ESSENTIAL
Essence of Scientific Medical Journal Diterbitkan oleh Kelompok Ilmiah Hippocrates Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Pelindung / Advisor Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. DR. dr. Putu Astawa, Sp. OT(K) Penanggung Jawab / Publisher Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Universitas Udayana Dr. dr. I Made Jawi, M.Kes Pembina dr. I Nyoman Sutarsa, MPH, dr. Made Siswadi Semadi, S.Ked Pimpinan Umum Gede Ngurah Rsi Suwardana Pemimpin Redaksi / Chief Editor Ni Kadek Nita
Utami
Pemimpin
Perusahaan
Manager
/
Executive Ni Putu Ayu Astri Prana Iswara Penyunting / Editors Ni Kadek Ariesta Dwijayanthi, I Kadek Aditya Nugraha, Julianita Kriselda Yuwono, Made Adhyatma Prawira
Natha
Kusuma,
Christiana
Hertiningdyah
Sulistiani, Ni Kadek Vani Apriyanti, Pande Mirah Dwi Anggreni, Sherly Yunita Tata Letak Yogi Haditya, I Nengah Wiadi, Eunike Septaria Desain & IT Putu Dharma Maha Yusa, Kadek Rudita Yasa, I Gusti Putu Dado Armawan Humas dan Promosi Putu Ika Pratiwi, Jan Christian, Inge Nandya Hertapanndika, Made Surya Saptono Putra Regulasi Ni Made Alit Arini, Ni Nengah Yuni
Ardani,
I
Kadek
Windu
Mitra
Bestari
Prof.Dr.dr.Ketut Suastika,Sp.PD-KEMD, Prof. Dr. dr. I Wayan Wita,Sp.JP (K), FIHA, FAsCC, Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, AIFO, Sp. Erg, Prof.Dr.dr.Raka Widiana,Sp.PD-KGH,
Prof.Dr.dr.Ketut
Tuti
Parwati
Merati,Sp.PD-KPTI, Prof.Dr.dr.I Nyoman Adiputra, MOH, PFK, Sp. Erg, Prof.dr.Dewa Nyoman Wirawan,MPH, Dr.dr.Dw.Pt.Gde Purwa Samatra,Sp.S (K), Dr.dr.Desak Made Wihandani,M.Kes, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih,M.Sc,Akp.,Sp.GK,
Dr.dr.
Budayanti,Sp.MK
(K),
Lesmana,Sp.KJ,
Dr.dr.Ida
Dr.dr.Cokorda
Manuaba,Sp.OG,MARS, Suranadi,Sp.An.KIC,
Ni
Bagus Dr.dr.
dr.Anak
Nyoman
Sri
Bagus
Jaya
Gede
Fajar
I
Wayan
Agung
Sagung
Sawitri,MPH, dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati,Sp.MK.Ph.D, dr. Ni Made Adi Tarini, Sp.MK, dr.Bagus Ari Pradnyana Dwi S, Sp.JP (K), FIHA, FICA, FAsCC, dr.I Made Pande Dwipayana,Sp.PD, dr.Made Ratna Saraswati,Sp.PD, dr. I Putu Eka Widyadharma,M.Sc, Sp.S (K), dr. I Wayan Aryabiantara,Sp.An.KIC, dr.I Gusti Ayu Artini,S.Ked., M.Sc ALAMAT REDAKSI Kelompok Ilmiah Hippocrates Fakultas Sudirman
Kedokteran
Universitas
Denpasar-Bali
essential.udayana@gmail.com
Udayana
8032
Jl.
PB :
i
DAFTAR ISI Susunan Pengurus................................................................................................................................... i Daftar Isi...................................................................................................................................................... ii Sambutan Pimpinan Redaksi.............................................................................................................. iv
Editorial
Pemikiran Prof. Dr. Ida Bagus Mantra di Bidang Kesehatan
Nyoman Adiputra .......................……………………………………………………………………………………………………......…………......
1
Hubungan Status Nutrisi Berdasarkan Malnutrition Universal Screening Tools (Must) dengan Kendali Glikemik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah Denpasar
3
Penelitian
Febria Valentine Aritonang…………………………………………………………..………………………………………………………..........
Tinjauan Pustaka
Cardiostem: Inovasi Amniotic Fluid Stem Cell Termodifikasi Gen VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dengan Carrier Chitosan Hydrogelsebagai Terapi Regeneratif Infark Miokard Harrison Paltak Bernard Panjaitan, Matthew Billy, Jonathan Kevin…………………………………………………………..........
Potensi Micro Rna (Mirna) Sebagai Modalitas Multifungsi Dan Mutakhir Dalam Deteksi Dan Penatalaksanaan Penyakit Stroke Iskemik Komang Leo Krisnahari, Ni Kadek Nita Utami …………………………………………………………………………………...................
Potensi Galactosylated Nanoliposom Artonin E (Gal-NLAE) Termodifikasi Senyawa Polyethylene Glycol (PEG) Spesifik Deoxyhypusine Hydroxylase (DOHH) pada Eukaryotic Initiation Factor 5a (eiF-5A) sebagai Modalitas Alternatif dalam Mencegah Malaria Plasmodium Vivax Relapse
8 19
Numbi Akhmadi Teguh, Christiana Hertiningdyah Sulistiani, Hanan Anwar Rusidi………..................................................
Potensi Teknologi Nanopartikel Magnetik Terenkapsulasi Gen Hvegf dan IL-4 sebagai Agen Proangiogenesis pada Penyakit Jantung Iskemik
29
Angga Dominius dan Patrisia Halla........................................................................................................................................................... 40
Potensi Nanoliposomal Dry Powder Artonin E (NLDPAE) Termodifikasi Senyawa Polyethylene Glycol (PEG) Spesifik 5-Lipoxygenase Inhibitor Sebagai Controller Medications ASM
Numbi Akhmadi Teguh, Christiana Hertiningdyah Sulistiani, Anindia Reina Yolanda......................................................... 49
ii
Inhibisi Disregulasi Mikroglia melalui Recombinant Human Glial Cell LineDerived Neurotrophic Factor (Rh-Gdnf) berbasis Suspensi Nanopartikel sebagai Terapi Remisi Penyakit Bipolar (Bipolar Disorder)
Ricardo Adrian Nugraha, Michael Jonatan, Rina Judiwati................................................................................................................
59
iii
Salam sejahtera,
SAMBUTAN PIMPINAN REDAKSI
“Knowledge will bring you the opportunity to make a difference� - Claire Fagin –
Kalimat tersebut memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan memberikan kita kesempatan untuk
membuat suatu perubahan. Sejalan dengan kutipan kalimat tersebut, sebagai kaum intelektualitas penerus tonggak estafet pembangunan bangsa, adalah suatu kewajiban kita sebagai mahasiswa untuk turut berkontribusi dalam menciptakan suatu perubahan. Untuk memulai suatu perubahan, kita dituntut untuk selalu mau mempelajari hal yang baru.
Ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang dinamis. Seperti halnya ilmu kedokteran, dimana hampir
setiap saat terdapat perkembangan-perkembangan terbaru, sehingga mau tidak mau kita harus up-todate terhadap perkembangan tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi mahasiwa kedokteran untuk
memiliki pengetahuan yang memadai, memiliki pola berpikir yang kritis, terstruktur, dan up-to-date. Hal tersebut dapat diperoleh melalui jurnal imiah kedoteran.
Namun sangat disayangkan, karya ilmiah mahasiswa Indonesia baik berupa penelitian ataupun artikel ilmiah lainnya masih tergolong rendah dari segi kuantitas dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara khususnya. Untuk itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi melayangkan surat edaran tertanggal 27
Januari 2012 kepada rektor se-Indonesia. Isi surat tersebut tidak saja mewajibkan mahasiswa program sarjana untuk membuat karya ilmiah, melainkan juga wajib publikasi kepada Jurnal Ilmiah. Namun sangat
disayangkan, saat ini hanya terdapat 250 jurnal yang terakreditasi Ditjen Dikti sehingga masih diperlukannya pertumbuhan jurnal ilmiah yang terakreditasi dalam menampung karya ilmiah mahasiswa.
Sebagai salah satu jurnal ilmiah mahasiswa kedokteran di Indonesia, Essential terus berusaha untuk
selalu mempertahankan konsistensi editorial dan penerbitan artikelnya, baik tinjauan pustaka maupun
penelitian, agar sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran saat ini. Artikel-artikel yang masuk telah
menjalani seleksi dan disesuaikan dengan relevansi, serta disesuaikan dengan topik aktual yang sedang hangat dibicarakan saat ini.
Demikian sambutan dari meja editorial. Saya ucapkan terimakasih telah membeli jurnal ini dan selamat membaca.
Salam hangat, Ni Kadek Nita Utami
Chief Editor Jurnal Ilmiah Essential
iv
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
EDITORIAL PEMIKIRAN PROF.DR. IDA BAGUS MANTRA DI BIDANG KESEHATAN 1Pusat
Nyoman Adiputra1 Kajian Ergonomi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Email: nadip2003@yahoo.com
Disampaikan dalam: Seminar Ide-Ide Prof.Dr. IB Mantra, oleh Dinas Kebudayaan Kodya Denpasar, 26 November 2014. Di Denpasar. Prof.Dr.Ida Bagus Mantrayang lahir sebagai orang Bali, mungkin yang pertama mempunyai gelar pendidikan formal doktor. Beliau memulai karyanya di UI tetapi beliau rela kembali ke Bali membangun Fakultas Sastra dan mengembangkannya menjadi sebuah universitas. Dalam kurun waktu tersebut ide Prof. Mantra di bidang kesehatan dapat dikemukakan, yakni salah satunya aspek sumber daya manusia (SDM) sebagai modal utama pembangunan hendaknya mempunyai derajat kesehatan yang optimal yang meliputi kesehatan fisik dan mental, dimana kualitas SDM tersebut ditentukan oleh tingkatan pendidikannya, makanya beliau sebagai konseptor dan sekaligus pelaksana, aktif dalam proses pendirian pendidikan tinggi di Bali termasuk bidang kedokteran. Selain itu dalam aspek peningkatan SDM, Prof Mantra pernah merumuskan pengembangan sumber daya manusia Bali dengan pernyataan “manusia Bali yang sehat jasmani, tenang rohani, dan profesional�. Ternyata rumusan tersebut ternyata diturunkan dari konsep hidup seimbang dan harmonis berlandaskan ideologi Tri Hita Karana.1Hal itu menjadi suatu prinsip sehat dan sakit menurut konsep tradisional kita di Bali. Memang pada akhirnya Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan bahwa sehat harus memenuhi 4 kriteria, yaitu secara fisik, mental, ekonomi, dan spiritual. Dalam kehidupan tingkat rumah tangga, Prof.Dr.Ida Bagus Mantra, mengkritisi ide Tanaman Obat di keluarga yang sekarang dikenal menjadi TOGA.2 Prof.Mantra mempunyai visi, supaya SDM orang Bali selalu dalam keadaan sehat. Sejak lama sebelumnya beliau menanamkan pengertian bahwa dalam keadaan darurat, supaya orang Bali siap mengatasi kejadian darurat dengan memanfaatkan tanaman obat yang ada di sekitarnya. Misalnya kejadian luka, sewaktu sedang bekerja di sawah atau ladang, semestinya bisa memanfaatkan tanaman obat sebagai pertolongan pertama. Demikian juga dalam keadaan suhu badan meningkat minum dahulu loloh, sambil mempersiapkan diri ke tempat pertolongan berikutnya.3-7 Khasiat tanaman obat tersebut dapat diperkirakan dengan memperhatikan warna bunganya, rasa buahnya, bentuk daunnya, dan warna batang kayunya. Warna bunga atau kayu hampir sama , seperti contoh: warna putih atau kuning, maka punya khasiat hangat; warna merah atau pink berkhasiat panas, warna rose (dadu) berkhasiat netral, warna biru atau hijau berkhasiat dingin. Rasa buah atau getah batangnya: manis dan atau pedes berkhasiat panas, pahit atau hambar berkhasiat netral, masam berkhasiat
hangat, rasa enak berkhasiat dingin. Bentuk daun tanaman obat: daun yang membulat dan atau memanjang berkhasiat dingin , tepi daun tajam dan atau bercabang kecil-kecil berkhasiat panas. Tepi daun bergerigi dan atau bercabang panjang dan besar-besar berkhasiat netral. Selanjutnya di bidang kehidupan beragama lainnya, Prof Mantra banyak menyorotiaspek kesehatan dari pelaksanaan ritual keagamaan, serta diproyeksikan ke masa depan. Masalah air tirta waktu upacara di pura, tidak terlepas dari penilaian beliau. Sumber air sucinya, penyimpanan selama upacara, penjamah tirta tersebut (kesehatan perorangan dan sanitasi perorangannya), seperti kuku dan tangan petugas.2Masalah sanitasi di lokasi pura. Dengan semakin banyaknya penduduk, pasti saja ada yang ingin buang air kecil, atau mencuci muka dan tangan, sewaktu di pura. Secara tradisional belum diatur, oleh karena itu beliau memproyeksikan ke depan, sehingga perlu disediakan adanya kamar kecil dan supaya penempatannya juga sesuai dengan aturan dan situasi. Demikian pula keberadaan dapur umum di samping dapur suci. Demikian pula dalam perbaikan gizi keluarga, beliau menyarankan supaya di setiap rumah tangga ada budi daya kecil-kecilan yang dalam keadaan darurat dapat dimanfaatkan menjadi sumber perbaikan gizi.2Sebagai contoh kebiasaan kehidupan orang Bali di desa-desa, dengan memanfaatkan pekarangan, ladang untuk memelihara ayam atau itik atau angsa sebagai sumber penghasilan tambahan atau tambahan gizi. DAFTAR PUSTAKA 1. Sudira, Putu. Praksis Tri Hita Karana dalam struktur dan Kultur Pendidikan Karakter Kejuruan pada SMK di Bali. http: //staff.uny.ac.id/sites/depault/files/131655 274/jurnal-pend-karakter-putu-FT.pdf 2. Musna, Wayan. Personal Komunikasi. 2014. 3. Adiputra, N. Horticultural, Medicinal, and Ceremonial Plants in Petiga Village, tabanan, Bali Province. BUMI LESTARI. Jurnal Lingkungan Hidup. 14(1). Februari 2014: 10110. 4. Adiputra, N. Tanaman Hias yang Bernilai Tanaman Obat di Beberapa Kantor Pemerintah di Kabupaten Badung dan Kodya denpasar. Majalah Kedokteran Udayana. 37(131). Januari 2006: 29-38. 5. Adiputra, N. Pemanfaatan Tanaman Obat sebagai Tanaman Hias pada median jalan di Denpasar. Majalah Kedokteran Udayana. 36(129). Juli 2005.a: 178-185.
Page |1
ESSENTIAL 6. Adiputra, N. Tanaman Hias di beberapa Hotel di Denpasar dan Badung yang Bernilai Sebagai Tanaman Obat. Majalah Kedokteran Udayana. 36(127). Januari 2005.b: 36-47.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 7. Adiputra, N. Tanaman sebagai Bahan Obat Menurut Lontar Usada Bali. Majalah Kedokteran Udayana. 35(123). Januari 2004: 35-44.
Page |2
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
PENELITIAN HUBUNGAN STATUS NUTRISI BERDASARKAN MALNUTRITION UNIVERSAL SCREENING TOOLS (MUST)DENGAN KENDALI GLIKEMIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP SANGLAH DENPASAR Febria Valentine Aritonang1 Kedokteran Universitas Udayana
1Fakultas
ABSTRAK Latar Belakang:Nutrisi merupakan hal yang diperhatikan dalam mendukung terapi medis. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status nutrisi berdasarkan Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) dan kendali glikemik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah Denpasar. Metode: Penelitian bersifat observasional dengan pendekatan analitik crosssectional yang dalam pelaksanaannya meliputi pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner MUST dan data sekunder berupa rekam medis, analisis data, dan interpretasi dari data yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dilaksanakan mulai dari FebruariOktober 2014. Dari 97 sampel didapatkan gambaran status nutrisi dengan parameter MUST paling banyak berada pada status risiko rendah malnutrisi, sedangkan gambaran gula darah lebih banyak dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol (75,9%). Hasil: Melalui uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan status nutrisi berdasarkan MUST dengan kadar gula darah 2 jam Post Prandial (PP) dan kadar HbA1c (p<0,05), namun tidak terdapat hubungan status nutrisi berdasarkan MUST dengan kadar gula darah puasa (p>0,05).Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara status nutrisi dengan kadar gula darah 2 jam PP dan kadar HbA1c tetapi tidak dengan kadar gula darah puasa. Hasil penelitian diharapkan digunakan oleh praktisi kesehatan dalam pengendalian indeks glikemik pasien diabetes melitus tipe 2. Kata kunci: status nutrisi, DMT2, indeks kendali glikemik ABSTRACT Background: This research is conducted to determine the association of nutritional status based on Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) and glycemic control in patients with type 2 diabetes mellitus in Endocrine Polyclinic Sanglah Hospital. Method: This study uses an observational study (nonexperimental) with a cross-sectional analytical approach. This research was conducted at the Endocrine Clinic Sanglah General Hospital on February â&#x20AC;&#x201D; October 2014. From 97 samples are involved, it was obtained nutritional status by the parameters of MUST in patients with type 2 diabetes in Sanglah hospital are most at low risk of malnutrition status. The result for level blood sugar is more respondents with higher levels of blood sugar uncontrolled (75,9 %). Result: With Chi Square test indicate that there is a association based on the nutritional status MUST with blood sugar 2 hours Post Prandial (PP) and HbA1c levels (p<0,05) but there is not a association nutritional status based on MUST with fasting blood glucose levels (p>0,05). Conclusion: There is a significant association with blood sugar 2 hours PP and HbA1c levels but there is no association nutritional status based on MUST and fasting blood glucose levels. Keywords: Nutritional status, T2DM, glycemic control index PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Menurut WHO, DM merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Sebagian besar kasus DM adalah DM tipe 2 (DMT2).1,2 Data yang didapat oleh WHO pada Oktober 2013 menyatakan 347 juta orang di dunia menderita penyakit DM.3Menurut data International Diabetes Federation tahun 2013, Indonesia menempati urutan 7 setelah Cina, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Meksiko untuk kategori kasus DM terbanyak.4DM sendiri menjadi penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, setelah strok, tuberkulosis,
hipertensi, cedera, dan perinatal. Dengan proporsi kematian sebesar 5,7%.5 Prevalensi penderita DM di dunia pada tahun 2000 sekitar 171 juta jiwa dan diperkirakan akan mencapai 366 juta jiwa pada tahun 2030. Sedangkan prevalensi penderita DM di Indonesia, menurut WHO, pada tahun 2000 sekitar 8,4 juta orang dan berpotensi meningkat menjadi 21,3 juta penderita pada tahun 2030. Kurang lebih sebesar 5% dari penderita DM di dunia adalah penderita di Indonesia. Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2007 sebesar 5,7% atau sekitar 12,8 juta penderita dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (11,1%). Sementara itu, Provinsi Bali memiliki prevalensi DM sebanyak 3%. Hal ini menunjukan peningkatan yang cukup besar dari tahun 2000 ke tahun 2007.3,5 Jumlah pasien DM rawat jalan menurut rekam medik RSUP Sanglah pada tahun 2007 adalah 2473 orang dengan
Page |3
ESSENTIAL kelompok umur terbanyak adalah 45—65 tahun (Sub Bagian Rekam Medik RSUP Sanglah tahun 2007). Faktor yang mempengaruhi terjadinya DMT2 antara lain umur, riwayat keluarga, kegemukan (status nutrisi), pola makan (memakan makanan yang berisiko), serta aktivitas fisik. Selain itu, faktor lain yang berhubungan dengan gula darah adalah kontrol gula darah, asupan makanan dan aktifitas fisik (olahraga) serta obat yang dianjurkan oleh dokter.1,2 Nutrisi adalah jumlah keseluruhan proses yang terlibat dengan asupan dan penggunaan bahan-bahan makanan. Nutrisi yang buruk dan tidak memadai akan memberikan konsekuensi yang buruk juga pada penderita DMT2, bahkan dapat menyebabkan gangguan pada ginjal.6 Status nutrisi pada pasien DMT2 sekarang ini seringkali dibicarakan, ada banyak penelitian yang merujuk kepada terapi nutrisi bagi penderita DM. Salah satu metode yang dapat dilakukan dengan sederhana untuk menentukan status nutrisi yaitu Malnutrition Universal Screening Tool (MUST),dimana penghitunganBody Mass Index (BMI) dan kehilangan berat badan adalah hal yang dilihat dari metode tersebut.7 Bedasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti gambaran status nutrisi dan hubungan status nutrisi berdasarkan MUST dengan kendali glikemik pada pasien DMT2 di Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah Denpasar. METODE Desain Penelitian Penelitian ini bersifat observasional (non eksperimental) dengan pendekatan analitik crosssectional. Pada penelitian ini tidak dilakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian, serta pengambilan datanya dilakukan dalam satu waktu. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan, yaitu mulai dari Februari 2014 — Oktober 2014. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi target penelitian ini adalah penderita DMT2 yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar. Populasi terjangkau adalah pendertia DMT2 yang datang ke Poliklinik Endokrin RSUP Sanglah Denpasar. Kriteria inklusi yaitu pasien yang memenuhi kriteria diagnosis American Diabetes Association (ADA) atau terdiagnosis DMT2 oleh dokter serta bersedia menjadi subjek penelitian ini. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling jenis consecutive sampling, yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Pada penelitian ini, besar sampel ditentukan dengan rumus untuk mengetahui hubungan antara dua variabel kategorikal dengan satu sampel
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL tunggal. Parameter yang digunakan yaitu, proporsi penyakit yang akan dicari (P) [dari pustaka], tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki (d) [ditetapkan], dan tingkat kemaknaan (α) [ditetapkan].8 Pada penelitian ini nilai P pada penyakit diabetes pada proporsi sebelumnya tidak diketahui sehingga digunakan nilai P adalah 0,50. Nilai α adalah 0,05 dan ketepatan absolute yang dikehendaki (d) adalah 10%. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh jumlah sampel pada penelitian ini adalah 97. Variabel Penelitian Variabel penelitian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok : a. Variabel bebas : status nutrisi berdasarkan MUST b. Variabel tergantung: kadar gula darah puasa, kadar gula darah 2 jam Post Prandial (PP), dankadar HbA1c. Definisi Operasional Variabel Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) MUST merupakan kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi individu dengan 3 kategori status nutrisi, yaitu : a. Risiko rendah malnutrisi (skor = 0) b. Risiko sedang malnutrisi (skor = 1) c. Risiko tinggi malnutrisi (skor ≥ 2) MUST dinilai dengan 5 langkah yang didalamnya terdiri dari 3 hal yang harus dinilai yaitu BMI, kehilangan berat badan yang tidak direncanakan, dan penyakit berat yang diderita ataupun hal yang menyebabkan individu tersebut tidak mengkonsumsi makanan.3 Kadar Gula Darah Puasa Kadar gula darah puasa adalah kadar gula darah yang diambil setelah pasien berpuasaselama8 jam. Dengan indeks gula darah terkontrolnya adalah <100 mg/dl.2 Kadar Gula Darah Post Prandial Kadar gula darah post prandial adalah kadar gula darah yang dilihat saat 2 jam setelah makan. Dengan nilai gula darah terkontrolnya adalah < 140 mg/dl. 2 Kadar HbA1c HbA1c adalah hemoglobin terglikosilasi dalam darah yang menggambarkan konsentrasi glukosa darah selama periode 1-3 bulan. Kadar HbA1c yang terkontrol pada pasien DMT2 adalah < 7%.2 Instrumen Penelitian Data Primer Data primer yang digunakan adalah kuesioner MUST yang akan ditanyakan oleh peneliti kepada responden. Data Sekunder
Page |4
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Data rekam medis yang diperoleh dari RSUP Sanglah meliputi biodata lengkap pasien, riwayat penyakit pasien, hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa, kadar gula darah post prandial/sewaktu, dan kadar HbA1c. Pengumpulan Data
analisis univariat untuk melihat gambaran karakteristik responden, lalu dilakukan uji Chi Squareuntuk mengetahui hubungan dari 2 variabel kategorikal tidak berpasangan ini dengan nilai signifikansi p<0,05. HASIL
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan pencatatan. Dimana peneliti menanyakan hal-hal berdasarkan kuesioner MUST kepada responden. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan pencatatan biodata lengkap, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa, kadar gula darah post prandial/sewaktu, dan kadar HbA1c responden yang terdapat pada rekam medis responden. Analisis Data Setelah terkumpul, data akan dianalisis dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0 dan data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan
Karakteristik Responden Tabel 1. menunjukkan karakteristik responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki (56,7%). Usia responden secara keseluruhan adalah 56,05 ± 9,925 tahun dengan usia termuda adalah 34 tahun dan tertua 81 tahun. Usia responden laki-laki lebih tua jika dibandingkan dengan responden perempuan.Responden mengetahui menderita DM yaitu, sebanyak 71 orang (76,3%) yang menderita DM selama 0—10 tahun, 16 orang (16,5%) yang menderita DM selama 10,01—20 tahun, dan 6 orang (6,2%) yang menderita DM lebih dari 20 tahun
Tabel 1. Karakteristik RespondenDistribusi Status Kendali Glikemik dan Status Nutrisi Karakteristik
Rerata ± SD (min-max)
Usia -Usia Laki-laki -Usia Perempuan Jenis Kelamin -Laki-laki -Perempuan Tingkat Pendidikan -Tidak Sekolah -SD -SMP -SMA -Perguruan Tinggi Riwayat DM Keluarga -Ya -Tidak -Tidak tahu Lama Menderita DM -0-10 tahun -10,01 – 20 ->20
56,05 ± 9,925 (34—81) 57 ± 10,039 (34—81) 54,81 ± 9,754 (34—79)
Tabel 2. menunjukkan kendali glikemik pada pasien DM dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan kriteria Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).1,2 Kendali glikemik dengan parameter er kadar gula darah puasa, mayoritas memiliki kadar gula darah puasa yang tidak terkontrol yaitu 64 orang (78%). Sedangkan, hasil dari kendali glikemik menggunakan parameter kadar HbA1c sebanyak 23 orang (27,1%) memiliki kadar HbA1c
N (%)
55 (56,7%) 42 (43,3%) 5 (5,2%) 33 (34%) 12 (12,4%) 23 (23,7%) 18 (18,6%) 47 (48,5%) 45 (46,4%) 5 (5,2%) 71 (76,3%) 16 (16,5%) 6 (6,2%) kadar gula darah 2 jam PP menunjukkan bahwa mayoritas responden, 77 orang (80,2%), memiliki kadar gula darah 2 jam PP yang tidak terkontrol. Pada kendali glikemik dengan paramet yang terkontrol dan 62 orang (72,9%) memiliki kadar HbA1c yang tidak terkontrol. Tabel 2. juga menunjukkan status nutrisi pasien menggunakan klasifikasi MUST, didapati jumlah terbanyak berada pada resiko rendah malnutrisi yaitu sebanyak 45 orang.
Tabel 2. Distribusi Pasien DMT2 berdasarkan Kendali Glikemik dan Status Nutrisi di RSUP Sanglah Kategori Kendali Glikemik Kadar Gula Darah 2 jam PP < 140 mg/dl ≥ 140 mg/dl Kadar Gula Darah Puasa < 100 mg/dl
Jumlah (orang)
Persentase (%)
19 77
19,8 80,2
18
22
Page |5
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
â&#x2030;Ľ 100 mg/dl Kadar HbA1C <7% â&#x2030;Ľ 7% Status Nutrisi Risiko rendah Risiko sedang Risiko Tinggi Hubungan Status Nutrisi (MUST) dengan Kadar Gula Darah 2 jam PP Setelah dilakukan tabulasi silang seperti yang ada pada tabel 3 didapatkan bahwa kadar gula darah 2 jam PP yang tidak terkontrol lebih banyak pada sampel yang memiliki status risiko sedang dan tinggimalnutrisi. Sedangkan kadar gula darah 2 jam PP yang terkontrol lebih banyakterdapat pada sampel dengan status risiko rendah malnutrisi. Hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan p = 0,027 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima, yaitu ada hubungan antara Status Nutrisi (MUST) dengan kadar gula darah 2 jam PP. Hubungan Status Nutrisi (MUST) dengan Kadar Gula Darah Puasa Setelah dilakukan tabulasi silang seperti yang ada pada tabel 3. didapatkan bahwa kadar gula darah puasa yang tidak terkontrol lebih banyak pada sampel yang memiliki status risiko sedang dan tinggi malnutrisi. Sedangkan kadar gula darah puasa yang
64
78
23 62
27,1 72,9
45 22 30
46,4 22,7 30,9
terkontrol juga lebih banyak terdapat pada sampel dengan status risiko rendah malnutrisi. Hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson Chi Square menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna dengan p = 0,981 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak, yaitu tidak ada hubungan antara Status Nutrisi (MUST) dengan kadar gula darah puasa. Hubungan Status Nutrisi (MUST) dengan HbA1c Setelah dilakukan tabulasi silang seperti yang ada pada tabel 3 didapatkan bahwa kadar HbA1c yang tidak terkontrol lebih banyak pada sampel yang memiliki status risiko sedang dan tinggimalnutrisi. Sedangkan kadar gula darah 2 jam PP yang terkontrol lebih banyak terdapat pada sampel dengan status malnutrisi risiko ringan. Hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson Chi Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan p = 0,041 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima, yaitu ada hubungan antara Status Nutrisi (MUST) dengan kadar HbA1c.
Tabel 3. Hubungan status nutrisi (MUST) dengan indeks kendali glikemik
Kadar Gula Darah 2 jam PP Kadar Gula Darah Puasa Kadar HbA1c
Terkontrol Tidak Terkontrol Terkontrol Tidak Terkontrol Terkontrol Tidak Terkontrol
Status Nutrisi Risikorendah Risiko sedang dan tinggi 13 6 31 46 5 6 33 39 15 8 25 37
PEMBAHASAN Distribusi dari indeks kendali glikemik yang tidak terkontrol pada pasien DMT2 lebih banyak dari pada indeks kendali glikemik yang terkontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh Riskesdas 2007, dimana lebih banyak responden dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol (75,9%). Namun, pada penelitian ini menyajikan data penderita DMT2 berdasarkan jenis kelamin yang berbeda dengan penelitian yang pernah ada. Dimana pada penelitian ini, pasien DMT2 mayoritas terdiri dari laki-laki.5 Gambaran status nutrisi dengan parameter MUSTpada pasien DMT2 di RSUP Sanglah Denpasar terbanyak berada pada status malnutrisi risiko ringan. Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan (p=0,027) status nutrisi berdasarkan MUST dengan kadar gula darah 2 jam PP. Penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Andi Mardhiyah Idris dkk (2014) di Makassar yang menyatakan terdapat hubungan
P 0,027 0,981 0,041
yang bermakna antara pola makanan dengan kadar gula darah pasien DMT2.9 Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan (p=0,041) status nutrisi berdasarkan MUST dengan kadar HbA1c. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhl dan Patricia (2006) yang menyatakan bahwa management gizi sangat penting pada pasien DM. Berdasarkan studi kasus yang dilakukannya didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan kadar HbA1c pada responden yang telah diberikan edukasi gizi.10 Pada penelitian tidak terdapat hubungan (p=0,981) status nutrisi berdasarkan MUST dengan kadar gula darah puasa. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Olga Lieke Paruntu (2012) yang menyatakan asupan gizi berhubungan dengan pengendalian kadar gula darah puasa.11 Hal ini dapat terjadi oleh karena kelemahan pada proses pengambilan data, dimana tidak semua responden memiliki hasil pemeriksaan gula darah puasa yang
Page |6
ESSENTIAL terbaru. Terdapat beberapa responden yang hasil pemeriksaan gula darah puasa terakhirnya kurang lebih 6 bulan sebelum dilakukan wawancara. Kelemahan yang ada pada penelitian ini juga dapat disebabkan oleh pengukuran status nutrisi dan indeks glikemik tidak dilakukan bersamaan pada seluruh responden sehingga ada kemungkinan akan mempengaruhi hasil analisis. Praktik pengobatan pada pasien DM terutama pasien DMT2 seringkali mengabaikan edukasi nutrisi dan aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh pasien serta hanya berfokus kepada pengobatan medikamentosa. Melalui penelitian ini dapat dilihat bahwa asupan nutrisi dan aktivitas yang dilakukan oleh pasien dapat mempengaruhi terkontrol atau tidaknya kadar gula darah pasien. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan gambaran status nutrisi dengan parameter MUSTpada pasien DMT2 di RSUP Sanglah Denpasar paling tinggi berada pada status risiko rendah malnutrisi serta terdapat hubungan yang bermakna dengan kadar gula darah 2 jam PP dan kadar HbA1c. Akan tetapi, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status nutrisi berdasarkan MUST dengan kadar gula darah puasa. SARAN Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran secara langsung bersamaan kepada seluruh sampel baik pengukuran status nutrisi maupun indeks kendali glikemik. Sehingga dapat menemukan seberapa besar korelasi dari kedua variabel tersebut. Bagi para praktisi kesehatan, melalui penelitian ini kiranya lebih memperhatikan pengendalian status nutrisi pasien DMT2. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini didapati hubungan antara status nutrisi dengan indeks kendali glikemik (kadar gula darah 2 jam PP dan kadar HbA1c). Sehingga indeks kendali glikemik pasien DMT2 dapat lebih terkontrol.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL DAFTAR PUSTAKA 1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia.PB PERKENI 2006. 2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia.PB PERKENI2011. 3. World Health Organization (WHO). Diabetes. Diperoleh dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/e n//. Diakses tanggal 15 Oktober 2013. 4. Departemen Kesehatan (Depkes) RI. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 Di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik Melalui POSBIND. Diperoleh dari: http://www.depkes.go.id/article/print/2383/diabetesmelitus-penyebab-kematian-nomor-6-di-duniakemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melaluiposbindu.html. Diakses tanggal 15 Oktober 2013. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. RisetKesehatan Dasar 2007.Depkes2008. 6. Raffaitin, C. Lasseur, C. Chauveau, P. Barthe, N. Gin, H. Combe, C. et al. Nutritional Status in Patient with Diabetes and Chronic Kidney Disease: A Prospective Study. The American Journal of Clinical Nutrition 2007;85(1):96—101. 7. Elia, M. Russell, C. Stratton, R. Todorovic, V. Evans, L. Farrer, K. The ‘MUST’ Explanatory Booklet. BAPEN 2003. 8. Madiyono, B. Moeslichan, S. Sastroasmoyo, S. Budiman, I. Purwanto, S. Perkiraan Besar Sampel dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed 3.Jakarta: Sagung Seto2011;348—381. 9. Idris, AM. Jafar, N. Indriasari, R.Hubungan Pola Makan dengan kadar Gula Darah Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Makassar.FKM Unversitas Hasanuddin2014. 10. Suhl, E. Bonsignore, P. Diabetes SelfManagement Education for Older Adults:General Principles and Practical Application.Diabetes Spectrum2006;19(4):234—240. 11. Paruntu, OL. Asupan Gizi dengan Pengendalian Diabetes pada Diabetisi Tipe II Rawat Jalan di BLU Prof.DR.R.D. Kandou Manado. Gizido 2012;4(1):327—337.
