Majalah SANTRI Edisi X

Page 1

majalah

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Pesantren dan Harapan Baru Pendidikan Inklusif di Indonesia

Tokoh:

Yayasan Kehidupan Semarang: Rumah Bagi Para Difabel

Kolom:

Urgensi Pesantren dalam Meningkatkan Integritas Keagamaan Tunanetra

Kubah:

Pesantren Ainul Yakin: Wujud Nyata Implementasi Hak Penyandang Disabilitas

Kisah Inspiratif:

Tukang Tambal Ban Mendirikan SLB yang Berproses Menjadi Pesantren

Riset:

Transformasi Pendidikan Pesantren Menuju Pola Pendidikan Inklusif

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 1


Santri crew Edisi 10

Ahmad Ahnaf Rafif (Pimpinan Umum)

Furhatul Khoiroh Amin (Sekretaris Umum)

Rahimah Andesmi (Bendahara Umum)

Windi Wiyarti (Pemimpin Redaksi)

M. Rifki Hardiyansyah (Redaktur Pelaksana)

Zuhrotun Nisak (Redaktur Pelaksana)

M. Bachruddin Syafi’i (Layouter)

Fajar Ardiansyah (Layouter)

Ana Risalatul Fithriya (Editor)

Harlianor (Editor)

Faradilla Inayatul A. (Editor)

Alif Jabal Kurdi (Riset)

Nadaa Dhiya Ulhaq (Riset)

Dzikrul Hakim TM. (Riset)

Wildah (Reporter)

Febriyan Candra Wijaya (Reporter)

Umi Latifah (Reporter)

Nurhadijah (Koor. Kaderisasi)

Retno Palupi MA. (Kaderisasi)

Triyatno (Kaderisasi)

Fajri Karimatul Akhlaq (Koor. Media)

Eka Astri Devi (Media)

M. Fahri Yahya (Media)

Imam Khoiri (Media)

Fikru Jayyid Husain (Koor. Sponsorhip)

Firda Rodliyah (Sponsorship)

Melda Rahmaliatul A. (Sponsorship)

2 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Mukadimah

Rasa syukur yang dalam kami haturkan kepada Allah SWT yang telah memberi berbagai kenikmatan sehingga Majalah SANTRI volume 10 ini dapat kembali terbit di hadapan pembaca. Tak lupa pula kami sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pembaca yang selalu mendukung dan setia menanti terbitnya majalah ini. Edisi kali ini, Majalah SANTRI mengangkat topik difabel sebagai sajian utama. Sebagaimana diketahui, salah satu persoalan yang sejak dulu dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus adalah cara pandang masyarakat yang keliru terhadap mereka. Hal tersebutlah yang membuat mereka sulit untuk masuk ke lingkungan pendidikan, khususnya pesantren. Majalah SANTRI kali ini juga menyuguhkan beragam tulisan menarik terkait Pesantren dan Difabel. Melalui rubrik opini misalnya, kami mempertanyakan kembali esensi daripada disabilitas. Bahwa secara fisik mungkin berbeda, namun tetap setara dalam hal kemampuan atau skill. Seperti kisah Priska dalam rubrik tokoh yang mampu mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang-orang yang bernasib sama dengan mendirikan sekolah. Ada pula Pak Yono dalam rubrik kisah inspiratif yang berhasil mendirikan SLB Insan Tiara Bangsa demi memberikan tempat pendidikan yang layak untuk para difabel. Mengenai pesantren, salah satu pesantren yang patut dijadikan rujukan karena ramah difabel adalah Pesantren Ainul Yakin Yogyakarta yang telah kami rangkum dalam rubrik kubah. Begitu pula Pesantren Al-Achsaniyyah Kudus yang berperan besar dalam memberikan pendidikan agama bagi difabel dalam rubrik teropong. Besar harapan kami semoga tulisan-tulisan yang ada dalam majalah ini dapat menambah informasi, inspirasi, atau sekadar menghilangkan rasa jenuh para pembaca. Kami segenap kru SANTRI mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berkenan memberi bantuan dan dorongan dalam upaya penerbitan majalah. Dengan segala kerendahan kami, kami juga mengharap agar sekiranya para pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun. Jazakumulloh khoiron, selamat membaca! Redaksi

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 3


Sambutan

Ketua CSSMoRA Nasional 2019/2020 M. Irkham Maulana

‫السالم عليكم ورحمة الله وبركاته‬ ‫الحمد لله الواحد القهار العزيز الغفار مكور الليل عىل النهار تذكرة الوىل القلوب واال بصار وتبرصة لذوي االلباب واالعتبار‬ ‫والصالة والسالم عىل سيدنا محمد عبده ورسوله وحبيبه وخليله الهادي اىل الرصاط المستقيم والداعي اىل الدين القويم‬ Terimakasih sebesar-besarnya tak lupa kami sampaikan kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penerbitan Majalah SANTRI Edisi ke-10 ini, terkhusus kepada Redaktur SANTRI yang telah mengimplementasikan pikiran serta inovasinya dalam bentuk tulisan yang Insyaallah bisa mendobrak pola pikir serta membuka keluasan pemahaman para Pembaca, semoga bermanfaat. “Jika kau bukan anak raja, bukan anak ulama besar, maka Menulislah” kata Imam Ghazali, yang sampai saat ini menjadi dasar manusia untuk terus menorehkan ide melalui dunia literasi, terlepas dari baik buruknya tulisan yang merupakan koreksi penting bagi pembaca, yang penting sudah berani untuk menulis, tidak hanya sekedar membaca saja. Pesantren dan Difabel, Tema yang diusung pada Edisi kali ini. Berbicara tentang Pesantren tak lepas dari peran Kyai, Santri, Kajian Kitab, Masjid juga Pondok yang merupakan unsur atau elemen Pondok Pesantren. Sedang Difable atau Disabilitas, merupakan keadaan dari seorang yang menyandang cacat dalam tubuhnya, entah itu dari fisik maupun non fisik. UU Nomor 8 tahun 2016 yang berisi XIII Bab dan 153 Pasal menjelaskan kesamaan kedudukan bagi penyandang Disabilitas, tidak ada yang perlu dibedakan antara nya dengan manusia biasa. Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sila kelima Pancasila berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” telah menjadi titik berat adanya kesamaan porsi bagi masyarakat. Dalam Al-Qur’an dijelaskan ; َ َ‫َّ ۡ َ َ ۡ أ‬ ۡ َ ُ ُ َ َ​َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ٞ َ ۡ ‫ َ َ َ َ ۡ أ‬ٞ َ ٰ َ ۡ ‫ٱل‬ ۡ ُ ‫ك أن تَ أ� ُ ُك ْوا ِم ۢن ُب ُيو ِت‬ ۡ ‫ج َول ع ٰٓل أنف ِس‬ٞ ‫يض ح َر‬ ‫…االية‬. ‫ك‬ ‫لي َس عل‬ ِ ‫ع ح َرج ول عل ٱلع َر ِج ح َرج ول عل ٱل ِر‬ Dari QS. An-nur ayat 61, bagi setiap manusia mempunyai hak yang sama, tidak ada suatu hal yang membatasi, tergantung bagaimana kita sebagai manusia berlaku toleransi, karena hidup berawal dari kepedulian. Salam Loyalitas tanpa Batas ‫ والله الموفق اىل اقوم الطريق‬, ‫اهدنا الرصاط المستقيم‬ ‫والسالم عليكم ورحمة الله وبركاته‬

Surat Pembaca Assalamualaikum Wr. Wb. Kakak-kakak dan teman-teman yang insyaallah selalu dalam keadaan sehat dan dilindungi Allah. Saya selaku kru magang sangat bersyukur akan semua ilmu yang diberikan kepada saya yang begitu banyak walau baru beberapa saat menjadi kru magang. Saya juga ucapakan terima kasih kepada kakak-kakak yang sudah memandu saya dan khususnya kepada semua bagian recruitment yang sudah memilih saya menjadi salah satu dalam kru magang majalah Santri. Layaknya diri saya yang masih mau lagi meningkatkan pengetahuan tentang kejurnalistikan, saya harap majalah SANTRI ini bisa berbenah tiap tahunnya dan dapat menjadi penyedia informasi yang sangat baik dan menjadi acuan bagi yang lainnya. Pada akhir kata saya berharap semoga majalah SANTRI merambah lebih luas lagi, bukan hanya diketahui di kalangan masyrakat CSSMoRA tetapi diketahui pula secara luas oleh masyarakat Indonesia dan menjadikan pedoman di dunia kepenulisan.

Waalaikumsalam wr.wb. Alhamdulillah ya jika program Magang yang diadakan majalah Santri mendapat sambutan hangat dari kru magang. Semoga program ini bermanfaat bagi kru magang pada umumnya dan khususnya bagi kemajuan majalah Santri. Masa depan majalah Santri ada ditangan kalian gengs. Semangat magang kalian hehe. Insya Allah majalah Santri akan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas agar menjadi penyedia informasi yang menarik dan berbobot bagi para pembacanya. Terimakasih sudah diingatkan ya hehe. Semoga harapan kita bersama tidak hanya menjadi harapan kosong yang penuh kepalsuan ya. Aamiin ya Rabbal Alamiin. BSO SANTRI, BERAGAMA DAN BERBUDAYA

Wahyudi

I Vol 10 I9Desember 2019 4 II Majalah MajalahSantri Santri I Vol I April 2019

Ainur Rasyidah

Assalamu’alaikum kakak-kakak dan teman-teman santri dimanapun kalian berada. Semoga keselamatan dan keberkahan senantiasa mengelilingi kita semua. Amin. Saya sebagai salah satu dari sekian banyak pembaca sekaligus penikmat majalah SANTRI, sangat bangga dengan karya-karya yang dihasilkan kaum santri. Banyak harapan dan doa agar majalah SANTRI dapat maju bukan hanya di ranah nasional, tapi juga dapat menembus ke ranah internasional, agar kaum santri semakin mendunia. Hal ini tidak terlepas dari diadakannya forum magang SANTRI, yang sangat bermanfaat mengembangkan budaya berliterasi dan menambah wawasan kepenulisan. Semoga rubrik dan konten yang sudah ada di majalah ini, dapat dikembangkan menjadi lebih baik lagi. Apabila ada kekurangan dapat diperbaiki pada karya-karya selanjutnya. Terakhir, yang paling penting adalah selalu update dengan informasi yang ada karena dunia semakin berkembang dan kaum santri tidak boleh tertinggal. Hanya ucapan terima kasih dari saya atas perjuangan dan kegigihan kakak-kakak dan teman-teman dalam setiap prosesnya. Salam Literasi. MAJALAH SANTRI, BERAGAMA DAN BERBUDAYA! CSSMoRA, LOYALITAS TANPA BATAS!

Waalaikumsalam wr. Kedepannya kami akan terus berusaha meluaskan jaringan majalah Santri agar peminatnya semakin banyak. Kami juga selalu berusaha untuk mengembangkan konten dan rubrik yang ada dalam majalah Santri ini, terutama dengan meningkatkan kualitas sumber daya yang kita punya. Begitu juga dengan ke-update-an majalah Santri yang selalu kami perhatikan setiap tahunnya. Karena kita juga meyadari bahwa bagaimanapun majalah Santri harus memberikan informasi yang menarik dan juga update tentunya. Terima kasih atas semua doa yang diberikan. Semoga berbuah manis dan tidak hanya menjadi angan. Hehe.

