIER) DARI PELABUHAN TENAU KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR KE PELABUHAN TANJUNG PRIOK JAKARTA Putu Widhi Aprilia, Achmad Taufik Rendi Kisserah, Albertus Ferdy Darmawan ..................................................1 TEKNOLOGI

LINGKUNGAN

TEPAT

GUNA

DALAM

PENGELOLAAN

SAMPAH

DOMESTIK STUDI KASUS KELURAHAN CIHAURGEULIS KOTA BANDUNG Rafindra Dwi Putra, Indira Fitradinka Noor, Natasya Hasna A. .........................................................................9 PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PERHITUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU (RTH): STUDI KASUS KOTA BEKASI Martin Ridwan, Evi Muharoroh ......................................................................................................................16 ANALISIS ARAH PERGERAKAN FLUIDA LAPANGAN PANAS BUMI LAHENDONG DENGAN METODE 4D MICROGRAVITY Emi Ulfiana, Ayun Ria Ainun, Puji Ariyanto .....................................................................................................22 IDENTIFIKASI LAHAN TERPAPAR PUPUK BERDASARKAN NILAI KONDUKTIVITAS DI DAERAH PERKEBUNAN BUKIT TUNGGUL JAWA BARAT Tiya Rosdianti Utari, Gita Nia Muharina ..........................................................................................................27 PLASTIK

BIODEGRADABLE

BERBASIS

SELULOSA

KULIT

ARI

KEDELAI:

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT ARI KEDELAI SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF PERMASALAHAN PLASTIK DALAM MENCAPAI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS 2030 Aisyah Latifah, Khusnul Layli Putri, Wida Adelia ..............................................................................................32 INTEGRASI GM2C METHOD (GRAVITY, MT, MEQ, CSAMT) SEBAGAI UPAYA DALAM IDENTIFIKASI RESERVOIR BARU PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANASBUMI (PLTP) DI DAERAH WAYANG - WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT Ulyl Aidi Al-Abshor, EM.Rifqi Wilda Pradana , Dwiqie Riaviano ........................................................................39 iv


ANALISIS BIDANG GELINCIR DENGAN METODE RESISTIVITAS: STUDI KASUS DAERAH PANAS BUMI ULUBELU Desta Amanda Nuraini, Martin Ridwan, Nana Maulana....................................................................................47 PEMANFAATAN COAL BED METHANE SEBAGAI SOLUSI UNTUK KETAHANAN ENERGI INDONESIA Akmal Dzulfikar Rachmananto , Nur Indah Setyawati ............................................................................................. 51 MICROCRYSTALLINE CELLULOSE TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGGANTI MICROBEADS YANG RAMAH LINGKUNGAN Sesia Fitri Anisa, Ferlita Feliana .............................................................................................................................. 57 ENDAPAN LUMPUR WADUK SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN Irfa’ Darojat, Annisa Gebriella, Inne Herlica ............................................................................................................ 65

v


Prosiding Paper ISSC 2017

Pemanfaatan BIOTERNATIVE LECTURER (Biogas as Alternative of Electrical Supply for Livestock Carrier) dari Pelabuhan Tenau Kupang Nusa Tenggara Timur ke Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta 1

Putu Widhi Aprilia, 2Achmad Taufik Rendi Kisserah, 3Albertus Ferdy Darmawan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya vidiaprilia@gmail.com

Abstrak – Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional, Jakarta membutuhkan 143.000 ekor sapi untuk dipotong pertahun. Namun anomali antara jumlah konsumsi daging sapi dengan jumlah peternakan sapi yang ada di Jakarta mengakibatkan Jakarta harus mendatangkan sapi dari luar Pulau Jawa yakni Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu provinsi dengan produksi sapi yang cukup besar. Untuk mendatangkan sapi tersebut dibutuhkan alat transportasi yang aman yakni berupa kapal pengangkut hewan ternak atau livestock carrier. Kebutuhan akan sumber energi listrik di kapal sangat penting untuk dipenuhi baik dalam kondisi normal maupun kondisi darurat. Banyak ide, gagasan, dan inovasi baru yang dicetuskan manusia untuk melakukan pemenuhan kebutuhan energi listrik akibat semakin berkurangnya ketersediaan bahan bakar fosil. Salah satunya dengan memanfaatkan kotoran hewan ternak menjadi biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi listrik alternatif pada kapal pengangkut hewan ternak. Kotoran sapi yang dihasilkan selama pelayaran ditampung pada sebuah tangki untuk dicampur air dengan perbandingan 1:1 pada suhu 2728 derajat celcius. Hasil campuran kedua bahan ini akan otomatis masuk ke tangki reaktor gas dan terbentuk biogas yang kemudian disalurkan ke genset biogas untuk memenuhi sistem kelistrikan kapal. Untuk pengangkutan sapi sebanyak 1.224 ekor, dihasilkan daya sebesar 62,10 KW atau energi sebesar 1490,51 KWh. Selain biogas, dihasilkan pula produk sampingan berupa pupuk organik cair dan pelet ikan yang dapat dijual untuk menghasilkan keuntungan. Diharapkan dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai biogas dan kemudian mengubahnya menjadi energi listrik, dapat mengurangi konsumsi bahan bakar pada kapal, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih hemat serta lebih ramah lingkungan. Kata Kunci : Biogas, Listrik, Livestock Carrier hewan ternak atau livestock carrier. Selama menempuh pelayaran, sapi menghasilkan kotoran yang tidak dimanfaatkan. Kotoran sapi mengandung gas yang dapat merusak lingkungan. Beberapa jenis gas yang dihasilkan diantaranya adalah gas H2S, gas CO2, dan gas metana. Namun dibalik semua kekurangan tersebut, kotoran sapi ternyata dapat dimanfaatkan menjadi energi alternatif berupa biogas. Untuk menggerakkan kapal serta memenuhi sistem kelistrikan kapal, diperlukan energi yang diperoleh dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil yang digunakan pada kapal pengangkut hewan ternak adalah solar. Kebutuhan akan sumber energi di kapal sangat penting untuk dipenuhi dalam kondisi normal

I. PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017 mengenai konsumsi daging sapi Nasional, Jakarta merupakan salah satu kota yang banyak mengkonsumsi daging sapi, hal ini mengakibatkan kebutuhan akan daging sapi meningkat secara drastis.1 Peternakan sapi di Pulau Jawa yang jumlahnya tidak banyak belum bisa memenuhi permintaan daging sapi yang selalu meningkat. Jalan satu – satunya adalah dengan cara mendatangkan sapi dari daerah lain di luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Timur. Untuk medatangkan sapi tersebut maka dibutuhkan alat transportasi yang dapat mengangkut sapi dengan aman. Salah satu alat transportasi tersebut adalah kapal pengangkut 1


Prosiding Paper ISSC 2017

maupun kondisi darurat. Kondisi beban pemakaian menuntut sistem kelistrikan selalu aktif dalam segala kondisi termasuk ketika sumber utama daya listrik mengalami pemadaman.

2.3 Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob (Wahono, 2009).2 Dari penguraian bahan-bahan organik tersebut akan dihasilkan gas sebagai berikut: Metana : 40 – 75 % N2 : 0,5 – 3 % CO2 : 25 – 40 % H2 : < 3% H2S : < 3 % O2 : < 1% Bahan organik yang digunakan sebagai sumber biogas antara lain kotoran ternak, limbah industri, dan sampah organik. Berikut adalah tabel perolehan biogas dari bahan mentah :

II. LANDASAN TEORI 2.1 Kapal Pengakut Hewan Ternak (Livestock Carrier) Livestock carrier atau kapal pengangkut hewan ternak berupa sapi merupakan kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut muatan berupa sapi dari satu pulau ke pulau lainnya. Di Indonesia belum banyak dijumpai kapal yang secara khusus dirancang untuk pengangkutan sapi, secara umum proses pengangkutan sapi menggunakan kapal General Cargo dimana kapal tersebut tidak dirancang untuk mengangkut sapi. Sehingga banyak sapi yang tidak terawat dengan baik pada saat proses pengiriman. Kapal yang digunakan dalam pengangkutan ternak sapi merupakan jenis KLM (Kapal Layar Motor). Kapal ini harus memiliki paddock yang cukup untuk menampung muatan sapi yang akan dikirim selama pelayaran. Paddock kapal adalah ruangan dalam kapal yang ditempati oleh sapi dan dibatasi oleh pagar serta dilengkapi dengan tempat pakan, minum dan pembuangan kotoran.

Tabel 1. Perolehan Biogas dari Berbagai Sumber 3

Bahan Mentah Kotoran babi Kotoran sapi Kotoran kuda Kotoran domba

Perolehan Liter/(kg POK) 340 – 550 90 – 320 200 – 300 90 – 310

Perolehan rata-rata Liter/(kg POK) 445 200 250 200

(Sumber : Wahyuni, 2013)

2.4 Sistem Kelistrikan Kapal Energi untuk beban penerangan dan beban daya sistem kelistrikan suatu kapal biasanya disuplai oleh dua atau lebih generator. Selain itu juga dapat disuplai dari emergency generator atau dari baterai (aki). Daya listrik keluaran dari generator ini biasanya semua akan dipusatkan menuju ke satu Main Switch Board (MSB). Biasanya, emergency switchboard dan sistem emergency distribution dayanya terhubung dengan bus tie dari switchboard di kapal. Jika sistem pelayanan daya di kapal mengalami kegagalan/kerusakan, sistem emergency distribution akan secara otomatis berpindah dari pelayanan normal ke pelayanan emergency generator.

2.2 Produksi Kotoran sapi Sapi merupakan salah satu binatang mamalia yang memakan tumbuh-tumbuhan. Berat satu ekor sapi berkisar antara 300 kilogram hingga 500 kilogram. Sapi dengan bobot 450 kg dapat menghasilkan limbah berupa feses hingga 25 kg per hari. Kotoran sapi mengandung gas yang dapat merusak lingkungan. Salah satu gas yang dihasilkan tersebut adalah gas H2S. Gas ini merupakan gas yang menimbulkan bau pada kotoran sapi. Selain itu ada juga gas CO2 dan gas metana yang merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global.

2.5 Automatic Change Over Switch (ACOS) ACOS adalah suatu alat untuk mempermudah perpindahan daya secara otomatis pada main generator atau sumber listrik utama pada kapal menjadi emergency generator saat keadaan 2


Prosiding Paper ISSC 2017

darurat. Prinsip kerja dari ACOS adalah menggunakan ATS (Automatic Transfer Switch) yaitu dengan menggunakan sensor dan sistem AMF (Automatic Main Failure), ATS ini biasanya disandingkan dengan baterai berkapasitas besar untuk membackup tegangan sementara selama emergency generator belum berjalan. Apabila sensor mendeteksi tidak adanya sumber tegangan pada sumber listrik utama maka akan secara otomatis penggunaan source beralih ke baterai dan setelah emergency generator berjalan beban akan dialihkan ke emergency generator.

Jakarta harus mendatangkan sapi dari daerah lain mulai dari Sulawesi Selatan, NTT, NTB, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung. Tidak berhenti disitu saja jika kebutuhan daging sapi tidak tercukupi, DKI Jakarta juga mendatangkan daging sapi dari negara lain.

III. METODE PENELITIAN Studi literatur merupakan tahap awal dalam penelitian. Tahap studi literatur bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, informasi serta konsep-konsep dasar. Studi Literatur ini bisa didapatkan melalui jurnal, buku, referensi internet, ebook, dan berbagai sumber referensi lainnya. Penulis berharap dapat mendapatkan informasi serta pengetahuan lebih mendalam agar dapat melakukan tahap penelitian selanjutnya dengan lebih mudah. Selanjutnya dilakukanlah analisis dengan mengkaji hal apa saja yang berpengaruh. Tujuan dari analisis ini yakni untuk mengetahui kekurangan agar dapat terus dikembangkan, memiliki manfaat yang besar, serta dapat diterapkan secara mudah, aman tanpa membahayakan dan memberikan dampak buruk. Penyusunan laporan merupakan tahapan terakhir, dimana laporan ini berisi tentang segala hal yang telah dilaksanakan pada tahap sebelumnya untuk memberikan solusi baru. Tujuan dari penyusunan laporan ini sendiri adalah untuk melaporkan segala kegiatan yang telah dilaksanakan mulai dari awal hingga akhir dengan sebaik mungkin.

Gambar 1. Prosentase Daerah Penghasil Sapi (Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017)

Namun kebutuhan daging sapi di DKI Jakarta dapat ditutupi dengan mendatangkan sapi dari NTT, hal sebelumnya yang harus diperhatikan adalah konsumsi daging sapi di DKI Jakarta yang besar dengan produksinya yang rendah maka diperlukan sapi dari daerah lain yaitu sebesar 50,000 ton per tahun atau 143.000 ekor sapi per tahun, jumlah itu masih memenuhi kapasitas produksi sapi di NTT sebesar 809.776 ekor per tahun.4 Dengan kata lain, sebenarnya hanya dengan mengandalkan populasi sapi di NTT sudah bisa memenuhi kebutuhan daging sapi di DKI Jakarta. Tabel 2. Pengiriman Sapi dari NTT ke DKI Jakarta

No 1 2 3 4 5 6 7

Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Kebutuhan 29.21 Ribu ekor 30.66 Ribu ekor 32.11 Ribu ekor 41.90 Ribu ekor 46.13 Ribu ekor 51.75 Ribu ekor 58.75 Ribu ekor

(Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2017)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebutuhan Pengiriman Sapi dari NTT ke Jakarta DKI Jakarta merupakan daerah yang tidak produktif dalam memproduksi daging sapi. Untuk memenuhi kebutahan di daerahnya,

4.2 Detail Kapal Pengangkut Sapi 4.2.1 Rute Pelayaran Pada penelitian kali ini pengangkutan sapi dilakukan dari NTT langsung menuju Jakarta tanpa bersinggah di pelabuhan manapun. Oleh 3


Prosiding Paper ISSC 2017

sebab itu penggunaan rute ini menjadi dasar radius pelayaran dalam proses desain kapal, dikarekan radius pelayaran ini merupakan bagian yang berpengaruh pada berbagai macam aspek, diantaranya adalah kapasitas tangki bahan bakar, jumlah consumable baik untuk crew kapal maupun ternak dan juga jumlah dari crew kapal. Berikut merupakan jarak dari NTT dan jakarta :

dikirim dari NTT menuju ke Jakarta dalam waktu seminggu adalah 1.224 ekor. 4.2.3 Spesifikasi Kapal Adapun spesifikasi kapal pada karya tulis ini yakni : a. Jenis Kapal : Peti Kemas b. Jenis Muatan : Sapi c. DWT : 3975.15 ton d. Payload : 3205 ton e. Kecepatan Dinas : 14 knot f. Radius Pelayaran : 1084 Nm

Gambar 2. Jarak Dari Pelabuhan Tenau Kupang ke Pelabuhan Tanjung Priok (Sumber : Sea-distance.org)

Dari gambar tersebut kita dapat mengetahui jarak yang akan ditempuh kapal yaitu dari pelabuhan asal Tenau Kupang, Nusa Tenggara Timur menuju pelabuhan tujuan Tanjung Priok, Jakarta akan menempuh jarak sejauh 1082 Nm dengan kecepatan dinas kapal sebesar 14 Knot. Kapal diperkirakan akan menempuh perjalanan selama 3 hari 5 jam atau 3,2 hari, hal tersebut diluar kondisi cuaca buruk dan waiting time di pelabuhan.

Gambar 3. Gambaran Umum Kapal Pengangkut Sapi (Sumber : Tugas Merancang Kapal)

4.2.4 Limbah Kotoran Sapi di Kapal Limbah kotoran sapi adalah jumlah kotoran sapi yang dihasilkan dari proses pencernaannya. Hal tersebut berguna untuk menentukan dimensi tangki dari tempat penampungan kotoran sapi, yang akan diletakkan dan di install pada kapal. Penentuan dimensi tangki penampungan kotoran ternak di dasarkan pada jumlah kotoran ternak yang di hasilkan setiap ternak yaitu 25 kg dan dikalikan dengan jumlah sapi yang diangkut sebanyak 1.224 ekor dikalikan lama perjalanan dari NTT menuju ke Jakarta selama 3,2 hari. Dari perhitungan tersebut, jumlah dari kotoran ternak yang dihasilkan dalam 1 trip adalah sebesar 97,92 ton. Oleh karena itu volume tangki yang ada haruslah dapat menampung kotoran ternak yang dihasilkan sapi tersebut. Dimensi dari tangki kotoran tersebut di dapat dari jumlah kotoran ternak selama perjalanan yaitu sebesar 97,92 ton dibagi dengan massa jenis dari kotoran sapi tersebut per ton nya, kotoran sapi tersebut massa jenisnya diasumsikan sebesar 0.7 ton/m3.

4.2.2 Perhitungan Kapasitas Kapal Kapasitas ternak yang diangkut pada kapal ini didasarkan pada kebutuhan hewan ternak pada setiap tahunnya. Dalam penentuan jumlah sapi yang dikirim dari NTT menuju ke Jakarta harus diperhitungkan jumlah sapi yang dikirim dalam waktu satu tahun. Dalam waktu satu tahun kapal harus mengangkut sapi sebanyak 58.750 ekor sapi pada tahun 2017, dari data tersebut maka kapal harus membawa sapi sebanyak 4.896 ekor dalam satu bulan. Dikarenakan untuk mengangkut semua sapi tersebut dibutuhkan dimensi kapal yang sangat besar, oleh karena itu pengiriman sapi dibagi sebanyak 4 kali dalam satu bulan. Sehingga didapat jumlah sapi yang

4


Prosiding Paper ISSC 2017

Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan. Limbah kotoran sapi akan dicerna oleh bakteri anaerob dan menghasilkan biogas. Dari proses fermentasi limbah yang terjadi di dalam tabung digester akan menghasilkan biogas, serta slurry. Tangki ketiga yaitu tangki outlet (penampung sisa hasil pemrosesan). Tangki ini berfungsi untuk menampung limbah hasil dari proses pembentukan biogas yang akan diolah pada tanki pengolah sludge. Pada penelitian ini biogas diasumsikan terbentuk setelah 30 hari. Hasil akhir dari proses pembentukan biogas berupa pupuk organik cair dan pelet ikan. Pupuk organik ini sudah tidak berbau tetapi masih mengandung air dan dapat langsung digunakan untuk menyuburkan tanaman.

Maka diperoleh dimensi tangki yaitu sebesar 139,8 m3.

Gambar 4. Letak Tangki Kotoran Sapi (Sumber : Tugas Merancang Kapal)

4.3 Instalasi Biogas Instalasi biogas terdiri dari 4 tangki utama yaitu tangki inlet, digester, outlet, dan pengolah sludge. Tangki inlet berguna untuk menampung dan mengencerkan kotoran sapi sebelum dimasukkan ke dalam digester. Di dalam bak ini terdapat penyaring yang berfungsi untuk memisahkan rumput atau benda asing lainnya dengan kotoran sapi yang akan masuk ke digester, pemisahan dilakukan agar limbah kotoran sapi tidak bercampur dengan bahan material asing yang dapat mengganggu proses fermentasi. Di tangki inlet juga terjadi proses pengenceran, pengenceran dilakukan dengan menambahkan air dengan perbandingan antara limbah dan air yaitu 1:1. Tangki kedua yaitu tangki digester (pemroses), tangki ini berfungsi untuk memproses limbah kotoran sapi dan pemisah antara gas yang akan diambil dengan material lain yang harus dikeluarkan dari dalam tangki tersebut. Prinsip pembuatan digester sendiri yaitu kondisi fisik harus kedap udara, memiliki jalan masuk dan keluar untuk kotoran dan saluran biogas, memiliki ruang kosong untuk menampung gas methan, dan suhu harus hangat. Limbah kotoran sapi yang terdapat pada tangki digester mengalami tiga proses reaksi kimia yaitu : (1) Tahap pelarutan bahan-bahan organik, pada tahap ini bahan padat yang mudah larut atau yang sukar larut akan berubah menjadi senyawa organik yang larut; (2) Tahap asidifikasi atau pengasaman, merupakan tahap terbentuknya asam-asam organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri; (3)

4.4 Kalkulasi Konversi Energi Seekor sapi dewasa rata-rata menghasilkan 25 kg kotoran per hari. Sehingga untuk setiap 1 ekor sapi menghasilkan biogas 0,94 mÂł/hari. Berikut dilampirkan kalkulasi konversi energi yang dihasilkan selama satu hari perjalanan pengangkutan sapi dari NTT ke Jakarta. Tabel 3. Kalkulasi Konversi Energi

Jumlah Sapi (ekor) Kalkulasi Biogas yang dihasilkan (mÂł/ekor/hari) Biogas yang dihasilkan dari peternakan dalam kapal (mÂł/ hari) Daya yang dihasilkan (Kw) Energi yang dihasilkan (Kwh)

60

400

1.224

0,94

0,94

0,94

70,5

470

1438,2

3,05

20,3

62,10

73,2

487,2

1490,5

(Sumber : Biogas Production The Methane Digester for Biogas, 2014)

5


Prosiding Paper ISSC 2017

Energi yang dihasilkan oleh 1.224 ekor sapi selama sehari perjalanan dari NTT ke Jakarta sebesar 1490,51 Kwh atau dengan kata lain menghasilkan daya sebesar 62,10 Kw.

3

4 4.5 Kebutuhan Listrik Kapal Pengangkut Hewan Ternak 4.5.1 Peralatan Navigasi Dalam buku "Merchant Ship Design Hand Book V” diberikan ketentuan untuk peralatan navigasi.6 Sehingga diperoleh :

5

6

Tabel 4. Kebutuhan Daya Peralatan Navigasi

No

Jenis Alat

n

1 2

Marine radar Echo sounder Radio Direction Finder (RDF) Satelit navigasi (GPS) Telegraph Telepon Radio komunikasi VHF multi chanel

1 1

3 4 5 6 7 8

Daya Kebutuhan (W) Daya (W) 50 50 50 50

1

50

50

1

50

50

1 1

50 50

50 50

1

50

50

1

50

50

7

8 9

10

jarak pancar 5 mill Lampu morse (Morse signal light) 1 60 136° warna kuning jarak pancar 3 mill Lampu jangkar (Anchor light) 2 75 360° warna putih jarak pancar 2 mill Lampu buritan (Stern light) 1 60 135° warna putih jarak pancar 2 mill Lampu bongkar muat 1 500 (Cargo handling light) bening Lampu Pelayaran (Range) 2 40 225° warna bening jarak pancar 2 mill Lampu sekoci warna 2 75 bening Lampu sorot (Search 2 1000 light) jarak pancar 2 mill 6 20 Lampu penerangan luar

60

150

60 500

80 150 2000

120

(Sumber : Merchant Ship Design Hand Book V)

(Sumber : Merchant Ship Design Hand Book V)

Total kebutuhan daya lampu navigasi = 3,38 Kw Total kebutuhan daya peralatan navigasi = 400 Watt = 0,4 Kw

4.5.3 Galley Dalam buku “Merchant Ship Design Hand Book VI” diberikan ketentuan untuk perlengkapan dapur.6 Sehingga diperoleh :

4.5.2 Lampu Navigasi Dalam buku "Merchant Ship Design Hand Book V” juga diberikan ketentuan untuk lampu navigasi.6 Sehingga diperoleh :

Tabel 6. Kebutuhan Daya Galley

No

Jenis Alat

n

Tabel 5. Kebutuhan Daya Lampu Navigasi

No 1

2

Alat Penerangan

n

1

Daya Total (W) (W)

2

Lampu samping (side light) 75 Starboard side 112,5° 1 75 warna hijau jarak pancar 3 mill 1 75 75 Port side 112,5° warna merah jarak pancar 3 mill Lampu tiang utama (Head mast light) 225° warna putih 2 75 150

3 4 5

Electric cooking range Lemari es Electric water boiler Refrigerator Electric baking oven

Daya Kebutuhan (W) Daya (W)

4

150

600

4

150

600

1

2000

2000

2

700

1400

1

5000

5000

(Sumber : Merchant Ship Design Hand Book VI)

Total kebutuhan daya galley = 9,6 Kw Sehingga total daya sebesar = 0,4 Kw + 3,38 Kw + 9,6 = 13,38 Kw

6


Prosiding Paper ISSC 2017

Jadi sisa daya yang masih bisa digunakan = 62,10 Kw – 13,38 Kw = 48,72 Kw

Kayu Bakar 3,50 Kg (Sumber : Wahyuni, 2013)

Volume biogas yang dihasilkan oleh 1.224 ekor sapi perhari selama menempuh rute pelayaran dari NTT ke jakarta sebesar 1438,2 m3/hari atau setara dengan memproduksi solar sebanyak 747,864 liter perhari. Dan apabila kita kalkulasikan ke dalam rupiah sama halnya dengan menghemat biaya sebesar Rp. 16.752.153,00. Selain itu, produk sampingan yang dihasilkan dari proses pengolahan kotoran ternak menjadi biogas pada kapal pengangkut ternak ini dapat diolah menjadi pupuk organik cair (POC) dan pelet ikan dengan jumlah 9836 botol POC dan 7504 kg pelet ikan perhari yang rencananya akan dijual untuk menghasilkan keuntungan. Berikut adalah tabel keuntungan yang akan diperoleh dari proses penjualan produk sampingan biogas:

4.5.4 Emergency Generator Black Out adalah kondisi dimana sumber tenaga penggerak utama, permesinan bantu, dan peralatan lainnya pada kapal tidak beroperasi karena tidak adanya pasokan listrik yang disebabkan oleh kegagalan pada sistem kelistrikan. Penyebab gagalnya sistem kelistrikan ini cukup banyak seperti genset utama mengalami kerusakan, peralatan sistem kontrol mengalami kerusakan, short circuit, dll. Untuk itulah dibutuhkan sebuah alat yang disebut emergency generator yang dapat menggantikan kerja dari generator utama yang menggunakan sistem Automatic Change Over Switch (ACOS). ACOS adalah suatu alat untuk mempermudah perpindahan daya secara otomatis pada main generator atau sumber listrik utama pada kapal menjadi emergency generator saat keadaan darurat. Besarnya beban listrik total pada kondisi darurat/emergency adalah 160.254,5 Kw. Hal ini sudah disesuaikan dengan peraturan SOLAS chapter II-1 ConstructionStructure, sub division and stability, machinery and electrical installations part. D. rules 42 dan BKI Volume IV. Rules for electrical installations. section 14. Additional rules for ship. Sehingga sisa daya hasil pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas yang besarnya 48,72 Kw dapat dimanfaatkan untuk mensuplai sebagian besar kebutuhan daya pada emergency generator.

