Kopkun.com
Edisi Agustus 2013 Volume III, Issue 26
Kopkun Corner
Inside this issue: 1 Kehangatan di Tasyakuran Kopkun 2 Mengenal Multistakeholder Cooperative
2
Komik Edisi Lebaran
3
Indonesia Merdeka?
4
Lebaran & Liburan
6
Pojok Kopkun Siapa saja yang hadiri syukuran Kopkun 2? Koperasi multistakeholder, apalagi itu? Liat tuh, komik spesial edisi lebaran. 17 Agustus 45 kita merdeka. Ciyus? Lebaran itu bahasa mana ya? Baca!
Kehangatan di Tasyakuran Kopkun 2
S
epuluh hari setelah soft opening, Kopkun adakan tasyakuran atas pembukaan cabang dan pembelian gedung. Tepatnya pada 27 Juli 2013, syukuran itu dilaksanakan di Kopkun 2 Lantai 2. Seluruh awak Kopkun hadir. Mulai dari Sesepuh, Pengurus, Pengawas, Manajemen dan Karyawan-Parttimer. Hadir juga dalam kegiatan itu warga Rt 2/ Rw 1 Karangwangkal. Tak ketinggalan juga Bapak Lurah Karangwangkal menghadiri sekaligus memberi sambutan. “Jika memang Kopkun ini koperasi yang benar, harapan saya semoga Kopkun bisa memberi manfaat juga kepada masyarakat”, terangnya. Hadirnya Bapak Lurah merupakan kebahagiaan bagi Kopkun karena sudah diterima di lingkungan baru tersebut. Kemudian wakil dari Dinas Koperasi Kab. Banyumas, Bapak Sugeng, juga hadir dan beri sambutan. “Saya selalu mengamati Kopkun. Dan pencapaiannya luar biasa. Tambah sekarang sudah punya gedung sendiri dan buka cabang. Moga Kopkun bisa jadi koperasi percontohan di Banyumas ini”, ujarnya. Selain warga Karangwangkal, hadir juga pengurus dan anggota Perjaka. Perjaka merupakan koperasi kelompok tukang becak dampingan Kopkun. Sedikitnya 14 anggota dan pengurus turut serta. Di awal kegiatan, Herliana, SE., Ketua Kopkun, beri sambutan.“Alhamdulillah Kopkun 2 mulai beroperasi. Semoga benih-benih manfaat makin luas bagi civitas akademika juga masyarakat sekitar. Dan kebetulan Pak Lurah hadir, perlu kami sampaikan bahwa masyarakat pun bisa jadi anggota Kopkun”. Kegiatan tasyakuran itu dirangkai dengan buka bersama. Berbeda dengan tahun kemarin, buka bersama saat ini lebih sederhana. Namun hal itu tak mengurangi rasa kehangatan bagi seluruh hadirin. Tak hanya hadirin, kehangatan juga dirasakan warga sekitar. Pasalnya Kopkun membagi nasi buka untuk lingkungan sekitar. Dalam tradisi Jawa kegiatan ini adalah utama, yakni bagi-bagi ambeng/ nasi berkat kepada lingkungan. Harapannya agar lingkungan turut serta dalam kebahagiaan tasyakuran dan mendoakan kelancaran serta kesuksesan di masa depan. Di penghujung acara, Ust. Maslikan menutup dengan kultum dan doa bersama. Dan seluruh peserta mengiri, “Amien”. Semoga Kopkun sukses! []
Page 2
Kopkun Corner
Volume 3, Issue 26
Mengenal Multistakeholder Cooperative “Berkaca pada pengalaman ErosciSpanyol, pertumbuhan multistakeholder cooperative lebih cepat “ W
MB
MB
MB
MB
GA
GA
GA
GA
100%
100%
50% | 50%
33%|33%|33%
W
Model 1
S
Keterangan:
1. Member board (MB) atau Pengurus 2. General Assembly (GA) atau Rapat Anggota Tahunan (RAT) 3. Worker (W) atau Pekerja 4. Consumer (C) atau Konsumen 5. Financial buffer (F) atau Koperasi kredit
W
C
C
Model 2
C
W
W
C
C
Model 3