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 5


Indeks 3. Muqaddimah 4. Sambutan 5. Surat Pembaca 6. Indeks 8. Editorial

“Santri dan Disabilitas”

10. Opini

“Kalian, Kita, Semua Disabilitas”

Edisi X Desember 2019

20. Kolom

32. Prestasi Mahasantri

Integritas Keagamaan Tunanetra”

34. Catatan Alumni

“Urgensi Pesantren dalam Meningkatkan

22. Teropong

42. Resensi

“Prestasi Santri Pelopor”

“Rahwana dalam Buku Harian”

“Kita Haruslah Versi Terbaik dari Diri Kita

“Menilik Relasi Pesantren dan Disabilitas”

Sendiri”

“Pesantren Ainul Yakin: Wujud Nyata

“Tukang Tambal Ban Mendirikan SLB yang

24. Kubah

Implementasi Hak Penyandang

37. Kisah Inspiratif

Berproses Menjadi Pesantren”

Disabilitas” Kalian, Kita, Semua Disabilitas

“Mengkaji Disabilitas dalam Islam”

28. Potret Mahasantri

Menuju Pola Pendidikan Inklusif”

- Universitas Al-Azhar Indonesia

17. Tokoh

46. Humor

“Larangan Kurban”

47. Puisi Tukang Tambal Ban Mendirikan SLB yang Berproses Menjadi Pesantren

14. Riset

“Trasnformasi Pendidikan Pesantren

“Keresahan Seorang Kyai”

Pesantren Ainul Yakin: “Wujud Nyata Implementasi Hak Penyandang Disabilitas”

12. Ngaji

- Universitas Gadjah Mada

‘Perjalanan Panjang”

40. Sahabat Santri

“Muhammad Rizky Ananda: Jangan Mencari

- Institut Teknologi Sepuluh November

Waktu Luang untuk Al-Qur’an, tetapi

“Yayasan Kehidupan Semarang: Rumah Bagi

- CSSMoRA Regional Timur, Tengah, Barat

Luangkan Waktu untuk Al-Qur’an”

Para Difabel”

- Institut Pertanian Bogor

Yayasan Kehidupan Semarang : Rumah Bagi Para Difabel

44. Cerpen

- UIN Alauddin Makassar - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang - Universitas Cendrawasih

6 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 7


Editorial

Editorial

Santri dan Disabilitas Oleh: Windi Wiyarti*

Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, ternyata 12,5 persennya merupakan penyandang disabilitas. Jumlah penyandang disabilitas lebih banyak perempuan yaitu 53,37 persen. Sedangkan sisanya 46,63 persen adalah laki laki. (Tim Riset LPEM-FEB Universitas Indonesia). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada tahun 2016 terdapat 4,6 juta anak putus sekolah, dan di antaranya adalah penyandang disabilitas yang jumlahnya mencapai 1,6 juta anak. Kendati demikian, hingga saat ini, lembaga yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di tanah air masih sangat minim yakni hanya 32 ribu dari jumlah total keseluruhan sekolah yang ada. Lembaga pendidikan pondok pesantren secara formal belum mengenal isu disabilitas maupun pendidikan inklusif dengan sangat baik. Padahal jika ditelisik lebih dalam, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi role model pendidikan inklusif di Indonesia. Salah satu potensi tersebut dapat dilihat dari jumlah instansi pendidikan pondok pesantren yang sangat besar. Hal ini terjadi karena dari waktu ke waktu lembaga Islam ini terusmenerus mengalami perkembangan signifikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Dengan demikian, jika lembaga pondok pesantren dengan segala potensi dan probabilitas yang dimilikinya dapat bertransformasi menjadi lembaga pendidikan inklusif baik melalui inisiatif internal maupun secara eksternal (dorongan pemerintah), maka pesantren akan mampu meminimalisir jumlah anak penyandang disabilitas yang putus sekolah, serta akan mempertegas bahwa pendidikan pesantren mampu berkompetisi dengan pendidikan umum dalam menjawab kebutuhan bangsa Indonesia. Potensi pondok pesantren selanjutnya yang dapat dimanfaatkan untuk membangun dan mengembangkan pendidikan inklusif adalah keterbukaan, dikarenakan pesantren pendidikan inklusif adalah konsep baru yang membutuhkan

penerimaan dari lembaga makro (pemerintah) maupun lembaga mikro (misal: pesantren) untuk kemudian diadopsi sebagai sistem pengajaran. Pesantren terbukti akomodatif terhadap hal-hal baru, sehingga konsep inklusif akan dapat diterima oleh pesantren dengan sangat mudah. Apalagi warga pesantren juga dikenal memiliki keteguhan dan kesetiaan yang tinggi (loyal) terhadap kiai dan lembaga pesantren. Dengan demikian, apabila pimpinan pesantren beriktikad untuk mentransformasikan lembaganya menjadi inklusif, dapat dipastikan segenap dewan guru, santri dan alumni akan mendukung serta akan saling bahu-membahu untuk mewujudkan pendidikan pesantren inklusif. Potensi lain pondok pesantren adalah kecakapan dalam memutuskan sebuah pilihan atau bahkan menyelesaikan persoalan melalui musyawarah kekeluargaan. Potensi selanjutnya yaitu relasi sosial, secara historis pesantren terletak di tengah-tengah pemukiman warga, berbaur dan menjadi oase dahaga ilmu pengetahuan dan keimanan. Relasi sosial pondok pesantren dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan simpati dan dukungan moril maupun materil untuk mewujudkan pesantren inklusif. Hubungan baik dengan pemerintah, baik dari Kementerian Agama (Kemenag) maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menambah daya dukung pesantren dalam pembangunan pendidikan inklusif berbasis pesantren. Bentuk dukungan pemerintah yang biasa dibutuhkan adalah sumbangan dana untuk mengadakan fasilitas yang aksesibel, seperti ramp, guiding block, buku dan alat braile, media pembelajaran audio-visual dan fasilitas lainnya. Setelah membahas daya dukung pondok pesantren, maka dapat dilanjutkan dengan upaya pembangunan pesantren inklusif melalui beberapa tahapan, yaitu koordinasi, pihak pesantren wajib melakukan koordinasi dengan berbagai pihak; para ustadz-ustadzah, wali santri, alumni dan pihak-pihak serta badan terkait untuk menegaskan kembali arah kebijakan pesantren menuju pendidikan inklusif.

8 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Selanjutnya yaitu pelaksanaan training tentang pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai isu disabilitas sekaligus cara penanganannya, sehingga terbentuk paradigma positif terhadap siswa difabel. Langkah selanjutnya yaitu mendesain pendidikan inklusif, dibentuk dengan merubah kebijakan, peraturan, kurikulum, pengajaran, program maupun unit layanan sekolah menjadi lebih ramah difabel. Tahapan urgen berikutnya adalah pembangunan infrastuktur. Lembaga pendidikan inklusif harus memastikan seluruh peserta didik difabel mampu mengakses berbagai kebutuhan dirinya, seperti informasi, pembelajaran dan mobilitas. Sedangkan pendanaan fasilitas dapat dilakukan dengan cara swadaya masyarakat dan optimalisasi aset pesantren. Pasca terwujudnya pendidikan inklusif yang ditandai dengan adanya pendidik yang kompeten dan didukung infrastruktur yang memadai, maka hal yang sangat penting dilakukan adalah pemeliharaan segala sesuatu yang telah dicapai agar bisa terus berlanjut, bahkan lebih baik. Langkah terakhir adalah evaluasi di mana seorang stakeholder atau dewan guru dapat melakukan evaluasi dengan cara menanyakan beberapa hal, misalnya: bagaimana dan seperti apa bentuk penerimaan warga sekolah terhadap keberadaan difabel, berapa presentase keterlibatan siswa di dalam maupun di luar kelas, sejauh mana program sekolah dapat mengakomodir kebutuhan peserta didik difabel, dan seberapa tinggi tingkat kenyamanan siswa difabel selama bersekolah di lembaga tersebut. Pesantren inklusi merupakan salah satu wujud dari penerapan UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Pada pasal 40 angka (1) menegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib menyelenggarakan dan/ atau memfasilitasi pendidikan untuk penyandang

disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pendidikan inklusif adalah model pendidikan yang menyatukan siswa difabel (seperti: tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, dan tunadaksa) bersama siswa umum dalam kelas reguler. Bahkan dikatakan pada tahun 2019 lembaga pendidikan yang belum ramah difabel akan dijatuhi sanksi secara bertahap berupa teguran tertulis, penghentian kegiatan pendidikan, pembekuan izin operasional lembaga hingga pencabutan izin penyelenggaraan pendidikan. Beberapa pondok pesantren diberitakan sudah ramah terhadap difabel, seperti Pondok Pesantren Tambak Beras di Jombang dan Pondok Pesanren Al Hikmah di Tasikmalaya. Sebagaimana pendiri Pondok Pesantren Al Hikmah yaitu Ustadz Rahmat yang mengalami tuna netra, santri yang diterima di pesantren ini juga khusus yang mengalami tuna netra. Rekonstruksi paradigma keislaman dalam pendidikan kemudian menjadi sangat penting untuk diperhatikan bagi penyandang disabilitas. Mengingat masih berlakunya kewajiban menjalankan ibadah salat bagi mereka yang memiliki keterbatasan namun memenuhi syarat wajib salat yaitu beragama Islam, baligh, dan berakal sehat. Sebagaimna kaum ini juga sangat membutuhkan sentuhan rohani agar selalu bisa mensyukuri dan ikhlas menjalani hidup. Majalah ini diharapkan mampu membuka mata kita agar pesantren yang memiliki peluang besar dalam melakukan akselerasi transformatif menjadi lembaga pendidikan inklusif terdepan di Indonesia dapat menjawab kebutuhan kaum difabel yang selama ini belum diakomodir dengan baik dan masif. *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah angakatan 2016.

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 9


Opini

Opini

Kalian, Kita, Semua Disabilitas Oleh: Imam Khoiri*

Walaupun perbedaan itu adalah keniscayaan yang begitu cantik, tapi kita sama. Sama-sama seorang disabilitas, yang juga tidak kalah cantik jika kita semua saling mendukung dan membangun sebagai sesama disabilitas. Tidak ada manusia sempurna. Atau, ada yang percaya kalau ada manusia yang sempurna?

Difabel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan “keadaan cacat� padahal kalau ditinjau secara bahasa difabel berasal dari different abiliyi yang berarti seorang yang mempunyai kemampuan yang berbeda. Kata difabel dan disabilitas dipakai sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang cenderung kasar bahkan merendahkan. Disabilitas yang berarti ketidakmampuan, jika dilihat dari perspektif sosial juga kurang pantas untuk dipakai walaupun dalam segi kaidah bahasa dan keilmuan disabilitas adalah istilah yang tepat. Disabilitas juga yang dipakai dalam tataran Internasional dan perundang-undangan nasional kita. Difabel memiliki pengertian yang lebih bersahabat karena memberikan pengertian bahwa mereka memiliki kemampuan yang berbeda bukan hanya tentang ke-disabilitas-nya. Orang yang menghabiskan hidupnya diatas kursi roda memiliki caranya sendiri untuk berjalan diatas proses kehidupan. Orang lain tidak bisa berjalan dengan cara mereka dan begitu juga mereka. Bahkan

seorang tunarungu sekalipun sangat mungkin lebih bisa mendengar realita kehidupan daripada kita yang baik-baik saja pendengarannya. Maka sangat tidak masuk akal kalau ada anggapan orang non-difabel memiliki peluang lebih besar untuk menjalani kehidupan normal mereka. Dalam beberapa keadaan orang difabel memiliki nilai unggul yang terkadang, atau malah seringkali tidak dimiliki orang kebanyakan. Orang boleh saja tidak mengerti teori-teori Stepen Hawkins yang spektakuler tapi paling tidak orang yang sangat rendah literasi dan semangat membaca saja mengetahui kalau ia adalah seorang yang hebat. Beliau menderita penyakit Amyotrophic Lateral Scelorsis (ALS) yang konon penyebab dari penyakit ini belum diketahui dan melumpuhkan seluruh tubuh perlahan-lahan. Selain beliau contoh lain difabel yang sukses adalah Steven Wonder seorang penyanyi dan pianis yang telah meraih 22 penghargaan dari Grammy Award. Tunanetra yang ia sandang tidak menjadi