Page |7
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA CARDIOSTEM: INOVASI AMNIOTIC FLUID STEM CELL TERMODIFIKASI GEN VEGF (VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR) DENGAN CARRIER CHITOSAN HYDROGELSEBAGAI TERAPI REGENERATIF INFARK MIOKARD Harrison Paltak Bernard Panjaitan1, Matthew Billy1, Jonathan Kevin1 1Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ABSTRAK Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab cacat dan kematian tertinggi di dunia. Saat ini, pengobatan standar untuk infark miokard sebagai manifestasi klinis PJK sangat bergantung pada waktu pemberian serta tidak dapat menggantikan kardiomiosit yang telah mati. Akhir-akhir ini, perkembangan penelitian mengenai penggunaan sel punca pada penyakit jantung semakin meningkat, salah satunya amniotic fluid stem cell (AFSC) yang memiliki keunggulan dibanding sel punca lainnya. Namun, penggunaan AFSC menghasilkan kardiomiosit yang tidak berkontraksi secara matur sehingga diperlukan transfeksi gen oct4 untuk menghasilkan kontraksi yang matur. Berdasarkan berbagai studi, transfeksi gen VEGF untuk neovaskularisasi pada sel punca sangat menguntungkan. Dari bukti tersebut, penulis memodifikasi AFSC tersebut dengan gen VEGF sehingga proses neovaskularisasi terjadi dalam jumlah yang tinggi. Kemudian, sel punca tersebut diadministrasikan dengan (carrier) chitosan hydrogel agar dapat dipertahankan adhesi dan ketahanannya pada daerah infark yang banyak mengandung reactive oxygen species. Kombinasi terapi regeneratif ini diberi nama Cardiostem dan diharapkan dapat menjadi solusi bagi terapi kuratif dan preventif sekunder dari miokard infark. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut pada manusia mengenai efikasi, efek samping, dan dosis optimum dari penggunaan Cardiostem tersebut. Kata kunci: amniotic fluid stem cell, cardiostem, hydrogel chitosan, infark miokard, VEGF ABSTRACT Coronary heart disease (CHD) is the leading cause of death and disabilities. Nowadays, standard therapy for myocardium infarct as one manifestation of CHD depends on time and can not replace the dead cardiomyocyte. Recently, the frontier in stem cell for heart disease is increasing, one of them is amniotic fluid stem cell(AFSC) which has several advantages among others. However, the use of AFSC results in immature cardiomyocyte so that it is needed to transfect with gen oct4 to produce mature contraction. Based on studies, transfection of gene VEGF for neovascularization for stem cell is promising. From those proofs, writer modifies AFSC with VEGF so that neovascularization can be produced in high quantity. Then, that stem cell is injected with carrier chitosan hydrogel to maintain the adhesion and viability in infarct area which has high level of reactive oxygen species. This regenerative combination is called Cardiostem and promised to become solution in curative and secondary preventive therapy for myocardium infarct. It is also needed to conduct further clinical research to find efficacy, adverse event, and optimal dose for this Cardiostem. Keywords: amniotic fluid stem cell, cardiostem, hydrogel chitosan, myocardium infarct, VEGF Karya ini pernah dipresentasikan di acara Scientific Fair Universitas Diponegoro PENDAHULUAN Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab cacat dan kematian pertama dari penyakit kardiovaskuler. Pada tahun 2008, dari 17,3 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler, sebanyak 42% disebabkan oleh PJK. Dari 175 juta orang yang hidup dengan cacat (years living with disability), sebanyak 62 juta orang disebabkan oleh PJK.1 PJK merupakan penyakit yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan otot jantung dan terutama disebabkan oleh aterosklerosis.2Salah satu manifestasi PJK adalah infark miokard. Infark miokard yang lebih dikenal dengan serangan jantung merupakan keadaan ketika otot jantung mengalami jejas yang ireversibel.3 Definisi infark miokard berdasarkan konsensus internasional adalah keadaan ketika terdapat bukti nekrosis
miokard secara klinis yang bersamaan dengan iskemik miokard.4 Saat ini, pengobatan standar untuk infark miokard adalah Percutaneus Coronary Intervention (PCI), Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), dan terapi trombolitik. Pengobatan-pengobatan tersebut ditujukan untuk membentuk revaskularisasi yang cepat dan membatasi tingkat keparahan infark miokard. Permasalahan dari pengobatan tersebut adalah tingkat keberhasilannya bergantung terhadap waktu pemberiannya.5 Ditambah lagi, apabila telah terjadi jejas yang ireversibel, terapi standar tersebut tidak dapat menggantikan sel jantung yang telah mati. Oleh karena pengobatan infark miokard saat ini tidak dapat menggantikan miokardium yang telah mati dan keberhasilannya yang sangat bergantung terhadap waktu pemberian, diperlukan terapi baru yang dapat mengatasi masalah tersebut. Akhirakhir ini, perkembangan penelitian mengenai
Page |8
ESSENTIAL penggunaan sel punca (stem cell) pada penyakit jantung, salah satunya adalah infark miokard, semakin meningkat. Telah diketahui beberapa jenis sel punca, yaitu sel punca embrionik (embryonic stem cell), sel punca dewasa (adult stem cell), sel punca fetus (fetal stem cell), sel korda umbilikus manusia (human umbillical cord cells), sel punca membran amnion (amniotic membrane stem cell), dan sel punca cairan amnion (amniotic fluid stem cell atauAFSC).5,6 Dari sel- sel punca tersebut, AFSC memiliki potensi yang paling baik. AFSC bebas dari masalah etik, mudah didapatkan, yaitu dengan amniosentesis, tidak menyebabkan tumor seperti sel punca embrional dan fetus, dan memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi semua sel yang berasal dari tiga lapisan embrionik.7,8 Permasalahan dengan penggunaan AFSC untuk terapi penyakit jantung adalah tidak didapatkannya kardiomiosit yang berkontraksi secara matur.6 Penelitian yang dilakukan oleh Nagura et al9 pada sel punca membran amnion menunjukkan bahwa dengan transfeksi suatu gen tunggal oct4 dengan overekspresi dapat menghasilkan kardiomiosit dengan kontraksi yang matur. Namun, penggunaan sel punca untuk menggantikan kardiomiosit saja tidak cukup untuk mengembalikan fungsi jantung akibat infark miokard. Neovaskularisasi sangat penting untuk mengembalikan fungsi jantung.10 Dari studi yang dilakukan oleh Kim et al10, didapatkan bahwa transfeksi gen VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) eksogen dengan overekspresi ke dalam sel punca dapat memicu neovaskularisasi untuk mencegah terjadinya infark kembali. Permasalahan lain adalah pada infark miokard, sel punca akan menghadapi lingkungan mikro dengan Reactive Oxygen Species (ROS) yang tinggi. ROS tersebut akan mengganggu adhesi sel punca yang mengakibatkan kematian sel-sel punca tersebut.11 Hal tersebut menunjukkan dengan melindungi sel punca dari efek ROS, sel-sel punca tersebut bertahan hidup sehingga dapat meningkatkan efikasi terapi sel punca pada infark miokard. Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al11 menunjukkan bahwa penggunaan chitosan hydrogel dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel punca dengan mengurangi ROS di daerah infark. Selain itu, penggunaan chitosan hydrogel dapat meningkatkan migrasi sel punca ke daerah infark.11 Dari berbagai penelitan diatas, penulis mengajukan suatu gagasan terapi regeneratif untuk infark miokard dengan menggunakan AFSC yang dimodifikasi secara genetik untuk overekspresi protein VEGF yang ditransfer menggunakan BAPEI. Kemudian, sel punca tersebut diadministrasikan dengan (carrier) chitosan hydrogel. Kombinasi terapi regeneratif ini diberi nama Cardiostem. Dengan terapi cardiostem tersebut, daerah infark dapat berkurang, proses neovaskularisasi meningkat, dan fungsi jantung semakin meningkat.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Tujuan penulisan karya tulis ini adalah menemukan terapi kuratif dan preventif sekunder yang baru dan berpotensi untuk infark miokard dalam bentuk regenerative medicine, mengetahui fungsi penambahan gen VEGF pada kardiomiosit hasil AFSC, dam mengetahui efektivitas AFSC dengan carrier chitosan hydrogel terapi regeneratif infark miokard.Mengetahui potensi AFSC dengan kombinasi tersebut sebagai terapi regeneratif infark miokard. PEMBAHASAN Patogenesis dan Patofisiologi Infark Miokard Infark miokard didefinisikan sebagai terjadinya nekrosis pada miokardium akibat iskemia. Sebagai manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik, infark miokard paling sering disebabkan oleh berkurangnya suplai darah ke jantung yang terjadi karena ruptur aterosklerosis pada arteri koroner.2 Aterosklerosis diawali dengan terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah yang disebabkan oleh turbulensi aliran darah dan iritan kimiawi. Adanya disfungsi memungkinkan masuknya low-density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi ke dalam tunika intima. Kemudian, LDL teroksidasi menarik monosit yang ada dalam sirkulasi darah untuk masuk ke dalam tunika intima dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang memicu respon inflamasi. Makrofag akan memakan LDL teroksidasi dan membentuk foam cell yang tampak sebagai fatty streak pada permukaan lumen arteri. Makrofag juga memanggil sel-sel inflamasi akut lainnya sehingga menyebabkan terbentuknya inti nekrotik pada bagian dalam plakyang ditutupi oleh fibrous cap. Selanjutnya, trauma pada pembuluh darah mengakibatkan ruptur plak nekrotik sehingga menarik trombosit. Respons pembekuan darah ini menyebabkan terbentuknya trombus yang dapat mengoklusi pembuluh darah sehingga menghasilkan iskemia pada miokardium yang diperdarahinya. Iskemia yang tidak memperoleh reperfusi menyebabkan kematian jaringan otot jantung. Berkurangnya jaringan nekrotik digantikan dengan jaringan granulasi yang berisi jaringan ikat longgar dan pembuluh darah baru sebagai respons pemulihan jaringan. Sebagai hasilnya, terjadi pemulihan yang menggantikan otot jantung yang sudah mati dengan jaringan ikat padat yang bersifat nonfungsional yang tidak dapat berkontraksi. Berkurangnya kemampuan kontraksi jantung dalam area yang luas dapat mengakibatkan menurunnya curah jantung sehingga lama-kelamaan berujung pada gagal jantung.2,12 Terapi Infark Miokard Terapi yang ada saat ini untuk infark miokard adalah obat trombolitik, Percutaneus Coronary Intervention (PCI) dan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). CABG dilakukan apabila PCI sudah tidak dapat lagi melakukan revaskularisasi secara sempurna. Obat farmakologi lain yang biasa diberikan adalah vasodilator seperti nitrogliserin, pereda nyeri seperti morfin, antitrombosit seperti aspirin, dan terapi oksigen.13,14
Page |9
ESSENTIAL Terapi miokard infark tersebut sangat bergantung terhadap waktu. Terapi harus segera diberikan sebelum mencapai titik ireversibel kematian dari kardiomiosit. Apabila terjadi kematian ireversibel, belum ada pengobatan standar yang dapat menggantikan kardiomiosit yang infark. Padahal, daerah infark yang luas dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Jenis Sel Punca Sel punca memiliki dua karakteristik utama, self-renewal, yaitu kemampuan untuk melakukan siklus pembelahan sel terus- menerus dengan tetap mempertahankan kondisi tidak terdiferensiasi dan kemampuan membentuk sel terspesialisasi. Secara garis besar, sel punca dapat berasal dari:15,16 1. Sel punca embrionik (ESC) Sel punca tipe ini berasal dari inner cell mast blastosit. Sel embrio mencapai fase ini pada hari 4-5 setelah fertilisasi.15 ESC bersifat pluripoten karena dapat membelah menjadi ketiga derivat lapisan germinal, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. ECS yang biasa digunakan untuk penelitianpenelitian terbaru adalah mouse embryonic stem cell (mESC) dan human embryonic stem cell (hESC) yang dibentuk dari hasil fertilisasi in vitro. Penggunaan tipe sel ini sering menjadi kontroversi baik dari kalangan agama maupun moral. Hal yang harus menjadi perhatian adalah sel punca ini sangat pluripoten sehingga seringkali menyebabkan pembentukan tumor. 2. Sel punca fetus Sel punca fetus diambil dari jaringan fetus yang sudah mengalami diferensiasi dibanding ESC. Sama dengan ESC, terdapat masalah kontroversi etik dan rejeksi imun dari pasien resipien. 3. Sel korda umbilikus manusia Sel korda umbilikalis hanya dapat membelah menjadi sel- sel darah sehingga hanya dapat menangani masalah hematologi. 4. Sel punca cairan amnion (AFSC) Sel ini berasal dari sel yang tersuspensi dalam cairan amnion. Amnion adalah membran ekstraembrional yang menghasilkan cairan amnion untuk mencegah benturan pada fetus. Cairan amnion diproduksi oleh membran amnion dan filtrasi darah maternal. Cairan amnion ini berisi sel amnion, sitokin, serta growth factor.7 AFSC memiliki kemampuan membelah di antara ECS dan sel punca dewasa sehingga tetap dapat membelah menjadi derivat ketiga lapisan germinal, tetapi tidak akan membentuk tumor, bahkan pada pasien yang sangat imunodefisien.8 Selain itu, karena ekspresi materi genetik di membran amnion cukup rendah, Human ASC terbukti dapat menyebabkan rejeksi pada resipien tikus, tetapi tidak
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL menimbulkan rejeksi pada spesies manusia (alogenik).8,17 Keuntungan lainnya dari penggunaan sel punca ini adalah tidak adanya masalah etik. 5. Sel punca dewasa Sel punca dewasamerupakan sel punca yang secara alami terdapat di berbagai organ. Sel yang biasa digunakan adalah sumsum tulang, sel adiposa, atau sel darah. Sel ini bersifat multipoten yang berarti dapat membelah menjadi sel â&#x20AC;&#x201C; sel yang spesifik organ tersebut. 6. Induced pluripotent stem cell Sel punca ini berasal dari sel somatik yang telah dikultur dengan medium sehingga mengembalikan keadaannya menjadi pluripoten. Dengan kemampuan pluripotensinya ini, maka tipe sel ini dapat membelah menjadi berbagai macam sel. Sama dengan sel punca dewasa, sel ini mengurangi risiko rejeksi imun oleh resipien. Namun, kelemahan sel ini adalah terbukti sering terjadi distrupsi materi genetik karena gen- gen yang diberikan, bahkan dapat membentuk tumor. 8 Selain itu, pembentukan sel pluripoten dari sel punca dewasa cukup sulit.8 Terapi Gen Terapi gen merupakan teknik insersi DNA ke dalam sel pasien untuk menyembuhkan suatu penyakit. Salah bentuk yang paling sering digunakan adalah penggunaan gen yang fungsional untuk menggantikan gen yang termutasi pada sel pasien. Terdapat dua jenis terapi gen, yaitu germ line gene therapy yang menggunakan menggunakan sel sperma atau ovum yang telah dimodifikasi oleh gen fungsional serta akan diturunkan ke generasi berikutnya dan somatic gene therapy yang menginjeksi gen terapeutik ke dalam sel somatik pasien.18 Permasalahan yang paling sulit diatasi adalah bagaimana cara mentransfer gen tersebut ke dalam tubuh pasien. Teknik yang dapat digunakan adalah ex vivo dan in vivo. Teknik ex vivo menggunakan sel pasien yang telah diambil ke luar tubuh pasien, kemudian mentransfeksikan gen terapeutik dengan vektor.Akhir-akhir ini, teknik ex vivo menggunakan sel punca yang ditransfeksi dengan gen terapeutik sehingga dapat menggantikan sel yang rusak dan mengandung gen untuk terapi. Sementara itu, teknik in vivo menggunakan vektor yang diinjeksi secara langsung ke dalam peredarahan darah untuk mencari sel target. Vektor- vektor yang sering digunakan untuk terapi gen adalah vektor virus dan non-virus. Vektor virus menggunakan virus yang secara alami dapat memberikan gen ke dalam sel manusia. Materi genetik vektor virus telah diganti dengan gen terapetik sehingga menjadi tidak berbahaya bagi sel tubuh. Virus- virus yang biasa digunakan adalah retrovirus, adenovirus, Adeno-associated viruses (AAVs), dan Herpes simplex virus (HSV).18
P a g e | 10
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Gambar 1.Terapi gen dengan vektor adenovirus18 Injeksi langsung DNA dapat juga dilakukan sebagai bentuk terapi gen. Teknik yang dapat digunakan adalah elektroporasi, sonoporasi, magnetofeksi, gene gun, dan receptor-mediated gene transfer. Dari teknik injeksi langsung, yang paling berhasil adalah receptor-mediated gene transfer, yaitu penggunaan DNA yang dibungkus liposom dengan reseptor yang spesifik ke sel targetnya.18 Sel Punca Cairan Amnion untuk Infark Miokard Sel punca amnion untuk infark miokard dapat bekerja dengan dua mekanisme utama. Pertama, sel punca tersebut akan menghasilkan sinyal parakrin seperti VEGF, placental growth factor, dan endothelial nitric oxide synthase (eNOS). Salah satu sinyal parakrin dengan kadar tinggi yang dihasilkan oleh sel punca cairan amnion dan memiliki efek kardioprotektif adalah Thymosin beta 4 (Tβ4). Tβ4 berfungsi untuk menstimulasi angiogenesis, vaskulogenesis, pembuluh darah koroner, dan menjaga keberlangsungan hidup kardiomiosit.5,19 Kedua, AFSC memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi kardiomiosit dan sel endotel vaskular. Secara bersamaan, kombinasi diferensiasi dari sel punca tersebut dapat mengembalikan perfusi jaringan, meningkatkan fungsi jantung, mengurangi pembentukan jaringan parut, dan mencegah remodelling.6 Namun, permasalahannya adalah kontraksi dari kardiomiosit yang berasal dari AFSC tersebut belum sempurna. Penelitian yang dilakukan oleh Nagura et al9 dengan melakukan overekspresi eksogen gen Oct4 pada sel punca membran amnion menghasilkan kardiomiosit dengan kemampuan kontraksi yang matur. Oleh karena itu, permasalahan kontraksi kardiomiosit yang berasal dari AFSC dapat diatasi dengan overekspresi eksogen gen Oct4. Potensi AFSC untuk terapi infark miokard dapat dilihat dari penelitian Bollini et al19 yang menginjeksi AFSC pada tikus yang telah diinduksi
infark miokard. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan secara signifikan molekul parakrin utama AFSC, yaitu Tβ4 pada tikus yang diinjeksi dengan AFSC. Hasil molekular tersebut diperkuat lagi dengan adanya penurunan secara siginifikan area infark setelah dilakukan injeksi AFSC yang dapat dijelaskan pada gambar 3. Kuantifikasi numerik hasil pada gambar 2 menjadi % In (infark)/AAR (Area at risk, area dengan perfusi oksigen rendah) dapat terlihat pada gambar 3. Pada gambar tersebut juga terdapat AFSC-CM yang merupakan AFSC yang dikultur dalam conditioned media. Namun, penggunaan conditioned medium tidak termasuk dalam lingkup bahasan tulisan ini.
P a g e | 11
ESSENTIAL
Gambar 2. Pengukuran daerah infark dengan pewarnaan 2,3,5- triphenyltetrazolium chloride (TTC) pada tikus kontrol (A), dengan pemberian hAFSC (B), dan dengan pemberian hAFSC-CM (C). Miokardium yang sehat ditandai dengan warna hitam, AAR ditandai dengan warna abu-abu, dan daerah infark ditandai dengan warna putih. hAFSC, human amniotic stem cell; hAFSC-CM, human amniotic stem cell-conditioned media; AAR, Area at risk.19
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL menghasilkan sinyal yang memicu angiogenesis dan limpanogenesis.20 Beberapa studi menunjukkan bahwa luasnya daerah infark dapat dikurangi dengan mengembalikan perfusi darah.Salah satunya dengan terapi gen VEGF yang dapat memicu proses neovaskularisasi. Selain itu, terapi menggunakan genVEGF pada infark miokard akan memberikan efek kardioprotektif, memicu miogenesis pada daerah infark tersebut, memperbaiki dinamika pengisian diastolik, dan mencegah terjadinya dilatasi ventrikel kiri.21 Manfaat terapi gen VEGF dalam neovaskularisasi terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al24. Pada penelitian tersebut, Zhao et al melakukan pengamatan terhadap ekspresi VEGF-A dan proses angiogenesis pada jantung yang mengalami infark. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah mRNA dan protein VEGF-A setelah kejadian infark miokard. Peningkatan tersebut dimulai 2 jam setelah kejadian infark miokard dan memuncak setelah 12 jam. Selain itu, Zhao et al22 juga mengamati peningkatan secara signifikan pembuluh darah yang memuncak pada hari ketujuh setelah kejadian infark miokard. Dari penelitian ini, Zhao et al menyimpulkan bahwa VEGF memicu proses angiogenesis pada daerah miokard yang mengalami infark. Proses neovaskularisasi oleh VEGF tersebut semakin diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Hao et al23 yang membandingkan terapi gen VEGF dengan menggunakan dua vektor yang berbeda, yaitu plasmid dan adenovirus yang dijelaskan pada gambar 4. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi gen VEGF dapat meningkatkan vaskularisasi.
Gambar 3. Perbandingan terapi hAFS, hAFS-CM dan PBS (kontrol) pada tikus dengan infark miokard. Ukuran infark ditandai dengan % In (infark)/AAR.19 Terapi Gen VEGF untuk Infark Miokard VEGFadalah suatu faktor proangiogenik yang sangat penting untuk vaskulogenesis dan angiogenesis. VEGF merupakan glikoprotein dimerik dengan ukuran 40 kDa. Terdapat lima jenis VEGF pada mamalia, yaitu VEGF A, B, C, D, dan placenta growth factor (PLGF). Kelompok VEGF tersebut akan berikatan dengan reseptor tirosin kinase, yaitu VEGFR-1, VEGFR-2, VEGFR-3, dan dengan co-receptor, seperti heparan sulfate proteoglycans (HSPGs) dan neuropilin.6 Setiap reseptor akan menghasilkan sinyal yang berbedabeda. VEGFR-1 akan menghasilkan sinyal yang memicu peningkatan permeabilitas vaskular, haematopoiesis, migrasi monosit, pengaturan sel endotel ketika masa perkembangan, dan perekrutan sel progenitor hematopoietik. VEGFR-2 akan menghasilkan sinyal yang memicu angiogenesis dan vaskulogenesis. VEGFR-3 akan
P a g e | 12
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Gambar 4..Terapi gen VEGF dan neovaskularisasi yang dinilai dengan penilaian densitas arteriol (A) dan densitas kapiler (B). PLacZ, plasmid dengan gen LacZ; PVEGF, plasmid dengan gen VEGF; AdLacZ, adenovirus dengan gen LacZ; AdVEGF, adenovirus dengan gen VEGF.23 Kombinasi Terapi Gen VEGF pada AFSC untuk Infark Miokard Kim et al10 melakukan penelitian dengan memodifikasi MSC dengan transfeksi gen VEGF sehingga tercapai overekspresi gen VEGF tersebut. Induksi infark miokard dilakukan dengan cara ligasi pembuluh koroner besar. Studi tersebut menunjukan bahwa terdapat peningkatan pembentukan pembuluh darah kapiler pada sel punca yang ditransfeksi dengan genVEGF (HIVEGF-MSC) daripada sel punca tanpa transfeksi yang terlihat pada gambar 5. Kuantifikasi numerik jumlah mikrovaskularisasi dapat dilihat pada gambar 6. Dari kedua gambar tersebut dapat
tersebut, didapatkan peningkatan ekspresi SDF-1α oleh sel punca jantung, sel punca mesenkimal, dan miokardium di sekitar tempat injeksi sel punca dan CXCR4 oleh sel punca jantung. SDF-1α tersebut akan berikatan dengan reseptornya, CXCR4 dan memicu migrasi sel punca jantung ke daerah infark.24 Terapi gen VEGF untuk tipe sel punca lainnya juga menunjukkan hasil yang menguntungkan. Xie et al25 melakukan penelitian mengenai transfeksi gen VEGF ke ESC untuk terapi infark miokard. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa ESC dengan terapi VEGF dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan proliferasi sel di jantung. Namun, dari penelitian ini, Xie et al mengamati pembentukan teratoma pada terapi VEGF pada ESC. Hal ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa ESC memiliki potensi untuk membentuk teratoma. Kombinasi terapi gen VEGF pada AFSC sehingga tercapai overekspresi VEGF tersebut sangatlah menguntungkan berdasarkan bukti- bukti
Gambar 5. Penilaian kepadatan kapiler dengan antibodi CD31 pada jantung normal, jantung yang diinduksi infark miokard lalu diberi saline, sel punca tanpa terapi gen VEGF, dan dengan terapi gen VEGF . 10 di atas. Metode transfeksi yang digunakan adalah dengan vektor non-virus, yaitu BA-PEI (Bile acidconjugated polyethyleneimine).26 Asam empedu yang terkandung dalam vektor tersebut akan meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap materi yang dibawa. Peningkatan permeabilitas ini dapat terjadi dengan penggabungan membran, pembentukan pori, atau perubahan susunan lipid. 30 Dengan terapi gen tersebut, AFSC akan menghasilkan overekspresi VEGF sehingga terjadi neovaskularisasi yang banyak dan migrasi sel punca ke daerah infark. Gambar 6.Kuantifikasi mikrovaskularisasi pada setiap kelompok percobaan.10 disimpulkan bahwa sel punca dengan transfeksi genVEGF dapat memicu neovaskularisasi. Akibat dari neovaskularisasi tersebut adalah berkurangnya luas daerah infark dan berkurangnya pembentukan jaringan ikat. Selain itu, terapi gen VEGF juga dapat memicu migrasi dari sel punca menuju daerah infark. Teori tersebut dibuktikan oleh studi yang dilakukan oleh Tang et al24 yang menunjukkan bahwa sel punca mesenkimal yang dimodifikasi untuk overekspresi VEGF dapat memicu migrasi sel punca jantung pada jantung tikus dengan cara mengaktifkan jalur SDF-1α/CXCR4. Dari studi
Chitosan Hydrogel Chitosan dan chitin adalah polisakarida linear yang merupakan kopolimer dari β-1,4-2acetamido-2-deoxy-β-D-glucan (N-AC-Glu) dan β1,4-2-amino-2-deoxy-β-D-glucan (D-Glu). Chitosan mengandung lebih banyak D-Glu daripada N-ACGlu, dan sebaliknya pada chitin. Sebagai polimer alami terbanyak kedua di alam, chitin banyak ditemukan pada cangkang crustacean seperti udang dan kepiting. Sementara itu, jumlah chitosan di alam lebih sedikit karena hanya diproduksi oleh fungi Mucoraceae. Karena itu, chitosan juga dapat diperoleh dari chitin lewat proses deasetilasi.11,27
P a g e | 13
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Pembuatan hidrogel chitosan dimulai dengan mencampur chitosan dan larutan βGlycerophosphate (β-GP). Campuran ini perlu didiamkan selama satu jam untuk menghindari kavitasi. Kemudian, campuran ditambahkan dengan hydroxyethyl cellulose yang sudah disterilisasi lewat filterbeserta suspesi sel punca. Campuran ini siap untuk dimasukkan ke dalam tubuh agar membentuk gel in situ, baik dengan injeksi maupun dengan kateter mikroinfusi.11,27 Chitosan sering dipakai sebagai bahan hidrogel sel punca karena berbagai keuntungan. Pertama, sifatnya yang mudah terurai (biodegradable) sehingga efek samping akibat terakumulasi dapat dihilangkan. Kedua, chitosan menggunakan hydroxyethyl cellulose sebagai agen penggembur (bulking agent) yang berperan dalam melindungi sel punca selama proses pembentukan gel sehingga sel tetap hidup dan berkembang. Ketiga, sifatnya yang termosensitif memungkinkan
Gambar 7. Komposis chitin dan chitosan berdasarkan derajat asetilasi.27 menentukan efektivitas pelekatan sel punca ke matriks, dan keberadaan ROS ketika infark sangat mempengaruhi kualitas lingkungan mikro sehingga sangat mempengaruhi migrasi dan ketahanan sel
Hydroxyethyl cellulose
Chitosan
Campuran Siappakai
+ β-GP
punca daerah infark. Ketiga, peningkatan ekspresi Caspase3 yang bisa menginduksi apoptosis sel punca di sekitar daerah infark. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan mikro yang baik sangat
tunggu 1 jam
Hidrogelc hitosan
37oC (suhutubuh normal)
Suspensi Selpunc a
Gambar 8. Bagan pembuatan hidrogel chitosan hidrogel chitosan untuk membentuk gel pada suhu tubuh normal, yaitu 37oC, ketika dimasukkan ke dalam tubuh manusia.Keempat, penggunaan teknik ini bersifat minimally invasive dibandingkan dengan injeksi konvensional sehingga mengurangi rasa sakit, komplikasi, waktu pemulihan, scarring, dan lebih mudah dilakukan. 27-29
punca.11
ASC dengan Chitosan Hydrogel pada Infark Miokard Ketika terjadi infark miokard, kardiomiosit yang mengalami iskemik akan memproduksi reactive oxygen species (ROS). Adanya peningkatan ROS dapat menghambat pelekatan sel punca ke matriks. Penelitian oleh Liu Z et al.11 yang ingin melihat pengaruh ROS terhadap sel punca pada jantung tikus menunjukkan penurunan pelekatan sel punca sebanding dengan peningkatan kadar H2O2 yang dapat dilihat pada gambar 9. Mekanismenya yaitu pertama, terjadinya downregulation dari integrin β1 dan αV yang penting dalam migrasi dan pelekatan sel punca ke daerah miokardium iskemik. Integrin ini dapat mengaktivasi kinase adhesif lokal berupa FAK dan Src yang berperan dalam pelekatan sel. Kedua, terjadinya downregulation dari ICAM1 dan VCAM1 yang merupakan ligan utama untuk perekrutan sel
Gambar 9. Pengaruh peningkatan kadar H2O2 dengan pelekatan sel punca 11 Penelitian tersebut juga menunjukan bahwa pemberian hidrogel chitosan yang memiliki komponen berupa N-AC-Glu dan D-Glu dapat memungut ROS pada daerah infark sehingga adhesi sel dapat terjaga yang terlihat pada gambar 11
P a g e | 14
Ditambah lagi, penambahan hidrogel chitosan pada sel punca terbukti memberikan efek dalam menekan apoptosis pascaiskemik, mempertahankan ketebalan dinding jantung, memperkecil ukuran infark, serta meningkatkan neovaskularisasi pada daerah infark yang dapat terlihat pada gambar 12.11
Gambar 10. Pengaruh penggunaan chitosan (N-AC-Glu dan D-Glu) dengan pelekatan sel punca setelah diberikan H2O2.11
Kombinasi AFSC dengan carrierhidrogel chitosan terbukti sangat efektif dalam mempertahankan migrasi dan ketahanan sel punca menuju daerah infark. Jadi, efek yang dihasilkan terutama berdampak pada daerah iskemik dan perbatasan infark, bukan pada daerah non-iskemik. Potensi CARDIOSTEM: Sebuah Inovasi Amniotic Stem Cell Termodifikasi Gen VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dengan Carrier Chitosan Hydrogelsebagai Terapi Regeneratif Infark Miokard Jantung termasuk salah satu organ yang kemampuan regenerasinya sangat rendah. Apabila terjadi penurunan jumlah kardiomiosit yang fungsional, regenerasi alami untuk menggantikan
Gambar 11. Pengaruh penggunaan chitosan (N-AC-Glu dan D-Glu) pada sel punca yang telah diberikan H2O2 terhadap ekspresi (A) Integrin β1, (B) Integrin nιV, (C) FAK, (D) Src, dan (E) Akt, serta (F) Caspase3.11 Hasil tersebut juga dibuktikan secara molekular yang menunjukkan bahwa pemberian sel punca yang disertai hidrogel chitosan dapat mengembalikan ekspresi integrin β1 dan ιV sehingga terjadi peningkatan fosforilasi FAK dan Src, meningkatkan ekspresi ICAM1 dan VCAM1, serta menurunkan ekspresi Caspase3. Selain itu, juga terlihat adanya peningkatan ekspresi Akt, sebuah kinase yang merupakan sinyal keselamatan sel, serta SDF-1, yang berperan sebagai kemoatraktan bagi sel progenitor endotelial sehingga menginduksi angiogenesis.11,30
sel tersebut hanya sedikit, bahkan tidak terjadi sehingga berujung pada penyakit komorbid seperti gagal jantung, aritmia, dan aneurisme. Oleh karena itu, terapi sel punca untuk infark miokard sudah sangat disarankan.6,7Penggunaan AFSC untuk menangani infark miokard terbukti lebih unggul dibanding sel punca lainnya karena memiliki berbagai keuntungan seperti mudah didapat, bebas dari masalah etik, tidak menyebabkan tumor, dan memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi semua sel yang berasal dari tiga lapisan embrionik.7
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Gambar 12. Perbandingan hasil penggunaan PBS, chitosan, sel punca bersama PBS, serta sel punca bersama chitosan terhadap (A) apoptosis sel dalam satu minggu, (B) vaskularisasi, (C) ukuran infark, dan (D) ketebalan dinding jantung.11 Untuk meningkatkan fungsi diferensiasi AFSC tersebut menjadi kardiomiosit dengan kontraksi yang matur, Nagura et al9 menambahkan overekspresi gen Oct4 dengan bantuan transfeksi virus cytomegalovirus. Penelitian tersebut menunjukkan gen-gen yang spesifik pada kardiomiosit seperti Nkx2.5, Connexin43, GATA4 dan myosin light-chain-2v (Mlc-2v) lebih tinggi diekspresikan dibanding sebelum transfeksi. Kemudian, untuk meningkatkan kemampuan revaskularisasi, dan migrasi ke daerah infark materi genetik AFSC dimodifikasi dengan gen VEGF dengan bantuan BA-PEI.26 Kombinasi transfeksi tersebut, terbukti semakin efektif dalam menangani infark miokard. Permasalahan berikutnya adalah bagaimana AFSC dapat diarahkan menuju ke daerah infark dan iskemik, yaitu daerah yang rentan terjadi komplikasi seperti aneurime dan aritmia. Fakta menunjukkan daerah iskemik akan cenderung untuk menghasilkan ROS, salah satunya hidrogen peroksida (H2O2). ROS ini akan menyebabkan adhesi yang menurun dan kematian bagi AFSC. Dengan bantuan carrier hydrogel chitosan, jumlah ROS akan berkurang sehingga AFSC yang diinjeksikan akan dipertahankan untuk dapat menempel pada daerah iskemik tersebut yang dapat dilihat dengan peningkatan molekul- molekul adhesi, seperti β- actin, p-FAK, p-Src dan Akt.11
Kombinasi AFSC untuk regenerasi infark miokard ditambah gen VEGF untuk meningkatkan kemampuan revaskularisasi serta carrier hydrogel chitosan yang dapat mempertahankan AFSC untuk berkembang pada daerah iskemik sangatlah potensial untuk terapi kuratif dan preventif sekunder untuk miokard infark. Terapi kombinasi yang kami namai Cardiostem ini diharapkan dapat menangani permasalahan infark miokard di masa yang akan datang. Sangatlah penting untuk mengadministrasikan secara tepat sel punca ini sehingga dapat mencapai area yang ditargetkan. Terdapat berbagai cara untuk menginjeksikan Cardiostem ini yaitu intracoronary, intravena dan intramiokardium, dan transplantasi. Untuk intracoronary, injeksi langsung ke pembuluh koroner dengan bantuan kateter. Injeksi intravena terbukti dapat mendistribusikan sel punca ke organorgan non-target sehingga semakin sedikit sel punca yang bermigrasi ke organ target.31 Injeksi langsung ke miokardium atau intramiokardium dapat memperparah infark miokard karena menambah kematian miokardium akibat trauma fisik.5 Penulis memilih menginjeksikan Cardiostem dengan menggunakan intracoronary dengan bantuan kateter dengan tujuan agar sel punca ini langsung menuju ke organ target, yaitu jantung tanpa harus melewati aliran sistemik. Selain itu,
P a g e | 16
ESSENTIAL dengan adanya carrier hydrogel chitosan, AFSC dapat dijaga untuk dapat berkembang dan menempel pada daerah iskemik dan infark sehingga semakin efektif dalam menangani infark miokard. SIMPULAN Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan penambahan gen VEGF pada AFSC dapat memicu pembentukan pembuluh darah pada daerah infark sehingga daerah infark dan jaringan parut dapat berkurang, penggunaan carrier chitosan hydrogel dapat mempertahankanadhesi dan ketahanan AFSC pada daerah infark, sertaCardiostem memiliki potensi sebagai terapi regeneratif untuk infark miokard baik sebagai kuratif maupun preventif sekunder. SARAN Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian mengenai efikasi dan dosis optimal dari Cardiostem pada manusia serta penggunaan sel punca terhadapberbagai penyakit di dunia kedokteran. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Global atlas on cardiovascular disease prevention and control. Geneve: WHO Press;2011.p 3-4;8. Mitchell RN. Heart. In: Kumar V, Abbas AK, Aster JC (eds.) Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia:Elsevier, Inc.; 2013. p. 374-6. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Acute coronary syndrome. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2011.p.161. Steg G P, James SK, Atar D, Badano LP, Lundqvist CB, Borger MA, et al. ESC guideline for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with STsegment elevation. European Heart Journal. 2012; 33:2569-619. Reejhsinghani R, Shih HHJ, Lotfi AS. Stem cell therapy in acute myocardial infarction. J Clin Exp Cardiolog.2012. doi.org/10.4172/21559880.S11-004 Connel JP, Unal GC, Khademhosseini A, Jacot JG. Amniotic fluid-derived stem cell for cardiovascular tissue engieering application. Tissue Engineering Part B.2013; 19(4):368-79. Rosner M, Schipany K, Shanmugasundaram B, Lubec G, Hengstschlager M. Amniotic fluid stem cell: future prespective. Stem cell inst; 2012. doi.org/10.1155/2012/741810 Coppi PD, Bartsch G, Siddiqui MM, Xu T, Santos CC, Perin L, et al. Isolation of amniotic stem cell lines with potential for therapy. Nat Biotechnol. 2007;25(1):100-6. Nagura S, Otaka S, Koike C, Okabe M, Yoshida T, Fathy M, et al. Effect of exogenous oct4 overexpression on cardiomyocyte differentiation of human amniotic mesenchymal cells. Cellular reprogramming. 2013; 15(5): 471-80
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 10. Kim SH, Moon HH, Kim HA, Hwang KC, Lee M, Choi D. Hypoxia-inducible Vascular Endothelial Growth Factor-engineered Mesenchymal Stem Cells Prevent Myocardial Ischemic Injury. Mol Ther. 2011; 19(4): 741-50. 11. Liu Z, Wang H, Wang Y, Lin Q, Yao A, Cao F, et al. The influence of chitosan hydrogel on stem cell engrafment, survival and homing in the ischemic myocardial microenvironment. Biomaterials. 2012; 33(11): 3093-106 12. Finlayson CJ, Newell BAT. Pathology at a glance. Oxford: Wiley-Blackwell; 2009. p. 82-90 13. Werf FV de, Ardissino D, Betriu A, Cokkinos DV, Falk E, Fox KAA, et al. Management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J. 2003 Jan 1;24(1):28–66. 14. Cabello JB, Burls A, Emparanza JI, Bayliss S, Quinn T. Oxygen therapy for acute myocardial infarction. Sao Paulo Medical Journal. 2010 Dec;128(6):378–378. 15. Types of stem cell [monograph on internet]. [cited 2014 Apr 22]. Available from : http://www.closerlookatstemcells.org/Stem_Cell _Types.html 16. Stem cell FAQs. cell [monograph on internet]. [cited 2014 Apr 22]. Available from : http://www.bedfordresearch.org/stemcell/stemc ell.php?item=what-is-a-stem-cell 17. Chiavegato A, Bollini S, Pozzobon M, Callegari A, Gasparotto L, Taiani J, et al. Human amniotic fluid-derived stem cells are rejected after transplantation in the myocardium of normal, ischemic, immunosuppressed or immuno-deficient rat. Journal of Molecular and Cellular Cardiology. 2007 Apr;42(4):746–59. . 18. Misra S. Human gene therapy: a brief overview of the genetic revolution. J Assoc Physicians India. 2013 Feb;61(2):127–33. 19. Bollini S, Cheung KK, Riegler J, Dong X, Smart N, Ghionzoli M, et al. Amniotic fluid stem cells are cardioprotective following acute myocardial infarction. Stem Cells Dev. 2011; 20(11): 1985-94. 20. Olsson AK, Dimberg A, Welsh LC. VEGF receptor signalling – in control of vascular function. Nat Rev Mol Cell Biol. 2006 May;7(5):359-71. 21. Rosano JM, Cheheltani R, Wang B, Vora H, Kiani MF, Crabbe DL. Targeted delivery of VEGF after a myocardial infarction reduces collagen deposition and improves cardiac function. Cardiovasc Eng Technol. 2012; 3(2): 237–47. 22. Zhao T, Zhao W, Chen Y, Ahokas RA, Sun Y. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)-A: Role on cardiac angiogenesis following myocardial infarction. Microvasc Res. 2010; 80(2): 188–94. 23. Hao X, Broberg AM, Grinnemo KH, Siddiqui AJ, Dellgren G, Brodin LA, Sylven C. Myocardial angiogenesis after plasmid or adenoviral VEGF-A165 gene transfer in rat myocardial infarction model. Cardiovasc Res. 2007; 73: 481-7.
P a g e | 17
ESSENTIAL 24. Tang JM, Wang JN, Zhang L, Zheng F,Yang JY, Kong X, et al. VEGF/SDF-1 promotes cardiac stem cell mobilization and myocardial repair in the infarcted heart. Cardiovasc Res. 2011; 91(3): 402-11. 25. Xie X, Cao F, Sheikh AY, Li Z, Connolly AJ, Pei X. Genetic modification of embryonic stem cells with VEGF enhances cell survival and improves cardiac function. Cloning Stem Cells. 2007; 9(4): 549-63. 26. Moon HH, Joo MK, Mok H, Lee M, Hwang KC, Kim SW, et al. MSC-based VEGF gene therapy in rat myocardial infarction model using facial amphipatic bile acid-conjugated polyethyleneimine. Biomaterials. 2013; 35(5):1744-54. 27. Kumirska J, Weinhold MX, Thöming J, Stepnowski P. Biomedical activity of chitin/chitosan based materials—influence of physicochemical properties apart from molecular weight and degree of N-acetylation. Polymers. 2011; 3(4): 1875-1901.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 28. Kurdi M, Chidiac R, Hoemann C, Zouein H, Zgheib C, Booz GW. Hydrogels as a platform for stem cell delivery to the heart. Congest Heart Fail. 2010 May-Jun; 16(3): 132-5. doi: 10.1111/j.1751-7133.2010.00145.x. 29. Chiou S, Liu D. Amphiphilic Chitosan Nanogel as an Injectable Delivery System for Stem Cell Therapy. Chemicals & Chemistry. 2013 Sep;27: 5045. 30. Segers VFM, Lee RT. Protein therapeutics for cardiac regeneration after myocardial infarction. J Cardiovasc Transl Res. 2010 October; 3(5): 469–477. doi:10.1007/s12265010-9207-5. 31. Price MJ, Chou C-C, Frantzen M, Miyamoto T, Kar S, Lee S, et al. Intravenous mesenchymal stem cell therapy early after reperfused acute myocardial infarction improves left ventricular function and alters electrophysiologic properties. Int J Cardiol. 2006 Aug 10;111(2):231–9
P a g e | 18
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA POTENSI MICRO RNA (MIRNA) SEBAGAI MODALITAS MULTIFUNGSI DAN MUTAKHIR DALAM DETEKSI DAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT STROKE ISKEMIK Komang Leo Krisnahari, Ni Kadek Nita Utami Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK Dewasa ini, terjadi kecenderungan perubahan lingkungan strategis, yaitu transisi epidemiologi perubahan pola penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit menular menjadi penyakit degeneratif. Di Indonesia, stroke menjadi penyebab ketiga kematian dengan prevalensi stroke sebesar 8,3 per 1.000 penduduk.Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui konstruksi, mekanisme kerja, sensitivitas, dan spesifisitas MicroRNA dalam mendeteksi penyakit stroke iskemik, mengetahui konstruksi dan teknologi administrasi antagomir serta miRNA mimic untuk mempengaruhi kadar MicroRNA dalam tubuh, mengetahui mekanisme kerja MicroRNA, serta mengetahui analisis dan manfaat klinis MicroRNAsebagai modalitas penatalaksanaan penyakit stroke iskemik.Penulisan ini menggunakan metode studi pustaka dimana pengumpulan data dilakukan dari 20 Agustus 2013 sampai 7 September 2013. Adapun hasil yang didapat berupa, pertama, miRNA memiliki banyak kegunaan dalam tatalaksana penyakit stroke seperti miRNA-210 sebagai pendeteksi penyakit stroke, miRNA-126 dalam proses angiogenesis, miRNA-19b berpartisipasi dalam proses regulasi dari oligodendrocyte differentiation, miRNA-497 akan menghambat ischemic neuronal death dan apoptosis sel otak, miRNA-125b berperan dalam menghambat proses inflamasi,serta miRNA-320a yang berperan pada proses serebral iskemia. Kedua, pada penyakit stroke level miRNA yang berlebih akan diinhibisi oleh antagomir, sedangkan kekurangan level miRNA akan ditingkatkan oleh miRNA mimic. Ketiga, penggunaan miRNAsangatlah efektif karena dapat meminimalisir efek samping dan merupakan terapi komprehensif dalam penatalaksaan penyakit stroke iskemik. Kata kunci: stroke iskemik, miRNA, miRNA mimic, antagomir ABSTRACT Nowadays, there is transition of disease patterns, where previously dominated by communicable diseases change into degenerative diseases. In Indonesia, stroke become the third leading cause of death with prevalence of 8.3 per 1,000 population. The purpose of writing areknowing the construction, action mechanism, sensitivity, and specificity mirRNA in detecting ischemic stroke, knowing construction and technology of miRNA mimic and antagomir to influence miRNA levels in the body, alsoto analyze the clinical benefit this modality in ischemic stroke. The method used to collect the data is literature study where data conducted from August 20 th to September 7th 2013. For the result, we found that, first, miRNA has several roles inichemic stroke, such as miRNA-210 to detect the stroke, miRNA-126 in the process of angiogenesis , miRNA-19b participate in the regulatory process of oligodendrocyte differentiation, miRNA-497 inhibit ischemic neuronal death and brain cell apoptosis, miRNA-125b inhibit the inflammatory process, and miRNA-320A has role in the process of cerebral ischemia. Secondly, the excessive level of miRNA in ischemic stroke inhibited by antagomir, whereas deficiency of miRNA increased by miRNA mimic. Third, miRNA is very effective because it can minimize the side effects and is a comprehensive therapy in ischemic stroke. Keywords: ischemic stroke, miRNA, miRNA mimic, antagomir PENDAHULUAN Dewasa ini, terjadi kecenderungan perubahan lingkungan strategis, yaitu transisi epidemiologi perubahan pola penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit menular (infeksi) menjadi penyakit degeneratif. Beban global penyakit neurologi juga terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia. Hal ini juga didukung oleh peningkatan perilaku yang buruk seperti merokok dan makan makanan cepat saji. Penyakit neurologi merupakan salah satu penyakit yang merupakan masalah kesehatan sangat kompleks, baik di Indonesia maupun didunia. Masalah yang datang tidak hanya dari segi medis, tetapi juga masalah ekonomi, budaya, serta ketahanan sosial.1
Otak merupakan bagian dari sistem neurologi yang merupakan pusat kontrol sistem tubuh termasuk perintah dari semua gerakan fisik dan pengendali seluruh fungsi tubuh. Jika fungsi otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, jika fungsi otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental juga akan terganggu. Salah satu penyakit yang dapat menggangu kinerja dan fungsi otak adalah stroke. Berdasarkan definisi WHO (World Health Organization) stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih akibat adanya gangguan aliran darah ke otak dan dapat menyebabkan kematian. Stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh
P a g e | 19
ESSENTIAL manusia yang dapat bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan, terutama oksigen pengangkut bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh otak.2 Kegawatdaruratan neurologi serius yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah stroke. Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga di dunia. Sekitar 5 juta orang meninggal dunia dan 5 juta orang menderita cacat permanen akibat penyakit stroke.3Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit jantung dan kanker.4 Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia sebesar 8,3 per 1.000 penduduk.5Penyakit stroke juga merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan. Secara kasar, setiap hari ada dua orang di Indonesia yang mengalami serangan stroke. Menurut Exel, dkk.,6 secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di dunia, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik. Data tersebut menunjukkan bahwa prevalensi stroke iskemik sangatlah mengkhawatirkan. Pengobatan stroke iskemik yang sering terjadi dan diberikan oleh dokter saat ini adalah pemberian anti-trombosit dan statin. Statin adalah golongan obat yang mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol merupakan faktor risiko paling umum dari penyakit stroke iskemik.7 Kekurangan statin adalah harus dikonsumsi seumur hidup untuk mengontrol kadar lipid dalam darah dan terjadi resisten terhadap obat statin akibat mutasi dari gen ABCA1 dan apoE. Kedua gen ini memiliki peran dalam transportasi kolesterol dan mengontrol kadar LDL. Efek samping statin adalah diabetes melitus tipe 2 dan acute kidney injury.8,9 MicroRNA (miRNA)merupakan sebuah modalitas multifungsi dan mutakhir dalam penyakit stroke iskemik. Disatu sisi miRNA dapat digunakan sebagai alat deteksi dan disatu sisi dapat digunakan sebagai metode pengobatan. MiRNA memainkan peran penting dalam patofisiologi penyakit stroke dan banyak diantaranya hanya ditemukan di jaringan otak.10Selama beberapa tahun terakhir, banyak bukti yang menunjukkan bahwa miRNA baik dalam target potensial dan terapi untuk stroke iskemik. MiRNA adalah small noncoding RNAdan beruntai tunggal dengan 18-25 nukleotida yang berfungsi dalam transkripsi dan postranskripsi dalam regulasi ekspresi gen. MiRNA memainkan peran penting dalam beberapa proses fisiologi dan merupakan pengobatan yang menyeluruh pada penyakit stroke iskemik. Jenis miRNA yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan penyakit stroke adalah miRNA-19b (remielinasi), miRNA-125b (antiinflamasi dan anti-apoptosis), miRNA-126 (angiogenesis), miRNA-320a (anti serebral edema), dan miRNA-497 (proteksi neuronal).11,12Ekspresi
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL miRNA juga dapat dideteksi pada penyakit stroke. MiRNA-210 dapat dideteksi dalam serum dan plasma darah, serta merupakan emerging class of biomarkers pada penyakit stroke.13 Kadar miRNA dalam tubuh terkadang tidak sesuai dalam mengobati penyakit stroke iskemik. Hal ini terjadi karena kadar miRNA dalam tubuh dipengaruhi oleh target gen miRNA yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mengembalikan kadar miRNA, agar dapat membantu dalam mengobati stroke dan meningkatkan prognosis pasien stroke. Beberapa target gen miRNA mengalami over expressed dan beberapa mengalami lowexpressed, sehingga target gen yang mengalami over expressed perlu untuk diinhibisi dan target gen yang mengalami lowexpressed perlu untuk ditingkatkan. Jenis target gen miRNA yang mengalami over expressed adalah miRNA-125b, miRNA-320a, dan miRNA497.14 Sedangkan, jenis miRNA yang mengalami lowexpressed adalah miRNA-19b dan miRNA126.12 Salah satu metode untuk meningkatkan target gen miRNA yang mengalami lowexpressed dalam tubuh adalah miRNA mimic. Sedangkan metode untuk inhibisi pada target gen miRNA yang mengalami over expressedadalah antagomir.14,15 PEMBAHASAN Konstruksi, Mekanisme Kerja, Sensitivitas, dan Spesifisitas MicroRNA dalam Mendeteksi Penyakit Stroke Iskemik Konstruksi dan Mekanisme Kerja MicroRNA dalam Mendeteksi Penyakit Stroke Iskemik Jenis microRNA (miRNA) yang digunakan sebagai alat pendeteksi penyakit stroke adalah miRNA-210. MiRNA yang akan digunakan sebagai alat pendeteksi penyakit stroke diambil dari tubuh manusia secara intravena.13 RNA total (miRNA plus) diekstraksi dari darah dengan menggunakan Blood RNA isolation kit dan miRNA isolation kit. Konsentrasi dan integritas RNA diatur oleh spektrofotometri NanoDrop ND-1000 dan gel elektroforesis. Sampel RNA disimpan pada suhu 80oC sebelum dianalisis dengan PCR.16 Polymerase chain reaction (PCR) dengan spesifik gen primer dan green assay SYBR dilakukan untuk mengukur plasma Interleukin-6 (IL6). Proses transkripsi miRNA dilakukan dengan menggunakan miRNA Transkripsi Kit. Kuantifikasi miRNA dilakukan dengan menggunakan PCR.17 Sepuluh template RNA ditranskripsi (dalam 15 ml) dengan menggunakan stem-loop primer. PCR dilakukan dengan menggunakan terapan biosistem 7000 dan dilakukan sebanyak tiga kali. Kehadiran miRNA dianggap positif jika nilai CT (siklus threshold) lebih rendah dari 30. GAPDH dan rRNA 18S digunakan sebagai gen housekeeping dan kontrol internal. Metode siklus CT threshold digunakan untuk menentukan jumlah relatif dari setiap miRNA. Urutan dari transkipsi miRNA 210 yang dapat dideteksi dalam PCR adalah AGC CCC UGC CCA CCG CAC ACU G.18 Sensitivitas dan Spesifisitas MicroRNA Mendeteksi Penyakit Stroke Iskemik
dalam
P a g e | 20
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Gambar 1. Hubungan antara kadar miRNA-210 dalam darah dengan stroke iskemik13 Korelasi antara miRNA-210 dan penyakit stroke adalah positif. Dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat, kadar miRNA-210 dalam darah secara signifikan menurun pada pasien stroke, terutama pada 24 jam dan 48 jam setelah onset stroke. Kadar miRNA-210 lebih tinggi pada pasien stroke dengan hasil yang baik dibandingkan dengan pasien dengan hasil yang buruk. Hal ini terjadi karena kadar miRNA-210 yang meningkat akan meningkatkan pembentukan struktur kapiler dan migrasi sel endotel dalam tubuh. Pada pasien stroke dengan hasil yang baik, pembentukan struktur kapiler akan meningkat dan migrasi sel endotel akan berjalan dengan maksimal, sehingga peningkatan kadar miR-210 berkorelasi terhadap diagnosis dan prognosis penyakit stroke. MiRNA -210 dalam darah yang kurang dari cut of point 0,46 menunjukkan bahwa seseorang terdiagnosis terkena penyakit stroke dan memiliki hasil yang buruk (sensitivitas 83,7% dan spesifisitas 50,7%). Ketika tingkat miRNA-210 dianalisis bersamaan dengan tingkat plasma IL-6, tingkat spesifisitas meningkat menjadi 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara miRNA -210 dengan penyakit stroke.13 Konstruksi dan Teknologi Administrasi Antagomir serta miRNA Mimic untuk Mempengaruhi Kadar MicroRNA dalam Tubuh
penatalaksanaan penyakit stroke adalah miRNA125b, miRNA-320a, dan miRNA-497. MiRNA-125b, miRNA-320a, dan miRNA-497 memiliki cut of point 3,6+0,07. Jika kadar miRNA lebih tinggi dari cut of point, maka harus diinhibisi dengan antagomir. Proses konstruksi dimulai dari melihat sequence miRNA dari miRBase (http://www.mirbase.org/) dan melihat urutan komplementer yang terbalik dari miRNA dengan cara memasukkan sequence yang didapat dari mirBase ke website (http://www.bioinformatics.org/JaMBW//2/1/index.ht ml). Langkah berikutnya adalah memasukkkan urutan komplementer miRNA yang terbalik ke situs dharmacon (http:// www.dharmacon.com / rna / rna.aspx.). Hal ini bertujuan untuk menambahkan konjugasi kolesterol pada posisi 3’ yang ditandai dengan chol. Sebuah backbonephosphorothioate diperlukan dalam dua nukleotida terakhir pada posisi 5’ dan empat nukleotida terakhir pada posisi 3’, sehingga didapatkan jumlah enam nukleotida phosphorothioate (PS) per oligonukleotida. Oligonukleotida harus menjalani deproteksi, desalting, dan pemurnian HPLC. Setelah proses ini, akan didapatkan antagomir dengan sequence yang diinginkan dalam penatalaksanaan penyakit stroke iskemik. Setelah antagomir didapatkan, 10 nmol antagomir siap dilarutkan dengan 100µM air suling RNAse dalam tabung liofilisasi serta diinkubasi diatas es selama 1 jam dengan suhu -80OC.19
Konstruksi antagomir untuk Mempengaruhi Kadar MicroRNA dalam Tubuh Tabel 1. Jenis miRNA yang digunakan dalam antagomir untuk penatalaksanaan penyakit stroke iskemik beserta dengan sequence.20 No 1 2 3
Jenis miRNA miRNA-125b miRNA-320 miRNA-497 Jenis miRNA yang expressed dan harus
Kode MIMAT0004669 MIMAT0000510 MIMAT0004768 mengalami over diinhibisi dalam
RNA beruntai tunggal dan analog RNA yang digunakan adalah RNA dengan panjang 21-23 nukleotida. Huruf kecil menandakan nukleotida 2’OMe yang dimodifikasi, huruf “s” adalah phosphorothioate linkage, dan ”Chol” mewakili kolesterol yang terhubung melalui linkage 14 hydroxyprolinol.21 Inhibisi miRNA oleh antagomir membutuhkan optimalisasi oligonukleotida untuk
Sequence 5'-usgscccaauccgagaacccuscsgsas-chol-3' 5'-ususuucgacccaacucucccsgscsus-chol-3' 5'-gsusuuggugugacaccacaasuscsus-chol-3'
meningkatkan afinitas, resistensi nuklease, dan administrasi ke dalam tubuh. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan berbagai modifikasi kimia, termasuk modifikasi gula, nukleobase atau internucleotide linkages. Inhibisi sequence miRNA menggunakan 2'-O-metil (2'-O-Me) dan memodifikasi RNA oligonukleotida komplementer terhadap miRNA dewasa.22Locked nucleic acid (LNA) terdiri dari kelas bisiklik analog RNA dimana cincin furanose pada gula fosfat terkunci dalam
P a g e | 21
ESSENTIAL RNA tipe N (C3'-endo). Seluruh modifikasi tersebut meningkatkan resistensi nuklease dan meningkatkan afinitas pengikatan oligonukleotida antagomir dengan miRNA. LNA memiliki afinitas tertinggi terhadap RNA komplementer dengan cara meningkatkan suhu leleh dupleks (2-8°C).23 Pengamatan lain yang penting adalah bahwa LNA monomer juga mampu memutar konformasi gula nukleotida DNA dari tipe S (C2'-endo) menjadi lipatan gula tipe N pada oligonukleotida DNA yang mengalami modifikasi LNA.24 Resistensi nuklease
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL juga dapat ditingkatkan dengan modifikasi backbone yang terkait dengan hubungan induk fosfodiester dan phosphorothioate (PS) dimana atom belerang menggantikan salah satu atom oksigen non-bridging dalam kelompok fosfat atau dengan menggunakan oligomer morpholino yang bermuatan, di mana cincin morpholino menggantikan gugus gula.Morpholino yang bermuatan tahan terhadap degradasi oleh nuklease dan bersifat nontoksik.
Gambar 2. Desain modifikasi antagomir oligonukleotida secara kimia. (A,B) Struktur modifikasi yang paling sering digunakan dalam antagomir. (C) Skema inhibisi miRNA menggunakan antagomir yang termodifikasi.25 Administrasi antagomir untuk Mempengaruhi Kadar MicroRNA dalam Tubuh Pemanfaatan konjugasi kolesterol pada bagian 3â&#x20AC;&#x2122;, 2'-O-Me, dan oligonukleotida dengan modifikasi PS (phosphorothioate)dapat meningkatkan fungsi antagomir dalam melakukan inhibisi terhadap miRNA.23 Pengobatan antagomir dengan tiga kali injeksi intravena selama 2 bulan dengan menggunakan dosis 80 mg/kg berat badan dalam 0,2 ml per injeksi menghasilkan inhibisimiRNA yang mengalami over expressed dalam otak, penurunan kadar kolesterol sebesar 30% dalam serum, dan represi sasaran miRNA yang mengalami overexpressed.26Pengukuran tingkat miRNA dalam jaringan dilakukan 24 jam setelah injeksi terakhir. Antagomir dirancang untuk memiliki sequence yang komplementer dengan sequence mRNA yang berfungsi sebagai tempat pengikatan miRNA. Modifikasi backbone PS (phosphorothioate)sangat meningkatkan sifat farmakokinetik oligonukleotida antisense, sehingga memfasilitasi pengiriman mereka hingga menuju target. Spesifik antagomir dapat melakukan
silencing dengan afinitas tinggi terhadap target miRNA pada posisi 5'.27Antagomir menunjukkan penyerapan dalam banyak jaringan di otak dengan waktu paruh 23 hari. Urin dan empedu diindikasikan sebagai rute utama eliminasi. Penurunan kadar miRNA tidak dapat dideteksi jika antagomir tidak diberikan konjugasi.. Penurunan kadar miRNA dapat diamati di bawah kondisi nondenaturasi. Degradasi miRNA dapat dideteksi ketika jumlah miRNA meningkat dengan memberikan preformedantagomir miRNA dupleks. Kemampuan antagomir untuk menghasilkan degradasi miRNA karena pengiriman yang efisien ke hepatosit danatau konsekuensi dari perubahan lokalisasi subselular kompleks antagomir miRNA. Antagomirmampu menurunkan kadar miRNA dalam tubuh dengan cara meningkatkan ekspresi target gen yang menyebabkan kadar miRNA menurun. Ekspresi target gen meningkat karena adanya pemicu dalam proses translasi dan transkripsi target gen.28Antagomir juga mampu mengurangi kadar miRNA dalam tubuh karena blockmirs memblokir miRNA untuk berikatan pada situs yang sama selama proses pengikatan. Mekanisme degradasi antagomir dimediasi oleh jalur independen RNAi.19
P a g e | 22
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Konstruksi miRNA mimic untuk Mempengaruhi Kadar MicroRNA dalam Tubuh Jenis miRNA yang mengalami low expressed dan harus ditingkatkan dalam penatalaksanaan penyakit stroke iskemik adalah miRNA-19b dan miRNA-126. miRNA-19b dan
miRNA-126 memiliki cut of point 0,81+0,06. Jika kadar miRNA lebih rendah dari cut of point, maka kadarnya harus ditingkatkan dengan miRNA mimic. Proses konstruksi dimulai dari mendapatkan sequence miRNA dari miRBase (http://www.mirbase.org/) sesuai dengan kode dari masing-masing miRNA.20
Tabel 2. Jenis miRNA yang digunakan dalam miRNA mimic untuk penatalaksanaan penyakit stroke iskemik beserta dengan sequence.20 No 1 2 3 4
Jenis miRNA miRNA 19b 3p miRNA 19b 5p miRNA 126 3p miRNA 126 5p
Kode MIMAT0000074 MIMAT0004491 MIMAT0000445 MIMAT0000444
Dua RNA oligonukleotida komplementer (miRNA 19b 3p dan 5p) dengan kadar 10 nmol dikombinasikan dan diencerkan dengan 100µM air suling RNAse dalam tabung centrifuge dan dibiarkan mendingin pada suhu ruang untuk membentuk dupleks. Hal yang sama juga dilakukan pada miRNA 126 3p dan 5p. Setelah larutan mendingin,larutan perlu untuk diaduk dari atas ke bawah atau melingkar sebanyak 3-5 kali. Alikuot miRNA disimpan dalam suhu kurang dari 20℃. MiRNA stabil selama 1 tahun dalam kondisi penyimpanan tersebut.29 Jenis miRNA yang dihasilkan adalah miRNA mimic dengan untai ganda. Setiap anil miRNA yang beruntai ganda diuji dengan mengggunakan nondenaturasi untuk mengkonfirmasi anil yang tepat. Proses transfeksi menggunakan lipofectamine dan sel HeLa. Satu hari sebelum transfeksi, pelat diisi oleh 2,0 X 105 sel HeLa dan 2 ml medium pertumbuhan. Setelah itu, lipofectamine ditambahkan pada pelat. Lipofectamine dibuat dengan cara mengencerkan miRNA dalam media pertumbuhan 500 μl dan akan didapatkan konsentrasi akhir sebanyak 5 nM-100 nM serta diinkubasi selama 5 menit pada suhu kamar. Lipofectamine dicampurkan dengan miRNA mimic dan inkubasi selama 20 menit pada suhu kamar. Proses akhir pada tahap ini adalah menambahkan campuran sebanyak 2 ml ke setiap pelat sel HeLa dan diinkubasi selama 5-6 jam pada suhu 37 ℃ di inkubator CO2. Setelah itu, akan didapatkan miRNA mimic yang siap diadministrasikan pada tubuh manusia.30 Administrasi miRNA mimic untuk Mempengaruhi Kadar MicroRNA dalam Tubuh MiRNA mimic dengan dosis 50 mg/kg berat badan diinjeksi secara intravena sebanyak 5 kali ke dalam tubuh manusia selama 20 hari. MiRNA mimicmenunjukkan penyerapan dalam banyak jaringan di otak dengan waktu paruh 4 hari. Pengukuran tingkat miRNA dalam jaringan dilakukan 24 jam setelah injeksi terakhir.Pada kasus ini, sintetik miRNA mimic dilepaskan secara sistematis menuju sel pada manusia yang menunjukkan adanya reduksi kadar miRNA endogen. Therapeutic deliverymiRNA
Sequence 5'-ugugcaaauccaugcaaaacuga-3' 5'-aguuuugcagguuugcauccagc-3' 5'-ucguaccgugaguaauaaugcg-3' 5'-cauuauuacuuuugguacgcg-3' mengakibatkan akumulasi miRNA pada jaringan yang terkena penyakit stroke. MiRNA mimic dilepaskan pada lipid-containing formulation yang tidak dapat menyebabkan respon imun, dimana respon imun tersebut berimplikasi pada efek terapeutik dalam formulasi yang mengandung oligonukleotida.31 Setelah melewati membran selular, miRNA mimic perlu diintegrasikan dengan RNA-Induced SilencingComplex (RISC).32MiRNA mimic dirancang memiliki urutan basa yang sama dengan miRNA. Urutan basa 5’-akhir berperan sebagai komplementer parsial terhadap urutan 3’ pada target gen dalam otak yang terkena stroke iskemik, yaitu miRNA endogen. MiRNA mimic bekerja pada gene-specific fashion. MiRNA mimic mentargetkan miRNA melalui miRNAlike actions pada sel manusia. Efek terapi miRNA mimic sangat toleran pada jaringan yang terkena stroke iskemik karena jalur aktivasi miRNA mimic diaktivasi oleh miRNA endogen, administrasi theraupeutic miRNA mimic signifikan terhadap jaringan yang terkena stroke iskemik, dan jaringan yang terkena stroke tidak memiliki kemampuan dalam meregulasi aktivitas miRNA mimic.29MiRNA mimic merupakan modifikasi kimia yang bekerja dengan menyerupai molekul miRNA endogen denganmeningkatkan fungsi endogen miRNA agar lebih mudah mendeteksi perubahan fenotip. MiRNAmimic mampu meningkatkan kadar miRNA dalam tubuh dengan cara mengurangi ekspresi target gen yang menyebabkan kadar miRNA menurun. Ekspresi target gen berkurang karena adanya penghambatan dalam proses translasi dan transkripsi target gen. MiRNA mimic digunakan dalam sel yang mengekspresikan miRNA endogen dalam kadar yang rendah. Jika miRNA mimic digunakan pada sel dengan kadar miRNA endogen yang tinggi (ekspresi gen target yang rendah), efek dari miRNA mimic terhadap target gen tidak dapat dideteksi. Ikatan antara miRNA mimic dengan MRE akan mengakibatkan reduksi dari level protein. Urin dan empedu diindikasikan sebagai rute utama eliminasi dari miRNA mimic.33
P a g e | 23
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Result in increased gen target expression
Result in decreased gen target expression expression
Gambar 3. Proses miRNA Mimic dalam menurunkan ekspresi berlebih dari target gen dan antagomir dalam meningkatkan ekspresi berlebih dari target gen.29 Mekanisme Kerja MicroRNAsebagai Modalitas Penatalaksanaan Penyakit Stroke Iskemik Setelah jaringan pada otak mendapatkan antagomir dan miRNA mimic, maka kadar miRNA dalam tubuh akan sesuai dalam mengobati penyakit stroke. MiRNA-miRNA tersebut akan bekerja dalam jaringan otak sesuai dengan fungsi dan mekanisme kerjanya masing-masing.16,34 Proses Angiogenesis Dalam proses proangiogenesis miRNA-126 dikenal sebagai miRNA yang terpenting dalam mempertahankan integritas vaskular selama berlangsungnya proses angiogenesis, dimana target dari miRNA-126 adalah SPRED1 dan PIK3R2, yang keduanya merupakan regulator negatif dari VEGF. Pembentukan pembuluh darah melalui proses angiogenik membutuhkan zinc finger transcription factorKruppel-Like Factors 2a(klf2a) yang menginduksi ekspresi spesifik endotel miRNA126.35 Faktor pertumbuhan meningkatkan ekspresi dari pro-angiogenik miRNA-126 pada sel endotel. MiRNA -126 menstimulasi proses angiogenesis dengan menginhibisi GAX dan HOXA5.36 Selain itu, sel endotel merangsang VEGFA dan bFGF yang mengakibatkan transkripsi yang cepat dari miRNA126. Peningkatan kadar miRNA-126 meningkatkan proliferasi sel endotel dengan menargetkan p120RasGAP (protein aktivasi GTPase) yang kemudian berimbas pada peningkatan migrasi HUVEC dan pembentukan struktur kapiler dengan menargetkan ephrin A3. Selain itu, miRNA-126 mendorong proses angiogenesis dengan menghambat cullin 2 (CUL2) dan meningkatkan level HIF-1Îą.37 Proses Remielinasi
Selain proses proangiogenesis, miRNA spesifik juga berperan dalam proses remielinasi. MiRNA 19b berpartisipasi dalam proses regulasi dari diferensiasi oligodendrosit dan pemeliharaan mielin.38MiRNA-19b khususnya memiliki peran yang esensial dalam peningkatan jumlah sel oligodendroglial. Peningkatan kadar dari miRNA19b mengakibatkan menurunnya kadar protein PTEN yang merupakan faktor penghambat dari oligodendrocyte precursor cells (OPC) dengan cara mengaktivasi dan meningkatkan fosforilasi jalur target Akt signaling (PI3sOPCs dan PI3K/Akt/mTOR).39 Neuroprotection Dalam menjalankan fungsi neuroprotection, inhibisimiRNA-497 menghambat ischemic neuronal death dengan meningkatkan ekspresi Bcl-2 dan Bclw serta menghambat apoptosis pada saat ischemic brain injury. Knockdown serebral miRNA-497 mengurangi infark pada otak, melindungi neuron, dan meningkatkan neurological outcome setelah iskemia.40 Pada manusia yang mengalami serebral iskemik, miRNA-497 terlibat dalam perkembangan otak. Proses ini berhubungan dengan regenerasi selama reperfusi pada saat sel otak cidera.41 Inflamasi Inflamasi memiliki peran yang penting dalam patogenesis stroke iskemik. Respon inflamasi untuk serebral iskemik meliputi aktivasi yang cepat terhadap sel resident inflammatory, produksi mediator inflamasi, dan translokasi faktor intercellular nuclear. Target spesifik dari miRNA125b adalah Bcl-2 yang terlibat langsung dalam proses apoptosis. Anti-apoptosis pada patogenesis stroke iskemik seperti B-Cell Lymphoma w (Bclw)42, B-Cell Lymphoma w (Bcl-2)43, dan Myeloid
P a g e | 24
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Cell Leukemia 1 (Mcl-1)44,45 bekerja sebagai antagonis homolog. Penurunan ekspresi dari miRNA-125b mengakibatkan up-regulation Bcl-w, Bcl-2 dan Mcl-1 serta down-regulation Bak-1 dan TP53INP1. Pada stroke iskemik, miRNA-125b bekerja sebagai proinflamasi yang bermediasi dengan metal sulfat. Peningkatan kadar dari miR125b akan meningkatkan ekspresi IFN tipe 1 dengan menekan ekspresi protein 4E-BP1 yang berperan dalam proses inflamasi stroke iskemik.17 Aktivasi proses inflamasi akan meningkatkan astrogliosisyang dapat memperburuk proses inflamasi, yaitu dengan menghambat perkembangan akson dan pembentukan luka. Salah satu studi menyebutkan bahwa inhibisi kadar miRNA-125b berperan dalam proses penurunan astrogliosismelalui ikatan dengan 3â&#x20AC;&#x2122; UTR dari cyclindependent kinase inhibitor2A (CDKN2A). Pada kondisi normal, CDKN2A menghambat pertumbuhan dari astrosit.46 Inhibisi dari miRNA125b akan meningkatkan sitokin antiinflamasi interferon . Interferon adalah sitokin anti-
inflamasi yang dapat mencegah neuron dari cidera iskemik dan berakibat pada penurunan volume infark sebesar 30%.47 Serebral Edema Stroke iskemik mengakibatkan beberapa jenis serebral edema seperti vasogenikdan edema sitotoksik.48Serebral edema adalah akumulasi cairan berlebih pada daerah intraselularatau ekstraselularotak. Selain akumulasi cairan tersebut, pada serebral edema juga terjadi gangguan aquaporin yang mengakibatkan ketidakseimbangan air dalam otak. MiRNA-320a dapat mempengaruhi ekspresi aquaporin 1 dan 4, dimana aquaporin tersebut memiliki peran dalam proses reabsorpsi air. Pada jaringan otak yang iskemik, miRNA-320a meningkat. Apabila peningkatan tersebut diinhibisi, kejadian serebral edema dapat ditekan.49
Stroke iskemik
Angiogenesis
Remielinasi
miR-126
Serebral edema
Neuroprotection
miR-19b
Inflamasi
miR-497
miR-125b
miR-320a
Gambar 4. Mekanisme kerja masing-masing miRNA terhadap penyakit stroke iskemik Analisis dan Manfaat Klinis microRNA sebagai Modalitas Penatalaksanaan Penyakit Stroke Iskemik Modalitas utama tatalaksana penyakit stroke iskemik saat ini adalah golongan obat statin dan anti-trombosit. Kedua obat konvensional tersebut telah mempunyai sediaan generik di Indonesia, yang berarti lebih murah dan sudah teruji di masyarakat lebih dari 20 tahun.50 Tetapi modalitas tersebut juga memiliki banyak kekurangan. Misalnya statin yang dapat meningkatkan risiko acute kidney injury dan memberikan efek terhadap sirkulasi sistemik, efek langsung terhadap pembuluh darah ginjal, dan hipoksia tubular. Hal ini terjadi karena statin mempengaruhi jumlah produksi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-Îą) setelah 24 jam diberikan. TNF-Îą adalah sitokin prototipikal proinflamasi yang merupakan mediator kunci pada penyakit acute kidney injury.51 Statin juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit diabetes melitus tipe 2. Hal ini terjadi karena statin mengubah kadar protein Glucose Transporter Type 4 (GLUT4) yang merupakan
bagian dari mekanisme respon seluler. Pengurangan ekspresi dari GLUT4 dalam tubuh menyebabkan resistensi insulin dan meningkatkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2.52 Menilik kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh modalitas deteksi dan terapi stroke iskemik konvensional, maka microRNA (miRNA)sangat berpotensi menggantikan program pengobatan statin dan anti-trombosit sebagai terapi utama dalam tatalaksana penyakit stroke iskemik. MiRNA juga berpotensi menggantikan alat pendeteksi CT Scan sebagai alat pendeteksi utama dalam tatalaksana penyakit stroke. MicroRNA merupakan sebuah modalitas multifungsi dan mutakhir dalam penyakit stroke iskemik. Disatu sisi microRNA dapat digunakan sebagai alat deteksi dan disatu sisi dapat digunakan sebagai metode pengobatan. Karena miRNA dikaitkan dengan patofisiologi stroke iskemik, maka miRNA dapat digunakan sebagai biomarker untuk diagnosis dan prognosis terjadinya stroke. Terjadi perbedaan kadar miRNA dalam jaringan otak dan serum yang signifikan 24 jam dan 48 jam setelah stroke jika
P a g e | 25
ESSENTIAL dibandingkan dengan baseline. Selain itu, miRNA juga dapat ditemukan dalam cairan tubuh lainnya, seperti air seni, air mata, dan cairan ketuban, tetapi tidak memiliki proporsi yang sama dengan miRNA yang berada di otak. MicroRNA yang berada di serum memiliki proporsi yang sama dengan microRNA yang berada di otak, sehingga miRNA210 dapat diambil dalam darah secara intravena. Disregulasi miRNA dapat dideteksi, bahkan setelah beberapa bulan sejak terjadinya stroke.13 MiRNA juga stabil dan tahan terhadap nuklease pencernaan serta kondisi yang ekstrem, seperti suhu tinggi, pH rendah / tinggi, perpanjangan waktu penyimpanan, dan suhu rendah. Selain tidak memiliki efek samping dan tahan terhadap kondisi ekstrem, miRNA juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada CT Scan. MiRNA-210 memiliki sensitivitas 83,7% dan spesifisitas 50,7%. Ketika tingkat miRNA-210 dianalisis bersamaan dengan tingkat plasma IL-6, tingkat spesifisitas meningkat menjadi 87,5%.13 Dalam mendiagnosis penyakit stroke, CT scan hanya memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas 85%.53 Langkah microRNA dalam mengobati penyakit stroke seringkali terhambat karena kadar miRNA dalam tubuh tidak sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mengobati penyakit stroke. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode dalam mengembalikan ekspresi miRNA, agar dapat membantu dalam mengobati stroke dan meningkatkan prognosis pasien stroke. Metode yang diigunakan untuk meningkatkan kadar miRNA adalah miRNA mimic. Sedangkan. metode untuk melakukan inhibisi pada miRNA adalah antagomir.14 Penggunaan morpholino yang bermuatan dalam antagomir dapat menyebabkan antagomir tahan terhadap degradasi oleh nuklease. Morpholino oligomer telah terbukti memiliki sequence spesifik, inhibitor nontoksik dan inhibitor potensial terhadap miRNA.25 Modifikasi antagomir dengan menggunakan phosphorothioate menyebabkan afinitas oligonukleotida antagomir meningkat, bahkan menjadi 10 kali lebih kuat daripada antagomir saja.27 Untuk lebih mengaktifkan penyerapan secara intraseluler, antagomir dikonjugasikan dengan senyawa kolesterol. Penggabungan ini dapat mencapai knockdown miRNA yang signifikan dan telah berhasil digunakan dalam mengobati penyakit stroke.23 Dosis antagomir yang digunakan adaah 80 mg/kg berat badan. Beberapa sifat farmakologi untuk antagomir dievaluasi lebih lanjut, termasuk dosis, durasi kerja, dan biodistribusi. Untuk menentukan dosis antagomir yang benar-benar dapat memberikan efek inhibisiterhadap miRNA, disuntikkan dosis 80, 160 atau 240 mg per kg berat badan. Dosis 160 dan 240 mg mengakibatkan sinyal miRNA menghilang seutuhnya dan tidak dapat dideteksi. Tingkat miRNA masih terdeteksi selama 23 hari setelah injeksi, menunjukkan bahwa inhibisimiRNA menggunakan antagomir memberikan efek yang tahan lama. Antagomir juga
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL memiliki biodistribusi luas dan efisien dalam memberikan efek inhibisi miRNA di jaringan otak.19 MiRNA mimic digunakan dalam sel yang mengekspresikan miRNA endogen dalam kadar yang rendah. Jika miRNA mimic digunakan pada sel dengan kadar miRNA endogen yang tinggi (ekspresi gen target yang rendah), efek dari miRNA mimic terhadap target gen tidak dapat dideteksi. MiRNA mimic yang digunakan adalah miRNA mimic dengan dosis 50 mg/kg berat badan. MiRNA mimic menunjukkan penyerapan dalam banyak jaringan di otak dan memiliki waktu paruh yang cukup panjang yaitu 4 hari dan stabil jika disimpan pada suhu dibawah 20oC selama 1 tahun. MiRNA mimic tidak menyebabkan respon imun, dimana respon imun tersebut berimplikasi pada efek terapeutik dalam formulasi yang mengandung oligonukleotida. Efek terapi miRNA mimic sangat toleran pada jaringan yang terkena stroke iskemik dan administrasi therapeutic miRNA mimic signifikan terhadap jaringan yang terkena stroke.31 SIMPULAN Berdasarkan pembahsan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Jenis microRNA (miRNA) yang digunakan sebagai alat pendeteksi penyakit stroke adalah miRNA-210. MiRNA yang akan digunakan sebagai alat pendeteksi penyakit stroke diambil dari tubuh manusia secara intravena dan dianalisis dengan menggunakan PCR (polymerase chain reaction). MiRNA-210 memiliki sensitivitas 83,7% dan spesifisitas 50,7%. Ketika tingkat miRNA-210 dianalisis bersamaan dengan tingkat plasma IL-6, tingkat spesifisitas meningkat menjadi 87,5% 2. Jenis MiRNA yang diinhibisi oleh antagomir adalah miRNA-125b, miRNA-320a, dan miRNA497. Antagomir ditambahkan konjugasi kolesterol, phosphorothioate, dan morpholino.Antagomir diinjeksi secara intravena sebanyak tiga kali selama 2 bulan dengan menggunakan dosis 80 mg/kg berat badan. Antagomir menurunkan kadar miRNA dengan cara meningkatkan ekspresi target gen yang menyebabkan kadar miRNA menurun. Jenis miRNA yang ditingkatkan oleh miRNA mimic adalah miRNA-19b dan miRNA-126. MiRNA mimic dengan dosis 50 mg/kg berat badan diinjeksi secara intravena sebanyak 5 kali ke dalam tubuh manusia selama 20 hari. MiRNA mimic meningkatkan kadar miRNA dengan cara mengurangi ekspresi target gen yang menyebabkan kadar miRNA menurun. 3. MiRNA-126 memiliki fungsi dalam mempertahankan integritas vaskular, menstimulasi proses angiogenesis, dan meningkatkan proliferasi sel endotel. MiRNA19b berpartisipasi dalam proses regulasi dari diferensiasioligodendroglial dan peningkatan jumlah sel oligodendroglial. Inhibisi dari miRNA497 akan menghambat ischemic neuronal death dan apoptosis sel otak. Inhibisi dari miRNA125b berperan dalam menghambat proses inflamasi,memodulasi ekspresi jaringan otak, dan dapat mencegah neuron dari cidera
P a g e | 26
ESSENTIAL iskemik. Inhibisi miRNA-320a dapat meningkatkan ekspresi aquaporin 1 dan 4, dimana aquaporin memiliki peran dalam proses reabsorpsi air. 4. MicroRNA (miRNA)memiliki keunggulan dibandingkan terapi konvensional penyakit stroke, yaitu statin dan kortikosteroid. Statin dan kortikosteroid memiliki banyak efek samping dan terjadi resistensi. Selain terdapat pada otak, miRNA juga dapat ditemukan dalam darah, air seni, air mata, dan cairan ketuban. MiRNA tidak memiliki efek samping, tahan terhadap kondisi ekstrem, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada CT scan. Penggunaan morpholino, phosphorothioate, dan kolesterol akan menyebabkan antagomir tahan terhadap degradasi oleh nuklease, afinitas antagomir meningkat, dan mengaktifkan penyerapan secara intraseluler. Antagomir memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 23 hari. MiRNA mimic juga memiliki waktu paruh yang cukup panjang yaitu 4 hari dan tidak menyebabkan respon imun dalam tubuh.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 9.
10.
11.
12. 13.
14.
15.
SARAN Efektivitas, efisiensi, serta keamanan microRNA (miRNA), antagomir dan miRNA mimic dalam penanganan penyakit stroke telah diteliti dan dievaluasi namun penelitian klinis tentang modalitas ini masih terbatas. Oleh karena itu diperlukan penelitian klinis lebih lanjut mengenai modalitas ini sehingga dapat diaplikasikan secara luas di masyarakat. Seluruh komponen masyarakat terutama kalangan akademisi agar saling bersinergi untuk dapat mengembangkan teknologi di bidang biomolekular dalam upaya mendukung pembangunan kesehatan di Indonesia.
16. 17.
18.
19. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar. 2010.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Muir K.W., Tyrrell P., Sattar N., Warburton E. Inflammation and ischemic stroke, Current Opinion in Neurology. J Neuro. 2007; 20: 334– 342. WHO.World health statistics 2009. Geneva: World Health Organization. Mant J. Family Support for Stroke: a Randomised Controlled Trial. J Lancet. 2010; 888-889. Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Exel V., Gussekloo J., Craen A., et al. Inflammation and stroke: the Leiden 85-Plus Study. J Stroke. 2010;33:1135–1138. Ridker P. Statin to prevent vascular events in men and women with elevated C-reactive protein. J New England Med.2008;359:21952207. Preiss D., Sattar N. Statins and the risk of newonset diabetes: a review of recent evidence.J Curr Opin Lipidol.2011; 22: 460-466.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Molnar A.Statin use associates with incidence of acute kidney injury after major elective surgery. J American Nephrology. 2011; 22: 939-46. Sempere L., Freemantle S., Rowe I.et al.Expression profiling of mammalian microRNAs uncovers a subset of brainexpressed microRNAs with possible roles in murine and human neuronal differentiation. J Genome Biology.2004;5: 58-62. Gao F. Posttranscriptional control of neuronal development by microRNA networks. J Neurosciences.2008; 31: 20–26. Yang W., Wang Y. MicroRNAs in Cerebral Ischemia. J Hindawi.2013;1-6. Zeng L., Liu J., Wang Y., et al. MicroRNA-210 as a novel blood biomarker in acute cerebral ischemia. Frontiers in Bioscience.2011;3:1265– 1272. Yun L.,Yahong L., Zhaojun W., et al. MicroRNA: Not Far from Clinical Application in Ischemic Stroke. J Hindawi.2013;1-7. Yue J. MiRNA and vascular cell movement. Advanced Drug Delivery Reviews.2011;63: 616–622. Kosik K.The neuronal microRNA system. J Neuroscience.2006;7: 911–920. Jeyaseelan K., Lim K., Armugam A.MicroRNA expression in the blood and brain of rats subjected to transient focal ischemia by middle cerebral artery occlusion. J Stroke.2008;39:959–966. Dharap A., Vemuganti R. Ischemic preconditioning alters cerebral microRNAs that are upstream to neuroprotective signaling pathways.J Neurochemistry.2010;113:1685– 1691. Krutzfeldt J., Kuwajima S., Braich R., et al. Specificity, duplex degradation and subcellular localization of antagomirs. Nucleic Acids Res.2007;35:2885–2892. Jones G. miRBase: The microRNA sequence database. Methods Molecular Biology.2006;342:129–138. Liu D., Tian Y., Ander B., et al. Brain and blood microRNA expression profiling of ischemic stroke, intracerebral hemorrhage, and kainate seizures.J Cerebral Blood Flow Metabolism.2010;30:92-101. Stenvang J., Kauppinen S. MicroRNAs as targets for antisense-based therapeutics. J Hindawi.2008;8:59-81. Hutvagner G., Simard M., Mello C., et al.Sequence-specific inhibition of small RNA function. J Hindawi.2004;1-9. Braasch D.,Corey D.Locked nucleic acid (LNA): fine-tuning the recognition of DNA and RNA.Chemistry Biology.2011;8:1-7. Summerton J.,Weller D. Morpholino antisense oligomers: design, preparation, and properties. Antisense Nucleic Acid Drug.2007;7:187-195. Krutzfeldt J., Rajewsky N., Braich R., et al.Silencing of microRNAs in vivo with antagomirs. J Nature.2005; 438:685-689. Elmen J., Lindow M., et al. LNA-mediated microRNA silencing in nonhuman primates.J Nature.2008; 452:896-899.
