Salam Redaksi Pelindung: dr. Zul Asdi, SpB., MKes. H. Yurmalis Khatib, SH Pemimpin Redaksi: dr. Tubagus Odih R. Wahid, SpBA Wakil Pemimpin Redaksi dr. Medrison Tim Redaksi: dr. Dedi Afandi, DFM., SpF. dr. Jon Madi, SpOG (k) dr. Fery Irawan Project Officer Guntur, S.Sos Chief Editor: M. Arief Rahman Tim Liputan: Bustami Ramzi M. Syaifullah Fotografer: Yayan Arisian Disain Grafis: Wandriono Joko Purnomo Iklan & Sponshorsip: Ria Misdarti Diterbitkan Oleh: IDI Kota Pekanbaru kerjasama Pekanbaru Pos Percetakan PT Riau Graindo email: hippocratesmagz@gmail.com
ALHAMDULILLAH, akhirnya edisi perdana majalah bulanan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Pekanbaru ini bisa terbit dan sampai di tangan Anda. Semula kami di tim redaksi sempat deg-degan apakah majalah ini bisa diterbitkan sesuai dengan tenggat waktu yang ditargetkan. Namun, berkat keyakinan dan kerja keras teman-teman di tim redaksi, sumbangan tulisan dari para sejawat anggota IDI dan bantuan rekan-rekan dari Pekanbaru Pos, akhirnya majalah ini bisa terbit dalam bentuk yang ada di tangan Anda sekarang. Untuk edisi perdana ini, kami sengaja memilih tema besar ‘’Menyongsong Era BPJS’’ sebagai bahasan utama. Pilihan tema itu, karena program pemerintah tersebut segera akan direalisasikan mulai Januari 2014. Kita para dokter sebagai salah satu pelaksana program tersebut, wajib untuk berpartisipasi mensukseskan. Hippocrates, nama yang dipilih untuk majalah kita ini, merupakan satu dari banyak nama yang diusulkan. Semua nama yang diusulkan adalah baik, namun pada akhirnya pilihan jatuh pada Hippocrates. Alasannya, Hippocrates adalah bapak ilmu kedokteran dan sumpah Hippocrates hingga sekarang dipakai sebagai sumpah kedokteran. Lewat nama itu, kita ingin mengingatkan para anggota IDI untuk senantiasa berpegang teguh pada sumpah profesi kita tersebut. Misi penting dan utama dari majalah ini adalah, selain sebagai wadah untuk menuangkan karya ilmiah yang berkualitas, juga untuk menginformasikan dan mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan organisasi IDI cabang Pekanbaru, dan IDI secara keseluruhan. Di samping itu juga untuk saling mengenal antar sesama anggota IDI melalui rubrik profil, yang nantinya ditargetkan mencakup seluruh anggota IDI Pekanbaru. Sebagai edisi perdana, kami sadar majalah yang kini ada di tangan Anda masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi tampilan maupun kualitas isi yang disajikan. Namun kami akan terus berusaha dan berbenah agar pada edisi-edisi selanjutnya, majalah ini bisa tampil lebih baik dan terbit secara berkesinambungan.*** Pemimpin Redaksi
3
6
Menyongsong
ERA BPJS
Daftar Isi
12 18 Streotactic
RADIOSURGERY
3 ..... Salam Redaksi 4 .... Daftar Isi 6 .... Fokus Utama 12 .... Literature
Osmoterapi
DALAM CEDERA OTAK
22
Pencitraan Obstruksi
USUS PADA ANAK
4
30 .... Sosok 37 .... Galeri 38 .... Lintas Berita 40 .... Cover Story 42 .... Hipo WkWk 43 .... Kuliner
5
Fokus Utama
S
ERA BPJS
EKTOR kesehatan Indonesia akan mengalami perubahan besar, 1 Januari 2014 nanti. Pada hari itu Presiden Susilo Bambang Yudoyono akan mulai mengaktifkan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang akan dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dengan pemberlakukan BPJS tersebut, nantinya seluruh warga negara Indonesia mendapatkan jaminan sosial yang terdiri dari jaminan layanan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. Khusus untuk masyarakat kurang mampu, premi jaminan kesehatan akan ditanggung oleh pemerintah.
6
Menyongsong
Namun satu yang agak terlupakan dalam persiapan pelaksanaan BPJS tersebut, agaknya adalah pelibatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Padahal, bagaimana pun ujung tombak pelaksanaan pelayanan kesehatan adalah para dokter. Kesiapan para dokter akan sangat menentukan sukses tidaknya program yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan masyarakat tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengaku kuatir, kesenjangan distribusi dokter di wilayah Indonesia akan menghambat pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kebutuhan pelayanan kesehatan, khususnya pengobatan, diperkirakan akan meningkat saat sistem ini diberlakukan. Sayangnya, distribusi dokter masih belum merata. Bahkan terjadi ketimpangan yang sangat lebar. Ada sebagian daerah yang kelebihan tenaga dokter, namun lebih yang kekurangan. Distribusi dokter belum merata hingga ke daerah-daerah terpencil, tapi lebih banyak menumpuk di kota-kota besar. Kekuatiran senada diungkapkan Wakil Menteri Kesehatan Prof Dr dr Ali Ghufron Mukti. Dikatakan Wamenkes, untuk pelaksanaan BPJS, Indonesia masih kekurangan dokter umum sebanyak 12.371 orang. Menurut kriteria badan kesehatan dunia WHO, ujar Ghufron, rasio ideal dokter adalah 1 dokter melayani kurang dari 3 ribu orang. Jumlah tersebut, lanjutnya, cukup ideal untuk mempraktekan sistem dokter keluarga, sehingga sistem layanan rujukan berjenjang dalam BPJS bisa
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi
dilaksanakan. Untuk mencapai jumlah ideal itu, dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini, Ghufron menaksir dibutuhkan sebanyak 101.040 dokter umum. Namun saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 88.309 dokter umum. Artinya masih kurang sekitar 12.731 dokter lagi. ‘’Rasio jumlah dokter umum kita belum ideal. Sebarannya pun masih belum merata,’’ kata Ghufron. Selain kekurangan tenaga dokter umum, Wamenkes juga mengeluhkan bahwa Indonesia masih kekurangan dokter spesialis. Penyebabnya, akibat mahalnya biaya dan lamanya pendidikan. Saat ini diperkirakan hanya ada 41.691 dokter spesialis yang mayoritas tinggal di Pulau Jawa. ‘’Dengan berlakunya sistem kesehatan semesta, maka jumlah masyarakat yang bisa mengakses kesehatan bertambah. Kalau begini terus, dalam 10 tahun ke depan jumlah dokter spesialis di Indonesia sangat tidak cukup,’’ imbuhnya. Ghufron berharap, bisa pendidikan dokter spesialis bisa dipermurah dan waktunya dipersingkat. Oleh karena itu ia berharap Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang merupakan inisiatif DPR bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah itu. Implikasi BPJS Mantan Ketua Umum PB IDI Prof Prijo Sidipratomo Sp.Rad menilai, pelaksanaan BPJS akan berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat dan dokter sebagai pemberi layanan. Sebaliknya, BPJS juga bisa menyebabkan bencana bagi masyarakat dan pemberi layanan jika tidak memberikan rasa keadilan bagi keduanya. Menurut Prijo, sejauh ini Jamkesmas, Jamsostek, dan Askes belum memberi rasa keadilan bagi dokter.
7
Prijo pantas kuatir. Jika nanti karena jumlah tenaga dokter yang tak mencukupi, sementara jumlah masyarakat yang hendak berobat membludak akibat pemberlakuan sistem BPJS, sehingga pelayanan tak berjalan maksimal, maka yang akan disalahkan adalah para pemberi layanan. Padahal, seperti dikemukakan Kabid Pengembangan Sistem Pelayanan Kedokteran Terpadu dengan Sistem Rujukan PB IDI Gatot Soetono, Puskesmas selaku lini terdepan pelayanan kesehatan pada sistem berjenjang dalam BPJS, sebagian besar tidak siap menjadi penyedia layanan kesehatan seperti diamanatkan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). ‘’Berdasarkan riset fasilitas kesehatan, masih banyak Puskesmas berada di bawah standar yang ditentukan dalam buku Pedoman Puskesmas,” kata Gatot. Menurut riset Kementerian Kesehatan tahun 2011 terhadap 8.981 Puskesmas, kata dia, input dan proses
yang mendukung keberhasilan fungsi Puskesmas serta program kesehatan wajib ibu dan anak masih jauh dari harapan. Selain itu terdapat disparitas atau perbedaan input dan proses upaya kesehatan puskesmas yang cukup tajam berdasar geografi, kota-desa dan regional. ‘’Sebanyak 46,6 persen Puskesmas tidak memiliki pedoman esensial Puskesmas. Bahkan sebanyak 26,3 persen alat kesehatan poli umumnya seperti stateskop, tensimeter, timbangan dan tempat tidur periksa di bawah 40 persen,’’ kata Gatot dalam diskusi bulanan PB IDI bertema ‘’Mempertanyakan Lagi Komitmen Negara akan Pelayanan Kesehatan bagi Rakyat’’. Sekitar 74,4 persen Puskesmas tidak memiliki alat kantor lengkap dan 28,3 persen tidak memiliki sarana air bersih. ‘’Untuk melayani 240 juta penduduk dalam SJSN, diperlukan 80 ribu dokter. Dalam 40 tahun terakhir telah dibangun 8.981 Puskesmas. Seberapa cepat pemerintah mampu melipatgandakan jumlah arief - diolah dari berbagai sumber dan mutu Puskesmas?’’
Dokter Maksimalkan Peran Strategis Salah satu isu yang ramai dibicarakan dalam dunia kesehatan saat ini adalah BPJS, IDI sebagai wadah berhimpun para dokter yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan tentu harus berperan dan memberi masukan strategis untuk suksesnya program nasional tersebut.
M
ULAI 1 Januari 2014, pemerintah akan menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai terobosan baru pengganti asuransi, termasuk di bidang kesehatan, yang akan dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Nantinya, seluruh rakyat Indonesia akan ikut dalam program tersebut dan para dokter memiliki peran yang sangat penting serta fungsi strategis untuk menyukseskan program itu. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Pekanbaru, dr. Zul Asdi, SpB. menilai, IDI harus
8
memaksimalkan fungsinya agar program ini nantinya bisa berjalan dengan baik. “Pertengahan Mei kita akan seminarkan soal BPJS ini, dan harapan kita dokter bisa bekerja secara profesional dan seoptimal mungkin agar BPJS ini bisa berhasil,’’ kata Zul Asdi. Zul berharap agar para anggota IDI dapat memberi masukan, menganalisis rencana pelaksanaan BPJS ini. ”Ini program nasional, semua masyarakat akan ikut BPJS. Undang-undangnya telah disiapkan. Pemerintah menaruh harapan besar agar program ini sukses dan IDI tentu harus terlihat aktif,’’ bustami katanya.
Ketua IDI Pekanbaru, dr Zul Asdi SpB
Peluang untuk Dokter Umum
P
EMBERLAKUAN Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai tahun 2014 nanti, memberi kesempatan luas kepada para dokter umum untuk membuka klinik pelayanan kesehatan. Ini tentu saja sebuah peluang bagi para dokter umum, tapi sekaligus tantangan untuk meningkatkan kualitas kemampuan dan pelayanan.
BPJS mendirikan klinik. Yang paling penting dilakukan para dokter adalah kampanye untuk hidup bersih. Upaya pencegahan (preventif) ini lebih utama dibandingkan pengobatan (kuratif).
