43 minute read

Tips for Overcoming Stress in Fish

Ekosistem akuakultur merupakan lingkungan perairan yang berpembawaan tidak stabil dan tidak alami. Secara umum, semakin besar intensitas budidayanya semakin besar pula ketidakstabilan lingkungannya. Semua komponen lingkungan (fisika, kimia dan biologi) bisa berubah secara konstan. Dalam usaha budidaya intensif, banyak faktor yang dapat merangsang respon fisiologis atau stres pada ikan peliharaan. Stres didefenisikan sebagai efek setiap perubahan lingkungan atau dorongan untuk mencapai homeostasis atau perubahan stabilitas mencapai limit normalnya. Studi yang terkait dengan pengaruh yang menyebabkan stres pada ikan selalu berhadapan dengan berbagai faktor lingkungan yang saling berinteraksi. Sistem homeostasis pada ikan

Advertisement

secara terus menerus dipengaruhi oleh lingkungan perairan untuk mempertahankan kondisi yang normal. Tingkat kematian ikan bisa disebabkan oleh tingkat zat pencemar yang kurang baik, temperatur yang berubah-ubah, arus, beban sedimen, konsentrasi oksigen terlarut, ketersediaan makanan, dan banyak variabel lainnya. Faktor tersebut, baik secara individu ataupun secara berkelompok dapat mengakibatkan stres pada sistem fisiologis. Semua pengaruh fisiologis terjadi ketika hewan mencoba untuk mempertahankan homeostasis, stressor (penyebab stres) akan mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan, dan stres akan berpengaruh pada organisme yang akhirnya mengakibatkan lemahnya kelangsungan hidup organisme tersebut. Ikan sangat sensitif terhadap perubahan apapun baik itu bersifat eksternal maupun internal. Mahkluk ini sangat cepat merespon segala macam bentuk faktor tersebut untuk tetap mempertahankan homeostasis tubuh sehingga ia tetap bisa bertahan hidup. Perubahan eksternal yang dapat menimbulkan respon stres diantaranya bisa terjadi akibat perubahan lingkungan, kualitas air, penanganan, dan lain sebagainya yang berasal dari luar tubuh ikan. Sedangkan yang termasuk faktor internal adalah yang terkait langsung pada proses yang terjadi di dalam tubuh ikan. Misalnya pada ikan yang terserang penyakit dan ketidaksenimbungan nutrien yang berujung pada kematian.

Pada perubahan lingkungan yang negatif, respon akibat stres pada tubuh ikan akan melalui proses secara bertahap. Pertama sekali ikan akan berusaha menghindari stressor. Kalaupun tidak mungkin atau tidak bisa menghindar, ikan akan mencoba berusaha ke tingkat adaptasi. Mula-mula ikan melakukan fisiologis dengan kecendrungan beraksi cepat. Kemudian barulah kembali pada keseimbangan fisiologis yang baru, yaitu ikan mencapai adaptasi optimum yang secara fisiologis atau tingkah laku berusaha menyesuaikan hidup di lingkungan baru. Selama beradaptasi, ikan akan berkonsentrasi merespon stressor sebagai prioritas bertahan. Akibatnya, sistem immun akan turun dan pada saat tersebut penyakit akan timbul. Organisme akuatik pada kenyataannya sangat berbeda dengan organisme darat. Organisme akuatik selalu berada pada lingkungan perairan dan tidak dapat berpindah tempat. Beberapa patogen akan selalu hadir pada perairan, dan ketika ikan mengalami stres, patogen tersebut mampu menyerang ikan. Ikan yang stres mudah terinfeksi oleh sebagian penyakit yang akan mempengaruhi kesehatannya, sehingga dapat menurunkan kinerja pada produksi (misalnya, pertumbuhan, hasil panen, daya hidup dan efisiensi pakan). Seperti terlihat pada Gambar 1 dibawah ini. Faktor-faktor tersebut sangat perlu diperhatikan karena banyak usaha

budidaya yang mengalami kegagalan karena terserang penyakit dan kurangnya konsumsi pakan yang bersuplemen dalam meningkatkan daya tahan tubuh ikan.

Gambar 1. Hubungan timbal balik langsung antara stres dan penyakit ikan

Banyak petani mengeluh apabila stres terjadi pada ikan peliharaan mereka yang selalu berujung kepada kematian. Hal ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Stres tidak bisa dipandang sebelah mata karena hal ini sangat erat hubungannya dengan output ataupun produksi dari suatu kegiatan budidaya. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu manajemen yang tepat dalam

STRES

PENYAKIT KESEHATAN TERGANGGU

meminimumkan atau menangani stres pada usaha budidaya baik skala kecil bahkan besar sekalipun. Buku ini akan membahas lebih mendalam mengenai penyebab stres pada ikan dan bagaimana cara mengatasinya dengan penelitian-penelitian yang dilakukan banyak peneliti yang selanjutnya diterapkan dalam dunia akuakultur yang lebih maju. Misalnya dengan pemberian pakan bersuplemen sehingga daya tahan (imunitas) ikan dapat meningkat dan beberapa pengaruh stressor bisa diminimalkan sedini mungkin baik itu budidaya pada akuarium, kolam, keramba jaring apung (KJA) ataupun tambak.

PENYEBAB STRES PADA IKAN

Stres ditemukan pada berbagai macam cara, yang akan selalu melalui bagian fisiologis. Stres dapat dibedakan menjadi dua :

1. Stress Akut / Lethal

Umumnya terjadi dengan cepat sebagai jawaban atas gangguan dalam waktu yang singkat, misalnya diakibatkan oleh masuknya bahan kimia atau perubahan radikal dalam faktor lingkungan seperti perubahan temperatur dan oksigen terlarut. Tidak itu saja, respon stres akut juga bisa

disebabkan oleh satu atau beberapa stressor (penyebab stres) secara cepat. Respon ini terjadi dengan seketika, tetapi beberapa respon mungkin ditunda dalam periode yang singkat (jam hingga hari) setelah mendapat tanggapan dari stressor.

2. Stress Kronis / Sub Lethal

Stres kronis biasanya terjadi dalam periode lama bila dibandingkan stres akut, mencapai minggu bahkan tahunan. Walaupun begitu, stres kronis lebih membahayakan karena respon yang berkelanjutan pada organisme tersebut dapat membatasi sistem fisiologis, mengurangi pertumbuhan, merusak reproduksi, menyebabkan penyakit, dan mengurangi kapasitas tanggapan ikan diperairan. Secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya stres pada ikan, antara lain :

a) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar tubuh ikan seperti misalnya perubahan lingkungan (kimia, fisika dan biologi). Dari Gambar 2 di bawah ini dapat dilihat berbagai parameter yang dapat dijadikan sebagai standarisasi penyebab stres.

KIMIA

 pH  Alkalinitas  Oksigen Terlarut  Karbondioksida  Kesadahan  Ammonia  Pollutan

FISIKA

 Suhu  Salinitas

BIOLOGIS

 Padat Tebar  Penanganan  Penebaran  Transportasi

Gambar 2. Faktor-faktor lingkungan kimiawi, biologis dan fisika

1) Faktor Kimia 1.1. Derajat Keasaman (pH)

pH air mengindikasikan apakah air akan memberi reaksi basa atau asam secara relatif terhadap titik netral pH 7,0. Kisaran nilai pH adalah 0 – 14. Nilai 0 – 6 bersifat asam. Sedangkan kisaran nilai anatara 8 – 14 bersifat basa. Kualitas air yang buruk sangat menentukan terjadinya stres pada ikan, termasuk akibat kenaikan ataupun penurunan nilai pH yang terjadi didalam media akuakultur. Pada pH rendah daya racun ammonia dan nitrit menjadi lebih tajam. Stres asam yang demikian akan membuat ikan kehilangan keseimbangan. Sebaliknya, jika pH terlalu tinggi maka ammonia akan menjadi lebih beracun. Untuk menurunkan pH yang terlalu tinggi dapat dilakukan dengan penambahan asam fosfor. Sementara untuk meningkatkan pH dapat dilakukan dengan penambahan garam, soda kue ataupun bikarbonat ke dalam air.

Hubungan keasaman air dengan kehidupan ikan sangat besar. Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan pada pH basa adalah 11. Oleh karena itu kondisi air harus dijaga agar berada pada nilai kisaran 6,5 - 8,5.

