Jurnal Indonesian Student Research Summit KSM Eka Prasetya

Page 1

Jurnal Indonesian Student Research and Summit 2015

THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET

Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Kelautan: Studi Masyarakat Nelayan di Desa Sarang Tiung, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Raharja, Prima, Qomariyah, Milani, Ayuni, Soimah, Indah Implementasi Inklusi Keuangan di Pulau Laut Utara, Kalimantan Selatan: Studi Pada Akses Modal UMKM Pengolahan Ikan Wardhani, Maufiroh, Yunita, Daniel, Umi, Zega Quick Assesment Pelaksanaan Program Pengembangan Poros Maritim: Studi Kasus PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan Rahayu, Sativa, Amalia, Bonata, Nopiyanto, Anggraeni Analisis Pendapatan Nelayan Bagan: Studi di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan Rohmah, Ryanatami, Pratomo, Utami, Gusfa Hubungan Persepsi terhadap Sumber Daya Laut Perikanan Tangkap dan Motivasi Kerja dengan Sikap Kerja Nelayan Bagan Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Novendra, Kusnantoyo, Afwan, Madasaina, Fauzana, Zurunaen, Supriadi Analisis Faktor yang Memengaruhi Alih Profesi Nelayan: Studi di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan Ningsih, Ulfiarti, Geshica, Santy, Rahayu

Volume 1 | Desember 2015

ISSN 2477-6475



Selayang Pandang Tahun ini, isu maritim merupakan topik paling hangat yang sedang didiskusikan di Indonesia. Potensi kelautan dan perikanan yang besar membuat Indonesia ‘bermimpi’ menjadi poros maritim dunia. Daya dukung dari sumber daya laut menjadi upaya pemerintah baru dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan demi kepentingan bangsa. Akan tetapi, benarkah Indonesia mampu menjadi kekuatan maritim di Kawasan Timur? Kotabaru merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi untuk menjadi pusat maritim Indonesia. Hal ini didasari atas okasi yang strategis, tepatnya di Pulau Laut, yang berada tepat di tengah-tengah persilangan Indonesia. Selain itu, Desa Sarang Tiung yang merupakan wilayah di Kotabaru memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar. Selama hampir setengah bulan, 6 (enam) kelompok penelitian dilepaskan dalam rangkaian kegiatan Research Camp di Desa Sarang Tiung, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dengan beragam pertanyaan yang diteliti, Research Camp memiliki tujuan untuk mengajak kaum pelajar untuk aktif di bidang penelitian dan memecahkan masalah dengan membuat rekomendasi yang dibutuhkan bagi perkembangan maritim di Indonesia. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang turut membantu terlaksananya kegiatan Research Camp 2015. Sekian pengantar dari kami, semoga jurnal ini dapat bermanfaat dan menjadi rekomendasi di masa depan. Salam, Tim Penyusun

Pembina Berly Martawardaya, M.Sc Ketua Pelaksana Widi Kusnantoyo Wakil Ketua Riski Vitria Ningsih Sekretaris Siti Sri Ulfiarti Chief of Operational Officer Tri Nopiyanto Acco-Trans Coordinator M. Nugraha Equipment Coordinator Bagus Anugerah Y. P Food and Beverage Coordinator Madasaina Putri Chief of Finance Officer Firda Amalia Ilmiawati Sponsorship Coordinator Mela Milani Fund Fighter Coordinator Lailatus Soimah Event & Seminar Meyliana Santy Nicko Yosafat Supriadi Siti S. Fauzana Chief of Research Tutoring Randy Raharja Research Tutoring Team Munzilir Rohmah Lintang Rahayu Restu Wardhani Rehan Novendra



Sambutan Ketua KSM Eka Prasetya UI Assalamualaikum Wr. Wb Puji Syukur alhamdulillah KSM Eka Prasetya UI di usianya yang sudah ke-32 tahun tidak berhenti untuk terus meningkatkan produktifitas dan potensinya di bidang keilmuan. Tahun ini, kami anggota KSM Eka Prasetya UI diberikan kesempatan untuk melakukan penelitian besar yang diselenggarakan di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Bersamaan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan pembangunan maritim di Indonesia, maka KSM juga turut memberikan kontribusi dan rekomendasi agar potensi maritim Indonesia lebih baik kedepannya. Selama kurang lebih 6 bulan anggota KSM yang terdiri 6 kelompok penelitian dari berbagai disiplin ilmu telah bekerja keras untuk menemukan masalah kemaritiman di Kotabaru Kalimantan Selatan. Dalam buku ini kami memaparkan beragam masalah dan potensi kemaritiman. Saya berharap melalui penelitian ini anggota KSM dapat mengembangkan potensi nya dan ikut serta berkontribusi membangun Indonesia. Tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada kakak-kakak alumni KSM, pembina KSM yang memberikan masukan yang sangat membangun, juga kepada pihak Universitas yang mendukung berjalannya penelitian ini. Semoga KSM terus bernalar warnai negeri!

Jakarta, 30 September 2015 Oriza Sativa Ketua KSM Eka Prasetya UI 2015


Sambutan Ketua Pelaksana ISRS Pertama-tama, kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya, kami dapat terus berkarya sampai hari ini, dan tentunya atas restu-Nya buku jurnal Research Camp Indonesia Student Research and Summit 2015 dapat terbit. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia (Archipelagic State in the world) memiliki potensi dan kekayaan laut yang sangat melimpah. Sektor kelautan Indonesia dewasa ini menjadi perhatian utama dunia dan menjadi sektor perhatian utama oleh pemerintah Indonesia dalam pembangunan. Melalui program NAWA CITA yang diusung oleh Presiden RI, Joko Widodo, program ini menempatkan faktor kemaritiman di posisi pertama yaitu “…kami akan mengamankan kepentingan dan keamanan kemaritiman Indonesia, khususnya kedaulatan negara, kedaulatan maritim dan sumber daya alam…”. Hal ini tentu saja memberikan angin segar pada masyarakat Indonesia untuk kembali menjayakan bidang kemaritiman yang memang telah tertanam sejak dahulu bahwa Indonesia selain unggul dalam bidang agraris, unggul pula dalam bidang maritim. Berkaca pada sejarah, di Indonesia pernah berdiri kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar pada jamannya yang berorientasi pada maritim dalam membangun ekonomi dan kedaulatan kerajaannya. Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya, Universitas Indonesia sebagai lembaga yang berfokus pada penelitian, penulisan dan kajian telah melaksanakan suatu kegiatan bernama Indonesia Student Research and Summit 2015. Kegiatan itu sebagai wadah bersama mahasiswa di Indonesia dalam menggali jutaan potensi negeri ini untuk mendukung pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Melalui salah satu rangkaian kegiatan yaitu Research Camp 2015 yang dilaksanakan di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Kotabaru Kalimantan Selatan merupakan daerah yang diproyeksikan untuk menjadi poros maritim Indonesia. Dengan mengambil tema “The Ocean Economy Domino Effect : Enhancing Our Competitiveness towards Global Market”, kegiatan ini akan menggali bagaimana keadaan sebenarnya maritim di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan, Badan Penelitian dan Pengembagan Daerah Kalimantan Selatan, Badan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru, seluruh pejabat daerah dan warga Desa Sarang Tiung, warga Desa Ramba Baru, dan warga Kabupaten Kotabaru serta warga Kalimantan Selatan tentunya, dan teruntuk Bapak Zulfa A. Vikra serta Bapak Amir dan Keluarga yang telah banyak membantu dalam kegiatan kami. Tidak mengurangi rasa hormat, untuk semua pihak dan tentunya pihak sponsor, serta semua pendukung acara yang telah mendukung acara kami. Terakhir, kami berharap agar buku jurnal ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah terkait dalam meningkatkan pembangunan di bidang maritim untuk Indonesia yang lebih baik. Widi Kusnantoyo Ketua Pelaksana Indonesia Student Research and Summit 2015


Daftar Isi Selayang Pandang i Sambutan Pembina KSM EP UI ii Sambutan Ketua KSM EP UI iii Sambutan Ketua Pelaksana iv Daftar Isi v Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Kelautan: Studi Masyarakat Nelayan di Desa Sarang Tiung, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

1

Implementasi Inklusi Keuangan di Pulau Laut Utara, Kalimantan Selatan: Studi Pada Akses Modal UMKM Pengolahan Ikan

10

Quick Assesment Pelaksanaan Program Pengembangan Poros Maritim: Studi Kasus PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan

20

Analisis Pendapatan Nelayan Bagan: Studi di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan

26

Hubungan Persepsi terhadap Sumber Daya Laut Perikanan Tangkap dan Motivasi Kerja dengan Sikap Kerja Nelayan Bagan Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

34

Analisis Faktor yang Memengaruhi Alih Profesi Nelayan: Studi di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan

46


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Kelautan: Studi Masyarakat Nelayan di Desa Sarang Tiung, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Randy Raharja

Nesia Qurrota Ayuni

Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Irfan Teguh Prima

Lailatus Soimah

Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Nurul Qomariyah Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Psikologi, Fakultas Psikologi

Esti Indah Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Mela Milani Farmasi, Fakultas Farmasi

ABSTRAK. Pembangunan kelautan adalah pembangunan yang memberi arahan dalam pendayagunaan sumber daya kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Pernyataan ini menjelaskan bahwa Indonesia memiliki impian untuk menjadi poros maritim dunia sesuai dengan kondisi wilayahnya yang berupa kepulauan terbesar di dunia. Kabupaten Kotabaru memiliki potensi cukup besar di bidang kelautan dan perikanan karena terletak di salah satu dari tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Akses langsung menuju ALKI ini merupakan keuntungan geografis dan geostrategis bagi wilayah Kotabaru. Akan tetapi, apakah persepsi masyarakat sudah diarahkan untuk berperan dalam pembangunan kelautan? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai informan di Desa Sarang Tiung yang merepresentasikan persepsi masyarakat mengenai pembangunan kelautan. Terdapat tiga persepsi umum masyarakat Desa Sarang Tiung dalam memaknai pembangunan kelautan. Oleh karena itu, penelitian ini menyarankan pemangku kepentingan sektor kelautan memperhatikan permasalahan yang ada di masyarakat sebelum menerapkan suatu kebijakan. Kebijakan yang tidak tepat bisa mengganggu metode produksi masyarakat dan pada akhirnya menghambat peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakat. KATA KUNCI: Bagan, Pembangunan Kelautan, Persepsi Masyarakat, Poros Maritim.

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

1


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

A. PENDAHULUAN Mengutip pidato Soekarno dalam National Maritime Convention pada tahun 1963, dia mengatakan bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, kuat, makmur, dan damai yang merupakan national building bagi negara Indonesia, maka sudah selayaknya bagi bangsa Indonesia untuk dapat menguasai lautan. Kutipan tersebut menggambarkan bahwa presiden pertama Indonesia tersebut telah melihat bahwa masa depan bangsa Indonesia akan tertumpu pada sektor bahari. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diprediksi berpotensi menjadi poros maritim Indonesia. Badan Pusat Statistik (2010), menyatakan bahwa Kabupaten Kotabaru memiliki luas wilayah 9.442,46 km² dengan penduduk sebanyak 290.142 jiwa. Selain itu, profesi nelayan laut merupakan salah satu profesi yang banyak digeluti oleh masyarakat sekitar, dengan jumlah nelayan laut sebanyak 15.961 jiwa. Di lain sisi, Kotabaru menggunakan potensi kekayaan alam sebagai sumber pendapatan asli daerah, kekayaan alam tersebut adalah hutan hujan tropis dan hutan bakau, pesisir dan laut, serta barang-barang tambang dan galian serta kesuburan tanahnya. Desa Sarang Tiung, merupakan salah satu desa yang berada di Pulau Laut. Desa ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang dan kala itu desa ini merupakan desa induk pemerintahan di pulau laut karena letaknya yang strategis dengan selat makasar dan tanjung pemancingan (Profil Desa Sarang Tiung, 2014). Desa ini juga sering memperoleh perhatian pemerintah dalam upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pesisir, seperti adanya program PNPM, Desa Inovasi Nelayan, maupun program lainnya. Berdasarkan paparan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat Kotabaru memersepsikan pembangunan kelautan yang ada di daerah Kotabaru, Kalimantan Selatan. Penelitian mengenai persepsi masyarakat menjadi penting untuk dilaksanakan karena sifat masyarakat yang 2

dinamis dan bagaimana mereka melihat lingkungan sekitar akan dipengaruhi oleh potensi kelautan di sana, yang kemudian turut memengaruhi pola pembangunan kelautan pemerintah Kotabaru, khususnya di Desa Sarang Tiung.

B. PEMBANGUNAN KELAUTAN Menurut Alimuddin (2004) dengan total pulau sebanyak 13.667 pulau dan garis pantai hampir 81.000 km, Indonesia memiliki potensi besar di bidang maritim. Bentang lautan Indonesia dapat memberikan kontribusi penting dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan serta keamanan. Bidang maritim juga memegang peranan vital dalam upaya pembangunan bangsa. Konsep dunia maritim memiliki cakupan yang lebih luas dari sekadar sumber daya laut, potensi maritim meliputi potensi alam yang ada di dalam, di permukaan, dan di daerah pesisir. Laut merupakan sektor potensial yang harus dikembangkan dan diberdayakan seluasluasnya bagi kesejahteraan rakyat. Laut adalah gudang pangan, sumber mineral, penyuplai minyak dan gas bumi, serta penghasil berbagai bahan baku industri. 1. Pengertian Pembangunan Kelautan Menurut Riyadi dan Deddy (2005), pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan Siagian (1994) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Dalam UU Nomor 32 Pasal 1 Ayat (6) Tahun 2014 tentang Kelautan, menyatakan bahwa Pembangunan Kelautan adalah pembangunan yang memberi arahan dalam pendayagunaan sumber daya kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut.


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Dengan demikian, pembangunan kelautan adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan dan memberdayakan potensi kelautan demi kepentingan bersama yang mengarah kepada kesejahteraan penduduk. Pembangunan kelautan dalam konsep pembangunan nasional yang terintegrasi sering kali dipadukan dengan konsep wawasan nusantara. Wawasan nusantara merupakan wawasan hidup bangsa Indonesia yang memiliki ciri khusus; persatuan dan kesatuan secara laras, serasi, dan seimbang. Selain ditegaskan dalam konsep pembangunan nasional, wawasan nusantara selalu disinggung dalam upaya peningkatan persatuan dan kesatuan di bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

dan kualitas serta keamanan pangan (The Economist, 2012). Didasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2015 di bawah pemerintahan Jokowi, arah kebijakan bidang maritim akan ditekankan pada lima hal, pertama, ketahanan pangan dan gizi yang bersumber dari protein ikan. Kedua, peningkatan daya saing produk ikan. Ketiga, optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan. Keempat, konservasi/rehabilitasi kawasan perairan dan optimalisasi pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Kelima, penguatan SDM dan pemanfaatan IPTEK tepat guna dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan.

2. Arah dan Kebijakan Pembangunan Kelautan Indonesia Meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia menjadi faktor pendorong khusus bagi pemerintah untuk mencari solusi cerdas memecahkan masalah pangan dan tingginya permintaan terhadap sumber daya alam. Strategi pembangunan nasional dapat diarahkan ke sektor maritim dengan pertimbangan bahwa sektor ini belum secara total digarap pemerintah. Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, bidang maritim dan perikanan menjadi salah satu sasaran pembangunan yang ditindaklanjuti dengan pengawasan ketat dan penegasan peraturan kelautan. Menurut (Kementerian PPN/Bappenas, 2013) kerangka Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 20052025, Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Prioritas Pembangunan Nasional 20152019 masuk dalam rangkaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap 3. Pengembangan sektor kelautan dan perikanan difokuskan untuk mendukung ketahanan pangan, peningkatan nilai saing dan daya tambah, dan memelihara keberlanjutan pembangunan. Indeks Ketahanan Pangan 2012 se-Asia Timur dan Pasifik yang dirilis oleh Economic Intelligent Unit menempatkan Indonesia posisi ke-10 didasarkan pada keterjangkauan, ketersediaan,

C. PENGERTIAN PERSEPSI Sugihartono, dkk (2007: 8) menyatakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi meliputi cara pandang dan penilaian terhadap berbagai hal. Persepsi antara seseorang dengan orang lain terhadap suatu hal belum tentu sama. Perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap cara bertindak dan penyikapan seseorang terhadap suatu kejadian. Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respons sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respons dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berpikir, pengalamanpengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam memberikan persepsi terhadap stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antarindividu. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

3


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

benda yang sama dengan cara yang berbedabeda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandang. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya.

D. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam (indepth interview). Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur, yang merupakan teknik pengumpulan informasi berupa tanya jawab sistematis tentang pokok-pokok yang akan diteliti. Wawancara ini bersifat semi terbuka namun dibatasi oleh pedoman wawancara yang disusun dengan pertanyaanpertanyaan terstruktur atau topik yang telah ditentukan oleh peneliti. Wawancara semi terstruktur ini dipilih untuk mendapatkan informasi secara lebih mendalam dari masyarakat setempat mengenai persepsi mereka terhadap pembangunan kelautan. Karakteristik informan yang diwawancara adalah masyarakat Desa Sarang Tiung, khususnya masyarakat yang telah menetap selama kurang lebih lima tahun. Adapun jumlah informan yang berhasil diwawancarai sebanyak delapan orang sebagai representasi dan perwakilan dari sepuluh RT yang berada di desa tersebut. Adapun teknik analisis data yang digunakan menggunakan teknik analisis interaktif model dalam penarikan kesimpulan. Batasan yang dihadapi penelitian ini adalah kurangnya waktu yang dibutuhkan yang hanya 10 hari dalam melaksanakan penelitian dan jarak yang tidak memungkinkan peneliti untuk memperoleh data dengan mudah, sehingga persiapan dan pelaksanaan terdapat kekurangan dalam memperoleh data dan informasi yang komprehensif. Selain itu, penelitian ini kurang 4

dapat digeneralisasikan karena karakteristik informan yang unik sebagai nelayan bagan (metode menangkap ikan).

E. KONDISI MASYARAKAT 1. Kondisi Geografis Desa Sarang Tiung termasuk dalam Wilayah Kecamatan Pulau Laut Utara Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan tepatnya di koordinat S3°14’51.5” E114°16’2.7”. Luas wilayah Desa Sarang Tiung ± 13.500 ha/m2 terdiri dari dataran berbukit dengan batas wilayah sebelah utara dengan Desa Sigam, sebelah selatan dengan Desa Gedambaan, sebelah timur dengan Selat Makassar, sedangkan sebelah barat dengan Desa Tirawan.

Gambar 1. Lokasi Geografis Desa Sumber: sarangtiung.desa.id

Pemanfaatan wilayah Desa Sarang Tiung menurut topografinya adalah untuk lahan pertanian, peternakan, perkebunan, perumahan penduduk, jalan raya dan jalan lingkungan serta fasilitas umum lainnya. Detail pemanfaatan wilayah desa disajikan dalam tabel berikut ini a. Permukiman = 50 Ha b. Perkebunan = 5000 Ha c. Perkantoran = 1 Ha d. Sekolah = 2 Ha


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

e. Jalan = 5 Km f. Tambak = 2 Ha g. Lapangan Olahraga= 2 Ha h. Padang Ilalang = 5000 Ha i. Kuburan = 8 Ha j. Pegunungan = 3430 Ha Desa Sarang Tiung Memiliki 3 Dusun yang terdiri dari: Dusun I terdiri dari 3 RT yaitu RT.01 dan RT.02 dan RT.03 a. Dusun II terdiri dari 3 RT yaitu RT.04 dan RT.05 dan RT.06 b. Dusun III terdiri dari 4 RT yaitu RT.07 dan RT.08 dan RT.09 dan RT.10 Untuk mencapai Desa Sarang Tiung, membutuhkan jarak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Kotabaru. Selain itu, desa ini memiliki pantai dengan pasir putih bersih. Pantai yang landai membuat masyarakat dapat berenang apabila air laut sedang surut. 2. Kondisi Sosial-Ekonomi Sebagai desa yang berlokasi di pesisir, masyarakat Desa Sarang Tiung rata-rata bermata pencaharian sebagai nelayan. Meskipun demikian, terdapat masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan peternak. Semenjak pemerintahan periode 20142019, dicanangkan program di desa ini, seperti Program Desa Inovasi. Desa Sarang Tiung menjadi salah satu desa yang dipilih menjadi desa inovasi sebagai program pemberdayaan masyarakat nelayan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi desa dan kearifan lokal. Konsep dasar dari desa inovasi adalah desa yang masyarakatnya mampu memanfaatkan sumberdaya desa dengan cara kreatif dan inovatif berdasarkan IPTEK dan kearifan lokal guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan desa inovatif dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur termasuk kelembagaan desa dan pemangku kepentingan terkait, seperti

pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga riset, pihak swasta, lembaga keuangan dan pasar. Mayoritas masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan terutama adalah laki-laki. Sedangkan anggota keluarga perempuan terutama istri mereka berprofesi sebagai ibu rumah tangga, meskipun turut membantu dalam mengolah ikan hasil tangkapan nelayan.

Gambar 2. Bagan Tancap Sumber: sarangtiung.desa.id

Nelayan di desa ini memiliki cara unik untuk menangkap ikan yaitu dengan menggunakan bagan. Bagan adalah salah satu metode menangkap ikan dengan membuat bangunan permanen atau semi permanen di tidak begitu jauh dari pesisir pantai yang menggunakan media kayu bakau sebagai pancang dan bahan bakunya. Nelayan tetap pergi untuk mencari ikan pada malam hari dan biasanya ikan yang didapat oleh nelayan yaitu ikan teri dan cumi-cumi.

F. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMBANGUNAN KELAUTAN Secara umum, berdasarkan informasi yang didapatkan dari masyarakat, pembangunan mengenai kelautan di daerah mereka belum begitu populer. Belum ada program riil dari pemerintah dari tingkat manapun yang berfokus pada kelautan dan dirasakan oleh seluruh warga Desa Sarang Tiung. Masyarakat juga belum tahu mengenai pembangunan pemerintah yang berbasis

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

5


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

kelautan, yang ada hanyalah pembangunan yang bersifat umum. Di lain sisi, persepsi masyarakat mengenai pembangunan kelautan secara umum diketahui dari bagaimana individu dalam masyarakat berinteraksi satu sama lain dengan sesama masyarakat nelayan dan pemerintah. Hal ini mempengaruhi pengetahuan, perasaan, dan perilaku masyarakat dalam memaknai pembangunan kelautan. 1. Aspek Kognitif, Afektif, dan Perilaku Masyarakat terhadap Pembangunan Kelautan Masyarakat desa Sarang Tiung mayoritas berprofesi sebagai nelayan bagan dengan tingkat pendidikan yang cukup rendah. Keahlian sebagai nelayan bagan diperoleh secara turun temurun dari ketergantungan masyarakat terhadap bagan tancap yang menjadi kearifan lokal daerah setempat. Kondisi masyarakat yang demikian membentuk pengetahuan dan cara pandang yang khas terhadap pembangunan kelautan. Pembangunan kelautan di pandang sebagai pembangunan fisik yang mendukung perekonomian masyarakat meliputi pembangunan dermaga, jalan, dan terutama bagan tancap. Masyarakat beranggapan bahwa pembangunan kelautan harus memberikan kemudahan akses pengambilan kayu bakau yang merupakan bahan utama pembuatan bagan tancap, mengingat penebangan kayu bakau dilarang oleh peraturan kehutanan. Hal tersebut menciptakan kebimbangan dalam benak masyarakat desa Sarang Tiung, sebab mereka belum mempunyai keahlian di bidang yang lain. Namun, semakin serius pemerintah memberlakukan larangan penebangan kayu bakau serta musim angin laut tenggara yang membuat masyarakat kurang produktif selama separuh waktu dalam setahun, perlahan masyarakat mulai sadar bahwa mereka membutuhkan alternatif pekerjaan yang lain.

6

Masyarakat merespons pembangunan kelautan sebagai usaha positif dengan harapan bantuan pemerintah dapat diberikan secara merata dan tidak tebang pilih. Sebagai desa inovasi dan desa percontohan nelayan nusantara, banyak program seperti sosialisasi, pelatihan dan bantuan peralatan melaut yang diberikan untuk masyarakat desa Sarang Tiung. Masyarakat dilatih untuk membudidayakan rumput laut dan membuat berbagai produk olahan berbahan dasar rumput laut dan ikan. Meski demikian, partisipasi masyarakat dalam upaya pembangunan kelautan secara keseluruhan masih sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan beberapa masyarakat menganggap programprogram yang ada hanya diperuntukkan untuk orang-orang tertentu saja, sehingga efek dari program tersebut tidak dirasakan secara menyeluruh. Beberapa masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya pembangunan sumber daya manusia untuk mendukung pembangunan kelautan sebagai upaya memajukan desa. Menurut mereka desa Sarang Tiung harus mempunyai lulusan sarjana yang dapat membantu masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat mulai mengategorikan kebutuhan sumber daya manusia berdasarkan usia. Pelatihan dan penambahan keterampilan dibutuhkan oleh generasi yang sudah tua dan yang beranjak tua. Sementara itu, pendidikan dan keterampilan yang mumpuni diperlukan oleh generasi muda masyarakat Sarang Tiung. 2. Pembangunan Kelautan sebagai Pembangunan Fisik yang Mendorong Perekonomian Berdasarkan hasil wawancara, persepsi masyarakat mengenai pembangunan kelautan menganggap bahwa pembangunan kelautan merupakan pembangunan fisik yang menempatkan pemerintah agar berupaya membangun fasilitas, sarana, dan prasarana bagi masyarakat. Dengan demikian,


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

pembangunan fisik ini dapat mendorong perekonomian masyarakat setempat. Sesuai dengan mayoritas pekerjaan nelayan sebagai nelayan bagan, harapan dari masyarakat adalah penyediaan kemudahan dalam mengakses alat dan bahan untuk membangun bagan tancap, yaitu kayu pohon bakau, yang sebenarnya sudah dilarang oleh pemerintah karena dianggap dapat merusak ekosistem pesisir dan laut, seperti bakau dan terumbu karang. Padahal, pemerintah setempat menyatakan telah melakukan sosialisasi untuk menghindari penggunaan bagan tancap dan beralih ke bagan apung atau menangkap ke tengah laut. Akan tetapi, masyarakat menganggap bahwa pembangunan bagan dapat mempermudah masyarakat untuk memperoleh lebih banyak penghasilan dan mendorong perekonomian setempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut: “Pembangunan kelautan di Sarangtiung ya bagan tancap itu.” Bahkan, meskipun masyarakat mengetahui bahwa bagan dilarang, mereka masih bergantung pada hal tersebut, seperti pernyataan berikut: “Sejak tahun 2008 sudah banyak keluhan karena dilarang mengambil kayu bakau untuk bahan baku bagan… Pemerintah itu kan pertama dulu dari provinsi, terus ke kehutanan tidak membolehkan sama sekali. Tapi apa boleh buat karena di Sarang Tiung satusatunya cara ya itu saja (menggunakan bagang tancap)” Kondisi masyarakat di Desa Sarang Tiung dapat dikatakan bergantung pada bagan tancap dalam memperoleh hasil tangkapan ikan, tetapi bertolak belakang dengan peraturan pemerintah yang ada.

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

3. Pembangunan Kelautan sebagai Upaya Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Masyarakat menyatakan sangat berharap banyak bahwa pembangunan yang diarahkan untuk menggali potensi kelautan ini dapat membantu masyarakat untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan nelayan. Hal ini terungkap dari pernyataan informan dari hasil wawancara sebagai berikut: “Yaa yang jelas ya untuk mensejahterakan masyarakat lautlah rata-rata.” Masyarakat juga menganggap pemerintah adalah aktor utama yang memperhatikan dan turun langsung dalam membenahi kesejahteraan rakyat, sesuai dengan pernyataan berikut: “Perlu orang dinas sendiri datang langsung ke Desa Sarang Tiung, membenahi dan membetulkan, bahwa desa sarang tiung harus diperhatikan betul-betul.” Pemerataan kesejahteraan yang dimaksud oleh masyarakat adalah pemerataan dalam memperoleh akses bantuan dari pemerintah, pembangunan jalan, pengurangan kemiskinan, dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat ini merupakan persepsi yang sejalan dengan dengan pembangunan kelautan yang diharapkan oleh pemerintah. 4. Pembangunan Kelautan sebagai Akses Terbukanya Bantuan Pemerintah bagi Masyarakat Nelayan Temuan menarik lainnya dalam penelitian ini adalah masyarakat menganggap bahwa dengan pemfokusan program pemerintah di bidang maritim, maka akan mempermudah masyarakat nelayan untuk memperoleh bantuan dari pemerintah melalui program-program yang dicanangkan pemerintah. Programprogram ini nantinya akan membantu 7


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

masyarakat pesisir sesuai harapan mereka. Di lain sisi, masyarakat di desa ini masih merasa kekurangan dengan bantuan atau program yang telah diberikan. Hal ini sesuai dengan temuan dari wawancara, berikut: “Kalau ada bantuan dari pemerintah, kalau menurut saya pribadi, kurang puas juga, soalnya tidak sesuai dengan permintaan kita.� Terdapat rasa ketidakpuasan dengan model pemerintahan saat ini dengan harapan yang ada di masyarakat. Terkadang, ada rasa ketidakpercayaan masyarakat nelayan terhadap pemerintahan yang menjalankan tugas dan fungsinya. Meskipun demikian, masyarakat masih mengharapkan keberadaan program pemerintah yang dapat diperoleh dan diperuntukkan bagi masyarakat nelayan.

G. KESIMPULAN DAN SARAN Masyarakat Desa Sarang Tiung merupakan masyarakat yang penghidupannya bergantung pada pesisir dan laut. Masyarakat desa yang berasal dari berbagai suku ini sejatinya sudah memiliki kearifan lokal mengenai pola pemanfaatan hasil alam dengan memperhatikan aspek keberlanjutan. Pelarangan penggunaan kayu untuk membangun bagan oleh pemerintah dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan di masa depan karena tidak dengan solusi yang tersedia bagi nelayan laut. Masyarakat tidak bisa dipaksa untuk mengubah metode produksinya apabila tidak diberikan metode produksi lainnya. Hal ini menyebabkan masyarakat kebingungan dan menganggap bahwa pemerintah telah menerapkan kebijakan yang berpengaruh negatif bagi kehidupan mereka. Masyarakat juga masih melihat konsepsi pembangunan kelautan hanya dari dimensi pembangunan fisik, peningkatan kesejahteraan, dan kesempatan untuk mendapatkan bantuan pemerintah. Padahal 8

pembangunan kelautan merupakan konsep yang sepatutnya diterapkan oleh seluruh kelompok, tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat. Ketergantungan terhadap apa yang dilakukan pemerintah juga merupakan cerminan bahwa masyarakat mempersepsikan kemajuan dalam kehidupan mereka ditentukan oleh apa yang dilakukan oleh pemerintah itu sendiri. Selain itu, masyarakat Desa Sarang Tiung belum memahami esensi pembangunan kelautan sebagaimana amanat Undang-undang terkait. Hal ini merupakan indikasi beberapa hal seperti kurangnya sosialisasi peraturan yang ada serta tidak sesuainya tataran konsep dengan pelaksanaan di lapangan. Penelitian mengenai persepsi masyarakat Desa Sarang Tiung ini memberikan gambaran bahwa rezim pembangunan kelautan yang coba dibawa oleh pemerintah saat ini masih jauh dari keadaan idealnya. Peraturan seharusnya berasal dari permasalahan yang timbul di tengah-tengah masyarakat, dan apabila kita memperhitungkan dinamis dan beragamnya masyarakat di Indonesia maka penting bagi pemangku kepentingan untuk membuat peraturan yang memang membawa kesejahteraan bagi masyarakat umum. Perhatian yang diberikan oleh pemangku kepentingan juga harus tepat sasaran dan tidak dimanipulasi oleh interest group tertentu yang dapat menghambat proses pembangunan itu sendiri.

REFERENSI Alimuddin, M. Ridwan. 2004. Mengapa Kita (Belum) Cinta Laut?. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Creswell, John. W. 2003. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research – 4th ed. United States of America: Pearson. Hanafi Imam. 2015. Kotabaru Penyangga Pangan Nasional. Diakses melalui URL: http://www.antarakalsel.com/berita/28266/ko tabaru-penyangga-pangan-nasional (12 Juli 2015) Kementerian PPN/Bappenas. 2013. Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Prioritas Pembangunan Nasional 2015-2019.


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Disampaikan dalam penyampaian program. Jakarta. Pieris, John. 1988. Strategi Kelautan Pengembangan Kelautan dalam Perspektif Pembangunan Nasional. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka Profil Desa Sarang Tiung. 2014. Diakses melalui URL: sarangtiung.desa.id/ (pada 2 Oktober 2015). Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. 1998. Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources Management. ISSN 14106825 Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

9


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Implementasi Inklusi Keuangan di Pulau Laut Utara, Kalimantan Selatan: Studi Pada Akses Modal UMKM Pengolahan Ikan Restu Wardhani Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Maufiroh Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan

Feny Yunita Geografi, FMIPA

Carlos Daniel Kimia, FMIPA

Fitria Nur Umi H Manajemen Informasi dan Dokumen, Vokasi

Dedi Kurniawan Zega Manajemen Informasi dan Dokumen, Vokasi

ABSTRAK. Kotabaru merupakan kabupaten yang digadangkan sebagai poros maritime dengan potensi sumber daya yang melimpah, khususnya ikan tangkap. Usaha perekonomian di Kotabaru, khususnya Pulau Laut Utara menjadi sangat potensial terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui UMKM. Adanya penerapan inklusi keuangan seharusnya mampu mengembangkan UMKM di Pulau Laut Utara. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan inklusi keuangan terhadap akses modal pada UMKM pengolahan ikan tangkap di Pulau Laut Utara. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengambbilan sampel, purposive sampling. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa UMKM telah menggunakan layanan perbankan dalam akses modal namun penerapan inklusi keuangan di Pulau Laut Utara belum terlaksana secara menyeluruh serta terdapat kesenjangan antara kondisi penerapan inklusi keuangan di pusat kota dan di desa. KATA KUNCI: inklusi keuangan, akses modal, nelayan, UMKM, pengolahan ikan

10


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tinggi pada bidang maritim. Menurut pakar hukum laut, Hasjim Djalal, negara maritim adalah negara yang mampu mempunyai kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lainnya untuk mengelola dan memanfaatkan potensi laut, baik dari segi ruangnya, kekayaan alamnya, maupun letaknya yang strategis (Muhamad, 2014). Indonesia memiliki Âą17.480 pulau dan luas laut yang mencapai 5,8 juta km2 (Pujayanti, 2011). Pada tingkat internasional, Indonesia diakui sebagai produsen perikanan tangkap kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok (FAO, 2012 dalam Kiara, 2014). Sebagai negara kepulauan dengan potensi besar di laut, Indonesia dapat menjadi negara poros maritim dunia. Produksi perikanan tangkap di Kalimantan Selatan mengalami peningkatan selama lima tahun terkahir. Pada tahun 2009, jumlah tangkapan ikan laut sejumlah 109.330 dan meningkat drastis pada tahun 2010 menjadi 178.023 jumlah tangkapan ikan. Tiga tahun berikutnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2013, produksi ikan tangkap sejumlah 241.705 hingga masuk ke dalam peringkat 10 besar penghasil ikan terbanyak di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014). Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang memiliki potensi di bidang maritim dan perikanan namun kesejahteraan nelayan masih dibawah standar. Berdasarkan PERDA Kabupaten Daerah Tk.II Kotabaru Nomor 01 Tahun 1975, lukisan Ikan Todak pada lambing Kotabaru menggambarkan hasil utama yang tradisional, yaitu ikan. Namun, kondisi masyarakat nelayan sangat memprihatinkan. Nelayan masih menggunakan alat tradisional dalam menangkap ikan, tempat memasarkan hasil tangkapan sangat jauh, dan adanya monopoli dalam penangkapan ikan oleh nelayan yang bermodal besar. Sehingga terjadi kesenjangan antara nelayan dengan modal kecil dan nelayan bermodal besar (Iberahim, 2014).

Pulau Laut Utara termasuk ke dalam kecamatan dengan kemiskinan tinggi di Kabupaten Kotabaru. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iberahim (2014), kondisi kemiskinan masyarakat nelayan di Pulau Laut Utara, yaitu masih menggunakan perahu dayung sampan, memiliki tanggungan keluarga namun sumber pendapatan keluarga hanya mengandalkan kepala keluarga, dan kondisi rumah masih beratapkan daun nipah dengan dinding semi permanen dari kayu. Keberadaan jumlah perikanan tangkap yang cukup tinggi mendorong adanya usaha produk olahan perikanan tangkap laut guna menambah nilai jual produk perikanan. Kondisi ini tentu diharapakan dapat terus berlanjut. Usaha pengolahan produk perikanan yang dimaksud salah satunya dapat berbentuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Akan tetapi, dalam pelakasanaannya UMKM seringkali mengalami kesulitan dalam memperoleh modal untuk menjalankan usahanya. Lembaga keuangan perbankan sebagai salah satu sumber modal secara optimal masih belum dapat membantu permasalahan yang dihadapi UMKM tersebut. Tingginya tingkat bunga perbankan, prosedur serta persyaratan pengajuan kredit yang relatif rumit, serta keterbatasan collateral yang dimiiki oleh calon peminjam merupakan alasan utama bagi sebagian besar UMKM untuk tidak mengajukan kredit kepada perbankan. Di sisi lain, UMKM dengan segala keterbatasannya juga masih sulit untuk meraih modal dari sumber-sumber modal lembaga-lembaga keuangan non-bank seperti pasar modal dan leasing. Inklusi keuangan dapat menjadi peluang dan solusi bagi masyarakat kecamatan Pulau Laut Utara untuk mengatasi hambatan permodalan dalam kegiatan UMKM . Menurut Global Financial Development Report (2014), inklusi keuangan merupakan kondisi dimana sejumlah individu dapat memanfaatkan layanan/jasa keuangan yang tersedia tanpa biaya yang tinggi. Adapun tujuan inklusi keuangan adalah untuk mengurangi kemiskinan, stabilitas ekonomi

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

11


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan beberapa strategi. Adapun strategi pada inklusi keuangan melalui kegiatan edukasi pengetahuan keuangan, penyediaan akses ke lembaga keuangan, jasa perlindungan konsumen, pengesahan peraturan dan kebijakan perbankan, dan meminimalisisasi informasi negatif tentang perbankan (Kementerian Keuangan RI, 2013 dalam Bank Indonesia, 2014). Berdasarkan pemaparan kondisi masyarakat nelayan di Kotabaru, khususnya kecamatan Pulau Laut Utara serta adanya peluang inklusi keuangan, maka peneliti ingin melakukan analisis implementasi inklusi keuangan pada akses modal UMKM perikanan laut olahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran serta peran inklusi keuangan dalam akses modal UMKM pengolahan ikan di Pulau Laut Utara serta mengidentifikasi faktor penghambat pelaksanaan inklusi keuangan tersebut. Dengan adanya penelitiannya ini, maka diharapkan mampu memberikan manfaat dalam pelaksanaan inklusi keuangan juga dapat dijadikan acuan dalam mengatasi faktor penghambat akses modal pada UMKM perikanan laut olahan.

B. KERANGKA TEORITIS Kecamatan Pulau Laut Utara memiliki wilayah seluas 159,30 km2. Pekerjaan yang dominan yang dilakukan oleh warga adalah sebagai nelayan.Keadaan masyarakat nelayan Kabupaten Kotabaru, terutama di Kecamatan Pulau Laut Utara sangat memprihatinkan karena masih sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan.Penyebab dari kemiskinan masyarakat setempat adalah masyarakat nelayan masih menggunakan alat tradisional dalam menangkap ikan, tempat memasarkan hasil tangkapan sangat jauh sehingga memerlukan living cost (biaya hidup) yang cukup besar sebaliknya harga ikan relatif murah. Strategi Nasional Keuangan Inklusif menyebutkan keuangan inklusif sebagai “Hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan 12

terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif, pekerja migrant, dan penduduk di daerah terpencil.”. Adapun dimensi dari sebuah sistem keuangan yang inklusif, yaitu akses (access), penggunaan (usage) dan kualitas (quality) dari layanan perbankan (Bank Indonesia, 2014). Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank berfungsi sebagai financial intermediary yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan uang dari penambung kepada peminjam. Fasilitas penyediaan dana yang disediakan oleh pihak bank bagi pembiayaan UMKM adalah melalui pemberian kredit dan perbankan. Terkait pembiayaan melalui perbankan, pemerintah mendukung pengembangan UMKM diantaranya melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran kredit difokuskan pada lima sector usaha yakni pertanian, perikanan, kelautan, koperasi, kehutanan, perindustrian dan perdagangan.

C. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif secara interpretatif, yaitu peneliti menginterpretasi data yang telah dikumpulkan, kemudian data – data tersebut dikembangkan dengan melakukan deskripsi dan analisis. Data – data yang telah melalui tahap analisis kemudian disimpulkan secara teoritis melalui pernyataan dari hasil penelitian , serta tidak lupa menawarkan rekomendasi penelitian bagi penelitian selanjutnya (Creswell, 2003 : 197). Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Agustus 2015 di Pulau Laut Utara, Kalimantan Selatan.


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Subjek penelitian ini berfokus kepada pada pihak yang terlibat terhadap penyediaan akses modal UMKM yang bergerak di sektor industri perikanan laut olahan di wilayah Kecamatan Pulau Laut Utara. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive, yaitu peneliti menentukan informan yang cocok dengan topik penelitian dari sejumlah populasi agar dapat memperoleh pemahaman secara menyeluruh terkait dengan fokus penelitian. Wawancara dilakukan kepada informan yang merupakan Bank Daerah, Koperasi, Pemerintah daerah, dan UMKM yang memiliki informasi terkait dengan topik penelitian untuk menjelaskan secara detail implementasi inklusi keuangan di Pulau Laut Utara.

Garansi Bank dengan Back to Back Guarantee b.Surat Keterangan Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) 2. Kredit Tunai a. Kredit Umum (Produktif) Kredit Modal Kerja (KMK) Kredit Investasi (KI) Kredit Konstruksi Kredit Kepada Lembaga Keuangan (KKLK) Pinjaman Daerah Cash Collateral Credit (CCC) Kreit Wira Usaha (KWU) b. Kredit Program Kredit BPD Peduli Kredit BPD Peduli Damandiri Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) Kredit Resi Gudang Kredit Channeling DPM-LUEP c. Kredit Konsumtif Kredit Multiguna Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pinjaman Haji

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil a. Lembaga Keuangan dan produknya di Pulau Laut Utara 1.a. Lembaga Keuangan Bank Di Pulau Laut Utara terdapat beberapa Bank, yaitu Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan (Bank Kalsel), Bank Perkreditan Rakyat Saijaan (BPR Saijaan), Bank Mandiri (Syariah dan Konvensional), Bank BCA, Bank Danamon, Bank BNI, dan Bank BRI. Bank Kalsel adalah bank yang paling dominan perannya di Pulau Laut Utara. Bank ini memiliki visi “Menjadi bank yang ungguul di daerah dan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi�. Dalam sistem konvensional, Bank Kalsel memiliki 14 produk dana, 30 produk jasa, dan beberapa produk kredit. Tabel 1. Produk kredit Bank Kalsel 1. Kredit non tunai a. Garansi Bank Garansi Bank Penawaran (Tender Bond) Garansi Bank Uang Muka (Advace Payment Bond) Garansi Bank Pelaksanaan (Performance Bond) Garansi Bank Pemeliharaan (Maintenance Bond) Garansi Pembayaran Termin Garansi Bank Pembelian Barang Modal

Dalam sistem Syariah, Bank Kalsel memiliki 6 produk dana, 4 produk jasa, dan beberapa produk pembiayaan. Tabel 2. Produk Pembiayaan Pembiayaan Syariah 1. Pembiayaan Murabahah Murabahah Investasi Murabahah Modal Kerja Murabahah Konsumtif 2. Pembiayaan Mudharabah 3. Pembiayaan Musyarakah 4. Al-Qardhul Hasan 5. Jajirah iB Ar-rahman 6. Qardh beragunan emas iB Ar-rahman

Bank Kalsel menghimpun dananya dari tabungan (28,63%), deposito (18,57%), dan giro (53,80%), di mana 52,9% giro berasal dari dana pemda dan 47,1% berasal dari dana non pemda. Kredit yang disalurkan Bank Kalsel pada tahun 2013, lebih difokuskan pada pencapaian portofolio kredit produktif sesuai dengan arah kebijakan Program Regional Champion, melalui peningkatan porsi untuk Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK). Tujuannya agar Bank Kalsel dapat lebih berperan dalam menggerakkan sektor

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

13


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

riil dan usaha produktif di masyarakat yang pada gilirannya bisa menopang pertumbuhan ekonomi daerah. Penyaluran kredit juga selalu tumbuh dari tahun ke tahun, sejak tahun 2009 hingga 2013 terhitung pertumbuhan kredit mencapai 27,32 %. Berdasarkan jenis kredit yang disalurkan, kredit konsumsi memiliki share yang besar terhadap total kredit yang disalurkan, yaitu 59,02%. Tabel 3. Penyaluran Kredit Bank Kalsel Sektor Ekonomi Pertanian, perburuan, dan sarana pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, Air Konstruksi Perdagangan, restoran, dan hotel pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi jasa-jasa dunia usaha jasa-jasa sosial masyarakat lain-lain jumlah

Persentase 0,40% 1,29% 3,18% 5,01% 4,97% 12,59% 4,48% 8,72% 0,21% 59,16% 100%

UMKM, yang menjadi informan dalam penelitian ini, berada dalam sektor industri yang mana memperoleh 3,18% dari total penyaluran kredit. Ada 3 produk perbankan yang memiliki fokus untuk mendukung golongan menengah bawah dan mendukung UMKM, yaitu Al-Qardhul Hasan, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Kredit BPD Peduli. Al-Qardhul Hasan merupakan pinjaman dana kepada nasabah tanpa imbalan dengan hanya mengembalikan pokok pinjaman secara ekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu, Al-Qardhul Hasan ditujukan bagi orang yang tidak mampu (fakirdan/atau miskin) untuk modal usaha yang berkelanjutan). KUR adalah kredit modal kerja dan investasi yang diberikan untuk usaha produktif yang feasible namun belum bankable dalam rangka mendukung pelaksanaan instruksi presiden Nomor 6 tahun 2007. Kredit BPD Peduli adalah skim kredit yang termasuk dalam Kredit Usaha Mikro dan Kecil diberikan kepada usaha sebagaimana kriteria yang tertuang dalam UU no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan 14

Menengah. Pada tahun 2013, telah disalurkan KUR sebanyak Rp 8.994.000.000,- kepada 64 orang, dan Rp 500.000.000,- kepada 1 badan hokum. Tahun 2014 telah disalurkan Rp 9.145.000.000,- kepada 88 orang, dan Rp 400.000.000,- kepada 2 badan usaha. Adapun menurut data yang diperoleh dari Pemerintah daerah Kotabaru, penyaluran kredit dari beberapa bank di Kabupaten Kotabaru besarannya berfluktuasi setiap bulannya. Dari data tersebut juga terlihat bahwa lebih dari 70% dari total kredit yang disalurkan digunakan sebagai kredit konsumsi (tabel 1). 2.a. Lembaga Keuangan non Bank Lembaga keuangan non bank di Kabupaten Kotabaru (termasuk Kecamatan Pulau Laut Utara) di antaranya Pegadaian, Lembaga Dana Pensiun, dan Koperasi. Perum Pegadaian Kabupaten Kotabaru mencatat total penerimaan barang jaminan selama 2013 berjumlah 15.333 jaminan atau sekitar 65 miliar rupiah. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Lembaga Keuangan non Bank yang paling dominan di antara lembaga keuangan lain dan menjadi informan penelitian ini adalah Koperasi. Kotabaru memiliki 213 koperasi, namun hanya 148 koperasi saja yang masih aktif. Jenis-jenis koperasi yang termasuk di dalamnya di antaranya Koperasi Unit Desa (35 aktif, 26 tidak aktif), Koperasi Pondok Pesantren (1 aktif), KPRI (15 aktif, 20 tidak aktif), Koperasi Karyawan (18 aktif, 6 tidak aktif), Koperasi ABRI (3 aktif), Koperasi Serba Usaha (9 aktif, 4 tidak aktif), Koperasi Pasar (1 aktif, 1 tidak aktif), Koperasi Simpan Pinjam (6 aktif, 1 tidak aktif, Koperasi Angkutan (2 tidak aktif), Koperasi Perkebunan (10 aktif), Koperasi Wanita (1 aktif), Koperasi Profesi (1 aktif, 3 tidak aktif), Koperasi Wredatama (1 tidak aktif), Koperasi Pensiunan ABRI (1 tidak aktif), Koperasi Pemuda (2 tidak aktif), Koperasi Tani (2 aktif), Koperasi lainnya (40 aktif, 2 tidak aktif). Adapun jenis koperasi yang menjadi informan pada penelitian adalah jenis Koperasi Unit Desa, Koperasi Serba Usaha, Koperasi Simpan Pinjam, dan Koperasi


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Produksi. Adapun perinciannya sektor ekonominya yaitu :

menurut

Tabel 4. Jenis Koperasi di Kotabaru No 1

Uraian

jumlah

6

Jasa

9

7

Koperasi Sekolah

5 35

Pertanian - Tanaman Pangan

1

8

- Perkebunan

12

9

Fungsional Koperasi Unit Desa (KUD)

- Perikanan

5

10

Koperasi Karyawan

23

- Peternakan

-

11

13

2

Pertambangan

-

12

Koperasi Serba Usaha Koperasi Simpan Pinjam

3

Industri

-

13

Koperasi Lainnya

42

4

Perdagangan

-

Kotabaru

213

5

Kerajinan

-

Kecamatan Pulau Laut Utara terdapat 87 koperasi, empat diantaranya merupakan KUD yang mampu menyerap 503 anggota dan modal sendiri sebanyak Rp 237.000.000,, 12 Koperasi Serba Usaha, 3 Koperasi Simpan Pinjam, dan 4 Koperasi Produksi. Lihat Tabel 1. Koperasi Simpan Pinjam yang cukup besar pengaruhnya di Kabupaten Kotabaru (termasuk Kecamatan Pulau Laut Utara) adalah Koperasi Kredit Saijaan Sejahtera. Koperasi ini adalah koperasi yang jumlah anggotanya terbanyak di Kabupaten Kotabaru, yaitu 1814 orang. Dengan total simpanan Rp 10.922.793.000,- , volume usaha Rp 11.530.763.000,- , dan Sisa Hasil Usaha Rp 260.731.000,- . Koperasi ini menawarkan 8 produk berbentuk simpanan, dan 6 produk pinjaman yaitu : 1. Pinjaman Produktif (suku bunga 1,4 % 2,3 %) 2. Pinjaman Konsumtif (suku bunga 1,4 % 2,3 %) 3. Pinjaman Perdagangan (suku bunga 1,4 % - 2,3 %) 4. Pinjaman investasi (suku bunga 1,4 %) 5. Pinjaman Perumahan (suku bunga 1,4 % 1,7 %) 6. Pinjaman Darurat (suku bunga 1,4 % - 2,3 %) Menurut Manager Koperasi Kredit Saijaan Sejahtera, Lingga, jenis pinjaman yang paling

61

7

sering dan paling banyak diakses oleh anggota koperasi adalah Pinjaman Konsumtif. Koperasi lainnya yang menjadi informan adalah Koperasi Unit Desa Karya Lestari, Koperasi Nelayan Nusantara, dan Koperasi Simpan Pinjam Berkah. Ketiganya berlokasi di desa Sarang Tiung, desa yang sangat potensial akan hasil ikan tangkapnya namun lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Pemilihan Desa Sarang Tiung karena desa ini adalah “Desa Inovasi Nelayan” pertama di Indonesia. Kementerian Riset dan Teknologi dengan Yayasan BISMA. Muhammad Mastri, adalah kepala KUD Karya Lestari, satusatunya kepala koperasi yang dapat ditemui dari 3 koperasi tersebut. Menurut informasi yang kami peroleh, Koperasi Simpan Pinjam Berkah sudah lama tidak beroperasi, dan sulit untuk menemui para pengurusnya. Begitu pula dengan Koperasi Nelayan Nusantara. Koperasi ini didirikan pada bulan September 2014, yaitu pada saat sosialisasi “Desa Inovasi Nelayan”. Akan tetapi, warga masih belum mengetahui kegiatan utama dari koperasi tersebut. Kepala Desa Sarang Tiung juga mengatakan bahwa kepengurusan dua koperasi tersebut sedang dipertanyakan. KUD Karya Lestari merupakan KUD yang kegiatan utamanya berada di sektor jasa. Beberapa tahun sebelumnya, koperasi ini beranggotakan 86 orang. Akan tetapi karena terjadi krisis kepengurusan dan pertikaian antar pengurus, maka terjadilah penurunan kinerja koperasi. Oleh karena kasus itu pula, masyarakat Sarang Tiung mengalami krisis kepercayaan kepada KUD Karya Lestari dan koperasi lainnya. Kini KUD ini memiliki 20 anggota yang diharuskan untuk membayar Rp 50.000,- sebagai simpanan pokok dan Rp 25.000,- per bulan sebagai simpanan wajib. b. UMKM Pengolahan Ikan di Pulau Laut Utara Menurut data Dinas Perindustrian Kotabaru, di Kecamatan Pulau Laut Utara terdapat 15 UMKM Pengolahan Ikan, Lihat Tabel 3. Dua dari 15 UMKM pengolahan ikan pada tabel tersebut, yaitu UMKM Saijaan dan UMKM Gemilang merupakan penerima dana PUMP atau Pengembangan Usaha Dana

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

15


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Pedesaan, yaitu sebuah program hibah Kementerian Kelautan dan Perikanan. PUMP merupakan bagian dari pelaksanaan PNPM Mandiri yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan (Perpres 15/2010, Klaster II). Besaran dana yang diterima oleh UMKM di Pulau Laut Utara yaitu Rp 50.000.000,- . Empat dari 15 UMKM pada table tersebut pada tahun 2015 ini sudah tidak lagi beroperasi dikarenakan hambatan pada proses regenerasi manajemen usaha, dan adapuka karena mengalami kerugian. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru, terdapat 9 UMKM pengolahan ikan di Kecamatan Pulau Laut Utara. UMKM ini tidak tercantum datanya di Dinas Perindustrian. Menurut dinas yang terkait hal tersebut dikarenakan kegiatan usaha mereka yang berupa “pengeringan ikan” dan “pembersihan, pengemasan, dan pemasaran” tidak dianggap sebagai salah satu kegiatan pengolahan ikan yang datanya dapat dicantumkan di Dinas Perindustrian. Adapun UMKM ini tercantum dalam data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru karena UMKM-UMKM ini merupakan penerima dana PUMP. Satu dari 9 UMKM tersebut yaitu UMKM “Sea Food” sudah tidak beroperasi karena kegagalan manajemen usaha. Lihat Tabel 4. Adapun 5 UMKM sebagai narasumber pada penelitian ini berdasarkan arahan dari Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian dan Dinas Kelautan dan Perikanan, yaitu UMKM Lidya, UMKM Meilan, UMKM Amplang Saijaan, UMKM Bamega, dan UMKM Sinar Laut lestari. Menurut dinas terkait, UMKM Lidya adalah UMKM pengolah ikan yang terbesar di Pulau Laut Utara, bahkan di Kotabaru. Akan tetapi, saat melakukan observasi dan wawancara, diperoleh informasi bahwa UMKM ini hanya beroperasi 3 hari dalam seminggu karena cuaca buruk yang menyebabkan pasokan ikan (bahan baku) berkurang. Selain itu juga dikarenakan regenerasi pimpinan usaha. UMKM Lidya didirikan oleh Samsul Bahri yang awalnya merupakan seorang PNS 16

yang bermodalkan “nekad” dalam merintis usahanya. Kini beliau sudah berusia lanjut sehingga digantikan oleh adik bungsunya, Ismed. Pada awal berdiri, UMKM Lidya hanya mampu memproduksi 200 kg. Namun sekarang telah mampu memproduksi ribuan kg dengan omzet Rp 20.000.000,- per hari. Saat mendirikan UMKM ini, Samsul menghabiskan dana sebesar Rp 10.000.000,yang berasal dari tabungannya dan pinjaman dari Bank Kalsel. Selama masa pengembangan UMKMnya, Samsul sering membuat proposal peminjaman dana kepada beberapa BUMN seperti PT.PLN dan PT.Telkom. Ia juga pernah mendapat bantuan alat produksi dari Dinas Kelautan dan Perikanan berupa alat press kemasan dan Freezer. Mengenai akses modal usahanya, Samsul mengatakan bahwa ia lebih menyukai menggunakan uang pribadinya dan meminjam kepada BUMN. Ia termasuk orang yang kurang berminat untuk mengakses modal usaha dari perbankan karena bunganya relatif lebih tinggi dibanding bunga pinjaman dari BUMN yang hanya 2 % - 5% pertahun. Setiap dua tahun sekali ia rutin meminjam kepada PT.Telkom sebesar Rp 75.000.000,- . Alasan lain yang membuatnya kurang berminat untuk meminjam, yaitu tuntutan pihak Bank dalam memberi persyaratan agunan, dan tuntutan Bank dalam memeriksa Laporan Keuangan Usahanya. Kelemahan terbesar yang dimiliki oleh usahanya adalah kemampuan pembukuan yang masih sangat minim, bahkan biasanya ia melakukan penghitungan laba dan rugi menggunakan hitung-hitungan kasar per hari. Kelemahannya dalam pembukuan ini berdampak pada keengganannya meminjam ke Bank. UMKM Amplang Saijaan 2 adalah UMKM yang merupakan cabang dari UMKM Saijaan. Awalnya UMKM Saijaan merupakan kelompok penerima dana PUMP, yang mana Eny Rosita sebagai ketua kelompoknya. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2005, anak perempuan dari Eny Rosita, Fatmaraga mendirikan UMKM Amplang Saijaan 2 karena UMKM Saijaan yang


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

dikelola oleh Eny Rosita dan rekan-rekannya mengalami krisis regenerasi usaha. Modal yang digunakan untuk mendirikan UMKM Saijaan 2 sebanyak 50% berasal dari modal pribadi dan 50 % dari pinjaman bank. Bank yang menjadi mitra kredit modalnya pada saat itu adalah Bank BRI 30%, dan Bank BNI 20%, serta Bank Kalsel 50%. UMKM ini pernah memperoleh bantuan alat pemisah daging (Desember 2014) dan Neon Box / Plang Usaha (Juli 2015) dari Bank Indonesia karena Patmaraga membuat proposal pengajuan bantuan modal. Berbeda dengan Samsul dari UMKM Lidya, Patmaraga memiliki niat untuk kelak mengakses kredit modal lagi dari bank untuk ekspansi usahanya. Menurutnya, laba Rp 15.000.000,- per bulan yang ia peroleh saat ini mampu ia kembangkan menjadi berkali lipat dengan tambahan modal dari pinjaman bank. Akan tetapi untuk saat ini niatnya tersebut masih belum dapat ia wujudkan karena ia merasa ada kendala dari sisi supplier bahan baku (ikan) di daerah Pulau Laut itu sendiri. Sedangkan UMKM Meilan adalah UMKM yang terbuka terhadap akses modal dari pinjaman bank maupun lembaga keuangan lain. Akan tetapi UMKM ini kurang berminat untuk membuat proposal pengajuan bantuan hibah kepada pemerintah. Bahkan menurut keterangan Kepala Seksi P2HP Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, UMKM Meilan ini selalu menolak untuk diberikan hibah alat produksi dari pemerintah. Pemilik UMKM ini merasa usahanya telah mandiri sehingga mampu memenuhi kebutuhan pendanannya sendiri. UMKM Bamega adalah UMKM yang sangat terbuka terhadap hibah dari pemerintah. UMKM ini juga pernah menerima alat press kemasan dari Bank Indonesia pada Desember 2014. Akan tetapi, UMKM ini kurang berminat terhadap kredit modal dari bank karena merasa kurang siap dalam mengajukan agunan. UMKM yang terakhir adalah UMKM Sinar Laut Lestari. UMKM ini berada di Desa Sarang Tiung. UMKM ini adalah salah satu penerima dana PUMP. Akan tetapi, ketika

akan dilakukan observasi, ternyata UMKM ini sedang tidak beroperasi karena cuaca ombak besar. Kepala Desa Sarang Tiung, Abdul Mulud, mengatakan bahwa UMKM ini hanya beroperasi di saat cuaca dan kondisi ombak sudah membaik. Biasanya ikan kering yang dihasilkan oleh UMKM ini langsung dijual kepada pengepul, sistemnya seperti pasar monopsony. Pengepul memiliki bargaining power yang lebih kuat dibanding dengan masyarakat Desa Sarang Tiung yang mengelola UMKM tersebut. Pendanaan UMKM ini hanya bertumpu pada hasil penjualan, dan hibah dari pemerintah. Pengelola UMKM ini belum memiliki niat untuk ekspansi maupun meminjam uang ke bank. Kemudian, semangat masyarakat untuk mengelola UMKM ini cenderung kecil, terlihat dari sistem manajemennya yang belum baik dan tidak melakukan pembukuan arus keuangan. Hal ini sangat disayangkan karena UMKM ini berasal dari salah satu desa penghasil ikan tangkap terbesar di Kabupaten Kotabaru, dan merupakan desa dengan jumlah pemilik bagan terbanyak. Pembahasan 1. Keuangan Inklusif dalam Mendukung Pemanfaatan Potensi Kabupaten Kotabaru, khususnya Pulau Laut Utara Kotabaru adalah daerah yang memiliki kekayan alam yang melimpah. Selain kawasan perikanan, Kabupaten Kotabaru juga memiliki potensi sebagai kawasan hortikultura yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotabaru, inflasi yang terjadi pada bahan makanan sebesar 0,44%, makanan dan minuman jadi 0,18%, sandang 2,16%, pendidikan 0,72%, kesehatan 0,36% , yang mana angka-angka tersebut kurang dari 4%. Inflasi yang kurang dari 4% justru dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Menurut Hadriansyah, Kabid.Statistik, Penelitian, dan Pengembangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, inflasi yang terkendali tersebut disebabkan oleh sektor produksi (supply) yang mampu

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

17


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

mengimbangi kebutuhan masyarakat (demand). Beliau juga menambahkan bahwa di Kotabaru sendiri tidak terjadi kelangkaan BBM. Menurutnya, selama ini tingkat harga BBM tidak memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi inflasi di Kotabaru. Akan tetapi, terjadi deflasi pada kelompok komoditi jasa keuangan sebesar 0,18% di bulan Februari 2015, dan sebesar 0,04% di bulan April 2015. Menurut Hadriansyah, hal ini disebabkan oleh rendahnya minat dan keterlibatan masyarakat dalam sektor jasa keuangan. Pada kenyatannya, beberapa daerah di Kabupaten Kotabaru telah memiliki akses yang baik terhadap sektor jasa keuangan. Di Indonesia, sektor konsumsi merupakan salah satu sektor penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar. Oleh karena itu, penyaluran kredit oleh perbankan di Kotabaru untuk kegiatan konsumsi masyarakat tentunya memiliki dampak positif. Akan tetapi, menjadi kekhawatiran apabila terdapat kesenjangan yang cukup besar antara kredit konsumsi dengan kredit investasi/kredit produksi. Apalagi jika kredit konsumsi tersebut lebih dari 70% dari total kredit. Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terkendali dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan (financial stability) daerah yang bersangkutan. 2. Inklusi Keuangan tanpa Literasi Keuangan yang Tepat hanya Angan Inklusi keuangan merupakan hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya. Inklusi keuangan memiliki tiga pendekatan dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah financial responsible, yaitu edukasi keuangan dan perlindungan konsumen. Penerapan inklusi keuangan tidak akan optimal apabila tanpa adanya literasi keuangan. Hal ini terjadi pada Pulau Laut Utara. Masyarakat Pulau Laut Utara yang memiliki UMKM belum mengetahui tentang inklusi keuangan. Selain itu, anggota layanan non Bank (koperasi) yang mana juga ikut berperan dalam penerapan inklusi 18

keuanganpun belum cukup pengetahuan terhadap penerapan inklusi keuangan. Akibatnya, beberapa UMKM tidak dapat memanfaatkan akses layanan keuangan untuk pengembangan usahanya. Pemerintah telah berusaha untuk memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat melalui layanan keuangan perbankan atas dasar program Otoritas Jasa Keunagan (OJK). Namun, hasil penelitian menunjukkan masih ada masyarakat yang menolak menggunakan jasa keuangan. Hal ini menjadi evaluasi bagi pihak pemerintah dan pihak yang memberikan edukasi untuk memberikan edukasi dengan cara yang tepat, yaitu melalui pendekatan kultural. Beberapa informan mengatakn bahwa tidak menggunakan layanan perbankan akibat adanya bunga dan faktor budaya lain yang memengaruhi masyarakat terhadap pilihan penggunaan jasa keuangan perbankan. 3. Urgensi Sinergisme “Birokrasi yang Sederhana� dengan “Inklusi Keuangan� Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang menghambat penggunaan jasa keuangan bagi masyarakat adalah birokrasi yang dianggap rumit. Peran inklusi keuangan, seharusnya bukan hanya mampu mengenalkan produk dan layanan keuangan, tetapi juga mampu berintegrasi dengan aspek lain yang terkait dalam akses keuangan dari pihak-pihak terkait. Khusus untuk kasus ini, penerapan inklusi keuangan sebaiknya disertai juga dengan pengembangan dan pembinaan bisnis (UMKM) baik dari segi keterampilan pembukuan, bimbingan pembuatan perijinan usaha, konsultasi bisnis, dan strategi produksi. Bank dan koperasi memberikan program edukasi keuangan dan edukasi bisnis, baik yang targetnya bapak-bapak, ibu-ibu, remaja, maupun anak-anak. Ini juga berfungsi untuk memperbaiki citra LK itu sendiri. Pemerintah terkait memberikan kemudahan dalam pembentukan surat ijin usaha. Akademisi mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat untuk membantu memperbaiki sistem manajemen UMKM seperti pengembangan SDM, mengevaluasi dan mengembangkan


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

operasional produksi, manajemen pemasaran dan manajemen keuangannya. Dinas KKP terus menggalakkan program pengiriman SDM untuk pelatihan, dan dana PUMP kepada nelayan untuk membeli peralatan dan kapal nelayan yang teknologinya lebih canggih untuk berlayar pada musim ombak besar. Karena nelayan adalah pemasok bahan baku dari UMKM pengolahan ikan, z sinergisitasnya sangat urgen dibutuhkan. Oleh karena itu, integrasi inklusi keuangan ini membutuhkan sinergisme dari pemerintah pusat maupun pemerintah setempat terkait, lembaga keuangan yang ada di Kotabaru, serta peran para akademisi agar UMKM Pulau Laut Utara dapat berkembang dna mampu meningkatkan taraf perekonomian.

E. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah rekomendasi yang dapat diberikan baik untuk masyarakat, akademisi, maupun pemerintah. 1. Merubah paradigma masyarakat untuk stagnan dan mulai melakukan ekspansi UMKM. Hal ini berdasarkan pada peluang dan potensi usaha yang sangat baik bagi Kotabaru maupun Pulau Laut Utara. 2. Peran dinas lingkungan bagi UMKM Pengolahan Ikan agar aspek produksi dan operasi UMKM bersifat ramah lingkungan. 3. Diversifikasi produk olahan ikan bagi masyarakat dan UMKM di Pulau Laut Utara, Kotabaru. Diversifikasi produk perlu dilakukan untuk mengembangkan peluang usaha karena 90% usaha di Pulau Laut Utara merupakan usaha amplang dan kerupuk. 4. Pemberian pelatihan oleh P2HP dan Mahasiswa untuk pengembangan produk usaha UMKM di Pulau Laut Utara. 5. Edukasi keuangan dengan pendekatan kultural masyarakat setempat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih diberikan kepada dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang sudah

membimbing pembuatan dan penyelesaian penelitian ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah daerah dan juga masyarakat Kotabaru serta teman-teman Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya UI.

REFERENSI Badan Pusat Statistik. (2014). Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi dan Jenis Penangkapan 2000-2013. http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/56#subj ekViewTab3|accordion-daftar-subjek3 Bank Indonesia. (2014). Keuangan Inklusif. http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganin klusif/Indonesia/Contents/Default.aspx Creswell, J. W. (2003). Research design: qualitative, quantitative, and mixed approaches (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc Global Financial Development Report. (2014). Financial Inclusion. Washington DC: World Bank. Iberahim. (2013). Upaya Pemernitah Kabupaten Kotabaru dalam Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Kecamatan Pulau Laut Utara. Jurnal Ilmu Politik & Pemerintahan Lokal Vol 2, No 2. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara). (2014). Temu Akbar Nelayan Indonesia. http://www.kiara.or.id/temu-akbar-nelayanindonesia-2015/ Muhamad, SV. (2014). Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia. Hubungan Internasional, Vol. VI, No. 21/I/P3DI. http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_si ngkat/Info%20Singkat-VI-21-I-P3DINovember-2014-7.pdf Pemerintah Daerah Kotabaru. Lambang Daerah Kotabaru. http://setda.ppidkotabarukab.info/wpcontent/uploads/2015/04/NOMOR-04TAHUN-2010-PERDA-LAMBANGDAERAH.pdf Pujayanti, A. (2011). Budaya Martim, Geo-Politik dan Tantangan Keamanan Indonesia. diakses dari http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_l intas_tim/buku-lintas-tim-3.pdf pada 5 Juni 2015

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

19


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Quick Assesment Pelaksanaan Program Pengembangan Poros Maritim: Studi Kasus PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan Oriza Sativa

Startian Bonata

Departemen Sastra Prancis, Universitas Indonesia

Departemen Geografi, Universitas Indonesia

Lintang Rahayu

Tri Nopiyanto

Departemen Psikologi, Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Firda Amalia

Nesita Anggraeni

Departemen Akuntansi, Universitas Indonesia

Departemen Ilmu Hukum, Universitas Indonesia

ABSTRAK. Pada masa pemerintahan Jokowi, Kotabaru diproyeksikan menjadi poros maritim Indonesia. Sebelas kementrian bekerja sama dengan membentuk Program Peningkatan Kesejhateraan Nelayan (PKN). Salah satu program yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah Program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) dibidang perikanan tangkap. Program ini dimplementasikan di Desa Sarang Tiung, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana pengimplementasian program PUMP (Program Usaha Mina Pedesaan) tahun 2011-sekarang dan persepsi masyarakat terhadap program tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan luaran berupa saran yang terkait dengan program PUMP bagi pemerintah Kotabaru. Menggunakan metode kualitatif dengan cara in depth interview, penelitian menghasilkan 2 masalah besar dalam pengimplementasian PUMP, yaitu masalah kesesuaian program dengan kebutuhan masyarakat nelayan desa Sarang Tiung, dan kebermanfaatan dana bagi kelompok penerima. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemberian dana bantuan PUMP masih belum efektif untuk membantu perekonomian nelayan tangkap di Desa Sarang Tiung. KATA KUNCI: Kotabaru, PUMP, bagan, Sarang Tiung

20


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

A. PENDAHULUAN Kota Baru merupakan wilayah kabupaten yang memiliki produksi perikanan tertinggi di provinsi Kalimantan Selatan dengan hasil produksi perikanan laut pada tahun 2013 mencapai 56.848 ton, produksi budidaya perikanan 2.426 ton, dan juga perikanan darat yang mencapai 15.662 ton hasil perikanan darat, 14.435 ton hasil budidaya air payau (BPS Kalsel, 2014). Kementrian Kelautan dan Perikanan mencetuskan program PKN (Peningkatan Kesejahteraan Nelayan) pada tahun 2011 di Kotabaru. Program PKN ini dilaksanakan bersama 11 Kementerian/lembaga terkait lainnya untuk menindaklanjuti Keppres No 11 tahun 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Prorakyat sebagai bentuk dari penguatan ekonomi nelayan (sp.beritasatu.com, Juli 2015). Program PKN menyasar pengembangan kapasitas skala usaha nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat perikanan lainnya melalui pengembangan usaha rumah tangga ke arah usaha industri, dan meningkatkan pengolahan serta pemasaran hasil kelautan dan perikanan. Pada pelaksanannya, program-program seperti pembangunan rumah sangat murah bagi nelayan, pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, bantuan langsung masyarakat berupa skema usaha menengah kecil (UMK) dan kredit usaha rakyat (KUR), termasuk pembangunan fasilitas sekolah dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta fasilitas bank rakyat akan disinergikan dengan stakeholder terkait (kkp.go.id). Program PKN telah dilakukan di berbagai daerah pesisir di seluruh Indonesia, sehingga menargetkan bisa membenahi sebanyak 2.834 daerah pesisir (sp.Beritasatu.com, Juli 2015). Program PKN merupakan bentuk kebijakan desentralisasi, karena merupakan program nasional yang kemudian wewenang serta pelaksanaannya diserahkan ke pemerintah daerah. Sehingga pendanaan program ini menggunakan APBD yang berasal dari ADK (Alokasi Dana Khusus) pemerintah pusat serta dana dari daerah itu sendiri.

Dalam kegiatan pencanangan program PKN di Kota Baru ini, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama K/L anggota Pokja memberikan stimulus bantuan sosial kepada masyarakat nelayan setempat. Adapun KKP memberikan bantuan langsung di sub sektor bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan pengolah hasil pemasaran. Dicanangkannya Kotabaru sebagai kawasan program PKN karena wilayah perairan laut di Kotabaru, memiliki potensi unggulan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perikanan (kkp.go.id, Juli 2015). Nilai produksi perikanan laut sepanjang tahun 2013 mencapai Rp. 1 061 919 000 000 dengan produksi perikanan laut sebesar 56 848,2 ton pada tahun 2013 (BPS Kalsel, 2014). Jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan, Kotabaru merupakan kabupaten dengan nilai produksi perikanan\ laut tertinggi. Namun, Kabupaten Kotabaru yang memiliki luas wilayah 9.422,46 m2 yang terdiri dari 21 kecamatan dan 202 desa/kelurahan sedang berfokus untuk menurunkan angka kemiskinan. Kotabaru memiliki geografis yang sulit karena merupakan daerah pesisir yang masih terbatas fasilitas dan infrastrukturnya. Salah satunya adalah Desa Sarang Tiung yang terletak di Kecamatan Pulau Laut Utara. Desa Sarang Tiung telah menerima bantuan hibah PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) di bidang perikanan tangkap sebesar 100juta/per kelompok. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kotabaru pada tahun 2011 sebanyak 3 kelompok menerima dana hibah sebesar 100 juta. Pengelolaan dana diserahkan sepenuhnya kepada kelompok yang telah menerima dana hibah dibantu dengan 1 orang pendamping dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai pengimplementasian program PUMP. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui persepsi masyarakat terhadap program PUMP yang telah berjalan di Desa Sarang Tiung sejak 2011. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan luaran berupa saran yang

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

21


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

terkait dengan program pemerintah Kotabaru

PUMP

bagi

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) ini merupakan salah satu bagian dari program Program Kesejahteraan Nelayan (PKN). Program PUMP berada dibawah koordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya Direktorat Perikanan Tangkap, serta adanya keterlibatan beberapa kementerian lainnya, seperti Kementerian Keuangan, dan lain-lain. Adapun KKP memberikan bantuan langsung di sub sektor bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan pengolah hasil pemasaran. Program PUMP yang akan diteliti adalah program PUMP khusus perikanan Tangkap. PUMP Perikanan Tangkap merupakan bagian dari pelaksanaan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri yang bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja kerja di pedesaan serta memiliki sasaran komunitas atau dalam hal ini adalah Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan (www.p2kp.org, September 2015). Program PUMP ini sudah berjalan sejak tahun 2011 dan masih berlangsung sampai sekarang, dan telah menyalurkan bantuan modal sebesar Rp 780,6 Miliar kepada nelayan tangkap yang tergabung dalam 7.806 KUB yang tersebar di seluruh daerah Indonesia yang memiliki potensi perikanan tangkap. Melalui kegiatan PUMP diharapkan berkembanganya usaha penangkapan ikan, berkembangnya kewirausahaan nelayan, dan menjadikan KUB sebagai lembaga ekonomi di perdesaan (www.pupi.kkp.go.id, September 2015). PUMP adalah sebuah program yang bersifat bantuan atau hibah, sehingga tidak 22

ada kewajiban bagi penerima PUMP untuk mengembalikan dana tersebut, sedangkan dana yang diberikan kepada setiap kelompok adalah 100 juta. Sumber pendanaan program tersebut adalah menggunakan dana aspirasi bukan dana APBN, walaupun masih tetap dianggap sebagai uang negara. Konsekuensi dari sistem pendanaan tersebut yaitu penentuan kelompok nelayan atau KUB yang lolos seleksi dan berhak menerima bantuan PUMP sangat ditentukan oleh ada tidaknya dukungan dari anggota dewan yang berada di tingkat DPRD Kabupaten/Kota. Bagaimana sistem dana aspirasi tersebut mempengaruhi keberhasilan program PUMP ini sendiri akan dipaparkan di bab pembahasan. Penerapan Program PUMP sendiri di desa Sarang Tiung, kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, juga sudah berlangsung sejak 2011, hal tersebut ditandai lolosnya 3 KUB Perikanan Tangkap yang berada di desa Sarang Tiung sebagai kelompok penerima PUMP, tetapi setelah itu, tidak ada lagi kelompok yang lolos seleksi.

Tabel 1. Kelompok Penerima PUMP Tahun 2011 No

Nama KUB

1 2

Mutiara Bagang Tancap Usaha Bersama

3

Nama Ketua Kelompok Mulyadi Yohannis

Jumlah Anggota

Jumlah Dana

10 10

100 juta 100 juta

Birohimah

10

100 juta

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru, 2011

2. Bagan Tancap Monica et al (2014) menjelaskan bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan di dasar perairan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, yang mana pada tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Bagan tancap bersifat pasif dan pengoperasiannya menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan. Bagan


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

merupakan salah satu alat tangkap ikan yang menggunakan cahaya dan banyak digunakan oleh para nelayan di wilayah pesisir karena mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain: (1) Secara teknis mudah dilakukan (khususnya bagan tancap); (2) investasinya terjangkau oleh oleh masyarakat; (3) merupakan perikanan rakyat yang telah digunakan oleh masyarakat di wilayah pesisir dan sekitar pulaupulau kecil secara turun-temurun; (4) tangkapannya selalu ada walaupun terkadang jumlahnya sedikit; (5) menyerap banyak tenaga kerja; (6) teknologinya sangat sederhana. (Sudirman & Nessa, 2011). Poin kedua keunggulan tersebut yakni biaya investasi yang terjangkau , sekarang tidak lagi dirasakan oleh nelayan bagan tancap di desa Sarang Tiung. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan baku pembuatan bagan tancap yakni kayu bakau telah dibatasi. Masyarakat dilarang menebang hutan bakau oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan harga kayu melonjak tinggi, hingga membutuhkan minimal 20 juta untuk membuat satu bagan. Usia manfaat bagan tancap di desa Sarang Tiung pun relatif singkat, yakni berkisar 6 bulan saja, dikarenakan roboh setiap ada gelombang tinggi di bulan-bulan tertentu. Nelayan yang bagan tancapnya roboh dan tidak mempunyai modal kemudian meminjam ke pengepul ikan dan ada yang sampai berpindah profesi. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan didukung oleh metode observasi selama proses wawancara dilakukan. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah in depth interview yang melibatkan individu dalam wawancara intensif dan hanya dilakukan dalam jumlah sampel yang kecil (10 orang). Informan penelitian adalah orang yang berprofesi

sebagai nelayan dari semua rentang usia dan bermukim di pesisir pantai di Kabupaten Kotabaru. Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah enam orang. Berikut adalah karakteristik informan: 1. Warga Kabupaten Kota Baru 2. Berprofesi sebagai nelayan 3. Mengetahui mengenai program PUMP 4. Tergabung dalam organisasi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir Informan dirasa perlu tergabung dalam organisasi nelayan atau masyarakat pesisir karena dengan mengikuti organisasi, maka setidaknya nelayan tersebut pernah mendapatkan sosialisasi mengenai manajemen pengolahan hasil perikanan. Analisis data dilakukan dengan menggabungkan cara berpikir induksi dan deduksi dalam membangun pemahaman konseptual. Dalam hal ini, analisis data dilakukan dengan membangun hubungan antara kategori yang dibuat berdasarkan pertanyaan dan tujuan penelitian, kerangka teori atau penelitian terdahulu, beserta datadata yang telah dikumpulkan. D. HASIL DAN DISKUSI Desa Sarang Tiung termasuk dalam Wilayah Kecamatan Pulau Laut Utara Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan tepatnya di koordinat S3°14’51.5” E114°16’2.7”. Jarak tempuh desa ke ibu kota kecamatan berjarak 9 km, sedangkan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten kotabaru 8 km. Luas wilayah Desa Sarang Tiung ± 13.500 ha/m2 terdiri dari dataran berbukit dengan batas wilayah sebelah utara dengan Desa Sigam, sebelah selatan dengan Desa Gedambaan, sebelah timur dengan Selat Makassar, sedangkan sebelah barat dengan Desa Tirawan. Pemanfaatan wilayah Desa Sarang Tiung menurut topografinya adalah untuk lahan pertanian, peternakan, perkebunan, perumahan penduduk, jalan raya dan jalan lingkungan serta fasilitas umum lainnya.

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

23


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Gambar 1. Peta Topografi Sarang Tiung

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa desa Sarang Tiung terdiri dari penduduk yang berasal dari berbagai suku, seperti suku Bugis sebagai suku mayoritas, suku Banjar, suku Mandar, suku Jawa, dan sebagian kecil penduduk suku Bajo. Sebagian besar penduduk Sarang Tiung berprofesi sebagai nelayan, khususnya yang bertempat tinggal di pesisir pantai, sedangkan penduduk yang bertempat tinggal di daerah perbukitan bekerja sebagai pekebun. Desa Sarang Tiung terdiri dari 10 RT. Tujuh RT berada di pesisir yaitu RT 2,3,4,6,8,9, dan 10. TigaRT berada di perbukitan, yaitu RT 1,5, dan 7. Antara daerah yang berada di pesisir dan perbukitan hanya dipisahkan oleh jalan desa. Sebagian besar penduduk Sarang Tiung berpendidikan hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai Desa sarang Tiung memiliki profesi yang beragam, sebagian besar adalah nelayan tangkap. Selain itu ada yang berprofesi sebagai nelayan budidaya seperti budidaya rumput laut. Tahun 2011, setelah dicanangkan program PKN (Peningkatan Kesejahteraan Nelayan) di Kotabaru, Desa Sarang Tiung terpilih menjadi salah daerah untuk pelaksanaan program PKN. Salah satu bantuan yang akan kami bahas adalah program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) dari Kementrian Kelautan dan 24

Perikanan. PUMP merupakan bantuan dana hibah yang digulirkan sejak tahun 2011 yang dananya berasal dari dana aspirasi anggota DPR. Pada tahun 2011, tiga kelompok dari Desa Sarang Tiung menerima bantuan sebesar 100 juta/kelompok. Pada pelaksanaannya, untuk mendapatkan bantuan PUMP, kelompok terlebih dahulu harus mengajukan proposal. Setiap kelompok terdiri atas ketua, sekretaris bendahara, dan anggota yang berjumlah 10 orang. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan ketua dan anggota kelompok yang mendapatkan dana PUMP, dana digunakan untuk menambah modal membuat bagan dan membeli kebutuhan menangkap ikan seperti jaring, mesin, atau tali. Saat dana turun, dana akan dibagi secara merata kepada seluruh anggota kelompok. Kebutuhan untuk membuat bagan tancap diperkirakan mencapai 25-40 juta. Jika setiap anggota kelompok menerima 10 juta dari total bantuan yang diberikan, maka mereka masih membutuhkan dana tambahan sekitar 15-30 juta untuk membuat bagan tancap. 1. Implementasi Dana Bantuan PUMP Bagan tancap berukuran 12x12 m dibuat dengan menggunakan kayu serdang atau kayu bakau. Harga kayu yang relatif mahal menyebabkan modal pembuatan bagan yang cukup besar. Pembuatan bagan tancap membutuhkan keahlian khusus karena dibuat secara tradisional. Penggunaan bagan tancap sebagai media penangkap ikan bergantung pada musim dan arah angin. Umumnya, nelayan bagan tancap dapat memperoleh 1020 Kg ikan per hari jika angin dan cuaca baik, sedangkan pada musim-musim tertentu dengan cuaca buruk hasil tangkapan berkisar dibawah 10 Kg, atau bahkan tidak ada hasil tangkapan ikan yang bisa dibawa pulang. Dengan adanya bantuan PUMP, kelompok penerima PUMP di Desa Sarang Tiung merasa cukup terbantu. Melalui PUMP, mereka mendapatkan tambahan modal untuk


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

membuat atau memperbaiki bagan. Mereka juga menggunakan dana untuk membuka usaha lainnya seperti perkebunan. Akan tetapi, bagan tancap belum efektif mendukung peningkatan ekonomi masyarakat Sarang Tiung. Saat musim paceklik, masyarakat terbiasa berhutang untuk menutupi kehidupan sehari-hari. Hanya beberapa masyarakat yang melakukan usaha sampingan seperti budidaya rumput laut, atau mengolah tanah perkebunan yang mendapatkan dana tambahan saat hasil bagan tidak turun. Sisanya menganggur atau memilih menjadi buruh harian di Kotabaru. “Sebenarnya dibilang baik sih sudah cukup baik kan tapi banyak juga masyarakat yang belum merasakan bantuan kan..” (Pak Muliadi, Ketua Kelompok Mutiara) Sistem pembentukan kelompok untuk mengajukan proposal bantuan PUMP pada dasarnya ditentukan pada saat Musrembang (Musyawarah Bersama) pada tingkat RT dan Desa. Musrembang bertujuan untuk mengatur mekanisme dana bergulir dari pemerintah agar terserap secara merata kepada masyarakat yang membutuhkan modal. Akan tetapi, pada pelaksanaannya, hubungan kekerabatan dan politis menjadi faktor kuat kelompok mana yang akan mendapatkan dana bantuan PUMP. Pendekatan politik yang dimaksud di sini adalah kebijakan tidak langsung untuk penetapan anggaran PUMP kepada kelompok-kelompok terpilih. Konsekuensi dari hal tersebut adalah penentuan kelompok nelayan mana yang mendapatkan dana PUMP sepenuhnya ditentukan oleh dewan, sehingga hanya orang-orang dan kelompok tertentu, yang memiliki hubungan kekerabatan dengan perangkat desa atau anggota dewan yang lolos seleksi. Selain itu, dalam dua kelompok yang kami wawancarai, ditemukan kasus bahwa anggota kelompok tidak terlibat dalam pembuatan proposal pengajuan dana bantuan. Proposal dibuat dan hanya diketahui oleh ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok. Anggota tidak terlibat aktif. Kelompok

dibentuk dengan tujuan untuk mendapatkan dana bantuan. Temuan lainnya menunjukkan bahwa dana bantuan PUMP juga diterima oleh masyarakat yang tidak berprofesi sebagai nelayan. Pada bidang perikanan tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan cukup aktif memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai progam PUMP. Namun, sosialisasi yang diberikan dirasa tidak efektif. Hanya sebatas pada penyampaian informasi. Selebihnya, mengenai pemanfaatan dana yang diberikan, masing-masing kelompok menentukan sendiri sesuai kebutuhan. “...karena sosialisasi di DKP ya begitu-begitu aja.. hasil kunjungannya pun gatau kaya apa.. kan biasanya ada kunjungan DKP yah.. itu kan untuk meninjau yang berhasil kan yah. tapi ya gitu-gitu aja.. “(Pak Muliadi, Ketua Kelompok Mutiara) Dinas Perikanan dan Kelautan telah menyiapkan satu orang pendamping bagi setiap kelompok yang mengajukan proposal permohonan dana PUMP. Dibuatnya pendamping ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi dan melakukan monitoring penggunaan dana PUMP. Selama proses penyusunan proposal, pendamping berperan aktif menyampaiakan informasi dari Dinas KKP dan membantu setiap kelompok melakukan revisi proposal. Setelah mendapatkan dana PUMP, setiap kelompok harus membuat laporan pertanggungjawaban dana. Laporan yang diberikan oleh kelompok kadang tidak sesuai hasil karena bagan rusak akibat ombak yang besar. Sehingga dana yang diberikan belum sempat dirasakan manfaatnya. Pada proses pelaporan, pendamping tidak berpartisipasi dan tidak ada evaluasi dari dinas Kelautan dan Perikanan yang melibatkan masyarakat terkait dana yang digunakan untuk membuat bagan. “rasanya nggak ada ya, mungkin gini ya, dari dinas perikanan kelautan itu melihat

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

25


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

kalau bagan itu lebih ahli yang ini kemungkinan. Mungkin ini pendapatnya, jadi istilahnya sosialisasi, atau pelatihan nggak ada. untuk bagan ini entah apa pendapatnya kita kurang tahu. Yang jelas tidak ada, cuman yang diminta laporan laporan aja, kalo minta langsung dua bulan dan belum sempat lapor apa-apa dan sudah diminta sama sana. Kita foto bagan-bagannya aja, langsung kita lapor kesana..� (Pak Pansa, Anggota Kelompok Usaha Bersama) 2. Hambatan Nelayan Tradisional Bagan Tancap Bagan tancap tradisional yang terbuat dari kayu memiliki beberapa kelemahan antara lain mudah roboh dan sulit untuk diperbaiki. Bekerja di laut dan bergantung pada alam menyebabkan kondisi bagan tidak menentu. Bagan dapat roboh saat beberapa bulan dipasang, adapula yang bertahan lama dengan jangka waktu maksimal sekitar tujuh tahun. Bagan tradisional juga membutuhkan biaya yang besar. Kayu serdang dan kayu bakau yang digunakan sebagai bahan utama harganya berkisar 1-2 juta. Hasil yang didapatkan oleh bagan tradisional juga tidak menentu. Saat musim panen, hasil akan melimpah ruah, namun saat musim paceklik hasil bagan hanya dapat dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari atau bahkan tidak ada hasil yang didapatkan sama sekali. Saat ini Dinas Kehutanan telah mengeluarkan aturan pelarangan penebangan kayu bakau di area Sarang Tiung. Hal ini juga menjadi kendala baru bagi nelayan bagan tangkap karena sulitnya memperoleh bahan baku sehingga harga pembuatan bagan menjadi mahal. Bagan yang sudah dibangun di laut harus diperiksa secara berkala untuk menghindari adanya bagian yang terlepas atau rusak akibat serangan ombak. Salah satu kelompok yang kami wawancarai menyatakan bahwa 10 anak buah nya harus ditahan karena terbukti mengambil bagan di hutan. Kendala lainnya adalah jumlah dana bantuan PUMP yang diberikan tidak sebanding dengan yang dibutuhkan oleh kelompok. Jika 1 kelompok terdiri dari 10 orang, maka dana 100 juta harus dibagi secara 26

merata kepada seluruh anggota kelompok, namun perlengkapan dan kebutuhan nelayan bagan tancap cukup besar. Kebutuhan utama nelayan bagan tancap antara lain perahu, jaring, mesin dan kayu. Pengelolaan dana PUMP seharusnya dikelola secara kelompok, namun berdasarkan informasi yang kami dapatkan, dana tersebut akhirnya dibagi-bagi kepada setiap anggota dan dikelola secara mandiri. Dua kelompok yang menerapkan sistem ini mengaku bahwa modal yang mereka terima dapat mereka manfaatkan sesuai kebutuhan mereka. Pak Muliadi, ketua kelompok Mutiara menyatakan modal yang ia peroleh ia gunakan untuk modal mengelola perkebunan cengkeh dan hingga saat ini usaha cengkeh nya menjadi pemasukan tambahan yang menjanjikan jika hasil bagan sedikit. Anggota kelompok pak Burrohimah juga menyatakan bahwa dengan bantuan modal dari PUMP ia bisa membeli tanah dan memulai usaha perkebunan. Pak Sutar, anggota kelompok pak Yohannis menyatakan bahwa dana yang ia terima akhirnya habis karena ditarik kembali oleh Pak Yohannis untuk dikelola menjadi usaha simpan pinjam. Hingga saat kami wawancara, pak Yohannis tidak bisa ditemui dan belum ada pertanggung jawaban mengenai pengelolaan dana kelompok tersebut.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Implementasi program PUMP di Desa Sarang Tiung Kabupaten Kotabaru masih kurang efektif dalam membantu kebutuhan nelayan tangkap. Hal ini didasarkan berbagai temuan data yang didapatkan selama proses wawancara berlangsung. Masyarakat merasa terbantu namun dalam pengelolaan dana masih menemukan beberapa hambatan. Pengelolaan dana dikelola secara mandiri oleh masing-masing anggota karena dana PUMP dibagi secara merata kepada masing-masing anggota. Sehingga, bermanfaat atau tidaknya bergantung pada usaha masing-masing anggota. Adainisiatif dari beberapa anggota kelompok untuk menggunakan dana bantuan sebagai modal tambahan mengelola bagan ada pula yang menggunakan dana tersebut untuk


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

memulai usaha sampingan seperti perkebunan. Berdasarkan hasil wawancara, baik kepada anggota maupun kepada ketua kelompok dari penerima PUMP menyatakan bahwa mereka mengharapkan bantuan dari pemerintah tidak hanya sekadar bantuan uang, namun akan lebih baik jika berupa barang seperti mesin, atau kapal. Pasca diterimanya bantuan, Dinas Kelautan dan Perikanan belum memberikan evaluasi yang efektif dalam hal pengelolaan dana. Sebagian dana yang digunakan untuk membuat atau mengelola bagan tidak terealisasikan dengan baik karena di tengah jalan bagan sudah rusak akibat cuaca yang buruk. Sebaiknya, pemerintah tidak hanya memberikan dana bantuan berupa uang, melainkan juga soft skill, karena kemampuan nelayan dalam mengolah dana bantuan harus diperhatikan. Jika nelayan tidak dibekali dengan kemampuan, maka dana bantuan yang diberikan tidak akan mempunyai dampak yang signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Masyarakat memanfaatkan bantuan dari pemerintah semata-mata hanya untuk mendapatkan uang tanpa memperhitungkan pengelolaan modal secara tepat dan dampaknya secara jangka panjang. Dinas Perikanan dan Kelautan menjelaskan bahwa sistem evaluasi tidak berjalan secara berkelanjutan karena kurangnya sumber daya manusia. Menggandeng stakeholder lain dari organisasi non pemerintah bisa menjadi alternatif untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan membutuhkan koordinasi yang sinergis dari pemerintah, nelayan dan juga organisasi non pemerintah.

sarangtiung.desa.id: http://sarangtiung. desa.id/desa-inovasi-nelayan/ Silitonga, M. F., Pramonowibowo, & dan Hartoko, A. (2014). Analisa Sebaran Bagan Tancap dan Hasil Tangkapan di Perairan Bandengan, Jepara, Jawa Tengah. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 77. Sudirman, Najamuddin, & Palo, M. (2013). Efektivitas Penggunaan Berbagai Jenis Lampu Listrik untuk Menarik Perhatian Ikan Pelagis Kecil pada Bagan Tancap. JPPI, 157. (Rencana Program Pembangunan Perikanan dan Kelautan, 2013). Kementrian Kelautan dan Perikanan (Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan: Penguatan Kelembagaan Pusat dan Daerah: Penguatan Kelembagaan Pusat dan Daerah, 2011) (2014) Anatara News website. [Online]. Available: http://kalsel.antaranews.com/berita/19367/k emenpera-perhatikan-masyarakat-pesisir (2014) Kementerian Kelautan dan Perikanan website. [Online]. Available: http://www.pupi.kkp.go.id/index.php/pump -perikanan-tangkap (2014) Badan Pusat Statistik website. [Online]. Available:www.bps.go.id (2014) Pemprov Kalsel website. [Online]. Available: http://setbakorluh.kalselprov.go.id/?p=492

REFERENSI Noor, Isran, Politik Otonomi, Jakarta: Seven Strategic Studies, 2012. Hlm. 12 Pemerintah Kabupaten Kotabaru. (2014). (Sarang Tiung) Desa Inovasi Nelayan. Retrieved Oktober 6, 2015, [online]

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

27


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Analisis Pendapatan Nelayan Bagan: Studi di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan Munzilir Rohmah Prodi Matematika, FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI

Safira Ryanatami Prodi Sastra Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI

Bagus Anugerah Yoga Pratomo Prodi Sastra Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI

Shellyanda Rezki Utami Prodi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu AdministrasiUI

Zofarizal Gusfa Prodi Teknik Mesin, Fakultas Teknik UI

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pendapatan nelayan bagan antara musim ramai ikan dengan musim sepi ikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan bagan. Sebanyak 50 sampel dipilih dengan menggunakan teknik quota sampling, menggunakan kriteria responden yang bekerja sebagai nelayan penuh (25 orang) dan nelayan sambilan (25 orang) untuk menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang berisi komponen pendapatan yaitu hasil tangkapan laut, biaya tetap dan biaya tidak tetap. Analisis deskriptif digunakan untuk menghitung pendapatan nelayan yang hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan nelayan adalah Rp1.360.374/trip. Kegiatan melaut memberi keuntungan kepada nelayan ditandai dengan pendapatan yang bernilai positif. Pendapatan nelayan hanya berasal dari bulan ramai, sedangkan pada bulan sepi hasil tangkapan untuk dikonsumsi keluarga, sehingga pendapatan pada musim ramai dan musim sepi ikan tidak dapat dibandingkan. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkontribusi pada penghasilan tangkap. Hasilnya, frekuensi melaut dan jumlah bagan berpengaruh signifikan, sedangkan jenis pengalaman nelayan tidak berpengaruh signifikan. KATA KUNCI: Bagan, Frekuensi, Nelayan, Pendapatan, Regresi.

28


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

A. PENDAHULUAN Dengan mata pencaharian utama penduduknya sebagai nelayan, kehidupan nelayan di Indonesia sampai saat ini belum dapat dikatakan layak bahkan jauh dari kata sejahtera. Jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 % dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang. 7,87 juta orang tersebut berasal dari sekitar 10.600 desa nelayan miskin yang terdapat di kawasan pesisir tanah air (Robin, 2012). Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2002), nelayan adalah orang yang turut mengambil bagian dalam penangkapan ikan dari suatu kapal penangkap ikan, baik dari anjungan (alat menetap atau alat apung lainnya) maupun dari pantai. Namun, orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, dan mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor tidak dikategorikan sebagai nelayan. Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), M. Riza Damanik, menyatakan bahwa 90 % nelayan hanya membawa pulang rata-rata 2 KG ikan per hari. Jika ikan tersebut dijual ke pasar, maka penghasilan nelayan tersebut rata-rata hanya berkisar 20 – 30 ribu Rupiah (Damanik, 2014). Kotabaru, sebagai kota terbesar kedua di Kalimantan Selatan setelah Banjarmasin, memiliki potensi perikanan yang cukup besar dengan luas laut mencapai 38.490 KM2 dan panjang pesisir pantai 825 KM. Berdasarkan data BPS Kotabaru tahun 2013, usaha penangkapan ikan merupakan mata pencaharian utama penduduk selain pertambangan dengan produksi mencapai 91.000 ton dan perikanan dengan nilai produksi sebesar Rp. 967 miliar. Dari total nilai produksi perikanan tersebut, 709 miliar Rupiah berasal dari perikanan laut dan sisanya dari perikanan darat. Sementara itu, subsektor pertanian dalam struktur ekonomi Kotabaru memiliki kontribusi yang cukup tinggi pada tahun 2013, yakni sebesar 35,69% terhadap PDRB (BPS Kab. Kotabaru, 2014).

Nelayan di Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada umumnya menggunakan sebuah medium bernama bagan tancap untuk melakukan penangkapan ikan. Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan di dasar perairan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, yang mana pada tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Bagan tancap bersifat pasif dan pengoperasiannya menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan (Silitongga, 2014). Bagan tancap di daerah Kotabaru biasanya dibuat dari kayu serdang atau kayu bakau, dengan ukuran panjang kayu berkisar 20 meter. Kayu-kayu tersebut dibawa ke laut menggunakan kapal, kemudian ditancapkan pada dasar laut membentuk sebuah bangunan. Dengan menggunakan bagan tancap, nelayan dapat menghemat tenaga untuk menyebarkan jaring ikan. Nelayan cukup mengarahkan lampu penerangan sehingga ikan-ikan berkumpul di titik penerangan dan melepaskan jaring di tempat tersebut setiap beberapa jam sekali dari atas bagan. Jenis ikan yang umumnya dapat ditangkap menggunakan bagan tancap adalah ikan teri dan ikan tembang. Ketika berlayar nelayan menggunakan pembagian musim menjadi dua musim utama, yaitu musim ramai ikan dan musim sepi ikan. Ketika musim ramai ikan, pendapatan ikan nelayan dari hasil melaut lebih banyak dibandingkan musim sepi. Musim ramai ikan biasanya terjadi di awal tahun, sedangkan musim sepi biasanya bertepatan dengan musim angin tenggara, ketika bagan tancap para nelayan rusak oleh gelombang laut. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pendapatan nelayan bagan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan, sehingga dapat dilakukan analisis yang menghasilkan suatu solusi untuk peningkatan pendapatan nelayan. Adapun tujuan penelitian ini adalah a) Untuk mengetahui pendapatan nelayan bagan

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

29


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

b) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan bagan di daerah penelitian.

B. STUDI PUSTAKA 1. Definisi Nelayan Bagan Imron (2003) mengatakan bahwa nelayan adalah sekelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah pemukiman dekat dengan lokasi kegiatannya. Departemen Kelautan dan Perikanan (2002) juga berpendapat bahwa nelayan adalah orang yang turut mengambil bagian dalam penangkapan ikan dari suatu kapal penangkap ikan, baik dari anjungan (alat menetap atau alat apung lainnya) maupun dari pantai. Namun, orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, dan mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor tidak dikategorikan sebagai nelayan. Nelayan di Desa Sarang Tiung adalah para pendatang dari suku Bugis, Banjar, Madura, dan Jawa, yang mayoritas penduduknya merupakan nelayan bagan. Nelayan bagan adalah nelayan yang menggunakan bagan sebagai alat tangkap ikannya. Waktu berlayar untuk para nelayan bagan di Desa Sarang Tiung adalah pada malam hari, yakni mulai pukul 18.00 hingga pukul 08.00. Selain itu, nelayan berlayar hanya menggunakan kapal dan membawa jerigen, karung atau keranjang basket. Tidak seperti nelayan pada umumnya yang menggunakan es balok untuk mengawetkan hasil tangkapan, nelayan di Desa Sarang Tiung tidak menggunakan es balok.

yang dioperasikan pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu sebagai penarik untuk mendapatkan ikan. Bagan umumnya dioperasikan pada daerah-daerah perairan yang dalam, tetapi mempunyai keadaan air yang tenang dari pengaruh ombak dan gelombang serta arus. Bagan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis-Makassar pada sekitar tahun 1950-an. Bagan digunakan oleh nelayan di tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil. Contoh ikan hasil tangkapan bagan tancap adalah Teri (Stolephorus sp), Tembang (Sardienella fimbriata), Gulamah (Argyrosomus amoyensis),dan Cumi-cumi (Loligo sp). Subani dan Barus (1988) menggolongkan bagan berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya menjadi tiga macam, yaitu bagan tancap, bagan apung dan bagan kapal. Nelayan di Desa Sarang Tiung menggunakan alat tangkap bagan tancap. Bagan tancap merupakan alat tangkap sederhana dengan ukuran rata–rata panjang dan lebar 9 meter, adapun bahan utamanya yaitu kayu, bambu, waring dan tali pengikat. Komponen bagan terdiri atas jaring, rumah bagan (anjanganjang), serok dan lampu. Pengoperasian jaring angkut pada bagan saat penurunan jaring (setting) dan penarikan jaring (hauling) masih menggunakan teknologi sederhana yaitu roller yang terbuat dari bambu yang terdapat di pelataran bagan (Juniarti, 1995). Di atas bangunan bagan di bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat melihat ikan (Riharnadi, 2009).

2. Definisi Bagan Tancap Bagan atau ada juga yang menyebutnya dengan bagang, merupakan suatu alat tangkap yang wujudnya seperti kerangka sebuah bangunan piramida tanpa sudut puncak. Bagan merupakan salah satu jaring angkat 30

Gambar 1.Bagan Tancap Sumber: http://sarangtiung.desa.id/bagangtancap/


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Alat tangkap bagan tancap pada umumnya melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) Persiapan, 2) Penurunan jaring (setting), 3) Menyalakan lampu, 4) Penarikan jaring (hauling) serta 5) Pengambilan hasil tangkapan. Penurunan jaring (setting) dilakukan dengan melonggarkan tali pengikat di roller pada pukul 18.00. Kemudian, lampu yang berada di bawah rumah kecil di bagan dinyalakan sebagai penarik perhatian ikan agar berkumpul pada area jaring. Di dalam rumah kecil tersebut, terdapat lubang untuk melihat ikan dari atas dan juga sebagai pengontrol lampu yang berjumlah 13 buah. Satu buah lampu di pasang di rumah dan di luar bagan sebagai penerang diatas bagan. Sebanyak 11 buah lampu dipasang membentuk persegi empat yang diletakkan di atas permukaan air dan terdapat satu lampu besar untuk menarik perhatian ikan, sehingga ikan-ikan dapat terkumpul pada areal waring (jaring kantong bagan). Lampu tersebut dinyalakan dengan menggunakan generator dan diikat dengan menggunakan tali agar dapat ditarik dan diturunkan ketika air mulai pasang. Selanjutnya, kegiatan hauling (pengangkatan jaring) dilakukan setelah ikanikan di bawah bagan semakin padat ditandai oleh gemercik air dan gelembung udara yang muncul di permukaan air. Lalu, roller diputar perlahan-lahan sampai jaring terangkat ke atas. Dalam kegiatan hauling, bagan tancap yang diperhatikan adalah ketika angin kencang dan juga ombak karena dalam pengangkatan jaring, angin tidak terlalu kencang dan juga ombak harus tenang. Setting dan hauling dilakukan 2-5 kali per malam tergantung keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan ikan teri. Langkah selanjutnya, pengambilan hasil tangkapan setelah badan jaring terangkat ke atas dengan menggunakan roller. Pengangkatan jaring keatas bagan dilakukan sedikit demi sedikit sehingga membentuk kantong pada jaring. Hasil tangkapan diambil dengan menggunakan sero guna memindahkan hasil tangkapan kedalam penyimpanan hasil tangkapan yang terbuat

dari kayu. Terakhir, ikan hasil tangkapan disortir dan dipisahkan sesuai dengan jenisnya.

C. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan berlokasi di Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Dari populasi nelayan di Desa Sarang Tiung sebesar 603 orang, dipilih 50 sampel dengan menggunakan teknik quota sampling secara accidental, menggunakan kriteria responden yang bekerja sebagai nelayan penuh (25 orang) dan nelayan sambilan (25 orang). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur secara langsung kepada para responden. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk melihat pendapatan dan pengeluaran dari nelayan penuh dan nelayan sambilan. Setelah itu, analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pendapatan nelayan. Dalam hal ini pendapatan yang dilihat dibatasi hanya pendapatan yang didapat dari hasil tangkapan laut, sedangkan pengeluaran yang dilihat adalah pengeluaran tetap dan tidak tetap dari kegiatan nelayan

D. HASIL DAN DISKUSI Pendapatan nelayan merupakan pendapatan bersih yang diperoleh nelayan dari hasil kegiatan menangkap ikan di laut. Pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangkan biaya tetap dan biaya tidak tetap dari penghasilan tangkap. Pendapatan nelayan Desa Sarang Tiung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Pendapatan Nelayan Bagan

Data Penghasilan tangkap

Rata-rata Rp 5.674.782/trip

Biaya (tetap dan tak tetap)

Rp 4.307.855/trip

Pendapatan

Rp 1.360.374/trip

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

Sumber: Data Olahan Peneliti

31


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Berdasar data tersebut, nelayan Desa Sarang Tiung mendapat keuntungan dari kegiatan melaut. Penghasilan tangkap tersebut diperoleh dari data bobot ikan yang ditangkap per trip dikalikan dengan harga ikan per KG. Selengkapnya perhatikan tabel berikut.

Pada Gambar 3 dapat dilihat persentase kontribusi masing-masing hasil tangkap pada penghasilan tangkap.

14% 7%

41%

Tabel 2. Hasil Tangkap dan Harga Hasil Tangkap

Jenis Ikan

Bobot hasil Harga per tangkap per trip KG Ikan teri Rp 30.000 ± 65 KG Ikan tembang Rp 5.000 ± 666 KG Cumi-cumi Rp 17.500 ±30 KG Ikan selanget Rp 3.000 ±115 KG Sumber: Data Olahan Peneliti

Berdasar data tersebut, ikan teri memiliki nilai jual yang paling tinggi, sementara ikan tembang paling sering tertangkap ke bagan nelayan Desa Sarang Tiung.

Penghasilan Tangkap (Rp)

Pada Gambar 2 dapat dilihat penghasilan tangkap dari ikan-ikan di atas dan ikan-ikan lainnya yang terdiri dari ikan tongkol, ikan manyung, dan ikan-ikan yang jarang ditangkap lainnya.

1912600 1181598,7 643508.3 543528.8 327916 Jenis Ikan Average of TERI Average of TEMBANG Average of CUMI-CUMI Average of SELANGET Average of LAINNYA

Gambar 2.Penghasilan Tangkap Sumber: Data Olahan Peneliti

32

12% 26%

Average of TERI Average of TEMBANG Average of CUMI-CUMI Average of SELANGET Average of LAINNYA

Gambar 3.Persentase Penghasilan Tangkap Sumber: Data Olahan Peneliti

Untuk menghitung pendapatan bersih, maka penghasilan tangkap di atas dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan nelayan. Biaya terdiri dari biaya tetap dan tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya memelihara bagan, biaya memelihara kapal (bagi yang memiliki kapal) dan biaya sewa kapal (bagi yang tidak memiliki kapal), sementara biaya tidak tetap terdiri dari biaya untuk membeli oli, solar, bensin, dan bagi hasil dengan pekerja. Data tersebut dapat ditampilkan pada Gambar 4. Di antara komponen biaya tetap, biaya pemeliharaan bagan mempunyai persentase tertinggi. Hal ini disebabkan di musim tertentu gelombang akan sangat tinggi sehingga merusak bagan tancap. Untuk memperbaikinya, nelayan menghabiskan ratarata Rp 5.913.580 per bulan. Di antara komponen biaya tidak tetap yang mempunyai persentase paling besar adalah konsumsi, yang terdiri dari makan, minum dan rokok. Biaya tidak tetap ini dikeluarkan setiap kali trip.


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

7%

Tabel 4. Karakteristik Nelayan Desa Sarang Tiung Data Hasil Populasi nelayan 603 orang Umur 23-65 tahun Jumlah bagan Âą1 bagan/orang Pengalaman melaut 1-45 tahun Sumber: Data Olahan Peneliti

9% 1% 16%

23% 1% 21%

22%

Average of biaya sewa kapal Average of biaya pemeliharaan kapal Average of biaya pemeliharaan bagang Average of oli Average of solar

Selanjutnya, analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan bagan dengan cara melihat faktor mana saja yang mempunyai signifikansi yang nyata. Tabel 5. Faktor-Faktor Yang Berkontribusi pada Penghasilan Tangkap

Average of bensin Average of konsumsi Average of bagi hasil dengan pekerja

Gambar 4.Biaya Tetap dan Tidak Tetap Sumber: Data Olahan Peneliti

Faktor Frekuensi melaut Jumlah bagan Pengalaman nelayan

Signifikansi Nyata Nyata Tidak nyata

Sumber: Data Olahan Peneliti

Pada penelitian ini, bulan melaut dibagi menjadi dua, yaitu bulan ramai dan bulan sepi. Bulan ramai adalah bulan-bulan dimana cuaca mendukung dan perlengkapan laut seperti bagan dan kapal tersedia, sedangkan bulan sepi yaitu bulan-bulan ketika cuaca buruk dan perlengkapan laut tidak mendukung. Frekuensi melaut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.Frekuensi Melaut Bulan Ramai dan Sepi

Bulan Rata-rata Melaut (per tahun) Ramai 8 bulan Sepi 4 bulan

Rata-rata (per bulan) 24 hari 11 hari

Frekuensi melaut (per tahun) 196 hari 44 hari

Sumber: Data Olahan Peneliti

Penghasilan tangkap pada bulan ramai ini digeneralisasikan sebagai penghasilan tangkap per tahun. Hal ini karena pada bulan sepi nelayan jarang melaut (44 hari per tahun) dan kalau pun melaut maka hasilnya hanya untuk kebutuhan keluarga. Dengan demikian, peneliti tidak memasukkan hasil tangkapan bulan sepi ke dalam perhitungan, sehingga pendapatan pada musim ramai dan musim sepi ikan tidak dapat dibandingkan.

Frekuensi melaut dan jumlah bagan yang dimiliki nelayan memberikan kontribusi yang nyata pada penghasilan tangkap. Semakin banyak frekuensi melaut dan jumlah bagan maka penghasilan tangkap akan semakin besar. Hasil ini memberikan nilai R-square sebesar 29,1 %. Selanjutnya, pengalaman nelayan tidak memberikan kontribusi yang signifikan karena metode penangkapan menggunakan bagan tancap sangat sederhana dan mudah, sehingga siapa pun dapat melakukannya, baik nelayan yang sudah berpuluh tahun menjalankan profesinya atau yang masih baru. Selain itu, tingkat pendidikan nelayan (SD, SMP, atau SMA) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada penghasilan tangkap. Ada dua jenis nelayan di Sarang Tiung. Pertama adalah nelayan penuh yaitu nelayan yang melaut pada malam hari dan pada siang hari tidak ada aktivitas lain. Kedua adalah nelayan sambilan, yaitu nelayan yang aktivitasnya selain melaut di malam hari, mereka memiliki aktivitas lain seperti bertani,

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

33


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

bertambak, kuli bangunan maupun berdagang pada siang hari. Penghasilan yang dimasukkan dalam hitungan hanyalah penghasilan yang berasal dari kegiatan melaut saja. Tidak ada perbedaan yang nyata pada penghasilan tangkap antara nelayan penuh dan nelayan sambilan, terbukti dari nilai independent sample test yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,35. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan antara nelayan penuh dan nelayan sambilan dalam hal penangkapan ikan. Aspek pendukung lainnya yaitu tidak adanya perbedaan frekuensi melaut antara nelayan penuh dan nelayan sambilan karena mereka pergi ke bagan hanya di malam hari. Akibatnya, jam kerja melaut mereka pun sama sehingga pendapatan mereka pun sama.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil dan diskusi di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Kegiatan melaut memberi keuntungan kepada nelayan, ditandai oleh pendapatan yang bernilai positif. 2. Pendapatan nelayan hanya berasal dari bulan ramai, sedangkan pada bulan sepi hasil tangkapan untuk dikonsumsi keluarga, sehingga pendapatan pada musim ramai dan musim sepi hasil tangkapan ikan tidak dapat dibandingkan. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan antara lain: frekuensi melaut dan jumlah bagan, sedangkan pengalaman nelayan tidak berpengaruh signifikan. Adapun rekomendasi disampaikan:

yang

dapat

1. Untuk meningkatkan pendapatan nelayan, diperlukan sarana bagi nelayan untuk mengelola hasil pendapatan disertai

34

pengawasan langsung.

dari

pemerintah

secara

2. Pemerintah dapat menyelenggarakan penyuluhan secara rutin ke masyarakat mengenai pengelolaan sumber daya laut agar masyarakat dapat memanfaatkan hasil tangkap secara maksimal.

F. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wahyu Mahendra, S.I.A dan Bapak Berly Martawardaya, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran dan kritiknya dalam penyusunan Jurnal ini, Bapak Amir dan keluarga, masyarakat Desa Sarang Tiung, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru dan Provinsi Kalimantan Selatan yang telah menerima kehadiran kami, teman-teman KSM Eka Prasetya khususnya panitia kegiatan Indonesia Student Research & Summit (ISRS) 2015, yang telah membantu memberikan dukungan dalam penyelesaian Jurnal ini, orang tua dan keluarga kami yang telah memberikan dukungan moral maupun materil, tanpa bantuan dan pengorbanan mereka kami tidak dapat menyelesaikan penelitian ini.

REFERENSI Admin. 2014. Geografis Desa. Diakses dari http://sarangtiung.desa.id/geografis-desa/. Diakses pada 22 September 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotabaru. 2014. Kotabaru dalam Angka. Diakses dari http://kotabarukab.bps.go.id/webbeta/website /pdf_publikasi/kda%20bps%202014%20w.p df Diakses pada 21 September 2015. Damanik, M. Riza. 2014. Pernyataan KNTI pada Dialog Kebangsaan: Memastikan Kehadiran Negara Menyejahterakan Masyarakat Nelayan dan Petambak Indonesia. Diakses dari http://knti.or.id/wpcontent/uploads/2014/07/Pernyataan-KNTIpada-Dialog-Kebangsaan.pdf Diakses pada 21 September 2015. Imron, Masyuri. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta: Media Pressindo


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Juniarti, R. 1995. Studi Tentang Uji Coba Pengoperasian Bagan Apung dengan Bouke Ami di Perairan Teluk Pelabuham Ratu Sukabumi, Jawa Barat. Karya Ilmiah (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 120 hal Mardjudo, Ahsan. 2014. Usaha Perikanan Ikan Teri (Stolephorus, spp) dengan Alat Tangkap Bagan Tancap di Desabukit Aru Indah Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Jurnal Ilmiah AgriBA No2 Tahun 2014. Fakultas Perikanan UNISA Palu. Riharnadi .2009. Diakses dari http://tampukpinang.info/tradisional/alattang kap/hewanlaut/153-aganapung.html. Diakses pada 22 September 2015. Silitonga, Monica Febrina, dkk. 2014. Analisa Sebaran Bagan Tancap dan Hasil Tangkapan di Perairan Bandengan, Jepara, Jawa Tengah. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Hlm 7784. Diakses dari http://www.ejournals1.undip.ac.id/index.php/jfrumt Diakses pada 23 September 2015 Subani,W., dan Barus, H. R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50 tahun 1988 (Edisi Khusus). Jakarta. 248 hal.

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYA UNIVERSITAS INDONESIA

35


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Hubungan Persepsi terhadap Sumber Daya Laut Perikanan Tangkap dan Motivasi Kerja dengan Sikap Kerja Nelayan Bagan Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Rehan Novendra

Siti Syahidati Fauzana

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Widi Kusnantoyo

Siti Zunuraen

Fakultas Teknik

Ihsanul Afwan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Fakultas Teknik

Supriadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Madasaina Fakultas Psikologi

ABSTRAK. Menurunya nilai produksi ikan di Kabupaten Kotabaru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beralihnya nelayan menjadi pekerja tambang di Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu faktor. Pada penelitian terdahulu, persepsi terhadapsumber daya laut perikanan tangkapdalam memenuhi kebutuhan nelayan merupakan faktor penentu keberlangsungan para nelayan untuk tetap menjadi nelayan. Namun peningkatan jumlah nnelayan melebihi jumlah nelayan yang beralih pekerjaan menjadi pekerja tambang di Kabupaten Kotabaru yang memunculkan hipotesis adanya penurunan produktifitas nelayan di Kotabaru. Penelitian ini mencoba melihat keberlangsungan pekerjaan nelayan melaui sikap kerja nelayan yang berkaitan dengan persepsi nelayan terhadap sumber daya laut perikanan tangkap dan motivasi kerja nelayan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan 65 sampel nelayan bagan Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi terhadap sumber daya laut perikanan tangkap memiliki hubungan positif dan signifian dengan sikap kerja nelayan. Demikian pula motivasi kerja nelayan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan sikap kerja nelayan. KATA KUNCI: Nelayan, Persepsi terhadap Sumber Daya Laut Perikanan Tangkap, Motivasi Kerja, Sikap Kerja

36


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

A. PENDAHULUAN Negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya merupakan laut. Sektor maritimIndonesia bisa menghasilkan seperempat APBN Indonesia jika dikelola dengan baik dan optimal (Bakrie, 2015). Diperlukan pembangunan armada, keterampilan serta sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan, dan pengelolaan yang baik pada sepuluh wilayah maritim Indonesia. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menetapkan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup terdiri atas pemerintahan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan terbuka sepanjang pantai timur – tenggara wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dengan berbagai pola pemanfaatan ruang baik lindung maupun budidaya, salah satunya di Kabupaten Kotabaru. Dari hasil wawancara dengan Pemprov Kalimantan Selatan, ada banyak nelayan di Kotabaru yang beralihpekerjaan mejadi pekerja tambang.1 Menurut penelitian Sjach (1985) mengenai keberlangsungan nelayan di danau kerinci, model perubahan interaksi nelayan dengan tempat menangkap ikan, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu perubahan secara cepat dan secara lambat. Perubahan cepat adalah perubahan yang ditempuh nelayan dengan cara memutuskan sama sekali hubungan dengaan tempat menangkap ikan. Nelayan- nelayan ini adalah nelayan yang tidak yakin atas kemampuan tempat menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan mereka, ditambah mereka melihat gambaran keuntungan yang dihasilkan dari pekerjaan lain. Model kedua adalah nelayan nelayan yang masih yakin tempat menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 11 Tahun 2012 Tentang 1

Keadaan nelayan di Kabupaten Kotabaru diketahui melalui wawancara mendalam dengan Pemprov Kalimantan Selatan pada hari selasa, 4 agustus 2015

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru Tahun 2012-2032 pasal 25 ayat 6, Desa Sarang Tiung masuk dalam Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri besar. Tujuan penataan ruang wilayah adalah terwujudnya keterpaduan struktur ruang dan pola ruang daerah yang efisien dan berkelanjutan untuk mendukung terwujudnya pembangunan Kabupaten Kotabaru yang berkelanjutan. Tabel 1 Jumlah Nelayan di Kalimantan Selatan Kabupaten/Kota

2012

2013

2014

Kab. Tanah Laut

12,949

11,266

12,902

Kab. Banjar

6,875

6,910

6,910

Kab. Barito Kuala

1,826

1,507

1,507

Kab. Tanah Bumbu

7,704

7,677

7,677

430

351

351

22,408

25,484

25,484

Kota Banjarmasin Kab. Kotabaru Jumlah

- Total

52,192 53,195 54,831

Sumber: Dinas KKPKalimantan Selatan, 2014

Dari tabel 1 jumlah nelayan di Kabupaten Kotabaru meningkat dari 22.408 orang menjadi 25.484 orang selama periode 20122014. Namun nilai produksi ikan Kotabaru terus menurun pada periode tersebut seperti terlihat pada tabel 2. Menurunnya nilai produksi ikan berdampak pada menurunnya pendapatan bidang kelautan. Kabupaten Kotabaru adalah salah satu kabupaten yang mengandalkan kelautan sebagai pendapatanya. Fakta sebagaimana terlampir di pada uraian di atas melandasi dilakukannya penelitian untuk melihat produktifitas nelayan melalui variabel motivasi kerja. Menurut Santrock (2004), motivasi merupakan proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku, artinya perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.Hasil kerja lebih baik jika motivasi lebih baik. Untuk itu variabel motivasi ditelusuri lebih lanjut melalui penelitian ini. Selanjutnya, sikap kerja yang positif atau negatif merupakan evaluasi terhadap suatu objek yang dapat mempengaruhi perilaku objek yang berhubungan dengan individu

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

37


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

(Friedkin, 2010). Sehingga sikap kerja nelayan akan menentukan intensi nelayan untuk tetap bekerja sebagai nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Persepsi terhadap sumber daya laut perikanan tangkap dan motivasi kerja nelayan menjadi dua variabel yang digunakan oleh peneliti untuk melihat keberlangsungan nelayan terkait hubunganya dengan sikap kerja nelayan. Selain itu, masih sedikitnyapenelitian serupa yang dilakukan didaerah Kalimantan Selatan menjadi salah satu kelebihan dari penelitian ini. Sehingga diharapkan, luaran dari hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak terkait seperti kelompok nelayan dan pemerintah lokal dalam membuat peraturan dan kebijakan terkait penangkapan ikan.

B. RERANGKA PEMIKIRAN 1. Gambaran Umum Objek Penelitian Desa Sarang Tiung berada di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan dengan luas wilayah 13.500 ha/m2.Terletak di pesisir pantai menghadap ke arah timur. Desa ini memiliki 10 Rukun Tetangga (RT) yang ratarata tersebar di pesisir pantai. Hanya RT 5 yang terletak di pegunungan. Selain wilayah pesisir yang mendominasi, Desa Sarang Tiung juga terdapat wilayah perbukitan. Desa Sarang Tiung merupakan daerah pesisir pantai. Pada tahun 2013 penduduk yang bekerja sebagai nelayan berjumlah 603 orang (40%) dari 1509 orang penduduk yang memiliki mata pencaharian. Desa Sarang Tiung memiliki penduduk dari berbagai suku dan ras. Diantaranya suku Bugis, Banjar, Mandar, Makasar, Madura, dan Jawa. Pekerjaan nelayan di Desa Sarang Tiung merupakan pekerjaan yang menggantungkan pendapatan pada musim laut. Pada saat musim laut sedang baik untuk melaut maka penghasilan mereka dari menangkap berlebih. Dan sebaliknya pada saat masa paceklik, pendapatan nelayan jauh lebih redah dan tidak menentu. Nelayan merupakan pekerjaan utama dan mayoritas masyarakat Desa Sarang Tiung. 38

Sebagai nelayan, tentunya hasil tangkapan laut seperti ikan adalah pendapatan utama mereka. Hasil tangkapan laut tertentu akan dijual melaui pengempul ke pasar yang merupakan sumber utama pendapatan nelayan. Nelayan Desa Sarang Tiung merupakan nelayan Bagan. Bagan adalah suatu alat tangkap yang terbuat dari kayu dengan kriteria tertentu. Bentuk bagan mirip dengan sebuah rumah mini kemudian dipasang dan ditancapkan di lepas pantai. Bagan itulah kemudian dipasang alat tangkap seperti jaring dan alat lainnya kemudian diberi lampu bohlam. Lampu bohlam itulah yang akan membuat ikan berdatangan dan terperangkap pada jaring atau alat tangkap yang mereka pasang di bagan mereka. Nelayan Bagan tancap merupakan nelayan yang tidak melakukan pencarian ikan di lepas pantai menggunakan perahu. Mereka cukup menunggu semalam ataupun berhari-hari untuk ikan-ikan yang terperangkap di bagan mereka.

Gambar 1. Bagan Tancap Sumber: rri.co.id

2. Definisi Persepsi pada Sumber Daya laut Perikanan Tangkap Persepsi adalah proses individu mengorganisasikan dan mengintepretasikan rangsangan untuk memberikan makna pada lingkunganya. Perilaku masyarakat didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realitas, bukan pada realitas itu sendiri (Robbins, 2013)


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Tabel 2.Nilai Produksi Perikanan Laut Kalimantan Selatan Kabupaten/Kota Kab. Tanah Laut

Jumlah

- Total

2010

2011

2012

2013

2014

798,055,030

65,568,683

745,463,604

925,205,600

993,425,800

Kab. Banjar

65,335,050

44,950,670

112,929,300

78,424,821

134,343,315

Kab. Barito Kuala

45,474,360

245,862,168

57,673,600

68,261,900

73,899,612

Kab. Tanah Bumbu

266,742,572

42,964,000

517,626,124

920,327,900

1,020,267,087

Kota Banjarmasin

28,728,800

934,523,302

41,324,600

92,080,324

168,427,324

815,788,044

934,523,302

1,082,325,729

1,061,919,000

888,365,446

Kab. Kotabaru Jumlah

- Total

2,020,123,856 2,268,392,125 2,557,342,957 3,146,219,545 3,278,728,584 Sumber: Dinas KKPKalimantan Selatan, 2014

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2000) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa usaha penangkapan adalah kegiatan menangkap atau mengumpulkan binatang atau tumbuhan yang hidup di laut untuk memperoleh penghasilan dengan melakukan pengorbanan tertentu. Peneliti mendefiniskan persepsi terhadap hasil sumber daya laut perikanan tangkap sebagai suatu proses mengorganisasikan dan mengintepretasikan hasil sumber daya laut perikanan tangkap sebagai sumber pendapatan 3. Definisi Motivasi Kerja Nelayan Menurut Robbins (2013), Motivasi adalah proses untuk intensitas individu, arah, dan ketekunan usaha menuju mencapai tujuan. Tujuan yang hendak dicapai pada motivasi nelayan di dalam penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tiga elemen kunci pada definisi tersebut adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Intensitas menggambarkan seberapa keras seseorang mencoba. Namun, intensitas tinggi belum tentu meimbulkan keuntungan hasil kerja kecuali usaha disalurkan dalam arah yang menguntungkan. Oleh karena itu, kualitas usaha serta intensitasnya perlu diarahkan. Upaya diarahkan, dan konsisten dengan, tujuan adalah jenis usaha yang kita harus dicari. Sehingga, motivasi memiliki dimensi ketekunan. Tindakan ini berapa lama orang dapat mempertahankan usaha. Individu termotivasi mengerjakan tugas cukup lama untuk mencapai tujuan mereka.

4. Definisi Sikap Kerja Nelayan Sikap adalah pernyataan evaluatif ,baik menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai suatu obyek, orang, atau peristiwa. Peryataan- pernyataan evaluatif tersebut mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang sesuatu hal (Robbins,2013). S ikap kerja yang positif atau negatif merupakan evaluasi terhadap suatu objek yang dapat mempengaruhi perilaku objek yang berhubungan dengan individu (Friedkin, 2010). Sikap kerja dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu pengetahuan, afektif, dan perilaku.Sikap kerja adalah respon atau pernyataan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dalam melakukan pekerjaan atau pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan pendapatan dari hasil perikanan tangkap dengan keyakinan bahwa kinerja baik berasal dari bekerja keras, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan. Pada penelitian ini sikap kerja merepresentasikan kesediaan nelayan untuk tetap bekerja sebagai nelayan. 5. Hipotesis Berdasarkan penelitian sebelumnya, nelayan akan akan memutuskan hubungan dengan tempat menangkap ikan jika nelayan tidak yakin atas kemampuan tempat menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan nelayan.Persepsi terhadap sumber daya laut perikanan tangkap yang positif akan membuat evaluasi nelayan terhadap tempat menangkap

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

39


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

ikan yang positif sehingga persepsi nelayan terhadap sumber daya laut perikanan tangkap memiliki hubungan yang positif dengan sikap kerja nelayan H1:Persepsi terhadap sumber daya laut perikanan tangkap memiliki hubungan positif dan signifikan dengan sikap kerja nelayan. Diasumsikan faktor lain konstan, hasil kerja atau produktifitas akan lebih baik dengan lebih baiknya motivasi kerja. Motivasi yang merupakan tingkat semangat, arah, dan kegigihan perilaku nelayan akan berdampak pada perilaku nelayan terhadap pekerjaanya sebagai nelayan. Sehingga terbentuk hipotesis: H2: Motivasi kerja nelayan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan sikap kerja nelayan. Persepsi terhadap Sumber Daya Laut Perikanan Tangkap Sikap Kerja Nelayan Motivasi Kerja Nelayan

Gambar 2. Kerangka pemikiran

Kolmogorov-Smirnov Test digunakan untuk menguji normalitas sebaran. Hasilnya, data terdistribusi normal untuk variabel perspesi terhadap sumber daya laut perikanan tangkap (p: 0,193; >0,05) dan sikap kerja (p: 0,067 ; >0,05), namun data tidak terdistribusi normal pada variabel motivasi kerja (p: 0,025 ; <0,05).

D. KARAKTERISTIK RESPONDEN 3% 18%

20- 30 Tahun 19%

26%

31 - 40 Tahun 34%

41 - 50 Tahun 51 - 64 Tahun > 64 Tahun

Gambar 3.Persentase Umur Respoonden Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar3 menunjukan presentase umur 65 responden penelitian. Jika dilihat dari persentasenya, responden yang kami miliki tersebar merata sesuai umur. Responden yang paling banyak berumur 31-40 tahun, yaitu sebesar 33,8 %, Hal ini dikarenakan pada umur tersebut merupakan umur produktif.

C. METODE PENELITIAN Populasi dari penelitian ini adalah seluruh nelayan bagan Desa Sarang Tiung, Kabupaten Koabaru, Kalimantaan Selatan.Metode yang digunakan dalam peneitian ini adalah deskriptif dan korelatif kuantitatif. Peneliti memilih sampel menggunakan teknik quota sampling kepada nelayan yang diproporsikan pada jumlah nelayan di sepuluh rukun tetangga Desa Sarang Tiung yang memiliki karakteristik tidak jauh berbeda dianggap sudah merepresetasikan populasi nelayan di Desa Sarang Tiung. Jumlah sampel didalam penelitian ini adalah sebanyak 65 nelayan. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik angket.Angket dibagi ke dalam tiga kategori variabel. Kuesioner tersebut disusun dengan menggunakan skala likert. Uji validitas dan reliabilitas instrument dilakukan pada 27 sampel secara random. 40

5% menikah 95%

Belum menikah

Gambar 4.Persentase Status Responden Sumber: Data Olahan Peneliti

Berdasarkan gambar 4, responden yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar sudah menikah dengan persentase sebesar 95,4%. Hal ini dikarenakan, bekerjai nelayan merupakan cara untuk mencari nafkah di Desa Sarang Tiung, sehingga mayoritas nelayan sudah menikah.


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

6% 17%

Tidak Punya

14%

<5

1-2 anak

26% 54%

8% 5-10

75%

3-4 Anak

>10

>4 anak

Gambar 5.Persentase Jumlah Anak Responden Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar 7.Persentase Waktu Tinggal di Desa Sumber: Data Olahan Peneliti

Berdasarkan gambar5, responden yang didapatkan sebagian besar memiliki 1-2 anak dengan persentase 53,8%.

Berdasarkan gambar, yang menjadi responden kami adalah nelayan yang sudah lama tinggal di desa Sarang Tiung. Hal ini dapat dilihat dari persentase nelayan berdasrkan lama waktu tinggal yaitu 75,4% sudah tinggal lebih dari 10 tahun.

14%

8%

18%

Tidak Tamat SD SD

60%

2%

SMP

26%

SMA Sederajat 72%

<1 th 1-5 th > 5 th

Gambar 6.Persentase Pendidikan Terakhir Responden Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar6 menunjukan presentase riwayat pendidikan 65 responden penelitian. Tiga riwayat pendidikan terbanyak pada responden adalah tamat sekolah dasar 60%, tidak tamat sekola dasar 18,5 %. Dan tamat sekolah menengah pertama 13,8% Sebagian besar responden telah mengakses sekolah dasar. Keberadaan beberapa sekolah yang ada di desa sarang tiung diharapkan dapat memberikan banyak kemudahan untuk mengakses pendidikan. Status pendidikan yang dimiliki oleh responden menyulitkan penyuluh lapangan untuk memberikan penyuluhan dan melakukan pendataan terkait dengan responden.

Gambar 8.Persentase Pengalaman Bekerja Sebagai Nelayan Sumber: Data Olahan Peneliti

Berdasarkan gambar 8, Sebanyak 2% responden dari 65 responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan berada di bawah 1 tahun, 26% responden sudah bekerja sebagai nelayan 1-5 tahun, dan 72% nelayan sudah bekerja lebih dari lima tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah bekerja sebagai nelayan lebih dari 5 tahun. Menurut Gitosudarmo (1999), akibat bertambahnya pengalaman di dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau memproduksikan suatu barang, dapat menurunkan rata-rata ongkos per satuan barang. Dengan demikian, pengalaman kerja responden yakni umumnya lebih dari lima tahun sebagaimana dipaparkan dalam bagan

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

41


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah pendapatan nelayan.

0

15%

1% 3% 3% 17%

11% 2%

9-12 Bulan

0 Bagang 31%

72%

1 Bagang

5-8 Bulan 1-4 Bulan

2 Bagang

45%

3 Bagang 4 Bagang Gambar 9.Persentase Jumlah Kepemilikan Bagan Sumber: Data Olahan Peneliti

Berdasarkan gambar 9, responden yang kami dapatkan rata-rata memiliki 1 bagan dengan persentase 44,6% dari 65 responden. Hal ini menunjukkan nelayan di Sarang Tiung memiliki peluang untuk mendapatkan tangkapan ikan yang cukup, namun berdasarkan gambar sekitar 30,8% responden yang kami dapatkan tidak memiliki bangan sehingga hal ini dapat menyebabkan produktivitas nelayan menurun.

28% 31%

41%

Setiap Hari 4-6 hari 1-3 hari

Gambar 11.Persentase Intensitas Menangkap Ikan dalam Seminggu Sumber: Data Olahan Peneliti

Berdasarkan gambar 11, Sebanyak 2% responden dari 65 responden dalam setahun tidak sampai satu bulan menangkap ikan dalam setahun, 15% responden berdasarkan intensitas menangkap ikan dalam setahun menangkap ikan 9-12 bulan, 72% responden menangkap ikan 5-8 bulan, dan sisanya sebesar 11% responden menangkap ikan 1-4 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang tidak menangkap ikan dalam satu tahun penuh yang berarti terdapat waktu luang dalam setahun bagi responden yang tidak menangkap ikan setahun penuh. Menurut Dahuri (2012) , nelayan tidak selalu berada di atas kapal karena bagi sebagian besar nelayan Indonesia intensitas melaut mereka masih bergantung dari cuaca, sehingga dibutuhkan solusi untuk menghadapi keadaan waktu luang ketika nelayan tidak melaut.

Gambar 10.Persentase Intensitas Menangkap Ikan dalam Seminggu Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar 10 menunjukan sebanyak 41% responden dari 65 responden intensitas menangkap ikan dalam seminggu dilakukan setiap hari, 31% responden memiliki intensitas menagkap ikan dalam seminggu 4-6 hari, dan 28% responden memiliki intensitas menangkap ikan dalam seminggu hanya 1-3 hari.

Kebun

17% 55%

17%

Tukang Wirausaha Lain-lain

6%

5%

Tidak Punya

Gambar 12.Persentase Pekerjaan Sambilan Responden Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar 12 menunjukan Sebanyak 17% responden dari 65 responden bekerja sambilan 42


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

dengan berkebun, 17% responden lain bekerja sambilan sebagai tukang, 5% responden bekerja sambilan dengan berwirausaha, 6% responden bekerja sambilan selain dari berkebun, menjadi tukang dan berwirausaha, dan sebesar 55% tidak memiliki pekerjaan sambilan yang lain selain menjadi seorang nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan saat mereka tidak menangkap ikan. Padahal, bila dikaitkan dengan intensitas menangkap ikan, sebagian besar responden memiliki waktu luang dalam setahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan rencana jangka pendek dan jangka panjang bagi nelayan yang tidak memiliki pekerjaan sambilan. Mnurut Dahuri (2012) bahwa bantuan jangka pendek dapat dilakukan dengan pemerintah yang memberi bantuan dengan memberdayakan nelayan, selain itu mengelola pembangunan perikanan tangkap bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat, nelayan dan stakeholders lainnya sejak tahap perencanaan sampai implementasi dan pengendalian (co-management atau stakeholder participation). Selanjutnya, untuk bantuan jangka panjang harus ada fasilitas bantuan dari pemerintah yang lebih mendayagunakan nelayan. Misalnya, langkah menciptakan alternatif mata pencarian lapangan kerja seperti budidaya rumput laut, budidaya kepiting asoka, industri pengolahan hasil laut, dan sebagainya.

25% 20%

tidak memiliki

55%

4-6 hari 1-3 hari

Gambar 13.Persentase Intensitas Pekerjaan Sambilan Responden dalam Seminggu Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar 13 menunjukan Sebanyak 55% responden dari 65 responden tidak memiliki pekerjaan sampingan, 20% responden bekerja

sambilan selama 4-6 hari dalam seminggu, dan 25% bekerja sampingan selama 1-3 hari. Hal ini menunjukkan dari sebagian responden yang memiliki pekerjaan sambilan lebih banyak yang bekerja hanya 1-3 hari dalam seminggu dan sisanya bekerja 4-6 hari dalam seminggu. ≤ Rp.500.000 11%

8%

7%

Rp.500.001 Rp.1.500.000 17% Rp.1.500.001 Rp.3.000.000 34% Rp.3.000.001 Rp.5.000.000 Rp.5.000.001 Rp.10.000.000 Gambar 14.Persentase Responden berdasarkan Penghasilan Sumber: Data Olahan Peneliti 23%

Gambar 14 munjukan Sebanyak 7% responden dari 65 responden memperoleh penghasilan kurang dari atau sama dengan Rp.500.000, 23% responden memperoleh penghasilan antara Rp.500.001 sampai dengan Rp.1.500.000, 34% responden memperoleh peghasilan antara Rp.1.500.001 sampai dengan Rp.3.000.000, 17% responden memperoleh penghasilan antara Rp.3.000.001 sampai dengan Rp.5.000.000, 11% responden memperoleh penghasilan antara Rp.5.000.001 sampai dengan Rp.10.000.000, dan 8% responden memperoleh penghasilan lebih dari atau sama dengan Rp.10.000.001. Hal ini menunjukkan bahwa penghasilan responden sebagai nelayan per bulannya lebih banyak berada di kisaran Rp.1.500.001 sampai dengan Rp.3.000.000 lalu Rp.500.001 sampai dengan Rp.1.500.000. Sementara Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan pada tahun 2015 adalah Rp1.870.000.2 Bisa dipastikan dari total responden ada 30% responden yang berpenghasilan di bawah UMP. Sementara beberapa responden yang berada di bawah UMP berada pada 34% responden yang berpenghasilan Rp.1.500.001 sampai dengan Rp.3.000.000. Hal ini menjadi landasan bagi 2

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

http://disbun.kalselprov.go.id

43


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

pemerintah untuk dapat melakukan langkah lebih lanjut bagi para nelayan yang masih memiliki peghasilan dibawah UMP misalnya dengan mencoba melaksanakan rencana jangka pendek dan jangka panjang.

9%

3% Buruk Baik

88%

PERSEPSI NELAYAN TERHADAP SUMBER DAYA LAUT PERIKANAN TANGKAP, MOTIVASI KERJA NELAYAN, DAN SIKAP KERJA NELAYAN DESA SARANG TIUNG

Sangat Baik

E.

3% Buruk

31% 66%

Baik Sangat Baik

Gambar 15.Persentase Responden berdasarkan Persepsi nelayan terhadapSumber Daya Laut Perikanan Tangkap Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar14 menunjukan data mengenai persepsi nelayan terhadap sumber daya laut perikanan tangkap di Kabupaten Kotabaru menurut 65 responden. Sebagian besar responden 66,2% memiliki persepsi pada sumber daya laut perikanan yang buruk, sebagian responden 30,8 % memiliki persepsi yang baik sedangkan sebagian kecil 3% memliki persepsi pada sumber daya laut perikanan tangkap sangat baik. Responden merasa kondisi sumber daya laut perikanan tagkap yang buruk dikarenakan semakin sulitnya mendapatkan hasil tangkapan laut. Salah satu kesulitan yang dihadapi oleh nelayan adalah bagan rusak yang disebabkan cuaca yang buruk. “Dulu ikan melimpah, sekarang lebih sulit, dan pada musim angin kencang sekarang ini, tidak bisa melaut…”3 3

Persepsi nelayan terhadap sumber daya laut perikanan tangkap diketahui melalui wawancara dengan nelayan salah saturukun tetangga pada hari jum’at , 21 Oktober 2015.

44

Gambar 16.Persentase Responden berdasarkan Motivasi Kerja Sumber: Data Olahan Peneliti

Gambar 16menunjukkan data mengenai motivasi kerja nelayan tangkap di Kotabaru. Data menunjukkan bahwa tingkat motivasi kerja nelayan desa sarang tiung di Kecamatan Pulau Laut Utara tergolong Baik, yaitu sebesar 87,7%. 9,2% responden menunjukkan motivasi yang sangat baik. Hanya 3,1% responden yang memiliki motivasi buruk. Mereka juga mencintai pekerjaan mereka sehingga dalam bekerja sebagai nelayan tangkap mereka bersungguh-sungguh dan berusaha menunjukkan performa terbaik mereka agar hasil yang diperoleh bisa optimal.

4%

8% Buruk

88%

Baik Sangat Baik

Gambar 17.Persentase Responden Berdasarkan SikapKerja Nelayan Sumber: Data Olahan Peneliti

Pada gambar 17 menunjukkan data mengenai sikap kerja nelayan menurut 65 responden. Sebagian besar nelayan perairan tangkap di Kotabaru 87,7% memiliki sikap kerja yang baik. Adapun 7,7% responden


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

memiliki sikap kerja yang buruk, sementara hanya 4,6% nelayan perairan tangkap di Kotabaru yang memiliki sikap kerja sangat buruk. Sikap kerja ini menunjukkan bagaimana keyakinan, perasaan, dan perilaku responden tersebut sebagai nelayan tangkap. Mayoritas responden memiliki sikap yang baik. Hal ini bermakna bahwa sebagian besar nelayan tangkap di Kotabaru yakin bahwa pekerjaan nelayan tangkap adalah pekerjaan yang menjanjikan bagi mereka. Namun demikian, ada sebagian kecil nelayan yang memiliki sikap buruk terhadap pekerjaan mereka sebagai nelayan tangkap. Mereka tidak yakin bahwa pekerjaan nelayan tangkap adalah pekerjaan yang menjanjikan. Umumnya, mereka terpaksa menjalani pekerjaan ini karena mereka tidak punya pilihan pekerjaan lain. Faktor pendidikan yang rendah juga menjadi penyebab sempitnya lahan pekerjaan yang bisa mereka pilih. Para responden ini mengaku bahwa mereka tidak bahagia menjalani pekerjaan sebagai nelayan tangkap dan memilih alih pekerjaan jika memang mereka memiliki kesempatan. F. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP SUMBER DAYA LAUT PERIKANAN TANGKAP DENGAN SIKAP KERJA NELAYAN Tabel 3.Korelasi Persepsi Nelayan Terhadap Sumber Daya Laut Perikanan Tangkap dengan Sikap Kerja Nelayan Pearson Correlation

Persepsi 1

Persep Sig. (2-tailed) si N Pearson Correlation

65 .422**

Sikap

Sig. (2-tailed)

Sikap .422**

diterima yang artinya semakin tinggi persepsi nelayan terhadap sumber daya laut perikanan tangkap maka motivasi kerja juga semakin tinggi, begitu pun sebaliknya Sejalan dengan penelitian Sjach (1985) atas faktor faktor yang menyebabkan menurunnya jumlah nelayan di Sumatera Utara, penelitian ini menunjukan hasil yang sama dengan proksi yang berbeda melaui hubungan antar variabel persepsi sumber daya laut perikanan tangkap dan sikap kerja nelayan. Menurut hasil wawancara yang dilakukan bersama dengan salah informan penelitian yang menjadi responden didalam penelitian, jumlah tangkapan ikan yang menurun tiap tahun belum menjadi masalah karena hasil dari tangkapan masih memenuhi kebutuhan dan motivasi internal dari bekerja sebagai nelayan itu sendiri.

G. HUBUNGAN MOTIVASI SIKAP KERJA NELAYAN

Untuk melihat hubungan motivasi kerja dengan sikap kerja nelayan, peneliti menggunakan analisis non-parametrik dalam melihat hubungan motivasi dan sikap kerja nelayan karena data variabel motivasi tidak terdistribusi normal Tabel 4.Korelasi Motivasi dengan Sikap Kerja Nelayan Sikap Kerja Nelayan Sangat Total Buruk Baik Baik 1 1 0 2 Motivasi Buruk Kerja Baik 4 52 1 57 Nelayan Sangat Baik 0 4 2 6 Total 5 57 3 65

.000 65 1

.000

N 65 65 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber: Data Olahan Peneliti

Tabel 3 menunjukan variabel persepsi nelayan terhadap sumber daya laut perikanan tangkap dan motivasi kerja nelayan memiliki hubungan positif (r = 0,422) dan signifikan (Îą< 0,01). Dengan demikian, H1 penelitian

DENGAN

Sumber: Data Olahan Peneliti

Tabel 4 menunjukan kecendrungan hubungan dengan arah positif dimana semakin tinggi motivasi kerja, maka akan semakin tinggi sikap kerja nelayan. Penelitian ini membuktikan sikap kerja nelayan yang baik, dihasilkan oleh motivasi kerja yang baik (52).Untuk melihat signifikansi antar variabel, peneliti menggunakan uji chi-square Hasil uji chi-square yang dilakukan menunjukan hasil sebesar 56.569 untuk

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

45


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

variabel sikap dan sebesar 39.462 pada variabel motivasi. Nilai signifikansi pada penelitian lebih kecil dari nilai α 1% (0,01). Yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel dalam arah hubungan yang positif. Dengan demikian, H2 dalam penelitian ini diterima. Motivasi menunjukan sikap yang baik didukung oleh motivasi yang baik pada pekerjaan nelayan. Nelayan dengan tingkat motivasi tinggi akan lebih ingin untuk tetap bekerja sebagai nelayan.

laut, peraturan dan kebijakan pemerintah mengingat persepsi nelayan memiliki hubungan yang positif dengan sikap kerja nelayan

“Udah jadi nelayan sejak muda, senang, ijazah smk saya tidak pernah saya pakai,penghasilan sama pns bisa 4 dibandingkan, title saja yang tidak ada…”

REFERENSI

H. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapatdisimpulkan bahwa 1. Persepsi terhadap sumber daya laut perikanan tangkap memiliki hubungan positif dan signifikan dengan sikap kerja nelayan. Temuan ini sesuai dengan penelitian terdahulu. Namun sampel nelayan Desa Sarang Tiung mayoritas memiliki persepsi pada sumber daya laut perikanan tangkap yang buruk. 2. Motivasi kerja nelayan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan sikap kerja nelayan. Mayoritas sampel memiliki motivasi dan sikap kerja yang baik. Sehingga bisa disimpulkan menuruya produktifitas nelayan bukan berasal dari motivasi nelayan, tetapi dari faktor di luar variabel penelitian ini. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. Hasil uji hubungan didukung hasil wawancara yang dilakukan bersama informan kunci. Menurut informan, permasalahan menurunnya jumlah tangkapan hasil sumber daya laut perikanan tangkap karena perizinan menangkap sumber daya laut perikanan tangkap yang semakin sulit, musim yang tidak baik, dan hasil laut yang berkurang tiap tahunya. Saran yang dapat direkomendasikan terhadap hasil penelitian antara lain, diperlukan pendidikan kelautan untuk mengelola sumber daya laut mengingat motivasi dan sikap kerja nelayan yang baik. Diperlukan sosialisasi yang efektif tentang keadaan sumber daya

4

Motivasi dan sikap kerja nelayan diketahui melalui wawancara dengan nelayan salah saturukun tetangga pada hari jum’at , 21 Oktober 2015.

46

UCAPAN TERIMA KASIH Kami berterimakasih kepada Syahnaz Safitri S. Psi, Dr. Prihandoko Sanjatmiko, M.Si, Bapak Amir yang membantu prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini.Kami juga berterimakasih pada seluruh sponsorResearch Camp 2015 dan Universitas Indonesia yang membantu mendanai penelitian ini. Jika ada kesaalahan, dikarenakan kami sendiri.

Bakrie, Connie Rahakundini (2015). Capai Poros Maritim dengan Membangun Sea Power dan Air Power Berkelas Dunia. Diakses dari < http://jurnalmaritim.com/2015/01/capaiporos-maritim-dengan-membangun-seapower-dan-air-power-berkelas-dunia> Pada tanggal 20 Juli 2015 Coriza, Devaa Octavianus (2001) M.T Tesis “ Kesiapan Sumber Daya Manusia Nelayan Desa Sungsang III dalam Menghadapi Pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api” Universitas Indonesia Jakarta Dahuri, Rokhmin (2012).Menolong Nelayan di Saat Tidak Melaut, Majalah Samudera Januari 2012 Friedkin, N. E.. (2010). The Attitude-Behavior Linkage in Behavioral Cascades. Social Psychology Quarterly, 73(2), 196–213 Gitosudarmo, Indriyo. (2007). Manajemen Operasi Edisi Ketiga. BP-FE Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yogyakarta Hadi, Sutrisno (1994). Statistik : Jilid II. Yogyakarta : Andi Offset Kariyoso.1994. Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. EGC. Jakarta Nawawi, Hadari dan Martini (1995). Instrumen Penelitian Bidang Sosial Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Osaghae, Rosemary Iyakhuosa Osarenren. (2015). Relationship between Motivation Factors and Attitude to Work: Scholar's Press Ormrod, J.E (2008) Educational Psychology Developing Learners. Pramono, Djoko . (2005). Budaya Bahari. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Wilayah Kabupaten Kotabaru Tahun 20122032 Robins, Stephen P. and Timothy A. Judge. (2013). Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Santrock, J. W., (2004). Educational psychology. New York : McGraw Hill Companies, Inc. Siregar, Irfan Syarif (2001) M. T Tesis “ Upaya Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Perumahan Kampung Nelayan Indah” Universitas Indonesia Jakarta Sjach, Benri ( 1985) M.T. Tesis “ Faktor Faktor yang Menyebabkan Menurunya Jumlah Nelayan Tetap di Danau Kerinci Sumatera” Universitas Indonesia Jakarta

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

47


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

Analisis Faktor yang Memengaruhi Alih Profesi Nelayan: Studi di Desa Sarang Tiung, Kalimantan Selatan Riski Vitria Ningsih Psikologi, Fakultas Psikologi

Isti Sri Ulfiarti

Meyliana Santy

Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Lavenda Geshica

Puji Rahayu

Psikologi, Fakultas Psikologi

Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ABSTRAK. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi alih profesi pada nelayan di Desa Sarang Tiung. Peneliti memilih topik ini karena nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang berperan dalam membantu TNI AL dalam mengawasi tindak kejahatan di laut karena nelayan yang selalu berada di laut. Menurut Abdul Halim selaku Seketaris Jendral Koalisis Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), nelayan berperan penting karena dapat dilibatkan sebagai pengawas atas tindak pidana atau kejahatan laut yang terjadi di Alur Kepulauan Indonesia. Akan tetapi, pada sepuluh tahun terakhir, banyak nelayan yang memutuskan untuk melakukan alih profesi. BPS mencatat penurunan profesi nelayan pada periode 2003-2013 dari angka 1,6 juta menjadi 800 ribu. Apabila dibiarkan, kondisi ini dapat menghambat cita-cita Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia kaitannya dengan peran nelayan dalam membantu maritime security yang menjadi salah satu komponen pendukung pembangunan Indonesia sebagai poros maritim. Penelitian ini melibatkan 76 partisipan yang tediri dari 38 orang nelayan dan 38 orang yang telah beralih profesi dari pekerjaan sebelumnya sebagai nelayan. Untuk memperoleh partisipan penelitian, peneliti menggunaknan teknik accidental sampling dengan modalitas pengukuran self-report. Berdasarkan analisis faktorial, diketahui bahwa keempat faktor berpengaruh secara signifikan terhadap alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung, yaitu faktor personal sebesar (0,803), faktor ekonomi (0,654), faktor wawasan kelautan (0,652), dan faktor geografi (0,599). KATA KUNCI: Nelayan, Alih Profesi, dan Poros Maritim

48


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

A. PENDAHULUAN Melalui pidato dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara-Negara Asia Timur (East Asia Summit) di Naypyidaw, Myanmar, 13 November 2014, Joko Widodo menyampaikan bahwa pengembangan sektor kelautan akan menjadi fokus Indonesia pada abad ke-21 (Tempo, 2014). Pidato tersebut menunjukkan suatu tekad menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui praktik dan proses pembangunan maritim di berbagai aspek, seperti politik, sosial-budaya, pertahanan, infrastruktur, dan ekonomi (Rahmawati, 2014). Pembangunan aspek pertahanan atau pengawasan menjadi aspek penting dalam pembangunan maritim untuk melindungi kepentingan laut nasional terkait ancaman kedaulatan dan wilayah Indonesia yang posisinya ada di lalu lintas perdagangan dunia. Terkait ancaman tersebut, TNI AL menjalankan perannya sebagai pengaman laut dengan melibatkan nelayan untuk mengamankan laut. Nelayan dalam hal ini bertugas untuk melaporkan penangkapan ikan oleh kapal asing ke Pangkalan Angkatan Laut setempat (Sumarno, 2015). Peran penting nelayan dalam hal ini terlihat dalam pengawasan laut yaitu sebagai pengawas tindak kejahatan laut. Hal ini disebutkan oleh Abdul Halim selaku Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) bahwa nelayan memiliki peran penting sebagai pengawas atas tindakan pidana atau kejahatan laut yang terjadi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (Prayogo, 2015) karena nelayanlah yang setiap saat ada di laut. Untuk itu, peran strategis nelayan sudah seharusnya digalakkan dan dilibatkan dalam mewujudkan kemajuan maritim Indonesia. Nelayan memiliki peran strategis dalam mendukung kemajuan maritim Indonesia sebagai pengawas kejahatan laut maupun sebagai kontributor ekonomi maritim melalui hasil tangkapnya. BPS mencatat produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2013 mencapai 6.105.225 ton, naik dari tahun sebelumnya yaitu 5.829.194 (BPS, 2015). Hal ini menunjukkan kontribusi perikanan

tangkap Indonesia melalui nelayan membaik. Dampak baik kontribusi ini bukan hanya terlihat pada sektor perikanan itu sendiri, tetapi lebih jauh lagi akan berdampak pada ketahanan pangan Indonesia. Akan tetapi, hal itu tidak akan terwujud apabila pemeran dalam sektor perikanan, nelayan, melakukan alih profesi dalam jumlah besar yang akan mengindikasi krisis nelayan di Indonesia. Kiara memprediksi dalam sepuluh tahun ke depan Indonesia akan mengalami krisis nelayan. Kiara juga menyatakan sekitar 116 nelayan melakukan alih profesi setiap harinya. Kondisi ini didukung dengan data BPS bahwa terdapat penurunan profesi nelayan pada periode 2003-2013 dari angka 1,6 juta menjadi 800 ribu. (Tempo, 2015). Bila hal itu terus dibiarkan, krisis nelayan pada sepuluh tahun mendatang akan benar-benar terjadi (Indonesia Business Daily, 2012). Padahal peran strategis nelayan sangat dibutuhkan untuk memajukan ekonomi maritim. Berdasarkan fakta tersebut, peneliti merasa penting untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi alih profesi, khususnya di Kabupaten Kotabaru. Peneliti memilih Kabupaten Kotabaru karena dalam peringatan Hari Nusantara yang diselenggarakan di Kabupaten Kotabaru pada tanggal 13 Desember 2014 lalu dikatakan bahwa Kabupaten Kotabaru diproyeksikan menjadi poros maritim Indonesia (KKP, 2014). Melalui pengetahuan tentang faktorfaktor yang memengaruhi alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung, diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah atau pihak terkait untuk melakukan intervensi demi mengurangi angka alih profesi nelayan, mengingat pentingnya peran nelayan dalam aspek pertahanan untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Berdasarkan ulasan latar belakang maka fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang memengaruhi alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor yang memengaruhi alih profesi nelayan.

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

49


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

B. PEMBAHASAN 1. Alih Profesi Alih profesi secara umum didefinisikan sebagai keputusan yang diambil seseorang untuk meninggalkan profesi yang dijalaninya karena beberapa alasan, seperti munculnya ketidakpuasan kerja, stres, dan tekanan psikososial (Heponiemi, dkk 2009). 2. Job Satisfaction Alih profesi seseorang juga dapat dijelaskan dengan konsep Job Satisfaction. Job satisfaction (kepuasan kerja) dideskripsikan sebagai perasaan positif terhadap pekerjaan atau profesi seseorang (Robbins & Judge, 2013). Secara umum, job satisfaction diukur dengan beberapa elemen kerja yaitu jenis pekerjaan seseorang, supervisi, gaji, promosi, dan relasi dengan rekan kerja (Robbins & Judge, 2013). Job satisfaction penting dalam eksistensi pekerjaan seseorang karena job satisfaction akan memberikan konsekuensi pada performa kerja seseorang. Seseorang yang memiliki job satisfaction yang baik akan memiliki perasaan positif, sedangkan seseorang yang tidak memiliki ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) akan memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaanya. Job dissatisfaction ini disebabkan oleh aspekaspek tekanan kerja, gaji, pekerjaan itu sendiri, keamanan, supervisi, dan rekan kerja (Robbins & Judge, 2013). Respons terhadap job dissatisfaction ini adalah exit, voice, loyalty, dan neglect response (Robbins & Judge, 2013). Exit response merupakan respons seseorang terhadap ketidakpuasan kerja seseorang dengan memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut atau beralih profesi, sementara voice response merupakan respons ketidakpuasan kerja dengan menyuarakan keaktifan dan kemauan untuk memperbaiki keadaan, sedangkan loyalty response berarti secara pasif tapi optimis menunggu perbaikan keadaan, dan neglect response yang berarti mengikuti kondisi yang ada secara pasif, tetapi berindikasi terhadap buruknya kinerja seseorang.

50

Selain itu, Robbins dan Judge menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara job dissatisfaction dengan alih profesi. Job dissatisfaction akan mengarahkan seseorang untuk alih profesi ketika kesempatan pekerja baik, artinya seorang pekerja memiliki kemampuan yang tinggi, sehingga memiliki persepsi bahwa akan ada alternatif pekerjaan lain, hingga memutuskan beralih profesi (Robbins & Judge, 2013).

C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisis faktor. Lokasi penelitian berada di Desa Sarang Tiung, Pulau Laut Utara, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Populasi dari penelitian adalah masyarakat Desa Sarang Tiung yang beralih profesi dengan menggunakan 76 sampel penelitian. Penelitian berlangsung selama lima bulan, mulai dari pencarian studi literatur, studi lapangan, pengambilan data, analisis data, hingga penyusunan laporan. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dengan menyebar kuesioner yang memuat instrumen penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perilaku alih profesi pada nelayan menggunakan accidental sampling dan juga wawancara yang dilakukan peneliti terhadap partisipan penelitian dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur yang berasal dari buku, jurnal, maupun internet.

D. HASIL DAN DISKUSI Validitas instrumen penelitian dianalisis menggunakan Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). Berdasarkan hasil analisis KMO, nilai Measure of Sampling Adequacy pada kotak KMO and Bartlet’s test adalah 0,643. Hasil ini terkategori valid karena nilai KMO yang diperoleh lebih dari 0,5. Selain itu, hasil Bartlet’s test menunjukkan nilai 42,014 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi standar validitas alat ukur. Berdasarkan hasil analisis faktor diketahui nilai korelasional masing-masing faktor, yaitu


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

personal (0,803), ekonomi (0,654), wawasan kelautan (0,652), dan geografi (0,599). Nilai korelasi masing-masing faktor tergolong tinggi (>0,5), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua faktor berpengaruh secara signifikan sebagai faktor yang memengaruhi alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung. 1. Faktor Personal Faktor personal merupakan faktor yang paling signifikan dalam memengaruhi alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung. Nilai signifikansinya adalah (0,803). Faktor ini menjelaskan bahwa seorang nelayan memutuskan alih profesi karena menganggap pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang sangat berisiko dan mengancam keselamatan jiwa. Konsep job dissatisfaction menjelaskan bahwa ketidakpuasan kerja seseorang salah satunya disebabkan oleh security dari pekerjaan tersebut dan pengaruh dari ketidakpuasan kerja ini adalah beralihnya seseorang dari pekerjaan tersebut. Dalam hal ini, nelayan di Desa Sarang Tiung memutuskan untuk alih profesi karena menganggap pekerjaan nelayan sebagai pekerjaan yang sangat berisiko dan mengancam keselamatan dirinya, kedua hal ini berkitan dengan security nelayan terhadap profesinya. Berdasarkan hasil wawancara tim peneliti, nelayan menyebutkan bahwa ketika mereka mengambil kayu bakau untuk bahan pembuatan bagan tancap, metode penangkapan ikan, mereka harus sembunyisembunyi karena pengambilan kayu bakau dilarang oleh pemerintah setempat. Jika tertangkap oleh pemerintah setempat maka nelayan akan didenda atau bahkan dipenjara sehingga nelayan di Desa Sarang Tiung menganggap profesi nelayan sangat berisiko dan mengancam keselamatan dirinya hingga pada akhirnya mereka melakukan alih profesi. Selain itu, faktor personal juga menjelaskan bahwa nelayan alih profesi karena merasa tidak menikmati pekerjaan sebagai nelayan. Masih dalam konsep job dissatisfaction, salah satu penyebab lainnya adalah jenis pekerjaan itu sendiri. Jenis pekerjaan ini terkait dengan passion seseorang dalam pekerjaan tersebut. Profesi

seseorang seharusnya didasarkan oleh passion seseorang dalam pekerjaan tersebut. Dalam hal alih profesi nelayan, alih profesi disebabkan nelayan tidak menikmati pekerjaan sesuai profesinya karena tidak sesuai dengan passion sehingga nelayan merasa tidak menikmati profesinya sebagai nelayan hingga pada akhirnya beralih profesi. 2. Faktor Ekonomi Nilai korelasi dari faktor ekonomi yaitu sebesar (0,654). Faktor ini menjelaskan bahwa seseorang melakukan alih profesi karena anggapan bahwa banyak pekerjaan yang lebih menjanjikan karena pendapatan yang lebih besar. Hal ini berarti bahwa nelayan Desa Sarang Tiung menganggap pekerjaan nelayan belum dapat menyejahterakannya, sehingga mereka memutuskan untuk alih profesi. Robbin Judges menyebutkan bahwa penyebab seseorang mendapatkan job dissatisfaction salah satunya karena pay atau gaji yang diperoleh. Semakin besar gaji seseorang atas pekerjaan dalam profesinya, maka job satisfaction juga akan semakin besar sehingga kemungkinan job dissatisfaction yang akan mengeluarkan respons alih profesi akan semakin sedikit. Dalam kasus alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung, nelayan melakukan alih profesi karena pendapatan mereka atas pekerjaannya dianggap kurang atau banyak profesi lain yang lebih menjanjikan hingga pada akhirnya nelayan memutuskan untuk alih profesi. 3. Faktor Geografis Nilai korelasi dari faktor geografis yaitu sebesar (0,652) tidak jauh dari nilai pada faktor ekonomi. Faktor ini menjelaskan bahwa seseorang melakukan alih profesi karena faktor geografis seperti berkurangnya sumber daya laut dan cuaca yang ekstrem. Hal ini sesuai dengan pendapat Riza Damanik selaku Sekretaris Jenderal Komisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebutkan faktor yang memengaruhi alih profesi nelayan di antaranya adalah perusakan lingkungan laut dan cuaca ekstrem (Indonesia Business Daily, 2012). Perusakan lingkungan

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

51


THE BLUE ECONOMY DOMINO EFFECT: ENHANCING OUR COMPETITIVENESS TOWARDS GLOBAL MARKET NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

laut ini contohnya adalah adanya limbah perusahaan yang mengontaminasi laut sehingga sumber daya laut berkurang. Berkurangnya sumber daya laut ini secara otomatis akan mengurangi pendapatan nelayan hingga pada akhirnya nelayan memutuskan untuk melakukan alih profesi karena ketidaksesuaian antara pendapatan dan usaha yang dikeluarkan. Selain itu, cuaca ekstrem yang dipastikan ada dalam suatu periode tertentu juga menjadi salah satu pertimbangan nelayan di Desa Sarang Tiung untuk beralih profesi. Cuaca yang ektstrem ini bukan hanya menyulitkan pelaksanaan nelayan ketika berlayar yang akan mengancam keselamatan nelayan, tetapi juga berkaitan dengan metode penangkapan ikan di Desa Sarang Tiung yang menggunakan bagan tancap sebagai metode menangkap ikan. Bagan tancap merupakan susunan dari kayu atau bambu yang berbentuk segi empat yang ditancapkan ke dasar laut sehingga berdiri tegak dengan bagian tengah yang dipasang oleh jaring. Datangnya cuaca ekstrem akan berdampak pada robohnya bagan tancap yang membutuhkan dana besar dalam pembuatannya yaitu berkisar lima belas juta rupiah untuk satu bagan tancap. Cuaca ekstrem akan membuat para nelayan rugi, di samping memang pada saat cuaca ekstrem jumlah ikan yang dapat ditangkap akan lebih sedikit. Bagi beberapa orang yang tidak memiliki modal dalam jumlah besar memutuskan untuk alih profesi karena tingginya biaya operasional pembuatan bagan tancap.

4. Faktor Wawasan Kelautan Nilai korelasi dari faktor ekonomi yaitu sebesar (0,599). Wawasan kelautan diartikan sebagai pemahaman seluruh anak bangsa akan kondisi fisik laut, fungsi dan peran laut bagi kehidupan Negara (DKI, 2012). Faktor ini menjelaskan bahwa seseorang melakukan alih profesi karena kurangnya pengetahuan mereka tentang pentingnya profesi nelayan. Khususnya di Desa Sarang Tiung, nelayan saat diwawancara mengatakan bahwa mereka jarang diberikan sosialisasi terkait 52

kemaritiman. Kondisi ini membuat nelayan berpikir sempit, nelayan setempat hanya mengandalkan penangkapan ikan dengan metode bagan tancap tanpa memikirkan alternatif lain untuk menangkap ikan selain bagan tancap yang memang dilarang oleh pemerintah setempat karena pemerintah melarang penebangan kayu bakau yang dijadikan bahan utama pembuatan bagan tancap. Wawasan kelautan berperan penting di sini dalam pengambilan keputusan nelayan untuk melakukan alih profesi. Wawasan kelautan merupakan modal dasar dalam pembangunan bidang kelautan Indonesia dalam mengelola sumberdaya kelautan (DKI, 2012). Terkait alih profesi nelayan, wawasan kelautan, pemahaman mengenai pentingnya profesi nelayan ikut berperan dalam keputusan nelayan melakukan alih profesi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Keempat faktor (personal, ekonomi, wawasan kelautan, dan geografis) berpengaruh secara signifikan sebagai faktor pembentuk perilaku alih profesi nelayan. Faktor yang paling memengaruhi alih profesi jika diurutkan dari yang terbesar adalah faktor personal yaitu sebesar (0,803), faktor ekonomi (0,654), faktor wawasan kelautan (0,652), dan faktor geografis (0,599). Faktor personal menjelaskan nelayan di Desa Sarang Tiung melakukan alih profesi karena anggapan bahwa profesi nelayan sangat berisiko dan mengancam serta nelayan tidak menikmati profesi sebagai nelayan. Faktor ekonomi menjelaskan perilaku alih profesi nelayan karena pekerjaan lain lebih menjanjikan. Faktor wawasan kelautan menjelaskan alih profesi nelayan karena kurangnya pengetahuan nelayan mengenai peran penting nelayan dan faktor geografis dan lingkungan menjelaskan alih profesi karena menurunnya hasil laut serta cuaca ekstrem yang menyulitkan. Berdasarkan temuan penelitian mengenai faktor yang memengaruhi alih profesi nelayan di Desa Sarang Tiung, peneliti merekomendasikan beberapa hal: a. Perlunya meningkatkan wawasan kelautan sedini mungkin kepada


JURNAL INDONESIA STUDENT RESEARCH & SUMMIT, VOL. 1 NOMOR ISSN: 2477-6475 10 DESEMBER, 2015

seluruh lapisan masyarakat agar proses pembangunan ekonomi maritim khususnya ekonomi kelautan dapat berjalan sinergis. b. Perlu digalakkan sosialisasi mengenai konsep kemaritiman agar mindset nelayan bukan hanya pada hasil perikanan. c. Penyuluhan alternatif penangkapan ikan selain bagan tancap di Desa Sarng Tiung agar penebangan pohon bakau untuk bahan bagan tancap dapat dihentikan. d. Perlu digalakkan program kreativitas dan kesejahteraan nelayan agar nelayan tetap dapat bekerja saat menghadapi cuaca ekstrem.

REFERENSI Badan Pusat Statistik. (2015). Badan Pusat Statistik. Retrieved September 2015, from http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id /1705 Dewan Kelautan Indonesia. (2012). Laporan Kebijakan Kelautan (KKI) Buku I. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Heponiemi, Tarja ,.dkk. (2009). The Association of Distress and Sleeping Problems With Physicians’ Intentions To Change Profession: The Moderating Effect of Job Control, Journal of Occupational Health Psychology, Vol 14. Indonesia Business Daily. (April 12 2012). Alih profesi nelayan :10 tahun lagi terjadi krisis. Today’s e-paper. Diakses September, 6 2015 dari http://industri. bisnis. com / read 20120412/99/72395/alih-profesi-nelayan-10tahun-lagi-terjadi-krisis KKP. (Desember, 9 2014). Hari Nusantara 2014: Membangun Nusantara dengan Inovasi Maritim Anak Bangsa. Diakses September, 17 2015 dari http://www.dekin.kkp.go.id/?q=news&id=20 141209075231099292486918718062158391 243322 Prayogo, C. (2015, February 18). Warta Ekonomi. Retrieved September 19, 2015, from Warta Ekonomi: http://wartaekonomi.co.id/read/2015/02/18/4

6096/jangan-lupakan-nelayan-dalam-porosmaritim-dunia-i.html Rahmawati, Amelia. (2014). Poros Maritim dalam Meningkatkan Pengaruh Indonesia di Tingkat Internasional. Diakses September, 17 2015 dari http://www.fkpmaritim.org/peran-porosmaritim-dunia-dalam-meningkatkan-peranindonesia-di-tingkat-internasional/ Robbins & Judge, S. P. (2013). Organizational Behavior. Fifteenth Edition. Newyork: Pearson. Sumarno. (2015, February 10). Radio Republik Indonesia. Retrieved 2015, from http://rri.co.id/post/berita/138991/berita_hari _ini/tni_al_libatkan_nelayan_amankan_laut_i ndonesia.html Tempo. (November, 13 2014). Jokowi Yakin Indonesia Jadi Poros Maritim Dunia . Diakses September, 17 2015 dari http://dunia.tempo.co/read/news /2014/ 11/13/118621693/jokowi-yakin-indonesiajadi-poros-maritim-dunia Tempo. (September, 10 2015). Nelayan Alih Profesi, Menteri Susi: Jadi Nelayan Tak Menarik. Diakses September, 17 2015 dari http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/09/10/ 090699395/nelayan-alih-profesi-menterisusi-jadi-nelayan-tak-menarik

KELOMPOK STUDI MAHASISWA EKA PRASETYAUNIVERSITAS INDONESIA

53


Dicetak oleh

Sponsor dan Mediapartner


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.