Unsur Jasadiyah Membuka Persaksian

Page 1

Ketika Unsur Jasadiyah Membuka Persaksian Tersingkap Kejahatan Anggap-sangka yang Menghancur-binasakan Unsur Ruhaniyah

Ki Moenadi MS

Kajian Ilmu Budaya 1431H

2


Assalamu’alaikum wr.wb. Empat tulisan "Peringatan Bencana Gagal Dimengerti Hati Buta", "Jihad Membuang Pola Perasaan dan Pikiran Berduga-Sangka", "Kesombongan: Buah Berfikir Duga-Sangka yang Menghancur-Binasakan Unsur Ruhaniyah", dan “Rongrongan Iblis terhadap Manusia" yang diterbitkan 30 Rabi'ul Akhir 1431H (15/04/2010) di weblog Kajian Budaya Ilmu kita ini merupakan satu rangkaian rangkuman pengajian dari Ki Moenadi MS almarhum pada tahun 1421H (2000), berjudul: “Ketika Unsur Jasadiyah Membuka Persaksian Tersingkap Kejahatan Anggap-sangka yang Menghancur-binasakan Unsur Ruhaniyah”. Versi PDF ini kami sajikan kepada saudara-saudara yang lebih memilih membaca cetakan, sambil menghimpun dan menyajikan kembali keempat bagian yang dipublikasikan di weblog itu menjadi satu kesatuan utuh. Semoga bermanfaat. Malang, Rabi’ul Akhir 1431 Admin, Taufik Thoyib

3


Ketika Unsur Jasadiyah Membuka Persaksian Tersingkap Kejahatan Anggap-sangka yang Menghancur-binasakan Unsur Ruhaniyah Ki Moenadi MS

Kajian Ilmu Budaya 1431H

2


Ayat Pengarah Kamu sekali‐kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui sebanyak apapun (segala) dari apa yang kamu kerjakan (QS. 41:22). Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang‐orang yang merugi (QS. 41:23) .

3


1. Peringatan Bencana Gagal Dimengerti Hati Buta

eringatan dan pelajaran Allah pasti gagal dipahami bila tak dibaca dengan jujur dan penuh perhatian. Karena itu pula, peringatan demi peringatan dan pelajaran demi pelajaran yang Allah langsungkan pada manusia lewat berbagai macam peristiwa, seringkali sulit mengakar-tumbuh di hati manusia. Buktinya, bisa diamati pada perasaan-hati tiap diri. Gejala yang mudah diamati diri: tanda tanya berkepanjangan, keraguan, kegundahan, keluh-kesah, kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, geram-jengkel, kesal, marah, dendam, kecurangan, kekejaman, maksiat, syahwat yang kesemuanya, tak jarang berpuncak pada keputus-asaan. Sebenarnya, peristiwaperistiwa itu adalah peringatan Allah. Bila belum dipahami, maka peringatan dan pelajaran akan disampaikan Allah lewat berbagai macam kelelahan, penderitaan jasad dan sakit yang

4


dialaminya. Jika dengan peringatan-siksa itu manusia masih juga belum paham, maka Allah langsungkan berbagai musibahbencana di lingkungan hidupnya. Sangat disayangkan, kebanyakan manusia termasuk orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman, gagal memahami peringatan dan pelajaran dari Allah dengan tepat. Padahal dalam firman Surat Ali ‘Imraan Ayat 191, orang-orang beriman dituntun untuk senantiasa berdzikir dan merenungi ayat-ayat-Nya. Tuntunan itu adalah untuk berbuat atas dasar kesadaran dari perkataan “tidaklah yang Engkau Allah ciptakan (langsungkan) ini sia-sia (tak bernilai peringatan dan pelajaran sama sekali).� Manusia sesungguhnya senantiasa berada dalam pendidikan Allah selaku Rabb, dan tak ada seorang manusia pun yang tidak gembira dengan petunjuk serba pasti untuk kelangsungan hidupnya. Namun, ada konsekensi dari pendidikan Allah tersebut. Apakah itu?

5


Manusia dididik Rabb untuk tidak meremehkan tandatanda yang digelar-Nya. Dibimbing pula untuk memohon ampun terhadap kesalahan sikap laku-perbuatan yang pasti akan terjadi akibat manusia gagal memahami peringatan dan memetik pelajaran. Manusia diperintah untuk memohon kepada-Nya: “…maka jauhkanlah kami dari neraka”. Rasa-rasakanlah. Barang siapa yang jujur kepada Allah, ia pasti akan sangat bersyukur karena Allah menunjukkan bagaimana memperlindungkan kebodohan dan kesombongannya pada naungan ampunan dan pendidikan-Nya. Artinya, Allah sendiri yang akan membimbingnya. Maukah manusia jujur kepada yang Maha Mengetahui? Bagi yang masih enggan untuk bersikap jujur, Allah pun mengingatkan: “…bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui sebanyak apapun (segala) dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Rabbmu…,” (QS 41:22-23). Ketahuilah, berprasangka kepada Al Haqq adalah kemaksiatan tingkat tinggi. Renungkanlah.

