Kopkun Corner Edisi 14

Page 1

Kopkun.com

Edisi Agustus 2012 Volume II, Issue 14

Kopkun Corner Inside this issue:

Indonesia Negara Gagal?

Indonesia Negara 1 Gagal?

B

Kapitalisme Butuh Kapitalis?

2

Buka Bersama se Jawa Tengah

3

Kunjungan Kopindo: Peran Koperasi Pemuda

3

Titik Balik Kebebasan

4

Pojok Kopkun • Mungkinkah Indonesia jadi negara yang gagal? • Bagaimana jika kapitalisme di isi orang sosialis? • Kopkun kemarin Buka Bersama, lho! • Eh, Pengurus Kopindo nyambangi Kopkun! • Bagaimana perasaan

kita pada kebebasan? Pada kemerdekaan? Baca!

agaimana jika nasib Indonesia seperti Yunani? Negeri para filosof penuh dewadewi itu kocar-kacir karena krisis. Jadilah kedigdayaan masa lalu tak berarti. Lantas bagaimana sebenarnya posisi Indonesia saat ini? Bulan Juli lalu The Fund for Peace merilis profil negara-negara di seluruh dunia. Mereka juga merilis Indek Negara Gagal (Failed State Index). Dan Indonesia menempati rangking 63 dari 177 negara. Sedang tahun lalu, rangking 64. Semakin besar rangking, artinya makin jauh negara tersebut gagal. Semisal Somalia yang menempati peringkat pertama yang berarti gagal sebagai sebuah negara. Dalam posisi itu, status Indonesia adalah “warning”. Di Asean, posisi Indonesia berada di bawah rata-rata. Sebagai perbandingan kita bisa tengok tiga tetangga dekat; Malaysia menempati rangking 110, Brunei rangking 123 dan Singapura rangking 157. Meski demikian, secara umum kapasitas Indonesia untuk menjadi negara berhasil bersifat “moderate”. Seorang komentator, Krista Hendry menulis “Why Indonesia Is Not a Failed State”. Dia melihat bahwa kecenderungan jangka panjang yang terjadi di Indonesia cukup baik. Hanya perlu beberapa perhatian seperti pada: infra-

struktur publik, masalah korupsi, kebebasan beragama dan sebagainya. Namun jangan terlalu senang dulu dengan komentar itu. Jika kita tengok Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) tahun 2011, maka Indonesia (124) berada di urutan terbawah di antara negara Asean. Indonesia tertinggal dari Filipina (112), Thailand (103 dan lagi-lagi, jauh di belakang Malaysia (61) dan Singapura (26). Indeks ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, harapan

hidup, ekonomi, kesetaraan gender dan keberlanjutan kehidupan. Itulah reportase singkat capaian negeri kita setelah merdeka 67 tahun lamanya. Dan bolehlah sesekali orang Indonesia merasa senang dan menang, karena pada The Happy Planet Index, tahun ini Indonesia menempati peringkat 14, mengalahkan Amerika 105 dan Emirat Arab 130. Dengan indeks itu harusnya orang yang hidup di Indonesia bisa lebih bahagia daripada di Amerika atau Arab. Bahagiakah kamu? []


Page 2

Kopkun Corner

Volume 2, Issue 14

Kapitalisme Butuh Kapitalis? “Weber bilang, sampai titiknya rasionalisasi yang radikal akan melahirkan irasionalitas”.

Rasionalitas telah rubah dunia seperti saat ini, like or dislike?

