ARCHIPELAGO: Sumba,Tempat Napas tak Henti-hentinya Tertahan
www.jurnalmaritim.com
Maritim JURNAL
EDISI 10, Februari 2014
Hariman Siregar: Orang Indonesia Lebih Suka Berenang di Kolam Renang
Defisit Pelaut di Negeri Bahari P. JAWA Rp. 42.500 LUAR JAWA Rp. 47.500
Maritim JURNAL
1
2
Maritim JURNAL
Dari Redaksi Balada Sang Pelaut
S
ituasi yang ironis, Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara bahari justru mengalami defisit pelaut. Klaim “nenek moyangku seorang pelaut: sudah mulai luntur ketika industri maritim mengalami perkembangan pesat di abad 20 dan 21 ini. Siapa yang tak kenal Laksamana Hang Tuah, Laksamana Malahayati, armada Ratu Kalinyamat di laut Jawa, pelaut-pelaut Bugis dan suku Bajo yang kesohor ketangguhannya karena mampu menyeberang hingga ke Madagaskar, Afrika Selatan, dan Australia. Di dalam negeri saja, menurut Badan Pengembangan SDM Kemenhub, industri maritim nasional masih membutuhkan 83.000 pelaut mulai dari jenjang nakhoda/kapten kapal, perwira/mualim, sampai ABK. Adapun suplai dari jalur pendidikan kelautan/pelayaran hanya 1.700 dari sekolah negeri/ swasta setahun, sementara kebutuhan per tahun 16.000 orang. Ini pun lulusan sekolah pelayaran/akademi tersebut cenderung memilih bekerja di kapal asing daripada pelayaran domestik. Tawaran gaji yang jauh lebih tinggi serta sistem kerja yang lebih baik membuat para pelaut kita lebih suka berlayar di luar. Tercatat 78.000 warga Indonesia bekerja di Taiwan, Singapura, Karibia, Amerika Serikat sampai Belanda Meski kenyataannya tidak seindah yang dibayangkan. Banyak sekali pelaut Indonesia ditelantarkan oleh agen mereka di luar negeri, manipulasi dokumen, perusahaan kapal yang bobrok, gaji dan benefit yang tidak sesuai, hingga perlakuan brutal di atas kapal.
PEMIMPIN UMUM Sabrun Jamil Amperawan PEMIMPIN REDAKSI Agust Shalahuddin DEWAN REDAKSI Rubianto Sabrun Jamil Amperawan Agust Shalahuddin K Wisnubroto REDAKTUR PELAKSANA K Wisnubroto
Ini yang menjadi persoalan besar dalam menata SDM, merekrut hingga menempatkan pelaut di industri maritim dalam dan luar negeri. Persoalan pelaut domestik setali tiga uang, khususnya di kapal perikanan. Nasib mereka jauh lebih buruk dari ABK kapal niaga. Risiko pelaut ikan lebih tinggi dari kapal niaga akibat sarana dan kompetensi yang kurang. Posisi pelaut perikanan bahkan juga terdesak oleh ABK asing yang bekerja di kapal-kapal milik domestik atau patungan asing. Posisi tawar mereka rendah. Kompetensi pelaut memang perlu ditingkatkan. Meski pelaut Indonesia di luar negeri relatif banyak disukai karena dikenal supel, berintegritas, dan nyali tinggi. Namun soal teknis dan disiplin masih dinilai rendah. Kelemahan bahasa Inggris juga menjadi faktor penghambat dalam persaingan di profesi seafarers ini. Para pelaut inilah tulang punggung industri maritim nasional. Sebanyak 12.000 kapal berbendara merah putih merupakan pasar potensial dan akan terus berkembang seiring dengan pemenuhan asas cabotage. Pasar dalam negeri pun harus dipenuhi dan dikembangkan agar tidak sebagian besar sumber daya kita lari ke luar negeri. Kita harus segera berbenah. Menambah akselerasi dan memperbesar kapasitas. ASEAN Connectivity 2015 sudah di depan mata. Siapa yang tidak bangga melihat pelaut-pelaut ASEAN didominasi wajah-wajah Indonesia. Kalau ini terjadi maka alunan balada pelaut berganti menjadi orkes nan riang. Salam maritim.
DATA, RISET & PENGEMBANGAN David Budi Saputra Shantonio Siagian Anwar Iqbal
STAF IKLAN DAN PEMASARAN Benny Syahputra Yodsa Rienaldo Andri Rezeki
FOTOGRAFI DAN PERISET FOTO Firmanto Hanggoro
TEKNOLOGI INFORMASI Moshe Bonnavena Kadi
DESAIN KREATIF Sena Putra Pratama Arwindra Tania Novianti
REDAKTUR K Wisnubroto Agust Shalahuddin Achmad Fadjar Arif Giyanto Suryo AB
PEMIMPIN USAHA Adhi Prastowo
REPORTER Ikawati Indarti Fareninda Damar Budi Purnomo Tinu Sicara
HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT Rahayu Dian Lestari
GENERAL MANAGER IKLAN DAN PEMASARAN M Ashim Islam
KOLUMNIS Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji DR. Chandra Motik Yusuf, SH, MSc Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.RINA Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS. Dr. Ir. Sunaryo, PhD Ir. Harsusanto, MM Ir. Sjaifuddin Thahir, MSc Tri Achmadi, MSc. PhD
DISTRIBUSI/SIRKULASI Achmad Subhan Aida Chourmain Dian Purnama Sari UMUM Rudi Kamal Vidra Hanafi M. Yasin Rahmat Hidayat
KANTOR Jl. Sungai Sambas VI No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia-12130 Phone +62 21 7229318 Fax +62 21 7229317 redaksi@jurnalmaritim.com marketing@jurnalmaritim.com event@jurnalmaritim.com admin@jurnalmaritim.com Twitter @JurnalMaritim www.jurnalmaritim.com
Maritim 3 JURNAL
Daftar Isi
LAPORAN UTAMA 6 Defisit Pelaut di Negeri Bahari 14 Wawancara Tri Yuswoyo Tidak Perlu Takut Jadi Pelaut, Mati di Tempat tidur pun Bisa 20 Lika Liku Dunia Si Penentang Ombak
JURNAL MARITIM\SENA
4
Maritim JURNAL
PROFIL 32 Hariman Siregar Orang Indonesia Lebih Suka Berenang di Kolam Renang KELAUTAN 36 Mengintip Prospek Industri Perikanan 2014 40 Agenda Obral Pulau Lewat UU Pesisir? PELAYARAN 46 Melacak Biang Kecelakaan Kapal STATUTORIA 50 16 Tahun Penerapan Manajemen Keselamatan Pelayaran LOGISTIK 54 Cuaca Memburuk, Miliaran Rupiah pun Menguap KORPORASI 58 Terdepan Dalam Asuransi Pelayaran PERSPEKTIF 62 Siswanto Rusdi Menguak Manajemen Keselamatan Pelayaran Nasional 64 Dipl. Ing. Adonis Radjab, M.Eng Lima Pilar IMO dalam Berlayar KULINER 70 Nikmatnya Menyantap Seafood di Atas Laut ARCHIPELAGO 76 Sumba, Tempat Napas tak Henti- hentinya Tertahan
Dari Pembaca Iskandar Abubakar, Irjen Kemenhub, mantan Dirjen Hubdat Pelayaran perairan darat seperti sungai dan danau masih belum digunakan secara maksimal di Indonesia. Padahal, peluang pemanfaatannya, baik untuk tujuan angkutan barang atau logistik, penumpang, dan pariwisata masih sangat terbuka luas. Selain itu, jika angkutan penyeberangan tersebut dimaksimalkan tentu saja akan membantu pemerintah mengurangi tingkat beban jalan. Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) angkutan sungai sangatlah rendah. Jumlah barang yang diangkut melalui jalur perairan tentu saja jauh lebih besar dibandingkan jalur darat. Indonesia merupakan negara yang sangat mungkin mengembangkan transportasi penyeberangan perairan darat. Mengingat pulau-pulau di Indonesia seperti Kalimantan dan Sumatra memiliki aliran sungai yang panjang. Teguh Esha, Budayawan, penulis Ali Topan Anak Jalanan Setelah mengikuti diskusi di Komju bersama anggota redaksi Jurnal Maritim Bung Suryo AB, M Iqbal dan Andri Rezeki...Aku teringat naskah novelku bertajuk ‘Ali Badai Anak Lautan!’ yang belum selesai dan lama aku telantarkan, karena aku sibuk ‘macul’ yang jadi bagian teknik bertahan hidup di luar jalur kesastraan. Jika Allah menghendaki, aku akan segera melanjutkannya sampai selesai sebagai penanda Revolusi Negara Kelautan seluruh rakyat bangsa-bangsa Bhinneka Tunggal Ika yang—seperti tsunami—tak bisa dicegah, tak bisa ditangkal dan tak bisa dihindari oleh segala macam komuniti-komunitian antarbangsa yang kata mendiang Bung Karno didasari ‘exploitation del’homme par l’homme’ dan ‘exploitation denation par nation’ (penindasan manusia pada manusia lainnya dan penindasan bangsa pada bangsa lainnya) yang bakal bentrok antara yang satu dan yang lainnya, baku tikam dan baku bunuh di Jalan Kematian! Nanang Djamaludin, Direktur Pusat Kajian Peradaban Pancasila, Komite Masyarakat Jakarta Utara Perlu dibuat agenda bersama antara Komite Masyarakat Jakarta Utara (Komju) dan Jurnal Maritim untuk bersama-sama menjalin hubungan erat memberikan kesadaran arti penting jati diri dan karakter maritim bangsa kepada masyarakat luas, terkhusus kepada para pemuda. Selama ini, kita telah terkungkung oleh persoalan-persoalan darat dan abai terhadap aspek maritim. Persoalan kemaritiman menjadi sebuah tugas besar, karena ternyata fakta geografis sebagai negara maritim telah gagal diterjemahkan secara baik dalam kebijakan-kebijakan politik negara. Ke depan,kita bisa membuat pelatihan-pelatihan yang menyangkut masalah penyebarluasan pemahaman maritim pada generasi muda. Selain itu, kita juga bisa membuat inisiasi-inisiasi konferensi kemaritiman yang melibatkan daerah-daerah yang memiliki garis pantai, seperti Jakarta Utara, Cirebon, Semarang, atau yang lainnya. Rodhial Huda, seorang putra asli Natuna sekaligus Ketua Yayasan Bakti Negeri di Ujung Utara Bung Karno pernah menulis pesan di atas KM Djadajat tahun 1958 “Tuhan memberi kita satu Tanah Air kepulauan, hanya kita kepribadian kita seirama dengan sifat Tanah Air kita itulah, kita dapat menjadi bangsa yang besar.” Hadirnya Jurnal Maritim di tengah masyarakat Indonesia saat ini dapat mendorong lebih cepat agar menjadi bangsa bahari yang jaya dan sejahtera. M Nasrul, Direktur Indopolling, Jakarta Isu kelautan menjadi penting digulirkan sebagai salah satu visi dari calon-calon pemimpin yang akan kita pilih dalam Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden. Calon-calon putera dan puteri terbaik bangsa harus memiliki wawasan Nusantara serta gagasan dalam memajukan industri laut.
Maritim 5 JURNAL
LAPORAN UTAMA
Para taruna AL dan sekolah pelayaran usai mengikuti peringatan Hari Dharma Samudera di KRI Banda Aceh 593, Rabu 15 Januari
6
Maritim JURNAL
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Defisit Pelaut di Negeri Bahari
Pelaut Indonesia amat diminati di luar negeri karena suka bekerja keras, upah masih relatif murah, loyal kepada bos, dan tidak suka mabuk-mabukan. Maritim 7 JURNAL
Defisit Pelaut di Negeri Bahari
8
Maritim JURNAL
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
A
da dua tantangan besar yang harus dihadapi pelaut ketika berlayar, yakni tantangan sebagai alat yang harus mengemudikan kapal dan menjamin keselamatan kapal berserta isinya, kedua tantangan mengatasi kejenuhan. Berbeda dengan pekerja di darat, yang bisa libur dan berhenti kapan saja saat bekerja, Pelaut saat dikontrak bekerja sebulan hingga tiga bulan, maka sepanjang waktu itulah meski terus bekerja di atas laut. Selain tantangan dan tanggung jawab yang cukup besar tersebut, siswa lulusan pendidikan kepelautan juga harus menguasi teori dan praktik sebelum mereka lulus. Oleh karena itu, berbeda dengan jenjang pendidikan lain, dalam pendidikan seorang pelaut, selain bekal teori mereka harus menguasai lapangan terlebih dahulu baru dinyatakan lulus. SEddykitnya calon pelaut harus menempuh pendidikan tiga sampai empat tahun. “Perbedaan tersebut sudah pasti karena memang beda profesi, dan kurikulum yang diberikan juga jauh berbeda, seorang calon perwira harus belajar mengenai banyak teori dan praktik lapangan. Oleh sebab itu membutuhkan waktu yang panjang dan tidak bisa dipadatkan kurikulumnya,� ujar mantan pelaut senior yang kini menjabat Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt Bobby Mamahit saat ditemui Jurnal Maritim di kantornya, Januari lalu. Ia mengungkapkan, berbeda dengan pilot yang basisnya hanya untuk menerbangkan pesawat, jika menjadi pelaut harus menguasai sub-sub bidang yang dikuasai untuk
Capt Bobby Mamahit, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan
mengoperasikan kapal. Kurikulum seorang pelaut mengacu kepada Standard of Training Certificate Watchkeeping for Seafarers (STCW) yang dikeluarkan Organisasi Maritim Internasional (IMO). Syarat ini berlaku internasional. Kendati demikian, menurut Bobby, lamanya jenjang pendidikan tersebut tidak lantas membuat seorang pelaut mudah mengembangkan kariernya. Diakuinya, para tamatan sekolah pelaut kerap masih kurang dihargai dalam industri maritim. “Untuk jenjang karier di darat belum ada yang berbekal akademi pelayaran. Mereka yang masuk ke dalam pemerintahan paling di sekitar perhubungan laut. Untuk di luar itu masih sangat jarang. Memang domain kami diciptakan hanya untuk di kapal dan kemungkinan jenjang karier di darat kecil,� tutur Ketua Alumni AIP tersebut. Sejauh ini, ada jenis pelaut dalam dua pelayaran, yakni pelaut untuk kapal niaga dan pelaut untuk penangkap dan pengangkut perikanan. Jika pelaut yang dididik untuk kapal barang,
niaga, dan kapal pengangkut gas pendidikannya dikuhususkan sesuai dengan kapal yang mereka bawa. Pelaut untuk kapal ikan sertifikatnya dikhususkan untuk menangkap ikan, alat dan teorinya juga spesifik untuk menangkap ikan. Meski demikian, baik itu pelaut kapal niaga maupun kapal penangkap ikan, pada dasarnya ujian yang diberikan juga sama. Sebab, pada prinsipnya apapun kapalnya yang terpenting adalah unsur keselamatannya. Selain itu, ijazah kedua jurusan pelaut tersebut, juga di keluarkan oleh lembaga yang sama yakni oleh Ditjen Perhubungan Laut. Ijazah perikanan disebut juga Ahli Nautika Kapal Perikanan (ATKAPIN). Adapun jenjang pendidikan kapal niaga dan lainnya adalah Ahli NautikaTingkat (ANT) I hingga IV dan Ahli Teknika Tingkat (ATT) I sampai IV (Lihat Grafis) Sementara khusus untuk nelayan sendiri, yang mereka gunakan sebagai pegangan di laut adalah Surat Keterangan Kecakapan Kapal Nelayan . Surat ini diberikan setelah mereka mengikuti pelatihan seperti di Cilincing dan Muara Angke, Jakarta Utara. Surat keterangan tersebut yang dikeluarkan oleh Ditjen Hubla. Lebih lanjut, Bobby juga menjelaskan, ijazah dan sertifikat yang dikeluarkan oleh sekolahsekolah pelayaran atau perikanan bisa digunakan untuk bekerja di luar negeri. Pasalnya, kurikulum yang diberikan juga sudah standar IMO. Organisasi ini memang menunjuk Departemen Perhubungan di setiap negara yang berhak menerbitkan ijazah pelaut karena ini berkaitan dengan keselamatan pelayaran. Diakui Dirjen Hubla, pihak
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Awak Sea and Coast Guard sedang mengemudikan kapal patroli.
tidak memungkiri, kualitas SDM maritim di Indonesia memang perlu ditingkatkan. Apalagi saat ini, banyak sekolah-sekolah pelayaran swasta yang tidak memenuhi standar IMO. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil audit, lembaga pendidikan yang dilakukan oleh perwakilan IMO di Indonesia setiap tahun. Hasil audit IMO tersebut harus diikuti agar pelaut Indonesia tetap bisa berlayar di luar negeri. Hasil dari audit IMO itu memaksa sejumlah sekolah pelayaran gulung tikar. Saat masih ada sekitar 20 sekolah tinggi pelayaran yang sesuai standar. Sementara masih ada ratusan sekolah pelayaran swasta yang di bawah standar dasar seperti tidak
adanya alat-alat praktik pelayaran. “Sejumlah sekolah pelayaran yang tidak memiliki alat praktik lengkap karena harga alat tersebut mahal. Seperti simulator kapal harganya bisa mencapai Rp44 miliar,� katanya. Namun, melihat kondisi tersebut pemerintah juga tidak tinggal diam. Seperti kerja sama yang dikembangkan Kemenakertrans dan pemerintah Jerman dengan memberkan alat praktik kapal di Polimarine. Alat praktik semacam simulator kapal menjadi sangat penting karena memang persyaratan utama setelah tenaga pengajar adalah ketersEddyaan alat praktik yang memadai. Meski dianggap sulit dalam
menempuh pendidikan pelayaran, tapi ada saja sejumlah pihak yang mengail di air keruh. Akibat minat yang tinggi untuk berlayar, sejumlah lulusan sekolah pelayaran sampai ditipu oleh sindikat pembuat buku pelaut palsu. Sebanyak 500 buku pelaut palsu belum lama ini disita di pelabuhan Tanjung Priok. Bagi Bobby, ulah oknum tersebut jelas mencoreng nama Hubla yang sudah mendapatkan mandat dari IMO. “Jelas lagi-lagi pelaut menjadi korbannya. Maka dari itu kita harus sama-sama mengawasi.� Pelaut domestik kurang Ada hal ironis dari lulusan sekolah pelayaran ini. Meski pelaut Indonesia termasuk dalam
Maritim 9 JURNAL
Defisit Pelaut di Negeri Bahari JURNAL MARITIM/FIRMANTO
“Lulusan pelaut per tahun hanya 1.000-1.500 orang saja. Baik dari sekolah swasta dan juga negeri. Hal tersebut memang masih jauh dari kebutuhan pelaut dalam negeri sebanyak 85.000 orang.” Kepala BPSDM, S Eddy Wibowo lima pelaut yang paing diminati perusahaan pelayaran dan perikanan di Eropa dan Asia Pasifik setelah Filipina, namun hal itu menyebabkan kelangkaan pelaut domestik. Di sejumlah negara maju seperti Korea dan Jepang sudah tidak ada lagi orang yang berminat menjadi pelaut karena kehidupan dan gaji mereka di darat sudah sangat layak. Hal ini membuat pelaut Indonesia lebih memilih bekerja di luar negeri karena alasan gaji yang lebih besar. Jelas ini membuat perusahaan pelayaran dalam negeri ikut bersaing untuk mendapatkan pelaut. Menyikapi hal ini, Kementerian Perhubungan berupaya menanggulangi kekurangan pelaut di negeri sendiri dengan membuat publikasi serta promosi terkait pendidikan pelayaran. “Ini untuk meyakinkan anak-anak muda agar mau menjadi pelaut. Dan, ternyata
10 Maritim JURNAL
hasilnya cukup lumayan membuat tingkat pelamar untuk bersekolah menjadi pelaut sangat tinggi. Tahun 2013 saja jumlah pelamar mencapai sampai 13.000 orang,” ungkap Bobby. Sejumlah hal yang menyebabkan pelaut Indonesia sangat diminati di luar negeri, upah mereka yang cukup murah dibandingkan dengan pelaut luar negeri, individu yang loyal terhadap majikan, terakhir banyak pelaut Indonesia yang tidak suka minuman keras. Berbeda dengan pelaut asing yang bayarannya jauh lebih mahal dan suka mabuk. Sayangnya, kelemahan sebagian pelaut Indonesia adalah tidak lancar berbahasa Inggris. Tapi, soal itu tidak bisa menjadi hambatan utama karena pelaut Indonesia tidak diminati oleh negara luar. Tercatat sedikitnya 250.000 pelaut Indonesia
bekerja di perusahaan luar negeri. “Ini tentu menguntungkan pemerintah karena menjadi penyumbang devisa terbesar. Pokonya devisa mereka bisa sampai triliunan rupiah per tahun,” tukas Dirjen Hubla. Eksodus pelaut Indonesia ke mancanegara ternyata membuat dampak negatif lainnya. Sejumlah pelaut sampai terlantar di negeri orang akibat kontrak kerja tidak jelas, pemilik kapal yang kabur, manning agency bermasalah hingga penganiayaan awak kapal. Kasus seperti ini tersebar tidak hanya di sekitar Asia Pasifik namun juga sampai Karibia, Afrika dan Eropa. Karena itu, pemerintah melalui Kemenhub, Kemenakertrans, Kemenlu serta BNP2TKI, KPI, SPPI, dan IFMA membuat gugus tugas untuk mengatasi masalah pelaut di luar negeri.
Jalur darat Apa langkah pemerintah menggenjot kualias pelaut Indonesia? Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan S Eddy Wibowo menjelaskan guna meningkatkan kualitas supply and demand para pelaut kemampuan berbahasa Inggris harus diperkuat. Selain itu, pemerintah juga mengupayakan agar seluruh sertifikat kompetensi pelaut yang dikeluarkan oleh Indonesia sudah sesuai IMO dan diakui di 89 negara. Diakui Eddy, akibat permintaan yang tinggi dari luar negeri maka ada gap cukup besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Lulusan pelaut per tahun hanya 1.000-1.500 orang saja. Baik dari sekolah swasta dan juga negeri. Hal tersebut memang masih jauh dari kebutuhan pelaut dalam negeri sebanyak 85.000 orang,” katanya. Oleh karena itu, BPSDM membangun sejumlah sekolah pelayaran baru yang berlokasinya di Aceh dan Sorong, Papua. Sementara sekolah tinggi pelayaran yang sudah ada, yakni STIP Jakarta, PIP Makasar, PIP Semarang, serta Politeknik di Surabaya. Di luar itu masih sekolah pelayaran negeri yang sedang dibangun ada di daerah Minahasa Selatan, Sulawesi Selatan dan Padang Pariaman, Sumatra Barat. Di luar itu, BPSDM juga
memiliki program officer plus (OP). Ini semacam program unggulan khusus untuk siswa yang nantinya akan menjadi instruktur dan dimasukan dalam jajaran PNS. Hal ini guna mengatasi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan instruktur di Kemenhub. “Kami juga mempunyai program rekrutmen bagi PNS Ditjen Hubla mulai dari jenjang SMA sampai S1. PNS tersebut akan di training dalam waktu 2,5 tahun seperti fast track jadi tidak diberikan muatan Dikbud jadi khusus diajarkan untuk substansi laut. Jadi teori 1,5 tahun dan berlayar 1 tahun,“ ungkap Eddy. Pada kesempatan tersebut, Eddy juga mengungkapkan alasan mengapa banyak pelaut Indonesia yang telantar di luar negeri. Menurut Eddy, ada dua hal yang arus dicatat yakni ada dua jenis pelaut yang harus dibedakan, ada pelaut khusus menangkap ikan, ada pelaut kapal niaga. Dari kasuskasus pelaut di luar negeri sebanyak 95%-98% dari kapal ikan. “Ini disebabkan tidak ada peraturan konvensi internasional yang mengatur soal pelaut perikanan itu selain UNIA 1995. Jadi sertifikasi untuk nelayan kapal penangkap ikan tahun 1995 belum diratifikasi. Selain itu tentang kesejahteraan awak kapal sesuai Konvensi ILO 188 belum juga diratifikasi oleh Indonesia. Pasalnya, banyak perusahaan yang
menolak.” demikian Eddy. Persoalan lemahnya SDM perikana juga diakui Del Agus, Ketua Indonesia Fisherman Manning Agency (IFMA). Menurutnya, pelaut perikanan yang berpengalaman di laut belum tentu sekolah pelayaran atau perikanan. Tapi memang mereka terbiasa hidupnya di laut dan tidak mengenyam pendidikan cukup, umumnya cuma sekolah dasar atau sekolah menengah. Pelaut anggota Serikat Pekerja Pelaut Perikanan Indonesia (SPPPI) dan IFMA umumnya sEddykit berasal dari lulusan sekolah perikanan. “Jumlahnya tidak sampai 10 % karena yang kita cari secara umum adalah orang yang mampu bekerj. Tapi memang bagi mereka yang memiliki pendidikan formal dan sekaligus juga berpengalaman akan dihargai lebih tapi yang lebih kita lihat adalah kemampuan mereka di kapal.” Salah satu penyeban, anggota SPPPI tidak bisa bekerja sama dengan SMK Perikanan karena biasanya usia lulusan mereka 17 tahun ke bawah. Kondisi membuat perusahaan dan agen pelaut ikan harus menunggu lagi sampai mereka cukup umur. “Biasanya kami mencari ke kantong-kantong nelayan dengan buka cabang ataupun memberikan penyuluhan di kapal-kapal nelayan,” jelas Del Agus. n Ikawati/Damar
Sertifikat Kompetensi Pelaut
Ranking sertifikat kompetensi mulai dari bawah hingga tertinggi Ahli Nautika Tingkat (ANT) untuk deck officer: • Ahli Nautika Tingkat IV (ANT IV) setingkat SLTA - kapal interinsuler • Ahli Nautika Tingkat III (ANT III) setingkat DIII - kapal samudera dekat • Ahli Nautika Tingkat II (ANT II) setingkat S1 - kapal samudera jauh • Ahli Nautika Tingkat I (ANT I)/Master Mariner (M.Mar) – Nakhoda
Maritim 11 JURNAL
Defisit Pelaut di Negeri Bahari Ranking sertifikat mulai dari bawah hingga tertinggi Ahli Teknika Tingkat (ATT) adalah sebagai berikut. • • • •
Ahli Teknika Tingkat IV (ATT IV) setingkat SLTA Ahli Teknika Tingkat III (ATT III) setingkat DIII Ahli Teknika Tingkat II (ATT II) setingkat S1 Ahli Teknika Tingkat I (ATT I)/M.Mar.E - Chief Engineer. Orang-orang yang memiliki sertifikat ini berhak menjadi perwira di atas kapal dan bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan kepada mereka sebagai officer. Di samping memiliki Certificate of Competency (COC), mereka juga harus memiliki Certificate of Proficiency (COP). Sertifikat ini berlaku umum untuk semua kapal dan harus dimiliki semua orang yang bekerja di atas kapal. Ada juga berlaku khusus, yang harus dimilki oleh orang yang bekerja di kapal-kapal tertentu dan sebagian hanya dimiliki oleh perwira kapal.
