4 minute read
Milenial : Produk Era Disrupsi Teknologi
TREN MEDIA SOSIAL LAHIRKAN PROFESI INFLUENCERS
Advertisement
GENERASI MILENIAL BERKEMBANG BERSAMA TEKNOLOGI
Dewasa ini siapa yang tak kenal dengan Dana, OVO, Pay-Tren, GoPay, LinkAja atau jenis e-wallet yang lain? Layanan e-wallet atau dompet digital merupakan salah satu bentuk perkembangan metode pembayaran digital yang semakin banyak digemari masyarakat Indonesia. Peralihan metode pembayaran tunai menjadi non-tunai yang semakin berkembang akhir-akhir ini diinisiasi oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik. Gagasan mengenai transaksi non-tunai kemudian diperkuat dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT.red) oleh Bank Indonesia (BI.red) pada tahun 2014.
MILENIAL BERPENGARUH DI INDONESIA 2019
Dilansir dari , Kamis (4/4) mengeluarkan Forbes daftar bergengsi setiap tahunnya. 30 Under 30 Asia Daftar bergengsi tersebut berisi kumpulan anak muda berprestasi di Asia berusia dibawah 30 tahun. Diantara 300 pengusaha dan pengubah dunia yang mempunyai pengaruh signifikan di Asia Pasifik, terdapat muda asal Indonesia. Wah, 17 milenial keren banget !
PASAR BUKU BEKAS DAN GELIAT BUKU BAJAKAN
TECHNO ED . 32 33 Buku adalah jendela dunia. Bagi seorang pencinta buku, membeli sebuah buku baru maupun bekas tidak jadi soal selama buku tersebut dari penulis terkenal. Rekomendasi tempat untuk membeli buku bekas di Kota Malang ada di Pasar Buku Wilis. Pusat buku bekas ini berlokasi di Jalan Simpang Wilis Indah, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Di sana tertumpuk dengan rapi pada rak kios berbagai jenis buku bekas. Menelisik lebih lanjut ternyata tidak semua buku yang dijual adalah buku asli namun juga buku bajakan.
Buku bajakan banyak menyasar buku-buku dari karya penulis berlabel best sellerkarena tingginya peminat. Mulai dari buku pelajaran, kamus, buku motivasi dan yang paling banyak adalah novel best seller karya penulis ternama seperti Fiersa Besari, Rintik Sedu, Boy Chandra dan Wira Nagara. “Kebanyakan saya mendapatkan stok buku dari penyalur maupun dari teman-teman pencinta buku yang menyumbangkan atau menukar buku di sini, jadi saya tidak tahu-menahu kalau buku yang kami jual ini cetakan asli atau palsu,” kata salah satu penjual di Pasar Buku Wilis. Asia khususnya Indonesia merupakan negara yang permisif dalam hal pelanggaran hak cipta. Merujuk pada survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Indonesia berada di urutan teratas sebagai negara di Asia yang paling buruk dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Indonesia menempati posisi pertama setelah mendapatkan skor 8,5 (angka maksimal 10) di antara 11 negara Asia lainnya, seperti Vietnam, China, Filipina, India, Thailand, Malaysia, dan lainnya. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dalam daftar prioritas pengawasan oleh United States Trade Representative(USTR). Fenomena buku bajakan memang menjadi dilema tersendiri bagi banyak orang, terlebih jika dilatarbelakangi oleh kata “membantu”. Kalangan mahasiswa maupun masyarakat biasa dengan budget rendah terkesan tidak sungkan membeli buku ini karena memang harga yang dipatok jauh lebih murah dari buku aslinya. Namun, tahukah kalian tindakan membeli buku bajakan dapat merugikan penulis maupun penerbit? Selain berkurangnya dok. Techno
UPAYA PENGUBAHAN