P a g e | 27
ESSENTIAL 28. Obad S., Petri A., Heidenblad M., et al. Silencing of microRNA families by seed targeting tiny LNAs. National Genetic.2011;43:371-378. 29. Xiao J.,Yang H., Lin Y., et al. Novel approaches for gene-specific interference via manipulating actions of microRNAs: examination on the pacemaker channel genes HCN2 and HCN4. J Hindawi.2011;1-7. 30. Henry J., Pouly A., Schmittgen T., et al. MicroRNA replacement therapy for stroke. PharmaceuticalResearch.2011;28:3030–3042. 31. Wiggins J., Ruffino L., Kelnar K., et al. Development of a stroke therapeutic based on the microRNA.J Nature.2010;30-35. 32. Godwin J., Ge X., Stephan K.,et al.Identification of a microRNA signature of renal ischemia reperfusion injury. Proceedings of the National Academyof Sciences of the United States of America. 2010; 107: 339–344. 33. Weiss J., Eisenhardt S., Stark G.Micrornas in ischemia-reperfusion injury. J Cardiovascular. 2012;2:237–247. 34. Schratt G., Tuebing F., Nigh E., et al. A brainspecific microRNA regulates dendritic spine Development. J Nature. 2006;439:283–289. 35. Lee S., K., Chu K., Jung H., et al. MicroRNAs induced during ischemic preconditioning. J Stroke. 2010;41:1646–1651. 36. Tan K., Tan A., Armugam S., et al. Expression profile of microRNAs in young stroke patients. J PLoS One. 2009; 4: 89-93. 37. Rane S., He M., Sayed D., et al. Downregulation of miRNA derepresses hypoxia-inducible factor-1 and sirtuin 1 and recapitulates hypoxia preconditioning in cardiac myocytes. Circulation Research. 2009;104: 879–886. 38. Li J., Yao Z.MicroRNAs: novel regulators of oligodendrocyte differentiation and potential therapeutic targets in demyelination-related diseases. Molecular Neurobiology. 2012; 45: 200–212. 39. Budde H., Schmitt S., Fitzner D.,et al. Control of oligodendroglial cell number by the miR-1792 cluster.J Development. 2010;137: 2127– 2132. 40. Yin K., Deng Z., Huang H., et al. miR-497 regulates neuronal death in mouse brain after transient focal cerebral ischemia. Neurobiology of Disease. 2010; 38:17–26
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 41. Scratt G., Tuebing F., Nigh E., et al.A brainspecific microRNA regulates dendritic spine development. J Nature. 2006; 439: 283–289. 42. Gong J., Zhang J., Li B., et al.MicroRNA-125b promotes apoptosis by regulating the expression of Mcl-1, Bcl-w and IL-6R. J Oncogene. 2012;9-15. 43. Zhao A., Zeng Q., Xie X.,et al. MicroRNA-125b induces cancer cell apoptosis through suppression of Bcl-2 expression. J Genetic Genomics. 2012; 39:29-35. 44. Balakrishnan A., Stearns A., Park P. Upregulation of proapoptotic microRNA mir125a Rafter massive small bowel resection. J Surgery. 2012; 255:747–753. 45. Guo S., Lu J., Schlanger R. MicroRNA miR125a Control hematopoietic stem cell number. J Hindawi. 2010; 229–234. 46. Pogue A., Cui J., Li Y.,et al. Micro RNA-125b (miRNA-125b) function in astrogliosis and glial cell proliferation. Neuroscience Letters. 2010; 476: 18–22. 47. Witwer K., Sisk J., Gama L.,et al. (2010). MicroRNA regulation of IFNprotein expression: rapid and sensitive modulation of the innate immune respons. J Immunology. 2010; 184: 2369–2376. 48. Ho M., Rojas R., Eisenberg L., et al. Cerebral edema. American Journal of Roentgenology. 2012; 199: 258–273. 49. Sepramaniam S., Armugam A., Lim K., et al., MicroRNA 320a functions as a novel endogenous modulator of aquaporins 1 and 4 as well as a potential therapeutic target in cerebral ischemia. J Biological Chemistry. 2010; 285: 223–230. 50. Genest J.,Libby P. Clinical trials of drugs affecting lipid metabolism. In: Libby, Bonow, Mann, Zipes. Braunwald’s heart disease. Saunders Elsevier. 2007; 25-30. 51. Liappis A., Kan V., Rochester C., et al. The effect of statins on mortality in patients with bacteremia. Clinical Infectious Disease. 2006; 33:1352–1357 52. Zaharan N., Williams D., Bennett K., et al. Statins and risk of treated incident diabetes in a primary care population.Br J Clin Pharmacol.2013;75: 218-1224. 53. Thurnhe M. Brain Ischemia - Imaging in Acute Stroke. 2011. Available at : http://www.radiologyassistant.nl/en/p483910a4 b6f14/brain-ischemia-imaging-in-acutestroke.html
P a g e | 28
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA POTENSI GALACTOSYLATED NANOLIPOSOM ARTONIN E (gal-NLAE) TERMODIFIKASI SENYAWA POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) SPESIFIK DEOXYHYPUSINE HYDROXYLASE (DOHH) PADA EUKARYOTIC INITIATION FACTOR 5A (eIF-5A) SEBAGAI MODALITAS ALTERNATIF DALAM MENCEGAH MALARIA PLASMODIUM VIVAX RELAPSE Oleh : Numbi Akhmadi Teguh1, Christiana Hertiningdyah Sulistiani1, Hanan Anwar Rusidi1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Email : akhmadinumbi6@gmail.com / No. Telp : 081313790395 ABSTRAK Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling mematikan di dunia. Malaria P. vivax memiliki urgensi tersendiri disebabkan Malaria P. vivax sering menimbulkan terjadinya relapse. Kejadian relapse ini diinisiasi pada saat fase darah dimana fase sporozoit akan berubah menjadi hypnozoit dalam keadaan dormansi. Deoxyhypusine hidroxylase (DOHH) mengkatalisasi biosintesis dari hypusine yang diinisiasi oleh eukaryotic initiation factor 5A (eIF-5A), merupakan protein seluler yang ada pada hypnozoit P. vivax. Biosintesis hypusine dan modifikasi eIF-5A diperlukan hypnozoit P. vivax sebagai faktor proliferasi. Hasil rekombinan DOHH secara in vitro diintervensi dengan pemberian zileuton, yang sejatinya berfungsi sebagai mammalian 5-lipoxygenase (5LOX) inhibitor, memberikan hasil yang cukup signifikan dalam menghambat DOHH P. vivax. Artonin E memiliki peran terbaik sebagai 5-LOX inhibitor dengan nilai IC50 terendah dibanding delapan senyawa lain yang dan memiliki struktur kimia yang homolog dengan DOHH P. vivax. Untuk dapat mencapai target sel (hepatosit), nanoliposom tergalaktosilasi atau galactosylated nanoliposome artonin E (gal-NLAE) termodifikasi polyethylene glycol (PEG) menunjukkan hasil yang signifikan dalam proses pengenalan terhadap asialoglycoprotein receptor (ASGP-R) pada hepatosit dalam pengantaran obat. Kata Kunci: galactosylated nanoliposome artonin E, deoxyhypusine hydroxylase, malaria P. vivax relapse ABSTRACT Malaria is one of the most deadly infectious diseases in the world. P. vivax malaria has its own urgency because it often leads to a relapse. The pathophysiology of relapse initiated in a blood phase when sporozoites turned to hypnozoit in a state of dormancy. Deoxyhypusine hidroxylase (DOHH) catalyzes the biosynthesis of hypusine initiated by eukaryotic initiation factor 5A (eIF-5A), a cellular protein that of the P. vivax hypnozoit. Hypusine biosynthesis and modification of eIF-5A is required hypnozoit P. vivax as a proliferation factor. Results of in vitro recombinant DOHH interfered with the administration of zileuton, which actually serves as a mammalian 5-lipoxygenase (5-LOX) inhibitors, providing significant results in inhibiting DOHH of P. vivax. Artonin E has the best role as the 5-LOX inhibitors with IC 50 value of the lowest compared to eight other compounds and has a chemical structure that is homologous to P. vivax DOHH. In order to be able to reach the target cells (hepatocytes), galactosylated nanoliposome Artonin E (gal-NLAE) modified polyethylene glycol (PEG) hopefully showssignificant results in the introduction of the asialoglycoprotein receptor (ASGP-R) in hepatocytes for drug delivery system. Keywords: galactosylated nanoliposome artonin E, deoxyhypusine hydroxylase, malaria P.vivax relapse PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling mematikan di dunia. Tercatat sekitar 3.2 milyar orang yaitu hampir setengah dari jumlah total penduduk dunia berisiko terinfeksi malaria.1 Sejak seratus tahun yang lalu, malaria masih menjadi penyakit infeksi yang mengakibatkan kematian hingga satu juta jiwa per tahun. 1 Penyakit ini disebabkan oleh parasit yang dikenal dengan nama Plasmodium.2,3 Agen transmisi penyakit ini adalah vektor nyamuk Anopheles betina. Di Indonesia, tingginya risiko penularan penyakit malaria diakibatkan oleh habitat dari vektor malaria sesuai dengan iklim tropis.4 Salah satu spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria adalah Plasmodium vivax (P.vivax).Malaria P. vivaxsering menimbulkan terjadinya relapse setelah infeksi primer sudah diatasi. Kejadian relapse ini diinisiasi pada saat fase darah dimana fase sporozoit yang diinjeksikan
nyamuk menginvasi sel hepatosit yang ada di hati dan kemudian beberapa sporozoit berubah menjadi hypnozoit dalam keadaan dormansi dengan rentang waktu bulan hingga tahun.5 Penggunaan profilaksis ditujukan pada para traveler yang pergi ke tempat yang memiliki risiko tinggi untuk terinfeksi malaria. Profilaksis malaria yang diberikan memiliki kesamaan jenis dengan pengobatan kuratif namun penggunaanya berbeda, yaitu secara monoterapi dan dalam jangka waktu kunjungan tersebut.6 Terdapat tiga tujuan utama penatalaksanaan malaria, yaitu blood schizonticides (quinine, chloroquine, artemisin), gametosidal (artemisin, atovaquon, proguanil), dan hypnozonticide (primaquine).7 Obat-obatan tersebut telah terbukti secara klinis dapat mengeradikasi dan mencegah relapse malaria spesifik P. vivax dengan signifikan. Efektivitas tinggi tidak luput dari efek samping yang ditimbulkan. Permasalahan utama ada pada bioavabilitas obat yang rendah dan tidak
P a g e | 29
ESSENTIAL adanya specific targetting yang justru dapat menimbulkan komplikasi baru, seperti penyakit kardiovaskular, chincaunism, anemia glucose-6phosphate dehydrogenase (G6PD), dan black water fever.8-10 Hal ini tentunya dapat menurunkan kenyaman dan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat malaria. Deoxyhypusine hidroxylase (DOHH) mengkatalisasi biosintesis dari hypusine yang diinisiasi oleh eukaryotic initiation factor (eIF-5A), sebuah protein seluler yang ada pada hypnozoit P. vivax.12 Biosintesis hypusine dan modifikasi eIF-5A diperlukan hypnozoit P. vivax sebagai faktor proliferasi.13 Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Duisburg-Essen, Jerman, menunjukkan bahwa mereka telah berhasil mengkloning dan mengekspresikan DOHH dari P. vivax. Hasil rekombinan DOHH ini kemudian secara in vitro diintervensi dengan pemberian zileuton, yang sejatinya berfungsi sebagai mammalian 5lipoxygenase inhibitor, memberikan hasil yang cukup signifikan dalam menghambat DOHH P. vivax dengan Inhibition Concentration 50 (IC50) sebesar 12.5 nmol.14 Pada penelitian tersebut juga disebutkan alasan keberhasilan intervensi zileuton terhadap DOHH dikarenakan enzim 5-lipoxygenase (5-LOX) memiliki struktur kimia yang homolog dengan DOHH P. vivax.15 Hal ini dapat menunjukkan suatu adanya suatu perkembangan dalam dunia medis khususnya malaria. Dewasa ini telah dikembangkan beberapa pilihan modalitas terapi alternatif yang menggunakan ekstrak tanamanArtocarpus communis. Tanaman yang juga dikenal sebagai tanaman sukun ini mengandung kandungan senyawa artonin E yang berpotensi sebagai terapi beberapa penyakit.Senyawa artonin E yang diambil dari isolasi batang tanaman Artocarpus communis menjadi senyawa yang berpotensi dalam proses penatalaksanaan preventif malaria P. vivax relapse. Pada penelitian yang dilakukan di Universitas Toho, Jepang, artonin E memiliki peran terbaik sebagai 5LOX inhibitor dengan nilai IC50 terendah dari delapan senyawa lain yang ada.16Dengan kata lain, senyawa artonin E tentunya berpotensi dalam menghambat DOHH P. vivax yang mana DOHH homolog dengan 5-LOX secara struktur kimia. Salah satu penghantar obat yang mulai digunakan adalah teknologi nanopartikel. Penghantar obat ini memiliki banyak keunggulan, salah satunya adalah meningkatkan akumulasi obat secara lokal. Pada penggunaan artonin E yang bersifat hidrofilik, nanopartikel yang dapat digunakan adalah liposom.17 Untuk dapat mencapai target sel (hepatosit), nanoliposom tergalaktosilasi atau galactosylated nanoliposome artonin E (galNLAE) menunjukkan hasil yang signifikan dalam proses pengenalan terhadap asialoglycoprotein receptor (ASGP-R), yaitu reseptor karbohidrat yang terdapat pada permukaan hepatosit yang berfungsi sebagai drug delivery system.18 Artonin E yang menggunakan nanoliposom sebagai penghantar obat dapat dikenali oleh tubuh sebagai benda asing. Oleh karena itu, diperlukan adanya senyawa yang mampu menghindar dari degradasi enzimatik oleh reticuloendothelial system (RES), yaitu
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL polyethylene glycol (PEG).19 Selain itu, PEG mampu meningkatkan farmakokinetik dan farmakodinamik dengan meningkatkan kelarutan dalam air, mengurangi renal clearance dan plasma clearance, meningkatkan efikasi dan bioavabilitas, serta meningkatkan waktu paruh obat.20 Penelitian integrasi klinis nanoliposom artonin E belum pernah dilakukan, namun penelitian laboraturium zileuton yang memiliki peran sama dengan artonin E terhadap efektivitasnya dalam menghambat DOHH telah dilakukan. Menilik potensi nanoliposom artonin E sebagai modalitas alternatif malaria P. vivax relapse, akan sangat menarik untuk membahas lebih lanjut mulai dari mekanisme pembuatan hingga mekanisme kerja, sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan dalam rangka menurunkan angka kejadian malaria P. vivax relapse. PEMBAHASAN Patogenesis dan Gambaran Umum Malaria Plasmodium memiliki dua siklus hidup yaitu fase seksual pada nyamuk betina dan fase aseksual yang terjadi pada hospes vertebrata.21,22Malaria ditransmisikan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Penyakit malaria dapat menginfeksi manusia secara alami yaitu dengan melibatkan vektor atau melalui induksi seperti jalur tranfusi darah, suntikan, dan bisa juga karena penyebab kongenital. 23,24 Jika Anopheles betina yang di dalam tubuhnya terdapat parasit malaria menusuk hospes, sporozoit yang ada di dalam tubuhnya akan masuk ke dalam peredaran darah hospes dan dalam jangka waktu setengah sampai satu jam akan masuk ke dalam sel hati. Sporozoit dapat dibedakan menjadi dua yaitu sporozoit yang langsung melakukan perkembangan dan sporozoit yang melalui fase dorman atau disebut sebagai hypnozoit. Inti dari parasit akan membelah secara kontinyudan membentuk ribuan merozoit yang berinti satu. 22,23,25 Proses ini merupakan proses skizogoni praeritrosit yang panjang tidaknya fase ini ditentukan oleh jenis Plasmodium yang menginfeksi hospes. Akhir fase praeritrosit ditandai dengan pecahnya skizon dan merozoit akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah yang selanjutnya sebagian besar akan menyerang sel eritrosit.21,22,23 Pada spesies P. vivax dan P. ovale sebagian dari sporozoit akan menjadi hypnozoit atau menjadi bentuk yang dorman selama jangka waktu tertentu. Proses ini berperan penting pada penderita malaria tertiana dan malaria kuartana berulang atau relapse. Merozoit yang keluar dan menyerang eritrosit kemudian akan melakukan perlekatan dengan eritrosit melalui suatu reseptor.22,25 Stadium awal yang terbentuk dari merozoit yang telah masuk ke dalam eritrosit disebut dengan tropozoit. Parasit akan melakukan perkembangbiakan dengan membentuk skizon yang di dalamnya terdapat merozoit-merozoit. Pecahnya eritrosit menyebabkan keluarnya merozoit yang kemudian akan memasuki eritrosit baru dan proses ini akan berlangsung berulangulang. Proses skizogoni tiap spesies berbeda-beda jangka waktunya, pada P. vivax dan P. ovale
P a g e | 30
ESSENTIAL berlangsung selama 48 jam, pada P. malariae selama 72 jam, dan kurang dari 48 jam pada P. falciparum.23 Fase seksual Plasmodium ditandai dengan merozoit yang tumbuh menjadi gametosit. Terdapat dua macam gametosit, yaitu makrogametosit (penghasil gamet betina) dan penghasil mikrogametosit (penghasil gamet jantan). Gametosit ini hanya dapat dihasilkan dalam tubuh nyamuk Anopheles betina.22,23 Merozoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk dihisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk atau stadium sporogoni. Pada lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan dan sel gamet betina yang disebut zigot.38 Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang dan pecah, sporozoit akan keluar dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditransmisikan ke dalam tubuh manusia.23,26 Gejala dari penyakit malaria antara lain demam, pembesaran limpa/splenomegali, dan anemia. Demam pada malaria merupakan yang tidak teratur dengan gejala lain sakit otot, menggigil, lemas, batuk, mual, muntah, dan diare.23 Pembesaran limpa terjadi pada keadaan akut dengan keluhan penderita yang merasakan nyeri pada perutnya. Seseorang yang terinfeksi malaria juga dapat mengalami anemia yang derajatnya ditentukan oleh jenis parasit yang menginfeksi. Jenis anemia yang sering terdapat pada penderita malaria adalah anemia hemolitik yang normokrom dan normositik atau dapat juga hipokromik.23 Anemia yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain penghancuran eritrosit yang terjadi di dalam limpa, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan eritrosit sehingga retikulosit tidak dapat dilepaskan ke dalam peredaran darah perifer.23,26 Spesies Plasmodium yang cukup sering menyebabkan malaria pada manusia adalah P. vivax.27 Pada P. vivax tidak semua sporozoit masuk ke dalam hati, sebagian akan menjadi hypnozoit. Hypnozoit tetap berada pada sel hati selama beberapa waktu sampai pada saatnya aktif kembali. Hypnozoit Plasmodium terdapat DOHH yang mengkatalisasi biosintesis dari hypusine yang diinisiasi oleh eIF-5A, sebuah protein seluler yang ada pada hypnozoit P. vivax.13 Biosintesis hypusine dan modifikasi eIF-5A berperan sebagai faktor proliferasi parasit. Eritrosit yang di dalamnya terdapat P. vivax memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan eritrosit lainnya, berwarna pucat, serta memiliki titik Schuffner.23 Pada malaria tertiana, periodisitas demamnya berlangsung setiap 48 jam, serangan demam terjadi pada siang atau sore hari. Infeksi P. vivax berulang atau relapse dapat terjadi karena hypnozoit aktif kembali. Berdasarkan proses terjadinya, relapse dapat dibagi menjadi dua yaitu tropical strain dan juga temperate strain.23 Diagnosis dari malaria tertiana dapat dilakukan dengan menemukan parasit P. vivax di dalam peredaran darah dengan
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL menggunakan pewarnaan Giemsa. Selain itu pada rapid test dapat terlihat garis positif.23 Manajemen Malaria Pengobatan yang dilakukan terhadap kasus malaria merupakan pengobatan radikal yang membunuh semua parasitPlasmodium yang berada di dalam tubuh manusia. Obat-obatan yang digunakan untuk malaria tidak dapat digunakan dalam keadaan perut kosong sehingga penderita perlu makan terlebih dahulu sebelum meminum obat.28 Obat malaria berdasarkan kerjanya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu blood and tissue schizonticides, gametosidal, dan hypnozonticide. Pengobatan dipilih sesuai dengan tujuan dari pengobatan. Dalam menanggulangi serangan klinik dapat digunakan blood schizonticides yang bekerja dengan target merozoit pada eritrosit. Pencegahan kausal digunakan untuk tissue schizonticides yang bekerja pada skizon yang baru memasuki jaringan hati.29 Obat kelompok gametosidal membunuh gametosit yang terdapat di dalam eritrosit sehingga transmisinya ke nyamuk dapat dihambat.29 Pada malaria tertiana digunakan pengobatan dengan pencegahan relaps. Penatalaksanaan malaria tertiana adalah dengan menjadikan hypnozoit sebagai target utamanya. Obat yang biasanya digunakan adalah chloroquine yang digunakan selama tiga hari dan dikombinasikan dengan primaquine. Alternatif lain yang dapat diberikan adalah dengan menggunakan artesunat-amodiakuin, dihididroertemisininpiperakuin atau atovaquone-proguanil. Kendala pengobatan saat ini adalah kasus malaria P. vivax yang toleran terhadap primaquine maupun chloroquine ditemukan semakin meningkat.13,23 Nanoliposom dan Aplikasinya dalam Ranah Kedokteran Sepanjang sejarah dunia medis, teknik pengobatan yang ada berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah teknologi nanomedicine. Prinsip teknologi ini adalah penghantaran obat menggunakan karierberukuran nano (nanopartikel) yang dibuat sedemikian rupa untuk meningkatkan biodistribusi secara sistemik. Nanomedicine merupakan terobosan baru yang lebih baik mengingat metode penghantaran yang sebelumnya tidak bertahan lama dalam sirkulasi.Liposom memiliki perkembangan yang paling pesat.49 Liposom dapat melapisi substrat hidrofobik maupun hidrofilik dan memiliki toksisitas rendah.30 Liposom dapat mengurangi efek samping secara lokal dan sistemik sehingga therapeutic index akan meningkat atau tetap baik meskipun dalam dosis relatif kecil.31 Obat liposomal juga mampu bertahan lebih lama dalam hati, mencegah degradasi obat oleh enzim, dan ukurannya yang nano mampu membuatnya menghindar dari removal yang cepat.31 Ikatan antara ligan dan reseptor yang selektif merupakan hal yang penting dalam mekanisme administrasi suatu obat. Struktur dasar karier liposom merupakan komponen lipid sehingga dalam administrasiya ke dalam tubuh terutama ke
P a g e | 31
ESSENTIAL dalam sel hepatosit akan mengalami penolakan dari sel hati atau sel hepatosit karena ketidaksesuaian ligan-reseptor. Oleh karena itu, diperlukan adanya ligan yang kompatibel dengan reseptor yang terdapat pada hepatosit asialoglycoproteins receptor(ASPG-R).32 Galaktosilasi merupakan suatu modifikasi dengan gugus mono-galaktosa sehingga liposom dapat menjadi hepatosit targeting, yaitu bekerja dengan ligan yang spesfik terhadap reseptor hepatosit. Gal-NLAE menjadikan partikel tersebut terakumulasi di dalam hati ketika masuk ke dalam tubuh.33 Liposom yang dimodifikasi menjadi liposom tergalaktosilasi akan menghasilkan suatu kemampuan liposom untuk berikatan dengan reseptor hepatosit ASPG-R.32,33 Dalam sirkulasi tubuh, berbagai reaksi seperti respon imun, penghapusan obat dari sirkulasi oleh ginjal atau RES, dan reaksi enzimatik oleh serum protease dapat menurunkan efektivitas kerja obat sehingga administrasi obat perlu dilakukan lebih sering.34 Formulasi obat dengan liposom, mikrosfer, nanopartikel, dan sistem koloid lainnya mampu meningkatkan stabilitas obat dalam sirkulasi dan menghindari penghapusan obat secara cepat namun hal tersebut dinilai tidak mudah diaplikasikan pada protein dan peptida. Untuk mengatasi hal ini, teknik PEGylation yaitu memodifikasi penghantaran obat menggunakan PEG dapat dilakukan. PEG merupakan polieter diol linier atau bercabang dengan karakteristik manfaat seperti biokompatibilitas dan solubilitas pada kondisi aqueous dan media organik, serta minim toksisitas.34 PEG terbuat dari gabungan etilene oksida yang terkonfigurasi linier atau bercabang dengan berbagai berat molekul. Modifikasi PEG pada permukaan liposom dinilai efektif dalam mencegah uptake oleh RES dan tahan lama di sirkulasi. Gambaran Umum Artocarpus communis Artocarpus communis adalah sebuah tanaman yang dikenal di Indonesia sebagai tanaman sukun. Tanaman ini merupakan tanaman famili moraceae yang tumbuh di dataran rendah yaitu sekitar 650 meter di atas permukaan laut. 35 Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh yang paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Pada saat musim kering, di saat tanaman lain tidak dapat tumbuh atau merosot produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat.36 Di Indonesia, daerah penyebaran hampir merata di seluruh daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengingat penyebaran sukun terdapat di sebagian besar kepulauan Indonesia, serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan, maka hal ini memungkinkan sukun untuk dikembangkan. Artocarpus communis telah banyak digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional terutama bagian daun, getah, dan batangnya.58 Pada umumnya pohon sukun
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL berukuran lebar dengan diameter 1.2 meter dan bisa mencapai tinggi 15—20 meter.37 Genus Artocarpus diketahui dapat menghasilkan metabolit sekunder dalam jumlah banyak yang berbentuk phenylpropanoid seperti flavonoid dan flavones. Kelompok tumbuhan ini juga menghasilkan kandungan fenolik seperti flavonoids, stilbenoid, danarylbenzofuron. Lebih dari 130 kandungan telah diidentifikasi dari seluruh bagian tumbuhan Artocarpus communisdanlebih dari tujuh puluh dari kandungannya merupakan derivat dari jalur phenylpropanoid. Beberapa dari zat yang diisolasi memiliki aktivitas biologis seperti menghambat agregasi platelet, efek antimikroba, aktifitas anti-jamur, menghambat sel leukimia, dan agen anti kanker.37,38 Saat ini, banyak peneliti yang telah meneliti aktivitas farmakologis dari Artocarpus communis. Beberapa dari hasil penelitian tersebut menunjukkan efek antiinflamasi, antifungi potensial, sitotoksik sel kanker, immunomodulator potensial, aktivitas antidiabetik, efek antikolinergik, agen kosmetik, ACE inhibitor, aktivitas antioksidan, antihelmintik, protease inhibitor, regulator estrogen, dan penghambat biosintesis melanin.39,40 Artonin E Sebagai Penghambat Analog 5-LOX (DOHH) Artonin E merupakan salah satu flavonoid dari Artocarpus communis yang sudah terbukti secara in vivo dan in vitro mampu menghambat kerja enzim 5-LOX.41,42 Artonin E merupakan salah satu senyawa flavonoid terprenilasi yang dapat ditemukan pada kebanyakan tanaman Artocarpus (termasuk Artocarpus communis) terutama pada bagian kulit batang.43 Menurut penelitian sebelumnya, artonin E menunjukkan aktivitas penghambatan 5-LOX yang baik dengan IC50 0,36 μM.44 Pengujian efek penghambat 5-LOX dilakukan menggunakan 5-LOX dari leukosit babi dan diuji bersamaan dengan senyawa lainnya seperti morusin, cycloartobiloxanthone, artobiloxanthone, heterophyllin, cycloheterophyllin, Artonin A, dan Artonin B.44 Hasil penelitian menunjukkan artonin E memiliki angkaIC50 paling rendah dibanding senyawa lainnya dalam menghambat 5-LOX.44 Senyawa artonin E berpotensi dalam menghambat DOHH P. vivax dikarenakan DOHH memiliki struktur homolog dengan 5-LOX secara struktur kimia. Oleh karena DOHH memiliki peranan yang penting dalam proses biosintesis hypusine pada P. vivax maka intervensi dengan menarget DOHH pada P. vivax diharapkan dapat menjadi modalitas dalam pengobatan kasus malaria tertiana yang disebabkan oleh P. vivax.15 Tabel 1. Prenylflavon dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% 5-LOX dari leukosit babi (rata-rata ± SD, N = 30).17 No 1 2 3 4 5
Senyawa Artonin E Cycloartobiloxanthone Artobiloxanthone Heterophyllin Artonin A
IC50 (µM) 0,36 ± 0,03 1,1 ± 0,2 0,55 ± 0,2 0,73 ± 0,21 4,30 ± 0,5
P a g e | 32
ESSENTIAL 6 7 8
Artonin B Morusin Cycloheterophyllin
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 1,0 Âą 0,1 2,9 Âą 0,4 1,6 Âą 1.0
Proses Konstruksi dan Preparasi Gal-NLAE Saat ini, upaya penatalaksanaan malaria baik bersifat pencegahan maupun pengobatan melalui modalitas terapi yang memiliki efektivitas tinggi, efek samping yang rendah serta harga yang terjangkau merupakan kebutuhan utama yang menjadi pusat perhatian. Beberapa obat-obatan seperti golongan artemisin dan golongan kina telah terbukti memiliki efektifitas tinggi dalam menekan malaria namun menimbulkan efek samping yang cukup tinggiseperti gangguan hematologi dan sistem saraf pusat.45,46 Penggunaan nanoliposom tergalaktosilasi dan termodifikasi senyawa PEG berbasis senyawa artonin E merupakan suatu terobosan baru dalam penatalaksanaan malaria spesifik hypnozoit P. vivax dengan tujuan meningkatkan bioavabilitas, specific targeting, dan meminimalisasi efek samping. Nanoliposom merupakan struktur berbentuk vesikular dan bersifat koloidal yang memiliki variasi ukuran 100â&#x20AC;&#x201D;200nm.47,48. Nanoliposom tergalaktosilasi berguna untuk proses pengenalan terhadap ASPG-R dalam proses drug delivey. Hal ini menunjukkan bahwa, gal-NLAE sebagai pembawa obat tidak hanya dapat menghantarkan obat dengan konsentrasi tinggi tetapi juga memungkinkan obat tertuju pada sel atau organ spesifik, yaitu sel hepatosit. Senyawa artonin E merupakan turunan senyawa flavonoid yang bersifat hidrofilik.49 Nanoliposom sebagai karier obatyang kompatibel dengan obat hidrofilik sehingga cocok untuk enkapsulasi artonin E.47,50 Hal yang menjadi pusat perhatian adalah kemampuannya sebagai DOHH inhibitor yang memiliki peran signifikan dalam patogenesis malaria P. vivax relapse. Penelitian yang dilakukan di Universitas Tokushima, Jepang, menunjukkan bahwa artonin E memiliki nilaiIC50 paling rendah diantara senyawa flavonoid lainnya terhadap penghambatan kerja enzim DOHH secara in vitro.16 Penggunaan teknologi nanopartikel menjadi suatu solusi terbaik atas masalah sistem penghantaran modalitas ini. Liposom merupakan nanopartikel yang telah teruji efikasi dan keamanannya. Nanopartikel ini bersifat biodegradable, biokompatibel terhadap dua jenis obat, hidrofilik atau hidrophobik, dan non toksik. 51 Nanoliposom termodifikasi PEG telah terbukti meningkatkan efek farmakokinetik dan farmakodinamik, yaitu dengan meningkatkan kelaruran dalam air, perlindungan terhadap degradasi enzimatik, mengurangi renal clearance, meningkatkan waktu paruh, dan menghindari reticuloendothelial system (RES) clearance.52,53 Penggunaan gal-NLAE sejatinya sangat efektif dan efisien dalam penghantaran obat menuju sel target. Pengenalan ASPG-R hepatosit terhadap gal-NLAE yang terlalu bagus dapat menjadikan waktu drug exposure menjadi singkat atau dengan kata lain obat akan cepat dieliminasi.54 Gal-NLAE termodifikasi senyawa PEG menjadi solusi atas masalah tersebut. PEG memiliki kemampuan untuk mengurangi waktu paparan dan memperlambat
ASPG-R uptake sehingga penghantaran obat ke sel target menjadi cukup efektif.46 Proses ekstraksi dan isolasi artonin E dari kulit batang Artocarpus communis dapat dilakukan sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Pratangga (2013). Pratangga (2013) sebelumnya telah melakukan penelitian dengan melakukan proses ekstraksi dan isolasi artonin E dari kulit akar Artocarpus rigida. Artocarpus communis dan Artocarpus rigida merupakan tanaman dengan genus yang sama. Sebagian besartanaman Artocarpus memiliki karakteristik dan kandungan fitokimia yang sama. 55 Bahan tumbuhan berupa kulit batang Artocarpus communis awalnya dikumpulkan. Bahan tumbuhan dibersihkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari terlebih dahulu, kemudian digiling hingga berupa serbuk kulit batang. Tahap pertama ekstraksi diawali dengan proses maserasi. Serbuk kulit batang Artocarpus communis dimaserasi dengan 4 liter metanol selama 24 jam. Ekstrak metanol yang didapat dikeringkan dengan rotary evaporator pada suhu 40oC untuk menghindari kerusakan bahan aktif. Pelarut hasil evaporasi kemudian digunakan untuk melakukan maserasi berulang terhadap ampas serbuk Artocarpus communis. Proses maserasi ini diulangi hingga tiga kali dan akhirnya diperoleh hasil ekstrak metanol. Pemisahan senyawa diinisiasi melalui proses fraksinasi dengan menggunakan metode Kromatografi Vakum Cair (KVC). Ekstrak metanol difraksinasi dengan KVC (eluen n-heksana 100% dengan perbandingan nheksana dan etil asetat yaitu 7:3 sampai dengan 0:10) dan menghasilkan beberapa fraksi. Selajutnya dari hasil KVC tersebut, fraksi-fraksi yang memiliki Rf sama pada pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digabung sehingga diperoleh beberapa fraksi baru. Fraksi-fraksi tersebut difraksinasi kembali dengan metode KVC dan kemudian diperoleh artonin E berupa serbuk berwarna kuning. Mekanisme enkapsulasi artonin E dan nanoliposom menggunakan teknik thin film evaporation. Ekstrak Artonin E, hydrogenated phosphatidylcholine (HSPC), kolesterol, dan galactosyl lipid, dilarutkan dalam campuran metanol-kloroform (2:1) yang kemudian dilakukan homogenisasi dengan pengadukan 100rpm selama tiga puluh menit pada suhu 65oC.56 Selama homogenisasi berlangsung, larutan tripolifosfat (TPP) 0,1% ditambahkan pada sistem dengan laju 1mL/menit hingga interaksi muatan terbentuk. Pemberian TPP dilanjutkan hingga mendapatkan muatan zeta potensial sebesar -20mV dengan tujuan meningkatkan efektifitas nanopartikel dalam menghantarkan artonin E. Preparasi nanoliposom termodifikasi PEG diinisiasi dengan melarutkan dispersi nanoliposom dengan PEG pada campuran metanol dan kloroform (1:1). Kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator. Dispersi nanoliposom termodifikasi PEG yang terbentuk pada pelarut organik dipanaskan pada suhu 65oC dengan menggunakan termostat selama dua siklus pada 10.000psi untuk pengecilan ukuran. Selanjutnya, nanoliposom disentrifugasi dengan kecepatan 35.000rpm pada suhu 20oC selama dua puluh
P a g e | 33
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
menit. Kemudian, proses formulasi gal-NLAE menggunakan metode freeze-drying.57 Hasil sentrifugasi kemudian didispersikan dalam 200ml phosphate-buffered saline dengan kandungan 15mg/ml sukrosa, dan 10% glisin pada suhu ruangan (25oC). Pada saat proses freeze-drying, bahan dipompa ke dalam drying chamber pada freeze-dryer dengan suhu inlet-outlet 120±5 dan 65 - 70oC. Setelah itu, produk berupa gal-NLAE termodifikasi senyawa PEG siap untuk diadministrasikan.58-60 Artonin E, HSPC, kolesterol+methanolkloroform+galactosyl lipid
Homogenisasi (21.000rpm 10 menit) TPP 0,1% (1ml/menit) Dispersi nanopartikel Pemanasan,sentrifug asi, danfreeze-drying Modifikasi PEG
Galactosylated Nanoliposom Artonin Etermodifikasi (gal-NLAE) senyawa PEG Gambar 1. Skematik preparasi gal-NLAE Mekanisme Administrasi dan Dosis Potensial Gal-NLAE Jalur administrasi nanoliposom yang telah terbukti secara klinis maupun laboratorik mampu mengantarkan artonin E dengan baik meliputi administrasi intravena,61 inhalasi, topikal,62,63 dan peroral.64Atas dasar pertimbangan efektivitas dan kenyamanan, jalur administrasi peroral menjadi pilihan utama administrasi gal-NLAE. Artonin E sebagai turunan senyawa flavonoid menunjukkan bioavabilitas dan efikasi yang lebih baik jika diadministrasikan secara oral dan topikal,65 dengan teknologi nanoliposom sebagai carrier, menjadikan artonin E sebagai modalitas yang dapat dipertimbangkan dalam terapi malaria P. vivax relapse spesifik DOHH.50 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa liposom memiliki kemampuan untuk membuka tight junction pada jaringan epitel sehingga memungkinkan administrasi nanosfer secara oral maupun inhalasi.66 Metode administrasi peroral memang patut dipertimbangkan. Beberapa penelitian telah membuktikan efektivitas nanoliposom dapat diadministrasikan secara peroral dan mampu mendistribusikan obat secara sistemik.67 Dalam menghambat 5-LOX (DOHH) yang diujikan pada leukosit babi ialah sebesar 0,36 μM (Tabel 1.).16 Angka IC50 tersebut menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 0,36 μM dapat menghambat 50% DOHH. Jika 0,36 μM dikonversikan dalam gram adalah sebesar 157 μg. Oleh karena itu, dibutuhkan minimal kadar Artonin E sebesar 157 μg dalam menghambat 50% DOHH secara in vitro.16 Konversi dosis dengan
menghitung Human Equivalent Dose (HED) dalam satuan mg/kg berat badan. Dosis pada hewan dikalikan dengan pembagian antara konstanta Michaelis (Km) hewan dibagi dengan Km manusia.68,69Masing-masing nilai Km untuk babi/mini-pig (35) dan Km manusia dewasa (37) (Tabel 2.).70 Dengan perhitungan rumus HED, diperoleh dosis potensial 0.1 mg/kg berat badan untuk sekali administrasinya. Tabel 2. Konversi dosis hewan ke HED berdasarkan Body Surface Area (BSA) dan Km.70 No 1 2 3 4 5
Species Human Mouse Guinea pig Rabbit Mini-pig
Km 37 3 8 12 35
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Gal-NLAE Galactosylated nanoliposom yang termodifikasi PEG menunjang efektivitas zat aktif artonin E dalam menghambat kinerja enzim DOHH melalui karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik.71 Nanoliposom memiliki efektivitas tinggi dalam menghantarkan senyawa hidrofilik seperti artonin E. Rentang zeta potensial -20mV hingga -45mV menyebabkan drug loading capacity (DLC) nanoliposom artonin E mencapai 96%,72 sehingga memberikan efikasi dan terdegradasinya nanopartikel secara sempurna.72-74 Farmakokinetik gal-NLAE meliputi proses absopsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.75 Absorbsi gal-NLAE yang diadministrasikan secara peroral dengan bioavabilitas sistemik mencapai 70%.76 Tingkat penyerapan yang tinggi akan menunjang optimalisasi bioavabilitas gal-NLAE.77 Kombinasi terhadap TPP meningkatkan stabilitas suhu, zeta potensial, dan memenuhi syarat untuk digunakan secara komersil.78 Nanoliposom terdistribusi menuju organ target melalui sirkulasi darah dan menjaga stabilitas artonin E dengan sempurna selama proses distribusi.78 Gal-NLAE termodifikasi PEG mengurangi clearance RES sehingga meningkatkan waktu paruh dan waktu edarnya untuk melepaskan zat aktif secara adekuat serta membuat nanoliposom beredar selama berjam-jam dengan zat aktif tetap terenkapsulasi dengan baik.79-87 Nanoliposom selanjutnya mengalami metabolisme di ginjal,88 dan mengalami eliminasi secara efektif karena sifatnya biodegradeable. Tinjauan farmakodinamik dilihat dari respon imun yang terjadi di dalam tubuh. Gal-NLAE termodifikasi PEG memiliki resistensi terhadap RES clearance dan reaksi opsonin yang dinsiasi oleh komplemen (C3a dan C3b), fibronectin, dan immunoglobulin (IgG).87 Mekanisme Specific sebagai DOHHinhibitor
Targetting
Gal-NLAE
ASPG-R sebagai reseptor yang sensitif terhadap karbohidrat, dapat mengenali gal-NLAE sehingga penghantaran dapat terinisiasi dengan efektif dan efisien menuju sel target hepatosit untuk inhibisi DOHH.56 Aktivasi DOHH disertai dengan
P a g e | 34
ESSENTIAL proses oksidasi yang merubah Fe2+ menjadi Fe3+.89 Proses teraktivasinya DOHH terjadi pada hypnozoit P. vivax. DOHH yang aktif berperan dalam sintesis hypusine.15 Mekanisme aksi dari artonin E sebagai DOHH inhibitor dapat melalui dua jalur yaitu dengan mengurangi sisi aktif besi atau mengganggu aktivitas elektron yang terlibat dalam siklus redoks besi.89 Terjadinya dua jalur penghambatan tersebut merupakan fokus utama artonin E sebagai modalitas terapi malaria P. vivax relapse.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Nanoliposom sebagai pembawa, dapat menjaga stabilitas obat.94 Selain meningkatkan waktu paruh, obat liposomal berguna untuk mencegah degradasi enzimatik. Ukuran nano dari obattersebut mencegah penghapusan obat secara cepat dari sirkulasi. Penambahan PEG akan menambah waktu paruh yang ada karena memiliki fungsi yang sama dan ditunjang dengan minimnya efek toksisitas.95 Ditinjau dari segi biaya, artonin E mudah didapatkan dari kulit batang Artocarpus communis. Tanaman ini mudah ditemukan karena tumbuh merata dan tersebar diseluruh Indonesia.96 Dosis potensial bahan ini secara teori relatif rendah, yaitu 0,1 mg per kilogram berat badan. Hal ini menunjukkan artonin E sangat ideal untuk dikembangkan karena efektif dan hemat dalam penggunaan. artonin E yang dibawa oleh nanoliposom dengan modifikasi PEG ini diharapkan mampu menjadi pilihan modalitas terapi yang tepat sasaran, tahan lama dalam sirkulasi, dan minim toksisitas. SIMPULAN
Gambar 2. Mekanisme kerja Artonin E dalam menghambat DOHH Dapat diusulkan bahwa target terapi galNLAE termodifikasi senyawa PEG ini adalah menghambat katalisasi DOHH dalam mensintesis hypusine yang sejatinya berperan secara signifikan dalam proses proliferasi parasit. Aktivitas DOHH mengakibatkan sintesis hypusine terhambat dan faktor proliferasi juga terhambat. Hypusine memegang peranan penting dalam modifikasi eIF5A sebagai faktor proliferasi. Inhibisi yang dilakukan terhadap aktivitas DOHH oleh gal-NLAE termodifikasi senyawa PEG diharapkan akan mengontrol produksi hypusine yang berperan dalam patogenitas malaria P. vivax relapse. Analisis Manfaat Gal-NLAE Pada dasarnya, obat-obatan antimalaria memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap Plasmodium.90 Akan tetapi, beberapa permasalahan yang muncul dalam terapi dan profilaksis terbukti mengurangi efektivitas kemoterapi maupun kemoprofilaksis malaria. Primaquine sebagai satu-satunya obat yang terlisensi dapat mengeradikasi hypnozoit secara efektif. Permasalahan pertama muncul dari kelemahan obat antimalaria konvensional itu sendiri, yaitu tidak ada specific targeting, distribusi subseluler, bioavabilitas obat rendah, waktu paruh yang singkat, instabilitas regimen obat, serta toksisitas yang tinggi dan berpengaruh signifikan pada pasien.91-93 Artonin E yang menjadi modalitas penatalaksanan malaria P. vivax relapse akan dimodifikasi untuk meningkatkan efektivitasnya. Bahan ini memiliki IC50 yang sangat rendah yaitu 0,36 ÎźM, menjadikan senyawa ini sebagai DOHH inhibitor yang poten dan spesifik untuk mencegah malaria P. vivax relapse.