D

iskusi Ekosok ke-3 ini berbeda dengan sebelumnya. Selain diadakan kerjasama dengan Kajian Mingguan Bale Adarma, tema yang dikupas pada sesi ini relatif “berat”. Firdaus Putra, alumni Sosiologi FISIP, yang juga kebetulan menjabat sebagai Manajer Organisasi Kopkun tampil sebagai pembicara. Tema yang diangkat soal pemikiran Max Weber. Bagi sebagian kalangan, Weber tentu tak sepopuler Bieber. Dia adalah pemikir sosial awal abad 19. Salah satu kajiannya soal Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme. Firdaus menjelaskan, “Weber melakukan riset di sekte Calvin. Di sana ada ajaran tentang manusia terpilih atau yang terberkati Tuhan. Salah satu tanda yang terpilih bila ia sejahtera dalam hidupnya”. Agar sejahtera dan jadi yang terpilih, orang kemudian harus bekerja keras, gemar menabung, hemat dan hidup sederhana. Dengan sikap hidup seperti itu, orang akhirnya bias memupuk modal. Modal itu kemudian digunakan untuk mengembangkan usaha. “Alhasil usaha mereka jadinya besar dan terus berkembang. Itulah yang kemudian Weber bilang hubungan etika Protestan dan semangat kapitalisme”, ujar Firdaus. Yang perlu diperhatikan, Weber menekankan bahwa etika Protestan tidak menyebabkan munculnya kapitalisme; Melainkan hanya mendukung modus kapitalisme. “Ilustrasinya begini, saya sedang berjalan. Kemudian ada teman dari belakang mendorong badan saya. Jadilah jalan saya lebih cepat seperti berlari. Seperti itulah yang dimaksud etika Protestan mendukung kapitalisme”, sambung Firdaus. Pada sesi diskusi, seorang peserta membantah dengan mengajukan contoh, “Cara Weber ini gagal menjelaskan misalnya saja kehidupan petani. Bayangkan mereka sudah kerja keras, hidup sederhana, tetap saja tidak sejahtera”, sanggah Mugi, salah satu peserta. “Memang betul, Weber tidak melihat pemilikan alat produksi, seperti tanah pada petani, sebagai salah satu faktor

analisis. Ini berbeda dengan Karl Marx. Dan bisa saja analisis Weber dan Marx soal kapitalisme saling melengkapi. Apa sumbangan Weber adalah bahwa modus operandi tertentu harus didukung aktor dengan kompetensi tertentu. Misalnya saja, demokrasi tidak akan berjalan tanpa demokrat. Dan dalam hal ini, kapitalisme tak akan berjalan atau lambat, tanpa sikap mentalkapitalis”, terang Firdaus. Selain membahas tentang kapitalisme, diskusi jelang buka puasa itu juga menyoal tentang rasionalisasi. “Pada akhirnya, Weber cukup pesimis melihat rasionalisasi di setiap lini kehidupan. Misalnya saja, lahirnya birokrasi yang kaku dan tak manusiawi, kapitalisme yang merusak dan sebagainya. Weber bilang, sampai titiknya rasionalisasi yang radikal akan melahirkan irasionalitas”, jelas Firdaus. Di sisi lain, pesona dunia makin pudar karena buah rasionalitas manusia berupa ilmu pengetahuan dan teknologi. “Lihat saja, kuburan jadi tak angker, hantu jadi lucu di layar teve. Itulah potret hilangnya pesona dunia. Dulu, sakral & mistis, sekarang biasa saja”. Dan diskusi ditutup dengan ta’jil saat Maghrib. []


Page 3

Kopkun Corner

Volume 2 Issue 14

Buka Bersama se Jawa Tengah “Koperasi pemuda itu harus bisa jadi solusi pasca kampus bagi aktivis koperasi mahasiswa”.

Kegiatan dimulai dengan Kultum yang disampai-kan oleh Ust. Nusky ZK. Kemudian dilanjut dengan buka bersama dan acara ramah tamah. Tak ketinggalan foto session para peserta.

P

aling tidak ada 120an orang padati Lantai 1 Restoran Asiatic sore hari itu; Mulai dari Pengurus, Pengawas, Karyawan Kopkun. Juga tak ketinggalan keluarga mereka, masyarakat Dukuh Bandong dan 10 anggota teraktif Kopkun ikuti Buka Bersama pada 4 Agustus 2012. Menariknya, Buka Bersama kali ini juga dihadiri oleh Pengurus Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) dan koperasi mahasiswa se Jawa Tengah. Mereka hadiri Buka Bersama ini untuk bersilaturrahmi dengan Keluarga Besar Kopkun.

Dalam kegiatan itu, Yusuf Budi, Wakil Ketua Kopindo, memberi apresiasi besar terhadap kegiatan tersebut. Ditambah melalui kegiatan ini, koperasi mahasiswa se Jawa Tengah juga bisa ikut serta. Sehingga produktif bagi gerakan koperasi pemuda. []

Kunjungan Kopindo: Peran Koperasi Pemuda

D

Ben Anderson, Indonesianis ini melihat bahwa peran pemuda di Indonesia dalam dinamika kebangsaan sangat kuat.