Certificate of Proficiency yang berlaku umum adalah sebagai berikut. • • • • •
Basic Safety Training (BST) Survival Craft Rescue Boat (SCRB) Advanced Fire Fighting (AFF) Medical First Aid (MFA) Medical Care (MC)
Certifcate of Proficiency yang berlaku khusus adalah sebagai berikut. • • • • • • • • • •
Tanker Familiarization (TF) - khusus kapal tanker Oil Tanker Training (OT) - khusus kapal tanker Chemical Tanker Training Programme (CTTP) - kapal chemical tanker Liquified Gas Tanker (LGT) - kapal gas tanker Radar simulator - khusus perwira kapal Arpa simulator - khusus perwira kapal Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) - khusus perwira kapal Ship Security Officer - khusus perwira kapal Passenger Safety Course (PSC) - khusus kapal penumpang International Code of save Practice for Solid bulk Cargoes (B.Code)- khusus kapal muatan curah • International Maritime Dangerous Goods (IMDG)- barang berbahaya Di samping memiliki kemampuan, kecakapan, dan buku pelaut (seaman book), nakhoda dan kru kapal harus membentuk organisasi di atas kapal (ship organization on board), merujuk pada Standard of Training Certificate Watchkeeping for Seafarers (STCW) amendemen 2010 Manila dan juga melaksanakan manajemen yang baik agar kapal selalu laik laut, merujuk pada International Safety Management Code (ISM Code) 1993. Sumber: Adonis Radjab
12 Maritim JURNAL
Daftar AMI, Politeknik, Diklat Pelayaran Seluruh Indonesia
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Akademi Maritim Aceh Darussalam Akademi Maritim Nusantara Malahayati Akademi Perikanan dan Ilmu Kelautan Akademi Maritim Medan Akademi Maritim Sapta Samudera Padang Akademi Maritim Bina Bahari. Sekolah Tinggi Ilmu Maritim Mutiara Jaya, Lampung Selatan, Kantor Pusat Badan pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan" Akademi Maritim Guna Nusantara Akademi Maritim Cirebon, Cirebon Akademi Maritim Suaka Bahari Cirebon Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang Akademi Maritim Nusantara Cilacap Akademi Pelayaran Nasional (APN) Surakarta Akademi Pelayaran Niaga Indonesia Akademi Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga (AKPN) Bahtera Akademi Maritim Yogyakarta (AMY) Politeknik Pelayaran Surabaya Akademi Maritim Nusantara Banjarmasin Akademi Maritim Indonesia Samarinda Akademi Maritim Indonesia Bitung PIP | Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar Akademi Maritim Indonesia Aipi Kampus Biru Ami Veteran Makassar Akademi Maritim Maluku , Ambon Balai Pendidikan & Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Sorong
27. 28. 29. 30.
Akademi Maritim Djadajat STIMAR AMI AMI Pembangunan STIP
Provinsi Aceh Aceh Aceh Medan Padang Palembang Lampung Kemenhub Cilegon Cirebon Cirebon Semarang Cilacap Solo Semarang Yogya Yogya Surabaya Banjarmasin Samarinda Bitung Makassar Makassar Makassar Maluku Sorong, Papua Barat Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Sumber: Riset
Maritim 13 JURNAL
LAPORAN UTAMA
Tidak Perlu Takut Jadi Pelaut, Mati di Tempat tidur pun Bisa Sosok pelaut senior seperti Tri Yuswoyo, 59, patut menjadi inspirasi bagi kalangan muda yang ingin bergelut dunia pelayaran. Berbekal pengalaman hampir 40 tahun dari menjadi awak kapal tanker, mengikuti pendidikan sea and coast guard, dosen maritim, hingga akhirnya menduduki jabatan prestise sebagai Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. 14 Maritim JURNAL
I
lmu yang dikuasai Tri cukup banyak tidak hanya teknik mesin perkapalan, namun juga menguasai sea and coast guard, intelijen, ilmu pendidikan hingga sumber daya manusia! Pendidikan itu ditempuh di beberapa negara seperti AS, Jepang, Singapura, dan Belanda. Bagi dia, menuntut ilmu tidak ada habis-habisnya demi memperkuat jati diri sebagai abdi masyarakat di laut. Sumbangsihnya tidak lagi semata untuk menafkahi keluarganya namun juga mendedikasi dirinya untuk keselamatan pelayaran dan melindungi kedaulatan maritim NKRI. Berikut penuturan rekam jejak Tri Yuswoyo kepada Jurnal Maritim, akhir Januari lalu. Apa yang mendasari Bapak untuk menjadi pelaut? Menjadi seorang pelaut sebetulnya ada unsur ketidaksengajaan saat mengawali masa kuliah di STIP (dulu AIP). Padahal tadinya tidak terpikir sedikitpun untuk menjadi pelaut. Ketika baru masuk saya melihat senior-senior saya memakai baju putih rapih ingin berlayar keluar negeri. Pada tahun 1972 ketika masuk mulailah merasakan bahwa sekolah di sini merupakan sesuatu yang prospektif. Karena ada ikatan dinas, jika lulus juga memiliki gaji yang tinggi, di samping itu juga belum banyak orang yang berminat untuk menjadi pelaut. Saya juga menyadari bahwa negara kita sebagian wilayahnya merupakan laut jadi saya mulai tertarik untuk menjadi pelaut. Selain itu ada stigma pelaut di masyarakat yang negatif seperti sosok pelaut di pelabuhan atau di cafe-cafe. Namun setelah dijalani ternyata menjadi pelaut merupakan karier yang menjanjikan. Karena berlayar ke seluruh negeri melihat dunia luar. Di laut kita bisa menjadi pemimpin dan dipimpin dengan
suatu metode kepemimpinan yang jelas, tegas, tanggung jawab, dan disiplin yang tinggi.
Lalu setelah lulus dari STIP? Setelah lulus pada tanggal 1977 saya langsung ikatan dinas dengan perusahaan Amerika selama empat tahun. Karena selama kuliah pada tingkat III sebetulnya saya sudah dibiayai oleh perusahaan Amerika. Pada saat itu saya bekerja di kapal Super Tanker. Setelah sudah selesai ikatan dinas empat tahun saya melamar di bagian Diklat Kementerian Perhubungan tahun 1981 di Makassar sebagai dosen. Turun berlayar masuk diklat sebagai dosen di Makassar, di sana hampir lima tahun mengajar sebagai kepala asrama sekaligus juga kepala batalyon, disamping itu juga melatih pembinaan mental. Di KPLP masuk diklat sebagai dosen sewaktu itu ada ketentuan untuk menjadi dosen.harus layar lagi akhirnya masa layar saya jadi banyak, selesai, ujian, berlayar lagi Pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangakan selama berlayar? Tidak menyenangkannya ketika ombak besar saja, selebihnya menyenangkan, kalau ombak besar sampai habis sampai tidak ada yang dimuntahin lagi atau muntah kuning, kalau sudah begitu rasanya tidak ingin berlayar lagi tapi begitu ombak selesai, sudah bersandar di pelabuhan, sudah terima gaji, sudah enjoy lagi, muncul tekad jadi pelaut lagi. Enak jadi pelaut keliling dunia gratis, saya sudah tiga kali keliling
dunia, total sudah 33 negara. Jadi pelaut juga yang penting kita agak hemat. Kita bisa mengumpulkan uang, paling enak kumpulkan uang saat di laut karena tidak bisa belanja, jauh dari mana-mana. Selain pendidikan formal, bekal apa lagi sebenarnya yang dibutuhkan pelaut? Selain kompetensi juga harus ada keahlian. Bagaimana kalau ada ombak, bagaimana kalau ada kebakaran, semua sudah dilatih, apa melakukan apa. Ada pendidikan keterampilan yang harus diikuti atau sertifikasi. Bukankah sertifikasi terkadang memberatkan pelaut sendiri? Biasa kalau mau mengambil ijazah lebih tinggi pasti no income, tabungan selama berlayar terpakai lagi kira-kira selama 9 bulan – 1 tahun kan lamanya tapi dengan ijazah lebih tinggi, gaji naik dengan signifikan. Apa saja pendidikan dan syarat untuk menjadi pelaut di KPLP? Selain pendidikan pelaut standar, ada pendidikan KPLP, untuk perwira juga ada, paket pendidikan KPLP banyak sekali sampai ada yang ke luar negeri. Untuk tamtama dan bintara disiapkan pendidikan dari KPLP, ada juga pendidikan menengahnya, kalau perwira itu secara khusus dan setiap tahun diadakan sama seperti diklat KPLP juga rutin setiap tahun. KPLP setelah lulus CPNS ada pelatihan khusus karena fungsinya kan juga penegakan.hukum di laut dan mereka juga dipersenjatai. Kalau lulusan SMA kan tamtama atau bintara mereka dapat diklat KPLP latihan baris berbaris karena tugasnya KPLP kan agak keras. Mereka menangkap kalau ada yang melanggar di laut tapi juga membina karena mereka juga
Maritim 15 JURNAL
Wawancara Tri Yuswoyo
“Enak jadi pelaut keliling dunia gratis, saya sudah tiga kali keliling dunia, total sudah 33 negara. Jadi pelaut juga yang penting kita agak hemat. Kita bisa mengumpulkan uang, paling enak kumpulkan uang saat di laut karena tidak bisa belanja, jauh dari manamana.� 16 Maritim JURNAL
berdagang. Jadi ya kalau izinnya benar ya dibina. Bagaimana anda menyikapi hubungan dengan keluarga ketika melaut? Itu risiko. Dulu waktu masih pacaran sudah berkomitmen, nanti saya berlayar dulu jadi pas menikah sudah siap. Jadi diomonginnya di awal. Memang jarang ada yang mau berlayar sampai tua. Biasanya mengumpulkan uang di laut lalu cari karier di darat tapi ada juga teman saya yang sampai sekarang masih berlayar karena memang senang. Dinamikanya memang jarang ketemu keluarga. Tapi kalau sudah dijalani happy saja malah kata orang pelaut itu pengantin barunya berkali kali ha ha ha ha.. Apa hobi Anda? Hobi saya main catur, pingpong. Saya juga senang berdiskusi, membaca. Saya sampai sekarang masih mengajar pelaut-pelaut senior
di BPSDM. Apakah sesama alumni STIP masih sering berkumpul? Kumpul-kumpul dengan alumni AIP setiap tahun bahkan kami punya perusahaan patungan yang sistem pembagian hasilnya dividen, untuk mengakrabkan saja. Kadang kami kumpul di puncak, baris berbaris dan upacara seperti saat taruna dulu, ditonton anakanak kami, untuk pewarisan nilainilai kalau pelaut itu kompak dan disiplin. Bagaimana dengan sistem pendidikan pelaut di Indonesia menurut anda? Pertama acuan kita kan STCW jadi sudah ditetapkan di dalamnya untuk kurikulum. Jadi sebagai anggota IMO kita mengikuti semua ketetapan IMO yang diadopsi oleh ketentuan nasional. Jadi sudah ada pakemnya. Kalau melihat upaya yang ada di pendidikan
“Selain kompetensi juga harus ada keahlian. Bagaimana kalau ada ombak, bagaimana kalau ada kebakaran, semua sudah dilatih, apa melakukan apa. Ada pendidikan keterampilan yang harus diikuti atau sertifikasi.� misalnya ada simulator saya pikir kita tidak kalah mutunya dengan pelaut lain misal Filipina. Karena kita juga melengkapi, misalnya, simulator dan juga pengajar sekarang persyaratannya ketat. Paling kita kalah dengan Filipina di bahasa Inggris saja wajar karena mereka kan bekas jajahan AS. Dunia pendidikan ini mengikuti kemajuan di lapangan. Kita baru belajar satu, teknologi sudah maju satu setengah. Karena itu selalu diperlukan updating ya. Itu standar umum karena pendidikan selalu mengikuti perkembangan teknologi dan juga SDM. Jadi jangan sampai dunia pendidikan ketinggalan dengan usernya dengan kapal-kapal modern, misalnya. Kita harus siap pakai.
lautan yang begitu luas. Itu suatu anugerah tapi kalau kita tidak bisa mengolah jadi boomerang. Seharusnya itu jadi tantangan sehingga kita melengkapi diri,. Pelautnya juga banyak, pemikiran tentang laut porsinya juga besar sehingga pengadaan kapal-kapal untuk menjaga laut kita tempat kita berkarier bisa bertambah. Laut harus jadi pemersatu jangan ada pemerintah daerah yang kebablasan laut dikapling-kapling sehingga nanti nelayan tidak boleh menangkap ikan di daerah yang bukan wilayahnya masing-masing. Padahal ini masih di perairan Indonesia. Ikan itu tidak ada “KTP nya� kan? Itu akibat egoisme sektoral. Harusnya laut sebagai alat pemersatu.
Apa saran anda untuk menjadi seorang pelaut yang tangguh? Pertama kita harus bersyukur kita sebagai negara diberikan
Apa pengalaman paling tidak terlupakan selama melaut? Di laut itu sering kita termenung pada saat sehabis tugas jaga atau sehabis mandi kita merenung
tentang kebesaran Allah. Sebab, sejauh mata memandang itu semua garis horizontal, batasnya tidak ada lengkung bumi jadi kita merasa kecil sekali. Jadi kalau kita ambil positifnya saat itu kita merasa kebesaran Tuhan dan itu buah dari perenungan. Apa betul ada kesenjangan antara lulusan pelaut dan permintaan dunia kerja? Pelaut itu untuk saat ini masih booming kebutuhan.masih banyak sekali.makanya kita.masih kedodoran nih output di lapangan tidak berbanding dengan yang dikeluarkan oleh pendidikan. Jadi memang sekaranglah pelaut banyak tempat dengan hasil yang bagus. Lulusan STIP sekarang bisa dapat gaji US$2.500-US$3.500. Demikian juga dengan lulusan dari sekolah pelayaran lainnya. Seharusnya tidak perlu takut jadi pelaut karena mati di tempat tidur pun bisa. n Indarti
Maritim 17 JURNAL
Wawancara Tri Yuswoyo Curicculum Vitae Vitae Curicculum Nama : Drs. Tri Yuswoyo, MSc. M. Mar. Eng. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta 20 Oktober 1954 Jabatan Terakhir : Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Ditjen Hubla (Sejak 21 Juni 2013 – kini) Pengalaman Kerja : • Kepala Pusat Informasi (Intelijen), Hukum dan Kerja Sama Keamanan Laut, Bakorkamla 2006-2013 • Kasubdit Patroli dan Pengamanan KPLP 2004-2006 • Kepala Syahbandar Bitung 1995-1999 • Dosen AMI Bitung 1995-1999 • Kepala Pangkalan Armada PLP, Tanjung Priok 1992-1993 • Thome & Co (Norwegian Super Tanker Ship Company 1988-1989 • ESSO Singapore Service (USA Oil Tanker Ship) 1977-1981 Penghargaan: 1. Satya Lencana Karya Satya 10 Tahun dari Presiden RI 2. Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Pendidikan / Sekolah SMA Negeri VII – Jakarta Akademi Ilmu Pelayaran (AIP-RI) Jurusan Teknika Ahli Mesin Kapal (AMK)-B Singapore Polytechnic of Marine Engineering IKIP , Ujung Pandang ; Fakultas Pendidikan (AKTA IV) Ahli Mesin Kapal (AMK) – C ( S-2 ) Internatiomal Maritime Teachers Advance (IMTA) Den Helder , Belanda ( Post Graduate / Master Degree : Marine Automation – Engineering ) Master of Science of Management Economic & Human Resources – S2 IKIP, Manado : Sarjana Pendidikan ( SPd)
Tahun Lulus 1972 1977 1982 1983 1983 1986 1987 1998 1999
Kursus: • Lemhanas 2010 • Diklat PIM Tingkat I ( Spati ) 2008 • United States Coast Guard, International Maritime Officers Course, Virginia , USA 2004 • STCW 78 & Amandement 95 IMO Course, Singapore (Assesment, Examination and Certification of Seafarers) 2000 • Port State Control Course, Jepang 1996
18 Maritim JURNAL
Maritim 19 JURNAL
LAPORAN UTAMA
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Lika Liku Dunia Si Penentang Ombak Kisah kehidupan para penentang ombak ini tentunya tidak lepas dari suka duka, bahkan citra negatif yang kerap dilekatkan kepada mereka seperti kehidupan para pelaut erat dengan alkohol dan perempuan.
D
alam sebuah blog, pelaut Budiman membagi kisahnya beberapa tahun silam yang hampir menjemput maut saat bekerja menjadi operator radio (markonis) kapal perusahaan Jepang yang beroperasi di Samarinda, Kalimantan Timur. Berikut ia mendedahkan peristiwa itu. Pada pukul 4 dini hari, terjadi hal yang kami khawatirkan. Kapal diterjang ombak dan mulai miring serta bocor. Saat itu awak kapal sedang tertidur. Kami dibangunkan dan diperintahkan untuk ke sekoci. Kami mengirimkan tanda
20 Maritim JURNAL
bahaya (SOS) ke Taiwan tetapi tidak ditanggapi. Pada saat itu kami merasa panik, putus asa dan perasaan lain yang campur aduk. Sekoci terkatung-katung di Laut China Selatan. Dengan segenap kekuatan yang ada kami berusaha untuk selamat. Pada hari pertama kami bisa makan satu biskuit untuk dua orang. Seirit mungkin mereka menggunakan persediaan yang ada supaya bisa bertahan di lautan. Pada saat itu tiba-tiba ombak datang dan menghempaskan sekoci kami hingga terbaik. Ternyata salah satu awak kapal ada yang terjepit di sekoci dan meninggal. Saat itu kami sedih dan takut apakah kami akan seperti itu juga. Kami
harus menjalani hari-hari tanpa persediaan makanan dan minuman. . Memasuki hari kesepuluh, saat di mana kami sudah pasrah, mukjizat terjadi. Sebuah cahaya kecil terlihat di tengah malam. Ternyata itu adalah sebuah kapal nelayan Hong Kong yang sedang mencari ikan. Tetapi nelayan itu hanya menolong satu orang saja karena pada saat itu sedang zamannya pengungsi Vietnam yang lari melalui laut. Tetapi setelah dijelaskan oleh teman kami yang ditolong, maka akhirnya kami semua diselamatkan. Kisah kehidupan para penentang ombak ini tentunya tidak lepas dari suka duka, bahkan citra
FOTO: PRIBADI
negatif yang kerap dilekatkan kepada mereka seperti kehidupan para pelaut erat dengan alkohol dan perempuan. Jurnal Maritim mencoba mengajak melihat sisi lain para pelaut yang memiliki peran unik dalam perputaran roda ekonomi dunia ini. Mulai dari suka duka selama melaut sejak mereka menempuh pendidikan, meraih ijazah, praktik, mengurus izin dan menghadapi perusahaan hingga agen pelayaran dan apa sebenarnya yang memotivasi mereka untuk berlayar? Pada 1957, Presiden RI pertama, Soekarno, meresmikan Akademi Pelayaran Indonesia atau AIP (sekarang Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran/STIP) sebagai wadah pendidikan pelaut atau pelayaran secara akademis. Masa pendidikannya selama 3 tahun, sama dengan pendidikan akademi lainnya yang disetarakan dengan sarjana muda pada masa itu. Pendidikan dihabiskan selama 2 tahun di kampus atau asrama dan 1 tahun penuh melakukan praktik atau proyek laut di kapal-kapal niaga pelayaran samudera. Nyatanya hingga saat ini, untuk menjadi seorang pelaut, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi dengan pendidikan pelayaran di Indonesia yang masih dianggap jauh dari standar ideal. Banyak anggapan miring tentang sistem pendidikan kelautan di Indonesia, mulai dari mahalnya biaya pendidikan, campur tangan atau dominasi pemerintah yang masih kuat, sehingga pendidikan pelayaran swasta belum bisa berkembang dengan ideal, terlalu lamanya waktu pendidikan yang harus ditempuh para pelaut, sistem sertifikasi ijazah yang dianggap memberatkan
Captain Putu, nakhoda wanita Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai
secara birokrasi maupun finansial hingga kurang tersedianya tenaga pendidikan yang handal di bidang pelayaran. Seperti yang dialami Captain Putu, 38, seorang nakhoda wanita di Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) Kemenhub. Lulusan Universitas Surabaya ini mengaku setelah lulus kuliah D3 kepelautan pada 1998, dia harus menempuh berbagai proses updating sertifikasi dan juga memutakhirkan ijazahnya. “Saya kuliah D3 tahun 1998, ijazah D3 1998, lalu ujian pelaut untuk dapat SIB (Surat Izin Berlayar), selesai 1999 terus praktik laut (Prola) 1 tahun. Lalu membuat makalah dan dapat ijazah tahun 2001, ambil ANT 3 (ahli nautika) di PIP Semarang, lalu ANT 2 di STIP 9 bulan dan lulus belum lama. ANT 2 ini sistemnya paket dan biayanya sekitar 12, 5 juta. Itu harga tahun lalu. Jadi selesai D3 berlayar 2 tahun, pengalaman minimal 2 tahun untuk sekolah lagi ambil ANT 2. Saya sih tidak merasa ribet yah karena kalau dulu kurikulum masih enak, habis Prola kita tinggal ujian makalah. Kalau sekarang ujian dulu beberapa mata kuliah yang masih tertinggal, dulu ujian semua
mata kuliah selesai sebelum Prola. Sekarang ujian dulu 10 mata kuliah, sisanya ujian lagi setelah Prola.” Berbeda dengan yang dialami Putu, Andi Baso seorang mualim di kapal high speed carrier (HSC) mengaku tidak memiliki ijazah formal kepelautan namun hanya modal tekad saja sehingga bisa menjadi pelaut. “Saya lulusan SMA, terus ambil ANT Dasar, ambilnya di STIP tahun 2002, biayanya sekitar Rp1 juta-an. Saya merasa pendidikan formal sih penting untuk upgrade karena gajinya juga beda kalau sudah naik tingkat, tapi bisa lah kalau kita kumpulkan uang, sekolah lagi, kumpulin uang lagi. Jangan sampai sudah kakek-kakek masih jadi juru mudi.” Namun jenjang pendidikan seperti ini tidak dirasakan menyulitkan bagi Ridwan, taruna tingkat 3 Sekolah Pelayaran Menengah (SPM) Pembangunan Jaya Kelapa Gading ini. “Di SPM Jaya ini lamanya studi 4 tahun sama Prola, biaya masuk tahun 2011, angkatan saya sekitar Rp5 juta. Jadi ambil ijazah SMK, ujian kepelautan, Prola 1 tahun, lalu ujian pasca Prola lagi. Sejak tahun 2010 kemarin ujian adanya di BP2IP Tangerang, lamanya pembelajaran di sana kurang lebih 3 bulan baru ujian kepelautan, tempatnya di sana juga,” jelas Ridwan yang ketika ditemui berkepala cepak ala taruna itu. Menurut Ridwan, masalah cepat atau tidaknya tergantung para calon pelaut ini aktif atau tidak dalam menjalani Prola. Kebetulan, para alumni SPM cukup baik memberikan koneksi untuk memberi pengalaman atau peluang kerja bagi adik-adiknya. SPM Jaya adalah sekolah
Maritim 21 JURNAL
Lika Liku Dunia Si Penentang Ombak
FOTO: PRIBADI
“Sarjana saja banyak yang menganggur kalau pelaut kan minim jumlahnya banyak yang cari, stoknya kuranglah.”