Sediaan gal-NLAE dengan bahan aktif artonin E sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pilihan terapi alternatif malaria. Keunggulan artonin E yang mudah didapat dari kulit batang Artocarpus communis, harganya yang murah, serta dosis terapi yang rendah menjadikan artonin E mampu menjawab kekurangan-kekurangan dari terapi malaria P. vivax relapse yang telah ada. Metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk mendapatkan artonin E adalah dengan maserasi dan kemudian difraksinasi dengan KVC hingga didapatkan Srtonin E dalam bentuk serbuk berwarna kuning. Artonin E untuk administrasi per oral dengan dosis terapi 0,1 mg/kg berat badan. Artonin E fokus menghambat kerja enzim DOHH pada eIF-5A yang menstimulasi biosintesis hypusine. Berkurangnya hypusine diharapkan akan mencegah proses proliferasi parasit. SARAN Artonin E telah diuji secara laboratorik dan terbukti memiliki efek inhibisi terhadap 5-LOX (DOHH) yang poten dengan angka IC50 0,36 ÎźM. Namun masih membutuhkan penyempurnaan terkait evaluasi klinis lebih lanjut mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik serta efektivitas dalam tatalaksana malaria P. vivax relapse. Dengan demikian diperlukan penelitian lebih lanjut terkait penentuan dosis terapi yang tepat, frekuensi administrasi, efek klinis, serta pengembangan artonin E ini dalam penatalaksanaan malaria sehingga mampu menjadi pilihan terapi malaria P. vivax relapse. Seluruh komponen akademisi, pemerintah, dan masyarakat juga diharapkan dapat bersinergi untuk mengembangkan bahan alami dari tumbuhan yang melimpah di Indonesia dalam upaya pengembangan dunia medis. DAFTAR PUSTAKA 1. Centers for Disease Control and Prevention. Malaria. Available at
P a g e | 35
ESSENTIAL http://www.cdc.gov/malaria. Diakses 17 Februari 2015. 2. Fairhurst RM, Wellems TE. Plasmodium species (Malaria). In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R. Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia;2009. 3. Bernard JB. Malaria’s contribution to world war one – the unexpected adversary. Malaria Journal 2014;13:497. 4. World Health Organization. Climate Change and Human Health. Geneva: WHO,2000. 5. Price RN, Douglas NM, Anstey NM. New development in Plasmodium vivax malaria: severe disease and the rise of chloroquine resistance. Curr Opin Infect Dis 2009;22:430— 35. 6. Gething PW, Elyazar IRF, Moyes CL, Smith DL, Battle KE, Guerra CA, et al. A long neglected world malaria map: Plasmodium vivax endemicity in 2010. PLoS Negl Trop 2012;6(9):e1814. 7. Baird JK. Malaria at the millennium: Control strategies in crisis. Drugs 2000;59:719—43. 8. Phillips P, West LJ. Serious adverse drug reactions to pyrimethamine-sulphadoxine, pyrimethamine-dapsone and to amodiaquine in Britain. Journal of the Royal Society of Medicine 1990;83:82—85. 9. Price R. Adverse effects in patients with acute falciparum malaria treated with artemisin derivatives.Am J Trop Med Hyg 1999;60:547— 55. 10. Taylor WR, White NJ. Antimalarial drug toxicity: A review. Drug Saf 2004;27:25—61. 11. Adisa R, Fakeye T, Dike D. Evaluation of adverse effect drug reactions to Artemisinbased combination therapy in Nigeria University community. Trop J Pharm Res 2008;7(2):937— 44. 12. Njuguna JT, Nassar M, Hoerauf A, Kaiser AE. Cloning, expression, and functional activity of deoxyhypusine synthase from Plasmodium vivax. BMC Microbiol 2006;16(6):91. 13. Allen H, Hershey JW. Eukaryotic translation initiation factor (eIF) 5A stimulates protein synthesis in Saccharomyces cerevisiae. Proceedings of the National Academy of Sciences 2011;16(2011):6415—19. 14. Kaiser A, Ulmer D, Goebel T, Holzgrabe U, Saeftel M, et al. Inhibition of hypusine biosynthesis in plasmodium: a possible, new strategy in prevention and therapy of malaria. Mini Rev Med Chem2006;(11):1231—41. 15. Atemnkeng VA, Pink M, Schmitz-Spanke S, Wu XJ, Dong LL, Zhao KH, et al. Deoxyhypusine hydroxylase form Plasmodium vivax, the neglected human malaria parasite: Molecular cloning, expression, and specific inhibition by the 5-LOX inhibitor Zileuton. PloS One 2013;8(3):1—12. 16. Reddy GR, Ueda N, Hada T, Sackeyfio AC, Yamamoto S, Hano Y, et al. A phenylflavone, artonin E, as arachidonate 5-lipoxygenase inhibitor. Biochemical Pharmacology 1991;41(1):115—18.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 17. Buzea C, Pacheco I, Robbie K. Nanomaterials and Nanoparticles: Sources and Toxicity. Biointerphases 2007;2(4):17—71. 18. Hashida M, Nishikawa M, Yamashita F, Takakura Y. Cell-specific delivery of genes with glucosylated carriers. Advanced Drug Delivery Reviews 2001;52(3):187—96. 19. Atyabi F, Farkhondehfai A, Esmaeili F, Dinarvand R. Preparation of pegylated nanoliposomal formulation containing SN-38: in vitro characterization and in vivo biodistribution in mice. Acta Pharm 2009;59:133-44. 20. Milla P, Dosio F, Cattel L. PEGylation of proteins and liposomes: a powerful and flexible strategy to improve the drug delivery. Bentham Science 2012;13:105-19. 21. Sinka E, Michael J , Sylvie M. A global map of dominant malaria vectors. Parasites & Vectors 2012;5:69. 22. Fauci,et al. Harrison’s Internal Medicine. The McGraw-Hill Companies.USA. 2010:1045. 23. Cristin W, D.Scott . Malaria:the clinical basics. Stanford University 2013:1—67. 24. Inge Sutanto, Is Sumariah, Pudji K , Saleha S: Buku Ajar Parasitologi.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Balai Penerbit FKUI 2009:189-207. 25. Dennis L. Kasper, Anthony S. Fauci. Harrison’s Infectious Disease. The McGraw-Hill Companies.USA. 2010:2255. 26. Danny A , Johanna D, Elinor L. Pathogenesis of Malaria. Official reprint from UpToDate 2010:117. 27. Peter W., Iqbal R. Elyazar, Catherine L. Moyes, Anand P,et al. A Long Neglected World Malaria Map: Plasmodium vivax Endemicity in 2010. PLOS Neglected Tropical Diseases 2012;6:1814. 28. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008:1—37. 29. Sukarban S. Obat Malaria. Dalam: Farmakologi Dan Terapi. Edisi ketujuh. Bagian Farmakologi FKUI.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.2012:556-70. 30. Atyabi F, Farkhondehfai A, Esmaeili F, Dinarvand R. Preparation of pegylated nanoliposomal formulation containing SN-38: in vitro characterization and in vivo biodistribution in mice. Acta Pharm 2009;59:133—44. 31. Patel G, et al. Nanoliposomal dry powder formulations. Methods Enzymol 2009. 32. Managit C, Kawakami S, Nishikawa M, Yamashita F, Hashida M. Targeted and sustained drug delivery using PEGylated galactosylated liposomes. International Journal of Pharmaceutics 2003:77—84. 33. Hashida M, Kawakami S, Yamashita F. Lipid carrier systems for targeted drug and gene delivery. Chem Pharm Bull2005;(8):871—80. 34. Milla P, Dosio F, Cattel L. PEGylation of proteins and liposomes: a powerful and flexible strategy to improve the drug delivery. Bentham Science 2012;13:105—19. 35. Kuete et al.: Antimicrobial activities of the methanol extract and compounds from
P a g e | 36
ESSENTIAL Artocarpus communis (Moraceae). BMC Complementary and Alternative Medicine 2011;11:42. 36. Ramadhani A N, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Larva Artemia Salina Leach dengan metode brine shrimp Lethality Test (BST). Fakultas Kedoktean Unversitas Diponegoro, Semarang, 2009. 37. Ragone D, Farm and Forestry Production and Marketing Profile for Breadfruit (Artocarpus Altilis). In : Elevith, C.R. (ed.). Specialty Crops for Pacific Island Agroforestry. Permanent Abriculture Resource (PAR), Halualoa, Hawaii. 2014. 38. Jones et al. - Beyond the Bounty: Breadfruit (Artocarpus altilis) for food security and novel foods in the 21st Century. Ethnobotany Research & Applications 2011;9:129—49. 39. Somashekhar M, Naira Nayeem, Basavraj Sonnad. A Review on Family Moraceae (Mulberry) With a Focus on Artocarpus Species. World Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences 2013;2(5):2614—21. 40. Mukesh S. Sikarwar, Boey Jia Hui, Kumutha Subramaniam, Bavani Devi Valeisamy, Ling Kar Yean, and Kaveti Balaji. Natural Indicator as a substitute to Synthetic indicator-A Developmental Approach. J App Pharm Sci 2014;4(08):91—97. 41. Yonn JH, Baek SJ. Molecular Targets of Dietary Polyphenols with Antiinflammatory Properties. Yonsei Med J 2005;46;585—96. 42. Kim HP, Son KH, Chang HW, Kang SS. Antiinflammatory Plant Flavonoids and Cellular Action Mechenism. J Pharmacol Sci 2004;96:229—45. 43. Hakim, E.H., S.A. Achmad, L.D. Juliawaty, L. Makmur, Y.M. Syah, N. Aimi, M. Kitajima, H. Takayama & E.L. Ghisalberti. Prenylated flavonoids and related compounds of the Indonesian Artocarpus (Moraceae). Journalof Natural Medicines 2008;60(3):161—84. 44. Plaibua K, Pongrakhananon V, Chunhacha P, Sritularak B, Chanvorachote P. Effects of artonin e on migration and invasion capabilities of human lung cancer cells. Anticancer Res 2013;33(8):3079-88 45. Yadav RS, Ghash SK. Radical curative efficacy of five-day regimen of primaquine for treatment of Plasmodium vivax malaria in India. J Parasitol 2002;88:1042—44. 46. Al Kadi, Hussein O. Antimalarial drug toxicity: A review. Chemotherapy-Basel 2007;53(6):385. 47. Nilesh J, Ruchi J, Navneet T, Brham PG, Deepak KJ, Jeetendra B, et al. Nanotechnology: A safe and effective drug delivery system. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2010;3(3):2010. 48. Panyam J, Labhasetwar V. Biodegreadable nanoparticles for drug and gene delivery to cell and tissue. Adv Drug Deliv Rev 2003;55:329— 47. 49. Aliefman H. A prenylated flavone from the heartwood of Artocarpus scortechinii King (Moraceae). Indo J Chem 2009;9(1):146—50.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 50. Mignet N, Seguin J, Chabot GG. Bioavability of polyphenol liposomes: A challenge ahead. Pharmaceutics 2013;5(3):457—71. 51. Bhowmik D, Chiranjib, Jayakar RM. Role of nanotechnology in novel drug delivery system. Journal of Pharmaceutical Science and Technology 2009;1(1):20-35. 52. Atyabi F, Farkhondehfai A, Esmaeili F, Dinarvand R. Preparation of pegylated nanoliposomal formulation containing SN-38: in vitro characterization and in vivo biodistribution in mice. Acta Pharm 2009;59:133—44. 53. Milla P, Dosio F, Cattel L. PEGylation of proteins and liposomes: a powerful and flexible strategy to improve the drug delivery. Bentham Science 2012;13:105—19. 54. Bhadra D, Bhadra S, Jain P, Jain NK. Penology: a review of PEG-ylated system.Pharmazie 2002;57:5—29. 55. Aliefman H. A prenylated flavone from the heartwood of Artocarpus scortechinii King (Moraceae). Indo J Chem 2009;9(1):146-50. 56. Jiang PL, Lin HJ, Wang HW, Tsai WY, Lin SF, Chien MY, et al. Galactosylated liposome as a dendritic cell-targeted mucosal vaccine for inducing protective anti-tumor immunity. Acra Biomaterialia 2015;11:356—67. 57. Nguyen TX, Huang L, Liu L, Abdalla AHE, Gauthier M, Yang G. Chitosan-coated nanoliposomes for the oral delivery of berberine hydrochloride. Journal of Materials Chemistry B 2014;2:7149-59. 58. Gharib A, Faezizadeh Z, Mesbah-Namin SAR, Saravani R. Preparation, characterization and in vitro efficacy of magnetic nanoliposomes containing the artemisin and transferrin. Daru 2014;22(1):44. 59. Wang ZY, Wang L, Zhang J, Li YT, Zhang DS. A study on the preparation and characterization of plasmid DNA and drug-containing magnetic nanoliposomes for the treatment of tumors. Int J Nanomedicine 2011;6:871-5. 60. Singh KK, Vingkar SK. Formulation, antimalarial activity and biodistribution of oral lipid nanoemulsion of primaquine. Int J Pharm 2008;347(1-2):136-43. 61. Serwer LP, Noble CO, Michaud K, Drummond DC, Kirpotin DB, Ozawa T, et al. Investigation of intravenous delivery of nanoliposomal topotecan for activity against orthotopic glioblastoma xenografts. Neuro Oncol 2011;13(12):1288-95. 62. Li C, Zhang X, Huang X, Wang X, Liao G, Chen Z. Preparation and characterization of flexible nanoliposome loaded with daptomycin, a novel antibiotic, for topical skin therapy. Int J Nanomedicine 2013;8:1285-92. 63. Kalantari H, Hemmati AA, Bavarsad N, Rezaie A, Ahmadi S. Effect of topical nanoliposomes paromomycin on rats liver and kidney. Nat Pharm Prod 2014;9(4):1-8. 64. Ma Q, Han Y, Chen C, Cao Y, Wang S, Shen W, et al. Oral absorption enhancement of probucol by PEGylated G5 PAMAM dendrimer modified nanoliposomes. Mol Pharm 2015;7:642.
P a g e | 37
ESSENTIAL 65. Werz O. Inhibition of 5-lipoxygenase product synthesis by natural compounds of plant origin. Planta Med 2007; 73: 1331-57. 66. Bhai SA, Yadav V, Mamatha Y, Prasanth VV. Liposomes: An overview. JPSI 2012;1(1):13-21. 67. Liang J, Wu W, Liu Q, Chen S. Long-circulating nanoliposome (LCNs) sustained delivery of baicalein (BAI) with desired oral bioavability in vivo. Drug Delivery 2013;20(8):319-23. 68. Reagan-Shaw S, Nihai M, Ahmad N. Dose translation from animal to human studies revisited. FASEB J 2008;22(3):659-61. 69. Shin JW, Seol IC, Son CG. Interpretation of animal dose and human equivalent dose for drug development. The Journal of Korean Oriental Medicine 2010;31(3):1-7. 70. Swindle MM, Makin A, Herron AJ, Clubb Jr FJ, Fraizer KS. Swine as models in biomedical research and toxicology testing. Veterinary Pathology 2012;49(2):344-56. 71. Gabizon A, Shmeeda H, Barenholz Y. Pharmacokinetics of pegylated liposomal doxorubicin: review of animal and human studies. Clinical Pharmacokinetics 2003;42(5):419—36. 72. Tanima B, Susmita M, Ajay KS, Kumar Sharma R, Mairta A. Preparation, characterization, and biodistribution of ultrafine chitosan nanoparticles. Int J Pharm 2002;243(1-2):93— 105. 73. Kato K, Koido M, Kobayashi M, Akagi T, Ichiki T. Statistical fluctuation in zeta potensial distribution of nanoliposomes measured by onchip microcapillary electrophoresis. Electrophoresis 2013;34(8):1212—8. 74. Tseng LP, Liang HJ, Chung TW, Huang YY, Liu DZ. Liposomes incorporated with cholesterol for drug release triggered by magnetic field.Journal of Medical and Biological Engineering 2007;27(1):29-34. 75. Allen TM, Cullis PR. Liposomal drug delivery: From concept to clinical applications. Advanced Drug Delivery Reviews 2013;65:36-48. 76. Singh KK, Vingkar SK. Formulation, antimalarial activity and biodistribution of oral lipid nanoemulsion of primaquine. Int J Pharm 2008;347:136-43. 77. Rane YM, Mashru RC, Sankalia MG, Sutariya VB, Shah PP. Investigation on factors affecting chitosan for dissolution enhancement of oxcarbazapine by spray dried microcrystal formulation with an experimental design approach. Drug Dev Ind Pharm 2007;33:100823. 78. Leonarduzzi G, Testa G, Sottero B, Gamba P, Poli G. Design and development of nanovehiclebased delivery system for preventive or therapeutic supplementation with flavonoid. Curr Med Chem 2010;17(1):74-95 79. Maruyama K, Takizawa T, Yuda SJ, Kennel L, Huang M, Iwatsuru M. Targetability of novel immnunoliposomes modified with amphipathic poly(ethyleneglycol)s conjugated of their distal terminals to monoclonal antibodies. Biochim Biophys Acta 1995; 1234:74-80 80. Torchilin VP, Klibanov AL, Huang L, O’Donnell S, Nossiff ND, Khaw BA. Targeted accumulation
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL of polyethylene glycol-coated immunoliosome in infracted rabbit myocardium. FASEB J 1992;6:2716-2719. 81. Ahmad I, Allen TM. Antibody-mediated specific binding and cytotoxicity of liposome-entrapped doxorubicin to lung cancer cells in vitro. Cancer Res 1992;1149:180-4. 82. Blume G, Cevc G, Crommelin MD, BakkerWoudenberg LA, Kluft C, Storm G. Specific targeting with poly(ethylene glycol)-modified liposmes: coupling of homing devices to the ends of the polymeric chains combines effective target binding with long circulation times. Biochim Biophys Acta 1993;1149:180-84. 83. Allen TM, Agrawal AK, Ahmad I, Hansen CB, Zalipsky S. Antibody-mediated targeting of longcirculating (Stealth®) liposomes. J Liposome Res 1994;4:1-25. 84. Lee RJ, Low PS. Delivery of liposomes into cultured KB cells via folate receptor-mediated endocytosis. J Biol Chem 1994;269:3198-204. 85. Hansen CB, Kao GY, Moase EH, Zalipsky S, Allen TM. Attachment of antibodies of sterically stabilized liposomes: evaluation, comparison, and optimization of coupling procedures. Biochim Biophys Acta 1995;1239:133-44. 86. Allen TM, Brandeis E, Hansen CB, Kao GY, Zalipsky S. A new strategy for attachment of antibodies to sterically stabilized liposomes resulting in efficient targeting to cancer cells. Biochim Biophys Acta 1995;1237:99-108. 87. Suzuki S, Watanabe T, Masuko Y, Hashimoto Y. Preparation of long-circulating immunoliposomes containing adriamycin by a novel method to coat immunoliposomes with poly(ethylene glycol). Biochim Biophys Acta 1995;124:9-16. 88. Gabizon A, Shmeeda H, Barenholz Y. Pharmacokinetics of pegylated liposomal doxorubicin: review of animal and human studies. Clinical Pharmacokinetics 2003;42(5):419—36. 89. Werz O. Inhibition of 5-lipoxygenase product synthesis by natural compounds of plant origin. Planta Med 2007; 73: 1331-57. 90. Alker AP, Lim P, Sem R, Shah NK, Yi P, Bouth DM, et al. Pfmdr1 and in vivo resistance to artesunate-mefloquine in falciparum malaria on the Cambodian-Thai border. Am J Trop Med Hyg 2007;76(4):641-7. 91. Davanco MG, Aguiar ACC, dos Santos LA, Padilha EC, Campos ML, Peccinini RG, et al. Evaluation of antimalarial activity and toxicity of a new primaquine prodrug. PLoS One 2014;9(8):e105107. 92. Na-Bangchang K, Karbwang J. Current status of malaria chemotherapy and the role of pharmacology in antimalarial drug research and development. Fundam Clin Pharmacol 2009;23(4):387-409. 93. Vale N, Moreira R, Gomes P. Primaquine revisited six decades after its discovery. Eur J Med Chem 2009;44(3):937-53. 94. Diaz MR, Pablo E, Meija V. Nanoparticles as drug delivery systems in cancer medicine: Emphasis on RNAi-containing nanoliposomes. Pharmaceuticals 2013;6(11):1361-80.
P a g e | 38
ESSENTIAL 95. Kuete, et al. Antimicrobial activities of the methanol extract and compounds from artocarpus communis (moraceae). BMC Complementary and Alternative Medicine 2011; 11:42.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 96. Ramadhani AN. Uji toksisitas akut ekstrak etanol daun sukun (artocarpus altilis) terhadap larva artemia salina leach dengan metode brine shrimp lethality test (bst). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 2009.
P a g e | 39
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA POTENSI TEKNOLOGI NANOPARTIKEL MAGNETIKTERENKAPSULASI GEN hVEGFDAN IL-4 SEBAGAI AGEN PROANGIOGENESIS PADAPENYAKIT JANTUNG ISKEMIK Angga Dominius* dan Patrisia Halla** *) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura. **) Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura. ABSTRAK Penyakit jantung iskemik (PJI) masih menduduki peringkat pertama dari 20 penyakit yang diketahui dapat menurunkan angka harapan hidup masyarakat dunia. Di Indonesia jumlah kasus penyakit jantung iskemik kurang lebih mencapai 300.000.000 kasus dengan angka mortalitas mencapai 35.000.000 kasus. Angka mortalitas yang tinggi mengisyaratkan tenaga medis untuk melakukan penanganan PJI yang lebih efektif, salah satunya adalah dengan menggunakan faktor pertumbuhan.Telah ditemukan vascular endothelial growth factor (VEGF) serta reseptor tempat kerjanya (VEGFR1-3) yang diketahui dapat memiliki efek proangiogenesis pada pasien PJI, faktor tersebut memiliki banyak dampak menguntungkan bagi proses angiogenesis di jantung sehingga banyak diteliti oleh para peneliti. Penemuan lebih lanjut mengenai penggunaan Interleukin (IL)-4 sebagai upregulatorvascular endothelia growth factorreceptor (VEGFR) khususnya 1 (VEGFR1) Gen hVEGF yang disisipkan ke dalam stem sel mesenkimal menggunakan nanopartikel diketahui memiliki nilai efektivitas dan keamanan yang tinggi dibanding dengan pembawa virus. Penggunaan nanopartikel magnetik terenkapsulasi gen hVEGF dan IL-4 sangat memberikan efek proangigenesis maksimal. Akibat pemberian muatan magnetik pada nanopartikel yang dikendalikan melalui medan magnet eksternal yang ditanamkan di dada tikus area iskemik.Nanopartikel magnetik tersebut bekerja tepat sasaran menuju area iskemik, akhirnya menimbulkan ekpresi gen hVEGF dan upregulasi VEGFR1 di area tersebut kemudian menyebabkan perbaikan jaringan jantung melalui efek proangiogenesisnya. Kata Kunci : VEGF, IL-4, Stem sel mesenkimal, nanopartikel magnetik, agen proangiogenesis. ABSTRACT The ischemic heart disease (IHD) still on the first place from 20 diseases had been known could decrease life expectancy rate of worldwide community. In Indonesia Incident IHD approximately 300.000.000 cases with mortality rate reached 35.000.000 cases. High mortality rate suggests scientist to carry out a more effective treatmen of IHD, example growth factors. It had been found a vascular endothelial growth factor (VEGF) and its receptors (VEGFR1-3) which were known have proangiogenesis effect in patients then, the further discovery about the used of IL-4 as receptor upregulator VEGF especially VEGFR1. hVEGF genes were inserted into mesenchymal stem cell by using nanoparticles had been known have high effectiveness score compared to the virus carrier. The used of stem cell could increase genes hVEGF expression and this stem cell also could move to ischemic area. The utilization of magnetic nanoparticles were encapsulated hVEGF genes and IL-4gave maximum proangigenesis effect. As a result of administrated of magnetic charge to the nanoparticles were controlled through external magnetic field was planted in mouseâ&#x20AC;&#x2122;s chest (exactly on the ischemic area), the magnetic nanoparticles could move to proper place ischemic area exactly and caused expression of hVEGF genes and upregulation of VEGFR1 In this area finally generated a repair in heart tissues by the proangiogenesis effect. Key Words : VEGF, IL-4, mesenchymal stem cell, magnetic nanoparticles, proangigenesis agent. PENDAHULUAN Penyakit jantung iskemik dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang berpengaruh pada arteri koroner jantung sehingga berakibat pada perfusi miokard menjadi inadekuat, yang mana pada dasarnya dapat bersifat akut dan sementara.Pada beberapa kondisi, penyakit jantung iskemik dapat berhubungan dengan perubahan signifikan dalam struktur dan fungsi antara kompartemen vaskular dan miokard, dapat bersifat kontinyu dan progresif.1 Terapi penyakit jantung iskemik saat ini masih menggunakan teknik lama dan serupa dengan penanganan penyakit IM yaitu, reperfusi koroner dan intervensi bedah. Reperfusi koroner bisa dilakukan dengan terapi trombolitik atau intervensi koroner perkutaneus kedua terapi ini
telah menunjukkan efikasinya pada cedera iskemik, namun potensi perlindungan miokardum masih belum jelas dan masih dilakukan penelitian lebih lanjut selain itu, proses reperfusi membutuhkan prosedur berulang jika timbul serangan kembali.Intervensi bedah seperti pemasangan stent koroner dan bypass adalah pilihan utama pada pasien dengan penyakit jantung koroner berat. Teknik pembedahan ini tidak dapat diaplikasikan pada semua pasien, tidak ada pilihan lain pada pasien dengan penyakit koroner berat yang tidak dapat menerima operasi akibat berbagai hal tertentu sehingga, risiko fatal dapat meningkat. Selain itu, intervensi bedah pada kasus lesi stenosis multipel atau penyait di pembuluh darah multipel tidak memberikan pertolongan jangka panjang, terkadang masih akan menyisakan gejala. Meskipun pencegahan efektif dan terapi medis dari
P a g e | 40
ESSENTIAL IM telah berkembang dan diperbaiki namun, masih terdapat sejumlah angka kematian per tahun yang cukup mengkhawatirkan.2,3,4,5 Berdasarkan statistik World Health Organization (WHO)6, penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama dari 20 penyakit yang dapat menurunkan angka harapan hidup dikarenakan kematian dini. Prevalensi penyakit jantung iskemik di dunia di tahun 2011 adalah berkisar 46% pada laki â&#x20AC;&#x201C; laki dan 38% pada perempuan. Jumlah kasus penyakit jantung iskemik di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan, pada tahun 2011 diketahui jumlah kasus penyakit jantung iskemik pada pria sebesar 120.600.000189.400.000 kasus sedangkan pada perempuan sebesar 94.500.000-266.300.000 kasus. Mortalitas penyakit jantung iskemik di Indonesia sendiri adalah 19.100.000-54.100.000 kasus pada laki - laki dan 11.200.00-33.400.000 kasus pada perempuan.7Berdasarkan data tersebutperlu ditemukan teknik terapi terbaru berbasis teknologi masa kini sehingga diharapkan di masa depan angka kejadian dan mortalitas penyakit jantung iskemik dapat ditekan. Berbagai penelitian berbasis teknologi mutakhir telah dilakukan, mulai dari membenahi proses terapi konvensional berupa terapi trombolitik dan invasif hingga melakukan penelitian pada teknik terapi penyakit jantung iskemik non-invasif. Terapi invasif telah diketahui sebelumnya memiliki beberapa kekurangan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu pengembangan terapi baru pada pasien jantung iskemik dan pasca IM yang mana sulit mendapatkan terapi invasif untuk revaskularisasi. Vascular endothelial growth factor (VEGF) adalah regulator penting dalam perkembangan pembuluh darah (vaskulogenesis) selama masa embriogenesis serta dalam pembentukan pembuluh darah (angiogenesis) pada manusia dewasa. Penelitian terdahulu diketahui potensi VEGF yang berperan penting dalam memperbaiki jantung setelah infark miokard akut (IMA). Hal ini telah terbukti bahwa VEGF serum secara signifikan bertambah setelah IM.8,9,10 Penelitian lanjutan menemukan bahwa setelah IM, VEGF dapat berinteraksi dengan VEGFR1 (Flt-1) dan VEGFR2(KDR/Flk-1) yang mana akan terekspresi oleh sel endotel dan CD34+/ stem sel hematopoietik dan selanjutnya memobilisasi dan merekrut sel â&#x20AC;&#x201C; sel tersebut dari pembuluh darah perifer maupun sum â&#x20AC;&#x201C; sum tulang belakang ke daerah IM. Setelah berikatan dengan reseptornya yaitu VEGFR1 (reseptor pertama VEGF) dan VEGFR2 (reseptor kedua VEGF), VEGF dapat memicu angiogenesis, menghambat apoptosis sel endotel dan mempromosikan proliferasi sel endotel.5, 11,12,13 Pada penelitian Zhang et al5, penggunaan nanopartikel magnetik-adenovirus yang terimpregnasi gen hVEFG dapat memberikan efek yang serupa dengan penelitian sebelumnya yaitu ekspresi VEGF pada daerah IM dan memicu neovaskularisasi dan meningkatkan fungsi ventrikel kiri pasca infark. Sebelumnya, teknik nanopartikel telah banyak digunakan dalam peneltian modern, nanopartikel magnetik ini ditujukan untuk menspesifikkan target terapi yaitu pada daerah IM, sehingga pada daerah dada yang terkena infark
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL diberikan magnet agar nanopartikel yang telah diisikan vektor adenovirus dengan gen hVEGF dan diberikan muatan magnetik dapat mencapai target yang diinginkan. Penggunaan vektor adenovirus sebagai pembawa gen VEGF diketahui sebagai cara yang tidak aman terutama pada pasien imunokompromis.14,15 Oleh sebab itu, dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan vektor pembawa non-viral untuk menurunkan risiko tersebut. Pada penelitian Yang et al16digunakan stem sel yang diisi dengan gen VEGF, pada penelitian ini menunjukkan ekspresi VEGF meningkat pada stem sel dan ketika diberikan secara intramuskular pada daerah yang mengalami nekrosis akibat iskemik dapat meningkatkan angiogenesis pada daerah tersebut. VEGF dengan reseptornya VEGFR1 dan VEGFR2 memiliki peran krusial dalam kelainan angiogenesis. VEGF memicu keselamatan sel, migrasi dan proliferasi sel endotel. Di dalam sel endotel, VEGFR2 adalah reseptor dominan untuk proangiogenesis. Namun, VEGFR1 adalah faktor antiangiogenik karena reseptor ini dapat menghalangi pengikatan VEGFA (bagian dari famili VEGF yang bersifat non-selektif, bisa menduduki VEGFR1 dan VEGFR2) pada VEGFR2. VEGF-B (bagian dari famili VEGF, bersifat selektif pada VEGFR1) diketahui memiliki efek angiogenesis dan efek proangiogenesis lain dengan cara tidak langsung pada reseptor VEFGR2. Pada penelitian Xia et al17diketahui IL-4 (suatu mediator inflamasi) dapat meningkatkan upregulasi VEFGR1 sehingga memberikan kemudahan bagi VEGF-B untuk berikatan dengan reseptornya yang pada akhirnya juga akan memberikan kesempatan VEGF-A untuk menduduki VEGFR2 yang selanjutnya menghasilkan efek proangiogenesis.18,19,20,21,22 Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui potensi terapi baru penyakit jantung iskemik yaitu dengan nanopartikel magnetik terenkapsulasi gen hVEGF dan IL-4 sebagai agen proangiogenesis pada penyakit jantung iskemik. Melalui penelitian ini diharapkan menjadi sumber ide inovatif bagi terapi penyakit jantung iskemik, yang nantinya gagasan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas terapi penyakit jantung iskemik serta dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien. PEMBAHASAN Permasalahan Penyakit Jantung Iskemik Terkini Penyakit jantung dan pembuluh darahmerupakanmasalah medisdanekonomi globaldengantingkat morbiditasdantingkat mortilitas yang tinggi. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang, penyakit jantung iskemiktelah terdaftar sebagaisalah satu dari15kondisiterkemukayang menyebabkankecacatanfungsional, sehingga mempengaruhikualitas hidup dankemampuan seseorang untuk bekerja. Salah satumodalitaspengobatan potensial yaitu penargetangen, dapatmemberikan alternatifunik untukterapiPJIsaat ini.Fungsi utamadaripenargetan gendi area IMadalahuntuk
P a g e | 41
ESSENTIAL meningkatkan ekspresi gen endogen melalui amplifikasi gen eksogen, disampaikan oleh plasmid atau vektor virus untuk meningkatkan perfusi miokard, dan membatasi gejala sisa jangka panjang. Studi klinis awal penargetan gen di area IM difokuskan pada induksi faktor angiogenik dan hasil yang samar-samar namun demikian, kemajuan signifikan telah dibuat dalam vektor virus, cara persalinan, dan target potensial relevan untuk PJK dan PJI.1 Berbagai usaha tersebut masih belum cukup. Penelitian untuk mendapatkan agen penyampai obat bersifat penargetan yang spesifik (tanpa menimbulkan efek samping) masih sulit dilakukan. Apabila terjadi salah penargetan implantasi gen, maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah mutasi genetik pada gen tersebut hingga berakhir pada terjadinya keganasan. Hal ini tentunya sangat dihindari oleh para peneliti saat ini, oleh sebab itu diperlukan suatu vektor pembawa yang diharapkan selain berefek proangiogenesis juga memiliki sifat specific targeting agar risiko mutasi genetik dapat dikurangi. Mekanisme Kerja VEGF Pada Penyakit Jantung Iskemik Vascular endothelia growth factor (VEGF) merupakan faktorpertumbuhanproangiogenik kuat yangmerangsangproliferasi, migrasi, dankelangsungan hidupsel-selendotel.VEGF juga telah diakui sebagairegulatorpenting daripertumbuhan pembuluh darahnormal dan abnormal.Tirosin KinaseFlt-1 (VEGFR-1) danFLK-1 /KDR(VEGFR-2) merupakan reseptor yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap proteinVEGF. VEGFmerupakansubfamili dari faktor pertumbuhan, lebih spesifik pada faktor pertumbuhan turunan platelet yaitu pada simpul sistin. Mereka adalahproteinsinyalpenting yang terlibatdalam keduavaskulogenesis(pembentukan denovodarisistem peredaran darahembrio) danangiogenesis(pertumbuhan pembuluh darah daripembuluh darahyang sudah ada).24 Genom mamaliamengkodekanlimaisoform darikeluargaVEGF, yaituVEGF-A, VEGF-B, VEGFC, VEGF-Ddanfaktor pertumbuhanplasenta. VEGFA dansinyalVEGF-B melaluiVEFG-reseptor 1 (VEGFR1) danVEGFreseptor-2 (VEGFR2) dapatmengaturpembuluh darah secara fisiologi. Menurut penelitian Kivela et al25, VEGF-B adalah sebuah protein yang dapat menginduksi terjadinya hipertropi dan perubahan metabolik yang menguntungkan bagi penderita infark miokard. VEGF-B juga diketahui dapat meningkatkan ukuran diameter cabang arteri koroner mencapai <100 Âľm, yang mana pada pembuluh darah besar (>150Âľm) mengalami peningkatan hingga lebih dari lima kali lipat (Lihat gambar 1). Peningkatan vaskulatur ini sangat fungsional dan dapat menghasilkan proteksi miokard jantung dari kerusakan iskemik. Penemuan lebih jauh mengenai sifat induksi hipertrofi VEGF-B, Kivela et al25menyatakan VEGF-B menyebabkan hipertrofi secara fisiologis bukan patologis.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL A
B
C
D
Gambar 1. Penampakan Peningkatan Vaskulatur Arteri Koroner.25,1 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya VEGF-B bekerja dengan mengikat reseptor VEGFR-1. Berikut adalah gambar yang dapat memperjelas pengikatan masing â&#x20AC;&#x201C; masing VEGF termasuk VEGF-B22 :
Gambar 2. Berbagai Reseptor VEGF.22 Berdasarkan gambar tersebut, dapat terlihat bahwa VEGFR1 bukan reseptor yang bersifat spesifik, sebab reseptor ini dapat berikatan terhadap 3 mediator yaitu: PLGF, VEGF-B dan VEGF-A. Kivela et al25 menemukan bahwa VEGFR1 dan VEGFR2 terdapat di kapiler miokard dimana hanya VEFGR1 yang terdapat di arteri koroner. Dalam sel-sel endotel, VEGFR2 adalah reseptor dominan yang bersifat proangiogenesis (mendukung vaskulogenesis dang angiogenesis) (Lihat gambar 7). VEGFR1 merupakan faktor antiangiogenik karenaVEGF dapat menduduki reseptor ini sehingga VEGFR2 tidak mendapatkan kesempatan untuk diduduki oleh mediator VEGF, misalnya: VEGF-A yang mulanya dapat berikatan dengan VEGFR2 secara selektif, justru akan berikatan dengan VEGFR1.17 Penelitian Kivela et 1)
A) Tampak Percabangan Arteri Koroner Bertambah Pada TG (Tikus transgenik yang telah dinduksi VEGF-B): B) Memperlihatkan Pembesaran Ukuran Kapiler dan Mikrovaskular Pada TG (Tikus transgenik yang telah dinduksi VEGF-B): C) Memperlihatkan Grafik Pertambahan Ukuran Vaskular Pada TG (Tikus transgenik yang telah dinduksi VEGF-B): D) Memperlihatkan Pembesaran Percabangan Arteri koroner dengan Penampakan Mikroskop Elektron Pada TG (Tikus transgenik yang telah dinduksi VEGF-B)
P a g e | 42
ESSENTIAL al25menemukan bahwa efek angiogenesis yang ditimbulkan oleh VEGF-B sebenarnya akibat aktivasi VEGFR1 secara langsung dan aktivasi VEGFR2 secara tidak langsung. Penelitian terbaru telah menunjukkan afinitas VEGFR1 terhadap VEGF-B sangat tinggi , sehingga dengan kemudahan berikatan ini menyebabkan VEGFR2 akan lebih mudah berikatan dengan VEGF-A dikarenakan sebelumnya VEGFR1 telah ditempati oleh VEGF-B terlebih dahulu.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL berintegrasi mengaktifkan p38MAPK dengan jalur sinyal lainnya (Lihat gambar 3).26,28 IL-4
Mekanisme Kerja mediator IL-4 sebagai agen upregulator VEFGR1 Pada penelitian Xia et al17menemukan bahwa sel makrofag murin yang diinduksi dengan IL-4, dapat meningkatkan ekspresi mRNA VEGFR1, lebih jauh lagi, IL-4 diketahui mempunyai efek produksi sVEGFR1 (VEGFR terlarut yang biasanya berada di area transmembran). Mekanisme upregulasi dari VEGFR1 oleh IL-4 diketahui berhubungan dengan jalur sinyal mitogen-activated protein kinase (p38MAPK). Jalur pensinyalan ini mempunyai peran penting dalam menanggapi sinyal ekstraselular seperti faktor pertumbuhan, mitogen dan stress seluler. P38MAPK sering dijuluki sebagai stress-activated protein kinase (SAPK) karena jalur ini utamanya diaktifkan oleh stress ekstraselular dan sitokin. Oleh sebab itu, peran jalur pensinyalan ini pada inflamasi telah banyak diinvestigasi.17,26,27,28,29 Jalur pensinyalan MAPK konvensional terdiri atas tripel komposisi yaitu: MAPK, kinase kinase (MAP3K) yang selanjutnya akan memfosforilasi dan mengaktifkan MAPK kinase (MAP2K). Kemudian, MAP2K juga akan terfosforilasi dan mengaktifkan MAPK.30 Terdapat 4 jalur MAPK utama yaitu: extracellular-signal regulated kinase (ERK, juga dikenal sebagai p42/44 MAPK), c-junN-terminal kinase (JNK, juga dikenal sebagai stress activated protein kinase-1 (SAPK-1), big MAPK (BMK, juga dikenal sebagai SAPK2/RK). Secara umum, SAPK/JNK dan p38MAPK kurang teraktivasi oleh mitogen namun teraktivasi kuat di dalam sel terhadap respons sinyal stres, faktor pertumbuhan dan sitokin inflamasi.31,32 MAPK akan diaktifkan oleh proses fosforilasi MAP2K oleh beberapa subfamily MAP2K yang spesifik yaitu: MAP/ERK kinase (MEK) 1 dan 2 akan terfosforilasi secara eksklusif menjadi p42/44 (ERK) MAPK, MAPK kinase (MKK) 3 dan 6 akan mengaktifkan p38MAPK, sementara JNK diaktifkan oleh MKK7 dan MKK4. Pada beberapa kondisi, terkadang MKK4 dapat mengaktifkan p38 MAPK ketika terjadi overekspresi.32,33MKK6 dapat memfosforilasi 4 famili p38 MAPK (α,β,γ dan δ), sementara MKK3 hanya memfosforilasi 3 famili p38 saja yaitu: α,γ dan δ. Subfamili MAP2K akan difosforilasi dan diaktifkan oleh subfamili dari MAP3K yaitu : apoptosis signal-regulating kinase 1(ASK1),dual-leucine-zipper-bearing kinase 1 (DLK1),thousand-and-one amino acid (TAO) 1 dan 2, tumor progression loci 2 (TPL2),mixed lineage kinase 3 (MLK3), MEK kinase 3(MEKK3), MEKK4 dan leucine zipper and sterile- α motif kinase 1 (ZAK1). Keberagaman subfamili MAP3K dan mekanisme regulasinya menyebabkan kemampuan untuk merespons terhadap stimulus luas dan
Gambar 3. Skema yang Merepresentasikan Aktivasi p38 MAPK.32 Mekanisme aktivasi p38MAPK dimediasi oleh fosforilasi rangkap pada Thr-Gly-Tyr dan secara umum diaktifkan oleh stress lingkungan, panas, osmotik dan stress oksidasi serta sitokin inflamasi.32 TGF-β, TNF-α dan kelompok interleukin memediasi pengaktifkan TAK1 (subfamili MAP3K), selanjutnya bersama dengan subfamili MAP3K berintegrasi mengaktifkan MKK4 dan MKK3/6 selanjutnya MKK3/6 akan terfosforilasi dan mengaktifkan p38MAPK. Didalam sel p38MAPK memodulasi fungsi sel dengan aktivasi sejumlah target downstream (Lihat gambar 4). Seperti sudah dijelaskan diawal, p38MAPK terdiri atas 4 famili yaitu: α,β,γ dan δ, berdasarkan spesifisitas substratnya. Famili α dan β p38MAPK bertanggungjawab pada pengaktifan heat shock protein (hsps) 25,27 dan MAPK-activated protein (MAPKAP)-2 atau MK2. Famili γ dan δ p38MAPK mengaktifkan ATF2.32 Transkripsi faktor lain yang dipengaruhi oleh famili p38 mencakup STAT1, kompleks Max/Myc, MEF-2, Elk-1 dan CREB melalui aktivasi MSK1/2. Substrat lain dari jalur pensinyalan p38 mencakup Pax6, ETS1, PRAK, MK3, RAR α, HMGN1, Histon H3, ER8, Activator protein 1 (AP-1), ATF1, NF-kB dan CHOP, semua transkripsi faktor ini akan berpengaruh pada regulasi ekpresi gen, memengaruhi motilitas sel, transkripsi dan remodeling kromatin.32
Gambar 4. Diagram Skematik Target Downstreamp38MAPK.32 Pengikatan IL-4 pada reseptor permukaan sel endotelial mengaktifkan sinyal p38MAPK, yang selanjutnya memediasi downstream memproses dan mengaktivasi transkripsi VEGFR1 di nukleus, akibatnya akan terjadi translasi VEFGR1 dan juga
P a g e | 43
ESSENTIAL terjadi proses pascatranskripsi yaitu splicing mRNA VEGFR1 membentuk mRNA sVEFGR1 yang selanjutnya akan diekpresikan menjadi protein pembentuk sVEFGR1 (Lihat gambar 5).17
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Akibat rendahnya speciffic targeting dan meningkatnya kesempatan didetoksifikasi oleh liver pada infusa yang biasanya digunakan sehingga kadar aktif dalam plasma bisa sangat rendah, maka pada penelitian terbaru tersebut menggunakan nanopartikel magnetik diharapkan dari sistem baru tersebut dapat meningkatkan kesetabilan materi genetik dalam plasma dan meningkatkan target kerja yang lebih spesifik. Hal ini terbukti pada penelitian Zhang et al5bahwa pada pemberian injeksi Nanopartikel magnetik ini dapat ditemukan perbaikan fungsi jantung setelah 4 minggu observasi khsusnya pada nanopartikel magnetik bermuatan + dibanding -. Fungsi ventrikel kiri dapat meningkat ditandai dengan ejeksi friksi dan tekanan sistolik/diastolik yang meningkat (Lihat grafik 1).