1.2. Alkalinitas

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau yang dikenal dengan sebutan acidneutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3 -), karbonat (CO3 2-), dan hidroksida (OH-). Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas perairan alami hampir tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Untuk pemeliharaan di wadah akuarium nilai alkalinitas jarang sekali menjadi penyebab stres pada ikan, tapi sebaliknya pada perairan alami seperti KJA ataupun tambak, faktor alkalinitas sangat mempengaruhi pertumbuhan algae. Pada perairan yang banyak mengandung kalsium bikarbonat kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya kesetimbangan reaksi oleh algae. Tepatnya, pada malam hari, algae justru memproduksi karbondioksida pada proses respirasi, karena fotosintesis tidak berlangsung. Karbondioksida yang dihasilkan oleh respirasi ini kembali menurunkan nilai pH air, sehingga perubahan diurnal pH harian adalah suatu fenomena yang biasa terjadi diperairan. Perairan dengan

alkalinitas tinggi memiliki sistem penyangga yang lebih baik terhadap perubahan pH. Walaupun fotosintesis berlangsung intensif, namun perubahan pH tidak terlalu besar. Jika nilai pH mencapai 10 maka akan terjadi pertumbuhan algae secara pesat (blooming). Peristiwa ini akan menyebabkan farameter lainnya saling terganggu sehingga ikan diperairan akan mengalami stres. Untuk pemeliharaan di akuarium, keadaan seperti ini bisa ditolelir secepat mungkin dengan mengganti air di wadah pemeliharaan dengan air yang baru. Sedangkan pemeliharaan di kolam, KJA dan tambak perlu penanganan khusus. Makanya perlu dilakukan pengapuran sebelum penebaran ikan di wadah pemeliharaan tersebut.

1.3. Oksigen Terlarut

Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbelensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu dan

bervariasi antar organisme. Pergerakan air dan adanya tanaman air akan memperbesar kadar oksigen di dalam air. Bila kadar oksigen dalam air sudah terlalu jenuh maka difusi akan berhenti. Oksigen akan kembali ke udara bila kadarnya sudah lebih jenuh lagi. Tanaman air, terutama algae yang berwarna hijau tentunya sangat berhubungan dengan proses fotosintesis. Proses ini membutuhkan sinar matahari. Bila sinar matahari masuk ke air sedikit, maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga produksi oksigen berkurang. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit seperti ikan cory doras dan famili cobitidae dan cyprinidae lebih banyak membutuhkan oksigen. Sedangkan ikan yang memiliki alat bantu respirasi berupa labirin, seperti lele, gurame yang dapat mengambil oksigen langsung dari udara tentunya kadar oksigen dalam air tidak terlalu berpengaruh pada siklus hidupnya. Untuk usaha budidaya nilai oksigen tidak boleh di bawah 5 mg/l. Selain suhu, salinitas juga sangat berpengaruh pada tingkat kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi salinitasnya maka semakin rendah kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, salinitas sangat erat kaitannya dengan tinggi rendahnya kelarutan oksigen. Kurangnya oksigen diperairan ditandai dengan ikan yang muncul ke permukaan air untuk mengambil oksigen secara langsung. Ini

merupakan reaksi awal stres akibat kekurangan oksigen di air pemeliharaan. Langkah awal untuk pemeliharaan ikan di akuarium cukup dengan menambahkan aerator, sedangkan untuk budidaya terbuka diperairan alami, petani banyak menggunakan kincir air sehingga pemasukan oksigen ke perairan semakin tinggi. Teknologi yang modern adalah dengan menambahkan oksigen cair. Dari hasil penelitian pada tambak udang, penambahan oksigen cair pada pintu air masuk tambak udang dapat menguntungkan 2 – 3 kali lipat hasil panen dibandingkan tanpa penambahan oksigen cair. Namun oksigen cair ini belum bisa diterapkan secara aplikatif, dikarenakan biayanya yang kurang ekonomis.

4. Karbondioksida

Karbondioksida yang terdapat diperairan berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut : 1. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung ke dalam air. 2. Air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memiliki kandungan karbondioksida sebesar 0,55-0,60 mg/liter, berasal dari karbondioksida yang terdapat di atmosfer. 3. Air yang melewati tanah organik. Tanah organik yang mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak karbondioksida sebagai hasil proses dekomposisi.

Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air. 4. Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu produk akhir. Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.

Meningkatnya konsentrasi karbondioksida pada wadah tertutup selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis. Di perairan alami, pengaruh gas karbondioksida terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut seperti halnya pada proses fotosintesis. Jika konsentrasi oksigen terlarut berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas karbondioksida dapat di abaikan, sehingga pengaruh dari stresor ini bisa dieliminir sekecil mungkin. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas < 5 mg/liter. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60 mg/liter (Boyd, 1988).

1.5. Kesadahan / Kekerasan Air (Hardness)

Kesadahan disebabkan oleh banyaknya mineral dalam air yang berasal dari batuan dalam tanah, baik dalam bentuk ion maupun ikatan molekul. Kesadahan juga berasal dari kontak air dengan tanah dan bebatuan. Air hujan sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk melarutkan ion-ion penyusun kesadahan yang banyak terikat di dalam tanah dan batuan kapur, meskipun memiliki kadar karbondioksida yang relatif tinggi. Larutnya ion-ion yang dapat meningkatkan nilai kesadahan tersebut lebih banyak disebabkan oleh aktivitas bakteri di dalam tanah, yang banyak mengeluarkan karbondioksida. Pada Tabel 1 berikut dapat dilihat klasifikasi perairan berdasarkan nilai kesadahannya.

Tabel 1. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan Nilai Kesadahan (mg/liter CaCO3) Klasifikasi Perairan < 50 Lunak (soft) 50 – 100 Menengah (moderately hard) 150 – 300 Sadah (Hard) > 300 Sangat Sadah (Very Hard)

Sumber : Peavy et al., 1985

Air permukaan biasanya memiliki nilai kesadahan yang lebih kecil dari pada air tanah. Perairan dengan nilai kesadahan kurang dari 120 mg/liter CaCO3 dan lebih dari 500 mg/liter CaCO3 dianggap kurang baik bagi peruntukan domestik, pertanian, industri dan budidaya ikan. Namun, air sadah lebih disukai oleh ikan dari pada air lunak (soft). Stressor satu ini jarang menjadi penyebab stres langsung pada ikan. Turun naiknya nilai kisaran dari parameter ini sangat-sangat tidak bisa di lihat secara spontan karena stresor tersebut saling berpengaruh terhadap parameter kualitas air lainnya seperti nilai pH dan nilai karbondioksida yang ada di perairan.

1.6. Ammonia

Ammonia merupakan penyebab stres utama bagi ikan yang dibudidayakan secara intensif dimana pakan buatan merupakan hal yang sangat berperan penting untuk mencapai pertumbuhan maksimal. Selain waste yang tidak tercerna oleh ikan berupa feses yang masuk ke perairan, sisa pakan yang tidak termakan juga bisa menjadi penyebab meningkatnya ammonia di perairan. Unsur N yang masuk ke perairan dapat menyebabkan hilangnya keseimbangan diperairan yang nantinya akan berakibat ke dalam salah satu siklus penyebab suburnya perairan.

Konsentrasi ammonia di bawah 0,02 ppm cukup aman bagi sebagian besar ikan, sedangkan di atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada ikan. Disamping itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya dapat mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang. Konsentrasi ammonia rendah yang berlangsung dalam tempo yang lama menyebabkan rusaknya jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia yang tinggi (di atas 0,3 ppm) akan mempercepat rusaknya insang, sehingga menyulitkan pengambilan oksigen. Efek dari stresor ini sangat bervariasi, tergantung pada spesies ikan yang dipelihara, dan juga sangat ada keterkaitannya dengan kondisi kualitas air lainnya yang memicu semakin tinggi atau rendahnya ammonia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi ancaman stressor ini adalah dengan memperlancar sirkulasi pembuangan ammonia. Pada akuarium bisa ditambahkan penyaringan melalui sirkulasi yang continue. Jika di perairan terbuka seperti kolam dan tambak hendaknya lebih diperhatikan pada air masuk dan air keluar di perairan tersebut sehingga pengaruh ammonia bisa dikurangi.

1.7. Pollutan

Menurut Jeffries dan Mills (1996), berdasarkan sifat toksiknya pollutan atau pencemar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pollutan toksik dan pollutan non toksik. Pollutan toksik biasanya berupa bahan-bahan yang bukan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artifisial lainnya. Sedangkan pollutan non toksik terdiri atas bahanbahan tersuspensi dan nutrien. Bahan tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika perairan, antara lain meningkatnya kekeruhan sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari. Dengan demikian, intensitas cahaya matahari pada kolom air menjadi lebih kecil dari intensitas yang dibutuhkan untuk melangsungkan fotosintesis. Keberadaan nutrien atau unsur hara yang berlebihan dapat memicu pertumbuhan mikroalgae dan tumbuhan air secara pesat (blooming), yang selanjutnya dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan. Efek stres dari pollutan ini biasanya bersifat kronis. Apalagi masuknya bahan pencemar keperairan, lama kelamaan akan mempengaruhi struktur dan fungsi organisme, populasi bahkan komunitas. Efek yang ditimbulkan berjalan sangat lama tapi pasti. Kasus ini sudah banyak terjadi disebagian perairan indonesia, ditandai

dengan mulai punahnya beberapa jenis spesies ikan yang berada di beberapa kolom akuatik perairan.

2) Faktor Fisika 2.1. Suhu

Suhu merupakan satu dari beberapa stresor lingkungan yang paling lazim dalam ekosistem akuakultur. Pengaruh aklimatisasi atau adaptasi dapat ditoleransi oleh ikan tertentu. Penurunan atau kenaikan suhu yang terjadi perlahan-lahan tidak akan terlalu membahayakan ikan. Sementara perubahan yang terjadi secara tiba-tiba akan membuat ikan stres. Kisaran toleransi suhu relatif sempit pada ikan daerah tropis dibanding ikan daerah subtropis. Pengaruh rendahnya suhu terhadap ikan dikarenakan minimnya kemampuan ikan dalam mengambil oksigen (hypoxia). Kemampuan rendah ini disebabkan oleh menurunnya detak jantung. Pengaruh lain ialah proses osmoregulasi terganggu. Salah satu cara yang dapat dilakukan petani adalah mengatasi situasi suhu dengan memilih jenis ikan yang sesuai terhadap batas-batas suhu di dalam kawasan budidaya. Ikan salmonid (ikan trout), shiklid (ikan nila), dan siprinid (ikan karper) merupakan contoh yang baik sebagai perbandingan. Ikan salmonid ini merupakan ikan kawasan bersuhu sedang yang tidak dapat dibudidayakan dalam perairan tropis yang hangat. Shiklid merupakan ikan tropis yang tidak dapat dibudidayakan

dalam perairan bersuhu sedang yang dingin. Siprinid, di pihak lain, dapat dipelihara bersama salmonid dalam bersuhu sedang yang dingin, atau bersama shiklid dalam perairan tropis yang hangat, atau dipelihara dalam perairan di daerah peralihan antara bersuhu sedang dan tropis. Pada Tabel 2 dibawah ini dapat dilihat keterkaitan antara nilai pH, suhu dan ammonia terhadap respon akibat stres.

Tabel 2. Ilustrasi tentang bagaimana ikan dapat berespon terhadap faktor-faktor lingkungan spesifik dalam kondisi tertentu

Respon Ikan Faktor Lingkungan pH NH3

0C

Kelelahan dan Kematian 0 Kematian 11,0 0,5 34

Kepenatan 0 Batas Toleransi Jangka Pendek

Menyesuaikan 0 Batas Toleransi Jangka Panjang 9,8 0,4 33

9,5 0,2 31

Menghindar 0 Batas Optimum atas 9,0 0,0 30

Normal 0 Ideal 6,7 – 8,4 0,0 26-28

Menghindar

0 Batas Optimum Bawah 6,0 0,0 15-24

Menyesuaikan

0

Kepenatan 0

Kelelahan dan Kematian 0 Batas Toleransi Jangka Panjang

Batas Toleransi Jangka Pendek

Kematian 5,5 0,0 < 1

5,0 0,0 < 1

4,0 0,0 0

2.2. Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah teroksidasi. Ikan air tawar tidak toleran terhadap salinitas. Efek salinitas ini terjadi dalam proses osmoregulasi. Stres akibat salinitas ini umumnya jarang terjadi pada pemeliharaan budidaya baik akurium ataupun kolam. Tapi sebaliknya salinitas pada ikan di daerah air payau seperti pada budidaya tambak akan sangat rentan dengan terjadinya stres.

3) Faktor Biologi 3.1. Padat tebar

Untuk budidaya intensif padat tebar merupakan faktor penting dalam menentukan kinerja produksi. Namun padat tebar yang tinggi akan sangat mempengaruhi kualitas air dan asupan pakan yang diberikan. Semakin tinggi padat tebar membawa konsekuensi pada peningkatan limbah metabolik (berupa ammonia) yang dihasilkan sehingga akan mengakibatkan sindrom oksigen terlarut rendah. Hal inilah yang memicu munculnya stres. Disisi lain limbah metabolik tersebut akan terakumulasi dalam media budidaya dan pada gilirannya menjadi zat racun yang menghambat

pertumbuhan bahkan dapat mematikan organisme yang dipelihara.

3.2. Penanganan

Penanganan yang buruk akan menyebabkan stres pada ikan. Faktor ini tidak bisa diabaikan dan dianggap remeh walaupun sepertinya mudah. Berbagai penanganan seperti saat penebaran benih ke wadah akuakultur ataupun pada saat transportasi (pengangkutan) harus ditindak lanjuti dengan baik.

 Penebaran Ketahanan tubuh benih ikan sangat lemah. Perubahan lingkungan yang sifatnya mendadak berupa perubahan suhu, kandungan oksigen, pH, atau perubahan parameter air yang lain akan sangat mudah menyebabkan stres. Stres terkadang muncul karena benih yang dibeli dari tempat pembenihan tidak segera ditebarkan ke wadah pemeliharaan. Karenanya, pada saat penebaran benih harus dilakukan dengan sehati-hati mungkin. Jika ada ikan yang luka, seharusnya memisahkan ikan tersebut dengan ikan yang sehat.

 Transportasi (Pengangkutan) Pengangkutan adalah proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain. Pengangkutan bisa dilakukan dengan dua cara, yakni secara terbuka dan tertutup. Pengangkutan secara terbuka umumnya pada ikan yang berukuran besar yang siap dikonsumsi. Alat yang digunakan adalah tong plastik atau bak yang terbuat dari fiber glass. Pengangkutan secara tertutup untuk ikan yang berukuran kecil. Biasanya menggunakan wadah kantong plastik. Keberhasilan pengangkutan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti teknik pengangkutan, alat angkut, lama pengangkutan, jumlah dan ukuran ikan serta waktu pengangkutan. Ikan yang diangkut ke tempat lain hendaknya sehat atau benar-benar sehat. Selama pengangkutan perlu diperhatikan agar kondisi lingkungan dalam media pengangkut tetap baik, sehingga ikan tidak mengalami gangguan. Sebaiknya pengangkutan dilakukan dipagi hari atau malam. Pengangkutan pada siang hari dapat meningkatkan aktivitas metabolisme sehingga akhirnya menimbulkan masalah persediaan oksigen di dalam wadah.

3.3. Pakan

Pakan yang diberikan harus mempu menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh ikan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Seperti pada

organisme lainnya, ikan juga memerlukan nutrien essensial untuk proses pertumbuhan, pemeliharaan dan penggantian jaringan yang rusak, pengaturan beberapa fungsi tubuh, serta untuk mempertahankan kondisi kesehatan. Seiring dengan intensifikasi budidaya, maka ketergantungan pada sediaan pakan alami semakin berkurang, sebaliknya suplai energi semakin banyak ditentukan oleh pakan buatan yang diberikan. Dalam hal ini diperlukan pakan dengan kadar nutrisi seimbang serta pemberian yang cukup untuk mendukung pertumbuhan yang optimal dan pada akhirnya untuk peningkatan pendapatan hasil usaha budidaya. Kualitas pakan yang buruk seperti kurangnya vitamin, gizi rendah, bahan pakan yang digunakan busuk atau mengandung racun kuman dapat menyebabkan mudahnya ikan akan terjangkit penyakit. Ikan akan susah untuk bertahan dengan kondisi lingkungan yang selalu berubahubah sehingga dengan cepat respon stres akan menyerang fisiologis ikan secara akut. Oleh karena itu, perpaduan antara penggunaan pakan berkualitas tinggi serta tingkat pengelolaan yang lebih baik telah terbukti memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, penurunan biaya pengadaan pakan, serta mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Saat ini, salah satu upaya pendekatan yang dilakukan untuk mencegah stres atau lebih tepatnya meningkatkan kekebalan tubuh ikan adalah dengan menambahkan suplemen ke dalam pakan ikan. Pada bab

berikut akan dijelaskan lebih rinci bagaimana fungsi, peran dan kinerja berbagai macam suplemen yang sudah dicobakan ke dalam bentuk penelitian yang mudah untuk di aplikasikan oleh petani ikan.

b) Faktor Internal

Perubahan internal seperti penyakit (virus, bakteri, parasit, hama) yang dapat mengganggu metabolisme secara langsung yang mengakibatkan perubahan fisiologis kearah abnormal yang dikenal dengan stres.