udah menjadi tradisi Kopkun menyelenggarakan diskusi. Diskusi biasanya mengambil tema sosial, ekonomi dan budaya. Dan tak ketinggalan, soal koperasi tentunya. Senin, 5 Agustus 2013 lalu Kopkun selenggarakan diskusi terbatas dengan tema Mengenal Multistakeholder Cooperative. Dalam kesempatan itu, Suroto, SE., Ketua Akses Indonesia, lembaga think tank koperasi, memaparkan model koperasi kontemporer. Ia mengawali paparannya dengan menjelaskan model koperasi konvensional. Misalnya koperasi pekerja (worker co-op), yang anggotanya adalah para pekerja. Kemudian model koperasi konsumen (consumer co-op), yang anggotanya para konsumen. Kemudian ia mengatakan bahwa saat ini sudah ada model yang memadukan keunggulan model konvensional itu. Di dunia model itu disebut sebagai multistakeholder co-op. Atau dalam bahasa lain kita sebut sebagai koperasi multi pihak. Dibantu dengan skema, Suroto menerangkan bahwa multistakeholder co-op ini menggabungkan langsung misalnya antara pekerja dengan konsumen. Dalam aspek demokrasi, Pekerja mempunyai 50% suara dan Konsumen juga 50% (lihat model 3). Hal ini berbeda dengan model konvensional (model 1 dan 2), yang mana anggota tersusun hanya dari satu unsur: pekerja/ konsumen saja. Berkaca pada pengalaman Erosci-Spanyol, pertumbuhan multistakeholder coop lebih cepat daripada model 1 dan 2. Sedangkan model 4, sebenarnya juga model multistakeholder co-op, hanya saja tersusun dari tiga unsur: finansial, pekerja dan konsumen. Model 4 ini sudah diujicoba oleh Co-op Italy yang juga pertumbuhannya cepat. Suroto menyontohkan bagaimana model multistakeholder co-op, misalnya dalam usaha retail/ swalayan. “Taruhlah kita bersepuluh ini mendirikan swalayan bersama. Investasi kita tanggung bersama. Sampai tahun tertentu, kemudian kita membuka keanggotaan kepada masyarakat umum (konsumen). Mereka juga akan setor
F
F
W
W
C
C
Model 4
modal”, tuturnya. Lantas bagaimana terkait dengan pengambilan keputusan? Ia menjawab, “Jadi unsur pekerja memperoleh 50% hak suara, begitupun unsur konsumen. Dengan logika ini, tidak ada tirani minoritas pun diktator mayoritas”, sambungnya. Salah seorang peserta bertanya, “Lha misal kita 10 orang ini sudah bikin swalayan, bisa saja kan kita buat swalayan itu sebagai usaha kelompok?” “Ya bisa. Kita akan jadikan swalayan itu multistakeholder co-op atau usaha kelompok itu kan pilihan ideologi kita. Dan yang pasti, melalui model itu koperai sangat memperhatikan juga pentingnya kesejahteraan pekerja koperasi”, jawab Suroto. Dan faktanya, kata dia, Erosci dan Co-op Italy berkembang pesat. Ya karena kesejahteraan pekerja juga diperhatikan. Dan seperti inilah pola perjuangan koperasi, tak seperti lilin yang membakar habis diri sendiri demi menerangi yang lain. Melainkan saling memberdayakan agar semua bisa berdiri. []
Page 3
Kopkun Corner
Volume 3, Issue 26
KOMIK EDISI LEBARAN
Sumber: Gudeg.net
Sumber: Vhrmedia.com
Page 4
Kopkun Corner
Volume 3, Issue 25
Indonesia Merdeka? | Oleh: Lukita Werdhani “Ya, seperti pameo tua, “Jadi tamu di rumah sendiri”.
D
Lukita Werdhani, saat ini sedang studi di Ilmu Administrasi Negara FISIP UNSOED. Berkiprah di Kopkun sebagai kasir (parttimer).