10 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

alasan untuk ia berhenti. Dan silahkan cari sendiri bahwa banyak difabel yang tetap semangat berkarya dan berproses. Seharusnya pemerintah tidak perlu mengeluarkan UU No.18 Tahun 2016 tentang disabilitas mulai dari hak untuk memperoleh hidup, pendidikan, pekerjaan dan akses fasilitas umum. Karena dalam setiap orang mempunyai fitrah atau watak baik, tetapi dalam hal ini pemerintah memberikan keputusan yang tepat untuk mengeluarkan undang-undang tersebut sebab fitrah yang ada pada diri manusia banyak yang tertutup oleh kefanaan dunia, harta, tahta, atau sistem yang memaksa mereka untuk menekan fitrah jauh kedalam dirinya sehingga tidak tampak atau parahnya tidak mendapat peran sama sekali dalam hidup manusia. Meskipun telah ada undang-undang Disabilitas sayangnya implementasinya belum bisa mengakomodir harapan para difabel. Di Indonesia sendiri masih banyak tempat wisata atau fasilitas umum yang kurang ramah difabel. Bayangkan saja, orang yang duduk di kursi roda hanya akan plongaplongo, celingak-celinguk bingung mau ngapain kalau tidak ada lift, lahan miring atau eskalator untuk difabel. Sampai-sampai ini menjadi motivasi Anjas Pramono, Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Brawijaya untuk menciptakan aplikasi Locable (Location For Difable) yang bisa menemukan tempat umum mana saja yang sudah ramah difabel. Ia diundang ke salah satu universitas terkenal di Amerika sekaligus ke White House untuk mempresentasikan aplikasinya. Anggap saja itu adalah sisi positif dari semua ini. Dokter Gigi Romi Syofpa Ismail yang juga seorang difabel baru-baru ini sedang ramai diperbincangkan karena kelulusannya dalam tes CPNS dianulir kabupaten Solok Selatan karena tidak memiliki syarat kondisi sehat jasmani dan rohani. Padahal nilai tes yang keluar menyatakan bahwa ia adalah salah satu yang terbaik. Tidak hanya itu, Juli kemarin Obrn Sianipar juga meminta kejelasan karena kelulusannya dalam seleksi pegawai negri BUMN di anulir dengan alasan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Perubahan penyebutan dari cacat diperhalus menjadi disabilitas dan diperhalus lagi dengan kata difabel. Ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kenyamanan kepada orang difabel dalam menjalani hari-harinya. Tentu ini adalah kultur positif yang harus ditanamkan dan disadar-luaskan. Beberapa orang mempunyai sikap peka dan spontan untuk berbuat baik ketika melihat sekitar dan beberapa orang perlu untuk disadarkan dan diberikan pemicu untuk berbuat baik. Apabila kata disabilitas masih harus dipakai maka itu harus berlaku kepada semua orang, bukan hanya kepada orang yang tidak bisa berjalan, tunarungu, tuna wicara dan tuna-tuna yang lainnya. Pantas saja kalau mereka merasa tidak nyaman dan di diskriminasi dengan pemakaian kata disabilitas kepada mereka. Pasalnya, setiap orang memiliki kekurangan, kita memilik sisi bidang yang tidak bisa dilakukan dan orang lain bisa melakukannya. Maka setiap orang adalah disabilitas, dengan ketikdakmampuannya masing-masing. Tidak perlu kaget atau merasa ada keanehan ketika bertemu difabel, kita semua sama saja hanya kebetulan kita bisa berjalan atau mendengar, melihat dan sebagainya sedangkan mereka tidak bisa. Coba pandang sebagai hal yang biasa sama sepeti melihat seorang teman yang payah dalam hal memasak sedangkan kamu tidak perlu mempelajari dengan susah payah tapi bisa menghasilkan masakan yang memanjakan lidah. Walaupun perbedaan itu adalah keniscayaan yang begitu cantik, tapi kita sama. Sama-sama seorang disabilitas, yang juga tidak kalah cantik jika kita semua saling mendukung dan membangun sebagai sesama disabilitas. Tidak ada manusia sempurna. Atau, ada yang percaya kalau ada manusia yang sempurna? Jika semua orang spesial maka tidak ada lagi yang spesial, bukan? Lalu, apakah jika semua orang disabilitas maka menjadi tidak ada lagi yang disabilitas? *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN Sunan Gunung Djati angkatan 2017

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 11


Ngaji

Ngaji

Mengkaji Disabilitas dalam Islam Oleh: Muhammad Rifki Hardiansyah*

B

elakangan ini mulai banyak kajian-kajian yang diadakan oleh para generasi bangsa atau komunitas-komunitas tertentu tentang disabilitas atau difabel. Dua kata ini bukanlah kata yang sama artinya melainkan memiliki arti yang berbeda, dan keduanya sama sama tentang gangguan kejiwaan yang dialami oleh para penderitanya. Difabel diartikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitas yang berbeda. Bila hal ini dibandingkan dengan orang orang pada umumnya, ia bisa juga disebut dengan penyandang gangguan cacat. Sedangkan disabilitas diartikan sebagai seseorang yang belum mampu berakomodasi dengan lingkungan di sekitarnya sehingga ia mengalami gangguan disabilitas. Hal ini yang membuat keduanya saling berbeda satu sama lain yakni orang yang terkena gangguan disabilitas ketika hendak melakukan sesuatu akan merasa terbatas dengan mental ataupun dengan fisiknya yang biasanya diakibatkan oleh cedera dan lain sebagainya. Di Indonesia juga terdapat beberapa penduduk yang menyandang akan gangguan ini entah itu sudah ada ketika dilahirkan ataupun ketika sudah dewasa pun orang akan tetap bisa menyandang gangguan ini. Dan dengan adanya hal seperti ini pemerintah tidak membiarkan mereka terus menderita dan tidak bisa melakukan kegiatan atau kebiasaan-kebiasaan lainnya seperti mengaji, beribadah dan membaca. Mereka menyediakan dan menciptakan sebuah inovasi baru khusus mereka para penyandang difabel dan disabilitas agar tetap bisa berkomunikasi dan beraktifitas maupun belajar

dengan nyaman. Disabilitas Intelektual Disabilitas intelektual atau yang sering dikenal dengan retardasi mental adalah disabilitas yang dicirikan dengan adanya keterbatasan yang signifikan baik dalam fungsi intelektual (belajar, dalam berkomunikasi dengan lawannya, berfikir, dll) maupun tingkah laku adaptif yang meliputi banyak keterampilan sosial dan praktis sehari-hari, dan terjadi pada usia sebelum 18 tahun. Menurut International Stastistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10), berpendapat bahwa disabilitas intelektual adalah suatu keadaan yang mana perkembangan mentalnya itu terhenti dipertengahan perkembangan fisiologisnya atau bisa dibilang dengan tidak lengkap pada masa pertumbuhannya itu seperti pada paragraf di atas. Hal ini terjadi pada usia sebelum 18 tahun tapi tidak pada semua manusia, yang biasanya hal ini ditandai dengan keterbatasan keterampilan ketika pada masa perkembanagnnya (kecakakapan, atau pun sklill yang dimilikinya), sehingga hal itu dapat berpengaruh pada tingkat intelegensia yaitu kemampun kognitif yang mana mereka agak sedikit lambat cara berfikirnya, bahasa dengan ditandai oleh lemahnya bahasa atau kaburnya bahasa yang digunakan olehnya, motorik yang terjadi pada anggota tubuhnya sedikit keterlambatan dalam proses perkembangannya dan juga sosial yang menyebabkannya jarang bergaul dengan lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Penyebab terjadinya disabilitas pada intelektual seseorang itu disebabkan karena dua faktor yakni primer dan sekunder. Penyebab primer

12 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

ini disebabkan karena adanya genetik dari orang tua atau bisa juga disebut dengan faktor turunan dan juga terdapat beberapa kelainan genetik yang menyebabkan disabilitas intelektual adalah Syndrome down dan kerusakan kromosom X. Dan yang kedua adalah faktor sekunder yang mana faktor ini dipengaruhi oleh penyakit atau pengaruh post-natal yang keadaan ini sudah diketahui sejak sebelum lahir tapi tidak diketahui etiologinya (penyebab penyakitnya) Disabilitas dalam Islam Dalam Alquran tidak ada ayat yang langsung mengatakan disabilitas tetapi dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengatakan terhadap seorang manusia yang keadaannya kurang yaitu : Ummyun, Summun, Bukmun dan A’roj. Kata Ummyun berarti hilangnya penglihatan pada kedua mata (buta), kata Summun berarti kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara (tuli), Bukmun berarti ketidakmampuan seseorang untuk berbicara (bisu) dan kata A’roj berarti kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan (cacat/pincang). Seperti halnya hukum yang lain yang tidak ada dalam alQur’an yang menggunakan metode qiyas dan lain sebagainya, kata disabilitas memang al-Qur’an tidak menyebutkannya secara langsung dan tegas akan orang yang menderitanya melainkan dalam alQur’an terdapat beberapa ayat yang berisi gangguan disabilitaas seperti hal disebut di atas. Islam yang berpegang teguh dengan kitabNya yakni al-Quran memperlakukan semua manusia dengan rata tidak ada yang di bawah maupun yang di atas. Di sisi Tuhan semuanya tetaplah sama. Di hadapan sang Ilahi yang membedakan antara kita ialah ibadah dan amal perbuatan seseorang. Sebagai buktinya, al-Qur’an memperlakukan khusus bagi kelompok minoritas disabilitas meskipun secara fisik terbatas, tetapi memiliki lahan ibadah yang baik. Disamping itu Allah memperbolehkan orang yang memiliki keterbatasan fisik tidak berperang di jalan allah karena alasan tertentu seperti halnya buta, akan tetapi jika orang yang memiliki keterbatasan

tersebut ingin berperang atau berjihad di jalan Allah maka surga balasannya. Islam mengajarkan umatnya untuk saling toleran satu sama lain tidak membeda- bedakan antara yang sehat dan yang tidak, semuanya tetap sama disisi Allah dan semuanya rata, orang yang sakit karena ia mendapatkan cobaan dan ujian dari Allah begitupun sebaliknya. UU tentang Disabilitas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Undang-Undang Penyandang Cacat (difabel) bertujuan untuk menciptakan agar upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. DPR menilai UndangUndang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (difabel) sudah tidak sesuai dengan paradigma terkini mengenai kebutuhan penyandang disabilitas dan merancang RUU inisiatif DPR tentang penyandang disabilitas. Rapat Paripurna DPR yang digelar pada Kamis, 17 Maret 2016, akhirnya resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Penyandang Disabilitas. Rancangan tersebut akan menjadi undang-undang 30 hari sejak disahkan DPR, dengan atau tanpa tanda-tangan presiden. Oleh karenanya dengan beberapa paparan ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa disabilitas dan orang yang menderitanya adalah orang yang mulia di hadapan sang Ilahi dan secara tidak sadar kita juga mengalami kecacatan dalam diri kita sendiri. Hati kita telah cacat karena berpaling dan lalai terhadap tugas dan ibadah kita. Penyandang disabilitas ia juga memerlukan sebuah tempat khusus untuk belajar dan mendalami ilmu agama dan intelektualnya. Tentunya dengan diberdayakan atau didirikan satu tempat khusus untuk mereka belajar mendalami ilmu pengetahuan dan belajar ilmu agama yang mereka yakini. *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN Sunan Gunung Djati angkatan 2017.

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 13


Riset

Tranformasi Pendidikan Pesantren Menuju Pola Pendidikan Inklusif Oleh: Alif Jabal Kurdi*

W

acana disabilitas masih menjadi wacana yang hangat (interested discourse) diperbincangkan dan dikaji secara mendalam di dunia internasional. Hal ini terbukti dengan serangkaian pertemuan internasional yang digelar oleh united nation (PBB) sejak awal deklarasinya di tahun 1971 yang menyerukan kepada seluruh anggotanya untuk menegakkan hak-hak kaum difabel (Ghaly, 2008). Dalam kontestasi politik misalnya, wacana disabilitas dijadikan sebagai salah satu dari sekian banyak wacana yang dipertanyakan kepada para calon pemangku tampuk pemerintahan tertinggi di negeri ini (Tempo, 2019). Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa wacana disabilitas adalah salah satu dari sekian banyak wacana penting yang harus didalami dan ditindaklanjuti. Paradigma besar yang dibangun dalam wacana disabilitas saat ini adalah paradigma yang mengedepankan HAM (human rights), artinya penyandang disabilitas tidak lagi dipandang sebelah mata dengan tatapan “belas kasih� semata (charity based) namun segenap hak-haknya sebagai manusia juga harus diberikan dengan prinsip egaliter. Dengan bangunan paradigma tersebut, penyandang disabilitas tidak lagi dipandang sebagai objek— sebagaimana dalam paradigma terdahulu—namun ditempatkan sebagai subjek partisipatif (Sholeh, 2015). Dari sisi yuridis, pemerintah Indonesia telah menetapkan undang-undang yang secara penuh mendukung terlaksananya setiap hak-hak asasi bagi penyandang disabilitas, UU No. 8 Tahun 2016

tentang Penyandang Disabilitas. Jika dilihat secara spesifik dari sisi pendidikan, pada pasal ke-10, di poin pertama pemerintah dengan tegas menyatakan bahwa penyandang disabilitas harus mendapatkan pendidikan yang bermutu secara inklusif dan khusus, artinya mereka harus merasakan pengalaman mengenyam pendidikan sebagaimana yang dirasakan oleh setiap orang pada umumnya dan mendapatkan kelas yang berbaur dengan siswa umum meskipun memerlukan kebutuhan akan piranti khusus yang dapat menunjang keoptimalannya dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar (Huda, 2018). Sayangnya, kebijakan yang demikian itu masih belum mampu terlaksana dan diakomodir dengan baik oleh instansi-instansi pendidikan yang ada di tanah air. Dalam sebuah data survey yang diterbitkan oleh BPS di tahun 2017, dirilis bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia berjumlah sekitar 1,6 juta anak. Dari jumlah tersebut, hanya 18 persen yang berhasil mendapatkan layanan pendidikan inklusif dan baru 32 ribu sekolah regular yang bersedia menjadi mitra pemerintah dalam mengembangkan pendidikan inklusif (Kemendikbud, 2017). Maka sebagai institusi kultural dan bahkan saat ini sudah diakui secara formal, pesantren dapat menjadi salah satu elemen yang mampu mengatasi masalah pendidikan terhadap kaum difabel yang selama ini berkutat pada tataran instansi pendidikan umum. Dengan demikian perlu adanya wacana untuk mentranformasi pola pendidikan pesantren agar mengadopsi pola pendidikan inklusif, sehingga pesantren dapat menjadi alternatif bahkan pilihan

14 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

bagi kaum difabel untuk mengenyam pendidikan. Pesantren dan Pola Pendidikan Inklusif: Peluang dan Tantangan Sebelum masuk dalam pembahasan yang lebih spesifik mengenai transformasi pendidikan pesantren, perlu rasanya untuk menjabarkan ulang apa yang dimaksud dengan pola pendidikan inklusif. Pola pendidikan inklusif sebagaimana namanya, adalah pola pendidikan yang mengusung keterbukaan artinya menerima kehadiran siswa penyandang disabilitas dengan siswa umum dalam satu kelas reguler (Suharto, 2017). Dalam upaya mendorong pesantren sebagai institusi pendidikan sanggup mengadopsi pola pendidikan inklusif, maka perlu adanya kajian yang mempertimbangkan peluang dan tantangan yang akan dihadapi pesantren dalam mewujudkan tujuan itu. Maka pembahasan dalam bagian ini akan terfokus dua aspek tersebut sebagai referensi sekaligus motivasi bagi pesantren-pesantren untuk mulai menjajaki inovasi yang terbilang cukup langka ini. Jika membaca peluang, maka dapat dikatakan bahwa pesantren memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi salah satu institusi pendukung gerakan pemberdayaan pendidikan inklusif. Data yang ditampilkan dalam sub bahasan pertama, menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat membutuhkan kehadiran institusi-institusi pendidikan yang menawarkan pola pendidikan inklusif demi membantu percepatan dalam menangani masalah kurangnya sumber daya dalam melayani hak pendidikan kaum difabel. Selanjutnya, jika menilik pada esensi pendidikan yang selama ini diterima oleh kaum difabel, didapati fakta bahwa instansi-instansi pendidikan yang menawarkan pola pendidikan inklusif masih belum mampu memberikan pendidikan dasar/ umum dengan karakter serta agama secara berimbang (Tribunnews, 2019). Maka dalam hal ini, pesantren semestinya mampu menjadi solusi atas masalah tersebut. Jika menilik ungkapan Geertz dan Gus Dur yang menyebut pesantren sebagai subkultur

“

Riset

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pesantren dalam menunjang pola pendidikan inklusif. Secara fundamental ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya 1) redesain infrastruktur; 2) redesain model pembelajaran; 3) membangun kerjasama internal dan eksternal. masyarakat Indonesia, sebab melalui pesantren masyarakat Indonesia mendapatkan pendidikan dalam mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) maupun pendidikan karakter yang murni berlandaskan karakter yang sesuai dengan falsafah hidup masyarakat Indonesia (Indonesian oriented), belum lagi saat ini pola pendidikan pesantren juga telah mampu melakukan integrasi dengan ilmu-ilmu umum sehingga tidak ketinggalan zaman dan punya nilai jual yang lebih (Syafe’i, 2017). Adapun jika dilihat dari sisi tantangan, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pesantren dalam menunjang pola pendidikan inklusif. Secara fundamental ada beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya 1) redesain infrastruktur; 2) redesain model pembelajaran; 3) membangun kerjasama internal dan eksternal. Melakukan perombakan dalam konstruksi fisik bangunan maupun fasilitas-fasilitas penunjang

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 15


Riset pendidikan yang ada di pesantren merupakan salah satu hal fundamental yang harus dilakukan. Tujuannya adalah memberikan kemudahan bagi aksesbilitas santri difabel dalam mengikuti berbagai kegiatan yang ada serta dalam melakukan aktivitas pribadinya (Sholeh, 2016). Tanpa adanya kemudahan aksesbilitas, maka santri difabel akan merasa terisolasi dan tidak dapat merasakan kemerdekaan dalam menuntut ilmu. Selanjutnya, perlu adanya pembentukan rancangan baru atau modifikasi bagi model pendidikan yang selama ini dipakai di pesantren. Modifikasi yang dimaksud di sini mencakup modifikasi materi, media, metode serta evaluasi belajar yang menunjang pola pendidikan inklusif (Pujaningsih, TT). Seperti yang telah disinggung, bahwa kerjasama menjadi poin penting dalam mewujudkan pesantren inklusif. Kerjasama di sini dibagi menjadi dua yakni secara internal dan eksternal. Secara internal, kerjasama yang dimaksud adalah dengan melibatkan segenap elemen yang berada dalam lingkaran pendidikan pesantren (lembaga, kyai/ asatidz, santri, orang tua) untuk berkomitmen dalam membentuk iklim yang baik bagi terlaksananya pendidikan inklusif (Whole Schooling Research Project, 2000). Keterlibatan dan komitmen dari unsur internal pesantren sangat dibutuhkan untuk menyukseskan keberlangsungan pola pendidikan inklusif di pesantren. Tanpa adanya kesadaran yang kolektif (collective consciousness), maka dapat dipastikan akan didapati masalah-masalah baru yang justru merusak hak kaum difabel dalam mendapatkan pendidikan yang baik. Misalnya, teman sebaya yang tidak mendukung dapat menyebabkan adanya marginalisasi terhadap santri penyandang disabilitas sehingga akan merasa tertekan secara sosial. Begitupun dengan guru yang tidak memahami metode dalam mengajarkan santri penyandang disabilitas dapat menyebabkan santri difabel merasa tidak diikutsertakan dalam proses pembelajaran, meskipun secara fisik ia hadir di kelas. Maka kerjasama eksternal sangatlah diperlukan selain menghadirkan kerjasama internal. Disahkannya UU Pesantren dapat menjadi

Tokoh momentum yang sangat tepat bagi pesantren untuk mentranformasikan dirinya menjadi institusi pendidikan yang mengadopsi pola pendidikan inklusif. Dengan diakuinya pesantren sebagai institusi pendidikan yang sah di mata hukum, pesantren dapat melebarkan sayapnya dalam upaya meminta bantuan dan pendampingan dari lembaga-lembaga yang telah kompeten dalam bidang pendidikan penyandang disabilitas serta pemerintah khususnya. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa dalam proses belajar mengajar, guru konvensional memang harus didampingi guru khusus (Digle dkk, 2000), sebab penyandang disabilitas memiliki tipe yang berbeda-beda. Maka sudah tentu bahwa pesantren harus melakukan upaya kerjasama eksternal untuk memenuhi kebutuhan akan guru khusus, mengingat pesantren masih minim (untuk tidak mengatakan tidak ada) guru yang mampu menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan pola pendidikan inklusif. Hal ini juga semestinya bisa menjadi motivasi bagi lembaga pendidikan tinggi pesantren (ma’had ‘aly) untuk menawarkan jurusan yang akan melahirkan pengajar-pengajar profesional yang menguasai metode pengajaran terhadap penyandang disabilitas, khususnya dalam ranah pendidikan pesantren. Meskipun wacana tranformasi pola pendidikan pesantren menuju pola pendidikan inklusif ini begitu kompleks jika dilihat dari sisi peluang dan tantangan. Namun besar harapan agar pesantren-pesantren di Indonesia mampu mewujudkan itu. Beberapa bulan lalu digelar Ijtima’ Ulama Alquran yang difasilitasi oleh Balitbang Kemenag, di mana salah satu tawarannya adalah merekomendasikan agar tersedianya bahan bacaan tafsir serta ilmu-ilmu keislaman bagi kaum difabel (Republika, 2019). Kabar ini sekaligus menjadi pemantik bagi pesantren-pesantren agar tidak hanya menyebarkan pemahaman Islam yang ramah difabel, namun juga memberikan aksi nyata dengan menjadi institusi pendidikan yang menerapkan pola pendidikan inklusif. *) Penulis adalah amggota CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga angkatan 2016.

16 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Yayasan Kehidupan Semarang : Rumah Bagi Para Difabel Oleh: Rohadatul Aisyi Idra*

T

idak seperti orang-orang kebanyakan, para penyandang disabilitas sering kali mengalami penolakan di masyarakat umum. Disabilitas menurut KBBI diartikan sebagai keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang. Namun disabilitas juga merupakan kata serapan bahasa inggris, disability yang berarti ketidakmampuan seseorang untuk melakukan berbagai hal dengan cara yang biasa. Dilansir dari artikel penyandang cacat oleh Davit Isk di www.academi.edu, dewasa ini jumlah populasi penyandang cacat cenderung meningkat dan diprediksi terus meningkat karena berbagai sebab seperti, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan di tempat kerja, efek obat-obatan, gizi buruk, gayahiduptidaksehatdansebagainya. Disamping permasalahan internal, bertambahnya kuantitas penyandang disabilitas juga disebabkan karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap pelayanan dan rehabilitasi penyandang cacat dan rendahnya pendidikan dan ekonomi masih dirasakan sebagian penyandang cacat. Berangkat dari hal ini pasangan suami istri, Fandy Prasetya Kusuma dan Priskilla Smith Jully mendirikan Sekolah Kehidupan. Dimulai dari jerih payah Priska yang menderita tuna netra sejak lahir untuk menolong 2 orang kenalannya yang lumpuh dan buta semi tuli. Adanya dorongan yang begitu kuat di hatinya untuk menolong orang-orang yang

mengalami perasaan tertolak dalam masyarakat menjadi awal terbentuknya yayasan untuk penyandang cacat fisik dan mental di School of Life, Semarang, Jawa Tengah. Yayasan yang dibentuk pada akhir tahun 2004 pada awalnya diinisiasi oleh Priskilla Smith Jully. Wanita asli Jambi yang akrab dipanggil Priska ini memiliki cerita kehidupan yang terjal dan berliku. Sejak dalam kandungan, orangtua Priska memiliki rencana untuk menggugurkan kandungannya karena jarak kehamilan dan kelahiran sebelumnya dirasa terlalu dekat. Terlebih lagi, orangtua yang berharap mendapatkan anak laki-laki menjadi kecewasaat yang lahir adalah anak perempuan. Pengguguran dari cara tradisional seperti minum air ragi, lompatlompat, sampai disuntik tiga kali namun tidak membuahkan hasil dan janin tetap berkembang. Lahir pada tanggal 8 Mei 1978, Priska lahir dalam keadaan sehat namun dengan kondisi mata buta. Karena kebutaan yang dialaminya, Priska kecil sering mendapat perlakuan diskriminatif. Saat usia sekolah, keinginannya masuk sekolah tidak mendapat sambutan hangat dari orangtua. Dia pun nekat mendaftar sendiri kesebuah SLB, dan membiayai sendiri sekolah dengan berjualan kue. Menginjak kelas 3, ia menderita sakit parah yang membuatnya harus istirahat total dan tidak bias melanjutkan sekolah. Kerasnya hidup membentuk Priska menjadi pribadi yang keras juga. Ia sempat berjualan kue dan merantau ke beberapa daerah

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 17


Tokoh

Tokoh

sebelum akhirnya menetap di Semarang. Dari tahun 1990-1996, Priska mengerahkan segala kemampuannya untuk bertahan hidup dan mencoba berbagai macam profesi, dari menjajakan kue di Jambi, berkeliling menjadi penyanyi kafe dan juga kondektur di Jakarta. Tumbuh dengan perasaan tidak berguna dan amat tertekan. Ibu Priska pernah terjerumus dunia hitam dan menjadi perokok, sampai di puncak putusasanya ia berniat mengakhiri hidupnya dengan menyilet tangannya, namun usaha tersebut gagal karena beliau punya teman yang baik dan menasehatinya. Dia tersadar kehidupannya adalah atas kehendak Tuhan dan hidupnya sesungguhnya amat berharga. Pada akhirnya Priska memutuskan ke Semarang untuk mengikuti pendidikan karakter selama 6 bulan. Ia terinspirasi oleh cerita seorang dosen asal Amerika Serikat tentang Dream Center, rumah bagi orang-orang terbuang yang tidak punya harapan untuk hidup lagi. Berangkat dari kisah hidup ini, Priska

bertekad untuk mensejahterakan orang yang bernasib sama. Priska dan suaminya mendedikasikan kehidupan untuk mengasuh anak-anak cacat yang dibuang dan tidak diterima oleh keluarganya seperti dirinya. Dibantu oleh belasan staff yang siap siaga 24 jam, Priska dan suami berusaha merangkul semua kalangan dan semua usia .Layaknya kapal kehidupan, ombak kesulitan pasti selalu ada. Beberapa anak asuh ada yang membutuhkan perhatian khusus dan penanganan lebih. Tiap-tiap anak asuh punya kelebihan masing-masing sehingga satu anak punya satu kurikulum berbeda untuk melatih kognisinya menjadit antangan yang dihadapi bersama. “Sebetulnya nama sekolah kehidupan itu lebih cenderung ke falsafahnya, bukan secara formalnya, walaupun kami memiliki sistem pendidikan untuk melatih kognisi untuk teman-teman yang sudah tidak diterima di lembaga manapun dan juga 80% dari mereka yang sudah tidak lagi sembuh di Rumah Sakit Jiwa dan juga dinas social. Jadi teman-teman dengan komposisi seperti itulah yang kami terima.

