SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DI DKI JAKARTA

Page 1


Knowledge Base SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM di DKI JAKARTA

Edisi Pertama Juli 2014



Diterbitkan oleh: Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta (BR PAM DKI Jakarta)

Pengarah: Ir Kris Tutuko (Ketua), Ir. Tano Baya (Anggota Bidang Teknik), Harri Baskoro A, SH (Anggota Bidang Hukum), Arzul Andaliza, Ak, MBA (Anggota Bidang Keuangan, Drs. H. Dedy Pujasumedi, Msi (Anggota Bidang Humas)

Editor: Tatit Palgunadi

Penyusun: Tatit Palgunadi, Camelia Indah Murniwati, Subiyantoro, Esther Junita, Birowo Winu Aji, Aldimas Akbar, Marsha Kamila, R. Rachmat Arga

Pendukung: Irmawan Kanani, Zulkarnaen Siregar, Benny Bunyamin, Patmi Rita Andayani, Kemal M. Feroz Sadek, Nadia Pramanita, Sayuti, Tarwan, Toto Sunyoto, Mursan, Didin, Suraji

iii


Apresiasi Untuk Substansi: Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pam Jaya, PT. Pam Lyonnaise Jaya, PT. Aetra Air Jakarta, Perum Jasa Tirta II, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak, PT. Mecoindo (Itron), Forum Air Jakarta (FAJ), IUWASH-USAID, Pelanggan Air Minum DKI Jakarta

iv


DAFTAR ISI

BAB I TEKNIK CAKUPAN PELAYANAN

1

BERAPA JUMLAH PENDUDUK DKI JAKARTA?

7

NON REVENUE WATER

9

SUMBER AIR BAKU DKI JAKARTA

14

UNACCOUNTED FOR WATER (UFW)

16

APAKAH SIPHON ITU?

19

AKURASI METER AIR

23

KALIBRASI ATAU TERA ULANG

27

KONTRIBUSI KEBOCORAN AIR DI DKI JAKARTA 31 DIMANAKAH AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH JAKARTA DIOLAH?

33

BERAPA JUMLAH AIR BERSIH JAKARTA YANG HILANG?

37

v


PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR BERSIH 39 KONDISI SUNGAI DI DKI JAKARTA

43

3K (KUANTITAS, KUALITAS, KONTINUITAS)

49

PENCAPAIAN ASPEK KUANTITAS DI WILAYAH DKI JAKARTA

51

KUALITAS AIR DI DKI JAKARTA

55

KONTINUITAS PELAYANAN 24 JAM

59

PELAYANAN AIR MINUM VERSI RPJMD DKI JAKARTA

61

PENCEMARAN AIR BAKU DARI KANAL TARUM BARAT (KTB)

65

FLUKTUASI KEBUTUHAN AIR

69

RENCANA JANGKA PANJANG PAM JAYA 2014-2018

71

PERSOALAN MENGHITUNG CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM PERPIPAAN DI DKI JAKARTA

75

PENYEBAB KEBOCORAN AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA

77

PENETAPAN JUMLAH DAN FREKUENSI PEMERIKSAAN KUALITAS AIR

81

UPRATING INSTALASI PENGOLAHAN AIR

83

HEMAT AIR, BAGI SIAPA?, UNTUK SIAPA?

85

LANGKAH UPRATING IPA

89

SISA KHLOR DALAM PIPA DISTRIBUSI AIR MINUM

vi

91


BAGAIMANA AIR BISA SAMPAI KE PELANGGAN?

95

PEMBAGIAN AREA PELAYANAN DALAM JARINGAN DISTRIBUSI

97

PEMBAGIAN AREA PELAYANAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI DI JAKARTA

99

TEKANAN AIR

105

DISTRICT METERING AREA (DMA)

107

METODE PEMASANGAN PIPA DISTRIBUSI AIR BERSIH

111

PEMASANGAN PIPA DENGAN METODE MICROTUNNELING (BORING MACHINE)

113

PENGOLAHAN LUMPUR IPA DENGAN DECANTER CENTRIFUGE

117

FILTER BACKWASH RECYCLING JARINGAN PIPA DISTRIBUSI AIR MINUM DI DKI JAKARTA

123

DETEKSI KEBOCORAN DENGAN GAS HELIUM

129

MONITORING DAN KONTROL TERHADAP KUALITAS AIR

133

UJI COBA PERTAMA KALI INSTALASI PENGOLAHAN AIR

137

RIVER BANK FILTRATION

143

MEMBUANG UDARA YANG TERPERANGKAP DI DALAM PIPA

147

SISTEM PENGOLAHAN AIR MODEREN

151

vii


TYPE AIR VALVE

155

INDEKS 3K DKI JAKARTA

159

LANGKAH-LANGKAH YANG DIPERLUKAN BAGI PENGELOLAAN AIR MINUM DKI JAKARTA

163

BIOFILTRASI DI IPA TAMAN KOTA

169

UPAYA PEMANTAUAN KINERJA OPERATOR AIR MINUM DKI JAKARTA

173

TEKNOLOGI MEMBRAN

177

SISTEM MONITORING

183

CONVENTIONAL FLUSHING VS UNI-DIRECTIONAL FLUSHING

187

VERIFIKASI DAN KALIBRASI

191

KANDUNGAN BESI DI DALAM AIR DAN PROSES PENYISIHANNYA

195

DROPPING TEST ATAU FILLING TEST

201

WATER SAFETY PLAN (WSP)

205

PRETREATMENT UNTUK TEKNOLOGI MEMBRAN

209

AIR DI BAK HABIS, KEMANA?

213

BAB II HUKUM WEWENANG MENGELOLA DAN MELAYANI AIR MINUM DI DKI JAKARTA

viii

217


BAGAIMANA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) DISELENGGARAKAN?

219

STAKEHOLDER PELAYANAN AIR MINUM DKI JAKARTA

221

PERIZINAN PENGGUNAAN AIR BAKU UNTUK AIR MINUM

225

PELUANG BANTUAN PEMERINTAH

227

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

229

SANKSI DAN DENDA

233

INDIKATOR SISTEM PENGENDALIAN KUALITAS AIR MINUM AETRA TAHUN 2009

235

PELAKSAAN KEGIATAN INVESTASI DAN OPERASIONAL

239

BAB III KEUANGAN APAKAH WATER CHARGE ITU?

241

APAKAH AFFORDABILITAS ITU?

243

BAGAIMANA AFFORDABILITAS PELANGGAN DKI JAKARTA?

245

CARA MENGHITUNG TARIF PROGRESIF

249

PERHITUNGAN TARIF PROGRESIF PELANGGAN METER BESAR

251

ix


DASAR PENENTUAN TARIF PELANGGAN AIR MINUM

255

DUAL TARIF DKI JAKARTA

259

TUNGGAKAN TAGIHAN REKENING

263

TARIF YANG BERBEDA BAGI PELANGGAN AIR MINUM DI RUMAH SUSUN

265

PETA TARIF RATA-RATA PELANGGAN DKI JAKARTA

269

BAB IV HUBUNGAN PELANGGAN JENIS PELANGGAN AIR BERSIH DKI JAKARTA

271

KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN DKI JAKARTA

273

POLA KONSUMSI PELANGGAN RUMAH TANGGA DKI JAKARTA

277

ZERO CONSUMPTION

283

DIMANAKAH BANYAK PELANGGAN “ZERO”?

285

BAGAIMANA PERTAMBAHAN/PENGURANGAN PELANGGAN AIR MINUM DI DKI JAKARTA?

289

KOMPOSISI PELANGGAN DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DKI JAKARTA

293

PENCAPAIAN KUALITAS AIR VERSUS KELUHAN PELANGGAN

x

297


PERKEMBANGAN KUALITAS PELAYANAN AIR MINUM DKI JAKARTA

301

MONITORING KONTINUITAS DAN TEKANAN AIR PADA PELANGGAN

305

BAGAIMANA PELAYANAN AIR MINUM DI WILAYAH CILINCING?

309

PETA KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN DKI JAKARTA

313

PELAYANAN PUBLIK

315

PENYEBARAN PELANGGAN AIR MINUM DKI JAKARTA

319

xi



1 TEKNIK



CAKUPAN PELAYANAN

SALAH satu Target Teknis dalam perjanjian kerjasama PAM JAYA dengan mitra swasta adalah Cakupan Pelayanan. Cakupan pelayanan adalah angka persentase yang menggambarkan jumlah jiwa yang terlayani oleh sambungan pelanggan dari jumlah total jiwa populasi daerah pelayanan.


Persamaannya adalah :

Jenis sambungan pelanggan yang dihitung dalam Cakupan Pelayanan ini adalah jenis sambungan domestik yang ditunjukkan pada tabel. Populasi jumlah penduduk setiap operator adalah PALYJA 4.591.557 jiwa, dan AETRA 4.716.053 jiwa (data Desember 2013) sehingga JAKARTA : 9.307.610 jiwa. Dengan angka-angka tersebut di atas maka menurut versi laporan bulanan operator (PALYJA dan AETRA) maka tingkat cakupan pelayanan DKI Jakarta adalah :

2


Demikianlah mengenai dari mana asal muasal angka Cakupan Pelayanan Air Minum di DKI Jakarta.***

3


4


5



BERAPA JUMLAH PENDUDUK DKI JAKARTA?

TERKAIT dengan tulisan Cakupan Pelayanan, salah satu input dari besaran angka Cakupan Pelayanan adalah : jumlah popupasi daerah pelayanan. Beberapa sumber yang digunakan sebagai dasar penentuan Populasi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :  

Hasil sensus Penduduk DKI Jakarta tahun 2010 oleh BPS : 9.607.787 jiwa (sumber : BPS) Jakarta dalam angka 2013 : 9.991.788 jiwa (sumber : BPS)


 

Dinas kependudukan dan catatan sipil (November 2011) : 10.187.595 Jiwa (sumber : jakarta.go.id) Data yang digunakan Palyja dan Aetra : 9.307.610 Jiwa.

Dari sekian banyak versi jumlah penduduk DKI, jika kemudian dijadikan input rumus cakupan pelayanan, tentunya akan menghasilkan angka yang berbeda2 pula. Data mana yang akan digunakan sebagai input tersebut haruslah menjadi kesepakatan para pihak.***

8


NON REVENUE WATER

NRW (Non Revenue Water) merupakan jumlah air yang tidak terjual atau biasa disebut dengan air tak berekening. NRW merupakan salah satu target teknis dalam Perjanjian Kerjasama antara PAM Jaya dan Mitra Swasta. Nilai NRW didapat dari selisih volume air yang tersalurkan dari instalasi dengan volume air terjual dan tercatat. International Water Association (IWA) mendefinisikan tentang Neraca Air Standar seperti ditunjukkan pada tabel berikut:


10


System Input Volume atau Volume Input Sistem merupakan volume air yang disalurkan ke system distribusi. Billed Authorised Consumption atau Konsumsi Resmi Berekening merupakan volume air yang tercatat oleh meter dari seluruh pelanggan baik domestik maupun non domestik (termasuk air curah). Non-Revenue Water atau Air Tak Berekening merupakan perbedaan antara System Input Volume atau Volume Input Sistem dan Billed Authorised Consumption. ***

11



SUMBER AIR BAKU DKI JAKARTA

DKI Jakarta dengan penduduk 9 juta-an, ternyata hampir seluruh kebutuhan air baku untuk air minumnya berasal dari luar wilayah DKI Jakarta. Sumber air baku bagi Jakarta meliputi : Tarum Barat (Jatiluhur)+KBB (82%), Kali Krukut (2%), Cengkareng Drain (1%), Air Curah dari Tanggerang (15%).


Dari 52 m3 air yang dipompakan di bendung curug (awal dari saluran tarum barat di kabupaten Kerawang), akan tiba di Jakarta sebesar 16 m3. (dibantu juga dengan sumber setempat berupa suplesi air sungai Cikarang). Dengan komposisi sumber air dari wilayah Jakarta hanya 3%, tentunya hal ini menempatkan posisi sumber air baku jakarta dalam kesetimbangan yang rawan.***

14


UNACCOUNTED FOR WATER (UFW)

APA perbedaan UFW dengan NRW? Unaccounted for Water (UFW) merupakan perbedaan antara jumlah air yang disalurkan ke jaringan distribusi pelanggan (System Input Volume) dan jumlah air yang dikonsumsi secara resmi (Authorized Consumption). UFW mempunyai 2 komponen, yaitu Real Losses atau kehilangan fisik akibat kebocoran pipa dan Apparent Losses atau kehilangan komersial akibat konsumsi tidak resmi dan ketidakakuratan meter.


Berdasarkan definisi UFW di atas dan tulisan sebelumnya tentang Non Revenue Water, maka UFW merupakan bagian dari NRW. Unbilled Authorised Consumption atau Konsumsi Resmi Tak Berekening mencakup fire fighting and training, flushing pipa, pembersihan jalan, penyiraman taman, air mancur umum, air untuk gedung kantor, dll yang memang tidak berekening baik tercatat maupun tidak tercatat sesuai dengan kebijakan setempat. Oleh karena itu, apabila tidak ada Unbilled Authorised Consumption maka UFW sama dengan NRW. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat tabel neraca air dari International Water Association (IWA) berikut.

16


17



APAKAH SIPHON ITU?

AIR baku untuk DKI Jakarta sebanyak 82% dialirkan melaui saluran Kanal Tarum Barat (KTB) yang membentang sepanjang 70 km dari sisi timur jakarta (Curug,Kerawang hingga Cawang, Jakarta Timur) Saluran terbuka sepanjang 70 km tersebut melintasi 3 sungai besar yaitu Sungai Cibeet, Sungai Cikarang, dan Kali Bekasi. Untuk menjaga kualitas air yang mengalir di dalam saluran KTB ini, maka dibangunlah perlintasan saluran melalui bawah sungai, yang dikenal dengan istilah SIPHON.


20


Awalnya siphon hanya dibangun di Sungai Cibeet, dan kali ini baru selesai dibangun siphon kedua yaitu di Kali Bekasi.

21


Fungsi siphon ini adalah agar air yang mengalir di dalam saluran KTB, tidak tercampur oleh sungai yang dilintasinya, sehingga kualitas air di dalam KTB relatif bisa terkendali. Dalam setiap bengunan siphon disediakan juga pintu air yang tetap bisa mengijinkan air sungai yang dilintasi tadi masuk ke saluran KTB dengan pengaturan tentunya, hal ini menjadikan debit air di saluran KTB tetap terjaga kuantitasnya.***

22


AKURASI METER AIR

SETIAP Pelanggan air minum yang tersambung ke perpipaan milik PAM JAYA akan juga dipasang meteran air sebagai acuan pemakaian air oleh pelanggan. Definisi meter air menurut SNI 2547:2008 adalah : alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung, dan unit indikator pengukur untuk menyatakan volume air yang lewat. Berbicara alat ukur, tentu erat kaitannya dengan akurasi.


24


Dulu akurasi meter air menggunakan standar SK SNI S01-1990-F, dimana meter air dinyatakan dalam 3 kelas berdasar nilai besaran Qmin (debit minimal) dan Qt (debit transisi) meter air dibagi menjadi 3 kelas metrologis dengan Qn (debit normal) kurang dari 15 m3/jam. Kelas A Qmin = 0,04 Qt = 0,1Qn; Kelas B Qmin = 0,02Qn Qt = 0,08Qn; Kelas C Qmin = 0,01Qn Qt = 0,015Qn. Sedang dalam peraturan ISO 4064-1:1993 ditambah dengan kelas D Qmin = 0,0075Qn, Qt = 0,0115Qn. Kini akurasi meter air di Indonesia menggunakan acuan SNI 2547:2008 yang membagi meter air menjadi berdasarkan nilai R yang sebanding dengan nilai Q3/Q1 (dulu berarti Qn/Qmin, catatan : dulu Qt berarti Q2), singkatnya water meter kelas B dulu sebanding dengan kelas R 50 sekarang, dan kelas C dulu sebanding dengan kelas R 100 atau R 160 atau R 250, dst. Semakin besar angka R nya maka semakin akurat meter air tersebut, dan tentu saja semakin mahal harganya. Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar nilai R nya, maka debit air yang bisa diukur semakin kecil (artinya semakin presisi). Pemilihan meter air juga bergantung kepada diameter berapa yang mau dipasang, karena seperti terlihat pada grafik berikut ini, berbeda diameter berbeda juga kapasitas yang bisa diukur.

25


26


KALIBRASI ATAU TERA ULANG

SETIAP alat ukur termasuk meter air harus dilakukan tera ulang atau kalibrasi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, selanjutnya di dalam PP nomer 2 tahun 1985 tentang WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARATSYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA pasal 2 berisi : UTTP yang secara langsung atau tidak langsung digunakan atau disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan


menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk: a.kepentingan umum; b. usaha; c. menyerahkan atau menerima barang; d. menentukan pungutan atau upah; e. menentukan produk akhir dalam perusahaan;f. melaksanakan peraturan perundangundangan; wajib ditera dan ditera ulang.

28


Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Pengertian menera (Tera) menurut UU no 2 tahun 1981 pasal 1.q ialah hal menandai dengan tanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai; Kapan Tera ulang/kalibrasi ini harus dilakukan? Jika melihat Peraturan Mentri Perdagangan 75/MDAG/PER/12/2012 tentang Tanda Tera tahun 2013 dalam pasal 2 menyatakan : Tanda Sah Tahun 2013 memiliki masa berlaku terhitung sejak tanggal pembuhan dan/atau pemasangannya sampai dengan Tanda Sah rusak, atau : a. Saat alat-alat ukur dari gelas mengalami retak, pecah, atau rusak; b. tanggal 30 November 2023 untuk meter kWh 1 (satu) fase dan 3 (tiga) fase; c. Tanggal 30 November 2019 untuk tangki ukur apung dan tangki ukur tetap; d. tanggal 30 November 2018 untuk meter gas tekanan rendah dan meter air rumah tangga; e. Tanggal 30 November 2015 untuk meter prover, bejana ukur yang khusus digunakan untuk menguji meter prover, dan alat

29


ukur permukaan cair (level gauge); dan f. Tanggal 30 November 2014 untuk UUTP selain yang dimaksud pada hufug a sampai e. Nampak terlihat bahwa tera ulang untuk meter air rumah tanggal berlaku untuk jangka waktu 5 tahun.***

30


KONTRIBUSI KEBOCORAN AIR DI DKI JAKARTA

SETELAH memahami definisi dari UFW dan NRW, pertanyaan selanjutnya adalah apa saja penyebab kebocoran air di Jakarta? Belum ada sumber terkini yang dapat menjelaskan apa saja sumber dari penyebab kebocoran air di Jakarta, pihak PAM JAYA dan operator setiap bulannya melaporkan angka UFW dalam skala wilayah pelayanannya (wilayah Barat dan Wilayah Timur), yang bersumber dari selisih Air yang di Produksi (terdistribusi) dengan air yang Terjual.


