Kampong as City Narrative: Rethinking Urban Territory
Jennifer Lucas 315130001 | Nonny Indah Wulansari 315130161 | Reinardus Juan 315130193 Ir. Agustinus Sutanto, M.Arch.,Msc.,Ph.D. | Ir. Himaladin| Klara Puspa Indrawati, S. Ars., M.Ars.|Gigih Nalendra S.T., M.Ars.
1
Daftar Isi
02
03 06
Introduction
Kajian Teori
21
Preseden Kampung:
Introduction to Kampung Cikini
52 56
Abstract
46
Preseden Kampung: Poohtown Nick Elias
Preseden Kampung: DBHC
Matt Lucraft
Preseden Kampung:
Underground Village
58
Conclusion
60
Bibliography
Tim Penyusun
Jennifer Lucas 315130001
2
Nonny Indah W 315130161
Reinardus Juan 315130193
Abstract
Kampong as City Narrative: Rethinking Urban Territory Kampung bukanlah suatu entitas yang mampu merencanakan strategi, tetapi suatu komunitas dari orang perorang yang menyesuaikan diri mereka dengan situasi perkotaan dan kian hari kian banyak orang untk bekerja sama dan bersaing. (Murray, 1991, p. 61). Akibatnya pergesekan teritori yang terjadi antara masyarakat kota dan warga kampung semakin kuat. Selain itu, uniknya pemaknaan kampung sebagai satuan administratif daerah terkecil dari kota memberikan kontradiksi yang lain. Karena komunitas kampung yang notabennya berlawanan dengan kota, secara langsung juga merupakan pembentuk dari kota itu sendiri. Alhasil kampung dianggap sebagai alien oleh masyarakat kota. Alienasi kampung ini memicu gerakan dari masyarakat kota untuk ‘menormalisasi’kan kampung sebagaimana yang mereka pahami dari kacamata mereka, dengan tujuan untuk mempertahankan teritori masyarakat kota agar tidak terinvansi oleh kampung lebih jauh. Haruskan kedepannya alienasi
kampung dipertahankan ? Atau justru kampung harus dinormalisasi untuk menyeimbangi tuntutan dari kota ? Bagaimana ekspresi arsitektur dari keabnormalan kampung terjadi dan pengaruhnya terhadap kota berkelanjutan di masa depan merupakan pertanyaan yang harus dijawab. Karena kota Jakarta sendiri secara morfologis termasuk kota yang terbentuk dari kumpulan kampung, yang kemudian berkembang dan disebut metropolitan. Dalam kajian ini Kampung Cikini Ampiun digunakan sebagai preseden dari ekspresi arsitektur kampung di kota Jakarta sekarang ini. Dengan melihat teritori sebagai strategi pendekatan untuk membaca ekspresi Kampung Cikini maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur kampung terjadi sebagai hasil dari usaha warga kampung (pengguna) berusaha untuk mempertahankan ruang mereka dimulai dari ruang personal mereka lalu ke batasan (boundary) antar warga, yang kemudian lama kelamaan muncul batas (border) fisik yang salah
satunya terekspresikan dalam wujud arsitektur kampung. Dalam pengekspresian wujud arsitektur kampung sangat dipengaruhi oleh pengguna (user), waktu, program (event), serta lahan (ground). Karena ada pengaruh dari keempat aspek tersebut maka muncul beberapa kemungkinan wujud arsitektur kampung di kota masa depan. Intervensi yang dilakukan dengan bekerja pada skala mikro dan skala makro dari kota. Dalam skala mikro sebuah kampung prototype didesain berdasarkan proyeksi dari keempat elemen arsitektur kampung yang telah didapat sebagai urban acupuncture. Sedangkan dalam skala makro dibuat beberapa alternatif sekenario dari bagaimana kemungkinan perkembangan dari bentuk kota yang tersusun dari kampung. Dalam kerangka berpikir ini, bentukan, model, dan ekspresi arsitektur berkelanjutan dari kampung di kota Jakarta pada masa depan dapat di proyeksikan secara signifikan.
3
Introduction
Pendahuluan
Segera setelah kita ada di dunia ini, kita tidak memulai kehidupan hanya dengan sekedar hadir pada ruang (space) tetapi juga menempati ruang. Kita mulai mengklaim ruang dan untuk mengamankan lingkup pengaruh kita, kita harus menandai ruang tersebut, misalnya ketika kita “memesan� sebuah kursi jenis tertentu dengan tujuan agar kursi tersebut tidak bisa dibeli orang lain. Pembentukan teritori (Latin : terra, bumi) ini secara alamiah kita lakukan untuk mengakses sebuah sumber dan melindungi diri kita dari kondisi lingkungan yang dapat mengancam keselamatan kita. (Alban Janson, Florian Tigges, 2014). Seiring perkembangan waktu manusia mulai mengkondisikan teritori menjadi batasan (boundary) terkontrol hingga kemudian menjadi lingkungan
buatan yang memiliki identitas, pada tahap inilah terjadi teritorialisai. (Balantiyn, 2007). Dalam prosesnya manusia sendiri sudah memanipulasi 80% lingkungan alamiah di dunia menjadi lingkungan buatan , dan mengingat adanya klaim dalam teritorialisasi , maka potensi konflik tidak dapat dihindari. (Alban Janson, Florian Tigges, 2014). Potensi konflik semakin tinggi karena dalam prosesnya, teritorialisasi berjalan seiringan dengan deteritorialisasi (detaching a sign from its context of signification) sehingga terjadi reteritorialisasi (pengklaiman kembali sebuah ruang). (Crain, 2013). Dalam konteks massa individu yang banyak pada suatu wilayah tertentu maka potensi konflik menjadi semakin besar. Kelompok individu
a
dok. Pribadi
4
Introduction
dok. Pribadi
a yang tidak mampu mengamankan teritorinya sendiri dalam wilayah tersebut akan terdeteritorialisasi dan saat bersamaan mereka mereteritorialisasi ruang-ruang yang dapat mereka tandai. (Crain, 2013). Sehingga terjadi segregasi sosial secara nyata pada massa individu tersebut. Dari strata segregasi sosial yang terjadi dapat dikategorikan menjadi dua (Rykwert, 2002), massa individu yang lebih dominan dikategorikan sebagai orang kota, sedangkan individu lainnya yang terdeteritorialisasi membentuk komunitas yang sekarang ini kita sebut sebagai orang kampung. Dan jikalau benar esensi dari sebuah entitas dimulai dari batasan (boundary), seperti yang dikatakan Martin Heidegger (1953/1993) bahwa teritori adalah bentuk dasar dari penataan tata ruang, maka ekspresi dari arsitektur (dapat dikatakan sebagai border.red) yang untuk memisahkan batasan
(boundary) antara ruang kota dan ruang kampung dapat dianalisa dan dipahami dengan lebih jelas.
a
Dengan menganalisa pergesekan teritori yang terjadi pada lapisanlapisan sosial yang dipengarui faktor ekonomi, politik, dsb, maka pemahaman akan ekspresi serta keruangan yang terjadi pada komunitas kampung dapat dimaknai lebih sebagai akibat dari usaha individu pada komunitas tersebut mempertahankan teritorinya. Dari sini juga terlihat adanya ekspresi arsitektur kampung sebagai perwujudan dari usaha untuk bertahan dari himpitan kapitalisme akibat usaha reteritorialisasi dari kota maupun antar individu didalam kampung itu sendiri. Dalam kerangka berpikir ini, bentukan, model, dan ekspresi arsitektur berkelanjutan dari kampung di kota Jakarta pada masa depan dapat di proyeksikan secara signifikan.
5
Kajian Teori
Respon Presiden Soekarno Sebagai respon terhadap kepadatan penduduk di pusat kota (Kota Tua). Kebayoran baru sebagai Prototipe “Perumahan Modern� pada Jaman itu (1960).
Kampung di Kota Jakarta
6
Kampung bukanlah suatu entitas yang mampu merencanakan strategi, tetapi suatu komunitas dari orang perorang yang menyesuaikan diri mereka dengan situasi perkotaan dan kian hari kian banyak orang untk bekerja sama dan bersaing. (Murray, 1991, p. 61). Selain itu kampung juga dikenal sebagai satuan administratif daerah yang terkecil di daerah kota. Sedangkan kota merupakan pusat
permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Di tempat itu manusia unggul dalam mengeksploitasi bumi. Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan yang sangat pesat dan pemekaran secara terus menerus. (Harris, Ullman, 1945). Sehingga kampung dapat dikatan sebagai komunitas dari orang-orang yang tersisih dari situasi orang-orang perkotaan lainnya yang lebih unggul.
Kajian Teori 1960
1970
Pengaruh Developer Pembangunan Kota Modern mulai dilakukan oleh berbagai developer, antara lain: Pembangunan Jaya, Sinarmas, Agung Podomoro Group, Agung Sedayu Group. Pada pertengahan tahun (1960-1970) perumahan Pulomas mulai berkembang di daerah Jakarta Timur.
7
Kajian Teori 1980
Ambisi Soeharto Pada Jaman Soeharto memerintah, dibangunlah infrastruktur untuk menghubungkan antara kota Tangerang, Depok, dan Bekasi. Developer ikut membangun perumahan baru di pinggir-pinggir kota dengan begitu, penduduk kota Jakarta meningkat.