alam pidatonya 68 tahun lalu, Soekarno bilang “Sekali merdeka tetap merdeka!”. Pidato itu kobarkan rakyat untuk perjuangkan kemerdekaan. Tapi ingat, kemerdekaan itu hanya jembatan untuk tujuan yang lebih besar. Makin lama harusnya bangsa ini makin mantap untuk penuhi kemerdekaan itu. Yang indikatornya, “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, seperti pada preambule UUD 1945. Lalu, bagaimana capaian bangsa saat ini? November mendatang, tiga bulan setelah Agustusan, lahan persawahan di Subang, Jawa Barat, akan digarap oleh kelompok agribisnis China – Malaysia. Nilai investasinya sebesar US$ 2M atau setara dengan 20 triliun rupiah. Komoditi yang digarap adalah padi dan kedelai. Perusahaan perkebunan China, Liaonsy Wufeng Agricultural telah menandatangani nota kesepakatan dengan Malaysian Amarak Group dan Tri Indah Mandiri. Seperti diberitakan, teknologi tinggi yang mereka bawa katanya mampu mengolah 100 Ha lahan. Sang CEO, Wufeng, mengatakan 80% produksinya akan memenuhi pasar Indonesia. Tak berhenti di situ, investasi US$ 2M itu bisa berkembang menjadi US$ 5M. Tentu mereka punya asumsi tak akan rugi investasi bahan pangan pokok di negeri ini. Lihatlah, jumlah penduduk Indonesia per 2012 sekitar 230 juta jiwa. Konsumsi beras per tahun mencapai 140kg/ orang. Jika separonya saja makan nasi, maka 16.100 juta kg dikonsumsi setiap tahunnya. Angka itu mengisyaratkan tingginya permintaan pasar dan itulah yang buat mereka optimis. Saat lahan Subang digarap, petani kita turun derajatnya menjadi petani penggarap.
Naasnya kali ini menggarap lahannya sendiri yang disewa orang asing. Ya, seperti pameo tua, “Jadi tamu di rumah sendiri”. Sebagian yang lain kemungkinan alih profesi, sampai mungkin akhirnya enggan jadi petani. Kasus Subang hanyalah mozaik kecil bagaimana pemerintah lemah menghadapi kepentingan asing. Contoh lain misalnya pada sektor perbankan. Melalui Perpres No. 111 tahun 2007, modal asing bisa investasi sampai 99% dalam bidang perbankan devisa, non-devisa, syariah dan perusahaan pialang pasar uang. Bandingkan dengan China, Singapura, Malaysia, Filipina yang batasi investasi asing pada kisaran 30%. Bahkan di Amerika yang liberal sekalipun, asing tidak diijinkan kuasai saham sampai 99%! Masih dalam Perpres tersebut, modal asing bisa kuasai 95% saham.
Page 5
Kopkun Corner
Volume 3 Issue 26
Lanjutan Hal 4. “Dan menolak pertemuan WTO merupakan langkah awal menunaikan amanat itu!�
Seorang petani membawa poster bertulis “WTO KILLS FARMERS�.
Sebagai contoh, pada tahun 2008 dan 2009 saja, PT. Newmont untung Rp 13,08T per tahunnya. Ironisnya, NTB, tempat dimana perusahaan itu beroperasi, menjadi daerah dengan jumlah penderita busung lapar terbesar setelah NTT. Bahkan 52% rumah tangga di tempat tambang kondisinya sangat miskin. Fakta itu membuktikan bahwa investasi asing tak sejahterakan masyarakat. Keuntungan triliuanan rupiah itu tak menetes ke bawah. Sebaliknya, terjadi capital out flow dari Indonesia ke Amerika. Sementara itu, pemerintah ulur waktu divestasi saham PT. Newmont. Nyatalah kedaulatan ekonomi-politik Indonesia dikendalikan oleh asing. Bukan karena rakyatnya yang tak mampu, melainkan sistem yang menghendaki. Ketika berdaulat jadi salah satu indikator kemerdekaan, maka kita bisa bilang bahwa Indonesia belum merdeka. Penguasaan asing seperti di atas dipermudah lewat organisasi seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF) dan tentu saja Bank Dunia (WB). Investasi asing didorong dan dilindungi melalui perjanjian internasional yang kuat, seperti Free Trade Agreement (FTA), AC-AFTA, CEPA dan seterusnya. Perjanjian tersebut bersifat mengikat, dimana Indonesia adalah salah satu yang terikat. Ya, terikat dalam makna peyoratifnya, tak bisa berkutik. Lewat WTO, aturan main perdagangan bebas disusun. Barang siapa tak patuhi, maka kena semprit. Dan tak enaknya, aturan itu lebih sering menguntungkan negara maju daripada kita. Lalu, IMF menyalurkan hutang yang diikuti dengan resep kebijakan ekonomi ini dan itu. Dan resep itu kadang tak tepat, kata Joseph Stiglitz, ahli ekonomi dunia.