Meskipun tanggungan premi pengobatan dari 84,6 juta masyarakat Indonesia ditanggung negara, tapi gerakan preventif tetap wajib diutamakan oleh dokter Meski memberi kesempatan luas, tak semua dokter klinik BPJS. bisa membuka klinik Badan Pelaksana Jaminan Sosial Dalam skema pelayanan klinik BPJS nanti, pasien yang (BPJS). ‘’Realitasnya, nanti tidak semua dokter umum masuk dalam pertanggungan negara (84,6 juta jiwa) tidak akan direkrut BPJS untuk mendapatkan hak mendirikan perlu membayar iuran bulanan. Jadi setiap mereka klinik,’’ kata Presidium Persatuan Dokter Umum Indone- berobat ke klinik BPJS, si dokter akan mendapatkan uang sia (PDUI) dr Dyah Agustina Waluyo. Hanya dokter-dokter pengobatan dari BPJS. Besaran uang manfaat untuk sekali yang kompeten saja yang akan direkrut BPJS. Karena itu, berobat masih digodok oleh pemerintah. para dokter harus terus berusaha meningkatkan Dyah juga meminta para dokter yang nanti diberi hak kompetensi. membuka klinik BPJS, harus memperhatikan kebersihan Menurut Dyah, saat ini jumlah dokter umum di klinik. Dia meminta klinik harus memenuhi standar seluruh Indonesia sekitar 80 ribu orang. Sementara kesehatan. Sebagai contoh, kata Dyah, di klinik harus ada jumlah dokter spesialis sekitar 20 ribu orang. ‘’Jadi peran tempat untuk cuci tangan, baik untuk pasien maupun dokter umum ini cukup sentral dalam pelaksanaan BPJS,’’ orang dan tempat membuang peralatan medis yang katanya. Selain jumlahnya yang banyak, keberadaan sudah tak terpakai. ‘’Dalam bayangkan saya, klinik BPJS dokter umum ini juga menyebar di seluruh Indonesia. nanti harus bagus. Jangan alakadarnya seperti klinik-klinik arief - sumber: jpnn.com Pesan Dyah kepada para dokter yang ingin digandeng yang tidak jelas.’’***
9
SJSN dan Dilema RS Swasta
M
ENGHADAPI implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan yang akan dimulai Januari 2014, rumah sakit swasta mengalami dilema. Dilema itu, karena rendahnya besaran premi yang ditetapkan pemerintah. Kegalauan itu, antara lain diungkapan Noor Arida Sofiana dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) dalam sarasehan Ikatan Dokter Indonesia bertema ‘’SJSN: Anugerah ataukah Musibah terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat’’, di Jakarta, awal Maret lalu. Menurut Arida, besaran premi yang ditetapkan pemerintah Rp 15.500 per orang per bulan menimbulkan keresahan. Sebab, RS swasta tidak mendapat subsidi dari pemerintah. ‘’RS swasta akan merugi,’’ ujarnya. Pada prinsipnya, kata Arida, RS
10
swasta mendukung program pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Selama ini, RS swasta telah membantu melaksanakan program pemerintah, seperti melayani Jamkesmas, Jamkesda, dan Askeskin. Namun, besaran premi yang ditetapkan membuat RS swasta dilematis dalam membuat keputusan untuk bekerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). ‘’RS swasta juga ingin survive,’’ katanya. Implementasi SJSN, kata Arida, diharapkan tidak merugikan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan. RS swasta tidak bisa mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dan menghargai profesi dokter jika anggaran minim. ‘’Implementasi SJSN jangan sampai menjadi ancaman terhadap mutu pelayanan kesehatan,’’ katanya. int
Pengurus IDI Cabang Pekanbaru Masa Bakti 2012 - 2015 PELINDUNG : 1. Walikota Pekanbaru 2. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru DEWAN PENASEHAT : 1. Ketua IDI Wilayah Provinsi Riau 2. dr. Syukri Delam, SpOG 3. dr. Emdahril, SpOG 4. dr. Syamsul Bahri, SpOG 5. dr. Noviardi, SpOG 6. dr. Inzta Arbi, SpB 7. dr. Linus Purboyo, SpB 8. dr. Riswandi, SpA 9. dr. Ruswaldi Munir, SpKO Ketua : dr. Zul Asdi, SpB Wakil Ketua I : dr. Muhammad Iqbal, SpS Wakil Ketua II : dr. TB. Odih R. W, SpBA Wakil Ketua III : dr. Susatio Wirjawan Sekretaris : dr. Marhan Effendi Wakil Sekretaris I : dr. Neng Kasmiati, MH Wakil Sekretaris II : dr. Evi Muchlis Wakil Sekretaris III : dr. Indri Wijayanti Bendahara : dr. Silvia Indriani Wakil Bendahara : dr. Afdal, SpU
Bidang I : ORGANISASI SEKSI ORGANISASI Koordinator : dr. Yarnas Syarief Anggota : dr. Yohanes, MSi dr. Tri Genies Florida dr. Suindra, SpB-KBD dr. Welli Zulfikar, SpB dr. M. Yulis Hamidi, M.Kes dr. Dedi Satria Putra, SpA (K) dr. M. Nur, SpA dr. Dian Triana SEKSI SEKRETARIAT/RANTING IDI
dr. Abdullah Qoyum
dr. Edi Koeswara
Bidang II : ILMIAH
SEKSI DANA DAN USAHA
SEKSI ILMIAH & PENGEMBANGAN IPTEK
Koordinator : dr. Wiwit Ade Fidiawati, SpPA
Koordinator : DR. dr. Donel Suhaimi, SpOG (K) Anggota : dr. Sulung Prastyo Hutama, SpAN dr. Popia Sofia, SpAN dr. Dani Rosdiana, SpPD dr. Ligat Pribadi, SpPD dr. Jon Madi, SpOG dr. Almisrun dr. Citra Rahmad dr. Gina Armada dr. Zulmaeta, SpOG (K) dr. Iron Subekti, SpB SEKSI MEDIA & INFORMASI KESEHATAN Koordinator : dr. Merdison Anggota : dr. Deriani Simatupang dr. Dian Marsudiwati dr. Yosefa dr. Manora Nababan dr. Fery Irawan Seksi Pembinaan, Pembelaan Anggota & Hukum Etika Kedokteran Koordinator : DR. dr. Dedi Afandi, DFM. SPF Anggota : AKBP dr. Khodijah dr. Zainul Bahry, SpTHT-KL dr. Surya Utama, SpM dr. Fendri Akhiri, SpB dr. Ronika Paramitha dr. Putri Sari Yeni dr. Enggariani
Koordinator : dr. Sofyan Anggota : dr. Roswin Djafar dr. M. Bhusman Nusia Syam, MH dr. Akmal MARS dr. Budhi Setyawan Pranoto dr. Irana Oktavia dr. Desvafri, MARS SEKSI ROHANI Koordinator : dr. Yasmi, SpA Anggota : dr. Zaghlul dr. Ari Barma dr. Defri dr. Citra Fitria dr. Riska Suryani
dr. Yunaini Rani
Bidang III : KESEJAHTERAAN ANGGOTA
Anggota : dr. Cinthia Lidyani, M.Kes dr. Ade Gisra dr. Fakhruddin Alfan dr. Amrullah Syah Putra dr. Yanto, SpB
SEKSI SENI DAN REKREASI Koordinator : dr. Fransiskus Hamido Hutauruk, SpOG Anggota : dr. Rayendra, SpPD dr. Nazardi Oyong, SpA
dr. Wawo S, SpAN
dr. Armiyetti dr. Triadi, SpOG dr. Ronald Jeekson Sinaga dr. Tuti Asriani dr. M. Ade SpOT dr. Taufik Hidayat
SEKSI OLAHRAGA Koordinator : dr. Alfian, SpOG Anggota : dr. Anthar Hadisi, SpBS dr. Tondi Maspian Tjili, SpBS dr. Antonius dr. Agus Tri Joko, SpS dr. Andrianison, SpP dr. Agusnarizal dr. Ahmad Afandi dr. Ihsan Suhaimi, SpOG
SEKSI KEMASYARAKATAN Koordinator : dr. Andi Nina Malarangeng, SpOG Anggota : dr. Juariah Daniel
SEKSI PENGABDIAN MASYARAKAT
dr. Dewi H. Prabu, M.Kes dr. Chunin Widyaningsih
Koordinator : dr. Dwi Astuti Candra Kirana, SpKK
dr. Syarifah H.F
dr. Citra Safitri dr. Nefi Oktarestia
Anggota : dr. Bebe Gani dr. Dian Indratni Kumala Nigsrie Letkol CKM dr. Purwo Setyanto, SpB. MARS dr. Syafril Djafril dr. Beton Sitepu dr. Yulhasmida dr. Agrina Melia dr. Lusfinaldi dr. Mayenru Dwindra dr. Eka Puspita Sari dr. Melly Meiliana, SpRM
SEKSI BP2KB Koordinator : dr. Marlon Simatupang Anggota : dr. Syofyan dr. Yuswita dr. Zaini Rizaldy Siagian dr. Haznelly Juwita dr. Erwin Taslim
11
LITERATURE
Stereotactic
RADIOSURGERY Oleh : Andrea Valentino, dr., SpBS dr_reano@yahoo.com Tahun 1951, Lark Leksell, seorang ahli bedah saraf asal Swedia membayangkan ide adanya stereotactic radio surgery. Visinya adalah untuk menemukan teknik yang bersifat noninvasive sehingga tidak merusak jaringan otak atau untuk lesi yang tidak dapat atau cocok untuk operasi terbuka. Hingga saat ini, beliau telah menggabungkan stereotactic localization dengan pemberian radiasi dosis tunggal fraksi.
A
LAT yang pertama digunakan adalah x-ray energi rendah (280 kV) utnuk mengobati gangguan fungsional primer termasuk obsesif-kompulsif dan trigeminal neuralgia. Kemudian Leksell mengeksplorasi penggunaan LINAC dan proto beam untuk radiosurgery. Tahun 1968, berkolaborasi dengan Borje Larsson, mengembangkan unit cobalt-60 gamma pertama (the Gamma-Knife). Akan tetapi, hanya beberapa tempat di dunia yang mengunakan radiosurgery hingga tahun 1980an. Selepas dua dekade, penggunaan radiosurgery meningkat pesat didukung adanya CT scan dan MRI dan juga berkembang pesatnya penggunaan komputer modern sehingga dapat diintegrasikan dan memberikan kecepatan, akurasi, aksesibilitas dan terjangkau oleh pusat kesehatan dunia.
Perbandingan Radiosurgery dengan Radioterapi Tujuan dari radiosugery adalah untuk mengobliterasi lesi intrakranial yang relatif kecil dengan radiasi fraksi tunggal dosis tinggi sambil mempertahankan jaringan sekitarnya. Berbeda dengan radioterapi, radiosurgery tidak bergantung pada peningkatan sensi-
12
tivitas radiasi dari target diban- dosis yang diserap pada pinggir tardingkan dengan otak normal. get. Pencitraan stereotactic dan lokalisasi target dengan mengAkan tetapi, radiosurgery mem- gunakan CT, MRI dan atau angiopertahankan struktur normal grafi harus terintegrasi secara dengan deposisi fisik dari dosis penuh dengan alat peyampai radiasi signifikan terhadap lesi tar- radiasi untuk mencapai lokasi yang get dengan penurunan cepat dari tepat dari target.
Salah satu faktor kunci dari stereotactic radiosurgery adalah penggunaan medan radiasi (radiation fields) yang banyak untuk didistribusikan dan seluruhnya
difokuskan pada satu target. Satu medan radiasi akan memberikan dosis maksimal kepada target akan tetapi juga mengenai daerah normal dengan dosis yang serupa.
Dengan menambah jumlah dari medan radiasi sambil mengurangi dosis tiap medan akan lebih cocok mengenai target.
Instrumen Radiosurgikal 1. Gamma Knife Leksell dan Larsson membuat gamma knife pertama meng-
gunakan 179-source cobalt-60 (60Co) dikenal sebagai “practical, precise and simple tool which could be handled by the surgeon.� Dipasang di Sophiahemmet Hospital Stockholm pada tahun 1968. Versi yang terbaru dari alat ini memiliki 201 buah cobalt-60 (60Co). Selama proses ini, gamma photon dikeluarkan bersama energi sebesar 1,17 MeV(megaelectron volts) dan 1,33 MeV. Photon yang dikeluarkan secara tepat diarahkan melalui lubang sirkular yang
dibuat pada helm metal yang padat. Setiap lubang ini memiliki collimator sendiri yang dapat diambil dan digantikan dengan sebuah sumbat untuk menutup radiasi dari sumber tertentu. Hal ini dilakukan bila diyakini bahwa pancaran radiasi melalui struktur yang radiosensitif. Distribusi dosis dapat dimodifikasi dengan beberapa variabel termasuk : jumlah isocenter, penempatan isocenter, pemilihan helm collimator, pemberian saluran pancaran individual. Versi terbaru dari gamma knife (Model C) memiliki fitur sistem posisi otomatis, yang fully motorized dan secara otomatis menentukan koordinat head frame, reposisi pasien untuk tiap isocenter melalui parameter yang secara digital tampak di konsol operrator. Sistem ini meminimalisir kemungkinan adanya human error.
13
2. Linear Accelerator-based Radiosurgery Walaupun LINACs telah digunakan oleh ahli radiologi oncologist sejak 1950-an, perkembangan sistem LINAC-based radiosurgery dimulai pada tahun 1980-an. Sistem ini awalnya secara umum menggunakan head frame stereoactic, floor-stand, dan 6 megavolt (MV) linear accelerator 4 atau lebih busur radiasi dengan 12,5-3 mm collimator sirkular. Friedman dan Bova mengembangkan dengan menambahkan perekat denga presisi tinggi untuk mengontrol pergerakan kepala pasien dan collimator tersier (diameter 5-35 mm).