6


Jujurlah: diri manusia tak mempunyai kemampuan dan daya kekuatan apapun. Mengapa peringatan demi peringatan berupa berbagai bencana gagal dipahami bangsa ini? Sebab, setiap peringatan dan pelajaran datang tak disambut dengan kejujuran. Kejujuran yang pertamakali diperlukan ialah pengakuan bahwa diri manusia tak mempunyai kemampuan dan daya kekuatan apapun. Semua yang dipandang sebagai kemampuan dan daya kekuatan, tak lain berkat segala karunia kepemurahan kasih-sayang Allah pada dirinya. Bila telah disadari, maka ia akan jujur atas segala keterbatasannya di hadapan Allah Yang Maha Agung. Di hadapan-Nya, manusia adalah makhluq ciptaan dengan segala kebodohannya, ketidaktahuannya, ketidak-pastian penilaiannya, kerendahan derajatnya, kehinaannya dan ketidak-berhakannya atas segala

7


pahala. Apa yang menghambat manusia untuk jujur atas keberadaan dirinya? Kedengkian-logika-nafsu menghambat kejujuran kepada Allah. Bahkan tak jarang, peringatan-peringatan dari Allah disambut dengan berbagai anggapan yang bersifat menipu diri. Himbauan peringatan “jadikanlah kesalahan dari suatu peristiwa-kejadian sebagai petikan-pelajaran yang tidak akan terulang kembali pada kemudian hari� ternyata berbuah kesalahan yang sama. Itu pertanda bahwa peringatan demi peringatan belum berhasil dicerna ‘aqal apalagi untuk sampai menyentuh di persaan-hati. Sebaliknya yang mengakar dan tersikapi justru sikap beranggap-sangka menipu-daya, beranalisa serta segala bentuk kedengkian-logika-nafsu. Keduanya, merupakan cermin keburukan ketercelaan dan kejahatan akhlaq. Bahkan lebih jauh lagi, kedengkian-logika-nafsu telah tumbuh menjadi berhalaberhala yang selalu dipatuh-taati masing-masing diri manusia di setiap harinya. Tampilnya sikap nyata berprasangka dan menipu-daya adalah kenyataan bahwa ketidak-jujuran masih dijadikan sebagai alat perisai diri. Atau, diri masih suka bersembunyi di balik

8


kedustaan. Sikap itu semakin nyata terlihat ketika nafsu sedang ditelanjang-permalukan dengan mengalami peristiwa pahit dan menyengsarakan. Di saat itulah nafsu berupaya mencari pembelaan diri. Contohnya, ketika nafsu diminta agar jujur mengakui kesalahan diri di hadapan Allah. Dengan terpaksa nafsu menga-kui akan kesalahannya, tetapi tidak seutuhnya atau apa adanya. Mengapa? Karena nafsu takut dipermalukan. Padahal, acap kali ia hanya dipermalukan oleh bisikan-bisikan syaithaan pada hatinya, karena syaithaan sangat gigih menghalangi manusia untuk mendekat Allah. Nafsu yang gigih mempertahankan harga-dirinya pasti akan masuk dalam pelukan bujuk rayu syaithaan. Lalu, logika-nafsunya membuat pembelaan dengan cara menyamarkan kesalahan diri. Tujuannya, agar tidak terpandang bahwa dirilah yang seutuhnya bersalah. Dalam hal ini, kenyataan apa yang tak disadari diri?

9


2. Jihad Membuang Pola Perasaan dan Pikiran Berduga-Sangka

ulitmu adalah saksi-jujur kedustaanmu. Demikianlah kandungan ayat pembuka di atas. Maka, marilah kita ketahui dan sadarilah bahwasanya tidak ada satu pun manusia yang dapat bersembunyi dari persaksian penglihatan dan pendengarannya sendiri atas ucapan, baik yang dilisankan, dituliskan, maupun yang bergerak di dalam bathin. Penglihatan, pendengaran serta kulit diri sendiri adalah penyaksi-penyaksi yang tidak dapat disogok atau ditekan oleh nafsu; kesalahan sekecil apapun yang dilakukan manusia tidak akan dapat tersenyembunyikan darinya. Pada hakekatnya, manusia tak dapat menyembunyikan atau menyamarkan apapun di hadapan Allah.

