edisi xxxI oktober 2018
DUDUK SANTAI, NGOBROL SERIUS, TERTAWA LEPAS, KRITIK PEDAS
kuliah kerja (tak) nyata? liputan utama :
kkn uajy tidak mungkin ditiadakan 2
litbang :
Efektivitas KKN UAJY Di mata Peserta 8
SUDUT :
Perlukah Smoking Area di FISIP? 10
pemimpin umum Rica Yulianna Wakil pemimpin umum Yo Handry pemimpin redaksi David Christian The wakil pemimpin redaksi Bea Putri
EDITOR Albertus Sindoro Bea Putri Rayu Gulshan Tessalonika Priscilla David Christian The reporter Bea Putri Rica Yuliana Narda Margaretha Albertus Sindoro Rayu Gulshan Lidwina Vallery litbang Fransisca Jovinca
teras pers Jl. Babarsari no. 6, Yogyakarta, 55281 (+62) 8537 6307 885 teraspersredaksi@gmail.com Instagram : @teraspers
layout & desain Yosef Keriliwi David Christian The Yo Handry Marcomm Tessalonika Priscilla Paramitha Maharesmi Angelica Destini Fotografer Gabriella Larasati Dimas Septian Angelo Lucky Illustrator Daniel Susanto Intan Permatasari
DAFTAR ISI 2 4
COVER
6
Politik Kita Penyeragaman Jam Sesi Kuliah: Kebijakan dan Rancangan Baru
8
Litbang Efektivitas KKN UAJY Dimata Peserta
10
Sudut Perlukah Smoking Area di FISIP?
12
Djendela Rana FKY 30, Perayaan Tiga Dekade Keberagaman Seni Budaya di Yogyakarta
14
Sekitar Kita Larangan Parkir Ojek Online di wilayah Tambak Bayan
16
Seni Budaya Tidak dengan Canting dan Malam
18
Sosok Muhammad Syukron: Dari Sabang Sampai Merauke Memupuk Kepercayaan
20
Komunitas Bentuk Nyata Pemberdayaan Masyarakat Bersama Komunitas PSP
22
Puisi Dibalik Dipan
23 24
Komik KKN “Si Gembel� KKN Sebagai Penguatan Karakter
Oleh : Intan Permatasari Cover Teras PERS edisi kali ini menggambarkan animo partisipasi mahasiswa peserta KKN yang seakan tampak tak nyata. Hanya terasa dalam pelaksanaannya, namun sirna dan hanya tinggal cerita seusai KKN. Sehingga dampak KKN bagi mahasiswa tampak samar-samar. KKN seakan tidak menjadi niat mahasiswa menunjukkan kerja nyatanya pada masyarakat. Namun hanya sebagai formalitas mendapat gelar sarjana.
EDITORIAL Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan bentuk kegiatan Pengabdian Masyarakat yang dikoordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Sebagai salah satu wujud pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, dengan bobot 2 SKS, KKN menjadi salah satu mata kuliah wajib. Pro dan kontra bermunculan, KKN dinilai memberatkan mahasiswa baik secara dana maupun pikiran. Program Kerja yang terlalu banyak dirasa kurang efektif. Namun, di sisi lain KKN dinilai efektif dalam meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap masyarakat sekitar. Lewat edisi kali ini, Teras Pers ingin mengajak civitas akademik untuk bersama-sama menelisik kembali bagaimana sesungguhnya sistem KKN di UAJY. Selain itu Teras Pers juga ingin melihat apakah opini yang beredar di tengah mahasiswa dapat dibenarkan.
Liputan Utama KKN UAJY Tidak Mungkin Ditiadakan Membuka Gembok Tanya KKN UAJY
liputan utama :
kkn uajy tidak mungkin ditiadakan Oleh : Rayu Gulshan Ilustrasi : Daniel Susanto
Lulus kuliah sebagai cita-cita para mahasiswa tidak dapat diraih begitu saja. Tidak hanya dengan menempuh jumlah minimal Satuan Kredit Semester (SKS) sebagai syarat kelulusan, menuntaskan skripsi pun tak cukup. Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakrta (UAJY) juga diharuskan untuk mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai aktivitas akademik wajib yang dilaksanakan dengan bobot 2 SKS yang dapat diambil baik pada semester genap maupun semester ganjil. Kuliah Kerja Nyata merupakan bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan secara interdisipliner dan intrakurikuler. Kegiatan ini dikoordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang berkantor di gedung Don Bosco UAJY. Dr. I Putu Sugiartha Sanjaya, S.E., M.Si., Ak. C.A. selaku Ketua LPPM menjelaskan bahwa kegiatan KKN telah dilakukan sejak awal UAJY berdiri sebagai bentuk pengamalan prinsip option for the poor yakni berpihak kepada yang lemah. Sehingga, tujuan dari kegiatan KKN ialah 2 | TERAS PERS
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhan di masing-masing wilayah. “Jadi menguatkan masyarakat, meningkatkan kapasitas masyarakat, tetapi mahasiswa juga dapat belajar dari masyarakat. Sehingga Live In atau hidup bersama masyarakat itu harus dilakukan”, tutur Ketua LPPM tersebut. Kini prinsip tersebut dikenal sebagai nilai unggul, inklusif, humanis dan berintegritas yang masih konsisten dianut oleh UAJY. Oleh karena itu kegiatan KKN tidak mungkin ditiadakan di UAJY. “Memang benar, ada banyak lembaga-lembaga yang tidak menjalankan KKN. Tapi, pilihan kita KKN Atma Jaya itu wajib kita lakukan karena kita menganut nilai-nilai tadi”, lanjut Putu. Hanya saja, dahulu jenis kegiatan KKN bervariatif, sehingga sempat menimbulkan pro-kontra. Dahulu tersedia dua model program KKN dan hanya dibedakan oleh lamanya waktu KKN. Mahasiswa diberikan dua pilihan rentang waktu KKN, yakni selama satu minggu atau satu bulan. Perbedaan rentang waktu pelaksanaan KKN ini rupanya menimbulkan polemik bagi mahasiswa. Para mahasiswa yang menjalankan program KKN satu minggu merasa bahwa tugas yang
LIPUTAN UTAMA mereka harus laksanakan menjadi sangat berat. Di sisi lain, mahasiswa yang menjalankan program KKN satu bulan merasa bahwa program KKN satu minggu yang justru lebih nyaman. Polemik tersebut berakhir setelah ada kejelasan mengenai program KKN UAJY yang disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Rektor tahun 2012. SK tersebut memperjelas bahwa KKN UAJY adalah kegiatan wajib Live In di lapangan selama satu bulan dan membuat programprogram kerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat. SK tersebut membuka kemungkinan lahirnya berbagai program kerja yang diusung dalam Kuliah Kerja Nyata yang tidak begitu relevan dengan program studi mahasiswa. “Kan mahasiswa juga memang harus kreatif. Kan tidak harus berlatar belakang fakultas seni. Mungkin mereka punya bakat dari kecil. Misalkan jadi penari kan banyak juga.”, tutur pria yang kerap disapa Putu tersebut. SK tersebut berdampak pada fokus utama dalam program KKN yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mahasiswa yang menyesuaikan dengan keadaan, terlepas apapun asal program studi mereka. Untuk mahasiswa program studi Ilmu komunikasi