Kumandang azan terakhir bilal

Page 1

Kumandang Azan Terakhir Bilal


A

bu Bakar tahu perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandangkan azan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar pun mengizinkannya. Bagi Bilal, setiap sudut Kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan untuk meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar bin Khaththab ke Syam. Tujuan Umar menemui Bilal hanya satu: membujuknya untuk mengumandangkan azan kembali. Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali memujuk dan membujuk. Hanya sekali," bujuk Umar, "lni untuk umat, umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Muhammad, tidakkah engkau cinta kepada umat yang dicintai Muhammad?" Bilal tersentuh. Ia setuju untuk kembali mengumandangkan azan. Hanya sekali, saat shubuh. Pada hari Bilal akan mengumandangkan azan pun tiba. Tangis dan keharuan serta kerinduan kepada Rasulullah kembali membuncah. Setelah sekian lama Bilal tak mengunjungi Madinah, pada suatu malam Nabi Saw. hadir dalam mimpi Bilal dan menegurnya, "Ya Bilal, wa ma hadzal jafa'? (Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku?) “Kenapa sampai begini?"

Bilal pun bangun, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk menziarahi Nabi. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi. Setiba di Madinah, Bilal menangis, melepas rasa rindunya kepada Nabi Saw., sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya.


Keduanya adalah cucu Nabi Saw., Hasan dan Husein. Dengan mata sembap, Bilal yang beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi Saw. itu. Salah satunya berkata kepada Bilal r.a., "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan azan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami." Ketika itu, Umar bin AI-Khaththab yang telah menjadi khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu. Beliau pun memohon Bilal untuk mengumandangkan azan, meski sekali saja. Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat tiba, dia naik ke tempat dia biasa mengumandangkan azan pada masa Nabi Saw. masih hidup. Saat lafaz, "Allahuakbar� dikumandangkannya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktivitas terhenti. Semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu dirindukan, telah kembali. Ketika BiIaI mengumandangkan kalimat, "Asyhadu an Ia ilaha illallah", seluruh isi Kota Madinah berlarian ke arah suara itu. Saat Bilal mengumandangkan, "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi. Tangis Umar bin AI-Khaththab paling keras. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan azannya. Lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai.


Hari itu, Madinah mengenang saat masih ada Nabi Saw. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Saw. Dan azan itu, azan yang tak bisa dirampungkan oleh Bilal, adalah azan terakhirnya. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan azan. Sebab, kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang mengangkat derajatnya menjadi begitu tinggi.

Bilal bin Rabbah | Kawanni | Fashion Online Shopping | Busana Muslim Terbaru | Busana Muslim Online


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.