Kopkun Corner Edisi 9

Page 1

Kopkun.com

Edisi 9 Maret 2012

Kopkun Corner

Volume II, Issue 9

Think Ahead, Go Ahead

Inside this issue: Think Ahead, Go Ahead

1

Kesan Senior ICA Lihat Kopkun

2

Karya Baru, Jurnal Ilmiah Ekosok

3

Think Across

4

Pojok Kopkun • Membangun koperasi itu tak instan, lho... • Kopkun dikunjungi senior Induk Organisasi Koperasi Dunia. Wahhh ... • Satu lagi dari Kopkun. Apaan tuh? • Think across itu tak sekedar copy-paste punya orang! Baca!

A

ke Book, ilmuwan koperasi, pada 1994 pernah menulis, “Pemerintah, partai-partai politik, pemikir/ ideolog, juga telah mendorong orang-orang untuk berharap terlalu muluk terhadap koperasi. Pandangan jangka panjang disalahartikan sebagai kenyataan jangka pendek”. Jadilah orang mengira bahwa koperasi bisa menyelesaikan masalah ekonomi masyarakat secara instan. Padahal, pola pembangunan koperasi senantiasa berdimensi jangka panjang. Misalnya saja, koperasi No one can see the future, yet we all must mengawali gerakannya pada sektor kredit. Masyarakat make plan about it . dilatih menabung untuk kemudian bisa dipinjam oleh lainnya. Ini untuk menjawab kebutuhan finansial anggota terkait kebutuhan produksi atau konsumsi. Berikutnya, koperasi akan membangun sektor konsumsi. Lahirlah koperasikoperasi konsumen berupa swalayan, supermarket atau pusat belanja. Koperasi ini bertujuan mencukupi barang/ jasa yang dibutuhkan anggota. Di sisi lain, bagi anggota yang punya usaha, dia juga bisa menjual barangnya di sana. Kemudian terakhir, koperasi mulai membangun sektor produksi. Koperasi jenis ini diharapkan dapat fasilitasi anggota-anggota untuk memproduksi sesuatu. Misalnya saja, usaha keripik, lanting, perabotan rumah tangga dan sebagainya. Selain itu, koperasi ini juga berfungsi sebagai kendali mutu produk mereka. Itu merupakan pola pembangunan jangka panjang koperasi yang melibatkan tiga sektor: finansial, konsumsi dan produksi. Tentu saja, agar sampai terbangun ketiga-tiganya dan saling dukung satu sama lain, butuh waktu lama. Contoh konkritnya, setelah kuat membangun koperasi kredit dalam bentuk Credit Union, aktivis koperasi mulai berpikir membangun Consumer Union (CU) Mart. CU Mart merupakan koperasi konsumsi. Rencana strategis setelahnya, 10-20 tahun mendatang dibangunlah koperasi produksi. Pola pembangunan gaya koperasi selalu think ahead, melihat 10-20 tahun mendatang. Dan tentu saja, itu bukan waktu sebentar. Sehingga Robby Tulus, seorang aktivis koperasi asal Kanada pernah berseloroh, dibutuhkan kesabaran untuk membangun koperasi yang benar di masyarakat. Setali tiga uang, kesabaran di sini sama artinya dengan konsisten, disiplin, kerja keras dan strategi manajemen jangka panjang. Think ahead bukan sekedar mimpi siang bolong. Karena saat mereka berpikir untuk 10-20 tahun ke depan, mereka mulai go ahead di tahun ini. Boleh jadi, cita-cita itu baru akan tercapai di tahun 2030. Tahun saat anak kita melahirkan anak dan kita menimang cucu. Memang perjuangan senyatanya tidak instan. Dan koperasi lalui kalender demi kalender dengan cara seperti itu. []


Page 2

Kopkun Corner

Volume 2, Issue 9

Kesan Senior ICA Lihat Kopkun “I saw that Kopkun have applied the principles of cooperative.” (Bruce Thodarson, Dirjen International Cooperative Alliance/ ICA, 1985-2000)