misalnya, mereka dapat membantu mengajar Bahasa Inggris ataupun pemasaran dalam perspektif komunikasi untuk masyarakat tempat KKN tersebut. Sampai saat ini, kegiatan KKN UAJY telah dilakukan baik di dalam maupun di luar Pulau Jawa, seperti Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo untuk wilayah Yogyakarta, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sekadau untuk wilayah Kalimantan serta Kepulauan Mentawai. “Sementara ada permintaan belum tertulis dari Keuskupan Banjarmasin yang meminta kita untuk mengirimkan mahasiswa KKN kesana.”, tambah Putu. Untuk biaya kegiatan KKN, mahasiswa diwajibkan membayar biaya sejumlah dua SKS serta tambahan untuk biaya operasional sebesar Rp.1,300,000 untuk KKN di wilayah Pulau Jawa atau Rp.1,500,000 untuk KKN di wilayah luar Jawa. Dana tersebut diperuntukan untuk kegiatan survey, coaching di lapangan, living cost para peserta KKN yang diberikan kepada índuk semang’ atau Asisten Dosen Pembimbing Lapangan (ADPL), serta biaya kegiatan ADPL seperti salah satunya yakni kegiatan pendaftaran dan seleksi calon peserta KKN. ”Itu Universitas yang menentukan. Uang itu pun juga masuk ke universitas. Jadi tidak masuk ke LPPM. Jadi biar tahu ya”, tegas Putu. Untuk penempatan wilayah, mahasiswa bebas memilih wilayah KKN yang ingin diambil. Namun, penerjunan mahasiswa ke wilayah KKN ditentukan oleh proses seleksi
wawancara. Hal tersebut dikarenakan terdapat kuota masing-masing wilayah seperti Kepulauan Mentawai yang hanya membutuhkan lima orang mahasiswa dan sekitar 80-an orang mahasiswa di tiap kabupaten di wilayah Kalimantan. Seleksi untuk wilayah luar pulau Jawa menjadi yang terketat karena terdapat faktor psikologis, kesehatan fisik, serta kepribadian peserta. Hal tersebut dirasa penting sebab medan yang ditempuh nantinya cukup berat terkait faktor cuaca dan geografis. “Kita lihat dokumennya mereka punya background apa, motivasinya apa. Takutnya nanti di lapangan nangis-nangis dia kalau gak kuat mental”, jelas Putu. Jika pendaftar di wilayah luar Pulau Jawa tidak diterima akan langung dialihkan oleh LPPM ke KKN wilayah lokal, yakni Pulau Jawa. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi mahasiswa yang berpotensi tinggi akan ditawarkan LPPM untuk memilih wilayah luar Pulau Jawa lainnya, sebelum dialihkan oleh LPPM ke KKN wilayah lokal. Perlu diketahui, program kerja KKN UAJY telah menghasilkan beberapa produk unggulan. Beberapa contoh hasil dari program KKN UAJY yang sukses adalah Pengembangan Teh Pegagan Kulon Progo yang mampu meningkatkan daya ingat, Kopi Manoreh Kulon Progo yang telah di pasarkan di kafe-kafe modern, Kripik Bayam dan Kue Singkong di Kalimantan, aneka ragam Kue Tiwul Wonosari, kerajinan tas rumput, serta inovasi alat penangkap nyamuk yang meraih juara ketiga dalam suatu kompetisi inovasi teknologi beberapa tahun yang lalu. Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah program KKN terkait telah mampu memanfaatkan kekayaan alam di sekitar mereka berkat kehadiran mahasiswa KKN UAJY. Tidak hanya itu, Keuskupan yang bekerja sama dengan UAJY pun terbantu dalam memperoleh dan menghimpun data umat melalui program KKN Tematik. “Jadi tidak siasialah mahasiswa itu mengambil KKN”, ungkap Putu. Meski telah menorehkan berbagai prestasi dalam kegiatan KKN, pihak LPPM merasa masih banyak yang perlu ditingkatkan oleh mahasiswa peserta KKN seperti kedisiplinan dan perilaku mahasiswa, sikap menghargai lingkungan sekitar, serta kecermatan mahasiswa dalam program kerja. LPPM juga akan meningkatkan kinerjanya terlebih pada proses seleksi yang diperketat sehingga tidak ada lagi masalah masalah yang terjadi di lapangan. “Proses itu tidak ada yang sempurna ya. Kami berusaha sebaik mungkin malakukan KKN.“, ujar Ketua LPPM.
3 | TERAS PERS
liputan utama :
Membuka Gembok Tanya KKN UAJY Oleh : Rica Yulianna & Intan Permatasari Ilustrasi : Intan Permatasari
Kuliah Kerja Nyata (KKN) bukanlah suatu hal yang asing bagi para mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Akan tetapi, pelaksanaan mata kuliah wajib ini ternyata tidak sedikit menuai tanda tanya dari mahasiswa. Berusaha untuk menjawab kebingungan tersebut, awak Teras Pers telah menemui Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Dr. I Putu Sugiartha Sanjaya, SE., M.Si., Ak. CA. (21/08) Menjawab pertanyaan akan eksistensi KKN di UAJY, Kepala LPPM yang akrab disapa Putu ini memberikan senyuman sekilas. Beliau menjelaskan bahwa kontribusi mahasiswa dalam pelaksanaan KKN berperan cukup penting bagi penentuan peringkat UAJY. “Sebelumnya kita ada di peringkat 46, sekarang peringkat 34. Menurut saya, laporan KKN mahasiswa berkontribusi besar menaikkan 4 | TERAS PERS
dua belas poin. Ditambah lagi, kinerja pengabdian mengambil porsi 30 persen dalam penentuan peringkat perguruan tinggi.”, ungkapnya. Mahasiswa bak Lentera UAJY Kontribusi mahasiswa dalam pelaksanaan KKN juga telah membawa nama UAJY lebih dikenal di lapisan masyarakat. “Jadi kalau mahasiswa merasa percuma ikut KKN, bagi saya itu salah besar. Bahkan, Keuskupan Banjarmasin telah mengontak kita untuk mengirimkan mahasiswa KKN pada penerjunan berikutnya. Itu artinya KKN kita bermanfaat” ujar Putu. Membalas kontribusi mahasiswa, Putu menuturkan akan tetap memberikan sertifikat KKN sebagai bentuk penghargaan. Akan tetapi, menyikapi isu ‘nilai KKN auto A’, Putu menolak keras. “Sertifikat pasti kita berikan karena itu prestasi, tapi kalau soal nilai auto A tidak juga kok, ada mahasiswa yang kita kasih nilai B. Itu semua tergantung kasusnya karena kita memiliki tata tertib dan kriteria sendiri.”, tandas beliau demikian. Mahasiswa KKN Mengalami Penolakan Nama UAJY yang semakin muncul ke permukaan masyarakat, kemudian berdampak pada persyaratan penerjunan KKN, terkhusus ke wilayah pulau Kalimantan. Beberapa mahasiswa yang melakukan pendaftaran namun berujung penolakan ternyata memiliki tanda tanya besar akan persyaratan tersebut. Berbeda dengan KKN di wilayah pulau Jawa, Putu mengaku memang ada ketentuan khusus untuk penerjunan mahasiswa ke wilayah Kalimantan. “Dari hampir sembilan ratus mahasiswa yang mendaftarkan diri untuk KKN di pulau Kalimantan, kita hanya menerima sekitar dua ratus mahasiswa. Kita nggak mungkin bisa kirim semua. Selain dari portofolio dan wawancara, kita juga pilih sesuai dengan karakter dan motivasi karena kondisi lingkungan dan medannya berbeda dengan disini. Selain itu kita sesuaikan dengan permintaan warga setempat terkait program mereka.”, jelasnya. Tidak hanya itu, penolakan lain juga dirasakan mahasiswa dalam penyusunan program kerja KKN. Mengambil contoh, salah satu mahasiswa merasa segan setelah program kerja Literasi Media yang ia susun ditolak. Sebagai kepanjangan tangan LPPM, pihak Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan Asisten Dosen Pembimbing Lapangan (ADPL) memang berhak menolak program kerja yang dianggap kurang relevan dengan kondisi warga setempat. Meski tidak mengurusi masalah program kerja secara langsung, Putu menuturkan bahwa jelas ada mekanisme penolakan program kerja ketika coaching. ”Karena sejatinya, program
