1 minute read

EDITORIAL

Next Article
OPINI

OPINI

Kekerasan Seksual Ada di Sekitar Kita

Tidak terlihat, bukan berarti tidak ada. Kalimat yang tepat untuk menjabarkan kondisi kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, terutama di Universitas Sebelas Maret (UNS) saat ini. Kekerasan seksual –selanjutnya disebut KS– bukan menjadi hal baru apalagi dijadikan hal tabu. Mahasiswa sebagai kaum terpilih lagi terdidik wajib untuk peduli dan melek terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Rasa kepedulian menjadi barang penting untuk ditanamkan dalam jiwa dan dibiarkan mengalir di seluruh aliran tubuh. Terutama, setelah melihat fenomena KS yang kian menjamur di pemberitaan media. Alangkah bijaknya apabila mahasiswa dapat lebih paham dan waspada terhadap isu sensitif ini. Dengan harapan peristiwa ironis kekerasan seksual tidak akan menelan korban lebih banyak lagi. Perlu diketahui, korban kekerasan seksual tidak hanya menyasar para perempuan, tetapi juga laki-laki. Sayangnya, menjadi hal yang miris ketika masih banyak mahasiswa dan sebagian masyarakat seringkali membantah adanya KS pada lakilaki. Padahal, laki-laki pun bisa mengalami ragam KS, misalnya sentuhan yang tidak diinginkan, candaan yang menjorok ke seksual baik dilecehkan oleh wanita maupun sesama lelaki. Pada realitanya, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi pada laki-laki kebanyakan justru dinormalisasi bahkan diabaikan oleh Lembaga Pelayanan PPKS. Anggapan yang terkesan menyepelekan tindak perilaku yang terindikasi kekerasan seksual sudah melekat erat di masyarakat kita. Alhasil, korban pun justru diolok-olok karena mempermasalahkan hal ‘sepele’ itu. Sanksi sosial berupa stereotip negatif dari masyarakat kepada korban dan penyintas kejahatan seksual pun membuatnya makin tidak berdaya. Kondisi ini lantas mengakibatkan banyak dari mereka memilih untuk bungkam atau tidak melaporkan kejadian tersebut. Belum juga rampung permasalahan stereotip kepada korban, tampaknya sistem regulasi kita pun belum sigap dalam menangani kekerasan seksual. Mengacu terhadap Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, sebenarnya UNS sudah bergerak cepat dalam mengambil langkah konkret ini. Hal ini terlihat senat akademik gencar membuka forum membahas Rancangan Peraturan Senat Akademik Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (RPSA PPKS) dan dalam waktu singkat telah mengesahkan Peraturan Senat Akademik PPKS. Namun, bagaimana dengan implementasinya? Aturan yang telah disahkan apakah memang diterapkan sepenuhnya atau justru hanya menjadi formalitas penggugur kewajiban universitas? Tentu ini merupakan hal yang sangat krusial. Apalagi aturan ini memanggul harapan seluruh pihak yang menjadi bagian dari Universitas Sebelas Maret dengan menginginkan PSA PPKS menjadi ‘payung’ pemberi rasa aman dari kekerasan seksual.

Advertisement

This article is from: