Kopkun Corner Edisi 24

Page 1

Kopkun.com

Edisi Juni 2013

Kopkun Corner

Volume III, Issue 24

Inside this issue: Upaya Unsoed Bangun Prodi Koperasi

1

Diskusi Bersama Si Murid Saul D. Alinsky

2

TTS Berhadiah

3

Kadang Gambar Kita Terlalu Kecil

4

Giddens dan Jalan 5 Yang Lain Savoir et Pouvoir

6

Pojok Kopkun  Wow, Unsoed mau bangun prodi koperasi lho!  Mengapa memilih koperasi? Simak penjelasannya!  Ada TTS berhadiah lho!  Cita-cita harus besar, jangan kecil!  Antara sosialisme, kapitalisme, itulah jalan ketiga.  Pengetahuan-kekuasaan saling berhubungan. Bagaimana? Baca!

Upaya Unsoed Bangun Prodi Koperasi

P

usat Kajian Koperasi (Puskakop) Unsoed, wacanakan membangun program studi koperasi. Wacana itu muncul pada workshop bertema “Membangun Pendidikan dan Pengembangan Koperasi di Indonesia”, 22 Mei 2013. Tak tanggung-tanggung, paling tidak tiga pembicara dihadirkan untuk memantik forum. Prof. Ghislain Paradis, MBA, pengajar University de Sherbrooke-Kanada, Robby Tulus, Mantan Direktur CCA-Kanada dan Suroto, Ketua LSP2I, Jakarta. Masing-masing pembicara mengetengahkan kajian koperasi dari tiga perspektif berbeda. Seperti Suroto yang bicara pada bangun ideologi koperasi. “Jadi idealnya koperasi yang rusak di masyarakat itu ditarik ke perguruan tinggi. Dianalisas, disistematisasi ulang. Di sinilah peran perguruan tinggi”, ujarnya berapi-api. Kemudian Robby Tulus bicara soal beberapa best practice koperasi di dunia, khususnya di Kanada. “Koperasi-koperasi besar di dunia selalu menekankan tiga dimensi pengembangannya: dimensi sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-budayanya. Pengembangan tiga dimensi itu tak boleh timpang” ujarnya. Sedangkan Prof. Ghislain membawakan dua materi utama. Terkait dengan masalah yang dihadapi koperasi besar: seperti masalah partisipasi, sumber modal dan sebagainya. Pada materi kedua beliau bicara soal pendidikan koperasi di univeristas dengan mengambil gambaran universitas di Kanada. Terkait dengan wacana pembentukan program studi koperasi, Ketua Kopkun, Herliana, SE., mengungkapkan, “Wah … ini terobosan menarik. Tentu sejalan dengan visi gerakan koperasi yang menyaratkan adanya pendidikan perkoperasian bagi masyarakat. Kopkun tentu mendukung dan siap bekerjasama jika dibutuhkan” terangnya. Pada kesempatan terpisah, Taufik Budi, M.Si., Sekretaris Kopkun, juga mengapresiasi rencana tersebut. Ia menambahkan, “Selain prodi, klinik koperasi juga terobosan menarik. Banyak koperasi di masyarakat yang masih butuh pelatihan misal: keuangan, perpajakan, organisasi, manajerial, dll. Dengan klinik ini, Unsoed bisa benarbenar menunaikan darma pengabdian kepada masyarakat”, katanya. Hal senada juga disampaikan oleh salah satu peserta workshop dari Dinas Perindagkop Kab. Purbalingga yang mendukung rencana pembentukan klinik koperasi. “Kunci pembangunan koperasi adalah melalui pendidikan”, ujar salah satu pembicara. Dan semoga upaya pembangunan prodi koperasi itu jadi kontribusi penting bagi koperasi-koperasi di masyarakat! []


Page 2

Kopkun Corner

Volume 3, Issue 24

Diskusi Bersama Si Murid Saul D. Alinsky Dari kiri ke kanan: Herliana,

“Saya melihat politik cenderung meninggalkan orang -orang di belakang”.