LIPUTAN UTAMA kerja harus sesuai dengan harapan masyarakat dan mencerminkan tujuan KKN.”, terangnya. Program Kerja Cerminan Tujuan KKN Tujuan KKN UAJY yang lebih berfokus pada pemberdayaan masyarakat menjawab semua pertanyaan mahasiswa perihal eksistensi program kerja. Sebelum penerjunan, LPPM terlebih dahulu melaksanakan live in selama dua hari satu malam bagi mahasiswa KKN di pulau Jawa serta mendatangkan narasumber bagi mahasiswa KKN di pulau Kalimantan. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu menyusun program kerja sejalan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Di satu sisi, perihal kuantitas program kerja dan waktu pelaksanaan KKN, Putu mengakui, “Betul satu bulan itu terasa cepat sekali karena memang anak-anak setiap hari berkegiatan, jadi rasanya program kerja kelompok dan program kerja pribadi terasa banyak.” Namun demikian, Putu menolak tegas terhadap saran untuk mengurangi jumlah program kerja. Menurutnya, tidak sedikit program kerja yang memberikan hasil baik, seperti pembuatan Teh Daun Pegagan dan Kopi Manoreh dari mahasiswa KKN Kulonprogo. “Itu contoh program kerja KKN yang dilanjutkan oleh warga setempat karena memang fokus kita adalah pemberdayaan bukan pembangunan fisik,” tandasnya. Menilik Pendanaan KKN UAJY Sudah menjadi rahasia umum bahwa mahasiswa kerap mempertanyakan transparansi pendanaan KKN UAJY. Seperti telah menduga pertanyaan ini, Putu dengan tegas menjelaskan persoalan ini. “Di awal, yang menentukan biaya operasional KKN adalah pihak universitas. LPPM kemudian menyepakati jumlah yang ditentukan. Oleh karena itu, dana KKN masuk ke universitas, sementara LPPM hanya meminta ke universitas sesuai peruntukkannya, seperti biaya coaching, survei lapangan, termasuk biaya hidup mahasiswa. Jadi fungsi kami hanya mengatur kegiatan KKN, sedangkan keuangan itu hanya satu pintu di universitas.”, terangnya. Sejalan dengan pengeluaran dana KKN yang juga menganggarkan biaya hidup, mahasiswa jelas tidak berkewajiban untuk mengeluarkan dana tambahan untuk masalah tersebut. “Apabila diminta biaya hidup atau biaya makan, mahasiswa seharusnya melapor ke ADPL. Karena mahasiswa tidak punya tanggung jawab untuk membayar, kecuali biaya listrik. Sedangkan masalah rumah, kami tidak menyewa. Rumah disediakan oleh Pak Dukuh atau warga dengan cuma-cuma”. Selain itu, Putu memberi jawaban
serupa bagi pertanyaan mahasiswa seputar permintaan dana pembangunan oleh warga setempat. “Mahasiswa boleh menolak, karena jelas tujuan kita adalah pemberdayaan, bukan pembangunan fisik.”, papar beliau. Bukan KKN Sempurna Terlepas dari persiapan yang dirasa cukup matang, LPPM mengakui selalu ada kelemahan dalam pelaksanaan KKN di lapangan. Sebagai contoh, terdengarnya keluhan beberapa mahasiswa KKN 73 penempatan Sintang, Kalimantan Barat. Salah satu dari mereka, Benedith Maria, menjelaskan bahwa mereka sempat “terdampar” selama empat hari di dusun lain sebelum akhirnya ditempatkan di lokasi sebenarnya. Hal ini kemudian diakui sebagai keterbatasan dari pihak LPPM, “Kami sudah mempersiapkan mahasiswa KKN dengan baik disini. Sampai di Kalimantan Barat, mahasiswa sudah menjadi tanggung jawab Credit Union (CU) Keling Kumang, sehingga penempatan sudah menjadi wewenang mereka. Kami tidak bisa menyalahkan CU Keling Kumang sepenuhnya, tapi memang hal semacam ini menjadi kekurangan kami.”, katanya. Selain itu, masalah ketidakjelasan penerjunan dan penarikan mahasiswa KKN di wilayah Kalimantan hanya dapat dimaklumi. Putu menjelaskan bahwa hal tersebut berada di luar kemampuan mereka karena cuaca alam terkadang tidak dapat diprediksi. Sementara masalah peraturan terkait minuman keras di wilayah Kalimantan, Putu memaklumi hal tersebut selama memang diperuntukkan bagi keperluan adat warga. “Kami tentu akan terus berbenah, mulai dari memperbaiki pelaksanaan operasional KKN serta terkait kedisiplinan dan perilaku mahasiswa karena berdampak juga pada keberhasilan KKN.”, tandas Putu menyikapi ketidaksempurnaan KKN.
“Yang selama ini tampak tertutup rapat akhirnya telah terbuka. Kunci bagi gembok pintu LPPM telah ditemukan. Tanda tanya mahasiswa pun menjumpai jawaban.”
5 | TERAS PERS
politik kita:
penyeragaman jam sesi kuliah: kebijakan dan rancangan baru Oleh: Albertus Sindoro & Lidwina Vallery Ilustrasi: Daniel Susanto
Sebuah kebijakan baru mengenai penyeragaman jam sesi kuliah di seluruh fakultas Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), kini mulai dijalankan pada awal semester gasal tahun ajaran 2018/2019. Pada tahun ajaran yang lalu, beberapa fakultas memulai kegiatan perkuliahan pada pukul 07.30, 10.30, 13.30, dan 16.30. Beberapa fakultas tersebut antara lain Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Teknik (FT), Fakultas Teknobiologi (FTB), dan Fakultas Hukum (FH). Namun, tidak demikian halnya 6 | TERAS PERS
dengan Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Teknologi Industri (FTI) yang memulai kegiatan perkuliahan tiga puluh menit lebih awal. Awak Teras Pers kemudian bertanya kepada sejumlah pihak terkait penyeragaman jam sesi kuliah tersebut. Mulamula kepada Alexander Beny Pramudyanto, M.Si selaku Wakil Dekan (Wadek) 1 FISIP UAJY yang menangani bidang akademik, khususnya jadwal perkuliahan. Secara
politik kita
“Penyeragaman jam sesi kuliah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) bukan sekedar penyeragaman belaka. Namun, salah satu bentuk penyelesaian masalah yang ada.”
