Majalah Unesa Edisi 68

Page 1



WARNA EDITORIAL

DOSEN SEJATI BUKAN UNTUK MIMPI Majalah Unesa

ISSN 1411 – 397X Nomor 68 Tahun XV - April 2014 PELINDUNG Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Rektor) PENASIHAT Prof. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum (PR I) Prof. Dr. Warsono, M.S. (PR III) Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. (PR IV) PENANGGUNG JAWAB Dr. Purwohandoko, M.M (PR II) PEMIMPIN REDAKSI Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR A. Rohman PENYUNTING/EDITOR Basyir Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd REPORTER: Herfiki Setiono, Aditya Gilang, Ari Budi P, Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Putri Retnosari, Fauziyah Arsanti, Putri Candra Kirana, Lina Rosidah FOTOGRAFER A. Gilang, Sigit Widodo Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/LAYOUT (Arman, Basir, Wahyu Rukmo S) ADMINISTRASI Supi’ah, S.E. Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI Hartono PENERBIT Humas Universitas Negeri Surabaya ALAMAT REDAKSI Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124 Fax (031) 8280804

D

osen sejati tidak ka­rena waktu yang hanya mung­kin bermula sebatas dan sekira saja. dari membeli lalu Banyak ilmu yang ti­ me­­lekati dirinya yang se­ dak tersambungkan ke be­­narnya kosong. Dosen alam pikiran mahasiswa se­­ jati itu berisi, tanpa ha­­nya karena situasi membeli, tetapi berawal yang dimaknai oleh ke­ da­ ri simpati dan empati ti­daksempatan dan ke­si­ di­rinya kepada ruang dan bu­ kan. Dari konteks itu waktu yang memang di­ ter­sembul makna sebuah pe­runtukkan untuknya. ke­senjangan yang terjadi Do­sen sejati adalah masa an­­ tara ukuran sang do­ kini bukan masa lalunya. sen dengan ukuran sang Dia mampu berada di su­ mahasiswa. Alam pi­kir­an dut bumi tanpa di­tempatmahasiswa pada akhir­ tem­patkan melainkan me­ nya hanya berada pada nem­pati sudut itu karena l DR. SUYATNO, M.PD ke­terbatasan karena il­mu ke­ wajiban untuknya. Do­ yang diterimanya ju­ ga sen sejati bukan untuk mimpi. berada pada kondisi ter­ba­tas. Dunia saat ini terisi dengan palsu-me­ Dosen sejati dengan demikian men­ malsu dari seseorang silih berganti. Ada ja­di keharusan dan kewajiban bagi yang telur palsu, buah palsu, ijasah palsu, ma­ menyandang identitas dosen di Une­ du palsu, stempel palsu, wajah palsu, dan sa. Keharusan dan kewajiban itu me­ rucut pada garis pedoman yang deretan palsu-palsu yang lain. Bisa jadi, nge­ ada pula dosen palsu. Palsu berarti bu­kan jelas dari almamater ini. Oleh karena asli. Asli itu bukan palsu. Kesejatian ber­ itu, dosen sejati memerlukan panduan ada di asli. Kepura-puraan berada di pal­ yang mengurai kreativitas dan inovasi su. Yang asli sebaiknya memerangi yang diri dosen. Panduan itu memberikan ru­ ang gerak sebebas-bebasnya dalam palsu. nukikkan keilmuannya. Dukungan Unesa yang sedang bersolek bak me­ gadis genit itu tidak boleh tanpa ke­se­ sa­ra­na keilmuan diberikan sebanyak-ba­ jatian dosennya. Dosen sebagai pilar nyaknya. Dukungan mentalitas di­ sam­ pe­­­mompa kebergunaan mahasiswanya paikan semenarik-menariknya. Du­kung­an haruslah berada dalam dunia sejati. Do­ kesejahteraan digarap dengan se­ sung­ sen sejati itu ilmunya berada pada tingkat guh­nya. Lalu, akan muncul identitas do­ ke­luasan, kedalaman, kekokohan, dan ke­ sen sejati. majuan bersama pergerakan bumi yang Memang, kurva kesejatian dosen dipijaknya. Dialah tempat utama meng­ ma­sih berada pada titik normal. Dosen adu para mahasiswa. Dia sosok yang me­ yang sama sekali tidak sejati jumlahnya nyinari kegelapan mahasiswanya. ke­ cil, dosen yang sedang-sedang saja Tugas mengajar menjadi pilihan uta­ jum­lahnya besar, dan dosen yang berada ma dalam kondisi apapun bagi dosen se­ pa­ da puncak kesejatian jumlahnya ke­ ja­ti. Kebermaknaan ilmunya dituangkan cil. Ke depan, kurva kesejatian harus ber­ ke dalam penelitian untuk menguak fe­ bentuk menaik dengan tanda dosen se­ja­ti no­ mena alam demi pembaruan mesin jumlahnya tinggi. Untuk mengubah po­sisi ke­­ ilmiahan dosen sejati. Keberfungsian kurva itu, kebijakan tidak sekadar mem­ il­­ munya dibumikan ke khalayak ramai ba­likkan lebar tangan. Kebijakan itu harus da­lam bentuk pengabdian. Namun, ke­ti­ di­dukung oleh perencanaan yang matang ga pilar yakni pengajaran, penelitian, dan de­ngan satu tujuan, memanen dosen se­ pengabdian haruslah dijalankan ber­ im­ jati untuk Unesa. bang. Lalu, arah dosen sejati banyak yang Kampus Unesa sedang rindu do­ me­nempuhnya. Di tempat lain, di kota lain, sen sejati. Kampus yang berada di ko­ta dan di ruang dan waktu lainnya, banyak provinsi itu mendambakan dosen se­ja­ti do­sen sejati yang mewujud. Bukan saja, yang berilmu, santun, ramah, dan ber­ dosen sejati itu keinginan Unesa semata. gu­ na. Dia mengenali wilayah tugasnya Perguruan tinggi lain pun mempersiapkan dari pinggir sampai ke tengah, dari ujung dengan berkeringat untuk mencapai sampai ujung lainnya, dari hulu sam­pai suasana perkuliahan yang diisi oleh dosen hilirnya, dan dari bermula sampai ber­ sejati. Unesa selayak kehendak perguruan akhir. Ranah dosen sejati itu tak terkira tinggi lain harus menegaskan diri dalam ka­rena kedinamisan yang dibentuk oleh membingkai dosen sejati miliknya melalui kip­rahnya. sentuhan yang bukan palsu melainkan Sesungguhnya, banyak ilmu yang sungguh-sungguh. n be­lum tersampaikan kepada mahasiswa

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

3


CONTENT

INFO HALAMAN

07

03. WARNA Dosen Sejati Bukan untuk Mimppi oleh Dr. Suyatno, M.Pd

05

05. LAPORAN UTAMA

• Merindukan Dosen Sejati • Fokus Tiga Pilar • Ada pada Komitmen • Teladan Mahasiswa • Dosen Sejati Mendidik dengan Hati • Dosen dan Mahasiswa Bicara tentang Dosen Sejati

16. KOLOM REKTOR

• Internasionalisasi Pendidikan Itu Sebagai Keniscayaan

18. LENSA UNESA 20. KABAR SM-3T • Tamu Istimewa dari Mamberamo

22. KABAR MANCA • Menakar Konstep REK di Illinois University

24. KABAR LITERASI • Menapak Tangga Literasi

26. KABAR BUKU

18

• Dahsyatnya Boom Literasi

28. SEPUTAR UNESA 30 KABAR PRESTASI • Gelar Karya Prodi Tata Rias Unesa Usung Pengantin Tradisional dan Rias Fantasi

32. INFO SEHAT • Makanan Manis Bukan Penyebab Deabetes

31. CATATAN LIDAH • Inspirator oleh Djuli Djatiprambudi 4 |

Dosen sejati. Barangkali itulah sosok yang dirindukan setiap mahasiswa. Dimanapun ia berkuliah. Termasuk di Univeristas Negeri Surabaya (Unesa). Lantas, seperti apa sosok dosen sejati itu? Berikut kupasan Laporan Utama majalah Unesa.

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014


LAPORAN UTAMA

MERINDUKAN DOSEN SEJATI Dosen sejati. Barangkali itulah sosok yang dirindukan setiap mahasiswa. Di manapun ia berkuliah. Termasuk di Univeristas Negeri Surabaya (Unesa). Lantas, seperti apa sosok dosen sejati itu? Berikut kupasan Laporan Utama majalah Unesa.

U

ndang-undang No­ mor 20 Ta­hun 2003 ten­­tang Sis­­te­m Pen­ di­dikan Na­­­sional de­ngan te­­­gas men­de­finisikan pen­­di­­di­kan me­rupakan usaha sa­­ dar dan terencana untuk me­­wu­jud­kan suasana belajar dan pro­­ses pembelajaran agar pe­­serta didik secara aktif me­­ ngem­bangkan potensi di­­ri­ nya untuk memiliki ke­ku­atan spi­ritual keagamaan, pe­ngen­ da­lian diri, ke­pri­ba­dian, ke­ cer­­dasan, akhlak mu­lia, serta ke­­terampilan yang diperlukan di­ rinya, masyarakat, bangsa

dan ne­ga­ra dan pendidik se­ ba­­gai te­naga kependidikan yang ber­kualifikasi sebagai gu­ ru, dosen, konselor, pamong be­­lajar, widyaiswara, tutor, ins­­­truktur, fasilitator, dan se­­ bu­tan lain yang sesuai de­­ngan kekhususannya, ser­­­ta ber­par­ti­ sipasi dalam me­­­nye­leng­ga­ra­ kan pen­di­di­­kan’. Mengacu pada un­ dang-undang itu, tentu pe­­ ran para tenaga pen­ di­ dik cu­­kup penting da­lam pe­ nye­­lenggaraan pen­di­di­k­­an. sebagai pendidik di ting­­­kat formal, para guru mau­­­­pun

dosen memiliki ke­ wajiban untuk berbuat se­ su­ atu yang bertujuan men­cer­das­kan ke­ hi­dupan bang­sa. Men­ja­di­kan se­buah bang­sa yang cer­das adalah pe­­kerjaan sangat mu­ lia ka­­rena berimplikasi lo­gis ter­­hadap pembangunan ka­ rakter bangsa dan pe­ning­ka­ tan kualitas dalam ber­ bagai sen­di kehidupan ma­syarakat agar lebih ber­ martabat dan ber­daya saing tinggi. Untuk mewujudkan itu, ten­ tu dibutuhkan proses pan­ jang dan usaha serius yang ber­kesinambungan.

Termasuk, da­lam menyiapkan para gu­ru dan dosen sebagai ka­um cendikiawan yang ber­ kewajiban menebarkan wa­wa­ san dan benih pengetahuan ke­ pada para peserta didik. Do­ sen yang memahami ke­ se­jatian peran dan fungsinya, ten­tu akan mampu menggali stra­ tegi dan inovasi pe­ nga­ jaran serta pemecahan ma­ sa­ lah pendidikan yang tentu sa­ngat berguna bagi para ma­ ha­siswanya.

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

5


LAPORAN UTAMA

Fokus Tiga Pilar REKTOR Unesa, Prof. Dr. Much­las Samani, M.Pd me­nye­ but bahwa dosen sejati harus ber­ imbang menjalankan tiga pi­lar yang terdapat dalam Tri Dhar­ma Perguruan Tinggi, yak­ ni mengajar atau mendidik, me­lakukan penelitian dan me­ la­ kukan pengabdian kepada ma­syarakat. “Dalam hal akademik dan da­lam peraturan pemerintah, se­orang dosen dituntut untuk me­ngamalkan Tri Dharma Per­ guruan Tinggi yaitu pen­ di­ dikan dan pengajaran, pe­ ne­litian, dan pengabdian pa­ da masyarakat. Tugas mulia se­ o­ rang dosen adalah untuk me­wujudkan ketiga hal ter­se­ but agar seimbang dan da­pat berjalan dengan baik,” ung­ kapnya. Muchlas menjelaskan, se­ orang dosen harus mampu mem­ berikan pendidikan dan pe­ng­ajaran sesuai spesialisasi dan pendidikannya. Selain meng­ ajar, dosen juga harus me­ lakukan penelitian sesuai bi­dang ilmu yang dikuasai dan dipelajari. Dosen sejati juga harus pernah memiliki pe­ ngabdian kepada masyarakat bisa berupa hasil penelitian atau pelatihan keterampilan yang diberikan langsung pada masyarakat yang mem­ bu­ tuhkan.

6 |

Proporsi ideal antara fung­ si mengajar, meneliti dan me­ ngabdi, terang Muchlas, ha­ ruslah seimbang. Dalam arti tidak ada yang melebih kuo­ ta yang ditetapkan. Ia mencontohkan, tidak bo­ leh karena alasan beban meng­ ajar kemudian dosen ter­sebut tidak melakukan pe­ne­litian dan pengabdian. “Sa­ at ini ada Sistem Informasi Pe­ ngembangan Karier Do­ sen (SIPKID) yang wajib di­ la­ por­ kan dosen dalam kaitan pe­lak­ sanaan fungsi Tri darma Per­ gu­ruan Tinggi,” beber Muchlas.

Dosen kelahiran Ponoro­ go, 15 Desember 1951 itu menambahkan, ada sejum­ lah syarat ideal untuk men­ja­ di dosen sejati yang ber­kua­ litas. Dosen tersebut ha­ruslah memiliki sejumlah ke­mam­pu­ an, pengetahuan dan ko­ mit­ men yang dibutuhkan oleh sistem pembelajaran se­hingga memiliki peran pen­ting dalam peningkatan mutu pem­ be­ lajaran yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan pendidikan secara efek­ tif dan efisien. “Untuk mewujudkan do­ sen ideal atau profesional bu­ kan pekerjaan sederhana. Ru­ mit dan kompleks. Tidak hanya se­kadar perbaikan gaji, tetapi

Drs. Supriyono, M.Sc

Prof. Eli­zabet Titik

“Pe­ngajaran itu kompleks, ti­dak hanya knowledge tetapi juga skill dan attitude. Karena semua itu akan mewarnai.”

“Dosen tidak boleh se­perti menara gading, be­lajar tinggi tapi tidak ber­man­faat bagi masyarakat.”

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

ba­nyak faktor yang perlu di­ pertimbangkan. Karena itu mem­­butuhkan perhatian dan komitmen bersama, baik pe­­­merintah, masyarakat, dan dosen itu sendiri, mau­ pun pihak-pihak yang ter­ li­­bat dalam pengelolaan pen­­didikan. Dengan upaya sungguh-sungguh yang dila­ ku­kan secara bersama-sama diharapkan dosen ideal dan profesional lebih cepat dapat diwujudkan,” tegas rektor yang akan mengakhiri masa ja­ ba­ tan­nya Juni mendatang. Pendapat lain di­kemu­ka­ kan Pembantu Dekan III, Prof. Eli­ zabet Titik. Menjadi dosen ideal, katanya, memang tidak mu­ dah. Setidaknya, ada tiga hal pokok yang harus di­ penuhi yakni mendidik, me­ neliti dan pengabdian ma­ sya­ rakat. “Dosen tidak boleh se­ perti menara gading, be­ lajar tinggi tapi tidak ber­man­ faat bagi masyarakat. Jadi do­ sen harus menunjukkan ha­ sil penelitiannya dan di­ manfaatkan oleh ma­sya­ra­ kat,”ungkap Titik. Pendapat senada dike­ mu­­ kakan sekjur Fisika, Drs. Supriyono, M.Sc. Ia me­ nga­ takan sejatinya dosen di­ ang­ gap berfungsi itu jika bisa men­ ja­lankan Tri Dharma Perguruan Tinggi baik dalam pengajaran, penelitian, dan pengabdian. “Pe­ ngajaran itu kompleks, ti­ dak hanya knowledge tetapi juga skill dan attitude. Karena semua itu akan mewarnai ma­ hasiswa setelah lulus nantinya,” ujarnya. Untuk penelitian, tambah Supriyono, sudah ada LPPM yang mewadai agar para do­ sen berkompetisi dalam meng­ ajukan proposal penelitian. Do­ sen bisa mengikuti pe­ ne­ litian baik dari Dikti atau Une­ sa sendiri ataupun swa­ dana. Begitu juga dengan pe­ ngab­ dian masyarakat, yang bisa juga dikelola oleh LPPM. “Meng­ ajar, meneliti, dan meng­ abdi itu bagian yang ter­integrasi bagi dosen sejati,” ung­kapnya.


Ada pada Komitmen SEMENTARA itu, Prof. Dr. War­sono berpendapat bahwa do­sen sejati itu kuncinya ada pada komitmen. Ia menyebut, se­ tidaknya dua komitmen yang harus dipegang dosen. Per­ tama, komitmen dalam pe­ngembangan ilmu dan tek­ nologi. “Jika komitmen ke­ il­ mu­an itu telah dimililki, dosen tersebut tentu akan komitmen dalam hal penelitian,” ung­kap­ nya. Kedua, komitmen dalam pe­ ngembangan potensi ma­ hasiswa sehingga me­ miliki jiwa ikhlas, kasih sa­yang, dan pendidik dalam meng­ ajar. “Komitmen itu bisa men­ do­ rong dosen mengajar de­ ngan baik berdasarkan pe­ne­ litiannya dan memiliki ideal­ isme,” paparnya. Selain komitmen, dosen FIS yang sebentar lagi menjabat Rek­tor Unesa itu menekankan pentingnya jiwa ilmiah pada diri dosen. Artinya, dosen harus senantiasa mengabdikan diri untuk kebenaran dengan ber­ da­ sarkan logika dan fakta. Do­sen yang demikian itu, bia­ sanya akan memiliki sikap de­ mokratis, menghargai, dan mendorong mahasiswa me­ ngem­bangkan kreativitas. Diakui Warsono, me­wu­ judkan dosen sejati seperti itu

di Unesa bukan perkara mu­ dah. Ia juga mengakui bah­ wa dosen di Unesa ada yang sudah menerapkan fungsinya sebagai dosen sejati, ada juga yang belum. “Untuk yang sudah harus terus di­kem­bang­ kan, sementara yang belum ha­rus didorong untuk menjadi lebih baik,” jelasnya. Ia berharap, ke depan do­ sen-dosen di Unesa men­ si­ nergikan semua hal yang ber­ kaitan dengan dosen se­ jati. Bagi Warsono, memilih men­ ja­ di dosen tentu membawa konsekuensi dan tanggung ja­wab serta peran yang harus di­lakukan.

