Kopkun.com
Edisi Juli 2013 Volume III, Issue 25
Kopkun Corner
Inside this issue: Kopkun Ikuti Work- 1 shop di Seoul, Korea Kopkun Swalayan 2, Sebuah Capaian Kolektivitas
2
Galeri Foto: Workshop Koperasi Kampus di Seoul
3
Kopkun Belajar di iCOOP Korea
4
Membangun Fed- 5 erasi Koperasi Kampus Hujan di Korea
6
Pojok Kopkun Wakili Indonesia, Kopkun ikuti workshop koperasi kampus di Seoul. Bagaimana Kopkun 2 itu? Tengok langsung! Liat tuh foto kegiatan workshop di Seoul. Berkunjung ke iCOOP Korea untuk belajar koperasi konsumen. Indonesia belum punya federasi koperasi kampus, lho! Seperti apa Korea saat hujan turun? Baca!
Kopkun Ikuti Workshop di Seoul, Korea
M
ewakili Indonesia, Kopkun hadiri workshop koperasi kampus se Asia Pasifik di Seoul, Korea. Workshop tahunan itu diikuti oleh delapan negara; Korea, Indonesia, Filipina, India, Jepang, Sri Lanka, Singapore dan Thailand. Ada tiga isu utama yang dikaji dalam workshop pada 4-7 Juli 2013 lalu. Pertama, bagaimana prinsip koperasi bisa meningkatkan kesejahteraan koperasi kampus. Kedua, kerjasama internasional antar koperasi di Asia Pasifik seperti pertukaran mahasiswa antar kampus. Dan terakhir, partisipasi anggota koperasi dalam komunitas. Sebelum mengkaji beberapa isu tersebut, beberapa panelis dihadirkan untuk memantik gagasan. Dr. Choi, dari Korea, mengurai bagaimana koperasi menjadi alternatif dari kapitalisme global dewasa ini. Ia memulai uraiannya dengan mengambil kasus krisis 2008 dengan ambruknya Lehman Brothers di Amerika. Kemudian Prof. Shoji, Ketua Sub-komite Koperasi Kampus se Asia Pasifik, menyampaikan blueprint Cooperative Decade sebagai lanjutan dari International Year of Cooperative 2012 lalu. Dalam Co-op Decade yang ditargetkan sampai tahun 2020, ada lima hal yang menjadi kerangka gerakan. Pertaman, penguatan identitas koperasi. Kedua, partisipasi anggota. Ketiga, pembangunan berkelanjutan. Keempat, tata perundangan dan kelima adalah permodalan koperasi. Dalam sesi country report, Firdaus Putra, Manajer Organisasi Kopkun, menyampaikan bahwa sejarah koperasi kampus di Indonesia relatif muda. Sehingga ia menyampaikan perlunya Indonesia membentuk federasi koperasi kampus sebagaimana di Jepang dan Korea untuk mempercepat pengembangannya. Hal tersebut dikaji dalam focus group discussion dan masuk dalam resolusi workshop. Selain workshop, tuan rumah Korea University Cooperative Federation (KUCF), membawa peserta berkunjung ke Soengmisan Village. Bagi para aktivis, sosiolog dan peneliti sosial, pasti akan kagum dengan capaiannya. Sedikitnya ada 50 komunitas berbeda berkembang di desa ini. Pada beberapa hal, warganya memproduksi barang secara mandiri. Bahkan sampai saat ini mereka sedang menguji penggunaan local currency di desa itu. Jika dicari padanannya, desa ini nampak seperti Chiapas di Mexico sana. Wow. []
Page 2
Kopkun Corner
Volume 3, Issue 25
Kopkun Swalayan 2, Sebuah Capaian Kolektivitas “Alhamdulillah tahun ini bisa kita realisasikan. Ke depan semua bagian harus menggeliat” swalayannya,
Keterangan: Papan nama gedung Kopkun 2 di Jl. Soeparno No. 2 Karangwangkal. Tiga unsur diramu jadi satu: ruang perkaderan, unit simpan pinjam dan swalayan. Papan ini seluas 2x9,5 meter persegi.
B
Dan demikianlah seharusnya Kopkun. Tumbuh dari kecil jadi besar. Dari satu jadi dua dan seterusnya.
anyak orang yang sangsi Kopkun buka cabang. Saat diberi kabar Kopkun akan buka cabang, sebagian bertanya ulang, “Mau pindah lagi?”. Tentu kami harus menjelaskan dengan sedikit geli. Ya, Kopkun Swalayan 2 adalah cabang dan bahkan gedung itu Kopkun beli, bukan sewa. Satu sisi hal itu menandakan bahwa mereka perhatian dengan Kopkun yang pernah dua kali pindah lokasi. Sisi yang lain, bagaimana kita harus membuktikan diri bahwa Kopkun mampu melakukannya. Meski molor dari tanggal yang dijadwalkan, Kopkun 2 buka (soft opening) pada medio Juli 2013. “Kami harus melakukan renovasi agar gedung ini menjadi layak untuk swalayan moderen. Dan perlu waktu untuk membuatnya sedap dipandang”, ujar Darsono, General Manajer. Ke depan semua bagian akan melakukan ekspansi. “Ya, tahun ke 7 ini harus menjadi tonggak bagi Kopkun untuk menggeliat. Ini adalah harapan anggota sejak dua tahun lalu. Dan alhamdulillah tahun ini bisa kita realisasikan. Ke depan semua bagian harus menggeliat: swalayannya, simpanpinjamnya dan juga perkaderan/ keanggotaannya baik dari sisi jumlah pun kualitas”, terang Herliana, Ketua Kopkun. Sebagai gambaran, gedung di Jl. Soeparno No. 2 Karangwakal itu lantai satunya digunakan sebagai swalayan. Lantai duanya, ruang aktivitas kader seluas 4x6 meter persegi. Di sampingnya Unit SimpanPinjam seluas 5x6 meter. Di sebelah dua ruang itu ada selasar seluas 1,5x9 meter. Selasar terbuka ini digunakan sebagai ruang bebas. Kemudian ada ruang Pendidikan Dasar (Diksar) yang menyatu dengan ruang siaran. Ruang seluas 2,5x2,5 meter itu akan difasilitasi monitor 21 inch dan penunjang lainnya. Pasalnya ke depan Diksar akan diselenggarakan dengan multi media. Di bagian tengah antara ruang Diksar dan Manajer Organisasi ada ruang tamu yang representatif. Kemudian dua ruang gudang untuk persediaan swalayan. Dan bagian terakhir adalah mini pantry dan ruang salat karyawan.
Paling tidak butuh dua bulan untuk men yiapkan semuanya. “Saat ini semua energi fokus untuk menyiapkan gedung ini”, terang Sutarno, Manajer Usaha, yang menggawangi proses renovasi dari awal sampai akhir. Adi Bahari, Bendahara, menyampaikan, “Umpama berkeluarga, ini adalah rumah pertama. Dan biasanya rumah pertama itu apa adanya. Semoga di rumah kedua dan ketiga, nanti bisa lebih representatif lagi”, ucapnya saat memantau proses renovasi. Grand opening Kopkun Swalayan 2, rencananya dilaksanakan pada bulan Agustus/ September bertepatan dengan momen penerimaan mahasiswa baru Unsoed. Sedang Unit SimpanPinjam, Istinganah, Manajer USP Kopkun menerangkan, “Pelayanan kami akan lebih prima dan meluas. Ditambah pasca RAT 6 anggota sepakat jasa pinjaman turun dari 1,5% menjadi 1%. Sedang jasa simpanan tetap 0,5% per bulan. Jadi lebih kompetitif”, kata perempuan berjilbab itu. []
Page 3
Kopkun Corner
Volume 3, Issue 25
Galeri Foto: Workshop Koperasi Kampus di Seoul
Kiri ke kanan: Perkenalan dari Kopkun oleh Firdaus Putra | Peserta mengikuti presentasi Dr. Choi.
Kiri ke kanan: Focus group discussion dengan tiga isu berbeda | Kunjungan ke Soengmisan Village.