10


Flu burung. Siapakah yang bersalah? Maukah manusia mengakui dengan jujur perusakannya terhadap makhluq Allah?

Kesombongan menilai diri dan pihak lain Contoh nafsu berargumentas menyamarkan kesalahan adalah: “saya memang salah, tapi bukankah saya sudah berusaha begini dan begitu; saya berbuat ini karena dia begini dan begitu.� Pernyataan semacam itu merupakan salah satu cara beralasan yang dilakukan nafsu untuk menutupi keutuhan kesalahan diri. Juga perwujudan dari anggapan atau penilaian diri yang telah merasa “begini dan begitu�. Bahkan sebetulnya sekaligus kesombongan dalam menilai pihak lain. Mengapa hati manusia tidak mampu mendengarkan persaksian dari pendengaran, penglihatan serta kulitnya sendiri?

11


Karena, hatinya tebal tertutup oleh sikap beranggap-sangka. Jadi, pada akhrinya, sikap diri yang suka beranggap-sangka itulah yang akan membawa diri manusia pada titik kehancuran. Sebenarnya mudah bagi manusia untuk mengukur apakah diri telah bersih dari bersikap tidak jujur dan beranggapan atau tidak. Selama berita keilhaman dari Allah belum pernah langsung manusia terima, itu pertanda bahwa ketidak-jujuran dan beranggap-sangka masih menjadi motor penggerak perilakunya. Dalam hal ini, antara beranggapan-sangka dan berdusta tidak dapat dipisahpisahkan karena keduanya merupakan kerja-sama yang kuat untuk mengokohkan kekuasaan nafsu. Ketika manusia berduga-sangka, maka di sanalah kedustaan mengiringi; kapan manusia berdusta, di saat itu pula anggapsangka turut menyertai. Sikap beranggap-sangka menipu-daya,

12


beranalisa serta segala bentuk kedengkian-logika-nafsu dapat menjadi bentuk berhala-berhala yang dipertuhankan dan dipatuh-taati diri. Sebenarnya bentuk berhala-berhala itu hendak Allah rubuhkan dari dalam diri manusia, bahkan hendak Allah penggal-penggal dengan pisau ketajaman untaian mutiara rahmat. Sejak untaian mutiara rahmat Allah sajikan ke hadapan manusia lewat apa yang dibawakan oleh para rasulNya, sejak itu pulalah keberadaan berhala-berhala secara berangsur-angsur rubuh terpenggal-penggal. Tetapi karena tidak adanya upaya masing-masing manusia mengangkatbuang sebersih-bersihnya ceceran penggalan-penggalan berhala yang telah Allah rubuhkan, maka berhala-berhala yang semula telah terpenggal-penggal oleh keberadaan untaian mutiara rahmat bangkit merekat-lekat kembali menguasai hati. Bagaimana agar hal itu tidak terjadi? Membuang pola sikap perasan dan pikiran beranggap sangka mesti dengan kesungguhan jihad. Berhala-berhala itu merupakan ketenagaan sifatnya pasti bergerak dan hidup. Suatu kewajaran jika untaian mutiara rahmat yang Allah hias-patrikan ke dalam hati manusia tidak

13


berhasil menancap apalagi menyerap kedalam perasaan-hati, karena di dalam hati sudah terisi pilar-pilar berpagar besi kedengkian logika-nafsu dengan segala bentuk keburukan dan kejahatanya. Memang, sebenarnya tidak layak mematri-hiaskan untaian mutiara rahmat di dinding hati bertembok besi kedengkian-logika-nafsu. Hal demikian itu pasti bukannya tidak Allah ketahui. Justru kenyataan demikian itu mendorong bertambahnya rasa kasih-sayang Allah untuk memperbaiki keadaan perasaan-hati manusia. Benarkah? Buktinya antara lain: ketika dihadapkan pada firman Allah, sebagian besar manusia malah menjauh. Bila keadaan demikian tidak Allah sambut dengan rasa kasih-sayang atau dibiarkan terus-menerus dipagari oleh kekerasan tembok kedengkian-logika-nafsu, tentunya manusia jugalah yang akan merugi dalam bentuk terjerumus ke dalam lembah kesengsaraan yang berkekekalan: kesengsaraan hidup akan terus berlangsung sampai di akhirat-kelak di neraka jahanam. Berawal dari rasa kasih-sayang itulah, maka Allah hias-patrikan dinding hati manusia yang bertembok-besi kedengkian-logikanafsu dengan mutiara rahmat Al Qur’an dan petunjuk