Robby Tulus, dkk sedang diskusi di Ruang Diksar

S

enin, 27 Februari yang lalu Kopkun kedatangan tamu. Tak tanggung-tanggung rombongan tamu itu terdiri Bruce Thodarson, Direktur Jenderal ICA Pusat, Periode 1985-2000, Robby Tulus, Direktur ICA Asia Pasifik, Periode 1993-2003. Kemudian ada Suroto, Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), Daisy Tanireja, Ketua Umum Yayasan Albrecht Karim Arbie (YAKA) beserta Anton Tulus, Bendahara. Tak ketinggalan Trisna Ansarli, Pengurus Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia. Lawatan dua hari itu dalam rangka melihat praktik koperasi kampus yang berkembang dari bawah (bottom-up). Yang mana, mereka sangat tertarik dengan gaya Kopkun mengelola swalayan. “Nah, kalau sudah lihat langsung seperti ini, saya jadi yakin pola pengelolaannya bisa dicangkokkan di koperasi lainnya”, ujar Pak Trisna. Dalam sesi diskusi, Robby Tulus menyampaikan kepada Pengurus Kopkun, M. Arsyad Dalimunte (Ketua), Herliana (Sekretaris), Danny Firmansyah (Bendahara), Taufik Budi (Komite), tentang pengelolaan koperasi konsumen di Swedia. “Memang gayanya harus single purposes, baru koperasi bisa fokus dan maju”, ujar aktivis koperasi asal Kanada itu. Diskusi siang itu dilaksanakan di Ruang Diksar Kopkun Lt. 2, M. Arsyad Dalimunte mengatakan, “Meski ruang ini kecil, Pak, namun orang-orang di dalamnya punya semangat bagaimana agar ruangan sekecil ini produktif, baik organisasi pun usahanya”. Diskusi dipandu oleh Herliana mengupas soal polapola yang dilakukan Kopkun. Misalnya, soal pengelolaan ritel yang prinsipnya harus melihat kebutuhan anggota dan segmen pasar yang jelas. Juga bagaimana Kopkun selenggarakan gerakan celengan melalui daur ulang botol mineral, sekolah menulis & sekolah entrepreneur. Dan paling terbaru, Kopkun akan terbitkan jurnal ilmiah, Ekosok, namanya. Dalam kesempatan itu, Bruce Thodarson men-

yampaikan, “I saw that Kopkun have applied the principles of cooperative.”, kata pria kelahiran Islandia itu. Karena menerapkan prinsip koperasi, tak heran jika Kopkun berkembang, katanya. Kemudian Pak Robby menambahkan, “Saya melihat Kopkun sangat antusias memanfaatkan teknologi informasi. Saya pantau berbagai informasi kegiatan Kopkun melalui facebook atau situs. Dan selalu dinamis”, komentarnya. Memang benar, karena Kopkun hidup di tengah sivitas akademika perguruan tinggi. Media internet dimanfaatkan secara intensif. Mulai dari facebook, website, penyebaran buletin digital dan lain-lainnya. Selain berkunjung ke Kopkun, rombongan juga melawat ke Credit Union Cikal Mas, KPRI Sehat Margono, Boersa Kampus dan koperasi tukang becak Perjaka. Lawatan itu ditutup pada 28 Februari dengan konferensi pers di Hotel Horison Purwokerto. []


Page 3

Kopkun Corner

Volume 2, Issue 9

Karya Baru, Jurnal Ilmiah Ekosok “ Ide sudah lama ada. Momentumnya adalah kebijakan Dikti soal publikasi karya ilmiah itu”.

I

de penerbitan jurnal ilmiah sebenarnya sudah lama terpikir. Mengingat tahun 2011 Kopkun sudah mulai membangun Sekolah Menulis Storia. Namun nampaknya waktu itu ide ini belum temukan momentum. Sampai akirnya pada Januari 2012 lalu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Setelah lempar wacana soal jurnal ilmiah di millist Alumni Unsoed pada 6 Februari 2012 dan direspon dengan positif oleh berbagai kalangan, akhirnya mulai dirancanglah jurnal ini. Bekerjasama dengan Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) yang berkantor di Jakarta, Kopkun akhirnya luncurkan Jurnal Ekosok. Tujuannya untuk memfasilitasi sivitas akademika, baik mahasiswa atau dosen pun praktisi atau peneliti terkait publikasi ilmiah. Jurnal ini fokus pada bidang kajian ekonomi, sosial dan koperasi. Oleh karenanya dengan penerbitan jurnal ini, kajian koperasi juga mendapat tempat yang layak berdampingan dengan kajian-kajian lainnya.

“Saya melihat para peneliti atau akademisi masih sedikit yang mengangkat soal koperasi. Dan jika ada, koperasi masih dipahami hanya sebagai badan usaha semata, tidak holistik. Harusnya koperasi itu mencakup sosial-ekonomi juga budaya. Harapannya jurnal ini dapat merangsang peneliti atau akademisi ikut mengangkat tema koperasi dalam kajiannya”, ujar Suroto, Ketua LSP2I. Sedangkan pada kesempatan terpisah, M. Arsyad Dalimunte, Ketua Kopkun mengatakan, “Prinsipnya, jurnal bisa diterbitkan oleh lembaga manapun. Oleh karenanya, sepanjang itu bermanfaat bagi banyak orang, dapat memfasilitasi mahasiswa atau dosen untuk mempublikasikan karya, mengapa tidak Kopkun buat jurnal ilmiah. Ini juga untuk mengikis stereo type koperasi yang melulu diidentikkan usaha atau simpanpinjam semata”, ujar pria lulusan Akuntansi Unsoed ini. Kemudian tim inisiator Jurnal Ekosok lakukan kerjasama dengan para akademisi Unsoed sebagai mitra bestari (reviewer) jurnal tersebut. Beberapa nama di antaranya seperti Istiqomah, Ph.D selaku Ketua Dewan Redaksi. Kemudian anggotanya adalah Dr. Suliyanto (Kajur Manajemen FE), Dr. Rawuh Edy (Dosen Sosiologi dan MAP), Dr. Slamet Rosyadi (Kajur Adm. Negara dan Dosen MAP), Dr. Tyas Retno (Dosen Sosiologi, Kepala Puslit Gender & Anak), Arizal Mutahir, MA. (Dosen Sosiologi, sedang studi doktoral di UGM), Rahab, SE. M.Sc. (Dosen Manajemen), Poppy Dian Indira, SE., M.Si. (Dosen Akuntansi) dan Dr. Tarli Nugroho (Staf Kajian dan Penelitian Mubyarto Institute, Yogyakarta). Terbitan perdana direncanakan bulan Juni mendatang. “Jurnal ini rencananya terbit tri wulan. Terbit perdana bulan Juni besok. Kami juga sudah siapkan situs resmi agar lalu lintas informasi dan publikasi mudah diakses masyarakat”, ujar Firdaus Putra, mahasiswa Magister Administrasi Publik (MAP) Unsoed, selaku Pemimpin Redaksi. Profil lengkap Jurnal Ekosok dapat dilihat melalui situs resmi di www.jurnalekosok.org (versi beta). []