1) Penyakit

Penyakit adalah suatu kondisi yang abnormal dimana fungsi-fungsi tubuhnya terganggu sebagai konsekuensi dari stres. Penyakit yang sering menyerang ikan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) penyakit menular, yaitu penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur ataupun protozoa. 2) penyakit tidak menular, yaitu penyakit yang disebabkan bukan oleh mikroorganisme, misalnya faktor lingkungan dan asumsi pakan dengan kualitas buruk seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pengendalian penyakit ikan akan lebih efisien melalui tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ini dapat dilaksanakan dengan melakukan upaya pembersihan

(dekontaminasi) secara berkesinambungan, baik terhadap kolam pemeliharaan, ikan peliharaan maupun semua peralatan yang digunakan.

2) Hama

Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh dan mempengaruhi produktivitas, baik secara langsung maupun secara bertahap. Hama dapat dibagi menjadi tiga kelompok, antara lain :

a) Predator

Predator merupakan hama yang bersifat memangsa ikan. Seperti misalnya ikan lele, ikan gabus (bersifat karnivor yang memangsa herbivor) atau hewan pemangsa lainnya seperti ular, burung, dan biawak.

b) Kompetitor

Kompetitor adalah organisme yang bisa menimbulkan persaingan dalam mendapatkan oksigen, pakan dan ruang gerak. Salah satu kompetitor yang menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperoleh pakan adalah ikan mujair (Tilapia mossambica). Ikan ini terkenal rakus juga mudah berkembang biak, sehingga populasinya di kolam pemeliharaan akan meningkat dengan cepat.

BAGAIMANA TERJADINYA

STRES PADA IKAN

Stres menggambarkan kondisi terganggunya homeostasis hingga berada diluar batas normal serta prosesproses pemulihan untuk memperbaikinya. Dalam kondisi stres terjadi realokasi energi metabolik dari aktivitas investasi (pertumbuhan dan reproduksi) menjadi aktivitas untuk memperbaiki homeostasis, seperti respirasi, pergerakan, regulasi hidro mineral dan perbaikan jaringan. Akibatnya pemanfaatan energi pakan untuk pertumbuhan ikan termasuk sintesis materi kekebalan tubuh terganggu.

Stimuli

Efek Primer Hipotalamus

Sel kromafin

Katekholamin CRF

Kelenjar Pituitari

ACTH

Sel interrenal

Kortikosteroid

Efek Sekunder Denyut jantung Glukosa darah Glikogen hati Sel darah putih Aliran darah Laktat darah Keseimbangan Protein otot Diuresis Plasma FFA Elektrolit Imunosupresi Rata-rata minum

Melanosit

Keterangan : CRF (Corticothropin Releasing Factor) ACTH (Adrenocorticothropin Hormone) FFA (Free Fatty Acid)

Gambar 4. Mekanisme aliran informasi stres ikan

Tingkat glukosa darah dapat menjadi indikator terjadinya stres awal ikan, karena tingkat glukosa darah sangat sensitif terhadap hormon yang mengatur stres. Pada dasarnya respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kartisol dan hormon katekolamin. Masumoto et al (1991) menyatakan bahwa pada ikan yang stres, kadar hormon tersebut akan meningkat dalam tubuh. Sandnes and Waagbo (1991) dalam Marzuqi et al (1997) menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan metabolisme yang dipacu oleh hormon kortisol dan katekolamin (Gambar 3). Stres menyebabkan hiperglisemia (meningkatnya kadar glukosa darah), yang dapat mengganggu pertumbuhan selanjutnya bahkan dapat mematikan. Selain mempengaruhi rasa lapar, hiperglisemia juga merupakan faktor penting bagi kesehatan dan kelangsungan hidup. Oleh karena itu diperlukan upaya mempercepat kembalinya glukosa darah ke level normal setelah ikan mengalami stres supaya pertumbuhan selanjutnya tidak terganggu. Pada keadaan stres inilah ikan akan terus mempertahankan homeostasis tubuh yang mulai berubah dengan terus mengeluarkan glukosa untuk kebutuhan energi selama tempo stres masih terus berlangsung. Tingkat kortisol yang tinggi akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh sementara stressor lingkungan

mempengaruhi timbulnya penyakit dan mortalitas. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa perubahan baik internal maupun eksternal dapat menjadi penyebab kematian ikan. Siklus stres pada ikan memiliki pola tersendiri yang secara terurut akan mengalami perubahan-perubahan atau semacam respon disetiap rangsangan stressor yang terjadi terhadap tubuh ikan. Urutan respon-respon tersebut meliputi :

 Respon primer Stimulus stres merangsang CNS (Central Neuro System), CRF (Corticotropin Releasing Factor) dari hipothalamus merangsang pituitary untuk melepaskan ACTH (Adrenocorticotropin Hormone). ACTH di sirkulasi menuju sel interrenal pada ginjal bagian anterior, untuk mensekresikan kortisol. Jaringan kromafin pada ginjal bagian anterior dirangsang juga oleh sistem syaraf simpatik untuk melepaskan adrenalin dan hormon katekolamin.

 Respon Sekunder (Perubahan pada darah dan

jaringan)

Berubahnya komposisi kimia darah dan jaringan, serta dimulainya perubahan pada hematologis seperti aliran darah di insang, dan naiknya konsentrasi gula darah (hiperglisemia).

 Respon Tersier Gejala ini ditunjukkan dengan turunnya nafsu makan ikan yang akan menyebabkan menurunnya sistem pertahanan tubuh sehingga dapat mengakibatkan kematian. Kortisol merupakan hormon glukokortikoid yang ada dalam tubuh manusia dan hewan termasuk ikan. Pada ikan, hormon ini disintesis dalam lapisan fasikulata dari korteks adrenal, sebagai prekusornya adalah tirosin. Diantara banyaknya kerja hormon ini, salah satu yang paling penting adalah untuk meningkatkan proses glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan peningkatan pengambilan energi dari protein untuk memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan saat terjadi stres. Sedangkan katekolamin merupakan hormon yang disintesis dalam sel kromafin pada medula adrenal, baik dalam biosintesis, pengambilan, penyimpanan dan mensekresikan katekolamin. Hormon-hormon ini diperlukan untuk adaptasi stres yang akut dan kronis. Katekolamin berperan dalam memacu produksi glukosa darah untuk dipakai sebagai energi. Selanjutnya energi ini akan dipakai sebagai penahan terhadap goncangan fisiologis akibat stres.

TANDA – TANDA IKAN STRES

Tanda-tanda ikan stres dapat dilihat dari berbagai macam perubahan fisiologis dan tingkah laku, antara lain sebagai berikut :

1) Turunnya nafsu makan

Pengaruh stres terhadap pertumbuhan diperantarai melalui hilangnya nafsu makan akan aktivitas makan, rusaknya kapasitas asimilasi pakan serta peningkatan laju metabolisme. Aktifitas turunnya nafsu makan adalah hal yang pertama yang dapat dilihat dari ikan yang mengalami stres. Meskipun secara luas telah diterima bahwa kortisol merupakan perantara utama pada pengaruh penekanan pertumbuhan akibat stres, hal yang menarik adalah hanya sedikit informasi mengenai peranan kortisol secara fisiologi pada regulasi pengambilan pakan pada ikan. Sebuah studi yang baru dilakukan menunjukkan bahwa rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) mengalami peningkatan kronik level

kortisol plasma secara signifikan yang dapat menekan pengambilan pakan.

Gambar 4. Hubungan stres dengan pertumbuhan

2) Warna tubuh berubah menjadi gelap

Sebenarnya fungsi fisiologi ikan masih belum banyak diketahui, lain halnya dengan mamalia yang sudah banyak diketahui. Perubahan fisiologis lain yang ditimbulkan oleh stres salah satunya ditandai dengan perubahan warna kulit.

Stress 1. Turunnya nafsu makan 2. Laju metabolisme meningkat 3. Rusaknya asimilasi pakan

Respon

MENURUNKAN PERTUMBUHAN

Memicu

1. Respiratori 2. Konsumsi O2

Akibatnya

Energi dipakai untuk homesotasi; respirasi, pergerakan, Regulasi hidromineral Dan Perbaikan jaringan

Misalnya bisa kita lihat pada ikan lele yang warna kulitnya berubah jika terjadi perubahan suhu. Gejala ini sangat terlihat jelas secara kasat mata. Homoeostasis adalah proses mempertahankan kondisi di dalam tubuh dalam keadaan yang relatif tetap, dan juga merupakan hasil kerjasama berbagai organ, diantaranya adalah reaksi organ kulit. Faktor-faktor penentu perubahan warna kulit tersebut juga dipengaruhi oleh perubahan fisiologis yang melibatkan hormon-hormon melanin pada tubuh ikan.