Gambar 5. Mekanisme kerja IL-4.17 Berdasarkan data tersebut, dapat dianalisis bahwa ketika IL-4 menduduki reseptornya di permukaan membran sel, maka IL-4 akan mengaktifkan rentetan jalur pensinyalan p38MAPK, berawal dari pengaktfan subfamili MAP3K salah satunya TAK1 dan sebagainya, kemudian semua mediator ini akan terfosforilasi dan mengaktifasi subfamili MAP2K diantaranya: MEK 1 dan 2, MKK 3 dan 6 dan MKK 7 dan 4. MKK3/6 akan terfosforilasi dan mengaktifkan p38MAPK serta terkadang beberapa MKK4 juga mengalami hal yang sama, proses ini seluruhnya akan terjadi di sitoplasma sel. Ketika telah terbentuk p38MAPK, p38MAPK ini akan masuk ke dalam nukleus dan melakukan rentetan prosesnya dengan menghasilkan berbagai faktor trasnkripsi seperti STAT1, kompleks Max/Myc, MEF-2, Elk-1 dan CREB, Pax6, ETS1, PRAK, MK3, RAR Îą, HMGN1, Histon H3, ER8,AP1, ATF1, NF-kB dan CHOP. Keseluruhan mediator ini akan memengaruhi proses transkripsi dan ekspresi gen VEGFR1. Mekanisme Kerja Nanopartikel Magnetik terenkapsulasi gen hVEGF Terapi Penyakit Jantung Iskemik Pada penelitian Zhang et al5, dengan menggunakan nanopartikel terenkapsulasi virus terkonjugasi gen hVEGF penelitian model tikus galur Lewis. Tikus dibedah dengan sebelumnya diberi anastesi Ketamin, arteri diberi perlakuan iskemik buatan dengan ligasi permanen pada arteri koroner descendens anterior sinistra selanjutnya ditempatkan magnet (Br = 1000 mTesla) di dada tikus dekat dengan area infark jantung, magnet diikatkan antara costae III dan IV dengan jahitan 40. Suspensi Nanopartikel terenkapsulasi virus dengan gen hVEGF disiapkan dengan, adenovirus serotipe 5 dengan delesi pada gen E1 dan E3, virus dikonjugasi gen hVEGF, selanjutnya nanopartikel dibuat sesuai dengan cara yang berlaku ditambahkan partikel magnetik (ada yg diberi muatan + dan -) dengan diameter rata â&#x20AC;&#x201C; rata efektif 100nm. Semua bahan dicampurkan sedemikian rupa dengan berbagai pelarut sehingga didapatkan nanopartikel magentik siap injeksi.
Grafik 1. Hasil Fungsi Jantung setelah Pemberian Nanopartikel Magnetik selama 4 minggu.5,2) Ligasi pada arteri koroner descendens anterior sinistra secara konsisten menyebabkan infark miokard transmural, menunjukkan perubahan gambaran histologi mencakup penipisan dinding ventrikel kiri (tampak warna hijau), penumpukan kolagen yang signifikan (tampak warnah merah), dilatasi ruang ventrikel progresif, hipertropi, fibrosis dan apoptosis kardiomiosit jangka panjang. Pada pemberian nanopartikel magnetik diperoleh perbaikan histologi jantung, berupa: peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri secara signifikan terutama pada nanopartikel magnetik yang bermuatan + dan penurunan penumpukan kolagen disana (artinya kesempatan untuk terbentuk fibrosis akan menurun) (Lihat gambar 6).5 Pada penelitian Zhang et al5 juga menemukan bahwa pada jantung tikus yang mengalami infark akan mengalami penurunan densitas kapiler dan arteriol pada daerah border zone. Ketika diinjeksikan nanopartikel magnetik diperoleh peningkatan densitas kapiler dan arteriol terutama pada sediaan nanopartikel magnetik bermuatan +. Seiring meningkatnya densitas arteriola dan kapiler akan mendukung keselamatan kardiomiosit jantung dengan menyuplai oksigen dan nutrisi yang sangat dibutuhkan sel.
2)
Didapatkan Peningkatan Ejeksi Friksi pada Bagan Stres (EF) (Mi-M+AdVEGF): Didapatkan Peningkatan Tekanan sistolik/diastolik (dp/dt) Maks (MI-M+ AdVEGF).
P a g e | 44
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Lebih jauh lagi, kombinasi stem sel dan terapi gen dapat menstimulus angiogenesis dengan menghasilkan sifat angiogenik dan faktor antiapoptotik namun keamanan dan efisiensi penyampaian gen melalui stem sel merupakan tantangan bagi peneliti.16 Peneliti Yang et al16 telah meneliti perkembangan vektor nanopartikel polimerik yang dapat menyampaikan DNA ke dalam stem sel manusia dengan efisiensi tinggi dan toksisitas minimal. Pada penggunaan sistem ini, ditemukan berbagai efek pada langakah multiple penyampaian gen, mencakup afinitas pengikatan DNA, ukuran nanopartikel, uptake DNA intraselular dan ekspresi akhir protein.Penggunaan optimasi poly (β-amino esters)-DNA nanopartikel pada penelitian Yang et al16, dimasukkan ke dalam stem sel mesenkimal manusia untuk mengekspresikan gen VEGF angiogenik. Pada penelitian ini diperoleh peningkatan ekpresi gen hVEGF pada stem sel mesenkimal yang dapat dilihat pada konsentrasi hVEGF (lihat Grafik 2).
Gambar 6. Hasil Perbaikan Jaringan Jantung setelah Pemberian Nanopartikel Magnetik selama 4 minggu.5,3) Secara in vivo, penggunaan magnet epikardial efektif dalam menarik nanopartikel magnetik terenkapsulasi virus hVEGF dapat menghasilkan terapi ekspresi gen yang akurat pada area iskemik jantung. Selanjutnya teknik ini memudahkan kesempatan hVEGF untuk berkontak lebih lama dan lebih tepat sasaran sehingga dapat mencetuskan angiogenesis dan meningkatkan fungsi jantung. Oleh sebab itu, pemberian sistemik nanopartikel magnetik dengan kontrol magnetik dari luar dapat berguna, bersifat non-invasif dan terapi berdasarkan gen ini dapat meningkatkan perbaikan jantung pascaiskemik.5 Penggunaan vektor virus dalam penelitian Zhang et al5, berakibat merugikan pada tubuh. Terbukti pada penelitian secara in vitro ditemukan pada nanopartikel magnetik dengan vektor adenovirus dapat meningkatkan inflamasi yang ditandai dengan peningkatan sel CD8+. Mobilisasi T CD8+ ke pembuluh darah perifer yang berperan penting dalam pertahanan hospes terhadap infeksi virus. Kemudian sel T CD8+ dapat menghasilkan interferon-γ (IFN-γ), tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan interleukin-2 (IL-2), yang mana seluruh mediator ini justru akan menginduksi apoptosis sel. Berdasarkan data tersebut, maka diperlukan pengembangan vektor non-viral dalam memperbaiki kekurangan nanopartikel magnetik tersebut. Zaman modern ini penelitian mengenai penggunaan stem sel sebagai sumber terapi sedang gencar dikembangkan. Terapi stem sel memiliki efek terapi potensial sebagai sebuah pendekatan alternatif bahwa teknik ini memberikan keuntungan dengan memicu angiogenesis melalui sinyal faktor parakrin serta kemampuannya untuk bermigrasi ke jaringan iskemik.16 3)
A) Menunjukkan ketebalan dinding jantung ventrikel kiri: B) Grafik Batang Menunjukkan Peningkatan Ketebalan Dinding Jantung: C) Gambaran Histologi Menunjukkan Penurunan Penumpukan Kolagen (MI-M+AdVEGF): D) Grafik Batang Menunjukkan Penurunan Penumpukan Kolagen (MI-M+AdVEGF).
Grafik 2.Hasil ELISA pada level hVEGF.16,4) Berdasarkan data tersebut, penulis menganalisis bahwa VEGF telah diketahui merupakan faktor pertumbuhan yang sangat bersifat proangiogenik, namun efek proangiogenik ini memiliki sifat dua sisi mata uang, yaitu pertama, efek ini bisa bermanfaat bagi penyembuhan jaringan yang memang perlu suplai darah yang banyak seperti pada kasus jantung iskemik. Kedua, efek proangiogenik ini bisa saja berdampak negatif pada perkembangan tumor, karena jika terjadi angiogenesis berlebih pada tumor maka sifat tumor yang ganas akan justru semakin ganas hingga bisa memicu terjadinya metastasis. Oleh sebab itu, diperlukan pembawa obat yang bersifat specific targeting sehingga efek buruk VEGF ini dapat dikurangi. Pemanfaatan nanopartikel magnetik sangat baik untuk diterapkan dalam terapi penyakit jantung iskemik, potensi nanopartikel magnetik telah diketahui memiliki sifat biodegradable, specific targeting karena dikontrol medan magnet ekternal di area iskemik jantung) dan materi yang terenkapsulasi didalamnya dapat stabil dan tidak mudah rusak oleh metabolisme hati. Penggunaan 4)
Hasil ELISA pada level hVEGF Otot Tikus yang mengalami
Iskemik 2 hari setelah pemberian injeksi stem sel mesenkimal terkonjugasi hVEGF gen (C32-122/VEGF).
P a g e | 45
ESSENTIAL vektor pembawa VEGF dengan menggunakan virus (adenovirus) juga memiliki efek yang merugikan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, dibutuhkan vektor pembawa non-viral yang mampu bersifat sebagai peningkat ekspresi gen hVEGF. Dengan demikian, digunakan stem sel mesenkimal manusia yang dikonjugasikan dengan gen hVEGF terenkapsulasi nanopartikel. Berdasarkan penelitian, penggunaan sistem ini sangat memberikan keuntungan berupa peningkatan ekpresi gen hVEGF dengan dibuktikan pada peningkatan konsentrasi VEGF. Dengan demikian, Penggunaan nanopartikel magnetik terenkapsulasi gen hVEGF, telah memberikan banyak keuntungan yang tentunya diharapkan bisa menjadi penemuan terapi noninvasif baru pada penyakit jantung iskemik. Pemanfaat Nanopartikel Magnetik Terenkapsulasi gen hVEGF dan IL-4 pada Penyakit Jantung Iskemik Penyakit jantung iskemik adalah penyakit arteri koroner yang mengalami sumbatan sehingga terjadi kekurangan perfusi ke area miokard yang diperdarahi. Semakin lama hal ini terjadi mula – mula jaringan jantung akan menjadi iskemik sehingga disebut sebagai penyakit jantung iskemik dan jika semakin kronis maka hal ini akan menyebabkan kematian sel jantung permanen yang sering disebut infark Miokard (IM) atau orang awam menyebutnya serangan jantung. Walaupun berbagai penanganan penyakit IM dan penyakit jantung iskemik telah banyak mengalami kemajuan seiring perkembangan zaman namun, masih tingginya angka kematian dan angka kejadian penyakit jantung iskemik di dunia menjadi problematika serius warga dunia dan bahkan Indonesia. Di era 2000 ini, dunia kedokteran telah mengalihkan perhatiannya ke bidang biologi molekuler. Begitu banyak hasil yang didapatkan dari penelitian bertahun – tahun pada bidang ini salah satunya adalah VEGF. VEGF diketahui memiliki efek proangiogenesis terutama efek VEGF-B dan VEGF-A yang masing – masing akan menduduki VEGFR1 dan VEGFR2. Berbagai peneliti mulai mencoba mengembangkan mediator tersebut untuk meningkatkan efikasi terapi penyakit jantung iskemik. Penelitian tersebut berupa penanaman gen hVEGF dengan vektor virus ke dalam tubuh manusia, yang diharapkan virus tersebut dapat masuk tepat ke sel target sasaran dan memengaruhi transkripsi sel tersebut. Namun, penggunaan virus sangat memiliki risiko merugikan. Oleh sebab itu, digunakan teknologi baru yaitu nanopartikel magnetik terenkapsulasi gen hVEGF dan IL-4. Nanopartikel magnetik memiliki sifat specific targeting sebab partikel ini akan diberi muatan magnet dan selanjutnya muatan tersebut akan tertarik oleh medan magnet yang dipasang di area jantung yang mengalami iskemik sehingga, nanopartikel tersebut dapat terakumulasi di area tersebut dan waktu kontak akan lebih lama. Penggunaan vektor virus sebagai pembawa gen hVEGF tidak lagi diterapkan tetapi peneliti lebih tertarik menggunakan stem sel mesenkimal yang diketahui dapat meningkatkan ekspresi gen
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL tersebut. VEGFR1 telah diketahui memiliki afinitas tinggi terhadap VEGF-B dan juga dapat menarik VEGF-A. Efek proangiogenesis dari VEGF sebenarnya berasal dari kedua famili tersebut. VEGFR1 bersifat antiangiogenik sedangkan VEGFR2 bersifat proangiogenik. Hal ini akibat VEGFR1 dapat berikatan dengan VEGF-A yang akhirnya dapat menurunkan jumlah VEGF-A yang dapat berikatan dengan VEGFR2. Sehingga ditemukan mediator inflamasi yaitu IL-4 yang diketahui dapat bersifat sebagai upregulator pada VEGFR1 melalui pengaktifan jalur sinyal p38MAPK, akibatnya jumlah VEGFR1 di permukaan sel akan lebih banyak dan hal ini memudahkan VEGFR-B untuk berikatan dengan VEGFR1 dan VEGF-A lebih mempunyai kesempatan besar untuk berikatan dengan VEGFR2 dan menimbulkan efek proangiogenesisnya. Oleh sebab itu, nanopartikel magnetik terenkapsulasi hVEGF dan IL-4 diketahui memiliki efek yang kompleks dalam mengatur proses pertumbuhan pembuluh darah koroner melalui berbagai jalur yang kompleks pula, sehingga gagasan inovatif ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan dalam melakukan penelitian lanjutan untuk menemukan efektivitas, efikasi dan realibilitas ide tersebut. SIMPULAN Berdasarkan analisis peremasalahan sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Penyakit jantung iskemik, saat ini masih menjadi kekhawatiran bagi masyarakat dunia. Walaupun teknologi pengembangan terapi penyakit jantung telah sangat maju, namun masih terjadi lonjakan penduduk terdiagnosis penyakit jantung iskemik. 2. VEGF adalah faktor pertumbuhan sel endotel, faktor pertumbuhan ini terdiri atas 4 anggota yaitu: VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C dan VEGF-D. Masing - masing dari anggota ini akan menduduki reseptornya masing – masing, dan menimbulkan efek berbeda, misalnya VEGFR1 akan diduduki secara spesifik oleh VEGFB dan VEGFA dapat menduduki VEFGR1 maupun VEGFR2. VEGFR1 diketahui bersifat antiangiogenik dibanding VEGFR2 yang bersifat proangiogenik. 3. VEGF-B sebagai agen proangiogenesis, bersifat mengaktifkan VEGFR2 secara tidak langsung, artinya VEGF-B berusaha menduduki VEGFR1 secara penuh sehingga VEGFA tidak punya kesempatan untuk duduk di reseptor tersebut sehingga VEGFA akan lebih terikat pada VEGFR2 dan menghasilkan efek proangiogenesis. Untuk kasus ini, maka diperlukan agen upregulator VEGFR1, yaitu IL-4 yang akan mengaktifkan jalur p38MAPK dan selanjutnya melalui rentetannya menyebabkan transkripsi gen hVEGF hingga terbentuk reseptor VEGFR1 baru. 4. Injeksi nanopartikel magnetik terenkapsulasi gen hVEGF dan IL-4 dapat penetrasi ke area iskemik.
P a g e | 46
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
SARAN Penulis merumuskan beberapa saran lanjutan, sebagai berikut: 1. Diperlukan adanya penelitian atau kajian eksperimental lebih lanjut mengenai nanopartikel magnetik terenkapsulasi gen hVEGF dan IL-4, sehingga dapat dipergunakan secara klinis dan menjadi obat alternatif penanganan penyakit iskemik jantung. 2. Penelitian dan pengembangan teknologi nano perlu mengaji lebih mendalam, mengenai efek samping obat dan toksisitas obat.
13.
14.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Eckhouse SR, Jones JA dan Spinale FG. Gene Targeting In Ischemic Heart Disease and Failure: Translational and Clinical Studies. Biochem Pharmacol. 2013; 85(1): 1-11. 2. Anonymous. The World Health Report 2004 – Changing history. JAN. 2004; 48: 542–542 3. Walters AM, Porter GA JR dan Brookes PAS. Mitochondria as a Drug Target in Ischemic Heart Disease and Cardiomyopathy. Circ Res. 2012; 111(9): 1222-36. 4. Lavu M, Gundewar S dan Lefer DJ. Gene Therapy For Ischemic Heart Disease. J Mol Cell Cardiol. 2011; 50(5): 742-50. 5. Zhang Y, Li W, Ou L, Wang W, Delyagina E, Lux C et al. Targeted Delivery of Human VEGF Gene via Complexes of Magnetic Nanoparticle-Adenoviral Vectors Enhanced Cardiac Regeneration. Plos ONE. 2012; 7(7): 1-14 6. World Health Organization (WHO). World Health Statistics 2014. WHO, Geneva. 2014. 45-6. 7. World Health Organization (WHO). Global Atlas on Cardiovascular Disease Prevention and Control. Mendis S, Puska P, Norrving B editors. World Health Organization. Geneva. 2011. 4;10;12. 8. Tamura K, Nakajima H, Rakue H, Sasame A, Naito Y et al. Elevated Circulating Levels of Basic Fibroblast Growth Factor and Vascular Endothelial Growth Factor in Patients With Acute Myocardial Infarction. Jpn Circ J. 1999; 63: 357–61. 9. Yin R, Feng J, Yao Z. Dynamic Changes of Serum Vascular Endothelial Growth Factor Levels in a Rat Myocardial Infarction Model. Chin Med Sci J. 2000; 15:154–6. 10. Yin R, Feng J, Chen D, Wu H. Serum Levels of Vascular Endothelial Growth Factor in Patients with Angina Pectoris and Acute Myocardial Infarction. Chin Med Sci J. 2000 15: 205–9. 11. Laguens R, Cabeza Meckert P, Vera Janavel G, Del Valle H, Lascano E et al. Entrance In Mitosis of Adult Cardiomyocytes in Ischemic Pig Hearts After Plasmid-Mediated rhVEGF165 Gene Transfer. Gene Ther. 2002; 9: 1676–81. 12. Ferrarini M, Arsic N, Recchia FA, Zentilin L, Zacchigna S et al. Adenoassociated VirusMediated Transduction of VEGF165 Improves
15.
16.
17.
18. 19.
20.
21. 22.
23.
24.
25.
Cardiac Tissue Viability And Functional Recovery After Permanent Coronary Occlusion in Conscious Dogs. Circ Res. 2006; 98: 954–61. Crottogini A, Meckert PC, Vera Janavel G, Lascano E, Negroni J et al. Arteriogenesis Induced by Intramyocardial Vascular Endothelial Growth Factor 165 Gene Transfer in Chronically Ischemic Pigs. Hum Gene Ther. 2003; 14: 1307–18. Ye L et al. Transplantation of Nanoparticle Transfected Skeletal Myoblasts Overexpressing Vascular Endothelial Growth Factor-165 for Cardiac Repair. Circulation. 2007; 116:I113–20. Elmadbouh I et al. Ex Vivo Delivered Stromal Cell-Derived Factor-1alpha Promotes Stem Cell Homing and Induces Angiomyogenesis in The Infarcted Myocardium. J Mol Cell Cardiol. 2007; 42:792–803. Yang F, Cho SW, Son SM, Bogatyrev SR, Singh D, Green JJ et al. Genetic Engineering of Human Stem Cells for Enhanced Angiogenesis Using Biodegradable Polymeric Nanoparticles. PNAS. 2010; 107(8): 3317-22. Xia L, Dong Z, Zhang Y, Zhang X, Song X, Sun M et al. Interleukin-4 and GranulocyteMacrophage Colony-Stimulating Factor Mediates the Upregulation of Soluble Vascular Endothelial Growth Factor Receptor-1 in RAW264.7 Cellsda Process in which p38 Mitogenactivated Protein Kinase Signaling Has an Important Role. Journal of Microbiology, Immunology and Infection. 2014; xx: 1-8. http://dx.doi.org/10.1016/j.jmii.2014.06.008 Carmeliet P. Angiogenesis in Health and Disease. Nat Med. 2003; 9:653e60. Roskoski Jr R. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Signaling in Tumor Progression. Crit Rev Oncol Hematol. 2007;62:179e213. Takahashi H, Shibuya M. The Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)/VEGF Receptor System and Its Role Under Physiological and Pathological Conditions. Clin Sci. 2005;109:227e41. Maharaj AS, D’Amore PA. Roles for VEGF in The Adult. Microvasc Res. 2007;74:100e13. Olsson AK, Dimberg A, Kreugerg J, ClaessonWelsh L. VEGF Receptor Signalingein Control of Vascular Function. Nat Rev Mol Cell Biol. 2006;7:359e771. Kastrup J. Stem Cells Therapy For Cardiovascular Repair in Ischemic Heart Disease: How to Predict and Secure Optimal Outcome?. EPMA Journal. 2011; 2: 107-17 Parikh SS, Mehta HH, Desai BI. Advances in Development of Bevacizumab, a Humanized Anti-Angiogenic Therapeutic Monoclonal Antibody Targeting VEGF in Cancer Cells. Int J of Phar & Biomed Sci. 2012; 3(4): 155 p. Kivela R, Bry M, Robciuc MR, Rasanen M, Taavitsainen M, Johanna Mu et al. VEGF-BInduced Vascular Growth Leads to Metabolic Reprogramming and Ischemia Resistance in
P a g e | 47
ESSENTIAL
26.
27.
28.
29.
30.
The Heart. EMBO Molecular Medicine. 2014; 6(3): 307-21 Cuadrado A and Nebreda AR. Mechanisms and Functions of p38 MAPK Signaling. Biochem J. 2010;429:403e17. Bulavin DV and Fornace Jr AJ. p38 MAP Kinaseâ&#x20AC;&#x2122;s Emerging Role as a Tumor Suppressor. Adv Cancer Res. 2004;92:95e118. Nebreda AR and Porras A. p38 MAP Kinases: Beyond The Stress Response. Trends Biochem Sci. 2000;25:257e60. Ono K and Han J. The p38 Signal Transduction Pathway: Activation and Function. Cell Signal. 2000;12:1e13. Kostenko S, Dumitriu G, Laegreid KJ dan Moens Ugo. Physiological roles of mitogenactivated-protein-kinaseactivated p38-
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL regulated/activated protein kinase. World J Biol Chem. 2011;2(5): 73-89. 31. Vassalli G, Milano G, Moccetti T. Role of Mitogen-Activated Protein Kinases in Myocardial Ischemia-Reperfusion Injury During Heart Transplantation. J Transplant. 2012;2012:928954. 32. XKoul HK, Pal M, Koul S. Role of p38 MAP Kinase Signal Transduction in Solid Tumors. Genes & Cancer. 2013; 4(9): 342-59. 33. 32Vander Griend DJ, Kocherginsky M, Hickson JA, Stadler WM, Lin A, RinkerSchaeffer CW. Suppression of Metastatic Colonization by The Context-Dependent Activation of The C-Jun NH2-Terminal Kinase Kinases JNKK1/MKK4 and MKK7. Cancer Res. 2005;65(23):10984-91.
P a g e | 48
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA POTENSI NANOLIPOSOMAL DRY POWDER ARTONIN E (NLDPAE) TERMODIFIKASI SENYAWA POLYETHYLENE GLYCOL (PEG)SPESIFIK 5-LIPOXYGENASE INHIBITOR SEBAGAI CONTROLLER MEDICATIONS ASM Numbi Akhmadi Teguh1, Christiana Hertiningdyah Sulistiani 1, Anindia Reina Yolanda1 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email: akhmadinumbi6@gmail.com / No. Telp: 081313790395 ABSTRAK Penyakit asma merupakan salah satu penyakit paru-paru kronis yang biasanya ditandai oleh adanya peradangan dan penyempitan saluran pernapasan. Data CDC menunjukkan bahwa prevalensi asma dari tahun ke tahun cenderung meningkat, mulai 7,3% pada tahun 2001 menjadi 8,4% pada tahun 2010. Di antara faktor penyebab asma, cysteinyl-leukotriene (CysLT) diketahui berperan dalam patogenesis asma yang menstimulasi terjadinya bronkokonstriksi dan reaksi hipersensitivitas. Produksi CysLT dipengaruhi oleh kerja enzim 5lipoxygenase (5-LOX) sebagai katalisator yang mengubah asam arakidonat (AA) menjadi leukotrin A4 (LTA4) di mana kemudian diubah menjadi CysLT (LTC4, D4, dan E4). Oleh karena itu, 5-LOX inhibitormenjadi pilihan target terapi dalam penatalaksanaan asma,dengan alasan efektivitas dan kenyamanan penggunaan, jalur inhalasi menjadi pilihan utama administrasi Nanoliposomal Dry Powder Artonin E (NLDPAE). Bentuk sediaan untuk administrasi inhalasi yang digunakan adalah bentuk dry powder atau serbuk kering. Mekanisme aksi dari artonin E sebagai 5-LOX inhibitor dapat melalui tiga jalur yaitu (1) dengan mengurangi sisi aktif besi, (2) mengurangi aktivasi LOOH, atau (3) mengganggu aktivitas elektron yang terlibat dalam siklus redoks besi. Terjadinya tiga jalur penghambatan tersebut merupakan fokus utama artonin E sebagai controlled medication asma. Inhibisi yang dilakukan terhadap aktivitas 5-LOX oleh NLDPAE termodifikasi senyawa PEG diharapkan akan mengontrol produksi CysLT yang berperan dalam patogenitas asma. Kata Kunci: Nanoliposomal Dry Powder Artonin E,5-LOX, Asma, PEG, CysLT ABSTRACT Asthma is a chronic pulmonary disease that is caused by airway inflammation and obstruction. Based on the data from CDC, the prevalence of asthma is increasing each year. It was 7.3% in 2001 and 8.4% in 2010. Among the factors that can cause asthma, cysteinyl-leukotriene (CysLT) is known to have a role in pathogenesis by stimulating bronchoconstriction and hypersensitivity. CysLT production is influenced by 5-lipoxygenase (5LOX) enzyme that catalized arachidonate acid (AA) into leukotriene A4 (LTA4) which then turns into CysLT (LTC4, D4, and E4). Based on that reaction, 5-LOX inhibitor becomes an alternative therapy for asthma management. Considering the effectiveness and convenience usage, the administration of Nanoliposomal Dry Powder Artonin E (NLDPAE) will be through inhalation with dry powder form. The mechanism of artonin E as an 5-LOX inhibitor is divided into three ways (1) by limiting active site of Fe, (2) decreasing activation of LOOH, or (3) blocking electron activity which involves in Fe redox. These blocking ways become the important aims of artonin E as controlled medication of asthma. 5-LOX inhibition by NLDPAE modified by PEG is expected to control CysLT production which has role in asthma. Keywords: Nanoliposomal Dry Powder Artonin E, 5-LOX, Asthma, PEG, CysLT mencapai 7,7%. Pada usia dewasa, penyakit asma PENDAHULUAN lebih sering terjadi pada wanita (9,2%) dibandingkan laki-laki (7,0%)1,sedangkan pada usia Penyakit asma merupakan salah satu anak dan remaja penyakit asma lebih sering terjadi penyakit paru-paru kronis multifaktorial yang pada laki-laki dibandingkan wanita. Hingga saat ini, biasanya ditandai oleh adanya peradangan dan belum ada penjelasan yang nyata tentang penyempitan saluran pernapasan. Kondisi tersebut hubungan jenis kelamin dengan hormon reproduksi mengakibatkan munculnya suara ketika bernapas yang mengakibatkan asma.2 Kasus penyakit asma (wheezing), napas yang pendek, sesak dada, dan pada tahun 2013 mencapai 4,5% dari total kasus batuk. Penyakit asma atau yang lebih sering penyakit tidak menular di Indonesia. Berdasarkan disebut sesak napas dapat terjadi pada semua wilayahnya, Provinsi Sulawesi Tengah menempati umur dan dianggap mengganggu aktivitas sehariposisi pertama prevalensi asma tertinggi di hari bahkan mengancam nyawa. Indonesia dengan total kasus mencapai 7,8%, Data CDC menunjukkan bahwa prevalensi kemudian diikuti oleh Provinsi Nusa Tenggara asma dari tahun ke tahun cenderung meningkat, Timur dengan 7,3% total kasus dan Provinsi DI mulai 7,3% pada tahun 2001 menjadi 8,4% pada Yogyakarta dengan 6,9% total kasus.3 tahun 2010. Pada tahun 2010, diperkirakan 1 Asma adalah salah satu penyakit yang dapat penderita asma mencapai 25,7 juta orang. dikontrol namun tidak bisa disembuhkan. Penyakit Prevalensi asma pada usia anak dan remaja asma biasanya ditandai oleh peradangan dan mencapai 9,5% sedangkan pada usia dewasa
P a g e | 49
ESSENTIAL penyempitan saluran pernapasan yang diduga ada tiga faktor utama sebagai penyebabnya yaitu pembengkakan pada dinding saluran pernapasan, produksi cairan mukosa yang berlebihan, dan penyempitan pada otot di sekitar saluran pernapasan.4 Pencetus terjadinya asma bervariasi dan spesifik untuk setiap individu. Pencetus tersebut dapat berupa infeksi, perubahan suhu dan iklim, penggunaan obat tertentu (misalnya aspirin, NSAIDs, beta-blocker), kelembaban, faktor lingkungan, dan kondisi paru-paru.5Gambaran klinis dari asma adalah adanya gangguan fungsi paruparu yang bervariasi dan gejala gangguan pernapasan seperti wheezing, napas pendek, sesak dada, dan batuk.6 Ada dua jenis modalitas terapi asma yaitu terapi kontrol jangka panjang (controller medications) dan terapi jangka pendek (reliever medications).2 Terapi jangka panjang digunakan setiap hari untuk mengurangi peradangan saluran napas dan mencegah munculnya gejala asma sedangkan terapi jangka pendek digunakan untuk memulihkan keadaan ketika terjadi asma (asthma attacks). Hingga saat ini, inhaled corticosteroid (ICS) adalah jenis terapi kontrol jangka panjang yang menjadi obat lini pertama dalam terapi profilaksis asma7, namun penggunaannya masih menimbulkan beberapa efek samping seperti gangguan suara (dysphonia), infeksi jamur pada mulut (oropharyngeal candidiasis), batuk, luka memar, penurunan massa tulang (osteoporosis), katarak8, glukoma, dan gangguan kejiwaan.9 Penggunaan ICS jangka panjang juga dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan pada anak.10,11 Di antara faktor penyebab asma yang ada, cysteinyl-leukotriene (CysLT) diketahui berperan dalam patogenesis asma yang menstimulasi terjadinya bronkokonstriksi dan reaksi hipersensitivitas.12 CysLT (leukotrin C4, D4, dan E4) bekerja melalui reseptor CysLT1 dan CysLT2 yang terdapat pada otot polos bronkus dan leukosit.13 Pada pasien asma, reseptor CysLT1 berperan penting karena reseptor CysLT1 memediasi terjadinya bronkokonstriksi, cairan eksudat, dan sekresi mukus.14 Produksi CysLT ini dipengaruhi oleh kerja enzim 5-lipoxygenase (5-LOX) sebagai katalisator yang mengubah asam arakidonat (AA) menjadi leukotrin A4 (LTA4) yang kemudian menjadi CysLT (LTC4, D4, dan E4). Oleh karena itu, 5-LOX inhibitor menjadi pilihan target terapi dalam penatalaksanaan asma. Saat ini telah dikembangkan beberapa pilihan modalitas terapi alternatif, salah satunya berasal dari ekstrak tanaman. Tanaman sukun Artocarpus communismerupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai terapi beberapa penyakit, salah satunya asma. Senyawa artonin E yang diambil dari isolasi batang tanaman Artocarpus communis menjadi senyawa yang berpotensi dalam proses penatalaksanaan asma. Pada penelitian yang dilakukan di Universitas Toho, Jepang, artonin E memiliki peran terbaik sebagai 5LOX inhibitor dengan nilai Inhibition Concentration 50 (IC50) terendah dari delapan senyawa lain yang ada.15
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Salah satu penghantar obat yang mulai digunakan adalah teknologi nanopartikel. Penghantar obat ini memiliki banyak keunggulan, salah satunya adalah meningkatkan akumulasi obat secara lokal. Pada penggunaan artonin E yang bersifat hidrofilik, nanopartikel yang dapat digunakan adalah liposom16 dengan formulasi dry powder untuk meningkatkan jumlah obat di paruparu dan mengurangi efek samping. Artonin E yang menggunakan nanoliposom sebagai penghantar obat dapat dikenali oleh tubuh sebagai benda asing. Oleh karena itu, diperlukan adanya senyawa yang mampu menghindar dari degradasi enzimatik oleh reticuloendothelial system (RES) yaitu polyethylene glycol (PEG).17 Selain itu, PEG mampu meningkatkan farmakokinetik dan farmakodinamik dengan meningkatkan kelarutan dalam air, mengurangi renal clearance dan plasma clearance, meningkatkan efikasi dan bioavaibilitas, serta meningkatkan waktu paruh obat.18 Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui konstruksi dan administrasi Nanoliposomal Dry Powder Artonin E (NLDPAE), mengetahui mekanisme kerjaNLDPAE, serta mengetahui analisis manfaat NLDPAE. PEMBAHASAN Patogenesis Asma Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh inflamasi pada saluran pernapasan (airway).19 Penyakit ini merupakan respon hipersensitivitas yang mengakibatkan reaksi akut, sub-akut maupun kronis, yang biasanya diikuti dengan peningkatan sekresi mukus, kontraksi otot polos maupun edema.20 Karakteristik umum dari asma adalah wheezing, napas pendek, sesak, batuk dan gangguan aliran udara lainnya.19 Gejala maupun gangguan napas yang terjadi bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor pencetus, seperti olahraga, alergen, perubahan cuaca atau infeksi saluran pernapasan.19,20 Gejala asma dapat menghilang secara spontan atau dengan bantuan pengobatan. Tanpa pertolongan yang tepat, asma dapat mengancam nyawa penderitanya.19 Asma terdiri dari beberapa fenotipe yang ditentukan berdasarkan demografi, klinis, maupun karakteristik patofisiologi. Dua diantaranya yang paling umum adalah asma alergik dan asma nonalergik. Asma alergik merupakan jenis asma yang paling umum. Asma ini dapat ditelusuri melalui riwayat alergi keluarga, seperti alergi rhinitis, makanan, dan obat-obatan sedangkan asma nonalergik tidak berkaitan dengan alergi.19 Hingga saat ini belum ada alur patogenik yang jelas namun secara imunopatologi, asma nonalergik dan asma alergik diduga mirip dan perbedaan ditemukan pada proporsi relatif sel inflamasi yang ditemukan.20 Inflamasi jalur napas pada asma merupakan reaksi multiseluler yang utamanya melibatkan eosinofil, neutrofil, sel CD4, limfosit dan sel mast.20,21 Faktor fundamental dari sensitisasi alergen adalah pengambilan (uptake) dan proses yang dilakukan terhadap alergen oleh sel dendritik pada epitel dan mukosa saluran pernapasan.20 Pengikatan alergen terjadi saat IgE berikatan dengan reseptor sel dendritik yang memfasilitasi
P a g e | 50
ESSENTIAL internalisasi alergen. Setelah alergen diikat, sel-sel limfoid lokal akan bergerak menuju lokasi antigen dipresentasikan dengan dibantu reseptor CCR7 dan CysLT. CystLT juga merupakan kemoatraktan bagi eosinofil untuk berpindah dari dinding pembuluh darah ke saluran pernapasan.21 Presentasi antigen terhadap reseptor sel T ini akan menginisiasi reaksi sensitisasi dan respon imun terhadap alergen spesifik tersebut.20 Saat ini terdapat bukti bahwa pada asma ringan dan sedang, sel Th-2 mendominasi sel T repertoire di saluran pernapasan. Melalui produksi sitokin, sel Th-2 memiliki kapasitas untuk merekrut sel efektor sekunder, seperti makrofag, basofil, dan eosinofil ke zona inflamasi dimana sel-sel ini akan aktif dan mengeluarkan mediator inflamasi. Pada asma kronis, IL-4 dan IL-13 diduga berpengaruh dalam reaksi ini dengan menghasilkan CCR9+natural killer (NK).20 Secara keseluruhan, sel Th-2 yang memiliki reseptor kemokin CCR4 merupakan agen yang paling berperan dalam respon inflamasi kronis sedangkan tingkat keparahan asma berkaitan dengan peningkatan jumlah sel CCR4+. Dengan begitu, CCR4+ inhibitor sangat efektif pada penanganan asma dengan menginaktivasi CCR4+ sel Th-2.20 Eosinofil banyak ditemukan pada dinding saluran pernapasan dan pada beberapa kasus ditemukan juga di sputum dan bronkoalveolar lavage fluid dalam jumlah banyak.20 Pada asma kronis, sel monosit dan makrofag terlihat menonjol di mukosa saluran pernapasan. Sel-sel ini merupakan sumber penting untuk berbagai enzim lisosomal, oksigen reaktif, dan CystLT.20 Pada pasien asma, jumlah leukotrin (LT) yang ditemukan meningkat. Hal ini dapat diamati pada sputum sebagian besar pasien asma yang mengandung CystLT.21,22 Di antara metabolit 5-LOX yang ada, CystLT terbukti berperan penting dalam patofisiologi asma. Bahan ini tergolong LT yang terdiri dari LTC4, LTD4 dan LTE4 yang jika menempel pada reseptor CystLT1 atau CystLT2 akan memicu bronkokonstriksi pada otot polos saluran pernapasan dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas.21,22 Mulanya, AA diubah menjadi LTA4 dan 5-hydroperoxyeicosatetranoic (5-HPETE) oleh enzim 5-LOX. LTA4 ini tidak stabil dan dapat diubah ke bentuk lain termasuk CystLT.22 Sebuah penelitian membuktikan bahwa 5-LOX inhibitor dan CystLT1receptor antagonist mengurangi gejala bronkospasme pada fase awal dan lanjut serta mengurangi respon berlebih dari saluran pernapasan.21,22 Saat ini, manajemen jangka panjang dari asma bertujuan untuk kontrol gejala yang baik, dan menurunkan risiko perburukan serta efek samping.19 Manajemen ini nantinya berguna untuk memantau kondisi pasien secara berkelanjutan.19 Secara farmakologi, pengobatan asma jangka panjang terbagi menjadi tiga kategori, yaitu controller medications, reliever (rescue), dan addon therapies. Controller medications digunakan untuk pengobatan reguler yang mengurangi inflamasi jalur napas, gejala, risiko perburukan dan penurunan fungsi paru-paru. Reliever (rescue) digunakan untuk penanganan saat serangan asma atau perburukan. Obat ini juga direkomendasikan
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL untuk bronkokonstriksi yang disebabkan olahraga atau aktivitas fisik berlebih. Add-on therapies digunakan untuk pasien dengan asma parah atau gejala berkelanjutan disamping penggunaan controller medications dosis tinggi, seperti ICS dan long-acting beta2-agonist (LABA), serta pengobatan lain yang memodifikasi faktor risiko.19 Dalam penanganan asma akut, short-acting beta2-agonist (SABA) dinilai efektif untuk digunakan namun harus diikuti obat lain. Pilihan obat ini hanya untuk pasien yang mengalami gejala kurang dari dua kali sebulan dengan durasi pendek, tidak terbangun malam hari, dan fungsi paru normal.19 Opsi lainnya adalah dengan penambahan ICS dosis rendah untuk pasien yang memiliki risiko perburukan.19Leukotriene receptor antagonist (LTRA) kurang efektif dibandingkan ICS namun LTRA bisa digunakan bagi pasien yang mengalami efek samping yang tidak dapat ditoleransi akibat ICS. Pasien dengan asma alergik biasanya merespon baik jika diberi ICS. Sebuah sumber menyebutkan bahwa pengobatan asma biasanya dimulai dengan inhaled SABA menggunakan meter dose inhaler (MDI) atau nebulizer lalu terapi intensif lainnya disesuaikan dengan tingkat keparahan. Biasanya terapi intensif ini menggunakan kortikosteroid oral jangka pendek.23 Nanoliposom Dry Powder dalam Ranah Kedokteran
dan
Aplikasinya