LINAC menghasilkan berkas photon sebesar 4 MV, ekuivalen dengan gamma knife. Sedangkan yang mengasilhan berkas 6-18 MV memiliki energi yang lebih besar. Rencana terapi bersifat individualistik tergantung pasien, dengan mengatur jumlah dan posisi busur dan collimator. Sementara LINAC-based radiosurgery memiliki collimator khusus yang dapat dipasang dengan ukuran diameter yang berbeda (5-50 mm) yang dapat memfokuskan area yang dituju.
LINAC adalah alat seukuran ruangan yang menggunakan gelombang elektromagnet untuk mengakselerasi aliran elektron hingga hampir mendekati kecepatan cahaya. Kemudian elektron tersebut mengenai target metal dengan densitas tinggi dimana sebagian energi akan berubah menjadi panas. Sebagian kecil energi berubah menjadi X-ray dengan kisaran MV. X-ray yang dihasilkan LINAC dan gamma dikeluarkan oleh 60Co adalah photon, dimana perbedaan mendasar adalah asalnya.
3. The CyberKnife Adler dan kolega mengembangkan pendekatan radiosurgikal unik, menggabungkan alat yang compact, LINAC yang ringan yang bersatu dengan tangan robotik, menghasilkan frameless, image guided yang disebut CyberKnife. Pada sistem ini tidak digunakan headframe, akan tetapi menggunakan skeletal landmark. Untuk itu, radiografi dari lokasi terapi difoto untuk kemudian diregistrasi untuk menentukan korrdinat target berdasarkan LINAC. Koordinat target ditransfer ke robot yang mengarahkan berkas ke lokasi terapi. Gerakan target yang muncul saat terapi akan terdeteksi, dan akan merubah posisi LINAC. Untuk target intrakranial, pasien dipasang masker fleksibel yang non-invasif untuk membatasi gerakan kepala.
14
*Includes patients with astrocytoma, anaplastic astrocytoma, glioblastoma multiforme, oligodendroglioma, ependymoma, medulloblastoma, neurocytoma, and pilocytic astrocytoma ^Include patients with chordoma, chondrosarcoma, glomus tumor, craniopharyngioma, hemangioblastoma, and nasopharyngeal carcinoma
INDIKASI Sebagai aturan umum, pasien dengan diameter rerata lesi > 35 mm tidak dipertimbangkan untuk kandidat radioterapi. Hal ini dikarenakan pasien dengan lesi tersebut sering memiliki gejala yang berhubungan dengan efek massa. Jadi walaupun radiosurgery berefek pada penekana pertumbuhan dan pengurangan ukuran pada mayoritas tumor jinak dan ganas, hal ini adalah proses gradual yang kadang membutuhkan waktu hingga beberapa tahun. Sebelum tahun 1996, tidak ada pasien dengan trigeminal neuralgia yang dilakukan radiosurgery. Debat mengenai peran radiosurgery dalam manajemen pasien dengan kelainan tertentu masih hangat diperbincangkan, dimana sangat penting untuk menganalisis hasil dari radiosurgery dibandingkan dengan modalitas terapi lain. Sebagai tambahan, indikasi baru banyak dipertimbangkan untuk radiosurgery, seperti epilepsi lobus temporal dan AVM besar.
Malformasi Vaskular Salah satu indikasi pertama radiosurgery adalah pasien malformasi vaskular (AVM) karena dapat divisualisasikan dan ditargetkan berdasarkan angiografi cerebral. Saat ini, beberapa pertanyaan tetap tidak terjawab yang berkaitan dengan radiosurgery untuk AVM. a. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa obliterasi berhubungan dengan dosis margin pada malformasi, bukan terhadap volume AVM. b. Komplikasi yang berhubungan dengan radiasi diprediksi berdasar lokasi AVM dan volume yang menerima dosis radiasi. c. Angka perdarahan setelah radiosurgery tetap tidak berubah sampai obliterasi tercapai atau beberapa efek protektif muncul bila dibandingkan dengan riwayat alamiah pada AVM yang tidak diterapi. d. Radiosurgery berulang menghasilkan obliterasi komplit untuk mayoritas pasien yang memiliki shunting arteriovenous setelah prosedur inisial. Walaupun jumlah data yang dikumpulkan cukup banyak hingga saat ini, tetapi belum ada metode
15
grading yang cocok untuk memprediksi outcome dari pasien paska radiosurgery. Walau grading Spetzler-Martin sudah digunakan secara umum sebagai metode untuk memprediksi outcome pasien setelah reseksi surgikal, sistem ini ternyata tidak dapat dikorelasikan dengan keberhasilan radiosurgery untuk AVM. Saat ini dikembangkan satu sistem grading berdasarkan radiosurgery untuk memprediksi outcome pasien paska satu sesi radiosurgery.
^AVM Score = (0.1) (AVM volume, cm3) + (0.02) (Patient age, years) + (0.3) (AVM location) Frontal, temporal = 0; parietal, occipital, interventricular, corpus callosum, cerebellum = 1; basal ganglia, thalamus, brainstem = 2
Tumor Jinak Diskusi tentang radiosurgery untuk vestibular schwannoma tetap sangat subjektif dan emosional. Pihak yang proponent mengatakan bahwa tumor control rate mencapai 95%, dengan kurang dari 5% resiko adanya kelemahan dan baal pada wajah. Dan sebagai tambahan, pasien mempunyai hampir 40-60% kesempatan untuk mempertahankan derajat pendengarannya seperti saat preopreasi. Saat ini, perbandingan antara reseksi surgikal dengan radiosurgery telah diketahui bahwa pasien yang dilakukan radiosurgery memiliki outcome lebih baik dipandang dari fungsi facial,
16
pendengaran, dan kembalinya pasien ke aktivitas kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan penelitian lain, tumor control rate untuk radiosurgery pada pasien dengan meningioma adalah lebih dari 90%. Meningioma sebagian besar berlokasi di skull base. Radiosurgery dilakukan sebagai terapi primer ataupun tambahan paska reseksi surgikal. Kebanyakan pasien dengan dengan tumor yang progresif merupakan tpe yang atipikal ataupun meningioma yang malignan dan juga pasien dengan operasi sebelumnya. Telah dilakukan radiosurgery pada 122 pasien dengan adenoma hipofise. Lebih dari 90% telah menjalankan operasi sebelumnya, hampir 75% memiliki tumor yang mengalami ekstensi hingga ke sinus kavernosus. Pasien dengan ukuran tumor yang besar dan mendistorsi kiasma optikum atau nervus optikus bukan merupakan kandidat yang cocok untuk radiosurgery. Untuk meminimalisir insidensi defisit visual paska radiosurgery, dosis radiasi ke nervus optikus dibatasi < 12 Gy, sehingga menghasilkan morbiditas visual < 3%. Dua faktor yang memiliki korelasi dengan penyembukan endokrin paska radiosurgery adalah : dosis radiasi yang lebih tinggi dan tidak adanya medikasi pituitary-supressing pada saat radiosurgery.
Tumor Maligna Hampir 150.000 orang di Amerika Serikat ditemukan memiliki metastasis pada otak setipa tahunnya. Walaupun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa reseksi surgikal digabungkan dengan terapi radiasi paska operasi menghasilkan angka survival yang lebih panjang dibandingkan radioterapi saja pada pasien dengan tumor metastasis otak tunggal soliter, pasine-pasien dengan 3 atau lebih tumor atau memiliki tumor yang berlokasi di deep brain tidak dipertimbangkan sebagai kandidat untuk reseksi surgikal. Radiosurgery memberikan tumor control rate lokal yang tinggi sebanyak 80-92% untuk tumor me-
*Growth hormone-producing (n = 42), adrenocorticotropin-producing (n = 15), prolactin-producing (n = 13)^Cure defined as (1) acromegalyfasting growth hormone level less than 2 ng/ml and normal age and sex-adjusted insulin-like growth factor (IGF-I levels), (2) Cushingâ&#x20AC;&#x2122;s disease-24hour UFC (urine-free-cortisol) <90 Îźg, (3) Prolactinoma-prolactin levels <23 ng/ml.â&#x20AC;?Cure defined as normal adrenocorticotropic hormone levels and improved pigmentation
tastasis otak tanpa resiko yang berhubungan dnegan craniotomy dan tumor removal. Perbandingan antara reseksi surgikal dan radiosurgery untuk pasien dengan lesi otak metastasis tunggal tidak memiliki perbedaan nyata untuk angka survival dan kontrol tumor pasien. Radiosurgery juga digunakan secara ekstensif untuk pasien dengan glioma. Tidak seperti tumor metastasis, high-grade astrocytoma biasanya menginfiltrasi hingga di luar batas yang tampak pada MRI. Konsekuensinya, pemberian fokus radiasi tidak akan meliputi seluruh bagian dari tumor kecuali massa tumor relatif kecil. Hingga saat ini, hasil
radiosurgery untuk high-grade glioma banyak dikritik, terutama untuk seleksi pasien. Kebalikan dari pada itu, hasil yang dicapai radiosurgery utnuk pasien dengan pilocytic astrocytoma yang rekuren paska operasi atau terletak di deep location memberikan hasil yang menjanjikan.*** DAFTAR PUSTAKA 1. Bruce E Pollock, Paul D Brown, Stereotactic Radiosurgery in Principles of Neurosurgery, 2nd edition, Elsevier Mosby, 2005 2.Bruce E pollock et al, A Call to Define Stereotactic Radiosurgery, Neurosurgery 55;1371-1373, 2004
Profesor Lark Leksell menggunakan alat Gamma Knife untuk pertama kalinya pada tahun 1968.
17
LITERATURE
Osmoterapi
Dalam Cedera Otak Oleh : Muhammad Dwi Satriyanto, dr., SpAnKNA., M.Kes Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif. Eka Hospital Pekanbaru, Jln.Soekarno Hatta KM 6,5 Pekanbaru Riau. 28282.