3) Gerakan tubuh mulai meningkat

Dalam lingkungan yang terbatas ikan akan mencari keseimbangan jika stressor mulai datang. Kategori ini bisa dikatakan tingkah laku menghindar dari ancaman dari berbagai macam bentuk stressor. Reaksi selanjutnya berefek kepada gerakan yang mulai meningkat mencari tempat yang aman untuk menyesuaikan tubuh dengan fisiologis sebelumnya. Pada saat ini hormon kortisol dan katekolamin mulai meningkat pula untuk menyeimbangkan energi yang dibutuhkan ikan melakukan pergerakan.

4) Gerakan insang (pernafasan) agak Meningkat

Kurangnya oksigen akan menyebabkan ikan susah untuk bernafas. Tingkah laku ini bisa dilihat pada saat ikan

mulai mengap-mengap kepermukaan air untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Insang adalah organ respirasi utama pada sebagian besar ikan, tetapi banyak pula spesies ikan yang mempunyai organ respirasi tambahan yang dapat digunakan untuk pernafasan udara ketika konsentrasi oksigen dalam air terlalu rendah. Sebagian ikan tergantung pada organ respirasi tambahan untuk pertukaran gasnya, dan akan mati tenggelam apabila ikan tidak dapat muncul ke permukaan untuk bernafas.

5) Lama-kelamaan gerakan dan aktivitas menurun drastis, mulai megap-megap di permukaan air, perubahan kulit semakin nyata

Respon ini disebut juga dengan respon kepenatan atau lelah, dimana fisiologis ikan tidak cukup mampu beradaptasi terhadap kondisi stres yang terus menerus, dan tubuh ikan tidak akan berespon lagi terhadap rangsangan apapun.

6) Menggantung dengan lesu (lazimnya badan terbalik) pada permukaan air

Jika homeostasis tidak bisa dipertahankan lagi, maka ikan yang stres lama-kelamaan akan mati. Ikan juga memiliki daya tahan tubuh yang tidak begitu kuat jika

stressor menyerang dalam waktu yang sangat lama, karena dampak stres sangat tergantung pada lama dan besarnya kondisi stres tersebut. Kematian merupakan proses akhir, tetapi kondisi stres yang sub lethal (tidak mematikan) berakibat pada penurunan pertumbuhan ikan, hasil panenan yang rendah, konversi pakan yang buruk, kesehatan yang buruk dan berbagai macam penyakit akan menyerang ikan dengan mudah.

IKAN JUGA BUTUH SUPLEMEN

Layaknya seperti manusia, ikan juga butuh suplemen untuk meningkatkan ketahanan tubuh. Bahan additive ini berasal dari vitamin dan mineral yang diberikan ke dalam ransum. Dalam bidang akuakultur sudah dilakukan beberapa penelitian yaitu seperti dengan penambahan vitamin C, kromium ragi dan beta glukan yang secara signifikan mampu meningkatkan kesehatan ikan dan dapat mengurangi beberapa penyebab stres. Kebutuhan akan bahan additive ini bergantung pada jenis dan umur ikan itu sendiri. Pada bab ini akan dibahas bagaimana suplemen sangat berperan penting dalam mencegah stres dengan kata lain imunitas ikan bisa lebih ditingkatkan dari berbagai stresor yang datang. Selain itu juga akan dibahas bagaimana kinerja dan keefektifan suplemen tersebut pada tubuh ikan. Sudah banyak penelitian mengarah kepada daya tahan (imunitas) ikan terhadap pengaruh stres dan berbagai

macam penyakit yang disebabkan baik oleh virus maupun bakteri. Suplemen yang umum di masukkan ke dalam pakan ikan, selain ekonomis dan mudah di dapat, cara penggunaannya pun sangat gampang. Suplemen-suplemen tersebut akan di bahas satu persatu sebagai berikut :

1) Vitamin C

Vitamin C (ascorbic acid) adalah nutrien yang dibutuhkan untuk proses fisiologis hewan termasuk ikan. Dilihat dari rumus bangunnya vitamin C tergolong dalam heksosa yang mempunyai 6 atom karbon. Oleh karena merupakan turunan dari heksosa, vitamin C digolongkan juga sebagai karbohidrat. Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil bagi sejumlah fungsi biokimia dan umumnya tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin C merupakan salah satu nutrien yang essensial dan sangat dibutuhkan oleh ikan.

Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka vitamin C harus tersedia dalam pakan walaupun secara umum vitamin ini sudah tersedia di dalam vitamin mix komplek yang biasanya sudah dicampurkan ke dalam pakan ikan. Vitamin ini bisa di dapatkan di toko-toko kimia. Biasanya vitamin yang digunakan adalah jenis L-ascorbyl-2 phosphate magnesium, ascorbat sulphate dan ascorbat polyphosphate.

Tabel 3. Gejala defisiensi vitamin C pada beberapa spesies ikan

Spesies

Salmonids Pertumbuhan rendah, merusak fungsi kolagen, skoliosis, lordosis, pendarahan internal/sirip, warna gelap, pembelitan filamen insang, daya sembuh luka berkurang, kematian meningkat, penurunan daya tetas telur.

Channel catfish (Ichtalurus punctatus)

Udang Galah (Macrobranchium resonbergii)

Udang Panaeid

Ikan Gabus (Chana puntata)

Tilapia

Gejala Defisiensi

Penurunan pertumbuhan, skoliosis, lordosis, makin rentan penyakit, pendarahan di dalam dan luar, erosi sirip, warna kulit gelap, anorexia, kebiasaan renang tidak teratur. Penurunan pertumbuhan dan kelangsungan hidup

Sindrom kematian (penghitaman axoskeleton, melanized hemolytic lesions) penurunan daya sembuh luka, efisiensi pakan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Skoliosis, lordosis, anemia, perusakan filamen insang Skoliosis, lordosis, penurunan pertumbuhan dan daya sembuh luka, pendarahan dalam dan luar, erosi sirip

Ikan Lele (Clarias batracus)

Major Carp punggung, exophthalmia, anemia, penurunan daya tetas telur. Skoliosis, pendarahan luar, erosi sirip, penggelapan warna kulit Penurunan pertumbuhan, kematian meningkat, skoliosis, lordosis, hypochromic, macrocytic dan anemia.

Kakap (Lates calcarifer) Penurunan pertumbuhan, warna gelap, kehilangan keseimbangan, erosi sirip punggung, pendarahan insang, operculum menyempit, exophthalmia, tubuh pendek, perusakan filamen insang

Ikan Gabus (Chana puntata)

Skoliosis, lordosis, anemia, perusakan filamen insang Sumber : Tacon (1991)

Kebutuhan vitamin C dalam tubuh akan meningkat jumlahnya pada keadaan stres. Merchi et al (1997) menyarankan agar pembenihan ikan sebaiknya menggunakan pakan ikan dengan dosis vitamin C lebih tinggi disamping untuk kebutuhan pertumbuhan juga untuk menghindari stres terhadap penanganan panen, kepadatan tinggi, pengangkutan dan serangan penyakit. Karena kekurangan vitamin C pada ikan dapat mengurangi laju pertumbuhan, proses penyembuhan lambat dan mortalitas tinggi dan makin peka terhadap infeksi penyakit bakterial.

Ikan memiliki sistem pertahanan tubuh untuk melawan berbagai macam penyakit. Dalam tubuh ikan ada dua sistem pertahanan yaitu pertahanan non spesifik dan pertahanan spesifik. Sistem pertahanan non spesifik berfungsi untuk segala fatogen yang menyerang dan bersifat permanen (selalu ada). Sistem pertahanan spesifik terdiri atas dua faktor yaitu antibodi (humoral immunity) dan sellular (cell mediated immunity). Dan yang paling berperan adalah antibodi. Sistem pertahanan ikan yang mula-mula berfungsi adalah sistem pertahanan non spesifik, sedangkan pertahanan spesifik dapat berfungsi dengan baik sekitar umur beberapa minggu setelah telur menetas.

Gambar 5. Mekanisme Terbentuknya Antibodi Suatu cara yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan atau immun ikan dikenal dengan vaksinasi.

Vaksinasi adalah suatu cara untuk memberikan antigen ke dalam tubuh organisme inang dengan harapan akan terjadi rangsangan kekebalan pada tubuh organisme. Beberapa cara vaksinasi yang biasa digunakan yaitu penyuntikan, perendaman langsung, penyemprotan vaksin dan melalui pakan.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemberian vitamin C melalui ransum dapat melindungi selsel terutama sel immun dari kerusakan sel akibat oksidasi molekul radikal bebas dan mempengaruhi respon immun spesifik dan non spesifik. Leukosit atau sel darah putih menyimpan konsentrasi vitamin C dalam jumlah yang besar selain pada kelenjar thymus, limpa dan sel-sel immun. Pada ikan yang mengalami stres, kadar limposit dalam darah dan organ limphoid (sumsum tulang, kelenjer limpa dan limpa) akan menurun. Pemberian vitamin C 500 mg / kg pakan pada ikan lele dumbo (Clarias sp) dapat meningkatkan ketahanan tubuh setelah di uji tantang dengan pemberian bakteri Aeromonas hydrophila. Umumnya penggunaan vitamin C untuk stres berkisar 500 – 1000 mg/kg pakan. Pada Tabel 4 berikut dapat dilihat kebutuhan vitamin C beberapa spesies jenis ikan. Tabel 4. Kebutuhan vitamin C dalam pakan beberapa spesies ikan yang dapat menunjang pertumbuhan optimal

No Spesies

1 Channel catfish (Ichtalurus punctatus)

2 Channel catfish (Ichtalurus punctatus)

Kebutuhan (mg kg / pakan)

25-50

11*

3 Nila tilapia (Oreochormis niloticus)

4 Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) 1250

100-265

5 Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) 210**

6 Chinook salmon (Oncorhynchus tsawytscha) 100-150

7 Yellowtail (Seriola quiqueradiata) 30*

8 Asian seabass (Lates calcalifer)

9 Flounder (Paralichtys olivaceus) 700-1100

60-100*

10 Plaice (Pleuronectes platessa) 200

11 Peawn (Macrobranchium rosenbergii) juvenil 50-100

12 Shrimp (Panaeus japanicus) juvenile 1000

13 Shrimp (Panaeus japanicus) juvenile 215-430

14 Shrimp (Panaeus japanicus) juvenile

15 Lele (Clarias batrachus) 100***

100***

16 Baung (Mystus nemurus) 13*

17 Gureme (Ossphronemus gouramy) juvenile 2 g/liter

18 Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) 120*

Sumber : Tacon (1991)

Keterangan : * Vitamin C yang digunakan dalam bentuk L-ascorbyl-2 phosphate magnesium ** Vitamin C yang digunakan dalam bentuk ascorbat sulphate *** Vitamin C yang digunakan dalam bentuk ascorbat polyphosphate

2) Kromium-Ragi (cromium yeast)

Pada saat stres terjadi peningkatan glukosa yang terus naik sejalan dengan tingkat stres yang dialami oleh ikan dan bagaimana daya tahan tubuh bisa tetap mempertahankan homeostasis dalam keseimbangan. Hal ini sangat terkait dengan energi untuk tetap bisa bertahan dari pengaruh stressor tersebut. Glukosa yang masuk ke sel akan segera dimanfaatkan tubuh untuk kebutuhan energi, tapi hiperglisemia bahkan dapat menyebabkan kekebalan tubuh menurun. Masuknya glukosa ke dalam sel dengan cepat memungkinkan tubuh ikan dapat mencegah pengaruh stressor lebih dini, maka dari itu, perlu diperhatikan bagaimana regulasi agar hal tersebut bisa berjalan lancar. Salah satu kendala bahwa ikan kurang memiliki hormon insulin yang membantu mempercepat masuknya glukosa ke dalam sel. Disinilah peran kromium diandalkan. Sebagai contoh dapat kita lihat seperti kasus penyakit diabetes pada manusia.

Kromium merupakan bagian yang penting dari faktor toleransi glukosa (GTF) (Linder, 1992). Secara biologis kromium aktif sebagai komponen glukosa tolerance factor (GTF) yang berperan dalam meningkatkan sensivitas jaringan terhadap insulin dan penggunaan glukosa sebagai sumber energi. Apakah kromium berbentuk organik ataukah anorganik yang dibutuhkan oleh hewan tidaklah diketahui. Namun bentuk dari kromium pakan menentukan aktifitas biologis. Diketahui bahwa bentuk kromium organik diserap 5 hingga 10 kali lebih efektif daripada kromium klorida (anorganik), yang diserap hanya 3% atau kurang dan GTF (kromium organik) dalam ragi ‘brewer’ mempunyai bioavailabilitas tertinggi. Defisiensi kromium telah dibuktikan pada beberapa spesies hewan dan manusia. Pada tikus tanda-tanda awal defisiensi kromium adalah terganggunya toleransi glukosa (Glucosa Tolerance). Defisiensi yang lebih parah akan mengakibatkan pertumbuhan terganggu, hiperglisemia dan meningkatnya kadar kholesterol dalam serum.

Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kromium bermanfaat selama periode stres, yaitu kromium dapat mereduksi tingkat kortisol serum. Stres yang menyebabkan peningkatan mobilisasi glukosa akan meningkatkan mobilisasi kromium dari simpanan tubuh.

Apabila kadar glukosa mengalami penurunan dari tingkat normal, hormon dengan segera akan berfungsi untuk meningkatkan glukosa darah ke tingkat normal melalui pemecahan glikogen, deaminasi asam amino dan konversi dari gliserol yang merupakan bagian dari molekul lemak. Sebaliknya jika kadar glukosa darah mengalami peningkatan di atas normal, insulin akan berperan dalam menurunkan glukosa ke level normal melalui transpor aktif dalam darah untuk segera masuk ke sel tubuh. Disinilah peran penting keberadaan kromium sebagai suplemen terhadap ketahanan tubuh ikan. Prosesnya lebih kepada penyuplaian glukosa sebagai bahan energi sehingga homestasis bisa stabil pada saat stres terjadi. Beberapa penelitian dengan menambahkan kromium ke dalam pakan dapat meningkatkan pemanfaatan glukosa, menghambat glukoneogenesis, mencegah stres dan meningkatkan pertumbuhan ikan. Pada ikan gurame dengan penambahan kadar kromium 1,5 – 3 ppm ke dalam 1 kg pakan dapat menurunkan kadar stres akibat perubahan suhu. Tabel 5 bawah ini dapat dilihat kebutuhan kromium dalam pakan pada beberapa spesies ikan.

Tabel 5. Kebutuhan kromium dalam pakan pada beberapa spesies ikan

Spesies

Jenis Kromium Kebutuhan

Nila (Oreochromis niloticus x O.auratus)

Nila (Oreochromis niloticus x O.auratus) Cr2O3

Cr-Pic 300 mg/kg pakan

2 mg/kg pakan

Nila (Oreochromis niloticus) Cr-ragi 3,9 ppm

Gurame (Osphronemus gouramy Lac) Cr-ragi 10 ppm

Mas (Cyprinus carpio) Cr-ragi 1,6-2,2 ppm

Bawal air tawar (Colossoma macropumum) Cr-ragi 3 ppm

Lele dumbo (Clarias sp)

Baung (Hemibagrus nemurus) Cr-ragi 2,6 mg/kg pakan

Cr-ragi 3 ppm

Kromium yang digunakan adalah kromium ragi. Sebelum dimasukkan ke dalam pakan, maka kromium harus melalui proses permentasi terlebih dahulu. Ragi atau yeast adalah salah satu jenis fungi yang dapat dimanfaatkan untuk menyerap dan mengakumulasikan logam termasuk Cr di dalam selnya. Kemampuan ragi dalam menyerap Cr disebabkan oleh adanya kitin pada dinding sel dan

metalotionin yang dihasilkannya. Ragi dapat mensintesis niasin dan asam nikotinat melalui metabolisme triptophan. Adapun cara pembuatan kromium ragi antara lain sebagai berikut :

1. Sediakan bahan

Timbang : 960,98 mg kromium CrCl36H2O Yeast 50 gr Terigu 450 gr Triptopan 600 ppm Aguades 500 ml 2. Kemudian Yeast + Kromium + Triptopan + aquades dicampur hingga larut. Campurkan tepung terigu aduk hingga rata. Inkubasi selama 3 hari 3. Waktu inkubasi adonan tutup dengan daun pisang atasnya tutup dengan serbet basah 4. Keringkan sampai kering hingga suhu 500C. Kemudian digiling jadi tepung