Sepanjang sejarah medis, teknik pengobatan yang ada semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah teknologi nanomedicine. Prinsip teknologi ini adalah penghantaran obat menggunakan carrier berukuran nano (nanopartikel) yang dibuat sedemikian rupa untuk meningkatkan biodistribusi secara sistemik. Nanomedicine merupakan terobosan baru yang lebih baik mengingat metode penghantaran yang sebelumnya tidak bertahan lama dalam sirkulasi. 24 Beberapa nanopartikel yang digunakan pada nanomedicineadalah liposome, polymer micelles, dendrimers, dan lain-lain.25 Diantara nanopartikel tersebut, liposom memiliki perkembangan yang paling pesat.24 Liposom dapat melapisi substrat hidrofobik maupun hidrofilik dan memiliki toksisitas rendah.17 Penghantaran obat menggunakan liposom ke saluran pernapasan akan sangat atraktif karena obat akan terakumulasi secara lokal di paru-paru sebagai organ target. Liposom merupakan bahan yang biokompatibel karena lebih dari 85% dari lung surfactant merupakan fosfolipid. Liposom juga dapat mengurangi efek samping secara lokal dan sistemik sehingga therapeutic index akan meningkat atau tetap baik meskipun dalam dosis relatif kecil.26 Obat liposomal juga mampu bertahan lebih lama dalam paru-paru, mencegah degradasi obat oleh enzim, dan ukurannya yang nano mampu membuatnya menghindar dari removal yang cepat.26 Di antara bentuk obat liposom, yang saat ini sering digunakan adalah aerosolized liposomal delivery, seperti dry powder.27 Obat yang dienkapsulasi menggunakan nanoliposom dapat
P a g e | 51
ESSENTIAL diubah menjadi dry powder menggunakan metode freeze-drying, spray-drying, dan spray freeze-drying untuk mencapai stabilitas dalam waktu lama.26Inhalerdry powder dikembangkan untuk mengatasi kekurangan pressurized meter dose inhalers (pMDIs). DPI merupakan alat yang membawa formulasi dry powder dari obat aktif, termasuk makromolekul dan bioteknologi untuk terapi lokal dan sistemik. Formulationdry powder (FDP) mudah digunakan, stabil, dan aman bagi pasien.26 FDP juga mampu membawa obat dalam dosis yang banyak, deposisi tinggi pada paru-paru dan ekstra pulmoner drug loss yang minim.26,27 FDP konvensional terdiri dari carrier sakarida pada permukaan dan diameter partikel antara 3-5 µm karena jika berukuran di bawah 3 µm akan ditelan makrofag sedangkan di atas 5 µm partikel akan terdeposisi di orofaring.26 Dalam sirkulasi tubuh, berbagai reaksi seperti respon imun, penghapusan obat dari sirkulasi oleh ginjal atau RES, dan reaksi enzimatik oleh serum protease dapat menurunkan efektivitas kerja obat sehingga administrasi obat perlu dilakukan lebih sering. Formulasi obat dengan liposom, mikrosfer, nanopartikel dan sistem koloid lainnya mampu meningkatkan stabilitas obat dalam sirkulasi dan menghindari penghapusan obat secara cepat namun dinilai tidak mudah diaplikasikan pada protein dan peptida. Untuk mengatasi hal ini, teknik PEGylation, yaitu memodifikasi penghantaran obat menggunakan PEG, dapat dilakukan. PEG merupakan polieter diol linier atau bercabang dengan karakteristik manfaat seperti biokompatibilitas, solubilitas pada kondisi aqueous dan media organik, serta minim toksisitas.18 PEG terbuat dari gabungan etilene oksida yang terkonfigurasi linier atau bercabang dengan berbagai berat molekul. Modifikasi PEG pada permukaan liposom dinilai efektif dalam mencegah uptake oleh RES dan tahan lama di sirkulasi.17 Gambaran Umum Artocarpus communis Artocarpus communis, atau yang lebih sering disebut sukun di Indonesia, merupakan tanaman famili moraceae yang tumbuh di dataran rendah yaitu sekitar 650 meter di atas permukaan laut.29 Pada umumnya, pohon sukun berukuran lebar dengan diameter 1,2 meter dan tinggi 15—20 meter.30 Sukun tergolong tanaman tropik sejati yang tumbuh baik pada dataran rendah. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah basah maupun kering asalkan ada air dan aerasi tanah cukup.31 Di Indonesia, persebaran tanaman ini cukup merata di semua daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengingat penyebaran sukun terdapat di sebagian besar kepulauan di Indonesia dan jarang terserang penyakit yang membahayakan, tanaman ini sangat mungkin untuk dikembangkan.31 Artocarpus communis telah banyak digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional terutama bagian daun, getah, dan batangnya. 30 Genus artocarpus diketahui mengandung banyak fitokimia, yaitu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh banyak jenis tanaman. Sebagian besar metabolit sekunder yang dikandungnya dalam
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL bentuk phenylpropanoid, seperti flavonoid dan flavon.30 Sudah banyak penelitianterkait Artocarpus communis. Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan efek antiinflamasi, antifungal potensial, immunomodulator potensial, angiotensinconverting-enzyme (ACE) inhibitor, aktivitas antioksidan dan protease inhibitor.37,38 Tinjauan Farmakologi Artonin E sebagai 5-LOX Inhibitor 5-LOX adalah suatu enzim yang berperan dalam deoksigenasi AA bebas dari biosintesis LT. Enzim ini berfungsi mengkatalisis perubahan wujud dari AA menjadi LTA4 dan asam 5-HPETE.21,39 LT merupakan lipid mediator bioaktif yang diproduksi dari leukosit aktif. Sebelumnya, LT telah dikenal sebagai senyawa yang breperan dalam proses inflamasi dan penyakit alergi. Selain itu, 5-LOX juga diketahui berhubungan dengan asma bronkial, alergi rhinitis, penyakit kulit akibat inflamasi, dan artritis rematik.40 Pada penderita asma, LTC4 dan LTD4 yang sering disebut dengan CystLT, merupakan bronkokonstriktor yang memicu peningkatan sekresi mukus di saluran pernapasan.41 5-LOX berperan dalam metabolisme AA menjadi LTB4 yang dapat menarik dan merangsang aktivasi dari netrofil, monosit, dan eosinofil serta memicu produksi sitokin dan mediator proinflamasi.40 Penghambatan 5-LOX akan mengurangi produksi CystLT sehingga menghindari serangan asma. Hal ini terbukti dalam penggunaan CystLT1receptor antagonist untuk menghambat reaksi asma.21 Artonin E merupakan salah satu flavonoid dari Artocarpus communis yang sudah terbukti secara in vivo dan in vitro mampu menghambat kerja enzim 5-LOX.42,43 Artonin E merupakan salah satu senyawa flavonoid terprenilasi yang dapat ditemukan pada kebanyakan tanaman Artocarpus (termasuk Artocarpus communis) terutama pada bagian kulit batangnya.44Artonin E yang dikenal juga dengan 5’-hydroxymurisin memliki formula molekuler C25H24O7.45 Konstruksi dan Preparasi Nanoliposomal Dry Powder Artonin E Dalam upaya penatalaksanaan asma baik bersifat pencegahan maupun pengobatan, modalitas terapi yang memiliki efektifitas tinggi, efek samping yang rendah serta harga yang terjangkau merupakan kebutuhan utama yang menjadi pusat perhatian saat ini. Beberapa obat-obatan seperti beta-agonist, kortikosteroid, methylxanthine telah terbukti memiliki efektifitas tinggi dalam menekan asma namun menimbulkan efek samping yang cukup tinggi pula seperti gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.46 Penggunaan nanoliposomal dry powder berbasis senyawa artonin E merupakan suatu terobosan baru dalam penatalaksanaan asma dengan tujuan meningkatkan bioavabilitas, specific targeting, dan meminimalisasi efek samping. Nanoliposom merupakan struktur berbentuk vesikular dan bersifat koloidal yang memiliki variasi ukuran 100-200nm.47,48 Liposom sebagai pembawa obat tidak hanya dapat menghantarkan obat
P a g e | 52
ESSENTIAL dengan konsentrasi tinggi tetapi juga memungkinkan obat tertuju pada sel atau organ spesifik. Senyawa artonin E merupakan turunan senyawa flavonoid yang bersifat hidrofilik.49 Nanoliposom sebagai drug carrier yang kompatibel dengan obat hidrofilik sehingga cocok untuk enkapsulasi artonin E.47 Hal yang menjadi pusat perhatian kemampuannya sebagai 5-LOX inhibitor yang memiliki peran signifikan dalam patogenesis asma. Penelitian yang dilakukan di Universitas Tokushima, Jepang menunjukkan bahwa artonin E memiliki nilai Inhibition Concentration 50 (IC50) paling rendah diantara senyawa flavonoid lainnya terhadap penghambatan kerja enzim 5-LOX secara in vitro.50 Penggunaan teknologi nanopartikel menjadi suatu solusi terbaik atas masalah sistem penghantaran modalitas ini. Liposom merupakan nanopartikel yang telah teruji efikasi dan keamanannya. Nanosfer ini bersifat biodegradable, biokompatibel terhadap dua jenis obat, hidrofilik atau hidrophobik, dan non toksik.51 Nanoliposom termodifikasi PEG telah terbukti meningkatkan efek farmakokinetik dan farmakodinamik, yaitu dengan meningkatkan kelaruran dalam air, perlindungan terhadap degradasi enzimatik, mengurangi renal clearance, meningkatkan waktu paruh, dan menghindari reticuloendothelial system (RES) clearance.17,18 Proses ekstraksi dan isolasi artonin E dari kulit batang Artocarpus communis dapat dilakukan sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Pratangga (2013) yang telah melakukan penelitian dengan melakukan proses ekstraksi dan isolasi artonin E dari kulit akar Artocarpus rigida. Artocarpus communis dan Artocarpus rigida merupakan tanaman dengan genus yang sama. Sebagian besar tanaman Artocarpus memiliki karakteristik dan kandungan fitokimia yang sama. 49 Bahan tumbuhan berupa kulit batang Artocarpus communis awalnya dikumpulkan. Bahan tumbuhan dibersihkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari terlebih dahulu, kemudian digiling hingga berupa serbuk kulit batang. Tahap pertama ekstraksi diawali dengan proses maserasi. Serbuk kulit batang Artocarpus communis dimaserasi dengan 4 liter metanol selama 24 jam. Ekstrak metanol yang didapat dikeringkan dengan rotary evaporator pada suhu 40o C untuk menghindari kerusakan bahan aktif. Pelarut hasil evaporasi kemudian digunakan untuk melakukan maserasi berulang terhadap ampas serbuk Artocarpus communis. Proses maserasi ini diulangi hingga tiga kali dan akhirnya diperoleh hasil ekstrak metanol. Pemisahan senyawa diinisiasi melalui proses fraksinasi dengan menggunakan metode Kromatografi Vakum Cair (KVC). Ekstrak metanol difraksinasi dengan KVC (eluen n-heksana 100%; n-heksana : etil asetat = 7:3 sampai dengan 0:10) dan menghasilkan beberapa fraksi. Selajutnya dari hasil KVC tersebut, fraksi-fraksi yang memiliki Rf sama pada pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digabung sehingga diperoleh beberapa fraksi baru. Fraksi-fraksi tersebut difraksinasi kembali dengan metode KVC dan kemudian diperoleh artonin E berupa serbuk berwarna kuning.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Secara garis besar, mekanisme enkapsulasi artonin E dan nanoliposom menggunakan teknik thin film evaporation.Ekstrak artonin E, hydrogenated phosphatidylcholine (HSPC) dan kolesterol dilarutkan dalam campuran metanolkloroform (2:1) yang kemudian dilakukan homogenisasi dengan pengadukan 100rpm selama 30 menit pada suhu 65oC. Selama homogenisasi berlangsung, larutan tripolifosfat (TPP) 0,1% ditambahkan pada sistem dengan laju 1 mL/mnt hingga interaksi muatan terbentuk. Pemberian TPP dilanjutkan hingga mendapatkan muatan zeta potensial sebesar -20mV dengan tujuan meningkatkan efektifitas nanopartikel dalam menghantarkan artonin E. Preparasi nanoliposom termodifikasi PEG diinisiasi dengan melarutkan dispersi nanoliposom dengan PEG pada campuran metanol dan kloroform (1:1). Kemudian dikeringkan dengan rotary evaporator. Dispersi nanoliposom termodifikasi PEG yang terbentuk pada pelarut organik dipanaskan pada suhu 65oC dengan menggunakan thermostat selama dua siklus pada 10.000 psi untuk pengecilan ukuran. Selanjutnya, nanoliposom disentrifugasi dengan kecepatan 35.000rpm pada suhu 20oC selama 20 menit. Kemudian, proses formulasi nanoliposomal dry powder menggunakan metode spray-drying.8,52 Hasil sentrifugasi kemudian didispersikan dalam 200ml phosphatebuffered saline dengan kandungan 15mg/ml sukrosa, dan 10% glisin pada suhu ruangan (25 oC). Pada saat proses spray-drying, bahan dipompa ke dalam drying chamber pada spray-dryer dengan suhu inlet-outlet 120Âą5 dan 65-70 oC. Setelah itu, produk berupa nanoliposomaldry powder artonin E (NLDPAE) dikemas dengan kapsul hidroxypropyl methylcellulose (HPMC) berukuran 2 dan siap untuk diadministrasikan.27,53,54
Gambar 1. Skematik preparasi NLDPAE Mekanisme Administrasi dan Dosis Potensial Nanoliposomal Dry Powder Artonin E Jalur administrasi nanoliposom yang telah terbukti secara klinis maupun laboratorik mampu mengantarkan artonin E dengan baik meliputi administrasi intravena,55 inhalasi, topikal.56,57, dan per-oral.16 Dengan mempertimbangkan alasan
P a g e | 53
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
efektivitas dan kenyamanan penggunaan, jalur inhalasi menjadi pilihan utama administrasi NLDPAE.Sejatinya, artonin E sebagai turunan senyawa flavonoid menunjukkan bioavabilitas dan efikasi yang lebih baik jika diadministrasikan secara oral dan topikal,40 akan tetapi dengan teknologi nanoliposom sebagai carrier, menjadikan artonin E sebagai modalitas yang dapat dipertimbangkan dalam penataksanaan asma spesifik 5-LOX.59 Bentuk sediaan untuk administrasi inhalasi yang digunakan adalah bentuk dry powder atau serbuk kering. Sediaan dry powder inhaler (DPI)sangat cocok digunakan untuk penatalaksanaan asma karena sediaan ini lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan metered dose inhaler (MDI) karena mengandung chlorofluorocarbon (CFC).60 Selain itu, DPI mengatasi kesulitan dalam penggunaan MDI yang seringkali sulit menyelaraskan antara aktuasi alat inhalasi dan pernapasan.61 Metode administrasi lainnya yang patut dipertimbangkan adalah per-oral. Beberapa peneltian telah membuktikan efektifitas nanoliposom dapat diadministrasikan secara peroral dan mampu mendistribusikan obat secara sistemik.62 Artonin E sebagai turunan senyawa flavonoid yang memiliki bioavabilitas yang rendah jika diadmnistrasikan secara oral.40 Kelemahan lainnya ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Weatherall dkk (2010). Terapi salmeterol oral sebagai modalitas asma telah dibuktikan dapat meningkatkan frekuensi efek samping yang dimiliki oleh obat tersebut.63 Tabel 1. Prenylflavon dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk menghambat 50% 5-LOX dari leukosit babi (rata-rata ± SD, N = 30).50 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Senyawa Artonin E Cycloartobiloxanthone Artobiloxanthone Heterophyllin Artonin A Artonin B Morusin Cycloheterophyllin
IC50 (µM) 0,36 ± 0,03 1,1 ± 0,2 0,55 ± 0,2 0,73 ± 0,21 4,30 ± 0,5 1,0 ± 0,1 2,9 ± 0,4 1,6 ± 1,0
Penentuan dosis potensial yang disarankan, pada penelitian sebelumnya oleh Gala,dkk (1991) menunjukkan angka IC50 artonin E dalam menghambat 5-LOX yang diujikan pada leukosit babi ialah sebesar 0,36 μM (Tabel 1.).50 Angka IC50 tersebut menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 0,36 μM dapat menghambat 50% 5-LOX. Jika 0,36 μM dikonversikan dalam gram adalah sebesar 157 μg. Oleh karena itu, dibutuhkan minimal kadar artonin E sebesar 157 μg dalam menghambat 50% 5-LOX secara in vitro.50 Konversi dosis dengan menghitung Human Equivalent Dose (HED) dalam satuan mg/kg berat badan. Dosis pada hewan dikalikan dengan pembagian antara konstanta Michaelis (Km) hewan dibagi dengan Km manusia.64,65 Masing-masing nilai Km untuk babi/mini-pig(35) dan Km manusia dewasa (37).66Dengan perhitungan rumus HED, diperoleh dosis potensial 0,1 mg/kg berat badan untuk sekali administrasinya.
Mekanisme Kerja Nanoliposomal Dry Powder Artonin E Nanoliposom yang termodifikasi PEG menunjang efektivitas zat aktif artonin E dalam menghambat kinerja enzim 5-LOX melalui karakteristik farmakokinetik dan farmakodinamik.67 Nanoliposom memiliki efektifitas tinggi dalam menghantarkan senyawa hidrofilik seperti artonin E. Rentang zeta potensial -20 hingga -45 mV menyebabkan drug loading capacity (DLC) nanoliposom artonin E mencapai 96%,68 sehingga memberikan efikasi dan terdegradasinya nanopartikel secara sempurna.68-70 Untuk semua sediaan inhalasi dosis yang diterima oleh pasien bergantung pada empat faktor yang saling berkaitan, yaitu profil dari formulasi obat, terutama sifat alir serbuk, ukuran partikel, dan interaksi zat aktif-zat pembawa; kinerja alat inhaler, termasuk pembentukan aerosol dan penghantarannya; teknik inhalasi yang benar untuk deposisi obat di paru-paru; dan laju pernapasan.71 Optimalisasi pengantaran obat melalu saluran pernapasan diperlukan partikel berukuran 2-5µm, sedangkan untuk efek sistemik ukuran partikel minimal 2µm.71 Hal ini menunjukkan bahwa nanoliposom sebagai nanopartikel pembawa obat yang dapat meningkatkan bioavabilitas obat yang dibawanya. Farmakokinetik NLDPAE meliputi proses absopsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.72 Absorbsi NLDPAE yang diadministrasikan secara inhalasi terjadi di paruparu dengan bioavabilitas sistemik mencapai 73%.73 Tingkat penyerapan yang tinggi akan menunjang optimalisasi bioavabilitas NLDPAE.74 Kombinasi terhadap TPP meningkatkan stabilitas suhu, zeta potensial, dan memenuhi syarat untuk digunakan secara komersil.75 Nanoliposom terdistribusi menuju organ target melalui sirkulasi darah, menjaga stabilitas artonin E dengan sempurna selama proses distribusi.75 NLDPAE termodifikasi PEG mengurangi clearance RES sehingga meningkatkan waktu paruh dan waktu edarnya untuk melepaskan zat aktif secara adekuat serta membuat nanoliposom beredar selama berjam-jam dengan zat aktif tetap terenkapsulasi dengan baik.26 Nanoliposom selanjutnya mengalami metabolisme di ginjal67, dan mengalami eliminasi secara efektif karena sifatnya biodegradeable. Tinjauan farmakodinamik dilihat dari respon imun yang terjadi didalam tubuh. NLDPAE termodifikasi PEG memiliki resistensi terhadap RES clearance dan reaksi opsonin yang dinsiasi oleh komplemen (C3a dan C3b), fibronectin, dan immunoglobulin (igG).26 Aktivasi 5-LOX disertai dengan proses oksidasi yang merubah Fe2+ menjadi Fe3+.40 Proses teraktivasinya 5-LOX terjadi pada sitosol leukosit yang sebagian besar merupakan neutrofil.17 Keadaan ini yang dapat memicu 5-LOX berikatan dengan 5-lipoxygenase activating protein (FLAP).40 5-LOX akan aktif berperan dalam sintesis LT jika berikatan dengan FLAP yang berperan sebagai co stimulator.40 Mekanisme aksi dari artonin E sebagai 5-LOX inhibitordapat melalui tiga jalur yaitu (1) dengan mengurangi sisi aktif besi, (2) mengurangi
P a g e | 54
ESSENTIAL aktivasi LOOH, atau (3) mengganggu aktivitas elektron yang terlibat dalam siklus redoks besi. 38,76 Terjadinya tiga jalur penghambatan tersebut merupakan fokus utama artonin E sebagai controlled medication asma (lihat Gambar 2.). Dapat diusulkan bahwa target terapi NLDPAE termodifikasi senyawa PEG ini adalah menghambat katalisasi 5-LOX dalam mensintesis CysLT yang sejatinya berperan secara signifikan dalam proses terjadinya asma. Aktivitas dari 5-LOX akan mengakibatkan sintesis CysLT terhambat dan tidak ada aktivasi oleh CysLT1 yang berperan dalam proses bronkokonsrtiksi. CysLT memegang peranan penting dalam proses inflamasi pada asma, memicu eksudat plasma, dan 1000 kali lebih poten dibandingkan histamin dalam reaksinya.17 Inhibisi yang dilakukan terhadap aktivitas 5-LOX oleh NLDPAE termodifikasi senyawa PEG diharapkan akan mengontrol produksi CysLT yang berperan dalam patogenitas asma.
Gambar 2. Mekanisme kerja Artonin E
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL Obat asma akan memiliki efek terapi yang optimal jika terpusat pada paru-paru dalam dosis dan paruh waktu yang sesuai.23 FDP konvensional memenuhi kriteria tersebut kecuali waktu paruhnya yang relatif sebentar4 sehingga penggunaan liposomal FDP dinilai lebih baik karena waktu paruh obat menjadi lebih tinggi dan minim toksisitas. FDP ini akan dihantarkan oleh DPI yang memiliki keunggulan dibanding pMDI. pMDI tidak dapat digunakan untuk semua dosis obat sehingga penggunaanya ditunjang oleh spacer, alat yang menyediakan tambahan volume dosis obat.78 DPI merupakan salah satu jenis nanoliposom yang akan menjaga stabilitas obat dalam sirkulasi.79 Selain meningkatkan waktu paruh, obat liposomal berguna untuk mencegah degradasi enzimatik. Ukuran nano dari obat tersebut mencegah penghapusan obat secara cepat dari sirkulasi. Penambahan PEG akan menambah lagi waktu paruh yang ada karena memiliki fungsi yang sama dan ditunjang dengan minimnya efek toksisitas.18 Ditinjau dari segi biaya, artonin E mudah didapatkan dari kulit batang Artocarpus communis. Tanaman ini mudah ditemukan karena tumbuh merata dan tersebar di seluruh Indonesia.29,31 Dosis Potensial bahan ini secara teori relative rendah, yaitu 0,1 mg per kilogram. Hal ini menunjukkan artonin E sangat ideal untuk dikembangkan karena efektif dan hemat dalam penggunaan. artonin E yang dibawa oleh nanoliposom denagn modifikasi PEG ini diharapkan mampu menjadi pilihan controller medications yang tepat sasaran, bertahan lama dalam sirkulasi dan minim toksisitas.
Analisis Manfaat
SIMPULAN
Penanganan asma hingga saat ini terbatas pada peningkatan kualitas hidup pasien. Penanganan ini berupa pertolongan pertama saat serangan, obat kontrol jangka panjang dan obat tambahan. Tujuan jangka panjang pengobatan asma adalah untuk mengontrol gejala, mengurangi risiko perburukan, serta meminimalkan efek samping. Komunikasi antar dokter dengan pasien pun harus terjalin dengan baik mengingat kepatuhan pasien adalah faktor penentu keberhasilan terapi. Sejauh ini inhaled corticosteroid (ICS) digunakan sebagai lini pertama penatalaksanaan asma. Meskipun dinilai efektif, penggunaan ICS dalam jangka waktu lama bepotensi menyebabkan efek samping sistemik seperti gangguan pertumbuhan, penurunan densitas mineral tulang, penipisan kulit dan katarak.77 Hal yang dapat dilakukan untuk menangani masalah di atas adalah dengan penggunaan obat yang berasal dari tanaman, salah satunya adalah artonin E yang tergolong flavonoid dari tanaman Artocarpus communis.34 Artonin E yang menjadi modalitas penatalaksanan asma akan dimodifikasi untuk meningkatkan efektivitasnya. Bahan ini memiliki IC50 yang sangat rendah yaitu 0,36 ÂľM menjadikan senyawa ini sebagai penghambat 5-LOX yang poten dan spesifik untuk mencegah reaksi asma.
Berdasarkan analisis dan sintesis atas gagasan yang dikaji, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk mendapatkan artonin E adalah dengan maserasi dan kemudian difraksinasi dengan KVC hingga didapatkan artonin E dalam bentuk serbuk berwarna kuning. Artonin E dipreparasi dalam sediaan dry powder dengan dosis terapi 0,1 mg/kg berat badan. NLDPAE kemudian siap untuk diadministrasikan. Farmakokinetik NLDPAE dalam tata laksana asma menjelaskan bagaimana perjalanan sediaan NLDPAE setelah diadministrasikan. Farmakodinamik NLDPAE menggambarkan efek biologis yang ditimbulkan. Artonin E fokus menghambat kerja enzim 5-LOX pada otot polos bronkus yang menstimulasi CysLT. Berkurangnya CysLT diharapkan akan mencegah peradangan saluran pernapasan, sekresi mukus berlebih, dan bronkokonstriksi. Dalam hal sediaan, NLDPAE dengan bahan aktif artonin E sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pilihan terapi alternatif asma. Keunggulan artonin E yang mudah didapat dari kulit batang Artocarpus communis, harganya yang murah, serta dosis terapi yang rendah menjadikan artonin E mampu menjawab
P a g e | 55
ESSENTIAL kekurangan-kekurangan dari terapi asma yang telah ada. SARAN Artonin E telah diuji secara laboratorik dan terukti memiliki efek inhibisi terhadap 5-LOX yang poten dengan angka IC50 0,36 µM. Namun masih membutuhkan penyempurnaan terkait evaluasi klinis lebih lanjut mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik serta efektivitas dalam tata laksana asma. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait penentuan dosis terapi yang tepat, frekuensi administrasi, efek klinis, serta pengembangan artonin E ini dalam penatalaksanaan asma sehingga mampu menjadi pilihan terapi asma. Dan hal penting lainnya adalah perlunya sinergisme seluruh komponen akademisi, pemerintah, dan masyarakat untuk mengembangkan bahan alami dari tumbuhan yang melimpah di Indonesia dalam upaya pengembangan dunia medis.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Akinbami LJ, et al. Trends in asthma prevalence, health care use, and mortality in the united states, 2001—2010. CDC 2012;(94):1—8. National Institutes of Health. Asthma. Bethesda: National Institutes of Health 2009. Available at http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/public/lung/ asthma_atglance.pdf[Diakses pada: December 8th 2014]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Pusat: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013. Available at http://www.litbang.depkes.go.id/sites/downloa d/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PDF [Diakses pada: December 8th 2014]. Asthma Australia. Asthma the basic facts. Queensland: Asthma Australia 2009. Available at http://www.asthmaaustralia.org.au/uploadedFil es/Content/About_Asthma/Resources/AABasi cFactslowres.pdf [Diakses pada: December 10th 2014]. Adams JY, Sutter ME, Albertson TE. The patient with asthma in the emergency department. SPC 2011. National Asthma Council Australia. Australian asthma handbook quick reference guide. South Melbourne: National Asthma Council Australia 2014. Available at http://www.asthmahandbook.org.au/uploads/A ustralianAsthmaHandbookQuickReferenceGui de_Version1.0.pdf [Diakses pada: December 11th 2014]. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma management and prevention: GINA executive summary. Eur Respir J 2008; 31(1):143—78. Lipworth BJ. Systemic adverse effects of inhaled corticosteroid therapy. Arch Intern Med 1999;159(9):941—55.
18.
19.
20. 21.
22.
23.
24.
25.
26. 27.
28.
29.
Barnes PJ. Inhaled corticosteroids. NHLI 2010; (3): 514—40. Nissly T, Prasad S. This asthma treatment has a lasting side effect in children. Family Practice J 2013;62(9):500—02. Kelly HW, et al. Effect of inhaled glucocorticoids in childhood on adult height. N Engl J Med 2012;367:904—12. Werz O, Steinhilber D. Therapeutic options for 5-lipoxygenase inhibitors. Pharmacology & Therapeutics 2006;112:701—18. Lynch KR, et al. Characterization of the human cysteinyl leukotriene CysLT1 receptor. Nature 1999;399:789—93. Back M. Functional characteristics of cysteinyl-leukotriene receptor subtypes. Life Sci 2002;71:611—22. Reddy GR, et al. A phenylflavone, artonin E, as arachidonate 5-lipoxygenase inhibitor. Elsevier 1991;41(1):115—18. Buzea C, Pacheco I, Robbie K. Nanomaterials and Nanoparticles: Sources and Toxicity. Biointerphases 2007;2(4):MR17—71. Atyabi F, Farkhondehfai A, Esmaeili F, Dinarvand R. Preparation of pegylated nanoliposomal formulation containing SN-38: in vitro characterization and in vivo biodistribution in mice. Acta Pharm 2009;59:133—44. Milla P, Dosio F, Cattel L. PEGylation of proteins and liposomes: a powerful and flexible strategy to improve the drug delivery. Bentham Science 2012;13:105—19. Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org Holgate S. Pathogenesis of asthma. Blackwell Publishing Ltd 2008. Montuschi P. Role of leukotrienes and leukotrienes modifiers in asthma. Pharmaceuticals 2010; 3: 1792-1811. Werz O, Steinhilber D. Therapeutic options for 5-lipoxygenase inhibitors. Pharmacology and Theraputics 2006. Sveum R, et al. Institute for clinical systems improvement. Diagnosis and Management of Asthma 2012. Lammers T, Hennick WE, Storm G. Tumourtargeted nanomedicines: principles and practice. British Journal of Cancer 2008;99: 392—97 Buzea C, Pacheco I, Robbie K. Nanomaterials and nanoparticles: sources and toxicity. Biointerphases 2007;2(4):MR17-71. Patel G, et al. Nanoliposomal dry powder formulations. Methods Enzymol 2009. Chougule M, Pandhi B, Misra A. Development of spray dried liposomal dry powder inhaler of dapsone. AAPS PharmSci Tech 2008;9(1). Telko MJ, Hickey AJ. Dry powder inhaler formulation. Respiratory Care 2005;50(9):1209—27. Kuete, et al. Antimicrobial activities of the methanol extract and compounds from artocarpus communis (moraceae). BMC
P a g e | 56
ESSENTIAL
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
Complementary and Alternative Medicine 2011; 11:42. Ragone D. Farm and forestry production and marketing profile for breadfruit (artocarpus altilis). In: Elevith, C. R. (ed.). Specialty Crops for Pacific Island Agroforestry. Permanent Agriculture Resource (PAR), Halualoa, Hawaii. 2014. Tersedia di: http://agroforestry .net /scp Ramadhani AN. Uji toksisitas akut ekstrak etanol daun sukun (artocarpus altilis) terhadap larva artemia salina leach dengan metode brine shrimp lethality test (bst). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang 2009. Jones, et al. Beyond the bounty: breadfruit (artocarpus altilis) for food security and novel foods in the 21st century. Ethnobotany Research and Applications 2011;9:129—49. Wang Y, et al. Geranyl flavonoids from the leaves of artocarpus altilis. Phytochemistry 2007; 68(9):1300—06. Nomura T, Hano Y, Haida T. Isoprenoidsubstituted flavonoid from the leaves of artocarpus plants (moraceae). Heterocycles 1998;47(2):1179—1205. Trindade MB, et al. Structural characterization of novel chitin-binding lectins from the genus artocarpus and their antifungal activity. BBAproteins and Proteomics 2006;1764(1):146— 52. Amarasinghe NR, et al. Chemical constituents of the fruits of artocarpus altilis. Biochemical systematics and Ecology 2008;36(4):323—25. Somashekkar M, Nayeem N, Sonnad B. A review on family moraceae (mulberry) with a focus on artocarpus species. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 2013;2(5):2614—21. Sikarwar MS, et al. Natural indicator as a substitute to synthetic indicator-a developmental approach. J App Pharm Sci 2014;4(08):091—097. Reddy G, et al. A prenylflavone, artonin E, as arachidonate 5-lipoxygenase inhibitor. Biochemical Pharmacology 1991;41(1). Werz O. Inhibition of 5-lipoxygenase product synthesis by natural compounds of plant origin. Planta Med 2007;73:1331—57. Werz O, Steinhilber D. Therapeutic options for 5-lipoxygenase inhibitors. Pharmacology and Theraputics 2006. Yonn JH, Baek SJ. Molecular targets of dietary polyphenols with anti-inflammartory properties. Yonsei Med J 2005;46:585—96. Kim HP, et al. Anti-inflammatory plant flavonoids and cellular actions mechanism. J Pharmacol Sci 2004;96:229—45. Hakim EH, et al. Prenylated flavonoids and related compounds of the Indonesian artocarpus (moraceae). Journal of Natural Medicines 2008;60(3):161—84. Compound Summary for CID5481962. Tersedia pada http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov//compound/5 481962. Diakses pada 9 Januari 2015.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 46. Katzung BG, Susan BM, Anthony JT. Basic & clinical pharmacology. 12th ed. San Fransisco: Lange Medical Publications2014. 47. Nilesh J, Ruchi J, Navneet T, Brham PG, Deepak KJ, Jeetendra B, et al. Nanotechnology: A safe and effective drug delivery system. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research2010;3(3):2010. 48. Panyam J, Labhasetwar V. Biodegreadable nanoparticles for drug and gene delivery to cell and tissue. Adv Drug Deliv Rev 2003;55:329—47. 49. Aliefman H. A prenylated flavone from the heartwood of Artocarpus scortechinii King (Moraceae). Indo J Chem 2009;9(1):146—50. 50. Gala RR, et al. A prenylflavone, Artonin E, as arachidonate 5-lipoxygenase inhibitor. Biochemical Pharmacology 1991;41(1):115— 18. 51. Bhowmik D, Chiranjib, Jayakar RM. Role of nanotechnology in novel drug delivery system. Journal of Pharmaceutical Science and Technology 2009;1(1):20—35. 52. Chouqule MB, Padhi BK, Misra A. Nanoliposomal dry powder inhaler of Amiloride Hydrochloride. J Nanosci Nanotechnol 2006;6(9—10):3001—09. 53. Misra A, et al. Recent advances in liposomal dry powder formulations: preparation and evaluation. Expert Opin Drug Deliv 2009;6(1):71—89. 54. Chan HK. Dry powder aerosol delivery systems: current and future research direction. J Aerosol Med 2006;19(1):21—27. 55. Serwer LP, et al. Investigation of intravenous delivery of nanoliposomal topotecan for activity against orthotopic glioblastoma xenografts. Neuro Oncol 2011;13(12):1288— 95. 56. Li C, et al. Preparation and characterization of flexible nanoliposome loaded with daptomycin, a novel antibiotic, for topical skin therapy. Int J Nanomedicine2013;8:1285—92. 57. Kalantari H, Hemmati AA, Bavarsad N, Rezaie A, Ahmadi S. Effect of topical nanoliposomes paromomycin on rats liver and kidney. Nat Pharm Prod 2014;9(4):1—8. 58. Gharib A, Faezizadeh Z. In vivo evaluation of physiological efficacy of insulin-loaded nanoliposomes prepared for oral delivery. Physiol Pharmacol 2011;15(1):57—65. 59. Mignet N, Seguin J, Chabot GG. Bioavability of polyphenol liposomes: A challenge ahead. Pharmaceutics 2013;5(3):457—71. 60. Milala AS. Inhalasi serbuk kering sebagai sistem penghantaran obat pulmonary. Medicinus 2013;26(2):39—46. 61. Virchow JC, Crompton GK, Dal Nego R. Importance of inhaler devices in the management of airways disease. Respir Med 2008;102(1):10—19. 62. Liang J, Wu W, Liu Q, Chen S. Longcirculating nanoliposome (LCNs) sustained delivery of baicalein (BAI) with desired oral
P a g e | 57
ESSENTIAL
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
bioavability in vivo. Drug Delivery2013;20(8):319—23. Weatherall M, Wijesinghe M, Perrin K, Harwood M, Beasley R. Meta analysis of the risk of mortality with salmeterol and the effect of concomitant inhaled corticosteroid theraphy. Thorax 2010;65:39—43. Reagan-Shaw S, Nihai M, Ahmad N. Dose translation from animal to human studies revisited. FASEB J 2008;22(3):659—61. Shin JW, Seol IC, Son CG. Interpretation of animal dose and human equivalent dose for drug development. The Journal of Korean Oriental Medicine 2010;31(3):1—7. Swindle MM, Makin A, Herron AJ, Clubb Jr FJ, Fraizer KS. Swine as models in biomedical research and toxicology testing. Veterinary Pathology 2012;49(2):344—56. Gabizon A, Shmeeda H, Barenholz Y. Pharmacokinetics of pegylated liposomal doxorubicin: review of animal and human studies. Clinical Pharmacokinetics2003;42(5):419—36. Tanima B, Susmita M, Ajay KS, Kumar Sharma R, Mairta A. Preparation, characterization, and biodistribution of ultrafine chitosan nanoparticles. Int J Pharm2002;243(1-2):93—105. Kato K, Koido M, Kobayashi M, Akagi T, Ichiki T. Statistical fluctuation in zeta potensial distribution of nanoliposomes measured by on-chip microcapillary electrophoresis. Electrophoresis 2013;34(8):1212—08. Tseng LP, et al. Liposomes incorporated with cholesterol for drug release triggered by
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
71.
72.
73. 74.
75.
76.
77.
78.
79.
magnetic field. Journal of Medical and Biological Engineering 2007;27(1):29—34. Islam N, Gladki E. Dry powder inhalers (DPIs) - A review of device reliability and innovation. Int J Pharmaceutics 2008;360:1—11. Chun W, Xiong F, Sheng Y. Carrier system for protein delivery. Chinese Science Bulletin2007;52(7):883—89. Lipworth BJ. Pharmacokinetics of inhaled drugs. Br J Clin Pharmacol 1996;42:697—705. Rane YM, et al. Investigation on factors affecting chitosan for dissolution enhancement of oxcarbazapine by spray dried microcrystal formulation with an experimental design approach. Drug Dev Ind Pharm 2007;33:1008—23. Leonarduzzi G, et al. Design and development of nanovehicle-based delivery system for preventive or therapeutic supplementation with flavonoid. Curr Med Chem 2010;17(1):74—95. Werz O. 5-lipoxygenase: cellular biology and molecular pharmacology. Cuur Drug Targets Inflamm Allergy 2002;1:23—24. Dahl R. Systemic side effects of inhaled corticosteroids in patients with asthma. Respiratory Medicine 2006;100:1307—17. Rubin BK, Fink JB. Optimizing Aerosol Delivery by Pressurized Metered-Dose Inhalers. Respiratory Care 2005;50(9):1191— 1200. Chougule M, Pandhi B, Misra A. Nanoliposomal dry powder inhaler of tacrolimus: Preparation, characterization, and pulmonary pharmacokinetics. International Journal of Nanomedicine 2007;2(4):675—88.