Mott Mac Donald dalam bahan presentasi berjudul NRW Water Program, Jakarta case study pada tanggal 31 Januari 2007 menampilkan figure sebagai berikut :

Nampak bahwa pada saat itu kontribusi terbesar kebocoran air berturut turut berasal dari Bill (penagihan), Bocor di pipa sekunder dan tersier, sambungan ilegal, konsusmsi ilegal, kerusakan meter air, kebocoran di pipa utama, Kebocoran yang tidak teridentifikasi, kebocoran di sambungan rumah. Bagaimana konsdisi saat ini? ***

32


DIMANAKAH AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH JAKARTA DIOLAH?

SEBELUM didistribusikan ke pelanggan, air baku yang bersumber dari luar Jakarta dan wilayah Jakarta sendiri (lihat Sumber Air Baku DKI Jakarta) diolah di Instalasi Pengolahan Air (IPA) supaya memenuhi standar kualitas air minum Permenkes No. 492 Tahun 2010.


34


Terdapat 6 IPA yang beroperasi saat ini yaitu IPA Pejompongan I (kapasitas 2.200 l/det), IPA Pejompongan II (3.800 l/det), IPA Cilandak (400 l/det), dan IPA Taman Kota (200 l/det),untuk bagian barat. IPA Buaran (I dan II) total 5.000 l/det, dan IPA Pulogadung (4.000 l/det) untuk bagian timur. Untuk lebih jelas, lokasi masing-masing IPA ditunjukkan pada gambar berikut. Air baku yang berasal dari Saluran Tarum Barat (Jatiluhur) diolah di IPA Pejompongan I, IPA Pejompongan II, IPA Buaran dan IPA Pulogadung. Air baku yang berasal dari Kali Krukut diolah di IPA Cilandak. Air baku yang berasal dari Cengkareng Drain diolah di IPA Taman Kota. ***

35



BERAPA JUMLAH AIR BERSIH JAKARTA YANG HILANG?

AIR baku yang sudah diolah di IPA ditambah dengan air curah dari Tangerang kemudian disalurkan ke pelanggan. Volume air yang tersalurkan tersebut tidak seluruhnya terjual dan tercatat. Volume air yang tidak terjual ini dapat dikatakan volume air yang hilang atau bocor (lihat kembali Kontribusi Kebocoran Air di Jakarta). Setiap bulannya, operator memberikan data volume air yang tersalurkan dan volume air yang terjual dan tercatat sehingga dapat diketahui berapa volume air bersih yang hilang. Untuk lebih jelas, berikut tabel neraca air bersih Jakarta untuk bulan Januari 2014.


Persentase air bersih Jakarta yang hilang pada bulan Januari 2014 ditunjukkan pada diagram berikut.

Sebanyak 45% air yang sudah diolah di IPA tidak sampai ke pelanggan. ***

38


PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR BERSIH

SEBELUM dialirkan ke pelanggan, air baku melalui serangkaian proses pengolahan di IPA (lihat Dimanakah Air Baku untuk Air Bersih Jakarta Diolah?) hingga menjadi air bersih. Terdapat 5 tahap proses pengolahan sampai menjadi air bersih. Tahapan proses pengolahan tersebut adalah koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi.


40


Tahap pertama adalah koagulasi yaitu proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku sehingga membentuk campuran yang homogen dengan disertai pengadukan cepat. Tipe koagulator terdiri dari tipe hidrolis dan tipe mekanis. Koagulan yang digunakan antara lain Aluminium Sulfat dan Polyaluminium Chloride (PAC). Waktu pengadukan 30 – 120 detik dengan nilai gradien kecepatan (G/detik) > 750. Tahap kedua adalah flokulasi yaitu proses pembentukan partikel flok yang besar dan padat dengan cara pengadukan lambat agar dapat diendapkan. Tipe flokulator terdiri dari tipe hidrolis, mekanis, dan clarifier. Waktu kontak berkisar 20 – 100 menit. Nilai G/detik berkisat 100 – 5. Tahap ketiga adalah sedimentasi yaitu proses pemisahan padatan dan air berdasarkan perbedaan berat jenis dengan cara pengendapan. Tipe bak sedimentasi terdiri dari bak persegi (aliran horizontal), bak persegi aliran vertikal (menggunakan pelat/tabung pengendap), bak bundar (aliran vertikal – radial dan kontak padatan), serta tipe clarifier. Kedalaman bak berkisar antara 3 – 6 meter (bak persegi dan bak bundar) serta 0,5 – 1 meter (clarifier). Waktu retensi 1 – 3 jam (untuk tipe bak persegi horizontal dan bak bundar), 0,07 jam (waktu retensi pada pelat/tabung pengendap), dan 2 – 2,5 jam (tipe clarifier). Tahap keempat adalah filtrasi (saringan pasir cepat) yaitu proses pemisahan padatan dari air melalui media penyaring seperti pasir dan antrasit. Jenis saringan terdiri dari saringan biasa (gravitasi), saringan dengan pencucian

41


antar saringan, dan saringan bertekanan. Kecepatan penyaringan 6 – 11 m/jam (saringan biasa dan saringan dengan pencucian antar saringan) dan 12 – 33 m/jam (saringan bertekanan). Tahap kelima adalah desinfeksi yaitu proses pembubuhan bahan kimia untuk mengurangi zat organik pada air baku dan mematikan kuman/organisme. Desinfektan yang digunakan antara lain gas khlor dan kaporit.

(Untuk detail kriteria perencanaan masing-masing unit IPA bisa dilihat dalam Revisi SNI 19-6774-2002) Setelah melewati proses pengolahan tersebut, air bersih siap didistribusikan ke pelanggan. ***

42


KONDISI SUNGAI DI DKI JAKARTA

JAKARTA sebagai ibukota negara Republik Indonesia dilalui puluhan sungai. Seberapa besar potensi sumber air baku yang bisa dimanfaatkan dari sungai-sungai di wilayah DKI Jakarta ini? Berdasarkan Kajian yang pernah dilakukan oleh BR PAM DKI pada tahun 2012 (Kajian Sumber Air Baku DKI Jakarta 2012), dilakukan kajian terhadap 10 sungai potensial di wilayah DKI Jakarta yaitu : Cengkareng Drain; Kali Cipinang; Saluran Mookevart; Kali Angke; Kali Krukut; Kali Baru Timur; Kali Grogol; Kali Sunter; Kali Ciliwung; Kali Pesanggrahan.


44


Air sungai yang sudah dimanfaatkan oleh PAM Jaya saat ini adalah Kali Krukut dan Cengkareng Drain. Selanjutnya akan dilihat bagaimana potensi keandalan debit dari sungai-sungai tersebut, serta kualitas air nya yang selanjutnya dikaji juga jenis alternatif pengolahan apa yang cocok untuk setiap sungai. Kuantitas debit dari sungai yang dikaji dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Nampak bahwa saat dilakukan pengukuran debit pada puncak musim kemarau, ke 10 sungai tersebut memiliki debit dalam kisaran dibarah 5 m3/det dan 2 buah sungai memilki debit 10-50 m3/det. Kualitas serta jenis alternatif pengolahan bagi masingmasing sungai, ditampilkan dalam tabel berikut ini:

45


46


Kualitas air sungai ini dikelompokkan menjadi 4 kategori beserta alternatif pengolahannya, yaitu : Kondisi terburuk I (Kali Cipinang) pengolahan air didahului dengan aerasi,>activated sludge>pengolahan lengkap>saringan pasir lambat>karbon aktif>Reverse Osmosis. Kondisi terburuk II (Kali Cengkareng) yang payau pengolahan air didahului dengan aerasi,> pengolahan lengkap>karbon aktif>Reverse Osmosis. Kondisi Sedang III ( Mookervat, Danau Setia Budi, Kali jati Kramat, Angke, Kali krukut) pengolahan air didahului dengan aerasi,>pengolahan lengkap> saringan pasir lambat>karbon aktif. Kondisi Ringan IV (Kali Baru Timur,Kali Grogol,Kali Sunter)pengolahan air didahului dengan aerasi,>pengolahan lengkap>saringan pasir lambat>karbon aktif.*** (sumber tabel : Kajian Sumber Air Baku DKI Jakarta 2012)

47



3K (KUANTITAS, KUALITAS, KONTINUITAS)

AIR yang sudah diolah di IPA selanjutnya didistribusikan melalui jaringan pipa distribusi sampai ke pelanggan. Air yang sampai di pelanggan harus sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan baik dari segi Kuantitas, Kualitas, dan Kontinuitas atau yang sering disebut dengan 3K. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, standar pelayanan 3K adalah sebagai berikut:


Kuantitas Jumlah air mencukupi minimal untuk mandi, makan, dan minum, atau sesuai yang telah ditetapkan dalam perencanaan; Tekanan air di pelanggan (titik jangkauan pelayanan terjauh) minimum 1 atm. Kualitas pH antara 6,0 – 7,5; Bakteriologis, yaitu bakteri E-colli = 0; sisa chlor minimal 0,2 ppm. Kontinuitas Air harus mengalir di pelanggan selama 24 jam perhari. Bagaimana kondisi 3K pelayanan air minum di DKI Jakarta saat ini?, silakan klik pada tulisan berikut mengenai Kuantitas, Kualitas, dan Kontinuitas.***

50


PENCAPAIAN ASPEK KUANTITAS DI WILAYAH DKI JAKARTA

SALAHSATU aspek yang harus dipenuhi dalam standar pelayanan adalah aspek kuantitas (lihat 3K). Aspek kuantitas dilihat dari besarnya tekanan air di pelanggan. PAM Jaya dan kedua operator sepakat (tertuang dalam Perjanjian Kerjasama) untuk memenuhi Tekanan air minimal sebesar 0,75 atm di titik Pelanggan. Monitoring dilakukan dengan melakukan pengukuran secara periodik di titik-titik yang mewakili seluruh Permanen Area (PA) di Palyja dan juga Primary Cell (PC) di Aetra. Berdasarkan Target Perjanjian Kerjasama, untuk aspek kuantitas harus dipenuhi di 100% titik pengamatan.


Berdasarkan laporan bulan Januari 2014, dari total 154 titik sampel tekanan di titik pelanggan yang disepakati, hanya 62 titik yang mempunyai tekanan > 0,75 atm atau 40% yang memenuhi dari aspek kuantitas.

52


Jika setiap titik dikonversikan kepada jumlah pelanggan di setiap PA/PC nya, maka pada bulan Januari 2014 dari total 803.666 pelanggan air minum di DKI Jakarta, hanya 236.264 pelanggan atau 29% yang mendapatkan air sesuai standar pelayanan untuk aspek kuantitas. Peta di atas menunjukkan wilayah yang mempunyai tekanan air di titik pelanggan < 0, 75 atm atau tidak memenuhi standar pelayanan (diarsir warna merah), yang terdapat di wilayah utara dan barat Jakarta. ***

53



KUALITAS AIR DI DKI JAKARTA

PENGAMATAN kualitas air yang sampai di pelanggan dilakukan di wilayah DWA (Drinking Water Area) dengan mengacu pada parameter kualitas air minum Permenkes 492 tahun 2010. Berdasarkan Permen PU No. 18/PRT/M/2007, kualitas air minum harus memenuhi standar pelayanan untuk parameter pH, E. coli, dan Sisa Chlor. Kualitas air minum DKI Jakarta di wilayah DWA ditunjukkan pada tabel berikut.


Berdasarkan tabel di atas, ketiga parameter kualitas yaitu pH, E. coli, dan sisa chlor memenuhi standar sesuai Permen PU dan Permenkes. Pada Januari 2014. Berdasarkan Target Perjanjian Kerjasama, harus dipenuhi 100% titik sampling. Jumlah sampel dan jumlah sambungan yang memenuhi kualitas air minum di DKI Jakarta ditunjukkan pada tabel berikut.

56


Presentase DWA yang memenuhi kualitas air minum sebesar 99%. DWA yang tidak memenuhi kualitas air minum (bertanda merah) pada bulan Januari 2014 antara lain di daerah Senen, Kayu Putih, Pisangan Timur,dan Kramat Jati. ***

57



KONTINUITAS PELAYANAN 24 JAM

KESINAMBUNGAN pelayanan aliran air ke pelanggan diwujudkan dengan terselenggaranya aliran air ke pelanggan selama 24 jam setiap hari, berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan pada tahun 2013 pelanggan yang mendapatkan aliran air selama 24 jam sebesar 53,3%.


Berdasarkan peta di atas, pelayanan air mengalir yang mengalami kendala (bertanda merah) yaitu terdapat di daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. ***

60


PELAYANAN AIR MINUM VERSI RPJMD DKI JAKARTA

DI dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-2017 memuat juga tentang pelayanan air minum. Terdapat 2 kategori pelayanan air bersih yaitu  Berdasarkan fasilitas Air Minum  Berdasarkan cara memperoleh Air Minum


Sekitar 72,81 persen rumah tangga di DKI Jakarta memiliki fasilitas air minum milik sendiri (termasuk sumur). Sekitar 21,31 persen rumah tangga masih menggunakan fasilitas air minum secara bersama-sama dengan rumah tangga lain, 5,36 persen rumah tangga mempergunakan fasilitas air minum umum dan sisanya sekitar 0,52 persen tidak memiliki fasilitas air minum.

Berdasarkan cara memperolehnya, konsumen air minum dikelompokkan menjadi dua, yakni membeli dan tidak membeli. Dikategorikan membeli apabila rumah tangga menggunakan air minum dengan berlangganan PAM, membeli air kemasan, atau pedagang air keliling.

62


Rumah tangga yang memperoleh air bersih dengan cara tidak membeli umumnya berasal dari air tanah, yakni sumur dan pompa. Hal ini dapat diartikan bahwa masih cukup banyak rumah tangga yang menggunakan air tanah. Jika dibandingkan dengan tahun 2000, tampak adanya peningkatan rumah tangga yang memperoleh air minum dengan cara membeli, yaitu dari 54,44 persen menjadi 78,29 persen pada tahun 2011, atau naik sekitar 23,85 persen.***

63



PENCEMARAN AIR BAKU DARI KANAL TARUM BARAT (KTB)

KANAL Tarum Barat (West Tarum Canal) atau dikenal dengan Kali Malang, adalah saluran yang membawa sumber air baku terbesar bagi DKI Jakarta (baca: Sumber Air Baku Jakarta). Kualitas air baku di wilayah DKI Jakarta mengacu pada Standar baku air baku golongan B : untuk air baku air minum pada Pergub DKI Jakarta no 582 tahun 1995, yang menyatakan salah satu ambang batas maksimum untuk air baku air minum adalah Kekeruhan sebesar 100 NTU.


Sementara menurut laporan bulanan kualitas air Baku yang masuk ke Instalasi Pejompongan, Buaran dan Pulogadung, NTU yang masuk selalu melebihi 100 NTU. Pembangunan siphon Bekasi (baca : Apakah Siphon itu?) diharapkan akan bisa mengurangi masuknya pencemar dari kali Bekasi. Namun masih ada persolan lain yaitu : SAMPAH.

Sampah, kerap menjadi masalah dimana saja, termasuk di saluran KTB ini. Hal ini memang konsekuensi logis dari bentuk saluran terbuka yang terbentang sejauh lebih dari 70 km dan melewati area berpenduduk.

66


Sebagai ilustrasi, terdapat setidaknya 3 titik di tepian KTB antara Bekasi-Cawang, sebagai tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS). Keberadaan tempat sampah tersebut di lahan tepi KTP memang merupakan persoalan tersendiri bagi PJTII sebagai institusi yang berwenang mengelola sekaligus bertanggung jawab atas kualitas air baku di KTB. Upaya PJT II juga sudah terlihat dari adanya programprogram dari Pemerintah Pusat terkait dengan Rehabilitasi, Revitalisasi Aliran air dari waduk Jatiluhur. Kesemua program dan upaya ini adalah guna terpenuhinya

67


kebutuhan air baku secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitasnya.*** (selengkapnya : Survey Awal Persiapan Rencana Aksi Peran Serta Masyarakat Di Bantaran Saluran Tarum Barat, oleh Forum Air Jakarta [FAJ])

68


FLUKTUASI KEBUTUHAN AIR

DALAM perencanaan sistem air minum, terdapat beberapa kriteria yang dilakukan terkait dengan fluktuasi atau perubahan kebutuhan akan air minum. Flukuasi kebutuhan air umumnya terbagi menjadi Fluktuasi Harian Maksimum serta Fluktuasi pada jam Puncak. Fluktuasi Harian Maksimum adalah Besarnya Faktor hasil perbandingan antara pemakaian terbesar dalam rentang waktu dengan pemakaian rata-rata nya. Jadi misal Pemakaian terbesar dalam satu minggu adalah 774 liter/hari, lalu pemakaian rata-rata dalam satu minggu


adalah 612 liter/hari. Maka Faktor puncak (Fp) nya adalah = 774/612 = 1,26. Fluktuasi Jam Puncak adalah besarnya Faktor hasil perbandingan antara pemakaian puncak harian dengan pemakaian rata-rata air jam puncak. Besarnya Faktor fluktuasi menurut Dirjen Ciptakarya, Pekerjaan Umum adalah seperti terlihat pada tabel berikut:

Adapun berapa besarnya Faktor Peak dan Faktor Maksimum akan lebih tepat jika mengacu pada real survey yang dilakukan di wilayah bersangkutan. Lalu, digunakan untuk apakah Faktor Maksimum dan Faktor Peak tersebut? Faktor Maksimum lazim digunakan untuk mendapatkan harga Debit Maksimum (dari debit rata-rata) sebagai bahan untuk perencanaan unit-unit produksi. Sementara Faktor Peak biasanya digunakan untuk mendapatkan harga debit peak, sebagai bahan perencanaan perpipaan distribusi.***

70


RENCANA JANGKA PANJANG PAM JAYA 2014 – 2018

DI dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) PAM Jaya tahun 2014-2018 dapat dilihat bagaimana kinerja yang hendak dicapai oleh DKI Jakarta dalam pelayanan air minumnya. Disebutkan bahwa posisi pencapaian target teknis dan standar pelayanan tahun 2014-2018 adalah :  Meningkatkan cakupan pelayanan dari 61% menjadi 82,4%  Penambahan pelanggan baru rata-rata sekitar 70.000/tahun  Meningkatkan jumlah sambungan sekitar 800.000 menjadi 1.267.000


  

Meningkatkan volume Air Terjual dari 312 juta-m3 menjadi 543 juta-m3. Menurunkan tingkat kehilangan air dari 42,5 % menjadi sekitar 27,6 % Kualitas air minum di titik sampling pelanggan di seluruh area pelayanan.