detail, ia menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil pembicaraan antara empat wakil dekan, yakni Wadek I FISIP, Wadek I FT, Wadek I FH dan Wadek I FTB beserta dengan Wakil Rektor I UAJY. Ide mengenai penyeragaman jam sesi di seluruh fakultas dilatarbelakangi oleh persoalan ruang. “Di FISIP misalnya, ruangan butuh lebih banyak karena mata kuliahnya banyak. Kita pun seringkali kesulitan mendapatkan ruang”, ujar Wadek 1 FISIP. Namun demikian, Ia merasa bahwa persoalan ruang tidak terlalu bermasalah jika menggunakan sistem join. Menurutnya, hal ini dapat menghilangkan kesan bahwa Kampus 1 milik FH, Kampus 2 milik FT dan FTB, Kampus 3 milik FE dan FTI, dan Kampus 4 milik FISIP. “Jadi, kita kembalikan bahwa ruang yang ada di setiap fakultas itu milik universitas”, tambahnya. Selanjutnya, awak Teras Pers juga mewawancarai Wakil Rektor (Warek) I UAJY, The Jin Ai, S.T., M.T., Dr.Eng. Awak Teras mendapatkan kebenaran informasi yang telah dipaparkan oleh Wadek 1 FISIP UAJY sebelumnya. Jin Ai mengatakan bahwa penyeragaman jam sesi kuliah merupakan jalan yang terbaik untuk mengatasi tiga permasalahan dalam kegiatan perkuliahan, yakni dosen, fasilitas, dan mahasiswa. Pertama, penyeragaman jam sesi memungkinkan dosen mengajar di antar fakultas dengan lebih mudah. Kedua, memudahkan sharing ruangan antar fakultas. yang dapat membantu mengatasi kekurangan ruang kelas yang dihadapi. Ketiga, dari sisi mahasiswa, memungkinkan mahasiswa untuk mengambil kuliah multi disiplin atau lintas program studi. Pengajar di Fakultas Teknologi Industri ini mengungkapkan bahwa desain kurikulum untuk kuliah multi disiplin masih terus dimatangkan. “Dari segi infrastruktur, jelas schedule-nya
harus sama dulu, sehingga ke depannya akan dimungkinkan hal-hal seperti itu”, ujarnya. Penyeragaman jam sesi dinilai menjadi keputusan yang baik untuk seluruh fakultas. Akan tetapi, keterbatasan ruang tetap muncul di Fakultas Teknobiologi dan Fakultas Hukum. Warek I UAJY menuturkan bahwa keterbatasan ruang laboratorium untuk FTB dan ruang kelas untuk FH masih menjadi perhatian utama dua fakultas tersebut. Saat ini pun, Fakultas Hukum belum dapat menerapkan kuliah empat sesi. “Pada akhirnya, untuk dua fakultas ini masih diberi pengecualian sampai pada saatnya memungkinkan. Artinya, tidak ada batasan lagi soal ruangan dan semua mengarah ke sesi yang sama”, ucapnya. Kedepannya, The Jin Ai membeberkan bahwa pembangunan akan segera dilaksanakan, namun masih harus menunggu perizinan kawasan terlebih dahulu. Terkait penyeragaman jam sesi yang berdampak kepada mahasiswa, kami pun sempat mewawancarai beberapa mahasiswa di fakultas-fakultas yang mengalami pergeseran jam sesi kuliah. Salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY angkatan 2017, Albertus Fandy, mengatakan bahwa penyeragaman jam sesi memiliki nilai lebih pada waktu sesi yang berakhir lebih cepat. Sesi empat yang sebelumnya berakhir pada 19.00, maju menjadi 18.30 yang membuatnya dapat melakukan persiapan dahulu sebelum mengikuti UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa. Di sisi lain, pergeseran jam sesi dinilai kurang efisien oleh Caroko Sasaning Pralodo, mahasiswa Teknik Sipil UAJY angkatan 2017. “Anak teknik yang tugasnya selalu banyak dan jarak rumah yang terbilang jauh dari kampus, membuat kita harus berangkat lebih pagi”, ucapnya. Nampaknya, manajemen waktu menjadi hal penting dalam menyikapi kebijakan baru ini. Penyeragaman jam sesi kuliah telah berjalan kurang lebih dua minggu. Kedua narasumber, baik Alexander Beny Pramudyanto maupun The Jin Ai menjelaskan bahwa tidak ada masalah yang dialami oleh dosen atau mahasiswa. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya keluhan atau complain yang masuk. The Jin Ai mengungkapkan kebijakan penyeragaman jam sesi telah final dan menjadi hal baik. Selanjutnya, Ia pun mengonfirmasi bahwa semua fakultas telah sepakat dengan kebijakan tersebut. Terlebih, mengingat bahwa manfaat yang diperoleh akan lebih besar. “Dengan penyeragaman, maka masalah-masalah yang ada dapat diatasi”, ujarnya.
7 | TERAS PERS
litbang:
EFEKTIVITAS KKN UAJY DI MATA PESERTA Oleh: Fransisca Jovinca
setuju dengan penyelengaraan kkn
86%
87% dosen melakukan bimbingan
90% tahu tentang jadwal bimbingan
78% memahami materi kkn
U
niversitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) merupakan salah satu kampus yang menerapkan sistem wajib Kuliah Kerja Nyata (KKN) bagi mahasiswanya. KKN sebagai sarana bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh saat kuliah kepada masyarakat. Wacana menyangkut efektivitas KKN kerap diperbincangkan mahasiswa UAJY. Hal ini tak dapat dihindarkan dari berbagai pendapat yang muncul. Edisi kali ini, Teras Pers tertarik untuk mengulas tentang efektivitas KKN bagi mahasiswa aktif UAJY yang telah melaksanakan KKN. Hal ini dilakukan karena tidak semua mahasiswa yang telah melaksanakan KKN dapat merasakan efektivitas dari kegiatan tersebut. Selain menyebarkan 100 kuesioner kepada responden, Teras Pers juga mewawancarai beberapa pihak yang pernah terlibat langsung dalam pelaksanaan KKN yang dinilai dapat mendukung tulisan ini. Berdasarkan hasil riset Teras Pers, sejumlah 85% responden setuju akan adanya kegiatan KKN. Sedangkan 8 | TERAS PERS
79% suara mahasiswa yang telah melaksanakan KKN mengaku bahwa masyarakat di lokasi KKN setuju terhadap kegiatan KKN. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan KKN mendapat dukungan dari pihak mahasiswa serta masyarakat di lokasi KKN. Meski mereka setuju terhadap kegiatan KKN, ternyata masih ada 19% responden yang mengaku bahwa Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) mereka melakukan bimbingan tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Selain itu, sejumlah 23% responden mengaku tidak memahami materi saat bimbingan KKN. Informasi tersebut dapat mempengaruhi kinerja mahasiswa ketika berada di lokasi KKN. Ditunjukkan sebanyak 38% masyarakat di lokasi KKN juga belum terdorong untuk melaksanakan program pemerintah yang dibantu oleh peserta KKN. Selain itu, sejumlah 11% responden juga tidak dapat membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat di lokasi KKN karena masyarakat lebih menginginkan pembangunan fisik yang lebih nyata hasilnya. Selain informasi tersebut, Teras Pers juga mendapat data terkait program kerja mahasiswa dalam kegiatan KKN. Berdasarkan hasil riset, 38% program
63%
program kkn berjalan sesuai rencana
litbang
90%
63%
80%
adanya hubungan harmonis antara mahasiswa dengan masyarakat
masyarakat meneruskan program pemerintah dengan bantuan kkn
masyarakat tahu tentang mahasiswa kkn