3) Beta Glukan

Beta glukan ini berupa bubuk yang dimasukkan ke dalam pakan yang berfungsi meningkatkan imunostimulan. Imunostimulan merupakan suatu materi biologis dan zat sintesis yang dapat meningkatkan pertahanan non spesifik serta merangsang organ pembentuk antibodi dalam

tubuh agar dapat bekerja secara maksimal. Imunostimulan ini dapat diberikan sebelum, bersamaan atau setelah pemberian vaksin untuk memperbesar respon immun spesifik dalam meningkatkan sirkulasi titer antibodi. Imunostimulan yang potensial pada perangsangan sel T adalah glukan yang berasal dari dinding sel cendawan. Glukan merupakan polisakarida yang tersusun atas unit-unit glukosa ikatan β-1,3 dan β-1,6. Cara penggunaan imunostimulan memiliki pola yang sama dengan penggunaan antibiotik atau bahan kimia, tetapi penggunaannya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada pemberian dosis tinggi menyebabkan penekanan mekanisme pertahanan. Sebaliknya pada pemberian dosis rendah imunostimulan menjadi tidak efektif. Diduga mekanisme kerja imunostimulan dengan cara meningkatkan aktivitas oksidatif netrofil, memperbesar kegiatan sel-sel fagosit seperti makrofag, limposit T atau daya kerja sel sitotoksik lainnya serta menginduksi proteinprotein sitokin seperti interleukin, faktor nekrosis tumor dan komplemen. Apabila glukan masuk ke dalam tubuh ikan, maka akan merangsang makrofag ikan yang akan memberi rangsangan untuk mengaktifkan limfosit sel T. Limfosit sel T ini akan memproduksi lebih banyak interferon (limfokin) yang akan mengaktifkan makrofag kembali, sehingga meningkatkan kemampuannya untuk

membunuh bakteri, virus dan benda asing lainnya. Pemberian glukan juga merangsang makrofag untuk memberi signal kepada limfosit sel B untuk memproduksi lebih banyak antibodi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa penambahan glukan ke dalam pakan dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan terhadap stres maupun infeksi bakteri yang menyerang ikan karena glukan langsung bekerja pada antibodi. Pemberian 750 mg glukan/kg pakan mampu meningkatkan resistensi ikan lele dumbo terhadap infeksi Aeromonas hydrophila. Sedangkan pada udang (penaeus monodon) pada kadar 15 gr/kg pakan juga dapat mengurangi pengaruh stres dan meningkatkan respon immun serta kelangsungan hidup yang lebih tinggi.

Gambar 5. Mekanisme Kerja Glukan

KIAT MENGATASI STRES PADA IKAN

Ada pepatah mengatakan lebih baik mencegah dari pada mengobati. Hal ini juga berlaku bagi ikan. Mengatasi pengaruh stressor sedini mungkin harus dilakukan agar ikan peliharaan tumbuh menjadi ikan yang sehat serta menghasilkan produksi yang tinggi dalam dunia akuakultur. Pertumbuhan yang lambat, efisiensi pakan yang buruk, hasil panenan yang rendah, kejadian penyakit dan kematian yang meningkat, serta dengan konsekuensi keuntungan yang rendah merupakan akibat dari kesehatan ikan yang buruk dimana pada awalnya stres ikan terjadi tidak diatasi dengan baik. Adapun manajemen stres yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Menjaga kualitas air

Faktor lingkungan baik fisika, kimia dan biologi akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air dalam suatu pembudidayaan. Untuk mencegah faktor-faktor buruk akibat kekurangan oksigen terlarut, ammonia tinggi, turun naiknya temperatur dan terjadinya berbagai macam bentuk stressor, maka air sebagai media perkembangan hidup bagi ikan perlu dijaga kualitas dan kuantitasnya agar ikan memiliki kesehatan yang baik dan jauh dari pengaruh stressor.

Tabel 6. Kualitas air yang cocok untuk usaha budidaya

No Parameter Kandungan Standar 1 pH 6,5 – 8,5 2 Suhu 26 – 32 0C 3 Alkalinitas Min. 50 mg / l CaCO3 4 Oksigen Terlarut Max. 5 mg / l 5 Karbondioksida Max. 12 mg / l 6 Kesadahan Min. 20 mg / l CaCO3 7 Ammonia Max. 1 mg / l total ammonia

a) Kekurangan Oksigen

Sindrome oksigen terlarut rendah (SOTR) adalah penyebab utama stres terjadi pada ikan. Cara yang bisa

dilakukan untuk meminimalkan kekurangan oksigen ini adalah dengan menambah aerasi ke wadah pemeliharaan, seperti pada kolam dan akuarium. Sedangkan pada tambak dan keramba jaring apung biasanya digunakan kincir untuk menambah masuknya oksigen ke perairan melalui difusi. Aerasi dapat di buat dengan memompakan udara ke dalam air dengan menggunakan alat yang disebut dengan Hi-blow atau blower. Besar kecilnya udara yang dipompakan ke wadah pemeliharaan dapat diatur dengan pengatur berupa keran kecil atau pengatur seperti pada infus. Pemberian aerasi dalam kolom ataupun akuarium sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas ikan. Tanpa aerasi, kualitas air akan menjadi jelek, terutama penurunan kadar oksigen. Umumnya, pada aerator digunakan batu aerasi agar gelembung udara yang terbentuk memudahkan kontak udara dengan air karena dengan begitu difusi akan berjalan dengan cepat. Pada tambak biasanya mengandalkan kincir yang diletakkan di tengah areal budidaya. Tujuannya sama dengan pemberian aerator pada kolam dan akuarium untuk menambah masuknya oksigen ke dalam air. Untuk KJA harus diperhatikan air masuk dan air keluar serta diperhatikan lingkungan perairan dimana KJA akan dibudidayakan karena KJA biasanya berhubungan langsung dengan perairan alami seperti danau, sungai ataupun laut,

dimana pasok oksigen sangat besar dari arus ataupun hasil fotosintesis. Aerasi juga merupakan cara yang baik untuk sirkulasi (perputaran dan pererakan) air dalam pemeliharaan ikan. Dengan adanya sirkulasi maka akan terjadi gerakan air. Keuntungan dari air yang bergerak antara lain :  Membantu menjaga keseimbangan biologi dalam air, yaitu dapat membantu mencegah berkumpulnya ikan ataupun pakan alami di satu tempat  Menjaga kestabilan suhu, terutama pada pemakaian pemanas  Membantu distribusi oksigen ke segala arah, baik di dalam air maupun difusinya atau pertukaran udara  Menjaga akumulasi atau mengumpulkan hasil metabolit beracun sehingga kadar atau daya racun dapat di tekan.

Hal lain yang bisa dilakukan agar kualitas air tetap terjaga adalah dengan pergantian air. Cara ini bisa dilakukan secara bertahap atau sekaligus.

b) Perubahan suhu

Penyebab kedua setelah oksigen adalah suhu. Pengaruh stres ini bersifat akut pada ikan peliharaan.

Teknik managemen dalam mengendalikan suhu kolam ataupun tambak bahkan KJA tidak dapat diandalkan. Penambahan air dari air yang lebih sejuk atau lebih hangat mungkin merupakan suatu pilihan praktis dalam situasi terbatas. Pengaerasian mekanis dan pencampuran/ pengadukan mungkin akan mengubah suhu sementara waktu, tetapi manfaatnya sedikit, terutama jika dibandingkan dengan biayanya. Tapi bagi budidaya sistem akuarium dapat dilakukan dengan pemakaian heater untuk pengaturan suhu yang normal. Secara praktisi, budidaya di akuarium mudah dikendalikan dalam mengatasi stressor.

2) Penanganan saat penebaran

Tujuan pokok setiap kegiatan penanganan ikan ialah menyelesaikan kegiatan itu secara efektif dan efisien dengan meminimumkan stres pada ikan. Perubahan lingkungan lama kelingkungan yang baru saat penebaran menyebabkan kematian mendadak. Untuk mencegah stres terhadap kondisi tersebut maka pilihlah tebaran ikan yang baik. Ikan yang komposisi genetisnya buruk atau kondisi kesehatan dan fisiknya buruk akan tumbuh lambat, mengkonversi pakan secara buruk dan kinerja produksi pada umumnya akan selalu lebih rendah dibandingkan dengan ikan berkualitas pilihan. Untuk mengurangi stres saat penebaran, selain dilakukan dengan

hati-hati, juga perlu dilakukan aklimatisasi dengan cara mengubah sedikit demi sedikit kondisinya sehingga menyerupai kondisi lingkungan yang baru. Sebagai contoh, benih-benih yang baru saja mengalami transportasi dan dikemas dalam kantong plastik tidak boleh langsung ditebar, tetapi harus dilakukan penyesuaian suhu terlebih dahulu dengan lingkungan yang baru. Cara yang paling mudah, yaitu kantong plastik yang berisi benih ikan di rendam dalam wadah pemeliharaan, hingga akhirnya suhu dalam kantong plastik akan sama dengan suhu pada wadah pemeliharaan tersebut. Setelah itu baru di tebar. Cara memilih tebaran ikan yang baik adalah : a) Pilihlah jenis, ukuran ikan yang tepat untuk lingkungan budidaya b) Gunakan bibit ikan yang di tebar secara selektif (seragam). c) Pastikan bibit ikan harus bebas dari penyakit. d) Padat tebar harus di sesuaikan dengan luas wadah pemeliharaan e) Penebaran ikan, terutama di tengah hari dapat menimbulkan stres. Waktu penebaran terbaik adalah dini hari dan pada saat mendung atau hujan ketika suhu air mencapai titik terendah.