Berikut adalah visualisasi grafik terhadap cakupan pelayanan, kebutuhan air, dan supply air, serta pencapaian Tingkat Kehilangan Air.

72


73



PERSOALAN MENGHITUNG CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM PERPIPAAN DI DKI JAKARTA

SEPERTI pernah dibahas mengenai Cakupan Pelayanan sebelumnya, bahwa cakupan pelayanan Air Minum PAM Jaya, dihitung berdasarkan jumlah jiwa terlayani jaringan perpipaan. Di dalam laporan bulanan operator, disampaikan jumlah pelanggan dari 18 golongan pelanggan domestik (dari total 53 golongan pelanggan), yang kemudian di konversi dengan masing-masing faktor jiwa per sambungan. Dari angka-angka tersebut dihasilkan total jiwa yang terlayani


yang selanjutnya jika di bagi dengan total populasi penduduk di area pelayanan, akan menghasilkan angka Cakupan pelayanan. Namun masih ada sejumlah jiwa yang terlayani air minum perpipaan dan belum masuk dalam hitung-hitungan cakupan pelayanan tersebut. Sebagian dari mereka itu adalah pelanggan yang mendapat pelayanan melalui sambungan Meter Induk/Meter besar, semisal Meter besar untuk golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), juga meter besar yang melayani area yang terdiri dari Apartemen, Perumahan, tempat perbelanjaan. Dengan kata lain terdapat juga jenis sambungan dengan golongan Rumah Tangga, namun tidak termasuk dalam “pelanggan rumah tangga� (karena setiap sambungan rumah jenis ini tidak memiliki rekening PAM Jaya, biaya penggunaan air mereka dibayar melalui rekening Meter besar secara kumulatif tentunya) Seberapa banyak type pelangan rumah tangga jenis ini, dan berapa banyak jiwa yang terlayani di dalam jaringan pelanggan seperti ini? Tentu hal ini akan mempengaruhi angka Cakupan Pelayanan Air minum di DKI Jakarta.***

76


PENYEBAB KEBOCORAN AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA

PADA tanggal 13 April 2012, telah disepakati dan ditandatangi bersama MoU IUWASH antara Direktorat Pengembangan Air Minum-Dirjen Cipta Karya-PU, PAM Jaya, Aetra, PALYJA dan tim IUWASH-USAID mengenai Kesepakatan Bersama tentang Upaya Penurunan Air Tidak Berekening. Selanjutnya pada awal tahun 2013 telah diselesaikan dan dipresentasikan output kegiatan tersebut untuk wilayah PALYJA.


Adapun hal menarik yang diperoleh terkait dengan Lokasi dan penyebab Kebocoran air di sisi Barat DKI Jakarta adalah sebagai berikut :  Kehilangan Air cenderung terjadi di Permanen Area (PA) yang besar dengan titik input lebih dari satu.  Jumlah penemuan titik kebocoran tampak, jauh lebih banyak darpada penemuan kebocoran tak tampak (tak terlapor)  Kebocoran paling banyak terjadi pada pipa bahan HDPE, pada tahun 2010 sebanyak 35.744 titik (89% dari total kebocoran), tahun 2011 menjadi 51.312 titik (91,4%), disusul pipa jenis PVC sebanyak 2.504 (4,46%), GIP : 1.374 (2,45%) dan DCIP : 835 (1,49%)  Kebocoran infrastruktur didominasi oleh kebocoran pipa sambungan pelanggan (SP) rata2 2010-2011 sebanyak 35.744 (89%) kebocoran, disusul oleh kebocoran pada pipa sekunder dan pipa primer : 485 titik (1%)  Penyebab utama kebocoran di SP adalah akibat installasi yang burutk (74%), pipa pecah (15%) dan perbaikan yang buruk (3%)  Panjang pipa GIP di wilayah kerja Palyja pada tahun 2012 adalah 180 km dan pipa AC sepanjang 3,7 km.  Dari tahun 2007 – 2011 telah dilakukan penggantian pipa sebanjang 466 km, dimana 220 km diantaranya adalah penggantian pipa metal dengan pipa non metal.

78


 

Sambungan dan pemakaian air tak resmi rata-rata dalam 3 tahun hanya 2.624 temuan, dengan 1.334 temuan di UPP-Pusat, 760 temuan di UPP-Barat, dan 530 temuan di UPP-Selatan Penggantian meter dilakukan untuk meter anomali, tidak ada program khusus untuk penggantian meter dengan umur lebih dari 5 tahun Penggantian meter anomali setiap tahun cenderung manurun, tahun 2007 sebanyak 54.198 unit, pada tahun 2011 hanya 13.401 unit. Kinerja pembacaan meter menunjukkan trend yang membaik. Kesalahan pembacaan meter dari bagian baca meter dari tahun 2010 s/d 2012 dengan pembacaan hasil survey Juli s/d Oktober 2012 cenderung membaik dari beda -13,2% (2010) naik menjadi -7,7% (2011) atau kenaikan sebasar 42,5% dan pada tahun 2012 menjadi +9,8% atau kenaikan 131%.***

79



PENETAPAN JUMLAH DAN FREKUENSI PEMERIKSAAN KUALITAS AIR

TERKAIT dengan tulisan Pencapaian Kualitas air versus Keluhan Pelanggan memang perlu dikaji kembali metoda terkait dengan angka pencapaian kualitas air. Penentuan pencapaian serta metoda pemeriksaan kualitas air mengacu pada Permenkes no 736 tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum.


Di dalam lampiran peraturan tersebtu, disebutkan bahwa penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air minum baik secara eksternal maupun internal memiliki frekuansi sedikitnya 1 bulan sekali. Artinya, bisa saja kualitas air terpantau memenuhi syarat pada saat dilakukan pemeriksaan, namun setelah itu kualitas air menjadi buruk dalam jangka waktu satu bulan berikutnya. Nampaknya perlu dilakukan metode khusus terkait dengan pelaporan kualitas air minum agar bisa memberikan situasi yang mendekati kenyataan.***

82


UPRATING INSTALASI PENGOLAHAN AIR

PERTAMBAHAN penduduk menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan akan air minum. Hal ini tentu juga menuntut penambahan kapasitas Instalasi Pengolahan Air (IPA). Pilihan penambahan kapasitas IPA adalah dengan membangun IPA Baru atau melakukan upaya peningkatan kapasitas IPA Eksisting (uprating).


Sebagai ilustrasi  Biaya pembuatan WTP Baru Rata-rata Rp 100 juta per liter/det (untuk membangun WTP kapasitas 300 l/det diperlukan biaya Rp 30 Milyar, biaya ini diluar biaya penyediaan lahan, penyediaan air baku, intake dan pompa.  Biaya Uprating dari kapasitas 300 l/det menjadi 600 l/det sebesar Rp 6 Milyar. (adalah untuk mendapat tambahan 300 l/det) Dengan penggambaran tersebut diatas, nampak bahwa upaya uprating adalah pilihan yang ekonomis.

Pertimbangan lainnya adalah tentunya persoalanketersediaan lahan untuk pembangunan IPA Baru.***

84


HEMAT AIR BAGI SIAPA? UNTUK SIAPA?

HEMAT AIR karena dunia berada di bawah ancaman krisis air bersih. Termasuk di Indonesia, akses menuju air bersih semakin sulit karena bertambahnya jumlah penduduk. Demikian peringatan global untuk menyelamatkan dunia.


Terlintas pertanyaan naif: bagaimana hemat air dapat berpengaruh secara global? Apakah upaya kita di Jakarta menghemat air bersih, akan ada “saving water� yang akan mencukupi kebutuhan air bersih bagi penduduk di gunung kidul? Praktisi lingkungan hidup mungkin dapat menjawabnya.

Kita coba tinjau di sini dari sisi pengguna air dan pengelola air bersih.

86



Sebagai pelanggan apa alasan yang mendasari tindakan mau untuk melakukan penghematan air? Kemungkinan alasan utama menghemat air adalah hemat biaya pembayaran air yang mahal.



Sebagai operator penyedia layanan air bersih, apa alasan mendukung upaya penghematan air?


(bukankah jika pelanggan hemat air berarti membayar lebih sedikit?). Alasan para operator adalah keterbatasan air yang didistribusikan, bisa karena keterbatasan air baku, atau juga keterbatasan teknis pendistribusian air (seperti tingkat kebocoran air yang tinggi).

Namun jika operator memilih untuk terus menambah jumlah pelanggannya, sementara sumber air bersih yang dapat didistribusikan kepada pelanggan belum dapat ditingkatkan, artinya upaya melakukan penghematan air juga menjadi tidak relevan. Bagaimanapun pelanggan akan cenderung menggunakan airnya jika ketersediaan berlimpah, atau ada pelanggan yang secara „cerdasâ€&#x; dapat menjual kembali air bersih ini. Ini menjadi masalah untuk operator dalam hal pelayanan yang merata dan hemat air. Pola pikir Pelanggan dan Operator dalam upaya penghematan air akan seiring jika misalnya diterapkan kebijakan mengalirkan air secara bergilir, artinya pelanggan akan menyesuaikan penggunaan airnya menjadi lebih bijak, dan operator pun akan mencukupi kemampuan distribusi airnya. Bagaimana pendapat para pengelola/operator terhadap upaya penghematan air ini?*** (sumber foto : thejakartapost)

87



LANGKAH UPRATING IPA

MELANJUTKAN tulisan Uprating IPA sebelumnya, apa saja yang lazim dilakukan dalam upaya uprating ini? Setiap design IPA, selalu memiliki “faktor keamanan� yang memang diterapkan untuk memberikan keleluasaan pada saat opersionalnya. Prinsip utama Uprating sesungguhnya adalah meningkatkan kapasitas dengan mengacu pada faktor keamaan yang diterapkan design IPA Eksisting. Dengan demikian dapat diperkirakan seberapa besar uprating suatu IPA dapat ditingkatkan.


Berikut adalah tabel mengenai upaya yang bisa dilakukan pada Uprating, di setiap proses pengolahan air.

90


SISA KHLOR DALAM PIPA DISTRIBUSI AIR MINUM

AIR minum yang didistribusikan ke palanggan harus memenuhi persyaratan kualitas air minum seperti yang disyaratkan dalam Permenkes 492/2010. Salah satu upaya memenuhi kualitas air tersebut adalah dengan melakuan desinfeksi atau membunuh bakteri dengan membubuhi Khlor. Keberadaan Khlor di dalam pipa distribusi minimal 0,2 mg/l, ini dikenal juga dengan kadar sisa khlor. Atas dasar ini lah selanjutnya ditentukan berapa kadar Khlor yang dibubuhkan pada titik awal distribusi atau titik yang


diinginkan, supaya sisa khlor masih berada pada kadar yang diijinkan tadi. Jika diamati kondisi sisa khlor di wilayah DKI Jakarta, nampak bahwa semakin jauh dari pusat produksi maka sisa khlor semakin kecil. Operator telah mengupayakan penambahan titik pembubuh khlor di daerah yang memerlukan penambahan khlor.

92


Sisa Khlor sebanyak 0,2 mg/l memberi petunjuk bahwa air yang didistribusikan tidak memiliki cukup bakteri yang sanggup mereduksi khlor, alias air minum tersebut bebas kandungan mikrobiologis.***

93



BAGAIMANA AIR BISA SAMPAI KE PELANGGAN?

SESUAI standar pelayanan yang telah ditetapkan baik dari segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas, air hasil olahan IPA didistribusikan melalui jaringan pipa distribusi sampai ke pelanggan. Jaringan distribusi terdiri dari jaringan distribusi utama (distribusi primer), jaringan distribusi pembawa (distribusi sekunder), jaringan distribusi pembagi (distribusi tersier), dan pipa pelayanan. Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menjelaskan sebagai berikut:


Jaringan Distribusi Utama (JDU) atau distribusi primer yaitu rangkaian pipa distribusi yang membentuk zona distribusi dalam suatu wilayah pelayanan SPAM. Untuk cakupan sistem kota, diameter pipa pada JDU ini adalah ≥ 150 mm. Jaringan distribusi pembawa atau distribusi sekunder adalah jalur pipa yang menghubungkan antara JDU dengan sel utama (Primary Cell). Diameter pipa pada jaringan ini berkisar antara 100 – 150 mm. Jaringan distribusi pembagi atau distribusi tersier adalah rangkaian pipa yang membentuk jaringan tertutup sel utama (Primary Cell). Diameter pipa pada jaringan ini berkisar antara 75 – 100 mm. Pipa Pelayanan adalah pipa yang menghubungkan antara jaringan distribusi pembagi dengan sambungan rumah. Diameter pipa pelayanan berkisar antara 50 – 75 mm.

Bagaimana jaringan pipa distribusi di DKI Jakarta?***

96


PEMBAGIAN AREA PELAYANAN DALAM JARINGAN DISTRIBUSI

UNTUK memudahkan pengendalian kehilangan air, jaringan distribusi dibagi ke dalam beberapa kelompok area pelayanan. Pembagian area pelayanan seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum terdiri dari: Zona Distribusi suatu sistem penyediaan air minum adalah suatu area pelayanan dalam wilayah pelayanan air minum yang dibatasi oleh pipa jaringan distribusi utama (distribusi primer). Pembentukan zona distribusi didasarkan pada batas alam (sungai, lembah, atau perbukitan) atau perbedaan tinggi lebih besar dari 40 meter antara zona


pelayanan dimana masyarakat terkonsentrasi atau batas administrasi. Pembentukan zona distribusi dimaksudkan untuk memastikan dan menjaga tekanan minimum yang relatif sama pada setiap zona. Setiap zona distribusi dalam sebuah wilayah pelayanan yang terdiri dari beberapa Sel Utama (biasanya 5-6 sel utama) dilengkapi dengan sebuah meter induk. Sel utama (Primary Cell) adalah suatu area pelayanan dalam sebuah zona distribusi dan dibatasi oleh jaringan distribusi pembagi (distribusi tersier) yang membentuk suatu jaringan tertutup. Primary Cell (PC) terdiri dari 5 – 10 Elementary Zone (EZ) atau sekitar 10.000 sambungan rumah (SR). Sel dasar (Elementary Zone) adalah suatu area pelayanan dalam sebuah sel utama dan dibatasi oleh pipa pelayanan. Sel dasar adalah rangkaian pipa yang membentuk jaringan tertutup dan biasanya dibentuk bila jumlah SR mencapai 1000 – 2000 SR. Setiap sel dasar dalam sebuah Sel Utama dilengkapi dengan sebuah Meter Distrik. Bagaimana pembagian area pelayanan pada jaringan distribusi di Jakarta? ***

98


PEMBAGIAN AREA PELAYANAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI DI JAKARTA

PELAYANAN air minum di Jakarta dilakukan oleh 2 operator yaitu PALYJA (untuk bagian barat) dan Aetra (untuk bagian timur). Kedua wilayah tersebut kemudian dibagi lagi menjadi beberapa Zona Distribusi, Sel Utama atau Primary Cell (PC), sampai dengan Sel Dasar atau Elementary Zone (EZ).


Wilayah barat (PALYJA) dibagi ke dalam 3 zona distribusi atau biasa disebut Unit Pelayanan PALYJA (UPP) yaitu UPP Pusat, UPP Barat, dan UPP Selatan. Setiap UPP terbagi lagi menjadi beberapa PC. Jumlah PC pada jaringan distribusi PALYJA adalah sebanyak 84 PC. Masing-masing PC terbagi lagi ke dalam beberapa EZ. Jumlah EZ total sebanyak 363 EZ. Setiap EZ rata-rata memiliki Sambungan Rumah (SR) sebanyak Âą 1000 SR.

100


101


102


Wilayah timur (Aetra) dibagi ke dalam 3 zona distribusi atau Strategic Business Unit (SBU) yaitu SBU Tengah, SBU Utara, SBU Selatan. Setiap SBU terbagi menjadi beberapa PC. Total PC keseluruhan adalah 76 PC. Masing-masing PC tersebut terbagi lagi ke dalam beberapa EZ. Jumlah EZ total sebanyak 371 EZ. Setiap EZ rata-rata memiliki Sambungan Rumah (SR) sebanyak Âą 1000 SR.

103



TEKANAN AIR

SALAH satu penilaian kinerja standar pelayanan dalam Kerjasama Pelayanan Air Minum DKI Jakarta adalah terpenuhinya tekanan air sebesar 0.75 atm di titik pelanggan. Tekanan sebesar 0.75 atm adalah setara dengan 0.75 Bar, atau 7.5 meter kolom air, yang berarti pada titik pelanggan air akan memancar setinggi 7.5 meter atau akan cukup tekanannya untuk bisa mengalir ke lantai dua sebuah rumah.


Air harus memiiki energi untuk bisa mengalir, energi itu bisa berasal dari dari energi potensial karena perbedaan elevasi, atau energi kinetik karena dorongan pompa. Selanjutnya dalam pengalirannya di dalam pipa, energi itu akan berkurang karena “hilang� akibat gesekan pipa. Besarnya energi yang hilang disebut Head Loss, atau kehilangan tekan. Akhir dari perjalanan air itu setelah dikurangi dengan akibat gesekan dengan pipa tadi menyisakan sisa energi yang disebut dengan Sisa tekan, dan 0.75 atm itu adalah sisa tekan termaksud.***

106


DISTRICT METERING AREA (DMA)

UPAYA menurunkan angka Tingkat Kebocoran Air dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memonitor kondisi air yang didistribusikan, baik kubikasi air dan tekanannya. Upaya monitoring tersebut tentu akan semakin mudah dan teliti jika dilakukan di wilayah yang lebih kecil, dengan kata lain membagi wilayah yang luas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Hal ini lah yang mendasari gagasan dibentuknya DMA (District Metering Area).


Persyaratan untuk bisa menerapkan DMA pada suatu lokasi antara lain : (1).Ada gambar daerah rencana DMA (gambar GIS), (2).Sistem pengaliran dalam daerah tersebut dapat ditutup/diisolasi. (3).Kepastian pipa inlet (sumber), (4).Kondisi pengaliran baik (24 jam), (5).Ada data tekanan, pola pengaliran, data pelanggan dan pemakaian air, (6).Kondisi fisik jaringan dan asesoris masih cukup baik.