Tabel 8. Keuntungan Penjualan

1

Pelet

2

POC

Jumlah

Harga

7504 kg 9836 botol

1500,00/ kg 400,00/ botol

Keuntungan 11.256.000,00 3.934.400,00 15.190.400,00

4.7 Dampak Terhadap Lingkungan Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi listrik merupakan salah satu alternatif dalam rangka mengganti/mensubtitusi sumber energi listrik tenaga fosil. Selain sumber-sumber energi fosil yang semakin terbatas, sumber energi listrik tenaga fosil melepaskan CO2 akibat dari pemanfaatan pembakaran energi fosil. CO2 merupakan salah satu emisi penghasil gas rumah kaca. Pembuangan kotoran ternak dalam waktu tertentu akan melepaskan CH4 ke udara akibat dari proses fermentasi alami. CH4 termasuk salah satu emisi penghasil gas rumah kaca selain CO , CH mempunyai sifat polutan 21 kali jika

Tabel 7. Kesetaraan Nilai Biogas 3

Bahan Bakar Elpiji 0,45 Kg Minyak Tanah 0,62 Liter

1 m3 biogas

Jenis

Keuntungan

4.6 Perhitungan Nilai Ekonomi Berikut adalah tabel kesetaraan nilai biogas: Keterangan

N o

Bensin 0,80 Liter

2

4

dibandingkan CO2. Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan kotoran hewan ternak sebagai bahan baku biogas mempunyai kontribusi 2 kali

Solar 0,52 Liter

7


Prosiding Paper ISSC 2017

dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, yakni mengurangi emisi akibat mengganti / mensubtitusi bahan bakar fosil dan mengurangi emisi akibat pembakaran gas methan.

5.2 Saran Pemanfaatan kotoran hewan ternak di kapal pengangkut ternak atau livestock carrier masih terbatas, bahkan tidak dimanfaatkan sama sekali. Padahal akan membawa manfaat lebih apabila ditangani dengan benar. Untuk itu pemerintah dan berbagai pihak diharapkan ikut serta mendukung adanya inovasi ini, sehingga diharapkan permasalahan energi dan lingkungan yang ada dapat teratasi.

V. KESIMPULAN 5.1 Simpulan Dari analisis yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut. a. Peternakan sapi di Pulau Jawa khususnya Jakarta yang jumlahnya tidak banyak belum bisa memenuhi permintaan daging sapi yang selalu meningkat, jalan satu – satunya adalah dengan cara mendatangkan sapi dari daerah lain di luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan alat transportasi berupa kapal ternak atau livestock carrier. b. Selama menempuh pelayaran, sapi menghasilkan kotoran yang dapat dimanfaatkan menjadi energi alternatif berupa biogas dan produk sampingan berupa pupuk dan pelet ikan. c. Biogas dapat dimanfaatkan untuk memenuhi sistem kelistrikan kapal baik dalam kondisi normal maupun kondisi darurat. Kondisi beban pemakaian menuntut sistem kelistrikan selalu aktif dalam segala kondisi termasuk ketika sumber utama daya listrik mengalami pemadaman. Untuk keadaan darurat biasanya digunakan Emergency Generator sebagai penyedia sumber daya alternatif menggunakan sistem Automatic Change Over Switch (ACOS). d. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai biogas yang kemudian diubah menjadi energi listrik dapat mengurangi konsumsi bahan bakar pada kapal, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih hemat serta lebih ramah lingkungan karena tidak menimbulkan emisi berlebih.

DAFTAR PUSTAKA [1] BPS Provinsi DKI Jakarta. 2017. Konsumsi Daging Sapi Jakarta. https://bps.go.id [28 Agustus 2017] [2] Wahono,S. 2009. Peningkatan Performa Biogas Untuk Pembangkit Listrik, Makalah Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Semarang [3] Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya. [4] Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2017. Populasi Sapi Provinsi. www.disnakprovntt.web.id [3 September 2017] [5] Afandi, M. Z. 2017. Desain Konseptual Peti Kemas untuk Alat Angkut Hewan Ternak dari Kawasan Indonesia Timur Pada Kapal Penumpang 2 in 1. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [6] Prasad. 2012. Merchant Ship Design Hand Book. Rules for ship. [7] SOLAS. 2017. Chapter II-1 Construction-Structure, sub division and stability, machinery and electrical installations part. D. rules 42 [8] BKI Volume IV. 2017. Rules for electrical installations. section 14. Additional rules for ship. [9] Anonymous, 2014. Biogas Production The Methane Digester for Biogas. http://www. habmigern.2003.info/methane-digester [26 Agustus 2017] [10] Anonymous, 2012. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi untuk Biogas, Pakan Ikan dan Pupuk. http://www.properlinkdarma.or.id [ 2 September 2017] [11] Dikshie. 2009. Proyekers [PROYEKERS] Sapi & Kprosperity (inkubasi industri Reaktor Biogas & Kompos)]. http://ipv6.ppk.itb.ac.id/ mailman/listinfo/proyekers [2 September 2017] [12] Rahman,B. 2017. Biogas, Sumber Energi Alternatif http://www. kimianet.lipi.go.id. [27 Agustus 2017]

8


Prosiding Paper ISSC 2017

TEKNOLOGI LINGKUNGAN TEPAT GUNA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK STUDI KASUS KELURAHAN CIHAURGEULIS KOTA BANDUNG Rafindra Dwi Putra, Indira Fitradinka Noor, Natasya Hasna A. Institut Teknologi Nasional Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan program pembangunan berkelanjutan yang disepakati negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang di dalamnya terdapat 17 tujuan dengan 169 capaian pada tahun 2030. Maksud dari tujuan SDGs ke 12 secara substansial mengurangi sampah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan pengemasan kembali. Bedasarkan tujuan tersebut penelitian ini terfokus pada pengelolaan sampah domestik anorganik dan pewadahan sampah di Rukun Warga (RW) 8 Kelurahan Cihaurgeulis, Kota Bandung. Dalam upaya memperoleh data dilakukan pengukuran berdasarkan Standard Nasional Indonesia 193964-1995, wawancara, kuesioner, dan pengambilan data dari laporan Kelurahan Cihaurgeulis pada tahun 2017. Hasil pengamatan didapatkan bahwa timbulan sampah total yang dihasilkan RW 8 yaitu mencapai 796,15 kg/hari, dengan 18,7% merupakan sampah anorganik. Dari persentase sampah anorganik tersebut 13% diataranya merupakan komposisi sampah plastik. Selain itu didapatkan juga data pewadahan sampah dimana persentase jenis wadah sampah yang menggunakan kantong plastik sebesar 37%. Pewadahan menggunakan kantong plastik akan menambah jumlah timbulan sampah sehingga diperlukan solusi pewadahan. Wadah sampah yang dibuat harus memudahkan masyarakat dalam proses pembuatannya, maka diperlukan barang/bahan baku yang mudah didapatkan. Bahan baku yang digunakan untuk membuat wadah sampah yaitu menggunakan kembali sampah plastik botol PET (reuse) yang dibentuk tabung dengan kapasitas 40,34 liter. Penggunaan kembali sampah botol plastik PET berpotensi mengurangi timbulan sampah botol plastik PET di RW 8 mencapai 95,085% sedangkan terhadap komposisi total plastik sebesar 15%. Selain mengurangi sampah, benefit yang diperoleh dari wadah sampah ini yaitu masyarakat mendapatkan wadah sampah, yang kuat, ringan, dengan volume yang cukup untuk menampung sampah 3 hari untuk 1 KK. Kata Kunci : Pembangunan berkelanjutan, anorganik, reuse, wadah sampah, masyarakat tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi [2]. Upaya pendefinisian SDGs memiliki aspekaspek yang terkandung didalamnya, antara lain: inclusiveness (pengkompromian antara kepentingan ekologi, ekonomi, politik, teknologi, dan sistem sosial); connectivity (adanya hubungan yang erat dan saling mendukung antara tujuan sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan; equity (pendistribusian manfaat sumber daya alam dan hak kelola kekayaan secara adil); prudence (penjaminan kelangsungan daya dukung dan kapasitas lingkungan); serta security (upaya mencapai kehidupan yang aman, sehat, dan berkualitas) [3]. Seiring dengan perkembangan kota serta meningkatnya pertumbuhan penduduk berdampak pada meningkatnya perekonomian

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sustainable Development mencakup tiga aspek, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan [1]. Setelah merumuskan Sustainable Development, negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sepakat untuk membuat tujuan pembangunan berkelanjutan atau disebut Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs adalah 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan 9


Prosiding Paper ISSC 2017

yang mengakibatkan semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat dan aktivitas lainnya. Salah satu dampak yang tidak bisa dihindari yaitu terjadinya peningkatan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Jumlah timbulan sampah yang tinggi harus diminimalisir dan dikelola secara benar, karena akan menimbulkan masalah di lingkungan. Sampah yang meningkat dan tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan masalah yang berdampak buruk, yaitu diantaranya bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius, selain itu dapat membuat banjir, mendatangkan penyakit seperti diare, kolera, dan tifus. Selain itu jika sampah tidak diminimalisir, maka sampah yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dalam jumlah yang besar akan mengurangi umur TPA. Terkait dengan problematika tentang persampahan dalam kerangka sustainable development, sampah merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin dihindari dari aktivitas kehidupan manusia. Sustainable development menggambarkan secara realistis bahwa dalam kondisi sekarang efek samping yang berupa sampah adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari, tetapi hanya bisa untuk dikelola dan diminimalisir sejak awal. Peluang inilah yang merupakan maksud dari sustainable development. Timbulan sampah ataupun limbah dapat diminimalisir sejak awal dengan upaya pencegahan sebelum sampah itu benar-benar ada. Secara aplikatif dapat diterapkan dalam bentuk sistem 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) yang menjadi salah satu solusi dalam menjaga lingkungan sekitar yang murah dan mudah untuk dilakukan. Salah satu tujuan sustainable development yang terkait dengan persampahan terdapat pada tujuan SDGs ke 12 yaitu responsible consumption and production yang targetnya adalah pada tahun 2030 secara substansial mengurangi limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan pengemasan kembali. Dalam mencapai SDGs maka dilakukan upaya sebagaimana mengacu pada hierarki ideal sistem pengelolaan sampah dengan urutan hierarki sampah dari yang tertinggi ke yang terbawah yaitu reduce, reuse, recycle, treatment, disposal, dan remediasi [4].

Permasalahan dalam sistem pengelolaan sampah masih banyak ditemukan dimulai dari masih tingginya timbulan sampah, masih belum sadar masyarakat untuk memilah sampah, pewadahan sampah yang belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan lain sebagainya. Salah satu masalah khususnya dalam sistem pewadahannya yaitu masyarakat lebih sering menggunakan kantong plastik sebagai wadah sampah karena simple, lebih murah, dan mudah didapat. Namun, kantong plastik tersebut dapat meningkatkan timbulan sampah karena hanya dapat digunakan sekali pakai. Untuk menanggulangi hal-hal tersebut maka dilakukan solusi penanganan sampah sesuai dengan hierarki pengelolaan sampah yaitu mulai dari sumber timbulan sampah hingga TPA. Namun, solusi yang akan difokuskan adalah mengenai pewadahan sampah. Solusi dari pewadahan sampah yaitu penerapan salah satu sistem 3R yaitu reuse, karena dengan melakukan 3R dapat mengurangi timbulan sampah yang dihasilkan mulai dari sumbernya. Pada kajian ini diambil studi kasus di Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung.Kelurahan Cihaurgeulis memiliki 12 RW (Rukun Warga), dengan 68 RT (Rukun Tetangga). Kelurahan ini dipilih karena lokasinya yang dekat dengan kampus Itenas, dan berada di tengah kota sehingga memudahkan untuk dilakukan penelitian. Hasil pengamatan secara umum di Kelurahan Cihaurgeulis dapat terlihat permasalahan bahwa masih banyak masyarakat yang menggunakan kantong plastik, keranjang rusak, dan tempat sampah permanen. Kesadaran masyarakat yang masih kurang terhadap pengelolaan sampah diakibatkan masih kurangnya pengetahuan dan dampak dari sistem pengelolaan sampah yang kurang baik. Namun, terdapat satu RW yang sadar akan pentingnya pengelolaan sampah yaitu di RW 08. Di RW tersebut terdapat Bank sampah yang dimana petugasnya merupakan masyarakat sekitar, walaupun demikian masih terdapat kekurangan yaitu pada pewadahan sampah yang tidak sesuai SNI 19-2454-2002 [5]. Dalam mewujudkan hierarki sistem pengelolaan sampah yang ideal maka dilakukan sistem pewadahan dan penggunaan kembali dari sampah yang ditimbulkan (reuse). Solusi

10


Prosiding Paper ISSC 2017

yang diusulkan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan melihat potensi yang ada di RW 08 seperti terdapat masyarakat yang secara sukarela turun aktif dalam pemilahan sampah, dan juga banyaknya sampah plastik PET, yaitu membuat wadah sampah dengan bahan bahan baku botol plastik PET (Polyethylene Terephthalate) sebagai penerapan teknologi lingkungan tepat guna dengan mengajak partisipasi aktif dari masyarakat.

Sustainable Development (pembangunan berkelanjutan) memiliki dua konsep kunci, yaitu [1]: 1. Kebutuhan, yaitu kesadaran akan adanya kebutuhan para masyarakat miskin di negara berkembang. 2. Keterbatasan, merupakan adanya keterbatasan dari teknologi dan organisasi sosial yang berhubungan dengan kapasitas lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Prinsip sustainable development diantaranya [1]: 1. melindungi sistem penunjang kehidupan; 2. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan; 3. partisipasi masyarakat; 4. menjadikan perhatian-perhatian lingkungan lebih langsung dan terus-menerus pada proses pembuatan keputusan secara politis ; 5. mengenali biaya lingkungan dari kegiatan manusia yaitu mengembangkan strategi untuk meminimalisir pemakaian energi dan materil per unit kegiatan ekonomi, menurunkan emisi beracun dan merehabilitasi yang rusak. 2.2. Sampah Sampah merupakan padatan hasil sisa kegiatan manusia dan/atau proses alam yang terjadi dalam sehari-hari [6]. Timbulan sampah adalah banyaknya sampah dalam satuan berat, seperti kilogram per orang per hari (Kg/o/h) dan sering juga digunakan satuan volume seperti liter peorang perhari (L/o/h) [7]. Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari atau sering disebut dengan istilah sampah domestik.Dari kelompok sumber ini pada umumnya merupakan sisa makanan, plastik, kertas, karton/dus, kain kayu, kaca, daun, logam, dan lain-lain. Sampah anorganik merupakan sampah yang tidak membusuk atau refuse yang pada umumnya terdiri atas bahan-bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca, dll. 2.3. Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah merupakan pengurangan dan penanganan sampah yang

1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Maksud dari perencanaan model pewadahan dalam sistem pengelolaan sampah yaitu untuk mencapai Sustainable Development Goals khusunya dalam penerapan teknologi tepat guna dalam menanggulangi permasalahan pengelolaan sampah khususnya pewadahan sampah. 1.2.2. Tujuan Tujuan dari perencanaan pewadahan dalam sistem pengelolaan sampah ini untuk mencapai SDGs diantaranya: 1. Mengidentifikasi potensi timbulan sampah. 2. Membuat produk reusedari sampah anorganik. 3. Membuat desain pewadahan level 2. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup daerah penelitian adalah di RW 08 Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung. RW tersebut akan dijadikan sebagai percontohan pengelolaan sampah khususnya pewadahan karena pada RW 08 sudah terdapat bank sampah yang dikelola secara baik. Perencanaan sistem pengelolaan sampah domestik difokuskan pada pewadahan sampah khususnya sampah anorganikhingga terciptanya sebuah produk. Penentuan pembuatan produk untuk sampah anorganik dilatarbelakangi atas pertimbangan produk yang dibuat memiliki banyak rongga yang dapat menyebabkan air dari sampah (lindi) keluar dari wadah sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut dalam pembuatan wadah sampah organik. 2. Landasan Teori 2.1. Sustainable Development Goals (SDGS)

11


Prosiding Paper ISSC 2017

dilakukan dengan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pengelolaan sampah tidak hanya menyangkut aspek teknis, tetapi mencakup aspek non teknis, seperti organisasi, biaya, dan partisipasi masyarakat dalam melakukan penanganan sampah [7]. Pada saat ini paradigma pengelolaan sampah yang digunakan yaitu : kumpul, angkut, dan buang dan andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan masalah sampah dengan melakukan pengurugan (landfilling) di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) [7]. Pengelolaan Sampah konsep dari pengelolaan sampah yaitu dengan minimasi sejak sebelum sampah itu terbentuk seperti pelaksanan 3R (reduce, reuse, dan recycle) [8]. Hierarki teknik operasional pengelolaan sampah meliputi pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan dan pemilihan sampah dan pembuangan akhir sampah [9]. Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual di tempat sumber sampah. Persyaratan bahan wadah yaitu : tidak mudah rusak dan kedap air, ekonomis, mudah diperoleh dibuat oleh masyarakat, mudah dikosongkan. Kriteria desain pewadahan sampah yaitu : kapasitas 40 liter, pelayanan 1 kepala keluarga, umur wadah 2-3 tahun, dan maksimal pengambilan sampah 3 hari 1 kali [9]. 3.

Wawancara dilakukan kepada Ketua RW 08 dan masyarakat sekitar terkait dengan sistem pengelolaan sampah khususnya pada sistem pewadahan sampah. Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu pengamatan terhadap masyarakat dalam penerapan pengelolaan sampah dengan melakukan tinjau lokasi dan wawancara kepada masyarakat untuk diketahui pola perilaku mayarakat dan juga dilakukan pengamatan untuk mengetahui potensi yang terdapat di wilayah tersebut untuk dikembangkan dan dilakukan analisis perbaikan pengelolaan sampah khususnya pewadahan sampah. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Analisis Timbulan dan Komposisi Sampah Berdasarkan hasil sampling dan pengukuran timbulan sampah domestik di RW 08 Kelurahan Cihaurgeulis adalah 796,15kg/hari, dengan persentase 81,3% merupakan sampah organik dan 18,7% merupakan sampah anorganik. Sehingga total timbulan sampah organik adalah 647,76 kg/ hari dan total timbulan sampah anorganik 148,39 kg/hari. Komposisi sampah yang dihasilkan di RW 08 dapat dilihat pada Gambar 1. 6% Sampah Makanan

13%

Plastik

Metodologi

81%

Metodologi yang digunakan yaitu dengan melakukan pengukuran di lapangan meliputi observasi dan wawancara. Pengukuran dilakukan dengan mencari data primer dan sekunder. Data primer meliputi pengukuran timbulan sampah, komposisi sampah dan jenis sampah yang berdasarkan SNI 19-3964-1995. Data sekunder meliputi sistem pewadahan dengan metode kuisioner dan wawancara sesuai panduan wawancara. Lalu data penduduk Kelurahan Cihaurgeulis yang diambil dari Laporan Kelurahan Cihaurgeulis 2017.

Kertas

Gambar 1. Komposisi Sampah RW 08

Persentase masyarakat di RW 08 memiliki wadah sampah di level 2 yaitu sebesar 96%. Persentase kepemilikan wadah sampah di RW 08 dilihat dari jenis wadah sampahnya dapat dilihat pada Gambar 2 dan persentase berdasarkan kriteria wadah sampah dapat dilihat di Gambar 3.[10]

12


Prosiding Paper ISSC 2017

26%

37%

4.2. Pembahasan Produk Kriteria desain wadah sampah level 2 yang akan dibuat berdasarkan kondisi eksisting dan mengacu kepada SNI 19-2454-2002. Kriteria desain mempertimbangkan aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek perawatan. Keadaan wadah sampah eksisting yaitu masih ada wadah sampah yang terbuka maka dari itu wadah sampah yang didesain harus tertutup.Sifat wadah sampah yang dibuat harus ringan agar mudah dipindahkan dan dikosongkan. Kriteria desain lain yang mengacu kepada SNI 19-2454-2002 yaitumemiliki kapasitas minimal 40 liter. Wadah sampah yang dibuat harus memudahkan masyarakat dalam proses pembuatannya maka diperlukan barang/bahan baku yang mudah didapatkan dan membutuhkan biaya paling minimal. Wadah sampah eksisting masih ada yang menggunakan kantong plastik yang mudah sobek maka dari itu kriteria desain wadah sampah yang dibuat memiliki ketahanan dan tidak mudah rusak. Kriteria yang membedakan wadah untuk sampah organik dan anorganik adalah wadah untuk sampah anorganik tidak harus kedap air. Bahan baku yang digunakan yaitu sampah botol plastik PET yang didasarkan pada upaya penggunaan kembali sampah (reuse). Adapun spesifikasi dari botol plastik PET yang digunakan yaitu memiliki tinggi 31,4 cm, berat 29 gr dan diameter 8,4 cm. Model wadah sampah yang direncanakan berbentuk tabung dengan dimensi diameter 28,6 cm, tinggi 62,8 cm dan memiliki kapasitas 40,34 L. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan wadah sampah ini adalah botol plastik PET 26 buah; triplek berdiameter 30 cm 2 buah; lem; kawat/pita/tambang; karung; cat; kuas; gunting. Adapun tahapan pembuatan wadah sampah terbagi menjadi 3 bagian yaitu : 1. Pembuatan bagian badan Tahap 1 : Rekatkan antar sisi botol plastik PET berjumlah 13 buah hingga berbentuk lingkaran;

Kantong Plastik Tong Sampah Keranjang sampah

37%

Gambar 2.Jenis Wadah Sampah di RW 08

Terbuka dan Tidak Kedap Air

19% 33%

48%

Tertutup dan Kedap Air Terbuka dan Kedap Air

Gambar 3. Kriteria Wadah Sampah di RW 08

Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukan bahwa wadah sampah yang digunakan oleh masyarakat di RW 08 tidak sesuai dengan SNI 19-2454-2002, dimana masih 37% masyarakat RW 08 masih menggunakan kantong plastik sebagai wadah sampah dan masih lebih dari 50% wadah sampah yang tidak tertutup dan kedap air. Kantong plastik bukan merupakan wadah sampah yang ideal, dimana tidak memiliki tutup, mudah sobek dan keterbatasan dalam menampung sampah.Wadah sampah yang tidak kedap air dapat menyebabkan air sampah (lindi) yang keluar dari wadah sampah, sedangkan wadah sampah yang terbuka dapat menimbulkan bau dan banyak vektor penyakit. Maka dari itu diperlukan pewadahan yang memenuhi kriteria sesuai SNI 19-2454-2002, terutama yang mudah dpindahkan dan yang kedap air untuk wadah sampah organik. Sebagian besar masyarakat di RW 08 Kelurahan Cihaurgeulis sudah aktif untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Dapat dilihat dengan adanya bank sampah ‘Cempaka’ yang dikordinir oleh masyarakat RW 08. Hal tersebut merupakan potensi dalam pengembangan sistem pengelolaan sampah khususnya sistem pewadahan [11]

13


Prosiding Paper ISSC 2017

Tahap 2 : Ulang tahap 1 kemudian ditumpukkan hingga membentuk 2 susun; Tahap 3 : Masukkan karung ke dalam wadah sampah. 2. Bagian alas dan tutup wadah sampah Tahap 1 : Pasangkan tumpukkan botol di atas triplek dengan perekat lem; Tahap 2 : Diamkan 5 menit lalu rekatkan kembali menggunakan lem lilin; Tahap 3 : Bagian atas ditutup oleh triplek dan dikaitkan ke sisi bagian atas oleh kawat; Tahap 4 :Cat seluruh bagian luar badan wadah sampah. 3. Bagian penguat badan wadah sampah Tahap 1 : Lingkarkan kawat secara horizontal di setiap susun, dan secara vertikal sebanyak 4 buah guna memperkuat badan wadah sampah; Tahap 2 : Beri pengait di salah satu sisi bagian atas. Produk yang dibuat berbentuk lingkaran dengan dasar pertimbangan dari segi ergonomis untuk pengangkatan dan pemindahan. Kelebihannya adalah dapat digantung sehingga mencegah wadah sampah berpindah tempat apabila terkena angin, bahan baku yang digunakan mudah didapat dengan harga relatif murah, pembuatannya mudah dan sederhana, memiliki berat yang ringan sehingga mudah dibawa dan dipindahkan. Tetapi belum dilakukan uji ketahanan wadah sampah. Wadah sampah yang direncanakan merupakan wadah sampah anorganik, atas pertimbangan produk yang dibuat memiliki banyak rongga yang dapat menyebabkan air dari sampah (lindi) keluar dari wadah sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut dalam membuat wadah sampah organik.

plastik PET dengan kapasitas 40,34 liter. Kapasitas tersebut direncanakan untuk 1 rumah atau kepala keluarga (KK) dengan maksimal pengambilan sampah 3 hari 1 kali [9]. Dalam memenuhi kapasitas tersebut diperlukan 26 botol. Dari hasil penimbangan berat satu botol memiliki berat 0,029 kg, maka berat total sampah botol plastik PET yang digunakan yaitu 0,754 kg. Berdasarkan data berat sampah botol plastik PET yang dihasilkan di RW 8 dibandingkan dengan kebutuhan berat sampah botol plastik PET yang diperlukan untuk memproduksi satu produk wadah sampah, maka berdasarkan hasil perhtiungan jumlah produk pewadahan sampah yang dapat di produksi dalam satu hari yaitu 4 unit dengan berat sampah botol PET yang tereduksi yaitu 3,016 kg/hari. Potensi pengurangan sampah dengan penggunaan kembali (reuse) sampah botol plastik PET terhadap jumlah komposisi botol plastik PET di RW 8 mencapai 95,085 %, terhadap komposisi total plastik RW 08 yaitu 15 % yang dimana timbulan total sampah komposisi plastik sebesar 19,354 kg/hari. Apabila dibandingkan dengan jumlah total timbulan sampah RW 8 sebesar 796,15 kg/hari maka potensi efisiensi pengurangan sampah yaitu sebesar 0,38 %. 4.4. Perbandingan Harga Jual Berdasarkan hasil wawancara Oerip Asiati (2017) selaku ketua pengelola bank sampah ‘Cempaka’ bahwa harga jual per kilogram sampah botol plastik PET yaitu Rp. 3.500,-. Kebutuhan sampah botol plastik PET yang untuk digunakan dalam membuat satu produk pewadahan sampah yaitu 0,754 kg sehingga bila dikonversikan kedalam bentuk uang, biaya bahan baku untuk membuat sebuah produk yaitu Rp. 2.639,-. Jika dibandingkan dengan harga wadah sampah pabrikan kapasitas Âą40 liter yang berkisar Rp. 30.000 – 100.000,- maka biaya tersebut sangat ekonomis. Jika dilihat dari segi perhitungan keuntungan tiap rumah jika botol sampah PET di jual ke Bandar/lapak hanya menghasilkan keuntungan Rp. 33,95,- per hari dan untuk memproduksi sebuah wadah sampah dari sampah botol plastik PET setiap rumah harus mengumpulkan sampah botol tersebut selama 78 hari.