SE., Ketua Kopkun; Drs. Trisna Ansarli, Aktivis Koperasi Credit Union; Drs. Robby Tulus, Mantan Direktur ICA Asia-Pasifik; Firdaus Putra, S.Sos. M. Organisasi Kopkun; Suroto, SE., Ketua LSP2I Jakarta

M

Saul D. Alinsky, Community organizer dan penulis asal Amerika.

engapa saya memilih koperasi? kata Robby Tulus membuka forum malam itu. Sebagai salah satu murid didikan Saul D. Alinsky, aktivis dan penulis Rules for Radicals, Robby tulus mengungkapkan bagaimana seorang penggerak sosial seharusnya tidak meninggalkan orangorang di belakangnya. “Saya melihat politik cenderung meninggalkan orang-orang di belakang. Koperasi, tidak! Itulah yang membuat saya memilih koperasi”, serunya. “Saat itu Alinksy juga tidak bisa menerima pilihan saya”, terang Mantan Direktur ICA untuk wilayah Asia Pasifik itu. Argumen mendasar itulah yang membuat pria 73 tahun itu sampai saat ini betah di gerakan koperasi. Sebagai salah satu perintis Credit Union di Indonesia, Robby Tulus menekankan bagaimana proses itu butuh waktu panjang. “Dulu Dirjen koperasi menolak ide Credit Union/ Koperasi Kredit karena tak gunakan nama Koperasi Simpan-pinjam (KSP). Dengan berbagai usaha, kami yakinkan beliau. Sampai akhirnya mengeluarkan keputusan maksimal lima tahun untuk mencobanya. Jika tidak, lupakan gagasan CU itu”, ujarnya. Sejarah nampaknya berpihak kepadanya. Credit Union yang awalnya disepelekan pemerintah karena berbeda dengan Koperasi Unit Desa (KUD), sekarang justru jadi idola. “Dari 100 koperasi besar di Indonesia, 36-nya adalah Credit Union. Dengan anggota mencapai 2 jutaan orang dan aset 20 trilyun rupiah”, terang pembicara lain, Suroto, Ketua LSP2I, Jakarta. Diskusi yang digelar di meeting room Kemangi Resto malam itu dihadiri paling tidak 30 peserta. Sebagian besar merupakan kader-kader muda Kopkun. Juga terlihat beberapa aktivis organisasi gerakan mahasiswa lainnya ikut serta. Pada kesempatan itu, Suroto juga menyinggung bagaimana seharusnya mahasiswa terjun di masyarakat sebagai bentuk pengabdian sosial. Pria berkacamata ini menyontohkan bagaimana seyogyanya mahasiswa bisa ikut memberdayakan, misalnya, tukang becak di pangkalan perti-

gaan kampus FISIP. Pembicara berikutnya, Trisna Ansarli, aktivis koperasi kredit yang sudah puluhan tahun mengabdikan dirinya di gerakan. Pak Trisna, demikian akrab disapa, mengapresiasi peserta diskusi malam itu. “Saat mengisi pelatihan di salah satu univesitas di Sumatera, ada seorang mahasiswa yang kebetulan sedang menyusun skripsi tentang koperasi bertanya ke saya”, ceritanya. “Saya tanya, kenapa suaranya pelan. Mahasiswa itu jawab, malu katanya karena mengambil tema tentang koperasi”, sambungnya. Memang sejarah koperasi di Indonesia cenderung muram, itulah mengapa orang-orang muda enggan. Diskusi yang digelar pada 22 Mei 2013 itu, rencananya dihadiri juga oleh Prof. Ghislain Paradis, MBA, pengajar University de Sherbrooke-Kanada. Sayangnya beliau kelelahan, jadi tak bisa menghadiri. Meski demikian, kehadiran Robby Tulus, Suroto dan Pak Trisna, sudah cukup merangsang antusiasme peserta pada diskursus perkoperasian. []


Page 3

Kopkun Corner

Volume 3, Issue 24

Teka-teki Silang Bulanan “Berhadiah Berlangganan Koran Tertentu Selama Satu Bulan dan Merchandise Menarik�

