3 minute read

RESENSI

Next Article
LAPSUS

LAPSUS

[ RESENSI BUKU ]

Agar TIDak Sekadar Menulis

Advertisement

Oleh SYAIFUL RAHMAN

Meskipun bagi sebagian orang menulis itu gampang, akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang mampu menulis dengan baik. Untuk bisa menghasilkan tulisan yang bagus, seorang penulis tidak sekadar membutuhkan kepiawaian dalam mengoperasikan alat tulis. Namun, hal paling penting adalah penulis perlu menguasai ilmu kepenulisan dan memiliki wawasan yang luas dan mendalam.

Dengan ilmu kepenulisan, seorang penulis dapat menyajikan ide-ide yang dimiliki menjadi sebuah tulisan yang dapat diterima oleh pembaca sasaran. Alhasil, ide-ide tersebut dapat diserap, pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima, dan pembaca mendapatkan sesuatu dari tulisan yang telah dibacanya.

Dengan ilmu kepenulisan, seorang penulis dapat memilih genre yang tepat untuk menyampaikan ide-ide atau pesan-pesannya. Di tangan penulis yang piawai, suatu pesan dapat disampaikan dalam bentuk cerita fiksi atau nonfiksi. Sesuai dengan pembaca yang disasar.

Akan tetapi, sebuah tulisan akan tetap kering apabila penulis hanya piawai dalam ilmu kepenulisan, namun sempit dalam wawasan. Kedalaman pembahasan dan keunikan sebuah tulisan sangat ditentukan oleh keluasan wawasan yang dimiliki penulis. Ini menjadi kunci penting bagi seorang penulis dalam menghasilkan tulisan-tulisan yang bertenaga. Oleh karena itu, seorang penulis dituntut untuk terus belajar, menggali, dan mengumpulkan pengetahuan, baik melalui pengalaman, diskusi, maupun membaca.

Mengenai ilmu teknis kepenulisan sudah banyak buku yang beredar di tengah masyarakat. Setiap orang dapat membaca dan mempraktikkannya. Mayoritas buku yang beredar itu disajikan dalam bentuk buku nonfiksi. Pembaca

“NOVELIS POPULER ITU TIBA-TIBA MEMBERI PANDANGAN PADA EDITOR. DIA MENYATAKAN BAHWA EDITOR YANG BAIK ADALAH MATA KETIGA PENULIS. SAYA SEPAKAT DENGAN APA YANG DIA KATAKAN. EDITOR YANG BAIK MAMPU MENGUBAH CARA PENULIS MEMANDANG TULISANNYA SENDIRI.

ditunjukkan poin-poin penting yang harus diketahui dan dipahami terkait dunia kepenulisan. Mulai dari menemukan ide, mengembangkan ide, menuliskannya, hingga memublikasikan tulisan yang dihasilkan.

Rifqi Risnadyatul Hudha memberikan alternatif baru bagi siapa pun yang ingin belajar menulis, namun merasa kurang semangat untuk membaca buku-buku yang membahas ilmu kepenulisan dalam sajian nonfiksi. Melalui buku Kacamata Editor, Rifqi Risnadyatul Hudha menghadirkan ilmu-ilmu kepenulisan dalam format fiksi mini. Pembaca tidak disajikan ilmu-ilmu kepenulisan dalam bentuk poin-poin atau dengan bahasa-bahasa yang kaku, tapi penulis diajak menyimak cerita atau obrolan antara seorang penulis dengan seorang editor.

Setiap cerita hanya berkisar satu hingga lima paragraf. Hal ini akan membuat pembaca tidak merasa jenuh dan inti—dalam hal ini pengetahuan kepenulisan—sangat mudah dan cepat dipahami oleh pembaca. Cerita-cerita yang disajikan pun tidak bertele-tele. Setiap cerita disampaikan dengan mengalir, singkat, dan padat.

Ada 49 cerita yang tertulis dalam buku ini. Artinya, ada 49 ilmu kepenulisan yang disampaikan kepada pembaca. Dalam buku ini, Rifqi Risnadyatul Hudha bahkan tidak sekadar menyampaikan bagaimana menghasilkan tulisan yang baik, tapi juga menyampaikan bagaimana seorang editor melihat, menilai, dan mengedit suatu tulisan. Bagian ini sangat penting dan menambah keunikan buku ini. Pasalnya, tidak banyak buku ilmu kepenulisan yang membahas ini, padahal seorang penulis yang ingin memublikasikan tulisannya di penerbit atau media profesional tidak mungkin bisa dilepaskan dari editor.

Posisi editor bukan sekadar filter untuk setiap tulisan yang masuk ke meja redaksi. Editor juga sebagai pemoles dan pengolah suatu tulisan agar saat terpublikasi, tulisan tersebut disukai oleh pembaca. Meskipun posisinya tidak terlihat, namun keberadaan editor menjadi salah satu kunci bagi setiap penerbit dalam menjaga kualitas tulisan yang dipublikasikan.

“Novelis populer itu tiba-tiba memberi pandangan pada editor. Dia menyatakan bahwa editor yang baik adalah mata ketiga penulis. Saya sepakat dengan apa yang dia katakan. Editor yang baik mampu mengubah cara penulis memandang tulisannya sendiri. Editor yang baik mampu memperjelas maksud yang akan disampaikan oleh penulis. Hari ini saya merasa beruntung karena bisa menimba ilmu dengan novelis ini” (hlm 39).

Sayangnya, cerita-cerita yang disajikan dalam buku ini masih cenderung datar, belum ada konflik yang diciptakan oleh penulis. Padahal konflik memegang peranan penting dalam sebuah cerita. Konflik adalah energi penggerak sebuah cerita. Kemudian melalui gerakan-gerakan yang diakibatkan oleh konflik itulah, pesan-pesan dapat disampaikan.

Dalam kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 1995, YB. Mangunwijaya menulis, “Esensi cerita pendek yang baik bukan soal pendek panjangnya, akan tetapi bagaimana dalam dan lewat suatu pengisahan peristiwa kecil yang kompak dapat bercahaya suatu pijar pamor kemanusiawian yang menyentuh, yang mengharukan, yang mengimbau pembaca mencicipi setetes madu manis atau racun pahit kemanusiawian.”

Namun, terlepas dari kekurangan tersebut, buku Kacamata Editor: Fiksi Mini Proses Kreatif dalam Menulis ini sangat layak dijadikan alternatif pilihan bacaan bagi siapa pun yang ingin mendalami atau sekadar mempelajari ilmu kepenulisan. Buku yang disajikan dalam format yang berbeda (bentuk fiksi mini) ini tentu akan menambah khazanah pengetahuan di dunia kepenulisan. n

DATA BUKU

JUDUL BUKU: Kacamata Editor: Fiksi Mini Proses Kreatif dalam Menulis

PENULIS: Rifqi Risnadyatul Hudha

PENERBIT: Pustaka MediaGuru

TAHUN: Pertama, Maret 2020

ISBN: 978-623-248-582-2

PERESENSI: Syaiful Rahman adalah pecinta buku yang kini berdomisili di tanah kelahirannya, Sumenep. Kini dia masih duduk di bangku pascasarjana Unesa.

This article is from: