TAK KENAL KATA TERLAMBAT (Draft 2) Written by Jessica
Based on Lovely Man, the Movie
EXT. Depan Rumah Malam Hari KAKEK Kalau Bapak sudah pulang, kabari aku, ya. DISSOLVE TO: LANTAS LANGKAH KAKINYA BERDERAP MENDEKATI CAHAYA DI UJUNG PINTU. NARRATIVE (V.O.) Melihat ke belakang sekali lagi, matanya berkacakaca. Ia berdiri lama, memegangi gagang pintu dan menahan kusen pintu setengah terbuka. Seolah mengajak diriku berlari. Seolah mengajaknya berdiri, sekali lagi. NARRATIVE (V.O.) Terbesit pikiran untuk menyesali apa yang kupilih. Dan lagilagi sukmaku dirasuk sedih. Setiap malam, seolah ada suara bergema dalam kepala. Berbisik dan memohon perhatiannya. (CONT’D) Satu adalah teriakan kencang seorang bayi, yang lain adalah desahan manja kekasihnya masa lampau. (CONT’D) (CONT’D) Desah yang semakin mendekatinya, semakin kencang, hingga ia merinding dan keringat dingin. desah yang membuatnya tak mampu menolak kehidupan yang telah ia jalani, (beat) hingga kini. PRIA
Malam ini wajahmu busuk sekali, Pak. (CONT’D) Ah tak usah tersinggung. Toh saya hanya ingin jujur. Tak ada gunanya berbasabasi, apalagi malam begini. Pria itu pun memandang ke langit. PRIA Anda sendiri, sudah lama menunggu malam? Malam memang setia, ya, Pak? Ditunggu atau tidak ditunggu, toh ia datang juga. Janjinya bisa dipegang. PRIA (CONT’D) Aku masih takut untuk pulang, Pak. Masih takut bertemu mereka. Aku sudah lama sekali tidak pulang ke rumah. Pria itu menyalakan rokok. PRIA (CONT’D) Aku tidak mau mebuat repot mereka. Setiap kali aku datang, mereka repot. Istriku merasa dimadu, anakku malu. Pria itu menyesap rokoknya dalamdalam kemudian meng hembuskan asapnya buruburu ke angkasa. PRIA Aku tidak bisa bikin mereka bahagia, Pak. Cuma membuat sengsara. Makanya aku minggat. Tidak ada pilihan lain. Pria itu kini menatap ke bawah, suaranya mulai bergetar. PRIA (CONT’D)
Entah kamu paham rasanya atau tidak, Pak. Melihat mereka, hati ini rasanya terkoyak. memikirkan mereka membuatku ingat akan kegagalan. Orang tua itu masih diam tak bergeming. PRIA (CONT’D) Aku bahkan tidak tahu mereka rindu atau tidak. Ingat atau tidak. Tanpa rambu, pria itu pun terisak. Malam itu hening, hanya tangis sang pria yang terdengar. Tibatiba Orang tua itu angkat bicara. KAKEK Masih terus? PRIA Akhirnya bisa bicara juga, kau, orang tua! PRIA (CONT’D) Astaga. Entah sudah berapa lama kita mengobrol, kamu tak Pernah bicara balik. KAKEK Kamu, bicara. Aku, tidak. Itu bukan percakapan. Pria itu tertawa. Awalnya pelan, makin lama makin kencang, terbahakbahak. PRIA Ya, benar juga katamu. (CONT’D) Tapi kita saling memahami. Itu yang paling penting. KAKEK Mereka rindu. Percaya padaku. PRIA Masa?
Orang tua itu tidak besuara. Hanya mengangguk sekali dengan pelan dan mantap. PRIA (CONT’D) Sudah terlambat. Sayangnya. KAKEK Malam tidak kenal terlambat. Harusnya kau paling tahu soal itu. PRIA Aku bukan malam. KAKEK Persetan denganmu kalau begitu. Pria itu lagilagi tertawa dengan kencangnya. KAKEK (CONT’D) Dulu, kau tidak sekurus ini. Kau tidak kena AIDS, kan? PRIA Oh, tidak. KAKEK Jalanan tidak cocok denganmu, kawan. Pulanglah. PRIA Aku, sudah di rumah. Bukan? KAKEK Entahlah rumahmu itu yang mana. PRIA Di mana hatiku berada, bukan? KAKEK Hati, dan nurani. Itu dua hal berbeda. PRIA Bagaimana bisa? KAKEK Kehidupan yang kita jalani ini ibarat separuh pagi. Menikmati malam yang penuh hangat yang tak pernah terlambat. Namun kian dihantui pagi. PRIA Ah aku tak mengerti. KAKEK
Malam memang setia, namun pagi adalah janji. (CONT’D) Ya , janji suci yang kau ikrarkan terhadap wanita yang kau sebut istri. (CONT’D) Waktuku tidak lama lagi. Malamku adalah pagimu. Hening lama di udara. PRIA Seperti malam, janji kematian bisa dipegang. Seperti malam, kematian bukanlah basabasi. Terima kasih, giliranku balas budi. Maka terjadilah apa yang memang seharusnya terjadi. Sejak dulu, sejak lama. Kehidupan memberi dan mengambil. EXT. TERAS RUMAH – SIANG