14


pelaksanaannya Al Hadits. Dengan isyarat melalui ketukanketukan pematrian hiasan mutiara rahmat, kekerasan besi kedengkian logika-nafsu yang telah memagari kelembutan dan kepekaan hati dapat diretak-pecahkan secara pasti. Ketukanketukan itu bisa jadi sangat tidak menyenangkan bagi manusia karena berbentuk kepahitan hidup. Atau sebaliknya, menyenangkan tapi sebetulnya adalah latihan mawas diri untuk senantiasa tak berbangga-takabur. Jika tepat menyikapinya, barulah kemudian pecahan-pecahan kekerasan tembok berpagar-besi kedengkian logika nafsu dapat diangkat kemudin dibuang melalui tindakan kegiatan olahlanjut mewujudkan syukur dalam sikap dan perbuatan nyata: beramal-sholeh, beramar-ma’ruf-nahi-munkar, berjihad di jalan Allah sesuai dengan kesempatan dan kemampuannya. Bila retakan dan pecahan kekerasan pagar tembok-besi kedengkian-logika-nafsu tidak segera diangkat dan dibuang oleh kesyukuran sikap mewujud dalam jihad, maka pastikanlah, cepat atau lambat, retakan dan pecahan kedengkian-logika-nafsu akan kembali pada kekerasannya untuk memagari dinding-hati.

15


Allah mematri untaian mutiara rahmat ke dinding hati Bila hal itu yang terjadi, maka hiasan untaian mutiara rahmat yang Allah patrikan di dinding hati akan tertutup kembali oleh kekerasan pagar-besi kedengkian-logika-nafsu. Secara isyarat keadaan demikian itulah yang saat ini sedang berlangsung di dalam diri manusia khususnya ummat Islam. Tentu saja terjadi pada mereka yang belum berhasil mewujudkan syukurnya atas rahmat diposisikan sebagai sebaik-baik ummat. Setiap Allah mematrikan hiasan mutiara rahmat di dinding hati manusia, selalu saja itu mengelupas tanpa berhasil menyatu. Apalagi sampai tumbuh-berakar untuk dipetik-sikapi kembali dalam tampilan akhlaq terpuji. Diibaratkan, pematrian untaian mutiara rahmat ke dinding hati yang berpagar kedengkianlogika-nafsu adalah laksana menghiasi suatu rumah. Apabila dindingnya ditata dengan hiasan-patri bernilai keindahan, tentunya keindahan dan keterpujianlah yang senantiasa tampil terlihat mata. Begitu pula dinding hati yang telah dihias-patri dengan keindahan untaian rahmat dari Allah, tentunya nilai keindahan dan keterpujian pada perilaku akhlaq akan tercermin-tampilkan di setiap saat. Bagaimanakah agar akhlaq

16


manusia dapat berhijrah dari berperilaku akhlaq buruk-tercela menjadi indah-terpuji?

17


3. Kesombongan: Buah Berfikir Duga-Sangka yang Menghancur-Binasakan Unsur Ruhaniyah

ari kita jauhkan diri hati dari anggap-sangka beranalisa dalam bentuk apapun. Hati adalah istana Allah dalam pribadi manusia, demikian al-hadits. Jika manusia beriman kepad Allah, maka Allah memberikan karunia petunjukNya dalam hati (QS 64:11). Sayangnya, jumlah terbesar manusia telah berhasil digiring-masuk dalam perangkap-jebakan berfikir logikanya dengan anggapan-prasangka yang belum tentu benar. Bahkan persangkaan tidak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran (QS 10:36). Sebagai contoh, bisakah dugaan manusia atas sebab musabab bencana mencapai ketepat-pastian?

18


Bisakah logika manusia memahami hubungan sebab akibat antara ketenagaan fikir logika yang kotor dengan fenomena bencana kebakaran hutan?

19


Buah terbesar yang dihasilkan dari berfikir anggapanprasangka adalah kesombongan yang tak pernah disadari. Sebabnya ialah selalu menganggap-katakan bahwa diri telah banyak melakukan kebaikan ini dan itu. Padahal anggapanprasangka demikian merupa-kan alat perangkap-jebakan iblis untuk memperbesar tingkat kesombongan di dalam diri manusia. Menjadikan anggapan-prasangka sebagai dasar pijakan berfikir atau andalan yang dipertuhankan, hanya akan memperbesar kesombongan, memperbodoh diri dan menjadikan seseorang lari dari tanggung-jawab. Ia selalu menyalah-nyalahkan pihak lain. Bagaimana terjadi? Sebab anggapan-prasangka tak akan memuaskan hati yang berfitrah hidup dengan kepastian. Nafsu yang telah bertuhankan anggapan-prasangka, akan gigih mencari pembuktian kebenaran dari anggap-sangkaannya. Maka ia senantiasa perlu mencari keburukan dan kesalahan pihak lain. Untuk apa? Untuk lari dari tanggung-jawab. Mengapa dikatakan begitu? Dikatakan lari dari tanggung-jawab, karena orang yang menjadikan anggapan-prasangka sebagai dasar pijakan berfikir, paling takut bila dihadapkan dengan hal-hal mengandung resiko. Terutama resiko mempermalukan dan menyengsara-