Priska harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Priska dan suami bersama pegawai serta anak asuh yang mampu bekerja akan mencari uang dari menjadi pengupas bawang, mengisi acara dengan menjadi badut, sampai berjualan sembako.

18 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

orang-orang tersisih. Dia berharap bias membantu lebih banyak karena spirit kehidupan itu harus ada di dalam hati manusia dan menghantar mereka menemukan makna kehidupan yang sebenarnya. Cerita hidup yang inspiratif ini pernah diangkat menjadi sebuah film pendek Lentera Hati Priska oleh Fimela TV dan Dove, kerja sama antara Miles Film dan Kick Andy Foundation. Realita ini membuktikan bahwa kebaikan selalu dimulai dari hal kecil, dari sekarang dan dari diri sendiri. Jadi ya kalau ada system pendidikan sebetulnya Dalam Islam, kewajiban tolong menolong ini disebut system pendidikannya buat informal dan untuk Taawun. Nilai tolong menolong ini didorong oleh melatih kognisi mereka”. Ujar Fandi, suami Priska, rasa simpati dan peduli terhadap orang lain yang saat penulis mendatangi Yayasan Sekolah Kehidupan baik menolong dengan berupa jasa, benda ataupun yang beralamat di Jl. Cakrawala Utara III No. 34, RT/ nasihat. Atas nama kemanusiaan, Islam memandang RW: 004/003, Kel. Tawangsari, Kec. Semarang Barat, penyandang disabilitas sebagai identitas yang wajib Semarang 50144. diperhatikan dengan berbagai alasan kuat. Dari sisi Tidak dibantu oleh Negara, Priska harus ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia), memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup penyandang disabilitas merupakan saudara dari sehari-hari. Priska dan suami bersama pegawai garis keturunan yaitu Nabi Adam as. Memperhatikan serta anak asuh yang mampu bekerja akan mencari penyandang disabilitas dikategorikan sebagai bentuk uang dari menjadi pengupas bawang, mengisi acara kebaikan yang diperintahkan Allah. Fastabiqul dengan menjadi badut, sampai berjualan sembako. Khairat! Diuji dengan masalah financial tidak membuat Priska *) Penulis adalah amggota CSSMoRA UIN menyerah untuk membantu sesama, Kesulitan itu Walisongo angkatan 2017 ia anggap sebagai tantanggan untuk terus maju. Tidak sedikit juga saat membutuhkan sesuatu, ada “Selagi kita masih diberi karunia oleh saja orang yang tidak dikenal memberikan bantuan. yang di atas, masih bisa sehat ya tentu Priska mengajarkan kepada anak asuhnya bahwa kita bisa maksimalkan hidup kita untuk kesulitan uang tidak menjadi alas an untuk meminta. menolong yang memang perlu ditolong “Selagi kita masih diberi karunia oleh yang di dan yang kami kerjakan ini ya cuma satu atas, masih bias sehat ya tentu kita bias maksimalkan sel kecil sekali di bangsa ini.” hidup kita untuk menolong yang memang perlu ditolong dan yang kami kerjakan ini ya cuma satu sel kecil sekali di bangsa ini. Seandainya semua temanteman yang di luar sana bias lebih baik dari kami kondisinya, sama-sama bekerja seperti itu tentu bangsa ini akan lebih baik”. Harap Fandi saat ditanya pesan yang ingin disampaikan untuk orang banyak. Dengan segala kekurangannya, Priska mampu menjadi Ibu bagi para penyandang cacat fisik dan mental di Semarang. Tak bisa melihat dengan mata, Priska membuka hatinya untuk berbagi kasih pada

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 19


Kolom

Kolom

Urgensi Pesantren dalam Meningkatkan Integritas Keagamaan Tunanetra Oleh: Nada Dhiyaul Haq*

P

enelitian mengenai ketunanetraan yang dilakukan oleh El-Gilany (2002) dengan menggunakan sampel 113 orang penyandang tunanetra yang disebabkan oleh opacitis kornea, katarak dan glukoma di Mesir menghasilkan 90,3% sampel memiliki persepsi terhadap masyarakat yang memuaskan, 71,7% sampel merasa dirinya tidak percaya pada kemampuan yang dimiliki, 78,8% meragukan kemampuan dalam diri, serta 88,5% merasa tidak puas dengan kehidupan yang dijalani. Hasil penelitian sebelumnya dilakukan oleh Rahayu mengenai dukungan sosial dan kepercayaan diri pada tunanetra yang dilakukan di suatu panti asuhan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat korelasi yang signifikan, yakni semakin tinggi dukungan sosial maka berdampak kepada semakin tinggi pula kepercayaan diri para penyandang tunanetra, begitupun sebaliknya. Dari penelitian tersebut dapat disimpulan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam perkembangan dan kemajuan pola pikir para penyandang tunanetra. Dalam hal ini dibutuhkan dukungan baik moral, maupun spiritual. Mereka yang awalnya merasa sendiri dengan beberapa kekurangan yang dimiliki, keterpurukan yang dialami merasa perlu untuk menerima bantuan dari saudara-saudaranya sesama manusia. Begitupun pemerintah patut menindak lanjuti mengenai jaminan keberlangsungan hidup dengan penuh kesejahteraan dan kemanusiaan terhadap mereka. Hak- hak mereka sebagai sesama warga negara mesti dijaga dan ditegakkan kembali, sebagaimana yang turut dirasakan oleh warga negara lainnya.

Begitupun hak dalam memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dalam hal memperoleh pengetahuan agama yang sama para ulama tak melupakan mereka sebagai sesama umat Islam. Tak jarang di negara yang mayoritas muslim ini, para penyandang cacat penglihatan ini terlahir dalam keadaan beragama Islam. Mereka sebagai pemilik raga yang diciptakan sedikit berbeda oleh Sang Pencipta tetap memiliki semangat dalam memperoleh ilmu pengetahuan begitupun ilmu Agama Islam bahkan semangat yang mereka miliki ini dikenal lebih tinggi dibandingkan mereka yang terlahir normal. Oleh karena itu, tak sedikit pula dari mereka yang dapat melafalkan huruf-huruf hijaiyah, membaca Al-Quran Al-Karim hingga menghafalkannya di luar kepala. Mereka dengan penuh keterbatasan masih berkenan belajar kepada para ulama dan ustadz yang dianggap mampu mengajarkan mereka ilmu keislaman. Namun, tak hanya semangat belajar yang tinggi,kelebihan diatas rata-rata dalam hal pendengaran pun mereka miliki disamping adanya keterbatasan dalam indera penglihatan. Dilansir dari KOMPAS.com bahwa seorang penyandang tunanetra, Fahrul (12 tahun) dapat menghafal di atas rata-rata anak seusianya, hanya melalui media pendengaran ia telah berhasil menghafalkan Al-Quran 30 Juz. Selain itu, telah banyak disaksikan dalam pergaulan di masyarakat bahwa mereka dengan keterbatasan di satu aspek, ternyata memiliki kelebihan dalam aspek lain yang tidak dimiliki manusia normal pada umumnya. Pesantren sebagai sasaran utama dalam

20 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

memperoleh salah satu cabang Ilmu Pengetahuan, yakni Ilmu Keislaman. Pesantren bukan hanya tempat belajar bagi mereka yang terlahir sempurna secara fisik, akan tetapi juga mampu untuk menduduki setiap lini masyarakat, oleh karenanya Pesantren sangat pantas untuk menjadi pilihan bagi mereka yang memiliki keterbatasan tersebut. Sebab Rasulullah saw dalam menyebarkan dakwahnya tak pernah membeda-bedakan para penerima dan pengikutnya, sehingga hal ini pula lah yang menjadi pedoman bagi salah satu lembaga pendidikan di Indonesia ini. Terlebih lagi, kewajiban beribadah pun juga tak dikhususkan bagi mereka yang terlahir normal, namun juga bagi mereka yang memiliki keterbatasn dalam penglihatan, yakni tunanetra. Dalam lingkup Pesantren pun tak hanya ilmu agama Islam yang bisa mereka dapatkan, karena ilmu-ilmu sosial seperti pandangan dan perlakuan terhadap sesama manusia, ilmu ketahanan fisik seperti ilmu bela diri, serta ilmu kesenian pun diajarkan. Sehingga, para santri dituntut untuk tidak membeda-bedakan ilmu mana saja yang mesti mereka kuasai. Hakikatnya tidak ada perbedaan dalam kewajiban menuntut

ilmu, semua jenis dan macam ilmu pengetahuan patut untuk pelajari. Bahkan telah ada Pesantren yang dikhususkan bagi mereka yang menderita keterbatasan penglihatan. Diliput dari Republika.co.id bahwa Pondok Pesantren ini bertempat di Kompleks Yayasan Raudlatul Makfufin di Kota Tangerang Selatan, Pondok pesantren Raudlatul Makfufin saat ini tengah mendidik 10 santri, ikhwan dan akhwat. Dalam pendidikannya pun tak hanya ilmu agama yang diajarkan, namun juga meliputi keterampilan penggunaan komputer, dan penguasaan agama asing. Sehingga sejak tahun 1980-an telah banyak lulusananya yang berhasil menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berbagai Kementerian dan guru agama di daerahnya masing-masing. Jadi, untuk menghasilkan sumber daya manusia yang baik dan bermutu dari lingkup lingkungan disabilitas, dibutuhkan dorongan dan dukungan yang besar dari masyarakat disekitarnya, salah satunya adalah lemabaga Pesantren *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN Walisongo angkatan 2017.

“

Terlebih lagi, kewajiban beribadah pun juga tak dikhususkan bagi mereka yang terlahir normal, namun juga bagi mereka yang memiliki keterbatasn dalam penglihatan, yakni tunanetra.

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 21


Teropong

Teropong

Menilik Relasi Pesantren dan Disabilitas Oleh: Farradilla Inayatul Azizah*

B

erbicara tentang pesantren, mungkin bayangan yang akan muncul di benak adalah identik dengan orang yang memakai pakaian ala santri, mulai dari sarung sampai kitab kuning. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pesantren didefinisikan dengan asrama atau tempat para santri untuk belajar mengaji. Sehingga tak heran jika pesantren diidentikkan dengan kaum sarungan. Juga dengan kajian-kajian keagamaan yang mengacu pada kitab-kitab kuning (turats). Dalam perjalanannya, pesantren terus mengalami perkembangan. Beriringan dengan kemajuan zaman yang menuntut pesantren agar bisa terus relevan dan mampu menjadi salah satu lembaga pendidikan yang terus bisa eksis di tengah arus globalisasi. Mulai dari sistem sampai dengan model yang sedikit banyak mengalami perubahan tersebut. Tidak heran jika pada saat ini banyak pesantren yang memiliki konsentrasi dan kekhasan masing-masing. Salah satu pesantren yang memiliki kekhasan dan masih terkesan ‘baru’ adalah pesantren yang bergerak dan menampung para penyandang disabilitas. Ini adalah salah satu bentuk inovasi yang dilakukan agar pesantren bisa menjangkau dan juga mewadahi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik ataupun mental juga sebagai bentuk respon terhadap orang-orang tersebut dalam mengkaji agama secara instensif dan mendalam. Tentunya upaya tersebut mendapatkan respon-respon yang sangat positif dari berbagai pihak manapun. Di sisi lain, dengan adanya inovasi-inovasi tersebut sejalan dengan undang-undang negara mengenai persamaan hak bagi setiap warga negara. Mengenai jaminan mendapatkan pengajaran oleh

setiap warga negara diatur dalam pasal 28 (C) ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusiaâ€?. Selain itu, juga mengenai perkembangan isu kemanusiaan yang akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian serius dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). (Indriyani, 2018). Berikutnya adalah bagaimana relasi antara dua kubu—pesantren dan disabilitas— yang terkesan baru tersebut mempunyai beberapa problema yang mesti diselesaikan. Diantara problem berikut yang diperbincangkan adalah bagaimana kemudian pesantren merespon fenomena para penyandang keterbatasan tersebut? karena bagaimanapun pesantren adalah lembaga yang sangat berperan aktif, daripada lembaga pendidikan lainnya seperti yayasan dan madrasah, dalam memberikan pendidikan kegamaan secara intensif dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya. Yang tak kalah penting berikutnya adalah identitas pesantren yang selama ini dikenal sebagai tempat golongan bersarung dan para santri yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dibawah bimbingan seorang kyai atau mudir Salah satu pesantren model pesantren disabilitas di Indonesia adalah Pondok Pesantren AlAchsaniyyah Kudus yang khusus menampung santri autis. Pesantren yang berfokus pada perkembangan penyandang disabilitas ini mempunyai peran yang besar dan signifikan, diantaranya : • Pendididikan emosional yang baik. Seperti