Teladan Mahasiswa DRS. H. Daryono, M.Si, Pem­ bantu Dekan I FIS me­ nang­ gapi soal dosen sejati. Bagi, dosen Geografi yang memulai karir sebagai guru di daerah Nganjuk itu, dosen sejati

Dra. Ika Jayadi, M.Kes

merupakan dosen yang mampu mentransfer ilmunya dengan baik dan menjadi teladan bagi mahasiswa. “Di samping mengajar, dosen harus menjadi sosok yang bisa diteladani. Apalagi sebagian besar lulusannya kelak menjadi seorang guru. Tentu, mereka akan banyak mencontoh para dosennya ketika menjadi guru. Karena itu, dosen harus mampu mem­ berikan contoh yang baik dalam berkata, bertindak dan kedisiplinan,” ujar dosen kelahiran Karanganyar, 09 Maret 1954 itu. Selain mengajar dan men­ jadi teladan, dosen se­ ba­ gaimana fungsi yang ter­ dapat dalam Tridarma Per­ gu­ ruan Tinggi haruslah aktif me­ neliti dan mengabdi. Diakui Harsono, dua fungsi itu memang belum semua do­ sen dapat mengaksesnya. Barangkali, baru 50 persen dosen yang mampu me­ lak­ sanakan penelitian dan pe­ ngab­ dian. Untuk penelitan,

Prof. Dr. Bambang Suratman

mi­ salnya, Darsono menyebut ada persoalan sulitnya meng­ akses dana DP2M karena ketatnya kompetisi. “Kami se­ dang mendiskusikan ber­ sa­ ma pimpinan FIS Unesa agar dosen-dosen dapat meng­ ak­ ses dana DP2M yang sulit itu,” ujar dosen mata kuliah geologi itu. Harsono sangat meyakini jika dosen tidak pernah me­ neliti, dalam pengajaran pun tidak akan menarik Sebab, pe­ ngajaran yang hanya ber­ da­ sarkan buku saja tanpa dibekali fakta dari lapangan membuat pengajaran menjadi kering dan terasa kurang ge­ reget. Senada, Drs. Moch. Nur­ sa­lim, M. Si, Pembantu Dekan III FIP mengatakan bahwa do­ sen merupakan sosok yang harus bisa digugu dan ditiru. Sebagai pendidik, dosen harus bisa menjadi model bagi mahasiswa untuk ditiru perilakunya, tindak tanduknya, sikapnya, cara bicaranya, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan Unesa yang sejatinya adalah perguruan tinggi pencetak calon guru, maka apa yang ditampilkan dosen akan ditiru pula oleh mahasiswa calon guru. Pendapat yang sama dikemukakan Dra. Ika Jayadi, M.Kes, sekretaris Jurusan Pendidikan Kepelatihan Keolahragaan FIK. Ia mengatakan bahwa dosen adalah panutan bagi orang lain karena dosen tidak hanya sebutan (gelar) pengajar yang disandang melainkan harus memiliki kemampuan mengajar (mendidik), meneliti, dan mengabdi kepada lembaga pendidikan. Tentu, dosen sejati harus dapat menjadi panutan baik

Drs. Moch. Nursalim, M. Si

Drs. H. Daryono, M.Si

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

7


LAPORAN UTAMA dalam kegiatan akademik mau­ pun non-akademik. Ia men­ contohkan dalam dunia aka­ de­ mik, seorang dosen harus me­ miliki teknik pengajaran yang dapat memahami ka­rak­ tersitik mahasiswanya. Do­sen juga harus memiliki peng­ alaman panjang dalam hal pen­didikan. Sementara, dalam non­ akademik atau di luar ling­ kup pendidikan, dosen ha­ rus menjadi panutan bagi orang lain meskipun sedang

ti­ dak berhadapan dengan mahasiswa. “Dosen sejati adalah orang yang mampu menjadi panutan bagi mahasiswa dan orang lain yang diaplikasikan dengan mem­ berikan pelayan dalam segi pendidikan, memberikan ilmu yang dimiliki kepada ma­ hasiswa atau orang lain dalam pro­ sesnya,” ujar dosen yang akrab dipanggil bu Ika itu. Prof. Dr. Bambang Surat­ man, Dekan Fakultas Ekonomi

(FE) Unesa berpendapat bah­ wa yang disebut dosen sejati tidak hanya mengajar di kelas melainkan juga mam­ pu melaksanakan tri dharma per­guruan tinggi. “Dosen se­­ jati harus melakukan ke­ gi­ atan pendidikan, meng­ ajar, mempelajari dan me­ng­ embangkan ilmu yang ber­ ka­itan dengan pem­be­la­jaran, serta me­ngem­bang­kan ilmu bi­ dang studinya masingmasing,” jelasnya.

Dosen juga harus aktif da­ lam melakukan penelitian dan pengabdian, baik me­ libatkan mahasiswanya atau tidak. Dalam melakukan pe­ ngabdian terhadap ma­ sya­ ra­ kat misalnya dengan cara mem­ berikan bimbingan ke­ pada sekelompok guru, mem­ berikan pelatihan hal-hal baru kepada guru-guru dan juga kepada sekelompok ma­sya­ra­ kat. (GILANG/ARI/PUTRI/LINA/SANTI/WAHYU/CRH1)

Dosen Sejati, Mendidik dengan Hati

Prof. Siti Maghfirotun Amin

Dr. Waspodo Tjipto Subroto PENDAPAT menarik di­ke­mu­ ka­kan Prof. Dr. Siti Maghfirotun Amin, M.Pd. Guru besar dari FMIPA itu mengatakan bahwa dosen sejati adalah dosen yang melakukan aktivitas ke­ il­muannya baik mengajar, me­ neliti dan mengabdi dengan ikhlas dan dengan hati. Prof. Amin, demikian pang­ gilan akrabnya menandaskan bah­ wa jam kerja dosen itu harusnya 24 jam. Setiap saat jika mahasiswa menghubungi, dosen harus selalu siap. Se­ tiap saat, ketika mahasiswa meng­ alami kesulitan, dosen pun harus siap membantu dan memberikan jalan ke­ luar. Memang berat dan ti­ dak semua dosen bisa me­la­ kukan. Karena itu dalam me­ lak­ sanakan tugasnya, dosen ha­rus melakukan dengan hati dan penuh keikhlasan. “Bagi saya, uang bukan men­jadi ukuran. Tapi, ba­gai­ mana dosen mau membantu

8 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

ma­hasiswa dengan tulus dan meng­ajar dengan senang hati. Jika demikian, saya yakin ada kenyamanan saat me­lak­sa­ nakan tugasnya sebagai do­ sen,” paparnya. Tidak hanya da­ lam mengajar, melakukan penelitian dan pengabdian pun harus dilakukan dengan se­ nang hati. “Saya biasanya me­ lakukan pengabdian ma­ syarakat kepada guru-gu­ ru untuk meningkatkan pro­fe­sio­ na­litas mereka,” ungkap dosen yang telah mengajar sejak ta­ hun 1973 itu. Pendapat senada di­ ke­ mu­­kakan Dr. Waspodo Tjipto Sub­ roto, M.Pd. Dosen dan Sekretaris Prodi S-2 Pendidikan Dasar Pascasarjana Unesa itu mengatakan bahwa dosen se­ jati itu senantiasa melakukan peng­ ajaran dan meneliti de­ ngan segenap jiwa karena su­ dah merupakan bagian dari rutinitas dan pilihannya se­ bagai dosen. Sebagai dosen, ia sadar bah­wa tugas dosen bukanlah pe­kerjaan ringan. Dosen tidak hanya berkewajiban mengajar tetapi juga membimbing ma­­hasiswa agar memiliki kom­­petensi yang relevan de­ ngan keahliannya. Dosen juga memiliki tanggung ja­ wab pengembangan il­ mu pengetahuan melalui pe­ nelitian yang dilakukan se­cara terus menerus. “Ba­gai­mana dosen akan dapat mem­ bim­ bing mahasiswa agar me­ nemukan sesuatu yang ba­

ru, jika dosennya sendiri ti­dak melakukan riset, baik ke­ pustakaan ataupun lapangan,” pa­parnya. Dosen yang pernah men­ ja­ di pemakalah di Seminar Internasional dan Workshop di Universiti Sains Malaysia (USM) Penang, Malaysia pada tahun 2010 itu menambahkan bahwa seorang dosen sejati tidak akan pernah meninggalkan Tugas, Pokok dan Fungsi (Tupoksi) yakni melakukan pengajaran, pe­ nelitian dan pengabdian ke­pada masyarakat. Selain itu, dosen juga perlu menunjang ke­ mampuan diri dengan ak­ tivitas yang lain seperti men­ jadi panitia seminar, menggelar konferensi, meng­ gelar simposium dan aktivitas lain­nya. Lantas bagaimana proporsi yang ideal bagi dosen dalam men­jalankan tupoksinya? Alumnus S-3 Unibraw itu me­ ng­ atakan bahwa proporsi yang ideal bagi dosen adalah meluangkan banyak waktu untuk mendidik/mengajar dan meneliti. Memberi kuliah ada­ lah tugas dosen sedangkan m­ eneliti merupakan tugas dosen untuk mengembangkan keilmuannya. “Kalau dosen tidak melakukan penelitian, ten­ tu ilmunya hanya itu-itu saja dan pasti dosen tersebut akan ketinggalan jaman,” tam­ bahnya. (SANTI/RUDI)


Banyak Dosen Artis, Kebut Penelitian demi Pangkat

T

ak kalah menariknya pernyataan dari Drs. Benny Herawanto Soe­ set­ yo, M. Psi. Dosen yang kini men­ jabat Pembantu Dekan III FBS itu menyinggung banyaknya do­ sen di Indonesia yang seperti artis. Ar­ tinya, si dosen banyak bahkan sering me­ ninggalkan kewajibannya mengajar di kelas. Padahal, kewajiban mengajar me­ rupakan tugas utama dosen sebagaimana yang disebut dalam Tridarma Perguruan tinggi. Benny sebenarnya tidak mem­ per­ masalahkan hal itu karena para dosen itu juga menjalankan tugas negara. Hanya saja, pemerintah harus mengatur aktivitas seorang dosen ketika mendapat tugas tambahan sehingga tidak meninggalkan perkuliahan. Ia mencontohkan dirinya yang men­ dapat tugas sebagai panitia SBMPTN. Tugas tersebut tentu membuat Benny sering bekerja di luar jam kerja. Jika masih di dalam kota, tidak menjadi masalah karena bisa mengatur waktu perkuliahan.

Namun, jika di luar kota semisal menjadi asesor BAN-PT, dosen tersebut tentu ha­ rus terbang ke sana-kemari. Alhasil, perkuliahan banyak ditinggalkan dan konsekuensinya mereka harus mengganti jam tatap muka atau kompensasi lain sebagai pengganti tatap muka yang ter­ makan kegiatan itu. “Saya akui, menjadi dosen dalam pengertian ideal itu memang sulit,” ungkap dosen 59 tahun itu. Tak hanya soal pengajaran, dalam hal penelitian pun tidak semua dosen me­ lakukan penelitian dengan dasar ke­ wajibannya. Kebanyakan, mereka me­ la­ kukan penelitian karena mengejar ke­naikan pangkat. Karena dorongan itu, ter­kadang ada dosen yang melakukan penelitian dengan level “abal-abal” hanya untuk mengejar kenaikan pangkat ter­sebut. Ironisnya, lanjut Benny, dana yang di­ sediakan pemerintah, khususnya per­ guruan tinggi masih rendah bagi pe­ nelitian dosen. Karena itu, banyak dosen yang membuat penelitian asal-asalan sehingga tidak menghasilkan sesuatu

yang bermanfaat. “Padahal, tugas dosen ter­utama guru besar kan melakukan pe­ nelitian yang bermanfaat bagi khalayak. Tapi nyatanya, hasil penelitian bisa di­ka­ takan masih itu-itu saja,” kritiknya. Sementara untuk pengabdian, Benny ber­pendapat bahwa dosen memang di­ tuntut untuk menerapkan keilmuannya pada masyarakat. Bagi Benny, pengabdian ada­lah mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, meski bukan bidang studinya. (SANTI)

DOSEN SEJATI UNESA MASIH RENDAH Mengenai dosen sejati di Unesa, tentu menarik apa yang disampaikan Dr. Su­yatno, M.Pd. Dalam kata pe­ngantarnya di warna editorial, pakar sastra anak itu menyebut jika dibuat model kurva, dosen yang berada pada puncak kesejatian memang baru berjumlah kecil.

K

ebanyakan, dosendo­sen yang ada, se­ dang-sedang saja ting­kat kesejatiannya. Karena itu, Suyatno berharap ke depan, kurva kesejatian

dosen di Unesa itu bisa berbentuk naik dengan jumlah do­ sen sejati yang semakin tinggi. “Untuk mengubah posisi kurva itu, kebijakan yang di­ buat harus didukung oleh perencanaan matang dengan satu tujuan, memanen dosen sejati untuk Unesa,” paparnya. Mengenai masih rendahnya dosen se­ jati di Unesa, Pembantu Dekan III FIP, Drs. Moch. Nursalim, M. Si, mengakuinya. Nursalim menilai belum banyak dosen di Unesa yang melakukan penelitian dan pengabdian, apalagi selevel hibah kom­petisi nasional. “Buktinya, sampai saat ini Unesa merupakan

perguruan tinggi yang masih dibina oleh perguruan tinggi lain sehingga belum banyak yang melakukan penelitian dan pengabdian,” terangnya. Nursalim memaparkan beberapa ken­ dala yang membuat dosen kurang ber­ pe­ran memaksimalkan fungsi tridarma per­ guruan tinggi. Pertama, kemungkinan pa­ ra dosen terlalu disibukkan dengan me­ng­a­jar sehingga waktu untuk membuat pro­ posal atau membaca buku menjadi tersita. Kedua, banyak dosen yang belum tahu tentang panduan menyusun proposal terutama yang hibah tingkat nasional.

“Ken­ dala ketiga, kurangnya pelatihan ba­ gi dosen muda tentang penyusunan pro­posal, terutama proposal yang hibah ting­ kat nasional,” ungkap Nursalim. Dosen kelahiran Tuban, 3 Mei 1968 itu berharap dosendosen Unesa bisa me­ nun­ jukkan eksistensinya dalam penelitian dan pengabdian. Untuk penelitian, ha­ra­pannya semua dosen menghasilkan sa­ tu karya dalam setahun, termasuk juga me­ nulis buku untuk literatur. Selain itu, perlu adanya kebijakan dari pimpinan ten­ tang sertifikasi, bahwa bila ingin men­ da­ patkannya harus menghasilkan minimal satu penelitian dalam satu tahun. Pendapat senada di­ ke­ mukakan Dr. Was­podo Tjipto Subroto, M.Pd, Dosen dan

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

9


LAPORAN UTAMA Sekretaris Prodi S-2 Pendidikan Dasar Pascasarjana Unesa. Ia mengakui, belum banyak dosen di Unesa yang menerapkan tupoksinya dengan baik. Ia menyebut bahwa secara kasat mata, dosen yang sudah melaksanakan tupoksinya de­ ngan baik atau belum bisa dilihat salah sa­ tunya dari kenaikan pangkatnya. Wa­ lau­pun dosen itu masih muda, jika me­ mi­liki pangkat tinggi, tentu ia sudah me­ laksanakan tugas dengan benar sebagai dosen. Sebaliknya, dosen yang sudah ber­usia tua namun pangkatnya tidak ada perubahan berarti si dosen kurang me­ nerapkan Tridarma Perguruan Tinggi de­

ngan maksimal. Uuntuk meningkatkan pro­fe­sio­na­ li­tas seorang dosen di Unesa, Was­po­do menyebutkan salah satunya bisa di­ la­ kukan dengan memberikan insentif ba­ gi dosen yang memiliki karya baik buku maupun penelitian. “Atau pihak kam­pus bisa membuat program, dimana se­ tiap dosen yang membuat buku atau mem­ buat penelitian akan didanai dan di­be­ri­ kan insentif. Saya jamin program itu akan membuat para dosen lebih pro­­fessional da­lam bidang pengajaran, pe­ne­litian dan pengabdian kepada ma­sya­ra­kat,” pung­ kasnya.

Sekjur Fisika, Drs. Supriyono, M.Sc pun mengakui bahwa belum semua do­ sen melaksanakan fungsi tridarma de­ ngan baik. Meski demikian, sudah ada beberapa dosen sudah yang mencoba men­ jadi dosen ideal dengan berusaha melaksanakan fungsi Tridarma Perguruan Tinggi dengan baik. ”Menjadi pendidik seperti dosen itu memang tidak mudah karena ia harus membekali para mahasiswa secara utuh, tidak hanya unggul dalam knowledge saja, tetapi juga dibarengi kemampuan skill dan attitude,” tambah alumni Curtin University tersebut. (SANTI/RUDI/LINA)

apa kata mereka

Apa Kata Dosen tentang Dosen Sejati Beragam tanggapan diberikan dosen dalam memahami makna dosen sejati. Umumnya, mereka menyebut dosen sejati adalah dosen yang mampu menerapkan dan komitmen terhadap tridharma perguruan tinggi. Berikut komentar mereka!

Drs. Much. Khoiri, M.Si (Dosen Bahasa dan Sastra Inggris)

TUGAS UTAMA MENGAJAR, MENELITI & MENGABDI, LAINNYA TAMBAHAN

DRS. Much. Khoiri., M.Si, dosen Jur­ usan Bahasa dan Sastra Ing­ gris mengungkapkan dosen se­ jati adalah dosen yang bisa mengintegrasikan ketiga hal po­kok tridharma perguruan tinggi yakni pendidikan dan pengajaran, pe­ nelitian termasuk menulis, dan pe­ ngabdian yang berguna bagi ma­

10 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

syarakat. “Darma yang berarti pengabdian adalah kunci penting dari tugas dosen,” tandasnya. Khoiri tak membantah jika seorang dosen memiliki tugas tambahan selain pengajaran, penelitian dan pengabdian sebagai tugas utamanya. Hal tersebut sah-sah saja asalkan tidak mengganggu tugas utamanya. Yang menjadi masalah adalah jika yang dijadikan prioritas adalah pekerjaan lain, dan bukan tugas utamanya. “Dosen yang dapat menuntaskan ketiga hal pokok, selanjutnya ditambah dengan pengembangan-pengembangan lain tentu bisa dijadikan contoh bagi mahasiswa. Asal, ya itu tadi pekerjaan di luar tugas utama adalah tambahan bukan sebaliknya,” paparnya. (PUTRI)


Dr. Roni, M. Hum., M.A (Kaprodi Pendidikan Bhs Jepang)

MENGABDI PADA PENGAJARAN

BAGI kaprodi Pendidikan Bahasa Jepang itu, dosen sejati adalah dosen yang betul-betul mengabdi pada pengajaran pendidikan mahasiswanya. Selain untuk memenuhi kurikulum, ia harus betulbetul mencurahkan seluruh pengabdiannya pada apa yang diinginkan mahasiswa. Bukan semata-mata untuk pengajaran saja, namun juga harus mengerjakan apa yang dibutuhkan mahasiswa di luar itu. Aspek-aspek seperti pengajaran, pembimbingan, bantuan administrasi, bahkan sampai kegiatan kemahasiswaan pun harus siap dilakukan oleh seorang dosen sejati. Selain pengajaran, dosen sejati wajib melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Untuk porsinya, Roni menyerahkan pada aturan yang sudah termaktub di perguruan tinggi. Namun bagi Roni, pengajaran adalah kewajiban pertama dan penelitian mengikutinya. Jika dosen tidak melakukan penelitian, maka pengetahuan yang dimilikinya tidak ada yang baru. Pengetahuan baru itu nantinya dapat diajarkan pada mahasiswa di kelas. Dosen kelahiran Tulungagung, 30 Juni 1971 itu menambahkan, setiap dosen Unesa, khususnya dosen Pendidikan Bahasa Jepang sangat berharap adanya perubahan guna mendukung jalannya pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Contoh kecil misalnya, setiap dosen menginginkan satu ruang kerja yang diisi oleh satu sampai tiga dosen. Bila lebih dari satu, maka di antaranya harus ada yang senior untuk membimbing mereka yang junior. (SANTI)

Dra. Sri Sulistiani, M. Pd, (Sekjur Pendidikan Bhs Daerah)

MAMPU MENJALANKAN TRIDHARMA

SEBAGAI seorang dosen, Sri Su­ listiani menganggap tugas do­ sen itu berbeda dengan guru. Gu­ ru yang lebih mengutamakan me­ ngajar berbeda dengan do­ sen yang harus melakukan tri­ dhar­ma perguruan tinggi. Do­sen, ungkapnya, harus dapat me­ lak­ sa­ nakan tugas sesuai dengan fungsinya, yaitu mengajar, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat. Namun, tidak semua tridharma itu bisa terlaksana dengan baik di lapangan. Karena itu, bila ada pertanyaan apakah dosen itu sejati atau tidak sebenarnya bisa dilihat dari caranya menjalankan tugas tridharma. “Poin penting dari dosen sejati adalah mampu menjalankan tugas tridharma dengan baik, ikhlas, dan amanah. Pengabdian misalnya, adalah sebuah jalan tentang bagaimana kita dikenal masyarakat, peran kita di lingkungan sosial, dan pembawaan kita di tengah-tengah masyarakat. Namun pada prakteknya, saya sering melihat ada dosen yang hanya melulu mengajar tanpa memedulikan penelitian dan atau pengabdian. Padahal, perbedaan dosen dengan guru adalah tekanannya pada pelaksanaan tridharma itu,” tegas Sri. Untuk dosen-dosen Unesa, Sri mengembalikan pada masing-

masing individu, apakah mereka sudah menerapkan fungsi ideal tridharma tersebut. Seorang dosen, menurut Sri, minimal harus menjadi dosen yang baik dan menjalankan tugas sesuai amanah. Tapi kenyataannya, penelitian dan pengabdian yang ada di lapangan sering tidak berjalan karena alasan takut tidak lolos. Padahal, penelitian tidak harus dengan didanai, namun bisa juga dengan dana pribadi. (SANTI)

Dr. Toeti Koestiari, M.Si (Dosen Kimia)

DOSEN SEJATI TAK SAMPAI 10 PERSEN BAGI Toeti Koestiari, M.Si, dosen sejati adalah dosen tidak saja mampu mentransfer ilmu dengan baik, tetapi harus yang mampu menyisipkan nilai kehidupan sehari-hari sebagai bekal mahasiswa terjun ke masyarakat. Ia juga menyarankan sebaiknya dosen tidak bertindak galak dalam memberikan perkuliahan. Sebab, dosen yang galak apalagi saat mengampu mata kuliah yang sulit, materi yang disampaikan akan sulit diserap mahasiswa. Dosen yang dikatakan ideal menurut Toeti haruslah memiliki keseimbangan dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi, yakni mengajar tidak boleh lebih dari 12 SKS, meneliti tanpa batas dan mengabdi. “Proporsinya memang dosen sendiri yang bisa mengatur. Tapi, yang terpenting memang adalah mengajar, dari hasil mengajarnya kan bisa dikembangkan untuk diteliti,” terangnya. Khusus di lingkungan FMIPA, Toeti mengakui bahwa belum banyak dosen yang ideal. Jumlahnya mungkin masih kurang dari 10 persen. Karena itu, sangat diperlukan peran lembaga untuk melakukan pembinaan bagi para dosen agar kelak menjadi dosen yang ideal. Berbeda dengan Ika Kurniasari, S.Pd., M.Pd. Dosen di jurusan Matematika itu mengatakan jika dosen ideal yang sesuai dengan tridharma perguruan tinggi di jurusan Matematika sudah 95%. Itu dikarenakan pada setiap semester, ada evaluasi pengajaran sehingga bisa saling sharing tentang pengajaran yang telah dilakukan selama semester terakhir. (LINA)

Drs. Imam Zaini, M. Pd, (Sekjur Desain Grafis)

SEIMBANG JALANKAN TRIDHARMA IMAM Zaini mengatakan bahwa dosen sejati haruslah mampu melaksanakan pengajaran, penelitian, dan pengabdian yang seimbang. Pengajaran harus bagus, penelitian harus aktif, dan pengabdian harus terlaksana. Karena dosen juga dituntut untuk menjadi guru, maka aspek sosial, kepribadian, dan intelegensi jugia harus berpadu. Sangat berpengaruh apabila hanya pengajarannya saja yang bagus namun sosialnya kurang. Dari ketiga p oin dalam tridharma, Imam menganggap dosendosen Unesa masih kurang dalam pengabdian. Sementara untuk penelitian sudah mulai nampak karena berhubungan dengan TPP (Tunjangan Profesi Pendidik). Karena ada TPP ini, semua merasa dituntut untuk melaksanakan penelitian. (SANTI)

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

11


LAPORAN UTAMA Rahayu Kuswardani, S.Pd., M. Appl, Dosen Jur. Bhs Inggris) Dr. Danang Tandyonomanu, S. Sos., M. Si, (Dosen TP)

MENCINTAI PEKERJAAN DOSEN

MENGAJAR, MENELITI DAN MENGABDI

BAGI Rahayu, dosen sejati ada­lah dosen yang mencintai peker­ja­an­ nya, selalu semangat mengajar, te­ rus memperbaiki caranya me­ ng­ ajar, menambah keilmuan, dan membantu mahasiswa agar men­ jadi lebih baik. Mengajar itu hanyalah bagian kecil, justru yang paling besar adalah mencintai pe­ kerjaannya walaupun sudah pen­ siun sekalipun. Bagi dosen jurusan Bahasa Inggris itu, menambah keilmuan bisa dilakukan melalui penelitian dan pengabdian. Dosen sudah sewajarnya mengikuti tren yang terjadi di dunia pendidikan. Dalam hal ini, Rahayu mencoba menerapkannya pada pem­ belajaran di kelas. Saat ditanya tentang porsi mengajar, meneliti, dan mengabdi, Rahayu mengembalikannya pada masing-masing individu. Namun, Rahayu berpegang pada apa yang sudah disarankan dalam kepangkatan dan kepegawaian. Jika mengikuti pribadi, ketiganya ingin sama besar dan sama adilnya. Namun tentu saja tidak bisa seperti itu. Semua harus ada dalam porsi masingmasing. Mengajar bila di kantor, dan membantu masyarakat bila di luar. (SANTI)

DOSEN kelahiran Jember, 6 Agustus 1971 itu berpendapat bahwa tugas dosen yang utama adalah mengajar. Karena tugas utamanya mengajar, maka dosen diharapkan mampu menransfer ilmu dengan baik. Ia menambahkan bahwa mengajar saja tidak cukup. Dosen juga harus melakukan penelitian dan mengaplikasikasn penelitian dalam bentuk pengabdian ke masyarakat. Danang mengaku tidak tahu pasti apakah fungsi ideal dosen tersebut sudah diterapkan. Ia berkeyakinan bahwa beberapa fakultas sudah menerapkan, sementara beberapa fakultas lain mungkin kurang. “Iklim yang muncul di setiap prodi itu berbeda. Di jurusan lain bahkan ada dosen yang sama sekali tidak terlibat dalam penelitian dan pengabdian. Pengabdian mungkin bisa dicari selanya, namun penelitian dapat dikatakan sulit karena harus berebut dana,” terang Danang.(SANTI)

Fajar Arianto, M. Pd, (Dosen Jurusan Teknologi Pendidikan)

HARUS MAMPU MEMBERI MOTIVASI DOSEN yang baru satu bulan mengajar di jurusan Teknologi Pendidikan itu berpendapat bahwa dosen sejati adalah dosen yang mampu memberikan motivasi pada mahasiswanya. Tidak hanya itu, dosen juga memiliki tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan melalui penelitian yang semestinya dilakukan secara

terus-menerus. “Tanggung jawab dosen yang berat adalah melakukan penelitian secara serius. Temuan penelitian itulah yang kemudian menjadi kekuatan akademis bagi Unesa dimana yang bersangkutan mengabdi di dunia akademik. Antara pengajaran, penelitian, dan pengabdian alangkah baiknya bila dilakukan secara seimbang,” ujar Fajar. (SANTI)

12 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

Sjafiatul Mardliyah, S. Sos., M.A, (Dosen PLS)

PALING SULIT DI PENELITIAN

DOSEN sejati, bagi Sjafiatul adalah berpatokan pada tridharma perguruan tinggi. Total porsi yang baik adalah 12 SKS. Pengajaran ada sembilan SKS, sementara sisanya untuk penelitian dan pengabdian. Di antara ketiga fungsi dosen itu, dosen kelahiran Nganjuk 10 Juni 1972 itu mengakui yang paling sulit adalah pada peneletian karena dosen harus menemukan masalah, membuat kaitan antara teori yang dibaca, membaca berbagai jurnal untuk mengetahui tren ke depan, lalu diolah menjadi sebuah proposal penelitian. Menurut Sjafiatul, semua dosen Unesa memiliki persentase masing-masing dalam menyelesaikan tugas tridharma itu. Masalah penelitian adalah masalah kemamuan. Jika ada mau dan ada waktu, semua bisa dilakukan. Dosen sebenarnya bisa bekerja sama dalam penelitian, tidak hanya sendiri namun dengan orang dari jurusan lain pun bisa. Keterlibatan mahasiswa juga diperlukan karena mereka memiliki mobilitas tinggi sehingga bisa mengakses data yang paling kecil di masyarakat. (SANTI)


Dra. Tjatjik Mudjiati, M. Pd, (Dosen PGSD)

Rini Ismalasari, S.Pd. M. Kes, Dosen Kepelatihan

TJATJIK juga berpatokan pada tri­ dhar­ ma perguruan tinggi: meng­ ajar, melakukan penelitian, dan mengabdi pada masyarakat. Porsi yang baik dari tridharma tentunya harus dilakukan secara seimbang, bergantung pada peraturannya masing-masing. Ia menuturkan, setiap tahunnya dosen wajib melakukan pengajaran, penelitian, dan pengabdian untuk memenuhi kredit poin dosen. Dosen yang mengajar mata kuliah Matematika tersebut meng­anggap dosen Unesa banyak yang sudah melakukan tri­ dhar­ma. Berkat tridharma tersebut, dosen banyak melakukan ino­vasi pembelajaran sehingga dapat membantu mahasiswa un­ tuk berfikir kreatif dan inovatif. (SANTI)

MENURUT Rini, dosen sejati ada­ lah yang mampu melakukan pro­ ses pengajaran dengan ba­ ik. Dosen harus mampu meng­ arah­ kan mahasiswaa dalam proses menggapai tujuan yaitu mendapatkan ilmu dan me­ ne­ rap­ kannya. Dalam mengajar, Rini senantiasa menjadikan ma­ha­sis­ wa sebagai partner. Cara itu da­ pat memudahkan dosen dalam memberikan materi karena ma­ hasiswa tidak akan merasa digurui melainkan sama-sama belajar (sharing). Dosen yang sering meraih banyak gelar juara sewaktu menjadi atlet berpendapat bahwa dosen sejati tidak bisa dinilai oleh orang lain melainkan diri sendiri yang mampu menentukan sudah sejati atau tidaknya dosen. “Yang penting sudah berbuat terbaik bagi mahasiswa dan lembaga pendidikan (UNESA). Sebutan tidak begitu penting yang terpenting adalah manfaat,” pungkasnya. (WAHYU)

SUDAH JALANKAN TRIDHRAMA

YANG TERBAIK UNTUK MAHASISWA

S Kata Mahasiswa Dosen Sejati itu Peduli & Pintar Bagi Waktu Beragam pendapat tentang dosen sejati disuarakan para mahasiswa. Seperti apa para mahasiswa itu menilai sosok dosen sejati di Unesa. Berikut laporannya!

ulfia, S.Pd, perempuan asal Bangkalan yang kini menjadi mahasiswa pas­ca­ sarjana Unesa mengatakan bah­wa dosen merupakan pendidik pro­ fe­sional sekaligus ilmuwan yang bertugas tidak hanya mentransfer ilmu saja, tapi juga mampu mengantarkan generasi muda men­ jadi mandiri, matang dalam berpikir dan teguh da­lam pendirian. Bagi Sulfia, dosen sejati haruslah figur yang mampu mengatur jadwal secara teratur, mampu mengelola proses belajar mengajar dengan baik dan menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara dosen dan peserta didik. Mahasiswa S2 yang mengajar di SMK Farmasi Yannas Husada Bangkalan itu menilai, di Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya sudah ada dosen yang bertipikal sejati. Mereka terbukti telah melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan baik. Sulfia tak menampik bahwa dengan semakin tingginya tingkat kompetensi lulusan, dosen memang dituntut untuk senantiasa meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Alumni S1 Universitas Negeri Surabaya itu berharap seluruh dosen yang belum memiliki jiwa dosen sejati harus dapat meniru dosendosen yang memiliki jam terbang tinggi dan dapat mengatur jadwal tanpa meninggalkan tugas mengajar. Tak jauh berbeda pendapat yang dike­mu­ kakan Muhammad Masrur, S. Or. Mahasiswa S2 Pendidikan Olahraga Unesa itu me­nga­ takan bahwa dosen sejati adalah figur yang mampu mengatur waktu, memiliki ketegasan, dan komunikatif dengan ma­ ha­siswanya. “Dosen yang profesional adalah dosen yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

13


LAPORAN UTAMA kuat,” paparnya. Prai kelahiran 24 April 1989 itu menjelaskan, dosen sejati harus pintar membagi waktu sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik. Dosen juga harus tegas dalam memberikan batasan dalam aturan bersama yang sudah dibuat di dalam kelas belajar agar antara dosen dan mahasiswa menjadi sangat jelas dan tidak terdapat ketimpangan wewenang dosen terhadap mahasiswa. “Dengan ketegasannya, dosen memberikan semacam hadiah (penghargaan) bagi mahasiswa yang berprestasi di dalam perkuliahan, ataupun memberi sanksi yang berlaku bagi mahasiswa yang melanggar tata tertib perkuliahan,” tambahnya. Sementara itu, untuk mendukung proses pembelajaran di dalam kelas, kemampuan dosen dalam berkomunikasi dengan mahasiswa menjadi sesuatu yang penting. Kemampuan komunikasi yang baik, tentu membuat mahasiswa cepat merespons materi yang diajarkan. “Saat ini di Pascasarjana Unesa sudah ada dosen sejati. Prosentasinya, mungkin 70 persen. Saya berharap ke depan seluruh dosen di Pascasarjana Unesa terus memperbaiki diri menjadi dosen sejati dengan melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi dengan baik dan benar,” pungkas guru SMK YPM 4 Taman Bringin Bendo Sidoarjo itu. Menjadi Motivator Mahasiswa Pendapat berbeda dikemukakan Rizal Riskiyanto. Ketua BEM Fakultas Ekonomi itu menilai bahwa dosen sejati adalah dosen yang dapat memotivasi mahasiswa untuk giat belajar, giat menuntut ilmu, dan bisa mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa. “Karena potensi yang dimiliki mahasiswa itu

berbeda-beda, tentu untuk mengembangkannya dibutuhkan motivasi dosen. Jika dosen mampu memerankan itu, dialah sesungguhnya dosen sejati,” ungkapnya. Rizal menambahkan, selain memiliki kemampuan memotivasi, dosen sejati juga harus bisa menuntun mahasiswa mencapai prestasi. Karena itu, dosen dituntut mengerti dan memahami mahasiswa, bukan sebaliknya mahasiswa yang harus mengerti dosen. Mahasiswa angkatan 2011 itu mengakui masih sedikit dosen yang memenuhi kriteria dosen sejati. Ia menyebut dosen sejati jumlahnya hanya sekitar 10 persen saja. “Saya berharap ke depan, akan semakin banyak dosen yang memenuhi kriteria dosen sejati,” paparnya. Sementara itu, Rico Ariwijaya, salah satu mahasiswa berprestasi (Mawapres) 2014 berpendapat bahwa dosen sejati adalah dosen yang benar-benar mengabdikan dirinya, berdedikasi tinggi, mencintai dunia pendidikan, serta berupaya menciptakan nuansa yang kondusif sehingga mampu mencetak lulusan yang bermanfaat bagi masyarakat dan mampu menjadi penerus bangsa. “Intinya, dosen sejati akan mampu menciptakan lulusan yang berkualitas,” tegasnya. Rico menandaskan, banyak cara yang bisa dilakukan dosen sejati untuk meningkatkan kualitas lulusan. Antara lain, dengan mengikutsertakan mahasiswa pada pelatihan-pelatihan atau ikut ajang kompetisi. Rico mengaku, sudah cukup banyak dosen di Fakultas Ekonomi memenuhi kriteria dosen sejati. “Kalau diprosentasekan, sekitar 50 persen. Saya berharap ke depan, dosen yang berkriteria sejati bisa meningkat menjadi 90 persen,” tambahnya. (RUDI/CRH1)