20


derita-hinakan nafsu. Secara isyarat di dalam firman-Nya, Allah telah diberitakan bahwa ciri-ciri orang kafir-munafiq adalah takut jika dihadapkan dengan hal-hal mengandung resiko. Sebaliknya ciri orang beriman sejati, paling suka menghadapi resiko, karena dengan resiko itulah sebagai alat pengasah ketajaman 'aqal. Tujuan ditumbuh-kembangkannya pijakan berfikir anggapanprasangka sebenarnya dalam rangka menjauhkan diri dari berhadapan pada resiko dan beriman sejati. Yang perlu diketahui dan disadari ialah bahwa setiap muncul suatu pandangan pemikiran dari hasil ketenagaan berfikir anggapanprasangka baik bersifat bersitan hati maupun telah terungkap secara lisan-tulisan, seketika itu pula langsung membentuk helai-helai hijab penutup hati. Perasaan yang didominasi nafsu dan konsep-konsep yang dibentuk pikiran logikanya itulah yang terus menerus mempertebal hijab penutup hati dari Allah. Dapatlah kita renungkan selama ini berapa kali

21


sudah muncul pandangan pemikiran dari anggapan-prasangka dan sudah berapa juta helai lapisan-lapisan hijab penutup hati? Lalu, sudahkah bertekad bulat untuk mentaubatinya? Mengapa rahmat-karunia dan kepemurahan kasihsayang Allah gagal membentuk sikap perilaku terpuji? Banyak manusia tidak menyadari bahwa helai lapisan hijab penutup hati bukan saja menjadi berlapis-lapis. Bahkan lapisan-lapisan itu telah menyatu mengeras dan membatu laksana pagar tembok-berbesi. Tertutupnya hati oleh lapisanlapisan hijab dari bentukan pemikiran bersumber anggapanprasangka, menjadikan hati tak mudah tersentuh rahmatkarunia. Salah satu wujud rahmat karunia itu adalah kepemurahan kasih-sayang Allah. Tidak mengherankan jika pada akhirnya rahmat-karunia maupun belaian kepemurahan kasih-sayang Allah gagal membentuk sikap perilaku terpuji. Namun sebenarnya, keras bagaimana-pun sesuatu, tidak ada yang tidak dapat dipecahkan. Selagi batu gunung yang demikian keras dan besarnya masih dapat dipecahkan, apalagi hanya hati manusia yang secara fithrah telah berkeadaan lembut-halus. Hanya saja, adakah kesediaan manusia

22


menghancurkan helai hijab penutup hati yang ditimbulkan oleh berfikir anggapan-prasangka? Lalu apa langkah nyata yang mesti dilakukan? Jihad mendongkel selapis demi selapis hijab penutup hati. Lisan boleh saja menjawab sangat menginginkan untuk menghancurkan helai hijab penutup hati, tetapi sikap diri nyata menolak pelepasan terhadap helai hijab penutup hati. Bukti penolakan adalah masih berat untuk bersikap jujur apa adanya mengakui kesalahan dan kekurangan diri di hadapan Allah. Bahkan sebenarnya, sarana paling tepat dan cepat untuk melepaskan berfikir anggapanprasangka dan melepaskan helai hijab penutup hati yang telah mengeras-membatu laksana pagar tembok berbesi adalah kejujuran diri mengakui kesalahan dan kekurangan diri saat dibukakan fihak lain. Jika saja manusia mau menyadari, kekerasan pagar tembok-besi kedengkian-logika-nafsu yang telah menutupi kelembutan-kepekaan hati tidak akan dapat diretakpecahkan oleh upaya manusia, tanpa kepemurahan kasih-sayang Allah. Adapun upaya manusia adalah berkegiatan sungguhsungguh mengangkat-buang pecahan-pecahan kekerasan kedengkian-logika-nafsu dengan cara gigih, tekun dan ulet menegakkan kejujuran di dalam diri kepada Allah.