pelayaran tingkat SMA/SMK satu-satunya di Indonesia yang lulusannya boleh langsung berlayar tanpa mengharuskan mengambil ijazah ANT/ATT 3 terlebih dahulu. Adapun, dari penuturan Putu, sertifikasi seperti ini untuk taruna agak memberatkan karena mereka belum memiliki penghasilan tetap. Urusan gadai menggadai hingga utang sana-sana terpaksa harus dilakukan taruna demi meraih sertifikat itu. Terkadang ada yang banting setir alih profesi di darat sampai memiliki tabungan cukup untuk menempuh sertifikasi itu. “Teman senior saya dulu yang sampai menggadaikan rumah untuk tebus sertifikat-sertifikat tapi kemudian dia ‘tewas’ sewaktu Prola. Itu belum berlayar. Tahun 2000 an itu saya habis sekitar Rp5 juta-Rp10 juta untuk 13 sertifikat. Itu padahal untuk taruna biasanya ada diskon sampai dengan 20% lo.” Jalan tidak selalu tertutup buat calon pelaut. Mualim Andi Basso misalnya dengan bermodal buku pelaut, ia nekat langsung berlayar. Urusan mengambil sertifikasi bisa dilakukan sambil mengumpulkan uang selama bekerja di kapal. Meskipun begitu mereka memandang pendidikan formal tetap diperlukan untuk para pelaut. Apalagi sekarang menurut Capt. Putu ijazah SMA atau yang biasa disebut para pelaut kaki lima tidak boleh mengambil ANT I hanya
22 Maritim JURNAL
Ridwan, taruna jurusan nautika SPM Pembangunan Jaya. mentok di ANT II, kalau mau ANT I harus punya ijazah S1 darat dulu. Keliling dunia gratis Berbagai alasan menjadi pelaut, dari mulai alasan klasik: gajinya besar dan bisa keliling dunia gratis hingga alasan yang tidak biasa seperti yang diungkapkan anggota KPLP Kemenhub Captain Handry Sulfian. “Ya, pertama menjadi pelaut biasanya rata-rata karena gajinya, kedua dari bajunya kelihatan tuh ada yang sesuai postur tubuh atau baju tugas,” ungkap lulusan Stimar AMI angkatan 1994 ini. Berbeda dengan rekannya, alasan Putu menjadi pelaut karena ingin mengikuti jejak ayahnya yang bekerja di ASDP Ferry. Sedangkan Andi memilih menjadi pelaut karena kuliahnya di Teknik Sipil Universitas Wijaya Karya Surabaya terbengkalai dan kemudian ada pihak yang menawarkannya untuk melaut. Sementara Ridwan memilih menjadi taruna laut karena merasa lapangan kerja di darat semakin sempit “Sarjana saja banyak yang menganggur kalau pelaut kan minim jumlahnya banyak yang cari, stoknya kuranglah,” ujar Ridwan, taruna jurusan nautika ini. Berbagai pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan mereka alami ketika melaut atau saat pendidikan pelaut. Putu mengenang betapa serunya saat ia dan teman satu angkatannya
ikut praktik kerja laut bersama TNI AL di atas kapal perang selama satu bulan. Sementara bagi Handry menjadi pelaut lebih banyak sukanya paling dukanya hanya jauh dari istri dan keluarga saja. “Karena sekarang saya di KPLP jadi suka semua tidak ada dukanya, dukanya harus membuat kita tegar. Saya suka juga sewaktu kuliah, paling tidak suka kalau disuruh bayar sertifikasi atau ujian-ujian saja he he…” Berbeda dengan keduanya, Andi ternyata mengalami banyak kepahitan selama menjadi juru mudi kapal domestik. “Suka dukanya, kalau lagi kena ombak, bekalnya habis di laut jadi hanya makan nasi putih tok. Saya sudah merasakan pungli, dibajak juga pernah, di Selat Bangka, Selat Malaka, Selat Berhala. Apalagi di tug boat jalannya lambat. Saya di Pontianak sempat dibajak pas lagi sandar, untung saja tidak diceburkan ke sungai.” Sementara Ridwan mengeluhkan beberapa hal di sistem pendidikan pelaut yang masih harus dibenahi. “Guru-gurunya harus ditambah, kebanyakan hanya pelaut wanita atau mereka yang sudah bosan jadi pelaut. Gurunya susah dicari dan juga ada pengalaman buruk beberapa senior yang ditipu oleh mereka yang berpura-pura sebagai alumni menawarkan mencari kapal saat Prola.” Dengan berbagai lika-likunya
pelaut Indonesia kerap dicap negatif, hal ini rupanya tidak ditampik oleh Andi Basso. “Ciri khas pelaut Indonesia, berbangga diri, oh saya pelaut, pulang kampung beli tanah, ya kalau yang uangnya dikumpulin kalau yang mampir tiap pelabuhan bisa kaya di laut sengsara di darat. Pria asal Bugis ini terus berceloteh soal perilaku pelaut di laut, “di tug boat, supply tanker, itu kan banyak uangnya, pelaut Indonesia gengsinya kan tinggi. Di tug boat-kan banyak uangnya itu dulu karena bisa jual minyak. Sekarang sudah dikasih point rack, perusahaannya pintar, nelayan sandar di kapal saja sudah ketahuan. Makanya saya sudah tidak niat lagi berlayar, sudah keenakan di darat, nanti anaknya jadi tidak kenal Bapaknya, dikira ini om siapa,� katanya Kapal pesiar Di tahun 2014, industri kapal pesiar diprediksi bakal tumbuh dan berkembang. Menurut Cruise Lines International Association (CLIA ), pada tahun 2014 ini akan ada peluncuran 16 kapal pesiar baru dan jumlah penumpang secara keseluruhan akan mencapai 21,7 juta orang. Angka ini naik 400.000 dari tahun sebelumnya. Insiden seperti tenggelamnya kapal Costa Concordia dan Carnival Splendor ternyata tidak mencegah orang untuk pergi berwisata di atas kapal pesiar. Ketika Anda bangun di pagi hari, anda sudah berada di wilayah negara lain. Dalam seminggu mungkin anda bisa mengunjungi tiga sampai lima negara berbeda, sambil jalan-jalan, menikmati alam, dan berbelanja. Tidak banyak orang yang bisa mendapatkan kesempatan
seperti ini. Meski banyak uang-pun, tidak semua orang memiliki waktu yang cukup untuk pergi berkeliling dunia. Semua hal diatas dapat di rasakan oleh Tarmidzi, 34, seorang crew kabin kapal pesiar Costa Corcordia. Sudah selama 6 tahun pekerjaan sebagai house keeping ia lakoni diatas kapal pesiar. Selama itu pula, hampir seluruh penjuru dunia sudah Ia jajaki, mulai dari menikmati summer di kutub utara, Alaska, sampai menjajaki Masjidil Aqsa di Jerussalem, Israel. Berbekal Ijazah SMK pelayaran, dan D2 akademi perhotelan, serta pengalamannya bekerja di hotel selama 8 tahun, Ia cukup beruntung mendapatkan kesempatan bekerja di atas kapal pesiar. Ia akui dahulu memang cukup sulit untuk mendapatkan kesempatan bekerja di Kapal pesiar. Selain karena faktor biaya yang tinggi, berbagai dokumen yang perlu disiapkan juga cukup menguras banyak waktu dan tenaga. Lewat Agen Lowongan kerja di atas kapal pesiar didapatkan Tarmidzi dapatkan melalui jalur agency. Mendapatkan info dari sesama kawannya di hotel, ia mencoba ikut mendaftar di salah satu agency di Jakarta. Sebelum di terima di agency tersebut, ia telah melalui dua proses interview, pertama dengan pihak agency dan kedua dengan pihak user dari Italia. Setelah lolos tahapan interview lanjut ke tahapan screening dan medical check up. Setelah dinyatakan lulus semua tahapan seleksi, baru para peserta menjalani berbagai program training yang di sediakan oleh pihak agency dan departemen
perhubungan. Untuk semua program training tersebut di fasilitasi oleh pihak agency. Semua biaya dari program training yang di ikuti dan pengurusan berbagai dokumen yang dipersyaratkan menjadi tanggungan dari para peserta. Salah satu hal yang menurutnya menjadi kendala utama seseorang untuk bekerja di kapal pesiar adalah faktor biaya. Tarmidzi sendiri harus merogoh kocek sebesar Rp15 juta sebagai deposit kepada pihak agency untuk keperluan biaya-biaya training dan pengurusan dokumen. Hanya saja menurutnya, keberadaan agency sebagai fasilitator sudah mempermudah baginya di dalam mengurus segala keperluan yang dipersyaratkan. Semenjak tahun 2007 keatas diakuinya, perkembangan agency sudah begitu pesat di Indonesia dan peraturan mengenai agency juga sudah diperketat. Berbeda dengan tahuntahun sebelumnya yang masih banyak terdapat agency-agency bodong. Menggiurkan Setelah melengkapi semua persyaratan, Tarmidzi mendapatkan kontrak pertama untuk kapal Pesiar Costa dari Italia yang start berlayar dari pelabuhan Roma, Italy pada tahun 2007. Kebetulan agency tempat Ia mendaftar memiliki kerja sama dengan perusahaan Italia tersebut. Biasanya, menurut Tarmidzi, kontrak bekerja di atas kapal berlangsung selama 8 bulan. Artinya selama masa kontrak itu, awak kapal full on board di atas kapal. Tiga sampai empat bulan sisanya bisa vacation di darat. Namun menurutnya, bisa saja bagi pekerja mendapatkan kontrak dua kali dalam setahun jika sedang
Maritim 23 JURNAL
Lika Liku Dunia Si Penentang Ombak
FOTO: PRIBADI
mengejar setoran. Untuk masalah pendapatan, pekerjaan di atas kapal pesiar sangat menggiurkan. Sebagai seorang house keeping, Tarmidzi mendapatkan gaji pokok sebesar US$1.024 per bulan (Rp11 juta), plus tunjangan per rute perjalanan (cruises) sebesar US$376 (Rp4 juta). Satu kali cruises rata-rata 7 hari, jadi dalam sebulan bisa sampai 4 kali cruises. Angka ini belum termasuk tips-tips yang didapatkan dari pengunjung hotel yang menurutnya jika ditotal bisa melebihi gaji yang diterimanya dalam sebulan. Makan para kru pun sudah disediakan operator kapal pesiar. Berarti dalam sebulan Tarmidzi sedikitnya bisa meraup pendapatan Rp27 juta-Rp30 juta! Stereotipe pelaut Indonesia Lingkungan kerja bagi pekerjapekerja Indonesia diatas kapal pesiar cukup kondusif. Menurut
24 Maritim JURNAL
Tarmidzi, tidak ada diskriminasi kesukuan yang menghambat proses bekerja. Hal ini karena sudah diatur didalam tata prosedur pekerjaan di atas kapal pesiar yang masingmasing pekerja sudah mendapatkan pelatihannya sebelum bekerja di atas kapal. Para pekerja Indonesia sendiri menurutnya lebih disukai oleh pihak perusahaan. Ini disebabkan oleh tipikal orang Indonesia yang dalam persepsi orang luar mudah berbaur dan cenderung menurut. Lain halnya dengan orang Filipina yang dikenal lebih banyak omong, namun kurang disiplin dalam bekerja. Begitupun orang India yang juga dikenal malas. Hal ini yang menyebabkan tenaga kerja Indonesia lebih disukai ketimbang tenaga kerja Negara lain. Hanya saja menurut Tarmidzi, dalam hal karier orang-orang Indonesia masih kalah bersaing dari negara lain.
Menurutnya, orang-orang Indonesia cenderung sudah merasa puas di area comfort zone, dan ada kecenderungan merasa malu untuk bersaing secara karier. Berbeda dengan orang-orang Filipina yang lebih berani yang akibatnya jabatan-jabatan untuk manager banyak dipegang olehnya. Ia pun berpesan kepada para generasi penerus putera puteri Indonesia untuk lebih berani menonjolkan skill-nya, karena menurutnya, orang-orang Indonesia secara IQ dan skill tidak kalah dengan dari negara lain. Untuk saat ini, tuturnya, peluang bekerja di atas kapal pesiar amat sangat banyak. Dan beberapa tahun belakangan, jumlah kapal pesiar di dunia pun sudah semakin meningkat. Kesempatan tidak datang dua kali, maka berlombalombalah mengambil peluang tersebut. Kapan lagi? n Indarti/Iqbal/Andri
DATA GAJI TKI 2014 ID TKI
NAMA TKI
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
GAJI TINGGI
A211300000752
LEONARD ANDRIES ONARELLY
Captain Sea
07/12/2013 00:00:00
Rupiah
109.440.000
A311300002605
OKY KRISNA HERMAWAN
Captain Sea
06/17/2013 00:00:00
Rupiah
85.120.000
A741300000712
PRIATNA KUSUMA
Captain Sea
09/23/2013 00:00:00
Rupiah
66.880.000
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
ID TKI
NAMA TKI
GAJI RENDAH
A731300002160
CHAIDIR
Captain Sea
08/12/2013 00:00:00
Rupiah
48.881.532
A731300003579
LEONARD WAEO
Captain Sea
12/06/2013 00:00:00
Rupiah
40.255.379
A111300000316
MUKHLIS ARAHIM.
Captain Sea
04/05/2013 00:00:00
Rupiah
27.381.200
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
ID TKI
NAMA TKI
GAJI TINGGI
A321300034974
JIZHAR NUGRAHA
Sailor
11/15/2013 00:00:00
Rupiah
79.040.000
A321300033585
DEDI CHANDRA
Sailor
11/04/2013 00:00:00
Rupiah
72.960.000
A331300002499
AZIS DWISUSANTO
Sailor
01/15/2013 00:00:00
Rupiah
69.312.0000
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
A311300004245
ID TKI
JONSON E. PARLINDUNGAN
NAMA TKI
Sailor
10/04/2013 00:00:00
Rupiah
267.520
A311300001800
RISWAN SUSATYO
Sailor
04/19/2013 00:00:00
Rupiah
243.200
A631300000475
SUKARBAN
Sailor
06/24/2013 00:00:00
Rupiah
231.040
ID TKI A311300004380
NAMA TKI ANHAR RIZKI M. ADJAR
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
Deck Hand
10/11/2013 00:00:00
Rupiah
GAJI RENDAH
GAJI TINGGI 63.779.200
A311300002864
YEREMIAS BRANI PUKAY
Deck Hand
07/03/2013 00:00:00
Rupiah
48.640.000
A321300001038
JERRY ISMANTO
Deck Hand
01/11/2013 00:00:00
Rupiah
36.480.000
ID TKI A321300018098
NAMA TKI
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
WASHINGTON TAMBA
Deck Hand
07/16/2013 00:00:00
Rupiah
GAJI RENDAH 1.824.000
A121300003611
SATRIA SEMBAYANG
Deck Hand
10/10/2013 00:00:00
Rupiah
984.960
A311300003856
MAIZAL
Deck Hand
09/11/2013 00:00:00
Rupiah
972.800
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
A361300003972
ID TKI
AGUS NURWAHYONO
NAMA TKI
Deck Officer
10/10/2013 00:00:00
Rupiah
54.720.000
A331300019079
TRI BUDIYANTO
Deck Officer
05/28/2013 00:00:00
Rupiah
48.640.000
A331300044724
CATUR MAULUD
Deck Officer
10/08/2013 00:00:00
Rupiah
44.384.000
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
ID TKI
NAMA TKI
GAJI TINGGI
GAJI RENDAH
A321300028397
SYAFRIADI BIN SARIDIN
Deck Officer
09/18/2013 00:00:00
Rupiah
3.757.440
A311300003519
ANWAR ERLAN
Deck Officer
08/27/2013 00:00:00
Rupiah
2.432.000
A321300014262
Y. V. SAMUEL PALALER
Deck Officer
06/13/2013 00:00:00
Rupiah
1.094.400
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
A331300056312
ID TKI
JEIS ARI FIRMANSYAH
NAMA TKI
Able Body Seaman
12/20/2013 00:00:00
Rupiah
10.000.000
A321300027034
DIDIN BIN KARNA
Able Body Seaman
09/09/2013 00:00:00
Rupiah
8.198.623
A351300030719
MOHAMAD AGUS SAFRISAL
Able Body Seaman
09/09/2013 00:00:00
Rupiah
6.955.353
ID TKI
NAMA TKI
GAJI TINGGI
JABATAN
TGL KARTU
MATA UANG
A321300012394
WAHYU PRIATNA
Able Body Seaman
05/22/2013 00:00:00
Rupiah
GAJI RENDAH 2.800.000
A321300018779
AHMADI.
Able Body Seaman
07/22/2013 00:00:00
Rupiah
2.660.000
A141300000207
MUHAMAD SURAJI
Able Body Seaman
03/25/2013 00:00:00
Rupiah
2.500.000
Sumber: bnp2tki
Maritim 25 JURNAL
LAPORAN UTAMA
S
Sekolah Pelaut Indonesia dari Masa ke Masa
ejarah pendidikan sekolah pelaut atau pelayaran di Indonesia pertama kali berdiri bernama Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) yang berada dibawah naungan Badan Diklat Perhubungan Republik Indonesia. Akademi Ilmu Pelayaran berdiri sejak tahun 1953 yang menyelenggarakan pendidikan menggunakan Program Diploma III (setara dengan BSc) dengan dua jurusan lainnya, Nautika dan Teknika (sertifikat kompetensi Klas III). Para taruna AIP menempuh pendidikan 3-4 tahun. Seperti dituturkan Adonis Radjab, dosen Akademi Maritim Pembangunan (AMP) Jakarta, pada 27 Februari 1957 AIP diresmikan oleh Presiden Pertama RI Ir Sukarno. Saat itu juga lembaga ini menjadi Akademi Pelayaran Pertama di Indonesia. Lokasi kampus berada di Jl. Gunung Sahari,
26 Maritim JURNAL
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Mangga Dua Ancol, Jakarta Utara. Pada tahun 1962 pemerintah RI menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat (King Point) untuk menggelar kelas khusus. Sejak pertama berdiri sekolah AIP telah memilki reputasi yang baik sebagai Pusat pendidikan Pelayaran sehingga pada tahun 1974 sampai dengan 1984 AIP berhasil menyelenggarakan pertukaran pelajar dengan negara sahabat seperti Tanzania, Malaysia dan Bangladesh. Pada tahun 1964 Akademi Ilmu Pelayaran Niaga dan Akademi Telekomunikasi dilebur menjadi Akademi Ilmu Pelayaran. sehingga AIP mendapat lisensi untuk melaksanakan 4 program studi: Nautika, Teknika, Ketatalaksanaan dan Kepelabuhanan (KTK) dan Elektronika & Telekomunikasi. Di tahun 1983 Akademi
Ilmu Pelayaran berubah nama menjadi Pendidikan dan Latihan Ahli Pelayaran (PLAP) dan diberikan lisensi untuk melaksanakan program Strata A, Strata B dan Strata C dengan 4 jurusan: Nautika, Teknika, Telekomunikasi Pelayaran dan Ketatalaksanaan dan Kepelabuhanan (KTK). Jenjang Strata A merupakan program 3 tahun yang setara dengan BSc dengan sertifikat kepelautan kelas 3, Strata B merupakan program 1 tahun untuk pelaut yang memiliki pengalaman berlayar 2 tahun setelah mengikuti pendidikan Starta A dan memiliki sertifikat kepelautan kelas 2 dan Strata C merupakan program pendidikan dengan sertifikat kepelautan kelas 1. Dua belas tahun kemudian, PLAP mendapatkan lisensi untuk menyelenggarakan Program DiplomaIV dengan 3 Jurusan: Nautika, Teknika
dan Ketatalaksanaan dan kepelabuhanan (KTK) yang setara dengan sarjana program kepelautan. Pada tahun 1998 PLAP ini diberi lisensi oleh pemerintah untuk menyelenggarakan Diklat Familiarization Training, Basic Safety Training, Proficiency in Survival Craft and Rescue Boat, Advance Fire Fighting, Tanker Familiarization, Oil Tanker, Liquified Gas Tanker, Chemical Tanker, GOC-GMDSS, Medical First Aid Training, Medical Care Training dan Radar /ARPA Training. Pendidikan ini adalah keterampilan tambahan wajib maupun khusus yang dibutuhkan perwira dan awak kapal. Dua tahun berikutnya, tepatnya Maret 2000 Pendidikan dan Latihan Ahli Pelayaran (PLAP) berubah status menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dengan struktur organisasi baru. Hal ini membuka kesempatan bagi STIP untuk menjawab tantangan melaksanakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sampai ke jenjang S2 (master) dan S3 (doktoral). Mulai April 2002 STIP menempati kampus baru di kawasan Marunda, Jakarta Utara. Pemerintah tidak hanya menggelar pendidikan di tingkat akademi dan sekolah tinggi namun juga setingkat sekolah menengah tingkat atas (SLTA). Jadi sebelum AIP didirikan sudah ada Sekolah Pelayaran Semarang (SPS) pada tahun 1951. Empat kemudian kemudian, SPS berubah nama menjadi
Sekolah Pelayaran Menengah (SPM). Oleh karena dunia pelayaran membutuhkan perwira-perwira kapal dengan grade yang lebih tinggi, maka pada tahun 1975 SPM berubah menjadi pendidikan perwira pelayaran besar (P3B). Selanjutnya pada tahun 1979 P3B berubah nama lagi menjadi Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran (BPLP) yang lama pendidikannya mencapai 3 tahun dan lulusannya diganjar gelar DIII. Lalu pada tahun 1995 BPLP kembali meningkatkan grade pendidikannya sehingga lama pendidikan menjadi meningkat menjadi 4 tahun dan memperoleh D4 atau setara S1. Barulah pada tahun 1999 berdasarkan Kep. Menhub 81 tahun 1999. BPLP berubah menjadi Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP). Adonis menjelaskan, ia sendiri mengkuti sosialisasi dari Standards of Training, Certification & Watchkeeping for Seafarers (STCW) amendemen 2010 Manila di kampus PIP, Semarang pada 22 Desember 2011. Isi dari STCW yang diterbitkan oleh International Maritime Organization (IMO) itu mengenai standar pendidikan pelayaran agar masyarakat maritim punya satu visi yaitu pelayaran dapat terselenggara dengan selamat, efisien, menjaga lautan bersih, dan bebas dari polusi. Untuk itu pemerintah Indonesia merespons positif dengan meratifikasi Peraturan Pemerintah No 60 tahun 1986 tentang Ratifikasi STCW
1978 yang nampaknya waktu itu belum berjalan dengan baik. Belakangan IMO juga mengamendemen STCW pada tahun 1995. Untuk itu pemerintah RI merespons dan meninjaklanjuti kebijakan IMO dengan mengadopsinya menjadi Surat Keputusan Bersama tiga Menteri, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan meningkatkan standar mutu kepelautan indonesia. Peraturan dari IMO juga menjelaskan nilai-nilai pelayaran bukan hanya bertumpu pada safety maupun lautan yang bebas polusi, tapi ada juga tambahan item dalam beberapa unit baru seperti security. Namun dalam STCW sendiri IMO terlihat peduli terhadap segi bisnis pelayaran dan juga efisiensi pelayaran. Untuk itu organisasi maritim international mengaharapkan pelayaran dapat terselenggara dengan aman, efisien, dan laut terbebas dari polusi. Untuk itu, Adonis berharap dengan adanya kebijakan IMO tentang STCW amendemen 2010 Manila, diharapkan pendidikan maritim di Indonesia dapat terus meningkat mutu pendidikannya sesuai standar internasional. Perlu diingat untuk mengimplementasikan substansi STCW 2010 secara penuh Indonesia memiliki dari Januari 2012 sampai tahun 2017. Oleh karena itu, mempersiapkan mutu SDM pelaut harus dipersiapkan secara matang dari sekarang. n Indarti
Maritim 27 JURNAL
FOTO: MENHAN
Kilas Maritim
Tank Amfibi, armada baru Korps Marinir TNI Angkatan Laut.
Pemerintah Rusia Serahkan 37 Tank Amfibi Sebanyak 37 tank amfibi BMP3F diserahkan pemerintah Rusia kepada Pemerintah Indonesia melalui Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Senin (27/1/2014). Upacara penyerahan dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro di area titik tinjau T12 Pusat Latihan Pertempuran (Puslatpur) Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Karang Tekok, Asem Bagus, Situbondo, Jawa Timur. Selain Menhan, turut hadir dalam penyerahan tersebut Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan KSAL Laksamana TNI Marsetio. Dubes Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia Djauhari Oratmangun Demikian pula Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq serta sejumlah pejabat lainnya. “Sebanyak 37 Unit Tank Amfibi BMP-3F plus 1 Unit Brem-L dimaksudkan guna menambah kekuatan TNI. Sebelumnya pada tahun 2012 lalu, kita juga telah menerima 17 Unit Tank dengan tipe yang sama yang telah ditempatkan di Resimen Kavaleri 1 sebanyak 7 Unit dan Resimen Kavaleri 2
28 Maritim JURNAL
sebanyak 10 Unit. Dengan penyerahan 37 Unit Tank BMP-3F plus 1 Unit Brem-L pada hari ini, maka 55 Unit hasil pengadaan Tank BMP3F telah kita terima seluruhnya.� ungkap Purnomo. Ia juga mengungkapkan pengadaan Tank BMP-3F tersebut, merupakan bagian dari program pembangunan kekuatan pertahanan untuk mewujudkan kekuatan pokok minimal (minimum essensial force), dan dalam rangka membangun kekuatan TNI AL menuju world class navy. Dalam rangka itu pada Renstra 2010-1014, pemerintah telah mencanangkan terpenuhinya satu Batalyon Tank Amphibi Marinir BMP-3F yang utuh di masingmasing Resimen Kavaleri Pasmar 1 Surabaya dan 2 Jakarta. Tank amfibi jenis BMP-35 (Boyevaya Mashina Pyekhota) adalah kendaraan tempur lapis baja yang mampu bermanuver di air dan darat. Ia punya kemampuan paling unggul di kelas peralatan tempur amfibi saat ini. Tank produksi Rusia itu dirancang untuk menghadapi pertempuran dengan senjata utama meriam canon kaliber 100 milimeter yang mampu menembak sampai
jarak 4 kilometer. Dengan berat 18 ton, panjang 7,14 meter, lebar 3,16 meter, dan tinggi 3,57 meter, tank ini mampu membawa tujuh pasukan dan tiga kru. Sistem persenjataan tank ini memadukan artileri, rudal, dan roket dengan kontrol otomatis,sehingga tembakan tetap akurat meski saat berenang. (IKA) Membandingkan Inaportnet dan Portevergladesnet Peluncuran perdana situs Inaportnet digelar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Kantor Pusat PT Pelindo II Rabu (22/1/2014). Inaportnet adalah portal elektronis yang terbuka dan netral untuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi layanan kepelabuhanan secara cepat, aman, dan mudah. Inaportnet terintegrasi dengan instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan, dan pelaku industri logistik untuk meningkatkan daya saing komunitas logistik Indonesia. Sementara pengguna Inaportnet adalah instansi pemerintah dan badan usaha pelabuhan serta pelaku industri logistik di Indonesia yang memanfaatkan jasa kepelabuhanan seperti shipping lines/agents, freight forwarder, CFS (Container Freigt Station), Custom Brokerage/ PPJK, importir dan eksportir, depo container, warehouse dan inland transportation. Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, menyampaikan optimisme pemerintah menurunkan biaya logistik hingga 10%, dengan penerapan Inaportnet. Setelah beberapa hari diluncurkan, laman www.inaportnet.com ternyata belum sebanding dengan
FOTO: KEMENHUB
Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, memukul gong pertanda resminya soft launching Inaportnet di Kantor Pusat PT Pelindo II, Rabu (22/1/2014)
Situs itu menampilkan kanalkanal yang amat mendukung proses logistik, administrasi maupun bisnis secara terintegrasi. Misalntya mereka menampilkan kategori ‘weather alerts’. Untuk kepentingan lancarnya pelayaran, analisis cuaca tentu saja menjadi hal signifikan. Bermacam kecelakaan kapal yang terjadi di Indonesia, dikarenakan pembacaan cuaca yang tidak tepat. Weather Alerts disajikan satu paket bersama Annual Report, Construction, Directory Governing Board, History, Location, Master/ Vision Plan, Port Administration, Security, Sister Seaports, dan Sta-
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
harapan banyak pihak. Terpampang vessel schedule di halaman depan dan beberapa fitur website yang tampaknya belum selesai dikerjakan. Jurnal Maritim coba membandingkan dengan www.porteverglades.net misalnya. Lebih dari 4.000 kapal bersandar di Port Everglades, pelabuhan kebanggaan warga Florida Amerika Serikat itu. Everglades adalah pelabuhan cruise tersibuk ketiga di dunia. Wajar kalau pelayanan informasi online terintegrasi juga menjadi kebutuhan primer untuk beroperasinya pelayanan logistik di pelabuhan.