kerja responden tidak berjalan sesuai rencana. Terkait fenomena tersebut, Kepala Pusat Bantuan dan Konsultasi Hukum (PBKH), Y. Hartono, S.H., M.Hum, selaku perwakilan dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) mengungkapkan sistem KKN UAJY dinilai efektif dalam membangun kepekaan mahasiswa terhadap pentingnya pengabdian diri kepada masyarakat. “Sangat efektif, karena dengan indera yang dimiliki mereka bisa secara langsung menghadapi masyarakat. Bagaimana afeksi mahasiswa ketika melihat masyarakat yang mungkin kesulitan, misalnya seperti buah jagung tetapi hanya dijual mentahan, kemudian mahasiswa memberikan motivasi dan inovasi baru”, kata Hartono. Baginya, KKN sesuai dengan sesanti UAJY yang tidak hanya mengandalkan ilmu semata. Teras Pers juga melakukan wawancara dengan dua mahasiswa aktif yang telah melaksanakan kegiatan KKN. Arlio Yonathan Sugiyarto (22) mahasiswa Prodi Teknik Sipil selaku Asisten Dosen Pembimbing Lapangan (ADPL) KKN 73 berpendapat mengenai kegiatan KKN universitasnya, “Sudah efektif sih menurutku, buktinya
tiap periode KKN peserta semakin banyak, khususnya peserta yang akan ke luar Jawa antusiasnya semakin banyak. Pada awalnya saat KKN 71, yang Sintang Sekadau itu, nah itu kan baru sedikit, sedangkan KKN 72 itu baru membludak 172 orang yang kesana. KKN 73 pun begitu, bahkan KKN 74 yang daftar sampai 300an orang tapi yang terpilih hanya 80.” Petra Yodinaro Darling (23) mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi selaku peserta KKN 72 menilai bahwa KKN efektif dalam membangun kepekaan mahasiswa, namun masih ada masyarakat di lokasi KKN yang acuh tak acuh. “Masyarakat sebenernya butuh ga butuh sih, karena mereka sudah tahu kalau KKN setiap tahunnya, ya, seperti itu pola kegiatannya”, kata Petra.’ Sejauh ini kegiatan KKN masih dinilai efektif oleh sebagian besar mahasiswa. Mereka mengaku bahwa KKN sangat bermanfaat dalam membangun kepekaan mahasiswa terhadap sekitar. Pendapat lain menuliskan pihak kampus sebaiknya lebih selektif dalam memilih tempat tinggal untuk peserta.
sudut :
Perlukah Smoking Area di FISIP? Oleh : Bea Putri & Angelica Destini Ilustrasi :
Bukan menjadi rahasia lagi bahwa beberapa warga kampus, mulai dari dosen hingga mahasiswa yang gemar merokok. Aktivitas merokok selalu menjadi perdebatan yang panas. Bukan kegiatannya yang bermasalah, tapi tempatnya. Faktanya tempat bagi para smokers belum tersedia di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) terlebih di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Dengan begitu, asap rokok akan terus bermunculan di mana – mana. Sempat terlantur bahwa area ‘kandang macan’ merupakan area merokok. Namun sayangnya, lanturan tersebut tidak berlaku kembali. Terkait dengan itu, Teras Pers kemudian mencari informasi mengenai smoking area yang sebenarnya. Alhasil, beberapa mahasiswa menyatakan bahwa ada smoking area di dekat kantin. Untuk mengetahui lebih lanjut, Teras Pers menemui karyawan Cleaning Service (CS) (21/08) di sebelah kantin FISIP. Slamet Riyadi, selaku sesepuh dari CS FISIP mengatakan bahwa smoking area tersebut memang belum ada pemberitahuan kepada mahasiswa dan dosen. “Tempat ini istilahnya belum mendapat izin dari pihak fakultas, tetapi kami (para CS) mengkondisikan agar kami tidak merokok di sembarang tempat.”, jelasnya. Masih menurut kesaksian Slamet, rasa tak berani untuk menginformasikan kepada mahasiswa baru (maba) pun masih mereka rasakan. Para CS, terlebih Slamet masih ragu apakah memungkinkan tempat yang mereka buat disetujui atau tidak. Pada mulanya, sebelum ada keputusan dari universitas, warga kampus masih merokok disembarang tempat. Setelah ada ketentuan dan peraturan yang menyatakan untuk tidak merokok di lingkungan kampus, maka Slamet mengarahkan 10 | TERAS PERS
anak buahnya untuk tidak menganggu yang lain. Untuk itu, smoking area ini masih tertutup dan belum banyak dipakai oleh mahasiswa maupun dosen. Selain itu, ruangan ini pun baru berjalan tiga bulan dengan kondisi yang seadanya. Belum layak untuk digunakan dengan kapasitas yang cukup banyak. Tidak hanya itu, Slamet juga memberi penjelasan bahwa tidak adanya smoking area di FISIP UAJY membuat keresahan dan ketidaknyamanan satu sama lain. “Memang seharusnya ada tempat bagi perokok ya, Mbak. Agar yang merokok juga nyaman karena memiliki tempat sendiri dan yang tidak merokok tidak merasa terganggu.”, katanya, Selasa (21/08). Pendapat yang tak jauh berbeda juga diutarakan oleh Refa (19), Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2017. Ia menjelaskan bahwa memang benar keberadaan smoking area dekat kantin yang notabenenya dekat dengan mahasiswa, malah jarang diketahui. “Kalau memang ada tempat yang disediakan, pasti kita akan merokok di sana. Agar sama –sama nyaman aja.”, terangnya. Menurut Refa, tempat ‘kandang macan’ kurang cocok dijadikan area asap rokok. Selain terlalu jauh, banyak pepohonan yang tumbuh di sekitar sana yang harusnya menjadi area yang menyegarkan. Sama halnya dengan Panggah (19), Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2017. “Kalau boleh jujur, saya pribadi kurang paham area mana saja yang memang disediakan kampus untuk merokok.”, ungkapnya. Walaupun Panggah mengetahui keberadaan smoking area di dekat kantin, namun menurutnya masih kurang efektif. “Smoking area tersebut masih kurang mewadahi untuk kami, semisal ada lima
sudut
Bea Putri
puluh orang yang merokok tetapi ruangan yang disediakan hanya 1,5m x 5m kan sama aja tipu - tipu”, tambahnya.
Walaupun terdapt tulisan ‘area smoking’ tetapi nyatanya belum terealisasikan (21/08) (Atas) Bea Putri
Terkait dengan fenomena tersebut Slamet bersama tim sering mengkondisikan area kampus agar tetap bebas asap rokok, terlebih saat di area kantin. Walau plank bertulisan ‘area bebas asap rokok’ ditutup oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab, para CS pun membukanya kembali dengan harapan ada perubahan. Akan tetapi, aktivitas tersebut masih tetap dilakukan.
Slamet Riyadi, salah satu pencetus pembuatan smoking area (21/08) (Bawah)
Refa, Panggah bersama dengan mahasiswa lainnya berharap agar kampus memberi kejelasan ruang bagi para perokok. Jelas dalam hal ini berarti dapat dilihat dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Selain itu, penempatannya pun harus strategis. Dengan adanya dukungan dari Universitas dan Fakultas, Slamet juga berharap bahwa tempat khusus tersebut harus layak agar nyaman digunakan oleh dosen, karyawan dan mahasiswa. “Kami tetap mendukung program universitas sebagai kampus bebas asap rokok, tetapi alangkah baiknya tetap disediakan tempat bebas merokok.”, papar Slamet dengan lantang sambil menutup wawancara siang itu.