3) Penanganan saat transportasi

Perubahan media berpengaruh terhadap tingkat stres ikan. Perpindahan benih dari tempat pembenihan ke kolam adalah saat paling rawan. Oleh sebab itu, benih perlu adaptasi terlebih dahulu kurang lebih satu jam dengan cara memberi air sedikit demi sedikit. Saat panen pun petani harus berhati-hati agar tidak salah penanganan dan melukai ikan karena akan berpengaruh saat transportasi yang sarat dengan pemicu stres. Pada saat transportasi berlangsung, oksigen harus tersedia cukup untuk kebutuhan ikan. Jika oksigen menjadi kendala, maka hal itulah yang akan sangat berperan menyebabkan ikan makin stres dan akhirnya mati.

4) Meningkatkan kualitas pakan

Pakan yang berkualitas merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan ikan peliharaan. Pakan yang digunakan harus bergizi lengkap. Jangan tergiur terhadap pakan yang harganya murah dari pabrik pakan. Kandungan nutrien harus diperhatikan. Ikan akan tumbuh apabila energi dari pakan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh ikan. Bedakan antara pemeliharaan antara ikan yang bersifat karnivor, herbivor dan omnivor. Karena ketiga kategori jenis ikan tersebut kadar kebutuhan nutrisinya berbeda-beda. Merupakan hal yang penting bahwa pakan

harus mengandung premiks vitamin dan mineral yang lengkap dengan tambahan suplemen seperti vitamin C, beta glukan dan kromium yeast. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan ikan, yaitu : 1. Jumlah pakan yang akan dikonsumsi oleh ikan sangat berkaitan dengan suhu air dan bobot rata-rata. 2. Pemberian pakan yang baik adalah secara at satiation (sampai kenyang). Hal ini untuk menghindari buangan metabolik yang sangat-sangat berakibat negatif ke perairan seperti ammonia tinggi. 3. Sesuaikan pemberian pakan berdasarkan jenis ikan. Misalnya ikan lele yang bersifat nokturnal, akan lebih aktif makan pada malam hari. Namun, mereka hendaknya dilatih agar dapat makan pada siang hari. Waktu pemberian pakan yang baik adalah antara 8:00 pagi dan 4:00 sore. 4. Pemberian dua kali atau tiga kali perhari dengan jarak 6 sampai 8 jam akan menghasilkan pertumbuhan lebih cepat dan efisiensi pakan yang lebih baik. 5. Belilah sejumlah pakan yang hanya dapat dihabiskan dalam 4 – 6 minggu. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pakan busuk/rusak. Simpanlah pakan di tempat kering, berventilasi, teduh dan sejuk, terlindung dari hewan lain dan serangga.

5) Penanganan terhadap penyakit

Stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang menaikkan batas keseimbangan fisiologis dalam tubuh ikan terhadap lingkungannya. Biasanya stres pada ikan diakibatkan oleh perubahan lingkungan dan beberapa hal atau perlakuan misalnya akibat pengangkutan/transportasi ikan-ikan yang dimasukkan ke wadah pemeliharaan yang rentan mengalami shock, berhenti makan dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap penyakit. Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya ikan, terdapat pula beberapa masalah yang mengganggu, sehingga menghambat perkembangan usaha budidaya, yaitu hama dan penyakit ikan. Apabila keadaan tersebut tidak segera ditanggulangi lebih awal, maka kegiatan budidaya ikan akan terganggu, akibatnya produksi ikan akan menurun karena tingkat kematian yang tinggi. Untuk menghindari hal tersebut perlu diupayakan pencegahan dan pengobatan terhadap hama dan penyakit ikan. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa tidak semua penyebab kematian dikarenakan penyakit, maka dalam menangani masalah ini, tindakan penanggulangannya dilakukan secara hati-hati dan teliti supaya tidak menimbulkan kesalahan yang merugikan.

Agar memberikan hasil memuaskan, pemilihan teknik pencegahan ini harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan tersebut. Beberapa tindakan pencegahan penyakit yang dapat dilakukan sebagai berikut. 1. Memperhatikan dekontaminasi peralatan, wadah pemeliharaan dan ikan agar terbebas dari kuman penyebab penyakit 2. Sebelum pemeliharaan, kolam harus dikeringkan dan dikapur untuk memotong siklus hidup penyakit 3. Menjaga kondisi lingkungan (fisika, kimia dan biologi) 4. Memberikan pakan dengan gizi yang cukup sehingga ketahanan tubuh tidak mudah terserang penyakit. Untuk pakan tambahan (suplemen) seperti vitamin, kromium yeast dan beta glukan yang berperan meningkatkan daya tahan tubuh ikan harus diberikan sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Jika berlebihan dapat mengganggu lingkungan. 5. Hindari ikan dari kondisi stres, baik pada saat penebaran, transportasi ataupun pengaturan dalam padat tebar 6. Harus dihindari masuknya binatang pembawa penyakit, seperti burung, sifut atau keong mas

7. Selalu mengontrol wadah pemeliharaan sehingga penyakit dapat diketahui sedini mungkin. Jika ikan sudah terkena penyakit, maka harus segera diobati agar tidak sempat menular pada ikan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C. E. 1988. Water quality in warmwater fish ponds. Fourth printing. Auburn Univercity Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 359 p.

Effendi, H. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 Hal.

Jeffries, M and Mills, D. 1996. Freshwater ecology, principles, and aplications. John Wiley and Sons, Chichester, UK. 285 p.

Halver JE. 1989. Fish Nutrition, J.E. Halver (ed). Academic Press, Inc. California.

Hastuti S. 2002. Respon fisiologis ikan gurame (O. gouramy) yang diberi pakan mengandung kromium-ragi terhadap penurunan suhu lingkungan [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 104 hal.

Linder M.C. 1992. Nutrisi dan metabolisme karbohidrat, hal. 27-58. Dalam : Linder, M.C (ed). Biokimia Nutrisi dan Metabolime (terjemahan). Jakarta . UIPress. Indonesia.

Lim C, Klesius H, Li HM, Robinson H. 2000. Interaction between dietary of levels iron and vitamin C on growth, haematology, immune response and resistance of channel catfish (Ictalurus punctatus) to Edwardiela ictaluri challenge. Aquaculture 185 : 313327

Marzuqi M, Sugama K, Azwar ZI. 1997. Pengaruh ascorbil fosfat magnesium sebagai sumber vitamin C terhadap pematangan gonad udang windu (Penaeus monodon) asal tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 3(3) : 41-46.

Masumoto T, Hosokawa S, Shimeno. 1991. Ascorbic acid role in aquaculture nutrition. D.N. Akiyama R, Tan, eds : Feed processing and nutition workshop; Proceeding of aquaculture; 1991 September 19-25; Thailand-Indonesia : America Soybean Association; Republic of Singapore : 42-48.

Merchi G, Lavens P, Sorgeloos P. 1997. Optimization of dietary vitamin C in fish and crustacean larvae; a review. Aquaculture, 155: 165-181.

[NRC] National Research Countil. 1977. The role of chromium in animal nutrition. National acad. Press. Washington DC. 80 pp.

Pechova A, Palata L. 2007. Chromium as an essential nutrient : a riview. Veterinarni Medicine. 52 (1): 118.

Rantetondok A. 2001. Effect of immunostimulant β-glucan of survival rate and immune response in tiger shirmp, panaeus modonon fabricius, cultured under controled environments.

Subandiyono, Mokoginta I, Sutardi T. 2004. Pengaruh kromium dalam pakan terhadap kadar glukosa darah, respiratori, eksresi NH3-N, dan pertumbuhan ikan gurame. Hayati, 10:25-29.

Tacon AGJ. 1991. Vitamin nutrition in shrimp and fish. P. 10-41. In Proceeding of the aquaculture Feed Processing and Nutrition Workshop. Akiyama DM,

Tan RKH. (Editor). Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Bioscience, Tokyo Univercity of Fisheries.

This article is from: