Dari dulu kita selalu memasukan kata “anarkis�, dalam suatu bentrokan yang terliput dan menjadi berita. Secara tidak langsung kita langsung membayangkan suatu gerakan suatu yang dapat menimbulkan keresahan yang dirasakan masyarakat luas, baik itu keonaran, aksi brutal dan kita menberikan kata kejadiakan ini sebagai “anarkis�. Saya tertarik membahas anarkisme, karena pernaha bertemu dengan seseorang saat Demo BBM tahun lalu. Dia mengatakan bahwa dia anarkis sejati, dan semua penjelasan tentang anarkis yang kita terima dulu banyak yang salah. Saya tertarik untuk mempelajari anarkisme berawal dari mencari di Internet dan mendownload berapa pdf buku serta berdiskusi dengan orangorang yang pernah menulis anarkisme. Menurut Kamus Besar Berbahasa Indonesia,
Anarkisme adalah ajaran (paham) yang
menentang setiap kekuatan negara; teori politik yg tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang. Sedangkan Anarkis penganut paham anarkisme atau orang yg melakukan tindakan anarki. Anarki sendiri merupakan hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban. Dari penjelasan yang dijelaskan KBBI,
timbul pertanyaan maka Anarkisme itu apa ?
menjawab pertanyaan ini, saya menjelaskan sejarah awal dari paham ini. Pierre-Joseph Proudhon adalah tokoh dimana paham Anarkisme lahir. Dari latar belakang seorang Proudhon adalah seorang dari masyarakat kelas bawah. Proudhon yang merupakan anak seorang petani Anggur Besancon, Perancis yang mendapat beasiswa untuk studi filsafat dan ekonomi di Akademi Besancon. Ilmu yang didapatkan Proudhon tersebut membentuknya menjadi seorang yang sosialis. Pemikiran Proudhon lebih menuju cara-cara praktis, berbeda dengan pemikir-pemikir sosialis dimasanya yang Utopis. Proudhon memikir bahwa manusia lahir adalah manusia yang lahir adalah induvidi-induvidu yang bebas dan memiliki hak-hak tertentu. Manusia sebagai induvidu berinteraksi dengan manusia lain dan membentuk masyarakat dan hak-hak asasi. Namun hak ini dimanfaatkan para kapitalis ekonomi untuk mensejahterakan usahanya. Proudhon mengakui hak-hak asasi manusia selama bersifat umum namun menolak bagimana hak itu digunakan untuk memanfaatkan orang lain. Baik itu dari jam berkerja
maupun yang lainnya. Disamping itu Proudhon juga menentang suatu negara, karena sebagai Anarkis yang memilih jalan damai (tanpa menekankan suatu tuntutan pad suatu gerakan yang tindakan pemogokan dna pemberontakan). Proudhon menyingung bahwa bahwa negara adalah pemotong hak asasi. Dimana negara mempunyai angkatan bersenjata yang bisa melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi yang selalu mengatas nama negara. Hal penolakan-penolakan Proudhon terhadap suatu sistem negara baik itu dalam tulisatulisan seperti ; L’Utilité de la célébration du dimanche yang berisi ide-ide revolusionernya ditahun 1839 dan juga Theory of Property (1840). Dalam Theory of Property inilah terdapat kalimat yang penunjukan sikap secara jelas. Secara jelas ia menolak perjuangan buruh atauapun masayarakat kelas bahwa melalui sistem yang ada. Sebagai solusi, Proudhon menekankan usaha diri, dan rasa kepedulian dlam masyarakat untuk membantu masalah-masalah untuk memperbaiki hidup. Pada saat Ia menulis “What is Property ?” (Apa itu Hak Milik ?) Pertanyaan ini, dijawab dengan jawaban sendiri yaitu; "Property is Theft" (Hak Milik adalah Hasil Curian), "Property is Despotism" (Hak Milik adalah Despotisme). Ini Puncak kemarahan terhadap penyimpangan-penyimpanan dari Hak-hak asasi. Anarkis bukan aksi brutal Sanggat sulit menjawab bahwa gerakan masyarakat atau kelompok yang terjadi suatu konflik perlu adanya kekuasaan yang mengatur mereka. Hobbes sebagai pencetus perlunya kekuataan negara baik itu dalam aturan yang ada (kontrak sosial). Secara langsung Hobbes yang menulis padangannya lewat buku yang berjudul Levianthan tahun 1651. Artinya bagimana Negara berhak dalam penentuan kebijakan–kebijakan yang berkaitan kontrak sosial. Hobbes mencontohkan bagimana perang saudara, sebenarnya bisa dihindari jika memiliki aturan, penguasaan, kekuataan milter yang kuat. Berbiacara tentang konflik yang akhirnya berkenaan dengan bagiamana konflik itu dikatakan “anarkis”, saya setuju dengan pandangan Alexander Berkman.