Fierda Octiara Putri, Mahasiswa Sastra Jerman

Irhas Azizin, Mahasiswa Ilmu Keolahragaan

“Dosen sejati adalah dosen yang datang ke kelas tepat waktu, memberi tugas sesuai bobot SKS, bisa menjawab pertanyaan ma­ has­iswa seputar perkuliahan, mendukung kegiatan mahasiswa yang bersifat positif, meng­hilangkan unsur subjektivisme dalam diri, dan selalu menghargai proses daripada hasil. Menurut saya, di jurusan Pendidikan Ba­ hasa dan Sastra Jerman sudah ada sekitar 70% dosen berkriteria sejati.” (SANTI)

“Dosen sejati harus mampu menjaga se­ mangat mahasiswa, jangan jadikan ma­ ha­ siswa sebagai alat untuk keperluan masingmasing seorang dosen tanpa mengetahu karakteristik dari seorang mahasiswa. Se­­orang dosen sejati tak hanya dilihat dari ke­­mampuannya berpikir melainkan juga ha­ rus memiliki hati mulia contohnya penyabar, ber­hati mulia, ramah, jujur, disiplin dan mampu memberi support dan motivasi.” (WAHYU)

Irmayani Gadis Cholifah, Pendidikan Seni Rupa

Mansur Azizi, Mahasiswa Ilmu Keolahragaan

“Dosen sejati adalah dosen yang peduli terhadap mahasiswa, masyarakat, dan dunia luar. Ia tidak hanya mengajar dan pulang. Menurut saya, di Fakultas Bahasa dan Seni baru ada 50 persen dosen yang berkriteria sejati.” (SANTI)

“Seorang dosen sejati tidak hanya dilihat dari sudut pandang satu individu melainkan memiliki proses yang dapat dikenal banyak orang. Contohnya, dosen sejati harus memiliki teknik pengajaran yang melebihi dari rata-rata. Proses panjang dalam mengajar dan mengabdi dalam dunia pendidikan merupakan salah satu kunci kesuksesan seorang pengajar. Dari situlah implementasi yang nantinya akan merambat ke mahasiswa sebagai bentuk soft skill yang dapat mengubah sikap serta karakter menjadi lebih baik.”

Ais Rosyida, Mahasiswa PGSD “Dosen sejati adalah dosen yang mem­ be­­rikan sumbangsih pada pengajaran, pe­ ne­­litian, dan pengabdian masyarakat. Itu ar­­tinya, dosen sejati adalah mereka yang me­­miliki dedikasi terhadap pekerjaannya. Ba­nyak dosen sejati di FIP, sekitar 75%.” (SANTI)

14 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

(wahyu)


Nurul Lukita Sari, Mahasiswa Pendidikan Kimia 2012 “Dosen sejati itu dosen yang tidak menuntut pada nilai pe­ nampilan, tetapi berprinsip pada proses dalam ilmunya sampai mahasiswa memahami ilmu yang diberikan. Sehingga, ilmunya nanti terus istiqomah. Kalau dosen yang ada di FMIPA jika dipresentasi saya kurang mengerti, tetapi untuk di jurusan Kimia sendiri menurut saya dosen-dosennya memiliki prinsip de­ngan misi masing-masing. Yang terpenting bagaimana mereka me­ nyalurkan ilmunya.” (LINA)

Ayu Fitri, Pendidikan Biologi Internasional 2012 “Dosen sejati itu dosen yang bisa mengajarkan makna dari setiap mata kuliah yang diajarkan. Untuk para dosen di jurusan Biologi sendiri sudah menuju ke arah dosen sejati, mungkin sekitar 70%.” (LINA)

Dwi Putri Sundoro, Mahasiswa Pend Tek Informasi 2012 “Menurut saya dosen sejati itu simple sih, dosen yang tepat waktu saat masuk ke kelas, tidak jam karet ataupun seenaknya sendiri. Kalau menghargai waktu saja tidak bisa , apalagi mau menghargai mahasiswanya. Selama semester 4 ini, dengan pa­ tokan ketepatan waktu dalam mengajar, mungkin hanya sekitar 10% yang bisa dikatakan sebagai dosen sejati di jurusan saya.” (LINA)

Dwi Nurhayati, Mahasiswa Teknologi Pendidikan 2013 “Dosen sejati itu tidak sekedar mengajar, tetapi juga mem­ be­rikan contoh yang baik untuk mahasiswanya. Dia juga bisa membimbing, tidak sekadar memberitahu saja, misal saat mem­ berikan tugas yang terkadang kurang dimengerti oleh ma­ hasiswa. Karena saya belum begitu mengenal semua dosen lebih dalam, menurut saya dosen yang bisa dikatakan sejati di jurusan saya masih bisa dihitung dengan jari, malah tidak lebih dari 5 orang.” (LINA)

Dwi Putri Megawati, Mahasiswa Fisika 2012 “Dosen sejati itu bisa membimbing mahasiswanya. Karena ma­ hasiswa masih dalam masa penentuan masa depan, se­ harusnya dosen bisa mengarahkan sesuai dengan kemampuan mahasiswanya, tidak dibiarkan begitu saja. Dan menurut saya jika dipresentasekan dosen sejati yang ada di Fisika mungkin ada sekitar 70%.” (LINA)

DOSEN PROFESIONAL P

rofesional, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti sesuatu yang “memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya”. Sementara menurut Merriam-Webster Dictionary, profesional “dicirikan oleh atau sesuai dengan standar teknis atau etika profesi”. Dosen profesional adalah dosen yang memiliki kompetensi khusus di bidangnya untuk melaksanakan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Lebih jauh, dosen profesional taat pada etika profesi. Memiliki integritas yang tinggi, jujur, melakukan sesuatu dengan benar, dan melakukan hanya hal yang benar. Sebagai insan ilmiah, dosen bisa saja melakukan kesalahan; tetapi ia tidak boleh berbohong. Dosen dituntut untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara profesional. Profesionalisme dosen di Indonesia dilihat dari sertifikat pendidik melalui program sertifikasi yang diawali sejak tahun 2008. Dosen yang memeroleh sertifikat disebut dosen profesional (di bidangnya). Sebagai dosen profesional, pemerintah memberikan tunjangan profesi. Kompetensi di bidang pengajaran dapat dilihat dari metode, bahan, dan proses pengajaran di dalam kelas. Kompetensi dalam penelitian dapat dipantau dari kualitas penelitian dan publikasi ilmiah dalam jurnal bereputasi. Kompetensi dalam pengabdian kepada masyarakat diukur dari, antara lain, peran dosen dalam praksis pembangunan, terutama di sektor publik. Mengabdi ditandai bukan dengan sejumlah gelar yang diperoleh, tetapi seberapa peduli seorang dosen memberi alternatif solusi atas permasalahan masyarakat di sekitarnya. Lalu bagaimana kualitas dosen kita pasca sertifikasi dosen (serdos)? Surat Dirdiktendik Ditjen Dikti nomor 3693/E.43/2012 dapat dijadikan rujukan. Berdasarkan data kinerja dosen penerima tunjangan profesi 2008-2011 dan data kelulusan serdos tahun 2012, maka pengusulan serdos tahun 2013 mengalami perubahan mendasar dalam portofolio dosen. Perubahan terutama terkait dengan kemampuan bahasa Inggris, tes potensi akademik (TPA), dan publikasi pada jurnal ilmiah/nasional/internasional. Sampai kini, belum diperoleh kriteria operasional tentang tiga komponen tersebut. Mungkin sebagian besar dosen mendukung kebijakan ini, meskipun tekesan terjadi diskriminasi dengan portofolio dosen sebelum tahun 2013. Pertanyaan mendasar adalah, apakah dosen yang telah memeroleh sertifikat pendidik masih layak disebut profesional bila tidak memenuhi tiga komponen tersebut. Oleh karena itu, tiga komponen itu harus pula dipersyaratkan bagi dosen profesional (sudah memperoleh sertifikat pendidik) agar tetap bisa memperoleh tunjangan profesi.

Jef Rudiantho Saragih Dosen Agrobisnis dan Perencanaan Wilayah

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

|

15


KOLOM REKTOR

INTERNASIONALISASI PENDIDIKAN ITU SEBUAH KENISCAYAAN

K Oleh Prof. Muchlas Samani

16 |

ita dapat melihat hu­ bung­an pen­di­dikan de­ngan ke­hidupan di ma­sya­rakat dari dua sudut pandang. Seringkali kita mendengar ungkapan pen­ didikan sebagai wahana pe­ngembangan sumberdaya ma­nusia pembangunan. Ung­ kapan itu menunjukkan pan­ da­ ngan bahwa pendidikan iba­ rat pedati yang ditarik kuda. Kudanya adalah pem­ bangunan sedangkan pe­ da­tinya adalah pendidikan. Artinya pendidikan difung­ si­ kan untuk memenuhi tuntutan pem­bangunan. Kita juga dapat berpikir da­ ri sudut pandang yang lain, yaitu justru pendidikan yang menjadi kudanya se­ dang­ kan pembangunan se­ bagai pedatinya. Agar pem­ bangunan mengarah ke sek­­ tor pertanian yang maju, ma­­ka langkah awal justru kita

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

siapkan tenaga ahli di bidang itu. Dengan adanya ahli bi­ dang pertanian diharapkan, pembangunan akan bergeser ke arah pertanian modern. Pola ini juga sering disebutkan bahwa pendidikan sebagai bentuk rekayasa sosial. Ter­ ma­suk pandangan ini mereka yang mengatakan bahwa pen­ didikan itu merupakan wahana pembebasan. Artinya melalui pendidikan dikembangkan ma­­nusia yang bebas untuk da­ pat megembangkan diri se­suai dengan keinginannya. Bu­kan sekadar sebagai “alat” pem­ bangunan. Sebenarnya dua sudut pandang itu bukanlah se­ su­ a­ tu akan betul-betul beda (mutually exclusive), tetapi ha­ nyalah berbeda dalam pe­ne­ kanan. Keduanya sama-sama memahami bahwa pendidikan se­bagai wahana “membantu me­ nyiapkan orang untuk

meng­hadapi masa depannya”. Bedanya, pandangan pertama masa depan mereka adalah bagian atau lebih kasar di­se­ but sebagai komponen pem­ bangungan bangsa. Pan­ dangan kedua memahami ma­ sa depan mereka adalah suatu kebebasan, sehingga setiap orang dapat memilih apa yang diinginkan. Terlepas dari perbedaan itu, satu hakikat yang sama, adalah keduanya menginginkan agar pendidikan dapat membantu orang menyiapkan diri sukses memerankan dirinya sesuai dengan situasi yang dihadapi. Jadi salah satu kata kunci yang harus diperhatikan da­ lam mendesain pendidikan ada­lah “situasi yang akan di­ hadapi orang/anak yang te­ lah lulus/tamat”. Meminjam ung­ kapan Trilling & Fadel (2009) langkah awal dalam men­desain pendidikan ada­lah


KOLOM REKTOR

menggambarkan situasi ma­ syarakat/dunia kerja 20 tahun ke depan ketika siswa sudah lulus dan terjun ke masyarakat. Berangkat dari gambaran tersebut, selanjutnya me­­ru­ muskan/memastikan ke­mam­ pu­an/kompetensi apa yang se­ ha­rusnya dimiliki lulusan agar suk­ ses menghadapi situasi ter­ sebut. Nah, kemampuan itulah yang seharusnya di­kem­ bangkan di sekolah/lembaga pen­didikan. Mari kita banyangkan se­ per­ti apa situasi Indonesia 20 atau 30 tahun yang akan da­ tang. Saya yakin sudah jauh berbeda. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi akan me­nyebab­ kan era global akan datang lebih cepat. Asean Economic Community (AEC) yang akan dimulai tahun 2015, di­ su­ sul dengan yang lain-lain akan mempercepat era itu. Se­ karang saja, kita sudah di ha­ da­ pkan kenyataan bahwa buah-buahan yang dijual di pa­ sar berasal dari berbagai ne­gara. Demikian pula pernikper­ nik pakaian. Sebaliknya kita juga menjumpai kopiah dan perlengkapan haji di Saudi Ara­bia ternyata buatan Gresik dan Bangil. Indomie sudah mem­ bangun pabrik sangat

besar di sana. Baju-baju dari Bandung dan Pekalongan su­ dah menumpuk di Australia. Begitu banyak tenaga asing bekerja di Indonesia, se­ ba­ liknya kita juga melihat ba­ nyak orang Indonesia yang sekarang bekerja di ne­ ga­ ra lain. Kita sudah tidak me­nge­ tahui dengan jelas, air mi­neral merek Aqua itu milik siapa, sementara peternakan sa­ pi besar di Autralia ternyata di­mi­ liki orang Indonesia. Barang-barang begitu mu­ dahnya melintas batas ne­­ gera, begitu banyaknya te­ na­ ga kerja melintas negara dan begitu mudahnya ke­ pe­ milihan perusahaan ber­ pin­ dah tangan antar warga ne­ gara yang berbeda, maka in­ternasionalisasi sudah di­ha­ da­pan kita. Dengan demikian pen­ didikan harus dapat me­ nyiap­ kan diri menghadapi si­ tuasi yang bernuasan in­­ ternasional itu. Jadi in­ter­na­ sio­nalisasi pendidikan menjadi se­buah keniscayaan. Internasionalisasi pen­di­di­ kan bukan dimaksudkan kita meng­ impor pola pendidikan asing, menggunakan ku­ ri­ ku­ lum asing apalagi meng­ im­ por guru dari negera lain. Te­ tapi pendidikan yang da­ pat memastikan bahwa lu­

lusannya dapat berkompetisi dan sekaligus bekerja sama de­ngan orang dari negara lain dengan posisi setara. Tidak menghasilkan lulusan yang nanti hanya menjadi orang yang disuruh-suruh oleh orang asing yang bekerja di negeri ini. Kalau para lulusan bekerja di negara lain, mereka seha­rus­ nya juga setara dengan orang setempat dan warga negara lain. Tentu sesuai dengan pro­ fe­si yang dipilih. Namun harus di­ pastikan bukan sekadar men­ jadi tenaga kerja kasar yang disuruh-suruh.

Bagaimana sistem pen­ di­ dikan, bagaimana kurikulum dan proses pembelajaran un­ tuk menghasilkan lulusan se­ per­ti tersebut di atas? Itulah yang harus dipikirkan oleh me­ reka yang menyebut diri se­ bagai pakar pendidikan, prak­tisi pendidikan, pemerhati pen­didikan dan birokrasi pen­ di­dikan. Semoga kita semua ter­gerak untuk membantu me­ reka. .*

Mari kita banyangkan se­per­ti apa situasi Indonesia 20 atau 30 tahun yang akan da­tang. Saya yakin sudah jauh berbeda. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi akan me­nyebab­kan era global akan datang lebih cepat. Asean Economic Community (AEC) yang akan dimulai tahun 2015, di­su­sul dengan yang lain-lain akan mempercepat era itu.

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 17


LENSA UNESA

e c a b

PELATIHAN JURNALISTIK KEHUMASAN

d

a. Dr. Suyatno, M.Pd., Kepala Humas Unesa beri arahan kepada calon reporter Humas.

c. Kerja Tim: Proses penulisan berita di salah satu tenda redaksi calon reporter.

b. Meriah: Suasana Pelatihan Jurnalistik Kehumasan di Joglo Kantin Baseball Kampus Ketintang

d. Praktik videografi jurnalistik para calon reporter di Ranunesa.

e. Malam apresiasi karya portofolio para calon reporter Humas Unesa.

Peringatan Hari Kartini di Auditorium FMIPA Unesa.

18 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014


LENSA UNESA

Diskusi Meja Bundar: Kerjasama FE Unesa dengan Association of Certified Fraud Examiners Indonesia Chapter East Java Region.

UNESA JADI PANITIA PEMINDAIAN LJK UJIAN NASIONAL TINGKAT SMA Rektor Unesa tinjau proses pemindaian (scanning) Lembar Jawaban Komputer (LJK) Ujian Nasional SMA/SMK/MA se-Jatim di Pusat Komputer (Puskom) Unesa. Ini merupakan bagian dari Unesa menyukseskan Ujian Nasional di Jawa Timur. Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 19


KABAR PPG/SM-3T

TAMU ISTIMEWA: Direktur PPG Unesa, Prof. Luthfiyah Nurlaela bersama Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Memberamo, Isak Torobi.

CATATAN DARI PROGRAM SM-3T DAN PPG UNESA

TAMU ISTIMEWA DARI MAMBERAMO Hari ini (Senin, 4/6) saya kedatangan tamu istimewa dari jauh. Tidak tanggungtanggung. Tamu saya itu dari Kabupaten Mamberamo Raya, Papua. Namanya, Isak Torobi. Beliau adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mamberamo Raya.

20 |

S

ebenarnya Pak Ka­ dis, be­gitu kami me­nye­ but­ nya, sudah tiba di Surabaya sejak dua hari lalu. Tetapi karena saya ma­sih bertugas di Yogya, maka ba­ru hari ini kami bertemu. Siang ini saya membawa Pak Kadis menghadap Pak Rek­ tor. Di ruang rektor yang sejuk, di­temani PR 1 dan secangkir teh manis serta kletikan, Pak Kadis menyampaikan maksud ke­ datangannya. Beliau me­ nun­ jukkan setumpuk berkas su­ rat kesanggupan para pe­ ser­ ta SM-3T untuk kembali di­­tugaskan ke Mamberamo Raya.

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

oleh Prof. Luthfiyah Nurlaela “Saya ingin menyampaikan ke­ pada Bapak Rektor bahwa para guru SM-3T sanggup un­ tuk kembali ditugaskan ke Mamberamo Raya. Tentu saja kalau Bapak merelakan me­ reka.” Begitu kata Pak Kadis. Lelaki hitam tinggi besar tapi ramah itu menjelaskan. Katakatanya runtut, mengalir lan­ car dengan suaranya yang agak serak namun jelas. Mata ta­jamnya yang bersembunyi di wajah hitamnya menyiratkan kesungguhan. “Kami merasa sangat ter­ ban­ tu dengan kehadiran pa­ ra guru itu. Kami sangat ke­ kurangan guru. Bupati meng­

ha­rapkan mereka semua akan menetap di sana. Mereka akan diangkat sebagi guru kontrak, sambil menunggu formasi un­ tuk CPNS. Mereka nantinya akan diprioritaskan.” Tentu saja Pak Rektor me­ nyam­but dengan tangan ter­ bu­ka. Para guru itu sudah mem­ buat surat kesanggupan yang su­ dah mereka tandatangani sen­ diri. Atas inisiatif mereka sen­diri. Apa yang harus di­to­ lak? Ketika anak-anak mu­ da itu merasa terpanggil un­ tuk menjadi bagian dari pem­ ba­ ngunan pendidikan di pe­ lo­ sok negeri, bukankah itu pi­ lih­an yang hebat. Tidakkah itu


KABAR PPG/SM-3T membanggakan? “Tapi, kalau nanti me­ re­ ka selesai bertugas di Mam­ be­ ramo Raya, saya dengar, me­reka masih harus setahun mengikuti program PPG, be­ nar­kah begitu?” Pak Rektor mengangguk. Men­ jelaskan bahwa selepas dari Program SM-3T, mereka akan mengikuti Program PPG. “Tidak bisakah itu di­ tunda?” Tanya Pak Kadis. Tentu saja tidak, itulah ja­ wa­ban Pak Rektor. Namun de­ ngan bahasanya yang rileks dan mencerahkan. Ternyata Pak Kadis datang, selain ingin menyampaikan surat ke­ sanggupan para peserta SM-3T, juga untuk memohon su­ paya mereka boleh tidak meng­ikuti Program PPG. Saya katakan itu program yang penting untuk mereka. Juga menguntungkan bagi Pem­ da Mamberamo Raya. Karena begitu mereka nanti ber­ tugas di sana, mereka tidak lagi direpotkan dengan kewajiban harus ikut sertifikasi guru. Mereka sudah memiliki sertifikasi itu. Artinya, begitu bertugas, mereka tidak akan pergi-pergi dalam jangka wak­ tu yang lama untuk menempuh pendidikan profesi. “Berarti mereka akan per­ gi selama setahun? Bisa­ kah kami dijamin bahwa ka­ mi diberi guru-guru untuk meng­ gantikan mereka, Pak Rek­tor? Sementara mereka pergi un­tuk menempuh PPG? Kami sangat kekurangan guru, dan ke­ ha­ diran mereka begitu berarti bagi kami. Kalau kami harus kehilangan mereka selama setahun, saya khawatir dengan anak-anak, guru-guru, dan se­ kolah-sekolah yang sudah te­ lanjur mencintai mereka.” Lan­ jut Pak Kadis. Pak Rektor spontan melihat sa­ ya. Saya mengangguk, ter­ ha­ ru. Juga meyakinkan Pak Rek­ tor. “Bisa, Bapak.” Suara sa­ ya pelan. Dada saya agak

sesak tiba-tiba. Suara Pak Kadis barusan, begitu menghunjam ulu hati saya. Membayangkan rasa kehilangan itu. Setahun memang waktu yang singkat. Namun ketika dalam setahun itu kebersamaan begitu intens, bersama-sama membangun pe­ mahaman dan pengertian, me­ maknai suka-duka karena ke­ beragaman, dan lantas terjalin perasaan saling mem­ butuhkan dan saling men­cin­ tai, betapa berat sebuah per­ pisahan. “Mungkin ada baiknya Pak Ka­ dis menulis surat ke Dikti, su­paya nanti Mamberamo Ra­ ya dikirim lagi guru-guru ke sa­ na.” Kata Pak Rektor. “Ke Dikti?” Tanya Pak Kadis. Ragu. “Ke Unesa saja juga ti­dak apa-apa, Bapak.” Tukas sa­ ya, mencoba memahami ke­ ra­ guan Pak Kadis. Beliau pasti merasa akan kehilangan jalur emas kalau harus berkirim surat ke Dikti. “Ke Unesa sa­ja, Bapak, nanti kita yang mem­ba­ wa suratnya ke Dikti.” “Ya ya, begitu juga bagus.” Kata Pak Rektor. Tiba-tiba Bu Kisyani, ter­ se­ nyum, menarik perhatian kami. “Ada apa, Bu Kis?” Tanya saya. “Gelangnya Pak Kadis...ba­ gus sekali.” Kami tertawa berderai. Ge­lang perak di pergelangan ta­ngan Pak Kadis serta merta men­jadi pusat perhatian ka­mi. Pak Kadis tertawa lebar, mem­ per­lihatkan lesung pipitnya. Tentang lesung pipit itu, tadi, menjelang masuk ru­ angan Pak Rektor, saat saya mem­perkenalkan Pak Kadis ke Bu Kis, Bu Kis juga spontan ber­ ko­mentar. “Aduh, Bapak manis sekali....punya lesung pipit ....” Ten­tu saja Pak Kadis tersipusipu dengan sapaan yang tidak terduga itu. Kami keluar dari ruangan rek­tor saat jam menunjukkan pu­kul 14.00 lewat. Sebenarnya

“Mungkin ada baiknya Pak Ka­dis menulis surat ke Dikti, su­paya nanti Mamberamo Ra­ya dikirim lagi guruguru ke sa­na.” Kata Pak Rektor. ada kegiatan pembukaan Pe­ kan Olah Raga (POR) Peserta PPG siang ini, dan saya di­ha­ rapkan bisa membuka acara. Namun saya sudah berpesan ke Pak Sulaiman dan Pak Heru tadi, kalau acara sudah dimulai dan saya belum tiba, Pak Su­lai­ man bisa mewakili saya un­tuk memberi sambutan dan mem­ buka acara. Tiba di PPG, ternyata acara baru akan dimulai. Benar-be­ nar tepat momennya. Upa­ca­ ra Pembukaan POR ini tidak hanya dihadiri oleh ka­ mi para pengelola, namun juga dihadiri Kepala Dinas Mam­ beramo Raya sebagai tamu kehormatan. Saat saya mem­ beri sambutan, saya mem­per­ kenalkan kepala dinas dari seberang timur itu, dan me­ nyampaikan maksud ke­ da­ ta­ ngannya. Maka sambutan yang hangat pun riuh rendah da­ri para peserta PPG. Kami membawa Pak Kadis ber­­­keliling, melihat gedung PPG dari satu lantai ke lantai yang lain. Saya sempat me­ mi­sahkan diri karena saya ha­ rus menghadiri pertemuan de­ ngan para mahasiswa S-2 pe­serta penelitian Hibah Pas­ ca Sarjana, yang memang se­ ngaja saya undang ke PPG, biar saya bisa nyambi-nyambi. Sementara itu, Pak Heru dan Pak Julianto, mendampingi Pak Kadis mengunjungi asrama. Bercengkerama dengan para peserta PPG, yang kebetulan beberapa ada yang asli Papua, dan sempat makan malam ber­ sama dengan anak-anak muda itu. Begitu tiba di ruangan saya se­ kembalinya dari asrama, Pak Kadis berkata. “Luar bia­sa.

Saya yakin, kita bisa me­ngem­ balikan jati diri kita bila proses pendidikan guru di­ kemas seperti ini.” Wajahnya me­ nyi­ ratkan kebanggaan. “Ya, Bapak. Oleh sebab itu, bia­ rkan para guru yang saat ini bertugas di Mamberamo Raya, pulang dan belajar di sini setahun, dan baru kembali lagi ke Mamberamo. Untuk melengkapi bekal mereka sebagai guru.” “Ya ya, saya sangat setuju. Saya akan laporkan ke Pak Bupati nanti, bahwa para guru itu harus mengikuti program ini, supaya Mamberamo Raya nantinya mendapatkan guruguru yang benar-benar guru.” Malam itu, lewat waktu Isya, kami mengakhiri pertemuan dengan makan malam di Rumah Makan Lombok. Pak Kadis dan Pak Heru menikmati sup buntut, saya dan Anang menyeruput sayur asem, dan Pak Julianto melahap gurami bakarnya. Pertemuan sehari ini begitu indah dan penuh makna. Semoga memberi makna juga bagi hal-hal baik yang telah terbangun dan terus dibangun. Penulis adalah Direktur PPG dan Koordinator SM-3T Unesa..

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 21


KABAR MANCA

NYAMAN: Pemandangan kampus di Illinois yang begitu nyaman.

MENAKAR KONSEP ‘REK’ DI ILLINOIS UNIVERSITY Kampus UIUC merupakan kam­pus yang sangat luas dan memiliki lahan hijau yang cukup banyak sehingga sa­ngat nyaman untuk me­ la­ku­kan berbagai aktivitas be­lajar.

22 |

P

engalaman be­la­jar di Illinois, USA me­ru­pa­ kan peng­ala­m­an yang ti­dak pernah sa­ya impikan sebelumnya. Me­nya­ da­ri ke­mam­puan berbahasa Ing­ gris yang terbatas, saya sangat ber­ syu­ kur bisa lolos se­ leksi untuk mengikuti pro­ gram Sandwich-Like ini. Se­ bagai dosen pertama di Ju­ ru­ san Pendidikan Olahraga yang berhasil meraih program Sandwich-Like, saya berusaha me­manfaatkan kesempatan be­lajar di Illinois ini sebaik-ba­ ik­nya. Illinois merupakan salah sa­ tu negara bagian di USA yang jauhnya kurang lebih tiga jam perjalanan darat dari Kota Chicago jika ditempuh dengan bus atau kereta listrik. Terkait de­ngan mimpi Unesa menjadi kampus REK (Rekreasi, Edukasi dan Konservasi), saya ingin ber­bagi kesan selama berada di kampus University of Illinois at Urbana Champaign (UIUC)

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

oleh Anung Priambodo yang mungkin bisa diterapkan di Unesa. REKREASI Kampus UIUC merupakan kam­pus yang sangat luas dan memiliki lahan hijau yang cukup banyak sehingga sa­ ngat nyaman untuk me­ la­ ku­ kan berbagai aktivitas be­lajar. UIUC juga memiliki fa­ si­ litas olahraga yang cukup ba­ gus untuk sarana menjaga kebugaran dan rekreasi yaitu ARC (Activities and Recreation Center) dan CRCE (Campus Recreation Center East). Pada kedua bangunan (Gym) itu dilakukan berbagai aktivitas rekreatif mulai dari olahraga, dance, kelas memasak sehat, dan sebagainya. Beberapa fasilitas juga mengakomodasi mahasiswa disability (adapted). ARC dan CRCE ini menjadi pilihan utama bagi mahasiswa

untuk melakukan aktivitas rekreatif di luar perkuliahan, terutama pada musim dingin (winter). UIUC juga memiliki sarana playground yang luas dan asri untuk melakukan berbagai aktivitas permainan dan diskusi. Selain itu, fasilitas olahraga yang lain seperti lapangan basket, tenis indoor dan outdoor, basket, atletik, softball, American football (Rugby) tersedia dan terawat dengan baik. Jika dibandingkan dengan Unesa, sebenarnya Unesa telah memiliki fasilitas yang cukup hebat yaitu Sport Science and Fitness Center (SSFC) dan ko­ lam renang berstandar Inter­ na­ sional. Unesa juga telah me­ miliki berbagai prasarana olah­ raga seperti lapangan atletik, tenis lapangan, softball, ho­ ckey, basket, bahkan se­ ka­ rang sedang gencar me­


KABAR MANCA nye­le­saikan lapangan futsal dan bas­ket indoor. Jika semua bangunan tersebut dapat di­ gunakan secara optimal de­ ngan manajemen yang baik dan profesional, Unesa akan men­ jadi salah satu kampus idaman di Jawa Timur, bahkan di Indonesia. Selain bidang olahraga, kam­pus UIUC juga sangat ter­ ke­nal dengan Art Performancenya, bahkan hal ini didukung de­ ngan bangunan Kranner Art Museum yang berisi ber­ ba­ gai dokumentasi tentang UIUC dan beberapa ruangan yang bisa digunakan untuk Art Performance seperti dra­ ma, tari, stand up comedy, dan sebagainya. Unesa se­ harusnya juga tidak ka­lah karena memiliki ge­ dung Sawunggaling yang cu­kup representatif. Ting­gal ba­ gai­mana me­ng­op­ti­mal­­kan ge­ dung tersebut de­ngan ber­bagai jadual Art Per­for­ma­nce yang bisa dinikmati oleh semua ma­ ha­ siswa, bu­kan hanya mahasiswa seni. Jadi yang tampil adalah ma­­ha­ siswa seni sekaligus se­ ba­­ gai ajang uji kompetensi, se­­ dang yang melihat adalah kha­ layak umum. Mungkin hal itu sudah dilakukan di Une­­ sa, namun perlu evaluasi ba­ gai­mana mengoptimalkan tu­ juan tersebut. Jadi untuk me­­wujudkan kampus yang rek­­reatif, Unesa punya potensi yang baik, tinggal bagaimana se­­ luruh sivitas akademika se­ ha­ ti mewujudkan tujuan ter­ sebut dengan ikut menjaga dan melestarikan berbagai sum­ ber daya yang ada di Unesa. EDUKASI Dalam hal mewujudkan Une­­ sa sebagai kampus edu­ kasi yang tentunya juga ha­ rus unggul di bidang riset, saya sangat terkesan dengan per­ pustakaan dan berbagai budaya akademik yang ada di kampus UIUC. Sebagai salah satu universitas dengan per­ pus­takaan terbesar, UIUC me­ miliki kemudahan akses re­fe­

ren­ si baik untuk buku-buku elek­ tronik, buku-buku teks mau­pun untuk akses berbagai jurnal penelitian. Katalog dan berbagai sumber yang di­ cari juga bisa diakses secara in­ dividual oleh mahasiswa de­ ngan menggunakan akun ma­ sing-masing untuk masuk di web www.uiuc.edu. Ketika saya berhasil me­ miliki student ID, saya bisa menggunakan kartu ma­ ha­ sis­wa tersebut untuk naik bus gra­tis di seluruh wilayah Kota Champaign, Urbana. Saya juga bisa mengunduh secara lang­ sung berbagai referensi dan jurnal penelitian baik di kam­ pus maupun di apartemen. Ke­ lebihan yang saya rasakan bahwa segala kegiatan aka­ de­ mik yang ada di kampus telah dilakukan secara online. Hal ini didukung dengan ak­ ses internet yang sangat lan­ car dan tidak lemot. Ketika do­ sen akan menampilkan ha­ sil penelitian atau video klip untuk pembelajaran, do­­ sen bisa mengakses se­ ca­ ra daring (online), begitu juga segala kegiatan se­ mi­ nar, pengumpulan tu­ gas, nilai semua berbasis da­ ring. Ketika mahasiswa mem­ bu­ tuh­kan buku yang ada di in­ ter­ net, namun tidak ada di per­ pustakaan UIUC, maka librarian akan membantu un­ tuk mencarikan buku ter­ se­ but di perpustakaan dari uni­versitas yang lain di USA ka­ rena ada sistem pengelolaan perpustakaan yang terpadu. Mengacu pada pe­nga­la­ man tersebut, saya memiliki har­ apan Unesa juga menjadi kam­ pus yang kondusif un­ tuk pembelajaran. Hal uta­ ma yang harus dibenahi ten­ tunya kemudahan untuk ak­ses internet (tidak lemot). Se­ luruh materi perkuliahan se­yog­ya­ nya bisa diakses dengan mu­ dah via online. Selain itu, perlu dilengkapi buku-buku re­ferensi dan pembenahan ma­ najemen perpustakaan se­hingga per­pus­

takaan benar-be­nar bisa men­ jadi salah sa­tu sumber belajar yang rep­re­sen­tatif. KONSERVASI Pada aspek konservasi, hal yang menarik saat saya berada di Illinois adalah banyaknya tupai yang berkeliaran secara bebas baik di lingkungan kam­ pus maupun di apartemen ma­ hasiswa. Saya tidak pernah me­ lihat ada seseorang yang ber­ usaha menangkap atau me­ nem­bak tupai tersebut, justru sebaliknya saya beberapa kali melihat ada mahasiswa yang mem­ beri makan tupai-tupai tersebut. Jadi bisa dibayangkan bagaimana indah dan asrinya kampus UIUC dengan padang rumput, tumbuh-tumbuhan yang berwarna-warni dihiasi de­ ngan tupai-tupai yang ber­­lompatan dengan bebas dalam suasana yang sangat di­ ngin saat saya ada di Illinois. Berdasarkan hal tersebut, sa­ ya merindukan terciptanya suasana yang sama di kampus Unesa. Bozem atau Ranunesa yang dihiasi dengan burung dara yang beterbangan tam­ pak asri. Hal tersebut perlu di­ les­tarikan. Begitu juga ketika hu­tan kampus yang telah di­ resmikan nanti tumbuh de­ ngan berbagai pohon yang rin­ dang akan sangat indah dilihat. Apalagi ada burung-

bu­rung atau unggas lain yang bisa hidup bebas menambah in­dahnya suasana alam kam­ pus Unesa. Sebagai akhir dari tu­ li­ san ini, saya merasakan bah­ wa sekalipun saat ini ada per­ bedaan yang jauh antara kam­ pus tercinta Unesa dengan kampus UIUC yang no­­ tabene kampus di negara adi­ daya USA, namun bukan berarti Unesa tidak bisa ber­ kembang menjadi kampus idaman seperti kampus UIUC. Saya sangat yakin dengan ko­ mit­ men yang kuat dari para pim­pinan dan seluruh sivitas aka­demika Unesa, maka kam­ pus Unesa yang memiliki nilai Rekreatif, Edukatif dan Kon­ ser­ vatif (REK) akan segera ter­wujud sehingga belajar di kampus Unesa menjadi satu kebanggaan tersendiri dalam meraih kesuksesan pada masa depan. Semoga menjelang tahun emas ini, segenap sivitas akademika Unesa bisa memperbarui komitmen dan visi guna menuju Unesa yang lebih baik, Unesa yang lebih berkualitas, dan Unesa yang mampu mencetak pribadipribadi yang berkarakter sesuai dengan motto Growing with Character. Penulis adalah dosen Unesa, peserta program PKPI di Illinois University USA

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 23


KABAR LITERASI

MENAPAK TANGGA LITERASI oleh Pratiwi Retnaningdyah Dosen FBS Unesa yang sedang melanjutkan studi di Australia.

24 |

S

ekitar 1 bulan yang la­­lu, Adzra pulang se­ kolah dengan ter­go­poh-go­poh. “Mommy, mommy, I wanna show you something!” Begitulah dia selalu me­ mu­ lai celotehannya. Sambil me­ ngeluarkan buku dari tas bi­runya, dia teruskan: “You know what. I’m level 12 now. Ooooh, I’m so happy.” Adzra pasti amat gembira. Reading level-nya menginjak le­vel 12 di pertengahan term 1 grade 1 ini. Di awal term, dia me­mulai literacy program dari le­vel 5-6. Itu level yang terakhir dia capai saat di Prep year. Apa makna level 12 ini? Me­­nurut reading benchmark di Australia, di level ini, teks yang dibaca memiliki be­be­ra­pa ka­ rak­­teristik sebagai be­ri­kut: • straightforward sentence and structures continue with

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

• • •

sup­portive phrases and pla­ cement varied sentence patterns which may have repeated phra­ses or refrains complete story develops with more episodes using literary language illustrations provide lower le­ vel of support specialised vocabulary for so­ me topics opportunities to extend rea­ der’s understanding of words and their relationships continues theme of building on situations that are possibly familiar to students further opportunities to learn how words work

Secara sederhana, boleh sa­­ya katakan bahwa level 11 ke atas sudah melewati emergent li­teracy. Artinya, anak tidak lagi

melalui proses sounding out. Alias sudah lancar membaca. Saya perhatikan di dalam buku yang dia bawa pulang tiap hari untuk home reading, pemilihan katanya sudah semakin me­ ning­kat taraf kesulitannya. Su­ dah mulai banyak kata yang terdiri dari 2-3 suku kata. Mes­ki begitu, kalimatnya tetap ber­ ben­tuk kalimar tunggal. Perlu diingat bahwa ting­ kat kelas (grade 1-6 misalnya) de­ ngan tingkat kemampuan mem­baca adalah dua hal yang berbeda. Meski untuk tiap tingkat ditetapkan reading level yang disarankan untuk dicapai, pa­da dasarnya tiap anak me­ mi­liki tingkat membaca yang ber­­beda. Misalnya saja, di prep dulu, Adzra punya teman ba­ik, sesama anak Indonesia, yang reading levelnya sudah men­ ca­pai 20-an. Itu artinya struktur


KABAR LITERASI ka­limat dalam buku mulai le­ bih panjang dan kompleks. Se­mentara itu, di grade 1 se­ka­ rang, ada temannya yang ma­ sih di level 5. Itu berarti ma­sih banyak melibatkan soun­ding out ketika membaca. Ka­li­mat­ nya juga pendek-pendek, de­ ngan rata-rata satu suku kata per kata. Kalau tiap anak punya level yang berbeda, lalu bagaimana literacy program dijalankan? Satu hal yang patut dicatat ada­lah, pada level early literacy, proses pembelajaran selalu da­lam bentuk one-on-one atau group reading. Perkembangan tiap anak akan dicatat. Seorang anak bisa saja meloncat ke 2-3 level di atasnya bila diang­ gap siap, namun bisa juga ‘ngendon’ lama di level ter­ten­ tu. Adzra misalnya, di grade 1 ini mulai dari level 6, meloncat ke 8, 10, dan sekarang 12. Dulu saat masih di Prep Year, durasi di level 1-3 saja lebih dari se­ tengah tahun. Toh itu tidak membuat sa­ ya cemas. Saya justru lebih kha­ watir ketika ada level yang di­ loncati. Jangan-jangan dia ma­ lah jadi kesulitan membaca, dan ujung-ujungnya malah jadi malas membaca. Bila ada level yang dilewati, saya bia­sanya mengecek garis war­ na-warni di halaman be­lakang buku. Ternyata level yang diloncati masih setara dengan level buku yang dia baca.

Syukurlah kalau begitu. Sa­ ya pribadi tidak ingin Adzra buru-buru loncat ke level 15 misalnya. Too risky! Lebih asyik menikmati dia membaca ce­ ri­ ta di level sesuai dengan kemampuannya. Di situ dia bi­ sa membaca dengan tone yang pas dengan jalannya ce­ rita. Bila ada 1-2 kata yang dia masih struggling, di situlah ‘com­prehensible input’ masuk. Ini katanya teori Second La­ ngua­ge Acquisition. Bagaimana pula jenis teks yang dibaca? Di kacamata se­ orang pengajar bahasa Ing­ gris seperti saya, menarik se­ kali mengamati bagaimana ber­bagai jenis teks (narrative, re­count, descriptive, report, pro­ ce­dure) sudah menjadi bagian sehari-hari. Bahkan Adzrapun pa­ham bahwa di dalam cerita fiksi, selalu ada problem (conflict). Akhirnya diskusi saya dengan dia setelah baca buku jadi menarik. Saya bisa tanya, “what’s the problem in the story?,” “who’s the character,” “do you think this is real?” A­tau kadang Adzra sen­

diri yang ber­ko­men­tar, “that can’t be real.” Atau bagaimana te­li­nga­nya menangkap nuansa pu­ itis dalam baris kalimat, “wow, the­se words rhyme.” Menengok program li­ te­ ra­si di tanah air (bila ada), kita tidak perlu kaget mengapa ran­king Indonesia di tes PISA 2013 hampir buncit (64 dari 65 negara peserta untuk read­ ing literacy). Problemnya bu­ kan hanya sekadar kebiasaan mem­baca di kelas dan di ru­ mah. Critical literacy skill be­ lum menjadi bagian da­ri pro­ ses pembelajaran. Se­men­ta­ra di sini, ketrampilan ini jus­tru sudah dibangun sejak di­ ni, sejak anak masih belajar mem­ baca. Mudah-mudahan saya ti­ dak salah berasumsi. Tapi saya kok belum pernah melihat ada reading level yang dipakai untuk kategorisasi buku ba­ caan di tanah air. Bahkan kalau dilihat materi yang dibagikan sebagai bagian dari kurikulum, 2013 misalnya, jelas kelihatan bahwa anak diasumsikan ber­­ ada di tingkat membaca yang sama. Buktinya, buku pe­­­gangan cuma satu. Saya ti­ dak bicara tentang Lembar Kerja Siswa (LKS) atau buku p­ enunjang.Tapi anak kelas 1 tidak bisa diasumsikan sudah pin­tar membaca kan? Bila se­ jak dini pembelajaran ‘hanya’ me­rujuk pada 1 sumber, bisa dibayangkan berapa ra­ tus ribu anak yang berisiko ‘be­lum melek literasi’ dan tidak ter­ de­teksi. Dan masalah ini akan ber­ ulang, menumpuk sampai ke level berikutnya. Repotnya, pandangan u­­ mum tentang literasi adalah mam­­­ pu baca tulis. Kalau su­ dah mampu mengeja huruf, mem­­­baca kalimat pendek, ma­­­ka diasumsikan anak akan jal­an sendiri. Lupa bahwa ke­ mam­­­puan membaca itu juga ber­­­tahap, perlu dilatihkan ber­ ulang-ulang. Supaya ter­ ben­ tuk menjadi kebiasaan yang

menyenangkan. Dan le­ bih penting lagi, anak perlu di­ paparkan pada berbagai je­nis teks. Lha untuk hal yang ter­ akhir ini saja, nampaknya ma­ sih jauh panggang dari api. Di sisi lain, reading level 1-26 di luar negeri ditargetkan un­ tuk dilampaui ketika anak su­ dah sampai di grade 2/3. Setelah itu, anak-anak sudah mu­lai membaca chapter books (buku yang ada bab-babnya se­ perti novel anak-anak) sendiri. Meski begitu, chapter books juga sudah dikenal anak-anak sejak di grade 1, melalui storytelling session di kelas. Adzra sudah mengenal cerita Charlie and the Chocolate Factory karangan Roald Dahl karena gurunya yang baca buku di kelas. Keikut-sertaan Indonesia di tes PISA sepertinya amat ris­ kan dan sulit diharapkan men­dongkrak ranking (meski ini bukan satu-satunya tu­ ju­ an). Mau diganti berapa ka­ lipun kurikulum pendidikan, selama program literasi ti­dak dibenahi dari tingkat di­ ni, akan sulit diharapkan ter­ bentuknya masyarakat yang melek literasi. Ini adalah pro­ ses yang akan memakan wak­ tu yang lama. Mungkin 10 ta­ hun. Mungkin 1 generasi. Tidak mungkin kita beranganangan, bila kurikulum 2013 di­ buat berbasis literasi mi­ sal­ nya, maka dalam tes PISA men­datang, ranking Indonesia akan terdongkrak di posisi 20 besar. Patutlah diapreasiasi ke­ hendak pemerintah untuk ikut serta di tes internasional ini. Namun yang lebih penting adalah mempersiapkan pro­ gram literasi yang solid dan me­ nyentuh sejak pendidikan usia dini. Pendidikan memang pro­ ses yang panjang dan tidak se­gera kelihatan hasilnya. Bila ti­ dak dimulai sejak sekarang, ka­pan kita mau melihat ke­ber­ ha­silannya?n

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 25


KABAR BUKU

Dahsyatnya BOOM LITERASI

oleh Suhartoko Pegiat literasi dan salah satu pendiri Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo).

26 |

S

ejak diamanahi oleh pa­ra penulis calon bu­ ku sebagai bagian dari Tim Editor, saya ber­ pikir dan berkeinginan men­ jadikan buku yang akan kami garap tidak sekadar me­ nye­ nangkan para penulis dan ko­ munitasnya. Lebih dari itu, saya berharap agar buku ini ke­lak memiliki kekuatan dan mam­ pu menginspirasi para pem­ bacanya untuk tergerak dan terlibat dalam upaya pe­ngem­ bangan literasi di negeri ini. Karena itu, bersama sa­ ha­bat saya, Much. Khoiri yang biasa saya sapa Kang Em­ cho dan Eko Prasetyo, kami me­ matri komitmen untuk men­ jadikan buku dimaksud se­ bagai buku yang secara kua­ litatif memang layak di­ ba­ ca dan kaya pesan moral yang layak pula ditiru dan di­

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

kembangkan. Kemampuan e­di­ti­ ng pun kami pertaruhkan un­tuk memoles naskah hingga me­masuki pracetak (lay ot) dan si­ap cetak untuk diterbitkan. Maka, bersama para pe­nu­ lis, tema pun kami pilih dengan fokus pengembangan literasi, khususnya membaca dan me­ nulis di berbagai elemen ma­ syarakat. Tidak hanya itu, de­ mi menghasilkan naskah yang berkualitas, komunikasi de­ ngan penulis juga kami la­ kukan secara intensif ma­ na­ kala didapati naskah yang memerlukan informasi tam­ bah­an. Salah satu contohnya, ini kami lakukan kepada Dina Ha­nif Mufidah, guru SMP Mu­ hammaiyah 12 Gresik. Guru ber­ prestasi di dunia literasi ini menulis pengalaman pan­ jang­ nya sebelum akhirnya me­ nikmati sukses luar biasa

dalam berliterasi, khususnya bercerita atau mendongeng. Oleh Dina, demikian sa­ paan akrabnya, naskah yang dikirim ke saya via email berisi kisah panjangnya waktu masih kecil yang menginspirasi di­ rinya hingga memiliki ke­ mam­ puan mendongeng dan mengantarkannya jalan-jalan ke Vietnam dan Singapura. Tulisan Dina berjudul “Inspirasi Sanggar Cerita” kebetulan saya yang mengedit. Namun, di tengah proses editing ber­ langsung, saya merasa ada yang kurang. Karena itu saya minta tam­ bahan tulisan kepadanya dua hing­ ga tiga alenia sebagai closing naskah. Saya ingin nas­kah apik itu tidak sekadar ngglundung semprong, hanya memuat kisah sukses seorang Dina. Lebih dari itu, naskah


KABAR BUKU tersebut memiliki daya do­ rong untuk mengajak orang lain “mewarisi” kepiawaian Dina dalam mendongeng. A­tas permintaan ini, Dina me­ res­pons positif. Dan, gak pake lama, ia pun mengirimkan nas­ kah tambahan dengan poinpoin yang saya pesan. Ketika sejumlah naskah ma­suk dan didistribusikan ke Tim Editor, kami kembali ber­ pikir bagaimana membuat ju­ dul buku yang efeknya cu­ kup dahsyat bagi upaya pe­ ngembangan literasi. Se­ rangkaian pertemuan --yang lebih pas saya sebut cang­kru­ kan-- pun kami lakukan. Ka­mi berdiskusi serius, bahkan tak jarang harus berdebat un­ tuk menemukan judul yang ciamik poool bagusnya. Se­ tiap judul yang diusulkan ha­ rus ada penjelasan ar­gu­men­ tasinya, selain filofosi yang dikandungnya. Tak lupa, ka­mi pun men-share ke para penulis via grup milis Ganesa yang selama ini memfasilitasi alum­ ni IKIP/Unesa di grup milis, un­ tuk menggali masukan demi men­ dapat judul yang bagus dan menggigit. Terakhir, kami kembali cang­ kruk di resto Graha Pe­ na, Senin (14/4). Dalam cang­ krukan yang ditemani cap­po­ cino dan lumpiah ini, akhirnya kami memfinalkan judul bu­ku dari beberapa alternatif se­ belumnya. Adapun judul yang kami pilih dan pastikan adalah BOOM LITERASI: Menjawab Tragedi Nol Buku. Mengapa BOOM kami san­ dingkan dengan LITERASI? Itu kami lakukan dengan ha­ rap­ an, jangan sampai upaya pe­ ngembangan literasi ini ber­ jalan setengah-setengah dan anget-anget tahi ayam. Mun­ cul­ nya kata BOOM itu kami ha­rapkan ada gerakan dahsyat yang mampu membuat gaung literasi bisa disebarkan ke ber­ bagai penjuru negeri lewat “hu­ lu ledaknya” yang luar

biasa. Optimisme kami tereks­ plo­rasi manakala mencermati naskah yang lahir dari 16 “laskar literasi” yang tergabung dalam proyek penulisan buku keroyokan ini. Mereka ternyata bukanlah para pendongeng atau orator yang lagi kampanya literasi, tetapi menceritakan pengalaman empiris mereka dalam berjibaku dalam dunia li­ terasi, baik lewat budaya bertutur, membaca, apalagi me­ nulis. Sekali lagi, para pe­ nulis buku ini tidak sedang ber­ orasi atau omdo (omong doang) tentang dunia literasi, te­ tapi memberikan contoh, me­motivasi, dan menginspirasi siapa saja pembaca khususnya, dan masyarakat pada umum­ nya untuk terlibat dan me­ ngem­bangkan budaya literasi. Harapannya, lewat gerakan dan budaya literasi, peradaban bangsa bisa diperbaiki dan di­ ting­katkan agar sejajar dengan per­adaban bangsa-bangsa ma­­ju di dunia ini. Bagaimana dahsyat da­ n kriuknya buku ini? Un­ tuk mempercepat daya je­ la­ jah buku yang dahsyat dan ins­ piratif ini, kami me­ ngun­ dang para penulis untuk ikut menjadi agen khu­ sus guna mempercepat pe­nye­ba­ran buku ini. Karena itu, Lewat komunitas penulis ma­ singmasing, distribusi bu­ ku ini diharapkan cepat ber­ kem­ bang. Selain itu, buku ini juga akan didistribusikan di tookto­ko buku di Surabaya dan be­ be­rapa kota di Jatim.n Penulis adalah praktisi Public Relations, mantan wartawan, pegiat literasi dan salah satu pendiri Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo).