Cedera otak dapat di bagi menjadi cedera otak primer yang dapat disebabkan oleh beberapa hal meliputi trauma, iskemi serebral fokal maupun menyeluruh, perdarahan intraparenkim atau subaraknoid, infeksi, atau penyakit toksik-metabolik. Sedangkan cedera otak sekunder dapat terjadi dari bermacam faktor, meliputi edema serebral yang menyertai peningkatan tekanan intrakranial yang menekan aliran darah serebral. Penggunaan agen osmotik merupakan dasar terapi medis dalam resusitasi otak terhadap edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial pada semua pola cedera otak.1
P
ENGGUNAAN agen osmotik pertama kali dipublikasikan pada 22 Maret 1919 oleh Lewis H. Weed dan Paul S. McKibben. Mereka melaporkan bahwa injeksi larutan garam konsentrasi tinggi intravena pada pasien mengakibatkan kesulitan melakukan penyedotan cairan serebrospinal dari sisterna lumbar yang disertai dengan kolapsnya sakus tekalis di ruang subaraknoid regio lumbal.2 Pengamatan terhadap hal ini ini dilanjutkan dengan percobaan berikutnya, berupa penyuntikan larutan NaCl 30% pada kucing yang telah dibius. Perlakuan ini menyebabkan hilangnya konveksitas normal otak segera sesudah penyuntikan, dengan pengempisan maksimal pada otak terjadi pada 15 â&#x20AC;&#x201C; 30 menit sesudah penyuntikan. Saat tengkorak dibuka, otak kelihatan jatuh beberapa millimeter dibawah tengkorak. Dan sebaliknya, setelah penyuntikan cairan hipotonik (air suling) intravena menyebabkan terjadinya pembengkakan otak. Begitu tengkorak dibuka, jaringan otak tampak menonjol di area tengkorak yang dibuka. Serangkaian pengamatan
18
tersebut, yakni efek perubahan osmolalitas plasma terhadap parenkim otak, menjadi dasar osmoterapi.1,2 Penelitian lain dengan urea pekat pernah digunakan secara klinis sebagai agen osmotic, demikian juga dengan plasma protein pekat, gliserol namun mendapat kendala terhadap efek samping yang ditimbulkannya. Sekitar tahun 1960-an mulai dikenal mannitol, yaitu zat derivatif alkohol dari manosa. Penggunaan mannitol semakin populer karena kemudahan dalam pembuatannya, stabil dalam larutan, waktu paruh mannitol intrakranial lama (4 â&#x20AC;&#x201C; 6 jam) dan relatif nontoksik.3 Prinsip pengelolaan cairan pada pasien dengan cedera otak adalah sedapat mungkin mempertahankan normovolemia dan menghindari penurunan osmolaritas serum. Mempertahankan normovolemia merupakan konsep utama untuk mempertahankan MAP pada setiap pasien dengan cedera otak pada umumnya serta pada kasus perawatan kritis. Penurunan osmolaritas plasma dapat menyebabkan edema serebral sehingga hal ini
harus dihindari.2 Kondisi hipoosmolar harus dihindari. Dianjurkan osmolaritas plasma terjaga antara 300 â&#x20AC;&#x201C; 320 mOsm/L. Agen osmotik ideal menghasilkan gradient osmotik yang diinginkan, bersifat nontoksik, inert, memiliki efek sistemik minimal, dan bertahan lama dalam intravaskuler .3
juga memperberat edema otak, sebab glukosa dimetabolisme sedangkan air tetap tinggal di ruangan cairan intrakranial. Karena itu, glukosa hanya diberikan bila ada hipoglikemia (< 60gr/dL) dan kadar glukosa darah harus dipantau dan dipertahankan pada rentang bawah nilai normal.4
Normal salin dan larutan ringer Mannitol secara umum dipergulaktat (RL) merupakan cairan yang senakan sebagai diuretik osmotik untuk Kekurangan ring digunakan selama operasi. Normal mengatasi edema serebral dan salin sedikit hiperosmoler pada 308 membuat otak kempis selama volume mOsm/L dari pada plasma. Akan tetapi kraniotomi. Mekanisme kerja mannitol intravaskuler harus cairan ini memiliki kelemahan, pada adalah dengan menarik cairan interstidiperbaiki sebelum penggunaan dalam jumlah besar dapat tial dari jaringan otak masuk ke dalam induksi anestesi mengakibatkan asidosis metabolik ruang intravaskuler Mannitol memiliki untuk mencegah hiperkloremik. Beberapa ahli masih dampak yang menguntungkan terhahipotensi. menggunakan larutan RL. Meskipun RL dap darah dan cairan serebrospinal (osmolaritas RL 273 mOsm/L) secara intrakranial. Mannitol memiliki efek teoritis kurang ideal untuk mengganti nonosmotik yang nyata meliputi efek kehilangan darah, akan tetapi cairan ini dirasa masuk akal antiviskositas dengan menurunkan volume sel darah untuk memenuhi kebutuhan dalam berbagai kasus. Pada merah, rigiditas dan daya kohesinya.1 pemberian cairan dalam jumlah besar (misalnya banyak kehilangan darah, trauma multipel) bisa dilakukan Mannitol diberikan dengan dosis 0,25 - 1,5 gram/ pemberian berimbang RL dan normal salin liter demi kgBB intravena, dimana efek menurunkan TIK dengan liter .2 efek maksimal dapat diamati dalam 20-40 menit setelah pemberian. Dosis ulangan mannitol dapat diberikan Restriksi cairan yang ditujukan sebagai terapi de- setiap 6 jam dan harus diikuti dengan pemeriksaan kompresi intrakranial kini jarang digunakan. Restriksi cai- osmolalitas serum, target nilai yang disarankan sekitar ran yang berat dalam beberapa hari dapat menimbulkan 320 mOsm/L. Nilai yang lebih besar menyebabkan hipovolemia, menyebabkan hipotensi, penurunan aliran kerusakan tubulus renal.6 darah otak dan hipoksia. Kekurangan volume intravaskuler harus diperbaiki sebelum induksi anestesi Mannitol telah terbukti meningkatkan tekanan per2 untuk mencegah hipotensi. fusi serebral (CPP) dan mikrosirkulasi perfusi. Studi oleh Kirkpatrick et al, didapatkan mannitol meningkatkan Resusitasi dan rumatan cairan untuk pasien cedera CPP sebesar 18% dan penurunan TIK sebesar otak adalah larutan kristaloid iso-osmoler yang bebas 21% tanpa mempengaruhi tekanan darah arteri. glukosa (Ringerfundin). Larutan yang mengandung Dikatakan mannitol digunakan oleh 83% pusat kesehatan glukosa harus dihindari pada semua pasien dengah dan lebih dari 50% digunakan untuk cedera kepala berat.7 cedera otak dengan metabolisme glukosa yang normal, Kombinasi penggunaan manitol dan furosemid bisa sebab larutan ini dapat mengekserbasi kerusakan bersinergi namun membutuhkan monitoring dari iskemik. konsentrasi serum kalium.8 Hiperglikemia yang terjadi dapat memperberat kerusakan iskemik dengan menambah produksi laktat neuron yang memperberat cedera seluler. Cairan intravena yang mengandung glukosa dan air (D5%, D5-0, 45%NaCl)
Perhatian dalam terapi menggunakan mannitol yakni efek samping sistemik meliputi: hipotensi, hemolisis, hiperkalemia, insufisiensi renal dan edema pulmoner.5 Penggunaan mannitol sebaiknya dihindari pada pasien
19
dengan arteriovenosus malformation (AVM), aneurisma intrakranial atau perdarahan intrakranial sebelum kranium dibuka.
Kesimpulan : Tujuan osmoterapi pada edema serebral akibat cedera otak adalah menjaga normovolemia atau agak sedikit hipervolemia. Kondisi hipoosmolar harus dihindari. Dianjurkan osmolaritas plasma terjaga antara 300 â&#x20AC;&#x201C; 320 mOsm/L. Agen osmotik ideal menghasilkan gradient osmotik yang diinginkan, bersifat nontoksik, inert, memiliki efek sistemik minimal, dan bertahan lama dalam intravaskuler. ď Ž
20
DAFTAR PUSTAKA 1. Harukuni I, Kirsch JR, Bhardwaj A. Cerebral resuscitation : role of osmotherapy. J Anesth 2002; 16(3): 229–37. 2. Drummond J.C, Patel P.M. Neurosurgical anesthesia In: Miller R.D, Eriksson L.I, Wiener-Kronish J.P, Young W.L, ed. Miller’s Anesthesia. 7th ed. Philadelphia : Churchill Livingstone, 2010 : 2047 3. Medscape Today. Medical management of cerebral edema: Osmotherapy Use [homepage on the internet]. No date [cited 2010 Oct 21]. Available from: http://www.medscape.com/ viewarticle/559004_5
Neurosurg Anesthesiol 2009 ; 21 : 248–252. 6. Metwally Y. Treatment Protocol for Osmotherapy of Brain Edema. [homepage on the internet]. No date [cited 2010 Oct 21]. Available from: http://yassermetwally.wordpress.com/2010/ 04/10/treatment-protocol-for-osmotherapy-of-brain-edema/ 7. Abrar Ahad Wani AA, Ramzan AU, Nizami F, Malik NK, Kirmani AR. Controversy in use of mannitol in head injury. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT), Vol. 5, No. 1, 2008.
4. Bisri T. Seri buku literasi anestesiologi : dasar-dasar neuroanestesi. Saga Olahcitra, Bandung 2011
8. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Physiology, Pathophysiology, & Anesthetic Management. Anesthesia for Neurosurgery. In : Clinical Anesthesiologi, 4th ed. New York: Mc Graw – Hill Companies, 2006 : 631-46.
5. Sabharwal N, Umamaheswara G.S, Ali Z, Radhakrishnan M. Hemodynamic changes after administration of mannitol measured by a noninvasive cardiac output monitor. J
9. Morgan G.E, Mikhail M.S, Murray M.J. Neurophysiology and anesthesia In: Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: Mc Graw – Hill Companies, 2006 : 618-32
21
LITERATURE
Pencitraan Obstruksi Usus pada Anak Oleh: Tubagus Odih R Wahid, dr., SpBA.
P
ENCITRAAN merupakan alat penunjang diagnostik yang penting pada obstruksi usus. Gambaran udara usus yang terlihat pada pemeriksan pencitraan dapat dipergunakan untuk menentukan ada tidaknya obstruksi usus serta memperkirakan lokasi maupun penyebabnya. Bayi cukup bulan sesaat setelah lahir akan menelan udara dan masuk ke dalam lambung. Dalam waktu 30-60 menit akan mengisi duodenum, selanjutnya telah mengisi yeyunum pada usia 2-4 jam, ileum 4-6 jam, kolon 12-18 jam, dan rektum pada usia 24 jam.1 Pada neonatus kurang bulan penyebaran udara ini lebih lambat karena refleks menelan pada neonatus yang belum berkembang dengan baik. Berbeda pada anak atau dewasa untuk menentukan kelainan foto abdomen pada neonatus harus diketahui usianya dengan tepat. Pada permintaan foto harus dicantumkan usia saat pencitran tersebut dilakukan dalam jam bila neonatus berusia < 24 jam, atau dalam hari bila neonatus berusia > 24 jam. Diketahuinya usia neonatus saat difoto serta informasi klinis seperti adanya polihidramnion, riwayat asfiksia, infeksi, serta adanya kelainan pada pemeriksaan fisik akan sangat membantu dalam membuat interpretasi foto.
22
GEJALA KLINIS Gejala klinis anak dengan obstruksi usus dapat berupa : 1. Muntah, akan berwarna hijau bila obstruksi terdapat di bawah ampula vateri. Gejala muntah merupakan gejala awal pada obstruksi usus letak tinggi. Pada obstruksi usus letak rendah muntah hijau / fekal juga dapat timbul pada keadaan lanjut. 2. Distensi abdomen, terutama timbul pada obstruksi usus letak rendah. Pada obstruksi usus letak tinggi abdomen juga dapat sedikit distensi pada bagian atas abdomen atau di daerah epigastrium. 3. Mekonium tidak keluar atau terlambat keluar, merupakan riwayat yang penting ditanyakan karena merupakan petunjuk untuk menentukan adanya obstruksi letak rendah. Normalnya mekonium telah keluar dalam 24 jam pertama kehidupan. 4. Ditemukan darah pada feses / uji benzidin positif, hal ini dapat terjadi akibat strangulasi usus/iskhemik saluran cerna/nekrosis, sehingga terjadi obstruksi usus, atau perforasi. 5. Sepsis, keadaan ini sering diikuti dengan terjadinya enterokolitis nekrotikans. Bila pada anak dengan sepsis ditemukan adanya cairan lambung yang berwarna kecoklatan / darah, distensi abdomen, atau feses berdarah harus dievaluasi akan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekrotikans. PEMERIKSAAN PENCITRAAN A. Foto Polos Abdomen2,3 Pemeriksaan pencitraan konvensional foto polos abdomen masih menduduki tempat yang penting pada kecurigaan obstruksi saluran cerna. Sebagian kelainan tersebut memerlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan zat kontras untuk dapat menentukan penyebab obstruksinya. Permintaan pemeriksaan pencitraan yang tidak sesuai akan menyebabkan kelainan tidak terdeteksi atau terlewatkan. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat beberapa posisi pengambilan foto abdomen dan tujuan dilakukan pemeriksaan tersebut. Foto Abdomen Antero-Posterior (AP) Foto diambil pada anak yang berbaring terlentang atau tegak dengan arah sinar antero-posterior. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat kondisi abdomen secara umum seperti distribusi udara usus, kaliber usus,
penebalan dinding usus, massa tumor, peritonitis, asites, posisi kateter lambung, kateter arteri, atau vena umbilikalis. Pada foto abdomen tegak AP dapat dilihat batas udara-cairan, bila pendek-pendek dengan ketinggaian yang berbeda menunjukkan adanya ileus obstruksi, dapat terlihat gambaran stepladder atau hairpin loops yang merupakan tanda-tanda obstruksi usus halus, selain itu dapat dilihat adanya udara intraperitoneum yang akan terlihat berupa bayangan lusen di bawah diafragma, namun posisi tegak tidak dianjurkan pada anak dalam kondisi sakit berat. Foto Supine Sinar Horizontal Foto diambil pada anak dalam posisi tidur terlentang dengan arah sinar horizontal. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat adanya perforasi, khususnya pada anak dengan sakit berat yang tidak dapat dimanipulasi terlalu banyak. Perforasi dalam jumlah kecil akan terlihat sebagai bayangan lusen berbentuk segitiga terbalik terletak antara dinding abdomen dan loops usus. Pada posisi ini dapat kita lihat adanya batas udara-cairan (airfluid level). Pada ileus paralitik airfluid level panjangpanjang, sedangkan pada ileus mekanik / obstruktif gambaran airfluid level pendek-pendek dengan ketinggian yang berbeda. Foto Left Lateral Decubitus (LLD) Pemeriksaan pencitraan ini memperlihatkan adanya perforasi lebih baik daripada foto supine sinar horizontal. Khususnya bila udara intraperitoneum dalam jumlah kecil atau bagian usus yang perforasi berisi cairan. Udara akan telihat berupa daerah lusen antara hati dan diafragma. Foto Abdomen Prone Sinar Horizontal Foto diambil pada anak dengan posisi tengkurap dengan arah sinar horizontal. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat udara usus dalam saluran cerna distal pada kecurigaan adanya obstruksi letak rendah. Bila secara klinis dicurigai adanya obstruksi letak tinggi langkah pertama lakukan pemeriksaan foto abdomen AP dan bila perlu ditambah foto lateral. Bila tidak ada kontraindikasi dilanjutkan dengan pemeriksaan minum barium untuk menentukan penyebabnya. Sedangkan pada kecurigaan obstruksi letak rendah, lakukan pemeriksan foto abdomen 3 posisi yang terdiri dari (1) Abdomen AP (2) LLD atau supine sinar horizontal, dan (3) prone sinar horizontal. Bila tidak ada kontraindikasi
23
dilanjutkan dengan pemeriksaan enema barium untuk menentukan penyebabnya. Dalam beberapa dekade belakangan ini pemeriksaan ultrasonografi (USG) telah banyak menggantikan foto polos abdomen maupun pemeriksaan minum / enema barium dalam menegakkan diagnosis kasus tertentu, seperti stenosis pilorus hipertropik, invaginasi, apendisitis akut. Pemeriksan pencitraan lain seperti CT scan, MRI dilakukan bila tidak ditemukan kelainan pada kedua pemeriksaan ini atau untuk mengevaluasi kelainan yang menyertainya.