4.3. Potensi Pengurangan Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di RW 08 Kelurahan Cihaurgeulis didapatkan hasil bahwa berat rata-rata komposisi sampah botol plastik PET per rumah yaitu 0,0097 kg/hari. Diketahui jumlah rumah yang terdapat pada RW 08 yaitu sebanyak 327 rumah [12], sehingga dapat dihitung jumlah sampah botol plastik PET yang dihasilkan yaitu mencapai 3,1719 kg/hari. Dalam membuat sebuah produk pewadahan dengan penggunaan kembalisampah botol

14


Prosiding Paper ISSC 2017

Dilihat dari jenis wadah sampah yang digunakan di RW 8, 37% wadah sampah berbentuk kantong plastik yang dimana tidak memenuhi kriteria desain pewadahan sesuai dengan SNI 19-2454-2002. Dari total keseluruhan rumah yang ada di RW 8 maka diperlukan 121 produk wadah sampah. Karena tindak lanjut dari wadah sampah ini akan dilakukan kerja sama dengan Bank Sampah di RW 8, maka produk wadah sampah ini akan diberikan kepada nasabah Bank Sampah yang telah memenuhi target yang telah ditetapkan oleh petugas Bank Sampah.

plastik PET sebesar 95,085%, terhadap total timbulan komposisi sampah plastik 15% dan 0,38% terhadap timbulan sampah total. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlu dilakukan pengembangan terhadap wadah sampah organik. Daftar Pustaka [1]

Brundtland Report. (1987). Our Common Future. Oxford University Press, Oxford. [2] United Nations Division for Sustainable Development. (2005). Documents: Sustainable Development Issues. https://sustainabledevelopment.un.org/resources /res_docusdt.shtml?utm_source=OldRedirect&u tm_medium=redirect&utm_content=dsd&utm_c ampaign=OldRedirect. Diakses tanggal 18 Oktober 2017. [3] Banerjee, & Bobby, S. (1999). Sustainable Development and The Reinvention of Nature dalam paper yang dipresentasikan untuk Critical management Studies Conference (Environment Stream). Manchester, United Kingdom. [4] Muthmainnah, L. (2008). Tinjauan Filosofis Problema Pengelolaan Sampah. Yogyakarta. [5] Haerani, A. (2017). Wawancara Permasalahan Sistem Pengelolaan Sampah di RW 08/Interviewer: D. Rafindra, F. Indira, & H. Natasya. Bandung. [6] Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, (2012). [7] Damanhuri, E. (2010). Pengelolaan Sampah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. [8] Pengelolaan Sampah, (2008). [9] Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. (2002). [10] 2014, J. T. L. (2016). Laporan Sistem Pengelolaan Sampah Kelurahan Cihaurgeulis Kota Bandung. Bandung: Institut Tekologi Nasional. [11] Asiati, O. (2017) Wawancara Partisipasi Masyarakat RW 08 Kelurahan Cihaurgeulis/Interviewer: D. Rafindra, F. Indira, & H. Natasya. Bandung. [12] Seksi Bidang Pemerintahan. (2016). Data Jumlah Penduduk Kelurahan Cihaurgeulis. Bandung: Kelurahan Cihaurgeulis.

Benefit yang akan didapatkan dengan implementasi pewadahan sampah dengan wadah sampah yang berasal dari penggunaan kembali botol bekas (reuse) yaitu, masyarakat mendapatkan wadah sampah yang kuat, ringan, dengan volume yang cukup untuk menampung sampah hingga 3 hari untuk 1 kepala keluarga. Juga akan mengurangi timbulan sampah yang dihasilkan dari sumber rumah tangga. 5.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu timbulan sampah total yang dihasilkan di RW 8 Kelurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung yaitu 796,15 Kg/hari dengan timbulan per rumah 3,1719 Kg/hari. Dari total timbulan tersebut 0,0092 Kg/rumah/hari merupakan sampah botol plastik PET yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi wadah sampah anorganik. Produk wadah sampah tersebut disesuaikan dengan Standard Nasional Indonesia Nomor 19-2454-2002 yang mempunyai kapasitas 40,34 liter untuk 1 rumah dengan masa pengambilan sampah 3 hari sekali. Produk wadah sampah ini pelaksanaannya akan bekerjasama dengan Bank Sampah RW 8, dimana benefit yang didapat dengan adanya wadah sampah ini yaitu dapat mengurangi timbulan sampah botol

15


Prosiding Paper ISSC 2017

Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam Perhitungan Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH): Studi Kasus Kota Bekasi Martin Ridwan, Evi Muharoroh Teknik Geofisika Universitas Lampung martinridwan14@gmail.com, evimuharoroh96@gmail.com Kata Kunci: NDVI, Penginderaan Jauh, Ruang Terbuka Hijau

berdasarkan amanat Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang minimal 30% dari wilayah kota harus berwujud ruang terbuka hijau, dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat di setiap wilayah [1]. Indeks vegetasi hasil pengolahan data penginderaan jauh dapat digunakan untuk melihat kondisi dan keberadaan vegetasi di dearah perkotaan [2]. Metode indeks vegetasi lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan lahan dalam perhitungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) [3]. Diantara 3 indeks vegetasi (NDVI, SAVI dan MSAVI) yang memiliki korelasi paling tinggi dengan persentase vegetasi adalah NDVI dan SAVI [4]. Penghitungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam penelitian ini menggunakan metode NDVI hasil pengolahan data Landsat 8 di Kota Bekasi.

ABSTRAK Penentuan Ruang Terbuka Hijau dapat dilakukan dengan menggunakkan metode penginderaan jauh. Salah satu metode penginderaan jauh yang dipakai adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) yang sensitif terhadap keberadaan klorofil. Pada penelitian ini studi kasus yang diambil adalah Kota Bekasi. Peta NDVI yang didapat dari pengolahan citra landsat 8 tahun 2015 menghasilkan nilai antara 0,624221 dan - 0,555126 dimana daerah selatan didominasi oleh nilai NDVI tinggi sedangkan daerah utara didominasi oleh NDVI rendah. Klasifikasi tutupan lahan ditentukan berdasarkan kenampakan citra Google Earth pada area sampel lalu ditentukan rentang nilai NDVI untuk setiap tutupan lahan. Terdapat empat kelas tutupan lahan dalam penelitian ini yaitu bukan vegetasi, lahan terbuka, vegetasi rendah dan vegetasi tinggi. Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dihitung dengan menjumlahkan luas vegetasi rendah dan tinggi. Hasil perhitungan RTH Kota Bekasi dengan metode NDVI adalah 3224.60 ha atau sekitar 14.81% dengan tinggkat akurasi data sebesar 72.45%. Perbedaan yang tidak terlalu signifikan dengan referensi dapat menjadi landasan bahwa metode NDVI dapat dijadikan referensi awal dalam menentukan Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH).

LANDASAN TEORI Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau fenomena melalui analisis data tanpa harus kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut [5]. Sebagian besar sistem penginderaan jauh adalah pasif, yang mana sistem penginderaan jauh tersebut terutama hanya menggunakan energi elektromagnetik pada gelombang pendek yang langsung dipantulkan oleh matahari, atau menggunakan secara tidak langsung energi matahari yang telah diserap oleh permukaan bumi kemudian diemisikan pada panjang gelombang lebih panjang (misal energi termal). Jika energi elektromagnetik yang membentuk citra diperoleh secara buatan oleh sensor penginderaan jauh, misal radar, maka istilahnya adalah penginderaan jauh sistem aktif [6]. Metode penginderaan jauh yang digunakan

PENDAHULUAN Pemkot Bekasi menyatakan wilayahnya baru memiliki 15% Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dari jumlah tersebut, 11% merupakan RTH privat dan 4% merupakan RTH publik. Padahal, 16


Prosiding Paper ISSC 2017

dalam penelitian ini adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). NDVI merupakan suatu nilai hasil pengolahan indeks vegetasi dari citra satelit kanal infra merah dan kanal merah yang menunjukkan tingkat konsentrasi klorofil daun [7] yang berkorelasi dengan kerapatan vegetasi [8].

tanggal 11 Februari 2013, dimana awalnya disebut Landsat Data Continuity Mission (LDCM) yang membawa dua sensor yaitu OLI dan TIRS. Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah [3].

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Kota Bekasi terletak diantara 6°10’1â€? sampai 6°23’51â€? Lintang Selatang dan 106°53’52â€? sampai 107°2’38â€? Bujur Timur. Kota Bekasi memiliki luas sekitar 21769 ha. Kota Bekasi berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah Utara dan Timur, berbatasan dengan Kabupaten Bogor disebelah Selatan, dan berbatasan dengan DKI Jakarta disebelah Barat.

Tabel 1. Karakteristik setiap kanal Citra Landsat 8 [3] Bands Resolution Wavelength (m) (¾m) 30 0.435 - 0.451 Band 1 – Coastal/aerosol 30 0.452 - 0.512 Band 2 – Blue 30 0.533 - 0.590 Band 3 – Green 30 0.636 - 0.673 Band 4 – Red 30 0.851 - 0.879 Band 5 – NIR 30 1.566 - 1.651 Band 6 – SWIR 1 100 10.60 - 11.19 Band 10 – TIR 1 100 11.50 - 12.51 Band 11 – TIR 2 30 2.107 - 2.294 Band 7 – SWIR 2 15 0.503 - 0.676 Band 8 – Pan 30 1.363 - 1.384 Band 9 – Cirrus

Metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) NDVI dihitung dengan menggunakan persamaan: đ?‘ đ??ˇđ?‘‰đ??ź =

đ?‘ đ??źđ?‘…−đ?‘…đ?‘’đ?‘‘ đ?‘ đ??źđ?‘…+đ?‘…đ?‘’đ?‘‘

(1) Dimana panjang gelombang Near-Infrared (NIR) didapat dari band 5 dan Red didapat dari band 4 pada citra landsat 8. Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1. Dimana nilai dibawah 0 merepresentasikan keberadaan awan, es atau salju. Lahan kosong biasanya di tunjukkan oleh nilai NDVI antara 0 – 0.1 sedangkan nilai diatas 0.1 mengindikasikan keberadaan vegetasi [3]. Training point atau area sampel ditentukan sebagai acuan dalam klasifikasi tutupan lahan dari nilai NDVI. Klasifikasi dilakukan dengan membagi kelas tutupan lahan yang didapat dari kenampakan citra Google Earth yang kemudian di overlay dengan peta NDVI untuk melihat rentang nilai NDVI pada setiap kelas. Hasil klasifikasi tutupan lahan berdasarkan satu area sampel diuji dengan 5 area sampel yang

Gambar 1. Peta Administrasi Kota Bekasi [9]

Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data Landsat 8 tahun 2015 yang diperoleh dari http://landsatcatalog.lapan.go.id. Landsat 8 diluncurkan pada 17


Prosiding Paper ISSC 2017

diharapkan dapat mewakili daerah sekitarnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Peta NDVI Kota Bekasi yang didapat dari pengolahan citra landsat 8 tahun 2015 menghasilkan nilai antara 0,624221 dan – 0,555126 dimana daerah selatan didominasi oleh nilai NDVI tinggi sedangkan daerah utara didominasi oleh NDVI rendah.

Gambar 3. Peta training area dearah penelitian

disebabkan oleh tersaturasinya tanah oleh air. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai minimum suatu tutupan lahan berbeda dengan nilai maksimum tutupan lahan yang memiliki rentang nilai NDVI lebih rendah dari tutupan lahan tersebut. Penghitungan rata-rata antara nilai maksimum dan minimum dari tutupan lahan yang memiliki rentang nilai NDVI berdekatan dilakukan untuk menentukan batas antar tutupan lahan. Tabel 2. Nilai NDVI untuk setiap tutupan lahan Tutupan Lahan NDVI Bukan Vegetasi -0.140 – -0.012 Gambar 2. Peta NDVI Kota Bekasi

Training Area (Gambar 3) atau area sampel dalam penelitian ini terdapat di Kecamatan Bantar Gebang. Klasifikasi didasarkan pada kenampakan citra Google Earth tanggal 11 September 2015. Tutupan lahan dibedakan menjadi 4 jenis yaitu

Lahan Terbuka

-0.135 – 0.270

Vegetasi Rendah

0.207 – 0.376

Vegetasi Tinggi

0.326 – 0.465

Rumus untuk menentukan batas antar tutupan lahan adalah sebagai berikut:

đ??ľđ?‘˜ =

(đ?‘ đ?‘šđ?‘Žđ?‘˜đ?‘ đ?‘› −đ?‘ đ?‘šđ?‘–đ?‘›đ?‘›+1 ) 2

(2)

bukan vegetasi, lahan terbuka, vegetasi rendah dan vegetasi tinggi. Tabel 2 menunjukkan range nilai NDVI untuk masing-masing tutupan lahan. Nilai NDVI 0 yang secara teori merepresentasikan keberadaan air, dalam penelitian ini terdapat lahan terbuka yang memiliki nilai NDVI dibawah 0. Hal ini dapat

Dimana Bk, N maksn dan N minn+1 berturut-turut merupakan nilai batas klasifikasi, nilai NDVI maksimum suatu kelas ke-n dan nilai minimum dari kelas tutupan lahan yang memiliki range nilai NDVI satu tingkat diatas (n+1) kelas ke-n. Penghitungan nilai batas antar tutupan lahan 18


Prosiding Paper ISSC 2017 Tabel 3. Luas tutupan lahan tiap kecamatan di Kota Bekasi Tahun 2015 Non Lahan Vegetasi Vegetasi Non Vegetasi Terbuka Rendah Tinggi Vegetasi Kecamatan ha Bantar Gebang 222.88 1,283.84 344.04 186.19 1.02 Bekasi Barat 452.86 915.32 42.54 33.89 2.08 Bekasi Selatan

440.10

Bekasi Timur

478.34

895.73

Bekasi Utara

747.25

1,479.73

Jatiasih

145.42

1,871.60

Jatisampurna

79.72

1,269.70

Medan Satria

576.97

485.11

Mustika Jaya

127.44

1,862.98

Pondok Gede

253.91

1,318.20

Pondok Melati

89.11

Rawa Lumbu Total

1,011.33

53.43

Lahan Terbuka

Vegetasi Rendah

Vegetasi Tinggi

5.90 4.20

1.58 0.20

0.86 0.16

%

33.24

2.02

4.65

0.25

0.15

59.53

50.85

2.20

4.11

0.27

0.23

138.48

100.97

3.43

6.80

0.64

0.46

390.35

161.94

0.67

8.60

1.79

0.74

358.24

168.94

0.37

5.83

1.65

0.78

24.38

21.78

2.65

2.23

0.11

0.10

470.96

210.80

0.59

8.56

2.16

0.97

66.63

26.05

1.17

6.06

0.31

0.12

921.05

124.94

61.37

0.41

4.23

0.57

0.28

328.49

1,287.14

70.61

24.49

1.51

5.91

0.32

0.11

3,942.48

14,601.73

2,144.11

1,080.50

18.11

67.08

9.85

4.96

menggunakan rumus (2) menghasilkan batas antara bukan vegetasi dengan lahan terbuka sebesar -0.0615, batas antara lahan terbuka

dengan vegetasi rendah sebesar 0.2385, dan batas antara vegetasi rendah dan vegetasi tinggi sebesar 0.351. Dari batas tersebut, klasifikasi peta NDVI menghasilkan peta tutupan lahan Kota Bekasi (Gambar 4). Penghitungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dilakukan dengan menjumlahkan luas vegetasi rendah dan tinggi yang didapat dari peta hasil kasifikasi (Gambar 4). Luas RTH terendah berada pada kecamatan Medan Satria dan yang paling tinggi berada pada kecamatan Mustika Jaya. Luas RTH Kota Bekasi tahun 2015 adalah 3224.60 ha atau sekitar 14.81%. Dengan nilai luas RTH Kota Bekasi menurut referensi sebesar 15%, didapat selisih antara luas hasil penghitungan menggunakan metode NDVI dengan referensi sebesar 0.19%. Perbedaan yang tidak terlalu signifikan dengan referensi yaitu sebesar dapat menjadi landasan bahwa metode NDVI dapat dijadikan referensi awal dalam menentukan Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan referensi dapat disebabkan oleh rendahnya resolusi spasial dari data yang digunakan atau kesalahan dalam penentuan batas tutupan lahan. Hasil klasifikasi dari satu training area selanjutnya divalidasi pada lima area berbeda yang diharapkan dapat mewakili daerah

Gambar 4. Peta hasil klasifikasi NDVI. Warna biru muda termasuk dalam kelas bukan vegetasi (air, gedung, awan). Warna coklat merupakan lahan terbuka. Warna hijau muda merupakan vegetasi dengan intensitas rendah sedangkan hijau tua memiliki intensitas vegetasi yang tinggi.

19


Prosiding Paper ISSC 2017

akurasi data sebesar 72.45%. Perbedaan hasil penelitian dengan referensi sebesar 0.19%. Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh resolusi spasial citra yang rendah atau kesalahan dalam penentuan batas klasifikasi. Karena perbedaan yang tidak terlalu signifikan, Metode NDVI dapat dijadikan referensi awal dalam menentukan luas Ruang Terbuka Hijau dari suatu Wilayah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang telah memberikan citra Landsat 8 secara gratis untuk penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak I Gede Boy Darmawan dan Bapak Nandi Haerudin yang telah membimbing proses penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Surjaya, A. M. 2015. Kota Bekasi Baru Memiliki 15% Ruang Terbuka Hijau. https://metro.sindonews.com/read/981842/171/kotabekasi-baru-miliki-15-ruang-terbuka-hijau1427400601. Diakses 16 September 2017.

Gambar 5. Peta sebaran training area untuk validasi disekitarnya. Uji validasi menunjukkan bahwa rata-rata tingkat akurasi dari hasil klasifikasi dengan menggunakan batas antar tutupan lahan hasil penghitungan rumus (2) sebesar 72.45%.

[2] Yunhao, C., Peijun, S., Xiaobing, L., Jin, C. dan Jing, L. 2006. A Combined Approach for Estimating Vegetation Cover in Urban/Suburban Environments from Remotely Sensed Data. Computers & Geosciences, 32, 1299 – 1309.

Tabel 4. Hasil uji validasi

[3]

Not Match

Match

Match

Pixel BKS-0

Not Match

86 28

18 8

82.69 77.78

17.31 22.22

BKS-2

27

18

60.00

40.00

BKS-3

34

23

59.65

40.35

BKS-4

280

61

82.11

17.89

72.45

27.55

Mean

Hijau di DKI Jakarta Berdasarkan Analisis Spasial dan Spektral Data Landsat 8. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014.

%

BKS-1

Febrianti, N dan Sofan, P. 2014. Ruang Terbuka

[4] As-syakur, A. R. dan Adnyana, I. W. 2009. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS/AVNIR-2 dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 9 No. 1, Februari 2009, hlm. 1-11. [5] Lillensand, T.M. , Keifer, R.W. dan Chipmans, J.W.. 2007. Remote Sensing and Image Interpretation. Jhon Wiley dan Sons, Inc. New York.

KESIMPULAN Luas RTH Kota Bekasi tahun 2015 hasil pengolahan citra Landsat dengan metode NDVI adalah 3224.60 ha atau sekitar 14.81%. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan berdasarkan satu area sampel yang di uji pada 5 area sampel untuk validasi sehingga menghasilkan tingkat

[6] Howard, J. A. 1991. Remote Sensing of Forest Resources Theory and Application. Chapman & Hall. London. [7]

20

Zavaleta, E.S., Thomas, B. D., Chiariello, N. R.,


Prosiding Paper ISSC 2017 Asner, G. P., Shaw, M. R. dan Field C. B. 2003. Plants Reverse Warming Effect on Ecosystem Water Balance. PNAS, Vol. 100 No. 17, 9892 – 9893. [8] Sudaryanto dan Rini, M. S. 2014. Penentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Index Vegetasi NDVI berbasis Citra ALOS AVNIR-2 dan Sistem Informasi Geografi di Kota Yogyakarta dan Sekitarnya. Magistra No.89 Th. XXVI. [9] http://tanahair.indonesia.go.id/portal/downloadFileZ ip/KOTA_BEKASI.zip?txtUser=martinrid&txtTipe Data=Vektor&txtJenisIG=no&txtProduk=no&txtSk ala=noProv&txtProv=&txtKabHide=-----+Tidak+di pilih+-----&txtRegion=noProv&txtKab=no&tblList File_length=10&chkBox=on. Diakses 31 Agustus 2017

21


Prosiding Paper ISSC 2017

ANALISIS ARAH PERGERAKAN FLUIDA LAPANGAN PANAS BUMI LAHENDONG DENGAN METODE 4D MICROGRAVITY Emi Ulfiana1, Ayun Ria Ainun1, Puji Ariyanto2 1

Program Studi Geofisika, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Jl. Perhubungan I No. 5 Pondok Betung, Tangerang Selatan, 15221 Email : emiulfiana226@gmail.com

Abstrak Proses eksplorasi panas bumi dilakukan dengan mengekstraksi fluida. Fluida yang terekstrasi ke permukaan tidak hanya berupa uap, namun juga air, sehingga dilakukan pemisahan. Pada proses pemisahan tersebut, uap akan dijadikan sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), sedangkan air akan dikembalikan ke dalam tanah melalui sumur injeksi. Apabila ekstraksi fluida lebih besar dari yang diinjeksikan, maka akan terjadi pengurangan massa di bawah permukaan, sehingga berpotensi terjadinya subsidence atau amblesan. Mengatasi masalah ini, tujuan dari penelitian ini adalah monitoring pergerakan fluida di bawah permukaan, sehingga dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan mengenai injeksi terkait kondisi fluida di dalam reservoir. Objek penelitian adalah PLTP Lahendong. Penelitian ini menggunakan metode 4D microgravity dengan ketelitian hingga mikroGal. Digunakannya metode 4D microgravity dalam penelitian ini terkait dengan perubahan massa akibat ekstraksi fluida bernilai sangat kecil. Prinsip dari metode 4D microravity adalah dilakukannya pengukuran di titik yang sama namun pada waktu atau periode yang berbeda. Sehingga dengan hal tersebut, perubahan nilainya dapat dibandingkan dengan jelas. Analisis data menghasilkan sebuah simpulan bahwa pergerakan fluida lapangan panas bumi Lahendong cenderung ke arah barat daya yang merupakan zona sumur - sumur produksi. Kata Kunci: Energi panas bumi, subsidence, 4D microgravity

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi sumber panas bumi yang begitu besar, hingga setara dengan 40% potensi panas bumi yang ada di dunia berdasarkan data Kementerian ESDM pada tahun 2013.

Indonesia berada pada zona pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yakni Eurasia, IndoAustralia dan Pasifik. Hal tersebut menyebabkan Indonesia termasuk dalam jalur “ring of fire� dan memiliki jumlah gunung berapi terbanyak di dunia. Jalur gunung api yang membentang dari barat hingga timur Indonesia merupakan salah satu penyebab

Energi panas bumi terjadi akibat adanya magma yang dekat ke permukaan, sehingga memanaskan fluida di atasnya, dan selanjutnya dapat dimanfaatkan menjadi salah satu sumber

22


Prosiding Paper ISSC 2017

pembangkit listrik. Salah satu pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 2001 ialah PLTP Lahendong yang terletak di Sulawesi Utara [1].

Geotermal memiliki banyak keunggulan dibanding alternatif pembangkit listrik lainnya, yaitu ramah lingkungan, bersifat terbarukan karena fluida yang dimanfaatkan dapat diinjeksikan kembali ke dalam reservoir, bersifat lokal dan dapat dimanfaatkan secara langsung sehingga dapat meningkatkan kemakmuran daerah sekitar lapangan geotermal, pasokan stabil (tidak tergantung dengan pasar dunia), dan teknologi produksi dan pemanfaatan relatif sederhana. Namun disamping keunggulan yang dimiliki, geotermal juga berpotensi menyebabkan terjadinya subsidence di daerah sekitar lapangan eksplorasi, sehingga pembangunan PLTP banyak mendapat kecaman dari masyarakat sekitar [4].

Berdasarkan data dari Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2012, litologi Lahendong tersusun oleh batuan basalt tholeiitic berumur Tersier hasil dari erupsi gunung api yang masih aktif hingga kini, yaitu gunung Soputan, Mahawu, dan Lokon [2]. Keadaan litologi ini menandakan daerah Lahendong merupakan daerah dengan aktifitas magma yang aktif, terutama dengan munculnya manifestasi sumber air panas akibat magmatisme silisik pada kedalaman dangkal. Dengan kondisi seperti ini, maka wilayah Lahendong dapat dijadikan sebagai salah satu lapangan eksplorasi geotermal.

Subsidence atau amblesan terjadi apabila ekstraksi fluida tidak seimbang dengan injeksi fluida, sehingga terjadi pengurangan pun kekosongan massa di bawah permukaan yang menyebabkan tanah di atasnya turun. Mengatasi masalah ini, maka perlu dilakukan monitoring pergerakan fluida di bawah permukaan, sehingga potensi terjadinya amblesan dapat diminimalisasi [5]. Dengan terkontrolnya potensi amblesan, diharapkan mampu mengubah pandangan negatif masyarakat terhadap pemanfaatan sumber energi geotermal, sehingga kedepannya potensi geotermal Indonesia dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Daerah penelitian mencakup PLTP Lahendong, dengan koordinat 1º14’24” LU 1º17’24” LU dan 124º45’00” BT - 124º51’36” BT.

Energi geotermal adalah energi yang relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sumber energi lainnya, termasuk energi minyak bumi yang bersumber dari fosil. Energi yang minim emisi gas rumah kaca ini tidak menghasilkan limbah serta material beracun. Sehingga energi ini dapat menjadi energi alternatif terbarukan yang tetap dapat menjaga lingkungan Indonesia tetap bersih dan tidak tercemar [3].

LANDASAN TEORI Secara garis besar, PLTP memanfaatkan uap dari sumur produksi untuk menggerakkan turbin penghasil listrik. Uap dari sumur produksi berasal dari pemanasan fluida di dalam bumi yang diekstraksikan ke atas permukaan. Proses ekstraksi ini tidak hanya mengeluarkan uap, namun juga fluida cair yang kemudian diinjeksikan kembali ke bawah permukaan

Gambar 1. Skema proses produksi-injeksi geothermal (sumber: www3.epa.gov)

23


Prosiding Paper ISSC 2017

injeksi. Sedangkan nilai ∆đ?‘” yang negatif mengindikasikan adanya pengurangan massa dari t1 ke t2. Prinsip ini di dasarkan pada hukum Newton tentang gravitasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

melalui sumur injeksi. Karena terjadi pemanasan dan pengambilan uap secara terusmenerus, maka fluida di bawah permukaan akan berkurang hingga menyebabkan terjadinya pengurangan pun kekosongan massa di bawah permukaan. Daerah yang seharusnya terisi oleh fluida akan kosong, sehingga berpotensi terjadinya amblesan tanah di atasnya. Untuk mencegah amblesan, maka perlu dilakukan tindakan preventif, misalnya injeksi fluida baru ke daerah yang kosong. Salah satu metode untuk mengetahui keadaan fluida di dalam reservoir ialah metode 4D microgravity.