22 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

yang kita ketahui di masyarakat, bahwasannya penyandang disabilitas mempunyai keadaan emosi yang cenderung lebih lemah atau lebih sensitif kyai yang merupakan tokoh sentral di pesantren bisa menjadi sosok penting untuk mentransmisikan nilai-nilai kebaikan kepada para penyandang disabilitas, misal tentang anggapan bahwa penyandang disabilitas adalah manusia istimewa dan lainnya. Kondisi yang seperti ini akan membawa dampak positif bagi keadaan emosional santri, ditambah dengan kesempatan tatap muka yang lebih lama dibanding dengan lembaga pendidikan yang lain. • Media alternatif pembentukan karakter melalui interaksi sosial. Pada hakikatnya, kondisi pesantren umum dan pesantren difabel (disabilitas) mempunyai banyak kesamaan, utamanya dalam hal sosial. Pesantren merupakan wadah bertemunya antar santri dari berbagai latar belakang dan karakter, pembiasaan yang terjadi di lingkup pesantren akan lebih mudah untuk membentuk karakter santri, utamanya

tentang kemandirian dan kedisiplinan. • Memaksimalkan fungsi Spiritual. Seperti yang kita ketahui bahwasannya belajar akademik saja tidak akan cukup menjadikan manusia dapat hidup dengan baik dan selaras. Kehidupan pesantren yang syarat akan nilainilai agama akan mengajarkan santri untuk menumbuhkan sikap kejujuran, kasih sayang dan kepekaan terhadap sekitar Hal ini sesuai dengan pendapat ahli psikologi, Ary Ginanjar, bahwasannya kecerdasan spiritual tidak serta merta dibentuk melalui lingkungan namun sudah tertancap dalam hati dan fungsi lingkungan di sini adalah sebagai alat yang menumbuhkan. (Ginanjar, 2006 hal. 80) Hadirnya pesantren disabilitas ini dirasakan membantu masyarakat untuk menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang selaras untuk kaum berkebutuhan khusus yang selama ini cenderung diabaikan kesejahteraannya. Selain itu pendidikan pesantren juga dirasa mampu menuntun mereka untuk meguasai tiga bidang kecerdasan yang sangat jarang diberikan oleh lembaga pendidikan lain. *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN Sunan Kalijaga angkatan 2017.

“

Pesantren disabilitas ini membantu masyarakat untuk menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang selaras untuk kaum berkebutuhan khusus yang selama ini cenderung terabaikan kesejahteraannya.

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 23


Kubah

Kubah

Pesantren Ainul Yakin: “Wujud Nyata Implementasi Hak Penyandang Disabilitas” Oleh: Oleh:Ahmad AhmadAhnaf AhnafRafif* Rafif*

S

alah satu hak bagi penyandang disabilitas yang tertera dalam UU RI No 8 Tahun 2016 adalah hak keagamaan. Namun, patut diakui bahwa implementasi pemenuhan hak-hak sebagaimana diamanatkan UU disabilitas tersebut masih belum sepenuhnya tercapai. Di beberapa tempat ibadah misalnya, nyaris tidak ada aksesi bagi penyandang disabilitas. Begitu pula yang terjadi di hampir seluruh pesantren di Indonesia, sebagai lembaga yang fokus mendalami agama. Permasalahan muncul ketika minimnya pesantren yang ramah difabel. Para penyandang disabilitas dihadapkan pada permasalahan fisik yang terbatas, fasilitas yang tidak memadai, hingga ruang sosial yang tidak mendukung. Dengan dalih mengikuti perkembangan zaman, kebanyakan pesantren justru semakin gencar dalam melaksanakan pembangunan serta penguatan sumber daya manusia. Hal tersebut tentu membawa dampak positif bagi pembangunan bangsa. Namun pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas utamanya di pesantren harus dimulai tidak dengan membangun gedung tingkat tinggi, melainkan dengan membongkar cara pandang negatif yang telah terkonstruksi.

Pada edisi kali ini tim redaksi SANTRI mengajak sahabat untuk menengok Pesantren Ainul Yakin yang terletak di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Ainul Yakin merupakan salah satu pesantren yang tidak hanya berkomitmen dalam pendidikan agama namun juga konsen dalam membina anak-anak berkebutuhan khusus. Dengan keyakinan tinggi, Ainul Yakin berkomitmen dalam membantu anakanak berkebutuhan khusus untuk mendalami agama. Seperti itulah, kewajiban memenuhi hakhak disabilitas tidak hanya dipikul oleh perancang Undang-Undang saja, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh anak bangsa. Sejarah Berdirinya Pesantren Ainul Yakin Pesantren Ainul Yakin merupakan salah satu pesantren yang fokus membina anak-anak berkebutuhan khusus yang saat ini berlokasi di Karang Tengah, Tepus, Yogyakarta. Pesantren yang berdiri pada tanggal 29 September 2005 tersebut berdiri atas inisiatif Abi Guru Isma Almatin Ps. Awal pertama kali berdiri, lembaga tersebut masih berupa bimbingan belajar yang terletak di Jalan Tamansiswa MG II/1268 Yogyakarta dengan nama Pondok

24 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

inteligensi, emosi sosial, serta permasalahan fisik. Dalam memudahkan proses pembelajarannya, Pesantren Ainul Yakin mengelompokkan keadaan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut ke dalam tiga kelas, yakni kelas Serba Bantu, Aran Bantu, serta kelas Mandiri. Anak-anak yang masuk ke dalam kelas Serba Bantu merupakan anak-anak yang dalam kehidupan sehari-harinya, membutuhkan bantuan orang lain sebagai arahannya. Kelas Serba Bantu berisikan anak-anak yang menderita penyakit autis, retardasi Bimbingan Belajar Ainul Yakin. Melalui proses yang cukup lama, pada mental/tunagrahita, hyper aktif, serta down syndrom. tanggal 29 September 2012 konsep kurikulum Fokus yang diberikan terhadap anak-anak serba dan pengelolaan Pondok Bimbingan Belajar Ainul bantu adalah terapi penyembuhan dan kehidupan Yakin dikembangkan oleh Abi Guru Isma hingga secara mandiri. Sedangkan anak-anak yang masuk menjadi sebuah pesantren dengan nama Pondok dalam kelas aran bantu adalah anak-anak yang tetap Pesantren Penghafal al-Qur’an dan Special Children memerlukan bantuan orang lain sebagai arahannya, Therapys. Seiring berjalannya waktu, Pesantren namun sedikit dapat hidup lebih mandiri dibanding Ainul Yakin semakin mendapatkan kepercayaan anak-anak serba bantu. Lain halnya dengan anakmasyarakat khususnya orang tua yang memiliki anak yang tergolong dalam kelas mandiri. Secara anak berkebutuhan khusus. Hingga akhirnya pada fisik, dapat dikatakan mereka adalah anak-anak bulan Agustus 2015, Abi Guru Isma Almatin beserta normal. Namun secara sosial, anak-anak tersebut, beberapa guru mengajak para orang tua wali murid separuhnya pernah melakukan kenakalan remaja. dan beberapa tokoh masyarakat kota Yogyakarta Selain terapi, kelas mandiri juga dibekali ilmu-ilmu untuk mendirikan Yayasan Indonesian Special al-Qur’an. Dengan dipatok 14 tahun sebagai batas maksimal tinggal di pesantren, anak-anak mandiri Children Ainul Yakin. Hingga kini, Yayasan Ainul Yakin dikenal diharuskan menyelesaikan 4 syarat kelulusan, yaitu: a. Syarat pokok: sebagai sebuah lembaga pelatihan, pendidikan, a. Berkelakuan baik menurut aturan Islam. dakwah dan sosial yang mengkhususkan diri b. Memiliki hafalan 30 juz. pada penanganan pendidikan anak berkebutuhan c. Gemar beramal sholeh. khusus dari TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan d. Berbakti kepada kedua orangtua. tinggi. Keberadaan Yayasan Ainul Yakin sangat dibutuhkan untuk keseimbangan, kelangsungan dan pengembangan kegiatan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Dengan tenaga yang dimiliki, Yayasan Ainul Yakin telah menjalankan empat program, salah satunya adalah Pondok Pesantren Penghafal al-Qur’an Ainul Yakin Special Children. Profil Pesantren Ainul Yakin Pada dasarnya, Pesantren Ainul Yakin merupakan pesantren inklusi yang fokus membimbing anak-anak dengan permasalahan

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 25


Kubah b. Syarat akademik: 1. Menamatkan jenjang pendidikan SD, SMP, SMA. 2. Memiliki hafalan beberapa kitab pesantren, seperti fiqh muamalah, fiqh ibadah, Bahasa Arab serta Bahasa Inggris. c. Menyelesaikan pendidikan terapis. d. Menyelesaikan pendidikan enterpreneur. Dalam hal ini, santri diharuskan melakukan riset. Tidak hanya sampai pada riset, santri juga diharuskan mampu menerapkan hasil riset tersebut yang kemudian dapat dijual kepada publik.

d. Pendidikan Keterampilan dan Kewirausahaan. e. Kesusastraan Jawa dan Indonesia. f. Paket Olahraga Fisik (khusus hari Ahad). d. Pelajaran Waktu Dzuhur a. Paket Fasih al-Qur’an. b. Fasih Hadis Arbain dan Doa Sehari-Hari. e. Pelajaran Waktu Ashar a. Paket Fasih al-Qur’an. b. Pendidikan Kewarganegaraan. c. Bahasa Indonesia. d. Matematika. e. Ilmu Pengetahuan Alam. f. Ilmu Pengetahuan Sosial. Kegiatan Belajar Mengajar f. Pelajaran Waktu Maghrib Serupa dengan pesantren pada umumnya, a. Paket Fasih al-Qur’an. pesantren Ainul Yakin menerapkan metode b. Fasih Hadis Arbain dan Doa Sehari-Hari. habbitual learning. Kegiatan pesantren dimulai g. Pelajaran Waktu Isya sejak waktu sholat Tahajud hingga pukul 21.00 WIB. 1. Kesusastraan Indonesia. Waktu pengajaran di Pesantren Ainul Yakin tersebut 2. Pendidikan Public Speaking and Relation. mengikuti lima waktu sholat wajib dan dua waktu 3. Fasih Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. sholat sunnah dengan rincian sebagai berikut: Pesantren Ainul Yakin diharap mampu a. Pelajaran Waktu Tahajud menginspirasi pesantren lain dalam menciptakan a. Fasih Hadits Arbain dan Doa Sehari-Hari. suasana yang ramah difabel. Mengingat masih b. Dzikir. sangat minimnya lembaga pesantren yang fokus b. Pelajaran Waktu Subuh menyediakan ruang sosial yang ramah bagi mereka. 1. Fasih Fikih Ibadah dan Fikih Muamalah. Terhitung hanya dua pesantren di Indonesia yang 2. Fasih Sirah nabawiyyah. fokus membina anak-anak penyandang disabilitas. 3. Aqidah Akhlak. Tidak mesti pesantren khusus, pesantren umum pun 4. Olahraga (khusus hari Ahad). diharap mulai mampu menciptakan suasana sosial c. Pelajaran Waktu Dhuha yang ramah guna memenuhi hak pendidikan agama a. Isma Learning Therapy School. bagi penyandang disabilitas. b. Paket Fasih al-Qur’an. *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN c. Pendidikan Special Children Therapis. Sunan Kalijaga angkatan 2016.

26 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Selamat Atas Dilantiknya Bapak Jenderal TNI (Purn.) Fachrul Razi

Menteri Agama Republik Indonesia Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 27


Kegiatan Mengabdi Pesantren CSSMoRA ITS Kegiatan Bakti Sosial dan Kurban CSSMoRA UGM

Buka Bersama CSSMoRA UGM

Matrikulasi MABA CSSMoRA ITS

Kegiatan Mengajar CSSMoRA ITS Latihan Kepemimpinan Dasar Santri (LAKAR Santri) CSSMoRA UGM

Penyambutan Mahasantri Baru CSSMoRA UGM

SALAM CSSMoRA ITS

Syukuran Wisuda CSSMoRA ITS

Rapat Evaluasi Bulanan CSSMoRA UAI

Muqaddaman Peringatan Hari Santri CSSMoRA UAI

Pelantikan Pengurus Baru CSSMoRA UAI 20192020

Penutupan Matrikulasi CSSMoRA UAI

28 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Futsal ERC (East Regional Competition)

Pembukaan ERC (East Regional Competition)

Temu Regional Tengah

Outbound dan Tracking Sungai Temu Regional Tengah

Akhir sesi penutupan Temu Regional Barat

Rangkaian acara Temu Regional Barat

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 29


Kegiatan MANTAB (Masa Pengenalan Anggota Baru) CSSMoRA UINMA

Sowan Alumni CSSMoRA IPB

Kegiatan MANTAB (Masa Pengenalan Anggota Baru) CSSMoRA UINMA Kegiatan NGOPI (Ngobrol Perihal Ilmu Desain) CSSMoRA UINMA

MAKRAB (Masa Keakraban) Anggota CSSMoRA IPB

Satyadharma Pradardzaka CSSMoRA IPB

MATRIKS (Matrikulasi dan Kaderisasi Mahasantri Baru) CSSMoRA IPB 2019

Kurban SANTUY (Pesantren Ath-Thayyibah) CSSMoRA IPB

Kegiatan Forum Diskusi CSSMoRA UINMA

Kegiatan MANTAB (Masa Pengenalan Anggota Baru) CSSMoRA UINMA

Kaderisasi Mahasantri Baru CSSMoRA Universitas Cendrawasih

Pelantikan PengurusCSSMoRA UIN Alauddin Makassar 2019-2020

Perayaan Tumpeng Hari Santri CSSMoRA Universitas Cendrawasih

Perayaan Hari Santri PBSB UIN Alauddin Makassar 2019

Peringatan Maulid Nabi CSSNoRA Universitas Cendrawasih

Pertemuan Pak Basnang dan Penelola PBSB CSSMoRA UIN Alauddin Makassar

Perkenalan Mahasantri Baru PBSB 2019 bersama keluarga CSSMoRA UIN Alauddin

30 Santri I Vol 10 I 9Desember 2019 34 II Majalah Majalah Santri I Vol I April 2019

Kegiatan Rihlah Pesantren CSSMoRA UIN Alauddin Makassar

Peringatan Maulid Nabi CSSMoRA Universitas Cendrawasih

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 31


Prestasi Mahasantri

Prestasi Mahasantri

PRESTASI SANTRI PELOPOR

P

restasi para santri terus meningkat mengikuti alur kemajuan zaman, hal tersebut merupakan bukti bahwa santri dapat terus mempertahankan eksistensinya di panggung dunia modern saat ini. Hingga saat ini, prestasi para santri terus berkembang dan mulai dari regional, nasional, hinggga internasional. Santri mampu mengembanggan sayapnya hingga ke seluruh pelosok negeri di bumi. “Menjadi santri bukan penghalang untuk berekspresi, semua manusia memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin di bumi, yang terpenting adalah kita harus tetap menjaga etika kita sebagai santri” menurut penuturan Rinaldi, salah satu mahasantri berprestasi CSSMoRA UIN Jakarta 2015. Rinaldi Nur Ibrahim, putra kedua dari pasangan bapak Ibrahim dan ibu Nur Hasanah ini tidak berhenti berprestasi hanya dengan mendapat beasiswa PBSB saja, berawal dari kegelisahannya pada awal perkuliahan, ia terus mencoba menemukan jati dirinya. Dengan kegigihan dan semangatnya, ia tetap fokus untuk mengejar mimpi-mimpi yang ia miliki. Hingga saati ini, ia terus meraih banyak prestasi. Menjadi anggota ISMAFARSI (Ikatan Mahasiswa Farmasi) Indonesia membuka matanya bahwa kuliah tidak hanya sekadar di dalam kelas, dan hal tersebut membuka paradigmanya bahwa berprestasi bukan hanya urusan akademik. Keadaan terus melatihnya menjadi seseorang yang cakap dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang banyak, hingga pada tahun kedua perkuliahannya ia menjadi delegasi dalam sebuah acara bergengsi, Universal Networking Empowerment Organization Student (UNEOS) 2017

di Bangkok, Thailand. Sebuah acara yang diusung untuk menyatukan kapasitas para pemuda dalam memajukan dunia. Tidak hanya itu, ia juga merupakan delegasi beberapa acara bergengsi lain diantaranya The 4th Ictoh (Indonesian Conference on Tobacco or Health) Youth Forum 2017 di Jakarta yang membahas strategi pengendalian tembakau di Indonesia, HFES Japan 2018 di Tokyo untuk mempersentasikan hasil penelitian yang ia miliki, dan acara Youth Excursion South Korea pada tahun 2017 di Seoul, bagi Rinaldi acara yang terakhir ini adalah yang paling berkesan bagi dirinya dimana saat itu ia dinobatkan sebagai Best Delegate (delegasi terbaik) Youth Excursion South Korea, Seoul 2017. Selain beberpa kebanggaan di atas, Rinaldi juga pernah menjadi pembicara dalam beberapa kegiatan dalam misinya menyebarkan kebermanfaatan di seluruh nusantara, diantaranya adalah pembicara dalam acara Peduli Generasi Bangsa, 2019, Depok yang diadakan oleh Mahasiswa Ilmu Keperawatan UPN. Kemudian pembicara dalam Youth Scholarship Event, Kemenpora RI Jakarta, Empowering Youth Potential Talkshow Makassar, Pure Genre Talkshow Mengenali Potensi Diri Jakarta, Rukasi Talkshow Mahasiswa Berdampak Untuk Masyarakat Ciputat, dan Yatc Talks 2019, Jakarta. Rinaldi tidak hanya berprestasi bagi dirinya sendiri, namun ia menyumbangkan fikiran dan tenaganga untuk masyarakat. Kepeduliannya terhadap masyarakat, khususnya para pemuda memotivasi dirinya untuk mendirikan sebuah komunitas “Youth Ranger” dimana Rinaldi

32 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

merupakan salah satu pelopor komunitas tersebut hingga ia disebut sebgai founding father of Youth Ranger. Berawal dari rasa simpati terhadap keadaan para pemuda masa kini yang kurang mengenal jati diri, ia membangun youth ranger untuk mewadahi mimpi-mimpi para pemuda. Dimana setiap orang yang tergabung dalam Youth Ranger ini akan dimentoring oleh para ahli dan diarahkan bagaimana langkah-langkah untuk mencapai cita-cita serta mimpinya.“Pemuda harus punya mimpi yang tinggi, cita-cita yang detail, serta rencana yang terperinci untuk mencapai mimpi tersebut. Jangan sampai mimpi hanya sekedar menjadi mimpi tanpa usaha

yang dimiliki” tutur Rinaldi saat diwawancarai oleh reporter majalah Santri, “Selain itu, untuk para santri, jangan pernah berkecil hati untuk berani dan bermimpi. Menjadi santri adalah peluang, bukan penghalang. Oleh karena itu teruslah berkarya dan jangan berhenti hanya karena menjadi santri”. Tutup Rinaldi untuk memotivasi para pemuda dan para santri. Karena menurut Rinaldi, kita semua harus maju dan memajukan masyarakat, kita juga harus berfikir positif dan menyebarkan aura positif bagi masyarakat sekitar kita agar kita bisa menjadi bermanfaat. (W)

Tips Public Speaking ala Rinaldi - Data (Apa yg kita katakan harus berdasarkan fakta dan data yang akurat) - Percaya (Percaya pada diri sendiri, bahwa kita bisa menyampaikan dengan baik dan maksimal) - Fokus (Jangan hiraukan hal hal lain, fokus pada materi yang akan kamu sampaikan, tata setiap poinnya) - Berlatih (Sebelum tampil, latih diri kita untuk menyampaikan materi yang telah disiapkan)

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 33


Catatan Alumni

Kita Haruslah Versi Terbaik dari Diri Kita Sendiri

J

ejak hidup santri asal Pelelawan ini seindah rangkaian prosanya. Diperjalankan hingga ke 17 negara, membuat ia bisa menyaksikan langsung salju yang dulu hanya ada di televisi, menyisir satu persatu gedung-gedung khas Eropa yang kerap jadi sampul bukunya, terbang belasan jam dan berinteraksi dengan manusia ragam bahasa. “Just keep reaching, trying and dreaming,” begitu motto hidup yang ia peluk erat sehingga tidak ada alasan baginya untuk berdiam diri untuk mewujudkan mimpi. Alumni sekaligus mantan wakil ketua CSSMoRA IPB angkatan 2011 ini bernama lengkap Ikrom Mustofa, lahir di Kampar (Riau) tanggal 6 Oktober 1993. Dibesarkan dalam didikan yang mandiri, religius, berani dan bertanggung jawab, membuat jiwa yang mulanya takut ketinggian, takut berpisah dengan ibu, dan takut berbuat salah, akhirnya bisa melalang buana bermodalkan prestasi. Kepiawaian dalam menulis ilmiah dan sastra berhasil menyumbangkannya banyak prestasi. Baginya menulis merupakan rutinitas yang membahagiakan. Target minimal 100 kata perhari bisa terlaksana dimanapun asalkan ada buku, pulpen ataupun laptop. Tercatat 8 publikasi ilmiah, 2 diantaranya bertaraf nasional dan sisanya internasional. Selanjutnya 3 buku sastra yang berjudulkan Sebuah Warna, SajakSajak Bianglala, dan Dalam Sketsa.

tahun 2013, Peserta terpilih dalam Kegiatan “Global Peace Volunteer Camp” 1.17 di Palembang tahun 2013, Pemakalah terpilih dalam Seminar Nasional Hari Meteorologi Dunia STMKG Akademi Meteorologi dan Geofisika yang diadakan oleh BMKG tahun 2014 dan 2015, Peserta terpilih Lomba Debat Nasional Perubahan Iklim Dewan Nasional Perubahan Iklim yang dilaksanakan DNPI tahun 2014, Finalis dalam Kompetisi Climate Smart Leaders Emil Salim Award tahun 2014, Finalis dalam Kompetisi Paper Mipa Untuk Negeri Universitas Indonesia (MUN-UI) tahun 2014, pernah menjadi Duta Riau terpilih dalam forum Indonesia Youth Conference (IYC) tahun 2014, Top 5 Proyek Sosial versi made in kampus di tahun 2015. Tak heran jika Institut Pertanian Bogor turut memberinya penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi hampir setiap tahunnya. Pada tahun 2012 menjadi 4 Besar Mahasiswa Berprestasi dengan IPK Tertinggi tingkat Beasiswa Utusan Daerah IPB. Selanjutnya mahasiswa berprestasi peringkat 2 Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB pada tahun 2014, bahkan peringkat 1 pada tahun 2015. Mahasiswa Berprestasi 1 Tingkat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB tahun 2015. Anugerah Prestasi Mahasiswa dalam temu alumni Dept. Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB di tahun yang sama yaitu 2015 sehingga terpilihlah ia menjadi mahasiswa berprestasi utama di IPB tahun 2015. Luar biasa bukan? Atas segudang prestasi ini, ia mencoba mengikuti seleksi mahasiswa berprestasi tingkat nasional, beruntung MENRISTEK DIKTI menetapkannya sebagai Mahasiswa Berprestasi

2 Tingkat Nasional tahun 2015. Bersautan seleksi mahasiwa berpestasi nasional Kementrian Agama RI yang mengumunkamnya sebagai peraih penghargaan dalam malam Apresiasi Pendidikan Islam (API) 2015 kategori Santri Berprestasi tingkat Nasional tahun 2015. Akhir 2015, ia dinyatakan lulus dari IPB. Bersama dengan teman seangkatan PBSB IPB, pengabian terhadap kemenang RI dilakukan di pondok pesantren lingkar kampus IPB. Selain itu, ia juga aktif memberikan materi di beberapa pondok pesantren di Pulau Jawa. Namun tidak lupa juga selalu menyempatkan hadir di pondok asal dan menyemangati santri-santri di sana setiap kali pulang ke kampung halaman. Perjalanan selanjutnya yang terlihat mulus namun cukup berat baginya yaitu memperjuangkan beasiswa LPDP jalur afirmasi prestasi menuju Wageningen University Belanda tahun 2016. Saat mendaftar, ia hanya membawa sertifikat TOEFL dan belum mempersiapkan LOA dari kampus karena mendaftar satu bulan setelah kelulusan. Karena ketidaklengkapan ini, saat wawancara ia diberikan dua pilihan, yaitu mendaftar lagi di tahun selanjutnya atau bersedia di pindahkan ke Jepang. Karena sudah dua kali ke Jepang dan merasakan atmosfir pendidikan yang kurang sesuai dengan dirinya namun ia juga tidak ingin menunda S2, akhirnya ia memantapkan pewawancara untuk memberinya kesempatan selama sebulan untuk mempersiapkan sertifikat IELTS dan LOA kampus, dan permintaan ini diterima. Dengan semangat tinggi, ia berhasil mendapatkan sertifikat IELTS dengan modal materi pembelajaran TOEFL saat seleksi mahasiswa