Mendatar: 1. Kasus lumpur 6. Pengukuhan tanpa melalui voting 8. Tata ruang 11. Sop tulang sapi 12. Play Station 13. Bayi kembar yang menyatu 15. Ini (Jawa) 16. Pinjaman (Inggris) Menurun: 2. Penerapan 3. Abadi (Inggris) 4. Gelar sarjana sebelum 1993 5. Cita-cita koperasi 7. ∊ (simbol matematika) 9. Exempli Gratia 10. Surat Peringatan 13. Sidang Istimewa 14. Modus Operandi Ketentuan:

1. TTS Berhadiah ini terbuka untuk semua orang di wilayah Purwokerto. 2. Jawaban dikirim ke Kopkun dengan menyertakan Nama, No. HP dan struk belanja miminal Rp. 10.000 di Kopkun Swalayan. Atau email ke: kopkun_unsoed@yahoo.co.id dengan menyertakan scanan/ foto struk belanja. 3. Jawaban paling lambat tanggal 29 Juni 2013 pukul 17.00 WIB. 4. Tiap bulan akan dipilih satu pemenang yang menjawab dengan benar. 5. Pemenang berhak atas langganan koran selama satu bulan dan merchandise menarik. 6. Pemenang akan dihubungi via telepon. Kompetisi Esai Mahasiswa #5 Info: www.tempo-institute.org

Tema: Pendidikan, Lingkungan Hidup, Demokrasi, HAM, Kewirausahaan, Kebudayaan, dll. Hadiah: Juara I memperoleh laptop dan 6 juta rupiah Juara I memperoleh laptop dan 4 juta rupiah Juara I memperoleh laptop dan 2 juta rupiah 30 Besar mengikuti Kemah Kepemimpinan di www.kopkun.com

Deadline: 17 Agustus 2013


Page 4

Kopkun Corner

Volume 3, Issue 24

Giddens dan Jalan Yang Lain Pemikiran Anthony Giddens dirujuk oleh PM Inggris, Tony Blair. Pemikirannya dapat disimak pada buku Beyond Left and Right: The Future of Radical Politics (1998) dan The Third Way and its Critics (2000).

“Giddens secara implisit mengajarkan tentang penolakan pada determinisme perspektif”

P

Dodi Faedulloh, mahasiswa pasca sarjana Magister Administrasi Publik Unsoed. Penerima Beasiswa Unggulan BPKLN Kemendiknas RI.

asca runtuhnya Uni Sovyet, demokrasi liberal bersorak girang. Kapitalisme diklaim sebagai sang pemenang dan menjadi jalan utama yang harus dipilih oleh seluruh umat di dunia. Para pengusungnya terus mendoktrin bahwa era kini telah berubah, dan tak ada alternatif lain selain kapitalisme. Dan luar biasanya, hal ini dianggap sebagai doxa atau “kebenaran”. Adalah Anthony Giddens, seorang teorisi asal Inggris yang menawarkan gagasan untuk bisa melampaui “kebenaran” ini. Baginya hidup bukan soal kapitalisme-sosialisme, selalu ada alternatif atau cara lain untuk menuju kesejahteraan sosial. Dalam karyanya, The Third Way, Giddens menuangkan kritiknya pada sosialisme, yang dianggapnya sudah mati. Namun ia juga memberi kritik pedas kepada kelompok “kanan”, ia mengatakan bahwa program neoliberal pun tak memadai dan kontradiktif. Hal ini yang membuat menarik, gagasannya mencoba untuk lepas dari kebuntuan kiri-kanan. Giddens menolak konsepsi sosialisme ortodoks, namun ia menerima sosialisme dalam makna sebagai doktrin etis yang memandang pemerintahan demokratis sosial untuk memberikan kesejahteraan sosial kepada masyarakat dan menghapus elemen ketidak-adilan dalam kapitalisme. Bahasa lainnya, merevisi kapitalisme menjadi lebih humanis. Giddens justru menilai inisiatif individu dan kesempatan sosial bagi seluruh warga negara bisa melahirkan kesejahteraan. Maka dari itu negara dan masyarakat sipil pun swasta harus bermitra, saling memberikan kemudahan, dan saling mengontrol. Namun kemitraan ini akan muncul bila kualitas demokrasi sudah tinggi, maka dari itu perlu pengembangan dan demokratisasi di tingkat komunitas.