108


Acessories yang diperlukan pada sebuah DMA adalah : (1). Water meter induk, (2).Katub/valva, (3). PRV (Pressure Reducing Valve), (4). Monitoring data logger untuk analisa. Dengan membagi menjadi wilayah yang lebih kecil, tentu akan lebih mudah diketahui lokasi penyebab Kebocoran Air, sehingga upaya perbaikan bisa menjadi lebih fokus/terarah.***

109



METODE PEMASANGAN PIPA DISTRIBUSI AIR BERSIH

PEMASANGAN pipa distribusi air bersih dilakukan oleh mitra swasta melalui kontraktor. Selama ini kontraktor masih menggunakan metode Boring Manual dalam pekerjaan pemasangan pipa distribusi air bersih. Metode Boring Manual adalah metode pemasangan pipa dengan menggunakan jasa tukang gali secara manual. Metode ini masih memerlukan lubang galian yang berjarak antara lubang pertama ke lubang kedua dan lubang selanjutnya masing-masing kurang lebih 20 sampai dengan 25 meter. Lubang ini digunakan tukang gali tersebut untuk membuat lubang horizontal yang akan dipasang pipa.


Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta selaku pemberi izin pelaksanaan penempatan jaringan utilitas di Provinsi DKI Jakarta sudah mensyaratkan metode pemasangan pipa dengan metode Boring Machine. Perubahan metode pemasangan pipa dari metode Boring Manual menjadi Boring Machine memerlukan waktu untuk persiapan pelaksanaannya, khususnya bagi operator yaitu perlu melakukan perubahan standar teknis dan desain, penambahan biaya proyek, serta sosialisasi dan pelatihan tentang pelaksanaan metode Boring Machine kepada kontraktor. Bagaimana metode Boring Machine dalam pemasangan pipa?***

112


PEMASANGAN PIPA DENGAN METODE MICROTUNNELING (BORING MACHINE)

MICROTUNNELING adalah metode konstruksi tanpa galian menggunakan mesin bor (Microtunnel Boring Machines, MTBM) dan dikombinasikan dengan teknik pipe jacking. Pipe jacking adalah suatu teknik dalam pemasangan pipa dengan mendorong pipa pra cetak ke dalam tanah dari sebuah lubang vertikal/pit. Pipe jacking merupakan suatu


metode pemasangan technology).

pipa

tanpa

galian

(trenchless

Keuntungan Teknologi Tanpa Galian (Trencless Technology) :  Tidak ada galian terbuka, pipa dipasang tanpa publik mengetahuinya  Kota-kota dan bentang alam tidak terpengaruh oleh pekerjaan konstruksi  Penurunan level air,yang mempengaruhi vegetasi, dapat dicegah  Jumlah dari tanah yang dibutuhkan untuk digali dan dibuang secara perbandingan ialah kecil.  Tidak dibutuhkan gudang penyimpanan khusus untuk material dan alat  Lalu lintas jalan tidak terganggu  Pipa dapat dipasang di keadaan cuaca apapun  Pemukiman dan alam terlindungi dari polusi suara, debu/kotoran, dan getaran  Secara substantial terdapat sedikit kerusakan yang terjadi dibandingkan dengan metode open-cut  Emisi karbon sangat rendah selama konstruksi dan kemacetan lalu lintas dapat dicegah Metode microtunneling menggunakan sistem remotecontrolled jacking yang menyediakan continuous support pada excavation face dengan menerapkan tekanan mekanis atau cairan untuk menyeimbangkan tekanan air tanah dan bumi.

114


115


Microtunneling membutuhkan poros jacking shaft dan reception shaft pada ujung-ujung setiap drive. Proses microtunneling adalah operasi cyclic pipe jacking. MTBM didorong ke bumi dengan hydraulic jack yang terpasang pada poros jacking. Jack kemudian ditarik dan slurry lines dan kabel kontrol terputus. Sebuah pipa diturunkan ke poros dan disisipkan di antara frame jacking dan MTBM atau pipa jack sebelumnya. Sambungan Slurry lines dan kabel listrik dan kabel kontrol dibuat dan pipa serta MTBM dimajukan. Proses ini diulang sampai MTBM mencapai reception shaft. Selama penyelesaian, MTBM dan peralatan diambil dan dilepas dari pipa. Apakah Metode Microtunneling bisa digunakan dalam pemasangan pipa distribusi air bersih di Jakarta?*** (sumber gambar : Boring & Tunnelling)

116


PENGOLAHAN LUMPUR IPA DENGAN DECANTER CENTRIFUGE

PROSES pengolahan air baku menjadi air yang berkualitas air minum di Instalasi Pengolahan Air (IPA) menghasilkan residu atau buangan berupa lumpur. Lumpur yang dihasilkan berasal dari proses sedimentasi. Lumpur dari proses sedimentasi merupakan lumpur hasil endapan flokflok yang terbentuk setelah mengalami proses koagulasi dan flokulasi. Lumpur yang dihasilkan di IPA diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Pengolah lumpur IPA yang umum digunakan adalah Sludge Drying Bed (SDB). Pada


prinsipnya, pengolahan lumpur dengan menggunakan SDB yaitu dengan cara mengalirkan lumpur ke lahan terbuka kemudian dengan bantuan sinar matahari lumpur tersebut kering dan bisa dibuang ke tempat pembuangan akhir. Metode SDB ini memerlukan lahan yang luas untuk menampung semua lumpur. Selain itu, proses pengeringan lumpur sangat tergantung dengan cuaca dan memerlukan waktu yang lama.

(foto : mixing tank) Salah satu alternatif teknologi pengolahan lumpur lain yang saat ini sudah digunakan di IPA Buaran adalah pengolahan lumpur dengan menggunakan Decanter

118


Centrifuge. Decanter centrifuge adalah alat pengolah lumpur berbentuk tabung yang memisahkan cairan dan padatan dengan menggunakan prinsip sentrifugal. Lumpur yang akan diolah sebelumnya dicampur dengan bahan kimia PAC di dalam mixing tank.

(foto : cake yang sudah diolah) Selanjutnya lumpur tersebut diolah di dalam decanter hingga menjadi cake (lumpur yang sudah berkurang kadar airnya) dan supernatan (air hasil olahan lumpur). Cake hasil decanter selanjutnya dipindahkan ke truk melalui conveyor. Truk membawa cake ke tempat pembuangan akhir. Supernatan yang dihasilkan kemudian dialirkan ke bak penampung.

119


(foto : decanter centrifuge) Keunggulan Decanter Centrifuge dibandingkan dengan SDB adalah menghasilkan hasil akhir berupa sludge cake yang lebih kering dalam waktu yang lebih singkat dan tidak terpengaruh oleh cuaca. Selain itu, lahan yang dibutuhkan lebih kecil, tidak menimbulkan bau, lumpur yang terolah lebih banyak, tenaga operator yang dibutuhkan lebih sedikit.

120


(foto : memindahkan cake ke truk)

Kelebihan lain adalah kualitas air yang dihasilkan (supernatan) memenuhi kualitas air baku air minum sehingga bisa di-recycle atau digunakan kembali sebagai air baku IPA. ***

121



FILTER BACKWASH RECYCLING

FILTER Backwashing (Pencucian Filter) merupakan bagian yang terintegrasi dalam pengoperasian Instalasi Pengolahan Air (IPA). Filter dicuci dengan membilasnya dengan air dengan arah aliran yang berlawanan dengan arah aliran normal. Aliran air harus memiliki tekanan yang cukup untuk dapat melepaskan partikel-partikel yang menempel pada media, sehingga digunakan aliran air yang lebih besar atau dibantu dengan aliran udara yang dipompakan, atau dengan modifikasi teknis secara gravitasi.


Air buangan yang dihasilkan dari pencucian filter mengandung partikel-partikel yang terbilas dari media filter yang berasal dari partikel yang terkandung dalam air baku, flok-flok yang terbentuk pada proses flokulasi yang tidak terendapkan pada sedimentasi, dan juga mikroba (seperti Cryptosporidium). Proses backwash berlangsung selama 10 – 25 menit dengan kecepatan berkisar 15 – 20 gpm/ft2 dan memproduksi volume air buangan yang terbanyak dari keseluruhan proses IPA. Filter Backwash Recycling umumnya dilakukan dengan alasan keterbatasan air baku dan/atau faktor biaya yang lebih efektif jika dilakukan recycle dibandingkan dengan pembuangan. Selain air buangan filter backwash, thickener supernatant dan liquid dari proses dewatering (pengolahan lumpur IPA) bisa di-recycle. Aliran recycle dari ketiga sumber buangan tersebut mengandung Cryptosporidium (mikroba patogen) sehingga perlu dipastikan aliran tersebut melewati proses pengolahan konvensional (koagulasi – flokulasi – sedimentasi – filtrasi) atau filtrasi langsung (koagulasi – flokulasi – filtrasi).

124


(gambar : lokasi titik pengembalian Recycling)

125


Lokasi pengembalian aliran recycle menjadi hal yang penting dengan alasan sebagai berikut :  Pengembalian aliran recycle setelah titik pembubuhan koagulan dapat mengganggu proses kimia di dalam pengolahan dan dapat merusak performa pengolahan.  Jika aliran recycle tidak diolah melalui koagulasi dan flokulasi, oocysts dan kontaminan lain dapat lolos dari filter. Sedimentasi dan filtrasi merupakan penahan utama Cryptosporidium disebabkan Cryptosporidium tahan terhadap disinfektan dan koagulasi dan flokulasi yang sesuai dibutuhkan untuk meningkatkan performa filter.  Penyisihan Cryptosporidium tidak tercapai jika aliran recycle tidak melewati semua proses pengolahan pada sistem konvensional maupun filtrasi langsung. Sistem pengolahan air yang dilengkapi proses recycle air buangan yang berasal dari filter backwashing, thickener supernatant dan liquid dari proses sludge dewatering ditunjukkan pada diagram berikut :

126


127


Saat ini, IPA Buaran telah dilengkapi dengan filter backwash recycling. Bagaimana sistem kerja filter backwash recycling tersebut?*** (sumber gambar : Filter Backwash Recycling Rule US EPA)

128


JARINGAN PIPA DISTRIBUSI AIR MINUM DI DKI JAKARTA

JARINGAN pipa distribusi air di DKI Jakarta terdiri dari jaringan distribusi utama (primer), jaringan distribusi pembawa (sekunder), jaringan distribusi pembagi (tersier), dan pipa pelayanan (pipa dinas). Masing-masing jaringan terdiri dari jenis pipa yang mempunyai diameter tertentu. Pipa primer mempunyai diameter 200 mm sampai dengan 1800 mm. Jenis pipa yang digunakan antara lain Ductile Iron Pipe (DIP), High Density Polyethylene (HDPE), Polyvinyl chloride (PVC), dan steel (baja).


130


Pipa sekunder umumnya berdiameter 150 mm, 200 mm, dan 250 mm. Jenis pipa yang umum digunakan pada jaringan distribusi sekunder adalah PVC, DIP, dan HDPE. Selain itu juga ada jenis pipa baja dan Galvanized Iron Pipe (GIP). Pipa tersier umumnya berdiameter 50 mm, 75 mm, dan 100 mm. Pipa yang digunakan umumnya berjenis PVC dan HDPE. Selain itu ada beberapa pipa yang berjenis DIP dan GIP. Pipa dinas adalah pipa yang menghubungkan jaringan pipa tersier sampai dengan meter air. Diameter pipa dinas beragam mulai dari 0,5 inch sampai dengan 12 inch. Jenis pipa dinas yang digunakan umumnya HDPE dan PVC. Masih ada beberapa pipa lama berjenis GIP. Mengingat beberapa wilayah DKI Jakarta mengandung air asin/air laut, penggunaan pipa logam seperti GIP harus dipertimbangkan kembali karena rentan sekali terjadinya korosi/karat.***

131



DETEKSI KEBOCORAN DENGAN GAS HELIUM

SALAH satu penyebab Tingkat Kebocoran Air adalah, kebocoran teknik berupa kebocoran fisik pipa (baca juga : Penyebab kebocoran air di wilayah DKI Jakarta). Menemukan pipa yang bocor adalah upaya yang harus dilakukan untuk selanjutnya memperbaikinya. Deteksi kebocoran yang lazim digunakan adalah dengan menggunakan teknik audio (sonar leakage detector), yaitu mencari kebocoran dengan deteksi suara kebocoran.


Namun metode “lawas” tersebut kurang cocok dilakukan di wilayah yang memiliki tekanan air rendah, karena praktis tidak akan terdengar “desis” air yang memancar melalui “lubang bocor” pada sebuah pipa, apalagi pada pipa yang terbenam di dalam tanah. Salah satu metode yang digunakan oleh PALYJA adalah Deteksi kebocoran pipa dengan gas Helium. Gas Helium adalah gas mulia yang tidak berwarna dan tidak berbau yang komposisinya di bumi adalah termasuk sedikit yaitu sebesar (0,00052% volume atmosfer), dan termasuk Gas monoatomik yang paling tidak larut dalam air. (sumber : wikipedia.org)

Prinsip kerjanya adalah : Helium diinjeksikan ke dalam pipa dan ikut mengalir bersama air. Air akan keluar dari

134


bagian pipa yang bocor dan membawa serta Helium. Pada tekanan atmosfir, Helium akan terpisah dari air dan akan tetap ada di dalam tanah hingga 4 hari.

Untuk mengetahui letak pipa yang bocor, Helium yang tertahan di dalam tanah dideteksi dengan dengan detektor gas Helium. PALYJA telah menggunakan metode gas Helium ini sejak tahun 2006,dan dalam Laporan Triwulan I tahun 2014 disebutkan bahwa PALYAJ telah berhasil memperbaiki 568 kebocoran tidak tampak.***

135



MONITORING DAN KONTROL TERHADAP KUALITAS AIR

MONITORING dan kontrol terhadap kualitas air pada sistem distribusi yang disyaratkan oleh American Water Works Association (AWWA) Standard of Distribution Systems Operation and Management mencakup hal berikut : Rencana Sampling  Operator harus mengeluarkan rencana sampling rutin yang representatif terhadap sistem distribusi keseluruhan.


Rencana sampling harus di-review setiap tahun dan penyesuaian dibuat berdasarkan trend data historikal, perubahan pola penggunaan air, dan perubahan lain yang dapat mempengaruhi kualitas air. Operator harus menganalisis trend data dan mempunyai action plan untuk merespon perubahan.

Lokasi Sampling  Lokasi sampling minimal harus mencakup lokasi yang disyaratkan dalam regulasi monitoring.  Lokasi sampling tambahan diperlukan sesuai kebutuhan untuk melengkapi gambaran kualitas air pada sistem distribusi.  Operator harus menggunakan lokasi sampling yang representatif terhadap seluruh kondisi sistem

138


distribusi mencakup variasi waktu detensi hidrolik, material pipa, lokasi disinfeksi, lokasi kemungkinan terjadinya gangguan kualitas air (misal kehilangan residu disinfektan/sisa khlor dan pertumbuhan bakteri yang meningkat). Lokasi sampling harus mencakup lokasi yang merepresentasikan waktu detensi terpanjang dalam sistem, lokasi titik akhir (dead-end), lokasi sirkulasi rendah, dan akhir fasilitas penyimpanan air. Lokasi dimana terjadi banyak masalah terkait kualitas perlu frekuensi sampling yang lebih banyak.

Penyimpanan Sampel  Sampel harus disimpan sesuai dengan metode standar untuk pemeriksaan air.  Pengambil sampel dan laboratorium harus menggunakan label dan form standar. Keran Sampel  Keran sampel harus terlindung dari sumber kontaminasi luar.  Keutuhan keran sampel harus diperiksa dan dievaluasi tahunan untuk memperbaiki kebocoran dan potensi sumber kontaminan lainnya. Bagaimana monitoring dan kontrol kualitas air distribusi di Jakarta?***

139



UJI COBA PERTAMA KALI INSTALASI PENGOLAHAN AIR

DALAM sebuah proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), setelah proyek konstruksi selesai, maka tahap selanjutnya adalah uji coba operasional untuk pertama kali, atau disebut juga dengan istilah Commissioning. Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum, mengeluarkan pedoman mengenai tatacara Commisioning yang mengacu pada SNI 19-6777-2002, Metode pengujian kinerjauni t paket instalasi penjerni han air kapasitas di


bawah 5 liter/detik serta SNI 19-6774-2002, Tata cara perencanaan unit paket instalasi penjernihan air. Prinsip commissioning adalah mengamati dan menil ai kinerja IPA pada titik pengendali an proses dan operasi pada kapasitas tertentu, dengan indi kator kinerja antara lain : (1) Air Baku; (2) Koalgulasi; (3) Flokulasi; (4) Sedimentasi; (5) Filtrasi; (6) Desinfeksi. Pengujian yang dilakukan meliputi : (1) Pengujian Sarana Penunjang dan (2) Pengujian proses dan operasi IPA. Hasil Pengujian ini selanjutnya dituangkan dalam sebuah berita acara yang diketahui, disaksikan oleh beberapa pihak seperti pemilik proyek, konsultan perencana, dan pelaksana proyek.***

142


RIVER BANK FILTRATION

UPAYA mendapatkan air bersih dari sumber air permukaan terus berkembang, salah satu yang telah diterapkan di PALYJA pada kali Krukut adalah dengan metoda River Bank Filtration. River Bank Filtration (RBF) adalah suatu teknologi pengolahan air yang terdiri dari ekstraksi air dari sungai atau tempat penampungan khusus oleh sumur pemompa yang dibuat di bagian alluvial aquifer. Ketika air melewati lapisan tanah, terjadi proses fisika, kimia, dan biologi


sehingga kualitas permukaan.

air

meningkat

dibandingkan

air

RBF mampu mengeliminasi hampir semua senyawa organik dan mikroorganisme pathogen yang terkandung dalam air permukaan. Hal ini membuat ringan kinerja proses pengolahan air konvensional sehingga ekonomis. Pemanfaatan RBF ini menjadi sebuah kebutuhan akan semakin buruknya kualitas air permukaan. Secara umum proses yang terlibat dalam BF bekerja dengan mengalirkan air dari sungai melalui lapisan tanah dengan adanya daya isap pompa dari sumur produksi yang dibuat tak jauh dari sungai.