Pandai menulis, berani bicara dan cerdas menjadikannya paket komplit untuk suatu pendelegasian. Pengalaman pertama yang menjadi batu loncatan baginya yaitu ketika menjadi delegasi Indonesia dalam konferensi Youth be Aware oleh World Youth Foundation di Melaka, Malaysia. Berselang setahun setelah itu ia diberangkatkann ke Jepang, menjadi delegasi IPB dalam Program Pertukaran Mahasiswa dalam Six University Initiative Japan Indonesia Service Learning Program (SUIJI-SLP) tahun 2013. Setahun setelahnya ia kembali diberangkatkan ke negeri Jiran, menjadi delegasi terpilih dalam 4th Asia Pacific Climate Change Adaptation Forum tahun 2014 tepatnya di Kuala Lumpur. Jepang seakan tak mau kalah, tepat juga setahun setelahnya negara ini juga kembali menyapa santri ini dalam International Students Summit, tak tanggung-tanggung ia bahkan dinobatkan menjadi speaker terpilih dari tiga pembicara yang diwawancarai koran dan majalah resmi Jepang kala itu. Selain di kancah Internasional, tak sedikit juga prestasi yang berhasil disabetnya di Indonesia. Mulai dari memenagkan lomba cipta puisi di tingkat Nasional tahun 2012, menjadi Finalis 4 Besar dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional CSSMoRA Nasional tahun 2012, Peringkat 1 dalam Kompetisi Digital I-Share Idea Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer IPB

34 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

“Tak heran jika Institut Pertanian Bogor turut memberinya penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi hampir setiap tahunnya. Pada tahun 2012 menjadi 4 Besar Mahasiswa Berprestasi dengan IPK Tertinggi tingkat Beasiswa Utusan Daerah IPB.”

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 35


Catatan Alumni berprestasi nasional. Beruntung setelahnya LPDP jalur afirmasi menyiapkan pelatihan bahasa selama 6 bulan gratis untuk mempertajam bahasa. Menurutnya kunci sukses LPDP adalah fokus terhadap tujuan kampus, luruskan niat sesuai tupoksinya dan ingat! LPDP bukan untuk menghindar dari pengabdian ataupun pekerjaan. Selepas menyelesaikan studi magister dengan IPK 3,65 ia aktif menjadi presentator pada konfrensi internasional, diantaranya yaitu seminar Internasional Green Technology di UIN Malang tahun 2016, Internasional Conference on Law, Education, Business, and Disaster Management di Budapest, Hungary tahun 2018, selanjutnya pada International Conference on Sustainability, Human Geography and Environment di Krakow, Poland tahun 2018 dan International Workshop of Disaster Resilience and Financing for Sustainable Economic Growth, di Hyogo, Japan pada 10-12 June 2019. Sekembalinya ke Indonesia ia bekerja di LPLH (Lembaga Pertanian dan Lingkungan Hidup) serta menjadi dosen di IPB. Tujuan awal berorganisasi baginya untuk memperluas relasi, namun saat ini orientasinya sudah berubah lebih untuk mengajak temanteman berkomitmen terhadap suatu proyek. Saat ini ia aktif dalam beberapa proyek sosial seperti Sineas Inspiratif yang menjalankan fungsi sebagai pembuatan konten puisi, prosa, dan sastra dalam platform Youtube, Instagram, dan sosial media lainnya. Bahkan ia merupakan pendiri Komunitas Muda Peduli Muda Berkarya yang bergerak di bidang sosial dan pelestarian lingkungan, pendiri Komunitas KMNU Berprestasi untuk meningkatan kapasitas softskills mahasiswa KMNU IPB, pendiri Generasi Cerdas Iklim untuk mendidik anak-anak cerdas iklim berbasis kearifan lokal di daerah rawan bencana. Tidak hanya itu, ia juga menjadi founder Proyek sosial Duta Riau Pendidikan pada anak-anak terkait isu-isu iklim menggunakan media permainan “Serial Komet� (founder) Pendidikan pada anak-anak terkait fenomena perubahan iklim dan lingkungan dan masih banyak lainnya. Defenisi sukses menurutnya adalah bisa mengerjakan sesuatu di jalan yang kita sukai, dan

bukan hanya baik untuk diri sendiri namun juga untuk orang lain. Jadi sukses bukan mereka yang juara satu. Untuk mencapai sukses maka motivasilah diri lebih besar, dan minta dukungan dari orang tua, keluarga, saudara dan teman-teman. Lalu susunlah target jangka panjang, yang dijabarkan menjadi target jangka pendek, mulai dari tahunan, bulanan dan harian usahakan buat lembar ceklis setiap harinya. Pesannya untuk yang mau merubah jalan hidup, maka luangkan waktu sejam untuk mencari informasi sesuai tujuan hidup kita, semangat dan nikmati proses itu. Sejatinya santri luar biasa ini juga kenyang dengan kegagalan. Namun ia mengganti definisi gagal dalam hidupnya dengan istilah “belum rejeki�. Setidaknya definisi ini mampu memberikannya ketenangan ketika ia mengenang bahwa hewan sekecil apapun saja tak luput dari rejeki Allah, kenapa ia harus merisaukan suatu rejeki yang belum Allah takdirkan untuknya. Untuk itu, siapkan banyak rencana agar Allah pilihkan rejeki terbaikmu. Contoh konsep belum rejekinya yaitu cita-cita yang sedari kecil ia simpan dalam dada yaitu menjadi dokter, tujuan universitas pertamanya yaitu UGM. Namun takdir berkata lain, setelah daftar ulang di UGM, pengumuman beasiswa PBSB pun keluar, dengan ikhlas ia menerima rejeki yang Allah tetapkan untuknya, karena ia yakin rencana-Nya pasti jauh lebih indah. Dan terbukti dengan mensyukuri takdir, maka Allah berikan ia kemudahan di luar dugaan. Dan masih banyak rasa syukur yang ia tautkan pada hal-hal yang belum ditakdirkan untuk menjadi rejekinya, bahkan ia beranggapan sekalipun ditetapkan menjadi rejekinya, maka tetap ada rejeki orang lain di dalamnya. Ketika sulit mensyukuri yang belum rejeki, biasanya ia akan diam lima menit, menarik nafas panjang, mengenang mundur proses dan beri hadiah terhadap proses yang sudah dilakukan. Ketika kita belum bisa mencapai kesuksesan itu, yang terpenting adalah kita tetap fokus terhadap apa yang akan diraih. Kita memang tidak bisa menjadi semua orang, tapi kita bisa jadi satu orang yang terus lebih baik dari hari ke hari, dan jangan bandingkan diri dengan orang lain tapi bandingkanlah dengan diri sendiri di masa lalu agar kita bisa menemukan versi terbaik dari diri kita sendiri. (WW)

36 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Tukang Tambal Ban Mendirikan SLB yang Berproses Menjadi Pesantren Oleh: Furhatul Khoiroh Amin*

K

adiyono atau yang akrab dipanggil Pak Yono merupakan seorang tukang tambal ban di Desa Tampingan, Boja, Kendal. Profesi ini sudah ia kerjakan sejak berumur 8 tahun hingga ia menamatkan pendidikan S2 dengan jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya, ia mengajar di salah satu SLTA di Kabupaten Kendal. Pada saat mengajar itulah ia merasakan keprihatinan terhadap siswa difabel yang terpaksa menyetarakan kemampuannya dengan siswa yang lain. Hingga pada 2 Mei 2015, ia bersama dengan beberapa temannya merintis Sekolah Luar Biasa (SLB) Insan Tiara Bangsa yang ditujukan untuk mendidik kaum difabel yangmembutuhkan sistem pendidikan yang berbeda dengan anak-anak lainnya. Bermodal dengan uang 5 juta rupiah yang ia dapatkan dari hasil menjual motornya, ia pun menyewa sebuah TPQ yang difungsikan sebagai sekolah luar biasa di pagi hingga siang hari. Ia juga membeli beberapa

peralatan kebutuhan sekolah. Pada awal berdirinya, SLB Insan Tiara Bangsa yang dinaungi Yayasan Insan Tiara Bangsa hanya memiliki empat orang anak didik. Pada Juli 2015, SLB Insan Tiara Bangsa telah mendapat 23 anak didik karena kebutuhan akan SLB yang tinggi. Sayangnya, sekolah ini belum mendapatkan ijin operasional karena beberapa syarat tidak terpenuhi seperti permasalahan lahan dan tidak tersedianya guru PLB (Pendidikan Luar Biasa). Dengan prinsip yang diyakini Kadiyono Allah akan memudahkan siapa saja yang ingin berbuat kebaikan ia terus berdoa dan berusaha. Hingga pada tahun 2018, ia mendapatkan tawaran tanah dari orang tua angkat muridnya yang terletak di Dusun Pandansari RT 05 / RW 05 Desa Tampingan, Boja, Kendal dan kini masih dalam tahap pembangunan. Murid-murid SLB Insan Tiara Bangsa kini berjumlah 72 orang dengan 6 guru. Terdiri dari berbagai ABK (Anak Berkebutuhan Kusus) mulai dari tuna grahita, tuna daksa, tuna rungu, ADHD (Attention Deficit

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 37


Kisah Inspiratif . . . .

Hyperactivity Disorder) hingga autisme. Guru tidak hanya bertugas sebagai pendidik tetapi juga penjemput dan pengantar siswa yang bersekolah. Dari 72 orang siswa, hanya 54 siswa yang datang ke sekolah, sisanya guru yang mendatangi rumah siswa untuk memberikan pendidikan dengan harapan orang tua bisa menjadi pendidik dengan baik. SLB Insan Tiara Bangsa mendidik siswa-siswanya berdasarkan ajaran Islam. Namun, sekolah tidak menutup kemungkinan bagi siswa non muslim yang ingin bersekolah yang terbukti beberapa siswa non muslim yang tercatat sedang belajar di SLB ini. “Jika sekolah non Islam bisa menerima siswa Islam, kenapa kita nggak? Ya, kami hanya memberikan penawaran kepada siswa yang non muslim, mau mencari guru sendiri atau kami yang mencarikan,” Kadiyono menjelaskan. Dalam hal biaya, SLB Insan Tiara Bangsa tidak mematok SPP kepada para siswa. Sekolah menerima berapapun yang diberikan wali siswa sesuai

dengan kemampuannya. Menurut Kadiyono, dari 72 siswa hanya sekitar 20 siswa yang memberikan sumbangan. Sekolah hanya mengandalkan dana dari para donatur untuk memenuhi kebutuhan sekolah, pembangunan dan pelunasan tanah yang kini ditempati seharga 200 juta rupiah. Kini SLB Insan Tiara Bangsa memiliki jenjang pendidikan dari SD hingga SMA. Dalam proses pembangunannya, Kadiyono selaku kepala yayasan ingin mendirikan bangunan dua lantai dengan lantai pertama yang akan dijadikan ruang belajar dan lantai kedua dijadikan pesantren. “Setidaknya, saya berharap mereka bisa mandiri. Dari hal sederhana saja seperti memakai baju, mandi sendiri. Kalau pesantren ya harapannya mereka bisa sholat dengan baik, baca Qur’an,” pungkasnya. Jika pembangunan pesantren telah selesai maka pesantren ini menjadi pesantren difabel pertama di Kabupaten Kendal. *) Penulis adalah anggota CSSMoRA UIN Walisongo angkatan 2016.

38 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Selamat HARI LAHIR

CSSMoRA ke-12 “Menjadi Santri, Menjadi Indonesia” Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 39


40 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 41


42 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 43


44 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 45


46 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 47


Pesantren dalam Sorotan

Find us: www.mediasantri.id

Read more: www.issuu.com/majalahsantri

Contact us: santri.css@gmail.com

48 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019 I 49


www.issuu.com/majalahsantri

majalah

www.mediasantri.id

Media Santri

@mediasantri

50 I Majalah Santri I Vol 10 I Desember 2019

santri.css@gmail.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.