1990
2000
Aneksasi Bogor Aneksasi Bogor pada Kota Jakarta
8
Kajian Teori
9
Kajian Teori
10
Kajian Teori
Water Distribution
11
Kajian Teori
Food System
12
Kajian Teori
Transportation System
13
Kajian Teori Diagram Pertumbuhan Kampung di DKI Jakarta Diagram ini menunjukan bagaimana teritori dari masyarakat kampung yang tersisih berkumpul dan menyebar seiring dengan perkembangan dari kepadatan penduduk akibat urbanisasi dari daerah ke kota dan lama kelamaan mengklaim areaarea tertentu dari kota sebagai sebuah kepemilikan dari komunitas mereka sebagai sebuah ‘kampung’.
14
Kajian Teori
15
Kajian Teori
Pergesekan Teritori Sebagai sebuah komunitas yang semakin lama semakin besar, keberadaan komunitas kampung yang awalnya terdeteritorialisasi dari kota mulai memiliki kekuatan untuk mereteritorialisasi kota. Yang mana dalam proses reteritorialisasi cenderung diikuti oleh deteritorialisasi di domain lain (domain dalam konteks kota. red). (Crain, 2013). Akibatnya pergesekan teritori yang terjadi
16
antara masyarakat kota dan warga kampung semakin kuat. Selain itu, uniknya pemaknaan kampung sebagai satuan administratif daerah terkecil dari kota memberikan kontradiksi yang lain. Karena komunitas kampung yang notabennya berlawanan dengan kota, secara langsung juga merupakan pembentuk dari kota itu sendiri. Alhasil kampung dianggap sebagai alien oleh masyarakat kota.
Kajian Teori
Issue antara kampung dengan kota di jakarta
www.aktualpost.com
www.aktualpost.com
17
Kajian Teori
Permasalahan Alienasi kampung ini memicu gerakan dari masyarakat kota untuk ‘menormalisasi’kan kampung sebagaimana yang mereka pahami dari kacamata mereka, dengan tujuan untuk mempertahankan teritori masyarakat kota agar tidak terinvansi oleh kampung lebih jauh. Haruskan kedepannya alienasi kampung dipertahankan ? Atau justru kampung harus dinormalisasi untuk menyeimbangi tuntutan dari kota ? Bagaimana keabnormalan kampung terjadi dan berpengaruh terhadap kota di masa depan
18
merupakan pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu untuk memproyeksikan masa depan kota Jakarta. Karena kota Jakarta sendiri secara morfologis termasuk kota yang terbentuk dari kumpulan kampung, yang kemudian berkembang dan disebut metropolitan. (Marco Kusumawijaya, 2004). Untuk itu maka penulis mengkaji Kampung Cikini Ampiun sebagai preseden dari ekspresi arsitektur kampung di kota Jakarta sekarang ini.
Kajian Teori
www.aktualpost.com
19
“
“Architecture is a human endeavor, but this does not guarantee its ‘sympathy’ with human life; even less does it guarantee a sympathy with animal life.”
20
Studi Preseden: Kampung Cikini
dok. Pribadi (di dalam Kampung Cikini)
21
Studi Preseden: Kampung Cikini
Kampung di Kota Jakarta Kampung Cikini Ampiun yang terletak di pusat kota Jakarta ditinggali oleh 3.200 orang dalam lahan sebesar 4 hektar. Bila disertai dengan penduduk yang tidak tetap sekitar 5.000 orang hidup dikampung ini. Mulai dari rumah satu lantau sampai tiga lantai berkumpul dan
membuat sebuah lingkungan buatan dengan kepadatan yang sangat tinggi. Sebuah jalur perbelanjaan yang mana dulunya merupakan jalur kereta pada masa penjajahan belanda sekarang membentuk aksis yang sangat kuat pada Kampung Cikini.
Deskripsi suasana Kampung Cikini.
22
Studi Preseden: Kampung Cikini
Deskripsi suasana Kampung Cikini. 23
Studi Preseden: Kampung Cikini
Diagram perkembangan Tipologi Kampung Kota Jakarta Dari titik – titik nodes pada jalur rel kereta dan infrasturktur jalan menghasilkan ruang-ruang kosong yang kemudian digunakan (diteritorialisasi) oleh sektor informal seperti buruh dan pekerja. (Corea, 2016)
24
Studi Preseden: Kampung Cikini
Setelah terbebas dari masa penjajahan pada tahun 1945, program industrialisasi mulai melebar dan menjanjikan sehingga banyaknya pendatang membuat permukiman baru yang kemudian komunitas ini menempati ruang ruang residu antara area industri, area komersial dan area permukiman permanen. Sehingga membentuk jejaring kampung baru. (Corea, 2016)
25
Studi Preseden: Kampung Cikini
sumber : Corea, F. (2016). Jakarta : Models of Collective Space for The Extended Metropolis. Massachutes: Harvard University.