GAMBARAN PENCITRAAN 1.Atresia Duodenum / Yeyunum / Ileum4,5,6 Pemeriksaan pencitraan: foto abdomen AP dan lateral tegak. Bila keadaan anak tidak memungkinkan untuk dilakukan foto tegak, dapat digantikan dengan foto abdomen LLD dan lateral sinar horizontal. Letak atresia dapat diperkirakan berdasarkan jumlah bubble / gelembung usus (gambar 1), yaitu : bila jumlah bubble udara usus: 2 bubble (double bubble) : Atresia duodenum/ pankreas anulare 3 â&#x20AC;&#x201C; 5 bubble : Atresia yeyunum 6 â&#x20AC;&#x201C; 8 bubble : Atrresia ileum Walaupun pada foto polos abdomen dapat dibedakan antara atresia yeyunum dan ileum berdasarkan jumlah gelembung udara usus, namun harus diingat sering terjadi atresia pada tempat lain/ beberapa tempat, oleh karena itu pada pembedahan mengevaluasi usus halus secara keseluruhan merupakan hal yang penting.
2. Volvulus Lambung4,5,7 Rotasi abnormal sebagian dari lambung terhadap bagian lambung lainnya. Bila putaran > 180 derajat akan menyebabkan obstruksi total. Terdapat 2 bentuk volvulus lambung : a. Volvulus organo-akasial, keadaan bilamana lambung berputar terhadap sumbu panjang dari kardia-pilorus. b. Volvulus mesentero-aksial, keadaan bilamana lambung berputar terhadap sumbu tranversal dari kurvatura minor-kurvatura mayor. Pada foto polos abdomen: bila terjadi volvulus akut akan terlihat lambung yang sangat besar dan tidak tampak udara distal dari obstruksi. Bila obstruksi tidak total masih terlihat udara distal dari lambung. Pada pemeriksaan minum barium akan terlihat kurvatura mayor berada diatas kurvatura minor, kardia dan pilorus berada pada ketinggian yang sama, dan pilorus Gambar 2. serta bulbus duodeni Volvulus lambung organoaksial, lambung mengarah ke kaudal berputar pada sumbu (gambar 2) panjang kardia-pilorus. 3. Stenosis Pilorus Hipertropik (SPH)4,5,8
Gambar 1. Atresia ileum. Pada foto abdomen AP tegak ini tampak gambaran udara di dalam usus berjumlah lebih dari 6 bubble, menunjukkan obstruksi terletak pada saluran cerna bawah.
24
Suatu keadaan dimana otot pilorus menebal abnormal sehingga kanalis pilorus menjadi sempit, sehingga terjadi gangguan pada pengosongan lambung. Bila pada pemeriksan fisik telah teraba massa pilorus yang menebal tidak diperlukan lagi pemeriksaan penunjang. Di masa lalu pemeriksaan minum barium merupakan pilihan untuk membantu menegakkan SPH pada kasus yang meragukan. Saat ini peranan
(3a)
(3b)
GAMBAR 3. Stenosis pilorus hipertropik. Ultrasonografi (a) donut/target sign, potongan tranversal, (b) cervix sign, potongan longitudinal. Barium meal (c) Tampak kanalis pilorus yang panjang, duodenum yang mulai terisi kontras membentuk gambaran mushroom.
(3c)
pemeriksaan minum barium telah digantikan oleh USG, dengan hasil yang akurat, cepat, mudah, tanpa memberikan radiasi pada anak. Pada USG akan terlihat gambaran otot pilorus yang menebal (>3mm) dengan kanalis pilorus yang memanjang (>17 mm). Pengambilan gambar pada potongan transversal akan memperihatkan gambaran yang dinamakan donut sign atau target sign, sedangkan pada potongan memanjang akan memperlihatkan gambaran yang disebut cervix sign (gambar 3a dan 3b). Peristaltik lambung akan terlihat meningkat. Pada pemeriksaan dengan minum barium, zat kontras akan berjalan lambat dari lambung ke duodenum melalui kanalis pilorus yang sempit akibat otot pilorus yang hipertropi. Mula-mula akan membentuk indentasi antara antrum dan pilorus yang disebut beak, tit, dan shoulder. Selanjutnya masuk ke kanalis pilorus yang sempit membentuk satu saluran halus disebut string sign, atau terlihat beberapa saluran halus akibat lipatan mukosa di dalam kanalis piliorus yang menyempit, disebut double/triple tract. Dan pada saat barium mencapai duodenal bulb akan terlihat menyerupai mushroom (Gambar 3c). 4. Malrotasi / Volvulus Midgut5,6,8,9 Lambung dan duodenum melebar. Obstruksi terjadi lebih distal dibandingkan pada atresia duodenum atau pankreas anulare. Pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran yang sangat bervariasi. Pada pemeriksaan minum barium akan terlihat duodenjejunal junction terletak lebih rendah dari duodenal bulb / pilorus dan berada lebih ke kanan (Gambar 4). Barium yang keluar ke usus halus dapat membentuk
GAMBAR 4. Malrotasi. Pada pemeriksaan minum barium terlihat duodenojejunal junction terletak lebih rendah dari duodenal bulb / pilorus dan berada lebih ke kanan.
gambaran menyerupai spiral disebut crockscrew sign dan pada pemeriksaan dengan enema barium posisi saekum terletak tinggi abnormal. Pada USG akan terlihat posisi arteri mesenterika superior dan vena mesenterika superior yang terbalik dan bila terdapat volvulus akan terlihat gambaran whirpool pada vaskuler mesenterika. PENCITRAAN OBSTRUKSI LETAK RENDAH Pada foto abdomen 3 posisi obstruksi letak rendah akan memperlihatkan gambaran usus yang melebar mengisi rongga abdomen, namun udara usus tidak sampai ke distal. Dengan pemeriksaan foto polos abdomen saja sulit dipastikan lokasi obstruksi apakah pada usus halus (ileum) atau pada kolon. Umumnya diperlukan pemeriksaan enema barium untuk menentukan penyebabnya. Selain itu pemeriksaan foto polos abdomen diperlukan untuk memastikan tidak ada kontraindikasi dilakukan pemeriksaan dengan barium.
25
5. Ileus Mekonium4,5 Keadaan ini sering menyerupai atresia usus halus. Obstruksi disebabkan oleh mekonium yang kental dan lengket terkumpul di ileum distal dan saekum. Pada foto polos abdomen sinar horizontal akan terlihat loops usus yang melebar tanpa / hanya sedikit airfluifdlevel (Gambar 5). Gambaran GAMBAR 5. Ileus mekonium. Tampak usus soap-bubble pada abdomelebar dan tidak tampak men kanan bawah airfluid level pada foto lateral ditemukan pada 50%-66% tegak sinar horizontal. kasus. Pada enema barium terlihat filling defect berbentuk bulat atau oval di ileum distal dan kolon, serta gambaran mikrokolon. Yang membedakannya dengan atresia adalah pada foto polos didapatkan banyak airfluid level di dalam loops usus yang melebar, dan pada pemeriksaan enema barium zat kontras refluks ke dalam usus halus. 6. Meconium Plug Syndrome4,5 Merupakan gangguan sementara evakuasi mekonium. Pada foto polos abdomen akan terlihat usus yang melebar proksimal dari obstruksi, rektum terlihat kosong, bubbly appearance di kolon yang harus dibedakan dengan pneumatosis Gambar 6. intestinalis. Dengan Meconium plug syndrome. pemasangan pipa rektal Pada enema barium tampak atau dilakukan enema filling defect yang menunjukkan terdapatnya sudah dapat massa meconium mengeluarkan intralumen. mekonium yang menyumbat. Walaupun demikian pemeriksaan dengan enema barium harus dilakukan pada semua
26
meconium plug syndrome untuk menyingkirkan penyakit hirschsprung. Enema barium meconium plug syndrome akan memperlihatkan double contrast effect yaitu kontras tampak antara mekonium dan dinding kolon/kontras menyelimuti meconium/filling defect di dalam kolon (gambar 6).
ATRESIA KOLON / STENOSIS4,5 Keadaan ini jarang. Gambaran foto abdomen tidak khas, berupa dilatasi. Pada enema kontras tampak mikrokolon distal serta kontras tidak dapat mengisi kolon proksimal yang melebar. Gambaran khas adalah tidak tampaknya kontras pada proksimal dari pertengahan kolon tranversum. Gambaran ini sering membingungkan dan disalah artikan sebagai mikrokolon yang sering ditemukan pada obstruksi usus halus. Kesulitan dalam mengisi seluruh/sebagian besar kolon sangatlah jarang pada atresia usus halus atau ileus mekonium. Sedangkan pada left small bowel syndrome tidak terdapat obstruksi anatomi seperti pada atresia kolon atau atresia anorektal.
INTUSUSEPSI7,8 Adanya lead points seperti limfoma, polip, inverted Meckel diverticulum akan menstimulasi peristaltik usus sehingga terjadi intususepsi, dimana bagian proksimal usus (intususeptum) masuk ke dalam bagian distal usus (intususipiens). Walaupun gejalanya klasik berupa nyeri abdomen, feses berdarah dan lendir, serta teraba massa di abdomen, namun pada sebagian kasus tidak menunjukan gejala yang klasik. Bila gejala klinis tak khas, diagnosis dapat ditegakkan dengan ultarsonografi, foto polos abdomen atau enema barium. Pada foto abdomen akan terlihat gambaran massa jaringan lunak, tanda-tanda obstruksi, atau hanya terdapat sedikit udara usus, terdapat gambaran target sign, crescent sign, atau tidak terlihatnya batas bawah hati. Dengan foto polos hanya terdeteksi 45-50% kasus. Kegunaan foto plos abdomen lebih untuk melihat adanya kontra indikasi dilakukan reduksi. Ultrasonografi saat ini telah menggantikan kedudukan enema barium dalam menegakkan diagnosis intususepsi yang akan memperlihatkan bentuk pseudokidney pada potongan longitudinal dan target
aganglion. Pada foto polos juga dicari ada tidaknya kontraindikasi untuk dilakukan enema baium, misalnya terdapat pneumatosis intestinalis. Pada enema barium akan tampak zona peralihan (transitional zone) antara kolon distal yang sempit ke kolon proksimal yang lebar. Daerah transisi ini dapat berbentuk corong, terowongan, atau perubahan kaliber kolon yang mendadak (gambar 8). (a)
(b)
Gambar 7. Intususepsi. (a) USG: donut sign / target sign, potongan tranversal. Perhatikan leading point Limfoma non-hodgkin, (b) enema barium.
sign / donut sign pada potongan tranversal. Selain tidak menggunakan radiasi, tehnik ini dapat memperlihatkan lead points lebih baik dibandingkan enema barium (Gambar 7). Keuntungan lain USG dapat mencari dan memperlihatkan kelainan lain di abdomen bila tidak ditemukan intususepsi.Beberapa tahun belakangan ini reduksi intususepsi dengan menggunakan USG water soluble contras telah dikembangkan untuk menggantikan enema barium. Walaupun angka keberhasilan pada kedua tehnik ini hampir sama namun penggunaan ultrasonografi lebih disukai karena dapat menghindari penggunaan radiasi.