TECHNO ED . 32 43 Persaingan pengembangan pendidikan ditingkat global menjadi dasar pemerintah membentuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN.red) yang dapat mengatur otonominya sendiri demi peningkatan kualitas dari PTN tersebut. Konsep yang dibentuk adalah Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH.red) yang diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi (PT.red). Pengaturan otonom pada PTN-BH artinya memiliki kewenangan penuh dalam mengatur sistem akademik dan keuangan agar produktivitas dan layanan mengalami peningkatan, memiliki daya saing tinggi, serta kemampuan managementinternal. PTN-BH dahulunya bernama Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Milik Negara (PTN-BHMN.red) yang dibentuk sejak tahun 2000. Hingga saat ini, terdapat total 11 universitas yang telah resmi berstatus PTN-BH. Adapun syarat suatu PTN dapat mengajukan status PTN-BH adalah telah terakreditasi A oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, memiliki prestasi tingkat internasional, laporan keuangan minimal selama dua tahun berturut-turut harus Wajar Tanpa Pengecualian (WTP.red), dan memiliki Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP.red) minimal juga. Universitas Brawijaya (UB.red) yang saat ini masih berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU.red), beberapa tahun belakangan berkeinginan untuk mengubah statusnya menjadi PTN-BH. Wacana ini mulai dikemukakan sejak tahun 2016 dan semakin terlihat ujungnya ketika pada tanggal 31 Agustus hingga 1 September 2018 UB melaksanakan pengiriman dokumen persyaratan. Berkas yang dikirimkan ada 4 macam diantarannya Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP.red), konsep statuta atau anggaran dasar, evaluasi diri, dan rencana peralihan dari PTN-BLU ke PTN-BH. Namun, gencarnya usaha rektorat dalam mempersiapkan diri termasuk memberikan sosialisasi ke fakultas-fakultas masih dinilai kurang cukup menjawab isu-isu yang berkembang dalam kampus itu sendiri seperti komersialisasi pendidikan, naiknya tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT.red), penutupan dan pembukaan program studi, serta isu yang timbul lainnya “Sosialisasi yang kita dengarkan kemarin (21/10) di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP.red) tidak cukup menjawab permasalahan yang ada. Justru seharusnya yang perlu diperhatikan adalah sebelum sosialisasi, apakah rektorat sudah benar-benar melibatkan mahasiswa dalam penentuan PTN-BH, kita yang seharusnya menjadi stakeholder seakan-akan telah dilupakan,” ujar Syarief Abdullah Shofi selaku Wakil Menteri Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat.red) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM.red) FTPUB. Membahas tentang baik dan buruknya PTN-BH terdapat beberapa poin penting yang mendasari banyaknya penolakan terhadap konsep status itu sendiri. Pertama adalah isu komersialisasi pendidikan, Raihan Lutfi selaku Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM.red) FTP menjelaskan bahwa kampus tidak boleh jadi bahan komersialisasi seperti pendanaan mandiri yang memungkinkan PTN mendapatkan dana dengan cara mendirikan badan usaha komersial ataupun berasal dari pihak ketiga. Hal ini ditakutkan akan memecah fokus PTN untuk mengarah pada pengembangan usaha, bukan lagi tertuju pada tujuan awal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlebih jika nantinya usaha non akademik ini merugi, bisa jadi efeknya akan menggunakan UKTsebagai kompensasi. Jika benar hal ini terjadi, maka sangat rawan terjadinya kenaikan UKT yang tak terkendali. Masalah kedua yakni hak menutup atau membuka program studi (prodi.red) baru, dikhawatirkan PTN hanya akan membuka atau menutup prodi yang ada kaitannya dengan kebutuhan industri. Tentu saja, ini menjadi polemik serius karena prodi yang sarat akan keilmuan, namun tidak dibutuhkan industri tidak akan dikembangkan. Secara tidak langsung PTN hanya akan menjadi pabrik pekerja. Sikap penolaSTATUS UB, APAKAH PERLU?