Menurut Alexander Berkman seorang pemikir anarkis rusia yang juga anti perang. Menulis buku berjudul What is Communist Anarchist menulis : "Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda...� Berkman sependapat Proudhon dengan apa yang bahwa Anarkisme, tidak harus melakukan gerakan yang menekan pada suatu yang mempergunakan kita dengan segala macam pemanfaatan terhadap kepentingan yang memiliki kekuatan untuk menguasai dari sisi ekonomi dan politik. Namun untuk terjadi perubahan dlam masyrakat tidak bisa ada pemaksaan dari negara, namun kembali ini merupakan tanggung jawab masyarakat dan induvidual sendiri. Anarkisme VS Komunis Selain Alexander Berkman, Mikhail Bakunin menjadi sering dibahas pemikiran anarkisnya. Bukan hanya karena bagimana pemikiran Bakunin menampilkan padangannya terhadap Anarkisme dan bagimana persaingan paham Anarkisme melawan Marxisme. Lahir pada 1814 di Rusia, Bakunin sangat menolak hal-hal yang dinilai ketidak adilan. Pada umur 21 tahun dia keluar dari ketentaraan dan tidak lagi mengabdikan diri pada negara. Kesempatannya digunakan untuk berkomunikasi dengan kelompok-kelompokdemokratis. Sembilan tahun kemudian dia betemu dengan orang-orang radikal seperti Proudhon dan Marx. Pada saat itu Bakunin mulai memformalisasikan kebebasan yang diraih oleh kebangkitan rakyat,
sangat
berhubungan
dengan
revolusi
suatu
bangsa.
Namun
dalam
perkembangannya Bakunin lebih mengarahkan diri pada paham Anarkisme. Walaupun Bakunin menyetujui banyak hal dari teori-teori eknonomi yang ditawarkan Marx. Namun ia menolak pemikiran-pemikiran politik otoriter karena tidak sejalan dengan pandangan
Anarkisme yang sangat penolkan usaha-usaha penekanan atau usaha pemaksaan atas kuasa-kuasa negara. Pertentangan ini terjadi pada 1861, dimana Bakunin megikuti suatu acara yang dinamakan tional Working Men’s Association, singkatnya dikenal sebagai First International, sebuah federasi yang dimana para radikal dan serikat-serikat buruh di negara-negara Eropa. Pertentangan ini menyebabakan Anarkisme dan Marxis sendiri pecah.
Marx berpendapat bahwa masyarakat sosialis bisa diwujudkan dengan mengambil alih negara, sedangkan Bakunin berpendapat bahwa negara harus dihilangkan dan sebagai penggantinya akan diciptakan sebuah masyarakat baru yang berdasarkan federasi-federasi dan kaum pekerja yang bebas. Ide Bakunin kemudian menjadi patokan kebijakan para anggota International di Italia dan Spanyol, dan juga berhasil menjadi populer di Swiss, Belgia dan Prancis. Setelah gagal mengalahkan argumen-argumen dari anarkisme, para pengikut Marx lalu melakukan kampanye hitam terhadap Bakunin. Bakunin memahami bahwa pemikiran-pemikiran dan kaum intelektual mempunyai peranan yang sangat penting di dalam sebuah revolusi, yaitu untuk mendidik dan mengartikulasikan kepada orang-orang mengenai kebutuhan dan keinginan mereka. Tapi pada saat yang bersamaan, Bakunin juga mengeluarkan sebuah peringatan. Bakunin memperingatkan para intelektual untuk tidak tergoda mengambil alih kekuasaan dan menciptakan kediktatoran proletariat. Pemikiran bahwa sekelompok kecil orang, sebagus apapun niat mereka, bisa melakukan kudeta demi kepentingan mayoritas orang adalah penghinaan terhadap akal sehat. Jauh sebelum Revolusi Rusia terjadi, Bakunin telah memperingatkan kemungkinan munculnya kelas intelektual dan semi-intelektual baru yang mempunyai keinginan untuk menggantikan peran para tuan tanah dan kaum kapitalis dan pada akhirnya menghalangi rakyat dari kebebasan.
“kediktatoran proletariat Marxis akan memusatkan kekuasaan pemerintah di tangan yang kuat dan membagi masyarakat dalam dua golongan besar – industri dan agrikultur – yang akan berada di bawah perintah langsung aparatur-aparatur negara yang terdiri dari kelas intelektual dan politik yang memiliki hak istimewa,” Bakunin memahami bahwa esensi sebuah pemerintahan adalah tirani minoritas. Dengan itu, “kekuatan politik” yang berarti konsentrasi otoritas pada segelintir elit harus dimusnahkan. Bakunin berpendapat harus ada sebuah “revolusi sosial” yang akan mengubah hubungan di dalam masyarakat dan menempatkan otoritas di tangan rakyat melalui federasi-federasi dan organisasi-organisasi milik mereka sendiri. Sumber : Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta,.
`Suheean, sean .2007. Anarkisme: Perjalanan Sebuah Gerakan Perlawanan. Marjin Kiri : Jakarta