MORBUS HIRSCHSPRUNG4,5 Pemeriksaan pencitraan abdomen AP dan prone sinar horizontal. Pada foto AP supine akan memperlihatkan tanda-tanda obstruksi letak rendah yang sering sulit dibedakan dengan obstruksi pada usus halus distal. Bila pada foto prone sinar horizontal terlihat rektum kecil atau tidak tampak udara di dalam rektum lebih mengarah pada Hirschsprung. Gambaran lain berupa banyaknya massa feses di kolon yang melebar proksimal dari daerah yang
Gambar 8. Penyakit Hrschcsprung. Enema barium: perubahan kaliber rekto-sigmoid yang mendadak.
Dapat dijumpai tanda kontraksi otot berupa garis melintang pada kolon yang melebar atau berbentuk cincin multipel. Terjadi retensi barium lebih dari 24-48 jam atau barium terletak lebih tinggi karena adanya antiperistaltik. Pada neonatus sering sulit untuk melihat zona transisi karena biasanya berbentuk terowongan disebabkan bagian proksimal daerah yang agangliosis belum melebar. Pada keadaan ini evaluasi ulang beberapa waktu kemudian akan memperlihatkan gambaran zona transisi yang lebih jelas. Penurunan ratio rektosigmoid pada Hirschsprung kadang merupakan satu-satunya petunjuk. Normalnya kaliber rektum lebih besar dari sigmoid, pada Hirschsprung keadaan ini terbalik.
ATRESIA ANI / M ALFORMASI ANOREKTAL3,4,5,8 Berdasarkan letak rektum distal dengan otot puborektalis atresia ani dibagi atas letak tinggi (supralevator) atau letak rendah (infralevator). Keadaan ini dapat disertai dengan letak anus ektopik. Pada anak wanita disertai fistel ke vagina berupa dua buah orifisium uretra dan vagina, atau satu sinus urogenitalis. Mekonium dan udara dapat berada di dalam vagina atau uterus, dengan USG terlihat gambaran hydrometrocolpos. Pada anak laki-laki dengan sinus urogenitalis berupa fistel ke uretra posterior atau ke kandung kemih. Dahulu digunakan tehnik invertogram pada kecurigaan atresia ani, saat ini lebih disukai foto kneechest sinar horizontal atau prone sinar horizontal beralaskan foam pad sehingga daerah rektum lebih tinggi 45 derajat. Penentuan tinggi rendahnya atresia berdasarkan pada letak udara terdistal terhadap puborectal levator sling. USG dan MRI dapat dipergunakan untuk menentukan jarak atresia. Untuk mengevaluasi adanya fistel dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan water soluble
27
Gambar 9. Atresia ani. (a) dahulu digunakan tehnik invertogram pada kecurigaan atresia ani. Saat ini lebih disukai foto prone sinar horizontal beralaskan foam pad dengan sudut 45 derajat. (b) dengan menggunakan zat kontras tampak fistel rektouretra. (b)
(a)
contrast pada bagian distal kolostomi (pemeriksaan loopography) (gambar 9). Setiap bayi dengan malformasi anorektal harus dievaluasi untuk kemungkinan adanya anomali pada trakus gastrointestinal, traktus genitourinarius, tulang, atau jantung. Dilaporkan pula disertai atresia bilier. Evaluasi dilakukan dengan foto roentgen, USG dan MRI.
KESIMPULAN Pencitraan merupakan penunjang diagnostik penting pada obstruksi saluran cerna. Berdasarkan gejala klinis dapat diperkirakan letak obstruksi. Muntah merupakan tanda awal adanya obstruksi letak tinggi, sedangkan distensi abdomen merupakan gejala utama pada obstruksi letak rendah. Riwayat mekonium harus ditanyakan pada kecurigaan obstruksi letak rendah.
Usia neonatus saat dilakukan pemeriksaan pencitraan dan informasi klinis sangat penting dalam menilai kelainan pada pencitraan. Foto polos abdomen tegak merupakan pencitran pertama pada obstruksi saluran cerna atas, khususnya pada hari-hari pertama kehidupan neonatus. Pada bayi yang lebih besar diperlukan pemeriksaan USG abdomen dan minum barium untuk menentukan etiologinya. Penggunaan USG pada obstruksi saluran cerna semakin dikembangkan baik untuk diagnositik maupun terapetik. Pada obstruksi saluran cerna bawah foto 3 posisi akan memastikan adanya obstruksi saluran cerna serta tidak adanya kontraindikasi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan enema barium untuk mencari etiologi obstruksi tersebut. Bila ditemukan adanya atresia harus dipikirkan kemungkinan terdapatnya kelainan lain yang menyertai.***
Pencitraan merupakan penunjang diagnostik penting pada obstruksi saluran cerna. Berdasarkan gejala klinis dapat diperkirakan letak obstruksi.
28
KEPUSTAKAAN 1. Meerstaad PWD, Gyll C. The chest. Dalam: Meerstadt PWD, Gyll C, penyunting. Edisi ke-3. Manual Neonatal Emergency X-Ray Interpretation. London: WB Saunders,1998. h. 7-99 2. Ifran EB. Pencitraan pada Kegawatan Neonatus. Dalam: Tridjaja AAP B., Trihono PP, Ifran EB, penyunting. Pediatrics Update 2005. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan II (Continuing Medical Education) IDAI Jaya; 2005 11-12 Januari; Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2005 3. Gyll C, Blake NS, Thornton A. The newborn infant: Abdomen. Dalam: Gyll C, Blake NS, penyunting. Pediatric Diagnostic Imaging. London: William Heinemann, 1986. h. 67-76 2. Caffey Silverman FN, Kuhn JP. Aliementary Tract. In: Silverman FN,ed. Caffeyâ&#x20AC;&#x2122;s Pediatric XRay Diagnosis: an integrated imaging approach. 9th ed. St Louis: Mosby; 1993: 10331037 3. Swischuk LE. Alimentary tract. Dalam: Mitchell ,
penyunting. Edisi ke-4. Imaging of the newborn, infant, and young child. Baltimore: Williams & Wilkins, 1997. h. 355-588 6. Tamaela LS, Kartono D. Muntah pada bayi baru lahir. Dalam: Tamaela LA, Karyomanggolo WT, Pramulyo HS, Putra ST, Sastroasmoro S, penyunting. Radiologi Klinis dan Ultrasonografi pada bayi dan anak. Naskah lengkap Pendidikan Tambahan Berkala Ilmu Kesehatan Anak Ke XII. FKUI; 1985 1-2 November; Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1993 7. Swischuck LE. The abdomen. Dalam: Swischuck LE, editor. Edisi ke-4. Emergency Imaging of the Acute Ill or Injured Child. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000. h. 146-289 8. Siegel MJ. Gastrointestinal Tract. Dalam: Siegel MJ, editor. 2nd ed. Pediatric Sonography. Philadelphia: Lippincott â&#x20AC;&#x201C; Raven, 1996. h 263-300 9. Berdon WE. The diagnosis of malrotation and volvulus in the older child and adult : a trap for diagnosis. Pediatr Radiol (1995)25: 101-103
29
PROFIL Zul Asdi, dr., SpB, M.Kes
Ketua IDI Kota Pekanbaru 2012-2015
Tekad Jadikan Dokter
Lebih PROFESIONAL
D
okter spesialis ahli bedah ini berkeinginan setiap dokter harus selalu up date mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. Ini juga seiring dengan pertumbuhan rumah sakit (RS) yang begitu pesat dan penggunaan peralatan kedokteran yang kian cangggih di Riau, khususnya di rumah sakit-rumah sakit di Pekanbaru. ''Pertumbuhan rumah sakit di Pekanbaru sangat pesat, alat medisnya kian lengkap. Dokter harus cerdas mengikuti perkembangkan pengetahuan, sehingga pelayanan kesehatan makin meningkat. Harus ada keseimbangan pengetahuan dokter dengan kemajuan zaman,'' katanya. Yang terpenting, lanjut bapak tiga anak ini, tugas sosial seorang dokter melalui info kesehatan jangan sampai ketinggalan. Sebab, menjadikan dokter profesional itu tidak saja fokus terhadap perkembangan profesi tapi lebih penting lagi mampu berbaur di tengah masyarakat di samping mengikuti perkembagan pengetahuan kedokteran terbaru. Saat ini lanjutnya, tercatat 1.400-an dokter di berbagai tempat kerja dan bernaung dalam wadah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pekanbaru. Mereka, lanjut Zul, ada yang di rumah sakit pemerintah dan swasta, Puskesmas, di lingkungan kepolisian, tentara, dinas kesehatan, departemen dan juga di dunia asuransi. ''Bagi saya, yang terpenting itu hubungan dengan rekan-rekan kesejawatan harus tetap dibangun sebuah sistem kekeluargaan, sehingga akan terbangun kerjasama yang baik dalam memberikan pelayanan jasa maksimal kepada masyarakat,'' ujar dokter yang pernah empat
30
tahun bertugas di Jambi ini. Zul baru enam bulan menakodai IDI Kota Pekanbaru. Saat ini program awalnya lebih banyak ke dalam, dengan melakukan upaya konsolidasi internal, menyusun program kerja jangka panjang dan pendek serta menjalin komunikasi dengan lembaga kesejawatan. ''Baru-baru ini kita sudah melakukan rapat kerja (raker). Hasilnya antara lain, seperti pembuatan majalah ini masuk ke dalam program kita. Selain itu kita juga ada program jangka panjang, seperti dialog di TV. Pengobatan massal rutin sekali enam bulan sebagai bentuk kepedulian sosial IDI dan itu sudah pernah kita dilakukan di Rumbai dan kantor wali kota,'' ungkapnya. Misi sosial penting yang harus dilakukan dokter adalah mengetahui masalah kesehatan di lapangan, serta dapat pula mengatasinya dengan cara membantu masyarakat kurang mampu. ''Ini upaya kita untuk mengasah semangat kepedulian sosial ribuan anggota IDI,'' katanya. Pusat Studi Kedokteran Zul memiliki cita-cita besar. Suatu saat nanti Kota Pekanbaru bisa menjadi pusat studi kedokteran. Ini seiring kian pesatnya pertumbuhan berbagai rumah sakit dan peralatan medis di ibukota Provinsi Riau. Namun lanjutnya, ini semua juga tak lepas dari support pemerintah daerah. ''IDI itu ke depan harus bisa lebih berperan
seiring perkembangan dunia kedokteran. Nanti pada bulan Mei kita akan gelar diskusi ilmiah kedokteran, melihat pesatnya jumlah dokter dan RS di Pekanbaru. Jadi kenapa tidak, suatu saat nanti Pekanbaru menjadi pusat iptek kesehatan. Nanti bisa kita bikin pertemun ilmiah tahunan untuk Asia Tenggara, misalnya. Bisa jadi dari Bandung itu akan belajar ke sini,'' papar ahli bedah lulusan FK Universitas Padjajaran Bandung ini.
keluhan, mereka datang kepada saya. Bagaimana saya menanganinya secara lanjutan. Inilah yang terjadi sekarang,'' beber suami dari dr Juariya Daniel ini.
prestasi. Ke depan juga kita buat kelompok futsal dan bridge. Ini upaya menjaga keseimbangan profesi kita, antara pekerjaan dan hiburan,'' sebutnya.
''Kalau dokter kita dikatakan tak sempurna, saya rasa itu bisa terjadi di mana-mana ya. Itu hal biasa dan sangat manusiawi. Banyak kasus yang sama juga terjadi di luar negeri sana. Dokter juga manusia, dan tak ada kita ini yang sempurna,'' ujarnya.
Melihat fenomena akhirakhir ini, Zul mengaku heran, kenapa orang Riau banyak yang berobat ke negara tetangga. Apa yang kurang di Pekanbaru? Mulai dari peralatan canggih sampai tenaga dokter ahli, semua ada di sini. Bahkan semua yang ada di luar negeri itu, juga ada di dalam negeri, seperti Pekanbaru.
Untuk itu, dengan berbagai program yang dilaksanakan IDI, ke depan ada upaya keseimbangan antara profesi dokter dengan misi sosial dan hiburannya. ''Kita juga ada program IDI band, kita akan hidupkan lagi. Ada juga kelompok olahraga tenis, di sini kita ada
Dikatakan Zul, IDI itu ibarat sebuah rumah besar. Mulai dari pengurus hingga seluruh anggota keluarganya adalah bagian penting yang tak terpisahkan. Pengurus hanya mengarahkan atau sebagai koordinator, menerima masukan, membantu menggerakkan dan semua anggota harus terlibat aktif.