SERIAL SM-3T UNESA

Mimpiku, Mimpimu, Mimpi Kita Ini adalah buku ketiga yang ber­ ce­ ri­ ta tentang pengalaman para peserta SM3T Unesa mengikuti dua buku se­ belumnya ‘’Ibu Guru, Saya Ingin Membaca’’ dan ‘’Jangan Tinggalkan Ka­ mi’’. Kisah-kisah yang ditampilkan di buku ini d­ itulis sendiri oleh para pe­ serta angkatan kedua yang di­tugaskan di sekolah-sekolah ter­ tinggal di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Meski dua buku sebelumnya juga berkisah tentang daerah pengabdian yang sama, Sumba Timur, namun masih saja ada kisah-kisah baru yang tidak tertuang di buku pertama dan kedua. Tidak saja tentang kondisi daerah, sekolah, dan anakanak Sumba Timur yang serba terbatas namun juga motivasi para peserta yang merelakan diri mengabdi selama setahun di daerah 3T. Kisah para peserta angkatan pertama ternyata meng­ins­ pi­rasi para peserta angkatan kedua. Kisah-kisah perjuangan, pe­ ngabdian, dengan berbagai tantangan yang dihadapi angkatan pertama telah menginspirasi angkatan kedua. Angkatan kedua datang ke Sumba Timur sudah membawa mimpi yang ingin mereka wujudkan di daerah pengabdian. Memang, tidak semua yang mereka impikan terwujud ketika sampai di tempat pengabdian. Mimpi mengabdi di daerah terpencil dan terisolasi ternyata tidak kesampaian, karena ditugaskan di daerah yang sudah memiliki beberapa fasilitas, meski tidak selengkap di kota. Ada yang bermimpi mendidik anak-anak polos nan lugu, kenyataan di lapangan harus berhadapan dengan remaja tanggung yang sudah ‘’tercemar’’ sisi buruk perkembangan tek­nologi informasi dan komunikasi. Namun setidaknya, mim­ pi mereka untuk berpetualang ke daerah tidak dikenal su­dah kesampaian. Mimpi mereka untuk melihat dan mengalami sendiri betapa luasnya Nusantara sudah terwujud. Peng­ alaman itu setidaknya sudah memberikan pemahaman pa­ da mereka bahwa Nusantara bukan sekadar tempat kaki ber­pijak selama ini. Nusantara itu begitu luas dan beragam. Ke­beragaman yang bukan untuk dipertentangkan namun di­ sandingkan dalam sebuah harmoni. Para peserta angkatan kedua berangkat ke tempat peng­ ab­dian membawa mimpi. Mimpi yang lantas menjalar ke be­nak anak-anak di pelosok negeri. Kehadiran para peserta SM3T itu menguak mimpi anak-anak pelosok negeri yang mungkin selama ini tidak mereka sadari. Keterbatasan dan isolasi menjadikan anak-anak itu tidak menyadari ada dunia lain di luar dunia yang mereka hadapi sehari-hari selama ini. (*/MAN)

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 27


SEPUTAR UNESA

PERTAMINA CARI MAHASISWA UNESA UNTUK SAHABAT BUMI

P

ertamina Foundation mengadakan Sosialisasi Sobat Bumi Scholarship Pertamina Foundation (SBSPF) Unesa 2014 pada Jumat (13/06/2014) bertempat di Auditorium G-3 Fakultas Ekonomi (FE) Unesa. Sosialisasi berlangsung mulai pukul 13.00 WIB hingga 16.00 WIB itu diikuti 215 mahasiswa. Unesa menjadi tempat sosialisasi terakhir di wilayah Surabaya setelah ITS dan Unair. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengenalkan Beasiswa Sobat Bumi kepada mahasiswa Unesa. Beasiswa Sobat Bumi dimaksudkan untuk melahirkan calon pemimpin masa depan yang berwawasan lingkungan dan memiliki kemampuan berwirausaha serta mampu mengajak orang lain untuk menerapkan dan menciptakan budaya ramah lingkungan. Beasiswa Sobat Bumi tahun ini menyediakan kuota sebanyak 254 untuk mahasiswa se-Indonesia. Terpilihnya Unesa sebagai tujuan road show SBSPF ini karena Unesa dianggap memiliki komitmen terhadap implementasi green campus. Acara dimulai dengan sambutan Dr. Sri SetyoIriani, S.E., M.Si., Pembantu Dekan III FE Unesa. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi “Pertamina dan Pertamina Foundation” oleh Agni Putrining Pratiwi, alumni Sobat Bumi angkatan pertama asal Jakarta. “Untuk mendapatkan beasiswa dari Pertamina Foundation, kita harus melewati dua tahapan seleksi, yakni seleksi berkas dan tes wawancara. Berkas dapat diunggah langsung melalui http:// sobatbumi-indonesia.org/,” ujar perempuan cantik itu. Tahap pendaftaran akan dimulai pada 16 Juni 2014 hingga 13 Juli 2014. Peserta pendaftaran hanya dibatasi sebanyak 100 orang untuk kemudian diambil sebanyak 30 orang yang lolos seleksi berkas. Dari tiga puluh orang tersebut kemudian akan diwawancarai dan akan diambil sebanyak 7 orang. “Sosialisasi ini merupakan sosialisasi dengan peserta terbanyak yang kami lakukan se-Surabaya bahkan se-Indonesia, Semoga dengan adanya sosialisasi ini semakin banyak mahasiswa Unesa yang mendapatkan Beasiswa Sobat Bumi dan menjadi duta sobat bumi masa mendatang,” papar Dani Marwan, Ketua Pelaksana Sosialisasi SBSPF wilayah Surabaya. (KHUSNUL/IMAM/BYU)

Suasana Sosialisasi Sobat Bumi Scholarship Pertamina Foundation (SBSPF) Unesa 2014 pada Jumat (13/06/2014) bertempat di Auditorium G-3 Fakultas Ekonomi (FE) Unesa.

28 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

UNESA JUARA UMUM KE-3 MTQM REGIONAL JATIM

M

usabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Mahasiswa tingkat regional Jawa Timur tahun 2014 dilaksanakan di Universitas Negeri Malang (UM) pada 29—31 Mei 2014. Cabang lomba yang digelar sama dengan MTQ tingkat nasional yaitu Musabaqah Tilawatil Quran, Musabaqah Tartil Quran, Musabaqah Tilawah Qiro’ah Sab’ah, Musabaqah Fahmil Qur’an, Musabaqah Syarhil Qur’an, Musabaqoh Hifdzil Qur’an, Musabaqah Khottil Qur’an (Kaligrafi), Musabaqah LKTI Isi Kandungan AlQuran, Musabaqah Debat Bahasa Arab Isi Kandungan Al-Quran, dan Musabaqah Debat Bahasa Inggris Isi Kandungan Al-Quran. Pada tingkat regional ini, kafilah Unesa mengirim 21 mahasiswa yang mengikuti semua cabang lomba kecuali cabang lomba qiro’ ahsab’ah putri dan hifdzil putra. Pada puncak acara diumumkan bahwa kafilah Unesa meraih juara 1 pada tiga cabang lomba yaitu Musabaqah Tilawatil Quran putra yang diwakili oleh Muhammad Sufyan As-sauri (mahasiswa FBS), Musabaqah Tilawatil Quran putri yang diwakili oleh Wardatun Nisa Hasan (mahasiswa FIP), dan Musabaqah Tilawah Qiro’ah Sab’ah yang diwakili oleh Umar M. Ath-Thoumy (mahasiswa FE). Kafilah Unesa yang meraih juara 2 pada cabang lomba Debat Bahasa Inggris Isi Kandungan Al-Quran yang diwakili oleh Raga D. Pratama dan Hadi P. (mahasiswa FBS). Kafilah Unesa yang meraih juara 3 pada cabang lomba Karya Tulis Ilmiah (KTI) Al-Quran yang diwakili oleh Siti Zuli Roisatul M. dan Anindita Avitaning. Selain itu, masih ada tiga cabang lomba yang diraih kafilah Unesa pada posisi juara harapan 1. “Tidak apa-apa dapat juara 3 yang penting sudah berusaha maksimal. Seharusnya kita bangga bisa mengalahkan perguruan tinggi lain yang berlatar belakang agama Islam,” ujar Pak Rahmat, Kasubag Kemahasiswaan Unesa. Penilaian dalam lomba ini menggunakan sistem yang sama pada MTQ Mahasiswa tingkat nasional yaitu juara 1 berarti mendapat poin lima, juara 2 berarti mendapat poin tiga, dan juara 3 berarti mendapat poin satu sedangkan juara harapan 1 tanpa poin. Dengan sistem perhitungan itu, kafilah Unesa berhasil mengumpulkan total poin 19 sehingga berada pada peringkat ke-3 di antara 42 kampus se-Jawa Timur yang mengikuti MTQM tingkat regional ini. Juara umum 1 diraih tuan rumah UM yang mampu mengumpulkan 39 poin dan tetangga tuan rumah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang berhasil mengumpulkan 21 poin sehingga menjadi juara umum ke-2. Sementara itu juara umum ke-4 diraih Universitas Trunojoyo Madura yang berhasil mengumpulkan 19 poin (selisih jenis juara dengan Unesa) sedangkan juara umum ke-5 diraih Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya yang berhasil mengoleksi 14 poin. Mereka yang juara akan menjadi delegasi kampusnya untuk mengikuti MTQM tingkat nasional yang akan diadakan di Ternate tahun 2015 mendatang. (AHMAD ILHAM HABIBI/BYU)


SEPUTAR UNESA

AKTIVIS UKIM UNESA TEMBUS 50 BESAR EAGLE AWARDS 2014

E

agle Awards Do­ cu­ men­tary Com­pe­ti­ti­on (EADC) 2014 ada­ lah ajang bergengsi yang me­ la­ hirkan do­cu­mentary film ma­ ker yang berkualitas. Ajang tahunan ini bertujuan untuk me­ndorong kemajuan industri film do­ kumenter Indonesia de­ngan meng­ha­silkan sineas mu­da dokumenter. Tidak mau me­lewatkan kesempatan yang ada, dua mahasiswa Une­ sa berkolaborasi dalam me­ ru­ mus­kan ide proposalnya dan kini mereka bisa bernafas lega. Me­­re­ka tembus 50 besar EADC 2014. Siapa mereka? Mereka adalah Dino Marta Ge­mi­lang, mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dan Wisda Putra Atmanegara, mahasiswa Ju­rusan Teknik Elek­tro. Keduanya aktivis UKIM (Unit Kegiatan Ilmiah Ma­ ha­ siswa).

Tema dalam EADC yang ke-10 ini bertajuk “Indonesia Oke (Orang Kre­atif )”. Dino dan Putra mengambil tema “Pa­ gelaran Kami Hari Ini”. Tema ini dianggap unik dan mempunyai sudut pandang yang tegas serta mampu menyampaikan aspirasi seseorang yang krea­ tif. “Pagelaran Kami Hari Ini” meng­isahkan Bapak Su­pri­ya­­­ tno, seorang Pemimpin Ke­to­ prak satu-satunya di wilayah Tu­ ban. Pertemuan dengan Pak Supriyatno diawali survei pe­­ngabdian masyarakat di Tuban. Dino dan Wisda sengaja me­ ngangkat tema ini untuk mengangkat seni pertunjukan Ke­toprak di kancah nasional. “Kalau Malang punya Ma­ lang Tempo Doeloe (MTD), Jem­ber punya Jember Fa­shion Carnival (JFC), Tuban pun se­ benarnya mampu menye­

foto ilustrasi suasana nonton bareng Eagle Award 2014. leng­garakan acara seperti itu melalui pagelaran seni ke­ toprak,” tutur Dino, ketua tim. Setelah lolos 50 besar, fi­nalis EADC 2014 ini akan men­ jalani serangkaian seleksi me­­ nu­ ju tahap selanjutnya. Ha­

rapannya, ha­sil ide pemikiran Dino dan Wisda ini mam­ pu masuk ke tahap selanjutnya dan mam­pu menambah per­ ben­daharaan film do­ku­menter di Indonesia. (KHUSNUL/IMAM/BYU)

MAHASISWA UNESA RAIH JUARA 2 PRAMUKA UNESA LAKSANAKAN SERTIFIKASI KEPRAMUKAAN WAJAH MUSLIMAH INDONESIA

W

ajah Reny Sekar Larasati, mahasiswi Jurusan Pen­di­di­ kan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Unesa tampak ber­ se­ ri-seri. Wanita asal Mojokerto ini berhasil meraih jua­ra 2 Wajah Muslimah Indonesia yang diadakan Tabloid Nu­ra­ ni di City of Tomorrow Surabaya pada 24—25 Mei 2014. Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut menampilkan per­ lombaan di bidang fesyen muslim. Sebanyak lebih dari 20 pe­ser­ ta menampilkan paras ayu berbalut busana muslim trendi dan berlenggak-lenggok di Atrium Mall City of Tomorrow (Cito) Su­ rabaya. Reny, sapaan mahasiswa berpostur tinggi 172 cm ini memang me­miliki bakat sejak ia duduk di bangku SMA. Sejak tahun 2012 silam, ia sudah mendapatkan gelar best catwalk pada Pemilihan Putri Jilbab Nurani. Pada tahun berikutnya Reny mengikuti audisi Duta Wisata Gus dan Yuk di Kota Mojokerto. Ia pun berhasil menjadi juara pada even yang hampir sama di tingkat provinsi. Alhasil ia menjadi Raka-Raki Jawa Timur. Akhirnya ia pun melaju di tingkat nasional. Tiga bulan berikutnya Reny mengikuti ajang pemilihan Putri Mus­limah Indonesia yang diadakan oleh Stasiun Televisi Indosiar. Ia berhasil masuk 20 besar pada ajang ini. Kegigihannya dalam mengasah dan tak pantang menyerahlah yang menjadikan ia ber­hasil dinobatkan menjadi juara 2 dalam pemilihan Wajah Muslimah Indonesia yang diadakan Tabloid Nurani akhir Mei ter­sebut. “Awalnya saya cuma mengira akan mendapatkan best cat­ walk, eh ternyata Allah memberikan lebih, Alhamdulillah,” ungkapnya lantas tersenyum. (GLG/BYU)

K

ewajiban ekstrakurikuler Pramuka masuk dalam struktur kurikulum 2013 menjadi berkah tersendiri bagi UKM Pramuka Unesa. “Saya tidak menyangka bahwa banyak yang antusias mengikuti Kursus Mahir Dasar Pramuka Unesa 2014,” tutur Achmad Irfandi, mahasiswa JBSI Unesa 2011 selaku Ketua Panitia Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar atau biasa disebut KMD. Kegiatan yang berlangsung pada 27—31 Mei 2014 bertempat di Gedung Pusdiklatda Argasonya Gerakan Pramuka Kwartir Daerah Jawa Timur di Balongbendo, Sidoarjo ini diikuti 150 peserta yang terdiri atas anggota Pramuka Unesa, anggota Pramuka dari perguruan tinggi lain, guru, dan masyarakat umum. Selasa (27/5/2014) kegiatan ini resmi dibuka oleh Pembantu Rektor III Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. Warsono, M.S. Pramuka Unesa sebagai fasilitator kegiatan berkerjasama dengan Pusdiklatda Jatim menyelenggarakan kegiatan ini. KMD ber­tujuan memberikan wadah bagi Pramuka untuk menambah pengetahuan dan keterampilan membina serta mencetak pembina Pramuka yang berdedikasi tinggi, profesional, dan bersertifikat guna menyukseskan implementasi kurikulum 2013. Dengan mengusung tema membentuk kriteria pembina Pramuka yang berkarakter dan bersertifikasi, kegiatan ini tidak hanya berorientasi pada kegiatan indoor tetapi juga kegiatan outdoor. Peserta mendapat pelatihan membina golongan siaga, penggalang, penegak, dan pandega bergiliran setiap harinya. Tidak hanya itu, pada hari terakhir KMD Pramuka Unesa 2014 ini terdapat Kegiatan ODSAG (Outdoor Scout Activity Games). (DINI/BYU) Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 29


KABAR PRESTASI

1

Gelar Karya Prodi Tata Rias Unesa

Usung Pengantin Tradisional dan Rias Fantasi

Sebanyak 58 mahasiswa S-1 Tata Rias menampilkan karya pengantin Jawa yang merupakan wujud dari mata kuliah Tata Rias Pengantin Indonesia II. Dan, 46 mahasiswa S1 Tata Rias angkatan 2010 menampilkan Rias Fantasi dalam mata kuliah Body Painting.

2

30 |

P

engantin tradisional dan rias fantasi menjadi dua suguhan menawan yang disajikan mahasiswa program studi S-1 Tata Rias PKK Fakultas Teknik Unesa di Surabaya Town Square 17 Mei 2014 lalu. Acara yang dikemas cukup mewah itu merupakan ko­ laborasi angkatan 2010 dan 2011 S1 Tata Rias. Sebanyak 58 mahasiswa S1 Tata Rias me­ nam­pilkan karya pengantin Jawa yang me­ru­ pakan wujud dari mata kuliah Tata Rias Pe­ngan­ tin Indonesia II. Dan, 46 mahasiswa S1 Tata Rias ang­katan 2010 menampilkan Rias Fantasi dalam mata kuliah Body Painting. Sesuai dengan ko­ laborasi dua angkatan tersebut, acara itupun mengusung tema Pagelaran Rias Fantasi V Tata Rias 2010 & Gelar Cipta Pengantin Indonesia II Ta­ta Rias 2011.

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

Rida Rosyva, mahasiswa Tata Rias 2011 me­ nyatakan, gelar karya kali ini dibagi menjadi 29 kelompok. Dimana, satu kelompok bertugas me­­nangani satu stel pakaian adat pengantin dan penentu adat pengantin melalui kocokan yang sudah disepakati bersama. “Kebetulan, saat itu saya dipasangkan dengan Ivana yang mendapatkan adat pengantin Blitar Kres­ nayana,”ungkapnya. Tak kalah menarik, Rias Fantasi bertema Let’s Move On dari mahasiswa Tata Rias 2010 yang me­­­nampilkan berbagai macam karya body painting. Ada empat kategori make up fantasi, yakni Fancy Movie, Fancy Fairy Tale, Karakter Movie dan Karakter Fairytale. Setiap mahasiswa me­ nangani berbagai macam karakter sesuai ka­ tegori yang telah diperoleh melalui tema


KABAR PRESTASI kesepakatan. Misalnya, American Hero yang digarap Endrawasih dalam katagori Fancy Movie menggambarkan sosok Wonderwomen Super Hero wanita dari Amerika dengan menjunjung tinggi identitas negara serta patung Liberty ke­ banggaan negaranya. Berbeda dengan Heny Hajar Zany yang meng­ ubah sosok manusia normal menjadi ber­­penampilan layaknya alien. Heny memberi na­­ma Follish Alien yang menggambarkan alien bo­doh namun memiliki kekuatan magis berupa si­nar yang terpancar dari kepala. Sementara itu, Usodoningtiyas, dosen yang me­­­­nangani kegiatan pagelaran mengatakan

bah­­wa tujuan mengadakan kegiatan ter­se­but ada­ lah untuk melatih mahasiswa dan mem­ per­­kenalkan karya-karya luar biasa mahasiswa. “Ke­­giatan gelar kali ini benar-benar asli konsep da­ri mahasiswa. Dosen hanya mengarahkan dan sebagai pengarah,” ungkapnya. Pada gelar karya tersebut, Anita Mar­yu­ning­ rum berhasil menjadi juara umum kategori gelar Rias Fantasi dengan tema Iggyfrog, sedangkan pa­da pagelaran rias pengantin, Eka dan Fran­sis­ ka berhasil menjadi juara umum dengan meng­ usung modifikasi jilbab pengantin Blitar Kartika Rukmi. (GILANG)

3

6 4

5

1. Salah satu mahasiswa bersama model yang telah dirias body painting. 2. Piala sebagai penghargaan bagi mahasiswa terbaik. 3. Perwakilan dosen membagikan piala kepada mahasiswa yang karyanya terpilih sebagai yang terbaik. 4. Rida (tengah) bersama model yang dirias pengantin tradisonal karyanya. 5. Salah satu mahasiswa merias menjelang pagelaran Pengantin Indonesia.