144


Aplikasi BF terutama digunakan sebagai proses pengolahan awal (pre-treatment process). Proses ini menurunkan biaya operasional pengolahan air karena meminimalkan penggunaan energi dan bahan kimia.***

145



MEMBUANG UDARA YANG TERPERANGKAP DI DALAM PIPA

DALAM penyaluran air melalui saluran tertutup (pipa), terdapat hal yang menjadi perhatian khusus terkait dengan adanya udara yang “terperangkap� di dalam pipa. Dalam kondisi ideal, pipa akan bekerja baik jika penuh terisi air, sehingga segala parameter terkait debit dan sisa tekan akan sesuai dengan yang direncanakan. Namun dalam kenyataannya, akan selalu ada udara yang


terperangkap di dalam pipa dari sumber-sumber seperti : udara terlarut di dalam air, lubang bocor pada pipa, pompa, atau saat air mati/berhenti mengalir kemudian dilakukan pengisian kembali.

Kemana perginya udara yang terperangkap dalam pipa itu? Tentu saja udara akan mencari tempat yang lebih tinggi di dalam jalur pipa. Dalam jalur pipa yang naik dan turun, maka udara akan “terperangkap” di dalam titik-titik tertinggi dari jalur pipa yang naik turun tersebut. Semakin banyak udara yang “berkumpul” di titik tersebut selanjutnya tentu akan “mengambat” aliran air di dalam pipa. Akibatnya adalah air menjadi terganggu alirannya, atau jika pengaliran dilakukan dengan bantuan tenaga pompa, penyumbatan tadi akan menyebabkan kerja pompa menjadi lebih tinggi dan akibatnya pipa akan pecah/rusak karena menerima tekanan yang lebih tinggi. Jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan “mengeluarkan” udara tersebut melalui katub yang di

148


pasang pada titik titik pipa tertinggi tadi. Katub ini dikenal dengan AIR VALVE. Dengan adanya Air Valve atau katub udara (orang lapangan menyebutnya “pentil�) maka tidak ada lagi udara yang terperangkap di dalam jalur pipa distribusi/transmisi yang dapat mengganggu aliran air di dalamnya.***

149



SISTEM PENGOLAHAN AIR MODEREN

SEIRING dengan berkembangnya zaman, maka berkembang pula teknologi pengolahan air minum yang menjadikan pengolahan air baku menjadi air minum menjadi semakin efisien dan efektif. Proses filtrasi merupakan salah satu teknologi dalam pengolahan air minum yang telah mengalami perkembangan. Dan perkembangan teknologi filtrasi lebiH menonjol pada “material matter�.


152


Dimulai dengan media pasir, butiran, dan kini terus berkembang menjadi media ultra filtrasi dan bahkan teknologi Nano, kesemuanya adalah mengenai material daripada filter, sementara proses filtrasinya sendiri masih tetap sama. Proses filtrasi dengan bahan/material termutakhir seperti membran sekalipun tetap harus memiliki persyaratan kualitas air influentnya yang harus dipenuhi, salah satunya adalah tingkat kekeruhannya maksimal 10 NTU, artinya jika air dengan NTU lbh besar memasuki filter, tentunya akan membebani kerja Filter yang berakibat umur filter menjadi pendek. Hal yang masih sulit dijawab oleh para “penjual� media membran ini adalah berapakah harga investasi dan O&M teknologi baru ini untuk setiap kubik air yang diolah, dan memang jawaban tepatnya adalah bergantung pada type air baku yang akan diolah.***

153



TYPE AIR VALVE

BAGAIMANA udara bisa terperangkap di dalam pipa dapat disimak pada tulisan MEMBUANG UDARA YANG TERPERANGKAP DI DALAM PIPA. Lantas alat apa saja yang digunakan untuk membuang udara dalam pipa tersebut? Secara sederhana dan dapat dilihat di beberapa instalasi yang dikelola di daerah, untuk mengeluarkan udara dari pipa (biasanya pada belokan/bend) dengan cara melubangi pipa tersebut. Namun cara ini tentu bukan merupakan cara yang direkomendasikan secara teknis,


karena besar kemungkinan bukan hanya udara yang keluar dari lubang tersebut, namun juga air nya. Secara teknis, untuk mengeluarkan udara di dalam pipa dikenal dengan air valve. Terdapat banyak sekali type dan jenis air valve, namun secara garis besar terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu : Air release valve : untuk mengeluarkan sekumpulan kecil udara dalam pipa air bertekanan Air/vacuum valve : untuk mengeluarkan udara yang lebih banyak di dalam pipa air Combination Air valve : kombinasi dari kedua jenis Air Valve di atas.

Pemasangan Air valve ini selain pada titik tertinggi pipa distribusi yang diduga akan terdapat udara yang terperangkap, juga di pasang pada titik2 tertentu pada jaringan pipa dekat pompa.

156


Dengan pemasangan Air Valve ini, maka pengeluaran udara dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis tanpa membuang air lebih banyak lagi, dan ini dapat mengurangi Tingkat Kehilangan Air.***

157



INDEKS 3K DKI JAKARTA

TELAH dijelaksan sebelumnya mengenati apa 3K itu pada tulisan 3K (Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas), dan berikut akan disampaikan bagaimana kondisi 3K di DKI Jakarta. Dalam laporan bulanannya, setiap operator menyampaikan hasil pemantauan rutinnya terhadap kondisi Kualitas air serta tekanan air di titik pelanggan. Kualitas diukur sesuai dengan peraturan Permenkes 492 tahun 2010.


Selain itu BR PAM DKI Jakarta juga melakukan survey Kontinuitas 24 Jam setiap tahunnya. Selanjutnya ke tiga parameter tersebut di “overlay” untuk memberikan sebuah nilai berupa INDEX 3K. Setiap parameter memiliki dua kemungkinan “memenuhi” dan “tidak memenuhi”, sehingga terdapat 4 golongan, yaitu :    

yaitu akan

Merah : Jika ketiga parameter bernilai “tidak memenuhi” Jingga : Jika hanya satu paramter yang bernilai “memenuhi” Kuning : Jika ada dua parameter yang bernilai “memenuhi” Hijau : Jika ketiga parameter bernilai “memenuhi”

Selanjutnya hasilnya di petakan sehingga dapat diperoleh situasi sebagai berikut.

160


161



LANGKAH-LANGKAH YANG DIPERLUKAN BAGI PENGELOLAAN AIR MINUM DKI JAKARTA

PELAYANAN Air Minum di wilayah DKI Jakarta bisa dikatakan merupakan upaya yang khusus, karena ibu kota sebagai ibu kota negara otomatis menjadikan Jakarta sebagai “etalase” negara Indonesia. Pencapaian kinerja operator PALYJA dan Aetra tahun 2013 dijadikan titik acuan upaya peningkatan kedepan sesuai dengan harapan pelayanan yang baik.


164


165


Selanjutnya program jangka panjang telah disusun oleh PAM Jaya dalah merupakan cita-cita pelayanan air minum DKI Jakarta hingga tahun 2018 (lihat : RJP PAM Jaya 2014-2018)

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan langkah-langkah pencapaian sebagai berikut :  Pendalaman penajaman terhadap program dan besaran investasi yang diperlukan agar didapat kegiatan dan besaran invesatsi yang lebih akurat terutama disebabkan tidak terselenggaranya penyusunan Studi kelayakan periode tahun 20132017.  Perhitungan terhadap tingkat tarif selama waktu perencanaan dengan membuka kemungkinan pendanaan dari pemerintah pusat dan daerah agar dapat terjangkau  Kajian terhadap aspek legal untuk terselenggaranya penyertaan dana investasi bagi

166




pengembangan SPAM dari pemerintah pusat/pemda dalam hal diperlukan. Penyusunan Road map tingkat pelayanan (Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas) untuk periode perencanaan 2013-2017

Dengan demikian diharapkan pencapaian tingkat pelayanan Air Minum di DKI Jakarta akan sesuai dengan yang diharapkan.***

167



BIOFILTRASI DI IPA TAMAN KOTA

PENGOLAHAN air baku mutlak diperlukan karena kualitas air baku yang semakin buruk. Pre-treatment ini sudah pasti akan membantu meringankan kerja IPA. IPA Taman kota sejak tahun 2007 dihentikan operasionalnya dikarenakan kualitas air baku yang sangat buruk sehingga mengakibatkan IPA tidak mampu mengolah air baku tersebut.


Namun sejak tahun 2012 IPA Taman kota dioperasikan kembali dengan memanfaatkan teknologi BIOFILTRASI hasil kerjasama dengan Pusat Tenaga Lingkungan BPPT. “Biofiltrasi beda dengan filtrasi biasa. Filtrasi hanya menyaring kotoran yang melayang kalau bio memakai mikroorganisme. Mikroorganisme itu yang akan menguraikan kotoran yang terlarut,” kata Dr. Rudy Nugroho, perekayasa BPPT, yang mengembangkan teknologi ini. Prinsip sederhananya adalah memberi kesempatan mikroorganisme untuk “hidup” pada media yang disediakan, lalu mikroba tersebut bertugas “menguraikan” kandugan organik pada air baku tersebut sekaligus membersihkan air.

170


Hal serupa namun dengan sistem yang sedikit berbeda dilakukan juga pada IPA Cilandak (Baca : River Bank Filtration).***

171



UPAYA PEMANTAUAN KINERJA OPERATOR AIR MINUM DKI JAKARTA

UPAYA melakukan pemantauan terhadap kinerja operator terus dilakukan oleh Badan Regulator PAM DKI Jakarta. Selain melakukan pemantauan terhadap “kinerja kontraktual� (yaitu target teknis dan standar pelayanan), BR PAM DKI juga terus mengupayakan melakukan pemantauan terhadap pencapaian kinerja pelayanan yang berbasis pada 3K.


BR PAM DKI mencoba untuk memvisualisasikan kinerja pelayanan air minum DKI Jakarta dalam komponenkomponen seperti terlihat di diagram berikut.

Tingkat kedalaman penyajian komponen tersebut diatas akan lebih baik dilakukan hingga level Primary Cell (kecamatan), dan tentu saja sepenuhnya tergantung kepada ketersediaan data. Nampak bahwa komponen yang seharusnya menjadi perhatian para pengambil kebijakan di DKI Jakarta adalah lebih terkait kepada pelayanan kepada pelanggan. Sementara komponen yang menjadi perhatian bagi pengelola/operator lebih kepada komponen kebutuhan air, investasi dan tingkat kebocoran air.

174


Sebagai contoh, visualisasi yang telah dibuat oleh BR PAM DKI adalah pada komponrn 3K, seperti nampak pada tulisan INDEKS 3K DKI JAKARTA.***

175



TEKNOLOGI MEMBRAN

TEKNOLOGI treatment yang perkembangan memproduksi terjangkau.

Membran merupakan teknologi post masih terus berkembang. Terlebih dengan teknologi material yang selalu berusaha bahan filter membran yang semakin

Secara sederhana teknologi membran adalah merupakan proses filtrasi dengan media membran. Seperti yang sudah lazim diketahui bahwa media filter yang konvensional adalah menggunakan media pasir. Semakin kecil celah


media filter yang tersedia, maka semakin banyak pula partikel yang “tertahan”, dengan kata lain kualitas air yang “lolos” tentu akan semakin baik.

Secara umum, Teknologi membran ini terbagi menjadi 4 golongan besar yaitu (berturut-turut dari yang memiliki celah besar ke kecil) : Microfiltration (MF), Ultra Filtration (UF), Nano Filtration (NF), dan Riverse Osmosis (RO). Semakin kecil celah yang tersedia tentu akan membuat harga membran semakin mahal, dan tentu saja semakin bertambah energi yang digunakan untuk “memompa” air melewati media membran tersebut. Gambar-gambar pada halaman ini menjelaskan, partikelpartikel apa saja yang “tersaring” untuk masing-masing membran, juga ukuran “celah” masing-masing type membran. *** (sumber gambar : sswm, knrones, koch )

178


179


180


181



SISTEM MONITORING

UPAYA Monitoring yang bisa dilakukan dalam proses produksi, distribusi air minum adalah meliputi debit, kualitas, dan tekanan air. Kebutuhan monitoring yang “realtime� dan terus-menerus sudah merupakan kebutuhan yang vital. Dalam prakteknya, biaya operasional bahan kimia pada sebuah IPA dapat dioptimalkan dengan mengetahui kualitas air bakunya secara nyata alias realtime.


Kondisi kualitas, tekanan air pada jaringan distribusi secara realtime juga akan membantu dalam “Early Warning System�, artinya dapat segera diketahui di daerah mana terdapat penurunan kualitas air atau penurunan tekanan air, dan selanjutnya dapat segera dilakukan tindakan guna terjaganya pelayanan air minum pada pelanggan.

Secara umum yang diperlukan dalam mewujudkan sistem monitoring yang real time adalah : 1. Sensor, berupa alat yang akan merubah parameter yang akan diukur menjadi sinyal-sinyal listrik yang selanjutnya akan dibaca oleh pengolah data 2. Pengolah Sinyal (Signal Conditioner) yang akan menerima sinyal-sinyal listrik tadi dan mengkonversikannya menjadi data yang bisa dibaca dan dianalisa selanjutnya

184


3. Akuisis data (Data Acquisition), proses analisa, penyimpanan, atau transfer data, yang selanjutnya bisa ditampilkan sebagai report, atau juga untuk memberi input kepada sebuah mekanisme tindakan.

Sistem monitoring yang dikenal di PDAM adalah SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition), yaitu sebuah sistem yang memungkinkan pengoperasian secara otomatis dan jarak jauh terhadap segala proses produksi air minum dan distribusinya. Sistem SCADA ini juga digunakan dalam proses industri dan juga utilitas umum lainnya.***

185



CONVENTIONAL FLUSHING VS UNIDIRECTIONAL FLUSHING

AKUMULASI sedimen dan deposit seperti alum, biofilm, dan karat pada pipa distribusi air terjadi setelah jangka waktu tertentu. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air, masalah rasa dan bau, laju degradasi klor lebih cepat, mengurangi diameter efektif pipa, mengurangi kapasitas hidrolik, meningkatkan kekasaran pipa, dan meningkatkan biaya pemompaan untuk distribusi air. Untuk itu, diperlukan program flushing yang sistematis sehingga kualitas air yang sampai di pelanggan tetap terjaga. Program flushing yang efektif merupakan suatu antisipasi dan pencegahan masalah kualitas air dan komplain pelanggan. Program


flusing yang efektif berbeda-beda untuk masing-masing tipe sistem distribusi. Kecepatan aliran air minimum yang diperlukan dalam proses flushing adalah 0,8 m/s. Ada 2 metode umum yang biasa digunakan yaitu Conventional Flushing dan Uni-Directional Flushing (UDF). Metode conventional flushing dilakukan berdasarkan adanya komplain pelanggan atau pada area-area yang sering mengalami masalah kualitas air dengan membuka flushing valve. Metode ini bisa dilakukan dalam bentuk program yang sistematis atau hanya dilakukan pada lokasi yang dianggap perlu. Metode uni-directional flushing dilakukan dengan mengisolasi valve untuk membuat aliran satu arah sehingga kecepatan aliran air meningkat, membersihkan sedimen dan biofilm.

188


Ilustrasi di atas menunjukkan bagaimana air dari arah yang berbeda mengalir menuju flushing valve yang terbuka pada conventional flushing. Meskipun air berasal dari berbagai arah, namun kecepatan aliran masih belum cukup untuk membersihkan seluruh sedimen pada pipa. Metode ini dinilai belum efektif karena waktu yang diperlukan lebih banyak dan volume air yang hilang lebih besar.

Ilustrasi berikutnya di atas menunjukkan bahwa pada unidirectional flushing, beberapa valve ditutup mengakibatkan air mengalir satu arah menuju flushing valve. Kecepatan aliran air meningkat sehingga pembersihan sedimen di dalam pipa bisa berlangsung lebih cepat dan air yang terbuang lebih sedikit. Dengan dilakukannya flushing diharapkan dapat mengurangi kekeruhan akibat sedimen yang terakumulasi,

189


kontaminasi kimia, dan konsentrasi bakteri, menghilangkan rasa dan bau, air hitam dan keruh, dan akumulasi sedimen, sebagai bentuk respon terhadap komplain pelanggan, meningkatkan sisa khlor, dan memperpanjang umur pipa.*** (sumber gambar : AWWOA)

190


VERIFIKASI DAN KALIBRASI

SEPERTI yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap alat ukur yang digunakan harus secara rutin dilakukan kalibrasi (baca: Kalibrasi atau Tera ulang). Nah, bagaimana kah metode dan cara melakukan kalibrasi tersebut? Sesuai dengan definisi kalibrasi (baca : Kalibrasi atau Teraulang), maka sebuah alat ukur, semisal water meter dibandingkan dengan alat ukur standar, lalu kemudian dicatat persentase selisihnya. Alat Ukur standar biasanya berupa tangki yang ukurannya telah di sepakati/di


standarisasi sehingga memilki volume yang dijadikan acuan. Metode nya adalah melakukan filling test atau dropping test yaitu dengan mengisi tangki acuan dengan fluida tertentu, lalu volume yang tertampung akan disesuaikan dengan volume yang terbaca di alat ukur. Kita biasa melihat jenis tangki standar pada saat sebuah pom bensin melakukan kalibrasi alat ukur nya.