23


Di dalam firman Allah Surat Ar-Ra’du Ayat 11 telah jelas: "Dia tidak akan merubah keadaan seseorang atau suatu kaum sebelum mereka berupaya terlebih dahulu merubah keadaan yang ada pada diri mereka". Artinya sikap diri yang semula suka berpijak pada berfikir anggapan-prasangka berupaya diubah menjadi sikap diri serba menegakkan kejujuran di dalam diri. Sikap itulah yang perlu diambil, terutama saat kesalahan dan kekurangan diri dibukakan fihak lain. Bisa jadi, dibukakannya kesalahan itu justru merupakan alat pertolongan Allah agar manusia maju mendaki ke arah perbaikan di sisiNya. Apabila kejujuran berhasil ditegakkan di dalam diri, maka sedikit demi sedikit, itu akan mendongkel lapisan-lapisan hijab penutup hati. Pada akhirnya, keberadaan untaian mutiara rahmat yang akan Allah pasangkan kepada diri, sedikit demi sedikit mulai dapat dirasakan oleh diri yang telah suka bersikap jujur, mengakui, mentaubati, menggantinya dengan amal yang baik dan mencegah orang lain melakukan kesalahan yang sama. Apakah yang dimaksud dengan untaian mutiara rahmat?

24


Itu adalah singkapan makna dari sesuatu, yang menuntun ke arah perbaikan akhlaq dan keselamatan hidup sampai dengan akhirat. Keberadaan untaian mutiara rahmat yang Allah pasangkan kepada diri ummat manusia khususnya ummat Islam lewat para hamba yang dikehendaki Allah, bisa jadi belum terasakan keberadaannya. Jika sudah, pasti ada pula yang dapat ditampilkan pada sikap perilaku. Apakah maksud Allah memasangkan untaian mutiara rahmat di dalam diri manusia? Ialah agar masing-masing hati dapat menampilpantulkan keindahan sifat Allah dalam bentuk sikap-perilaku akhlaq tepuji lagi mulia. Meskipun Allah bermaksud demikian, bukan berarti Allah menekan-paksa. Allah sebetulnya sekedar memancing keluarnya percikan bentukan-bentukan indah dari indah dari sikap perbuatan akhlaq terpuji. Artinya, diri melakukan perbaikan akhlaq adalah dengan praktek penuh kesungguhan (jihad) dalam perbuatan. Tak cukup hanya dengan mengetahui saja. Apalagi mengetahui dengan tergesagesa, sekilas-pintas, tanpa pernah merenungi ayat-ayat Allah dengan kesungguhan perhatian. Pada akhirnya, percikan bentukan-bentukan indah itulah yang akan menggiring sekaligus menjamu langkah manusia di

25


tempat keselamatan hidup, yaitu berada dalam kehidupan syurgawi. Sebaliknya bila dalam sikap perilaku senantiasa tampil sifat ketercelaan akhlaq, maka percikan bentukan buruklah yang keluar menggiring langkah sekaligus menyeret manusia di tempat kesengsara-hinaan hidup di neraka. Neraka dunia adalah kehidupan bernuansakan gejolak perasaan berpuncak keputus-asaan sebagaimana dijelaskan di atas. Allah paling tidak suka melihat manusia yang perbuatannya hanya menampilkan percikan bentukan buruk. Karena hal itu hanya akan menyengsara-hinakan hidupnya sendiri. Itulah sebabnya sebelum diminta, suka atau tidak suka, pada awalnya manusia telah berkalungkan untaian mutiara rahmat. Allah mendahului manusia dengan membersitkan dalam hatinya petunjuk-Nya atau lewat lisan-tulisan para hamba yang dikehendaki-Nya. Sifat kepemurah-an rasa kasih sayang mendorong Allah melakukan perbuatan mengalungkan untaian mutiara rahmat kepada diri manusia dengan satu tujuan. Yaitu, agar manusia dapat memantul-tampilkan sifat keindahan Allah. Lebih jauh lagi, adalah agar manusia terpagari dari rongrongan penekanan iblis yang suka memaksa nafsu manusia menampilkan ketercelaan, keburukan dan kejahatan sikap-

26


perilaku akhlaq. Pantaskah membalas kebaikan Allah dengan keburukan, ketercelaan dan kejahatan akhlaq?

27


4. Rongrongan Iblis terhadap Manusia

i tengah-tengah bencana yang merundung tanah air kita, rongrongan iblis sangat mudah untuk makin menterpurukan manusia ke dasar jurang duka dan putus asa terhadap Allah. Bisa juga sebaliknya, penekanan iblis untuk menampilkan ketercelaan akhlaq, bagi sebagian manusia lain, boleh jadi tidak terpandang sebagai rongrongan. Justru seringkali dipandang sebagai pengangkat nama diri di ajang prestasi dan prestise, karena nafsu si manusia memang tengah bersemangat tinggi untuk mendaki segala macam kemuliaan duniawi dan memilikinya untuk keagungan dirinya. Itulah yang terjadi jika bentuk kesombongan yang sedikit demi sedikit dihembus-hembuskan iblis, diterima dengan senang oleh manusia lewat saluran nafsunya yang masih suka berhiaskan sifat tercela.