''Makanya kita ajak kawankawan intropeksi diri, apa yang kurang dari kita. Contohnya, ada pasien kita, untuk mengambil benjolan di payudara saja, memilih pergi ke Malaysia. Tapi ketika ada
''Makanya saat ini ada ide pembentukan ranting di setiap kecamatan. Ide itu sedang kita godok, dan kalau itu terwujud maka seluruh anggota IDI harus bergerak.'' bustami - arief
31
PROFILE Tubagus Odih R. Wahid, dr., SpBA
KITA BISA
Kenapa Harus ke Luar Negeri?
K
ERISAUAN itu antara lain diungkapkan oleh dokter spesialis bedah anak, dr. Tubagus Odih R Wahid, SpBA. Menurut dokter muda kelahiran 27 Agustus 1976 ini, fenomena itu adalah sebuah tantangan bagi dunia kedokteran dan rumah sakit di tanah air untuk selalu berbenah dan memperbaiki pelayanan serta fasilitas medik. Odih mengaku bisa memaklumi kenapa banyak kalangan berduit yang rela pergi jauh-jauh dan merogoh kantong lebih dalam untuk berobat ke luar negeri. Tentu saja yang mereka cari adalah â&#x20AC;&#x153;pelayanan yang baik dan fasilitas medis yang canggih. ''Sebenarnya yang mereka cari tidak lebih dari pelayanan yang bagus dan fasilitas rumah sakit yang canggih. Masih banyak masyarakat beranggapan bahwa pelayanan dokter di rumah sakit kita masih kurang bagus dan fasilitas medisnya
32
pun apa adanya. Ini sebuah tantangan bagi profesi yang kita tekuni,'' ujar suami dari dr Triana Febriyanti ini. Padahal, kata dokter yang seharihari menghabiskan waktunya untuk melayani pasien di RSUD Arifin Achmad dan Rumah Sakit Eka Hospital Pekanbaru ini, anggap tersebut tidak sepenuhnya benar. Seiring dengan perkembangn zaman, saat ini semuanya itu sudah mulai berangsur diperbaiki. Kini, di Kota Pekanbaru saja, sudah banyak rumah sakit mewah dengan fasilitas yang sangat canggih, tak kalah dengan rumah sakit di luar negeri. Begitu juga dengan tenaga dokter yang melayani, sudah banyak spesialis dengan keahlian setara dengan para spesialis di negara tetangga. Bahkan untuk operasi dengan tingkat kesulitan yang tinggi pun sudah bisa dilakukan di rumah sakit di tanah air. Odih mengaku sangat tertantang
MENINGKATNYA kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan adalah sesuatu yang patut disyukuri. Peningkatan kepedulian terhadap kesehatan ini berkorelasi erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun di balik semua itu, terselip sebuah kerisauan. Yakni, semakin banyak masyarakat Indonesia, termasuk di Riau, yang getol berobat ke luar negeri.
dengan fenomena rendahnya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap dunia kedokteran di Indonesia. Karena itu, secara pribadi ia terus mengasah diri. Ini pula yang menjadi salah satu pendorong bagi dirinya terus menuntut ilmu dengan mengambil pendidikan S3 kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang. ''Semua itu kita dilakukan, tidak
lain untuk memperdalam dan memperdalam keahlian profesi kita sebagai dokter profesional agar “bisa memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat. Itu sudah menjadi tekad dan panggilan profesi saya,'' ujar ayah dari tiga anak ini. Tak puas hanya bisa memberikan pelayanan sebagai dokter umum, pria yang hobi memancing ini melanjutkan pendidikan spesialis bedah anak, juga di FK UGM dan selesai tahun 2008. “Setelah menamatkan studi sebagai spesialis bedah anak, saya ditugaskan ke Pekanbaru dan alhamdulillah sampai sekarang masih bertahan di Pekanbaru,'' cerita Odih. Di tengah kesibukannya menjalani profesi sebagai seorang dokter spesialis bedah anak, Odih juga aktif di berbagai sejumlah organisasi profesi, di antaranya di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pekanbaru sebagai Ketua Bidang II sejak tahun 2009 hingga sekarang. Selain itu ia
juga menjabat sebagai sekretaris Ikatan Ahli Bedah (IKABI) Wilayah Riau. Tak hanya berkutat di rumah sakit, tempat praktek dan organisasi, Odih juga punya kesibukan lain sebagai pengajar para calon dokter. Ia tercatat sebagai salah seorang dosen pada Fakultas Kedokteran Universitas Riau (UR). Lewat berbagai aktivitasnya itu, Odih menyimpan obsesi besar ke depan, agar dunia kedokteran dan kesehatan di Indonesia, khususnya di Riau harus lebih baik lagi. Sehingga anggapan masyarakat bahwa rumah sakit dan tenaga dokter di luar negeri lebih baik dari yang di Indonesia, bisa dihilangkan. ''Kita ingin masyarakat tak perlu lagi mencari rumah sakit kemana-mana, sampai harus ke luar
negeri untuk berobat. Begitu mahal cost yang harus mereka keluarkan. Kita ingin masyarakat kita cukup berobat di dalam negeri saja, cukup di Pekanbaru saja. Itu semua bisa dilakukan dengan adanya dukungan semua pihak, terutama pemerintah dan swasta yang mengelola tempat berobat seperti rumah sakit,'' bustami - arief tekadnya.
33
REFRESHING
Medrison, dr. Koordinator Media & Informasi Kesehatan IDI Pekanbaru
Futsal, Mancing dan
TOURING P
ROFESI sebagai dokter dalam anggapan kebanyakan orang identik dengan kesibukan dan jadwal yang padat luar biasa. Apalagi jika sang dokter praktek di beberapa tempat. Kapan ya waktunya untuk istirahat dan refreshing? Tapi bagi dr Medrison, sesibuk apa pun dengan profesi sebagai seorang dokter, selalu ada waktu untuk bisa menekuni hobi. ‘’Tergantung bagaimana kita mengatur waktu saja. Kan ada hari libur dan tanggal merah, itu bisa digunakan untuk menyalurkan hobi,’’ katanya. Salah satu hobi yang kini paling ia gemari tekuni adalah bermain futsal. Dalam seminggu biasanya ia menjadwalkan waktu dua kali untuk bermain futsal, Jumat dan Selasa. ‘’Biasanya itu sore sehabis kerja,’’ cerita alumni Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta ini . Bagi dr. Medrison bermain futsal memang hanya sekedar hobi belaka. Biasanya ia main futsal dengan para dokter dan paramedis Rumah Sakit Tentara (RST) Pekanbaru. ‘’Hanya sekedar latihan dan untuk mengeluarkan keringat saja. Kalau untuk turnamen, kayaknya tidaklah,’’ ujar dokter yang kini praktek di
34
sebuah klinik di Jalan Harapan Raya, Pekanbaru tersebut. Selain main futsal, hobi lain yang juga kerap ia lakoni adalah memancing. ‘’Saya paling senang memancing. Tapi karena mancing ini waktunya bisa lama dan tempatnya juga jauh, biasanya saya lakukan hanya sekali sebulan. Kalau futsal kan hanya sebentar, jadi bisa dua kali seminggu,’’ kata ayah seorang putra dan satu putri ini. Hobi mancing dr. Medrison pun tak tanggungtanggung. Bukan hanya sekedar mancing di kolam, tapi di sungai dan bahkan di laut. Hampir semua sungai besar di Riau sudah pernah ia jelajahi. ‘’Tinggal satu sungai yang belum, yaitu Sungai Indragiri di Tembilahan. Kalau Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Rokan semua sudah pernah. Tapi suatu saat saya akan usahakan bisa mancing ke Sungai Indragiri, penasaran juga kalau belum mancing ke sana,’’ katanya. Sama seperti main futsal, pergi memancing ini biasanya juga dilakukan dr. Medrison bersama dengan rekan-rekan dokter dan paramedis. Pergi mancing itu biasanya dilakukan pada hari Sabtu atau hari libur
nasional sehingga tak mengganggu tugasnya sebagai dokter. ‘’Kami berangkat pagi-pagi sekali, sehabis Subuh. Nanti di lokasi, kendaraan kita titipkan, lalu sewa kapal pompong atau perahu. Pokoknya asyiklah,’’ katanya tertawa lepas. Satu lagi hobi dr. Medrison yang tak kalah asyiknya adalah touring dengan motor gede (moge). ‘’Sebenarnya ini bukan mogelah... tapi motornya memang agak lebih besar saja dari motor biasa... haha...’’ Jika main futsal ia tekuni sebagai olahraga untuk
menjaga kesehatan, pergi memancing untuk refreshing dan mencari suasana yang lain dari rutinitas kerja keseharian, maka touring ini boleh dikatakan sebagai pergaulan. Karena komunitas main futsal dan memancing dr. Medrison biasanya adalah sesama dokter dan paramedis, maka komunitas touring ini justru lebih banyak yang bukan dokter. ‘’Touringnya dekat-dekat saja, ya... masih di dalam Riau lah... paling ke Bangkinang atau lainnya. Rencananya minggu depan agak lebih jauh dikitlah, ke perbatasan Riau-Sumbar,’’ kata Koordinator Media & Informasi Kesehatan IDI Cabang Pekanbaru ini. arief
35
PROFIL
dr. Susatio Wirjawan Ketua Bidang III IDI Pekanbaru
Terus Memotivasi
YANG MUDA
P
AK dokter yang satu ini memang patut diacungkan jempol. Meski usianya sudah kepala enam, semangatnya tak kalah dengan anak muda. Geraknya pun masih tetap lincah, sepanjang hari selalu enerjik. Susatio Wirjawan yang seharihari lebih akrab dengan panggilan dokter Tio,
lahir pada tanggal 3 April 1951 di Tanjung Morawa, Sumatera. Profesi sebagai dokter ia jalani sejak tahun 1986, setamat dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Sejak menjadi dokter, Tio langsung bertugas di Pekanbaru. Ia pernah menduduki berbagai jabatan strategis di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dokter Tio juga aktif di organisi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pekanbaru. ‘’Saya ini sebenarnya sudah pensiun. Tapi tetap aktif di organisasi IDI untuk memberi semangat pada anak-anak muda. Masak saya saja yang sudah tua masih mau aktif, yang muda-muda tentu harus lebih dari itu,’’ katanya saat ditemui di rumahnya yang sekaligus jadi tempat praktek di Jalan
36
Kuantan, Pekanbaru. Ayah dari dua putra ini mengatakan, semua anggota IDI harus terlibat aktif. Tidak boleh ada yang acuh tak acuh terhadap kegiatan dan program yang dilaksanakan organisasi. ‘’Semua harus mendukung. Semangat ini yang kami tanamkan dari dulu dan semoga tetap terjaga. Saya yang sudah tua ini cuma memotivasi saja, yang mudah harus lebih banyak berkarya,’’ kata dokter berusia 62 tahun dan sudah aktif di IDI sejak tahun 1986 sampai sekarang. Menurut dokter Tio, kunci kenapa ia masih bisa tetap aktif dan bersemangat meski sudah di usia kepala enam, sederhana saja. ‘’Yang penting ikhlas dalam menjalani profesi dan melakukan apa saja untuk kebaikan bersama,’’ katanya.***
Galeri
Raker Perdana Membahas PROGRAM KERJA
M
USYAWARAH Cabang (Muscab) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Pekanbaru, Sabtu, 6 Oktober 2012, di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru berhasil memilih formatur untuk membentuk kepengurusan IDI Kota Pekanbaru periode 2012 2015. Setelah kepengurusan baru terbentuk yang diketuai oleh Dr. Zul Asdi,
SpB. MKes., langsung bergerak cepat untuk menyusun program kerja. Penyusunan program kerja dilaksanakan dalam Rapat Kerja (Raker) perdana yang digelar, 27 Januari 2013 di Hotel Furaya, Jalan Sudirman Pekanbaru. Raker ini dihadiri oleh seluruh pengurus IDI Cabang Pekanbaru periode 2012 2015. Ketua IDI Kota Pekanbaru Dr. Zul Asdi, SpB.