26
Studi Preseden: Kampung Cikini
sumber : Corea, F. (2016). Jakarta : Models of Collective Space for The Extended Metropolis. Massachutes: Harvard University.
Diagram perkembangan Tipologi Kampung Kota Jakarta
Analisis Tipologi Kampung Cikini Dari hasil analisis tipologi kampung terlihat bahwa tipologi kampung cikini erat dipengaruhi dari axis sirkulasi serta kampung.
27
Studi Preseden: Kampung Cikini
Analisis Batasan Kampung Cikini dengan Kota Sebagai area yang yang menjadi saksi dari sejarah kolonialisme Indonesia, area kampung Cikini sampai sekarang masih bertahan sebagai salah satu pusat perdagangan lama. Bangunan – bangunan bersejarah seperti
“
Gedung Joang 45, Kantor Pos Cikini, serta pasar lokal secara tidak langsung mempengaruhi pembentukan suasana kampung. Areal kota di sekitar Kampung Cikini masih mempertahankan bangunanbangunan lama. Sehingga batasan
(boundary) utama yang membatasi kampung dengan kota adalah batas – batas sejarah. Antara bangunan lama dan baru.
... a true abstract machine pertains to an assemblage in its entirety: it is defined as the diagram of that assemblage. It is not language based but diagrammatic and superlinear. Content is not a signified nor expression a signifier; rather, both are variables of the assemblage. Gilles Deleuze - Mille plateaux
28
Studi Preseden: Kampung Cikini
Diagram jaring – jaring ruang dan batasan (boundary) yang terjadi akibat interaksi antar program bangunan di sekitar kampung Cikini.
29
Studi Preseden: Kampung Cikini
30
Studi Preseden: Kampung Cikini
Kampung Cikini sebagai Assemblage di Area Menteng Deteritorialisasi berbicara tentang hilangnya hubungan “alami� antara budaya dan wilayah sosial dan geografis, dan menggambarkan transformasi yang mendalam dari hubungan antara pengalaman kita sehari-hari budaya dan konfigurasi kita sebagai makhluk lokal. (Crain, 2013). Namun demikian, sangatlah penting untuk tidak menafsirkan
deteritorialisasi Kampung Cikini hanya dari pengalaman budaya lokal sebagai pemiskinan interaksi budaya warga kampungnya, tetapi sebagai transformasi yang dihasilkan oleh dampak hubungan transnasional antar budaya kota yang berkembang terhadap ranah lokal, yang berarti bahwa deteritorialisasi menghasilkan perelatifan dan
transformasi pengalaman budaya lokal kampung Cikini, entah itu dari program ruang lokal area kota itu sendiri atau dengan proyeksi bentuk simbolis dari acara lokal. Dan dari diagram solid void area Kampung Cikini terlihat jelas bahwa hubungan transisional antara warga kampung Cikini terwujud menjadi sebuah assemblage dari wilayah kota Jakarta.
31
Studi Preseden: Kampung Cikini
32
Studi Preseden: Kampung Cikini
Analisa Pola Kampung Cikini Assemblage adalah kerangka ontologis yang dikembangkan oleh Gilles Deleuze dan FÊlix Guattari sebagai hasil decoding dari teritorialisasi, awalnya disajikan dalam buku mereka A Thousand Plato (1980). Teori assemblage menyediakan kerangka kerja bottomup untuk menganalisis kompleksitas sosial dengan menekankan fluiditas, dipertukarkan, dan fungsi ganda. Dari pemetaan kampung Cikini dapat ditemukan titik – titik assemblage yang terbentuk. Sehingga bisa dilihat mana area yang memiliki potensi ekspresi arsitektur terbanyak hasil dari teritroialisasi dan deteritorialisasi dari warga kampung tersebut. 33
Studi Preseden: Kampung Cikini
AREA A. RT 04
34
AREA B. RT 11
Studi Preseden: Kampung Cikini
AREA D. RT 07
AREA C. RT 13
Analisis Assemblage Kampung Cikini Pada titik – titik assemblage yang terbentuk merupakan area kampung yang memiliki potensi pergesekan teritori terbesar sehingga terjadi teritorialisasi. Proses territorialitas sendiri terjadi dari pembentukan kawasan teritotial dan mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu. Jikka mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas batas-batasan antar diri dengan orang lain, maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative
tetap. Dan batas nyata (border) tersebut muncul dalam wujud ekspresi yang kita sebut dengan arsitektur kampung. Seperti yang dinyatakan oleh Edney (1976), tipe dan derajat privasi tergantung pola perilaku dalam konteks budaya, dalam kepribadiannya serta aspirasi individu tersebut. Sehingga perwujudan arsitektur kampung akan berbeda beda sesuai dengan kepribadian penggunanya. Dari pola individu akan membentuk
penggunaan dinding, screen, pembatas simbolik dan pembatas teritori nyata (border), juga jarak merupakan mekanisme untuk menunjukkan privasi dimana perancang lingkungan dapat mengontrol berbagai perubahan. Dan sesuai dengan pernyataan Altman (1975), bahwa penghuni tempat tersebut mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar dan menjadi suatu territorial primer bagi pemilik teritori tersebut.