Kiri ke kanan: Cooking contest membuat masakan Korea | Peserta menulis testimoni saat penutupan.
Kompetisi Esai Mahasiswa #5 Info: www.tempo-institute.org
Tema: Pendidikan, Lingkungan Hidup, Demokrasi, HAM, Kewirausahaan, Kebudayaan, dll. Hadiah: Juara I memperoleh laptop dan 6 juta rupiah Juara I memperoleh laptop dan 4 juta rupiah Juara I memperoleh laptop dan 2 juta rupiah 30 Besar mengikuti Kemah Kepemimpinan di www.kopkun.com
Deadline: 17 Agustus 2013
Page 4
Kopkun Corner
Volume 3, Issue 25
Membangun Federasi Koperasi Kampus | Oleh: Suroto Ph. “Praktek sudah ada, pelajaran bisa dipetik dan sisanya tergantung kemauan kita�
Suroto Ph., Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) dan Ketua Asosiaasi Kader Ekonomi Sosial Strategis (AKSES) Indonesia. Beliau adalah inisiator Koperasi Kampus di Indonesia.
D
i lingkungan kampus di Indonesia, orang lebih mengenal Koperasi Mahasiswa (Kopma), Koperasi Dosen (Kopdos) atau Koperasi karyawan kampus yang kalau di universitas negeri biasa disebut dengan istilah Koperasi Pegawai Negeri (KPN) atau Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) dan atau koperasi Karyawan (Kopkar) bagi kampus swasta. Kegiatan koperasikoperasi di lingkungan kampus ini biasanya menyelenggarakan layanan unit pertokoan yang menjual kebutuhan sehari-hari, foto copy, kantin, dan lain sebagainya. Mengikuti model koperasi fungsional yang merupakan hasil dari fragmentasi politik pemerintah Orde Baru pada umumnya, koperasi-koperasi tersebut walaupun hidup di lingkungan kampus semua namun antara yang satu dengan yang lainya tidak ada proses integrasinya. Kecenderungannya yang terjadi biasanya justru saling bersaing dan mengeliminasi. Sudah dapat dipastikan, seringkali Kopma sebagai pihak yang lemah kedudukan politisnya di kampus adalah menjadi target sasaran tereliminasi dari kampus. Sebut saja contohnya adalah Kopma Unibraw (Universitas Brawijaya) yang tadinya diunggulkan sebagai Kopma terbesar di Indonesia langsung lenyap tergusur oleh kebijakan kampus yang pemimpinnya tidak jelas komitmenya terhadap arti penting Kopma ini. Koperasi Kampus (Koppus) atau dalam terminologi internasional sering disebut dengan University Co-op adalah merupakan konsep yang selangkah lebih maju dibandingkan dengan model-model konsep koperasi di lingkungan kampus di Indonesia tersebut. Kopppus ini adalah tempat belajar dan bekerja serta mitra sejajar dalam membangun demokrasi di kampus dengan keangotaan terbuka bagi warga kampus (dosen, mahasiswa, karyawan, alumni, orang tua maupun warga sekitar kampus) yang pada prinsipnya sesungguhnya juga terbuka bagi siapapun mengikuti prinsip koperasi yang berlaku secara universal. Betapa memang tidak mudah untuk mengimplementasikanya. Persoalan mendasarnya karena untuk membangun integrasi antar koperasi yang sudah ada tersebut memang tidak mudah ditambah lagi memang karena dalam praktek memang di Indonesia ini sulit dicari bentuknya. Kalaupun ada, saat ini salah satu rintisan penting yang dimotori oleh Kampus Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) ternyata memang banyak menghadapi tantangan.
Logo NFUCA Japan. Selengkapnya bisa kunjungi website mereka di www.univcoop.or.
Tantangan selanjutnya, bagi pionerisasi Kopkun pada akhirnya harus dapat menjadi proyek benchmark bagaimana agar konsep ini juga dapat dikembangkan di universitas-universitas lain. Sehingga pada akhirnya nanti akan berdiri satu federasi Koppus sebagaimana berkembang di Jepang dengan nama National Federation of University Co-op Association (NFUCA) yang saat ini perananya telah meluas tidak hanya di lingkungan kampus dan negerinya tapi juga berperan besar bagi proses promosi perdamaian dan demokrasi di tingkat internasional. Untuk itu, penting bagi Kopkun dan juga koperasi di lingkungan kampus untuk memikirkan hal ini, entah hal tersebut difasilitasi oleh Kopkun, Kampus, Kopkar, Kopdos, Kopma untuk memikirkan bentuk afiliasi strategis ini baik dalam model federasi di tingkat kampus ataupun merger dari koperasikoperasi tersebut atau membangun koperasi yang sama sekali baru. Praktek sudah ada, pelajaran bisa dipetik dan sisanya tergantung kemauan kita. []
Page 5
Kopkun Corner
Volume 3 Issue 25
Kopkun Belajar di iCOOP Korea “Ada ujiannya. Jika gagal ya tidak bisa jadi pengurus. Dan mereka harus mengikuti lagi pendidikan perkoperasian”
Dari kiri ke kanan: 1. Diskusi intensif bersama Ms. Juhee Lee, Bagian Hubungan Internasional iCOOP 2. Tata letak/ display produk pada Natural Dream Store 3. Nama-nama anggota iCOOP (pada toko di 서울 양천구 신정동 1020-27번지 (1020-27, Shinjeong-dong, Yangcheon, Seoul) ), terletak di samping pintu.
P
Potret aktivitas di Natural Dream Store. Lihat label A di atas. Sila kunjungi www.icoopkorea.coop
ersis setahun lalu Kopkun pernah mengulas tentang iCOOP pada Buletin Kopkun Corner Edisi 13 Juli 2012. Dan pada tahun ini, diwakili Firdaus Putra, Manajer Organisasi, Kopkun berkesempatan melihat langsung iCOOP di Seoul Korea. Benarlah, kisah iCOOP bukan isapan jempol belaka. Melalui diskusi intensif bersama Ms. Juhee Lee, Bagian Hubungan Internasional iCOOP, kita jadi tahu mendalam bagaimana iCOOP itu. Per April 2012, mereka memiliki 129 swalayan. Swalayan itu bernama Natural Dream Store. Menariknya, pada tiap swalayan akan dipampang nama-nama pendiri toko itu (seperti foto di atas). Sehingga satu toko dengan yang lain bisa berbeda daftar namanya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan bukti pemilikan toko oleh anggotanya. Di lantai duanya ada kafe, namanya Natural Dream Café. Tempatnya asik dengan desain utama natural dengan kayu kecoklatan. Sayangnya, hanya anggota saja yang boleh belanja atau nongkrong di toko atau kafe. Ini adalah kebijakan pemerintah Korea terhadap koperasi di sana. Ketika dikonfirmasi, Ms. Juhee mengatakan bahwa iCOOP sudah berupaya mempengaruhi kebijakan itu, namun gagal. Di sisi lain, iCOOP tidak memberikan Sisa Hasil Usaha (SHU) per tahun pada anggotanya. Yang ada adalah anggota menerima diskon baik di kafe atau toko rata-rata sebesar 15%. Sebenarnya ini sama dengan SHU, hanya saja dibayar di depan. Dalam konteks produk, apa yang dijual di toko atau kafe sudah melalui seleksi ketat. Ada tiga tahap seleksi yang dilakukan oleh Pengurus. Yang kemudian mereka membuat kriteria AAA, AA dan A pada tiap produknya. Khusus produk yang mereka impor, misalnya kopi dari Timor Timur, gula dari Filipina, mereka lakukan dalam mekanisme fair trade. Sehingga baik di toko pun kafe, selalu ada logo fair trade pada produk tersebut. Meski ada beberapa yang impor, sebagian besar
produk mereka produksi sendiri. Seperti misalnya mie ramen yang mana mereka punya pabriknya di lembah Gurye. Sedang produk pertanian, mereka lakukan kontrak dengan para petani yang memuat klausul tertentu, misalnya organik, bebas pestisida dan sebagainya. Ms. Juhee mengatakan meskipun sebagian besar koperasi di Korea menjual produk organik, hanya iCOOP yang secara langsung membuat kebijakan ethical consumerism untuk melindungi dan menjaga kesehatan anggotanya. Soal pendidikan, mereka lakukan secara rutin. Bahkan per tahun 2012, mereka lakukan 8 ribu kali pendidikan dengan partisipasi mencapai 17 ribu orang. Pendidikan ini dilakukan pada anggota, pengurus dan manajemen. Bahkan, untuk menjadi pengurus iCOOP, Ms. Juhee menerangkan, “Ada ujiannya. Jika gagal ya tidak bisa jadi pengurus. Dan mereka harus mengikuti lagi pendidikan perkoperasian”. Itulah kuncinya! []
Jadi Anggota & Manfaatnya
Redaksi Kopkun Corner Penanggungjawab: Ketua Kopkun Redaktur Pelaksana: Firdaus Putra Reporter: Dwi, Nurul, Nalora Layouter: Ghani, Maya Distribusi: Asad, Faiz, Anis, Hadi, Karto, Triono
B
anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1. Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pengenalan Dasar (wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar. Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entrepreneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan manajerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Kemanfaatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!