iwakili Yusuf Budi Sartono, Wakil Ketua dan Hendra Suhendra, Kabid PSDA, Pengurus Kopindo menyambangi Purwokerto. Kesempatan itu salah satunya digunakan untuk mengunjungi Kopkun. Di Kopkun mereka diterima oleh Herliana, Ketua dan Firdaus Putra, Manajer Organisasi. Kunjungan itu berlangsung pada 4 Agustus 2012. Selain membahas mengenai kondisi Kopindo saat ini, mereka juga membahas mengenai konstelasi koperasi pemuda di Indonesia. “Koperasi pemuda itu harus bisa jadi solusi pasca kampus bagi aktivis koperasi mahasiswa. Selain itu juga bisa memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat”, ujar Yusuf Budi. Kenyataannya pasca kampus aktivis koperasi mahasiswa tidak sedikit yang meninggalkan koperasi. Salah satu sebabnya bisa jadi karena tidak tersedianya

ruang aktualisasi pasca Kopma. Di sisi lain, sebenarnya aktivis Koperasi Pemuda bisa memberi kontribusi nyata, misalnya aktif di Dekopinda, BKPK dan sebagainya. Itupun belum termasuk dengan pembangunan dan pengembangan usaha oleh pemuda yang akan meningkatkan jumlah entrepreneur di Indonesia. Di akhir kunjungan, Yusuf Budi mengharapkan agar Kopkun bisa jadi teladan koperasi pemuda di Indonesia. “Modelnya nanti bisa diterapkan di kampuskampus lain. Nah, Kopkun kasih dulu”, ujarnya. []


Jadi Anggota & Manfaatnya

Redaksi Kopkun Corner Penanggungjawab: Ketua Kopkun Redaktur Pelaksana: Agnes Harvelian Reporter: Elsa, Amy & Nimas Distribusi: Nanang, Firman & Rohmat

B

anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1. Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pendidikan Dasar (wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar. Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entrepreneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan manajerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Kemanfaatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!

Sekretariat: Kopkun Lt. 2 Jl. HR. Boenyamin Komplek Ruko Depan SKB Purwokerto (0281) 631768 | www.kopkun.com kopkun_unsoed@yahoo.co.id

Untuk pengguna Ipad dan Android, sila pindai barcode ini!

Titik Balik Kebebasan Oleh: Firdaus Putra (Manajer Organisasi Kopkun)

Foto karya Loca Luna/ Anna Gay. http:// www.flickr.com/photos/ annagaycoan

I

saiah Berlin, seorang filsuf, mendefinisikan kebebasan menjadi dua macam. Pertama adalah “bebas dari” dan kedua “bebas untuk”. Yang kedua menyaratkan adanya yang pertama. Karena yang pertama itu dasar bagi segala sesuatu. Momen 45 membuat Indonesia bebas dari penjajahan, penindasan, kekangan, rasa takut dan seterusnya. Alhasil, bangsa ini menjadi bebas untuk “Membentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; Memajukan kesejahteraan umum; Mencerdaskan kehidupan bangsa; Dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dan sekarang Indonesia memasuki era 2.0. Kebebasan tak lagi semewah masa Medan Prijaji - 1907, surat kabar nasional pertama Indonesia. Dan boleh jadi, kita tak lagi ingat soal momen kebebasan itu. Sebuah momen yang harus diraih dengan otak, otot, keringat dan darah, jiwa dan raga. Di era 2.0 ini, teknologi informasi menjadi piranti bagi kebebasan. Kebebasan menjadi tersebar ke seluruh kehidupan. Lihat saja, dengan gadget orang bisa akses internet kapan dan di mana pun. Kebebasan hadir dalam tiap detik dan tiap senti kehidupan. Dan barang siapa tak bisa hargai dengan pantas momen ini, perlulah ia pergi ke China untuk merasakan pengalaman pembatasan informasi oleh negara.

Ya benar, belajarlah ke negeri China, agar sepulangnya kita jadi ingat bahwa kebebasan itu perlu diperjuangkan. Sampai ujungnya kita perlu khawatir, janganjangan ada titik balik dalam kebebasan? Baudrillard pernah mengingatkan, “Makin banyak informasi, makin miskin makna”. Lihat saja jepretan kamera digital atau hape kita tak sebermakna jepretan pada rol film. Banyaknya teman fesbuk kita tak seerat teman nongkrong. Jika benar, coba ubahlah postulat itu menjadi, “Makin terbiasa hidup dalam kebebasan, makin tak terasa kebebasan adalah bermakna”. Pada momen Agustus ini, berapa banyak dari kita bisa hayati apa itu kemer dekaan. Kamu bisa? []


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.