đ?‘”=đ??ş Keterangan:

g = Percepatan gravitasi (mGal) G = Konstanta universal gaya berat (6.67 Ă— 10-11 m3kg-1s-2) m = benda bermassa m (kg) r = jarak benda dari pusat kedua benda (m) Berdasarkan rumus di atas, diperoleh kesimpulan bahwa nilai percepatan gravitasi berbanding lurus dengan massa, sehingga prinsip ini dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya fluida di bawah permukaan bumi.

METODE PENELITIAN

∆đ?‘”(x, y, z,đ?‘Ą) = đ?‘”(x, y, z, đ?‘Ą2) −đ?‘”(x, y, z, đ?‘Ą1) ......(1)

Data gravitasi yang digunakan pada penelitian ini adalah data dari satelit GRACE (Gravity Recovery And Climate Experiment) yang memperhitungkan topografi tempat. Data yang diperoleh dalam bentuk SBA (Simple Bouguer Anomali), sehingga tidak perlu dilakukan koreksi medan, drift, tidal, lintang, dan topografi. Pengambilan data dibatasi pada koordinat kawasan lapangan Geotermal Lahendong, yaitu 1º14’24� LU - 1º17’24� LU dan 124º45’00� BT - 124º51’36� BT, dalam kurun waktu Juni 2011 sampai Juli 2012. Gambar 1 memperlihatkan denah lapangan geotermal Lahendong. LHD-7 adalah sumur reinjeksi. LHD-5, LHD-13 dan LHD-24 adalah sumur produksi. sumur monitoring adalah LHD6, sedangkan LHD-1 dan LHD-4 merupakan sumur abandon[6].

Keterangan: ∆đ?‘” = Perubahan nilai percepatan gravitasi (mGal) = Lintang (m)

y

= Bujur (m)

z

= Kedalaman (m)

t

= Waktu (s)

......(2)

đ?‘&#x;2

4D Microgravity adalah salah satu metode yang memanfaatkan data nilai gravitasi dengan komponen yang keempat adalah komponen waktu. Konsep dari metode ini ialah membandingkan nilai gravity di satu tempat pada waktu yang berbeda untuk melihat perubahan nilai gravitasinya. Dengan memisalkan t1 adalah waktu yang lebih lama dan t2 adalah waktu yang lebih baru, maka 4D microgravity dapat dirumuskan sebagai berikut:

x

đ?‘š

Suatu tempat memiliki nilai gravity yang lebih besar apabila di tempat itu terdapat massa yang tidak dimiliki oleh tempat lain, dalam hal geothermal massa tersebut ialah fluida di reservoir. Apabila ∆đ?‘” memiliki nilai positif, hal itu mengindikasikan bahwa nilai t2 lebih besar daripada t1, yang berarti pada t2 telah dilakukan

24


Prosiding Paper ISSC 2017

Gambar 1. Denah lapangan Geotermal Lahendong [6]

. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini terlihat dari hasil perbandingan antarhari pada bulan Juni 2011, Januari 2012, dan Juli 2012. Secara berturut-turut, diperlihatkan sebagai berikut: mGal

Ü Gambar 2. Anomali gravitasi bulan Januari 2012 – Juni 2011 mGal

Ü Gambar 3. Anomali gravitasi bulan Juli 2012 – Januari 2012

25


Prosiding Paper ISSC 2017

Pada gambar 2, anomali gravitasi di arah timur laut menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan nilai anomali gravitasi di arah barat daya. Hal ini disebabkan karena adanya massa yang lebih banyak di arah barat daya dibandingkan di arah timur laut. Adanya massa yang lebih rendah di daerah sekitar sumur injeksi dan lebih tinggi di daerah sekitar sumur produksi menandakan adanya kegiatan ekstraksi, sehingga fluida bergerak ke arah sumur-sumur produksi. Kegiatan ekstraksi fluida ini menarik fluida dari sumur injeksi, sehingga terjadi penurunan massa di sekitar sumur injeksi.

anomali gravity akibat keberadaan fluida di suatu tempat.

KESIMPULAN Monitoring pergerakan fluida lapangan panas bumi Lahendong dapat dilakukan dengan menggunakan metode 4D microgravity. Penelitian dengan 4D microgravity menunjukkan saat ekstraksi fluida, nilai gravity semakin mengecil dari arah timur laut tempat sumur injeksi berada, dan meningkat ke arah barat daya tempat sumur-sumur produksi. Nilai gravity yang semakin mengecil dapat menjadi indikasi bahwa terjadi kekosongan massa di bawah permukaan, sehingga perlu segera dilakukan injeksi fluida untuk mencegah amblesan.

Pada gambar 3, anomali gravitasi menunjukkan angka yang sebaliknya. Di arah timur laut yang merupakan letak sumur injeksi, nilai anomali gravitasi lebih besar dibandingkan dengan nilai anomali gravitasi di arah barat daya. Hal ini menandakan adanya kegiatan injeksi fluida, yang berakibat menambah massa pada area sekitar sumur injeksi. Penambahan massa ini berbanding lurus dengan nilai anomali gravitasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada bulan Juli 2012 dilakukan kegiatan injeksi fluida.

DAFTAR PUSTAKA Handbook Of Energy & Economic Statistics Indonesia, Kementerian ESDM, 2011.

Of

Lestari, Intan, dan Muh. Sarkowi. Analisis Struktur Patahan Daerah Panasbumi Lahendong-Tompaso Sulawesi Utara berdasarkan Data Second Vertical Derivative (SVD) Anomali Gayaberat, 2013. Setiawan, Sigit. Energi Panas Bumi dalam Kerangka MP3EI: Analisis terhadap Prospek, Kendala, dan Dukungan Kebijakan, 2013. Torge, Wolfgang. Gravimetry. 1989. Glowacka, Ewa, dkk. Subsidence In Cerro Prieto Geotermal Field, Baja California, Mexico, 2000. Alfiah, Suzi. Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Kegiatan Operasi dan Produksi PT Pertamina Geotermal Energy Area Lahendong Tahun 2012, 2012.

Gambar 4. Kurva nilai g rata-rata dalam waktu 1 hari

Gambar 4 menampilkan perbandingan nilai g secara keseluruhan. Nilai anomali gravity pada bulan Januari 2012 menunjukkan nilai yang paling kecil dibanding bulan Juni 2011 dan Juli 2012. Hal ini dapat menjadi studi kasus yang baik dalam mengidentifikasi perubahan nilai

Abdillah, Mu’thi. Evaluasi Penurunan Produksi Sumur di Lapangan Panas Bumi X, 2008.

26


Prosiding Paper ISSC 2017

Identifikasi Lahan Terpapar Pupuk Berdasarkan Nilai Konduktivitas Di Daerah Perkebunan Bukit Tunggul Jawa Barat Tiya Rosdianti Utari, Gita Nia Muharina Universitas Padjadjaran Abstrak. Identifikasi lahan yang telah terpapar oleh pupuk berdasarkan nilai konduktivitas telah dilakukan di daerah perkebunan Bukit Tunggul Jawa Barat. Lokasi penelitian ini merupakan wilayah perkebunan aktif dengan kegiataan usaha meliputi pembudidayaan tanaman, pengolahan juga produksi perkebunan karet, kina dan kakao yang tidak terhindar dari penggunaan pupuk didalamnya . Pupuk biasa digunakan untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi jika penggunaannya secara berlebihan (melebihi dosis yang dianjurkan) hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran pada tanah juga lingkungan yang berada disekitarnya. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi nilai konduktivitas pada tanah tersebut adalah metode CMD (Conductivity Measurement Direct) yang biasa disebut metode konduktivitas listrik dengan menggunakan alat Conductivity meter EM-31. Dalam menentukan lintasan dan titik pengukuran dipilih berdasarkan lingkungan usia pembibitannya agar telihat perbandingan nilai konduktivitas pada masing-masing wilayah. Pengukuran dilakukan pada 3 lintasan yang mengarah secara diagonal yaitu Barat Daya-Timur Laut. Lintasan 1 merupakan lingkungan pembibitan usia muda memiliki panjang lintasan 27 meter dengan 27 titik pengukuran. Lintasan 2 merupakan lingkungan pembibitan usia tua memiliki panjang lintasan 26 meter dengan 26 titik pengukuran dan lintasan 3 merupakan daerah aliran sungai yang dangkal memiliki panjang lintasan 25 meter dengan 25 titik pengukuran. Tujuan pengukuran di lintasan 3 untuk melihat sebaran batuan konduktif akibat distribusi dari lapisan yang berada di lintasan ke 2. Dari hasil pengukuran di peroleh peta kontur sebaran nilai konduktivitas berkisar 24-72 mS/m yang memperlihatkan ragam nilai konduktivitas akibat adanya pupuk yang terkandung pada lahan di sekitar daerah pengukuran. Pada lintasan 2 memiliki nilai konduktivitas yang cenderung lebih tinggi yaitu berkisar 64-72 mS/m. Hal tersebut dapat mengindikasi bahwa pada lintasan 2 ini telah terpapar oleh pupuk. Kata Kunci: Lahan Terpapar pupuk, Konduktivitas Listrik, Tanah Perkebunan PENDAHULUAN

dalamnya. Penggunaan pupuk seharusnya sesuai dengan kebutuhan dari tanah itu sendiri dikarenakan apabila diberikan secara berlebihan akan mengakibatkan dampak lain pada tanah, seperti merubah zat alami yang terkandung pada tanah. Tetapi perlu disadari bahwa semakin hari penggunaan pupuk dari wilayah perkebunan akan semakin meningkat karena kehidupan manusia yang semakin konsumtif sehingga akan berdampak tidak baik pada tanah juga lingkungan yang ada disekitarnya.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang sebagian wilayahnya banyak digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Terdapat beberapa komoditas yang ditanam diwilayah perkebunan Jawa Barat seperti kina, teh, kopi dsb. Hal tersebut tentu membutuhkan lahan perkebunan yang luas dengan kualitas yang baik agar dapat menghasilkan tanaman yang tumbuh subur dan produktif. Terkadang untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal tidak luput dari penggunaan pupuk di 27


Prosiding Paper ISSC 2017

Salah satu lahan di wilayah Jawa Barat yang digunakan sebagai .daerah perkebunan adalah Bukit Tunggul. Bukit Tunggul merupakan daerah perbukitan di Bandung yang mempunyai ketinggian sekitar 2.209 meter diatas permukaan laut. Saat ini Bukit Tunggul dikelola secara resmi oleh suatu perusahaan dalam bidang perkebunan dan letaknya sangat dekat dengan pabrik pengolahan kina, sehingga sebagian kawasannya ditanami banyak pohon kina. Dilakukannya penelitian pada daerah ini dikarenakan pada daerah ini masih aktif digunakan sebagai lahan perkebunan dalam skala yang cukup besar

melalui kumparan kawat (transmitter), (2) Medan EM yang dihasilkan merambat diatas maupun dibawah permukaan, (3) Jika ada material konduktif dibawah permukaan komponen magnetik gelombang EM akan menginduksi arus Eddy (AC) dalam konduktor, (4) Arus Eddy menghasilkan medan EM sekunder yang terdeteksi oleh penerima, (5) Penerima mendeteksi kombinasi medan primer dan sekunder yang memiliki fase dan amplitudo berbeda, (6) Resultan medan primer dan sekunder memberi informasi mengenai geometri juga sifat listrik dari konduktor di bawah permukaan [2].

Sifat fisis tanah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu nilai konduktivitas. Dimana nilai konduktivitas tanah dipengaruhi oleh material-material penyusun dari tanah itu sendiri, karena dari pemupukan akan memperlihatkan perubahan konduktivitas tanah pada lahan pertanian. Dengan menganalisis perubahan konduktivitas tanah yang terjadi, maka dapat diprediksi distribusi pupuk pada lahan pertanian.

Gambar 1. Konsep Induksi Medan Elektromagnetik yang digunakan pada metode EM CMD. Medan EM primer menginduksi konduktor dan menghasilkan medan EM sekunder yang dapat diukur sebagai medan EM. Resultan [3].

LANDASAN TEORI Metode Electrical Conductivity (CMD)

Pada instrumen survei elektromagnetik, koil penerima mendeteksi medan primer dan sekunder dengan beda fase tertentu. Besaran fisis yang terdeteksi berupa konduktivitas bahan dalam satuan Siemen/meter yang merupakan kebalikan dari resistivitas. Seperti pada survei konduktivitas, konduktivitas yang terukur merupakan konduktivitas semu sesuai dengan persamaan [4].

Metode EM merupakan suatu metode geofisika yang bersifat pasif, dimana memanfaatkan suatu energi potensial yang telah ada terlebih dahulu atau alami. Metode EM ini digunakan untuk mengetahui anomali bawah permukaan dengan memanfaatkan sifat medan magnet dan medan listrik [1]. Medan konduktivitas dari EM-31 banyak digunakan untuk mencari perubahan struktur dalam tanah yang mengindikasikan adanya timbunan, pipa atau sumur kering. Salah satu instrumen EM adalah CMD (Konduktivitas Measurement Direct). Prinsip kerja dari instrumen CMD ini yaitu, (1) Medan EM primer dihasilkan dengan melewatkan arus AC

(a)

28

(b)


Prosiding Paper ISSC 2017

Gambar 2. (a) sistem loop vertical coplanar (VCP) dan (b) sistem loop horizontal coplanar (HCP)

Seperti pada gambar 4, untuk pengambilan data dilakukan pada 3 lintasan yaitu lintasan 1, lintasan 2 dan lintasan 3. Pengukuran pada daerah ini dilakukan saat musim kemarau. Dimana setiap lintasan terdapat 24-26 titik pengukuran dan jarak masing masing titik pengukuran berkisar 1 meter. Arah dari lintasan pengukuran ke NW-SE sehingga berbentuk diagonal.

Metode EM menjalar tehadap 2 domain diantaranya domain waktu dan domain frekuensi. Contoh dari instrumen EM domain frekuensi adalah Geonics EM-31 dan EM-34. Kedua alat ini menggunakan prinsip pemetaan untuk mengetahui variasi nilai dibawah permukaan. Jarak antar koil dari EM-31 yaitu 3,67 meter dengan frekuensi 9,8kHz. Penetrasi kedalaman dalam sistem loop horizontal coplanar (HCP) mencapai 3 meter dan penetrasi kedalaman sistem loop vertical coplanar (VCP) mencapai kedalaman 6 meter.

Bagan Alir Penelitian

Hubungan Metode CMD Terhadap Tanah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan instrumen CMD guna mendapat nilai konduktivitas bawah permukaan sekitar 2-6 meter. Konduktivitas tanah jenuh selalu lebih tinggi dari konduktivitas tanah tak jenuh. Hal tersebut disebabkan dua hal utama yaitu, tanah jenuh pengaruh gaya gravitasi lebih dominan dibandingkan dengan tanah tak jenuh dan ukuran pori tanah jenuh lebih besar dari pori tanah tak jenuh [5].

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik Pengukuran CMD

Nilai SZ

(mS/m)

Konduktivitas Lintasan 1 62 60 58 56 54 52 50 0

10

20

30

Jarak (m)

Gambar 3. Lintasan Pengukuran

Gambar 4 Grafik Konduktivitas Lintasan 1

29


Prosiding Paper ISSC 2017

Gambar 4 merupakan grafik persebaran data nilai konduktivitas terhadap jarak lintasan. Dari grafik tersebut terlihat nilai yang fluktuatif artinya nilai setiap titik pengukuran memiliki nilai konduktivitas yang bervariasi. Nilai konduktivitas terendah sebesar 52mS/m pada jarak 11 meter dan terbesar berkisar 60mS/m pada jarak 23 meter.

Peta Kontur Hasil Pengukuran CMD

SZ(mS/ m)

Konduktivitas Lintasan 2 74

68

Nilai

72 70 66

Gambar 7 Peta Kontur Nilai Konduktivitas Daerah Pengukuran

64 0

5

10

15

20

25

30

Jarak (m)

Gambar 5 Grafik Konduktivitas Lintasan 2

Variasi nilai konduktivitas lintasan 2 dapat dilihat pada gambar 6 yang memiliki rentang nilai 64-72 ms/m. Sebaran nilai konduktivitas di lintasan 2 ini apabila dibandingkan dengan lintasan lainnya memiliki nilai yang paling besar yang menandakan daerah ini bersifat sangat konduktif.

Nilai SZ

(mS/m)

Konduktivitas Lintasan 3 28 26

Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai konduktivitas dari ketiga lintasan memiliki rentang yang berbeda yang dapat dilihat dari warna yang telah disimbolkan. Karena saat pembuatan lintasan pun berdasarkan dari lingkungan pembibitan yang berbeda dimana lintasan 1 merupakan daerah pembibitan usia muda, lintasan 2 merupakan daerah pembibitan usia tua dan lintasan 3 merupakan daerah aliran sungai yang dangkal. Dari lintasan 1 memiliki rentang nilai konduktivitas berkisar 52mS/m -56 mS/m dimana dengan nilai seperti itu dapat disimpulkan bahwa tanah tersebut tergolong pada lahan yang terkontaminasi pupuk yang rendah atau masih dalam keadaan tanah original.

24 22 20 0

5

10

15

20

25

30

Jarak (m)

Gambar 6 Grafik Konduktivitas Lintasan 3

Grafik lintasan 3 menujukan nilai konduktivtas yang lebih rendah dari lintasan lainnya yaitu berkisar antara 19-26 ms/m. Hal tersebut menandakan daerah ini bersifat kurang konduktif dibanding dengan lintasan pada daerah lainnya.

Pada lintasan 2 memiliki rentang nilai konduktivitas yang sangat besar dibanding pada lintasan yang lainnya yaitu 64 mS/m - 72mS/m yang disimbolkan dengan warna merah. Pada lintasan ke 2 ini merupakan daerah pembibitan tua dimana proses pemupukan sudah tidak dilakukan lagi sehingga yang terjadi adalah residu pupuk berasosiasi dengan fluida yang ada disekitarnya. Fluida dan proses mekanisasi pada tanah dapat menyebabkan asosiasi pupuk dan fluida akan terasosiasi dengan kuat. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai konduktivitas

30


Prosiding Paper ISSC 2017

dibanding daerah sekitarnya yang lebih muda. Hal tersebut terlihat pada hasil pengukuran daerah yang mengalami kontaminasi pupuk akan mempunyai nilai konduktivitas yang lebih tinggi.

terkandung di dalamnya dan asosiasinya dengan fluida sekitar.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami berikan kepada Ibu Eleonora Agustine selaku pembimbing, juga ucapan terimakasih kepada semua pihak yang terkait dalam membantu penelitian ini.

Pada lintasan 3 yang berada di bagian daerah utara mempunyai hasi pengukuran konduktivitas yang paling kecil yaitu berkisar 20mS/m - 26mS/m yang disimbolkan dengan warna biru. Pada lintasan 3 ini merupakan daerah aliran sungai tujuan pengambilan data di sekitar wilyah ini yaitu untuk melihat sebaran sebaran residu pupuk yang berada di daerah airan sungai. Konduktivitas diduga akibat distribusi residu pupuk dari lintasan 2. Jika diperhatikan seharusnya daerah ini merupakan daerah yang konduktif dikarenakan adanya sungai tetapi data yang dihasilkan yaitu daerah ini memiliki nilai konduktivitas yang kecil. Hal itu bisa saja terjadi karena residu pupuk di daerah tersebut belum terakumulasi dikarenakan usia tanam yang masih di bawah 1 tahun. Hal ini mengakibatkan nilai konduktivitas yang kecil dibanding lintasan 1 dan 2. Kondisi tanah yang tergenang air menyebabkan efek swelling menyebabkan tidak adanya fluida yang masuk ke bawah permukaan yang menjadikan nilai konduktivitas di bawah permukaan tersebut kecil.

DAFTAR PUSTAKA [1] Buttler, D.K., 2010. Near Surface Geophysics. The McGraw-Hill Companies, Inc., United States in sited Aswan, Menas dkk. 2014. Studi Rembesan Polutan Sampah Berdasarkan Metode Konduktivitas Elektromagnetik di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batulayang Kota Pontianak. Vo. II. No.1 Hal 23-26 [2] P. Kearey, M. Brooks, dan I. Hill, 2002, An Introduction to Geophysical Exploration, Edisi ke-3. Blackweell Science Ltd., Malden [3] Reynolds, J. M., 1997, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley & Sons Ltd, England [4] P. Kearey, M. Brooks, dan I. Hill, 2002, An Introduction to Geophysical Exploration, Edisi ke-3. Blackweell Science Ltd., Malden in sited Aswan, Menas dkk. 2014. Studi Rembesan Polutan Sampah Berdasarkan Metode Konduktivitas Elektromagnetik di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batulayang Kota Pontianak. Vo. II. No.1 Hal 23-26 [5] Asmaranto, Runi, dkk. 2012. Penentuan Nilai Konduktivitas Hidrolik Tanah Tidak Jenuh Menggungakan Uji Resistivitas di Laboratorium. Jurnal teknik Pengairan Vol.3 No.1, 81-86. Web

KESIMPULAN 1. Pada daerah Bukit Tunggul lintasan 2 memiliki nilai konduktivitas tertinggi berkisar dari 64 mS/m sampai dengan 72 mS/m. Hal tersebut disebabkan oleh lamanya penggunaan lahan untuk pembibitan. 2. Nilai konduktivitas yang tinggi ini disebabkan oleh lamanya waktu interaksi antara residu pupuk dan tanah. Waktu yang panjang akan mengakibakan akumulasi yang lebih tinggi. Sifat konduktivitas juga dipengaruhi oleh mineral-mineral yang

31


Prosiding Paper ISSC 2017

Plastik Biodegradable Berbasis Selulosa Kulit Ari Kedelai: Pemanfaatan Limbah Kulit Ari Kedelai sebagai Solusi Alternatif Permasalahan Plastik dalam Mencapai Sustainable Development Goals 2030 Aisyah Latifah, Khusnul Layli Putri, and Wida Adelia Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia Kedelai adalah salah satu jenis kacang yang banyak diproduksi dan dikonsumsi terutama di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe. Hingga 2016, produktivitas kedelai mencapai 15.06 ku/ha. Dalam proses industri, kedelai meninggalkan limbah kulit ari yang masih memiliki kandungan 67% serat yang terdiri dari 47% selulosa dan 20% hemiselulosa. Kedua kandungan tersebut memiliki potensi untuk dijadikan bahan dasar plastik jenis biodegradable sebagai solusi permasalahan plastik di Indonesia, seperti plastik Polyethylene (PE) yang sulit terdegradasi oleh mikroba penghancur dan menghasilkan karbondioksida sehingga menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam penelitian ini, plastik berbahan dasar kulit ari kedelai ini memanfaatkan selulosa serat tunggal murni yang diekstraksi dari kulit ari kedelai secara kimiawi yaitu dengan proses alkalinisasi dan bleaching sehingga lignin dan hemiselulosa dapat dihilangkan dan selulosa murni dengan kualitas yang lebih tinggi dapat diperoleh. Selain itu, dalam proses pembuatan plastik dilakukan penambahan bahan-bahan kimia pendukung seperti gliserol, kitosan, dan asam asetat dengan komposisi tertentu untuk meningkatkan kualitas plastik. Plasticizer yang digunakan adalah jenis gliserol yang digunakan untuk meningkatkan elastisitas plastik. Kitosan berperan sebagai bahan penguat plastik dan asam asetat berperan sebagai pelarut. Melalui penelitian ini, diperoleh komposisi yang tepat dalam film plastik dengan karakteristik menyerupai plastik, sehingga plastik biodegradable berbasis selulosa kulit ari kedelai memiliki potensi untuk dijadikan pemanfaatan alternatif limbah kulit ari kedelai dan juga sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah plastik di Indonesia dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Kata kunci: Kulit ari kedelai, selulosa, plastik biodegradable, inovasi, SDG 2030 plastik tersebut sulit untuk diurai karena terbuat dari Polyethene (PE) yang bersumber pada bahan bakar fosil. Penelitian ini bertujuan memberi strategi alternatif dan solusi untuk menyelesaikan persoalan limbah kantong plastik. Penggunaan kantong plastik yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia

Pendahuluan Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), pada tahun 2015 terdapat sebanyak 10,95 juta lembar limbah kantong plastik di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun dan menjadi negara produksi sampah plastik kedua terbesar setelah Tiongkok. Sebagian besar limbah kantong

32


Prosiding Paper ISSC 2017

dan berbanding lurus dengan produksinya tentu mengancam pada minimnya pasokan sumber daya fosil dan efek terhadap lingkungan mengingat bahwa bahan plastik jenis PE sulit untuk di degradasi sehingga limbahnya menumpuk dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Hal tersebut memicu terobosan plastik ramah lingkungan yang mudah di degradasi yang disebut bioplastik. Bioplastik lebih mudah terurai karena komponen pembentuknya berasal dari bahan yang mudah diperbaharui seperti protein dan polisakarida [1]. Seiring perkembangan zaman, muncul beberapa terobosan bioplastik yang berasal dari pati bahan olahan pangan seperti jagung, singkong, dan sagu. Namun terobosan ini dianggap kurang efektif karena bersifat hidrofobik dan memiliki kekuatan mekanik yang rendah. Berdasarkan fakta penggunaan kantong plastik PE yang tidak ramah lingkungan dan plastik biodegradable berbahan pati yang kurang efektif, maka diperlukan jenis plastik biodegradable dengan pemilihan bahan, kualitas dan komposisi plastik dalam skala industri yang sesuai. Penelitian ini memanfaatkan selulosa dari limbah kulit ari kedelai sebagai bahan dasar pembuatan bioplastik untuk mengetahui proses pembuatan bioplastik dengan bahan tambahan kitosan dan gliserol serta menguji potensi bioplastik tersebut sebagai solusi alternatif masalah limbah plastik.

kebutuhan atas kedelai per tahun, yaitu sebanyak 2,2 juta ton dan peningkatan produksi kedelai nasional. Ref.[2] Berdasarkan data Kementerian Pertanian Indonesia, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 1970 hingga tahun 2016 yaitu 1,70 % per tahunnya dan besar produksi kedelai nasional di tahun 2016 mencapai angka 15,06 ku/ha. Setelah melalui proses produksi kedelai, limbah ari kedelai bersih yang dapat dihasilkan per harinya mampu mencapai sekitar 150 kg. Kulit kedelai pada umumnya memiliki protein sebanyak 9-16,5 % dan serat 67 %. Komposisi serat yang terkandung didalam serat kulit kedelai ialah selulosa 47 %, hemiselulosa 18 % dan lignin 2 %. 2. Selulosa Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan glukosa yang terikat dengan ikatan β1,4-glycosidic dengan rumus (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasinya. Struktur kimia inilah yang membuat selulosa bersifat kristalin dan tak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara kimia/mekanis. Molekul glukosa disambung menjadi molekul besar, panjang, dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut memiliki serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme [3]. Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan memiliki kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Ketersediaan selulosa dalam jumlah besar akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik,

Landasan Teori 1. Ari Kedelai Berbagai produk seperti tahu dan tempe yang berasal dari bahan dasar kedelai begitu populer dan banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal tersebut menyebabkan besarnya rata-rata

33


Prosiding Paper ISSC 2017

dan berwarna putih. Struktur ditunjukkan pada Gambar 1.

dibandingkan dengan serat asal, karena selama proses pemasakan hemiselulosa bereaksi dengan bahan pemasak dan lebih mudah terlarut daripada selulosa. Pada proses pembuatan bioplastik dari ari kedelai, hemiselulosa ini tidak digunakan dan dapat dihilangkan melalui proses alkalinasi.

selulosa

Gambar 1. Struktur Selulosa Sumber : Lankinen, 2004

4. Lignin Lignin merupakan polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana melalui ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Lignin merupakan jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi sangat kuat. Kekuatan ikatan lignin merupakan salah satu penghalang pada proses pulping kimia [6]. Adanya lignin juga mengakibatkan warna menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui pemutihan. Banyaknya lignin akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan pemutihan [7]. Apabila lignin berdifusi dengan larutan alkali maka akan terjadi pelepasan gugus metoksil yang membuat lignin larut dalam alkali. Reaksi dengan senyawa tertentu dimanfaatkan dalam proses pembuatan bioplastik ini dimana lignin yang terbentuk dapat dipisahkan. Adapun struktur dasar linin ditunjukkan pada berikut,

Pada pembentukan bioplastik dari ari kedelai, selulosa memegang peranan yang sangat penting karena sifatnya yang kuat dan kaku serta termoplastik sehingga berpotensi untuk dibentuk atau dicetak menjadi film kemasan, ketersediaannya sepanjang tahun (renewable) dan mudah hancur secara alami (biodegradable). Berdasarkan karakteristik tersebut, selulosa dapat digunakan sebagai bahan bioplastik yaitu plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. 3. Hemiselulosa Rantai hemiselulosa lebih pendek dibandingkan rantai selulosa, karena derajat polimerisasinya yang lebih rendah. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon lima (pentosa/ C-5), gula berkarbon enam (heksosa/ C-6), asam heksuronat dan deoksi heksosa dan polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus tetapi merupakan polimer-polimer bercabang dan strukturnya tidak terbentuk kristal [5]. Hemiselulosa bersifat hidrofibil (mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya yang kurang teratur. Kadar hemiselulosa pada pulp jauh lebih kecil bila

5. Kitosan Kitosan adalah senyawa organik turunan dari biomaterial kitin dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Secara umum, kitosan dibuat dari limbah industri perikanan, seperti udang, kepiting, baik dari kepala atau kulit. Kitosan memiliki karakteristik yang baik dalam hal kualitas sebagai bahan bioplastik. Semakin besar konsentrasi kitosan, semakin

34


Prosiding Paper ISSC 2017

banyak ikatan hidrogen yang ada dalam bioplastik sehingga ikatan kimia plastik menjadi lebih kuat dan sulit untuk dipecah karena dibutuhkan banyak energi untuk melepaskan ikatan tersebut. Plastik dengan bahan tambahan kitosan menjadi lebih homogen dan memiliki struktur yang ketat Berdasarkan karakteristik ini, kekuatan tarik plastik akan lebih besar dan persentase perpanjangan juga lebih besar.

panjang oleh bahan kimia pemutih menjadi rantai lignin pendek sehingga dapat larut pada saat pencucian dalam air atau alkali. 4. Acids Treatment Metode ini berperan dalam menghilangkan material penyebab kristalisasi pada serat selulosa dengan cara merendam serat dalam H2SO4 25% kemudian mencuci dan merendam hasil serat ke dalam aquades untuk menetralkan pH larutan kembali. Serat selulosa kemudian didapatkan dengan mengeringkan larutan dengan pompa vakum. Dengan sintesis energi yang rendah dalam metode ini, maka dapat dihasilkan produktivitas dan efektivitas ekstraksi selulosa yang baik.

Metode Penelitian 1. Ekstraksi Selulosa Pada proses ekstraksi serat selulosa dari kulit ari kedelai, zat penyusun dinding sel selain selulosa seperti lignin dan hemiselulosa ikut terekstraksi, sehingga dibutuhkan perlakuan baik secara mekanik maupun kimiawi untuk mendapatkan selulosa murni. Kulit ari kedelai terlebih dahulu secara mekanik dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk sebelum masuk ke dalam proses ekstraksi. Ekstraksi selulosa secara kimiawi dengan tahapan alkalinasi, bleaching dan acids treatment merupakan salah satu metode yang paling mudah digunakan untuk mengekstraksi selulosa dari kulit ari kedelai.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Pembuatan Bioplastik Sumber : Penelitian Pribadi

Pembuatan Bioplastik Film Bioplastik dibuat dengan menentukan komposisi selulosa dengan bahan additif lain untuk memperbaiki sifat mekanik plastik. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan plastik adalah plastikizer yang berfungsi untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, dan zat terlarut serta meningkatkan plastis [8]. Selain itu digunakan kitosan sebagai peningkat kualitas dan kekuatan plastik dan asam asetat sebagai pelarut. Dalam produksi bioplastik berbahan dasar selulosa, plasticizer yang digunakan adalah gliserol yang juga 5.

2. Alkalinasi Metode ini berperan dalam menghilangkan komponen hemiselulosa yang menutupi permukaan dinding sel serat dengan cara mereaksikan kulit ari kedelai dalam larutan NaOH selama beberapa jam. 3. Proses Bleaching (Pemutihan) Menggunakan bahan kimia NaClO dengan tujuan untuk melarutkan sisa senyawa lignin dengan cara mendegradasi rantai lignin

35


Prosiding Paper ISSC 2017

digunakan sebagai variabel bebas dengan komposisi 3 ml. Sebanyak 0,8 gram selulosa direaksikan dengan 0,4 gram kitosan, 15 ml asam asetat, gliserol dan air untuk kemudian dilakukan pencampuran pada suhu tinggi hingga didapatkan larutan yang homogen. Setelah proses pencampuran, larutan tersebut dapat secara langsung dicetak pada loyang kaca dan dipanaskan pada suhu sekitar 90áľ’C dalam oven selama 20 menit untuk didapatkan plastik dalam bentuk film yang diinginkan.

bertujuan untuk menghilangkan kandungan hemiselulosa dan lignin yang mengakibatkan adanya warna kecoklatan sehingga perolehan selulosa murni ditandai dengan munculnya warna putih. Proses pembuatan bioplastik memerlukan bahan aditif seperti plasticizer dan kitosan. Plasticizer bertujuan supaya plastik yang dihasilkan menjadi lebih elastis, sedangkan kitosan digunakan sebagai bahan penguat plastik. Tahapan proses pembuatan

Hasil dan Pembahasan

Gambar 3. Spektrum FTIR Bioplastik Sumber : Pribadi

Pembuatan Bioplastik Pembuatan bioplastik dengan melalui 2 (dua) tahap utama, pemurnian selulosa dan pencampuran komponen, menghasilkan film plastik yang cukup kuat dan elastis. Pemurnian selulosa dilakukan dengan metode alkalinasi dan bleaching yang

bioplastik terlampir pada gambar 2, yakni (a) adalah kulit ari kedelai yang telah dikeringkan dan dihaluskan, (b) adalah selulosa murni yang diperoleh dari kulit ari kedelai, dan (c) adalah bioplastik yang terbentuk. Plastik yang dihasilkan bewarna

36


Prosiding Paper ISSC 2017

• Bahan baku bioplastik berasal dari bahan non-renewable sources (senyawa bioaktif) dan renewable sources (pati, selulosa, dan mikroorganisme). • Kulit ari kedelai adalah salah satu limbah hasil olahan industri yang memiliki kandungan selulosa 47 %, hemiselulosa 18 % dan lignin 2 %. • Proses pembuatan bioplastik dilakukan dengan mencampurkan ekstrak selulosa murni dengan senyawa plastikizer seperti gliserol hingga terhomogenisasi untuk memperbaiki sifat mekanik plastik. • Proses ekstraksi selulosa murni dapat melalui beberapa cara, diantaranya: alkalinasi, bleaching (pemutihan), dan acid treatments. • Bioplastik kulit ari kedelai memilik gugus N-H, C-H, dan C=C berdasarkan pengujian gugus fungsi dengan metode FTIR. • Salah satu upaya terbaik untuk menciptakan kemandirian bangsa yang berkelanjutan adalah dengan menginovasikan Teknologi Bioplastik berbasis selulosa yang bersumber dari kulit ari kedelai. • Teknologi bioplastik berbahan dasar selulosa dari ari kedelai dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah plastik di Indonesia dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

putih, bertekstur halus, dan memiliki sedikit aroma asam asetat yang digunakan sebagai pelarut komponen pembuatan plastik Berdasarkan data penelitian, produksi bioplastik berbahan dasar selulosa secara massal dalam beberapa waktu ke depan diprediksi sangat potensial dalam segi ekonomi maupun lingkungan. Namun dalam proses pembuatannya dibutuhkan waktu sedikit lebih lama daripada proses produksi plastik sintetis dengan banyaknya reaksi yang harus diperhitungkan. Selain itu, dibutuhkan koordinasi antara pihak industri dan bantuan pemerintahan untuk menghimbau masyarakat dalam mengurangi penggunaan plastik sintetis sebagai langkah awal dan sederhana dalam menyelamatkan lingkungan. Analisis Gugus Fungsi Bioplastik Analisis gugus fungsi bioplastik menggunakan metode FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk mendeteksi gugus fungsi berdasarkan besarnya serapan IR terkait. Penentuan zona IR mengacu pada prinsip The Five Zone [9]. Dalam pengujian ini, daerah plot gugus fungsi yang memenuhi The Five Zone dari diagram FTIR meliputi gugus N-H, C-H, C=C, dan daerah sidik jari yang memiliki gelombang <1500 cm-1. Pada diagram spektrum IR, peak 1 berada pada gelombang 3291,12 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus N-H pada zona 1. Peak selanjutnya terletak pada gelombang cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C-H. Pada gelombang 1645.83 cm-1 berada pada zona kelima yang menandakan adanya gugus C=C. Pada gelombang terdeteksi lainnya dianggap sebagai daerah sidik jari.

Ucapan Terima Kasih Segala puji bagi kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, untuk rahmat dan anugerahnya kami dapat menyelesaikan paper berjudul "Plastik Biodegradable Berbasis Selulosa Kulit Ari Kedelai:

Kesimpulan

37


Prosiding Paper ISSC 2017

Pemanfaatan Limbah Kulit Ari Kedelai sebagai Solusi Alternatif Permasalahan Plastik dalam Mencapai Sustainable Development Goals 2030". Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan pembuatan paper ini, terutama untuk: 1. Bapak Mochamad Chalid, S.Si., M.Sc.Eng. sebagai penasehat tim dan koordinator Laboratorium Teknologi Polimer Metalurgi, yang telah memberi izin kepada kami untuk menggunakan laboratorium kimia, dan juga meluangkan waktu untuk membimbing kami dan memberikan saran dan kritik untuk peneliti. 2. Ibu Ghiska Ramahdi, selaku koordinator koordinator Laboratorium Teknologi Polimer Metalurgi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membimbing, memberi nasehat, mengkritik dan mendukung penelitian ini. 3. Pak Aldhi Saputro, yang telah membantu kami selama bereksperimen dan memberi motivasi juga saran untuk hasil yang lebih baik. 4. Departemen Teknik Kimia sebagai departemen kami yang telah membawa kami ke dalam kompetisi yang ini dan memberi dukungan atas penelitian ini. 5. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan, bantuan dan doa, agar kita bisa menyelesaikan tulisan ini. 6. Rekan-rekan yang telah membantu dan memberikan dukungan sehingga penelitian kami dapat terlaksana dengan baik.

Daftar Pustaka [1] Lee, J.Y., H.J. Wan, C.Y. Lee, W.Y. Choi. 2006. Extending storagelife minimally processed apples with edible coatings and antibrowning agents. Lebensm Wiss U Technol.36: 323-329 [2] Dr.Ir.Suwandi, M., 2016. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kedelai, s.l.: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Indonesia. [3] Enzymes of The Basidiomycetous Fungi Agaricus Bisporus And Phlebia Radiata on Lignocellulose-Containing Media., Helsinski. [4] Lankinen, P. 2004. Ligninolytic Enzymes of The Basidiomycetous Fung Agaricus bisporus and Phlebia radiata on Lignocellulose-Containing Media. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki. 5] Putera, R. D. (2012). Ekstraksi Serat Selulosa dari Tanaman Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) dengan Variasi Pelarut. Depok: Universitas Indonesia. [6] Fitriani, Syaiful Bahri, dan Nurhaeni. 2013. Produksi Bioetanol Tongkol Jagung (Zea Mays) dari Hasil Proses Delignifikasi. Natural Science. Vol 2 (3) : 66-74 [7] Wibisono, S. d. (2002). Buku Kerja Praktek di PT Kertas Lecces Persero. Probolinggo [8] Darni, Y., H. Utami dan S. Asriah. 2009. Peningkatan Hidrofobisitas dan Sifat Fisik Plastik Biodegradable Pati Tapioka dengan Penambahan Selulosa Residu Rumput Laut Eucheuma spinossum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Lampung. [9] Anonim. UCLA Chemistry & Biochemistry. Diakses 22 September 2017 dari http://www.chem.ucla.edu/~harding/ec_tutorials/tutori al33.pdf

38


Prosiding Paper ISSC 2017

INTEGRASI GM2C METHOD (GRAVITY, MT, MEQ, CSAMT) SEBAGAI UPAYA DALAM IDENTIFIKASI RESERVOIR BARU PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANASBUMI (PLTP) DI DAERAH WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT Ulyl Aidi Al-Abshor(115150027)1, EM.Rifqi Wilda Pradana (115150038)2, Dwiqie Riaviano(115150065)3 1,2,3, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Jalan, SWK. 104 (Lingkar Utara), Condongcatur, Yogyakarta 55283 (Kampus Pusat). Abstrak Penelitian ini dilakukan di lapangan panasbumi Wayang Windu, Pangalengan, Jawa Barat dengan menggunakan 4 metode geofisika sekaligus yaitu metode Micro-Gravity, Magnetotelluric (MT), Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSMAT), dan Microearthquake (MEQ) untuk meningkatkan hasil produksi pada lapangan panasbumi Wayang Windu dengan cara menemukan reservoir baru karena sering muncul permasalahan pada bidang panasbumi seperti menurunnya tingkat produksi panas. Dari data Micro-Gravity pada tahun 2002 dan 2008 didapatkan hasil berupa peta timelapse yang dapat mengindikasikan adanya pengurangan massa dengan nilai naomali negatif -110 µGal s/d -160 µGal di bagian tengah dan utara daerah penelitian. Kemudian, penggunaan data MT menyimpulkan bahwa posisi Top Reservoir Gunung Wayang berada pada kedalaman 800 mdpl & memiliki gradien panas terkecil yaitu sekitar 0,11 ºC per meter. Penggunaan CSAMT guna memberikan hasil lebih detil pada pengukuran EX-354 yang memiliki Overburden Layer dengan ketebalan 143,9 m. Pada data MEQ, diperoleh hasil relokasi hiposenter menggunakan simulasi Markov Chain yang tersebar di ujung sumur injeksi RBS-2 dan memotong model konseptual CSMAT. Pola persebaran relokasi hiposenter itu berarah timur laut (NE) dengan perkiraan sudut N38˚E yang diduga pola sesar yang berkembang pada daerah sumur RBS-2 dengan kedalaman hiposenter rata-rata -758 m sampai -800 m dari permukaan. Dari hasil integrasi keempat data tersebut maka pada daerah utara tepatnya di daerah Gunung Malabar memiliki potensi untuk dikembangkan dengan cara pembuatan sumur injeksi agar geothermal system-nya berjalan dengan baik (menormalkan sistem). Sehingga dapat meningkatkan hasil produksi dari 220 Mwatt menjadi 280 Mwatt agar terwujudnya Sustainable Development Goals 2030. Kata Kunci : Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSMAT), Magnetotellurik (MT), Microearthquake (MEQ), Micro-Gravity, Reservoir. diperlukan pengembangan dan perluasan pemboran untuk mencari sumber-sumber panas yang lebih tinggi untuk meningkatkan hasil produksinya. Dalam bidang eksplorasi terkhusus geofisika, usaha-usaha yang mungkin dapat dilakukan adalah melakukan eksplorasi untuk mencari heatsource serta reservoir yang baru

PENDAHULUAN Upaya dalam meningkatkan energi pada lapangan panasbumi di Indonesia sedang intensif dilakukan dari berbagai bidang disiplin ilmu. Salah satu permasalahan yang dapat ditemukan pada lapangan panas bumi adalah menurunnya tingkat produksi yang diikuti oleh penurunan temperatur, oleh karena itu 39


Prosiding Paper ISSC 2017

dengan mengidentifikasi parameter-patameter tertentu yang dimiliki oleh sistem panas bumi. Penelitian ini menjelaskan aplikasi atau peran dari ilmu geofisika dalam pengembangan serta peningkatan produksi energi pada lapangan panasbumi dengan mengambil sampel daerah di kawasan Wayang-Windu, Pangalengan, Jawa Barat.

Metode gravity atau disebut juga metode gayaberat merupakan salah satu metode pasif dalam geofisika, yang berarti metode tersebut menggunakan energi alami dari bumi. Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan pada area pengukuran, yaitu dengan cara mengamati variasi lateral dan densitas batuan bawah permukaan. Survei dengan menggunakan metode gravitasi memanfaatkan nilai percepatan gravitasi di area survei tersebut. Perubahan percepatan pada satu titik dengan titik lain disekitarnya dapat menandakan adanya perbedaan material atau kandungan yang ada di bawah permukaan bumi. 2.2.Magnetotellurik (MT) Magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metode geofisika yang melibatkan hubungan antara komponen horizontal dari medan magnet dan medan listrik. Medan magnet yang digunakan berasal dari interaksi antara solar wind dengan magnetosphere bumi dan mengakibatkan ionosphere mengalami fluktuasi medan elektromagnetik yang kemudian menginduksi bumi. Metode geofisika ini menggunakan persamaan-persamaan Maxwell untuk melakukan perhitungan dengan menggunakan parameter utama mengenai komponen kemagnetan dan kelistrikan yaitu:

LANDASAN TEORI 1. Geologi Daerah Penelitian Berdasarkan informasi geologi pada peta geologi daerah penelitian terlihat bahwa terdapat beberapa sesar. Akibat dari dinamika sesar ini maka dapat menimbulkan kekar (fracture) di permukaan bumi. adanya rekahanrekahan ini memungkinkan fluida panas bumi mengalir ke permukaaan, sehingga sesar yang terdapat di daerah penelitian menunjang aktivitas panasbumi daerah Wayang Windu dari hasil interpretasi geologi permukaan. Struktur geologi yang terdapat pada daerah tersebut berupa lipatan, sesar dan kekar. Sesar yang ditemukan berupa sesar normal dan sesar geser yang berkembang pada zaman Kuarter, yang umumnya bertindak sebagai pengontrol tumbuhnya gunung api-gunung api muda, terutama sistem sesar di sekitar daerah penyelidikan seperti di wilayah G. Wayang dan G. Windu, serta G. Malabar. Kekar hampir terdapat pada jenis batuan gunung api di sekitar daerah penyelidikan berupa kekar geseran maupun kekar tarikan. Manifestasi fumarol dan alterasi hydrothermal banyak ditemukan di sektor barat kubah meskipun di beberapa tempat ditemukan juga di bagian barat sektor timur kubah. Seperti halnya fumarol, disamping itu di daerah penelitian juga ditemukan manifestasi berupa mata air panas yang bertipe bikarbonat di bagian barat kubah dan sepanjang gunung Malabar sebelah selatan.

▽ x H = J + ∂D/∂t

(2.1)

▽ x E = - ∂B/∂t

(2.2)

▽.B=0

(2.3)

▽.D=q

(2.4)

2.3. Microearthquake (MEQ) Microearthquake (MEQ) adalah salah satu metode geofisika yang merupakan metode seismik pasif (passive seismic) yang memantau aktivitas gempa mikro di bawah permukaan bumi. Peranan utama dari pemantauan gempa mikro pada eksplorasi panasbumi adalah untuk meneliti retakan berpotensi (sesar aktif) yang mempunyai permeabilitas dan porositas tinggi dan dapat membantu menentukan posisi bor. Selain pengelompokan sejumlah episenter

2. Dasar Teori 2.1.Gravity

40


Prosiding Paper ISSC 2017

gempa mikro menurut pola tertentu juga dapat dipergunakan untuk melokalisir perkiraan daerah prospek panasbumi.

1. Gravity 1.1. Peta anomali Time-Lapse Pada proses pengolahan data, masing-masing data di koreksi dengan melakukan koreksi tidal dan koreksi apungan. Setelah di dapatkan nilai gayaberat lokal hasil pengurangan nilai gayaberat observasi lokal tahun 2008 dengan tahun 2002, maka dilakukan koreksi subsidence untuk mendapatkan peta anomali time- lapse yang diakibatkan karena pengaruh dari perubahan fluida. Tujuan dilakukannya koreksi data adalah untuk mendapatkan nilai gayaberat lokal relatif terhadap base, sehingga dapat dibuat peta anomali time- lapse gayaberat mikro selama selang waktu pengukuran berlangsung.

2.4.Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSAMT) Metode (CSAMT) merupakan salah satu metode survei dengan menggunakan induksi elektromagnetik sebagai metode geofisika aktif dimana sumber energi yang digunakan merupakan sinyal buatan yang diatur (Controlled Source) untuk mengetahui persebaran resistivitas batuan di bawah permukaan. Prinsip dasarnya adalah medan elektromagnetik primer akan dipancarkan ke seluruh arah oleh dipol listrik dengan memanfaatkan elektroda ground. Pada saat medan elektromagnetik primer mencapai permukaan bumi di daerah lain, maka medan elektromagnetik akan menginduksi arus pada lapisan-lapisan bumi yang dianggap konduktor, arus tersebut disebut sebagai arus telluric atau arus eddy (eddy current), sehingga akan menimbulkan gelombang elektromagnetik sekunder.

Gambar 1. Peta anomali gayaberat mikro TimesLapse beserta sumur/titik pengukuran/struktur, dan sayatan A-A’

METODE PELAKSANAAN 1.1 Diagram Alir

Dari peta (Gambar 1), terlihat bahwa terdapat penambahan massa pada bagian timurbarat pada daerah penelitian yang ditunjukkan dengan nilai berkisar antara 30 µGal s/d 70 µGal dengan warna oranye, sedangkan anomali pada bagian tengah daerah penelitian menunjukkan terjadinya pengurangan massa dengan nilai berkisar antara - 40 µGal s/d – 70 µGal, dan anomali pada bagian utara daerah penelitian juga menunjukkan adanya pengurangan massa sebesar - 110 µGal s/d 160 µGal, diperkirakan terjadinya pengurangan massa ini disebabkan karena proses produksi dan juga struktur yang terdapat pada daerah penelitian, yang diduga mengontrol arah penyebaran fluida pada daerah penelitian. faktor utama yang mengontrol arah penyebaran aliran fluida dalam reservoar diperkirakan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

41


Prosiding Paper ISSC 2017

struktur sesar yang terdapat pada area lapangan panasbumi Wayang-Windu. 2. Magnetotellurik 2.1. Pemodelan Resistivity 1 D

menggambarkan nilai resistivitas pada kedalaman kurang dari 5 km. 2.2. Peta Isochor Low Resistivity (1-10 ohm m)

Gambar 2. Pemodelan antara perioda dengan resistivitas dan perioda dengan fasa (A), dan grafik resistivitas dengan kedalaman (B) dari data stasiun MT ww32.

Gambar 3. Peta Isochor low (1-10 ohm m) resistivitas overlay peta topografi wayang windu

Gambar 2 A diperoleh dari pengolahan data MT pada program IPI2WIN MT. Dari Gambar 2 B dapat dijelaskan bahwa model resistivitas setiap kedalaman tidak sama sebagai gambaran bahwa lingkungan yang heterogen. Berdasarkan pengolahan tersebut maka yang menjadi batuan penutup (top reservoir) sistem panasbumi pada stasiun MT WW32 ada pada kedalaman 100 m sampai pada kedalaman 600 m yaitu pada nilai resistivitas mulai 1-10 Ohm.m. Zona yang ditandai garis hijau merupakan batuan penutup/ impermeabel. Data yang diinput pada pemodelan 1 D tersebut merupakan hasil gabungan dari dari pengukuran TDEM (Periode gelombang elektromagnetik < 0,012 detik) dan hasil pengukuran MT (Periode gelombang elektromagnetik > 0,012 detik). Hal ini berguna untuk mengurangi pengaruh dari statis shift homogenitas dangkal. Periode gelombang elektromagnetik dominan pada pengukuran TDEM dan MT dapat dilihat pengolahan data TDEM dan MT yaitu sekitar 0,01092 - 302 detik dari setiap pengukuran TDEM dan MT pada daerah Wayang Windu. Dengan periode ini maka akan diperoleh penetrasi yang dalam (Sesuai dengan rumus penetrasi Cagniard, 1953). Kualitas data MT termasuk baik karena masih sangat jelas

Keadaan topografi daerah wayang windu dari barat daya (Âą 1500 mdpl) berpola semakin tinggi ke arah timur laut yaitu Gunung Puncak besar (Âą 2250 mdpl). Adapun pola dari batuan penutup (cap rock) tidak teratur atau acak sesuai dengan pola warna pada Gambar 5.2 di atas. Kedalaman top reservoir pada daerah selain daerah Gunung Wayang dan Gunung Bedil lebih dari 800 mdpl dan pada daerah Gunung Wayang dan Gunung Bedil sendiri lebih kecil dari 800 m, hal ini disebabkan oleh daerah ini merupakan zona runtuhan sehingga posisi batuan penutup semakin ke bawah. 2.3. Peta Isochor Gradien Panas Log Suhu

Gambar 4 Overlay peta gradien suhu (permukaan-top reservoir dibawah permukaan) dari log Temperatur dan peta topografi daerah WayangWindu.

Dari peta (Gambar 3), dapat dilihat bahwa kenaikan suhu per meter adalah lebih besar dari

42


Prosiding Paper ISSC 2017

0,11ÂşC/m ke arah Gunung Gambung dan Gunung Puncak Besar. Hal ini juga didukung oleh posisi nilai resistivitas rendah (1-10 Ohm.m) pada daerah tersebut yang dekat dengan permukaan. Aspek geologi pada daerah Wayang Windu adalah adanya zona runtuhan pada Gunung Wayang yang mana dijumpai manifestasi mata air panas sehingga walaupun posisi top reservoir cukup dalam, gradien suhu masih cukup besar yaitu sekitar 0,17 ÂşC/m. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada daerah gunung Wayang Windu meliputi pengolahan data MT dan log suhu antara lain; kondisi Top Reservoir daerah sebelah barat Gunung Gambang berkedalaman sekitar 1000 mdpl, pada arah barat daya Gunung Wayang sekitar 800 mdpl, pada daerah Gunung Puncak Besar sekitar 1500 mdpl. Kondisi gradien suhu pada bagian utara Gunung Wayang semakin tinggi seiring dengan posisi top reservoir terletak pada kedalaman yang dekat dengan permukaan. 3. CSAMT 3.1. Filtering Fasa

yang sangat baik, karena mampu membedakan antara overburden, claycap dan reservoir dengan mudah. Hal tersebut dapat diketahui dengan mengetahui tingkat resistivitasnya, untuk lapangan panasbumi yaitu menunjukan pola high resistivity di frekuensi tinggi (overburden layers), diikuti pola low resistivity dengan berkurangnya frekuensi (clay cap), kemudian menjadi high resistivity lagi di frekuensi rendah (reservoir). Hal ini yang menjadi dasar dari proses smoothing (Sudarman, 1986). Hasil penaksiran mengenai pola true resistivity untuk kasus lapangan panasbumi memiliki nilai >40 Ohm.m untuk overburden layers, pada clay cap <5 Ohm.m, dan zona reservoir berkisar antara 5 – 40 Ohm.m 3.2. Penampang Resistivitas 1D

Gambar 6. Penampang Resistivitas 1D

Penampang struktur resistivitas 1D merupakan salah satu cara untuk menggambarkan model bawah permukaan dimana nilai resistivitas bervariasi secara vertikal dan horizontal Penampang resistivitas ini merupakan penampang hasil inversi untuk titik pengukuran Ex-354 (Gambar V.17) yang mewakili lintasan paling utara yang berada di sekitar gunung Malabar. Pada bagian ini masih terdapat overburden layers dengan ketebebalan

Gambar 5. Hasil filtering fasa, (bawah) sebelum filtering; dan (atas) setelah filtering

Apabila dilihat dari pola resistivitas 1D yang telah dilakukan filtering fasa memperlihatkan respon yang dapat dikategorikan menjadi data

43


Prosiding Paper ISSC 2017

143.9 m merupakan respon dari lithologi dari gunung Malabar yang berkomposisi andesit piroksin dan andesit hornblende yang memiliki nilai resistivitas tinggi lebih besar dari overburden layers di bagian tengah dan selatan lintatasan pengukuran. Uniknya pada titik pengukuran ini tidak terdeteksi lapisan penudung karena tidak memiliki nilai true resistivity <5 Ohm.m tetapi >5 – 10 Ohm.m. bagian ini diindikasikan lapisan yang tidak mengalami alterasi hidtrothermal, dan diinterpretasikan sebagai batuan piroklastik. Dari informasi geologi daerah Wayang Windu (Bogie, 2008) menginterpretasikan bagian utara ini dipisahkan oleh sesar besar yang merupakan yang membagi Cekungan Bandung bagian selatan. Tetapi dibagian bawah masih terdapat reservoir dengan kedalaman yang relative dalam dari hasil inversi 1D BOC terdapat pada kedalaman 900 m atau pada elevasi 632.14 msl. Diperkirakan intesitas alterasi sangat kecil dikarenakan yang menurunkan nilai resitivitas adalah panas dari bawah sehinnga mempengaruhi batuan di atasnya yang disebut sebagai hot dry rock geothermal system. 3.3. Penampang True Resistivity 2D Interpretasi 1D belum cukup memberikan gambaran secara umum mengenai keadaan sitem panasbumi di daerah Wayang Windu. Oleh karena itu dilakukan gridding interpolasi dari semua data 1D CSAMT dan dihasilkan penampang 2D yaitu true resistivity terhadap elevation depth (msl). Selain itu dalam penampang ini juga dilakukan proses terrain correction untuk menyeragamkan pola yang tidak seragam setelah dilakukan proses koreksi pergeseran statik. Dalam hal ini yang lebih dikontrol adalah kedalaman bukan resistivitas lagi, efek topografi meyebabkan overburden layers seakan-akan seluruhnya memiliki nilai true resistivity yang tinggi.

Gambar 7. Penampang True Resistivity 2D

Interpretasi kuantitatif dilakukan pada penampang 2D yang merupakan struktur true resistivity. Dari hasil interpretasi terdapat 5 zona yang memiliki karakteristik yang berbeda. Secara vertikal penampang 2D umumnya menunjukan pola nilai resistivitas rendah di antara resistivitas yang tinggi. Hasil interpretasi 1D sebelumnya juga dapat diperkuat dengan hasil 2D, terutama pada bagian paling utara dan selatan lintasan pengukuran tidak clay cap karena tidak memiliki nilai true resistivity <5 Ohm.m. bagian ini diinterpretasikan sebagai endapan piroklastik atau overburden layers yang tidak terhimpun dalam sistem panasbumi di area Wayang Windu.. Intensitas alterasi yang kecil tidak merubah batuan di atasnya. Nilai resistivitas bagian ini berkisar 10 – 20 Ohm.m dengan pola lapisan yang dibatasi oleh suatu kompartemen. Perkiraan ini juga diperkuat tdak terdapatnya sebaran sumur produksi di bagian Selatan dan daerah gunung Malabar. Disini sistem panasbumi tidak berjalan sebagaimana semestinya karena pada data tidak atau jarang menunjukkan adanya fluida cair pada bagian Gunung Malabar yang mana fluida cair memiliki rentang nilai pembacaan yaitu antara 5-10 Ohm.m yang mengacu pada data fluida cair di Gunung Wayang-Windu. 4. MEQ

44


Prosiding Paper ISSC 2017

Pada grafik diatas memperlihatkan sebaran hiposenter dari atas yang menunjukan pola timur laut (NE). Berdasarkan informasi geologi dari peta geologi (Alzwar dkk, 1992) di daerah penelitian dekat sumur RBS-2 terdapat sesar geser berpola timur laut (NE) dengan arah N38ËšE (Kusnadi, 2012). Grafik tersebut diukur secara manual juga memiliki sudut Âą mendekati N38ËšE. Sehingga dapat di indikasikan sesar ini merupakan kemenerusan dari struktur terduga dipermukaan yang berarah arah N38ËšE.

4.1. Relokasi Hiposenter dan Kompilasi Model Konseptual CSAMT

Gambar 8 Peta Sebaran Hiposenter awal dan setelah relokasi MC dan kompilasi dengan konseptual CSAMT

Berdasarkan hasil kompilasi dengan model konseptual CSAMT hiposenter berada tepat pada sesar yang berada di Sebelah utara dekat sumur RBS-2 (juga ditunjukkan pada penampang geologi (Alzwar, dkk., 1992). Persebaran hiposenter dimulai dari zona reservoir menuju zona reservoir terisi fluida. 4.2. Metode General Intersection Prinsip dari metode general intersection adalah memetakan persebaran hiposenter gempa mikro dari komponen tiga arah yaitu X, Y, dan Z. Hasil yang diperoleh adalah koordinat persebaran hiposenter gempa mikro dan diplot dalam MS. Excel.

Gambar 10. Grafik persebaran hiposenter dari sumbu X dan sumbu z

Sedangkan pada grafik persebaran hiposenter dari sumbu X dan sumbu Z kita seolah-olah melihat profil dari bawah permukaan dari arah timur. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan relokasi markov cain adalah persebaran titik hiposenternya membetnuk pola yang sesuai dengan hasil profil bawah permukaan dari hasil interpretasi peta geologi dengan pola sesar miring ke arah kanan. luasan penyebaran hiposenter terhadap sumbu X=1.40565 km, sumbu Y=2.4198 km dan sumbu Z= 1.5087 km. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan penelitian pada paper ini dapat disimpulkan bahwa integrasi 4 metode geofisika yaitu Gravity, MT, MEQ, dan CSAMT dapat menggambarkan reservoir baru di daerah utara tepatnya di Gunung Malabar. Reservoir ini tidak memiliki lapisan penudung dan tidak terdeteksi adanya alterasi hidrothermal atau bisa disebut juga sebagai hot dry rock

Gambar 9. Grafik persebaran hiposenter koordinat X terhadap Y

45


Prosiding Paper ISSC 2017

geothermal system dari data CSAMT. Kedalaman reservoir berdasarkan data MT yaitu lebih besar dari 800 mdpl dikarenakan posisi Top Reservoir terletak pada kedalaman yang dekat dengan permukaan. Berdasarkan data micro-gravity fluida di daerah utara dari Wayang-Windu tepatnya di Gunung Malabar yang menjadi target penelitian mengalami pengurangan massa akibat proses produksi dan struktur, sedangkan dibagian timur dan barat memiliki penambahan massa. Fluida dibagian timur dan barat itu bisa mengalir ke utara dengan adanya rekahan – rekahan atau sesar yang terjadi disekitarnya berdasarkan data MEQ. Sehingga perlu dilakukan injeksi fluida kedalam reservoir yang bersifat hot dry rock geothermal system agar bisa menjadi sumur produksi dan dapat meningkatkan produksi dari 220 Mwatt menjadi 280 Mwatt agar terwujudnya Sustainable Development Goals 2030 khususnya SDG #7 “Affordable and Clean Energy” yang tidak merusak bumi.

telah membantu dalam pembuatan paper ini. Diharapkan paper ini dapat bermanfaat bagi orang lain maupun instansi yang membutuhkan. DAFTAR PUSTAKA [1] Merz, S.K.. 2001. Tinjauan Lapangan Panasbumi Wayang Windu. Jawa Barat. Indonesia. pp. 4-8. Muh. Yustin Kamah. 2004. [2] Laporan Periodik Monitoring Gempa Mikro (MEQ) Desember 2003 – Juli 2004. Geoscience Engineering, Pertamina Area Geothermal Kamojang. [3] Metoda Magnetotelurik Dalam Geofisika Eksplorasi, Workshop Eksplorasi Elektromagnetik, Bandung. [4] Saptadji, N. M.. 2003. Teknik Panasbumi. Departemen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung. [5] Hanif, N., 2009. Studi Gradien Resistivitas Dan Pemodelan 1-D Pada Data Magnetotellurik (MT) Area Prospek Panasbumi Papandayan. Skripsi. [6] Hafiz, H. Metode MT, CSAMT, dan TDEM Terintegrasi untuk Mendesain Model Konseptual Panasbumi Wayang Windu, Jawa Barat. Skripsi. [7] Samuel, H.M.Y.. 2013. Pemantauan Masa Fluida Dalam Metode Gaya Berat Mikro Pada Lapangan Panasbumi Wayang Windu, Skripsi. [8] Zulfadli, 2009. Investigasi Bawah Permukaan Menggunakan Metode CSAMT di Lokasi Rencana Instalasi PLTN Muria. Jawa Tengah. Skripsi. FMIPA. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan disiplin ilmu yang berbeda dan melakukan pemboran di bagian utara tepatnya di dekat Gunung Malabar yang memilki potensi adanya reservoir untuk dikembangkan menjadi sumur produksi. Diperlukan juga pembuatan sumur injeksi untuk menjaga geothermal system-nya berjalan dengan baik sehingga produksi yang diperoleh dapat meningkat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami berikan kepada dosen pembimbing kami Pak Hafidz Hamdalah, S.T, M.Sc. beserta teman – teman saya yang

46


Prosiding Paper ISSC 2017

Analisis Bidang Gelincir dengan Metode Resistivitas: Studi Kasus Daerah Panas Bumi Ulubelu Desta Amanda Nuraini, Martin Ridwan, Nana Maulana Teknik Geofisika Universitas Lampung desta.amanda31@gmail.com, martinridwan14@gmail.com, nanamaulana09@gmail.com

Hal tersebut dikarenakan bidang gelincir merupakan bidang yang menjadi landasan bergeraknya massa tanah. Oleh karena itu, diperlukan analisis bidang gelincir dan struktur bawah permukaan tanah sebagai langkah awal mitigasi bencana longsor Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk menentukan struktur lapisan tanah dan mendeteksi bidang gelincir adalah metode resistivitas. Metode resistivitas merupakan metode yang mempelajari sifat tahanan jenis listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Prinsip dasar metode resistivitas yaitu mengirimkan arus ke bawah permukaan, dan mengukur kembali potensial yang diterima di permukaan. Untuk dapat menampilkan penggambaran keadaan bawah permukaan dilakukan processing data geolistrik 2D dan 3D. Lapisan bawah tanah yang tergambarakan berupa penampang kartesian dengan ordinat berisi informasi kedalaman dan absis berisi informasi jarak horizontal serta dibedakan dengan warna yang masing-masing warna tersebut memiliki nilai hambatan jenis masingmasing. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menentukan struktur bawah permukaan daerah survei dengan metode resistivitas menggunakan konfigurasi dipoledipole, menentukan keberadaan dan kedalaman bidang gelincir, dan menggambarkan bidang gelincir berdasarkan penampang 2D dan memperkirakan tipe gerakan tanah yang mungkin terjadi.

Kata Kunci: Bidang Gelincir, Resistivitas, Geolistrik ABSTRAK Telah dilakukan penelitian di daerah Ulubelu menggunakan metode resistivitas dengan konfigurasi dipole-dipole untuk mengetahui keberadaan bidang gelincir. Metode resistivitas merupakan metode yang mempelajari sifat tahanan jenis listrik dari lapisan ini digunakan untuk menentukan bidang gelincir dengan ciriciri adanya kontras resistivitas. Pengukuran dilakukan pada 2 lintasan yaitu lintasan 5 dan lintasan 6. Panjang lintasan yang digunakan adalah 155 m dengan spasi antar elektroda 5 m. Hasil inversi data pengukuran menghasilkan nilai RMS eror pada lintasan 5 dan lintasan 6 adalah sebesar 29.0 dan 22.6. Bidang gelincir yang terdeteksi pada lintasan 5 dengan kedalaman 15 – 30 m dibawah permukaan tanah. Sedangkan bidang gelincir pada lintasan 6 dengan kedalaman 20 – 30 m. Bentuk bidang gelincir yang ditemukan di daerah penelitian adalah translation slip. Translation slip terdiri dari batuan yang agak keras yang sejajar dengan permukaan lereng.

PENDAHULUAN Tanah longsor adalah peristiwa gerakan massa tanah, yang dapat didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, yang berupa batuan asli maupun bahan timbunan yang bergerak kearah bawah dan keluar lereng. Salah satu faktor penyebab longsor yang sangat berpengaruh adalah bidang gelincir (slip surface).

47


Prosiding Paper ISSC 2017

LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah panasbumi Ulubelu secara administratif termasuk kedalam wilayah Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Daerah Ulubelu merupakan salah satu sektor di Timur Laut patahan Semangka dan bagian dari Region Tanggamus Daerah penelitian ini berada pada koordinat 104° 33’ 4” BT dan 5° 18’ 48” LS [3].

Gambar 1. Konfigurasi Dipole-Dipole Metoda resistivitas adalah salah satu metoda geofisika yang memanfaatkan sifat tahanan jenis untuk menyelidiki keadaan di bawah permukaan bumi. Metoda ini dilakukan dengan menggunakan arus listrik searah yang diinjeksikan melalui dua buah elektroda arus ke dalam bumi, lalu mengamati potensial yang terbentuk melalui dua buah elektroda potensial yang berada ditempat lain. Perbedaan potensial yang terukur merefleksikan keadaan di bawah permukaan bumi. Pada dasarnya metoda ini didekati menggunakan konsep perambatan arus listrik di dalam medium homogenik isotropis, dimana arus listrik bergerak kesegala arah dengan nilai yang sama besar. Berdasarkan asumsi tersebut, maka bila terdapat anomali yang membedakan jumlah rapat arus yang mengalir diasumsikan diakibatkan oleh adanya perbedaan akibat anomali tahanan jenis. Anomali ini nantinya digunakan untuk merekontruksi keadaan geologi bawah permukaan [1].

Data Penelitian Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole. Alat yang digunakan dalam pengukuran adalah Automatic Resistivity (ARES). Panjang lintasan yang digunakan adalah 155 m dengan spasi antar elektroda 5 m. Lintasan pengukuran didesain tegak lurus dengan kemiringan lereng. Sebelum dilakukan inversi, data resistivitas semu yang didapat dari lapangan diseleksi untuk menghilangkan data yang tidak “kontinyu” dengan data di sekitarnya. Selanjutnya inversi dilakukan untuk melihat sebaran tahanan jenis di bawah permukaan yang selanjutnya dilakukan interpretasi dengan bantuan informasi geologi.

Gerakan tanah atau longsoran merupakan gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Gangguan kestabilan tanah diakibatkan oleh terganggunya gaya yang bekerja pada lereng yang disebabkan karena adanya suatu proses yang menaikkan gaya pendorong atau mengurangi gaya penahan pada lereng. Bidang gelincir merupakan bidang yang kedap air dan licin yang biasanya berupa lapisan lempung [2].

Gambar 2. Peta Akuisisi

48


Prosiding Paper ISSC 2017

Selain itu, input topografi dimasukkan untuk mengetahui kemiringan bidang tersebut. Zona resistivitas rendah dimisalkan sebagai suatu massa tanah yang dapat bergerak karena gaya gravitasi dan gaya gesek yang mengecil seiring bertambahnya kandungan air antara lapisan tersebut dengan lapisan resistivitas tinggi di bawahnya yang diibaratkan sebagai bidangnya dengan kemiringan tertentu. Pada penampang Lintasan 5 (Gambar 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil inversi data pengukuran menghasilkan nilai RMS eror pada lintasan 5 sebesar 29.0, sedangkan pada lintasan 6 sebesar 22.6. Berdasakan hasil inversi diperoleh penampang yang menggambarkan nilai resistivitas lapisan sesuai topografi. Pada pengukuran metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole digunakan untuk mencari bidang gelincir ataupun suatu lapisan yang berbeda dan dapat menyebabkan perbedaan lapisan yang memiliki kemiringan berbeda berpotensi menjadi bidang gelincir. Adanya bidang gelincir ini ditandai dengan adanya suatu lapisan yang memiliki resistivitas sangat berbeda jauh, umumnya lapisan yang lebih rendah memiliki resistivitas yang lebih besar dan lapisan diatasnya memiliki resistivitas lebih rendah. Resistivitas yang tinggi mengindikasikan suatu lapisan yang impermeable dan lapisan yang keras, umumnya merupakan jenis batuan beku. Resistivitas yang rendah mengindikasikan sebagai zona yang permeable, mudah diinfiltrasi oleh air dan kandungan air yang dimiliki lebih banyak.

terdapat kontras resistivitas yang merepresentasikan bidang gelincir dengan kedalaman 15-30 m. Hasil nilai resistivitas menunjukkan, beberapa lapisan yang memiliki tahanan jenis 3.7 ohmm hingga 1366 ohmm. Lintasan pengukuran pada lintasan 6 tegak lurus dengan lintasan 5. Lintasan 6 berpotongan pada jarak 60 m dari titik 0 dengan lintasan 5 pada jarak 120m dari titik 0. Pada penampang lintasan 6 (Gambar 4) terdapat kontras resistivitas yang merepresentasikan bidang gelincir dengan kedalaman 20 – 30 m. Hasil nilai resistivitas menunjukkan, beberapa lapisan yang memiliki tahanan jenis 4.4 ohmm hingga 4426 ohmm.

Gambar 3. Penampang Resistivitas Lintasan 5

Bentuk bidang gelincir yang ditemukan di daerah penelitian adalah translation slip. Translation slip terdiri dari batuan yang agak keras yang sejajar dengan permukaan lereng. Material yang bergerak di atas dan di bawah bidang licin inilah yang disebut sebagai material longsor. Batas antara material yang diam dengan material yang bergerat di sebut bidang gelincir [4].

Lapisan pertama yang ditunjukkan dengan warna biru dan hijau merupakkan lapisan tanah alluvial, tanah jenis clay dengan warna hijau merupakan bagian tanah yamg kering dan warna biru menunjukkan kandungan air yang lebih banyak.

49


Prosiding Paper ISSC 2017 Tabel 1. Tabel Resistivitas Batuan [5] Tipe Batuan Resistivitas ( m) Andesit 4,5 x 104 (basah) – 1,7 x 102 (kering) Lava

102 – 5 x 104

Tuffa

2 x 103 (basah)- 105 (kering)

Konglomerat

2 x 103 - 104

Batu pasir

1 – 6,4 x 108

Batu gamping

50 - 103

Dolomit

3,5 x 102 – 5 x 103

Liat basah tidak terkonsolidasi

20

Liat

1 – 100

KESIMPULAN Hasil inversi data pengukuran menghasilkan nilai RMS eror pada lintasan 5 sebesar 29.0, sedangkan pada lintasan 6 sebesar 22.6. Bidang gelincir dalam penelitian ini terdeteksi pada kedalaman 15-30m dengan ciri adanya kontras resistivitas. Bentuk bidang gelincir yang ditemukan di daerah penelitian adalah translation slip.

Gambar 4. Penampang Resistivitas Lintasan 6

[3] Suharno, 2003. Geophysical, Geological and Paleohydrological Studies of the Rendingan – Ulubelu - Waypanas (RUW) Geothermal System, Lampung, Indonesia. The University of Auckland, Auckland.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa Teknik Geofisika Unila angkatan 2014 yang telah membantu dalam pengambilan data pada penelitian ini. Terima kasih juga kepada bapak Karyanto yang telah membimbing penelitian ini.

[4]

Zufialdi, Z. 2011. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Universitas Padjajaran. Bandung.

[5] Nurhayati, N dan Ardi, N. D. 2016. Identifikasi Zona Bidang Gelincir Daerah Rawan Longsor Cihideung Kabupaten Bandung Barat dengan Menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner. Prosiding SNIPS 2016.

DAFTAR PUSTAKA [1] Suhendra. 2005. Penyelidikan Daerah Rawan Gerakan Tanah dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Jurnal Gradien Vol. 1 No.1 Januari 2005. [2] Indrawati. 2008. Penentuan Kedalaman Bidang Gelincir Daerah Rawan Gerakan Tanah Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Jurnal Fisika Unand Vol. 1 No.1 Th 2008.

50


Prosiding Paper ISSC 2017

Pemanfaatan Coal Bed Methane Sebagai Solusi Untuk Ketahanan Energi Indonesia Akmal Dzulfikar Rachmananto 1, Nur Indah Setyawati 2 Program Studi Geofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Indonesia Email : akmaldzulfikar97@gmail.com , nurindahsetyawati98@gmail.com

ABSTRAK Indonesia sudah tidak lagi pada waktu dan zona nyamannya dalam kedaulatan energi Program pembangunan berkelanjutan, Sustainable Development Goals (SDGs) yang digalakkan oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam jangka waktu hingga 2030. Berdasar data BP Statistical Review of World Energy tahun 2011, setiap harinya Indonesia mengonsumsi sebanyak 1,44 juta barrel minyak sedangkan produksinya sebatas 0,84 juta barrel minyak. Konsumsi energi fosil yang semakin besar mengakibatkan pencemaran lingkungan dan terganggunya kesehatan manusia akibat emisi gas buang. Dibutuhkan energi alternative yang ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan energi fosil. Pemanfaatan gas metana yang diperoleh dari batubara bisa menjadi solusi yang tepat bagi energi alternative. Hal ini dikarenakan efek domino yang tercipta seperti konservasi energy, keramahan lingkungan, jaminan keamaan, dan keuntungan ekonomi. Dalam penelitian ini diketahui sumber daya batubara Indonesia sebesar total 90.451,87 juta ton, Cadangan Coal Bed Methane (CBM) Indonesia saat ini cukup besar sekitar 453 TCF yang sebagian besar berupa batubara peringkat rendah dan menengah. Dengan kandungan batubara sebesar itu, diyakini bahwa Indonesia juga memiliki kandungan CBM yang besar. Namun dibutuhkan penanganan yang tepat dalam pengelolaan CBM agar hasilnya lebih efisien dan ekonomis. Selain tentang potensi CBM di Indonesia, paper ini juga berfokus pada metode khusus yang cukup baru dalam eksploitasi Coal Bed Methane. Pada dasarnya metode ini menginjeksi CO2 atau N2 untuk melakukan fracking atau biasa disebut memecah batuan sehingga memudahkan dalam eksploitasi CBM. Metode ini terkenal lebih produktif daripada metode konvensional karena memiliki beberapa efek domino pula seperti mengurangu kemungkinannya kontaminasi aquifer, mengurangi greenhouse effect, dan lainnya.

Kata Kunci : CBM, Ketahanan Energi, Teknologi fracking

51


Prosiding Paper ISSC 2017

PENDAHULUAN Sudah sejak dari abad ke-20, anggota OPEC dari seluruh dunia mengalami tantangan baru untuk mengurangi penggunaan dan ketergantungan negara mereka masingmasing terhadap konsumsi minyak bumi sebagai kebutuhan energy utama, termasuk Indonesia. Berdasarkan data statistik oleh British Petroleum of Wolrd Energy, Indonesia tiap harinya menggunakan setikanya 1,44 juta barrel minyak, sedangkan produksi migas kita hanya mencapai angka 0,84 juta barrel per harinya. Karena pertumbuhan angka kebutuhan tidak diimbangi dengan angka produksi, import terhadap pasokan migas menjadi salah satu cara pemerintah Indonesia untuk memenuhi kekurangan dari kebutuhan energy tersebut. Namun sayangya, cara ini menjadi awal mula munculnya isu-isu buruk sebagaimana pemerintah harus terdesak untuk mensubsidi migas yang diimport tersebut. Hal ini menyebabkan kebutuhan belanja negara meningkat secara signifikan.

alternative yang efisien sebagaiman gas dapat menggantikan peran minyak bumi dalam beberapa sector seperti LPG (Liquified Natural Gas), sumber energi pembangkit listrik, hingga transportasi. Gas yang akan dibahas dan digunakan pada paper ini berupa Coal Bed Methane atau gas metana yang berasal dari dalam pori batubara. Coal Bed Methane merupakan gas metana yang terjebak dalam pori batubara akibat kemampuan khusus permukaan batuan tersebut berupa adsorpsi gas. Hal ini disebabkan walaupun batubara berupa benda padat namun di dalamnya terdapat banyak pori berukuran micron yang dapat menyerap gas dan menyimpan di dalamnya. Gas metana tersebut terbentuk ketika pembentukan batubara itu sendiri atau disebut coalification dan jumlahnya mencapai 80% metana murni. Ketika terjadi proses pembatubaraan, bahan-bahan organic seperti kayu, dedaunan, dan lainnya mengalami dekomposisi dan gas metananya terakumulasi pada saat pengendapan. LANDASAN TEORI

Menelisik penggunaan energi saat ini dari sisi lingkungan memang tidak dapat dipungkiri telah memperburuk suasana karena kadar karbon yang dilepaskan ke udara semakin menjadi-jadi. Sudah sepantasnya untuk mencari energi alternatif yang tak hanya dapat meningkatkan ketahanan energi negara namun dapat memberi dampak efek domino yang efektif untuk beberapa sektor seperti lingkungan.

Batubara Batubara merupakan hasil pengendapan material organic yang bercampur dengan material sedimen dan terjadi dekomposisi dari masing-masing material yang pada akhirnya saling bercampur. Batubara ini memiliki kemampuan khusus berupa adsorpsi dimana banyaknya pori berukuran micron menyebabkan permukaan batubara dapat menghisap dan menjebak gas. Gas yang terjebak dalam pori batubara didominasi oleh gas-gas yang terbentuk ketika terjadi proses pembatubaraan atau coalification.

Berdasarkan fakta ini, dibutuhkan energy alternative yang efisien dan produktif secepatnya untuk menjawab tantangan tersebut. Menggantikan beberapa peran dari produksi minyak bumi dengan gas kota dapat menjadi salah satu 52


Prosiding Paper ISSC 2017

Sebagian besar gas tersebut berupa metana

Di saat kualitas batubara

Gambar 1. Klasifikasi Batubara (Setiawan, 2013)

yang mencapai angka 80%.

semakin tinggi, tekanan dan suhu yang diterima jauh lebih tinggi menyebabkan pori dan cleat (celah) pada batubara semakin berkurang. Berkurangnya pori dan cleat ini menyebabkan tidak adanya ruangan tempat gas berada. Sehingga semakin baik kualitas batubara, semakin sedikit ditemukannya gas metana.

Batubara sendiri memiliki klasifikasinya berdasarkan kandungan kalori (kualitas batubara). Diantaranya adalah gambut dengan kelas batubara terendah (kadar air sangat tinggi), lignit dengan kandungan energy yang rendah, sub-bituminus yang paling banyak digunakan di Indonesia sebagai bahan bakar PLTU, bituminous yang memiliki kadar energy tinggi dan banyak ditambang di Australia, dan Antrasit yang merupakan kualitas batubara tertinggi dan memeiliki kandungan energi tertinggi.

METODE PENULISAN

PENELITIAN

DAN

Metode penulisan paper dan jurnal ini dilakukan secara deskriptif dengan digunakannya studi pustaka seperti literature mealui karya tulis, makalah, buku panduan, jurnal, laporan penelitian, maupun artikel yang bersumber dari media elektronik.

Sistem Coal Bed Methane Sistem yang berperan dalam metana batubara terkesan system yang sederhana dan mudah dicari. Berbeda dengan system migas yang harus memiliki beberapa syarat seperti harus adanya batuan sumber, batuan penyimpan, batuan penutup, dan lainnya. Sistem CBM hanya membutuhkan satu hal, yaitu batubara itu sendiri yang dengan sendirinya telah berfungsi sebagai batuan sumber, batuan penyimpan, dan batuan pentutup pada saat bersamaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Coal Bed Methane di Indonesia Indonesia merupakan negara dengan cadangan gas metana batubara keenam terbesar setelah Rusia, China, Amerika, Australia, dan Kanada (berdasarkan data Indonesia Investments). Dengan total cadangan mencapai sekitar 453 trillion cubic feet 53


Prosiding Paper ISSC 2017

Ketika Coal Bed Methane digunakan terlebih dahulu seperti pada pembangkit listrik yang disebut methane fueled power plant maka akan dihasilkan clean electricity atau green electric city. Tak hanya itu, bahkan di Jincheng China CBM telah digunakan untuk kendaraan bermotor dan hasilnya lebih irit 50% dibandingkan bensin. Dan tentunya lebih bersih karena hanya menghasilkan sedikit emisi karbondioksida, tidak menghasilkan timbal, tidak mengandung oksida sulphur, dan 40% lebih rendah

(tcf), jumlah tersebut sekitar total 6% dari seluruh dunia. Cadangan tersebut terseb ar umumnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan dengan cadangan terbesar berada pada Sumatera Selatan dengan nilai sekitar 183 tcf. Dari total cadangan tersebut, saat ini hanya tak lebih dari 2 juta metric standar kubik kaki per hari (mmscfd) pada tahun 2015 dari target pemerintah yaitu 500 mmscfd. Tumpang tindih masalahh seperti sulitnya perijinan, pembebasan tanah dan lainnya menjadi beberapa alasan target

Gambar 2. Potensi CBM di Indonesia (Diktrie, 2010)

kandungan oksida nitrogen.

tersebut tidak terpenuhi. Padahal efek domino dari penggunaan gas metana batubara ini cukup banyak dan bermanfaat.

Pemanfaatan Coal Bed Methane

Coal Bed Methane Sebagai Clean Energy

Salah satunya yang akan memiliki manfaat terbesar dan dibutuhkan sebagai alternative energy adalah sebagai sumber energy utama gas kota. Gas kota merupakan energy yang digunakan pada suatu daerah untuk penggunaan rumah tangga maupun transportasi kebanyakan penduduknya. Sehingga setiap rumah yang ada pada daerah tersebut tak lagi menggunakan LPG ataupun hasil olahan minyak bumi namun menggunakan gas alam sebagai energinya. Gas alam yang digunakan biasanya berupa gas konvensional. Namun Coal Bed

Coal Bed Methane yang tersimpan dalam batubara memang memiliki dampak negatif bila langsung dilepaskan Keudara. Molekulnya dapat memberikan radiasi 70 kali lebih berbahaya dibandingkan karbondioksida. Namun bila gas metana tersebut digunakan lebih dahulu, sisa molekul residunya jauh lebih ramah lingungan. Dengan kata lain, dengan mengekstrak gas metana tersebut maka akan mempunyai manfaat dalam jangka waktu tertentu. 54


Prosiding Paper ISSC 2017

namun permeabilitas(kemampuan melewatkan fluida) yang kecil. Sehingga gas metana yang berada pada pori tersebut perlu dikeluarkan dengan metode tertentu yaitu membuatkan jalan keluarnya atau memperbesar permeabilitasnya. Umumnya saat ini

Methane juga dapat digunakan sebagai pengganti gas alam tersebut yang kondisinya sudah semakin menipis. Gas kota dialirkan ke rumah-rumah memalului pipa panjang seperti pipa untuk pengaliran air dari tempat eksploitasi gas.

Gambar 1.3. Rekayasa Hydraulic Fracturing yang dapat diganti dengan CO2 (Radix, 2012)

Konsep penggunaan CBM untuk menggantikan gas alam akan memberikan banyak manfaat mengingat hasil pembakaran CBM menghasilkan karbondioksida yang jauh lebih sedikit dan eksplorasi CBM lebih mudah. Bila mengingat perbandingan proses eksploitasi CBM dan gas alam konvesional dahulu dapat disetujui bila eksploitasi CBM lebih rumit karena perlu adanya pembuatan rekahan pada batubara sebagai jalan keluar gas tersebut itu sendiri. Namun mengingat proses pencarian gas alam saat ini yang lebih sulit daripada CBM, kemungkinan besar penggunaan CBM akan lebih ekonomis. Salah satu kota di Indonesia yang telah menjadi percontohan kota gas dengan baik yaitu Kota di Sumatera Selatan.

metode untuk memperbesar permeabilitas tersebut menggunakan hydraulic fracturing. Namun metode ini membutuhkan air yang sangat banyak. Padahal air sendiri merupakan salah satu kebutuhan makhluk hidup yang sangat penting. Sehingga dibutuhkan zat substansi lain untuk menggantikan air dalam pembuatan jalan lewat dari fluida tersebut. Salah satu diantaranya yang paling potensial adalah CO2. Dari hasil eksploitasi minyak bumi biasanya dihasilkan gas yang dibuang atau disebut dengan flaring berupa gas CO2. CO2 ini nantinya lebih baik digunakan kembali daripada harus membuat kotor atmosfer. Substansi CO2 akan dicampur dengan zat lain dan diinjeksikan ke lapisan batubara untuk membentuk jalan keluar bagi gas metana batubara.

Metode Eksploitasi Efektif dan Efisien Umumnya batubara memiliki porositas(jumlah pori batuan) yang banyak

55


Prosiding Paper ISSC 2017

DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN

Bao-sheng, B, et al. 2009. New Technology for coalbed methane power generation based on Striling engine driven by porous burner, China University of Mining & Technology, Xuzhou, China

1. Indonesia memiliki potensi tinggi terhadap penggunaan Coal Bed Methane sebagai energy alternative pengganti bahan bakar konvensional 2. Coal Bed Methane memungkinkan menggantikan peran energy konvensional dalam ketahanan energy Indonesia 3. CO2 fracturing dapat mengantikan peran dari air untuk membuat jalan keluar bagi gas metana batubara

Ministry of Energy and Mineral Resources Agency of R&D for Energy and Mineral Resources. Regulatory Process Required to Support National CCS Regulation (Indonesia Case). Paris, France. Myatkhan, Ghaitsa R. 2013. Coal Bed Methane Sebagai Energi Nonkonvensional Prospektif Indonesia. Universitas Diponegoro. Semarang. Indonesia

UCAPAN TERIMA KASIH

Wirasangka, P. 2010. Kajian Pemanfaatan Gas Metana Batubara Sebagai Bahan Bakar Satuan Pembangkit Diesel. PT PLN. Jakarta. Indonesia

Terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini, termasuk Riko Susetia Yuda yang telah memberi dan membagi ilmunya kepada kedua penulis.

56


Prosiding Paper ISSC 2017

MICROCRYSTALLINE CELLULOSE TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGGANTI MICROBEADS YANG RAMAH LINGKUNGAN Sesia Fitri Anisa, Ferlita Feliana Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat 16424

ABSTRAK: PENDAHULUAN Besarnya potensial kerusakan yang diakibatkan oleh microbeads terutama di wilayah perairan, tidak langsung menjadikan microbeads dapat dihilangkan dengan mudah dalam berbagai produk perawatan kulit dan kosmetik. Oleh karena itu, pengganti bahan microbeads dalam produk perawatan kulit dan kosmetik yang ramah lingkungan dan sesuai dengan wilayah Indonesia perlu segera ditemukan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah microcrystalline cellulose (MCC) yang diolah dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Komposisi kimia serta struktur MCC yang serupa dengan microbeads dipercayai dapat dijadikan sebagai pengganti microbeads. MCC memiliki sifat biodegradable yang lebih menguntungkan dibandingkan microbeads yang bersifat non-biogradable. MCC dapat diolah dengan menggunakan bahan baku TKKS yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Pemanfaatan TKKS saat ini juga masih cukup minim jika dibandingkan dengan besarnya industri kelapa sawit di Indonesia. Padahal, limbah TKKS merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Hasil analisis MCC menggunakan fourier transform infrared spectroscopy (FT-IR), dan scanning electron microscopy (SEM) memperlihatkan TKKS-MCC dan Commercial-MCC (C-MCC) memiliki komposisi dan struktur yang hampir sama Kata Kunci: microbeads, selulosa, tandan kosong kelapa sawit, microcrystalline cellulose.

Pencemaran yang disebabkan oleh microbeads di lautan dapat menimbulkan permasalahan terutama di bidang lingkungan dan kesehatan. Namun, kebutuhan microbeads dalam berbagai produk perawatan kulit tidak dapat dihilangkan begitu saja. Oleh karena itu, diperlukan suatu solusi untuk mengatasi masalah ini. Salah satu solusi yang dapat dijalankan adalah dengan mencari pengganti untuk bahan microbeads yang dibutuhkan dalam produk perawatan kulit. Bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai subtitusi dari microbeads tersebut salah satunya adalah selulosa dari tandan kosong kelapa sawit. Data Direktorat Jendral Perkebunan menyebutkan bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia baik perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta nasional, dan perkebunan besar swasta asing mencapai 11,7 juta hektar. Jumlah ini meningkat setiap tahunnya, sehingga menjadikan kelapa sawit sebagai salah satu industri yang sangat potensial di Indonesia. Industri pengolahan kelapa sawit ini menghasilkan limbah padat dalam jumlah yang sangat besar. Dari beberapa jenis limbah padat yang dihasilkan seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS), sabut, lumpur, cangkang sawit, dan lainlain. Limbah TKKS merupakan limbah dari industri pengolahan kelapa sawit dengan jumlah terbesar. 57


Prosiding Paper ISSC 2017

Namun, hal ini tidak diikuti dengan pengolahan limbah TKKS yang baik. Umumnya, limbah TKKS diolah menjadi pupuk organik. Pengolahan limbah TKKS menjadi pupuk organik dinilai kurang efisien karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak banyak meningkatkan nilai ekonomi dari limbah TKKS tersebut. Komposisi selulosa dalam TKKS cukup besar sehingga menjadikan TKKS berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan microcrystalline cellulose (MCC) yang dapat menjadi alternatif untuk microbeads dalam produk perawatan kulit. Melakukan pengolahan TKKS menjadi MCC akan mengurangi limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dan juga meningkatkan nilai ekonomi dari limbah tersebut. Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh microbeads yang non-biodegradable dapat diatasi dengan MCC yang diuraikan secara biologis (biodegradable) dan ramah lingkungan. Hal ini dapat menjadi solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada di Indonesia, baik untuk industri produk perawatan kulit dalam mencari bahan baku yang ramah lingkungan maupun untuk industri pengolahan kelapa sawit untuk mengatasi limbah yang dihasilkannya. Selain itu, hal ini juga akan mengurangi dampak buruk akibat microbeads pada lingkungan di Indonesia terutama di wilayah laut, apalagi Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan.

pakai dan dibilas setelah pemakaiannya dilakukan. Namun, ukuran microbeads yang sangat kecil mengakibatkannya tidak tersaring dalam sistem wastewater treatment sehingga microbeads dapat masuk dalam wilayah perairan. Kemudian, sifat microbeads yang tidak dapat diuraikan secara biologis (non-biodegradable) pada akhirnya akan menyebabkan microbeads terakumulasi di wilayah perairan dan menjadikannya sebagai polutan yang mencemari lingkungan tersebut. Microbeads yang berada di wilayah perairan ini akan tertelan oleh hewan-hewan laut karena ukurannya yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan pada akhirnya microbeads yang ada di dalam tubuh hewan-hewan laut tersebut akan masuk dalam rantai makanan yang lebih tinggi. Padahal, microbeads terbuat dari plastik yang memiliki sifat toksik dan berbahaya bagi tumbuhan, hewan maupun manusia. Di Indonesia sendiri, telah ditemukan berbagai macam polutan hasil aktivitas manusia yang rata-rata berukuran 3.5 mm di dalam tubuh ikan. Semuanya merupakan plastik [1].

Gambar 1. a) Proporsi ikan yang mengandung polutan ukuran kecil (hitam), proporsi polutan plastik (putih), dan proporsi polutan fiber (garis), b) Total polutan ukuran kecil dalam tubuh ikan (hitam), total polutan plastik (putih), dan total polutan fiber (garis) Sumber: Rochman, et al. 2015

LANDASAN TEORI Microbeads Microbeads adalah butiran halus yang terbuat dari partikel plastik sintetis berukuran kurang dari 5 mm yang tidak dapat diuraikan secara biologis (non-biodegradable). Microbeads banyak digunakan dalam produk perawatan kulit sebagai agen eksfoliasi. Microbeads yang umum dipakai pada produk kosmetik adalah polyethylene atau polystyrene. Microbeads didesain untuk sekali

Beberapa negara telah melarang penggunaan microbeads dalam produk perawatan kulit dan kosmetik. Solusi untuk menangani masalah-masalah yang disebabkan oleh microbeads di Indonesia juga perlu segera ditemukan. Salah satunya adalah dengan menggunakan bahan yang dapat menjadi pengganti microbeads yang ramah lingkungan (seperti jojoba beads, kulit kenari, silika, dan 58


Prosiding Paper ISSC 2017

selulosa). Keberadaan bahan baku pengganti microbeads harus mencukupi kebutuhan pasar dan harga yang ditawarkan juga harus terjangkau. Pad saat ini harga microcrystalline di pasaran adalah SGD 221.55/kg sedangkan harga polystyrene jauh lebih mahal dan mencapai SGD 89,355/kg. Salah satu bahan yang memenuhi persyaratan tersebut adalah penggunaan tandan kosong kelapa sawit yang akan diolah lebih lanjut menjadi microcrystalline cellulose.

adalah provinsi Riau dengan seluas 2.462.095 Ha dengan produksi kelapa sawit mencapai 7.717.612 ton. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%) , minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing–masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%) [4]. Namun, hal ini tidak diikuti dengan pengolahan limbah TKKS yang baik. Umumnya, limbah TKKS diolah menjadi pupuk organik. Pengolahan limbah TKKS menjadi pupuk organik dinilai kurang efisien karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak banyak meningkatkan nilai ekonomi dari limbah TKKS tersebut. Kandungan utama TKKS adalah selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Hemiselulosa dan lignin adalah zat amorf sedangkan selulosa membentuk struktur microcrystalline dengan daerah order tinggi (daerah kristalin) dan daerah low order (daerah amorf) [5]. Kandungan selulosa dalam TKKS sebanyak 54-60% menjadikan selulosa sebagai kandungan yang tersignifikan dalam TKKS [3]. Selulosa memiliki banyak manfaat untuk digunakan di berbagai industri dari komposit hingga kosmetik. Penelitian kronis dan subkronis mengenai oral mengindikasikan bahwa derivatif selulosa tidak beracun [6]. Selain itu penelitian lain menunjukkan bahwa derivatif selulosa minimal berdampak pada iritas mata dan tidak memberikan iritasi saat diuji pada kulit yang sensitif dengan konsentrasi sampai 100% [6]. Hal ini menjadikan TKKS berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan microcrystalline cellulose (MCC) yang dapat menjadi alternatif untuk microbeads dalam produk perawatan kulit. Selulosa dari TKKS dapat diperoleh melalui proses delignifikasi, selanjutnya selulosa tersebut dihidrolisis untuk menghasilkan MCC.

Microcrystalline cellulose (MCC) Microcrystalline cellulose (MCC) adalah polimer yang sudah banyak digunakan digunakan di industri makanan, komposit, dan obat-obatan. MCC ini memiliki daerah amorf yang tinggi dan memiliki ciri-ciri sebagai partikel putih, tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan berwujud bubuk kristalin yang terdiri dari partikel yang bepori-pori [2]. MCC didapatkan melalui hidrolisis parsial selulosa dengan asam mineral untuk menghilangkan daerah amorf sehingga dapat terbentuknya microsrystal. MCC memiliki sifat kristalinitas, konten kelembapan, berat molekul, luas area, struktur pori-pori, ketahanan panas yang berbeda karena tergantung pada sumber bahan yang digunakan. Untuk penelitian ini, penulis memilih menggunakan TKKS karena limbah TKKS yang berlimpah di Indonesia.

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data [3], lahan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia 59


Prosiding Paper ISSC 2017

METODE PENELITIAN

dibuat dalam bentuk pellet. Spektrum FT-IR yang terpancar direkam menggunakan Nicolet AVATAR 360 pada 32 scans dengan resolusi 4 cm-1 dan dalam jarak panjang gelombang 3704000 cm-1[7].

Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah TKKS yang diperoleh dari industri kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Senyawa yang digunakan untuk mengekstrak TKKS-MCC adalah ammonium hidroksida (NH4OH) dan asam klorida (HCl). CMCC yang digunakan sebagai referensi perbandingan adalah Avicel PH 101 dengan ukuran 50 Âľm.

Analisis morfologi Morfologi permukaan dan struktur mikroskopik dari sampel dipelajari dengan scanning electron microscopy (SEM). Untuk perhitungan SEM digunakan instrument SEM EVO MA 10 ZEISS

Pemerolehan TKKS-MCC Proses pembuatan TKKS-MCC melibatkan pulp TKKS yang dihidrolisis dengan 2.5 N HCl pada 105â—ŚC Âą 2 â—ŚC selama 30 menit dengan adukan yang konstan pada rasio 1:20 pulp banding cairan . Kemudian campuran reaksi disaring pada suhu ruangan dan dicuci secara berkala dengan air distilasi. Tahap selanjutnya adalah mencuci campurannya menggunakan 5% NH4OH. Lalu

Difraksi X-ray Difraksi X-ray (XRD) dilaksanakan untuk mengetahui tingkat kristal dari sampel dengan Xray diffractometer. Kristalinitas sampel dihitung dari data intensitas difraksi menggunakan metode empiris untuk selulosa alami [8]. Rasio kristal sampai amorf material ditentukan dengan persamaan (1) đ??ź002−đ??źđ?‘Žđ?‘š

đ??śđ?‘&#x;, đ??ź(%)=

campuran terus dibilas dengan air distilasi sampai campuran bebas dari asam [7]. Hasil MCC yang diperoleh dari pulp TKKS dikeringkan di dalam oven vakum pada 105â—ŚC sampai didapatkan berat yang konstan. Untuk mendapatkan TKKS-MCC dalam bentuk bubuk halus, hasil MCC yang sudah kering digiling dengan rotary ball mill [7]. TKKS

Pengeringan

Hidrolisis

Penggilingan

đ??ź002

‌(1)

dimana Cr . I adalah indeks kristalinitas, I002 adlaah intensitas maksimum difraksi dari plat 002 pada 2θ = 22.6o, dan Iam adalah intensitas penyebaran di latar belakang dihitung pada 2θ = 19o. Analisis Termogravimetris Stabilitas termal dari sampel ditandai menggunakan thermogravimetric analyzer model 2050. Sampel dipindai dari 30 oC sampai 900 oC pada kecepatan 20 oC min-1 di bawah atmosfir gas nitrogen.

Purifikasi TKKSMCC

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis FT-IR Hasil penelitian dengan analisis FT-IR dapat dilihat pada gambar 2.

Diagram 1. Proses Persiapan TKKS-MCC

Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Menggunakan Fourier transform infrared spectroscopy (FT-IR) dengan rasio 1:100 dan 60


Prosiding Paper ISSC 2017

mengindikasikan hilangnya lignin secara sempurna pada sampel [8][9]. Pita absorbsi yang berhubungan dengan asetil atau gugus ester hemiselulosa biasanya muncul pada daerah 17001740 cm-1. Pita absorbsi ini tidak dapat ditemukan sehingga mengindikasikan bahwa hemiselulosa sudah hilang [8][13][14]. Hasil dari spektrum FT-IR menunjukkan bahwa hidrolisis asam tidak mempengaruhi struktur kimia dari fragmen selulosa. Dapat pula dikatakan bahwa hidrolisis asam pulp TKKS tidak mempengaruhi komponen selulosa pada TKKSMCC.

Gambar 2. Spektrum FT-IR yang didapatkan dari a) pulp TKKS b) TKKS-MCC dan c) C-MCC Sumber: Haafiza et al., 2013

Terlihat bahwa semua sampel memiliki dua daerah absorbansi utama. Kedua daerah ini ditemukan pada panjang gelombang yang tinggi (2800-3500 cm-1) dan panjang gelombang yang rendah (500-1700 cm-1). Hasil penelitan dengan FT-IR membuktikan adanya kemiripan antara semua spektrum, mengindikasikan komposisi kimia setiap sampel memiliki kemiripan antara satu senyawa dengan yang lain. Ref [9] melaporkan hasil yang sama ketika mengisolasi nano serat dari TKKS dengan konsentrasi asam sulfur (H2SO4) yang berbeda. Pita absorpsi yang lebar berada pada jarak 3400 sampai 3500 cm-1 diakibatkan oleh peregangan gugus -OH dan absorpsi pada 2900 cm-1 diakibatkan oleh peregangan gugus CH2 [10]. Absorpsi pada 1645 cm-1 pada semua sampel mengindikasikan adanya absorpsi terhadap air. Hal ini disebabkan karena pita absorbsi ini dipengaruhi oleh vibrasi bengkokan molekul air yang membuat ikatan kuat antara air dengan selulosa [11]. Pita Absorpsi pada 1425 cm-1 diasosiasikan dengan intermolekuler hidrogen di gugus C6 [12]. Pita absorbsi pada 1163 cm-1 berhubungan dengan peregangan C-O-C, dan puncak pada 896 cm-1 berkaitan dengan vibrasi goyangan selulosa pada pulp TKKS, TKKS-MCC, dan C-MCC [13]. Menurut studi lain ketidak adanya puncak pada jarak 1509-1609 cm-1,

Tabel 1. Hasil spectrum FTIR

Frekuensi Peak (cm-1) untuk TKKS-pulp, TKKSMCC, dan C-MCC 3400-3500 2800-2900 1645 1425 1163 896-900

Peak

OH-bending CH2 groups O-H stretching CH2 bending C-O-C stretching C-H

Analisis Morfologi Hasil hidrolisis asam dari pulp TKKS dan TKKS-MCC dibandingkan dengan C-MCC menggunakan SEM menunjukkan adanya perubahan secara morfologi yaitu pada ukuran dan kelicinan serat setelah hidrolisis asam. Terlihat pada gambar 3(a) serat pulp TKKS yang seragam dan permukaan serat yang mulus setelah hidrolisis asam. Hal ini berhubungan dengan hilangnya hemiselulosa dan lignin pada sampel [11][13]. Sementara pada gambar 3(b) menunjukkan TKKSMCC yang memiliki bentuk serat tidak beraturan serta permukaan yang kasar. Kekasaran MCC dapat mendukung produksi nanokristal melalui hidrolisis [15]. C-MCC pada gambar 3(c)

61


Prosiding Paper ISSC 2017

menunjukkan topografi morfologi yang serupa saat dibandingkan dengan TKKS-MCC, walaupun memiliki agregat yang lebih besar Menurut penelitian lain, selulosa dari sumber dan kondisi hirolisis yang berbeda berdampak pada perbedaan ukuran partikel dan agregat MCC [16][17].

hidrolisis asam yang mendorong pemecahan hidrolitik dari ikatan glikosidik[18].