28


Rongrongan itu juga dilaksanakan iblis lewat gejolak perasaan akibat dari tanda tanya berkepanjangan, keraguan, kegundahan, keluh-kesah, kekhawatiran, ketakutan, marah, dendam, kecurangan, maksiat yang berpuncak keputus-asaan. Sangat sedikit manusia yang menyadari bila rongrongan penekanan iblis terhadap nafsu tidak lain dalam rangka menjatuhsengsara-hinakan hidupkehidupannya. Padahal tujuan Allah mencipta manusia adalah untuk mempertontonkan kesempurnaannya sebagai ahsani taqwim atau sebaik-baik ciptaan dengan keterpujian akhlaqnya, di atas panggung kehidupan dunia. Jika benar manusia berhasil menampilkannya, maka iblislah yang pasti mula pertama kalah menyerah terhadap pandangan anggap-sangkanya sendiri. Maka, bila seorang hamba Allah telah bersungguh-sungguh memerangi pola perasaan-hati dan pola pikir anggap-

29


sangkanya, ia sebenarnya telah mensyukuri petunjuk Allah dalam Kitab-Nya bahwa “sesungguhnya syaithaan itu musuh manusia yang nyata (sebenarnya)�. Manusia yang telah mengambil sikap tegas memerangi pola anggap-sangkanya, adalah yang membuktikan ia telah memerangi syaithaan. Allah pasti menjauhkannya dari rongrongan syaithaan. Bahkan Allah melindungi si manusia dengan menempatkannya di dalam benteng-Nya. Karena Allah selalu berpihak pada dan menyambut penuh sayang manusia yang mendekati-Nya. Akhlaq mulia: tempat meletakkan sifat keindahan Allah. Dengan maksud hendak mempertontonkan kesempurnaan dan keterpujian manusia di atas panggung kehidupan dunia, Allah senantiasa mengupayakan agar keindahan sifat-Nya dapat menampil-pantul pada keterpujian akhlaq seorang hamba. Mengapa? Karena satu-satunya yang dapat dijadikan tempat meletakkan sifat keindahan Allah hanyalah sikap-perilaku akhlaq mulia. Pantaskah upaya Allah itu justru disambut dengan tampilan sikap beranggap-sangka beranalisa dengan segala bentuk kedengkian-logika-nafsu yang merupakan warna

30


dari keburukan, ketercelaan dan kejahatan akhlaq? Jika diungkapkan dalam bahasa manusia, boleh jadi dapat dinyatakan “betapa kecewanya� Allah terhadap manusia. Bukankah sikap membalas kebaikan Allah dengan keburukan, ketercelaan dan kejahatan sikap akhlaq adalah sikap iblis laknatullah? Tetapi karena kecewa bukan bagian dari sikap Allah, maka segala keburukan, ketercelaan dan kejahatan sikap akhlaq manusia tidak pernah mengubah sikap perbuatan Allah untuk memberikan kasih sayang. Padahal, sikap buruk-tercela-jahat itulah yang selalu manusia kembalikan sebagai tanggapan terhadap kebaikan-Nya. Mengapa sikap perbuatan Allah tak pernah berubah? Karena begitu kasihan Allah melihat kehidupan manusia terkungkung

31


kelelahan dan penderitaan. Kasih sayang Allah kepada manusia khususnya adalah hendak melepaskan manusia dari belenggu kegelapan syaithaan atas dirinya. Apakah kebaikan Allah ini pernah menyentuh perasaan hati manusia? Harus bagaimanakah untuk dapat tersentuh? Menggeser-gusur-usir sikap dan sifat praduga-beranggapsangka. Rasakan dan renungilah. Allah sesungguhnya tidak pernah mengharapkan imbal-balas dalam bentuk apapun dari makhluq ciptaan. Adapun jika Allah mengimbau manusia agar tampil dengan segala keindahan akhlaq perilaku, bukanlah berarti Allah mengharap balasan sikap dari manusia. Karena, apa pun yang diperbuat manusia, hakekatnya bukan bagi Allah, melainkan Allah kembalikan kepada manusia. Allah pasti tak akan pernah membutuhkan makhluq. Makhluqlah yang senantiasa membutuhkan-Nya. Manusia hamba Allah yang bagaimanakah yang sikapnya berhiaskan sifat indah Allah itu? Adalah manusia yang tidak mengharap balasan apapun kecuali mengharapkan ridha Allah serta mau berpendirian kokoh pada satu sikap. Yaitu sikap “yang penting dirinya berbuat serba memberi dengan kepemurahan kasing sayang�. Itu berlaku baik yang bersifat ajakan-himbauan, nasehat-peringatan maupun