Dalam kaitannya dengan kalibrasi water meter, dikenal juga istilah verifikasi, yaitu upaya memastikan alat ukur dalam hal ini water meter dipasang pada posisi yang tepat terhadap belokan, reducer, dan segala hal yang menjamin aliran fluida yang melalui alat ukur adalah laminar. Verifikasi juga dilakukan terhadap alat ukur/water meter besar dan canggih semisal water meter elektromagnetik, dimana dalam melakukan verifikasi digunakan alat khusus yang secara otomatis akan mencatat dan memastikan

192


segala komponen elektronik dan mekanis di dalam water meter tersebut bekerja dengan baik. Proses verifikasi dilakukan oleh produsen water meter yang menjamin bahwa water meter produksinya tetap akan memberi ukuran yang akurat. Artinya jika water meter lolos dalam segala test verifikasi, maka kemampuan mengukur nya tentu tetap terjamin. Apakah setelah proses Verifikasi masih diperlukan proses kalibrasi? Dalam peraturan perundangan yang berlaku memang kalibrasi atau tera ulang adalah wajib di lakukan. Sehingga untuk melaksanakan kalibrasi sebuah water meter besar diperlukan tangki acuan yang besar pula, dalam hal ini dapat digunakan reservoir pada IPA. fAtau ukuran pembandingnya dilakukan dengan sebuah alat ukur master berupa water meter sejenis yang memang sengaja digunakan untuk kebutuhan kalibrasi ini.***

193



KANDUNGAN BESI DI DALAM AIR DAN PROSES PENYISIHANNYA

PADA dasarnya besi dalam air dalam bentuk Ferro (Fe2+) atau Ferri (Fe3+). Hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion ferro yang terlarut dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya membentuk endapan. Ferri hidroksida yang sukar larut, berupa presipitat yang biasanya berwarna kuning kecoklatan. Penyebab utama tingginya kadar besi dalam air antara lain:


1. Rendahnya pH air, Air yang mempunyai pH < 7 dapat melarutkan logam termasuk besi. 2. Temperatur air, Kenaikan temperatur air akan meningkatkan derajat korosif. 3. Adanya gas-gas terlarut dalam air, Yang dimaksud gas-gas tersebut adalah O2, CO2, dan H2S. Beberapa gas terlarut tersebut akan bersifat korosif. 4. Bakteri, Secara biologis tingginya kadar besi terlarut dipengaruhi oleh bakteri besi yaitu bakteri yang dalam hidupnya membutuhkan makanan dengan mengoksidasi besi sehingga larut. Jenis ini adalah bakteri Crenotrik, Leptotrik, Callitonella, Siderocapsa, dan lain-lain. Prinsip penurunan kadar besi adalah proses oksidasi dan pengendapan. Adapun prosesnya adalah besi dalam bentuk ferro dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk ferri, kemudian pengendapan dengan membentuk endapan ferri hidroksida. Proses ini mudah terjadi pada kondisi pH 7 dimana kelarutannya minimum. Persamaan reaksi: Fe(HCO)3 + O2 → Fe(OH)2 +2CO2 + O2 Fe(OH)2 + 2H2O + O2 → Fe(OH)3 + H2O + O2 + H+

196


Proses penghilangan besi dengan cara oksidasi dapat dilakukan dengan tiga macam cara dan menggunakan berbagai bahan oksidan (oksidator): 1. Oksidasi dengan udara (Aerasi), Sejauh ini metode yang telah umum digunakan untuk proses penyisihan besi adalah proses aerasi yang dilanjutkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi. Aerasi merupakan proses pengolahan air dengan cara mengontakkan dengan udara. Reaksi pada proses oksidasi besi: 4Fe2+Fe(OH)3 merupakan garam yang sukar larut dan cenderung mengendap. Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada praktiknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah. 2. Oksidasi dengan bahan oksidator khlorin. Khlorin (Cl2) dan ion hipokhlorit (OCl- meskipun dalam kondisi pH rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan cepat. Reaksi oksidasi antara besi dengan khlorin adalah sebagai berikut: 2Fe2+ + Cl2 + 6H2O → 2Fe(OH)3 + 2Cl-

197


Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64 mg/l khlorin. Tetapi pada praktiknya pemakaian khlorin ini lebih besar dari kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi samping yang mengikutinya. Di samping itu bila kandungan besi dalam air baku yang jumlahnya besar, maka jumlah khlorin yang diperlukan dan endapan yang terjadi juga besar sehingga beban flokulator, bak pengendap, filter menjadi besar pula. + O2 (aq) (aq) + 10H2O (l) → 4Fe(OH)3 (s) + 8H+(aq)) merupakan bahan oksidator yang kuat sehingga + 6H+ 3. Oksidasi dengan kalium permanganat. Untuk menghilangkan besi dalam air, dapat pula dilakukan dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator kalium permanganat dengan persamaan reaksi sebagai berikut: 3Fe2+ + KMnO4 + 7H2O -> 3Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +5H+ Secara sthoikiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi diperlukan 0,94 mg/l kalium permanganat. Dalam praktiknya kebutuhan kalium permanganat ternyata lebih sedikit dari kebutuhan yang dihitung berdasarkan stoikiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya mangan dioksida yang berlebihan yang dapat berfungsi sebagai oksidator dan reaksi berlanjut sebagai berikut:

198


2Fe2+ + KMnO4 + 7H2O -> 3Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +5H+ + 2MnO2 + 5H2O -> 2Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4H+ Jadi penurunan kadar besi dalam air pada hakikatnya mengubah dari bentuk yang larut dalam air menjadi yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu hasil dari reaksi oksidasi ini selalu menghasilkan endapan. Mengingat hal ini, dalam penerapannya biasanya disertai penyaringan. Proses penyaringan ini dilakukan apabila kadar besi lebih rendah dari 5 mg/l.***

199



DROPPING TEST ATAU FILLING TEST

SALAH satu metode kalibrasi meter air yang paling umum dilakukan adalah drop test atau filling test. Bagaimanakah metode ini dilakukan? Seseuai nama nya drop test berarti mengukur kubikasi fluida/air yang melalui meter air yang diuji, kemudian fluida/air tersebut di tamping dalam wadah standar yang ukurannya dijadikan acuan.


Sementara filling test adalah kebalikan dari drop test, yaitu mengukur fluida/air yang berasal dari wadah standar yang menjadi acuan, melalui meter air yang diuji. Untuk melakukan kalibrasi meter air yang besar, semisal meter air distribusi di reservoir distribusi, maka perlu disiapkan juga tangki ukur yang besar. Biasanya tangki ukur yang digunakan adalah reservoir itu sendiri. Untuk bisa menjadi acuan, maka volume reservoir harus disepakati terlebih dahulu, dimulai dengan pengukuran dimensi-dimensi (akan lebih mudah jika reservoarnya berbentuk balok). Pemantauan terhadap penambahan/pengurangan ketinggian air pada reservoir merupakan variable terhadap volume reservoir tersebut

202


Selanjutnya setelah ukuran acuan disepakati, maka drop test atau filling test sudah bisa dilakukan, dan angka yang ditunjukkan oleh meter air dibandingkan dengan volume air yang berada di reservoir.***

203



WATER SAFETY PLAN (WSP)

WATER Safety Plan (WSP) merupakan suatu konsep rencana untuk menjamin keamanan air minum melalui pendekatan penilaian resiko dan manajemen resiko yang mencakup semua langkah dalam penyediaan air minum mulai dari sumber hingga pelanggan. WSP berasal dari kombinasi tiga komponen dari lima komponen kerangka Safe Drinking Water WHO yaitu : penilaian sistem, monitoring operasional, dan rencanamanajemen, dokumentasi dan komunikasi.


Tujuandari Water Safety Plan adalah untuk memastikan air minum yang aman melalui praktik penyediaan air yang baik yaitu :  Mencegah kontaminasi dari sumber  Mengolah air agar memenuhi standar kualitas  Mencegah kontaminasi kembali selama penyimpanan, distribusi, dan pengambilan air minum itu sendiri Tahapan pengembangan Water ditunjukkan pada gambar berikut.

206

Safety

Plan

WHO


Water Safety Plan sudah banyak diadopsi oleh banyak Negara termasuk Indonesia. Di Indonesia,dikenal dengan nama Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM). RPAM di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu RPAM untuk adanya resiko pada sumber air, RPAM untuk penyelenggara SPAM, dan RPAM untuk konsumen.***

207



PRETREATMENT UNTUK TEKNOLOGI MEMBRAN

PADA tulisan tentang Teknologi Membran, disebutkan bahwa teknologi membran merupakan teknologi post treatment. Oleh sebab itu, air baku yang akan diolah dengan teknologi membran harus melalui serangkaian pengolahan pendahuluan atau pretreatment. Sumber air baku yang berasal dari air permukaan mengandung lebih banyak partikulat, substansi organik, dan kandungan solid lain yang tidak sesuai dengan syarat kualitas air baku untuk diolah (feed water) dengan


teknologi membran seperti Reverse Osmosis (RO) dan Nano Filtration (NF). Kedua teknologi tersebut didesain untuk menghilangkan “garam� dan ion terlarut, bukan partikulat. Pretreatment yang sesuai berperan penting dalam kinerja membran, umur membran, dan seluruh biaya operasi. Tipe pretreatment tergantung oleh sumber air baku yang digunakan sehingga penilaian tentang kuantitas dan kualitas air baku menjadi hal yang pertama dan penting dalam perencanaan dan desain sistem RO. Data historis terkait kualitas air baku sangat diperlukan untuk mengetahui tipe pretreatment apa yang bisa diaplikasikan. Tujuan dari adanya pretreatment adalah untuk meminimalkan terjadinya fouling, scaling, dan degradasi membran. Kandungan maksimum feed water yang masih bisa diterima oleh RO / NF ditunjukkan pada tabel berikut.

210


Pretreatment bisa berupa pretreatment kimia, pretreatment mekanis, atau kombinasi keduanya. Tabel berikut menunjukkan pretreatment potensial yang digunakan pada sistem RO.

211


Pretreatment dalam sistem teknologi membran dikatakan berjalan cukup baik jika pembersihan membran berkisar 3 – 4 kali per tahun.*** (sumber : amtaorg.com)

212


AIR DI BAK HABIS, KEMANA?

SEORANG pelanggan di daerah Kebayoran Baru yang bersedia sambungan rumah nya dipasang alat monitoring kontinuitas dan tekanan air, mengisahkan tentang kondisi pelayanan PAM JAYA melaui operator PALYJA di kediamannya. Yang menarik adalah cerita bahwa kerap terjadi bak air yang telah terisi penuh di salah satu kamar mandi di rumahnya lalu menjadi kosong kembali, padahal tidak sedang digunakan.


Banyak sekali kemungkinan kenapa hal itu terjadi, mari kita abaikan kemungkinan bahwa bak/tangki itu bocor.

Gambar 1 ‌ Syarat cukup mengapa peristwa ini terjadi adalah terhubungnya pipa inlet ke air yang ada di dalam bak/tangki,semisal untuk kasus bak kamar mandi, bisa jadi terdapat selang/hose yang terdapat di ujung kran yang menjuntai masuk ke dalam bak. Dalam beberapa kasus di rumah tinggal yang bertingkat, bak air di lantai atas dengan model kran yang memiliki

214


selang menjuntai tersebut rentan mengalami pengosongan bak karena efek “siphone”, dari bak air di lantai bawah. Di beberapa wilayah DKI Jakarta yang memiliki tekanan air rendah, para pelanggan suka langsung “menyedot” air dari dalam pipa dinas dengan menggunakan pompa. Hal ini jelas-jelas illegal dan melanggan aturan dalam PERDA 11 tahun 1993 pasal 24 huruf l yang berbunyi : “setiap orang atau badan dilarang menyedot air minum langsung dari pipa persil“. Nah, jika kebetulan di sekitar rumah kita terdapat pelanggan yang menyedot langsung air dari pipa PDAM, tidak menutup kemungkinan air di dalam bak rumah kita yang memiliki selang menjuntai di krannya pun akan ikut tersedot. Kebetulan di daerah tempat pelanggan kita ini memiliki tekanan yang kurang dari standar. Cara termudah untuk menghindari “pengosongan” bak, maka harus diupayakan tidak ada hubungan langsung antara pipa masuknya air (inlet) dengan air di bak/tangki kita. Selebihnya tetap menjadi tugas PAM JAYA melalui operatornya untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya. Seperti halnya para pengendara motor yang selalu menggunakan trotoar untuk memacu kendaraannya, mereka berdalih, kalau jalanan lancar mereka tentu tidak akan naik ke trotoar, maka begitu juga dengan pelanggan yang menyedot air PDAM dengan pompa, mereka tentu tidak akan melakukan hal tersebut jika tekanan air di pipa pelanggan cukup baik.***

215



2 HUKUM



WEWENANG MENGELOLA DAN MELAYANI AIR MINUM DI DKI JAKARTA

PENGELOLAAN dan pelayanan air minum di wilayah DKI Jakarta ada di pihak PAM JAYA. Hal ini merupakan wewenang yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta, seperti yang tertuang dalam PERDA 11 tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum di wilayah DKI Jakarta, pasal 2 yang berbunyi : (1) Gubernur Kepala Daerah menunjuk PAM JAYA sebagai pelaksana dalam pengusahaan, penyediaan, dan pendistribusian air minum. (2) PAM JAYA berkewajiban melaksanakan pelayanan air minum kepada masyarakat.


Adapun Perjanjian Kerjasama yang dilakukan di wilayah PAM Jaya dengan mitra swasta (PALYJA dan AETRA) tidak menggugurkan wewenang yang diberikan oleh Gubernur kepada PAM Jaya.*** (sumber foto : PAM Jaya)

218


BAGAIMANA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) DISELENGGARAKAN?

SISTEM Penyediaan Air Minum atau disingkat SPAM untuk wilayah di Indonesia ini mengacu pada aturan Penyelenggaraannya, yaitu Peraturan Menteri PU no 18 /PRT/M/2007. Berikut adalah rangkuman Penyelenggaraan SPAM

terkait

dengan


1. Ruang Lingkup (Pasal 3), Perencanaan Pengembangan SPAM terdiri dari : (1) Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM); (2) Studi Kelayakan SPAM; (3) Perencanaan Teknis SPAM. 2. Pemerintah Daerah WAJIB menyusun kebijakan dan strategi Pengembangan SPAM daerah mengacu pada kebijakan dan strategi Pengembangan SPAM dan peraturan pemerintah yang berlaku (Pasal 4 ayat 2) 3. Periode perencanaan RISPAM adalah 15-20 tahun (Pasal 8 ayat 1); RISPAM harus dikaji ulang setiap 5 tahun atau dapat diubah (Pasal 8 ayat 2) 4. RISPAM ditetapkan oleh Kepala daerah melalui surat keputusan (Pasal 9) 5. Studi kelayakan disusun berdasarkan RISPAM, kajian kelayakan, kajian sumber pendanaan (Pasal 15 ayat 2) 6. Studi kelayakan dapat disusun oleh pemerintah dan/atau pihak swasta (Pasal 17); studi kelayakan ditetapkan oleh penyelenggara (Pasal 19)***

220


STAKEHOLDER PELAYANAN AIR MINUM DKI JAKARTA

KEBIJAKAN Pemerintah pusat untuk mempercepat pengingaktan pelayanan air bersih di DKI Jakarta ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama PAM Jaya dengan Mitra Swasta pada tanggal 6 Juni 1997. Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini berlaku untuk masa 25 tahun dan efektif sejak tanggal 1 Februari 1998. Kerjasama dengan pihak ketiga termasuk pihak swasta dimungkinkan menurut pasal 45 Perda DKI Jakarta no


13/1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta yaitu : 1. Dalam mengembangkan usahanya PAM Jaya dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta dalam dan luar negeri, BUMN, BUMD, dan koperasi 2. Kerjasama yang dimaksud adalah dalam bidang usaha atau kegiatan yang bertalian langsung dengan atau menunjang usaha pengadaan dan distribusi air minum 3. Kerjasama ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan Penyediaan air minum DKI Jakarta meliputi, Pihak PAM Jaya, Mitra suwasta, Pemerintah pusat, Badan Regulator, dan Pelanggan (masyarakat), hubungan para stakeholder terlihat dalam diagram berikut.

222


223



PERIZINAN PENGGUNAAN AIR BAKU UNTUK AIR MINUM

PASAL 11 Ayat 1 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) menyebutkan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan SDA yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan SDA. Dalam Pasal 12 Ayat 3 disebutkan ketentuan mengenai pengelolaan air permukaan dan pengelolaan air tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Dalam hal ini, PP yang mengatur tentang Pengelolaan SDA adalah PP No. 42 Tahun 2008.


Perizinan dalam pengelolaan SDA tertuang dalam Bab VIII PP No. 42 Tahun 2008. Perizinan dalam pengelolaan SDA salah satunya diperlukan untuk kegiatan penggunaan SDA untuk tujuan tertentu seperti air baku untuk air minum. Penggunaan SDA untuk air permukaan wajib mendapatkan izin dari (Pasal 101 ayat 2): 1. Bupati/Walikota untuk penggunaan SDA pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; 2. Gubernur untuk penggunaan SDA pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; atau 3. Menteri untuk penggunaan SDA pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.

226


PELUANG BANTUAN PEMERINTAH

DALAM Pelaksanaan kerjasama dibidang Air Minum khususnya, terdapat beberapa tipe, diantaranya kerjasama antara pemerintah dan swasta, dikenal dengan KPS, dan type Bussiness to Bussiness (B to B) yang merupakan kerjasama murni antara mitra swasta. Adapun kontribusi dari masing-masing pihak yang melakukan kerjasama ada yang memungkinkan adanya bantuan dari pemerintah. Seperti yang tertuang dalam Permenkeu no 52 tahun 2006 tentang Tata Cara Pemberian Hibah kepada Daerah, serta Permendagri no 32 tahun 2011 tentang Pedoman


Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD, maka dimungkinkan adanya bantuan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (tipe A pada diagram), dan juga bantuan pemerintah pusat/daerah kepada BUMD (tipe B pada diagram)

Sementara kerjasama pemerintah swasta juga dimungkinkan mendapat bantuan dari pemerintah seperti yang tertuang pada PermenPU no 12 tahun 2010 tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembanhan SPAM (tipe C pada diagram) Sementara sistem kerjasama B to B tidak dimungkinkan adanya bantuan dari pemerintah (type D pada diagram).***

228


STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PENCAPAIAN tingkat pelayanan dasar pada umumnya dan pelayanan air minum khususnya harus dapat terjamin dengan mutu yang baik bagi masyarakat. Tingkat pelayanan dituangkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) nomer 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM. Standar Pelayanan Minimal (selanjutnya disingkat SPM) disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan


dengan pelayanan dasar perundang-undangan.

sesuai

dengan

peraturan

SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh masingmasing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim Konsultasi terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan. Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam penerapan SPM. Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka

230


menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. Pemerintah dapat memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi khusus daerah yang bersangkutan. Bagaimana dengan SPM Air Minum di DKI Jakarta? ***

231



SANKSI DAN DENDA

DALAM perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dan Mitra Swasta (PALYJA dan Aetra), memuat pasal mengenai Sanksi dan Denda. Disebutkan dalam pasal 31 Perjanjian kerjasama bahwa sanksi dan denda meliputi :  Ayat 31.1 Denda untuk kegagalan memenuhi target teknis  Ayat 31.2 Sanksi dan Denda karena tidak memenuhi standar pelayanan  Ayat 31.3 Denda untuk keterlambatan pembayaran.