“
The best way to learn the territory of invisible boundaries is to keep walking until somebody complain. Personal space refers to an area with invisible boundaries surrounding a person’s body into which intruders may not venture
35
36
37
Studi Preseden: Kampung Cikini
38
Studi Preseden: Kampung Cikini
39
Studi Preseden: Kampung Cikini
Sebagai pemilik dari sebuah ruang, terlebih yang sudah berwujud sebagai batas fisik (border) arsitektur sudah sewajaranya timbul keinginan untuk memberi tanda kepemilikan. Sehingga teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, koordinasi dan kontrol. Maka dapat dilihat bahwa karakter dasar dari suatu teritori pembentuk arsitektur kampung berdasarkan dari individu peenanda ruang (pengguna) adalah 1. Kepemilikan dan tatanan tempat ditandai dengan simbol, warna, dan peletakan benda. 2. Personalisasi atau penandaan wilayah dengan intensitas penggunaan area 3. Taturan atau tatanan untuk mempertahankan terhadap gangguan dilakukan secara verbal tanpa ada peraturan tertulis
40
Studi Preseden: Kampung Cikini Adanya pendefinisian yang berbeda dalam memaknai ruang publik dan privat di kampung. Area wc yang seharusnya menjadi area privat justru menjadi ruang publik utama di kampung cikini. Sedangkan untuk area yang dianggap privat oleh warga adalah hal – hal yang danggap keramat. Disini terlihat bahwa batas teritori antara privat dan publik di batasi oleh hal – hal yang sakral dan duniawi.
41
Studi Preseden: Kampung Cikini
42
Studi Preseden: Kampung Cikini
Analisis Program dan Event Selain dari kepemilikan ruang teritori, Faktor program/event yang terjadi pada area assemblage juga menjadi sangat penting karena menyebabkan munculnya persinggungan kebutuhan ruang. Yang menarik adalah dalam satu ruang/area assemblage yang membatasinya (border) adalah waktu. Perbedaan waktu pada ruang assemblage kampung memiliki makna yang berbeda karena kepentingan dari pengguna ruang dan pemilik ruang senantiasa berganti.
43
Studi Preseden: Kampung Cikini
44
Studi Preseden: Kampung Cikini
Walaupun pemilik ruang senantiasa berganti tetapi lahan (ground) yang diokupansi adalah tetap. Terlebih lagi teritorialisasi baru bisa terjadi apabila intensitas penandaan lahan yang sama secara terus menerus dilakukan dengan intensitas tetap. Sehingga arsitektur kampung juga memiliki struktur, namun tumbuh secara organik berdasarkan
kepentingan dari penggunanya saat itu. Arsitektur kampung merespon ruang sesuai kebutuhan pengguna. Karenanya dari data tipologi dasar rumah kampung Cikini, seiring waktu mampu bertumbuh dan berkembang serta meluas sebagai unsur terkecil dari assemblage di sebuah kampung.
“
‌ a territory is a delimited space that a person or a group uses and defends as an exclusive preserve. It involves psychological identification with a place, symbolizedby attitudes of possessiveness and arrangement of objects in the area‌.
45
Studi Preseden: Kampung Cikini
Studi Preseden Dari bahasan mengenai bagaimana arsitektur kampung terbentuk dengan mengambil Kampung Cikini sebagai sampel, didapat beberapa unsur hasil substraksi dari elemen – elemen pembentuk kampung. Yakni pengguna (user), waktu, program (event), serta lahan (ground). Untuk mendukung dan menjadi landasan dari pemikiran strategi perwujudan kampung masa depan maka diambil tiga preseden untuk dikaji.