11 | TERAS PERS
Djendela rana :
FKY 30, Perayaan Tiga Dekade Keberagaman Seni Budaya di Yogyakarta Oleh: Lucky Budiman Festival Kesenian Yogyakarta atau FKY tahun ini memasuki usia ketigapuluh dalam merayakan keberagaman dunia seni budaya di Yogyakarta. Festival yang digelar pada 23 Juli sampai 9 Agustus 2018 ini diadakan di Planet Pyramid Cafe yang beralamat di Jalan Parangtritis KM 5,5. Dengan mengambil tema “MESEMELEH� sebagai tema utama, acara ini ini menyuguhkan banyak konten-konten acara yang menarik, seperti Panggung Pasar Seni, Bioskop FKY, Pameran Perupa Muda (Paperu), Panggung Senyap, hingga penampilan band dan penyanyi dari berbagai macam genre. Di samping menyajikan rangkaian acara yang menarik, FKY menyajikan beragam hasil kesenian yang juga dapat menjadi perhatian utama dalam pagelaran ini, dimulai dari pakaian, kerajinan tangan dan digital, aksesoris, hingga barang-barang vintage-pun dipamerkan di deretan kios-kios demi memeriahkan festival kesenian tahunan yang sudah tiga dekade meramaikan Yogyakarta. Tak ketinggalan, FKY juga menyajikan konten-konten yang beragam dan inovatif yang membuat acara ini memiliki nilai lebih tersendiri bagi pengunjung, dan tentunya meningkatkan animo masyarakat untuk lebih mengapresiasi karya seni yang diciptakan oleh para artis.
Lucky Budiman
Lambang FKY 30 yang terdapat pada pintu masuk. (2/08)
12 | TERAS PERS
djendela rana
Lucky Budiman
Panggung FKY 30 yang menghadirkan band dan musisi yang berbeda setiap harinya. (2/08)
Lucky Budiman
Salah satu musisi, Gabriela Fernandez, sedang menampilkan lagu-lagunya di panggung utama FKY 30. (2/08)
Lucky Budiman
Salah satu chef sedang menyajikan makanan yang dijajakan food court FKY 30. (2/08)
Lucky Budiman Lucky Budiman
Salah satu karya seniman yang berdiri megah di FKY 30. (2/08)
Salah satu barang vintage yang terdapat di kios-kios sepanjang FKY 30. (2/08)
13 | TERAS PERS
sekitar kita :
ojol dilarang parkir: Jalan milik warga Oleh : Narda Margaretha Foto : Dimas Septian A.
Dimas Septian A.
Pemandangan menarik terlihat di jalan samping Kampus IV, Gedung Teresa Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ramainya ojek online atau akrab disapa ojol menunggu penumpang di samping kampus yang merupakan jalan masuk ke Tambak Bayan, Senin (20/08). Memang kawasan ini menjadi salah satu spot favorit ojol untuk menunggu penumpang karena ramai pengguna sehingga pendapatan mereka terbilang lumayan tinggi. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah lokasi yang dikelilingi berbagai perguruan tinggi yang ramai mahasiswa dan indekos yang ramai penghuni. Namun, ada yang mengganjal mata, para ojek online 14 | TERAS PERS
tidak parkir di tempat biasanya. Saat diperhatikan lebih dekat ternyata disebabkan adanya tanda larangan parkir bagi ojek online. Walaupun terdapat larangan parkir, beberapa ojol tetap mangkal di bagian jalan yang tidak terpapar larangan tersebut. Awalnya warga setempat sebenarnya tidak melarang ojol untuk parkir, namun hanya berharap bagi para ojol untuk memarkir motor dengan teratur serta tidak ada sampah yang dibuang sembarangan. Menurut Jangko, awalnya ia diminta oleh warga dan RT 06 / RW 03 untuk menjadi penanggung jawab bagi setiap ojol yang menunggu penumpang di kawasan tersebut. Melalui tanggung jawab yang dibebani kepadanya, Jangko membuat grup di aplikasi WhatsApp untuk memudahkan
sekitar kita dalam mengatur ojol yang biasa menunggu penumpang di kawasan tersebut. Namun, terkadang terdapat driver dari luar grup yang ikut mengetem di area tersebut sehingga menyulitkan Jangko dalam mengatur. Akibatnya, ia mengusulkan kepada warga untuk membuat peraturan larangan parkir, agar para ojol dapat lebih tertib. “Sebenarnya itu gimana ya? Sekarang ojek online bukan hanya satu dua toh tapi yang anak baru atau gimana, tau-tau datang parkir dan membuang sampah
mebersihkan sampah yang ditinggalkan driver ojol. “CS dari Atma Jaya juga banyak yang membersihkan sampah-sampah yang ditinggal sama orang-orang yang ngetem sebelumnya di tempat itu. Ini yang bilang ke saya, warga. Mereka yang melihat para CS kerja bakti membersihkan tempat yang sekiranya bukan tanggung jawab mereka sepenuhnya”, terangnya. Usulan Jangko kepada warga mengenai larangan parkir di samping kampus memang sudah dibawa di dalam musyawarah warga sebelumnya, sehingga larangan yang dibuat tidak hanya sepihak warga saja atau pejabat daerah setempat saja. Beliau juga menyatakan bahwa jika sekiranya sudah tidak dapat diatur lagi, maka akan diberlakukan larangan untuk ngetem bagi para ojol karena selain mengotori lingkungan sekitar juga mengganggu arus lalu lintas bagi para kendaraan yang berlalu-lalang di daerah tersebut. “Kalau mau tetap ngetem di sana, lapor ke saya untuk dibuatkan komunitas, tunjuk salah satu driver ojol sebagai ketua. Setelah terbentuk, nanti saya dimasukkan ke dalam grup WhatsApp mereka untuk memantau anggotaanggota, seluruh kegiatan dan mengatur para ojol”, katanya sembari mengakhiri perbincangan dengan kami.
OPEN OPEN OPINI OPINI Dimas Septian A.
sembarangan. Itu intinya ga boleh. Hal ini sangat bagus, karena jalan milik warga”, jelasnya. Berbeda halnya dengan pernyataan Ketua RT 06, Abu Abdullah. “Kita membuat aturan tersebut semata-mata biar orang-orang atau para ojol yang parkir atau ngetem di daerah situ bisa lebih tertib, banyak keluhan dari masyarakat tentang sampah yang berserakan di daerah tersebut. Sudah banyak warga yang melihat, termasuk saya sendiri yang memergoki sampah-sampah yang ada di kawasan tersebut”, tuturnya.
SYARAT & KETENTUAN
PANJANG TULISAN 500-600 KATA MEMUAT ISU-ISU HANGAT YANG
Abdullah juga menjelaskan bahwa cleaning service (CS) dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) turut andil dalam
EMAIL: TERASPERSREDAKSI@GMAIL.COM
ADA DI FISIP & YOGYAKARTA IDENTITAS PENULIS (NAMA, PRODI,
CP: 081230201734 (MITHA/WA)
ANGKATAN, DAN KONSENTRASI) FOTO PORTRAIT (TIDAK BOLEH SELFIE)
15 | TERAS PERS
SENI BUDAYA :
dayu jiwa:Tidak dengan Canting dan Malam Oleh : Gabriella Larasati
Gabriella Larasati
Pekarangan rumah pemilik yang dimanfaatkan untuk proses penjemuran batik Shibori.