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 31


INFO SEHAT

Tak Cukup Satu Buah dalam Sehari

T

ubuh yang sehat, ke­ bal terhadap pe­nyakit ser­ ta polusi butuh a­supan antioksidan yang memadai. Asupan an­ti­ok­ si­dan itu tak cukup hanya dari sa­ tu jenis buah. Setiap buah pu­ nya keunggulan masingma­sing. Mengonsumsi buah ada­ lah bagian penting dalam pe­ lak­­sa­naan pola hidup sehat. “Buah itu mengandung an­ ti­ oksidan se­hingga wajib di­kon­ sum­si oleh warga kota besar un­tuk menangkal kontaminasi ra­dikal bebas dari asap ken­da­ ra­an dan rokok yang luar biasa ting­gi,” ujar Dr. Samuel Oetoro, MS, seorang dokter ahli gizi. Untuk mendapatkan efek an­tioksidan dalam menangkal po­lusi itu, konsumsi satu atau dua buah sehari tidak cu­kup. “Efek antioksidan yang kuat baru didapat setelah me­ ngonsumsi se­pu­luh jenis buah berwarna-warni. Mengapa ha­ rus berwarna-war­ni? Sebab an­ tioksidan itu ada di dalam war­ na buah,” terang Dr. Samuel.

MAKANAN MANIS BUKAN PENYEBAB DIABETES

32 |

Konsumsi dua hingga tiga buah per hari memang baik ka­­re­na bisa menjaga tubuh te­ tap sehat. “Kandungan vi­ ta­min C dua hing­ga tiga je­nis buah itu kurang lebih 60-90 mg. Manfaatnya ha­ nya men­ jaga tubuh sehat. Kalau ingin mendapatkan efek per­ lin­ dungan tubuh terhadap pe­ nyakit degeneratif dan ra­ di­ kal be­ bas serta awet muda di­ butuhkan vitamin C paling ti­dak 250 mg se­hari. Ini setara de­ ngan 10 buah jeruk,” ka­ tanya. Diakui oleh Dr. Samuel bah­ wa tidak mudah untuk lang­sung me­ngonsumsi 10 je­ nis buah sehari. “Mulailah de­­ngan makan atau mem­bu­ at jus tiga jenis buah sehari. La­lu perlahan tingkatkan jadi lima jenis buah. Setelah biasa, tingkatkan terus hingga 10 je­ nis bu­ah sehari,” ujarnya. Soal harga buah yang cen­derung mahal, Dr. Samuel meng­­anjurkan kita untuk ber­ pa­ ling ke buah-buah lokal yang murah. “Buah impor itu

M

eski penyakit diabetes atau awam menyebutnya “sakit kencing manis” telah diketahui sejak 1500 SM, hingga saat ini masih banyak orang yang tidak memahami penyakit tersebut. Salah satunya adalah anggapan bahwa diabetes disebabkan hobi mengasup makanan manis. Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah. Hal ini terjadi karena tubuh kekurangan hormon insulin, zat yang diproduksi oleh kelenjar pankreas dan diperlukan untuk mengubah makanan

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

pe­nampilannya saja yang me­ na­rik. Soal kualitas buah lokal tak kalah bersaing,” katanya. Semua buah itu memiliki spe­sifikasi yang tinggi. Meski sa­ma-sa­ma mengandung vi­ tamin C, mangga punya ke­ le­ bihan kalium yang tinggi se­ dangkan jeruk memiliki kan­ dungan kalsium yang ting­gi. Jambu biji juga punya kan­ dungan vitamin C yang sa­ngat tinggi plus kandungan se­­rat. “Jadi penting untuk me­

ngonsumsi bermacam-ma­­ cam buah dalam sehari un­tuk mendapatkan se­mua man­fa­ atnya,” tegasnya. Sayangnya makan ber­ ane­ka buah ini belum menjadi ke­­bi­asa­an orang Indonesia. Ter­catat tahun lalu kebiasaan kon­ sumsi bu­ ah di Indonesia ma­sih di angka 35,52 kg per ka­pita per ta­hun. Padahal ang­ ka konsumsi buah yang ideal menurut FAO se­ha­rus­nya 75 kg per kapita per tahun. (NET/MAN)

menjadi energi. Menurut dr Rochismandoko, Sp PD, gaya hidup kurang gerak merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penyakit ini. “Kurang olahraga, terlalu banyak duduk, dan pola makan yang salah merupakan penyebab penyakit ini,” katanya dalam acara peluncuran aplikasi Dokter Diabetes di Jakarta, (11/6). Nafsu makan berlebih dan kurangnya aktivitas fisik pada akhirnya akan menyebabkan kegemukan yang merupakan salah satu pencetus diabetes. Meski makanan manis bukanlah penyebab diabetes, pengaturan makan

merupakan pilar terpenting dalam pengendalian penyakit ini. Setiap penyandang diabetes harus mau belajar mengenali makanan yang menyebabkan gula darah tinggi dan berusaha menghindarinya. Pengaturan makan dimaksudkan agar kita tetap bisa mengonsumsi berbagai variasi makanan yang menyediakan zat gizi penting, tetapi kebutuhannya sesuai sehingga insulin dalam tubuh mencukupi. Mereka yang diabetes bisa makan makanan yang sama seperti orang lain, tetapi penting untuk mengawasi jumlahnya. Jika kadar gula darah sudah terlalu tinggi, maka bukan hanya makanan mengandung gula yang perlu dihindari, melainkan terkadang juga lemak dan garam. (NET/MAN)


INFO SEHAT CEGAH KEJAHATAN SEKSUAL

KENALKAN ANAK SENTUHAN BAIK & BURUK

S

ELAIN memberi per­lin­ dungan untuk men­ce­ gah tindak kejahatan sek­sual terhadap anak, orangtua juga perlu mem­be­ ri­kan pembekalan. Anak-anak adalah target dari para pelaku kejahatan seksual. Pembekalan tersebut bisa di­lakukan semenjak anak ber­ usia nol hingga lima tahun. Ca­ranya adalah mengenalkan me­reka akan perbedaan jenis ke­lamin manusia. Dengan be­ gi­ tu, anak-anak memahami ba­ tasan yang bisa dan tidak

un­tuk mereka lakukan. Sementara, di usia tiga hing­ga lima tahun, anak me­ mer­ lukan informasi yang le­ bih mendetail. Hal ini seperti di­sam­paikan psikolog keluarga dan anak, Roslina Verauli. “Untuk usia tiga hingga li­­ma tahun, anak sudah bisa di­ajar­kan bahwa tubuhku adalah mi­ likku. Kenalkan area privasi de­ngan memberi contoh gam­bar dengan model yang ha­ nya menggunakan handuk,” ka­ta Roslina Verauli,

M. Psi, se­ba­gai­mana dilansir Okezone. Roslina menambahkan, orang­­tua perlu membantu a­nak untuk memahami area pri­ badinya.

Kemudian, ajarkan ke­ pada anak mengenai area pribadi mereka yang tidak bo­ leh disentuh oleh siapapun. “Orangtua juga harus mem­ be­ ri pemahaman mengenai sen­tuhan yang baik serta yang buruk,” imbuhnya.

Menurutnya, orangtua ha­ rus sering memberikan sen­tu­ han kasih sayang untuk anak agar dapat membedakan mana sen­tuhan baik dan buruk. Jika anak mendapatkan sentuhan yang buruk, ajarkan untuk me­ re­ ka segera melaporkannya ke­pada orangtua. Selain pemahaman ter­ sebut, hal terpenting di­ la­ kukan orangtua adalah me­ mung­ kinkan anak tumbuh se­hat secara mental. Caranya de­ngan memberi ruang untuk ber­ sosialisasi dengan temante­mannya. “Dorong anak-anak untuk ber­ sosialisasi dan berteman ba­ nyak agar tidak berisiko meng­ alami tindak kekerasan seksual,” tutupnya. (NET/MAN)

Video Game TERNYATA Punya MANFAAT Kesehatan

T

IDAK selamanya, vi­ deo game membawa peng­aruh buruk. Jus­ tru dalam sebuah pe­ ne­litian, video game memiliki dam­pak positif bagi kesehatan. Ya, ada enam manfaat ke­se­ hatan dari video game. Be­rikut ulasannya dilansir Healthmeup. Terapi untuk anak yang mengidap penyakit. Studi menyatakan bahwa ga­mes punya dampak positif ba­ gi anak yang didiagnosa Par­ kinson dan autism. Video ga­ mes diyakini mampu me­

ning­ katkan daya juang dan men­jadi sebuah penghargaan ka­rena melewati penyakitnya. Meningkatkan motorik Anggapan bermain ga­ mes itu menghabiskan wak­tu ternyata tidak benar se­ pe­ nuhnya. Sebab, studi lain me­ ne­ mukan jika anak 4 tahun yang bermain games interaktif, me­miliki kontrol yang baik de­ ngan motoriknya. Meningkatkan penglihatan Berdasarkan studi, o­ rang dengan penyakit ka­tarak bisa

meningkatkan peng­li­hat­an­ nya dengan video games yang bergenre tembak-m­nem­bak. Games tersebut mem­ bu­ tuhkan perhatian lebih ter­ha­ dap objek, sehingga bisa me­ latih penglihatan lebih jelas. Meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan Permainan video games mem­ butuhkan reaksi dan ke­ pu­ tusan yang cepat. Dengan de­mikian, penelitipun me­nya­ta­ kan jika permainan ini bisa me­ latih otak pemain untuk mem­ buat keputusan di dunia nya­ta.

Menghilangkan stres Games juga bisa meng­hi­ langkan rasa frustasi dan stres karena aktivitas yang di­ la­ ku­ kan sehari-hari. Membuat bahagia di masa tua Studi lain menyatakan ji­ ka ada hubungan terkait ber­ main video games dengan men­tal seseorang yang sudah berumur. Dipercaya, orang yang bermain video games ter­nyata lebih bahagia di masa tua daripada mereka yang ti­ dak bermain sama sekali. (NET/ MAN)

Nomor: 68 Tahun XV - April 2014 MAJALAH UNESA

| 33


CATATAN LIDAH

Dosen Absurd l Djuli Djatiprambudi

A

mat mudah sebenarnya untuk menebak apakah se­se­ orang ter­golong dosen sejati atau bukan. Cobalah te­liti seseorang ter­sebut dengan sejumlah pertanyaan: Apakah se­sorang tersebut dalam satu tahun diundang sebagai na­rasumber dalam seminar nasional minimal sekali? Apakah se­ se­orang tersebut dalam tiga tahun terakhir artikelnya dimuat di ju­rnal internasional? Apakah seseorang tersebut artikel ilmiahnya ju­ga dimuat di jurnal nasional terakreditasi minimal setahun sekali? Apakah ia juga menulis buku minimal satu judul buku dalam dua tahun terakhir? Apakah ia aktif juga menulis artikel opini di media mas­sa paling tidak sebulan sekali? Apakah ia aktif menulis hand-out mata kuliah yang diampunya? Dan apakah ia juga memiliki banyak text-book mutakhir, serta berlangganan sejumlah jurnal ilmiah? Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut mendapatkan jawaban yang samar-samar alias tidak jelas kinerjanya, maka kita boleh sangsi se­ se­orang tersebut tergolong dosen sejati. Menjadi dosen sejati itu tidak cukup hanya hadir mengajar se­cara rutin di kelas, dari pagi hingga sore. Ini dilakukan tiap hari, bahkan jam mengajarnya hingga malam hari. Bila perlu hari Sabtu dan Minggu pun tetap mengajar. Di sekitar kita masih banyak do­ sen yang beban mengajarnya jauh di atas normal. Bahkan, malah terkesan sangat absurd, karena beban mengajarnya sampai 4050 SKS. Saya membayangkan, bila dosen beban mengajarnya de­ mikian besar, dapat dipastikan proses perkuliahannya juga ab­ surd. Mahasiswanya sepanjang semester diminta diskusi kelas te­ rus-menerus secara bergantian, sementara dosennya hanya mendengarkan dan memberikan komentas ala kadarnya. Dengan be­ban mengajar sepadat itu hampir pasti tidak ada persiapan mengajar yang cukup, pemutakhiran bahan ajar yang amboradul, ke­habisan waktu untuk mengoreksi tugas dan membimbing TA/ Skripsi/Tesis/Disertasi mahasiswa, serta hampir pasti pula tidak ada publikasi yang membanggakan. Apakah gejala macam ini bukan absurd? Memang, gejala absurditas di dunia perguruan tinggi makin tampak nyata. Setidaknya, absurditas itu tampak pada kinerja pa­ ra dosennya. Berbagai alasan bisa mengemuka bila gejala ab­ sur­ditas macam itu ditelisik. Untuk sekadar menunjuk sejumlah fak­ta, misalnya; atmosfir akademik yang tidak merangsang minat pengembangan keilmuan, dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang relatif cekak plus kerumitan administrasinya, sis­ tem remunerasi dan serdos yang tersendat-sendat, sistem kenaikan jenjang kepangkatan dan jabatan yang menguras waktu, dan berbagai sistem pengembangan karir dosen lainnya yang masih jalan di tempat. Gejala macam ini, menurut sejumlah penelitian, diakibatkan otomomi perguruan tinggi kita masih lemah. Semua sis­tem yang dikembangkan di perguruan tinggi harus masuk radar oto­ritas pusat (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Bayangkan, sesuatu yang bersifat teknispun, otoritas pusat ha­ rus ikut campur. Dalam hal penerbitan jurnal ilmiah, misalnya, bila ingin terakreditasi hal-hal teknis diatur tanpa kompromi; pe­ng­ aturan desain sampul, ukuran dan jenis kertas, komposisi lay-out, ti­pografi, hingga urusan membuat tabel ditentukan dengan ketat. Otoritas pusat juga memasuki wilayah yang sebenarnya menjadi ba­gian yang melekat dari otonomi perguruan tinggi seperti; pe­

34 |

MAJALAH UNESA Nomor: 68 Tahun XV - April 2014

ngembangan program studi atau fakultas baru yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu, pe­na­ taan organisasi perguruan ting­ gi yang efektif dan efisien, peng­ galian dana masyarakat, me­ ka­ nisme pemilihan pimpinan per­ guruan tinggi, dan masih ba­nyak lagi. Harus diakui, memang. Ber­ bagai fakta yang bernada ab­ surd tersebut pada akhir­ nya menjadi variabel yang ikut mempengaruhi absurditas kinerja dosen dan jajaran pim­ pin­ anannya. Absurditas itu makin menjadi tampak absurd jika di­ bandingkan dengan pengelolaan perguruan tinggi di negara-ne­ga­ ra maju. Di Jerman, misalnya, bila seseorang diangkat menjadi dosen, maka kontrak kinerjanya yang paling utama tidak lain dan tidak bukan penelitian. Dengan kata lain, seorang dosen akan digelontor dana penelitian yang besar, ditambah berbagai fasilitas hidup yang sangat memadai untuk kepentingan aktualisasi dirinya di tengah masyarakat. Menjadi seorang dosen di negara seperti Jerman, tentu secara sosiologis berada dalam strata yang terhormat. Karena itu, para dosen di sana sudah barang tentu akan teraktualisasi menjadi dosen sejati. Maka, tidak perlu heran, kalau dari perguruan tinggi di Jer­ man banyak bermunculan para dosen yang kemudian dikenal se­ ba­gai teoritikus kelas dunia. Tokoh-tokoh semacam Horkheimer, Adorno, Marcuse, dan Habermas, misalnya, yang dikenal sebagai de­dengkotnya teori kritis, semua lahir dari kemerdekaan otonomi perguruan tinggi dan kebebasan mimbar akademik di Jerman. Sekalipun, pada pemerintahan Adolf Hitler, mereka harus hingkang dari Jerman, karena mereka keturunan Yahudi. Tokoh-tokoh ter­ sebut pada era sekarang, ketika zaman memasuki isu pasca mo­ dern, teori kritis yang dikembangkannya menjadi bacaan wajib ba­gi para peneliti yang ingin memahami masyarakat modern dan pasca modern. Bisa jadi, tanpa merujuk teori-teori kritis tersebut, ar­ gu­mentasi keilmuan kita dianggap ketinggalan zaman. Menjadi dosen sejati di tengah minimnya fasilitas dan ke­sem­ patan luas, seperti yang menghantui negeri ini, tidak mudah me­ wu­judkannya. Tetapi, hal demikian, jika terus-menerus dijadikan alasan, bisa jadi dosen itu sendiri yang kemudian menjadi tampak ker­dil. Sebab, sekalipun dalam suasana serba terbatas, dunia per­ gu­ruan tinggi Indonesia cukup banyak melahirkan dosen-dosen yang tampil fenomenal. Di bidang sastra tercatat dosen fenomenal se­perti; Budi Darma (Unesa), Sapardi Djoko Damono (Universitas Indonesia). Di bidang sejarah tercatat kuat; Sartono Kartodirdjo dan Koentowijoyo (Universitas Gajah Mada). Di bidang fisika ada Yo­ hanes Surya, RM Soedarsono di bidang seni pertunjukan, Primadi Tabrani di bidang seni rupa, Yasraf Amir Piliang di bidang filsafat de­sain, Bambang Sugiharto di bidang estetika, dan sejumlah nama lain yang dikenal luas. Mengapa mereka dikenal sebagai dosen yang memiliki reputasi ter­sendiri? Saya menduga, mereka tidak ingin menjadi kerdil di tengah fasilitas dan atmosfir akademik yang terbatas. Saya menduga, me­reka memiliki energi kreatif dan pemikiran yang meledak-ledak terus-menerus. Karena itu, mereka mengembangkan terus jejak aka­ demiknya melalui sejumlah buku yang ditulisnya. Dengan menulis buku yang baik dan dirujuk oleh banyak akademisi, maka mereka jauh dari cap sebagai dosen absurd. Sebalinya, merekalah potret do­sen sejati dan sejatinya dosen. n (Email: djulip@yahoo.com)




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.