Sebulan setelah sawah Subang digarap China-Malaysia, Desember mendatang WTO menggelar Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 yang dihadiri 150 negara di Bali. Ada tiga agenda yang diusung pemerintah, yaitu perdagangan komoditas produk pertanian, trade facilities dengan AS dan Uni Eropa dan kesiapan Indonesia membuka perdagangan dengan negara kurang berkembang. Menurut saya, konferensi itu hanya akan jadi ceremony untuk melegalkan kolonialisme gaya baru. Saat ini 93% luas daratan Indonesia dikuasai oleh sebagian besar modal asing. Di sisi lain, hutang kita terus menumpuk. Jadilah kemerdekaan 68 tahun ini masih semu. Tapi citacita founding fathers adalah amanat. Dan menolak pertemuan WTO merupakan langkah awal menunaikan amanat itu! Ya, itulah caranya. []
Jadi Anggota & Manfaatnya
Redaksi Kopkun Corner Penanggungjawab: Ketua Kopkun Redaktur Pelaksana: Firdaus Putra Reporter: Dwi, Nurul, Nalora Layouter: Ghani, Maya Distribusi: Asad, Faiz, Anis, Hadi, Karto, Triono
B
anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1. Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pengenalan Dasar (wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar. Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entrepreneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan manajerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Kemanfaatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya!
FB: Kopkun Dua & Kopkun Unsoed Full
Sekretariat: Kopkun Lt. 2 Jl. HR. Boenyamin Komplek Ruko Depan SKB Purwokerto (0281) 631768 | www.kopkun.com kopkun_unsoed@yahoo.co.id
Untuk pengguna Ipad dan Android, sila pindai barcode ini!
Lebaran & Liburan Oleh: Firdaus Putra, S.Sos. (Manajer Organisasi Kopkun)
Kenapa kupat? Kearifan Jawa bilang, makna kupat itu “ngaku lepat”. Mengakui kesalahan-kesalahan.
P
ada hari itu semua Muslim bersuka cita. Ada dua agenda utama yang jatuh pada satu momen itu. Tentu saja yang pertama adalah hari raya Idul Fitri . Soal hari raya ini, orang kita sering sebut dengan lebaran. Kata MA. Salmun, dalam artikelnya tahun 1954, asal kata “lebaran” ini dari tradisi Hindu. Artinya adalah “selesai, usai, tuntas”. Ya, pada hari itu umat Islam selesai atau tuntas menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Menariknya, Muslim Indonesia mengisi momen itu dengan ritual mudik dan silaturrahmi. Dan mudik ini menandakan bagaimana tradisi asali masyarakat kita yang suka guyub-rukun. Masyarakat gemeinschaft alias masyarakat paguyuban. Dalam ritus mudik itu, apapun dilakukan. Mulai dari waktu, biaya juga energi. Dan seringkali tak hiraukan resiko bahwa tiap tahun angka lakalantas mudik terus naik. Jadilah ritus mudik adalah ritus massal nan sakral. Pada ritus itu terkandung makna ngumpulke balung pisah. Ada kerinduan untuk berkumpul dengan sanak keluarga, meski setahun sekali. Jadilah silaturrahmi adalah ujung dari ritus itu. Kerinduan ini juga bertali kelindan dengan keinginan memanggil memori masa lalu. “Yang lalu” adalah kehidupan “di desa/ kampung”. Dan “yang sekarang” adalah “di kota”. Itulah nilai soal kacang yang tak lupa kulit. Tentang anak yang ingin bertemu orang tua; Adik yang bertemu kakak; Saudara bertemu sanak.
Suka-cita kemenangan itu makin kental dengan liburan. Di beberapa tempat muncul adat Syawalan. Boleh jadi berbeda maknanya di tempat lain. Misalnya saja, di kampung saya, Pekalongan, Syawalan akan dirayakan dengan tamasya keluarga. Syawalan ini tujuh hari pasca Idul Fitri. Semua tempat wisata pasti penuh sesak. Dan itulah juga fitrah kita sebagai manusia. Selalu membutuhkan wakturuang bermain. Liburan lebaran jadi momen untuk kembalikan pesona hidup. Di sisi lain, lebaran beri makna kontemplatif tentang fitrah kesucian kita. Juga soal kita sebagai homo socious. Selamat berlebaran & berliburan! []