Awal Mula Memilih Batik Suasana Yogyakarta pagi itu terasa sejuk walaupun matahari sudah mulai mengintip. Hari itu juga awak Teras Pers berkunjung ke kediaman Dayu Jiwa dan kemudian disambut oleh anjing penjaga rumah tersebut. Hal ini ternyata membuat pemilik rumah membukakan pintu dan mempersilahkan awak Teras Pers untuk masuk. Tumpukan dan beberapa batik yang digantung menghiasi isi ruang tamu. Batik tersebut tediri dari berbagai motif yang indah dan bervariatif. Batik merupakan sebuah corak yang digambarkan di atas sebuah kain menggunakan malam dan canting. Batik menurut Dayu merupakan teknik melintangi warna, apapun yang digunakan untuk menggambar sebuah corak diatas kain. Dayu Jiwa tampak menggunakan gaun batik nan anggun, membuat kesan bahwa batik merupakan hal yang tidak bisa lepas darinya. Dayu sendiri mengatakan bahwa kecintaannya terhadap batik berawal dari kesenangannya menggambar saat sekolah menengah pertama (SMP). Terbiasa menggunakan batik setiap upacara yang diadakan di Bali dan ibunya yang menyukai batik lukis membuat Dayu penasaran dan akhirnya memutuskan untuk mempelajarinya. “Membatik 16 | TERAS PERS
sendiri sebenarnya adalah memahami filosofi dan makna yang akan dituangkan ke dalam sebuah kain, semakin kita menyukai makna dan filosofi tersebut maka membatik akan menjadi hal yang sangat menyenangkan,� tuturnya. Dayu mengenalkan batiknya kepada masyarakat sehingga pada suatu ketika ia dipanggil oleh salah satu instansi pemerintah untuk membagi ilmunya kepada ibu-ibu yang bertempat tinggal di salah satu kampung di Pulau Jawa. Minimnya pengetahuan mengenai batik yang dimiliki oleh ibu-ibu disana membuat Dayu harus mengajarkan dari nol, mulai dari teknik dan pengenalan alat-alat. Tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya, teknik membatik sangat sulit untuk diserap dan dilakukan oleh mereka, namun semangat belajar yang mereka tunjukkan membuat Dayu optimis sehingga ia memutar otak agar mereka bisa membatik. Kuas dan jarum yang menjadi awal mula Shibori. Pada dasarnya, keyakinan Hindu mengajarkan bahwa harus adanya rasa saling berbagi. Hal ini ingin diwujudkan oleh Dayu melalui ilmu yang ia miliki, yaitu membatik. Membuat orang menjadi kaya akan ilmu merupakan sebuah kepuasan tersendiri bagi Dayu Jiwa, “Senang aja kalau
seni budaya
Gabriella Larasati
Teknik Shibori menghasilkan motif yang beranekaragam dan khas.
Gabriella Larasati
Balutan kain Shibori yang sudah dijahit menjadi baju dan beberapa koleksi kain Sshibori.
menemukan orang yang memiliki suatu keterampilan dan kita bisa bantu, yaudah kita kasih kerjaan,� ungkap Dayu. Menciptakan sebuah lapangan pekerjaan merupakan ide Dayu agar orang-orang disekelilingnya yang memiliki keterampilan dan keinginan untuk berkembang bisa mandiri dan berhasil. Dayu merupakan orang yang haus akan ilmu, hal ini membuat ia sangat tertarik untuk membaca buku-buku tentang batik. Batik sendiri bukan hanya menggunakan canting, melainkan banyak teknik lain yang dapat digunakan. Pilihan antara kuas dan jarum ditawarkan oleh Dayu kepada ibu-ibu dan ternyata pilihan jatuh kepada jarum. Pada dasarnya, ibu-ibu sudah tidak asing dengan jahit menjahit sehingga teknik ini berhasil digunakan dan mereka sendiri kagum dengan hasilnya. Kekaguman dari teknik membatik menggunakan jarum tidak hanya dari para ibu-ibu, melainkan Dayu sendiri juga sangat mengagguminya. Hal ini membuat Dayu untuk mencari tahu tentang teknik tersebut. Shibori merupakan nama teknik membatik menggunakan jarum yang berasal dari Jepang. Pembuatan Shibori ada empat teknik dasar, yaitu dengan cara mengikat, melipat, menjahit, dan mengompres dengan pipa, dari semua teknik tersebut akan menghasilkan motif yang berbeda beda, bahkan sulit untuk bisa sama persis. Kekaguman akan teknik Shibori membuat Dayu menggunakan teknik tersebut sebagai ciri khas dari
Gabriella Larasati
Ibu Dayu Jiwa yang sedang menggunakan batiknya, yang dibuat dengan teknik Ecoprint.
batik Dayu Jiwa. Dayu Jiwa berdiri sejak tahun 2008. Batik dengan teknik Shibori ini mulai dikenal dari keikutsertaan mereka di berbagai pameran dan kini batik tersebut sudah memiliki banyak peminat. Batik yang di tawarkan oleh Dayu Jiwa memiliki kisaran harga sekitar Rp350 ribu hingga Rp1 juta, tergantung dari tingkat kesulitan pembuatannya. Keunikan yang diberikan oleh batik Dayu Jiwa selain handmade, mereka tidak menggunakan pewarna kimia melainkan pewarna alami yang berasal dari berbagai tumbuhan, seperti daun indigo, kulit pohon, dan kulit buah. Pewarna kimia itu sendiri harus diimpor dan hal tersebut membutuhkan dana yang lebih, sedangkan di Indonesia sendiri banyak bahan pewarna alami yang dapat digunakan. “Jadi jika kita dengan pintar dan mau mensyukuri apa yang ada, maka akan menjadi lebih mudah,� ungkap Dayu.
17 | TERAS PERS
sosok :
Muhammad Syukron: Dari Sabang Sampai Merauke Memupuk Kepercayaan Oleh : Paramitha Maharesmi Ilustrasi : Dokumentasi Pribadi
SOSOK Travelling menjadi kegiatan populer di era millenial. Destinasi yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan menjadikan kegiatan ini digandrungi banyak orang. Menguak surgasurga tersembunyi dari padatnya gedung dan mengenal jati diri bangsa lewat budaya yang belum terjamah. Menjadi sesuatu yang berbeda ketika travelling bukan semata-mata perihal perjalanan refreshing, melainkan memberdayakan diri membantu masyarakat. Volunteerism menjadi konsep travelling yang dipilih oleh Syukron (30), seorang travel-volunteerism yang berhasil menjelajahi Indonesia berbasis penciptaan rasa percaya dengan orang lain. Berangkat dari lingkungan perkuliahan yang dirasa kurang mendukung, Syukron memutuskan untuk keluar dari zona nyaman. “Saya itu dulu di kuliah enggak punya teman, saya berpikir untuk keluar dari lingkungan kuliah lalu masuk ke komunitas.”, ujar Syukron. Komunitas kaskus menjadi komunitas pertamanya yang kemudian menjalar ke komunitas backpacker dan juga traveller. Konsep yang cukup unik dan mengundang perhatian ini berdasar dari pemikiran tentang travelling yang sebatas jalan-jalan dan menikmati jagad. “Mikirnya, ngapain juga cuma jalan-jalan, sedangkan sambil membantu masyarakat malah akan menambah ilmu.”, kata pria kelahiran Abepura itu. Menurutnya, jalan-jalan sambil membantu orang memiliki kesan tersendiri, selain untuk menambah koneksi, juga bisa bertukar informasi lalu akhirnya menumbuhkan kepercayaan. Melalui kepercayaan itu lah, akhirnya mendapat keuntungan-keuntungan, akomodasi gratis contohnya.
kata kunci untuk menjadi pegangan: melihat, adaptasi, dan beraksi. Maka dari situ lah akan muncul kepercayaan dari masyarakat sekitar untuk kemudian menjalin hubungan timbal-balik, “Saya yang membantu kamu atau kamu yang membantu saya.”, tuturnya. “Ilmu itu ada dimana saja. Ketika bepergian, jangan merasa diri tinggi atau sombong karena di tempat baru atau di setiap daerah selalu punya aturan-aturan di mana kita yang datang lah yang tidak tahu apa-apa dan harus menyesuaikan dengan mereka.”, tutup Syukron sembari mengacungkan dua jempol.