Jadi Anggota & Manfaatnya

Redaksi Kopkun Corner Penanggungjawab: Ketua Kopkun Redaktur Pelaksana: Agnes Harvelian Reporter: Imam, Amy, Nimas, Laras, Ega Distribusi: Firza, Suntia, Ulya, Khusnul, Yoga

B

anyak yang bertanya bagaimana menjadi anggota Kopkun? Edisi kali ini akan kami beberkan mudahnya menjadi anggota: 1. Mengisi formulir pendaftaran 2. Mengikuti Pendidikan Dasar (wajib) 3. Menyelesaikan administrasi termasuk membayar Simpanan Pokok Rp. 1.000 dan Simpanan Wajib Rp. 10.000. Kelengkapan yang perlu disiapkan: foto kopi KTP/ KTM dan pas foto 4x6/ 3x4 dua lembar. Keuntungan jadi anggota Kopkun: 1. Diskon untuk produk tertentu di Kopkun Swalayan 2. Diskon 20% untuk Sekolah Menulis Storia & Entrepreneur Creativa. 3. Belajar berwirausaha, kepemimpinan dan manjerial. 4. Berpeluang menjadi parttimer dan atau fasilitator 5. Kemanfaatan dalam bentuk sosial-budaya lainnya. Lebih lengkapnya datang langsung ke Kopkun Lt.2. Kami tunggu ya! Sekretariat: Kopkun Lt. 2 Jl. HR. Boenyamin Komplek Ruko Depan SKB Purwokerto (0281) 631768 | www.kopkun.com

Think Across Oleh: Firdaus Putra, S.Sos. (Manager Organisasi Kopkun)

Think across tak sama dengan sekedar copypaste!

S

alah satu resep Singapura berjaya, kata Profesor Neo dan Chen, adalah karena mereka berpikir melintasi batas/ sekat. Mereka tak ragu untuk meminjam khazanah dari negeri lain. Juga tak malu untuk mencobanya di negeri sendiri. Berpikir melintas atau think across adalah bagaimana kita terbuka terhadap khazanah yang lain. Khazanah bisa berasalah dari praktik/ pengalaman yang pernah dilakukan pihak lain. Juga bisa dari berbagai media yang kita baca: buku, koran, majalah, film, teve dan seterusnya. Berbagai khazanah itu memuat pengetahuan tertentu. Syarat agar bisa berpikir melintas tentu kita tak boleh jumawa. Dalam artian merasa diri paling hebat atau paling benar. Berpikir melintas menyaratkan orang jadi pembelajar. Menempatkan diri bukan sebagai pusat di tengah lingkaran. Melainkan sebagai satu titik di antara ribuan titik pembentuk lingkaran itu. Pepatah mengingatkan, “Di atas troposfer masih ada stratosfer. Di atasnya lagi ada ionosfer dan masih ada lagi�. Saat menyerap khazanah lain tentu kita juga harus cermat. Tak semua khazanah bisa dimakan bulat-bulat layaknya buah chery. Khazanah itu harus dipilah, dipilih selanjutnya diadaptasi sesuai konteks kebutuhan kita. Sehingga think across tak sama maknanya dengan copy-paste. Justru ketika copy-paste saja, kreativitas kita akan makin tumpul. Otak jadi terbiasa makan khazanah cepat-saji.

Dan itu kurang menyehatkan, bukan? Apa yang menarik dari think across adalah membuat kita hemat waktu. Tak perlu lagi kita melakukan trial-error puluhan atau ratusan kali. Cukup pelajari polanya, kelebihan dan kelemahannya, sesuaikan dengan kebutuhan dan terapkan! Sehingga kita tak lagi belajar a la keledai yang harus jatuh di lubang yang sama. Tapi layaknya pelari estafet yang mengumpan tongkat dari satu ke yang lain agar sempurna di garis finis. Pada tingkat individu atau organisasi, cara berpikir think across dapat dipakai. Tinggal mau atau tidak dengan terbuka kita belajar pada yang lain. []


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.