P a g e | 58
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
TINJAUAN PUSTAKA INHIBISI DISREGULASI MIKROGLIA MELALUI RECOMBINANT HUMAN GLIAL CELL LINEDERIVED NEUROTROPHIC FACTOR (RH-GDNF) BERBASIS SUSPENSI NANOPARTIKEL SEBAGAI TERAPI REMISI PENYAKIT BIPOLAR (BIPOLAR DISORDER) Ricardo Adrian Nugraha1, Michael Jonatan1, Rina Judiwati3 1Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 3Departemen Biologi Kedokteran dan Biomolekular FK Universitas Airlangga ABSTRAK Latar Belakang: Belum diketahuinya patofisiologi pasti penyakit bipolar membuat sulitnya menemukan terapi definitif. Terapi terkini terbatas pada obat simptomatik dengan efek samping tinggi. Teknologi terbaru berbasis imunologi coba dikembangkan untuk menginduksi remisi bipolar dengan efikasi yang tidak terhambat penetrasi blood-brain-barrier. Tujuan: Mengetahui potensi suspensi nanopartikel dalam meningkatkan bioavailabilitas RH-GDNF untuk memperbaiki mikroglia dalam modulasi sistem imun pada area C2-C3 hipokampus. Landasan Teori: Abnormalitas sitokin proinflamatori akibat disfungsi mikroglia pada hipokampus menginduksi dilepaskannya neurotransmitter secara irreguler, menjadi dasar terjadinya episode manik-depresi pada penyakit bipolar. Biopsi post-mortem pasien bipolar menunjukkan disfungsi mikroglia. Ini menjadi landasan aplikasi RH-GDNF sebagai stimulus regenerasi mikroglia dalam mempercepat remisi penyakit bipolar. Metode: Telaah pustaka berbasis suspensi nanopartikel RH-GDNF, mengkaji aktualitas sumber berdasarkanevidencebased medicine. Pembahasan &Diskusi: RH-GDNF merupakan protein rekombinan hasil rekayasa genetika E.coli bentuk polipeptida homodimer, tidak terglikosilasi, mengandung 2x135 asam amino (Mr=30.360 Dalton). Setelah mencapai sel target, RH-GDNF memacu proliferasi astrosit dan mikroglia, memodulasi sistem imun pada hipokampus. Dengan menekan sitokin pro-inflamatori, neurotransimitter otak akan dilepaskan secara reguler dan kontinu, mempercepat remisi penyakit bipolar. Kesimpulan: RH-GDNF dapat mempercepatremisi bipolar berbasis akselerasi regenerasi mikroglia untuk modulasi sistem imun. Suspensi nanopartikel meningkatkan drugdeliverymenembus sawar darah-otak, menuju sel target dengan densitas dan muatan listrik yang sesuai. Kata Kunci: Penyakit Bipolar, Mikroglia, Nanopartikel, RH-GDNF ABSTRACT Background. Nowadays, only symptomatic drugs with highly side effects are available for bipolar therapy. Recent technologies based on immunology have tried to develop potential treatment for bipolar remission, without disruption of penetration in blood-brain-barrier. Purpose. Knowing the potency of nanoparticles suspensions in improving RH-GDNF bioavailability by improving microglia function to regulate immune system in C2-C3 region of hippocampus. Theoretical Basis. Proinflammatory cytokine abnormalities due to microglia dysfunction in hippocampus induces irregular release of neurotransmitter. Post-mortem biopsy of bipolar patients showed microglia dysfunction, becoming the cornerstone thinking of RH-GDNF application to accelerate the regeneration of microglia towards improving Quality of Life in bipolar patient. Methods. Systematic review based on actual sources and evidence-based medicine. Result & Discussion. RH-GDNF is one of the engineered E.coli recombinant protein in the form of polypeptide homodimer, not glycosylated, and containing 2x135 amino acids (Mr=30,360 Dalton). After reaching the target cells, RH-GDNF stimulates proliferation of astrocytes and microglia, modulates pro-inflammatory cytokines,then neurotransmiitter will be released regularly and continuously, accelerating bipolar disease remission. Conclusions. RH-GDNF canaccelerate bipolar disease remission through the regeneration of microglia by modulating immune-system. Nanoparticles suspension can increase effectivenessof drug-delivery system,allow drug particles penetrate blood-brain-barrier into the target cells with specific density and electrical charge. Keywords: Bipolar Disorder, Microglia, Nanoparticles, RH-GDNF PENDAHULUAN Penyakit bipolar adalah salah satu gangguan jiwa berupa gangguan mood (suasana hati) dimana individu mengalami periode depresi dan mania.1 Penyakit bipolar, disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi otak secara genetik, mengakibatkan perubahan mood, energi, aktivitas secara dramatis yang berakibat pada ketidakmampuan melakukan pekerjaan sehari-hari.2 Data yang diperoleh dari National Institute of Mental Health menunjukkan bahwa penyakit bipolar merupakan salah satu penyakit kejiwaan yang cukup mengkhawatirkan. Data menunjukkan bahwa
3,9% dari populasi dewasa di Amerika Serikat pernah mengalami penyakit bipolar. Diantaranya, 2,6% dari populasi dewasa tersebut mengalami penyakit bipolar dalam 12 bulan terakhir. Dari kasus yang terjadi dalam 12 bulan terakhir, 82,9% diantaranya (2,2% dari populasi dewasa di Amerika Serikat) dikategorikan mengalami severe bipolar disorder. Selain itu, penyakit bipolar rentan menyerang orang dewasa muda (18-29 tahun) dengan prevalensi 5,9% dari total populasi dewasa muda di Amerika Serikat. Data juga menyebutkan bahwa penyakit bipolar paling banyak dialami oleh orang berusia 25 tahun.3 Di dunia, prevalensi penyakit bipolar cukup tinggi, yaitu 1-6% dari
P a g e | 59
ESSENTIAL totalpopulasi dunia walaupun belum ada data pasti karena perbedaan perspesi mengenai terminologi dan kesulitan diagnosis di masyarkat.4 Di Indonesia, angka prevalensi kejadian penyakit bipolar masih belum dapat ditentukan. Hal ini disebabkan karena keterbatasannya fasilitas dalam menentukan penyakit bipolar, kurangnya monitor kesehatan yang ada, dan masih adanya mispersepsi dalam terminologi dan diagnosis dari penyakit bipolar sehingga data pasti insiden penyakit bipolar di Indonesia belum diketahui. Namun diyakini insidensi penyakit bipolar di Indonesia tidak jauh berbeda dengan insidensi di dunia yakni sekitar angka 3-5% penduduk.5 Penyakit bipolar merupakan masalah serius dalam hal penyakit kejiwaan.Gangguan kejiwaan ini diakibatkan oleh karena perubahan mood secara dramatis (depresi dan mania).Mania merupakan kebalikan dari depresi. Dalam hal ini, mania dikaitkan dengan euforia, hiperaktif, tidak butuh kebutuhan untuk tidur dan ketidakmampuan individu untuk menilai sesuatu dengan akal sehat.6 Selain itu, menurut Jamison KR (2000), sebanyak 25-50% dengan penyakit bipolar melakukan percobaan bunuh diri paling tidak sekali dalam hidupnya.7 Hal ini juga dinyatakan oleh Bruno, dkk (2002) bahwa angka mortalitas penderita bipolar 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari populasi pada umumnya, dengan 10-20% penderita melakukan bunuh diri.4 Penyakit bipolar dapat menyebabkan gangguan kehidupan sehari-hari pasien dan keluarga. Menurut Nauert (2009), 90% pasien dengan penyakit bipolar menemui kesulitan dalam kehidupan sosial mereka.8 Dalam mengatasi penyakit bipolar, diperlukan terapi yang baik. Saat ini, penyakit bipolar merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol agar tidak terlalu mengganggu kehidupan sehari-hari. Terapi simptomatik yang telah dilakukan saat ini yaitu pemberian mood stabilizer dan terapi psikologis, ECT(Electroconvulsive therapy), pemberian obat tidur, dan suplemen herbal.2,6Dalam mengatasi penyakit bipolar, pemberian obat-obatan dapat berupa 3 macam, yaitu mood-stabilizers, atypicalantipsychotics, dan anti-depressants. Ketiga obat ini bekerja secara simultan dan saling melengkapi.2 Menurut National Institute of Mental Health, penggunaan obat-obatan ini cukup berperan dalam mengatasi penyakit bipolar yang ada, sebanyak 38,8% penderita mengalami perubahan ketika diberi pemberian obat-obatan.3 Pengunaan obat-obatan ini berfungsi sebagai terapi simtomatik untuk menghilangkan/meredakan gejala penderita ketika penderita mengalami episode depresi dan atau manianya.9 Pun demikian, terapi
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL yang diberikan, baik secara medis dan psikis, masih belum cukup dalam menangani penyakit bipolar. Survei yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health menunjukkan hanya 38,8% dari penderita yang memperoleh terapi medis yang mengalami perubahan (18,8% dari total penderita), dan 39,2% dari penderita yang memperoleh berbagai macam terapi (medis dan psikis) yang mengalami perubahan (21,8% dari total penderita).3 Hal ini tentunya masih belum cukup mengingat bahwa usaha terapi yang dilakukan sampai sekarang belum maksimal, efektif dan efisien, serta belum sebanding dengan risiko yang dapat ditimbulkan oleh penderita penyakit bipolar pada periode depresi dan/atau mania, seperti bunuh diri, euphoria, mengganggu ketenangan umum, dan aktivitas lain yang merugikan. Oleh karena itu diperlukan suatu inovasi baru dalam mengatasi gangguan bipolar (penyakit bipolar) yang lebih efektif dan efisien sehingga mampu bertindak sebagai terapi remisi dalam penyakit bipolar (penyakit bipolar).Karena itulah, makalah ini akan mencoba membahas mengenai potensi pemanfaatan recombinant human glial cell line-derived (RH-GDNF) untuk inhibisi disregulasi mikroglia dalam modulasi sitokin proinflamatori sebagai terapi remisi penyakit bipolar (penyakit bipolar). Penelitian yang dilakukan Frick, Williams, dan Pittenger (2013) menunjukkan bahwa disregulasi mikroglia dapat berakibat pada kelainan kejiwaan seperti penyakit bipolar.10 Hal ini juga didukung oleh penemuan bahwa abnormalitas sitokin proinflamatori dapat mengakibatkan penyakit bipolar juga.11 Selain itu, untuk mencapai hasil yang lebih baik, dapat dipergunakan teknologi nanopartikel yang mempunyai keuntungan dapat menembus membran dengan mudah dan mempengaruhi fisiologi sel dengan lebih baik.Dengan demikian, diharapkan dengan dimanfaatkannya RH-GDNF melalui teknologi nanopartikel dalam mengatasi penyakit bipolar mampu memberikan jawaban dan inovasi baru terapi penyakit bipolar yang lebih efektif dan efisien, sehingga mampu bertindak sebagai terapi remisi dalam penyakit bipolar. Harapannya, angka kejadian periode depresi dan atau mania, dan resiko yang ditimbulkan ketika terjadinya periode dapat ditekan dan diminimalisasi dengan inhibisi disregulasi mikroglia melalui recombinant human glial cell-line derived neurotrophic factor (RHGDNF) dalam modulasi sitokin proinflamatori sebagai terapi remisi penyakit bipolar (bipolar disorder) melalui teknologi nanopartikel. METODE PENULISAN
P a g e | 60
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
Penulis menggunakan metode deskriptif analisisdengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang diperoleh dari penelusuran artikel, kemudian disusuldengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikanpemahaman dan penjelasan secukupnya. Penulis melakukan pendekatan terhadap masalah yang akan diteliti dengan metode kualitatif, menghimpun dan menganalisis dokumendokumen yang diperoleh, baik dokumen tertulis,gambar maupun dokumen elektronik.Landasan teori dimanfaatkan penulis sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai
sebelum dan esudah sinaps sel saraf. Mikroglia juga berperan dalam menjaga keseimbangan dari CNS (Central Nervous System), serta dalam proses belajar dan mengingat.20 Bahkan menurut Frick et al (2013), mikroglia juga memiliki peran dalam pengembangan sinapsis selama embryogenesis dan neurogenesis (proses dihasilkannya neuron dari stem cell dan progenitor cell).10 Menurut Blank dan Prinz (2012), banyak kelainan psikiatri dan neurologis yang berkaitan erat dengan mikroglia, walaupun mikroglia hanya mencakup â&#x2030;¤10% dari total sel otak. Di antaranya adalah kejadian deteriorasi kognitif pada pasien skizofrenia, paska
Gambar 1. Interaksi antara mikroglia dengan sel otak20 dengan fakta di lapangan. Adapun teknik pengumpulan data dengan caramenggunakan kata kunci Bipolar Disorder, Microglia, Nanoparticles, dan RH-GDNF yang dilakukan pada database jurnal seperti Pubmed, EBSCO, dan Sciencedirect. Kriteria inklusi meliputi penelitian Randomized Control Trial, Cohort Study, dan Case Control Study, serta data epidemiologi yang diakui oleh Departemen Kesehatan negara yang bersangkutan. Kriteria ekslusi meliputi penelitian post-mortem, Animal Trial dan Non-Randomized Control Trial, serta penelitian yang pertama dipublikasi lebih dari 10 tahun yang lalu. Dalam pencarian elektronik, didapatkan 120 referensi, dimana berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan 48 referensi yang memenuhi syarat. Adapun kekurangan referensi dari media elektronik diperoleh dari tambahan referensi yang berasal dari buku-buku, literatur ataupun disertasi cetak. PEMBAHASAN Mikroglia, sel imun dalam otak, didapatkan dari sel yang mempunyai kecenderungan untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel darah (pluripotent hematopoietic stem cell).10 Mikroglia merupakan makrofag yang berada pada lokasi parenkim sistem saraf pusat dan memiliki fungsi yang berbeda dibanding makrofag otak lainnya seperti makrofag meningen (selaput membran otak) dan makrofag perivaskular.16 Selain sebagai sel imun, mikroglia memiliki peranan penting dalam formasi sinaps, termasuk
stroke penyumbatan, dan cerebral palsy.20 Mikroglia mempunyai 2 keadaan, (1) diam ketika dalam kondisi normal dan (2) kondisi aktif ketika ada pathogen atau ada kerusakan sel saraf atau ada puing-puing sel asing (debris).10 Dalam kondisi diam, mikroglia mempunyai fungsi untuk membersihkan bangkai yang dapat mengganggu sel saraf. Mikroglia dalam otak yang berkembang mempunyai reseptor bangkai yang dapat menginduksi terjadi proses penyingkiran dari sel-sel neokorteks yang mati.16 Hal ini jugalah yang mempengaruhi proses mikroglia dalam proses belajar dan mengingat.20 Dalam kondisi aktif, mikroglia akan melepaskan berbagai variasi sitokin dan sinyal-sinyal lain20, selain itu mikroglia juga mengekspresikan berbagai reseptor di membrane selnya.16 Mikroglia juga disebut sumber dan target dari sitokin.21 Hal ini dikarenakan mitokondria memproduksi sitokin dan juga memiliki reseptor sitokin di membrane selnya. Sedangkan sitokin proinflamatori mempunyai peranan yang sangat penting dalam neuroplastisitas (kemampuan otak dalam melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf).11 Dalam keadaan aktivasi yang berlebihan dan durasi panjang, sitokin dapat membangkitkan abnormalitas yang menyebabkan gangguan kejiwaan seperti penyakit bipolar, skizofrenia, dan berbagai gangguan mental organik.22 Abnormalitas aktivasi sitokin dapat menyebabkan hilangnya faktor neurotrofik, penurunan neurogenesis, meningkatnya aktivasi
P a g e | 61
ESSENTIAL
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
glutaminergik, ROS, induksi apoptosis pada astrosit dan oligodendrosit, dan deregulasi dari interaksi glia atau saraf.11 Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan De Simoni dan Imeri, kadar sitokin yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan proporsi dari neurotransmitter yang berada di dalam otak (seperti dopamine, serotonin, glutamat, dan norepinefrin).23 Dalam penyakit bipolar, khususnya pada episode akut, ditemukan meningkatnya kadar sitokin proinflamatori dalam sel otak dibanding orang normal. Selain itu juga terdapat abnormalitas dari variasi sitokin dan kemokin lain yang berbeda dengan orang normal.11 Pada penyakit bipolar, dapat disimpulkan bahwa peningkatan yang bermakna pada sitokin proinflamatori khususnya IL-4 dan IL-6 yang merupakan produk dari polarisasi sel T naif menjadi Th2 dalam kondisi patologis pada sistem saraf pusat, mengakibatkan dilepaskannya neurotransmitter glutaminergik dan katekolaminergik (termasuk dopaminergik dan serotonergik) dalam jumlah besar pada kondisi mania dan dilepaskanya TNF- Îą pada kondisi depresi. Berbagai masalah psikiatri yang ditimbulkan akibat hiperaktivitas sitokin proinflamatori pada otak, diketahui diawali dari disfungsi mikroglia. Adapun disfungsi mikroglia akan melepaskan
pada lokasi spesifik yang berada di otak, seperti pada bagian tengah otak (nigra) dan striatum, dapat mendukung kelangsungan hidup dari dopamin pada sel saraf dan pertumbuhan sel-sel saraf khususnya akson berkaitan dengan peran sinaptogenesisnya. 27
RH-GDNF (Recombinant Human Glia CellDerived Neurotrophic Factor) merupakan protein biomaterial aktif yang didapatkan dari pengembangan kultur sel punca yang mengalami purifikasi tingkat lanjut dengan ekstraksi dan membuang berbagai partikel-partikel nonfungsional, untuk meminimalisasi terjadinya potensiasi antibodi karena imunogen yang mungkin dikenali oleh imunoglobulin resipien.36 RH-GDNF merupakan produk purifikasi hasil rekayasa genetika E.coli yang dibuat menyerupai GDNF asli pada otak manusia, dengan perubahan pada jumlah asam amino (2x135 kodon) serta residu lisin yang meningkatkan berat molekul relatif.Recombinant Human Glia Cell-Derived Neurotrophic Factor (RH-GDNF) merupakan salah satu faktor neuroprotektor untuk meningkatkan survival beberapa populasi neuron di berbagai regio otak secara berbeda, khusunya area hippocampus dan amygdala. Beberapa penelitian menggunakan imunoblotting dan imunohistokimia ditambah analisis konfokal menunjukkan adanya pengaruh
Gambar 2. Jalur transduksi berkaitan dengan pensinyalan sitokin11 neurotransmitten secara ireguler, menyebabkan terjadinya letupan afek yang tidak stabil. Oleh karena itu, Recombinant Human-Glial Cell Line Derived Neurotropic Factor (RH-GDNF), suatu protein buatan yang mengandung faktor neurotropik yang diperoleh dari sel glial, coba dikembangkan untuk memperbaiki fungsi mikroglia melalui modulasi keseimbangan sitokin. RH-GDNF yang dimaksudkan penulis diekspresikan melalui teknologi rekombinan DNA yang memakai plasmid Escherichia coli dalam pembuatannya.24 Dalam tubuh, GDNF mempunyai banyak fungsi yang menguntungkan. GDNF merupakan faktor neurotrofik, yaitu faktor yang menunjang kelangsungan hidup di sel otak.24. Melalui berbagai penelitian yang dilakukan, telah dibuktikan secara penelitian melalui otak tikus bahwa GDNF mempunyai efek melindungi sel saraf terhadap racun 6-hidroxydopamine.25. Selain itu, menurut Connor et al (2001), pemberian GDNF dapat melindungi terjadinya degenerasi neuron dari dopamin.26 Selain itu, dengan diberikannya GDNF
administrasi RH-GDNF pada otak tikus yang diinduksi dengan N-metil-D-aspartat, khususnya pada regio : (1) subregional hippocampal terlibat pada terjadinya excitotoxicity, (2) beberapa sel hipokampus yang dikenali lewat identitas sebagai sel responsif terhadap GDNF, (3) jalur transduksi sinyal yang terlibat dalam pelindung saraf yang dimediasi GDNF dalam hipokampus.37 Beberapa dekade terakhir, penelitian telah dikhususkan untuk menemukan faktor neurotrofin sebagai kandidat neuroprotektor dan neuroregenerator untuk mengatasi beberapa penyakit neurodegeneratif melalui mekanisme meningkatkan kelangsungan hidup neuron, meningkatkan pertumbuhan neuritik, dan diferensiasi dari beberapa populasi neuron secara selektif. Dengan kriteria di atas, salah satu kandidat faktor neurotrophins itu adalah RH-GDNF yang memiliki spektrum aktivitas modulasi mikroglia dan populasi neuron, tidak terbatas pada kriteria aktivitas trofik yang signifikan seperti diutarakan di
P a g e | 62
ESSENTIAL atas, tetapi juga pada berbagai populasi saraf dari sistem saraf pusat dan perifer. RH-GDNF adalah salah satu modifikasi keluarga ligan GDNF yang terdiri dari empat faktor struktural terkait neurotropik – yaitu GDNF itu sendiri, neurturin, artemin, persephin – yang dapat membangkitkan sinyal melalui reseptor multikomponen yang terdiri dari reseptor transmembran tirosin kinase Ret (bekerja secara berulang selama transfeksi) dan glycosylphosphatidylinositol afinitas tinggi (GPI protein), serta reseptor α pada keluarga GDNF 1-4 (GFRα1-4) . Meskipun ada interaksi yang belum jelas dengan pasangan yang berbeda ligan, yaitu GFRαs, namun interaksi RH-GDNF dengan salah satu molekul koreseptor tersebut menjadi target untuk masing-masing ligan, dimana RH-GDNF menjadi pilihan yang ideal untuk afinitas ligan terhadap reseptor utama, GFRα1.38 Penelitian invitro telah menunjukkan bahwa GDNF mengikat GFRα1 yang dihasilkan oleh kompleks Ret, melalui aktivasi dimerisasi dan autofosforilasi pada residu tirosin sitoplasma tertentu, sehingga memulai sejumlah jalur intraseluler dari hilir menuju hulu.37 Di sisi lain, jalur Ret yang independen terhadap ligan GDNF melibatkan asosiasi GFRα-1 dengan isoform p140 NCAM dari molekul adhesi sel saraf (NCAM) dan aktivasi berikutnya oleh Fyn kinase dan Tyr kinasse, telah ditunjukkan juga untuk meregenerasi jumlah dan aktivitas sel glial primer dan neuron. Pada dekade ini, sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa RH-GDNF menyediakan neuroprotektor kuat pada hewan dengan model penyakit Parkinson, degenerasi motor neuron, iskemik otak, dan kejang sistem limbik. Lebih penting lagi, aplikasi klinis dari RH-GDNF untuk pengobatan penyakit bipolar pada manusia saat ini sedang dalam evaluasi. Peran mikroglia yang dilindungi oleh RH-GDNF dalam penyakit neuropsikiatri dan neurodegeneratif terlihat pada populasi neuron dopaminergik di sistem limbik dan hipotalamus, noradrenergik pada neuron locus coeruleus, sel Purkinje serebelum, neuron kolinergik otak basal ganglia, serta neuron sensorik dan otonom saraf perifer.38 RH-GDNF memiliki spesifikasi sel reseptor pada area tertentu di otak manusa, seperti hippocampus, daerah limbik yang krusial terlibat dalam proses pembelajaran dan memori. Selain itu, wilayah ini menunjukkan ciri khas memiliki populasi neuron yang menampilkan kerentanan diferensial untuk beberapa rangsangan neurodegeneratif.39 Data yang diperoleh dari penelitian invivo menunjukkan bahwa GDNF dan reseptornya menurun signifikan pada hipokampus pasien dengan stroke, cedera otak traumatik, atau multiple sclerosis - menginduksi terjadinya kejang dan gangguan afektif/emosional secara signifikan akibat dari gangguan neurotransmitter. Upaya untuk meningkatkan GDNF dan reseptor pada hipokampus telah dicoba melalui ekspresi mRNA dari GDNF di area sistem limbik. Penelitian invitro telah membuktikan manfaat peningkatan GDNF dalam melindungi potongan hipokampus dan korteks procencephalon terhadap aktivasi toksik dari N - methyl - D - aspartate
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL (NMDA) reseptor, di mana aplikasi RH-GDNF mengurangi jumlah NMDA reseptor yang menyebabkan influks ion kalsium. Studi ini menunjukkan potensi eksitotoksik akibat induksi NMDA sebagai salah satu penyebab terjadinya peningkatan metabolisme yang mempercepat apopotosis dan disfungsi mikroglia, walaupun jalur sinyal yang terdapat di dalamnya sulit dipahami. Dalam penelitian dengan menggabungkan Western blotting, immunofluorescence, dan analisis konfokal pada tikus Organotypic Hippocampal Slice Culture (OHSC), klinisi mencoba menyelidiki mekanisme sinyal intraseluler yang dipicu oleh paparan RH-GDNF akut atau kronis dalam regio yang berbeda dari hippocampus. Kemudian, digunakan NMDA digunakan sebagai neurotoksisitas di OHSC sebagai model eksperimental untuk area hipokampus yang berbeda. Akhirnya, dapat diketahui bahwa tropisme RH-GDNF ada pada beberapa area tertentu yang telah diberikan identitas sebagai sel neuron di hipokampus, hipotalamus, globus pallidus. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak semua area di otak memberikan respon terhadap stimulus RH-GDNF maupun NMDA-induced neurodegeneration, hanya beberapa area spesifik saja yang merespon. Hal ini tentu menguntungkan karena administrasi RHGDNF secara spesifik menuju sel target dapat mengurangi efek samping dan potensi toksisitas sistemik yang terjadi pada area lainnya.40 Gambaran histopatologis sel hipokampus yang diberikan RH-GDNF maupun N-methyl-Daspartate (NMDA) dapat dievaluasi lebih lanjut dengan imunoblotting, imunohistokimia, dan analisis konfokal. Dalam irisan hipokampus, RHGDNF bertindak melalui aktivator reseptor tirosin kinase, Ret, tanpa melibatkan jalur yang dimediasi NCAM. Kedua Ret dan fosforilasi ERK terutama terjadi di daerah CA3 hipokampus di mana dua protein (RH-GDNF dan NMDA) diaktifkan secara bersama-sama di sel target lokal. RH-GDNF memiliki potensi melindungi area CA3 dengan potensi yang lebih besar daripada CA1 terhadap paparan NMDA. Efek neuroprotektor RH-GDNF ini memiliki keistimewaan, sebagaimana dinilai oleh pewarnaan Neun. Dengan kemampuan RH-GDNF melindungi saraf dari kerusakan akibat NMDA, maka neurotransmitter dapat dilepaskan secara periodik tanpa ada gangguan rangsangan dari eksternal untuk kasus penyakit bipolar. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dari Ret fosforilasi di area CA3 dan CA1 dari hipokampus.39 Sehingga dari berbagai sumber yang ada dapat disimpulkan bahwa RH-GDNF pada tikus percobaan menunjukkan bahwa CA3 dan CA1 hipokampus adalah daerah yang sangat responsif terhadap aktivasi Ret terinduksi GDNF. Dengan adanya responsitas CA3 dan CA1 hipokampus terhadap RH-GDNF, maka aktivitas neuroprotektor ini akan melindungi stabilitas pelepasan neurotransmitter pada hipokampus dan sistem limbik dari paparan bahan-bahan eksitotoksik seperti NMDA, menjamin neurotransmitter dilepaskan tidak berlebihan dan menyebabkan pasien penyakit bipolar terlindung dari episode manik dan depresi berlebihan.41
P a g e | 63
ESSENTIAL Suspensi nanopartikel yang terbuat dari bahan Poly-butyl cyanoacrylate dan dilapisi dengan polisorbat 80 (Tween 80) memungkinkan pengangkutan sejumlah obat dan ligan termasuk RH-GNDF dalam melintasi sawar darah otak (Blood-Brain Barrier) ke regio-regio otak maupun cairan serebrospinal setelah injeksi intravena. Beberapa obat intravena telah diuji coba bioavailabilitasnya dengan suspensi nanopartikel, antara lain termasuk dalargin hexapeptide endorphin, kytorphin dipeptide, loperamide, tubocurarine, doxorubicin, dan NMDA reseptor antagonis MRZ 2/576 dan MRZ 2/596.42 Diyakini melalui berbagai percobaan, setelah mengikat partikel berlapis polisorbat, RH-GDNF memiliki drug-delivery tidak jauh berbeda dengan obat lainnya yang dipamerkan melalui efek regulasi mikroglia dan neurotransmitter otak, dengan bioavailabilitas tergantung dosis setelah injeksi intravena sebagaimana ditentukan oleh tail-flick serta dengan uji hot plate. Efek ini disertai dengan reaksi Straub dan mampu secara efektif dihantarkan menuju sel tarhet, menunjukkan bahwa penghantaran melalui suspensi nanopartikel polisorbat (polibutil sianoakrilat) memiliki efek sentral langsung dengan efek samping perifer yang minimal. Beberapa percobaan pada tikus menunjukkan fakta bahwa perfusi otak tikus dengan obat-obatan IV yang terikat pada nanopartikel dilapisi polisorbat dapat diamati pada sel neuron dari tikus dengan nanopartikel tapi tidak dengan kontrol. Hasil lain yang sangat menarik diperoleh dengan percobaan menggunakan antagonis NMDA - reseptor MRZ 2/576 dan MRZ 2/596. Penggunaan suspensi nanopartikel pada obat antikonvulsan ini dapat mempersingkat onset on action MRZ 2/576 dari 300 menit menjadi 30 menit, dan transportasi / penetrasi menembus sawar darah otak (BBB) dari MRZ 2/596 diaktifkan setelah injeksi intravena.43 Injeksi intravena polisorbat 80 yang dilapisi nanopartikel untuk transportasi doxorubicin (5 mg / kgBB) mencapai perfusi otak dengan sangat tinggi dari 6 mg/g jaringan otak sementara pada kontrol, baik dengan nanopartikel uncoated maupun solusi doxorubicin dicampur dengan polisorbat , tidak mencapai deteksi analitis batas 0,1 mg/g jaringan otak. Selain itu, eksperimen tikus dengan glioblastoma multiforme yang sangat agresif menunjukkan kelangsungan hidup jangka panjang selama 6 bulan dari 40 % dari tikus setelah injeksi intravena doxorubicin berlapis polisorbat 80 suspensi nanopartikel (3 x 1,5 mg/kgBB).42 Penelitian pada berbagai hewan dengan obatobatan yang bervariasi menunjukkan remisi yang lebih cepat, mortalitas yang lebih rendah, dan perbaikan jaringan otak pada investigasi histologis. Mekanisme transport obat melintasi blood brain barrier dengan suspensi nanopartikel ini memerlukan penjelasan lebih lanjut. Mekanisme yang paling mungkin saat ini tampaknya melalui serapan endositosis oleh sel-sel endotel kapiler otak diikuti oleh pelepasan obat dalam sel endotel dan difusi ke dalam otak atau transitosis. Serapan endositosis dari nanopartikel dilapisi polisorbat lebih baik dibandingkan partikel uncoated melalui
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL beragam percobaan dengan sapi, murine, tikus, dan sel endotel kapiler otak manusia.44 Mekanisme Kerja Suspensi RH-GDNF Coated Polisorbat Berbasis Nanopartikel untuk Stabilisasi Mooddiperankanoleh derivatnya, yaitu neurturin (NTN), artemin (ART), dan persephin (PSP), dimana ketiganya merupakan ligan neurotropik potensial sebagai imunomodulator di hipokampus.41 Ligan-ligan ini membentuk subkelompok yang berperan menyerupai TGF-β superfamili. Faktor-faktor ini terlibat dalam meningkatkan survival rate neuron dan sel glia di hipokampus, mengerahkan sekresi neurotransmitter melalui reseptor spesifik. Dengan dilepaskannya neurotransmitter dopamin dan serotonin secara reguler, maka aktivitas afektif seorang pasien bipolar. Sesuai dengan mekanisme kerjanya, suspensi nanopartikel dari RH-GDNF mampu melalui sawar darah otak dengan coated polisorbat (polibutil sianoakrilat) yang kemudian langsung bekerja pada reseptor khusus dalam sistem limbik, hipotalamus, basal ganglia, pineal, nukleus suprachiasma dan beberapa regio tertentu.48 SIMPULAN Apopotosis berlebihan mikroglia menginduksi dilepaskannya sitokin proinflamatori. Sitokin masuk cairan serebrospinal menuju hipotalamus, hipofisis, sistem limbik, dan globus pallidus. Sitokin (IL-4, IL-6, TNF ι) menyebabkan disregulasi pompa Na+/K+ ATPase sehingga neurotransmitter gagal dilepaskan secara teratur. Akibatnya, perubahan afektif terjadi berlebihan dengan episode manik dan depresi.Efektivitas RHGDNF dalam terapi penyakit bipolar diperoleh dari potensinya meningkatkan proliferasi mikroglia dan menghambat apopotosis mikroglia. RH-GDNF melalui kemampuan neuroregenerasinya dapat memperbaiki pelepasan neurotransmitter secara berkala, sehingga mempercepat tercapainya remisi dan eutimia pada pasien dengan penyakit bipolar.Berbagai bukti menunjukkan bahwa RHGDNF mempunyai hasil yang menjanjikan sebagai terapi masa depan penyakit bipolar, skizofrenia, obsesif-kompulsif, dan siklotimia. Suspensi coated polisorbat (polibutil sinaoakrilat) dengan densitas nano dapat meningkatkan uptake partikel RHGDNF melalui endositosis sel endotel. Perubahan lipofilisitas partikel suspensi menyebakan transitosis RH-GDNF keluar dari sel endotel menuju cairan serebrospinal, mencapai sel target pada regio CA3/CA1 hippokampus. Dengan efektifitas menuju sel target, diharapkan efikasi dapat tercapai dengan efek samping minimal. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Atrieved at http://www.cdc.gov/mentalhealth/basics/mental -illness/bipolar.htm (accessed 18 November 2013) National Institute of Mental Health. NIMH 2012. Bipolar Disorder. http://www.nimh.nih.gov/health/topics/bipolar-
P a g e | 64
ESSENTIAL
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
disorder/index.shtml (accessed 18 November 2013) National Institute of Mental Health. NIMH .Statistics . Bipolar Disorder Among Adults. http://www.nimh.nih.gov/statistics/1bipolar_adu lt.shtml (accessed 18 November 2013) Bruno Muller-Oerlinghausen, Anne Berghofer, Michael Bauer. Bipolar Disorder. The Lancet 2002;359: 241-7. DepartemenKesehatanRepublik Indonesia. Psikososial. http://www.depkes.go.id/downloads/Psikososial .PDF (accessed 18 November 2013) Belmaker RH. Medical Progress Bipolar Disorder. The New England Journal of Medicine 2004;351: 476-86. Jamison KR. Suicide and bipolar disorder. Journal of Clinical Psychiatry 2000;61(9): 4751. PsycCentral. Bipolar Disorder Affects Daily Life. http://psychcentral.com/news/2009/04/20/bipol ar-disorder-affects-daily-life/5419.html (accessed 18 November 2013) Belmaker RH. Treatment of Bipolar Depression. The New England Journal of Medicine 2007;356(17): 1771-1773. Frick LR, Williams K and Pittenger C. Microglial Dysregulation in Psychiatric Disease. Journal of Clinical and Developmental Immunology 2013; 2013; Brietzke E, Stabellini R, Grassi-Oliveira R, and Lafer B. Cytokines in Bipolar Disorder Recent Findings, Deleterious Effects But Promise for Future Therapeutics. The International Journal of Neuropsychiatric Medicine 2011;16: 921926. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Psychosis. http://www.aacap.org/AACAP/Families_and_Y outh/Glossary_of_Symptoms_and_Illnesses/Ps ychosis.aspx(accessed 20 November 2013) National Institute of Mental Health. Bipolar Disorder. AmerikaSerikat: National Institute of Health; 2009. http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bip olar-disorder/nimh-bipolar-adults.pdf (accessed 19 November 2013) Potash JB, Toolan J, Steele J, Miller EB, Pearl J, Zandi PP, Schulze TG, Kassem L, Simpson SG, Lopez V, MacKinnon DF, McMahon, FJ. The Bipolar Disorder Phenomenon Database: A Resource for Genetic Studies. The American Journal of Psychiatry 2007;164: 1229-1237. Yildiz-Yesiloglu A, Ankerst DP. Neurochemical alterations of the brain in bipolar disorder and their implications for pathophysiology: A systematic review of the in vivo proton magnetic resonance spectroscopy findings. Progress in Neuro-Psychopharmacology & Biological Psychiatry 2006;30: 969-995 Rock RB, Gekker G, Hu S, Sheng WS, Cheeran M, Lokensgard JR, Peterson PK. Role of Microglia in Central Nervous System Infections. American Society for Microbiology Journals 2004;17(4): 942-964.
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL 17. Hertz L, Song D, Li B, Yan E, Peng L. Importance of `inflammatory molecules', but not necessarily of the mechanisms of action of anti-bipolar drugs. Neural Psychiatry Brain Research 2013. 18. Belmaker RH. Bipolar Disorder. The New England Journal of Medicine 2007;356: 17731777. 19. National Institute of Mental Health. Psychotherapies. http://www.nimh.nih.gov/health/topics/psychoth erapies/index.shtml(accessed 20 November 2013). 20. Blank T, Prinz M. Microglia as Modulators of Cognition and Neuropsychiatric Disorders. GLIA journals 2013;61: 62-70. 21. HanischKarsten. Microglia as a Source and Target of Cytokines. GLIA journals 2002;40: 140-155. 22. Kathleen C, Somera-Molina, Nair S, Eldik LJV, Watterson MD, Wainwirght MS. Enhanced microglial activation and proinflammatory cytokine upregulation are linked to increased susceptibility to seizures and neurologic injury in a ‘two-hit’ seizure model. Brain Research 2009;1282: 162-172. 23. Simoni De MG, Imeri L. Cytokineneurotransmitter interactions in the brain. Biological Signals and Receptors 1998;7(1): 33-44. 24. Airaksinen MS, Saama M. The GDNF Family: Signalling,Biological Functions And Therapeutic Value. Nature Journals 2002;3: 383-394. 25. Fox CM, Gash DM, Smoot MK, Cass WA. Neuroprotective effects of GDNF against 6OHDA in young and aged rats. Brain Research 2001;896: 56-63. 26. Connor B, Kozlowski DA, Unnerstall JR, Elsworth JD, Tillerson JL, Schallert T, Bohn MC. Glial Cell Line-Derived Neurotrophic Factor (GDNF) Gene Delivery Protects Dopaminergic Terminals from Degeneration. Journal of Experimental Neurology 2001;169: 83-95. 27. Rosenbard C, Kirik D, Bjorklund A. Sequential Administration of GDNF into the SubstantiaNigra and Striatum Promotes Dopamine Neuron Survival and Axonal Sprouting but Not Striatal Reinnervation or Functional Recovery in the Partial 6-OHDA Lesion Model. Journal of Experimental Neurology 2000;161: 503-516. 28. Buxton DB, Lee SC,Wickline SA, FerrariM, for the Working Group Members,“Recommendations of the National Heart, Lung, and Blood Institute Nanotechnology Working Group” Circulation 2003; 108: 2737–2742. 29. Wickline SA, Neubauer AM, Winter P, Caruthers S, Lanza G. Applications of nanotechnology to atherosclerosis, thrombosis, and vascular biology.Arteriosclerosis Thrombosis Vascular Biology Jorunal 2006; 26: 435–441. 30. Demos SM, Alkan-Onyuksel H, Kane BJ, Ramani K, Nagaraj A, Greene R, Klegerman
P a g e | 65
ESSENTIAL
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
M, McPherson DD. In vivo targeting of acoustically reflective liposomes for intravascular and transvascular ultrasonic enhancement. Journal of American College of Cardiology. 1999; 33: 867–875. Lanza GM, Winter P, Caruthers S, Schmeider A, Crowder K, Morawski A, Zhang H, Scott MJ, Wickline SA. Novel paramagnetic contrast agents for molecular imaging and targeted drug delivery. CurrentPharmaceutical Biotechnology. 2004;5: 495–507. Hawker CJ, Wooley KL. The convergence of synthetic organic and polymer chemistries. Science. 2005; 309: 1200–1205. Kobayashi H, Kawamoto S, Brechbiel MW, Star RA. Macromolecular MRI contrast agents with small dendrimers: pharmacokinetic differences between sizes and cores. Bioconjugate Chemistry. 2003; 14: 388–394. Koch AM, Reynolds F, Merkle HP, Weissleder R, Josephson L. Transport of surface-modified nanoparticles through cell monolayers. European Journal of Chemical Biology, Synthetic Biology & Bio-nanotechnology2005; 6: 337–345. Bhirde, A. A.; Patel, V.; Gavard, J.; Zhang, U.; Sousa, A. A.; Masedunskas, A.; Leapman, R. D.; Weigert, R.; Gutkind, J. S.;Rusling, J. F. Targeted Killing of Cancer Cells in Vivo and inVitro with EGF-Directed Carbon NanotubeBased DrugDelivery. ACS Nano 2009, 3, 307. Gowing G, Shelley B, Staggenborg K, Hurley A, Avalos P, Victoroff J, Svendsen CN. Glial cell line-derived neurotrophic factor-secreting human neural progenitors show long-term survival, maturation into astrocytes, and no tumor formation following transplantation into the spinal cord of immunocompromised rats. NeuroReport 2013,11,26. Yue X, Hariri DJ, Caballero B, Zhang S, Bartlett MJ, Kaut O, Mount DW, Wüllner U, Sherman SJ, Falk T. Comparative study of the neurotrophic effects elicited by VEGF-B and GDNF in preclinical in vivo models of Parkinson's disease. Neuroscience 2013,11,27. Ho DX, Tan YC, Tan J, Too HP, Ng WH. Highfrequency stimulation of the globus pallidus interna nucleus modulates GFRα1 gene
ESSENCE OF SCIENTIFIC MEDICAL JOURNAL
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
expression in the basal ganglia. Journal of Clinical Neuroscience 2013,8,15. Jiang LH, Yan S, Wang J, Liang QY. Oral administration of docosahexaenoic acid activates the GDNF-MAPK-CERB pathway in hippocampus of natural aged rat. Pharmaceutical Biology 2013;51(9) Fujimoto M, Hayashi T, Urfer R. NMDA receptor chaperones protected by glial-derived neurotrophic factor. Synapse 2012;66(7):630-9 Naumenko VS, Bazovkina DV, Semenova AA, Tsybko AS, Il'chibaeva TV, Kondaurova EM, Popova NK. Effect of glial cell line-derived neurotrophic factor on behavior and key members of the brain serotonin system in mouse strains genetically predisposed to behavioral disorders. Journal of Neuroscience Research 2013;91(12):1628-38. Kreuter, J. Transport of Drugs Across the Blood-Brain Barrier by Nanoparticles. Current Medicinal Chemistry - Central Nervous System Agents 2012; 2(3): 241-249. Zhang C, Chen J, Feng C, Shao X, Liu Q, Zhang Q, Pang Z, Jiang X. Intranasal nanoparticles of basic fibroblast growth factor for brain delivery to treat Alzheimer's disease. International Journal of Pharmaceutics. 2013,11,30. Gulati M, Chopra DS, Singh SK, Saluja V, Pathak P, Bansal P. Patents on Brain Permeable Nanoparticles. Journal of Drug Discovery. 2013,11. Ersoz Alan B, Unal D. Mania after termination of epilepsy treatment: a case report. African Journal of Psychiatry (Johannesburg). 2013;16(5):327 Becker LE, Powell RL, Newsome DA. Antidepressant chronotherapeutics for bipolar depression. Dialogues of Clinical Neuroscience. 2012;14(4):401-11 Lewy AJ, Nurnberger JI, Wehr TA, Pack D. Supersensitivity to light: possible trait marker for manic-depressive illness. American Journal of Psychiatry 2007:142 (6): 725–7 Whalley LJ, Perini T, Shering A, Bennie J. Melatonin response to bright light in recovered, drug-free, bipolar patients. Psychiatry Research 2011:38 (1): 13–9.
P a g e | 66