32


materi agar orang lain mendekat Allah. Jadi, pantaskah manusia bangga bila perbuatannya memberi dengan kepemurahan kasih sayang diterima dan disikapi pihak lain dengan baik? Atau sebaliknya, pantaskah manusia kecewa dan marah-marah, berbuat kasar atau merasa sakit yang berkepanjangan bila justru cacian-ejekan yang dikembalikan? Sebenarnya jika saja manusia mau sadar, tidak sepantasnya manusia merasa bangga-kecewa atau sakit hati atas sesama. Bila rasa kecewa sakit-hati mau ditandingkan dengan Allah, tentulah Allah yang “lebih kecewa dan sakit-hati� melihat tingkah-laku manusia. Manusia yang bagaimana? Yang ternyata malah dengan sombongnya memilih jalan hidup pada kesengsara-hinaan ketika dengan segala kepemurahan kasihsayang-Nya, ia dihimbau Allah pada keselamatan hidup. Sering kebanyakan manusia berkata “biarlah aku memang sudah jelek, tak bisa lagi diperbaiki�. Itu adalah ungkapan kesombongan tingkat tinggi di hadapan Allah. Sikap putus asa adalah akhlaq yang paling tercela. Mengapa? Karena sangat berani melecehkan Allah yang senantiasa siap dengan kasihsayang-Nya untuk mengentaskan manusia dari kegelapan

33


hidup. Karena itu, ditegaskan bahwa sikap berputus-asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar dan bahkan bisa dipandang sebagai awal kekafiran terhadap Allah. Allah juga tak menjadi lebih agung ketika manusia memuja dan beribadah kepadaNya, karena Dia kekal dalam sifat kemaha-agungan-Nya. Lalu, darimanakah pangkal sikap berputus asa dari rahmat Allah? Marilah kita telusuri. Telah diketahui bahwa jatuhnya iblis dalam laknat sepanjang masa ialah disebabkan sikap-laku iblis terhadap keberadaan sesama makhluq ciptaan. Sikap dan sifat iblis muncul dari ketidak-puasan nafsu iblis yang merasa hendak dirugikan, baik secara nama maupun prestasi-prestise. Sikap dan sifat terlalu mudah dan cepat menilai dengan anggap-sangka iblis dengan menyatakan “diriku yang terbuat dari api lebih baik dari Adam yang terbuat dari tanah�, sesungguhnya muncul dalam rangka membela-pertahankan keunggulan dan ke-aku-an diri atau kepentingan diri. Itulah sebabnya dalam Kitab-Nya, Allah menghimbau kepada seluruh manusia, agar sadar dan merenungi sejarah jatuhnya iblis. Yaitu, disebabkan iblis cepat menilai dengan beranggap-sangka terhadap berita (yang sekaligus merupakan perintah) yang Allah sampaikan. Ketika ia tahu bahwa ia bersalah, iblis

34


mengambil sikap putus asa. Iblis membela keunggulan dan keaku-an diri atau kesombongannya dan enggan memohon ampun serta mentaati perintah Allah. Sebenarnya, sikap itu bukanlah sikap yang mesti diambil oleh manusia, sebagaimana yang ditunjukkan dengan bukti jujurnya Adam mengakui kesalahan dirinya lalu memohon ampun dan bertaubat, kembali pada ketetapan Allah bagi dirinya. Enggannya iblis memohon ampun serta mentaati perintah Allah, adalah sebuah bentuk dari rasa putus asa. Iblis bahkan berani menyalahkan Allah. Dengan tergesa-gesa pula, iblis juga mewujudkan kedengkiannya dengan mengancam akan menyesatkan Adam dan keturunannya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam Surat Al Hijr Ayat 39: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku (iblis) sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya�.

35


Padahal, bukan Allah yang memutuskan iblis sesat, tetapi iblislah yang telah memilih kesesatan. Memilih hidup dengan praduga beranggap-sangka adalah memandang baik perbuatan maksiat terhadap Allah dan memilih untuk menerjuni jurang kesesatan. Demikianlah, sampai kapan pun dan dalam bentuk bagaimana pun, praduga beranggap-sangka tidak akan pernah menyelamatkan hidup dan kehidupan manusia. Justru sebaliknya, manusia akan dirugi-hinakan oleh pradugaberanggap-sangka sebagaimana maksud ayat pembuka tulisan ini: â€œâ€Śkamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan‌. prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orangorang yang merugiâ€? (QS. 41:22-23).

Bagi Anda yang berminat untuk mengikuti tulisan dengan tema yang sama, kami menyediakan sebah buku tulisan Ki Moenadi MS yang ditulis almarhum pada tahun yang sama, 1421H (2000). Silakan mengunduhnya dengan tautan ini [KLIK DI SINI]. Admin

36


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.