Dok. Pribadi
Napan Yaur kawasan taman nasional Teluk Cendrawasih, Papua
Aceh sampai Merauke sudah pernah disinggahi. Disamping menjadi traveller nomaden, Syukron juga adalah seorang instruktur diving. “Belajar diving dari pengalaman waktu di Pulau Seram, Ambon. Ada orang mau ambil foto underwater, saya bantuin. Awalnya ga bisa renang juga, terus dicoba, diajak belajar ke Jakarta.”, tutur Syukron. Kurang fasih berbahasa inggris tidak menutup kemungkinan baginya untuk mendapat turis sebagai murid diving. “Saya belajar bahasa inggris ya lewat bule-bule yang belajar diving ke saya.”, lanjutnya, Senin (6/8). Pria yang sempat mendapat ilmu branding maker ini mengaku ketakutan terbesarnya adalah tidak dipercaya orang. “Penolakan di setiap daerah tentu saja ada, tapi bagaimana caranya saya harus bisa membuktikan pada mereka saya ini tidak memiliki tujuan negatif datang ke situ.”, jelas Syukron. Banyak sekali ilmu yang didapatkan selama menjadi traveller nomaden ini. Menurutnya ada 3
Dok. Pribadi
Syukron sedang menuju Pulau Lengkuas, Belitung 19 | TERAS PERS
komunitas:
BENTUK NYATA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERSAMA KOMUNITAS PSP Oleh : David Christian The & Tessalonika Priscilla Foto : Dokumentasi Komunitas Perkampungan Sosial Pingit atau lebih akrab disapa PSP merupakan komunitas yang bergerak di bidang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Seperti namanya, PSP terletak di Kampung Pingit, salah satu kampung yang terletak berdekatan dengan Sungai Winongo, di Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Yogyakarta. Komunitas PSP dirintis oleh Romo Bernhard Kieser, SJ dengan fokus untuk membantu keluarga tunawisma ketika krisis ekonomi melanda Yogyakarta pasca tragedi 1965 kala itu. Tahun 1968 komunitas ini ikut dimotori oleh para frater Kolese St. Ignatius (Kolsani) sehingga memperoleh payung hukum dari Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS). Komunitas PSP saat ini dikelola oleh lima frater dengan bantuan para volunteer yang merupakan mahasiswa maupun mereka yang sudah bekerja. Berdasarkan wawancara yang 20 | TERAS PERS
dilakukan Teras Pers dengan frater Hendricus, salah satu bentuk kegiatan komunitas PSP untuk memberdayakan masyarakat setempat yaitu adanya kegiatan pelatihan membuat kerajinan, khususnya bagi para ibu rumah tangga. Kegiatan ini bekerja sama dengan organisasi non-profit Care Channel Indonesia (CCI) dengan tujuan agar ibu rumah tangga yang tidak berkegiatan di rumah dapat ikut membantu suaminya yang biasa hanya bekerja serabutan. Hal ini dilakukan agar keluarga yang berpendapatan tidak tetap dapat terbantu dengan adanya penghasilan tambahan dari kerajinan yang dibuat. Tidak hanya itu, Komunitas PSP juga fokus terhadap pembinaan bagi anak-anak setempat, khususnya pembinaan karakter setiap hari Senin dan Kamis, pukul 19.10 hingga 20.30 malam. PSP mengadakan kegiatan pembelajaran
komunitas Dok. Komunitas
Kebersamaan dalam Makrab Volunteer Pingit.
Dok. Komunitas
Ruang-ruang kelas yang digunakan Pingit untuk mengajar.
Dok. Komunitas
Suasana belajar anak-anak TK yang dibimbing oleh Frater Ardi.
yang biasanya dikelompokkan berdasarkan rentang usia atau kelas mereka. Walaupun kegiatan ini lebih difokuskan pada pembentukan karakter anak, kegiatan ini juga membantu anak-anak dalam mengasah kreativitas seperti melipat kertas, membuat prakarya, dan lainnya. Tidak hanya itu, anak-anak juga dapat bertanya mengenai pelajaran yang mereka belum pahami di sekolah. Frater Ardi selaku Koordinator Umum di Pingit saat ini berharap setiap kegiatan yang dilakukan komunitas dapat
memberikan dampak yang signifikan bagi warga setempat. Ia juga berharap agar para volunteer tetap konsisten dalam membantu kegiatan komunitas ini, sehingga setiap kegiatan yang ada bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan PSP. “Para frater berharap agar jumlah volunteer bisa bertambah, agar satu anak bisa dibimbing oleh satu volunteer juga, akan susah ketika satu volunteer harus membimbing lima anak sekaligus. Berharap juga kedepannya supaya warga bisa terdampingi dan diberdayakan�, tutup Frater Ardi. 21 | TERAS PERS
puisi:
dibalik dipan Karya : Gracia Tan (Spasi 2017)
Malam itu ramai Tapi aku benci keramaian ini Ini bukan keramaian yang menggembirakan Ini kerusuhan yang menakutkan
Lalu terlihat lebih banyak kaki yang masuk Disusul teriakkan mama dan isakannya Umurku baru sembilan tahun Mama mencoba mengais belas kasihan Saat ku dengar teriakan-teriakan kotor di balik Namun mereka menulikan diri sana Tempatku berlindung tak lagi aman Sekarang mereka tertawa-tawa Mereka menggebrak, mereka mendobrak Baju mama tergeletak di depanku Kaki mama menggantung lemas di atasku Mama memelukku erat Tak ada lagi teriakan, hanya isakan pilu Ujung matanya meneteskan keputusasaan Papa berusaha tegar Sekuat tenaga ku tahan tangisku Kami saling menguatkan Kupejamkan mataku erat-erat, berharap ini semua mimpi buruk dan segera bangun Namun akhirnya Tapi tentu saja Hancur juga pertahanan kami Itu tak mungkin Mereka mulai masuk Masih dengan teriakan-teriakan yang memuakUmurku baru sembilan tahun kan Saat semuanya terenggut dan hancur Saat neraka dunia melingkupiku Tiba-tiba mama mendorongku Menyuruhku tiarap di balik dipan “Jangan keluar apapun yang terjadi� Bisiknya lirih Suara hantaman kemudian mengagetkanku Cukup kuat untuk membulatkan mataku Di balik dipan ini Kulihat papa sudah tergeletak 22 | TERAS PERS
komik
23 | TERAS PERS
komik
24 | TERAS PERS
Salah satu karya seniman dipajang dalam acara ARTJOG 2018 yang telah diselenggarakan pada waktu lalu (11/05). (Dimas Septian A.)