Dalam praktiknya ekonomi-politik jalan ketiga dimanifestasikan dalam agenda egalitarianisme dengan memberikan kesempatan yang sama yang menekankan pada tanggung jawab pribadi untuk membangun demokrasi dialogis. Kemudian adanya agenda anggaran berimbang, desentralisasi kekuasaan pemerintah ke tingkat serendah mungkin, meningkatkan pasokan tenaga kerja, investasi dalam pembangunan manusia, perlindungan modal sosial, dan perlindungan lingkungan. Pemikiran Giddens bukan tanpa kritik, gagasannya terus diserang bertubi-tubi dari sudut kiri dan kanan. Tapi menyoal pemikirannya yang kontroversial tersebut, kita bisa membacanya dengan cara berbeda. Giddens secara implisit mengajarkan tentang penolakan terhadap determinsime perspektif, ia menawarkan hal baru di tengah kebekuan cara pandang. Begitulah Giddens. []


Page 5

Kopkun Corner

Volume 3 Issue 24

Kadang Gambar Kita Telalu Kecil Dari kiri ke kanan: Frans

“Gambar besar ini yang jadi energi dan inspirasi yang menggerakkan seluruh elemen”.

Supriyanto, Ketua Umum Induk Koperasi Konsumen Indonesia (IKKI); Herliana, SE., Ketua Kopkun. Hadir juga Suroto, Wakil Ketua IKKI; Adi Bahari, S.Pt., Bendahara, Angjar Muti, Badan Pengawas; Darsono, S.Sos., GM Kopkun, dll.

P

Gantungkan cita-cita setinggi langit. Jika tak tercapai, minimal setinggi gunung.

epatah klasik bilang, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit”. Saking klasiknya kadang kuotasi itu sekedar jadi kelakar. Tak begitu dengan pandangan Frans Supriyanto, pria asal Bali itu. Pak Frans, demikian akrab disapa, menggambarkan bagaimana perumusan target sangat penting bagi pembangunan koperasi. Ia sebut target itu sebagai gambar besar”. “Saat bangun Credit Union di Bali, kami awali dengan menyusun gambar besar itu. Gambar besar ini yang jadi energi dan inspirasi yang menggerakkan seluruh elemen”, ujarnya. Dia beri contoh bagaimana kadang kita sebagai aktor-aktor penggerak terlalu kecil membuat gambar itu. “Saya ingat betul, saat CU kami bangun gedung empat lantai di Bali, sebagian anggota dan pihak lain berkata minor. Dulu gedung itu terlihat paling megah di Bali. Tapi sekarang, itu biasa saja dan tampak kecil”, ujarnya. Gambar besar itu juga muncul misalnya pada target anggota pada 2025 sampai 500 ribu orang. “Saat ini, baru 4 ribu orang. Kami tetap optimis melihat target itu”, kata Ketua Umum Induk Koperasi Konsumen Indonesia (IKKI) itu. Dalam konteks pembangunan koperasi, Pak Frans mengingatkan bahwa kuncinya terletak pada pembangunan common bond sebagai basisnya. Common bond atau ikatan kolektif ini bisa berupa: common territorial seperti wilayah RT/ RW/ Desa; Common occasional seperti ikatan pada tempat kerja; Dan common spirit/ identity seperti kesamaan organisasi, agama dan sebagainya. Titik krusial berikutnya terletak pada bagaimana koperasi secara serius mengembangkan pendidikan. “Kami mempraktikkan itu dalam Credit Union di Bali. Setiap calon anggota harus mengikuti proses pendidikan. Dan dampaknya memang signifikan bagi CU di sana”, terangnya. Melihat perkembangan zaman, Pak Frans menggarisbawahi, “Koperasi itu sering kali telat dalam hal apapun daripada swasta. Ini harus dirubah! Misalnya soal penggunaan teknologi informasi (TI) itu perlu diseriusi”, ujar pria yang selalu optimistik itu.