MKes., mengatakan, raker ini adalah untuk menyusun program kerja, baik jangka panjang maupun pendek. Menurut beliau, ada sejumlah program kerja strategis yang dihasil dalam raker tersebut, di antaranya menerbitkan sebuah media internal IDI Kota Pekanbaru, dialog di televisi, pengobatan massal dan kegiatan bakti sosial. ‘’Pengobatan massal dan
bakti sosial untuk masyarakat kurang mampu kita rencanakan dilaksanakan sekali enam bulan. Ini adalah sebagai bentuk kepedulian sosial IDI terhadap masyarakat. Alhamdulillah, meski kepengurusan belum enam bulan, kegiatan pengobatan massal dan bakti sosial tersebut sudah dua kali kita laksanakan, di Rumbai dan kantor walikota,’’ jelasnya.***
37
Lintas Berita
BAKTI SOSIAL
Kerjasama IDI dan Pemko Pekanbaru
M
EMPERINGATI Hari Kesehatan Nasional, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Pekanbaru bekerjasama dengan Pemerintah Kota Pekanbaru menggelar kegiatan bakti sosial, 16 Januari 2013. Kegiatan ini dilaksanakan lapangan Politeknik Chevron Riau (PCR) Rumbai. Bakti sosial tersebut diisi dengan berbagai kegiatan, di antaranya pengobatan massal dan pembagian paket sembako bagi masyarakat yang kurang mampu. Selain itu juga ada kegiatan donor darah yang diikuti oleh para anggota IDI Kota Pekanbaru, PNS Pemko Pekanbaru dan masyarakat sekitar.***
IDI Band
Bandnya Para Dokter
M
ELEPAS penat di sela-sela rutinitas kerja, banyak para dokter yang menyalurkan hobi masing-masing. Di antara para anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pekanbaru, ternyata banyak juga yang memiliki hobi bermain musik. Para dokter penggemar musik ini pun berkumpul membentuk grup yang dinamakan IDI Band. Grup musik ini memang hanya sekedar hobi dan sekali-sekali tampil mengibur dalam kegiatan IDI. Tapi mereka juga rutin latihan layaknya para anak band.***
38
Fun Bike with IDI
B
ERSEMPENA kegiatan bakti sosial, keluarga besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Pekanbaru menggelar ‘’Fun Bike with IDI, Bersama Menuju Lokasi Pengabdian’’. Kegiatan sepeda santai bareng keluarga ini yang digelar pada hari
Minggu, 16 Januari 2012 ini mendapat respon yang positif dari para anggota IDI di Pekanbaru, terbukti dengan banyaknya peserta yang mengikuti kegiatan tersebut. Para peserta fun bike berkumpul di kantor sekretariat IDI Kota Pekanbaru, pukul 06.00 WIB,
kemudian dengan sepeda bersamasama menuju lokasi kegiatan bakti sosial di lapangan Politeknik Chevron Riau (PCR) di Rumbai. Kegiatan ini terasa menyenangkan, karena selain dapat mempererat silaturrahmi sesama keluarga besar IDI Kota Pekanbaru, juga menyehatkan.***
Utama Pekanbaru Pos, H Yurmalis Katib. Penandatangan disaksikan oleh Ketua IDI Wilayah Riau dr Nurzelly Husnedi MARS dan Wakil Ketua I IDI Kota Pekanbaru Dr. Tubagus Odih R Wahid, SpBA dan Pemimpin Redaksi Pekanbaru Pos, Saidul Tombang. Yurmalis Katib dalam sambutannya mengatakan, sesuai dengan MoU yang disepakati Pekanbaru Pos akan membantu IDI Cabang Pekanbaru untuk menerbitkan majalah bulanan.***
MoU IDI Pekanbaru dengan Pekanbaru Pos IKATAN Dokter Indonesia (IDI) Cabang Pekanbaru melakukan penandatanganan kerjasama (MoU) dengan harian pagi Pekanbaru Pos, Kamis (7/3/2013) di ballroom Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad untuk penerbitan majalah bulanan IDI Pekanbaru, Hippocrates. Penandatangan kerjasama dilakukan oleh Ketua IDI Kota Pekanbaru Dr. Zul Asdi, SpB dengan Direktur
39
Cover Story
B
ERDIRI kokoh persis di pertigaan Jalan Sudirman persis di depan kantor Gubernur Riau, tugu ini disebut dengan banyak nama. Namun yang paling populer adalah nama Tugu Zapin. Karena tugu ini melambangkan sepasang manusia, bujang dan dara yang sedangkan menari zapin.
Kata zapin berasal dari bahasa Arab, yaitu Zafn yang berarti pergerakan kaki yang cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Selain untuk menghibur, tarian tradisional ini juga dimaksudkan sebagai media edukasi melalui syair lagu-lagu yang didendangkan. Musik pengiring tari zapin terdiri dari dua alat utama, yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960-an, zapin hanya ditarikan oleh penari lakilaki. Namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari
40
perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Nama lain yang pernah disematkan ke sosok patung itu adalah Tugu Titik Nol. Disebut Tugu Titik Nol karena lokasinya berdiri persis di titik nol ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru. Dari titik inilah perhitungan jarak untuk Kota Pekanbaru, bahkan Provinsi Riau dimulai. Misalnya, untuk menyebut berapa jarak Pekanbaru ke Bangkinang, atau ke Rengat, dari titik di bawah tapak tugu ini. Tugu ini dirancang oleh seorang seniman Bali, I Nyoman Nuarta, yang tinggal di Bandung. Nyoman merupakan salah satu maestro pematung Indonesia. Salah satu karya monumentalnya adalah patung raksasa dari bahan tembaga, Garuda Wisnu Kencana di bukit kapur Bali Selatan. Tugu Zapin ini memiliki
ketinggian 7 meter, berbahan perak dan tembaga. Lokasi tugu ini dalunya ditempati Tugu Pesawat Terbang, sebagai perlambang perlawanan masyarakat Riau atas penjajahan. Agar Tugu Zapin bisa berdiri di lokasi tersebut, pesawat terbang tua itu pun dipindah ke depan Gedung Juang 45 Pekanbaru. Tugu ini dibangun pada tahun 2011 menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Pekanbaru. Namun peresmiannya baru dilakukan hampir dua tahun kemudian, tepatnya pada 13 Maret 2013 lalu. Peresmian tersebut dilakukan Gubernur Riau HM Rusli Zainal bersamaan dengan 21 mega proyek lainnya di Riau. Meski sudah diresmikan, belum ada kepastian apa nama tugu tersebut. Gubri HM Rusli Zainal hanya memberi nama sementara saja. ‘’Bukan Titik Nol. Titik Nol itu karena lokasinya merupakan di titik nol. Nanti akan kita beri nama dan kita diskusikan dulu dengan para tetua di sini. Untuk sementara Tugu Zapinlah kita namakan, orang kan kenalnya nama itu,’’ kata Gubri seusai peresmian. Di antara banyak tugu di Kota Pekanbaru, tugu yang satu ini memang paling banyak mengundang kontroversi. Kalangan budayawan dan tokoh adat Melayu menilai, tugu tersebut tak mencerminkan bentuk maupun filosofi tari zapin. Sementara para tokoh agama mengkritik postur perempuan yang memperagakan keseronokan. m. arief rahman
41
Dok, Jangan Sampai Mengganggu Hobi Saya Dokter Hipo baru saja menyelesaikan pemeriksaannya terhadap seorang pasien. Setelah selesai, sang dokter meminta pasien tersebut untuk masuk ke dalam kantornya. ‘’Silakan duduk, Pak Bagus. Setelah melihat hasil pemeriksaan tadi, saya menyarankan agar Bapak dioperasi sesegera mungkin,’’ kata sang dokter. Pak Bagus berpikir sejenak lalu kemudian bertanya, ‘’Sejauh mana operasi ini dapat memengaruhi hobi saya, Dokter?’’ ‘’Memangnya apa hobi Anda?’’ tanya dokter Hipo. ‘’Menabung uang!’’
Surat Cinta dari Pasien DI pesawat dari Pekanbaru ke Jakarta, dr Hipo tak kuasa membendung airmata setelah membaca sepucuk surat. Pemuda yang duduk di sebelahnya ikut terharu dan bertanya. Pemuda: Maaf Dok, keapa Anda menangis? Dr. Hipo: Ini, Mas... saya baca surat cinta dari pasien saya. (sambil menyodorkan surat cinta beserta foto pengirimnya) Pemuda: Kenapa Dokter sedih? Dari fotonya, pasien dokter ini terlihat cantik dan muda. Dr. Hipo (sambil menahan tangis): Usia saya sudah kepala empat, tapi susah dapat pendamping. Tidak ada perempuan yang mau sama saya. Tapi sekalinya ada wanita yang bilang saya ganteng dan tertarik pada saya, dan itu adalah pasien saya. Pemuda : Sudahlah, Dok. Apakah kode etik kedokteran melarang berpacaran dengan pasien? Dr. Hipo: Tidak, sih.... (sambil menghela napas) Pemuda: Apakah dia sudah bersuami? Dr. Hipo: Belum... bukan itu masalahnya. Pemuda (makin berlagak menasihati): Nah, kenapa ragu? Toh, rumah sakit tempat Anda bekerja tidak mungkin melarang seorang dokter menikah dengan pasiennya. Apa lagi? Dr. Hipo: Mas... Mas... Anda tahu tidak, saya ini kerja di rumah sakit mana? Pemuda: Tidak, Dok. Memangnya di mana? Dr. Hipo (sambil menangis): Mas, saya ini dokter di rumah sakit jiwa.... Pemuda: ??!!##@!
42
Lima Menit Langsung Tegak SEORANG pria tua datang terbungkuk-bungkuk ke tempat dokter Hipo. Setelah cukup lama menunggu, akhir nama pria tua itu dipanggil oleh perawat dan mendapat giliran masuk ke ruang praktek dokter. Begitu nama dipanggil, pria tua itu langsung bangkit dan berjalan terbungkuk-bungkuk masuk ruang praktek. Saking bungkuknya, kepala dan punggung hampir rata seperti orang yang rukuk shalat. Tak sampai lima menit di dalam ruangan praktek dokter Hipo, pria tadi keluar dengan wajah yang cerah. Ajaibnya, kini ia tak lagi bungkuk, ia berjalan dengan tubuh tegak lurus. Semua pasien yang antri di ruang tunggu kaget melihat perubahan yang sangat drastis tersebut. ‘’Kek, tadi Kakek sangat bungkuk sekali, kenapa sekarang sudah lurus? Padahal Kakek tak sampai lima menit di dalam. Benarbenar hebat dokter Hipo,’’ kata seorang pria muda kepada kakek tersebut. ‘’Alhamdulillah... punggung saya sudah bisa lurus kembali,’’ kata si kakek. ‘’Sebenarnya apa obat yang dikasih dokter Hipo?’’ ‘’Tak ada... tak ada dikasih obat. Dia cuma menukar tongkat saya dengan yang lebih panjang.’’
KULINER
Gurami Asam Manis Bahan : - ikan gurami 1 ekor (500 gram), kemudian fillet dan dipotong secara memanjang - jeruk lemon 1 sendok teh - garam 1/2 sendok teh - merica bubuk 1/2 sendok teh - minyak untuk menggoreng Bahan Pelapis (diaduk secara rata): - tepung terigu 50 gram - tepung maizena 25 gram - kaldu ayam bubuk 1/2 sendok teh - merica bubuk 1/4 sendok teh Bahan Saus : - bawang bombai 1/2 buah, diiris secara memanjang - bawang putih 2 siung, dicincang kasar
- cabai kering 2 buah, cincang halus - saus tomat 2 sendok makan - saus cabai 4 sendok makan - garam 1/2 sendok teh - merica bubuk 1/4 sendok teh - gula pasir 1/4 sendok teh - nenas 100 gram, dipotong-potong - daun bawang 1 batang, diiris miring - air 200 ml - tepung sagu 1/2 sendok makan, air 1/2 sendok makan, lalu dilarutkan - cuka 1/8 sendok teh - minyak untuk menumis Menggoreng Ikan: - Ikan gurami dilumuri dengan air jeruk lemon, merica bubuk, dan garam, lalu biarkan selama 15
menit. - kemudian ikan digulingkan di atas bahan pelapis sambil diangkat sebentar-sebentar. - lalu goreng ikan gurami tersebut dalam minyak yang sudah dipanaskan di atas api berukuran sedang sampai kering dan matang. Membuat Saus: - saus: bawang putih, bawang bombai, dan cabai kering ditumis sampai tercium aroma harum. - masukkan merica bubuk, gula pasir, saus tomat, saus cabai, dan garam, kemudian aduk rata. - tambahkan daun bawang dan nanas, lalu dikentalkan dengan menggunakan larutan dari tepung sagu. selanjutnya masak sampai menjadi kental. masukkan cuka. Lalu aduk rata. Ikan gurame asam manis telah siap untuk disajikan bersama dengan sausnya.
43
44