Gambar 4. Diffractograms X-ray dari (a) TKKS, (b) TKKS-MCC, dan (c) C-MCC Sumber: Haafiza et al., 2013 Gambar 3. Micrograph dari scanning electron: (a) TKKS (b) TKKS-MCC and (c) C-MCC Sumber: Haafiza et al., 2013

Difraksi X-ray Pola difraksi X-ray dari pulp TKKS, TKKS-MCC dan C-MCC dapat dilihat pada gambar 4a-c. Tingkat kristalinitas dari masingmasing sampel dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kristalinitas TKKS, TKKS-MCC dan C-MCC

Sampel Kristalinitas TKKS-pulp 80 TKKS-MCC 87 C-MCC 79 Dari gambar 4b terlihat puncak difraksi pada 22.6o menjadi lebih tajam, mengusulkan adanya peningkatan kristalinitas. Peningkatan kristalinitas ini berubungan dengan kekakuan struktur selulosa yang dapat membuat ketegangan pada serat-serat menjadi lebih kuat. Indeks kristalinitas untuk pulp TKKS bernilai tinggi akibat hilangnya kandungan hemiselulosa dan lignin [18]. Sedangkan indeks kristalinitas tertinggi untuk TKKS-MCC disebabkan oleh hilangnya daerah amorf pada selulosa dengan cara

Analisis Termogravimetri Properti termal perlu diteliti untuk mengetahui kemampuan aplikasi senyawa saat digunakan pada suhu tinggi [19]. Gambar 5 menunjukkan analisis termogravimetri (TGA) dan kurva derivatif termogram (DTG) untuk TKKS dan TKKS-MCC. Degradasi termal berguna sebagai penanda kehilangan berat awal pada jarak suhu 50-180 oC. Pulp TKKS dan TKKS-MCC menunjukkan degradasi dalam dua tahap, pulp TKKS mulai terurai pada 300 oC sedangkan TKKS-MCC mulai terurai pada 275 oC. Pada tabel 3 dapat dilihat degradasi termal dari pulp TKKS dan TKKS-MCC menggunakan temperatur dimana mulai hilang berat sampel sebesar 10% dan berat residu pada suhu 400 oC. Tabel 3. Properti termal dari TKKS-pulp dan TKKS-MCC

62

Sampel

T (oC) 10% weight loss

T (oC) DTG peak (Tmax)

293

% berat residu pada 400oC 20

TKKSMCC Pulp TKKS

308

12

371

326


Prosiding Paper ISSC 2017

Pada percobaan ini, hidrolisis asam dilaksanakan dengan HCl untuk memastikan tidak ada penurunan stabilitas termal yang selama ini dialami apabila menggunakan pelarut H2SO4 [10]. Dapat dikatakan bahwa sampel MCC dari pulpa TKKS memilki stabilitas termal yang baik dan pantas digunakan untuk pengganti microbeads. KESIMPULAN TKKS-MCC merupakan pengganti microbeads yang sangat berpotensi dan menjanjikan karena kemiripan sifat yang dimiliki TKKS-MCC dengan microbeads. TKKS-MCC juga dipilih sebagai pengganti microbeads karena memiliki bentuk dan tingkat kekasaran yang cocok, sifat kristalinitas yang tinggi sehingga menghasilkan kekakuan dan ketegangan yang mendukung, dan thermostable. Selain itu, MCC sendiri juga diketahui bahwa inert dalam air, minyak, maupun komposisi lainnya, MCC juga tidak memberikan dampak pada kulit dan aman untuk digunakan sebagai bahan produk kosmetik. TKKS-MCC juga memiliki keuntungan karena bahan bakunya yang alami renewable dan biodegradable sehingga aman untuk lingkungan baik dari segi produksi maupun pengolahan limbahnya. Ditinjau dari segi harga, TKKS-MCC juga memiliki harga yang lebih murah dibandingkan microbeads. Selain itu pembuatan TKKS-MCC juga secara tidak langsung menjadi solusi dari pengolahan limbah industri kelapa sawit.

Gambar 5. Kurva TGA dan DTG pulp TKKS dan TKKSMCC Sumber: Haafiza et al., 2013

Berdasarkan gambar 5, puncak suhu dekomposisi untuk sampel dapat dilihat pada kurva turunan berat yang hilang. Suhu puncak dekomposisi utama untuk TKKS-MCC berada pada 326 oC sedangkan pulp TKKS berada pada 371 oC. Kedua suhu ini adalah titik dimana selulosa mengalami degradasi. Meningkatnya suhu dekomposisi (T10% dan Tmax) pulp TKKS dibanding TKKS-MCC dikarenakan oleh reduksi berat molekular secara drastis yang membuatnya semakin rentan untuk menurun saat suhu meningkat.

DAFTAR PUSTAKA: [1] Rochman, C. M., Tahir, A., Williams, S. L., Baxa, D. V., Lam, R.,Miller, J. T. Teh, F.-C., Werorilangi, S. & The, S. J. 2015. Anthropogenic debris in seafood: Plastic debris and fibers from textiles in fish and bivalves sold for human consumption. https://www.nature.com/articles/srep14340

[2] Adel A M, El-Wahab Z H A, Ibrahim A A and Al-Shemy M T. 2011. Characterization of microcrystalline cellulose prepared from lignocellulosic materials. Part II: Physicochemical properties Carbohydrate Polymers pp 676–687.

63


Prosiding Paper ISSC 2017 [3] Kementrian Pertanian. 2016. Data Luas Area, Produk Kelapa Sawit dan Produksi TKKS di Beberapa Provinsi Penghasil Kelapa Sawit di Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan. pp 14-19 [4] Darnoko, Z. Poeloengan & I. Anas. 1992. Pembuatan pupuk organik dari tandan kosong kelapa sawit. Buletin Penelitian Kelapa Sawit, 2, 89-99. [5] Li X, Tabil L G, and Panigrahi S C. 2007. Chemical treatments of natural fibre for use in natural fibre-reinforced composites: a review J. Polym. Environ. pp 25–33. [6] Bergerfeld, Wilma. F., et al. 2009. Amended Safety Assessment of Cellulose and Related Polymers as used in Cosemtics. http://www.beauty-review.nl/wp-content/uploads/2014/08/Amended-Safety-Assessment-of-Cellulose-and-Related-Polymers- asused-in-Cosmetics.pdf [7] M.K. Mohamad Haafiza, S.J. Eichhornc, Azman Hassana, M. Jawaidd. 2013. Isolation and characterization of microcrystalline cellulose from oil palm biomass residue. Carbohydrate Polymers, 93, 628– 634. [8] Rosa, S. M. L., Rehman, N., De Miranda, M. I. G., Nachtigall, S. M. B., & Bica, C. l. D. (2012). Chlorine-free extraction of cellulose from rice husk and whisker isola-tion. Carbohydrate Polymers, 87, 1131–1138. [9] Fahma, F., Iwamoto, S., Hori, N., Iwata, T., & Takemura, A. 2010. Isolation, prepa-ration, and characterization of nanofibers from oil palm empty-fruit-bunch (OPEFB). Cellulose, 17, 977–985. [10] Jahan, M. S., Saeed, A., He, Z., & Ni, Y. 2011. Jute as raw material for the preparation of microcrystalline cellulose. Cellulose, 18, 451–459. [11] Johar, N., Ahmad, I., & Dufresne, A. 2012. Extraction, preparation and characteri-zation of cellulose fibres and nanocrystals from rice husk. Industrial Crops and Products, 37, 93–99 [12] Kumar, V., Maria De La, L. R. M., & Yang, D. 2002. Preparation, characterization, and tabletting properties of a new cellulose-based pharmaceutical aid. International Journal of Pharmaceutics, 235, 129–140. [13] Alemdar, A., & Sain, M. 2008. Isolation and characterization of nanofibres from agricultural residues-wheat straw and soy hulls. Bioresource Technology, 99, 1664–1671. [14] Nuruddin, M., Chowdhury, A., Haque, S. A., Rahman, M., Farhad, S. F., Sarwar Jahan, M., et al. (2011). Extraction and characterization of cellulose microfibrils from agricultural wastes in an integrated biorefinery initiative. Cellulose Chemical and Technology, 45, 347–354. [15] Mathew, A. P., Oksman, K., & Sain, M. 2006. The effect of morphology and chemical characteristics of cellulose reinforcements on the crystallinity of polylactic acid. Journal of Applied Polymer Science, 101, 300–310 [16] De Menezes, A. J., Siqueira, G., Curvelo, A. A. S., & Dufresne, A. (2009). Extrusion and characterization of functionalized cellulose whiskers reinforced polyethylene nanocomposites. Polymer, 50, 4552–4563. [17] Lee, S-Y., Mohan, D. J., Kang In, A., Doh, G-H., Lee, S., & Han, S. O. (2009). Nanocellu-lose reinforced PVA composite films: Effects of acid treatment and filler loading. Fibers and Polymers, 10, 77–82. [18] Li, R., Fei, J., Cai, Y., Li, Y., Feng, J., & Yao, J. 2009. Cellulose whiskers extracted from mulberry: A novel biomass production. Carbohydrate Polymers, 76, 94–99. [19] Alemdar, A., & Sain, M. 2008. Biocomposite from wheat straw nanofibers: Mor-phology, thermal and mechanical properties. Composite Science and Technology, 68, 557–565

64


Prosiding Paper ISSC 2017

Endapan Lumpur Waduk Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan Oleh: Irfa’ Darojat, Annisa Gebriella, Inne Herlica Universitas Islam Indonesia ABSTRAK Waduk di Indonesia digunakan sebagai pembendung sungai dan bertujuan untuk menyimpan cadangan air. Waduk memiliki beberapa permasalahan. Akibatnya, waduk memiliki potensi endapan lumpur yang sangat tinggi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk perawatan waduk adalah dengan memanfaatkan endapan lumpur menjadi energi yang terbarukan. Paper ini memberikan cara alternatif dengan memanfaatkan potensi endapan lumpur yang ada menjadi sebuah energi yang terbarukan. Dengan mengambil sampel studi kasus di Waduk Sermo dan Embung Tambak Boyo yang ada di Yogyakarta dengan endapan lumpur masing masing mencapai 861.582,921 m3/tahun dan 20.914,49 m3/tahun. Diharapkan teknik ini bisa diaplikasikan pada waduk lainnya dan menjadi sustainable energy. Metode yang digunakan adalah memanfaatkan sedimentasi lumpur menggunakan digaster pada kondisi anaerobik untuk menghasilkan energi. Lumpur tersebut diuraikan oleh bakteri pengurai untuk mengkonversi bahan organik menjadi sebuah gas Methana (CH4). Methana sebagai hasil utama kemudian dikonversi menjadi sebuah sustainable energy berupa energi listrik. Potensi energi yang dihasilkan dari Waduk Sermo dan Embung Tambak Boyo diperoleh energi total untuk waduk sermo sebesar 6.165.487.383 kJ/tahun, dan energi total untuk Embung Tambak Boyo sebesar 149.664.090 kJ/tahun. Hasil samping berupa lumpur sisa pengolahan dalam digaster dapat diubah menjadi pupuk untuk pertanian dan dapat juga digunakan dalam pengolahan air bersih sebagai activated sludge karena kaya akan mikroorganisme di dalamnya. Berdasarkan hasil analisa yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa endapan lumpur mampu menghasilkan gas Methana dan dikonversi menjadi energi yang terbarukan.

Kata Kunci: Activated sludge, Digaster, Endapan lumpur, Sustainable Energy, baik kegiatan wisata, ekonomi, maupun aktivitas sehari-hari.

1. Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memanfaatkan waduk sebagai pembendung sungai yang berguna untuk menampung air pada saat debit air tinggi dan digunakan pada saat debit air rendah [1]. Waduk juga memiliki peran yang besar bagi masyarakat di sekitar karena bendungan dibangun untuk mencegah terjadinya banjir bandang, sumber irigasi bagi warga, cadangan air minum, hingga pembangkit listrik tenaga air. Pembuatan waduk selalu diiringi dengan aktivitas masyarakat sekitar,

Sayangnya, kegiatan tersebut justru membuat keadaan waduk memiliki berbagai permasalahan. Permasalahan utama yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah endapan lumpur yang setiap hari volumenya terus bertambah. Endapan lumpur atau sedimen merupakan pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau air termasuk didalamnya material yang diendapkan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk 65


Prosiding Paper ISSC 2017

larutan kimia [2]. Endapan lumpur tersebut bersumber dari erosi, limbah domestik, feses makhluk hidup, dan tumbuhan yang telah mati yang terdekomposisi dan akhirnya mengendap di dasar waduk [3]. Akibatnya, usia atau masa pakai waduk menjadi semakin singkat, bahkan waduk bisa saja kehilangan fungsinya. Tidak hanya itu saja, kandungan asam yang ada pada lumpur membuat ekosistem di waduk juga ikut terganggu. Akibat lain yang ditimbulkan adalah menurunnya kualitas air sehingga air tidak dapat dipergunakan secara langsung dan harus menggunakan treatment (pengolahan) terlebih dahulu dan diperlukan cara untuk perawatan waduk.

27%-35%, Nitrogen (N2) 0,5%-2%, Karbonmonoksida (CO) 0,1%, Oksigen (O2) 0,1%, dan Hidrogen Sulfida (H2S) kecil [6]. Gas metana (CH4) dihasilkan dari fermentasi anaerob karbohidrat strukturat maupun non struktural oleh metanogen (bakteri penghasil metan) [7]. Gas metan memudian dikonversi menjadi energi lisrik. Proses konversi energi biogas menjadi energi listrik dilakukan karena metana sebagai komponen utama biogas merupakan gas yang tidak dapat dimanpatkan dalam bentuk cair pada suhu ruangan kedalam tangki [8]. Hasil samping pada proses ini berupa endapan lumpur yang kaya akan materi organik yang dapat dimanfaatkan sebagai activated sludge untuk pengolahan air, dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada sektor pertanian.

Fenomena krisis energi saat ini sedang dialami oleh seluruh dunia yang meliputi energi dari minyak bumi dan gas alam, tak terkecuali Indonesia. Harga minyak bumi, batu bara dan gas alam yang semakin tinggi disertai dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar fosil menyebabkan perlu dicarinya bahan alternatif sebagai pengganti yang merupakan bahan bakar yang terbarukan [4] Hal ini menyebabkan inovasi mengenai energi terbarukan sangat diperlukan. Salah satu inovasi untuk menjawab tantangan ini adalah dengan menggunakan endapan lumpur sebagai sumber energi alternatif yang terbarukan. Endapan lumpur yang kaya akan materi organik dioksidasi oleh microbacteria didalam digaster menghasilkan gas metana. Digaster adalah tangki reaktor anaerob dimana terjadi proses dekomposisi didalamnya dan menghasilkan biogas. Jenis digaster yang digunakan adalah Wet Digaster (Tangki reaktor anaerob basah). Wet Digaster menggunakan umpan berupa pupuk kandang dan limbah lumpur dalam pengolahannya untuk menghasilkan gas metana [5]. Komponen penyusun biogas yang dihasilkan dari digaster adalah Metan (CH4) 54%-70%, karbondioksida (CO2)

2. Metode Penelitian Lokasi Peelitian terletak di Waduk Sermo dan Embung Tambak Boyo. Waduk Sermo dibangun di desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, waduk Sermo berada pada koordinat -7° 49’ 27.67” Lintang Selatan dan 110° 7’ 13,24” Bujur Timur. Waduk Sermo diresmikan pada tanggal 20 November 1996 oleh Presiden Soeharto dan resmi beroperasi pada tahun 1997 [9]. Sedang lokasi embung Tambak Boyo terletak pada posisi 7° 45’ 431” - 7°45’703” LS dan 110° 24’ 739” 110° 25’066” BT di meandering Sungai Tambakboyo, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kedua waduk tersebut memiliki volume endapan lumpur masing-masing mencapai 861.582,921 m3/tahun di waduk sermo [10] dan 1.906,1 m3/tahun di embung tampak boyo. [11] Dengan besarnya volume

66


Prosiding Paper ISSC 2017

endapan lumpur, maka potensi energi yang dihasilkan juga semakin besar.

dimaksudkan untuk mendekati pH tanah. Kation-kation dan anion-anion dapat larut dengan baik dalam pengekstrak ini.

Pengambilan sampel uji Pengambilan contoh uji dilakukan dengan menggunakan metode Grab sampling (metode pengambilan sesaat) yang merupakan metode pengambilan sampel dengan satu waktu untuk memperoleh satu data. Kemudian endapan waduk di ambil dengan alat Grab sampler merupakan alat untuk pengambilan endapan lumpur. Kemudian endapan lumpur ( sampel ) dimasukan dalam tempat kedap udara dan cahaya untuk menjaga sampel tidak rusak dan tidak terjadi oksidasi didalamnya.

3. Hasil dan analisis Berdasarkan hasil uji laboratorium di peroleh hasil absorbansi untuk nilai COrganik dan N-NH4 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Deret uji C-Organik No 1 2 3 4 5

Analisa kandungan sedimen Analisis kandungan organik dalam endapan lumpur dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu pengujian C – Organik dan N – NH4 yang dilakukan di Laboratorium kualitas Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

Konsentrasi Absorbansi X2 XY (ppm) (Abs) 0 0,053 0 0 100 0,119 10000 11,9 150 0,177 22500 26,55 200 0,211 40000 42,2 250 0,238 62500 59,5 700 0,798 135000 140,15

Tabel 3.2. Deret uji N-NH4 No 1 2 3 4 5 6 7

• Analisis C – Organik dengan metode

curmies Karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sesuai dengan reasksi:

Konsentrasi Absorbansi (ppm) (Abs) 0 0,153 2 0,163 4 0,166 8 0,17 12 0,178 16 0,184 20 0,192 62 1,206

X2 0 4 16 64 144 256 400 884

Tabel 3.3. Tabel Sampel C-Organik

C-Organik+ 2K2Cr2O7 + 8 H2SO4  2Cr2(SO4)3 + 2K2SO4 + 8H2O + 3CO2

No 1

• Analisa N-NH4 dengan metode Morgan wolf Pengekstrak Morgan (Natrium asetat, pH 4,8 digunakan untuk menentukan ketersediaan unsur hara dalam tanah. pH 4,8

67

kode sampel S1

absorbansi 0,111

XY 0 0,326 0,664 1,36 2,136 2,944 3,84 4,486


Prosiding Paper ISSC 2017

Tabel 3.4. Tabel Sampel N-NH4 No 1 2

kode sampel S1 S2

terbentuknya gas metana dengan bantuan bakteri anaerob di dalam digaster melalui tahapan proses Hidrolisis, Asidogenesis, Asetagenesis, dan proses Metagenesis. Pada tahap ini, perlu adanya tambahan biakan bakteri dan activator yang berfungsi untuk mempercepat proses metagenesis. Biakan bakteri yang digunakan adalah Green Phoskko (GP-7) yang didalamnya mengandung dominan bakteri Methanobacterium sp dan Methanococcus sp. Activator yang digunakan berupa kotoran sapi untuk mengaktifkan bakteri penghasil metan. Didalam digaster terjadi tahapan Hidrolisis dimana gugus C akan mengalami perubahan menjadi bahan yang larut dalam air. Kemudian bahan-bahan tersebut digunakan oleh bakteri pembentuk asam (Acetogenic bacteria) yang kemudian didalam digaster diubah dari protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula sederhana, dan lemak menjadi asam lemak rantai panjang. Laju tahapan ini tergantung pada suhu,substrat yang tersedia dan faktor lingkungan lain. Setelah terjadi tahap hidrolisis kemudian terjadi tahap asidogenesis didalam digaster bakteri asam (Acetogenic bacteria) akan menghasilkan asam asetat, propinoat, format, laktat, alkohol dan butirat pada suasana anaerob. Pada tahap ini juga terjadi proses Asetagenesis berupa hasil samping dari asidogenesis yaitu karbon dioksida, hidrogen dan amonia. Kemudian terjadi proses akhir yaitu Metagenesis dimana terjadi penguraian dan sintesis produk akhir menghasilkan gas methana oleh bakteri penghasil methan (methanogen bacteria), dan hasil lain berupa gas samping seperti karbon dioksida, air dan gas lain yang jumlahnya kecil.

absorbansi 0,135 0,146

dengan menggunakan persamaan regresi linear berupa Y = bX + a Dengan

a = [Ɗ Yi – (bƊXi)] / n keterangan : Y= nilai absorban n= banyak data X= konsentrasi larutan standar Nitrit dari hasil perhitungan di dapatkan nilai C dan N adalah 76,74 mg/L C dalam 0,5 gram sampel dan 10,57 mg/L N dalam 2 gram sampel. Pada hakikatnya energi di dapatkan dengan mengubah senyawa organik yang ada dalam endapan lumpur dengan unsur penyusun utama berupa senyawa gugus C dan gugus N menjadi metana (CH4) atau lainnya dengan bantuan bakteri menggunakan digaster (reaktor) anaerobik jenis wet digaster. Digaster basah (wet digaster) adalah jenis digaster yang memiliki fungsi untuk mengolah jenis pupuk kandang atau lumpur. Didalam disgester basah terjadi pengadukan (complete mixing) untuk mencampur biakan bakteri, reagen, dan lumpur. Energi yang di hasilkan melalui tahapan fermentasi anaerobik yaitu proses

68


Prosiding Paper ISSC 2017

Gambar 3.1. proses Pembentukan metana

Hasil dari biogas terdiri dari komponen CH4, CO2, H2S, dan bahan-bahan lainnya. Gas lain yang bercampur dengan metana disisihkan dengan metode absorpsi dan cryogenic seperti Distillative Separation of Methane and Carbon Dioxide menggunakan kolom distilasi dengan suhu rendah untuk pemisahan metana dengan CO2 dan gas lainnya. Kemudian gas murni metana ditambahkan oksigen untuk menghasilkan syngas (gas sintetis). Selanjutnya syngas (gas sintetis) dapat langsung dibakar untuk menghasilkan kalor. Kalor tersebut dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin agar menjadi sebuah energi.

presentase zat organik sebesar 64,87%, 31,7% kondensat dan 3,43% zat-zat lainnya.

Gambar 3.2. Persen senyawa dalam 1 kilogram lumpur

Dari presentase 64,87% zat organik, mengandung 43,68% karbon, 5,91% hidrogen, 42,5% oksigen, dan 3% nitrogen. Maka didapatkan reaksi:

Berdasarkan pada basis perhitungan satu kilogram endapan lumpur, maka didapatkan

C16,13H26,18O11,77N0,95 + 2,99H2O ďƒ ď€ 8,04CH4 + 8.09CO2 + 0,95NH3

69


Prosiding Paper ISSC 2017

Menurut persamaan reaksi tersebut, didapatkan presentase untuk CH4 produksi sebesar 47,07%, persentase CO2 produksi sebesar 47,36%, dan persentase NH3 sebesar 5,56%. Dalam satu mol CH4 dapat dikonversi menjadi 890 kJ. Apabila mol CH4 produksi sebesar 8,04 mol, maka didapatkan ĆŠenergi CH4 sebesar 7156 kJ. Sehingga, potensi endapan lumpur tambak boyo dengan volume endapan lumpur 20.914,49 m3/ tahun dapat dikonversi menjadi energi dengan energi total sebesar 149.664.090 kJ/tahun. Sedangkan waduk sermo memiliki volume endapan lumpur sebesar 861.582,921 m3/tahun dapat dikonversikan menjadi energi dengan energi total sebesar 6.165.487.383 kJ/tahun. Dari endapan kedua waduk tersebut, dapat menghasilkan energi sebesar 7.027.070.304 kJ/tahun, maka dapat dikonversi menjadi energi listrik sebesar 19.519.639,37 kWh. Apabila diasumsikan bahwa rata-rata kebutuhan energi listrik dalam satu rumah adalah 1200 kWh, maka energi listrik dapat didistribusikan sebanyak 16.266 rumah di provinsi Yogyakarta.

hasil dari proses yang ada di digaster dapat dimanfaatkan menjadi activated sludge untuk pengolahan air dan pupuk untuk tanaman. Tanaman yang menggunakan pupuk hasil dari sisa proses digaster ini memberikan kelebihan pada tanaman karena pupuk mampu memberikan kehidupan mikroorganise tanah serta dapat menstabilkan tanah. Selain itu, kandungan pupuk yang ringan dan aman untuk lingkungan, membuat tanaman lebih mudah menyerap unsur haranya sehingga tanaman akan menjadi lebih subur. Manfaat lain dari pengolahan endapan lumpur antara lain dalam Sektor pengelolaan waduk tidak perlu bersusah payah lagi dalam perawatan waduk karena pengolahan lumpur waduk ini dapat dilakukan secara terus menerus. Usia wadukpun menjadi lebih lama dikarenakan endapan lumpur mampu diolah secara optimal. Tidak hanya itu saja, kualitas air di waduk tersebut menjadi lebih bagus sehingga dalam melakukan pengolahan air tidak lagi memerlukan pengolahan (treatment) yang rumit.

Bagan-1. Diagram Alir pembentukan

Selain hasil utama berupa energi, pada proses ini juga menghasilkan hasil samping berupa endapan lumpur yang kaya akan materi organik yang telah terdekomposisi. Hasil samping tersebut, ternyata terdapat beberapa potensi yang masih dapat dimanfaatkan kembali. Endapan lumpur 70


Prosiding Paper ISSC 2017

3. Potensi energi yang dihasilkan dari Waduk Sermo dan Embung Tambak Boyo diperoleh energi total sebesar 19.519.639,37 kWh 4. Total energi tersebut dapat mendistribusikan energi listrik sebanyak 16.266 rumah di provinsi Yogyakarta 5. Hasil samping dari pengolohan endapan lumpur ini berupa pupuk organik yang baik untuk tanaman dan juga sebagai activated sludge

4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat disimpulkan bahwa: 1. Endapan lumpur dari Embung Tambak Boyo dan Waduk Sermo memiliki potensi untuk diubah menjadi energi yang terbarukan 2. Endapan lumpur waduk di ubah dalam digaster menjadi gas metana, karbon dioksida, hidrogen sulfida dan hasil samping lain yang sangat kecil kandungannya Daftar Pustaka

[9] Bappeda Kulon Progo. 2011. Profil Kabupatn Kulon Progo. Kulon Progo, Yogyakarta. Dalam http://www, Kulonprogokab.go.id/V2/Waduk-Sermo-IntanPariwisata-Yang-Terpendam_1837. Diakses pada 12 September 2017

[1] Wicaksono, Indro. 2014. Prediksi Kecepatan Sedimenti Waduk Sermo Berdasarkan Data Pengukuran Batimetri Multi Temporal. Skripsi. Jurusan Teknik Geodesi. Universitas Gadjah Mada

[10] Cahyono, B.K. et al. 2008. Pemantauan Perubahan Kedalaman dan Persebaran Sedimentasi Bendungan Berdasarkan Data Pengukuran Batimetri (Studi Kasus: Waduk Sermo, Kec. Kokap Kab. KulonprogoDIY). Journal Jurusan Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada

[2] Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada university Press [3] Mara D, Cairncross S. 1994. Pemanfaatan Air Limbah dan Ekskreta: Patokan untuk Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press

[11] Kalimantoro, I. J. 2014. Kajian Perhitungan Sedimen Embung Tambakboyo di Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Universitas Atmajaya

[4] Istantini, Ari dan Purnama, A. 2011. Sagu sebagai Alternatif Bioetanol untk Menjawab Isu Krisis Energi di Masa Mendatang. Bogor . Tugas Akhir jurusan Silvikultur Institut Pertanian Bogor.

[5] Al Seadi, Teodorita. et al. 2008. Biogas Handbook. Denmark: University of Southern Denmark Esbjerg, Niels Bohrs Vej 9-10 [6] Shantosi, Ahmad. 2016. Cara Membuat Instalasi Biogas Sederhana. [online], (https://www.agrinak.com/2015/11/cara-membuatinstalasi-biogas-sederhana.html, diakses tanggal 9 September 2017) [7] Johnson, K.A. & D.E. Johnson. 1995. Methane emissions from cattle. J. Anim. Sci. 73: 2483-2492 [8] Wahono, Bioenergi Pembicara Teknologi Semarang

Satriyo Krido dan P.I. Pudjiono. 2007. dan Industri Manufaktur. Makalah Utama dalam Seminar Nasional Bidang – HMJ Teknik Mesin Politeknik Negeri

71



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.