FB: Kopkun Dua & Kopkun Unsoed Full
Sekretariat: Kopkun Lt. 2 Jl. HR. Boenyamin Komplek Ruko Depan SKB Purwokerto (0281) 631768 | www.kopkun.com kopkun_unsoed@yahoo.co.id
Untuk pengguna Ipad dan Android, sila pindai barcode ini!
Hujan di Korea Oleh: Firdaus Putra, S.Sos. (Manajer Organisasi Kopkun)
Tengoklah begitu modis dan colorfull payung itu. Itu karena mereka sudah adaptif dengan hujan.
S
eharusnya saat ini Korea musim panas, bukan peng hujan. Negeri itu punya empat musim. Mei sampai Agustus kaprahnya musim panas. Lantas apa menariknya Korea saat hujan turun? Sebagian kita merasa risih saat hujan turun. Tentu karena jalanan jadi becek, dingin dan baju bisa basah. Belum lagi kita harus menenteng payung. Entah kenapa, sebagian besar kita enggan atau malu saat menenteng payung. Apa lagi bagi kebanyakan pria. Berbeda dengan Korea. Saat hujan, seperti sekarang ini, kita bisa lihat semua orang menenteng payung. Wanita, pria, tua, muda membawanya dengan santai. Seperti saat saya naik subway (seperti KRL di Jakarta), bagaimana seorang pria berjas elegan menenteng payung. Ini akan jadi pemandangan asing di Indonesia, bukan? Dan tidak di sana! Belum lagi, saat masuk ke kafe, toko, outlet pakaian dan sebagainya, mereka sediakan plastik pembungkus payung. Maksudnya agar payung basah kita tidak buat becek tempat itu. Dan untuk itu, mereka punya alatnya. Sejenis alat packing berisi plastik yang service by self. Apa yang menarik dari itu semua adalah tentang budaya tanggap hujan masyarakat Korea. Indonesia, yang sedari dulu punya dua musim; panas dan hujan, saya lihat belum punya daya adaptif sedemikian rupa. Tenteng payung pun masih kita anggap sebagai hal yang kurang enak. Apalagi soal alat pembungkus payung basah.
Imbasnya, seringkali kita batalkan agenda tertentu karena hujan turun. Hujan masih menjadi alasan untuk tak hadiri kegiatan tertentu. Ironisnya, kita sudah hidup ratusan tahun dengan musim itu. Dan anehnya, masih saja hujan dijadikan sebab. Seolah hujan adalah hal tak terprediksi. Padahal, selalu ada ramalan cuaca. Dan bukankah seringkali hujan datang dengan tidak tibatiba? Itu kemudian yang membuat payung di Indonesia tak semodis payung di sana. Karena di negeri ini, tak banyak permintaan akan payung. Sehingga pasar payung jadi ala kadarnya. Jika tak percaya, tengoklah payung mereka di film dramanya. []