Hanya sepuluh kapal dari sekitar 300 kapal Indonesia yang melayari rute internasional telah menerapkan LRIT. Pelayaran nasional Indonesia sangat abai terhadap aspek keselamatan.
tistics. Untuk kanal Cargo yang dilengkapi dengan kategori Bulk/Break Bulk, Containerized Cargo, Cranes & Services, Facilities, Petroleum, Shipping Lines, Tariff, dan Terminal Operators. Kategori pembeda Portevergladesnet dengan pelabuhan lain. Karena, Port Everglades menjadi pelabuhan favorit ketiga kapal pesiar, kategori Cruising bersanding dengan Airport, Arriving/Departing, Cruise FAQs, Cruise Guide, Cruise Lines, Parking, Security, Shore Excursions, dan transportation. Terakhir, dan ini sangat penting, Portevergladesnet memiliki kategori Expansion berisi desain dan aksi jangka panjang meningkatkan perekonomian dengan sudut pandang pelabuhan. So, bagaimana dengan Inaportnet? (JMOL) Tanpa LRIT, Kapal Indonesia Terancam Ditolak di Luar Negeri Pelayaran nasional Indonesia sangat abai terhadap aspek keselamatan, karena tidak menerapkan long-range identification and tracking of ships (LRIT). LRIT adalah sebuah sistem untuk mengidentifikasi dan melacak posisi kapal menggunakan satelit. Sistem ini bagian dari standar keselamatan pelayaran (SOLAS V/19-1) dan mendeteksi kapal secara dini. Selain itu, memonitor pergerakan kapal dan membantu operasi search and rescue (SAR). “Hanya sepuluh kapal dari sekitar 300 kapal Indonesia yang melayari rute internasional telah menerapkan LRIT. Sepuluh kapal itu bisa menerapkan skema LRIT karena sebelumnya berbendera asing atau reflagging. Ini berarti, kapal-kapal yang dibuat di dalam
Maritim 29 JURNAL
Kilas Maritim luarkan untuk memayungi penerapannya seperti UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Peraturan Menteri Perhubungan No 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran, dan Maklumat Pelayaran No 70/PHBL-13 tanggal 26 Agustus 2013. “Sudah ada satu kasus kapal Indonesia ditolak masuk dan bersandar di pelabuhan oleh otoritas Hongkong kendati mereka telah memperlihatkan dispensasi yang dikeluarkan Kemenhub,” pungkas Siswanto. (RO) Bisnis Offshore Menggeliat di Myanmar 2014 Myanmar tampaknya berbenah menyusul membaiknya kondisi politik negeri Seribu Pagoda dalam dua tahun terakhir ini. Dengan melakukan perubahan pada regulasi penanaman modal asing, Myanmar kini menjadi hotspot baru investasi di kawasan Asia Tenggara. Negeri dengan populasi sekitar 60 juta jiwa ini memiliki banyak sumber daya alam yang belum dieksplorasi secara optimal, namun infrastrukturnya buruk. Myanmar
FOTO: myanmar-oilgas.com
negeri belum ada yang menerapkan LRIT,” rilis The National Maritime Institute (Namarin), Rabu (29/1). Menurut Direktur Namarin, Siswanto Rusdi, penerapan LRIT tidak membuat bangkrut. Data yang dihimpun dari national data center, yakni perusahaan-perusahaan IT nasional yang ditunjuk oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai operator LRIT di Indonesia, rata-rata harga start-up berkisar US$ 1.000. Setelah itu berkisar US$ 500-600 per tahun. Dispensasi Kementerian Perhubungan untuk kapal Indonesia yang masih belum menerapkan skema LRIT ditolak rapat Dewan Penasihat International Mobile Satellite Organization (IMSO) di London, Inggris, pada 4-5 November 2013, dan berlaku sejak 1 Januari 2014. “Ancaman terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia yang melayari trayek luar negeri (oceangoing) kembali muncul,” jelas Siswanto. Namarin menilai antusiasme penerapan LRIT oleh pelayaran Indonesia tergolong rendah, meski skema ini sudah dikenalkan sejak 2009. Telah banyak aturan yang dike-
Block offshore Myanmar
30 Maritim JURNAL
jelas memerlukan investasi asing. Pada April 2013, Departemen Energi Myanmar sudah menawarkan 30 blok cadangan migas kepada investor asing, terdiri dari 11 blok offshore dan 19 blok deepwater offshore. Ini merupakan tender pertama yang terbuka bagi perusahaan migas internasional. Myanmar sadar, untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam, terutama cadangan minyak dan gas, diperlukan dukungan finansial, penguasaan teknologi, dan ketersediaan infrastruktur memadai. Selain itu, juga reformasi terhadap semua regulasi terkait demi terciptanya iklim usaha yang ramah investasi. Hal di atas mendorong penyelenggaraan Offshore Convention Myanmar 2014 pada 22-24 Januari 2014. Acara digelar Neoventure Connecting Business Minds kali kedua, bertempat di Trade Hotel, Yangon. Offshore Convention Myanmar 2014 dihadiri para pejabat penting negara tersebut, pimpinan perusahaan minyak nasional dan internasional, kontraktor, konsultan dan profesional di sektor migas. Forum bisnis ini menjadi ajang bertukar wawasan dan menjalin kontak bisnis untuk mendukung ambisi Myanmar mengembangkan potensi migasnya. Konvensi yang diselenggarakan selama tiga hari tersebut terdiri dari tiga sesi utama, yaitu Technical Workshop on Commercializing Deepwater Projects dan Partnering Forum pada hari pertama. Commercial Stream pada hari kedua, dan sesi Technical Stream menjadi penutup konvensi migas lepas pantai terbesar di Myarmar tersebut. (RO)
Maritim 31 JURNAL
PROFIL FOTO-FOTO: JURNAL MARITIM/REZA
Hariman Siregar
Orang Indonesia Lebih Suka Berenang di Kolam Renang “....Kepada tukang becak, mari abang-abang, kita bergerak bersama untuk membuka kesempatan kerja. Kepada para penganggur yang puluhan juta, yang berada di desa-desa dan kota-kota untuk bergerak untuk kesejahteraan sosial; kepada warga negara Indonesia yang bekerja untuk perusahaan asing, mari kita bergerak untuk menuntut persamaan hak dengan karyawankaryawan asing, mari kita bergerak untuk menuntut persamaan hak dengan karyawan-karyawan asing...� 32 Maritim JURNAL
D
ua paragraf “Pidato Pernyataan diri Mahasiswa” di atas keluar dari mulut seorang Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) I Hariman Siregar pada malam pergantian tahun 19731974 yang disampaikan di halaman kampus UI Salemba. Isi pidato yang mengubah 180 derajat perjalanan hidupnya tersebut kelak dituding sebagai seruan untuk gerakan makar terhadap pemerintah. Bagian akhir pidato yang ditunjukkan kepada masyarakat umum tersebut dihubungkan dengan fakta lain yang terjadi di lapangan. Beberapa hari kemudian meletus kerusuhan hebat yang tadinya berawal dari demonstrasi mahasiswa dan pemuda lalu melibatkan masyarakat luas. Chaos ini terjadi di sebagian wilayah Jakarta utamanya di daerah Senen Jakarta Pusat. Belakangan peristiwan ini dikenal sebagai ”Malapetaka Lima Belas Januari (Malari)”. Pemerintah Orde Baru menuding Hariman berbuat makar alias hendak menggulingkan pemerintah yang sah. Ia bersama sejumlah aktivis mahasiswa, dosen, politikus dari berbagai kota lalu dijebloskan ke penjara selama enam tahun. Ya peristiwa fenomenal yang mengguncang politik nasional itu sudah berlalu 41 tahun silam. Namun saat kami bertemu Hariman akhir Januari silam, energi yang dipancarkannya sebagai aktivis masih kuat. Bicaranya masih meledak-ledak, tanpa basa-basi, suka mengumpat, dan kadangkadang bersikap tengil. Tak sungkan ia menggunakan bahasa gaul, lu dan gue. Obrolan kami diawali di
ruang kerjanya di Poliklinik Baruna Cikini, Jakarta Pusat. Lalu diakhiri santap siang di sebuah restoran timur tengah yang tak jauh dari klinik tersebut. Di restoran itu, dengan iseng ia menyapa beberapa tamu keturunan Arab, padahal enggak kenal juga. ”Assalamualaikum...,” ujarnya sambil tersenyum geli. ”Begitu dong, kita harus berani sama siapa saja...,” ujar Hariman yang sejak kecil, mahasiswa hingga memang dikenal suka adu otot. Poliklinik yang berafiliasi dengan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) ini telah beroperasi sejak tahun 1989. Ini merupakan usaha pelayanan sosial sekaligus bisnis lulusan fakultas kedokter UI itu. Siapa nyana, ia dari aktivis politik kemudian bergelut intim dengan dunia kelautan. “Klinik ini berdiri tahun 1989, saat itu pelayanan kesehatan di Indonesia masih sangat sederhana, cuma ada RS dan Puskesmas saja. Cita-cita kami bikin pelayanan satu atap ada diagnose yang ditegakkan. Saat itu klinik ini masuk klinik modern karena ada rontgen dan diagnose lengkap, pemecah batu ginjal pertama pula di Indonesia tapi kalau sekarang ini tidak ada apa-apanya dibanding yang sekarang ada di sekitar sini,” ungkap Hariman. Di era 1980-an dan awal 1990-an, klinik Baruna boleh dianggap wah, namun sekarang klinik bagi para pelaut sudah ada di mana-mana. Sekarang sudah ada klinik serupa di Tanjung Priok Jakarta maupun Bali. Klinik bahkan diresmikan oleh Menteri Kesehatan Adhyatma dan alm Dirjen Perhubungan Laut Junus Effendy Habibie. Sejumlah pejabat luar negeri juga pernah mampir
ke klinik ini seperti Menteri Perhubungan Belanda dan Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda yang juga Ketua IGGI, JP Pronk. Menurut pria kelahiran Padang Sidempuan 1 Mei 1950 ini, ihwal terbentuk sejarah Poliklinik Baruna bukan hanya untuk memfasilitasi pelaut anggota KPI tapi justru KPI malah terbentuk karena keberadaan Baruna. Kebugaran pelaut adalah syarat mutlak bagi yang ingin berlayar seperti yang diatur oleh Organisasi Maritim Internasional (IMO). “Pelaut ini punya sejarah panjang di dunia, jadi kalau kamu kerja di kapal mereka kamu langsung didaftarkan jadi member mereka dan diproteksi. Tidak ada pemotongan seperti TKI/TKW, malah mereka akan dapat jatah yang akan dikirim ke trade union (serikat pelaut) kamu di sini. Karena mereka berasumsi di Indonesia ini juga ada trade union sebagai counterpart seafarer union,” jelas Hariman. Serikat pelaut itu bisa memaksa pemilik kapal membayar semacam uang jaminan kesejahteraan pelaut lantas dana itu didistribusikan ke semua anggota serikat atau organisasi pelaut. Untuk itu, serikat pelaut internasional itu akan memberikan persyaratan ketat kalau Indonesia tidak memiliki organisasi pelaut maka dana itu tidak bisa digulirkan. Sementara, di negara lain, dana itu dimanfaatkan untuk kesejahteraan pelaut dan keluarganya. Mereka bisa mengelola klinik kesehatan, perusahaan taksi, dan sebagainya. “Itu dana yang sangat besar dan perlu dikelola oleh seafarer union kita disini, salah satunya dengan membentuk Poliklinik Baruna ini, maka setelah klinik berdiri barulah KPI dibentuk.”
Maritim 33 JURNAL
Hariman Siregar
“Sebenarnya sekarang berpaling ke kalian anak muda, selama kita merasa diri kita bukan negara laut selama itu pula kita tidak akan maju sebagai negara maritim.” Meski sudah 25 tahun berdiri, Hariman juga mengakui Poliklinik Baruna sulit berkembang. Pasalnya, klinik ini memang dulu orientasinya non-profit dan hanya sebagai klinik rujukan bagi para pelaut anggota KPI. Adapun, sekarang klinik ini lebih banyak sudah melayani kalangan umum saja. “Yah mungkin kita tidak bisa berkembang karena orientasinya bukan bisnis. Dokter seperti saya dan teman teman saya yang idealis dulu kan umur 40 tahunan. Kami baru lulus spesialis sedang semangat- semangatnya. Saya pikirannya kalau bikin klinik itu harus one stop service . Maka aya kumpulkan teman saya spesialis yang pintar-pintar. Saya minta mereka mendedikasikan waktu 4-5 jam dalam seminggu. Nah dalah perjalanan banyak yang berubah, dunia pelaut berubah, KPI juga berubah. Dokter-dokter lama sekarang sudah banyak yang meninggal kalau dokter muda sekarang bagaimana kita mau
34 Maritim JURNAL
jelaskan kalau mereka cuma dibayar Rp10 ribu per pasien misalnya. Berbeda kalau dokter-dokter yang dulu kan memang rata-rata sudah settled.” Kendati mengakui Baruna, bukan berorientasi bisnis murni, Hariman masih ingin mengembangkan klinik ini ke depannya dengan melakukan renovasi dan juga mengubah spesialisasi Poliklinik Baruna.“Sekarang kita mau bikin klinik apa? Saya panggilin temanteman saya yang senior-senior tua, mereka anjurin bikin klinik stroke tapi itu juga alat-alatnya mahal, kalau tidak fisiotherapy. Tapi itu juga tidak gampang harus ada ahlinya, kalau dapat yang ahli baru lo bisa sembuh.” Staf khusus Selain dikenal sebagai seorang aktivis politik dan penggerak massa, Hariman juga dikenal dekat dengan almarhum Junus Effendy Habibie, adik kandung mantan Presiden RI BJ Habibie. JE Habibie atau akrab disapa Fanny ini pernah menjabat sebagai Dirjen Perhubungan Laut di era pemerintahan Presiden Soeharto. Sebagai staf khusus Fanny di Ditjen Perla, Hariman juga memperhatikan berbagai problematika di bidang maritim. Problem tersebut, menurutnya sampai sekarang belum juga teratasi seperti definisi ruang lingkup maritim yang masih absurd dan juga tentang tumpang tindih kewenangan berbagai lembaga di laut. “Tumpang tindih kewenangan di laut sebenarnya cukup diatasi saja kan ada asas lex spesialis tapi yang paling penting sebenarnya saya dari awal masih confused
dengan ide yang disebut maritim dengan pengertian hubla sampai sekarang. Dulu Fanny Habibie coba bikin, begitu pula Habibie Centre tapi sampai sekarang saya belum lihat ada produk hukum yang benar tentang apa itu maritim. Sebagai satu konsep saja kan tidak jelas jadinya, kalau cuma yang diomongin transportasi kapal laut ya cuma kecil saja dong scopenya,” ujar Hariman. Salah satu pendiri lembaga Indonesian Democracy Monitor (Indemo) ini juga menyayangkan kusut masainya sistem logistik nasional dan juga perebutan lahan shipowner. Menurutnya situasi itu cenderung mendorong terjadi dominasi kepemilikan kapal pada kelompok tertentu saja. Selama menjadi staf khusus Dirjen Perla, Hariman juga mempelajari soal trunk and liners. Menurut dia, untuk mengalahkan dominasi pelabuhan Singapura, seharusnya pemerintah menentukan pusat pengumpulan barang logistik di lokasi yang strategis. Seperti di Batam atau Sabang, wilayah itu sebagai trunk sebagai pusat masuknya kapal yang membawa kargo-kargo besar. Dari satu barulah diatur liners dengan menggunakan kapal-kapal kecil ke pelabuhan daerah hingga pedalaman lewat sungai-sungai. Misalkan, kapal kargo dari Batam membawa barang ke Surabaya, namun dari Surabaya tidak perlu ke Makassar lagi. Soal ini mesti dibuat dalam satu sistem logistik nasional. Ia mengingatkan sebenarnya dulu sudah dibuat Terminal Container di Priok dan Cilincing namun belakangan diambil oleh Hutchinson atau sekarang namanya Jakarta International Container Terminal (JICT) . “Akhirnya kita
Hariman bersama para sahabat, Daniel Dhakidae, Djoko Santoso, Adnan Buyung Nasution, dan Rahman Tolleng.
ini cuma dapat dari pengelolaan. Itu cuma dapat uang dari tenaga buruh, sewa tanah kita, kan sayang?” Hariman juga memperhatikan tentang bagaimana strategi geopolitik agar Indonesia menjadi negara maritim yang tangguh. “Pesisirnya kita buka, tengah kita kosongkan seperti Jepang. Mereka wilayah tengah mereka lindungi pesisirnya mereka buka. Kalau kita kan terbalik, laut kita tinggalkan tengah kita huni. Jadi kelemahan kita dari dulu ya semakin ke dalam bukan ke luar, ke laut, strukturnya harus dibuka dong dari sekarang. Dikatakan, Selat Malaka juga harus difungsikan agar menjadi keuntungan buat Indonesia. Amerika Serikat dan Jepang mau berinvestasi di sana karena bagi Malaka adalah kawasan penting karena hampir semua armada kapal
dagang mereka lewat di sana. “Berbeda kalau di Selat Sunda itu kan laut yang dalam sekali. Kadang saya juga bingung, bohong banget kalau bisa dibuat jembatan, bisa sih tapi 2 km ke atas kayaknya tidak mungkin hanya khayalan. Saya yakin proyek itu batal,” tukas dia saat ditanyakan mengenai manfaat Jembatan Selat Sunda. Ia mengaku heran sebagai negara maritim terbesar di dunia seharusnya Indonesia seharusnya jauh lebih maju dari kondisi sekarang. Ibaratnya, orang Austria yang tidak memiliki sampai harus mengejar mencari pantai agar bisa berenang sampai mengeksplorasi kekayaan alam negara lain yang mempunyai kawasan pantai. Tapi, orang Indonesia justru lebih senang berenang di kolam renang. “Sebenarnya sekarang berpaling
ke kalian anak muda, selama kita merasa diri kita bukan negara laut selama itu pula kita tidak akan maju sebagai negara maritim.” Itulah sosok Hariman Siregar yang memang tidak pernah berubah. Sebab, memang tidak mudah untuk bersikap konsisten dengan prinsip idealisme di tengah pasang surut percaturan politik nasional. Setidaknya, Hariman sudah mengungkapkan visinya soal berdaulat di laut. n Indarti/Wisnubroto
“Akhirnya kita ini cuma dapat dari pengelolaan. Itu cuma dapat uang dari tenaga buruh, sewa tanah kita, kan sayang?”
Maritim 35 JURNAL
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
KElautan
Mengintip Prospek Industri Perikanan 2014 Pengembangan perikanan sangat penting di Indonesia mengingat potensi kelautan dan perikanan di Indonesia yang sangat luar biasa. Anugerah ini mesti dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan bangsa.
“S
ektor kelautan dan perikanan semakin memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan pangan dan mendorong perekonomian Indonesia pada saat ini dan masa yang akan datang. Industrialisasi perikanan akan mendorong produktivitas dan nilai tambah produk perikanan semakin terus meningkat. Pendekatan Blue Economy juga akan mendorong pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi,” ujar Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan saat sosialisasi konsep Blue Economy melalui buku “Our Blue Economy: An Odyssey to Prosperity” di Forum APEC Bali 2013 pada Oktober 2013. Menggenjot industri usaha perikanan mulai dari penangkapan,
36 Maritim JURNAL
budidaya, pengolahan hingga pemasaran lokal maupun ekspor menjadi prospek yang baik bagi masyarakat. Tak lupa, pengelolaan industri perikanan perlu ditunjang dengan kemajuan serta kecanggihan ilmu dan teknologi. Sebelum lebih lanjut membahas industrialisasi perikanan, mari ditinjau lebih dulu bagaimana hasil kerja KKP selama tahun 2013 dan seperti apa target untuk tahun 2014 ini? Refleksi 2013 dan Outlook 2014 Dalam acara pertemuan “Chief Editors Meeting” pada Rabu, 8 Januari 2014 sebagai pembahasan atau pemaparan Refleksi 2013 dan Outlook 2014 yang digelar KKP ini disampaikan pencapaian program kerja KKP selama tahun 2013 dan prospek di tahun 2014. Dari sembilan indikator capaian indikator kinerja utama tahun 2013, tercatat terdapat enam indikator pencapaian yang berkaiatan
dengan perikanan, di antaranya pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan (% per tahun), produksi kelautan dan perikanan (juta ton) yang dibagi menjadi perikanan tangkap dan perikanan budaya, nilai tukar nelayan atau pembudidaya ikan, tingkat konsumsi ikan dalam negeri (kilogram/kapita/tahun), dan nilai ekspor hasil perikanan (US$ miliar). Menurut data dan grafik yang dipaparkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo bahwa laju pertumbuhan PDB nasional tahun 2013 dalam hitungan triwulan III sebesar 5,82% yang terbagi menjadi dua yaitu perikanan dan pertanian. Untuk pertumbuhan PDB perikanan sendiri mencapai lebih besar yaitu sebesar 6,45% sementara sisanya berupa PDB pertanian. Dengan kata lain, PDB perikanan tumbuh di atas ratarata, dari target 7% di tahun 2013
JURNAL MARITIM/TINU
Sharif Cicip Sutardjo Menteri Kelautan dan Perikanan dalam acara Chief Editors Meeting di Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu (8/1/2014)
ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan target produksi ikan pada 2014 sebesar 20,05 juta ton. Terdiri dari perikanan tangkap sebesar 6,08 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 13,97 juta ton. Selain itu, tingkat konsumsi ikan tahun 2010 hingga 2013 naik sebesar 5,33 persen per tahun. Menurut kesimpulan dan analisis KKP penyebab peningkatan konsumsi dikarenakan adanya Gerakan memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN). Dari grafik yang dirilis KKP menunjukkan setiap tahunnya konsumsi ikan selalu naik. Mulai dari tahun 2010 pencapaian sebesar 30,48 kg per kapita per tahun, dilanjutkan tahun 2011 mencapai 32,25 kg per kapita per tahun. Tahun 2012 sebesar 33,89 kg per kapita per tahun, dan data terakhir tahun 2013 memperlihatkan angka 35,62 kg per kapita per tahun. “Semakin meningkatnya konsumsi per kapita per tahun maka Indonesia tidak perlu mengimpor lagi. Selama empat tahun Indonesia hanya impor sekitar 10% atau sekitar US$470 juta dari US$4,16 miliar,” tukas Sharif. Pencapaian nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan juga dinilai lebih baik dari nilai tukar petani.
Saat ini nelayan sudah memiliki daya beli lebih tinggi dibandingkan kalangan petani. Satu hal, tahun 2013 nilai ekspor hasil perikanan Indonesia tidak memenuhi target. Indonesia hanya mampu mengekspor US$4,16 miliar (Rp42 triliun). Produk ekspor terbesar masih didominasi komoditas udang. Semestinya, Indonesia mampu mengekspor hasil perikanan sebesar US$4,5 miliar (Rp46 triliun). Sejumlah hal menghambat pertumbuhan ekspor seperti kasus penolakan ekspor, semakin ketatnya persyaratan ekspor, embargo oleh Rusia, serta kualitas pencatatan data ekspor baik dari segi daerah perbatasan maupun fluktuasi harga. Adapun
FOTO: RISET
telah terealisasi sebesar 6,45%. Secara persentase keseluruhan tercapai 93%. Terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu dari Rp 42,8 triliun menjadi Rp45,4 triliun. Dari indikator pertumbuhan PDB perikanan tahun 2014 ini, KKP menargetkan sebesar 7,25%. Tentunya tahun ini akan ditingkatkan kembali. “KKP juga akan meningkatkan produksi tahun 2014 pun ditargetkan mencapai 27 persen. Tidak ketinggalan peningkatan konsumsi untuk masyarakat sebesar 37 kilogram per kapita per tahun,” ujar mantan Ketua Komite Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Telematika Perposan dan Media Massa ini. Mengacu pada data BPS (Badan Pusat Statistik) yang disampaikan KKP, untuk produksi perikanan budidaya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan produksi perikanan tangkap. Dari rekapitulasi tahun 2013, pencapaian total produksi perikanan sebesar 19,56 juta ton yang terdiri dari perikanan tangkap 5,86 juta ton dan perikanan budidaya (ikan/udang) sebanyak 13,70 juta ton. Wakil Ketua Umum DPP Golkar ini pun mengatakan, produksi perikanan meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 26,2%. Tahun
Yugi Prayanto, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kelautan dan Perikanan
Maritim 37 JURNAL
FOTO: RISET
KElautan
target tahun, KKP mencanangkan nilai ekspor US$4,4 miliar (Rp45 triliun). Industrialisasi Perikanan Rapor yang lumayan dari KKP itu, apakah tergambar di daerah? KKP memaparkan saat ini terdapat pusat-pusat pertumbuhan industrialisasi perikanan tangkap yang terdiri dari enam lokasi Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC) dan lima lokasi udang dan pelagis kecil. Titik pertumbuhan TTC berada di PPS Belawan, PPN Sibolga, PPP Tamperan, PPP Sorong, PPN Tual, dan PPN Merauke. Sementara titik pertumbuhan udang dan pelagis kecil berada di PPS Bungus, PPS NZ Jakarta, PPN Pelabuhan Ratu, PPN Bitung, dan PPN Ambon. KKP mengklaim telah berhasil mencapai peningkatan dalam produksi udang di tujuh provinsi lokasi revitalisasi tambak (Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan). Dalam periode 2011 hingga 2013, rata-rata meningkat 23,74% per tahun dari 226,69 ribu ton menjadi 345,96 ribu ton. Produksi udang tertinggi 2013 terletak di Jawa Barat dengan angka 95,245 ribu ton. Untuk menggenjot industrialisasi perikanan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bekerjasama dengan KKP dalam pemberdayaan pelaku usaha lokal
38 Maritim JURNAL
“Saya menduga peningkatan ekspor tahun 2013 tidak mencapai sebesar itu, tercatat data terakhir bulan Juni 2013 ekspor ikan belum mencapai angka US$2 miliar.� Alan F Koropitan, COMT melalui pengembangan bisnis dan investasi di sektor perikanan dan kelautan. Ini potensi amat besar karena berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekonomis sektor ini telah mencapai Rp255 triliun. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto saat menggelar Press Conference di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (15/1/2014). Meningkatkan pemberdayaan pelaku usaha lokal dengan memberikan peluang usaha, motivasi dalam menghadapi kesulitan untuk berusaha, dan menerapkan peraturan apa saja sebagai upaya mempermudah perusahaan di Indonesia untuk berinvestasi. Kendala utama yang dialami pelaku usaha yaitu modal, maka Kadin akan semakin tingkatkan pelaku usaha baru. Salah satunya dengan memfasilitasi melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility) yang masih dapat dioptimalkan sehingga bukan hanya ke perbankan. Keduanya akan terus mengembangkan berbagai kerja sama. Tidak terkecuali dalam upaya meningkatkan perikanan tangkap dan budidaya guna menekan importasi serta mendorong volume ekspor komoditas unggulan lokal seperti ikan kerapu, bawal bintang, dan kakap putih. Ketiganya merupakan komoditas ekspor yang
diminati pasar luar negeri yang bisa dikembangkan dengan budidaya laut Keramba Jaring Apung (KPA). “Namun selain itu, Kadin dan KKP juga sedang membudidayakan komoditas udang vaname di beberapa provinsi, salah satunya Karawang Jawa Barat. Kami berkonsentrasi mempromosikan investasi di daerah tersebut karena udang merupakan komoditas dengan hasil yang cepat dan menarik. Sementara, budidaya perikanan di Batam lebih kepada komoditas ikan kerapu dan bawal bintang, karena secara teknis, daya tahan hidup kedua ikan tersebut lebih tinggi,� jelas Yugi. Melihat potensi kelautan dan perikanan begitu besar namun belum optimal maka dari itu untuk koperasi, Kadin akan investasi sampai Rp100 miliar. Secara investasi ini sangat menarik karena 1,5 kali panen saja sudah bisa kembali modal. Seperti udang per empat bulat sudah panen sehingga sangat menjanjikan. Lain halnya dengan bawal bintang yang lebih banyak dibudidayakan di Kepulauan Seribu karena 90% lokasinya berada di laut dan keramba. Investasinya mencapai Rp5 miliar. Yugi menegaskan penataan ruang usaha mengenai perikanan budidaya dan perikanan tangkap akan dilakukan antara kadin Indonesia dengan kadin daerah. Dalam hal ini, sudah mengajak
Jauh Lebih Besar Data hasil kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut mendapat respons dari Center for Oceanography and Marine Technology (COMT) dan KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan). Menurut mereka, pencapaian target KKP selama 2013 khususnya pada industri perikanan sebenarnya tidak sesuai realita yang ada dan terlalu berlebihan. Dalam data sebelumnya yang dipublikasikan oleh KKP telah disebutkan Indonesia mampu mengekspor produk perikanan senilai US$4,16 miliar. Namun data tersebut dibantah oleh Alan F Koropitan, Direktur Center for Oceanography and Marine Technology (COMT), Surya University, Serpong. “Saya menduga peningkatan ekspor tahun 2013 tidak mencapai sebesar itu, tercatat data terakhir bulan Juni 2013 ekspor ikan belum mencapai angka US$2 miliar,” ungkap Alan dalam acara Refleksi 2013 dan Proyeksi 2014 yang digelar KIARA. Hal yang sama ditegaskan Abdul Halim, Sekjen KIARA. Ia mengatakan KKP menempatkan kenaikan produksi sebagai prestasi.
JURNAL MARITIM/IQBAL
koperasi Kadin Perikanan dan Kelautan Indonesia untuk merapat di daerah. Menurut Yugi, Kadin membutuhkan investasi sebesar Rp500 juta per hektare untuk budidaya komoditas udang vaname. “Sebagai tahap awal budidaya secara nominal sebesar Rp10 miliar hingga Rp20 miliar. Nantinya, pelaku usaha akan berkontribusi dalam pengadaan pembiayaan, pembibitan dan infrastruktur pendukung.”
Abdul Halim, Sekjen KIARA
Padahal, Indonesia dengan wilayah lautan seluas 70% peningkatan produksi adalah hal yang lumrah seiring dengan dukungan anggaran yang terus meningkat. Melihat kondisi cuaca buruk pada musim barat yang berlangsung dari Oktober sudah pasti produksi ikan merosot tajam karena nelayan banyak yang tidak melaut sehingga ekspor pun otomatis menurun. Maka justru imporlah yang menguasai pasar Indonesia. Pusat Data dan Informasi KIARA (Oktober 2013) justru mencatat volume impor ikan meningkat drastis hingga 64% dalam 9 tahun terakhir mulai dari 2004 hingga 2012, terutama pada tahun 2012 sebesar US$1,08 juta (Rp10 miliar). Diyakini KIARA, tahun 2013 pun sama, bukan penurunan namun peningkatan volume impor produk perikanan. Lebih jauh, Alan mengatakan dari data yang dikeluarkan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Kementerian Perdagangan Amerika, pada bulan November 2013 mencatat nilai impor perikanan Amerika sebesar US$1,3 miliar (Rp14 triliun). Selain itu, dari
sumber FAO (Food and Agriculture Organization) 2012 membuktikan Indonesia tidak masuk top ten exporter, walaupun masuk urutan tiga untuk kategori produksi tangkap dan urutan empat produksi budidaya. Sementara untuk potensi perikanan, dari hasil kajian COMTSU (2013) menyatakan dari 2003 hingga 2012, terlihat potensi perikanan pelagis (tidak termasuk tuna yang sifatnya migratori) menurun setiap tahun. Pada 2003 diperoleh potensi perikanan pelagis Indonesia 8,65 juta ton, tahun 2008 turun menjadi 8,49 juta ton dan tahun 2012 turun lagi mencapai 7,71 juta ton. Khusus untuk perikanan tuna, potensi di Wilayah Pengelolaan Perikanan-WPP 717 (utara Papua) masih sangat sedikit pemanfaatannya pada tahun 2010 sekitar 50 ribu ton yang ditangkap, sementara stok yang tersedia sekitar 2 juta ton. Proyeksi ke depan persoalan produksi perikanan, Alan mengatakan industri perikanan tangkap dapat menghasilkan Rp30 triliun per tahun, jika dilakukan upaya peningkatan nilai tambah sekitar 5 sampai 10 kali, maka sanggup menghasilkan Rp150 triliun –Rp 300 triliun per tahun. “Itu sudah setara APBN dan jika dipacu peningkatan nilai tambah maka dapat mencapai 7 hingga 10 kali APBN,” tuturnya. Ia mengatakan upaya perbaikan yang perlu dilakukan terkait dengan produksi perikanan yaitu pencegahan IUU Fishing, pengembangan kluster perikanan di Indonesia timur dengan komoditas utama Tuna (sebagai prime mover), serta kluster budidaya laut di beberapa lokasi. n Tinu/Iqbal
Maritim 39 JURNAL
KElautan
JURNAL MARITIM/TINU
Agenda Obral Pulau Lewat UU Pesisir? Pengembangan perikanan sangat penting di Indonesia mengingat potensi kelautan dan perikanan di Indonesia yang sangat luar biasa. Anugerah ini mesti dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan bangsa.
P
ada Desember silam, sejumlah aksi penolakan dari elemen nelayan, LSM, dan mahasiswa tidak menyurutkan langkah anggota DPR untuk tetap mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). Tepatnya, 18 Desember 2013, Rapat Paripurna DPR-RI akhirnya memutuskan pengesahan revisi UU Pesisir walaupun menuai kontra dari sejumlah LSM dan nelayan. Selama pembahasan materi UU hingga keputusan terkait revisi tersebut menimbulkan polemik dan pertentangan besar antara pemerintah dengan elemen masyarakat nelayan dan pesisir. Selain mereka, sejumlah LSM, aktivis yang mengadvokasi isu pelestarian pesisir dan pemberdayaan nelayan turut mengkritisi draf revisi UU Pesisir. Kelompok ini menilai penerapan dari UU hanya akan pihak asing, yang pro komersialisasi pesisir laut, dan membuka monopoli asing di sektor laut Indonesia.
40 Maritim JURNAL
Tak puas sekadar membeberkan analisis kritis dan membuat draf UU tandingan, aliansi nelayan dan LSM ini juga menggelar aksi unjuk rasa. Seperti yang mereka gelar pada Hari Nusantara, 13 Desember 2013. Sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Institute for Human Rights Commite for Social Justice (IHCS), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional bersama dengan ratusan nelayan sejumlah daerah berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Kelompok yang sama juga kembali beraksi di depan Gedung DPR saat Rapat Paripurna DPR mengesahkan UU Pesisir ini. Walhasil, tekanan massa ini tidak juga mengubah pendirian pemerintah maupun DPR untuk memuluskan revisi UU Pesisir ini. Sebetulnya ada apa di balik agenda mengubah UU Pesisir ini? Anda masih ingat kehebohan
yang terjadi pada tahun 2012? Ketika itu ada situs www. privatesislandonline.com yang menawarkan penjualan dua pulau di Indonesia. Pulau Gambar yang terletak di barat daya Ketapang, Kalimantan Barat dan pulau Gili Nanggu di perairan Lombok, Nusa Tenggara. Pulau tersebut ditawarkan dengan harga masing-masing Rp6,8 miliar dan Rp9,9 miliar (kurs rupiah atas dolar Rp9.500 waktu itu). Perorangan atau korporasi bisa memiliki atau berinvestasi di pulau yang menawarkan eksostisme pasir putih nan landai, pesona keindahan bawah laut, dan kuliner laut. Gili Nanggu bahkan sudah berdiri resort, bungalow, hingga penangkaran kura-kura. Fakta ini membuat pemerintah sibuk memberikan bantahan dan terkesan menyalahkan pemerintah daerah. Dalam UU 27/2007 tentang Pesisir jelas pemerintah Indonesia melarang jual-beli pulau di Indonesia karena menyangkut kedaulatan negara bukan aset pribadi/privat. Pemerintah hanya memberi izin untuk menyewa demi kepentingan pariwisata. Tiga tahun sebelumnya, peristiwa yang
sama pernah terjadi. Ada tiga pulau di Kabupaten Kepulauan Mentawai yang ditawarkan di situs privatesislandonline.com, yakni Pulau Makaroni, Pulau Kandui dan Pulau Siloinak. Pada 2005, dua pulau juga diisukan dijual di situs internet, yaitu Pulau Kumbang dan Pulau Menyakan di Karimun Jawa. Kemudian Pulau Panjang dan Meriam Besar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil definisi pulau adalah yang luas daratannya minimal 2.000 Km persegi. Sedangkan, pulau kecil adalah yang daratannya masih terekspos ketika pasang air laut tinggi. Pulau itu tidak boleh untuk dijual dan tidak boleh dimiliki secara perseorangan. Kawasan pulau-pulau kecil itu bisa dipakai untuk pelatihan, budidaya laut dan pariwisata. Badan usaha hanya boleh menyewa dengan izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Dari fenomena privatisasi pulau inilah membuat kalangan nelayan pesisir, masyarakat adat pesisir dan LSM advokasi nelayan tergerak untuk menggugat UU 27/2007 ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar kehidupan dan ekosistem masyarakat pesisir tidak tergerus oleh kehadiran investor asing ini.
Pantai dan Pulau Dikapling Rancangan revisi UU Nomor 27 Tahun 2007 merupakan usulan dari pemerintah. Mereka mengirim draf RUU ke DPR pada tanggal 27 Mei 2013 sebagai respons dari uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK). Revisi UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan untuk menjawab Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi yang dilakukan oleh KIARA dan delapan organisasi lainnya bersama dengan 27 nelayan tradisional. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/ PUU-VIII/2010 yang dibacakan pada 16 Juni 2011 terdapat dua poin penting, di antaranya MK membatalkan keseluruhan pasalpasal sebanyak 14 pasal terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dan menilai Pasal 14 ayat 1 UU No 27 Tahun 2007 yang meniadakan partisipasi masyarakat pesisir dalam penyusunan rencana PWP-PPK, dinyatakan telah melanggar UUD 1945. Dalam UU No 27 Tahun 2007 dianggap memiliki beberapa kekurangan yang perlu disempurnakan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan 14 pasal dari total 79 pasal yang terkait dengan HP-3 di antaranya pasal 1 ayat 18, pasal
JURNAL MARITIM/TINU
“Revisi ini hanya memutarbalikkan kata, seolah-olah sekilas revisi berpihak kepada nelayan. Padahal, apabila dikaji secara mendalam justru merugikan.” Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA
16, pasal, 17, pasal 18, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23 ayat 4 dan 5, pasal 50, pasal 51, pasal 60 ayat 1, pasal 71, dan pasal 76 yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum. Sementara, pasal lain yaitu sebanyak 65 pasal yang tidak berkaitan dengan HP-3 masih tetap berlaku. Namun dari revisi UU Pesisir tersebut dianggap tidak sesuai dengan amanat MK. “Revisi ini hanya memutarbalikkan kata, seolah-olah sekilas revisi berpihak kepada nelayan. Padahal, apabila dikaji secara mendalam justru merugikan,” kata Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA kepada JurnalMaritim. Oleh karena itu, bagi KIARA masih terdapat tiga poin keberatan nelayan sebagai masyarakat pesisir atas keputusan revisi UU tersebut. Pertama, dalam revisi UU No 27/ 2007 ada klausul tetap memprivatisasi dan mengkapling sumber daya peisir dan pulau-pulau kecil dengan hanya mengubah skema hak menjadi perizinan, yaitu izin lokasi sebagai izin prinsip dan izin pemanfaatan sumber daya perairan pesisir. “Skema tersebut dianggap tidak memastikan hak persetujuan dan akses rakyat nelayan tradisional dan masyarakat pesisir terhadap
Maritim 41 JURNAL
42 Maritim JURNAL
Yasser Arafat Ritonga, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
investasi wisata bahari. “Kami tidak menolak perubahan. Kami akan mendukung, dengan syarat, apabila tidak berpihak kepada pihak asing. Revisi UU No. 27 Tahun 2007 merugikan nelayan tradisional. Mereka tidak bisa melintasi laut karena yang memonopoli itu kebanyakan asing. bahwa kini justru pemerintah membuat payung hukum dengan rencana penetapan UU PWP-PPK agar lebih kuat,” jelas Yasser Arafat Ritonga, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) kepada Jurnal Maritim. Andria Perangin-angin, Ketua KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) pun berpendapat hal paling fatal yang terjadi apabila revisi UU Pesisir diberlakukan yaitu terjadi pengkaplingan laut di manamana. Hal ini sama seperti halnya pengkaplingan lahan pertanian dan perkebunan. Kekosongan hukum Beleid UU Pesisir adalah buah dari perumusan antara pemerintah dan parlemen di Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
FOTO: DPR RI
pengelolaan sumber daya pesisir,” jelas Selamet. Hal kedua, adanya revisi UU Pesisir secara jelas memperbolehkan pihak asing untuk mengeksploitasi pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya hanya melalui persetujuan Menteri Kelautan dan Perikanan. Jelas ini memudahkan pihak asing karena kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki menteri sangat besar dalam mengubah status Zona Inti pada Kawasan Konservasi Perairan Nasional. “Padahal sebelumnya, UU Pesisir membatasi kekuasaan menteri dengan mensyaratkan pertimbangan DPR sebagai mekanisme checks and balances,” ulas KIARA. Soal ketiga, hak-hak asasi nelayan tradisonal tidak dipastikan dilindungi. Revisi ini dipastikan bertolak belakang dengan putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang mengakui empat hak asasi nelayan tradisional, seperti hak akses, hak melintas, hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, dan hak mengelola sumber daya yang ada pada perairan pesisir dan pulaupulau kecil terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara turunmenurun. Kalangan aktivis nelayan dan LSM juga berpendapat, justru revisi UU Pesisir makin menguatkan posisi pemodal atau investor. Dikhawatirkan akan makin banyak pihak menjual alias mengobral pulau. Bagaimana tidak menggiurkan. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 13.466 pulau, sebanyak 92 pulau terletak di wilayah perbatasan terluar NKRI, dan 87% adalah pulau tak berpenghuni. Potensi yang amat besar untuk dijadikan lahan
FOTO: DPR RI
KElautan
M Romahurmuziy, Ketua Komisi IV DPR RI
Ketua Komisi IV DPR RI, Romahurmuziy mengatakan perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 ini merupakan UU inisiatif dari pemerintah menyusul keputusan MK yang membatalkan pasal-pasal yang terkait dengan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3). “Berdasarkan pembatalan beberapa pasal yang dilakukan oleh MK kita seperti kehilangan dasar hukum. Maka dari itu, diperlukan perubahan atas UU 27/ 2007 untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Di sini DPR bertanggung jawab memfasilitasi,” jelas Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2011-2015 ini. Menurut pria yang akrab disapa Romy ini, tersebut terdapat empat poin penting terkait alasan disahkannya revisi UU ini, yakni, pertama, terkait dengan isu lokasi dan pengelolaan. Ada dua hal yang pertama izin lokasi dan izin pengelolaan. Jadi dua izin ada perubahan dari rezim hak pengusahaan menjadi izin. “Secara filosofis sangat berbeda karena di dalam UU yang telah dibatalkan oleh MK, HP3 ini maka justru undang-undang dapat
dipindahtangankan sementara ini adalah izin yang harus dilaksanakan oleh pemohon izin atau pemegang izin ketika sudah diberikan.� Hal kedua, bagaimana dengan keterlibatan masyarakat dalam dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil? Komisi IV DPR berpendapat UU ini memberikan keterlibatan secara maksimal masyarakat mulai sejak pengusulan dan penyusunan UU pesisir dan pulau-pulau kecil, rencana strategis wilayah pesisir, rencana zonasi wilayah pesisir, pengelolaan wilayah dan rencana aksi. Dari empat rencana tersebut melibatkan masyarakat lokal dan tradisional serta masyarakat suku adat. Poin ketiga, masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, dan masyarakat tradisional tetap diakui sepanjang melalui masyarakat hukum adat. Hal ini telah ditetapkan oleh peraturan Perundang-undangan yang dibahas oleh DPR. Sementara eksistensi masyarakat lokal dan tradisional itu juga diakui dalam UU ini termasuk pengecualian itu diberikan kepada masyarakat hukum untuk mendapatkan izin lokasi dan izin pengelolaan.
FOTO: KKP
FOTO: KKP
FOTO: DPR RI
Firman Soebagyo, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
Sharif Cicip Sutardjo, Menteri KKP
Sudirman Saad, Direktur Jenderal Kepulauan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KKP
Hal terakhir yang paling sensitif adalah bagaimana pengaturan pengelolaan pulau kecil oleh asing. Khususnya terdapat pada Pasal 26 A yang memang diintroduksikan pada perubahan ini dimana pemanfaatan di sekitar pulau-pulau kecil harus mendapatkan izin menteri Kelautan dan Perikanan dengan sejumlah syarat tadi. Adapun Ketua Panja RUU Pesisir Firman Soebagyo menambahkan jika UU 27/2007 ini tidak segera direvisi maka bisa terjadi kekosongan hukum sehingga pemerintah daerah bisa leluasa memberikan izin pengelolaan pulau-pulau kecil tanpa terkontrol. “Pemerintah bersama DPR memberikan kesempatan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil karena satu tahun yang lalu terdapat isu bahwa adanya transaksi penjualan pulau. Di mana ini adalah kewenangan DPRD yang hampir sampai hari ini tidak terkontrol. UU ini justru memberi penguatan kepada masalah masyarakat adat, nelayan lokal dan masyarakat tradisional,� ujar Ketua DPP Golkar ini. Sepanjang proses revisi UU ini, DPR mengklaim sudah meminta
masukan dari semua kalangan baik dari kalangan akademisi, kelompok nelayan maupun kelompok kritis seperti KIARA. Ada jaminan Adapun, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo memastikan, revisi UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil akan menjamin hak masyarakat adat setempat dengan memberdayakan masyarakat, termasuk nelayan. Menurutnya, keberadaan UU tersebut nantinya akan berpihak kepada masyarakat pesisir dan dianggap sangat strategis, di antaranya mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bermukim sekitar pesisir. “Perubahan atas UU No. 27/2007 menempatkan peran strategis pemerintah dan pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas, pemberian akses, dan pemberdayaan masyarakat, dan lainnya yang merujuk kepada peningkatan ekonomi masyarakat
Maritim 43 JURNAL
JURNAL MARITIM/TINU
JURNAL MARITIM/TINU
KElautan
Abdul Halim, Sekjen KIARA
Nia Elvina, Sosiolog UNAS
sekitar,” terangnya dalam Chief Editors Meeting yang digelar awal Januari 2014 di Grand Melia, Jakarta. Dia menegaskan semua pihak wajib menyesuaikan dengan UU ini dalam jangka waktu paling lambat tiga tahun sejak ditetapkan. Sementara, Sudirman Saad, Direktur Jenderal Kepulauan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KKP menepis isu soal penjualan pulau. Ia menjelaskan pada pasal 27 UU Pesisir yang ada hanya izin pemanfaatan pulau kecil dan terluar, itu pun hanya diberikan orang Indonesia dalam menjaga kedaulatan NKRI. Sikap optimistime dari DPR dan pemerintah tidak membuat kalangan pengamat puas atashasil revisi UU Pesisir ini. Menurut Nia Elvina, sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas) Jakarta, terdapat pasal-pasal yang seharusnya mengatur pengelolaan sekarang justru dibuat pemanfaatan. Dalam UU tersebut, asumsi terhadap laut Indonesia masih dianggap open access padahal sebenarnya sudah terkotak-kotak sehingga masyarakat nelayan tergeser dan
terkapling serta menghilangkan hak nelayan. Selama ini, dari penelitian Nia, kaum nelayan memiliki batas atau patok sendiri-sendiri walaupun tidak dilegalkan secara hukum. Maka itulah dikhawatirkan bakal timbul masalah jika memberikan kesempatan daerah dan pusat terlalu ketat dalam memberikan izin untuk berlayar dan mengeksploitasi sumber daya kelautan Indonesia. “Beberapa pasal memiliki substansinya tidak berpihak kepada nelayan kelas menengah kebawah. Hak-hak pengelolaan mereka bukannya dikelola secara hukum legal justru semakin dipinggirkan. Perubahan UU 27/2007 ini tidak berpihak karena antara undangundang dengan hak pengurusannya ditangani secara terpisah, seperti hak pengurusan dilakukan oleh pusat dan kepala daerah. Masuknya investor asing ini menandakan kembalinya liberalisasi,” tutur anggota Kelompok Peneliti Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) tersebut.
44 Maritim JURNAL
Gugat Lagi Apapun ceritanya, pemerintah terus menjalankan hasil dari
revisi UU Pesisir tersebut. Saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah menggodok peraturan pemerintah (PP) sebagai turunand daru UU Pesisir. Setidaknya mereka harus menyiapkan tiga PP sesuai amanat pasal 19 ayat 3 dan pasal 22C mengenai kegiatan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil. Kedua, satu Peraturan Presiden dengan amanat pasal 26A ayat 5 berupa pengalihan saham dan luasan lahan, dan terakhir tiga Peraturan Menteri KP dengan amanat pasal 30 ayat 4 (tata cara perubahan peruntukan dan fungsi zona inti); pasal 51 ayat 2 (tata cara penerbitan dan pencabutan izin serta perubahan status zona inti; serta pasa; 63 ayat 4 perihal pedoman pemberdayaan masyarakat. Lantas bagaimana sikap dari kelompok nelayan dan LSM kritis? Selamet Daroyni, Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, menyatakan sedang menelaah setiap pasal UU Pesisir yang sudah disahkan. Apabila DPR dan pemerintah masih memasukkan klausul tentang keterlibatan asing, memprivatisasi, dan mengkomersialisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, menurut Selamet, sejumlah organisasi akan bersikap secara resmi. “Rencananya, kami akan kembali menguji materi di Mahkamah Konstitusi. Ini sebagai koreksi perilaku pejabat yang melanggar UUD 1945 di dalam Perubahan UU Pesisir,” kata Abdul Halim, Sekjen KIARA kepada Jurnal Maritim menambahkan. Gugatan atas UU Pesisir kembali bergulir, nasib nelayan dan masyarakat pesisir sepertinya masih jauh dari harapan. n Tinu Sicara
www.jurnalmaritim.com
Business Directory Exclusively made up of organizations that hold potential for maritime business cooperation.
Hyperlink
HEAD OFFICE Jl. Sungai Sambas VI No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia-12130 Phone +62 21 7229318 Fax +62 21 7229317
Enlist Your Company Here Please send inquiry to: marketing@jurnalmaritim.com www.jurnalmaritim.com
Maritim 45 JURNAL
PELAYARAN
Melacak Biang Kecelakaan Kapal Kapal angkut jenis roro, KM Sahabat, dan kapal peti kemas, KM Tanto Hari, tenggelam. Apa penyebab utamanya?
L
epas siang hari, kepanikan luar biasa terjadi di atas kapal angkut jenis roro, KM Sahabat. Kapal bermuatan ratusan penumpang dan puluhan kendaraan itu oleng dan tenggelam di Perairan Kepulauan Seribu, 22 mil dari Pelabuhan Tanjung Priok. Peristiwa tersebut terjadi Selasa (21/1). Beruntung, seluruh penumpang dan awak kapal berhasil diselamatkan. “KM Sahabat berangkat sekitar pukul 09.00 pagi dari Pelabuhan Priok menuju Pangkal Balam, Bangka Belitung. Kejadian terjadi pukul 12.10, berlokasi 22 mil
46 Maritim JURNAL
dari pelabuhan Priok. Seluruh penumpang berhasil di evakuasi dan dibawa ke Marunda,” ujar Teddy Mayandi, Kepala Pangkalan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP). KM Sahabat dikabarkan membawa 130 orang penumpang serta awak kapal. Untuk penumpang secara keseluruhan berhasil dievakuasi. Hanya saja kendaraan yang terangkut di atasnya belum bisa diamankan. Lebih lanjut, Teddy menjelaskan, peristiwa tenggelam disebabkan oleh karena faktor cuaca yang buruk. “Tidak ada indikasi kelebihan muatan kapal, karena
penumpangnya juga tidak banyak. Cuaca saat ini yang sedang buruk dengan gelombang tinggi sekitar 2-3 meter,” jelasnya. KPLP ikut mengevakuasi para korban dengan mengerahkan dua unit kapal, Trisula dan Anugara. Proses evakuasi korban, jelas Teddy, selesai sekitar pukul 02.00 dini hari, (22/1). KM Sahabat adalah salah satu dari 8 kapal tipe Roro rute JakartaBangka Belitung (Babel), dengan kapasitas angkut 450 orang dan 80 kendaraan. Seminggu sebelumnya, Rabu (15/1), KM BJL 1, salah satu dari KM Roro rute Jakarta-Babel, juga tenggelam di Dermaga Priok. KM
Sahabat sebelumnya juga pernah menyelamatkan penumpang KM Salvia saat terbakar pada 8 Februari 2011. Pemilik dan operator KM Sahabat adalah PT Bukit Merapin Nusantara Line (BMNL), Jakarta. BMNL adalah pemilik KM Salvia yang terbakar 2011 lalu. KM Sahabat dibuat tahun 1982 di Galangan Nissui Marine Kogyo, Jepang, dengan tipe Ro-Ro Passanger Ship 541 DWT. Kecelakaan Kedua Sementara itu, KM Tanto Hari bermuatan ratusan peti kemas tenggelam di perairan sekitar Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jumat siang (31/1). Kapal tersebut berlayar dari Surabaya menuju Makassar dan Ambon. KM Tanto Hari yang tenggelam, berdasarkan data Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) memiliki spesifikasi teknis untuk data lambung dengan panjang kapal keseluruhan (LOA) 126,3 meter, (LBP) 118,03, lebar (BMLD) 20 meter, HMLD 8,7 meter, (T) 2,02 meter. Untuk diameter dan panjang rantai jangkarnya adalah 54 cm dan 522,5 meter, berat keseluruhan rantainya seberat 3870 Kg. Sedangkan berat mati total kapal (DWT) KM Tanto Hari 7754 ton. Untuk data mesin induk, KM Tanto Hari menggunakan mesin berkekuatan 6000 BHP, kecepatan putar 165 RPM, dengan merk Shizuoka Akasaka, dari Shizuoka Akasaka Diesel Ltd. Tahun pembuatan 1981. Ditambah dengan 3 buah mesin bantu dengan berkekuatan 360 BHP, tahun 1981, merk Yanmar dari Yanmar Diesel Engine Co., Ltd. Jepang. KM Tanto Hari dengan IMO
Number : 8104474 , dimiliki oleh perusahaan pelayaran anggota INSA (member INSA nomor 240/INSA/ VIII/1990) ini dibuat tahun 1981 di galangan kapal (shipbuilder) Rickmers Rhederei GMBH, Jerman, dengan dikelaskan kepada Classifikasi oleh Germanisher Llyod. Kapal tersebut diregistrasi ulang ke BKI pada tahun 2006 dan kemudian dilakukan pembaharuan kembali pada tahun 2008 di BKI. Sebab Kecelakaan Praktisi pelayaran, Achmad Fadjar, menduga kecelakaan terjadi akibat kondisi kapal yang sudah tidak laik laut. “Lashing untuk mobil dan truk kemungkinan tidak kencang dan proper. Jadi pada saat terkena ombak besar dan cuaca buruk, kapal jadi tidak stabil. Lambung kapal bocor ditabrak truk dan mobil,” ujarnya. Selain itu, menurut Achmad, pintu ramp door bisa juga tidak kedap, sehingga air masuk dari pintu itu. “Kondisi lambung kapal bisa jadi sudah tidak sesuai persyaratan klas. Gading-gading sudah tidak berfungsi menahan plat sehingga lambung bocor dan kemasukan air,” paparnya. Dari proses tenggelamnya, sambung Achmad, dapat diperkirakan apa yang terjadi, apakah kapal oleng ke arah kanan (starboard) atau ke kiri (portside) pada saat akan tenggelam. “Biasanya kalau ada kejadian seperti ini, kru akan jadi kambing hitam. Karena, ada klausul di asuransi yang menyatakan bahwa kecelakaan masih bisa diterima kalau diakibatkan oleh kelalaian kru. Owner, Syahbandar, BKI akan mati-matian berusaha tidak
disalahkan,” ungkap Achmad. Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) memiliki Class Survey Record KM Sahabat. Menurut Achmad, penjelasan lebih detail dapat juga diperoleh dari sana. Untuk tenggelamnya KM Tanto Hari, Achmad Fadjar menduga, kecelakaan terjadi akibat kondisi Perairan Tanjung Perak yang sudah overload, sehingga praktis kapalkapal yang sedang lego jangkar, jaraknya cukup berdekatan satu sama lainnya. “Masalah di sana adalah terlalu banyak kapal yang lego jangkar di alur pelayaran depan Gresik sampai Tanjung Perak dan jaraknya terlalu dekat. Jadi, berbahaya sekali,” ungkapnya. Mengenai kasus tabrakan kecelakaan kapal, Achmad Fajar menanggapi, tidak hanya disebabkan oleh kondisi cuaca. Ada kasus lain yang menyebabkan kecelakaan kapal terjadi. “Di Surabaya saya memantau kapal dan sudah lengkap kejadiannya.Pernah tabrakan, ditabrak, dipotong jangkar sama Madura-Madura,hingga ada yang bocor sampai mau tenggelam, dan sebagainya,” jelasnya. Prosedur Penyelaman Adapun pencarian korban hilang KM Sahabat terus dilakukan seminggu setelah kecelakaan. Ternyata masih ada sembilan korban yang belum ditemukan. Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) menyatakan akan menyisir hingga batas dan kondisi cuaca yang memungkinkan. “Keluarga penumpang KM sahabat yang merasa kehilangan melapor ke posko Syahbandar Tanjung Priok. Kita hitung masih ada sembilan orang lagi,” ujar Yudi
Maritim 47 JURNAL
PELAYARAN Kusmiyanto, Kepala Operasi KPLP Tanjung Priok. Menurut Yudi, Jumat (24/1) KN Alugara bertolak jam 07.00 untuk melakukan pencarian. Namun, setelah dua jam, Alugara kembali ke Dermaga Nusantara, karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Posisi KM Sahabat diperkirakan telah bergeser ke arah timur. Salah satu strategi pencarian adalah dengan melakukan penyelaman. KPLP memiliki prosedur melakukan pencarian dengan cara menyelam. “Jika belum ada titik terang maka kami akan melakukan prosedur penyelaman. Dikhawatirkan korban masih terperangkap di dalam kapal. Untuk itu, kami memiliki prosedurnya. Namun, kita melihat kondisi cuaca untuk melakukan penyelaman mencari korban yang hilang pada titik tenggelamnya KM Sahabat,” papar Yudi. Dua kapal KPLP, yaitu KN Trisula pimpinan Kapten Handry Sulfian dan KN Alugara dipimpin kapten Rona Wira Perkasa, hari ini kembali melakukan pencarian korban. KN Trisula dan KN Alugara masing-masing membawa 30 awak kapal. “Di tengah titik yang telah ditentukan, dua kapal akan menyebar. KN Trisula bergerak ke utara dan KN Lugara bergerak ke timur, menyisir pantai utara daerah Karawang,” jelas Kapten Rona. Pencarian terus dilakukan hingga satu minggu sejak operasi pertama digelar. Untuk sementara, hanya KPLP yang melakukan pencarian korban hilang kapal KM Sahabat. Temuan Jasad Seorang mayat tanpa identitas
48 Maritim JURNAL
ditemukan oleh tim SAR KPLP di perairan teluk Jakarta, Minggu (26/1). Korban diduga adalah salah satu penumpang kapal KM sahabat yg tenggelam di perairan teluk jakarta Selasa (21/1). KN Alugara menemukan jasad yang sudah tidak utuh di perairan Tanjung Priok. “Kemungkinan, korban KM Sahabat. Jam 12 siang tadi, KPL baru sandar sekarag,” ujar Teddy Mayandi, Kepala Pangkalan KPLP Priok. Kapten Rona Wira Perkasa, Komandan Kapal KN Alugara menuturkan, satu orang korban tanpa identitas telah ditemukan dengan kondisi tanpa kepala dan satu kaki.
“Biasanya kalau ada kejadian seperti ini, kru akan jadi kambing hitam. Karena, ada klausul di asuransi yang menyatakan bahwa kecelakaan masih bisa diterima kalau diakibatkan oleh kelalaian kru. “Kita belum bisa pastikan korbannya apakah wanita atau lakilaki. Kondisi korban sudah tanpa kepala dan satu kaki,” ujar Rona. Korban selanjutnya sudah ditangani oleh kepolisian dan sudah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta timur. Lebih lanjut, Rona menjelaskan, posisi korban ditemukan di 06 derajat 01 menit 629 detik lintang selatan dan 106 derajat 56 menit 366 detik bujur timur, masih dekat
dengan Perairan Teluk Jakarta. Total tim menemukan tiga korban semenjak operasi SAR dilakukan oleh KPLP sejak tanggal (21/1), di mana dikabarkan masih terdapat 9 orang korban hilang kecelakaan kapal KM Sahabat, Selasa (21/1). Adapun operasi pencarian dihentikan pada 1 Februari lalu. Ketika dikonfirmasi Senin (3/2), Teddy Mayandi menyatakan pihak Puslabfor Polri masih belum menginformasikan identitas jasad yang ditemukan KPLP tersebut. Ikut Mencari Jurnal Maritim berkesempatan turut dalam misi pencarian korban hilang tenggelamnya KM Sahabat. Menegangkan. Sabtu pagi (25/1) pukul 08.00 tim Jurnal Maritim ikut dalam operasi pencarian kapal dan korban hilang KM Sahabat bersama Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan. KM Sahabat dinyatakan karam pada 23 Januari 2014 di Perairan Ujung Karawang, diduga karena cuaca ekstrem. Tim mulai berlayar pada pukul 10.00 menuju lokasi kejadian kapal tenggelam, dikarenakan persiapan berlayar harus terpenuhi, mengingat cuaca di wilayah luar black water Pelabuhan Tanjung Priok tidak dapat diprediksi. Arus gelombang laut masih setinggi lebih kurang 2-3 meter. “Kita akan menurunkan sebanyak 2 kapal patroli kelas 1 pangkalan KPLP Tanjuk Priok yaitu KN Trisula P.111 dan KN Alugara P.114. kenapa kami turunkan kapal Patroli kelas 1, karena kita khawatir jika menggunakan kapal kelas 2 dan 3 tidak mampu menahan ombak yg tidak dapat diprediksi saat ini,”
Sempat Terlambat KN Alugara P.114 KPLP diawaki 1 Komandan, 1 KKM, 6 Perwira dan 13 Bintara. KN Alugara bertugas sebagai penertib serta pengamanan lalu lintas kapal, pengamanan SBNP (Sarana Bantu Navigasi Pelayaran) di luar pelabuhan, pengamanan, dan penanggulangan pencemaran di laut. Selain itu, Penertiban dan Pengamanan Instlasi Eksplorasi dan Eksploitasi kekayaan laut, Pengusutan dan Penyidikan terhadap pelanggaran di perairan laut dan pantai, Penanggulangan kebakaran dan bantuan SAR di perairan laut dan pantai. KN Alugara P.114, dibuat tahun 2005 oleh PT PAL Indonesia dengan lisensi Jepang. Kapal ini memiliki bobot kapal 530 ton, kedalaman draf 4,2 meter, panjang 60 meter, lebar 8 meter, tinggi dari permukaan laut 12 meter, engine 1618 kw (2200 ps x 2 set), dengan speed maksimum 18,3 knots, serta dilengkapi dengan Alat Navigasi, Radar Deteksi, GPS, Echosounder, Radio Komunikasi, Sistem Pengamanan, dan Alat Pemadam Kebakaran. Dalam misi pencarian kali ini, KN Alugara sempat mengalami keterlambatan berlayar, karena kondisi mesin kapal yang panas akibat machine hull menghisap sampah di Perairan Dermaga 108 Tanjung Priok.
JURNAL MARITIM/TINU
ujar Yudi Kusmianto, Kepala Seksi Operasi Kesatuan Laut dan Penjaga Pantai (KPLP) Tanjung Priok. Dalam peliputan khusus ini tim Jurnal Maritim dibagi menjadi dua bagian, tiga orang ditempatkan pada KN Trisula, satu orang di KN Alugara.
Kapten Handry Sulfian
Hingga akhirnya kapal ditarik oleh tugboat milik PT IPC sampai mesin kapal hidup kembali. KN Alugara pun segera melakukan kontak melalui radio dengan KN Trisula yang sudah lebih awal berlayar. Ketika mengetahui posisi KN Trisula yang sudah sampai pada batas terluar Pulau Damar, KN Alugara dengan kecepatan penuh segera melaju, menyusul KN Trisula dengan kecepatan 13 knot. Dalam kondisi itu KN Alugara terasa sangat terguncang mengempas ombak yang menurut pengakuan Komandan KN Alugara Rona Wira Perkasa, gelombang ombak laut mencapai 2-3 meter. “Makanya kita terasa terguncang dengan kencang, dikarenakan kita dengan kecepatan 13 knot dan melawan arus gelombang,” jelasnya. Tanda Minyak Tumpah Dalam proses pencarian korban, Rona menuturkan, “Kita akan mencari kapal dan korban hilang dari KM sahabat dengan cara sweeping kanan kiri dan zigzag dari titik koordinat kapal terggelam. Mengenai posisi keberadaan
kapal tenggelam kita belum mengetahuinya jelas dikarenakan kapal memiliki ruang udara saat tenggelam. Sehingga kapal tidak sepenuhnya padat dan akan jatuh tepat di mana titik koordinat kapal mulai karam. Kemungkinan terjadi akan mengambang terbawa arus gelombang yang besar saat itu hingga jatuh ke dasar laut,” papar Rona. Sesampainya di titik koordinat kapal tenggelam, KN Alugara mulai melakukan sweeping untuk pencarian dengan cara melihat tanda-tanda minyak yang tumpah dari KM Sahabat. “Sweeping dilakukan dengan cara melihat tanda-tanda minyak yang tumpah dari KM Sahabat sehingga mudah kita telusuri posisi tepatnya keberadaan KM Sahabat,” tegas Rona, lulusan ANT 2 dari Akademi Maritim Nasional Jakarta Raya (Amanjaya). Dalam cuaca yang cerah dengan gelombang laut yang cukup tinggi, misi pencarian KN Alugara kembali mendapatkan hasil yang nihil, karena belum ada tanda-tanda tumpahan minyak atau pun korban hilang yang ditemukan. Pencarian masih akan dilanjutkan beberapa hari kemudian. “Kita akan lakukan ini selama 7 hari sesuai dengan Prosedur SAR dan mungkin bisa lebih sesuai kebutuhan sesuai arahan dari pimpinan,” tambah Rona. Untuk misi pencarian ini, kapal buatan tahun 2005 PT PAL tersebut bisa menghabiskan solar sebanyak 400 liter dalam waktu 1 jam. “Diperkirakan kita berlayar 4 jam. Dikalikan saja berapa totalnya,” kata kapten kapal yang lahir di Pekanbaru Riau itu. n Iqbal/Benny/Andri/JMOL
Maritim 49 JURNAL
STATUTORIA JURNAL MARITIM/FIRMANTO
16 Tahun Penerapan Manajemen Keselamatan Pelayaran
Kapal feri roro dengan kondisi tak terawat mau merapat di pelabuhan Merak, Banten
50 Maritim JURNAL
“Dampak yang paling positif adalah peningkatan komunikasi antara kapal dan darat, hal ini diikuti oleh penurunan angka cedera pada personel yang ada di atas kapal, klaim terhadap pencemaran dan kerusakan muatan�. Oleh: Sjaifuddin Thahir, Biro Klasifikasi Indonesia
B
erikut ini disampaikan hasil analisis yang didasarkan pada tanggapan perusahaan terhadap pelaksanaan ISM Code. Sebanyak 24 pertanyaan telah diajukan dalam survei untuk mengetahui efektivitas dan masa depan dari ISM Code seperti yang dirasakan oleh perusahaan pelayaran yang mengoperasikan kapal. Semoga hal ini dapat bermanfaat bagi perusahaan pelayaran di Indonesia khususnya dan bagi masyarakat maritim pada umumnya. Analisis ini juga ingin mengukur sejauh mana investasi yang keluarkan oleh perusahaan pelayaran dalam menerapkan ISM Code. Apakah penerapan ISM Code tersebut sudah efisien untuk mengurangi insiden dan kecelakaan kapal, mengurangi biaya-biaya yang timbul akibat kecelakaan kapal, dan
biaya asuransi yang lebih rendah. Apakah perusahaan pelayaran sudah memiliki safety management system manual (SMS) manual di kantor pusat dan di kapal sebelum mematuhi ISM Code, dan apakah pelaksanaan ISM Code dapat membantu perusahaan pelayaran dalam merampingkan operasional kapal. Di samping itu, IMO ingin menguji komitmen perusahaan pelayaran dalam memberikan pelatihan kepada ABK dan karyawannya, dan apakah terdapat bukti atas perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus, apakah perusahaan pelayaran melihat adanya manfaat dalam sistem manajemen keselamatan kapal dengan adanya ISM Code. Hal lainnya yang ingin dilihat, apakah perusahaan pelayaran melihat hasil dan manfaat yang baik dari segi kinerja manajemen
JURNAL MARITIM\ANDRI REZEKI
Belum lama ini International Maritime Organization (IMO) memberikan sejumlah pertanyaan kepada praktisi pelayaran di seluruh dunia atas penerapan International Safety Management (ISM) Code. Studi yang dilakukan oleh IMO itu telah mendapat tanggapan dari 39 perusahaan pelayaran.
keselamatan kapal, investasi dari waktu ke waktu dan usaha yang dilakukan selama ini sudah dianggap benar, Perusahaan pelayaran berharap agar ISM Code agar lebih berfungsi dan dapat mengurangi biaya tahunan atas kepatuhan terhadap ISM Code. Mereka juga meminta pelaksanaan ISM Code lebih disederhanakan dan dirampingkan. Untuk itu perlu dilakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi faktual yang dikumpulkan dari responden perusahaan pelayaran. Mengecek kepatuhan perusahaan pelayaran terhadap penerapan ISM Code, dan manfaat utama dari penerapan IS3333M code serta bagaimana penilaian umum perusahaan pelayaran terhadap pemberlakuan ISM Code. Selain itu, ada beberapa catatan terkait implementasi praktis
Maritim 51 JURNAL
STATUTORIA
DATA YANG TERKUMPUL Perusahaan pelayaran yang menanggapi pertanyaan oleh IMO dianggap telah mewakili penyebaran geografis dari seluruh dunia. Sementara sebagian besar perusahaan pelayaran yang menanggapi memiliki dan mengoperasikan kurang dari 25 kapal, beberapa perusahaan pelayaran dikategorikan perusahaan besar telah menanggapi pertanyaan tersebut. 1. Di antara 39 perusahaan pelayaran yang mengoperasikan kapal dengan total sebanyak 1.283 kapal; rata-rata perusahaan pelayaran tersebut mengoperasikan sebanyak 33 kapal per perusahaan pelayaran. Jenis kapal yang dioperasikan terwakili kapal tanker (24%), kapal curah (18%), kapal penumpang dan feri (11%) dan jenis lain dari kapal kargo (47%). 2. Variasi kapal dalam ukuran kapal diwakili oleh , 66% dari kapal-kapal yang kurang dari 10.000 GT, 23% berada di kisaran 10.000 s/d 50.000 GT, 10% berkisar antara 50.000 s/d 150.000 GT dan 1% berada di atas 150.000 GT. 3. Daerah pelayaran kapal yang dioperasikan, 84% kapal yang terlibat dalam perdagangan internasional di seluruh dunia dan , 16% kapal terlibat dalam perdagangan regional atau domestik.
dari ISM Code pada perusahaan pelayaran. Pada tahun 1994 : perusahaan pelayaran menunjukkan penyebaran dimana tanggal penerapan ISM Code mulai diberlakukan, dan dimana document of compliance (DOC) diperoleh oleh perusahaan pelayaran (dari tahun 1994 sampai sekarang). Empat tahun kemudian ISM Code diwajibkan pada Kapal Penumpang/Ferry Ro-ro, kapal Oil tanker / kapal Chemical tanker / kapal Gas Tankers, kapal Bulk Carriers dan kapal High Speed ​​ Craft dengan ukuran GT di atas 500. Pada tahun 1996 sebagian perusahaan pelayaran mulai memproses implementasi ISM Code dan tahun 1998 sebagian besar perusahaan pelayaran memperoleh sertifikat DOC. Menuju tahun 2002 ISM Code
52 Maritim JURNAL
mulai diwajibkan pada semua kapal kargo lainnya dan Mobile Offshore Drilling Unit dengan ukuran GT di atas 500.. Namun pada 2003 hanya terdapat satu perusahaan pelayaran yang mengklaim sertifikat DOC diperoleh pada tahun 2003, yaitu setelah tanggal pelaksanaan ISM Code. Sertifikasi selain DOC dan SMC (safety management sertificate) yang dimiliki oleh perusahaan pelayaran dan kapal. Di antara 55% dari perusahaan pelayaran itu memiliki sertifikat ISO 9001; 18% perusahaan pelayaran memiliki sertifikat ISO 14001, dan 27% adalah memiliki sertifikat ISMA (International Ship Managers Association). KEPATUHAN PERUSAHAAN PELAYARAN Dalam proses pelaksanaan ISM Code dan untuk menyelesaikan
perbaikan-perbaikan manajemen keselamatan kapal secara terusmenerus perusahaan tentu mengeluarkan sejumlah biaya. Terungkap sejumlah biaya dan bujet yang dialokasikan oleh perusahaan untuk perbaikan keselamatan pelayaran ini. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran atas penerapan ISM Code sebanyak 58% perusahaan pelayaran menghabiskan biaya antara ratarata US$3.000 s/d US$8.000. Jarang sekali perusahaan pelayaran yang menghabiskan lebih dari US$30.000. Ini berarti bahwa rata-rata perusahaan pelayaran menghabiskan sekitar antara US$8.500 s/d US$ 9.000 per kapal untuk pelaksanaan awal dari ISM Code. Menyangkut penyediaan Safety Management System Manual (SMS) sebanyak 36%
perusahaan pelayaran yang sudah memiliki SMS manual sebelum pemberlakuan ISM Code, 41% perusahaan pelayaran mengikuti sistem manajemen keselamatan yang mirip dengan SMS manual dan 23% perusahaan pelayaran sebelumnya mengoperasikan kapal tanpa SMS manual. Biaya tahunan per kapal untuk pelaksanaan ISM Code oleh mayoritas (59%) perusahaan pelayaran rata-rata bisa sampai US$5.000. Sedangkan, sisanya mengeluarkan biaya tahunan per kapal, berkisar antara US$1.000 sampai lebih dari US$10.000. Oleh karena itu, rata-rata, perusahaan pelayaran menghabiskan biaya per tahun per kapal antara US$4.000 s/d US$4.500 untuk mempertahankan kepatuhan terhadap ISM Code (biaya ini dialokasikan untuk dokumentasi, sumber daya manusia, pelatihan, dan audit). Di samping itu, perusahaan pelayaran juga mengerjakan sejumlah personel di darat agar penerapan ISM Code efektif. Dari analisis ini, terdapat bukti jumlah laporan pelaksanaan ISM Code secara perlahan-lahan meningkat dari waktu ke waktu. Sementara kecenderungan secara umum menunjukkan penurunan terjadinya angka kecelakaan dan insiden pelayaran. Namun, hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut dan dilakukan secara terpisah. MANFAAT UTAMA Berkaitan dengan manfaat dari kepatuhan terhadap ISM Code, studi IMO memaparkan, banyak banyak perusahaan pelayaran merasa bahwa tidak terdapat masalah besar dengan
pelaksanaan kepatuhan terhadap ISM Code. Kendati ada hampir 25% perusahaan pelayaran menjawabtidak terdapat manfaat yang nyata. Sebanyak 25% perusahaan pelayaran menyatakan manfaat terbesar dari kepatuhan terhadap ISM Code adalah bahwa ISM Code membantu dalam evaluasi tugas-tugas yang berbahaya dan kontrol yang lebih baik. Sekitar 17% perusahaan merasa SMS manual dapat menciptakan suasana dimana kejadian berbahaya dan near miss accident jarang terjadi di kapal. Dampak yang paling positif adalah peningkatan komunikasi antara kapal dan darat, hal ini diikuti oleh penurunan angka cedera pada personel yang ada di atas kapal, klaim terhadap pencemaran dan kerusakan muatan. Manfaat juga ditemukan karena adanya sistem pemeliharaan kapal yang lebih terstruktur, dapat direncanakan dan terdokumentasi. Mayoritas perusahaan pelayaran mengidentifikasi selain ISM Code, terdapat perangkat lainnya yang dapat mendukung keselamatan pelayaran yakni penggunaan teknologi kapal, inspeksi yang dilakukan oleh PSC atau syahbandar, dan pelatihan bagi ABK di kapal. MASA DEPAN PENGEMBANGAN ISM CODE Dari studi ini bisa dinilai kegunaan dari ISM Code bagi manajemen perusahaan maupun awak kapal. Terungkap sebanyak 40% perusahaan pelayaran merasa ISM Code sangat berguna; 56% perusahaan pelayaran merasa agak berguna dan 4% perusahaan pelayaran mengaku ISM Code
berguna tapi hanya sedikit dampaknya. Dalam kasus kelompok kedua tersebut di atas, alasan yang dirasakan adalah sebagai berikut: kurangnya komitmen dari manajemen puncak; kurangnya pelatihan yang tepat; perubahan budaya yang membutuhkan waktu dalam pelaksanaannya, atuarannya terlalu rumit terutama bagi ABK; bukan bagian dari persyaratan kerja dan disarankan penggabungan dengan STCW dianggap bisa membantu, dan ABK merasa ISM Code merupakan persyaratan dokumenter yang memberatkan. Dari 39 perusahaan yang disurvei tersebut, sebagian besar menyatakan setelah 16 tahun penerapan ISM Code diperlukan beberapa perubahan untuk meningkatkan efektivitasnya. Adapun usulan tersebut antara lain, mengurangi dokumen yang diwajibkan, pelatihan yang lebih baik guna memastikan kualitas yang tinggi dari sumber daya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan ISM Code; keterlibatan ABK dalam penyusunan Pedoman SMS; integrasi ISM Code dengan regulasi lain untuk mendorong pelaksanaan audit baik oleh internal maupun eksternal serta penurunan biaya atas kepatuhan ISM Code, dan peningkatan langkah-langkah kepatuhan ISM Code.
“Dari 39 perusahaan yang disurvei tersebut, sebagian besar menyatakan setelah 16 tahun penerapan ISM Code diperlukan beberapa perubahan untuk meningkatkan efektivitasnya.�
Maritim 53 JURNAL
LOGISTIK
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Cuaca Memburuk, Miliaran Rupiah pun Menguap
Kalangan industri logistik sepanjang awal tahun ini mengalami pukulan telak akibat dampak dari cuaca buruk. Kaum nelayan dan pembudidaya pesisir pun terkena imbas paling berat dari bencana alam ini.
I
ndustri pelayaran nasional merupakan salah satu pelaku usaha yang merasakan langsung dampak cuaca ekstrem di awal tahun kuda ini. Mereka mengklaim menderita kerugian hingga miliaran rupiah akibat armada mereka dihadang cuaca ekstrem dan gelombang laut tinggi di beberapa perairan Tanah Air. Akibat cuaca buruk dan gelombang laut yang tinggi membuat operator pelabuhan dan syahbandar sampai harus menghentikan sementara keberangkatan kapal demi keselamatan penumpang. Setidaknya sejak awal Januari hingga minggu keempat Januari
54 Maritim JURNAL
2014, PT ASDP (persero) menutup sementara operasional pelabuhan penyeberangan di Kupang (NTT), Sape (NTB), Bau-Bau (Sultra), Jepara (Jateng), Tual (Maluku), Batulicin, (Kalsel), Bangka (Babel), Selayar (Sulsel), dan Bitung (Sulut). Kalangan kapal niaga milik swasta pun juga mengalami tekor dari cuaca buruk ini. Menurut Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto, kerugian tersebut berasal dari pengeluaran biaya-biaya tambahan logistik, tambahan biaya tambat kapal, dan tambahan operasional awak kapal akibat adanya penundaan pelayaran. Waktu pengantaran barang maupun penumpang menjadi molor tidak
menentu. Truk pengangkut logistic bisa berhari-hari menunggu di pelabuhan menunggu kepastian iklim. “Adanya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi, untuk penyedia jasa logistik bakal menaikkan tarif layanan. Hal ini disebabkan oleh karena bertambahnya waktu tunggu yang semakin lama, yang tentunya akan meningkatkan biaya operasional,� ujarnya kepada Jurnal Maritim 20 Januari 2014. Kondisi gelombang tinggi dan cuaca yang tak menentu jelas membuat para operator kapal enggan memberangkatkan kapal mereka. Keselamatan awak kapal, penumpang, dan barang adalah hal utama. Apalagi ini menyangkut
FOTO: PRIBADI
kepentingan publik dan menyambung logistik antarpulau. “Memang rugi jika ada penundaan akibat cuaca buruk. Namun jika kita memaksakan tetap berlayar, dan akhirnya terjadi masalah seperti kapal tenggelam dan lainnya, maka kerugiannya akan jauh lebih besar dari saat ini,” jelas Ketua INSA bidang SDM dan Pelaut Kunto Prayogo. Dari para pemilik barang dan operator jasa logistik juga menyuarakan keluhan. Ketua Komisi Tetap Logistik Bidang Regulasi dan SDM Kadin Akbar Djohan mengungkapkan curah hujan yang tinggi selama Januari dan diprediksi hingga Maret, tentu sangat berdampak besar pada distribusi logistik ke sejumlah daerah. Bagi kalangan pengusaha, selain beban biaya operasional yang melejit akibat bencana alam ini, hal yang paling dikhawatirkan adalah menganggu suplai barang material maupun kebutuhan pokok ke sejumlah daerah yang hanya dilalui rute transportasi tertentu seperti laut. “Dan yang paling mengkhawatirkan dampak cuaca buruk adalah angkutan laut yang mengangkut feasibility food. Barang seperti ini kemungkinan cepat busuk jika kapal tersebut tidak memiliki sistem penyimpanan yang baik. Makanan selain barang yang sensitif terhadap cuaca juga memiliki life yang terbatas,” tutur Akbar. Kadin memperkirakan imbas dari cuaca buruk ini membuat pengangkut barang maupun pemilik barang sama-sama mengalami kerugian. Diperkirakan nilai kerugian di seluruh Indonesia bisa mencapai ratusan miliar per hari! Oleh karena itu, Akbar Djohan mengusulkan agar para pihak di sektor perdagangan harus saling berkoordinasi untuk menekan
Carmelita Hartoto, Ketua Umum INSA
kerugian seminimal dari kondisi musim cuaca seperti ini. Selain itu, baik produsen, pegiat logistik dan transporter juga harus memiliki planning produksi, mengingat distribusi akan terhambat dan pasti terjadi penundaan konsumsi. Jadwal produksinya harus lebih disesuaikan. “Hal penting juga yang harus diingat adalah komunikasi antara produsen dan konsumen bahwa distribusi akan terganggu akibat cuaca buruk,” ujarnya menambahkan. Dikecualikan Untuk memperlancar distribusi barang ke daerah, Kepala Syahbandar Pelabuhan Tanjung Priok Arifin Soenardjo mengakui tidak semua kapal dilarang berlayar. Kecuali kapal penumpang yang dilarang sama sekal, untuk jenis kapal barang masih bisa diizinkan dengan mengecek cuaca, rute dan tujuan kapal. “Tidak semua kapal kami utamakan, intinya sebelum kapal tersebut keluar kami melakukan pengecekan terlebih dahulu. Karena biasanya cuaca akan berubah di siang dan malam hari sesuai wilayah yang dilewati kapal tersebut,” kata Arifin kepada Jurnal Maritim, Rabu 29 Januari 2014.
Kendati demikian, kata Arifin, untuk kapal peti kemas atau kargo yang membawa makanan segar memang masih bisa jalan. Sepanjang rute yang dilewati tidak berbahaya. Pasalnya, jika barang tersebut ditahan di pelabuhan terlalu lama, khawatir makanan yang dibawa akan membusuk, sementara barang tersebut dibutuhkan di daerah tujuan. “Saat ini kebutuhan makanan khususnya buah-buahan untuk daerah Kalimantan cukup tinggi, karena akan ada perayaan tahun baru Imlek. Oleh karena itu, jika cuaca tidak berbahaya untuk kapal pembawa logistik tersebut kami akan izinkan berlayar,” ujar Syahbandar Priok. Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan imbauan kepada seluruh jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terutama Syahbandar dan petugas operasional di lapangan agar mewaspadai adanya cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang masih terjadi di hampir seluruh perairan Indonesia. Kemenhub memaparkan ada sejumlah daerah yang patut diwaspadai karena tinggi gelombangnya antara 2 meter sampai 3 meter yakni Perairan Aceh, Kepulauan Riau, Jambi, Selat Karimata, Kepulauan Bangka Belitung, perairan timur Lampung, perairan selatan Jawa Barat, Laut Jawa bagian barat, perairan Kalimantan bagian barat, perairan Kalimantan Utara, perairan Sulawesi Selatan bagian selatan, Laut Sulawesi, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Laut Buru, Laut Banda, Laut Seram, Laut Maluku, Ambon, dan Kepulauan Raja Ampat. Gelombang setinggi 3 meter sampai 4 meter terjadi di perairan Laut Natuna, perairan Kepulauan Natuna, Kepulauan Anambas, Kepulauan Talaud, Kalimantan
Maritim 55 JURNAL
LOGISTIK
“Sedikitnya Rp100,99 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petambak, di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014. Situasi ini mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya.” bagian selatan, perairan utara Halmahera, perairan Maluku Tenggara, perairan Sorong, perairan Manokwari, Samudera Pasifik bagian utara Papua, perairan Nabire, dan Teluk Cenderawasih. Perairan paling ganas dengan gelombang setinggi 4 meter sampai 5 meter terjadi di Laut China Selatan, Laut Jawa bagian timur, perairan Masalembu, perairan Bagian selatan Jawa Timur hingga selatan Pulau Sumba, Laut Bali perairan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, perairan Kupang, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Flores, Laut Banda bagian selatan, perairan Kepulauan Tanimbar, Laut Arafura, perairan Vietnam, perairan Biak, Laut Aru, Perairan Timika, perairan Yos Sudarso, dan perairan Merauke. Maklumat ini disebarkan agar para jajaran Perhubungan Laut, Syahbandar hingga Kesatuan Penjagaaan Laut dan Pantai (KPLP) bersiaga dan mengecek dengan cermat kelengkapan teknis dari kapal maupun awak kapal serta barang yang dibawa dalam menghadapi cuaca buruk ini. Ini demi keselamatan pelayaran. Nasib nelayan Semenjak bencana cuaca ekstrem melanda wilayah pesisir dan laut di Tanah Air, menurut Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), nelayan di Pantai Utara Jawa tidak bisa melaut akibat ombak setinggi 3 meter.
56 Maritim JURNAL
Setali tiga uang, nelayan Bengkalis (Kepulauan Riau) dan Sumatera Utara selama sebulan terakhir juga tidak bisa melaut akibat angin kencang dan gelombang yang mencapai 1 hingga 2,5 meter. Kondisi serupa juga dialami oleh nelayan di Tarakan, Kalimantan Utara, selama 1 pekan terakhir. Lebih parah lagi, rumah-rumah nelayan di pesisir Teluk Manado juga rusak akibat banjir bandang. Dilanda cuaca ekstrem, membuat persediaan pangan habis dan utang menumpuk. Tak mengherankan jika sebagian nelayan memaksakan diri untuk tetap melaut dengan harapan bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga, meski ancaman berada di depan mata. “Sedikitnya Rp 100,99 miliar kerugian material diderita oleh 90.500 masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan petambak, di 10 kabupaten akibat bencana cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang Januari 2014. Situasi ini mengakibatkan nelayan dan petambak tidak bisa berproduksi, baik melaut maupun berbudidaya,” demikian Sekjen KIARA Abdul Halim, Senin (27/1). Pusat Data dan Informasi KIARA Januari 2014 mencatat sebanyak 13 nelayan hilang dan 2 orang mengalami luka-luka akibat gelombang setinggi 1-3 meter di perairan Indramayu (Jawa Barat), Batang (Jawa Tengah), dan Langkat (Sumatera Utara).
Bencana cuaca ekstrem yang menimpa masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya, ini terus berulang tiap tahunnya tanpa kesiapsiagaan dan upaya pencegahan bencana yang memadai. Padahal, ancaman bencana cuaca ekstrem sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Berkaca pada Pasal 26 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, KIARA mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendistribusikan informasi kebijakan penanggulangan bencana. Selain itu, pemerintah diminta melibatkan nelayan dan petambak secara aktif dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya berkaitan diri dan komunitasnya. KIARA juga meminta Presiden Yudhoyono untuk memberikan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, termasuk alternatif pekerjaan saat cuaca ekstrem terjadi. Ditambah pelibatan masyarakat pesisir dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penanggulangan bencana. Masyarakat pesisir juga berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar selama cuaca buruk terjadi. n Ikawati/JMOL
Maritim 57 JURNAL
KORPORASI
JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Terdepan Dalam Asuransi Pelayaran Ketika banyak perusahaan asuransi yang menghindari builder risk insurance karena dianggap riskan, ACA melakukan langkah berani dengan mengambil segmen pasar tersebut.
T
ak kenal maka tak sayang. Prinsip itulah mungkin yang diterapkan oleh Divisi Marine Asuransi Central Asia (ACA) dalam menjaring klien khususnya kalangan shipowner atau perusahaan shipping/kargo. Bagaimana ACA mengaku memiliki keunggulan dibandingkan perusahaan asuransi lainnya dalam mengamankan risiko sektor maritim. “Saya jarang menemukan underwriter yang mengerti kapal, bukan jarang tapi hampir tidak pernah selain di ACA. Orang banyak tahu kapal di Indonesia
58 Maritim JURNAL
tapi tidak tahu asuransi,dan dari sekian banyak orang yang faham asuransi tapi tidak tahu kapal dan operasionalnya. Kebetulan saya ini dari orang kapal backgroundnya dan saya sudah hampir 30 tahun di asuransi. Saya tidak pernah ketemu underwriter yang mengerti kapal, bukan hanya jarang tapi tidak pernah ketemu. Kebanyakan hanya textbook saja,� ujar Saptono Boedi Santoso, Head of Marine Division Asuransi Central Asia di kantornya, Matraman, Jakarta Pusat, 19 Desember 2013. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan pertumbuhan kapal sekitar 12 ribu sampai 13 ribu unit dalam lima tahun
terakhir karena adanya cabotage. Perkembangan menarik ini tentu harus diimbangi oleh proteksi asuransi namun terkadang pihak asuransi jarang memahami seluk beluk kapal sehingga kerap terjadi dispute. Seyogianya dalam perasuransian, menurut Boedi, posisi antara penanggung dan tertanggung harus saling menceritakan. Penanggung berkewajiban menjelaskan isi polis, apa saja yang bisa dicover oleh polis tersebut. “Susahnya mereka mengimplementasikan sesuatu yang tidak terlalu dipahami,� jelasnya. Misalnya dalam kasus collision (tabrakan) dalam operasional kapal.
Head of Marine Division Asuransi Central Asia, Saptono Boedi Santoso Mereka mendapatkan perlindungan setidaknya ¾ dari risk based capital (RBC), padahal agen asuransi ini tidak paham, artinya collision. Pengertian collision dalam dunia pelayaran adalah kapal saling tabrak atau tubruk artinya ada dua benda bergerak tabrakan. Kasus ini biasanya disidangkan di Mahkamah Pelayaran untuk mengungkap besar kecilnya tingkat kesalahan dalam operasional kapal. “Ini bukan seperti mobil, tingkat kesalahannya berapa persen misal 50%-50%, 60%-40%, 70%-30%, Orang asuransi tidak mikir sampai situ, hanya orang kapal yang bisa tahu,” urai Boedi. Pria yang telah berkecimpung selama hampir 30 tahun di dunia asuransi ini merasa bersyukur karena banyak orang tahu kapal tapi tidak tahu asuransi, Sedangkan ia beruntung mencicipi kedua bidang itu. Inilah yang kemudian dijadikan modal oleh pria lulusan Marine Engineering Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) Jakarta angkatan 18 ini untuk memajukan divisi Marine di ACA yang ia pimpin sejak 2010. “Sebelum saya di ACA ranking produksi nasional untuk asuransi kapal urutan nomor tujuh sekarang urutan nomor dua. Di ACA sekarang ada dua jenis asuransi kapal, yaitu marine hull untuk builder risk, hull dan machinery insurance dan juga marine cargo
untuk land transit, air cargo, dan cargo carrier by ship,” jelasnya. Mengukur keberhasilan sebuah asuransi adalah dari nilai nett bukan dari premi grossnya. Sejak 2010 memang pemdapatan bersih ACA terus meningkat dan tingkat klaim juga stabil (lihat tabel). Moral Hazard Saat ini ACA telah menangani hampir 2.000 kapal atau hampir 1/6 dari jumlah kapal yang beredar di perairan Indonesia setelah diberlakukannya asas cabotage tahun 2005. Sebagai salah satu perusahaan marine insurance terkemuka, ACA menerapkan standar yang ketat untuk menerima calon kliennya yaitu berdasarkan physical hazard dan juga moral hazard. Physical hazard adalah suatu keadaan yang atau situasi yang secara nyata bisa meningkatkan tingkat risiko, misalnya : stowage plan yang tidak benar sehingga kapal mudah terbalik. Sedangkan moral hazard adalah suatu kerugian yang dapat timbul akibat ketidakjujuran atau kondisi suatu perusahaan, misalnya perusahaan pelayaran yang cukup baik keuangannya tapi kurang memperhatikan jadwal dockingnya. “Manajemen juga harus bagus, trayek atau rute tradingnya, jenis kargonya, kebanyakan kargonya sekarang batu bara dan pasir
JURNAL MARITIM\ANDRI REZEKI
“Saya jarang menemukan underwriter yang mengerti kapal, bukan jarang tapi hampir tidak pernah selain di ACA. Orang banyak tahu kapal di Indonesia tapi tidak tahu asuransi,dan dari sekian banyak orang yang faham asuransi tapi tidak tahu kapal dan operasionalnya.”
misalnya. Income kapalnya bagus berarti pemasukan buat maintenance juga bagus. Jadi yang saya perhatikan ya faktor hazard. Physical hazard ya kapal itu sendiri kalau moral hazard ya manajemen dari kapal tersebut yaitu si ownernya kalau itu sudah bagus kenapa tidak?” Boedi yang sebelumnya bekerja di Jasindo ini juga mengeluhkan masih banyak perusahaan kapal yang nakal, Hal ini menurutnya terjadi karena banyak perusahaan asuransi yang tidak mengerti kapal sehingga dimanfaatkan oleh perusahaan kapal, padahal inti dari bisnis asuransi adalah iktikad baik. “Sekarang yang jadi masalah adalah kapal yang direpair dibandingkan dengan kapal yang baru dibangun. Kapal yang masih baru tidak ada masalah, kapal lama kan ada tumpahan minyak dan segala macam yang harus dibersihkan dan lain-lain. Jadi diperlukan asuransi untuk memproteksi pemilik kapal,” jelas Boedi. Dari pengalaman ACA selama ini, justru sejumlah perusahaan pelayaran nasional menganggap mengikuti inspeksi badan klasifikasi adalah beban. Sementara pihak asuransi tidak mau tahu, karena kalau tidak ada pengecekan dari klass maka sama saja kapal itu tidak pernah dimonitor selama dalam
Maritim 59 JURNAL
KORPORASI dok. Kapal penumpang setidaknya setahun sekali wajib naik ke dok galangan dan kapal general cargo itu dua tahun sekali. Kapal-kapal ini tentunya harus dilakukan pemeriksaan khusus dan dimonitor oleh klass. “Bayangkan kalau mereka tidak mau ikut klass karena tidak ada uang dan lain-lain, berarti kan monitornya tidak benar. Ini akan membuat perusahaan asuransi ngeri. Bagaimana mau menutup kapal seperti ini? Memang sudah ada aturan untuk wajib mengikuti klass cuma law enforcement-nya belum jalan.� Oleh karena itu, baik pihak asuransi dan pemilik kapal harus memahami alur klaim asuransi sehingga sama-sama mengetahui posisi, hak, dan tanggung jawab masing-masing. Dari grafis 2 akan tergambar alur pengajuan klaim asuransi kapal. Di situ akan terlihat peran dari surveyor maupun Average Adjuster untuk menyelidiki penyebab dari risiko yang dialami
tertanggung atau klien asuransi. Misalnya sebuah kapal membawa muatan berbahaya seperti bahan peledak, pihak shipping harus mendeklarasikan muatannya ke perusahaan asuransi. Hal ini penting agar saat terjadi insiden selama pelayaran dan terjadi masalah, maka pihak asuransi bisa melihat memang riskan membawa muatan berbahaya dan tidak bisa dicover asuransi. Menurut Boedi, perlu ada iktikad baik dari kedua belah pihak sebab terkadang pihak asuransi tidak bisa menjelaskan isi polis secara detail, adapun pemilik kapal tidak mau mengungkapkan kondisi kapalnya seperti apa. Perawatan kapal Problem lainnya yang dialami ACA dalam industri pelayaran adalah perusahaan kapal masih ada yang kurang memahami regulasi keselamatan dan lemahnya SDM dalam merawat operasional kapal. Sikap dan mental seperti ini yang membuat kerusakan kapal menjadi
semakin parah dan otomatis menaikkan risiko asuransi. “Kapal itu bisa diwakilkan dengan sertifikat kesempurnaan dan saat ini berlaku sertifikat konstruksi, dengan adanya surat itu dianggap kapal sudah layak berlayar. Itu versi textbooknya. Tapi versi kita yang disebut kapal layar berlayar itu adalah kapal yang berangkat dari satu tempat menuju tujuan dengan aman. Aman dari segi kapal itu sendiri, bahan bakar cukup, bahan makanan cukup dan kru kapal baik. Jadi tidak cukup sekadar sertifikat saja,� tukas Boedi. Sebagai orang kapal, Boedi kerap memeriksa sejauh mana perawatan dari sebuah kapal. Borok sebuah kapal akan terungkap dari pola perawatan. misalnya kapal telat naik dok, terlambat maintenance, lewat dari jadwal pergantian oli, dan turbo chargernya sampai jebol. Menafikan jadwal perawatan saja sudah bisa menghabiskan miliaran rupiah per kapal. Mengcover kapal baru tidak
PENDAPATAN PREMI BRUTO (Dalam Jutaan Rupiah) 2008
2009
2010
2011
2012
485.397
499.731
557.736
634.393
653.866
Konstruksi
40.906
23.903
29.769
35.820
37.586
Marine Cargo
67.293
67.365
65.822
87.943
96.183
Marine Hull
38.235
37.443
41.263
66.369
101.343
508.276
579.437
636.595
712.457
775.542
88.498
110.750
151.558
259.313
375.622
1.228.605
1.318.629
1.482.743
1.796.295
2.040.142
Properti
Motor Car Aneka Jumlah Total
60 Maritim JURNAL
selamanya rendah risikonya. Beberapa tahun lalu, sebagai contoh, armada kapal Djakarta Lyodd berusia di bawah 10 tahun tapi asuransi tidak ada yang mau. Kenapa? Sebab, mereka kacau dalam manajemen merawat kapal. Inilah bahayanya bagi pihak asuransi kalau tidak memahami tentang perkapalan, bisa-bisa dipermainkan oleh pihak perusahaan kapal. Boedi menambahkan, pihaknya masih berani mengcover kapal yang belum diperiksa klass sepanjang masa dockingnya memenuhi syarat. Lebih nyaman mengawal kapal yang masuk galangan setahun lalu daripada terakhir naik galangan empat tahun lalu, meskipun kapalnya baru. Kejelian dalam proses survei dan penentuan polis menjadi keunggulan ACA dibanding perusahaan asuransi lain yang juga bergerak di bidang marine. Pada umumnya, mereka hanya
mengajukan pertanyaan standar seputar tahun pembuatan kapal dan apakah kapal punya klass BKI atau tidak serta berapa DWT dari kapal tersebut? “Kalau saya, saya akan tanya, ini rutenya di mana? Apakah kapal ini kapal yang liner yang punya trayek yang regular atau temper yang trayeknya tidak jelas. Ini berpengaruh karena bicara maintenance, kalau kapal liner akan maintenance rutin, kalau kapal temper akan jalan terus dan tidak terurus rutin maintenancenya. Jadi kru kapalnya tidak akan punya planning untuk maintenance,� beber Boedi. Ketika banyak perusahaan asuransi yang menghindari builder risk insurance karena dianggap riskan, ACA melakukan langkah berani dengan mengambil segmen pasar tersebut. “Itu salah, karena mereka tidak mengerti kapal. builder risk itu sangat bagus asal pembuatannya
Penanggung
Tertanggung
Final Report
Average Adjuster
Surveyor IMS
Approval
disupervisi dari klass baik BKI maupun klass asing. Jadi asuransi marine ini ada hull and machinery ada builder risk adalah construction mulai dari key laying, sampai selesai, sampai launching, sea trial, sampai delivery to owner begitu sudah delivery baru selesai,� ungkap Boedi. Karena itu perusahaan galangan kapal (dockyard) harus mempunyai builder risk insurance. Dockyard biasanya memiliki dua polis, satu untuk pembangunan kapal dan kedua untuk ship repair lability, misalnya untuk perawatan, perbaikan, dan pengelasan. Boedi menyarankan, perusahaan kapal juga harus memperhatikan dockyard yang menggandeng mitra asuransi yang bagus. Perusahaan galangan kapal yang memiliki ship repair liability di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari dari sekian banyak dockyard yang ada padahal itu penting untuk kenyamanan berusaha. n Indarti
Naik dock/repair
Approval dari IMS
Penanggung / Asuransi
Bill repair
Average Adjuster
Bayar ke Tertanggung
Alur Klaim Asuransi Kapal
Maritim 61 JURNAL
PERSPEKTIF
Menguak Manajemen Keselamatan Pelayaran Nasional
B
elum lagi luput dari ingatan publik soal kecelakaan KM Sahabat dan kapal-kapal lain dalam kurun enam bulan terakhir, kembali terjadi kecelakaan di perairan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Bertambah lagi bilangan kerugian disebabkan oleh buruknya manajemen keselamatan pelayaran di dalam negeri. Untuk mengukur baik-buruknya manajemen keselamatan pelayaran, industri pelayaran mengenal satu parameter yakni Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974. Ketika kita mengatakan bahwa manajemen keselamatan pelayaran dalam negeri buruk, inilah alat pengukurnya. Masalahnya, apakah standar ini sudah diterapkan di Indonesia? Kalau sudah, mengapa dalam berbagai kecelakaan kapal di Tanah Air jumlah korban meninggal misalnya, relatif tinggi? Kematian memang di tangan Tuhan, tetapi dari pemberitaaan di media massa tentang berbagai kecelakaan kapal di Indonesia, korban-korban itu menjemput ajalnya rata-rata dikarenakan oleh minimnya lifesaving appliances di atas kapal. Sebagai anggota Organisasi Maritim Internasional (IMO), Indonesia tentu mengadopsi
62 Maritim JURNAL
SOLAS 1974 dan karenanya boleh dikatakan telah menerapkannya. Namun, jika diteliti lebih dalam, kenyataannya menunjukkan kondisi berbeda. Dalam kalimat lain, Indonesia sebetulnya tidak menerapkan aturan tersebut. Kalau berbagai kecelakaan kapal yang terjadi di Indonesia, terutama yang berlaku dalam kurun 3 tahun terakhir, tidak mau dijadikan bukti betapa negeri ini tidak menerapkan SOLAS 1974, mungkin penerapan electronic position-indicator radio beacon (EPIRB) di Indonesia bisa dikemukakan. Alat ini sangat berguna dalam menentukan posisi kapal sehingga manakala ia mengalami kesulitan, kecelakaan atau tenggelam di lautan kapal penolong akan dengan meudah menemukan posisinya karena terbaca di alat penerima sinyal yang dipasang di kapal penolong. IMO telah menetapkan alat itu, yang merupakan sub-sistem dari Global Maritime Distress and Safety System/GMDSS, harus sudah terpasang di kapal-kapal terhitung sejak 1 Februari 1999. Ada cerita menarik soal EPIRB ini. Beberapa hari setelah KM Sahabat tenggelam di seputar perairan Kepulauan Seribu pada 21 Januari lalu, kapal patroli Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP)
Kementerian Perhubungan melakukan pencarian bangkai kapal naas tersebut. Sayang, kapal tidak ditemukan. Menurut awak media yang menyertai operasi pencarian, mengutip kru kapal KPLP, bangkai KM Sahabat tidak berhasil ditemukan karena tumpahan minyak sebagai pertanda keberadaan bangkai kapal tidak terlihat di lokasi tenggelamnya kapal. Ini berarti pencarian dilakukan dengan metode visual. Dengan kondisi cuaca yang tergolong ekstrem saat ini tentu saja metode ini tidak akan membuahkan hasil. Namun, jika KM Sahabat dilengkapi dengan EPIRB, pencariannya mungkin saja berhasil dengan baik. Kini, dengan tidak diketahuinya posisi KM Sahabat perairan sekitar Kepulauan Seribu menjadi rawan karena bangkai itu tentu saja akan berpindah-pindah sesuai dengan kondisi perairan. Parahnya lagi, tidak terdengar kabar dari pemilik kapal itu akankah dilakukan salvage (pengangkatan bangkai kapal) atau tidak. Pengakuan Lemahnya implementasi SOLAS 1974 bukan hanya disuarakan oleh pengamat pelayaran tetapi juga diakui oleh Kementerian Perhubungan.
Siswanto Rusdi FOTO: PRIBADI
Pendiri, Direktur The National Maritime Institute (Namarin)
“Lemahnya implementasi SOLAS 1974 bukan hanya disuarakan oleh pengamat pelayaran tetapi juga diakui oleh Kementerian Perhubungan.� Pernah seorang pejabat senior di instansi itu mengungkapkan bahwa penerapan aturan IMO tersebut memang masih belum maksimal. Kendalanya adalah lemahnya pemahaman SOLAS, peraturan perundangan yang tumpang tindih. Belum lagi masalah pendanaan dan ketersediaan SDM yang andal. Manajemen keselamatan pelayaran nasional juga masih ditandai dengan masih terpisahnya pemeriksaan statutory kapalkapal berbendera Indonesia. Kementerian Perhubungan selaku pihak yang memegang kewenangan penerapan SOLAS – dalam istilah IMO disebut Administration – telah melimpahkan pemeriksaan konstruksi lambung, perlistrikan
dan permesinan kapal kepada Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Sementara, aspek lainnya, umpama, instalasi radio, kelaikan alat-alat keselamatan di atas kapal, masih dilaksanakan langsung oleh Kemhub. Kondisi seperti itulah yang sering diistilahkan oleh pemilik kapal domestik dengan multiple classification. Pada awalnya diklasifikasi oleh BKI kemudian diklasifikasi oleh Kemhub. Di negara lain lazimnya pihak klasifikasi melakukan hampir seluruh pekerjaan yang terkait dengan aspek keselamatan kapal. Pemeriksaan oleh Kemenhub di lapangan dilakukan oleh Marine Inspector. Marine Inspector
memang tidak setenar Syahbandar atau KPLP (Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai) yang setiap kali kita ke pelabuhan akan dengan mudah dapat dikenali. Bahkan, dalam suatu peristiwa kecelakaan kapal, mereka sering menjadi selebritis karena sering dikutip oleh media massa. Tetapi, Marine Inspector-lah sejatinya yang menjadi ujung tombak dari aspek safety of navigation. Bukan hendak menyalahkan mereka, hingga saat ini kita tidak tahu bagaimana kinerjanya. Pasalnya, pada setiap kecelakaan kapal selalu tercecer fakta bahwa mereka sepertinya telah abai dalam menjalankan tugasnya. Entahlah.
Kedaruratan pelayaran dan penanganannya
Maritim 63 JURNAL
PERSPEKTIF
Lima Pilar IMO dalam Berlayar
S
ebenarnya, manusia ditakdirkan menjalani kehidupannya di daratan. Sementara laut adalah dunia atau habitat biota laut, seperti ikan dan sejenisnya. Manusia dapat menjalani kehidupannya di laut apabila memiliki tempat tinggal, yang lebih populer disebut kapal. International Maritime Organization (IMO telah menetapkan lima pilar agar kapal dan manusia dapat bekerja aman, nyaman, selamat, dan tidak merusak ekosistem kelautan selama menjalani kehidupan di laut bebas. Pertama, Safety of Life At the Sea 74 (SOLAS 74). Aturan ini lebih berorientasi pada aspek pembangunan konstruksi agar stabilitas kapal dapat tercapai dengan baik, sehingga kapal, muatan, dan manusia di atasnya aman, nyaman, dan selamat dari cuaca ekstrem seperti ganasnya ombak, terjangan badai, taifun, dan lainnya. SOLAS diilhami tragedi tenggelamnya kapal Titanic di perairan antara Inggris dan Amerika, karena menabrak gunung es pada 14 April 1912. Pada konvensi 14 Januari 1914 dicetuskanlah SOLAS 14, diamandemen menjadi SOLAS 29, SOLAS 48, SOLAS 60, dan SOLAS 74. Kedua, International Ship and Port Facility Security Code ( ISPS Code ). Aturan ini lebih berorientasi
64 Maritim JURNAL
pada aspek keamanan atau security. Kapal, muatan, dan manusia di atas kapal harus memperoleh rasa aman dari gangguan internal maupun internal, seperti gangguan perompak (piracy), penyanderaan, teroris, dan lainnya. Serangan teroris terhadap gedung kembar World Trade Center di kota New York AS pada 11 September 2001 telah mengilhami lahirnya ISPS Code 2002 dan diberlakukan efektif mulai 1 Juli 2004. Ketiga, GMDSS ( Global Maritime Distress Safety System). Aturan ini lebih berorientasi pada aspek komunikasi. Kapal dan komunitas di laut harus secara terus-menerus menjalin komunikasi dengan unsur lain, karena mereka hidup terisolasi di tengah laut. Keadaan darurat di atas kapal telah dimulai sejak kapal itu lepas tali buangan dan keluar dari pelabuhan. Di sekitarnya tidak ada lagi rumah sakit, warung, dan pusat perbelanjaan, sehingga apa pun yang terjadi terhadap kapal dan komunitas di atas kapal hanya dapat diketahui dari komunikasi yang tetap terjalin dengan kapal-kapal di sekitar, daratan, dan unsur lainnya. Sewaktu kapal Titanic tenggelam, dan menelan korban jiwa sebanyak 2.270 orang, banyak kapal-kapal berseliweran di sekitar daerah itu. Namun, mereka sama sekali tidak mengetahui kejadian tersebut. Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya komunikasi antara
kapal musibah dengan kapal-kapal yang berada di sekitarnya. Pada SOLAS 74 safety communication mulai dikaji dan diperbaiki secara bertahap. Barulah tahun 1979 pada konvensi para pakar Maritime Search and Rescue, kapal-kapal harus dilengkapi dengan sistem komunikasi marabahaya dan keselamatan maritim (GMDSS ), Emergency Positioning Radio Beacon (EPIRB) yang berhubungan dengan International Maritime Satellite Organization (INMARSAT). Isu Lingkungan Pilar keempat adalah Marine Pollution 73/78 (MARPOL 73/78). Aturan ini lebih berorientasi pada aspek pencemaran lingkungan laut. Kita tahu bahwa lingkungan atau ekosistem laut harus dijaga kelestarian dari kerusakan akibat pencemaran yang bersumber dari daratan maupun dari lautan. Kapal sangat berpotensi menjadi sumber pencemaran lingkungan, baik berbentuk minyak, sampah, racun, plastik yang berasal dari buangan kapal, muatan, dan lainnya. Marpol mengatur kapal agar memiliki peralatan-peralatan pencegah pencemaran kapal, seperti Oily Water Seperator (OWS), atau alat pemisah minyak dengan air. Hanya air yang boleh dibuang ke laut dengan syarat mengandung 15 part permillion (ppm) dan incenerator atau alat pembakar
Dipl. Ing. Adonis Radjab, M.Eng FOTO: PRIBADI
Direktur Akademi Maritim Pembangunan
“Kita meyakini Maritime Labour Convention 2006 akan menjadi pilar keenam untuk hidup dan bekerja di laut, yang berorientasi pada aspek kesejahteraan pelaut.� sampah. Sampah-sampah di atas kapal tidak dibuang ke laut tetapi dimusnahkan, dengan alat pembakaran. Fenomena pencemaran laut oleh minyak dimulai sejak kapal tanker pertama bernama MT Gluckauf menggunakan mesin penggerak mesin diesel pada 1885. Baru pada 1954 dicetuskan Oil Pollution Convention di Inggris untuk mencegah pembuangan campuran minyak dalam pengoperasian kapal tanker dari kamar mesinnya. International Convention for Prevention of Oil Pollution from Ships disetujui IMO pada 2 November 1973, kemudian disempurnakan pada Protocol 1978 berisi Tanker Safety and Pollution Prevention. Konvensi dikenal dengan nama MARPOL 73/78 sampai sekarang. Sertifikasi Pelaut Pilar kelima adalah Standard of Training Certificate Watchkeeping for Seafarers (STCW ). Aturan ini lebih berorientasi pada aspek pendidikan, pekerjaan, organisasi, dan SDM praktisi di atas kapal, baik sebagai perwira (officer, engineer) dan ratings. Manusia yang tidak memiliki kemampuan atau competency dan kecakapan, keahlian, atau proficiency di atas kapal adalah penumpang. Pekerja di atas kapal harus memiliki sertifikat kemampuan atau dikenal dengan Certificate of Competence, yaitu
Ahli Nautica Tingkat bagi Deck Officer dan Ahli Tehnika Tingkat bagi Engineer. Mungkin karena profesi pelaut adalah tenaga kerja yang menghadapi faktor kesulitan tinggi, tingkat risiko tinggi dan mempunyai karakter kerja sendiri, maka untuk memikirkan dan meningkatkan kesejahteran pelaut International tersebut, International Labour Organization (ILO) mencetuskan Maritime Labour Convention pada tahun 2006 dan berlaku efektif tahun 2013. Puluhan negara telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Filipina negara tetangga kita. Konon, Indonesia belum meratifikasi MLC 2006. Konsekuensinya, bagi pelautpelaut kita yang sedang bekerja di kapal-kapal asing tentu terancam diturunkan dan tidak akan diterima bekerja di kapal negara yang telah meratifikasi kovensi ini. Kita, sebagai praktisi, pemerhati, pengusaha, dan orang yang peduli dunia maritim, tentu mengharapkan pemerintah secepatnya meratifikasi MLC 2006. Kita meyakini Maritime Labour Convention 2006 akan menjadi pilar keenam untuk hidup dan bekerja di laut, yang berorientasi pada aspek kesejahteraan pelaut. Salah satu pilar IMO dalam berlayar adalah Standard of Training Certificate Watchkeeping for Seafarers (STCW). Aturan ini berorientasi pada aspek pendidikan,
pekerjaan, organisasi, dan SDM praktisi di atas kapal, baik sebagai perwira (officer, engineer) dan ratings. Pekerja di atas kapal harus memiliki sertifikat kemampuan atau dikenal dengan Certificate of Competence, yaitu Ahli Nautica Tingkat (ANT) bagi Deck Officer dan Ahli Tehnika Tingkat (ATT) bagi Engineer. Di samping memiliki Certificate of Competency (COC), mereka juga harus memiliki Certificate of Proficiency (COP). Sertifikat ini berlaku umum untuk semua kapal dan harus dimiliki semua orang yang bekerja di atas kapal seperti Survival Craft Rescue Boat (SCRB) dan Medical First Aid (MFA). Ada juga berlaku khusus, yang harus dimilki oleh orang yang bekerja di kapal-kapal tertentu dan sebagian hanya dimiliki oleh perwira kapal. Contohnya seperti, Oil Tanker Training, Chemical Tanker Training Programme, dan Radar Simulator (khusus perwira kapal). Selain memiliki kemampuan, kecakapan, dan buku pelaut (seaman book), nakhoda dan kru kapal harus membentuk organisasi di atas kapal (ship organization on board), merujuk pada STCW amendemen 2010 Manila dan juga melaksanakan manajemen yang baik agar kapal selalu laik laut, merujuk pada International Safety Management Code (ISM Code) 1993.
Maritim 65 JURNAL
GALERI FOTO
Putri Bahari Indonesia 2013, Penjaga Tradisi Maritim Nusantara Prayang Sunny Yulia, 24, memiliki pandangan menarik mengenai dunia kemaritiman nusantara. Mahasiswi Ilmu Perminyakan Trisakti ini mengungkapkan bahwasanya pemuda-pemudi harus senantiasa memiliki tekad agar mau menjaga wisata bahari Indonesia, menjaga tradisi nenek moyang yang merupakan negara maritim, dan mengubah pola pikiran pemuda untuk kembali memikirkan potensi besar yang dimiliki laut Indonesia.
66 Maritim JURNAL
Kedaulatan wilayah lautan Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke dalam pemikiran si cantik pemilik Sio Kuda, kelahiran 1990 ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawartawar. Baginya, kekuatan di laut sangatlah penting. Keberadaan Sea Cost Guard Indonesia sebagai benteng laut teritori adalah mutlak. OLEH: Firmanto Hanggoro
Maritim 67 JURNAL
GALERI FOTO
Menengok Desa yang Hilang Kondisi desa-desa di 66 pesisir pantai Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sungguh memprihatinkan. Kerusak lingungan sudah dapat dipastikan harus menenggelamkan tiga desa diwilayah itu. Yakni, Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana. Keberadaannya perlahan-lahan mulai hilang akibat terus menerus dan digerus gelombang serta banjir rob uang mengakibatkan abarasi ratusan meter dari bibir pantai. Tidak ada lagi jarak antara pagar rumah dan laut. Ratusan Kepala Keluarga terpaksa harus menyingkir, namun tidak sedikit juga yang bertahan demi mempertahankan tempat tinggal hasil jerih payah melaut bertahun-tahun.
Bukan hanya bertugas menjaga keamanan, keselamatan dan kemanusiaan saja. Organisasi yang erlambang Ikan Lumba-Lumba berlatar belakang senjata Trisula dan memiliki semboyan, “Dharma ala Praja Tama�, yang dapat diartikan, “Sebagai insan bahari selalu berusaha melaksanakan engabdian yang terbaik untuk bangsa dan negara,� ini juga mengurusi berbagai hal terkait ermasalahan yang terjadi dilaut seperti mencegah meluasnya pencemaran oli tumpah di lautan ingga memberikan izin kelayakan kapal-kapal yang berlayar di perairan nusantara.
68 Maritim JURNAL
Luas Kabupaten Bekasi yang 1.484 Km2 itu pastinya sudah semakin menyusut akibat abrasi dipesisir pantai, tersebut. Berkurangnya hutan mangrove sebagai “benteng pertahanan terakhir” penghambat abrasi dan perilaku masyarakat sangat memengaruhi kondisi disini. Menurut petugas Perum Perhutani pengelola kawasan ini, luas hutan mangrove alami di Muara Gembong berkurang 93,5 persen dari 10.480 hektare. Faktor penyebabnya selain mengalami penyusutan alami juga berubah menjadi tambak-tambak dan lahan pertanian masyarakat. Mungkin tidak ada kata terlambat untuk terus “menggalakkan” slogan program penyelamatan lingkungan seperti “Ayo Tanam Mangrove, Selamatkan Pesisir”, karena hal itu memang sangatlah penting. Tidak hanya untuk kehidupan manusia juga ekosistem yang ada di sana, beserta pesona alam eksotis yang dimilikinya, tentu. OLEH: Firmanto Hanggoro
Maritim 69 JURNAL
KULINER FOTO-FOTO: JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Nikmatnya Menyantap Seafood di Atas Laut Menyantap seafood sambil menikmati eksotisme panorama laut saja mungkin sudah biasa. Tetapi pernahkah Anda menikmati hidangan laut di sebuah restoran di atas laut?
N
ah, apabila anda penasaran dan ingin langsung merasakannya, Anda wajib menyambangi restoran Seafood City. Restoran ini terletak di atas laut utara Jakarta. Inilah yang berbeda dari restoran seafood pada umumnya. Mengusung motto “Premium Jetty Restoran di Atas Laut”, Seafood City by Bandar Djakarta hadir menawarkan sebuah konsep unik untuk memanjakan selera para pecinta seafood Ibukota. Restoran yang terletak di Green
70 Maritim JURNAL
Bay Pluit City, Jakarta Utara dengan luas 1.500 meter persegi ini merupakan restoran ketiga yang dibangun oleh Bandar Djakarta Group. Ya, walaupun tergabung dalalam satu manajemen Bandar Djakarta Group namun namun dari segi area dan hidangan, Seafood City memiliki konsep yang berbeda dari dua restoran Bandar Djakarta sebelumnya yaitu Bandar Djakarta Ancol dan Bandar Alam Sutera Serpong. “Setiap Bandar Djakarta memiliki tagline tersendiri, Bandar
Djakarta Ancol dengan konsep di pinggir laut Seaside Seafood Restaurant. Sementara Bandar Djakarta Alam Sutera sendiri lebih mengarah kepada konsep taman maka dikenal dengan Garden Seafood Restaurant,” tutur Natalia Cahya, Assitant Bussiness Development Seafood City kepada tim Jurnal Maritim saat ditemui di Seafood City, Senin (20/1). Didesain dengan konsep natural minimalis menjadi ciri khas Seafood City. Hampir seluruh material yang digunakan berbahan kayu dan bambu serta warna
cokelat yang mendominasi ruangan semakin menguatkan sentuhan nuansa alam yang dihadirkan di resto yang mulai beroperasi pada 1 Desember 2011. Selain itu, menurut Natalia, terdapat dekorasi khusus dalam menyambut perayaan hari besar. Kali ini karena menyambut tahun baru China (Imlek), Seafood City diselaraskan dengan mendekorasi ruang dengan menambahkan pernak-pernik atau ornamen yang identik dan khas dengan kultur China. Ada dua area yang ditawarkan restoran yang memiliki kapasitas 750 tempat duduk ini, yakni indoor dan outdoor. Menarik, area indoor yang berada di atas atau tepatnya terletak di dalam mall terbagi menjadi tiga ruangan yaitu crab room, lobster room dan halibut room. Ketiga nama yang diambil dari jenis-jenis seafood menjadi ciri khas interior pada bagian indoor. Selanjutnya, saat turun menapaki tangga untuk melanjutkan langkah kaki menuju outdoor, suara deburan ombak yang kencang seakan menyambut kedatangan kami. Waah, saat tiba, mata ini langsung dimanjakan dengan keindahan pemandangan laut di sana. Di area ini, Anda bisa memilih untuk duduk diruang terbuka agar lebih dekat dengan laut atau di dalam ruangan VIP ber-AC dengan melihat laut hanya dari balik dinding kaca. Ruangan VIP dikhususkan bagi pengunjung yang tidak merokok. “Pengunjung bebas memilih tempat yang diinginkan tanpa dikenakan charge kembali, kecuali apabila pengunjung ingin membooking secara khusus,” jelas perempuan lulusan kampus perhotelan ini.
“Setiap Bandar Djakarta memiliki tagline tersendiri, Bandar Djakarta Ancol dengan konsep di pinggir laut Seaside Seafood Restaurant. Sementara Bandar Djakarta Alam Sutera sendiri lebih mengarah kepada konsep taman maka dikenal dengan Garden Seafood Restaurant.” Dari semua sudut, ada satu sudut bernama area dermaga inilah tempat khusus paling favorit seperti sebuah jembatan terbuka dengan posisi benar-benar di atas laut tanpa dihalangi atap. Seafood Rasa Asia Apabila tadi telah menelisik dari segi area. Nah, kami pun penasaran apa saja ya hidangan yang berbeda dan menjadi primadona dari Seafood City dibandingkan dengan restoran lainnya? Kami pun melanjutkan perbincangan dengan Natalia Cahya sambil menunggu hidangan datang. Dari segi hidangan, Seafood City juga memiliki kekhasan sendiri yang tidak kalah dari keistimewaan areanya. Tetapi restoran ini tidak menghilangkan 100 persen beberapa menu andalan Bandar Djakarta. “Terdapat beberapa menu yang kami ambil dari Bandar Djakarta Ancol namun tidak banyak
Natalia Cahya, Assitant Bussiness Development Seafood City
hanya 10%, seperti menu bakaran saus Bandar dan bakaran saus jail,” terang Natalia. Wow, ternyata hidangan masakan di Seafood City, rasanya lebih mengarah ke seafood dengan rasa yang disesuaikan dengan cita rasa lidah orang Indonesia. Berbeda dengan Bandar Djakarta Ancol yang memiliki ciri khas Betawi seperti ikan bakar Jali, ikan bakar saus telur, dan ikan bumbu rujak. Sementara di Seafood City menunya yaitu ikan bakar pandan wangi, ikan tim saus tom yam, ikan tim saus penang, dan masih banyak yang lainnya. Seafood City, memang surganya bagi pecinta kuliner. Berbagai varian menu seafood yang terbagi menjadi beberapa kategori tersaji lengkap di sini. Bahkan dari setiap kategori terdapat menu terfavorit yang menjadi primadona. Untuk hidangan pembuka (appetizer) yang paling banyak dicari pengunjung
Maritim 71 JURNAL
KULINER
adalah batok kepiting isi seafood dan tahu isi udang jamur enoki, dari kategori sup paling istimewa yakni sup udang tim obat yang menyehatkan, kategori kepiting menu kepiting telur asin dan kepiting jumbo jantan seafood city chili sauce yang paling diburu pengunjung. Untuk kategori ikan ada tiga menu yang menjadi jagoan yaitu ikan bawal Jepang bakar pandan wangi, steam ala hongkong dan steam tom yam ala Thailand. dari kategori lobster pun tak kalah dicintai yaitu lobster sashimi dan udang bakar saus keju, selain itu adapula dari kategori cumi yang paling sering dipesan yaitu cumi goreng tepung. Satu lagi dari kategori vegetable ada sayur empat raja yang menjadi idola. Bedanya lagi, Seafood City menyediakan Dim Sum sebagai menu breakfast yang buka setiap
72 Maritim JURNAL
hari. Untuk weekdays buka mulai pukul 09.00-15.00 WIB. Sementara untuk weekend, buka lebih pagi dari pukul 08.00-14.00 WIB. Setelah berbincang hangat, akhirnya menu main course yang digandrungi oleh pengunjung Seafood City ini pun tiba di meja makan kami. Menu pertama yang langsung saya cicipi yaitu Dim Sum varian siomay ayam jamur, chong fan chakwe, dan pangsit udang pocai kristal sebagai makanan pembuka di waktu sore itu. Menurut Ledi Herdiansyah chef khusus Dim Sum, dari semua varian Dim Sum spesial, siomay ayam jamur menjadi varian best seller karena rasanya yang gurih. Biasanya menyantap Dim Sum siomay ayam jamur ini cocok ditemani dengan saus blibis. Pengolahannya dengan cara dikukus menggunakan alat steam khusus selama lima menit. Sedikit
berbeda dengan chong fan chakwe, untuk adonan kulitnya terbuat dari tepung beras. Proses pembuatan adonan sama dengan cara pembuatan kwetiau. Isian chakwe yang telah goreng dibalut dengan lembaran berwarna putih susu yang dibuat dari adonan tepung beras tersebut. Hmm, semakin nikmat kalau dicocol dengan selai kacang dan kecap manis cair. Dari tiga Dim Sum yang tersaji, ada satu varian yang mencolok dari segi warna dan bentuk. Bukan lagi digulung tetapi varian pangsit udang pocai kristal dibentuk seperti ulat hijau dengan isian yang berupa campuran sayuran pocai, daun ketumbar, wortel, udang, dan ayam. Pocai sendiri merupakan sayuran hijau sejenis bayam yang memiliki rasa agak manis. Sementara untuk kulitnya agak tebal dan hijau transparan yang terbuat dari tepung sagu.
FOTO-FOTO: JURNAL MARITIM/FIRMANTO
Selanjutnya, kami pun menyantap menu main course yang juga digemari pengunjung Seafood City, udang bakar saus keju. Wuihh, rasa kejunya paling dominan begitu kuat, kental, dan creamy. Cita rasa yang sempurna dipadu dengan daging udang yang tebal dan kenyal membuat lidah menarinari saat menikmatinya. Menu satu ini hanya diproses sekitar 15 menit saja. “Udang digoreng terlebih dahulu kemudian diguyur saus keju dan tahap terakhir dipanggang 5-10 menit,� jelas Lukman, Chef Seafood City. Adapula berikutnya kami disajikan hidangan ikan bawal ikan bawal Jepang bakar pandan wangi yang dijamin membuat Anda terlena. Daging ikan digoreng setengah matang ditambah baluran bumbu dan daun pandan yang memenuhi badan ikan lalu dibungkus dengan daun pisang dan aluminum foil kemudian dibakar. Saat membukanya, aroma menyerbak keluar kian menggoda penikmatnya. Bau khas pandan
wangi pun menyeruak. Selain itu wangi rempah yang menyebar serasa tak ingin kalah dengan pandan wangi. Kresss! Dari ikan bawal lanjut menggigit cumi goreng yang garing nan gurih. Setelah menyikat habis seafood rasanya tak lengkap tanpa melahap sayuran hijau. Ya, inilah sayuran yang hanya ada di Seafood City, sayur empat raja namanya. Terbilang unik, ternyata dinamakan empat raja karena Seafood City sengaja ingin membuat menu sayuran yang spesial dengan menyajikan sayur yang dicampur dan dimasak dengan saus belacan atau terasi yang sangat jarang dijumpai. Menu ini terdiri dari empat komposisi sayuran yaitu okra atau biasa disebut lady finger, kecipir, terong dan petai. Proses memasaknya sendiri simpel, sayur hanya digoreng kemudian direbus untuk menghilangkan minyaknya baru ditumis pakai saus belacan dan diberikan sedikit bawang putih sebagi aroma. Rasanya ramai, ada pedas, manis, dan asin. Dari tekstur
sayuran krenyes terasa setengah matang. Puas dengan aneka menu yang disajikan, belum sempurna rasanya bila belum mencicipi menu dessert dan minuman pelepas dahaga sebagai penutup. Kali ini, pudding kelapa Thailand menjadi pilihan. Menyuap satu sendok puding kelapa yang begitu lembut nan gurih manis mampu membangkitkan mood. Dibuat dari paduan air kelapa Thailand, susu, dan santan semakin menambah kelegitan pudding. Untuk minuman, Seafood City memiliki dua jenis pilihan minuman sehat yang menjadi andalan yaitu Gogo Green dan Jus Dang Ding Dong. Bukan saja memberikan kesegaran tetapi juga menyehatkan. Sensasi rasa yang dihadirkan dari kedua healthy drink ini cukup unik di lidah saya. Pekatnya cita rasa asam dapat menggetarkan lidah bahkan menyegarkan mata yang sudah mulai mengantuk. Gogo Green sendiri dibuat dari campuran caisim, lemon, dan nanas.
Maritim 73 JURNAL
KULINER
Sumber air dari gua yang dipenuhi stalaktit di Waikelo Sawah.
Sementara jus dang ding dong berbahan baku buah kedondong yang dijus. Segelas gogo green dipatok dengan harga Rp18.000 dan untuk segelas jus dang ding dong ditawarkan dengan harga Rp22.000. Fish Market Penasaran dengan kesegaran seafood yang disajikan, setelah makan kami pun diajak berkeliling fish market. Ya betul sekali fish market Seafood City memang lebih luas dan bersih. Yang berbeda dari fish market di Seafood City dengan Bandar Djakarta Ancol yaitu item yang dijual. Konsep pasar ikan Seafood City, 80% itemnya seafood hidup dan 20% item fresh sehingga lebih healthy life. “Ini merupakan kebalikan dari konsep pasar ikan yang ditawarkan di Bandar Djakarta,” kata Natalia. Bahan baku seafood disini bervariasi mulai dari lokal hingga impor. Sebagai tren Seafood City menjual seafood yang langsung diimpor dari negara asalnya, seperti kepiting Alaska yang berasal dari Alaska, ikan halibut dari Korea, lobster Kanada, oyster dari
74 Maritim JURNAL
Amerika Serikat. Seafood impor ini diperlakukan sesuai suhu asli habitatnya masing-masing. Bagi Anda yang belum pernah ke Seafood City, restoran ini buka mulai pukul 11.00 WIB-23.00 WIB pada weekdays, sementara pada waktu weekend dari pukul 10.00 WIB-23.30 WIB. Suasana restoran ini selalu ramai pada malam hari dan biasanya dua kali lipat jauh lebih banyak pengunjung di hari Sabtu dan Minggu. Sama seperti restoran Bandar Djakarta lainnya, Seafood City menghadirkan hiburan live music setiap Selasa, Jumat, dan Minggu dari pukul 19.00 WIB hingga 22.00 WIB. Menyasar segmen middle-up, soal harga seimbang dengan sensasi area dan hidangan khas ala Seafood City. “Harga mulai dari Rp 42.800 per kilogram sampai Rp 1.188.000 per kilogram. Lobster Kanada dengan harga Rp 298.000 per ekor dan kepiting Alaska merupakan seafood dengan harga paling mahal,” urai Natalia. Jangan khawatir, Seafood City menawarkan paket promo dan
diskon harian. Pada hari biasa, setiap Senin hingga Jumat Anda akan mendapatkan diskon 50% untuk item tertentu. Senin diberikan diskon untuk ikan bawal bintang hidup, Selasa kerapu tikus dan kerapu cantang, Rabu mendapat diskon untuk udang pancet super dan lobster kipas hitam, dan Kamis diskon untuk kepiting jumbo jantan. Sementara setiap Jumat diskon yang ditawarkan 25% untuk kepiting Alaska. Namun diskon tidak berlaku pada weekend dan hari libur nasional. Selain diskon, Seafood City juga menyediakan paket meeting half day dan full day serta bagi Anda bisa menjadi member restoran ini dengan mengumpulkan pembelanjaan hingga Rp 3.800.000 selama dua bulan. Banyak bukan yang ditawarkan seafood city dari berbagai segi? Sekali datang, pasti anda ingin datang kembali dengan menyantap menu lezat di restoran di atas laut dengan suasana romantisme. Cocok untuk berkumpul bersama keluarga dan teman atau pasangan terkasih Anda. n Tinu Sicara
Maritim 75 JURNAL
archipelago
Sumba, Tempat Napas tak Henti-hentinya Tertahan
Ingin serasa memiliki pantai pribadi, memborong tenun ikat cantik sambil memandang savana luas tempat kuda liar bebas merumput? Datanglah ke Sumba!
T
iba di Bandar Udara Tambolaka dengan Merpati Airlines dari Bali, sopir yang menjemput kami segera membawa kami menuju Ibukota Kabupaten Sumba Barat, Waikabubak. Pemandangan di sepanjang jalan tak henti-hentinya
76 Maritim JURNAL
membuat kami menghela napas. Walau gersang, namun tidak halnya dengan tempat bernama Waikelo Sawah di Kecamatan Wewewa Timur yang memiliki air terjun dengan air melimpah ini. Sebagian air di sini dimanfaatkan untuk irigasi di beberapa desa, seperti, Tema Tana, Kalembu
Ndara Mane, Mareda Kalada, Pada Eweta, Wee Rame, Dikira, dan Tanggaba. Gua tempat air terjun mengalir ini pun airnya bening dan dingin menyejukkan, sehingga tak heran tempat ini menjadi taman bermain favorit anak-anak di desa sekitarnya. Ibu-ibu pun mencuci pakaian di aliran air tersebut sambil mengobrol.
FOTO-FOTO: Nenden Fleischmann
Pantai Marosi yang tak kalah indah dan sayang untuk tidak dijelajahi.
Weikelo Sawah
Bercengkerama bersama para ibu ramah dan anak-anak yang ceria.
Rumah-rumah adat tradisional desa Sumba
Terutama di musim kemarau, Waikelo Sawah ramai dipadati penduduk yang ingin mandi dan mencuci karena mungkin air di rumah mereka tidak mengalir. Siapa pun pastinya menginginkan memiliki “kamar mandi� dengan pemandangan seindah di Waikelo Sawah yang konon sumber airnya
Pantai Kerewei yang sunyi dengan hamparan pasir putihnya yang indah.
berasal dari dalam tanah. Puas bermain air dan mengobrol dengan warga desa, kami melanjutkan perjalanan untuk menuju Hotel Monalisa. Karena lapar, kami minta disediakan makanan yang ternyata yang terhidang adalah menu khas Sumba Barat. Kendati sederhana, namun
tumis bunga pepaya, ikan asin, dan ikan bakar yang ada di meja makan itu kami santap hingga tak bersisa. Sisa hari itu kami gunakan untuk beristirahat. Kampung Laitarung Setelah sarapan keesokan harinya, kami berangkat
Maritim 77 JURNAL
archipelago
“Berada di Nusa Tenggara Timur, pula di sebelah tenggara Pulau Sumbawa ini boleh jadi masih terbelakang dalam hal pembangunan, namun karena memiliki alam dan budaya yang memukau, nama Sumba telah lama mendunia di kalangan pelancong internasional.� menggunakan jeep karena medan yang akan kami kunjungi terjal dengan jalanan rusak yang tidak dapat ditembus oleh mobil biasa. Tujuan kami pagi itu adalah Kampung Laitarung yang merupakan kampung adat megalitik yang memiliki kuburan kuno. Walau tergolong peninggalan purbakala, namun bukti tingginya peradaban manusia telah tampak di sini. Hal ini terbukti dari terdapatnya ukiran manusia, ayam, kuda, kerbau, mamuli (hiasan telinga atau kalung pada leher manusia), dan masih banyak lagi. Warga desa ini pun masih hidup dengan memegang nilai-nilai adat dari nenek moyang, seperti melakukan berbagai upacara adat dan keahlian menenun yang masih dilakukan secara turun-temurun oleh para wanita yang masih bertelanjang dada.
78 Maritim JURNAL
Tak hanya warganya yang eksotis, namun pemandangan di Laitarung pun membuat kami tak bosan-bosannya menjepretkan kamera. Dari Bukit Laitarung, mata kami disuguhi pemandangan sekitar dari ketinggian. Di atas bukit itu juga terdapat batu kilat. Yang disebut batu kilat adalah empat buah tiang batu yang konon selalu disambar petir setiap hujan turun. Menurut saksi mata, kilat tersebut akan mengeluarkan bunga api yang kemudian merambat ke tiang batu tersebut. Lanjut ke Waitabar Meninggalkan Desa Laitarung, kami menuju Kampung Waitabar yang memiliki rumah-rumah tradisional dengan atapnya yang menjulangnya. Tampak di beberapa rumah tergantung makanan. Ternyata ini adalah cara penduduk agar makanan itu tidak dimakan oleh hewan peliharaan mereka. Tampak juga para wanita desa ini yang sedang mengerjakan kerajinan tenun dan anyaman dari daun lontar. Mereka menjual kain ikat dan anyamannya dengan harga yang relatif murah dibandingkan kalau membeli di pasar-pasar. Lagipula dapat berinteraksi dengan pengrajin tentang karya-karya mereka adalah pengalaman yang tidak dapat terbeli dengan uang. Sama seperti di Laitarung, di tengah kampung ini pun terdapat kuburan batu tua. Pantai-pantai Sepi Di hari ketiga akhirnya kami diajak melihat pantai, di mana di sepanjang perjalanan mata kami telah lebih dulu disuguhi
pemandangan menakjubkan. Tak tahan untuk mengabadikan keindahan yang terhampar di sekitar, kami meminta sopir untuk memberhentikan kendaraan di Bukit Hobakalla. Dari sini tampak hamparan sawah hijau yang berpadu dengan laut biru dengah buihnya yang rakus menjilati pasir putih. Ketika akhirnya sampai di Pantai Kerewei, kami tidak menyangka bahwa di pantai seindah itu hanya ada kami. Tak tampak seorang lain pun di sana. Tak mau menyia-nyiakan waktu, kami pun rakus mereguk matahari dan bermain air di sana. Sampai kemudian sopir meminta kami bersiap untuk pergi ke pantai berikutnya. Menurutnya, Pantai Marosi yang akan didatangi ini pun tak kalah indah. Pantai yang terbentang di selatan Kota Waikabubak, Sumba Barat, ini masih satu garis dengan Pantai Rua. Di sepanjang pasir putih Pantai Marosi tidak terdapat lapak-lapak pedagang. Dihiasi pohon kelapa, pantai favorit para peselancar ini suara deburan ombaknya membuat kami semakin ingin terus menghabiskan hari di sini dengan bermalas-malasan di pinggir pantai. Beberapa tukang kuda menawarkan jasa mereka untuk berkeliling Pantai Marosi. Di dekat pantai ini terdapat tebing curam dan tajam yang dapat dipanjang, dan dari sini tersaji pemandangan yang mengagumkan. Memandangi para peselancar yang menari di atas ombak dari kejauhan membuat kami betah berlama-lama duduk di atas tebing ini. Sekali lagi kami menghela napas menikmati keindahan Sang Maha Pencipta. n Nenden Fleischmann
Maritim 79 JURNAL
80 Maritim JURNAL