46
Studi Preseden: Kampung Cikini
Poohtown, Nick Elias
Dagenham Breach Housing Co-operative, Matt Lucraft
Underground Village at China
47
Studi Preseden: Poohtown by Nick Ellia
48
http://payload292.cargocollective.com/1/16/527823/8143016/2_pilgrimage_140523_640.jpg
Studi Preseden: Poohtown by Nick Ellia
Poohtown:
City of Sustainable Happiness
“”This concept is based on the duality that existed between the happiness of the story and the real-life misery of the central human character Christopher Robin – Milne’s son. “That’s the reality of failure. He was tortured by it,” -Nick Elias
Ketika dilakukan penelitian terhadap pertumbuhan kota Slough di masa industri, dirasakan adanya ketimpangan sosial yang di alami kota tersebut pada tahun 1920 – periode dekade saat Winnie the Pooh dalam cerita AA Milne pertama kali diterbitkan dan menjadi populer untuk para akun dunia yang menyukai narasi fiktif bahagia - proyek re-evaluasi ini merespon rahasia sosio - Politik. Kota Slough pada tahun 1920 telah ditinjau kembali dengan ide memanfaatkan sektor ekonomi dari ‘kebahagiaan’ sebagai awal dari sebuah industri alternative. Digambarkan bahwa Winnie the Pooh sebagai sosok protagonis dari metaforis kebahagiaan. Kota serupa
Slough dan banyaknya kerinduan untuk menciptakan kedamaian, kebahagiaan dan sosial inklusif. Slough telah lama dianggap sebagai rumah bagi kaum yang kekurangan sejak tahun era krisis industri tersebut. Hal ini dicapai dengan menafsirkan kembali negara yang mendukung kepuasan yang menggambarkan protagonis Milne untuk mengusulkan ‘bahagia’ arsitektur di mana warga dapat hidup, bekerja dan bermain bersama dalam jaringan ekonomi yang berkelanjutan.
didalamnya sebenarnya berpotensi untuk meresepkan kebijakan dengan cara mengelola fasilitas bersama yang bersifat familiar (menurut pendapat penulis, ketiadaan sebuah konsep dalam perencanaan kota saat ini sangat mengkhawatirkan) dan tanda yang menunjukan kebutuhan desain dikaji dengan menggunakan emosi sebagai cara untuk menemukan tujuan arsitektur di dunia yang terus berubah.
Dengan demikian, ilustrasi Pooh Town menyadarkan akan pentingnya gagasan ide dasar perencanaan dan membuat kritik halus dari kota masa kini. Kota dengan masyarakat
kota Slough tanpa Depresi
a
Winnie-the-Pooh sebagai sosok metamorphosis dari protagonist.
http://cargocollective.com/nickelias/PoohTown
49
Studi Preseden: Poohtown by Nick Ellia
http://payload292.cargocollective.com/1/16/527823/8143016/T_b_640.jpg
PoohTown yang merupakan gambar narrative ideal ini mengusulkan ‘happy architecture’ di mana warga dapat hidup, bekerja dan bermain bersama dalam jaringan ekonomi yang berkelanjutan. Terdapat beberapa pulau yang masing-masing memiliki kekuatan (baik secara social/ekonomi) kemudian disatukan oleh tumpahan madu.
Strategi desain dalam Pooh Town dialami melalui ziarah teater oleh pengunjung. Proposal spekulatif ini menjadi alat, sebuah eksperimen pikiran, yang memungkinkan potensi narasi bahagia yang pernah dialami etelah untuk dieksplorasi melampaui keterbatasan 1920 dengan konsekuensi ambisi industri Slough ini. Hal ini berupa filosofi yang
http://payload292.cargocollective.com/1/16/527823/8143016/T_a_640.jpg
50
terbentuk atas potensi perkotaan saat ini untuk meresepkan kebijakan kebahagiaan bersama fasilitas yang memiliki kemiripan. Dari 37.885.242 populasi penduduk di British (1920), sebanyak 1 dari 5 orang menderita depresi pasca perang dunia, 30% dari pasukan menderita depresi. Masyarakat
Studi Preseden: Poohtown by Nick Ellia
setuju mengenai kejadian ini adalah sebuah wujud negative yang perlu direspon dengan menggunakan emosi manusia. Demi mengatasi ketidakstabilan pada saat itu, dilakukan kebijakan rehabilitasi. Pertama, menghabiskan waktu dengan alam. Kedua, memberikan uluran tangan untuk sesame untuk mengurangi dampak
psikologis. Cara terakhir adalah dengan membuat tantangan untuk tidak menerima bantuan dan merasa tidak berdaya.
Komunitas yang tidak menumpuk disatukan dengan alam yang kemudian disesuaikan dan memiliki landmark yang sesuai.
Penelitian Pooh Town ini membahas mengenai pembangunan ‘sharing city’ antara ide dan objek. Turis juga merupakan unsur penting dalam membangun idealisme reputasi.
51
Studi Preseden: Poohtown by Nick Ellia
http://payload292.cargocollective.com/1/16/527823/8144144/vect_640.jpg
52
Studi Preseden: Poohtown by Nick Ellia
Kanga’s Emporium
a
Rabbit’s Picnic
a
http://payload292.cargocollective.com/1/16/527823/8143016/T_d_640.jpg
Dosis dari kebahagiaan dapat dirasakan dari banyaknya madu, buku, mainan dan lainnya.
http://payload292.cargocollective.com/1/16/527823/8143016/T_c_640.jpg
Madu yang dijadikan santapan piknik sangat dirasakan di Ladang Bunga Kelinci.
Pooh Town telah menyadarkan para perancang untuk mengeksplorasi metode penerapan selain hanya mengandalkan pengetahuan teknis sementara untuk memfasilitasi desain. Sebuah komunitas membentuk suatu permukiman (kampung / kota) sedangkan fokus grup yang dibahas disini adalah anak-anak dan permukiman kota industri.
Adanya penalaran memungkinkan perancang untuk mengatasi desain pada skala yang lebih pribadi, Antropologi dan emosional. Pooh Town mempertanyakan soal bahan baku (material) apa yang manusia inginkan. Dalam merancang untuk emosi, kebahagiaan, telah memungkinkan untuk menguji tujuan arsitektur dalam dunia yang selalu berubah. Oleh karena itu
PoohTown mengusulkan infrastruktur desain yang lebih berkelanjutan untuk keadaan emosional: karena jika itu membawa kepuasan, kita bisa menuntut lebih dari Bumi untuk memenuhi kebutuhan fisik kita.
“
Come on Pooh’s Pilgrimag of Happiness ! A Merry place to Work, Live, and Play Together. Come to Slough. Nick Elias
53
Studi Preseden: DBHC by Matt Lucraft
http://payload464.cargocollective.com/1/14/472370/11596640/FINAL_DRAWING1_1000.jpg
54
Studi Preseden: DBHC by Matt Lucraft
Dagenham Breach Housing Co-operative:
An Evolving Self-Built Housing Co-operative
Sebuah Housing yang memiliki tujuan utama untuk mengatasi krisis perumahan di London. Proyek ini berlokasi di London Borough of Barking and Dagenham. Salah satu dari sedikit lahan yang memiliki harga tanah yang terjangkau.
Sistim Konstruksi Konstruksi pada proyek ini merupakan perpaduan antara “Englsih Vernacular” dan “Historical Japanese Architecture”. Mengadaptasi material dan struktur sistim untuk mendukung ke-fleksibel-an sebuah bangunan yang mampu menjawab konteks perumahan di Inggris.
Sistim Modular Proyek ini dirancang dengan menggunakan sistim “ken-modular” yang di adaptasi dari sistim pengukuran tradisional untuk mengukur jarak antara kolom pada sebuah bangunan. Yaitu, 181,1 cm.
Ken Modular System
Typical of Ancient Japanese Shrines.
http://payload464.cargocollective. com/1/14/472370/11596640/modelphoto3_1000.jpg
http://payload464.cargocollective. com/1/14/472370/11596640/modelphoto2_1000.jpg
http://payload464.cargocollective.com/1/14/472370/11596640/modelphoto1_1000.jpg
55
Studi Preseden: DBHC by Matt Lucraft Sistim Modular
Modul tercipta dari sebuah unit-unit kecil yang terus di replikasi, untuk membentuk sebuah koloni perumahan.
http://payload464.cargocollective.com/1/14/472370/11596640/Stage1_AerialSketch_1000.jpg
“
Ruang Terbuka Hijau
Given the desire for developers to create cheaper and smaller dwellings, I chose to reduce the typical proportions, but to provide the flexibility you would typically find in most Japanese residential architecture. Matt Lucraft
Massing yang diangkat sehingga terciptanya kolong bangunan untuk berkegiatan masyarakat.
http://payload464.cargocollective.com/1/14/472370/11596640/Stage2_AerialSketch_1000.jpg
Ruang Terbuka Hijau (2)
a
Perancang juga memanfaatkan pedestrian pada level atas untuk dijadikan ruang terbuka hijau. Sehingga mampu menampung berbagai kegiatan sosial.
http://payload464.cargocollective.com/1/14/472370/11596640/Stage3_AerialSketch_1000.jpg
56
Studi Preseden: DBHC by Matt Lucraft Nakagin Capsule Tower
a
Sebuah karya arsitektur pada zaman “Gerakan Metabolis Arsitektur” di Jepang, menghasilkan sebuah ruang modular.
http://michael-shirley.com/blog/wp-content/uploads/2009/05/nakagin04_o.jpg
Terinspirasi dari “Japanese Metabolism Movement” Salah satu konsep perancangan yang diusung adalah Japanese Architecture Metabolism Movement,
http://michael-shirley.com/blog/wp-content/uploads/2009/05/nakagin03_o.jpg
yang terjadi di Jepang setelah Perang Dunia ke-2. Gerakan tersebut menghasilkan ide unit kapsul modular untuk sebuah proyek megastruktur.
http://www.storiesofbecontree.com/wp-content/uploads/2013/08/Aerial-Becontree-estate-c1930-SB2908.jpeg
Perumahan Becontree Estate merupakan sebuah proyek housing pada jaman perang untuk menampung 100.000 jiwa dari East End Slump. Menginspirasi perancang untuk menciptakan sebuah housing
yang mampu menampung populasi yang kian bertumbuh. Dilain sisi perancang juga berhadapan dengan masalah harga sewa dan kondisi populasi yang mulai meninggalkan ibukota. 57
Studi Preseden: Underground Village
The Underground Village: Kampung bawah tanah yang terletak di Provinsi Shanxi China, sudah ada sejak tahun 1.500 m hingga sekarang. Konsep kampung ini berkembang sesuai kebutuhan warganya dan menghargai kondisi alam. Berawal dari pola hidup masyarakat di tinggal didalam gua, karena kebutuhan iklim dan kondisi lahan (ground). Seiring perkembangan pola hidup masyarakat dan kebutuhan lahan yang berubah, dilakukan
58
penyesuaian tempat tinggal. Tipologi rumah pada perkampungan ini menggunakan sistem courtyard. Area atas rumah difungsikan sebagai lahan (ground) untuk beraktivitas. Titik – titik assemblage yang terbentuk pada area courtyard rumah menjadi magnet tersendiri untuk para pelaku yang sedang beraktivitas di atas lahan rumah. Yang menarik dari konsep kampung ini adalah dengan menerjemahkan lahan (ground) dari sudut pandang
lain, sehingga bisa memaksimalkan potensi dari lahan (ground) semaksimal mungkin pada masa itu sampai sekarang. Bahkan secara kontekstual, desain kampung ini dapat memberi kenyamanan pada penghuninya dengan mencoba membiarkan alam memiliki control (teritorialisasi) lebih terhadap para penghuninya (manusia) bahkan terhadap hewan.
Studi Preseden: Underground Village
59
Conclusion
Ekspresi Arsitektur Kampung Cikini Sebagai Hasil Pergesekan Teritori
Dengan melihat teritori sebagai strategi pendekatan untuk membaca ekspresi Kampung Cikini maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur kampung terjadi sebagai hasil dari usaha warga kampung (pengguna) berusaha untuk mempertahankan ruang mereka dimulai dari ruang personal mereka lalu ke batasan (boundary) antar warga, yang kemudian lama kelamaan muncul batas (border) fisik yang salah
60
satunya terekspresikan dalam wujud arsitektur kampung. Dalam pengekspresian wujud arsitektur kampung sangat dipengaruhi oleh pengguna (user), waktu, program (event), serta lahan (ground). Karena ada pengaruh dari keempat aspek tersebut maka muncul beberapa kemungkinan wujud arsitektur kampung di kota masa depan. Intervensi yang dilakukan dengan bekerja pada skala mikro
dan skala makro dari kota. Dalam skala mikro sebuah kampung prototype didesain berdasarkan proyeksi dari keempat elemen arsitektur kampung yang telah didapat sebagai urban acupuncture. Sedangkan dalam skala makro dibuat beberapa alternatif sekenario dari bagaimana kemungkinan perkembangan dari bentuk kota yang tersusun dari kampung.
Conclusion
“
speaking without talking hearing without listening feel without touching. Simon & Garfunkel
61
Bibliography
Alban Janson, Florian Tigges. (2014). Fundamental Concept of Architecture : The Vocabulary of Spatial Situations. Washington: Bhirkauser. Balantiyn, A. (2007). Deleuze and Guattari For Architect. Oxon: Routledge. Beall, J. (1997). A City For All : Valuing Difference and Working With Diversity. London: Zed Books. Corea, F. (2016). Jakarta : Models of Collective Space for The Extended Metropolis. Massachutes: Harvard University. Crain, C. (2013, July 22). What is Territory ? Retrieved from Mantel Thought: http://www. mantlethought.org/philosophy/what-territory Cronon, W. (1995). Uncommon Ground : Rethinking Human Place In Nature. New York: Norton Company. Harris, Ullman. (1945). Marcokusumawijaya. (2004). Kampung Kota Kita. Jakarta . Murray. (1991). Rykwert, J. (2002). The Seduction of Place : The History and Future of The City. New York: Vintage Book http://cargocollective.com/nickelias/PoohTown http://www.mattlucraft.com/ https://www.dezeen.com/2016/08/21/matt-lucraft-dagenham-breach-housing-co-operativebartlett-graduate-architecture-project-address-london-housing-crisis/
62
“
‌ Territorial behaviour is a self-other boundary regulation mechanism that involves personalization of or marking a place or object and communication that it is owned by a person or group. Altman
63