Diskusi pada Sabtu, 25 Mei 2013 itu dihadiri oleh elemen Pengurus, Pengawas dan Manajemen Kopkun. Juga hadir Manajer Perjasu dari KPRI Margono Sukarjo. Sebelum mengakhiri diskusi, Pak Frans kembali mengingatkan bahwa koperasi merupakan karya kolektif. “Koperasi itu kan karya kolektif. Sehingga kultus terhadap individu harus ditiadakan. Tidak ada yang paling berjasa. Seluruh elemen punya peran masing-masing”. Kunjungan Pak Frans juga dalam rangka mengonsolidasi kekuatan koperasi konsumen di Indonesia. “Kopkun ini salah satu anggota IKKI. Dan saya lihat potensi Kopkun besar. Harusnya Kopkun sudah bisa membuka midi, bukan lagi mini swalayan. Selanjutnya grosir", ucap Pak Frans menyemangati. Ujungnya, jika target tak sampai setinggi langit, paling tidak tercapai setinggi gunung. Itulah pentingnya gambaran besar dibuat. []


Jadi Anggota & Manfaatnya

Redaksi Kopkun Corner Penanggungjawab: Ketua Kopkun Redaktur Pelaksana: Firdaus Putra Reporter: Dwi, Nurul, Nalora Layouter: Ghani, Maya Distribusi: Asad, Faiz, Anis, Hadi, Karto, Triono

B

anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1. Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pengenalan Dasar (wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar. Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entrepreneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan manajerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Kemanfaatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!

Sekretariat: Kopkun Lt. 2 Jl. HR. Boenyamin Komplek Ruko Depan SKB Purwokerto (0281) 631768 | www.kopkun.com kopkun_unsoed@yahoo.co.id

Untuk pengguna Ipad dan Android, sila pindai barcode ini!

Savoir et Pouvoir Oleh: Firdaus Putra, S.Sos. (Manajer Organisasi Kopkun)

Michel Foucault, filsuf yang banyak bicara soal kekuasaan dalam dimensi mikroskopik.

A

dalah Michel Foucault, pemikir yang singkap hubungan antara savoir (pengetahuan) dengan pouvoir (kekuasaan). Menurut pemikir Perancis itu, keduanya saling timbal balik. Pengetahuan akan lahirkan kekuasaan. Sebaliknya, kekuasaan beroperasi melalui rezim pengetahuan. Contoh klasik teori itu misalnya bagaimana seorang dokter punya kuasa penuh atas pasiennya. Apa sebab? Karena si dokter punya pengetahuan kesehatan, yang buat dia punya otoritas. “Kurangi rokok, kurangi begadang”, itu contoh perintahnya. Contoh sebaliknya, sering kita jumpai bagaimana pemerintah dekati perguruan tinggi saat keluarkan kebijakan. Misalnya, dengan gunakan data penelitian perguruan tinggi tertentu untuk absahkan kebijakan pengurangan subsidi BBM, beberapa tahun yang lalu. Inilah yang bisa terangkan mengapa pula lembagalembaga survai menjamur. Lembaga satu dengan yang lain perang data untuk pengaruhi opini publik. Investasi ratusan hingga milyaran rupiah bukanlah soal. Karena data adalah sumber kuasa untuk gerakkan masyarakat. Juga bagaimana iklan teve kadang sebut data atau hasil riset tertentu. Dengan “data ilmiah” itu masyarakat akan percaya bahwa produk itu “absah”. Absah untuk dikonsumsi, dipakai dan tentu untuk dibeli. Mungkin seperti itu. Tak heran jika ilmu manajemen kontemporer mulai bi-

cara ihwal knowledge management. Soal bagaimana mengelola pengetahuan; Yang artinya, mengelola kuasa. Bahkan dalam kasus korupsi yang saat ini heboh, bagaimana tersangka harus upayakan data da ging sapi untuk peroleh tambahan kuota impor. Praktik korupsi itu jadi demikian “sopan”. Tak langsung bilang, “Saya butuh tambahan kuota dan saya punya kompensasi untuk itu”. Sebaliknya, lewat adu argumen berbasis data. Mungkin juga debat soal metode atau rumus mengapa keluar angka sebesar/ sekecil itu. Savoir et pouvoir, pengetahuan dan kuasa bak sisi keping uang. Jadilah savoir tak bebas nilai. Ia ada karena pouvoir. []


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.