Ayat 31.4 Sanksi dan denda karena tidak mematuhi kewajiban-kewajiban yang terkait dengan aset dan program invesatasi. Besaran denda menurut Addendum III periode 2008-2012 lampiran C, dari lima target teknis, hanya dua item yang memiliki besaran denda yaitu : (1) denda ketidaktercapaian Tingkat Kehilangan Air sebesar Rp 80.000.000 dikali selisih target dan aktual dalam rata-rata 6 bulan; (2) denda kegagalan memenuhi jumlah tambahan pelanggan baru sebesar Rp 15.000 setiap kegagalan penambahan satu pelanggan baru. Yang menarik adalah seperti tertuang pada ayat 31.1, mengenai target teknis salah satuny adalah (f) Jumlah Sambungan. Namun besaran denda yang ditetapkan adalah untuk penambahan jumlah sambungan baru. Pada akhir tahun 2013 terkait dengan jumlah sambungan, kedua mitra swasta tidak berhasil memenuhi jumlah sambungan pelanggannya, namun hal ini lebih disebabkan karena banyaknya pemutusan sambungan pelanggan.***

234


INDIKATOR SISTEM PENGENDALIAN KUALITAS AIR MINUM AETRA TAHUN 2009

BADAN Regulator PAM DKI pernah diminta oleh Pengadilan Pajak sebagai saksi ahli untuk verifikasi terhadap air yang didistribusikan Aetra kepada pelanggan pada tahun 2009. Dalam kesempatan tersebut, Badan Regulator PAM DKI melalui Ir Kris Tutuko selaku ketua BR, pada tanggal 24 Juli 2013 hadir pada persidangan sebagai saksi ahli. Hal yang disampaikan oleh Badan regulator adalah sebagai berikut :


Kualitas Air Baku :

Kualitas Air Hasil Produksi :

Kinerja Distribusi :

236


Instalasi Pelanggan :

237



PELAKSANAAN KEGIATAN INVESTASI DAN OPERASIONAL

DENGAN adanya kerjasama pengelolaan Air Minum di DKI Jakarta, maka telah disepakati bersama segala kegiatan terkait dengan investasi dan operasional terkait pembangunan pengembangan, perbaikan sarana yang mendukung Air Minum di DKI Jakarta. Jenis kegiatan tersebut tentunya dinyatakan dalam sebuah perencanaan 5 tahunan yang dijabarkan dalam program tahunan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dan dalam pelaksanaan segala kegiatan investasi dan operasionalnya tersebut maka pihak Operator mendapatkan imbalan (water charge).


Beberapa kegiatan yang kemudian muncul dan memberikan perubahan yang signifikan terhadap volume pekerjaan dan pembiayaan, seharusnya memiliki mekanisme yang juga harus disepakati keduabelah pihak. Kesepakatan ini penting guna terwujudnya program terkait pengelilaan Air Minun di DKI Jakarta.***

240


3 KEUANGAN



APAKAH WATER CHARGE ITU?

DALAM kerjasama PAM Jaya dengan PALYJA dan AETRA, dikenal istilah Tarif dan Water Charge (imbalan). Tarif adalah besaran harga yang diberlakukan kepada setiap pelanggan resmi air minum yang dibayarkan kepada operator. Besarnya tarif adalah sesuai dengan golongan pelanggan yang berlaku, dan jumlah tagihan yang harus dibayar setiap pelanggan adalah sesuai dengan jumlah kubikasi air yang di konsumsi (tercatat dalam meteran air pelanggan).


Water Charge (WC)/imbalan adalah unit harga yang diterima oleh pihak II (Palyja dan Aetra) sebagai imbalan atas jasa pengelolaan (operator) yang dilakukan. WC dikali dengan total kubikasi air yang terjual adalah merupakan pendapatan bagi pihak II. Skematik mengenai tarif dan water charge disampaikan dibawah ini :

242


APAKAH AFFORDABILITAS ITU?

DALAM menetapkan tarif, salah satu kriterianya adalah Keterjangkauan atau dikenal juga dengan Affordablitas. Seperti tertuang pada Permendagri nomer 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan tata cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum, dalam pasal 2 terdapat prinsip penetapan tarif, yaitu : (a) Keterjangkauan dan Keadilan; (b) Mutu Pelayanan; (c) Pemulihan Biaya; (d) Efisiensi pemakaian air; ( e) Transparansi dan akuntabilitas; (f) Perlindungan Air Baku.


Keterjangkauan dalam pasal 2 ini juga dijelaskan dalam pasal 3 sebagai berikut : (1) Tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum harus terjangkau oleh daya beli masyarakat pelanggan yang berpenghasilan sama dengan upah Minimum Provinsi; (2) Tarif memenuhi prinsip keterjangkauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum tidak melampaui 4% (empat perseratus) dari pendapatan masyarakat pelanggan. Bagaimana

244

affordabilitas

pelanggan

DKI

Jakarta?***


BAGAIMANA AFFORDABILITAS PELANGGAN DKI JAKARTA?

UNTUK mengetahui berapa tingkat keterjangkauan (Affordabilitas) pelanggan di DKI Jakarta, berikut hasil kajian Badan Regulator untuk tahun 2009. Ini adalah tabel hasil survey yang menunjukkan rata-rata pengdapatan setiap golongan pelanggan.


Selanjutnya adalah tabel yang membandingkan antara belanja air setiap golongan pelanggan dengan nilai 4% dari pendapatan sebagaimana pada tabel sebelumnya.

246


Nampak bahwa jika mengacu pada plafond sebesar 4% berdasarkan Permendagri 23 tahun 2006, maka golongan pelanggan Kelompok 4A dan 4B sudah melampaui tingkat keterjangkauan. Sebaliknya untuk golongan pelangan lainnya, masih memenuhi kriteria terjangkau. Adapun keterjangkauan ini baru merupakan salah satu parameter dalam Permendagri 23 tahun 2006 mengenai tata cara penetapan tarif air minum.*** (video pemaparan kajian Affordabilitas 2009 di hadapan Wagub DKI Jakarta)

247



CARA MENGHITUNG TARIF PROGRESIF

TARIF Progresif adalah pemberlakuan tarif sesuai dengan tingkat pemakaian air minum, artinya semakin besar pemakaian air, pelanggan akan membayar lebih tinggi. Sebagai contoh jika pelanggan dengan kelompok II menggunakan air sebanyak 5 m3, maka dia membayar biaya airnya sebesar 5 m3 x Rp 1.050 = Rp 5.250. Jika Pelanggan dari kelomok yang sama menggunakan air sebanyak 25 m3, maka perhitungan tarifnya adalah : (10 m3 x Rp 1.050)+(10 m3 x Rp 1.050)+(5 m3 x Rp 1.575) = Rp 10.500 + Rp 10.500 + Rp 7.875 = Rp 28.875


Jadi Formulasi perhitungan total tarif yang harus dibayar pelanggan adalah R = (K1xT1)+(K2xT2)+(K-(K1+K2)xT3)) R = Nilai Rekening K1 = Konsumsi air pada blok pemakaian air tarif T1 < 10 m3 K2 = Konsumsi air pada blok pemakaian air tarif T2 < 20 m3 K = Konsumsi total yang terbaca pada meter induk T3 = tarif air pada blok konsumsi > 20 m3

250


PERHITUNGAN TARIF PROGRESIF PELANGGAN METER BESAR

APAKAH perhitungan tarif untuk pelanggan biasa, berlaku juga untuk pelanggan meter besar/meter induk seperti Rumah Susun, apartemen, Asrama?


Sebagai contoh mari kita lihat lagi struktur tarif yang berlaku di DKI Jakarta saat ini.

Kasus 1 Sebuah pelanggan kelompok II (sebut menggunakan air sebanyak 51 m3/bulan

saja

P1)

Maka pelanggan tersebut membayar sebesar Rp 69.825

Kasus 2 Sebuah rumah susun (sebut saya RS1) terdiri dari 5 unit kamar, masing-masing menggunakan air sebesar

252


K1(kamar 1) = 10 m3; K2=17 m3; K3 = 9 m3; K4 = 13 m3; K5 = 2 m3. Kubikasi yang terbaca di meter besar adalah total 51 m3, jika Rumah susun ini harus membayar seperti halnya Pelanggan P1, maka pengelola rumah susun tersebut membayar ke Operator adalah sebesar Rp 69.825. Namun jika setiap kamar membayar sesuai tarif yang berlaku maka seperti terlihat pada tabel berikut maka total dari setiap kamar adalah sebesar Rp 53.550. Terdapat perbedaan diakibatkan perhitungan kubikasi yang sama antara pelanggan di meter besar dengan pelanggan di meter biasa.

Maka sesuai dengan ketentuan Permendagri 23 tahun 2006 pada lampiran I sebagai berikut :“Dalam menentukan standar kebutuhan pokok, apabila satu sambungan PDAM digunakan oleh lebih dari satu rumah tangga, seperti misalnya pada rumah susun, atau digunakan oleh banyak orang, sepertl misalnya pada asrama atau panti asuhan; maka jumlah standar kebutuhan pokok bagi sambungan dimaksud dihitung atas dasar jumlah rumah tangga atau jumlah orang yang menggunakan sambungan tersebut. Dalam hal

253


ini,misalnya satu sambungan digunakan oleh 10 rumah tangga, maka standar kebutuhan pokok bagi sambungan tersebut per bulan dihitung sebesar 10 rumah tangga X 10 m3 = 100 m3. Dengan cara yang sama, apabila suatu panti asuhan dihuni oleh 100 orang, maka standar kebutuhan pokok untuk satu sambungan yang melayani panti asuhan dimaksud per bulan dihitung sebesar 100 orang X 30 hari X 60/1000 m3 = 180 m3.� Maka perhitungan blok konsumsi untuk pelanggan satu sambungan yang digunakan lebih dari satu rumah tangga adalah sebesar N x kebutuhan pokok, sehingga blok konsumsi menjadi seperti tabel di bawah ini.

Selanjutnya perhitungan tarif untuk kelomok RS1 adalah sebagai berikut.

Sehingga tarif yang harus di bayar setiap pelanggan di dalam meter besar dan meter biasa adalah sama.***

254


DASAR PENENTUAN TARIF PELANGGAN AIR MINUM

PENGELOMPOKAN tarif pada PDAM, adalah didasari oleh pertimbangan keadilan dan keterjangkauan, sebagaimana diatur dalam Permendagri no 23 tahun 2006. Secara umum pembagian Blok Konsumsi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : (1) Blok I : yaitu blok konsumsi untuk pemakaian air minum sampai dengan pemenuhan standar kebutuhan pokok


(2) Blok II : blok konsumsi untuk pemakaian air minum di atas pemenuhan standar kebutuhan pokok Standar pemenuhan kebutuhan pokok adalah sebesar 10 m3/bulan. Pengelompokan pelanggan dibagi menjadi : (1) Layak mendapat subsidi, (2) tidak mendapat subsidi, dan (3) memberi subsidi dangan tarif yang mengandung tingkat keuntungan. Sehingga menjadi: 

pelanggan

PDAM

dapat

diklasifikasikan

Kelompok I menampung jenis-jenis pelanggan yang membayar tarif rendah untuk memenuhl standar kebutuhan pokok air minum, Kelompok II menampung jenis-jenis pelanggan yang membayar tarifdasar untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum, Kelompok III menampung jenis-jenis pelanggan yang membayar tarif penuh untuk memenuhl standar kebutuhan pokok air minum, dan Kelompok Khusus menampung jenisjenis pelanggan yang membayar tarif air minum berdasarkan kesepakatan

Tarif PDAM dibedakan menjadi 4 type yaitu : 

256

Tarif rendah adalah tarif bersubsidi, yakni tarif lebih rendah dari proyeksi biaya dasar.








Kebijakan tarif rendah ini sebagal floor price pollicy. Oleh karena itu penetapan tarif rendah tidak dianjurkan lebih rendah dari biaya produksi air (cost of goods sold) yang terdiri dari komponen biaya sumber, biaya pengolahan dan biaya transmisi dan distribusi. Jika hal itu terjadi, makadiperlukan adanya subsidi. Besaran subsidi yang akan diberikan untuk tarif rendah ditetapkan oleh masing-masing PDAM dengan persetujuan pemerintah daerah dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Oleh karena itu besar tarif rendah dapat bervariasi antar segmen pelanggan dan merefleksikan kebijakan pemerintah daerah terhadap peran PDAM dalam mengemban misi dan fungsl pelayanan terhadap kebutuhan dasar masyarakat atau public service obligation. Tarif dasar nilainya sama atau ekuivalen dengan biaya dasar. Bagi pelanggan yang dikenakan tarif dasar, berarti tidak memperoleh subsidi dan tidak pula memberikan subsidi kepada pelanggan lainnya. Tarif penuh nilainya lebih besar dibandingkan biayadasar dan besarnya dapat bervariasi. Di dalam tarif penuh terkandung komponen tingkat keuntungan yang wajar dan kontra subsidi silang. Artinya, pelanggan yang dibebani tarif penuh memberikan subsidi silang kepada pelanggan yang membayar dangan tarif rendah. Tarif yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan ditentukan oleh PDAM berdasarkan kesepakatan dengan masing-masing

257


konsumen/pelanggan. Dalam menentukan kesepakatan, diperlukan komunikasi berdasarkan kesukarelaan yangsaling menguntungkan kedua belah pihak.

258


DUAL TARIF DKI JAKARTA

PENGELOLAAN air minum di DKI Jakarta menganut sistem “dual tariff� yaitu : (1) Tarif yang dibayarkan oleh pelanggan kepada Pengelola dan (2) Water Charge (imbalan) yang dibayarkan PAM Jaya kepada operator. Dengan kata lain setiap kubikasi air yang didistribusikan kepada pelanggan maka akan terjadi hal sebagai berikut : 1. Pelanggan membayar kepada Pengelola sesuai golongan tarif dan kubikasi air yang digunakan 2. PAM Jaya membayar imbalan kepada Operator sesuai dengan Water Charge yang berlaku.


Sebagai ilustrasi, tabel dibawah menunjukkan berapa tarif yang harus dibayar setiap kelompok pelanggan untuk penggunaan 10m3 air, dan berapa imbalan yang diterima oleh operator.

Terlihat bahwa imbalan yang harus dibayarkan kepada operator dari hasil “menjual” air kepada pelanggan kelompok K1 – K4A (untuk Aetra K1-K3B) adalah lebih besar daripada revenue yang didapat dari kelompok bersangkutan. Namun akan “tertutupi” dari penjualan air kepada golongan K4B dan khusus (untuk Aetra K4AKhusus) Tabel berikut menunjukkan bahwa tarif rata-rata tarif nya juga masih lebih tinggi dari Water charge.

260


Dengan situasi seperti ini, apakah berarti pengelola lebih menyukai “melayani� pelanggan yang memiliki kelompok tarif yang tinggi?***

261



TUNGGAKAN TAGIHAN REKENING

SALAH satu parameter yang mencerminkan kinerja PDAM adalah efektifitas Penagihan, yaitu banyaknya pendapatan yang dibayar oleh pelanggan terhadap tagihan yang diterbitkan oleh operator. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2013 tunggakan PALYJA sebesar 2,82%, dan tunggakan Aetra sebesar 3,49%. Tingkat penagihan rata-rata PALYJA dalam periode 20082013 adalah 94,63% dan tingkat penagihan rata-rata Aetra periode 2008-2013 adalah 95,47%.


Jika merujuk pada Addendum Proyeksi Keuangan Periode Rebasing 2008-2012, tingkat keberhasilan penagihan rekening air yang dianggap wajar tahun 2013 adalah sebesar 97,5%, dengan kata lain toleransi terhadap rekening yang tidak tertagih adalah sebesar 2,5%.***

264


TARIF YANG BERBEDA BAGI PELANGGAN AIR MINUM DI RUMAH SUSUN

DALAM suatu sosialiasi yang diadakan PT PALYJA di wilayah Rumah Susun Kebon Kacang, terdapat keluhan dari pelanggan rusun terkait dengan berbedanya tarif air minum yang dikenakan oleh pengelola satu rumah susun dengan rumah susun yang lainnya. Pelanggan di rumah susun biasanya merupakan pelanggan “meter besar� atau meter induk, yang artinya, pihak PAM Jaya/operator hanya menyediakan satu unit meter air untuk pelanggan kumulatif. Diperlukan sebuah badan pengelola yang bertugas untuk menyalurkan air ke setiap penghuni di rumah susun/apartemen/kelompok pelanggan.


Ini berarti PAM Jaya/operator bertanggung jawab atas pelayanan air minum hingga batas meter besar, selanjutnya dari meter besar ke pelanggan adalah menjadi tanggung jawab pengelola. Begitu juga terkait dengan tariff yang diberlakukan, PAM Jaya/operator akan mengeluarkan tagihan kepada pengelola dan tariff yang berlaku adalah sesuai dengan golongan tarif yang berlaku (baca : PERGUB 11/2007)

Pengelola Rumah susun selanjutnya dapat menetapkan tariff yang diberlakukan kepada setiap penghuni sesuai dengan kesepakatan. Panduan untuk perhitungan tarifnya dapat dilihat pada artikel PERHITUNGAN TARIF PROGRESSIF PELANGGAN METER BESAR.

266


Dengan demikian jika terdapat perbedaan pemberlakukan tariff oleh pihak pengelola kepada setiap penghuni Rumah susun, maka tentu pihak pengelolalah yang paling kompeten dalam memiliki alasan dan dasar pemberlakuan tariff nya.***

267



PETA TARIF RATA-RATA PELANGGAN DI DKI JAKARTA

SELAIN peta konsumsi rata-rata, Badan Regulator PAM Jaya juga memantau kondisi tariff rata-rata pelanggan di wilayah DKI Jakarta. Tarif rata-rata diambil dari pembagian rekening air dengan volume yang dikonsumsi setiap pelanggan di seluruh wilayah DKI Jakarta.


Gambar Tarif Rata-Rata Air Minum per PC di DKI Jakarta April 2014

Dari peta berikut ini (status April 2014) tersebut dapat dilihat sebaran jenis pelanggan beserta tariff rata-ratanya, terlihat di wilayah mana saja pelanggan yang membayar dibawah tariff rata-rata atau yang diatas. Diharapkan dengan mengetahui kondisi sebaran pelanggan yang membayar tariff rata-rata, dapat diambil langkah yang perlu terkait dengan pengembangan wilayah pelayanan di masa mendatang.***

270


4 HUBUNGAN PELANGGAN



JENIS PELANGGAN AIR BERSIH DKI JAKARTA

JENIS pelanggan di suatu wilayah pelayanan pada umumnya terbagi menjadi pelanggan Domestik dan Non Domestik. Untuk DKI Jakarta, terdapat 53 Golongan pelanggan yang tertuang dalam PERGUB DKI Jakarta No 11/2007. Terdiri dari 18 Golongan Pelanggan Domestik dan 35 Golongan Pelanggan Non Domestik. Daftar Jenis Pelanggan Domestik dan Non Domestik DKI Jakarta, adalah sebagai berikut :


272


KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN DKI JAKARTA

BERAPA kah konsumsi rata-rata sambungan pelanggan di DKI JAKARTA Jika kita mendiami sebuah rumah, kira-kira berapa kebutuhan air nya untuk satu hari?, untuk satu bulan? Jika total kubikasi air yang terjual di DKI JAKARTA dibagi dengan seluruh jumlah pelanggan baik pelanggan domestik maupun non domestik, maka akan didapat angka rata-rata konsumsi setiap sambungan pelanggannya.


Penjelasan untuk masing-masing operator disajikan pada tabel berkut ini:

Konsumsi tertinggi untuk wilayah PALYJA dimiliki oleh salah satu pelanggan dengan kode pelanggan 3S (apartemen) dengan konsumsi sebesar 90.388 m3 per bulan nya, sementara untuk wilayah AETRA, konsumsi

274


tertingginya dimiliki oleh salah satu pelanggan dengan kode pelanggan 2C (kantor instansi pemerintah) sebesar 150.153 m3 per bulannya. (data Januari 2014) Dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata konsumsi tahun 2013 untuk semua jenis sambungan pelanggan (domestik dan non domestik) adalah 32.54 m3/bulan untuk PALYJA ; 32.64 m3/bulan untuk pelangan AETRA; dan untuk DKI JAKARTA konsumsi rata-rata nya adalah sebesar 32.59 m3/bulan. Nilai ini meningkat di bandingkan konsumsi rata-rata tahun 2012 sebesar 32.35 m3/bulan, sementara konsumsi ratarata untuk awal tahun 2014 ini adalah sebesar 31.19 m3/bulan.*** catatan : konsumsi 30 m3/bulan, setara dengan 1 m3/hari, atau 1000 liter/hari. Sebagai ilustrasi, satu drum minyak tanah rata-rata berkapasitas 200 liter.

275



POLA KONSUMSI PELANGGAN RUMAH TANGGA DKI JAKARTA

SETELAH mengetahui berapa konsumsi rata-rata sambungan Pelanggan DKI Jakarta, maka kini berapa konsumsi rata-rata pelanggan DOMESTIK nya? Lebih jauh lagi bagaimana pola konsumsi pelanggan rumah tangga di DKI Jakarta? Pelanggan Rumah Tangga terbagi menjadi 4 jenis Golongan pelanggan yaitu :


1. 2. 3. 4.

Rumah Tanggal Sangat Sederhana (2A1) Rumah Tangga Sederhana (2A2) Rumah tanggal Menengah (2A3) Rumah tangga Mewah (2A4)

Berikut adalah grafik konsumsi rata-rata golongan pelanggan rumah tangga sejak tahun 2008-2014

278


Khusus untuk tahun 2014 ditampilkan grafik untuk bulan Januari 2014.

Yang menarik dari grafik ini adalah, bahwa konsumsi pelanggan dari golongan pelanggan RT Sangat sederhana adalah lebih tinggi dari konsumsi rata-rata golongan

279


pelanggan rumah tangga lainnya. Hal ini berlaku di wilayah PALYJA. Padahal jika dilihat secara wajar, konsumsi air pelanggan rumah tangga idealnya adalah semakin bertambah dengan meningkatnya jenis golongan rumah tangga (dari sangat-sederhana >> mewah). Untuk wilayah AETRA, konsumsi rata-rata pelanggan golongan 2A1 tetap lebih tinggi kecuali dibandingkan dengan konsumsi ratarata golongan pelanggan 2A4. Melihat lebih dalam kepada pelanggan 2A1 ditampilkan dalam tabel berikut:

Nampak bahwa meskipun pelanggan 2A1 termasuk golongan pelanggan kategori Rumah Tangga Sangat Sederhana, namun terdapat 1,9 % pelanggan PALYJA dan 2,8 % pelanggan AETRA yang pelanggannya menggunakan air sebanyak lebih dari 100 m3 per bulannya. Hal ini bisa terjadi dengan beberapa kemungkinan, diantaranya adalah pelanggan tersebut tidak mengkonsumsi air hanya untuk kebutuhan Rumah Tangga nya, atau Pelanggan tersebut tidak berada pada golongan pelanggan (kelompok tarif) yang tepat.

280


Fenomena ini perlu dicermati lebih lanjut mengingat di dalam PERDA 11 tahun 1993 pasal 24 ayat d menyebutkan “setiap orang atau badan dilarang mendistribusikan air minum keluar persil pelanggan�***

281



ZERO CONSUMPTION

JUMLAH pelanggan air minum di DKI Jakarta per Januari 2014 adalah sebanyak 803.666 sambungan dengan jumlah total air terjual (volume sold) sebanyak 25.068.442 m3 *. Apakah seluruh pelanggan ini aktif menggunakan dan membeli air? Ternyata dari delapan ratusan pelanggan di DKI Jakarta, terdapat 127.289 sambungan yang tidak menggunakan air pada bulan Januari 2014.


Perlu investigasi lebih lanjut terkait apakah pelanggan “zero consumption� ini tidak menggunakan air, apakah karena memang memutuskan tidak menggunakan air karena ada substitusi sumber air lain, atau karena memang pelanggan tersebut tidak mendapatkan air. Adapun komposisi pelanggan zero ini berdasarkan kelompok pelanggannya, dapat dilihat pada diagram berikut ini

Apakah jumlah pelanggan zero ini akan bertambah atau berkurang, seiring bertambahnya waktu ?*** (catatan * : Vol sold berdasarkan master cetak Januari 2014, belum termasuk air illegal terbayar milik AETRA sebesar 18.007 m3)

284


DIMANAKAH BANYAK PELANGGAN “ZERO”?

TERKAIT dengan tulisan Zero Consumption sebelumya, terdapat ratusan ribu pelanggan di DKI Jakarta yang tidak mengkonsumsi air. Dengan mengamati dimana pelanggan “zero” ini berada akan bisa di temukan apa penyebab pelanggan tersebut tidak mengkonsumsi air nya. Peta berikut menggambarkan daerah yang memiliki paling banyak pelanggan zero lebih dari 5% dari total pelanggan di wilayah tersebut.


Peta berikutnya adalah menggambarkan wilayah yang memiliki tekanan dibawah standar (0.75 atm).

286


Jika kedua peta ini di “tumpuk� (overlay), akan ditemukan wilayah yang berimpit antara pelanggan zero dengan yang memiliki tekanan dibawah standar (0.75 atm). Sehingga patut diduga bahwa pelanggan yang tidak mengkonsumsi air di wilayah-wilayah tersebut adalah disebabkan karena secara teknis wilayah tersebut memiliki tekanan air yang kurang, sehingga air tidak tiba di pelanggan.

287


Jika dilakukan perbaikan distribusi di wilayah tersebut, pelanggan zero tentu akan dengan senang hati mengkonsumsi air.***

288


BAGAIMANA PERTAMBAHAN/PENGURANGAN PELANGGAN AIR MINUM DI DKI JAKARTA?

JUMLAH Pelanggan air minum DKI Jakarta adalah dinamis setiap waktunya, bagaimana perkembangan pertambahan (dan juga pengurangan) pelanggan di setiap wilayah kerjasama? Sebagai bahan analisa, digunakan data pelanggan yang dikelompokkan dalam setiap Permanen Area (PA) atau Primary Cell (PC), kemudian dilihat perubahan jumlah


pelanggannya antara pelanggan Pelanggan Januari 2014.

Januari

2013

dan

Jumlah pelanggan PALYJA pada Januari 2013 adalah 407.461 pelanggan, dan pada Januari 2014 sebesar 404.534, dengan kata lain terjadi penurunan jumlah pelanggan sebesar 2.527 pelanggan. Jumlah pelanggan AETRA pada Januari 2013 adalah 393.266 pelanggan, dan pada Januari 2014 sebesar 399.132, atau terjadi penambahan pelanggan sebesar 5.866 pelanggan. Total DKI Jakarta mengalami penambahan pelanggan sebesar 3.339 pelanggan dalam satu tahunnya (20132014). Jika dicermati lebih jauh, dapat dilihat di wilayah mana saja terjadi penambahan pelanggan terbesarnya sekaligus wilayah mana saja yang mengalami pengurangan (pencabutan) pelanggan terbanyak, dalam kurun waktu satu tahun ini, seperti terlihat dalam tabel berikut ini :

290


291


Ada nya pelanggan yang di cabut perlu dicermati lebih lanjut mengingat hal ini terkait dengan investasi yang telah dikeluarkan untuk penambahan sambungan. Pihak Operator tentu memiliki penjelasan terkait kondisi tersebut diatas, sekaligus menjadikan acuan bagi rencana kegiatan di masa mendatang.*** (sumber bacaan relevan lainnya : Evaluasi Pelanggan Baru 2008-2012 )

292


KOMPOSISI PELANGGAN DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DKI JAKARTA

SETELAH menyimak Jenis Pelanggan Air di DKI Jakarta, maka dalam sebuah perencanaan sistem air bersih, salah satu variabel utama adalah menentukan komposisi pelanggan domestik dan non domestik sebagai acuan penentuan kebutuhan air (demand). Berdasarkan data pelanggan bulan Januari 2013 dan Januari 2014, dapat dikelompokkan pelanggan berdasarkan golongan pelanggannya.


Nampak bahwa komposisi konsumsi domestik DKI untuk tahun 2014 menurun 1 % dari komposisi konsumsi domestik DKI tahun 2013.

Apakah arti hal tersebut? Jika dilihat rata-rata konsumsi domestik DKI tahun 2013 sebesar 26.93 m3/bulan dan rata-rata konsumsi domestik DKI tahun 2014 sebesar 26.73 m3/bulan, nampak terjadi sedikit penurunan rata-rata konsumsi domestiknya.

Penurunan rata-rata konsumsi domestik ini seolah-olah “berpindah� kepada pelanggan Non Domestik (komersial),

294


dan ini jelas terlihat dari bertambahnya total kubikasi dari 24,9 juta m3 menjadi 25,1 juta m3. Analisa yang lebih baik tentu dapat dihasilkan dengan mengamati perkembangan data pada setiap bulannya.*** (catatan : Pelanggan domestik didasarkan kepada golongan pelanggan pada master cetak pada field TARIF. sumber bacaan relevan lainnya : Evaluasi Pelanggan Baru 2008-2012)

295



PENCAPAIAN KUALITAS AIR VERSUS KELUHAN PELANGGAN

SALAH satu pencapaian standar pelayanan dalam Perjanjian Kerjasama Air minum DKI Jakarta adalah KUALITAS AIR. Kriteria Kualitas air terdapat pada pasal 21 Perjanjian Kerjasama, lampiran 8, lampiran 18, dan lampiran F addendum III yang menetapkan titik pemantauan kualitas air. PALYJA memiliki 334 titik sampel pada 45 PA, Aetra 292 titik sampel pada 67 PC yang secara periodik dipantau


kualitasnya 492/2010.

dengan

mengacu

pada

PERMENKES

Jika mengacu pada pencapaian kualitas air pada titik sampel yang disepakati tersebut, sesuai laporan bulan Januari 2014, PALYJA mencapai 100% dan Aetra 93%.

Disisi lain, terdapat juga data mengenai laporan pengaduan pelanggan terkait dengan kualitas air, dan pada laporan bulan yang sama (Januari 2014) PALYJA memiliki 182 pengaduan, dan Aetra memiliki 50 pengaduan. Dari dua kondisi tersebut diatas, nampaknya perlu dievaluasi kembali terkait angka pencapaian kualitas air, sehingga walaupun seluruh titik sampel yang disepakati

298


telah memenuhi persyaratan kualitas air, tapi perlu di pertimbangkan juga adanya pengaduan pelanggan terkait kualitas airnya.***

299



PERKEMBANGAN KUALITAS PELAYANAN AIR MINUM DKI JAKARTA

MASIH terkait dengan pelanggan “Zero� seperti yang pernah disampaikan sebelumnya, dan juga lokasi pelanggan zero. Bagaimanakah perkembangan pelanggan zero ini dari waktu ke waktu? Mari kita lihat kembali kondisi pada 6 bulan terakhir pada tahun 2013.


302


303


Peta di bagian atas merupakan peta yang menggambarkan kondisi tekanan di titik pelanggan pada bulan Juli 2013 dan pada bulan Desember 2013. Sementara di bagian bawahnya terdapat deretan 6 peta yang menggambarkan kondisi konsumsi 0 m3 (atau pelanggan zero) setiap bulannya dari bulan Juli 2013 hingga Desember 2013. Baik Palyja maupun Aetra, memiliki hubungan yang konsisten antara kondisi tekanan dan pelanggan zero nya, dengan kata lain pelanggan zero di bagian “utara” disebabkan oleh karena tekanan air yang juga kurang. Jika dilihat dari perkembangan pelanggan “zero” milik Palyja, terlihat bahwa dalam rentang waktu Juli 2013 hingga Desember 2013 makin bertambah wilayah pelanggan yang “zero”. Sementara pada wilayah Aetra, tidak ada perubahan yang signifikan. Perkembangan kualitas pelayanan selama 6 bulan di tahun 2013, terutama dalam hal tekanan air pada titik pelanggan di kedua operator belum memberikan kemajuan yang berarti. Tentu ada penjelasan dari pihak operator terkait hal tersebut.***

304


MONITORING KONTINUITAS DAN TEKANAN AIR PADA PELANGGAN

UNTUK mengetahui situasi keberlangsungan aliran air dan tekanan air di titik pelanggan, Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta melakukan kegiatan monitoring. Monitoring dilakukan atas dasar kesediaan pelanggan yang mengalami keluhan tidak lancarnya air serta kurangnya tekanan air. BR kemudian menindaklanjuti dengan memasang alat monitoring di instalasi perpipaan pelanggan, memantau selama 24 jam dan melaporkan hasilnya kepada operator.


306


Dengan upaya monitoring ini, diharapkan akan terjadi perbaikan pelayanan air minum di wilayah DKI Jakarta.*** (lebih lanjut : Monitoring Kontinuitas dan Tekanan Air)

307



BAGAIMANA PELAYANAN AIR MINUM DI WILAYAH CILINCING?

SEORANG reporter sebuah harian Nasional mengunjungi kantor BR meminta kesediaan waktu terkait pelayanan air minum DKI Jakarta khususnya di wilayah Cilincing Selanjutnya BR memberikan penjelasan terkait kinerja operator Aetra baik secara kontraktual (target teknis), dan juga indeks 3K di daerah Cilincing. Dijelaskan pula mengenai RJP PAM Jaya 2014-2018 yang merupakan cita-cita pelayanan air minum DKI Jakarta


hingga 5 tahun mendatang (baca : RJP PAM JAYA 20142018) Adapun visualisai daerah pelayanan di wilayah Cilincing dalah sebagai berikut :

310


311


312


PETA KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN DKI JAKARTA

KONSUMSI rata-rata pelanggan air minuk DKI Jakarta dapat diperoleh dengan membagi total volume sold (air terjual) dengan jumlah pelanggannya. Seperti terlihat pada peta berikut ini, merupakan konsumsi rata-rata di setiap wilayah DKI Jakarta April 2014, tingkat konsumsi 0-50 m3 per bulan hamper merata di seluruh wilayah DKI Jakarta. Sementara konsumsi rata-rata yang lebih tinggi berada di wilayah yang merupakan tempat pelanggan non domestic berada.


Dengan mengetahui peta dan sebaran konsumsi pelanggan DKI Jakarta, dapat dijadikan acuan bagi rencana pengembangan dan perbaikan pelayanan di masa mendatang.***

314


PELAYANAN PUBLIK

DALAM acara Audiensi Antara PAM JAYA dengan pihak PLN dibicarakan topic mengenai penyesuaian tariff PLN serta keandalan pasokan listrik ke Instalasi Pengolahan air dan pusat distribusi. Pihak PAM Jaya melalui operatornya (PALYJA dan Aetra) berkepentingan juga terkait keandalan pasokan tenaga listrik dari PLN, karena jika terjadi pemadaman listrik di Instalasi Air Minum atau Pompa-pompa distribusi, walaupun hanya 30 menit, maka proses “recovery� dari distribusi air kepada pelanggan bisa berlangsung selama 2


jam, dan ini berarti berkurangnya tingkat pelayanan bagi pelanggan air minum.

Tanggapan PLN terhadap permasalahan tersebut adalah, menganjurkan supaya pihak PAM Jaya menyediakan backup power berupa Generator Listrik yang bisa digunakan saat listrik padam, atau pihak PLN juga menawarkan jenis langganan type Premium yang menjamin kualitas dan keandalan listrik lebh baik. Sebagai pelanggan tentu jawaban tersebut malah memberi beban pilihan untuk mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk mendapat pelayanan yang lebih baik, ada harga ada rupa, tentunya.

316


Namun sebenarnya situasi yang sama juga kerap dihadapi oleh pelanggan PAM Jaya, dimana PAM Jaya melaui operator juga menyarankan pelanggannya untuk menyediakan bak reservoir sebagai cadangan saat PAM Jaya mengalami gangguan dalam penyaluran air nya. Bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan, khususnya untuk pelayanan fasilitas umum seperti listrik dan air minum? Tentu dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang baik, masih menjadikan tantangan setiap para pengelola dan penyedia.*** (sumber foto : google.com)

317



PENYEBARAN PELANGGAN AIR MINUM DKI JAKARTA

PENYEBARAN pelanggan air minum DKI Jakarta jika ditampilkan dalam peta akan nempak pola penyebarannya. Seperti terlihat pada peta berikut ini, adalah jumlah pelanggan status Mei 2014.


Gambar . Jumlah Pelanggan Air Minum di DKI Jakarta Mei 2014

Pelanggan yang nampak merupakan campuran antara pelanggan domestik dan non domestik. Sehingga untuk mempertajam analisa serta pengambilan kesimpulan atas penyebaran pelanggan nantinya dapat dibuat peta sesuai dengan kategori pelanggannya. Dengan tingkat kepadatan pelanggan tersebut dapat dianalisa terkait dengan peluang peningkatan cakupan pelayanan serta pengembangan distribusi air.***

320




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.